PEDANG PUSAKA NAGA PUTIH JILID 16
Ternyata setelah Han Liong dan Pauw Lian bermain sungguh-sungguh dan balas menyerang, dengan mudah saja mereka membikin Ngo-heng-tin yaag terkenal kuat itu menjadi kucar-kacir! Kalau mereka mau, mudah saja mereka merobohkan lawan-lawan itu, tetapi keduanya cukup bijaksana dan tahu mana kawan mana lawan!
Dan dalam pertempuran inilah terasa oleh keduanya, baik Han Liong maupun Pauw Lian, bahwa kedua Ilmu pedang mereka sesungguhnya merupakan Ilmu pedang pasangan yang jika dimainkan bersama-sama dan saling bantu-membantu, merupakan Ilmu pedang yang kuat dan cocok sekali. Mereka dapat saling membantu dengan demikian tepat hingga seakan-akan mereka hanya mempunyai satu pikiran dan satu perasaan! Diam-diam mereka merasa girang sekali.
Sementara itu, jurus-jurus telah dilewati lebih dari seratus lima puluh jurus, sedangkan kelima kakek she Lok itu telah mandi keringat karena setiap serangan kedua anak muda itu disertai tenaga dalam yang hebat sehingga untuk menangkisnya meskipun harus mengerahkan tenaga dalam yang membuat mereka lelah sekali. Tapi untuk menghentikan kedua anak muda itu, mereka merasa malu.
"Sudah cukup seratus jurus!" tiba-tiba Khouw Sin Ek memperdengarkan suaranya yang nyaring. Han Liong dan Pauw Lian menahan gerakannya dan kedua bahaya itupun lenyap. Mereka berdua berdiri saling pandang penuh arti, kemudian bersama-sama menjura dihadapan kelima Ngo-lohiap sambil berkata,
"Terima kasih atas kemurahan dan pengunjukan Ngo-lohiap."
Lok Ho kakek yang tertua menggunakan lengan bajunya menghapus peluh di dahinya. Ia tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepala,
"Sungguh kami tak tahu diri. Jangankan kalian berdua, seorang diripun kami lima orang kakek loyo bukanlah tandinganmu. Selamat, Si Beng-cu, tidak hanya kami suka sekali mengaku kau sebagai bengcu, bahkan aku sendiri mau mengaku bahwa untuk zaman ini, Ilmu pedangmu boleh dikatakan yang paling tertinggi tingkatnya. Sungguh arwah Si lo-enghiong boleh merasa bangga karena beliau mempunyai seorang putera seperti kau!"
Inilah pujian yang tinggi sekali hingga Khouw Sin Ek diam-diam merasa girang akan kejujuran Lok Ho. Namun, Souw Kwan Pek si Toya Ular Dewa tetap merasa penasaran. Kalau diadakan perbandingan, ia mempunyai ilmu sitat jauh lebih tinggi daripada para kakek she Lok itu, biarpun harus ia akui bahwa belum tentu ia sanggup pukul pecah Ngo-heng-tin yang lihai.
Selain ilmu toyanya yang sangat hebat. Kakek ini mempunyai tenaga lweekang yang terlatih puluhan tahun lamanya hingga ia dapat menggunakan kepalan tangannya untuk memukul ke arah air dalam sumur dan membikin angin pukulannya itu menggerakkan air sampai melonjak ke atas. Maka, kini melihat Han Liong yang masih begitu muda tapi sudah begitu tinggi ilmu silatnya, ia merasa belum puas dan ingin mencobanya dengan tangan sendiri!
Dengan cepat Souw Kwan Pek melompat ke atas panggung dan ia menjura kepada Pauw Lian dan berkata. "Sungguh lihai ilmu pedangmu lihiap, aku yang tua merasa tunduk sekali!”
Berbareng dengan ucapan ini, ia mengerahkan tenaga dalamnya dan dengan tak kentara kedua tangannya terangkat dan dari situ menyambar angin pukulan ke arah rambut kepala Pauw Lian yang terbungkus sutera hijau. Maksud Souw Kwan Pek hanya akan membuat ikat rambut itu terpukul dan terlepas. Tapi Pauw Lian telah waspada, karena tiba-tiba saja tubuhnya berkelebat dan ia lenyap dari depan Souw Kwan Pek. Selagi kakek itu terkejut dan heran, terdengar suara halus nona Pauw Lian di belakangnya.
"Souw Lo enghiong, aku yang muda tak berani menerima penghormatan demikian besar."
Souw Kwan Pek cepat memutar tubuhnya. Ia terheran-heran menyaksikan ginkang atau ilmu ringankan tubuh yang demikian luar biasa. Ternyata gadis cerdik itu telah melawan kekuatan tenaga dalamnya dengan kecepatan gerakannya.
"Hh, maaf, maaf...!” katanya dan ia merasa mukanya merah ketika terdengar suara Khouw Sin Ek tertawa bergumam.
Karena masih penasaran juga, ia menghampiri Han Liong. Sambil berkata. "Si Bengcu, kau begini muda, tetapi begini gagah, sungguh membikin aku orang tua iri sekali." Ia menggunakan tangan kirinya menekan pundak Han Liong dengan maksud menggunakan tenaganya untuk memaksa anak muda itu membungkuk sedikit.
Tetapi Han Liong yang sudah tahu bahwa ia sedang diukur segera menggunakan kepandaiannya 'sia-kut-hwat' yang ia dapat dari Pauw Kim Kong dan sekalian menggunakan tenaga dalamnya yang terlatih ketika ia berada di Kam-hong-san. Tetapi ia diam-diam terkejut karena biarpun tenaga pertahanannya cukup kuat, masih saja ia merasa seakan-akan pundaknya tertekan oleh tenaga ribuan kati dan kulitnya terasa panas dan perih!
Sebenarnya, dalam hal tenaga dalam, Han Liong masih kalah setingkat oleh Souw Kwan Pek, tetapi tubuh Han Liong semenjak kecil telah dilatih hebat, lagi pula di dalam tubuhnya telah mengalir obat mukjizat yakni racun ular hitam dan putih, maka ia masih dapat menahannya dan kulitnya tak menderita luka serta tulangnya tidak menderita pukulan.
Sebaliknya, Souw Kwan Pek merasa kagum ketika jari-jari tangannya menyentuh kulit yang licin bagaikan belut itu, tetapi keras melebihi baja, sedangkan di balik kulit pundak itu lunak dan halus sehingga sebagian besar tenaga tekanannya punah! Biarpun kejadian ini hanya berjalan beberapa detik saja, namun buku-buku jarinya terdengar berkeratakan sehingga ia terkejut sekali dan buru-buru mengangkat tangannya lalu menjura.
"Si Bengcu, kau biarpun muda tetapi patut menjadi pemimpin kami, aku yang tua takluk padamu.” Han Liong cepat membalas menjura dengan hormat sekali.
Peristiwa mencoba ilmu Han Liong dengan secara diam-diam ini tidak kentara oleh orang lain dan yang mengerti hanya mereka yang telah tinggi ilmu kepandaiannya seperti Un Kiong dan gurunya, para locianpwe yang mewakili masing-masing cabang persilatan, dan guru-guru Han Liong. Mereka ini diam-diam merasa kagum sekali akan kelihaian Pauw Lian dan Han Liong yang dapat menundukkan orang tua she Souw yang gagah perkasa itu.
Setelah semua orang setuju akan pengangkatan Han Liong sebagai beng-cu, maka diadakanlah perjamuan yamg penuh kegembiraan. Kemudian para locianpwe mengadakan rapat untuk membicarakan soal surat penting yang dapat dirampas oleh Tan Un Kiong di istana putih itu.
Setelah dirundingkan masak-masak, maka diambil keputusan bersama-sama membasmi dulu kaki tangan Co Thaikam dan sedapat mungkin melenyapkan Thaikam jahat itu, barulah kemudian menghadap kaisar untuk menyadarkan kaisaar akan pengaruh- pengaruh jahat sehingga pemerintah kaisar itu sampai menindas rakyat jelata. Kalau kaisar kaisar tidak menurut, barulah diusahakan penghancurannya!
Un Kiong mendapat tugas untuk kembali ke kota raja dan berunding dengan ayahnya. Menurut paham Han Liong, sudah sepatutnya seorang gagah seperti ayah Un Kiong itu diberitahu sejelas-jelasnya tentang maksud dan usaha mereka. Surat-surat rencana pemberontakan Co Thaikam juga diserahkan Kepada Un Kiong untuk diberikan dan disimpan selanjutnya di tangan Tan cianbu sebagai bukti dan nanti pada saatnya diperlihatkan kepada kaisar. Mereka mengatur rencana untuk menyerbu istana putih pada malam hari, dan tugas-tugas telah dibagi-bagi.
Pada malam hari kedua, belum juga Un Kiong meninggalkan tempat itu. Ia agaknya tiada sampai hati untuk meninggalkan tempat itu dan ia tampak banyak mengobrol dengan Hong Ing. Kedua teruna remaja ini nampak demikian rukun dan mesra sehingga diam-diam Kouw Sin Ek, Han Liong dan Pauw Lian dapat menduga apa yang terkandung dalam hati Hong Ing dan Un Kiong. Ketika Khouw Sin Ek hendak meninggalkan Gunung Beng-san dan kembali ke tempatnya sendiri, ia memanggil muridnya itu dan dengan wajah berseri-seri ia berkata,
"Un Kiong, agaknya sudah tiba masanya kau mengikat janji dengan seorang wanita untuk sehidup semati!."
"Eh... ah, apa maksud suhu?" pemuda itu terbelalak heran.
"Kau selalu pandai bersandiwara, muridku. Kau kira aku yang sudah mengenalmu luar dalam ini tak mengerti akan sikapmu terhadap nona Hong Ing?”
Disebutnya nama ini membuat wajah Un Kiong tiba-tiba saja menjadi merah dan ia terpaksa menundukkan mukanya karena rahasianya telah diterka oleh gurunya sendiri.
"Bagaimana kalau aku memberitahu pada ayahmu dan juga menanyakan pendapat Si Bengcu? Karena dia inilah yang berhak memutuskan nasib adiknya."
Terpaksa Un Kiong hanya mengangguk perlahan, "terserah kepada suhu sajalah."
Dan gurunya tertawa terbahak-bahak. Sementara itu, Hong Ing yang hendak membuktikan ancamannya untuk membalas godaan Han Liong ketika ia membela Un Kiong dulu itu, sedang menjalankan rencananya. Ia tampak bicara berdua dengan Han Liong di pekarangan belakang.
"Han-ko, aku kagum sekali melihat kepandaian cici Pauw Lian. Kurasa mencari seorang gadis sepandai dia itu di atas dunia ini sukar didapat keduanya" Hong Ing mulai dengan muslihatnya.
Karena gadis itu bicara dengan suara sungguh-sungguh, Han Liong mengangguk membenarkan. “Memang, kepandaian ilmu pedang Pauw sumoi sudah mencapai tingkat tinggi. Lebih-lebih gin-kangnya, ia sudah boleh dibilang mendekati kesempurnaan."
"Selain kepandaiannya yang sangat lihai, iapun berbudi halus dan baik hati sekali."
"Hm, hal ini aku tak tahu benar," jawab Han Liong sederhana, tapi diam-diam dalam hatinya mempertimbangkan ucapan Hong Ing ini.
"Ya, ia memang seorang gadis yang baik dan sukar dicari bandingnya. Pula, ia cantik jelita."
Han Liong mengerling ke arah adiknya karena dalam suara gadis itu ia menangkap sesuatu yang tak wajar yang menjadi tanda tanya. Hendak kemanakah tujuannya Hong Ing dengan ucapannya itu, pikirnya. Tapi ia tidak menjawab.
"Cici Pauw Lian cantik jelita, berhati baik, berkepandaian tinggi, benar-benar seorang siocia yang patut dikagumi, bukankah demikian, koko?"
"Hm, barangkali... ya mungkin benar kata-katamu itu. Ia patut dikagumi,” jawabnya perlahan.
"Dan.... dan pantas pula dicinta, bukan, koko?”
Tiba-tiba Han Liong menatap wajahnya. Ah, kesanakah arah tujuannya? "Adik Ing, apa hubungannya keadaan Pauw sumoi dengan aku? Apa maksudmu menceritakan kesemuanya itu padaku? Ia boleh jadi cantik, pandai, tapi hal itu tiada sangkut-pautnya dengan aku."
Han Liong lalu memalingkan mukanya karena ia tidak mau menjadi korban godaan Hong Ing lebih lanjut. Hong Ing masih memuji-muji kecantikan Pauw Lian, dan memancing-mancing agar Han Liong mau membuka 'rahasia hatinya', supaya ia mendapat giliran untuk menggodanya, tapi Han Liong yang sudah maklum akan maksud adiknya yang nakal ini pura-pura tak mendengarnya dan sikapnya dingin saja seakan-akan ia betul-betul tidak memperdulikan sedikit jua akan hal Pauw Lian yang dipuji-pujinya itu. Sikapnya ini membuat Hong Ing kewalahan dan ia mulai putar-putar otak mencari siasat baru.
"Tapi Han-ko." Demikian gadis yang cerdik ini merobah siasatnya, "ada sebuah hal pada diri cici Pauw Lian yang membuat hatiku tidak puas, bahkan selalu terasa di hatiku. Dan hampir-hampir aku benci kalau mengenangkan hal ini."
Hong Ing telah dapat mengatur suaranya demikian rupa hingga mau tak mau Han Liong merasa tertarik. Tak terasa lagi pemuda ini cepat-cepat bertanya. "Apa? Apakah cacadnya maka kau merasa penasaran?" Suaranya mengandung keinginan tahu besar sekali hingga diam-diam Honi Ing hatinya merasa geli. Baru dicela sedikit saja Han Liong sudah bingung tak karuan!
"Cacadnya ialah kesombongannya. Agaknya kecantikan dan kepandaiannya membuat ia sombong dan tak tahu diri!"
"Hm, benarkah begitu?" Han Liong masih ragu-ragu akan kebenaran kata-kata adiknya ini.
"Ah, tentu kau tak mau percaya, koko, karena kau sudah... anggap dia seorang dewi yang tiada cacad!" selanya lagi.
"Eh, eh, jangan main-main, adik Ing. Sebenarnya, mengapa kau katakan dia sombong dan tak tahu diri?"
"Tidak, ah. Kau nanti marah."
Han Liong makin bernafsu, ingin tahu. "Aku berjanji takkan marah."
"Kau berjanji? Bagus kalau begitu. Nah, tahukah kau apa katanya padaku setelah kau dan menyerbu menyerbu barisan Ngo-heng-tin-fa bilang bahwa jika ia maju seorang diri menggunakan Ouw-liong Pokiamnya, tentu dengan mudah ia dapat memukul pecah barisan itu, tapi karena ada kau, maka ia menjadi canggung, karena gerakannya kacau oleh permainmu!”
Han Liong tiba-tiba mengerutkan keningnya. "Betul dia berkata begitu'" suaranya mengandung ketidakpercayaan.
"Kau tidak percaya bukan? Biarlah, masa bodoh kau mau percaya atau tidak, tapi tahukah kau apa jawabnya ketika kutanya apakah dia telah bertunangan? Ia jawab bahwa agaknya ia takkan kawin selama hidupnya karena ia telah bersumpah bahwa ia hanya mau kawin dengan seorang pemuda yang dapat mengalahkan Ilmu pedangnya! Yang membuat hatiku lebih panas lagi ialah ketika kukatakan padanya bahwa ilmu pedangmu juga lihai dan tinggi, tapi la menjawab dengan suara dingin bahwa biarpun Pek-liong Pokiam juga sebuah pedang pusaka yang baik dan setara dengan pedangnya, namun ilmu pedangmu hanya indah dilihat saja, tapi isinya kurang dan masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Ouw-liong Kiamsut!"
Hio Liong merasa mukanya panas dan ia tidak tahu bahwa kulit mukanya menjadi merah, tanda bahwa hatinya telah berubah menjadi kayu kering yang dimakan oleh api yang dilepas Hong Ing. Tapi ia masih dapat menekan perasaan dan penasarannya, dan mencoba membantah keterangan adiknya ini dengan jawaban.
"Benar-benarkah ia berkata begitu?"
Hong Ing menghela nafas panjang. "Ah, sudahlah. Kau mana mau percaya! Rupanya kau telah jatuh hati betul-betul padanya! Agaknya kau takkan percaya juga jika kukatakan bahwa cici Pauw Lian telah mengundang kau untuk mencoba ilmu pedang di sini pada malam ini jam dua belas tengah malam nanti?"
Han Liong lompat berdiri. "Apa katamu?"
Hong Ing juga lompat berdiri dan bertolak pinggang. "Kataku, nanti jam dua belas tengah malam, cici Pauw Lian akan datang di sini antuk mencoba ilmu pedangmu, yakni kalau kau berani!"
"Kalau aku berani?" jawab Han Liong marah. "Mengapa aku takkan berani? Tapi, benar-benarkah demikian besar hasrat Pauw sumoi itu?"
"Buktikan saja malam ini. Tapi jangan lupa, kau harus pakai kedok sapu tangan."
"Eh, ada apa lagi ini? Harus pakai kedok? Mengapa?"
"Begitulah kehendak Pauw cici! Dia sendiri juga pakai kedok, agaknya ia malu bertemu muka denganmu tanpa kedok!"
Habis berkata begini, Hong Ing pergi, tak perduli akan panggilan Han Liong yang masih hendak bertanya. Pemuda ini merasa heran sekali. Benar-benarkah semua keterangan Hong Ing tadi? Mustahil Pauw Lian demikian sombong! Tapi, biar demikian Hong Ing tak pernah membohong, sekalipun ia amat nakal. Ah, biarlah, ia akan menanti sampai tiba saatnya tengah malam!
Hong Ing langsung menuju ke kamar Pauw Lian yang memang mendapat kamar bersama-sama dia. Pauw Lian sedang duduk seorang diri membereskan rambutnya yang hitam dan panjang itu. Hong Ing tak berkata sesuatu, hanya dengan muka asam terus saja membanting diri di atas pembaringan dan rebah telentang.
"Ea, kau kenapa, Ing moi! Kenapa mukamu merah padam seperti orang marah? Apakah kau ribut mulut dengan Tan Kongcu?" Hong Ing gigit bibirnya karena datang-datang ia diganggu oleh Pauw Lian yang jenaka. Awas, pikirnya. Awas pembalasanku!
"Memang aku baru saja ribut mulut. Tapi bukan dengan pemuda she Tan itu, dan aku bertengkar karena membelamu, cici. Sebaliknya yang dibela tidak mengerti, bahkan datang-datang menggoda, Ah, memang dunia ini tidak adil!"
Pauw Lian mendekati dan memegang lengannya. "Kau membelaku sampai bertengkar dengan orang lain? Ah, maaf, adikku yang manis. Kenapa kau bertengkar dan dengan siapa?"
"Ah, aku tak berani memberi tahu, takut kau akan menjadi marah."
Tentu saja kata-kata ini membuat Pauw Lian makin ingin tahu dan ia mendesak. "Aku takkan marah, adik Ing, katakanlah."
"Aku bertengkar dengan Han-ko karena dia mencelamu!"
"Sie suheng? Dia mencelaku? Biarlah, itu hal yang lumrah, mengapa kau harus membelaku?”
"Hm, hm, rupa-rupanya ada apa-apa dalam dadamu, cici, hingga kau menerima saja dicela dan dipandang ringan olehnya, sedangkan aku yang mendengarnya saja menjadi panas hati."
"Tapi... benar benarkah Sie suheng mencela dan memandang ringan padaku? Agaknya... ha! Itu tak boleh jadi. Tak mungkin dia berwatak demikian.”
"Nah, nah, itulah kalau orang sudah tertawan! Kau baru saja bertemu padanya, sedangkan aku sudah bertahun-tahun kumpul dengannya, siapakah yang tidak tahu akan wataknya?"
"Ya sudahlah, kau yang benar. Tapi ia mencela dalam hal apakah?"
"Ia mencela ilmu pedangmu! Ia katakan bahwa ilmu pedangmu masih mentah dan lemah dan bahwa hanya di luarnya saja tampak bagus dipandang, tapi kalau dipakai bertempur tidak berarti banyak! Tentu saja hal ini kubantah karena aku tak senang melihat kesombongannya, tapi kalau kau tidak percaya dan masih penasaran, malam ini jam dua belas tengah malam nanti, ia menanti di dalam kebun belakang untuk mencoba dan mengukur Ilmu Pedang Ouw-liong Kiam-sut!"
Siapa orangnya yang takkan merasa panas hati mendengar kata-kata yang membakar yang keluar dari mulut kecil mungil dengan bibirnya yang manis dan wajah yang bersungguh-sungguh itu? Pauw Lian biarpun orangnya jenaka dan cukup mendapat didikan ilmu batin dari gurunya, namun pada hakekatnya ia memang mudah juga menjadi marah seperti Hong Ing, mana ia dapat menahan hatinya?
Warna merah mulai menjalar di kulit muka sampai ke telinganya. Kepalanya yang cantik bergerak-gerak hingga sepasang anting-anting di kedua telinganya berbunyi kelentang-kelenting. Melihat sinar mata yang berapi itu terkejutlah hati Hong In dan ia merasa telah membakar terlampau panas. Segera ia berkata,
"Tapi, cici jangan marah kepada Han-ko. Sebenarnya dia bilang demikian itu karena sedang bertengkar denganku, hingga karena marah ia lalu bicara demikian. Tentu saja dia tidak sengaja bermaksud memandang rendah padamu. Tapi aku ada jalan yang baik, Cici. Bagaimana kalau kau layani dia dengan pakai kedok saputangan? Kau tak usah banyak cakap, begitu datang berhadapan terus saja menggunakan pedangmu, agar dia bisa membuktikan, sampai di mana kelihaianmu. Kita kaum wanita janganlah mudah dipandang ringan oleh pria, cici! Tak perlu kita harus kalah terhadap pria, biar pria itu setampan dan segagah Han-ko sekalipun!"
Karena pandainya Hong Ing membujuk dan membakar hati, maka tak heran bila pada waktu Han Liong dengan hati penasaran menunggu di dalam kebun, tiba-tiba tampak berkelebat bayangan hitam dan sinar hitam dari Ouw-liong Pokiam menyambarnya diikuti bentakan.
"Rasakan tajamnya Ouw-liong Pokiam!"
Baiknya Han Liong sudah siap dan waspada, maka cepat ia berkelit dan mencabut Pek-Liong Pokiam. Ia melihat bahwa penyerangnya adalah seorang gadis berkedok saputangan merah dan ia maklum siapakah gadis ini. Sebaiknya Pauw Lian melihat bahwa Han Liong juga memakai kedok saputangan kuning hingga ia kini percaya apa yang diucapkan Hong Ing tadi.
"Sumoi, tahan! Kenapa kau begini keterlaluan?"
Kalau tadi hati Pauw Lian sudah terbakar, kini makin berkobar mendengar dirinya disebut keterlaluan!
"Kau yang sombong. Kau kira Pek-liong Pokiam-mu yang tertajam di dunia ini?"
Kembali ia menyerang, kini dengan hebat karena ia memakai gerakan Ouw-liong-pok-sai atau Naga Hitam Sambar Air. Pedang hitamnya berkelebat laksana seekor naga hitam terjun, mengerikan. Dalam keheranan dan penasarannya, Han Liong menangkis serangan itu dengan gerakan Pek-liong-hian-bwee atau Naga Putih Perlihatkan Ekor.
Demikianlah, sebentar saja mereka saling menyerang dengan hebat sehingga Hong Ing yang bersembunyi di balik pohon dan mengintai, kini menonton dengan mata terbelalak dan mulut ternganga. Hebat sekali pertarungan itu, merupakan dua sinar hitam dan putih saling belit membelit dengan gerakan cepat. Diam-diam Hong Ing merasa gemetar dan hatinya berdebar.
Ia mengkhawatirkan keselamatan kedua orang itu, terutama keselamatan Han Liong. Walaupun ia tak dapat mengikuti benar-benar gerakan kedua pedang naga itu, namun ia maklum bahwa pertempuran kali ini jauh lebih hebat dari pada yang sudah-sudah!
Han Liong dan Pauw Lian diam-diam mengeluh. Memang kepandaian ilmu pedang mereka seimbang dan memang Ouw-liong Kiamsut sama lihainya dengan Pek-liong Kiam-sut. Hanya bedanya, Han Liong lebih tinggi ilmu lweekangnya atau tubuhnya lebih kuat sehingga tiap kali kedua pokiam beradu, Ouw-liong Pokiam-lah yang lebih banyak mengeluarkan bunga api dan lengan Pauw Lian tergetar.
Tetapi kekalahan ini dapat ditutup pula oleh kemenangan Pauw Lian dalam hal ilmu ginkang atau meringankan tubuh, sehingga ia dapat menghindarkan benturan senjata dengan mengharapkan kegesitannya. Ratusan jurus terlewat sudah dan macam-macam tipu simpanan telah dikeluarkan, namun belum juga ada yang tampak terdesak...
Dan dalam pertempuran inilah terasa oleh keduanya, baik Han Liong maupun Pauw Lian, bahwa kedua Ilmu pedang mereka sesungguhnya merupakan Ilmu pedang pasangan yang jika dimainkan bersama-sama dan saling bantu-membantu, merupakan Ilmu pedang yang kuat dan cocok sekali. Mereka dapat saling membantu dengan demikian tepat hingga seakan-akan mereka hanya mempunyai satu pikiran dan satu perasaan! Diam-diam mereka merasa girang sekali.
Sementara itu, jurus-jurus telah dilewati lebih dari seratus lima puluh jurus, sedangkan kelima kakek she Lok itu telah mandi keringat karena setiap serangan kedua anak muda itu disertai tenaga dalam yang hebat sehingga untuk menangkisnya meskipun harus mengerahkan tenaga dalam yang membuat mereka lelah sekali. Tapi untuk menghentikan kedua anak muda itu, mereka merasa malu.
"Sudah cukup seratus jurus!" tiba-tiba Khouw Sin Ek memperdengarkan suaranya yang nyaring. Han Liong dan Pauw Lian menahan gerakannya dan kedua bahaya itupun lenyap. Mereka berdua berdiri saling pandang penuh arti, kemudian bersama-sama menjura dihadapan kelima Ngo-lohiap sambil berkata,
"Terima kasih atas kemurahan dan pengunjukan Ngo-lohiap."
Lok Ho kakek yang tertua menggunakan lengan bajunya menghapus peluh di dahinya. Ia tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepala,
"Sungguh kami tak tahu diri. Jangankan kalian berdua, seorang diripun kami lima orang kakek loyo bukanlah tandinganmu. Selamat, Si Beng-cu, tidak hanya kami suka sekali mengaku kau sebagai bengcu, bahkan aku sendiri mau mengaku bahwa untuk zaman ini, Ilmu pedangmu boleh dikatakan yang paling tertinggi tingkatnya. Sungguh arwah Si lo-enghiong boleh merasa bangga karena beliau mempunyai seorang putera seperti kau!"
Inilah pujian yang tinggi sekali hingga Khouw Sin Ek diam-diam merasa girang akan kejujuran Lok Ho. Namun, Souw Kwan Pek si Toya Ular Dewa tetap merasa penasaran. Kalau diadakan perbandingan, ia mempunyai ilmu sitat jauh lebih tinggi daripada para kakek she Lok itu, biarpun harus ia akui bahwa belum tentu ia sanggup pukul pecah Ngo-heng-tin yang lihai.
Selain ilmu toyanya yang sangat hebat. Kakek ini mempunyai tenaga lweekang yang terlatih puluhan tahun lamanya hingga ia dapat menggunakan kepalan tangannya untuk memukul ke arah air dalam sumur dan membikin angin pukulannya itu menggerakkan air sampai melonjak ke atas. Maka, kini melihat Han Liong yang masih begitu muda tapi sudah begitu tinggi ilmu silatnya, ia merasa belum puas dan ingin mencobanya dengan tangan sendiri!
Dengan cepat Souw Kwan Pek melompat ke atas panggung dan ia menjura kepada Pauw Lian dan berkata. "Sungguh lihai ilmu pedangmu lihiap, aku yang tua merasa tunduk sekali!”
Berbareng dengan ucapan ini, ia mengerahkan tenaga dalamnya dan dengan tak kentara kedua tangannya terangkat dan dari situ menyambar angin pukulan ke arah rambut kepala Pauw Lian yang terbungkus sutera hijau. Maksud Souw Kwan Pek hanya akan membuat ikat rambut itu terpukul dan terlepas. Tapi Pauw Lian telah waspada, karena tiba-tiba saja tubuhnya berkelebat dan ia lenyap dari depan Souw Kwan Pek. Selagi kakek itu terkejut dan heran, terdengar suara halus nona Pauw Lian di belakangnya.
"Souw Lo enghiong, aku yang muda tak berani menerima penghormatan demikian besar."
Souw Kwan Pek cepat memutar tubuhnya. Ia terheran-heran menyaksikan ginkang atau ilmu ringankan tubuh yang demikian luar biasa. Ternyata gadis cerdik itu telah melawan kekuatan tenaga dalamnya dengan kecepatan gerakannya.
"Hh, maaf, maaf...!” katanya dan ia merasa mukanya merah ketika terdengar suara Khouw Sin Ek tertawa bergumam.
Karena masih penasaran juga, ia menghampiri Han Liong. Sambil berkata. "Si Bengcu, kau begini muda, tetapi begini gagah, sungguh membikin aku orang tua iri sekali." Ia menggunakan tangan kirinya menekan pundak Han Liong dengan maksud menggunakan tenaganya untuk memaksa anak muda itu membungkuk sedikit.
Tetapi Han Liong yang sudah tahu bahwa ia sedang diukur segera menggunakan kepandaiannya 'sia-kut-hwat' yang ia dapat dari Pauw Kim Kong dan sekalian menggunakan tenaga dalamnya yang terlatih ketika ia berada di Kam-hong-san. Tetapi ia diam-diam terkejut karena biarpun tenaga pertahanannya cukup kuat, masih saja ia merasa seakan-akan pundaknya tertekan oleh tenaga ribuan kati dan kulitnya terasa panas dan perih!
Sebenarnya, dalam hal tenaga dalam, Han Liong masih kalah setingkat oleh Souw Kwan Pek, tetapi tubuh Han Liong semenjak kecil telah dilatih hebat, lagi pula di dalam tubuhnya telah mengalir obat mukjizat yakni racun ular hitam dan putih, maka ia masih dapat menahannya dan kulitnya tak menderita luka serta tulangnya tidak menderita pukulan.
Sebaliknya, Souw Kwan Pek merasa kagum ketika jari-jari tangannya menyentuh kulit yang licin bagaikan belut itu, tetapi keras melebihi baja, sedangkan di balik kulit pundak itu lunak dan halus sehingga sebagian besar tenaga tekanannya punah! Biarpun kejadian ini hanya berjalan beberapa detik saja, namun buku-buku jarinya terdengar berkeratakan sehingga ia terkejut sekali dan buru-buru mengangkat tangannya lalu menjura.
"Si Bengcu, kau biarpun muda tetapi patut menjadi pemimpin kami, aku yang tua takluk padamu.” Han Liong cepat membalas menjura dengan hormat sekali.
Peristiwa mencoba ilmu Han Liong dengan secara diam-diam ini tidak kentara oleh orang lain dan yang mengerti hanya mereka yang telah tinggi ilmu kepandaiannya seperti Un Kiong dan gurunya, para locianpwe yang mewakili masing-masing cabang persilatan, dan guru-guru Han Liong. Mereka ini diam-diam merasa kagum sekali akan kelihaian Pauw Lian dan Han Liong yang dapat menundukkan orang tua she Souw yang gagah perkasa itu.
Setelah semua orang setuju akan pengangkatan Han Liong sebagai beng-cu, maka diadakanlah perjamuan yamg penuh kegembiraan. Kemudian para locianpwe mengadakan rapat untuk membicarakan soal surat penting yang dapat dirampas oleh Tan Un Kiong di istana putih itu.
Setelah dirundingkan masak-masak, maka diambil keputusan bersama-sama membasmi dulu kaki tangan Co Thaikam dan sedapat mungkin melenyapkan Thaikam jahat itu, barulah kemudian menghadap kaisar untuk menyadarkan kaisaar akan pengaruh- pengaruh jahat sehingga pemerintah kaisar itu sampai menindas rakyat jelata. Kalau kaisar kaisar tidak menurut, barulah diusahakan penghancurannya!
Un Kiong mendapat tugas untuk kembali ke kota raja dan berunding dengan ayahnya. Menurut paham Han Liong, sudah sepatutnya seorang gagah seperti ayah Un Kiong itu diberitahu sejelas-jelasnya tentang maksud dan usaha mereka. Surat-surat rencana pemberontakan Co Thaikam juga diserahkan Kepada Un Kiong untuk diberikan dan disimpan selanjutnya di tangan Tan cianbu sebagai bukti dan nanti pada saatnya diperlihatkan kepada kaisar. Mereka mengatur rencana untuk menyerbu istana putih pada malam hari, dan tugas-tugas telah dibagi-bagi.
Pada malam hari kedua, belum juga Un Kiong meninggalkan tempat itu. Ia agaknya tiada sampai hati untuk meninggalkan tempat itu dan ia tampak banyak mengobrol dengan Hong Ing. Kedua teruna remaja ini nampak demikian rukun dan mesra sehingga diam-diam Kouw Sin Ek, Han Liong dan Pauw Lian dapat menduga apa yang terkandung dalam hati Hong Ing dan Un Kiong. Ketika Khouw Sin Ek hendak meninggalkan Gunung Beng-san dan kembali ke tempatnya sendiri, ia memanggil muridnya itu dan dengan wajah berseri-seri ia berkata,
"Un Kiong, agaknya sudah tiba masanya kau mengikat janji dengan seorang wanita untuk sehidup semati!."
"Eh... ah, apa maksud suhu?" pemuda itu terbelalak heran.
"Kau selalu pandai bersandiwara, muridku. Kau kira aku yang sudah mengenalmu luar dalam ini tak mengerti akan sikapmu terhadap nona Hong Ing?”
Disebutnya nama ini membuat wajah Un Kiong tiba-tiba saja menjadi merah dan ia terpaksa menundukkan mukanya karena rahasianya telah diterka oleh gurunya sendiri.
"Bagaimana kalau aku memberitahu pada ayahmu dan juga menanyakan pendapat Si Bengcu? Karena dia inilah yang berhak memutuskan nasib adiknya."
Terpaksa Un Kiong hanya mengangguk perlahan, "terserah kepada suhu sajalah."
Dan gurunya tertawa terbahak-bahak. Sementara itu, Hong Ing yang hendak membuktikan ancamannya untuk membalas godaan Han Liong ketika ia membela Un Kiong dulu itu, sedang menjalankan rencananya. Ia tampak bicara berdua dengan Han Liong di pekarangan belakang.
"Han-ko, aku kagum sekali melihat kepandaian cici Pauw Lian. Kurasa mencari seorang gadis sepandai dia itu di atas dunia ini sukar didapat keduanya" Hong Ing mulai dengan muslihatnya.
Karena gadis itu bicara dengan suara sungguh-sungguh, Han Liong mengangguk membenarkan. “Memang, kepandaian ilmu pedang Pauw sumoi sudah mencapai tingkat tinggi. Lebih-lebih gin-kangnya, ia sudah boleh dibilang mendekati kesempurnaan."
"Selain kepandaiannya yang sangat lihai, iapun berbudi halus dan baik hati sekali."
"Hm, hal ini aku tak tahu benar," jawab Han Liong sederhana, tapi diam-diam dalam hatinya mempertimbangkan ucapan Hong Ing ini.
"Ya, ia memang seorang gadis yang baik dan sukar dicari bandingnya. Pula, ia cantik jelita."
Han Liong mengerling ke arah adiknya karena dalam suara gadis itu ia menangkap sesuatu yang tak wajar yang menjadi tanda tanya. Hendak kemanakah tujuannya Hong Ing dengan ucapannya itu, pikirnya. Tapi ia tidak menjawab.
"Cici Pauw Lian cantik jelita, berhati baik, berkepandaian tinggi, benar-benar seorang siocia yang patut dikagumi, bukankah demikian, koko?"
"Hm, barangkali... ya mungkin benar kata-katamu itu. Ia patut dikagumi,” jawabnya perlahan.
"Dan.... dan pantas pula dicinta, bukan, koko?”
Tiba-tiba Han Liong menatap wajahnya. Ah, kesanakah arah tujuannya? "Adik Ing, apa hubungannya keadaan Pauw sumoi dengan aku? Apa maksudmu menceritakan kesemuanya itu padaku? Ia boleh jadi cantik, pandai, tapi hal itu tiada sangkut-pautnya dengan aku."
Han Liong lalu memalingkan mukanya karena ia tidak mau menjadi korban godaan Hong Ing lebih lanjut. Hong Ing masih memuji-muji kecantikan Pauw Lian, dan memancing-mancing agar Han Liong mau membuka 'rahasia hatinya', supaya ia mendapat giliran untuk menggodanya, tapi Han Liong yang sudah maklum akan maksud adiknya yang nakal ini pura-pura tak mendengarnya dan sikapnya dingin saja seakan-akan ia betul-betul tidak memperdulikan sedikit jua akan hal Pauw Lian yang dipuji-pujinya itu. Sikapnya ini membuat Hong Ing kewalahan dan ia mulai putar-putar otak mencari siasat baru.
"Tapi Han-ko." Demikian gadis yang cerdik ini merobah siasatnya, "ada sebuah hal pada diri cici Pauw Lian yang membuat hatiku tidak puas, bahkan selalu terasa di hatiku. Dan hampir-hampir aku benci kalau mengenangkan hal ini."
Hong Ing telah dapat mengatur suaranya demikian rupa hingga mau tak mau Han Liong merasa tertarik. Tak terasa lagi pemuda ini cepat-cepat bertanya. "Apa? Apakah cacadnya maka kau merasa penasaran?" Suaranya mengandung keinginan tahu besar sekali hingga diam-diam Honi Ing hatinya merasa geli. Baru dicela sedikit saja Han Liong sudah bingung tak karuan!
"Cacadnya ialah kesombongannya. Agaknya kecantikan dan kepandaiannya membuat ia sombong dan tak tahu diri!"
"Hm, benarkah begitu?" Han Liong masih ragu-ragu akan kebenaran kata-kata adiknya ini.
"Ah, tentu kau tak mau percaya, koko, karena kau sudah... anggap dia seorang dewi yang tiada cacad!" selanya lagi.
"Eh, eh, jangan main-main, adik Ing. Sebenarnya, mengapa kau katakan dia sombong dan tak tahu diri?"
"Tidak, ah. Kau nanti marah."
Han Liong makin bernafsu, ingin tahu. "Aku berjanji takkan marah."
"Kau berjanji? Bagus kalau begitu. Nah, tahukah kau apa katanya padaku setelah kau dan menyerbu menyerbu barisan Ngo-heng-tin-fa bilang bahwa jika ia maju seorang diri menggunakan Ouw-liong Pokiamnya, tentu dengan mudah ia dapat memukul pecah barisan itu, tapi karena ada kau, maka ia menjadi canggung, karena gerakannya kacau oleh permainmu!”
Han Liong tiba-tiba mengerutkan keningnya. "Betul dia berkata begitu'" suaranya mengandung ketidakpercayaan.
"Kau tidak percaya bukan? Biarlah, masa bodoh kau mau percaya atau tidak, tapi tahukah kau apa jawabnya ketika kutanya apakah dia telah bertunangan? Ia jawab bahwa agaknya ia takkan kawin selama hidupnya karena ia telah bersumpah bahwa ia hanya mau kawin dengan seorang pemuda yang dapat mengalahkan Ilmu pedangnya! Yang membuat hatiku lebih panas lagi ialah ketika kukatakan padanya bahwa ilmu pedangmu juga lihai dan tinggi, tapi la menjawab dengan suara dingin bahwa biarpun Pek-liong Pokiam juga sebuah pedang pusaka yang baik dan setara dengan pedangnya, namun ilmu pedangmu hanya indah dilihat saja, tapi isinya kurang dan masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Ouw-liong Kiamsut!"
Hio Liong merasa mukanya panas dan ia tidak tahu bahwa kulit mukanya menjadi merah, tanda bahwa hatinya telah berubah menjadi kayu kering yang dimakan oleh api yang dilepas Hong Ing. Tapi ia masih dapat menekan perasaan dan penasarannya, dan mencoba membantah keterangan adiknya ini dengan jawaban.
"Benar-benarkah ia berkata begitu?"
Hong Ing menghela nafas panjang. "Ah, sudahlah. Kau mana mau percaya! Rupanya kau telah jatuh hati betul-betul padanya! Agaknya kau takkan percaya juga jika kukatakan bahwa cici Pauw Lian telah mengundang kau untuk mencoba ilmu pedang di sini pada malam ini jam dua belas tengah malam nanti?"
Han Liong lompat berdiri. "Apa katamu?"
Hong Ing juga lompat berdiri dan bertolak pinggang. "Kataku, nanti jam dua belas tengah malam, cici Pauw Lian akan datang di sini antuk mencoba ilmu pedangmu, yakni kalau kau berani!"
"Kalau aku berani?" jawab Han Liong marah. "Mengapa aku takkan berani? Tapi, benar-benarkah demikian besar hasrat Pauw sumoi itu?"
"Buktikan saja malam ini. Tapi jangan lupa, kau harus pakai kedok sapu tangan."
"Eh, ada apa lagi ini? Harus pakai kedok? Mengapa?"
"Begitulah kehendak Pauw cici! Dia sendiri juga pakai kedok, agaknya ia malu bertemu muka denganmu tanpa kedok!"
Habis berkata begini, Hong Ing pergi, tak perduli akan panggilan Han Liong yang masih hendak bertanya. Pemuda ini merasa heran sekali. Benar-benarkah semua keterangan Hong Ing tadi? Mustahil Pauw Lian demikian sombong! Tapi, biar demikian Hong Ing tak pernah membohong, sekalipun ia amat nakal. Ah, biarlah, ia akan menanti sampai tiba saatnya tengah malam!
Hong Ing langsung menuju ke kamar Pauw Lian yang memang mendapat kamar bersama-sama dia. Pauw Lian sedang duduk seorang diri membereskan rambutnya yang hitam dan panjang itu. Hong Ing tak berkata sesuatu, hanya dengan muka asam terus saja membanting diri di atas pembaringan dan rebah telentang.
"Ea, kau kenapa, Ing moi! Kenapa mukamu merah padam seperti orang marah? Apakah kau ribut mulut dengan Tan Kongcu?" Hong Ing gigit bibirnya karena datang-datang ia diganggu oleh Pauw Lian yang jenaka. Awas, pikirnya. Awas pembalasanku!
"Memang aku baru saja ribut mulut. Tapi bukan dengan pemuda she Tan itu, dan aku bertengkar karena membelamu, cici. Sebaliknya yang dibela tidak mengerti, bahkan datang-datang menggoda, Ah, memang dunia ini tidak adil!"
Pauw Lian mendekati dan memegang lengannya. "Kau membelaku sampai bertengkar dengan orang lain? Ah, maaf, adikku yang manis. Kenapa kau bertengkar dan dengan siapa?"
"Ah, aku tak berani memberi tahu, takut kau akan menjadi marah."
Tentu saja kata-kata ini membuat Pauw Lian makin ingin tahu dan ia mendesak. "Aku takkan marah, adik Ing, katakanlah."
"Aku bertengkar dengan Han-ko karena dia mencelamu!"
"Sie suheng? Dia mencelaku? Biarlah, itu hal yang lumrah, mengapa kau harus membelaku?”
"Hm, hm, rupa-rupanya ada apa-apa dalam dadamu, cici, hingga kau menerima saja dicela dan dipandang ringan olehnya, sedangkan aku yang mendengarnya saja menjadi panas hati."
"Tapi... benar benarkah Sie suheng mencela dan memandang ringan padaku? Agaknya... ha! Itu tak boleh jadi. Tak mungkin dia berwatak demikian.”
"Nah, nah, itulah kalau orang sudah tertawan! Kau baru saja bertemu padanya, sedangkan aku sudah bertahun-tahun kumpul dengannya, siapakah yang tidak tahu akan wataknya?"
"Ya sudahlah, kau yang benar. Tapi ia mencela dalam hal apakah?"
"Ia mencela ilmu pedangmu! Ia katakan bahwa ilmu pedangmu masih mentah dan lemah dan bahwa hanya di luarnya saja tampak bagus dipandang, tapi kalau dipakai bertempur tidak berarti banyak! Tentu saja hal ini kubantah karena aku tak senang melihat kesombongannya, tapi kalau kau tidak percaya dan masih penasaran, malam ini jam dua belas tengah malam nanti, ia menanti di dalam kebun belakang untuk mencoba dan mengukur Ilmu Pedang Ouw-liong Kiam-sut!"
Siapa orangnya yang takkan merasa panas hati mendengar kata-kata yang membakar yang keluar dari mulut kecil mungil dengan bibirnya yang manis dan wajah yang bersungguh-sungguh itu? Pauw Lian biarpun orangnya jenaka dan cukup mendapat didikan ilmu batin dari gurunya, namun pada hakekatnya ia memang mudah juga menjadi marah seperti Hong Ing, mana ia dapat menahan hatinya?
Warna merah mulai menjalar di kulit muka sampai ke telinganya. Kepalanya yang cantik bergerak-gerak hingga sepasang anting-anting di kedua telinganya berbunyi kelentang-kelenting. Melihat sinar mata yang berapi itu terkejutlah hati Hong In dan ia merasa telah membakar terlampau panas. Segera ia berkata,
"Tapi, cici jangan marah kepada Han-ko. Sebenarnya dia bilang demikian itu karena sedang bertengkar denganku, hingga karena marah ia lalu bicara demikian. Tentu saja dia tidak sengaja bermaksud memandang rendah padamu. Tapi aku ada jalan yang baik, Cici. Bagaimana kalau kau layani dia dengan pakai kedok saputangan? Kau tak usah banyak cakap, begitu datang berhadapan terus saja menggunakan pedangmu, agar dia bisa membuktikan, sampai di mana kelihaianmu. Kita kaum wanita janganlah mudah dipandang ringan oleh pria, cici! Tak perlu kita harus kalah terhadap pria, biar pria itu setampan dan segagah Han-ko sekalipun!"
Karena pandainya Hong Ing membujuk dan membakar hati, maka tak heran bila pada waktu Han Liong dengan hati penasaran menunggu di dalam kebun, tiba-tiba tampak berkelebat bayangan hitam dan sinar hitam dari Ouw-liong Pokiam menyambarnya diikuti bentakan.
"Rasakan tajamnya Ouw-liong Pokiam!"
Baiknya Han Liong sudah siap dan waspada, maka cepat ia berkelit dan mencabut Pek-Liong Pokiam. Ia melihat bahwa penyerangnya adalah seorang gadis berkedok saputangan merah dan ia maklum siapakah gadis ini. Sebaiknya Pauw Lian melihat bahwa Han Liong juga memakai kedok saputangan kuning hingga ia kini percaya apa yang diucapkan Hong Ing tadi.
"Sumoi, tahan! Kenapa kau begini keterlaluan?"
Kalau tadi hati Pauw Lian sudah terbakar, kini makin berkobar mendengar dirinya disebut keterlaluan!
"Kau yang sombong. Kau kira Pek-liong Pokiam-mu yang tertajam di dunia ini?"
Kembali ia menyerang, kini dengan hebat karena ia memakai gerakan Ouw-liong-pok-sai atau Naga Hitam Sambar Air. Pedang hitamnya berkelebat laksana seekor naga hitam terjun, mengerikan. Dalam keheranan dan penasarannya, Han Liong menangkis serangan itu dengan gerakan Pek-liong-hian-bwee atau Naga Putih Perlihatkan Ekor.
Demikianlah, sebentar saja mereka saling menyerang dengan hebat sehingga Hong Ing yang bersembunyi di balik pohon dan mengintai, kini menonton dengan mata terbelalak dan mulut ternganga. Hebat sekali pertarungan itu, merupakan dua sinar hitam dan putih saling belit membelit dengan gerakan cepat. Diam-diam Hong Ing merasa gemetar dan hatinya berdebar.
Ia mengkhawatirkan keselamatan kedua orang itu, terutama keselamatan Han Liong. Walaupun ia tak dapat mengikuti benar-benar gerakan kedua pedang naga itu, namun ia maklum bahwa pertempuran kali ini jauh lebih hebat dari pada yang sudah-sudah!
Han Liong dan Pauw Lian diam-diam mengeluh. Memang kepandaian ilmu pedang mereka seimbang dan memang Ouw-liong Kiamsut sama lihainya dengan Pek-liong Kiam-sut. Hanya bedanya, Han Liong lebih tinggi ilmu lweekangnya atau tubuhnya lebih kuat sehingga tiap kali kedua pokiam beradu, Ouw-liong Pokiam-lah yang lebih banyak mengeluarkan bunga api dan lengan Pauw Lian tergetar.
Tetapi kekalahan ini dapat ditutup pula oleh kemenangan Pauw Lian dalam hal ilmu ginkang atau meringankan tubuh, sehingga ia dapat menghindarkan benturan senjata dengan mengharapkan kegesitannya. Ratusan jurus terlewat sudah dan macam-macam tipu simpanan telah dikeluarkan, namun belum juga ada yang tampak terdesak...