KENEKADAN Mayang membuat kecepatan dan kekuatannya bertambah. Tetapi karena dua orang lawannya juga merupakan ahli-ahli pedang yang hebat, terutama sekali Ki Liong, sesudah lewat seratus jurus mulailah Mayang terdesak hebat. Melihat ini mulailah Su Bi Hwa mengejek dan tertawa-tawa.
"Hi-hi-hik, Mayang, bocah sombong. Bersiaplah engkau untuk mampus!”
Pedangnya membabat ke arah leher Mayang. Mayang cepat mengelak dengan loncatan ke samping, akan tetapi ketika pecutnya menyambar ganas ke arah Bi Hwa, pedang di tangan Ki Liong telah membabat dari samping, kuat bukan main sehingga terdengar suara keras dan ujung pecut itu terbabat putus oleh pedang Ki Liong! Melihat ini Su Bi Hwa lalu menggerakkan kakinya sehingga paha kiri Mayang kena ditendangnya.
"Dukkk!"
Tanpa dapat dicegahnya lagi tubuh Mayang terpelanting keras. Sambil terkekeh Bi Hwa cepat membacokkan pedangnya, akan tetapi pedang itu ditangkis oleh pedang di tangan Ki Liong.
"Tranggg...!”
"Ehh?! Liong-Ko, apa yang kau lakukan ini?" Bi Hwa berseru kaget.
"Aku ingin menangkapnya hidup-hidup, Bi-moi!"
Bi Hwa mengerti dan tertawa. "Heh-heh-heh, agaknya engkau masih penasaran karena malam itu ternyata bukan Mayang yang kau tundukkan dalam kamarnya? Baiklah, akan kutangkap dia untukmu, kuhadiahkan kepadamu untuk hari ini, akan tetapi sesudah itu dia harus dibunuh dan mayatnya dilenyapkan di dasar danau!" kata Bi Hwa.
Mendengar ini Mayang segera mengerahkan seluruh tenaga dan meloncat bangun, tidak mempedulikan rasa nyeri pada pahanya. Hatinya terasa sakit bukan main. Kini terbukalah matanya dan tahulah dia macam apa adanya Sim Ki Liong yang pernah dicintanya.
Dia telah memintakan ampun untuk Ki Liong dari Cia Kui Hong, kemudian di pulau Teratai Merah dia pun memintakan ampun untuk Ki Liong dari Pendekar Sadis dan isterinya. Dan sekarang ternyata Ki Liong hanya memandangnya sebagai alat pemuas nafsunya belaka. Bahkan demikian kejinya Ki Liong untuk minta kepada Bi Hwa agar dia tidak dibunuh dulu sebelum digumulinya!
"Jahanam kau..., terkutuk kau...!"
Dan dengan napas terengah-engah saking marahnya dia telah menyerang kembali dengan cambuknya yang telah patah ujungnya, menyerang mati-matian ke arah Ki Liong. Bahkan hantaman pecutnya ini dibantu oleh tangan kirinya yang juga melakukan serangan dengan pukulan Hek-coa-tok-ciang yang mengandung hawa beracun.
Akan tetapi Ki Liong mengelak dari pukulan itu dan menangkis hantaman cambuk dengan pedangnya. Mayang kembali mengamuk, dan karena kini Su Bi Hwa tidak lagi menyerang untuk membunuh melainkan hanya untuk merobohkan dan menangkapnya, maka Mayang tidak terancam maut lagi. Bagaimana pun juga tak akan mudah bagi mereka untuk dapat menangkap gadis yang seperti singa betina mengamuk ini begitu saja.
"Wirrrrr... !"
Pecut itu kembali menyambar ke arah kepala Ki Liong. Serangan yang dilakukan dengan penuh kebencian. Ki Liong menyambut dengan pedang dan sengaja memutar pedangnya sehingga pecut Mayang melibat pedang itu. Kesempatan ini kembali digunakan Bi Hwa.
Tangannya menampar ke arah pundak Mayang dan gadis ini kembali terpelanting, sekali ini terpelanting keras sekali hingga kepalanya terasa pening. Akan tetapi dia telah dapat melepaskan libatan pecutnya, lalu dia sengaja menggulingkan tubuhnya sambil memutar-mutar cambuk untuk melindungi diri.
Gadis ini memang hebat. Kalau dia tidak bergulingan sambil memutar cambuknya, tentu mudah bagi dua orang pengeroyoknya untuk menotok dan menangkapnya. Tetapi dengan bergulingan dan memutar cambuk, kembali dia dapat terlepas. Ia meloncat berdiri lagi dan walau pun kepalanya pening dan pundaknya nyeri, dia sudah siap untuk melawan sampai titik darah penghabisan.
"Sim Ki Liong, jahanam busuk kau...!" Dia berteriak, suara teriaknya melengking nyaring sekali. Kembali dia mengamuk dengan pecutnya, amukan yang tidak lagi menghiraukan keselamatan dirinya.
Su Bi Hwa menjadi penasaran dan marah sekali. Apa bila menurutkan hatinya, dia ingin segera membunuh saja gadis peranakan Tibet itu supaya tidak menyusahkan lagi. Akan tetapi dia maklum bahwa kalau hal itu dia lakukan, maka dia akan rugi karena tentu Ki Liong akan merasa kecewa dan tidak senang kepadanya.
"Liong-ko, biar kurobohkan dia dengan jarum agar lebih mudah!" katanya.
Akan tetapi sebelum Ki Liong menjawab, tiba-tiba ada sinar merah menyambar dari kiri, sinar merah lembut yang menyambar dengan cepat sekali ke arah Su Bi Hwa dan Sim Ki Liong! Ternyata, sebelum Bi Hwa mempergunakan jarum-jarumnya, telah ada orang lain yang lebih dahulu menggunakan jarum-jarum merah yang sangat lihai, akan tetapi bukan untuk menyerang Mayang sebaliknya malah menyerang mereka.
Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa cepat mengelak sehingga sinar merah lembut itu menyambar lewat. Bukan jarum-jarum merah itu yang mengejutkan hati mereka, melainkan sesudah orang yang menyambitkan jarum itu muncul.
"Siluman betina busuk, ternyata engkau berada di sini! Dan bersama si murtad Sim Ki Liong mengeroyok Mayang! Bagus, jangan takut, Mayang. Aku membantumu menghajar jahanam-jahanam ini!" kata gadis perkasa yang menyambitkan jarum-jarum merah itu.
Wajah Su Bi Hwa dan Sim Ki Liong berubah ketika mereka mengenal Cia Kui Hong! Yang menolong Mayang itu memang benar Kui Hong adanya.
Seperti kita ketahui, Cia Kui Hong meninggalkan Cin-ling-san sesudah dia mendapatkan persetujuan ayah ibunya untuk berjodoh dengan Tang Hay. Seperti mendapat semangat hidup baru, Kui Hong segera berangkat dan mencari ke kota raja. Akan tetapi kebetulan sekali dia lewat di danau itu dan tertarik oleh keindahan danau.
Dia berjalan-jalan di sekitar danau dan tadi, ketika dia sudah mengambil keputusan untuk meninggalkan danau dan pergi ke kota raja, kebetulan sekali dia lewat dekat bukit itu dan mendengar teriakan marah dari Mayang. Dia pun bergegas naik ke bukit itu dan melihat betapa Mayang didesak dengan hebat oleh dua orang yang membuat dia marah bukan main. Dua orang pengeroyok Mayang itu adalah Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa!
Tentu saja Kui Hong merasa heran bukan main. Bukankah Ki Liong dan Mayang saling mencintai? Bahkan Mayang sendiri pernah memintakan ampun untuk Ki Liong kepadanya! Bagaimana sekarang Ki Liong malah menyerang Mayang, bahkan bersama dengan Tok-ciang Bi Moli murid Pek-lian Da-kui itu? Dalam keheranannya dia tidak banyak membuang waktu dan mendengar betapa Su Bi Hwa hendak menyerang Mayang dengan jarum, dia mendahului dan menyambit kedua orang pengeroyok dengan jarum-jarum merahnya.
“Enci Kui Hong...!” Mayang berseru girang bukan main ketika melihat siapa penolongnya dan cepat dia meloncat ke dekat Kui Hong.
"Mayang, apa yang telah terjadi? Kenapa engkau dikeroyok oleh dua orang ini?" Kui Hong bertanya penasaran.
"Enci Kui Hong, jahanam Sim Ki Liong ini mengkhianatiku, dia bersekongkol dengan iblis betina itu untuk menguasai keluarga Menteri Cang Ku Ceng."
Kui Hong membelalakkan matanya. "Begitu beraninya mereka? Kalau begitu dosa mereka sudah melewati ukuran dan mereka layak dibasmi!” Kui Hong membentak.
Dia pun telah mencabut sepasang pedangnya, lalu menyerang Ki Liong dengan sepasang pedang itu. Serangannya hebat bukan main karena dia telah mengerahkan tenaganya dan memainkan ilmu pedang Hok-mo Siang-kiam (Sepasang Pedang Penakluk Iblis) yang dipelajarinya dari Toan Kim Hong, neneknya. Ki Liong yang maklum akan kelihaian gadis ini, tidak banyak cakap lagi dan cepat memutar pedangya melawan.
Kini Mayang memperoleh angin baik. Meski pun dia sudah menderita luka oleh tendangan pada paha dan pukulan pada pundaknya, melihat munculnya Kui Hong kini semangatnya timbul kembali dan bagaikan seekor singa betina dia menggunakan cambuknya yang telah patah ujungnya untuk menyerang Su Bi Hwa dengan dahsyat.
Kini terjadilah pertandingan satu lawan satu yang amat seru. Akan tetapi Ki Liong segera terdesak oleh kedua pedang di tangan Kui Hong. Meski pun hanya menerima keterangan singkat dari Mayang, gadis ini maklum bahwa Ki Liong sudah mengkhianati gadis itu dan tentu telah melakukan kejahatan kembali.
Memang dia sudah sangat membenci pemuda murid pulau Teratai Merah yang murtad ini. Kalau dahulu dia mengampuninya adalah karena atas permintaan Mayang. Sekarang dia menyerang untuk membunuh sehingga Ki Liong hanya mampu menangkis dan menjaga diri, tidak diberi kesempatan lagi untuk balas menyerang.
Sedangkan Su Bi Hwa yang tingkat kepandaiannya seimbang dengan Mayang, kini juga kewalahan menghadapi desakan Mayang karena gadis peranakan Tibet ini sangat marah sehingga gerakan-gerakannya menjadi sangat dahsyat, terutama sekali serangan tangan kirinya yang menggunakan Hek-coa-tok-ciang.
Tiba-tiba Su Bi Hwa berseru nyaring. "Suhu, keluarlah dan bantulah kami!"
Ki Liong sendiri merasa heran, mengira bahwa tentu sekutunya itu hanya menggunakan siasat menggertak saja. Akan tetapi betapa girang rasa hatinya ketika tiba-tiba terdengar suara orang yang amat dikenalnya, suara Hek-tok Sian-su!
"Omitohud..., kini banyak benar orang muda perkasa bermunculan!" Dan sambaran angin dahsyat menyerang ke arah Kui Hong dari arah kanan!
Kui Hong yang sedang mendesak Ki Liong, ketika mendengar suara itu dan merasakan sambaran angin pukulan dahsyat, segera membalik ke arah suara itu dan memindahkan pedang dari tangan kanan ke tangan kiri yang kini memegang dua batang pedang, lantas tangan kanannya dia dorongkan ke arah dari mana datangnya angin pukulan,
"Dessss...!” Dua tenaga sakti bertemu di udara lewat telapak tangan Hek-tok Sian-su dan Cia Kui Hong.
"Omitohud...!” Hek-tok Sian-su berseru kaget dan heran karena tangkisan gadis itu sudah membuat pukulannya tadi membalik. Di dunia ini jarang ada orang yang dapat menangkis pukulannya seperti itu, dan gadis ini masih muda sekali!
"Bi Hwa, siapakah nona ini?" Saking heran dan kagumnya dia bertanya kepada Bi Hwa.
Bagi Hek Tok Sian-su, tidak ada rahasia lagi tentang Su Bi Hwa dan Sim Ki Liong karena mereka telah mengaku kepadanya tentang keadaan mereka yang sebenarnya. Su Bi Hwa memang cerdik. Ia telah mengatur semuanya sehingga kakek itu berada pula di situ, siap membantu. Bahkan banyak pula orang-orang Pek-lian-kauw sudah siap membantunya.
"Suhu, dia adalah pangcu (ketua) dari Cin-ling-pai."
"Omitohud, seorang wanita masih begini muda sudah menjadi ketua perkumpulan besar. Pantas saja lihai!"
Kui Hong merasa heran mendengar Bi Hwa menyebut suhu kepada hwesio ini. Setahunya guru Bi Hwa adalah Pek-lian Sam-kwi yang ketiganya sudah tewas semua. Bagaimana tiba-tiba muncul seorang hwesio yang mengaku sebagai guru wanita iblis ini?
"Locianpwe," katanya dengan sikap tegas. "Tok-ciang Bi Moli ini pernah mengacau Cin-ling-pai, dan Sim Ki Liong adalah murid murtad dari kakek dan nenekku, maka aku akan membunuh mereka. Aku Cia Kui Hong tidak pernah bermusuhan denganmu, oleh karena itu harap Locianpwe tidak mencampuri urusan kami supaya aku tidak perlu bermusuhan denganmu."
"Omitohud, nona muda yang sombong. Apa kau kira pinceng takut melawanmu! Ha-ha-ha, dua orang ini adalah sekutu pinceng, sudah menjadi murid pinceng, tentu saja urusan mereka adalah urusan pinceng."
Tahulah Kui Hong bahwa dia berhadapan dengan seorang yang bentuk serta pakaiannya saja pendeta, akan tetapi isinya adalah seorang yang condong kepada golongan sesat.
"Pendeta palsu, kalau begitu engkau pun hanya akan membikin kacau dunia saja!" bentak Kui Hong dan dia pun sudah menyerang dengan sepasang pedangnya.
"Omitohud, biarlah nona ini menjadi lawan pinceng!" kata Hek-tok Sian-su dan dia sudah menggerakkan kedua tangannya.
Ujung lengan bajunya segera menyambar. Ketika kedua ujung lengan baju itu menangkis pedang di tangan Kui Hong, gadis itu merasa seolah-olah sepasang pedangnya ditangkis oleh senjata yang keras dan kuat. Segera terjadi perkelahian di antara mereka.
"Bi-moi, kau bantu suhu menundukkan Kui Hong, biarkan aku yang menangkap Mayang!" kata Ki Liong dengan gembira. Tidak disangkanya bahwa Bi Hwa sedemikian cerdiknya sehingga kini pihaknya yang lebih kuat.
Bi Hwa juga maklum bahwa kalau ketua Cin-ling-pai itu tidak dikalahkan tentu merupakan ancaman baginya. Maka tanpa banyak cakap lagi dia segera membantu Hek-tok Sian-su mengeroyok Kui Hong. Ada pun Ki Liong segera menghadapi Mayang.
Kembali keadaan berubah setelah tadi Kui Hong dan Mayang dapat mendesak dua orang lawannya. Dengan masuknya Hek-tok Sian-su, kini keadaan kembali tak menguntungkan bagi pihak Mayang dan Kui Hong. Kakek ini memiliki ilmu yang aneh-aneh, yang kadang amat mengejutkan Kui Hong dan membuat gadis itu terdesak dan hanya dapat melindungi dirinya saja tanpa dapat membalas menyerang.
Apa lagi di situ terdapat Bi Hwa yang menggunakan pedang mengeroyok dan jelas bahwa iblis betina ini bersungguh-sungguh hendak membunuhnya, membuat Kui Hong langsung terdesak. Hanya kematangan ilmu pedang Kui Hong yang bersumber kepada ilmu pedang dahsyat dari neneknya yang membuat gadis itu masih dapat bertahan.
Yang payah adalah Mayang. Gadis ini telah terluka, dan menghadapi Ki Liong dia merasa kalah setingkat, maka segera dia diserang dan didesak hebat oleh Ki Liong yang sangat bergairah untuk menangkapnya hidup-hidup. Bagi Mayang, kini Ki Liong merupakan iblis yang amat jahat, dan dia pun tahu bahwa kalau sampai dia tertawan, tentu Ki Liong akan menghina dan memperkosannya. Kiranya pemuda ini sama sekali tidak mempunyai peri kemanusiaan, tidak tahu malu dan sudah tersesat sampai jauh.
Mayang menggigit bibirnya dan melawan mati-matian. Sudah dua kali ia terpelanting oleh tendangan kaki Ki Liong, akan tetapi setiap kali ia meloncat bangun lagi, tidak merasakan kenyerian yang dideritanya dan melawan terus dengan gigihnya.
Kui Hong maklum bahwa pihaknya terancam bahaya. Kalau perkelahian berat sebelah itu terus dilanjutkan sama halnya membiarkan diri mati konyol. Dia harus melindungi Mayang karena dia dapat melihat betapa gadis itu terancam oleh Ki Liong.
Dia mulai mencari kesempatan untuk mengajak Mayang melarikan diri lebih dahulu agar terlepas dari himpitan lawan. Akan tetapi tiga orang lawan itu tidak memberi kesempatan dan mendesak terus. Selagi Kui Hong memutar pedang mencari kesempatan, mendadak terdengar bentakan nyaring.
“Tahan semua senjata!”
Ucapan itu begitu penuh wibawa sehingga lima orang yang sedang berkelahi itu otomatis menghentikan gerakan tangan mereka seperti tertahan oleh tenaga yang tidak kelihatan.
Hek-tok Sian-su terkejut bukan kepalang karena dia merasakan getaran yang amat kuat dalam suara itu, getaran yang mengandung kekuatan sihir yang luar biasa kuatnya. Cepat dia memandang, dan ternyata yang membentak itu pun hanya seorang pria yang masih sangat muda! Sungguh mengherankan hatinya karena demikian banyaknya bermunculan orang-orang muda yang amat lihai!
Yang paling kaget sampai mukanya berubah pucat adalah Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa ketika mereka mengenai orang yang datang itu karena pemuda itu bukan lain adalah Hay Hay!
Melihat pemuda itu, Mayang langsung menjerit sambil terisak kemudian lari menghampiri Hay Hay. Dia meloncat dan merangkul leher pemuda itu. “Hay-koko... Hay-ko... uuhhh… uuuuuhuhu-huuuuu... Hay-kooo...!” Dia menangis tersedu-sedu di dada kakaknya itu.
Hay Hay mengelus kepala adiknya dengan penuh kasih sayang. “Sssttt, Mayang adikku yang manis, di mana kegagahanmu? Hentikan tangismu dan ceritakan apa yang terjadi, Mayang.” Dia lalu mengangkat muka dan bertemu pandang dengan Kui Hong. Keduanya beradu pandang mata, dua pasang sinar mata bertaut sejenak dan keduanya tersipu.
“Hay-ko...!” Kui Hong berbisik hampir tidak bersuara, akan tetapi bibirnya jelas menyebut nama pemuda itu.
“Hong-moi, kulihat engkau mati-matian melindungi Mayang adikku. Terima kasih! Tetapi apa yang telah terjadi? Ini si iblis betina dari Pek-lian-kauw kembali sudah mengacau dan mengapa Ki Liong bukan melindungi bahkan menyerang Mayang? Dan siapa pula kakek yang gagah ini?” Hay Hay bertanya.
Ki Liong merasa gentar bukan main dan dia pun cepat berkata kepada Hek-tok Sian-su, “Suhu, inilah yang bernama Tang Hay, yang selama ini Suhu cari-cari!” katanya.
Mendengar keterangan itu, Hek-tok Sian-su terkejut akan tetapi juga girang. Diam-diam dia segera menggerakkan kekuatan sihirnya dan berkata dengan suara yang mengandung wibawa. “Omitohud... kiranya engkau yang bernama Tang Hay? Orang muda, engkaukah yang sudah menewaskan dua orang saudara pinceng yang bernama Janghau Lama dan Pat Hoa Lama di Tibet?”
Hay Hay mengamati kakek itu dan dia menjawab, “Kalau yang Locianpwe maksudkan tiga orang pendeta Lama yang memberontak kepada Dalai Lama itu, memang benar bahwa aku pernah bertentangan dengan mereka. Aku tidak membunuh siapa pun, dan kalau ada yang tewas di dalam pertandingan, maka itu sudahlah wajar. Yang bersalah akhirnya pasti akan kalah dan terhukum oleh perbuatannya sendiri. Mengapa Locianpwe masih merasa penasaran?”
“Omitohud, engkau orang muda yang amat sombong. Kematian tiga orang saudara kami itu harus dibalas. Kim Mo Sian-kouw sudah membayar kematian Gunga Lama, dan kini engkau harus menebus kematian Janghau Lama dan Pat Hoa Lama.”
“Kalau Locianpwe membela yang bersalah, berarti bahwa Locianpwe juga menyeleweng dari kebenaran!”
Kakek itu tertawa. “Ha-ha-ha, sungguh menyenangkan sekali bertemu dengan orang yang sudah lama kucari-cari. Menggembirakan sekali bertemu dengan orang-orang muda yang berkepandaian. Nah, orang-orang muda, mari kita bergembira, tertawa dengan gembira, ha-ha-ha-ha!” Suara tawanya makin lama semakin kuat dan mengandung getaran hebat.
Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa sudah ikut tertawa. Mayang sendiri langsung mengerahkan ilmunya. Dari gurunya dia memang menerima ilmu yang menolak kekuatan sihir, maka dia dapat bertahan. Kui Hong juga tergetar hebat dan dengan segera mengerahkan sinkang untuk menolak, namun tetap saja mulutnya membentuk senyum lebar.
"Bagus, tertawalah Locianpwe. Tertawalah sepuasmu biar kulihat!" kata Hay Hay, tentu saja sambil mengerahkan kekuatan sihirnya untuk melawan.
Akhirnya yang tertawa bergelak adalah kakek itu sendiri, diiringi suara tawa Ki Liong dan Bi Hwa! Melihat kenyataan ini, Hek-tok Sian-su terkejut. Dia menggunakan sihir agar para lawan itu tertawa dan mudah dia kuasai. Tidak tahunya sekarang malah dia sendiri yang tertawa dan tidak dapat dihentikan.
Cepat dia merendahkan tubuhnya seperti katak hendak melompat, lantas mengerahkan tenaga dari dalam perut sehingga terdengar bunyi berkokok seperti katak. Akan tetapi dia berhasil menghentikan tawanya dan otomatis Ki Liong dan Bi Hwa juga berhenti tertawa. Waiah dua orang itu menjadi pucat.
"Tang Hay, hari ini pinceng Hek-tok Sian-su akan membuat perhitungan denganmu, maka bersiaplah untuk menebus kematian saudara-saudaraku!” kakek itu membentak.
Hay Hay tersenyum. "Kalau Locianpwe tetap hendak membela yang bersalah dan hendak menyusul mereka, silakan!"
Hek-tok Sian-su yang sudah marah sekali segera memutar kedua lengannya dan dia telah menyerang Hay Hay dengan ilmu pukulan yang sangat ampuh, yaitu pukulan Gelombang Samudera yang sangat dahsyat! Hay Hay mengenal ilmu pukulan ampuh, maka dia pun cepat mengerahkan tenaga dan menyambut dengan kedua tangannya
“Dessss... !"
Keduanya terpental ke belakang. Ternyata tenaga mereka seimbang. Hal ini mengejutkan Hek-tok Sian-su dan dia pun semakin penasaran. Tubuhnya seperti menggelundung dan dia menyerang semakin dahsyat. Hay Hay menyambutnya dan dua orang sakti ini segera bertanding.
Tiba-tiba Su Bi Hwa yang melihat betapa keadaan pihaknya tidak menguntungkan segera mengeluarkan suara bersuit nyaring. Maka bermunculanlah belasan orang tosu Pek-lian-kauw dari tempat persembunyian mereka! Melihat ini Kui Hong cepat meloncat rnendekati Mayang. Mereka beradu punggung dan saling melindungi, menghadapi pengepungan Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa yang dibantu belasan orang tosu Pek-lian-kauw!
Hay Hay maklum akan kehebatan lawannya, juga dia tahu bahwa Kui Hong dan Mayang dikeroyok banyak orang. Maka dia pun cepat menggunakan ilmunya Jiauw-pou Poan-san, dengan langkah berputar-putar dia bisa membuat lawannya hanya membuang tenaga sia-sia belaka.
Kadang kala Hay Hay meninggalkan kakek itu, lalu menerjang untuk membantu Kui Hong dan Mayang, membubarkan kepungan dan merobohkan satu dua orang pengeroyok. Baru dia menahan lagi kalau kakek itu mendesak, lalu menggunakan langkahnya yang ajaib itu untuk bermain kucing-kucingan. Dengan demikian Hay Hay dapat melindungi Mayang dan Kui Hong.
Pada waktu itu ilmu kepandaian Cia Kui Hong telah meningkat karena selama dia berada di Cin-ling-san, dia berlatih dengan tekun di bawah pengamatan ayah bundanya sehingga pada waktu itu tingkat kepandaian gadis ini sudah melebihi ayah dan ibunya. Hal ini tidak mengherankan karena gadis perkasa ini juga pernah digembleng sendiri oleh kakek dan neneknya, yaitu Pendekar Sadis dan isterinya di pulau Teratai Merah.
Biar pun dia harus menghadapi pengeroyokan Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa, dia tidak akan kewalahan dan mampu mengimbangi mereka berdua. Mayang sendiri pun bukanlah gadis lemah. Tetapi dia telah terluka, dan para anggota Pek-lian-kauw yang kini mengeroyok dia dan Kui Hong berjumlah tiga belas orang dan mereka itu bukan anggota biasa, melainkan tokoh-tokoh yang telah memiliki kepandaian tinggi.
Maka, bagaimana pun Kui Hong mengamuk, tetap saja dia harus melindungi Mayang dan kedua gadis ini tetap terdesak. Untung di sana ada Hay Hay. Dengan siasatnya kadang-kadang melawan Hek-tok Sian-su, dan bila ada kesempatan dia cepat meloncat kemudian menggempur para pengeroyok kedua orang gadis itu, dan gempurannya selalu berhasil merobohkan seorang pengeroyok, maka keadaan menjadi seimbang.
Sim Ki Liong yang menyamar dengan nama Liong Ki, serta Bi Hwa yang memakai nama Liong Bi, adalah dua orang yang licik. Mereka tidak mengenal apa yang disebut budi, juga tak mengenal setia kawan. Mereka hanya mementingkan diri sendiri. Kini mereka merasa gelisah melihat keadaan mereka yang tidak menguntungkan. Mereka tahu bahwa setelah rahasia mereka kini diketahui oleh Mayang, tidak mungkin bagi mereka kembali ke istana Menteri Cang Ku Ceng. Dalam keadaan yang gawat itu Liong Bi berbisik kepada Liong Ki,
“Cepat, kita harus pergi dari sini agar jangan terlambat!”
Dua orang itu memang memiliki jalan pikiran yang sama. Maka, mendengar ucapan itu saja Liong Ki sudah dapat menangkap maksud yang terkandung di dalamnya. Dia pun melihat bahwa keadaan mereka amat tidak menguntungkan dan diam-diam dia mengutuk Mayang. Gadis itulah gara-gara semua kegagalan ini.
Dia sama sekali tidak mengira bahwa malam itu bukan Mayang gadis yang diperkosanya selagi terbius, melainkan Teng Cin Nio! Dan Mayang telah mengetahui hal itu. Semuanya menjadi gagal! Kalau Menteri Cang pulang dan mendengar tentang peristiwa itu, tentu dia akan ditangkap. Habislah sudah semua cita-cita yang muluk, hancur oleh kesalahan satu malam. Maka, mendengar ucapan Liong Bi, dia pun mengangguk-angguk dan keduanya langsung keluar dari kalangan pertempuran, membiarkan sisa anggota Pek-lia-kauw untuk mengeroyok Kui Hong dan Mayang.
Karena ditinggakan oleh dua orang itu, belasan orang Pek-lian-kauw menjadi kocar-kacir melawan amukan Kui Hong dan Mayang. Beberapa orang terpelanting roboh tersambar sepasang pedang Hok-mo Siang-kiam di tangan Kui Hong dan beberapa orang lagi roboh disambar pecut di tangan Mayang, walau pun pecut itu telah putus bagian ujungnya.
"Enci Hong, cepat kejar mereka, lindungi keluarga Menteri Cang!" seru Mayang dengan nada khawatir. Dia sendiri merasa tidak mampu untuk melawan dua orang lihai itu.
Mendengar itu Kui Hong terkejut. Berbahaya sekali kalau orang-orang semacam Ki Liong dan Bi Hwa itu benar-benar menyerang keluarga Menteri-Cang. Dia meloncat ke belakang dan menoleh ke arah Hay Hay yang masih bertanding dengan serunya melawan Hek-tok Sian-su.
Pertandingan antara dua orang itu berlangsung dengan seru. Kakek itu berusaha sekuat tenaga uhtuk mengalahkan Hay Hay, untuk membalas dendamnya. Dia sudah bertubi-tubi melakukan penyerangan dengan pukulan Angin Taufan, pukulan Gelombang Samudera, bahkan dia sudah menggunakan cara bergulingan seperti trenggiling, lalu mendekam dan melancarkan pukulan sakti seperti katak hendak meloncat.
Akan tetapi Hay Hay selalu dapat menghindarkan diri. Langkah-langkah ajaib Jiauw-pouw Poan-san dapat menghindarkan semua pukulan lawan dan bila sekali dua kali pemuda itu menangkis, maka keduanya terpental karena memang tenaga sinkang mereka seimbang.
Hay Hay juga penasaran sekali, jarang dia berhadapan dengan lawan setangguh ini. Baru setelah dia mainkan Ciu-sian Cap-pek-ciang, yaitu delapan belas jurus ilmu pukulan yang dipeiajarinya dari Ciu-sian Sin-kai, kakek gendut berkulit hitam itu terdesak mundur. Pada saat itulah Kui Hong meloncat ke belakang meninggalkan gelanggang.
"Hay-ko, kau lindungi Mayang. Aku harus melindungi keluarga Cang!” kata Kui Hong.
Melihat Kui Hong berlari cepat meninggalkan tempat itu, Hay Hay menjadi sadar. Tadi dia sempat melihat Sim Ki Liong sudah melarikan diri bersama wanita cantik yang dikenalnya sebagai Tok-ciang Bi Moli yang pernah mengacau Cin-ling-pai Kalau sekarang Kui Hong mengatakan hendak melindungi keluarga Cang, maka berarti kedua orang tadi mungkin merupakan ancaman bagi keluarga bangsawan itu.
Akan tetapi Mayang masih dikeroyok beberapa orang anggota Pek-lian kauw, dan di sini terdapat pula Hek-tok Sansu yang sangat lihai. Kalau dia pergi mengejar dan membantu Kui Hong, tentu Mayang terancarn bahaya. Tak mungkin dia rneninggalkan Mayang, apa lagi kelihatannya adiknya itu telah menderita luka-luka.
Karena mengkhawatirkan Kui Hong yang melakukan pengejaran seorang diri, tetapi juga mengkhawatirkan keadaan Mayang, Hay Hay menjadi rnarah. Dia mengerahkan seluruh tenaga saktinya, kemudian mengeluarkan teriakan melengking. Teriakan ini mengandung kekuatan sihir yang sangat dahsyat sehingga Hek-tok Sian-su sendiri sampai terhuyung ke belakang dan mukanya berubah pucat. Saat itu segera digunakan oleh Hay Hay untuk menyerang dengan dorongan kedua tangannya.
Ketika itu tubuh Hek-tok Sian-su sedang terhuyung oleh daya kekuatan lengking nyaring yang dikeluarkan Hay Hay, maka datangnya serangan ini sangat dahsyat. Dia berusaha mengerahkan tenaga untuk menyambut dengan dorongan kedua tangannya pula.
“Dessss…!”
Dua tenaga dahsyat bertemu dan akibatnya, tubuh Hay Hay terlempar ke atas. Dia cepat membuat salto sampai lima kali baru turun ke bawah. Akan tetapi kakek itu terjengkang dan dia cepat duduk bersila mengatur pernapasan sambil mengusap darah dari bibirnya. Sesudah itu dia membuka mata, memandang kepada Hay Hay dengan sinar mata kagum dan tidak percaya, lalu berkata dengan lirih.
“Tang Hay, lain kali kita pasti berjumpa lagi." Dan dia pun bangkit berdiri lalu berkelebat pergi dengan cepatnya.
Melihat kakek itu melarikan diri, sisa orang-orang Pek-lian-kauw tentu saja menjadi amat ketakutan dan mereka pun langsung lari meninggalkan kawan-kawan mereka yang terluka atau tewas.
"Koko mari cepat kita menyusul enci Hong. Keluarga Cang berada dalam bahaya!" kata Mayang, akan tetapi dia terhuyung karena lelah dan karena lukanya.
Tanpa membuang banyak waktu untuk bertanya, Hay Hay Ialu menyambar tubuh adiknya. Dia mempergunakan ilmu berlari cepat seperti terbang menuju ke kota dan langsung pergi ke gedung Menteri Cang yang sudah dikenalnya baik itu.
Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa secepatnya meninggalkan gelanggang pertempuran yang tak menguntungkan pihak mereka dan cepat sekali mereka sampai di istana keluarga Menteri Cang Ku Ceng. Karena mereka merupakan orang-orang kepercayaan Menteri Cang, tentu saja para pengawal juga tidak banyak bertanya melihat mereka datang nampak tergesa-gesa itu.
Keduanya langsung mencari Cang Hui dan Cang Sun, dengan maksud untuk menangkap mereka. Mereka sudah ketahuan, rahasia mereka telah terbuka dengan kemunculan Hay Hay dan Kui Hong. Apa bila mereka tidak menyandera putera puteri Menteri Cang, maka mereka tentu akan celaka.
Akan tetapi mereka tidak melihat Cang Sun, hanya menemukan Cang Hui dan Teng Cin Nio yang sedang menunggu pulangnya Mayang karena gadis itu tadi pergi tanpa pamit. Keduanya terkejut sekali saat melihat munculnya orang-orang yang mereka kenal sebagai Liong Ki dan Liong Bi, apa lagi melihat sikap kedua orang itu yang aneh dan tidak seperti biasanya.
Cin Nio sendiri belum menduga bahwa orang yang memperkosa dirinya malam itu adalah Liong Ki, akan tetapi dia memang sudah tak suka melihat sikap pemuda itu yang kadang-kadang memandang kepadanya dengan sinar mata kurang ajar. Lebih-lebih Cang Hui. Dia pernah dirayu oleh pemuda itu, maka dia merasa tidak suka kepada Liong Ki.
"Di mana Mayang?" tanya Cang Hui ketika melihat mereka berdua menghampirinya. Dia dan Cin Nio sedang duduk di taman bunga. "Ke mana dia pergi? Semenjak tadi aku tidak melihatnya." Cin Nio sendiri hanya memandang dan tidak bicara sesuatu.
Liong Ki dan Liong Bi mendekat, lantas Liong Ki berkata, "Mayang sudah dicelakai orang jahat. Kalian pun akan celaka bila tidak cepat pergi dari sini. Mari, kami akan melindungi kalian," katanya sambil mendekati Cang Hui.
"Pergi? Ke mana? Aku tidak mau. Lagi pula, bahaya apa yang mengancam?"
Akan tetapi secepat kilat Sim Ki Liong sudah menerjang kemudian menotoknya, hampir berbarengan dengan yang dilakukan Su Bi Hwa kepada Cin Nio. Biar pun dua orang gadis itu pernah berlatih silat dengan tekun di bawah bimbingan Mayang, namun mereka kalah jauh dibandingkan dengan dua orang itu. Lagi pula serangan itu tidak mereka duga-duga sama sekali sehingga mereka tidak sempat mengelak, menangkis mau pun berteriak.
Sesuai dengan rencana yang mereka atur ketika lari tadi, keduanya tanpa banyak cakap lagi memondong dua orang gadis yang sudah lemas dan tidak mampu bergerak mau pun bersuara itu, dan membawanya lari menuju ke belakang di mana terdapat beberapa buah kereta keluarga dan banyak kuda-kuda yang pilihan.
Para pelayan hanya memandang dengan melongo akan tetapi tidak berani menegur atau banyak bertanya ketika melihat dua orang kepercayaan majikan mereka itu memasang dua ekor kuda di depan sebuah kereta, lalu memapah dua orang siocia mereka ke dalam kereta dan menjalankan kereta keluar dari situ. Mereka hanya mengira bahwa dua orang nona mereka itu agaknya tiba-tiba terserang penyakit lumpuh dan dua orang kepercayaan itu tentu akan membawa mereka mencari tabib dalam keadaan tergesa-gesa.
Akan tetapi ketika kereta sampai di pintu gerbang belakang, dari mana kereta-kereta dari istana itu biasanya keluar, lima orang penjaga pintu gerbang menghadang di tengah jalan dan mengangkat tangan memberi isyarat agar kereta dihentikan.
"Minggir!” bentak Sim Ki Liong. "Apakah kalian tidak melihat bahwa aku yang membawa kereta keluar?”
"Maaf, Taihiap. Akan tetapi kami mendengar bahwa Cang Siocia dan Teng Siocia engkau bawa dalam kereta. Kami harus mempertanggung jawabkan ini. Hendak dibawa ke mana mereka itu dan mengapa? Apa yang terjadi denga mereka, Taihiap?"
“Keparat, apakah kalian tidak percaya kepadaku? Minggir!” bentak Sim Ki Liong yang tak mau membuang banyak waktu.
Sementara itu tanpa banyak cakap lagi Su Bi Hwa menggerakkan tangan lima kali. Lima orang penjaga itu menjerit dan roboh, tewas karena yang memasuki tubuh mereka adalah jarum-jarum beracun yang disambitkan Su Bi Hwa. Sim Ki Liong langsung melarikan dua ekor kuda yang menarik kereta keluar dari situ dengan cepat.
Para penjaga lain yang melihat lima orang rekan mereka tewas langsung berteriak-teriak sehingga gegerlah seisi istana. Apa lagi ketika Nyonya Cang mendengar bahwa puteri dan keponakannya dilarikan oleh dua orang kepercayaan itu, dia mejadi bingung karena tidak tahu apa yang telah terjadi. Rasanya sukar diterima akal bahwa dua orang kepercayaan itu menculik dan melarikan dua orang gadis itu. Untuk apa diculik?
Selagi semua orang kebingungan karena ketika itu Menteri Cang tidak berada di rumah, muncullah Cang Sun yang ketika peristiwa itu terjadi sedang keluar istana dan berkunjung ke rumah seorang sahabatnya. Tentu saja dia terkejut sekali mendengar bahwa Liong Ki dan Liong Bi melarikan Cang Hui dan Cin Nio dengan sebuah kereta. Dia memang mulai curiga terhadap kedua orang itu, apa lagi mengingat sikap Liong Bi yang selalu berusaha merayunya.
"Pengawal, cepat kerahkan pasukan pengawal dan kejar kereta itu!” kata Cang Sun yang merasa gelisah sekali. Selagi semua orang sibuk, muncullah Kui Hong!
"Nona Cia... ahh, nona Cia...!”
Nyonya Cang merangkul Cia Kui Hong dan menangis. "Mereka melarikan Cang Hui dan Cin Nio….”
Sementara itu Cang Sun juga tertegun melihat munculnya gadis yang selama ini selalu mengisi hatinya sebelum dia bertemu Mayang.
"Nona Kui Hong...!” katanya, lalu segera disambungnya, "Nona, kau harus menolong Hui-moi dan Ci-moi. Mereka berdua dilarikan Liong Ki dan Liong Bi dengan kereta!"
"Mereka itu dua orang penjahat besar yang kejam! Aku akan mengejar mereka!” kata Kui Hong.
Dia pun segera melompat dan berlari cepat meninggalkan rumah itu. Di pintu gerbang dia rnendapat keterangan dari penjaga bahwa kereta itu dilarikan ke arah barat. Pantas saja dia tadi tidak berpapasan karena dia masuk kota melalui pintu gerbang selatan. Melihat seekor kuda milik para penjaga, dia lalu berkata.
“Aku pinjam kuda kalian sebentar!”
Para penjaga telah mengenal Kui Hong yang mereka kagumi ketika gadis itu dulu pernah tinggal di rumah Menteri Cang. Mereka tahu bahwa gadis itu lihai sekali, bahkan kabarnya kini sudah menjadi ketua Cin-ling-pai.
“Silakan, nona!”
Kui Hong membalapkan kudanya melakukan pengejaran. Biar pun kereta itu sudah amat jauh meninggalkan pintu gerbang kota raja, karena memang kedua orang itu memilih kuda terbaik sehingga kedua kuda itu berlari cepat sekali, namun jejak kereta itu nampak jelas sehingga Kui Hong dapat terus melakukan pengejaran.
"Hong-moi, perlahan dulu... !” Suara itu terdengar jelas sekali walau pun lirih, seolah-olah orang yang bersuara itu berbisik di dekat telinganya. Tahulah dia bahwa itu adalah suara Hay Hay dan bahwa orang yang selama ini tidak pernah meninggalkan hatinya itu sudah menggunakan ilmu mengirim suara dari jarak jauh yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang memiliki tenaga sakti yang amat kuat.
Kui Hong menahan kudanya lantas menengok. Benar saja. Seperti terbang saja bayangan itu datang dari belakang dan cepatnya bukan main. Dia harus mengakui bahwa dia sendiri tidak rnungkin dapat menandingi ilmu berlari cepat Hay Hay.
Memang salah satu di antara guru-guru Hay Hay, yaitu See-thian La-ma, adalah seorang ahli ginkang (ilmu meringankan tubuh) yang sukar dicari bandingnya. Dan tampaknya Hay Hay sudah menguasai ilmu-ilmu peninggalan para gurunya dengan baik, bahkan mungkin lebih baik dibandingkan gurunya sendiri sesudah pemuda ini mendapat gemblengan dari Song Lojin, seorang sakti yang menyempurnakan semua ilmunya.
"Hay-ko bagaimana dengan mereka tadi?"
"Hek-tok Sian-su melarikan diri, orang-orang Pek-lian-kauw juga lari. Mayang berada di rumah Cang Taijin."
"Hay-ko, kenapa engkau menahanku? Bukankah kita harus cepat mengejar dan menyusul kereta itu?" Dia menunjuk ke depan dan kereta itu kini nampak sudah jauh sekali.
"Hong-moi, kita harus berhati-hati menghadapi dua iblis itu. Kalau kita mengejar seperti ini dan mampu menyusul, tentu mereka akan mempergunakan dua orang gadis itu sebagai sandera dan kalau mereka mengancam dua orang gadis bangsawan itu, apa yang dapat kita lakukan?"
Kui Hong mengangguk. "Lalu apa yang harus kita lakukan?"
"Kita menyamar sebagai dua orang perampok yang menghadang perjalanan mereka dan menutupi muka dengan sapu tangan. Kalau mereka mengira kita perampok, tentu mereka akan menyerang dan kita mendapat kesempatan untuk menyelamatkan dua orang gadis tawanan itu."
"Engkau benar, Hay-ko. Mari kita cepat menyamar dan mengejar."
Kui Hong Ialu menggunakan sapu tangan menutupi mukanya dari bawah mata ke bawah, dan membungkus rambut kepalanya dengan kain pula sehingga sukarlah mengenal ketua Cin-ling-pai ini. Hay Hay juga menggunakan sapu tangan lebar untuk menutupi mukanya, lalu mengacaukan rambutnya sehingga riap-riapan.
"Hong-moi, sembunyikan sepasang pedangmu agar tidak dikenal," kata Hay Hay.
Kui Hong segera menyimpan sepasang pedang di balik bajunya yang longgar. Kemudian gadis itu menatap wajah Hay Hay yang sudah tertutup sapu tangan. Mereka hanya saling beradu pandang mata. Sejenak sinar mata mereka bertaut lalu dengan suara menggetar Kui Hong berkata,
“Hay-ko, betapa banyaknya yang ingin kubicarakan denganmu, tetapi waktunya tidak ada. Kelak saja kalau urusan ini sudah selesai. Mari kita kejar mereka!" Dia pun melompat ke atas punggung kudanya, lalu membalapkan kuda ke depan. Hay Hay juga melesat cepat, mengerahkan ginkang-nya mengejar kuda itu.
Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa rnerasa lega. Memang semua cita-cita mereka hancur dan gagal, dan tidak mungkin lagi mereka menjadi orang kepercayaan Menteri Cang, namun setidaknya mereka masih berhasil menyelamatkan diri. Dengan adanya Cang Hui dan Cin Nio sebagai sandera, maka takkan ada orang yang berani menggannggu mereka, apa lagi menyerang mereka.
Kini Ki Liong masih memiliki harapan tipis, yaitu dengan menyandera Cang Hui, mungkin Menteri Cang akan mengalah demi keselamatan puterinya dan akan suka menerimanya sebagai menantu. Mengingat betapa dia pernah berjasa dan menjadi orang kepercayaan Menteri Cang, dan mengingat pula bahwa bangsawan tinggi itu tentu akan menjaga nama baik keluarganya dari pada aib, besar kemungkinan niatnya itu akan terkabul.
Kini kereta itu sudah tiba di luar kota raja, mendekati kaki sebuah bukit, dan hati mereka sudah merasa senang. Dua orang gadis yang mereka tawan masih rebah setengah duduk dalam keadaan lemas tak mampu bergerak di dalam kereta. Ki Liong memegang kendali dan Bi Hwa duduk di sampingnya sambil mengawasi dua orang tawanan mereka.
“Aihh, engkau mau enak sendiri saja," kata Bi Hwa bersungut-sungut, "Kita menculik dua orang gadis, hanya akan menyenangkan engkau saja. Tentunya aku hanya akan menjadi penonton yang panas perut."
Ki Liong tertawa dan mengelus dagu perempuan yang duduk di sampingnya. “Ah, engkau ini masih mempunyai cemburu? Ha-ha-ha, jangan berpendapat sepicik itu, Bi Hwa. Kalau tadi ada Cang Sun, tentu pemuda itu akan kuculik pula untukmu. Yang penting bukanlah kesenangan, melainkan keselamatan kita lebih dahulu. Dengan adanya mereka maka kita akan selamat. Siapa tahu kelak Cang Taijin akan mau menerimaku sebagai mantu. Kalau hal itu terjadi, tentu aku tidak akan melupakan engkau, manis."
Tiba-tiba mereka menjadi tegang dan memandang tajam ke depan. Ada dua orang yang mukanya tertutup sapu tangan menghadang di depan. Dua orang itu mengangkat tangan ke atas dan memberi isyarat untuk berhenti. Dari pakaian mereka dapat diketahui bahwa mereka adalah seorang pria dan seorang wanita.
Akan tetapi baik Ki Liong mau pun Bi Hwa tidak mengenal mereka karena wajah mereka tertutup sapu tangan, bahkan wanita itu kepalanya dikerudungi, dan yang pria rambutnya riap-riapan. Karena tidak ingin kuda yang menarik kereta itu menjadi ketakutan sehingga sulit dikendalikan, terpaksa Ki Liong menahan kedua ekor kuda yang sudah kelelahan itu.
“Heii, kalian mau apa?!" bentaknya penuh wibawa. “Minggir!"
"Kalian yang cepat turun dan serahkan kereta berikut kuda itu kepada kami," kata laki-laki bertopeng yang rambutnya riap-riapan. Suaranya parau dan dalam. Tahulah Ki Liong dan Bi Hwa bahwa mereka berhadapan dengan dua orang perampok yang hendak merampas kereta dan kuda. Mereka marah bercampur geli.
"Hemm, kalian sudah bosan hidup!" bentak Su Bi Hwa lalu tangannya bergerak.
Jarum-jarum beracun meluncur menjadi sinar hitam kehijauan menyambar ke arah kedua orang perampok itu. Akan tetapi kemarahan dua orang itu kini berubah menjadi kekagetan dan keheranan. Dua orang ‘perampok’ itu menggerakkan tangan mengibas, lantas semua jarum itu runtuh oleh hawa pukulan dari tangan mereka! Kibasan seperti itu hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang memiliki sinkang (tangan sakti) yang sangat kuat.
"Keparat, kalian benar-benar ingin mampus!" Bi Hwa hendak melompat turun, akan tetapi tiba-tiba Ki Liong memegang pergelangan tangannya.
"Jangan turun, jaga dan todong kedua tawanan kita,” bisiknya.
Bi Hwa adalah seorang wanita yang berpengalaman dan cerdik, maka seketika dia pun sadar. Pedang yang tadinya telah dia cabut untuk ‘menghajar’ kedua orang perampok itu kini sebaliknya dia todongkan kearah dua orang tawanan yang sudah tidak berdaya.
Ki Liong yang masih duduk memegang kendali kuda di bagian depan kereta, kini tertawa bergelak, "Ha-ha-ha-ha, Kui Hong dan Hay Hay, kalian kira aku begitu bodoh untuk dapat kalian tipu? Jangan kalian bergerak, karena begitu kalian bergerak, nona Cang Hui dan Teng Cin Nio akan kami bunuh!"
Tentu saja Hay Hay dan Hui Hong terkejut bukan main. Tak mereka sangka bahwa Ki Liong demikian cerdiknya sehingga tidak dapat mereka pancing meninggalkan dua tawanannya. Mereka merasa tidak ada gunanya lagi menyamar, rnaka mereka merenggut lepas sapu tangan penutup kepala dan muka.
"Ki Liong, engkau benar-benar iblis cerdik," kata Hay Hay, suaranya tenang saja biar pun di dalam hatinya dia merasa khawatir. "Bagaimana engkau dapat mengenal kami?"
"Heh-heh-heh, Hay Hay, kau kira aku begitu bodoh? Ingat, sudah lama aku mengenal Kui Hong. Aku pernah tergila-gila kepadanya, dan aku ingat benar bentuk dan sinar matanya, ingat akan bentuk tubuhnya. Kalau bukan dia, siapa lagi yang dapat meruntuhkan jarum-jarum Tok-ciang Bi-Moli semudah itu? Dan yang pria tentu saja engkau, karena tadi kalian berdua yang menentang kami. Nah, mudah sekali, bukan? Kalianlah yang bodoh. Jangan bergerak kalau menghendaki dua orang nona itu tidak mampus lebih dulu!"
Hay Hay menahan nafas, merasa tidak berdaya. Menggunakan sihir? Dia tahu bahwa Ki Liong terialu lihai untuk dikuasai dengan sihir, karena tentu pemuda itu sudah siap siaga. Dan Su Bi Hwa adalah seorang tokoh Pek-lian-kauw, tentu saja dia pun ahli sihir dan bila mereka berdua sudah siap siaga menjaga diri, maka sukarlah menguasai mereka dengan sihirnya. Berbahaya, tentu pedang di tangan iblis betina itu akan membunuh kedua orang gadis tawanan itu.
Selagi Hay Hay merasa bingung dan tak berdaya, tiba-tiba Kui Hong mengeluarkan suara mengejek. "Huh, engkau iblis bermuka manusia, serigala berkedok domba, kau jahanam busuk dan terkutuk Sim Ki Liong! Kau kira dapat menggertak kami dengan menyandera kedua gadis bangsawan itu? Bunuhlah mereka kalau engkau mau membunuh, akan tetapi ingat, jika engkau dan siluman itu membunuh mereka, aku dan Hay-ko akan menangkap kalian dan engkau tentu masih ingat bahwa aku adalah cucu Pendekar Sadis! Dan engkau lebih mengetahui bahwa kakekku yang pernah menjadi gurumu itu dijuluki Pendakar Sadis bukan sekedar omong kosong. Tentu aku juga tahu bagaimana caranya menyiksa kalian sesadis-sadisnya sebelum kalian mampus sehingga kalian akan mati seribu kali!”
Bulu tengkuk Ki Liong dan Bi Hwa langsung meremang mendengar ancaman ini,. Mereka yakin bahwa jika sedang marah, bukan tak mungkin kalau ancaman ketua Cin-ling-pai itu akan dilaksanakan!
Ki Liong dan Bi Hwa saling lirik. Muka mereka berubah agak pucat mendengar ancaman Kui Hong itu. Mereka berdua maklum bahwa kalau mereka membunuh dua orang gadis tawanan, pasti mereka harus melawan Kui Hong dan Hay Hay. Dan mereka tahu bahwa mereka tidak akan menang! Bila mereka tertawan dan ketua Cin-ling-pai, cucu Pendekar Sadis itu melaksanakan ancamannya, wahh, sungguh rnengerikan sekali membayangkan derita siksaan yang akan mereka alami.
Diam-diam Hay Hay merasa kagum sekali pada Kui Hong. Gadis pujaan hatinya itu telah menggunakan siasat yang tepat sekali. Gertak dilawan dengan gertakan yang lebih hebat lagi! Dia tahu bahwa dalam keadaan bingung dan ragu, bisa saja kedua orang manusia sesat itu menjadi nekat dan benar-benar membunuh dua orang gadis bangsawan, maka dia pun cepat bicara dengan suara yang juga mengandung ejekan.
"Nah, kalian sudah mendengar sendiri ancaman cucu Pendekar Sadis! Aku sendiri hanya akan menyaksikan dari jauh karena aku pasti tidak tega melihat siksaan yang hanya dapat terjadi di neraka! Bagaimana pun juga akhirnya dua orang tawanan kalian akan mati kalian bunuh, dan kalian mati disiksa pangcu (ketua) dari Cin-ling-pai. Nah, bagaimana kalau kita biarkan kalian berempat tetap hidup?”
Dalam keadaan panik dan bingung, kata-kata Hay Hay itu merupakan pegangan harapan terakhir bagi Sim Ki Liong. "Aku setuju! Cia Kui Hong, aku menawarkan penukaran nyawa kami berdua dengan nyawa dua orang tawanan kami."
Kui Hong tersenyum mengejek. "Ki Liong, kalau menurut kata hatiku, tidak mungkin aku sudi melepaskanmu untuk ke dua kalinya. Dulu Mayang memohon dan mintakan ampun bagimu karena dia tertarik dan terbujuk rayuanmu. Aku membiarkan engkau pergi karena mengira bahwa engkau akan berubah dan kembali ke jalan benar. Ternyata engkau malah mengkhianati Mayang! Karena Mayang tidak berada di sini, maka biarlah kakaknya yang mengambil keputusan. Hay-ko, terserah kepadamu apa yang harus kita lakukan terhadap dua iblis ini."
Hay Hay bersikap acuh tak acuh dan suaranya sambil lalu saja ketika dia bertanya, "Sim Ki Liong, mengadakan perjanjian dengan orang semacam engkau sungguh merugikan diri sendiri karena engkau adalah seorang pengkhianat yang tidak suka memegang janji. Nah, tawaran penukaran yang kau maksudkan itu bagaimana? Jelaskan, aku dan nona Cia Kui Hong akan mempertimbangkannya. Akan tetapi awas, kalau engkau bertindak curang apa yang diancamkan nona Cia Kui Hong tadi pasti akan menjadi kenyataan."
Sikap dan suara Hay Hay juga seperti orang yang tidak begitu mempedulikan nasib kedua gadis bangsawan itu sehingga Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa merasa di bawah angin. Kalau saja yang mereka hadapi itu bukan Kui Hong dan Hay Hay, pikir mereka.
Kalau yang mereka hadapi itu Menteri Cang, pasti menteri itu tidak bersikap acuh seperti ini, tentu akan memperhatikan apa yang mereka tuntut dan memenuhinya tanpa banyak berbantah lagi. Namun dua orang ini tidak dapat mereka gertak dan agaknya tidak peduli apakah mereka akan membunuh kedua orang gadis itu atau tidak. Sebaliknya merekalah yang terancam!
"Kui Hong dan Hay Hay, kalau kalian mau berjanji tidak akan menyerang kami dan mau membiarkan kami pergi dari sini, maka kami pun akan menyerahkan dua orang gadis di dalam kereta ini kepada kalian. Kami percaya akan janji kalian, terutama sekaii janji yang keluar dari mulut ketua Cin-ling-pai. Jika kalian tidak mau, apa boleh buat, dua orang nona ini akan kami bunuh, kemudian melawan kalian untuk kami mati-matian mengadu nyawa. Bagaimana pun juga kami sudah untung membunuh dua orang gadis tawanan ini."
Hay Hay pura-pura meragu, lalu bertanya sambil menoleh kepada Kui Hong, “Bagaimana pendapatmu, Pangcu (ketua)? Rasanya sungguh sayang membiarkan dua tikus busuk ini pergi, setelah kita dengan mudah akan dapat menangkapnya dan menyeretnya ke depan Menteri Cang, atau menyiksa kemudian membunuh mereka di sini seperti dua ekor tikus. Bagaimana pendapatmu dengan penawaran mereka itu?"
Kui Hong juga memperlihatkan sikap ragu-ragu. "Hemmm, aku pun merasa sayang kalau harus melepaskan dua iblis busuk yang layak mampus ini. Akan tetapi, bagaimana pun juga nyawa mereka tidak ada harganya. Dua orang nona itu jauh lebih berharga. Biarlah untuk sekali ini kita mengalah dan membiarkan mereka pergi, akan tetapi lain kali kita tak akan mengampuni mereka lagi."
"Nah, Cia Kui Hong, sebagai ketua Cin-ling-pai berjanjilah bahwa engkau dan Hay Hay tak akan menyerang kami dan akan membiarkan kami pergi," kata Sim Ki Liong, diam-diam merasa girang sekali.
Bagi dia dan Bi Hwa, yang terpenting pada saat itu adalah kebebasan dan keselamatan mereka. Yang lain-lain tidak ada artinya. Kalau mereka masih hidup, tentu mereka akan dapat bercita-cita lagi, mengejar segala macam kesenangan lagi.
Kui Hong mengangguk. "Baik, sekali ini aku berjanji akan membiarkan kalian pergi, tetapi lain kali kita bertemu lagi, aku pasti tidak akan mengampuni kalian. Nah, pergilah cepat!”
Setelah rnendengar janji Kui Hong, Sim Ki Liong memandang dengan wajah berseri dan ia menjadi berani. Dia yakin bahwa orang seperti Cia Kui Hong sampai mati pun tidak akan sudi melanggar janjinya
"Bi Hwa, tinggalkan mereka!” katanya kepada Su Bi Hwa.
Biar pun hatinya ragu-ragu dan khawatir, akan tetapi Bi Hwa percaya kepada Ki Liog dan melihat Ki Liong melompat turun dari kereta, dia pun meninggalkan dua orang tawanan itu. Ki Liong tersenyum dan berkata kepada Kui Hong.
"Nah Kui Hong, ambillah mereka dan biarkan kami membawa kereta itu. Atau kalian tukar saja dengan dua ekor kuda kalian, bukankah kalian masih untung sebuah kereta dalam penukaran ini?"
Kui Hong menudingkan telunjuknya ke arah bekas suheng-nya itu. "Sim Ki Liong manusia iblis yang tidak tahu malu. Kalau engkau dan iblis betina ini mau pergi, cepatlah pergi dari sini sebelum aku kehilangan kesabaranku dan lupa diri, lupa janji! Semua kuda dan kereta ini milik Menteri Cang, kalian hanya mencuri. Nah, cepat menggelinding pergi dari sini!”
Ki Liong menyeringai, hatinya panas sekali akan tetapi dia tidak berdaya. Kalau dia tidak menerima, apakah yang dapat dia lakukan? Marah dan menyerang mereka? Kalau begitu jelas di luar perjanjian dan berarti dia yang mencari penyakit, malah mungkin saja mencari mati. Karena merasa betapa Kui Hong sudah diikat janji, untuk melampiaskan kemarahan hatinya maka dia pun berseru marah.
"Cia Kui Hong, aku tidak akan melupakan penghinaan ini. Ingatlah baik-baik, sekali waktu engkau akan terjatuh ke tanganku dan engkau akan membayar semua hutang-hutangmu kepadaku berikut bunganya!” Sesudah berkata demikian dia pun memberi isyarat kepada Bi Hwa, lalu mereka berdua membalikkan tubuh dan berlari cepat meninggalkan tempat itu.
"Hemm, ingin sekali aku memukul pecah kepala yang isinya pikiran busuk itu!” kata Hay Hay.
"Sabarlah, yang paling penting kita menyelamatkan Cang Siocia" kata Kui Hong sambil mendekati kereta. Melihat Cang Hui dan Cin Nio dalam keadaan lemas tertotok, Kui Hong menggerakkan jari tangannya membebaskan mereka dari pengaruh totokan. Begitu dapat menggerakkan tubuhnya, Cang Hui lalu merangkul Kui Hong sambil menangis.
"Enci Hong...!”
Kui Hong menepuk-nepuk pundak Cang Hui. "Harap tenangkan hatimu, Nona Cang. Iblis itu tidak mengganggumu, bukan?"
Cang Hui mengerti apa yang dimaksudkan Kui Hong, maka dia menggeleng kepala, "Aku tidak tahu apa yang telah terjadi, enci Hong. Mereka itu tiba-tiba saja datang dan menotok lalu menculik kami. Aku tidak tahu apa yang sudah terjadi dengan Mayang dan mengapa pula mereka berdua yang selama ini telah diperlakukan dengan baik oleh ayah, kini malah berbalik menculik aku dan Cin Nio."
Kui Hong mengerutkan sepasang alisnya, "Nona Cang, agaknya engkau belum mengenal betul siapa mereka tadi?"
"Tentu saja aku mengenal mereka. Mereka berdua telah diterima sebagai pembantu dan pengawal keluarga kami oleh ayah. Mereka adalah kakak beradik bernama Liong Ki dan Liong Bi!” kata Cang Hui heran.
Kui Hong menghela napas panjang dan menggeleng-gelengkan kepala. "Rumah ayahmu sudah kemasukan dua orang manusia iblis yang sangat jahat, Nona. Akan tetapi panjang ceritanya dan nanti kita bicarakan dalam perjalanan pulang. Kami akan mengantar kalian pulang. Siapakah nona ini?" tanya Kui Hong menunjuk kepada Cin Nio. Saat dia berada di istana Menteri Cang dahulu, Cin Nio belum berada di sana maka dia tidak mengenalnya.
"Dia adalah saudara misanku bernama Tan Cin Nio dan tinggal bersama kami. Siapakah pendekar ini?" Cang Hui memandang kepada Hay Hay, juga Cin Nio memandang.
"Aku, jiwi Siocia (nona berdua)? Namaku Tang Hay akan tetapi panggil saja aku Hay Hay. Ahh, sekarang aku mengerti kenapa Sim Ki Liong yang jahat itu menculik kalian. Kiranya kalian adalah dua orang nona bangsawan yang cantik jelita bagaikan dua tangkai bunga yang sedang mekar merekah dengan harumnya...”
"Ihhhh...” Cang Hui terkejut mendengar ucapan yang memuji dan merayu itu. Dia menoleh kepada Kui Hong dengan sinar mata bertanya-tanya mengapa Kui Hong dapat berkawan dengan pria yang kurang ajar itu!
Kui Hong tersenyum. “Saudara Tang Hay atau Hay Hay ini adalah seorang pendekar yang dikenal baik oleh ayahmu. Jangan terkejut melihat dan mendengar sikapnya yang seperti merayu karena memang julukannya adalah Pendekar Mata Keranjang! Akan tetapi hatinya bersih. Hay-ko, jagalah sikap dan kata katamu supaya tidak mengejutkan nona Cang dan nona Teng.”
Hay Hay tersenyum. Girang hatinya mendengar ucapan Kui Hong tadi karena ucapan itu jelas membuktikan bahwa Kui Hong sudah mengenalnya dan tidak akan merasa cemburu kalau dia memuji-muji kecantikan wanita dengan sejujurnya.
"Ji-wi Siocia, harap ji-wi sudi memaafkan apa bila sikapku tidak berkenan di hati ji-wi. Dua orang dara seperti jiwi yang anggun seperti bidadari, tentu memiliki belas kasihan seperti bidadari pula dan sudi memaafkan seorang hamba rendah macam diriku.”
Cang Hui adalah seorang gadis yang lincah jenaka dan selalu gembira. Biar pun baru saja terbebas dari ancaman yang lebih mengerikan dari pada maut, namun setelah mendengar keterangan Kui Hong tentang Hay Hay dan mendengar ucapannya yang terakhir itu, mau tidak mau kini dia terkekeh geli. "Aduh, setiap gadis harus berhati-hati sekali menjaga diri kalau bertemu dengan Taihiap ini! Kalau tidak hati-hati tentu akan mudah jatuh bangun!”
Hay Hay menjadi semakin gembira. Kiranya puteri Menteri Cang Ku Ceng adalah seorang gadis yang lincah jenaka. "Maaf, Siocia. Apanya yang jatuh bangun itu?"
"Apanya? Tentu saja hatinya!" kata Cang Hui. "Enci Hong, sekarang ceritakan, apa arti kata-katamu tentang diri Liong Ki dan Liong Bi tadi?”
"Mari kita naik kereta. Hay-ko, engkau yang menjadi kusir," kata Kui Hong.
Hay Hay tertawa dan mereka semua naik ke dalam kereta. Tiga orang itu duduk di dalam dan Hay Hay duduk di depan, di tempat kusir. Dua ekor kuda itu memang kuda pilihan, dan kuda yang tadi dituggangi Kui Hong diikat di belakang kereta.
"Hi-hi-hik, Mayang, bocah sombong. Bersiaplah engkau untuk mampus!”
Pedangnya membabat ke arah leher Mayang. Mayang cepat mengelak dengan loncatan ke samping, akan tetapi ketika pecutnya menyambar ganas ke arah Bi Hwa, pedang di tangan Ki Liong telah membabat dari samping, kuat bukan main sehingga terdengar suara keras dan ujung pecut itu terbabat putus oleh pedang Ki Liong! Melihat ini Su Bi Hwa lalu menggerakkan kakinya sehingga paha kiri Mayang kena ditendangnya.
"Dukkk!"
Tanpa dapat dicegahnya lagi tubuh Mayang terpelanting keras. Sambil terkekeh Bi Hwa cepat membacokkan pedangnya, akan tetapi pedang itu ditangkis oleh pedang di tangan Ki Liong.
"Tranggg...!”
"Ehh?! Liong-Ko, apa yang kau lakukan ini?" Bi Hwa berseru kaget.
"Aku ingin menangkapnya hidup-hidup, Bi-moi!"
Bi Hwa mengerti dan tertawa. "Heh-heh-heh, agaknya engkau masih penasaran karena malam itu ternyata bukan Mayang yang kau tundukkan dalam kamarnya? Baiklah, akan kutangkap dia untukmu, kuhadiahkan kepadamu untuk hari ini, akan tetapi sesudah itu dia harus dibunuh dan mayatnya dilenyapkan di dasar danau!" kata Bi Hwa.
Mendengar ini Mayang segera mengerahkan seluruh tenaga dan meloncat bangun, tidak mempedulikan rasa nyeri pada pahanya. Hatinya terasa sakit bukan main. Kini terbukalah matanya dan tahulah dia macam apa adanya Sim Ki Liong yang pernah dicintanya.
Dia telah memintakan ampun untuk Ki Liong dari Cia Kui Hong, kemudian di pulau Teratai Merah dia pun memintakan ampun untuk Ki Liong dari Pendekar Sadis dan isterinya. Dan sekarang ternyata Ki Liong hanya memandangnya sebagai alat pemuas nafsunya belaka. Bahkan demikian kejinya Ki Liong untuk minta kepada Bi Hwa agar dia tidak dibunuh dulu sebelum digumulinya!
"Jahanam kau..., terkutuk kau...!"
Dan dengan napas terengah-engah saking marahnya dia telah menyerang kembali dengan cambuknya yang telah patah ujungnya, menyerang mati-matian ke arah Ki Liong. Bahkan hantaman pecutnya ini dibantu oleh tangan kirinya yang juga melakukan serangan dengan pukulan Hek-coa-tok-ciang yang mengandung hawa beracun.
Akan tetapi Ki Liong mengelak dari pukulan itu dan menangkis hantaman cambuk dengan pedangnya. Mayang kembali mengamuk, dan karena kini Su Bi Hwa tidak lagi menyerang untuk membunuh melainkan hanya untuk merobohkan dan menangkapnya, maka Mayang tidak terancam maut lagi. Bagaimana pun juga tak akan mudah bagi mereka untuk dapat menangkap gadis yang seperti singa betina mengamuk ini begitu saja.
"Wirrrrr... !"
Pecut itu kembali menyambar ke arah kepala Ki Liong. Serangan yang dilakukan dengan penuh kebencian. Ki Liong menyambut dengan pedang dan sengaja memutar pedangnya sehingga pecut Mayang melibat pedang itu. Kesempatan ini kembali digunakan Bi Hwa.
Tangannya menampar ke arah pundak Mayang dan gadis ini kembali terpelanting, sekali ini terpelanting keras sekali hingga kepalanya terasa pening. Akan tetapi dia telah dapat melepaskan libatan pecutnya, lalu dia sengaja menggulingkan tubuhnya sambil memutar-mutar cambuk untuk melindungi diri.
Gadis ini memang hebat. Kalau dia tidak bergulingan sambil memutar cambuknya, tentu mudah bagi dua orang pengeroyoknya untuk menotok dan menangkapnya. Tetapi dengan bergulingan dan memutar cambuk, kembali dia dapat terlepas. Ia meloncat berdiri lagi dan walau pun kepalanya pening dan pundaknya nyeri, dia sudah siap untuk melawan sampai titik darah penghabisan.
"Sim Ki Liong, jahanam busuk kau...!" Dia berteriak, suara teriaknya melengking nyaring sekali. Kembali dia mengamuk dengan pecutnya, amukan yang tidak lagi menghiraukan keselamatan dirinya.
Su Bi Hwa menjadi penasaran dan marah sekali. Apa bila menurutkan hatinya, dia ingin segera membunuh saja gadis peranakan Tibet itu supaya tidak menyusahkan lagi. Akan tetapi dia maklum bahwa kalau hal itu dia lakukan, maka dia akan rugi karena tentu Ki Liong akan merasa kecewa dan tidak senang kepadanya.
"Liong-ko, biar kurobohkan dia dengan jarum agar lebih mudah!" katanya.
Akan tetapi sebelum Ki Liong menjawab, tiba-tiba ada sinar merah menyambar dari kiri, sinar merah lembut yang menyambar dengan cepat sekali ke arah Su Bi Hwa dan Sim Ki Liong! Ternyata, sebelum Bi Hwa mempergunakan jarum-jarumnya, telah ada orang lain yang lebih dahulu menggunakan jarum-jarum merah yang sangat lihai, akan tetapi bukan untuk menyerang Mayang sebaliknya malah menyerang mereka.
Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa cepat mengelak sehingga sinar merah lembut itu menyambar lewat. Bukan jarum-jarum merah itu yang mengejutkan hati mereka, melainkan sesudah orang yang menyambitkan jarum itu muncul.
"Siluman betina busuk, ternyata engkau berada di sini! Dan bersama si murtad Sim Ki Liong mengeroyok Mayang! Bagus, jangan takut, Mayang. Aku membantumu menghajar jahanam-jahanam ini!" kata gadis perkasa yang menyambitkan jarum-jarum merah itu.
Wajah Su Bi Hwa dan Sim Ki Liong berubah ketika mereka mengenal Cia Kui Hong! Yang menolong Mayang itu memang benar Kui Hong adanya.
Seperti kita ketahui, Cia Kui Hong meninggalkan Cin-ling-san sesudah dia mendapatkan persetujuan ayah ibunya untuk berjodoh dengan Tang Hay. Seperti mendapat semangat hidup baru, Kui Hong segera berangkat dan mencari ke kota raja. Akan tetapi kebetulan sekali dia lewat di danau itu dan tertarik oleh keindahan danau.
Dia berjalan-jalan di sekitar danau dan tadi, ketika dia sudah mengambil keputusan untuk meninggalkan danau dan pergi ke kota raja, kebetulan sekali dia lewat dekat bukit itu dan mendengar teriakan marah dari Mayang. Dia pun bergegas naik ke bukit itu dan melihat betapa Mayang didesak dengan hebat oleh dua orang yang membuat dia marah bukan main. Dua orang pengeroyok Mayang itu adalah Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa!
Tentu saja Kui Hong merasa heran bukan main. Bukankah Ki Liong dan Mayang saling mencintai? Bahkan Mayang sendiri pernah memintakan ampun untuk Ki Liong kepadanya! Bagaimana sekarang Ki Liong malah menyerang Mayang, bahkan bersama dengan Tok-ciang Bi Moli murid Pek-lian Da-kui itu? Dalam keheranannya dia tidak banyak membuang waktu dan mendengar betapa Su Bi Hwa hendak menyerang Mayang dengan jarum, dia mendahului dan menyambit kedua orang pengeroyok dengan jarum-jarum merahnya.
“Enci Kui Hong...!” Mayang berseru girang bukan main ketika melihat siapa penolongnya dan cepat dia meloncat ke dekat Kui Hong.
"Mayang, apa yang telah terjadi? Kenapa engkau dikeroyok oleh dua orang ini?" Kui Hong bertanya penasaran.
"Enci Kui Hong, jahanam Sim Ki Liong ini mengkhianatiku, dia bersekongkol dengan iblis betina itu untuk menguasai keluarga Menteri Cang Ku Ceng."
Kui Hong membelalakkan matanya. "Begitu beraninya mereka? Kalau begitu dosa mereka sudah melewati ukuran dan mereka layak dibasmi!” Kui Hong membentak.
Dia pun telah mencabut sepasang pedangnya, lalu menyerang Ki Liong dengan sepasang pedang itu. Serangannya hebat bukan main karena dia telah mengerahkan tenaganya dan memainkan ilmu pedang Hok-mo Siang-kiam (Sepasang Pedang Penakluk Iblis) yang dipelajarinya dari Toan Kim Hong, neneknya. Ki Liong yang maklum akan kelihaian gadis ini, tidak banyak cakap lagi dan cepat memutar pedangya melawan.
Kini Mayang memperoleh angin baik. Meski pun dia sudah menderita luka oleh tendangan pada paha dan pukulan pada pundaknya, melihat munculnya Kui Hong kini semangatnya timbul kembali dan bagaikan seekor singa betina dia menggunakan cambuknya yang telah patah ujungnya untuk menyerang Su Bi Hwa dengan dahsyat.
Kini terjadilah pertandingan satu lawan satu yang amat seru. Akan tetapi Ki Liong segera terdesak oleh kedua pedang di tangan Kui Hong. Meski pun hanya menerima keterangan singkat dari Mayang, gadis ini maklum bahwa Ki Liong sudah mengkhianati gadis itu dan tentu telah melakukan kejahatan kembali.
Memang dia sudah sangat membenci pemuda murid pulau Teratai Merah yang murtad ini. Kalau dahulu dia mengampuninya adalah karena atas permintaan Mayang. Sekarang dia menyerang untuk membunuh sehingga Ki Liong hanya mampu menangkis dan menjaga diri, tidak diberi kesempatan lagi untuk balas menyerang.
Sedangkan Su Bi Hwa yang tingkat kepandaiannya seimbang dengan Mayang, kini juga kewalahan menghadapi desakan Mayang karena gadis peranakan Tibet ini sangat marah sehingga gerakan-gerakannya menjadi sangat dahsyat, terutama sekali serangan tangan kirinya yang menggunakan Hek-coa-tok-ciang.
Tiba-tiba Su Bi Hwa berseru nyaring. "Suhu, keluarlah dan bantulah kami!"
Ki Liong sendiri merasa heran, mengira bahwa tentu sekutunya itu hanya menggunakan siasat menggertak saja. Akan tetapi betapa girang rasa hatinya ketika tiba-tiba terdengar suara orang yang amat dikenalnya, suara Hek-tok Sian-su!
"Omitohud..., kini banyak benar orang muda perkasa bermunculan!" Dan sambaran angin dahsyat menyerang ke arah Kui Hong dari arah kanan!
Kui Hong yang sedang mendesak Ki Liong, ketika mendengar suara itu dan merasakan sambaran angin pukulan dahsyat, segera membalik ke arah suara itu dan memindahkan pedang dari tangan kanan ke tangan kiri yang kini memegang dua batang pedang, lantas tangan kanannya dia dorongkan ke arah dari mana datangnya angin pukulan,
"Dessss...!” Dua tenaga sakti bertemu di udara lewat telapak tangan Hek-tok Sian-su dan Cia Kui Hong.
"Omitohud...!” Hek-tok Sian-su berseru kaget dan heran karena tangkisan gadis itu sudah membuat pukulannya tadi membalik. Di dunia ini jarang ada orang yang dapat menangkis pukulannya seperti itu, dan gadis ini masih muda sekali!
"Bi Hwa, siapakah nona ini?" Saking heran dan kagumnya dia bertanya kepada Bi Hwa.
Bagi Hek Tok Sian-su, tidak ada rahasia lagi tentang Su Bi Hwa dan Sim Ki Liong karena mereka telah mengaku kepadanya tentang keadaan mereka yang sebenarnya. Su Bi Hwa memang cerdik. Ia telah mengatur semuanya sehingga kakek itu berada pula di situ, siap membantu. Bahkan banyak pula orang-orang Pek-lian-kauw sudah siap membantunya.
"Suhu, dia adalah pangcu (ketua) dari Cin-ling-pai."
"Omitohud, seorang wanita masih begini muda sudah menjadi ketua perkumpulan besar. Pantas saja lihai!"
Kui Hong merasa heran mendengar Bi Hwa menyebut suhu kepada hwesio ini. Setahunya guru Bi Hwa adalah Pek-lian Sam-kwi yang ketiganya sudah tewas semua. Bagaimana tiba-tiba muncul seorang hwesio yang mengaku sebagai guru wanita iblis ini?
"Locianpwe," katanya dengan sikap tegas. "Tok-ciang Bi Moli ini pernah mengacau Cin-ling-pai, dan Sim Ki Liong adalah murid murtad dari kakek dan nenekku, maka aku akan membunuh mereka. Aku Cia Kui Hong tidak pernah bermusuhan denganmu, oleh karena itu harap Locianpwe tidak mencampuri urusan kami supaya aku tidak perlu bermusuhan denganmu."
"Omitohud, nona muda yang sombong. Apa kau kira pinceng takut melawanmu! Ha-ha-ha, dua orang ini adalah sekutu pinceng, sudah menjadi murid pinceng, tentu saja urusan mereka adalah urusan pinceng."
Tahulah Kui Hong bahwa dia berhadapan dengan seorang yang bentuk serta pakaiannya saja pendeta, akan tetapi isinya adalah seorang yang condong kepada golongan sesat.
"Pendeta palsu, kalau begitu engkau pun hanya akan membikin kacau dunia saja!" bentak Kui Hong dan dia pun sudah menyerang dengan sepasang pedangnya.
"Omitohud, biarlah nona ini menjadi lawan pinceng!" kata Hek-tok Sian-su dan dia sudah menggerakkan kedua tangannya.
Ujung lengan bajunya segera menyambar. Ketika kedua ujung lengan baju itu menangkis pedang di tangan Kui Hong, gadis itu merasa seolah-olah sepasang pedangnya ditangkis oleh senjata yang keras dan kuat. Segera terjadi perkelahian di antara mereka.
"Bi-moi, kau bantu suhu menundukkan Kui Hong, biarkan aku yang menangkap Mayang!" kata Ki Liong dengan gembira. Tidak disangkanya bahwa Bi Hwa sedemikian cerdiknya sehingga kini pihaknya yang lebih kuat.
Bi Hwa juga maklum bahwa kalau ketua Cin-ling-pai itu tidak dikalahkan tentu merupakan ancaman baginya. Maka tanpa banyak cakap lagi dia segera membantu Hek-tok Sian-su mengeroyok Kui Hong. Ada pun Ki Liong segera menghadapi Mayang.
Kembali keadaan berubah setelah tadi Kui Hong dan Mayang dapat mendesak dua orang lawannya. Dengan masuknya Hek-tok Sian-su, kini keadaan kembali tak menguntungkan bagi pihak Mayang dan Kui Hong. Kakek ini memiliki ilmu yang aneh-aneh, yang kadang amat mengejutkan Kui Hong dan membuat gadis itu terdesak dan hanya dapat melindungi dirinya saja tanpa dapat membalas menyerang.
Apa lagi di situ terdapat Bi Hwa yang menggunakan pedang mengeroyok dan jelas bahwa iblis betina ini bersungguh-sungguh hendak membunuhnya, membuat Kui Hong langsung terdesak. Hanya kematangan ilmu pedang Kui Hong yang bersumber kepada ilmu pedang dahsyat dari neneknya yang membuat gadis itu masih dapat bertahan.
Yang payah adalah Mayang. Gadis ini telah terluka, dan menghadapi Ki Liong dia merasa kalah setingkat, maka segera dia diserang dan didesak hebat oleh Ki Liong yang sangat bergairah untuk menangkapnya hidup-hidup. Bagi Mayang, kini Ki Liong merupakan iblis yang amat jahat, dan dia pun tahu bahwa kalau sampai dia tertawan, tentu Ki Liong akan menghina dan memperkosannya. Kiranya pemuda ini sama sekali tidak mempunyai peri kemanusiaan, tidak tahu malu dan sudah tersesat sampai jauh.
Mayang menggigit bibirnya dan melawan mati-matian. Sudah dua kali ia terpelanting oleh tendangan kaki Ki Liong, akan tetapi setiap kali ia meloncat bangun lagi, tidak merasakan kenyerian yang dideritanya dan melawan terus dengan gigihnya.
Kui Hong maklum bahwa pihaknya terancam bahaya. Kalau perkelahian berat sebelah itu terus dilanjutkan sama halnya membiarkan diri mati konyol. Dia harus melindungi Mayang karena dia dapat melihat betapa gadis itu terancam oleh Ki Liong.
Dia mulai mencari kesempatan untuk mengajak Mayang melarikan diri lebih dahulu agar terlepas dari himpitan lawan. Akan tetapi tiga orang lawan itu tidak memberi kesempatan dan mendesak terus. Selagi Kui Hong memutar pedang mencari kesempatan, mendadak terdengar bentakan nyaring.
“Tahan semua senjata!”
Ucapan itu begitu penuh wibawa sehingga lima orang yang sedang berkelahi itu otomatis menghentikan gerakan tangan mereka seperti tertahan oleh tenaga yang tidak kelihatan.
Hek-tok Sian-su terkejut bukan kepalang karena dia merasakan getaran yang amat kuat dalam suara itu, getaran yang mengandung kekuatan sihir yang luar biasa kuatnya. Cepat dia memandang, dan ternyata yang membentak itu pun hanya seorang pria yang masih sangat muda! Sungguh mengherankan hatinya karena demikian banyaknya bermunculan orang-orang muda yang amat lihai!
Yang paling kaget sampai mukanya berubah pucat adalah Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa ketika mereka mengenai orang yang datang itu karena pemuda itu bukan lain adalah Hay Hay!
Melihat pemuda itu, Mayang langsung menjerit sambil terisak kemudian lari menghampiri Hay Hay. Dia meloncat dan merangkul leher pemuda itu. “Hay-koko... Hay-ko... uuhhh… uuuuuhuhu-huuuuu... Hay-kooo...!” Dia menangis tersedu-sedu di dada kakaknya itu.
Hay Hay mengelus kepala adiknya dengan penuh kasih sayang. “Sssttt, Mayang adikku yang manis, di mana kegagahanmu? Hentikan tangismu dan ceritakan apa yang terjadi, Mayang.” Dia lalu mengangkat muka dan bertemu pandang dengan Kui Hong. Keduanya beradu pandang mata, dua pasang sinar mata bertaut sejenak dan keduanya tersipu.
“Hay-ko...!” Kui Hong berbisik hampir tidak bersuara, akan tetapi bibirnya jelas menyebut nama pemuda itu.
“Hong-moi, kulihat engkau mati-matian melindungi Mayang adikku. Terima kasih! Tetapi apa yang telah terjadi? Ini si iblis betina dari Pek-lian-kauw kembali sudah mengacau dan mengapa Ki Liong bukan melindungi bahkan menyerang Mayang? Dan siapa pula kakek yang gagah ini?” Hay Hay bertanya.
Ki Liong merasa gentar bukan main dan dia pun cepat berkata kepada Hek-tok Sian-su, “Suhu, inilah yang bernama Tang Hay, yang selama ini Suhu cari-cari!” katanya.
Mendengar keterangan itu, Hek-tok Sian-su terkejut akan tetapi juga girang. Diam-diam dia segera menggerakkan kekuatan sihirnya dan berkata dengan suara yang mengandung wibawa. “Omitohud... kiranya engkau yang bernama Tang Hay? Orang muda, engkaukah yang sudah menewaskan dua orang saudara pinceng yang bernama Janghau Lama dan Pat Hoa Lama di Tibet?”
Hay Hay mengamati kakek itu dan dia menjawab, “Kalau yang Locianpwe maksudkan tiga orang pendeta Lama yang memberontak kepada Dalai Lama itu, memang benar bahwa aku pernah bertentangan dengan mereka. Aku tidak membunuh siapa pun, dan kalau ada yang tewas di dalam pertandingan, maka itu sudahlah wajar. Yang bersalah akhirnya pasti akan kalah dan terhukum oleh perbuatannya sendiri. Mengapa Locianpwe masih merasa penasaran?”
“Omitohud, engkau orang muda yang amat sombong. Kematian tiga orang saudara kami itu harus dibalas. Kim Mo Sian-kouw sudah membayar kematian Gunga Lama, dan kini engkau harus menebus kematian Janghau Lama dan Pat Hoa Lama.”
“Kalau Locianpwe membela yang bersalah, berarti bahwa Locianpwe juga menyeleweng dari kebenaran!”
Kakek itu tertawa. “Ha-ha-ha, sungguh menyenangkan sekali bertemu dengan orang yang sudah lama kucari-cari. Menggembirakan sekali bertemu dengan orang-orang muda yang berkepandaian. Nah, orang-orang muda, mari kita bergembira, tertawa dengan gembira, ha-ha-ha-ha!” Suara tawanya makin lama semakin kuat dan mengandung getaran hebat.
Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa sudah ikut tertawa. Mayang sendiri langsung mengerahkan ilmunya. Dari gurunya dia memang menerima ilmu yang menolak kekuatan sihir, maka dia dapat bertahan. Kui Hong juga tergetar hebat dan dengan segera mengerahkan sinkang untuk menolak, namun tetap saja mulutnya membentuk senyum lebar.
"Bagus, tertawalah Locianpwe. Tertawalah sepuasmu biar kulihat!" kata Hay Hay, tentu saja sambil mengerahkan kekuatan sihirnya untuk melawan.
Akhirnya yang tertawa bergelak adalah kakek itu sendiri, diiringi suara tawa Ki Liong dan Bi Hwa! Melihat kenyataan ini, Hek-tok Sian-su terkejut. Dia menggunakan sihir agar para lawan itu tertawa dan mudah dia kuasai. Tidak tahunya sekarang malah dia sendiri yang tertawa dan tidak dapat dihentikan.
Cepat dia merendahkan tubuhnya seperti katak hendak melompat, lantas mengerahkan tenaga dari dalam perut sehingga terdengar bunyi berkokok seperti katak. Akan tetapi dia berhasil menghentikan tawanya dan otomatis Ki Liong dan Bi Hwa juga berhenti tertawa. Waiah dua orang itu menjadi pucat.
"Tang Hay, hari ini pinceng Hek-tok Sian-su akan membuat perhitungan denganmu, maka bersiaplah untuk menebus kematian saudara-saudaraku!” kakek itu membentak.
Hay Hay tersenyum. "Kalau Locianpwe tetap hendak membela yang bersalah dan hendak menyusul mereka, silakan!"
Hek-tok Sian-su yang sudah marah sekali segera memutar kedua lengannya dan dia telah menyerang Hay Hay dengan ilmu pukulan yang sangat ampuh, yaitu pukulan Gelombang Samudera yang sangat dahsyat! Hay Hay mengenal ilmu pukulan ampuh, maka dia pun cepat mengerahkan tenaga dan menyambut dengan kedua tangannya
“Dessss... !"
Keduanya terpental ke belakang. Ternyata tenaga mereka seimbang. Hal ini mengejutkan Hek-tok Sian-su dan dia pun semakin penasaran. Tubuhnya seperti menggelundung dan dia menyerang semakin dahsyat. Hay Hay menyambutnya dan dua orang sakti ini segera bertanding.
Tiba-tiba Su Bi Hwa yang melihat betapa keadaan pihaknya tidak menguntungkan segera mengeluarkan suara bersuit nyaring. Maka bermunculanlah belasan orang tosu Pek-lian-kauw dari tempat persembunyian mereka! Melihat ini Kui Hong cepat meloncat rnendekati Mayang. Mereka beradu punggung dan saling melindungi, menghadapi pengepungan Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa yang dibantu belasan orang tosu Pek-lian-kauw!
Hay Hay maklum akan kehebatan lawannya, juga dia tahu bahwa Kui Hong dan Mayang dikeroyok banyak orang. Maka dia pun cepat menggunakan ilmunya Jiauw-pou Poan-san, dengan langkah berputar-putar dia bisa membuat lawannya hanya membuang tenaga sia-sia belaka.
Kadang kala Hay Hay meninggalkan kakek itu, lalu menerjang untuk membantu Kui Hong dan Mayang, membubarkan kepungan dan merobohkan satu dua orang pengeroyok. Baru dia menahan lagi kalau kakek itu mendesak, lalu menggunakan langkahnya yang ajaib itu untuk bermain kucing-kucingan. Dengan demikian Hay Hay dapat melindungi Mayang dan Kui Hong.
Pada waktu itu ilmu kepandaian Cia Kui Hong telah meningkat karena selama dia berada di Cin-ling-san, dia berlatih dengan tekun di bawah pengamatan ayah bundanya sehingga pada waktu itu tingkat kepandaian gadis ini sudah melebihi ayah dan ibunya. Hal ini tidak mengherankan karena gadis perkasa ini juga pernah digembleng sendiri oleh kakek dan neneknya, yaitu Pendekar Sadis dan isterinya di pulau Teratai Merah.
Biar pun dia harus menghadapi pengeroyokan Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa, dia tidak akan kewalahan dan mampu mengimbangi mereka berdua. Mayang sendiri pun bukanlah gadis lemah. Tetapi dia telah terluka, dan para anggota Pek-lian-kauw yang kini mengeroyok dia dan Kui Hong berjumlah tiga belas orang dan mereka itu bukan anggota biasa, melainkan tokoh-tokoh yang telah memiliki kepandaian tinggi.
Maka, bagaimana pun Kui Hong mengamuk, tetap saja dia harus melindungi Mayang dan kedua gadis ini tetap terdesak. Untung di sana ada Hay Hay. Dengan siasatnya kadang-kadang melawan Hek-tok Sian-su, dan bila ada kesempatan dia cepat meloncat kemudian menggempur para pengeroyok kedua orang gadis itu, dan gempurannya selalu berhasil merobohkan seorang pengeroyok, maka keadaan menjadi seimbang.
Sim Ki Liong yang menyamar dengan nama Liong Ki, serta Bi Hwa yang memakai nama Liong Bi, adalah dua orang yang licik. Mereka tidak mengenal apa yang disebut budi, juga tak mengenal setia kawan. Mereka hanya mementingkan diri sendiri. Kini mereka merasa gelisah melihat keadaan mereka yang tidak menguntungkan. Mereka tahu bahwa setelah rahasia mereka kini diketahui oleh Mayang, tidak mungkin bagi mereka kembali ke istana Menteri Cang Ku Ceng. Dalam keadaan yang gawat itu Liong Bi berbisik kepada Liong Ki,
“Cepat, kita harus pergi dari sini agar jangan terlambat!”
Dua orang itu memang memiliki jalan pikiran yang sama. Maka, mendengar ucapan itu saja Liong Ki sudah dapat menangkap maksud yang terkandung di dalamnya. Dia pun melihat bahwa keadaan mereka amat tidak menguntungkan dan diam-diam dia mengutuk Mayang. Gadis itulah gara-gara semua kegagalan ini.
Dia sama sekali tidak mengira bahwa malam itu bukan Mayang gadis yang diperkosanya selagi terbius, melainkan Teng Cin Nio! Dan Mayang telah mengetahui hal itu. Semuanya menjadi gagal! Kalau Menteri Cang pulang dan mendengar tentang peristiwa itu, tentu dia akan ditangkap. Habislah sudah semua cita-cita yang muluk, hancur oleh kesalahan satu malam. Maka, mendengar ucapan Liong Bi, dia pun mengangguk-angguk dan keduanya langsung keluar dari kalangan pertempuran, membiarkan sisa anggota Pek-lia-kauw untuk mengeroyok Kui Hong dan Mayang.
Karena ditinggakan oleh dua orang itu, belasan orang Pek-lian-kauw menjadi kocar-kacir melawan amukan Kui Hong dan Mayang. Beberapa orang terpelanting roboh tersambar sepasang pedang Hok-mo Siang-kiam di tangan Kui Hong dan beberapa orang lagi roboh disambar pecut di tangan Mayang, walau pun pecut itu telah putus bagian ujungnya.
"Enci Hong, cepat kejar mereka, lindungi keluarga Menteri Cang!" seru Mayang dengan nada khawatir. Dia sendiri merasa tidak mampu untuk melawan dua orang lihai itu.
Mendengar itu Kui Hong terkejut. Berbahaya sekali kalau orang-orang semacam Ki Liong dan Bi Hwa itu benar-benar menyerang keluarga Menteri-Cang. Dia meloncat ke belakang dan menoleh ke arah Hay Hay yang masih bertanding dengan serunya melawan Hek-tok Sian-su.
Pertandingan antara dua orang itu berlangsung dengan seru. Kakek itu berusaha sekuat tenaga uhtuk mengalahkan Hay Hay, untuk membalas dendamnya. Dia sudah bertubi-tubi melakukan penyerangan dengan pukulan Angin Taufan, pukulan Gelombang Samudera, bahkan dia sudah menggunakan cara bergulingan seperti trenggiling, lalu mendekam dan melancarkan pukulan sakti seperti katak hendak meloncat.
Akan tetapi Hay Hay selalu dapat menghindarkan diri. Langkah-langkah ajaib Jiauw-pouw Poan-san dapat menghindarkan semua pukulan lawan dan bila sekali dua kali pemuda itu menangkis, maka keduanya terpental karena memang tenaga sinkang mereka seimbang.
Hay Hay juga penasaran sekali, jarang dia berhadapan dengan lawan setangguh ini. Baru setelah dia mainkan Ciu-sian Cap-pek-ciang, yaitu delapan belas jurus ilmu pukulan yang dipeiajarinya dari Ciu-sian Sin-kai, kakek gendut berkulit hitam itu terdesak mundur. Pada saat itulah Kui Hong meloncat ke belakang meninggalkan gelanggang.
"Hay-ko, kau lindungi Mayang. Aku harus melindungi keluarga Cang!” kata Kui Hong.
Melihat Kui Hong berlari cepat meninggalkan tempat itu, Hay Hay menjadi sadar. Tadi dia sempat melihat Sim Ki Liong sudah melarikan diri bersama wanita cantik yang dikenalnya sebagai Tok-ciang Bi Moli yang pernah mengacau Cin-ling-pai Kalau sekarang Kui Hong mengatakan hendak melindungi keluarga Cang, maka berarti kedua orang tadi mungkin merupakan ancaman bagi keluarga bangsawan itu.
Akan tetapi Mayang masih dikeroyok beberapa orang anggota Pek-lian kauw, dan di sini terdapat pula Hek-tok Sansu yang sangat lihai. Kalau dia pergi mengejar dan membantu Kui Hong, tentu Mayang terancarn bahaya. Tak mungkin dia rneninggalkan Mayang, apa lagi kelihatannya adiknya itu telah menderita luka-luka.
Karena mengkhawatirkan Kui Hong yang melakukan pengejaran seorang diri, tetapi juga mengkhawatirkan keadaan Mayang, Hay Hay menjadi rnarah. Dia mengerahkan seluruh tenaga saktinya, kemudian mengeluarkan teriakan melengking. Teriakan ini mengandung kekuatan sihir yang sangat dahsyat sehingga Hek-tok Sian-su sendiri sampai terhuyung ke belakang dan mukanya berubah pucat. Saat itu segera digunakan oleh Hay Hay untuk menyerang dengan dorongan kedua tangannya.
Ketika itu tubuh Hek-tok Sian-su sedang terhuyung oleh daya kekuatan lengking nyaring yang dikeluarkan Hay Hay, maka datangnya serangan ini sangat dahsyat. Dia berusaha mengerahkan tenaga untuk menyambut dengan dorongan kedua tangannya pula.
“Dessss…!”
Dua tenaga dahsyat bertemu dan akibatnya, tubuh Hay Hay terlempar ke atas. Dia cepat membuat salto sampai lima kali baru turun ke bawah. Akan tetapi kakek itu terjengkang dan dia cepat duduk bersila mengatur pernapasan sambil mengusap darah dari bibirnya. Sesudah itu dia membuka mata, memandang kepada Hay Hay dengan sinar mata kagum dan tidak percaya, lalu berkata dengan lirih.
“Tang Hay, lain kali kita pasti berjumpa lagi." Dan dia pun bangkit berdiri lalu berkelebat pergi dengan cepatnya.
Melihat kakek itu melarikan diri, sisa orang-orang Pek-lian-kauw tentu saja menjadi amat ketakutan dan mereka pun langsung lari meninggalkan kawan-kawan mereka yang terluka atau tewas.
"Koko mari cepat kita menyusul enci Hong. Keluarga Cang berada dalam bahaya!" kata Mayang, akan tetapi dia terhuyung karena lelah dan karena lukanya.
Tanpa membuang banyak waktu untuk bertanya, Hay Hay Ialu menyambar tubuh adiknya. Dia mempergunakan ilmu berlari cepat seperti terbang menuju ke kota dan langsung pergi ke gedung Menteri Cang yang sudah dikenalnya baik itu.
********************
Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa secepatnya meninggalkan gelanggang pertempuran yang tak menguntungkan pihak mereka dan cepat sekali mereka sampai di istana keluarga Menteri Cang Ku Ceng. Karena mereka merupakan orang-orang kepercayaan Menteri Cang, tentu saja para pengawal juga tidak banyak bertanya melihat mereka datang nampak tergesa-gesa itu.
Keduanya langsung mencari Cang Hui dan Cang Sun, dengan maksud untuk menangkap mereka. Mereka sudah ketahuan, rahasia mereka telah terbuka dengan kemunculan Hay Hay dan Kui Hong. Apa bila mereka tidak menyandera putera puteri Menteri Cang, maka mereka tentu akan celaka.
Akan tetapi mereka tidak melihat Cang Sun, hanya menemukan Cang Hui dan Teng Cin Nio yang sedang menunggu pulangnya Mayang karena gadis itu tadi pergi tanpa pamit. Keduanya terkejut sekali saat melihat munculnya orang-orang yang mereka kenal sebagai Liong Ki dan Liong Bi, apa lagi melihat sikap kedua orang itu yang aneh dan tidak seperti biasanya.
Cin Nio sendiri belum menduga bahwa orang yang memperkosa dirinya malam itu adalah Liong Ki, akan tetapi dia memang sudah tak suka melihat sikap pemuda itu yang kadang-kadang memandang kepadanya dengan sinar mata kurang ajar. Lebih-lebih Cang Hui. Dia pernah dirayu oleh pemuda itu, maka dia merasa tidak suka kepada Liong Ki.
"Di mana Mayang?" tanya Cang Hui ketika melihat mereka berdua menghampirinya. Dia dan Cin Nio sedang duduk di taman bunga. "Ke mana dia pergi? Semenjak tadi aku tidak melihatnya." Cin Nio sendiri hanya memandang dan tidak bicara sesuatu.
Liong Ki dan Liong Bi mendekat, lantas Liong Ki berkata, "Mayang sudah dicelakai orang jahat. Kalian pun akan celaka bila tidak cepat pergi dari sini. Mari, kami akan melindungi kalian," katanya sambil mendekati Cang Hui.
"Pergi? Ke mana? Aku tidak mau. Lagi pula, bahaya apa yang mengancam?"
Akan tetapi secepat kilat Sim Ki Liong sudah menerjang kemudian menotoknya, hampir berbarengan dengan yang dilakukan Su Bi Hwa kepada Cin Nio. Biar pun dua orang gadis itu pernah berlatih silat dengan tekun di bawah bimbingan Mayang, namun mereka kalah jauh dibandingkan dengan dua orang itu. Lagi pula serangan itu tidak mereka duga-duga sama sekali sehingga mereka tidak sempat mengelak, menangkis mau pun berteriak.
Sesuai dengan rencana yang mereka atur ketika lari tadi, keduanya tanpa banyak cakap lagi memondong dua orang gadis yang sudah lemas dan tidak mampu bergerak mau pun bersuara itu, dan membawanya lari menuju ke belakang di mana terdapat beberapa buah kereta keluarga dan banyak kuda-kuda yang pilihan.
Para pelayan hanya memandang dengan melongo akan tetapi tidak berani menegur atau banyak bertanya ketika melihat dua orang kepercayaan majikan mereka itu memasang dua ekor kuda di depan sebuah kereta, lalu memapah dua orang siocia mereka ke dalam kereta dan menjalankan kereta keluar dari situ. Mereka hanya mengira bahwa dua orang nona mereka itu agaknya tiba-tiba terserang penyakit lumpuh dan dua orang kepercayaan itu tentu akan membawa mereka mencari tabib dalam keadaan tergesa-gesa.
Akan tetapi ketika kereta sampai di pintu gerbang belakang, dari mana kereta-kereta dari istana itu biasanya keluar, lima orang penjaga pintu gerbang menghadang di tengah jalan dan mengangkat tangan memberi isyarat agar kereta dihentikan.
"Minggir!” bentak Sim Ki Liong. "Apakah kalian tidak melihat bahwa aku yang membawa kereta keluar?”
"Maaf, Taihiap. Akan tetapi kami mendengar bahwa Cang Siocia dan Teng Siocia engkau bawa dalam kereta. Kami harus mempertanggung jawabkan ini. Hendak dibawa ke mana mereka itu dan mengapa? Apa yang terjadi denga mereka, Taihiap?"
“Keparat, apakah kalian tidak percaya kepadaku? Minggir!” bentak Sim Ki Liong yang tak mau membuang banyak waktu.
Sementara itu tanpa banyak cakap lagi Su Bi Hwa menggerakkan tangan lima kali. Lima orang penjaga itu menjerit dan roboh, tewas karena yang memasuki tubuh mereka adalah jarum-jarum beracun yang disambitkan Su Bi Hwa. Sim Ki Liong langsung melarikan dua ekor kuda yang menarik kereta keluar dari situ dengan cepat.
Para penjaga lain yang melihat lima orang rekan mereka tewas langsung berteriak-teriak sehingga gegerlah seisi istana. Apa lagi ketika Nyonya Cang mendengar bahwa puteri dan keponakannya dilarikan oleh dua orang kepercayaan itu, dia mejadi bingung karena tidak tahu apa yang telah terjadi. Rasanya sukar diterima akal bahwa dua orang kepercayaan itu menculik dan melarikan dua orang gadis itu. Untuk apa diculik?
Selagi semua orang kebingungan karena ketika itu Menteri Cang tidak berada di rumah, muncullah Cang Sun yang ketika peristiwa itu terjadi sedang keluar istana dan berkunjung ke rumah seorang sahabatnya. Tentu saja dia terkejut sekali mendengar bahwa Liong Ki dan Liong Bi melarikan Cang Hui dan Cin Nio dengan sebuah kereta. Dia memang mulai curiga terhadap kedua orang itu, apa lagi mengingat sikap Liong Bi yang selalu berusaha merayunya.
"Pengawal, cepat kerahkan pasukan pengawal dan kejar kereta itu!” kata Cang Sun yang merasa gelisah sekali. Selagi semua orang sibuk, muncullah Kui Hong!
"Nona Cia... ahh, nona Cia...!”
Nyonya Cang merangkul Cia Kui Hong dan menangis. "Mereka melarikan Cang Hui dan Cin Nio….”
Sementara itu Cang Sun juga tertegun melihat munculnya gadis yang selama ini selalu mengisi hatinya sebelum dia bertemu Mayang.
"Nona Kui Hong...!” katanya, lalu segera disambungnya, "Nona, kau harus menolong Hui-moi dan Ci-moi. Mereka berdua dilarikan Liong Ki dan Liong Bi dengan kereta!"
"Mereka itu dua orang penjahat besar yang kejam! Aku akan mengejar mereka!” kata Kui Hong.
Dia pun segera melompat dan berlari cepat meninggalkan rumah itu. Di pintu gerbang dia rnendapat keterangan dari penjaga bahwa kereta itu dilarikan ke arah barat. Pantas saja dia tadi tidak berpapasan karena dia masuk kota melalui pintu gerbang selatan. Melihat seekor kuda milik para penjaga, dia lalu berkata.
“Aku pinjam kuda kalian sebentar!”
Para penjaga telah mengenal Kui Hong yang mereka kagumi ketika gadis itu dulu pernah tinggal di rumah Menteri Cang. Mereka tahu bahwa gadis itu lihai sekali, bahkan kabarnya kini sudah menjadi ketua Cin-ling-pai.
“Silakan, nona!”
Kui Hong membalapkan kudanya melakukan pengejaran. Biar pun kereta itu sudah amat jauh meninggalkan pintu gerbang kota raja, karena memang kedua orang itu memilih kuda terbaik sehingga kedua kuda itu berlari cepat sekali, namun jejak kereta itu nampak jelas sehingga Kui Hong dapat terus melakukan pengejaran.
"Hong-moi, perlahan dulu... !” Suara itu terdengar jelas sekali walau pun lirih, seolah-olah orang yang bersuara itu berbisik di dekat telinganya. Tahulah dia bahwa itu adalah suara Hay Hay dan bahwa orang yang selama ini tidak pernah meninggalkan hatinya itu sudah menggunakan ilmu mengirim suara dari jarak jauh yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang memiliki tenaga sakti yang amat kuat.
Kui Hong menahan kudanya lantas menengok. Benar saja. Seperti terbang saja bayangan itu datang dari belakang dan cepatnya bukan main. Dia harus mengakui bahwa dia sendiri tidak rnungkin dapat menandingi ilmu berlari cepat Hay Hay.
Memang salah satu di antara guru-guru Hay Hay, yaitu See-thian La-ma, adalah seorang ahli ginkang (ilmu meringankan tubuh) yang sukar dicari bandingnya. Dan tampaknya Hay Hay sudah menguasai ilmu-ilmu peninggalan para gurunya dengan baik, bahkan mungkin lebih baik dibandingkan gurunya sendiri sesudah pemuda ini mendapat gemblengan dari Song Lojin, seorang sakti yang menyempurnakan semua ilmunya.
"Hay-ko bagaimana dengan mereka tadi?"
"Hek-tok Sian-su melarikan diri, orang-orang Pek-lian-kauw juga lari. Mayang berada di rumah Cang Taijin."
"Hay-ko, kenapa engkau menahanku? Bukankah kita harus cepat mengejar dan menyusul kereta itu?" Dia menunjuk ke depan dan kereta itu kini nampak sudah jauh sekali.
"Hong-moi, kita harus berhati-hati menghadapi dua iblis itu. Kalau kita mengejar seperti ini dan mampu menyusul, tentu mereka akan mempergunakan dua orang gadis itu sebagai sandera dan kalau mereka mengancam dua orang gadis bangsawan itu, apa yang dapat kita lakukan?"
Kui Hong mengangguk. "Lalu apa yang harus kita lakukan?"
"Kita menyamar sebagai dua orang perampok yang menghadang perjalanan mereka dan menutupi muka dengan sapu tangan. Kalau mereka mengira kita perampok, tentu mereka akan menyerang dan kita mendapat kesempatan untuk menyelamatkan dua orang gadis tawanan itu."
"Engkau benar, Hay-ko. Mari kita cepat menyamar dan mengejar."
Kui Hong Ialu menggunakan sapu tangan menutupi mukanya dari bawah mata ke bawah, dan membungkus rambut kepalanya dengan kain pula sehingga sukarlah mengenal ketua Cin-ling-pai ini. Hay Hay juga menggunakan sapu tangan lebar untuk menutupi mukanya, lalu mengacaukan rambutnya sehingga riap-riapan.
"Hong-moi, sembunyikan sepasang pedangmu agar tidak dikenal," kata Hay Hay.
Kui Hong segera menyimpan sepasang pedang di balik bajunya yang longgar. Kemudian gadis itu menatap wajah Hay Hay yang sudah tertutup sapu tangan. Mereka hanya saling beradu pandang mata. Sejenak sinar mata mereka bertaut lalu dengan suara menggetar Kui Hong berkata,
“Hay-ko, betapa banyaknya yang ingin kubicarakan denganmu, tetapi waktunya tidak ada. Kelak saja kalau urusan ini sudah selesai. Mari kita kejar mereka!" Dia pun melompat ke atas punggung kudanya, lalu membalapkan kuda ke depan. Hay Hay juga melesat cepat, mengerahkan ginkang-nya mengejar kuda itu.
********************
Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa rnerasa lega. Memang semua cita-cita mereka hancur dan gagal, dan tidak mungkin lagi mereka menjadi orang kepercayaan Menteri Cang, namun setidaknya mereka masih berhasil menyelamatkan diri. Dengan adanya Cang Hui dan Cin Nio sebagai sandera, maka takkan ada orang yang berani menggannggu mereka, apa lagi menyerang mereka.
Kini Ki Liong masih memiliki harapan tipis, yaitu dengan menyandera Cang Hui, mungkin Menteri Cang akan mengalah demi keselamatan puterinya dan akan suka menerimanya sebagai menantu. Mengingat betapa dia pernah berjasa dan menjadi orang kepercayaan Menteri Cang, dan mengingat pula bahwa bangsawan tinggi itu tentu akan menjaga nama baik keluarganya dari pada aib, besar kemungkinan niatnya itu akan terkabul.
Kini kereta itu sudah tiba di luar kota raja, mendekati kaki sebuah bukit, dan hati mereka sudah merasa senang. Dua orang gadis yang mereka tawan masih rebah setengah duduk dalam keadaan lemas tak mampu bergerak di dalam kereta. Ki Liong memegang kendali dan Bi Hwa duduk di sampingnya sambil mengawasi dua orang tawanan mereka.
“Aihh, engkau mau enak sendiri saja," kata Bi Hwa bersungut-sungut, "Kita menculik dua orang gadis, hanya akan menyenangkan engkau saja. Tentunya aku hanya akan menjadi penonton yang panas perut."
Ki Liong tertawa dan mengelus dagu perempuan yang duduk di sampingnya. “Ah, engkau ini masih mempunyai cemburu? Ha-ha-ha, jangan berpendapat sepicik itu, Bi Hwa. Kalau tadi ada Cang Sun, tentu pemuda itu akan kuculik pula untukmu. Yang penting bukanlah kesenangan, melainkan keselamatan kita lebih dahulu. Dengan adanya mereka maka kita akan selamat. Siapa tahu kelak Cang Taijin akan mau menerimaku sebagai mantu. Kalau hal itu terjadi, tentu aku tidak akan melupakan engkau, manis."
Tiba-tiba mereka menjadi tegang dan memandang tajam ke depan. Ada dua orang yang mukanya tertutup sapu tangan menghadang di depan. Dua orang itu mengangkat tangan ke atas dan memberi isyarat untuk berhenti. Dari pakaian mereka dapat diketahui bahwa mereka adalah seorang pria dan seorang wanita.
Akan tetapi baik Ki Liong mau pun Bi Hwa tidak mengenal mereka karena wajah mereka tertutup sapu tangan, bahkan wanita itu kepalanya dikerudungi, dan yang pria rambutnya riap-riapan. Karena tidak ingin kuda yang menarik kereta itu menjadi ketakutan sehingga sulit dikendalikan, terpaksa Ki Liong menahan kedua ekor kuda yang sudah kelelahan itu.
“Heii, kalian mau apa?!" bentaknya penuh wibawa. “Minggir!"
"Kalian yang cepat turun dan serahkan kereta berikut kuda itu kepada kami," kata laki-laki bertopeng yang rambutnya riap-riapan. Suaranya parau dan dalam. Tahulah Ki Liong dan Bi Hwa bahwa mereka berhadapan dengan dua orang perampok yang hendak merampas kereta dan kuda. Mereka marah bercampur geli.
"Hemm, kalian sudah bosan hidup!" bentak Su Bi Hwa lalu tangannya bergerak.
Jarum-jarum beracun meluncur menjadi sinar hitam kehijauan menyambar ke arah kedua orang perampok itu. Akan tetapi kemarahan dua orang itu kini berubah menjadi kekagetan dan keheranan. Dua orang ‘perampok’ itu menggerakkan tangan mengibas, lantas semua jarum itu runtuh oleh hawa pukulan dari tangan mereka! Kibasan seperti itu hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang memiliki sinkang (tangan sakti) yang sangat kuat.
"Keparat, kalian benar-benar ingin mampus!" Bi Hwa hendak melompat turun, akan tetapi tiba-tiba Ki Liong memegang pergelangan tangannya.
"Jangan turun, jaga dan todong kedua tawanan kita,” bisiknya.
Bi Hwa adalah seorang wanita yang berpengalaman dan cerdik, maka seketika dia pun sadar. Pedang yang tadinya telah dia cabut untuk ‘menghajar’ kedua orang perampok itu kini sebaliknya dia todongkan kearah dua orang tawanan yang sudah tidak berdaya.
Ki Liong yang masih duduk memegang kendali kuda di bagian depan kereta, kini tertawa bergelak, "Ha-ha-ha-ha, Kui Hong dan Hay Hay, kalian kira aku begitu bodoh untuk dapat kalian tipu? Jangan kalian bergerak, karena begitu kalian bergerak, nona Cang Hui dan Teng Cin Nio akan kami bunuh!"
Tentu saja Hay Hay dan Hui Hong terkejut bukan main. Tak mereka sangka bahwa Ki Liong demikian cerdiknya sehingga tidak dapat mereka pancing meninggalkan dua tawanannya. Mereka merasa tidak ada gunanya lagi menyamar, rnaka mereka merenggut lepas sapu tangan penutup kepala dan muka.
"Ki Liong, engkau benar-benar iblis cerdik," kata Hay Hay, suaranya tenang saja biar pun di dalam hatinya dia merasa khawatir. "Bagaimana engkau dapat mengenal kami?"
"Heh-heh-heh, Hay Hay, kau kira aku begitu bodoh? Ingat, sudah lama aku mengenal Kui Hong. Aku pernah tergila-gila kepadanya, dan aku ingat benar bentuk dan sinar matanya, ingat akan bentuk tubuhnya. Kalau bukan dia, siapa lagi yang dapat meruntuhkan jarum-jarum Tok-ciang Bi-Moli semudah itu? Dan yang pria tentu saja engkau, karena tadi kalian berdua yang menentang kami. Nah, mudah sekali, bukan? Kalianlah yang bodoh. Jangan bergerak kalau menghendaki dua orang nona itu tidak mampus lebih dulu!"
Hay Hay menahan nafas, merasa tidak berdaya. Menggunakan sihir? Dia tahu bahwa Ki Liong terialu lihai untuk dikuasai dengan sihir, karena tentu pemuda itu sudah siap siaga. Dan Su Bi Hwa adalah seorang tokoh Pek-lian-kauw, tentu saja dia pun ahli sihir dan bila mereka berdua sudah siap siaga menjaga diri, maka sukarlah menguasai mereka dengan sihirnya. Berbahaya, tentu pedang di tangan iblis betina itu akan membunuh kedua orang gadis tawanan itu.
Selagi Hay Hay merasa bingung dan tak berdaya, tiba-tiba Kui Hong mengeluarkan suara mengejek. "Huh, engkau iblis bermuka manusia, serigala berkedok domba, kau jahanam busuk dan terkutuk Sim Ki Liong! Kau kira dapat menggertak kami dengan menyandera kedua gadis bangsawan itu? Bunuhlah mereka kalau engkau mau membunuh, akan tetapi ingat, jika engkau dan siluman itu membunuh mereka, aku dan Hay-ko akan menangkap kalian dan engkau tentu masih ingat bahwa aku adalah cucu Pendekar Sadis! Dan engkau lebih mengetahui bahwa kakekku yang pernah menjadi gurumu itu dijuluki Pendakar Sadis bukan sekedar omong kosong. Tentu aku juga tahu bagaimana caranya menyiksa kalian sesadis-sadisnya sebelum kalian mampus sehingga kalian akan mati seribu kali!”
Bulu tengkuk Ki Liong dan Bi Hwa langsung meremang mendengar ancaman ini,. Mereka yakin bahwa jika sedang marah, bukan tak mungkin kalau ancaman ketua Cin-ling-pai itu akan dilaksanakan!
Ki Liong dan Bi Hwa saling lirik. Muka mereka berubah agak pucat mendengar ancaman Kui Hong itu. Mereka berdua maklum bahwa kalau mereka membunuh dua orang gadis tawanan, pasti mereka harus melawan Kui Hong dan Hay Hay. Dan mereka tahu bahwa mereka tidak akan menang! Bila mereka tertawan dan ketua Cin-ling-pai, cucu Pendekar Sadis itu melaksanakan ancamannya, wahh, sungguh rnengerikan sekali membayangkan derita siksaan yang akan mereka alami.
Diam-diam Hay Hay merasa kagum sekali pada Kui Hong. Gadis pujaan hatinya itu telah menggunakan siasat yang tepat sekali. Gertak dilawan dengan gertakan yang lebih hebat lagi! Dia tahu bahwa dalam keadaan bingung dan ragu, bisa saja kedua orang manusia sesat itu menjadi nekat dan benar-benar membunuh dua orang gadis bangsawan, maka dia pun cepat bicara dengan suara yang juga mengandung ejekan.
"Nah, kalian sudah mendengar sendiri ancaman cucu Pendekar Sadis! Aku sendiri hanya akan menyaksikan dari jauh karena aku pasti tidak tega melihat siksaan yang hanya dapat terjadi di neraka! Bagaimana pun juga akhirnya dua orang tawanan kalian akan mati kalian bunuh, dan kalian mati disiksa pangcu (ketua) dari Cin-ling-pai. Nah, bagaimana kalau kita biarkan kalian berempat tetap hidup?”
Dalam keadaan panik dan bingung, kata-kata Hay Hay itu merupakan pegangan harapan terakhir bagi Sim Ki Liong. "Aku setuju! Cia Kui Hong, aku menawarkan penukaran nyawa kami berdua dengan nyawa dua orang tawanan kami."
Kui Hong tersenyum mengejek. "Ki Liong, kalau menurut kata hatiku, tidak mungkin aku sudi melepaskanmu untuk ke dua kalinya. Dulu Mayang memohon dan mintakan ampun bagimu karena dia tertarik dan terbujuk rayuanmu. Aku membiarkan engkau pergi karena mengira bahwa engkau akan berubah dan kembali ke jalan benar. Ternyata engkau malah mengkhianati Mayang! Karena Mayang tidak berada di sini, maka biarlah kakaknya yang mengambil keputusan. Hay-ko, terserah kepadamu apa yang harus kita lakukan terhadap dua iblis ini."
Hay Hay bersikap acuh tak acuh dan suaranya sambil lalu saja ketika dia bertanya, "Sim Ki Liong, mengadakan perjanjian dengan orang semacam engkau sungguh merugikan diri sendiri karena engkau adalah seorang pengkhianat yang tidak suka memegang janji. Nah, tawaran penukaran yang kau maksudkan itu bagaimana? Jelaskan, aku dan nona Cia Kui Hong akan mempertimbangkannya. Akan tetapi awas, kalau engkau bertindak curang apa yang diancamkan nona Cia Kui Hong tadi pasti akan menjadi kenyataan."
Sikap dan suara Hay Hay juga seperti orang yang tidak begitu mempedulikan nasib kedua gadis bangsawan itu sehingga Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa merasa di bawah angin. Kalau saja yang mereka hadapi itu bukan Kui Hong dan Hay Hay, pikir mereka.
Kalau yang mereka hadapi itu Menteri Cang, pasti menteri itu tidak bersikap acuh seperti ini, tentu akan memperhatikan apa yang mereka tuntut dan memenuhinya tanpa banyak berbantah lagi. Namun dua orang ini tidak dapat mereka gertak dan agaknya tidak peduli apakah mereka akan membunuh kedua orang gadis itu atau tidak. Sebaliknya merekalah yang terancam!
"Kui Hong dan Hay Hay, kalau kalian mau berjanji tidak akan menyerang kami dan mau membiarkan kami pergi dari sini, maka kami pun akan menyerahkan dua orang gadis di dalam kereta ini kepada kalian. Kami percaya akan janji kalian, terutama sekaii janji yang keluar dari mulut ketua Cin-ling-pai. Jika kalian tidak mau, apa boleh buat, dua orang nona ini akan kami bunuh, kemudian melawan kalian untuk kami mati-matian mengadu nyawa. Bagaimana pun juga kami sudah untung membunuh dua orang gadis tawanan ini."
Hay Hay pura-pura meragu, lalu bertanya sambil menoleh kepada Kui Hong, “Bagaimana pendapatmu, Pangcu (ketua)? Rasanya sungguh sayang membiarkan dua tikus busuk ini pergi, setelah kita dengan mudah akan dapat menangkapnya dan menyeretnya ke depan Menteri Cang, atau menyiksa kemudian membunuh mereka di sini seperti dua ekor tikus. Bagaimana pendapatmu dengan penawaran mereka itu?"
Kui Hong juga memperlihatkan sikap ragu-ragu. "Hemmm, aku pun merasa sayang kalau harus melepaskan dua iblis busuk yang layak mampus ini. Akan tetapi, bagaimana pun juga nyawa mereka tidak ada harganya. Dua orang nona itu jauh lebih berharga. Biarlah untuk sekali ini kita mengalah dan membiarkan mereka pergi, akan tetapi lain kali kita tak akan mengampuni mereka lagi."
"Nah, Cia Kui Hong, sebagai ketua Cin-ling-pai berjanjilah bahwa engkau dan Hay Hay tak akan menyerang kami dan akan membiarkan kami pergi," kata Sim Ki Liong, diam-diam merasa girang sekali.
Bagi dia dan Bi Hwa, yang terpenting pada saat itu adalah kebebasan dan keselamatan mereka. Yang lain-lain tidak ada artinya. Kalau mereka masih hidup, tentu mereka akan dapat bercita-cita lagi, mengejar segala macam kesenangan lagi.
Kui Hong mengangguk. "Baik, sekali ini aku berjanji akan membiarkan kalian pergi, tetapi lain kali kita bertemu lagi, aku pasti tidak akan mengampuni kalian. Nah, pergilah cepat!”
Setelah rnendengar janji Kui Hong, Sim Ki Liong memandang dengan wajah berseri dan ia menjadi berani. Dia yakin bahwa orang seperti Cia Kui Hong sampai mati pun tidak akan sudi melanggar janjinya
"Bi Hwa, tinggalkan mereka!” katanya kepada Su Bi Hwa.
Biar pun hatinya ragu-ragu dan khawatir, akan tetapi Bi Hwa percaya kepada Ki Liog dan melihat Ki Liong melompat turun dari kereta, dia pun meninggalkan dua orang tawanan itu. Ki Liong tersenyum dan berkata kepada Kui Hong.
"Nah Kui Hong, ambillah mereka dan biarkan kami membawa kereta itu. Atau kalian tukar saja dengan dua ekor kuda kalian, bukankah kalian masih untung sebuah kereta dalam penukaran ini?"
Kui Hong menudingkan telunjuknya ke arah bekas suheng-nya itu. "Sim Ki Liong manusia iblis yang tidak tahu malu. Kalau engkau dan iblis betina ini mau pergi, cepatlah pergi dari sini sebelum aku kehilangan kesabaranku dan lupa diri, lupa janji! Semua kuda dan kereta ini milik Menteri Cang, kalian hanya mencuri. Nah, cepat menggelinding pergi dari sini!”
Ki Liong menyeringai, hatinya panas sekali akan tetapi dia tidak berdaya. Kalau dia tidak menerima, apakah yang dapat dia lakukan? Marah dan menyerang mereka? Kalau begitu jelas di luar perjanjian dan berarti dia yang mencari penyakit, malah mungkin saja mencari mati. Karena merasa betapa Kui Hong sudah diikat janji, untuk melampiaskan kemarahan hatinya maka dia pun berseru marah.
"Cia Kui Hong, aku tidak akan melupakan penghinaan ini. Ingatlah baik-baik, sekali waktu engkau akan terjatuh ke tanganku dan engkau akan membayar semua hutang-hutangmu kepadaku berikut bunganya!” Sesudah berkata demikian dia pun memberi isyarat kepada Bi Hwa, lalu mereka berdua membalikkan tubuh dan berlari cepat meninggalkan tempat itu.
"Hemm, ingin sekali aku memukul pecah kepala yang isinya pikiran busuk itu!” kata Hay Hay.
"Sabarlah, yang paling penting kita menyelamatkan Cang Siocia" kata Kui Hong sambil mendekati kereta. Melihat Cang Hui dan Cin Nio dalam keadaan lemas tertotok, Kui Hong menggerakkan jari tangannya membebaskan mereka dari pengaruh totokan. Begitu dapat menggerakkan tubuhnya, Cang Hui lalu merangkul Kui Hong sambil menangis.
"Enci Hong...!”
Kui Hong menepuk-nepuk pundak Cang Hui. "Harap tenangkan hatimu, Nona Cang. Iblis itu tidak mengganggumu, bukan?"
Cang Hui mengerti apa yang dimaksudkan Kui Hong, maka dia menggeleng kepala, "Aku tidak tahu apa yang telah terjadi, enci Hong. Mereka itu tiba-tiba saja datang dan menotok lalu menculik kami. Aku tidak tahu apa yang sudah terjadi dengan Mayang dan mengapa pula mereka berdua yang selama ini telah diperlakukan dengan baik oleh ayah, kini malah berbalik menculik aku dan Cin Nio."
Kui Hong mengerutkan sepasang alisnya, "Nona Cang, agaknya engkau belum mengenal betul siapa mereka tadi?"
"Tentu saja aku mengenal mereka. Mereka berdua telah diterima sebagai pembantu dan pengawal keluarga kami oleh ayah. Mereka adalah kakak beradik bernama Liong Ki dan Liong Bi!” kata Cang Hui heran.
Kui Hong menghela napas panjang dan menggeleng-gelengkan kepala. "Rumah ayahmu sudah kemasukan dua orang manusia iblis yang sangat jahat, Nona. Akan tetapi panjang ceritanya dan nanti kita bicarakan dalam perjalanan pulang. Kami akan mengantar kalian pulang. Siapakah nona ini?" tanya Kui Hong menunjuk kepada Cin Nio. Saat dia berada di istana Menteri Cang dahulu, Cin Nio belum berada di sana maka dia tidak mengenalnya.
"Dia adalah saudara misanku bernama Tan Cin Nio dan tinggal bersama kami. Siapakah pendekar ini?" Cang Hui memandang kepada Hay Hay, juga Cin Nio memandang.
"Aku, jiwi Siocia (nona berdua)? Namaku Tang Hay akan tetapi panggil saja aku Hay Hay. Ahh, sekarang aku mengerti kenapa Sim Ki Liong yang jahat itu menculik kalian. Kiranya kalian adalah dua orang nona bangsawan yang cantik jelita bagaikan dua tangkai bunga yang sedang mekar merekah dengan harumnya...”
"Ihhhh...” Cang Hui terkejut mendengar ucapan yang memuji dan merayu itu. Dia menoleh kepada Kui Hong dengan sinar mata bertanya-tanya mengapa Kui Hong dapat berkawan dengan pria yang kurang ajar itu!
Kui Hong tersenyum. “Saudara Tang Hay atau Hay Hay ini adalah seorang pendekar yang dikenal baik oleh ayahmu. Jangan terkejut melihat dan mendengar sikapnya yang seperti merayu karena memang julukannya adalah Pendekar Mata Keranjang! Akan tetapi hatinya bersih. Hay-ko, jagalah sikap dan kata katamu supaya tidak mengejutkan nona Cang dan nona Teng.”
Hay Hay tersenyum. Girang hatinya mendengar ucapan Kui Hong tadi karena ucapan itu jelas membuktikan bahwa Kui Hong sudah mengenalnya dan tidak akan merasa cemburu kalau dia memuji-muji kecantikan wanita dengan sejujurnya.
"Ji-wi Siocia, harap ji-wi sudi memaafkan apa bila sikapku tidak berkenan di hati ji-wi. Dua orang dara seperti jiwi yang anggun seperti bidadari, tentu memiliki belas kasihan seperti bidadari pula dan sudi memaafkan seorang hamba rendah macam diriku.”
Cang Hui adalah seorang gadis yang lincah jenaka dan selalu gembira. Biar pun baru saja terbebas dari ancaman yang lebih mengerikan dari pada maut, namun setelah mendengar keterangan Kui Hong tentang Hay Hay dan mendengar ucapannya yang terakhir itu, mau tidak mau kini dia terkekeh geli. "Aduh, setiap gadis harus berhati-hati sekali menjaga diri kalau bertemu dengan Taihiap ini! Kalau tidak hati-hati tentu akan mudah jatuh bangun!”
Hay Hay menjadi semakin gembira. Kiranya puteri Menteri Cang Ku Ceng adalah seorang gadis yang lincah jenaka. "Maaf, Siocia. Apanya yang jatuh bangun itu?"
"Apanya? Tentu saja hatinya!" kata Cang Hui. "Enci Hong, sekarang ceritakan, apa arti kata-katamu tentang diri Liong Ki dan Liong Bi tadi?”
"Mari kita naik kereta. Hay-ko, engkau yang menjadi kusir," kata Kui Hong.
Hay Hay tertawa dan mereka semua naik ke dalam kereta. Tiga orang itu duduk di dalam dan Hay Hay duduk di depan, di tempat kusir. Dua ekor kuda itu memang kuda pilihan, dan kuda yang tadi dituggangi Kui Hong diikat di belakang kereta.