Cia Ling duduk di dekat Kui Hong dan dia pun mengangguk memberi hormat kepada Hui Lian yang duduk di dekat situ karena dia pun pernah bertemu dengan wanita sakti itu di Cin-ling-pai, bahkan pernah membantu Kui Hong menandingi Hui Lian.
Tentu saja Hui Lian merasa terkejut sekali dan matanya terbelalak, kedua pipinya menjadi merah karena penasaran dan marah mendengar tuduhan bahwa Hay Hay adalah seorang jai-hwa-cat, hal yang sama sekali tidak dipercayanya. Dia telah mengenal Hay Hay, luar dalam! Akan tetapi berada di tempat itu, tentu saja dia tidak berani bersikap sembarangan dan hanya menanti untuk mendengar perkembangan selanjutnya.
Tentu saja Ling Ling merasa sangat yakin bahwa Hay Hay adalah seorang jai-hwa-cat tulen. Bukankah kekejian pemuda itu telah dia rasakan sendiri? Bukankah Hay Hay sudah memperkosanya, dan hal itu membuktikan kebenaran tuduhan orang-orang Bu-tong-pai? Namun tentu saja dia tidak mau menceritakan mala petaka yang menimpa dirinya akibat kejahatan Hay Hay.
"Seperti yang telah saya ceritakan kepada Saudara Can Sun Hok ini, saya melihat Tang Hay diserang oleh orang-orang Bu-tong-pai dan dituduh bahwa dia adalah Ang-hong-cu, seorang jai-hwa-cat yang sudah memperkosa dan membunuh seorang murid perempuan Bu-tong-pai. Melihat betapa dia tidak mempunyai alasan yang cukup untuk membantah, maka saya percaya bahwa dia seorang jai-hwa-cat."
"Ah, kalau begitu sungguh celaka! Di mana dia sekarang, Nona Cia?" tanya Menteri Cang.
"Dia menerima tawaran seorang tokoh pemberontak untuk bekerja sama, tetapi kepadaku dia berkata bahwa hal itu hanya merupakan siasat untuk dapat menyelidiki keadaan para pemberontak dari dalam," jawab Cia Ling yang menjadi semakin bingung.
"Bagaimana kalau semua itu benar dan dia memang kaki tangan pemberontak, Taijin?" tanya Can Sun Hok.
"Tidak benar!" Tiba-tiba Hui Lian berseru keras. "Saya mengenal pemuda bernama Tang Hay itu, Taijin, dan saya berani bersumpah bahwa dia bukanlah seorang penjahat, bukan jai-hwa-cat apa lagi anggota pemberontak!"
"Semua keterangan itu benar!" Tiba-tiba terdengar suara lain. "Dia memang Ang-hong-cu, seorang jai-hwa-cat dan kami berani sumpah pula untuk menyatakan bahwa hal ini adalah benar!" Semua orang menengok dan yang bicara itu ternyata adalah Tiong Gi Tojin, tokoh Bu-tong-pai yang dahulu bersama anak buahnya pernah menyerang Hay Hay, disaksikan oleh Ling Ling.
"Kamilah orang-orang Bu-tong-pai yang diceritakan oleh Nona itu. Ang-hong-cu itu pernah menculik seorang murid perempuan kami, lalu kami menemukan dia telah menjadi mayat sedangkan penjahat itu meninggalkan tanda perhiasan tawon merah, persis sama seperti perhiasan yang berada di tangan Tang Hay itu. Dia adalah Ang-hong-cu, penjahat cabul yang suka memperkosa dan membunuh wanita!"
Hui Lian masih hendak membantah, akan tetapi tangan suaminya menyentuh lengannya, dan suaminya berbisik, "Tak perlu ribut, lihat saja perkembangannya."
Karena cegahan suaminya, Hui Lian kini diam saja. Hatinya mendongkol bukan main. Dia tahu bahwa Hay Hay adalah seorang pemuda yang umumnya dikatakan mata keranjang, senang dengan wanita cantik. Akan tetapi menjadi jai-hwa-cat? Tak mungkin dia sanggup membayangkan hal itu!
Hay Hay bukan penjahat, dia adalah seorang laki-laki sejati yang gagah perkasa, yang tak mungkin dapat melakukan hal-hal jahat, apa lagi memperkosa wanita. Dia adalah pemuda yang memuja kecantikan wanita, untuk dikagumi, untuk dipuji-puji, bukan untuk dirusak.
"Aihh, kalau begitu sungguh berbahaya keadaan kita. Tentu dia sudah membuka semua rahasia kita dan kaum pemberontak sudah mengetahui kedudukan kita sehingga mereka dapat bersiap-siap, bahkan akan membuat gerakan yang sangat merugikan kita," Menteri Cang Ku Ceng berkata.
Pada saat itu pula terdengar suara ribut-ribut di luar ruangan itu, agaknya para penjaga sedang mengejar-ngejar orang. Kemudian daun pintu ruangan itu terbuka dan muncullah seorang laki-laki setengah tua, dikejar oleh belasan orang prajurit penjaga.
"Sejak tadi telah kukatakan bahwa aku hanya ingin menghadap Cang-taijin! Kenapa kalian ribut-ribut dan hendak menangkap aku seolah-olah aku seorang pencuri saja?" laki-laki itu berseru ke arah para pengejarnya.
Semua orang segera memandang pria itu. Akan tetapi hanya Cia Ling yang mengenalnya karena gadis ini pernah melihatnya sebagai penggembala kambing suku bangsa Hui itu, namun sekarang dia tidak memakai pakaian orang Hui, melainkan pakaian biasa dengan capingnya yang lebar.
Melihat sikap dan mendengar suara orang itu, seorang komandan lalu bangkit berdiri dan memerintahkan para prajurit agar menghentikan pengejaran mereka, lalu dia menghadapi pendatang itu sambil bertanya dengan suara kereng,
"Siapakah engkau yang berani membikin ribut di sini? Tak seorang pun boleh masuk ke sini tanpa ijin, tetapi agaknya engkau sudah berani masuk dengan paksa! Hayo mengaku terus terang sebelum kami terpaksa menggunakan kekerasan untuk menangkapmu dan menganggapmu sebagai mata-mata pemberontak!"
Laki-laki itu mengeluarkan suara ketawa kecil lantas dia menurunkan topinya yang lebar. Kini nampaklah mukanya yang masih gagah dan tampan walau pun usianya sudah lebih dari lima puluh tahun. Kebetulan sekali dia memandang ke sekeliling, dia melihat Cia Ling dan dia pun mengenal gadis itu.
"Aihh, kiranya Nona yang gagah dan cantik telah berada di sini pula? Selamat berjumpa!" Dia menjura dalam ke arah Cia ling yang tidak menjawab langsung, hanya memandang penuh selidik, kemudian baru dia dapat bertanya.
"Bukankah engkau penggembala kambing dari suku bangsa Hui itu?" tanyanya
Orang itu pun tertawa lagi. "Mata Nona memang tajam sekalii. Benar, akulah yang dulu menyamar sebagai penggembala kambing suku Hui. Akan tetapi, yang manakah di antara Cu-wi yang disebut Menteri Cang Ku Ceng yang mulia? Aku datang dengan membawa berita rahasia yang teramat penting untuk beliau."
"Akulah Cang Ku Ceng!" kata menteri itu dengan suara halus. "Sobat, siapakah engkau dan berita rahasia apa yang kau bawa? Silakan duduk dan bicara."
Laki-laki itu menghadapi Menteri Cang dan sejenak kedua orang yang sebaya itu bertemu pandang. Orang bercaping yang kini telah menurunkan capingnya itu kemudian menunduk dan memberi hormat dengan tubuh membungkuk, nampaknya dia kalah wibawa.
"Harap Paduka suka mengampuni kelancangan saya yang datang dengan cara seperti ini, Taijin. Nama saya, seperti biasa orang menyebut saya, adalah Han Lojin. Saya seorang perantau dan biar pun saya tidak berani mengaku sebagai seorang pendekar atau orang baik-baik, akan tetapi saya masih mempunyai kesetiaan terhadap tanah air dan bangsa. Mendengar akan pemberontakan yang digerakkan oleh Lam-hai Giam-lo bersama kawan-kawannya, saya lantas melakukan penyelidikan dan berhasil masuk, bahkan berhasil pula mengetahui rencana mereka. Kini saya datang menghadap Paduka untuk menyampaikan berita rahasia yang amat penting."
"Bagus sekali, Han Lojin. Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih kepadamu. Nah, sekarang katakan, berita apa yang kau bawa. Jangan khawatir, mereka semua yang hadir di sini adalah rekan-rekan kita yang bertekad untuk membasmi gerombolan pemberontak. Nah, bicaralah!"
"Dari mulut Lam-hai Giam-lo sendiri saya mendengar bahwa rencana pemberontakan ini akan diatur oleh seorang tokoh bernama Kulana, dan akan dimulai pada malam terang bulan kurang lebih seminggu lagi yang akan datang. Dan kini gerombolan-gerombolan itu sudah mulai dikumpulkan dan sebelum malam terang butan, semua pasukan sudah akan dilatih dan diberi penjelasan tentang siasat yang akan mereka lakukan. Menurut rencana mereka, pasukan yang jumlahnya kurang lebih seribu orang itu dibagi menjadi beberapa kelompok, kemudian mereka akan berpencar menyerang dusun-dusun dan kota-kota dari selatan. Dengan siasat seperti itu, maka pasukan pemerintah akan menjadi bingung dan sibuk sekali, bahkan mungkin akan terpecah-pecah pula untuk menghadapi gerakan yang dilakukan serempak di banyak tempat itu. Oleh karena itu, Taijin, satu-satunya cara untuk membasmi mereka hanyalah dengan mendahului gerakan mereka. Sebelum terang bulan, satu atau dua hari sebelumnya, kalau Taijin mengerahkan pasukan kemudian mengepung perkampungan mereka dan mengadakan penyerbuan tiba-tiba di pagi hari selagi mereka lengah, saya yakin bahwa gerombolan itu akan dapat dibasmi semua. Di sini saya sudah membuat gambar tentang keadaan dan kekuatan perkampungan itu, dan bagaimana cara sebaiknya untuk mengepung dan menyerbu mereka dari delapan penjuru."
Han Lojin mengeluarkan segulungan kertas yang sudah digambari dan ditulisi, merupakan sebuah gambaran peta dari perkampungan pemberontak, amat jelas dengan keterangan tentang bukit, jurang dan hutan-hutannya. Gambar itu dia bentangkan di atas meja dan Menteri Cang Ku Ceng bersama para hadirin langsung mengamatinya.
Setelah mempelajari peta itu, Menteri Cang mengangguk-angguk dan memandang dengan gembira. "Sungguh bagus sekali, Han Lojin. Apa bila semua laporanmu itu benar, berarti engkau telah menyelamatkan kami dan telah memberikan jalan yang amat baik sehingga akan dapat membasmi gerombolan pemberontak itu."
"Harap Taijin suka berhati-hati terhadap orang itu!" tiba-tiba saja Tiong Gi Cinjin berseru nyaring sehingga semua orang menengok kepadanya. Juga Menteri Cang memandang kepada orang tua itu, lalu bertanya kepada tosu Bu-tong-pai yang kelihatan bersungguh-sungguh itu.
"Apakah maksud Totiang?"
"Seperti tadi telah diceritakan, pinto bersama beberapa orang murid berusaha menangkap Ang-hong-cu, namun orang ini tiba-tiba saja muncul dan mengacaukan keadaan. Dengan menyamar sebagai seorang penggembala dia telah menggagalkan pengepungan kami dan ternyata dia mempunyai ilmu kepandaian tinggi. Pinto khawatir kalau-kalau dia ini seorang kawan dari Ang-hong-cu, dan dia datang ini hanya untuk menjebak kita. Bagaimana kalau semua ini hanya suatu jebakan dan kalau kita menuruti keterangannya, kita semua akan masuk perangkap para gerombolan pemberontak?"
Seorang perwira tinggi memberi hormat kepada Menteri Cang. "Apa yang dimaksudkan Tiong Gi Cinjin memang benar, Taijin. Bagaimana pun juga, kita harus berhati-hati karena kita belum mengenal benar siapa adanya orang yang mengaku bernama Han Lojin ini."
Menteri Cang memandang pada Han Lojin, "Engkau sudah mendengar sendiri kecurigaan yang dijatuhkan terhadapmu, Han Lojin dan harus kami akui bahwa pendapat mereka itu memang benar sekali. Bagaimana pertanggungan jawabmu seandainya kemudian terbukti bahwa semua laporanmu ini hanya suatu jebakan belaka?"
Han Lojin tertawa. "Ha-ha-ha-ha, Taijin Yang Mulia. Betapa pun bodohnya, saya belumlah gila untuk mempermainkan begini banyaknya orang-orang pandai yang berkumpul di sini. Kalau memang saya memasang umpan perangkap, apa yang dapat saya andalkan untuk menyelamatkan diri? Tentu saya akan mati sebelum mampu berlari sepuluh langkah, dan saya berani menebus kebenaran laporan saya dengan nyawa saya."
"Bagus kalau begitu. Nah, mulai sekarang, engkau menjadi orang tahanan kami. Engkau akan ditahan di puncak bukit dan dijaga secara ketat. Kalau kemudian laporanmu ternyata benar, engkau telah berjasa besar sekali dan akan menerima hadiah besar dari kerajaan. Tapi sebaliknya, kalau semua laporan ini hanya perangkap, maka engkau akan menerima hukuman berat!"
"Baik, Yang Mulia! Saya memang tidak suka perang, dan saya akan menanti dengan hati lapang karena saya percaya bahwa Paduka yang memiliki nama besar sebagai seorang menteri yang bijaksana, tentu akan memenuhi janji."
Menteri Cang lalu memerintahkan dua orang perwira untuk membawa Han Lojin pergi dari situ, untuk ditahan di puncak bukit di mana memang sudah disediakan sebuah bangunan khusus untuk menahan para pimpinan musuh bila tertawan dan dijaga dengan ketat.
Dengan sikap tenang Han Lojin bangkit, lantas digiring oleh dua orang perwira itu keluar. Sebelum dia keluar, Hui Lian masih sempat berteriak kepadanya.
"Han Lojin, apakah engkau melihat Tang Hay diperkampungan pemberontak...? Bagaimana keadaannya?"
Mendengar pertanyaan ini, Han Lojin berhenti melangkah kemudian menoleh memandang kepada Hui Lian dan berseru kagum. "Wah...! Ang-hong-cu muda itu memang hebat, di mana-mana dikagumi wanita! Dia memang di sana dan dalam keadaan sehat-sehat saja!"
Mendengar betapa Han Lojin menyebut Ang-hong-cu kepada Hay Hay, jantung di dalam dada Hui Lian berdebar tegang. Benarkah bahwa Hay Hay adalah seorang jai-hwa-cat?
"Benarkah bahwa dia merupakan kaki tangan pemberontak?" tanyanya pula sebelum Han Lojin keburu pergi.
"Ang-hong-cu seorang kaki tangan pemberontak? Ha-ha-ha-ha, yang bilang demikian itu sungguh bodoh! Ang-hong-cu boleh jadi senang memetik kembang, tetapi dia tidak akan merusak taman. Bahkan dia siap membela tanah air dan bangsa dengan taruhan jiwanya, ha-ha-ha!"
Dia kemudian melangkah pergi, digiring oleh dua orang perwira dan di luar disambut oleh pasukan yang berjumlah dua losin orang bersenjata lengkap. Dia terus dibawa ke puncak bukit di mana terdapat sebuah bangunan yang kokoh dan terjaga ketat.
Sesudah Han Lojin pergi, Menteri Cang langsung mengadakan perundingan dengan para perwira dan para pendekar, kemudian mengambil keputusan hendak mendahului gerakan para pemberontak seperti yang diceritakan oleh Han Lojin tadi. Walau pun mereka masih belum percaya begitu saja kepada Han Lojin yang tidak mereka kenal, namun keterangan itu sangat penting dan kalau benar para pemberontak akan mulai bergerak setelah malam bulan purnama, maka satu-satunya jalan terbaik adalah mendahului mereka, menyerbu tempat yang menjadi sarang mereka itu sebelum mereka berpencaran dan mulai dengan gerakan mereka.
Menteri Cang adalah seorang pembesar yang amat pandai dan bijaksana. Walau pun dia seorang menteri sipil tetapi dia pandai pula ilmu perang, dan kini bersama para komandan pasukan dia merundingkan siasat mereka untuk menyerbu ke sarang pemberontak, juga minta pendapat para pendekar yang hadir di situ.
Sikap semacam ini dari seorang pemimpin mendatangkan banyak keuntungan. Pertama, para pembantunya atau bawahannya akan merasa terangkat dan merasa bahwa pendapat mereka dihargai sehingga mereka akan menjadi semakin suka kepada pemimpin mereka. Dan ke dua, dengan mengumpulkan banyak pendapat, maka dapat disaring dan diambil keputusan terbaik, karena bukan tidak mungkin seorang yang kedudukannya lebih rendah memiliki pendapat dan siasat yang lebih baik dari pada atasannya.
Setelah mengadakan perundingan serius, mendengarkan bermacam pendapat dan saran, akhirnya Menteri Cang mengambil keputusan dan berkata dengan suara lembut tapi tegas kepada semua yang hadir.
"Terima kasih atas segala saran yang kalian berikan kepadaku, dan terutama sekali saran dari para Enghiong (Pendekar) yang membantu pemerintah untuk menumpas gerombolan pemberontak. Setelah menampung dan menyaring semua saran, kami memutuskan untuk melakukan penyerbuan sekarang juga ke sarang gerombolan itu. Oleh karena daerah itu merupakan daerah yang berbahaya, maka kita harus melakukan pengepungan dari enam penjuru. Harap Cu-wi (Kalian) periksa baik-baik peta yang dibuat oleh Han Lojin dengan amat teliti ini." Pembesar tinggi itu membeberkan peta di atas meja dan semua yang hadir mendekat, lalu sama-sama mempelajari peta itu.
"Nah, ada enam jurusan yang dapat kita gunakan untuk mengepung sarang pemberontak itu. Kalau sekarang kita melakukan gerakan, maka paling lambat dalam lima hari sarang itu akan dapat kita kepung seluruhnya, jadi kurang dua tiga hari sebelum bulan purnama muncul. Pasukan akan kita bagi menjadi tujuh. Enam kelompok melakukan gerakan dari enam jurusan untuk mengepung sarang musuh, dan kelompok ke tujuh yang merupakan kelompok induk, akan menyerbu langsung dari depan. Enam kelompok yang mengepung tidak akan bergerak lebih dahulu agar musuh mengira bahwa kita hanya datang dari satu jurusan. Kalau mereka telah mengerahkan kekuatan mereka untuk menghadapi kelompok induk, barulah enam kelompok yang lain menyerbu dari jurusan masing-masing dan tidak memberi kesempatan kepada para pemberontak untuk lolos melarikan diri. Khusus untuk para pendekar yang gagah perkasa, ketika terjadi pertempuran, kami mengharap dengan hormat dan sangat supaya Cu-wi Enghiong (Para Pendekar Sekalian) suka menghadapi para tokoh sesat yang membantu pasukan pemberontak. Ada pun pasukan pemberontak itu sendiri merupakan bagian pasukan kami untuk menghancurkannya, jadi harap Cu-wi menghadapi para tokoh sesat yang lihai itu saja. Apakah sudah jelas semua? Kalau ada pertanyaan harap diajukan sekarang. Malam ini juga kita akan bergerak, dan harap nanti Koan-ciangkun mengatur dan membagi-bagi pasukan menjadi tujuh bagian. Kelompok ke tujuh sejumlah empat persepuluh bagian, sedangkan enam kelompok yang lain berjumlah sepersepuluh bagian."
Para pendekar mengangguk dan merasa bahwa keterangan itu sudah cukup jelas. Akan tetapi ada seorang perwira mengacungkan tangan untuk bertanya. Setelah Menteri Cang mengangguk, dia bertanya dengan suara lantang,
"Mohon Paduka suka memberi petunjuk bagaimana kami harus bersikap terhadap para pemberontak itu. Apakah kami harus membunuh mereka semua tanpa ampun?"
Menteri Cang mengangguk-angguk. "Ini pertanyaan yang bagus sekali. Memang tadi kami kurang teliti sehingga hal penting ini belum sempat kami beri tahukan. Harap Cu-wi ingat benar bahwa meski pun mereka itu memberontak, namun mereka adalah sebangsa dan mereka itu, terutama para anak buah, hanya mentaati perintah atasan saja. Oleh karena itu, jika ternyata kekuatan kita jauh lebih besar, kita tidak boleh membantai mereka secara kejam. Hindarkan pembunuhan dan sedapat mungkin tawan saja mereka. Tentu saja hal ini tidak berlaku bagi kaum sesat yang memang patut untuk dibasmi. Nah, apakah masih ada pertanyaan lainnya?"
Sesudah tidak ada yang bertanya lagi, Komandan Koan yang ditunjuk sebagai pemimpin untuk mengatur pembagian kelompok, segera melaksanakan tugasnya. Dia bukan hanya membagi pasukan menjadi tujuh kelompok dengan masing-masing komandannya, namun juga membagi para pendekar dalam kelompok-kelompok itu untuk membantu kalau-kalau ada kelompok yang bertemu dengan tokoh sesat. Su Kiat, Hui Lian, dan Kui Hong, juga Sun Hok dan Ling Ling, ditugaskan untuk membantu serta memperkuat kelompok induk, bersama beberapa orang tokoh dari Siauw-lim-pai dan Bu-tong-pai.
Pada malam itu juga berangkatlah ketujuh kelompok pasukan itu dengan mengambil jalan masing-masing. Yang enam kelompok melakukan perjalanan secara rahasia, menyusup-nyusup keluar masuk hutan, ada pun kelompok induk melewati jalan besar dan memang kelompok ini dimaksudkan untuk melakukan penyerbuan secara berterang agar disambut oleh musuh sehingga membuat lalai dan lengah kemudian enam kelompok yang lain akan dapat menyusup dan mengurung sarang gerombolan pemberontak tanpa diketahui.
Tepat seperti yang sudah diperhitungkan Menteri Cang yang memimpin sendiri kelompok induk dengan menunggang kuda sambil diapit oleh pengawal pribadinya, tiga hari sebelum bulan purnama kelompok induk sudah berhadapan dengan sarang musuh yang berada di Lembah Yang-ce, di Pegunungan Yunan.
Kelompok induk ini sengaja melakukan perjalanan secara perlahan-lahan karena hendak memberi waktu kepada enam kelompok lainnya agar mereka itu dapat lebih dulu datang ke tempat tujuan dan melakukan pengepungan. Dan malam itu juga Menteri Cang melihat luncuran panah api dari enam penjuru, sebagai tanda bahwa enam kelompok pasukan itu sudah tiba di tempatnya masing-masing dan siap siaga sambil melakukan pengepungan. Melihat ini, menjelang pagi Menteri Cang memberi isyarat agar pasukan induk itu segera melakukan penyerbuan.
Munculnya pasukan ini tentu saja sudah diketahui oleh mata-mata pemberontak dan telah dilaporkan kepada Lam-hai Giam-lo dan Kulana yang sudah berada di situ menjadi tamu kehormatan, juga diangkat menjadi panglima tertinggi yang memimpin siasat dari gerakan pasukan pemberontak itu.
"Hemmm, agaknya rencana kita sudah bocor dan bukan tidak mungkin pemuda bernama Tang Hay itu, atau juga Nona Pek Eng yang menjadi muridmu itu yang sudah berkhianat, Lam-hai Giam-lo," kata Kulana mengerutkan alisnya.
Lam-hai Giam-lo menggelengkan kepalanya. "Kurasa bukan mereka, akan tetapi aku lebih mengkhawatirkan orang yang mengaku bernama Han Lojin itulah yang menjadi mata-mata musuh. Habis, bagaimana baiknya sekarang, Saudara Kulana?"
Bangsawan Birma itu tersenyum. "Jangan khawatir, kebocoran ini malah menguntungkan kita! Bukankah menurut perhitungan orang kita, pasukan itu hanya berjumlah antara tujuh ratus sampai delapan ratus orang saja? Sedangkan pasukan kita yang sudah berkumpul di sini tidak kurang dari seribu dua ratus orang! Dan kita masih dibantu oleh orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi. Biarkan mereka datang menyerbu, kita pura-pura tidak tahu saja. Jalan terusan menuju lembah ini yang terapit oleh dinding bukit itu merupakan tempat jebakan yang sangat baik. Biarkan pasukan mereka memasuki jalan itu, sesudah semua masuk ke jalan itu, kita tutup dari depan dan belakang lalu kita serang mereka! Kita pasang barisan pendam di mulut jalan terusan. Dengan demikian kita akan dapat membasmi mereka semua. Bunuh mereka semua, jangan beri ampun kepada seorang pun di antara mereka. Kemenangan besar ini akan membakar semangat anak buah kita dan kita akan dapat merampas persenjataan mereka yang cukup banyak dan baik."
Kulana lalu mengadakan perundingan dengan para pembantunya, mengatur siasat untuk menjebak pasukan pemerintah yang dikabarkan datang ke arah sarang mereka itu.
Sementara itu Koan-ciangkun yang memimpin pasukan induk segera menghadap Menteri Cang Ku Ceng, memberi tahu bahwa pihak lawan agaknya diam saja, seakan-akan tidak tahu akan usaha penyerbuan tentara kerajaan.
"Hamba khawatir kalau-kalau mereka mengatur perangkap, karena mereka bersikap diam saja seolah-olah tidak tahu akan kedatangan pasukan kita. Bagaimana baiknya sekarang, harap Paduka suka memberi petunjuk."
Di malam gelap itu Menteri Cang memeriksa peta buatan Han Lojin, mengerutkan alisnya, kemudian dia menunjuk ke arah peta dan berkata, "Lihat, untuk memasuki daerah sarang mereka, kita harus melalui sebuah jalan terusan yang sempit dan memanjang, diapit-apit dinding bukit di kanan kiri. Kalau memang mereka memasang perangkap, agaknya tidak ada tempat yang lebih baik dari pada jalan terusan ini. Mungkin mereka sudah memasang barisan pendam dan hendak membiarkan kita memasuki jalan terusan itu, kemudian baru diserbu dari depan dan belakang sehingga kita tidak akan mendapatkan jalan keluar lagi. Hmm, agaknya mereka telah begitu yakin akan menang dan akan membasmi kita semua seperti kucing mempermainkan tikus yang terjebak tanpa jalan keluar sama sekali. Hal ini hanya membuktikan keberhasilan siasat kita, Koan-ciangkun. Mereka pasti beranggapan bahwa pasukan kita hanya ini, hanya berjumlah kurang lebih tujuh ratus lima puluh orang, dan agaknya penyelidik mereka juga tidak melihat para pendekar yang menyamar sebagai prajurit-prajurit biasa, maka mereka mengatur jebakan ini dan merasa yakin sekali bahwa mereka akan berhasil menghancurkan kita. Biarkan mereka beranggapan begitu, dan kita tetap akan memasuki jalan terusan itu. Begitu mereka menyerbu, engkau cepat memberi isyarat kepada enam kelompok yang lainnya dengan panah api supaya mereka serentak menyerbu sarang dan menggencet pasukan musuh yang mengira sudah dapat menjebak dan mengepung kita."
Koan-ciangkun serta para pendekar mengangguk-angguk dan diam-diam mereka memuji ketenangan dan kematangan siasat Menteri Cang.
"Akan tetapi maafkan pinto, Taijin," kata Tiong Gi Cinjin, tokoh dari Bu-tong-pai yang turut pula di dalam kelompok itu. "Bagaimana kalau perhitungan Paduka itu keliru dan ternyata mereka mengatur jebakan yang lain lagi sifatnya?"
Menteri Cang tidak marah dan hanya tersenyum sambil mengangguk-angguk. "Memang sebaiknya kita selalu harus meragukan pendapat diri sendiri dan selalu waspada terhadap musuh, Totiang. Akan tetapi, jebakan apa pun yang mereka atur, kita sudah mengetahui keadaan dan kekuatan mereka. Bukankah Han Lojin telah menceritakan bahwa kekuatan mereka hanyalah sekitar seribu dua ratus orang? Dengan kekuatan seperti itu, perangkap apa pun yang mereka pasang untuk kita, akan mampu kita hancurkan mengingat bahwa jumlah pasukan kita seluruhnya jauh lebih besar, ada dua ribu orang lebih. Begitu mereka bergerak menyerang, kita akan memberi isyarat kepada enam kelompok lainnya sehingga tetap saja pihak musuh yang akan kita kepung."
"Maaf, akan tetapi jumlah itu hanya menurut laporan Han Lojin. Bagaimana kalau ternyata jumlah mereka jauh lebih banyak?" Tiong Gi Cinjin adalah seorang tosu Bu-tong-pai yang belum pernah mengalami perang, maka selalu bersikap hati-hati dan khawatir.
"Bukan hanya menurut laporan Han Lojin, akan tetapi mata-mata kami juga telah memberi laporan," jawab Menteri itu.
"Dan laporan Han Lojin itu tidak keliru!" Tiba-tiba terdengar suara orang sehingga semua orang terkejut karena tiba-tiba saja di situ muncul seorang laki-laki asing.
Pria ini usianya sekitar empat puluh dua tahun, tubuhnya sedang saja, tetapi pakaiannya menunjukkan bahwa dia adalah seorang asing. Pakaiannya amat mewah dari kain sutera warna-warni, seperti pakaian kaum bangsawan. Juga kepalanya mengenakan kain kepala yang berwarna indah laksana pelangi, dihiasi mainan berbentuk burung merak dari emas permata. Sikapnya amat anggun dan wajahnya yang tampan itu cukup berwibawa, seperti pembawaan seorang bangsawan tinggi.
Akan tetapi, pada saat beberapa orang prajurit mata-mata yang pernah diselundupkan ke sarang para pemberontak melihat orang ini, mereka segera berloncatan dan menghunus senjata.
"Dia ini Kulana! Dia orang Birma yang memimpin pemberontakan itu disamping Lam-hai Giam-lo...!" Teriak seorang di antara mereka, lantas bersama teman-temannya dia sudah siap untuk menyerang.
Mendengar ini para pendekar juga langsung berlompatan, mengepung orang itu dan siap untuk menangkapnya, sebagian lagi melindungi Menteri Cang, kalau-kalau akan diserang musuh. Akan tetapi orang asing itu tersenyum dan sikapnya tetap tenang, bahkan dia lalu menjura dengan sikap hormat dan sopan kepada Menteri Cang.
"Apakah Paduka Menteri Cang yang kabarnya amat bijaksana dan kini memimpin sendiri pasukan yang hendak membasmi pemberontak?"
Menteri Cang adalah seorang yang waspada. Begitu orang ini muncul, dia sudah menatap dengan sinar mata tajam penuh selidik. Dia hanya dapat menduga bahwa orang ini telah menderita kedukaan yang sangat mendalam, sinar matanya demikian sayu dan biar pun pakaiannya indah, tetapi jelas bahwa dia tidak mempedulikan keadaan dirinya. Sepatunya yang dari kulit itu kotor penuh debu dan pakaiannya juga kusut. Meski tadi dia tersenyum namun senyumnya sangat menyedihkan, seperti hendak menutupi kedukaannya dengan sia-sia belaka.
"Benar, kami adalah Menteri Cang seperti yang kau katakan, orang asing. Dan siapakah engkau dan apa maksudmu muncul secara tiba-tiba di tengah-tengah pasukan kami?"
"Saya datang dengan niat baik, Taijin. Hanya satu yang menjadi dasar perbuatan saya, yaitu menentang kejahatan, tanpa peduli hal itu dilakukan oleh siapa pun juga..."
"Dia bohong, Taijin...!" Prajurit mata-mata itu berseru. "Dia adalah Kulana, pemimpin para pemberontak! Hamba sudah pernah melihatnya dengan mata kepala hamba sendiri ketika dia datang berkunjung ke sarang pemberontak lantas diterima dengan penuh kehormatan. Hati-hati, Taijin, dan harap perintahkan hamba sekalian untuk menangkap atau membunuh dia!"
Para pendekar kini juga telah mengepung ketat dan siap menangkap, akan tetapi Menteri Cang berpendapat lain. Dia mengangkat tangan mencegah orang-orangnya turun tangan, lalu bertanya kepada orang itu dengan lembut.
"Benarkah apa yang dikatakan anggota pasukan kami itu?"
Orang itu mengangguk dan kembali terlihat senyum sedihnya. "Memang tak keliru bahwa Kulana yang menjadi gara-gara sehingga terjadi pemberontakan. Dia menghasut dan juga bersekutu dengan para penjahat untuk memberontak. Saudaraku itu sudah menjadi gila karena dendam..."
"Saudaramu? Jadi engkau ini saudara dari yang bernama Kulana itu?"
"Benar, Paduka. Nama saya Mulana dan saya adalah saudara kembar dari Kulana yang dimaksudkan oleh prajurit itu. Akan tetapi, walau pun saudara kembar, kami berdua tidak bekerja sama, bahkan bertentangan dalam hal ini. Bahkan saya datang untuk membantu Paduka, kalau Paduka percaya kepada saya."
Walau pun para pendekar masih sangsi, namun Menteri Cang mengangguk, dan kembali dia memberi isyarat kepada para pembantunya, kemudian mempersilakan Mulana untuk duduk.
"Duduklah di sana, Saudara Mulana dan ceritakan apa sebenarnya yang menjadi maksud kunjunganmu ini."
Sebelum menjawab, Mulana, laki-laki itu, lebih dahulu menoleh ke kiri kanan, mengamati seluruh orang yang hadir di tempat itu. Dia kelihatan heran karena di antara wajah-wajah yang disoroti penerangan obor itu tidak nampak wajah dua orang yang sangat dikenalnya, yaitu Han Siong dan Bi Lian, dua orang pendekar muda yang pernah menjadi tamunya, bahkan yang telah menyaksikan kematian isterinya tercinta, yaitu Yasmina.
Seperti sudah kita ketahui, Yasmina membunuh diri dengan menghisap racun yang sudah disembunyikannya dalam mulut tengkorak tukang kebun bekas kekasihnya. Saking sedih dan menyesalnya, Mulana menjadi seperti gila sehingga akhirnya Han Siong dan Bi Lian meninggalkan lelaki yang diracuni cemburu itu. Mulana lalu mengusir semua pelayannya, kemudian dia membakar istananya berikut jenazah isterinya. Bagaikan orang gila dia lalu pergi berkeliaran, kehilangan isteri, bahkan kehilangan semua harta miliknya.
Dan akhirnya dia pun teringat dengan saudara kembarnya, Kulana, maka dia pun segera mengunjungi saudara kembarnya untuk menumpahkan isi hatinya yang sedang tertekan dan amat menderita itu. Akan tetapi Kulana sedang berkunjung ke sarang pemberontak, maka Mulana segera menyusulnya.
Akan tetapi kembali dia menerima pukulan batin yang lebih parah lagi saat tiba di sarang pemberontak itu karena dia dicurigai oleh saudara kembarnya sendiri sebagai orang yang berpihak pada pemerintah dan hendak mengkhianati gerakan saudara kembarnya sendiri. Maka terjadilah keributan dan nyaris Mulana tewas dikeroyok kalau dia tidak cepat dapat meloloskan diri.
Semakin besar jurang pemisah antara dua orang saudara kembar ini dan Mulana merasa sakit hati. Hal inilah yang mendorongnya menemui Menteri Cang yang sedang memimpin pasukan induk untuk menyerbu sarang pemberontak.
"Seperti telah saya katakan tadi, Taijin, saya sengaja menemui Paduka untuk membantu Paduka membasmi gerombolan jahat yang hendak memberontak itu."
"Saudara Mulana, tadi engkau yang mengatakan sendiri bahwa laporan Han Lojin tentang jumlah pasukan pemberontak yang hanya seribu dua ratus orang itu tidak keliru. Dengan jumlah pasukan yang sekecil itu, kami akan dapat menghancurkan mereka. Oleh karena itu, bantuan apa lagi yang dapat kau berikan kepada kami?" Menteri Cang memancing.
"Akan tetapi, pasukan Paduka akan terjebak."
Menteri Cang tersenyum dan mengibaskan tangan kanannya. "Ahhh, soal itu sudah kami perhitungkan! Perangkap yang dipasang di jalan terusan yang diapit dua dinding bukit itu, bukan? Tentu mereka akan menutup dua jalan keluar lantas menyerang kami dari depan dan belakang bukan? Kami tidak takut, bahkan merekalah yang akan dapat kami basmi." Menteri itu belum begitu percaya kepada Mulana, maka dia pun tidak mengatakan siasat yang sudah direncanakan untuk menghadapi perangkap musuh.
Akan tetapi Mulana memandang kepadanya dengan wajah serius. "Ahhh, harap Paduka jangan terlalu memandang rendah kepada saudara kembarku, Si Kulana itu! Ingat, dahulu dia adalah penasehat perang di Birma yang sudah banyak menggagalkan serangan dari pemerintah Paduka! Dia cerdik bukan kepalang, dan jangan disangka bahwa dia tak akan memperhitungkan apa yang sedang Paduka rencanakan sekarang ini. Bahkan saya pun sudah dapat menduganya."
"Benarkah? Nah, Saudara Mulana, kalau benar demikian, coba katakan bagaimana siasat yang telah kami rencanakan!" kata Menteri itu dengan suara mengandung penasaran.
Mulana mengerutkan alisnya sambil memandang Menteri itu. "Agaknya tidak sukar untuk diperhitungkan, Taijin. Melihat betapa seorang pejabat tinggi setingkat Taijin maju sendiri memimpin pasukan, hal ini memperlihatkan bahwa Taijin sudah tentu merasa yakin benar bahwa pasukan ini akan dapat membasmi musuh dengan sangat mudah. Dan keyakinan ini sudah tentu hanya didasarkan oleh suatu kenyataan, yaitu bahwa pasukan Taijin tentu jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan pasukan musuh. Kemudian, kemungkinan besar kedua adalah karena Taijin telah mengetahui keadaan musuh sehingga Taijin sudah bisa lebih dulu mengatur siasat untuk lebih meyakinkan kemenangan itu. Siasat apakah yang paling baik untuk menyerbu pihak lawan di suatu tempat tertentu dengan jumlah pasukan yang jauh lebih besar dari pada kita? Tak lain tentulah penyerbuan tiba-tiba dengan cara pengepungan sehingga musuh takkan dapat lari lagi karena telah dihadang dari berbagai jurusan. Nah, dengan siasat itu, maka Taijin yang sudah memperhitungkan kemungkinan perangkap musuh di jalan terusan yang sempit, merasa yakin akan kemenangan pasukan Taijin. Bukankah demikian?"
Para perwira yang mendengar hal ini terbelalak, dan Menteri Cang sendiri memandang kagum. Orang Birma ini memang lihai bukan main, pikirnya. Mulailah dia percaya dan dia membayangkan kekhawatiran. Kalau saudara kembar orang ini, Kulana, juga secerdik itu, berarti Kulana sudah dapat menduga pula tentang siasatnya dan tentu akan menghadapi dengan yang lebih hebat dan amat berbahaya pula.
"Saudara Mulana, perhitunganmu itu memang tepat sekali! Akan tetapi, kalau kami sudah mempergunakan siasat itu sehingga sarang pemberontak itu telah terkepung, lalu apakah yang akan dilakukan oleh mereka? Melawan pun tidak ada artinya bagi mereka!" Menteri Cang berkata dengan nada suara penuh kemenangan.
Mulana memandang dengan serius. Di bawah cahaya api obor wajahnya nampak seperti kedok yang tampan tetapi penuh rahasia, kedua matanya bersinar-sinar dan mencorong.
"Semua itu benar sekali, Taijin, kalau yang memimpin musuh di sana itu bukan saudara kembarku Kulana! Akan tetapi Kulana sangat cerdik, dia pandai sekali dan memiliki siasat yang penuh tipu muslihat. Jika dengan cara kekerasan agaknya tidak dapat diragukan lagi pasukan Taijin akan dapat menghancurkan pasukan pemberontak. Pasukan Paduka tentu merupakan pasukan pilihan dan lebih banyak dalam pengalaman bertempur dibandingkan pasukan mereka. Bantuan para tokoh sesat takkan ada artinya bila dibandingkan dengan bantuan para pendekar terhadap Paduka. Akan tetapi ada dua hal yang mungkin belum Paduka ketahui padahal dua hal ini dapat merupakan ancaman bahaya besar yang bukan tidak mungkin akan membasmi pasukan Paduka sendiri."
"Hemm, sebelum kami mendengar penjelasanmu, lebih dulu engkau harus melenyapkan kesangsian dan kecurigaan kami, Mulana. Jika benar engkau ini saudara kembar Kulana, kenapa engkau hendak berkhianat kepadanya?" Sepasang mata Menteri Cang sekarang mencorong ditujukan ke arah wajah orang Birma itu, penuh selidik.
Mula-mula Mulana menentang pandang mata itu, lalu menunduk, dan wajahnya berduka sekali. "Taijin, kehidupan hamba sudah rusak, kebahagiaan hamba sudah hancur, semua disebabkan oleh Kulana! Kalau dia tidak memberontak di Birma, tak mungkin kini hamba kehilangan segala-galanya. Sekarang dia menghasut pemberontakan pula. Oleh karena itu, untuk menebus dosa-dosanya, dalam kesempatan terakhir ini hamba harus melawan dia, menggagalkan usahanya itu. Terserah kepada Taijin apakah dapat mempercaya saya ataukah tidak."
Menteri Cang mengangguk-angguk dan mengelus jenggotnya. "Baiklah, kini jelaskan apa adanya dua hal yang kau anggap membahayakan itu."
"Memang Kulana tak akan mampu melawan paduka dengan pasukan pemberontak yang tidak terlatih dan lebih kecil jumlahnya itu. Akan tetapi hendaknya Paduka ketahui bahwa dia adalah seorang ahli sihir yang sangat pandai. Dia dapat mempergunakan ilmu hitam untuk mencelakai pasukan Paduka. Saya tahu, para pendekar yang mempunyai sinkang yang kuat tidak akan mudah terpengaruh oleh ilmu hitamnya. Akan tetapi para anak buah pasukan Paduka dapat terpengaruh dan hal ini amat berbahaya. Pasukan takkan berdaya menghadapi ilmu hitam dan dapat melakukan hal semacam bunuh diri saja. Dan ke dua, dan ini lebih berbahaya lagi, Taijin, Kulana pandai menggunakan bahan peledak dan dia telah memiliki bahan peledak itu dalam jumlah besar. Saya bisa membayangkan apa yang akan dilakukannya dalam keadaan seperti sekarang ini. Tentu dia telah memasang bahan peledak di dinding bukit di kanan kiri jalan terusan itu. Kalau dengan kekuatan pasukan dia tidak akan dapat menangkan pertempuran, maka dengan bahan peledak itu dia akan dapat meruntuhkan dinding di kanan kiri itu dan mengubur pasukan hidup-hidup!"
Mendengar ini Menteri Cang mengerutkan alis dan diam-diam para perwira terkejut sekali, saling pandang dengan muka berubah. Kalau ucapan orang Birma ini menjadi kenyataan, maka akan terbasmilah pasukan mereka!
"Ahh, kalau begitu Han Lojin adalah mata-mata musuh yang sengaja hendak memancing kita memasuki perangkap maut!" teriak seorang di antara mereka.
Akan tetapi Mulana menggelengkan kepala. "Aku telah mendengar tentang Han Lojin itu," katanya kepada perwira tadi, "dan dia bukanlah mata-mata Kulana, bahkan dialah yang mengkhianati Kulana."
Menteri Cang tertarik sekali. "Saudara Mulana, ceritakan siapa Han Lojin itu!"
"Dia seorang yang penuh rahasia, mula-mula muncul di sana hendak membantu Kulana. Akan tetapi baru beberapa hari berada di sana, dia telah pergi lagi tanpa pamit, kemudian tahu-tahu kini dia berada di sini dan menceritakan semua keadaan pasukan pemberontak. Apakah dia memang orang kepercayaan Paduka yang melakukan penyelidikan ke sarang Kulana, Taijin?"
Menteri Cang menggeleng kepala. "Tidak, dia datang lantas membuka rahasia kedudukan para pemberontak, juga rencana para pemberontak yang akan mulai bergerak tepat pada malam bulan purnama."
"Hal itu memang benar, Taijin. Kalau begitu dia adalah seorang pendekar yang hendak menentang pemberontakan dan membantu pasukan kerajaan."
"Saudara Mulana, kalau semua yang kau ceritakan dan kau perhitungkan itu benar, lalu menurut pendapatmu, apa yang harus kami lakukan?"
"Apakah pertanyaan Paduka ini berarti bahwa saya sudah dipercaya dan diterima untuk membantu pasukan Paduka?" Mulana balas bertanya.
Menteri Cang mengangguk. "Kami percaya padamu dan dengan senang hati menerima uluran bantuanmu." Pejabat tinggi ini lalu memandang sekeliling, kepada para perwira dan pendekar. "Harap Cu-wi ketahui bahwa sejak saat ini juga, Saudara Mulana kami terima sebagai seorang pembantu kita dan kami percaya." Semua yang hadir mengangguk.
"Nah, Saudara Mulana, jangan sampai kehabisan waktu. Jelaskan apa rencanamu yang dapat kita lakukan untuk menghadapi kemungkinan ancaman perangkap musuh itu."
"Begini, Taijin. Kalau benar perhitungan saya tentang siasat yang akan Taijin pergunakan, yaitu mengepung sarang pemberontak, siasat itu lanjutkan saja."
"Betul perhitunganmu. Kami membagi pasukan kami yang jumlahnya dua ribu orang lebih menjadi tujuh kelompok. Enam kelompok datang mengepung dari enam jurusan, ada pun kelompok induk ini menyerang dari depan dan memasuki jalan terusan itu."
"Siasat yang amat baik. Sebaiknya siasat itu dilanjutkan saja dan kita hanya menghadapi dua kemungkinan yang akan membahayakan kita, seperti yang telah saya ceritakan tadi. Pertama menghadapi ilmu hitam yang mungkin akan dipergunakan oleh Kulana, yang ke dua adalah menghadapi bahan peledak yang mungkin akan dipergunakannya pula untuk meruntuhkan dua dinding bukit. Untuk itu saya sudah mempunyai cara yang terbaik untuk menanggulanginya."
"Apakah engkau seorang ahli sihir pula yang hendak melawan ilmu hitam Kulana dengan sihir?" tanya Menteri Cang.
Mulana menggelengkan kepala. "Walau pun saya pernah mempelajari ilmu hitam, namun saya kalah jauh kalau dibandingkan dengan Kulana. Akan tetapi saya sudah mempelajari cara-cara untuk menolak dan memunahkan kekuatan ilmu hitam, Taijin. Harap mengutus anak buah untuk mencari dan menyembelih tiga ekor anjing hitam, menampung darahnya karena darah itulah yang akan dapat digunakan untuk memunahkan kekuatan ilmu hitam yang dipergunakan Kulana. Akan tetapi anjing-anjing itu kita bawa saja dulu, nanti setelah menghadapi ilmu hitam barulah kita sembelih supaya darahnya masih hangat dan belum membeku."
Seorang perwira lalu diutus untuk mengusahakan pencarian tiga ekor anjing hitam ini, di dusun-dusun yang tidak berjauhan dari tempat itu.
"Dan bagaimana untuk mengatasi ancaman bahan peledak yang akan meruntuhkan dua dinding bukit?" tanya Menteri Cang karena hal inilah yang dianggap paling berbahaya.
"Untuk dapat meruntuhkan dua dinding itu, maka satu-satunya jalan hanyalah memasang bahan peledak di atas. Bahan peledak itu tentu dipasang dengan sumbu yang panjang, lalu dinyalakan. Karena itu agar dibentuk regu-regu pemanah yang pandai, yang dengan diam-diam akan mendahului pasukan kemudian mendaki kedua bukit di kanan kiri jalan. Sebaiknya kalau mereka dipimpin oleh pendekar-pendekar yang pandai. Tugas mereka adalah mencegah petugas musuh yang hendak menyalakan sumbu api bahan peledak."
Mendengar itu, Menteri Cang mengangguk-angguk dan para pendekar juga menyatakan kekaguman mereka. Saat itu juga segera dibentuk regu-regu pemanah yang dipimpin oleh para pendekar. Karena Menteri Cang menghendaki supaya regu ini benar-benar kuat dan akan dapat menggagalkan rencana jahat musuh yang mungkin akan meledakkan dinding bukit, maka dia menunjuk suami isteri Ciang Su Kiat dan Kok Hui Lian untuk memimpin regu yang mendaki bukit sebelah kanan, sedangkan regu yang mendaki bukit sebelah kiri, dipimpin oleh Cia Kui Hong, Cia Ling, dan Can Sun Hok.
Kelompok pasukan induk itu kemudian melanjutkan perjalanan, dan Mulana sendiri akan memimpin regu yang bertugas menghadapi ilmu hitam dengan darah anjing. Akan tetapi secara diam-diam Menteri Cang sudah memerintahkan tokoh-tokoh pendekar dari Siauw-lim-pai, Bu-tong-pai dan yang lain-lain agar mengamati dan menjaga Mulana, membayangi orang ini supaya dapat segera bertindak kalau-kalau Mulana melakukan pengkhianatan.
Malam bertambah larut dan pasukan induk itu bergerak maju dengan cepat karena tadi gerakan maju mereka sempat terganggu oleh munculnya Mulana. Namun dalam hati para perwira kini semakin tenang dan penuh semangat karena mereka telah mengetahui siasat busuk dan tipu muslihat musuh, juga mereka percaya akan kecerdikan Menteri Cang dan kegagahan para pendekar yang membantu mereka.
Hay Hay berlari sambil mengepal kedua tangannya, membentuk tinju yang keras, sekeras hatinya pada saat itu. Bedebah Sim Ki Liong! Hanya nama ini yang terus teringat olehnya, nama yang dimaki dan dikutuknya karena dia hampir merasa yakin bahwa Ki Liong yang telah memperkosa Pek Eng.
Bukankah Han Lojin telah memberi tahukan kepadanya betapa Ki Liong merayu Pek Eng di dalam taman? Dan bukankah pemuda itu pula yang agaknya bertukar nama keturunan, dari Ciang ke Sim, murid Pendekar Sadis yang telah murtad, melarikan diri meninggalkan Pulau Teratai Merah tanpa pamit, bahkan melarikan pula banyak pusaka dari pulau itu?
Kalau bukan Ki Liong, siapa lagi yang sudah melakukan kekejian memperkosa, atau lebih tepat menggauli Pek Eng dengan menyamar sebagai dia? Siapa lagi kalau bukan Ki Liong karena dialah orang terdekat pada waktu itu? Bentuk tubuh Ki Liong sama dengannya dan di dalam kegelapan itu, tentu Pek Eng tidak dapat membedakan.
Agaknya Ki Liong sudah menggunakan kesempatan jahanam itu, pada saat dia melarikan diri karena takut terhadap dirinya sendiri yang hampir saja tergelincir ke dalam perjinahan bersama Pek Eng, lalu Ki Liong menyelinap masuk dan melanjutkan apa yang baru saja dia tinggalkan!
"Jahanam...!" Hay Hay marah sekali.
Dua hal yang membuatnya marah sekali. Pertama karena pemuda itu telah menodai Pek Eng dan dengan demikian merusak kehormatan, harga diri serta kebahagiaan gadis itu. Dan ke dua, pemuda itu telah mencemarkan nama baiknya, karena dengan perbuatannya itu, Pek Eng kini mengira bahwa dialah yang melakukannya!
"Keparat terkutuk!" Kembali dia memaki.
Dia harus dapat menangkap Ki Liong dan memaksa pemuda itu untuk mengaku di depan Pek Eng bahwa dialah yang melakukan perbuatan keji itu. Kemudian, tiba-tiba saja wajah Pek Eng yang dibayangkan itu berubah menjadi wajah Ling Ling dan seketika dia merasa lemas. Dia berhenti lari dan melempar dirinya duduk di bawah pohon dalam hutan itu.
"Celaka...!" serunya bingung ketika dia teringat akan tuduhan Ling Ling bahwa dia sudah memperkosa gadis itu!
Tidak mungkin Ling Ling berbohong karena dia sudah melihat sendiri keadaan gadis itu. Bertelanjang bulat di tepi telaga itu dalam keadaan lemas tanpa mampu bergerak karena ditotok orang! Jelas bahwa tadi malam Ling Ling memang diperkosa orang, dan gadis itu mengira bahwa dialah yang melakukan perkosaan!
"Keparat jahanam...!" Dia memaki lagi, akan tetapi kali ini makian tidak ditujukan kepada Ki Liong.
Siapakah yang sudah melakukan perkosaan terhadap diri Ling Ling? Dan mengapa pula Ling Ling mengira bahwa dialah pelakunya? Kenapa dalam waktu yang bersamaan, dua orang gadis yang telah direnggut kehormatannya oleh orang lain, keduanya menuduh dia yang telah melakukannya?
"Sialan...!" gerutunya gemas, akan tetapi juga trenyuh karena dia merasa kasihan sekali terhadap kedua orang gadis itu.
Dua orang gadis yang gagah perkasa, cantik manis, muda belia, bagai dua tangkai bunga yang tengah mekar semerbak, tahu-tahu dipetik orang secara keji dan dialah yang dituduh sebagai pemetik dan perusaknya. Dan dia pun teringat akan orang-orang Bu-tong-pai!
Mereka ini pun menuduh dirinya pernah memperkosa seorang murid wanita Bu-tong-pai, bahkan menyangka bahwa dialah jai-hwa-cat yang berjuluk Ang-hong-cu! Urusan dengan orang-orang Bu-tong-pai ini dapat dia mengerti. Mereka itu salah sangka.
Mungkin saja seorang murid wanita Bu-tong-pai diperkosa oleh Ang-hong-cu, dan mereka menuduh dia sebagai Ang-hong-cu sebab mereka melihat dia memegang sebuah mainan tawon merah dari emas, yaitu benda yang menjadi tanda dari penjahat cabul Ang-hong-cu, ayahnya! Ayah kandungnya! Dan kini, tiba-tiba saja Pek Eng dan Ling Ling menuduh dia sebagai perusak keperawanan mereka!
"Tenanglah Hay Hay, tenanglah...," dia menghibur diri sendiri.
Dia harus berpikir masak-masak sebelum bertindak secara sembrono, hanya menurutkan emosi belaka, menurutkan kemarahan hatinya. Agaknya ada rahasia aneh tersembunyi di balik ini semua. Maka sebelum melanjutkan perjalanannya dan niat hatinya untuk mencari Ki Liong yang dituduhnya sebagai pemerkosa atau perusak kehormatan Pek Eng dengan menyamar sebagai dirinya, dia ingin memikirkan kembali segala yang terjadi baru-baru ini.
Dia mengenang kembali peristiwa malam itu. Dia berada di dalam kamarnya ketika Han Lojin memanggilnya dari luar kamar. Lalu mereka bercakap-cakap dan Han Lojin memberi tahu bahwa baru saja dia menghindarkan Pek Eng dari rayuan maut Ki Liong. Kemudian, sebagai tanda persahabatan dan perasaan kagum Han Lojin kepadanya, Han Lojin lantas mengajaknya minum tiga cawan arak yang harum dan manis. Dia mulai merasa khawatir.
Setelah Han Lojin pergi, dia lalu memanggil Pek Eng keluar dari kamarnya, diajaknya ke dalam taman karena dia hendak memperingatkan gadis itu dari bahaya rayuan Ki Liong. Akan tetapi apa yang terjadi kemudian?
Hay Hay mengerutkan alisnya, mukanya terasa panas karena malu, lantas dia mengepal tinju, sekali ini ingin dia menampar mukanya sendiri. Mengapa dia secara mendadak saja merasa seperti orang mabuk, terangsang oleh kehadiran Pek Eng yang demikian dekat dengannya? Kenapa dia seperti dimasuki iblis, merangkul dan menciumi gadis itu?
Dan Pek Eng tidak melawan, dara itu pasrah saja, malah membalas rangkulannya dengan mesra, dengan penuh penyerahan diri. Hampir saja terjadi pelanggaran di dalam pondok taman itu ketika dia dan Pek Eng berada di dalamnya, di atas dipan.
Akan tetapi dia tersadar dan cepat dia pergi meninggalkan gadis itu, meninggalkan tempat yang amat berbahaya itu. Dia merasa menyesal sekali, dan malu kepada diri sendiri, malu untuk bertemu dengan Pek Eng.
Hay Hay menggaruk-garuk kepalanya. Dia heran sekali, kenapa dia menjadi seperti orang mabuk dan terangsang ketika berhadapan dengan Pek Eng. Arak itu! Arak harum manis yang diminumnya bersama Han Lojin!
Hay Hay meloncat bangun. Mungkinkah arak yang disuguhkan Han Lojin itu yang menjadi sebabnya? Arak itu mengandung obat perangsang? Akan tetapi... dia melihat betapa Han Lojin sendiri juga meminumnya, bahkan dia mentertawakan orang itu yang tampak mabuk setelah minum tiga cawan.
Namun, andai kata memang benar demikian, lalu apa artinya? Apa maksudnya Han Lojin menyuguhkan arak yang mengandung obat perangsang kepadanya? Dan Han Lojin pula yang menceritakan kepadanya bahwa Pek Eng dirayu oleh Ki Liong. Seakan-akan ada hubungannya antara pemberi tahuan tentang Pek Eng dan penyuguhan arak perangsang itu.
Benarkah ada hubungannya? Apakah Han Lojin menghendaki supaya dia mendekati Pek Eng dalam keadaan terangsang? Apakah orang aneh itu memang menghendaki supaya terjadi hubungan gelap antara dia dan Pek Eng? Lalu apa maksudnya kalau begitu?
"Sungguh bisa membuat orang menjadi gila!" pikirnya.
Dan lebih membingungkan lagi jika dia mengingat akan peristiwa yang menimpa diri Ling Ling. Dia memang telah menjanjikan kepada gadis yang masih puteri suheng-nya itu agar menunggu di tepi telaga selama tiga hari. Dia akan datang mencarinya dan mengabarkan tentang penyelidikannya ke sarang pemberontak. Akan tetapi dia malah menemukan dara perkasa itu telah diperkosa orang.
Mengingat akan tingkat kepandaian Ling Ling, Hay Hay merasa yakin bahwa pemerkosa gadis itu bukan orang sembarangan. Tentu dia mempunyai ilmu kepandaian yang tinggi. Kalau tidak demikian, mana mungkin bisa membuat seorang gadis selihai Ling Ling tidak berdaya dengan totokan dan memperkosanya? Dia bersedih sekali mengingat akan nasib Ling Ling.
"Hemm, aku pasti akan mencari sampai dapat dua orang yang sudah merusak Pek Eng dan Ling Ling itu! Bukan hanya untuk mencuci bersih namaku, akan tetapi terutama sekali untuk mencegah agar penjahat keji itu tak lagi melakukan kecabulan terhadap gadis lain!"
Dia pun akan mencari ayah kandungnya sampai dapat! Ayahnya juga termasuk seorang penjahat cabul yang kejam, dan dia harus menegur ayah kandungnya, bahkan kalau perlu menentangnya! Juga dia akan menemui Ki Liong, memaksa pemuda itu untuk mengaku kalau memang benar Ki Liong yang sudah menggauli Pek Eng seperti yang dia sangka, dengan menyamar sebagai dia. Selain Ki Liong, dia juga harus menemui Han Lojin untuk menuntut orang itu agar mengaku tentang arak perangsang dan apa maksudnya Han Lojin menyuguhkan arak perangsang kepadanya!
Sesudah memutuskan seperti itu, hati Hay Hay menjadi tenang kembali. Dia tidak boleh dimakan perasaan emosi dan kemarahan. Dia menghadapi orang-orang pandai seperti Ki Liong, Han Lojin, dan pemerkosa misterius itu, juga menghadapi ayah kandungnya sendiri yang belum pernah dikenalnya. Dia harus berhati-hati!
Ketika dengan hati-hati dia menyusup-nyusup melewati hutan-hutan dan perbukitan untuk memasuki sarang para pemberontak, tiba-tiba saja ia melihat bayangan orang berkelebat. Dia cepat menyusup ke balik semak belukar untuk bersembunyi dan nampaklah olehnya bahwa bayangan itu adalah Han Lojin!
Hay Hay segera mengintai dan melihat betapa orang itu memegang sehelai kertas yang mulai digambarinya, kadang-kadang mengangkat kepala dan melihat-lihat ke arah sarang pemberontak di bukit depan. Han Lojin sedang melukis, pikirnya heran. Dengan hati-hati dia menyusup semakin dekat. Ahh, ternyata Han Lojin sedang melukis peta, pikir Hay Hay, semakin heran lagi.
Tiba-tiba Han Lojin bergerak dan berloncatan ke depan. Dengan hati yang penuh tanda tanya Hay Hay membayangi dari jauh. Tak salah dugaannya, Han Lojin sedang membuat peta dari keadaan sekeliling sarang pemberontak! Sungguh dia tidak dapat menduga apa maksudnya. Hanya setan saja yang tahu apa yang dilakukan orang aneh itu, pikirnya.
Mendadak muncul belasan orang, berloncatan dari balik batang-batang pohon. Hay Hay mengenal mereka sebagai anggota-anggota Kui-kok-pang dengan pakaian mereka yang serba putih, dipimpin sendiri oleh Kim San, ketua Kui-kok-pang yang pakaiannya serba putih pula dan mukanya pucat seperti mayat.
"Berhenti...!" Kim San membentak, menghadang di depan, dan dengan senjata di tangan tiga belas orang anak buahnya mengepung Han Lojin.
Han Lojin telah menggulung kertas peta itu, menyimpan ke dalam kantung jubahnya yang lebar, tangan kanannya masih memegangi pensil bulu yang bergagang panjang, yang tadi digunakannya untuk membuat gambar peta. Dia tersenyum tenang, memandang kepada Kim San dan tertawa.
"Aha, kiranya Kui-kok Pangcu yang datang! Ada keperluan apakah menemui aku di sini?"
"Han Lojin, kami diperintah oleh Bengcu untuk mencarimu. Apakah yang kau pegang tadi dan apa yang kau lakukan di sini?"
Han Lojin masih tersenyum lebar. "Aku sedang menyalurkan bakatku dalam hal melukis! Mengapa Bengcu menyuruhmu mencariku?"
"Engkau harus kembali, karena engkau telah pergi tanpa pamit!" kata Ketua Kui-kok-pang itu dengan sikap dingin dan marah karena Han Lojin sama sekali tidak menunjukkan sikap hormat kepadanya.
"Hemm, biar pun aku sudah menyatakan untuk bekerja sama dan membantu, akan tetapi aku bukanlah anak buah Lam-hai Giam-lo yang bisa disuruh begini begitu sesuka hatinya. Aku akan menghadap sendiri kalau aku suka, tidak perlu engkau menyuruhku. Pergilah, Pangcu, dan jangan mengganggu kesibukanku di sini."
"Han Lojin, engkau telah dianggap melarikan diri dan mungkin menjadi pengkhianat. Oleh karena itu, mari turut saja dengan aku untuk menghadap Bengcu!"
"Kalau aku tidak mau?"
"Mati atau hidup, kami akan membawamu menghadap Bengcu!"
Memang para tokoh sesat telah diperintah oleh Lam-hai Giam-lo untuk pergi berpencaran mencari tiga orang, yaitu Hay Hay, Han Lojin, dan juga Pek Eng. Gadis itu diharuskan pulang, jika perlu dengan paksaan akan tetapi sama sekali tidak boleh diganggu apa lagi dibunuh, sebaliknya Lam-hai Giam-lo sudah memberi perintah agar membunuh saja Hay Hay dan Han Lojin kalau mereka tidak mau kembali.
"Wah, manusia sombong! Ingin kulihat bagaimana kalian akan membunuhku!" kata Han Lojjn, sikapnya menantang, tangan kiri bertolak pinggang dan tangan kanan menudingkan mouw-pit (pensil bulu) ke arah muka Ketua Kuk-kok-pang.
"Engkau memang sudah bosan hidup! Serang dan bunuh!" bentak Kim San kepada anak buahnya dan segera mereka semua menyerbu dengan ganasnya.
Han Lojin tersenyum, lalu mouw-pit pada tangan kanannya bergerak cepat sekali. Ujung gagang pensil bulu itu menotok ke sana sini dan empat orang anak buah Kui-kok-pang langsung bergelimpangan karena tertotok!
Kim San mengeluarkan bentakan nyaring kemudian tubuhnya telah menerjang ke depan, sepasang tangannya membentuk cakar setan dan dia menerkam seperti seekor beruang marah. Han Lojin maklum betapa sepasang tangan manusia yang seperti mayat hidup ini mengandung tenaga beracun yang dahsyat sekali, maka dia pun cepat mengelak dengan satu loncatan ke kiri.
Dia disambut oleh anak buah Kui-kok-pang, namun kedua kakinya membagi tendangan. Cepat dan kuat sekali tendangan yang diluncurkan oleh Han Lojin itu sehingga anak buah Kui-kok-pang tidak mampu mengelak atau menangkis. Kembali ada dua orang terjungkal oleh tendangan itu sehingga yang lain menjadi jeri, hanya mengepung sambil mengacung-acungkan senjata.
Kim San marah sekali. Dia kembali mengeluarkan teriakan parau dan kini dengan cepat dia menyerang secara bertubi-tubi. Akan tetapi Han Lojin menghadapinya dengan tenang, mengelak sambil menggerakkan gagang mouw-pit-nya yang menyambut dengan totokan-totokan sehingga kini sebaliknya Kim San yang merasa repot sebab harus mengelak atau menangkis. Totokan itu lihai sekali dan kalau sampai terkena, tentu dia akan roboh!
Hay Hay mengintai dari tempat sembunyinya. Dia tak merasa heran melihat kelihaian Han Lojin. Dia sendiri sudah pernah merasakan kelihaian orang itu ketika dia disuruh menguji kepandaian Han Lojin oleh Lam-hai Giam-lo dan Sim Ki Liong. Dia maklum bahwa tingkat kepandaian Ketua Kui-kok-pang itu masih kalah jauh dibandingkan tingkat Han Lojin.
Hanya diam-diam dia merasa heran mengapa Han Lojin yang tadinya dikiranya seorang petualang yang ingin mencari imbalan jasa besar dengan membantu Lam-hai Giam-lo, kini tiba-tiba saja agaknya telah membalik dan melawan orang-orangnya bengcu yang hendak memberontak itu.
Tepat seperti dugaannya, Kim San dipermainkan oleh Han Lojin. Mouw-pit itu menyambar-nyambar dan kini terdapat coretan-coretan yang membuat wajah itu menjadi tidak karuan dan lucu sekali. Ada kumisnya di kanan kiri hidung, di kedua pipinya ada tulisan 'monyet' dan 'babi', semua ini dilakukan oleh Han Lojin dengan kecepatan luar biasa.
Hay Hay sendiri kini bahkan terkejut. Kiranya pada saat mengadu kepandaian dengannya, Han Lojin agaknya belum mengeluarkan semua ilmunya! Baru ilmu memainkan mouw-pit ini saja sudah dapat menuliskan huruf-huruf di muka lawan yang juga bukan orang lemah, sungguh merupakan ilmu yang hebat!
Akhirnya sebuah tendangan kaki kiri Han Lojin mencium lutut Kim San, membuat Ketua Kui-kok-pang itu terjatuh berlutut. Han Lojin lalu mengeluarkan suara ketawa panjang dan tubuhnya melayang jauh meninggalkan tempat itu. Hay Hay cepat membayangi dari jauh.
Ketika pada hari itu Han Lojin menghadap Menteri Cang, diam-diam Hay Hay juga terus membayangi. Dengan kepandaiannya yang sangat tinggi, dia dapat menyusup ke dalam dan ketika dia melihat bahwa di situ hadir pula Hui Lian, Su Kiat, Kui Hong, Ling Ling, Can Sun Hok, dan masih banyak lagi para pendekar dari berbagai golongan, Hay Hay segera mengundurkan diri. Terlalu berbahaya bila dia memperlihatkan diri, apa lagi di situ terdapat pula orang-orang Bu-tong-pai yang tentu tak akan mau melepaskannya. Dia hanya dapat melakukan pengintaian dari jauh saja.
Akhirnya Hay Hay meninggalkan tempat yang dijadikan markas sementara oleh pasukan pemerintah yang dipimpin langsung oleh Menteri Cang. Ketika dia melihat betapa pasukan pemerintah yang dibagi menjadi tujuh kelompok mulai meninggalkan tempat itu menuju ke sarang gerombolan pemberontak, tahulah dia bahwa penyerangan akan dimulai. Dia akan membantu pasukan pemerintah dengan diam-diam.
Hay Hay mengambil keputusan untuk mendahului pasukan itu, memasuki perkampungan pemberontak. Terutama sekali dia harus dapat menemui Sim Ki Liong untuk dipaksanya mengaku tentang peristiwa di dalam taman pada malam hari itu, mengaku bahwa Sim Ki Liong sudah menyamar sebagai dia, menggauli Pek Eng yang mengira bahwa pemuda itu adalah dirinya.
Perhitungan Mulana tentang diri saudara kembarnya memang tepat sekali. Kulana adalah seorang yang amat cerdik, juga dia seorang ahli siasat perang yang lihai. Maka tentu saja dia dapat memperhitungkan siasat yang akan diambil oleh pimpinan pasukan pemerintah yang menjadi musuhnya.
"Biarkan saja mereka datang mengepung kita," katanya tenang kepada Lam-hai Giam-lo dan para pembantunya ketika mereka mengadakan perundingan. "Kita akan menghadapi mereka, dan percayalah kita akan dapat menghancurkan mereka, membinasakan mereka sampai tidak ada seorang pun di antara mereka akan mampu lolos!"
"Akan tetapi jumlah pasukan mereka lebih besar dari pada pasukan kita!" seru Sim Ki Liong sangsi. "Mereka dibantu pula oleh orang-orang yang mempunyai kepandaian tinggi! Tang Hay itu tentu berada di antara mereka, juga Han Lojin."
Kulana tersenyum. "Jangan khawatir. Siasat kita hendak menggunakan jalan terusan itu tentu sudah mereka perhitungkan pula dan biarlah mereka mengerahkan semua kekuatan di jalan terusan itu. Aku akan menggunakan akal dan memancing supaya semua pasukan musuh berkumpul di jalan terusan itu, lantas di sanalah aku akan menghancurkan mereka semua!"
Agaknya Kulana masih tetap merahasiakan siasatnya yang terakhir ini karena dia belum percaya sepenuhnya kepada para pembantu Lam-hai Giam-lo yang terdiri dari para tokoh sesat itu. Orang-orang seperti itu sukar untuk dipercaya, begitu pendapat Kulana. Rahasia penting tidak akan aman berada di tangan mereka yang tentu suka menjual rahasia apa pun demi keuntungan sendiri.
Akan tetapi secara diam-diam dia sudah mempersiapkan dan mengatur siasatnya itu, dan untuk keperluan itu dia menggunakan orang-orangnya sendiri, pelayan-pelayan yang bisa dipercayanya. Ia hanya mengingatkan pada semua perwira pasukan pemberontak bahwa begitu dia memberi tanda dengan tiga kali tiupan terompet yang suaranya khas, semua pasukan harus segera ditarik meninggalkan jalan terusan, membiarkan musuh berkumpul di antara dua bukit itu. Hal ini diperingatkannya berulang kali, dan hanya kepada Lam-hai Giam-lo seoranglah dia menjelaskan siasatnya yang terakhir itu, yaitu akan meledakkan dinding bukit untuk menyerang musuh.
Dua hari sebelum malam bulan purnama tiba, malam itu cukup terang dengan bulan yang dua hari lagi akan penuh. Malam yang indah dan amat cerah, namun sunyi menyeramkan di Lembah Yang-ce di Pegunungan Yunan yang menjadi sarang para pemberontak itu.
Tempat itu sunyi seakan-akan sudah ditinggalkan oleh para pemberontak. Padahal setiap orang pemberontak sudah menanti dengan jantung berdebar tegang karena mereka telah diberi tahu oleh Kulana bahwa malam itu mereka akan menyambut serbuan musuh di luar jalan terusan.
Sebagian dari mereka telah membentuk barisan pendam di luar jalan terusan, dan barisan pendam ini dipimpin sendiri oleh Lam-hai Giam-lo, dibantu oleh Sim Ki Liong yang menjadi orang kepercayaan bengcu itu. Ada pun pasukan yang menyambut musuh dipimpin oleh para tokoh yang lain, di antaranya Ji Sun Bi, Min-san Mo-ko, Kim San, Hek-hiat Mo-ko, serta para tosu Pek-lian-kauw dan dipimpin sendiri oleh Kulana.
Sunyi sekali suasana di sarang para pemberontak itu sampai ke jalan terusan. Menjelang tengah malam, di bawah sinar mata para pimpinan pasukan yang mengintai dari tempat persembunyian mereka, tampak Kulana sendiri muncul keluar ke atas sebuah batu besar. Dari atas batu itu dia dapat melihat ke arah jalan terusan di bawah sana.
Kulana mengenakan pakaian longgar serba putih dengan potongan seperti jubah pendeta. Rambutnya dibiarkan riap-riapan sehingga dia terlihat seperti seorang pendeta yang aneh dan sikapnya menyeramkan. Sepasang matanya mengeluarkan sinar kilat mencorong dan mukanya yang tertimpa sinar bulan itu nampak kehijauan.
Di tangan kirinya terdapat seuntai tasbeh, ada pun tangan kanannya memegang sebatang pedang telanjang yang mengeluarkan sinar berkilauan. Dia lalu duduk bersila di atas batu itu, menghadap ke utara, ke arah datangnya serangan musuh yang sedang ditunggu.
Malam berjalan terus dan bulan sudah condong ke barat. Cuaca mulai remang-remang, kemudian muncul sinar kemerahan di ufuk timur, sinar yang meski pun masih kemerahan tetapi telah nampak kekuatannya sehingga memudarkan sinar bulan. Itulah sinar matahari yang mulai menyapu kegelapan di kaki langit sebelah timur.
Dalam kesunyian malam menjelang pagi itu tiba-tiba terdengar bunyi terompet melengking panjang. Itulah tanda yang dinanti-nantikan oleh pasukan pemberontak. Bunyi terompet itu merupakan tanda bahwa pasukan musuh telah datang dan tiba di perbatasan yang sudah mereka tentukan.
Tubuh yang tadinya duduk bersila itu kini tiba-tiba bangkit berdiri perlahan-lahan. Kulana mengacungkan pedang telanjang itu ke atas, kemudian menuding ke arah utara, tasbeh di tangan kiri berputar-putar dan mulutnya berkemak-kemik, sementara sepasang matanya terpejam untuk beberapa lamanya. Sesudah kedua mata itu terbuka, orang akan merasa terkejut dan ngeri karena mata itu kini mengeluarkan sinar yang sangat liar menakutkan, kehijauan seperti mata seekor harimau yang marah.
Saat bertemunya kedua pasukan yang bermusuhan itu pun ditunggu dengan hati tegang oleh pasukan kerajaan yang berbaris maju dengan penuh semangat. Sekarang pasukan itu tiba di perbatasan, dan jalan terusan yang diapit-apit dinding bukit itu sudah kelihatan dari tempat ketinggian itu, di bawah cahaya bulan yarig mulai pudar oleh sinar matahari merah. Didampingi Mulana, Menteri Cang sendiri berdiri di atas batu besar sambil meneliti tempat itu dari jauh.
"Itukah jalan terusan yang dimaksudkan?" tanya Menteri Cang, dan diam-diam dia mulai percaya akan gambar peta yang diterimanya dari Han Lojin. Agaknya orang aneh itu tidak berbohong atau berkhianat, pikirnya.
Mulana mengangguk, "Benar, Taijin. Dan lihat, betapa sunyinya. Jika menurut sepatutnya, para pemberontak tentu sudah tahu akan kedatangan pasukan kita, namun kenyataannya sunyi saja. Oleh karena itu, tidak salah lagi, mereka sedang mempergunakan siasat dan kini mereka pasti sedang menanti kita. Kita harus bersikap hati-hati dan biarkan pasukan terus maju, saya akan berada di depan dengan para pembantu saya, menghadapi segala kemungkinan."
Menteri Cang mengangguk lalu memberi isyarat supaya pasukan yang untuk sementara dihentikan itu bergerak lagi, menuju ke arah jalan terusan yang dari situ agak menurun itu. Mulana dan belasan orang pembantunya berada paling depan, menuntun tiga ekor anjing hitam mendahului pasukan. Di belakangnya nampak para pendekar yang dipelopori oleh Can Sun Hok dan Cia Ling lalu para tokoh partai persilatan besar. Semua orang bersiap siaga dan waspada, maklum bahwa sewaktu-waktu pihak musuh tentu akan muncul dan menyambut mereka.
Ketika ujung jalan terusan itu tinggal beberapa puluh meter lagi, Mulana memberi isyarat agar pasukan berhenti melangkah. Dia sendiri bersama belasan orang pembantunya yang membawa ember melangkah maju mendekati ujung jalan terusan.
Tentu saja Hui Lian merasa terkejut sekali dan matanya terbelalak, kedua pipinya menjadi merah karena penasaran dan marah mendengar tuduhan bahwa Hay Hay adalah seorang jai-hwa-cat, hal yang sama sekali tidak dipercayanya. Dia telah mengenal Hay Hay, luar dalam! Akan tetapi berada di tempat itu, tentu saja dia tidak berani bersikap sembarangan dan hanya menanti untuk mendengar perkembangan selanjutnya.
Tentu saja Ling Ling merasa sangat yakin bahwa Hay Hay adalah seorang jai-hwa-cat tulen. Bukankah kekejian pemuda itu telah dia rasakan sendiri? Bukankah Hay Hay sudah memperkosanya, dan hal itu membuktikan kebenaran tuduhan orang-orang Bu-tong-pai? Namun tentu saja dia tidak mau menceritakan mala petaka yang menimpa dirinya akibat kejahatan Hay Hay.
"Seperti yang telah saya ceritakan kepada Saudara Can Sun Hok ini, saya melihat Tang Hay diserang oleh orang-orang Bu-tong-pai dan dituduh bahwa dia adalah Ang-hong-cu, seorang jai-hwa-cat yang sudah memperkosa dan membunuh seorang murid perempuan Bu-tong-pai. Melihat betapa dia tidak mempunyai alasan yang cukup untuk membantah, maka saya percaya bahwa dia seorang jai-hwa-cat."
"Ah, kalau begitu sungguh celaka! Di mana dia sekarang, Nona Cia?" tanya Menteri Cang.
"Dia menerima tawaran seorang tokoh pemberontak untuk bekerja sama, tetapi kepadaku dia berkata bahwa hal itu hanya merupakan siasat untuk dapat menyelidiki keadaan para pemberontak dari dalam," jawab Cia Ling yang menjadi semakin bingung.
"Bagaimana kalau semua itu benar dan dia memang kaki tangan pemberontak, Taijin?" tanya Can Sun Hok.
"Tidak benar!" Tiba-tiba Hui Lian berseru keras. "Saya mengenal pemuda bernama Tang Hay itu, Taijin, dan saya berani bersumpah bahwa dia bukanlah seorang penjahat, bukan jai-hwa-cat apa lagi anggota pemberontak!"
"Semua keterangan itu benar!" Tiba-tiba terdengar suara lain. "Dia memang Ang-hong-cu, seorang jai-hwa-cat dan kami berani sumpah pula untuk menyatakan bahwa hal ini adalah benar!" Semua orang menengok dan yang bicara itu ternyata adalah Tiong Gi Tojin, tokoh Bu-tong-pai yang dahulu bersama anak buahnya pernah menyerang Hay Hay, disaksikan oleh Ling Ling.
"Kamilah orang-orang Bu-tong-pai yang diceritakan oleh Nona itu. Ang-hong-cu itu pernah menculik seorang murid perempuan kami, lalu kami menemukan dia telah menjadi mayat sedangkan penjahat itu meninggalkan tanda perhiasan tawon merah, persis sama seperti perhiasan yang berada di tangan Tang Hay itu. Dia adalah Ang-hong-cu, penjahat cabul yang suka memperkosa dan membunuh wanita!"
Hui Lian masih hendak membantah, akan tetapi tangan suaminya menyentuh lengannya, dan suaminya berbisik, "Tak perlu ribut, lihat saja perkembangannya."
Karena cegahan suaminya, Hui Lian kini diam saja. Hatinya mendongkol bukan main. Dia tahu bahwa Hay Hay adalah seorang pemuda yang umumnya dikatakan mata keranjang, senang dengan wanita cantik. Akan tetapi menjadi jai-hwa-cat? Tak mungkin dia sanggup membayangkan hal itu!
Hay Hay bukan penjahat, dia adalah seorang laki-laki sejati yang gagah perkasa, yang tak mungkin dapat melakukan hal-hal jahat, apa lagi memperkosa wanita. Dia adalah pemuda yang memuja kecantikan wanita, untuk dikagumi, untuk dipuji-puji, bukan untuk dirusak.
"Aihh, kalau begitu sungguh berbahaya keadaan kita. Tentu dia sudah membuka semua rahasia kita dan kaum pemberontak sudah mengetahui kedudukan kita sehingga mereka dapat bersiap-siap, bahkan akan membuat gerakan yang sangat merugikan kita," Menteri Cang Ku Ceng berkata.
Pada saat itu pula terdengar suara ribut-ribut di luar ruangan itu, agaknya para penjaga sedang mengejar-ngejar orang. Kemudian daun pintu ruangan itu terbuka dan muncullah seorang laki-laki setengah tua, dikejar oleh belasan orang prajurit penjaga.
"Sejak tadi telah kukatakan bahwa aku hanya ingin menghadap Cang-taijin! Kenapa kalian ribut-ribut dan hendak menangkap aku seolah-olah aku seorang pencuri saja?" laki-laki itu berseru ke arah para pengejarnya.
Semua orang segera memandang pria itu. Akan tetapi hanya Cia Ling yang mengenalnya karena gadis ini pernah melihatnya sebagai penggembala kambing suku bangsa Hui itu, namun sekarang dia tidak memakai pakaian orang Hui, melainkan pakaian biasa dengan capingnya yang lebar.
Melihat sikap dan mendengar suara orang itu, seorang komandan lalu bangkit berdiri dan memerintahkan para prajurit agar menghentikan pengejaran mereka, lalu dia menghadapi pendatang itu sambil bertanya dengan suara kereng,
"Siapakah engkau yang berani membikin ribut di sini? Tak seorang pun boleh masuk ke sini tanpa ijin, tetapi agaknya engkau sudah berani masuk dengan paksa! Hayo mengaku terus terang sebelum kami terpaksa menggunakan kekerasan untuk menangkapmu dan menganggapmu sebagai mata-mata pemberontak!"
Laki-laki itu mengeluarkan suara ketawa kecil lantas dia menurunkan topinya yang lebar. Kini nampaklah mukanya yang masih gagah dan tampan walau pun usianya sudah lebih dari lima puluh tahun. Kebetulan sekali dia memandang ke sekeliling, dia melihat Cia Ling dan dia pun mengenal gadis itu.
"Aihh, kiranya Nona yang gagah dan cantik telah berada di sini pula? Selamat berjumpa!" Dia menjura dalam ke arah Cia ling yang tidak menjawab langsung, hanya memandang penuh selidik, kemudian baru dia dapat bertanya.
"Bukankah engkau penggembala kambing dari suku bangsa Hui itu?" tanyanya
Orang itu pun tertawa lagi. "Mata Nona memang tajam sekalii. Benar, akulah yang dulu menyamar sebagai penggembala kambing suku Hui. Akan tetapi, yang manakah di antara Cu-wi yang disebut Menteri Cang Ku Ceng yang mulia? Aku datang dengan membawa berita rahasia yang teramat penting untuk beliau."
"Akulah Cang Ku Ceng!" kata menteri itu dengan suara halus. "Sobat, siapakah engkau dan berita rahasia apa yang kau bawa? Silakan duduk dan bicara."
Laki-laki itu menghadapi Menteri Cang dan sejenak kedua orang yang sebaya itu bertemu pandang. Orang bercaping yang kini telah menurunkan capingnya itu kemudian menunduk dan memberi hormat dengan tubuh membungkuk, nampaknya dia kalah wibawa.
"Harap Paduka suka mengampuni kelancangan saya yang datang dengan cara seperti ini, Taijin. Nama saya, seperti biasa orang menyebut saya, adalah Han Lojin. Saya seorang perantau dan biar pun saya tidak berani mengaku sebagai seorang pendekar atau orang baik-baik, akan tetapi saya masih mempunyai kesetiaan terhadap tanah air dan bangsa. Mendengar akan pemberontakan yang digerakkan oleh Lam-hai Giam-lo bersama kawan-kawannya, saya lantas melakukan penyelidikan dan berhasil masuk, bahkan berhasil pula mengetahui rencana mereka. Kini saya datang menghadap Paduka untuk menyampaikan berita rahasia yang amat penting."
"Bagus sekali, Han Lojin. Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih kepadamu. Nah, sekarang katakan, berita apa yang kau bawa. Jangan khawatir, mereka semua yang hadir di sini adalah rekan-rekan kita yang bertekad untuk membasmi gerombolan pemberontak. Nah, bicaralah!"
"Dari mulut Lam-hai Giam-lo sendiri saya mendengar bahwa rencana pemberontakan ini akan diatur oleh seorang tokoh bernama Kulana, dan akan dimulai pada malam terang bulan kurang lebih seminggu lagi yang akan datang. Dan kini gerombolan-gerombolan itu sudah mulai dikumpulkan dan sebelum malam terang butan, semua pasukan sudah akan dilatih dan diberi penjelasan tentang siasat yang akan mereka lakukan. Menurut rencana mereka, pasukan yang jumlahnya kurang lebih seribu orang itu dibagi menjadi beberapa kelompok, kemudian mereka akan berpencar menyerang dusun-dusun dan kota-kota dari selatan. Dengan siasat seperti itu, maka pasukan pemerintah akan menjadi bingung dan sibuk sekali, bahkan mungkin akan terpecah-pecah pula untuk menghadapi gerakan yang dilakukan serempak di banyak tempat itu. Oleh karena itu, Taijin, satu-satunya cara untuk membasmi mereka hanyalah dengan mendahului gerakan mereka. Sebelum terang bulan, satu atau dua hari sebelumnya, kalau Taijin mengerahkan pasukan kemudian mengepung perkampungan mereka dan mengadakan penyerbuan tiba-tiba di pagi hari selagi mereka lengah, saya yakin bahwa gerombolan itu akan dapat dibasmi semua. Di sini saya sudah membuat gambar tentang keadaan dan kekuatan perkampungan itu, dan bagaimana cara sebaiknya untuk mengepung dan menyerbu mereka dari delapan penjuru."
Han Lojin mengeluarkan segulungan kertas yang sudah digambari dan ditulisi, merupakan sebuah gambaran peta dari perkampungan pemberontak, amat jelas dengan keterangan tentang bukit, jurang dan hutan-hutannya. Gambar itu dia bentangkan di atas meja dan Menteri Cang Ku Ceng bersama para hadirin langsung mengamatinya.
Setelah mempelajari peta itu, Menteri Cang mengangguk-angguk dan memandang dengan gembira. "Sungguh bagus sekali, Han Lojin. Apa bila semua laporanmu itu benar, berarti engkau telah menyelamatkan kami dan telah memberikan jalan yang amat baik sehingga akan dapat membasmi gerombolan pemberontak itu."
"Harap Taijin suka berhati-hati terhadap orang itu!" tiba-tiba saja Tiong Gi Cinjin berseru nyaring sehingga semua orang menengok kepadanya. Juga Menteri Cang memandang kepada orang tua itu, lalu bertanya kepada tosu Bu-tong-pai yang kelihatan bersungguh-sungguh itu.
"Apakah maksud Totiang?"
"Seperti tadi telah diceritakan, pinto bersama beberapa orang murid berusaha menangkap Ang-hong-cu, namun orang ini tiba-tiba saja muncul dan mengacaukan keadaan. Dengan menyamar sebagai seorang penggembala dia telah menggagalkan pengepungan kami dan ternyata dia mempunyai ilmu kepandaian tinggi. Pinto khawatir kalau-kalau dia ini seorang kawan dari Ang-hong-cu, dan dia datang ini hanya untuk menjebak kita. Bagaimana kalau semua ini hanya suatu jebakan dan kalau kita menuruti keterangannya, kita semua akan masuk perangkap para gerombolan pemberontak?"
Seorang perwira tinggi memberi hormat kepada Menteri Cang. "Apa yang dimaksudkan Tiong Gi Cinjin memang benar, Taijin. Bagaimana pun juga, kita harus berhati-hati karena kita belum mengenal benar siapa adanya orang yang mengaku bernama Han Lojin ini."
Menteri Cang memandang pada Han Lojin, "Engkau sudah mendengar sendiri kecurigaan yang dijatuhkan terhadapmu, Han Lojin dan harus kami akui bahwa pendapat mereka itu memang benar sekali. Bagaimana pertanggungan jawabmu seandainya kemudian terbukti bahwa semua laporanmu ini hanya suatu jebakan belaka?"
Han Lojin tertawa. "Ha-ha-ha-ha, Taijin Yang Mulia. Betapa pun bodohnya, saya belumlah gila untuk mempermainkan begini banyaknya orang-orang pandai yang berkumpul di sini. Kalau memang saya memasang umpan perangkap, apa yang dapat saya andalkan untuk menyelamatkan diri? Tentu saya akan mati sebelum mampu berlari sepuluh langkah, dan saya berani menebus kebenaran laporan saya dengan nyawa saya."
"Bagus kalau begitu. Nah, mulai sekarang, engkau menjadi orang tahanan kami. Engkau akan ditahan di puncak bukit dan dijaga secara ketat. Kalau kemudian laporanmu ternyata benar, engkau telah berjasa besar sekali dan akan menerima hadiah besar dari kerajaan. Tapi sebaliknya, kalau semua laporan ini hanya perangkap, maka engkau akan menerima hukuman berat!"
"Baik, Yang Mulia! Saya memang tidak suka perang, dan saya akan menanti dengan hati lapang karena saya percaya bahwa Paduka yang memiliki nama besar sebagai seorang menteri yang bijaksana, tentu akan memenuhi janji."
Menteri Cang lalu memerintahkan dua orang perwira untuk membawa Han Lojin pergi dari situ, untuk ditahan di puncak bukit di mana memang sudah disediakan sebuah bangunan khusus untuk menahan para pimpinan musuh bila tertawan dan dijaga dengan ketat.
Dengan sikap tenang Han Lojin bangkit, lantas digiring oleh dua orang perwira itu keluar. Sebelum dia keluar, Hui Lian masih sempat berteriak kepadanya.
"Han Lojin, apakah engkau melihat Tang Hay diperkampungan pemberontak...? Bagaimana keadaannya?"
Mendengar pertanyaan ini, Han Lojin berhenti melangkah kemudian menoleh memandang kepada Hui Lian dan berseru kagum. "Wah...! Ang-hong-cu muda itu memang hebat, di mana-mana dikagumi wanita! Dia memang di sana dan dalam keadaan sehat-sehat saja!"
Mendengar betapa Han Lojin menyebut Ang-hong-cu kepada Hay Hay, jantung di dalam dada Hui Lian berdebar tegang. Benarkah bahwa Hay Hay adalah seorang jai-hwa-cat?
"Benarkah bahwa dia merupakan kaki tangan pemberontak?" tanyanya pula sebelum Han Lojin keburu pergi.
"Ang-hong-cu seorang kaki tangan pemberontak? Ha-ha-ha-ha, yang bilang demikian itu sungguh bodoh! Ang-hong-cu boleh jadi senang memetik kembang, tetapi dia tidak akan merusak taman. Bahkan dia siap membela tanah air dan bangsa dengan taruhan jiwanya, ha-ha-ha!"
Dia kemudian melangkah pergi, digiring oleh dua orang perwira dan di luar disambut oleh pasukan yang berjumlah dua losin orang bersenjata lengkap. Dia terus dibawa ke puncak bukit di mana terdapat sebuah bangunan yang kokoh dan terjaga ketat.
Sesudah Han Lojin pergi, Menteri Cang langsung mengadakan perundingan dengan para perwira dan para pendekar, kemudian mengambil keputusan hendak mendahului gerakan para pemberontak seperti yang diceritakan oleh Han Lojin tadi. Walau pun mereka masih belum percaya begitu saja kepada Han Lojin yang tidak mereka kenal, namun keterangan itu sangat penting dan kalau benar para pemberontak akan mulai bergerak setelah malam bulan purnama, maka satu-satunya jalan terbaik adalah mendahului mereka, menyerbu tempat yang menjadi sarang mereka itu sebelum mereka berpencaran dan mulai dengan gerakan mereka.
Menteri Cang adalah seorang pembesar yang amat pandai dan bijaksana. Walau pun dia seorang menteri sipil tetapi dia pandai pula ilmu perang, dan kini bersama para komandan pasukan dia merundingkan siasat mereka untuk menyerbu ke sarang pemberontak, juga minta pendapat para pendekar yang hadir di situ.
Sikap semacam ini dari seorang pemimpin mendatangkan banyak keuntungan. Pertama, para pembantunya atau bawahannya akan merasa terangkat dan merasa bahwa pendapat mereka dihargai sehingga mereka akan menjadi semakin suka kepada pemimpin mereka. Dan ke dua, dengan mengumpulkan banyak pendapat, maka dapat disaring dan diambil keputusan terbaik, karena bukan tidak mungkin seorang yang kedudukannya lebih rendah memiliki pendapat dan siasat yang lebih baik dari pada atasannya.
Setelah mengadakan perundingan serius, mendengarkan bermacam pendapat dan saran, akhirnya Menteri Cang mengambil keputusan dan berkata dengan suara lembut tapi tegas kepada semua yang hadir.
"Terima kasih atas segala saran yang kalian berikan kepadaku, dan terutama sekali saran dari para Enghiong (Pendekar) yang membantu pemerintah untuk menumpas gerombolan pemberontak. Setelah menampung dan menyaring semua saran, kami memutuskan untuk melakukan penyerbuan sekarang juga ke sarang gerombolan itu. Oleh karena daerah itu merupakan daerah yang berbahaya, maka kita harus melakukan pengepungan dari enam penjuru. Harap Cu-wi (Kalian) periksa baik-baik peta yang dibuat oleh Han Lojin dengan amat teliti ini." Pembesar tinggi itu membeberkan peta di atas meja dan semua yang hadir mendekat, lalu sama-sama mempelajari peta itu.
"Nah, ada enam jurusan yang dapat kita gunakan untuk mengepung sarang pemberontak itu. Kalau sekarang kita melakukan gerakan, maka paling lambat dalam lima hari sarang itu akan dapat kita kepung seluruhnya, jadi kurang dua tiga hari sebelum bulan purnama muncul. Pasukan akan kita bagi menjadi tujuh. Enam kelompok melakukan gerakan dari enam jurusan untuk mengepung sarang musuh, dan kelompok ke tujuh yang merupakan kelompok induk, akan menyerbu langsung dari depan. Enam kelompok yang mengepung tidak akan bergerak lebih dahulu agar musuh mengira bahwa kita hanya datang dari satu jurusan. Kalau mereka telah mengerahkan kekuatan mereka untuk menghadapi kelompok induk, barulah enam kelompok yang lain menyerbu dari jurusan masing-masing dan tidak memberi kesempatan kepada para pemberontak untuk lolos melarikan diri. Khusus untuk para pendekar yang gagah perkasa, ketika terjadi pertempuran, kami mengharap dengan hormat dan sangat supaya Cu-wi Enghiong (Para Pendekar Sekalian) suka menghadapi para tokoh sesat yang membantu pasukan pemberontak. Ada pun pasukan pemberontak itu sendiri merupakan bagian pasukan kami untuk menghancurkannya, jadi harap Cu-wi menghadapi para tokoh sesat yang lihai itu saja. Apakah sudah jelas semua? Kalau ada pertanyaan harap diajukan sekarang. Malam ini juga kita akan bergerak, dan harap nanti Koan-ciangkun mengatur dan membagi-bagi pasukan menjadi tujuh bagian. Kelompok ke tujuh sejumlah empat persepuluh bagian, sedangkan enam kelompok yang lain berjumlah sepersepuluh bagian."
Para pendekar mengangguk dan merasa bahwa keterangan itu sudah cukup jelas. Akan tetapi ada seorang perwira mengacungkan tangan untuk bertanya. Setelah Menteri Cang mengangguk, dia bertanya dengan suara lantang,
"Mohon Paduka suka memberi petunjuk bagaimana kami harus bersikap terhadap para pemberontak itu. Apakah kami harus membunuh mereka semua tanpa ampun?"
Menteri Cang mengangguk-angguk. "Ini pertanyaan yang bagus sekali. Memang tadi kami kurang teliti sehingga hal penting ini belum sempat kami beri tahukan. Harap Cu-wi ingat benar bahwa meski pun mereka itu memberontak, namun mereka adalah sebangsa dan mereka itu, terutama para anak buah, hanya mentaati perintah atasan saja. Oleh karena itu, jika ternyata kekuatan kita jauh lebih besar, kita tidak boleh membantai mereka secara kejam. Hindarkan pembunuhan dan sedapat mungkin tawan saja mereka. Tentu saja hal ini tidak berlaku bagi kaum sesat yang memang patut untuk dibasmi. Nah, apakah masih ada pertanyaan lainnya?"
Sesudah tidak ada yang bertanya lagi, Komandan Koan yang ditunjuk sebagai pemimpin untuk mengatur pembagian kelompok, segera melaksanakan tugasnya. Dia bukan hanya membagi pasukan menjadi tujuh kelompok dengan masing-masing komandannya, namun juga membagi para pendekar dalam kelompok-kelompok itu untuk membantu kalau-kalau ada kelompok yang bertemu dengan tokoh sesat. Su Kiat, Hui Lian, dan Kui Hong, juga Sun Hok dan Ling Ling, ditugaskan untuk membantu serta memperkuat kelompok induk, bersama beberapa orang tokoh dari Siauw-lim-pai dan Bu-tong-pai.
Pada malam itu juga berangkatlah ketujuh kelompok pasukan itu dengan mengambil jalan masing-masing. Yang enam kelompok melakukan perjalanan secara rahasia, menyusup-nyusup keluar masuk hutan, ada pun kelompok induk melewati jalan besar dan memang kelompok ini dimaksudkan untuk melakukan penyerbuan secara berterang agar disambut oleh musuh sehingga membuat lalai dan lengah kemudian enam kelompok yang lain akan dapat menyusup dan mengurung sarang gerombolan pemberontak tanpa diketahui.
Tepat seperti yang sudah diperhitungkan Menteri Cang yang memimpin sendiri kelompok induk dengan menunggang kuda sambil diapit oleh pengawal pribadinya, tiga hari sebelum bulan purnama kelompok induk sudah berhadapan dengan sarang musuh yang berada di Lembah Yang-ce, di Pegunungan Yunan.
Kelompok induk ini sengaja melakukan perjalanan secara perlahan-lahan karena hendak memberi waktu kepada enam kelompok lainnya agar mereka itu dapat lebih dulu datang ke tempat tujuan dan melakukan pengepungan. Dan malam itu juga Menteri Cang melihat luncuran panah api dari enam penjuru, sebagai tanda bahwa enam kelompok pasukan itu sudah tiba di tempatnya masing-masing dan siap siaga sambil melakukan pengepungan. Melihat ini, menjelang pagi Menteri Cang memberi isyarat agar pasukan induk itu segera melakukan penyerbuan.
Munculnya pasukan ini tentu saja sudah diketahui oleh mata-mata pemberontak dan telah dilaporkan kepada Lam-hai Giam-lo dan Kulana yang sudah berada di situ menjadi tamu kehormatan, juga diangkat menjadi panglima tertinggi yang memimpin siasat dari gerakan pasukan pemberontak itu.
"Hemmm, agaknya rencana kita sudah bocor dan bukan tidak mungkin pemuda bernama Tang Hay itu, atau juga Nona Pek Eng yang menjadi muridmu itu yang sudah berkhianat, Lam-hai Giam-lo," kata Kulana mengerutkan alisnya.
Lam-hai Giam-lo menggelengkan kepalanya. "Kurasa bukan mereka, akan tetapi aku lebih mengkhawatirkan orang yang mengaku bernama Han Lojin itulah yang menjadi mata-mata musuh. Habis, bagaimana baiknya sekarang, Saudara Kulana?"
Bangsawan Birma itu tersenyum. "Jangan khawatir, kebocoran ini malah menguntungkan kita! Bukankah menurut perhitungan orang kita, pasukan itu hanya berjumlah antara tujuh ratus sampai delapan ratus orang saja? Sedangkan pasukan kita yang sudah berkumpul di sini tidak kurang dari seribu dua ratus orang! Dan kita masih dibantu oleh orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi. Biarkan mereka datang menyerbu, kita pura-pura tidak tahu saja. Jalan terusan menuju lembah ini yang terapit oleh dinding bukit itu merupakan tempat jebakan yang sangat baik. Biarkan pasukan mereka memasuki jalan itu, sesudah semua masuk ke jalan itu, kita tutup dari depan dan belakang lalu kita serang mereka! Kita pasang barisan pendam di mulut jalan terusan. Dengan demikian kita akan dapat membasmi mereka semua. Bunuh mereka semua, jangan beri ampun kepada seorang pun di antara mereka. Kemenangan besar ini akan membakar semangat anak buah kita dan kita akan dapat merampas persenjataan mereka yang cukup banyak dan baik."
Kulana lalu mengadakan perundingan dengan para pembantunya, mengatur siasat untuk menjebak pasukan pemerintah yang dikabarkan datang ke arah sarang mereka itu.
********************
Sementara itu Koan-ciangkun yang memimpin pasukan induk segera menghadap Menteri Cang Ku Ceng, memberi tahu bahwa pihak lawan agaknya diam saja, seakan-akan tidak tahu akan usaha penyerbuan tentara kerajaan.
"Hamba khawatir kalau-kalau mereka mengatur perangkap, karena mereka bersikap diam saja seolah-olah tidak tahu akan kedatangan pasukan kita. Bagaimana baiknya sekarang, harap Paduka suka memberi petunjuk."
Di malam gelap itu Menteri Cang memeriksa peta buatan Han Lojin, mengerutkan alisnya, kemudian dia menunjuk ke arah peta dan berkata, "Lihat, untuk memasuki daerah sarang mereka, kita harus melalui sebuah jalan terusan yang sempit dan memanjang, diapit-apit dinding bukit di kanan kiri. Kalau memang mereka memasang perangkap, agaknya tidak ada tempat yang lebih baik dari pada jalan terusan ini. Mungkin mereka sudah memasang barisan pendam dan hendak membiarkan kita memasuki jalan terusan itu, kemudian baru diserbu dari depan dan belakang sehingga kita tidak akan mendapatkan jalan keluar lagi. Hmm, agaknya mereka telah begitu yakin akan menang dan akan membasmi kita semua seperti kucing mempermainkan tikus yang terjebak tanpa jalan keluar sama sekali. Hal ini hanya membuktikan keberhasilan siasat kita, Koan-ciangkun. Mereka pasti beranggapan bahwa pasukan kita hanya ini, hanya berjumlah kurang lebih tujuh ratus lima puluh orang, dan agaknya penyelidik mereka juga tidak melihat para pendekar yang menyamar sebagai prajurit-prajurit biasa, maka mereka mengatur jebakan ini dan merasa yakin sekali bahwa mereka akan berhasil menghancurkan kita. Biarkan mereka beranggapan begitu, dan kita tetap akan memasuki jalan terusan itu. Begitu mereka menyerbu, engkau cepat memberi isyarat kepada enam kelompok yang lainnya dengan panah api supaya mereka serentak menyerbu sarang dan menggencet pasukan musuh yang mengira sudah dapat menjebak dan mengepung kita."
Koan-ciangkun serta para pendekar mengangguk-angguk dan diam-diam mereka memuji ketenangan dan kematangan siasat Menteri Cang.
"Akan tetapi maafkan pinto, Taijin," kata Tiong Gi Cinjin, tokoh dari Bu-tong-pai yang turut pula di dalam kelompok itu. "Bagaimana kalau perhitungan Paduka itu keliru dan ternyata mereka mengatur jebakan yang lain lagi sifatnya?"
Menteri Cang tidak marah dan hanya tersenyum sambil mengangguk-angguk. "Memang sebaiknya kita selalu harus meragukan pendapat diri sendiri dan selalu waspada terhadap musuh, Totiang. Akan tetapi, jebakan apa pun yang mereka atur, kita sudah mengetahui keadaan dan kekuatan mereka. Bukankah Han Lojin telah menceritakan bahwa kekuatan mereka hanyalah sekitar seribu dua ratus orang? Dengan kekuatan seperti itu, perangkap apa pun yang mereka pasang untuk kita, akan mampu kita hancurkan mengingat bahwa jumlah pasukan kita seluruhnya jauh lebih besar, ada dua ribu orang lebih. Begitu mereka bergerak menyerang, kita akan memberi isyarat kepada enam kelompok lainnya sehingga tetap saja pihak musuh yang akan kita kepung."
"Maaf, akan tetapi jumlah itu hanya menurut laporan Han Lojin. Bagaimana kalau ternyata jumlah mereka jauh lebih banyak?" Tiong Gi Cinjin adalah seorang tosu Bu-tong-pai yang belum pernah mengalami perang, maka selalu bersikap hati-hati dan khawatir.
"Bukan hanya menurut laporan Han Lojin, akan tetapi mata-mata kami juga telah memberi laporan," jawab Menteri itu.
"Dan laporan Han Lojin itu tidak keliru!" Tiba-tiba terdengar suara orang sehingga semua orang terkejut karena tiba-tiba saja di situ muncul seorang laki-laki asing.
Pria ini usianya sekitar empat puluh dua tahun, tubuhnya sedang saja, tetapi pakaiannya menunjukkan bahwa dia adalah seorang asing. Pakaiannya amat mewah dari kain sutera warna-warni, seperti pakaian kaum bangsawan. Juga kepalanya mengenakan kain kepala yang berwarna indah laksana pelangi, dihiasi mainan berbentuk burung merak dari emas permata. Sikapnya amat anggun dan wajahnya yang tampan itu cukup berwibawa, seperti pembawaan seorang bangsawan tinggi.
Akan tetapi, pada saat beberapa orang prajurit mata-mata yang pernah diselundupkan ke sarang para pemberontak melihat orang ini, mereka segera berloncatan dan menghunus senjata.
"Dia ini Kulana! Dia orang Birma yang memimpin pemberontakan itu disamping Lam-hai Giam-lo...!" Teriak seorang di antara mereka, lantas bersama teman-temannya dia sudah siap untuk menyerang.
Mendengar ini para pendekar juga langsung berlompatan, mengepung orang itu dan siap untuk menangkapnya, sebagian lagi melindungi Menteri Cang, kalau-kalau akan diserang musuh. Akan tetapi orang asing itu tersenyum dan sikapnya tetap tenang, bahkan dia lalu menjura dengan sikap hormat dan sopan kepada Menteri Cang.
"Apakah Paduka Menteri Cang yang kabarnya amat bijaksana dan kini memimpin sendiri pasukan yang hendak membasmi pemberontak?"
Menteri Cang adalah seorang yang waspada. Begitu orang ini muncul, dia sudah menatap dengan sinar mata tajam penuh selidik. Dia hanya dapat menduga bahwa orang ini telah menderita kedukaan yang sangat mendalam, sinar matanya demikian sayu dan biar pun pakaiannya indah, tetapi jelas bahwa dia tidak mempedulikan keadaan dirinya. Sepatunya yang dari kulit itu kotor penuh debu dan pakaiannya juga kusut. Meski tadi dia tersenyum namun senyumnya sangat menyedihkan, seperti hendak menutupi kedukaannya dengan sia-sia belaka.
"Benar, kami adalah Menteri Cang seperti yang kau katakan, orang asing. Dan siapakah engkau dan apa maksudmu muncul secara tiba-tiba di tengah-tengah pasukan kami?"
"Saya datang dengan niat baik, Taijin. Hanya satu yang menjadi dasar perbuatan saya, yaitu menentang kejahatan, tanpa peduli hal itu dilakukan oleh siapa pun juga..."
"Dia bohong, Taijin...!" Prajurit mata-mata itu berseru. "Dia adalah Kulana, pemimpin para pemberontak! Hamba sudah pernah melihatnya dengan mata kepala hamba sendiri ketika dia datang berkunjung ke sarang pemberontak lantas diterima dengan penuh kehormatan. Hati-hati, Taijin, dan harap perintahkan hamba sekalian untuk menangkap atau membunuh dia!"
Para pendekar kini juga telah mengepung ketat dan siap menangkap, akan tetapi Menteri Cang berpendapat lain. Dia mengangkat tangan mencegah orang-orangnya turun tangan, lalu bertanya kepada orang itu dengan lembut.
"Benarkah apa yang dikatakan anggota pasukan kami itu?"
Orang itu mengangguk dan kembali terlihat senyum sedihnya. "Memang tak keliru bahwa Kulana yang menjadi gara-gara sehingga terjadi pemberontakan. Dia menghasut dan juga bersekutu dengan para penjahat untuk memberontak. Saudaraku itu sudah menjadi gila karena dendam..."
"Saudaramu? Jadi engkau ini saudara dari yang bernama Kulana itu?"
"Benar, Paduka. Nama saya Mulana dan saya adalah saudara kembar dari Kulana yang dimaksudkan oleh prajurit itu. Akan tetapi, walau pun saudara kembar, kami berdua tidak bekerja sama, bahkan bertentangan dalam hal ini. Bahkan saya datang untuk membantu Paduka, kalau Paduka percaya kepada saya."
Walau pun para pendekar masih sangsi, namun Menteri Cang mengangguk, dan kembali dia memberi isyarat kepada para pembantunya, kemudian mempersilakan Mulana untuk duduk.
"Duduklah di sana, Saudara Mulana dan ceritakan apa sebenarnya yang menjadi maksud kunjunganmu ini."
Sebelum menjawab, Mulana, laki-laki itu, lebih dahulu menoleh ke kiri kanan, mengamati seluruh orang yang hadir di tempat itu. Dia kelihatan heran karena di antara wajah-wajah yang disoroti penerangan obor itu tidak nampak wajah dua orang yang sangat dikenalnya, yaitu Han Siong dan Bi Lian, dua orang pendekar muda yang pernah menjadi tamunya, bahkan yang telah menyaksikan kematian isterinya tercinta, yaitu Yasmina.
Seperti sudah kita ketahui, Yasmina membunuh diri dengan menghisap racun yang sudah disembunyikannya dalam mulut tengkorak tukang kebun bekas kekasihnya. Saking sedih dan menyesalnya, Mulana menjadi seperti gila sehingga akhirnya Han Siong dan Bi Lian meninggalkan lelaki yang diracuni cemburu itu. Mulana lalu mengusir semua pelayannya, kemudian dia membakar istananya berikut jenazah isterinya. Bagaikan orang gila dia lalu pergi berkeliaran, kehilangan isteri, bahkan kehilangan semua harta miliknya.
Dan akhirnya dia pun teringat dengan saudara kembarnya, Kulana, maka dia pun segera mengunjungi saudara kembarnya untuk menumpahkan isi hatinya yang sedang tertekan dan amat menderita itu. Akan tetapi Kulana sedang berkunjung ke sarang pemberontak, maka Mulana segera menyusulnya.
Akan tetapi kembali dia menerima pukulan batin yang lebih parah lagi saat tiba di sarang pemberontak itu karena dia dicurigai oleh saudara kembarnya sendiri sebagai orang yang berpihak pada pemerintah dan hendak mengkhianati gerakan saudara kembarnya sendiri. Maka terjadilah keributan dan nyaris Mulana tewas dikeroyok kalau dia tidak cepat dapat meloloskan diri.
Semakin besar jurang pemisah antara dua orang saudara kembar ini dan Mulana merasa sakit hati. Hal inilah yang mendorongnya menemui Menteri Cang yang sedang memimpin pasukan induk untuk menyerbu sarang pemberontak.
"Seperti telah saya katakan tadi, Taijin, saya sengaja menemui Paduka untuk membantu Paduka membasmi gerombolan jahat yang hendak memberontak itu."
"Saudara Mulana, tadi engkau yang mengatakan sendiri bahwa laporan Han Lojin tentang jumlah pasukan pemberontak yang hanya seribu dua ratus orang itu tidak keliru. Dengan jumlah pasukan yang sekecil itu, kami akan dapat menghancurkan mereka. Oleh karena itu, bantuan apa lagi yang dapat kau berikan kepada kami?" Menteri Cang memancing.
"Akan tetapi, pasukan Paduka akan terjebak."
Menteri Cang tersenyum dan mengibaskan tangan kanannya. "Ahhh, soal itu sudah kami perhitungkan! Perangkap yang dipasang di jalan terusan yang diapit dua dinding bukit itu, bukan? Tentu mereka akan menutup dua jalan keluar lantas menyerang kami dari depan dan belakang bukan? Kami tidak takut, bahkan merekalah yang akan dapat kami basmi." Menteri itu belum begitu percaya kepada Mulana, maka dia pun tidak mengatakan siasat yang sudah direncanakan untuk menghadapi perangkap musuh.
Akan tetapi Mulana memandang kepadanya dengan wajah serius. "Ahhh, harap Paduka jangan terlalu memandang rendah kepada saudara kembarku, Si Kulana itu! Ingat, dahulu dia adalah penasehat perang di Birma yang sudah banyak menggagalkan serangan dari pemerintah Paduka! Dia cerdik bukan kepalang, dan jangan disangka bahwa dia tak akan memperhitungkan apa yang sedang Paduka rencanakan sekarang ini. Bahkan saya pun sudah dapat menduganya."
"Benarkah? Nah, Saudara Mulana, kalau benar demikian, coba katakan bagaimana siasat yang telah kami rencanakan!" kata Menteri itu dengan suara mengandung penasaran.
Mulana mengerutkan alisnya sambil memandang Menteri itu. "Agaknya tidak sukar untuk diperhitungkan, Taijin. Melihat betapa seorang pejabat tinggi setingkat Taijin maju sendiri memimpin pasukan, hal ini memperlihatkan bahwa Taijin sudah tentu merasa yakin benar bahwa pasukan ini akan dapat membasmi musuh dengan sangat mudah. Dan keyakinan ini sudah tentu hanya didasarkan oleh suatu kenyataan, yaitu bahwa pasukan Taijin tentu jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan pasukan musuh. Kemudian, kemungkinan besar kedua adalah karena Taijin telah mengetahui keadaan musuh sehingga Taijin sudah bisa lebih dulu mengatur siasat untuk lebih meyakinkan kemenangan itu. Siasat apakah yang paling baik untuk menyerbu pihak lawan di suatu tempat tertentu dengan jumlah pasukan yang jauh lebih besar dari pada kita? Tak lain tentulah penyerbuan tiba-tiba dengan cara pengepungan sehingga musuh takkan dapat lari lagi karena telah dihadang dari berbagai jurusan. Nah, dengan siasat itu, maka Taijin yang sudah memperhitungkan kemungkinan perangkap musuh di jalan terusan yang sempit, merasa yakin akan kemenangan pasukan Taijin. Bukankah demikian?"
Para perwira yang mendengar hal ini terbelalak, dan Menteri Cang sendiri memandang kagum. Orang Birma ini memang lihai bukan main, pikirnya. Mulailah dia percaya dan dia membayangkan kekhawatiran. Kalau saudara kembar orang ini, Kulana, juga secerdik itu, berarti Kulana sudah dapat menduga pula tentang siasatnya dan tentu akan menghadapi dengan yang lebih hebat dan amat berbahaya pula.
"Saudara Mulana, perhitunganmu itu memang tepat sekali! Akan tetapi, kalau kami sudah mempergunakan siasat itu sehingga sarang pemberontak itu telah terkepung, lalu apakah yang akan dilakukan oleh mereka? Melawan pun tidak ada artinya bagi mereka!" Menteri Cang berkata dengan nada suara penuh kemenangan.
Mulana memandang dengan serius. Di bawah cahaya api obor wajahnya nampak seperti kedok yang tampan tetapi penuh rahasia, kedua matanya bersinar-sinar dan mencorong.
"Semua itu benar sekali, Taijin, kalau yang memimpin musuh di sana itu bukan saudara kembarku Kulana! Akan tetapi Kulana sangat cerdik, dia pandai sekali dan memiliki siasat yang penuh tipu muslihat. Jika dengan cara kekerasan agaknya tidak dapat diragukan lagi pasukan Taijin akan dapat menghancurkan pasukan pemberontak. Pasukan Paduka tentu merupakan pasukan pilihan dan lebih banyak dalam pengalaman bertempur dibandingkan pasukan mereka. Bantuan para tokoh sesat takkan ada artinya bila dibandingkan dengan bantuan para pendekar terhadap Paduka. Akan tetapi ada dua hal yang mungkin belum Paduka ketahui padahal dua hal ini dapat merupakan ancaman bahaya besar yang bukan tidak mungkin akan membasmi pasukan Paduka sendiri."
"Hemm, sebelum kami mendengar penjelasanmu, lebih dulu engkau harus melenyapkan kesangsian dan kecurigaan kami, Mulana. Jika benar engkau ini saudara kembar Kulana, kenapa engkau hendak berkhianat kepadanya?" Sepasang mata Menteri Cang sekarang mencorong ditujukan ke arah wajah orang Birma itu, penuh selidik.
Mula-mula Mulana menentang pandang mata itu, lalu menunduk, dan wajahnya berduka sekali. "Taijin, kehidupan hamba sudah rusak, kebahagiaan hamba sudah hancur, semua disebabkan oleh Kulana! Kalau dia tidak memberontak di Birma, tak mungkin kini hamba kehilangan segala-galanya. Sekarang dia menghasut pemberontakan pula. Oleh karena itu, untuk menebus dosa-dosanya, dalam kesempatan terakhir ini hamba harus melawan dia, menggagalkan usahanya itu. Terserah kepada Taijin apakah dapat mempercaya saya ataukah tidak."
Menteri Cang mengangguk-angguk dan mengelus jenggotnya. "Baiklah, kini jelaskan apa adanya dua hal yang kau anggap membahayakan itu."
"Memang Kulana tak akan mampu melawan paduka dengan pasukan pemberontak yang tidak terlatih dan lebih kecil jumlahnya itu. Akan tetapi hendaknya Paduka ketahui bahwa dia adalah seorang ahli sihir yang sangat pandai. Dia dapat mempergunakan ilmu hitam untuk mencelakai pasukan Paduka. Saya tahu, para pendekar yang mempunyai sinkang yang kuat tidak akan mudah terpengaruh oleh ilmu hitamnya. Akan tetapi para anak buah pasukan Paduka dapat terpengaruh dan hal ini amat berbahaya. Pasukan takkan berdaya menghadapi ilmu hitam dan dapat melakukan hal semacam bunuh diri saja. Dan ke dua, dan ini lebih berbahaya lagi, Taijin, Kulana pandai menggunakan bahan peledak dan dia telah memiliki bahan peledak itu dalam jumlah besar. Saya bisa membayangkan apa yang akan dilakukannya dalam keadaan seperti sekarang ini. Tentu dia telah memasang bahan peledak di dinding bukit di kanan kiri jalan terusan itu. Kalau dengan kekuatan pasukan dia tidak akan dapat menangkan pertempuran, maka dengan bahan peledak itu dia akan dapat meruntuhkan dinding di kanan kiri itu dan mengubur pasukan hidup-hidup!"
Mendengar ini Menteri Cang mengerutkan alis dan diam-diam para perwira terkejut sekali, saling pandang dengan muka berubah. Kalau ucapan orang Birma ini menjadi kenyataan, maka akan terbasmilah pasukan mereka!
"Ahh, kalau begitu Han Lojin adalah mata-mata musuh yang sengaja hendak memancing kita memasuki perangkap maut!" teriak seorang di antara mereka.
Akan tetapi Mulana menggelengkan kepala. "Aku telah mendengar tentang Han Lojin itu," katanya kepada perwira tadi, "dan dia bukanlah mata-mata Kulana, bahkan dialah yang mengkhianati Kulana."
Menteri Cang tertarik sekali. "Saudara Mulana, ceritakan siapa Han Lojin itu!"
"Dia seorang yang penuh rahasia, mula-mula muncul di sana hendak membantu Kulana. Akan tetapi baru beberapa hari berada di sana, dia telah pergi lagi tanpa pamit, kemudian tahu-tahu kini dia berada di sini dan menceritakan semua keadaan pasukan pemberontak. Apakah dia memang orang kepercayaan Paduka yang melakukan penyelidikan ke sarang Kulana, Taijin?"
Menteri Cang menggeleng kepala. "Tidak, dia datang lantas membuka rahasia kedudukan para pemberontak, juga rencana para pemberontak yang akan mulai bergerak tepat pada malam bulan purnama."
"Hal itu memang benar, Taijin. Kalau begitu dia adalah seorang pendekar yang hendak menentang pemberontakan dan membantu pasukan kerajaan."
"Saudara Mulana, kalau semua yang kau ceritakan dan kau perhitungkan itu benar, lalu menurut pendapatmu, apa yang harus kami lakukan?"
"Apakah pertanyaan Paduka ini berarti bahwa saya sudah dipercaya dan diterima untuk membantu pasukan Paduka?" Mulana balas bertanya.
Menteri Cang mengangguk. "Kami percaya padamu dan dengan senang hati menerima uluran bantuanmu." Pejabat tinggi ini lalu memandang sekeliling, kepada para perwira dan pendekar. "Harap Cu-wi ketahui bahwa sejak saat ini juga, Saudara Mulana kami terima sebagai seorang pembantu kita dan kami percaya." Semua yang hadir mengangguk.
"Nah, Saudara Mulana, jangan sampai kehabisan waktu. Jelaskan apa rencanamu yang dapat kita lakukan untuk menghadapi kemungkinan ancaman perangkap musuh itu."
"Begini, Taijin. Kalau benar perhitungan saya tentang siasat yang akan Taijin pergunakan, yaitu mengepung sarang pemberontak, siasat itu lanjutkan saja."
"Betul perhitunganmu. Kami membagi pasukan kami yang jumlahnya dua ribu orang lebih menjadi tujuh kelompok. Enam kelompok datang mengepung dari enam jurusan, ada pun kelompok induk ini menyerang dari depan dan memasuki jalan terusan itu."
"Siasat yang amat baik. Sebaiknya siasat itu dilanjutkan saja dan kita hanya menghadapi dua kemungkinan yang akan membahayakan kita, seperti yang telah saya ceritakan tadi. Pertama menghadapi ilmu hitam yang mungkin akan dipergunakan oleh Kulana, yang ke dua adalah menghadapi bahan peledak yang mungkin akan dipergunakannya pula untuk meruntuhkan dua dinding bukit. Untuk itu saya sudah mempunyai cara yang terbaik untuk menanggulanginya."
"Apakah engkau seorang ahli sihir pula yang hendak melawan ilmu hitam Kulana dengan sihir?" tanya Menteri Cang.
Mulana menggelengkan kepala. "Walau pun saya pernah mempelajari ilmu hitam, namun saya kalah jauh kalau dibandingkan dengan Kulana. Akan tetapi saya sudah mempelajari cara-cara untuk menolak dan memunahkan kekuatan ilmu hitam, Taijin. Harap mengutus anak buah untuk mencari dan menyembelih tiga ekor anjing hitam, menampung darahnya karena darah itulah yang akan dapat digunakan untuk memunahkan kekuatan ilmu hitam yang dipergunakan Kulana. Akan tetapi anjing-anjing itu kita bawa saja dulu, nanti setelah menghadapi ilmu hitam barulah kita sembelih supaya darahnya masih hangat dan belum membeku."
Seorang perwira lalu diutus untuk mengusahakan pencarian tiga ekor anjing hitam ini, di dusun-dusun yang tidak berjauhan dari tempat itu.
"Dan bagaimana untuk mengatasi ancaman bahan peledak yang akan meruntuhkan dua dinding bukit?" tanya Menteri Cang karena hal inilah yang dianggap paling berbahaya.
"Untuk dapat meruntuhkan dua dinding itu, maka satu-satunya jalan hanyalah memasang bahan peledak di atas. Bahan peledak itu tentu dipasang dengan sumbu yang panjang, lalu dinyalakan. Karena itu agar dibentuk regu-regu pemanah yang pandai, yang dengan diam-diam akan mendahului pasukan kemudian mendaki kedua bukit di kanan kiri jalan. Sebaiknya kalau mereka dipimpin oleh pendekar-pendekar yang pandai. Tugas mereka adalah mencegah petugas musuh yang hendak menyalakan sumbu api bahan peledak."
Mendengar itu, Menteri Cang mengangguk-angguk dan para pendekar juga menyatakan kekaguman mereka. Saat itu juga segera dibentuk regu-regu pemanah yang dipimpin oleh para pendekar. Karena Menteri Cang menghendaki supaya regu ini benar-benar kuat dan akan dapat menggagalkan rencana jahat musuh yang mungkin akan meledakkan dinding bukit, maka dia menunjuk suami isteri Ciang Su Kiat dan Kok Hui Lian untuk memimpin regu yang mendaki bukit sebelah kanan, sedangkan regu yang mendaki bukit sebelah kiri, dipimpin oleh Cia Kui Hong, Cia Ling, dan Can Sun Hok.
Kelompok pasukan induk itu kemudian melanjutkan perjalanan, dan Mulana sendiri akan memimpin regu yang bertugas menghadapi ilmu hitam dengan darah anjing. Akan tetapi secara diam-diam Menteri Cang sudah memerintahkan tokoh-tokoh pendekar dari Siauw-lim-pai, Bu-tong-pai dan yang lain-lain agar mengamati dan menjaga Mulana, membayangi orang ini supaya dapat segera bertindak kalau-kalau Mulana melakukan pengkhianatan.
Malam bertambah larut dan pasukan induk itu bergerak maju dengan cepat karena tadi gerakan maju mereka sempat terganggu oleh munculnya Mulana. Namun dalam hati para perwira kini semakin tenang dan penuh semangat karena mereka telah mengetahui siasat busuk dan tipu muslihat musuh, juga mereka percaya akan kecerdikan Menteri Cang dan kegagahan para pendekar yang membantu mereka.
********************
Hay Hay berlari sambil mengepal kedua tangannya, membentuk tinju yang keras, sekeras hatinya pada saat itu. Bedebah Sim Ki Liong! Hanya nama ini yang terus teringat olehnya, nama yang dimaki dan dikutuknya karena dia hampir merasa yakin bahwa Ki Liong yang telah memperkosa Pek Eng.
Bukankah Han Lojin telah memberi tahukan kepadanya betapa Ki Liong merayu Pek Eng di dalam taman? Dan bukankah pemuda itu pula yang agaknya bertukar nama keturunan, dari Ciang ke Sim, murid Pendekar Sadis yang telah murtad, melarikan diri meninggalkan Pulau Teratai Merah tanpa pamit, bahkan melarikan pula banyak pusaka dari pulau itu?
Kalau bukan Ki Liong, siapa lagi yang sudah melakukan kekejian memperkosa, atau lebih tepat menggauli Pek Eng dengan menyamar sebagai dia? Siapa lagi kalau bukan Ki Liong karena dialah orang terdekat pada waktu itu? Bentuk tubuh Ki Liong sama dengannya dan di dalam kegelapan itu, tentu Pek Eng tidak dapat membedakan.
Agaknya Ki Liong sudah menggunakan kesempatan jahanam itu, pada saat dia melarikan diri karena takut terhadap dirinya sendiri yang hampir saja tergelincir ke dalam perjinahan bersama Pek Eng, lalu Ki Liong menyelinap masuk dan melanjutkan apa yang baru saja dia tinggalkan!
"Jahanam...!" Hay Hay marah sekali.
Dua hal yang membuatnya marah sekali. Pertama karena pemuda itu telah menodai Pek Eng dan dengan demikian merusak kehormatan, harga diri serta kebahagiaan gadis itu. Dan ke dua, pemuda itu telah mencemarkan nama baiknya, karena dengan perbuatannya itu, Pek Eng kini mengira bahwa dialah yang melakukannya!
"Keparat terkutuk!" Kembali dia memaki.
Dia harus dapat menangkap Ki Liong dan memaksa pemuda itu untuk mengaku di depan Pek Eng bahwa dialah yang melakukan perbuatan keji itu. Kemudian, tiba-tiba saja wajah Pek Eng yang dibayangkan itu berubah menjadi wajah Ling Ling dan seketika dia merasa lemas. Dia berhenti lari dan melempar dirinya duduk di bawah pohon dalam hutan itu.
"Celaka...!" serunya bingung ketika dia teringat akan tuduhan Ling Ling bahwa dia sudah memperkosa gadis itu!
Tidak mungkin Ling Ling berbohong karena dia sudah melihat sendiri keadaan gadis itu. Bertelanjang bulat di tepi telaga itu dalam keadaan lemas tanpa mampu bergerak karena ditotok orang! Jelas bahwa tadi malam Ling Ling memang diperkosa orang, dan gadis itu mengira bahwa dialah yang melakukan perkosaan!
"Keparat jahanam...!" Dia memaki lagi, akan tetapi kali ini makian tidak ditujukan kepada Ki Liong.
Siapakah yang sudah melakukan perkosaan terhadap diri Ling Ling? Dan mengapa pula Ling Ling mengira bahwa dialah pelakunya? Kenapa dalam waktu yang bersamaan, dua orang gadis yang telah direnggut kehormatannya oleh orang lain, keduanya menuduh dia yang telah melakukannya?
"Sialan...!" gerutunya gemas, akan tetapi juga trenyuh karena dia merasa kasihan sekali terhadap kedua orang gadis itu.
Dua orang gadis yang gagah perkasa, cantik manis, muda belia, bagai dua tangkai bunga yang tengah mekar semerbak, tahu-tahu dipetik orang secara keji dan dialah yang dituduh sebagai pemetik dan perusaknya. Dan dia pun teringat akan orang-orang Bu-tong-pai!
Mereka ini pun menuduh dirinya pernah memperkosa seorang murid wanita Bu-tong-pai, bahkan menyangka bahwa dialah jai-hwa-cat yang berjuluk Ang-hong-cu! Urusan dengan orang-orang Bu-tong-pai ini dapat dia mengerti. Mereka itu salah sangka.
Mungkin saja seorang murid wanita Bu-tong-pai diperkosa oleh Ang-hong-cu, dan mereka menuduh dia sebagai Ang-hong-cu sebab mereka melihat dia memegang sebuah mainan tawon merah dari emas, yaitu benda yang menjadi tanda dari penjahat cabul Ang-hong-cu, ayahnya! Ayah kandungnya! Dan kini, tiba-tiba saja Pek Eng dan Ling Ling menuduh dia sebagai perusak keperawanan mereka!
"Tenanglah Hay Hay, tenanglah...," dia menghibur diri sendiri.
Dia harus berpikir masak-masak sebelum bertindak secara sembrono, hanya menurutkan emosi belaka, menurutkan kemarahan hatinya. Agaknya ada rahasia aneh tersembunyi di balik ini semua. Maka sebelum melanjutkan perjalanannya dan niat hatinya untuk mencari Ki Liong yang dituduhnya sebagai pemerkosa atau perusak kehormatan Pek Eng dengan menyamar sebagai dirinya, dia ingin memikirkan kembali segala yang terjadi baru-baru ini.
Dia mengenang kembali peristiwa malam itu. Dia berada di dalam kamarnya ketika Han Lojin memanggilnya dari luar kamar. Lalu mereka bercakap-cakap dan Han Lojin memberi tahu bahwa baru saja dia menghindarkan Pek Eng dari rayuan maut Ki Liong. Kemudian, sebagai tanda persahabatan dan perasaan kagum Han Lojin kepadanya, Han Lojin lantas mengajaknya minum tiga cawan arak yang harum dan manis. Dia mulai merasa khawatir.
Setelah Han Lojin pergi, dia lalu memanggil Pek Eng keluar dari kamarnya, diajaknya ke dalam taman karena dia hendak memperingatkan gadis itu dari bahaya rayuan Ki Liong. Akan tetapi apa yang terjadi kemudian?
Hay Hay mengerutkan alisnya, mukanya terasa panas karena malu, lantas dia mengepal tinju, sekali ini ingin dia menampar mukanya sendiri. Mengapa dia secara mendadak saja merasa seperti orang mabuk, terangsang oleh kehadiran Pek Eng yang demikian dekat dengannya? Kenapa dia seperti dimasuki iblis, merangkul dan menciumi gadis itu?
Dan Pek Eng tidak melawan, dara itu pasrah saja, malah membalas rangkulannya dengan mesra, dengan penuh penyerahan diri. Hampir saja terjadi pelanggaran di dalam pondok taman itu ketika dia dan Pek Eng berada di dalamnya, di atas dipan.
Akan tetapi dia tersadar dan cepat dia pergi meninggalkan gadis itu, meninggalkan tempat yang amat berbahaya itu. Dia merasa menyesal sekali, dan malu kepada diri sendiri, malu untuk bertemu dengan Pek Eng.
Hay Hay menggaruk-garuk kepalanya. Dia heran sekali, kenapa dia menjadi seperti orang mabuk dan terangsang ketika berhadapan dengan Pek Eng. Arak itu! Arak harum manis yang diminumnya bersama Han Lojin!
Hay Hay meloncat bangun. Mungkinkah arak yang disuguhkan Han Lojin itu yang menjadi sebabnya? Arak itu mengandung obat perangsang? Akan tetapi... dia melihat betapa Han Lojin sendiri juga meminumnya, bahkan dia mentertawakan orang itu yang tampak mabuk setelah minum tiga cawan.
Namun, andai kata memang benar demikian, lalu apa artinya? Apa maksudnya Han Lojin menyuguhkan arak yang mengandung obat perangsang kepadanya? Dan Han Lojin pula yang menceritakan kepadanya bahwa Pek Eng dirayu oleh Ki Liong. Seakan-akan ada hubungannya antara pemberi tahuan tentang Pek Eng dan penyuguhan arak perangsang itu.
Benarkah ada hubungannya? Apakah Han Lojin menghendaki supaya dia mendekati Pek Eng dalam keadaan terangsang? Apakah orang aneh itu memang menghendaki supaya terjadi hubungan gelap antara dia dan Pek Eng? Lalu apa maksudnya kalau begitu?
"Sungguh bisa membuat orang menjadi gila!" pikirnya.
Dan lebih membingungkan lagi jika dia mengingat akan peristiwa yang menimpa diri Ling Ling. Dia memang telah menjanjikan kepada gadis yang masih puteri suheng-nya itu agar menunggu di tepi telaga selama tiga hari. Dia akan datang mencarinya dan mengabarkan tentang penyelidikannya ke sarang pemberontak. Akan tetapi dia malah menemukan dara perkasa itu telah diperkosa orang.
Mengingat akan tingkat kepandaian Ling Ling, Hay Hay merasa yakin bahwa pemerkosa gadis itu bukan orang sembarangan. Tentu dia mempunyai ilmu kepandaian yang tinggi. Kalau tidak demikian, mana mungkin bisa membuat seorang gadis selihai Ling Ling tidak berdaya dengan totokan dan memperkosanya? Dia bersedih sekali mengingat akan nasib Ling Ling.
"Hemm, aku pasti akan mencari sampai dapat dua orang yang sudah merusak Pek Eng dan Ling Ling itu! Bukan hanya untuk mencuci bersih namaku, akan tetapi terutama sekali untuk mencegah agar penjahat keji itu tak lagi melakukan kecabulan terhadap gadis lain!"
Dia pun akan mencari ayah kandungnya sampai dapat! Ayahnya juga termasuk seorang penjahat cabul yang kejam, dan dia harus menegur ayah kandungnya, bahkan kalau perlu menentangnya! Juga dia akan menemui Ki Liong, memaksa pemuda itu untuk mengaku kalau memang benar Ki Liong yang sudah menggauli Pek Eng seperti yang dia sangka, dengan menyamar sebagai dia. Selain Ki Liong, dia juga harus menemui Han Lojin untuk menuntut orang itu agar mengaku tentang arak perangsang dan apa maksudnya Han Lojin menyuguhkan arak perangsang kepadanya!
Sesudah memutuskan seperti itu, hati Hay Hay menjadi tenang kembali. Dia tidak boleh dimakan perasaan emosi dan kemarahan. Dia menghadapi orang-orang pandai seperti Ki Liong, Han Lojin, dan pemerkosa misterius itu, juga menghadapi ayah kandungnya sendiri yang belum pernah dikenalnya. Dia harus berhati-hati!
Ketika dengan hati-hati dia menyusup-nyusup melewati hutan-hutan dan perbukitan untuk memasuki sarang para pemberontak, tiba-tiba saja ia melihat bayangan orang berkelebat. Dia cepat menyusup ke balik semak belukar untuk bersembunyi dan nampaklah olehnya bahwa bayangan itu adalah Han Lojin!
Hay Hay segera mengintai dan melihat betapa orang itu memegang sehelai kertas yang mulai digambarinya, kadang-kadang mengangkat kepala dan melihat-lihat ke arah sarang pemberontak di bukit depan. Han Lojin sedang melukis, pikirnya heran. Dengan hati-hati dia menyusup semakin dekat. Ahh, ternyata Han Lojin sedang melukis peta, pikir Hay Hay, semakin heran lagi.
Tiba-tiba Han Lojin bergerak dan berloncatan ke depan. Dengan hati yang penuh tanda tanya Hay Hay membayangi dari jauh. Tak salah dugaannya, Han Lojin sedang membuat peta dari keadaan sekeliling sarang pemberontak! Sungguh dia tidak dapat menduga apa maksudnya. Hanya setan saja yang tahu apa yang dilakukan orang aneh itu, pikirnya.
Mendadak muncul belasan orang, berloncatan dari balik batang-batang pohon. Hay Hay mengenal mereka sebagai anggota-anggota Kui-kok-pang dengan pakaian mereka yang serba putih, dipimpin sendiri oleh Kim San, ketua Kui-kok-pang yang pakaiannya serba putih pula dan mukanya pucat seperti mayat.
"Berhenti...!" Kim San membentak, menghadang di depan, dan dengan senjata di tangan tiga belas orang anak buahnya mengepung Han Lojin.
Han Lojin telah menggulung kertas peta itu, menyimpan ke dalam kantung jubahnya yang lebar, tangan kanannya masih memegangi pensil bulu yang bergagang panjang, yang tadi digunakannya untuk membuat gambar peta. Dia tersenyum tenang, memandang kepada Kim San dan tertawa.
"Aha, kiranya Kui-kok Pangcu yang datang! Ada keperluan apakah menemui aku di sini?"
"Han Lojin, kami diperintah oleh Bengcu untuk mencarimu. Apakah yang kau pegang tadi dan apa yang kau lakukan di sini?"
Han Lojin masih tersenyum lebar. "Aku sedang menyalurkan bakatku dalam hal melukis! Mengapa Bengcu menyuruhmu mencariku?"
"Engkau harus kembali, karena engkau telah pergi tanpa pamit!" kata Ketua Kui-kok-pang itu dengan sikap dingin dan marah karena Han Lojin sama sekali tidak menunjukkan sikap hormat kepadanya.
"Hemm, biar pun aku sudah menyatakan untuk bekerja sama dan membantu, akan tetapi aku bukanlah anak buah Lam-hai Giam-lo yang bisa disuruh begini begitu sesuka hatinya. Aku akan menghadap sendiri kalau aku suka, tidak perlu engkau menyuruhku. Pergilah, Pangcu, dan jangan mengganggu kesibukanku di sini."
"Han Lojin, engkau telah dianggap melarikan diri dan mungkin menjadi pengkhianat. Oleh karena itu, mari turut saja dengan aku untuk menghadap Bengcu!"
"Kalau aku tidak mau?"
"Mati atau hidup, kami akan membawamu menghadap Bengcu!"
Memang para tokoh sesat telah diperintah oleh Lam-hai Giam-lo untuk pergi berpencaran mencari tiga orang, yaitu Hay Hay, Han Lojin, dan juga Pek Eng. Gadis itu diharuskan pulang, jika perlu dengan paksaan akan tetapi sama sekali tidak boleh diganggu apa lagi dibunuh, sebaliknya Lam-hai Giam-lo sudah memberi perintah agar membunuh saja Hay Hay dan Han Lojin kalau mereka tidak mau kembali.
"Wah, manusia sombong! Ingin kulihat bagaimana kalian akan membunuhku!" kata Han Lojjn, sikapnya menantang, tangan kiri bertolak pinggang dan tangan kanan menudingkan mouw-pit (pensil bulu) ke arah muka Ketua Kuk-kok-pang.
"Engkau memang sudah bosan hidup! Serang dan bunuh!" bentak Kim San kepada anak buahnya dan segera mereka semua menyerbu dengan ganasnya.
Han Lojin tersenyum, lalu mouw-pit pada tangan kanannya bergerak cepat sekali. Ujung gagang pensil bulu itu menotok ke sana sini dan empat orang anak buah Kui-kok-pang langsung bergelimpangan karena tertotok!
Kim San mengeluarkan bentakan nyaring kemudian tubuhnya telah menerjang ke depan, sepasang tangannya membentuk cakar setan dan dia menerkam seperti seekor beruang marah. Han Lojin maklum betapa sepasang tangan manusia yang seperti mayat hidup ini mengandung tenaga beracun yang dahsyat sekali, maka dia pun cepat mengelak dengan satu loncatan ke kiri.
Dia disambut oleh anak buah Kui-kok-pang, namun kedua kakinya membagi tendangan. Cepat dan kuat sekali tendangan yang diluncurkan oleh Han Lojin itu sehingga anak buah Kui-kok-pang tidak mampu mengelak atau menangkis. Kembali ada dua orang terjungkal oleh tendangan itu sehingga yang lain menjadi jeri, hanya mengepung sambil mengacung-acungkan senjata.
Kim San marah sekali. Dia kembali mengeluarkan teriakan parau dan kini dengan cepat dia menyerang secara bertubi-tubi. Akan tetapi Han Lojin menghadapinya dengan tenang, mengelak sambil menggerakkan gagang mouw-pit-nya yang menyambut dengan totokan-totokan sehingga kini sebaliknya Kim San yang merasa repot sebab harus mengelak atau menangkis. Totokan itu lihai sekali dan kalau sampai terkena, tentu dia akan roboh!
Hay Hay mengintai dari tempat sembunyinya. Dia tak merasa heran melihat kelihaian Han Lojin. Dia sendiri sudah pernah merasakan kelihaian orang itu ketika dia disuruh menguji kepandaian Han Lojin oleh Lam-hai Giam-lo dan Sim Ki Liong. Dia maklum bahwa tingkat kepandaian Ketua Kui-kok-pang itu masih kalah jauh dibandingkan tingkat Han Lojin.
Hanya diam-diam dia merasa heran mengapa Han Lojin yang tadinya dikiranya seorang petualang yang ingin mencari imbalan jasa besar dengan membantu Lam-hai Giam-lo, kini tiba-tiba saja agaknya telah membalik dan melawan orang-orangnya bengcu yang hendak memberontak itu.
Tepat seperti dugaannya, Kim San dipermainkan oleh Han Lojin. Mouw-pit itu menyambar-nyambar dan kini terdapat coretan-coretan yang membuat wajah itu menjadi tidak karuan dan lucu sekali. Ada kumisnya di kanan kiri hidung, di kedua pipinya ada tulisan 'monyet' dan 'babi', semua ini dilakukan oleh Han Lojin dengan kecepatan luar biasa.
Hay Hay sendiri kini bahkan terkejut. Kiranya pada saat mengadu kepandaian dengannya, Han Lojin agaknya belum mengeluarkan semua ilmunya! Baru ilmu memainkan mouw-pit ini saja sudah dapat menuliskan huruf-huruf di muka lawan yang juga bukan orang lemah, sungguh merupakan ilmu yang hebat!
Akhirnya sebuah tendangan kaki kiri Han Lojin mencium lutut Kim San, membuat Ketua Kui-kok-pang itu terjatuh berlutut. Han Lojin lalu mengeluarkan suara ketawa panjang dan tubuhnya melayang jauh meninggalkan tempat itu. Hay Hay cepat membayangi dari jauh.
Ketika pada hari itu Han Lojin menghadap Menteri Cang, diam-diam Hay Hay juga terus membayangi. Dengan kepandaiannya yang sangat tinggi, dia dapat menyusup ke dalam dan ketika dia melihat bahwa di situ hadir pula Hui Lian, Su Kiat, Kui Hong, Ling Ling, Can Sun Hok, dan masih banyak lagi para pendekar dari berbagai golongan, Hay Hay segera mengundurkan diri. Terlalu berbahaya bila dia memperlihatkan diri, apa lagi di situ terdapat pula orang-orang Bu-tong-pai yang tentu tak akan mau melepaskannya. Dia hanya dapat melakukan pengintaian dari jauh saja.
Akhirnya Hay Hay meninggalkan tempat yang dijadikan markas sementara oleh pasukan pemerintah yang dipimpin langsung oleh Menteri Cang. Ketika dia melihat betapa pasukan pemerintah yang dibagi menjadi tujuh kelompok mulai meninggalkan tempat itu menuju ke sarang gerombolan pemberontak, tahulah dia bahwa penyerangan akan dimulai. Dia akan membantu pasukan pemerintah dengan diam-diam.
Hay Hay mengambil keputusan untuk mendahului pasukan itu, memasuki perkampungan pemberontak. Terutama sekali dia harus dapat menemui Sim Ki Liong untuk dipaksanya mengaku tentang peristiwa di dalam taman pada malam hari itu, mengaku bahwa Sim Ki Liong sudah menyamar sebagai dia, menggauli Pek Eng yang mengira bahwa pemuda itu adalah dirinya.
********************
Perhitungan Mulana tentang diri saudara kembarnya memang tepat sekali. Kulana adalah seorang yang amat cerdik, juga dia seorang ahli siasat perang yang lihai. Maka tentu saja dia dapat memperhitungkan siasat yang akan diambil oleh pimpinan pasukan pemerintah yang menjadi musuhnya.
"Biarkan saja mereka datang mengepung kita," katanya tenang kepada Lam-hai Giam-lo dan para pembantunya ketika mereka mengadakan perundingan. "Kita akan menghadapi mereka, dan percayalah kita akan dapat menghancurkan mereka, membinasakan mereka sampai tidak ada seorang pun di antara mereka akan mampu lolos!"
"Akan tetapi jumlah pasukan mereka lebih besar dari pada pasukan kita!" seru Sim Ki Liong sangsi. "Mereka dibantu pula oleh orang-orang yang mempunyai kepandaian tinggi! Tang Hay itu tentu berada di antara mereka, juga Han Lojin."
Kulana tersenyum. "Jangan khawatir. Siasat kita hendak menggunakan jalan terusan itu tentu sudah mereka perhitungkan pula dan biarlah mereka mengerahkan semua kekuatan di jalan terusan itu. Aku akan menggunakan akal dan memancing supaya semua pasukan musuh berkumpul di jalan terusan itu, lantas di sanalah aku akan menghancurkan mereka semua!"
Agaknya Kulana masih tetap merahasiakan siasatnya yang terakhir ini karena dia belum percaya sepenuhnya kepada para pembantu Lam-hai Giam-lo yang terdiri dari para tokoh sesat itu. Orang-orang seperti itu sukar untuk dipercaya, begitu pendapat Kulana. Rahasia penting tidak akan aman berada di tangan mereka yang tentu suka menjual rahasia apa pun demi keuntungan sendiri.
Akan tetapi secara diam-diam dia sudah mempersiapkan dan mengatur siasatnya itu, dan untuk keperluan itu dia menggunakan orang-orangnya sendiri, pelayan-pelayan yang bisa dipercayanya. Ia hanya mengingatkan pada semua perwira pasukan pemberontak bahwa begitu dia memberi tanda dengan tiga kali tiupan terompet yang suaranya khas, semua pasukan harus segera ditarik meninggalkan jalan terusan, membiarkan musuh berkumpul di antara dua bukit itu. Hal ini diperingatkannya berulang kali, dan hanya kepada Lam-hai Giam-lo seoranglah dia menjelaskan siasatnya yang terakhir itu, yaitu akan meledakkan dinding bukit untuk menyerang musuh.
********************
Dua hari sebelum malam bulan purnama tiba, malam itu cukup terang dengan bulan yang dua hari lagi akan penuh. Malam yang indah dan amat cerah, namun sunyi menyeramkan di Lembah Yang-ce di Pegunungan Yunan yang menjadi sarang para pemberontak itu.
Tempat itu sunyi seakan-akan sudah ditinggalkan oleh para pemberontak. Padahal setiap orang pemberontak sudah menanti dengan jantung berdebar tegang karena mereka telah diberi tahu oleh Kulana bahwa malam itu mereka akan menyambut serbuan musuh di luar jalan terusan.
Sebagian dari mereka telah membentuk barisan pendam di luar jalan terusan, dan barisan pendam ini dipimpin sendiri oleh Lam-hai Giam-lo, dibantu oleh Sim Ki Liong yang menjadi orang kepercayaan bengcu itu. Ada pun pasukan yang menyambut musuh dipimpin oleh para tokoh yang lain, di antaranya Ji Sun Bi, Min-san Mo-ko, Kim San, Hek-hiat Mo-ko, serta para tosu Pek-lian-kauw dan dipimpin sendiri oleh Kulana.
Sunyi sekali suasana di sarang para pemberontak itu sampai ke jalan terusan. Menjelang tengah malam, di bawah sinar mata para pimpinan pasukan yang mengintai dari tempat persembunyian mereka, tampak Kulana sendiri muncul keluar ke atas sebuah batu besar. Dari atas batu itu dia dapat melihat ke arah jalan terusan di bawah sana.
Kulana mengenakan pakaian longgar serba putih dengan potongan seperti jubah pendeta. Rambutnya dibiarkan riap-riapan sehingga dia terlihat seperti seorang pendeta yang aneh dan sikapnya menyeramkan. Sepasang matanya mengeluarkan sinar kilat mencorong dan mukanya yang tertimpa sinar bulan itu nampak kehijauan.
Di tangan kirinya terdapat seuntai tasbeh, ada pun tangan kanannya memegang sebatang pedang telanjang yang mengeluarkan sinar berkilauan. Dia lalu duduk bersila di atas batu itu, menghadap ke utara, ke arah datangnya serangan musuh yang sedang ditunggu.
Malam berjalan terus dan bulan sudah condong ke barat. Cuaca mulai remang-remang, kemudian muncul sinar kemerahan di ufuk timur, sinar yang meski pun masih kemerahan tetapi telah nampak kekuatannya sehingga memudarkan sinar bulan. Itulah sinar matahari yang mulai menyapu kegelapan di kaki langit sebelah timur.
Dalam kesunyian malam menjelang pagi itu tiba-tiba terdengar bunyi terompet melengking panjang. Itulah tanda yang dinanti-nantikan oleh pasukan pemberontak. Bunyi terompet itu merupakan tanda bahwa pasukan musuh telah datang dan tiba di perbatasan yang sudah mereka tentukan.
Tubuh yang tadinya duduk bersila itu kini tiba-tiba bangkit berdiri perlahan-lahan. Kulana mengacungkan pedang telanjang itu ke atas, kemudian menuding ke arah utara, tasbeh di tangan kiri berputar-putar dan mulutnya berkemak-kemik, sementara sepasang matanya terpejam untuk beberapa lamanya. Sesudah kedua mata itu terbuka, orang akan merasa terkejut dan ngeri karena mata itu kini mengeluarkan sinar yang sangat liar menakutkan, kehijauan seperti mata seekor harimau yang marah.
Saat bertemunya kedua pasukan yang bermusuhan itu pun ditunggu dengan hati tegang oleh pasukan kerajaan yang berbaris maju dengan penuh semangat. Sekarang pasukan itu tiba di perbatasan, dan jalan terusan yang diapit-apit dinding bukit itu sudah kelihatan dari tempat ketinggian itu, di bawah cahaya bulan yarig mulai pudar oleh sinar matahari merah. Didampingi Mulana, Menteri Cang sendiri berdiri di atas batu besar sambil meneliti tempat itu dari jauh.
"Itukah jalan terusan yang dimaksudkan?" tanya Menteri Cang, dan diam-diam dia mulai percaya akan gambar peta yang diterimanya dari Han Lojin. Agaknya orang aneh itu tidak berbohong atau berkhianat, pikirnya.
Mulana mengangguk, "Benar, Taijin. Dan lihat, betapa sunyinya. Jika menurut sepatutnya, para pemberontak tentu sudah tahu akan kedatangan pasukan kita, namun kenyataannya sunyi saja. Oleh karena itu, tidak salah lagi, mereka sedang mempergunakan siasat dan kini mereka pasti sedang menanti kita. Kita harus bersikap hati-hati dan biarkan pasukan terus maju, saya akan berada di depan dengan para pembantu saya, menghadapi segala kemungkinan."
Menteri Cang mengangguk lalu memberi isyarat supaya pasukan yang untuk sementara dihentikan itu bergerak lagi, menuju ke arah jalan terusan yang dari situ agak menurun itu. Mulana dan belasan orang pembantunya berada paling depan, menuntun tiga ekor anjing hitam mendahului pasukan. Di belakangnya nampak para pendekar yang dipelopori oleh Can Sun Hok dan Cia Ling lalu para tokoh partai persilatan besar. Semua orang bersiap siaga dan waspada, maklum bahwa sewaktu-waktu pihak musuh tentu akan muncul dan menyambut mereka.
Ketika ujung jalan terusan itu tinggal beberapa puluh meter lagi, Mulana memberi isyarat agar pasukan berhenti melangkah. Dia sendiri bersama belasan orang pembantunya yang membawa ember melangkah maju mendekati ujung jalan terusan.