PEDANG PUSAKA NAGA PUTIH JILID 17
Hong Ing sudah merasa lemas. Sejam lebih kedua orang ita beradu pedang dan Hong Ing tak berdaya apa-apa. Maksud hatinya hendak memilah tapi ia tak berani sembarangan maju. Maka diam-diam ia mulai merasa menyesal akan perbuatannya dan dengan tak disengaja dari kedua matanya mengalir air mata yang membanjiri kedua pipinya. Tiba-tiba ia merasa sebuah tangan yang kuat meraba lengannya dengan sentuhan halus dan terdengar suara beibisik,
"Cici Hong Ing kenapa menangis? Mereka tak bertempur sungguh-sungguh, jangan kau khawatir."
Mendengar kata-kata ini. Hong Ing menjadi demikian girang hingga ia lupa untuk mengherankan Un Kiong yang tiba-tiba itu. Ia pegang lengan pemuda itu dengan keras.
"Benar-benarkah mereka berkelahi tidak sungguh-sungguh!”
Senyum manis terbayang di wajah Un Kiong yang tampan itu. "Mereka hanya bermain- main!"
Setelah hatinya tenang kembali, barulah Hong Ing ingat betapa mesranya ia saling berpegangan lengan dengan Un Kiong. Cepat-cepat ia melepaskan tangannya dan mundur dua langkah lalu tunduk kemalu-maluan.
Memang Un Kiong berkata benar. Biarpun keduanya merasa penasaran dan ingin sekali menang, namun mereka menjaga benar agar pedang mereka jangan sampai saling melukai. Pernah ujung pedang Pek-Liong Pokiam menyambar leher Pauw Lian yang halus, tapi sebelum menyentuh kulitnya, pedang itu telah dirobah gerakannya ke atas hingga sebaliknya hanya merobek kain pengikat rambut saja.
Sedangkan ketika ujung Ouw-liong Pokiam menyambar dan hampir menembus jantung dalam dada kiri Han Liong, pedang itu ditahan demikian rupa oleh Pauw Lian hingga akibatnya hanya merobek baju Han Liong di bagian bahu kiri saja.
Un Kiong yang sejak tadi dengan diam-diam menonton pula, dapat melihat hal ini. Kemudian ia melihat betapa Hong Ing tiba-tiba menangis. Biarpun tadinya ia merasa malu bertemu dengan gadis itu karena kata-kata gurunya tadi, namun melihat gadis yang telah mencuri hatinya itu menangis, ia tak dapat menahan hatinya dan datang menghampiri lalu menghiburnya!
Pada saat itu, tiba-tiba dari bawah Gunung Beng-san terdengar suara hiruk-pikuk dari kaki kuda dan teriakan-teriakan orang banyak. Mendadak Un Kiong melihat suhunya, Khouw Sin Ek melayang turun dari scbuah pohon dan berkata,
"Un Kiong, hati-hatilah, rombongan pahlawan kaisar dan penghuni Istana putih datang menyerbu!" Kemudian Khouw Sin Ek melompat pergi ke arah tempat bermalam para tamu.
Un Kiong terkejut. "Cepat! Suruh mereka berhenti bertempur," katanya kepada Hong Ing.
Hong Ing melompat ke dekat dua gulungan sinar yang masih saling belit-membelit itu dan berteriak, "Pauw cici! Han-ko! Berhentilah! Musuh datang menyerbu!"
Tapi Han Liong dan Pauw Lian tak memperdulikannya hingga Hong Ing menjadi bingung sampai membanting-bantingkan kakinya karena suara gemuruh dari bawah makin keras. Terpaksa ia lari dan menarik-narik lengan Un Kiong,
"Wan Kongcu, tolonglah, kau pisahkan mereka!”
"Mudah saja, tapi kau harus penuhi permintaanku."
"Baik-baik, lekas katakan," kata Hong Ing tak sabar.
"Yaitu, jangan kau sebut aku kongcu."
"Habis bagaimana?"
"Sebut aku koko."
"Aduh! Ya, apa boleh buat," jawab Hong Ing yang pikirnya bahwa pada saat seperti itu ia tak perlu banyak berbantah. "Koko, lekas kau pisahkan mereka. Musuh sudah dekat!"
"Baik." Tapi sebelum Un Kiong bergerak, dari balik sebuah pohoh lain keluarlah bayangan seorang orang tua dengan gesitnya.
"Han Liong! Pauw Lian! Cukuplah main-main ini! Berhentilah kalian!” Seruan ini nyaring dan berpengaruh, hingga Han Liong dan Pauw Lian tak berani membantahnya. Mereka melompat mundur dan menyimpan pedang serta membuka kedok masing-masing.
"Maaf suhu!" kata Han Liong dan menjura kepada orang tua yang ternyata bukan lain adalah Pauw Kim Kong sendiri!
"Siokhu!" kata Pauw Lian kemalu-maluan. "Musuh datang menyerbu, kalian enak-enak dan main-main saja!" guru dan paman itu menegur, tapi mulutnya tersenyum maklum hingga Pauw Lian makin memerah mukanya. "Siaplah kalian semua. Tempat kita diserbu lawan. Aku hendak membuat persiapan di dalam." Dan pergilah orang tua itu.
Han Liong lebih banyak memikirkan keadaan Pauw Lian dari pada keadaan musuh yang datang menyerbu. Melihat Hong Ing dan Un Kiong berdiri di situ, ia membentak adiknya.
"Ing-moi! Sakarang akuilah terus terang, semua ini adalah gara-garamu, bukan?"
Hong Ing tertawa. "Kau tidak kuat menahan godaan? Jangan marah, siapa suruh kau dulu menggodaku?" Kamudian ia menghampiri Pauw Lían dan memeluknya, “Cici, memang aku telah membohong, Han-ko tidak pernah bilang apa-apa. Ia tidak sombong, cuma-cuma..."
"Cuma apa !" bentak Han Liong gemas.
"Cuma sekarang agak... agak galak! Jangan galak-galak, Han-ko, kau bikin takut soso (kakak ipar) saja!"
"Ada-ada saja! So-so yang mana?" teriak Han Liong marah.
"Yang mana lagi? Tentu yang akan datang. Eh, ya sekarang aku mengaku terus terang, cici Pauw Lian tak pernah bilang apa-apa padaku!”
“Sudah kuduga, Kau pikir semua orang senakal engkau?"
"Adik Ing, kenapa kau suka menggoda orang saja?” Pauw Lian ikut menegur.
"Aduh, sekarang aku dikeroyok dua! Cici, sebenarnya aku ingin sekali lagi melihat Ilmu pedang kalian, maka aku gunakan akal ini. Juga sekalian aku hendak membalas godaan kalian padaku dulu."
"Godaan? Siapa yang menggoda?” tanya Pauw Lian yang kini hendak membalas pula, "memang kau dan Tan Kongcu cocok benar, selalu bersama dan tampak rukun sekali. Aku bukannya menggoda sembarangan, tapi ini kenyataan."
Han Liong tertawa. "Nah, itu baru betul!”
Kini Un Kiong tampil ke depan. “Saudara Han Liong dan Pauw Siocia. Kalian menggoda Hong Ing cici boleh saja, tapi aku jangan dibawa-bawa!"
Han Liong dan Pauw Lian saling pandang dan tertawa mendengar lagak dan seruan Un Kiong yang seperti kanak-kanak, karena Un Kiong yang sengaja berlagak seperti ketika ia menjadi pemuda tolol, hingga Hong Ing mendengar dan melihat lagaknya jadi teringat lagi akan Un Kiong si tolol dulu, maka ia tak dapat menahan gelinya.
"Karena kalian sebut-sebut namaku, terpaksa akupun hendak membalas. Hong Ing cici, aku buka rahasia mereka sekarang. Tadi mereka bertempur biar kelihatan sengit, sebenarnya mereka saling sayang menyayangi dan menjaga jangan sampai saling luka melukai!"
Kini Hong Ing dan Ui Kiong yang menertawakan mereka, sedangkan Pauw Lian dan Han Liong yang terbuka rahasianya hanya menundukkan muka kemaluan.
Pada saat itu musuh telah menyerbu naik, dan di pintu gerbang yang dipasang didepan telah penuh dengan musuh yang bertemu dengan pihak tuan rumah. Han Liong mengajak kawan-kawannya menyusul ke sana.
Ketika melihat rombongan yang datang itu, Un Kiong merasa terkejut sekali karena romborgan itu dipimpin oleh orang-orang kepercayaan Co Thaikam dan para pahlawan kaisar, termasuk ayahnya sendiri! Yang membuat ia heran adalah kedua golongan ini yang sekarang dapat bekerja sama. Ini sungguh hebat dan berbahaya.
Melihat Un Kiong berada di situ, untuk sesaat mata Tan Cianbu memandang penuh kagum dan sayang, tapi ia segera membuang muka dan tak mau memandangnya. Tapi Kui Lan, murid Loh-san sam-moli, yang genit dan memang 'ada hati' terhadap pemuda tolol itu, segera maju menghampiri dan berkata,
"Eh, Tan Siangkong, kau berada di sini? Apa kau diculik oleh gerombolan pengacau ini? Biar, nanti aku balaskan sakit hatiumu. Mari, ikut dengan kami!"
Berkata begini, Kui Lan si muka hitam itu ulurkan tangannya dengan lemah lembut untuk menarik tangan Un Kiong. Tapi ternyata ia rasakan tangan Un Kiong keras dan tak dapat disentakkan! Ia mengerahkan tenaga, namun tetap tak dapat ia menarik pemuda itu. Sementara itu, dengan hati sebal Un Kiong mengerahkan tenaganya dan berseru,
"Pergi kau!"
Tangannya disentakkannya dan Kui Lan terlempar ke atas setinggi setombak lebih dan kalau tidak Biauw Niang-niang segera mengulurkan tangan menangkapnya, tentu ia akan terbanting kebawah.
Semua orang yang kenal Un Kiong, kecuali ayahnya sendiri kini sudah tahu akan rahasia anaknya, merasa sangat heran melihat ketangkasan dan kepandaian pemuda tolol itu. Pauw Kim Kong, sebagai tuan rumah, melangkah maju dan menjura kepada para pemimpin rombongan sambil berkata,
"Selamat datang, cuwi enghiong. Sungguh merupakan satu kehormatan besar sekali bahwa cuwi sudi menginjak tempat tinggalku yang buruk dan kotor ini."
Rombongan itu terdiri dari dua golongan. Golongan pertama terdiri dari tiga puluh lebih pahlawan kaisar yang dipimpin oleh Tan Cianbu serta empat orang kawannya, yakni pahlawan-pahlawan pilihan yang kepandaian silatnya sama lihainya dengan Tan Cianbu. Sedangkan tiga puluh orang kawannyapun terdiri dari pahlawan-pahlawan jagoan dari Istana kaisar!
Golongan kedua tak kalah hebatnya, bahkan lebih lihai! Golongan ini yang terdiri dari orang-orang kepercayaan dan kaki tangan Co Thaikam, si pembesar kebiri yang jahat, sebagian besar terdiri dari penghuni istana putih. Golongan ini dipimpin oleh orang-orang yang begitu dilihat membuat Pan Kim Kong dan orang-orang lain yang telah mengenalnya menjadi terkejut sekali.
Selain Loh-san Sam-moli si Tiga Iblis Wanita dari Loh-san di situ ada pula Kek Kong Tojin si Toya Aneh Kepala Ular, saikong yang kosen itu! Tapi ini masih belum berapa hebat karena dua orang tua yang kelihatan alim dan yang berdiri di dekat Kek Kong Tojin agaknya bukan orang-orang lemah dan Kek Kong Tojin sendiri tampak sangat hormat pada mereka. Pihak tuan rumah merasa agak cemas ketika Khouw Sin Ek maju menjura kepada Kek Kong Tojin da dua orang tua itu sambil tertawa gelak-gelak.
"Pantas bulan menjadi suram, rupanya kalian orang-orang tua yang sakti ikut datang menengok kami!" Kemudian Sin-chiu Tai-hiap Khouw Sin Ek berpaling kepada semua kawannya "Saudara-saudara, jangan berlaku kurang hormat kepada ketiga tamu agung ini. Ini adalah Ngo-lian-posat Ang Gwat Niang-Niang, yang tengah ini bukan lain adalah Lo Thong Sianjin, sedangkan yang ketiga adalah Kek Kong Tojin! Mereka bertiga adalah tokoh-tokoh dan pendiri dari Ngo-lian-pai yang tersohor!"
"Ha ha ha! Kiranya disini ada Khouw Lojin! Pantas Gunung Beng-san menjadi makin tinggi saja.” Kek Kong Tajin balas mengejek.
Sebenarnya diantara semau orang yang berada di situ, baik dari pihak penyerang dan pihak yang hendak diserang, hanya ketiga pendiri Ngo-lian-pai dan Khouw Sin Ek saja yang boleh dibilang setingkat dan menduduki tempat tertinggi. Maka kini melihat ketiga orang tua itu datang semua, diam-diam Khouw Sin Ek merasa khawatir juga. Tapi ia seorang cerdik dan banyak pengalaman, maka tidak kentara kecemasannya. Lagi pula, dengan adanya Han Liong dan Panw Lian di situ, ia mempunyai dua orang pembantu yang kiranya takkan mengecewakan.
"Khouw Toyu! Kalau telingaku yang tua tak salah dengar, kau bukanlah termasuk golongan pengacau dan pemberontak, juga kau tak pernah ikut campur urusan pemerintahan. Maka kau bukanlah musuh kami. Karena itu, pandanglah mukaku dan tinggalkanlah gunung ini dengan damai," kota Lo Thong Sianjin.
"Ha ha ha! Kau orang tua enak saja bicara. Memang aku biasanya tak suka campur urusan segala macam yang tidak penting. Tapi kalau tidak salah, kalian orang orang tua juga biasanya jarang turun gunung kalau tidak ada hal yang penting sekali. Kini aku berada di sini sebagai tamu si Malaikat Rambut Putih, maka apa yang akan terjadi kepada tuan rumah sekalian akan terjadi padaku sendiri."
"Hm, bagus! Biarlah, ikut atau tidaknya Khouw Lo-enghiong tak menjadi soal," tiba-tiba Ang Gwat Niang-niang berkata, suaranya merdu dan nyaring. "Pauw Kim Kong! Kau telah bersekongkol dengan pemberontak, mencuri surat-surat penting, dan bersiap hendak memberontak. Maka, untuk menebus dosamu itu, serahkan kepada kami beberapa orang pemberontak dengan damai."
"Hm, mudah sekali kau bicara. Siapa yang harus diserahkan?" tanya Pauw Kim Kong dengan suara mengejek.
Ang Gwat Niang-niang memberi tanda kepada Biauw Niang-niang yang segera maju dan menunjuk dengan jarinya. "Mereka ini!" Dan yang ditunjuknya ialah Han Liong, Hong Ing, Lie Bun Tek, Pauw Lian, Siok Houw Sianseng, dan keempat guru Han Liong!
"Eh, eh, kenapa tidak kau tunjuk semua saja berikut aku juga?” terdengar Khouw Sin Ek mengejek.
"Itu lebih baik lagi, memang seharusnya semua karena tak seorangpun diantara kalian yang bukan pemberontak!" Kek Kong Tojin berseru dan tiba-tiba ia berkata. "Ayoh tangkap, serbu!” Ia mendahului dengan toyanya memukul kepala Khouw Sin Ek.
Tapi Sin-chiu Taihiap tertawa keras. "Lie Bun Tek enghiong dan Un Kiong, kalian lawan yang ini!" Kedua orang itu segera maju dengan senjata masing-masing, Un Kiong dengan pokiamnya dan Lie Bun Tek dengan joan-piannya. Kedua senjata segera bergerak melawan toya kepala ular yang lihai dari saikong itu.
Ang Gwat Niang-niang mencabut pedang dan hudtimnya. "Khouw Lojin pin-ni terpaksa melanggar larangan membunuh!”
Kedua senjatanya mengeluarkan angin dingin ketika menyambar ke arah Khouw Sin Ek, tapi si Kepalan Dewa ini kembali berkelit dan melompat sambil berteriak. Ouw-liong dan Pek-liong, kalian tidak lekas turun tangan mau tunggu apa lagi?”
Mendengar perintah lucu ini, Han Liong dan Pauw Lian mencabut pokiam mereka dan lompat ke depan menyambut serangan Ang Gwat Niang-niang yang gerakan-gerakannya luar biasa dan lihai sekali.
Khouw Sin Ek segera melompat menghadapi Lo Thong Sianjin. "Kau juga hendak turun tangan? Silakan, biar tua sama tua!"
Lo Thong Sianjin yang sudah lama sekali tidak pernah berkelahi, kini melihat orang-orang bertempur segera timbul kegembiraanya. Lagi pula, ia memang sudah lama mendengar nama Sin-chiu Taihiap, maka ia yang berwatak tak mau kalah itu, ingin sekali mencoba kepandaian Khouw Sin Ek.
"Marilah pinto melayanimu barang seratus jurus," katanya dan mereka berdua lalu saling serang dengan hebat.
Sebenarnya, Lo Thong Sianjin biasa menggunakan senjata rantai, tetapi melihat Khouw Sin Ek hanya bertangan kosong, maka ia yang tak mau kalah itu tak sudi merendahkan diri melawannya dengan menggunakan senjata.
Kedua jago cabang atas yang tinggi ilmunya itu dan yang pada jaman itu sudah termasuk tingkat tertinggi, berkelahi dengan luar biasa serunya sehingga debu dan pasir di dekat kaki mereka berhamburan mengepul ke atas!
Memang Khouw Sia Ek sangat cerdik, ia tahu bahwa diantara ketiga tokoh Ngo-lian-pai itu, yang paling rendah kepandaiannya adalah Kek Kong Tojin, sedangkan yang terlihai ilmu pedangnya adalah Ang Owat Niang-niang. Maka ia memerintahkan Lie Bun Tek dan muridnya, Un Kiong, untuk melayani Kek Kong Tojin, sedangkan untuk melayani ilmu pedang dan hudtim yang lihai dari Ang Gwat Niang-niang, ia tugaskan kepada Han Liong dan Pauw Lian!
Ia maklum pula betapa tinggi ilmu silat dan lweekang dari Lo Thong Sianjin, tokoh tertua dari Ngo-lian-pai itu, maka ia sendirilah yang melawannya!
Sementara itu, semua pahlawan dan Loh-san Sam-moli serta kawan-kawannya telah bertempur melawan Pauw Kim Kong dan semua kawannya yang juga terdiri dari jagoan-jagoan lihai. Maka Sam-moli dan Tan Cianbu serta kawan-kawannya yang menjadi pemimpin rombongan dan berkepandaian tinggi segera berhadapan dengan Pauw Kim Kong, Liok-tee Sin-mo Hong In, Hee Ban Kiat, Bie Kong Hosiang, Ngo-lohiap dari Kengciu, Souw Kwan Pek si Toya Ular Dewa, Lok Twie Hwesio wakil Siauw-lim, Pek Ciok Tojin ahli Kun-lun, Khu Bu Houw, Beng Hwa Suthai, Kok Tiang Lojin dan lain-lain yang menjadi tamu di Beng-san.
Maka ramailah pertempuran terjadi dipuncak Gunung Beng-san. Suara senjata beradu disertai bentakan-bentakan marah dan teriakan-teriakan kesakitan memenuhi udara.
Kek Kong Tojin menggunakan tongkat kepala ularnya yang sakti untuk mengalahkan lawannya, tapi Un Kiong dan Lie Bun Tek bukanlah lawan-lawan lemah. Ketangguhan kedua orang ini pernah diuji oleh Kek Kong Tojin di atas genteng istana putih.
Kini setelah, mereka bertempur dengan menggunakan senjata, sekali lagi Kek Kong Tojin terpaksa harus mengakui kehebatan lawan yang masih muda ini. Dari gerakan-gerakannya, Kek Kong Tojin tahu bahwa si kedok hitam dahulu bukan lain adalah Un Kiong yang kini menggerakkan pokiamnya dengan begitu gesit dan berbahaya. Maka ia makin marah dan memutar toyanya sehingga merupakan dinding baja yang sukar ditembus!
Namun pedang Un Kiong bukanlah pedang biasa, juga joan-pian Lie Bun Tek adalah sebuah senjata pusaka yang kuat dan terbuat dari pada logam mujijat. Lagi pula, ilmu silat kedua orang ini yang memang sudah tinggi, kini tergabung menjadi satu, maka mereka merupakan lawan yang sangat tangguh dan berat.
Setelah lewat tiga ratus jurus, Kek Kong yang sudah tua dan yang terlampau banyak menghamburkan tenaga menuruti hawa nafsunya, mulai tampak lelah dan terdesak.
Yang paling indah dilihat adalah pertempuran antara Ngo-lain Posat Ang Gwat Niang-niang melawan Han Liong dan Pauw Lian. Kalau gerakan-gerakan pedang dan hudtim wanita tua merupakan awan hitam bergulung-gulung naik turun dan menyelubungi kedua anak muda itu, maka Pek-liong Pokiam dan Ouw-liong Pokiam merupakan dua naga sakti hitam-putih yang terbang berkejar-kejaran di antara awan hitam itu.
Angin pedang mereka bertiga bersiutan sampai tiga tombak lebih di sekeliling mereka hingga daun-daun pohon bergerak-gerak bagaikan tertiup angin. Tubuh ketiganya telah lenyap dari pandangan mata. Maka dapat dibayangkan betapa sengit dan mati-matian pertempuran ini.
Diam-diam Ang Gwat Niang-niang terkejut melihat ilmu pedang yang luar biasa dari kedua anak muda itu. Ia akui bahwa jika ia tidak memiliki pengalaman luas dan kalau ia tidak sudah meyakinkan Ngo-lian Kiamsut sampai semasak-masaknya, tentu ia takkan kuat menahan kedua pedang Naga ini.
Sebaliknya Han Liong dan Pauw Lian merasa gembira sekali karena mereka diberi kesempatan untuk main pedang bersama lagi, maka diam-diam mereka berterima kasih kepada Khouw Sin Ek. Kali ini, mereka lebih meresa betapa cocok kedua ilmu pedang mereka digabungkan untuk menggempur Ngo-lian kiamsut yang mempunyai banyak tipu kejam dan licin sekali itu.
Sementara itu, keadaan Khouw Sin Ek dan Lo Thong Sianjin ternyata seimbang. Lo Thong Sianjin lihai karena ilmu goloknya, sedangkan Khouw Sin Ek terkenal karena ilmu tendangannya yang berbahaya. Maka keduanya berlaku hati-hati sekali dan sedikitpun tak mau mengalah. Diam-diam mereka juga saling mengagumi.
Pekik kesakitan makin sering dan makin banyak terdengar, tanda bahwa yang mendapat luka dalam pertempuran itu makin banyak. Kui Lan telah rebah dengan luka berat di pundaknya terkena tusukan golok Bie Kong Hosiang, sedangkan banyak pahlawan menderita luka-luka berat. Di fihak tuan rumah, beberapa orang juga mendapat luka dan sudah diangkat ke dalam untuk diobati.
Hong Ing tidak ikut bertempur karena diam-diam Un liong telah memesan padanya agar jangan ikut bertempur dan bahkan surat-surat penting yang dapat dirampasnya di istana putih dulu, kini ia berikan kepada gadis itu untuk disimpan! Juga Han Liong pesan kepadanya agar jangan ikut bertempur karena musuh terdiri dari orang-orang sangat lihai.
Biarpun merasa girang melihat perhatian mereka terutama melihat Un Kiong mengkhawatirkan keselamatannya, namun diam-diam Hong Ing mendongkol karena merasa di pandang rendah. Tapi ia merasa terhibur setelah mendapat kepercayaan dari Un Kiong untuk menyimpan dan menjaga surat-surat penting itu merasa bahwa tugas menjaga surat-surat itu bahkan lebih penting dari pada ikut bertempur melawan musuh. Maka ia berdiam di tempat aman sambil menonton pertempuran hebat itu.
Akan tetapi, lambat-laun ia merasa khawatir dan ngeri juga melihat betapa fihaknya terdesak dan banyak korban yang telah jatuh. Pikirannya bekerja cepat dan ia segera masuk ke dalam kamarnya. Di situ ia buka gulungan kertas-kertas penting itu dan setelah cepat mencari, ia mendapatkan surat rencana pemberontakan Co Thaikam. Surat ini ia bawa lari keluar dan matanya mencari-cari Tan Cianbu.
Akhirnya ia mendapatkan kapten Tan itu sedang bertempur mati-matian, dikeroyok dua oleh Bie Cauw Giok murid Pauw Kim Kong dan Bhok Kian Eng murid Liok-te Sin-mo! Permainan golok Tan Cianbu cukup lihai dan tenaganya yang besar membuat dua orang pengeroyoknya tak dapat mendesaknya. Hong Ing mendekati mereka dan dengan suara keras ia berkata,
"Bie toako dan Bhok toako, silakan berhenti sebentar! Aku ada urusan penting, biar aku yang menghadapi Tan Cianbo ini!"
Meskipun terheran mendengar permintaan Hong Ing, kedua jago muda itu melompat mundur dan membiarkan Hong Ing menghadapi Tan Cianbu. Kapten itu mengenal wajah Hong Ing sebagai gadis yang memasuki tamannya dulu, bersama dengan Un Kiong. Maka ia tahan goloknya dan membentak.
"Kau mau apa?"
"Tan Lo-enghiong jangan marah dan terburu nafsu. Saya datang bukan untuk bertempur, tapi hendak memberitahukan sesuatu yang penting sekali. Dulu saudara Un Kiong berhasil mencuri surat-surat penting dari istana putih dan tahukah lo-enghiong apakah yang didapatnya? Ini silakan lo-enghiong baca sendiri!"
Dengan heran Tan-cianbu menyambut surat itu dan membacanya cepat. Mukanya menjadi pucat dan ia hampir tak percaya kepada matanya sendiri. Ia baca lagi dan tiba-tiba ia berteriak keras.
"Semua pahlawan tahan senjata!"
Berulang ia berteriak demikian hingga semua kawan-kawannya segera lompat mundur dan menahan serangan mereka. Juga pihak kaki tangan Co Thaikam dengan sendirinya mundur hingga sebentar saja semua orang yang sedang bertempur menghentikan perkelahian.
"Cici Hong Ing kenapa menangis? Mereka tak bertempur sungguh-sungguh, jangan kau khawatir."
Mendengar kata-kata ini. Hong Ing menjadi demikian girang hingga ia lupa untuk mengherankan Un Kiong yang tiba-tiba itu. Ia pegang lengan pemuda itu dengan keras.
"Benar-benarkah mereka berkelahi tidak sungguh-sungguh!”
Senyum manis terbayang di wajah Un Kiong yang tampan itu. "Mereka hanya bermain- main!"
Setelah hatinya tenang kembali, barulah Hong Ing ingat betapa mesranya ia saling berpegangan lengan dengan Un Kiong. Cepat-cepat ia melepaskan tangannya dan mundur dua langkah lalu tunduk kemalu-maluan.
Memang Un Kiong berkata benar. Biarpun keduanya merasa penasaran dan ingin sekali menang, namun mereka menjaga benar agar pedang mereka jangan sampai saling melukai. Pernah ujung pedang Pek-Liong Pokiam menyambar leher Pauw Lian yang halus, tapi sebelum menyentuh kulitnya, pedang itu telah dirobah gerakannya ke atas hingga sebaliknya hanya merobek kain pengikat rambut saja.
Sedangkan ketika ujung Ouw-liong Pokiam menyambar dan hampir menembus jantung dalam dada kiri Han Liong, pedang itu ditahan demikian rupa oleh Pauw Lian hingga akibatnya hanya merobek baju Han Liong di bagian bahu kiri saja.
Un Kiong yang sejak tadi dengan diam-diam menonton pula, dapat melihat hal ini. Kemudian ia melihat betapa Hong Ing tiba-tiba menangis. Biarpun tadinya ia merasa malu bertemu dengan gadis itu karena kata-kata gurunya tadi, namun melihat gadis yang telah mencuri hatinya itu menangis, ia tak dapat menahan hatinya dan datang menghampiri lalu menghiburnya!
Pada saat itu, tiba-tiba dari bawah Gunung Beng-san terdengar suara hiruk-pikuk dari kaki kuda dan teriakan-teriakan orang banyak. Mendadak Un Kiong melihat suhunya, Khouw Sin Ek melayang turun dari scbuah pohon dan berkata,
"Un Kiong, hati-hatilah, rombongan pahlawan kaisar dan penghuni Istana putih datang menyerbu!" Kemudian Khouw Sin Ek melompat pergi ke arah tempat bermalam para tamu.
Un Kiong terkejut. "Cepat! Suruh mereka berhenti bertempur," katanya kepada Hong Ing.
Hong Ing melompat ke dekat dua gulungan sinar yang masih saling belit-membelit itu dan berteriak, "Pauw cici! Han-ko! Berhentilah! Musuh datang menyerbu!"
Tapi Han Liong dan Pauw Lian tak memperdulikannya hingga Hong Ing menjadi bingung sampai membanting-bantingkan kakinya karena suara gemuruh dari bawah makin keras. Terpaksa ia lari dan menarik-narik lengan Un Kiong,
"Wan Kongcu, tolonglah, kau pisahkan mereka!”
"Mudah saja, tapi kau harus penuhi permintaanku."
"Baik-baik, lekas katakan," kata Hong Ing tak sabar.
"Yaitu, jangan kau sebut aku kongcu."
"Habis bagaimana?"
"Sebut aku koko."
"Aduh! Ya, apa boleh buat," jawab Hong Ing yang pikirnya bahwa pada saat seperti itu ia tak perlu banyak berbantah. "Koko, lekas kau pisahkan mereka. Musuh sudah dekat!"
"Baik." Tapi sebelum Un Kiong bergerak, dari balik sebuah pohoh lain keluarlah bayangan seorang orang tua dengan gesitnya.
"Han Liong! Pauw Lian! Cukuplah main-main ini! Berhentilah kalian!” Seruan ini nyaring dan berpengaruh, hingga Han Liong dan Pauw Lian tak berani membantahnya. Mereka melompat mundur dan menyimpan pedang serta membuka kedok masing-masing.
"Maaf suhu!" kata Han Liong dan menjura kepada orang tua yang ternyata bukan lain adalah Pauw Kim Kong sendiri!
"Siokhu!" kata Pauw Lian kemalu-maluan. "Musuh datang menyerbu, kalian enak-enak dan main-main saja!" guru dan paman itu menegur, tapi mulutnya tersenyum maklum hingga Pauw Lian makin memerah mukanya. "Siaplah kalian semua. Tempat kita diserbu lawan. Aku hendak membuat persiapan di dalam." Dan pergilah orang tua itu.
Han Liong lebih banyak memikirkan keadaan Pauw Lian dari pada keadaan musuh yang datang menyerbu. Melihat Hong Ing dan Un Kiong berdiri di situ, ia membentak adiknya.
"Ing-moi! Sakarang akuilah terus terang, semua ini adalah gara-garamu, bukan?"
Hong Ing tertawa. "Kau tidak kuat menahan godaan? Jangan marah, siapa suruh kau dulu menggodaku?" Kamudian ia menghampiri Pauw Lían dan memeluknya, “Cici, memang aku telah membohong, Han-ko tidak pernah bilang apa-apa. Ia tidak sombong, cuma-cuma..."
"Cuma apa !" bentak Han Liong gemas.
"Cuma sekarang agak... agak galak! Jangan galak-galak, Han-ko, kau bikin takut soso (kakak ipar) saja!"
"Ada-ada saja! So-so yang mana?" teriak Han Liong marah.
"Yang mana lagi? Tentu yang akan datang. Eh, ya sekarang aku mengaku terus terang, cici Pauw Lian tak pernah bilang apa-apa padaku!”
“Sudah kuduga, Kau pikir semua orang senakal engkau?"
"Adik Ing, kenapa kau suka menggoda orang saja?” Pauw Lian ikut menegur.
"Aduh, sekarang aku dikeroyok dua! Cici, sebenarnya aku ingin sekali lagi melihat Ilmu pedang kalian, maka aku gunakan akal ini. Juga sekalian aku hendak membalas godaan kalian padaku dulu."
"Godaan? Siapa yang menggoda?” tanya Pauw Lian yang kini hendak membalas pula, "memang kau dan Tan Kongcu cocok benar, selalu bersama dan tampak rukun sekali. Aku bukannya menggoda sembarangan, tapi ini kenyataan."
Han Liong tertawa. "Nah, itu baru betul!”
Kini Un Kiong tampil ke depan. “Saudara Han Liong dan Pauw Siocia. Kalian menggoda Hong Ing cici boleh saja, tapi aku jangan dibawa-bawa!"
Han Liong dan Pauw Lian saling pandang dan tertawa mendengar lagak dan seruan Un Kiong yang seperti kanak-kanak, karena Un Kiong yang sengaja berlagak seperti ketika ia menjadi pemuda tolol, hingga Hong Ing mendengar dan melihat lagaknya jadi teringat lagi akan Un Kiong si tolol dulu, maka ia tak dapat menahan gelinya.
"Karena kalian sebut-sebut namaku, terpaksa akupun hendak membalas. Hong Ing cici, aku buka rahasia mereka sekarang. Tadi mereka bertempur biar kelihatan sengit, sebenarnya mereka saling sayang menyayangi dan menjaga jangan sampai saling luka melukai!"
Kini Hong Ing dan Ui Kiong yang menertawakan mereka, sedangkan Pauw Lian dan Han Liong yang terbuka rahasianya hanya menundukkan muka kemaluan.
Pada saat itu musuh telah menyerbu naik, dan di pintu gerbang yang dipasang didepan telah penuh dengan musuh yang bertemu dengan pihak tuan rumah. Han Liong mengajak kawan-kawannya menyusul ke sana.
Ketika melihat rombongan yang datang itu, Un Kiong merasa terkejut sekali karena romborgan itu dipimpin oleh orang-orang kepercayaan Co Thaikam dan para pahlawan kaisar, termasuk ayahnya sendiri! Yang membuat ia heran adalah kedua golongan ini yang sekarang dapat bekerja sama. Ini sungguh hebat dan berbahaya.
Melihat Un Kiong berada di situ, untuk sesaat mata Tan Cianbu memandang penuh kagum dan sayang, tapi ia segera membuang muka dan tak mau memandangnya. Tapi Kui Lan, murid Loh-san sam-moli, yang genit dan memang 'ada hati' terhadap pemuda tolol itu, segera maju menghampiri dan berkata,
"Eh, Tan Siangkong, kau berada di sini? Apa kau diculik oleh gerombolan pengacau ini? Biar, nanti aku balaskan sakit hatiumu. Mari, ikut dengan kami!"
Berkata begini, Kui Lan si muka hitam itu ulurkan tangannya dengan lemah lembut untuk menarik tangan Un Kiong. Tapi ternyata ia rasakan tangan Un Kiong keras dan tak dapat disentakkan! Ia mengerahkan tenaga, namun tetap tak dapat ia menarik pemuda itu. Sementara itu, dengan hati sebal Un Kiong mengerahkan tenaganya dan berseru,
"Pergi kau!"
Tangannya disentakkannya dan Kui Lan terlempar ke atas setinggi setombak lebih dan kalau tidak Biauw Niang-niang segera mengulurkan tangan menangkapnya, tentu ia akan terbanting kebawah.
Semua orang yang kenal Un Kiong, kecuali ayahnya sendiri kini sudah tahu akan rahasia anaknya, merasa sangat heran melihat ketangkasan dan kepandaian pemuda tolol itu. Pauw Kim Kong, sebagai tuan rumah, melangkah maju dan menjura kepada para pemimpin rombongan sambil berkata,
"Selamat datang, cuwi enghiong. Sungguh merupakan satu kehormatan besar sekali bahwa cuwi sudi menginjak tempat tinggalku yang buruk dan kotor ini."
Rombongan itu terdiri dari dua golongan. Golongan pertama terdiri dari tiga puluh lebih pahlawan kaisar yang dipimpin oleh Tan Cianbu serta empat orang kawannya, yakni pahlawan-pahlawan pilihan yang kepandaian silatnya sama lihainya dengan Tan Cianbu. Sedangkan tiga puluh orang kawannyapun terdiri dari pahlawan-pahlawan jagoan dari Istana kaisar!
Golongan kedua tak kalah hebatnya, bahkan lebih lihai! Golongan ini yang terdiri dari orang-orang kepercayaan dan kaki tangan Co Thaikam, si pembesar kebiri yang jahat, sebagian besar terdiri dari penghuni istana putih. Golongan ini dipimpin oleh orang-orang yang begitu dilihat membuat Pan Kim Kong dan orang-orang lain yang telah mengenalnya menjadi terkejut sekali.
Selain Loh-san Sam-moli si Tiga Iblis Wanita dari Loh-san di situ ada pula Kek Kong Tojin si Toya Aneh Kepala Ular, saikong yang kosen itu! Tapi ini masih belum berapa hebat karena dua orang tua yang kelihatan alim dan yang berdiri di dekat Kek Kong Tojin agaknya bukan orang-orang lemah dan Kek Kong Tojin sendiri tampak sangat hormat pada mereka. Pihak tuan rumah merasa agak cemas ketika Khouw Sin Ek maju menjura kepada Kek Kong Tojin da dua orang tua itu sambil tertawa gelak-gelak.
"Pantas bulan menjadi suram, rupanya kalian orang-orang tua yang sakti ikut datang menengok kami!" Kemudian Sin-chiu Tai-hiap Khouw Sin Ek berpaling kepada semua kawannya "Saudara-saudara, jangan berlaku kurang hormat kepada ketiga tamu agung ini. Ini adalah Ngo-lian-posat Ang Gwat Niang-Niang, yang tengah ini bukan lain adalah Lo Thong Sianjin, sedangkan yang ketiga adalah Kek Kong Tojin! Mereka bertiga adalah tokoh-tokoh dan pendiri dari Ngo-lian-pai yang tersohor!"
"Ha ha ha! Kiranya disini ada Khouw Lojin! Pantas Gunung Beng-san menjadi makin tinggi saja.” Kek Kong Tajin balas mengejek.
Sebenarnya diantara semau orang yang berada di situ, baik dari pihak penyerang dan pihak yang hendak diserang, hanya ketiga pendiri Ngo-lian-pai dan Khouw Sin Ek saja yang boleh dibilang setingkat dan menduduki tempat tertinggi. Maka kini melihat ketiga orang tua itu datang semua, diam-diam Khouw Sin Ek merasa khawatir juga. Tapi ia seorang cerdik dan banyak pengalaman, maka tidak kentara kecemasannya. Lagi pula, dengan adanya Han Liong dan Panw Lian di situ, ia mempunyai dua orang pembantu yang kiranya takkan mengecewakan.
"Khouw Toyu! Kalau telingaku yang tua tak salah dengar, kau bukanlah termasuk golongan pengacau dan pemberontak, juga kau tak pernah ikut campur urusan pemerintahan. Maka kau bukanlah musuh kami. Karena itu, pandanglah mukaku dan tinggalkanlah gunung ini dengan damai," kota Lo Thong Sianjin.
"Ha ha ha! Kau orang tua enak saja bicara. Memang aku biasanya tak suka campur urusan segala macam yang tidak penting. Tapi kalau tidak salah, kalian orang orang tua juga biasanya jarang turun gunung kalau tidak ada hal yang penting sekali. Kini aku berada di sini sebagai tamu si Malaikat Rambut Putih, maka apa yang akan terjadi kepada tuan rumah sekalian akan terjadi padaku sendiri."
"Hm, bagus! Biarlah, ikut atau tidaknya Khouw Lo-enghiong tak menjadi soal," tiba-tiba Ang Gwat Niang-niang berkata, suaranya merdu dan nyaring. "Pauw Kim Kong! Kau telah bersekongkol dengan pemberontak, mencuri surat-surat penting, dan bersiap hendak memberontak. Maka, untuk menebus dosamu itu, serahkan kepada kami beberapa orang pemberontak dengan damai."
"Hm, mudah sekali kau bicara. Siapa yang harus diserahkan?" tanya Pauw Kim Kong dengan suara mengejek.
Ang Gwat Niang-niang memberi tanda kepada Biauw Niang-niang yang segera maju dan menunjuk dengan jarinya. "Mereka ini!" Dan yang ditunjuknya ialah Han Liong, Hong Ing, Lie Bun Tek, Pauw Lian, Siok Houw Sianseng, dan keempat guru Han Liong!
"Eh, eh, kenapa tidak kau tunjuk semua saja berikut aku juga?” terdengar Khouw Sin Ek mengejek.
"Itu lebih baik lagi, memang seharusnya semua karena tak seorangpun diantara kalian yang bukan pemberontak!" Kek Kong Tojin berseru dan tiba-tiba ia berkata. "Ayoh tangkap, serbu!” Ia mendahului dengan toyanya memukul kepala Khouw Sin Ek.
Tapi Sin-chiu Taihiap tertawa keras. "Lie Bun Tek enghiong dan Un Kiong, kalian lawan yang ini!" Kedua orang itu segera maju dengan senjata masing-masing, Un Kiong dengan pokiamnya dan Lie Bun Tek dengan joan-piannya. Kedua senjata segera bergerak melawan toya kepala ular yang lihai dari saikong itu.
Ang Gwat Niang-niang mencabut pedang dan hudtimnya. "Khouw Lojin pin-ni terpaksa melanggar larangan membunuh!”
Kedua senjatanya mengeluarkan angin dingin ketika menyambar ke arah Khouw Sin Ek, tapi si Kepalan Dewa ini kembali berkelit dan melompat sambil berteriak. Ouw-liong dan Pek-liong, kalian tidak lekas turun tangan mau tunggu apa lagi?”
Mendengar perintah lucu ini, Han Liong dan Pauw Lian mencabut pokiam mereka dan lompat ke depan menyambut serangan Ang Gwat Niang-niang yang gerakan-gerakannya luar biasa dan lihai sekali.
Khouw Sin Ek segera melompat menghadapi Lo Thong Sianjin. "Kau juga hendak turun tangan? Silakan, biar tua sama tua!"
Lo Thong Sianjin yang sudah lama sekali tidak pernah berkelahi, kini melihat orang-orang bertempur segera timbul kegembiraanya. Lagi pula, ia memang sudah lama mendengar nama Sin-chiu Taihiap, maka ia yang berwatak tak mau kalah itu, ingin sekali mencoba kepandaian Khouw Sin Ek.
"Marilah pinto melayanimu barang seratus jurus," katanya dan mereka berdua lalu saling serang dengan hebat.
Sebenarnya, Lo Thong Sianjin biasa menggunakan senjata rantai, tetapi melihat Khouw Sin Ek hanya bertangan kosong, maka ia yang tak mau kalah itu tak sudi merendahkan diri melawannya dengan menggunakan senjata.
Kedua jago cabang atas yang tinggi ilmunya itu dan yang pada jaman itu sudah termasuk tingkat tertinggi, berkelahi dengan luar biasa serunya sehingga debu dan pasir di dekat kaki mereka berhamburan mengepul ke atas!
Memang Khouw Sia Ek sangat cerdik, ia tahu bahwa diantara ketiga tokoh Ngo-lian-pai itu, yang paling rendah kepandaiannya adalah Kek Kong Tojin, sedangkan yang terlihai ilmu pedangnya adalah Ang Owat Niang-niang. Maka ia memerintahkan Lie Bun Tek dan muridnya, Un Kiong, untuk melayani Kek Kong Tojin, sedangkan untuk melayani ilmu pedang dan hudtim yang lihai dari Ang Gwat Niang-niang, ia tugaskan kepada Han Liong dan Pauw Lian!
Ia maklum pula betapa tinggi ilmu silat dan lweekang dari Lo Thong Sianjin, tokoh tertua dari Ngo-lian-pai itu, maka ia sendirilah yang melawannya!
Sementara itu, semua pahlawan dan Loh-san Sam-moli serta kawan-kawannya telah bertempur melawan Pauw Kim Kong dan semua kawannya yang juga terdiri dari jagoan-jagoan lihai. Maka Sam-moli dan Tan Cianbu serta kawan-kawannya yang menjadi pemimpin rombongan dan berkepandaian tinggi segera berhadapan dengan Pauw Kim Kong, Liok-tee Sin-mo Hong In, Hee Ban Kiat, Bie Kong Hosiang, Ngo-lohiap dari Kengciu, Souw Kwan Pek si Toya Ular Dewa, Lok Twie Hwesio wakil Siauw-lim, Pek Ciok Tojin ahli Kun-lun, Khu Bu Houw, Beng Hwa Suthai, Kok Tiang Lojin dan lain-lain yang menjadi tamu di Beng-san.
Maka ramailah pertempuran terjadi dipuncak Gunung Beng-san. Suara senjata beradu disertai bentakan-bentakan marah dan teriakan-teriakan kesakitan memenuhi udara.
Kek Kong Tojin menggunakan tongkat kepala ularnya yang sakti untuk mengalahkan lawannya, tapi Un Kiong dan Lie Bun Tek bukanlah lawan-lawan lemah. Ketangguhan kedua orang ini pernah diuji oleh Kek Kong Tojin di atas genteng istana putih.
Kini setelah, mereka bertempur dengan menggunakan senjata, sekali lagi Kek Kong Tojin terpaksa harus mengakui kehebatan lawan yang masih muda ini. Dari gerakan-gerakannya, Kek Kong Tojin tahu bahwa si kedok hitam dahulu bukan lain adalah Un Kiong yang kini menggerakkan pokiamnya dengan begitu gesit dan berbahaya. Maka ia makin marah dan memutar toyanya sehingga merupakan dinding baja yang sukar ditembus!
Namun pedang Un Kiong bukanlah pedang biasa, juga joan-pian Lie Bun Tek adalah sebuah senjata pusaka yang kuat dan terbuat dari pada logam mujijat. Lagi pula, ilmu silat kedua orang ini yang memang sudah tinggi, kini tergabung menjadi satu, maka mereka merupakan lawan yang sangat tangguh dan berat.
Setelah lewat tiga ratus jurus, Kek Kong yang sudah tua dan yang terlampau banyak menghamburkan tenaga menuruti hawa nafsunya, mulai tampak lelah dan terdesak.
Yang paling indah dilihat adalah pertempuran antara Ngo-lain Posat Ang Gwat Niang-niang melawan Han Liong dan Pauw Lian. Kalau gerakan-gerakan pedang dan hudtim wanita tua merupakan awan hitam bergulung-gulung naik turun dan menyelubungi kedua anak muda itu, maka Pek-liong Pokiam dan Ouw-liong Pokiam merupakan dua naga sakti hitam-putih yang terbang berkejar-kejaran di antara awan hitam itu.
Angin pedang mereka bertiga bersiutan sampai tiga tombak lebih di sekeliling mereka hingga daun-daun pohon bergerak-gerak bagaikan tertiup angin. Tubuh ketiganya telah lenyap dari pandangan mata. Maka dapat dibayangkan betapa sengit dan mati-matian pertempuran ini.
Diam-diam Ang Gwat Niang-niang terkejut melihat ilmu pedang yang luar biasa dari kedua anak muda itu. Ia akui bahwa jika ia tidak memiliki pengalaman luas dan kalau ia tidak sudah meyakinkan Ngo-lian Kiamsut sampai semasak-masaknya, tentu ia takkan kuat menahan kedua pedang Naga ini.
Sebaliknya Han Liong dan Pauw Lian merasa gembira sekali karena mereka diberi kesempatan untuk main pedang bersama lagi, maka diam-diam mereka berterima kasih kepada Khouw Sin Ek. Kali ini, mereka lebih meresa betapa cocok kedua ilmu pedang mereka digabungkan untuk menggempur Ngo-lian kiamsut yang mempunyai banyak tipu kejam dan licin sekali itu.
Sementara itu, keadaan Khouw Sin Ek dan Lo Thong Sianjin ternyata seimbang. Lo Thong Sianjin lihai karena ilmu goloknya, sedangkan Khouw Sin Ek terkenal karena ilmu tendangannya yang berbahaya. Maka keduanya berlaku hati-hati sekali dan sedikitpun tak mau mengalah. Diam-diam mereka juga saling mengagumi.
Pekik kesakitan makin sering dan makin banyak terdengar, tanda bahwa yang mendapat luka dalam pertempuran itu makin banyak. Kui Lan telah rebah dengan luka berat di pundaknya terkena tusukan golok Bie Kong Hosiang, sedangkan banyak pahlawan menderita luka-luka berat. Di fihak tuan rumah, beberapa orang juga mendapat luka dan sudah diangkat ke dalam untuk diobati.
Hong Ing tidak ikut bertempur karena diam-diam Un liong telah memesan padanya agar jangan ikut bertempur dan bahkan surat-surat penting yang dapat dirampasnya di istana putih dulu, kini ia berikan kepada gadis itu untuk disimpan! Juga Han Liong pesan kepadanya agar jangan ikut bertempur karena musuh terdiri dari orang-orang sangat lihai.
Biarpun merasa girang melihat perhatian mereka terutama melihat Un Kiong mengkhawatirkan keselamatannya, namun diam-diam Hong Ing mendongkol karena merasa di pandang rendah. Tapi ia merasa terhibur setelah mendapat kepercayaan dari Un Kiong untuk menyimpan dan menjaga surat-surat penting itu merasa bahwa tugas menjaga surat-surat itu bahkan lebih penting dari pada ikut bertempur melawan musuh. Maka ia berdiam di tempat aman sambil menonton pertempuran hebat itu.
Akan tetapi, lambat-laun ia merasa khawatir dan ngeri juga melihat betapa fihaknya terdesak dan banyak korban yang telah jatuh. Pikirannya bekerja cepat dan ia segera masuk ke dalam kamarnya. Di situ ia buka gulungan kertas-kertas penting itu dan setelah cepat mencari, ia mendapatkan surat rencana pemberontakan Co Thaikam. Surat ini ia bawa lari keluar dan matanya mencari-cari Tan Cianbu.
Akhirnya ia mendapatkan kapten Tan itu sedang bertempur mati-matian, dikeroyok dua oleh Bie Cauw Giok murid Pauw Kim Kong dan Bhok Kian Eng murid Liok-te Sin-mo! Permainan golok Tan Cianbu cukup lihai dan tenaganya yang besar membuat dua orang pengeroyoknya tak dapat mendesaknya. Hong Ing mendekati mereka dan dengan suara keras ia berkata,
"Bie toako dan Bhok toako, silakan berhenti sebentar! Aku ada urusan penting, biar aku yang menghadapi Tan Cianbo ini!"
Meskipun terheran mendengar permintaan Hong Ing, kedua jago muda itu melompat mundur dan membiarkan Hong Ing menghadapi Tan Cianbu. Kapten itu mengenal wajah Hong Ing sebagai gadis yang memasuki tamannya dulu, bersama dengan Un Kiong. Maka ia tahan goloknya dan membentak.
"Kau mau apa?"
"Tan Lo-enghiong jangan marah dan terburu nafsu. Saya datang bukan untuk bertempur, tapi hendak memberitahukan sesuatu yang penting sekali. Dulu saudara Un Kiong berhasil mencuri surat-surat penting dari istana putih dan tahukah lo-enghiong apakah yang didapatnya? Ini silakan lo-enghiong baca sendiri!"
Dengan heran Tan-cianbu menyambut surat itu dan membacanya cepat. Mukanya menjadi pucat dan ia hampir tak percaya kepada matanya sendiri. Ia baca lagi dan tiba-tiba ia berteriak keras.
"Semua pahlawan tahan senjata!"
Berulang ia berteriak demikian hingga semua kawan-kawannya segera lompat mundur dan menahan serangan mereka. Juga pihak kaki tangan Co Thaikam dengan sendirinya mundur hingga sebentar saja semua orang yang sedang bertempur menghentikan perkelahian.