PEDANG PUSAKA NAGA PUTIH JILID 05
Dengan mengeluarkan bentakan keras, Kong Tat mengayun golok di tangan kanan menyerang dengan sabetan Garuda Menerkam Ular. Kong Tat menimpali serangan kakaknya dengan menusukkan goloknya ke arah pinggang lawan dalam tipu Garuda Menyambar Kelinci.
Han Liong dengan tenang mengangkat kedua sumpitnya, sumpit kiri menyampok golok yang akan mengenai leher dan sumpit kanan menolak tusukan golok ke pinggangnya. Kedua saudara Kong merasa telapak tangan mereka sakit ketika golok mereka terpental oleh tangkisan anak muda itu. Mereka menjadi hati-hati dan mengurung Han Liong dari kiri kanan.
Serangan-serangan mereka diatur bertubi-tubi dan berpasangan. Kalau dari kiri menyerang bagian atas, dari kanan menyerang bagian bawah, kalau yang kiri menyerang bagian kanan, yang kanan menyerang bagian kiri, hingga Han Liong seakan-akan terkurung oleh empat buah golok di semua bagian!
Tak percuma kedua saudara Kong itu mendapat julukan Sepasang Garuda Sungai Lien-ho, karena gerakan-gerakan mereka yang cepat dan bertenaga serta ganas itu memang seakan-akan merupakan dua ekor garuda yang menyambar-nyambar dan mencakar-cakar dengan empat caka mereka!
Tapi sekali ini mereka malang sekali berjumpa dengan Han Liong, seorang muda yang tubuhnya terlatih semenjak kanak-kanak dan dikuatkan oleh darah Ouw-pek coa, kemudian menerima pelajaran dari empat orang guru-guru yang sangat tinggi ilmunya, sekaligus, lalu dimatangkan pula oleh bimbingan Kam Hong Siansu, seorang pertapa berilmu paling tinggi yang jarang ada taranya di masa itu.
Empat buah golok mereka tak berdaya sama sekali terhadap Han Liong. Gerakan anak muda itu terlampau cepat bagi mereka, ditambah dengan gerakan-gerakan ilmu silat yang aneh dan tak terduga pecahannya. Suara trang-treng-trong beradunya golok dengan sumpit makin sering terdengar dan mata kedua saudara Kong itu menjadi silau melihat bayangan Han Liong berkelebat ke sana ke mari diantara sambaran golok mereka.
Han Liong melayani mereka dengan gunakan Ouw-wan-ciang-hoat warisan gurunya Siauw-lo-ong Hee Ban Kiat si mata satu. Sebenarnya ilmu ini adalah ilmu pukulan tangan kosong, tapi karena Han Liong sudah mendapat bimbingan Kam Hong Siansu, maka ia dapat mainkan itu dengan menggunakan sumpit. Bahkan sumpitnya balas menyerang dengan selalu tertuju ke arah jalan darah musuh dengan gerakan Su-sat-chiu.
Baru saja pertempuran berjalan kurang lebih tiga puluh jurus, kedua saudara Kong itu sudah menjadi sangat sibuk menangkis serangan balasan Han Liong, karena mereka merasa yang menyerang mereka seakan-akan bukan dua batang sumpit, tapi lebih dari enam sumpit!
Tiba-tiba, ketika Kong Tat dari kanan menyambar kaki Han Liong dengan golok kanan, pemuda itu tidak mengelak atau menangkis, tapi bahkan memapaki golok itu dengan kakinya! Gerakannya demikian cepat dan sebelum Kong Tat tahu bagaimana cara Han Liong melakukan itu, tiba-tiba saja jari tangan kanannya yang memegang golok telah tertendang hingga terpaksa ia melepaskan goloknya dan terlempar jauh!
Kemudian menyusul sebuah sumpit menotok tulang pundak kirinya dan ia berteriak keras, golok di tangan kirinya terlepas dan sebelah lengan kirinya menjadi lumpuh! Kong Ta menolong saudaranya dengan memutar goloknya seperti baling-baling menyerang lawannya, tapi tiba-tiba Han Liong membalikkan tubuhnya dengan ilmu Oei-liong-coan-sin atau Naga Kuning Memutar Tubuh, satu gerakan dari warisan gurunya Bie Kong Hosiang.
Gerakan inipun seharusnya dilakukan dengan menggunakan golok atau pedang, tapi pada saat itu, kekuatan sepasang sumpit Han Liong sudah cukup untuk menggantikan dua macam senjata panjang itu. Terdengar suara benda beradu keras sekali dan tanpa terduga sepasang golok Kong Ta terlempar ke atas, lalu terdengar teriakan Kong Ta karena Han Liong secepat kilat menotok iganya hingga ia terjungkal untuk tak dapat bangun kembali!
Kawanan bajak yang dipimpin oleh Oei-coa-tai-ong berteriak-teriak marah dan mengurung anak muda itu, lalu atas isyarat kepalanya, mereka menyerbu dengan senjata golok, tombak dan toya! Lo Sam menjadi ketakutan dan bersembunyi di tempat aman.
"He, Oei-tai-ong, mengapa tindakanmu rusuh begini?" tegur Han Liong sambil menangkis puluhan tombak dan golok itu.
Tapi musuhnya tak menjawab, bahkan segera ikut menyerang dengan pedangnya. Juga Hek Sam Ong memutar toya besinya yang menerbitkan angin menderu-deru karena tenaganya yang besar. Han Liong melayani mereka dengan tenang sebentar saja lima orang bajak tertendang olehnya sampai jatuh bangun.
Tiba-tiba di luar kepungan itu terjadi keributan dan beberapa orang bajak menjerit-jerit kesakitan. Ketika Han Liong melirik, ternyata di sana terdapat seorang gadis muda yang berpakaian cara laki-laki tengah mengamuk dengan siang-kiam (sepasang pedang) yang gerakannya sangat gesit dan lincah. Kemudian gadis itu memburu ke arah Han Liong yang sedang dikeroyok dan berteriak nyaring.
"Hei, bangsat Oei-coa dan Hek Sam! Kembali kamu memperlihatkan sifat pengecut!"
Kedua kepala bajak itu heran dan segera membentak semua orangnya agar berhenti. Han Liong yang dilepaskan dari kepungan juga memandang gadis itu dengan berdiri tenang. Lo Sam keluar dari tempat sembunyinya dan mendekati Han Liong.
"Eh, eh. Gadis kecil dari manakah berani datang mengacau?" Oei-coa-tai-ong menegur.
"Ketahuilah olehmu kepala bajak jahat. Beberapa hari yang lalu ketika pegawai ayahku lewat di sini, kamu telah membajaknya dan barang-barangku juga terbawa dalam rampasanmu. Kamu tidak tahu siapa ayahku dan tidak tahu pula kelihaianku, ya? Nah, hari ini aku datang untuk menghukummu!"
"Hm, anjing betina tak tahu malu!" Hek Sam Ong memaki karena perasaan tak puas melihat lagak gadis itu. "Kau kira kami takut padamu?"
Han Liong memandang gadis itu dengan kagum akan keberaniannya, tapi ia berbareng tak senang melihat kelancangan gadis semuda itu berani datang mengantarkan diri memancing bahaya di gua harimau.
Mendengar makian keji itu mata gadis yang bening dan bagus seperti mata burung Hong itu bersinar-sinar marah dan seperti hendak mengeluarkan api.
"Kurang'ajar!" hanya demikian ia berseru lalu kedua kakinya bergerak. Kegesitannya hebat juga karena tahu-tahu ia telah melompat ke depan Hek Sam Ong dan menyerangnya dengan tusukan maut!
Hek Sam Ong adalah seorang yang telah banyak pengalaman dalam bertempur, dan toyanya adalah toya besi besar dan berat, ditambah pula dengan tenaganya yang sekuat kerbau, maka ia merupakan lawan yang bukan ringan. Segera ia menangkis dengan toyanya dengan sepenuh tenaga.
Tapi gadis itu ternyata lihai benar, karena dari sambaran toya ia telah maklum akan kekuatan tenaga lawan, maka ia menarik kembali pedangnya agar jangan sampai beradu dengan toya, lalu pedang kiri menyabet leher dan pedang kanan yang ditarik mundur sudah bergerak maju pula menusuk lambung!
"Bagus!" diam-diam Han Liong memuji karena gerakan pedang Taufan Mengamuk di Lautan ini dimainkan dengan gaya indah sekali, Hek Sam Ong tundukkan kepala dan loncat mundur untuk menghindarkan diri dari serangan berbahaya itu dan si nona mendesak maju.
Dua orang bajak yang tak senang melihat gadis itu dan berbareng kagum melihat kecantikannya, menggunakan gagang tombak mereka untuk memukul dari belakang ke arah dua lengan tangan gadis itu. Tapi tiba-tiba si gadis melompat ke atas dan turun kembali sambil kedua pedangnya berkelebat ke kanan dan ke kiri, tahu-tahu kedua bajak itu menjerit sambil roboh karena leher mereka tertusuk pedang sampai tembus!
"Serbu! Tangkap!!" Demikian terdengar teriakan-teriakan dan semua bajak yang tadinya mengeroyok Han Liong, kini berbalik mengepung nona itu dengan teriakan-teriakan riuh rendah.
Oei-coa-tai-ong menghampiri Han Liong sambil menjura, "Sobat muda, sekarang lebih baik kau pergi saja, karena urusanmu sudah beres dan kami sedang sibuk dengan kuda betina liar ini!" katanya.
Diam-diam Han Liong merasa geli karena ia tahu akan kelicinan kepala bajak ini. Setelah tahu bahwa Han Liong bukan makanan lunak dan tidak membawa harta, maka kepala yang pintar itu mengambil kesempatan ketika semua orang tidak melihat, sehingga ia tidak akan hilang muka, minta Han Liong pergi saja dari tempat itu! Tapi Han Liong bukannya pergi malahan mengambil sebuah kursi dan duduk dengan enak.
"Aku mau nonton dulu," katanya. "Gampang saja pergi kalau tontonan bagus ini sudah selesai."
Oei-coa-tai-ong tidak perdulikan ia lebih jauh karena ia harus membantu Hek Sam Ong yang nampak payah, sedangkan beberapa orangnya telah rebah mandi darah menjadi korban sepasang pedang yang ganas dari nona itu.
Karena banyaknya korban, maka akhirnya para bajak hina itu tidak berani lagi mendekati nona yang sedang mengamuk seperti singa betina itu, takut kepada sepasang pedangnya yang berbahaya dan tajam. Mereka hanya melihat dari tempat aman bagaimana kedua tai-ong mereka dengan dibantu tiga orang pemimpin yang agak tinggi ilmu silatnya, mengeroyok gadis itu.
Hek Sam Ong memainkan toyanya dengan ilmu toya dari cabang Siauw-lim yang sudah berobah, tapi masih cukup berbahaya, sedangkan Oei-coa-tai-ong memainkan pedangnya dengan ilmu silat pedang campuran antara ilmu pedang dari Pek-lian-kauw (Agama Teratai Putih) dan kiam-hoat dari Gobi.
Permainan silat kedua tai ong ini memang bagus sekali, ditambah dengan tiga pemimpin lain yang lumayan juga permainan goloknya, maka perlahan-lahan si nona terdesak juga dan lebih banyak menangkis daripada menyerang. Tapi gadis itu meskipun usianya masih sangat muda tapi semangat dan keberaniannya besar sekali. Ia kertakkan gigi dan memutar siang-kiamnya bagaikan kitiran.
Pada saat itu dengan gerakan Burung Kepinis Bermain di Angkasa ia melompat ke atas menghindari sapuan toya dan tikaman pedang kedua tai-ong itu, lalu dengan mengandalkan ginkangnya yang tinggi, ia melayang secepat kilat sambil menikamkan pedangnya ke arah leher seorang daripada tiga pemimpin yang mengeroyoknya.
Hek Sam Ong menggerakkan toyanya untuk menangkis dan menolong kawannya, tapi tiba-tiba ia merasakan toyanya seakan-akan terbentur sesuatu dan terpental balik, hingga serangan nona itu tidak ada yang menghalangi. Terdengar teriakan ngeri dibarengi dengan tersungkurnya kepala bajak tadi karena lehernya hampir putus oleh pedang si nona!
Sisa pengeroyoknya yang tinggal empat orang itu menjadi hilang akal juga melihat kehebatan gadis itu, terutama Hek Sam Ong merasa heran karena tidak mengerti apakah yang telah membentur toyanya tadi. Karena merasa kebingungan ini, permainan toyanya menjadi kacau dan kesempatan baik itu digunakan oleh si gadis untuk menyerang dengan hebat dalam gerakan tipu Siauw-liong-tiam-jiauw atau Naga Kecil Ulur Cakarnya. Sepasang pedangnya bersamaan menyerang ke arah dada dan leher lawan.
Namun ternyata gadis itu sangat terburu nafsu, mungkin karena kelelahan dan ingin segera menghabiskan musuh-musuhnya secepat mungkin hingga ia kurang berlaku hati-hati. Tipu silat yang ia jalankan itu sungguhpun sangat berbahaya bagi seorang lawan, namun demikian berbahaya pula bagi dirinya sendiri karena ia sedang menghadapi keroyokan.
Ia tidak ingat bahwa tipu itu hanya boleh dimainkan jika menghadapi lawan seorang saja. Dengan menyerang dengan kedua pedangnya, ia memberi kesempatan terbuka bagi lain pengeroyoknya. Dan Oei-coa-tai-ong melihat pula hal ini. Dengan sangat girang, ia menubruk maju sambil menusukkan pedangnya dari belakang nona itu.
Pada saat yang sangat berbahaya bagi nona itu kembali Han Liong mempergunakan batu-batu koral kecil yang sejak tadi ia main-mainkan di tangan. Tadi ia telah gunakan sebutir koral untuk menahan toya Hek Sam Ong, kini terlihat ia menggerakkan tangan kiri dan kanannya dua kali.
Batu pertama tepat mengenai jidat Hek Sam Ong hingga si tinggi besar ini tidak berdaya sama sekali ketika pedang nona itu mengarah dadanya. Ia berteriak ngeri dan roboh, dari dadanya mengalir darah segar. Batu kedua tepat menyerang betis kaki Oei-coa-tai-ong, hingga biarpun ia memakai kaos kaki duri kulit, namun masih saja betisnya merasa sangat perih dan sakit hingga ia terpaksa berhenti mengejar nona itu dan memegang-megang kakinya dengan rasa takjub.
Ketika itu, si nona sudah membalikkan tubuh dan ia makin bersemangat karena musuhnya kini tinggal tiga lagi. Betapapun juga, ia sudah amat lelah dan mandi keringat, sedangkan di antara semua lawannya. Oei-coa-tai-ong adalah yang paling tangguh. Han Liong melihat gerakannya mulai lemah merasa kasihan juga dan kembali ia mengayun tangannya arah lengan tai-ong yang pendek itu. Oei-coa-tai-ong berseru kesakitan dan pedangnya terlepas dari pegangan!
Saat itu pedang kiri si nona membabat pundaknya hingga tanpa ampun lagi ia terguling dengan pundak hampir terbelah dua! Nona muda itu makin ganas dan mendesak dua kepala bajak dengan keras. Tentu saja kedua orang itu bukan tandingannya, maka sebentar saja mereka terdesak sekali.
Tiba-tiba seorang di antara mereka melempar goloknya dan berlutut tanda takluk. Kawan-kawannyapun buru-buru turut perbuatan kawannya. Gadis itu agaknya tak hendak ambil perduli, bahkan mengangkat kedua pedangnya untuk membacok.
"Nona, tahan!" Han Liong berteriak.
Gadis itu menangguhkan bacokannya dan menengok dengan wajah membenci. "Bagus! Aku datang menolongmu, sebaliknya kini kau mau membela dua jahanam ini. Ini namanya air susu dibalas dengan air tuba!"
"Bukan begitu, nona," Han Liong membantah. "Aku merasa berterima kasih sekali mendapat pertolonganmu, karena kalau kau tidak segera datang, tentu aku telah menjadi bangkai! Tapi lihatlah, mereka semua telah menyerah, apakah kau sampai hati dan begitu kejam untuk membunuh orang demikian banyak itu?" Han Liong menunjuk ke sekitar tempat itu.
Gadis itu menengok dan melihat betapa berpuluh-puluh anak buah bajak itu mencontoh pula perbuatan dua pemimpin mereka dan berlutut sambil melepaskan senjata masing-masing.
"Kau hendak mengampuni mereka, tapi kalau di belakang hari mereka membuat onar lagi dan mengganggu rakyat, jangan kau menyesal," nona itu menggerutu, lalu duduk di atas sebuah kursi dengan muka merengut. Agaknya ia baru merasa lelahnya di saat itu, dan ia duduk meluruskan kakinya untuk menghilangkan lelah.
"Saudara-saudara sekalian," kata Han Liong sambil menghadap kepada semua sisa anggota bajak itu. "Lihiap ini telah begitu baik hati untuk mengampuni kalian. Kalau ia berlaku kejam, mungkin kalian pada saat ini telah dibasmi habis dan kalian telah melihat sendiri betapa tangkasnya lihiap. Maka biarlah ini menjadi satu pelajaran bagi kalian bahwa betapapun juga, perbuatan jahat itu selalu akan hancur. Kalian adalah lelaki-lelaki sehat dan kuat, mengapa memilih jalan sesat? Kalian menjadi bajak untuk merampok rakyat jelata tanpa pilih bulu. Lebih baik kalian mencari jalan benar dan bekerja mencari makan dengan cara halal."
Seorang daripada pemimpin bajak yang menakluk tadi segera menjura dan membantah, "Tapi, bagaimana kami harus bekerja? Kemiskinan merajalela dan demikian pula para pembesar dan kaum hartawan. Mereka toh kerjanya hanya menindas dan menghisap rakyat miskin. Lapangan pekerjaan amat sempit dan orang yang mencari makan dengan cara halal banyak yang kelaparan."
Han Liong bingung karena sebenarnya ia belum tahu jelas tentang keadaan penghidupan rakyat jelata pada masa itu. Tiba-tiba gadis itu berdiri dan membantunya,
"He, kamu sekalian! Memang benar bahwa sekarang banyak penghisap rakyat, tapi aku tidak larang jika kamu mengganggu para pembesar jahat dan hartawan penghisap darah rakyat. Tapi janganlah merampok tak pilih bulu. Pula, tidak semua hartawan dan pembesar jahat, ada juga yang masih tahu akan perikemanusiaan. Juga, tanah kita lebar dan luas, tenaga kamu sekalian masih dibutuhkan."
Semua bajak bungkam tak ada yang berani membantah.
"Sekarang, bagaimana harus mengatur semua orang ini, lihiap?" tanya Han Liong dengan hormat.
Gadis itu tidak menjawab pertanyaan Han Liong, tapi berkata pula kepada semua orang itu. "Nah, sekarang kamu semua harus bubarkan sarang bajak ini agar jalan sungai di daerah ini menjadi aman. Semua harta yang terdapat di sini boleh kamu bagi rata dipakai modal, dan sarang bajakmu harus dibakar habis. Awas, lain kali kalau aku lewat sini masih terdapat pengganggu keamanan, jangan katakan aku keterlaluan jika kucabut pedangku dan tidak ada ampunan lagi bagimu!"
Bajak-bajak itu menyatakan terima kasih dan bubar untuk segera melakukan perintah itu. Sekejap kemudian keadaan di situ menjadi sunyi.
Han Liong merasa kagum sekali melihat sepak terjang gadis itu yang cepat dan tepat. Dalam pandangannya gadis itu ternyata baru berusia paling banyak enam belas tahun, bertubuh ramping dan tampak makin ramping pinggangnya dalam pakaian pria yang serba ringkas itu. Bajunya berwarna merah dan celananya biru. Sepatunya dilapisi besi di bawahnya. Rambutnya yang hitam panjang diikat dengan sutera merah pula. Wajahnya cantik dan menarik.
Han Liong masih asing dengan pergaulan, lebih-lebih dengan kaum wanita, maka ia tak dapat banyak bicara. Tiba-tiba ia teringat kepada Lo Sam dan matanya mencari-cari. Ternyata kakek nelayan itu telah bersembunyi di bawah sebuah meja ketika terjadi pertempuran hebat antara gadis itu dan para kepala bajak tadi!
"He, Lo Sam! Keadaan telah aman, keluarlah!" kata Han Liong dan gadis itu tertawa geli melihat tingkah Lo Sam.
Kakek itu merayap keluar dan mengusap-usap dadanya. "Nah, baru kali ini aku yang tua ini melihat peristiwa sehebat ini. Seorang gadis muda dengan kedua tangan membasmi dua gerombolan bajak! Hebat, hebat!" Ia lalu menjura kepada gadis itu dan bertanya hormat. "Lihiap yang gagah perkasa. Perkenankanlah aku yang tua mengetahui nama lihiap agar dapat kudongengkan kepada anak cucuku tentang kejadian ini."
Gadis itu tertawa. "Aku dipanggil orang Hong Ing dan she Lie."
Lo Sam memperkenalkan diri tanpa ditanya. "Aku adalah nelayan tua Lo Sam dan tuan muda ini... eh... namanya..." ia memandang Han Liong dengan bingung karena sesungguhnya ia belum tahu nama pemuda itu.
Han Liong tersenyum dan menyambung. "Namanya Si Han Liong..."
"Bolehkah aku bertanya, kemanakah lihiap kini hendak pergi?" tanya Lo Sam pula.
"Aku hendak pergi ke Hong-lung cian."
"He Hong-lung cian? Kebetulan sekali, lihiap, kami berdua juga sedang menuju ke sana ketika dicegat oleh para bajak tadi," kata Lo Sam.
"Kalau lihiap sudi, silakan ikut dengan perahu kami, bersama-sama pergi ke Hong-lung cian." Han Liong menawarkan.
Lie Hong Ing tersenyum dan menyatakan terima kasihnya. Han Liong yang belum ada pengalaman itu merasa malu-malu selama di dalam perjalanan membisu saja. Tapi baiknya Lie Hong Ing adalah seorang gadis kota yang terpelajar, hingga tanpa ragu-ragu gadis ini mengajaknya bercakap-cakap dan lama kelamaan pemuda itu hilang rasa malunya.
Ternyata Hong lng selain pandai ilmu silat, juga luas pandangannya tentang ilmu sastera. Gadis ini menganggap bahwasanya Han Liong hanyalah seorang sasterawan yang hanya kenal sedikit ilmu silat saja, maka pembicaraannya kebanyakan mengenai ilmu kesusasteraan, dan mungkin Hong Ing hendak membanggakan kesusasteraannya!
Karena perahu itu tidak berapa besar, maka Han Liong mempersilakan Hong lng menempati tempat tidur satu-satunya di dalam perahu itu yang hanya terbuat daripada jerami dibungkus kain, dan ia sendiri duduk di luar kamar perahu mengobrol dengan Lo Sam sambil membantu mendayung.
Malam hari itu dilewatkan tanpa kejadian sesuatu. Hong Ing agaknya sangat lelah barangkali setelah pertempuran itu, karena ia pulas dan nyenyak sekali sampai esok harinya. Setelah matahari tinggi, mereka memasuki kolong jembatan pintu kota Hong-lung-cian. Lie Hong Ing ketika mereka sampai di jembatan kedua, lalu menyatakan terima kasihnya dan turun dari perahu.
"Si toako, selamat berpisah sampai berjumpa pula," kata gadis itu sambil menunduk hormat, tiba-tiba saja ia menggunakan sebutan yang lebih akrab, ialah toako atau kakak.
"Lihiap telah banyak memberi petunjuk padaku yang bodoh ini, aku ucapkan banyak terima kasih pula," jawab, Han Liong.
Setelah gadis itu pergi, Lo Sam mengomel pada Han Liong, "Ah, kongcu, lihiap sebut kau toako, kenapa kau masih sebut ia lihiap?"
"Habis bagaimana, Lo Sam?"
"Seharusnya kau sebut ia moi-moi atau siauw-moi..."
Han Liong diam saja, tapi mukanya terasa panas karena ia merasa malu kalau harus menyebut demikian. Atas petunjuk Lo Sam yang telah beberapa kali datang ke kota itu dan mengenal semua jalanannya. Han Liong mendapat kamar di rumah penginapan Cit-seng.
Kemudian, setelah menambah uang setail perak, tapi ditolak oleh Lo Sam, kakek nelayan itu kembali ke kampungnya, dan kebetulan ada seorang yang hendak ke Lam-ciu hingga ia mendapat penumpang lagi.
Sepeninggal Lo Sam, Han Liong terkenang kepada Hong Ing yang amat menarik hatinya itu. Ia kagum mengenangkan kecerdikan, pengertian dan kepandaian silat gadis itu. Begitu muda tapi sudah demikian luas pengalamannya, pikirnya. Ia baru saja turun gunung lalu mendapat kawan seperjalanan yang menarik seperti Lo Sam yang peramah dan Hong Ing yang pandai itu, betapa genbira hatinya selama dalam perjalanan, tapi sekarang mereka harus berpisah. Dan tinggallah Han Liong seorang diri di kota yang masih asing baginya. Kini ia merasa sangat kesepian.
Kemudian, setelah makan siang, ia keluar dari penginapan, berjalan-jalan melihat-lihat kota sembari memasang telinga ingin tahu di mana gerangan tempat tinggal musuh besarnya, yaitu Tiat-kak-liong Lie Ban si Naga Tanduk Besi. Tapi alangkah herannya ketika ternyata tak seorangpun di kota itu yang ditanyainya, kenal kepada Tiat-kak-liong Lie Ban.
Atas petunjuk beberapa orang yang ditanyainya, ia mendatangi beberapa cabang atas dan guru silat di kota itu untuk mencari keterangan. Tapi para jagoan di kota inipun tidak kenal nama Lie Ban si Naga Tanduk Besi. Salah seorang guru silat yang berperawakan tinggi besar tapi sombong dengan angkuh menjawab pertanyaannya dengan ketawa.
"Naga Tanduk Besi? Ah, anak muda, barangkali kau salah dengar. Apakah kau mencarinya hendak belajar silat?"
Han Liong mengangguk, menyatakan ya. "Kalau begitu, barangkali yang kau cari itu bukan Tiat-kak-liong, tapi Tiat-thou-liong si Naga Kepala Besi."
"Kiat-thou-liong? Siapakah dia dan di mana tempat tinggalnya?" Han Liong bertanya penuh harap.
"Ha, ha, ha! Kalau kau berguru kepadanya, maka kau takkan kecewa, kongcu." Tiba-tiba guru silat itu bicara sopan dan ramah, "Pun, ongkos belajarnyapun tidak begitu mahal, pendeknya cukup murah kalau dibandingkan dengan pelajaran ilmu silat tinggi yang akan kau terima."
Biarpun tidak tertarik akan percakapan ini, namun Han Liong terpaksa menunjukkan muka tertarik. "Di mana tempat tinggalnya?" ulasnya lagi.
"Lihat ini!" tiba-tiba guru silat itu berkata sambil memungut dua potong bata merah lalu memukulkan dua bata itu ke atas kepalanya! Terdengar suara...
"Prok! Prak!" batu bata itu pecah, hancur menjadi beberapa potong kecil!
"Nah, lihatlah kekuatan kepalaku. Akulah yang dipanggil orang Naga Kepala Besi. Jadi yang kau cari untuk kau jadikan gurumu tiada lain orangnya ialah aku sendiri!"
Han Liong merasa kecewa dan mendongkol sekali. "jadi kau sendirikah kauwsu itu? Baik, aku mau menjadi muridmu dan berapa saja bayaran pelajarannya akan kubayar, tapi aku harus mencoba sendiri kekuatan kepalamu itu."
"Baik, baik. Silakan!"
Han Liong memungut sepotong bata kecil, pecahan dari bata tadi. "Aku hanya ingin melihat dengan mata kepalaku sendiri betapa kuatnya kepalamu. Aku akan menggunakan bata kecil ini untuk menyambit kepalamu," katanya.
Si Naga Kepala Besi tertawa berkakakan karena melihat lengan Han Liong yang halus kulitnya itu bagaikan lengan wanita, membikin ia menjadi geli, mengapa pemuda itu demikian bodoh untuk mencoba kepalanya dengan sepotong bata kecil. Bukankah tadi dua buah bata besar menjadi hancur ketika beradu dengan kepalanya? Berapa kekuatan bata sekecil itu? Ia segera memasang kepalanya ke arah Han Liong dan menantang,
"Nah, lemparlah bata itu sekuat tenagamu!"
Karena jemu dan mendongkol, Han Liong menjepit bata itu diantara jari-jari tangannya, lalu menggunakan telunjuknya untuk menyentil bata itu ke arah kepala Naga Kepala Basi itu. Sengaja pemuda itu tidak menggunakan semua tenaga lweekangnya, karena maksudnya hanya memberi sekedar pelajaran untuk kesombongannya. Bata kecil itu melesat dan...
"Pletakkk!" menghantam si kepala besi.
Sungguh aneh, bata itu tidak pecah, tapi sebaliknya si Naga Kepala Besi bagaikan menerima pukulan palu baja yang keras! Ia berteriak "Aduh!" dan kedua tangannya memegang kepalanya dan terhuyung-huyung, akhirnya jatuh di atas sebuah kursi sambil meringis-ringis. Ia merasa kepalanya sakit sekali sehingga tidak tertahan, kedua matanya mengeluarkan air!
Ia meramkan mata menahan sakit. Untungnya rasa sakit itu hanya sebentar saja, dan ketika ia menggunakan jarinya meraba-raba, ternyata di batok kepalanya tumbuh tanduk alias bengkak! Ia sangat heran dan membuka matanya, tapi keheranannya bertambah ketika dilihatnya bahwa pemuda itu sudah tidak berada di hadapannya lagi! Diam-diam dia maklum ia baru berhadapan dengan seorang ahli Iweekeh yang tinggi ilmu silatnya. Maka berjanjilah ia dalam hati untuk tidak bersikap sombong dilain kali.
Dengan hati kecewa Han Liong berjalan ke sana ke mari di dalam kota Hong-lung-cian. Ia merasa putus asa. Ke mana lagi ia harus mencari musuh besarnya itu? Kakinya membawanya ke sebuah tempat yang ramai, merupakan pasar kecil di mana banyak terdapat orang-orang berdagang barang-barang yang datang dari luar kota. Secara iseng-iseng ia masuk ke situ dan berdesak-desakan dengan banyak orang...
Han Liong dengan tenang mengangkat kedua sumpitnya, sumpit kiri menyampok golok yang akan mengenai leher dan sumpit kanan menolak tusukan golok ke pinggangnya. Kedua saudara Kong merasa telapak tangan mereka sakit ketika golok mereka terpental oleh tangkisan anak muda itu. Mereka menjadi hati-hati dan mengurung Han Liong dari kiri kanan.
Serangan-serangan mereka diatur bertubi-tubi dan berpasangan. Kalau dari kiri menyerang bagian atas, dari kanan menyerang bagian bawah, kalau yang kiri menyerang bagian kanan, yang kanan menyerang bagian kiri, hingga Han Liong seakan-akan terkurung oleh empat buah golok di semua bagian!
Tak percuma kedua saudara Kong itu mendapat julukan Sepasang Garuda Sungai Lien-ho, karena gerakan-gerakan mereka yang cepat dan bertenaga serta ganas itu memang seakan-akan merupakan dua ekor garuda yang menyambar-nyambar dan mencakar-cakar dengan empat caka mereka!
Tapi sekali ini mereka malang sekali berjumpa dengan Han Liong, seorang muda yang tubuhnya terlatih semenjak kanak-kanak dan dikuatkan oleh darah Ouw-pek coa, kemudian menerima pelajaran dari empat orang guru-guru yang sangat tinggi ilmunya, sekaligus, lalu dimatangkan pula oleh bimbingan Kam Hong Siansu, seorang pertapa berilmu paling tinggi yang jarang ada taranya di masa itu.
Empat buah golok mereka tak berdaya sama sekali terhadap Han Liong. Gerakan anak muda itu terlampau cepat bagi mereka, ditambah dengan gerakan-gerakan ilmu silat yang aneh dan tak terduga pecahannya. Suara trang-treng-trong beradunya golok dengan sumpit makin sering terdengar dan mata kedua saudara Kong itu menjadi silau melihat bayangan Han Liong berkelebat ke sana ke mari diantara sambaran golok mereka.
Han Liong melayani mereka dengan gunakan Ouw-wan-ciang-hoat warisan gurunya Siauw-lo-ong Hee Ban Kiat si mata satu. Sebenarnya ilmu ini adalah ilmu pukulan tangan kosong, tapi karena Han Liong sudah mendapat bimbingan Kam Hong Siansu, maka ia dapat mainkan itu dengan menggunakan sumpit. Bahkan sumpitnya balas menyerang dengan selalu tertuju ke arah jalan darah musuh dengan gerakan Su-sat-chiu.
Baru saja pertempuran berjalan kurang lebih tiga puluh jurus, kedua saudara Kong itu sudah menjadi sangat sibuk menangkis serangan balasan Han Liong, karena mereka merasa yang menyerang mereka seakan-akan bukan dua batang sumpit, tapi lebih dari enam sumpit!
Tiba-tiba, ketika Kong Tat dari kanan menyambar kaki Han Liong dengan golok kanan, pemuda itu tidak mengelak atau menangkis, tapi bahkan memapaki golok itu dengan kakinya! Gerakannya demikian cepat dan sebelum Kong Tat tahu bagaimana cara Han Liong melakukan itu, tiba-tiba saja jari tangan kanannya yang memegang golok telah tertendang hingga terpaksa ia melepaskan goloknya dan terlempar jauh!
Kemudian menyusul sebuah sumpit menotok tulang pundak kirinya dan ia berteriak keras, golok di tangan kirinya terlepas dan sebelah lengan kirinya menjadi lumpuh! Kong Ta menolong saudaranya dengan memutar goloknya seperti baling-baling menyerang lawannya, tapi tiba-tiba Han Liong membalikkan tubuhnya dengan ilmu Oei-liong-coan-sin atau Naga Kuning Memutar Tubuh, satu gerakan dari warisan gurunya Bie Kong Hosiang.
Gerakan inipun seharusnya dilakukan dengan menggunakan golok atau pedang, tapi pada saat itu, kekuatan sepasang sumpit Han Liong sudah cukup untuk menggantikan dua macam senjata panjang itu. Terdengar suara benda beradu keras sekali dan tanpa terduga sepasang golok Kong Ta terlempar ke atas, lalu terdengar teriakan Kong Ta karena Han Liong secepat kilat menotok iganya hingga ia terjungkal untuk tak dapat bangun kembali!
Kawanan bajak yang dipimpin oleh Oei-coa-tai-ong berteriak-teriak marah dan mengurung anak muda itu, lalu atas isyarat kepalanya, mereka menyerbu dengan senjata golok, tombak dan toya! Lo Sam menjadi ketakutan dan bersembunyi di tempat aman.
"He, Oei-tai-ong, mengapa tindakanmu rusuh begini?" tegur Han Liong sambil menangkis puluhan tombak dan golok itu.
Tapi musuhnya tak menjawab, bahkan segera ikut menyerang dengan pedangnya. Juga Hek Sam Ong memutar toya besinya yang menerbitkan angin menderu-deru karena tenaganya yang besar. Han Liong melayani mereka dengan tenang sebentar saja lima orang bajak tertendang olehnya sampai jatuh bangun.
Tiba-tiba di luar kepungan itu terjadi keributan dan beberapa orang bajak menjerit-jerit kesakitan. Ketika Han Liong melirik, ternyata di sana terdapat seorang gadis muda yang berpakaian cara laki-laki tengah mengamuk dengan siang-kiam (sepasang pedang) yang gerakannya sangat gesit dan lincah. Kemudian gadis itu memburu ke arah Han Liong yang sedang dikeroyok dan berteriak nyaring.
"Hei, bangsat Oei-coa dan Hek Sam! Kembali kamu memperlihatkan sifat pengecut!"
Kedua kepala bajak itu heran dan segera membentak semua orangnya agar berhenti. Han Liong yang dilepaskan dari kepungan juga memandang gadis itu dengan berdiri tenang. Lo Sam keluar dari tempat sembunyinya dan mendekati Han Liong.
"Eh, eh. Gadis kecil dari manakah berani datang mengacau?" Oei-coa-tai-ong menegur.
"Ketahuilah olehmu kepala bajak jahat. Beberapa hari yang lalu ketika pegawai ayahku lewat di sini, kamu telah membajaknya dan barang-barangku juga terbawa dalam rampasanmu. Kamu tidak tahu siapa ayahku dan tidak tahu pula kelihaianku, ya? Nah, hari ini aku datang untuk menghukummu!"
"Hm, anjing betina tak tahu malu!" Hek Sam Ong memaki karena perasaan tak puas melihat lagak gadis itu. "Kau kira kami takut padamu?"
Han Liong memandang gadis itu dengan kagum akan keberaniannya, tapi ia berbareng tak senang melihat kelancangan gadis semuda itu berani datang mengantarkan diri memancing bahaya di gua harimau.
Mendengar makian keji itu mata gadis yang bening dan bagus seperti mata burung Hong itu bersinar-sinar marah dan seperti hendak mengeluarkan api.
"Kurang'ajar!" hanya demikian ia berseru lalu kedua kakinya bergerak. Kegesitannya hebat juga karena tahu-tahu ia telah melompat ke depan Hek Sam Ong dan menyerangnya dengan tusukan maut!
Hek Sam Ong adalah seorang yang telah banyak pengalaman dalam bertempur, dan toyanya adalah toya besi besar dan berat, ditambah pula dengan tenaganya yang sekuat kerbau, maka ia merupakan lawan yang bukan ringan. Segera ia menangkis dengan toyanya dengan sepenuh tenaga.
Tapi gadis itu ternyata lihai benar, karena dari sambaran toya ia telah maklum akan kekuatan tenaga lawan, maka ia menarik kembali pedangnya agar jangan sampai beradu dengan toya, lalu pedang kiri menyabet leher dan pedang kanan yang ditarik mundur sudah bergerak maju pula menusuk lambung!
"Bagus!" diam-diam Han Liong memuji karena gerakan pedang Taufan Mengamuk di Lautan ini dimainkan dengan gaya indah sekali, Hek Sam Ong tundukkan kepala dan loncat mundur untuk menghindarkan diri dari serangan berbahaya itu dan si nona mendesak maju.
Dua orang bajak yang tak senang melihat gadis itu dan berbareng kagum melihat kecantikannya, menggunakan gagang tombak mereka untuk memukul dari belakang ke arah dua lengan tangan gadis itu. Tapi tiba-tiba si gadis melompat ke atas dan turun kembali sambil kedua pedangnya berkelebat ke kanan dan ke kiri, tahu-tahu kedua bajak itu menjerit sambil roboh karena leher mereka tertusuk pedang sampai tembus!
"Serbu! Tangkap!!" Demikian terdengar teriakan-teriakan dan semua bajak yang tadinya mengeroyok Han Liong, kini berbalik mengepung nona itu dengan teriakan-teriakan riuh rendah.
Oei-coa-tai-ong menghampiri Han Liong sambil menjura, "Sobat muda, sekarang lebih baik kau pergi saja, karena urusanmu sudah beres dan kami sedang sibuk dengan kuda betina liar ini!" katanya.
Diam-diam Han Liong merasa geli karena ia tahu akan kelicinan kepala bajak ini. Setelah tahu bahwa Han Liong bukan makanan lunak dan tidak membawa harta, maka kepala yang pintar itu mengambil kesempatan ketika semua orang tidak melihat, sehingga ia tidak akan hilang muka, minta Han Liong pergi saja dari tempat itu! Tapi Han Liong bukannya pergi malahan mengambil sebuah kursi dan duduk dengan enak.
"Aku mau nonton dulu," katanya. "Gampang saja pergi kalau tontonan bagus ini sudah selesai."
Oei-coa-tai-ong tidak perdulikan ia lebih jauh karena ia harus membantu Hek Sam Ong yang nampak payah, sedangkan beberapa orangnya telah rebah mandi darah menjadi korban sepasang pedang yang ganas dari nona itu.
Karena banyaknya korban, maka akhirnya para bajak hina itu tidak berani lagi mendekati nona yang sedang mengamuk seperti singa betina itu, takut kepada sepasang pedangnya yang berbahaya dan tajam. Mereka hanya melihat dari tempat aman bagaimana kedua tai-ong mereka dengan dibantu tiga orang pemimpin yang agak tinggi ilmu silatnya, mengeroyok gadis itu.
Hek Sam Ong memainkan toyanya dengan ilmu toya dari cabang Siauw-lim yang sudah berobah, tapi masih cukup berbahaya, sedangkan Oei-coa-tai-ong memainkan pedangnya dengan ilmu silat pedang campuran antara ilmu pedang dari Pek-lian-kauw (Agama Teratai Putih) dan kiam-hoat dari Gobi.
Permainan silat kedua tai ong ini memang bagus sekali, ditambah dengan tiga pemimpin lain yang lumayan juga permainan goloknya, maka perlahan-lahan si nona terdesak juga dan lebih banyak menangkis daripada menyerang. Tapi gadis itu meskipun usianya masih sangat muda tapi semangat dan keberaniannya besar sekali. Ia kertakkan gigi dan memutar siang-kiamnya bagaikan kitiran.
Pada saat itu dengan gerakan Burung Kepinis Bermain di Angkasa ia melompat ke atas menghindari sapuan toya dan tikaman pedang kedua tai-ong itu, lalu dengan mengandalkan ginkangnya yang tinggi, ia melayang secepat kilat sambil menikamkan pedangnya ke arah leher seorang daripada tiga pemimpin yang mengeroyoknya.
Hek Sam Ong menggerakkan toyanya untuk menangkis dan menolong kawannya, tapi tiba-tiba ia merasakan toyanya seakan-akan terbentur sesuatu dan terpental balik, hingga serangan nona itu tidak ada yang menghalangi. Terdengar teriakan ngeri dibarengi dengan tersungkurnya kepala bajak tadi karena lehernya hampir putus oleh pedang si nona!
Sisa pengeroyoknya yang tinggal empat orang itu menjadi hilang akal juga melihat kehebatan gadis itu, terutama Hek Sam Ong merasa heran karena tidak mengerti apakah yang telah membentur toyanya tadi. Karena merasa kebingungan ini, permainan toyanya menjadi kacau dan kesempatan baik itu digunakan oleh si gadis untuk menyerang dengan hebat dalam gerakan tipu Siauw-liong-tiam-jiauw atau Naga Kecil Ulur Cakarnya. Sepasang pedangnya bersamaan menyerang ke arah dada dan leher lawan.
Namun ternyata gadis itu sangat terburu nafsu, mungkin karena kelelahan dan ingin segera menghabiskan musuh-musuhnya secepat mungkin hingga ia kurang berlaku hati-hati. Tipu silat yang ia jalankan itu sungguhpun sangat berbahaya bagi seorang lawan, namun demikian berbahaya pula bagi dirinya sendiri karena ia sedang menghadapi keroyokan.
Ia tidak ingat bahwa tipu itu hanya boleh dimainkan jika menghadapi lawan seorang saja. Dengan menyerang dengan kedua pedangnya, ia memberi kesempatan terbuka bagi lain pengeroyoknya. Dan Oei-coa-tai-ong melihat pula hal ini. Dengan sangat girang, ia menubruk maju sambil menusukkan pedangnya dari belakang nona itu.
Pada saat yang sangat berbahaya bagi nona itu kembali Han Liong mempergunakan batu-batu koral kecil yang sejak tadi ia main-mainkan di tangan. Tadi ia telah gunakan sebutir koral untuk menahan toya Hek Sam Ong, kini terlihat ia menggerakkan tangan kiri dan kanannya dua kali.
Batu pertama tepat mengenai jidat Hek Sam Ong hingga si tinggi besar ini tidak berdaya sama sekali ketika pedang nona itu mengarah dadanya. Ia berteriak ngeri dan roboh, dari dadanya mengalir darah segar. Batu kedua tepat menyerang betis kaki Oei-coa-tai-ong, hingga biarpun ia memakai kaos kaki duri kulit, namun masih saja betisnya merasa sangat perih dan sakit hingga ia terpaksa berhenti mengejar nona itu dan memegang-megang kakinya dengan rasa takjub.
Ketika itu, si nona sudah membalikkan tubuh dan ia makin bersemangat karena musuhnya kini tinggal tiga lagi. Betapapun juga, ia sudah amat lelah dan mandi keringat, sedangkan di antara semua lawannya. Oei-coa-tai-ong adalah yang paling tangguh. Han Liong melihat gerakannya mulai lemah merasa kasihan juga dan kembali ia mengayun tangannya arah lengan tai-ong yang pendek itu. Oei-coa-tai-ong berseru kesakitan dan pedangnya terlepas dari pegangan!
Saat itu pedang kiri si nona membabat pundaknya hingga tanpa ampun lagi ia terguling dengan pundak hampir terbelah dua! Nona muda itu makin ganas dan mendesak dua kepala bajak dengan keras. Tentu saja kedua orang itu bukan tandingannya, maka sebentar saja mereka terdesak sekali.
Tiba-tiba seorang di antara mereka melempar goloknya dan berlutut tanda takluk. Kawan-kawannyapun buru-buru turut perbuatan kawannya. Gadis itu agaknya tak hendak ambil perduli, bahkan mengangkat kedua pedangnya untuk membacok.
"Nona, tahan!" Han Liong berteriak.
Gadis itu menangguhkan bacokannya dan menengok dengan wajah membenci. "Bagus! Aku datang menolongmu, sebaliknya kini kau mau membela dua jahanam ini. Ini namanya air susu dibalas dengan air tuba!"
"Bukan begitu, nona," Han Liong membantah. "Aku merasa berterima kasih sekali mendapat pertolonganmu, karena kalau kau tidak segera datang, tentu aku telah menjadi bangkai! Tapi lihatlah, mereka semua telah menyerah, apakah kau sampai hati dan begitu kejam untuk membunuh orang demikian banyak itu?" Han Liong menunjuk ke sekitar tempat itu.
Gadis itu menengok dan melihat betapa berpuluh-puluh anak buah bajak itu mencontoh pula perbuatan dua pemimpin mereka dan berlutut sambil melepaskan senjata masing-masing.
"Kau hendak mengampuni mereka, tapi kalau di belakang hari mereka membuat onar lagi dan mengganggu rakyat, jangan kau menyesal," nona itu menggerutu, lalu duduk di atas sebuah kursi dengan muka merengut. Agaknya ia baru merasa lelahnya di saat itu, dan ia duduk meluruskan kakinya untuk menghilangkan lelah.
"Saudara-saudara sekalian," kata Han Liong sambil menghadap kepada semua sisa anggota bajak itu. "Lihiap ini telah begitu baik hati untuk mengampuni kalian. Kalau ia berlaku kejam, mungkin kalian pada saat ini telah dibasmi habis dan kalian telah melihat sendiri betapa tangkasnya lihiap. Maka biarlah ini menjadi satu pelajaran bagi kalian bahwa betapapun juga, perbuatan jahat itu selalu akan hancur. Kalian adalah lelaki-lelaki sehat dan kuat, mengapa memilih jalan sesat? Kalian menjadi bajak untuk merampok rakyat jelata tanpa pilih bulu. Lebih baik kalian mencari jalan benar dan bekerja mencari makan dengan cara halal."
Seorang daripada pemimpin bajak yang menakluk tadi segera menjura dan membantah, "Tapi, bagaimana kami harus bekerja? Kemiskinan merajalela dan demikian pula para pembesar dan kaum hartawan. Mereka toh kerjanya hanya menindas dan menghisap rakyat miskin. Lapangan pekerjaan amat sempit dan orang yang mencari makan dengan cara halal banyak yang kelaparan."
Han Liong bingung karena sebenarnya ia belum tahu jelas tentang keadaan penghidupan rakyat jelata pada masa itu. Tiba-tiba gadis itu berdiri dan membantunya,
"He, kamu sekalian! Memang benar bahwa sekarang banyak penghisap rakyat, tapi aku tidak larang jika kamu mengganggu para pembesar jahat dan hartawan penghisap darah rakyat. Tapi janganlah merampok tak pilih bulu. Pula, tidak semua hartawan dan pembesar jahat, ada juga yang masih tahu akan perikemanusiaan. Juga, tanah kita lebar dan luas, tenaga kamu sekalian masih dibutuhkan."
Semua bajak bungkam tak ada yang berani membantah.
"Sekarang, bagaimana harus mengatur semua orang ini, lihiap?" tanya Han Liong dengan hormat.
Gadis itu tidak menjawab pertanyaan Han Liong, tapi berkata pula kepada semua orang itu. "Nah, sekarang kamu semua harus bubarkan sarang bajak ini agar jalan sungai di daerah ini menjadi aman. Semua harta yang terdapat di sini boleh kamu bagi rata dipakai modal, dan sarang bajakmu harus dibakar habis. Awas, lain kali kalau aku lewat sini masih terdapat pengganggu keamanan, jangan katakan aku keterlaluan jika kucabut pedangku dan tidak ada ampunan lagi bagimu!"
Bajak-bajak itu menyatakan terima kasih dan bubar untuk segera melakukan perintah itu. Sekejap kemudian keadaan di situ menjadi sunyi.
Han Liong merasa kagum sekali melihat sepak terjang gadis itu yang cepat dan tepat. Dalam pandangannya gadis itu ternyata baru berusia paling banyak enam belas tahun, bertubuh ramping dan tampak makin ramping pinggangnya dalam pakaian pria yang serba ringkas itu. Bajunya berwarna merah dan celananya biru. Sepatunya dilapisi besi di bawahnya. Rambutnya yang hitam panjang diikat dengan sutera merah pula. Wajahnya cantik dan menarik.
Han Liong masih asing dengan pergaulan, lebih-lebih dengan kaum wanita, maka ia tak dapat banyak bicara. Tiba-tiba ia teringat kepada Lo Sam dan matanya mencari-cari. Ternyata kakek nelayan itu telah bersembunyi di bawah sebuah meja ketika terjadi pertempuran hebat antara gadis itu dan para kepala bajak tadi!
"He, Lo Sam! Keadaan telah aman, keluarlah!" kata Han Liong dan gadis itu tertawa geli melihat tingkah Lo Sam.
Kakek itu merayap keluar dan mengusap-usap dadanya. "Nah, baru kali ini aku yang tua ini melihat peristiwa sehebat ini. Seorang gadis muda dengan kedua tangan membasmi dua gerombolan bajak! Hebat, hebat!" Ia lalu menjura kepada gadis itu dan bertanya hormat. "Lihiap yang gagah perkasa. Perkenankanlah aku yang tua mengetahui nama lihiap agar dapat kudongengkan kepada anak cucuku tentang kejadian ini."
Gadis itu tertawa. "Aku dipanggil orang Hong Ing dan she Lie."
Lo Sam memperkenalkan diri tanpa ditanya. "Aku adalah nelayan tua Lo Sam dan tuan muda ini... eh... namanya..." ia memandang Han Liong dengan bingung karena sesungguhnya ia belum tahu nama pemuda itu.
Han Liong tersenyum dan menyambung. "Namanya Si Han Liong..."
"Bolehkah aku bertanya, kemanakah lihiap kini hendak pergi?" tanya Lo Sam pula.
"Aku hendak pergi ke Hong-lung cian."
"He Hong-lung cian? Kebetulan sekali, lihiap, kami berdua juga sedang menuju ke sana ketika dicegat oleh para bajak tadi," kata Lo Sam.
"Kalau lihiap sudi, silakan ikut dengan perahu kami, bersama-sama pergi ke Hong-lung cian." Han Liong menawarkan.
Lie Hong Ing tersenyum dan menyatakan terima kasihnya. Han Liong yang belum ada pengalaman itu merasa malu-malu selama di dalam perjalanan membisu saja. Tapi baiknya Lie Hong Ing adalah seorang gadis kota yang terpelajar, hingga tanpa ragu-ragu gadis ini mengajaknya bercakap-cakap dan lama kelamaan pemuda itu hilang rasa malunya.
Ternyata Hong lng selain pandai ilmu silat, juga luas pandangannya tentang ilmu sastera. Gadis ini menganggap bahwasanya Han Liong hanyalah seorang sasterawan yang hanya kenal sedikit ilmu silat saja, maka pembicaraannya kebanyakan mengenai ilmu kesusasteraan, dan mungkin Hong Ing hendak membanggakan kesusasteraannya!
Karena perahu itu tidak berapa besar, maka Han Liong mempersilakan Hong lng menempati tempat tidur satu-satunya di dalam perahu itu yang hanya terbuat daripada jerami dibungkus kain, dan ia sendiri duduk di luar kamar perahu mengobrol dengan Lo Sam sambil membantu mendayung.
Malam hari itu dilewatkan tanpa kejadian sesuatu. Hong Ing agaknya sangat lelah barangkali setelah pertempuran itu, karena ia pulas dan nyenyak sekali sampai esok harinya. Setelah matahari tinggi, mereka memasuki kolong jembatan pintu kota Hong-lung-cian. Lie Hong Ing ketika mereka sampai di jembatan kedua, lalu menyatakan terima kasihnya dan turun dari perahu.
"Si toako, selamat berpisah sampai berjumpa pula," kata gadis itu sambil menunduk hormat, tiba-tiba saja ia menggunakan sebutan yang lebih akrab, ialah toako atau kakak.
"Lihiap telah banyak memberi petunjuk padaku yang bodoh ini, aku ucapkan banyak terima kasih pula," jawab, Han Liong.
Setelah gadis itu pergi, Lo Sam mengomel pada Han Liong, "Ah, kongcu, lihiap sebut kau toako, kenapa kau masih sebut ia lihiap?"
"Habis bagaimana, Lo Sam?"
"Seharusnya kau sebut ia moi-moi atau siauw-moi..."
Han Liong diam saja, tapi mukanya terasa panas karena ia merasa malu kalau harus menyebut demikian. Atas petunjuk Lo Sam yang telah beberapa kali datang ke kota itu dan mengenal semua jalanannya. Han Liong mendapat kamar di rumah penginapan Cit-seng.
Kemudian, setelah menambah uang setail perak, tapi ditolak oleh Lo Sam, kakek nelayan itu kembali ke kampungnya, dan kebetulan ada seorang yang hendak ke Lam-ciu hingga ia mendapat penumpang lagi.
Sepeninggal Lo Sam, Han Liong terkenang kepada Hong Ing yang amat menarik hatinya itu. Ia kagum mengenangkan kecerdikan, pengertian dan kepandaian silat gadis itu. Begitu muda tapi sudah demikian luas pengalamannya, pikirnya. Ia baru saja turun gunung lalu mendapat kawan seperjalanan yang menarik seperti Lo Sam yang peramah dan Hong Ing yang pandai itu, betapa genbira hatinya selama dalam perjalanan, tapi sekarang mereka harus berpisah. Dan tinggallah Han Liong seorang diri di kota yang masih asing baginya. Kini ia merasa sangat kesepian.
Kemudian, setelah makan siang, ia keluar dari penginapan, berjalan-jalan melihat-lihat kota sembari memasang telinga ingin tahu di mana gerangan tempat tinggal musuh besarnya, yaitu Tiat-kak-liong Lie Ban si Naga Tanduk Besi. Tapi alangkah herannya ketika ternyata tak seorangpun di kota itu yang ditanyainya, kenal kepada Tiat-kak-liong Lie Ban.
Atas petunjuk beberapa orang yang ditanyainya, ia mendatangi beberapa cabang atas dan guru silat di kota itu untuk mencari keterangan. Tapi para jagoan di kota inipun tidak kenal nama Lie Ban si Naga Tanduk Besi. Salah seorang guru silat yang berperawakan tinggi besar tapi sombong dengan angkuh menjawab pertanyaannya dengan ketawa.
"Naga Tanduk Besi? Ah, anak muda, barangkali kau salah dengar. Apakah kau mencarinya hendak belajar silat?"
Han Liong mengangguk, menyatakan ya. "Kalau begitu, barangkali yang kau cari itu bukan Tiat-kak-liong, tapi Tiat-thou-liong si Naga Kepala Besi."
"Kiat-thou-liong? Siapakah dia dan di mana tempat tinggalnya?" Han Liong bertanya penuh harap.
"Ha, ha, ha! Kalau kau berguru kepadanya, maka kau takkan kecewa, kongcu." Tiba-tiba guru silat itu bicara sopan dan ramah, "Pun, ongkos belajarnyapun tidak begitu mahal, pendeknya cukup murah kalau dibandingkan dengan pelajaran ilmu silat tinggi yang akan kau terima."
Biarpun tidak tertarik akan percakapan ini, namun Han Liong terpaksa menunjukkan muka tertarik. "Di mana tempat tinggalnya?" ulasnya lagi.
"Lihat ini!" tiba-tiba guru silat itu berkata sambil memungut dua potong bata merah lalu memukulkan dua bata itu ke atas kepalanya! Terdengar suara...
"Prok! Prak!" batu bata itu pecah, hancur menjadi beberapa potong kecil!
"Nah, lihatlah kekuatan kepalaku. Akulah yang dipanggil orang Naga Kepala Besi. Jadi yang kau cari untuk kau jadikan gurumu tiada lain orangnya ialah aku sendiri!"
Han Liong merasa kecewa dan mendongkol sekali. "jadi kau sendirikah kauwsu itu? Baik, aku mau menjadi muridmu dan berapa saja bayaran pelajarannya akan kubayar, tapi aku harus mencoba sendiri kekuatan kepalamu itu."
"Baik, baik. Silakan!"
Han Liong memungut sepotong bata kecil, pecahan dari bata tadi. "Aku hanya ingin melihat dengan mata kepalaku sendiri betapa kuatnya kepalamu. Aku akan menggunakan bata kecil ini untuk menyambit kepalamu," katanya.
Si Naga Kepala Besi tertawa berkakakan karena melihat lengan Han Liong yang halus kulitnya itu bagaikan lengan wanita, membikin ia menjadi geli, mengapa pemuda itu demikian bodoh untuk mencoba kepalanya dengan sepotong bata kecil. Bukankah tadi dua buah bata besar menjadi hancur ketika beradu dengan kepalanya? Berapa kekuatan bata sekecil itu? Ia segera memasang kepalanya ke arah Han Liong dan menantang,
"Nah, lemparlah bata itu sekuat tenagamu!"
Karena jemu dan mendongkol, Han Liong menjepit bata itu diantara jari-jari tangannya, lalu menggunakan telunjuknya untuk menyentil bata itu ke arah kepala Naga Kepala Basi itu. Sengaja pemuda itu tidak menggunakan semua tenaga lweekangnya, karena maksudnya hanya memberi sekedar pelajaran untuk kesombongannya. Bata kecil itu melesat dan...
"Pletakkk!" menghantam si kepala besi.
Sungguh aneh, bata itu tidak pecah, tapi sebaliknya si Naga Kepala Besi bagaikan menerima pukulan palu baja yang keras! Ia berteriak "Aduh!" dan kedua tangannya memegang kepalanya dan terhuyung-huyung, akhirnya jatuh di atas sebuah kursi sambil meringis-ringis. Ia merasa kepalanya sakit sekali sehingga tidak tertahan, kedua matanya mengeluarkan air!
Ia meramkan mata menahan sakit. Untungnya rasa sakit itu hanya sebentar saja, dan ketika ia menggunakan jarinya meraba-raba, ternyata di batok kepalanya tumbuh tanduk alias bengkak! Ia sangat heran dan membuka matanya, tapi keheranannya bertambah ketika dilihatnya bahwa pemuda itu sudah tidak berada di hadapannya lagi! Diam-diam dia maklum ia baru berhadapan dengan seorang ahli Iweekeh yang tinggi ilmu silatnya. Maka berjanjilah ia dalam hati untuk tidak bersikap sombong dilain kali.
Dengan hati kecewa Han Liong berjalan ke sana ke mari di dalam kota Hong-lung-cian. Ia merasa putus asa. Ke mana lagi ia harus mencari musuh besarnya itu? Kakinya membawanya ke sebuah tempat yang ramai, merupakan pasar kecil di mana banyak terdapat orang-orang berdagang barang-barang yang datang dari luar kota. Secara iseng-iseng ia masuk ke situ dan berdesak-desakan dengan banyak orang...