MELIHAT wajah pria setengah tua yang tampan dengan kumis dan jenggot yang teratur rapi bahkan rompinya terbuat dari sutera halus, Ki Liong dan Hay Hay langsung terkejut ketika mengenal orang itu yang bukan lain adalah penggembala kambing suku bangsa Hui yang pernah mengacau perkelahian mereka dengan orang-orang Bu-tong-pai. Ki Liong segera mendekati Lam-hai Giam-lo dan berbisik kepada Bengcu ini, menuturkan dengan singkat mengenai pengalamannya dengan orang setengah tua itu,
"Dia lihai sekali dan mencurigakan, Bengcu, tetapi akan dapat menjadi seorang pembantu yang amat baik." Ki Liong mengakhiri bisikannya.
Lam-hai Giam-lo memang sudah melihat kelihaian orang setengah tua itu. Belasan orang anak buahnya laksana sekumpulan semut yang mengeroyok seekor jangkerik saja. Siapa mendekat tentu langsung terpental oleh tamparan atau tendangan orang setengah tua itu, padahal di antara anak buahnya ada yang mempergunakan senjata sedangkan orang itu hanya bertangan kosong saja.
"Tahan...!" teriak Lam-hai Giam-lo dengan suaranya yang seperti bunyi ringkik kuda.
Mendengar ini, semua anak buah Kui-kok-pang berloncatan ke belakang. Orang setengah tua itu pun menghentikan gerakannya, lantas sambil tersenyum simpul dia memutar tubuh menghadapi Lam-hai Giam-lo, dan kedua matanya terbelalak, senyumnya melebar ketika dia melihat Hay Hay dan Ki Liong.
"Ahhh, senang sekali dapat bertemu dengan kalian dua orang pemuda yang tampan dan gagah!" Dan dia lalu memandang kepada Lam-hai Giam-lo dan Pek Eng, lalu menjura dan berkata. "Jika aku tidak salah duga, agaknya saudara yang gagah tentulah yang berjuluk Lam-hai Giam-lo, Bengcu dan pemimpin para pejuang. Dan Nona ini benar-benar gagah perkasa dan cantik jelita!"
Pujiannya itu tidak mengandung sikap kurang ajar dan melihat betapa Pek Eng tersipu malu, diam-diam Hay Hay tersenyum dalam hatinya. Pria setengah tua ini agaknya juga seorang yang pandai mengagumi keindahan dan kecantikan wanita!
Lam-hai Giam-lo menatap tajam dengan sepasang matanya yang sipit. "Sobat, tak keliru dugaanmu bahwa kami adalah Bengcu yang berjuluk Lam-hai Giam-lo. Tetapi siapakah engkau dan apa maksudmu membikin ribut di tempat kami?"
Laki-laki setengah tua itu tertawa dan nampak giginya yang masih berderet rapi dan putih, wajahnya nampak jauh lebih muda ketika dia tertawa. "Bengcu, maafkan kalau aku sudah membikin ribut. Memang aku sengaja datang ke sini untuk menghadap Bengcu sebab aku mendengar bahwa Bengcu mengumpulkan orang-orang gagah untuk diajak bekerja sama. Nah, kalau memang kerja sama itu dapat menguntungkan aku, tentu saja aku bersedia pula membantu Bengcu."
"Nanti dulu," kata Lam-hai Giam-lo sambil memandang tajam penuh selidik. Dia seorang tokoh sesat yang mengenal banyak orang berilmu tinggi di dunia persilatan, akan tetapi dia merasa belum pernah bertemu dengan orang ini, tidak tahu siapa namanya, dan dari golongan mana pula datangnya. "Sebelumnya kami ingin mengetahui siapa sebenarnya engkau ini, Sobat."
Kembali lelaki itu tertawa, "Ha-ha-ha, aku sendiri sudah lupa dan tidak ingat akan namaku sendiri, juga aku pun tidak peduli. Bengcu, biasanya aku hanya menggunakan nama Han Lojin, tempat tinggalku tidak menentu, di mana saja asal menyenangkan hatiku, di situlah tempat tinggalku."
"Hemm, terus terang saja, telah banyak aku mengenal tokoh dunia kang-ouw, akan tetapi belum pernah aku mendengar nama Han Lojin, juga belum pernah bertemu denganmu."
"Tentu saja, Bengcu. Selama ini aku memang selalu bersembunyi saja di tempat sunyi, menjauhkan diri dari segala urusan dunia ramai. Namun akhirnya aku merasa bosan dan begitu turun gunung, aku mendengar akan kesempatan yang diberikan oleh Bengcu untuk bekerja sama dengan orang-orang gagah. Aku siap membantu asal saja ada imbalannya yang cukup memuaskan," sambil berkata demikian ia memandang dan tersenyum kepada Pek Eng. Gadis itu mengerutkan alisnya dan segera membuang muka. Pria itu sungguh genit, pikirnya.
Lam-hai Giam-lo mengangguk-angguk lalu tersenyum. Memang dia ingin mengumpulkan sebanyak mungkin orang-orang yang mempunyai ilmu kepandaian tinggi agar gerakannya akan menjadi kuat.
"Hemm, Han Lojin, ilmu silat baru dapat dilihat bila mana sudah diuji. Tadi engkau sudah menunjukkan kepandaian ketika menghadapi pengeroyokan anak buah kami. Akan tetapi karena tingkat kepandaian mereka masih amat rendah, maka hal itu belum bisa dijadikan ukuran. Saudara Tang Hay, engkau wakililah aku untuk menguji sampai di mana tingkat kepandaian Han Lojin itu. Nah, marilah kita masuk ke lian-bu-thia."
Han Lojin tersenyum, lantas dengan langkah gagah dia pun ikut bersama mereka semua memasuki ruangan berlatih silat itu. Hay Hay mengerutkan alisnya, akan tetapi segera dia tersenyum.
Dia harus memperoleh kepercayaan mereka agar dapat menyelidiki keadaan persekutuan itu, dan dia pun tahu bahwa sekali ini yang diuji bukan hanya kepandaian lelaki bernama Han Lojin (Kakek Han) itu saja, akan tetapi juga ujian untuk kesetiaan dan kesungguhan hatinya untuk bekerja sama dengan persekutuannya.
Maka, sesudah tiba di dalam ruangan belajar silat itu dia langsung menghadapi Han Lojin, ada pun Lam-hai Giam-lo, Pek Eng dan Ki Liong sudah mengambil tempat duduk masing-masing untuk menonton pertandingan silat.
Kini kedua orang itu sudah berdiri saling berhadapan, seperti dua ekor jago yang hendak bertarung, lebih dahulu mengamati lawan dengan sinar mata tajam penuh penilaian. Hay Hay melihat betapa Han Lojin seperti menahan senyum dan sikapnya amat memandang rendah, akan tetapi anehnya wajah itu berseri seolah-olah hati orang itu merasa gembira! Timbullah rasa suka di dalam hatinya.
Orang ini berwatak periang, dan dia pun merasa kasihan. Akan dijaganya agar dia tidak sampai melukai atau merobohkan orang ini dengan mudah, agar martabat orang ini dapat terangkat di dalam pandangan mata Lam-hai Giam-lo.
Pada saat itu bermunculanlah tokoh-tokoh yang menjadi sekutu Lam-hai Giam-lo. Mereka itu adalah Ji Sun Bi, Min-san Mo-ko, Kim San Ketua Kui-kok-pang, Hek-hiat Mo-ko, serta beberapa orang pendeta perkumpulan Pek-lian-kauw.
Mereka mendengar bahwa Ki Liong telah berhasil membujuk pemuda yang namanya Hay Hay dan terkenal sangat lihai itu untuk menghadap Lam-hai Giam-lo dan menjadi sekutu, juga mendengar bahwa pemuda itu kini disuruh oleh Bengcu untuk menguji kepandaian seorang tamu yang menyatakan diri hendak bergabung. Mereka tertarik dan berbondong-bondong memasuki lian-bu-thia.
Karena mereka bukan anggota biasa, namun serombongan orang yang dianggap sebagai sekutu dan rekan, maka mereka pun diperbolehkan lewat dan masuk oleh para anggota Kui-kok-pang yang tengah berjaga. Lam-hai Giam-lo juga diam saja dan hanya membalas penghormatan mereka dengan anggukan kepala ketika melihat mereka masuk kemudian mengambil tempat duduk di pinggir dekat dinding. Hay Hay juga melihat ketika mereka itu memasuki lian-bu-thia, dan merasa heran mengapa dia belum melihat dua pasang suami isteri yang pernah memperebutkannya pada waktu dia kecil.
"Han Lojin, silakan mulai membuka serangan!" tantangnya.
Dia ingin segera menyelesaikan tugas yang tidak enak ini. Dia harus menguji kepandaian orang yang mendatangkan rasa suka di dalam hatinya. Namun tanpa disangkanya Han Lojin malah tertawa.
"Ha-ha-ha-ha, baru sekarang ini aku memperoleh kesempatan untuk bertanding melawan Ang-hong-cu yang tersohor itu, ha-ha-ha!"
Semua orang terkejut, kecuali Ki Liong yang sudah tahu tentang hal itu. Hay Hay bahkan lebih terkejut dari pada orang lain.
"Han Lojin, apa maksudmu...?!" Dia berseru penasaran. "Aku bukan Ang-hong-cu!"
Han Lojin masih tertawa, lantas menudingkan telunjuknya ke arah muka Hay Hay sambil berkata. "Orang muda, masih perlukah menyangkal lagi? Jika engkau bukan Ang-hong-cu, kenapa para tosu dan murid Bu-tong-pai itu menyerangmu mati-matian? Sudahlah, orang muda, namamu Tang Hay? Bagus, akui saja karena dari golongan mana pun juga, semua yang berada di sini adalah rekan sendiri, bukan? Jadi, tidak perlu malu-malu."
"Dia bukan Ang-hong-cu...!" Tiba-tiba terdengar suara Pek Eng lantang. Gadis ini sudah bangkit berdiri dan matanya memandang marah. Ia tentu saja tahu bahwa Hay Hay bukan Ang-hong-cu, melainkan putera kandung dari penjahat pemetik bunga yang tersohor itu.
Hay Hay terkejut sekali, cepat-cepat membalikkan tubuhnya menghadapi Pek Eng lantas mengerahkan kekuatan sihirnya.
"Eng-moi, jangan ikut mencampuri dan duduklah saja, biar kuhadapi sendiri tuduhan ini!"
Kekuatan sihir itu menguasai Pek Eng yang tiba-tiba duduk kembali dengan muka agak berubah pucat. Ki Liong dan Lam-hai Giam-lo tak merasa heran dengan seruan Pek Eng tadi. Bukankah Pek Eng sudah mengenal Hay Hay? Tentu gadis itu membelanya karena mungkin dia tidak tahu bahwa pemuda kenalannya itu adalah Ang-hong-cu. Akan tetapi Ki Liong juga meragukan kebenaran tuduhan itu.
"Han Lojin, Saudara Tang Hay terlampau muda untuk menjadi Ang-hong-cu, harap jangan bicarakan urusan itu. Hadapi saja dia dengan ilmu silatmu agar bisa membuktikan kepada Bengcu bahwa engkau cukup berharga untuk menjadi rekan kami," kata Ki Liong dengan suara lantang.
Han Lojin tersenyum lebar. "Baiklah, orang muda she Tang. Engkaulah yang harus mulai menyerang lebih dulu karena engkau adalah pengujiku, bukan? Heh-heh-heh!"
Kini berkuranglah rasa suka di dalam hati Hay Hay terhadap orang itu. Bagaimana pun juga, di hadapan orang banyak orang ini telah menuduhnya sebagai Ang-hong-cu dan ini berbahaya sekali karena memang dia adalah putera jai-hwa-cat itu. Bagaimana pun juga kenyataan ini sudah menghancurkan hatinya dan dia tidak mau kenyataan yang pahit itu diketahui orang lain.
Pek Eng mengetahuinya, akan tetapi dia berhasil membungkam mulut gadis itu dengan kekuatan sihirnya. Ada pun Han Lojin tampaknya demikian memandang rendah padanya. Hemm, dia akan tunjukkan kepada orang tua ini bahwa dia tidak boleh dibuat permainan!
"Baik, aku akan menyerang. Sambutlah!" bentak Hay Hay.
Dia pun sudah menerjang dengan memainkan Ilmu Silat Ciu-sian Cap-pek-ciang (Delapan Belas Jurus Dewa Arak). Dengan mempergunakan jurus Dewa Pemabok Menepuk Lalat, tangannya menyambar ke arah pundak lawan, kelihatannya hanya perlahan saja namun di dalam tamparan itu terkandung tenaga dahsyat.
"Hehhh!" Han Lojin agaknya kaget juga ketika merasakan sambaran angin pukulan yang amat kuat. Dia maklum bahwa pemuda ini lihai, hal itu dapat dilihatnya ketika pemuda itu menghadapi tosu Bu-tong-pai yang lihai. Akan tetapi tak disangkanya bahwa pemuda itu menggunakan tamparan yang demikian dahsyatnya. Dia pun cepat mengelak, akan tetapi tangan pemuda itu seperti meluncur terus, tamparan ke arah pundaknya itu kini bahkan meluncur ke arah lehernya, lebih berbahaya dari pada sebelum dielakkannya tadi.
Tiba-tiba saja kaki Han Lojin mencuat dan mengirim tendangan ke arah pusar Hay Hay. Serangan balasan ini juga merupakan pembelaan diri karena kakinya lebih panjang dari pada lengan Hay Hay. Terpaksa pemuda ini menarik kembali tamparannya karena kaki lawan sudah menyambar cepat.
Dia pun cepat mengerahkan tenaga pada tangan kirinya, lantas membacokkan tangan kiri itu seperti sebatang golok ke arah kaki yang menendangnya! Kembali Han Lojin mampu menyelamatkan kakinya dengan memutar kaki itu hingga tubuhnya ikut terputar dan luput dari bacokan tangan Hay Hay.
Han Lojin mengerluarkan seruan nyaring, kemudian tiba-tiba saja tubuhnya berkelebatan dengan sangat cepatnya sehingga sukar dlikuti oleh pandangan mata biasa. Dan dengan gerakan secepat itu, dia segera menghujankan serangan berupa totokan bertubi-tubi ke arah tubuh Hay Hay!
Pemuda ini kembali terkejut dan dia pun cepat menggunakan ginkang (ilmu meringankan tubuh) Yan-cu Coan-in (Walet Menembus Awan) yang membuat tubuhnya berkelebatan seperti seekor burung walet terbang saja. Sekarang giliran Han Lojin yang mengeluarkan seruan kagum. Wuiiihhhh.!
Para penonton juga memandang kagum dan beberapa kali mereka mengeluarkan seruan kagum karena pertandingan itu memang menarik sekali. Dari gerakan-gerakan Han Lojin, mereka yang berilmu tinggi dan hadir di situ seperti Lam-hai Giam-lo, Ki Liong dan para tokoh lain, dapat mengenal bahwa orang ini menguasai berbagai macam ilmu silat. Ada gaya silat Siauw-lim-pai di dalam gerakannya, ada pula gaya silat Kun-lun-pai dan partai persilatan lain. Pendeknya, setiap gerakan Han Lojin penuh dengan gaya berbagai aliran dari utara sampai selatan. Hal ini menunjukkan bahwa dia telah mempunyai pengalaman yang luas sekali, mempelajari banyak macam ilmu silat yang membuatnya amat lihai.
Melihat kelihaian Han Lojin, diam-diam semua orang merasa kagum dan Lam-hai Giam-lo girang sekali karena dia telah membayangkan mendapat dua orang pembantu yang hebat di samping Ki Liong, yaitu Hay Hay dan Han Lojin. Dengan adanya tiga orang pembantu yang tingkat kepandaiannya sudah hampir menyamainya itu, maka dia merasa kuat, apa lagi masih ada Kulana di sana.
Jangankan mereka yang nonton, bahkan mereka yang sedang bertanding itu pun merasa terkejut dan kagum sekali. Han Lojin berkali-kali mengeluarkan seruan kagum dan memuji sebab serangan apa pun yang dia keluarkan, dari pilihan jurus-jurus paling ampuh, semua mampu dihindarkan oleh pemuda itu, baik melalui tangkisan mau pun elakan. Dan dalam adu tenaga harus diakuinya bahwa tenaga sinkang pemuda itu kuat bukan main, mungkin lebih kuat dari pada tenaganya sendiri!
Di lain pihak Hay Hay juga tertegun saat melihat kelihaian lawan. Ilmu-ilmu silatnya yang paling hebat telah dikeluarkan, namun sulit baginya untuk merobohkan atau mengalahkan lawan. Apa lagi mengalahkan tanpa merobohkan!
Lawannya ini sungguh hebat dan seimbang dengan tingkatnya. Dalam hal tenaga sinkang mungkin dia masih menang sedikit, akan tetapi dia tidak tega untuk mengerahkan seluruh tenaganya, khawatir kalau sampai melukai atau membunuh orang itu.
Setelah melihat kelihaian ilmunya, timbul pula rasa sayang di dalam hati Hay Hay. Orang ini belum dikenalnya bagaimana keadaannya, entah dari golongan sesat atau dia seorang pendekar aneh.
Memang di dunia ini terdapat banyak pendekar-pendekar atau orang-orang sakti yang aneh. Di antaranya guru-gurunya, seperti Pek Mau Sanjin dan Song Lojin, juga termasuk orang-orang aneh. Bahkan dua orang gurunya terdaulu, See-thian Lama dan Ciu-sian Sin-kai, juga merupakan orang-orang aneh sehingga kalau dibuat perbandingan, lawannya yang mengaku bernama Han Lojin ini belum berapa hebat keanehannya. Dia tidak berniat untuk mencelakakan lawan ini.
Di dalam hati kedua orang ini timbul suatu pertanyaan. Dalam uji ilmu silat mereka sudah merasa sukar untuk mendapatkan kemenangan, ada pun pertarungan berjalan seimbang dan seru sekali. Lalu andai kata mereka itu benar-benar berkelahi, betapa akan seru dan mati-matian!
"Heiiiittt...!" Tiba-tiba Hay Hay sudah menerjang lagi, kali ini dengan cengkeraman tangan ke arah ubun-ubun kepala lawan dan tonjokan susulan dengan tangan kiri ke arah dada!
"Ihhhh...!" Han Lojin mengeluarkan seruan keras, menarik tubuh atas ke belakang sambil miringkan tubuh hingga cengkeraman ke arah ubun-ubunnya itu luput, sedangkan tangan kanannya diputar dari samping untuk menangkis tonjokan ke arah dadanya, dan disusul tangan kirinya membalas dengan menggunakan telunjuk dan jari tengah untuk menusuk ke arah mata lawan!
Hay Hay kagum bukan main. Sungguh indah dan berbahaya gerakan lawan yang dengan kontan membalas serangannya. Maka dia pun menangkis dengan putaran lengannya.
"Dukkk! Desss...!!" Dua kali empat tangan itu bertemu kemudian keduanya terdorong ke belakang.
"Hyaaaattt...!" Tubuh Han Lojin sudah melayang ke atas dengan tendangan kaki terbang! Hay Hay juga menyambut dengan gerakan yang sama, yaitu meloncat ke atas kemudian menyambut serangan lawan dengan kedua kakinya pula.
"Desss...!" Bentrok hebat terjadi di udara tanpa dapat dicegah lagi, lantas tubuh keduanya terpelanting. Jika Hay Hay tidak cepat-cepat berjungkir balik mematahkan luncuran, maka badannya akan terbanting.
Kini keduanya telah saling pandang lagi, berhadapan dalam jarak empat meter. Keduanya telah mengeluarkan keringat, akan tetapi tampak bahwa Hay Hay masih segar sedangkan lawannya sudah mulai terengah-engah!
"Hebat... engkau sungguh hebat, sangat pantas menjadi Ang-hong-cu...," kata Han Lojin sambil memandang dengan mulut menyeringai.
"Aku bukan Ang-hong-cu, setan!" Hay Hay berseru marah dan dia sudah siap menyerang lagi.
Saat itu digunakan oleh Ki Liong untuk melompat ke depan, di antara mereka dan melerai. "Sudahlah, Saudara Tang Hay! Han Lojin! Ji-wi (Kalian Berdua) sudah memperlihatkan kepandaian dan kiranya sudah cukup, bukankah begitu, Bengcu?"
Lam-hai Giam-lo mengangguk-angguk. Saking tertariknya dia tadi sampai lupa. Jika tidak Ki Liong yang cepat maju melerai, lantas pertandingan itu dilanjutkan sampai seorang di antara kedua jagoan itu terluka atau tewas, sungguh amat sayang sekali dan berarti suatu kerugian besar baginya. Maka dia pun bangkit dan mengangkat kedua tangannya.
"Sudah cukup, sudah lebih dari cukup. Ji-wi sudah memperlihatkan kepandaian dan kami kagum sekali. Mulai saat ini juga Ji-wi menjadi pembantu-pembantuku yang dapat kami andalkan. Nah, marilah duduk, akan kami perkenalkan kepada rekan-rekan lain." Dengan gembira Lam-hai Giam-lo kemudian memerintahkan orang-orangnya supaya menyiapkan hidangan besar dengan cepat untuk menghormati kedua orang pembantu baru itu.
Terjadi keanehan di dalam perkenalan itu. Kalau Han Lojin benar-benar merupakan wajah baru, dan hanya Ki Liong seorang yang pernah bertemu dengannya ketika dia menyamar sebagai seorang penggembala kambing suku Hui, sebaliknya ketika Hay Hay dikenalkan, banyak wajah yang sudah dikenalnya berada di situ.
Tentu saja dia telah mengenal Ji Sun Bi, wanita pertama yang menanamkan gairah birahi dalam dirinya, juga Min-san Mo-ko bukan orang asing baginya karena telah beberapa kali dia bertanding dengan Min-san Mo-ko dan Ji Sun Bi.
Ketika mereka semua tengah berpesta, muncullah dua pasang suami isteri, yaitu Lam-hai Siang-mo beserta suami isteri Goa Iblis Pantai Selatan. Mereka masuk ke dalam ruangan makan, disambut gembira oleh Lam-hai Giam-lo.
"Aihh, kebetulan kalian berempat datang. Mari, mari sekalian ikut berpesta dengan kami, menyambut pembantu-pembantu baru yang luar biasa ini!" Dia menunjuk kepada Hay Hay dan Han Lojin yang duduk di kanan kirinya. Melihat Hay Hay, dua pasang suami isteri itu memandang dengan sepasang mata bersinar-sinar, penuh amarah dan juga kegentaran.
"Wah, agaknya kalian berempat sudah mengenal pemuda ini pula! Saudara muda Tang, ternyata di sini sudah banyak orang yang mengenalmu dengan baik, ha-ha-ha!" Demikian Han Lojin berseru sambil tertawa.
Lam-hai Giam-lo memandang tajam pada pemuda itu. "Saudara Tang, benarkah engkau sudah mengenal kepada mereka berempat?" tanyanya heran.
Hay Hay mengangguk sambil tersenyum. "Tentu saja, bahkan Lam-hai Siang-mo pernah menjadi ayah dan ibuku, maksudku dulu mereka telah mengambilku sebagai anak pungut semenjak aku masih bayi sampai berusia tujuh tahun. Dan mereka suami isteri Goa Iblis Pantai Selatan ini juga sudah kukenal baik sekali karena mereka pernah mencoba untuk merampasku dari tangan Lam-hai Siang-mo. Aku diperebutkan oleh kedua suami isteri ini karena aku dianggap Sin-tong!" Hay Hay tertawa.
"Sin-tong...? Bukankah Sin-tong itu kakak kandungmu, Eng Eng?" tanya Lam-hai Giam-lo kepada Eng Eng.
Eng Eng tersenyum pula. Tidak perlu dirahasiakan tentang itu karena memang dia pernah bercerita kepada bengcu itu tentang kakak kandungnya. "Benar, Bengcu. Semenjak kecil kakak kandungku Pek Han Siong dianggap sebagai Sin-tong dan dijadikan perebutan, lalu oleh keluarga kami kakakku itu disembunyikan dan diganti dengan seorang bayi lain, yaitu Hay-ko ini. Kemudian Hay-ko lenyap dicuri orang, ditukar dengan bayi mati, kiranya yang menukar itu adalah Lam-hai Siang-mo."
Lam-hai Giam-lo juga tertawa, lalu memberi isyarat dengan tangannya kepada dua pasang suami isteri itu. "Ehh, kenapa kalian berempat menjadi bengong setelah melihat Saudara Tang Hay? Mari duduklah dan jangan khawatir, sekarang dia ini adalah rekan kita sendiri. Lupakanlah semua hal yang terjadi pada masa lampau, karena mulai sekarang kita harus mencurahkan perhatian untuk perjuangan kita. Berita apa yang kalian bawa dari Saudara Kulana?"
"Kami sudah menghadap Saudara Kulana dan telah menjelaskan bahwa kini kita sudah siap dan sudah mengumpulkan banyak tenaga yang jumlahnya tidak kurang dari seribu orang. Dia menyatakan kegirangan hatinya dan dia mengirimkan bantuan emas kepada Bengcu disertai suratnya." Siangkoan Leng yang menjadi juru bicara mereka berempat lalu menyerahkan sebuah bungkusan yang kelihatan berat berikut segulung surat kepada Lam-hai Giam-lo.
Bengcu ini menerima buntalan itu lalu meletakkan di atas meja. Meja berderak menahan berat buntalan itu dan begitu buntalan dibuka, semua orang langsung terbelalak melihat bongkahan-bongkahan emas murni yang berkilauan. Mereka menaksir bahwa emas murni itu beratnya tentu tidak kurang dari lima ratus tai!
Lam-hai Giam-lo membuka surat itu dan membaca. Wajahnya berubah girang dan setelah menyimpan surat itu ke dalam saku bajunya, dia pun memandang semua pembantunya yang kini lengkap hadir di situ.
"Cu-wi (Saudara sekalian), ada kabar yang sangat baik. Selain Kulana telah mengirimkan bukti bantuannya berupa emas murni untuk membiayai pasukan yang kita himpun, juga menurut siasat yang telah diaturnya, gerakan dapat dilakukan pada akhir bulan ini, kurang lebih dua minggu lagi. Dia telah menentukan ke arah mana pasukan akan bergerak, dibagi menjadi berapa kelompok, dan kota mana yang akan diduduki sebagai landasan pertama untuk dijadikan benteng bagi gerakan selanjutnya. Maka sekarang juga kita harus mulai mempersiapkan pasukan kita dan menarik mereka semua ke sini, melatih mereka sambil menunggu siasat yang akan disampaikan sendiri oleh Saudara Kulana pada malam bulan purnama dua minggu lagi."
Semua orang menyambut kabar ini dengan gembira, sementara itu secara diam-diam Hay Hay mencatat semua yang didengarnya dan dilihatnya. Mereka melanjutkan pesta malam itu dan kemudian terjadi kesibukan.
Tentu saja yang bertugas mengumpulkan pasukan para pemberontak adalah pembantu-pembantu yang telah memperoleh kepercayaan dari Lam-hai Giam-lo. Hay Hay dan Han Lojin yang merupakan orang baru, belum menerima tugas melainkan disuruh memperkuat penjagaan di sarang mereka. Juga Ki Liong tidak bertugas keluar. Pemuda ini merupakan orang kepercayaan dan juga tangan kanan Lam-hai Giam-lo yang diam-diam menyuruh Ki Liong untuk memasang mata mengamati kedua orang pembantu baru itu.
Malam itu sangat dingin dan sunyi. Pek Eng sudah berada di dalam kamarnya, rebah di atas pembaringannya. Dia gelisah. Pertemuannya dengan Hay Hay masih mendatangkan ketegangan di dalam hatinya, apa lagi mengingat betapa tadi siang Hay Hay telah dituduh sebagai Ang-hong-cu. Dia dapat merasakan betapa sakit rasa hati pemuda itu sehingga dia merasa kasihan.
Ingin dia bertemu untuk bercakap-cakap dengan pemuda itu, namun hatinya merasa tidak enak apa bila dia harus mencari kamar pemuda itu. Bagaimana pun juga dia tahu bahwa orang-orang seperti Ki Liong dan Ji Sun Bi tampaknya belum percaya penuh kepadanya, walau pun tidak berani secara berterang menentangnya karena Lam-hai Giam-lo sangat menyayanginya sebagai murid dan bahkan anak angkat!
Akan tetapi dia ingin sekali bertemu dengan Hay Hay, berbicara dengan dia dan bertanya akan maksud kunjungan pemuda itu ke tempat ini. Dia tak percaya bahwa Hay Hay ingin membantu Lam-hai Glam-lo karena menginginkan imbalan jasa! Dia merasa yakin bahwa Hay Hay bukanlah seorang pemuda seperti itu.
Karena gelisah, Pek Eng lalu keluar dari dalam kamarnya dan memasuki taman yang luas itu. Semenjak dia berada di situ, taman ini telah menjadi semakin terawat karena dia suka akan bunga-bunga. Bahkan Lam-hai Giam-lo menuruti permintaannya untuk membangun sebuah pondok kecil yang dicat indah di dalam taman itu untuk tempat beristirahat di kala hawa sedang panasnya, di dekat kolam ikan emas.
Hati Pek Eng yang gelisah menjadi sedikit lega sesudah dia keluar dari kamar dan hawa malam meniup wajahnya, bermain-main dengan rambutnya. Ketika dia berjalan menuju ke sebuah bangku, dia terkejut dan jantungnya berdebar lebih kencang saat melihat sesosok tubuh seorang lelaki duduk di atas bangku itu, wajahnya tidak jelas karena lampu taman berada di belakangnya, tergantung pada batang pohon. Tentu Hay Hay, pikirnya dengan girang dan dia pun lalu menghampiri.
"Aihhh, malam-malam begini melamun seorang diri..." Pek Eng menghentikan tegurannya karena setelah pemuda itu menoleh, ternyata bukan Hay Hay yang ditemukan melainkan Ki Liong. Dia merasa kecelik dan malu, maka cepat disambungnya, "Liong-ko, mengapa melamun seorang diri di sini?" Gadis yang cerdik ini menyambung tegurannya sehingga tidak kentara bahwa tadi dia mengira bahwa pemuda itu adalah Hay Hay.
Sim Ki Liong segera bangkit sambil tersenyum manis. "Tidak tahukah engkau, Eng-moi, bahwa sudah lama sekali setiap malam aku duduk seorang diri di sini sambil melamun dan merindukan seseorang?"
Pek Eng tersenyum, kemudian tanpa malu-malu dia pun duduk di sudut bangku itu sambil menatap wajah Ki Liong yang sekarang tertimpa sinar lampu gantung yang tergantung di batang pohon dekat bangku.
"Aihh, agaknya engkau telah mempunyai seorang kekasih yang kau rindukan, Liong-ko?" Pek Eng menggoda. Gadis ini memang berwatak lincah jenaka dan dia sudah agak akrab dengan Ki Liong yang memang pandai mengambil hati dan membawa diri.
"Sudah lama, Eng-moi, akan tetapi gadis pujaan hatiku itu hanya kusimpan saja di dalam hati, dan setiap malam kurindukan di bangku ini."
"Siapakah gadis itu, Liong-ko? Boeh aku mengenalnya?"
"Engkau sudah mengenalnya dengan baik, Eng-moi. Gadis itu kini berada di sini."
"Di taman ini? Ahh, di mana? Siapa?'"
"Tidak jauh, di hadapanku, di sudut bangku ini. Engkaulah orangnya, Eng-moi, engkaulah gadis yang kucinta, yang selalu kurindukan dan membuat aku tergila-gila. Tidak tahukah engkau?"
Seketika wajah Pek Eng berubah merah sekali. Dia merasa malu, kaget, dan juga marah. Sungguh tak disangkanya sama sekali bahwa pemuda ini akan membuat pengakuan cinta kepadanya!
"Ahh... Liong-ko...!" Dia bangkit berdiri.
Dengan cepat Ki Liong melangkah maju dan dengan lembut dia sudah memegang tangan Pek Eng sambil menjatuhkan diri berlutut di hadapan gadis itu. "Eng-moi, kasihanilah aku yang akan hidup merana tanpa engkau di sisiku! Eng-moi, aku cinta padamu, Eng-moi...!" Dan dia dia menciumi tangan gadis itu.
Pek Eng berdiri dengan mata terbelalak dan muka pucat, tubuhnya menggigil karena dia bingung sekali. Dia merasa kaget, juga terharu bercampur marah sehingga dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya dalam menghadapi pemuda yang mengaku cinta itu. Kedua kakinya gemetar.
Pada saat itu tiba-tiba terdengar suara orang, "Wah, indah sekali bunga-bunga di taman ini! Aih, di mana adanya Sim-kongcu? Katanya berada di taman ini..." Dan muncullah Han Lojin, sementara itu Ki Liong sudah cepat-cepat bangkit berdiri dan melepaskan tangan Pek Eng.
"Ahhh, ternyata betul engkau berada di sini, Sim-kongcu!" kata Han Lojin dengan wajah berseri gembira, "Ha, kiranya Nona Pek Eng yang cantik jelita itu berada di sini juga?"
"Han Lojin, ada urusan apakah engkau mencari aku?" Ki Liong bertanya, alisnya berkerut dan suaranya kaku, hatinya tak senang karena dia merasa terganggu sekali. Padahal tadi Pek Eng tidak menunjukkan perlawanan dan agaknya dia sudah hampir berhasil sebelum orang celaka ini muncul dan membikin kacau!
"Maaf, sebelum kita bicara sebaiknya kalau Nona Pek ini kembali ke kamarnya lebih dulu. Nona, malam sudah begini larut, kalau Nona masih berada di taman tentu akan membuat hati Bengcu merasa tidak tenteram. Sebaiknya kalau Nona kembali ke kamarmu agar aku dapat bercakap-cakap dengan Sim-kongcu."
Pek Eng baru sadar akan apa yang sudah terjadi, maka diam-diam dia merasa bersyukur dengan kemunculan orang itu. Tadi dia merasa seperti kehilangan semangat, dan kini dia melihat dengan perasaan ngeri betapa hampir saja dia terjerumus ke dalam jurang yang amat berbahaya. Ia mengangguk dan melangkah pergi dari situ tanpa banyak cakap lagi.
Tentu saja hati Ki Liong menjadi semakin kecewa dan marah terhadap orang tua ini. Akan tetapi tentu saja dia tak berani menyatakan ketidak senangannya, bukan karena dia takut terhadap Han Lojin, melainkan dia khawatir kalau sampai Lam-hai Giam-lo tahu akan apa yang hendak dilakukannya terhadap Pek Eng tadi. Kalau Bengcu tidak setuju dan marah kepadanya, tentu dia akan menghadapi kesulitan besar.
Sesudah Pek Eng keluar dari taman itu, Ki Liong memandang tajam kepada Han Lojin, berusaha menelan kemarahannya dan hanya nampak kemarahan itu pada suaranya yang ketus dan kaku, tidak seperti biasanya di mana dia selalu lembut dan ramah.
"Nah, sekarang keluarkan isi hatimu, Han Lojin. Apakah urusan itu yang membuat engkau malam-malam begini mencari aku?"
Han Lojin bersikap tenang saja menghadapi kekakuan Ki Liong ini. "Aku tadi sudah minta penjelasan kepada Bengcu tentang keadaan kita, karena aku ingin mengetahui lebih jelas bagaimana kedudukan kita, bagaimana kekuatan kita dan apa pula rencana kita. Sebagai orang baru, aku tidak tahu apa-apa, sedangkan sebagai pembantu, tentu saja aku harus mengetahui semua itu. Akan tetapi Bengcu tadi menyuruh aku mencari dan menemuimu, Sim-kongcu, dan katanya engkau dapat menjelaskan semua itu kepadaku."
"Hemm, kiranya urusan begitu saja..." Ki Liong menoleh ke arah lenyapnya Pek Eng dan merasa menyesal bukan main. Untuk urusan begitu saja dia terpaksa melepaskan calon korban yang sudah berada di depan mulut tadi, tinggal tubruk saja! "Malam ini aku sedang malas, biarlah besok pagi saja aku memberi penjelasan itu kepadamu, Han Lojjn."
Han Lojin tersenyum lalu mengangguk. "Begitu juga baik, Sim-kongcu. Selamat malam!" Dia melangkah pergi, akan tetapi baru beberapa langkah saja, dia berhenti dan menoleh. "Ada satu hal lagi, Kongcu. Sebetulnya engkau harus berterima kasih kepadaku sehingga tidak terjadi sesuatu antara engkau dan Nona Pek Eng, karena kalau Bengcu mengetahui, tentu akan terjadi mala petaka atas dirimu." Setelah berkata demikian Han Lojin berjalan keluar taman dan menghilang di dalam kegelapan malam.
Ki Liong tertegun, berdiri mematung dan mengepal kedua tinjunya. Kemudian pemuda ini mendengus. "Bedebah!"
Dia pun pergi meninggalkan taman, kembali ke dalam kamarnya. Tentu saja dia menjadi berhati-hati dan tak berani mencoba lagi untuk mengganggu dan merayu Pek Eng setelah Han Lojin mengetahuinya. Siapa tahu orang baru itu melaporkan hal ini kepada bengcu untuk mengambil hati! Dia harus berhati-hati sekali.
Sementara itu Hay Hay sedang duduk di dalam kamarnya. Dia sudah cukup mendengar dan melihat banyak untuk bahan laporan kepada pemerintah. Dia harus bertindak cepat, pikirnya. Tidak ada waktu lagi untuk melapor ke kota raja, kepada Menteri Yang Ting Hoo. Dia akan melapor kepada benteng pasukan pemerintah yang terdekat mengenai rencana pemberontakan yang akan dimulai ketika terang bulan dua minggu mendatang. Rencana pemberontakan itu harus dihancurkan! Dia perlu menghubungi para pendekar, akan tetapi dia tidak tahu mereka berada di mana.
Teringatlah dia kepada Han Lojin! Orang itu mencurigakan sekali. Dia tidak yakin bahwa orang itu termasuk tokoh sesat yang hendak mencari keuntungan dengan membantu para pemberontak. Siapa tahu dia adalah seorang tokoh pendekar pula yang menyamar!
Sebelum pasukan pemerintah menghancurkan pasukan pemberontak, lebih dahulu para tokoh sesat harus dibinasakan. Akan tetapi pasukan pemerintah baru bisa bergerak kalau pasukan pemberontak yang jumlahnya kurang lebih seribu orang itu sudah berkumpul di dataran Yunan.
"Tok-tok-tok!" daun pintu kamarnya diketuk orang dari luar, perlahan saja.
Dia terkejut bukan oleh ketukan itu, akan tetapi karena sama sekali dia tidak mendengar langkah orang di luar pintu. Jika langkah orang biasa sudah pasti akan didengarnya. Jelas bahwa yang datang mengetuk daun pintu itu tentu orang yang berkepandaian tinggi.
"Siapa di luar?" tanyanya tanpa bangkit dari tempat duduk.
"Aku, saudara muda Tang Hay, bukalah pintu, aku Han Lojin ingin bicara denganmu!" kata suara itu dari luar pintu.
Berdebar rasa jantung dalam dada Hay Hay. Baru saja dia memikirkan tentang orang ini! Benarkah dia seorang pendekar yang bertugas sama dengan dia? Kalau memang benar, betapa beraninya mendatangi kamarnya begitu saja, tentu akan menimbulkan kecurigaan.
Hay Hay tahu bahwa diam-diam Lam-hai Giam-lo belum percaya kepada mereka berdua dan tentu selalu memasang mata-mata untuk mengamati mereka. Mungkin Sim Ki Liong mata-mata itu, atau para anggota Kui-kok-pang atau Pek-lian-kauw. Dan teringat dia akan kelihaian orang ini.
Tidak mudah baginya untuk mengalahkannya. Bagaimana kalau dengan ilmu sihir? Belum dicobanya. Kekuatan sihirnya tidak selalu dapat diandalkan. Apa bila bertemu lawan yang tangguh dan memiliki daya tahan terhadap sihir, seperti mendiang Kiu-bwe Tok-li nenek buruk itu, maka kekuatan sihirnya tidak akan ada artinya. Akan tetapi boleh dia coba, pikirnya sambil bangkit dari kursinya dan membuka daun pintu.
Dia telah mempersiapkan diri, mengerahkan kekuatan sihirnya pada saat membuka pintu. Begitu daun pintu terbuka dan Hay Hay berhadapan dengan Han Lojin, dia menatap tajam di antara kedua alis orang itu dan berkata dengan suara yang menggetar penuh wibawa, "Aku bukan Hay Hay aku Sim Ki Liong!"
Jelas kelihatan betapa wajah Han Lojin tertegun kaget, matanya terbelalak dan mulutnya tergagap, "Sim... Sim... Kongcu..., ahhh!" Dia menggunakan tiga jari tangan kirinya untuk menekan dahi di antara kedua alisnya, lalu memandang lagi dan kini wajahnya tersenyum lebar.
"Wah, Saudara Tang, jangan main-main! Hampir saja kukira benar, akan tetapi baru saja aku bertemu Sim-kongcu di taman. Agaknya engkau memang suka bermain sulap, ya?"
Dan tahulah Hay Hay bahwa orang ini memang tangguh. Begitu terpengaruh sihirnya, Han Lojin tadi sudah berhasil memunahkan kekuatan sihirnya dengan menekan antara kedua alis matanya dengan tiga jari tangan kiri. Dia melihat betapa orang itu membawa sebuah guci arak, maka semakin heranlah dia untuk apa orang ini datang kepadanya membawa guci arak.
"Han Lojin, ada keperluan apakah maka malam-malam begini engkau datang berkunjung kepadaku?" Diam-diam dia merasa heran. Orang ini bersama dia baru saja diterima di situ sebagai sekutu, dan malam pertama ini Han Lojin sudah berkeliaran di tempat orang!
"Ha-ha-ha, karena aku suka padamu, karena aku kagum padamu. Engkau masih begini muda, akan tetapi sudah amat lihai. Aku berkunjung untuk bicara dan untuk menyatakan rasa kagumku, mengajakmu minum-minum untuk mempererat perkenalan antara kita."
"Hemm, di dalam lian-bu-thia tadi engkau sama sekali tidak menghargaiku, malah secara seenaknya telah menuduh aku Ang-hong-cu!" kata Hay Hay mendongkol.
"Heh-heh, karena engkau memang pantas menjadi Ang-hong-cu yang tersohor itu..."
"Tidak sudi! Tersohor jahat, apa gunanya?"
"Ha-ha-ha, Saudaraku yang baik. Bukankah di sini sedang berkumpul banyak orang yang bergelimang kejahatan? Ataukah engkau adalah seorang yang menentang kejahatan, dan kalau benar demikian, mengapa berada di sini?" Berkata demikian, Han Lojin melangkah masuk. "Bolehkah aku masuk ke dalam? Aku hanya ingin menyuguhkan arak istimewa ini untuk memberi selamat dan menyatakan rasa kagumku."
Ucapan Han Lojin tadi mengejutkan hati Hay Hay. Orang ini sungguh berbahaya, agaknya dia menaruh curiga kepadaku dan mengira bahwa aku adalah seorang dari golongan lain yang menentang para tokoh sesat, pikir Hay Hay. Kalau benar demikian, celakalah, akan tetapi dia akan berpura-pura tidak mengerti dan ingin melihat perkembangannya.
"Masuk dan duduklah, Han Lojin," katanya mempersilakan. Keduanya duduk dipisahkan meja kecil, di atas dua buah kursi yang berada di kamar itu. "Nah, katakan, Han Lojin, apa keperluanmu?"
"Heh-heh, telah kukatakan tadi, aku ingin mempererat perkenalan dan ingin menyuguhkan arak ini. Ketahuilah, kawan. Arak ini adalah arak simpanan, sudah berumur ratusan tahun, keras dan harum bukan main. Nah, aku ingin supaya engkau menemaniku menghabiskan arak yang hanya tinggal beberapa cawan ini. Apakah di sini ada cawan?"
Kebetulan di setiap kamar tamu memang disediakan poci teh dan beberapa buah cawan. Hay Hay mengambil dua buah cawan lantas dia bersikap waspada. Akan tetapi Han Lojin menuangkan arak dari dalam guci ke dalam dua buah cawan kecil itu. Arak itu berwarna kekuningan seperti emas, dan mengeluarkan aroma yang sangat harum semerbak seperti bunga.
"Saudara Tang Hay, mari kita minum sebagai tanda kagumku kepadamu," kata Han Lojin sambil mengangkat cawan araknya.
Hay Hay mengikutinya dan melihat betapa Han Lojin minum araknya, dia pun tidak curiga lagi sehingga dia pun minum arak itu. Manis dan enak rasanya, tidak begitu keras, namun hangat memasuki perutnya.
Dua cawan lagi mereka minum sehingga guci itu menjadi kosong dan Han Lojin kelihatan gembira bukan main. "Bagus, engkau memang seorang pemuda yang sangat hebat, Hay Hay! Aku suka sekali padamu. Sekarang aku pamit, aku ingin tidur di kamarku." Orang itu bangkit dan agak terhuyung.
Hay Hay ingin mentertawakan karena baru minum tiga cawan saja orang ini sudah terlihat mabuk. Akan tetapi ketika bangkit berdiri dia pun terkejut karena kepalanya terasa agak berat, akan tetapi begitu nyaman rasanya! Apakah dia pun mabuk hanya karena minum tiga cawan saja? Kalau begitu, arak itu bekerja secara halus namun keras bukan main.
"Tapi, urusan apakah yang sebetulnya hendak kau bicarakan, Han Lojin?"
"Aku? Heh-heh-heh, tidak ada apa-apa. Aku melihat Sim-kongcu di taman, heh-heh-heh, dia sedang merayu Nona Pek Eng. Hampir saja Nona Pek Eng jatuh ke dalam rayuannya, akan tetapi... heh-heh, aku muncul menggagalkannya. Orang muda, engkau kakak angkat Nona Pek Eng, bukan? Sebaiknya sekarang juga engkau memperingatkan dia sebelum terlambat..." Setelah berkata demikian, Han Lojin meloncat keluar dan menghilang dalam kegelapan malam.
Hay Hay merasa terkejut sekali, juga marah. Jahanam Ki Liong itu! Dia menduga keras bahwa Ki Liong adalah Ciang Ki Liong, murid Pulau Teratai Merah seperti yang diceritakan Kui Hong kepadanya itu. Dia harus memperingatkan Pek Eng, benar juga anjuran Han Lojin itu.
Hay Hay lalu keluar dari kamarnya, menutupkan daun pintu dan merasa betapa tubuhnya ringan dan perasaannya nyaman sekali. Arak itu sungguh ampuh, pikirnya, kagum. Arak yang sudah tua sekali dan memang sangat hebat!
Dia tahu di mana kamar Pek Eng. Hal ini sudah diperhatikannya tadi karena memang dia ingin mempelajari semua letak kamar para penghuni sarang pemberontak itu. Dia harus memperingatkan Pek Eng, akan tetapi juga tidak boleh dilihat orang lain. Tidak baik kalau dia memasuki kamar seorang gadis, sungguh pun tidak ada maksud buruk. Sebaiknya dia memanggil Pek Eng keluar.
"Eng-moi...!" Bisiknya dari luar jendela kamar gadis itu. Dilihatnya lampu masih bernyala dalam kamar itu, tanda bahwa Pek Eng belum tidur. "Ini aku, Hay Hay...!"
"Hay-ko...!" terdengar suara gadis itu.
"Ssstttt..., keluarlah, kutunggu di dalam taman, aku mau membicarakan hal penting," kata pula Hay Hay.
"Baik, Hay-ko..."
Mereka bertemu di dekat pondok, tempat yang cukup sunyi dan juga gelap karena sinar lampu di depan pondok itu terhalang oleh pohon.
"Ada apakah, Hay-ko?" tanya Pek Eng sambil menghampiri pemuda itu, lalu berdiri dekat sekali dengan Hay Hay karena Pek Eng masih merasa ngeri bila mana teringat mengenai pengalamannya dengan Ki Liong tadi.
"Eng-moi..." Hay Hay tergagap dan sejenak pemuda ini memejamkan matanya. Ia merasa aneh sekali, jantungnya berdebar kencang, hidungnya menangkap keharuman yang keluar dari rambut dan pakaian Pek Eng. "Engkau... engkau harus berhati-hati terhadap rayuan Ki Liong..."
"Hay-ko...! Kau... kau sudah tahu? Tidak, aku tidak akan jatuh oleh rayuannya, aku tidak cinta kepadanya, Hay-ko..." Dan gadis itu makin mendekat karena heran melihat betapa tubuh Hay Hay agak gemetar seperti kedinginan.
"Hay-ko, engkau kenapakah...?" tanya Pek Eng sambil memegang lengan Hay Hay.
Akan tetapi sentuhan ini membuat Hay Hay tiba-tiba seperti menjadi gila. Dan merangkul, mendekap dan menciumi pipi dan bibir Pek Eng! Tentu saja Pek Eng terkejut bukan main, sampai dia menjadi gelagapan.
"Hay-ko... Hay-ko... Hay..." Gadis itu tidak dapat melanjutkan lagi karena Hay Hay sudah memondong tubuhnya, terus menciuminya.
Karena semenjak pertemuan pertama dahulu di sudut hati gadis ini memang sudah jatuh cinta kepada Hay Hay, maka akhirnya runtuhlah pertahanan batin Pek Eng dan dia pun bukan hanya mandah saja, bahkan balas merangkulkan lengannya pada leher Hay Hay.
"Hay-kooo..." keluhnya dan dia memejamkan mata ketika dipondong dan dibawa oleh Hay Hay memasuki pondok itu.
Dengan kakinya Hay Hay mendorong pintu pondok hingga terbuka, lalu masuk ke dalam pondok yang gelap akibat lampunya memang tidak dinyalakan itu, dan menghampiri dipan kayu yang terdapat di dalam pondok.
"Eng-moi..."
"Hay-ko... "
Akan tetapi, ketika mereka sudah rebah di atas dipan sambil berpelukan dan berciuman, ketika Pek Eng sudah terengah-engah dan pasrah bagaikan mabuk, tiba-tiba kesadaran Hay Hay menembus kabut yang tadi menyelimuti batinnya. Keadaan mabuk yang sangat aneh dan mendatangkan rangsangan birahi yang amat hebat itu kini dapat nampak oleh kesadarannya, Maka dia pun mengeluh, tiba-tiba melepaskan rangkulannya dan meloncat turun dari pembaringan.
"Hay-ko...!"
"Eng-moi, apa yang kita lakukan ini? Ahh..." Dan Hay Hay teringat semuanya, lalu dengan geram tertahan dia pun melompat keluar dari pondok itu. Pek Eng masih berada di atas dipan dan gadis ini terisak.
Baru saja bayangan Hay Hay berkelebat keluar dan lenyap di dalam kegelapan, nampak pula bayangan sesosok tubuh manusia memasuki pintu pondok dan dia menutupkan pintu dari dalam.
"Hay-koooo...!" Pek Eng mengeluh dan merintih panjang.
Selanjutnya pondok itu sunyi senyap. Kesunyian yang menghanyutkan, kesenyapan yang penuh dengan pengaruh setan dan iblis, yang membuat manusia lupa tentang segalanya, lupa akan kesadarannya, dan lupa untuk membayangkan akibat-akibat dari perbuatannya di malam yang menghanyutkan itu.
Dalam kegelapan malam itu, remang-remang terlihat sesosok bayangan keluar dari dalam pondok kemudian meloncat ke balik batang pohon, lenyap seperti setan. Tak berapa lama kemudian nampak bayangan lain keluar dari dalam pondok, menahan isak dan bayangan yang kedua ini adalah Pek Eng yang terhuyung-huyung meninggalkan taman, kembali ke kamarnya sambil menangis lirih.
Semalam suntuk Pek Eng tidak dapat tidur. Kadang kala dia terisak, akan tetapi kadang-kadang dia nampak tersenyum bahagia lalu termenung. Ia telah menyerahkan diri kepada Hay Hay, seperti orang yang mabuk keduanya sudah mereguk anggur manis itu bersama, dengan suka rela, dengan sepenuh kasih sayang dan kemesraan.
Tadi, ketika Hay Hay tiba-tiba meninggalkannya, dia bingung dan menyesal. Akan tetapi, ketika pemuda itu masuk kembali ke kamarnya dia terkejut sekali. Baru setelah Hay Hay kembali merangkul, mendekap dan menciuminya, dia pasrah sepenuh hatinya.
Dia mencinta Hay Hay, dan dia tidak merasa menyesal bahwa dia telah menyerahkan diri kepada pemuda itu, karena dia merasa yakin bahwa Hay Hay akan bertanggung jawab, akan mengawininya! Dan dia merasa bahagia kalau teringat akan hal ini, membayangkan menjadi isteri Hay Hay walau pun kadang-kadang hatinya terganggu oleh perasaan sesal karena dia telah menyerah begitu saja, dengan amat lemah.
Akan tetapi pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali ketika Pek Eng mencari Hay Hay, dengan menahan perasaan canggung dan malu, dia tidak dapat menemukan pemuda itu! Ternyata pada malam hari itu juga Hay Hay telah pergi meninggalkan perkampungan itu tanpa pamit kepada siapa pun. Tentu saja Pek Eng menjadi terkejut dan khawatir, dan dia pun segera pergi untuk mencari Hay Hay.
Bagi Ki Liong, yang menghilang bukan hanya Hay Hay, akan tetapi juga Han Lojin yang tidak berada di dalam kamarnya. Tidak seorang pun di antara para penjaga melihat kedua orang itu meninggalkan perkampungan, namun hal ini tidak mengherankan hati Ki Liong karena kedua orang itu memiliki ilmu kepandaian yang tinggi.
Dia merasa menyesal sekali. Kalau tidak karena kegagalannya merayu Pek Eng, tentu dia akan lebih waspada mengamati kedua orang itu. Kini mereka sudah pergi, entah ke mana dan entah apa yang akan mereka lakukan. Ketika dia melapor kepada Lam-hai Giam-lo, Bengcu ini tentu saja menjadi marah dan menegur para penjaga yang dimakinya kurang hati-hati.
"Sebar orang-orang dan cari mereka!" bentak Lam-hai Giam-lo. "Kalau tempatnya sudah diketahui, aku sendiri yang akan menghadapi mereka kalau mereka memang berkhianat!"
Ki Liong sendiri yang juga merasa penasaran segera memimpin pasukan kecil untuk turut melakukan pencarian. Keadaan menjadi sangat kacau, apa lagi sesudah Lam-hai Giam-lo mendengar dari para pelayan bahwa pagi sekali tadi Pek Eng juga meninggalkan tempat itu.
Para penjaga melihat Pek Eng keluar dari perkampungan, namun karena semua penjaga mengenal bahwa Pek Eng adalah murid dan juga anak angkat bengcu, tak seorang pun di antara mereka berani bertanya apa lagi menghalangi kepergian dara itu. Lam-hai Giam-lo merasa khawatir sekali, dan dia pun menyuruh orang-orang untuk mencari pula muridnya itu.
Saat mendengar tuduhan para tokoh Bu-tong-pai bahwa Hay Hay, susiok-nya yang amat dikaguminya itu adalah Ang-hong-cu, seorang penjahat pemerkosa wanita yang tersohor, tanpa Hay Hay mampu membuktikan bahwa dia bukanlah Ang-hong-cu, timbul perasaan kaget, penasaran dan kemarahan di dalam hati Cia Ling atau Ling Ling.
Ling Ling adalah seorang gadis yang berhati lembut, mempunyai watak jujur, terbuka dan peka sekali. Begitu bertemu dengan Hay Hay hatinya sudah tertarik sekali karena selama hidupnya dia merasa belum pernah bertemu dengan seorang pria yang demikian menarik hatinya dan amat dikaguminya. Karena itu, tuduhan bahwa Hay Hay seorang jai-hwa-cat yang tersohor, membuat hatinya bimbang dan berduka. Apa lagi ketika dia teringat betapa Hay Hay memang memiliki sikap yang perayu dan seperti pemuda mata keranjang, begitu bertemu dengannya langsung saja memuji-muji kecantikannya.
Apakah Hay Hay benar-benar seorang penjahat pemetik bunga, atau penjahat yang suka memperkosa dan mempermainkan wanita? Tidaklah sulit bagi Hay Hay untuk melakukan kejahatan seperti itu, pikirnya. Hay Hay cukup tampan dan ganteng untuk menggetarkan hati wanita, cukup gagah dan sangat lihai untuk menarik hati wanita, dan pandai merayu pula dengan kata-kata manis dan indah. Apa bila rayuannya tidak mempan, tentu saja dia dapat mempergunakan kepandaiannya untuk menundukkan wanita dan memperkosanya. Ling Ling bergidik, merasa ngeri. Benarkah pemuda yang gagah itu, yang masih terhitung paman gurunya sendiri, adalah seorang penjahat keji?
Tadinya dia sudah tidak mempedulikan lagi, ingin meninggalkan Hay Hay dan menyelidiki sendiri persekutuan pemberontak itu. Namun betapa pun juga hatinya merasa tidak tega kepada Hay Hay. Pemuda itu telah berjanji bahwa tiga hari kemudian akan menjumpainya di tepi telaga, pada bagian yang sunyi di mana untuk pertama kali dia berjumpa dengan susiok-nya itu, ketika Hay Hay tengah memancing ikan kemudian terganggu oleh luncuran perahunya.
Maka, pada hari ketiga Ling Ling membawa perbekalan makanan kemudian pergilah dia ke tempat itu. Dia menunggu dengan sabar, bahkan sampai menjelang malam ketika hari telah menjadi gelap dia masih duduk di tepi telaga, menanti munculnya Hay Hay di situ.
Gadis ini merasa yakin bahwa susiok-nya pasti akan datang, entah malam ini atau paling lambat besok pagi-pagi. Dia akan menanti dan akan bicara dari hati ke hati, bukan hanya untuk mendengar tentang hasil penyelidikan susiok-nya, akan tetapi juga tentang tuduhan orang-orang Bu-tong-pai itu. Dia harus dapat yakin mengenai hal itu!
Ketika malam tiba dan hawa mulai dingin, dengan bulan yang masih muda muncul hingga mendatangkan cuaca yang muram, Ling Ling membuat api unggun untuk mengusir dingin dan nyamuk, juga untuk memberi sedikit cahaya penerangan sebelum dia tidur. Dia tetap menanti, akan tetapi sampai jauh malam, setelah semua kayu untuk dibakar sudah habis, Hay Hay belum juga datang.
Ling Ling membiarkan api unggun padam, kemudian merebahkan diri di atas tanah di tepi telaga, berselimut kain yang dibawanya. Dia tidak mempunyai nafsu untuk makan malam dan membiarkan saja bekal makanan tanpa disentuh. Bagaimana pun juga dia merasa agak kecewa karena malam itu agaknya Hay Hay tidak datang.
Gadis itu mulai hanyut dalam kantuknya dan hampir saja pulas sehingga dia tidak melihat berkelebatnya bayangan orang menghampirinya. Dia baru merasa kaget saat ada tangan menotoknya. Dia tidak keburu mengelak atau bergerak, dan ketika dia sadar dan hendak meloncat, ternyata tubuhnya sudah lemas tak berdaya. Dia tidak mampu menggerakkan kaki tangannya yang menjadi seperti lumpuh!
Ada sosok tubuh orang berdiri di dekatnya, dan biar pun cuaca remang-remang sehingga tak memungkinkan dia untuk mengenal wajah orang itu, namun dari bentuk tubuhnya, dia merasa yakin bahwa orang itu adalah Hay Hay! Ingin dia memanggil susiok-nya, namun mulutnya juga tidak mampu bersuara.
Totokan itu lihai bukan main, membuat dia tidak mampu menggerakkan kaki tangan mau pun lidahnya, namun tetap membiarkan dia sadar. Kenapa susiok-nya melakukan hal ini? Menotoknya? Apakah hendak main-main atau ada alasan lain yang memaksanya?
Alangkah kagetnya ketika dia melihat apa yang dilakukan susiok-nya terhadap dirinya! Ia terbelalak, tak dapat meronta dan hampir pingsan! Susiok-nya telah melucuti pakaiannya kemudian memperkosanya!
Hatinya memberontak! Bukan karena hubungan itu sendiri, melainkan karena perkosaan itu! Tak tahulah susiok-nya itu bahwa semenjak pertama kali bertemu dia telah jatuh hati? Dia akan merasa berbahagia sekali menjadi isteri susiok-nya itu, dengan rela dan suka hati dia akan menyerahkan dirinya, dengan pasrah dan penuh kasih sayang! Akan tetapi mengapa susiok-nya itu memperkosanya?
Alangkah kejamnya, betapa kejinya! Benar-benar dia seorang jai-hwa-cat! Dan Ling Ling pun jatuh pingsan, tidak merasakan lagi semua yang sedang terjadi pada dirinya. Hatinya menjerit-jerit, langit bagaikan runtuh bagi gadis yang baru berusia tujuh belas tahun lebih ini.
Ketika akhirnya Ling Ling siuman kemudian membuka matanya, dia mengeluh tanpa bisa mengeluarkan suara. Hanya rintihan panjang yang keluar dari dalam dadanya dan dia pun menggigil. Dingin sekali rasanya. Ketika dia membuka mata, ternyata malam sudah lewat dan biar pun matahari belum muncul, akan tetapi sinarnya telah mendahuluinya mengusir sisa-sisa malam pekat dan dingin.
Ling Ling mendapatkan dirinya masih rebah terlentang dalam keadaan telanjang bulat, di atas pakaiannya sendiri! Dia masih belum mampu bergerak! Dan Hay Hay telah tidak ada, tidak nampak bayangannya. Keparat! Alangkah kejinya! Meninggalkannya dalam keadaan seperti itu. Telanjang bulat dan dalam keadaan masih tertotok. Atau ditotok lagi, pikir Ling Ling penuh kebencian dan kedukaan. Totokan pertama itu sudah habis daya gunanya dan agaknya, sebelum meninggalkannya, jai-hwa-cat itu telah menotoknya lagi!
"Ling Ling...!" Mendadak terdengar suara Hay Hay lantas muncullah pemuda ini. Matanya terbelalak memandang gadis yang terlentang telanjang bulat dan tak mampu bergerak itu. Cepat Hay Hay menanggalkan baju luarnya dan menutupi tubuh Ling Ling.
"Ling Ling, kau kenapa?!" teriaknya. Dan melihat betapa gadis itu hanya memandangnya dengan mata mengalirkan air mata, tanpa suara dan kaki tangannya lemas, Hay Hay lalu cepat memulihkan totokan itu.
Begitu Ling Ling mampu bergerak, pertama kali yang dilakukannya adalah membalikkan tubuhnya membelakangi Hay Hay, kemudian mengenakan kembali pakaiannya satu demi satu dengan cepat, dengan kedua tangan gemetar dan kedua kaki menggigil, air matanya bercucuran. Hay Hay memandang saja, membiarkan hingga Ling Ling selesai berpakaian, barulah dia bertanya lagi.
"Ling Ling, apakah yang sudah terjadi? Apa... siapa..." dia tidak mampu lagi melanjutkan kata-katanya karena gadis itu sudah membalik dan memandang kepadanya dengan sinar mata berapi namun juga mencucurkan air mata yang menuruni sepanjang kedua pipinya yang pucat.
"Manusia keji! Engkau masih berpura-pura dan bertanya apa yang sudah terjadi? Aihhh, Susiok, mengapa hati manusia dapat sekejam hatimu?" Gadis itu tidak dapat melanjutkan kata-katanya karena dia sudah menangis tersedu-sedu sambil menutupi mukanya dengan kedua tangan.
Hay Hay terbelalak dan mengerutkan alisnya, memandang penuh selidik dan juga penuh kekhawatiran. "Ling Ling, apa... apa maksudmu...?"
Ling Ling menahan tangisnya, menurunkan kedua tangan lantas dengan mata membendul merah karena terlampau banyak menangis dia menatap wajah pemuda itu dan berkata, suaranya penuh nada penyesalan.
"Engkau... jai-hwa-cat terkutuk berjiwa pengecut! Tadi malam... engkau datang ketika aku sedang tidur, dan engkau menotokku... kemudian kau... kau... memperkosa aku! Dan kini sekarang engkau pura-pura bertanya dan bersikap tidak berdosa?"
Kalau saat itu ada guntur menggelegar dan kilat menyambar kepalanya, belum tentu Hay Hay akan sekaget ketika mendengar tuduhan yang dilontarkan oleh dara itu. Dia meloncat dengan muka pucat, kemudian mukanya berubah merah sekali.
"Ling Ling...! Apakah engkau benar-benar melihat bahwa orang itu adalah aku? Dapatkah engkau melihat dan mengenalku?"
Dengan mata mencorong karena marah melihat pemuda itu tetap hendak berpura-pura, Ling Ling berkata, "Biar pun keadaan gelap dan tidak dapat melihat mukamu, akan tetapi aku mengenalmu. Bayangan tubuhmu, juga mukamu halus, dan siapa lagi yang tahu akan tempat ini selain kita berdua? Bukankah engkau sudah berjanji kepadaku akan datang ke sini setelah tiga hari, jadi tepat malam tadi? Susiok, engkau mempergunakan kesempatan dan kepandaianmu untuk melakukan kekejian. Engkau sudah menghancurkan hatiku dan menodai kehormatanku..." Dara itu menangis lagi. "Akan tetapi semua ini telah terlanjur..., mungkin engkau dikuasai nafsu... dan aku bersedia memaafkan semua itu asal engkau menyatakan penyesalanmu lantas bertobat, tidak menjadi Ang-hong-cu lagi, dan engkau memperisteri aku dengan sah..."
"Tidak...! Tidak, bukan aku, Ling Ling! Sungguh mati, bukan aku yang melakukan kekejian itu terhadap dirimu!"
Dengan hati marah Ling Ling meloncat dan berdiri tegak, tangisnya terhenti dan wajahnya membayangkan kemarahan. "Tang Hay! Hanya begini sajakah keadaan batinmu? Engkau melakukan kekejian, memperkosa aku, dan kini masih tega untuk berpura-pura tidak tahu dan menyangkal? Kalau begitu engkau bukan manusia, engkau kejam melebihi binatang, engkau iblis, maka engkau atau aku yang akan mati di sini!"
Gadis yang biasanya berwatak lembut itu kini berubah beringas laksana seekor harimau marah dan dia telah menyerang Hay Hay dengan dahsyat sekali karena dia mengerahkan seluruh tenaganya dalam serangan itu.
Batin Hay Hay masih terguncang akibat tuduhan tadi, karena itu seperti orang bingung dia menghadapi serangan ini dan hanya menolaknya untuk melindungi dirinya, atau sebagai gerakan pertahanan otomatis. Tapi dia tidak mengerahkan tenaga yang terlampau besar, sebab di samping kebingungan dan kekagetannya, juga dia merasa amat kasihan kepada gadis yang baru saja ditimpa mala petaka yang bagi seorang gadis lebih hebat dari pada maut itu.
"Dukkk...!"
Tubuh Hay Hay terlempar lantas terbanting jatuh bergulingan, dan dengan gerakan yang cepat bukan main Ling Ling sudah melompat, mengejar dan mengirim tendangan ke arah kepala Hay Hay. Serangan maut yang dimaksudkan untuk membunuh pemuda itu, karena di dalam tendangan ini terkandung pula tenaga yang amat besar. Hay Hay belum sempat bangun dan melihat tendangan menyambar ke arah kepalanya, kembali gerakan otomatis membuat dia menggerakkan tangan melindungi kepala.
"Dessss...!"
Tendangan yang diterima oleh tangan Hay Hay itu kuat sekali, dan untuk kedua kalinya tubuh Hay Hay terlempar dan bergulingan seperti sebutir bola ditendang. Bagaikan seekor harimau mencium darah, Ling Ling bertambah beringas dan dia pun sudah mengejar lagi.
Akan tetapi Hay Hay sudah meloncat bangun. "Ling Ling, tahan dulu! Sungguh mati, aku tidak melakukan perbuatan itu!" Hay Hay berseru sambil mengangkat tangan ke atas.
Akan tetapi penyangkalan ini membuat hati Ling Ling menjadi makin marah. Kemarahan yang timbul karena kekhawatiran hebat. Bagaimana jika ternyata benar-benar bukan Hay Hay yang memperkosanya? Hal ini akan mendatangkan kehancuran hati lebih besar lagi.
Apa bila Hay Hay yang melakukannya, bagaimana pun juga dia mencintai susiok-nya itu. Akan tetapi kalau orang lain? Akan lenyaplah harapannya untuk dapat memaksa Hay Hay mempertanggung jawabkan perbuatannya. Maka ia tak sudi mendengarkan kemungkinan ini dan dia sudah menerjang lagi sambil berkata,
"Engkau akui perbuatanmu atau harus mengadu nyawa dengan aku!"
Dan ini memang telah menjadi tekadnya. Kalau Hay Hay mengaku dan mau bertanggung jawab maka dia akan suka memaafkan dan menjadi isteri pemuda itu, sebaliknya jika Hay Hay tetap menyangkal, maka pemuda itu harus mati atau dia sendiri yang akan mati di dalam tangan pemuda itu.
Dia menyerang kembali dengan satu loncatan tinggi dan ketika tubuhnya meluncur turun, dua tangannya membentuk cakar sambil mencengkeram ke arah ubun-ubun, kepala dan leher pemuda itu. Serangan ini bukan main hebatnya sebab Ling Ling telah menggunakan satu jurus dari Ilmu Silat Hok-mo Cap-sha-ciang (Tiga Belas Jurus Penakluk Iblis)!
Serangan ini memang dahsyat bukan kepalang, tapi dengan tingkat kepandaiannya yang lebih tinggi, kiranya tidak akan begitu sukar bagi Hay Hay untuk menyelamatkan diri, juga membalas. Akan tetapi sekuku hitam pun tak ada niat di hatinya untuk membalas kepada gadis yang amat dikasihaninya itu.
Dia mencoba untuk mengelak, akan tetapi kedua tangan gadis itu terus mengejar kepala dan lehernya. Terpaksa dia menangkis dengan lengannya, menyampok ke dalam.
"Dukkk!"
Kini tubuh Ling Ling terpelanting, akan tetapi sebelum tubuhnya terbanting ke atas tanah, Hay Hay sudah merangkap lengannya sehingga gadis itu tidak terbanting. Hay Hay masih memegang lengan Ling Ling dengan lembut, berdiri dekat dan membujuk.
"Dengarkan dulu, Ling Ling, dan jangan terburu napsu. Sesungguhnyalah kalau kukatakan bahwa aku tidak..."
"Bukkk!"
Kini hantaman Ling Ling tepat mengenai dada Hay Hay sehingga pemuda itu terpelanting. Pukulan dari jarak dekat itu cukup keras karena mengandung tenaga sinkang yang kuat, tetapi tidak melukai Hay Hay walau pun dalam dadanya terguncang dan ada sedikit darah nampak pada ujung bibirnya ketika dia meloncat bangun kembali. Pada saat itu Ling Ling sudah menyerang lagi, dan Hay Hay hanya mengelak sambil mundur.
"Ling Ling, demi Tuhan... Ling Ling..." Hay Hay masih mencoba untuk menyabarkan gadis itu di antara serangan bertubi-tubi yang dielakkan atau ditangkisnya dengan lembut,.
"Pengecut keji!" Ling Ling bahkan menjadi semakin marah dan menyerang lagi, sekarang menggunakan Ilmu Totokan It-sin-ci yang amat cepat dan berbahaya sekali.
Karena sama sekali tak membalas, Hay Hay menjadi repot juga ketika dihujani serangan totokan ini. Percuma saja dia menghindarkan diri dengan Jiauw-pouw-poan-soan karena gadis itu telah mengenal ilmu ini dan tentu akan bisa melihat rahasia gerakan kakinya dan bahkan membahayakan dirinya.
Maka Hay Hay menggunakan kedua tangannya untuk selalu menangkis atau menyambut totokan satu jari itu dengan telapak tangannya yang diisi dengan sinkang lunak. Pemuda ini mundur terus dan menjadi semakin bingung karena Ling Ling menyerang makin hebat.
"Tahan serangan! Nona, kenapa Nona menyerang pendekar itu mati-matian?" Mendadak terdengar seruan dari arah samping.
Hay Hay melirik dan dapat mengenal pemuda perkasa Can Sun Hok yang dahulu pernah dibujuknya agar ikut menentang persekutuan pemberontak. Dia menjadi semakin bingung karena jika pemuda ini menanyakan urusan maka tidak mungkin dia dapat menceritakan tentang aib yang menimpa diri Ling Ling.
Maka, menggunakan kesempatan saat Ling Ling menoleh dan memandang kepada orang yang baru datang itu, Hay Hay cepat melompat dan menggunakan kepandaiannya untuk menghilang di antara pohon-pohon dalam hutan di tepi telaga.
"Jahanam, jangan lari kau!" bentak Ling Ling yang segera melakukan pengejaran. Pemuda itu, Can Sun Hok, yang merasa heran sekali juga ikut pula mengejar.
Akan tetapi bayangan Hay Hay telah menghilang sehingga Ling Ling kehilangan jejaknya. Ketika gadis ini berhenti di tengah hutan dalam keadaan bingung, Can Sun Hok muncul dan bersikap hormat.
"Maaf, Nona. Bukan maksudku ingin mencampuri urusan Nona, akan tetapi aku sungguh merasa heran melihat betapa Nona mati-matian menyerang dia, seorang pendekar yang berilmu tinggi dan seorang utusan pemerintah untuk menumpas persekutuan pemberontak itu."
Tadinya Ling Ling hendak marah melihat ada orang mencampuri urusannya, akan tetapi kemarahannya segera berkurang melihat Sun Hok yang demikian sopan dan mendengar Sun Hok memuji-muji Hay Hay. Ia pun maklum bahwa dia sama sekali tak mungkin dapat menceritakan peristiwa antara dia dan Hay Hay yang merupakan rahasia pribadinya itu, merupakan aib yang tak mungkin diceritakannya kepada orang lain, kecuali orang tuanya sendiri.
"Pendekar? Huh, dia adalah Ang-hong-cu, jai-hwa-cat yang amat keji, karena itu aku tadi berusaha mati-matian untuk membunuhnya.
Kini Sun Hok yang terbelalak heran, "Apa...?! Dia...? Ang-hong-cu Si Jai-hwa-cat...? Ahh, benarkah itu, Nona? Aku pernah bertemu dengannya. Ilmu silatnya sangat tinggi dan dia membujukku untuk membantu pemerintah menghadapi para datuk sesat yang bersekutu dan hendak memberontak. Bahkan aku sudah mendengar sendiri dari Menteri Cang Ku Ceng bahwa Saudara Hay Hay itu adalah orang kepercayaan Menteri Yang Ting Hoo dan Jaksa Kwan di kota Siang-tan, dan mereka itu telah memesan kepadaku agar aku suka membantunya. Akan tetapi, ahh... mengapa aku begini lancang mulut, padahal aku tidak mengenalmu, Nona. Siapakah engkau, dan bagaimana dapat menuduh Saudara Hay Hay yang gagah perkasa itu seorang Jai-hwa-cat?"
"Hemmm, aku sendiri belum mengenal siapa engkau..." Ling Ling berkata sambil menatap tajam.
"Namaku Can Sun Hok, Nona, juga tinggal di kota Siang-tan. Aku sudah berjanji kepada Saudara Hay Hay untuk membantu pemerintah dalam menentang kaum sesat yang akan memberontak."
Ling Ling percaya kepada pemuda yang sopan dan halus ini, "Namaku Cia Ling, dan aku pun sedang melakukan penyelidikan setelah mendengar bahwa di daerah Yunan terdapat persekutuan kaum sesat yang dipimpin Lam-hai Giam-lo dan mereka hendak melakukan pemberontakan. Kebetulan saja aku bertemu dengan Hay Hay itu dan ada serombongan murid Bu-tong-pai yang mengejar-ngejar dan menyerangnya karena menurut para murid Bu-tong-pai itu, dia adalah Ang-hong-cu, jai-hwa-cat yang sudah mengganggu kemudian membunuh seorang murid Bu-tong-pai."
"Ahh, kalau benar demikian, sungguh berbahaya! Dia lihai bukan main dan jika benar dia jai-hwa-cat, berarti dia seorang tokoh sesat, maka tentu saja dia menjadi sekutu Lam-hai Giam-lo! Padahal Menteri Yang Ting Hoo dan Jaksa Kwan sangat percaya kepadanya, bahkan menurut Menteri Cang Ku Ceng, dia telah menerima tanda kepercayaan Menteri Yang. Kalau begitu, sebaiknya kita melapor kepada Menteri Cang supaya jangan sampai terlambat. Siapa tahu dia itu mata-mata pihak musuh."
鈥淭api... Menteri Cang Ku Ceng tentu berada di kota raja!" kata Ling Ling ragu.
Pemuda itu tersenyum. "Menteri Cang telah berada di sini, tak jauh dari telaga ini, di balik bukit di utara itu. Dia sudah mempersiapkan ribuan orang pasukan dalam benteng darurat di sana. Juga banyak pendekar sedang berkumpul dl sana, siap menanti saat baik untuk menggempur para pemberontak. Marilah, Nona. Kita harus melaporkan tentang Hay Hay itu kepada Menteri Cang agar beliau dapat mengambil keputusan."
Tak ada jalan lain bagi Ling Ling kecuali menyetujui. Ia ingin sekali mengejar dan mencari Hay Hay sampai dapat, akan tetapi maklum bahwa tidak mudah menyusul pemuda yang amat lihai itu. Dengan perasaan hancur dan tubuh lemas dia lalu mengikuti pemuda yang sopan itu menuju ke utara.
Untung dia adalah seorang gadis gemblengan dan tubuhnya telah memiliki kekuatan yang jauh melebihi gadis biasa. Kalau tidak demikian, sesudah apa yang dialaminya semalam, tentu dia tidak akan dapat melakukan perjalanan jauh tanpa merasa amat menderita lahir batin.
Dia membayangkan betapa ayah ibunya akan terkejut sekali bila mendengar mala petaka yang menimpa dirinya. Ibunya tentu akan marah bukan main dan akan mencari Hay Hay untuk membalas dendam. Jika mengingat ini, ingin rasanya dia menangis tersedu-sedan, namun perasaan ini ditekannya karena dia tidak mau memperlihatkan kelemahan hatinya di depan Can Sun Hok yang baru saja dikenalnya.
Ia harus dapat bertemu lagi dengan Hay Hay, kemudian akan dicobanya sekali lagi untuk minta pertanggungan jawab pemuda itu. Kalau Hay Hay tetap menyangkal maka dia akan menyerang mati-matian dan tidak akan berhenti menyerang sebelum Hay Hay atau dia sendiri yang roboh dan tewas.
"Dia lihai sekali dan mencurigakan, Bengcu, tetapi akan dapat menjadi seorang pembantu yang amat baik." Ki Liong mengakhiri bisikannya.
Lam-hai Giam-lo memang sudah melihat kelihaian orang setengah tua itu. Belasan orang anak buahnya laksana sekumpulan semut yang mengeroyok seekor jangkerik saja. Siapa mendekat tentu langsung terpental oleh tamparan atau tendangan orang setengah tua itu, padahal di antara anak buahnya ada yang mempergunakan senjata sedangkan orang itu hanya bertangan kosong saja.
"Tahan...!" teriak Lam-hai Giam-lo dengan suaranya yang seperti bunyi ringkik kuda.
Mendengar ini, semua anak buah Kui-kok-pang berloncatan ke belakang. Orang setengah tua itu pun menghentikan gerakannya, lantas sambil tersenyum simpul dia memutar tubuh menghadapi Lam-hai Giam-lo, dan kedua matanya terbelalak, senyumnya melebar ketika dia melihat Hay Hay dan Ki Liong.
"Ahhh, senang sekali dapat bertemu dengan kalian dua orang pemuda yang tampan dan gagah!" Dan dia lalu memandang kepada Lam-hai Giam-lo dan Pek Eng, lalu menjura dan berkata. "Jika aku tidak salah duga, agaknya saudara yang gagah tentulah yang berjuluk Lam-hai Giam-lo, Bengcu dan pemimpin para pejuang. Dan Nona ini benar-benar gagah perkasa dan cantik jelita!"
Pujiannya itu tidak mengandung sikap kurang ajar dan melihat betapa Pek Eng tersipu malu, diam-diam Hay Hay tersenyum dalam hatinya. Pria setengah tua ini agaknya juga seorang yang pandai mengagumi keindahan dan kecantikan wanita!
Lam-hai Giam-lo menatap tajam dengan sepasang matanya yang sipit. "Sobat, tak keliru dugaanmu bahwa kami adalah Bengcu yang berjuluk Lam-hai Giam-lo. Tetapi siapakah engkau dan apa maksudmu membikin ribut di tempat kami?"
Laki-laki setengah tua itu tertawa dan nampak giginya yang masih berderet rapi dan putih, wajahnya nampak jauh lebih muda ketika dia tertawa. "Bengcu, maafkan kalau aku sudah membikin ribut. Memang aku sengaja datang ke sini untuk menghadap Bengcu sebab aku mendengar bahwa Bengcu mengumpulkan orang-orang gagah untuk diajak bekerja sama. Nah, kalau memang kerja sama itu dapat menguntungkan aku, tentu saja aku bersedia pula membantu Bengcu."
"Nanti dulu," kata Lam-hai Giam-lo sambil memandang tajam penuh selidik. Dia seorang tokoh sesat yang mengenal banyak orang berilmu tinggi di dunia persilatan, akan tetapi dia merasa belum pernah bertemu dengan orang ini, tidak tahu siapa namanya, dan dari golongan mana pula datangnya. "Sebelumnya kami ingin mengetahui siapa sebenarnya engkau ini, Sobat."
Kembali lelaki itu tertawa, "Ha-ha-ha, aku sendiri sudah lupa dan tidak ingat akan namaku sendiri, juga aku pun tidak peduli. Bengcu, biasanya aku hanya menggunakan nama Han Lojin, tempat tinggalku tidak menentu, di mana saja asal menyenangkan hatiku, di situlah tempat tinggalku."
"Hemm, terus terang saja, telah banyak aku mengenal tokoh dunia kang-ouw, akan tetapi belum pernah aku mendengar nama Han Lojin, juga belum pernah bertemu denganmu."
"Tentu saja, Bengcu. Selama ini aku memang selalu bersembunyi saja di tempat sunyi, menjauhkan diri dari segala urusan dunia ramai. Namun akhirnya aku merasa bosan dan begitu turun gunung, aku mendengar akan kesempatan yang diberikan oleh Bengcu untuk bekerja sama dengan orang-orang gagah. Aku siap membantu asal saja ada imbalannya yang cukup memuaskan," sambil berkata demikian ia memandang dan tersenyum kepada Pek Eng. Gadis itu mengerutkan alisnya dan segera membuang muka. Pria itu sungguh genit, pikirnya.
Lam-hai Giam-lo mengangguk-angguk lalu tersenyum. Memang dia ingin mengumpulkan sebanyak mungkin orang-orang yang mempunyai ilmu kepandaian tinggi agar gerakannya akan menjadi kuat.
"Hemm, Han Lojin, ilmu silat baru dapat dilihat bila mana sudah diuji. Tadi engkau sudah menunjukkan kepandaian ketika menghadapi pengeroyokan anak buah kami. Akan tetapi karena tingkat kepandaian mereka masih amat rendah, maka hal itu belum bisa dijadikan ukuran. Saudara Tang Hay, engkau wakililah aku untuk menguji sampai di mana tingkat kepandaian Han Lojin itu. Nah, marilah kita masuk ke lian-bu-thia."
Han Lojin tersenyum, lantas dengan langkah gagah dia pun ikut bersama mereka semua memasuki ruangan berlatih silat itu. Hay Hay mengerutkan alisnya, akan tetapi segera dia tersenyum.
Dia harus memperoleh kepercayaan mereka agar dapat menyelidiki keadaan persekutuan itu, dan dia pun tahu bahwa sekali ini yang diuji bukan hanya kepandaian lelaki bernama Han Lojin (Kakek Han) itu saja, akan tetapi juga ujian untuk kesetiaan dan kesungguhan hatinya untuk bekerja sama dengan persekutuannya.
Maka, sesudah tiba di dalam ruangan belajar silat itu dia langsung menghadapi Han Lojin, ada pun Lam-hai Giam-lo, Pek Eng dan Ki Liong sudah mengambil tempat duduk masing-masing untuk menonton pertandingan silat.
Kini kedua orang itu sudah berdiri saling berhadapan, seperti dua ekor jago yang hendak bertarung, lebih dahulu mengamati lawan dengan sinar mata tajam penuh penilaian. Hay Hay melihat betapa Han Lojin seperti menahan senyum dan sikapnya amat memandang rendah, akan tetapi anehnya wajah itu berseri seolah-olah hati orang itu merasa gembira! Timbullah rasa suka di dalam hatinya.
Orang ini berwatak periang, dan dia pun merasa kasihan. Akan dijaganya agar dia tidak sampai melukai atau merobohkan orang ini dengan mudah, agar martabat orang ini dapat terangkat di dalam pandangan mata Lam-hai Giam-lo.
Pada saat itu bermunculanlah tokoh-tokoh yang menjadi sekutu Lam-hai Giam-lo. Mereka itu adalah Ji Sun Bi, Min-san Mo-ko, Kim San Ketua Kui-kok-pang, Hek-hiat Mo-ko, serta beberapa orang pendeta perkumpulan Pek-lian-kauw.
Mereka mendengar bahwa Ki Liong telah berhasil membujuk pemuda yang namanya Hay Hay dan terkenal sangat lihai itu untuk menghadap Lam-hai Giam-lo dan menjadi sekutu, juga mendengar bahwa pemuda itu kini disuruh oleh Bengcu untuk menguji kepandaian seorang tamu yang menyatakan diri hendak bergabung. Mereka tertarik dan berbondong-bondong memasuki lian-bu-thia.
Karena mereka bukan anggota biasa, namun serombongan orang yang dianggap sebagai sekutu dan rekan, maka mereka pun diperbolehkan lewat dan masuk oleh para anggota Kui-kok-pang yang tengah berjaga. Lam-hai Giam-lo juga diam saja dan hanya membalas penghormatan mereka dengan anggukan kepala ketika melihat mereka masuk kemudian mengambil tempat duduk di pinggir dekat dinding. Hay Hay juga melihat ketika mereka itu memasuki lian-bu-thia, dan merasa heran mengapa dia belum melihat dua pasang suami isteri yang pernah memperebutkannya pada waktu dia kecil.
"Han Lojin, silakan mulai membuka serangan!" tantangnya.
Dia ingin segera menyelesaikan tugas yang tidak enak ini. Dia harus menguji kepandaian orang yang mendatangkan rasa suka di dalam hatinya. Namun tanpa disangkanya Han Lojin malah tertawa.
"Ha-ha-ha-ha, baru sekarang ini aku memperoleh kesempatan untuk bertanding melawan Ang-hong-cu yang tersohor itu, ha-ha-ha!"
Semua orang terkejut, kecuali Ki Liong yang sudah tahu tentang hal itu. Hay Hay bahkan lebih terkejut dari pada orang lain.
"Han Lojin, apa maksudmu...?!" Dia berseru penasaran. "Aku bukan Ang-hong-cu!"
Han Lojin masih tertawa, lantas menudingkan telunjuknya ke arah muka Hay Hay sambil berkata. "Orang muda, masih perlukah menyangkal lagi? Jika engkau bukan Ang-hong-cu, kenapa para tosu dan murid Bu-tong-pai itu menyerangmu mati-matian? Sudahlah, orang muda, namamu Tang Hay? Bagus, akui saja karena dari golongan mana pun juga, semua yang berada di sini adalah rekan sendiri, bukan? Jadi, tidak perlu malu-malu."
"Dia bukan Ang-hong-cu...!" Tiba-tiba terdengar suara Pek Eng lantang. Gadis ini sudah bangkit berdiri dan matanya memandang marah. Ia tentu saja tahu bahwa Hay Hay bukan Ang-hong-cu, melainkan putera kandung dari penjahat pemetik bunga yang tersohor itu.
Hay Hay terkejut sekali, cepat-cepat membalikkan tubuhnya menghadapi Pek Eng lantas mengerahkan kekuatan sihirnya.
"Eng-moi, jangan ikut mencampuri dan duduklah saja, biar kuhadapi sendiri tuduhan ini!"
Kekuatan sihir itu menguasai Pek Eng yang tiba-tiba duduk kembali dengan muka agak berubah pucat. Ki Liong dan Lam-hai Giam-lo tak merasa heran dengan seruan Pek Eng tadi. Bukankah Pek Eng sudah mengenal Hay Hay? Tentu gadis itu membelanya karena mungkin dia tidak tahu bahwa pemuda kenalannya itu adalah Ang-hong-cu. Akan tetapi Ki Liong juga meragukan kebenaran tuduhan itu.
"Han Lojin, Saudara Tang Hay terlampau muda untuk menjadi Ang-hong-cu, harap jangan bicarakan urusan itu. Hadapi saja dia dengan ilmu silatmu agar bisa membuktikan kepada Bengcu bahwa engkau cukup berharga untuk menjadi rekan kami," kata Ki Liong dengan suara lantang.
Han Lojin tersenyum lebar. "Baiklah, orang muda she Tang. Engkaulah yang harus mulai menyerang lebih dulu karena engkau adalah pengujiku, bukan? Heh-heh-heh!"
Kini berkuranglah rasa suka di dalam hati Hay Hay terhadap orang itu. Bagaimana pun juga, di hadapan orang banyak orang ini telah menuduhnya sebagai Ang-hong-cu dan ini berbahaya sekali karena memang dia adalah putera jai-hwa-cat itu. Bagaimana pun juga kenyataan ini sudah menghancurkan hatinya dan dia tidak mau kenyataan yang pahit itu diketahui orang lain.
Pek Eng mengetahuinya, akan tetapi dia berhasil membungkam mulut gadis itu dengan kekuatan sihirnya. Ada pun Han Lojin tampaknya demikian memandang rendah padanya. Hemm, dia akan tunjukkan kepada orang tua ini bahwa dia tidak boleh dibuat permainan!
"Baik, aku akan menyerang. Sambutlah!" bentak Hay Hay.
Dia pun sudah menerjang dengan memainkan Ilmu Silat Ciu-sian Cap-pek-ciang (Delapan Belas Jurus Dewa Arak). Dengan mempergunakan jurus Dewa Pemabok Menepuk Lalat, tangannya menyambar ke arah pundak lawan, kelihatannya hanya perlahan saja namun di dalam tamparan itu terkandung tenaga dahsyat.
"Hehhh!" Han Lojin agaknya kaget juga ketika merasakan sambaran angin pukulan yang amat kuat. Dia maklum bahwa pemuda ini lihai, hal itu dapat dilihatnya ketika pemuda itu menghadapi tosu Bu-tong-pai yang lihai. Akan tetapi tak disangkanya bahwa pemuda itu menggunakan tamparan yang demikian dahsyatnya. Dia pun cepat mengelak, akan tetapi tangan pemuda itu seperti meluncur terus, tamparan ke arah pundaknya itu kini bahkan meluncur ke arah lehernya, lebih berbahaya dari pada sebelum dielakkannya tadi.
Tiba-tiba saja kaki Han Lojin mencuat dan mengirim tendangan ke arah pusar Hay Hay. Serangan balasan ini juga merupakan pembelaan diri karena kakinya lebih panjang dari pada lengan Hay Hay. Terpaksa pemuda ini menarik kembali tamparannya karena kaki lawan sudah menyambar cepat.
Dia pun cepat mengerahkan tenaga pada tangan kirinya, lantas membacokkan tangan kiri itu seperti sebatang golok ke arah kaki yang menendangnya! Kembali Han Lojin mampu menyelamatkan kakinya dengan memutar kaki itu hingga tubuhnya ikut terputar dan luput dari bacokan tangan Hay Hay.
Han Lojin mengerluarkan seruan nyaring, kemudian tiba-tiba saja tubuhnya berkelebatan dengan sangat cepatnya sehingga sukar dlikuti oleh pandangan mata biasa. Dan dengan gerakan secepat itu, dia segera menghujankan serangan berupa totokan bertubi-tubi ke arah tubuh Hay Hay!
Pemuda ini kembali terkejut dan dia pun cepat menggunakan ginkang (ilmu meringankan tubuh) Yan-cu Coan-in (Walet Menembus Awan) yang membuat tubuhnya berkelebatan seperti seekor burung walet terbang saja. Sekarang giliran Han Lojin yang mengeluarkan seruan kagum. Wuiiihhhh.!
Para penonton juga memandang kagum dan beberapa kali mereka mengeluarkan seruan kagum karena pertandingan itu memang menarik sekali. Dari gerakan-gerakan Han Lojin, mereka yang berilmu tinggi dan hadir di situ seperti Lam-hai Giam-lo, Ki Liong dan para tokoh lain, dapat mengenal bahwa orang ini menguasai berbagai macam ilmu silat. Ada gaya silat Siauw-lim-pai di dalam gerakannya, ada pula gaya silat Kun-lun-pai dan partai persilatan lain. Pendeknya, setiap gerakan Han Lojin penuh dengan gaya berbagai aliran dari utara sampai selatan. Hal ini menunjukkan bahwa dia telah mempunyai pengalaman yang luas sekali, mempelajari banyak macam ilmu silat yang membuatnya amat lihai.
Melihat kelihaian Han Lojin, diam-diam semua orang merasa kagum dan Lam-hai Giam-lo girang sekali karena dia telah membayangkan mendapat dua orang pembantu yang hebat di samping Ki Liong, yaitu Hay Hay dan Han Lojin. Dengan adanya tiga orang pembantu yang tingkat kepandaiannya sudah hampir menyamainya itu, maka dia merasa kuat, apa lagi masih ada Kulana di sana.
Jangankan mereka yang nonton, bahkan mereka yang sedang bertanding itu pun merasa terkejut dan kagum sekali. Han Lojin berkali-kali mengeluarkan seruan kagum dan memuji sebab serangan apa pun yang dia keluarkan, dari pilihan jurus-jurus paling ampuh, semua mampu dihindarkan oleh pemuda itu, baik melalui tangkisan mau pun elakan. Dan dalam adu tenaga harus diakuinya bahwa tenaga sinkang pemuda itu kuat bukan main, mungkin lebih kuat dari pada tenaganya sendiri!
Di lain pihak Hay Hay juga tertegun saat melihat kelihaian lawan. Ilmu-ilmu silatnya yang paling hebat telah dikeluarkan, namun sulit baginya untuk merobohkan atau mengalahkan lawan. Apa lagi mengalahkan tanpa merobohkan!
Lawannya ini sungguh hebat dan seimbang dengan tingkatnya. Dalam hal tenaga sinkang mungkin dia masih menang sedikit, akan tetapi dia tidak tega untuk mengerahkan seluruh tenaganya, khawatir kalau sampai melukai atau membunuh orang itu.
Setelah melihat kelihaian ilmunya, timbul pula rasa sayang di dalam hati Hay Hay. Orang ini belum dikenalnya bagaimana keadaannya, entah dari golongan sesat atau dia seorang pendekar aneh.
Memang di dunia ini terdapat banyak pendekar-pendekar atau orang-orang sakti yang aneh. Di antaranya guru-gurunya, seperti Pek Mau Sanjin dan Song Lojin, juga termasuk orang-orang aneh. Bahkan dua orang gurunya terdaulu, See-thian Lama dan Ciu-sian Sin-kai, juga merupakan orang-orang aneh sehingga kalau dibuat perbandingan, lawannya yang mengaku bernama Han Lojin ini belum berapa hebat keanehannya. Dia tidak berniat untuk mencelakakan lawan ini.
Di dalam hati kedua orang ini timbul suatu pertanyaan. Dalam uji ilmu silat mereka sudah merasa sukar untuk mendapatkan kemenangan, ada pun pertarungan berjalan seimbang dan seru sekali. Lalu andai kata mereka itu benar-benar berkelahi, betapa akan seru dan mati-matian!
"Heiiiittt...!" Tiba-tiba Hay Hay sudah menerjang lagi, kali ini dengan cengkeraman tangan ke arah ubun-ubun kepala lawan dan tonjokan susulan dengan tangan kiri ke arah dada!
"Ihhhh...!" Han Lojin mengeluarkan seruan keras, menarik tubuh atas ke belakang sambil miringkan tubuh hingga cengkeraman ke arah ubun-ubunnya itu luput, sedangkan tangan kanannya diputar dari samping untuk menangkis tonjokan ke arah dadanya, dan disusul tangan kirinya membalas dengan menggunakan telunjuk dan jari tengah untuk menusuk ke arah mata lawan!
Hay Hay kagum bukan main. Sungguh indah dan berbahaya gerakan lawan yang dengan kontan membalas serangannya. Maka dia pun menangkis dengan putaran lengannya.
"Dukkk! Desss...!!" Dua kali empat tangan itu bertemu kemudian keduanya terdorong ke belakang.
"Hyaaaattt...!" Tubuh Han Lojin sudah melayang ke atas dengan tendangan kaki terbang! Hay Hay juga menyambut dengan gerakan yang sama, yaitu meloncat ke atas kemudian menyambut serangan lawan dengan kedua kakinya pula.
"Desss...!" Bentrok hebat terjadi di udara tanpa dapat dicegah lagi, lantas tubuh keduanya terpelanting. Jika Hay Hay tidak cepat-cepat berjungkir balik mematahkan luncuran, maka badannya akan terbanting.
Kini keduanya telah saling pandang lagi, berhadapan dalam jarak empat meter. Keduanya telah mengeluarkan keringat, akan tetapi tampak bahwa Hay Hay masih segar sedangkan lawannya sudah mulai terengah-engah!
"Hebat... engkau sungguh hebat, sangat pantas menjadi Ang-hong-cu...," kata Han Lojin sambil memandang dengan mulut menyeringai.
"Aku bukan Ang-hong-cu, setan!" Hay Hay berseru marah dan dia sudah siap menyerang lagi.
Saat itu digunakan oleh Ki Liong untuk melompat ke depan, di antara mereka dan melerai. "Sudahlah, Saudara Tang Hay! Han Lojin! Ji-wi (Kalian Berdua) sudah memperlihatkan kepandaian dan kiranya sudah cukup, bukankah begitu, Bengcu?"
Lam-hai Giam-lo mengangguk-angguk. Saking tertariknya dia tadi sampai lupa. Jika tidak Ki Liong yang cepat maju melerai, lantas pertandingan itu dilanjutkan sampai seorang di antara kedua jagoan itu terluka atau tewas, sungguh amat sayang sekali dan berarti suatu kerugian besar baginya. Maka dia pun bangkit dan mengangkat kedua tangannya.
"Sudah cukup, sudah lebih dari cukup. Ji-wi sudah memperlihatkan kepandaian dan kami kagum sekali. Mulai saat ini juga Ji-wi menjadi pembantu-pembantuku yang dapat kami andalkan. Nah, marilah duduk, akan kami perkenalkan kepada rekan-rekan lain." Dengan gembira Lam-hai Giam-lo kemudian memerintahkan orang-orangnya supaya menyiapkan hidangan besar dengan cepat untuk menghormati kedua orang pembantu baru itu.
Terjadi keanehan di dalam perkenalan itu. Kalau Han Lojin benar-benar merupakan wajah baru, dan hanya Ki Liong seorang yang pernah bertemu dengannya ketika dia menyamar sebagai seorang penggembala kambing suku Hui, sebaliknya ketika Hay Hay dikenalkan, banyak wajah yang sudah dikenalnya berada di situ.
Tentu saja dia telah mengenal Ji Sun Bi, wanita pertama yang menanamkan gairah birahi dalam dirinya, juga Min-san Mo-ko bukan orang asing baginya karena telah beberapa kali dia bertanding dengan Min-san Mo-ko dan Ji Sun Bi.
Ketika mereka semua tengah berpesta, muncullah dua pasang suami isteri, yaitu Lam-hai Siang-mo beserta suami isteri Goa Iblis Pantai Selatan. Mereka masuk ke dalam ruangan makan, disambut gembira oleh Lam-hai Giam-lo.
"Aihh, kebetulan kalian berempat datang. Mari, mari sekalian ikut berpesta dengan kami, menyambut pembantu-pembantu baru yang luar biasa ini!" Dia menunjuk kepada Hay Hay dan Han Lojin yang duduk di kanan kirinya. Melihat Hay Hay, dua pasang suami isteri itu memandang dengan sepasang mata bersinar-sinar, penuh amarah dan juga kegentaran.
"Wah, agaknya kalian berempat sudah mengenal pemuda ini pula! Saudara muda Tang, ternyata di sini sudah banyak orang yang mengenalmu dengan baik, ha-ha-ha!" Demikian Han Lojin berseru sambil tertawa.
Lam-hai Giam-lo memandang tajam pada pemuda itu. "Saudara Tang, benarkah engkau sudah mengenal kepada mereka berempat?" tanyanya heran.
Hay Hay mengangguk sambil tersenyum. "Tentu saja, bahkan Lam-hai Siang-mo pernah menjadi ayah dan ibuku, maksudku dulu mereka telah mengambilku sebagai anak pungut semenjak aku masih bayi sampai berusia tujuh tahun. Dan mereka suami isteri Goa Iblis Pantai Selatan ini juga sudah kukenal baik sekali karena mereka pernah mencoba untuk merampasku dari tangan Lam-hai Siang-mo. Aku diperebutkan oleh kedua suami isteri ini karena aku dianggap Sin-tong!" Hay Hay tertawa.
"Sin-tong...? Bukankah Sin-tong itu kakak kandungmu, Eng Eng?" tanya Lam-hai Giam-lo kepada Eng Eng.
Eng Eng tersenyum pula. Tidak perlu dirahasiakan tentang itu karena memang dia pernah bercerita kepada bengcu itu tentang kakak kandungnya. "Benar, Bengcu. Semenjak kecil kakak kandungku Pek Han Siong dianggap sebagai Sin-tong dan dijadikan perebutan, lalu oleh keluarga kami kakakku itu disembunyikan dan diganti dengan seorang bayi lain, yaitu Hay-ko ini. Kemudian Hay-ko lenyap dicuri orang, ditukar dengan bayi mati, kiranya yang menukar itu adalah Lam-hai Siang-mo."
Lam-hai Giam-lo juga tertawa, lalu memberi isyarat dengan tangannya kepada dua pasang suami isteri itu. "Ehh, kenapa kalian berempat menjadi bengong setelah melihat Saudara Tang Hay? Mari duduklah dan jangan khawatir, sekarang dia ini adalah rekan kita sendiri. Lupakanlah semua hal yang terjadi pada masa lampau, karena mulai sekarang kita harus mencurahkan perhatian untuk perjuangan kita. Berita apa yang kalian bawa dari Saudara Kulana?"
"Kami sudah menghadap Saudara Kulana dan telah menjelaskan bahwa kini kita sudah siap dan sudah mengumpulkan banyak tenaga yang jumlahnya tidak kurang dari seribu orang. Dia menyatakan kegirangan hatinya dan dia mengirimkan bantuan emas kepada Bengcu disertai suratnya." Siangkoan Leng yang menjadi juru bicara mereka berempat lalu menyerahkan sebuah bungkusan yang kelihatan berat berikut segulung surat kepada Lam-hai Giam-lo.
Bengcu ini menerima buntalan itu lalu meletakkan di atas meja. Meja berderak menahan berat buntalan itu dan begitu buntalan dibuka, semua orang langsung terbelalak melihat bongkahan-bongkahan emas murni yang berkilauan. Mereka menaksir bahwa emas murni itu beratnya tentu tidak kurang dari lima ratus tai!
Lam-hai Giam-lo membuka surat itu dan membaca. Wajahnya berubah girang dan setelah menyimpan surat itu ke dalam saku bajunya, dia pun memandang semua pembantunya yang kini lengkap hadir di situ.
"Cu-wi (Saudara sekalian), ada kabar yang sangat baik. Selain Kulana telah mengirimkan bukti bantuannya berupa emas murni untuk membiayai pasukan yang kita himpun, juga menurut siasat yang telah diaturnya, gerakan dapat dilakukan pada akhir bulan ini, kurang lebih dua minggu lagi. Dia telah menentukan ke arah mana pasukan akan bergerak, dibagi menjadi berapa kelompok, dan kota mana yang akan diduduki sebagai landasan pertama untuk dijadikan benteng bagi gerakan selanjutnya. Maka sekarang juga kita harus mulai mempersiapkan pasukan kita dan menarik mereka semua ke sini, melatih mereka sambil menunggu siasat yang akan disampaikan sendiri oleh Saudara Kulana pada malam bulan purnama dua minggu lagi."
Semua orang menyambut kabar ini dengan gembira, sementara itu secara diam-diam Hay Hay mencatat semua yang didengarnya dan dilihatnya. Mereka melanjutkan pesta malam itu dan kemudian terjadi kesibukan.
Tentu saja yang bertugas mengumpulkan pasukan para pemberontak adalah pembantu-pembantu yang telah memperoleh kepercayaan dari Lam-hai Giam-lo. Hay Hay dan Han Lojin yang merupakan orang baru, belum menerima tugas melainkan disuruh memperkuat penjagaan di sarang mereka. Juga Ki Liong tidak bertugas keluar. Pemuda ini merupakan orang kepercayaan dan juga tangan kanan Lam-hai Giam-lo yang diam-diam menyuruh Ki Liong untuk memasang mata mengamati kedua orang pembantu baru itu.
********************
Malam itu sangat dingin dan sunyi. Pek Eng sudah berada di dalam kamarnya, rebah di atas pembaringannya. Dia gelisah. Pertemuannya dengan Hay Hay masih mendatangkan ketegangan di dalam hatinya, apa lagi mengingat betapa tadi siang Hay Hay telah dituduh sebagai Ang-hong-cu. Dia dapat merasakan betapa sakit rasa hati pemuda itu sehingga dia merasa kasihan.
Ingin dia bertemu untuk bercakap-cakap dengan pemuda itu, namun hatinya merasa tidak enak apa bila dia harus mencari kamar pemuda itu. Bagaimana pun juga dia tahu bahwa orang-orang seperti Ki Liong dan Ji Sun Bi tampaknya belum percaya penuh kepadanya, walau pun tidak berani secara berterang menentangnya karena Lam-hai Giam-lo sangat menyayanginya sebagai murid dan bahkan anak angkat!
Akan tetapi dia ingin sekali bertemu dengan Hay Hay, berbicara dengan dia dan bertanya akan maksud kunjungan pemuda itu ke tempat ini. Dia tak percaya bahwa Hay Hay ingin membantu Lam-hai Glam-lo karena menginginkan imbalan jasa! Dia merasa yakin bahwa Hay Hay bukanlah seorang pemuda seperti itu.
Karena gelisah, Pek Eng lalu keluar dari dalam kamarnya dan memasuki taman yang luas itu. Semenjak dia berada di situ, taman ini telah menjadi semakin terawat karena dia suka akan bunga-bunga. Bahkan Lam-hai Giam-lo menuruti permintaannya untuk membangun sebuah pondok kecil yang dicat indah di dalam taman itu untuk tempat beristirahat di kala hawa sedang panasnya, di dekat kolam ikan emas.
Hati Pek Eng yang gelisah menjadi sedikit lega sesudah dia keluar dari kamar dan hawa malam meniup wajahnya, bermain-main dengan rambutnya. Ketika dia berjalan menuju ke sebuah bangku, dia terkejut dan jantungnya berdebar lebih kencang saat melihat sesosok tubuh seorang lelaki duduk di atas bangku itu, wajahnya tidak jelas karena lampu taman berada di belakangnya, tergantung pada batang pohon. Tentu Hay Hay, pikirnya dengan girang dan dia pun lalu menghampiri.
"Aihhh, malam-malam begini melamun seorang diri..." Pek Eng menghentikan tegurannya karena setelah pemuda itu menoleh, ternyata bukan Hay Hay yang ditemukan melainkan Ki Liong. Dia merasa kecelik dan malu, maka cepat disambungnya, "Liong-ko, mengapa melamun seorang diri di sini?" Gadis yang cerdik ini menyambung tegurannya sehingga tidak kentara bahwa tadi dia mengira bahwa pemuda itu adalah Hay Hay.
Sim Ki Liong segera bangkit sambil tersenyum manis. "Tidak tahukah engkau, Eng-moi, bahwa sudah lama sekali setiap malam aku duduk seorang diri di sini sambil melamun dan merindukan seseorang?"
Pek Eng tersenyum, kemudian tanpa malu-malu dia pun duduk di sudut bangku itu sambil menatap wajah Ki Liong yang sekarang tertimpa sinar lampu gantung yang tergantung di batang pohon dekat bangku.
"Aihh, agaknya engkau telah mempunyai seorang kekasih yang kau rindukan, Liong-ko?" Pek Eng menggoda. Gadis ini memang berwatak lincah jenaka dan dia sudah agak akrab dengan Ki Liong yang memang pandai mengambil hati dan membawa diri.
"Sudah lama, Eng-moi, akan tetapi gadis pujaan hatiku itu hanya kusimpan saja di dalam hati, dan setiap malam kurindukan di bangku ini."
"Siapakah gadis itu, Liong-ko? Boeh aku mengenalnya?"
"Engkau sudah mengenalnya dengan baik, Eng-moi. Gadis itu kini berada di sini."
"Di taman ini? Ahh, di mana? Siapa?'"
"Tidak jauh, di hadapanku, di sudut bangku ini. Engkaulah orangnya, Eng-moi, engkaulah gadis yang kucinta, yang selalu kurindukan dan membuat aku tergila-gila. Tidak tahukah engkau?"
Seketika wajah Pek Eng berubah merah sekali. Dia merasa malu, kaget, dan juga marah. Sungguh tak disangkanya sama sekali bahwa pemuda ini akan membuat pengakuan cinta kepadanya!
"Ahh... Liong-ko...!" Dia bangkit berdiri.
Dengan cepat Ki Liong melangkah maju dan dengan lembut dia sudah memegang tangan Pek Eng sambil menjatuhkan diri berlutut di hadapan gadis itu. "Eng-moi, kasihanilah aku yang akan hidup merana tanpa engkau di sisiku! Eng-moi, aku cinta padamu, Eng-moi...!" Dan dia dia menciumi tangan gadis itu.
Pek Eng berdiri dengan mata terbelalak dan muka pucat, tubuhnya menggigil karena dia bingung sekali. Dia merasa kaget, juga terharu bercampur marah sehingga dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya dalam menghadapi pemuda yang mengaku cinta itu. Kedua kakinya gemetar.
Pada saat itu tiba-tiba terdengar suara orang, "Wah, indah sekali bunga-bunga di taman ini! Aih, di mana adanya Sim-kongcu? Katanya berada di taman ini..." Dan muncullah Han Lojin, sementara itu Ki Liong sudah cepat-cepat bangkit berdiri dan melepaskan tangan Pek Eng.
"Ahhh, ternyata betul engkau berada di sini, Sim-kongcu!" kata Han Lojin dengan wajah berseri gembira, "Ha, kiranya Nona Pek Eng yang cantik jelita itu berada di sini juga?"
"Han Lojin, ada urusan apakah engkau mencari aku?" Ki Liong bertanya, alisnya berkerut dan suaranya kaku, hatinya tak senang karena dia merasa terganggu sekali. Padahal tadi Pek Eng tidak menunjukkan perlawanan dan agaknya dia sudah hampir berhasil sebelum orang celaka ini muncul dan membikin kacau!
"Maaf, sebelum kita bicara sebaiknya kalau Nona Pek ini kembali ke kamarnya lebih dulu. Nona, malam sudah begini larut, kalau Nona masih berada di taman tentu akan membuat hati Bengcu merasa tidak tenteram. Sebaiknya kalau Nona kembali ke kamarmu agar aku dapat bercakap-cakap dengan Sim-kongcu."
Pek Eng baru sadar akan apa yang sudah terjadi, maka diam-diam dia merasa bersyukur dengan kemunculan orang itu. Tadi dia merasa seperti kehilangan semangat, dan kini dia melihat dengan perasaan ngeri betapa hampir saja dia terjerumus ke dalam jurang yang amat berbahaya. Ia mengangguk dan melangkah pergi dari situ tanpa banyak cakap lagi.
Tentu saja hati Ki Liong menjadi semakin kecewa dan marah terhadap orang tua ini. Akan tetapi tentu saja dia tak berani menyatakan ketidak senangannya, bukan karena dia takut terhadap Han Lojin, melainkan dia khawatir kalau sampai Lam-hai Giam-lo tahu akan apa yang hendak dilakukannya terhadap Pek Eng tadi. Kalau Bengcu tidak setuju dan marah kepadanya, tentu dia akan menghadapi kesulitan besar.
Sesudah Pek Eng keluar dari taman itu, Ki Liong memandang tajam kepada Han Lojin, berusaha menelan kemarahannya dan hanya nampak kemarahan itu pada suaranya yang ketus dan kaku, tidak seperti biasanya di mana dia selalu lembut dan ramah.
"Nah, sekarang keluarkan isi hatimu, Han Lojin. Apakah urusan itu yang membuat engkau malam-malam begini mencari aku?"
Han Lojin bersikap tenang saja menghadapi kekakuan Ki Liong ini. "Aku tadi sudah minta penjelasan kepada Bengcu tentang keadaan kita, karena aku ingin mengetahui lebih jelas bagaimana kedudukan kita, bagaimana kekuatan kita dan apa pula rencana kita. Sebagai orang baru, aku tidak tahu apa-apa, sedangkan sebagai pembantu, tentu saja aku harus mengetahui semua itu. Akan tetapi Bengcu tadi menyuruh aku mencari dan menemuimu, Sim-kongcu, dan katanya engkau dapat menjelaskan semua itu kepadaku."
"Hemm, kiranya urusan begitu saja..." Ki Liong menoleh ke arah lenyapnya Pek Eng dan merasa menyesal bukan main. Untuk urusan begitu saja dia terpaksa melepaskan calon korban yang sudah berada di depan mulut tadi, tinggal tubruk saja! "Malam ini aku sedang malas, biarlah besok pagi saja aku memberi penjelasan itu kepadamu, Han Lojjn."
Han Lojin tersenyum lalu mengangguk. "Begitu juga baik, Sim-kongcu. Selamat malam!" Dia melangkah pergi, akan tetapi baru beberapa langkah saja, dia berhenti dan menoleh. "Ada satu hal lagi, Kongcu. Sebetulnya engkau harus berterima kasih kepadaku sehingga tidak terjadi sesuatu antara engkau dan Nona Pek Eng, karena kalau Bengcu mengetahui, tentu akan terjadi mala petaka atas dirimu." Setelah berkata demikian Han Lojin berjalan keluar taman dan menghilang di dalam kegelapan malam.
Ki Liong tertegun, berdiri mematung dan mengepal kedua tinjunya. Kemudian pemuda ini mendengus. "Bedebah!"
Dia pun pergi meninggalkan taman, kembali ke dalam kamarnya. Tentu saja dia menjadi berhati-hati dan tak berani mencoba lagi untuk mengganggu dan merayu Pek Eng setelah Han Lojin mengetahuinya. Siapa tahu orang baru itu melaporkan hal ini kepada bengcu untuk mengambil hati! Dia harus berhati-hati sekali.
********************
Sementara itu Hay Hay sedang duduk di dalam kamarnya. Dia sudah cukup mendengar dan melihat banyak untuk bahan laporan kepada pemerintah. Dia harus bertindak cepat, pikirnya. Tidak ada waktu lagi untuk melapor ke kota raja, kepada Menteri Yang Ting Hoo. Dia akan melapor kepada benteng pasukan pemerintah yang terdekat mengenai rencana pemberontakan yang akan dimulai ketika terang bulan dua minggu mendatang. Rencana pemberontakan itu harus dihancurkan! Dia perlu menghubungi para pendekar, akan tetapi dia tidak tahu mereka berada di mana.
Teringatlah dia kepada Han Lojin! Orang itu mencurigakan sekali. Dia tidak yakin bahwa orang itu termasuk tokoh sesat yang hendak mencari keuntungan dengan membantu para pemberontak. Siapa tahu dia adalah seorang tokoh pendekar pula yang menyamar!
Sebelum pasukan pemerintah menghancurkan pasukan pemberontak, lebih dahulu para tokoh sesat harus dibinasakan. Akan tetapi pasukan pemerintah baru bisa bergerak kalau pasukan pemberontak yang jumlahnya kurang lebih seribu orang itu sudah berkumpul di dataran Yunan.
"Tok-tok-tok!" daun pintu kamarnya diketuk orang dari luar, perlahan saja.
Dia terkejut bukan oleh ketukan itu, akan tetapi karena sama sekali dia tidak mendengar langkah orang di luar pintu. Jika langkah orang biasa sudah pasti akan didengarnya. Jelas bahwa yang datang mengetuk daun pintu itu tentu orang yang berkepandaian tinggi.
"Siapa di luar?" tanyanya tanpa bangkit dari tempat duduk.
"Aku, saudara muda Tang Hay, bukalah pintu, aku Han Lojin ingin bicara denganmu!" kata suara itu dari luar pintu.
Berdebar rasa jantung dalam dada Hay Hay. Baru saja dia memikirkan tentang orang ini! Benarkah dia seorang pendekar yang bertugas sama dengan dia? Kalau memang benar, betapa beraninya mendatangi kamarnya begitu saja, tentu akan menimbulkan kecurigaan.
Hay Hay tahu bahwa diam-diam Lam-hai Giam-lo belum percaya kepada mereka berdua dan tentu selalu memasang mata-mata untuk mengamati mereka. Mungkin Sim Ki Liong mata-mata itu, atau para anggota Kui-kok-pang atau Pek-lian-kauw. Dan teringat dia akan kelihaian orang ini.
Tidak mudah baginya untuk mengalahkannya. Bagaimana kalau dengan ilmu sihir? Belum dicobanya. Kekuatan sihirnya tidak selalu dapat diandalkan. Apa bila bertemu lawan yang tangguh dan memiliki daya tahan terhadap sihir, seperti mendiang Kiu-bwe Tok-li nenek buruk itu, maka kekuatan sihirnya tidak akan ada artinya. Akan tetapi boleh dia coba, pikirnya sambil bangkit dari kursinya dan membuka daun pintu.
Dia telah mempersiapkan diri, mengerahkan kekuatan sihirnya pada saat membuka pintu. Begitu daun pintu terbuka dan Hay Hay berhadapan dengan Han Lojin, dia menatap tajam di antara kedua alis orang itu dan berkata dengan suara yang menggetar penuh wibawa, "Aku bukan Hay Hay aku Sim Ki Liong!"
Jelas kelihatan betapa wajah Han Lojin tertegun kaget, matanya terbelalak dan mulutnya tergagap, "Sim... Sim... Kongcu..., ahhh!" Dia menggunakan tiga jari tangan kirinya untuk menekan dahi di antara kedua alisnya, lalu memandang lagi dan kini wajahnya tersenyum lebar.
"Wah, Saudara Tang, jangan main-main! Hampir saja kukira benar, akan tetapi baru saja aku bertemu Sim-kongcu di taman. Agaknya engkau memang suka bermain sulap, ya?"
Dan tahulah Hay Hay bahwa orang ini memang tangguh. Begitu terpengaruh sihirnya, Han Lojin tadi sudah berhasil memunahkan kekuatan sihirnya dengan menekan antara kedua alis matanya dengan tiga jari tangan kiri. Dia melihat betapa orang itu membawa sebuah guci arak, maka semakin heranlah dia untuk apa orang ini datang kepadanya membawa guci arak.
"Han Lojin, ada keperluan apakah maka malam-malam begini engkau datang berkunjung kepadaku?" Diam-diam dia merasa heran. Orang ini bersama dia baru saja diterima di situ sebagai sekutu, dan malam pertama ini Han Lojin sudah berkeliaran di tempat orang!
"Ha-ha-ha, karena aku suka padamu, karena aku kagum padamu. Engkau masih begini muda, akan tetapi sudah amat lihai. Aku berkunjung untuk bicara dan untuk menyatakan rasa kagumku, mengajakmu minum-minum untuk mempererat perkenalan antara kita."
"Hemm, di dalam lian-bu-thia tadi engkau sama sekali tidak menghargaiku, malah secara seenaknya telah menuduh aku Ang-hong-cu!" kata Hay Hay mendongkol.
"Heh-heh, karena engkau memang pantas menjadi Ang-hong-cu yang tersohor itu..."
"Tidak sudi! Tersohor jahat, apa gunanya?"
"Ha-ha-ha, Saudaraku yang baik. Bukankah di sini sedang berkumpul banyak orang yang bergelimang kejahatan? Ataukah engkau adalah seorang yang menentang kejahatan, dan kalau benar demikian, mengapa berada di sini?" Berkata demikian, Han Lojin melangkah masuk. "Bolehkah aku masuk ke dalam? Aku hanya ingin menyuguhkan arak istimewa ini untuk memberi selamat dan menyatakan rasa kagumku."
Ucapan Han Lojin tadi mengejutkan hati Hay Hay. Orang ini sungguh berbahaya, agaknya dia menaruh curiga kepadaku dan mengira bahwa aku adalah seorang dari golongan lain yang menentang para tokoh sesat, pikir Hay Hay. Kalau benar demikian, celakalah, akan tetapi dia akan berpura-pura tidak mengerti dan ingin melihat perkembangannya.
"Masuk dan duduklah, Han Lojin," katanya mempersilakan. Keduanya duduk dipisahkan meja kecil, di atas dua buah kursi yang berada di kamar itu. "Nah, katakan, Han Lojin, apa keperluanmu?"
"Heh-heh, telah kukatakan tadi, aku ingin mempererat perkenalan dan ingin menyuguhkan arak ini. Ketahuilah, kawan. Arak ini adalah arak simpanan, sudah berumur ratusan tahun, keras dan harum bukan main. Nah, aku ingin supaya engkau menemaniku menghabiskan arak yang hanya tinggal beberapa cawan ini. Apakah di sini ada cawan?"
Kebetulan di setiap kamar tamu memang disediakan poci teh dan beberapa buah cawan. Hay Hay mengambil dua buah cawan lantas dia bersikap waspada. Akan tetapi Han Lojin menuangkan arak dari dalam guci ke dalam dua buah cawan kecil itu. Arak itu berwarna kekuningan seperti emas, dan mengeluarkan aroma yang sangat harum semerbak seperti bunga.
"Saudara Tang Hay, mari kita minum sebagai tanda kagumku kepadamu," kata Han Lojin sambil mengangkat cawan araknya.
Hay Hay mengikutinya dan melihat betapa Han Lojin minum araknya, dia pun tidak curiga lagi sehingga dia pun minum arak itu. Manis dan enak rasanya, tidak begitu keras, namun hangat memasuki perutnya.
Dua cawan lagi mereka minum sehingga guci itu menjadi kosong dan Han Lojin kelihatan gembira bukan main. "Bagus, engkau memang seorang pemuda yang sangat hebat, Hay Hay! Aku suka sekali padamu. Sekarang aku pamit, aku ingin tidur di kamarku." Orang itu bangkit dan agak terhuyung.
Hay Hay ingin mentertawakan karena baru minum tiga cawan saja orang ini sudah terlihat mabuk. Akan tetapi ketika bangkit berdiri dia pun terkejut karena kepalanya terasa agak berat, akan tetapi begitu nyaman rasanya! Apakah dia pun mabuk hanya karena minum tiga cawan saja? Kalau begitu, arak itu bekerja secara halus namun keras bukan main.
"Tapi, urusan apakah yang sebetulnya hendak kau bicarakan, Han Lojin?"
"Aku? Heh-heh-heh, tidak ada apa-apa. Aku melihat Sim-kongcu di taman, heh-heh-heh, dia sedang merayu Nona Pek Eng. Hampir saja Nona Pek Eng jatuh ke dalam rayuannya, akan tetapi... heh-heh, aku muncul menggagalkannya. Orang muda, engkau kakak angkat Nona Pek Eng, bukan? Sebaiknya sekarang juga engkau memperingatkan dia sebelum terlambat..." Setelah berkata demikian, Han Lojin meloncat keluar dan menghilang dalam kegelapan malam.
Hay Hay merasa terkejut sekali, juga marah. Jahanam Ki Liong itu! Dia menduga keras bahwa Ki Liong adalah Ciang Ki Liong, murid Pulau Teratai Merah seperti yang diceritakan Kui Hong kepadanya itu. Dia harus memperingatkan Pek Eng, benar juga anjuran Han Lojin itu.
Hay Hay lalu keluar dari kamarnya, menutupkan daun pintu dan merasa betapa tubuhnya ringan dan perasaannya nyaman sekali. Arak itu sungguh ampuh, pikirnya, kagum. Arak yang sudah tua sekali dan memang sangat hebat!
Dia tahu di mana kamar Pek Eng. Hal ini sudah diperhatikannya tadi karena memang dia ingin mempelajari semua letak kamar para penghuni sarang pemberontak itu. Dia harus memperingatkan Pek Eng, akan tetapi juga tidak boleh dilihat orang lain. Tidak baik kalau dia memasuki kamar seorang gadis, sungguh pun tidak ada maksud buruk. Sebaiknya dia memanggil Pek Eng keluar.
"Eng-moi...!" Bisiknya dari luar jendela kamar gadis itu. Dilihatnya lampu masih bernyala dalam kamar itu, tanda bahwa Pek Eng belum tidur. "Ini aku, Hay Hay...!"
"Hay-ko...!" terdengar suara gadis itu.
"Ssstttt..., keluarlah, kutunggu di dalam taman, aku mau membicarakan hal penting," kata pula Hay Hay.
"Baik, Hay-ko..."
Mereka bertemu di dekat pondok, tempat yang cukup sunyi dan juga gelap karena sinar lampu di depan pondok itu terhalang oleh pohon.
"Ada apakah, Hay-ko?" tanya Pek Eng sambil menghampiri pemuda itu, lalu berdiri dekat sekali dengan Hay Hay karena Pek Eng masih merasa ngeri bila mana teringat mengenai pengalamannya dengan Ki Liong tadi.
"Eng-moi..." Hay Hay tergagap dan sejenak pemuda ini memejamkan matanya. Ia merasa aneh sekali, jantungnya berdebar kencang, hidungnya menangkap keharuman yang keluar dari rambut dan pakaian Pek Eng. "Engkau... engkau harus berhati-hati terhadap rayuan Ki Liong..."
"Hay-ko...! Kau... kau sudah tahu? Tidak, aku tidak akan jatuh oleh rayuannya, aku tidak cinta kepadanya, Hay-ko..." Dan gadis itu makin mendekat karena heran melihat betapa tubuh Hay Hay agak gemetar seperti kedinginan.
"Hay-ko, engkau kenapakah...?" tanya Pek Eng sambil memegang lengan Hay Hay.
Akan tetapi sentuhan ini membuat Hay Hay tiba-tiba seperti menjadi gila. Dan merangkul, mendekap dan menciumi pipi dan bibir Pek Eng! Tentu saja Pek Eng terkejut bukan main, sampai dia menjadi gelagapan.
"Hay-ko... Hay-ko... Hay..." Gadis itu tidak dapat melanjutkan lagi karena Hay Hay sudah memondong tubuhnya, terus menciuminya.
Karena semenjak pertemuan pertama dahulu di sudut hati gadis ini memang sudah jatuh cinta kepada Hay Hay, maka akhirnya runtuhlah pertahanan batin Pek Eng dan dia pun bukan hanya mandah saja, bahkan balas merangkulkan lengannya pada leher Hay Hay.
"Hay-kooo..." keluhnya dan dia memejamkan mata ketika dipondong dan dibawa oleh Hay Hay memasuki pondok itu.
Dengan kakinya Hay Hay mendorong pintu pondok hingga terbuka, lalu masuk ke dalam pondok yang gelap akibat lampunya memang tidak dinyalakan itu, dan menghampiri dipan kayu yang terdapat di dalam pondok.
"Eng-moi..."
"Hay-ko... "
Akan tetapi, ketika mereka sudah rebah di atas dipan sambil berpelukan dan berciuman, ketika Pek Eng sudah terengah-engah dan pasrah bagaikan mabuk, tiba-tiba kesadaran Hay Hay menembus kabut yang tadi menyelimuti batinnya. Keadaan mabuk yang sangat aneh dan mendatangkan rangsangan birahi yang amat hebat itu kini dapat nampak oleh kesadarannya, Maka dia pun mengeluh, tiba-tiba melepaskan rangkulannya dan meloncat turun dari pembaringan.
"Hay-ko...!"
"Eng-moi, apa yang kita lakukan ini? Ahh..." Dan Hay Hay teringat semuanya, lalu dengan geram tertahan dia pun melompat keluar dari pondok itu. Pek Eng masih berada di atas dipan dan gadis ini terisak.
Baru saja bayangan Hay Hay berkelebat keluar dan lenyap di dalam kegelapan, nampak pula bayangan sesosok tubuh manusia memasuki pintu pondok dan dia menutupkan pintu dari dalam.
"Hay-koooo...!" Pek Eng mengeluh dan merintih panjang.
Selanjutnya pondok itu sunyi senyap. Kesunyian yang menghanyutkan, kesenyapan yang penuh dengan pengaruh setan dan iblis, yang membuat manusia lupa tentang segalanya, lupa akan kesadarannya, dan lupa untuk membayangkan akibat-akibat dari perbuatannya di malam yang menghanyutkan itu.
Dalam kegelapan malam itu, remang-remang terlihat sesosok bayangan keluar dari dalam pondok kemudian meloncat ke balik batang pohon, lenyap seperti setan. Tak berapa lama kemudian nampak bayangan lain keluar dari dalam pondok, menahan isak dan bayangan yang kedua ini adalah Pek Eng yang terhuyung-huyung meninggalkan taman, kembali ke kamarnya sambil menangis lirih.
********************
Semalam suntuk Pek Eng tidak dapat tidur. Kadang kala dia terisak, akan tetapi kadang-kadang dia nampak tersenyum bahagia lalu termenung. Ia telah menyerahkan diri kepada Hay Hay, seperti orang yang mabuk keduanya sudah mereguk anggur manis itu bersama, dengan suka rela, dengan sepenuh kasih sayang dan kemesraan.
Tadi, ketika Hay Hay tiba-tiba meninggalkannya, dia bingung dan menyesal. Akan tetapi, ketika pemuda itu masuk kembali ke kamarnya dia terkejut sekali. Baru setelah Hay Hay kembali merangkul, mendekap dan menciuminya, dia pasrah sepenuh hatinya.
Dia mencinta Hay Hay, dan dia tidak merasa menyesal bahwa dia telah menyerahkan diri kepada pemuda itu, karena dia merasa yakin bahwa Hay Hay akan bertanggung jawab, akan mengawininya! Dan dia merasa bahagia kalau teringat akan hal ini, membayangkan menjadi isteri Hay Hay walau pun kadang-kadang hatinya terganggu oleh perasaan sesal karena dia telah menyerah begitu saja, dengan amat lemah.
Akan tetapi pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali ketika Pek Eng mencari Hay Hay, dengan menahan perasaan canggung dan malu, dia tidak dapat menemukan pemuda itu! Ternyata pada malam hari itu juga Hay Hay telah pergi meninggalkan perkampungan itu tanpa pamit kepada siapa pun. Tentu saja Pek Eng menjadi terkejut dan khawatir, dan dia pun segera pergi untuk mencari Hay Hay.
Bagi Ki Liong, yang menghilang bukan hanya Hay Hay, akan tetapi juga Han Lojin yang tidak berada di dalam kamarnya. Tidak seorang pun di antara para penjaga melihat kedua orang itu meninggalkan perkampungan, namun hal ini tidak mengherankan hati Ki Liong karena kedua orang itu memiliki ilmu kepandaian yang tinggi.
Dia merasa menyesal sekali. Kalau tidak karena kegagalannya merayu Pek Eng, tentu dia akan lebih waspada mengamati kedua orang itu. Kini mereka sudah pergi, entah ke mana dan entah apa yang akan mereka lakukan. Ketika dia melapor kepada Lam-hai Giam-lo, Bengcu ini tentu saja menjadi marah dan menegur para penjaga yang dimakinya kurang hati-hati.
"Sebar orang-orang dan cari mereka!" bentak Lam-hai Giam-lo. "Kalau tempatnya sudah diketahui, aku sendiri yang akan menghadapi mereka kalau mereka memang berkhianat!"
Ki Liong sendiri yang juga merasa penasaran segera memimpin pasukan kecil untuk turut melakukan pencarian. Keadaan menjadi sangat kacau, apa lagi sesudah Lam-hai Giam-lo mendengar dari para pelayan bahwa pagi sekali tadi Pek Eng juga meninggalkan tempat itu.
Para penjaga melihat Pek Eng keluar dari perkampungan, namun karena semua penjaga mengenal bahwa Pek Eng adalah murid dan juga anak angkat bengcu, tak seorang pun di antara mereka berani bertanya apa lagi menghalangi kepergian dara itu. Lam-hai Giam-lo merasa khawatir sekali, dan dia pun menyuruh orang-orang untuk mencari pula muridnya itu.
********************
Saat mendengar tuduhan para tokoh Bu-tong-pai bahwa Hay Hay, susiok-nya yang amat dikaguminya itu adalah Ang-hong-cu, seorang penjahat pemerkosa wanita yang tersohor, tanpa Hay Hay mampu membuktikan bahwa dia bukanlah Ang-hong-cu, timbul perasaan kaget, penasaran dan kemarahan di dalam hati Cia Ling atau Ling Ling.
Ling Ling adalah seorang gadis yang berhati lembut, mempunyai watak jujur, terbuka dan peka sekali. Begitu bertemu dengan Hay Hay hatinya sudah tertarik sekali karena selama hidupnya dia merasa belum pernah bertemu dengan seorang pria yang demikian menarik hatinya dan amat dikaguminya. Karena itu, tuduhan bahwa Hay Hay seorang jai-hwa-cat yang tersohor, membuat hatinya bimbang dan berduka. Apa lagi ketika dia teringat betapa Hay Hay memang memiliki sikap yang perayu dan seperti pemuda mata keranjang, begitu bertemu dengannya langsung saja memuji-muji kecantikannya.
Apakah Hay Hay benar-benar seorang penjahat pemetik bunga, atau penjahat yang suka memperkosa dan mempermainkan wanita? Tidaklah sulit bagi Hay Hay untuk melakukan kejahatan seperti itu, pikirnya. Hay Hay cukup tampan dan ganteng untuk menggetarkan hati wanita, cukup gagah dan sangat lihai untuk menarik hati wanita, dan pandai merayu pula dengan kata-kata manis dan indah. Apa bila rayuannya tidak mempan, tentu saja dia dapat mempergunakan kepandaiannya untuk menundukkan wanita dan memperkosanya. Ling Ling bergidik, merasa ngeri. Benarkah pemuda yang gagah itu, yang masih terhitung paman gurunya sendiri, adalah seorang penjahat keji?
Tadinya dia sudah tidak mempedulikan lagi, ingin meninggalkan Hay Hay dan menyelidiki sendiri persekutuan pemberontak itu. Namun betapa pun juga hatinya merasa tidak tega kepada Hay Hay. Pemuda itu telah berjanji bahwa tiga hari kemudian akan menjumpainya di tepi telaga, pada bagian yang sunyi di mana untuk pertama kali dia berjumpa dengan susiok-nya itu, ketika Hay Hay tengah memancing ikan kemudian terganggu oleh luncuran perahunya.
Maka, pada hari ketiga Ling Ling membawa perbekalan makanan kemudian pergilah dia ke tempat itu. Dia menunggu dengan sabar, bahkan sampai menjelang malam ketika hari telah menjadi gelap dia masih duduk di tepi telaga, menanti munculnya Hay Hay di situ.
Gadis ini merasa yakin bahwa susiok-nya pasti akan datang, entah malam ini atau paling lambat besok pagi-pagi. Dia akan menanti dan akan bicara dari hati ke hati, bukan hanya untuk mendengar tentang hasil penyelidikan susiok-nya, akan tetapi juga tentang tuduhan orang-orang Bu-tong-pai itu. Dia harus dapat yakin mengenai hal itu!
Ketika malam tiba dan hawa mulai dingin, dengan bulan yang masih muda muncul hingga mendatangkan cuaca yang muram, Ling Ling membuat api unggun untuk mengusir dingin dan nyamuk, juga untuk memberi sedikit cahaya penerangan sebelum dia tidur. Dia tetap menanti, akan tetapi sampai jauh malam, setelah semua kayu untuk dibakar sudah habis, Hay Hay belum juga datang.
Ling Ling membiarkan api unggun padam, kemudian merebahkan diri di atas tanah di tepi telaga, berselimut kain yang dibawanya. Dia tidak mempunyai nafsu untuk makan malam dan membiarkan saja bekal makanan tanpa disentuh. Bagaimana pun juga dia merasa agak kecewa karena malam itu agaknya Hay Hay tidak datang.
Gadis itu mulai hanyut dalam kantuknya dan hampir saja pulas sehingga dia tidak melihat berkelebatnya bayangan orang menghampirinya. Dia baru merasa kaget saat ada tangan menotoknya. Dia tidak keburu mengelak atau bergerak, dan ketika dia sadar dan hendak meloncat, ternyata tubuhnya sudah lemas tak berdaya. Dia tidak mampu menggerakkan kaki tangannya yang menjadi seperti lumpuh!
Ada sosok tubuh orang berdiri di dekatnya, dan biar pun cuaca remang-remang sehingga tak memungkinkan dia untuk mengenal wajah orang itu, namun dari bentuk tubuhnya, dia merasa yakin bahwa orang itu adalah Hay Hay! Ingin dia memanggil susiok-nya, namun mulutnya juga tidak mampu bersuara.
Totokan itu lihai bukan main, membuat dia tidak mampu menggerakkan kaki tangan mau pun lidahnya, namun tetap membiarkan dia sadar. Kenapa susiok-nya melakukan hal ini? Menotoknya? Apakah hendak main-main atau ada alasan lain yang memaksanya?
Alangkah kagetnya ketika dia melihat apa yang dilakukan susiok-nya terhadap dirinya! Ia terbelalak, tak dapat meronta dan hampir pingsan! Susiok-nya telah melucuti pakaiannya kemudian memperkosanya!
Hatinya memberontak! Bukan karena hubungan itu sendiri, melainkan karena perkosaan itu! Tak tahulah susiok-nya itu bahwa semenjak pertama kali bertemu dia telah jatuh hati? Dia akan merasa berbahagia sekali menjadi isteri susiok-nya itu, dengan rela dan suka hati dia akan menyerahkan dirinya, dengan pasrah dan penuh kasih sayang! Akan tetapi mengapa susiok-nya itu memperkosanya?
Alangkah kejamnya, betapa kejinya! Benar-benar dia seorang jai-hwa-cat! Dan Ling Ling pun jatuh pingsan, tidak merasakan lagi semua yang sedang terjadi pada dirinya. Hatinya menjerit-jerit, langit bagaikan runtuh bagi gadis yang baru berusia tujuh belas tahun lebih ini.
Ketika akhirnya Ling Ling siuman kemudian membuka matanya, dia mengeluh tanpa bisa mengeluarkan suara. Hanya rintihan panjang yang keluar dari dalam dadanya dan dia pun menggigil. Dingin sekali rasanya. Ketika dia membuka mata, ternyata malam sudah lewat dan biar pun matahari belum muncul, akan tetapi sinarnya telah mendahuluinya mengusir sisa-sisa malam pekat dan dingin.
Ling Ling mendapatkan dirinya masih rebah terlentang dalam keadaan telanjang bulat, di atas pakaiannya sendiri! Dia masih belum mampu bergerak! Dan Hay Hay telah tidak ada, tidak nampak bayangannya. Keparat! Alangkah kejinya! Meninggalkannya dalam keadaan seperti itu. Telanjang bulat dan dalam keadaan masih tertotok. Atau ditotok lagi, pikir Ling Ling penuh kebencian dan kedukaan. Totokan pertama itu sudah habis daya gunanya dan agaknya, sebelum meninggalkannya, jai-hwa-cat itu telah menotoknya lagi!
"Ling Ling...!" Mendadak terdengar suara Hay Hay lantas muncullah pemuda ini. Matanya terbelalak memandang gadis yang terlentang telanjang bulat dan tak mampu bergerak itu. Cepat Hay Hay menanggalkan baju luarnya dan menutupi tubuh Ling Ling.
"Ling Ling, kau kenapa?!" teriaknya. Dan melihat betapa gadis itu hanya memandangnya dengan mata mengalirkan air mata, tanpa suara dan kaki tangannya lemas, Hay Hay lalu cepat memulihkan totokan itu.
Begitu Ling Ling mampu bergerak, pertama kali yang dilakukannya adalah membalikkan tubuhnya membelakangi Hay Hay, kemudian mengenakan kembali pakaiannya satu demi satu dengan cepat, dengan kedua tangan gemetar dan kedua kaki menggigil, air matanya bercucuran. Hay Hay memandang saja, membiarkan hingga Ling Ling selesai berpakaian, barulah dia bertanya lagi.
"Ling Ling, apakah yang sudah terjadi? Apa... siapa..." dia tidak mampu lagi melanjutkan kata-katanya karena gadis itu sudah membalik dan memandang kepadanya dengan sinar mata berapi namun juga mencucurkan air mata yang menuruni sepanjang kedua pipinya yang pucat.
"Manusia keji! Engkau masih berpura-pura dan bertanya apa yang sudah terjadi? Aihhh, Susiok, mengapa hati manusia dapat sekejam hatimu?" Gadis itu tidak dapat melanjutkan kata-katanya karena dia sudah menangis tersedu-sedu sambil menutupi mukanya dengan kedua tangan.
Hay Hay terbelalak dan mengerutkan alisnya, memandang penuh selidik dan juga penuh kekhawatiran. "Ling Ling, apa... apa maksudmu...?"
Ling Ling menahan tangisnya, menurunkan kedua tangan lantas dengan mata membendul merah karena terlampau banyak menangis dia menatap wajah pemuda itu dan berkata, suaranya penuh nada penyesalan.
"Engkau... jai-hwa-cat terkutuk berjiwa pengecut! Tadi malam... engkau datang ketika aku sedang tidur, dan engkau menotokku... kemudian kau... kau... memperkosa aku! Dan kini sekarang engkau pura-pura bertanya dan bersikap tidak berdosa?"
Kalau saat itu ada guntur menggelegar dan kilat menyambar kepalanya, belum tentu Hay Hay akan sekaget ketika mendengar tuduhan yang dilontarkan oleh dara itu. Dia meloncat dengan muka pucat, kemudian mukanya berubah merah sekali.
"Ling Ling...! Apakah engkau benar-benar melihat bahwa orang itu adalah aku? Dapatkah engkau melihat dan mengenalku?"
Dengan mata mencorong karena marah melihat pemuda itu tetap hendak berpura-pura, Ling Ling berkata, "Biar pun keadaan gelap dan tidak dapat melihat mukamu, akan tetapi aku mengenalmu. Bayangan tubuhmu, juga mukamu halus, dan siapa lagi yang tahu akan tempat ini selain kita berdua? Bukankah engkau sudah berjanji kepadaku akan datang ke sini setelah tiga hari, jadi tepat malam tadi? Susiok, engkau mempergunakan kesempatan dan kepandaianmu untuk melakukan kekejian. Engkau sudah menghancurkan hatiku dan menodai kehormatanku..." Dara itu menangis lagi. "Akan tetapi semua ini telah terlanjur..., mungkin engkau dikuasai nafsu... dan aku bersedia memaafkan semua itu asal engkau menyatakan penyesalanmu lantas bertobat, tidak menjadi Ang-hong-cu lagi, dan engkau memperisteri aku dengan sah..."
"Tidak...! Tidak, bukan aku, Ling Ling! Sungguh mati, bukan aku yang melakukan kekejian itu terhadap dirimu!"
Dengan hati marah Ling Ling meloncat dan berdiri tegak, tangisnya terhenti dan wajahnya membayangkan kemarahan. "Tang Hay! Hanya begini sajakah keadaan batinmu? Engkau melakukan kekejian, memperkosa aku, dan kini masih tega untuk berpura-pura tidak tahu dan menyangkal? Kalau begitu engkau bukan manusia, engkau kejam melebihi binatang, engkau iblis, maka engkau atau aku yang akan mati di sini!"
Gadis yang biasanya berwatak lembut itu kini berubah beringas laksana seekor harimau marah dan dia telah menyerang Hay Hay dengan dahsyat sekali karena dia mengerahkan seluruh tenaganya dalam serangan itu.
Batin Hay Hay masih terguncang akibat tuduhan tadi, karena itu seperti orang bingung dia menghadapi serangan ini dan hanya menolaknya untuk melindungi dirinya, atau sebagai gerakan pertahanan otomatis. Tapi dia tidak mengerahkan tenaga yang terlampau besar, sebab di samping kebingungan dan kekagetannya, juga dia merasa amat kasihan kepada gadis yang baru saja ditimpa mala petaka yang bagi seorang gadis lebih hebat dari pada maut itu.
"Dukkk...!"
Tubuh Hay Hay terlempar lantas terbanting jatuh bergulingan, dan dengan gerakan yang cepat bukan main Ling Ling sudah melompat, mengejar dan mengirim tendangan ke arah kepala Hay Hay. Serangan maut yang dimaksudkan untuk membunuh pemuda itu, karena di dalam tendangan ini terkandung pula tenaga yang amat besar. Hay Hay belum sempat bangun dan melihat tendangan menyambar ke arah kepalanya, kembali gerakan otomatis membuat dia menggerakkan tangan melindungi kepala.
"Dessss...!"
Tendangan yang diterima oleh tangan Hay Hay itu kuat sekali, dan untuk kedua kalinya tubuh Hay Hay terlempar dan bergulingan seperti sebutir bola ditendang. Bagaikan seekor harimau mencium darah, Ling Ling bertambah beringas dan dia pun sudah mengejar lagi.
Akan tetapi Hay Hay sudah meloncat bangun. "Ling Ling, tahan dulu! Sungguh mati, aku tidak melakukan perbuatan itu!" Hay Hay berseru sambil mengangkat tangan ke atas.
Akan tetapi penyangkalan ini membuat hati Ling Ling menjadi makin marah. Kemarahan yang timbul karena kekhawatiran hebat. Bagaimana jika ternyata benar-benar bukan Hay Hay yang memperkosanya? Hal ini akan mendatangkan kehancuran hati lebih besar lagi.
Apa bila Hay Hay yang melakukannya, bagaimana pun juga dia mencintai susiok-nya itu. Akan tetapi kalau orang lain? Akan lenyaplah harapannya untuk dapat memaksa Hay Hay mempertanggung jawabkan perbuatannya. Maka ia tak sudi mendengarkan kemungkinan ini dan dia sudah menerjang lagi sambil berkata,
"Engkau akui perbuatanmu atau harus mengadu nyawa dengan aku!"
Dan ini memang telah menjadi tekadnya. Kalau Hay Hay mengaku dan mau bertanggung jawab maka dia akan suka memaafkan dan menjadi isteri pemuda itu, sebaliknya jika Hay Hay tetap menyangkal, maka pemuda itu harus mati atau dia sendiri yang akan mati di dalam tangan pemuda itu.
Dia menyerang kembali dengan satu loncatan tinggi dan ketika tubuhnya meluncur turun, dua tangannya membentuk cakar sambil mencengkeram ke arah ubun-ubun, kepala dan leher pemuda itu. Serangan ini bukan main hebatnya sebab Ling Ling telah menggunakan satu jurus dari Ilmu Silat Hok-mo Cap-sha-ciang (Tiga Belas Jurus Penakluk Iblis)!
Serangan ini memang dahsyat bukan kepalang, tapi dengan tingkat kepandaiannya yang lebih tinggi, kiranya tidak akan begitu sukar bagi Hay Hay untuk menyelamatkan diri, juga membalas. Akan tetapi sekuku hitam pun tak ada niat di hatinya untuk membalas kepada gadis yang amat dikasihaninya itu.
Dia mencoba untuk mengelak, akan tetapi kedua tangan gadis itu terus mengejar kepala dan lehernya. Terpaksa dia menangkis dengan lengannya, menyampok ke dalam.
"Dukkk!"
Kini tubuh Ling Ling terpelanting, akan tetapi sebelum tubuhnya terbanting ke atas tanah, Hay Hay sudah merangkap lengannya sehingga gadis itu tidak terbanting. Hay Hay masih memegang lengan Ling Ling dengan lembut, berdiri dekat dan membujuk.
"Dengarkan dulu, Ling Ling, dan jangan terburu napsu. Sesungguhnyalah kalau kukatakan bahwa aku tidak..."
"Bukkk!"
Kini hantaman Ling Ling tepat mengenai dada Hay Hay sehingga pemuda itu terpelanting. Pukulan dari jarak dekat itu cukup keras karena mengandung tenaga sinkang yang kuat, tetapi tidak melukai Hay Hay walau pun dalam dadanya terguncang dan ada sedikit darah nampak pada ujung bibirnya ketika dia meloncat bangun kembali. Pada saat itu Ling Ling sudah menyerang lagi, dan Hay Hay hanya mengelak sambil mundur.
"Ling Ling, demi Tuhan... Ling Ling..." Hay Hay masih mencoba untuk menyabarkan gadis itu di antara serangan bertubi-tubi yang dielakkan atau ditangkisnya dengan lembut,.
"Pengecut keji!" Ling Ling bahkan menjadi semakin marah dan menyerang lagi, sekarang menggunakan Ilmu Totokan It-sin-ci yang amat cepat dan berbahaya sekali.
Karena sama sekali tak membalas, Hay Hay menjadi repot juga ketika dihujani serangan totokan ini. Percuma saja dia menghindarkan diri dengan Jiauw-pouw-poan-soan karena gadis itu telah mengenal ilmu ini dan tentu akan bisa melihat rahasia gerakan kakinya dan bahkan membahayakan dirinya.
Maka Hay Hay menggunakan kedua tangannya untuk selalu menangkis atau menyambut totokan satu jari itu dengan telapak tangannya yang diisi dengan sinkang lunak. Pemuda ini mundur terus dan menjadi semakin bingung karena Ling Ling menyerang makin hebat.
"Tahan serangan! Nona, kenapa Nona menyerang pendekar itu mati-matian?" Mendadak terdengar seruan dari arah samping.
Hay Hay melirik dan dapat mengenal pemuda perkasa Can Sun Hok yang dahulu pernah dibujuknya agar ikut menentang persekutuan pemberontak. Dia menjadi semakin bingung karena jika pemuda ini menanyakan urusan maka tidak mungkin dia dapat menceritakan tentang aib yang menimpa diri Ling Ling.
Maka, menggunakan kesempatan saat Ling Ling menoleh dan memandang kepada orang yang baru datang itu, Hay Hay cepat melompat dan menggunakan kepandaiannya untuk menghilang di antara pohon-pohon dalam hutan di tepi telaga.
"Jahanam, jangan lari kau!" bentak Ling Ling yang segera melakukan pengejaran. Pemuda itu, Can Sun Hok, yang merasa heran sekali juga ikut pula mengejar.
Akan tetapi bayangan Hay Hay telah menghilang sehingga Ling Ling kehilangan jejaknya. Ketika gadis ini berhenti di tengah hutan dalam keadaan bingung, Can Sun Hok muncul dan bersikap hormat.
"Maaf, Nona. Bukan maksudku ingin mencampuri urusan Nona, akan tetapi aku sungguh merasa heran melihat betapa Nona mati-matian menyerang dia, seorang pendekar yang berilmu tinggi dan seorang utusan pemerintah untuk menumpas persekutuan pemberontak itu."
Tadinya Ling Ling hendak marah melihat ada orang mencampuri urusannya, akan tetapi kemarahannya segera berkurang melihat Sun Hok yang demikian sopan dan mendengar Sun Hok memuji-muji Hay Hay. Ia pun maklum bahwa dia sama sekali tak mungkin dapat menceritakan peristiwa antara dia dan Hay Hay yang merupakan rahasia pribadinya itu, merupakan aib yang tak mungkin diceritakannya kepada orang lain, kecuali orang tuanya sendiri.
"Pendekar? Huh, dia adalah Ang-hong-cu, jai-hwa-cat yang amat keji, karena itu aku tadi berusaha mati-matian untuk membunuhnya.
Kini Sun Hok yang terbelalak heran, "Apa...?! Dia...? Ang-hong-cu Si Jai-hwa-cat...? Ahh, benarkah itu, Nona? Aku pernah bertemu dengannya. Ilmu silatnya sangat tinggi dan dia membujukku untuk membantu pemerintah menghadapi para datuk sesat yang bersekutu dan hendak memberontak. Bahkan aku sudah mendengar sendiri dari Menteri Cang Ku Ceng bahwa Saudara Hay Hay itu adalah orang kepercayaan Menteri Yang Ting Hoo dan Jaksa Kwan di kota Siang-tan, dan mereka itu telah memesan kepadaku agar aku suka membantunya. Akan tetapi, ahh... mengapa aku begini lancang mulut, padahal aku tidak mengenalmu, Nona. Siapakah engkau, dan bagaimana dapat menuduh Saudara Hay Hay yang gagah perkasa itu seorang Jai-hwa-cat?"
"Hemmm, aku sendiri belum mengenal siapa engkau..." Ling Ling berkata sambil menatap tajam.
"Namaku Can Sun Hok, Nona, juga tinggal di kota Siang-tan. Aku sudah berjanji kepada Saudara Hay Hay untuk membantu pemerintah dalam menentang kaum sesat yang akan memberontak."
Ling Ling percaya kepada pemuda yang sopan dan halus ini, "Namaku Cia Ling, dan aku pun sedang melakukan penyelidikan setelah mendengar bahwa di daerah Yunan terdapat persekutuan kaum sesat yang dipimpin Lam-hai Giam-lo dan mereka hendak melakukan pemberontakan. Kebetulan saja aku bertemu dengan Hay Hay itu dan ada serombongan murid Bu-tong-pai yang mengejar-ngejar dan menyerangnya karena menurut para murid Bu-tong-pai itu, dia adalah Ang-hong-cu, jai-hwa-cat yang sudah mengganggu kemudian membunuh seorang murid Bu-tong-pai."
"Ahh, kalau benar demikian, sungguh berbahaya! Dia lihai bukan main dan jika benar dia jai-hwa-cat, berarti dia seorang tokoh sesat, maka tentu saja dia menjadi sekutu Lam-hai Giam-lo! Padahal Menteri Yang Ting Hoo dan Jaksa Kwan sangat percaya kepadanya, bahkan menurut Menteri Cang Ku Ceng, dia telah menerima tanda kepercayaan Menteri Yang. Kalau begitu, sebaiknya kita melapor kepada Menteri Cang supaya jangan sampai terlambat. Siapa tahu dia itu mata-mata pihak musuh."
鈥淭api... Menteri Cang Ku Ceng tentu berada di kota raja!" kata Ling Ling ragu.
Pemuda itu tersenyum. "Menteri Cang telah berada di sini, tak jauh dari telaga ini, di balik bukit di utara itu. Dia sudah mempersiapkan ribuan orang pasukan dalam benteng darurat di sana. Juga banyak pendekar sedang berkumpul dl sana, siap menanti saat baik untuk menggempur para pemberontak. Marilah, Nona. Kita harus melaporkan tentang Hay Hay itu kepada Menteri Cang agar beliau dapat mengambil keputusan."
Tak ada jalan lain bagi Ling Ling kecuali menyetujui. Ia ingin sekali mengejar dan mencari Hay Hay sampai dapat, akan tetapi maklum bahwa tidak mudah menyusul pemuda yang amat lihai itu. Dengan perasaan hancur dan tubuh lemas dia lalu mengikuti pemuda yang sopan itu menuju ke utara.
Untung dia adalah seorang gadis gemblengan dan tubuhnya telah memiliki kekuatan yang jauh melebihi gadis biasa. Kalau tidak demikian, sesudah apa yang dialaminya semalam, tentu dia tidak akan dapat melakukan perjalanan jauh tanpa merasa amat menderita lahir batin.
Dia membayangkan betapa ayah ibunya akan terkejut sekali bila mendengar mala petaka yang menimpa dirinya. Ibunya tentu akan marah bukan main dan akan mencari Hay Hay untuk membalas dendam. Jika mengingat ini, ingin rasanya dia menangis tersedu-sedan, namun perasaan ini ditekannya karena dia tidak mau memperlihatkan kelemahan hatinya di depan Can Sun Hok yang baru saja dikenalnya.
Ia harus dapat bertemu lagi dengan Hay Hay, kemudian akan dicobanya sekali lagi untuk minta pertanggungan jawab pemuda itu. Kalau Hay Hay tetap menyangkal maka dia akan menyerang mati-matian dan tidak akan berhenti menyerang sebelum Hay Hay atau dia sendiri yang roboh dan tewas.
********************