Legenda Di Balik Asal Usul Nama Kota Di Indonesia

Legenda dibalik asal usul nama kota di Indonesia
Sonny Ogawa

Legenda dibalik asal usul nama kota di Indonesia - Bangga rasanya telah terlahir dan hidup dibumi Indonesia. Bagaimana tidak, Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan dianugerahi alam yang begitu indah serta segudang cerita di dalamnya.

Mulai dari legendanya, mitos, hingga kebudayaan. Menariknya, beberapa kota atau wilayah di tanah air juga menyimpan cerita yang patut untuk disimak. Pemberian nama kota atau wilayah yang kita tempati tentunya tak sembarang diberikan begitu saja, melainkan lahir dari legenda maupun cerita rakyat dari leluhur. Berikut 4 asal usul nama kota di Indonesia menurut cerita legenda yang dikutip dari beberapa sumber.

1. Kota Surabaya

Legenda dibalik asal usul nama kota di Indonesia

Surabaya, Jawa Timur, merupakah salah satu kota yang memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan Indonesia. Di sini banyak para pahlawan pemberani lahir dan mencetus ide untuk kemerdekaan negeri ini. Sehingga tak heran Surabaya dijuluki sebagai Kota Pahlawan. Tapi darimana asal usul nama Surabaya, ya?

Sebenarnya asal usul nama Kota Pahlawan ini memiliki banyak versi, mulai dari versi sejarah hingga versi cerita mitos atau legenda. Namun, pada artikel ini penulis akan membahas menurut versi legenda. Berikut kisahnya:

Dahulu kala, di perairan sebelah utara Jawa Timur, hiduplah seekor baya atau buaya dan seekor sura atau hiu yang saling bermusuhan. Mereka berkelahi hanya karena berebut mangsa. Keduanya sama-sama kuat, sama-sama tangkas, sama-sama cerdik, sama-sama ganas. Sudah berkali-kali mereka berkelahi belum pernah ada yang menang atau pun yang kalah. Akhirnya mereka mengadakan kesepakatan.

"Baya, Aku sudah bosan terus-terusan berkelahi", kata Hiu Sura.

"Benar Sura. Akupun merasa demikian" jawab Baya. "Lalu, apa yang harus kita lakukan untuk menghentikan permusuhan ini?"

Hiu Sura sudah punya rencana untuk menghentikan perkelahiannya dengan Buaya segera menerangkan. "Aku punya usul. Bagaimana kalau daerah kekuasaan kita bagi dua. Aku sepenuhnya berkuasa di dalam air. Semua mangsa yang ada di dalam air menjadi bagianku. Sementara kau sepenuhnya berkuasa di daratan. Jadi, mangsamu hanya yang berada di daratan saja," usul Sura. "Tapi, perlu kamu ketahui bahwa sebagai batas antara daratan dan air, yaitu tempat yang dicapai oleh air laut pada waktu pasang surut!"

"Baik aku setujui usul mu itu!" kata Baya."

Dengan adanya pembagian wilayah kekuasaan, maka tidak ada lagi perkelahian antara Sura dan Baya. Keduanya telah sepakat untuk menghormati wilayah masing-masing.

Namun, perdamaian itu tidak berlangsung lama. Karena Sura beberapa kali mencari mangsa di sungai, bukan di laut. Suatu hari, ketika Hiu Sura mencari mangsa di sungai, Baya akhirnya memergokinya. Tentu saja Baya marah sekali melihat perilaku Sura yang melanggar perjanjian.

"Sura! Berani-beraninya kamu memasuki wilayah kekuasaan ku! Mengapa kamu melanggar perjanjian kita?" tanya Baya dengan kesal.

"Siapa yang melanggar perjanjian? Baya, apakah kamu ingat isi perjanjian kita dulu bahwa akulah yang berkuasa di wilayah air? Bukankah sungai ini juga ada airnya?" kata Hiu Sura.

Benar apa yang dikatakan Hiu Sura. Tapi, Baya tetap bersikeras ingin mempertahankan daerah kekuasaannya. "Sura. Aku tahu kalau sungai ini ada airnya. Tapi, bukankah kamu lihat sendiri bila sungai ini berada di darat?" tanya Baya. "Itu berarti sungai ini daerah kekuasaanku, sedangkan daerah kekuasaanmu ada di laut."

Namun, Hiu Sura tetap merasa bahwa alasannya yang paling kuat. "Tidak bisa, Baya! Aku tidak pernah mengatakan bahwa air itu hanya ada di laut, tetapi air itu juga ada di sungai."

"Sura. Kamu memang sengaja mencari gara-gara. Aku tidak sebodoh yang kamu kira", kata Baya.

Ha ha ha, Sura tertawa terbahak-bahak. "Baya. Aku tidak perduli kamu bodoh atau pintar. Yang jelas sungai ini adalah wilayah kekuasaanku!"

Merasa ditipu, Baya pun meminta agar perjanjian itu dibatalkan dan menantang Sura untuk saling mengadu kekuatan.

"Baiklah kalau begitu, Sura. Perjanjian kita batal! Sekarang, siapa yang lebih kuat di antara kita, dialah yang akan menjadi penguasa tunggal di wilayah ini", tegas Baya.

"Kau menantangku berkelahi lagi, Baya? Siapa takut?" jawab Hiu Sura.

Karena tidak ada yang mau mengalah, maka pertempuran sengit antara Hiu Sura dan Baya terjadi lagi. Pertarungan kali ini semakin seru dan dahsyat. Saling menerjang dan menerkam, saling menggigit dan memukul. Dalam waktu sekejap, air disekitarnya menjadi merah oleh darah yang keluar dari luka-luka kedua binatang tersebut. Mereka terus bertarung mati-matian tanpa istirahat sama sekali.

Dalam pertarungan dahsyat tersebut, Buaya mendapat gigitan Hiu Sura di pangkal ekornya sebelah kanan. Selanjutnya, ekornya itu terpaksa selalu membengkok kekiri. Sementara ikan Sura juga tergigit ekornya hingga hampir putus, lalu ikan Sura kembali ke lautan. Buaya puas telah dapat mempertahankan daerahnya.

Pertarungan antara ikan Hiu yang bernama Sura dan Buaya ini sangat berkesan di hati masyarakat Surabaya. Oleh karena itu, nama Surabaya selalu dikait-kaitkan dengan peristiwa tersebut. Dari peristiwa inilah kemudian dibuat lambang Kota Surabaya yaitu gambar "ikan Hiu sura dan buaya". Demikianlah cerita Asal Usul Nama Kota Surabaya berdasarkan cerita rakyat Surabaya.

2. Kota Tapak Tuan, Aceh Selatan

Tapak Tuan, sebuah wilayah di Kabupaten Aceh Selatan. Tapak Tuan dikenal juga dengan sebutan Kota Naga. Nama Tapak Tuan tidak lepas dari cerita dan legenda Tuan Tapa dan dua ekor naga raksasa.

Di wilayah ini, terdapat sejumlah tempat wisata yang memiliki banyak cerita. Ada pantai Tapak Tuan Tapa, air terjun 7 tingkat, Pulau Dua, Batu Berlayar, dan makam Tuan Tapa. Di bibir pantai Tapak Tuan Tapa, terdapat jejak telapak kaki raksasa berukuran sekitar 4 x 3 meter. Tapak kaki manusia ini berada di atas bebatuan karang pantai.

Lalu, bagaimana asal usul nama Tapak Tuan? Berikut kisahnya:

Alkisah, dizaman dahulu kala, di Aceh Selatan hidup sepasang naga. Sepasang naga ini, memiliki anak perempuan yang disebut Putri Naga atau Putri Bungsu. Putri ini cantik jelita. Putri nan rupawan ini, menurut cerita didapat dari laut lepas disaat selesai badai dahsyat yang menenggelamkan sebuah kapal dari daratan cina.

Konon, pada saat itu, sepasang naga tersebut sedang menyusuri lautan. Si Naga jantan tiba-tiba berhenti, tertegun memperhatikan sebuah titik hitam ditengah laut. Titik hitam itu menarik perhatiannya. Lamat-lamat titik hitam itu kian mendekat ke arah sang naga disebabkan oleh arus gelombang laut. Si Naga Jantan dan Betina terus memperhatikan titik hitam itu.

Ketika titik hitam itu semakin mendekat, Sang Naga melihat adanya kayu pecahan dari sebuah kapal dan diantara kayu-kayu tersebut terdapat seorang bayi mungil tersangkut diatas kayu yang mengapung. Bayi mungil ini terapung-apung dipermainkan ombak hingga akhirnya sepasang naga itu menolong dan mengasuhnya disarang mereka.

Karena sepasang naga tersebut tidak mempunyai keturunan lalu bayi mungil itu mereka jadikan sebagai anak pungut dan diberi nama dengan Putri Bungsu atau lebih dikenal dengan nama Putri Naga. Sepasang naga dan si putri bungsu mendiami sebuah daratan disekitar Desa Batu Itam (nama sekarang) Kecamatan Tapaktuan Aceh Selatan. Sepasang naga itu sangat senang mendapatkan putri berbentuk manusia. Dengan suka cita sepasang naga tersebut mengasuh dan merawat si putri.

Sementara itu, setelah selamat dan menepi kedarat orangtua kandung si Putri (asal dari cina) begitu sedih kehilangan buah hatinya setelah perahu mereka kandas dihempas badai dahsyat. Mereka berpikir bahwa anak perempuan kesayangannya sudah hilang tenggelam dalam laut, sehingga dengan perasaan pilu (menurut cerita) merekapun kembali kenegeri asal dengan menumpang kapal dagang lain.

Kedua Naga itu sangat menyanyangi putri pungut mereka. Bahkan, Naga betina selalu memeluk putri kecil itu dalam cengkeramnya agar tidak hilang. Layaknya anak-anak, Putri bungsu setelah sadar dari pingsannya, ketakutan dan menangis sejadi-jadinya begitu melihat sosok Naga yang menyeramkan.

Walaupun sedih, sepasang naga tersebut berupaya agar Putri bungsu tidak merasa ketakutan dan mau menerima mereka sebagai keluarga barunya. Seiring waktu, Putri bungsu akhirnya menerima keadaannya dan bergaul dengan hangat dengan sepasang naga tersebut.

Saking sayangnya pada Putri Bungsu, naga jantan menciptakan tempat bermain nan indah di gunung itu. Mulai dari tempat pemandian si putri hingga tempat-tempat lainnya dipenuhi agar Putri Bungsu suka dan tidak pergi dari mereka. Semua itu dilakukan agar Putri Bungsu betah tinggal bersama mereka.

Begitulah, sementara itu waktu terus bergulir. Putri Bungsu pun sudah merangkak remaja. Kedua ekor naga tersebut sangat memuji akan kecantikan Putri Bungsu. Matanya sedikit sipit, kulit yang putih serta pembawaannya yang anggun membuat sepasang naga makin sayang kepada Putri Bungsu. Mereka sangat memanjakan sang putri.

Sementara itu, Putri Bungsu yang bertahun-tahun tinggal dan menetap bersama dua ekor naga dalam sebuah gua mulai merasa tidak betah. Berkali-kali dia meminta pada ‘orangtua asuhnya’ agar diperkenankan untuk melihat daratan dan melihat orang-orang.

Namun kedua naga tidak menyetujui. Dalam anggapan mereka, apabila si putri diizinkan keluar, maka kemungkinan untuk ditinggalkan sudah tentu ada. Itulah sebabnya Putri Bungsu tidak pernah dibawa ke daratan.

Hingga pada suatu hari, Putri Bungsu bertekat untuk segera meninggalkan kediaman orang tua asuhnya tersebut. Niat untuk melarikan diri ini pun dirancang dengan matang sehingga kedua naga yang cerdas itu tidak mengetahui. Hari demi hari terus berlalu, Putri Bungsu yang jelita semakin patuh pada aturan sang naga.

Hal ini membuat sepasang naga yakin dan percaya bahwa si putri tidak akan meninggalkan mereka. Oleh karena itu, sering terlihat sepasang naga pergi mengarungi lautan dan meninggalkan Putri Bungsu sendiri di goa kediaman mereka.

Putri Bungsu bukanlah gadis yang bodoh. Walaupun sering ditinggalkan sendiri sehingga peluang untuk pergi terbuka, tapi demi menjaga kepercayaan sang naga kepadanya, dia membiarkan keadaan tersebut berlangsung. Bahkan, pada suatu hari ada terlihat sebuah kapal yang melaju agak dekat dengan kediamannya.

Dalam hatinya merasa sangat gembira manakala terlihat olehnya manusia-manusia yang berpakaian rapi berdiri dianjungan kapal. Saat itu dengan berani, Putri Bungsu mulai sering menampakkan diri dipenggir goa agar kehadirannya disitu menjadi perhatian setiap kapal yang lewat.

Hingga pada suatu ketika, disaat sepasang naga berpamitan untuk pergi agak lama sehingga harus meninggalkan sang putri sendirian digoa. Putri Bungsu sangat girang karena dalam kurun waktu tersebut, rencana untuk melarikan diri akan terlaksana.

Begitulah, setelah puluhan kilometer naga berlalu, ada sebuah kapal berlayar dan kebetulan sudah menyaksikan keelokan sang putri dan nakhkoda kapal pun segera bersandar didekat pulau itu kemudian membawa Putri Bungsu berlayar.

Biasanya, setiap kapal tidak berani dekat-dekat dengan pulau tersebut karena sering bertiup angin kencang dan sering membuat awak kapal sangat kerepotan menjaga agar tidak tenggelam. Hal ini disebabkan oleh ulah kedua naga itu yang tidak ingin tempat mereka didekati.

Setelah Sang Putri berlayar, ditempat lainnya, Naga betina merasa hatinya tidak nyaman sehingga memutuskan untuk kembali kekediaman mereka. Namun betapa bingungnya kedua naga itu karena keberadaan putri bungsu tidak terlihat. Seluruh sudut pulau itu mereka susuri namun Putri Bungsu sudah hilang. Naga Betina sangat sedih sementara itu naga jantan marah.

Akhirnya diputuskan untuk mencari Putri Bungsu dilautan lepas. Sasaran mereka adalah kapal-kapal yang lewat. Kebetulan dilautan terlihat sebuah titik hitam yang melaju dekat dengan sebuah pulau besar. Dengan segera kedua naga tersebut mengejarnya. Setelah mengintai, mereka melihat Putri Bungsu berada disana. Kedua naga sangat marah, mengira Putri mereka diculik manusia sehingga kapal dan seluruh penumpang menjadi terancam.

Dengan ketakutan, seluruh penumpang kapal berteriak-teriak. Angin membawa teriakan mereka pada sebuah goa yang bernama Goa Kalam. Didalamnya terdapat seorang tua yang sedang bertapa. Orang tua ini disebut dengan Tuan Tapa. Tuan tapa yang mendengar jeritan dan teriakan ketakutan merasa tidak tentram. Lalu, Tuan tapa mengambil tongkatnya dan keluar dari goa.

Dengan kesaktiannya, Tuan Tapa melihat dengan jelas ditengah lautan terjadi perkelahian antara sepasang naga dengan penumpang kapal. Tanpa menunggu, Tuan Tapa kemudian merubah ukuran tubuhnya menjadi besar, (menurut cerita, laut didaerah Tapak tuan hanya sebatas pinggangnya). Setelah itu dengan pesat, Tuan Tapa menengahi perkelahian yang tidak seimbang itu.

Namun sepasang naga yang sudah kalap berbalik menyerang Tuan Tapa. Karena terjadi gelombang besar akibat gerakan sepasang naga itu, Kapal pun terlempar jauh. Perkelahian antara sepasang naga dengan Tuan Tapa berlangsung seru. Bertubi-tubi kedua naga menyemburkan api dari mulutnya sementara ekor dan cakar mereka tidak ketinggalan menyerang. Begitulah, berkat kesaktian dari Tuan Tapa, semua serangan sepasang naga berhasil diredam.

Akibat perkelahian itu, Pulau besar yang berada ditengah laut pun hancur dan terpisah-pisah menjadi 99 buah (selanjutnya disebut dengan Pulau Banyak, pulau ini berada di kabupaten Aceh Singkil).

Hingga pada suatu ketika, Tongkat Tuan Tapa berhasil mengenai tubuh naga jantan sehingga hancur terberai. Darahnya memancar keluar, sebagian besar terpencar ke bagian pesisir dan membeku (selanjutnya tempat dimana darah naga itu tumpah disebut dengan Desa Batu Sirah atau Batee Mirah). Sementara hati dan jantungnya juga tercampak kepesisir (daerah ini disebut dengan desa Batu Itam atau Batu yang menghitam). Naga Jantan mati dengan tubuh hancur.

Melihat pasangannya mati, Naga betina ketakutan lalu melarikan diri. Demi menghindari dari kematian, Naga Betina yang panik lari tanpa tujuan dan menabrak sebuah pulau lainnya sehingga pecah menjadi dua pulau (selanjutnya disebut dengan Pulau Dua, berada diwilayah laut Kecamatan Bakongan Timur Kabupaten Aceh Selatan).

Sementara itu, akibat dari pertempuran antara sepasang Naga dan Tuan Tapa, masih meninggalkan jejak berupa tongkat. Setelah dipugar, Tongkat itu, dipercayai sebagai tongkat Tuan Tapa.

Kemudian, Bagaimana nasib sang Putri? Menurut cerita, Sang Putri akhirnya kembali hidup normal layaknya manusia dan hidup bahagia bersama kedua orangtuanya didaratan cina.

Dan Lagenda ini telah diperkuat dengan beberapa bukti yang telah ditinggalkan oleh Si Tuan Tapa berupa Tongkat dan Topinya yang berada di tengah laut Tapak tuan dan hanya bisa di lihat dari sebuah gunung yang bernama Gunung Lampu menjelang pasang sudah surut. Kemudian sebuah Tapak kaki dan makam Tuan Tapa yang ukurannya besar.

Begitulah sedikit cerita tentang Legenda asal usul nama kota Tapak Tuan berdasarkan cerita rakyat Tapak Tuan

3. Kota Banyuwangi

Blue fire kawah Ijen

Kota lain yang namanya di ambil dari cerita legenda adalah Banyuwangi. Kota yang terkenal dengan wisata pantai pelengkung alias Viland untuk pecinta surfing atau Gunung Kawah Ijen yang menakjubkan ini memiliki legenda menarik yang kemudian menjadi inspirasi pemberian nama kota Banyuwangi. Ada dua versi, namun dalam artikel ini penulis akan mengisahkan salah satu diantaranya. Berikut kisahnya:

Pada zaman dahulu di kawasan ujung timur pulau Jawa terdapat sebuah kerajaan besar yang diperintah oleh seorang Raja yang adil dan bijaksana. Raja tersebut mempunyai seorang putra yang gagah bernama Raden Banterang. Kegemaran Raden Banterang adalah berburu.

“Pagi hari ini aku akan berburu ke hutan. Siapkan alat berburu,” kata Raden Banterang kepada para abdinya.

Setelah peralatan berburu siap, Raden Banterang disertai beberapa pengiringnya berangkat ke hutan. Ketika Raden Banterang berjalan sendirian, ia melihat seekor kijang melintas di depannya. Ia segera mengejar kijang itu hingga masuk jauh ke hutan. Ia terpisah dengan para pengiringnya.

“Kemana seekor kijang tadi?” kata Raden Banterang, ketika kehilangan jejak buruannya. “Akan ku cari terus sampai dapat,” tekadnya.

Raden Banterang menerobos semak belukar dan pepohonan hutan. Namun, binatang buruan itu tidak ditemukan. Ia tiba di sebuah sungai yang sangat bening airnya.

“Hemm, segar nian air sungai ini,”

Raden Banterang minum air sungai itu, sampai merasa hilang dahaganya. Setelah itu, ia meninggalkan sungai. Namun baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba dikejutkan kedatangan seorang gadis cantik jelita.

“Seorang gadis cantik jelita? Benarkah ia seorang manusia? Jangan-jangan setan penunggu hutan,” gumam Raden Banterang bertanya-tanya.

Raden Banterang memberanikan diri mendekati gadis cantik itu. “Kau manusia atau penunggu hutan?” sapa Raden Banterang.

“Saya manusia,” jawab gadis itu sambil tersenyum.

Raden Banterang pun memperkenalkan dirinya. Gadis cantik itu menyambutnya. “Nama saya Surati berasal dari kerajaan Klungkung. Saya berada di tempat ini karena menyelamatkan diri dari serangan musuh. Ayah saya telah gugur dalam mempertahankan mahkota kerajaan,” Jelasnya.

Mendengar ucapan gadis itu, Raden Banterang terkejut bukan kepalang. Melihat penderitaan puteri Raja Klungkung itu, Raden Banterang segera menolong dan mengajaknya pulang ke istana. Tak lama kemudian mereka menikah membangun keluarga bahagia.

Pada suatu hari, puteri Raja Klungkung berjalan-jalan sendirian ke luar istana.

“Surati! Surati!” panggil seorang laki-laki yang berpakaian compang-camping.

Setelah mengamati wajah lelaki itu, ia baru sadar bahwa yang berada di depannya adalah kakak kandungnya bernama Rupaksa. Maksud kedatangan Rupaksa adalah untuk mengajak adiknya untuk membalas dendam, karena Raden Banterang telah membunuh ayahandanya.

Surati menceritakan bahwa ia mau diperistri Raden Banterang karena telah berhutang budi. Dengan begitu, Surati tidak mau membantu ajakan kakak kandungnya. Rupaksa marah mendengar jawaban adiknya. Namun, ia sempat memberikan sebuah kenangan berupa ikat kepala kepada Surati.

“Ikat kepala ini harus kau simpan di bawah tempat tidurmu,” pesan Rupaksa.

Pertemuan Surati dengan kakak kandungnya tidak diketahui oleh Raden Banterang, dikarenakan Raden Banterang sedang berburu di hutan. Tatkala Raden Banterang berada di tengah hutan, tiba-tiba pandangan matanya dikejutkan oleh kedatangan seorang lelaki berpakaian compang-camping.

“Tuanku, Raden Banterang. Keselamatan Tuan terancam bahaya yang direncanakan oleh istri tuan sendiri,” kata lelaki itu. “Tuan bisa melihat buktinya, dengan melihat sebuah ikat kepala yang diletakkan di bawah tempat peraduannya. Ikat kepala itu milik lelaki yang dimintai tolong untuk membunuh Tuan,” jelasnya.

Setelah mengucapkan kata-kata itu, lelaki berpakaian compang-camping itu hilang secara misterius. Terkejutlah Raden Banterang mendengar laporan lelaki misterius itu. Ia pun segera pulang ke istana. Setelah tiba di istana, Raden Banterang langsung menuju ke peraaduan istrinya. Dicarinya ikat kepala yang telah diceritakan oleh lelaki berpakaian compang-camping yang telah menemui di hutan.

“Ha! Benar kata lelaki itu! Ikat kepala ini sebagai bukti! Kau merencanakan mau membunuhku dengan minta tolong kepada pemilik ikat kepala ini!” tuduh Raden Banterang kepada istrinya. “Begitukah balasanmu padaku?” tandas Raden Banterang.

”Jangan asal tuduh. Adinda sama sekali tidak bermaksud membunuh Kakanda, apalagi minta tolong kepada seorang lelaki!” jawab Surati.

Namun Raden Banterang tetap pada pendiriannya, bahwa istrinya yang pernah ditolong itu akan membahayakan hidupnya. Nah, sebelum nyawanya terancam, Raden Banterang lebih dahulu ingin mencelakakan istrinya. Raden Banterang berniat menenggelamkan istrinya di sebuah sungai.

Setelah tiba di sungai, Raden Banterang menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki compang-camping ketika berburu di hutan. Sang istri pun menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki berpakaian compang-camping seperti yang dijelaskan suaminya.

“Lelaki itu adalah kakak kandung Adinda. Dialah yang memberi sebuah ikat kepala kepada Adinda,” Surati menjelaskan kembali, agar Raden Banterang luluh hatinya.

Namun, Raden Banterang tetap percaya bahwa istrinya akan mencelakakan dirinya.

“Kakanda suamiku! Bukalah hati dan perasaan Kakanda! Adinda rela mati demi keselamatan Kakanda. Tetapi berilah kesempatan kepada Adinda untuk menceritakan perihal pertemuan Adinda dengan kakak kandung Adinda bernama Rupaksa,” ucap Surati mengingatkan. “Kakak Adindalah yang akan membunuh kakanda! Adinda dimintai bantuan, tetapi Adinda tolak!”

Mendengar hal tersebut, hati Raden Banterang tidak cair bahkan menganggap istrinya berbohong.

“Kakanda! Jika air sungai ini menjadi bening dan harum baunya, berarti Adinda tidak bersalah! Tetapi, jika tetap keruh dan bau busuk, berarti Adinda bersalah!” seru Surati.

Raden Banterang menganggap ucapan istrinya itu mengada-ada. Maka, Raden Banterang segera menghunus keris yang terselip di pinggangnya. Bersamaan itu pula, Surati melompat ke tengah sungai lalu menghilang.

Tidak berapa lama, terjadi sebuah keajaiban. Bau nan harum merebak di sekitar sungai. Melihat kejadian itu, Raden Banterang berseru dengan suara gemetar. “Istriku tidak berdosa! Air kali ini harum baunya!”

Betapa menyesalnya Raden Banterang. Ia meratapi kematian istrinya, dan menyesali kebodohannya. Namun sudah terlambat.

Sejak itu, sungai menjadi harum baunya. Dalam bahasa Jawa disebut Banyuwangi. Banyu artinya air dan wangi artinya harum. Nama Banyuwangi kemudian menjadi nama kota Banyuwangi.

Demikianlah cerita Asal Mula Nama Kota Banyuwangi Jawa Timur berdasarkan cerita rakyat Banyuwangi

4. Kota Balikpapan

Balikpapan adalah kota besar di Provinsi Kalimantan Timur yang dijuluki Banua Patra (Kota Minyak) atau Bumi Manuntung. Terdapat beragam legenda yang cukup menarik seputar asal mula Balikpapan.

Salah satu di antaranya adalah legenda yang mengisahkan sekelompok orang kepercayaan Putri Aji Tatin tertimpa musibah di tengah laut. Perahu yang mereka tumpangi dihempas gelombang besar hingga hancur berantakan.

Bagaimana nasib orang-orang kepercayaan sang Putri tersebut? Berikut kisahnya:

Dahulu, di Tanah Pasir, Kalimantan Timur, terdapat sebuah kerajaan besar yang dipimpin oleh Raja Aji Muhammad yang terkenal adil dan bijaksana. Berkat kepemimpinan Sang Raja, negeri itu senantiasa aman, makmur, dan sentosa. Penduduknya hidup dari hasil laut dan pertanian yang melimpah. Negeri itu memiliki wilayah yang cukup luas, salah satunya adalah sebuah teluk dengan pemandangan yang amat indah.

Raja Aji Muhammad memiliki seorang putri bernama Aji Tatin. Dialah calon tunggal pewaris tahta kerajaan. Itulah sebabnya, semua kasih sayang ayah dan ibunya tercurah kepada Aji Tatin. Setelah beranjak dewasa, Putri Aji Tatin dinikahkan dengan seorang putra bangsawan dari Kutai.

Sebagai putri tunggal, pesta pernikahan Aji Tatin dilangsungkan sangat meriah. Puluhan sapi dan kerbau disembelih untuk dihindangkan kepada para tamu undangan dari berbagai penjuru negeri. Tidak hanya para pembesar dari kerajaan tetangga, tetapi juga seluruh rakyat negeri itu turut berpesta. Hari itu merupakan hari indah dan bahagia bagi kedua mempelai.

Saat pesta sedang berlangsung, Raja Aji Muhammad bangkit dari singgasananya untuk memberikan hadiah kepada putri tercitanya.

"Putriku, Aji Tatin, di hari yang penuh bahagia ini Ayah memberikan wilayah teluk yang indah dan mempesona itu sebagai hadiah pernikahanmu", kata sang Raja di hadapan putri dan disaksikan oleh seluruh undangan, "Kini, teluk itu telah menjadi wilayah kekuasaanmu. Engkau pun boleh memungut upeti dari rakyatmu".

"Terima kasih, Ayahanda. Semoga Ananda bisa menjaga amanat ini," ucap Putri Aji tin dengan perasaan bahagia.

Sejak itulah, Putri Aji Tatin menjadi raja di teluk tersebut. Untuk memungut upeti dari rakyat, ia dibantu oleh suaminya dan seorang abdi setia bernama Panglima Sendong. Ketika itu, upeti yang dipungut dari rakyatnya berupa hasil bumi, terutama kayu yang sudah berbentuk papan. Papan tersebut akan digunakan untuk membangun istana.

Suatu hari, orang-orang kepercayaan Putri Aji Tatin yang dipimpin oleh Panglima Sendong sedang memungut upeti dari rakyat. Upeti berupa papan tersebut diangkut melalui laut dengan menggunakan perahu.

Namun, ketika mereka telah hampir sampai di teluk, tiba-tiba angin bertiup sangat kencang. Selang beberapa saat kemudian, gelombang laut yang amat dahsyat menerjang perahu yang mereka tumpangi. Seluruh penumpang perahu menjadi sangat panik.

"Ayo, cepat dayung perahunya ke teluk!" teriak Panglima Sendong.

Mendengar seruan itu, para pendayung pun segera mengayuh perahu mereka dengan cepat. Namun, semuanya sudah terlambat. Sebelum perahu itu mencapai teluk, gelombang laut yang semakin besar menabrak bagian lambung perahu. Air laut pun masuk dan memenuhi seluruh bagian perahu. Tak ayal, perahu yang dipenuhi papan kayu itu pun terbalik.

Perahu yang sudah hampir tenggelam itu kemudian terbawa gelombang laut dan akhirnya terhempas ke sebuah karang di sekitar teluk sehingga pecah berantakan.

Tokong (galah) para pendayung pun patah. Papan kayu yang memenuhi perahu itu sebagian hanyut ke laut dan sebagian yang lain terdampar di tepi teluk.

Sementara itu, tak seorangpun dari penumpang perahu selamat, termasuk Panglima Sendong. Putri Aji Tatin dan suaminya amat bersedih atas musibah yang menimpa panglima dan orang-orang kepercayaannya.

Untuk mengenang peristiwa tersebut, maka wilayah teluk tempat perahu itu terbalik dinamakan Balikpapan, yaitu dari kata balik dan papan. Sementara itu, karang tempat terhempasnya perahu itu semakin lama semakin besar sehingga menjadi sebuah pulau. Hingga kini, pulau itu disebut Pulau Tukung yang berasal dari kata tokong, yaitu tokong para awak perahu yang patah akibat terhempas di karang.

Demikian cerita Asal Mula Nama Kota Balikpapan daerah Kalimantan Timur berdasarkan cerita rakyat nusantar

Nah, itulah beberapa cerita legenda tentang asal usul nama kota di Indonesia. Semoga setelah baca ini kita semua jadi tambah pintar karena tahu sejarah nama-nama kota di atas.

AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.