CIA SUN mengerutkan alisnya. Dia tidak peduli terhadap nenek ini yang dia tahu adalah seorang nenek yang keji dan jahat sekali. Akan tetapi dia harus mengakui pada diri sendiri bahwa dia merasa suka dan sayang terhadap Hui Cu yang dianggapnya seorang gadis yang sangat baik. Tadi saja sudah terbukti bahwa Hui Cu menentang kejahatan dengan membakar gedung kuno itu.
Akan tetapi, dia tidak mencinta Hui Cu dan hal ini sudah dia katakan terus terang kepada Hui Cu! Hal seperti ini mana mungkin dibicarakan di hadapan orang banyak? Hanya akan membuat Hui Cu berduka dan malu saja. Akan tetapi nenek itu kini berada dalam sakratul maut dan dia harus bicara terus terang.
"Sayang, aku tidak dapat memenuhi permintaanmu. Aku akan melindungi Hui Cu sebagai seorang sahabat, akan tetapi... aku tidak bisa menjadi suaminya..."
Nenek itu terbelalak dan tangis Hui Cu semakin menjadi-jadi. "Apa? Kau... kau tidak cinta padanya? Engkau berani menolak?" Nenek itu tiba-tiba bangkit dan mengerahkan tenaga untuk menyerang Cia Sun, akan tetapi dia terpelanting dan napasnya putus.
Hui Cu bangkit, mukanya pucat ketika dia memandang pada mayat ibunya. "Ibu... kau... kau kejam... kejam...!" Dan gadis itu pun melarikan diri dengan amat cepatnya.
"Hui Cu...!" Cia Sun memanggil, akan tetapi gadis itu tidak menoleh dan terus lari dengan amat cepatnya. Cia Sun tidak dapat berbuat lain kecuali menghela napas panjang.
Sementara itu, Hui Song menghampiri ayahnya dan mereka pun saling pandang dengan wajah muram dan hati berduka.
"Ayah... kongkong dan ibu..."
Cia Kong Liang mengangguk. "Aku sudah tahu, mereka tewas oleh Raja dan Ratu Iblis, dan engkau sudah membalaskan kematian mereka."
"Ayah...!" Hui Song menahan air matanya, mendekati ayahnya lantas mereka pun saling berpegang tangan. Dari tangan mereka terasa getaran dan kedua orang pria yang kuat ini saling menghibur dengan pegangan tangan mereka itu.
"Aku telah tertipu, Song-ji..."
"Sudahlah, ayah. Aku sudah mendengar dari para suheng. Akan tetapi, ayah sudah cepat berbalik pikiran setelah mengetahuinya dan bagaimana pun juga, Cin-ling-pai telah banyak membantu pemerintah dalam menentang pemberontak."
"Song-ji, perkenalkanlah aku dengan para locianpwe ini. Apakah locianpwe itu gurumu?" ketua Cin-ling-pai berkata. "Juga siapakah gadis gagah itu? Siangkoan Ci Kang dan Cia Sun aku sudah kenal."
Hui Song lalu memperkenalkan Siang-kiang Lo-jin sebagai gurunya, juga Wu-yi Lo-jin guru Sui Cin, Ciu-sian Lo-kai guru Ci Kang dan Go-bi San-jin guru Cia Sun. "Dan ini adalah nona Ceng Sui Cin, puteri tunggal dari locianpwe Ceng Thian Sin di Pulau Teratai Merah."
"Ahh, puteri Pendekar Sadis?" Ketua Cin-ling-pai itu bertanya sambil memandang penuh perhatian kepada Sui Cin. "Pantas lihai bukan main!"
"Dan ini adalah gadis yang kucinta, ayah, telah kucalonkan dia menjadi isteriku!" kata Hui Song dengan cepat sambil mengerling ke arah Ci Kang dan Cia Sun. Dia tahu bahwa dua orang muda itu agaknya juga menaruh hati kepada Sui Cin, maka kini di hadapan banyak orang, dengan terang-terangan dia mengaku cintanya kepada gadis itu kepada ayahnya.
Mendengar ucapan muridnya itu, Siang-kiang Lo-jin tertawa dan perutnya yang gendut itu bergerak-gerak. "Ha-ha-ha-ha, ketua Cin-ling-pai sungguh beruntung mempunyai seorang putera yang jujur dan berani berterus terang tidak malu-malu kucing!"
Cia Kong Liang tersenyum. Dalam hati kecilnya, dia kurang suka jika puteranya berjodoh dengan puteri Pendekar Sadis, karena dalam pandangannya, Pendekar Sadis merupakan seorang pendekar yang terlalu kejam terhadap musuh-musuhnya. Akan tetapi dia sudah mendapat banyak pengalaman dalam peristiwa pemberontakan itu sehingga dia menekan perasaannya dan dia menjura kepada kakek gendut itu.
"Berkat bimbingan locianpwe anakku yang bodoh menjadi tabah. Nona Ceng, terus terang saja, setelah mendengar kata-kata anakku, bagaimana pendapatmu tentang itu?"
Pertanyaan yang diajukan ketua Cin-ling-pai ini malah lebih terang-terangan lagi dari pada puteranya. Pendekar ini bertanya kepada seorang gadis begitu saja tentang pendapatnya mengenai pemyataan cinta puteranya!
Sui Cin adalah seorang dara yang berwatak polos, jenaka dan bebas. Terutama sekali dia mencinta kebebasan yang sejak kecil memang diberikan oleh ayah bundanya kepadanya maka sikap Hui Song dan ayahnya itu tidak membuat dia bingung biar pun kedua pipinya kini menjadi lebih merah dari pada biasanya.
"Locianpwe, Song-ko adalah seorang sahabatku yang baik. Aku suka kepadanya..."
"Suka ataukah cinta? He-he, kukira muridku juga bukan seorang yang pemalu dan suka berpura-pura. Sui Cin, suka berbeda dengan cinta!" Tiba-tiba Wu-yi Lo-jin berkata sambil terkekeh.
Sui Cin melirik kepada gurunya. Sialan. Gurunya ini lebih terang-terangan lagi sehingga ia merasa tersudut. "Yaah, mungkin aku juga cinta padanya dan tentang perjodohan... wah, biarlah hal itu ayah ibuku yang memutuskan!"
Jawaban ini membuat semua orang tersenyum dan Hui Song nampak girang bukan main. Cia Sun diam-diam menarik napas panjang dan dia pun hanya menundukkan muka saja, ada pun Ci Kang juga menundukkan muka. Hanya mereka sendiri yang dapat merasakan kepahitan yang sejenak menyelubungi hati mereka sesudah mendengar jawaban Sui Cin yang terang-terangan menyatakan cintanya kepada Hui Song itu.
Cia Kong Liang mengangguk-angguk. "Baiklah, apa bila kalian memang saling mencinta, kelak aku akan menemui Pendekar Sadis untuk membicarakan urusan perjodohan kalian. Kini aku harus mengucapkan terima kasih kepada para locianpwe yang sudah menolong calon menantuku ini, juga tidak lupa aku berterima kasih sekali kepada Ci Kang dan Cia Sun, terutama Ci Kang karena tanpa adanya dia ini, mungkin sekarang aku sudah mati dikeroyok oleh para pemberontak anak buah Raja Iblis."
"Nanti dulu, ayah!" tiba-tiba Hui Song berkata dengan suara nyaring hingga mengejutkan hati semua orang.
Agaknya hati pendekar muda yang sedang bergelora penuh cinta asmara terhadap Sui Cin ini masih belum dapat melenyapkan rasa marah dan cemburu apa bila teringat akan perbuatan yang pernah dilakukan Siangkoan Ci Kang pada kekasihnya. Membayangkan peristiwa yang lalu, betapa Ci Kang dengan kekerasan merangkul dan menciumi Sui Cin, hatinya menjadi panas dan kini mendengar Ci Kang dipuji-puji ayahnya, dia pun tak dapat menerimanya.
"Kita tidak dapat menilai hati seseorang melalui satu perbuatannya saja. Siapa tahu ketika Siangkoan Ci Kang menolong ayah, hal itu dilakukan secara kebetulan atau hanya untuk mencari muka. Dia itu sesungguhnya seorang yang jahat, seorang tokoh sesat, ayah!"
Siangkoan Ci Kang mengangkat muka memandang kepada Hui Song. Sedikit pun tidak nampak penyesalan di wajahnya yang gagah, bahkan sinar matanya masih lembut seperti biasa. Dia maklum apa yang sedang terjadi di dalam batin pemuda tampan itu.
Dia tahu betapa cemburu dan kemarahan membuat Hui Song membenci padanya, atas perbuatannya kepada Sui Cin tempo hari. Dan dia tidak menyalahkan Hui Song. Apa lagi Hui Song, dia sendiri pun marah dan menyesal sekali atas peristiwa yang terjadi itu dan sulit baginya untuk memaafkan dirinya sendiri. Oleh karena itu dia menanti saja apa yang hendak dikatakan oleh Hui Song yang nampaknya penasaran sekali dan siap membuka keburukan namanya di depan semua orang.
Akan tetapi jawaban Cia Kong Liang sungguh di luar dugaan semua orang, terutama sekali Hui Song. Ketua Cin-ling-pai itu menjawab tenang, "Hui Song, agaknya aku lebih mengenal dia dari pada engkau. Aku sudah tahu, dan dia mengaku sendiri bahwa dia adalah putera tunggal mendiang Siangkoan Lo-jin..."
"Baik sekali apa bila ayah sudah mengetahuinya," kata Hui Song memotong. "Akan tetapi tahu jugakah ayah bahwa Siangkoan Lo-jin itu adalah Si Iblis Buta, yang sebelum muncul Raja dan Ratu Iblis menjadi datuk kaum sesat yang dibantu oleh Cap-sha-kui!"
Ayahnya menarik napas panjang dan mengangguk. "Aku tahu semuanya itu, Song-ji, dan keadaan keluarganya itu bahkan semakin mengagumkan hatiku terhadap Ci Kang, karena dia seperti sekuntum bunga teratai yang hidup di tengah lumpur, tetap indah dan bersih. Aku melihat sendiri betapa hebat sepak terjangnya dalam menentang kejahatan..."
"Ayah belum tahu apa yang tersembunyi di balik kedok domba itu! Ayah, dia jahat sekali! Dia pernah berusaha untuk memperkosa adik Sui Cin...!"
"Song-ko...!" Sui Cin terkejut dan segera menegur karena dia menganggap bahwa tidak pantas pemuda itu membuka rahasia itu.
"Cin-moi, kalau tidak kuberi tahukan sekarang, tentu semua orang akan menganggap dia seorang yang sebaik-baiknya dan hal itu amat berbahaya," bantah Hui Song.
Cia Kong Liang mengerutkan alis, sejenak matanya memandang pada puteranya dengan sinar marah. Sebagai seorang yang berpandangan tajam dia pun dapat menduga bahwa di dalam batin puteranya itu penuh dengan kebencian dan cemburu. Dia lalu mengalihkan pandang matanya, memandang wajah Siangkoan Ci Kang namun pemuda itu sama sekali tidak membantah, hanya menundukkan mukanya yang menjadi agak pucat, wajah yang membayangkan penyesalan besar.
Ucapan Hui Song itu membuat semua orang terkejut. Bahkan Cia Sun yang tadinya amat percaya dan suka kepada Ci Kang yang gagah perkasa, kini ikut memandang dengan alis berkerut. Kakek Ciu-sian Lo-kai yang biasanya suka berkelakar dan jenaka itu, wajahnya langsung berubah dan alisnya berkerut ketika dia memandang kepada muridnya.
"Siangkoan Ci Kang!" tiba-tiba kakek tinggi kurus yang berpakaian pengemis ini berkata, suaranya keras galak, kedua matanya mengeluarkan sinar berkilat. "Benarkah apa yang dituduhkan orang kepadamu? Benarkah bahwa engkau pernah hendak memperkosa nona Ceng Sui Cin ini?"
Semua orang kini memandang kepada Ci Kang, terutama sekali Cia Sun yang merasa bingung dan sulit mempercayai berita bahwa sahabatnya itu pernah hendak memperkosa Sui Cin. Ci Kang mengangkat mukanya yang agak pucat itu, pertama-tama memandang ke arah Sui Cin yang juga memandang kepadanya, kemudian dia memandang kepada gurunya, lalu menunduk kembali dan suaranya lirih dan jelas.
"Benar, suhu. Saya pernah melakukan hal itu."
Sepasang mata Ciu-sian Lo-kai terbelalak, juga semua orang terkejut sekali mendengar pengakuan blak-blakan ini. "Ci Kang! Engkau memalukan aku yang menjadi gurumu! Aku tidak pernah mengajarkan engkau untuk bertindak biadab seperti itu!"
Dengan sikap tenang Ci Kang menjawab, "Suhu mengajarkan supaya saya bersikap jujur dan berani mempertanggung jawabkan semua tindakan saya."
"Hemm, engkau telah melakukan perbuatan terkutuk, lalu apa tanggung jawabmu?" desak kakek tinggi kurus itu dengan marah.
"Saya akan menerima segala hukuman yang dijatuhkan kepada saya untuk perbuatan itu, suhu," jawab Ci Kang dengan tenang dan sedikit pun tidak kelihatan gentar.
Kakek tinggi kurus itu menarik napas panjang dan wajahnya nampak lega. "Ahhh, paling tidak engkau cukup gagah untuk mengakui kesalahan dan menerima hukuman. Nah, aku yang akan menghukummu di hadapan orang banyak ini. Aku harus mencabut sebagian kepandaianmu dan melumpuhkan separuh badanmu!" Berkata demikian, Ciu-sian Lo-kai melangkah maju menghampiri muridnya, sementara Ci Kang hanya berdiri tenang sambil menundukkan mukanya saja, menanti datangnya hukuman dengan pasrah.
"Nanti dulu!" Tiba-tiba saja Cia Sun meloncat ke depan dan menghadang Ciu-sian Lo-kai. "Locianpwe, harap maafkan jika aku turut mencampuri urusan ini karena Ci Kang adalah sababatku yang sangat baik dan aku mengenal benar kegagahannya. Kita semua sudah mendengar tuduhan paman Cia Hui Song dan juga Ci Kang tidak menyangkal tuduhan itu dan dia demikian gagahnya untuk mempertanggung jawabkan perbuatan yang dituduhkan kepadanya. Akan tetapi di sini kita masih mempunyai seorang saksi utama yang belum menyatakan kesaksiannya. Cin-moi, kenapa engkau berdiam diri saja? Pendapat semua orang bisa saja keliru, hanya engkau seoranglah yang bisa menjelaskan apa sebenarnya yang sudah teriadi. Dalam urusan ini aku hanya dapat mempercayai keteranganmu saja. Benarkah tuduhan paman Hui Song terhadap Ci Kang tadi?"
Kini semua orang memandang kepada Sui Cin. Semenjak tadi gadis itu menjadi merah mukanya dan dia sampai kehilangan suaranya saking terkejut dan malunya mendengar betapa Hui Song membuka rahasia Ci Kang itu. Kini, secara langsung Cia Sun bertanya kepadanya dan dia pun menarik napas panjang lalu memandang kepada Ci Kang dengan sinar mata kasihan.
"Apa yang dituduhkan Song-ko memang benar dan tadinya aku pun menyangka bahwa saudara Ci Kang melakukan perbuatan yang sangat jahat terhadap diriku. Hal itu terjadi pada saat dia dan aku menjadi wakil suku bangsa untuk memilih pimpinan dan dia terluka oleh jarum-jarumku. Karena merasa menyesal, aku mengunjungi dia ke perkemahannya untuk mengobatinya. Akan tetapi, sesudah dia sadar, dia malah melakukan usaha untuk memaksaku... dan pada saat itu, Song-ko muncul dan terjadi perkelahian sampai saudara Ci Kang melarikan diri. Pada waktu itu, tentu saja Song-ko menyangka bahwa saudara Ci Kang hendak memperkosaku, bahkan aku sendiri pun mempunyai dugaan demikian."
"Nah, sudah jelas! Tunggu apa lagi?" seru Hui Song.
"Nanti dulu, Song-ko!" kata Sui Cin mengerutkan alisnya. "Hati yang penuh rasa cemburu akan mengundang kebencian dan selalu berprasangka buruk. Aku tadi telah mengatakan bahwa pada waktu peristiwa itu terjadi, aku pun menduga bahwa saudara Ci Kang sudah melakukan perbuatan yang rendah dan jahat. Akan tetapi, kemudian baru aku tahu bahwa hal memalukan itu terjadi bukan karena kesalahannya! Sama sekali dia tidak bersalah!"
Hui Song memandang dengan mata terbelalak dan wajah Cia Sun berseri-seri. Sudah dia duga. Dia tidak akan mungkin dapat percaya bahwa sahabatnya itu melakukan hal yang demikian rendahnya. Biar pun belum lama bergaul dengan Ci Kang, dia sudah mengenal pemuda ini sebagai seorang jantan yang berjiwa gagah perkasa.
"Nona Ceng Sui Cin, bicaralah yang jelas. Tadi nona mengakui bahwa muridku ini sudah berusaha memperkosamu, akan tetapi selanjutnya nona katakan bahwa dia tak bersalah! Apa artinya keteranganmu yang bertentangan itu?" Ciu-sian Lo-kai mendesak.
Kini Ci Kang sendiri merasa amat tertarik. Selama ini dia hanya merasa sangat menyesal atas perbuatannya terhadap Sui Cin itu. Dia sendiri tidak tahu mengapa dia sampai bisa melakukan hal yang terkutuk itu. Sekarang, mendengar keterangan Sui Cin, tentu saja dia tertarik sekali sehingga dia mengangkat muka memandang kepada gadis itu.
"Ketika mengunjungi perkemahan saudara Ci Kang untuk mengobatinya, aku membawa juga obat dari subo Yelu Kim. Dan ternyata obat itu manjur. Akan tetapi baru kemudian aku mendengar dari subo Yelu Kim bahwa obat itu mengandung racun perangsang dan racun inilah yang membuat saudara Ci Kang melakukan perbuatan itu terhadap diriku. Dia keracunan, bukan sengaja hendak berbuat keji terhadap diriku. Dia tidak bersalah, yang salah adalah obat pemberian subo Yelu Kim itu."
Bukan main lega rasa hati Cia Sun, Ciu-sian Lo-kai dan terutama Ci Kang sendiri. Wajah pemuda ini menjadi merah lagi dan dia memandang kepada Sui Cin dengan perasaan terima kasih yang besar. Gadis itu seakan-akan sudah mengangkatnya keluar dari dalam jurang kehinaan yang selama ini membuatnya berduka dan murung. Akan tetapi dia pun marah kepada nenek Yelu Kim dan dia mengepal tinju.
"Ahh, nenek Yelu Kim sungguh keji dan jahat!" katanya.
"Saudara Ci Kang hendaknya tidak salah sangka terhadap subo Yelu Kim!" kata Sui Cin setelah melihat sikap pemuda itu. "Subo Yelu Kim tidak berniat jahat dengan pemberian obat itu."
"Tidak jahat? Nona, dia hampir membuat aku menjadi seorang hina, membuat aku hampir putus asa karena penyesalan, dan engkau masih mengatakan bahwa dia tidak jahat?" Ci Kang berseru heran.
Sui Cin menggeleng kepala sambil tersenyum simpul. "Tidak, dia sama sekali tidak jahat, saudara Ci Kang. Semua terjadi karena salah pengertian. Ketika subo melihat betapa aku merasa menyesal melukaimu dan hendak mengobatimu, dia salah sangka. Dia mengira bahwa aku jatuh cinta kepadamu... kemudian... dengan obat itu, dia bermaksud hendak membantuku...! Ingat, subo adalah pemimpin suku-suku liar, jadi... dalam hal itu, mungkin saja cara berpikirnya dan kebiasaan suku liar itu sendiri jauh berbeda dengan kita..."
Cia Kong Liang memandang kepada puteranya. "Song-ji, engkau telah mendengar sendiri sekarang! Lain kali, jangan sembarangan menjatuhkan tuduhan jika belum mengerti benar apa yang menjadi sebab-sebab perbuatan itu. Tuduban yang tanpa dasar bisa merupakan fitnah keji."
Wajah Hui Song menjadi merah padam, akan tetapi dengan gagah dia segera menjura kepada Ci Kang. "Siangkoan Ci Kang, maafkanlah aku. Akan tetapi, siapa dapat menduga mengenai racun itu? Sebelum mendengar dari nenek Yelu Kim, Cin-moi sendiri juga tidak tahu. Jadi, aku tidak menuduh secara membabi buta, harap kau dapat memakluminya."
Diam-diam Ci Kang merasa kagum. Biar pun akibat cemburunya pemuda ini menjatuhkan tuduhan penuh kebencian kepadanya, akan tetapi sekarang mau mengakui kesalahannya secara gagah perkasa dan minta maaf. Seperti juga ayahnya yang telah melakukan salah langkah yang amat hebat dan membawa anak buah membantu para pemberontak, akan tetapi setelah sadar berani bertindak membetulkan langkah, bahkan dengan pengorbanan nyawa isteri dan ayah mertuanya, dan banyak pula anak murid yang menjadi korban.....
"Sui Cin! Apa saja yang telah kau lakukan selama ini?" Tiba-tiba terdengar suara teguran yang nyaring, suara seorang wanita.
Begitu suara itu berhenti, nampak dua bayangan orang berkelebat dan di situ telah berdiri seorang pria berusia hampir lima puluh tahun yang tampan dan gagah, bersama seorang wanita yang usianya sebaya, cantik dan mengenakan pakaian mewah indah seperti pria itu pula. Mereka ini adalah Ceng Thian Sin atau Pendekar Sadis, bersama isterinya, Toan Kim Hong yang pernah berjuluk Lam-sin (Malaikat Selatan).
"Ayah...! Ibu...!" Sui Cin berseru gembira bukan main dan cepat dia berlari menghampiri mereka lalu saling rangkul dengan ibunya.
Pakaian dara itu sederhana saja, malah agak nyentrik, sedangkan ibunya berpakaian rapi dan amat mewah, sungguh besar perbedaan pakaian mereka. Akan tetapi wajah mereka sama-sama cantik dan manis.
"Ayah, ibu, mari kuperkenalkan pada orang-orang gagah ini!" kata Sui Cin dengan lincah gembira sambil menuntun tangan ibunya. "Cu-wi yang gagah, mereka ini adalah ayahku dan ibuku! Ayah, ibu, empat orang kakek ini adalah tokoh-tokoh sakti yang memimpin para pendekar menghadapi Raja Iblis serta kaki tangannya. Ini adalah suhu Wu-yi Lo-jin yang terkenal dengan sebutan Dewa Arak. Beliau sudah menjadi guruku, membimbingku selama tiga tahun."
"Heh-heh, aku tua bangka ini sudah lancang dan tak tahu diri berani menjadi guru puteri Pendekar Sadis yang sangat lihai!" kata Wu-yi Lo-jin. Akan tetapi sambil tertawa Ceng Thian Sin menjura.
"Bimbingan locianpwe terhadap anak kami yang bodoh merupakan budi yang besar sekali dan kami amat berterima kasih."
Sui Cin lalu melanjutkan. "Dan ini adalah locianpwe Siang-kiang Lo-jin yang disebut Dewa Kipas, lihai dan lucu, juga amat baik hati. Dan yang ini locianpwe Ciu-sian Lo-kai dan itu Go-bi San-jin. Pemuda ini adalah Cia Sun toako, putera dari paman Cia Han Tiong..."
Cia Sun cepat-cepat memberi hormat kepada Pendekar Sadis dan isterinya. Ceng Thian Sin girang sekali melihat Cia Sun dan memegang pundak pemuda itu sambil memandang wajahnya dengan penuh perhatian. "Ahh, kanda Cia Han Tiong memiliki seorang putera yang gagah perkasa, aku girang sekali."
"Ayah dan ibu, ini adalah enci Tan Siang Wi dan ini koko Cia Hui Song serta ayahnya, ketua Cin-ling-pai, lociawpwe Cia Kong Liang."
Mereka berhadapan dan saling pandang, kemudian Ceng Thian Sin dan isterinya menjura dengan hormat kepada ketua Cin-ling-pai yang dibalas dengan sikap sederhana oleh Cia Kong Liang sambil berkata, "Gembira sekali dapat bertemu lagi dengan ji-wi di tempat ini."
Sebelum mereka sempat bercakap-cakap, tiba-tiba nampak seorang laki-laki berlari-lari mendatangi dan dengan napas agak terengah-engah, pria ini lalu maju dan menudingkan telunjuknya ke arah Hui Song.
"Itu dia! Itulah dia si jahanam Cia Hui Song, keparat yang tidak kenal budi. Penjahat keji yang terkutuk itu!" Orang itu lalu menoleh ke arah Pendekar Sadis dan isterinya. "Orang gagah, engkau telah berjanji, cepat tangkap dan seret dia seperti yang telah kau janjikan!"
Sementara itu, melihat pria ini, Hui Song sudah melangkah maju. "Ehh... ehh, saudaraku, Lam-nong, apakah yang telah terjadi? Kenapa engkau bersikap seperti ini?"
Lam-nong meloncat ke belakang dan matanya melotot. "Jangan menyentuh aku! Apakah engkau mau membunuh aku juga? Sebelum engkau membunuhku, biarlah semua orang gagah ini mendengar perbuatan apa yang telah kau lakukan kepada keluargaku, kepada suku kami!"
Hui Song mengerutkan alisnya dan memandang bingung. Apakah Lam-nong telah menjadi gila, pikirnya. "Saudara Lam-nong, mengapa kau begini?"
"Tak usah berpura-pura. Anak buahku melihat dengan mata sendiri, dan dia tak mungkin berbohong. Kami sudah menerimamu sebagai seorang sahabat baik, membagi makanan yang kami makan dan minuman yang kami minum. Akan tetapi engkau sudah membalas dengan perbuatan terkutuk! Engkau telah membantu para pemberontak, menghancurkan seluruh anak buahku, bahkan engkau sudah merampas isteri-isteriku, memaksa mereka untuk berjinah denganmu dan akhirnya membunuh mereka. Engkau benar-benar manusia iblis! Terkutuk!" Lam-nong maju menyerang dengan nekat, akan tetapi sekali dorong saja Hui Song membuat dia terpelanting.
Ceng Thian Sin langsung maju dan menangkis tangan Hui Song yang hendak menampar Lam-nong.
"Dukkk...!" Dan Hui Song merasa lengannya tergetar hebat, maka dia pun meloncat ke belakang.
"Aku dan isteriku bertemu dengan dia ini yang hampir gila akibat duka mendengar betapa keluarganya hancur. Dan anak buahnya melihat sendiri semua yang sudah diceritakannya tadi, karena itu, sebelum semuanya jelas, jangan persalahkan dia dulu."
"Tapi, tapi... saya tidak..." Hui Song tergagap, tentu saja tidak berani melawan ayah Sui Cin!
"Song-ji!" Tiba-tiba terdengar suara ayahnya membentak marah. "Apa yang sebenarnya telah terjadi? Tak mungkin orang menuduhmu membabi-buta tanpa sebab! Hayo ceritakan sejujurnya!"
"Ayah, sungguh mati aku tidak pernah melakukan perbuatan itu..."
"Cia Hui Song, selain jahat engkau juga pengecut, tak berani mengakui perbuatan sendiri! Anak buahku melihat dengan mata kepalanya sendiri. Ia melihat engkau berada di dalam kamar bersama isteri-isteriku yang kau paksa melayanimu! Hayo katakan, tidak benarkah engkau berada di dalam kamar tidur bersama mereka?"
Kini Hui Song maklum bahwa sudah terjadi kesalah pahaman yang hebat. Pada saat dia ditawan oleh Sim Thian Bu, memang orang bisa saja salah paham kalau melihat betapa selir-selir Lam-nong dipaksa datang melayaninya,.
"Aku tidak menyangkal. Memang aku berada dalam kamar bersama isteri-isterimu, akan tetapi..."
"Nah, taihiap sudah mendengar sendiri. Sekarang harap taihiap tangkapkan penjahat ini untukku seperti yang telah taihiap janjikan!" Lam-nong berkata kepada suami isteri Pulau Teratai Merah itu.
"Pemuda tak tahu malu!" tiba-tiba Toan Kim Hong membentak.
Tubuh wanita ini sudah menyambar ke depan, ke arah Hui Song. Tangannya terulur untuk mencengkeram pundak Hui Song karena nyonya ini telah menjadi marah bukan main dan merasa yakin akan keterangan Lam-nong.
"Dukkk...!"
Tiba-tiba Ci Kong Liang menggerakkan tubuhnya dan dengan cepat dia sudah menangkis lengan wanita itu sehingga keduanya merasa betapa lengan mereka tergetar hebat akibat pertemuan tenaga dahsyat itu. Toan Kim Hong memandang dan tersenyum mengejek, sinar matanya berkilat.
"Hemm, bagus sekali! Tadinya ketua Cin-ling-pai telah melakukan salah perhitungan dan membantu para pemberontak yang bersekutu dengan golongan sesat, apakah kini hendak mengulang lagi dengan membantu anak yang menyeleweng dan melakukan perbuatan-perbuatan rendah?"
Akan tetapi dengan sikap angkuh dan tenang Cia Kong Liang menjawab, "Kesalahan anak harus dipertanggung jawabkan orang tuanya! Aku sebagai ayahnya masih hidup, mana bisa aku membiarkan saja orang lain hendak menghukum anakku? Aku sendiri masih dapat menghajarnya!"
Campur tangan Toan Kim Hong tadi membuat ketua Cin-ling-pai sangat tersinggung dan kemarahannya tentu saja ditumpahkannya kepada Hui Song yang dianggap menjadi biang keladinya. Tangannya bergerak ke kiri dan tahu-tahu dia sudah mencabut pedang yang tadinya tergantung di punggung Siang Wi. Muridnya terkejut bukan main.
"Suhu...!" Siang Wi berseru dengan muka pucat, akan tetapi gurunya memandang dengan mata penuh teguran sehingga gadis ini menunduk dan takut, akan tetapi mukanya yang pucat menjadi semakin pucat ketika dia melirik ke arah Hui Song.
"Hui Song, engkau tahu bahwa kita orang-orang Cin-ling-pai ini selalu berani bertanggung jawab atas perbuatan kita dan bahwa kita selalu siap menerima hukuman untuk perbuatan kita. Nah, sekarang aku perintahkan engkau untuk membuang sebelah lenganmu sebagai penebus perbuatanmu itu. Engkau hendak melakukannya sendiri ataukah harus aku yang melaksanakannya?"
Semua orang terbelalak, ada pun Sui Cin mengeluarkan seruan tertahan, matanya dibuka lebar-lebar memandang kepada Hui Song. Dia sendiri tak dapat percaya bahwa pemuda yang dicintanya itu telah melakukan perbuatan yang begitu jahat seperti yang dituduhkan oleh Lam-nong. Akan tetapi kalau saksi telah ada, bahkan ayah bundanya sendiri sudah percaya, apa yang mampu dia lakukan? Hatinya merasa tegang bukan main dan rasanya dia ingin lari saja meninggalkan tempat yang menegangkan itu.
Hui Song yang biasanya lincah gembira itu, kini wajahnya menjadi agak pucat dan lesu. Dia mengenal watak ayahnya yang keras dan memegang peraturan dengan patuh, sedikit pun tidak dapat ditawar-tawar lagi. Membantah ayahnya juga tiada gunanya, malah hanya menimbulkan gambaran bahwa dia tidak berani menghadapi akibat dari pada hukuman itu saja. Akan tetapi, menerima hukuman itu pun merupakan sesuatu yang sangat penasaran karena dia sama sekali tidak pernah melakukan perbuatan laknat seperti yang dituduhkan Lam-nong kepadanya.
"Ayah, aku bukan seorang pengecut yang suka mengelak hukuman, kalau memang aku bersalah. Dan aku merasa tidak bersalah. Akan tetapi, kalau ayah menetapkan demikian, terserah kepada ayah!" Dengan berani dia menatap pandang mata ayahnya dan melihat betapa sinar mata orang tua itu suram dan layu.
Teringatlah dia bahwa baru saja ayahnya kehilangan ibunya dan juga kongkong-nya. Dia tahu alangkah hebat penderitaan yang terasa di dalam batin ayahnya dan sekarang harus menghadapi urusannya pula. Dia merasa kasihan sekali.
"Ayah, kalau hal itu menyenangkan hatimu, laksanakanlah hukuman itu!" katanya dengan gagah dan ikhlas.
Cia Kong Liang yang merasa batinnya sedang terhimpit itu menerima ucapan Hui Song sebagai satu tantangan, sedangkan keikhlasan itu dianggap sebagai pengakuan bersalah. Maka dia pun mengambil keputusan bulat untuk melaksanakan hukuman itu terhadap diri putera tunggalnya!
Hatinya akan hancur dan merasa kecewa sekali, akan tetapi di samping itu masih akan terhibur oleh rasa bangga bahwa keluarganya tetap bersikap jantan dan tak lari dari pada pertangungan jawab! Maka, karena tahu akan kelihaian puteranya, dia pun menggerakkan pedangnya dengan jurus yang diambil dari ilmu Pedang Siang-bhok Kiam-sut. Bukan main hebatnya serangan ini, ketika pedang yang dipinjamnya dari Siang Wi karena pedangnya sendiri lenyap ketika dia tertawan, berkelebat menyambar ke arah lengan Hui Song!
Biar pun yang hadir di situ adalah orang-orang sakti yang memiliki ilmu tinggi, namun tak ada seorang pun di antara mereka yang berani mencampuri. Apa yang sedang terjadi itu adalah urusan antara anak dan ayah, ada pun sang ayah adalah ke-tua Cin-ling-pai yang sikapnya demikian keras, angkuh dan penuh wibawa. Mereka semua hanya memandang dengan mata terbelalak dan hati diliputi ketegangan.
"Crakkkk...!"
Terdengar jeritan Siang Wi dan Sui Cin, kemudian nampaklah sebuah lengan kiri sebatas siku terbabat putus lantas jatuh ke atas tanah, darah pun muncrat keluar dari lengan yang buntung.
"Ci Kang...!" Cia Sun dan Ciu-sian Lo-kai menubruk Ci Kang yang agak terhuyung itu.
Ternyata tadi, ketika melihat pedang menyambar ke arah tubuh Hui Song, Ci Kang yang berdiri dekat sekali dengan Hui Song, cepat menangkis dengan lengan kirinya. Dia sudah mengerahkan sinkang saat menangkis, akan tetapi gerakan pedang itu bukanlah gerakan biasa, melainkan merupakan jurus ampuh dari Ilmu Pedang Siang-bhok Kiam-sut (Ilmu Pedang Kayu Harum), maka tak dapat dihindarkan lagi, lengan kiri Ci Kang mulai bawah siku terbabat buntung!
Cia Sun merangkul sahabatnya dan Ciu-sian Lo-kai menyuruh muridnya duduk bersila, lalu dia menotok jalan darah pada pundak dan pangkal lengan untuk menghentikan darah yang bercucuran keluar.
"Aku membawa bekal obat luka yang amat manjur!" kata Toan Kim Hong yang bersama suaminya bersikap biasa saja.
Mereka berdua ini sudah terlalu sering menyaksikan hal-hal sangat hebat yang terjadi di dunia persilatan, dilakukan oleh kaum persilatan yang memang berwatak aneh-aneh. Biar pun mereka terkejut juga melihat kenekatan Ci Kang, tetapi mereka tidak sampai menjadi bingung seperti yang lain.
Dengan cekatan nyonya ini lalu menaruhkan obat bubuknya pada lengan yang buntung dan membalut lengan buntung itu dengan sehelai sapu tangan bersih. Ci Kang tadi duduk bersila sambil mengumpulkan hawa murni untuk melawan rasa nyeri dan sekarang sudah bersikap biasa.
Cia Kong Liang yang terbelalak kaget sesudah melihat betapa pedangnya ditangkis orang sehingga malah membuntungkan lengan Ci Kang yang dikaguminya, segera melepaskan pedang itu. Dia hanya dapat mengeluh dan menghapus peluhnya dengan sapu tangan, tak mampu mengeluarkan kata-kata sama sekali.
Setelah pemuda itu selesai diobati dan semua orang memandang padanya, barulah ketua Cin-ling-pai itu berkata kepada Ci Kang, "Ci Kang, apa artinya perbuatanmu itu? Mengapa engkau melakukan itu?"
Ci Kang mengangkat muka memandang ketua Cin-ling-pai itu, lantas tersenyum masam. "Locianpwe tidak boleh menghukum orang yang tidak bersalah dan akulah satu-satunya orang yang agaknya menjadi saksi bahwa Cia Hui Song memang tidak bersalah."
Tentu saja ketua Cin-ling-pai itu terkejut bukan main, juga semua orang yang hadir di situ kini memandang Ci Kang dengan penuh perhatian. Kemudian Lam-nong melangkah maju dengan perasaan marah.
"Orang muda, apa yang kau lakukan tadi memang aneh dan gagah perkasa, dan untuk pengorbanan lenganmu guna orang lain ini sudah membuat aku kagum bukan main. Akan tetapi jangan kau main-main dengan kesaksian itu. Ingat, orang-orangku sendiri sampai mati tidak akan berbohong dan mereka melihat dengan mata kepala sendiri betapa Cia Hui Song ini telah..."
"Harap suka dengarkan penjelasanku lebih dulu. Aku pun mendengar rahasia itu secara kebetulan saja dan dibicarakan oleh pelaku-pelakunya sendiri."
Dengan singkat ia lalu menceritakan betapa ia melihat Hui Song ditawan oleh Sim Thian Bu, kemudian mendengar pula percakapan antara Sim Thian Bu dengan Hui Song, betapa Sim Thian Bu membujuk Hui Song supaya menakluk kepada Raja Iblis, juga mendengar betapa Thian Bu telah memaksa isteri-isteri Lam-nong untuk merayu Hui Song kemudian sengaja membiarkan kakek anak buah Lam-nong agar melihat adegan itu sehingga nama baik Hui Song akan tercemar dan akan terjadi bentrok antara Lam-nong dan Hui Song.
"Semua itu kudengar sendiri dan aku tahu siapa Sim Thian Bu. Dia adalah bekas sute-ku dan aku tahu mengenai kejahatannya. Cia Hui Song telah difitnah dan laporan kakek anak buah bangsa Mancu itu memang benar, hanya saja dia tidak tahu bahwa pada waktu dia melihat empat orang isteri-isteri saudara Lam-nong berada di dalam satu kamar bersama Hui Song, dia sedang dalam keadaan tertotok dan tidak mampu bergerak."
"Ahhh...!" Lam-nong berseru dan laki-laki ini lalu menangis! Dia sudah dihimpit kedukaan karena keluarganya binasa semua, kini ditambah lagi dengan kekeliruan sangka sehingga mengakibatkan sahabat baiknya Cia Hui Song hampir saja terhukum.
"Hemm...!" Cia Kong Liang juga mengeluarkan seruan tertahan dan bermacam perasaan terkandung dalam seruan itu. Ada perasaan lega karena ternyata putera kandungnya itu tidak berdosa, akan tetapi juga ada perasaan menyesal karena pedangnya, biar pun tidak disengaja, telah membuntungkan lengan Ci Kang yang gagah perkasa.
"Ci Kang... ahhh, Ci Kang...!" Tiba-tiba Hui Song menjatuhkan dirinya berlutut di depan Ci Kang dan merangkul pundak pemuda tinggi besar itu. Biar pun Hui Song seorang pemuda perkasa yang gagah berani dan berbatin kuat, akan tetapi kali ini keharuan membuat dia tidak kuasa menahan mengalirnya air matanya.
"Aku... aku telah berdosa kepadamu dan engkau malah melimpahkan budi tiada hentinya kepadaku! Engkau pernah membebaskan aku dari tawanan Sim Thian Bu tapi aku malah mengajakmu berkelahi. Dulu engkau datang ke benteng Jeng-hwa-pang untuk bergabung dengan para pendekar, akan tetapi aku malah menghinamu dan mengajak para pendekar menyerangmu sebab engkau adalah putera mendiang Iblis Buta. Dan aku... tadi aku telah menuduhmu melakukan perbuatan keji terhadap Cin-moi... dan sekarang... engkau malah membelaku, engkau membersihkan namaku dan engkau... engkau bahkan rela berkorban sebuah lenganmu untukku...! Ci Kang, kenapa engkau begini baik sedangkan aku begini jahat dan kejam karena cemburu?"
Ci Kang menepuk-nepuk pundak Hui Song dengan tangan kanannya, lalu dia pun bangkit berdiri, mengebut-ngebut bajunya dengan tangan kanan, wajahnya pucat dan senyumnya pahit. "Sudahlah Hui Song. Memang telah semestinya aku melakukan ini, dan di samping itu, aku... aku..." Dia lalu mellrik ke arah Sui Cin, "aku tidak ingin melihat nona Sui Cin menderita, dan kalau lenganmu buntung, tentu nona Sui Cin akan menderita. Aku... aku hanya anak seorang datuk sesat yang amat jahat, maka biarlah buntungnya lenganku ini bisa sedikit meringankan hukuman bagi ayah kandungku di neraka... nah, selamat tinggal. Suhu, ampunkan teecu, selamat tinggal!" Dia menjura kepada Ciu-sian Lo-kai, kemudian memungut buntungan lengannya dari atas tanah.
"Ci Kang...! Kau maafkanlah aku...!" Sui Cin terisak-isak sambil menyentuh lengan kanan pemuda itu. Sejenak Ci Kang memandang pada wajah gadis itu, menarik napas panjang dan berbisik lirih.
"Nona... semoga engkau berbahagia..." Dan dia pun cepat meloncat lantas melarikan diri pergi dari tempat itu.
Tiba-tiba Ciu-sian Lo-kai tertawa bergelak-gelak. "Ha-ha-ha-ha, Go-bi San-jin, bagaimana sekarang? Masih engkau menganggap keliru sikap pendekar besar Cia Han Tiong? Lihat, bagaimana seorang putera datuk sesat yang amat kejam dan jahat telah berubah menjadi seorang pendekar budiman yang mengagumkan. Ha-ha-ha...!"
Go-bi San-jin mengelus mukanya dan dia pun menarik napas panjang. "Engkau benar... engkau benar... akan tetapi bagaimana pun juga, muridku tidak berubah menjadi seorang yang jahat, melainkan tetap seorang pendekar yang adil dan jujur."
Tentu saja tidak ada yang mengerti apa maksudnya percakapan antara dua orang kakek itu, bahkan Cia Sun sendiri hanya memandang heran mendengar betapa nama ayahnya terbawa-bawa di dalam percakapan itu.
Sementara itu, Wu-yi Lo-jin dan Siang-kiang Lo-jin melangkah maju dan keduanya lantas tertawa ha-ha-hi-hi setelah tadi saling memberi isyarat dengan pandangan mata mereka. Mereka itu seperti saling dorong dengan sikap mereka, seperti dua orang anak-anak yang malu-malu ingin mengatakan sesuatu, hingga akhirnya Wu-yi Lo-jin mengalah dan kakek pendek inilah yang bicara.
"He-he-heh, kebetulan sekali di sini hadir orang-orang gagah Cia Kong Liang dan suami isteri Ceng Thian Sin, juga anak-anak mereka atau murid-murid kami. Sungguh kebetulan sekali karena saat inilah yang teramat baik untuk berbicara soal perjodohan. Pangcu dari Cin-ling-pai telah mendengar bahwa puteranya jatuh cinta kepada muridku, Ceng Sui Cin dan bagaimana pendapat pangcu kalau saat pertemuan ini, selagi kita semua berkumpul, dibicarakan tentang ikatan jodoh antara Hui Song dan Sui Cin?"
Ketua Cin-ling-pai itu mengerutkan alisnya, memandang pada kakek pendek itu kemudian menarik napas panjang dua kali. "Locianpwe, sudah banyak aku mencampuri urusan tapi semuanya menjadi gagal dan rusak. Oleh karena itu, soal perjodohan Hui Song terserah kepadanya dan kepada locianpwe yang sudah menjadi gurunya. Aku sih setuju saja, akan tetapi sekarang aku masih mempunyai kepentingan lain, maka biarlah lain hari saja kita bicarakan hal itu. Cu-wi maafkan, aku harus pergi dulu. Song-ji, mari bantu aku mencari dan mengurus jenazah ibumu dan kongkong-mu."
Mendengar ini, semua orang terkejut dan baru teringat bahwa ketua Cin-ling-pai ini baru saja tertimpa musibah, bahkan belum sempat mencari jenazah isterinya dan mertuanya. Juga Hui Song tak berani membantah perintah ini, maka pemuda itu pun menoleh kepada Sui Cin, melempar pandang mata penuh arti lantas memberi hormat kepada empat orang kakek itu dan juga kepada Ceng Thian Sin beserta isterinya. Kemudian ketua Cin-ling-pai menjura kepada semua orang lalu pergi dengan cepat diikuti Hui Song, Siang Wi dan para anggota Cin-ling-pai.
Wu-yi Lo-jin dan Siang-kiang Lo-jin saling pandang, lalu keduanya menggerakkan pundak seperti kehabisan akal, akan tetapi Siang-kiang Lo-jin tidak kekurangan akal. "Aha, sayang sekali ketua Cin-ling-pai mempunyai urusan yang sangat penting, akan tetapi di sini masih ada orang tua dan juga guru dari Ceng Sui Cin, berarti masih ada kesempatan untuk membicarakan urusan itu walau pun hanya sepihak."
Mendengar ini, Wu-yi Lo-jin juga tertawa. "Heh-heh, benar juga, benar juga. Bagaimana, Ceng-sicu dan juga toanio, ji-wi telah mendengar bahwa antara puteri ji-wi dengan putera ketua Cin-ling-pai itu ada hubungan kasih dan mereka berdua sudah bersepakat untuk mengikat perjodohan, dan kami berdua sebagai guru-guru mereka sudah merasa cocok sekali!"
"Hemm, aku tidak suka mempunyai mantu pemuda itu!" tiba-tiba Toan Kim Hong berseru.
Suaminya menyambung, "Sesungguhnya, keluarga Cia dari Cin-ling-pai itu terlalu angkuh dan ketinggian hati itu membuat kami tidak suka untuk berbesan dengan mereka..."
"Ayah! Ibu!" Sui Cin berteriak marah, "Agaknya ayah dan ibu masih hendak memaksaku untuk menerima pinangan dari si pesolek Can Koan Ti itu, ya? Ayah dan ibu ingin sekali berbesan dengan Pangeran Can Seng Ong, seorang pangeran sekaligus juga gubernur di Ce-kiang! Baiklah, ayah dan ibu saja yang menikah dengan mereka. Akan tetapi aku tidak sudi!" Setelah berkata demikian, Sui Cin meloncat dan melarikan diri sambil menangis!
"Sui Cin...!" teriak Pendekar Sadis marah, akan tetapi anaknya tidak peduli dan sudah lari cepat lenyap dari situ. Ketika dia mendengar suara gerakan halus dan menengok, kiranya Wu-yi Lo-jin dan Siang-kiang Lo-jin, dua orang kakek itu, telah lenyap pula dari situ.
"Hemm, anak itu menjadi besar kepala karena ulah dua orang kakek itu," kata Toan Kim Hong marah. "Sesudah merantau dan berguru, Sui Cin malah menjadi seorang anak yang durhaka terhadap orang tuanya! Kakek itu perlu dihajar!"
Dan nyonya yang galak itu sudah melompat untuk melakukan pengejaran. Akan tetapi dia dipeluk dari belakang oleh suaminya.
"Ehh, ehh, ehh, jangan marah-marah dulu. Ingat, dua orang kakek itu adalah orang-orang sakti yang mencinta Sui Cin dan bermaksud baik. Lagi pula, jangan kira bahwa kita akan mudah saja dapat mengalahkan mereka."
"Aku tidak takut!"
"Eit-eitt, nanti dulu. Tentu saja kita tidak mengenal takut, akan tetapi itu kalau berhadapan dengan orang-orang jahat dan untuk menentang kejahatan. Sekarang persoalannya lain lagi. Mereka bukan orang jahat, bahkan guru Sui Cin dan mereka berniat baik. Mari kita kejar mereka dan kita bicara dengan baik. Ingat, Sui Cin hanya anak tunggal kita, demi kebahagiaannya kita harus dapat merundingkan hal ini secara perlahan dan dengan baik."
Sesudah dibujuk suaminya, Toan Kim Hong mulai sabar dan mereka pun meninggalkan tempat itu. Kini di situ tinggal Cia Sun dengan dua orang kakek, Ciu-sian Lo-kai dan Go-bi San-jin yang sejak tadi hanya menjadi penonton.
Ciu-sian Lo-kai tertawa bergelak. "Ha-ha-ha-ha..., alangkah lucunya manusia di dunia ini, sungguh dunia ini tiada lain hanya sebuah panggung sandiwara dan manusia-manusianya menjadi badut-badut yang kadang-kadang tidak lucu sama sekali. Lihat itu Raja Iblis dan Ratu Iblis. Raja Iblis tadinya adalah seorang pangeran besar, bahkan kemudian dia telah merubah diri menjadi seorang pertapa yang berilmu tinggi sekali. Akan tetapi, ternyata dia masih belum puas dengan hidupnya dan menjangkau yang lebih tinggi. Dan apa jadinya sekarang? Dia dan isterinya hanya merupakan seonggok daging!" kakek itu menggeleng-gelengkan kepala.
Go-bi San-jin menarik napas panjang. "Manusia berbunuh-bunuhan, mayat berserakan, semua itu hanya untuk mengejar cita-cita kosong dan saling mempertahankan kebenaran masing-masing, kebenaran kosong! Lihat itu...!" Dia lalu menunjuk ke arah pasukan yang sudah tiba di situ dan sekarang sedang mengurus mayat-mayat yang berserakan. "Kalau sudah menjadi mayat, semua ya sama saja, sama-sama membusuk. Ketika masih hidup, juga bergelimang dalam kebusukan sungguh pun semua cita-cita untuk kebaikan. Betapa lucunya, lucu dan menyedihkan. Betapa hidup hampir dipenuhi sengsara belaka."
Mendengar percakapan kedua orang kakek itu, Cia Sun teringat kepada ayahnya maka tiba-tiba saja dia melihat betapa ayahnya adalah seorang bijaksana serta berbatin mulia. Ayahnya tidak mendendam, walau pun kehilangan isteri. Ayahnya dapat menerima segala hal yang menimpa dirinya dengan tenang, penuh kewaspadaan, tidak dikuasai nafsu-nafsu amarah dan kebencian. Dan tiba-tiba saja dia merasa rindu kepada ayahnya. Juga dia harus menemui ayahnya untuk suatu hal.
Dia tahu bahwa Sui Cin tidak bisa diharapkannya lagi, bahwa Sui Cin mencinta Hui Song. Akan tetapi pertemuan dan perkenalannya dengan Tan Siang Wi, murid Cin-ling-pai itu, menghidupkan kembali harapannya untuk dapat berbahagia di samping seorang wanita.
Dia amat tertarik kepada Siang Wi, gadis yang manis dan gagah perkasa itu. Dia pun tahu bahwa gadis itu sesungguhnya mencinta Hui Song, dan seperti juga dia mencinta tanpa balasan, hanya bertepuk tangan sebelah. Siang Wi mencinta Hui Song dan dia mencinta Sui Cin, akan tetapi dua orang yang mereka cinta itu ternyata saling mencinta. Maka, jika kini dia tertarik kepada Siang Wi, alangkah baiknya kalau dia berjodoh dengan Siang Wi, dengan demikian, rasa penasaran terobati dan mereka dapat saling menghibur!
"Suhu, teecu ingin menengok ayah," tiba-tiba dia berkata kepada Go-bi San-jin.
Kakek ini maklum akan isi hati muridnya. Dia tahu bahwa muridnya ini agaknya patah hati akibat cintanya terhadap Sui Cin tidak terbalas. Sebagai orang-orang yang waspada, baik Ciu-sian Lo-kai mau pun Go-bi San-jin sama-sama maklum bahwa murid masing-masing itu telah jatuh cinta kepada puteri Pendekar Sadis, namun keduanya telah ditolak karena gadis itu ternyata mencinta putera ketua Cin-ling-pai.
"Kini engkau mau pulang ke Lembah Naga? Baiklah, karena pekerjaan di sini pun sudah selesai, pulanglah dan laporkan segala yang terjadi kepada ayahmu. Kelak, apa bila ada jodoh kita pasti akan bertemu lagi," kata Go-bi San-jin.
Cia Sun lalu pergi dengan diikuti pandangan mata dua orang kakek itu. Mereka berdua itu masih tenggelam di dalam pikiran masing-masing, menyaksikan semua peristiwa di dunia ini, melihat semua ulah manusia yang berlomba mencari kebahagiaan tapi hanya berakhir dengan kesengsaraan.
Akan tetapi, dia tidak mencinta Hui Cu dan hal ini sudah dia katakan terus terang kepada Hui Cu! Hal seperti ini mana mungkin dibicarakan di hadapan orang banyak? Hanya akan membuat Hui Cu berduka dan malu saja. Akan tetapi nenek itu kini berada dalam sakratul maut dan dia harus bicara terus terang.
"Sayang, aku tidak dapat memenuhi permintaanmu. Aku akan melindungi Hui Cu sebagai seorang sahabat, akan tetapi... aku tidak bisa menjadi suaminya..."
Nenek itu terbelalak dan tangis Hui Cu semakin menjadi-jadi. "Apa? Kau... kau tidak cinta padanya? Engkau berani menolak?" Nenek itu tiba-tiba bangkit dan mengerahkan tenaga untuk menyerang Cia Sun, akan tetapi dia terpelanting dan napasnya putus.
Hui Cu bangkit, mukanya pucat ketika dia memandang pada mayat ibunya. "Ibu... kau... kau kejam... kejam...!" Dan gadis itu pun melarikan diri dengan amat cepatnya.
"Hui Cu...!" Cia Sun memanggil, akan tetapi gadis itu tidak menoleh dan terus lari dengan amat cepatnya. Cia Sun tidak dapat berbuat lain kecuali menghela napas panjang.
Sementara itu, Hui Song menghampiri ayahnya dan mereka pun saling pandang dengan wajah muram dan hati berduka.
"Ayah... kongkong dan ibu..."
Cia Kong Liang mengangguk. "Aku sudah tahu, mereka tewas oleh Raja dan Ratu Iblis, dan engkau sudah membalaskan kematian mereka."
"Ayah...!" Hui Song menahan air matanya, mendekati ayahnya lantas mereka pun saling berpegang tangan. Dari tangan mereka terasa getaran dan kedua orang pria yang kuat ini saling menghibur dengan pegangan tangan mereka itu.
"Aku telah tertipu, Song-ji..."
"Sudahlah, ayah. Aku sudah mendengar dari para suheng. Akan tetapi, ayah sudah cepat berbalik pikiran setelah mengetahuinya dan bagaimana pun juga, Cin-ling-pai telah banyak membantu pemerintah dalam menentang pemberontak."
"Song-ji, perkenalkanlah aku dengan para locianpwe ini. Apakah locianpwe itu gurumu?" ketua Cin-ling-pai berkata. "Juga siapakah gadis gagah itu? Siangkoan Ci Kang dan Cia Sun aku sudah kenal."
Hui Song lalu memperkenalkan Siang-kiang Lo-jin sebagai gurunya, juga Wu-yi Lo-jin guru Sui Cin, Ciu-sian Lo-kai guru Ci Kang dan Go-bi San-jin guru Cia Sun. "Dan ini adalah nona Ceng Sui Cin, puteri tunggal dari locianpwe Ceng Thian Sin di Pulau Teratai Merah."
"Ahh, puteri Pendekar Sadis?" Ketua Cin-ling-pai itu bertanya sambil memandang penuh perhatian kepada Sui Cin. "Pantas lihai bukan main!"
"Dan ini adalah gadis yang kucinta, ayah, telah kucalonkan dia menjadi isteriku!" kata Hui Song dengan cepat sambil mengerling ke arah Ci Kang dan Cia Sun. Dia tahu bahwa dua orang muda itu agaknya juga menaruh hati kepada Sui Cin, maka kini di hadapan banyak orang, dengan terang-terangan dia mengaku cintanya kepada gadis itu kepada ayahnya.
Mendengar ucapan muridnya itu, Siang-kiang Lo-jin tertawa dan perutnya yang gendut itu bergerak-gerak. "Ha-ha-ha-ha, ketua Cin-ling-pai sungguh beruntung mempunyai seorang putera yang jujur dan berani berterus terang tidak malu-malu kucing!"
Cia Kong Liang tersenyum. Dalam hati kecilnya, dia kurang suka jika puteranya berjodoh dengan puteri Pendekar Sadis, karena dalam pandangannya, Pendekar Sadis merupakan seorang pendekar yang terlalu kejam terhadap musuh-musuhnya. Akan tetapi dia sudah mendapat banyak pengalaman dalam peristiwa pemberontakan itu sehingga dia menekan perasaannya dan dia menjura kepada kakek gendut itu.
"Berkat bimbingan locianpwe anakku yang bodoh menjadi tabah. Nona Ceng, terus terang saja, setelah mendengar kata-kata anakku, bagaimana pendapatmu tentang itu?"
Pertanyaan yang diajukan ketua Cin-ling-pai ini malah lebih terang-terangan lagi dari pada puteranya. Pendekar ini bertanya kepada seorang gadis begitu saja tentang pendapatnya mengenai pemyataan cinta puteranya!
Sui Cin adalah seorang dara yang berwatak polos, jenaka dan bebas. Terutama sekali dia mencinta kebebasan yang sejak kecil memang diberikan oleh ayah bundanya kepadanya maka sikap Hui Song dan ayahnya itu tidak membuat dia bingung biar pun kedua pipinya kini menjadi lebih merah dari pada biasanya.
"Locianpwe, Song-ko adalah seorang sahabatku yang baik. Aku suka kepadanya..."
"Suka ataukah cinta? He-he, kukira muridku juga bukan seorang yang pemalu dan suka berpura-pura. Sui Cin, suka berbeda dengan cinta!" Tiba-tiba Wu-yi Lo-jin berkata sambil terkekeh.
Sui Cin melirik kepada gurunya. Sialan. Gurunya ini lebih terang-terangan lagi sehingga ia merasa tersudut. "Yaah, mungkin aku juga cinta padanya dan tentang perjodohan... wah, biarlah hal itu ayah ibuku yang memutuskan!"
Jawaban ini membuat semua orang tersenyum dan Hui Song nampak girang bukan main. Cia Sun diam-diam menarik napas panjang dan dia pun hanya menundukkan muka saja, ada pun Ci Kang juga menundukkan muka. Hanya mereka sendiri yang dapat merasakan kepahitan yang sejenak menyelubungi hati mereka sesudah mendengar jawaban Sui Cin yang terang-terangan menyatakan cintanya kepada Hui Song itu.
Cia Kong Liang mengangguk-angguk. "Baiklah, apa bila kalian memang saling mencinta, kelak aku akan menemui Pendekar Sadis untuk membicarakan urusan perjodohan kalian. Kini aku harus mengucapkan terima kasih kepada para locianpwe yang sudah menolong calon menantuku ini, juga tidak lupa aku berterima kasih sekali kepada Ci Kang dan Cia Sun, terutama Ci Kang karena tanpa adanya dia ini, mungkin sekarang aku sudah mati dikeroyok oleh para pemberontak anak buah Raja Iblis."
"Nanti dulu, ayah!" tiba-tiba Hui Song berkata dengan suara nyaring hingga mengejutkan hati semua orang.
Agaknya hati pendekar muda yang sedang bergelora penuh cinta asmara terhadap Sui Cin ini masih belum dapat melenyapkan rasa marah dan cemburu apa bila teringat akan perbuatan yang pernah dilakukan Siangkoan Ci Kang pada kekasihnya. Membayangkan peristiwa yang lalu, betapa Ci Kang dengan kekerasan merangkul dan menciumi Sui Cin, hatinya menjadi panas dan kini mendengar Ci Kang dipuji-puji ayahnya, dia pun tak dapat menerimanya.
"Kita tidak dapat menilai hati seseorang melalui satu perbuatannya saja. Siapa tahu ketika Siangkoan Ci Kang menolong ayah, hal itu dilakukan secara kebetulan atau hanya untuk mencari muka. Dia itu sesungguhnya seorang yang jahat, seorang tokoh sesat, ayah!"
Siangkoan Ci Kang mengangkat muka memandang kepada Hui Song. Sedikit pun tidak nampak penyesalan di wajahnya yang gagah, bahkan sinar matanya masih lembut seperti biasa. Dia maklum apa yang sedang terjadi di dalam batin pemuda tampan itu.
Dia tahu betapa cemburu dan kemarahan membuat Hui Song membenci padanya, atas perbuatannya kepada Sui Cin tempo hari. Dan dia tidak menyalahkan Hui Song. Apa lagi Hui Song, dia sendiri pun marah dan menyesal sekali atas peristiwa yang terjadi itu dan sulit baginya untuk memaafkan dirinya sendiri. Oleh karena itu dia menanti saja apa yang hendak dikatakan oleh Hui Song yang nampaknya penasaran sekali dan siap membuka keburukan namanya di depan semua orang.
Akan tetapi jawaban Cia Kong Liang sungguh di luar dugaan semua orang, terutama sekali Hui Song. Ketua Cin-ling-pai itu menjawab tenang, "Hui Song, agaknya aku lebih mengenal dia dari pada engkau. Aku sudah tahu, dan dia mengaku sendiri bahwa dia adalah putera tunggal mendiang Siangkoan Lo-jin..."
"Baik sekali apa bila ayah sudah mengetahuinya," kata Hui Song memotong. "Akan tetapi tahu jugakah ayah bahwa Siangkoan Lo-jin itu adalah Si Iblis Buta, yang sebelum muncul Raja dan Ratu Iblis menjadi datuk kaum sesat yang dibantu oleh Cap-sha-kui!"
Ayahnya menarik napas panjang dan mengangguk. "Aku tahu semuanya itu, Song-ji, dan keadaan keluarganya itu bahkan semakin mengagumkan hatiku terhadap Ci Kang, karena dia seperti sekuntum bunga teratai yang hidup di tengah lumpur, tetap indah dan bersih. Aku melihat sendiri betapa hebat sepak terjangnya dalam menentang kejahatan..."
"Ayah belum tahu apa yang tersembunyi di balik kedok domba itu! Ayah, dia jahat sekali! Dia pernah berusaha untuk memperkosa adik Sui Cin...!"
"Song-ko...!" Sui Cin terkejut dan segera menegur karena dia menganggap bahwa tidak pantas pemuda itu membuka rahasia itu.
"Cin-moi, kalau tidak kuberi tahukan sekarang, tentu semua orang akan menganggap dia seorang yang sebaik-baiknya dan hal itu amat berbahaya," bantah Hui Song.
Cia Kong Liang mengerutkan alis, sejenak matanya memandang pada puteranya dengan sinar marah. Sebagai seorang yang berpandangan tajam dia pun dapat menduga bahwa di dalam batin puteranya itu penuh dengan kebencian dan cemburu. Dia lalu mengalihkan pandang matanya, memandang wajah Siangkoan Ci Kang namun pemuda itu sama sekali tidak membantah, hanya menundukkan mukanya yang menjadi agak pucat, wajah yang membayangkan penyesalan besar.
Ucapan Hui Song itu membuat semua orang terkejut. Bahkan Cia Sun yang tadinya amat percaya dan suka kepada Ci Kang yang gagah perkasa, kini ikut memandang dengan alis berkerut. Kakek Ciu-sian Lo-kai yang biasanya suka berkelakar dan jenaka itu, wajahnya langsung berubah dan alisnya berkerut ketika dia memandang kepada muridnya.
"Siangkoan Ci Kang!" tiba-tiba kakek tinggi kurus yang berpakaian pengemis ini berkata, suaranya keras galak, kedua matanya mengeluarkan sinar berkilat. "Benarkah apa yang dituduhkan orang kepadamu? Benarkah bahwa engkau pernah hendak memperkosa nona Ceng Sui Cin ini?"
Semua orang kini memandang kepada Ci Kang, terutama sekali Cia Sun yang merasa bingung dan sulit mempercayai berita bahwa sahabatnya itu pernah hendak memperkosa Sui Cin. Ci Kang mengangkat mukanya yang agak pucat itu, pertama-tama memandang ke arah Sui Cin yang juga memandang kepadanya, kemudian dia memandang kepada gurunya, lalu menunduk kembali dan suaranya lirih dan jelas.
"Benar, suhu. Saya pernah melakukan hal itu."
Sepasang mata Ciu-sian Lo-kai terbelalak, juga semua orang terkejut sekali mendengar pengakuan blak-blakan ini. "Ci Kang! Engkau memalukan aku yang menjadi gurumu! Aku tidak pernah mengajarkan engkau untuk bertindak biadab seperti itu!"
Dengan sikap tenang Ci Kang menjawab, "Suhu mengajarkan supaya saya bersikap jujur dan berani mempertanggung jawabkan semua tindakan saya."
"Hemm, engkau telah melakukan perbuatan terkutuk, lalu apa tanggung jawabmu?" desak kakek tinggi kurus itu dengan marah.
"Saya akan menerima segala hukuman yang dijatuhkan kepada saya untuk perbuatan itu, suhu," jawab Ci Kang dengan tenang dan sedikit pun tidak kelihatan gentar.
Kakek tinggi kurus itu menarik napas panjang dan wajahnya nampak lega. "Ahhh, paling tidak engkau cukup gagah untuk mengakui kesalahan dan menerima hukuman. Nah, aku yang akan menghukummu di hadapan orang banyak ini. Aku harus mencabut sebagian kepandaianmu dan melumpuhkan separuh badanmu!" Berkata demikian, Ciu-sian Lo-kai melangkah maju menghampiri muridnya, sementara Ci Kang hanya berdiri tenang sambil menundukkan mukanya saja, menanti datangnya hukuman dengan pasrah.
"Nanti dulu!" Tiba-tiba saja Cia Sun meloncat ke depan dan menghadang Ciu-sian Lo-kai. "Locianpwe, harap maafkan jika aku turut mencampuri urusan ini karena Ci Kang adalah sababatku yang sangat baik dan aku mengenal benar kegagahannya. Kita semua sudah mendengar tuduhan paman Cia Hui Song dan juga Ci Kang tidak menyangkal tuduhan itu dan dia demikian gagahnya untuk mempertanggung jawabkan perbuatan yang dituduhkan kepadanya. Akan tetapi di sini kita masih mempunyai seorang saksi utama yang belum menyatakan kesaksiannya. Cin-moi, kenapa engkau berdiam diri saja? Pendapat semua orang bisa saja keliru, hanya engkau seoranglah yang bisa menjelaskan apa sebenarnya yang sudah teriadi. Dalam urusan ini aku hanya dapat mempercayai keteranganmu saja. Benarkah tuduhan paman Hui Song terhadap Ci Kang tadi?"
Kini semua orang memandang kepada Sui Cin. Semenjak tadi gadis itu menjadi merah mukanya dan dia sampai kehilangan suaranya saking terkejut dan malunya mendengar betapa Hui Song membuka rahasia Ci Kang itu. Kini, secara langsung Cia Sun bertanya kepadanya dan dia pun menarik napas panjang lalu memandang kepada Ci Kang dengan sinar mata kasihan.
"Apa yang dituduhkan Song-ko memang benar dan tadinya aku pun menyangka bahwa saudara Ci Kang melakukan perbuatan yang sangat jahat terhadap diriku. Hal itu terjadi pada saat dia dan aku menjadi wakil suku bangsa untuk memilih pimpinan dan dia terluka oleh jarum-jarumku. Karena merasa menyesal, aku mengunjungi dia ke perkemahannya untuk mengobatinya. Akan tetapi, sesudah dia sadar, dia malah melakukan usaha untuk memaksaku... dan pada saat itu, Song-ko muncul dan terjadi perkelahian sampai saudara Ci Kang melarikan diri. Pada waktu itu, tentu saja Song-ko menyangka bahwa saudara Ci Kang hendak memperkosaku, bahkan aku sendiri pun mempunyai dugaan demikian."
"Nah, sudah jelas! Tunggu apa lagi?" seru Hui Song.
"Nanti dulu, Song-ko!" kata Sui Cin mengerutkan alisnya. "Hati yang penuh rasa cemburu akan mengundang kebencian dan selalu berprasangka buruk. Aku tadi telah mengatakan bahwa pada waktu peristiwa itu terjadi, aku pun menduga bahwa saudara Ci Kang sudah melakukan perbuatan yang rendah dan jahat. Akan tetapi, kemudian baru aku tahu bahwa hal memalukan itu terjadi bukan karena kesalahannya! Sama sekali dia tidak bersalah!"
Hui Song memandang dengan mata terbelalak dan wajah Cia Sun berseri-seri. Sudah dia duga. Dia tidak akan mungkin dapat percaya bahwa sahabatnya itu melakukan hal yang demikian rendahnya. Biar pun belum lama bergaul dengan Ci Kang, dia sudah mengenal pemuda ini sebagai seorang jantan yang berjiwa gagah perkasa.
"Nona Ceng Sui Cin, bicaralah yang jelas. Tadi nona mengakui bahwa muridku ini sudah berusaha memperkosamu, akan tetapi selanjutnya nona katakan bahwa dia tak bersalah! Apa artinya keteranganmu yang bertentangan itu?" Ciu-sian Lo-kai mendesak.
Kini Ci Kang sendiri merasa amat tertarik. Selama ini dia hanya merasa sangat menyesal atas perbuatannya terhadap Sui Cin itu. Dia sendiri tidak tahu mengapa dia sampai bisa melakukan hal yang terkutuk itu. Sekarang, mendengar keterangan Sui Cin, tentu saja dia tertarik sekali sehingga dia mengangkat muka memandang kepada gadis itu.
"Ketika mengunjungi perkemahan saudara Ci Kang untuk mengobatinya, aku membawa juga obat dari subo Yelu Kim. Dan ternyata obat itu manjur. Akan tetapi baru kemudian aku mendengar dari subo Yelu Kim bahwa obat itu mengandung racun perangsang dan racun inilah yang membuat saudara Ci Kang melakukan perbuatan itu terhadap diriku. Dia keracunan, bukan sengaja hendak berbuat keji terhadap diriku. Dia tidak bersalah, yang salah adalah obat pemberian subo Yelu Kim itu."
Bukan main lega rasa hati Cia Sun, Ciu-sian Lo-kai dan terutama Ci Kang sendiri. Wajah pemuda ini menjadi merah lagi dan dia memandang kepada Sui Cin dengan perasaan terima kasih yang besar. Gadis itu seakan-akan sudah mengangkatnya keluar dari dalam jurang kehinaan yang selama ini membuatnya berduka dan murung. Akan tetapi dia pun marah kepada nenek Yelu Kim dan dia mengepal tinju.
"Ahh, nenek Yelu Kim sungguh keji dan jahat!" katanya.
"Saudara Ci Kang hendaknya tidak salah sangka terhadap subo Yelu Kim!" kata Sui Cin setelah melihat sikap pemuda itu. "Subo Yelu Kim tidak berniat jahat dengan pemberian obat itu."
"Tidak jahat? Nona, dia hampir membuat aku menjadi seorang hina, membuat aku hampir putus asa karena penyesalan, dan engkau masih mengatakan bahwa dia tidak jahat?" Ci Kang berseru heran.
Sui Cin menggeleng kepala sambil tersenyum simpul. "Tidak, dia sama sekali tidak jahat, saudara Ci Kang. Semua terjadi karena salah pengertian. Ketika subo melihat betapa aku merasa menyesal melukaimu dan hendak mengobatimu, dia salah sangka. Dia mengira bahwa aku jatuh cinta kepadamu... kemudian... dengan obat itu, dia bermaksud hendak membantuku...! Ingat, subo adalah pemimpin suku-suku liar, jadi... dalam hal itu, mungkin saja cara berpikirnya dan kebiasaan suku liar itu sendiri jauh berbeda dengan kita..."
Cia Kong Liang memandang kepada puteranya. "Song-ji, engkau telah mendengar sendiri sekarang! Lain kali, jangan sembarangan menjatuhkan tuduhan jika belum mengerti benar apa yang menjadi sebab-sebab perbuatan itu. Tuduban yang tanpa dasar bisa merupakan fitnah keji."
Wajah Hui Song menjadi merah padam, akan tetapi dengan gagah dia segera menjura kepada Ci Kang. "Siangkoan Ci Kang, maafkanlah aku. Akan tetapi, siapa dapat menduga mengenai racun itu? Sebelum mendengar dari nenek Yelu Kim, Cin-moi sendiri juga tidak tahu. Jadi, aku tidak menuduh secara membabi buta, harap kau dapat memakluminya."
Diam-diam Ci Kang merasa kagum. Biar pun akibat cemburunya pemuda ini menjatuhkan tuduhan penuh kebencian kepadanya, akan tetapi sekarang mau mengakui kesalahannya secara gagah perkasa dan minta maaf. Seperti juga ayahnya yang telah melakukan salah langkah yang amat hebat dan membawa anak buah membantu para pemberontak, akan tetapi setelah sadar berani bertindak membetulkan langkah, bahkan dengan pengorbanan nyawa isteri dan ayah mertuanya, dan banyak pula anak murid yang menjadi korban.....
"Sui Cin! Apa saja yang telah kau lakukan selama ini?" Tiba-tiba terdengar suara teguran yang nyaring, suara seorang wanita.
Begitu suara itu berhenti, nampak dua bayangan orang berkelebat dan di situ telah berdiri seorang pria berusia hampir lima puluh tahun yang tampan dan gagah, bersama seorang wanita yang usianya sebaya, cantik dan mengenakan pakaian mewah indah seperti pria itu pula. Mereka ini adalah Ceng Thian Sin atau Pendekar Sadis, bersama isterinya, Toan Kim Hong yang pernah berjuluk Lam-sin (Malaikat Selatan).
"Ayah...! Ibu...!" Sui Cin berseru gembira bukan main dan cepat dia berlari menghampiri mereka lalu saling rangkul dengan ibunya.
Pakaian dara itu sederhana saja, malah agak nyentrik, sedangkan ibunya berpakaian rapi dan amat mewah, sungguh besar perbedaan pakaian mereka. Akan tetapi wajah mereka sama-sama cantik dan manis.
"Ayah, ibu, mari kuperkenalkan pada orang-orang gagah ini!" kata Sui Cin dengan lincah gembira sambil menuntun tangan ibunya. "Cu-wi yang gagah, mereka ini adalah ayahku dan ibuku! Ayah, ibu, empat orang kakek ini adalah tokoh-tokoh sakti yang memimpin para pendekar menghadapi Raja Iblis serta kaki tangannya. Ini adalah suhu Wu-yi Lo-jin yang terkenal dengan sebutan Dewa Arak. Beliau sudah menjadi guruku, membimbingku selama tiga tahun."
"Heh-heh, aku tua bangka ini sudah lancang dan tak tahu diri berani menjadi guru puteri Pendekar Sadis yang sangat lihai!" kata Wu-yi Lo-jin. Akan tetapi sambil tertawa Ceng Thian Sin menjura.
"Bimbingan locianpwe terhadap anak kami yang bodoh merupakan budi yang besar sekali dan kami amat berterima kasih."
Sui Cin lalu melanjutkan. "Dan ini adalah locianpwe Siang-kiang Lo-jin yang disebut Dewa Kipas, lihai dan lucu, juga amat baik hati. Dan yang ini locianpwe Ciu-sian Lo-kai dan itu Go-bi San-jin. Pemuda ini adalah Cia Sun toako, putera dari paman Cia Han Tiong..."
Cia Sun cepat-cepat memberi hormat kepada Pendekar Sadis dan isterinya. Ceng Thian Sin girang sekali melihat Cia Sun dan memegang pundak pemuda itu sambil memandang wajahnya dengan penuh perhatian. "Ahh, kanda Cia Han Tiong memiliki seorang putera yang gagah perkasa, aku girang sekali."
"Ayah dan ibu, ini adalah enci Tan Siang Wi dan ini koko Cia Hui Song serta ayahnya, ketua Cin-ling-pai, lociawpwe Cia Kong Liang."
Mereka berhadapan dan saling pandang, kemudian Ceng Thian Sin dan isterinya menjura dengan hormat kepada ketua Cin-ling-pai yang dibalas dengan sikap sederhana oleh Cia Kong Liang sambil berkata, "Gembira sekali dapat bertemu lagi dengan ji-wi di tempat ini."
Sebelum mereka sempat bercakap-cakap, tiba-tiba nampak seorang laki-laki berlari-lari mendatangi dan dengan napas agak terengah-engah, pria ini lalu maju dan menudingkan telunjuknya ke arah Hui Song.
"Itu dia! Itulah dia si jahanam Cia Hui Song, keparat yang tidak kenal budi. Penjahat keji yang terkutuk itu!" Orang itu lalu menoleh ke arah Pendekar Sadis dan isterinya. "Orang gagah, engkau telah berjanji, cepat tangkap dan seret dia seperti yang telah kau janjikan!"
Sementara itu, melihat pria ini, Hui Song sudah melangkah maju. "Ehh... ehh, saudaraku, Lam-nong, apakah yang telah terjadi? Kenapa engkau bersikap seperti ini?"
Lam-nong meloncat ke belakang dan matanya melotot. "Jangan menyentuh aku! Apakah engkau mau membunuh aku juga? Sebelum engkau membunuhku, biarlah semua orang gagah ini mendengar perbuatan apa yang telah kau lakukan kepada keluargaku, kepada suku kami!"
Hui Song mengerutkan alisnya dan memandang bingung. Apakah Lam-nong telah menjadi gila, pikirnya. "Saudara Lam-nong, mengapa kau begini?"
"Tak usah berpura-pura. Anak buahku melihat dengan mata sendiri, dan dia tak mungkin berbohong. Kami sudah menerimamu sebagai seorang sahabat baik, membagi makanan yang kami makan dan minuman yang kami minum. Akan tetapi engkau sudah membalas dengan perbuatan terkutuk! Engkau telah membantu para pemberontak, menghancurkan seluruh anak buahku, bahkan engkau sudah merampas isteri-isteriku, memaksa mereka untuk berjinah denganmu dan akhirnya membunuh mereka. Engkau benar-benar manusia iblis! Terkutuk!" Lam-nong maju menyerang dengan nekat, akan tetapi sekali dorong saja Hui Song membuat dia terpelanting.
Ceng Thian Sin langsung maju dan menangkis tangan Hui Song yang hendak menampar Lam-nong.
"Dukkk...!" Dan Hui Song merasa lengannya tergetar hebat, maka dia pun meloncat ke belakang.
"Aku dan isteriku bertemu dengan dia ini yang hampir gila akibat duka mendengar betapa keluarganya hancur. Dan anak buahnya melihat sendiri semua yang sudah diceritakannya tadi, karena itu, sebelum semuanya jelas, jangan persalahkan dia dulu."
"Tapi, tapi... saya tidak..." Hui Song tergagap, tentu saja tidak berani melawan ayah Sui Cin!
"Song-ji!" Tiba-tiba terdengar suara ayahnya membentak marah. "Apa yang sebenarnya telah terjadi? Tak mungkin orang menuduhmu membabi-buta tanpa sebab! Hayo ceritakan sejujurnya!"
"Ayah, sungguh mati aku tidak pernah melakukan perbuatan itu..."
"Cia Hui Song, selain jahat engkau juga pengecut, tak berani mengakui perbuatan sendiri! Anak buahku melihat dengan mata kepalanya sendiri. Ia melihat engkau berada di dalam kamar bersama isteri-isteriku yang kau paksa melayanimu! Hayo katakan, tidak benarkah engkau berada di dalam kamar tidur bersama mereka?"
Kini Hui Song maklum bahwa sudah terjadi kesalah pahaman yang hebat. Pada saat dia ditawan oleh Sim Thian Bu, memang orang bisa saja salah paham kalau melihat betapa selir-selir Lam-nong dipaksa datang melayaninya,.
"Aku tidak menyangkal. Memang aku berada dalam kamar bersama isteri-isterimu, akan tetapi..."
"Nah, taihiap sudah mendengar sendiri. Sekarang harap taihiap tangkapkan penjahat ini untukku seperti yang telah taihiap janjikan!" Lam-nong berkata kepada suami isteri Pulau Teratai Merah itu.
"Pemuda tak tahu malu!" tiba-tiba Toan Kim Hong membentak.
Tubuh wanita ini sudah menyambar ke depan, ke arah Hui Song. Tangannya terulur untuk mencengkeram pundak Hui Song karena nyonya ini telah menjadi marah bukan main dan merasa yakin akan keterangan Lam-nong.
"Dukkk...!"
Tiba-tiba Ci Kong Liang menggerakkan tubuhnya dan dengan cepat dia sudah menangkis lengan wanita itu sehingga keduanya merasa betapa lengan mereka tergetar hebat akibat pertemuan tenaga dahsyat itu. Toan Kim Hong memandang dan tersenyum mengejek, sinar matanya berkilat.
"Hemm, bagus sekali! Tadinya ketua Cin-ling-pai telah melakukan salah perhitungan dan membantu para pemberontak yang bersekutu dengan golongan sesat, apakah kini hendak mengulang lagi dengan membantu anak yang menyeleweng dan melakukan perbuatan-perbuatan rendah?"
Akan tetapi dengan sikap angkuh dan tenang Cia Kong Liang menjawab, "Kesalahan anak harus dipertanggung jawabkan orang tuanya! Aku sebagai ayahnya masih hidup, mana bisa aku membiarkan saja orang lain hendak menghukum anakku? Aku sendiri masih dapat menghajarnya!"
Campur tangan Toan Kim Hong tadi membuat ketua Cin-ling-pai sangat tersinggung dan kemarahannya tentu saja ditumpahkannya kepada Hui Song yang dianggap menjadi biang keladinya. Tangannya bergerak ke kiri dan tahu-tahu dia sudah mencabut pedang yang tadinya tergantung di punggung Siang Wi. Muridnya terkejut bukan main.
"Suhu...!" Siang Wi berseru dengan muka pucat, akan tetapi gurunya memandang dengan mata penuh teguran sehingga gadis ini menunduk dan takut, akan tetapi mukanya yang pucat menjadi semakin pucat ketika dia melirik ke arah Hui Song.
"Hui Song, engkau tahu bahwa kita orang-orang Cin-ling-pai ini selalu berani bertanggung jawab atas perbuatan kita dan bahwa kita selalu siap menerima hukuman untuk perbuatan kita. Nah, sekarang aku perintahkan engkau untuk membuang sebelah lenganmu sebagai penebus perbuatanmu itu. Engkau hendak melakukannya sendiri ataukah harus aku yang melaksanakannya?"
Semua orang terbelalak, ada pun Sui Cin mengeluarkan seruan tertahan, matanya dibuka lebar-lebar memandang kepada Hui Song. Dia sendiri tak dapat percaya bahwa pemuda yang dicintanya itu telah melakukan perbuatan yang begitu jahat seperti yang dituduhkan oleh Lam-nong. Akan tetapi kalau saksi telah ada, bahkan ayah bundanya sendiri sudah percaya, apa yang mampu dia lakukan? Hatinya merasa tegang bukan main dan rasanya dia ingin lari saja meninggalkan tempat yang menegangkan itu.
Hui Song yang biasanya lincah gembira itu, kini wajahnya menjadi agak pucat dan lesu. Dia mengenal watak ayahnya yang keras dan memegang peraturan dengan patuh, sedikit pun tidak dapat ditawar-tawar lagi. Membantah ayahnya juga tiada gunanya, malah hanya menimbulkan gambaran bahwa dia tidak berani menghadapi akibat dari pada hukuman itu saja. Akan tetapi, menerima hukuman itu pun merupakan sesuatu yang sangat penasaran karena dia sama sekali tidak pernah melakukan perbuatan laknat seperti yang dituduhkan Lam-nong kepadanya.
"Ayah, aku bukan seorang pengecut yang suka mengelak hukuman, kalau memang aku bersalah. Dan aku merasa tidak bersalah. Akan tetapi, kalau ayah menetapkan demikian, terserah kepada ayah!" Dengan berani dia menatap pandang mata ayahnya dan melihat betapa sinar mata orang tua itu suram dan layu.
Teringatlah dia bahwa baru saja ayahnya kehilangan ibunya dan juga kongkong-nya. Dia tahu alangkah hebat penderitaan yang terasa di dalam batin ayahnya dan sekarang harus menghadapi urusannya pula. Dia merasa kasihan sekali.
"Ayah, kalau hal itu menyenangkan hatimu, laksanakanlah hukuman itu!" katanya dengan gagah dan ikhlas.
Cia Kong Liang yang merasa batinnya sedang terhimpit itu menerima ucapan Hui Song sebagai satu tantangan, sedangkan keikhlasan itu dianggap sebagai pengakuan bersalah. Maka dia pun mengambil keputusan bulat untuk melaksanakan hukuman itu terhadap diri putera tunggalnya!
Hatinya akan hancur dan merasa kecewa sekali, akan tetapi di samping itu masih akan terhibur oleh rasa bangga bahwa keluarganya tetap bersikap jantan dan tak lari dari pada pertangungan jawab! Maka, karena tahu akan kelihaian puteranya, dia pun menggerakkan pedangnya dengan jurus yang diambil dari ilmu Pedang Siang-bhok Kiam-sut. Bukan main hebatnya serangan ini, ketika pedang yang dipinjamnya dari Siang Wi karena pedangnya sendiri lenyap ketika dia tertawan, berkelebat menyambar ke arah lengan Hui Song!
Biar pun yang hadir di situ adalah orang-orang sakti yang memiliki ilmu tinggi, namun tak ada seorang pun di antara mereka yang berani mencampuri. Apa yang sedang terjadi itu adalah urusan antara anak dan ayah, ada pun sang ayah adalah ke-tua Cin-ling-pai yang sikapnya demikian keras, angkuh dan penuh wibawa. Mereka semua hanya memandang dengan mata terbelalak dan hati diliputi ketegangan.
"Crakkkk...!"
Terdengar jeritan Siang Wi dan Sui Cin, kemudian nampaklah sebuah lengan kiri sebatas siku terbabat putus lantas jatuh ke atas tanah, darah pun muncrat keluar dari lengan yang buntung.
"Ci Kang...!" Cia Sun dan Ciu-sian Lo-kai menubruk Ci Kang yang agak terhuyung itu.
Ternyata tadi, ketika melihat pedang menyambar ke arah tubuh Hui Song, Ci Kang yang berdiri dekat sekali dengan Hui Song, cepat menangkis dengan lengan kirinya. Dia sudah mengerahkan sinkang saat menangkis, akan tetapi gerakan pedang itu bukanlah gerakan biasa, melainkan merupakan jurus ampuh dari Ilmu Pedang Siang-bhok Kiam-sut (Ilmu Pedang Kayu Harum), maka tak dapat dihindarkan lagi, lengan kiri Ci Kang mulai bawah siku terbabat buntung!
Cia Sun merangkul sahabatnya dan Ciu-sian Lo-kai menyuruh muridnya duduk bersila, lalu dia menotok jalan darah pada pundak dan pangkal lengan untuk menghentikan darah yang bercucuran keluar.
"Aku membawa bekal obat luka yang amat manjur!" kata Toan Kim Hong yang bersama suaminya bersikap biasa saja.
Mereka berdua ini sudah terlalu sering menyaksikan hal-hal sangat hebat yang terjadi di dunia persilatan, dilakukan oleh kaum persilatan yang memang berwatak aneh-aneh. Biar pun mereka terkejut juga melihat kenekatan Ci Kang, tetapi mereka tidak sampai menjadi bingung seperti yang lain.
Dengan cekatan nyonya ini lalu menaruhkan obat bubuknya pada lengan yang buntung dan membalut lengan buntung itu dengan sehelai sapu tangan bersih. Ci Kang tadi duduk bersila sambil mengumpulkan hawa murni untuk melawan rasa nyeri dan sekarang sudah bersikap biasa.
Cia Kong Liang yang terbelalak kaget sesudah melihat betapa pedangnya ditangkis orang sehingga malah membuntungkan lengan Ci Kang yang dikaguminya, segera melepaskan pedang itu. Dia hanya dapat mengeluh dan menghapus peluhnya dengan sapu tangan, tak mampu mengeluarkan kata-kata sama sekali.
********************
Setelah pemuda itu selesai diobati dan semua orang memandang padanya, barulah ketua Cin-ling-pai itu berkata kepada Ci Kang, "Ci Kang, apa artinya perbuatanmu itu? Mengapa engkau melakukan itu?"
Ci Kang mengangkat muka memandang ketua Cin-ling-pai itu, lantas tersenyum masam. "Locianpwe tidak boleh menghukum orang yang tidak bersalah dan akulah satu-satunya orang yang agaknya menjadi saksi bahwa Cia Hui Song memang tidak bersalah."
Tentu saja ketua Cin-ling-pai itu terkejut bukan main, juga semua orang yang hadir di situ kini memandang Ci Kang dengan penuh perhatian. Kemudian Lam-nong melangkah maju dengan perasaan marah.
"Orang muda, apa yang kau lakukan tadi memang aneh dan gagah perkasa, dan untuk pengorbanan lenganmu guna orang lain ini sudah membuat aku kagum bukan main. Akan tetapi jangan kau main-main dengan kesaksian itu. Ingat, orang-orangku sendiri sampai mati tidak akan berbohong dan mereka melihat dengan mata kepala sendiri betapa Cia Hui Song ini telah..."
"Harap suka dengarkan penjelasanku lebih dulu. Aku pun mendengar rahasia itu secara kebetulan saja dan dibicarakan oleh pelaku-pelakunya sendiri."
Dengan singkat ia lalu menceritakan betapa ia melihat Hui Song ditawan oleh Sim Thian Bu, kemudian mendengar pula percakapan antara Sim Thian Bu dengan Hui Song, betapa Sim Thian Bu membujuk Hui Song supaya menakluk kepada Raja Iblis, juga mendengar betapa Thian Bu telah memaksa isteri-isteri Lam-nong untuk merayu Hui Song kemudian sengaja membiarkan kakek anak buah Lam-nong agar melihat adegan itu sehingga nama baik Hui Song akan tercemar dan akan terjadi bentrok antara Lam-nong dan Hui Song.
"Semua itu kudengar sendiri dan aku tahu siapa Sim Thian Bu. Dia adalah bekas sute-ku dan aku tahu mengenai kejahatannya. Cia Hui Song telah difitnah dan laporan kakek anak buah bangsa Mancu itu memang benar, hanya saja dia tidak tahu bahwa pada waktu dia melihat empat orang isteri-isteri saudara Lam-nong berada di dalam satu kamar bersama Hui Song, dia sedang dalam keadaan tertotok dan tidak mampu bergerak."
"Ahhh...!" Lam-nong berseru dan laki-laki ini lalu menangis! Dia sudah dihimpit kedukaan karena keluarganya binasa semua, kini ditambah lagi dengan kekeliruan sangka sehingga mengakibatkan sahabat baiknya Cia Hui Song hampir saja terhukum.
"Hemm...!" Cia Kong Liang juga mengeluarkan seruan tertahan dan bermacam perasaan terkandung dalam seruan itu. Ada perasaan lega karena ternyata putera kandungnya itu tidak berdosa, akan tetapi juga ada perasaan menyesal karena pedangnya, biar pun tidak disengaja, telah membuntungkan lengan Ci Kang yang gagah perkasa.
"Ci Kang... ahhh, Ci Kang...!" Tiba-tiba Hui Song menjatuhkan dirinya berlutut di depan Ci Kang dan merangkul pundak pemuda tinggi besar itu. Biar pun Hui Song seorang pemuda perkasa yang gagah berani dan berbatin kuat, akan tetapi kali ini keharuan membuat dia tidak kuasa menahan mengalirnya air matanya.
"Aku... aku telah berdosa kepadamu dan engkau malah melimpahkan budi tiada hentinya kepadaku! Engkau pernah membebaskan aku dari tawanan Sim Thian Bu tapi aku malah mengajakmu berkelahi. Dulu engkau datang ke benteng Jeng-hwa-pang untuk bergabung dengan para pendekar, akan tetapi aku malah menghinamu dan mengajak para pendekar menyerangmu sebab engkau adalah putera mendiang Iblis Buta. Dan aku... tadi aku telah menuduhmu melakukan perbuatan keji terhadap Cin-moi... dan sekarang... engkau malah membelaku, engkau membersihkan namaku dan engkau... engkau bahkan rela berkorban sebuah lenganmu untukku...! Ci Kang, kenapa engkau begini baik sedangkan aku begini jahat dan kejam karena cemburu?"
Ci Kang menepuk-nepuk pundak Hui Song dengan tangan kanannya, lalu dia pun bangkit berdiri, mengebut-ngebut bajunya dengan tangan kanan, wajahnya pucat dan senyumnya pahit. "Sudahlah Hui Song. Memang telah semestinya aku melakukan ini, dan di samping itu, aku... aku..." Dia lalu mellrik ke arah Sui Cin, "aku tidak ingin melihat nona Sui Cin menderita, dan kalau lenganmu buntung, tentu nona Sui Cin akan menderita. Aku... aku hanya anak seorang datuk sesat yang amat jahat, maka biarlah buntungnya lenganku ini bisa sedikit meringankan hukuman bagi ayah kandungku di neraka... nah, selamat tinggal. Suhu, ampunkan teecu, selamat tinggal!" Dia menjura kepada Ciu-sian Lo-kai, kemudian memungut buntungan lengannya dari atas tanah.
"Ci Kang...! Kau maafkanlah aku...!" Sui Cin terisak-isak sambil menyentuh lengan kanan pemuda itu. Sejenak Ci Kang memandang pada wajah gadis itu, menarik napas panjang dan berbisik lirih.
"Nona... semoga engkau berbahagia..." Dan dia pun cepat meloncat lantas melarikan diri pergi dari tempat itu.
Tiba-tiba Ciu-sian Lo-kai tertawa bergelak-gelak. "Ha-ha-ha-ha, Go-bi San-jin, bagaimana sekarang? Masih engkau menganggap keliru sikap pendekar besar Cia Han Tiong? Lihat, bagaimana seorang putera datuk sesat yang amat kejam dan jahat telah berubah menjadi seorang pendekar budiman yang mengagumkan. Ha-ha-ha...!"
Go-bi San-jin mengelus mukanya dan dia pun menarik napas panjang. "Engkau benar... engkau benar... akan tetapi bagaimana pun juga, muridku tidak berubah menjadi seorang yang jahat, melainkan tetap seorang pendekar yang adil dan jujur."
Tentu saja tidak ada yang mengerti apa maksudnya percakapan antara dua orang kakek itu, bahkan Cia Sun sendiri hanya memandang heran mendengar betapa nama ayahnya terbawa-bawa di dalam percakapan itu.
Sementara itu, Wu-yi Lo-jin dan Siang-kiang Lo-jin melangkah maju dan keduanya lantas tertawa ha-ha-hi-hi setelah tadi saling memberi isyarat dengan pandangan mata mereka. Mereka itu seperti saling dorong dengan sikap mereka, seperti dua orang anak-anak yang malu-malu ingin mengatakan sesuatu, hingga akhirnya Wu-yi Lo-jin mengalah dan kakek pendek inilah yang bicara.
"He-he-heh, kebetulan sekali di sini hadir orang-orang gagah Cia Kong Liang dan suami isteri Ceng Thian Sin, juga anak-anak mereka atau murid-murid kami. Sungguh kebetulan sekali karena saat inilah yang teramat baik untuk berbicara soal perjodohan. Pangcu dari Cin-ling-pai telah mendengar bahwa puteranya jatuh cinta kepada muridku, Ceng Sui Cin dan bagaimana pendapat pangcu kalau saat pertemuan ini, selagi kita semua berkumpul, dibicarakan tentang ikatan jodoh antara Hui Song dan Sui Cin?"
Ketua Cin-ling-pai itu mengerutkan alisnya, memandang pada kakek pendek itu kemudian menarik napas panjang dua kali. "Locianpwe, sudah banyak aku mencampuri urusan tapi semuanya menjadi gagal dan rusak. Oleh karena itu, soal perjodohan Hui Song terserah kepadanya dan kepada locianpwe yang sudah menjadi gurunya. Aku sih setuju saja, akan tetapi sekarang aku masih mempunyai kepentingan lain, maka biarlah lain hari saja kita bicarakan hal itu. Cu-wi maafkan, aku harus pergi dulu. Song-ji, mari bantu aku mencari dan mengurus jenazah ibumu dan kongkong-mu."
Mendengar ini, semua orang terkejut dan baru teringat bahwa ketua Cin-ling-pai ini baru saja tertimpa musibah, bahkan belum sempat mencari jenazah isterinya dan mertuanya. Juga Hui Song tak berani membantah perintah ini, maka pemuda itu pun menoleh kepada Sui Cin, melempar pandang mata penuh arti lantas memberi hormat kepada empat orang kakek itu dan juga kepada Ceng Thian Sin beserta isterinya. Kemudian ketua Cin-ling-pai menjura kepada semua orang lalu pergi dengan cepat diikuti Hui Song, Siang Wi dan para anggota Cin-ling-pai.
Wu-yi Lo-jin dan Siang-kiang Lo-jin saling pandang, lalu keduanya menggerakkan pundak seperti kehabisan akal, akan tetapi Siang-kiang Lo-jin tidak kekurangan akal. "Aha, sayang sekali ketua Cin-ling-pai mempunyai urusan yang sangat penting, akan tetapi di sini masih ada orang tua dan juga guru dari Ceng Sui Cin, berarti masih ada kesempatan untuk membicarakan urusan itu walau pun hanya sepihak."
Mendengar ini, Wu-yi Lo-jin juga tertawa. "Heh-heh, benar juga, benar juga. Bagaimana, Ceng-sicu dan juga toanio, ji-wi telah mendengar bahwa antara puteri ji-wi dengan putera ketua Cin-ling-pai itu ada hubungan kasih dan mereka berdua sudah bersepakat untuk mengikat perjodohan, dan kami berdua sebagai guru-guru mereka sudah merasa cocok sekali!"
"Hemm, aku tidak suka mempunyai mantu pemuda itu!" tiba-tiba Toan Kim Hong berseru.
Suaminya menyambung, "Sesungguhnya, keluarga Cia dari Cin-ling-pai itu terlalu angkuh dan ketinggian hati itu membuat kami tidak suka untuk berbesan dengan mereka..."
"Ayah! Ibu!" Sui Cin berteriak marah, "Agaknya ayah dan ibu masih hendak memaksaku untuk menerima pinangan dari si pesolek Can Koan Ti itu, ya? Ayah dan ibu ingin sekali berbesan dengan Pangeran Can Seng Ong, seorang pangeran sekaligus juga gubernur di Ce-kiang! Baiklah, ayah dan ibu saja yang menikah dengan mereka. Akan tetapi aku tidak sudi!" Setelah berkata demikian, Sui Cin meloncat dan melarikan diri sambil menangis!
"Sui Cin...!" teriak Pendekar Sadis marah, akan tetapi anaknya tidak peduli dan sudah lari cepat lenyap dari situ. Ketika dia mendengar suara gerakan halus dan menengok, kiranya Wu-yi Lo-jin dan Siang-kiang Lo-jin, dua orang kakek itu, telah lenyap pula dari situ.
"Hemm, anak itu menjadi besar kepala karena ulah dua orang kakek itu," kata Toan Kim Hong marah. "Sesudah merantau dan berguru, Sui Cin malah menjadi seorang anak yang durhaka terhadap orang tuanya! Kakek itu perlu dihajar!"
Dan nyonya yang galak itu sudah melompat untuk melakukan pengejaran. Akan tetapi dia dipeluk dari belakang oleh suaminya.
"Ehh, ehh, ehh, jangan marah-marah dulu. Ingat, dua orang kakek itu adalah orang-orang sakti yang mencinta Sui Cin dan bermaksud baik. Lagi pula, jangan kira bahwa kita akan mudah saja dapat mengalahkan mereka."
"Aku tidak takut!"
"Eit-eitt, nanti dulu. Tentu saja kita tidak mengenal takut, akan tetapi itu kalau berhadapan dengan orang-orang jahat dan untuk menentang kejahatan. Sekarang persoalannya lain lagi. Mereka bukan orang jahat, bahkan guru Sui Cin dan mereka berniat baik. Mari kita kejar mereka dan kita bicara dengan baik. Ingat, Sui Cin hanya anak tunggal kita, demi kebahagiaannya kita harus dapat merundingkan hal ini secara perlahan dan dengan baik."
Sesudah dibujuk suaminya, Toan Kim Hong mulai sabar dan mereka pun meninggalkan tempat itu. Kini di situ tinggal Cia Sun dengan dua orang kakek, Ciu-sian Lo-kai dan Go-bi San-jin yang sejak tadi hanya menjadi penonton.
Ciu-sian Lo-kai tertawa bergelak. "Ha-ha-ha-ha..., alangkah lucunya manusia di dunia ini, sungguh dunia ini tiada lain hanya sebuah panggung sandiwara dan manusia-manusianya menjadi badut-badut yang kadang-kadang tidak lucu sama sekali. Lihat itu Raja Iblis dan Ratu Iblis. Raja Iblis tadinya adalah seorang pangeran besar, bahkan kemudian dia telah merubah diri menjadi seorang pertapa yang berilmu tinggi sekali. Akan tetapi, ternyata dia masih belum puas dengan hidupnya dan menjangkau yang lebih tinggi. Dan apa jadinya sekarang? Dia dan isterinya hanya merupakan seonggok daging!" kakek itu menggeleng-gelengkan kepala.
Go-bi San-jin menarik napas panjang. "Manusia berbunuh-bunuhan, mayat berserakan, semua itu hanya untuk mengejar cita-cita kosong dan saling mempertahankan kebenaran masing-masing, kebenaran kosong! Lihat itu...!" Dia lalu menunjuk ke arah pasukan yang sudah tiba di situ dan sekarang sedang mengurus mayat-mayat yang berserakan. "Kalau sudah menjadi mayat, semua ya sama saja, sama-sama membusuk. Ketika masih hidup, juga bergelimang dalam kebusukan sungguh pun semua cita-cita untuk kebaikan. Betapa lucunya, lucu dan menyedihkan. Betapa hidup hampir dipenuhi sengsara belaka."
Mendengar percakapan kedua orang kakek itu, Cia Sun teringat kepada ayahnya maka tiba-tiba saja dia melihat betapa ayahnya adalah seorang bijaksana serta berbatin mulia. Ayahnya tidak mendendam, walau pun kehilangan isteri. Ayahnya dapat menerima segala hal yang menimpa dirinya dengan tenang, penuh kewaspadaan, tidak dikuasai nafsu-nafsu amarah dan kebencian. Dan tiba-tiba saja dia merasa rindu kepada ayahnya. Juga dia harus menemui ayahnya untuk suatu hal.
Dia tahu bahwa Sui Cin tidak bisa diharapkannya lagi, bahwa Sui Cin mencinta Hui Song. Akan tetapi pertemuan dan perkenalannya dengan Tan Siang Wi, murid Cin-ling-pai itu, menghidupkan kembali harapannya untuk dapat berbahagia di samping seorang wanita.
Dia amat tertarik kepada Siang Wi, gadis yang manis dan gagah perkasa itu. Dia pun tahu bahwa gadis itu sesungguhnya mencinta Hui Song, dan seperti juga dia mencinta tanpa balasan, hanya bertepuk tangan sebelah. Siang Wi mencinta Hui Song dan dia mencinta Sui Cin, akan tetapi dua orang yang mereka cinta itu ternyata saling mencinta. Maka, jika kini dia tertarik kepada Siang Wi, alangkah baiknya kalau dia berjodoh dengan Siang Wi, dengan demikian, rasa penasaran terobati dan mereka dapat saling menghibur!
"Suhu, teecu ingin menengok ayah," tiba-tiba dia berkata kepada Go-bi San-jin.
Kakek ini maklum akan isi hati muridnya. Dia tahu bahwa muridnya ini agaknya patah hati akibat cintanya terhadap Sui Cin tidak terbalas. Sebagai orang-orang yang waspada, baik Ciu-sian Lo-kai mau pun Go-bi San-jin sama-sama maklum bahwa murid masing-masing itu telah jatuh cinta kepada puteri Pendekar Sadis, namun keduanya telah ditolak karena gadis itu ternyata mencinta putera ketua Cin-ling-pai.
"Kini engkau mau pulang ke Lembah Naga? Baiklah, karena pekerjaan di sini pun sudah selesai, pulanglah dan laporkan segala yang terjadi kepada ayahmu. Kelak, apa bila ada jodoh kita pasti akan bertemu lagi," kata Go-bi San-jin.
Cia Sun lalu pergi dengan diikuti pandangan mata dua orang kakek itu. Mereka berdua itu masih tenggelam di dalam pikiran masing-masing, menyaksikan semua peristiwa di dunia ini, melihat semua ulah manusia yang berlomba mencari kebahagiaan tapi hanya berakhir dengan kesengsaraan.