Pendekar Remaja
Karya Kho Ping Hoo
JILID 18
Hong Beng tetap menjaga di belakang pintu yang tertutup itu sedangkan Goat Lan telah memberi makan sebuah Giok-ko lagi kepada Pangeran yang kini nampak lebih segar dari pada kemarin. Kaisar melihat sendiri betapa Goat Lan bersungguh-sungguh berusaha mengobati puteranya, maka diam-diam Kaisar ini memperhatikan Goat Lan dan menjadi kagum sekali.
Ketika dari luar terdengar suara ketokan pintu oleh bayangkari yang melaporkan bahwa makanan dan minuman telah dibawa datang oleh pelayan-pelayan wanita, Kaisar segera memerintahkan pelayan-pelayan wanita yang banyaknya lima orang di dalam kamar itu untuk mengambil hidangan-hidangan itu. Pelayan-pelayan baru yang datang membawa makanan tidak diperkenankan masuk!
Sesudah hidangan disiapkan, Kaisar mengajak Hong Beng dan Goat Lan untuk makan bersama! Suatu kehormatan yang besar sekali dan belum pernah ada orang biasa diajak makan bersama oleh Kaisar!
Akan tetapi Hong Beng yang amat hati-hati dengan sopan dan halus memohon maaf dan menolaknya, karena dia tidak mau meninggalkan pintu yang dijaganya itu. Dia maklum bahwa kalau dia lalai sehingga Bu Kwan Ji dan kaki tangannya sampai dapat menyerbu masuk, akan celakalah dia, Goat Lan, dan juga Pangeran Mahkota!
Sebaliknya, karena dia merasa sangat lapar, Goat Lan tidak menolak ajakan Kaisar dan makanlah mereka bertiga, yakni Kaisar, Pangeran dan Goat Lan. Kaisar dan Pangeran sungguh merasa gembira sekali, oleh karena telah berbulan-bulan Pangeran tidak kuasa turun dari pembaringan, akan tetapi sekarang bahkan dapat makan satu meja dengan ayahnya!
Dalam kesempatan ini, Kaisar mengajukan banyak pertanyaan kepada Goat Lan tentang orang tuanya, tentang guru-gurunya dan mengapa gadis ini dengan mati-matian hendak mengobati Pangeran.
“Apakah karena kau merasa menjadi rakyat hendak berbakti kepadaku yang menjadi rajamu?” tanya Kaisar memandang tajam.
“Memang ada juga keinginan hati hamba untuk berbakti, akan tetapi yang utama sekali karena hamba hendak menjunjung serta melindungi nama baik mendiang suhu hamba, yakni Yok-ong Sin Kong Tianglo!”
Dengan jujur gadis ini kemudian menceritakan keadaannya, menceritakan pula tentang pengorbanan suhu-nya yang sampai meninggal dunia dalam usahanya mencarikan obat guna menyembuhkan Pangeran Mahkota. Pangeran yang kini telah berusia empat belas tahun itu merasa terharu mendengar penuturan Goat Lan dan dengan berlinang air mata ia lalu berkata,
“Nona, besar sekali budi mendiang suhu-mu dan engkau. Kami tak akan melupakan budi pertolongan yang besar ini.”
“Kau memang baik sekali, Nona Kwee. Sudah sepatutnya kalau kau mendapat anugerah besar. Tunggu saja kalau Pangeran sudah sembuh benar!”
“Hamba tidak mengharapkan hadiah atau pun anugerah, sebab anugerah Paduka berupa kebijaksanaan dan keadilan kepada rakyat jelata sudah merupakan anugerah terbesar yang dapat Paduka berikan! Hanya hamba merasa kuatir sekali karena jelas bahwa ada komplotan jahat yang tidak ingin melihat kesembuhan Pangeran Mahkota. Harap Paduka suka berlaku hati-hati dan segera menangkap orang-orang seperti Bu Kwan Ji dan ketiga orang tabib istana itu. Sudah terbukti bahwa ketika hamba memberi buah Giok-ko yang Paduka teruskan kepada orang she Bu itu, ternyata setelah sampai di tangan Pangeran telah ditukar dengan buah lain yang berbahaya!”
Kaisar mengangguk-angguk. “Jangan kuatir, sesudah selesai pengobatan ini, pasti akan kulakukan tindakan keras untuk menghukum dan menyiksa mereka supaya mengaku.”
Akan tetapi pada saat itu, di luar terdengar ribut-ribut. Hong Beng yang sudah siap sedia, mendekati pintu dan mendengarkan dari celah-celah daun pintu. Ternyata bahwa yang sedang ribut mulut dengan para bayangkari itu adalah suara Bu Kwan Ji, ketiga orang tabib, dan Ban Sai Cinjin.
“Apakah kalian sudah gila? Tidak tahukah kalian siapa aku hingga kalian berani mampus sekali melarangku untuk masuk ke dalam kamar Pangeran?!” Terdengar suara Bu Kwan Ji membentak-bentak marah.
“Maafkan kami, Bu-ciangkun. Tentu saja kami mengenal Ciangkun dengan sangat baik. Akan tetapi kami hanya mentaati perintah dari Hong-siang, maka harap Ciangkun suka memaklumi.”
“Bagaimana bunyi perintah Hong-siang?”
“Bahwa tidak seorang pun, siapa pun juga orang itu, boleh masuk ke dalam kamar ini.”
Sunyi untuk sesaat, baru kemudian terdengar suara Ngo-tok Lo-koai Ang Lok Cu, “Kami bertiga adalah tabib-tabib istana yang bertugas menjaga Pangeran Mahkota yang tengah sakit. Apakah kami juga tidak boleh masuk?”
“Sungguh menyesal sekali, Totiang, kami tidak berani melanggar perintah dan larangan Hong-siang!” jawab bayangkari yang setia itu.
“Mungkin Hong-siang tidak maksudkan kami yang dilarang masuk,” terdengar Bu Kwan Ji membujuk lagi. “Coba kau laporkan ke dalam kepada Hong-siang, bahwa Bu-ciangkun beserta tiga tabib besar mohon menghadap untuk membuat laporan tentang pengejaran para pemberontak!”
“Kami tak berani, Bu-ciangkun. Sudah jelas sekali perintah Kaisar bahwa siapa pun juga tidak diperbolehkan masuk ke kamar ini. Bahkan kami sendiri pun kalau tidak dipanggil, tidak berani membuka pintu ini!”
Sunyi lagi sesaat lamanya.
“Apakah Hong-siang berada di dalam?” tanya lagi Bu Kwan Ji.
“Betul, Ciangkun,” jawab bayangkari.
“Siapa lagi selain Hong-siang dan para pelayan berada di dalam? Apakah ada orang luar yang masuk?”
“Setahu kami tidak ada orang luar, Ciangkun. Akan tetapi entahlah, sebab kali ini Kaisar berlaku amat ganjil dan penuh rahasia.”
Pendengaran Hong Beng yang tajam dapat menangkap suara bisik-bisik dan ia maklum bahwa Bu Kwan Ji tentunya sedang berunding dengan ketiga orang tabib itu. Kemudian terdengarlah tindakan kaki mereka menjauhi tempat itu. Hong Beng menarik napas lega, karena tidak perlu dia mempergunakan senjatanya untuk mencegah mereka memasuki kamar itu.
Akan tetapi, kelegaan di dalam dada Hong Beng itu tidak berlangsung lama. Menjelang tengah hari terdengar suara-suara lagi di depan pintu, dan kini selain suara Bu Kwan Ji dan kawan-kawannya, terdengar pula suara yang amat merdu dan halus.
Suara ini adalah suara selir terkasih dari Kaisar yang bernama Song Tian Ci. Seperti sudah dituturkan di bagian depan, Song Tian Ci yang amat dikasihi oleh Kaisar ini telah mempunyai seorang putera dan dia telah dapat dibujuk oleh Bu Kwan Ji sehingga kedua orang durjana ini mengadakan hubungan gelap di luar tahunya Kaisar. Keduanya telah mengadakan komplotan gelap untuk membiarkan Pangeran Mahkota meninggal dunia karena penyakitnya agar kelak putera dari Song Tian Ci dapat menggantikan kedudukan raja.
Ketika Bu Kwan Ji mendengar dari para bayangkari bahwa Kaisar melarang siapa pun juga memasuki kamar Putera Mahkota, panglima ini lalu cepat mencari kekasihnya itu dan kini Song Tian Ci sendiri yang maju ke depan untuk mempergunakan kekuasaannya memberi jalan kepada Bu Kwan Ji dan tiga orang tabib yang menjadi kaki tangannya itu.
Akan tetapi sekali ini dia pun tertegun melihat betapa para bayangkari tetap tidak mau memberi jalan kepadanya! Betapa pun juga, terhadap Song Tian Ci, para bayangkari tak berani berlaku keras karena mereka telah tahu pula akan kekuasaan dan pengaruh selir ini yang tidak kalah oleh Permaisuri sendiri!
“Kalau kalian tidak mau memberitahukan Kaisar mengenai kedatanganku, jangan kalian menyesal apa bila besok kalian akan kehilangan kepala!” Selir ini berkata dengan marah sekali.
Akhirnya salah seorang bayangkari tidak dapat menahan rasa gelisahnya, maka dia lalu membuka pintu itu dan melangkah masuk. Alangkah terkejutnya ketika dia melihat Hong Beng berdiri dengan tongkat di tangan di belakang pintu itu! Begitu bayangkari itu masuk dan melihat Kaisar sedang duduk di atas pembaringan Putera Mahkota, dia cepat-cepat menjatuhkan diri berlutut.
“Mengapa kau masuk tanpa dipanggil?!” Kaisar membentak marah. “Apakah kau sudah bosan hidup?!”
“Mohon beribu-ribu ampun atas kelancangan hamba, Paduka. Di luar kamar telah datang Song-thai-thai yang memaksa hamba memberitahukan kedatangan dan permohonannya untuk masuk menjumpai Paduka.”
Mendengar bahwa selirnya yang datang, lenyaplah kemarahan Kaisar. Ia memang amat mencinta selir ini yang dianggapnya amat baik, maka dia berpikir lebih baik dikawani oleh selir itu dalam keadaan yang amat menegangkan urat syarafnya menghadapi pengobatan puteranya ini.
“Hemm, biarkan dia masuk ke dalam,” katanya kemudian.
Bayangkari itu memberi hormat sambil mengerling dengan kening berkerut ke arah Hong Beng yang berdiri menjaga dengan tongkat di tangan, kemudian kepada Goat Lan yang sedang masak daun obat. Setelah itu dia mengundurkan diri, keluar dari kamar itu untuk menyampaikan perkenan Kaisar kepada Song Tian Ci.
Dengan girang dan bangga, Song Tian Ci lalu mengajak Bu Kwan Ji, ketiga tabib yaitu Cu Tong Hwesio, Cu Siang Hwesio, dan Ang Lok Cu untuk ikut masuk ke dalam kamar. Sekarang para bayangkari tak berani melarang lagi, sungguh pun perintah Kaisar hanya mengijinkan selirnya saja yang masuk.
Sebagai pembuka jalan, Song Tian Ci masuk dengan jalan di sebelah depan. Kemudian di belakangnya menyusul Bu Kwan Ji, ketiga orang tabib itu, dan Ban Sai Cinjin.
Ketika pintu terbuka, Hong Beng melihat munculnya seorang wanita yang cantik sekali. Meski pun usia wanita ini sudah tiga puluh tahun lebih, namun kecantikannya memang amat mengagumkan. Ia dapat menduga bahwa wanita ini tentu selir Kaisar yang tadi oleh bayangkari disebut Song-thai-thai, karena itu dia hanya menjura dan berdiri di samping, memberi jalan.
Akan tetapi ketika dia melihat Bu Kwan Ji hendak ikut masuk, cepat dia melangkah maju dan membentak, “Keluar kau!”
Tongkatnya berkelebat dan telah menodong di dada panglima itu sehingga Bu Kwan Ji menjadi terkejut dan pucat, kemudian cepat melompat keluar kembali. Hong Beng cepat menutupkan kembali daun pintu itu!
Begitu tiba di dalam kamar, selir yang cantik itu berdiri dengan muka terbelalak.
“Siapa kau?” bentaknya kepada Hong Beng, kemudian dia menghampiri Goat Lan sambil membentak, “Dan kau ini perempuan dari mana dan apa yang kau lakukan di tempat ini?”
Sebelum Goat Lan dan Hong Beng sempat menjawabnya, Kaisar telah maju menyambut selirnya sambil tertawa-tawa.
“Lihatlah, betapa manjurnya obat yang dibawa oleh Nona ini! Lihat puteramu telah hampir sembuh!”
Kaisar itu lalu memegang tangan selirnya dan dibawanya selir itu ke dekat pembaringan Pangeran yang segera bangun dan memberi hormat dari pembaringannya kepada ibu tiri ini.
Sungguh pun di dalam hatinya Song Tian Ci merasa tertikam dan marah sekali, namun selir yang cerdik ini dapat tersenyum dengan wajah berseri. “Syukurlah, tidak percuma setiap malam hamba bersembahyang sampai tengah malam, memohon kepada Thian Yang Maha Esa untuk menolong dan menyembuhkan penyakit puteranda. Akan tetapi, siapakah dua orang muda itu? Mengapa mereka berada di sini?”
“Memang lucu sekali!” kata Kaisar sambil tertawa geli. “Lihat saja gadis muda yang cantik jelita itu. Walau pun masih muda, dialah yang mengobati penyakit puteramu. Dia adalah Kwee Goat Lan, murid dari mendiang Raja Obat Sin Kong Tianglo! Dan yang seorang lagi itu, yang tak pernah melepaskan tongkatnya, dia adalah putera Pendekar Bodoh...”
Pucatlah wajah Song Tian Ci mendengar hal ini. “Putera Pendekar Bodoh? Bukankah dia dan ayahnya telah menjadi pemberontak-pemberontak berbahaya?”
“Ha-ha-ha!” Kaisar malah tertawa. “Memang ia adalah pemberontak! Lihat saja sikapnya. Dengan tongkat di tangan dia sudah menahanku di dalam kamar ini, melarangku keluar! Ha-ha-ha, alangkah lucunya. Aku, Kaisar yang berkuasa, ditahan di kamarku sendiri!”
Song Tian Ci semakin terkejut dan cepat memandang ke sekeliling kamar dengan mata menyelidik. Dia melihat lima orang pelayan wanita yang duduk menanti perintah dengan menundukkan muka seakan-akan tidak ada peristiwa ganjil terjadi, demikian pula dua orang thai-kam, dan empat orang penjaga yang berlutut di sudut tanpa berani bergerak! Mudah saja dilihat bahwa meski pun di situ ada Kaisar, sesungguhnya yang menguasai keadaan adalah Hong Beng, pemuda yang berdiri dengan gagahnya itu.
“Tidak usah kau kuatir,” Kaisar menghibur selirnya, “walau pun pemberontak, dia adalah pemberontak yang baik! Lucu, bukan? Dia melarangku keluar dan melarang orang-orang masuk ke dalam kamar sebab dia tidak mau pengobatan puteramu terganggu! Ia mengira bahwa ketiga orang tabib kita adalah orang yang berhati khianat. Lucu, bukan?”
Bukan main terkejutnya hati Song Tian Ci mendengar ini. Sampai berapa jauhnya orang muda itu mengetahui rahasia komplotannya? Akan tetapi dia pun menjadi lega hati ketika Kaisar tidak menyatakan sesuatu tentang dia dan Bu Kwan Ji.
“Siapa dapat percaya tuduhan jahat itu? Paduka, harap waspada dan berhati-hati, siapa tahu kalau kedua orang ini benar-benar mempunyai niat buruk!”
Akan tetapi Kaisar hanya tertawa saja dan mengajak selirnya duduk di ujung yang jauh dari tempat tidur pangeran di mana mereka lalu bercakap-cakap dengan mesra.
Sementara itu, ketika Bu Kwan Ji melihat Hong Beng berada di kamar itu dengan tongkat di tangan, ia lalu keluar dan cepat mengajak kawan-kawannya berunding.
“Celaka,” kata Bu Kwan Ji sesudah mengajak kawan-kawannya pergi dari situ, “pemuda putera Pendekar Bodoh itu bersama kawan wanitanya telah berada di kamar Pangeran. Tidak tahunya merekalah yang melakukan semua larangan dan agaknya mereka hendak mengobati Pangeran disaksikan sendiri oleh Kaisar!”
Ketiga orang tabib itu menjadi pucat mendengar ini. “Tentu Kaisar telah diberi tahu oleh mereka tentang penukaran buah itu!” kata Ang Lok Cu.
“Habis, apa yang dapat kita lakukan?” kata Bu Kwan Ji bingung. “Kaisar sendiri berada di dalam kamar itu dan agaknya membantu mereka. Celaka!” Akan tetapi diam-diam dia menaruh pengharapan besar kepada kekasihnya, yakni Song Tian Ci yang sudah masuk ke dalam kamar Putera Mahkota.
“Kita masuk saja dengan berkeras kemudian mengeroyok kedua orang muda itu! Apa sih sukarnya?” kata Ban Sai Cinjin sambil mengebulkan asap huncwe-nya.
“Akan tetapi, hal ini akan membikin marah Kaisar dan celakalah kita kalau Kaisar sudah bercuriga kepada kita!” bantah Bu Kwan Ji yang menjadi gelisah sekali.
Akan tetapi dalam hal siasat kejahatan, Bu Kwan Ji kalah jauh oleh Ban Sai Cinjin, kalah cerdik dan kalah pengalaman. Sambil tertawa haha-hehe, Ban Sai Cinjin berkata,
“Bu-ciangkun, kenapa begitu bodoh? Kau adalah seorang panglima besar yang dipercaya penuh oleh Kaisar. Bukan rahasia lagi bahwa kau sedang mengejar-ngejar pemberontak, yakni putera-putera Pendekar Bodoh. Dan sekarang kau mengetahui bahwa kedua orang pemberontak yang kau kejar-kejar itu berada di dalam kamar Pangeran Mahkota. Kalau tiba-tiba kau masuk menyerbu dengan para perwira untuk menangkap atau membunuh pemberontak-pemberontak yang berbahaya, meski Kaisar akan menjadi marah, mudah saja bagimu mencari alasan yang kuat. Kau dapat mengatakan bahwa kau menguatirkan keadaan Kaisar dan hendak melenyapkan orang-orang jahat yang dapat mencuri masuk ke dalam istana. Apa salahnya?”
Tiga orang tabib itu segera menyatakan persetujuannya dan Bu Kwan Ji berpikir keras. Ada benarnya juga ucapan kakek mewah ini. Memang dia dapat melakukan hal itu, dan seandainya dia dapat menangkap atau membunuh kedua orang muda tadi, dan apa bila Kaisar marah, mudah saja baginya untuk minta maaf, apa lagi masih ada Song Tian Ci yang akan membelanya dan yang akan membujuk Kaisar!
Sore hari itu Pangeran Mahkota sudah nampak sehat setelah dua kali dia makan buah Giok-ko. Menurut perhitungan, sekali lagi atau sehari lagi maka akan tertolonglah nyawa Pangeran Mahkota ini. Diam-diam Goat Lan dan Hong Beng merasa girang sekali dan Goat Lan berkata kepada Kaisar,
“Oleh karena Paduka telah menyaksikan sendiri bahwa hamba dan kawan hamba bukan orang-orang jahat atau pemberontak-pemberontak sebagaimana orang sudah menuduh hamba, maka sudah jelas bahwa Pangeran Ong Tiang Houw sekeluarga tidak berdosa apa-apa. Karena itu hamba mohon sudilah kiranya Paduka menaruh hati kasihan kepada keluarga Pangeran Ong dan membebaskan mereka.”
Kaisar mengangguk-angguk. “Mudah saja, Nona. Biarlah kita melihat dan menanti satu hari lagi sampai puteraku betul-betul sembuh.”
Sementara itu, dengan bisikan-bisikan mesra dan bujukan-bujukan halus, Song Tian Ci berusaha membangkitkan kecurigaan Kaisar terhadap dua orang muda itu. “Betapa pun juga, hamba masih curiga besar,” katanya, “maka harus hamba sendiri yang minumkan obat kepada puteranda!”
Pada saat itu obat daun yang dimasak oleh Goat Lan telah matang dan telah didinginkan. Goat Lan sudah bersiap hendak memberi minum kepada Pangeran ketika tiba-tiba selir cantik itu meminta obat di tangannya. Akan tetapi, gadis yang memiliki kepandaian tinggi ini berkeras menolaknya.
“Aku harus memeriksa dulu isi cawan itu!” kata selir itu dengan bengis. “Siapa tahu kalau kau memberinya minum racun seperti kemarin dulu?”
Goat Lan tak menduga bahwa selir ini adalah pemegang kendali komplotan yang hendak membunuh Putera Mahkota, maka dengan halus ia berkata,
“Maaf, tidak boleh orang lain yang meminumkannya, kecuali aku sendiri!”
Selir itu hendak marah dan hendak merampas cawan, akan tetapi mana mungkin ia bisa mendekati Goat Lan? Pada waktu selir itu masih mengejar-ngejar sambil memaki-maki, Kaisar datang membujuknya.
“Biarlah, biarkan Nona itu meminumkannya sendiri. Apa bila kelak ternyata bahwa putera kita sembuh, masih banyak waktu untuk mengadilinya!”
Malam hari itu, di atas genteng kamar itu terdapat empat orang yang mengintai ke dalam. Hanya Hong Beng dan Goat Lan saja yang dapat mengetahui hal ini, bahkan mereka berdua tahu betul bahwa yang datang adalah empat orang yang berkepandaian tinggi.
Memang yang berada di atas itu adalah Ban Sai Cinjin dan ketiga orang tabib istana. Bu Kwan Ji tidak berani muncul, karena tentu saja ia tidak mau secara berterang melakukan percobaan ini. Ia hanya memberi tugas kepada empat orang kawannya ini untuk terlebih dahulu secara rahasia mencoba untuk membunuh kedua orang muda itu atau kalau tidak mungkin boleh juga membunuh Pangeran Mahkota!
Goat Lan dan Hong Beng tahu betul bahwa mereka tak usah menguatirkan keselamatan Kaisar dan selirnya. Siapa berani mengganggu Kaisar? Akan tetapi, keselamatan Putera Mahkota harus dijaga baik-baik.
Pada malam hari itu, Goat Lan tengah memasak daun obat berikutnya untuk diminumkan keesokan harinya. Akan tetapi malam hari itu, begitu mendengar suara kaki orang di atas genteng, dia lalu meninggalkan masakan obat dan mendekati Pangeran Mahkota yang sudah tertidur. Ia memberi isyarat dengan mata kepada Hong Beng yang membalasnya, dan pemuda ini pun siap sedia di dekat pintu dengan penuh kewaspadaan.
Sesaat suasana sunyi saja. Tiba-tiba terdengar angin mendesir dan tiga sinar kecil sekali menyambar ke bawah, ke arah Putera Mahkota, Goat Lan serta Hong Beng! Goat Lan menyambar ujung selimut di atas pembaringan itu dan sekali dia mengebut, dua batang jarum yang mengarah dia dan Pangeran sudah menancap pada selimut itu! Juga Hong Beng dengan mudah saja mengelak sehingga nampak sebatang jarum hitam menancap pada lantai di dekatnya!
Kaisar belum tidur dan Kaisar ini di waktu mudanya pernah mempelajari ilmu silat, maka dia dapat melihat juga sinar tiga batang jarum tadi.
“Apakah itu?” tanyanya.
Goat Lan dan Hong Beng lalu memperlihatkan tiga batang jarum itu kepada Kaisar dan meletakkan senjata-senjata rahasia itu ke atas meja sambil berkata,
“Ada orang jahat sengaja menyerang hamba berdua dan Pangeran!”
Kaisar terkejut sekali, akan tetapi pada saat itu dari atas menyambar turun asap hitam yang bergulung-gulung.
“Cepat, Koko. Telan obat ini!” Gadis itu mengeluarkan sebutir pil merah kepada Hong Beng yang segera menelannya.
Hawa harum dan hangat keluar dari dalam perutnya, memenuhi mulut dan hidung. Goat Lan sendiri menelan sebutir pil merah dan berkata kepada Kaisar,
“Harap paduka menyelamatkan diri di ujung kamar, akan tetapi sebaiknya semua orang berbaring di atas lantai agar jangan terserang oleh asap beracun itu!”
Dengan cekatan sekali Goat Lan lalu memondong Pangeran yang masih tidur, kemudian menidurkannya di sudut kamar, di atas lantai yang sudah ditilami dengan selimut tebal. Bingunglah semua pelayan dan mereka dengan wajah pucat lalu menurut nasehat Goat Lan, berbaring di atas lantai.
Sementara itu, asap makin banyak masuk. Memang ini adalah perbuatan Ban Sai Cinjin yang mengeluarkan asap pemabok. Dia tidak ingin membunuh Kaisar, maka asap yang dilepaskan dari huncwe-nya hanyalah asap yang cukup kuat untuk memabukkan orang.
Dalam suasana tegang dan sibuk ini, selir Kaisar tiba-tiba melompat dan berlari menuju ke tempat pemasakan obat.
“Aku masih tidak percaya kepadamu! Mungkin semua ini adalah buatanmu sendiri untuk meracuni kami!”
Selir ini lantas berpura-pura lari menghampiri Goat Lan, akan tetapi dengan cerdik sekali kakinya menendang tempat obat sehingga tumpahlah seluruh obat ini. Goat Lan hendak menghalangi, akan tetapi terlambat. Dengan gemas Goat Lan lalu membentak,
“Mundurlah! Hanya kepada Kaisar dan Pangeran saja aku tunduk, tetapi tidak kepadamu! Kalau kau tidak mundur, terpaksa akan kupukul!”
Akan tetapi sebelum ia menggerakkan tangan, selir itu telah menghisap asap hitam dan sambil mengeluh dia segera terhuyung-huyung. Untung Goat Lan cepat menangkapnya, kemudian mengangkat dan membawanya kepada Kaisar. Gadis itu membiarkan selir tadi berbaring di situ dan dia cepat kembali ke tempat Hong Beng berdiri.
“Ban Sai Cinjin, manusia pengecut! Jika kau berani, turunlah! Jangan menggunakan akal busuk!”
Terdengar Ban Sai Cinjin tertawa bergelak, lalu disusul dengan suara Ang Lok Cu, tosu yang melepas jarum-jarum berbisa tadi.
“Jangan gelisah, Hong-siang! Hamba sekalian datang untuk membebaskan Paduka dan menangkap pemberontak berbahaya ini!”
Genteng dibuka dari atas dan agaknya orang-orang di atas genteng itu akan menyerbu ke dalam, akan tetapi terdengar Kaisar berseru keras,
“Ang Lok Cu Totiang! Apakah kau dan yang lain-lainnya sudah gila? Hayo cepat mundur sebelum aku menjatuhkan hukuman mati kepada kalian!”
Suara Kaisar sangat berpengaruh sehingga terdengar oleh para bayangkari di luar pintu, yang tidak tahu apa yang sedang terjadi di dalam kamar, akan tetapi mereka tetap saja tidak berani masuk.
Mendengar bentakan Kaisar ini, Ang Lok Cu dan kawan-kawannya menjadi jeri juga dan mereka mengajak Ban Sai Cinjin pergi dari situ. Ban Sai Cinjin merasa kecewa dan tidak puas, akan tetapi tanpa bantuan kawan-kawan ini, apa dayanya terhadap Goat Lan dan Hong Beng yang sudah dikenal kelihaiannya itu? Mereka pun segera pergi dari tempat itu dan asap hitam yang ringan itu perlahan-lahan naik ke atas genteng sehingga kamar itu menjadi bersih kembali.
Selir yang tadinya pingsan kini sudah siuman kembali, dan menangis terisak-isak karena mendapat marah dari Kaisar yang masih belum sadar bahwa selirnya inilah sebenarnya kepala komplotan jahat itu! Selama itu sampai pagi tidak terjadi sesuatu lagi.
Baiknya Goat Lan masih mempunyai banyak daun obat sehingga ia dapat memasak obat lagi. Begitu terang tanah dan Pangeran sudah bangun, gadis ini kemudian memberi buah Giok-ko ke tiga. Semenjak makan obat Giok-ko dan daun To-hio, keadaan Pangeran itu sudah baik sekali. Kalau biasanya ia selalu mengeluarkan kotoran darah, kini darah telah berhenti dan sakit pada perutnya sudah lenyap sama sekali.
Giranglah hati Kaisar dan dia hendak menyuruh membuka pintu. Akan tetapi Goat Lan mencegahnya dan menyatakan bahwa masih sekali lagi Pangeran harus minum air daun obat siang nanti.
Akan tetapi tiba-tiba di luar terdengar suara gaduh dan disusul dengan teriakan-teriakan keras.
“Buka pintu! Tangkap pemberontak! Tolong dan bebaskan Kaisar!”
Suara gaduh itu adalah suara senjata yang beradu karena ternyata bahwa Bu Kwan Ji bersama beberapa orang perwira serta tiga orang tabib itu sudah datang menyerbu dan memaksa membuka pintu. Ketika bayangkari melawan, mereka ini langsung diserang!
Pintu terbuka dan lima orang bayangkari cepat menghampiri Kaisar untuk melindunginya, sedangkan yang lain masih menahan majunya para penyerbu itu!
“Cepat lindungi Kaisar dan Pangeran!” seru Goat Lan kepada lima orang bayangkari itu, kemudian dia dan Hong Beng lalu menyerbu keluar.
“Tangkap pemberontak!” seru Bu Kwan Ji ketika melihat kedua orang muda itu.
“Kaulah pemberontak dan pengkhianat!” seru Goat Lan.
Sedangkan Hong Beng tidak mau banyak cakap lagi, langsung menyerang dengan amat hebatnya. Dua orang perwira kena dirobohkan oleh tendangannya dan kini dia menyerbu tiga orang tabib istana itu dengan tongkatnya!
Ada pun Goat Lan segera dikeroyok oleh Bu Kwan Ji, Ban Sai Cinjin dan beberapa orang perwira ikut pula menyerbu, tiga orang mengeroyok Goat Lan sedangkan tiga orang lagi mengeroyok Hong Beng. Enam orang perwira ini adalah kawan-kawan atau kaki tangan Bu Kwan Ji, demikian pula dua orang yang sudah roboh oleh tendangan Hong Beng.
Pertempuran hebat terjadi di luar kamar pangeran, tempat yang cukup luas itu. Kaisar menjadi marah sekali.
“Lekas panggil datang semua perwira dan pengawal istana!” perintahnya kepada salah seorang bayangkari, dan Kaisar lalu mengambil sendiri obat di atas tungku, lalu memberi minum secawan obat kepada puteranya. Obat terakhir dan selamatlah nyawa Pangeran Mahkota!
Amukan Hong Beng dan Goat Lan hebat sekali. Dengan sepasang bambu runcingnya, Goat Lan dapat menahan serbuan para pengeroyoknya, bahkan dengan kecepatan kilat dia berhasil menotok lambung Bu Kwan Ji yang roboh terguling dalam keadaan pingsan dan merobohkan pula dua orang perwira!
Ada pun Hong Beng juga sudah berhasil melukai pundak Ang Lok Cu dan bahkan telah menewaskan Cu Siang Hwesio! Akan tetapi mereka tetap saja masih dikurung, terutama sekali Ban Sai Cinjin merupakan lawan yang tangguh bukan main, yang berusaha sekuat tenaga untuk merobohkan Goat Lan!
Pada saat itu pula, datanglah seorang panglima yang gagah sekali, diiringi oleh beberapa orang pengawal yang nampaknya gagah dan kuat. Panglima muda ini bukan lain adalah Kam Liong yang gagah perkasa!
Sejenak pemuda ini menjadi bingung melihat betapa ada dua orang muda yang elok sedang mengamuk laksana sepasang naga dan banyak perwira pengawal telah rebah di sana-sini. Tentu saja tidak sukar baginya untuk memilih kawan, dan serta merta dia dan kawan-kawan lainnya lalu mengeroyok Hong Beng dan Goat Lan.
Akan tetapi, tiba-tiba terdengar bentakan Kaisar, “Kam-ciangkun! Jangan serang mereka! Bantulah mereka menangkap para pengkhianat!”
Panglima muda ini menjadi terkejut dan merasa amat heran, apa lagi Ban Sai Cinjin yang mendengar bentakan Kaisar ini, maklumlah dia bahwa tidak ada harapan lagi baginya. Ternyata bahwa usaha Bu Kwan Ji telah gagal! Dengan menyebarkan asap hitamnya ia lalu melarikan diri keluar dari istana!
Beberapa orang perwira hendak mengejarnya, akan tetapi dengan tabir asap hitam yang jahat sebagai pelindung, tak seorang pun dapat mendekatinya. Baru saja mencium asap, pengeiar-pengejar itu sudah jatuh menggeletak seperti mayat! Akhirnya kakek ini berhasil melarikan diri tanpa seorang pun dapat menangkapnya.
Ada pun Cu Tong Hwesio tak kuat menghadapi tongkat Hong Beng, maka dia pun roboh dengan dada tertotok tongkat. Sebentar saja, dengan bantuan Kam Liong, semua orang kaki tangan Bu Kwan Ji sudah tertangkap dan banyak yang tewas.
“Penggal kepala mereka, baik yang masih hidup mau pun yang sudah matil” seru Kaisar dengan marah sekali. “Kecuali Bu-ciangkun, jangan bunuh dia, tahan dengan kuat. Aku perlu mendengar keterangan dan pengakuan tentang pengkhianatannya!”
Pucatlah wajah Tian Ci mendengar ini. Kalau Bu Kwan Ji dibunuh seketika itu juga, akan amanlah dia. Akan tetapi sekarang Kaisar hendak memeriksa perwira itu, sungguh amat berbahaya baginya!
Setelah keadaan menjadi beres, Goat Lan dan Hong Beng berlutut di depan Kaisar minta ampun tentang kelancangan mereka yang sudah berani menahan Kaisar di dalam kamar itu. Kaisar tersenyum dan berkata,
“Tentu saja ada hukuman bagi pelanggar dan ada hadiah bagi yang berjasa. Kalian telah melanggar dan berbareng berjasa pula. Sekarang tinggallah di gedung tamu, tunggu saja keputusanku!”
Sesungguhnya Goat Lan dan Hong Beng hendak pergi pada saat itu juga, akan tetapi mereka tidak berani membantah kehendak Kaisar, dan lagi, mereka berdua perlu sekali beristirahat setelah tiga hari tiga malam tidak pernah tidur dan jarang makan itu. Maka sepasukan pengawal lalu mengiringkan mereka dengan penuh penghormatan ke gedung tamu yang letaknya di sebelah kiri istana.
Pada esok harinya, terjadi peristiwa yang menggemparkan, ketika Bu Kwan Ji kedapatan telah terbunuh di dalam kamar tahanannya! Tak ada seorang pun mengetahui siapa yang membunuh perwira ini sehingga Kaisar menjadi marah sekali, karena sebenarnya Kaisar ingin sekali membongkar rahasia komplotan itu.
Tiada seorang pun yang mengetahui, kecuali Song Tian Ci, selir Kaisar itu. Oleh karena sesungguhnya, yang membunuh adalah penjaga tahanan sendiri yang sudah ‘dibeli’ oleh selir yang lihai ini.
Song Tian Ci maklum bahwa kalau Bu Kwan Ji sampai diperiksa di bawah alat penyiksa, bukan tidak mungkin kalau orang she Bu ini akan membongkar rahasia perhubungannya dengan perwira ini. Dengan matinya Bu Kwan Ji, maka amanlah nama Song Tian Ci dan semenjak saat itu, dia tak berani lagi berpikir untuk merebut kedudukan calon kaisar bagi puteranya.
Akan tetapi diam-diam Song Tian Ci menaruh hati dendam kepada Goat Lan dan Hong Beng, karena orang muda inilah yang menggagalkan rencananya dan bahkan membuat ia berada dalam bahaya besar. Wanita ini cerdik sekali dan mempunyai pandangan mata yang amat tajam. Pengalamannya di dalam kamar Pangeran telah membuka matanya dan ia dapat mengetahui bahwa antara Goat Lan dan Hong Beng terdapat pertalian cinta kasih yang besar. Inilah kesempatan membalas dendam! Ia maklum bahwa salah satu jalan terbaik untuk membalas dendam adalah menghancurkan kebahagiaan orang.
Dengan amat licin dia lalu membujuk Kaisar. Dipuji-pujinya Goat Lan setinggi langit dan tentu saja Kaisar membenarkan pujian ini.
“Sudah sepatutnya apa bila gadis seperti Nona Kwee itu diberi ganjaran yang setimpal dengan jasa-jasanya,” katanya mengakhiri pujiannya.
“Memang,” Kaisar membenarkan, “Aku sendiri pun kini sedang bingung memikirkan apa gerangan yang dapat kuhadiahkan kepadanya. Kalau dia seorang laki-laki tentu dia akan kuangkat menjadi seorang pembesar tinggi. Akan tetapi dia adalah seorang gadis.”
“Kedudukan tinggi bagi seorang gadis adalah menjadi isteri seorang berpangkat tinggi. Nona Kwee sangat cantik jelita dan gagah perkasa, mengambilnya sebagai seorang selir jauh lebih berharga dari pada mengambil selir seorang bidadari kahyangan!”
Kaisar memandang selirnya ini dengan mata terbelalak. “Apakah kau mabuk? Aku sudah tua, mana dapat menyia-nyiakan hidup seorang gadis seperti dia? Tidak, aku tidak ingin menambah selirku!”
“Harap Paduka jangan salah paham,” Song Tian Ci membantah, “maksud hamba bukan Paduka yang harus mengambilnya menjadi selir, akan tetapi untuk Pangeran Mahkota! Bukankah Nona Kwee telah berjasa besar menyelamatkan nyawa Putera Mahkota? Lihat saja alangkah telaten dan sabar Nona itu merawatnya, tanda bahwa Nona itu tentu suka kepada Pangeran. Bila Nona itu bisa diambil sebagai selirnya, tidak saja dapat menjaga keselamatan Pangeran, juga hal itu merupakan hadiah yang paling berharga untuknya!”
Kaisar mengangguk-angguk sambil mengelus-elus jenggotnya. “Akan tetapi puteraku baru berusia lima belas tahun kurang, dan Nona itu agaknya sudah ada dua puluh tahun.”
“Soal usia tidak menjadi halangan, apa lagi bukan sebagai isteri yang sah, hanya sebagai selir nomor satu.”
“Bagaimana kalau dia menolaknya?”
“Tak mungkin ada seorang gadis dari rakyat biasa akan menolak anugerah Paduka yang demikian besarnya. Penolakan berarti penghinaan karena sama halnya dengan menolak Pangeran! Akan tetapi, untuk hal ini mudah saja. Bukankah Nona Kwee dan kawannya sudah melakukan pelanggaran besar? Menahan Paduka di dalam kamar sampai tiga hari saja telah cukup untuk menghukum mati kepada mereka. Sekarang hukuman ditiadakan, bahkan dia diangkat menjadi mantu Kaisar, tak mungkin dia menolak!”
Begitulah, dengan siasat yang licin sekali Song Tian Ci berusaha untuk menghancurkan kebahagiaan Giok Lan, berusaha memisahkannya dari Hong Beng untuk dijadikan selir oleh Pangeran Mahkota! Dan akhirnya Kaisar merasa setuju sekali.
Pada keesokan harinya, Goat Lan dan Hong Beng dipanggil menghadap. Para menteri dan hulubalang lengkap menghadap raja yang sudah duduk di singgasana dengan wajah girang. Juga Pangeran Mahkota itu hadir pula di dekat ayahnya.
Semua pembesar yang setia kepada Kaisar, memandang kepada Pangeran itu dengan wajah riang. Semua sudah mendengar tentang penyembuhan itu, maka ketika Goat Lan dan Hong Beng datang menghadap, semua mata ditujukan kepada mereka dengan hati kagum sekali.
Sambil menunjuk kepada Goat Lan dan Hong Beng yang berlutut di depan Kaisar, Kaisar berkata, “Kalian semua yang hadir di sini sudah mendengar mengenai jasa besar dari kedua orang muda ini. Lihatlah, betapa puteraku sudah sembuh sama sekali, semua ini berkat pengobatan Nona Kwee Goat Lan dan sahabatnya yang bernama Sie Hong Beng. Oleh karena itu, pada hari ini aku hendak memberi hadiah dan anugerah kepada mereka berdua.”
Semua yang hadir mengangguk-anggukkan kepala dan tersenyum, sebab mereka semua merasa bahwa hal ini sudah cukup pantas.
“Anugerah pertama,” kata Kaisar, “adalah pembebasan mereka dari tuntutan. Sungguh pun mereka berdua sudah berani berlaku lancang memasuki istana tanpa ijin, bahkan telah menahan Kaisar dan Pangeran di dalam kamar selama tiga hari, akan tetapi aku bebaskan mereka dari kesalahan ini.”
Goat Lan dan Hong Beng mengangguk-anggukkan kepala dan menyatakan terima kasih mereka.
“Anugerah kedua bagi Sie Hong Beng, dia kuberi pangkat congtok dan boleh melakukan tugasnya di kota Nan-kiang, kuberi dua ekor kuda terbaik dari kandang kuda istana dan uang perak seribu tael. Bagaimana penerimaanmu tentang anugerah ini, orang muda?”
Sie Hong Beng merasa terkejut sekali. Ia sama sekali tidak mengharapkan hadiah, akan tetapi bagaimana dia dapat menolak hadiah Kaisar? Dia cepat mengangguk-anggukkan kepala dan berkata dengan suara perlahan,
“Mohon ampun sebanyaknya apa bila hamba berani berlaku tidak patut. Bukan sekali-kali hamba tidak menghargai karunia Paduka yang dilimpahkan kepada hamba, akan tetapi sesungguhnya hamba tidak sanggup untuk menjabat pangkat di suatu tempat. Mohon Hong-siang suka mengampuni hamba dan memperbolehkan hamba menolak kedudukan dan pangkat itu.”
Hening suasana di situ. Tak ada seorang pun berani mengangkat kepala karena merasa heran dan juga kuatir mendengar jawaban Hong Beng. Kaisar sendiri merasa tertegun, akan tetapi kemudian terdengar dia berkata,
“Darah petualang agaknya mengalir pada tubuhmu, anak muda. Tidak apalah, kalau kau tidak dapat menerima pangkat, biar hadiah uang kutambah lima ratus tael lagi!”
Lega hati Hong Beng dan biar pun ia tidak suka menerima hadiah uang akan tetapi tentu saja ia tidak berani menolak lagi. Cepat ia menghaturkan terima kasihnya sambil berlutut.
“Dan sekarang untuk Nona Kwee Goat Lan yang paling berjasa dalam urusan ini. Tanpa adanya Nona ini, mungkin puteraku tidak akan dapat sembuh dari sakitnya. Oleh karena pembelaannya ini, maka seakan-akan berarti bahwa jiwa dan raga Pangeran telah dapat dirampasnya dari tangan maut, dan oleh karena itu, biarlah untuk selama hidupnya, dia memiliki jiwa raga Pangeran! Biar pun puteraku baru berusia lima belas tahun dan belum menikah, akan tetapi aku mengangkat Nona Kwee menjadi selir pertama dari puteraku atau sama dengan mantuku yang pertama!”
Bukan main kagetnya Goat Lan dan Hong Beng mendengar ini. Muka Goat Lan sampai menjadi pucat sekali dan kedua kakinya yang berlutut itu menggigil. Tidak disangkanya sama sekali bahwa dia akan mendapat anugerah macam ini.
Dia mengerling ke arah Hong Beng yang juga menjadi pucat dan mengerutkan kening. Kemudian ketika tak disengaja dia menengok ke arah Pangeran Mahkota, Pangeran itu tersenyum-senyum malu, agaknya suka sekali akan keputusan ayahnya ini!
Semua yang hadir juga merasa setuju sekali dengan keputusan ini, karena hal ini mereka anggap sebagai anugerah terbesar yang mungkin diberikan kepada gadis itu.
“Bagaimana, Nona Kwee Goat Lan? Engkau tentu dapat menerirna keputusan kami ini, bukan?” Kaisar mendesak ketika dilihatnya nona itu menundukkan mukanya. Ketika Goat Lan mengangkat muka, Kaisar melihat betapa pucatnya wajah gadis itu.
“Mohon beribu ampun bahwa hamba terpaksa tak dapat menerima penghormatan besar ini!”
Kali ini keadaan bahkan menjadi jauh lebih sunyi dari pada ketika Hong Beng menolak pengangkatan. Bagaimana gadis ini berani menolak pinangan dari Kaisar yang diucapkan oleh Kaisar sendiri untuk Putera Mahkota? Hampir tak dapat mereka percaya!
Terdengar orang menarik kursi dan ternyata Pangeran Mahkota yang mundur dari tempat duduknya memberi hormat kepada Kaisar sebagai pengganti ucapan maaf dan akhirnya, setelah memandang ke arah Goat Lan dengan muka merah dan mata sayu Pangeran ini lalu mengundurkan diri ke dalam! Setelah itu, belum juga Kaisar mengeluarkan suara.
Tak seorang pun yang memandang wajah Kaisar yang sebentar pucat sebentar merah itu. Ia merasa terhina sekali. Di hadapan para pembesar, para hulubalang, seorang gadis biasa saja telah berani menolak pinangannya! Pinangan seorang raja besar untuk putera mahkota, ditolak oleh seorang gadis biasa saja. Alangkah hinanya! Lalu dia teringat akan ucapan Song Tian Ci selirnya itu, bahwa gadis ini mempunyai dosa dan untuk dosa itu sudah patut memberi hukuman mati kepadanya.
“Kwee Goat Lan...!” tiba-tiba suara Kaisar memecah kesunyian, suara yang telah cukup dikenal oleh para penghadap, karena kalau suara Kaisar sudah lambat dan parau, tanda bahwa orang besar ini sedang marah sekali, “insyaf benarkah kau akan apa yang kau ucapkan tadi? Sadarkah kau bahwa jawabanmu itu berarti penolakan terhadap pinangan rajamu? Kau telah menghina Kaisar sekaligus membuat malu seorang Pangeran, seorang Putera Mahkota! Tahukah kau akan dosamu yang besar ini?”
Dengan air mata menitik keluar dari pelupuk matanya, Goat Lan menganggukkan kepala. “Hamba terpaksa... hamba tak dapat menerima kehormatan besar itu.” Hanya kekerasan hatinya saja yang menahan Goat Lan tidak sampai menangis tersedu-sedu di situ!
“Kwee Goat Lan, tahukah kau bahwa untuk dosamu masuk ke dalam istana tanpa ijin dan menahanku di dalam kamar sampai tiga hari itu saja sudah cukup untuk memberikan hukuman mati kepadamu?”
Seorang menteri tua segera maju dan sambil mengangguk-anggukkan kepalanya yang penuh uban dia berkata, “Mohon Paduka sudi mengampuni gadis ini tentang dosa dan pelanggaran itu karena paduka tadi dalam anugerah pertama sudah membebaskannya dari kesalahan itu.”
Memang menteri tua yang berpengalaman ini menjadi kuatir sekali kalau-kalau di dalam kemarahannya Kaisar akan menarik kembali keputusan yang sudah dikeluarkan terlebih dulu dan kalau hal ini terjadi, amat tidak baik bagi pribadi Kaisar sendiri. Keputusan yang keluar dari mulut seorang kaisar besar, tak dapat diubahnya lagi!
Kaisar teringat akan hal ini dan berkatalah dia, “Sesungguhnya aku sudah mengampuni kesalahan yang itu, akan tetapi gadis ini berani sekali menghinaku serta membikin malu Pangeran, maka untuk kedosaannya ini kuputuskan hukum buang keluar Tembok Besar di utara!”
Terdengar isak tertahan di leher gadis itu. Sebagai seorang gagah, tentu saja dia tidak takut dan dapat melarikan diri, akan tetapi sebagai seorang setiawan dan seorang yang menjunjung tinggi kepada Kaisar, tentu saja dia tak berani melakukan hal ini, karena hal ini akan merupakan pemberontakan yang akan mencemarkan namanya sekaligus nama keluarganya. Bagaimana dia dapat mencemarkan nama ayah ibunya?
“Ayah... Ibu...” Goat Lan mengeluh dalam hatinya, akan tetapi tanpa disadarinya bibirnya ikut menggerakkan sebutan ini.
Hong Beng yang berlutut tak jauh darinya mendengar keluhan ini dan dapat dibayangkan betapa hancurnya hati pemuda ini mendengar keputusan hukuman yang dijatuhkan oleh Kaisar kepada Goat Lan.
“Hamba tidak dapat menerima keputusan hukuman yang dijatuhkan atas diri Nona Kwee Goat Lan!” Hong Beng berseru keras sekali sehingga semua orang terkejut.
Kaisar memandangnya dengan marah. “Hmm, agaknya bukan desas-desus kosong saja bahwa keturunan Pendekar Bodoh memang memiliki jiwa pemberontak. Teringat olehku betapa dulu ayahmu dan kawan-kawannya juga pernah melawan tentara kerajaan!” kata Kaisar dengan marah. “Dan apakah sekarang kau ingin mengulangi perbuatan ayahmu yang tidak benar itu? Kau hendak melawan keputusan dari Kaisarmu?”
Menteri tua yang tadi membela Goat Lan, yaitu seorang bangsawan she Liem, segera mengajukan usulnya,
“Hamba mohon sudilah kiranya Paduka suka mempertimbangkan keadaan kedua orang muda ini. Jasa mereka amat besar, karena selain telah menyembuhkan Putera Mahkota, mereka jugalah yang menghancurkan komplotan jahat dari Bu Kwan Ji. Kalau sekarang Paduka menjatuhkan hukuman berat, bukankah hal ini akan mengejutkan orang-orang gagah yang banyak terdapat di antara rakyat dan membuat mereka takut sehingga tidak berani membantu pemerintah untuk menyatakan kesetiaan mereka?”
Kaisar mendongkol juga mendengar ucapan ini, meski pun diam-diam ia harus mengakui kebenarannya. “Habis, kalau menurut pendapatmu bagaimana baiknya?”
“Harap Paduka sudi mengampunkan hamba yang lancang. Hukuman mengusir Nona ini ke utara sudah dikeluarkan sehingga tidak mungkin dicabut kembali, hanya dapat diubah sifatnya. Hukuman ini bukan pembuangan seumur hidup, tetapi pembuangan sementara saja. Hamba teringat bahwa kini bangsa Tartar sedang bergerak dari barat dan utara, melakukan pengacauan dan merampok serta menculik rakyat yang tinggal di perbatasan utara dan barat. Mengapa tidak memberi kesempatan kepada Nona Kwee dan kawannya yang gagah perkasa ini untuk membuktikan kesetiaan dan kebaktian mereka terhadap negara? Hamba rasa lebih baik kalau memberi tugas kepada mereka ini untuk mengusir musuh, dan apa bila mereka berdua ternyata benar-benar setia, Paduka akan melakukan sesuatu yang adil dan mulia apa bila mengampuni mereka ini!”
Kaisar mengangguk-angguk dan merasa setuju sekali. Sekelebatan saja menteri tua she Liem ini dapat menduga bahwa di antara kedua orang muda itu pastilah ada hubungan kasih, terbukti dari kerling mereka dan betapa pemuda itu dengan mati-matian berani membela Goat Lan di depan Kaisar. Karena itu timbullah hati kasihan di dalam dadanya sehingga mengajukan usul ini.
Demikianlah, pada hari itu juga, Goat Lan dan Hong Beng diberi tanda cap pada lengan tangan mereka dengan sejenis tinta yang tak dapat dihapus oleh siapa pun juga, kecuali apa bila dicuci dengan obat yang tersimpan di istana. Cap dari Kaisar ini merupakan tanda bahwa mereka masih berada di dalam urusan dan apa bila cap ini belum dihapus oleh Kaisar, berarti mereka selama hidup akan menjadi pesakitan! Kaisar berjanji bahwa apa bila mereka membuktikan kesetiaan mereka dan berhasil mengusir para pengacau di utara, cap di lengan itu akan dihapus bersih sebagai tanda pengampunan bagi mereka!
Dengan hati sedih, Hong Beng dan Goat Lan segera berangkat ke utara, dikawal oleh sepasukan prajurit istimewa yang selain akan mengamat-amati mereka, juga bertugas membantu mereka membasmi para pengacau. Pasukan ini terdiri dari empat puluh orang perjurit pilihan yang pandai ilmu silat.
Pada hari keberangkatan pertama, kedua mata Goat Lan menjadi merah dan ia tak dapat banyak mengeluarkan kata-kata. Baiknya masih ada Hong Beng di sampingnya sehingga berkat hiburan-hiburan pemuda ini, pada keesokan harinya Goat Lan telah mendapatkan kembali kegembiraannya. Dengan amat mudah Goat Lan dapat merubah hukum buang itu seperti sebuah perjalanan pelesir saja. Tiada hentinya di sepanjang jalan ia berjenaka sehingga kini sebaliknya Hong Beng yang terhibur!
Pada esok harinya, pagi-pagi sekali mendadak ada serombongan pasukan berkuda yang menyusul cepat dan ketika pasukan itu tiba, semua prajurit pengawal Hong Beng dan Goat Lan cepat-cepat memberi hormat kepada seorang panglima muda yang mengepalai pasukan itu. Hong Beng dan Goat Lan segera mengenal panglima muda yang gagah dan tampan ini sebagai panglima yang membantu mereka mengalahkan Bu Kwan Ji beserta kaki tangannya di depan kamar Pangeran itu.
Memang panglima muda ini adalah Kam Liong! Ia cepat turun dari kudanya dan menjura kepada Hong Beng dan Goat Lan sambil berkata dengan senyum,
“Alangkah gembira hati siauwte dapat mengejar dan menyusul Ji-wi hari ini! Siauwte Kam Liong adalah orang pertama yang merasa amat menyesal dan kecewa mendengar nasib malang yang menimpa diri Ji-wi yang mulia, karena sebenarnya antara Ji-wi dan siauwte terdapat hubungan yang sudah lama, semenjak ayah kita masing-masing masih muda!”
Hong Beng dan Goat Lan segera membalas penghormatan panglima muda ini dengan gembira dan juga terheran. Kam Liong lalu memerintahkan agar pasukan itu beristirahat kemudian dia mengajak kedua orang muda itu untuk duduk di tempat tersendiri sambil mengeluarkan perbekalan mereka untuk makan minum.
Di bawah sebatang pohon yang besar mereka duduk bercakap-cakap sambil makan. Di situlah Kam Liong menceritakan bahwa ia adalah putera dari Panglima Besar Kam Hong Sin yang sudah kenal baik dengan ayah ibu kedua orang muda itu.
“Siauwte telah bertemu dengan kedua saudaramu, Sie-enghiong,” katanya kepada Hong Beng sehingga pemuda ini menjadi terheran. “Bukanlah adikmu perempuan bernama Sie Hong Li dengan pedangnya Liong-coan-kiam yang hebat itu? Hanya sayang aku belum mengetahui nama saudaramu laki-laki itu, juga tak tahu apakah dia adik atau kakakmu.”
Hong Beng adalah seorang pemuda yang pendiam akan tetapi cerdik sekali. Biar pun dia tahu bahwa panglima muda ini telah salah duga, namun dia tidak segera mengemukakan hal ini, bahkan lalu bertanya,
“Siapakah dia, di mana kau bertemu dengannya dan bagaimana rupanya?”
Dengan gembira Kam Liong lalu menceritakan tentang pertemuannya dengan Lie Siong ketika pemuda ini menolong Lilani. “Pemuda itu sungguh aneh, tidak mau menyebutkan nama dan tidak mengaku pula siapa orang tuanya, akan tetapi melihat ilmu silatnya, aku tidak ragu-ragu lagi bahwa kalau dia bukan saudaramu, Sie-enghiong, pasti dia adalah saudara dari Kwee Lihiap ini!”
Akan tetapi, Hong Beng dan Goat Lan yang mendengar penuturan itu saling pandang dengan terheran-heran.
“Aku tidak mempunyai saudara laki-laki, Kam-ciangkun,” kata Hong Beng.
“Dan adikku masih kecil,” kata Goat Lan.
Kam Liong memandang kepada mereka dengan tajam. Memang pemuda ini mempunyai mata yang tajam sekali, tanda bahwa otaknya cerdik.
“Ahh, kalau begitu, tidak salah lagi! Dia tentulah putera Ang I Niocu.”
Kemudian Kam Liong merubah arah pembicaraan dan menyatakan maksudnya menyusul rombongan yang mengantar kedua orang muda keluar Tembok Besar itu.
“Semenjak kemarin dulu siauwte bertemu dengan Ji-wi, pada saat kita bersama memberi hajaran kepada komplotan Bu Kwan Ji yang busuk, siauwte telah merasa tertarik sekali dan ingin mengadakan perkenalan. Akan tetapi, sayang sekali siauwte menerima tugas keluar kota raja dan baru kemarin siauwte datang. Alangkah kecewa hatiku mendengar bahwa Ji-wi sudah berangkat menerima keputusan dari Hong-Siang yang sesungguhnya amat kurang bijaksana itu. Akan tetapi, harap Ji-wi tidak kuatir. Apa bila sudah selesai tugasku di selatan, aku pasti akan menyusul ke utara sehingga kita bisa bersama-sama menghancurkan pengacau-pengacau itu! Siauwte pernah bertugas di utara dan memiliki tempat merupakan benteng di sebelah dusun di lereng Gunung Alkata-san. Ji-wi harap mendirikan markas di sana, dan sementara itu bila mana siauwte ke selatan, siauwte akan mengunjungi Kwee-lo-enghiong dan Sie Taihiap untuk menyampaikan warta ini dan memberitahukan bahwa Ji-wi berada dalam keadaan selamat!”
Hong Beng dan Goat Lan merasa girang sekali dan juga bersyukur, karena itu mereka lalu menyatakan terima kasih berulang-ulang. Saking gembiranya, kedua orang muda ini menerima saja usul Kam Liong yang ramah-tamah ketika Kam Liong mengajak keduanya mempertebal persahabatan dengan menyebut nama masing-masing begitu saja tanpa embel-embel lagi!
Kam Liong lalu memberi perintah kepada prajurit-prajurit yang mengawal Hong Beng dan Goat Lan, memberi tahu ke mana mereka harus pergi untuk mendapatkan benteng yang dulu menjadi tempat tinggal pasukannya itu. Kemudian, tiga orang muda yang gagah ini lalu berpisah.
Sebelum berpisah, Kam Liong melakukan sesuatu yang sangat mengharukan hati kedua orang muda itu. Panglima gagah perkasa ini memerintahkan kepada prajurit-prajuritnya untuk meninggalkan semua kuda sehingga pasukan pengawas Hong Beng dan Goat Lan semua mendapat seekor kuda. Kuda Kam Liong sendiri diserahkan kepada Hong Beng dan Goat Lan juga mendapatkan seekor kuda yang terbagus!
Ketika Hong Beng dan Goat Lan hendak menolak, Kam Liong berkata,
“Tujuan perjalanan kalian masih sangat jauh dan panjang, ada pun kami dapat mudah saja membeli kuda atau meminjam di kota. Bahkan untuk berjalan kaki ke kota raja pun sudah tak berapa jauh.” Terpaksa kedua orang muda itu menerima sambil menghaturkan terima kasih.
Tentu saja Hong Beng dan Goat Lan sama sekali tidak dapat membaca isi hati panglima muda itu. Biar pun Kam Liong sangat mengagumi kedua remaja itu dan memang ingin mengikat tali persahabatan, namun kalau tidak ada ‘apa-apanya’ belum tentu Kam Liong akan berlaku luar biasa baiknya itu.
Semenjak Kam Liong bertemu dengan Lili, hati pemuda ini telah runtuh dan dia terjeblos dalam perangkap asmara. Dia jatuh cinta kepada Lili dan semenjak hari pertemuan itu, setiap malam ia selalu termenung dan merindukan Lili. Ia ingin sekali menyuruh seorang perantara untuk mengajukan pinangan kepada orang tua Lili di Shaning, namun hatinya masih ragu-ragu sebab meminang puteri Pendekar Bodoh bukanlah perkara lumrah saja! Baginya, lebih mudah meminang puteri seorang pangeran di kota raja dari pada harus meminang puteri Pendekar Bodoh yang dahulu sering kali disebut-sebut oleh ayahnya, Kam Hong Sin yang sudah gugur dalam peperangan.
Lalu, tanpa disangka-sangkanya, dia mendengar berita tentang adanya putera Pendekar Bodoh yang mengacau di istana! Ketika itu dia baru saja datang dari luar kota, karena memang pekerjaan terutama dari Kam Liong adalah melakukan pemeriksaan terhadap benteng-benteng penjagaan tentara kerajaan di batas negara. Karena itu dia dapat cepat datang pada saat Kaisar memanggil bantuan sehingga bisa bertemu dengan Hong Beng dan Goat Lan.
Akan tetapi, sayang sekali datang laporan dari seorang perwira sehingga ia mesti keluar kota kembali untuk beberapa hari. Maka ketika ia kembali ke kota raja, ia telah terlambat karena Hong Beng dan Goat Lan sudah mendapat hukuman buang ke utara.
Kam Liong tidak mau melepaskan kesempatan baik ini. Dia tergila-gila kepada Lili, dan sekarang kakak dari gadis itu berada di sini, bagaimana dia tidak melakukan sesuatu untuk mengambil hati? Demikianlah, ia lalu menyusul dengan cepat dan berhasil menarik dan menawan hati Hong Beng.
Di sepanjang perjalanan, Hong Beng dan Goat Lan tiada henti memuji kebaikan hati Kam Liong. Perwira-perwira yang memimpin pasukan pengawal itu menambahkan,
“Memang Kam-ciangkun baik sekali dan ilmu silatnya juga tinggi. Kabarnya dia mendapat didikan langsung dari tokoh-tokoh Kun-lun-pai. Sejak berusia tujuh belas tahun, dia telah berjasa dalam peperangan, membantu perjuangan ayahnya. Bahkan pada saat ayahnya gugur dalam peperangan, Kam-ciangkun ikut bertempur bahu membahu dengan ayahnya itu.”
Semakin kagumlah hati Hong Beng dan Goat Lang, dan ini sesuai benar dengan maksud hati Kam Liong! Kemudian, sesudah menyelesaikan urusannya di kota raja, Kam Liong berangkat ke selatan dan pertama-tama dia menuju ke Shaning hendak mencari rumah Pendekar Bodoh untuk melaporkan keadaan Hong Beng, dan terutama sekali agar dapat bertemu dengan Lili!
Dia pikir lebih baik bertemu dengan Pendekar Bodoh dahulu sebelum memberanikan diri mengirim perantara mengajukan pinangan. Baiknya dia mempunyai alasan yang sangat tepat, yakni berita tentang keadaan Hong Beng. Kalau tidak ada alasan, ia merasa sukar juga menjumpai suami isteri pendekar besar itu.
Baiklah, kita meninggalkan Kam Liong yang menuju ke rumah Sie Cin Hai di Shaning. Mari kita mendahuluinya ke Shaning dan menengok keadaan keluarga Sie ini.
Sejak Sin-kai Lo Sian Si Pengemis Sakti tinggal di rumah keluarga Sie, baik Lili mau pun suami isteri Sie merasa terhibur dari kedukaan mereka karena kematian Yousuf. Walau pun kematian Yousuf sudah terjadi belasan tahun yang lalu, namun tiap kali teringat oleh mereka bahwa pembunuhnya, yakni Bouw Hun Ti, belum terbalas, mereka merasa sedih sekali. Akan tetapi, kini dengan adanya Lo Sian, seakan-akan Yousuf masih belum mati.
Keadaan dan sikap Lo Sian ini hampir sama dengan kakek Turki itu. Juga seperti Yousuf, Lo Sian sangat suka minum arak wangi, suka pula bernyanyi-nyanyi dan mendongeng. Berbeda dengan Yousuf yang suka mendongeng cerita-cerita dari Turki, adalah Lo Sian pandai sekali mendongeng cerita-cerita Tiongkok kuno.
Dia boleh lupa akan keadaan pengalamannya pada masa lampau, yakni segala hal yang menyangkut dengan dirinya, akan tetapi ternyata dia tidak melupakan dongeng-dongeng yang terjejal di dalam ingatannya ketika ia masih kecil!
Lili tak sabar menanti kedatangan Hong Beng, karena dia telah mernperhitungkan bahwa Hong Beng dan Goat Lan seharusnya telah datang. Ke manakah gerangan perginya dua orang itu? Lili menyesal sekali mengapa dulu dia tidak ikut saja. Alangkah senangnya bila mereka itu mengalami hal-hal yang hebat dan berbahaya!
Baiknya di rumah itu ada Lo Sian yang disebutnya pek-pek atau twa-pek. Kedua orang tuanya, yakni Sie Cin Hai dan Lin Lin, sudah mendengar penuturannya yang tentu saja banyak dilebih-lebihkan mengenai pertemuan antara Goat Lan dan Hong Beng sehingga suami isteri itu merasa girang sekali. Memang Lili amat nakal, jenaka dan lucu. Katanya ketika dia menceritakan hal kakaknya dan Goat Lan,
“Engko Hong Beng agaknya tak dapat berpisah lagi dari Enci Lan! Ahh, kalau Ayah dan Ibu melihat betapa tadinya sebelum saling mengenal ternyata mereka sudah saling jatuh cinta!” Gadis itu tertawa sambil menutup mulutnya dengan lengan baju.
“Apa maksudmu?” tanya ayahnya mengerutkan kening.
Lili menceritakan betapa dia telah menggoda Hong Beng dan Goat Lan sehingga kedua orang muda yang tidak saling mengenal itu sampai bertempur!
“Ahh, kau nakal sekali, Lili!” ayahnya menegur. “Kenakalan seperti itu berbahaya sekali. Kenapa kau seperti anak kecil saja?”
Lili tidak merasa aneh mendengar teguran ayahnya, karena memang sejak kecil, hanya ayahnya saja yang selalu menegurnya. Akan tetapi dia juga maklum betul-betul bahwa ayahnya ini hanya galak di luarnya saja, padahal di dalam hati sangat menyayang dan memanjakannya.
“Mengapa, Ayah? Bukankah dengan demikian mereka jadi dapat saling mengenal tingkat kepandaian masing-masing?” Kemudian dia lalu melanjutkan penuturannya, betapa Goat Lan merasa berkuatir ketika mendengar Hong Beng ditantang pibu oleh para pemimpin Hek-tung Kai-pang.
Setelah selesai dengan penuturannya dan gadis ini pergi ke belakang mengunjungi Lo Sian di kebun di mana Lo Sian mengerjakan taman bunga, membuangi daun kering dan rumput, Pendekar Bodoh berkata kepada isterinya,
“Ahh, kurang pantas sekali kalau Hong Beng melakukan perjalanan berdua saja dengan Goat Lan. Mereka itu belum menikah dan sudah terlalu lama mereka pergi berdua. Hal ini tidak baik... tidak baik...” Ia menggeleng-geleng kepalanya.
“Apanya yang tidak baik?” Lin Lin membantah. “Mereka sudah bertunangan.”
“Tapi masih belum pantas melakukan perjalanan bersama dalam masa pertunangan, itu melanggar adat kesopanan kita,” kata suaminya.
“Ahhh, kau terlalu kukuh! Tidak ingatkah kau betapa dahulu kita sebelum menikah juga melakukan perantauan, bahkan lebih jauh dan lebih lama lagi? Asal kita dapat menjaga kesopanan, apa salahnya? Lagi pula, aku percaya penuh Beng-ji akan mampu menjaga kesopanan, demikian pula Goat Lan.”
“Kita lain lagi, isteriku,” kata Cin Hai. “Ketika kita melakukan perjalanan bersama, kita sudah yatim piatu. Akan tetapi anak-anak itu masih ada orang tuanya. Boleh saja secara kebetulan mereka bertemu di jalan dan menyelesaikan urusan bersama, akan tetapi tidak untuk selanjutnya merantau dan tidak pulang sampai sekarang!”
“Sudahlah, suamiku, kenapa ribut-ribut? Siapa tahu kalau mereka juga menemui urusan yang penting? Untuk menenteramkan hatimu, lebih baik kita pergi mengunjungi Enci Hoa dan suaminya di Tiang-an untuk menetapkan hari pernikahan kedua anak itu. Sekalian kita melihat-lihat kalau-kalau mereka sudah pulang ke sana.”
Sie Cin Hai menyetujui pikiran isterinya ini. Demikianlah, pada keesokan harinya kedua suami-isteri pendekar ini lalu melakukan perjalanan ke Tiang-an.
Lili yang ditinggalkan berdua dengan Lo Sian, melewatkan waktunya bersama Pengemis Sakti ini. Lili mencoba terus menerus untuk mengembalikan ingatan bekas suhu-nya ini, akan tetapi hasilnya sia-sia belaka.
Kini Lo Sian selalu nampak senang dan gembira. Di dalam rumah keluarga Sie, ia seperti seekor burung yang akhirnya menemukan sarang yang baik. Badannya menjadi segar dan gemuk dan tiap hari dia minum arak yang selalu disediakan oleh keluarga Sie.
Untuk menyenangkan hati Lo Sian yang telah menolong jiwanya dan telah melepas budi besar, Lili lalu menyuruh pelayan membeli arak terbaik dari Hang-ciu sehingga Lo Sian merasa girang bukan main. Dengan ditemani oleh Lili, sering kali ia minum arak di loteng belakang sambil menikmati keindahan taman bunga yang dirawatnya dan yang berada di bawah loteng itu.
Ketika dari luar terdengar suara ketokan pintu oleh bayangkari yang melaporkan bahwa makanan dan minuman telah dibawa datang oleh pelayan-pelayan wanita, Kaisar segera memerintahkan pelayan-pelayan wanita yang banyaknya lima orang di dalam kamar itu untuk mengambil hidangan-hidangan itu. Pelayan-pelayan baru yang datang membawa makanan tidak diperkenankan masuk!
Sesudah hidangan disiapkan, Kaisar mengajak Hong Beng dan Goat Lan untuk makan bersama! Suatu kehormatan yang besar sekali dan belum pernah ada orang biasa diajak makan bersama oleh Kaisar!
Akan tetapi Hong Beng yang amat hati-hati dengan sopan dan halus memohon maaf dan menolaknya, karena dia tidak mau meninggalkan pintu yang dijaganya itu. Dia maklum bahwa kalau dia lalai sehingga Bu Kwan Ji dan kaki tangannya sampai dapat menyerbu masuk, akan celakalah dia, Goat Lan, dan juga Pangeran Mahkota!
Sebaliknya, karena dia merasa sangat lapar, Goat Lan tidak menolak ajakan Kaisar dan makanlah mereka bertiga, yakni Kaisar, Pangeran dan Goat Lan. Kaisar dan Pangeran sungguh merasa gembira sekali, oleh karena telah berbulan-bulan Pangeran tidak kuasa turun dari pembaringan, akan tetapi sekarang bahkan dapat makan satu meja dengan ayahnya!
Dalam kesempatan ini, Kaisar mengajukan banyak pertanyaan kepada Goat Lan tentang orang tuanya, tentang guru-gurunya dan mengapa gadis ini dengan mati-matian hendak mengobati Pangeran.
“Apakah karena kau merasa menjadi rakyat hendak berbakti kepadaku yang menjadi rajamu?” tanya Kaisar memandang tajam.
“Memang ada juga keinginan hati hamba untuk berbakti, akan tetapi yang utama sekali karena hamba hendak menjunjung serta melindungi nama baik mendiang suhu hamba, yakni Yok-ong Sin Kong Tianglo!”
Dengan jujur gadis ini kemudian menceritakan keadaannya, menceritakan pula tentang pengorbanan suhu-nya yang sampai meninggal dunia dalam usahanya mencarikan obat guna menyembuhkan Pangeran Mahkota. Pangeran yang kini telah berusia empat belas tahun itu merasa terharu mendengar penuturan Goat Lan dan dengan berlinang air mata ia lalu berkata,
“Nona, besar sekali budi mendiang suhu-mu dan engkau. Kami tak akan melupakan budi pertolongan yang besar ini.”
“Kau memang baik sekali, Nona Kwee. Sudah sepatutnya kalau kau mendapat anugerah besar. Tunggu saja kalau Pangeran sudah sembuh benar!”
“Hamba tidak mengharapkan hadiah atau pun anugerah, sebab anugerah Paduka berupa kebijaksanaan dan keadilan kepada rakyat jelata sudah merupakan anugerah terbesar yang dapat Paduka berikan! Hanya hamba merasa kuatir sekali karena jelas bahwa ada komplotan jahat yang tidak ingin melihat kesembuhan Pangeran Mahkota. Harap Paduka suka berlaku hati-hati dan segera menangkap orang-orang seperti Bu Kwan Ji dan ketiga orang tabib istana itu. Sudah terbukti bahwa ketika hamba memberi buah Giok-ko yang Paduka teruskan kepada orang she Bu itu, ternyata setelah sampai di tangan Pangeran telah ditukar dengan buah lain yang berbahaya!”
Kaisar mengangguk-angguk. “Jangan kuatir, sesudah selesai pengobatan ini, pasti akan kulakukan tindakan keras untuk menghukum dan menyiksa mereka supaya mengaku.”
Akan tetapi pada saat itu, di luar terdengar ribut-ribut. Hong Beng yang sudah siap sedia, mendekati pintu dan mendengarkan dari celah-celah daun pintu. Ternyata bahwa yang sedang ribut mulut dengan para bayangkari itu adalah suara Bu Kwan Ji, ketiga orang tabib, dan Ban Sai Cinjin.
“Apakah kalian sudah gila? Tidak tahukah kalian siapa aku hingga kalian berani mampus sekali melarangku untuk masuk ke dalam kamar Pangeran?!” Terdengar suara Bu Kwan Ji membentak-bentak marah.
“Maafkan kami, Bu-ciangkun. Tentu saja kami mengenal Ciangkun dengan sangat baik. Akan tetapi kami hanya mentaati perintah dari Hong-siang, maka harap Ciangkun suka memaklumi.”
“Bagaimana bunyi perintah Hong-siang?”
“Bahwa tidak seorang pun, siapa pun juga orang itu, boleh masuk ke dalam kamar ini.”
Sunyi untuk sesaat, baru kemudian terdengar suara Ngo-tok Lo-koai Ang Lok Cu, “Kami bertiga adalah tabib-tabib istana yang bertugas menjaga Pangeran Mahkota yang tengah sakit. Apakah kami juga tidak boleh masuk?”
“Sungguh menyesal sekali, Totiang, kami tidak berani melanggar perintah dan larangan Hong-siang!” jawab bayangkari yang setia itu.
“Mungkin Hong-siang tidak maksudkan kami yang dilarang masuk,” terdengar Bu Kwan Ji membujuk lagi. “Coba kau laporkan ke dalam kepada Hong-siang, bahwa Bu-ciangkun beserta tiga tabib besar mohon menghadap untuk membuat laporan tentang pengejaran para pemberontak!”
“Kami tak berani, Bu-ciangkun. Sudah jelas sekali perintah Kaisar bahwa siapa pun juga tidak diperbolehkan masuk ke kamar ini. Bahkan kami sendiri pun kalau tidak dipanggil, tidak berani membuka pintu ini!”
Sunyi lagi sesaat lamanya.
“Apakah Hong-siang berada di dalam?” tanya lagi Bu Kwan Ji.
“Betul, Ciangkun,” jawab bayangkari.
“Siapa lagi selain Hong-siang dan para pelayan berada di dalam? Apakah ada orang luar yang masuk?”
“Setahu kami tidak ada orang luar, Ciangkun. Akan tetapi entahlah, sebab kali ini Kaisar berlaku amat ganjil dan penuh rahasia.”
Pendengaran Hong Beng yang tajam dapat menangkap suara bisik-bisik dan ia maklum bahwa Bu Kwan Ji tentunya sedang berunding dengan ketiga orang tabib itu. Kemudian terdengarlah tindakan kaki mereka menjauhi tempat itu. Hong Beng menarik napas lega, karena tidak perlu dia mempergunakan senjatanya untuk mencegah mereka memasuki kamar itu.
Akan tetapi, kelegaan di dalam dada Hong Beng itu tidak berlangsung lama. Menjelang tengah hari terdengar suara-suara lagi di depan pintu, dan kini selain suara Bu Kwan Ji dan kawan-kawannya, terdengar pula suara yang amat merdu dan halus.
Suara ini adalah suara selir terkasih dari Kaisar yang bernama Song Tian Ci. Seperti sudah dituturkan di bagian depan, Song Tian Ci yang amat dikasihi oleh Kaisar ini telah mempunyai seorang putera dan dia telah dapat dibujuk oleh Bu Kwan Ji sehingga kedua orang durjana ini mengadakan hubungan gelap di luar tahunya Kaisar. Keduanya telah mengadakan komplotan gelap untuk membiarkan Pangeran Mahkota meninggal dunia karena penyakitnya agar kelak putera dari Song Tian Ci dapat menggantikan kedudukan raja.
Ketika Bu Kwan Ji mendengar dari para bayangkari bahwa Kaisar melarang siapa pun juga memasuki kamar Putera Mahkota, panglima ini lalu cepat mencari kekasihnya itu dan kini Song Tian Ci sendiri yang maju ke depan untuk mempergunakan kekuasaannya memberi jalan kepada Bu Kwan Ji dan tiga orang tabib yang menjadi kaki tangannya itu.
Akan tetapi sekali ini dia pun tertegun melihat betapa para bayangkari tetap tidak mau memberi jalan kepadanya! Betapa pun juga, terhadap Song Tian Ci, para bayangkari tak berani berlaku keras karena mereka telah tahu pula akan kekuasaan dan pengaruh selir ini yang tidak kalah oleh Permaisuri sendiri!
“Kalau kalian tidak mau memberitahukan Kaisar mengenai kedatanganku, jangan kalian menyesal apa bila besok kalian akan kehilangan kepala!” Selir ini berkata dengan marah sekali.
Akhirnya salah seorang bayangkari tidak dapat menahan rasa gelisahnya, maka dia lalu membuka pintu itu dan melangkah masuk. Alangkah terkejutnya ketika dia melihat Hong Beng berdiri dengan tongkat di tangan di belakang pintu itu! Begitu bayangkari itu masuk dan melihat Kaisar sedang duduk di atas pembaringan Putera Mahkota, dia cepat-cepat menjatuhkan diri berlutut.
“Mengapa kau masuk tanpa dipanggil?!” Kaisar membentak marah. “Apakah kau sudah bosan hidup?!”
“Mohon beribu-ribu ampun atas kelancangan hamba, Paduka. Di luar kamar telah datang Song-thai-thai yang memaksa hamba memberitahukan kedatangan dan permohonannya untuk masuk menjumpai Paduka.”
Mendengar bahwa selirnya yang datang, lenyaplah kemarahan Kaisar. Ia memang amat mencinta selir ini yang dianggapnya amat baik, maka dia berpikir lebih baik dikawani oleh selir itu dalam keadaan yang amat menegangkan urat syarafnya menghadapi pengobatan puteranya ini.
“Hemm, biarkan dia masuk ke dalam,” katanya kemudian.
Bayangkari itu memberi hormat sambil mengerling dengan kening berkerut ke arah Hong Beng yang berdiri menjaga dengan tongkat di tangan, kemudian kepada Goat Lan yang sedang masak daun obat. Setelah itu dia mengundurkan diri, keluar dari kamar itu untuk menyampaikan perkenan Kaisar kepada Song Tian Ci.
Dengan girang dan bangga, Song Tian Ci lalu mengajak Bu Kwan Ji, ketiga tabib yaitu Cu Tong Hwesio, Cu Siang Hwesio, dan Ang Lok Cu untuk ikut masuk ke dalam kamar. Sekarang para bayangkari tak berani melarang lagi, sungguh pun perintah Kaisar hanya mengijinkan selirnya saja yang masuk.
Sebagai pembuka jalan, Song Tian Ci masuk dengan jalan di sebelah depan. Kemudian di belakangnya menyusul Bu Kwan Ji, ketiga orang tabib itu, dan Ban Sai Cinjin.
Ketika pintu terbuka, Hong Beng melihat munculnya seorang wanita yang cantik sekali. Meski pun usia wanita ini sudah tiga puluh tahun lebih, namun kecantikannya memang amat mengagumkan. Ia dapat menduga bahwa wanita ini tentu selir Kaisar yang tadi oleh bayangkari disebut Song-thai-thai, karena itu dia hanya menjura dan berdiri di samping, memberi jalan.
Akan tetapi ketika dia melihat Bu Kwan Ji hendak ikut masuk, cepat dia melangkah maju dan membentak, “Keluar kau!”
Tongkatnya berkelebat dan telah menodong di dada panglima itu sehingga Bu Kwan Ji menjadi terkejut dan pucat, kemudian cepat melompat keluar kembali. Hong Beng cepat menutupkan kembali daun pintu itu!
Begitu tiba di dalam kamar, selir yang cantik itu berdiri dengan muka terbelalak.
“Siapa kau?” bentaknya kepada Hong Beng, kemudian dia menghampiri Goat Lan sambil membentak, “Dan kau ini perempuan dari mana dan apa yang kau lakukan di tempat ini?”
Sebelum Goat Lan dan Hong Beng sempat menjawabnya, Kaisar telah maju menyambut selirnya sambil tertawa-tawa.
“Lihatlah, betapa manjurnya obat yang dibawa oleh Nona ini! Lihat puteramu telah hampir sembuh!”
Kaisar itu lalu memegang tangan selirnya dan dibawanya selir itu ke dekat pembaringan Pangeran yang segera bangun dan memberi hormat dari pembaringannya kepada ibu tiri ini.
Sungguh pun di dalam hatinya Song Tian Ci merasa tertikam dan marah sekali, namun selir yang cerdik ini dapat tersenyum dengan wajah berseri. “Syukurlah, tidak percuma setiap malam hamba bersembahyang sampai tengah malam, memohon kepada Thian Yang Maha Esa untuk menolong dan menyembuhkan penyakit puteranda. Akan tetapi, siapakah dua orang muda itu? Mengapa mereka berada di sini?”
“Memang lucu sekali!” kata Kaisar sambil tertawa geli. “Lihat saja gadis muda yang cantik jelita itu. Walau pun masih muda, dialah yang mengobati penyakit puteramu. Dia adalah Kwee Goat Lan, murid dari mendiang Raja Obat Sin Kong Tianglo! Dan yang seorang lagi itu, yang tak pernah melepaskan tongkatnya, dia adalah putera Pendekar Bodoh...”
Pucatlah wajah Song Tian Ci mendengar hal ini. “Putera Pendekar Bodoh? Bukankah dia dan ayahnya telah menjadi pemberontak-pemberontak berbahaya?”
“Ha-ha-ha!” Kaisar malah tertawa. “Memang ia adalah pemberontak! Lihat saja sikapnya. Dengan tongkat di tangan dia sudah menahanku di dalam kamar ini, melarangku keluar! Ha-ha-ha, alangkah lucunya. Aku, Kaisar yang berkuasa, ditahan di kamarku sendiri!”
Song Tian Ci semakin terkejut dan cepat memandang ke sekeliling kamar dengan mata menyelidik. Dia melihat lima orang pelayan wanita yang duduk menanti perintah dengan menundukkan muka seakan-akan tidak ada peristiwa ganjil terjadi, demikian pula dua orang thai-kam, dan empat orang penjaga yang berlutut di sudut tanpa berani bergerak! Mudah saja dilihat bahwa meski pun di situ ada Kaisar, sesungguhnya yang menguasai keadaan adalah Hong Beng, pemuda yang berdiri dengan gagahnya itu.
“Tidak usah kau kuatir,” Kaisar menghibur selirnya, “walau pun pemberontak, dia adalah pemberontak yang baik! Lucu, bukan? Dia melarangku keluar dan melarang orang-orang masuk ke dalam kamar sebab dia tidak mau pengobatan puteramu terganggu! Ia mengira bahwa ketiga orang tabib kita adalah orang yang berhati khianat. Lucu, bukan?”
Bukan main terkejutnya hati Song Tian Ci mendengar ini. Sampai berapa jauhnya orang muda itu mengetahui rahasia komplotannya? Akan tetapi dia pun menjadi lega hati ketika Kaisar tidak menyatakan sesuatu tentang dia dan Bu Kwan Ji.
“Siapa dapat percaya tuduhan jahat itu? Paduka, harap waspada dan berhati-hati, siapa tahu kalau kedua orang ini benar-benar mempunyai niat buruk!”
Akan tetapi Kaisar hanya tertawa saja dan mengajak selirnya duduk di ujung yang jauh dari tempat tidur pangeran di mana mereka lalu bercakap-cakap dengan mesra.
Sementara itu, ketika Bu Kwan Ji melihat Hong Beng berada di kamar itu dengan tongkat di tangan, ia lalu keluar dan cepat mengajak kawan-kawannya berunding.
“Celaka,” kata Bu Kwan Ji sesudah mengajak kawan-kawannya pergi dari situ, “pemuda putera Pendekar Bodoh itu bersama kawan wanitanya telah berada di kamar Pangeran. Tidak tahunya merekalah yang melakukan semua larangan dan agaknya mereka hendak mengobati Pangeran disaksikan sendiri oleh Kaisar!”
Ketiga orang tabib itu menjadi pucat mendengar ini. “Tentu Kaisar telah diberi tahu oleh mereka tentang penukaran buah itu!” kata Ang Lok Cu.
“Habis, apa yang dapat kita lakukan?” kata Bu Kwan Ji bingung. “Kaisar sendiri berada di dalam kamar itu dan agaknya membantu mereka. Celaka!” Akan tetapi diam-diam dia menaruh pengharapan besar kepada kekasihnya, yakni Song Tian Ci yang sudah masuk ke dalam kamar Putera Mahkota.
“Kita masuk saja dengan berkeras kemudian mengeroyok kedua orang muda itu! Apa sih sukarnya?” kata Ban Sai Cinjin sambil mengebulkan asap huncwe-nya.
“Akan tetapi, hal ini akan membikin marah Kaisar dan celakalah kita kalau Kaisar sudah bercuriga kepada kita!” bantah Bu Kwan Ji yang menjadi gelisah sekali.
Akan tetapi dalam hal siasat kejahatan, Bu Kwan Ji kalah jauh oleh Ban Sai Cinjin, kalah cerdik dan kalah pengalaman. Sambil tertawa haha-hehe, Ban Sai Cinjin berkata,
“Bu-ciangkun, kenapa begitu bodoh? Kau adalah seorang panglima besar yang dipercaya penuh oleh Kaisar. Bukan rahasia lagi bahwa kau sedang mengejar-ngejar pemberontak, yakni putera-putera Pendekar Bodoh. Dan sekarang kau mengetahui bahwa kedua orang pemberontak yang kau kejar-kejar itu berada di dalam kamar Pangeran Mahkota. Kalau tiba-tiba kau masuk menyerbu dengan para perwira untuk menangkap atau membunuh pemberontak-pemberontak yang berbahaya, meski Kaisar akan menjadi marah, mudah saja bagimu mencari alasan yang kuat. Kau dapat mengatakan bahwa kau menguatirkan keadaan Kaisar dan hendak melenyapkan orang-orang jahat yang dapat mencuri masuk ke dalam istana. Apa salahnya?”
Tiga orang tabib itu segera menyatakan persetujuannya dan Bu Kwan Ji berpikir keras. Ada benarnya juga ucapan kakek mewah ini. Memang dia dapat melakukan hal itu, dan seandainya dia dapat menangkap atau membunuh kedua orang muda tadi, dan apa bila Kaisar marah, mudah saja baginya untuk minta maaf, apa lagi masih ada Song Tian Ci yang akan membelanya dan yang akan membujuk Kaisar!
Sore hari itu Pangeran Mahkota sudah nampak sehat setelah dua kali dia makan buah Giok-ko. Menurut perhitungan, sekali lagi atau sehari lagi maka akan tertolonglah nyawa Pangeran Mahkota ini. Diam-diam Goat Lan dan Hong Beng merasa girang sekali dan Goat Lan berkata kepada Kaisar,
“Oleh karena Paduka telah menyaksikan sendiri bahwa hamba dan kawan hamba bukan orang-orang jahat atau pemberontak-pemberontak sebagaimana orang sudah menuduh hamba, maka sudah jelas bahwa Pangeran Ong Tiang Houw sekeluarga tidak berdosa apa-apa. Karena itu hamba mohon sudilah kiranya Paduka menaruh hati kasihan kepada keluarga Pangeran Ong dan membebaskan mereka.”
Kaisar mengangguk-angguk. “Mudah saja, Nona. Biarlah kita melihat dan menanti satu hari lagi sampai puteraku betul-betul sembuh.”
Sementara itu, dengan bisikan-bisikan mesra dan bujukan-bujukan halus, Song Tian Ci berusaha membangkitkan kecurigaan Kaisar terhadap dua orang muda itu. “Betapa pun juga, hamba masih curiga besar,” katanya, “maka harus hamba sendiri yang minumkan obat kepada puteranda!”
Pada saat itu obat daun yang dimasak oleh Goat Lan telah matang dan telah didinginkan. Goat Lan sudah bersiap hendak memberi minum kepada Pangeran ketika tiba-tiba selir cantik itu meminta obat di tangannya. Akan tetapi, gadis yang memiliki kepandaian tinggi ini berkeras menolaknya.
“Aku harus memeriksa dulu isi cawan itu!” kata selir itu dengan bengis. “Siapa tahu kalau kau memberinya minum racun seperti kemarin dulu?”
Goat Lan tak menduga bahwa selir ini adalah pemegang kendali komplotan yang hendak membunuh Putera Mahkota, maka dengan halus ia berkata,
“Maaf, tidak boleh orang lain yang meminumkannya, kecuali aku sendiri!”
Selir itu hendak marah dan hendak merampas cawan, akan tetapi mana mungkin ia bisa mendekati Goat Lan? Pada waktu selir itu masih mengejar-ngejar sambil memaki-maki, Kaisar datang membujuknya.
“Biarlah, biarkan Nona itu meminumkannya sendiri. Apa bila kelak ternyata bahwa putera kita sembuh, masih banyak waktu untuk mengadilinya!”
Malam hari itu, di atas genteng kamar itu terdapat empat orang yang mengintai ke dalam. Hanya Hong Beng dan Goat Lan saja yang dapat mengetahui hal ini, bahkan mereka berdua tahu betul bahwa yang datang adalah empat orang yang berkepandaian tinggi.
Memang yang berada di atas itu adalah Ban Sai Cinjin dan ketiga orang tabib istana. Bu Kwan Ji tidak berani muncul, karena tentu saja ia tidak mau secara berterang melakukan percobaan ini. Ia hanya memberi tugas kepada empat orang kawannya ini untuk terlebih dahulu secara rahasia mencoba untuk membunuh kedua orang muda itu atau kalau tidak mungkin boleh juga membunuh Pangeran Mahkota!
Goat Lan dan Hong Beng tahu betul bahwa mereka tak usah menguatirkan keselamatan Kaisar dan selirnya. Siapa berani mengganggu Kaisar? Akan tetapi, keselamatan Putera Mahkota harus dijaga baik-baik.
Pada malam hari itu, Goat Lan tengah memasak daun obat berikutnya untuk diminumkan keesokan harinya. Akan tetapi malam hari itu, begitu mendengar suara kaki orang di atas genteng, dia lalu meninggalkan masakan obat dan mendekati Pangeran Mahkota yang sudah tertidur. Ia memberi isyarat dengan mata kepada Hong Beng yang membalasnya, dan pemuda ini pun siap sedia di dekat pintu dengan penuh kewaspadaan.
Sesaat suasana sunyi saja. Tiba-tiba terdengar angin mendesir dan tiga sinar kecil sekali menyambar ke bawah, ke arah Putera Mahkota, Goat Lan serta Hong Beng! Goat Lan menyambar ujung selimut di atas pembaringan itu dan sekali dia mengebut, dua batang jarum yang mengarah dia dan Pangeran sudah menancap pada selimut itu! Juga Hong Beng dengan mudah saja mengelak sehingga nampak sebatang jarum hitam menancap pada lantai di dekatnya!
Kaisar belum tidur dan Kaisar ini di waktu mudanya pernah mempelajari ilmu silat, maka dia dapat melihat juga sinar tiga batang jarum tadi.
“Apakah itu?” tanyanya.
Goat Lan dan Hong Beng lalu memperlihatkan tiga batang jarum itu kepada Kaisar dan meletakkan senjata-senjata rahasia itu ke atas meja sambil berkata,
“Ada orang jahat sengaja menyerang hamba berdua dan Pangeran!”
Kaisar terkejut sekali, akan tetapi pada saat itu dari atas menyambar turun asap hitam yang bergulung-gulung.
“Cepat, Koko. Telan obat ini!” Gadis itu mengeluarkan sebutir pil merah kepada Hong Beng yang segera menelannya.
Hawa harum dan hangat keluar dari dalam perutnya, memenuhi mulut dan hidung. Goat Lan sendiri menelan sebutir pil merah dan berkata kepada Kaisar,
“Harap paduka menyelamatkan diri di ujung kamar, akan tetapi sebaiknya semua orang berbaring di atas lantai agar jangan terserang oleh asap beracun itu!”
Dengan cekatan sekali Goat Lan lalu memondong Pangeran yang masih tidur, kemudian menidurkannya di sudut kamar, di atas lantai yang sudah ditilami dengan selimut tebal. Bingunglah semua pelayan dan mereka dengan wajah pucat lalu menurut nasehat Goat Lan, berbaring di atas lantai.
Sementara itu, asap makin banyak masuk. Memang ini adalah perbuatan Ban Sai Cinjin yang mengeluarkan asap pemabok. Dia tidak ingin membunuh Kaisar, maka asap yang dilepaskan dari huncwe-nya hanyalah asap yang cukup kuat untuk memabukkan orang.
Dalam suasana tegang dan sibuk ini, selir Kaisar tiba-tiba melompat dan berlari menuju ke tempat pemasakan obat.
“Aku masih tidak percaya kepadamu! Mungkin semua ini adalah buatanmu sendiri untuk meracuni kami!”
Selir ini lantas berpura-pura lari menghampiri Goat Lan, akan tetapi dengan cerdik sekali kakinya menendang tempat obat sehingga tumpahlah seluruh obat ini. Goat Lan hendak menghalangi, akan tetapi terlambat. Dengan gemas Goat Lan lalu membentak,
“Mundurlah! Hanya kepada Kaisar dan Pangeran saja aku tunduk, tetapi tidak kepadamu! Kalau kau tidak mundur, terpaksa akan kupukul!”
Akan tetapi sebelum ia menggerakkan tangan, selir itu telah menghisap asap hitam dan sambil mengeluh dia segera terhuyung-huyung. Untung Goat Lan cepat menangkapnya, kemudian mengangkat dan membawanya kepada Kaisar. Gadis itu membiarkan selir tadi berbaring di situ dan dia cepat kembali ke tempat Hong Beng berdiri.
“Ban Sai Cinjin, manusia pengecut! Jika kau berani, turunlah! Jangan menggunakan akal busuk!”
Terdengar Ban Sai Cinjin tertawa bergelak, lalu disusul dengan suara Ang Lok Cu, tosu yang melepas jarum-jarum berbisa tadi.
“Jangan gelisah, Hong-siang! Hamba sekalian datang untuk membebaskan Paduka dan menangkap pemberontak berbahaya ini!”
Genteng dibuka dari atas dan agaknya orang-orang di atas genteng itu akan menyerbu ke dalam, akan tetapi terdengar Kaisar berseru keras,
“Ang Lok Cu Totiang! Apakah kau dan yang lain-lainnya sudah gila? Hayo cepat mundur sebelum aku menjatuhkan hukuman mati kepada kalian!”
Suara Kaisar sangat berpengaruh sehingga terdengar oleh para bayangkari di luar pintu, yang tidak tahu apa yang sedang terjadi di dalam kamar, akan tetapi mereka tetap saja tidak berani masuk.
Mendengar bentakan Kaisar ini, Ang Lok Cu dan kawan-kawannya menjadi jeri juga dan mereka mengajak Ban Sai Cinjin pergi dari situ. Ban Sai Cinjin merasa kecewa dan tidak puas, akan tetapi tanpa bantuan kawan-kawan ini, apa dayanya terhadap Goat Lan dan Hong Beng yang sudah dikenal kelihaiannya itu? Mereka pun segera pergi dari tempat itu dan asap hitam yang ringan itu perlahan-lahan naik ke atas genteng sehingga kamar itu menjadi bersih kembali.
Selir yang tadinya pingsan kini sudah siuman kembali, dan menangis terisak-isak karena mendapat marah dari Kaisar yang masih belum sadar bahwa selirnya inilah sebenarnya kepala komplotan jahat itu! Selama itu sampai pagi tidak terjadi sesuatu lagi.
Baiknya Goat Lan masih mempunyai banyak daun obat sehingga ia dapat memasak obat lagi. Begitu terang tanah dan Pangeran sudah bangun, gadis ini kemudian memberi buah Giok-ko ke tiga. Semenjak makan obat Giok-ko dan daun To-hio, keadaan Pangeran itu sudah baik sekali. Kalau biasanya ia selalu mengeluarkan kotoran darah, kini darah telah berhenti dan sakit pada perutnya sudah lenyap sama sekali.
Giranglah hati Kaisar dan dia hendak menyuruh membuka pintu. Akan tetapi Goat Lan mencegahnya dan menyatakan bahwa masih sekali lagi Pangeran harus minum air daun obat siang nanti.
Akan tetapi tiba-tiba di luar terdengar suara gaduh dan disusul dengan teriakan-teriakan keras.
“Buka pintu! Tangkap pemberontak! Tolong dan bebaskan Kaisar!”
Suara gaduh itu adalah suara senjata yang beradu karena ternyata bahwa Bu Kwan Ji bersama beberapa orang perwira serta tiga orang tabib itu sudah datang menyerbu dan memaksa membuka pintu. Ketika bayangkari melawan, mereka ini langsung diserang!
Pintu terbuka dan lima orang bayangkari cepat menghampiri Kaisar untuk melindunginya, sedangkan yang lain masih menahan majunya para penyerbu itu!
“Cepat lindungi Kaisar dan Pangeran!” seru Goat Lan kepada lima orang bayangkari itu, kemudian dia dan Hong Beng lalu menyerbu keluar.
“Tangkap pemberontak!” seru Bu Kwan Ji ketika melihat kedua orang muda itu.
“Kaulah pemberontak dan pengkhianat!” seru Goat Lan.
Sedangkan Hong Beng tidak mau banyak cakap lagi, langsung menyerang dengan amat hebatnya. Dua orang perwira kena dirobohkan oleh tendangannya dan kini dia menyerbu tiga orang tabib istana itu dengan tongkatnya!
Ada pun Goat Lan segera dikeroyok oleh Bu Kwan Ji, Ban Sai Cinjin dan beberapa orang perwira ikut pula menyerbu, tiga orang mengeroyok Goat Lan sedangkan tiga orang lagi mengeroyok Hong Beng. Enam orang perwira ini adalah kawan-kawan atau kaki tangan Bu Kwan Ji, demikian pula dua orang yang sudah roboh oleh tendangan Hong Beng.
Pertempuran hebat terjadi di luar kamar pangeran, tempat yang cukup luas itu. Kaisar menjadi marah sekali.
“Lekas panggil datang semua perwira dan pengawal istana!” perintahnya kepada salah seorang bayangkari, dan Kaisar lalu mengambil sendiri obat di atas tungku, lalu memberi minum secawan obat kepada puteranya. Obat terakhir dan selamatlah nyawa Pangeran Mahkota!
Amukan Hong Beng dan Goat Lan hebat sekali. Dengan sepasang bambu runcingnya, Goat Lan dapat menahan serbuan para pengeroyoknya, bahkan dengan kecepatan kilat dia berhasil menotok lambung Bu Kwan Ji yang roboh terguling dalam keadaan pingsan dan merobohkan pula dua orang perwira!
Ada pun Hong Beng juga sudah berhasil melukai pundak Ang Lok Cu dan bahkan telah menewaskan Cu Siang Hwesio! Akan tetapi mereka tetap saja masih dikurung, terutama sekali Ban Sai Cinjin merupakan lawan yang tangguh bukan main, yang berusaha sekuat tenaga untuk merobohkan Goat Lan!
Pada saat itu pula, datanglah seorang panglima yang gagah sekali, diiringi oleh beberapa orang pengawal yang nampaknya gagah dan kuat. Panglima muda ini bukan lain adalah Kam Liong yang gagah perkasa!
Sejenak pemuda ini menjadi bingung melihat betapa ada dua orang muda yang elok sedang mengamuk laksana sepasang naga dan banyak perwira pengawal telah rebah di sana-sini. Tentu saja tidak sukar baginya untuk memilih kawan, dan serta merta dia dan kawan-kawan lainnya lalu mengeroyok Hong Beng dan Goat Lan.
Akan tetapi, tiba-tiba terdengar bentakan Kaisar, “Kam-ciangkun! Jangan serang mereka! Bantulah mereka menangkap para pengkhianat!”
Panglima muda ini menjadi terkejut dan merasa amat heran, apa lagi Ban Sai Cinjin yang mendengar bentakan Kaisar ini, maklumlah dia bahwa tidak ada harapan lagi baginya. Ternyata bahwa usaha Bu Kwan Ji telah gagal! Dengan menyebarkan asap hitamnya ia lalu melarikan diri keluar dari istana!
Beberapa orang perwira hendak mengejarnya, akan tetapi dengan tabir asap hitam yang jahat sebagai pelindung, tak seorang pun dapat mendekatinya. Baru saja mencium asap, pengeiar-pengejar itu sudah jatuh menggeletak seperti mayat! Akhirnya kakek ini berhasil melarikan diri tanpa seorang pun dapat menangkapnya.
Ada pun Cu Tong Hwesio tak kuat menghadapi tongkat Hong Beng, maka dia pun roboh dengan dada tertotok tongkat. Sebentar saja, dengan bantuan Kam Liong, semua orang kaki tangan Bu Kwan Ji sudah tertangkap dan banyak yang tewas.
“Penggal kepala mereka, baik yang masih hidup mau pun yang sudah matil” seru Kaisar dengan marah sekali. “Kecuali Bu-ciangkun, jangan bunuh dia, tahan dengan kuat. Aku perlu mendengar keterangan dan pengakuan tentang pengkhianatannya!”
Pucatlah wajah Tian Ci mendengar ini. Kalau Bu Kwan Ji dibunuh seketika itu juga, akan amanlah dia. Akan tetapi sekarang Kaisar hendak memeriksa perwira itu, sungguh amat berbahaya baginya!
Setelah keadaan menjadi beres, Goat Lan dan Hong Beng berlutut di depan Kaisar minta ampun tentang kelancangan mereka yang sudah berani menahan Kaisar di dalam kamar itu. Kaisar tersenyum dan berkata,
“Tentu saja ada hukuman bagi pelanggar dan ada hadiah bagi yang berjasa. Kalian telah melanggar dan berbareng berjasa pula. Sekarang tinggallah di gedung tamu, tunggu saja keputusanku!”
Sesungguhnya Goat Lan dan Hong Beng hendak pergi pada saat itu juga, akan tetapi mereka tidak berani membantah kehendak Kaisar, dan lagi, mereka berdua perlu sekali beristirahat setelah tiga hari tiga malam tidak pernah tidur dan jarang makan itu. Maka sepasukan pengawal lalu mengiringkan mereka dengan penuh penghormatan ke gedung tamu yang letaknya di sebelah kiri istana.
Pada esok harinya, terjadi peristiwa yang menggemparkan, ketika Bu Kwan Ji kedapatan telah terbunuh di dalam kamar tahanannya! Tak ada seorang pun mengetahui siapa yang membunuh perwira ini sehingga Kaisar menjadi marah sekali, karena sebenarnya Kaisar ingin sekali membongkar rahasia komplotan itu.
Tiada seorang pun yang mengetahui, kecuali Song Tian Ci, selir Kaisar itu. Oleh karena sesungguhnya, yang membunuh adalah penjaga tahanan sendiri yang sudah ‘dibeli’ oleh selir yang lihai ini.
Song Tian Ci maklum bahwa kalau Bu Kwan Ji sampai diperiksa di bawah alat penyiksa, bukan tidak mungkin kalau orang she Bu ini akan membongkar rahasia perhubungannya dengan perwira ini. Dengan matinya Bu Kwan Ji, maka amanlah nama Song Tian Ci dan semenjak saat itu, dia tak berani lagi berpikir untuk merebut kedudukan calon kaisar bagi puteranya.
Akan tetapi diam-diam Song Tian Ci menaruh hati dendam kepada Goat Lan dan Hong Beng, karena orang muda inilah yang menggagalkan rencananya dan bahkan membuat ia berada dalam bahaya besar. Wanita ini cerdik sekali dan mempunyai pandangan mata yang amat tajam. Pengalamannya di dalam kamar Pangeran telah membuka matanya dan ia dapat mengetahui bahwa antara Goat Lan dan Hong Beng terdapat pertalian cinta kasih yang besar. Inilah kesempatan membalas dendam! Ia maklum bahwa salah satu jalan terbaik untuk membalas dendam adalah menghancurkan kebahagiaan orang.
Dengan amat licin dia lalu membujuk Kaisar. Dipuji-pujinya Goat Lan setinggi langit dan tentu saja Kaisar membenarkan pujian ini.
“Sudah sepatutnya apa bila gadis seperti Nona Kwee itu diberi ganjaran yang setimpal dengan jasa-jasanya,” katanya mengakhiri pujiannya.
“Memang,” Kaisar membenarkan, “Aku sendiri pun kini sedang bingung memikirkan apa gerangan yang dapat kuhadiahkan kepadanya. Kalau dia seorang laki-laki tentu dia akan kuangkat menjadi seorang pembesar tinggi. Akan tetapi dia adalah seorang gadis.”
“Kedudukan tinggi bagi seorang gadis adalah menjadi isteri seorang berpangkat tinggi. Nona Kwee sangat cantik jelita dan gagah perkasa, mengambilnya sebagai seorang selir jauh lebih berharga dari pada mengambil selir seorang bidadari kahyangan!”
Kaisar memandang selirnya ini dengan mata terbelalak. “Apakah kau mabuk? Aku sudah tua, mana dapat menyia-nyiakan hidup seorang gadis seperti dia? Tidak, aku tidak ingin menambah selirku!”
“Harap Paduka jangan salah paham,” Song Tian Ci membantah, “maksud hamba bukan Paduka yang harus mengambilnya menjadi selir, akan tetapi untuk Pangeran Mahkota! Bukankah Nona Kwee telah berjasa besar menyelamatkan nyawa Putera Mahkota? Lihat saja alangkah telaten dan sabar Nona itu merawatnya, tanda bahwa Nona itu tentu suka kepada Pangeran. Bila Nona itu bisa diambil sebagai selirnya, tidak saja dapat menjaga keselamatan Pangeran, juga hal itu merupakan hadiah yang paling berharga untuknya!”
Kaisar mengangguk-angguk sambil mengelus-elus jenggotnya. “Akan tetapi puteraku baru berusia lima belas tahun kurang, dan Nona itu agaknya sudah ada dua puluh tahun.”
“Soal usia tidak menjadi halangan, apa lagi bukan sebagai isteri yang sah, hanya sebagai selir nomor satu.”
“Bagaimana kalau dia menolaknya?”
“Tak mungkin ada seorang gadis dari rakyat biasa akan menolak anugerah Paduka yang demikian besarnya. Penolakan berarti penghinaan karena sama halnya dengan menolak Pangeran! Akan tetapi, untuk hal ini mudah saja. Bukankah Nona Kwee dan kawannya sudah melakukan pelanggaran besar? Menahan Paduka di dalam kamar sampai tiga hari saja telah cukup untuk menghukum mati kepada mereka. Sekarang hukuman ditiadakan, bahkan dia diangkat menjadi mantu Kaisar, tak mungkin dia menolak!”
Begitulah, dengan siasat yang licin sekali Song Tian Ci berusaha untuk menghancurkan kebahagiaan Giok Lan, berusaha memisahkannya dari Hong Beng untuk dijadikan selir oleh Pangeran Mahkota! Dan akhirnya Kaisar merasa setuju sekali.
Pada keesokan harinya, Goat Lan dan Hong Beng dipanggil menghadap. Para menteri dan hulubalang lengkap menghadap raja yang sudah duduk di singgasana dengan wajah girang. Juga Pangeran Mahkota itu hadir pula di dekat ayahnya.
Semua pembesar yang setia kepada Kaisar, memandang kepada Pangeran itu dengan wajah riang. Semua sudah mendengar tentang penyembuhan itu, maka ketika Goat Lan dan Hong Beng datang menghadap, semua mata ditujukan kepada mereka dengan hati kagum sekali.
Sambil menunjuk kepada Goat Lan dan Hong Beng yang berlutut di depan Kaisar, Kaisar berkata, “Kalian semua yang hadir di sini sudah mendengar mengenai jasa besar dari kedua orang muda ini. Lihatlah, betapa puteraku sudah sembuh sama sekali, semua ini berkat pengobatan Nona Kwee Goat Lan dan sahabatnya yang bernama Sie Hong Beng. Oleh karena itu, pada hari ini aku hendak memberi hadiah dan anugerah kepada mereka berdua.”
Semua yang hadir mengangguk-anggukkan kepala dan tersenyum, sebab mereka semua merasa bahwa hal ini sudah cukup pantas.
“Anugerah pertama,” kata Kaisar, “adalah pembebasan mereka dari tuntutan. Sungguh pun mereka berdua sudah berani berlaku lancang memasuki istana tanpa ijin, bahkan telah menahan Kaisar dan Pangeran di dalam kamar selama tiga hari, akan tetapi aku bebaskan mereka dari kesalahan ini.”
Goat Lan dan Hong Beng mengangguk-anggukkan kepala dan menyatakan terima kasih mereka.
“Anugerah kedua bagi Sie Hong Beng, dia kuberi pangkat congtok dan boleh melakukan tugasnya di kota Nan-kiang, kuberi dua ekor kuda terbaik dari kandang kuda istana dan uang perak seribu tael. Bagaimana penerimaanmu tentang anugerah ini, orang muda?”
Sie Hong Beng merasa terkejut sekali. Ia sama sekali tidak mengharapkan hadiah, akan tetapi bagaimana dia dapat menolak hadiah Kaisar? Dia cepat mengangguk-anggukkan kepala dan berkata dengan suara perlahan,
“Mohon ampun sebanyaknya apa bila hamba berani berlaku tidak patut. Bukan sekali-kali hamba tidak menghargai karunia Paduka yang dilimpahkan kepada hamba, akan tetapi sesungguhnya hamba tidak sanggup untuk menjabat pangkat di suatu tempat. Mohon Hong-siang suka mengampuni hamba dan memperbolehkan hamba menolak kedudukan dan pangkat itu.”
Hening suasana di situ. Tak ada seorang pun berani mengangkat kepala karena merasa heran dan juga kuatir mendengar jawaban Hong Beng. Kaisar sendiri merasa tertegun, akan tetapi kemudian terdengar dia berkata,
“Darah petualang agaknya mengalir pada tubuhmu, anak muda. Tidak apalah, kalau kau tidak dapat menerima pangkat, biar hadiah uang kutambah lima ratus tael lagi!”
Lega hati Hong Beng dan biar pun ia tidak suka menerima hadiah uang akan tetapi tentu saja ia tidak berani menolak lagi. Cepat ia menghaturkan terima kasihnya sambil berlutut.
“Dan sekarang untuk Nona Kwee Goat Lan yang paling berjasa dalam urusan ini. Tanpa adanya Nona ini, mungkin puteraku tidak akan dapat sembuh dari sakitnya. Oleh karena pembelaannya ini, maka seakan-akan berarti bahwa jiwa dan raga Pangeran telah dapat dirampasnya dari tangan maut, dan oleh karena itu, biarlah untuk selama hidupnya, dia memiliki jiwa raga Pangeran! Biar pun puteraku baru berusia lima belas tahun dan belum menikah, akan tetapi aku mengangkat Nona Kwee menjadi selir pertama dari puteraku atau sama dengan mantuku yang pertama!”
Bukan main kagetnya Goat Lan dan Hong Beng mendengar ini. Muka Goat Lan sampai menjadi pucat sekali dan kedua kakinya yang berlutut itu menggigil. Tidak disangkanya sama sekali bahwa dia akan mendapat anugerah macam ini.
Dia mengerling ke arah Hong Beng yang juga menjadi pucat dan mengerutkan kening. Kemudian ketika tak disengaja dia menengok ke arah Pangeran Mahkota, Pangeran itu tersenyum-senyum malu, agaknya suka sekali akan keputusan ayahnya ini!
Semua yang hadir juga merasa setuju sekali dengan keputusan ini, karena hal ini mereka anggap sebagai anugerah terbesar yang mungkin diberikan kepada gadis itu.
“Bagaimana, Nona Kwee Goat Lan? Engkau tentu dapat menerirna keputusan kami ini, bukan?” Kaisar mendesak ketika dilihatnya nona itu menundukkan mukanya. Ketika Goat Lan mengangkat muka, Kaisar melihat betapa pucatnya wajah gadis itu.
“Mohon beribu ampun bahwa hamba terpaksa tak dapat menerima penghormatan besar ini!”
Kali ini keadaan bahkan menjadi jauh lebih sunyi dari pada ketika Hong Beng menolak pengangkatan. Bagaimana gadis ini berani menolak pinangan dari Kaisar yang diucapkan oleh Kaisar sendiri untuk Putera Mahkota? Hampir tak dapat mereka percaya!
Terdengar orang menarik kursi dan ternyata Pangeran Mahkota yang mundur dari tempat duduknya memberi hormat kepada Kaisar sebagai pengganti ucapan maaf dan akhirnya, setelah memandang ke arah Goat Lan dengan muka merah dan mata sayu Pangeran ini lalu mengundurkan diri ke dalam! Setelah itu, belum juga Kaisar mengeluarkan suara.
Tak seorang pun yang memandang wajah Kaisar yang sebentar pucat sebentar merah itu. Ia merasa terhina sekali. Di hadapan para pembesar, para hulubalang, seorang gadis biasa saja telah berani menolak pinangannya! Pinangan seorang raja besar untuk putera mahkota, ditolak oleh seorang gadis biasa saja. Alangkah hinanya! Lalu dia teringat akan ucapan Song Tian Ci selirnya itu, bahwa gadis ini mempunyai dosa dan untuk dosa itu sudah patut memberi hukuman mati kepadanya.
“Kwee Goat Lan...!” tiba-tiba suara Kaisar memecah kesunyian, suara yang telah cukup dikenal oleh para penghadap, karena kalau suara Kaisar sudah lambat dan parau, tanda bahwa orang besar ini sedang marah sekali, “insyaf benarkah kau akan apa yang kau ucapkan tadi? Sadarkah kau bahwa jawabanmu itu berarti penolakan terhadap pinangan rajamu? Kau telah menghina Kaisar sekaligus membuat malu seorang Pangeran, seorang Putera Mahkota! Tahukah kau akan dosamu yang besar ini?”
Dengan air mata menitik keluar dari pelupuk matanya, Goat Lan menganggukkan kepala. “Hamba terpaksa... hamba tak dapat menerima kehormatan besar itu.” Hanya kekerasan hatinya saja yang menahan Goat Lan tidak sampai menangis tersedu-sedu di situ!
“Kwee Goat Lan, tahukah kau bahwa untuk dosamu masuk ke dalam istana tanpa ijin dan menahanku di dalam kamar sampai tiga hari itu saja sudah cukup untuk memberikan hukuman mati kepadamu?”
Seorang menteri tua segera maju dan sambil mengangguk-anggukkan kepalanya yang penuh uban dia berkata, “Mohon Paduka sudi mengampuni gadis ini tentang dosa dan pelanggaran itu karena paduka tadi dalam anugerah pertama sudah membebaskannya dari kesalahan itu.”
Memang menteri tua yang berpengalaman ini menjadi kuatir sekali kalau-kalau di dalam kemarahannya Kaisar akan menarik kembali keputusan yang sudah dikeluarkan terlebih dulu dan kalau hal ini terjadi, amat tidak baik bagi pribadi Kaisar sendiri. Keputusan yang keluar dari mulut seorang kaisar besar, tak dapat diubahnya lagi!
Kaisar teringat akan hal ini dan berkatalah dia, “Sesungguhnya aku sudah mengampuni kesalahan yang itu, akan tetapi gadis ini berani sekali menghinaku serta membikin malu Pangeran, maka untuk kedosaannya ini kuputuskan hukum buang keluar Tembok Besar di utara!”
Terdengar isak tertahan di leher gadis itu. Sebagai seorang gagah, tentu saja dia tidak takut dan dapat melarikan diri, akan tetapi sebagai seorang setiawan dan seorang yang menjunjung tinggi kepada Kaisar, tentu saja dia tak berani melakukan hal ini, karena hal ini akan merupakan pemberontakan yang akan mencemarkan namanya sekaligus nama keluarganya. Bagaimana dia dapat mencemarkan nama ayah ibunya?
“Ayah... Ibu...” Goat Lan mengeluh dalam hatinya, akan tetapi tanpa disadarinya bibirnya ikut menggerakkan sebutan ini.
Hong Beng yang berlutut tak jauh darinya mendengar keluhan ini dan dapat dibayangkan betapa hancurnya hati pemuda ini mendengar keputusan hukuman yang dijatuhkan oleh Kaisar kepada Goat Lan.
“Hamba tidak dapat menerima keputusan hukuman yang dijatuhkan atas diri Nona Kwee Goat Lan!” Hong Beng berseru keras sekali sehingga semua orang terkejut.
Kaisar memandangnya dengan marah. “Hmm, agaknya bukan desas-desus kosong saja bahwa keturunan Pendekar Bodoh memang memiliki jiwa pemberontak. Teringat olehku betapa dulu ayahmu dan kawan-kawannya juga pernah melawan tentara kerajaan!” kata Kaisar dengan marah. “Dan apakah sekarang kau ingin mengulangi perbuatan ayahmu yang tidak benar itu? Kau hendak melawan keputusan dari Kaisarmu?”
Menteri tua yang tadi membela Goat Lan, yaitu seorang bangsawan she Liem, segera mengajukan usulnya,
“Hamba mohon sudilah kiranya Paduka suka mempertimbangkan keadaan kedua orang muda ini. Jasa mereka amat besar, karena selain telah menyembuhkan Putera Mahkota, mereka jugalah yang menghancurkan komplotan jahat dari Bu Kwan Ji. Kalau sekarang Paduka menjatuhkan hukuman berat, bukankah hal ini akan mengejutkan orang-orang gagah yang banyak terdapat di antara rakyat dan membuat mereka takut sehingga tidak berani membantu pemerintah untuk menyatakan kesetiaan mereka?”
Kaisar mendongkol juga mendengar ucapan ini, meski pun diam-diam ia harus mengakui kebenarannya. “Habis, kalau menurut pendapatmu bagaimana baiknya?”
“Harap Paduka sudi mengampunkan hamba yang lancang. Hukuman mengusir Nona ini ke utara sudah dikeluarkan sehingga tidak mungkin dicabut kembali, hanya dapat diubah sifatnya. Hukuman ini bukan pembuangan seumur hidup, tetapi pembuangan sementara saja. Hamba teringat bahwa kini bangsa Tartar sedang bergerak dari barat dan utara, melakukan pengacauan dan merampok serta menculik rakyat yang tinggal di perbatasan utara dan barat. Mengapa tidak memberi kesempatan kepada Nona Kwee dan kawannya yang gagah perkasa ini untuk membuktikan kesetiaan dan kebaktian mereka terhadap negara? Hamba rasa lebih baik kalau memberi tugas kepada mereka ini untuk mengusir musuh, dan apa bila mereka berdua ternyata benar-benar setia, Paduka akan melakukan sesuatu yang adil dan mulia apa bila mengampuni mereka ini!”
Kaisar mengangguk-angguk dan merasa setuju sekali. Sekelebatan saja menteri tua she Liem ini dapat menduga bahwa di antara kedua orang muda itu pastilah ada hubungan kasih, terbukti dari kerling mereka dan betapa pemuda itu dengan mati-matian berani membela Goat Lan di depan Kaisar. Karena itu timbullah hati kasihan di dalam dadanya sehingga mengajukan usul ini.
Demikianlah, pada hari itu juga, Goat Lan dan Hong Beng diberi tanda cap pada lengan tangan mereka dengan sejenis tinta yang tak dapat dihapus oleh siapa pun juga, kecuali apa bila dicuci dengan obat yang tersimpan di istana. Cap dari Kaisar ini merupakan tanda bahwa mereka masih berada di dalam urusan dan apa bila cap ini belum dihapus oleh Kaisar, berarti mereka selama hidup akan menjadi pesakitan! Kaisar berjanji bahwa apa bila mereka membuktikan kesetiaan mereka dan berhasil mengusir para pengacau di utara, cap di lengan itu akan dihapus bersih sebagai tanda pengampunan bagi mereka!
Dengan hati sedih, Hong Beng dan Goat Lan segera berangkat ke utara, dikawal oleh sepasukan prajurit istimewa yang selain akan mengamat-amati mereka, juga bertugas membantu mereka membasmi para pengacau. Pasukan ini terdiri dari empat puluh orang perjurit pilihan yang pandai ilmu silat.
Pada hari keberangkatan pertama, kedua mata Goat Lan menjadi merah dan ia tak dapat banyak mengeluarkan kata-kata. Baiknya masih ada Hong Beng di sampingnya sehingga berkat hiburan-hiburan pemuda ini, pada keesokan harinya Goat Lan telah mendapatkan kembali kegembiraannya. Dengan amat mudah Goat Lan dapat merubah hukum buang itu seperti sebuah perjalanan pelesir saja. Tiada hentinya di sepanjang jalan ia berjenaka sehingga kini sebaliknya Hong Beng yang terhibur!
Pada esok harinya, pagi-pagi sekali mendadak ada serombongan pasukan berkuda yang menyusul cepat dan ketika pasukan itu tiba, semua prajurit pengawal Hong Beng dan Goat Lan cepat-cepat memberi hormat kepada seorang panglima muda yang mengepalai pasukan itu. Hong Beng dan Goat Lan segera mengenal panglima muda yang gagah dan tampan ini sebagai panglima yang membantu mereka mengalahkan Bu Kwan Ji beserta kaki tangannya di depan kamar Pangeran itu.
Memang panglima muda ini adalah Kam Liong! Ia cepat turun dari kudanya dan menjura kepada Hong Beng dan Goat Lan sambil berkata dengan senyum,
“Alangkah gembira hati siauwte dapat mengejar dan menyusul Ji-wi hari ini! Siauwte Kam Liong adalah orang pertama yang merasa amat menyesal dan kecewa mendengar nasib malang yang menimpa diri Ji-wi yang mulia, karena sebenarnya antara Ji-wi dan siauwte terdapat hubungan yang sudah lama, semenjak ayah kita masing-masing masih muda!”
Hong Beng dan Goat Lan segera membalas penghormatan panglima muda ini dengan gembira dan juga terheran. Kam Liong lalu memerintahkan agar pasukan itu beristirahat kemudian dia mengajak kedua orang muda itu untuk duduk di tempat tersendiri sambil mengeluarkan perbekalan mereka untuk makan minum.
Di bawah sebatang pohon yang besar mereka duduk bercakap-cakap sambil makan. Di situlah Kam Liong menceritakan bahwa ia adalah putera dari Panglima Besar Kam Hong Sin yang sudah kenal baik dengan ayah ibu kedua orang muda itu.
“Siauwte telah bertemu dengan kedua saudaramu, Sie-enghiong,” katanya kepada Hong Beng sehingga pemuda ini menjadi terheran. “Bukanlah adikmu perempuan bernama Sie Hong Li dengan pedangnya Liong-coan-kiam yang hebat itu? Hanya sayang aku belum mengetahui nama saudaramu laki-laki itu, juga tak tahu apakah dia adik atau kakakmu.”
Hong Beng adalah seorang pemuda yang pendiam akan tetapi cerdik sekali. Biar pun dia tahu bahwa panglima muda ini telah salah duga, namun dia tidak segera mengemukakan hal ini, bahkan lalu bertanya,
“Siapakah dia, di mana kau bertemu dengannya dan bagaimana rupanya?”
Dengan gembira Kam Liong lalu menceritakan tentang pertemuannya dengan Lie Siong ketika pemuda ini menolong Lilani. “Pemuda itu sungguh aneh, tidak mau menyebutkan nama dan tidak mengaku pula siapa orang tuanya, akan tetapi melihat ilmu silatnya, aku tidak ragu-ragu lagi bahwa kalau dia bukan saudaramu, Sie-enghiong, pasti dia adalah saudara dari Kwee Lihiap ini!”
Akan tetapi, Hong Beng dan Goat Lan yang mendengar penuturan itu saling pandang dengan terheran-heran.
“Aku tidak mempunyai saudara laki-laki, Kam-ciangkun,” kata Hong Beng.
“Dan adikku masih kecil,” kata Goat Lan.
Kam Liong memandang kepada mereka dengan tajam. Memang pemuda ini mempunyai mata yang tajam sekali, tanda bahwa otaknya cerdik.
“Ahh, kalau begitu, tidak salah lagi! Dia tentulah putera Ang I Niocu.”
Kemudian Kam Liong merubah arah pembicaraan dan menyatakan maksudnya menyusul rombongan yang mengantar kedua orang muda keluar Tembok Besar itu.
“Semenjak kemarin dulu siauwte bertemu dengan Ji-wi, pada saat kita bersama memberi hajaran kepada komplotan Bu Kwan Ji yang busuk, siauwte telah merasa tertarik sekali dan ingin mengadakan perkenalan. Akan tetapi, sayang sekali siauwte menerima tugas keluar kota raja dan baru kemarin siauwte datang. Alangkah kecewa hatiku mendengar bahwa Ji-wi sudah berangkat menerima keputusan dari Hong-Siang yang sesungguhnya amat kurang bijaksana itu. Akan tetapi, harap Ji-wi tidak kuatir. Apa bila sudah selesai tugasku di selatan, aku pasti akan menyusul ke utara sehingga kita bisa bersama-sama menghancurkan pengacau-pengacau itu! Siauwte pernah bertugas di utara dan memiliki tempat merupakan benteng di sebelah dusun di lereng Gunung Alkata-san. Ji-wi harap mendirikan markas di sana, dan sementara itu bila mana siauwte ke selatan, siauwte akan mengunjungi Kwee-lo-enghiong dan Sie Taihiap untuk menyampaikan warta ini dan memberitahukan bahwa Ji-wi berada dalam keadaan selamat!”
Hong Beng dan Goat Lan merasa girang sekali dan juga bersyukur, karena itu mereka lalu menyatakan terima kasih berulang-ulang. Saking gembiranya, kedua orang muda ini menerima saja usul Kam Liong yang ramah-tamah ketika Kam Liong mengajak keduanya mempertebal persahabatan dengan menyebut nama masing-masing begitu saja tanpa embel-embel lagi!
Kam Liong lalu memberi perintah kepada prajurit-prajurit yang mengawal Hong Beng dan Goat Lan, memberi tahu ke mana mereka harus pergi untuk mendapatkan benteng yang dulu menjadi tempat tinggal pasukannya itu. Kemudian, tiga orang muda yang gagah ini lalu berpisah.
Sebelum berpisah, Kam Liong melakukan sesuatu yang sangat mengharukan hati kedua orang muda itu. Panglima gagah perkasa ini memerintahkan kepada prajurit-prajuritnya untuk meninggalkan semua kuda sehingga pasukan pengawas Hong Beng dan Goat Lan semua mendapat seekor kuda. Kuda Kam Liong sendiri diserahkan kepada Hong Beng dan Goat Lan juga mendapatkan seekor kuda yang terbagus!
Ketika Hong Beng dan Goat Lan hendak menolak, Kam Liong berkata,
“Tujuan perjalanan kalian masih sangat jauh dan panjang, ada pun kami dapat mudah saja membeli kuda atau meminjam di kota. Bahkan untuk berjalan kaki ke kota raja pun sudah tak berapa jauh.” Terpaksa kedua orang muda itu menerima sambil menghaturkan terima kasih.
Tentu saja Hong Beng dan Goat Lan sama sekali tidak dapat membaca isi hati panglima muda itu. Biar pun Kam Liong sangat mengagumi kedua remaja itu dan memang ingin mengikat tali persahabatan, namun kalau tidak ada ‘apa-apanya’ belum tentu Kam Liong akan berlaku luar biasa baiknya itu.
Semenjak Kam Liong bertemu dengan Lili, hati pemuda ini telah runtuh dan dia terjeblos dalam perangkap asmara. Dia jatuh cinta kepada Lili dan semenjak hari pertemuan itu, setiap malam ia selalu termenung dan merindukan Lili. Ia ingin sekali menyuruh seorang perantara untuk mengajukan pinangan kepada orang tua Lili di Shaning, namun hatinya masih ragu-ragu sebab meminang puteri Pendekar Bodoh bukanlah perkara lumrah saja! Baginya, lebih mudah meminang puteri seorang pangeran di kota raja dari pada harus meminang puteri Pendekar Bodoh yang dahulu sering kali disebut-sebut oleh ayahnya, Kam Hong Sin yang sudah gugur dalam peperangan.
Lalu, tanpa disangka-sangkanya, dia mendengar berita tentang adanya putera Pendekar Bodoh yang mengacau di istana! Ketika itu dia baru saja datang dari luar kota, karena memang pekerjaan terutama dari Kam Liong adalah melakukan pemeriksaan terhadap benteng-benteng penjagaan tentara kerajaan di batas negara. Karena itu dia dapat cepat datang pada saat Kaisar memanggil bantuan sehingga bisa bertemu dengan Hong Beng dan Goat Lan.
Akan tetapi, sayang sekali datang laporan dari seorang perwira sehingga ia mesti keluar kota kembali untuk beberapa hari. Maka ketika ia kembali ke kota raja, ia telah terlambat karena Hong Beng dan Goat Lan sudah mendapat hukuman buang ke utara.
Kam Liong tidak mau melepaskan kesempatan baik ini. Dia tergila-gila kepada Lili, dan sekarang kakak dari gadis itu berada di sini, bagaimana dia tidak melakukan sesuatu untuk mengambil hati? Demikianlah, ia lalu menyusul dengan cepat dan berhasil menarik dan menawan hati Hong Beng.
Di sepanjang perjalanan, Hong Beng dan Goat Lan tiada henti memuji kebaikan hati Kam Liong. Perwira-perwira yang memimpin pasukan pengawal itu menambahkan,
“Memang Kam-ciangkun baik sekali dan ilmu silatnya juga tinggi. Kabarnya dia mendapat didikan langsung dari tokoh-tokoh Kun-lun-pai. Sejak berusia tujuh belas tahun, dia telah berjasa dalam peperangan, membantu perjuangan ayahnya. Bahkan pada saat ayahnya gugur dalam peperangan, Kam-ciangkun ikut bertempur bahu membahu dengan ayahnya itu.”
Semakin kagumlah hati Hong Beng dan Goat Lang, dan ini sesuai benar dengan maksud hati Kam Liong! Kemudian, sesudah menyelesaikan urusannya di kota raja, Kam Liong berangkat ke selatan dan pertama-tama dia menuju ke Shaning hendak mencari rumah Pendekar Bodoh untuk melaporkan keadaan Hong Beng, dan terutama sekali agar dapat bertemu dengan Lili!
Dia pikir lebih baik bertemu dengan Pendekar Bodoh dahulu sebelum memberanikan diri mengirim perantara mengajukan pinangan. Baiknya dia mempunyai alasan yang sangat tepat, yakni berita tentang keadaan Hong Beng. Kalau tidak ada alasan, ia merasa sukar juga menjumpai suami isteri pendekar besar itu.
*****
Baiklah, kita meninggalkan Kam Liong yang menuju ke rumah Sie Cin Hai di Shaning. Mari kita mendahuluinya ke Shaning dan menengok keadaan keluarga Sie ini.
Sejak Sin-kai Lo Sian Si Pengemis Sakti tinggal di rumah keluarga Sie, baik Lili mau pun suami isteri Sie merasa terhibur dari kedukaan mereka karena kematian Yousuf. Walau pun kematian Yousuf sudah terjadi belasan tahun yang lalu, namun tiap kali teringat oleh mereka bahwa pembunuhnya, yakni Bouw Hun Ti, belum terbalas, mereka merasa sedih sekali. Akan tetapi, kini dengan adanya Lo Sian, seakan-akan Yousuf masih belum mati.
Keadaan dan sikap Lo Sian ini hampir sama dengan kakek Turki itu. Juga seperti Yousuf, Lo Sian sangat suka minum arak wangi, suka pula bernyanyi-nyanyi dan mendongeng. Berbeda dengan Yousuf yang suka mendongeng cerita-cerita dari Turki, adalah Lo Sian pandai sekali mendongeng cerita-cerita Tiongkok kuno.
Dia boleh lupa akan keadaan pengalamannya pada masa lampau, yakni segala hal yang menyangkut dengan dirinya, akan tetapi ternyata dia tidak melupakan dongeng-dongeng yang terjejal di dalam ingatannya ketika ia masih kecil!
Lili tak sabar menanti kedatangan Hong Beng, karena dia telah mernperhitungkan bahwa Hong Beng dan Goat Lan seharusnya telah datang. Ke manakah gerangan perginya dua orang itu? Lili menyesal sekali mengapa dulu dia tidak ikut saja. Alangkah senangnya bila mereka itu mengalami hal-hal yang hebat dan berbahaya!
Baiknya di rumah itu ada Lo Sian yang disebutnya pek-pek atau twa-pek. Kedua orang tuanya, yakni Sie Cin Hai dan Lin Lin, sudah mendengar penuturannya yang tentu saja banyak dilebih-lebihkan mengenai pertemuan antara Goat Lan dan Hong Beng sehingga suami isteri itu merasa girang sekali. Memang Lili amat nakal, jenaka dan lucu. Katanya ketika dia menceritakan hal kakaknya dan Goat Lan,
“Engko Hong Beng agaknya tak dapat berpisah lagi dari Enci Lan! Ahh, kalau Ayah dan Ibu melihat betapa tadinya sebelum saling mengenal ternyata mereka sudah saling jatuh cinta!” Gadis itu tertawa sambil menutup mulutnya dengan lengan baju.
“Apa maksudmu?” tanya ayahnya mengerutkan kening.
Lili menceritakan betapa dia telah menggoda Hong Beng dan Goat Lan sehingga kedua orang muda yang tidak saling mengenal itu sampai bertempur!
“Ahh, kau nakal sekali, Lili!” ayahnya menegur. “Kenakalan seperti itu berbahaya sekali. Kenapa kau seperti anak kecil saja?”
Lili tidak merasa aneh mendengar teguran ayahnya, karena memang sejak kecil, hanya ayahnya saja yang selalu menegurnya. Akan tetapi dia juga maklum betul-betul bahwa ayahnya ini hanya galak di luarnya saja, padahal di dalam hati sangat menyayang dan memanjakannya.
“Mengapa, Ayah? Bukankah dengan demikian mereka jadi dapat saling mengenal tingkat kepandaian masing-masing?” Kemudian dia lalu melanjutkan penuturannya, betapa Goat Lan merasa berkuatir ketika mendengar Hong Beng ditantang pibu oleh para pemimpin Hek-tung Kai-pang.
Setelah selesai dengan penuturannya dan gadis ini pergi ke belakang mengunjungi Lo Sian di kebun di mana Lo Sian mengerjakan taman bunga, membuangi daun kering dan rumput, Pendekar Bodoh berkata kepada isterinya,
“Ahh, kurang pantas sekali kalau Hong Beng melakukan perjalanan berdua saja dengan Goat Lan. Mereka itu belum menikah dan sudah terlalu lama mereka pergi berdua. Hal ini tidak baik... tidak baik...” Ia menggeleng-geleng kepalanya.
“Apanya yang tidak baik?” Lin Lin membantah. “Mereka sudah bertunangan.”
“Tapi masih belum pantas melakukan perjalanan bersama dalam masa pertunangan, itu melanggar adat kesopanan kita,” kata suaminya.
“Ahhh, kau terlalu kukuh! Tidak ingatkah kau betapa dahulu kita sebelum menikah juga melakukan perantauan, bahkan lebih jauh dan lebih lama lagi? Asal kita dapat menjaga kesopanan, apa salahnya? Lagi pula, aku percaya penuh Beng-ji akan mampu menjaga kesopanan, demikian pula Goat Lan.”
“Kita lain lagi, isteriku,” kata Cin Hai. “Ketika kita melakukan perjalanan bersama, kita sudah yatim piatu. Akan tetapi anak-anak itu masih ada orang tuanya. Boleh saja secara kebetulan mereka bertemu di jalan dan menyelesaikan urusan bersama, akan tetapi tidak untuk selanjutnya merantau dan tidak pulang sampai sekarang!”
“Sudahlah, suamiku, kenapa ribut-ribut? Siapa tahu kalau mereka juga menemui urusan yang penting? Untuk menenteramkan hatimu, lebih baik kita pergi mengunjungi Enci Hoa dan suaminya di Tiang-an untuk menetapkan hari pernikahan kedua anak itu. Sekalian kita melihat-lihat kalau-kalau mereka sudah pulang ke sana.”
Sie Cin Hai menyetujui pikiran isterinya ini. Demikianlah, pada keesokan harinya kedua suami-isteri pendekar ini lalu melakukan perjalanan ke Tiang-an.
Lili yang ditinggalkan berdua dengan Lo Sian, melewatkan waktunya bersama Pengemis Sakti ini. Lili mencoba terus menerus untuk mengembalikan ingatan bekas suhu-nya ini, akan tetapi hasilnya sia-sia belaka.
Kini Lo Sian selalu nampak senang dan gembira. Di dalam rumah keluarga Sie, ia seperti seekor burung yang akhirnya menemukan sarang yang baik. Badannya menjadi segar dan gemuk dan tiap hari dia minum arak yang selalu disediakan oleh keluarga Sie.
Untuk menyenangkan hati Lo Sian yang telah menolong jiwanya dan telah melepas budi besar, Lili lalu menyuruh pelayan membeli arak terbaik dari Hang-ciu sehingga Lo Sian merasa girang bukan main. Dengan ditemani oleh Lili, sering kali ia minum arak di loteng belakang sambil menikmati keindahan taman bunga yang dirawatnya dan yang berada di bawah loteng itu.