Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Wiro Sableng
Episode Si Pengumpul Bangkai
Karya Bastian Tito
Wiro Sableng
Episode Si Pengumpul Bangkai
Karya Bastian Tito
Tidak hanya sampai disitu kehebatan senjata andalan pendekar dari liang kubur tersebut, dari goresan nama-nama yang terukir diatas papan nisan tiba-tiba memancar satu cahaya merah bergulung membuntal yang langsung menghantam pukulan sakti yang dikeluarkan oleh pangeran banowo!
Satu suara menggelegar terdengar memekakkan telinga di seputaran kaliprogo! Air yang mengalir di kaliprogo serentak menggelegak dan pecah ke udara! Pucuk pohon angsana yang banyak tumbuh di pinggiran kali tersebut banyak yang meranggas menghitam dan jatuh luruh ke tanah!
Setan ngompol sendiri terlihat menjeplok di tanah, wajahnya putih bagaikan kapas, kencingnya mancur awur-awuran!. Di seberang sana hal yang sama juga terjadi pada pangeran banowo! Sementara itu sang pendekar murid eyang kunti kendil ini terlihat berdiri santai bersilang kaki sembari sikunya bertumpu pada pinggiran papan nisan senjatanya yang di tegakkan diatas tanah.
"Masih ada lagi…?" ucapnya santai sembari menghembuskan asap rokok kawung yang sedari tadi masih terselip di sudut bibirnya!
Delapan ratus tahun sebelum Peristiwa Malam Jahanam di Mataram, di Satu Bukit di tengah Hutan Lasesatbuntu. Hujan Turun begitu deras ditingkahi deru angin yang bertiup kencang. Sesekali terlihat kilasan petir menggelegar sabung menyambung menyambar pucuk-pucuk pepohonan. Udara malam yang gelap pekat sesaat tampak terang oleh cahaya petir yang bergeredepan.
Di tengah guyuran hujan deras dan angin yang menderu kencang diatas bukit kecil tersebut tampak seorang lelaki sedang bersemadi. Hujan deras dan angin kencang yang menerpa kulit tubuh dan wajahnya tidak dirasakannya sama sekali, Sang lelaki tampak hening tenggelam dalam semadinya. Rambut, kumis dan cambang yang tumbuh serabutan tak terpelihara menunjukkan dirinya sudah lama bersemedi di tempat tersebut.
Tak ada sesuatu yang luar biasa dari diri lelaki tersebut terkecuali caranya bersemadi. Tubuhnya yang tidak ditutupi sehelai benangpun bersemadi dalam posisi sungsang! Kedua kakinya bersila menghadap keatas sementara kedua tangannya bersidekap diatas kepala. Lelaki tersebut bersemadi dengan hanya bertumpu pada lehernya!.
Untuk menjaga keseimbangan tubuhnya yang tertekuk sedemikian rupa dada dan perutnya yang hanya berupa kulit pembungkus tulang disandarkan pada satu-satunya batang pohon beringin yang tumbuh di puncak bukit tersebut.
Kembali kilat menyambar di langit hutan Lasesatbuntu, saat cahaya yang hanya sekejapan mata itu menerangi seantero bukit, satu pemandangan yang menggidikkan di depan mata terhampar!
Bukit kecil yang ada di tengah hutan Lasesatbuntu tempat dimana sang pria aneh tengah bersemadi ternyata bukan terdiri dari tanah atau pasir batu semacamnya, gundukan bukit kecil dengan pohon beringin tunggal di puncaknya tersebut ternyata merupakan satu bukit kecil yang terbuat dari satu timbunan besar bangkai atau mayat manusia!
Satu keanehan lagi yang terjadi adalah seluruh bangkai yang jika ditaksir berjumlah ribuan tersebut tak satupun yang mengalami proses pembusukan. Tak ada bau busuk maupun anyir darah yang keluar dari tubuh mayat-mayat tersebut!
Sebagai gantinya dari tubuh-tubuh malang tak terkubur tersebut keluar hawa berwarna lembayung yang bergerak meliuk-liuk bagaikan asap, Asap lembayung dari ribuan mayat tersebut bergerak dan berkumpul menjadi satu lalu masuk kedalam lubang hidung, mulut, telinga dan seluruh pori-pori tubuh sang pria yang sedang bersemadi!
Sementara tak jauh dari kawasan bukit bangkai, diantara pepohonan raksasa yang tumbuh memenuhi kawasan hutan Lasesatbuntu, terlihat berkelebat satu bayangan dari satu makhluk tinggi besar berbulu. Makhluk ini memiliki kedua tangan yang lebih panjang dari kedua kakinya, kedua kaki dan tangan yang memiliki jari-jari panjang terlihat lincah menyambar dahan dan tangkai pepohonan.
Makhluk besar berbulu tersebut terlihat mendukung seorang pria pada punggungnya. Walaupun memiliki tubuh besar dan mendukung seseorang di punggungnya, namun hal tersebut tidak menyulitkan dan mengurangi kecepatannya dalam bergerak berpindah dari satu dahan pohon ke dahan pohon lainnya. Sementara itu pria yang berada dalam dukungan makhluk berbulu tampak menyeka wajahnya yang basah oleh air hujan beberapa kali, kecemasan tampak jelas tergambar diwajahnya.
"Laeberuk, tolong berhenti sebentar..." ucap sang pria sembari mengelus tengkuk makhluk besar tunggangannya.
Makhluk ini mengeluarkan suara gerangan pendek lalu menyambar satu dahan yang cukup kuat dari sebuah pohon randu raksasa kemudian berdiri dengan kedua kakinya di dahan tersebut. Sementara itu pria yang berada dalam dukungan monyet raksasa yang dipanggil dengan sebutan Laeberuk perlahan turun dari punggung piaraannya dan memandang keseluruh pelosok hutan Lasesatbuntu yang hitam kelam.
Pria satu ini memiliki wajah yang lumayan gagah, kumis serta cambangnya terpelihara dengan rapi. pakaian yang dikenakan adalah sejenis rompi dari kulit binatang dan celana terbuat dari kulit kayu, pada pinggangnya terikat satu kantung terbuat dari kulit pohon Damar.
"Ada yang aneh dengan tempat ini, aku merasa sudah dua kali kita melewati Pohon Randu raksasa ini. tampaknya sedari tadi kita hanya berputar-putar disekitar tempat ini sahabatku Laeberuk, hutan ini benar-benar seperti namanya, Hutan Lasesatbuntu ada jalan masuk belum tentu ada jalan keluar…" gumam si penunggang beruk raksasa. "Tiada jalan lain selain kembali meminta bantuan Datuk tanpa bentuk tanpa wujud" batin sang pria.
Perlahan sang pria terlihat mengusap wajahnya beberapa kali lalu berucap perlahan. "Datuk Tanpa Bentuk Tanpa Wujud… Aku tahu kau masih bersertaku, aku membutuhkan pertolonganmu!" ucap sang pria, yang suaranya walaupun terdengar pelan namun hebatnya terdengar seolah berasal dari empat penjuru mata angin! (Mengenai Datuk Tanpa Bentuk Tanpa Wujud, silahkan baca serial Wiro Sableng di Latanah Silam dalam Episode: Hantu Selaksa Angin).
Baru saja sang pria berucap, satu suara seperti dengungan halus terdengar mengiang di telinganya. "Aku tahu kesusahanmu Lanawi, ada dua ilmu sesat yang digunakan untuk menghalangi jalanmu menuju ke tengah hutan, yaitu Ilmu Tabir Langit Turun Ke Bumi Dan Ilmu Di Bumi Ada Enam Kesesatan, Di Langit Ada Tujuh Kesesatan, Dalam Air Ada Delapan Kesesatan. Untuk memecah ilmu Tabir Langit Turun ke Bumi, sentuhkanlah kedua ibu jarimu ke langit-langit mulutmu setelah itu sentuhkan pula kedua ibu jarimu itu kebawah lidah lalu usapkan kedua ibu jarimu itu ke kedua matamu dan mata tungganganmu..."
Pria yang dipanggil dengan sebutan Lanawi cepat bersujud diatas pohon randu lalu cepat lakukan apa yang diperintahkan oleh suara tanpa wujud. Begitu kedua ibu jarinya disapukan ke kedua matanya, pandangannya yang semula seakan terbatas kini terasa lebih lapang. Dia kini bisa melihat hawa lembayung bergerak berpusar tidak jauh dari tempatnya berpijak, baru saja Lanawi menaiki punggung tungangannya dan bersiap untuk beranjak pergi suara mendenging itu kembali terdengar di telinganya
"Belum semua ilmu terpatahkan Muridku Lanawi, masih ada Ilmu Di Bumi Ada Enam Kesesatan, Di Langit Ada Tujuh Kesesatan, Dalam Air Ada Delapan Kesesatan Yang harus kau pecahkan. Walaupun kini pandanganmu sudah lebih jelas dan dari kejauhan kau sudah bisa melihat tempat tujuanmu, namun ilmu jahanam yang dikeluarkan oleh murid murtad tersebut dengan bantuan Jimat Hati Iblis yang sudah ditelannya tidak bisa dipandang sebelah mata…" ucap suara tanpa wujud.
"Jadi apa yang harus saya lakukan Datuk?" tanya Lanawi, suara sang Datuk pun kembali berdenging di telinganya.
"Apakah kau masih membekal bumbung bambu kecil yang dititipkan oleh Hantu Labatu Rengkah Kepala Negeri Latanahsesat?" tanya sang datuk.
Lanawi segera memeriksa kantung kulit damar yang tergantung dipinggangnya, nafasnya berhembus lega saat mengeluarkan satu bumbung bambu kecil seukuran jari telunjuk. "Bumbung bambu amanat masih ada pada saya Datuk, apa yang harus saya lakukan kemudian?" tanya Lanawi kemudian.
"Bukalah sumbat penutup bumbung bambu kecil tersebut dan kau akan tahu apa yang harus kau lakukan selanjutnya…" ucap datuk tanpa bentuk tanpa wujud.
Lanawi perlahan membuka ijuk penutup bumbung bambu kecil di tangannya, untuk beberapa saat tidak terjadi apa-apa. Kembali Lanawi yang dikenal orang sebagai Kepala Negeri Latanahtinggi itu hendak bertanya kepada sang datuk, tiba-tiba dari dalam bumbung bambu kecil melesat satu titik cahaya fosfor berpendar!
Titik cahaya ini terlihat terbang berputaran menuju tempat dimana hawa lembayung terlihat dari kejauhan. Lanawi cepat melompat ke punggung Beruk raksasa tunggangannya lalu berujar sembari mengelus tengkuk kera besar piaraannya.
"Cepat ikuti kunang-kunang itu sahabatku Laeberuk...!"
Laeberuk tunggangan Lanawi Kepala Negeri Latanahtinggi itu mengeluarkan suara gerengan pendek lalu dengan cepat melesat dari satu pohon ke pohon yang lain mengikuti arah terbangnya kunang-kunang yang dilepas oleh majikannya tersebut.
Hujan yang tercurah dari langit turun semakin deras, sementara hawa lembayung yang melingkupi bukit bangkai perlahan mulai menipis karena terserap ke dalam tubuh manusia aneh yang sedang bersemadi di bawah pohon beringin. Dalam derasnya hujan di tengah malam tersebut Dari empat penjuru hutan Lasesatbuntu terlihat empat makhluk yang bergerak dengan cepat menuju ke tengah hutan dimana bukit bangkai berada.
Dibagian utara seorang kakek berwajah tirus mengenakan jubah jerami menunggangi seekor capung raksasa terlihat terbang melesat diantara pepohonan yang tumbuh rapat. Sementara dibagian selatan seorang pria gagah bertopi tinggi meleset diatas seekor macan kumbang bertaring panjang. Dipinggangnya tersampir sebuah parang batu kelabu yang memancarkan hawa angker!
Dibagian barat hutan lasesatbuntu tampak seekor bangau putih terbang berputaran dan diatasnya tampak duduk seorang gadis cantik berpakaian kuning. Lalu dibagian hutan sebelah timur diantara kegelapan malam terlihat seekor kera raksasa yang ditunggangi oleh orang yang bukan lain adalah Lanawi bergerak gesit kian kemari.
Satu kesamaan dari keempat manusia dan tungangannya yang berbeda ini adalah mereka berempat sama-sama menuju ke tengah bukit bangkai dengan mengikuti arah terbang dan cahaya kedipan seekor kunang-kunang!
Dalam waktu tak sampai sepeminuman teh, keempat orang tersebut akhirnya sampai di kaki bukit bangkai di empat jurusan yang berbeda. sementara empat ekor kunang-kunang penunjuk jalan terlihat bergerak berputar-putar lalu hinggap di pucuk pohon beringin di puncak bukit bangkai. Hujan yang tadinya turun demikian deras perlahan mulai mereda hingga akhirnya berhenti sama sekali.
Udara malam yang dingin menggidikan mulai menghampar berbareng dengan kesunyian mencekam yang mulai turun berbareng dengan munculnya kabut tipis yang menutupi pedataran bukit bangkai. Sesaat keempat orang yang mengepung bukit bangkai dari empat jurusan terlihat saling pandang, lalu tiba-tiba satu suara terdengar memecah keheningan malam.
"Lakarontang Manusia terkutuk!! Najis anjing masih lebih baik dari dirimu! Demi ilmu setan yang kau anut, kau bongkar seluruh makam leluhur dan puak Negeri Latanahsilam! Sungguh dosamu tak terampunkan lagi! Hari ini biarlah kami mewakili Sarekat Negeri Latanahampat mencabut rohmu disaksikan para dewa dan peri atas langit!" ucap keras lelaki bertopi tinggi yang menunggangi macan kumbang bertaring panjang.
"Lakawung! Tak usah lagi berpanjang cakap, lihatlah asap arwah lembayung sudah hampir seluruhnya terhisap olehnya, jika tidak kita hantam sekarang juga, maka semuanya akan jadi kasip!" seru kakek penunggang capung sembari menyilangkan kedua tangannya didepan dada, sepasang tangan tersebut terlihat tampak berubah seperti batu berwarna hitam! Jalur berbentuk rengkahan-rengkahan mengeluarkan cahaya merah terbentuk dikedua tangan batu tersebut pertanda satu pukulan sakti dahsyat tengah dipersiapkan oleh sang kakek!
Sementara itu dibagian timur, Lanawi yang berdiri tegak disamping tunggangannya terlihat termenung memandang puncak bukit bangkai, hatinya yang kalut terpancar dari tatapan kosong kedua bola matanya. Tiba-tiba suara berdenging terdengar kembali di kedua telinganya.
"Mantapkan hatimu Lanawi! Yang kau hadapi sekarang bukan lagi kerabatmu Lakarontang yang dahulu, bukan lagi saudara seperguruanmu! Yang kau hadapi sekarang adalah biang iblis yang akan membuat kekacauan diseluruh Sarekat Negeri termasuk Negeri Latanahtinggi! Cepat siapkan pukulan Salju Putih Latinggimeru, aku akan membantu kalian melalui gadis penunggang bangau di depan sana!" bisik suara yang tidak lain adalah suara Datuk tanpa bentuk tanpa wujud guru sekaligus pelindung Lanawi kepala Negri Latanahtinggi.
Lanawi mengusap mukanya beberapa kali, setelah menarik nafas berat akhirnya Murid datuk tanpa bentuk tanpa wujud ini mulai membaca rapalan Pukulan Salju Putih Latinggimeru dan menyalurkan hawa sakti ke kedua tangannya.
Di pedataran kaki bukit bangkai sebelah barat seorang gadis cantik berpakaian kuning dengan rambut terurai terlihat tegak menatap kearah lelaki yang sedang bersemadi tanpa mengenakan sehelai benangpun di bawah pohon beringin. Matanya yang bagus terlihat membara diantara linangan air matanya, sesekali sang gadis terlihat mengelus perutnya. Saat itulah perlahan didengarnya dengingan halus di telinganya.
"Gadis cantik, gadis baik kepala Negeri Latanahlaut. Demi segala peri dan dewa atas langit, demi segala roh yang tergantung dilangit dan bumi, dan demi jabang bayi dalam perutmu janganlah lagi kau berbimbang hati..."
Sang gadis menarik nafas berat lalu mengusap pupus air mata disudut matanya. "Aku tidak bimbang Datuk, aku... aku hanya..." ucap sang gadis tergagap tak mampu meneruskan ucapannya kepalanya tertunduk memandangi perutnya yang terlihat membesar.
Kembali terdengar suara dengingan halus di telinga sang gadis. "Aku tahu perasaanmu wahai Luhpingkan Matindas, tapi jangan kau lupa bahwa ayah jabang bayi dalam rahimmu adalah orang yang membunuh dan membawa lari delapan ratus Jenazah Puak Leluhur dan penduduk Negeri Latanahlaut termasuk ayah, ibu dan semua saudara-saudaramu!" ucap suara yang bukan lain berasal dari suara Datuk tanpa bentuk tanpa wujud.
"Saya tahu datuk, saya mengerti. Saya tidak akan lupa apa yang telah diperbuat lelaki bejat itu atas diri saya dan keluarga saya. Saya akan menebus kesalahan saya dengan lelehan darah lelaki laknat itu!" ucap sang gadis berapi-api namun tetap saja terlihat lelehan airmata turun di belahan pipinya yang ranum.
"Anak gadis, tanpa memandang rendah kemampuanmu jika kau perbolehkan izinkanlah aku memakai ragamu untuk menghadapi manusia terkutuk diatas sana…" ucap suara datuk tanpa wujud di telinga gadis yang dipanggil dengan nama Luhpingkan Matindas tersebut.
"Saya mengerti Datuk… dengan kemampuan yang saya miliki memang mustahil bagi saya untuk menghadapi Lakarontang. Saya sangat tahu diri Datuk… namun bagaimanapun juga dendam keluarga Di Latanahlaut harus bisa terbalaskan! Baiklah saya ikut kehendak Datuk saja…" ucap sang gadis lirih.
"Gadis baik, gadis cantik... aku berterimakasih sebelumnya atas kesediaanmu, sekarang pejamkanlah kedua matamu dan biarkan aku untuk sementara meminjam ragamu!"
Sang gadis mengatupkan kedua matanya rapat, perlahan dirasakannya satu udara hangat menyelubungi dan memasuki dirinya dibagian tengkuk, ubun-ubun dan keningnya lalu kemudian sang gadis mendapati tubuhnya sangat ringan bagaikan sehelai kapas! Saat sang gadis membuka mata, satu keanehan terlihat jelas dibalik kedua bola matanya!
Setelah beberapa saat memejamkan mata, akhirnya Luhpingkan Matindas gadis cantik kepala Negeri Latanahlaut terlihat membuka kedua matanya. Sepasang bola mata bagus yang sebelumnya menghiasi kedua pelupuknya, kini hanya terlihat putihnya saja! lalu satu suara kemudian terdengar bergaung berkumandang dari bibir sang gadis!
"Wahai kalian Para Kepala Negeri Sarekat Latanahampat! Waktu kita tinggal sedikit! Sebelum Ilmu Jimat Hati Iblis rampung diserapnya mari kita hantam bersamaan makhluk terkutuk di hadapan kita! Lanawi! Lakawung! Dan kau Hantu Labatu Rengkah Latanahsesat! Lakukan apa yang sudah kita atur bersama!" sehabis mengeluarkan ucapan Luhpingkan Matindas yang tubuhnya disusupi oleh Datuk Tanpa Bentuk Tanpa Wujud tiba-tiba dengan kecepatan luar biasa melesat keatas menembus langit gelap!
Sementara dari tiga jurusan yang berbeda Lakawung, Lanawi dan kakek yang dipanggil dengan sebutan Hantu Labatu Rengkah Latanahsesat oleh Datuk tanpa bentuk tanpa wujud mulai melepaskan pukulan sakti secara bersamaan dari tiga penjuru! Dari sepasang tangan Hantu Labatu Rengkah Kepala Negeri Latanahsesat melesat satu pukulan berwarna merah diselingi ratusan batu kecil membara yang bergulung membuntal!
Di satu tempat pukulan sakti ini tiba-tiba pecah menjadi delapan belas jalur pukulan yang bergolak hendak menghantam tubuh Manusia bernama Lakarontang di delapan belas bagian! Ini adalah salah satu ilmu andalan Hantu Labatu Rengkah dari Latanahsesat yang diberi nama Delapan Belas Jalur Batu sakti Perangket Arwah!
Sementara itu dibagian selatan Lakawung atau yang juga lebih dikenal sebagai Kepala Negeri Latanahsilam pada masa itu secara bersamaan melepaskan satu pukulan sakti bernama Maut Meminta Raga! Kedua tangannya yang terkepal berwarna hitam mengeluarkan segulungan asap sebesar Pohon kelapa yang didalamnya terlihat kilatan cahaya listrik bergeredepan!
Seakan tidak mau kalah dari Hantu Labatu Rengkah dan Lakawung, dibagian barat Lanawi juga telah mengeluarkan salah satu ilmu andalan yang diajarkan oleh Datuk Tanpa Bentuk Tanpa Wujud kepadanya. Suasana mencekam yang menyelimuti pelosok bukit bangkai semakin bertambah mencekam kala Pukulan Salju Putih Latinggimeru dilepaskan!
Bau setanggi terbakar santer tercium diantara satu jalur sinar putih terang bergeredepan yang memancar dari kedua tangan Lanawi! Berbarengan dengan menderunya tiga pukulan sakti yang datang melabrak, mendadak dari atas langit Latanahsesat terlihat satu sosok tubuh yang meluncur turun sangat cepat dengan tangan terkembang!
Sekujur tubuh sosok yang bukan lain adalah sosok dari Luhpingkan Matindas yang tadi melesat ke angkasa terlihat dibaluri cahaya biru berekor yang sangat menyilaukan! Sehingga jika dilihat dari kejauhan sosok Luhpingkan Matindas gadis kepala Negeri Latanahlaut ini bagaikan Bintang berekor yang melesat dari angkasa!
Kesaktian hebat yang ditunjukan oleh Luhpingkan Matindas ini tentu saja tidak lepas dari peran serta Datuk Tanpa Bentuk Tanpa Wujud yang saat itu menguasai raganya. Rupanya untuk menghabisi bekas muridnya yang murtad itu Sang Datuk tidak segan-segan mengeluarkan satu Ilmu pukulan Langka bernama Ekor Bintang Menghujam Latinggimeru! Ilmu pukulan satu ini diyakini merupakan salah satu dari beberapa ilmu yang telah punah dan tidak ada lagi di Latanahsilam maupun di Negeri Latanahampat lainnya!
Sesaat lagi tiga pukulan sakti dan serangan maut yang dilancarkan oleh Luhpingkan Matindas melabrak tubuh Lakarontang tiba-tiba dari timbunan bangkai yang menutupi bukit kecil itu melesat belasan bahkan mungkin puluhan Bangkai manusia memapaki datangnya serangan!
Ketiga orang yang melepaskan pukulan sakti dari tiga jurusan yang berbeda berteriak kaget kala mengenali Bangkai-bangkai kotor berlumpur yang saat itu datang memapaki datangnya serangan adalah jenazah dari orang-orang yang mereka kenali bahkan mereka kasihi!
"Tidak…! Jangan…!" Hantu Labatu Rengkah berteriak keras dan berusaha menarik mundur pukulan Delapan Belas Jalur Batu Sakti Perangket Arwah yang di lepaskannya, namun usahanya itu sangat terlambat manakala pecahan pukulan sakti sebanyak delapan belas jalur yang tadinya akan menghantam tubuh dari Lakarontang kini dengan telak menghantam tubuh Delapan belas mayat hidup yang diketahui dan dikenalinya sebagai tubuh jenazah Istri dan anak-anaknya!
Raungan Keras keluar dari Mulut Kepala Negeri Latanahsesat tersebut kala melihat cabikan tubuh jenazah istri dan anak-anaknya membumbung tinggi diatas langit Hutan Lasesatbuntu bersama dengan serpihan-serpihan pukulan Delapan Belas Jalur Batu sakti Perangket Arwah!
Sementara itu hal serupa juga terjadi pada Lakawung dan Lanawi, kedua pukulan sakti yang dilepaskan oleh mereka berdua yaitu pukulan Maut Meminta Raga dan Salju Putih Latinggimeru yang seharusnya dengan telak menghantam tubuh Lakarontang malah musnah berhamburan seiring dengan berhamburannya serpihan tubuh para jenazah yang merupakan jenazah saudara, orang tua dan kerabat Lakawung dan Lanawi.
Pada saat bersamaan diatas Bukit Bangkai satu kejadian dahsyat juga terjadi, hanya tinggal sepelemparan tombak ilmu Ekor Bintang Menghujam Latinggimeru merajam tubuh telanjang Lakarontang, tiba-tiba dari tumpukan mayat tepat di depan tubuh Lakarontang bersemadi, menyeruak dua pasang bangkai laki-laki dan perempuan yang saling mementangkan kedua tangan menyambut pukulan berbentuk ekor bintang yang menderu dari angkasa!
"Datuk! Mereka kedua orang tuaKu! Tolong hentikan ilmu pukulan ini!!!" jerit Luhpingkan Matindas histeris.
"Tidak bisa anak Gadis! Ingatlah! Mereka sudah meninggal dan sudah bukan orang tuamu lagi! Kau harus bisa mantapkan hatimu!" ucap datuk tanpa bentuk tanpa wujud dalam hati sang gadis.
"Tidak datuk! Aku tidak sanggup!!!!" teriak sang gadis keras lalu dengan sekuat tenaga dicobanya melawan kekuatan Datuk tanpa bentuk tanpa Wujud yang menguasai raganya dan akibatnya tubuhnya yang diselimuti cahaya biru berekor tersebut akhirnya melenceng jauh dan menghantam sebuah batu besar di kaki bukit bangkai!
Batu besar seukuran Gajah itu pun hancur lebur dan mengeluarkan suara yang cukup keras. Saat debu pasir dan krikil yang membumbung perlahan memudar terlihatlah satu pemandangan yang mengenaskan! Tubuh sang gadis kepala Negeri Latanahlaut terlihat tergeletak dengan kepala rengkah! Darah mengalir membasahi tubuhnya yang lebam hancur akibat bertumbukan dengan batu yang dihantamnya!
Pada saat itu juga kedua mata Lakarontang yang sebelumnya terlihat terpejam serta-merta membuka bersamaan dengan terhisapnya hawa lembayung terakhir ke dalam jalur pernafasannya! Bersamaan dengan membukanya mata Lakarontang, tubuhnya yang sebelumnya tertekuk sedemikian rupa perlahan bergerak!
Kedua kakinya yang bersila menghadap keatas perlahan kembali turun dan menyentuh tanah sementara kedua tangannya yang bersidekap perlahan juga diturunkan ketanah. Pada saat kedua kaki dan tangannya menyentuh tanah itulah secara tiba-tiba tubuh kurus kering tanpa ditutupi sehelai benangpun itu melenting beberapa tombak keatas lalu mengapung diudara!
Satu keanehan juga terjadi pada tubuh Lakarontang, perlahan namun pasti kulit dan dagingnya yang hanya sedikit terlihat meleleh dan berkelupasan jatuh hingga tak lama kemudian Tubuh Lakarontang yang tidak tertutup sehelai benangpun itu kini hanya tersisa tulang belulang!
Perubahan yang terjadi pada diri Lakarontang benar-benar mengerikan namun yang paling mengerikan adalah dimana bagian dalam tubuh Lakorantang seperti jantung, usus, hati, lidah dan sepasang bola mata terlihat bergerak-gerak hidup tidak ikut meleleh terkelupas! Organ dalam tubuh Lakarontang yang terlihat bergerak-gerak menjijikan itu hanya ditahan oleh tulang belulang berwarna hitam legam! Sepasang tanduk hitam juga terlihat tumbuh mencuat di kedua kening Lakarontang!
Simpang lima Godeyan merupakan satu persimpangan jalan yang besar dan cukup ramai. Simpang Jalan ini merupakan salah satu dari jalan utama yang menghubungi Kotaraja dengan kawasan di sebelah barat. Mulai dari Waringin dan Gamping sampai ke Renteng, terus ke Imoyudan dan Girimulyo, terus lagi ke Borobudur.
Di sebelah selatan simpangan jalan menuju ke Sedayu, Argosari dan berakhir di Wates. Hari itu termasuk hari pasar, sehingga tidak heran jika banyak pedagang dan penjual dadakan yang tumpah ruah memenuhi simpang lima jalan tersebut, dari pedagang kain, pedagang ternak, hasil bumi seperti jagung beras bahkan pedagang rokok kawung dan rokok klobot dengan atraksi siluet gadis yang sedang merokok didalam tenda turut meramaikan pasar dadakan hari itu.
Disatu pojok simpang jalan terlihat beberapa warung makan yang tampak berjejeran dan selalu ramai, namun dari semua warung makan tersebut ada satu warung makan yang terlihat paling ramai dan tampaknya merupakan rumah makan idola di tempat tersebut. Makanan yang disediakan di warung makan tersebut sebenarnya tidak terlalu istimewa, nasi timbel sambal, lauk, lalapan serta jajanan pasar lainnya seperti yang biasa ada di warung nasi kebanyakan terlihat tertata rapi diatas meja dagangan.
Yang menjadi keistimewaan warung makan ini sebenarnya justru adalah penjualnya. Mbakyu Pinem atau yang dikenal dengan sebutan Yu Pinem adalah pemilik sekaligus pengelola rumah makan ini. Janda beranak satu ini memang terkenal cantik dan genit. Diusianya yang sudah menginjak tiga puluh satu tahun, bentuk tubuhnya masih terlihat sekel dan montok, janda satu ini juga pandai merawat diri dan pandai menggunakan kelebihan yang dimilikinya untuk meningkatkan penjualan warung makan yang dikelolanya.
Alhasil, warung makan yang dimilikinya cukup terkenal dan selalu ramai dikunjungi oleh orang banyak khususnya oleh para pria yang terkagum-kagum dan senang mengoda kecantikan janda satu ini. Siang itu seperti biasa warung makan Yu Pinem penuh disesaki pengunjung, tampak janda muda ini terlihat sibuk mengurusi pesanan dari para pembeli makanan yang datang.
Namun walaupun terlihat sibuk, sudut matanya tampak masih nyalang memandang kearah keluar warung, sesekali gerutuan terdengar dari bibirnya yang diberi merah-merah. Siang itu memang hati sang janda sedang panas dan jengkel-jengkelnya akibat ulah dua orang pengunjung yang baru saja diusirnya keluar dari warung makan miliknya tersebut.
Sementara itu tidak jauh dari warung makan Yu Pinem, tepat disamping penjual rokok kawung yang juga saat itu sedang ramai-ramainya. Berdiri berjejer dua pasang makhluk konyol yang tidak lain adalah Setan Ngompol dan Naga Kuning. Tampak keduanya menatap penuh harap kedalam warung makan milik Yu Pinem, keduanya tampak sesekali saling sikut.
"Tuh kan kek, apa kubilang! Ini gara-gara sampeyan makanya kita jadi diusir! Sudah tahu badan bau pesing tidak punya uang pula! masih juga maksa kemari!" sungut Naga Kuning sambil kembali menyikut rusuk sang kakek.
Sementara sang kakek mendelikkan matanya yang jereng kearah bocah jabrik disebelahnya. "Bocah semprul! Kamunya juga yang kurang kerjaan pakai acara nyebut-nyebut nasi timbelnya Yu Pinem Segala! Tuh lihat! Gimana tadi akunya diusir sama yang punya warung! Kamu juga bisanya cuma ngelendot cengar-cengir segala! Gak bantu gak juga belain!" balas sungut Setan Ngompol sembari balas menyikut Naga Kuning.
"Bagaimana mau belain sampeyan kek, wong belum minta ngutang juga tuh janda sudah pake acara ngacungin centong nasi segala! Makanya sudah kubilang untuk yang kesekian kali kek! Sering-sering mandi dan ganti celana kek! Atau kalo bisa sana gih! Cuci tuh Celemek Ompol di Kaliprogo!! Gara-gara bau pesing sampeyan kitanya jadi diusir orang!" gerutu Naga Kuning.
"Walah! Aku bau pesing kek, bau bangke kek itu kan urusanku, bukan urusan Tuh janda! Ingat! Biar bagaimanapun juga Pelanggan adalah Raja! Lagian aku selalu nyuci baju dan celana ku kok! Ini juga baru kucuci!" ucap sang kakek sambil membeberkan kain celananya ke muka Naga Kuning.
Naga Kuning yang jengkel karena di beberkan kain celana Setan Ngompol yang basah kuyup secara kurang ajar tiba-tiba menarik celana sang kakek sehingga membuat sang kakek kelabakan! Semua pengunjung pasar simpang lima Godeyan yang melihat kejadian itu tertawa terpingkal-pingkal mana kala melihat sang kakek kelabakan membetulkan celananya yang kedodoran.
"Bocah setan Kurang ajar! Jangan lari biar kucekoki kencing ku dasar anak kampret!!!!" damprat sang kakek sambil membembeng telinga sang bocah keatas, namun tiba-tiba sang kakek berteriak kesakitan seraya memegangi pantatnya dan melepaskan jewerannya pada telinga Naga kuning.
"Tobaaat…!!! Aduh biyung! Panas Pantatku...!" jerit histeris sang kakek sembari mengebas-ngebaskan pantat celananya yang terlihat berlubang berasap sebesar ujung jari kelingking!
Setelah mengebas-ngebas dan berjingkrakan kesana kemari dari lubang celana Setan ngompol meluncur jatuh sepotong puntung Rokok Kawung yang sudah basah oleh air kencing sang kakek! Sementara itu orang banyak yang sedang menonton pertunjukan siluet gadis di tenda rokok kawung serentak berserabutan memaki panjang pendek takut terkena cipratan air kencing setan ngompol yang bercipratan dari kain celananya yang basah!
"Puntung Rokok sialan!!! Ini siapa yang punya pekerjaan?" maki sang kakek seraya putar mata jerengnya ke kiri dan kekanan.
Orang-orang disekitar yang dipandang walaupun banyak yang menggerutu namun melihat sepasang mata jereng dan tampang sang kakek yang aneh dengan satu daun telinga terbalik akhirnya hanya bisa diam dan menggerutu dalam hati.
"Baru di sundut rokok saja sudah ribut minta ampun kayak monyet duduk di wajan!!" ucap satu suara mengejek.
Sang kakek cepat putar kepala pandangi asal suara, saat itu juga dilihatnya didepan tenda penjual rokok kawung seorang pemuda gondrong berpakaian dan bercelana pangsi putih sedang duduk menjeprok diatas tanah beralaskan sebuah papan hitam.
"Wiro….!!! " seru sang Kakek kegirangan.
Sang pemuda gondrong balikan wajah dan pandangi wajah setan ngompol dengan pandangan heran. "Siapa yang kau panggil dengan sebutan Wiro kek? Aku yah? Nama ku bukan Wiro kek, dan aku juga tidak kenal sama sampeyan. Maaf ya, pantat sampeyan tadi tak sundut! Habis sampeyan ribut sih!" sehabis berkata sang pemuda gondrong yang ternyata bukan Wiro seperti yang semula disangka oleh Setan Ngompol kembali terlihat asyik duduk menjeplok didepan tenda.
"Dilanjut lagi Jeng Narsih acara ngerokoknya! Tenang aja ntar tak borong deh sisa kawungnya!" ucap sang pemuda kepada gadis di dalam tenda sambil cengar-cengir.
Sementara itu api pelita di dalam tenda yang semula padam dimatikan akibat ribut-ribut diluar tenda kini kembali dinyalakan dan terlihatlah siluet bayangan seorang gadis montok sedang mengisap dan menghembuskan asap rokok. Tenda Penjaja Rokok Kawung itu kembali riuh diramaikan olah para pengunjung yang bersoraksorak gembira menikmati suguhan yang ditunjukkan termasuk didalamnya sang pemuda gondrong yang terdengar paling ribut memberikan komentar dan rayuan gombal!
Sementara itu Setan Ngompol kembali hendak membentak setelah mengetahui orang yang menyundut pantatnya dengan puntung rokok ternyata bukan Wiro Sableng Pendekar Dua Satu Dua yang dikenalnya, namun akhirnya diurungkan kala tangannya di tarik paksa oleh Naga Kuning.
"Sudahlah kek, jangan diperpanjang lagi! Tidak usah cari gara-gara di tempat orang. Orang itu juga Bukan Wiro, cuma sama baju dan Sablengnya! Lihat Prajurit kerajaan banyak yang berdatangan kemari! Lebih baik kita pergi dari sini." Ucap sang bocah sembari menarik tangan Sang kakek.
Sang kakek yang masih mengkal hatinya hanya bisa mengikuti sang bocah sembari bersungut-sungut. Namun baru berjalan beberapa tindak terdengar suara seseorang memanggil nama mereka berdua.
"Setan Ngompol! Naga kuning! Tunggu dulu…!"
Naga kuning dan Setan Ngompol balikan tubuh masing-masing dan saling menoleh manakala dari pintu sebuah warung makan diseberang warung makan Yu Pinem keluar seorang gadis cantik berbaju dan berikat kepala biru mendatangi mereka berdua.
"Nisanak siapa yah? Kami tidak merasa mengenali Nisanak tapi nisanak malah mengenali kami berdua?" ucap Naga Kuning polos.
Gadis berikat kepala biru tersenyum lalu berjongkok dan mengelus rambut jabrik Naga Kuning. "Siapa yang tidak kenal kalian berdua? Yang satu bocah lucu satunya lagi kakek gagah" ucap sang gadis sembari tertawa renyah.
"Aku!! Aku yang Lucu dan gagah!! Kalo kakek ini tidak ada lucu dan gagah-gagahnya! Pesing malah!" seru sang bocah sambil mengeluarkan lidahnya dihadapan Setan Ngompol yang langsung dibalas jerengan mata oleh sang kakek.
Sementara sang gadis tersenyum melihat kekonyolan dua orang dihadapannya. "Namaku Dewi, aku membutuhkan bantuan kalian berdua namun aku tidak bisa membicarakannya disini, bagaimana kalau nanti sore aku tunggu kalian di hilir sebelah barat Kaliprogo? Bisa kan?"
Setan Ngompol pandangi sang gadis sesaat lalu bungkukkan badan dan mendekatkan mulutnya ke telinga Naga Kuning sembari berbisik. "Psst, aku rasa ini ada apa-apanya" jangan-jangan ini jebakan…" belum habis sang kakek berbisik Naga Kuning sudah langsung memotong keras
"Apa-apanya gimana kek? ini…"
Sang kakek langsung bekap mulut sang bocah sebelum berbicara lebih lanjut. Sang kakek hanya senyum-senyum sebelum berteriak kesakitan karena telapak tangannya digigit oleh Naga Kuning! "Wadooow… Anak Setan!" teriak Setan ngompol seraya mengibas-ngibaskan tangannya yang perih karena digigit oleh Naga Kuning.
Sementara itu, gadis yang mengaku bernama Dewi itu hanya tertawa melihat kelakuan dua orang di hadapannya sebelum akhirnya mengangsurkan dua bungkusan daun pisang yang langsung disambar oleh Naga Kuning.
"Kalian benar-benar lucu… Musim Penghujan membawa berkah dan Rahmat, melihat keceriaan kalian berdua aku benar-benar bahagia. Kalian jangan khawatir terhadap diriku, aku sama sekali tidak bermaksud jahat pada kalian berdua. Aku juga tahu kalau kalian sedang kelaparan dan belum makan siang. Ini aku bungkuskan Nasi Timbel buat kalian, jangan khawatir tidak ada racunnya kok! Dan yang pasti tidak kalah enak dari Nasi Timbelnya Yu Pinem!" ucap sang gadis sambil kedipkan mata.
Saat Naga Kuning mengangkat kepalanya untuk mengucapkan terima kasih, bayangan gadis didepannya sudah tidak ada lagi namun tiba-tiba ditelinganya terdengar suara gadis tersebut bergaung.
"Aku menunggu kalian di hilir sebelah barat Kaliprogo nanti sore, ada yang ingin ku sampaikan pada kalian, hal ini menyangkut perihal Pendekar Dua Satu Dua…"
Naga Kuning saling pandang dengan Setan Ngompol.
"Kau dengar apa yang diucapkan gadis tadi barusan?"
Sang kakek yang ditanya menganggukan kepalanya. "Gadis itu berilmu tinggi, mampu menghilang secepat angin dan mengirimkan suara dari jarak jauh. Tampaknya kepandaian dan kecepatannya tidak dibawah sahabat kita Bidadari Angin Timur!"
Naga Kuning terlihat berpikir sejenak. "Aku jadi kepikiran soal apa yang disampaikannya barusan."
Setan Ngompol pandangi Bocah Jabrik didepannya. "Maksudmu soal Wiro?"
Sang bocah mengangguk. "Heran, kakak bernama Dewi tadi juga turut menyebut-nyebut perihal musim penghujan segala. Omongannya kayak pawang hujan ya kek?" lanjut sang bocah
"Soal itu pasti akan kita ketahui kebenarannya kalau nanti kita menemuinya. Kalau begini urusannya mau tidak mau kita harus pergi ke hilir sebelah barat kaliprogo sebelum sore. Namun saat ini ada yang lebih penting……" Setan Ngompol tidak lanjutkan ucapannya, matanya yang jereng mendelik menatap nasi bungkus di genggaman sang bocah yang langsung buru-buru disembunyikan dibelakang punggung oleh sang bocah.
"Naga Kuning! Jangan pelit begitu! Harus adil! aku satu, kamu satu!"
Sang bocah pandangi Setan Ngompol lalu tiba-tiba kedua bungkus nasi itu diangsurkan pada sang kakek. "Punyaku simpan dulu kek, aku masih ada urusan" sahut sang bocah seraya berbalik.
"Kamu mau kemana?" teriak Setan Ngompol.
"Tunggu saja di Kaliprogo kek! Aku mau ngerjain seseorang!" ucap sang bocah sambil berlari kencang.
Siang itu setelah memakan Nasi Timbel pemberian dari Gadis bernama Dewi, Setan Ngompol duduk termenung dipinggiran Kaliprogo. Pikirannya kembali berputar pada saat dirinya dan Naga Kuning diusir keluar oleh Yu Pinem dari Warung makan milik janda tersebut. Sang kakek terlihat mengendus-ngendus kesekujur tubuhnya.
"Mungkin benar apa yang dikatakan Naga Kuning…" ucap sang kakek dalam hati. "Tampaknya aku memang harus mencuci baju dan celanaku ini lagi" batin sang kakek kembali.
Sang kakek putar kepalanya ke kiri dan kekanan, setelah dirasanya aman sang kakek lalu tanggalkan baju dan celananya lalu sambil berbugil ria sang kakek membawa buntalan baju dan celananya masuk ke bagian kali dangkal yang agak kelindungan oleh rimbunan pohon keladi hutan. Setelah dirasa aman Sang kakek pun mulai mencuci baju dan celananya yang basah kuyup itu di sungai. Sembari mencuci baju dan celananya mata sang kakek tampak berputar ke kiri dan ke kanan.
"Disekitar sini tidak ada batu datar atau sejenisnya yang bisa digunakan untuk menggilas baju dan celana ini…" ujarnya dalam hati.
Tidak beberapa lama kemudian terdengar suara Naga Kuning memanggil namanya. "Kek… Kakek Setan Ngompol! Kamu ada dimana?"
Setan Ngompol sibakkan rimbunan daun keladi hutan dan berbisik memanggil Naga Kuning. "Psst…! Naga Kuning! Aku disini…!"
Naga Kuning palingkan muka mencari asal suara, kala dirinya melihat mata jereng Setan Ngompol mendelik dibalik rimbunan daun keladi, Naga Kuning cepat mendatangi dan jongkok di depan rimbunan pohon keladi yang tumbuh di tepi kali tersebut. "Walah! Lagi ngapain kek? Bertelur yah?"
Setan Ngompol delikkan mata jerengnya lebih besar. "Bertelur jidatmu! Kamu tidak lihat apa kalo aku lagi nyuci! Kamu darimana saja Ning? Lama amat! hampir saja kumakan habis nasi timbelmu!" ucap Setan Ngompol sembari mengucek-ngucek pakaiannya.
"Yang bener aja kek! Masak makanan temen diembat juga!" seru Naga Kuning.
"Enggak! Tuh Nasi mu kutaruh di bawah batu sana" tunjuk Setan Ngompol. "Tapi kamu belum bilang dulu tadi tuh kamu kemana saja?"
"Kek aku tadi barusan habis balaskan dendammu kek!"
Setan Ngompol pandangi wajah sang bocah" dendam apaan? Kalo bicara yang jelas Ning!"
Naga Kuning kembali tertawa lalu mengeluarkan sesuatu ke hadapan Setan Ngompol. "Tahu tidak kek ini apaan? Ini barangnya si kakak gondrong yang tadi nyundut pantatmu kek! Ku ambil waktu dia tadi lengah! Habis siapa suruh dia nyundut pantatmu!"
Setan Ngompol memandang terharu. "Aku tidak menyangka Ning! Kamu masih mau-maunya membalas sakit hati aku… kamu benar-benar sahabatku! Aku benar-benar terharu…!" ucap sang kakek sembari merambas naik ke tepian kali tanpa menyadari kalo sedang bugil
"Kek! Mau ngapain? Liat tuh terong peot pada berojolan kemana-mana!" seru Naga Kuning menjauh.
Setan Ngompol pandangi dirinya lalu terkekeh geli dengan cepat dipotesnya beberapa lembar daun keladi hutan dan dipakainya untuk menutupi perabotannya! "Ini barang apaan ya…? Kayak papan nisan…" ucap Setan Ngompol sembari memperhatikan papan kayu hitam yang tergeletak diatas tanah.
"Ringan… bahkan sangat ringan…" gumam setan ngompol sembari membolak-balikkan papan kayu hitam di depan hidungnya.
"Tuh kan kek! Aku juga tadi menduga kalo ini papan nisan, tapi nama yang tertera kok banyak amat ya! Coba kau perhatikan lagi!"
Setan Ngomol perhatikan lagi papan nisan kayu hitam itu berulang kali. Tengkuknya berubah menjadi dingin kala membaca nama-nama yang tertera diatas papan nisan. "Aku mengenali sebagian besar nama-nama yang tertera diatas papan ini! Mereka para gembong golongan sesat di daerah jawa timur!" seru sang kakek.
"Kelihatannya papan nisan ini bukan papan biasa yah kek! Coba kau aliri Tenaga dalam!" seru Naga Kuning.
Setan Ngompol perlahan alirkan tenaga dalam ke kedua tangan yang memegang papan, sejenak kemudian papan kayu hitam yang dipegangnya terlihat memancarkan cahaya hitam berpendar!
"Benar-benar senjata mustika…!" Seru sang Kakek dengan pandangan berbinar. Setelah berucap sang kakek kembali berjalan merambas rimbunan keladi di pinggir kali sembari menenteng papan yang tadi diperhatikannya dengan seksama itu.
"Hey mau diapakan papan itu kek!" seru Naga Kuning memperhatikan gerak-gerik sang kakek.
"Mau dipake buat papan penggilasan! Dari tadi aku butuh yang kayak gini nih!" Seru sang kakek cuek. Lalu enak saja Papan Nisan Kayu hitam yang dikenal sebagai salah satu senjata mustika dunia persilatan itu dipakai untuk menggilas baju dan celana Setan Ngompol!
Naga Kuning yang melihat ulah sang kakek hanya bisa menggelengkan kepalanya lalu perlahan beranjak ke arah batu yang ditunjuk Setan Ngompol. Setelah beberapa saat Sang bocah terlihat asyik mengunyah Nasi bungkus, mulutnya berbunyi berdecakan menikmati Nasi Timbel yang sedap gurih itu.
Tak sampai sepeminuman teh kemudian terlihat Setan Ngompol menyeruak dari rimbunan keladi hutan, beberapa lembar daun keladi hutan diikat diseputar pinggangnya sementara papan kayu hitam dikempit di ketiaknya. Sang kakek terlihat sibuk menjemuri baju dan celananya diatas sepucuk ranting kayu yang disampirkan diantara rimbunan keladi hutan. Setelah selesai dengan pekerjaannya Setan Ngompol berjalan mendekati Naga Kuning yang sedang bersandar di balik batu di tepian kali.
"Sudah kenyang ning?" tanya Setan Ngompol yang hanya dibalas anggukan oleh Naga kuning, matanya terlihat berat terkantuk-kantuk.
Perlahan setan Ngompol menjatuhkan diri disamping Naga Kuning sembari Mengelus-elus Papan Kayu Hitam. "Ning ayo ceritain gimana caranya kamu ngerjain tuh gondrong! Ayo Ning ceritain, jangan cuma tidur melulu!" ucap Setan Ngompol sembari menggoncang-goncangkan bahu Naga Kuning. Naga Kuning menguap sebentar lalu membuka sebelah matanya.
"Persis sama dengan yang dia buat sama kamu kek! Waktu dia kegirangan ngegombalin mbak yu penjual rokok dari jauh aku sundut juga pantatnya!"
Setan Ngompol terlonjak kegirangan. "Kamu sundut juga pantatnya? Ha.ha! Rasakan! Terus… gimana Ning?" ucap Sang Kakek Penasaran. "Waktu dia kelojotan jejingkrakan kepanasan dengan cepat kuambil papan alas duduknya. Lha itu, yang kamu pegang sekarang kek!" ucap Naga Kuning Malas.
"Terus habis waktu dia jejingkrakan kepanasan lalu waktu kamu ambil papan kayunya apa dia tahu perbuatanmu ning?" balas Setan Ngompol
"Ya jelas tidak tahu!" ucap keren Naga Kuning sembari membusungkan dadanya bangga.
"Siapa bilang aku tidak Tahu…?" satu suara menyahut diatas kepala mereka membuat Setan Ngompol dan Naga Kuning Tersentak kaget!
Saat memandang keatas batu yang dijadikan sandaran oleh Setan ngompol dan Naga Kuning, terlihatlah sosok seorang pemuda gondrong berbaju putih sedang jongkok diatas batu yang terletak diatas kepala mereka selinting Rokok Kawung terselip di sudut bibirnya.
"Oh, jadi anak ini suruhanmu ya kek! Jadi rupanya mau balas dendam toh sampeyan kek!" lanjut suara tersebut.
Naga Kuning dan Setan ngompol cepat beranjak bangkit dari duduk masing-masing dan memperhatikan pemuda di depannya. setelah beberapa saat Naga Kuning terlihat membuka suara.
"Lantas memangnya kenapa? Siapa suruh kamu nyundut pantat kakek sahabatku ini? Jadi tidak salah kalo aku sampai mengambil barangmu" ucap ketus Naga Kuning.
"Baiklah aku mengaku salah sudah menyundut pantat kakekmu, tapi kau juga sudah membalas menyundut pantatku tadi di pasar, jadi seharusnya kita sudah impas!" ucap sang pemuda.
"Selain itu mengambil barang orang lain tanpa sepengetahuan sang pemilik tetap saja namanya mencuri!" lanjut sang pemuda sembari memandang pada Setan Ngompol dan Naga Kuning.
Setan Ngompol dan Naga Kuning saling pandang sesaat lalu akhirnya Setan ngompol mulai membuka suara. "Sudahlah, aku juga mengaku salah. Kamu jangan salahkan bocah ini anak muda. Ini aku kembalikan Papan kayumu…!" ucap Setan Ngompol sembari melemparkan Papan Kayu hitam kearah sang pemuda!
Lemparan ini bukanlah lemparan biasa karena dilempar dengan menggunakan tenaga dalam tinggi. Rupanya sang kakek hendak menguji tingkat tenaga dalam yang dimiliki pemuda gondrong di hadapannya. Sementara itu pemuda gondrong berbaju putih tampak cuek dan seenaknya menangkap papan kayu hitam yang menderu kearahnya dengan jepitan jari telunjuk dan ibu jari!
"Tenaga dalamnya sukar ku ukur tapi nampaknya tenaga dalam yang dimiliki oleh pemuda ini berada jauh diatas tenagaku dan tenaga Naga Kuning, Mungkin masih setingkat dengan Wiro…" batin sang kakek.
Sang Pemuda langsung mengamati sejenak Papan Kayu nisan yasng dipegangnya lalu mengendusendus di permukaan kulit kayu. "Basah… dan ada bau-bau aneh…" batin sang pemuda.
Sementara itu Naga Kuning tersenyum-senyum melihat kelakuan Sang pemuda namun sebaliknya dengan Setan Ngompol, Sang kakek mengucurkan keringat dingin sebesar kacang! Bagaimana tidak! Senjata sakti milik sang pemuda tadi di pakainya untuk menggilas baju dan celananya yang bau pesing! Buseet! Takut sang pemuda menanyakan perihal senjatanya, Sang kakek langsung mengajukan pertanyaan.
"Anak Muda, kalau aku boleh tahu siapakah namamu dan dari perguruan mana serta siapa pula nama gurumu…?"
Sang pemuda memandang sejenak kearah Setan ngompol dan langsung menyampirkan Papan Nisan ke punggungnya.
"Syukur… untung dia tidak menanyakan apa yang sudah kulakukan dengan papan senjatanya" batin Setan Ngompol sembari menarik nafas lega.
"Aku tidak memiliki perguruan kek, namaku Mahesa Edan dari Pegunungan Iyang aku…" belum sempat meneruskan ucapannya sang kakek sudah memotong cerita.
"Oh jadi kau Murid Sahabatku si Kunti Kendil itu! Bagaimana kabar gurumu?"
Mahesa Edan mengerenyitkan kening sembari memandang Setan Ngompol "Guru baik-baik saja kek. Kau beneran mengenal guruku kek?"
Setan Ngompol delikkan matanya. "Aku Setan Ngompol tak pernah berbohong! Belasan tahun lalu aku dan eyang mu itu pernah bersama-sama membasmi sarang penyamun Warok Alis Jingga di kaki gunung Wilis!" ucap sang kakek sembari berkacak pinggang sombong lupa kalau saat itu hanya berbugil cuma tertutup beberapa lembar daun keladi hutan!
Mahesa Edan cepat-cepat haturkan tangan didepan dada. "Mohon saya dimaafkan! Rupanya saya sedang berhadapan dengan seorang tokoh kosen angkatan tua! Harap kelakuan saya tadi dimaafkan" ucap sang pemuda masih sembari memberi hormat.
Sang kakek hendak lanjutkan ucapan namun terhenti kala di Sebrang Kaliprogo terdengar suara ribut-ribut. Mahesa Edan, Naga Kuning dan Setan Ngompol sontak angkat kepala dan mencoba memandang dari kejauhan kali. Diseberang sana terlihat seorang pemuda berbaju lurik sedang dikejar-kejar oleh beberapa orang berkuda.
Pemuda tersebut terlihat beberapa kali tersuruk jatuh namun secepatnya sang pemuda terlihat kembali bangkit dan melanjutkan larinya. Sementara itu di belakangnya terlihat tidak kurang empat orang penunggang kuda yang bertampang seperti prajurit kerajaan. Salah seorang dari mereka yang terlihat seperti pimpinan dari rombongan berkuda ini terlihat beberapa kali melepaskan pukulan jarak jauh kearah Sang Pemuda.
"Pangeran Banowo! Tolong hentikan seranganmu! Aku hanya minta kejelasan darimu soal kematian kakakku!" ujar sang pemuda masih sembari berlari.
"Ilmu aneh apa yang sudah di keluarkan oleh Kakek Aneh teman Pangeran Keparat itu? Mengapa aku tidak bisa mengeluarkan kepandaianku? Apakah dia punya kemampuan mengunci kepandaian orang lain?" batin sang pemuda masih terus berlari kala satu pukulan jarak jauh menghempas punggungnya dan membuat sang pemuda terlempar kedalam kali!
"Cepat Tolong Pemuda itu Kek!" teriak Naga Kuning.
Setan Ngompol yang memang posisinya paling dekat dengan tepian kali serta merta menceburkan tubuhnya dan berenang mengejar tubuh sang pemuda yang terbawa arus deras Kaliprogo.
Diseberang sana orang yang dipanggil dengan sebutan Pangeran Banowo tidak tinggal diam, secepatnya disuruhnya tiga orang prajurit kerajaan yang dibawanya untuk terjun ke kali, sementara dirinya kembali mulai melepaskan pukulan-pukulan sakti jarak jauh kearah Pemuda yang sedang terseret arus itu.
Perjuangan Setan Ngompol akhirnya membuahkan hasil, setelah berenang dengan susah payah menggapai tubuh sang pemuda yang timbul tenggelam dipermainkan arus kali. Sang kakek akhirnya terlihat berhasil menyambar tubuh sang pemuda yang terlihat pingsan lalu berenang menuju pinggiran kali, sementara itu air di sekeliling tubuhnya terlihat berbuncahan kala pukulan-pukulan jarak jauh yang dikeluarkan oleh Pangeran Banowo menghantam air Kaliprogo. Setelah beberapa saat akhirnya Sang kakek berhasil mencapai tepian Kali. Pada saat itulah dibelakangnya dirasakan satu sambaran Angin panas mendera tubuhnya!
"Awas kek…!" teriak Naga Kuning mencoba memperingati.
Sang bocah bergerak cepat berusaha mencoba menarik tubuh Setan Ngompol, namun dirinya terlambat kala satu bayangan Putih bergerak cepat mendahului. Bayangan putih yang tidak lain adalah Mahesa Edan angkat Papan Nisan Kayu Hitam didepan dada lalu memutarnya sedemikian rupa hingga Papan Nisan yang menjadi senjata andalannya tersebut berputar bagaikan gasing dan mengeluarkan suara menderu menggidikkan!
Tidak hanya sampai disitu kehebatan senjata andalan Pendekar dari Liang Kubur tersebut, dari goresan nama-nama yang terukir diatas papan nisan tiba-tiba memancar satu cahaya merah bergulung membuntal yang langsung menghantam pukulan sakti yang dikeluarkan oleh Pangeran Banowo!
Satu suara mengegelegar terdengar memekakkan telinga di seputaran Kaliprogo! Air yang mengalir di Kaliprogo serentak menggelegak dan pecah ke udara! Pucuk pohon Angsana yang banyak tumbuh di pinggiran kali tersebut banyak yang meranggas menghitam dan jatuh luruh ke tanah!
Setan ngompol sendiri terlihat menjeplok di tanah, wajahnya putih bagaikan kapas, kencingnya mancur awur-awuran! Di seberang sana hal yang sama juga terjadi pada Pangeran Banowo! Sementara itu Sang Pendekar Murid Eyang Kunti Kendil ini terlihat berdiri santai bersilang kaki sembari sikunya bertumpu pada pinggiran Papan Nisan senjatanya yang di tegakkan diatas tanah
"Masih ada lagi gan…?" ucapnya santai sembari menghembuskan asap rokok kawung yang sedari tadi masih terselip di sudut bibirnya! Buseet dah…!
Kembali ke hutan Lasesatbuntu seribu enam ratus tahun dari jaman Naga Kuning dan Setan ngompol, perubahan yang terjadi pada diri Lakarontang tidak membuat ke tiga Kepala Negeri tersebut menjadi gentar. Didahului satu seruan keras kakek bermuka tirus dari Latanahsesat yang dikenal sebagai Hantu Labatu Rengkah melenting kedepan dengan kecepatan yang menakjubkan!
Kalau sebelumnya hanya kedua tangannya yang berubah menjadi sepasang tangan batu dengan jalur-jalur rengkahan batu berwarna merah membara, kini tampaknya sang kakek telah menggunakan seluruh ilmu kepandaian yang dimilikinya. Sekujur tubuh sang Kakek tampak berubah menjadi batu mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki! Tampak jalur-jalur berbentuk rengkahan memancarkan cahaya merah panas melapisi sekujur tubuhnya.
Kemarahan sang kakek sungguh tidak dapat lagi digambarkan dengan kata-kata! Dengan mengeluarkan jurus kepandaiannya yang terakhir bernama Hantu Batu Melepas Nyawa, sang kakek telah bertekad untuk sama-sama mengadu jiwa dengan Lakarontang! Di sudut lain Lakawung kepala negeri Latanahsilam terlihat bersuit panjang memanggil tunggangannya macan Kumbang bertaring panjang. Begitu binatang tunggangannya mendekat sang kepala negeri langsung melesat ke punggung binatang piaraannya seraya mencabut parang batu yang terselip di pinggangnya.
"Laekumbang! Hari ini kita mati bersama di tempat ini! Jangan khawatir! Tempat kita telah disediakan oleh para peri dan dewa atas langit!" ucap Lakawung seraya mengelus tengkuk binatang piarannya yang dibalas dengan gerengan pendek oleh binatang tersebut.
Lakawung kemudian menepuk pinggul Macan peliharaannya untuk melesat keatas, sembari melesat mulut Lakawung terlihat berkomat-kamit seraya mengacungkan parang batunya keatas! Keajaiban pun terjadi! Sosok lakawung dan Laekumbang peliharannya terlihat berpendar menyilaukan lalu berubah menjadi ratusan bahkan mungkin Ribuan Parang batu yang sama! Ribuan parang batu ini memancarkan cahaya aneh dan berterbangan melesat menuju tubuh Lakarontang yang tergantung diudara!
Inilah ilmu terakhir yang dikeluarkan oleh Lakawung dan binatang tunggangannya, Seribu Parang Batu Pengejar Roh! Ilmu ini merupakan satu ilmu terlarang karena sekali ilmu ini digunakan maka tubuh orang maupun tunggangannya akan berubah menjadi seribu bentuk Parang Batu yang berterbangan tanpa henti sebelum mengenai sasarannya! Namun sekali dikeluarkan maka tubuh orang yang mengeluarkan ilmu ini juga tidak akan bisa kembali kebentuk semula alias musnah bersamaan dengan musnahnya orang yang menjadi korban ilmu ini! Sungguh satu ilmu yang mengerikan!
Sementara itu Lanawi, Murid terakhir Datuk Tanpa Bentuk Tanpa wujud tampak berlutut menutupi wajahnya dengan kedua belah tangannya, lelehan air mata terlihat merembes dari sela-sela jemari tangannya.
"Lanawi! Jangan jadi manusia cengeng! Buka matamu dan lihatlah...!" Ucap satu suara di telinga Lanawi.
Lanawi perlahan menurunkan kedua belah tangannya dan saat itu juga matanya membentur potongan kepala, serta tubuh orang tua dan saudara-saudaranya yang hancur luluh lantak termakan keganasan Pukulan Salju Putih Latinggimeru! Air mata kembali merembes dari kedua sudut mata Lanawi.
"Kuatkan hatimu wahai muridku! Bukan dirimu yang membunuh orang tua dan saudara-saudaramu, tapi Dia! Murid murtad Lakarontang si Pengumpul Bangkai!"
Lanawi susutkan air mata dengan siku tangannya.
"Lanawi muridku, bukan kau saja yang mengalami hal seperti ini, lihatlah dua orang kerabatmu Lakawung dan Hantu Labatu Rengkah. Juga Kerabatmu Luh Pingkan Matindas yang telah lebih dahulu pergi mendahului kita… orang-orang yang mereka kasihi dibunuh dan mayatnya diculik sama sepertimu… disaat-saat terakhir mereka pun harus berhadapan dengan jenazah orang-orang yang mereka kasihi sama juga sepertimu! Tapi apa yang mereka lakukan? Mereka tidak menangis seperti dirimu! Kalau kau memang lelaki, bangkit dan bergabunglah bersama mereka! Tunjukan bahwa kau adalah salah satu Kepala Negeri Latanahtinggi yang patut dibanggakan!"
Lanawi serta bangkit berdiri pandangannya terlihat berapi menatap keatas bukit. "Maafkan saya Datuk! Memang tidak seharusnya perasaan membutakan pikiran saya. Biarlah Hari ini saya Lanawi bersumpah takkan pulang hidup-hidup sebelum membawa kepala Lakarontang!" Lanawi kemudian memejamkan matanya dan mulutnya terlihat bergerak-gerak merapal satu bacaan singkat.
Beberapa saat kemudian asap putih terlihat membungkus tubuh lanawi yang bergetar hebat lalu tiba-tiba ada ratusan serat putih halus terlihat menutupi sekujur tubuhnya! Serat halus itu semakin lama semakin banyak dan menggumpal hingga tubuh Lanawi berubah menjadi satu kepompong Raksasa! Tiba-tiba satu suara letusan terdengar dari bagian atas kepompong dibarengi melesatnya tiga ekor ulat raksasa coklat berbintik putih dari dalam kepompong! Ilmu Hantu Kepompong!
Kembali Tiga Ilmu Sakti Langka melesat menderu kearah Lakarontang yang masih tegak mengambang diatas udara, namun tidak seperti tadi, Lakarontang yang kini berwujud Jerangkong berwarna hitam tampaknya tidak akan tinggal diam! Dan benar saja, sesaat sebelum tiga ilmu pukulan ganas yang dikeluarkan oleh tiga orang berkepandaian tinggi dari tiga tempat yang berbeda ini menghantam tubuhnya makhluk jerangkong ini menggerakkan kedua tangan belulangnya keatas dan terjadilah hal yang menakjubkan!
Seluruh bukit bangkai terlihat bergerak-gerak hidup! Seluruh sosok mayat berjumlah ribuan yang menutupi bukit kecil itu terlihat bangkit berdiri! Tidak hanya sampai disitu, para mayat tanpa jiwa tersebut terlihat dengan kecepatan luar biasa saling memanjat pundak mayat yang lain sehingga dalam waktu sekejapan saja terbentuklah satu didnding tinggi berbentuk segitiga yang melindungi dan menutup tubuh jerangkong lakarontang! Dinding mayat ini tidak hanya terdiri dari satu lapisan saja namun terdiri dari belasan bahkan mungkin puluhan lapis dinding mayat! Sehingga ketebalannyapun jangan ditanya lagi!
Sementara itu tiga orang kepala negeri yang telah dirasuk dendam amarah itu tidak lagi memikirkan apa-apa selain keinginan untuk menghabisi orang yang telah membunuh dan menghancurkan anggota keluarga mereka. Hantu Labatu Rengkah dengan ilmunya yang berupa wujud hantu batu terus melesat menembusi barisan dinding mayat, mayat-mayat hidup yang mencoba merintangi jalannya langsung hangus luluh karena kekerasan panas tubuh sang hantu batu.
Disisi lain Lakawung dan tunggangannya yang berubah wujud menjadi Ribuan Parang batu juga berhasil menembusi barisan dinding mayat dengan mudah, mayat-mayat yang menghalangi langsung tercabik-cabik musnah oleh keganasan parang batu. Demikian juga yang terjadi pada sosok tiga ulat raksasa penjelmaan Lanawi yang dengan buasnya menghancur leburkan barisan dinding mayat dengan kekerasan tubuh dan taring ulatnya yang tajam. Dalam waktu tidak terlalu lama akhirnya barisan didnding mayat yang diciptakan oleh Lakarontang sudah berhasil dijebol!
Lalu dengan kecepatan yang luar biasa ilmu Hantu Batu melepas nyawa, Seribu Parang Batu pengejar Roh dan Ilmu Hantu Kepompong yang merupakan perwujudan pamungkas dari ketiga kepala Negeri tersebut dengan telak menghantam tubuh Lakarontang! Satu jeritan dahsyat terdengar membahana mengerikan memenuhi langit! Namun anehnya lama kelamaan jeritan panjang itu berubah menjadi tawa terbahak yang berkepanjangan!
"Datuk Tanpa Bentuk Tanpa wujud! Malang nian Nasib dirimu! Sudah Mati di tangan murid, hancur juga jazadmu di tangan murid! sungguh Kasihan sekali!" satu suara yang terdengar membahana seolah berasal dari liang kubur keluar dari mulut Lakarontang!
Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Lakarontang yang telah dihantam oleh tiga Ilmu Sakti yang merupakan ilmu tertingi kala itu masih bisa berbicara dengan sombongnya! Ternyata sesaat sebelum ketiga ilmu sakti menghantam tubuh Lakarontang tiba-tiba dari kumpulan bangkai yang masih bertebaran di sekitar tempat itu melesat satu sosok jenazah kakek tua renta yang kembali lagi seperti jenazah yang sudah-sudah melindungi tubuh Lakarontang!
Kakek ini mengenakan kain selempang dari kulit kayu yang dililitkan di sekujur tubuhnya. Dan jenazah Kakek ini tidak lain dan tidak bukan adalah Jenazah Datuk Tanpa Bentuk Tanpa wujud sendiri! Guru si Pengumpul Bangkai!
Sudah terlalu lama kita meninggalkan Pendekar kita di tanah Mataram Kuna. Seperti diceritakan dalam rangkaian cerita Jenazah Simpanan, Wiro yang kala itu baru saja menyembuhkan penyakit yang diderita oleh Sakuntaladewi alias Dewi Kaki Tunggal harus menerima kenyataan pahit sang Dewi meninggal karena bokongan Hantu Bara kaliatus.
Hantu Bara Kaliatus sendiri yang secara tiba-tiba muncul di tempat itu berusaha untuk membunuh raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala dibantu dengan rekannya yang ternyata adalah Lakasipo! Saat Wiro Dengan kemarahannya menyerang Hantu Bara Kaliatus yang telah membunuh Sahabatnya Sakuntaladewi, saat itulah Lakasipo datang membantu Hantu Bara Kaliatus dengan mengirimkan tendangan Kaki Batu Penghantar Roh yang sempat menyerempet pundak Sang Pendekar! (Untuk lebih jelasnya silahkan membaca episode sebelumnya: Jenazah Simpanan)
"Ya Gusti Allah…! Lakasipo! Aku saudara angkat mu Wiro! apa kau tidak mengingatku lagi?" teriak sang pendekar seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang.
Lelaki bertubuh tinggi besar dengan rambut panjang dan cambang bauk didepannya yang dikenalnya sebagai lakasipo Atau Hantu Kaki Batu yang bahkan sudah saling mengangkat saudara dengan dirinya dan Setan Ngompol serta Naga Kuning kini bukan saja sedang berdiri dihadapannya. Bahkan hendak membunuhnya!
"Demi Tuhan! Apa yang terjadi dengan dirimu Lakasipo? Dimana LUH Rinjani dan ayahmu Lasedayu?" kembali Sang pendekar ajukan pertanyaan, namun alih-alih mendapatkan jawaban kali ini yang didapat oleh Wiro adalah Lima larik sinar hitam yang keluar dari kuku tangan lakasipo! Lima Kutuk dari Langit!
Kejut sang pendekar bukan kepalang! Secepatnya sang pendekar jatuhkan diri berguling sama rata dengan tanah guna menghindari pukulan Lima Kutuk Dari Langit yang dilancarkan Lakasipo namun baru saja terhindar dari pukulan Lakasipo tiba-tiba angin panas disertai hujanan batu-batu berwarna merah membara kembali menderu mengarah tubuh sang pendekar!
Wiro keluarkan suara menggeram keras, masih dalam keadaan bergulingan di tanah Sang Pendekar mengeluarkan pukulan Tangan Dewa menghantam Batu karang yang diperoleh dari Datuk Rao Basaluang Ameh di Tangan Kanan sementara tangan kirinya mengeluarkan pukulan Dinding angin Berhembus Tindih Menindih yang diperolehnya dari Eyang sinto Gendeng!
Suara keras terdengar memenuhi udara kala pukulan Dinding angin Berhembus Tindih-Menindih bersamaan dengan pukulan Tangan Dewa menghantam Batu Karang melabrak Pukulan Bara Setan Penghancur Jagat yang dikeluarkan oleh Hantu Bara Kaliatus! Terdengar teriakan keras dari Mulut Latandai atau yang lebih dikenal dengan Nama Hantu Bara Kaliatus ini. Tubuhnya mencelat kebelakang dalam keadaan sekujur tubuh berasap!
"Wiro Kau tidak apa-apa?" ucap Ratu Randang sembari membantu Wiro berdiri sementara itu didepan sana tampak Lakasipo terlihat memapah bangun Hantu Bara Kaliatus.
"Ksatria Panggilan! Kau boleh miliki seribu ilmu kepandaian! Seribu Kesaktian! Tapi jangan harap kau bisa mengalahkan junjungan Kami Yang Mulia Jenazah Simpanan! Ingatlah! Kejahatan di Bumi Mataram mungkin bisa pupus malam ini bersamaan dengan Bulan Biru Di Mataram namun Bulan Biru Berikutnya akan kami luluh lantakkan seluruh tanah Jawa! Bahkan Seluruh Negeri! Ingat itu baik-baik Ksatria Panggilan!" seru Lakasipo sambil membalikkan Tubuh.
"Tunggu Lakasipo…!" Seru Wiro berusaha menahan Lakasipo.
Namun Laksipo yang sewaktu di Latanahsilam pernah mengangkat saudara dengan dirinya bersama Naga Kuning dan Setan Ngompol tidak menghiraukan panggilannya. Dengan masih memapah Hantu Bara Kaliatus, Laksipo melesat pergi menembus kegelapan malam. Saat Wiro Berusaha mengejar ke jurusan dimana Lakasipo dan Hantu Bara Kaliatus menghilang tiba-tiba dari langit turun satu Tabir Api raksasa menghantam kearah Wiro dan Ratu Randang!
"Semuanya berlindung…!" teriak Wiro. Sang pendekar semula hendak mempergunakan ilmu menyusup kedalam tanah Pemberian Kakek Kumara Gandamaya namun melihat besarnya Tabir Api yang turun Sang Pendekar Khawatir jika teman-temannya yang lain tidak dapat meloloskan diri seperti dirinya!
Dalam keadaan genting seperti itu tiba-tiba sang pendekar teringat pada nenek sakti Rauh Kalidathi. Secepatnya Wiro merangkapkan tangan di depan dada lalu membaca satu rapalan, begitu kakinya yang menjejak diatas tanah digeser pelan, mendadak dari tubuh sang pendekar keluar tiga sosok tubuh yang serupa dengan Wiro!
Begitu keluar dari dalam tubuhnya ketiga sosok yang amat serupa dengan Wiro ini sama-sama pentangkan tangan keatas lalu bersama dengan sosok Wiro yang asli. Ketiga sosok Wiro ini berteriak keras lalu hentakan kedua tangan keatas sembari mengeluarkan Pukulan Angin Es! Empat jalur hawa udara dingin membekukan keluar dari sepasang tangan keempat sosok wiro dan langsung menghantam Tabir Api!
Suasana dingin yang mencucuk tulang membuat setiap orang termasuk Dewi Ular, Kakek Kumara Gandamayana dan Sang Raja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala menggigil dengan gigi bergemeretakan! Satu ledakan dan cahaya terang menyilaukan menyinari Langit mataram! Api yang turun dilangit langsung Padam menguap setelah terhantam Pukulan Angin Es yang dilepaskan Oleh Keempat Wiro. Butiran-butiran kembang air atau salju berjatuhan turun menghiasi angkasa langit Mataram Sang Pendekar memandang Salju yang berguguran dengan pandangan sayu.
"Nenek Rauh Kalidathi, aku benar-benar tertolong dengan ilmu pemberianmu…" perlahan tiga bayangan wiro hasil ilmu pemberian Rauh Kalidathi yakni Tiga Bayangan Pelindung Raga perlahan kembali masuk kedalam tubuh Sang Pendekar.
"Lamanyala… satu lagi tokoh Latanahsilam terpesat ke negeri ini… sebenarnya apa yang sedang terjadi…" desis Wiro kala melihat dari kejauhan satu sosok yang dikobari api melesat ke jurusan menghilangnya Lakasipo dan Hantu Bara Kaliatus.
"Aku harus segera menemukan eyang Sinto…" batinnya kembali. Perlahan Wiro membalikkan tubuhnya lalu memandang kearah teman-temannya. "Kalian semua tidak apa-apa...?"
Ratu Randang dan Dewi Ular serempak menggelengkan kepalanya.
"Kami semua tidak apa-apa Ksatria Panggilan, semua berkat pertolonganmu…" ucap Raja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala.
Wiro hanya tersenyum pahit, pandangannya kembali membentur sosok Jenazah Sakuntaladewi atau Dewi Kaki Tunggal. Setelah hening sejenak Wiro merasa seseorang memegang pundaknya. Kala Wiro berpaling dilihatnya Kunti Ambiri atau Dewi Ular tengah memegang pundaknya sembari mencoba tersenyum.
"kita harus membawa jenazah Dewi kedalam keraton…"
Sang pendekar mengangguk pelan, lalu perlahan dibopongnya tubuh dingin Dewi Kaki Tunggal dan bersama yang lain berjalan memasuki Keraton. Sang Pendekar masih sempat berbalik menatap Langit Mataram yang dihiasi oleh serpihan-serpihan salju yang tertiup angin hasil pukulan Angin Es. Tanpa terasa setitik air menetes dipipinya. Entah butiran salju atau airmata. Hanya Sang Pendekar yang tahu!
Satu suara menggelegar terdengar memekakkan telinga di seputaran kaliprogo! Air yang mengalir di kaliprogo serentak menggelegak dan pecah ke udara! Pucuk pohon angsana yang banyak tumbuh di pinggiran kali tersebut banyak yang meranggas menghitam dan jatuh luruh ke tanah!
Setan ngompol sendiri terlihat menjeplok di tanah, wajahnya putih bagaikan kapas, kencingnya mancur awur-awuran!. Di seberang sana hal yang sama juga terjadi pada pangeran banowo! Sementara itu sang pendekar murid eyang kunti kendil ini terlihat berdiri santai bersilang kaki sembari sikunya bertumpu pada pinggiran papan nisan senjatanya yang di tegakkan diatas tanah.
"Masih ada lagi…?" ucapnya santai sembari menghembuskan asap rokok kawung yang sedari tadi masih terselip di sudut bibirnya!
SATU
Delapan ratus tahun sebelum Peristiwa Malam Jahanam di Mataram, di Satu Bukit di tengah Hutan Lasesatbuntu. Hujan Turun begitu deras ditingkahi deru angin yang bertiup kencang. Sesekali terlihat kilasan petir menggelegar sabung menyambung menyambar pucuk-pucuk pepohonan. Udara malam yang gelap pekat sesaat tampak terang oleh cahaya petir yang bergeredepan.
Di tengah guyuran hujan deras dan angin yang menderu kencang diatas bukit kecil tersebut tampak seorang lelaki sedang bersemadi. Hujan deras dan angin kencang yang menerpa kulit tubuh dan wajahnya tidak dirasakannya sama sekali, Sang lelaki tampak hening tenggelam dalam semadinya. Rambut, kumis dan cambang yang tumbuh serabutan tak terpelihara menunjukkan dirinya sudah lama bersemedi di tempat tersebut.
Tak ada sesuatu yang luar biasa dari diri lelaki tersebut terkecuali caranya bersemadi. Tubuhnya yang tidak ditutupi sehelai benangpun bersemadi dalam posisi sungsang! Kedua kakinya bersila menghadap keatas sementara kedua tangannya bersidekap diatas kepala. Lelaki tersebut bersemadi dengan hanya bertumpu pada lehernya!.
Untuk menjaga keseimbangan tubuhnya yang tertekuk sedemikian rupa dada dan perutnya yang hanya berupa kulit pembungkus tulang disandarkan pada satu-satunya batang pohon beringin yang tumbuh di puncak bukit tersebut.
Kembali kilat menyambar di langit hutan Lasesatbuntu, saat cahaya yang hanya sekejapan mata itu menerangi seantero bukit, satu pemandangan yang menggidikkan di depan mata terhampar!
Bukit kecil yang ada di tengah hutan Lasesatbuntu tempat dimana sang pria aneh tengah bersemadi ternyata bukan terdiri dari tanah atau pasir batu semacamnya, gundukan bukit kecil dengan pohon beringin tunggal di puncaknya tersebut ternyata merupakan satu bukit kecil yang terbuat dari satu timbunan besar bangkai atau mayat manusia!
Satu keanehan lagi yang terjadi adalah seluruh bangkai yang jika ditaksir berjumlah ribuan tersebut tak satupun yang mengalami proses pembusukan. Tak ada bau busuk maupun anyir darah yang keluar dari tubuh mayat-mayat tersebut!
Sebagai gantinya dari tubuh-tubuh malang tak terkubur tersebut keluar hawa berwarna lembayung yang bergerak meliuk-liuk bagaikan asap, Asap lembayung dari ribuan mayat tersebut bergerak dan berkumpul menjadi satu lalu masuk kedalam lubang hidung, mulut, telinga dan seluruh pori-pori tubuh sang pria yang sedang bersemadi!
Sementara tak jauh dari kawasan bukit bangkai, diantara pepohonan raksasa yang tumbuh memenuhi kawasan hutan Lasesatbuntu, terlihat berkelebat satu bayangan dari satu makhluk tinggi besar berbulu. Makhluk ini memiliki kedua tangan yang lebih panjang dari kedua kakinya, kedua kaki dan tangan yang memiliki jari-jari panjang terlihat lincah menyambar dahan dan tangkai pepohonan.
Makhluk besar berbulu tersebut terlihat mendukung seorang pria pada punggungnya. Walaupun memiliki tubuh besar dan mendukung seseorang di punggungnya, namun hal tersebut tidak menyulitkan dan mengurangi kecepatannya dalam bergerak berpindah dari satu dahan pohon ke dahan pohon lainnya. Sementara itu pria yang berada dalam dukungan makhluk berbulu tampak menyeka wajahnya yang basah oleh air hujan beberapa kali, kecemasan tampak jelas tergambar diwajahnya.
"Laeberuk, tolong berhenti sebentar..." ucap sang pria sembari mengelus tengkuk makhluk besar tunggangannya.
Makhluk ini mengeluarkan suara gerangan pendek lalu menyambar satu dahan yang cukup kuat dari sebuah pohon randu raksasa kemudian berdiri dengan kedua kakinya di dahan tersebut. Sementara itu pria yang berada dalam dukungan monyet raksasa yang dipanggil dengan sebutan Laeberuk perlahan turun dari punggung piaraannya dan memandang keseluruh pelosok hutan Lasesatbuntu yang hitam kelam.
Pria satu ini memiliki wajah yang lumayan gagah, kumis serta cambangnya terpelihara dengan rapi. pakaian yang dikenakan adalah sejenis rompi dari kulit binatang dan celana terbuat dari kulit kayu, pada pinggangnya terikat satu kantung terbuat dari kulit pohon Damar.
"Ada yang aneh dengan tempat ini, aku merasa sudah dua kali kita melewati Pohon Randu raksasa ini. tampaknya sedari tadi kita hanya berputar-putar disekitar tempat ini sahabatku Laeberuk, hutan ini benar-benar seperti namanya, Hutan Lasesatbuntu ada jalan masuk belum tentu ada jalan keluar…" gumam si penunggang beruk raksasa. "Tiada jalan lain selain kembali meminta bantuan Datuk tanpa bentuk tanpa wujud" batin sang pria.
Perlahan sang pria terlihat mengusap wajahnya beberapa kali lalu berucap perlahan. "Datuk Tanpa Bentuk Tanpa Wujud… Aku tahu kau masih bersertaku, aku membutuhkan pertolonganmu!" ucap sang pria, yang suaranya walaupun terdengar pelan namun hebatnya terdengar seolah berasal dari empat penjuru mata angin! (Mengenai Datuk Tanpa Bentuk Tanpa Wujud, silahkan baca serial Wiro Sableng di Latanah Silam dalam Episode: Hantu Selaksa Angin).
Baru saja sang pria berucap, satu suara seperti dengungan halus terdengar mengiang di telinganya. "Aku tahu kesusahanmu Lanawi, ada dua ilmu sesat yang digunakan untuk menghalangi jalanmu menuju ke tengah hutan, yaitu Ilmu Tabir Langit Turun Ke Bumi Dan Ilmu Di Bumi Ada Enam Kesesatan, Di Langit Ada Tujuh Kesesatan, Dalam Air Ada Delapan Kesesatan. Untuk memecah ilmu Tabir Langit Turun ke Bumi, sentuhkanlah kedua ibu jarimu ke langit-langit mulutmu setelah itu sentuhkan pula kedua ibu jarimu itu kebawah lidah lalu usapkan kedua ibu jarimu itu ke kedua matamu dan mata tungganganmu..."
Pria yang dipanggil dengan sebutan Lanawi cepat bersujud diatas pohon randu lalu cepat lakukan apa yang diperintahkan oleh suara tanpa wujud. Begitu kedua ibu jarinya disapukan ke kedua matanya, pandangannya yang semula seakan terbatas kini terasa lebih lapang. Dia kini bisa melihat hawa lembayung bergerak berpusar tidak jauh dari tempatnya berpijak, baru saja Lanawi menaiki punggung tungangannya dan bersiap untuk beranjak pergi suara mendenging itu kembali terdengar di telinganya
"Belum semua ilmu terpatahkan Muridku Lanawi, masih ada Ilmu Di Bumi Ada Enam Kesesatan, Di Langit Ada Tujuh Kesesatan, Dalam Air Ada Delapan Kesesatan Yang harus kau pecahkan. Walaupun kini pandanganmu sudah lebih jelas dan dari kejauhan kau sudah bisa melihat tempat tujuanmu, namun ilmu jahanam yang dikeluarkan oleh murid murtad tersebut dengan bantuan Jimat Hati Iblis yang sudah ditelannya tidak bisa dipandang sebelah mata…" ucap suara tanpa wujud.
"Jadi apa yang harus saya lakukan Datuk?" tanya Lanawi, suara sang Datuk pun kembali berdenging di telinganya.
"Apakah kau masih membekal bumbung bambu kecil yang dititipkan oleh Hantu Labatu Rengkah Kepala Negeri Latanahsesat?" tanya sang datuk.
Lanawi segera memeriksa kantung kulit damar yang tergantung dipinggangnya, nafasnya berhembus lega saat mengeluarkan satu bumbung bambu kecil seukuran jari telunjuk. "Bumbung bambu amanat masih ada pada saya Datuk, apa yang harus saya lakukan kemudian?" tanya Lanawi kemudian.
"Bukalah sumbat penutup bumbung bambu kecil tersebut dan kau akan tahu apa yang harus kau lakukan selanjutnya…" ucap datuk tanpa bentuk tanpa wujud.
Lanawi perlahan membuka ijuk penutup bumbung bambu kecil di tangannya, untuk beberapa saat tidak terjadi apa-apa. Kembali Lanawi yang dikenal orang sebagai Kepala Negeri Latanahtinggi itu hendak bertanya kepada sang datuk, tiba-tiba dari dalam bumbung bambu kecil melesat satu titik cahaya fosfor berpendar!
Titik cahaya ini terlihat terbang berputaran menuju tempat dimana hawa lembayung terlihat dari kejauhan. Lanawi cepat melompat ke punggung Beruk raksasa tunggangannya lalu berujar sembari mengelus tengkuk kera besar piaraannya.
"Cepat ikuti kunang-kunang itu sahabatku Laeberuk...!"
Laeberuk tunggangan Lanawi Kepala Negeri Latanahtinggi itu mengeluarkan suara gerengan pendek lalu dengan cepat melesat dari satu pohon ke pohon yang lain mengikuti arah terbangnya kunang-kunang yang dilepas oleh majikannya tersebut.
DUA
Hujan yang tercurah dari langit turun semakin deras, sementara hawa lembayung yang melingkupi bukit bangkai perlahan mulai menipis karena terserap ke dalam tubuh manusia aneh yang sedang bersemadi di bawah pohon beringin. Dalam derasnya hujan di tengah malam tersebut Dari empat penjuru hutan Lasesatbuntu terlihat empat makhluk yang bergerak dengan cepat menuju ke tengah hutan dimana bukit bangkai berada.
Dibagian utara seorang kakek berwajah tirus mengenakan jubah jerami menunggangi seekor capung raksasa terlihat terbang melesat diantara pepohonan yang tumbuh rapat. Sementara dibagian selatan seorang pria gagah bertopi tinggi meleset diatas seekor macan kumbang bertaring panjang. Dipinggangnya tersampir sebuah parang batu kelabu yang memancarkan hawa angker!
Dibagian barat hutan lasesatbuntu tampak seekor bangau putih terbang berputaran dan diatasnya tampak duduk seorang gadis cantik berpakaian kuning. Lalu dibagian hutan sebelah timur diantara kegelapan malam terlihat seekor kera raksasa yang ditunggangi oleh orang yang bukan lain adalah Lanawi bergerak gesit kian kemari.
Satu kesamaan dari keempat manusia dan tungangannya yang berbeda ini adalah mereka berempat sama-sama menuju ke tengah bukit bangkai dengan mengikuti arah terbang dan cahaya kedipan seekor kunang-kunang!
Dalam waktu tak sampai sepeminuman teh, keempat orang tersebut akhirnya sampai di kaki bukit bangkai di empat jurusan yang berbeda. sementara empat ekor kunang-kunang penunjuk jalan terlihat bergerak berputar-putar lalu hinggap di pucuk pohon beringin di puncak bukit bangkai. Hujan yang tadinya turun demikian deras perlahan mulai mereda hingga akhirnya berhenti sama sekali.
Udara malam yang dingin menggidikan mulai menghampar berbareng dengan kesunyian mencekam yang mulai turun berbareng dengan munculnya kabut tipis yang menutupi pedataran bukit bangkai. Sesaat keempat orang yang mengepung bukit bangkai dari empat jurusan terlihat saling pandang, lalu tiba-tiba satu suara terdengar memecah keheningan malam.
"Lakarontang Manusia terkutuk!! Najis anjing masih lebih baik dari dirimu! Demi ilmu setan yang kau anut, kau bongkar seluruh makam leluhur dan puak Negeri Latanahsilam! Sungguh dosamu tak terampunkan lagi! Hari ini biarlah kami mewakili Sarekat Negeri Latanahampat mencabut rohmu disaksikan para dewa dan peri atas langit!" ucap keras lelaki bertopi tinggi yang menunggangi macan kumbang bertaring panjang.
"Lakawung! Tak usah lagi berpanjang cakap, lihatlah asap arwah lembayung sudah hampir seluruhnya terhisap olehnya, jika tidak kita hantam sekarang juga, maka semuanya akan jadi kasip!" seru kakek penunggang capung sembari menyilangkan kedua tangannya didepan dada, sepasang tangan tersebut terlihat tampak berubah seperti batu berwarna hitam! Jalur berbentuk rengkahan-rengkahan mengeluarkan cahaya merah terbentuk dikedua tangan batu tersebut pertanda satu pukulan sakti dahsyat tengah dipersiapkan oleh sang kakek!
Sementara itu dibagian timur, Lanawi yang berdiri tegak disamping tunggangannya terlihat termenung memandang puncak bukit bangkai, hatinya yang kalut terpancar dari tatapan kosong kedua bola matanya. Tiba-tiba suara berdenging terdengar kembali di kedua telinganya.
"Mantapkan hatimu Lanawi! Yang kau hadapi sekarang bukan lagi kerabatmu Lakarontang yang dahulu, bukan lagi saudara seperguruanmu! Yang kau hadapi sekarang adalah biang iblis yang akan membuat kekacauan diseluruh Sarekat Negeri termasuk Negeri Latanahtinggi! Cepat siapkan pukulan Salju Putih Latinggimeru, aku akan membantu kalian melalui gadis penunggang bangau di depan sana!" bisik suara yang tidak lain adalah suara Datuk tanpa bentuk tanpa wujud guru sekaligus pelindung Lanawi kepala Negri Latanahtinggi.
Lanawi mengusap mukanya beberapa kali, setelah menarik nafas berat akhirnya Murid datuk tanpa bentuk tanpa wujud ini mulai membaca rapalan Pukulan Salju Putih Latinggimeru dan menyalurkan hawa sakti ke kedua tangannya.
Di pedataran kaki bukit bangkai sebelah barat seorang gadis cantik berpakaian kuning dengan rambut terurai terlihat tegak menatap kearah lelaki yang sedang bersemadi tanpa mengenakan sehelai benangpun di bawah pohon beringin. Matanya yang bagus terlihat membara diantara linangan air matanya, sesekali sang gadis terlihat mengelus perutnya. Saat itulah perlahan didengarnya dengingan halus di telinganya.
"Gadis cantik, gadis baik kepala Negeri Latanahlaut. Demi segala peri dan dewa atas langit, demi segala roh yang tergantung dilangit dan bumi, dan demi jabang bayi dalam perutmu janganlah lagi kau berbimbang hati..."
Sang gadis menarik nafas berat lalu mengusap pupus air mata disudut matanya. "Aku tidak bimbang Datuk, aku... aku hanya..." ucap sang gadis tergagap tak mampu meneruskan ucapannya kepalanya tertunduk memandangi perutnya yang terlihat membesar.
Kembali terdengar suara dengingan halus di telinga sang gadis. "Aku tahu perasaanmu wahai Luhpingkan Matindas, tapi jangan kau lupa bahwa ayah jabang bayi dalam rahimmu adalah orang yang membunuh dan membawa lari delapan ratus Jenazah Puak Leluhur dan penduduk Negeri Latanahlaut termasuk ayah, ibu dan semua saudara-saudaramu!" ucap suara yang bukan lain berasal dari suara Datuk tanpa bentuk tanpa wujud.
"Saya tahu datuk, saya mengerti. Saya tidak akan lupa apa yang telah diperbuat lelaki bejat itu atas diri saya dan keluarga saya. Saya akan menebus kesalahan saya dengan lelehan darah lelaki laknat itu!" ucap sang gadis berapi-api namun tetap saja terlihat lelehan airmata turun di belahan pipinya yang ranum.
"Anak gadis, tanpa memandang rendah kemampuanmu jika kau perbolehkan izinkanlah aku memakai ragamu untuk menghadapi manusia terkutuk diatas sana…" ucap suara datuk tanpa wujud di telinga gadis yang dipanggil dengan nama Luhpingkan Matindas tersebut.
"Saya mengerti Datuk… dengan kemampuan yang saya miliki memang mustahil bagi saya untuk menghadapi Lakarontang. Saya sangat tahu diri Datuk… namun bagaimanapun juga dendam keluarga Di Latanahlaut harus bisa terbalaskan! Baiklah saya ikut kehendak Datuk saja…" ucap sang gadis lirih.
"Gadis baik, gadis cantik... aku berterimakasih sebelumnya atas kesediaanmu, sekarang pejamkanlah kedua matamu dan biarkan aku untuk sementara meminjam ragamu!"
Sang gadis mengatupkan kedua matanya rapat, perlahan dirasakannya satu udara hangat menyelubungi dan memasuki dirinya dibagian tengkuk, ubun-ubun dan keningnya lalu kemudian sang gadis mendapati tubuhnya sangat ringan bagaikan sehelai kapas! Saat sang gadis membuka mata, satu keanehan terlihat jelas dibalik kedua bola matanya!
TIGA
Setelah beberapa saat memejamkan mata, akhirnya Luhpingkan Matindas gadis cantik kepala Negeri Latanahlaut terlihat membuka kedua matanya. Sepasang bola mata bagus yang sebelumnya menghiasi kedua pelupuknya, kini hanya terlihat putihnya saja! lalu satu suara kemudian terdengar bergaung berkumandang dari bibir sang gadis!
"Wahai kalian Para Kepala Negeri Sarekat Latanahampat! Waktu kita tinggal sedikit! Sebelum Ilmu Jimat Hati Iblis rampung diserapnya mari kita hantam bersamaan makhluk terkutuk di hadapan kita! Lanawi! Lakawung! Dan kau Hantu Labatu Rengkah Latanahsesat! Lakukan apa yang sudah kita atur bersama!" sehabis mengeluarkan ucapan Luhpingkan Matindas yang tubuhnya disusupi oleh Datuk Tanpa Bentuk Tanpa Wujud tiba-tiba dengan kecepatan luar biasa melesat keatas menembus langit gelap!
Sementara dari tiga jurusan yang berbeda Lakawung, Lanawi dan kakek yang dipanggil dengan sebutan Hantu Labatu Rengkah Latanahsesat oleh Datuk tanpa bentuk tanpa wujud mulai melepaskan pukulan sakti secara bersamaan dari tiga penjuru! Dari sepasang tangan Hantu Labatu Rengkah Kepala Negeri Latanahsesat melesat satu pukulan berwarna merah diselingi ratusan batu kecil membara yang bergulung membuntal!
Di satu tempat pukulan sakti ini tiba-tiba pecah menjadi delapan belas jalur pukulan yang bergolak hendak menghantam tubuh Manusia bernama Lakarontang di delapan belas bagian! Ini adalah salah satu ilmu andalan Hantu Labatu Rengkah dari Latanahsesat yang diberi nama Delapan Belas Jalur Batu sakti Perangket Arwah!
Sementara itu dibagian selatan Lakawung atau yang juga lebih dikenal sebagai Kepala Negeri Latanahsilam pada masa itu secara bersamaan melepaskan satu pukulan sakti bernama Maut Meminta Raga! Kedua tangannya yang terkepal berwarna hitam mengeluarkan segulungan asap sebesar Pohon kelapa yang didalamnya terlihat kilatan cahaya listrik bergeredepan!
Seakan tidak mau kalah dari Hantu Labatu Rengkah dan Lakawung, dibagian barat Lanawi juga telah mengeluarkan salah satu ilmu andalan yang diajarkan oleh Datuk Tanpa Bentuk Tanpa Wujud kepadanya. Suasana mencekam yang menyelimuti pelosok bukit bangkai semakin bertambah mencekam kala Pukulan Salju Putih Latinggimeru dilepaskan!
Bau setanggi terbakar santer tercium diantara satu jalur sinar putih terang bergeredepan yang memancar dari kedua tangan Lanawi! Berbarengan dengan menderunya tiga pukulan sakti yang datang melabrak, mendadak dari atas langit Latanahsesat terlihat satu sosok tubuh yang meluncur turun sangat cepat dengan tangan terkembang!
Sekujur tubuh sosok yang bukan lain adalah sosok dari Luhpingkan Matindas yang tadi melesat ke angkasa terlihat dibaluri cahaya biru berekor yang sangat menyilaukan! Sehingga jika dilihat dari kejauhan sosok Luhpingkan Matindas gadis kepala Negeri Latanahlaut ini bagaikan Bintang berekor yang melesat dari angkasa!
Kesaktian hebat yang ditunjukan oleh Luhpingkan Matindas ini tentu saja tidak lepas dari peran serta Datuk Tanpa Bentuk Tanpa Wujud yang saat itu menguasai raganya. Rupanya untuk menghabisi bekas muridnya yang murtad itu Sang Datuk tidak segan-segan mengeluarkan satu Ilmu pukulan Langka bernama Ekor Bintang Menghujam Latinggimeru! Ilmu pukulan satu ini diyakini merupakan salah satu dari beberapa ilmu yang telah punah dan tidak ada lagi di Latanahsilam maupun di Negeri Latanahampat lainnya!
Sesaat lagi tiga pukulan sakti dan serangan maut yang dilancarkan oleh Luhpingkan Matindas melabrak tubuh Lakarontang tiba-tiba dari timbunan bangkai yang menutupi bukit kecil itu melesat belasan bahkan mungkin puluhan Bangkai manusia memapaki datangnya serangan!
Ketiga orang yang melepaskan pukulan sakti dari tiga jurusan yang berbeda berteriak kaget kala mengenali Bangkai-bangkai kotor berlumpur yang saat itu datang memapaki datangnya serangan adalah jenazah dari orang-orang yang mereka kenali bahkan mereka kasihi!
"Tidak…! Jangan…!" Hantu Labatu Rengkah berteriak keras dan berusaha menarik mundur pukulan Delapan Belas Jalur Batu Sakti Perangket Arwah yang di lepaskannya, namun usahanya itu sangat terlambat manakala pecahan pukulan sakti sebanyak delapan belas jalur yang tadinya akan menghantam tubuh dari Lakarontang kini dengan telak menghantam tubuh Delapan belas mayat hidup yang diketahui dan dikenalinya sebagai tubuh jenazah Istri dan anak-anaknya!
Raungan Keras keluar dari Mulut Kepala Negeri Latanahsesat tersebut kala melihat cabikan tubuh jenazah istri dan anak-anaknya membumbung tinggi diatas langit Hutan Lasesatbuntu bersama dengan serpihan-serpihan pukulan Delapan Belas Jalur Batu sakti Perangket Arwah!
Sementara itu hal serupa juga terjadi pada Lakawung dan Lanawi, kedua pukulan sakti yang dilepaskan oleh mereka berdua yaitu pukulan Maut Meminta Raga dan Salju Putih Latinggimeru yang seharusnya dengan telak menghantam tubuh Lakarontang malah musnah berhamburan seiring dengan berhamburannya serpihan tubuh para jenazah yang merupakan jenazah saudara, orang tua dan kerabat Lakawung dan Lanawi.
Pada saat bersamaan diatas Bukit Bangkai satu kejadian dahsyat juga terjadi, hanya tinggal sepelemparan tombak ilmu Ekor Bintang Menghujam Latinggimeru merajam tubuh telanjang Lakarontang, tiba-tiba dari tumpukan mayat tepat di depan tubuh Lakarontang bersemadi, menyeruak dua pasang bangkai laki-laki dan perempuan yang saling mementangkan kedua tangan menyambut pukulan berbentuk ekor bintang yang menderu dari angkasa!
"Datuk! Mereka kedua orang tuaKu! Tolong hentikan ilmu pukulan ini!!!" jerit Luhpingkan Matindas histeris.
"Tidak bisa anak Gadis! Ingatlah! Mereka sudah meninggal dan sudah bukan orang tuamu lagi! Kau harus bisa mantapkan hatimu!" ucap datuk tanpa bentuk tanpa wujud dalam hati sang gadis.
"Tidak datuk! Aku tidak sanggup!!!!" teriak sang gadis keras lalu dengan sekuat tenaga dicobanya melawan kekuatan Datuk tanpa bentuk tanpa Wujud yang menguasai raganya dan akibatnya tubuhnya yang diselimuti cahaya biru berekor tersebut akhirnya melenceng jauh dan menghantam sebuah batu besar di kaki bukit bangkai!
Batu besar seukuran Gajah itu pun hancur lebur dan mengeluarkan suara yang cukup keras. Saat debu pasir dan krikil yang membumbung perlahan memudar terlihatlah satu pemandangan yang mengenaskan! Tubuh sang gadis kepala Negeri Latanahlaut terlihat tergeletak dengan kepala rengkah! Darah mengalir membasahi tubuhnya yang lebam hancur akibat bertumbukan dengan batu yang dihantamnya!
Pada saat itu juga kedua mata Lakarontang yang sebelumnya terlihat terpejam serta-merta membuka bersamaan dengan terhisapnya hawa lembayung terakhir ke dalam jalur pernafasannya! Bersamaan dengan membukanya mata Lakarontang, tubuhnya yang sebelumnya tertekuk sedemikian rupa perlahan bergerak!
Kedua kakinya yang bersila menghadap keatas perlahan kembali turun dan menyentuh tanah sementara kedua tangannya yang bersidekap perlahan juga diturunkan ketanah. Pada saat kedua kaki dan tangannya menyentuh tanah itulah secara tiba-tiba tubuh kurus kering tanpa ditutupi sehelai benangpun itu melenting beberapa tombak keatas lalu mengapung diudara!
Satu keanehan juga terjadi pada tubuh Lakarontang, perlahan namun pasti kulit dan dagingnya yang hanya sedikit terlihat meleleh dan berkelupasan jatuh hingga tak lama kemudian Tubuh Lakarontang yang tidak tertutup sehelai benangpun itu kini hanya tersisa tulang belulang!
Perubahan yang terjadi pada diri Lakarontang benar-benar mengerikan namun yang paling mengerikan adalah dimana bagian dalam tubuh Lakorantang seperti jantung, usus, hati, lidah dan sepasang bola mata terlihat bergerak-gerak hidup tidak ikut meleleh terkelupas! Organ dalam tubuh Lakarontang yang terlihat bergerak-gerak menjijikan itu hanya ditahan oleh tulang belulang berwarna hitam legam! Sepasang tanduk hitam juga terlihat tumbuh mencuat di kedua kening Lakarontang!
* * *
EMPAT
Simpang lima Godeyan merupakan satu persimpangan jalan yang besar dan cukup ramai. Simpang Jalan ini merupakan salah satu dari jalan utama yang menghubungi Kotaraja dengan kawasan di sebelah barat. Mulai dari Waringin dan Gamping sampai ke Renteng, terus ke Imoyudan dan Girimulyo, terus lagi ke Borobudur.
Di sebelah selatan simpangan jalan menuju ke Sedayu, Argosari dan berakhir di Wates. Hari itu termasuk hari pasar, sehingga tidak heran jika banyak pedagang dan penjual dadakan yang tumpah ruah memenuhi simpang lima jalan tersebut, dari pedagang kain, pedagang ternak, hasil bumi seperti jagung beras bahkan pedagang rokok kawung dan rokok klobot dengan atraksi siluet gadis yang sedang merokok didalam tenda turut meramaikan pasar dadakan hari itu.
Disatu pojok simpang jalan terlihat beberapa warung makan yang tampak berjejeran dan selalu ramai, namun dari semua warung makan tersebut ada satu warung makan yang terlihat paling ramai dan tampaknya merupakan rumah makan idola di tempat tersebut. Makanan yang disediakan di warung makan tersebut sebenarnya tidak terlalu istimewa, nasi timbel sambal, lauk, lalapan serta jajanan pasar lainnya seperti yang biasa ada di warung nasi kebanyakan terlihat tertata rapi diatas meja dagangan.
Yang menjadi keistimewaan warung makan ini sebenarnya justru adalah penjualnya. Mbakyu Pinem atau yang dikenal dengan sebutan Yu Pinem adalah pemilik sekaligus pengelola rumah makan ini. Janda beranak satu ini memang terkenal cantik dan genit. Diusianya yang sudah menginjak tiga puluh satu tahun, bentuk tubuhnya masih terlihat sekel dan montok, janda satu ini juga pandai merawat diri dan pandai menggunakan kelebihan yang dimilikinya untuk meningkatkan penjualan warung makan yang dikelolanya.
Alhasil, warung makan yang dimilikinya cukup terkenal dan selalu ramai dikunjungi oleh orang banyak khususnya oleh para pria yang terkagum-kagum dan senang mengoda kecantikan janda satu ini. Siang itu seperti biasa warung makan Yu Pinem penuh disesaki pengunjung, tampak janda muda ini terlihat sibuk mengurusi pesanan dari para pembeli makanan yang datang.
Namun walaupun terlihat sibuk, sudut matanya tampak masih nyalang memandang kearah keluar warung, sesekali gerutuan terdengar dari bibirnya yang diberi merah-merah. Siang itu memang hati sang janda sedang panas dan jengkel-jengkelnya akibat ulah dua orang pengunjung yang baru saja diusirnya keluar dari warung makan miliknya tersebut.
Sementara itu tidak jauh dari warung makan Yu Pinem, tepat disamping penjual rokok kawung yang juga saat itu sedang ramai-ramainya. Berdiri berjejer dua pasang makhluk konyol yang tidak lain adalah Setan Ngompol dan Naga Kuning. Tampak keduanya menatap penuh harap kedalam warung makan milik Yu Pinem, keduanya tampak sesekali saling sikut.
"Tuh kan kek, apa kubilang! Ini gara-gara sampeyan makanya kita jadi diusir! Sudah tahu badan bau pesing tidak punya uang pula! masih juga maksa kemari!" sungut Naga Kuning sambil kembali menyikut rusuk sang kakek.
Sementara sang kakek mendelikkan matanya yang jereng kearah bocah jabrik disebelahnya. "Bocah semprul! Kamunya juga yang kurang kerjaan pakai acara nyebut-nyebut nasi timbelnya Yu Pinem Segala! Tuh lihat! Gimana tadi akunya diusir sama yang punya warung! Kamu juga bisanya cuma ngelendot cengar-cengir segala! Gak bantu gak juga belain!" balas sungut Setan Ngompol sembari balas menyikut Naga Kuning.
"Bagaimana mau belain sampeyan kek, wong belum minta ngutang juga tuh janda sudah pake acara ngacungin centong nasi segala! Makanya sudah kubilang untuk yang kesekian kali kek! Sering-sering mandi dan ganti celana kek! Atau kalo bisa sana gih! Cuci tuh Celemek Ompol di Kaliprogo!! Gara-gara bau pesing sampeyan kitanya jadi diusir orang!" gerutu Naga Kuning.
"Walah! Aku bau pesing kek, bau bangke kek itu kan urusanku, bukan urusan Tuh janda! Ingat! Biar bagaimanapun juga Pelanggan adalah Raja! Lagian aku selalu nyuci baju dan celana ku kok! Ini juga baru kucuci!" ucap sang kakek sambil membeberkan kain celananya ke muka Naga Kuning.
Naga Kuning yang jengkel karena di beberkan kain celana Setan Ngompol yang basah kuyup secara kurang ajar tiba-tiba menarik celana sang kakek sehingga membuat sang kakek kelabakan! Semua pengunjung pasar simpang lima Godeyan yang melihat kejadian itu tertawa terpingkal-pingkal mana kala melihat sang kakek kelabakan membetulkan celananya yang kedodoran.
"Bocah setan Kurang ajar! Jangan lari biar kucekoki kencing ku dasar anak kampret!!!!" damprat sang kakek sambil membembeng telinga sang bocah keatas, namun tiba-tiba sang kakek berteriak kesakitan seraya memegangi pantatnya dan melepaskan jewerannya pada telinga Naga kuning.
"Tobaaat…!!! Aduh biyung! Panas Pantatku...!" jerit histeris sang kakek sembari mengebas-ngebaskan pantat celananya yang terlihat berlubang berasap sebesar ujung jari kelingking!
Setelah mengebas-ngebas dan berjingkrakan kesana kemari dari lubang celana Setan ngompol meluncur jatuh sepotong puntung Rokok Kawung yang sudah basah oleh air kencing sang kakek! Sementara itu orang banyak yang sedang menonton pertunjukan siluet gadis di tenda rokok kawung serentak berserabutan memaki panjang pendek takut terkena cipratan air kencing setan ngompol yang bercipratan dari kain celananya yang basah!
"Puntung Rokok sialan!!! Ini siapa yang punya pekerjaan?" maki sang kakek seraya putar mata jerengnya ke kiri dan kekanan.
Orang-orang disekitar yang dipandang walaupun banyak yang menggerutu namun melihat sepasang mata jereng dan tampang sang kakek yang aneh dengan satu daun telinga terbalik akhirnya hanya bisa diam dan menggerutu dalam hati.
"Baru di sundut rokok saja sudah ribut minta ampun kayak monyet duduk di wajan!!" ucap satu suara mengejek.
Sang kakek cepat putar kepala pandangi asal suara, saat itu juga dilihatnya didepan tenda penjual rokok kawung seorang pemuda gondrong berpakaian dan bercelana pangsi putih sedang duduk menjeprok diatas tanah beralaskan sebuah papan hitam.
"Wiro….!!! " seru sang Kakek kegirangan.
LIMA
Sang pemuda gondrong balikan wajah dan pandangi wajah setan ngompol dengan pandangan heran. "Siapa yang kau panggil dengan sebutan Wiro kek? Aku yah? Nama ku bukan Wiro kek, dan aku juga tidak kenal sama sampeyan. Maaf ya, pantat sampeyan tadi tak sundut! Habis sampeyan ribut sih!" sehabis berkata sang pemuda gondrong yang ternyata bukan Wiro seperti yang semula disangka oleh Setan Ngompol kembali terlihat asyik duduk menjeplok didepan tenda.
"Dilanjut lagi Jeng Narsih acara ngerokoknya! Tenang aja ntar tak borong deh sisa kawungnya!" ucap sang pemuda kepada gadis di dalam tenda sambil cengar-cengir.
Sementara itu api pelita di dalam tenda yang semula padam dimatikan akibat ribut-ribut diluar tenda kini kembali dinyalakan dan terlihatlah siluet bayangan seorang gadis montok sedang mengisap dan menghembuskan asap rokok. Tenda Penjaja Rokok Kawung itu kembali riuh diramaikan olah para pengunjung yang bersoraksorak gembira menikmati suguhan yang ditunjukkan termasuk didalamnya sang pemuda gondrong yang terdengar paling ribut memberikan komentar dan rayuan gombal!
Sementara itu Setan Ngompol kembali hendak membentak setelah mengetahui orang yang menyundut pantatnya dengan puntung rokok ternyata bukan Wiro Sableng Pendekar Dua Satu Dua yang dikenalnya, namun akhirnya diurungkan kala tangannya di tarik paksa oleh Naga Kuning.
"Sudahlah kek, jangan diperpanjang lagi! Tidak usah cari gara-gara di tempat orang. Orang itu juga Bukan Wiro, cuma sama baju dan Sablengnya! Lihat Prajurit kerajaan banyak yang berdatangan kemari! Lebih baik kita pergi dari sini." Ucap sang bocah sembari menarik tangan Sang kakek.
Sang kakek yang masih mengkal hatinya hanya bisa mengikuti sang bocah sembari bersungut-sungut. Namun baru berjalan beberapa tindak terdengar suara seseorang memanggil nama mereka berdua.
"Setan Ngompol! Naga kuning! Tunggu dulu…!"
Naga kuning dan Setan Ngompol balikan tubuh masing-masing dan saling menoleh manakala dari pintu sebuah warung makan diseberang warung makan Yu Pinem keluar seorang gadis cantik berbaju dan berikat kepala biru mendatangi mereka berdua.
"Nisanak siapa yah? Kami tidak merasa mengenali Nisanak tapi nisanak malah mengenali kami berdua?" ucap Naga Kuning polos.
Gadis berikat kepala biru tersenyum lalu berjongkok dan mengelus rambut jabrik Naga Kuning. "Siapa yang tidak kenal kalian berdua? Yang satu bocah lucu satunya lagi kakek gagah" ucap sang gadis sembari tertawa renyah.
"Aku!! Aku yang Lucu dan gagah!! Kalo kakek ini tidak ada lucu dan gagah-gagahnya! Pesing malah!" seru sang bocah sambil mengeluarkan lidahnya dihadapan Setan Ngompol yang langsung dibalas jerengan mata oleh sang kakek.
Sementara sang gadis tersenyum melihat kekonyolan dua orang dihadapannya. "Namaku Dewi, aku membutuhkan bantuan kalian berdua namun aku tidak bisa membicarakannya disini, bagaimana kalau nanti sore aku tunggu kalian di hilir sebelah barat Kaliprogo? Bisa kan?"
Setan Ngompol pandangi sang gadis sesaat lalu bungkukkan badan dan mendekatkan mulutnya ke telinga Naga Kuning sembari berbisik. "Psst, aku rasa ini ada apa-apanya" jangan-jangan ini jebakan…" belum habis sang kakek berbisik Naga Kuning sudah langsung memotong keras
"Apa-apanya gimana kek? ini…"
Sang kakek langsung bekap mulut sang bocah sebelum berbicara lebih lanjut. Sang kakek hanya senyum-senyum sebelum berteriak kesakitan karena telapak tangannya digigit oleh Naga Kuning! "Wadooow… Anak Setan!" teriak Setan ngompol seraya mengibas-ngibaskan tangannya yang perih karena digigit oleh Naga Kuning.
Sementara itu, gadis yang mengaku bernama Dewi itu hanya tertawa melihat kelakuan dua orang di hadapannya sebelum akhirnya mengangsurkan dua bungkusan daun pisang yang langsung disambar oleh Naga Kuning.
"Kalian benar-benar lucu… Musim Penghujan membawa berkah dan Rahmat, melihat keceriaan kalian berdua aku benar-benar bahagia. Kalian jangan khawatir terhadap diriku, aku sama sekali tidak bermaksud jahat pada kalian berdua. Aku juga tahu kalau kalian sedang kelaparan dan belum makan siang. Ini aku bungkuskan Nasi Timbel buat kalian, jangan khawatir tidak ada racunnya kok! Dan yang pasti tidak kalah enak dari Nasi Timbelnya Yu Pinem!" ucap sang gadis sambil kedipkan mata.
Saat Naga Kuning mengangkat kepalanya untuk mengucapkan terima kasih, bayangan gadis didepannya sudah tidak ada lagi namun tiba-tiba ditelinganya terdengar suara gadis tersebut bergaung.
"Aku menunggu kalian di hilir sebelah barat Kaliprogo nanti sore, ada yang ingin ku sampaikan pada kalian, hal ini menyangkut perihal Pendekar Dua Satu Dua…"
Naga Kuning saling pandang dengan Setan Ngompol.
"Kau dengar apa yang diucapkan gadis tadi barusan?"
Sang kakek yang ditanya menganggukan kepalanya. "Gadis itu berilmu tinggi, mampu menghilang secepat angin dan mengirimkan suara dari jarak jauh. Tampaknya kepandaian dan kecepatannya tidak dibawah sahabat kita Bidadari Angin Timur!"
Naga Kuning terlihat berpikir sejenak. "Aku jadi kepikiran soal apa yang disampaikannya barusan."
Setan Ngompol pandangi Bocah Jabrik didepannya. "Maksudmu soal Wiro?"
Sang bocah mengangguk. "Heran, kakak bernama Dewi tadi juga turut menyebut-nyebut perihal musim penghujan segala. Omongannya kayak pawang hujan ya kek?" lanjut sang bocah
"Soal itu pasti akan kita ketahui kebenarannya kalau nanti kita menemuinya. Kalau begini urusannya mau tidak mau kita harus pergi ke hilir sebelah barat kaliprogo sebelum sore. Namun saat ini ada yang lebih penting……" Setan Ngompol tidak lanjutkan ucapannya, matanya yang jereng mendelik menatap nasi bungkus di genggaman sang bocah yang langsung buru-buru disembunyikan dibelakang punggung oleh sang bocah.
"Naga Kuning! Jangan pelit begitu! Harus adil! aku satu, kamu satu!"
Sang bocah pandangi Setan Ngompol lalu tiba-tiba kedua bungkus nasi itu diangsurkan pada sang kakek. "Punyaku simpan dulu kek, aku masih ada urusan" sahut sang bocah seraya berbalik.
"Kamu mau kemana?" teriak Setan Ngompol.
"Tunggu saja di Kaliprogo kek! Aku mau ngerjain seseorang!" ucap sang bocah sambil berlari kencang.
ENAM
Siang itu setelah memakan Nasi Timbel pemberian dari Gadis bernama Dewi, Setan Ngompol duduk termenung dipinggiran Kaliprogo. Pikirannya kembali berputar pada saat dirinya dan Naga Kuning diusir keluar oleh Yu Pinem dari Warung makan milik janda tersebut. Sang kakek terlihat mengendus-ngendus kesekujur tubuhnya.
"Mungkin benar apa yang dikatakan Naga Kuning…" ucap sang kakek dalam hati. "Tampaknya aku memang harus mencuci baju dan celanaku ini lagi" batin sang kakek kembali.
Sang kakek putar kepalanya ke kiri dan kekanan, setelah dirasanya aman sang kakek lalu tanggalkan baju dan celananya lalu sambil berbugil ria sang kakek membawa buntalan baju dan celananya masuk ke bagian kali dangkal yang agak kelindungan oleh rimbunan pohon keladi hutan. Setelah dirasa aman Sang kakek pun mulai mencuci baju dan celananya yang basah kuyup itu di sungai. Sembari mencuci baju dan celananya mata sang kakek tampak berputar ke kiri dan ke kanan.
"Disekitar sini tidak ada batu datar atau sejenisnya yang bisa digunakan untuk menggilas baju dan celana ini…" ujarnya dalam hati.
Tidak beberapa lama kemudian terdengar suara Naga Kuning memanggil namanya. "Kek… Kakek Setan Ngompol! Kamu ada dimana?"
Setan Ngompol sibakkan rimbunan daun keladi hutan dan berbisik memanggil Naga Kuning. "Psst…! Naga Kuning! Aku disini…!"
Naga Kuning palingkan muka mencari asal suara, kala dirinya melihat mata jereng Setan Ngompol mendelik dibalik rimbunan daun keladi, Naga Kuning cepat mendatangi dan jongkok di depan rimbunan pohon keladi yang tumbuh di tepi kali tersebut. "Walah! Lagi ngapain kek? Bertelur yah?"
Setan Ngompol delikkan mata jerengnya lebih besar. "Bertelur jidatmu! Kamu tidak lihat apa kalo aku lagi nyuci! Kamu darimana saja Ning? Lama amat! hampir saja kumakan habis nasi timbelmu!" ucap Setan Ngompol sembari mengucek-ngucek pakaiannya.
"Yang bener aja kek! Masak makanan temen diembat juga!" seru Naga Kuning.
"Enggak! Tuh Nasi mu kutaruh di bawah batu sana" tunjuk Setan Ngompol. "Tapi kamu belum bilang dulu tadi tuh kamu kemana saja?"
"Kek aku tadi barusan habis balaskan dendammu kek!"
Setan Ngompol pandangi wajah sang bocah" dendam apaan? Kalo bicara yang jelas Ning!"
Naga Kuning kembali tertawa lalu mengeluarkan sesuatu ke hadapan Setan Ngompol. "Tahu tidak kek ini apaan? Ini barangnya si kakak gondrong yang tadi nyundut pantatmu kek! Ku ambil waktu dia tadi lengah! Habis siapa suruh dia nyundut pantatmu!"
Setan Ngompol memandang terharu. "Aku tidak menyangka Ning! Kamu masih mau-maunya membalas sakit hati aku… kamu benar-benar sahabatku! Aku benar-benar terharu…!" ucap sang kakek sembari merambas naik ke tepian kali tanpa menyadari kalo sedang bugil
"Kek! Mau ngapain? Liat tuh terong peot pada berojolan kemana-mana!" seru Naga Kuning menjauh.
Setan Ngompol pandangi dirinya lalu terkekeh geli dengan cepat dipotesnya beberapa lembar daun keladi hutan dan dipakainya untuk menutupi perabotannya! "Ini barang apaan ya…? Kayak papan nisan…" ucap Setan Ngompol sembari memperhatikan papan kayu hitam yang tergeletak diatas tanah.
"Ringan… bahkan sangat ringan…" gumam setan ngompol sembari membolak-balikkan papan kayu hitam di depan hidungnya.
"Tuh kan kek! Aku juga tadi menduga kalo ini papan nisan, tapi nama yang tertera kok banyak amat ya! Coba kau perhatikan lagi!"
Setan Ngomol perhatikan lagi papan nisan kayu hitam itu berulang kali. Tengkuknya berubah menjadi dingin kala membaca nama-nama yang tertera diatas papan nisan. "Aku mengenali sebagian besar nama-nama yang tertera diatas papan ini! Mereka para gembong golongan sesat di daerah jawa timur!" seru sang kakek.
"Kelihatannya papan nisan ini bukan papan biasa yah kek! Coba kau aliri Tenaga dalam!" seru Naga Kuning.
Setan Ngompol perlahan alirkan tenaga dalam ke kedua tangan yang memegang papan, sejenak kemudian papan kayu hitam yang dipegangnya terlihat memancarkan cahaya hitam berpendar!
"Benar-benar senjata mustika…!" Seru sang Kakek dengan pandangan berbinar. Setelah berucap sang kakek kembali berjalan merambas rimbunan keladi di pinggir kali sembari menenteng papan yang tadi diperhatikannya dengan seksama itu.
"Hey mau diapakan papan itu kek!" seru Naga Kuning memperhatikan gerak-gerik sang kakek.
"Mau dipake buat papan penggilasan! Dari tadi aku butuh yang kayak gini nih!" Seru sang kakek cuek. Lalu enak saja Papan Nisan Kayu hitam yang dikenal sebagai salah satu senjata mustika dunia persilatan itu dipakai untuk menggilas baju dan celana Setan Ngompol!
Naga Kuning yang melihat ulah sang kakek hanya bisa menggelengkan kepalanya lalu perlahan beranjak ke arah batu yang ditunjuk Setan Ngompol. Setelah beberapa saat Sang bocah terlihat asyik mengunyah Nasi bungkus, mulutnya berbunyi berdecakan menikmati Nasi Timbel yang sedap gurih itu.
Tak sampai sepeminuman teh kemudian terlihat Setan Ngompol menyeruak dari rimbunan keladi hutan, beberapa lembar daun keladi hutan diikat diseputar pinggangnya sementara papan kayu hitam dikempit di ketiaknya. Sang kakek terlihat sibuk menjemuri baju dan celananya diatas sepucuk ranting kayu yang disampirkan diantara rimbunan keladi hutan. Setelah selesai dengan pekerjaannya Setan Ngompol berjalan mendekati Naga Kuning yang sedang bersandar di balik batu di tepian kali.
"Sudah kenyang ning?" tanya Setan Ngompol yang hanya dibalas anggukan oleh Naga kuning, matanya terlihat berat terkantuk-kantuk.
Perlahan setan Ngompol menjatuhkan diri disamping Naga Kuning sembari Mengelus-elus Papan Kayu Hitam. "Ning ayo ceritain gimana caranya kamu ngerjain tuh gondrong! Ayo Ning ceritain, jangan cuma tidur melulu!" ucap Setan Ngompol sembari menggoncang-goncangkan bahu Naga Kuning. Naga Kuning menguap sebentar lalu membuka sebelah matanya.
"Persis sama dengan yang dia buat sama kamu kek! Waktu dia kegirangan ngegombalin mbak yu penjual rokok dari jauh aku sundut juga pantatnya!"
Setan Ngompol terlonjak kegirangan. "Kamu sundut juga pantatnya? Ha.ha! Rasakan! Terus… gimana Ning?" ucap Sang Kakek Penasaran. "Waktu dia kelojotan jejingkrakan kepanasan dengan cepat kuambil papan alas duduknya. Lha itu, yang kamu pegang sekarang kek!" ucap Naga Kuning Malas.
"Terus habis waktu dia jejingkrakan kepanasan lalu waktu kamu ambil papan kayunya apa dia tahu perbuatanmu ning?" balas Setan Ngompol
"Ya jelas tidak tahu!" ucap keren Naga Kuning sembari membusungkan dadanya bangga.
"Siapa bilang aku tidak Tahu…?" satu suara menyahut diatas kepala mereka membuat Setan Ngompol dan Naga Kuning Tersentak kaget!
TUJUH
Saat memandang keatas batu yang dijadikan sandaran oleh Setan ngompol dan Naga Kuning, terlihatlah sosok seorang pemuda gondrong berbaju putih sedang jongkok diatas batu yang terletak diatas kepala mereka selinting Rokok Kawung terselip di sudut bibirnya.
"Oh, jadi anak ini suruhanmu ya kek! Jadi rupanya mau balas dendam toh sampeyan kek!" lanjut suara tersebut.
Naga Kuning dan Setan ngompol cepat beranjak bangkit dari duduk masing-masing dan memperhatikan pemuda di depannya. setelah beberapa saat Naga Kuning terlihat membuka suara.
"Lantas memangnya kenapa? Siapa suruh kamu nyundut pantat kakek sahabatku ini? Jadi tidak salah kalo aku sampai mengambil barangmu" ucap ketus Naga Kuning.
"Baiklah aku mengaku salah sudah menyundut pantat kakekmu, tapi kau juga sudah membalas menyundut pantatku tadi di pasar, jadi seharusnya kita sudah impas!" ucap sang pemuda.
"Selain itu mengambil barang orang lain tanpa sepengetahuan sang pemilik tetap saja namanya mencuri!" lanjut sang pemuda sembari memandang pada Setan Ngompol dan Naga Kuning.
Setan Ngompol dan Naga Kuning saling pandang sesaat lalu akhirnya Setan ngompol mulai membuka suara. "Sudahlah, aku juga mengaku salah. Kamu jangan salahkan bocah ini anak muda. Ini aku kembalikan Papan kayumu…!" ucap Setan Ngompol sembari melemparkan Papan Kayu hitam kearah sang pemuda!
Lemparan ini bukanlah lemparan biasa karena dilempar dengan menggunakan tenaga dalam tinggi. Rupanya sang kakek hendak menguji tingkat tenaga dalam yang dimiliki pemuda gondrong di hadapannya. Sementara itu pemuda gondrong berbaju putih tampak cuek dan seenaknya menangkap papan kayu hitam yang menderu kearahnya dengan jepitan jari telunjuk dan ibu jari!
"Tenaga dalamnya sukar ku ukur tapi nampaknya tenaga dalam yang dimiliki oleh pemuda ini berada jauh diatas tenagaku dan tenaga Naga Kuning, Mungkin masih setingkat dengan Wiro…" batin sang kakek.
Sang Pemuda langsung mengamati sejenak Papan Kayu nisan yasng dipegangnya lalu mengendusendus di permukaan kulit kayu. "Basah… dan ada bau-bau aneh…" batin sang pemuda.
Sementara itu Naga Kuning tersenyum-senyum melihat kelakuan Sang pemuda namun sebaliknya dengan Setan Ngompol, Sang kakek mengucurkan keringat dingin sebesar kacang! Bagaimana tidak! Senjata sakti milik sang pemuda tadi di pakainya untuk menggilas baju dan celananya yang bau pesing! Buseet! Takut sang pemuda menanyakan perihal senjatanya, Sang kakek langsung mengajukan pertanyaan.
"Anak Muda, kalau aku boleh tahu siapakah namamu dan dari perguruan mana serta siapa pula nama gurumu…?"
Sang pemuda memandang sejenak kearah Setan ngompol dan langsung menyampirkan Papan Nisan ke punggungnya.
"Syukur… untung dia tidak menanyakan apa yang sudah kulakukan dengan papan senjatanya" batin Setan Ngompol sembari menarik nafas lega.
"Aku tidak memiliki perguruan kek, namaku Mahesa Edan dari Pegunungan Iyang aku…" belum sempat meneruskan ucapannya sang kakek sudah memotong cerita.
"Oh jadi kau Murid Sahabatku si Kunti Kendil itu! Bagaimana kabar gurumu?"
Mahesa Edan mengerenyitkan kening sembari memandang Setan Ngompol "Guru baik-baik saja kek. Kau beneran mengenal guruku kek?"
Setan Ngompol delikkan matanya. "Aku Setan Ngompol tak pernah berbohong! Belasan tahun lalu aku dan eyang mu itu pernah bersama-sama membasmi sarang penyamun Warok Alis Jingga di kaki gunung Wilis!" ucap sang kakek sembari berkacak pinggang sombong lupa kalau saat itu hanya berbugil cuma tertutup beberapa lembar daun keladi hutan!
Mahesa Edan cepat-cepat haturkan tangan didepan dada. "Mohon saya dimaafkan! Rupanya saya sedang berhadapan dengan seorang tokoh kosen angkatan tua! Harap kelakuan saya tadi dimaafkan" ucap sang pemuda masih sembari memberi hormat.
Sang kakek hendak lanjutkan ucapan namun terhenti kala di Sebrang Kaliprogo terdengar suara ribut-ribut. Mahesa Edan, Naga Kuning dan Setan Ngompol sontak angkat kepala dan mencoba memandang dari kejauhan kali. Diseberang sana terlihat seorang pemuda berbaju lurik sedang dikejar-kejar oleh beberapa orang berkuda.
Pemuda tersebut terlihat beberapa kali tersuruk jatuh namun secepatnya sang pemuda terlihat kembali bangkit dan melanjutkan larinya. Sementara itu di belakangnya terlihat tidak kurang empat orang penunggang kuda yang bertampang seperti prajurit kerajaan. Salah seorang dari mereka yang terlihat seperti pimpinan dari rombongan berkuda ini terlihat beberapa kali melepaskan pukulan jarak jauh kearah Sang Pemuda.
"Pangeran Banowo! Tolong hentikan seranganmu! Aku hanya minta kejelasan darimu soal kematian kakakku!" ujar sang pemuda masih sembari berlari.
"Ilmu aneh apa yang sudah di keluarkan oleh Kakek Aneh teman Pangeran Keparat itu? Mengapa aku tidak bisa mengeluarkan kepandaianku? Apakah dia punya kemampuan mengunci kepandaian orang lain?" batin sang pemuda masih terus berlari kala satu pukulan jarak jauh menghempas punggungnya dan membuat sang pemuda terlempar kedalam kali!
"Cepat Tolong Pemuda itu Kek!" teriak Naga Kuning.
Setan Ngompol yang memang posisinya paling dekat dengan tepian kali serta merta menceburkan tubuhnya dan berenang mengejar tubuh sang pemuda yang terbawa arus deras Kaliprogo.
Diseberang sana orang yang dipanggil dengan sebutan Pangeran Banowo tidak tinggal diam, secepatnya disuruhnya tiga orang prajurit kerajaan yang dibawanya untuk terjun ke kali, sementara dirinya kembali mulai melepaskan pukulan-pukulan sakti jarak jauh kearah Pemuda yang sedang terseret arus itu.
Perjuangan Setan Ngompol akhirnya membuahkan hasil, setelah berenang dengan susah payah menggapai tubuh sang pemuda yang timbul tenggelam dipermainkan arus kali. Sang kakek akhirnya terlihat berhasil menyambar tubuh sang pemuda yang terlihat pingsan lalu berenang menuju pinggiran kali, sementara itu air di sekeliling tubuhnya terlihat berbuncahan kala pukulan-pukulan jarak jauh yang dikeluarkan oleh Pangeran Banowo menghantam air Kaliprogo. Setelah beberapa saat akhirnya Sang kakek berhasil mencapai tepian Kali. Pada saat itulah dibelakangnya dirasakan satu sambaran Angin panas mendera tubuhnya!
"Awas kek…!" teriak Naga Kuning mencoba memperingati.
Sang bocah bergerak cepat berusaha mencoba menarik tubuh Setan Ngompol, namun dirinya terlambat kala satu bayangan Putih bergerak cepat mendahului. Bayangan putih yang tidak lain adalah Mahesa Edan angkat Papan Nisan Kayu Hitam didepan dada lalu memutarnya sedemikian rupa hingga Papan Nisan yang menjadi senjata andalannya tersebut berputar bagaikan gasing dan mengeluarkan suara menderu menggidikkan!
Tidak hanya sampai disitu kehebatan senjata andalan Pendekar dari Liang Kubur tersebut, dari goresan nama-nama yang terukir diatas papan nisan tiba-tiba memancar satu cahaya merah bergulung membuntal yang langsung menghantam pukulan sakti yang dikeluarkan oleh Pangeran Banowo!
Satu suara mengegelegar terdengar memekakkan telinga di seputaran Kaliprogo! Air yang mengalir di Kaliprogo serentak menggelegak dan pecah ke udara! Pucuk pohon Angsana yang banyak tumbuh di pinggiran kali tersebut banyak yang meranggas menghitam dan jatuh luruh ke tanah!
Setan ngompol sendiri terlihat menjeplok di tanah, wajahnya putih bagaikan kapas, kencingnya mancur awur-awuran! Di seberang sana hal yang sama juga terjadi pada Pangeran Banowo! Sementara itu Sang Pendekar Murid Eyang Kunti Kendil ini terlihat berdiri santai bersilang kaki sembari sikunya bertumpu pada pinggiran Papan Nisan senjatanya yang di tegakkan diatas tanah
"Masih ada lagi gan…?" ucapnya santai sembari menghembuskan asap rokok kawung yang sedari tadi masih terselip di sudut bibirnya! Buseet dah…!
* * *
DELAPAN
Kembali ke hutan Lasesatbuntu seribu enam ratus tahun dari jaman Naga Kuning dan Setan ngompol, perubahan yang terjadi pada diri Lakarontang tidak membuat ke tiga Kepala Negeri tersebut menjadi gentar. Didahului satu seruan keras kakek bermuka tirus dari Latanahsesat yang dikenal sebagai Hantu Labatu Rengkah melenting kedepan dengan kecepatan yang menakjubkan!
Kalau sebelumnya hanya kedua tangannya yang berubah menjadi sepasang tangan batu dengan jalur-jalur rengkahan batu berwarna merah membara, kini tampaknya sang kakek telah menggunakan seluruh ilmu kepandaian yang dimilikinya. Sekujur tubuh sang Kakek tampak berubah menjadi batu mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki! Tampak jalur-jalur berbentuk rengkahan memancarkan cahaya merah panas melapisi sekujur tubuhnya.
Kemarahan sang kakek sungguh tidak dapat lagi digambarkan dengan kata-kata! Dengan mengeluarkan jurus kepandaiannya yang terakhir bernama Hantu Batu Melepas Nyawa, sang kakek telah bertekad untuk sama-sama mengadu jiwa dengan Lakarontang! Di sudut lain Lakawung kepala negeri Latanahsilam terlihat bersuit panjang memanggil tunggangannya macan Kumbang bertaring panjang. Begitu binatang tunggangannya mendekat sang kepala negeri langsung melesat ke punggung binatang piaraannya seraya mencabut parang batu yang terselip di pinggangnya.
"Laekumbang! Hari ini kita mati bersama di tempat ini! Jangan khawatir! Tempat kita telah disediakan oleh para peri dan dewa atas langit!" ucap Lakawung seraya mengelus tengkuk binatang piarannya yang dibalas dengan gerengan pendek oleh binatang tersebut.
Lakawung kemudian menepuk pinggul Macan peliharaannya untuk melesat keatas, sembari melesat mulut Lakawung terlihat berkomat-kamit seraya mengacungkan parang batunya keatas! Keajaiban pun terjadi! Sosok lakawung dan Laekumbang peliharannya terlihat berpendar menyilaukan lalu berubah menjadi ratusan bahkan mungkin Ribuan Parang batu yang sama! Ribuan parang batu ini memancarkan cahaya aneh dan berterbangan melesat menuju tubuh Lakarontang yang tergantung diudara!
Inilah ilmu terakhir yang dikeluarkan oleh Lakawung dan binatang tunggangannya, Seribu Parang Batu Pengejar Roh! Ilmu ini merupakan satu ilmu terlarang karena sekali ilmu ini digunakan maka tubuh orang maupun tunggangannya akan berubah menjadi seribu bentuk Parang Batu yang berterbangan tanpa henti sebelum mengenai sasarannya! Namun sekali dikeluarkan maka tubuh orang yang mengeluarkan ilmu ini juga tidak akan bisa kembali kebentuk semula alias musnah bersamaan dengan musnahnya orang yang menjadi korban ilmu ini! Sungguh satu ilmu yang mengerikan!
Sementara itu Lanawi, Murid terakhir Datuk Tanpa Bentuk Tanpa wujud tampak berlutut menutupi wajahnya dengan kedua belah tangannya, lelehan air mata terlihat merembes dari sela-sela jemari tangannya.
"Lanawi! Jangan jadi manusia cengeng! Buka matamu dan lihatlah...!" Ucap satu suara di telinga Lanawi.
Lanawi perlahan menurunkan kedua belah tangannya dan saat itu juga matanya membentur potongan kepala, serta tubuh orang tua dan saudara-saudaranya yang hancur luluh lantak termakan keganasan Pukulan Salju Putih Latinggimeru! Air mata kembali merembes dari kedua sudut mata Lanawi.
"Kuatkan hatimu wahai muridku! Bukan dirimu yang membunuh orang tua dan saudara-saudaramu, tapi Dia! Murid murtad Lakarontang si Pengumpul Bangkai!"
Lanawi susutkan air mata dengan siku tangannya.
"Lanawi muridku, bukan kau saja yang mengalami hal seperti ini, lihatlah dua orang kerabatmu Lakawung dan Hantu Labatu Rengkah. Juga Kerabatmu Luh Pingkan Matindas yang telah lebih dahulu pergi mendahului kita… orang-orang yang mereka kasihi dibunuh dan mayatnya diculik sama sepertimu… disaat-saat terakhir mereka pun harus berhadapan dengan jenazah orang-orang yang mereka kasihi sama juga sepertimu! Tapi apa yang mereka lakukan? Mereka tidak menangis seperti dirimu! Kalau kau memang lelaki, bangkit dan bergabunglah bersama mereka! Tunjukan bahwa kau adalah salah satu Kepala Negeri Latanahtinggi yang patut dibanggakan!"
Lanawi serta bangkit berdiri pandangannya terlihat berapi menatap keatas bukit. "Maafkan saya Datuk! Memang tidak seharusnya perasaan membutakan pikiran saya. Biarlah Hari ini saya Lanawi bersumpah takkan pulang hidup-hidup sebelum membawa kepala Lakarontang!" Lanawi kemudian memejamkan matanya dan mulutnya terlihat bergerak-gerak merapal satu bacaan singkat.
Beberapa saat kemudian asap putih terlihat membungkus tubuh lanawi yang bergetar hebat lalu tiba-tiba ada ratusan serat putih halus terlihat menutupi sekujur tubuhnya! Serat halus itu semakin lama semakin banyak dan menggumpal hingga tubuh Lanawi berubah menjadi satu kepompong Raksasa! Tiba-tiba satu suara letusan terdengar dari bagian atas kepompong dibarengi melesatnya tiga ekor ulat raksasa coklat berbintik putih dari dalam kepompong! Ilmu Hantu Kepompong!
Kembali Tiga Ilmu Sakti Langka melesat menderu kearah Lakarontang yang masih tegak mengambang diatas udara, namun tidak seperti tadi, Lakarontang yang kini berwujud Jerangkong berwarna hitam tampaknya tidak akan tinggal diam! Dan benar saja, sesaat sebelum tiga ilmu pukulan ganas yang dikeluarkan oleh tiga orang berkepandaian tinggi dari tiga tempat yang berbeda ini menghantam tubuhnya makhluk jerangkong ini menggerakkan kedua tangan belulangnya keatas dan terjadilah hal yang menakjubkan!
Seluruh bukit bangkai terlihat bergerak-gerak hidup! Seluruh sosok mayat berjumlah ribuan yang menutupi bukit kecil itu terlihat bangkit berdiri! Tidak hanya sampai disitu, para mayat tanpa jiwa tersebut terlihat dengan kecepatan luar biasa saling memanjat pundak mayat yang lain sehingga dalam waktu sekejapan saja terbentuklah satu didnding tinggi berbentuk segitiga yang melindungi dan menutup tubuh jerangkong lakarontang! Dinding mayat ini tidak hanya terdiri dari satu lapisan saja namun terdiri dari belasan bahkan mungkin puluhan lapis dinding mayat! Sehingga ketebalannyapun jangan ditanya lagi!
Sementara itu tiga orang kepala negeri yang telah dirasuk dendam amarah itu tidak lagi memikirkan apa-apa selain keinginan untuk menghabisi orang yang telah membunuh dan menghancurkan anggota keluarga mereka. Hantu Labatu Rengkah dengan ilmunya yang berupa wujud hantu batu terus melesat menembusi barisan dinding mayat, mayat-mayat hidup yang mencoba merintangi jalannya langsung hangus luluh karena kekerasan panas tubuh sang hantu batu.
Disisi lain Lakawung dan tunggangannya yang berubah wujud menjadi Ribuan Parang batu juga berhasil menembusi barisan dinding mayat dengan mudah, mayat-mayat yang menghalangi langsung tercabik-cabik musnah oleh keganasan parang batu. Demikian juga yang terjadi pada sosok tiga ulat raksasa penjelmaan Lanawi yang dengan buasnya menghancur leburkan barisan dinding mayat dengan kekerasan tubuh dan taring ulatnya yang tajam. Dalam waktu tidak terlalu lama akhirnya barisan didnding mayat yang diciptakan oleh Lakarontang sudah berhasil dijebol!
Lalu dengan kecepatan yang luar biasa ilmu Hantu Batu melepas nyawa, Seribu Parang Batu pengejar Roh dan Ilmu Hantu Kepompong yang merupakan perwujudan pamungkas dari ketiga kepala Negeri tersebut dengan telak menghantam tubuh Lakarontang! Satu jeritan dahsyat terdengar membahana mengerikan memenuhi langit! Namun anehnya lama kelamaan jeritan panjang itu berubah menjadi tawa terbahak yang berkepanjangan!
"Datuk Tanpa Bentuk Tanpa wujud! Malang nian Nasib dirimu! Sudah Mati di tangan murid, hancur juga jazadmu di tangan murid! sungguh Kasihan sekali!" satu suara yang terdengar membahana seolah berasal dari liang kubur keluar dari mulut Lakarontang!
Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Lakarontang yang telah dihantam oleh tiga Ilmu Sakti yang merupakan ilmu tertingi kala itu masih bisa berbicara dengan sombongnya! Ternyata sesaat sebelum ketiga ilmu sakti menghantam tubuh Lakarontang tiba-tiba dari kumpulan bangkai yang masih bertebaran di sekitar tempat itu melesat satu sosok jenazah kakek tua renta yang kembali lagi seperti jenazah yang sudah-sudah melindungi tubuh Lakarontang!
Kakek ini mengenakan kain selempang dari kulit kayu yang dililitkan di sekujur tubuhnya. Dan jenazah Kakek ini tidak lain dan tidak bukan adalah Jenazah Datuk Tanpa Bentuk Tanpa wujud sendiri! Guru si Pengumpul Bangkai!
* * *
Sudah terlalu lama kita meninggalkan Pendekar kita di tanah Mataram Kuna. Seperti diceritakan dalam rangkaian cerita Jenazah Simpanan, Wiro yang kala itu baru saja menyembuhkan penyakit yang diderita oleh Sakuntaladewi alias Dewi Kaki Tunggal harus menerima kenyataan pahit sang Dewi meninggal karena bokongan Hantu Bara kaliatus.
Hantu Bara Kaliatus sendiri yang secara tiba-tiba muncul di tempat itu berusaha untuk membunuh raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala dibantu dengan rekannya yang ternyata adalah Lakasipo! Saat Wiro Dengan kemarahannya menyerang Hantu Bara Kaliatus yang telah membunuh Sahabatnya Sakuntaladewi, saat itulah Lakasipo datang membantu Hantu Bara Kaliatus dengan mengirimkan tendangan Kaki Batu Penghantar Roh yang sempat menyerempet pundak Sang Pendekar! (Untuk lebih jelasnya silahkan membaca episode sebelumnya: Jenazah Simpanan)
"Ya Gusti Allah…! Lakasipo! Aku saudara angkat mu Wiro! apa kau tidak mengingatku lagi?" teriak sang pendekar seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang.
Lelaki bertubuh tinggi besar dengan rambut panjang dan cambang bauk didepannya yang dikenalnya sebagai lakasipo Atau Hantu Kaki Batu yang bahkan sudah saling mengangkat saudara dengan dirinya dan Setan Ngompol serta Naga Kuning kini bukan saja sedang berdiri dihadapannya. Bahkan hendak membunuhnya!
"Demi Tuhan! Apa yang terjadi dengan dirimu Lakasipo? Dimana LUH Rinjani dan ayahmu Lasedayu?" kembali Sang pendekar ajukan pertanyaan, namun alih-alih mendapatkan jawaban kali ini yang didapat oleh Wiro adalah Lima larik sinar hitam yang keluar dari kuku tangan lakasipo! Lima Kutuk dari Langit!
Kejut sang pendekar bukan kepalang! Secepatnya sang pendekar jatuhkan diri berguling sama rata dengan tanah guna menghindari pukulan Lima Kutuk Dari Langit yang dilancarkan Lakasipo namun baru saja terhindar dari pukulan Lakasipo tiba-tiba angin panas disertai hujanan batu-batu berwarna merah membara kembali menderu mengarah tubuh sang pendekar!
Wiro keluarkan suara menggeram keras, masih dalam keadaan bergulingan di tanah Sang Pendekar mengeluarkan pukulan Tangan Dewa menghantam Batu karang yang diperoleh dari Datuk Rao Basaluang Ameh di Tangan Kanan sementara tangan kirinya mengeluarkan pukulan Dinding angin Berhembus Tindih Menindih yang diperolehnya dari Eyang sinto Gendeng!
Suara keras terdengar memenuhi udara kala pukulan Dinding angin Berhembus Tindih-Menindih bersamaan dengan pukulan Tangan Dewa menghantam Batu Karang melabrak Pukulan Bara Setan Penghancur Jagat yang dikeluarkan oleh Hantu Bara Kaliatus! Terdengar teriakan keras dari Mulut Latandai atau yang lebih dikenal dengan Nama Hantu Bara Kaliatus ini. Tubuhnya mencelat kebelakang dalam keadaan sekujur tubuh berasap!
"Wiro Kau tidak apa-apa?" ucap Ratu Randang sembari membantu Wiro berdiri sementara itu didepan sana tampak Lakasipo terlihat memapah bangun Hantu Bara Kaliatus.
"Ksatria Panggilan! Kau boleh miliki seribu ilmu kepandaian! Seribu Kesaktian! Tapi jangan harap kau bisa mengalahkan junjungan Kami Yang Mulia Jenazah Simpanan! Ingatlah! Kejahatan di Bumi Mataram mungkin bisa pupus malam ini bersamaan dengan Bulan Biru Di Mataram namun Bulan Biru Berikutnya akan kami luluh lantakkan seluruh tanah Jawa! Bahkan Seluruh Negeri! Ingat itu baik-baik Ksatria Panggilan!" seru Lakasipo sambil membalikkan Tubuh.
"Tunggu Lakasipo…!" Seru Wiro berusaha menahan Lakasipo.
Namun Laksipo yang sewaktu di Latanahsilam pernah mengangkat saudara dengan dirinya bersama Naga Kuning dan Setan Ngompol tidak menghiraukan panggilannya. Dengan masih memapah Hantu Bara Kaliatus, Laksipo melesat pergi menembus kegelapan malam. Saat Wiro Berusaha mengejar ke jurusan dimana Lakasipo dan Hantu Bara Kaliatus menghilang tiba-tiba dari langit turun satu Tabir Api raksasa menghantam kearah Wiro dan Ratu Randang!
"Semuanya berlindung…!" teriak Wiro. Sang pendekar semula hendak mempergunakan ilmu menyusup kedalam tanah Pemberian Kakek Kumara Gandamaya namun melihat besarnya Tabir Api yang turun Sang Pendekar Khawatir jika teman-temannya yang lain tidak dapat meloloskan diri seperti dirinya!
Dalam keadaan genting seperti itu tiba-tiba sang pendekar teringat pada nenek sakti Rauh Kalidathi. Secepatnya Wiro merangkapkan tangan di depan dada lalu membaca satu rapalan, begitu kakinya yang menjejak diatas tanah digeser pelan, mendadak dari tubuh sang pendekar keluar tiga sosok tubuh yang serupa dengan Wiro!
Begitu keluar dari dalam tubuhnya ketiga sosok yang amat serupa dengan Wiro ini sama-sama pentangkan tangan keatas lalu bersama dengan sosok Wiro yang asli. Ketiga sosok Wiro ini berteriak keras lalu hentakan kedua tangan keatas sembari mengeluarkan Pukulan Angin Es! Empat jalur hawa udara dingin membekukan keluar dari sepasang tangan keempat sosok wiro dan langsung menghantam Tabir Api!
Suasana dingin yang mencucuk tulang membuat setiap orang termasuk Dewi Ular, Kakek Kumara Gandamayana dan Sang Raja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala menggigil dengan gigi bergemeretakan! Satu ledakan dan cahaya terang menyilaukan menyinari Langit mataram! Api yang turun dilangit langsung Padam menguap setelah terhantam Pukulan Angin Es yang dilepaskan Oleh Keempat Wiro. Butiran-butiran kembang air atau salju berjatuhan turun menghiasi angkasa langit Mataram Sang Pendekar memandang Salju yang berguguran dengan pandangan sayu.
"Nenek Rauh Kalidathi, aku benar-benar tertolong dengan ilmu pemberianmu…" perlahan tiga bayangan wiro hasil ilmu pemberian Rauh Kalidathi yakni Tiga Bayangan Pelindung Raga perlahan kembali masuk kedalam tubuh Sang Pendekar.
"Lamanyala… satu lagi tokoh Latanahsilam terpesat ke negeri ini… sebenarnya apa yang sedang terjadi…" desis Wiro kala melihat dari kejauhan satu sosok yang dikobari api melesat ke jurusan menghilangnya Lakasipo dan Hantu Bara Kaliatus.
"Aku harus segera menemukan eyang Sinto…" batinnya kembali. Perlahan Wiro membalikkan tubuhnya lalu memandang kearah teman-temannya. "Kalian semua tidak apa-apa...?"
Ratu Randang dan Dewi Ular serempak menggelengkan kepalanya.
"Kami semua tidak apa-apa Ksatria Panggilan, semua berkat pertolonganmu…" ucap Raja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala.
Wiro hanya tersenyum pahit, pandangannya kembali membentur sosok Jenazah Sakuntaladewi atau Dewi Kaki Tunggal. Setelah hening sejenak Wiro merasa seseorang memegang pundaknya. Kala Wiro berpaling dilihatnya Kunti Ambiri atau Dewi Ular tengah memegang pundaknya sembari mencoba tersenyum.
"kita harus membawa jenazah Dewi kedalam keraton…"
Sang pendekar mengangguk pelan, lalu perlahan dibopongnya tubuh dingin Dewi Kaki Tunggal dan bersama yang lain berjalan memasuki Keraton. Sang Pendekar masih sempat berbalik menatap Langit Mataram yang dihiasi oleh serpihan-serpihan salju yang tertiup angin hasil pukulan Angin Es. Tanpa terasa setitik air menetes dipipinya. Entah butiran salju atau airmata. Hanya Sang Pendekar yang tahu!
S E L E S A I