Badai Laut Selatan merupakan episode ke-3 dari rangkaian cerita silat karya Kho Ping Hoo Serial Keris Pusaka Sang Megatantra. Episode ini adalah lanjutan langsung dari episode sebelumnya yaitu Nurseta Satria Karang Tirta.
Cuplikan: "Aduh Kakangmas Pujo, telapak kakiku sakit, batu karang ini tajam runcing dan nakal, menggigit kakiku!" keluhnya lalu mogok jalan, duduk di atas batu, jari-jari tangan kecil mungil halus mengusap sinom yang berjuntai di atas dahi, membasah oleh peluh. Alis hitam menjelirit mengerut, bibir yang merah membasah merengut.
Pujo berhenti melangkah dan menengok. Sejenak ia terpesona. Kartikosari telah sebulan lebih menjadi isterinya namun setiap saat ia masih saja terpesona akan kejelitaan isterinya. Amboi... bisik hatinya kagum. Di dunia ini tak mungkin ada keduanya, wanita seindah ini bentuk tubuhnya sekuning halus ini kulitnya, secantik jelita ini wajahnya.
Dari ujung rambut yang hitam subur mengandan-andan dengan rambut sinom melingkar-lingkar di depan telinga dan atas dahi, sampai ke tumit kaki yang kemerahan, membuktikan kesempurnaan ciptaan Yang Maha Wenang sebagai anugerah.
Pujo berjongkok di depan isterinya. Ia tersenyum lebar dan wajahnya yang tampan berseri-seri, matanya yang tajam bersinar-sinar. la maklum bahwa telah kumat lagi penyakit isterinya, yaitu penyakit manja yang muncul semenjak mereka menikah.
Perjalanan menuju Laut Selatan ini memang tidak mudah, bahkan terlalu sukar bagi manusia biasa, harus mendaki Pegunungan Seribu, naik turun puncak dan jurang, menerjang rumpun duri dan alang-alang. Akan tetapi, isterinya bukanlah wanita biasa, melainkan seorang wanita gemblengan yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, sakti mandraguna, dan telah menerima pelajaran berbagai ilmu olah keperajuritan dan ilmu kesaktian.
Kartikosari adalah puteri tunggal Resi Bargowo yang sakti mandraguna. Tikaman segala keris biasa masih belum dapat menembus kekebalan kulit yang halus menguning itu. Masa sekarang berjalan di atas batu karang saja telapak kakinya menjadi sakit-sakit?
Akan tetapi, tentu saja Pujo tidak melahirkan pengertian ini dalam bentuk kata-kata. Terlalu besar kasih sayangnya kepada isterinya sehingga ia jauhi benar sikap dan kata-kata yang akan menyinggung hati kekasih. Dengan penuh perhatian dan mesra ia membersihkan tanah lempung dari telapak kaki isterinya yang halus kemerahan itu, kemudian memijit-mijitnya untuk mengusir rasa lelah....