MULA-MULA wanita dirayunya sampai benar-benar bertekuk lutut dan sangat mencintanya. Setelah melihat wanita itu mencintanya setengah mati, lalu dia tinggalkan begitu saja, dia patahkan hatinya, dia hancurkan perasaannya. Dan dia akan meninggalkan wanita yang menangisinya itu sambil tertawa bergelak, dengan hati amat puas.
Kalau melihat wanita yang galak dan angkuh, makin berkobarlah birahinya karena makin besar keinginannya untuk menaklukkan wanita itu dan menghancurkan keangkuhan serta harga dirinya. Karena itu, ketika Mayang membentak dan marah-marah memperlihatkan kegalakannya, di mata Han Lojin dia malah nampak semakin menggairahkan!
“Ha-ha-ha, engkau memang cantik dan gagah. Seperti seekor kuda betina yang liar dan binal! Ha-ha-ha, akulah yang akan mampu menundukkanmu, manis, seekor kuda betina yang binal akan menjadi seekor kuda betina yang jinak dan penurut, ha-ha-ha!"
Melihat perubahan sikap pria itu, Mayang merasa ngeri. Akan tetapi juga kemarahannya dan kebenciannya bertambah.
"Cih, laki-laki tidak tahu malu! Kiranya engkau ini pangcu dan bengcu macam apa? Hanya lelaki rendah dan hina yang menghina wanita, pengecut yang hanya berani mengganggu kalau orang tidak berdaya. Lepaskan ikatanku dan aku akan menghancurkan kepalamu. Mari kita bertanding sampai mati!" tantangnya.
"Ha-ha-ha, engkau sungguh amat gagah dan menarik. Aku akan melepaskan engkau, lalu kita boleh bertanding. Akan tetapi kalau engkau kalah, maka engkau harus mau menjadi pelayanku dan juga kekasihku yang tercinta. Mau berjanji?"
Sepasang mata Mayang melotot. "Kalau aku kalah, aku roboh dan mati. Siapa yang kalah akan mampus!"
Makin gembiralah hati Han Lojin. "Ha-ha, mari kita main-main sebentar kalau begitu, akan tetapi bukan di sini tempatnya!"
Dengan cepat sekali tangannya lantas bergerak, jari-jari tangannya menotok jalan darah di bawah tengkuk dan Mayang seketika lemas. Dia tadi miringkan tubuh ketika membuang muka, maka mudah saja terkena totokan. Dia tak mampu menggerakkan kaki tangannya dan Han Lojin telah melepaskan belenggu kaki tangannya, lalu memondong tubuhnya dan dibawa keluar dari kamar.
Mayang membuka mata memperhatikan keadaan. Dengan ringannya lelaki setengah tua itu memondongnya seolah-olah dia seorang anak kecil, lalu membawanya menuruni anak tangga, menuju ke ruangan bawah tanah! Sebuah pintu besi terbuka sendiri, agaknya ada alat rahasianya di situ dan dia pun dibawa masuk ke sebuah kamar.
Kamar ini luas dan mewah. Terdapat sebuah pembaringan besar yang nampaknya cukup untuk ditiduri sepuluh orang! Dan di sana terdapat pula meja besar dengan belasan buah kursi. Kamar itu luasnya sama dengan lima kamar biasa yang dijadikan satu! Dipasangi lampu penerangan siang malam, walau pun ada sedikit sinar matahari turun dari sebuah lubang berterali baja di atas sana. Lantainya ditilami dengan permadani hijau. Kamar itu dilengkapi pula dengan sebuah kamar mandi yang lengkap. Sungguh sebuah kamar yang besar dan mewah sehingga amat enak ditinggali.
Sambil tersenyum Han Lojin merebahkan tubuh lunglai Mayang di atas pembaringan yang besar itu. Mayang sudah merasa gelisah bukan main karena dia mengira bahwa lelaki itu akan memperkosanya dan dia tidak akan mampu mencegah, tidak akan mampu meronta atau melawan. Dia merasa ngeri sekali.
Akan tetapi ternyata laki-laki itu tidak menjamahnya lagi, melainkan meninggalkannya dan menghampiri pintu. Ia tidak melihat pria itu menutupkan daun pintu, akan tetapi daun pintu itu menutup dengan sendirinya. Tentu ada alat rahasianya pula, pikir Mayang.
Setelah menutupkan daun pintu besi itu, Han Lojin lalu menghampirinya sambil tersenyum dan kembali Mayang merasa ngeri, sepasang matanya membelalak, akan tetapi dia tidak mampu bergerak.
“Jangan khawatir, nona manis. Sekarang aku pantang memperkosa wanita. Wanita harus menyerah dengan suka rela, menyambutku dengan mesra, seperti yang akan kau lakukan nanti."
"Tidak sudi, lebih baik aku mati!” bentak Mayang. Hanya kaki dan tangannya yang tidak mampu bergerak, akan tetapi dia dapat bicara dan menggerakkan anggota tubuh lainnya.
"Hemmm, engkau cantik manis dan pemberani, namun aku ingin melihat dahulu sampai di mana kelihaianmu. Menurut para pembantuku engkau cukup lihai dan berbahaya, maka tangan dan kakimu dibelenggu. Padahal aku ingin melihat engkau menyambutku dengan rangkulan kaki tanganmu, bukan terbelenggu. Nah, kini aku akan membebaskan totokan itu, hendak kulihat engkau akan berbuat apa."
Dengan gerakan cepat Han Lojin lantas menotok kedua pundak gadis itu. Harnpir Mayang tidak percaya dengan apa yang dialaminya. Orang itu benar-benar sudah rnembebaskan totokan pada tubuhnya. Kini dia dapat bergerak lagi!
Dia maklum bahwa sehabis jalan darahnya dihentikan, maka kaki tangannya akan terasa kaku sehingga tidak leluasa bergerak. Karena itu dia tetap tenang, rnenggerak-gerakkan kaki tangannya dahulu supaya menjadi lemas kembali. Sementara itu Han Lojin berdiri di tengah kamar sambil bersedakap, memandang kepada gadis itu dengan senyum simpul.
Sesudah rnerasa kedua tangan kakinya dapat digerakkan dengan wajar, barulah Mayang meloncat turun dari atas pembaringan. Sikap ini saja sudah rnengagumkan hati Han Lojin dan tahulah dia bahwa gadis yang usianya paling banyak delapan belas tahun itu cukup cerdik.
Kini mereka berdiri berhadapan. Mayang dapat menduga bahwa pria ini tentu lihai sekali. Baru pembantu-pembantunya saja sudah demikian lihai, seperti dua orang pemuda yang memimpin rombongan anak buah dan telah menawannya itu. Akan tetapi dia sama sekali tidak merasa gentar. Dia akan melawan sampai mati karena maklum bahwa bila mana dia tertawan kembali maka dia akan terhina oleh laki-laki yang mengaku sebagai pangcu dan juga bengcu ini.
"Pangcu, aku tadi telah mendengar alasanmu mengapa engkau menawanku, yaitu untuk memancing kakakku datang ke sini dan engkau hendak membujuknya agar membantumu dan membantu Ho-han-pang. Akan tetapi aku yakin bahwa seperti juga aku, dia tak akan sudi membantumu, karena biar pun perkumpulanmu mempergunakan nama yang muluk, yaitu Ho-han-pang (Perkumpulan Orang Gagah), namun sebenarnya perkumpulan Orang Busuk! Kakakku adalah seorang pendekar besar. Dia akan marah sekali dan tentu akan menghancurkan engkau berikut Ho-han-pang. Sebab itu sebaiknya engkau membebaskan aku dari sini dan kami berdua akan pergi, tidak akan mencampuri urusanmu."
Han Lojin tertawa. Dalam keadaan terjepit gadis itu masih dapat mengancamnya! Betapa beraninya. Dia juga dapat menduga bahwa gadis seperti ini tentu akan melawan dengan mati-matian. Andai kata dia sampai memperkosanya, dalam sebuah kesempatan gadis ini tentu akan membalas dendam atau membunuh diri. Maka dia harus dapat menundukkan gadis ini, karena sekali menyerah, maka dia akan menjadi seorang pembantu yang setia dan seorang kekasih yang penuh semangat dan panas.
"Sudah kukatakan bahwa aku mengharapkan bantuan engkau serta kakakmu. Aku tidak ingin memusuhi kalian. Akan tetapi aku ingin melihat sampai di mana kelihaianmu. Nah, majulah, nona manis dan keluarkan semua kepandaianmu."
Mayang sudah kehilangan cambuknya. Namun sebagai murid seorang guru yang berilmu tinggi, tentu saja dia tidak hanya mengandalkan cambuknya sebagai senjata. Tangan dan kakinya masing-masing merupakan senjata yang cukup ampuh.
Dia tahu bahwa sekali ini tidak ada jalan lolos baginya. Dia dengan ketua Ho-han-pang ini berada di ruangan bawah tanah, ada pun pintu besi itu telah tertutup. Jalan satu-satunya hanyalah berusaha merobohkan lawannya yang dia tahu tentu lihai sekali.
Dia harus membela diri secara mati-matian, maka diam-diam Mayang telah mengerahkan sinkang-nya, mengumpulkan kekuatan itu pada kedua lengannya sebelum dia melakukan penyerangan. Kemudian dia mengeluarkan bentakan nyaring dan menerjang dengan kuat dan cepat sekali.
“Haiiiiiiittt…!”
Gerakannya cepat dan dahsyat. Tangan kiri dengan jari-jari direntangkan menyambar ke arah muka lawan, sedangkan tangan kanannya dengan jari-jari terbuka juga menusuk ke arah dada. Gerakan tangan kiri itu merupakan gerak pancingan atau gertakan, sedangkan inti serangan terletak kepada tangan kanan yang menyerang dada.
Biar pun tangan kanan Mayang itu berjari-jari kecil meruncing dengan kulit halus, namun jangan keliru sangka. Di dalam jari-jari tangan itu terkandung tenaga dahsyat yang akan mampu meremukkan tulang iga!
Han Lojin mengenal pukulan ampuh, maka dia pun menghindarkan diri dengan melangkah ke belakang dan memutar kedua lengannya untuk melindungi tubuh, menangkis dengan cengkeraman untuk menangkap lengan lawan. Akan tetapi Mayang telah menarik kembali kedua tangannya yang gagal itu, lantas tubuhnya meloncat ke depan, kakinya melakukan tendangankilat. Kaki kanannya mencuat dengan cepat sekali sehingga lambung Han Lojin hampir saja termakan tendangan. Tapi Han Lojin yang semakin kagum sudah menangkis dengan lengan kirinya.
"Dukkk!"
Mayang merasa betapa kakinya nyeri ketika bertemu dengan lengan orang itu, tetapi dia menahan diri dan tidak mengeluh, melainkan melanjutkan serangan bertubi-tubi dan kini telapak tangannya yang kiri berubah menghitam. Han Lojin terkejut sekali melihat tangan hitam ini menyambar dahsyat, maka cepat melempar tubuh ke belakang lantas berjungkir balik beberapa kali.
"Heiiiii! Bukankah itu Hek-coa Tok-ciang (Tangan Beracun Ular Hitam)?" teriaknya ketika dia mencium bau amis terbawa oleh hawa pukulan tangan itu.
Mayang terkejut. Orang ini sungguh lihai, sudah mengenal ilmu pukulannya, padahal ilmu pukulan itu merupakan ilmu simpanan yang dia pelajari dari Kim-mo Sian-kouw. Gurunya berpesan bahwa dia tidak boleh mempergunakan pukulan beracun itu kalau tidak sangat terpaksa, karena pukulan beracun sesungguhnya bertentangan dengan watak subo-nya.
Kini, ketika menghadapi ancaman yang lebih mengerikan dari pada maut, terpaksa tadi dia mengeluarkan ilmunya itu dan sama sekali tidak disangkanya bahwa lawannya segera mengenal pukulannya. Hal ini membuktikan bahwa lawannya banyak pengalaman, tentu pernah berkelana ke daerah Tibet dan sangat boleh jadi pernah pula berjumpa dengan subo-nya.
Mayang tersenyum mengejek. "Aku adalah murid Subo Kim-mo Sian-kouw!" Maksudnya dengan pengakuan ini agar lawannya menjadi jeri dan tidak akan mengganggunya.
Han Lojin nampak terkejut. "Ahhh…! Pantas engkau begini lihai, Nona. Namamu Mayang, bukan? Nona Mayang, karena engkau murid Kim-mo Sian-kouw, pertapa yang sakti dan gagah itu, maka aku lebih senang lagi dan makin ingin menarikmu sebagai pembantu dan sekutu kami, bersama kakakmu Hay Hay itu. Oh ya, bagaimana sebenarnya hubunganmu dengan Hay Hay? Engkau adiknya? Adik tirikah? Bagaimana Hay Hay dapat mempunyai seorang adik di Tibet?"
"Pangcu, lebih baik lagi kalau engkau telah mengetahui tentang subo-ku. Nah, sebaiknya engkau segera membebaskan aku dan tidak ada urusan lagi di antara kita. Engkau akan menghadapi kehancuran kalau masih berkukuh ingin bermusuhan dengan kami. Pertama, aku akan melawan sampai mati, aku tidak sudi menjadi pembantumu atau sekutumu. Ke dua, kalau engkau menggangguku dan aku sampai tewas, maka kakakku Hay-koko tentu tidak akan mau sudah begitu saja, dan akan membalas kematianku dengan bunga yang berlipat ganda. Dan ke tiga, jika subo mendengar pula bahwa aku tewas di sini, beliau pun pasti tidak akan tinggal diam dan akan menghukummu!"
Kembali Han Lojin tertawa. "Ha-ha-ha-ha, nona Mayang. Engkau sungguh hebat. Engkau berada dalam tawanan, engkau yang terhimpit dan terancam bahaya, akan tetapi engkau pula yang mengancamku! Ha-ha-ha-ha, sungguh lucu. Aku tidak bermaksud buruk, malah ingin memuliakan engkau dan kakakmu, takut apa? Nah, mari kita lanjutkan, aku masih ingin menguji kepandalanmu."
Karena maklum bahwa bicara tidak akan ada gunanya, Mayang kemudian menerjang lagi sambil mengerahkan seluruh tenaganya dan mengeluarkan semua ilmu silat yang pernah dipelajarinya.
Akan tetapi lawannya adalah seorang yang jauh lebih berpengalaman dari pada gadis itu, bahkan mempunyai tingkat kepandaian yang jauh lebih tinggi, maka bagaimana dahsyat pun dia menyerang, selalu Han Lojin dapat menangkis atau mengelak, bahkan melakukan serangan balasan yang membuat Mayang menjadi kewalahan dan terdesak.
"Haiiittttt…!"
Mayang kembali memukul sambil merendahkan diri sehingga sekali ini pukulan tangannya mengarah ke perut lawan. Ketika lawannya mengelak ke samping, tangan itu dibuka dan mencengkeram ke samping pula.
"Wuttttt...!" Han Lojin menangkis, lalu dari atas tangan kirinya menotok ke arah tengkuk gadis itu.
"Ihhhh…!"
Mayang melempar diri ke belakang, lalu bergulingan dan ketika dia meloncat bangun, dia telah menyambar sebuah bangku ukiran yang indah, mempergunakan bangku ini sebagai senjata dan dia kembali menyerang kalang kabut, menggunakan bangku yang diayun ke kanan dan kiri.
"Hemmm, kuda petina yang liar!" Han Lojin memuji sambil berloncatan ke sana-sini untuk menghindarkan diri dari hantaman bangku. “Mayang, bangku itu amat mahal, terbuat dari kayu pilihan dan diukir oleh ahli. Jangan kau rusakkan!” teriaknya.
"Lebih baik mati dari pada harus menyerah kepadamu, iblis busuk!" Mayang kini memaki karena dia telah merasa penasaran dan marah bukan main. Serangannya semakin hebat dan meski pun hanya sebuah bangku, namun di tangan gadis itu berubah menjadi senjata yang amat berbahaya.
“Wuuutttt...!”
Bangku itu menyambar sedemikian cepatnya sehingga biar pun dapat dielakkan oleh Han Lojin, akan tetapi angin pukulannya sempat membuat rambut kepala ketua Ho-han-pang itu menjadi tertiup kusut.
“Ihhh! Kalau kubiarkan, bisa hancur kepalaku oleh bangkumu itu. Dan aku masih sayang kepada kepalaku ini, heh-heh-heh!"
Mendadak dia membuat gerakan aneh. Tubuhnya bergulingan dan dari bawah dia lantas menyerang dengan tendangan bertubi-tubi, dengan gerakan memutar, ke arah kedua lutut dan kaki Mayang. Gadis ini mengeluarkan seruan kaget sambil berloncatan dengan kacau karena tendangan itu susul menyusul, menendang, menyapu dengan kekuatan luar biasa.
Selagi dia kebingungan menghindarkan diri dari semua tendangan itu, tiba-tiba Han Lojin mengeluarkan suara melengking panjang, dan tahu-tahu ada sinar putih mencuat ke atas lalu lengan Mayang telah terlibat sehelai kain putih. Kain itu dibetot hingga tubuh Mayang terhuyung, lalu Han Lojin melompat dan sekali dia menggerakkan kedua tangan, yang kiri menotok sedangkan yang kanan merampas, tahu-tahu bangku itu pun berpindah tangan! Mayang terpaksa melepaskan bangku itu karena lengan kanannya seperti lumpuh terkena totokan tangan kiri lawan.
Han Lojin meloncat ke belakang, mengamati bangku itu untuk melihat kalau-kalau rusak, lalu dia meletakkan kembali bangku itu ditempatnya semula.
"Engkau kuda betina yang binal harus cepat-cepat kutundukkan!" kata Han Lojin.
Mayang sudah menjadi marah bukan main. Dengan mata berapi-api dia telah menyerang lagi, tidak peduli akan kenyataannya bahwa dia memang bukan tandingan ketua Ho-han-pang itu. Ia menyerang kalang kabut, mengamuk dan dengan nekat dia hendak mengadu nyawa.
Ketika dia mendapatkan kesempatan, dia meloncat dan menggunakan tendangan terbang dengan kedua kakinya ke arah dada Han Lojin. Tendangan dengan tubuh seperti terbang ini sungguh berbahaya sekali, baik bagi lawan mau pun bagi diri sendiri. Namun Mayang sudah nekat dan ingin merobohkan lawan yang tangguh itu, maka dia mempergunakan jurus tendangan terbang yang berbahaya itu.
"Wuuuttt...! Plakkk!"
Dengan perhitungan yang tepat dan mengandalkan tenaganya yang kuat, Han Lojin cepat menyambut tendangan dengan kedua kaki itu dengan kedua tangannya dan dia berhasil miringkan tubuh lalu menangkap kedua kaki itu pada pergelangannya, lalu dengan cepat sekali sabuk sutera putih tadi sudah melibat kedua kaki.
Gadis itu meronta-ronta, akan tetapi Han Lojin tertawa-tawa dan memutar tubuh gadis itu dengan berpegang pada kedua kakinya. Tentu saja tubuh Mayang berputar seperti kitiran, lantas tubuhnya jatuh ke atas pembaringan dengan dua kaki di luar dan masih dipegangi oleh Han Lojin, bahkan kini kedua kakinya telah terbelenggu sabuk sutera putih.
“Keparat, lepaskan kakiku!" bentak Mayang dan dia mencoba untuk bangkit duduk lantas menyerang dengan sepasang tangannya. Tapi Han Lojin menjauh, kemudian menangkis kedua tangan itu seperti orang bermain-main saja.
"Engkau memang manis sekali, Mayang. Seekor kuda betina binal yang amat manis. Ingin kulihat apakah tubuhmu juga semanis wajahmu!" Han Lojin mencengkeram. Sia-sia bagi Mayang untuk menangkis.
"Bretttt…!"
Leher bajunya kena dicengkeram dan direnggut sehingga robek memanjang, cukup lebar sehingga sepasang buah dadanya nampak sebagian karena pakaian dalamnya ikut robek oleh renggutan tangan yang kuat itu.
Dan Han Lojin berdiri bengong, terpesona, bukan terpesona melihat sebagian buah dada itu, melainkan terpesona melihat apa yang tergantung di antara buah dada. Dia menuding ke arah dada gadis itu.
"Itu... itu... dari mana kau dapatkan benda itu?" tanyanya.
Tadi Mayang terkejut dan marah bukan kepalang karena bajunya terobek dan tadinya dia mengira bahwa ketua itu hendak menggodanya dan bermaksud cabul dengan menuding ke arah buah dadanya yang nampak sebagian. Akan tetapi ketika ia menggunakan kedua tangannya menutupkan kembali baju yang terobek, ia menyentuh benda yang tergantung di dada dan dia teringat bahwa Han Lojin menyinggung tentang benda itu, bukan tentang tubuhnya.
Mayang pun menjawab dengan ketus sambil tangan kirinya menutupkan kembali bajunya yang robek, "Benda ini tidak ada hubungannya dengan engkau!"
Sekarang Han Lojin sudah terlihat tenang, hanya sepasang matanya mengeluarkan sinar mencorong yang aneh dan mulutnya juga tersenyum aneh. Dia mengangguk-angguk.
"Hemm, sekarang mengertilah aku kenapa engkau dapat menjadi adik Hay Hay. Hay Hay adalah seorang putera dari Ang-hong-cu, sedangkan engkau juga mengenakan lambang Si Kumbang Merah pada dadamu. Jadi engkau pun seorang puteri dari Ang-hong-cu! Dan engkau datang dari Tibet? Apakah ibumu seorang wanita bernama... Souli?"
Mayang terkejut sekali, menatap wajah yang tampan itu dan berseru, "Bagaimana engkau bisa tahu?"
Akan tetapi kini Han Lojin tertawa bergetak. “Ha-ha-ha-ha!"
Pada saat itu pula terdengar suara dari luar pintu, "Bengcu, dia sudah datang!"
Daun pintu besi terbuka dengan sendirinya, dan di luar pintu sudah berdiri Sim Ki Liohg. Sejenak Sim Ki Liong memandang ke arah Mayang. Gadis itu berdiri dengan tegak seperti orang terheran-heran dan terkejut, dan tangan kirinya menutupkan baju bagian dada yang terobek. Melihat ini Sim Ki Liong segera berkata kepada Han Lojin.
"Maafkan kalau saya mengganggu Bengcu…”
Akan tetapi Han Lojin tidak marah, dan dia nampak tegang mendengar pemberitahuan Ki Liong itu. Dia memandang lagi kepada Mayang dan berkata,
"Mayang, engkau tinggallah dulu di sini. Segalanya tersedia lengkap untuk keperluanmu. Kakakmu sudah datang dan aku akan menyambutnya. Jangan mencoba untuk melarikan diri karena engkau tak akan berhasil. Tenang-tenang sajalah di sini."
Mendengar bahwa kakaknya sudah datang, ingin Mayang meloncat dan menerjang keluar dari tempat itu. Akan tetapi ia bukan gadis bodoh. Menghadapi seorang di antara mereka berdua saja dia tidak menang, apa lagi kini bajunya robek di bagian dada sehingga kalau dia bergerak menyerang, tentu baju itu akan terbuka kembali dan dadanya akan kelihatan. Maka dia hanya berdiri sambil memandang dengan penuh kemarahan ketika dua orang itu melangkah keluar dan daun pintu besi itu tertutup dengan sendirinya.
Suara ketawa ketua Ho-han-pang itu masih bergema di dalam telinganya, suara ketawa yang aneh dan menyeramkan baginya. Mayang cepat melupakan kekhawatiran terhadap dirinya sendiri, sebaliknya kini dia gelisah sekali memikirkan kakaknya, Hay Hay. Kini dia pun mengerti mengapa dirinya dipancing keluar kota kemudian ditawan. Kiranya mereka menghendaki kakaknya! Mereka menawannya hanya untuk memancing datangnya Hay Hay ke tempat berbahaya itu.
Dan dia merasa khawatir sekali membayangkan betapa lihainya sang ketua dengan para pembantunya itu. Akan tetapi dia harus membetulkan bajunya yang terobek tadi. Semua gerakannya takkan leluasa kalau bajunya terbuka seperti itu. Melihat di kamar itu terdapat sebuah almari, dia lalu menghampirinya dan membukanya.
Dia terbelalak. Di dalam almari itu terdapat tumpukan pakaian yang serba indah. Ia hanya tinggal memilih saja! Pakaian wanita, pakaian pria, semuanya masih baru. Akan tetapi dia tak sudi memakai pakaian yang bukan miliknya itu. Dia mengambil sehelai sabuk panjang saja, lalu dengan sabuk itu diikatnya bajunya yang robek sehingga kini dadanya tertutup rapat kembali. Setelah itu dia pun meneliti keadaan di dalam kamar yang luas itu.
Benar kata-kata ketua tadi. Kamar itu tertutup rapat sekali, tidak ada jalan keluar. Tidak ada jendela dan jalan satu-satunya hanyalah melalui pintu, padahal daun pintunya terbuat dari besi yang tebal dan kokoh. Jalan cahaya matahari dan hawa dari atas itu juga tidak mungkin dilewati. Terlalu tinggi dan juga lubang di atas itu tertutup jeruji besi yang kokoh pula.
Terdengar suara pada pintu. Ia cepat bersiap siaga. Ia akan nekat menerjang keluar kalau pintu itu terbuka, tidak peduli siapa yang akan muncul di pintu. Ia harus dapat keluar dari situ, harus membantu kakaknya.
Tetapi yang terbuka hanya sedikit saja di ujung bawah pintu. Terbuka lubang segi empat yang kecil saja, hanya cukup untuk memasukkan piring buah itu. Sebuah tangan nampak mendorongkan sebuah piring penuh berisi buah-buah segar. Juga sebuah poci teh berikut mangkoknya didorong masuk. Kemudian tangan itu lenyap dan lubang itu tertutup lagi.
Hemm, mereka memperlakukan aku sebagai seorang tawanan yang dilayani dengan baik, seperti seorang tamu saja, pikir Mayang. Dia pun tidak sungkan lagi. Buah-buah itu perlu untuk memulihkan tenaganya. Dia pun memilih dan makan buah-buahan yang segar dan pilihan. Juga minum teh itu karena dia yakin bahwa tuan rumah tidak perlu meracuninya. Dia sudah tak berdaya. Kini dia hanya bisa menanti terbukanya kesempatan baik baginya untuk meloloskan diri.
Setelah makan buah-buahan dan minum teh, gadis Tibet itu lalu duduk termenung di atas pembaringan yang lebar itu. Ia membayangkan sikap ketua tadi. Bagaimana ketua itu bisa tahu bahwa dia puteri Ang-hong-cu dan bahkan mengenal pula nama ibunya? Orang itu mengenal benda mainan kumbang merah yang tergantung pada lehernya, juga mengenal nama ibunya, bahkan mengenal pula jurus Hek-coa tok-ciang! Hal ini menunjukkan bahwa orang itu tentu pernah ke Tibet! Siapakah ketua itu? Ia hanya bisa termenung dan merasa bingung.
“Apakah Hay Hay muncul seorang diri saja?" di luar tempat tahanan bawah tanah itu Han Lojin bertanya kepada Ki Liong yang tadi mengabarkan kepadanya mengenai kedatangan seseorang.
"Bukan dia, Bengcu. Bukan Tang Hay yang muncul...”
"Ehh? Habis siapa?" ketua itu bertanya penasaran karena yang dipancing dan ditunggu-tunggu kemunculannya adalah Tang Hay.
"Dia adalah... Cia Kui Hong... " suara Ki Liong menunjukkan bahwa hatinya tegang.
Walau pun tidak gentar, memang pemuda ini merasa tegang ketika mendengar dari anak buah Ho-han-pang bahwa ada seorang gadis muncul di sarang mereka dan sesudah dia mengintai, ternyata gadis itu adalah Cia Kui Hong! Gadis itu adalah cucu dari suhu dan subo-nya di Pulau Teratai Merah, yaitu Pendekar Sadis Ceng Thian Sin dan Lam-sin Toan Kim Hong!
Memang Ki Liong tidak gentar terhadap gadis itu, akan tetapi mengingat bahwa dia telah melarikan diri dari Pulau Teratai Merah dan mencuri pedang pusaka, bahkan kini pedang pusaka itu tidak berada di tangannya lagi sesudah terampas oleh Tang Hay, tentu saja dia merasa tidak enak dan tegang.
Han Lojin sendiri tertegun, kaget dan heran mendengar bahwa yang muncul bukan orang yang dinanti-nantinya, melainkan gadis ketua Cin-ling-pai yang lihai itu! Di antara semua gadis pendekar, gadis inilah yang dianggapnya paling berbahaya dan paling lihai, dan dia harus mengakui bahwa gadis itu memiliki tingkat kepandaian yang tinggi dan sama sekali bukan merupakan lawan ringan baginya.
Akan tetapi yang sungguh membuat dia merasa terkejut dan heran karena gadis itu telah terikat janji dengan dia. Gadis itu sudah berjanji untuk tidak memusuhinya dan tidak akan membuka rahasianya. Apa maksud gadis itu kini muncul? Ahh, tentu ketua Cin-ling-pai itu tidak tahu bahwa Ho-han-pang dipimpin oleh Han Lojin yang juga Tang Bun An itu. Tidak tahu bahwa dia yang memimpinnya, maka kini berani datang berkunjung.
"Cia Kui Hong? Biarlah aku yang menyambutnya sendiri. Engkau dan para rekanmu yang lain bersiap-siap saja turun tangan kalau sudah kuberi tanda."
Sesudah berkata demikian, Han Lojin lalu keluar sedangkan Ki Liong cepat memberi tahu kepada Ji Sun Bi dan Tang Cun Sek agar mereka bertiga siap-siap membantu pimpinan mereka kalau dikehendaki.
Bayangan itu berlari cepat dan gerakannya cekatan dan ringan sekali. Ia mendaki lembah bukit menuju puncak di mana terdapat kompleks bangunan markas Ho-han-pang. Ketika tiba di pintu gerbang pertama, dia merasa heran karena tidak kelihatan seorang penjaga pun di situ. Ia mendorong pintu gerbang yang tertutup dan begitu pintu terbuka, terdengar suara berdesingan. Dia pun cepat melompat tinggi ke atas untuk menghindarkan diri dari sambaran anak-anak panah yang meluncur dari kanan kiri pintu gerbang.
Dia memang telah berhati-hati terhadap perangkap, maka dia mampu menghindarkan diri dengan loncatan tinggi lantas melayang turun ke depan. Begitu kakinya menyentuh tanah, tiga orang dari kanan dan tiga orang dari kiri langsung menyambutnya dengan serangan tombak panjang.
Kui Hong menggerakkan kedua tangannya dan nampak sinar berkelebat ketika sepasang pedangnya menangkis ke kanan kiri. Terdengar suara nyaring saat enam batang tombak itu patah-patah disusul pekik kesakitan kemudian dua di antara enam orang penyerang itu roboh terjengkang dengan pundak berdarah. Mereka bergulingan ke belakang kemudian menghilang di balik semak belukar.
Kui Hong berdiri tegak. Sepasang pedang di tangannya siap menghadapi pengeroyokan. Akan tetapi tidak nampak gerakan apa pun, hanya terdengar suitan-suitan panjang saling sahut di sekitar tempat itu.
Karena tidak ada serangan lagi, Kui Hong melanjutkan langkahnya, melalui jalan mendaki dari pintu gerbang pertama itu menuju ke pintu gerbang ke dua. Namun di sini juga tidak terdapat penjaga, dan tidak ada pula serangan lain. Keadaan sunyi saja.
Dia tidak tahu bahwa suitan-suitan panjang tadi merupakan isyarat kepada para anggota Ho-han-pang supaya tidak bergerak dan membiarkan gadis itu naik terus tanpa diganggu. Bahkan perangkap-perangkap dimatikan agar tidak mengganggu perjalanan Kui Hong.
Sesudah melampaui tiga lapis pintu gerbang, akhirnya Kui Hong tiba di depan bangunan yang kelihatan sunyi saja itu. Sunyi dan megah, sekaligus juga menyeramkan. Dia berdiri dengan tegak, menyimpan kembali sepasang pedangnya, lalu dia berteriak dengan suara melengking nyaring.
"Ketua Ho-han-pang! Kalau engkau bukan seorang pengecut, cepatlah keluar! Aku ingin bertemu!"
Dia tidak perlu mengulang teriakannya karena daun pintu bangunan itu terbuka dari dalam sebelum gaung suaranya padam. Kemudian nampak sedikitnya dua puluh orang laki-laki yang berpakaian seragam putih-putih dengan ikat pinggang biru dan sepatu kulit hitam mengkilap, dengan topi merah, berbaris rapi di kanan kiri jalan keluar depan pintu. Mereka memiliki pedang yang tergantung di pinggang dan sikap mereka gagah perkasa, seperti sepasukan pendekar!
Barisan itu kemudian berdiri tegak dengan sikap menghormat, dan muncullah orang yang dinanti-nanti Kui Hong. Seorang laki-laki berusia lima puluh tahun lebih, nampak tampan dan gagah dengan kumis dan jenggot terpelihara rapi. Di kanan kiri serta belakang pria ini berbaris belasan orang wanita muda yang cantik dan mengenakan pakaian seragam pula. Cantik akan tetapi gagah, dengan pedang di punggung masing-masing dan sikap mereka seperti pendekar-pendekar wanita sejati!
Berkerutlah sepasang alis Kui Hong melihat pria setengah tua itu. Tentu saja dia segera mengenal Han Lojin! Dan dia tahu pula bahwa Han Lojin dan Tang Bun An adalah orang yang sama! Entah yang mana yang merupakan muka aslinya, Tang Bun An ataukah Han Lojin, dia tidak tahu. Akan tetapi dia yakin bahwa Tang Bun An, Han Lojin, dan Ang-hong-cu adalah satu orang yang kini menjadi ketua Ho-han-pang!
Meski pun hatinya terasa sangat tegang, Han Lojin tersenyum-senyum ketika melangkah menghampiri Kui Hong, ada pun pasukan pria dan wanita yang mengawalnya kini sudah berbaris rapi di kanan kiri, tidak ikut mendekat.
"Aihhh, ternyata Cia Pangcu (Ketua Cia)! Selamat datang di tempat kami, Pangcu. Kami ingin sekali mengetahui apakah kedatangan Pangcu ini sebagai ketua Cin-ling-pai, atau sebagai pribadi?" Dia memberi hormat dengan mengangkat kedua tangan di depan dada. "Perkenalkan, kami adalah Pangcu dari Ho-han-pang, juga Bengcu dari dunia kang-ouw!"
Kui Hong tersenyum pula, senyum mengejek. "Han Lojin, tidak perlu kita membawa-bawa nama perkumpulan. Aku datang sebagai Cia Kui Hong, dan kita sama tahu siapa engkau sebenarnya. Ini urusan pribadi antara aku dan engkau. Aku datang untuk menantangmu bertanding sampai seorang di antara kita menggeletak tak bernyawa!"
“Ck, ck, ck!” Han Lojin mengeluarkan suara dengan lidahnya sambil menggeleng kepala. "Cia Kui Hong, kenapa engkau bersikap seperti ini? Ingat, seorang pendekar memegang teguh janjinya, lebih menghargai janji dari pada nyawa!"
Wajah gadis perkasa itu berubah merah dan matanya mengeluarkan cahaya mencorong. "Selama hidup aku tak pernah melanggar janjiku, keparat! Sampai detik ini pun aku tidak pernah melanggar janjiku! Justru karena janji itulah aku datang menantangmu. Aku ingin mencairkan dan membatalkan janji itu. Engkau boleh mengeroyokku, boleh membunuhku juga. Lebih baik mati dari pada membiarkan iblis macam engkau berkeliaran tanpa dapat menentangmu karena terikat janji. Nah, kini aku datang untuk mematahkan ikatan janji itu. Majulah!" tantang Kui Hong dengan sikap tabah dan tenang.
"Ha-ha-ha, engkau tidak tahu malu, Kui Hong! Dulu ketika berjanji engkau berada dalam keadaan tertawan dan tidak berdaya. Kemudian engkau berjanji bahwa apa bila engkau kubebaskan, maka engkau takkan memusuhiku. Sekarang, setelah engkau kubebaskan, engkau datang menantangku. Bukankah itu berarti engkau melanggar janji?"
Bagi gadis lain, diserang dengan ucapan ini tentu akan menjadi bingung. Akan tetapi Kui Hong adalah seorang gadis yang cerdik sekali. Hal ini pun telah dia pikirkan sebelumnya, maka dia tidak menjadi bingung mendengar ucapan itu, bahkan tersenyum mengejek.
"Hemmm, Ang-hong-cu, bercerminlah engkau! Lupakah engkau bagaimana cara engkau menangkapku dahulu itu? Bukan seperti seorang gagah, tetapi sebagai seorang pengecut yang curang. Engkau menawanku dengan mempergunakan perangkap! Engkaulah yang sepatutnya merasa malu, pengecut! Sejak berjanji, aku tidak pernah melanggarnya. Kalau aku melanggar, tentu aku sudah datang kembali membawa kawan dan tentu engkau kini sudah mampus! Akan tetapi aku datang seorang diri saja, menghadapi engkau yang kini dibantu oleh banyak sekali anak buahmu. Engkau boleh mengeroyokku, menangkapku, menyiksaku dan membunuhku! Bagiku hanya ada dua pilihan saja. Membatalkan janji dan membunuhmu, atau terbunuh olehmu!"
Han Lojin mengerutkan alisnya. Tahulah dia bahwa menggertak atau membujuk gadis ini tidak akan berhasil. Kalau dulu dia membiarkan gadis ini bebas adalah karena dia merasa ngeri menghadapi akibatnya kalau dia membunuh Cia Kui Hong, ketua Cin-ling-pai. Ngeri menghadapi pembalasan dari Cin-ling-pai, dan terutama sekali dari kakek gadis itu, yaitu Pendekar Sadis dan isterinya dari Pulau Teratai Merah!
Namun sekarang tidak ada pilihan lain baginya. Dan dia pun kini berbesar hati karena dia kini memiliki banyak pembantu yang pandai. Kalau Cin-ling-pai datang menyerbu, dia pun memiliki Ho-han-pang untuk melawannya. Jika Pendekar Sadis dan isterinya yang datang menyerang, dia dan para pembantu utamanya pasti akan mampu menandingi mereka.
"Cia Kui Hong, kalau aku bisa menawanmu lagi, sekali ini aku tidak akan melepaskanmu kembali!" katanya dan di dalam suaranya terkandung gairah yang membuat hati Kui Hong merasa ngeri.
Dia pun sudah siap siaga mengadu nyawa. Bagi gadis ini, hidup pun tidak ada artinya dan dia akan selalu merasa menyesal kepada diri sendiri. Ia telah mengikat perjanjian dengan seorang manusia iblis yang seharusnya dia tentang mati-matian. Dengan perjanjian itu dia merasa seakan-akan sudah menjadi pelindung dan pembantu Ang-hong-cu! Hal ini selalu menggerogoti perasaannya, menumbuhkan penyesalannya.
Waktu itu dia berjanji hanya karena ingin terbebas dari ancaman perkosaan maut! Namun sungguh merupakan siksaan yang tidak dapat dia pertahankan lebih lama setelah melihat Ang-hong-cu berbuat sekehendak hatinya, melakukan segala macam kejahatan yang dia ketahui akan tetapi tidak dapat turun tangan mencegah atau menentangnya. Ini sebabnya maka dia memaksa diri untuk mencari Ang-hong-cu dan membatalkan semua perjanjian itu dengan membiarkan dirinya ditangkap kembali!
Ia tahu bahwa sekali ini dia maju menentang Ang-hong-cu hanya untuk roboh binasa atau tertawan. Ia datang seorang diri, menghadapi Ang-hong-cu beserta banyak anak buahnya yang tergabung di dalam Ho-han-pang! Sama dengan bunuh diri. Namun dia tidak peduli. Lebih baik dia mati sebagai pendekar dari pada tetap hidup tetapi terpaksa harus menjadi pelindung seorang iblis macam Ang-hong-cu, demikian tekad hatinya. Dia lalu mencabut sepasang pedangnya dan bersiap-siap.
Apa yang disangkanya memang benar terjadi. Ang-hong-cu yang merasa jeri menghadapi gadis itu seorang diri, karena dia pernah melawannya namun dia yang terdesak hebat, cepat memberi isyarat dengan tepuk tangan dan muncullah Ji Sun Bi, Tang Cun Sek, dan Sim Ki Liong! Akan tetapi mereka sudah mengenakan kedok tipis sehingga Kui Hong tidak mengenal mereka. Mereka bertiga tentu saja mengenal Kui Hong, mengenal dengan baik sekali! Bahkan kedua orang muda itu, Cun Cek dan Ki Liong, pernah jatuh cinta kepada gadis ini!
"Tangkap dia hidup-hidup!"
Hanya itulah perintah Ang-hong-cu, akan tetapi ketiga orang itu sudah maklum apa yang dikehendaki pemimpin mereka. Hanya ada satu hal mengapa ketua mereka menghendaki dara itu ditangkap hidup-hidup, yaitu bahwa pangcu itu membutuhkan Cia Kui Hong hidup untuk dimanfaatkan, entah untuk mengurangi kehausan serta kerakusannya akan gadis-gadis cantik, atau untuk kepentingan lain.
Perintah ini tidak berat bagi Cun Sek dan Ki Liong, sebab bagaimana pun juga dua orang muda yang pernah mencinta Kui Hong juga merasa sayang kalau gadis itu terbunuh. Tapi tidak demikian dengan Ji Sun Bi. Wanita ini amat membenci Kui Hong.
Dalam pertemuan terakhir di antara mereka, ketika Ji Sun Bi membantu pemberontakan yang dipimpin Lam-hai Giam-lo sedangkan Kui Hong bersama para pendekar membantu pemerintah, dia pernah bertanding melawan Kui Hong dan akibatnya dia terlempar masuk ke dalam jurang! Nyaris dia tewas di tangan gadis Cin-ling-pai itu.
Dan sekarang dia dilarang membunuh gadis itu, melainkan hanya disuruh menangkapnya hidup-hidup! Padahal dia melihat Kui Hong hanya datang seorang diri, sedangkan dia kini bersama rekan-rekannya di bawah pimpinan Han Lojin.
Betapa pun juga Ji Sun Bi tidak berani melanggar perintah pemimpinnya, maka bersama Cun Sek dan Ki Liong, dia pun sudah mengepung Kui Hong yang kini berdiri dengan sikap tenang dan waspada, dengan sepasang pedang Hok-mo Siang-kiam (Sepasang Pedang Penakluk Iblis) siap di kedua tangannya.
Melihat Kui Hong memegang sepasang pedang yang dikenalnya sebagai Hok-mo Siang-kiam milik subo-nya, yaitu nenek Lam-sin Toan Kim Hong isteri Pendekar Sadis, Ki Liong diam-diam bergidik. Dia tahu keampuhan sepasang pedang itu dan dia merasa menyesal kenapa dia kehilangan Gin-hwa-kiam. Apa bila ada Gin-hwa-kiam di tangannya, tentu dia akan mampu menandingi sepasang pedang ampuh di tangan Kui Hong.
Akan tetapi pedang Gin-hwa-kiam sudah dirampas oleh Hay Hay sehingga kini dia hanya memiliki sebatang pedang yang meski pun merupakan pedang pilihan dari baja yang baik, namun dia khawatir pedangnya itu akan rusak begitu beradu dengan Hok-mo Siang-kiam. Dia lalu mencabut pedangnya dan mengepung.
Begitu pula dengan Tang Cun Sek. Pemuda ini mengenal benar kelihaian Cia Kui Hong, maka dia pun diam-diam gentar dan merasa menyesal mengapa dia kehilangan Hong-cu-kiam yang juga terampas oleh Hay Hay. Akan tetapi karena di situ terdapat Sim Ki Liong dan Ji Sun Bi, bahkan Han Lojin juga kini ikut mengepung, dia merasa yakin mereka akan dapat menundukkan Kui Hong dan dia pun telah mencabut pedangnya, sebatang pedang yang cukup baik walau pun tidak dapat disamakan dengan pedang pusaka Hong-cu-kiam yang sudah terlepas dari tangannya.
Sejak tadi Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi juga sudah mencabut senjata, yaitu sepasang pedang pula, dan kini dia mengepung sambil melintangkan sepasang pedang di atas kepala. Han Lojin sendiri juga turut maju, akan tetapi dia tidak memegang senjata apa pun.
“Kau lihat, Kui Hong. Engkau sudah kami kepung dan tidak mungkin dapat lolos. Apakah tidak lebih baik engkau menyerah saja, kita berdamai dan engkau membantu perjuangan kami membela negara dan bangsa?"
"Huhh! Yang sudi bersekutu denganmu hanyalah golongan sesat, orang-orang jahat yang sudah selayaknya dibasmi habis!" bentak Kui Hong dan tiba-tiba saja dia membalik ke kiri, pedang kanannya menusuk ke arah dada Cun Sek. Gerakannya cepat bukan main, ada pun pedangnya mengeluarkan sinar dan bunyi mendesing.
Cun Sek menangkis dengan pedangnya dari samping, dia tidak berani mengadu langsung karena takut pedangnya akan patah.
"Tranggg...!”
Nampak bunga api berpijar dan diam-diam Kui Hong terkejut sekali. Tak dikiranya bahwa pembantu Ang-hong-cu yang berwajah tampan serta bertubuh tinggi besar ini tenaganya demikian kuat sehingga tangannya tergetar. Ia memutar pedang dan kini pedangnya yang kiri membabat ke arah kedua kaki lawan tinggi besar itu.
Dan Cun Sek mengelak dengan loncatan yang membuat Kui Hong hampir mengeluarkan seruan kaget. Gerakan kaki itu mempunyai dasar ilmu Thai-kek Sin-kun dari Cin-ling-pai! Dia terkejut dan heran sekali, akan tetapi masih belum yakin benar.
Dia hendak mendesak agar lawan tinggi besar itu mengeluarkan ilmu silatnya, akan tetapi terpaksa dia harus membalik dan memutar sepasang pedangnya untuk melindungi tubuh, karena pada saat itu pula wanita yang memegang sepasang pedang telah menyerangnya, disusul pengeroyok ke tiga, seorang pemuda yang tampan dan mempunyai gerakan kuat pula.
Dan kembali dia terkejut ketika dia memutar siang-kiam melindungi tubuhnya karena dia seperti pernah melihat gerakan siang-kiam seperti yang dimainkan oleh wanita itu. Ketika dengan mendadak dia membalas ke arah laki-laki ke tiga yang mengeroyoknya, dengan sambaran pedang kanannya, dia pun hampir berteriak saking kagetnya sesudah melihat dasar gerakan kaki pemuda itu. Jelas dia melihat dasar gerakan kaki ilmu silat Hok-te Sin-kun yang hanya dimiliki oleh kakek dan neneknya di Pulau Teratai Merah.
Dan jantungnya berdebar ketika dia memperhatikan bentuk tubuh mereka. Biar pun wajah mereka itu berbeda, namun bentuk tubuh mereka dan gerakan silat mereka menunjukkan bahwa dia dikeroyok oleh si tinggi besar Tang Cun Sek, pemuda tampan Sim Ki Liong, dan wanita bersenjata siang-kiam Ji Sun Bi! Tak salah lagi!
Akan tetapi Kui Hong menahan perasaannya dan hanya memusatkan perhatiannya pada penjagaan diri. Ia membela diri mati-matian dan memutar sepasang pedangnya sehingga tubuhnya seperti dilindungi oleh perisai yang kokoh kuat. Sambaran senjata ketiga orang pengeroyoknya itu seperti menghadapi sinar perisai yang amat kuat dan semua serangan itu membalik! Bahkan Han Lojin yang amat lihai, yang semenjak tadi ikut mengepung dan mencari kesempatan untuk turun tangan, tidak pernah berhasil karena sama sekali tidak ada lubang yang dapat dimasuki serangannya!
Han Lojin memandang kagum sekali, akan tetapi juga khawatir. Sudah puluhan jurus tapi tiga orang pembantu utamanya belum juga mampu membekuk Kui Hong! Dia tahu bahwa apa bila dia tidak mengeluarkan perintah agar gadis itu ditangkap hidup-hidup, kalau tiga orang pembantunya berniat membunuhnya, maka perkelahian itu tidak akan berlangsung selama ini. Kui Hong tentu sudah roboh dikeroyok tiga orang yang tingkat kepandaiannya hanya sedikit di bawah tingkatnya.
Akan tetapi justru karena mereka bertiga menjaga agar jangan sampai melukai apa lagi membunuh lawan, dan senjata mereka hanya dipergunakan untuk menjaga diri dan untuk berusaha meruntuhkan sepasang pedang Kui Hong, maka pertandingan menjadi berlarut-larut dan memakan waktu lama. Mungkin hanya kalau Kui Hong sudah kehabisan tenaga sajalah mereka itu akan berhasil. Tidak mudah untuk menanti sampai Kui Hong kehabisan tenaga karena dia seorang gadis yang sehat, terlatih baik dan tangguh.
Kui Hong juga bukan seorang gadis bodoh. Dia maklum bahwa para pengeroyoknya amat taat terhadap perintah Han Lojin, jadi kini mereka berusaha untuk membuat dia kehabisan tenaga dan napas agar dapat ditawan hidup-hidup. Dan dia akan menderita penghinaan yang lebih mengerikan dari pada maut kalau sampai tertawan hidup-hidup.
Oleh karena itu dengan nekat dia pun hendak mengadu nyawa dan sekarang mulailah dia membalas serangan lawan dengan serangan-serangan yang dahsyat. Dengan begitu dia membiarkan dirinya ‘terbuka’ sehingga mungkin saja dia akan terkena serangan senjata para pengeroyoknya sehingga terluka atau bahkan tewas.
Setelah menyerang dengan dahsyat, hatinya makin yakin bahwa pemuda tinggi besar itu adalah Tang Cun Sek dan pemuda tampan itu adalah Sim Ki Liong. Serangan-serangan dahsyatnya membuat mereka tidak dapat menyembunyikan gerakan dasar yang asli dari ilmu silat mereka, dan dalam desakannya yang nekat ini dia berhasil menendang paha Ji Sun Bi sehingga wanita itu terpelanting.
Akan tetapi karena serangan-serangannya itu telah membuat tubuhnya terbuka sehingga pertahanan dirinya tidak serapat tadi, Han Lojin lalu memperoleh kesempatan. Pada saat yang baik sekali, selagi sepasang pedang Kui Hong menempel kepada senjata di tangan Cun Sek dan Ki Liong, sebelum gadis itu mampu melepaskan sepasang pedangnya dari tempelan senjata lawan, Han Lojin menerjang ke depan dan tangannya berhasil menotok punggung Kui Hong. Gadis ini mengeluh lirih kemudian terguling pingsan!
Hanya sebentar saja Kui Hong tak sadarkan diri. Ketika siuman ternyata tubuhnya lemas tak dapat digerakkan akibat jalan darahnya tertotok dan dia dipondong oleh pernuda tinggi besar yang berjalan bersama Han Lojin menuju ke lorong bawah tanah. Dia berpura-pura pingsan sesudah tahu bahwa dirinya tertotok dan tidak berdaya, karena kalau dia sadar, tentu hanya akan mendengar penghinaan Han Lojin saja.
Setelah tiba di depan sebuah pintu besi yang tertutup, ia mendengar pemuda tinggi besar itu bicara dan begitu pemuda itu membuka mulut, tidak ada keraguan lagi dalam hatinya bahwa pemuda itu adalah Tang Cun Sek. Wajahnya boleh berubah, akan tetapi suaranya, bentuk badannya serta dasar-dasar ilmu silat Cin-ling-pai tadi jelas membuktikan bahwa dia adalah Tan Cun Sek. Akan tetapi ada hal yang amat mengherankan hatinya ketika dia mengikuti percakapan singkat mereka di depan pintu.
"Bengcu, kuharap Bengcu suka memberikan gadis ini kepadaku. Dia gadis yang kucinta dan aku... aku ingin memperisterinya..."
"Hemm, dia berbahaya sekali, Cun Sek. Yang satu ini tidak boleh, aku sendiri yang akan menundukkannya agar tidak membahayakan kita."
"Tapi... tapi... hanya sekali ini saja aku memohon. Aku adalah puteramu, aku minta agar dijodohkan dengan Kui Hong…”
"Cukup! Masukkan dara ini ke dalam!" Han Lojin membentak sehingga Cun Sek nampak ketakutan.
"Baik, Ayah... ehh, Bengcu. Baik!"
Pintu terbuka secara otomatis dan dengan mata terbuka sedikit Kui Hong melihat seorang gadis yang cantik berdiri dengan sikap gelisah akan tetapi juga marah. Gadis itu berdiri di dekat sebuah pembaringan besar. Sesudah Cun Sek merebahkan tubuh Kui Hong di atas pembaringan itu, si gadis lantas membentak dengan suara kasar sambil menudingkan jari telunjuknya kepada Han Lojin.
"Mana kakakku?! Dan siapa pula gadis ini, Ho-han Pangcu? Apa bila engkau tidak segera membebaskan aku, kakakku pasti akan menghancurkan engkau berikut perkumpulanmu! Sebaliknya, kalau engkau membebaskan aku, aku akan bicara dengan kakakku. Mungkin dia mau membantu perkumpulanmu, asal perkumpulanmu memang perkumpulan orang-orang gagah yang baik!"
Han Lojin tersenyum. "Tenanglah, Mayang. Kakakmu tentu mau berunding denganku. Dia belum datang, dan sementara itu biarlah nona ini menemanimu di sini. Alangkah baiknya jika engkau dapat membujuknya agar dia suka membantu kami. Aku tentu akan berterima kasih sekali!"
Sebelum Mayang menjawab, pintu besi sudah tertutup dan Han Lojin bersama Tang Cun Sek telah keluar dari kamar itu. Setelah yakin bahwa dia hanya berdua saja dengan gadis yang dia dengar namanya disebut Mayang itu, Kui Hong membuka matanya, lalu bangkit duduk. Melihat ini Mayang langsung menghampiri dan mereka duduk di atas pembaringan yang lebar itu, saling pandang dan saling mengagumi kecantikan masing-masing.
“Enci, engkau siapakah dan bagaimana engkau dapat tertawan oleh mereka itu?" Mayang bertanya ketika melihat pandang mata penuh curiga dari gadis cantik itu.
"Engkau sudah tahu bahwa aku tawanan, akan tetapi aku belum tahu siapa engkau dan mengapa pula di sini," kata Kui Hong yang masih menaruh curiga.
Meski tadi dia mendengar betapa gadis Tibet ini mengancam Han Lojin bahwa kakaknya akan menghancurkan Han Lojin beserta perkumpulannya, akan tetapi dia tidak tahu siapa gadis ini. Mayang tersenyum, maklum bahwa dia berhadapan dengan seorang gadis yang galak dan penuh prasangka.
"Namaku Mayang, Enci. Jangan engkau khawatir. Aku masih menanti datangnya kakakku dan kalau dia sudah muncul, pasti dia akan dapat menghancurkan Ho-han-pang dan juga membebaskan kita."
"Hemm, siapa kakakmu itu?”
"Kakakku bernama Hay Hay. Hay-ko lihai sekali dan dia pasti akan datang dan..."
Mayang cepat menghentikan ucapannya karena melihat betapa wajah gadis di depannya itu berubah, seperti orang terkejut dan memandang kepadanya dengan mata mencorong.
“Dia Tang Hay maksudmu?"
"Benar, Enci!"
“Kau bohong! Dia tidak mempunyai adik perempuan, kecuali kalau engkau juga she Tang, berarti engkau juga puteri Ang-hong-cu!"
Kini Mayang berbalik kaget sekali mendengar bahwa gadis ini sudah tahu bahwa dia dan kakaknya adalah anak-anak Ang-hong-cu.
“Enci, engkau mengenal ini?" Dia menarik keluar mainan dari balik bajunya, yaitu mainan berbentuk seekor kumbang merah.
"Ang-hong-cu...! Jadi kau... kau puterinya?"
"Benar, aku adalah puteri Ang-hong-cu, seperti juga Hay-koko yang putera Ang-hong-cu. Agaknya engkau sudah mengetahui...”
“Bagus sekali!"
Tiba-tiba saja, secepat kilat tangan Kui Hong bergerak dan dia sudah menotok jalan darah di pundak kiri hingga Mayang terkulai lemas, kaki tangannya menjadi lumpuh. Tentu saja Mayang kaget dan marah sekali. Dia diserang dalam keadaan tidak menyangkanya sama sekali, dan mereka duduk berdekatan maka dia tidak sempat mengelak, apa lagi gerakan tangan Kui Hong memang cepat seperti kilat menyambar.
Hanya kaki tangannya serta punggungnya saja yang lumpuh, akan tetapi Mayang masih dapat menggerakkan anggota tubuh yang lain. Dia memandang kepada Kui Hong dengan mata bersinar penuh kemarahan.
"Heiiii! Kenapa kau lakukan ini?" bentaknya marah.
Kui Hong tersenyum mengejek. "Engkau puteri Ang-hong-cu. Engkau satu-satunya orang yang dapat membebaskan aku dari sini. Engkau kujadikan sandera agar aku dibebaskan. Kalau mereka tidak mau membebaskan aku, maka engkau akan kubunuh!"
Mayang juga seorang gadis yang keras hati dan tidak takut mati. Dia mendengus marah.
"Huhh, aku tidak mengenal siapa engkau. Akan tetapi yang sudah jelas bagiku, engkau ini seorang pengecut yang tolol!”
Kalau saja dia tidak dalam tahanan, tentu Kui Hong sudah menampar mulut yang berani memakinya pengecut dan tolol seperti itu. Dia menahan kemarahannya.
“Jelaskan kenapa engkau mengatakan aku pengecut dan tolol. Kalau tidak ada alasannya yang kuat, akan kutampar mulutmu yang lancang itu!”
"Lebih dari pada pengecut dan tolol, engkau mungkin sudah gila!" Mayang berteriak, tidak kalah galaknya dan walau pun dia rebah telentang tanpa dapat menggerakkan tubuhnya, namun dia membelalakkan matanya yang sipit, hidungnya kembang kempis dan mulutnya cemberut penuh amarah. "Masih perlu penjelasan lagi? Engkau pengecut karena engkau menyerang dan menotokku secara curang, tanpa memberi peringatan lebih dahulu bahwa engkau akan menyerangku. Apakah perbuatan demikian tidak curang dan pengecut? Bila engkau memang gagah, kenapa tidak terang-terangan saja menantang? Kau sangka aku takut padamu? Dan tentang tolol, engkau memang bodoh dan tolol bukan kepalang. Kau bilang hendak menjadikan aku sebagai sandera agar engkau dibebaskan? Apakah engkau ingin melucu di atas panggung? Aku sendiri menjadi tawanan di sini! Bagaimana mungkin pangcu dari Ho-han-pang mau membebaskan engkau hanya karena engkau menawan aku? Tawanan menyandera tawanan? Apakah ini tidak gila namanya?"
Belum pernah selama hidupnya Kui Hong dimaki-maki orang seperti itu, dimaki pengecut, curang, tolol, bodoh, bahkan gila! Akan tetapi amarahnya masih kalah oleh keheranannya mendengar semua kata-kata itu. Diakah yang gila, ataukah gadis ini yang sudah menjadi gila? Gadis ini bicara tentang menjadi tawanan Ho-han Pangcu! Padahal Ho-han Pangcu bukan lain adalah Han Lojin alias Tang Bun An alias Ang-hong-cu alias ayah kandungnya sendiri!
"Hemmm, bocah bermulut lancang! Sesungguhnya engkaulah yang tolol dan gila. Engkau ini benar tidak tahu apakah pura-pura tidak tahu? Coba jawab, siapakah yang menawan engkau?"
"Siapa lagi kalau bukan dia yang juga menawanmu tadi. Yang menawanku adalah pangcu dari Ho-han-pang..."
"Dan engkau tidak tahu siapa dia?"
"Dia adalah ketua Ho-han-pang dan bengcu..."
"Bodoh! Dia itu Han Lojin!"
"Siapa itu Han Lojin?"
Ahh, sekarang mengertilah Kui Hong. Gadis tolol ini belum tahu bahwa dia sudah menjadi tawanan ayah kandungnya sendiri
"Han Lojin adalah Tang Bun An!"
"Tang Bun An? Siapa pula..."
"Penawanmu itu adalah Ho-han Pangcu, atau Han Lojin, alias Tang Bun An, alias Ang-hong-cu pula!"
"Ahhh…!" Sepasang mata itu terbelalak. "Dia… dia... Ang-hong-cu...? Aku tak percaya!"
"Itulah ketololanmu! Ketua Ho-han-pang adalah Ang-hong-cu dan hal ini aku tahu benar!"
"Tapi... tapi... jika benar dia Ang-hong-cu, berarti dia adalah ayah kadungku? Akan tetapi kenapa dia... dia menawanku? Pantas saja dia mengenal nama ibu dan subo-ku...! Ahh, akan tetapi mungkinkah itu? Kenapa dia menawanku dan sikapnya seperti itu?” Ia teringat akan sikap cabul ketua Ho-han-pang itu.
"Apakah engkau belum pernah melihat ayahmu?"
"Sejak lahir belum pernah aku melihatnya."
"Dan Hay Hay kakakmu itu, apakah dia pernah bercerita tentang jahatnya Ang-hong-cu?"
"Hanya sedikit... ahh, Enci yang baik, ceritakan kepadaku bagaimana sebenarnya semua itu, tentang Han Lojin, tentang Tang Bun An, tentang Ang-hong-cu! Aku sungguh bingung sekali. Aku datang ke sini bersama kakakku untuk menyelidiki perwira she Tang, dan aku dipancing ke sini, lalu dikeroyok dan ditangkap, katanya untuk memancing agar kakakku datang pula ke sini. Tapi tidak tahunya engkau yang muncul! Apa artinya semua ini, Enci? Katakanlah. Engkau tidak ragu lagi dan percaya kepadaku, bukan?"
Sepasang mata Mayang menjadi basah karena dia merasa tegang dan penasaran sekali setelah mendengar bahwa laki-laki setengah tua yang cabul dan menawannya itu adalah ayah kandungnya sendiri.
Biar pun masih muda, Kui Hong sudah berpengalaman dan dia pun dapat membedakan sikap orang yang berbohong atau tidak. Dia tahu bahwa Mayang tidak berbohong dan dia percaya kepada gadis Tibet itu yang dia tahu tentu puteri seorang wanita Tibet yang dulu menjadi korban keganasan Ang-hong-cu pula, seperti ibu Hay Hay. Maka tanpa ragu-ragu lagi dia pun membebaskan totokannya dan Mayang dapat menggerakkan kaki tangannya. Gadis Tibet itu bangkit duduk, mengurut-urut kaki tangannya sambil memandang kepada Kui Hong.
"Enci, engkau mengenal kakakku?"
"Tang Hay? Tentu saja aku mengenalnya."
"Enci, siapakah namamu? Bagaimana pula engkau sampai dapat tertawan oleh mereka? Ceritakanlah tentang semua ini…”
"Nanti dulu, Mayang. Namamu Mayang, bukan? Nah, adik Mayang, sebelum aku mulai bercerita lebih baik engkau lebih dahulu menceritakan pengalamanmu bersama Hay Hay supaya aku bisa mengerti duduknya perkara dan dapat menentukan langkah selanjutnya. Sekarang kita berada dalam kekuasaan persekutuan yang amat berbahaya dan kuat, adik Mayang. Nah, kau ceritakan semuanya, juga hal yang amat mengherankan bahwa engkau tidak tahu akan kenyataan bahwa ketua Ho-han-pang adalah Han Lojin atau Tang Bun An atau Ang-hong-cu, yaitu ayah kandungmu sendiri!"
Rasa kaku pada kaki dan tangan Mayang sudah lenyap setelah dia mengurutnya, dan kini mereka duduk saling berhadapan di tepi pembaringan.
"Baiklah, Enci. Memang sudah sepatutnya kalau engkau merasa curiga dan berhati-hati, dan maafkan semua kelancanganku tadi. Aku bertemu dengan kakakku Tang Hay ketika dia berada di Tibet bersama pendekar Pek Han Siong. Apakah engkau juga kenal dengan pendekar itu?"
Kui Hong mengangguk. Ia mengenal Pek Han Siong. Ada persamaan antara Hay Hay dan Han Siong. Keduanya mempunyai ilmu kepandaian tinggi, bahkan keduanya juga memiliki ilmu sihir yang hebat.
"Lanjutkan ceritamu," katanya.
"Sesudah saling berjumpa, secara kebetulan kami saling melihat mainan yang tergantung di leher kami dan tahulah kami bahwa kami adalah kakak beradik. Ayah kami adalah Ang-hong-cu." Mayang tidak mau menceritakan bahwa dia sudah dinikahkan dengan Hay Hay, karena hal itu merupakan rahasia pribadinya, merupakan hal yang dapat mendatangkan aib. Menikah dengan kakak sendiri!
"Dan ibumu?"
"Ibuku bernama Souli, seorang wanita Tibet yang pernah tergila-gila kepada laki-laki yang oleh ibu disebut Tang Taihiap. Akan tetapi sesudah ibuku mengandung, Tang Taihiap itu meninggalkannya dan tidak pernah kembali, hanya meninggalkan benda ini kepada ibu."
"Hemm, memang itulah sifat khas Ang-hong-cu," kata Kui Hong gemas.
"Sesudah mendengar dari kakakku, Tang Hay tentang ayah kandungku, aku lalu ikut Hay-ko untuk mencari ayah, mencari Ang-hong-cu, bukan untuk berbaik-baik antara anak dan ayahnya, melainkan untuk minta pertanggungan jawab Ang-hong-cu yang menurut Hay-ko telah melakukan banyak kejahatan. Nah, kami berdua pergi ke kota raja karena Hay-ko bilang bahwa dia mendengar di kota raja ada seorang perwira she Tang yang mengaku sebagai putera Ang-hong-cu. Pada waktu kami melakukan penyelidikan, kami mendengar bahwa yang ada seorang perwira she Tang yang telah setengah tua, bukan perwira Tang muda. Ketika kemarin pagi Hay-koko pergi melakukan penyelidikan, datang seorang yang mengabarkan bahwa Hay-ko memanggilku. Aku dipancing dan dijebak, lalu aku dikeroyok sehingga akhirnya aku tertawan. Ternyata Ho-han-pang mempunyai banyak orang pandai, terutama dua orang pemuda yang menawanku itu."
Kui Hong mengangguk-angguk. Dia sudah tahu dan dia juga tahu bahwa mereka adalah Sim Ki Liong dan Tang Cun Sek, juga ada Ji Sun Bi. Bahkan baru sekarang diketahuinya pula hal yang mengejutkan hatinya, yaitu bahwa Tang Cun Sek adalah putera Ang-hong-cu pula! Putera Ang-hong-cu yang satu ini pernah menyelundup ke Cin-ling-pai dan telah mempelajari ilmu-ilmu Cin-ling-pai, bahkan melarikan pedang pusaka Hong-cu-kiam dari Cin-ling-pai.
Kalau melihat wanita yang galak dan angkuh, makin berkobarlah birahinya karena makin besar keinginannya untuk menaklukkan wanita itu dan menghancurkan keangkuhan serta harga dirinya. Karena itu, ketika Mayang membentak dan marah-marah memperlihatkan kegalakannya, di mata Han Lojin dia malah nampak semakin menggairahkan!
“Ha-ha-ha, engkau memang cantik dan gagah. Seperti seekor kuda betina yang liar dan binal! Ha-ha-ha, akulah yang akan mampu menundukkanmu, manis, seekor kuda betina yang binal akan menjadi seekor kuda betina yang jinak dan penurut, ha-ha-ha!"
Melihat perubahan sikap pria itu, Mayang merasa ngeri. Akan tetapi juga kemarahannya dan kebenciannya bertambah.
"Cih, laki-laki tidak tahu malu! Kiranya engkau ini pangcu dan bengcu macam apa? Hanya lelaki rendah dan hina yang menghina wanita, pengecut yang hanya berani mengganggu kalau orang tidak berdaya. Lepaskan ikatanku dan aku akan menghancurkan kepalamu. Mari kita bertanding sampai mati!" tantangnya.
"Ha-ha-ha, engkau sungguh amat gagah dan menarik. Aku akan melepaskan engkau, lalu kita boleh bertanding. Akan tetapi kalau engkau kalah, maka engkau harus mau menjadi pelayanku dan juga kekasihku yang tercinta. Mau berjanji?"
Sepasang mata Mayang melotot. "Kalau aku kalah, aku roboh dan mati. Siapa yang kalah akan mampus!"
Makin gembiralah hati Han Lojin. "Ha-ha, mari kita main-main sebentar kalau begitu, akan tetapi bukan di sini tempatnya!"
Dengan cepat sekali tangannya lantas bergerak, jari-jari tangannya menotok jalan darah di bawah tengkuk dan Mayang seketika lemas. Dia tadi miringkan tubuh ketika membuang muka, maka mudah saja terkena totokan. Dia tak mampu menggerakkan kaki tangannya dan Han Lojin telah melepaskan belenggu kaki tangannya, lalu memondong tubuhnya dan dibawa keluar dari kamar.
Mayang membuka mata memperhatikan keadaan. Dengan ringannya lelaki setengah tua itu memondongnya seolah-olah dia seorang anak kecil, lalu membawanya menuruni anak tangga, menuju ke ruangan bawah tanah! Sebuah pintu besi terbuka sendiri, agaknya ada alat rahasianya di situ dan dia pun dibawa masuk ke sebuah kamar.
Kamar ini luas dan mewah. Terdapat sebuah pembaringan besar yang nampaknya cukup untuk ditiduri sepuluh orang! Dan di sana terdapat pula meja besar dengan belasan buah kursi. Kamar itu luasnya sama dengan lima kamar biasa yang dijadikan satu! Dipasangi lampu penerangan siang malam, walau pun ada sedikit sinar matahari turun dari sebuah lubang berterali baja di atas sana. Lantainya ditilami dengan permadani hijau. Kamar itu dilengkapi pula dengan sebuah kamar mandi yang lengkap. Sungguh sebuah kamar yang besar dan mewah sehingga amat enak ditinggali.
Sambil tersenyum Han Lojin merebahkan tubuh lunglai Mayang di atas pembaringan yang besar itu. Mayang sudah merasa gelisah bukan main karena dia mengira bahwa lelaki itu akan memperkosanya dan dia tidak akan mampu mencegah, tidak akan mampu meronta atau melawan. Dia merasa ngeri sekali.
Akan tetapi ternyata laki-laki itu tidak menjamahnya lagi, melainkan meninggalkannya dan menghampiri pintu. Ia tidak melihat pria itu menutupkan daun pintu, akan tetapi daun pintu itu menutup dengan sendirinya. Tentu ada alat rahasianya pula, pikir Mayang.
Setelah menutupkan daun pintu besi itu, Han Lojin lalu menghampirinya sambil tersenyum dan kembali Mayang merasa ngeri, sepasang matanya membelalak, akan tetapi dia tidak mampu bergerak.
“Jangan khawatir, nona manis. Sekarang aku pantang memperkosa wanita. Wanita harus menyerah dengan suka rela, menyambutku dengan mesra, seperti yang akan kau lakukan nanti."
"Tidak sudi, lebih baik aku mati!” bentak Mayang. Hanya kaki dan tangannya yang tidak mampu bergerak, akan tetapi dia dapat bicara dan menggerakkan anggota tubuh lainnya.
"Hemmm, engkau cantik manis dan pemberani, namun aku ingin melihat dahulu sampai di mana kelihaianmu. Menurut para pembantuku engkau cukup lihai dan berbahaya, maka tangan dan kakimu dibelenggu. Padahal aku ingin melihat engkau menyambutku dengan rangkulan kaki tanganmu, bukan terbelenggu. Nah, kini aku akan membebaskan totokan itu, hendak kulihat engkau akan berbuat apa."
Dengan gerakan cepat Han Lojin lantas menotok kedua pundak gadis itu. Harnpir Mayang tidak percaya dengan apa yang dialaminya. Orang itu benar-benar sudah rnembebaskan totokan pada tubuhnya. Kini dia dapat bergerak lagi!
Dia maklum bahwa sehabis jalan darahnya dihentikan, maka kaki tangannya akan terasa kaku sehingga tidak leluasa bergerak. Karena itu dia tetap tenang, rnenggerak-gerakkan kaki tangannya dahulu supaya menjadi lemas kembali. Sementara itu Han Lojin berdiri di tengah kamar sambil bersedakap, memandang kepada gadis itu dengan senyum simpul.
Sesudah rnerasa kedua tangan kakinya dapat digerakkan dengan wajar, barulah Mayang meloncat turun dari atas pembaringan. Sikap ini saja sudah rnengagumkan hati Han Lojin dan tahulah dia bahwa gadis yang usianya paling banyak delapan belas tahun itu cukup cerdik.
Kini mereka berdiri berhadapan. Mayang dapat menduga bahwa pria ini tentu lihai sekali. Baru pembantu-pembantunya saja sudah demikian lihai, seperti dua orang pemuda yang memimpin rombongan anak buah dan telah menawannya itu. Akan tetapi dia sama sekali tidak merasa gentar. Dia akan melawan sampai mati karena maklum bahwa bila mana dia tertawan kembali maka dia akan terhina oleh laki-laki yang mengaku sebagai pangcu dan juga bengcu ini.
"Pangcu, aku tadi telah mendengar alasanmu mengapa engkau menawanku, yaitu untuk memancing kakakku datang ke sini dan engkau hendak membujuknya agar membantumu dan membantu Ho-han-pang. Akan tetapi aku yakin bahwa seperti juga aku, dia tak akan sudi membantumu, karena biar pun perkumpulanmu mempergunakan nama yang muluk, yaitu Ho-han-pang (Perkumpulan Orang Gagah), namun sebenarnya perkumpulan Orang Busuk! Kakakku adalah seorang pendekar besar. Dia akan marah sekali dan tentu akan menghancurkan engkau berikut Ho-han-pang. Sebab itu sebaiknya engkau membebaskan aku dari sini dan kami berdua akan pergi, tidak akan mencampuri urusanmu."
Han Lojin tertawa. Dalam keadaan terjepit gadis itu masih dapat mengancamnya! Betapa beraninya. Dia juga dapat menduga bahwa gadis seperti ini tentu akan melawan dengan mati-matian. Andai kata dia sampai memperkosanya, dalam sebuah kesempatan gadis ini tentu akan membalas dendam atau membunuh diri. Maka dia harus dapat menundukkan gadis ini, karena sekali menyerah, maka dia akan menjadi seorang pembantu yang setia dan seorang kekasih yang penuh semangat dan panas.
"Sudah kukatakan bahwa aku mengharapkan bantuan engkau serta kakakmu. Aku tidak ingin memusuhi kalian. Akan tetapi aku ingin melihat sampai di mana kelihaianmu. Nah, majulah, nona manis dan keluarkan semua kepandaianmu."
Mayang sudah kehilangan cambuknya. Namun sebagai murid seorang guru yang berilmu tinggi, tentu saja dia tidak hanya mengandalkan cambuknya sebagai senjata. Tangan dan kakinya masing-masing merupakan senjata yang cukup ampuh.
Dia tahu bahwa sekali ini tidak ada jalan lolos baginya. Dia dengan ketua Ho-han-pang ini berada di ruangan bawah tanah, ada pun pintu besi itu telah tertutup. Jalan satu-satunya hanyalah berusaha merobohkan lawannya yang dia tahu tentu lihai sekali.
Dia harus membela diri secara mati-matian, maka diam-diam Mayang telah mengerahkan sinkang-nya, mengumpulkan kekuatan itu pada kedua lengannya sebelum dia melakukan penyerangan. Kemudian dia mengeluarkan bentakan nyaring dan menerjang dengan kuat dan cepat sekali.
“Haiiiiiiittt…!”
Gerakannya cepat dan dahsyat. Tangan kiri dengan jari-jari direntangkan menyambar ke arah muka lawan, sedangkan tangan kanannya dengan jari-jari terbuka juga menusuk ke arah dada. Gerakan tangan kiri itu merupakan gerak pancingan atau gertakan, sedangkan inti serangan terletak kepada tangan kanan yang menyerang dada.
Biar pun tangan kanan Mayang itu berjari-jari kecil meruncing dengan kulit halus, namun jangan keliru sangka. Di dalam jari-jari tangan itu terkandung tenaga dahsyat yang akan mampu meremukkan tulang iga!
Han Lojin mengenal pukulan ampuh, maka dia pun menghindarkan diri dengan melangkah ke belakang dan memutar kedua lengannya untuk melindungi tubuh, menangkis dengan cengkeraman untuk menangkap lengan lawan. Akan tetapi Mayang telah menarik kembali kedua tangannya yang gagal itu, lantas tubuhnya meloncat ke depan, kakinya melakukan tendangankilat. Kaki kanannya mencuat dengan cepat sekali sehingga lambung Han Lojin hampir saja termakan tendangan. Tapi Han Lojin yang semakin kagum sudah menangkis dengan lengan kirinya.
"Dukkk!"
Mayang merasa betapa kakinya nyeri ketika bertemu dengan lengan orang itu, tetapi dia menahan diri dan tidak mengeluh, melainkan melanjutkan serangan bertubi-tubi dan kini telapak tangannya yang kiri berubah menghitam. Han Lojin terkejut sekali melihat tangan hitam ini menyambar dahsyat, maka cepat melempar tubuh ke belakang lantas berjungkir balik beberapa kali.
"Heiiiii! Bukankah itu Hek-coa Tok-ciang (Tangan Beracun Ular Hitam)?" teriaknya ketika dia mencium bau amis terbawa oleh hawa pukulan tangan itu.
Mayang terkejut. Orang ini sungguh lihai, sudah mengenal ilmu pukulannya, padahal ilmu pukulan itu merupakan ilmu simpanan yang dia pelajari dari Kim-mo Sian-kouw. Gurunya berpesan bahwa dia tidak boleh mempergunakan pukulan beracun itu kalau tidak sangat terpaksa, karena pukulan beracun sesungguhnya bertentangan dengan watak subo-nya.
Kini, ketika menghadapi ancaman yang lebih mengerikan dari pada maut, terpaksa tadi dia mengeluarkan ilmunya itu dan sama sekali tidak disangkanya bahwa lawannya segera mengenal pukulannya. Hal ini membuktikan bahwa lawannya banyak pengalaman, tentu pernah berkelana ke daerah Tibet dan sangat boleh jadi pernah pula berjumpa dengan subo-nya.
Mayang tersenyum mengejek. "Aku adalah murid Subo Kim-mo Sian-kouw!" Maksudnya dengan pengakuan ini agar lawannya menjadi jeri dan tidak akan mengganggunya.
Han Lojin nampak terkejut. "Ahhh…! Pantas engkau begini lihai, Nona. Namamu Mayang, bukan? Nona Mayang, karena engkau murid Kim-mo Sian-kouw, pertapa yang sakti dan gagah itu, maka aku lebih senang lagi dan makin ingin menarikmu sebagai pembantu dan sekutu kami, bersama kakakmu Hay Hay itu. Oh ya, bagaimana sebenarnya hubunganmu dengan Hay Hay? Engkau adiknya? Adik tirikah? Bagaimana Hay Hay dapat mempunyai seorang adik di Tibet?"
"Pangcu, lebih baik lagi kalau engkau telah mengetahui tentang subo-ku. Nah, sebaiknya engkau segera membebaskan aku dan tidak ada urusan lagi di antara kita. Engkau akan menghadapi kehancuran kalau masih berkukuh ingin bermusuhan dengan kami. Pertama, aku akan melawan sampai mati, aku tidak sudi menjadi pembantumu atau sekutumu. Ke dua, kalau engkau menggangguku dan aku sampai tewas, maka kakakku Hay-koko tentu tidak akan mau sudah begitu saja, dan akan membalas kematianku dengan bunga yang berlipat ganda. Dan ke tiga, jika subo mendengar pula bahwa aku tewas di sini, beliau pun pasti tidak akan tinggal diam dan akan menghukummu!"
Kembali Han Lojin tertawa. "Ha-ha-ha-ha, nona Mayang. Engkau sungguh hebat. Engkau berada dalam tawanan, engkau yang terhimpit dan terancam bahaya, akan tetapi engkau pula yang mengancamku! Ha-ha-ha-ha, sungguh lucu. Aku tidak bermaksud buruk, malah ingin memuliakan engkau dan kakakmu, takut apa? Nah, mari kita lanjutkan, aku masih ingin menguji kepandalanmu."
Karena maklum bahwa bicara tidak akan ada gunanya, Mayang kemudian menerjang lagi sambil mengerahkan seluruh tenaganya dan mengeluarkan semua ilmu silat yang pernah dipelajarinya.
Akan tetapi lawannya adalah seorang yang jauh lebih berpengalaman dari pada gadis itu, bahkan mempunyai tingkat kepandaian yang jauh lebih tinggi, maka bagaimana dahsyat pun dia menyerang, selalu Han Lojin dapat menangkis atau mengelak, bahkan melakukan serangan balasan yang membuat Mayang menjadi kewalahan dan terdesak.
"Haiiittttt…!"
Mayang kembali memukul sambil merendahkan diri sehingga sekali ini pukulan tangannya mengarah ke perut lawan. Ketika lawannya mengelak ke samping, tangan itu dibuka dan mencengkeram ke samping pula.
"Wuttttt...!" Han Lojin menangkis, lalu dari atas tangan kirinya menotok ke arah tengkuk gadis itu.
"Ihhhh…!"
Mayang melempar diri ke belakang, lalu bergulingan dan ketika dia meloncat bangun, dia telah menyambar sebuah bangku ukiran yang indah, mempergunakan bangku ini sebagai senjata dan dia kembali menyerang kalang kabut, menggunakan bangku yang diayun ke kanan dan kiri.
"Hemmm, kuda petina yang liar!" Han Lojin memuji sambil berloncatan ke sana-sini untuk menghindarkan diri dari hantaman bangku. “Mayang, bangku itu amat mahal, terbuat dari kayu pilihan dan diukir oleh ahli. Jangan kau rusakkan!” teriaknya.
"Lebih baik mati dari pada harus menyerah kepadamu, iblis busuk!" Mayang kini memaki karena dia telah merasa penasaran dan marah bukan main. Serangannya semakin hebat dan meski pun hanya sebuah bangku, namun di tangan gadis itu berubah menjadi senjata yang amat berbahaya.
“Wuuutttt...!”
Bangku itu menyambar sedemikian cepatnya sehingga biar pun dapat dielakkan oleh Han Lojin, akan tetapi angin pukulannya sempat membuat rambut kepala ketua Ho-han-pang itu menjadi tertiup kusut.
“Ihhh! Kalau kubiarkan, bisa hancur kepalaku oleh bangkumu itu. Dan aku masih sayang kepada kepalaku ini, heh-heh-heh!"
Mendadak dia membuat gerakan aneh. Tubuhnya bergulingan dan dari bawah dia lantas menyerang dengan tendangan bertubi-tubi, dengan gerakan memutar, ke arah kedua lutut dan kaki Mayang. Gadis ini mengeluarkan seruan kaget sambil berloncatan dengan kacau karena tendangan itu susul menyusul, menendang, menyapu dengan kekuatan luar biasa.
Selagi dia kebingungan menghindarkan diri dari semua tendangan itu, tiba-tiba Han Lojin mengeluarkan suara melengking panjang, dan tahu-tahu ada sinar putih mencuat ke atas lalu lengan Mayang telah terlibat sehelai kain putih. Kain itu dibetot hingga tubuh Mayang terhuyung, lalu Han Lojin melompat dan sekali dia menggerakkan kedua tangan, yang kiri menotok sedangkan yang kanan merampas, tahu-tahu bangku itu pun berpindah tangan! Mayang terpaksa melepaskan bangku itu karena lengan kanannya seperti lumpuh terkena totokan tangan kiri lawan.
Han Lojin meloncat ke belakang, mengamati bangku itu untuk melihat kalau-kalau rusak, lalu dia meletakkan kembali bangku itu ditempatnya semula.
"Engkau kuda betina yang binal harus cepat-cepat kutundukkan!" kata Han Lojin.
Mayang sudah menjadi marah bukan main. Dengan mata berapi-api dia telah menyerang lagi, tidak peduli akan kenyataannya bahwa dia memang bukan tandingan ketua Ho-han-pang itu. Ia menyerang kalang kabut, mengamuk dan dengan nekat dia hendak mengadu nyawa.
Ketika dia mendapatkan kesempatan, dia meloncat dan menggunakan tendangan terbang dengan kedua kakinya ke arah dada Han Lojin. Tendangan dengan tubuh seperti terbang ini sungguh berbahaya sekali, baik bagi lawan mau pun bagi diri sendiri. Namun Mayang sudah nekat dan ingin merobohkan lawan yang tangguh itu, maka dia mempergunakan jurus tendangan terbang yang berbahaya itu.
"Wuuuttt...! Plakkk!"
Dengan perhitungan yang tepat dan mengandalkan tenaganya yang kuat, Han Lojin cepat menyambut tendangan dengan kedua kaki itu dengan kedua tangannya dan dia berhasil miringkan tubuh lalu menangkap kedua kaki itu pada pergelangannya, lalu dengan cepat sekali sabuk sutera putih tadi sudah melibat kedua kaki.
Gadis itu meronta-ronta, akan tetapi Han Lojin tertawa-tawa dan memutar tubuh gadis itu dengan berpegang pada kedua kakinya. Tentu saja tubuh Mayang berputar seperti kitiran, lantas tubuhnya jatuh ke atas pembaringan dengan dua kaki di luar dan masih dipegangi oleh Han Lojin, bahkan kini kedua kakinya telah terbelenggu sabuk sutera putih.
“Keparat, lepaskan kakiku!" bentak Mayang dan dia mencoba untuk bangkit duduk lantas menyerang dengan sepasang tangannya. Tapi Han Lojin menjauh, kemudian menangkis kedua tangan itu seperti orang bermain-main saja.
"Engkau memang manis sekali, Mayang. Seekor kuda betina binal yang amat manis. Ingin kulihat apakah tubuhmu juga semanis wajahmu!" Han Lojin mencengkeram. Sia-sia bagi Mayang untuk menangkis.
"Bretttt…!"
Leher bajunya kena dicengkeram dan direnggut sehingga robek memanjang, cukup lebar sehingga sepasang buah dadanya nampak sebagian karena pakaian dalamnya ikut robek oleh renggutan tangan yang kuat itu.
Dan Han Lojin berdiri bengong, terpesona, bukan terpesona melihat sebagian buah dada itu, melainkan terpesona melihat apa yang tergantung di antara buah dada. Dia menuding ke arah dada gadis itu.
"Itu... itu... dari mana kau dapatkan benda itu?" tanyanya.
Tadi Mayang terkejut dan marah bukan kepalang karena bajunya terobek dan tadinya dia mengira bahwa ketua itu hendak menggodanya dan bermaksud cabul dengan menuding ke arah buah dadanya yang nampak sebagian. Akan tetapi ketika ia menggunakan kedua tangannya menutupkan kembali baju yang terobek, ia menyentuh benda yang tergantung di dada dan dia teringat bahwa Han Lojin menyinggung tentang benda itu, bukan tentang tubuhnya.
Mayang pun menjawab dengan ketus sambil tangan kirinya menutupkan kembali bajunya yang robek, "Benda ini tidak ada hubungannya dengan engkau!"
Sekarang Han Lojin sudah terlihat tenang, hanya sepasang matanya mengeluarkan sinar mencorong yang aneh dan mulutnya juga tersenyum aneh. Dia mengangguk-angguk.
"Hemm, sekarang mengertilah aku kenapa engkau dapat menjadi adik Hay Hay. Hay Hay adalah seorang putera dari Ang-hong-cu, sedangkan engkau juga mengenakan lambang Si Kumbang Merah pada dadamu. Jadi engkau pun seorang puteri dari Ang-hong-cu! Dan engkau datang dari Tibet? Apakah ibumu seorang wanita bernama... Souli?"
Mayang terkejut sekali, menatap wajah yang tampan itu dan berseru, "Bagaimana engkau bisa tahu?"
Akan tetapi kini Han Lojin tertawa bergetak. “Ha-ha-ha-ha!"
Pada saat itu pula terdengar suara dari luar pintu, "Bengcu, dia sudah datang!"
Daun pintu besi terbuka dengan sendirinya, dan di luar pintu sudah berdiri Sim Ki Liohg. Sejenak Sim Ki Liong memandang ke arah Mayang. Gadis itu berdiri dengan tegak seperti orang terheran-heran dan terkejut, dan tangan kirinya menutupkan baju bagian dada yang terobek. Melihat ini Sim Ki Liong segera berkata kepada Han Lojin.
"Maafkan kalau saya mengganggu Bengcu…”
Akan tetapi Han Lojin tidak marah, dan dia nampak tegang mendengar pemberitahuan Ki Liong itu. Dia memandang lagi kepada Mayang dan berkata,
"Mayang, engkau tinggallah dulu di sini. Segalanya tersedia lengkap untuk keperluanmu. Kakakmu sudah datang dan aku akan menyambutnya. Jangan mencoba untuk melarikan diri karena engkau tak akan berhasil. Tenang-tenang sajalah di sini."
Mendengar bahwa kakaknya sudah datang, ingin Mayang meloncat dan menerjang keluar dari tempat itu. Akan tetapi ia bukan gadis bodoh. Menghadapi seorang di antara mereka berdua saja dia tidak menang, apa lagi kini bajunya robek di bagian dada sehingga kalau dia bergerak menyerang, tentu baju itu akan terbuka kembali dan dadanya akan kelihatan. Maka dia hanya berdiri sambil memandang dengan penuh kemarahan ketika dua orang itu melangkah keluar dan daun pintu besi itu tertutup dengan sendirinya.
Suara ketawa ketua Ho-han-pang itu masih bergema di dalam telinganya, suara ketawa yang aneh dan menyeramkan baginya. Mayang cepat melupakan kekhawatiran terhadap dirinya sendiri, sebaliknya kini dia gelisah sekali memikirkan kakaknya, Hay Hay. Kini dia pun mengerti mengapa dirinya dipancing keluar kota kemudian ditawan. Kiranya mereka menghendaki kakaknya! Mereka menawannya hanya untuk memancing datangnya Hay Hay ke tempat berbahaya itu.
Dan dia merasa khawatir sekali membayangkan betapa lihainya sang ketua dengan para pembantunya itu. Akan tetapi dia harus membetulkan bajunya yang terobek tadi. Semua gerakannya takkan leluasa kalau bajunya terbuka seperti itu. Melihat di kamar itu terdapat sebuah almari, dia lalu menghampirinya dan membukanya.
Dia terbelalak. Di dalam almari itu terdapat tumpukan pakaian yang serba indah. Ia hanya tinggal memilih saja! Pakaian wanita, pakaian pria, semuanya masih baru. Akan tetapi dia tak sudi memakai pakaian yang bukan miliknya itu. Dia mengambil sehelai sabuk panjang saja, lalu dengan sabuk itu diikatnya bajunya yang robek sehingga kini dadanya tertutup rapat kembali. Setelah itu dia pun meneliti keadaan di dalam kamar yang luas itu.
Benar kata-kata ketua tadi. Kamar itu tertutup rapat sekali, tidak ada jalan keluar. Tidak ada jendela dan jalan satu-satunya hanyalah melalui pintu, padahal daun pintunya terbuat dari besi yang tebal dan kokoh. Jalan cahaya matahari dan hawa dari atas itu juga tidak mungkin dilewati. Terlalu tinggi dan juga lubang di atas itu tertutup jeruji besi yang kokoh pula.
Terdengar suara pada pintu. Ia cepat bersiap siaga. Ia akan nekat menerjang keluar kalau pintu itu terbuka, tidak peduli siapa yang akan muncul di pintu. Ia harus dapat keluar dari situ, harus membantu kakaknya.
Tetapi yang terbuka hanya sedikit saja di ujung bawah pintu. Terbuka lubang segi empat yang kecil saja, hanya cukup untuk memasukkan piring buah itu. Sebuah tangan nampak mendorongkan sebuah piring penuh berisi buah-buah segar. Juga sebuah poci teh berikut mangkoknya didorong masuk. Kemudian tangan itu lenyap dan lubang itu tertutup lagi.
Hemm, mereka memperlakukan aku sebagai seorang tawanan yang dilayani dengan baik, seperti seorang tamu saja, pikir Mayang. Dia pun tidak sungkan lagi. Buah-buah itu perlu untuk memulihkan tenaganya. Dia pun memilih dan makan buah-buahan yang segar dan pilihan. Juga minum teh itu karena dia yakin bahwa tuan rumah tidak perlu meracuninya. Dia sudah tak berdaya. Kini dia hanya bisa menanti terbukanya kesempatan baik baginya untuk meloloskan diri.
Setelah makan buah-buahan dan minum teh, gadis Tibet itu lalu duduk termenung di atas pembaringan yang lebar itu. Ia membayangkan sikap ketua tadi. Bagaimana ketua itu bisa tahu bahwa dia puteri Ang-hong-cu dan bahkan mengenal pula nama ibunya? Orang itu mengenal benda mainan kumbang merah yang tergantung pada lehernya, juga mengenal nama ibunya, bahkan mengenal pula jurus Hek-coa tok-ciang! Hal ini menunjukkan bahwa orang itu tentu pernah ke Tibet! Siapakah ketua itu? Ia hanya bisa termenung dan merasa bingung.
********************
“Apakah Hay Hay muncul seorang diri saja?" di luar tempat tahanan bawah tanah itu Han Lojin bertanya kepada Ki Liong yang tadi mengabarkan kepadanya mengenai kedatangan seseorang.
"Bukan dia, Bengcu. Bukan Tang Hay yang muncul...”
"Ehh? Habis siapa?" ketua itu bertanya penasaran karena yang dipancing dan ditunggu-tunggu kemunculannya adalah Tang Hay.
"Dia adalah... Cia Kui Hong... " suara Ki Liong menunjukkan bahwa hatinya tegang.
Walau pun tidak gentar, memang pemuda ini merasa tegang ketika mendengar dari anak buah Ho-han-pang bahwa ada seorang gadis muncul di sarang mereka dan sesudah dia mengintai, ternyata gadis itu adalah Cia Kui Hong! Gadis itu adalah cucu dari suhu dan subo-nya di Pulau Teratai Merah, yaitu Pendekar Sadis Ceng Thian Sin dan Lam-sin Toan Kim Hong!
Memang Ki Liong tidak gentar terhadap gadis itu, akan tetapi mengingat bahwa dia telah melarikan diri dari Pulau Teratai Merah dan mencuri pedang pusaka, bahkan kini pedang pusaka itu tidak berada di tangannya lagi sesudah terampas oleh Tang Hay, tentu saja dia merasa tidak enak dan tegang.
Han Lojin sendiri tertegun, kaget dan heran mendengar bahwa yang muncul bukan orang yang dinanti-nantinya, melainkan gadis ketua Cin-ling-pai yang lihai itu! Di antara semua gadis pendekar, gadis inilah yang dianggapnya paling berbahaya dan paling lihai, dan dia harus mengakui bahwa gadis itu memiliki tingkat kepandaian yang tinggi dan sama sekali bukan merupakan lawan ringan baginya.
Akan tetapi yang sungguh membuat dia merasa terkejut dan heran karena gadis itu telah terikat janji dengan dia. Gadis itu sudah berjanji untuk tidak memusuhinya dan tidak akan membuka rahasianya. Apa maksud gadis itu kini muncul? Ahh, tentu ketua Cin-ling-pai itu tidak tahu bahwa Ho-han-pang dipimpin oleh Han Lojin yang juga Tang Bun An itu. Tidak tahu bahwa dia yang memimpinnya, maka kini berani datang berkunjung.
"Cia Kui Hong? Biarlah aku yang menyambutnya sendiri. Engkau dan para rekanmu yang lain bersiap-siap saja turun tangan kalau sudah kuberi tanda."
Sesudah berkata demikian, Han Lojin lalu keluar sedangkan Ki Liong cepat memberi tahu kepada Ji Sun Bi dan Tang Cun Sek agar mereka bertiga siap-siap membantu pimpinan mereka kalau dikehendaki.
********************
Bayangan itu berlari cepat dan gerakannya cekatan dan ringan sekali. Ia mendaki lembah bukit menuju puncak di mana terdapat kompleks bangunan markas Ho-han-pang. Ketika tiba di pintu gerbang pertama, dia merasa heran karena tidak kelihatan seorang penjaga pun di situ. Ia mendorong pintu gerbang yang tertutup dan begitu pintu terbuka, terdengar suara berdesingan. Dia pun cepat melompat tinggi ke atas untuk menghindarkan diri dari sambaran anak-anak panah yang meluncur dari kanan kiri pintu gerbang.
Dia memang telah berhati-hati terhadap perangkap, maka dia mampu menghindarkan diri dengan loncatan tinggi lantas melayang turun ke depan. Begitu kakinya menyentuh tanah, tiga orang dari kanan dan tiga orang dari kiri langsung menyambutnya dengan serangan tombak panjang.
Kui Hong menggerakkan kedua tangannya dan nampak sinar berkelebat ketika sepasang pedangnya menangkis ke kanan kiri. Terdengar suara nyaring saat enam batang tombak itu patah-patah disusul pekik kesakitan kemudian dua di antara enam orang penyerang itu roboh terjengkang dengan pundak berdarah. Mereka bergulingan ke belakang kemudian menghilang di balik semak belukar.
Kui Hong berdiri tegak. Sepasang pedang di tangannya siap menghadapi pengeroyokan. Akan tetapi tidak nampak gerakan apa pun, hanya terdengar suitan-suitan panjang saling sahut di sekitar tempat itu.
Karena tidak ada serangan lagi, Kui Hong melanjutkan langkahnya, melalui jalan mendaki dari pintu gerbang pertama itu menuju ke pintu gerbang ke dua. Namun di sini juga tidak terdapat penjaga, dan tidak ada pula serangan lain. Keadaan sunyi saja.
Dia tidak tahu bahwa suitan-suitan panjang tadi merupakan isyarat kepada para anggota Ho-han-pang supaya tidak bergerak dan membiarkan gadis itu naik terus tanpa diganggu. Bahkan perangkap-perangkap dimatikan agar tidak mengganggu perjalanan Kui Hong.
Sesudah melampaui tiga lapis pintu gerbang, akhirnya Kui Hong tiba di depan bangunan yang kelihatan sunyi saja itu. Sunyi dan megah, sekaligus juga menyeramkan. Dia berdiri dengan tegak, menyimpan kembali sepasang pedangnya, lalu dia berteriak dengan suara melengking nyaring.
"Ketua Ho-han-pang! Kalau engkau bukan seorang pengecut, cepatlah keluar! Aku ingin bertemu!"
Dia tidak perlu mengulang teriakannya karena daun pintu bangunan itu terbuka dari dalam sebelum gaung suaranya padam. Kemudian nampak sedikitnya dua puluh orang laki-laki yang berpakaian seragam putih-putih dengan ikat pinggang biru dan sepatu kulit hitam mengkilap, dengan topi merah, berbaris rapi di kanan kiri jalan keluar depan pintu. Mereka memiliki pedang yang tergantung di pinggang dan sikap mereka gagah perkasa, seperti sepasukan pendekar!
Barisan itu kemudian berdiri tegak dengan sikap menghormat, dan muncullah orang yang dinanti-nanti Kui Hong. Seorang laki-laki berusia lima puluh tahun lebih, nampak tampan dan gagah dengan kumis dan jenggot terpelihara rapi. Di kanan kiri serta belakang pria ini berbaris belasan orang wanita muda yang cantik dan mengenakan pakaian seragam pula. Cantik akan tetapi gagah, dengan pedang di punggung masing-masing dan sikap mereka seperti pendekar-pendekar wanita sejati!
Berkerutlah sepasang alis Kui Hong melihat pria setengah tua itu. Tentu saja dia segera mengenal Han Lojin! Dan dia tahu pula bahwa Han Lojin dan Tang Bun An adalah orang yang sama! Entah yang mana yang merupakan muka aslinya, Tang Bun An ataukah Han Lojin, dia tidak tahu. Akan tetapi dia yakin bahwa Tang Bun An, Han Lojin, dan Ang-hong-cu adalah satu orang yang kini menjadi ketua Ho-han-pang!
Meski pun hatinya terasa sangat tegang, Han Lojin tersenyum-senyum ketika melangkah menghampiri Kui Hong, ada pun pasukan pria dan wanita yang mengawalnya kini sudah berbaris rapi di kanan kiri, tidak ikut mendekat.
"Aihhh, ternyata Cia Pangcu (Ketua Cia)! Selamat datang di tempat kami, Pangcu. Kami ingin sekali mengetahui apakah kedatangan Pangcu ini sebagai ketua Cin-ling-pai, atau sebagai pribadi?" Dia memberi hormat dengan mengangkat kedua tangan di depan dada. "Perkenalkan, kami adalah Pangcu dari Ho-han-pang, juga Bengcu dari dunia kang-ouw!"
Kui Hong tersenyum pula, senyum mengejek. "Han Lojin, tidak perlu kita membawa-bawa nama perkumpulan. Aku datang sebagai Cia Kui Hong, dan kita sama tahu siapa engkau sebenarnya. Ini urusan pribadi antara aku dan engkau. Aku datang untuk menantangmu bertanding sampai seorang di antara kita menggeletak tak bernyawa!"
“Ck, ck, ck!” Han Lojin mengeluarkan suara dengan lidahnya sambil menggeleng kepala. "Cia Kui Hong, kenapa engkau bersikap seperti ini? Ingat, seorang pendekar memegang teguh janjinya, lebih menghargai janji dari pada nyawa!"
Wajah gadis perkasa itu berubah merah dan matanya mengeluarkan cahaya mencorong. "Selama hidup aku tak pernah melanggar janjiku, keparat! Sampai detik ini pun aku tidak pernah melanggar janjiku! Justru karena janji itulah aku datang menantangmu. Aku ingin mencairkan dan membatalkan janji itu. Engkau boleh mengeroyokku, boleh membunuhku juga. Lebih baik mati dari pada membiarkan iblis macam engkau berkeliaran tanpa dapat menentangmu karena terikat janji. Nah, kini aku datang untuk mematahkan ikatan janji itu. Majulah!" tantang Kui Hong dengan sikap tabah dan tenang.
"Ha-ha-ha, engkau tidak tahu malu, Kui Hong! Dulu ketika berjanji engkau berada dalam keadaan tertawan dan tidak berdaya. Kemudian engkau berjanji bahwa apa bila engkau kubebaskan, maka engkau takkan memusuhiku. Sekarang, setelah engkau kubebaskan, engkau datang menantangku. Bukankah itu berarti engkau melanggar janji?"
Bagi gadis lain, diserang dengan ucapan ini tentu akan menjadi bingung. Akan tetapi Kui Hong adalah seorang gadis yang cerdik sekali. Hal ini pun telah dia pikirkan sebelumnya, maka dia tidak menjadi bingung mendengar ucapan itu, bahkan tersenyum mengejek.
"Hemmm, Ang-hong-cu, bercerminlah engkau! Lupakah engkau bagaimana cara engkau menangkapku dahulu itu? Bukan seperti seorang gagah, tetapi sebagai seorang pengecut yang curang. Engkau menawanku dengan mempergunakan perangkap! Engkaulah yang sepatutnya merasa malu, pengecut! Sejak berjanji, aku tidak pernah melanggarnya. Kalau aku melanggar, tentu aku sudah datang kembali membawa kawan dan tentu engkau kini sudah mampus! Akan tetapi aku datang seorang diri saja, menghadapi engkau yang kini dibantu oleh banyak sekali anak buahmu. Engkau boleh mengeroyokku, menangkapku, menyiksaku dan membunuhku! Bagiku hanya ada dua pilihan saja. Membatalkan janji dan membunuhmu, atau terbunuh olehmu!"
Han Lojin mengerutkan alisnya. Tahulah dia bahwa menggertak atau membujuk gadis ini tidak akan berhasil. Kalau dulu dia membiarkan gadis ini bebas adalah karena dia merasa ngeri menghadapi akibatnya kalau dia membunuh Cia Kui Hong, ketua Cin-ling-pai. Ngeri menghadapi pembalasan dari Cin-ling-pai, dan terutama sekali dari kakek gadis itu, yaitu Pendekar Sadis dan isterinya dari Pulau Teratai Merah!
Namun sekarang tidak ada pilihan lain baginya. Dan dia pun kini berbesar hati karena dia kini memiliki banyak pembantu yang pandai. Kalau Cin-ling-pai datang menyerbu, dia pun memiliki Ho-han-pang untuk melawannya. Jika Pendekar Sadis dan isterinya yang datang menyerang, dia dan para pembantu utamanya pasti akan mampu menandingi mereka.
"Cia Kui Hong, kalau aku bisa menawanmu lagi, sekali ini aku tidak akan melepaskanmu kembali!" katanya dan di dalam suaranya terkandung gairah yang membuat hati Kui Hong merasa ngeri.
Dia pun sudah siap siaga mengadu nyawa. Bagi gadis ini, hidup pun tidak ada artinya dan dia akan selalu merasa menyesal kepada diri sendiri. Ia telah mengikat perjanjian dengan seorang manusia iblis yang seharusnya dia tentang mati-matian. Dengan perjanjian itu dia merasa seakan-akan sudah menjadi pelindung dan pembantu Ang-hong-cu! Hal ini selalu menggerogoti perasaannya, menumbuhkan penyesalannya.
Waktu itu dia berjanji hanya karena ingin terbebas dari ancaman perkosaan maut! Namun sungguh merupakan siksaan yang tidak dapat dia pertahankan lebih lama setelah melihat Ang-hong-cu berbuat sekehendak hatinya, melakukan segala macam kejahatan yang dia ketahui akan tetapi tidak dapat turun tangan mencegah atau menentangnya. Ini sebabnya maka dia memaksa diri untuk mencari Ang-hong-cu dan membatalkan semua perjanjian itu dengan membiarkan dirinya ditangkap kembali!
Ia tahu bahwa sekali ini dia maju menentang Ang-hong-cu hanya untuk roboh binasa atau tertawan. Ia datang seorang diri, menghadapi Ang-hong-cu beserta banyak anak buahnya yang tergabung di dalam Ho-han-pang! Sama dengan bunuh diri. Namun dia tidak peduli. Lebih baik dia mati sebagai pendekar dari pada tetap hidup tetapi terpaksa harus menjadi pelindung seorang iblis macam Ang-hong-cu, demikian tekad hatinya. Dia lalu mencabut sepasang pedangnya dan bersiap-siap.
Apa yang disangkanya memang benar terjadi. Ang-hong-cu yang merasa jeri menghadapi gadis itu seorang diri, karena dia pernah melawannya namun dia yang terdesak hebat, cepat memberi isyarat dengan tepuk tangan dan muncullah Ji Sun Bi, Tang Cun Sek, dan Sim Ki Liong! Akan tetapi mereka sudah mengenakan kedok tipis sehingga Kui Hong tidak mengenal mereka. Mereka bertiga tentu saja mengenal Kui Hong, mengenal dengan baik sekali! Bahkan kedua orang muda itu, Cun Cek dan Ki Liong, pernah jatuh cinta kepada gadis ini!
"Tangkap dia hidup-hidup!"
Hanya itulah perintah Ang-hong-cu, akan tetapi ketiga orang itu sudah maklum apa yang dikehendaki pemimpin mereka. Hanya ada satu hal mengapa ketua mereka menghendaki dara itu ditangkap hidup-hidup, yaitu bahwa pangcu itu membutuhkan Cia Kui Hong hidup untuk dimanfaatkan, entah untuk mengurangi kehausan serta kerakusannya akan gadis-gadis cantik, atau untuk kepentingan lain.
Perintah ini tidak berat bagi Cun Sek dan Ki Liong, sebab bagaimana pun juga dua orang muda yang pernah mencinta Kui Hong juga merasa sayang kalau gadis itu terbunuh. Tapi tidak demikian dengan Ji Sun Bi. Wanita ini amat membenci Kui Hong.
Dalam pertemuan terakhir di antara mereka, ketika Ji Sun Bi membantu pemberontakan yang dipimpin Lam-hai Giam-lo sedangkan Kui Hong bersama para pendekar membantu pemerintah, dia pernah bertanding melawan Kui Hong dan akibatnya dia terlempar masuk ke dalam jurang! Nyaris dia tewas di tangan gadis Cin-ling-pai itu.
Dan sekarang dia dilarang membunuh gadis itu, melainkan hanya disuruh menangkapnya hidup-hidup! Padahal dia melihat Kui Hong hanya datang seorang diri, sedangkan dia kini bersama rekan-rekannya di bawah pimpinan Han Lojin.
Betapa pun juga Ji Sun Bi tidak berani melanggar perintah pemimpinnya, maka bersama Cun Sek dan Ki Liong, dia pun sudah mengepung Kui Hong yang kini berdiri dengan sikap tenang dan waspada, dengan sepasang pedang Hok-mo Siang-kiam (Sepasang Pedang Penakluk Iblis) siap di kedua tangannya.
Melihat Kui Hong memegang sepasang pedang yang dikenalnya sebagai Hok-mo Siang-kiam milik subo-nya, yaitu nenek Lam-sin Toan Kim Hong isteri Pendekar Sadis, Ki Liong diam-diam bergidik. Dia tahu keampuhan sepasang pedang itu dan dia merasa menyesal kenapa dia kehilangan Gin-hwa-kiam. Apa bila ada Gin-hwa-kiam di tangannya, tentu dia akan mampu menandingi sepasang pedang ampuh di tangan Kui Hong.
Akan tetapi pedang Gin-hwa-kiam sudah dirampas oleh Hay Hay sehingga kini dia hanya memiliki sebatang pedang yang meski pun merupakan pedang pilihan dari baja yang baik, namun dia khawatir pedangnya itu akan rusak begitu beradu dengan Hok-mo Siang-kiam. Dia lalu mencabut pedangnya dan mengepung.
Begitu pula dengan Tang Cun Sek. Pemuda ini mengenal benar kelihaian Cia Kui Hong, maka dia pun diam-diam gentar dan merasa menyesal mengapa dia kehilangan Hong-cu-kiam yang juga terampas oleh Hay Hay. Akan tetapi karena di situ terdapat Sim Ki Liong dan Ji Sun Bi, bahkan Han Lojin juga kini ikut mengepung, dia merasa yakin mereka akan dapat menundukkan Kui Hong dan dia pun telah mencabut pedangnya, sebatang pedang yang cukup baik walau pun tidak dapat disamakan dengan pedang pusaka Hong-cu-kiam yang sudah terlepas dari tangannya.
Sejak tadi Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi juga sudah mencabut senjata, yaitu sepasang pedang pula, dan kini dia mengepung sambil melintangkan sepasang pedang di atas kepala. Han Lojin sendiri juga turut maju, akan tetapi dia tidak memegang senjata apa pun.
“Kau lihat, Kui Hong. Engkau sudah kami kepung dan tidak mungkin dapat lolos. Apakah tidak lebih baik engkau menyerah saja, kita berdamai dan engkau membantu perjuangan kami membela negara dan bangsa?"
"Huhh! Yang sudi bersekutu denganmu hanyalah golongan sesat, orang-orang jahat yang sudah selayaknya dibasmi habis!" bentak Kui Hong dan tiba-tiba saja dia membalik ke kiri, pedang kanannya menusuk ke arah dada Cun Sek. Gerakannya cepat bukan main, ada pun pedangnya mengeluarkan sinar dan bunyi mendesing.
Cun Sek menangkis dengan pedangnya dari samping, dia tidak berani mengadu langsung karena takut pedangnya akan patah.
"Tranggg...!”
Nampak bunga api berpijar dan diam-diam Kui Hong terkejut sekali. Tak dikiranya bahwa pembantu Ang-hong-cu yang berwajah tampan serta bertubuh tinggi besar ini tenaganya demikian kuat sehingga tangannya tergetar. Ia memutar pedang dan kini pedangnya yang kiri membabat ke arah kedua kaki lawan tinggi besar itu.
Dan Cun Sek mengelak dengan loncatan yang membuat Kui Hong hampir mengeluarkan seruan kaget. Gerakan kaki itu mempunyai dasar ilmu Thai-kek Sin-kun dari Cin-ling-pai! Dia terkejut dan heran sekali, akan tetapi masih belum yakin benar.
Dia hendak mendesak agar lawan tinggi besar itu mengeluarkan ilmu silatnya, akan tetapi terpaksa dia harus membalik dan memutar sepasang pedangnya untuk melindungi tubuh, karena pada saat itu pula wanita yang memegang sepasang pedang telah menyerangnya, disusul pengeroyok ke tiga, seorang pemuda yang tampan dan mempunyai gerakan kuat pula.
Dan kembali dia terkejut ketika dia memutar siang-kiam melindungi tubuhnya karena dia seperti pernah melihat gerakan siang-kiam seperti yang dimainkan oleh wanita itu. Ketika dengan mendadak dia membalas ke arah laki-laki ke tiga yang mengeroyoknya, dengan sambaran pedang kanannya, dia pun hampir berteriak saking kagetnya sesudah melihat dasar gerakan kaki pemuda itu. Jelas dia melihat dasar gerakan kaki ilmu silat Hok-te Sin-kun yang hanya dimiliki oleh kakek dan neneknya di Pulau Teratai Merah.
Dan jantungnya berdebar ketika dia memperhatikan bentuk tubuh mereka. Biar pun wajah mereka itu berbeda, namun bentuk tubuh mereka dan gerakan silat mereka menunjukkan bahwa dia dikeroyok oleh si tinggi besar Tang Cun Sek, pemuda tampan Sim Ki Liong, dan wanita bersenjata siang-kiam Ji Sun Bi! Tak salah lagi!
Akan tetapi Kui Hong menahan perasaannya dan hanya memusatkan perhatiannya pada penjagaan diri. Ia membela diri mati-matian dan memutar sepasang pedangnya sehingga tubuhnya seperti dilindungi oleh perisai yang kokoh kuat. Sambaran senjata ketiga orang pengeroyoknya itu seperti menghadapi sinar perisai yang amat kuat dan semua serangan itu membalik! Bahkan Han Lojin yang amat lihai, yang semenjak tadi ikut mengepung dan mencari kesempatan untuk turun tangan, tidak pernah berhasil karena sama sekali tidak ada lubang yang dapat dimasuki serangannya!
Han Lojin memandang kagum sekali, akan tetapi juga khawatir. Sudah puluhan jurus tapi tiga orang pembantu utamanya belum juga mampu membekuk Kui Hong! Dia tahu bahwa apa bila dia tidak mengeluarkan perintah agar gadis itu ditangkap hidup-hidup, kalau tiga orang pembantunya berniat membunuhnya, maka perkelahian itu tidak akan berlangsung selama ini. Kui Hong tentu sudah roboh dikeroyok tiga orang yang tingkat kepandaiannya hanya sedikit di bawah tingkatnya.
Akan tetapi justru karena mereka bertiga menjaga agar jangan sampai melukai apa lagi membunuh lawan, dan senjata mereka hanya dipergunakan untuk menjaga diri dan untuk berusaha meruntuhkan sepasang pedang Kui Hong, maka pertandingan menjadi berlarut-larut dan memakan waktu lama. Mungkin hanya kalau Kui Hong sudah kehabisan tenaga sajalah mereka itu akan berhasil. Tidak mudah untuk menanti sampai Kui Hong kehabisan tenaga karena dia seorang gadis yang sehat, terlatih baik dan tangguh.
Kui Hong juga bukan seorang gadis bodoh. Dia maklum bahwa para pengeroyoknya amat taat terhadap perintah Han Lojin, jadi kini mereka berusaha untuk membuat dia kehabisan tenaga dan napas agar dapat ditawan hidup-hidup. Dan dia akan menderita penghinaan yang lebih mengerikan dari pada maut kalau sampai tertawan hidup-hidup.
Oleh karena itu dengan nekat dia pun hendak mengadu nyawa dan sekarang mulailah dia membalas serangan lawan dengan serangan-serangan yang dahsyat. Dengan begitu dia membiarkan dirinya ‘terbuka’ sehingga mungkin saja dia akan terkena serangan senjata para pengeroyoknya sehingga terluka atau bahkan tewas.
Setelah menyerang dengan dahsyat, hatinya makin yakin bahwa pemuda tinggi besar itu adalah Tang Cun Sek dan pemuda tampan itu adalah Sim Ki Liong. Serangan-serangan dahsyatnya membuat mereka tidak dapat menyembunyikan gerakan dasar yang asli dari ilmu silat mereka, dan dalam desakannya yang nekat ini dia berhasil menendang paha Ji Sun Bi sehingga wanita itu terpelanting.
Akan tetapi karena serangan-serangannya itu telah membuat tubuhnya terbuka sehingga pertahanan dirinya tidak serapat tadi, Han Lojin lalu memperoleh kesempatan. Pada saat yang baik sekali, selagi sepasang pedang Kui Hong menempel kepada senjata di tangan Cun Sek dan Ki Liong, sebelum gadis itu mampu melepaskan sepasang pedangnya dari tempelan senjata lawan, Han Lojin menerjang ke depan dan tangannya berhasil menotok punggung Kui Hong. Gadis ini mengeluh lirih kemudian terguling pingsan!
Hanya sebentar saja Kui Hong tak sadarkan diri. Ketika siuman ternyata tubuhnya lemas tak dapat digerakkan akibat jalan darahnya tertotok dan dia dipondong oleh pernuda tinggi besar yang berjalan bersama Han Lojin menuju ke lorong bawah tanah. Dia berpura-pura pingsan sesudah tahu bahwa dirinya tertotok dan tidak berdaya, karena kalau dia sadar, tentu hanya akan mendengar penghinaan Han Lojin saja.
Setelah tiba di depan sebuah pintu besi yang tertutup, ia mendengar pemuda tinggi besar itu bicara dan begitu pemuda itu membuka mulut, tidak ada keraguan lagi dalam hatinya bahwa pemuda itu adalah Tang Cun Sek. Wajahnya boleh berubah, akan tetapi suaranya, bentuk badannya serta dasar-dasar ilmu silat Cin-ling-pai tadi jelas membuktikan bahwa dia adalah Tan Cun Sek. Akan tetapi ada hal yang amat mengherankan hatinya ketika dia mengikuti percakapan singkat mereka di depan pintu.
"Bengcu, kuharap Bengcu suka memberikan gadis ini kepadaku. Dia gadis yang kucinta dan aku... aku ingin memperisterinya..."
"Hemm, dia berbahaya sekali, Cun Sek. Yang satu ini tidak boleh, aku sendiri yang akan menundukkannya agar tidak membahayakan kita."
"Tapi... tapi... hanya sekali ini saja aku memohon. Aku adalah puteramu, aku minta agar dijodohkan dengan Kui Hong…”
"Cukup! Masukkan dara ini ke dalam!" Han Lojin membentak sehingga Cun Sek nampak ketakutan.
"Baik, Ayah... ehh, Bengcu. Baik!"
Pintu terbuka secara otomatis dan dengan mata terbuka sedikit Kui Hong melihat seorang gadis yang cantik berdiri dengan sikap gelisah akan tetapi juga marah. Gadis itu berdiri di dekat sebuah pembaringan besar. Sesudah Cun Sek merebahkan tubuh Kui Hong di atas pembaringan itu, si gadis lantas membentak dengan suara kasar sambil menudingkan jari telunjuknya kepada Han Lojin.
"Mana kakakku?! Dan siapa pula gadis ini, Ho-han Pangcu? Apa bila engkau tidak segera membebaskan aku, kakakku pasti akan menghancurkan engkau berikut perkumpulanmu! Sebaliknya, kalau engkau membebaskan aku, aku akan bicara dengan kakakku. Mungkin dia mau membantu perkumpulanmu, asal perkumpulanmu memang perkumpulan orang-orang gagah yang baik!"
Han Lojin tersenyum. "Tenanglah, Mayang. Kakakmu tentu mau berunding denganku. Dia belum datang, dan sementara itu biarlah nona ini menemanimu di sini. Alangkah baiknya jika engkau dapat membujuknya agar dia suka membantu kami. Aku tentu akan berterima kasih sekali!"
Sebelum Mayang menjawab, pintu besi sudah tertutup dan Han Lojin bersama Tang Cun Sek telah keluar dari kamar itu. Setelah yakin bahwa dia hanya berdua saja dengan gadis yang dia dengar namanya disebut Mayang itu, Kui Hong membuka matanya, lalu bangkit duduk. Melihat ini Mayang langsung menghampiri dan mereka duduk di atas pembaringan yang lebar itu, saling pandang dan saling mengagumi kecantikan masing-masing.
“Enci, engkau siapakah dan bagaimana engkau dapat tertawan oleh mereka itu?" Mayang bertanya ketika melihat pandang mata penuh curiga dari gadis cantik itu.
"Engkau sudah tahu bahwa aku tawanan, akan tetapi aku belum tahu siapa engkau dan mengapa pula di sini," kata Kui Hong yang masih menaruh curiga.
Meski tadi dia mendengar betapa gadis Tibet ini mengancam Han Lojin bahwa kakaknya akan menghancurkan Han Lojin beserta perkumpulannya, akan tetapi dia tidak tahu siapa gadis ini. Mayang tersenyum, maklum bahwa dia berhadapan dengan seorang gadis yang galak dan penuh prasangka.
"Namaku Mayang, Enci. Jangan engkau khawatir. Aku masih menanti datangnya kakakku dan kalau dia sudah muncul, pasti dia akan dapat menghancurkan Ho-han-pang dan juga membebaskan kita."
"Hemm, siapa kakakmu itu?”
"Kakakku bernama Hay Hay. Hay-ko lihai sekali dan dia pasti akan datang dan..."
Mayang cepat menghentikan ucapannya karena melihat betapa wajah gadis di depannya itu berubah, seperti orang terkejut dan memandang kepadanya dengan mata mencorong.
“Dia Tang Hay maksudmu?"
"Benar, Enci!"
“Kau bohong! Dia tidak mempunyai adik perempuan, kecuali kalau engkau juga she Tang, berarti engkau juga puteri Ang-hong-cu!"
Kini Mayang berbalik kaget sekali mendengar bahwa gadis ini sudah tahu bahwa dia dan kakaknya adalah anak-anak Ang-hong-cu.
“Enci, engkau mengenal ini?" Dia menarik keluar mainan dari balik bajunya, yaitu mainan berbentuk seekor kumbang merah.
"Ang-hong-cu...! Jadi kau... kau puterinya?"
"Benar, aku adalah puteri Ang-hong-cu, seperti juga Hay-koko yang putera Ang-hong-cu. Agaknya engkau sudah mengetahui...”
“Bagus sekali!"
Tiba-tiba saja, secepat kilat tangan Kui Hong bergerak dan dia sudah menotok jalan darah di pundak kiri hingga Mayang terkulai lemas, kaki tangannya menjadi lumpuh. Tentu saja Mayang kaget dan marah sekali. Dia diserang dalam keadaan tidak menyangkanya sama sekali, dan mereka duduk berdekatan maka dia tidak sempat mengelak, apa lagi gerakan tangan Kui Hong memang cepat seperti kilat menyambar.
Hanya kaki tangannya serta punggungnya saja yang lumpuh, akan tetapi Mayang masih dapat menggerakkan anggota tubuh yang lain. Dia memandang kepada Kui Hong dengan mata bersinar penuh kemarahan.
"Heiiii! Kenapa kau lakukan ini?" bentaknya marah.
Kui Hong tersenyum mengejek. "Engkau puteri Ang-hong-cu. Engkau satu-satunya orang yang dapat membebaskan aku dari sini. Engkau kujadikan sandera agar aku dibebaskan. Kalau mereka tidak mau membebaskan aku, maka engkau akan kubunuh!"
Mayang juga seorang gadis yang keras hati dan tidak takut mati. Dia mendengus marah.
"Huhh, aku tidak mengenal siapa engkau. Akan tetapi yang sudah jelas bagiku, engkau ini seorang pengecut yang tolol!”
Kalau saja dia tidak dalam tahanan, tentu Kui Hong sudah menampar mulut yang berani memakinya pengecut dan tolol seperti itu. Dia menahan kemarahannya.
“Jelaskan kenapa engkau mengatakan aku pengecut dan tolol. Kalau tidak ada alasannya yang kuat, akan kutampar mulutmu yang lancang itu!”
"Lebih dari pada pengecut dan tolol, engkau mungkin sudah gila!" Mayang berteriak, tidak kalah galaknya dan walau pun dia rebah telentang tanpa dapat menggerakkan tubuhnya, namun dia membelalakkan matanya yang sipit, hidungnya kembang kempis dan mulutnya cemberut penuh amarah. "Masih perlu penjelasan lagi? Engkau pengecut karena engkau menyerang dan menotokku secara curang, tanpa memberi peringatan lebih dahulu bahwa engkau akan menyerangku. Apakah perbuatan demikian tidak curang dan pengecut? Bila engkau memang gagah, kenapa tidak terang-terangan saja menantang? Kau sangka aku takut padamu? Dan tentang tolol, engkau memang bodoh dan tolol bukan kepalang. Kau bilang hendak menjadikan aku sebagai sandera agar engkau dibebaskan? Apakah engkau ingin melucu di atas panggung? Aku sendiri menjadi tawanan di sini! Bagaimana mungkin pangcu dari Ho-han-pang mau membebaskan engkau hanya karena engkau menawan aku? Tawanan menyandera tawanan? Apakah ini tidak gila namanya?"
Belum pernah selama hidupnya Kui Hong dimaki-maki orang seperti itu, dimaki pengecut, curang, tolol, bodoh, bahkan gila! Akan tetapi amarahnya masih kalah oleh keheranannya mendengar semua kata-kata itu. Diakah yang gila, ataukah gadis ini yang sudah menjadi gila? Gadis ini bicara tentang menjadi tawanan Ho-han Pangcu! Padahal Ho-han Pangcu bukan lain adalah Han Lojin alias Tang Bun An alias Ang-hong-cu alias ayah kandungnya sendiri!
"Hemmm, bocah bermulut lancang! Sesungguhnya engkaulah yang tolol dan gila. Engkau ini benar tidak tahu apakah pura-pura tidak tahu? Coba jawab, siapakah yang menawan engkau?"
"Siapa lagi kalau bukan dia yang juga menawanmu tadi. Yang menawanku adalah pangcu dari Ho-han-pang..."
"Dan engkau tidak tahu siapa dia?"
"Dia adalah ketua Ho-han-pang dan bengcu..."
"Bodoh! Dia itu Han Lojin!"
"Siapa itu Han Lojin?"
Ahh, sekarang mengertilah Kui Hong. Gadis tolol ini belum tahu bahwa dia sudah menjadi tawanan ayah kandungnya sendiri
"Han Lojin adalah Tang Bun An!"
"Tang Bun An? Siapa pula..."
"Penawanmu itu adalah Ho-han Pangcu, atau Han Lojin, alias Tang Bun An, alias Ang-hong-cu pula!"
"Ahhh…!" Sepasang mata itu terbelalak. "Dia… dia... Ang-hong-cu...? Aku tak percaya!"
"Itulah ketololanmu! Ketua Ho-han-pang adalah Ang-hong-cu dan hal ini aku tahu benar!"
"Tapi... tapi... jika benar dia Ang-hong-cu, berarti dia adalah ayah kadungku? Akan tetapi kenapa dia... dia menawanku? Pantas saja dia mengenal nama ibu dan subo-ku...! Ahh, akan tetapi mungkinkah itu? Kenapa dia menawanku dan sikapnya seperti itu?” Ia teringat akan sikap cabul ketua Ho-han-pang itu.
"Apakah engkau belum pernah melihat ayahmu?"
"Sejak lahir belum pernah aku melihatnya."
"Dan Hay Hay kakakmu itu, apakah dia pernah bercerita tentang jahatnya Ang-hong-cu?"
"Hanya sedikit... ahh, Enci yang baik, ceritakan kepadaku bagaimana sebenarnya semua itu, tentang Han Lojin, tentang Tang Bun An, tentang Ang-hong-cu! Aku sungguh bingung sekali. Aku datang ke sini bersama kakakku untuk menyelidiki perwira she Tang, dan aku dipancing ke sini, lalu dikeroyok dan ditangkap, katanya untuk memancing agar kakakku datang pula ke sini. Tapi tidak tahunya engkau yang muncul! Apa artinya semua ini, Enci? Katakanlah. Engkau tidak ragu lagi dan percaya kepadaku, bukan?"
Sepasang mata Mayang menjadi basah karena dia merasa tegang dan penasaran sekali setelah mendengar bahwa laki-laki setengah tua yang cabul dan menawannya itu adalah ayah kandungnya sendiri.
Biar pun masih muda, Kui Hong sudah berpengalaman dan dia pun dapat membedakan sikap orang yang berbohong atau tidak. Dia tahu bahwa Mayang tidak berbohong dan dia percaya kepada gadis Tibet itu yang dia tahu tentu puteri seorang wanita Tibet yang dulu menjadi korban keganasan Ang-hong-cu pula, seperti ibu Hay Hay. Maka tanpa ragu-ragu lagi dia pun membebaskan totokannya dan Mayang dapat menggerakkan kaki tangannya. Gadis Tibet itu bangkit duduk, mengurut-urut kaki tangannya sambil memandang kepada Kui Hong.
"Enci, engkau mengenal kakakku?"
"Tang Hay? Tentu saja aku mengenalnya."
"Enci, siapakah namamu? Bagaimana pula engkau sampai dapat tertawan oleh mereka? Ceritakanlah tentang semua ini…”
"Nanti dulu, Mayang. Namamu Mayang, bukan? Nah, adik Mayang, sebelum aku mulai bercerita lebih baik engkau lebih dahulu menceritakan pengalamanmu bersama Hay Hay supaya aku bisa mengerti duduknya perkara dan dapat menentukan langkah selanjutnya. Sekarang kita berada dalam kekuasaan persekutuan yang amat berbahaya dan kuat, adik Mayang. Nah, kau ceritakan semuanya, juga hal yang amat mengherankan bahwa engkau tidak tahu akan kenyataan bahwa ketua Ho-han-pang adalah Han Lojin atau Tang Bun An atau Ang-hong-cu, yaitu ayah kandungmu sendiri!"
Rasa kaku pada kaki dan tangan Mayang sudah lenyap setelah dia mengurutnya, dan kini mereka duduk saling berhadapan di tepi pembaringan.
"Baiklah, Enci. Memang sudah sepatutnya kalau engkau merasa curiga dan berhati-hati, dan maafkan semua kelancanganku tadi. Aku bertemu dengan kakakku Tang Hay ketika dia berada di Tibet bersama pendekar Pek Han Siong. Apakah engkau juga kenal dengan pendekar itu?"
Kui Hong mengangguk. Ia mengenal Pek Han Siong. Ada persamaan antara Hay Hay dan Han Siong. Keduanya mempunyai ilmu kepandaian tinggi, bahkan keduanya juga memiliki ilmu sihir yang hebat.
"Lanjutkan ceritamu," katanya.
"Sesudah saling berjumpa, secara kebetulan kami saling melihat mainan yang tergantung di leher kami dan tahulah kami bahwa kami adalah kakak beradik. Ayah kami adalah Ang-hong-cu." Mayang tidak mau menceritakan bahwa dia sudah dinikahkan dengan Hay Hay, karena hal itu merupakan rahasia pribadinya, merupakan hal yang dapat mendatangkan aib. Menikah dengan kakak sendiri!
"Dan ibumu?"
"Ibuku bernama Souli, seorang wanita Tibet yang pernah tergila-gila kepada laki-laki yang oleh ibu disebut Tang Taihiap. Akan tetapi sesudah ibuku mengandung, Tang Taihiap itu meninggalkannya dan tidak pernah kembali, hanya meninggalkan benda ini kepada ibu."
"Hemm, memang itulah sifat khas Ang-hong-cu," kata Kui Hong gemas.
"Sesudah mendengar dari kakakku, Tang Hay tentang ayah kandungku, aku lalu ikut Hay-ko untuk mencari ayah, mencari Ang-hong-cu, bukan untuk berbaik-baik antara anak dan ayahnya, melainkan untuk minta pertanggungan jawab Ang-hong-cu yang menurut Hay-ko telah melakukan banyak kejahatan. Nah, kami berdua pergi ke kota raja karena Hay-ko bilang bahwa dia mendengar di kota raja ada seorang perwira she Tang yang mengaku sebagai putera Ang-hong-cu. Pada waktu kami melakukan penyelidikan, kami mendengar bahwa yang ada seorang perwira she Tang yang telah setengah tua, bukan perwira Tang muda. Ketika kemarin pagi Hay-koko pergi melakukan penyelidikan, datang seorang yang mengabarkan bahwa Hay-ko memanggilku. Aku dipancing dan dijebak, lalu aku dikeroyok sehingga akhirnya aku tertawan. Ternyata Ho-han-pang mempunyai banyak orang pandai, terutama dua orang pemuda yang menawanku itu."
Kui Hong mengangguk-angguk. Dia sudah tahu dan dia juga tahu bahwa mereka adalah Sim Ki Liong dan Tang Cun Sek, juga ada Ji Sun Bi. Bahkan baru sekarang diketahuinya pula hal yang mengejutkan hatinya, yaitu bahwa Tang Cun Sek adalah putera Ang-hong-cu pula! Putera Ang-hong-cu yang satu ini pernah menyelundup ke Cin-ling-pai dan telah mempelajari ilmu-ilmu Cin-ling-pai, bahkan melarikan pedang pusaka Hong-cu-kiam dari Cin-ling-pai.