Sungai Huang-ho atau Sungai Kuning yang amat terkenal di Tiongkok itu menumpahkan airnya di laut Pohai yang termasuk di Propinsi Shan-tung sebelah utara. Berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus kerajaan boleh ganti-berganti, jutaan manusia mati dan hidup lagi, namun Sungai Kuning tetap mengalirkan airnya ke dalam laut.
Ketika itu, Kerajaan Tang yang semenjak abad ke tujuh hidup subur dan makmur, dalam permulaan abad ke delapan mulai mengalami perubahan besar. Korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh para pembesar dan pegawai negeri dari yang terendah sampai yang paling tinggi kedudukannya, membuat negara menjadi lemah, rakyat menjadi sengsara, dan kekacauan timbul di mana-mana.
Juga bangsa-bangsa lain, seperti bangsa Tibet yang tadinya sudah menjadi sahabat baik sejak Sron-can Gam-po, kepala suku bangsa Tibet, menikah dengan Puteri Wan Ceng, kini mulai kelihatan mengambil sikap kurang baik.
Suku bangsa Tibet yang menjadi kuat sekali itu, sering kali menunjukkan sikap bermusuhan dan menghina kepada bala tentara Tang yang menjaga di tapal batas utara. Juga suku bangsa Nam-cow memperlihatkan sikap tidak bersahabat.
Semua ini bisa timbul karena Kerajaan Tang nampak kacau di sebelah dalam. Kekuatan pasukan menjadi rusak, penuh oleh kutu busuk yang berupa panglima-panglima tukang korupsi besar-besaran. Dalam keadaan seperti itulah cerita ini terjadi.