DAUN pintu di sebelah dalam terbuka lantas muncullah seorang laki-laki berusia lebih dari setengah abad tapi masih nampak ganteng dan gagah, dengan pakaian yang rapi, kumis jenggot terpelihara baik serta penampilan yang memikat. Dia tersenyum dan pandangan matanya bersinar tajam.
Begitu melihat lelaki ini, Bi Lian langsung bangkit berdiri sambil menatap tajam. Dia tidak salah lihat. Memang itulah Han Lojin yang dahulu pernah dilihatnya. Itulah Ang-hong-cu, Si Kumbang Merah!
"Kau... Ang-hong-cu...!” Bi Lian berkata dan sepasang matanya mengeluarkan sinar kilat.
Diam-diam Han Lojin bergidik. Gadis ini benar-benar amat berbahaya, mirip Cia Kui Hong. Kalau menjadi lawan, akan mengancam keselamatannya. Akan tetapi dia tersenyum dan membungkuk dengan sikap hormat.
"Aihhh…, ternyata sumoi dari Tan Hok Seng adalah nona Siangkoan Bi Lian yang gagah perkasa! Kita sudah pernah saling bertemu dan bekerja sama membantu pemerintah saat membasmi gerombolan pemberontak yang dipimpin Lam-hai Giam-lo! Selamat datang di Ho-han-pang, Nona! Kami akan merasa terhormat dan gembira sekali apa bila kita dapat bekerja sama lagi dalam membantu pemerintah di segala bidang."
Akan tetapi dengan senyum sindir Bi Lian menggerakkan tangan kanannya lalu tampaklah sinar berkelebat dan tahu-tahu tangan kanan itu sudah memegang sebatang pedang yang bercahaya. Itulah Kwan-im-kiam, pedang pusaka ampuh pemberian orang tuanya. Dengan pedang melintang di jari depan dada, Bi Lian menudingkan telunjuknya ke arah muka Han Lojin dan suaranya terdengar lantang.
"Ang-hong-cu, tidak perlu banyak cakap lagi dan segera keluarkan senjatamu! Aku harus membunuhmu demi membalaskan kekejian yang kau lakukan terhadap Pek Eng, Cia Ling serta banyak wanita lain, juga demi menjaga keselamatan wanita-wanita lain. Keluarkan senjatamu dan mari kita mengadu nyawa!"
"Aihhh, nona Siangkoan! Kami mengundang kalian berdua ke sini untuk membantu kalian menemukan orang yang sedang kalian cari, bukan untuk bermusuhan...!" kata Han Lojin sambil memandang kepada Tang Gun.
Pemuda itu menjadi bingung melihat sikap sumoi-nya, maka dia pun cepat melangkah ke depan sumoi-nya. "Ehh, sumoi, kenapa begini? Bengcu ini adalah penyelamatku, juga dia akan menunjukkan di mana adanya orang yang kucari-cari...”
"Suheng, dia inilah Ang-hong-cu, orang yang sangat jahat dan kejam. Dia harus kubunuh demi keselamatan dan keamanan para wanita lemah yang tidak berdosa!" Dengan sikap galak gadis itu telah melangkah maju hendak menyerang Han Lojin. Melihat ini Tang Gun cepat meloncat ke depan gadis itu dan menghalanginya.
"Sumoi, kuminta engkau jangan menyerangnya dulu. Biarkan dia lebih dulu menunjukkan di mana aku dapat bertemu dengan musuhku, setelah itu barulah engkau boleh berurusan dengan dia. Kalau engkau menyerangnya, tentu dia tidak mau membantuku menunjukkan tempat di mana Tang Bun An bersembunyi!”
Bi Lian mengerutkan alisnya, matanya mencorong menatap wajah Han Lojin yang masih tersenyum-senyum dengan tenangnya. Dia tahu bahwa jika dia berkeras menyerang Han Lojin, tentu saja Ang-hong-cu tak akan sempat memberi tahu lagi di mana adanya musuh besar Tang Gun. Maka dia menahan diri dan mengangguk.
"Baiklah, akan tetapi aku tidak akan melepaskan dia dan aku harus mengikuti ke mana dia membawamu pergi!"
"Ha-ha-ha, nona Siangkoan Bi Lian yang gagah dan cantik jelita. Jangan khawatir, Nona. Aku tidak akan melarikan diri dan setiap saat aku siap untuk melayanimu. Tapi sekarang, karena sudah berjanji dengan bekas perwira ini, aku akan melayaninya lebih dahulu untuk menunjukkan tempat di mana dia dapat menemukan sahabat lamanya, ha-ha-ha!"
"Tak perlu banyak cakap lagi. Tunjukkan tempat orang itu kepada suheng, kemudian kita bertanding sampai kau mampus di ujung pedangku untuk pergi menghadapi hukumanmu di neraka!" bentak Bi Lian.
"Bengcu, marilah! Kau tunjukkanlah di mana adanya Tang Bun An!"
"Mari kalian ikuti aku!" kata Han Lojin sambil tersenyum, dan tanpa menoleh lagi dia pun melangkah memasuki pintu belakang.
Bi Lian yang merasa khawatir kalau Ang-hong-cu yang dibencinya itu melarikan diri, juga untuk melindungi suheng-nya supaya jangan terjebak oleh jai-hwa-cat yang kini menjadi ketua Ho-han-pang itu, mendahului Tang Gun dan melangkah dengan cepat di belakang Han Lojin. Tang Gun berjalan di belakangnya sehingga dia tidak tahu betapa pemuda itu nampak tegang sekali.
Memang hati Tang Gun gelisah bukan main memikirkan sumoi-nya ini! Ia telah jatuh cinta kepada sumoi-nya yang cantik manis dan gagah perkasa ini, dan setelah kini jelas bahwa sumoi-nya tidak saja enggan membantu Han Lojin bahkan memaksanya untuk mengadu nyawa, dia merasa khawatir karena sudah tahu bahwa ayahnya itu, Han Lojin, kini hendak menggunakan siasat untuk menjebak Bi Lian.
Dan dia tahu pula bagaimana perangkap itu dipasang dan apa yang harus dilakukannya. Dia sayang kepada Bi Lian, akan tetapi juga taat kepada ayahnya. Akan tetapi karena dia sudah mendapat ketegasan dari ayahnya bahwa sumoi-nya hanya akan ditawan dan tidak akan diganggu atau dibunuh, bahkan kemudian akan dipergunakan siasat agar sumoi-nya suka menyerahkan diri kepadanya dan dengan suka rela mau menjadi isterinya, hatinya pun lega dan dia hanya mentaati saja perintah ayahnya yang kini menjadi atasannya. Dia tahu pula bahwa kini para pembantu ayahnya tentu sudah berjaga-jaga dan mengepung tempat itu sehingga bagaimanapun lihai sumoi-nya, dia tak akan mampu lolos dari tempat ini.
Walau pun hatinya penuh dengan kecurigaan, namun Bi Lian tidak merasa gentar ketika tuan rumah memasuki sebuah lorong yang menuju ke bawah, menuju ke ruangan bawah tanah! Dia hanya menoleh sebentar ke arah suheng-nya.
"Hati-hati, Suheng," bisiknya dan Tang Gun mengangguk. Engkaulah yang harus berhati-hati, Sumoi, katanya di dalam hati.
Lorong bawah tanah itu membawa mereka ke depan sebuah kamar berpintu besar.
"Nah, di dalam kamar ini kalian bisa menemukan orang yang kalian cari. Bukalah pintunya dan masuklah," kata Han Lojin.
Tang Gun melewati sumoi-nya. Dia hendak membuka pintu itu, akan tetapi Bi Lian sudah menangkap lengannya. "Suheng, jangan! Waspada terhadap perangkap orang jahat!"
Karena lengannya dipegang oleh Bi Lian, Tang Gun tidak jadi membuka daun pintu dan menoleh kepada Han Lojin yang tertawa.
"Ha-ha-ha-ha-ha, nona Siangkoan Bi Lian yang gagah perkasa itu kiranya penakut. Nona, apakah engkau tidak berani membuka pintu itu? Apakah harus aku yang membukakannya untuk kalian?"
Bi Lian tersenyum mengejek. "Ang-hong-cu, aku sama sekali tidak takut padamu, hanya tidak percaya dan curiga kepadamu. Bukan takut tetapi hati-hati terhadap kecuranganmu! Bukalah pintunya dan biarkan kami melihat dulu siapa yang berada di dalam kamar ini."
Han Lojin tertawa, diam-diam kagum pada gadis perkasa itu. Seorang gadis yang gagah berani dan cerdik sekali, seperti juga Cia Kui Hong, maka akan amat menguntungkan bila gadis ini mau menjadi pembantunya. Dia sudah mengatur siasat sebelumnya dan merasa girang bahwa hal ini dia lakukan karena kalau tidak, akan berbahaya menghadapi amukan gadis semacami ini. Sebelum membawa Bi Lian ke depan kamar tahanan bawah tanah itu dia telah membuat kedua orang tawanan di kamar itu, Mayang dan Cia Kui Hong, roboh pingsan oleh asap pembius.
"Ha-ha-ha, Siangkoan Bi Lian, akan kubuka pintunya. Kau lihatlah baik-baik siapa yang berada di dalam kamar ini!" katanya sambil maju menghampiri pintu kamar.
Bi Lian menggerakkan tangan dan mencabut lagi pedang pusaka Kwan-im-kiam yang tadi telah dia simpan lagi di sarung pedangnya. Daun pintu terbuka dan Bi Lian melangkah ke ambang pintu, memandang ke dalam, Tang Gun berada pula di belakangnya, dekat sekali dan ikut menjenguk ke dalam.
Kamar itu cukup luas akan tetapi tidak ada meja atau kursi di situ. Hanya ada kasur tebal di atas lantai dan sebuah kamar kecil di sudut. Di atas kasur itu nampak dua orang wanita rebah terlentang seperti dalam keadaan tidur. Bi Lian memandang penuh perhatian, begitu pula dengan Tang Gun.
Tang Gun sama sekali tidak mengenal dua orang gadis itu. Dua orang gadis yang sama-sama cantik jelita. Dia hanya tahu bahwa ayahnya akan menggunakan tipu muslihat dan perangkap untuk menangkap dan menundukkan sumoi-nya, namun dia tidak tahu dengan cara bagaimana.
Tiba-tiba Han Lojin mendorong punggung Tang Gun. Pemuda ini mengerti maka dia pun menabrak sumoi-nya yang berada di depannya sambil berteriak, "Celaka, sumoi...!"
Bi Lian terkejut ketika merasa betapa suheng-nya terdorong dari belakang sehingga kedua tangan suheng-nya itu pun mendorong punggungnya,. Sama sekali dia tidak menyangka bahwa yang diserang bukan dia melainkan suheng-nya yang berada di belakangnya. Tadi dia agak lengah karena kagetnya sesudah mengenal seorang di antara dua orang wanita yang rebah telentang di dalam kamar itu. Dia mengenal Cia Kui Hong!
Pada saat dia terkejut itu, Tang Gun yang berada di belakangnya terdorong ke depan dan pemuda itu pun mendorongnya. Baginya tidak ada jalan lain kecuali cepat mendoyongkan tubuh ke kiri sambil meloncat ke dalam kamar, kemudian membalik. Dia melihat suheng-nya terdorong ke depan dan terhuyung, dan yang mendorong suheng-nya itu bukan lain adalah Ang-hong-cu!
"Keparat!" serunya, akan tetapi terlambat.
Ketika tadi dia meloncat, daun pintu kamar itu segera ditutup dari luar oleh Han Lojin. Dia melompat ke pintu untuk mencegah, namun pintu itu terbuat dari besi dan sudah tertutup. Dicobanya untuk mendorong daun pintu, namun sia-sia belaka.
"Sumoi, mari kita buka pintu itu!" Tang Gun juga melompat, kemudian membantu sumoi-nya. Keduanya mengerahkan tenaga sinkang, namun pintu itu terlampau kuat!
"Ha-ha-ha-ha!" Han Lojin tertawa bergelak dari luar pintu. Suaranya masuk melalui lubang kecil yang biasanya digunakan penjaga untuk memasukkan makanan dan minuman untuk tawanan yang berada di dalam kamar itu.
"Tan Hok Seng dan Siangkoan Bi Lian, sekarang kalian tinggal pilih. Menyerah dan suka menjadi pembantu kami, bersama-sama bekerja di dalam Ho-han-pang untuk menguasai dunia kang-ouw, ataukah kalian akan kami bunuh perlahan-lahan sebagai tawanan kami!"
Mendengar ini, Tang Gun mengerti bahwa dia sengaja dipergunakan oleh ayahnya untuk menjebak sumoi-nya. Dengan begini maka sumoi-nya takkan menyangka buruk terhadap dirinya, karena bukankah dia sendiri pun ikut pula terjebak dan tertawan?
"Bengcu, kami tidak mempunyai permusuhan denganmu. Bukankah dahulu Bengcu telah menolongku? Mengapa kami ditawan? Apa bila kami tidak disuruh melakukan kejahatan, tentu saja kami mau membantumu dan..."
"Suheng....!" Bi Lian membentak suheng-nya yang langsung terdiam. Kemudian gadis itu menghadapi lubang di pintu dan suaranya lantang ketika ia menjawab, "Ang-hong-cu! Biar pun gerombolanmu memakai nama Ho-han-pang (Perkumpulan Orang Gagah), siapa mau percaya? Aku tidak sudi membantumu dan tentang ancamanmu tadi, aku tidak takut mati! Kalau engkau gagah dan bukan seorang pengecut yang curang, mari kita bertanding satu lawan satu sampai seorang di antara kita mampus di ujung pedang!"
Akan tetapi Han Lojin hanya menjawab dengan suara ketawanya yang riang. Agaknya dia gembira sekali melihat betapa dengan mudahnya dia telah berhasil menjebak gadis yang berbahaya itu. Gembira dia membayangkan betapa gadis yang keras dan liar itu akhirnya akan menjadi lunak dan tunduk kepadanya, menyerahkan segalanya dengan suka rela.
Dia merasa muda kembali membayangkan betapa dalam waktu dekat ini dua orang gadis pendekar yang berilmu tinggi akan berada di dalam pelukannya. Siangkoan Bi Lian dan Cia Kui Hong, mereka berdua akan menjadi wanita taklukannya yang terakhir, yang akan mendatangkan perasaan bangga di hatinya di samping kepuasannya merusak kehidupan dua orang wanita, wanita pendekar pula!
Suara ketawa itu semakin menjauh, juga langkah kaki Han Lojin terdengar meninggalkan lorong bawah tanah itu. Setelah suara langkah kaki itu tidak terdengar lagi, Bi Lian cepat-cepat menghampiri Kui Hong yang menggeletak seperti orang tidur itu.
"Cia Kui Hong...!" dia berseru heran dan memeriksa. Hatinya lega karena Kui Hong tidak terluka dan pingsan saja.
Ia mengenal Kui Hong sebagai seorang gadis yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, tidak kalah dibandingkan dirinya sendiri, tetapi ternyata menjadi tawanan pula di sini. Dia dapat menduga bahwa Kui Hong terjebak pula, seperti dia dan suheng-nya. Ia memeriksa gadis ke dua yang juga rebah telentang dan keadaannya sama dengan Kui Hong. Tidak terluka tapi pingsan. Ia tidak mengenal gadis itu, yang melihat wajahnya seperti peranakan asing.
Ketika dia menengok, dia melihat suheng-nya tengah memeriksa keadaan kamar tawanan itu, seolah mencari jalan keluar. Ia pun bangkit berdiri. "Bagaimana, Suheng? Apakah ada bagian lemah yang memungkinkan kita keluar?"
Tang Gun menarik wajah duka dan khawatir, menggelengkan kepala kemudian dia balik bertanya, "Siapakah gadis-gadis itu, Sumoi? Agaknya engkau telah mengenal mereka."
"Aku tidak kenal dengan yang peranakan asing ini, akan tetapi gadis ke dua ini tentu saja aku mengenalnya dengan baik. Ia seorang pendekar wanita yang berilmu tinggi, pendekar terkenal dari Cin-ling-pai. Sungguh mengherankan sekali bagaimana seorang gadis yang lihai seperti dia dapat menjadi tawanan di sini."
"Sumoi, hal itu membuktikan betapa lihainya Bengcu, ketua Ho-han-pang itu. Apakah tidak lebih baik bila kita membantu perkumpulan orang gagah itu dari pada menentangnya dan membiarkan diri kita terancam bahaya?"
"Suheng! Engkau tidak tahu betapa jahat dan kejinya Ang-hong-cu! Kalau engkau tahu tentu tak akan berpendapat seperti itu! Kita harus menentang iblis busuk itu. Sampai mati aku tidak sudi membantu iblis seperti dia!"
Tang Gun menundukkan mukanya yang terlihat amat sedih. Ini bukan dibuat-buat, karena memang dia merasa sedih sekali melihat betapa sumoi-nya sangat membenci Han Lojin, ayah kandungnya! Dia merasa sayang kepada Siangkoan Bi Lian dan dia mengharapkan dapat menjadi suami gadis perkasa yang cantik jelita itu. Akan tetapi gadis itu demikian membenci ayahnya. Apa bila sumoi-nya itu mengetahui bahwa dia bukan Tan Hok Seng, melainkan Tang Gun putera Ang-hong-cu, tentu sumoi-nya akan membencinya pula.
“Akan tetapi... dia... eh, dia pernah menyelamatkan aku dan sikapnya kepadaku demikian baik...."
Bi Lian memandang suheng-nya dan dia pun mengerti. Ang-hong-cu menjebak dia karena memusuhi jai-hwa-cat itu dan karena dia dan Ang-hong-cu bermusuhan. Kini suheng-nya itu terbawa-bawa dan menjadi tawanan pula.
"Tan-suheng, aku menyesal sekali bahwa engkau ikut pula tertawan. Akan tetapi jangan khawatir, Suheng. Kita masih hidup dan kita berdua akan mampu membela diri. Bahkan kalau kita dapat bebas dari sini, aku tidak akan terjebak lagi dan akan kubasmi Ang-hong-cu dan sarangnya. Betapa pun muluk nama yang dia pakai untuk perkumpulannya, pasti di dalamnya busuk! Dan di sini masih ada Cia Kui Hong. Dia amat lihai, bahkan mungkin lebih lihai dari pada aku, maka kita bertiga pasti akan dapat membasmi Ang-hong-cu dan anak buahnya. Siapa tahu, mungkin gadis peranakan asing ini pun memiliki kepandaian. Biar kucoba menyadarkan Kui Hong."
Bi Lian berjongkok di dekat Kui Hong yang masih pingsan, sedangkan Tang Gun hanya berdiri memandang saja. Tiba-tiba dia melihat asap putih memasuki kamar itu dari lubang kecil dari mana biasanya penjaga memasukkan makanan dan minuman.
"Sumoi awas...!” teriaknya.
Bi Lian cepat meloncat sambil membalikkan tubuhnya. Dia pun melihat asap itu. Dengan sekali bergerak tubuhnya telah mendekati lubang itu dan sekali tangannya bergerak, sinar hitam lembut menyambar keluar dari lubang.
Terdengar teriakan kesakitan di luar dan asap berhenti berhembus masuk. Mudah diduga bahwa jarum-jarum halus yang dilepaskan oleh Bi Lian tadi sudah mengenai sasaran dan orang yang melepas asap itu tentu menjadi korban jarum beracun! Ilmu ini dipelajarinya dari kedua orang gurunya yang pertama, yaitu Pak Kwi Ong dan Tung Hek Kwi!
Tang Gun terbatuk-batuk. Dia sudah terkena pengaruh asap putih tadi. Asap tadi tersedot olehnya sehingga membuatnya batuk-batuk dan pusing. Akan tetapi Bi Lian bersikap lebih berhati-hati. Pada saat menyerang tadi dia menahan napas sehingga asap itu tak sampai tersedot dan kini dia meloncat ke belakang menjauhi lubang.
Akan tetapi terdengar suara mendesis dan dia terkejut sekali ketika memandang ke kanan kiri dan atas. Asap putih sudah menyerbu kamar itu dari mana-mana, dari lubang-lubang tersembunyi, bahkan dari atas!
Bi Lian cepat menyambar selimut yang berada di atas kasur dan memutar-mutar selimut itu untuk mengusir asap yang mendekatinya. Akan tetapi karena lubang-lubang di kamar tahanan itu tidak terlalu banyak sedangkan asap yang masuk sangat banyak, maka asap yang diusir dengan putaran selimut itu hanya berputar-putar saja di dalam kamar itu dan akhirnya membalik lagi ke arah Bi Lian.
Gadis itu menahan napas dan terus melawan sekuat tenaga. Dia melihat betapa suheng-nya telah terhuyung kemudian terkulai pingsan. Dia masih terus melawan hingga akhirnya dia pun harus bernapas dan tersedotlah asap ke dalam paru-parunya. Dia mencium bau yang keras dan wangi, yang membuatnya terbatuk-batuk, lantas tubuhnya terkulai lemas dan dia pun pingsan.
Kalau saja Hay Hay langsung berkunjung ke Ho-han-pang, tentu dia akan dapat bertemu dengan Siangkoan Bi Lian. Akan tetapi Hay Hay tidak mau langsung berkunjung. Mayang sudah ditawan orang-orang Ho-han-pang. Kalau dia datang berkunjung, sama saja artinya dengan menyerahkan diri karena mereka pasti mempergunakan Mayang sebagai sandera untuk membuat dia tidak berdaya dan dia tahu bahwa kalau mereka mengancam Mayang, tentu dia tidak berani menggunakan kekerasan.
Tidak, dia maklum bahwa dia berhadapan dengan pihak lawan yang licik dan curang. Dia tidak boleh datang berkunjung begitu saja. Dia harus lebih dulu melakukan penyelidikan dan kalau mungkin, lebih dulu membebaskan Mayang sebelum bertindak lebih lanjut.
Dia masih menduga-duga mengapa perkumpulan yang namanya begitu gagah, Ho-han-pang, perkumpulan orang-orang gagah, sudah memusuhinya bahkan menawan Mayang. Dan cara yang mereka pergunakan itu jauh dari pantas untuk dilakukan oleh para ho-han (patriot gagah)!
Setelah menggunakan kepandaiannya yang tinggi, menyusup mengelilingi dinding tembok yang mengepung perkampungan yang menjadi sarang Ho-han-pang, Hay Hay mendapat kenyataan bahwa penjagaan dilakukan secara ketat sekali oleh para anak buah Ho-han-pang yang rata-rata nampak muda dan gagah itu. Apa lagi di dua buah pintu gerbangnya, di situ dijaga oleh lebih dari dua puluh orang! Dan pada sepanjang dinding yang tingginya sekitar dua meter itu selalu terdapat peronda sehingga akan sulitlah bagi orang luar untuk memasuki tempat itu tanpa diketahui para peronda dan penjaga.
Dengan ginkang-nya yang amat tinggi, tentu tidak sulit bagi Hay Hay untuk meloncat dan menyelinap masuk ke balik dinding tembok. Akan tetapi dia ingin yakin agar dapat masuk tanpa diketahui orang. Akan berbahayalah kalau sampai ada yang melihatnya, bukan bagi diri sendiri melainkan bagi Mayang! Tentu mereka itu akan mengancam untuk mencelakai Mayang kalau sampai diketahui dia memasuki sarang perkumpulan itu. Padahal dia ingin masuk tanpa diketahui, agar mendapat kesempatan untuk membebaskan Mayang terlebih dahulu sebelum bentrok secara terbuka dengan mereka. Dia pun tidak tahu mengapa Ho-han-pang memusuhinya.
Hay Hay lantas teringat akan nasehat kakek yang dijumpainya bersama Mayang di dusun sebelah luar kota raja. Kakek itu menasehati bahwa perjalanan tidak aman, bukan karena gangguan perampok melainkan karena adanya orang-orang gagah dari Ho-han-pang yang suka merayu dan menggoda gadis-gadis cantik untuk dijadikan isteri mereka!
Dia makin tertarik dan ingin sekali mengetahui, perkumpulan apa gerangan yang bernama Ho-han-pang itu. Kalau dilihat dari namanya, sepatutnya sebuah perkumpulan yang baik, bukan perkumpulan orang jahat. Tetapi mengapa kini memusuhinya dan mempergunakan siasat busuk untuk menawan Mayang?
Baik adalah suatu keadaan batin, suatu mutu batin yang wajar, tidak dibuat-buat, seperti keadaan pohon mawar yang mengeluarkan bunga mawar yang indah dan harum tanpa disengaja. Perbuatan yang nampaknya baik belum tentu baik mutunya, karena perbuatan itu dapat saja palsu, kelihatannya saja baik akan tetapi itu hanya merupakan cara untuk mendapatkan sesuatu. Yang berpamrih selalu palsu!
Batin yang bersih dari cengkeraman nafsu berdaya rendah akan membuahkan perbuatan yang baik, wajar, bahkan pelakunya sendiri tak menganggapnya sebagai perbuatan baik. Karena itu kebaikan tidak mungkin dapat dilatih atau dipelajari, karena kalau demikian maka kebaikan yang dilakukan dengan sengaja itu hanya merupakan perbuatan munafik belaka, sengaja dilakukan agar mendatangkan sesuatu yang diinginkan oleh si pelaku.
Kebaikan adalah bebas dari perhitungan pikiran. Kebaikan adalah sesuatu yang dilandasi cinta kasih. Seorang ibu yang menyusui anaknya tak akan merasa bahwa dia melakukan suatu kebaikan wajar dan tidak disengaja, dasarnya cinta kasih. Cinta kasih hanya akan menyinari batin yang bebas dari pengaruh pikiran yang bergelimang nafsu daya rendah!
Matahari telah condong ke barat. Hay Hay cepat menyelinap ke belakang sebatang pohon pada saat melihat ada dua orang peronda berjalan menuju ke tempat itu sambil bercakap-cakap. Dia mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Mengapa pangcu menyuruh kita berjaga dengan ketat dan waspada? Bukankah semua pengacau telah tertawan? Dan kalau yang datang itu hanya gadis-gadis cantik, untuk apa kita takut?"
"Wah, engkau tidak tahu! Tiga orang gadis cantik itu memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi sehingga sepuluh orang dari kita belum tentu akan mampu mengalahkan mereka!"
"Hemm, kalau begitu, tentu pangcu akan berpesta pora karena kemenangannya. Apakah ketiga-tiganya akan dimiliki dan dinikmati oleh pangcu sendiri?"
"Hushh, jangan mencari penyakit!" bisik kawannya. "Apa pun yang akan dilakukan pangcu dan para pembantu utamanya, bukan urusan kita. Itu urusan tingkat tinggi!"
Keduanya berjalan melewati pohon di mana Hay Hay bersembunyi dan tiba-tiba Hay Hay keluar dari balik pohon. Sejak tadi dia memang telah mengerahkan kekuatan sihirnya.
"Ssttttt....!"
Dua orang itu terkejut sekali dan cepat membalikkan tubuh mereka. Mereka memandang terbelalak dan nampak bingung. Tadi Hay Hay sudah mengintai ke arah gardu di depan pintu gerbang di mana berkumpul para anak buah Ho-han-pang dan melihat seorang di antara mereka yang agaknya menjadi pimpinan dan disebut Ciong-toako.
"Hemm, mengapa kalian bengong? Apakah sudah tidak mengenal lagi pemimpinmu, aku orang she Ciong ini?"
"Ahh, Ciong-toako!" kata yang tinggi kurus.
"Ciong-toako mengejutkan kami saja!" kata orang ke dua yang perutnya agak gendut.
"Kalau meronda baik-baik, jangan melamun," kata Hay Hay yang telah berhasil membuat dua orang itu melihat dia sebagai ‘Ciong-toako’. "Kalian tahu bukan? Bahwa pangcu kita sudah menawan tiga orang gadis yang sangat lihai?" Tentu saja kata-kata ini dikeluarkan sesuai dengan apa yang baru saja didengarnya dari percakapan mereka. Dua orang itu mengangguk-angguk.
"Kalian tahu di mana tiga orang tawanan kita itu dikurung, bukan?"
"Tahu, Toako. Di kamar tahanan bawah tanah..."
"Bagus! Akan tetapi tutup mulutmu dan jangan ceritakan hal ini kepada siapa pun juga. Hati-hati kalau terdengar pihak musuh," kata Hay Hay.
"Tidak mungkin, Toako. Lagi pula lorong bawah tanah itu selain rahasia juga dijaga ketat oleh para pembantu utama pangcu. Siapa yang akan mampu masuk ke sana?"
"Hemm, bagaimana pun juga kalian yang berjaga di luar harus hati-hati. Tahukah kalian di mana sekarang pangcu berada?"
"Tadi kami melihat pangcu pergi menuju ke puncak bukit kecil itu, mungkin pergi ke taman kesayangannya," jawab seorang dari mereka sambil menunjuk ke arah sebuah bukit kecil yang menjulang di tengah perkampungan itu. Bukan bukit, hanya merupakan bagian yang lebih tinggi saja dan di bawah gundukan itulah tahanan bawah tanah itu dibuat.
"Sudahlah, sekarang lanjutkan perondaanmu!" katanya dan diam-diam dia mengerahkan kekuatan sihirnya untuk membuat mereka berdua itu melupakan pertemuan ini.
Setelah mereka pergi dia pun segera melompati pagar dinding itu dan memasuki daerah perkampungan Ho-han-pang. Dia merasa lega bahwa dia sudah memperoleh keterangan yang amat diharapkan, yaitu tempat di mana Mayang ditahan. Dia merasa yakin bahwa di antara tiga orang wanita tawanan mereka ini terdapat adiknya. Dan dia tahu pula di mana adanya sang ketua yang menawan Mayang dan mengundangnya.
Bukan hal yang mudah untuk mencoba menolong Mayang. Mayang ditahan dalam tempat tahanan di bawah tanah dan dijaga ketat oleh para pembantu utama Ho-han-pang. Sebaliknya sang ketua berada di gundukan tanah seperti bukit kecil itu, mungkin sedang berada di taman kesayangannya di sana. Mungkin seorang diri. Adalah lebih mudah untuk menemui ketua itu, kalau perlu menangkapnya dan memaksanya membebaskan Mayang, dari pada harus menghadapi semua anak buah Ho-han-pang dan dikeroyok banyak orang sebelum sempat membebaskan Mayang.
Dengan kecepatan gerakannya yang ringan, Hay Hay menyusup-nyusup di antara pohon-pohon dan rumah-rumah perkampungan Ho-han-pang. Dua kali dia kepergok orang, akan tetapi dengan cepat dia menggunakan ilmu sihirnya sehingga dua kali pula dia dapat lolos dari perhatian orang-orang itu yang percaya bahwa yang mereka lihat itu hanya bayangan saja.
Akhirnya dengan jantung berdebar tegang Hay Hay berlari naik mendaki gundukan tanah seperti bukit kecil yang berada di tengah perkampungan itu. Sebuah bukit kecil yang pada puncaknya dijadikan sebuah taman bunga yang indah oleh ketua Ho-han-pang!
Sementara itu, siang tadi di kota raja terjadi hal lain yang menarik hati. Seorang pemuda berusia dua puluh tiga tahun yang berpakaian sederhana bagai seorang pelajar, berwajah tampan dengan muka bulat putih dan alis tebal, mata agak sipit, dengan langkah tenang memasuki rumah penginapan Pak-hai-koan.
Pemuda ini menggendong sebuah buntalan kuning dan gerak-geriknya halus dan tenang. Tidak terlihat tanda bahwa dia seorang pemuda luar biasa, kecuali bahwa sepasang mata yang agak sipit itu mengandung sinar cemerlang dan kadang-kadang tajam bukan main.
Pemuda ini bertubuh sedang namun tegap dan dia adalah Pek Han Siong, pemuda yang di waktu kecilnya disebut Sin-tong (Anak Ajaib) dan dikejar-kejar oleh para pendeta Lama untuk dijadikan Dalai Lama!
Seperti kita ketahui, dengan bantuan Hay Hay akhirnya Han Siong mampu membebaskan diri dari pengejaran para pendeta Lama, bahkan telah bertemu dengan Wakil Dalai Lama yang menyatakan bahwa para pendeta tidak lagi menganggap Han Siong sebagai calon Dalai Lama. Malah Han Siong sempat pula ikut ‘menjodohkan’ Hay Hay dengan Mayang, akan tetapi kemudian dia merasa menyesal bukan main sebab perjodohan itu hampir saja menyeret keduanya ke dalam lembah kenistaan, karena ternyata bahwa Mayang adalah adik tiri seayah berlainan ibu dengan Hay Hay. Dua muda-mudi itu adalah anak-anak dari Ang-hong-cu!
Menghadapi peristiwa yang menyedihkan ini, Han Siong merasa semakin marah kepada Si Kumbang Merah yang dianggapnya menjadi penyebab utama dari kesengsaraan batin yang diderita Hay Hay, sahabat baiknya yang telah dianggapnya sebagai saudara sendiri, dan juga Mayang, gadis yang tidak berdosa itu.
Dia kemudian berpamit dari Hay Hay yang sedang dilanda duka itu. Dengan hati penuh semangat dia pergi untuk mencari Ang-hong-cu dan membinasakannya, menghukumnya atas dosa yang sudah diperbuatnya terhadap adik kandungnya, Pek Eng, juga terhadap para gadis lain yang menjadi korbannya. Termasuk pula untuk dosanya terhadap Hay Hay dan Mayang!
Sesudah meninggalkan Hay Hay yang juga sedang bersiap untuk pergi bersama Mayang yang mencari Ang-hong-cu, Han Siong lalu pergi mengunjungi suhu serta subo-nya, yaitu suami isteri Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu yang kini tinggal di puncak Kim-ke-kok (Lembah Ayam Emas) Pegunungan Heng-tuan-san sebelah timur.
Dia mencoba mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa dia berkunjung untuk memberi hormat kepada suhu dan subo-nya, akan tetapi jauh di lubuk hatinya terpendam pamrih utama dari keinginannya berkunjung itu. Pamrih itu ialah untuk dapat melihat dan bertemu dengan Siangkoan Bi Lian yang sudah amat dirindukannya.
Dia tak pernah dapat melupakan gadis itu. Gadis yang menjadi bekas tunangannya, yang kemudian menjadi pujaan hatinya. Meski pun gadis itu menolak tali perjodohan itu dengan alasan bahwa dia tidak mempunyai perasaan cinta asmara kepada Han Siong, melainkan hanya perasaan suka sebagai saudara seperguruan, akan tetapi dia tidak pernah dapat melupakannya dan tidak pernah berhenti mencintainya.
Akan tetapi ketika dia tiba di puncak Lembah Kim-ke-kok, yang menyambutnya hanyalah Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu. Suhu dan subo-nya menyambutnya dengan penuh kegembiraan dan kasih sayang. Mereka menghujaninya dengan berbagai pertanyaan dan mereka merasa ikut bangga dan gembira ketika mendengar akan pengalaman Han Siong di Tibet, gembira bahwa murid mereka kini sudah terbebas dari pengejaran para pendeta Lama di Tibet.
Sungguh pun pada lahirnya Han Siong juga menperlihatkan kegembiraannya, namun dia merasa kecewa bukan main karena tidak melihat adanya Bi Lian. Akan tetapi dia merasa sungkan untuk bertanya kepada suhu dan subo-nya.
Setelah mereka mendengarkan pengalaman yang sangat menarik dari murid mereka itu, akhirnya Toan Hui Cu yang berpenglihatan tajam bisa menduga bahwa muridnya ini tentu diam-diam mempertanyakan ketidak munculan puterinya.
"Han Siong,. engkau tentu merasa heran mengapa Bi Lian tidak berada di sini."
Berdebar rasa jantung di dada Han Siong. "Benar, Subo. Di mana sumoi? Kenapa teecu sejak tadi tidak melihatnya?"
"Baru beberapa hari yang lalu sumoi-mu berangkat turun gunung, Han Siong. Dia pergi bersama... sute-mu."
"Sute? Siapakah yang Subo maksudkan?" tanya Han Siong terheran.
"Belum lama ini kami menerima seorang murid baru, namanya Tan Hok Seng. Sebelum menjadi murid kami, dia sudah memiliki ilmu kepandaian yang cukup lumayan." Toan Hui Cu lantas menceritakan tentang Tan Hok Seng yang menjadi murid mereka dan menjadi ‘suheng’ baru Bi Lian.
"Dan sekarang mereka berdua pergi? Ke manakah kalau teecu boleh bertanya?"
"Mereka pergi ke kota raja untuk mencari orang jahat yang melempar fitnah kepada Tan Hok Seng hingga dia dipecat dari kedudukannya sebagai perwira istana, bahkan dijatuhi hukuman. Karena merasa kasihan kepada suheng-nya itu, Bi Lian hendak membantunya dan kini mereka berada di kota raja untuk mencari musuh yang bernama Tang Bun An itu."
"Tang...?" Han Siong terkejut mendengar disebutnya she ini. She yang dihafalnya benar karena itu adalah she dari Hay Hay dan juga she dari Ang-hong-cu!
"Ya, Tang Bun An. Apakah engkau mengenal nama itu, Han Siong?" tanya Siangkoan Ci Kang yang sejak tadi membiarkan isterinya yang bicara.
Han Siong menggelengkan kepalanya. "Teecu belum pernah mendengar nama itu, akan tetapi she Tang itu yang amat menarik perhatian teecu karena Ang-hong-cu yang sedang teecu cari-cari juga she Tang."
Suami isteri itu mengangguk-angguk. "Demikian pula dengan Bi Lian. Dia tertarik karena she Tang itulah."
Han Siong mengerutkan alisnya. "Teecu merasa khawatir, Suhu. Siapa tahu sumoi akan berhadapan dengan Ang-hong-cu yang amat lihai dan jahat itu. Apa bila Suhu dan Subo menyetujui, teecu akan menyusul mereka ke kota raja, hanya untuk melihat kalau-kalau sumoi menghadapi bahaya dan memerlukan bantuan teecu."
Suami isteri itu saling bertukar pandang, kemudian Siangkoan Ci Kang berkata, "Memang sebaiknya begitulah, Han Siong. Kami berdua juga akan merasa lebih tenang jika engkau suka membantu sumoi-mu."
Han Siong lantas berpamit dan dia pun menuruni Gunung Heng-tuan-san untuk menyusul sumoi-nya ke kota raja. Dia tidak tahu betapa suhu dan subo-nya mengikuti bayangannya dengan pandang mata penuh keharuan dan betapa subo-nya berkata kepada suhu-nya.
"Murid kita itu jelas masih mencinta Bi Lian."
Suhu-nya menghela napas panjang. "Engkau benar. Kasihan dia..."
"Memang kasihan, akan tetapi kalau Bi Lian tidak suka menjadi isterinya, bagaimana kita dapat memaksanya? Dan nampaknya anak kita itu akrab dengan Hok Seng."
"Hemm, jodoh berada di tangan Tuhan. Biarlah Tuhan yang menentukan siapa yang akan menjadi jodoh anak kita. Kita hanya dapat berdoa semoga Bi Lian tidak akan salah pilih."
Demikianlah, tanpa mengenal lelah Han Siong melakukan perjalanan, pergi ke kota raja untuk mencari sumoi-nya. Dan pada siang hari itu dia sudah sampai di kota raja. Kota raja amat besar dan ramai. Sukar untuk mencari sumoi-nya yang tidak diketahuinya berada di mana.
Jalan satu-satunya baginya adalah menyelidiki tentang perwira yang bernama Tang Bun An itu. Akan lebih mudah menyelidiki tempat tinggal seorang perwira dari pada seorang pendatang seperti sumoi-nya yang tidak dikenal orang-orang di tempat itu.
Han Siong memasuki rumah penginapan Pak-hai-koan. Dia akan mencari sebuah kamar penginapan dahulu sebelum melakukan penyelidikannya. Dengan demikian dia akan lebih leluasa meninggalkan buntalan pakaiannya di dalam kamar. Lagi pula dia merasa gerah sekali dan pakaiannya kotor berdebu. Dia ingin mandi dan berganti pakaian. Dan di rumah penginapan itu pun dia sudah dapat memulai dengan penyelidikannya, bertanya kepada karyawan di situ tentang perwira Tang Bun An dan di mana dia tinggal.
"Selamat siang, Kongcu…," seorang pelayan rumah penginapan menyambutnya dengan ramah. Meski pun pakaian Han Siong sederhana, akan tetapi dia rapi, tampan gagah dan juga sikapnya berwibawa dan lembut seperti seorang terpelajar. "Apakah Kongcu hendak menyewa kamar?"
Han Siong mengangguk. "Benar, Paman. Tolong beri saya sebuah kamar yang sejuk dan bersih."
"Ahh, kamar nomor tujuh kebetulan sedang kosong, Kongcu. Kamar itu sejuk dan bersih. Mari, silakan, Kongcu."
Kamar itu memang bersih walau pun tidak besar. Han Siong lalu minta disediakan air dan mandi sampai bersih hingga tubuhnya terasa segar. Setelah mengenakan pakaian bersih, dia kemudian duduk melamun di kamarnya. Ke mana dia harus mencari Bi Lian? Dan dia terkenang akan perjalanannya dari Tibet ke sini.
Dia sudah singgah di rumah ayah ibunya di Kong-goan, Propinsi Secuan. Ayahnya masih menjadi ketua Pek-sim-pang yang kini menjalankan usaha pengawalan barang dalam lalu lintas barat timur atau sebaliknya. Hanya dengan adanya usaha piauw-kiok (perusahaan pengawalan ekspedisi) inilah maka perkumpulan Pek-sim-pang (Perkumpulan Hati Putih) dapat dipertahankan, bahkan nampak maju.
Ketika dia pulang, ayahnya yang berusia empat puluh tiga tahun itu minta agar dia tinggal saja di rumah membantu pekerjaan perkumpulan yang mempunyai perusahaan itu. Juga ibunya membujuk agar dia segera memilih calon isteri dan berumah tangga.
Akan tetapi dengan halus dia menolak kehendak ayah ibunya itu dan mengatakan bahwa dia masih ingin meluaskan pengalaman dan menambah pengetahuan. Sedangkan tentang perjodohan dia mengatakan bahwa dia belum memiliki pilihan dan masih ingin menyendiri.
Dia telah berbohong pada ibunya. Dia sudah mempunyai pilihan hati, bahkan sudah lama, sejak dia berjumpa dengan sumoi-nya yang dicari-carinya, Siangkoan Bi Lian, sumoi-nya juga bekas tunangannya. Bayang-bayang gadis itu masih selalu melekat di hatinya.
Akan tetapi dengan jujur dan gagah sumoi-nya menyatakan bahwa dia tidak mempunyai perasaan cinta kepadanya, dan minta agar tali perjodohan yang diikatkan oleh suhu dan subo-nya itu dibikin putus. Walau pun demikian, diam-diam dia masih selalu mengenang sumoi-nya itu, bahkan masih mengharapkan agar sekali waktu sumoi-nya itu akan dapat merasakan cinta kasihnya dan dapat pula menerima dan membalasnya.
"Tok-tok-tok!" Ketukan di pintu membuyarkan lamunannya dan dia menoleh ke arah pintu.
"Buka saja pintunya, tidak dikunci," katanya.
Daun pintu didorong dan terbuka dari luar. Pelayan yang tadi nampak berdiri di situ sambil membawa baki yang dipenuhi dengan mangkok piring yang berisi makanan masih panas dan mengepulkan asap yang sedap.
"Kongcu, ini makanan yang Kongcu pesan tadi. Kongcu hendak makan di ruangan makan ataukah di dalam kamar ini saja?"
"Bawa masuk saja, Paman. Aku ingin makan di sini saja."
Mangkok dan panci berisi makanan itu ditaruh di atas meja oleh pelayan yang diam-diam merasa heran mengapa seorang pemuda yang begini halus memesan masakan demikian banyaknya. Tapi keheranannya berubah sesudah Han Siong berkata sambil menahannya ketika dia hendak pergi.
"Paman, harap duduk di sini dan temani aku makan. Rasanya tak enak makan sendirian. Marilah, Paman. Aku sudah memesan makanan untuk dua orang, bukan?"
Pelayan itu sejenak tertegun. Kini mengertilah dia kenapa pemuda itu memesan masakan demikian banyaknya. Dan dia terheran-heran melihat seorang tamu mengajaknya makan bersama. Dalam pekerjaannya selama belasan tahun sebagai pelayan, belum pernah dia mengalami hal yang seaneh ini. Akan tetapi karena sikap Han Siong demikian ramahnya, setelah menutupkan daun pintu dia pun lantas duduk di atas bangku berhadapan dengan pemuda itu, terhalang meja.
"Terima kasih, Kongcu. Engkau baik sekali dan memang sesungguhnya saya juga belum makan siang ini." Dia meragu sejenak. "Akan tetapi, Kongcu, mengapa Kongcu mengajak saya seorang pelayan untuk makan bersama? Belum pernah saya mendapat kehormatan seperti ini."
"Terus terang saja, Paman. Ketika melihat Paman, aku segera merasa suka sekali karena wajah Paman mirip sekali dengan wajah seorang pamanku yang tinggal jauh di selatan dan sudah bertahun-tahun tidak pernah kutemui," kata Han Siong. Tentu saja kata-kata ini hanya merupakan alasan yang dicari-cari. Dia sengaja menjamu pelayan ini karena ingin mencari keterangan pertama dari pelayan ini.
Mereka lalu makan dan minum. Kesempatan inilah yang digunakan oleh Han Siong untuk melakukan penyelidikan. Sesudah bertanya tentang keadaan pelayan itu dan mendengar bahwa semenjak kecil pelayan itu tinggal di kota raja dan sudah belasan tahun bekerja di rumah penginapan itu, Han Siong lalu berkata dengan sikap sambil lalu.
"Kalau begitu engkau tentu mengenal atau setidaknya mengetahui di mana tempat tinggal seorang perwira yang bernama Tang Bun An, Paman."
"Perwira Tang... Bun An? Sungguh aneh!"
"Kenapa aneh, Paman?"
"Katakan dulu, Kongcu. Ada urusan apakah Kongcu mencari perwira she Tang itu?"
"Aku mempunyai urusan pribadi yang amat penting dengan dia, Paman,” kata Han Siong girang, tak menyangka akan semudah itu mendapatkan keterangan tentang perwira Tang Bun An yang sedang dicari oleh Bi Lian itu. "Tahukah engkau di mana dia sekarang?"
Han Siong kecewa ketika melihat pelayan itu menggelengkan kepala. “Saya tidak tahu di mana dia sekarang, Kongcu. Tentu saja saya tahu siapa dia. Tang Ciangkun tadinya amat terkenal di kota raja sebagai penolong kaisar, lantas dia menjadi perwira di istana. Akan tetapi sudah lama dia mengundurkan diri dan sekarang entah berada di mana.”
"Kalau begitu, mengapa engkau tadi terheran dan mengatakan aneh ketika aku bertanya tentang dia kepadamu, Paman?"
"Memang saya merasa heran karena baru kemarin dulu ada dua orang yang bermalam di sini, kebetulan yang pria juga menginap di kamar ini, juga mereka bertanya-tanya tentang seorang perwira she Tang. Dan sekarang Kongcu juga menanyakan orang yang sama, bukankah itu suatu kebetulan yang aneh?"
"Hemm, siapakah dua orang itu? Apakah seorang gadis cantik dan seorang pemuda?"
“Tepat sekali! Ahh, ternyata Kongcu mengenal mereka? Mereka itu aneh sekali. Setelah bermalam di sini, pagi-pagi sekali pemuda itu pergi. Kemudian ada tamu yang mengajak gadis itu pergi dan mereka tidak pernah kembali lagi, padahal mereka belum membayar sewa kamar...”
"Jangan khawatir, Paman. Biar aku yang akan membayar sewa kamar mereka! Katakan, bukankah gadis itu cantik jelita, bertubuh ramping, berkulit putih mulus, ada tahi lalat kecil di dagu dan mukanya bulat telur?"
Pelayan itu mengerutkan alisnya. "Dia memang cantik jelita dan bertubuh tinggi ramping. Akan tetapi saya tidak berani terlalu memperhatikan karena dia kelihatan galak. Entah di dagunya ada tahi lalat atau tidak, Kongcu. Ada pun tentang sewa kamar, biar pun mereka belum membayar, tetapi telah diselesaikan dan dibayar oleh Ho-han-pang, jadi tidak perlu menyusahkan Kongcu."
Han Siong merasa heran. Dia belum yakin apakah gadis dan pemuda yang menginap di rumah penginapan ini benar Bi Lian dan suheng barunya itu. Akan tetapi kenapa mereka bertanya-tanya tentang perwira Tang? Tentu sumoi-riya. Dia tidak boleh terlalu mendesak sehingga menimbulkan kecurigaan pelayan itu, maka dia lalu mengajak pelayan itu untuk melanjutkan makan minum sampai kenyang.
"Aih, sudah lama saya tidak menikmati masakan mahal seperti ini, Kongcu. Terima kasih, Kongcu," kata pelayan itu sambil menyusut bibirnya dengan lengan bajunya. "Dan tentang pemuda dan gadis itu, sekarang aku dapat membayangkan mereka, Kongcu. Pasangan yang serasi sekali. Gadis itu cantik manis walau pun kelihatan galak, tapi kecantikannya berbau asing. Dia bukan gadis Han, Kongcu. Agaknya peranakan dari barat, dari Sinkiang atau Tibet. Dan pemuda itu memakai caping lebar wajahnya tampan dan dia periang..."
"Apakah pakaiannya berwarna biru?"
"Benar, warna biru dengan garis-garis kuning!" kata pelayan itu girang. "Apakah Kongcu mengenal mereka?"
Han Siong mengangguk. Tentu saja dia mengenal Hay Hay yang selalu memakai pakaian biru bergaris kuning dan bercaping lebar itu! Dan gadis peranakan Tibet yang cantik itu, siapa lagi kalau bukan Mayang? Kiranya mereka pun sudah tiba di kota raja dalam usaha mereka mencari Ang-hong-cu, dan agaknya Hay Hay juga menaruh curiga kepada perwira she Tang itu karena Ang-hong-cu juga she Tang.
Akan tetapi apa pula peranan Ho-han-pang di dalam urusan ini? Mengapa Ho-han-pang membayar hutang Hay Hay dan Mayang kepada rumah penginapan ini? Dia tahu bahwa bukan watak Hay Hay, apa lagi Mayang, gadis yang angkuh dan memiliki harga diri yang tinggi itu, untuk begitu saja meninggalkan kamar yang rnereka sewa tanpa bayar!
"Tahukah engkau di mana kedua orang itu sekarang? Kebetulan sekali rnereka itu adalah sahabat-sahabatku."
"Saya tidak tahu, Kongcu. Hanya saja setelah mereka pergi, datang orang-orang Ho-han-pang membayar rekening mereka dan dalam percakapan mereka dengan majikan kami, mereka mengatakan bahwa dua orang muda itu menjadi tamu Ho-han-pang dan mereka datang untuk membayar uang sewa kamar."
Tentu saja Han Siong menjadi girang sekaligus juga curiga terhadap perkumpulan yang memakai nama gagah itu. Ho-han-pang, perkumpulan orang gagah!
"Di manakah markas Ho-han-pang itu, Paman? Aku ingin menyusul dua orang sahabatku itu."
“Aihh! Kongcu belum mengenal Ho-han-pang? Biar pun belum lama berdiri, perkumpulan ini sudah terkenal sekali di kota raja dan semenjak perkumpulan itu berdiri, keadaan kota raja menjadi aman, tidak pernah ada gangguan penjahat. Markasnya di luar kota, Kongcu, di sebuah bukit."
Pelayan itu lantas memberi petunjuk. Setelah menyelidiki di mana letaknya Ho-han-pang dan tidak berhasil bertanya lebih banyak karena pelayan itu nampaknya jeri untuk banyak bicara tentang Ho-han-pang, Han Siong lalu meninggalkan buntalan pakaiannya di dalam kamar dan keluar dari rumah penginapan itu.
Pada siang hari itu juga dia keluar dari kota raja menuju ke bukit yang menjadi sarang Ho-han-pang untuk melakukan penyelidikan, apakah benar Hay Hay dan Mayang menjadi tamu di perkumpulan itu dan kalau benar demikian, apakah sebabnya?
Han Lojin duduk melamun seorang diri di puncak itu. Puncak bukit itu memang indah. Biar pun hanya sebuah bukit kecil merupakan gundukan tanah, akan tetapi dia telah membuat gundukan tanah itu menjadi sebuah kebun yang indah, dengan tanaman bunga beraneka warna dan pohon-pohon buah.
Tanaman di situ hidup dengan subur karena dia memang memelihara tempat itu dengan baik, memberinya pupuk serta merawat tanaman itu dengan tangannya sendiri. Merawat tanaman merupakan satu di antara kesenangan hidupnya. Dia tidak menaruh bangku di kebun itu, melainkan batu-batu gunung yang halus, rata dan bersih, hitam mengkilap dan dapat menjadi tempat duduk yang nyaman.
Han Lojin duduk melamun, menghirup hawa yang segar dan wajahnya berseri gembira. Memang hatinya gembira sekali karena dia berhasil menawan tiga orang gadis cantik itu. Terutama dia merasa gembira dapat menawan Siangkoan Bi Lian dan Cia Kui Hong, dua orang gadis pendekar yang selain ilmunya amat lihai, juga amat cantik.
Mayang pun mempunyai kecantikan yang khas, malah sempat membangkitkan birahinya sungguh pun dia tahu bahwa gadis itu adalah anaknya sendiri! Mereka bagaikan bunga-bunga yang sedang mekar mengharum, dan akan puaslah hatinya kalau dapat menikmati, memetik dan merusak mereka.
Semua perempuan harus menderita karena semua perempuan berhati palsu! Demikian besar kebenciannya terhadap para wanita, kebencian yang bercampur berkobarnya nafsu birahi, membuat dia selalu ingin menguasai wanita, akan tetapi juga menyengsarakannya.
Han Lojin tidak tahu bahwa pada saat itu, satu-satunya orang yang membuat dia gentar dan takut, yaitu seorang di antara anak-anaknya sendiri, Tang Hay atau Hay Hay, sedang mengintai dan mengamati gerak-geriknya!
Pada waktu Hay Hay menyusup-nyusup naik ke gundukan tanah yang menjadi kebun dan taman bunga itu, dia melihat seorang laki-laki duduk seorang diri di taman, duduk di atas batu hitam dan dia terkejut bukan main. Dia mengenal benar siapa yang dipandangnya itu. Pria setengah tua yang gagar dan tampan itu, dengan jenggot dan kumis terpelihara rapi. Han Lojin! Alias Ang-hong-cu! Ayah kandungnya yang jahat seperti iblis. Orang yang dicarinya dan akan terus dikejarnya sampai ke ujung dunia sekali pun.
Dia sudah berjanji di dalam hatinya, juga kepada semua pendekar, untuk memaksa Ang-hong-cu mempertanggung jawabkan semua perbuatannya yang keji. Bukan saja penjahat itu melakukan perbuatan yang hina dan keji, memperkosa serta mempermainkan gadis-gadis tidak berdosa, bahkan gadis-gadis pendekar, akan tetapi juga melemparkan aib dan fitnah kepada dirinya. Hampir saja dia yang menjadi korban, dituduh menjadi pelaku dari perkosaan itu. Ayahnya harus bertanggung jawab! Dan sekarang, tanpa disangka-sangka dia melihat orang yang dicari-carinya itu duduk seorang diri di taman bukit!
Akan tetapi Hay Hay belum mau memperlihatkan diri karena pada saat itu pula dia melihat berkelebatnya bayangan orang dan hatinya berdebar keras ketika dia melihat siapa tiga orang muda yang berlari cepat memasuki taman bukit itu. Di antara tiga orang muda itu, dia segera mengenal Sim Ki Liong!
Pada saat itu Sim Ki Liong memang sedang menanggalkan topeng tipis penyamarannya, maka Hay Hay langsung mengenalnya dan tentu saja hal ini sangat mengejutkan hatinya. Dan meski pun pada waktu itu Tang Cun Sek masih mengenakan topeng tipisnya, namun, Hay Hay dapat pula mengenal Cun Sek setelah melihat Sim Ki Liong. Bentuk tubuh dan gerakan pemuda itu segera dikenalnya walau pun wajahnya berubah karena topeng tipis yang dipakainya.
Kiranya dua orang tokoh Kim-lian-pang yang telah terbasmi dan berhasil melarikan diri itu kini berada di Ho-han-pang! Dengan adanya dua orang ini saja Hay Hay langsung dapat mengetahui macam apa adanya perkumpulan Ho-han-pang itu! Apa lagi di situ terdapat pula Ang-hong-cu! Pemuda yang ke tiga tidak dikenalnya, akan tetapi juga nampak gagah dengan gerak-gerik yang gesit. Pemuda ke tiga itu adalah Tang Gun.
Mereka bertiga langsung memasuki taman nlenghadap Han Lojin, dan Hay Hay mengintai sambil menahan napas dengan hati tegang. Sungguh berbahaya, pikirnya. Han Lojin saja sudah amat lihai, kalau ditambah pembantu-pembantu seperti Sim Ki Liong dan pemuda tinggi besar yang pandai memainkan ilmu-ilmu silat Cin-ling-pai itu, tentu saja dia tidak boleh memandang rendah.
Han Lojin menyambut tiga orang pembantunya itu dengan alis berkerut, tanda bahwa dia tak senang mendapat gangguan itu. "Hemm, mengapa kalian ke sini? Seharusnya kalian melakukan penjagaan ketat di bawah sana!" Dia menyambut mereka dengan teguran.
Tang Cun Sek dan Tang Gun kelihatan ragu dan takut. Akan tetapi Sim Ki Liong nampak tenang dan tabah dan agaknya dialah yang bertugas menjadi pelopor.
"Bengcu, maafkan kalau kami mengganggu Bengcu di sini. Kami bertjga sengaja mencari dan menghadap Bengcu untuk mengajukan permohonan pribadi."
Makin mendalam kerut merut di antara alis Han Lojin. "Hemm, permohonan pribadi? Apa maksudmu? Permohonan apakah itu?"
“Bengcu, begitu bertemu dengan nona Mayang, terus terang saja saya sudah jatuh cinta seperti yang belum pernah saya rasakan selama hidup saya. Oleh karena itu saya mohon perkenan Bengcu untuk mengambil nona Mayang sebagai isteri saya!" kata Sim Ki Liong.
Han Lojin mengangkat muka memandang wajah pemuda itu. Di tempat pengintaiannya Hay Hay juga terkejut. Sim Ki Liong jatuh cinta kepada Mayang? Hemmm, melihat sepak terjang pemuda itu di masa lalu, tentu saja di dalam hatinya dia sama sekali tidak setuju kalau adik tirinya itu menjadi isteri Sim Ki Liong yang jahat!
"Dan engkau, Cun Sek?" tiba-tiba Han Lojin bertanya sambil memandang pemuda tinggi besar itu.
Dengan muka merah Cun Sek memberi hormat dan berkata lantang, "Bengcu, sejak saya menjadi murid Cin-ling-pai, saya telah jatuh cinta kepada Cia Kui Hong. Oleh karena itu harap Bengcu suka menyerahkan gadis itu kepada saya!"
Sepasang mata Han Lojin mengeluarkan sinar marah, akan tetapi dia masih menahan diri dan kini menoleh kepada puteranya yang ke dua dan bertanya,
"Dan engkau, Tan Hok Seng?" Dia sengaja memanggil Tang Gun dengan nama ini sebab ketika mereka menerima Tang Gun yang dikeluarkan dari dalam kamar tahanan sesudah terkena bius, Han Lojin memperkenalkan dia sebagai Tan Hok Seng dan menjadi seorang pembantu barunya.
"Saya pun seperti dua orang saudara ini, Bengcu. Siangkoan Bi Lian adalah sumoi saya, dan sejak pertama kali bertemu saya sudah jatuh cinta kepadanya. Oleh karena itu saya harap agar Bengcu suka menyerahkan Bi Lian kepada saya. Saya akan mempertaruhkan nyawa saya untuk membantu Bengcu."
Dalam tempat pengintaiannya Hay Hay mengerutkan alis. Sekarang jelaslah semuanya. Adiknya, Mayang sudah menjadi tawanan di Ho-han-pang. Bukan Mayang saja, bahkan juga Cia Kui Hong dan Siangkoan Bi Lian! Sungguh luar biasa sekali!
Tiga orang gadis itu, terutama sekali Kui Hong dan Bi Lian, memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Bagaimana mereka itu dapat tertawan? Dan kini tiga orang pembantu Ang-hong-cu yang dia tahu juga lihai itu jatuh cinta kepada tiga orang gadis tawanan! Sungguh hal ini amat menarik hatinya, biar pun dia marah sekali kepada mereka yang tidak tahu diri! Akan tetapi Hay Hay menahan kesabarannya dan ingin sekali tahu apa yang akan dikatakan Ang-hong-cu dalam menghadapi permintaan tiga orang pembantunya itu.
Dan kini Han Lojin tampak marah! Wajahnya berubah kemerahan dan dia berkata dengan suara penuh teguran. "Kalian ini sungguh mau enaknya saja, tidak melihat keadaan yang sangat berbahaya! Tiga orang tawanan itu merupakan gadis-gadis yang amat lihai. Kalau mereka itu sampai lolos, agaknya kalian bertiga belum tentu akan sanggup menandingi mereka! Mereka harus dijaga ketat karena merupakan tawanan yang amat penting, tetapi pikiran kalian hanya ingin bersenang-senang saja! Aku sendiri yang akan menundukkan mereka. Setelah mereka tunduk, barulah mungkin dapat kuhadiahkan kepada kalian. Nah, sekarang pergi kepada mereka. Pergunakan asap pembius dan pisah-pisahkan mereka di dalam tiga kamar. Mereka akan terlalu kuat dan berbahaya kalau bersatu! Pergilah!"
Tiga orang muda itu saling pandang, tetapi agaknya mereka jeri melihat pimpinan mereka marah. Mereka pun pergi meninggalkan Han Lojin yang masih duduk dengan wajah yang kini menjadi murung.
Meski pun hatinya sudah panas sekali melihat Ang-hong-cu, juga tangannya sudah gatal-gatal untuk menerjang ayah kandung itu, namun Hay Hay menahan diri. Sesudah kini dia tahu bahwa Mayang, Cia Kui Hong serta Siangkoan Bi Lian menjadi tawanan di sana, dia tidak boleh tergesa-gesa menyerang dan menangkap Ang-hong-cu. Tindakan itu hanya akan membahayakan keadaan tiga orang gadis tawanan itu.
Dia harus berusaha untuk menolong mereka lebih dulu, membebaskan mereka. Baru dia akan menghadapi Ang-hong-cu serta kaki tangannya. Dia tahu benar betapa bahayanya kalau ketiga orang gadis itu berada dalam cengkeraman Ang-hong-cu. Bahaya yang lebih mengerikan dari pada maut bagi mereka. Walau pun Mayang puteri kandung Ang-hong-cu sendiri, namun hal itu tidak merupakan jaminan akan keselamatan Mayang. Dia harus dapat membebaskan mereka secepatnya.
Oleh karena itulah, ketika tiga orang itu meninggalkan taman, secara diam-diam Hay Hay membayangi mereka dan dia pun meninggalkan Ang-hong-cu. Namun mulailah Hay Hay menghadapi kesulitan ketika tiga orang pemuda itu memasuki bangunan besar di tengah perkampungan markas Ho-han-pang.
Tak mungkin lagi dia dapat membayangi mereka karena kini dia berada di sarang mereka, di tempat yang ramai di mana terdapat banyak anggota Ho-han-pang. Tiga orang pemuda itu menghilang ke dalam sebuah bangunan. Ketika Hay Hay mengikuti hingga memasuki sebuah ruangan, dia bertemu dengan lima orang anggota Ho-han-pang!
Karena perjumpaan itu amat tiba-tiba, Hay Hay yang ingin mengikuti tiga orang pemuda tadi tidak sempat menyingkir lagi. Lima orang itu pun memandang heran.
"Heiii, siapa...?"
Akan tetapi Hay Hay cepat mengerahkan kekuatan sihirnya dan berkata dengan sikap berwibawa, "Aku Bengcu kalian! Mengapa kalian tidak cepat memberi hormat?"
Dalam pandangan lima orang yang terkena daya sihir itu, seketika Hay Hay telah berubah menjadi Han Lojin sehingga mereka terkejut dan cepat-cepat memberi hormat.
"Kiranya Pangcu...!" kata orang yang tadi hendak menegur.
"Kalian tidak menjaga tawanan dengan baik malah mengobrol di sini?!" bentak Hay Hay.
"Pangcu, sekarang giliran jaga bukan kami. Tempat tawanan terjaga dengan kuat, bahkan baru saja tiga orang pembantu utama Pangcu pergi ke tempat tahanan itu." ,
"Hemm, engkau ikut denganku, ada tugas untukmu. Mari!" kata Hay Hay kepada anggota Ho-han-pang yang hidungnya besar dan yang tadi mewakili teman-temannya bicara. Dia lalu melangkah keluar, diikuti si hidung besar.
Hay Hay sengaja mengajak si hidung besar ke balik sebuah rumah yang kelihatan sunyi. Dari sini dia lalu mengajaknya terus ke sudut perkampungan yang berupa sebuah kebun kosong. Orang itu merasa heran melihat sikap pangcu (ketua) itu, akan tetapi tidak berani membantah.
Sesudah tiba di kebun yang sunyi, tiba-tiba Hay Hay menangkap lengan orang itu. "Hayo katakan, di mana tiga orang gadis itu ditahan?"
Si hidung besar terkejut, dan semakin kaget lagi sesudah dia memandang. Sang ketua itu telah berubah menjadi seorang pemuda tampan. “Eh, siapa engkau...?” Akan tetapi hanya sampai sekian dia bertanya karena dia telah terkulai pula di bawah pengaruh sihir .
"Cepat gambarkan keadaan tempat tahanan itu kepadaku!" kata Hay Hay dengan suara memerintah.
Orang itu kemudian menceritakan dengan jelas. Kiranya tempat tahanan itu dapat dicapai melalui rumah besar yang tadi dimasuki ketiga orang pembantu Han Lojin, melalui lorong bawah tanah dan tempat tahanan itu berada di bawah gundukan tanah seperti bukit kecil yang dijadikan kebun atau taman bunga.
Sesudah mendapatkan keterangan jelas, Hay Hay lalu berkata dengan suara berwibawa, "Engkau tidur pulas di sini dan nanti sesudah terbangun engkau lupakan semua yang kau alami di sini!" Dia mengerahkan tenaga sihirnya sehingga si hidung besar itu terkulai dan tertidur di atas tanah.
Hay Hay lalu meloncat pergi. Akan tetapi dia sama sekali tidak pernah menduga bahwa di antara para penjaga tadi ada yang menaruh curiga. Bukan curiga terhadap sang pangcu, melainkan kecurigaan yang mengandung rasa iri.
Si hidung besar diajak pergi oleh pangcu, tentu akan menerima hadiah dan tugas rahasia. Dia merasa iri sehingga diam-diam dia pun mengikuti dari jauh. Ketika Hay Hay membawa si hidung besar ke dalam kebun, anggota Ho-han-pang yang bercuriga itu pun diam-diam membayangi dan mengintai dari jauh, dari balik sebatang pohon.
Dapat dibayangkan betapa kaget hati orang itu ketika melihat kawannya, si hidung besar, roboh terkulai di kebun itu dan sang pangcu kini telah berubah menjadi seorang pemuda! Dia sudah terbebas dari pengaruh sihir, maka kini dia dapat melihat Hay Hay seperti apa adanya. Maka, begitu Hay Hay tiba di dekat pintu masuk rumah besar di mana terdapat lorong tempat tahanan bawah tanah, tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan riuh dan gaduh.
"Tangkap penjahat!"
"Tangkap mata-mata!"
Belasan orang sudah mengepungnya dengan senjata di tangan! Tahulah Hay Hay bahwa dia tadi kurang teliti, menjadi lengah sehingga ada orang yang memergokinya. Hay Hay mengerahkan kekuatan sihirnya dan mengeluarkan lengking panjang, tubuhnya berputar dan belasan orang yang mengepungnya itu terkejut lantas banyak di antara mereka yang roboh!
Akan tetapi, sebelum Hay Hay sempat lolos dari kepungan itu, di sana telah datang para anggota Ho-han-pang lainnya yang jumlahnya lebih banyak. Mereka segera mengepung dan yang berdiri paling depan adalah Han Lojin sendiri, didampingi oleh seorang wanita yang dikenalnya sebagai Ji Sun Bi!
Begitu melihat lelaki ini, Bi Lian langsung bangkit berdiri sambil menatap tajam. Dia tidak salah lihat. Memang itulah Han Lojin yang dahulu pernah dilihatnya. Itulah Ang-hong-cu, Si Kumbang Merah!
"Kau... Ang-hong-cu...!” Bi Lian berkata dan sepasang matanya mengeluarkan sinar kilat.
Diam-diam Han Lojin bergidik. Gadis ini benar-benar amat berbahaya, mirip Cia Kui Hong. Kalau menjadi lawan, akan mengancam keselamatannya. Akan tetapi dia tersenyum dan membungkuk dengan sikap hormat.
"Aihhh…, ternyata sumoi dari Tan Hok Seng adalah nona Siangkoan Bi Lian yang gagah perkasa! Kita sudah pernah saling bertemu dan bekerja sama membantu pemerintah saat membasmi gerombolan pemberontak yang dipimpin Lam-hai Giam-lo! Selamat datang di Ho-han-pang, Nona! Kami akan merasa terhormat dan gembira sekali apa bila kita dapat bekerja sama lagi dalam membantu pemerintah di segala bidang."
Akan tetapi dengan senyum sindir Bi Lian menggerakkan tangan kanannya lalu tampaklah sinar berkelebat dan tahu-tahu tangan kanan itu sudah memegang sebatang pedang yang bercahaya. Itulah Kwan-im-kiam, pedang pusaka ampuh pemberian orang tuanya. Dengan pedang melintang di jari depan dada, Bi Lian menudingkan telunjuknya ke arah muka Han Lojin dan suaranya terdengar lantang.
"Ang-hong-cu, tidak perlu banyak cakap lagi dan segera keluarkan senjatamu! Aku harus membunuhmu demi membalaskan kekejian yang kau lakukan terhadap Pek Eng, Cia Ling serta banyak wanita lain, juga demi menjaga keselamatan wanita-wanita lain. Keluarkan senjatamu dan mari kita mengadu nyawa!"
"Aihhh, nona Siangkoan! Kami mengundang kalian berdua ke sini untuk membantu kalian menemukan orang yang sedang kalian cari, bukan untuk bermusuhan...!" kata Han Lojin sambil memandang kepada Tang Gun.
Pemuda itu menjadi bingung melihat sikap sumoi-nya, maka dia pun cepat melangkah ke depan sumoi-nya. "Ehh, sumoi, kenapa begini? Bengcu ini adalah penyelamatku, juga dia akan menunjukkan di mana adanya orang yang kucari-cari...”
"Suheng, dia inilah Ang-hong-cu, orang yang sangat jahat dan kejam. Dia harus kubunuh demi keselamatan dan keamanan para wanita lemah yang tidak berdosa!" Dengan sikap galak gadis itu telah melangkah maju hendak menyerang Han Lojin. Melihat ini Tang Gun cepat meloncat ke depan gadis itu dan menghalanginya.
"Sumoi, kuminta engkau jangan menyerangnya dulu. Biarkan dia lebih dulu menunjukkan di mana aku dapat bertemu dengan musuhku, setelah itu barulah engkau boleh berurusan dengan dia. Kalau engkau menyerangnya, tentu dia tidak mau membantuku menunjukkan tempat di mana Tang Bun An bersembunyi!”
Bi Lian mengerutkan alisnya, matanya mencorong menatap wajah Han Lojin yang masih tersenyum-senyum dengan tenangnya. Dia tahu bahwa jika dia berkeras menyerang Han Lojin, tentu saja Ang-hong-cu tak akan sempat memberi tahu lagi di mana adanya musuh besar Tang Gun. Maka dia menahan diri dan mengangguk.
"Baiklah, akan tetapi aku tidak akan melepaskan dia dan aku harus mengikuti ke mana dia membawamu pergi!"
"Ha-ha-ha, nona Siangkoan Bi Lian yang gagah dan cantik jelita. Jangan khawatir, Nona. Aku tidak akan melarikan diri dan setiap saat aku siap untuk melayanimu. Tapi sekarang, karena sudah berjanji dengan bekas perwira ini, aku akan melayaninya lebih dahulu untuk menunjukkan tempat di mana dia dapat menemukan sahabat lamanya, ha-ha-ha!"
"Tak perlu banyak cakap lagi. Tunjukkan tempat orang itu kepada suheng, kemudian kita bertanding sampai kau mampus di ujung pedangku untuk pergi menghadapi hukumanmu di neraka!" bentak Bi Lian.
"Bengcu, marilah! Kau tunjukkanlah di mana adanya Tang Bun An!"
"Mari kalian ikuti aku!" kata Han Lojin sambil tersenyum, dan tanpa menoleh lagi dia pun melangkah memasuki pintu belakang.
Bi Lian yang merasa khawatir kalau Ang-hong-cu yang dibencinya itu melarikan diri, juga untuk melindungi suheng-nya supaya jangan terjebak oleh jai-hwa-cat yang kini menjadi ketua Ho-han-pang itu, mendahului Tang Gun dan melangkah dengan cepat di belakang Han Lojin. Tang Gun berjalan di belakangnya sehingga dia tidak tahu betapa pemuda itu nampak tegang sekali.
Memang hati Tang Gun gelisah bukan main memikirkan sumoi-nya ini! Ia telah jatuh cinta kepada sumoi-nya yang cantik manis dan gagah perkasa ini, dan setelah kini jelas bahwa sumoi-nya tidak saja enggan membantu Han Lojin bahkan memaksanya untuk mengadu nyawa, dia merasa khawatir karena sudah tahu bahwa ayahnya itu, Han Lojin, kini hendak menggunakan siasat untuk menjebak Bi Lian.
Dan dia tahu pula bagaimana perangkap itu dipasang dan apa yang harus dilakukannya. Dia sayang kepada Bi Lian, akan tetapi juga taat kepada ayahnya. Akan tetapi karena dia sudah mendapat ketegasan dari ayahnya bahwa sumoi-nya hanya akan ditawan dan tidak akan diganggu atau dibunuh, bahkan kemudian akan dipergunakan siasat agar sumoi-nya suka menyerahkan diri kepadanya dan dengan suka rela mau menjadi isterinya, hatinya pun lega dan dia hanya mentaati saja perintah ayahnya yang kini menjadi atasannya. Dia tahu pula bahwa kini para pembantu ayahnya tentu sudah berjaga-jaga dan mengepung tempat itu sehingga bagaimanapun lihai sumoi-nya, dia tak akan mampu lolos dari tempat ini.
Walau pun hatinya penuh dengan kecurigaan, namun Bi Lian tidak merasa gentar ketika tuan rumah memasuki sebuah lorong yang menuju ke bawah, menuju ke ruangan bawah tanah! Dia hanya menoleh sebentar ke arah suheng-nya.
"Hati-hati, Suheng," bisiknya dan Tang Gun mengangguk. Engkaulah yang harus berhati-hati, Sumoi, katanya di dalam hati.
Lorong bawah tanah itu membawa mereka ke depan sebuah kamar berpintu besar.
"Nah, di dalam kamar ini kalian bisa menemukan orang yang kalian cari. Bukalah pintunya dan masuklah," kata Han Lojin.
Tang Gun melewati sumoi-nya. Dia hendak membuka pintu itu, akan tetapi Bi Lian sudah menangkap lengannya. "Suheng, jangan! Waspada terhadap perangkap orang jahat!"
Karena lengannya dipegang oleh Bi Lian, Tang Gun tidak jadi membuka daun pintu dan menoleh kepada Han Lojin yang tertawa.
"Ha-ha-ha-ha-ha, nona Siangkoan Bi Lian yang gagah perkasa itu kiranya penakut. Nona, apakah engkau tidak berani membuka pintu itu? Apakah harus aku yang membukakannya untuk kalian?"
Bi Lian tersenyum mengejek. "Ang-hong-cu, aku sama sekali tidak takut padamu, hanya tidak percaya dan curiga kepadamu. Bukan takut tetapi hati-hati terhadap kecuranganmu! Bukalah pintunya dan biarkan kami melihat dulu siapa yang berada di dalam kamar ini."
Han Lojin tertawa, diam-diam kagum pada gadis perkasa itu. Seorang gadis yang gagah berani dan cerdik sekali, seperti juga Cia Kui Hong, maka akan amat menguntungkan bila gadis ini mau menjadi pembantunya. Dia sudah mengatur siasat sebelumnya dan merasa girang bahwa hal ini dia lakukan karena kalau tidak, akan berbahaya menghadapi amukan gadis semacami ini. Sebelum membawa Bi Lian ke depan kamar tahanan bawah tanah itu dia telah membuat kedua orang tawanan di kamar itu, Mayang dan Cia Kui Hong, roboh pingsan oleh asap pembius.
"Ha-ha-ha, Siangkoan Bi Lian, akan kubuka pintunya. Kau lihatlah baik-baik siapa yang berada di dalam kamar ini!" katanya sambil maju menghampiri pintu kamar.
Bi Lian menggerakkan tangan dan mencabut lagi pedang pusaka Kwan-im-kiam yang tadi telah dia simpan lagi di sarung pedangnya. Daun pintu terbuka dan Bi Lian melangkah ke ambang pintu, memandang ke dalam, Tang Gun berada pula di belakangnya, dekat sekali dan ikut menjenguk ke dalam.
Kamar itu cukup luas akan tetapi tidak ada meja atau kursi di situ. Hanya ada kasur tebal di atas lantai dan sebuah kamar kecil di sudut. Di atas kasur itu nampak dua orang wanita rebah terlentang seperti dalam keadaan tidur. Bi Lian memandang penuh perhatian, begitu pula dengan Tang Gun.
Tang Gun sama sekali tidak mengenal dua orang gadis itu. Dua orang gadis yang sama-sama cantik jelita. Dia hanya tahu bahwa ayahnya akan menggunakan tipu muslihat dan perangkap untuk menangkap dan menundukkan sumoi-nya, namun dia tidak tahu dengan cara bagaimana.
Tiba-tiba Han Lojin mendorong punggung Tang Gun. Pemuda ini mengerti maka dia pun menabrak sumoi-nya yang berada di depannya sambil berteriak, "Celaka, sumoi...!"
Bi Lian terkejut ketika merasa betapa suheng-nya terdorong dari belakang sehingga kedua tangan suheng-nya itu pun mendorong punggungnya,. Sama sekali dia tidak menyangka bahwa yang diserang bukan dia melainkan suheng-nya yang berada di belakangnya. Tadi dia agak lengah karena kagetnya sesudah mengenal seorang di antara dua orang wanita yang rebah telentang di dalam kamar itu. Dia mengenal Cia Kui Hong!
Pada saat dia terkejut itu, Tang Gun yang berada di belakangnya terdorong ke depan dan pemuda itu pun mendorongnya. Baginya tidak ada jalan lain kecuali cepat mendoyongkan tubuh ke kiri sambil meloncat ke dalam kamar, kemudian membalik. Dia melihat suheng-nya terdorong ke depan dan terhuyung, dan yang mendorong suheng-nya itu bukan lain adalah Ang-hong-cu!
"Keparat!" serunya, akan tetapi terlambat.
Ketika tadi dia meloncat, daun pintu kamar itu segera ditutup dari luar oleh Han Lojin. Dia melompat ke pintu untuk mencegah, namun pintu itu terbuat dari besi dan sudah tertutup. Dicobanya untuk mendorong daun pintu, namun sia-sia belaka.
"Sumoi, mari kita buka pintu itu!" Tang Gun juga melompat, kemudian membantu sumoi-nya. Keduanya mengerahkan tenaga sinkang, namun pintu itu terlampau kuat!
"Ha-ha-ha-ha!" Han Lojin tertawa bergelak dari luar pintu. Suaranya masuk melalui lubang kecil yang biasanya digunakan penjaga untuk memasukkan makanan dan minuman untuk tawanan yang berada di dalam kamar itu.
"Tan Hok Seng dan Siangkoan Bi Lian, sekarang kalian tinggal pilih. Menyerah dan suka menjadi pembantu kami, bersama-sama bekerja di dalam Ho-han-pang untuk menguasai dunia kang-ouw, ataukah kalian akan kami bunuh perlahan-lahan sebagai tawanan kami!"
Mendengar ini, Tang Gun mengerti bahwa dia sengaja dipergunakan oleh ayahnya untuk menjebak sumoi-nya. Dengan begini maka sumoi-nya takkan menyangka buruk terhadap dirinya, karena bukankah dia sendiri pun ikut pula terjebak dan tertawan?
"Bengcu, kami tidak mempunyai permusuhan denganmu. Bukankah dahulu Bengcu telah menolongku? Mengapa kami ditawan? Apa bila kami tidak disuruh melakukan kejahatan, tentu saja kami mau membantumu dan..."
"Suheng....!" Bi Lian membentak suheng-nya yang langsung terdiam. Kemudian gadis itu menghadapi lubang di pintu dan suaranya lantang ketika ia menjawab, "Ang-hong-cu! Biar pun gerombolanmu memakai nama Ho-han-pang (Perkumpulan Orang Gagah), siapa mau percaya? Aku tidak sudi membantumu dan tentang ancamanmu tadi, aku tidak takut mati! Kalau engkau gagah dan bukan seorang pengecut yang curang, mari kita bertanding satu lawan satu sampai seorang di antara kita mampus di ujung pedang!"
Akan tetapi Han Lojin hanya menjawab dengan suara ketawanya yang riang. Agaknya dia gembira sekali melihat betapa dengan mudahnya dia telah berhasil menjebak gadis yang berbahaya itu. Gembira dia membayangkan betapa gadis yang keras dan liar itu akhirnya akan menjadi lunak dan tunduk kepadanya, menyerahkan segalanya dengan suka rela.
Dia merasa muda kembali membayangkan betapa dalam waktu dekat ini dua orang gadis pendekar yang berilmu tinggi akan berada di dalam pelukannya. Siangkoan Bi Lian dan Cia Kui Hong, mereka berdua akan menjadi wanita taklukannya yang terakhir, yang akan mendatangkan perasaan bangga di hatinya di samping kepuasannya merusak kehidupan dua orang wanita, wanita pendekar pula!
Suara ketawa itu semakin menjauh, juga langkah kaki Han Lojin terdengar meninggalkan lorong bawah tanah itu. Setelah suara langkah kaki itu tidak terdengar lagi, Bi Lian cepat-cepat menghampiri Kui Hong yang menggeletak seperti orang tidur itu.
"Cia Kui Hong...!" dia berseru heran dan memeriksa. Hatinya lega karena Kui Hong tidak terluka dan pingsan saja.
Ia mengenal Kui Hong sebagai seorang gadis yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, tidak kalah dibandingkan dirinya sendiri, tetapi ternyata menjadi tawanan pula di sini. Dia dapat menduga bahwa Kui Hong terjebak pula, seperti dia dan suheng-nya. Ia memeriksa gadis ke dua yang juga rebah telentang dan keadaannya sama dengan Kui Hong. Tidak terluka tapi pingsan. Ia tidak mengenal gadis itu, yang melihat wajahnya seperti peranakan asing.
Ketika dia menengok, dia melihat suheng-nya tengah memeriksa keadaan kamar tawanan itu, seolah mencari jalan keluar. Ia pun bangkit berdiri. "Bagaimana, Suheng? Apakah ada bagian lemah yang memungkinkan kita keluar?"
Tang Gun menarik wajah duka dan khawatir, menggelengkan kepala kemudian dia balik bertanya, "Siapakah gadis-gadis itu, Sumoi? Agaknya engkau telah mengenal mereka."
"Aku tidak kenal dengan yang peranakan asing ini, akan tetapi gadis ke dua ini tentu saja aku mengenalnya dengan baik. Ia seorang pendekar wanita yang berilmu tinggi, pendekar terkenal dari Cin-ling-pai. Sungguh mengherankan sekali bagaimana seorang gadis yang lihai seperti dia dapat menjadi tawanan di sini."
"Sumoi, hal itu membuktikan betapa lihainya Bengcu, ketua Ho-han-pang itu. Apakah tidak lebih baik bila kita membantu perkumpulan orang gagah itu dari pada menentangnya dan membiarkan diri kita terancam bahaya?"
"Suheng! Engkau tidak tahu betapa jahat dan kejinya Ang-hong-cu! Kalau engkau tahu tentu tak akan berpendapat seperti itu! Kita harus menentang iblis busuk itu. Sampai mati aku tidak sudi membantu iblis seperti dia!"
Tang Gun menundukkan mukanya yang terlihat amat sedih. Ini bukan dibuat-buat, karena memang dia merasa sedih sekali melihat betapa sumoi-nya sangat membenci Han Lojin, ayah kandungnya! Dia merasa sayang kepada Siangkoan Bi Lian dan dia mengharapkan dapat menjadi suami gadis perkasa yang cantik jelita itu. Akan tetapi gadis itu demikian membenci ayahnya. Apa bila sumoi-nya itu mengetahui bahwa dia bukan Tan Hok Seng, melainkan Tang Gun putera Ang-hong-cu, tentu sumoi-nya akan membencinya pula.
“Akan tetapi... dia... eh, dia pernah menyelamatkan aku dan sikapnya kepadaku demikian baik...."
Bi Lian memandang suheng-nya dan dia pun mengerti. Ang-hong-cu menjebak dia karena memusuhi jai-hwa-cat itu dan karena dia dan Ang-hong-cu bermusuhan. Kini suheng-nya itu terbawa-bawa dan menjadi tawanan pula.
"Tan-suheng, aku menyesal sekali bahwa engkau ikut pula tertawan. Akan tetapi jangan khawatir, Suheng. Kita masih hidup dan kita berdua akan mampu membela diri. Bahkan kalau kita dapat bebas dari sini, aku tidak akan terjebak lagi dan akan kubasmi Ang-hong-cu dan sarangnya. Betapa pun muluk nama yang dia pakai untuk perkumpulannya, pasti di dalamnya busuk! Dan di sini masih ada Cia Kui Hong. Dia amat lihai, bahkan mungkin lebih lihai dari pada aku, maka kita bertiga pasti akan dapat membasmi Ang-hong-cu dan anak buahnya. Siapa tahu, mungkin gadis peranakan asing ini pun memiliki kepandaian. Biar kucoba menyadarkan Kui Hong."
Bi Lian berjongkok di dekat Kui Hong yang masih pingsan, sedangkan Tang Gun hanya berdiri memandang saja. Tiba-tiba dia melihat asap putih memasuki kamar itu dari lubang kecil dari mana biasanya penjaga memasukkan makanan dan minuman.
"Sumoi awas...!” teriaknya.
Bi Lian cepat meloncat sambil membalikkan tubuhnya. Dia pun melihat asap itu. Dengan sekali bergerak tubuhnya telah mendekati lubang itu dan sekali tangannya bergerak, sinar hitam lembut menyambar keluar dari lubang.
Terdengar teriakan kesakitan di luar dan asap berhenti berhembus masuk. Mudah diduga bahwa jarum-jarum halus yang dilepaskan oleh Bi Lian tadi sudah mengenai sasaran dan orang yang melepas asap itu tentu menjadi korban jarum beracun! Ilmu ini dipelajarinya dari kedua orang gurunya yang pertama, yaitu Pak Kwi Ong dan Tung Hek Kwi!
Tang Gun terbatuk-batuk. Dia sudah terkena pengaruh asap putih tadi. Asap tadi tersedot olehnya sehingga membuatnya batuk-batuk dan pusing. Akan tetapi Bi Lian bersikap lebih berhati-hati. Pada saat menyerang tadi dia menahan napas sehingga asap itu tak sampai tersedot dan kini dia meloncat ke belakang menjauhi lubang.
Akan tetapi terdengar suara mendesis dan dia terkejut sekali ketika memandang ke kanan kiri dan atas. Asap putih sudah menyerbu kamar itu dari mana-mana, dari lubang-lubang tersembunyi, bahkan dari atas!
Bi Lian cepat menyambar selimut yang berada di atas kasur dan memutar-mutar selimut itu untuk mengusir asap yang mendekatinya. Akan tetapi karena lubang-lubang di kamar tahanan itu tidak terlalu banyak sedangkan asap yang masuk sangat banyak, maka asap yang diusir dengan putaran selimut itu hanya berputar-putar saja di dalam kamar itu dan akhirnya membalik lagi ke arah Bi Lian.
Gadis itu menahan napas dan terus melawan sekuat tenaga. Dia melihat betapa suheng-nya telah terhuyung kemudian terkulai pingsan. Dia masih terus melawan hingga akhirnya dia pun harus bernapas dan tersedotlah asap ke dalam paru-parunya. Dia mencium bau yang keras dan wangi, yang membuatnya terbatuk-batuk, lantas tubuhnya terkulai lemas dan dia pun pingsan.
********************
Kalau saja Hay Hay langsung berkunjung ke Ho-han-pang, tentu dia akan dapat bertemu dengan Siangkoan Bi Lian. Akan tetapi Hay Hay tidak mau langsung berkunjung. Mayang sudah ditawan orang-orang Ho-han-pang. Kalau dia datang berkunjung, sama saja artinya dengan menyerahkan diri karena mereka pasti mempergunakan Mayang sebagai sandera untuk membuat dia tidak berdaya dan dia tahu bahwa kalau mereka mengancam Mayang, tentu dia tidak berani menggunakan kekerasan.
Tidak, dia maklum bahwa dia berhadapan dengan pihak lawan yang licik dan curang. Dia tidak boleh datang berkunjung begitu saja. Dia harus lebih dulu melakukan penyelidikan dan kalau mungkin, lebih dulu membebaskan Mayang sebelum bertindak lebih lanjut.
Dia masih menduga-duga mengapa perkumpulan yang namanya begitu gagah, Ho-han-pang, perkumpulan orang-orang gagah, sudah memusuhinya bahkan menawan Mayang. Dan cara yang mereka pergunakan itu jauh dari pantas untuk dilakukan oleh para ho-han (patriot gagah)!
Setelah menggunakan kepandaiannya yang tinggi, menyusup mengelilingi dinding tembok yang mengepung perkampungan yang menjadi sarang Ho-han-pang, Hay Hay mendapat kenyataan bahwa penjagaan dilakukan secara ketat sekali oleh para anak buah Ho-han-pang yang rata-rata nampak muda dan gagah itu. Apa lagi di dua buah pintu gerbangnya, di situ dijaga oleh lebih dari dua puluh orang! Dan pada sepanjang dinding yang tingginya sekitar dua meter itu selalu terdapat peronda sehingga akan sulitlah bagi orang luar untuk memasuki tempat itu tanpa diketahui para peronda dan penjaga.
Dengan ginkang-nya yang amat tinggi, tentu tidak sulit bagi Hay Hay untuk meloncat dan menyelinap masuk ke balik dinding tembok. Akan tetapi dia ingin yakin agar dapat masuk tanpa diketahui orang. Akan berbahayalah kalau sampai ada yang melihatnya, bukan bagi diri sendiri melainkan bagi Mayang! Tentu mereka itu akan mengancam untuk mencelakai Mayang kalau sampai diketahui dia memasuki sarang perkumpulan itu. Padahal dia ingin masuk tanpa diketahui, agar mendapat kesempatan untuk membebaskan Mayang terlebih dahulu sebelum bentrok secara terbuka dengan mereka. Dia pun tidak tahu mengapa Ho-han-pang memusuhinya.
Hay Hay lantas teringat akan nasehat kakek yang dijumpainya bersama Mayang di dusun sebelah luar kota raja. Kakek itu menasehati bahwa perjalanan tidak aman, bukan karena gangguan perampok melainkan karena adanya orang-orang gagah dari Ho-han-pang yang suka merayu dan menggoda gadis-gadis cantik untuk dijadikan isteri mereka!
Dia makin tertarik dan ingin sekali mengetahui, perkumpulan apa gerangan yang bernama Ho-han-pang itu. Kalau dilihat dari namanya, sepatutnya sebuah perkumpulan yang baik, bukan perkumpulan orang jahat. Tetapi mengapa kini memusuhinya dan mempergunakan siasat busuk untuk menawan Mayang?
Baik adalah suatu keadaan batin, suatu mutu batin yang wajar, tidak dibuat-buat, seperti keadaan pohon mawar yang mengeluarkan bunga mawar yang indah dan harum tanpa disengaja. Perbuatan yang nampaknya baik belum tentu baik mutunya, karena perbuatan itu dapat saja palsu, kelihatannya saja baik akan tetapi itu hanya merupakan cara untuk mendapatkan sesuatu. Yang berpamrih selalu palsu!
Batin yang bersih dari cengkeraman nafsu berdaya rendah akan membuahkan perbuatan yang baik, wajar, bahkan pelakunya sendiri tak menganggapnya sebagai perbuatan baik. Karena itu kebaikan tidak mungkin dapat dilatih atau dipelajari, karena kalau demikian maka kebaikan yang dilakukan dengan sengaja itu hanya merupakan perbuatan munafik belaka, sengaja dilakukan agar mendatangkan sesuatu yang diinginkan oleh si pelaku.
Kebaikan adalah bebas dari perhitungan pikiran. Kebaikan adalah sesuatu yang dilandasi cinta kasih. Seorang ibu yang menyusui anaknya tak akan merasa bahwa dia melakukan suatu kebaikan wajar dan tidak disengaja, dasarnya cinta kasih. Cinta kasih hanya akan menyinari batin yang bebas dari pengaruh pikiran yang bergelimang nafsu daya rendah!
Matahari telah condong ke barat. Hay Hay cepat menyelinap ke belakang sebatang pohon pada saat melihat ada dua orang peronda berjalan menuju ke tempat itu sambil bercakap-cakap. Dia mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Mengapa pangcu menyuruh kita berjaga dengan ketat dan waspada? Bukankah semua pengacau telah tertawan? Dan kalau yang datang itu hanya gadis-gadis cantik, untuk apa kita takut?"
"Wah, engkau tidak tahu! Tiga orang gadis cantik itu memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi sehingga sepuluh orang dari kita belum tentu akan mampu mengalahkan mereka!"
"Hemm, kalau begitu, tentu pangcu akan berpesta pora karena kemenangannya. Apakah ketiga-tiganya akan dimiliki dan dinikmati oleh pangcu sendiri?"
"Hushh, jangan mencari penyakit!" bisik kawannya. "Apa pun yang akan dilakukan pangcu dan para pembantu utamanya, bukan urusan kita. Itu urusan tingkat tinggi!"
Keduanya berjalan melewati pohon di mana Hay Hay bersembunyi dan tiba-tiba Hay Hay keluar dari balik pohon. Sejak tadi dia memang telah mengerahkan kekuatan sihirnya.
"Ssttttt....!"
Dua orang itu terkejut sekali dan cepat membalikkan tubuh mereka. Mereka memandang terbelalak dan nampak bingung. Tadi Hay Hay sudah mengintai ke arah gardu di depan pintu gerbang di mana berkumpul para anak buah Ho-han-pang dan melihat seorang di antara mereka yang agaknya menjadi pimpinan dan disebut Ciong-toako.
"Hemm, mengapa kalian bengong? Apakah sudah tidak mengenal lagi pemimpinmu, aku orang she Ciong ini?"
"Ahh, Ciong-toako!" kata yang tinggi kurus.
"Ciong-toako mengejutkan kami saja!" kata orang ke dua yang perutnya agak gendut.
"Kalau meronda baik-baik, jangan melamun," kata Hay Hay yang telah berhasil membuat dua orang itu melihat dia sebagai ‘Ciong-toako’. "Kalian tahu bukan? Bahwa pangcu kita sudah menawan tiga orang gadis yang sangat lihai?" Tentu saja kata-kata ini dikeluarkan sesuai dengan apa yang baru saja didengarnya dari percakapan mereka. Dua orang itu mengangguk-angguk.
"Kalian tahu di mana tiga orang tawanan kita itu dikurung, bukan?"
"Tahu, Toako. Di kamar tahanan bawah tanah..."
"Bagus! Akan tetapi tutup mulutmu dan jangan ceritakan hal ini kepada siapa pun juga. Hati-hati kalau terdengar pihak musuh," kata Hay Hay.
"Tidak mungkin, Toako. Lagi pula lorong bawah tanah itu selain rahasia juga dijaga ketat oleh para pembantu utama pangcu. Siapa yang akan mampu masuk ke sana?"
"Hemm, bagaimana pun juga kalian yang berjaga di luar harus hati-hati. Tahukah kalian di mana sekarang pangcu berada?"
"Tadi kami melihat pangcu pergi menuju ke puncak bukit kecil itu, mungkin pergi ke taman kesayangannya," jawab seorang dari mereka sambil menunjuk ke arah sebuah bukit kecil yang menjulang di tengah perkampungan itu. Bukan bukit, hanya merupakan bagian yang lebih tinggi saja dan di bawah gundukan itulah tahanan bawah tanah itu dibuat.
"Sudahlah, sekarang lanjutkan perondaanmu!" katanya dan diam-diam dia mengerahkan kekuatan sihirnya untuk membuat mereka berdua itu melupakan pertemuan ini.
Setelah mereka pergi dia pun segera melompati pagar dinding itu dan memasuki daerah perkampungan Ho-han-pang. Dia merasa lega bahwa dia sudah memperoleh keterangan yang amat diharapkan, yaitu tempat di mana Mayang ditahan. Dia merasa yakin bahwa di antara tiga orang wanita tawanan mereka ini terdapat adiknya. Dan dia tahu pula di mana adanya sang ketua yang menawan Mayang dan mengundangnya.
Bukan hal yang mudah untuk mencoba menolong Mayang. Mayang ditahan dalam tempat tahanan di bawah tanah dan dijaga ketat oleh para pembantu utama Ho-han-pang. Sebaliknya sang ketua berada di gundukan tanah seperti bukit kecil itu, mungkin sedang berada di taman kesayangannya di sana. Mungkin seorang diri. Adalah lebih mudah untuk menemui ketua itu, kalau perlu menangkapnya dan memaksanya membebaskan Mayang, dari pada harus menghadapi semua anak buah Ho-han-pang dan dikeroyok banyak orang sebelum sempat membebaskan Mayang.
Dengan kecepatan gerakannya yang ringan, Hay Hay menyusup-nyusup di antara pohon-pohon dan rumah-rumah perkampungan Ho-han-pang. Dua kali dia kepergok orang, akan tetapi dengan cepat dia menggunakan ilmu sihirnya sehingga dua kali pula dia dapat lolos dari perhatian orang-orang itu yang percaya bahwa yang mereka lihat itu hanya bayangan saja.
Akhirnya dengan jantung berdebar tegang Hay Hay berlari naik mendaki gundukan tanah seperti bukit kecil yang berada di tengah perkampungan itu. Sebuah bukit kecil yang pada puncaknya dijadikan sebuah taman bunga yang indah oleh ketua Ho-han-pang!
********************
Sementara itu, siang tadi di kota raja terjadi hal lain yang menarik hati. Seorang pemuda berusia dua puluh tiga tahun yang berpakaian sederhana bagai seorang pelajar, berwajah tampan dengan muka bulat putih dan alis tebal, mata agak sipit, dengan langkah tenang memasuki rumah penginapan Pak-hai-koan.
Pemuda ini menggendong sebuah buntalan kuning dan gerak-geriknya halus dan tenang. Tidak terlihat tanda bahwa dia seorang pemuda luar biasa, kecuali bahwa sepasang mata yang agak sipit itu mengandung sinar cemerlang dan kadang-kadang tajam bukan main.
Pemuda ini bertubuh sedang namun tegap dan dia adalah Pek Han Siong, pemuda yang di waktu kecilnya disebut Sin-tong (Anak Ajaib) dan dikejar-kejar oleh para pendeta Lama untuk dijadikan Dalai Lama!
Seperti kita ketahui, dengan bantuan Hay Hay akhirnya Han Siong mampu membebaskan diri dari pengejaran para pendeta Lama, bahkan telah bertemu dengan Wakil Dalai Lama yang menyatakan bahwa para pendeta tidak lagi menganggap Han Siong sebagai calon Dalai Lama. Malah Han Siong sempat pula ikut ‘menjodohkan’ Hay Hay dengan Mayang, akan tetapi kemudian dia merasa menyesal bukan main sebab perjodohan itu hampir saja menyeret keduanya ke dalam lembah kenistaan, karena ternyata bahwa Mayang adalah adik tiri seayah berlainan ibu dengan Hay Hay. Dua muda-mudi itu adalah anak-anak dari Ang-hong-cu!
Menghadapi peristiwa yang menyedihkan ini, Han Siong merasa semakin marah kepada Si Kumbang Merah yang dianggapnya menjadi penyebab utama dari kesengsaraan batin yang diderita Hay Hay, sahabat baiknya yang telah dianggapnya sebagai saudara sendiri, dan juga Mayang, gadis yang tidak berdosa itu.
Dia kemudian berpamit dari Hay Hay yang sedang dilanda duka itu. Dengan hati penuh semangat dia pergi untuk mencari Ang-hong-cu dan membinasakannya, menghukumnya atas dosa yang sudah diperbuatnya terhadap adik kandungnya, Pek Eng, juga terhadap para gadis lain yang menjadi korbannya. Termasuk pula untuk dosanya terhadap Hay Hay dan Mayang!
Sesudah meninggalkan Hay Hay yang juga sedang bersiap untuk pergi bersama Mayang yang mencari Ang-hong-cu, Han Siong lalu pergi mengunjungi suhu serta subo-nya, yaitu suami isteri Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu yang kini tinggal di puncak Kim-ke-kok (Lembah Ayam Emas) Pegunungan Heng-tuan-san sebelah timur.
Dia mencoba mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa dia berkunjung untuk memberi hormat kepada suhu dan subo-nya, akan tetapi jauh di lubuk hatinya terpendam pamrih utama dari keinginannya berkunjung itu. Pamrih itu ialah untuk dapat melihat dan bertemu dengan Siangkoan Bi Lian yang sudah amat dirindukannya.
Dia tak pernah dapat melupakan gadis itu. Gadis yang menjadi bekas tunangannya, yang kemudian menjadi pujaan hatinya. Meski pun gadis itu menolak tali perjodohan itu dengan alasan bahwa dia tidak mempunyai perasaan cinta asmara kepada Han Siong, melainkan hanya perasaan suka sebagai saudara seperguruan, akan tetapi dia tidak pernah dapat melupakannya dan tidak pernah berhenti mencintainya.
Akan tetapi ketika dia tiba di puncak Lembah Kim-ke-kok, yang menyambutnya hanyalah Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu. Suhu dan subo-nya menyambutnya dengan penuh kegembiraan dan kasih sayang. Mereka menghujaninya dengan berbagai pertanyaan dan mereka merasa ikut bangga dan gembira ketika mendengar akan pengalaman Han Siong di Tibet, gembira bahwa murid mereka kini sudah terbebas dari pengejaran para pendeta Lama di Tibet.
Sungguh pun pada lahirnya Han Siong juga menperlihatkan kegembiraannya, namun dia merasa kecewa bukan main karena tidak melihat adanya Bi Lian. Akan tetapi dia merasa sungkan untuk bertanya kepada suhu dan subo-nya.
Setelah mereka mendengarkan pengalaman yang sangat menarik dari murid mereka itu, akhirnya Toan Hui Cu yang berpenglihatan tajam bisa menduga bahwa muridnya ini tentu diam-diam mempertanyakan ketidak munculan puterinya.
"Han Siong,. engkau tentu merasa heran mengapa Bi Lian tidak berada di sini."
Berdebar rasa jantung di dada Han Siong. "Benar, Subo. Di mana sumoi? Kenapa teecu sejak tadi tidak melihatnya?"
"Baru beberapa hari yang lalu sumoi-mu berangkat turun gunung, Han Siong. Dia pergi bersama... sute-mu."
"Sute? Siapakah yang Subo maksudkan?" tanya Han Siong terheran.
"Belum lama ini kami menerima seorang murid baru, namanya Tan Hok Seng. Sebelum menjadi murid kami, dia sudah memiliki ilmu kepandaian yang cukup lumayan." Toan Hui Cu lantas menceritakan tentang Tan Hok Seng yang menjadi murid mereka dan menjadi ‘suheng’ baru Bi Lian.
"Dan sekarang mereka berdua pergi? Ke manakah kalau teecu boleh bertanya?"
"Mereka pergi ke kota raja untuk mencari orang jahat yang melempar fitnah kepada Tan Hok Seng hingga dia dipecat dari kedudukannya sebagai perwira istana, bahkan dijatuhi hukuman. Karena merasa kasihan kepada suheng-nya itu, Bi Lian hendak membantunya dan kini mereka berada di kota raja untuk mencari musuh yang bernama Tang Bun An itu."
"Tang...?" Han Siong terkejut mendengar disebutnya she ini. She yang dihafalnya benar karena itu adalah she dari Hay Hay dan juga she dari Ang-hong-cu!
"Ya, Tang Bun An. Apakah engkau mengenal nama itu, Han Siong?" tanya Siangkoan Ci Kang yang sejak tadi membiarkan isterinya yang bicara.
Han Siong menggelengkan kepalanya. "Teecu belum pernah mendengar nama itu, akan tetapi she Tang itu yang amat menarik perhatian teecu karena Ang-hong-cu yang sedang teecu cari-cari juga she Tang."
Suami isteri itu mengangguk-angguk. "Demikian pula dengan Bi Lian. Dia tertarik karena she Tang itulah."
Han Siong mengerutkan alisnya. "Teecu merasa khawatir, Suhu. Siapa tahu sumoi akan berhadapan dengan Ang-hong-cu yang amat lihai dan jahat itu. Apa bila Suhu dan Subo menyetujui, teecu akan menyusul mereka ke kota raja, hanya untuk melihat kalau-kalau sumoi menghadapi bahaya dan memerlukan bantuan teecu."
Suami isteri itu saling bertukar pandang, kemudian Siangkoan Ci Kang berkata, "Memang sebaiknya begitulah, Han Siong. Kami berdua juga akan merasa lebih tenang jika engkau suka membantu sumoi-mu."
Han Siong lantas berpamit dan dia pun menuruni Gunung Heng-tuan-san untuk menyusul sumoi-nya ke kota raja. Dia tidak tahu betapa suhu dan subo-nya mengikuti bayangannya dengan pandang mata penuh keharuan dan betapa subo-nya berkata kepada suhu-nya.
"Murid kita itu jelas masih mencinta Bi Lian."
Suhu-nya menghela napas panjang. "Engkau benar. Kasihan dia..."
"Memang kasihan, akan tetapi kalau Bi Lian tidak suka menjadi isterinya, bagaimana kita dapat memaksanya? Dan nampaknya anak kita itu akrab dengan Hok Seng."
"Hemm, jodoh berada di tangan Tuhan. Biarlah Tuhan yang menentukan siapa yang akan menjadi jodoh anak kita. Kita hanya dapat berdoa semoga Bi Lian tidak akan salah pilih."
Demikianlah, tanpa mengenal lelah Han Siong melakukan perjalanan, pergi ke kota raja untuk mencari sumoi-nya. Dan pada siang hari itu dia sudah sampai di kota raja. Kota raja amat besar dan ramai. Sukar untuk mencari sumoi-nya yang tidak diketahuinya berada di mana.
Jalan satu-satunya baginya adalah menyelidiki tentang perwira yang bernama Tang Bun An itu. Akan lebih mudah menyelidiki tempat tinggal seorang perwira dari pada seorang pendatang seperti sumoi-nya yang tidak dikenal orang-orang di tempat itu.
********************
Han Siong memasuki rumah penginapan Pak-hai-koan. Dia akan mencari sebuah kamar penginapan dahulu sebelum melakukan penyelidikannya. Dengan demikian dia akan lebih leluasa meninggalkan buntalan pakaiannya di dalam kamar. Lagi pula dia merasa gerah sekali dan pakaiannya kotor berdebu. Dia ingin mandi dan berganti pakaian. Dan di rumah penginapan itu pun dia sudah dapat memulai dengan penyelidikannya, bertanya kepada karyawan di situ tentang perwira Tang Bun An dan di mana dia tinggal.
"Selamat siang, Kongcu…," seorang pelayan rumah penginapan menyambutnya dengan ramah. Meski pun pakaian Han Siong sederhana, akan tetapi dia rapi, tampan gagah dan juga sikapnya berwibawa dan lembut seperti seorang terpelajar. "Apakah Kongcu hendak menyewa kamar?"
Han Siong mengangguk. "Benar, Paman. Tolong beri saya sebuah kamar yang sejuk dan bersih."
"Ahh, kamar nomor tujuh kebetulan sedang kosong, Kongcu. Kamar itu sejuk dan bersih. Mari, silakan, Kongcu."
Kamar itu memang bersih walau pun tidak besar. Han Siong lalu minta disediakan air dan mandi sampai bersih hingga tubuhnya terasa segar. Setelah mengenakan pakaian bersih, dia kemudian duduk melamun di kamarnya. Ke mana dia harus mencari Bi Lian? Dan dia terkenang akan perjalanannya dari Tibet ke sini.
Dia sudah singgah di rumah ayah ibunya di Kong-goan, Propinsi Secuan. Ayahnya masih menjadi ketua Pek-sim-pang yang kini menjalankan usaha pengawalan barang dalam lalu lintas barat timur atau sebaliknya. Hanya dengan adanya usaha piauw-kiok (perusahaan pengawalan ekspedisi) inilah maka perkumpulan Pek-sim-pang (Perkumpulan Hati Putih) dapat dipertahankan, bahkan nampak maju.
Ketika dia pulang, ayahnya yang berusia empat puluh tiga tahun itu minta agar dia tinggal saja di rumah membantu pekerjaan perkumpulan yang mempunyai perusahaan itu. Juga ibunya membujuk agar dia segera memilih calon isteri dan berumah tangga.
Akan tetapi dengan halus dia menolak kehendak ayah ibunya itu dan mengatakan bahwa dia masih ingin meluaskan pengalaman dan menambah pengetahuan. Sedangkan tentang perjodohan dia mengatakan bahwa dia belum memiliki pilihan dan masih ingin menyendiri.
Dia telah berbohong pada ibunya. Dia sudah mempunyai pilihan hati, bahkan sudah lama, sejak dia berjumpa dengan sumoi-nya yang dicari-carinya, Siangkoan Bi Lian, sumoi-nya juga bekas tunangannya. Bayang-bayang gadis itu masih selalu melekat di hatinya.
Akan tetapi dengan jujur dan gagah sumoi-nya menyatakan bahwa dia tidak mempunyai perasaan cinta kepadanya, dan minta agar tali perjodohan yang diikatkan oleh suhu dan subo-nya itu dibikin putus. Walau pun demikian, diam-diam dia masih selalu mengenang sumoi-nya itu, bahkan masih mengharapkan agar sekali waktu sumoi-nya itu akan dapat merasakan cinta kasihnya dan dapat pula menerima dan membalasnya.
"Tok-tok-tok!" Ketukan di pintu membuyarkan lamunannya dan dia menoleh ke arah pintu.
"Buka saja pintunya, tidak dikunci," katanya.
Daun pintu didorong dan terbuka dari luar. Pelayan yang tadi nampak berdiri di situ sambil membawa baki yang dipenuhi dengan mangkok piring yang berisi makanan masih panas dan mengepulkan asap yang sedap.
"Kongcu, ini makanan yang Kongcu pesan tadi. Kongcu hendak makan di ruangan makan ataukah di dalam kamar ini saja?"
"Bawa masuk saja, Paman. Aku ingin makan di sini saja."
Mangkok dan panci berisi makanan itu ditaruh di atas meja oleh pelayan yang diam-diam merasa heran mengapa seorang pemuda yang begini halus memesan masakan demikian banyaknya. Tapi keheranannya berubah sesudah Han Siong berkata sambil menahannya ketika dia hendak pergi.
"Paman, harap duduk di sini dan temani aku makan. Rasanya tak enak makan sendirian. Marilah, Paman. Aku sudah memesan makanan untuk dua orang, bukan?"
Pelayan itu sejenak tertegun. Kini mengertilah dia kenapa pemuda itu memesan masakan demikian banyaknya. Dan dia terheran-heran melihat seorang tamu mengajaknya makan bersama. Dalam pekerjaannya selama belasan tahun sebagai pelayan, belum pernah dia mengalami hal yang seaneh ini. Akan tetapi karena sikap Han Siong demikian ramahnya, setelah menutupkan daun pintu dia pun lantas duduk di atas bangku berhadapan dengan pemuda itu, terhalang meja.
"Terima kasih, Kongcu. Engkau baik sekali dan memang sesungguhnya saya juga belum makan siang ini." Dia meragu sejenak. "Akan tetapi, Kongcu, mengapa Kongcu mengajak saya seorang pelayan untuk makan bersama? Belum pernah saya mendapat kehormatan seperti ini."
"Terus terang saja, Paman. Ketika melihat Paman, aku segera merasa suka sekali karena wajah Paman mirip sekali dengan wajah seorang pamanku yang tinggal jauh di selatan dan sudah bertahun-tahun tidak pernah kutemui," kata Han Siong. Tentu saja kata-kata ini hanya merupakan alasan yang dicari-cari. Dia sengaja menjamu pelayan ini karena ingin mencari keterangan pertama dari pelayan ini.
Mereka lalu makan dan minum. Kesempatan inilah yang digunakan oleh Han Siong untuk melakukan penyelidikan. Sesudah bertanya tentang keadaan pelayan itu dan mendengar bahwa semenjak kecil pelayan itu tinggal di kota raja dan sudah belasan tahun bekerja di rumah penginapan itu, Han Siong lalu berkata dengan sikap sambil lalu.
"Kalau begitu engkau tentu mengenal atau setidaknya mengetahui di mana tempat tinggal seorang perwira yang bernama Tang Bun An, Paman."
"Perwira Tang... Bun An? Sungguh aneh!"
"Kenapa aneh, Paman?"
"Katakan dulu, Kongcu. Ada urusan apakah Kongcu mencari perwira she Tang itu?"
"Aku mempunyai urusan pribadi yang amat penting dengan dia, Paman,” kata Han Siong girang, tak menyangka akan semudah itu mendapatkan keterangan tentang perwira Tang Bun An yang sedang dicari oleh Bi Lian itu. "Tahukah engkau di mana dia sekarang?"
Han Siong kecewa ketika melihat pelayan itu menggelengkan kepala. “Saya tidak tahu di mana dia sekarang, Kongcu. Tentu saja saya tahu siapa dia. Tang Ciangkun tadinya amat terkenal di kota raja sebagai penolong kaisar, lantas dia menjadi perwira di istana. Akan tetapi sudah lama dia mengundurkan diri dan sekarang entah berada di mana.”
"Kalau begitu, mengapa engkau tadi terheran dan mengatakan aneh ketika aku bertanya tentang dia kepadamu, Paman?"
"Memang saya merasa heran karena baru kemarin dulu ada dua orang yang bermalam di sini, kebetulan yang pria juga menginap di kamar ini, juga mereka bertanya-tanya tentang seorang perwira she Tang. Dan sekarang Kongcu juga menanyakan orang yang sama, bukankah itu suatu kebetulan yang aneh?"
"Hemm, siapakah dua orang itu? Apakah seorang gadis cantik dan seorang pemuda?"
“Tepat sekali! Ahh, ternyata Kongcu mengenal mereka? Mereka itu aneh sekali. Setelah bermalam di sini, pagi-pagi sekali pemuda itu pergi. Kemudian ada tamu yang mengajak gadis itu pergi dan mereka tidak pernah kembali lagi, padahal mereka belum membayar sewa kamar...”
"Jangan khawatir, Paman. Biar aku yang akan membayar sewa kamar mereka! Katakan, bukankah gadis itu cantik jelita, bertubuh ramping, berkulit putih mulus, ada tahi lalat kecil di dagu dan mukanya bulat telur?"
Pelayan itu mengerutkan alisnya. "Dia memang cantik jelita dan bertubuh tinggi ramping. Akan tetapi saya tidak berani terlalu memperhatikan karena dia kelihatan galak. Entah di dagunya ada tahi lalat atau tidak, Kongcu. Ada pun tentang sewa kamar, biar pun mereka belum membayar, tetapi telah diselesaikan dan dibayar oleh Ho-han-pang, jadi tidak perlu menyusahkan Kongcu."
Han Siong merasa heran. Dia belum yakin apakah gadis dan pemuda yang menginap di rumah penginapan ini benar Bi Lian dan suheng barunya itu. Akan tetapi kenapa mereka bertanya-tanya tentang perwira Tang? Tentu sumoi-riya. Dia tidak boleh terlalu mendesak sehingga menimbulkan kecurigaan pelayan itu, maka dia lalu mengajak pelayan itu untuk melanjutkan makan minum sampai kenyang.
"Aih, sudah lama saya tidak menikmati masakan mahal seperti ini, Kongcu. Terima kasih, Kongcu," kata pelayan itu sambil menyusut bibirnya dengan lengan bajunya. "Dan tentang pemuda dan gadis itu, sekarang aku dapat membayangkan mereka, Kongcu. Pasangan yang serasi sekali. Gadis itu cantik manis walau pun kelihatan galak, tapi kecantikannya berbau asing. Dia bukan gadis Han, Kongcu. Agaknya peranakan dari barat, dari Sinkiang atau Tibet. Dan pemuda itu memakai caping lebar wajahnya tampan dan dia periang..."
"Apakah pakaiannya berwarna biru?"
"Benar, warna biru dengan garis-garis kuning!" kata pelayan itu girang. "Apakah Kongcu mengenal mereka?"
Han Siong mengangguk. Tentu saja dia mengenal Hay Hay yang selalu memakai pakaian biru bergaris kuning dan bercaping lebar itu! Dan gadis peranakan Tibet yang cantik itu, siapa lagi kalau bukan Mayang? Kiranya mereka pun sudah tiba di kota raja dalam usaha mereka mencari Ang-hong-cu, dan agaknya Hay Hay juga menaruh curiga kepada perwira she Tang itu karena Ang-hong-cu juga she Tang.
Akan tetapi apa pula peranan Ho-han-pang di dalam urusan ini? Mengapa Ho-han-pang membayar hutang Hay Hay dan Mayang kepada rumah penginapan ini? Dia tahu bahwa bukan watak Hay Hay, apa lagi Mayang, gadis yang angkuh dan memiliki harga diri yang tinggi itu, untuk begitu saja meninggalkan kamar yang rnereka sewa tanpa bayar!
"Tahukah engkau di mana kedua orang itu sekarang? Kebetulan sekali rnereka itu adalah sahabat-sahabatku."
"Saya tidak tahu, Kongcu. Hanya saja setelah mereka pergi, datang orang-orang Ho-han-pang membayar rekening mereka dan dalam percakapan mereka dengan majikan kami, mereka mengatakan bahwa dua orang muda itu menjadi tamu Ho-han-pang dan mereka datang untuk membayar uang sewa kamar."
Tentu saja Han Siong menjadi girang sekaligus juga curiga terhadap perkumpulan yang memakai nama gagah itu. Ho-han-pang, perkumpulan orang gagah!
"Di manakah markas Ho-han-pang itu, Paman? Aku ingin menyusul dua orang sahabatku itu."
“Aihh! Kongcu belum mengenal Ho-han-pang? Biar pun belum lama berdiri, perkumpulan ini sudah terkenal sekali di kota raja dan semenjak perkumpulan itu berdiri, keadaan kota raja menjadi aman, tidak pernah ada gangguan penjahat. Markasnya di luar kota, Kongcu, di sebuah bukit."
Pelayan itu lantas memberi petunjuk. Setelah menyelidiki di mana letaknya Ho-han-pang dan tidak berhasil bertanya lebih banyak karena pelayan itu nampaknya jeri untuk banyak bicara tentang Ho-han-pang, Han Siong lalu meninggalkan buntalan pakaiannya di dalam kamar dan keluar dari rumah penginapan itu.
Pada siang hari itu juga dia keluar dari kota raja menuju ke bukit yang menjadi sarang Ho-han-pang untuk melakukan penyelidikan, apakah benar Hay Hay dan Mayang menjadi tamu di perkumpulan itu dan kalau benar demikian, apakah sebabnya?
********************
Han Lojin duduk melamun seorang diri di puncak itu. Puncak bukit itu memang indah. Biar pun hanya sebuah bukit kecil merupakan gundukan tanah, akan tetapi dia telah membuat gundukan tanah itu menjadi sebuah kebun yang indah, dengan tanaman bunga beraneka warna dan pohon-pohon buah.
Tanaman di situ hidup dengan subur karena dia memang memelihara tempat itu dengan baik, memberinya pupuk serta merawat tanaman itu dengan tangannya sendiri. Merawat tanaman merupakan satu di antara kesenangan hidupnya. Dia tidak menaruh bangku di kebun itu, melainkan batu-batu gunung yang halus, rata dan bersih, hitam mengkilap dan dapat menjadi tempat duduk yang nyaman.
Han Lojin duduk melamun, menghirup hawa yang segar dan wajahnya berseri gembira. Memang hatinya gembira sekali karena dia berhasil menawan tiga orang gadis cantik itu. Terutama dia merasa gembira dapat menawan Siangkoan Bi Lian dan Cia Kui Hong, dua orang gadis pendekar yang selain ilmunya amat lihai, juga amat cantik.
Mayang pun mempunyai kecantikan yang khas, malah sempat membangkitkan birahinya sungguh pun dia tahu bahwa gadis itu adalah anaknya sendiri! Mereka bagaikan bunga-bunga yang sedang mekar mengharum, dan akan puaslah hatinya kalau dapat menikmati, memetik dan merusak mereka.
Semua perempuan harus menderita karena semua perempuan berhati palsu! Demikian besar kebenciannya terhadap para wanita, kebencian yang bercampur berkobarnya nafsu birahi, membuat dia selalu ingin menguasai wanita, akan tetapi juga menyengsarakannya.
Han Lojin tidak tahu bahwa pada saat itu, satu-satunya orang yang membuat dia gentar dan takut, yaitu seorang di antara anak-anaknya sendiri, Tang Hay atau Hay Hay, sedang mengintai dan mengamati gerak-geriknya!
Pada waktu Hay Hay menyusup-nyusup naik ke gundukan tanah yang menjadi kebun dan taman bunga itu, dia melihat seorang laki-laki duduk seorang diri di taman, duduk di atas batu hitam dan dia terkejut bukan main. Dia mengenal benar siapa yang dipandangnya itu. Pria setengah tua yang gagar dan tampan itu, dengan jenggot dan kumis terpelihara rapi. Han Lojin! Alias Ang-hong-cu! Ayah kandungnya yang jahat seperti iblis. Orang yang dicarinya dan akan terus dikejarnya sampai ke ujung dunia sekali pun.
Dia sudah berjanji di dalam hatinya, juga kepada semua pendekar, untuk memaksa Ang-hong-cu mempertanggung jawabkan semua perbuatannya yang keji. Bukan saja penjahat itu melakukan perbuatan yang hina dan keji, memperkosa serta mempermainkan gadis-gadis tidak berdosa, bahkan gadis-gadis pendekar, akan tetapi juga melemparkan aib dan fitnah kepada dirinya. Hampir saja dia yang menjadi korban, dituduh menjadi pelaku dari perkosaan itu. Ayahnya harus bertanggung jawab! Dan sekarang, tanpa disangka-sangka dia melihat orang yang dicari-carinya itu duduk seorang diri di taman bukit!
Akan tetapi Hay Hay belum mau memperlihatkan diri karena pada saat itu pula dia melihat berkelebatnya bayangan orang dan hatinya berdebar keras ketika dia melihat siapa tiga orang muda yang berlari cepat memasuki taman bukit itu. Di antara tiga orang muda itu, dia segera mengenal Sim Ki Liong!
Pada saat itu Sim Ki Liong memang sedang menanggalkan topeng tipis penyamarannya, maka Hay Hay langsung mengenalnya dan tentu saja hal ini sangat mengejutkan hatinya. Dan meski pun pada waktu itu Tang Cun Sek masih mengenakan topeng tipisnya, namun, Hay Hay dapat pula mengenal Cun Sek setelah melihat Sim Ki Liong. Bentuk tubuh dan gerakan pemuda itu segera dikenalnya walau pun wajahnya berubah karena topeng tipis yang dipakainya.
Kiranya dua orang tokoh Kim-lian-pang yang telah terbasmi dan berhasil melarikan diri itu kini berada di Ho-han-pang! Dengan adanya dua orang ini saja Hay Hay langsung dapat mengetahui macam apa adanya perkumpulan Ho-han-pang itu! Apa lagi di situ terdapat pula Ang-hong-cu! Pemuda yang ke tiga tidak dikenalnya, akan tetapi juga nampak gagah dengan gerak-gerik yang gesit. Pemuda ke tiga itu adalah Tang Gun.
Mereka bertiga langsung memasuki taman nlenghadap Han Lojin, dan Hay Hay mengintai sambil menahan napas dengan hati tegang. Sungguh berbahaya, pikirnya. Han Lojin saja sudah amat lihai, kalau ditambah pembantu-pembantu seperti Sim Ki Liong dan pemuda tinggi besar yang pandai memainkan ilmu-ilmu silat Cin-ling-pai itu, tentu saja dia tidak boleh memandang rendah.
Han Lojin menyambut tiga orang pembantunya itu dengan alis berkerut, tanda bahwa dia tak senang mendapat gangguan itu. "Hemm, mengapa kalian ke sini? Seharusnya kalian melakukan penjagaan ketat di bawah sana!" Dia menyambut mereka dengan teguran.
Tang Cun Sek dan Tang Gun kelihatan ragu dan takut. Akan tetapi Sim Ki Liong nampak tenang dan tabah dan agaknya dialah yang bertugas menjadi pelopor.
"Bengcu, maafkan kalau kami mengganggu Bengcu di sini. Kami bertjga sengaja mencari dan menghadap Bengcu untuk mengajukan permohonan pribadi."
Makin mendalam kerut merut di antara alis Han Lojin. "Hemm, permohonan pribadi? Apa maksudmu? Permohonan apakah itu?"
“Bengcu, begitu bertemu dengan nona Mayang, terus terang saja saya sudah jatuh cinta seperti yang belum pernah saya rasakan selama hidup saya. Oleh karena itu saya mohon perkenan Bengcu untuk mengambil nona Mayang sebagai isteri saya!" kata Sim Ki Liong.
Han Lojin mengangkat muka memandang wajah pemuda itu. Di tempat pengintaiannya Hay Hay juga terkejut. Sim Ki Liong jatuh cinta kepada Mayang? Hemmm, melihat sepak terjang pemuda itu di masa lalu, tentu saja di dalam hatinya dia sama sekali tidak setuju kalau adik tirinya itu menjadi isteri Sim Ki Liong yang jahat!
"Dan engkau, Cun Sek?" tiba-tiba Han Lojin bertanya sambil memandang pemuda tinggi besar itu.
Dengan muka merah Cun Sek memberi hormat dan berkata lantang, "Bengcu, sejak saya menjadi murid Cin-ling-pai, saya telah jatuh cinta kepada Cia Kui Hong. Oleh karena itu harap Bengcu suka menyerahkan gadis itu kepada saya!"
Sepasang mata Han Lojin mengeluarkan sinar marah, akan tetapi dia masih menahan diri dan kini menoleh kepada puteranya yang ke dua dan bertanya,
"Dan engkau, Tan Hok Seng?" Dia sengaja memanggil Tang Gun dengan nama ini sebab ketika mereka menerima Tang Gun yang dikeluarkan dari dalam kamar tahanan sesudah terkena bius, Han Lojin memperkenalkan dia sebagai Tan Hok Seng dan menjadi seorang pembantu barunya.
"Saya pun seperti dua orang saudara ini, Bengcu. Siangkoan Bi Lian adalah sumoi saya, dan sejak pertama kali bertemu saya sudah jatuh cinta kepadanya. Oleh karena itu saya harap agar Bengcu suka menyerahkan Bi Lian kepada saya. Saya akan mempertaruhkan nyawa saya untuk membantu Bengcu."
Dalam tempat pengintaiannya Hay Hay mengerutkan alis. Sekarang jelaslah semuanya. Adiknya, Mayang sudah menjadi tawanan di Ho-han-pang. Bukan Mayang saja, bahkan juga Cia Kui Hong dan Siangkoan Bi Lian! Sungguh luar biasa sekali!
Tiga orang gadis itu, terutama sekali Kui Hong dan Bi Lian, memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Bagaimana mereka itu dapat tertawan? Dan kini tiga orang pembantu Ang-hong-cu yang dia tahu juga lihai itu jatuh cinta kepada tiga orang gadis tawanan! Sungguh hal ini amat menarik hatinya, biar pun dia marah sekali kepada mereka yang tidak tahu diri! Akan tetapi Hay Hay menahan kesabarannya dan ingin sekali tahu apa yang akan dikatakan Ang-hong-cu dalam menghadapi permintaan tiga orang pembantunya itu.
Dan kini Han Lojin tampak marah! Wajahnya berubah kemerahan dan dia berkata dengan suara penuh teguran. "Kalian ini sungguh mau enaknya saja, tidak melihat keadaan yang sangat berbahaya! Tiga orang tawanan itu merupakan gadis-gadis yang amat lihai. Kalau mereka itu sampai lolos, agaknya kalian bertiga belum tentu akan sanggup menandingi mereka! Mereka harus dijaga ketat karena merupakan tawanan yang amat penting, tetapi pikiran kalian hanya ingin bersenang-senang saja! Aku sendiri yang akan menundukkan mereka. Setelah mereka tunduk, barulah mungkin dapat kuhadiahkan kepada kalian. Nah, sekarang pergi kepada mereka. Pergunakan asap pembius dan pisah-pisahkan mereka di dalam tiga kamar. Mereka akan terlalu kuat dan berbahaya kalau bersatu! Pergilah!"
Tiga orang muda itu saling pandang, tetapi agaknya mereka jeri melihat pimpinan mereka marah. Mereka pun pergi meninggalkan Han Lojin yang masih duduk dengan wajah yang kini menjadi murung.
Meski pun hatinya sudah panas sekali melihat Ang-hong-cu, juga tangannya sudah gatal-gatal untuk menerjang ayah kandung itu, namun Hay Hay menahan diri. Sesudah kini dia tahu bahwa Mayang, Cia Kui Hong serta Siangkoan Bi Lian menjadi tawanan di sana, dia tidak boleh tergesa-gesa menyerang dan menangkap Ang-hong-cu. Tindakan itu hanya akan membahayakan keadaan tiga orang gadis tawanan itu.
Dia harus berusaha untuk menolong mereka lebih dulu, membebaskan mereka. Baru dia akan menghadapi Ang-hong-cu serta kaki tangannya. Dia tahu benar betapa bahayanya kalau ketiga orang gadis itu berada dalam cengkeraman Ang-hong-cu. Bahaya yang lebih mengerikan dari pada maut bagi mereka. Walau pun Mayang puteri kandung Ang-hong-cu sendiri, namun hal itu tidak merupakan jaminan akan keselamatan Mayang. Dia harus dapat membebaskan mereka secepatnya.
Oleh karena itulah, ketika tiga orang itu meninggalkan taman, secara diam-diam Hay Hay membayangi mereka dan dia pun meninggalkan Ang-hong-cu. Namun mulailah Hay Hay menghadapi kesulitan ketika tiga orang pemuda itu memasuki bangunan besar di tengah perkampungan markas Ho-han-pang.
Tak mungkin lagi dia dapat membayangi mereka karena kini dia berada di sarang mereka, di tempat yang ramai di mana terdapat banyak anggota Ho-han-pang. Tiga orang pemuda itu menghilang ke dalam sebuah bangunan. Ketika Hay Hay mengikuti hingga memasuki sebuah ruangan, dia bertemu dengan lima orang anggota Ho-han-pang!
Karena perjumpaan itu amat tiba-tiba, Hay Hay yang ingin mengikuti tiga orang pemuda tadi tidak sempat menyingkir lagi. Lima orang itu pun memandang heran.
"Heiii, siapa...?"
Akan tetapi Hay Hay cepat mengerahkan kekuatan sihirnya dan berkata dengan sikap berwibawa, "Aku Bengcu kalian! Mengapa kalian tidak cepat memberi hormat?"
Dalam pandangan lima orang yang terkena daya sihir itu, seketika Hay Hay telah berubah menjadi Han Lojin sehingga mereka terkejut dan cepat-cepat memberi hormat.
"Kiranya Pangcu...!" kata orang yang tadi hendak menegur.
"Kalian tidak menjaga tawanan dengan baik malah mengobrol di sini?!" bentak Hay Hay.
"Pangcu, sekarang giliran jaga bukan kami. Tempat tawanan terjaga dengan kuat, bahkan baru saja tiga orang pembantu utama Pangcu pergi ke tempat tahanan itu." ,
"Hemm, engkau ikut denganku, ada tugas untukmu. Mari!" kata Hay Hay kepada anggota Ho-han-pang yang hidungnya besar dan yang tadi mewakili teman-temannya bicara. Dia lalu melangkah keluar, diikuti si hidung besar.
Hay Hay sengaja mengajak si hidung besar ke balik sebuah rumah yang kelihatan sunyi. Dari sini dia lalu mengajaknya terus ke sudut perkampungan yang berupa sebuah kebun kosong. Orang itu merasa heran melihat sikap pangcu (ketua) itu, akan tetapi tidak berani membantah.
Sesudah tiba di kebun yang sunyi, tiba-tiba Hay Hay menangkap lengan orang itu. "Hayo katakan, di mana tiga orang gadis itu ditahan?"
Si hidung besar terkejut, dan semakin kaget lagi sesudah dia memandang. Sang ketua itu telah berubah menjadi seorang pemuda tampan. “Eh, siapa engkau...?” Akan tetapi hanya sampai sekian dia bertanya karena dia telah terkulai pula di bawah pengaruh sihir .
"Cepat gambarkan keadaan tempat tahanan itu kepadaku!" kata Hay Hay dengan suara memerintah.
Orang itu kemudian menceritakan dengan jelas. Kiranya tempat tahanan itu dapat dicapai melalui rumah besar yang tadi dimasuki ketiga orang pembantu Han Lojin, melalui lorong bawah tanah dan tempat tahanan itu berada di bawah gundukan tanah seperti bukit kecil yang dijadikan kebun atau taman bunga.
Sesudah mendapatkan keterangan jelas, Hay Hay lalu berkata dengan suara berwibawa, "Engkau tidur pulas di sini dan nanti sesudah terbangun engkau lupakan semua yang kau alami di sini!" Dia mengerahkan tenaga sihirnya sehingga si hidung besar itu terkulai dan tertidur di atas tanah.
Hay Hay lalu meloncat pergi. Akan tetapi dia sama sekali tidak pernah menduga bahwa di antara para penjaga tadi ada yang menaruh curiga. Bukan curiga terhadap sang pangcu, melainkan kecurigaan yang mengandung rasa iri.
Si hidung besar diajak pergi oleh pangcu, tentu akan menerima hadiah dan tugas rahasia. Dia merasa iri sehingga diam-diam dia pun mengikuti dari jauh. Ketika Hay Hay membawa si hidung besar ke dalam kebun, anggota Ho-han-pang yang bercuriga itu pun diam-diam membayangi dan mengintai dari jauh, dari balik sebatang pohon.
Dapat dibayangkan betapa kaget hati orang itu ketika melihat kawannya, si hidung besar, roboh terkulai di kebun itu dan sang pangcu kini telah berubah menjadi seorang pemuda! Dia sudah terbebas dari pengaruh sihir, maka kini dia dapat melihat Hay Hay seperti apa adanya. Maka, begitu Hay Hay tiba di dekat pintu masuk rumah besar di mana terdapat lorong tempat tahanan bawah tanah, tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan riuh dan gaduh.
"Tangkap penjahat!"
"Tangkap mata-mata!"
Belasan orang sudah mengepungnya dengan senjata di tangan! Tahulah Hay Hay bahwa dia tadi kurang teliti, menjadi lengah sehingga ada orang yang memergokinya. Hay Hay mengerahkan kekuatan sihirnya dan mengeluarkan lengking panjang, tubuhnya berputar dan belasan orang yang mengepungnya itu terkejut lantas banyak di antara mereka yang roboh!
Akan tetapi, sebelum Hay Hay sempat lolos dari kepungan itu, di sana telah datang para anggota Ho-han-pang lainnya yang jumlahnya lebih banyak. Mereka segera mengepung dan yang berdiri paling depan adalah Han Lojin sendiri, didampingi oleh seorang wanita yang dikenalnya sebagai Ji Sun Bi!