Pedang Penakluk Iblis Jilid 19
KINI Kong Ji mengulurkan tangan hendak membantunya, yakni dengan cara menumpas para pengejarnya, tokoh-tokoh kang-ouw itu! Semua ini membingungkannya. Tokoh-tokoh besar kang-ouw memusuhinya, sebaliknya Kong Ji mengulurkan tangan kepadanya. Dan masih ada lagi soal Soan Li yang tiba-tiba benci kepadanya, menuduh yang bukan-bukan. Lebih aneh dan hebat lagi, Soan Li menyebut Kong Ji dengan panggilan Lam-ko, padahal sebutan ini adalah sebutan untuknya karena ia memperkenalkan diri kepada Soan Li sebagai Gong Lam!
Di samping semua kebingungan yang membuat Sin Hong bengong terlongong masih ada lagi hal lain yang membuat ia menjadi pucat, yakni dengan adanya Giok Seng Cu di situ bersama-sama Kong Ji. Giok Seng Cu ! inilah yang telah mematahkan tulang kaki Soan Li, dan orang ini pula yang harus dibinasakannya, karena bukanlah Giok Seng Cu pula yang menjadi ketua Im-yang-bu-pai yang telah membasmi Hoa-san-pai dan menjadi biang keladi kemusnahan Lu-liang-pai?
Akan tetapi mengapa sekarang Giok Seng Cu berada di situ bersama Kong Ji dan mereka ini justru merupakan orang-orang yang hendak membelanyanya dari kejaran dan ancaman tokoh-tokoh besar dan ketua dari Kun-lun-pai, Thian-san-pai dan lain-lain?
Tanpa banyak cakap lagi, Sin Hong mengerakkan tubuhnya dan tanpa dapat diduga lebih dulu ia telah mengirim pukulan ke arah Giok Seng Cu. Kakek yang sudah pernah merasai kelihaian tangan Sin Hong tentu saja tidak mudah diserang. Dia adalah murid dari Pak Hong Thiansu, ketua dari perkumpulan lm-yang-bu-pai. Dia seorang ahli silat tinggi yang sudah memiliki pengalaman luas sekali dan kepandaiannya tidak boleh dipandang ringan. Maka tentu saja biarpun diserang secara tiba-tiba oleh Sin Hong, ia dapat melihat hal ini dengan baik, maka cepat-cepat ia miringkan tubuh sambil menangkis sekuat tenaga.
Biarpun Giok Seng Cu mengerahkan tenaga Tin-san-kang dalam tangkisannya ini, namun tetap saja terhuyung beberapa langkah ketika hawa pukulan Sin Hong mendorongnya. Ia benar-benar merasa heran sekali, juga terkejut karena secara aneh sekali pemuda itu kembali telah menyerangnya.
"Sin Hong, jangan kau kurang ajar,” Kong Ji membentak dari samping dan sinar kuning emas yang menyilaukan mata meluncur ke arah punggung Sin Hong dari belakang!
Sin Hong terpaksa menarik kembali serangannya terhadap Giok Seng Cu dan membalikkan tubuh. Ia melihat serangan pedang di tangan Kong Ji hebat juga sedangkan pedang itu sendiri membikin agak jerih. Sin Hong maklum bahwa pedang Pak-kek Sin-kiam yang berada di tangan Kong Ji adalah sebuah pedang pusaka yang ampuh sekali dan tidak boleh dibuat main-main. Maka ia pun hanya mengelak dan melangkah mundur. Kong Ji mendesak, sedangkan Giok Seng Cu juga mengirim pukulan Tin-san-kang dari samping.
Serangan-serangan ini sebenarnya tidak membingungkan hati Sin Hong. Yang membikin ia gugup adalah ketika Soan Li kembali menyerangnya, dan selain Ba Mau Hoatsu juga mengeluarkan sepasang senjatanya, kini para pengejarnya telah datang dekat.
"Para Locianpwe yang baru tiba, biarlah kami membantu Cuwi (Tuan Sekalian) menangkap penjahat besar Wan Sin Hong ini…!" kata Kong Ji dengan nada suara gembira sekali.
Kembali hati Sin Hong terkejut. Ia tidak mengerti sama sekali akan sikap Kong Ji. Baru saja menawarkan tenaga untuk membelanya dari para pengejarnya, sekarang serentak mengajak kawan-kawannya untuk menyerangnya. Apakah gerangan yang tersembunyi di balik sikap aneh ini?
Sementara itu, Tai Wi Siansu, Leng Hoat Taisu dan yang lain-lain tentu saja tertegun melihat Ba Mau Hoatsu, Giok Seng Cu. Dua orang tokoh ini tentu saja sudah amat dikenal dan dapat dibilang bukanlah orang-orang yang berdiri di pihak Tai Wi Siansu sekalian. Akan tetapi mengapa mereka itu juga memusuhi penjahat muda Wan Sin Hong. Betapapun juga, kerena mereka sedang mengejar Wan Sin Hong dan sekarang pemuda jahat itu sedang dikeroyok oleh Giok Seng Cu dan kawan-kawannya, Tai Wi Siansu dan rombongannya tidak banyak bertanya, langsung menyerbu dan mengeroyok Sin Hong pula.
Sin Hong boleh jadi gagah perkasa dan memiliki ilmu kepandaian yang tinggi sekali, akan tetapi mana bisa ia tahan menghadapi semua orang tokoh besar di dunia kang-ouw ini'' Pengeroyoknya adalah Giok Seng Cu, Ba Mau Hoatsu, Liok Kong Ji. Gak Soan Li, Tai Wi Siansu, Leng Hoat Taisu dan masih banyak tokoh besar lainnya yang rata-rata memiliki kepandaian ilmu silat tinggi.
"Penasaran... penasaran… Para Locianpwe jaman sekarang sudah terlaluan sehingga tidak awas pemandangan mata, tidak tajam pendengaranrya." Berkali-kali Sin Hong berseru keras dengan kecewa dan sedih, kemudian karena menghadapi desakan yang amat hebat, terpaksa ia menyambar sebatang ranting yang terletak di atas tanah dan mengamuklah ia dengan Ilmu Pedang Pak kek-kiam-sut yang amat luar biasa!
Untung baginya, melihat ilmu pedang yang dimainkan dengan sebatang ranting ini, Kong Ji demikian tertarik dan tertegun, sehingga pemuda ini menghentikan serangannya dan menonton cara Sin Hong bersilat pedang! Kesempatan baik ketika semua pengeroyoknya mundur saking gentar menghadapi gerakan ranting yang tidak saja amat cepat, akan tetapi juga amat kuat itu tidak disia-siakan oleh Sin Hong. Sekali berkelebat lenyaplah ia dari depan para pengeroyoknya!
Diam-diam Kong Ji terkejut sekali. Kepandaian Sin Hong, ternyata telah meningkat sedemikian hebatnya sehingga ia harus mengaku takkan dapat melawan pemuda itu. Apakah dia telah mempelajari Pak-kek Kiam-sut? Demikian pikir Kong Ji. Aneh sekali, kitab itu masih berada di dasar jurang dan hanya aku yang mengetahui tempatnya, bagaimana Sin Hong dapat mempelajari ilmu pedang aneh itu? Tak salah tentu yang tadi dimainkan oleh Sin Hong adalah Pak-kek Kiam sut, karena gerakan dasarnya hampir sama dengan ilmu silat yang ia pelajari dari Hui Lian, yakni Pak-kek Sin ciang hoat, Jangan-jangan kitab yang di dasar jurang itu telah diambil oleh Sin Hong...!
"Hebat benar kepandaian penjahat Wan Sin Hong itu..." terdengar Tai Wi Siansu memuji. "Dia itu murid siapakah?”
Mendengar kata-kata ketua Kun-lun- pai ini cepat-cepat Kong Ji berkata, "Locianpwe, dia itu adalah Wan Sin Hong yang selama ini merajalela melakukan berbagai kejahatan. Dia adalah putra angkat Lie Bu Tek murid Hoa-san pai dan hendaknya Locianpwe maklum bahwa ada serombongan orang yang berniat mengangkatnya menjadi bengcu pada pemilihan bengcu baru nanti."
Warta ini benar-benar mengagetkan Tai Wi Siansu. Kalau dunia kang-ouw dipimpin oleh seorang bengcu sejahat itu, benar-benar berbahaya sekali! Dan kepandaian pemuda jahat tadi memang benar-benar luar biasa dan hebat, seakan-akan seorang iblis saja. "Siapa yang memilihnya?" tanyanya sambil memandang wajah tampan pemuda yang belum dikenalnya ini.
"Yang memilihnya adalah perkumpulan Hek kin-kaipang di bawah pimpinan Cam-kauw Sin-kai," jawab Kong Ji.
Kembali Ketua Kun-lun-pai ini terkejut. Akan tetapi yang lebih kaget lagi adalah Leng Hoat Taisu Ketua Teng-san-pai. Cam-kauw Sin-kai adalah kakak seperguruan yang paling tua dan yang paling pandai. "Tak mungkin Cam-kauw Sin-kai memilih penjahat untuk menjadi bengcu. Orang muda, kau siapakah berani berlancang mulut menuduh Cam-kauw Sin-kai memilihnya?" tegur Leng Hoat Taisu sambil memandang Kong Ji dengan mata penasaran.
Kong Ji menoleh kepada Giok Seng Cu dan kakek yang berambut putih itu maju sambil tertawa terkekeh-kekeh. "Tai Wi Siansu dan Leng Hoat Taisu ketahuilah! Pemuda ini adalah calon bengcu dan kamilah pemilih-pemilihnya. Calon bengcu tidak lancang menuduh, memang benar bahwa antara Cam-kauw Sin-kai dan penjahat muda Wan Sin Hong terdapat perhubungan yang erat. Hal ini baiktiya kau orang tua pikun suka pergi menyelidiki."
Leng Hoat Taisu masih penasaran akan tetapi ia juga ingin sekali segera menyelidik apakah hal ini benar adanya. Sebaliknya Tai Wi Siansu memandang pada Kong Ji dengan ragu-ragu, maklum bahwa Giok Seng Cu bukan orang baik-baik akan tetapi tahu pula akan kelihaian kakek yang menjadi ketua lm-yang-bu-pai ini. Kalau sampai Giok Seng Cu dan orang seperti Ba Mau Hoatsu memIilihnya, tak dapat disangkal tentu yang ia pilih itu seorang yang berkepandaian tinggi. Akan tetapi, mungkinkah seorang yang masih begini muda memiliki kepandaian berarti?
Kong ji orangnya memang cerdik sekali. Sekali pandang saja tahulah ia apa yang terdapat dalam hati ketua Kun-Lun pai itu. Maka sambil tersenyum ia menjura kepada Tai Wi Siansu dan Leng Hoat Taisu berkata dengan suara lemah lembut, "Jiwi Locianpwe sebagai ciangbunjin partai-partai besar, tentu saja tak dapat dibandingkan dengan aku yang rendah. Untuk menjadi Bengcu bukanlah mudah, dan aku yang muda merasa dihormati oleh kata-kata Giok Seng Cu Locianpwe. Menjadi bengcu memang sukar bukan main, tidak semudah merobohkan pohon pek di kiri itu dengan tangan kosong."
Tai Wi Siansu melirik ke arah kiri dimana terdapat pohon pek yang besarnya sepelukan orang lebih. Merobohkan pohon itu dengan tangan kosong? Hem, kalau ia mengerahkan seluruh tenaganya, agaknya dapat juga ia merobohkan pohon itu, akan tetapi tidak berani memastikan, karena untuk dapat melakukan hal itu, orang harus memiliki tenaga seribu kati.
"Merobohkan pohon itu dengan tangan kosong kau anggap mudah? Ah, ingin kali aku yang tua menyaksikan kelihaian orang muda sekarang."
Kong Ji kembali menjura dan berkata, "Aku yang muda Liok Kong Ji memperlihatkan kebodohan, maaf..." Setelah berkata demikian, dengan langkah lebar ia menghampiri pohon pek itu, mengerahkan tenaga Tin-san-kang dan sekali ia merendahkan tubuh dan mendorong terdengar suara keras dan pohon terlempar ke atas. Belum juga pohon itu turun, tubuh Kong Ji sudah berkelebat dan nampak sinar menyilaukan berkelebatan, disusul oleh robohnya pohon yang kini batangnya telah menjadi lima potong!
Tai Wi Siansu dan Leng Hoat Taisu dua orang ketua partai besar yang tentu saja memiliki kepandaian tinggi, menyaksikan demonstrasi ini menjadi kaget bukan main. Mereka yang berpemandangan awas, tentu saja melihat betapa tadi pemuda itu mempergunakan pedang yang luar biasa tajamnya, melompat dengan gerakan Sin liong-seng-thian (Naga Sakti naik ke Langit) dan dengan empat kali sabatan telah berhasil menabas batang pohon menjadi lima potong!
"Hebat sekali!" Leng Hoat Taisu memuji.
"Apakah ia bermaksud hendak menduduki kursi bengcu?" tanya Tai Wi Siansu yang masih menaruh hati curiga karena pemuda yang lihai ini dipilih oleh orang-orang seperti Giok Seng Cu dan Ba Mau Hoatsu. Apalagi setelah ia kini mengenal itu sebagai pedang Pak-kek Sin-kiam yang dulu pernah dibuat perebutan dan pernah dibawa lari oleh Giok Seng Cu. Bagaimana pedang itu terjatuh ke dalam tangan pemuda ini?
Giok Seng Cu tersenyum. "Tai Wi Siansu, apakah kau tidak mengenal Pak-kek Sin-kiam? Dahulu mendiang Supek Pak Kek Siansu pernah berkata bahwa siapa yang mewarisi Pak-kek Sin-kiam, adalah jago nomor satu di dunia dan patut menjadi bengcu."
Tentu saja kata-kata dari Giok Seng Cu ini hisapan jempolnya sendiri, akan tetapi para tokoh besar yang mendengar diam-diam menjadi terheran dan kagum.
"Jadi dia ini murid Pak Kek Siansu yang mewarisi peninggalan pedang dan kitab locianpwe itu?" tanya Tai Wi Siansu.
Giok Seng Cu tertawa bergelak. "Kalian sudah tahu sekarang, apakah tidak betul pilihan kami mengangkat dia sebagai calon bengcu?"
Sementara itu, Tai Wi Siansu melihat sinar mata yang sombong sekali dari Kong Ji, maka diam-diam kakek yang awas ini menjadi terkejut. ia memberi tanda kepada kawan-kawannya untuk pergi, lalu berkata. "Hal itu tergantung dengan keadaan pada saat nanti pemilihan dilakukan. Sementara itu, sudah menjadi kewajiban kita hersama, lebih-lebih kewajiban murid dari mendiang Pak Kek Siansu, untuk menangkap seorang penjahat seperti Sin Hong. Ataukah... Liok-sicu ini tidak mampu menangkapnya?"
Merah telinga Kong Ji mendengar ini. "Wan Sin Hong pasti akan mampus di tanganku. Kalau sekarang tak dapat melakukannya, kelak pada pemilihan bengcu, apa salahnya membekuknya?"
"Kita sama lihat sajalah nanti..." kata Tai Wi Siansu sambil berlari pergi meninggalkan tempat itu, diikuti oleh kawan-kawannya.
Di tengah jalan, Leng Hoat Taisu berkata. "Toyu, sakapmu terhadap Liok Kong Ji tadi tepat sekali. Pinto juga tidak menaruh kepercayaan terhadap pemuda seperti itu."
"Siapa bisa percaya kepada pilihan Giok Seng Cu dan Ba Mau Hoatsu? Anehnya pemuda itu benar-benar lihai. Bagaimana kepandaian Luliang-pai bisa jatuh ke dalam tangannya?" kata Tai Wi Siansu.
Adapun Kong Ji yang ditinggal pergi oleh rombongan Tai Wi Siansu, merasa gembira bukan main. "Biarpun Sin Hong tak dapat kita tarik, dia sudah tidak berdaya, pasti dikejar-kejar terus karena kejahatannya. Giok Seng Cu Suhu harap bersama Mau Suhu pergi mencari See-thian Tok-ong dan berusaha menariknya agar bersama kita membuat pahala. Harus diberi tahu bahwa pihak Hwa I Engihiong Go Ciang Le sudah pula keluar dan kalau kita tidak bersatu, sukarlah bagi kita untuk berhasil mengejar cita-cita kita."
"Jangan khawatir, kami akan berusaha. Kurasa See-thian Tok-ong takkan begitu bodoh memakai jalan sendiri," jawab Giok Seng Cu yang tak lama kemudian pergi pula bersama Ba Mau Hoatsu.
Memang mengherankan sekali. Bagai mana orang-orang ternama dalam dunia kang-ouw seperti Giok Seng Cu dan ba Mau Hoatsu dapat demikian tunduk hadap Kong Ji? Dan bagaimana pula Gak Soan Li sekarang berada bersama Kong Ji dan kelihatan begitu mencintai dan menurut? Untuk melenyapkan keheranan ini, baiklah kita ikuti pengalaman Soan Li semenjak ia ditawan dan dibawa pergi oleh Giok Seng Cu dalam keadaan tidak berdaya sama sekali.
Seperti sudah dituturkan di bagian depan, Gak Soan Li yang kedua pahanya masih belum sembuh, sama sekali tidak berdaya menghadapi Giok Seng Cu dan akhirnya ia kena ditawan oleh kakek jahat itu. Giok Seng Cu pada dasarnya bukanlah seorang bandot tua yang suka akan daun kembang muda, dia bukan-seorang mata keranjang. Akan tetapi, Gak Soan Li adalah seorang gadis yang manis dan memiliki bentuk tubuh yang menarik hati. Biarpun seorang kakek seperti Giok Seng Cu yang tidak berwatak mata keranjang, kiranya tidak mengherankan kalau sampai tertarik pula. Semua ini ditambah lagi oleh kenyataan bahwa gadis ini adalah murid Go Ciang Le yang dianggap sebagai musuhya. Maka ia menawan Soan Li bukan saja untuk memuaskan nafsu hatinya juga sekalian untuk membalas dendam, atau setidaknya menyusahkan murid musuh besarnya itu.
Sementara itu, di tempat lain tak jauh dari situ, terjadi hal yang mengherankan pula. Hwesio gundul tinggi besar yang dipukul mundur secara mengherankan oleh Gak Soan Li yang duduk di atas dua tangan Sin Hong, dengan hati penasaran sekali pergi naik kuda bersama dua orang muridnya Ci Kong dan Ci Kwan. Ia benar-benar merasa sudah dihina sekali. Dengan malu dan marah-marah hwesio tinggi besar ini membalapkan kudanya, di belakangnya diikuti oleh dua orang muridnya yang tak berani banyak cakap karena maklum bahwa guru mereka sedang marah.
"Minggir kau, jahanami" Tiba-tiba hwesio tinggi besar itu membentak ketika melihat seorang pemuda berjalan seenaknya di tengah jalan. Kuda tunggangan hwesio itu sedang berlari cepat sekali, sedangkan pemuda itu seperti seorang buta yang tak melihat datangnya kuda. Agaknya tubuh pemuda yang tidak besar itu akan diterjang oleh kuda dan hal ini pasti berakibat hebat. Hwesio itu yang sedang marah dan uring uringan, menjadi gemas melihat pemuda ini. karena pemuda ini mengingatkan ia akan pemuda yang memanggul Gak Soan Li.
"Kau cari mampus!" bentaknya lagi. biarpun tidak menaruh hati kasihan sedikit pun terhadap pemuda ini, akan tetapi kalau sampai kudanya menerjang, ada kemungkinan kudanya akan roboh pula. Maka bentaknya ini dibarengi dengan sabetan cambuk yang berada di tangannya ke arah leher pemuda itu dengan maksud melemparkan pemuda itu ke pinggir jalan.
Akan tetapi akibatnya hebat bukan main dan hampir saja hwesio itu terkena celaka. Pemuda yang disabetnya, dengan enak sekali mengulur tangan kiri menyambar ujung pecut dan membarengi gerakan ini dengan tangan kanan. yang dipukulkan ke depan dengan jari-jari terbuka.
Hwesio itu merasa tubuhnya tersentak, demikian kuat pegangan pemuda itu pada pecutnya. Kemudian tiba-tiba ia merasa desir angin pukulan yang hebat sekali ke arah dadanya. Maklumlah hwesio berilmu ini bahwa ia menghadapi pukulan lweekang yang dapat mendatangkan maut. Cepat tubuhnya dilempar ke belakang. Dengan gerakan berjumpalitan berhasil membebaskan diri dari pukul istimewa yang dilepaskan oleh pemuda itu. Akan tetapi, terdengar suara meringkik keras dan kuda itu roboh berkelojotan lalu mati. Ternyata bahwa kuda itu tak dapat mengelak seperti tuannya, sekali terkena pukulan istimewa itu terus mati!
Hwesio itu terkejut sekali, akan tetapi kedua orang muridnya, Po-an Ci-heng-te menjadi marah sekali. Mereka ini sudah melompat dari kuda dan mencabut golok dengan muka beringas. "Bocah kurang ajar, apa kau buta berani membunuh kuda Suhu kami"
Pemuda Itu tersenyum mengejek. "Aku Liok Kong Ji selamanya belum pernah bertemu dengan kalian, akan tetapi datang-datang gurumu yang berkepala gundul keras itu hendak menghinaku. Hanya kepala kudanya, bukan kepala gundulnya yang remuk, itu masih amat badus baginya."
Pemuda yang lihai ini memang Kong Ji adanya. Seperti telah diketahui, di atas Pulau Kim-ke-tho, Kong Ji bertemu dengan Sin Hong dan telah meningdalkan pulau dengan hati kecewa dan dendam. ia harus menjatuhkan Sin Hong, baik secara kasar maupun dengan jalan halus. Kebetulan sekali di tengah perjalanan ia tertemu dengan hwesio tinggi besar beserta dua orang muridnya yang sedang urang-uringan karena habis dihajar oleh Soan Li beberapa hari yang lalu. Po-an Ca-heng-te yakni dua saudara Ci Kong dan Ci Kwan, mendengar jawaban Kong Ji yang menghina itu, marah bukan main. Serentak mereka menerping maju dengan golok digerakkan cepat.
"Jangan sembrono..." Hwesao gundul itu mencegah murid-muridnya, namun terlambat. Dalam segebrakan saja, ketika dua orang bersaudara yang terkenal ahli-ahli golok ini menerjang, Kong Ji melakukan gerakan yang aneh. Tubuhnya mendadak jungkar balik, kepalanya di atas tanah, kedua tangan kakinya bargerak dan terdengar seruan kesakitan, disusul oleh robohnya saudara Ci itu! Dengan cara yang amat aneh dan cepat sekali, Kong ji yang berdiri dengan kaki di atas dan kepala di bawah itu telah bergerak secara cepat melakukan serangan tanpa dapat ditangkis oleh kedua orang saudara Ci yang tentu saja tidak mengira akan menghadapi serangan macam itu. Inilah ilmu silat yang aneh yang dapat dipelajari oleh Kong Ji dari See-thian Tok-ong!
Hwesio itu terkejut sekali melihat betapa dalam satu gebrakan saja, dua orang muridnya telah dirobohkan secara aneh. Juga ilmu silat yang diperlihatkan oleh Kong Ji ini pernah dilihatnya, maka sambil melangkah maju ia bertanya, "Orang muda, pernah apakah kau dengan See-thian Tok-ong?"
Kong Ji tersenyum mengejek. "See thian Tok-ong? Aku bukan apa-apa dengan dia, mungkin dia itu calon pecundangku. Kau ini hwesio gundul kepundaianmu boleh juga, siapakah kau dan apakah kau berniat buruk ataukah baik terhadap aku Liok Kong Ji? Kalau niatmu buruk, kau akan kurobohkan seperti dua orang muridmu yang goblok ini, kalau niatmu baik, marilah kita bersahabat untuk mencari kedudukan bersama di dunia ini.”
"Kau mengoceh! Kau kira aku takut menghadapi seorang bocah seperti engkau? Tak usah membicarakan soal niat, coba kaukalahkan sepasang rodaku ini, kalau memang gagah," Hwesio itu menggerakkan kedua tangannya dan tahu-tahu ia telah memegang sepasang senjata yang aneh yakni sepasang roda.
"Eh, eh, bukankah kau ini Ba Mau Hoatsu dari Tibet? Sudah lama aku ingin sekali bertemu dan bersahabat denganmu. Ba Mau Suhu, harap menyimpan kembali senjatamu dan mari kita bercakap-cakap. Tak perlu kita mengadu kepandaian; kau takkan menang."
Hwesio itu memang bukan lain Ba Mau Hoatsu adanya. Sebagaimana telah diketahui, Ba Mau Hoatsu adalah seorang tokoh besar dunia persilatan dan kepandaiannya sudah amat terkenal, apalagi sepasang rodanya yang jarang menemui tandingan. Hanya beberapa orang yang dapat mengalahkannya, maka ketika ia kalah oleh Gak Soan Li yang bertanding di atas lengan tangan seorang pemuda tolol, tentu saja Ba Mau Hoatsu merasa terhina sekali. Sekarang ia bertemu dengan seorang lain yang kata-katanya seakan-akan seorang jagoan bahkan yang berani memastikan bahwa dia takkan menang melawan pemuda ini, tentu saja hati hwesio Tibet ini menjadi makin mendongkol.
"Liok Kong Ji kau ini orang macam apakah berani betul membuka mulut besar? Biarlah aku berjanji, kalau aku Ba Mau Hoatsu kalah olehmu, aku akan suka menjadi sahabatmu. Akan tetapi sebaliknya, kalau kau tidak menang, aku pasti akan menghancurkan kepalamu sebagai hukuman atas kesombonganmu."
Kong Ji tersenyum, menghampiri dua orang saudara Ci yang masih menggeletak lemas di atas tanah karena totokannya. ia menggerakkan kedua kakinya menendang dan bergeraklah dua orang saudara itu, karena telah terbebas dari totokan! "Kalian mendengar kata-kata Suhumu tadi? Nah, kalianlah yang menjadi saksi," katanya sambil mendorong dua orang itu ke pinggir. Kemudian Kong Ji menghadapi Ba Mau Hoatsu. Pemuda ini sudah seringkali mendengar nama besar Ba Mau Hoatsu, maka ia tidak berani berlaku sembrono, sungguhpun gerak-gerik dan kata-katanya memandang ringan. Dengan gerakan indah ia menghunus pedangnya yang begitu dihunus membuat Ba Mau Hoatsu berubah air mukanya.
"Pak-kek Sin-kiam...!" serunya kaget tercengang sehingga ia lupa untuk membuka serangannya.
"Memang betul, awas sekali matamu. Ba Mau Hoatsu. Pak-kek Sin-kiam berada di tanganku, apakah kau masih belum percaya bahwa kau takkan menang melawanku?"
"Bocah sombong, coba kau terima siang-lun (sepasang roda) di tanganku'" bentak Ba Mau Hoatsu marah. Memang ia merasa kaget dan agak gemetar melihat pedang pusaka perunggalan Pak Kek Siansu akan tetapi karena yang memegangnya hanya seorang bocah yang sangat muda sekali, mana ia sudi mengalah? Dengan cepat ia mulai membuka serangannya, roda di tangan kanan dipukul ke arah dada sedangkan roda kiri meluncur ke atas, terus menimpa kepala Kong Ji.
Terdengar suara nyaring dua kali susul-menyusul, dan bunga api berpijar menyilaukan mata ketika sekaligus pedang pusaka itu berhasil menangkis sepasang roda yang menyerang dari depan dan atas. Gerakan pedang di tangan Kong Ji cepat sekali dan diam-diam Ba Mau Hoatsu harus mengaku bahwa pemuda itu memang mempunyai tenaga besar dan gerakan cepat.
"Awas pedang!" Kong Ji berseru keras. Dalam gebrakan pertama setelah berhasil menangkis, pedangnya tidak tinggal diam dan melakukan serangan balasan yang tak kalah lahainya. Pemuda itu telah mempelajari pelbagai ilmu silat dari guru-guru pandai ditambah pula dengan otaknya yang luar biasa cerdik sehingga ia dapat merangkai semua ilmu silat tinggi itu, kini dengan pedang pusaka di tangan, tentu saja ia hebat sekali. Dengan otak cerdik luar biasa, ketekunan jarang tandingan, dan ditambah bakatnya yang baik, kini tingkat kepandaian pemuda ini sudah mengatasi Ba Mau Hoatsu, bahkan kalau dibandingkan dengan kepandaian Giok Seng Cu atau See-thian Tok-ong sekalipun, belum tentu kalah!
Biarpun ia hanya mempelajari Pak-kek Sin-ciang-hoat dari teorinya yang ia dapat dari Nona Go Hui Lian saja, namun karena otaknya memang luar biasa tajamnya, Kong Ji telah dapat mainkan jurus-jurus Pak-kek Sin-ciang yang dilakukan dengan pedang secara mengagumkan sekali. Agaknya, kepandaian Hui Lian atau Soan Li sekalipun dalam ilmu silat ini takkan dapat menang dari pemuda ini. Tentu saja kemenangannya atau keunggulannya ini sebagian besar dikarenakan pengertiannya yang luas dan dalam ilmu silat setelah ia digembleng oleh banyak orang pandai seperti Giok Seng Cu, See-thian Tok-ong, dan Hwa I Enghiong Go Ciang Le sendiri.
Akan tetapi Ba Mau Hoatsu juga bukan seorang lawan yang empuk. Pendeta gundul ini selain memiliki ilmu silat tinggi juga memiliki banyak pengalaman dalam pertempuran, apalagi pernah mempelajari ilmu hoatsut (ilmu –sihir). Sayang sekali bahwa hwesio ini memiliki watak yang rendah sehingga batinnya menjadi kotor. Kalau tidak demikian pasti akan memiliki tenaga batin yang kuat dan menjadi seorang sakti yang sukar dilawan. Kini segala macam ilmu sihirnya yang tidak begitu kuat, tidak ada artinya bagi Kong Ji, pemuda yang sudah banyak mempelajari tentang ilmu ngendalikan napas dan samadhi.
Melihat ketangguhan Ba Mau Hoatsu, Kong Ji menjadi marah dan penasaran sekali. Sudah empat puluh jurus ia masih belum mampu mengalahkan lawannya. Cepat ia merubah ilmu pedangnya dan kini mainkan ilmu pedang gubahan sendiri yang ia ambil dari sari-sari gerak ilmu silat yang pernah ia pelajari. Imu pedang ini amat aneh dan tidak terduga datangnya sehingga sepasang roda dari Ba Mau Hoatsu menjadi kalut. Semua ini masih ditambah dengan dorongan-dorongan tangan kiri yang mengandung tenaga Tin san-kang hebat sehingga beberapa kali roda dari Ba Mau Hoatsu terkena dorongan tangan kiri itu hampir saja runtuh.
Pada kesempatan terakhir ketika Ba Mau Hoatsu menyerang dengan sepasang roda dari atas dan bawah, Kong Ji memutar pedangnya seperti kitiran angin dan tahu-tahu pedangnya telah menempel dengan roda kiri lawannya. Betapa-pun Ba Mau Hoatsu hendak menarik senjatanya itu, tetap saja sia-sia karena Kong Ji telah mempergunakan tenaga menyedot yang kuat sekali. Dengan marah Ba Mau Hoatsu mengerahkan tenaga menyerang dengan roda kanannya. Kong Ji mendahuluinya, mengirim tendangan ke tempat berbahaya sedangkan tangan kirinya menembak dengan tenaga Tin-san-kang sepenuhnya.
"Lepas senjata atau nyawa!" bentak pemuda itu.
Ba Mau Hoatsu benar-benar terkejut kali ini. Roda kirinya telah macet, menempel dengan pedang lawan. Kini Pukulan Tin-san-kang lawannya membentur roda kanannya dan membuat senjatan ini membalik hendak memukul dadanya sendiri. Masih disusul lagi dengan tendangan yang kalau mengenai sasaran pasti akan mendatangkan bencana hebat. Cepat ia melakukan gerakan Sam-hoat to-goat (Tiga Lingkaran Membungka Bulan) dengan maksud untuk menyelamatkan diri dari tiga macam serangan lawan itu. Namun, ia kalah cepat. Biar pun tendangan kaki dapat dielakkan oleh Ba Mau Hoatsu dan dengan miringkan tubuh ia dapat menguasai roda kanannya yang membalik, namun pedang Pak kek Sin-kiam yang amat tajam itu, tiba-tiba melepaskan diri dari tempelan roda dan bagaikan segaris kilat menyambar ke arah tenggorokan hwesio itu!
Kalau saja Kong Ji tidak mempunyai cita-cita untuk memakai tenaga hwesio kosen dari Tibet ini tentu ia akan melanjutkan tusukannya dan leher hwesio itu akan tertembus oleh pedang pusaka. Akan tetapi Kong Ji tidak melakukan hal ini, melainkan menyelewengkan tusukannya dan akibatnya, hanya baju di bagian leher saja yang terbabat hanya satu senti selisihnya dari kulit leher Ba Mau Hoatsu!
Sebagai seorang ahlt silat tinggi, Ba Mau Hoatsu mengerti bahwa lawannya telah mengampuni nyawanya. Mukanya menjadi pucat dan berubah merah sekali. Ia kaget dan juga malu. Dalam beberapa hari saja ia telah dikalahkan oleh dua orang muda secara aneh dan memalukan sekali. Akan tetapi, melihat sikap pemuda yang bernama Liok Kong ji ini, dan melihat ilmu silatnya yang mirip sekali dengan ilmu silat Giok Seng Cu dan kadang-kadang mirip pula dengan ilmu silat See-thian Tok-ong pula mengingat bahwa pemuda ini memegang pedang Pak-kek Sin-kiam dan tak dapat diragukan lagi tentu ahli waris pedang dan kitab peninggalan Pak Kek Siansu, lebih baik kiranya kalau ia bersahabat dengan pemuda aneh dan lihai ini. Oleh karena berpikir demikian, Ba Mau Hoatsu menarik napas panjang dan berkata kagum.
"Liok-sicu kau benar-benar lihai sekali. Aku yang tua dan bodoh mengaku kalah dan merasa terhormat sekali kalau dapat menjadi sahabatmu."
Kong Ji tersenyum dan cepat menjura. "Terima kasih bahwa Losuhu telah sudi mengalah dan memberi pelajaran kepada aku yang muda, Ba Mau Suhu, marilah kita duduk di bawah pohon sambil bercakap-cakap tentang cita-citaku yang akan mengangkat tinggi nama kita bersama kalau saja Ba Mau Suhu suka membantu."
Ba Mau Hoatsu menurut dan di bawah pohon besar itu. Kong Ji menceritakan cita-citanya. Ia menuturkan betapa kedudukan Temu Cin pemimpin orang Mongol menjadi makin kuat dan betapa pemerintah Kin sudah kocar-kacir.
"Mengapa pada kesempatan ini kita tidak mempergunakan kepandaian mengumpulkan orang-orang gagah untuk merampas kerajaan? Dengan alasan hendak mempertahankan negara dan membangkitkan lagi kekuasaan bangsa sendiri, kurasa mudah saja kita mencari dukungan dari orang-orang gagah dan rakyat jelata. Kita robohkan pemerintah Kin, kemudian bersama rakyat kita menggempur Temu Cin. Kalau kelak aku yang muda terpilih menjadi Cin-beng Thian-cu (Putera Tuhan yakni sebutan untuk Kaisar!) bukanlah Ba Mau Suhu juga akan mendapat bagian kedudukan tinggi?"
Ba Mau Hoatsu mengangguk-angguk. jelas kelihatan amat tertarik karena siapakh orangnya tidak suka menerima kedudukan tinggi dan mulia? Akan tetapi ia ragu-ragu. Ia pernah membantu pemerintah Kin merobohkan pemerintah lama dahulu, kalau sekarang ia membantu Kong Ji merampas kedudukan bukankah namanya akan rusak dan ia dianggap seorang pengkhianat yang berkepala dua?
Kong Ji yang berpemandangan tajam itu, sekali pandang saja sudah dapat menduga akan keraguan hati Ba Mau Hoatsu, maka katanya, "Ba Mau Suhu, kau telah membunuh mati muridmu sendiri, seorang pangeran keluarga Raja Kin. Dengan perbuatan itu, berarti secara langsung kau termasuk musuh besar Kerajaan Kin dan tentu tidak disuka oleh mereka. Padahal, kau membunuh muridmu Wan-yin Kan itu adalah hal yang sudah sepatutnya kalau menurut pendapatku. 0leh karena itu kita akan melakukan perbuatan gagah apabila dapat menggempur Kerajaan Kin."
Ba Mau Hoatsu tertegun. Bagaimana bocah ini dapat mengetahui hal yang telah terjadi belasan tahun yang lalu itu?
Kong Ji tersenyum, "Ba Mau Hoatsu harap kau jangan curiga dan heran. Biar pun masih muda, aku telah mempunyai pengalaman dan hubungan yang amat luas. Aku pernah menjadi murid Giok Seng Cu Suhu, pernah menjadi murid Hoa-san-pai, Kwan-im-pai, juga pernah menerima gemblengan dari See-thian Tok-ong dan juga dari Hwa I Enghiong Go Ciang Le. Semua ini masih ditambah pula oleh kepandaian yang kuperoleh dari Pak Kek Siansu dengan bukti adanya pedang ini di tanganku," Pemuda itu menyombongkan diri dan Ba Mau Hoatsu yang sudah merasai kelihaian tangannya percaya belaka bahwa pemuda inilah ahli waris kitab dan pedang peninggalan Pak Kek Siansu kakek sakti itu.
Namun, Ba Mau Hoatsu tercengang juga ketika mendengar bahwa Kong Ji pernah digembleng Go Ciang Le. Teringatlah ia akan gadis cantik yang mengalahkannya sambil duduk di atas lengan seorang pemuda aneh. "Kalau begitu, Liok-sicu masih terhitung murid Hwa I Enghiong? Belum lama ini pinceng telah bertemu dengan seorang murid wanita dari Hwa I Enghiong..."
"Siapa dia...?" Kong Ji memotong tak sabar.
"Namanya Gak Soan Li, kepandaiannya tinggi dan..."
Kong Ji melompat dan memegang lengan Ba Mau Hoatsu dengan erat sehingga hwesio itu menjadi kaget. Kalau bukan Ba Mau Hoatsu yang memiliki kepandaian tinggi, lengan orang lain pasti akan remuk tulangnya digenggam sedemikian eratnya oleh Kong Ji. "Di mana dia ? Hayo kita susul...!"
Ba Mau Hoatsu hendak bicara, akan tetapi Kong Ji memutus omongannya dengan kata-kata tak sabar. "Mari berangkat menyusulnya kita bicara sambil berjalan."
Dengan ilmu lari cepat, kedua orang ini lalu menyusul gadis yang diceritakan oleh Ba Mau Hoatsu. Di tengah jalan Ba Mau Hoatsu menuturkan pengalamannya ketika bertemu dengan Gak Soan Li. Tentu saja ia merasa malu untuk mengaku cara bagaimana ia telah dikalahkan oleh gadis itu, dan hanya menceritakan bahwa ia beradu kepandaian dengan Gak Soan Li dan mendapat kenyataan bahwa kepandaian gadis itu memang tinggi sekali. Tentang pemuda tolol yang menjadi "kuda" dan ditunggangi sepasang lengannya oleh Soan Li, Ba Mau Hoatsu hanya mengatakan bahwa gadis itu mempunyai seorang pelayan pemuda tolol yang agaknya berotak miring.
Kong Ji tersenyum, bibirnya bergerak-gerak dan matanya bersinar, wajahnya berseri kemerahan. Seluruh dirinya dikuasai nafsu dan timbul cinta kasihnya yang selama ini terpendam. "Dia memang amat pandai, Suciku itu memang lihai sekali..." katanya memuji sambil mempercepat larinya sehingga Ba Mau Hoatsu harus mengerahkan seluruh kepandaian untuk dapat mengimbangi kecepatannya.
Baru dua hari mereka melakukan perjalanannya untuk menyusul Gak Soan Li, pada hari ke tiga, mereka melihat seorang pertapa rambut pandang berlari mendatangi sambil memanggul tubuh seorang gadis. Kakek ini tertawa tawa seorang diri dan nona yang dipanggul itu kelihatan lemas tak berdaya.
"Giok Seng Cu...!"
Kong Ji dan Ba Mau Hoatsu berseru hampir berbareng. Sebaliknya, ketika Giok Seng Cu melihat Ba Mau Hoatsu, ia berlari menghampiri sambil tersenyum.
“Eh, hwesio tua, kau hendak ke manakah?"
Akan tetapi kata-katanya terhenti ia terkejut bukan main ketika tiba-tiba pemuda yang datang bersama Ba Mau Hoatsu itu tubuhnya berkelebat tahu-tahu nona yang dipondongnya itu telah kena dirampas oleh pemuda itu! Gerakan yang demikian cepatnya benar-benar membuat ia kaget sekali dan sekaligus mengingatkan ia akan "pemuda tolol" yang tadinya melindungi Gak Soon Li. Melihat pemuda itu telah mendukung tubuh Soan Li dan kini meletakkan tubuh itu di atas rumput sambil memeriksa nadi, Giok Seng Cu hendak menyerang pemuda itu. Akan tetapi Kong Ji menoleh dan berkata dengan suara berpengaruh,
"Suhu Giok Seng Cu, jangan ganggu Soan Li, dia kekasihku!"
Giok Seng Cu tertegun mendengar suara ini. Ia seperti sudah pernah mengenal pemuda ini dan suaranya amat dikenalnya. Karena pemuda ini datang bersama Ba Mau Hoatsu, maka Giok Seng Cu lalu menoleh kepada hwesio Tibet itu dan menunda niatnya untuk menyerang.
"Giok Seng Cu Toyu, kau seorang tua bangka apakah masih hendak bermain gila terhadap seorang Nona muda? Lebih baik kau membiarkan muridmu mewakilimu ha-ha-ha!"
"Muridku...?"
"Tidak kenal lagikah kau kepada muridmu sendiri? Dia itu Liok Kong Ji muridmu, akan tetapi juga murid See-thian Tok-ong, murid Hwa l Enghiong dan akhirnya murid atau ahli waris dari Pak Kek Siansu!"
Giok Seng Cu membuka matanya lebar-lebar. "Kong Ji, tidak saja kau sudah menjadi besar tubuhmu, akan tetapi juga besar hatimu dan besar pula nyalimu. Bagaimana kau begitu berani kurang ajar terhadap guru sendiri? Hayo lekas berlutut minta ampun, baru pinto dapat mempertimbangkan hukumanmu!" bentaknya marah.
Kong Ji telah memeriksa keadaan Gak Soan Li dan maklumlah ia bahwa gadis yang masih pingsan itu tidak menderita luka parah dalam tubuhnya, tidak terganggu oleh Giok Seng Cu, melainkan tulang pahanya sedang mulai mulai tersambung dari keadaannya yang patah.
"Suhu Giok Seng Cu, siapakah yang mematahkan tulang-tulang paha kekasihku ini?" tanyanya dengan mata mengancam.
"Aku yang mematahkannya, eh, mau apa bicara begitu kurang ajar kepadaku"
Biarpun ia marah sekali, namun Kong-ji masih ingat akan cita-citanya, maka ia tidak mau bermusuhan dengan bekas gurunya ini. Ia bahkan harus menarik tenaga kakek ini menjadi pembantunya. "Kalau kau sendiri yang melukainya tidak apalah. Baiknya kau tidak mengganggunya, kalau terjadi hal yang demikian, kiranya aku akan melupakan hubungan kita yang sudah-sudah."
Sejak tadi, Giok Seng Cu sudah marah bukan main. Kata-kata bekas muridnya itu diucapkan dengan nada demikian memandang rendah. Tak patut sekali seorang murid bersikap sedemikian rupa terhadap gurunya, maka dengan muka merah, Giok Seng Cu berkata. "Kong Ji, kau benar-benar harus dihajar adat" Setelah berkata demikian, ia lalu menggerakkan lengan bajunya menampar muka muridnya.
"Plak, brettt," Ujung lengan baru itu bertemu dengan tangan Kong Ji dan hancur.
"Kurang ajar, kau berani melawan?" Giok Seng Cu marah dan cepat menyerang, kini sungguh-sungguh bukan sekedar untuk menampar.
"Aku tidak melawan, hanya untuk memperlihatkan bahwa aku bukanlah Kong Ji yang dahulu lagi, dan aku ingin -bekerja sama dengan kau, Suhu Giok Seng Cu," kata Kong Ji sambil mengelak cepat.
"Tunjukkan dulu kepandaianmu. bocah sombong!" Giok Seng Cu mcnyerang lagi, kini tubuhnya merendah dan ia mulai melakukan pukulan-pukulan Tin-san-kang!
Kong ji tentu saja maklum akan kelihaian ilmu silat ini, akan tetapi ia telah mempelajari ilmu pukulan ini sepenuhnya, bahkan telah melatih dengan giat dan mencampur Ilmu pukulan itu dengan ilmu pukulan ganas yang ia pelajari dari See-thian Tok-ong. Oleh karena itu ia menghadapi ilmu pukulan bekas gurunya ini dengan ilmu pukulan Tin-san-kang pula! Tidak itu saja, ia bahkan berani menerima pukulan dengan pukulan pula, berarti ia berani mengadu tenaga. Barkali-kali dua pasang lengan bertenmu dengan tenaga yang serupa dan keduanya tergeser mundur, tanda bahwa tenaga mereka seimbang!
"Bagus, kau mendapat kemajuan pesat sekali!" seru Giok Seng Cu berkali-kali sambil mengeluarkan seluruh kepandaiannya untuk merobohkan muridnya ia merasa penasaran sekali. Masa seorang guru tak dapat mengalahkan muridnya sendiri?
Akan tetapi biarpun ia telah mainkan Tin-san-kang sampai habis, tetap saja ia tak dapat mengalahkan Kong Ji, bahkan Kong Ji merubah Ilmu Silat Pak-kek Sin-ciang yang ia pelajari dari Hui Lian.
"Ini Pak-kek Sin-ciang tulen...!" seru Giok Seng Cu terkejut sekali.
Ia pernah menyaksikan ilmu silat ini ketika dimainkan oleh supeknya, Pak Kek Siansu. Biarpun pada dasarnya ilmu silat yang pelajari mendiang suhunya, Pak Hong Siansu, sama dengan Pak-kek Siansu, akan tetapi jurus dan gerakannya jauh berbeda, hanya gerakan kaki saja yang serupa.
“Memang aku murid Pak Kek Siansu!" seru Kong ji sombong dan menyerang terus dengan hebatnya. Sebenarnya, yang ia mainkan itu bukanlah Pak-kek Sin-ciang aseli yang baru sedikit ia pelajari. Ia mainkan ilmu silat campuran antara Tin-san-kang, Pak-kek Sin-ciang, dan Hek-tok-ciang yang ia pelajari dart See-Thian Tok-ong!
Namun, kepandaian Kong Ji sudah demikian hebat dan lihainya, sehingga seorang tokoh seperti Giok Seng Cu sampai kewalahan menghadapinya. Tingkat ilmu silat dari Giok Seng Cu memang lebih tinggi daripada tingkat Ba Mau Hoatsu dan kini di depan Ba Mau Hoatsu, Giok Seng Cu merasa malu dan tidak sudi kalau sampai ia kena dirobohkan oleh muridnya sendiri. Ia maklum bahwa kalau dilanjutkan pertempuran yang sudah makan waktu seratus jurus itu, ia akhirnya akan kalah juga karena kehabisan tenaga dan napas.
"Kong Ji kau hebat. Biar pinto mendengar omonganmu..." katanya sambil melompat mundur. Kong Ji juga menghentikan serangannya dan menjura dengan hormat.
"Suhu Giok Seng Cu biarpun sudah tua, makin kuat saja..." ia memuji.
Giok Seng Cu menarik napas panjang. "Siapa bilang? Menghadapi Wan Si Hong seorang bocah aku kalah, kau pun aku tak dapat mengalahkan..."
"Sin Hong? Di mana Suhu bertemu dengannya" Dan bagaimana Suhu dapat membawa Soan Li ke sini?"
Giok Seng Cu lalu menceritakan pengalamannya. Betapa ia bertemu dengan Gak Soan Li dan bertanding ketika nona itu mengaku sebagai murid Go Ciang Le. Ia didesak oleh nona itu, akan tetapi akhirnya dapat melukai sepasang paha Soan Li dan pada saat itu ia dipukul oleh Sin Hong. Kemudian ia menceritakan lagi bahwa pemuda tolol yang kemudian dapat menduga Sin Hong adanya, pergi meninggalkan Soan Li, maka ia lalu menawan gadis itu dan membawanya pergi, bukan saja untuk membalas dendam kepada Go Ciang Le akan tetapi juga membalas dendam kepada Sin Hong yang agaknya saling cinta dengan Soan Li.
"Wan Sin Hong saling mencinta dengan dia...?" Kong Ji mukanya sebentar pucat serta marah dan ia memandang ke arah Soan Li yang masih menggeletak dalam keadaan pingsan. Memang nona itu setiap kali siuman, ditotok pingsan oleh Giok Seng Cu agar jangan banyak ribut di perjalanan.
"Begitulah kelihatannya, yang pasti, Nona ini cinta sekali kepada pemuda yang ia sebut Lam-ko," Giok Seng Cu tertawa sambil memandang kepada Ba Mau Hoatsu.
"Ba Mau-suhu, ketika dikalahkan Nona ini, apakah kau tidak sadar bahwa yang mengalahkanmu bukanlah Nona ini melainkan pemuda yang menyangganya?”
Ba Mau Hoatsu tercengang. "Begitukah?"
"Kau yang berkelahi tentu tidak begitu memperhatikan, akan tetapi aku yang mengintai tahu betul bahwa kau telah dipermainkan oleh Wan Sin Hong pemuda tolol itu!"
Ba Mau Hoatsu menjadi merah mukanya. "Kau ini sahabat macam apa? Mengapa tidak keluar membantu bahkan mentertawakan?"
Melihat Ba Mau Hoatsu marah-marah dan khawatir kalau-kalau timbul keributan di antara dua orang kakek itu Kong Ji lalu mengajak Giok Seng Cu berunding tentang cita-cita mereka bersama. Giok Seng Cu, seperti halnya Ba Mau Hoatsu, mempunyai hati dan cita-cita yang tidak bersih, maka ia pun tertarik sekali dan segera menyatakan persetujuannya untuk membantu agar kelak mendapat bagian kedudukan tinggi. Kemudian kedua orang kakek itu mendengar siasat yang diatur dan direncanakan oleh Kong Ji, siasat untuk menghadapi lawan-lawan tangguh seperti Wan Sin Hong, Go Ciang Le, dan juga Temu Cin. Mendengar siasat ini, Giok Seng Cu dan Ba Mau Hoatsu takjub bukan main, akan tetapi juga merasa ngeri.
"Bocah ini benar benar iblis cilik yang hebat..." pikir Giok Seng Cu dan Ba Mau Hoatsu.
"Memang sebaiknya kalau kau lebih dulu menjadi bengcu, dengan demikian lebih mudah bagi kita untuk melanjutkan cita-cita," kata Giok Seng Cu.
Demikianlah, dengan rela Giok Seng Cu memberikan Soan Li kepada Kong Ji dan ia pun siap sedia membantu usaha bekas muridnya yang kini berubah menjadi kepala atau pemimpin itu. Adapun Kong Ji setelah mendapatkan Soan Li dan sesuai dengan rencana yang tadi diaturnya, segera membawa gadis yang tak berdaya itu ke sebuah rumah penginapan kota Kun-long di mana Nalumei telah menantinya dengan hati sabar dan penuh cinta kasih. Melihat kekasihnya datang bersama dua orang kakek dan seorang gadis cantik jelita yang dipondong oleh Kong ji, hati Nalumei berdebar gelisah, akan tetapi wajahnya yang jelita tidak memperlihatkan sikap sesuatu. Bahkan ia cepat-cepat menolong Soan Li memondongnya ke dalam kamarnya dan menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh Kong Ji.
"Nalumei, tinggalkan itu semua. Kau tak perlu sibuk, kau kutugaskan untuk melakukan sesuatu yang lebih penting lagi." Ia menarik lengan kekasihnya, memeluknya mesra untuk menyenangkan hatinya, lalu berbisik menceritakan tugas itu.
Nalumei mengangguk-angguk. Gadis ini sudah tahu akan keadaan kekasihnya dan tahu pula bahwa ia tidak boleh membantah, harus selalu siap sedia melakukan apa saja yang diperintahkan kepadanya oleh Kong Ji.
"Nalumei. kekasihku. Demi kebahagiaan kita kelak, demi tercapainya cita-cita kita yang besar, kau harus dapat melakukan pekerjaan mudah ini dengan hasil baik. Hanya kau harus berhati-hati jangan sekali-kali memperlihatkan bahwa kau mengerti ilmu silat, karena kau berhapan dengan ahli-ahli silat tinggi." Demikian pesannya.
Nalumei menyatakan kesanggupannya dan pergilah wanita ini melakukan tugasnya yang diperintahkan oleh Kong Ji. Setelah Nalumei pergi dan menyediakan kamar untuk Ba Mau Hoatsu dan Giok Seng Cu, Kong Ji lalu merawat dan mengobati Soan Li. Pada para pelayan rumah penginapan, ia menyatakan bahwa Soan Li adalah isterinya yang sedang menderita sakit, maka tak seorang pun menaruh hati curiga. Apalagi karena kedatangan Kong Ji bersama dua orang pendeta tua yang tentunya orang-orang suci alim!
Karena itu tak seorangpun menaruh hati curiga ketika pada malam harinya terdengar suara Soan Li memaki-maki, "Wan Sin Hong... keparat jahanam, kubunuh engkau...!" Disusul oleh tangis gadis itu.
Para pelayan mengira bahwa wanita yang datangnya dipondong itu kini panas dan mengigau. Juga tidak ada yang mengherankan ketika pada keesokan harinya, Soan Li menangis terisak-isak sambil menyandarkan kepalanya di dada Kong Ji dan berkata, "Engko Gong Lam, alangkah buruknya nasibku..."
Kong Ji tersenyum dan membelai rambut Soan Li, mengambil secawan arak yang berbau harum sekali dari meja dan mendekatkan cawan itu di bibir Soan Li sambil berkata, "Tenanglah, manisku. Aku sudah mengusir Wan Sin Hong bajingan rendah itu. Jangan kau susah hati, percayalah kepadaku, kelak kita akan dapat membalas dendam kepada bajingan Sin Hong..."
Soan Li yang keadaannya sudah normal lagi itu, minum arak dari cawan tanpa banyak pikir lagi kemudian ia merebahkan kepalanya di atas pangkuan Kong Ji dengan pandangan mata penuh kasih sayang. Beberapa hari kemudian, keadaan Soan Li seperti sebuah patung bernyawa saja. Ia telah diberi minum racun oleh Kong Ji, racun yang amat keji, yang khasiatnya bukan merampas nyawa melainkan merenggut ingatan orang. Dalam pandangan Soan Li, orang yang telah menghinanya dan menodainya adalah seorang bernama Wan Sin Hong, sedangkan Kong Ji yang mengaku sebagai penolongnya ia anggap sebagai Gong Lam.
Demikianlah maka pada saat Sin Hong dikejar-kejar oleh para tokoh kang-ouw, ia bertemu dengan Kong Ji yang menyerangnya dengan bantuan Soan Li, Giok Seng Cu, dan Ba Mau Hoatsu. Sampai saat itu, Nalumei masih belum kelihatan bersama Kong Ji semenjak gadis ini melakukan tugasnya. Tentu saja Sin Hong merasa penasaran, heran dan juga cemas menyaksikan sikap Soan Li yang tiba-tiba saja membencinya setengah mati dan alangkah herannya melihat gadis itu bekerja sama dengan Kong Ji, Giok Seng Cu dan Bau Mau Hoatsu. Terutama sekali ia benar-benar tidak mengerti melihat gadis itu bersama Giok Seng Cu, padahal orang yang dahulu mematahkan kedua tulang pahanya adalah kakek berambut panjang inilah!
Mari kita melihat keadaan Go Hui Lian yang sudah amat lama kita tinggalkan. Gadis puteri Hwa I Enghiong melakukan perjalanan seorang diri, meninggalkan daerah utara menuju pedalaman Tiongkok kembali. Hatinya penuh kekaguman kepada Temu Cin, pemimpi muda yang gagah perkasa dari bangsa Mongol itu, dan di samping kekaguman terhadap Temu Cin juga ia merasa sakit hati dan marah sekali kepada Liok Kong ji. Diam-diam ia merasa menyesal sekali mengapa dahulu ia dapat ditipu oleh Kong ji. Menyesal mengapa ia telah mengeluarkan kata-kata keji terhadap sucinya, Gak Soan Li. Kini tahulah mengapa Soan Li membenci Kong Ji. Tahulah ia bahwa sebenarnya ia dahulu masih seperti anak kecil yang tidak tahu apa-apa, yang mengukur hati orang melihat wajah dan mendengar suaranya. Hui Lian merasa menyesal bukan main akan tetapi apa gunanya?
"Aku harus segera menemui ayah dan melaporkan tentang Kong Ji. Manusia itu benar benar seorang manusia berbahaya sekali. Apalagi sekarang Pak-kek sin-kiam berada di tangannya. Kepandaiannya amat tinggi dan kalau orang macam dia tidak ditundukkan, akan celakalah dunia...." Sambil berpikir seorang diri, Hui Lian mengenangkan kembali segala kejadian yang ia alami ketika ia melakukan perjalanan bersama Kong Ji.
Kini terbayang kembali peristiwa di hotel Keng-siu-bun di mana bangsawan Cu yang tua beserta isterinya yang muda dan cantik telah terbunuh dalam keadaan mengerikan sekali. Tentang Ma Hoat yang menjadi gila. Kemudian tentang berita di mana-mana tentang munculnya seorang jai-hoa-cat dan peneuri yang amat ulung dan sakti". Teringat pula tentang sikap Kong ji yang beberapa kali hendak mengganggunya di tengah malam. Teringat akan ini, Hui Lian bergidik dan mulai timbul dugaan di dalam hatinya bahwa Kong Ji yang melakukan semua perbuatan terkutuk itu. Semua menambahkan kebencian di dalam halnya terhadap bekas suhengnya itu.
Akan tetapi, dasar Hui Lian seorang wanita muda yang sedang remaja, berhati riang gembira, sebentar saja ia telah dapat melupakan kemendongkolan hatinya ketika ia melakukan perjalanan melalui tempat-tempat yang indah. Biar pun ia masih muda dan cantik jelita sehingga menarik hati setiap orang, namun sikapnya yang gagah dan wajahnya yang selalu tersenyum ramah, membuat setiap orang laki-laki yang tadinya mengandung niat kurang ajar menjadi tunduk dan tidak berani berlaku sembrono.
Pada suatu hari ketika Hui Lian tiba di kota Ceng-si-kwan dan bermalam di penginapan, ia mendengar dari pelayan sebuah peristiwa yang membuat gadis ini menjadi panas dingin saking marahnya. Mula-mula pelayan itu yang menyambut kedatangannya dan menyediakan kamar serta melayaninya, berkata setengah bergurau,
"Nona, harap Nona suka berlaku hati-hati. Baru kemarin malam di kota ini terjadi peristiwa mengerikan sekali."
"Peristiwa mengerikan? Apakah yang terjadi?"
Pelayan itu bicara perlahan. "Siapa lagi kalau bukan penjahat muda yang baru-baru ini menimbulkan kerusuhan hebat sekali di kota-kota besar? Nona, penjahat cabul Wan Sin Hong telah mendalangi kota ini!”
Hui Lian benar-benar terkejut sekali. Bukan terkejut karena ia pernah mendengar kejahatan "penjahat cabul" itu. Melainkan terkejut karena nama Wan Sin Hong disebut sebagai penjahat. Seingataya, Wan Sin Hong adalah putera angkat Lie Bu Tek seperti pernah ia mendegar dari ayah bundanya, juga Kong Ji. Bahkan dengan hati kasihan ia pernah mendengar penuturan dari ayah bundanya bahwa Wan Sin Hong adalah putera tunggal Wanyen Kan atau Wan Kan dengan Thio Ling In suci (kakak seperguruan) ibunya yang keduanya telah tewas di tangan Ba Mau Hoatsu, dan bahwa semenjak kecil Wan Sin Hong dipelihara oleh Lie Bu Tek. Kemudian ia mendengar bahwa mungkin sekali Wan Sin Hong telah tewas sebagaimana diceritakan oleh Kong ji. Akan tetapi bagaimana sekarang tahu-tahu muncul nama Wan Sin Hong sebagai seorang penjahat cabul? Apakah barangkali ada nama yang sama?
"Apa yang telah terjadi di kota ini? Apa yang dilakukan oleh penjahat bernama Wan Sin Hong itu?" tanya Hui Lian kepada pelayan yang menjadi pucat mendengar Hui Lian menyebut nama penjahat itu keras-keras.
"Ssst, Siocia, jangan keras-keras. Kalau dia mendengar... dan kau begitu begitu..."
"Begitu apa? Teruskan!" kata Hui Lian sambil tersenyum geli melihat keadaan pelayan tua itu demikian ketakutan.
"Siocia, terus terang saja, kau begitu cantik jelita dan... penjahat itu di setiap kota selalu mendatangi gadis tercantik..."
"Aku tidak takut! Biar ada sepuluh penjahat seperti dia jangan kau khawatir, dengan sepasang tanganku ini akan dapat kubekuk semua"
Tiba-tiba terdengar suara orang menarik napas panjang, disusul oleh kata-kata yang terdengar berduka, "Aahhh... kalau saja omongan itu dapat dibuktikan, alangkah baiknya..."
Pelayan itu terkejut bukan main karena tadinya di situ tidak ada orang. Mukanya pucat, tubuhnya gemetar dan memutar tubuh memandang. "Aduuhh... Can-piauwsu benar-benar Membikin aku kaget setengah mati!" katanya dengan lega ketika melihat yang bicara tadi adalah seorang laki-laki berusia empat puluh tahun lebih, berpakaian sebagai seorang guru silat dan sikapnya sabar, akan tetapi matanya berpengaruh.
Hui Lian tentu saja sejak tadi sudah dapat melihat kedatangan orang hanya ia pura-pura tidak mellhatnya karena disangkanya orang ini seorang tamu biasa saja. Kini mendengar kata-kata orang itu, ia memandang dengan tajam, matanya penuh pertanyaan.
"Lo-enghiong, apa maksudmu dengan kata-kata tadi?"
Can-piauwsu (Pengawal Can) tersenyum pahit dan berkata, "Maaf, Nona. Kiranya tidak patut kalau aku yang tidak ada sangkut-pautnya dengan kata-katamu secara lancang menyatakan pendapat. Akan tetapi agaknya kau terlalu besar bicara dan kata-katamu hendak membekuk sepuluh Wan Sin Hong benar-benar menggelikan sekali." ia menarik napas, berulang-ulang dan sambil menggeleng gelengkan kepalanya ia hendak pergi dan situ. Akan tetapi alangkah terkejutnya ketika tiba-tiba ia merasa punggungnya ditowel orang dan tahu-tahu seluruh tubuhnya kaku tak dapat digerakkan!
Can piauwsu terkejut sekali karena ia maklum bahwa jalan darahnya bagian tat-twa-heat telah kena ditotok orang secara ajaib sekali, karena ia tidak melihat atau mendengar gerakan tangan orang sama sekali! Kembali ia merasa pinggungnya diraba orang dan tahu-tahu totokan tadi telah dibebaskan dan ia dapat bergerak kembali. Cepat Can-piauwsu menoleh dan melihat gadis jelita yang tadi ia pandang rendah berdiri sambil tersenyum kepadanya, senyumnya luar biasa manisnya!
"Can-piauwsu, benar-benar lihai sekalikah keparat yang mengganggu kotamu sehingga kau menjadi putus asa?"
Kalau tidak mengalaminya sendiri tentu Can-plauwsu takkan percaya bahwa ada orang dapat menotoknya sedemikian rupa tanpa ia mengetahui lebih dulu, apalagi kalau yang melakukan hal ini adalah seorang gadis yang demikian mudanya. ia kini maklum bahwa ia berhadapan dengan murid orang pandai, maka buru-buru ia menjura.
"Lihaap, mohon maaf sebesarnya bahwa aku lamur tidak dapat melihat Gunung Thai-san menjulang tinggi di depan mata. Mohon tanya siapakah Lihiap dan dari perguruan mana?"
"Aku seorang pelancong biasa saja namaku Go Hui Lian. Kiranya dunia kang-ouw tidak mengenal nama kecilku ini, akan tetapi sangat boleh jadi kau telah pernah mendengar nama Ayahku Can-piauwsu."
"Siapakah nama Ayahmu yang mulia?"
"Ayah disebut Hwa I Enghiong..."
Sekaligus berubah air muka piausu itu mendengar nama besar pendekar sakti ini. ia mula-mula memandang kepada Hui Lian dengan mata terbelalak, kemudian tersipu-sipu ia memberi hormat lagi. "Ah, kiranya Lihiap adalah puteri dari Go-taihiap. Tentu saja aku yang bodoh sudah mendengar nama besar Hwa I Enghiong. Sering kali aku berpikir bahwa kalau Go-taihiap suka keluar pintu dan turun tangan, kiranya penjahat Wan Sin Hong ini akan dapat dibelenggu."
"Can-piauwsu, benar-benarkah ada penjahat yang bernama Wan Sin Hong mengacau kota ini?"
Kembali mata Can-plauwsu menatap wajah nona itu, akan tetapi kini agak terheran-heran. Ia lalu menoleh kepada pelayan dan berkata, "Kau boleh pergi!" Setelah pelayan itu keluar dan ruangan itu, Can-piauwsu mempersilakan Hui Lian duduk dan dengan wajah sungguh-sungguh ia berkata.
"Lihiap, sesungguhnya aneh kalau kau belum pernah mendengar nama Wan Sin Hong yang dalam beberapa bulan ini telah menggemparkan dunia kang-ouw dengan perbuatan-perbuatannya yang amat keji melebihi iblis. Telah banyak tokoh-tokoh besar persilatan menggulung lengan baju untuk membasmi penjahat tunggal ini, akan tetapi ia mempunyai gerakan seperti iblis sehingga sukar sekali ditangkap. Bahkan tak ada yang pernah mempergoki perbuatannya yang dilakukan seakan-akan sengaja menantang orang-orang gagah untuk mencarinya! Akan tetapi, sudahlah, itu tak perlu bicara tentang Wan Sin Hong, karena biasanya, setelah melakuKan sesuatu dalam sebuah kota, ia pun menghilang hanya meninggalkan bekas tangannya yang amat mengerikan. Di kota Ceng-sin-kwan penjahat itu pada suatu malam telah membunuh seorang pembesar berpangkat tihu dengan isterinya, mengganggu lalu membunuh putri seorang hartawan dan perginya membawa ratusan tael uang emas dari hartawan itu. Dalam satu malam saja sudah melakukan perbuatan sebanyak itu, benar benar merupakan kejahatan yang mengerikan sekali. Kiranya bagi kita sukarlah untuk mencari jejaknya karena seperti biasa, aku yakin bahwa dia tentu sudah meninggalkan kota ini dan sukar diketahui ke mana perginya."
“Kalau begitu, aku harus mengejar dan mencarinya di kota lain. Mustahil manusia tak dapat dicari," kata Hui Lian bersemangat dan amat marah mendengar kejahatan sehebat itu sunguhpun ia meragukan apakah itu benar-benar perbuatan Wan Sin Hong putera Wanyen Kan.
"Sudah banyak yang mencari, di antaranya bahkan ciangbunjin-ciangbunjin (ketua) dari partai-partai besar telah mencarinya. Kalau kau hendak mencarinya, hendaknya kau ketahui bahwa Wan Sin Hong itu masih amat muda dan berwajah tampan, tidak memegang senjata akan tetapi ilmu silatnya luar biasa. Ini pun aku hanya mendengar dari orang lain, Nona. bagiku Wan Sin Hong bukanlah makananmu. Seorang seperti aku yang tua dan lemah ini bisa apakah? Tak usah bicara tentang seekor harimau mengganas, gangguan seekor anjing dan kawan-kawannya di dalam kota ini saja aku Si Bodoh tak dapat berbuat apa apa."
"Anjing macam apakah yang mengganggu kota ini? Coba kau katakan kepadaku, Can-piauwsu, barangkali aku akan dapat membantumu."
Can-piauwsu menarik napas panjang akan tetapi wajahnya kini membayangkan harapan. "Di kota ini tinggal seorang okpa (hartawan jahat) she Lee yang sudah lama merajalela melakukan segala macam kejahatan mengandalkan pengaruh dan uangnya. Ia seringkali merampas tanah dan rumah orang, bahkan merampas dan mengganggu anak bini orang lain, semua itu dilakukannya dengan berterang."
"Ini lebih jahat dari perbuatan Wa Sin Hong yang dilakukan dengan menggelap!" kata Hui Lian yang sudah naik darah mendengar penuturan itu.
"Sama jahatnya... sama jahatnya. Hanya saja, kalau Wan Sin Hong selalu mengganggu orang-orang besar, hartawan Lee ini mengganggu orang-orang miskin.
"Mengapa tidak ada orang menentangnya?"
"Siapa berani menentangnya? Pengaruhnya besar, Tihu dan Tikoan, juga pembesar-pembasar lain di kota ini telah makan suapannya dan mereka semua pada hakekatnya telah menjadi kaki tangannya. Mengadukannya kepada pembesar? Yang mengadu akan ditangkap dan dihukum! Menyerangnya mengandalkan tenaga? Yang menyerang akan menghadapi tukang-tukang pukul yang pandai serta menghadapi pula kepungan anak buah tikoan barisan penjaga kota!"
"Jahat sekali! Can-piauwsu, kautunjukkan di mana rumah hartawan Lee itu, juga di mana rumah tikoan dan tihu!"
"Tihu telah tewas bersama isterinya dibunuh oleh Wan Sin Hong. Kejadian ini pun dipergunakan oleh tikoan untuk bertindak sewenang-wenang, menggeledah setiap rumah, menerima sogokan dan menangkapi orang-orang yang tidak disukai oleh Lee-wangwe. Aah, sayang sekali Wan Sin Hong berlaku setengah-setengah. Mengapa ia tidak membunuh juga sekalian tikoan dan hartawan itu? Kalau ia lakukan ini, aku akan menganggapnya sebagai seorang penjahat yang baik dan gagah!"
Malam harinya terjadi kegemparan lain ketika hartawan Lee yang rumahnya terjaga kuat oleh puluhan orang tukang pukul itu kemasukan penjahat yang tidak mengambil sesuatu yang berharga itu. Inilah perbuatan Hui Lian yang malam itu juga memasuki rumah hartawan Lee, dengan mudah mendapatkar kamarnya lalu menabas putus dua buah daun telinga Lee-wangwe sambil mengancam.
"Kalau aku mendengar lagi bahwa kau melakukan kejahatan di kota ini mengandalkan uang dan pengaruhmu, awas lain kali aku datang lagi mengambil kepala-mu!" Kemudian ia berkelebat lenyap meninggalkan Lee-wangwe yang roboh pingsan saking takut dan sakitnya!
Di samping semua kebingungan yang membuat Sin Hong bengong terlongong masih ada lagi hal lain yang membuat ia menjadi pucat, yakni dengan adanya Giok Seng Cu di situ bersama-sama Kong Ji. Giok Seng Cu ! inilah yang telah mematahkan tulang kaki Soan Li, dan orang ini pula yang harus dibinasakannya, karena bukanlah Giok Seng Cu pula yang menjadi ketua Im-yang-bu-pai yang telah membasmi Hoa-san-pai dan menjadi biang keladi kemusnahan Lu-liang-pai?
Akan tetapi mengapa sekarang Giok Seng Cu berada di situ bersama Kong Ji dan mereka ini justru merupakan orang-orang yang hendak membelanyanya dari kejaran dan ancaman tokoh-tokoh besar dan ketua dari Kun-lun-pai, Thian-san-pai dan lain-lain?
Tanpa banyak cakap lagi, Sin Hong mengerakkan tubuhnya dan tanpa dapat diduga lebih dulu ia telah mengirim pukulan ke arah Giok Seng Cu. Kakek yang sudah pernah merasai kelihaian tangan Sin Hong tentu saja tidak mudah diserang. Dia adalah murid dari Pak Hong Thiansu, ketua dari perkumpulan lm-yang-bu-pai. Dia seorang ahli silat tinggi yang sudah memiliki pengalaman luas sekali dan kepandaiannya tidak boleh dipandang ringan. Maka tentu saja biarpun diserang secara tiba-tiba oleh Sin Hong, ia dapat melihat hal ini dengan baik, maka cepat-cepat ia miringkan tubuh sambil menangkis sekuat tenaga.
Biarpun Giok Seng Cu mengerahkan tenaga Tin-san-kang dalam tangkisannya ini, namun tetap saja terhuyung beberapa langkah ketika hawa pukulan Sin Hong mendorongnya. Ia benar-benar merasa heran sekali, juga terkejut karena secara aneh sekali pemuda itu kembali telah menyerangnya.
"Sin Hong, jangan kau kurang ajar,” Kong Ji membentak dari samping dan sinar kuning emas yang menyilaukan mata meluncur ke arah punggung Sin Hong dari belakang!
Sin Hong terpaksa menarik kembali serangannya terhadap Giok Seng Cu dan membalikkan tubuh. Ia melihat serangan pedang di tangan Kong Ji hebat juga sedangkan pedang itu sendiri membikin agak jerih. Sin Hong maklum bahwa pedang Pak-kek Sin-kiam yang berada di tangan Kong Ji adalah sebuah pedang pusaka yang ampuh sekali dan tidak boleh dibuat main-main. Maka ia pun hanya mengelak dan melangkah mundur. Kong Ji mendesak, sedangkan Giok Seng Cu juga mengirim pukulan Tin-san-kang dari samping.
Serangan-serangan ini sebenarnya tidak membingungkan hati Sin Hong. Yang membikin ia gugup adalah ketika Soan Li kembali menyerangnya, dan selain Ba Mau Hoatsu juga mengeluarkan sepasang senjatanya, kini para pengejarnya telah datang dekat.
"Para Locianpwe yang baru tiba, biarlah kami membantu Cuwi (Tuan Sekalian) menangkap penjahat besar Wan Sin Hong ini…!" kata Kong Ji dengan nada suara gembira sekali.
Kembali hati Sin Hong terkejut. Ia tidak mengerti sama sekali akan sikap Kong Ji. Baru saja menawarkan tenaga untuk membelanya dari para pengejarnya, sekarang serentak mengajak kawan-kawannya untuk menyerangnya. Apakah gerangan yang tersembunyi di balik sikap aneh ini?
Sementara itu, Tai Wi Siansu, Leng Hoat Taisu dan yang lain-lain tentu saja tertegun melihat Ba Mau Hoatsu, Giok Seng Cu. Dua orang tokoh ini tentu saja sudah amat dikenal dan dapat dibilang bukanlah orang-orang yang berdiri di pihak Tai Wi Siansu sekalian. Akan tetapi mengapa mereka itu juga memusuhi penjahat muda Wan Sin Hong. Betapapun juga, kerena mereka sedang mengejar Wan Sin Hong dan sekarang pemuda jahat itu sedang dikeroyok oleh Giok Seng Cu dan kawan-kawannya, Tai Wi Siansu dan rombongannya tidak banyak bertanya, langsung menyerbu dan mengeroyok Sin Hong pula.
Sin Hong boleh jadi gagah perkasa dan memiliki ilmu kepandaian yang tinggi sekali, akan tetapi mana bisa ia tahan menghadapi semua orang tokoh besar di dunia kang-ouw ini'' Pengeroyoknya adalah Giok Seng Cu, Ba Mau Hoatsu, Liok Kong Ji. Gak Soan Li, Tai Wi Siansu, Leng Hoat Taisu dan masih banyak tokoh besar lainnya yang rata-rata memiliki kepandaian ilmu silat tinggi.
"Penasaran... penasaran… Para Locianpwe jaman sekarang sudah terlaluan sehingga tidak awas pemandangan mata, tidak tajam pendengaranrya." Berkali-kali Sin Hong berseru keras dengan kecewa dan sedih, kemudian karena menghadapi desakan yang amat hebat, terpaksa ia menyambar sebatang ranting yang terletak di atas tanah dan mengamuklah ia dengan Ilmu Pedang Pak kek-kiam-sut yang amat luar biasa!
Untung baginya, melihat ilmu pedang yang dimainkan dengan sebatang ranting ini, Kong Ji demikian tertarik dan tertegun, sehingga pemuda ini menghentikan serangannya dan menonton cara Sin Hong bersilat pedang! Kesempatan baik ketika semua pengeroyoknya mundur saking gentar menghadapi gerakan ranting yang tidak saja amat cepat, akan tetapi juga amat kuat itu tidak disia-siakan oleh Sin Hong. Sekali berkelebat lenyaplah ia dari depan para pengeroyoknya!
Diam-diam Kong Ji terkejut sekali. Kepandaian Sin Hong, ternyata telah meningkat sedemikian hebatnya sehingga ia harus mengaku takkan dapat melawan pemuda itu. Apakah dia telah mempelajari Pak-kek Kiam-sut? Demikian pikir Kong Ji. Aneh sekali, kitab itu masih berada di dasar jurang dan hanya aku yang mengetahui tempatnya, bagaimana Sin Hong dapat mempelajari ilmu pedang aneh itu? Tak salah tentu yang tadi dimainkan oleh Sin Hong adalah Pak-kek Kiam sut, karena gerakan dasarnya hampir sama dengan ilmu silat yang ia pelajari dari Hui Lian, yakni Pak-kek Sin ciang hoat, Jangan-jangan kitab yang di dasar jurang itu telah diambil oleh Sin Hong...!
"Hebat benar kepandaian penjahat Wan Sin Hong itu..." terdengar Tai Wi Siansu memuji. "Dia itu murid siapakah?”
Mendengar kata-kata ketua Kun-lun- pai ini cepat-cepat Kong Ji berkata, "Locianpwe, dia itu adalah Wan Sin Hong yang selama ini merajalela melakukan berbagai kejahatan. Dia adalah putra angkat Lie Bu Tek murid Hoa-san pai dan hendaknya Locianpwe maklum bahwa ada serombongan orang yang berniat mengangkatnya menjadi bengcu pada pemilihan bengcu baru nanti."
Warta ini benar-benar mengagetkan Tai Wi Siansu. Kalau dunia kang-ouw dipimpin oleh seorang bengcu sejahat itu, benar-benar berbahaya sekali! Dan kepandaian pemuda jahat tadi memang benar-benar luar biasa dan hebat, seakan-akan seorang iblis saja. "Siapa yang memilihnya?" tanyanya sambil memandang wajah tampan pemuda yang belum dikenalnya ini.
"Yang memilihnya adalah perkumpulan Hek kin-kaipang di bawah pimpinan Cam-kauw Sin-kai," jawab Kong Ji.
Kembali Ketua Kun-lun-pai ini terkejut. Akan tetapi yang lebih kaget lagi adalah Leng Hoat Taisu Ketua Teng-san-pai. Cam-kauw Sin-kai adalah kakak seperguruan yang paling tua dan yang paling pandai. "Tak mungkin Cam-kauw Sin-kai memilih penjahat untuk menjadi bengcu. Orang muda, kau siapakah berani berlancang mulut menuduh Cam-kauw Sin-kai memilihnya?" tegur Leng Hoat Taisu sambil memandang Kong Ji dengan mata penasaran.
Kong Ji menoleh kepada Giok Seng Cu dan kakek yang berambut putih itu maju sambil tertawa terkekeh-kekeh. "Tai Wi Siansu dan Leng Hoat Taisu ketahuilah! Pemuda ini adalah calon bengcu dan kamilah pemilih-pemilihnya. Calon bengcu tidak lancang menuduh, memang benar bahwa antara Cam-kauw Sin-kai dan penjahat muda Wan Sin Hong terdapat perhubungan yang erat. Hal ini baiktiya kau orang tua pikun suka pergi menyelidiki."
Leng Hoat Taisu masih penasaran akan tetapi ia juga ingin sekali segera menyelidik apakah hal ini benar adanya. Sebaliknya Tai Wi Siansu memandang pada Kong Ji dengan ragu-ragu, maklum bahwa Giok Seng Cu bukan orang baik-baik akan tetapi tahu pula akan kelihaian kakek yang menjadi ketua lm-yang-bu-pai ini. Kalau sampai Giok Seng Cu dan orang seperti Ba Mau Hoatsu memIilihnya, tak dapat disangkal tentu yang ia pilih itu seorang yang berkepandaian tinggi. Akan tetapi, mungkinkah seorang yang masih begini muda memiliki kepandaian berarti?
Kong ji orangnya memang cerdik sekali. Sekali pandang saja tahulah ia apa yang terdapat dalam hati ketua Kun-Lun pai itu. Maka sambil tersenyum ia menjura kepada Tai Wi Siansu dan Leng Hoat Taisu berkata dengan suara lemah lembut, "Jiwi Locianpwe sebagai ciangbunjin partai-partai besar, tentu saja tak dapat dibandingkan dengan aku yang rendah. Untuk menjadi Bengcu bukanlah mudah, dan aku yang muda merasa dihormati oleh kata-kata Giok Seng Cu Locianpwe. Menjadi bengcu memang sukar bukan main, tidak semudah merobohkan pohon pek di kiri itu dengan tangan kosong."
Tai Wi Siansu melirik ke arah kiri dimana terdapat pohon pek yang besarnya sepelukan orang lebih. Merobohkan pohon itu dengan tangan kosong? Hem, kalau ia mengerahkan seluruh tenaganya, agaknya dapat juga ia merobohkan pohon itu, akan tetapi tidak berani memastikan, karena untuk dapat melakukan hal itu, orang harus memiliki tenaga seribu kati.
"Merobohkan pohon itu dengan tangan kosong kau anggap mudah? Ah, ingin kali aku yang tua menyaksikan kelihaian orang muda sekarang."
Kong Ji kembali menjura dan berkata, "Aku yang muda Liok Kong Ji memperlihatkan kebodohan, maaf..." Setelah berkata demikian, dengan langkah lebar ia menghampiri pohon pek itu, mengerahkan tenaga Tin-san-kang dan sekali ia merendahkan tubuh dan mendorong terdengar suara keras dan pohon terlempar ke atas. Belum juga pohon itu turun, tubuh Kong Ji sudah berkelebat dan nampak sinar menyilaukan berkelebatan, disusul oleh robohnya pohon yang kini batangnya telah menjadi lima potong!
Tai Wi Siansu dan Leng Hoat Taisu dua orang ketua partai besar yang tentu saja memiliki kepandaian tinggi, menyaksikan demonstrasi ini menjadi kaget bukan main. Mereka yang berpemandangan awas, tentu saja melihat betapa tadi pemuda itu mempergunakan pedang yang luar biasa tajamnya, melompat dengan gerakan Sin liong-seng-thian (Naga Sakti naik ke Langit) dan dengan empat kali sabatan telah berhasil menabas batang pohon menjadi lima potong!
"Hebat sekali!" Leng Hoat Taisu memuji.
"Apakah ia bermaksud hendak menduduki kursi bengcu?" tanya Tai Wi Siansu yang masih menaruh hati curiga karena pemuda yang lihai ini dipilih oleh orang-orang seperti Giok Seng Cu dan Ba Mau Hoatsu. Apalagi setelah ia kini mengenal itu sebagai pedang Pak-kek Sin-kiam yang dulu pernah dibuat perebutan dan pernah dibawa lari oleh Giok Seng Cu. Bagaimana pedang itu terjatuh ke dalam tangan pemuda ini?
Giok Seng Cu tersenyum. "Tai Wi Siansu, apakah kau tidak mengenal Pak-kek Sin-kiam? Dahulu mendiang Supek Pak Kek Siansu pernah berkata bahwa siapa yang mewarisi Pak-kek Sin-kiam, adalah jago nomor satu di dunia dan patut menjadi bengcu."
Tentu saja kata-kata dari Giok Seng Cu ini hisapan jempolnya sendiri, akan tetapi para tokoh besar yang mendengar diam-diam menjadi terheran dan kagum.
"Jadi dia ini murid Pak Kek Siansu yang mewarisi peninggalan pedang dan kitab locianpwe itu?" tanya Tai Wi Siansu.
Giok Seng Cu tertawa bergelak. "Kalian sudah tahu sekarang, apakah tidak betul pilihan kami mengangkat dia sebagai calon bengcu?"
Sementara itu, Tai Wi Siansu melihat sinar mata yang sombong sekali dari Kong Ji, maka diam-diam kakek yang awas ini menjadi terkejut. ia memberi tanda kepada kawan-kawannya untuk pergi, lalu berkata. "Hal itu tergantung dengan keadaan pada saat nanti pemilihan dilakukan. Sementara itu, sudah menjadi kewajiban kita hersama, lebih-lebih kewajiban murid dari mendiang Pak Kek Siansu, untuk menangkap seorang penjahat seperti Sin Hong. Ataukah... Liok-sicu ini tidak mampu menangkapnya?"
Merah telinga Kong Ji mendengar ini. "Wan Sin Hong pasti akan mampus di tanganku. Kalau sekarang tak dapat melakukannya, kelak pada pemilihan bengcu, apa salahnya membekuknya?"
"Kita sama lihat sajalah nanti..." kata Tai Wi Siansu sambil berlari pergi meninggalkan tempat itu, diikuti oleh kawan-kawannya.
Di tengah jalan, Leng Hoat Taisu berkata. "Toyu, sakapmu terhadap Liok Kong Ji tadi tepat sekali. Pinto juga tidak menaruh kepercayaan terhadap pemuda seperti itu."
"Siapa bisa percaya kepada pilihan Giok Seng Cu dan Ba Mau Hoatsu? Anehnya pemuda itu benar-benar lihai. Bagaimana kepandaian Luliang-pai bisa jatuh ke dalam tangannya?" kata Tai Wi Siansu.
Adapun Kong Ji yang ditinggal pergi oleh rombongan Tai Wi Siansu, merasa gembira bukan main. "Biarpun Sin Hong tak dapat kita tarik, dia sudah tidak berdaya, pasti dikejar-kejar terus karena kejahatannya. Giok Seng Cu Suhu harap bersama Mau Suhu pergi mencari See-thian Tok-ong dan berusaha menariknya agar bersama kita membuat pahala. Harus diberi tahu bahwa pihak Hwa I Engihiong Go Ciang Le sudah pula keluar dan kalau kita tidak bersatu, sukarlah bagi kita untuk berhasil mengejar cita-cita kita."
"Jangan khawatir, kami akan berusaha. Kurasa See-thian Tok-ong takkan begitu bodoh memakai jalan sendiri," jawab Giok Seng Cu yang tak lama kemudian pergi pula bersama Ba Mau Hoatsu.
Memang mengherankan sekali. Bagai mana orang-orang ternama dalam dunia kang-ouw seperti Giok Seng Cu dan ba Mau Hoatsu dapat demikian tunduk hadap Kong Ji? Dan bagaimana pula Gak Soan Li sekarang berada bersama Kong Ji dan kelihatan begitu mencintai dan menurut? Untuk melenyapkan keheranan ini, baiklah kita ikuti pengalaman Soan Li semenjak ia ditawan dan dibawa pergi oleh Giok Seng Cu dalam keadaan tidak berdaya sama sekali.
Seperti sudah dituturkan di bagian depan, Gak Soan Li yang kedua pahanya masih belum sembuh, sama sekali tidak berdaya menghadapi Giok Seng Cu dan akhirnya ia kena ditawan oleh kakek jahat itu. Giok Seng Cu pada dasarnya bukanlah seorang bandot tua yang suka akan daun kembang muda, dia bukan-seorang mata keranjang. Akan tetapi, Gak Soan Li adalah seorang gadis yang manis dan memiliki bentuk tubuh yang menarik hati. Biarpun seorang kakek seperti Giok Seng Cu yang tidak berwatak mata keranjang, kiranya tidak mengherankan kalau sampai tertarik pula. Semua ini ditambah lagi oleh kenyataan bahwa gadis ini adalah murid Go Ciang Le yang dianggap sebagai musuhya. Maka ia menawan Soan Li bukan saja untuk memuaskan nafsu hatinya juga sekalian untuk membalas dendam, atau setidaknya menyusahkan murid musuh besarnya itu.
Sementara itu, di tempat lain tak jauh dari situ, terjadi hal yang mengherankan pula. Hwesio gundul tinggi besar yang dipukul mundur secara mengherankan oleh Gak Soan Li yang duduk di atas dua tangan Sin Hong, dengan hati penasaran sekali pergi naik kuda bersama dua orang muridnya Ci Kong dan Ci Kwan. Ia benar-benar merasa sudah dihina sekali. Dengan malu dan marah-marah hwesio tinggi besar ini membalapkan kudanya, di belakangnya diikuti oleh dua orang muridnya yang tak berani banyak cakap karena maklum bahwa guru mereka sedang marah.
"Minggir kau, jahanami" Tiba-tiba hwesio tinggi besar itu membentak ketika melihat seorang pemuda berjalan seenaknya di tengah jalan. Kuda tunggangan hwesio itu sedang berlari cepat sekali, sedangkan pemuda itu seperti seorang buta yang tak melihat datangnya kuda. Agaknya tubuh pemuda yang tidak besar itu akan diterjang oleh kuda dan hal ini pasti berakibat hebat. Hwesio itu yang sedang marah dan uring uringan, menjadi gemas melihat pemuda ini. karena pemuda ini mengingatkan ia akan pemuda yang memanggul Gak Soan Li.
"Kau cari mampus!" bentaknya lagi. biarpun tidak menaruh hati kasihan sedikit pun terhadap pemuda ini, akan tetapi kalau sampai kudanya menerjang, ada kemungkinan kudanya akan roboh pula. Maka bentaknya ini dibarengi dengan sabetan cambuk yang berada di tangannya ke arah leher pemuda itu dengan maksud melemparkan pemuda itu ke pinggir jalan.
Akan tetapi akibatnya hebat bukan main dan hampir saja hwesio itu terkena celaka. Pemuda yang disabetnya, dengan enak sekali mengulur tangan kiri menyambar ujung pecut dan membarengi gerakan ini dengan tangan kanan. yang dipukulkan ke depan dengan jari-jari terbuka.
Hwesio itu merasa tubuhnya tersentak, demikian kuat pegangan pemuda itu pada pecutnya. Kemudian tiba-tiba ia merasa desir angin pukulan yang hebat sekali ke arah dadanya. Maklumlah hwesio berilmu ini bahwa ia menghadapi pukulan lweekang yang dapat mendatangkan maut. Cepat tubuhnya dilempar ke belakang. Dengan gerakan berjumpalitan berhasil membebaskan diri dari pukul istimewa yang dilepaskan oleh pemuda itu. Akan tetapi, terdengar suara meringkik keras dan kuda itu roboh berkelojotan lalu mati. Ternyata bahwa kuda itu tak dapat mengelak seperti tuannya, sekali terkena pukulan istimewa itu terus mati!
Hwesio itu terkejut sekali, akan tetapi kedua orang muridnya, Po-an Ci-heng-te menjadi marah sekali. Mereka ini sudah melompat dari kuda dan mencabut golok dengan muka beringas. "Bocah kurang ajar, apa kau buta berani membunuh kuda Suhu kami"
Pemuda Itu tersenyum mengejek. "Aku Liok Kong Ji selamanya belum pernah bertemu dengan kalian, akan tetapi datang-datang gurumu yang berkepala gundul keras itu hendak menghinaku. Hanya kepala kudanya, bukan kepala gundulnya yang remuk, itu masih amat badus baginya."
Pemuda yang lihai ini memang Kong Ji adanya. Seperti telah diketahui, di atas Pulau Kim-ke-tho, Kong Ji bertemu dengan Sin Hong dan telah meningdalkan pulau dengan hati kecewa dan dendam. ia harus menjatuhkan Sin Hong, baik secara kasar maupun dengan jalan halus. Kebetulan sekali di tengah perjalanan ia tertemu dengan hwesio tinggi besar beserta dua orang muridnya yang sedang urang-uringan karena habis dihajar oleh Soan Li beberapa hari yang lalu. Po-an Ca-heng-te yakni dua saudara Ci Kong dan Ci Kwan, mendengar jawaban Kong Ji yang menghina itu, marah bukan main. Serentak mereka menerping maju dengan golok digerakkan cepat.
"Jangan sembrono..." Hwesao gundul itu mencegah murid-muridnya, namun terlambat. Dalam segebrakan saja, ketika dua orang bersaudara yang terkenal ahli-ahli golok ini menerjang, Kong Ji melakukan gerakan yang aneh. Tubuhnya mendadak jungkar balik, kepalanya di atas tanah, kedua tangan kakinya bargerak dan terdengar seruan kesakitan, disusul oleh robohnya saudara Ci itu! Dengan cara yang amat aneh dan cepat sekali, Kong ji yang berdiri dengan kaki di atas dan kepala di bawah itu telah bergerak secara cepat melakukan serangan tanpa dapat ditangkis oleh kedua orang saudara Ci yang tentu saja tidak mengira akan menghadapi serangan macam itu. Inilah ilmu silat yang aneh yang dapat dipelajari oleh Kong Ji dari See-thian Tok-ong!
Hwesio itu terkejut sekali melihat betapa dalam satu gebrakan saja, dua orang muridnya telah dirobohkan secara aneh. Juga ilmu silat yang diperlihatkan oleh Kong Ji ini pernah dilihatnya, maka sambil melangkah maju ia bertanya, "Orang muda, pernah apakah kau dengan See-thian Tok-ong?"
Kong Ji tersenyum mengejek. "See thian Tok-ong? Aku bukan apa-apa dengan dia, mungkin dia itu calon pecundangku. Kau ini hwesio gundul kepundaianmu boleh juga, siapakah kau dan apakah kau berniat buruk ataukah baik terhadap aku Liok Kong Ji? Kalau niatmu buruk, kau akan kurobohkan seperti dua orang muridmu yang goblok ini, kalau niatmu baik, marilah kita bersahabat untuk mencari kedudukan bersama di dunia ini.”
"Kau mengoceh! Kau kira aku takut menghadapi seorang bocah seperti engkau? Tak usah membicarakan soal niat, coba kaukalahkan sepasang rodaku ini, kalau memang gagah," Hwesio itu menggerakkan kedua tangannya dan tahu-tahu ia telah memegang sepasang senjata yang aneh yakni sepasang roda.
"Eh, eh, bukankah kau ini Ba Mau Hoatsu dari Tibet? Sudah lama aku ingin sekali bertemu dan bersahabat denganmu. Ba Mau Suhu, harap menyimpan kembali senjatamu dan mari kita bercakap-cakap. Tak perlu kita mengadu kepandaian; kau takkan menang."
Hwesio itu memang bukan lain Ba Mau Hoatsu adanya. Sebagaimana telah diketahui, Ba Mau Hoatsu adalah seorang tokoh besar dunia persilatan dan kepandaiannya sudah amat terkenal, apalagi sepasang rodanya yang jarang menemui tandingan. Hanya beberapa orang yang dapat mengalahkannya, maka ketika ia kalah oleh Gak Soan Li yang bertanding di atas lengan tangan seorang pemuda tolol, tentu saja Ba Mau Hoatsu merasa terhina sekali. Sekarang ia bertemu dengan seorang lain yang kata-katanya seakan-akan seorang jagoan bahkan yang berani memastikan bahwa dia takkan menang melawan pemuda ini, tentu saja hati hwesio Tibet ini menjadi makin mendongkol.
"Liok Kong Ji kau ini orang macam apakah berani betul membuka mulut besar? Biarlah aku berjanji, kalau aku Ba Mau Hoatsu kalah olehmu, aku akan suka menjadi sahabatmu. Akan tetapi sebaliknya, kalau kau tidak menang, aku pasti akan menghancurkan kepalamu sebagai hukuman atas kesombonganmu."
Kong Ji tersenyum, menghampiri dua orang saudara Ci yang masih menggeletak lemas di atas tanah karena totokannya. ia menggerakkan kedua kakinya menendang dan bergeraklah dua orang saudara itu, karena telah terbebas dari totokan! "Kalian mendengar kata-kata Suhumu tadi? Nah, kalianlah yang menjadi saksi," katanya sambil mendorong dua orang itu ke pinggir. Kemudian Kong Ji menghadapi Ba Mau Hoatsu. Pemuda ini sudah seringkali mendengar nama besar Ba Mau Hoatsu, maka ia tidak berani berlaku sembrono, sungguhpun gerak-gerik dan kata-katanya memandang ringan. Dengan gerakan indah ia menghunus pedangnya yang begitu dihunus membuat Ba Mau Hoatsu berubah air mukanya.
"Pak-kek Sin-kiam...!" serunya kaget tercengang sehingga ia lupa untuk membuka serangannya.
"Memang betul, awas sekali matamu. Ba Mau Hoatsu. Pak-kek Sin-kiam berada di tanganku, apakah kau masih belum percaya bahwa kau takkan menang melawanku?"
"Bocah sombong, coba kau terima siang-lun (sepasang roda) di tanganku'" bentak Ba Mau Hoatsu marah. Memang ia merasa kaget dan agak gemetar melihat pedang pusaka perunggalan Pak Kek Siansu akan tetapi karena yang memegangnya hanya seorang bocah yang sangat muda sekali, mana ia sudi mengalah? Dengan cepat ia mulai membuka serangannya, roda di tangan kanan dipukul ke arah dada sedangkan roda kiri meluncur ke atas, terus menimpa kepala Kong Ji.
Terdengar suara nyaring dua kali susul-menyusul, dan bunga api berpijar menyilaukan mata ketika sekaligus pedang pusaka itu berhasil menangkis sepasang roda yang menyerang dari depan dan atas. Gerakan pedang di tangan Kong Ji cepat sekali dan diam-diam Ba Mau Hoatsu harus mengaku bahwa pemuda itu memang mempunyai tenaga besar dan gerakan cepat.
"Awas pedang!" Kong Ji berseru keras. Dalam gebrakan pertama setelah berhasil menangkis, pedangnya tidak tinggal diam dan melakukan serangan balasan yang tak kalah lahainya. Pemuda itu telah mempelajari pelbagai ilmu silat dari guru-guru pandai ditambah pula dengan otaknya yang luar biasa cerdik sehingga ia dapat merangkai semua ilmu silat tinggi itu, kini dengan pedang pusaka di tangan, tentu saja ia hebat sekali. Dengan otak cerdik luar biasa, ketekunan jarang tandingan, dan ditambah bakatnya yang baik, kini tingkat kepandaian pemuda ini sudah mengatasi Ba Mau Hoatsu, bahkan kalau dibandingkan dengan kepandaian Giok Seng Cu atau See-thian Tok-ong sekalipun, belum tentu kalah!
Biarpun ia hanya mempelajari Pak-kek Sin-ciang-hoat dari teorinya yang ia dapat dari Nona Go Hui Lian saja, namun karena otaknya memang luar biasa tajamnya, Kong Ji telah dapat mainkan jurus-jurus Pak-kek Sin-ciang yang dilakukan dengan pedang secara mengagumkan sekali. Agaknya, kepandaian Hui Lian atau Soan Li sekalipun dalam ilmu silat ini takkan dapat menang dari pemuda ini. Tentu saja kemenangannya atau keunggulannya ini sebagian besar dikarenakan pengertiannya yang luas dan dalam ilmu silat setelah ia digembleng oleh banyak orang pandai seperti Giok Seng Cu, See-thian Tok-ong, dan Hwa I Enghiong Go Ciang Le sendiri.
Akan tetapi Ba Mau Hoatsu juga bukan seorang lawan yang empuk. Pendeta gundul ini selain memiliki ilmu silat tinggi juga memiliki banyak pengalaman dalam pertempuran, apalagi pernah mempelajari ilmu hoatsut (ilmu –sihir). Sayang sekali bahwa hwesio ini memiliki watak yang rendah sehingga batinnya menjadi kotor. Kalau tidak demikian pasti akan memiliki tenaga batin yang kuat dan menjadi seorang sakti yang sukar dilawan. Kini segala macam ilmu sihirnya yang tidak begitu kuat, tidak ada artinya bagi Kong Ji, pemuda yang sudah banyak mempelajari tentang ilmu ngendalikan napas dan samadhi.
Melihat ketangguhan Ba Mau Hoatsu, Kong Ji menjadi marah dan penasaran sekali. Sudah empat puluh jurus ia masih belum mampu mengalahkan lawannya. Cepat ia merubah ilmu pedangnya dan kini mainkan ilmu pedang gubahan sendiri yang ia ambil dari sari-sari gerak ilmu silat yang pernah ia pelajari. Imu pedang ini amat aneh dan tidak terduga datangnya sehingga sepasang roda dari Ba Mau Hoatsu menjadi kalut. Semua ini masih ditambah dengan dorongan-dorongan tangan kiri yang mengandung tenaga Tin san-kang hebat sehingga beberapa kali roda dari Ba Mau Hoatsu terkena dorongan tangan kiri itu hampir saja runtuh.
Pada kesempatan terakhir ketika Ba Mau Hoatsu menyerang dengan sepasang roda dari atas dan bawah, Kong Ji memutar pedangnya seperti kitiran angin dan tahu-tahu pedangnya telah menempel dengan roda kiri lawannya. Betapa-pun Ba Mau Hoatsu hendak menarik senjatanya itu, tetap saja sia-sia karena Kong Ji telah mempergunakan tenaga menyedot yang kuat sekali. Dengan marah Ba Mau Hoatsu mengerahkan tenaga menyerang dengan roda kanannya. Kong Ji mendahuluinya, mengirim tendangan ke tempat berbahaya sedangkan tangan kirinya menembak dengan tenaga Tin-san-kang sepenuhnya.
"Lepas senjata atau nyawa!" bentak pemuda itu.
Ba Mau Hoatsu benar-benar terkejut kali ini. Roda kirinya telah macet, menempel dengan pedang lawan. Kini Pukulan Tin-san-kang lawannya membentur roda kanannya dan membuat senjatan ini membalik hendak memukul dadanya sendiri. Masih disusul lagi dengan tendangan yang kalau mengenai sasaran pasti akan mendatangkan bencana hebat. Cepat ia melakukan gerakan Sam-hoat to-goat (Tiga Lingkaran Membungka Bulan) dengan maksud untuk menyelamatkan diri dari tiga macam serangan lawan itu. Namun, ia kalah cepat. Biar pun tendangan kaki dapat dielakkan oleh Ba Mau Hoatsu dan dengan miringkan tubuh ia dapat menguasai roda kanannya yang membalik, namun pedang Pak kek Sin-kiam yang amat tajam itu, tiba-tiba melepaskan diri dari tempelan roda dan bagaikan segaris kilat menyambar ke arah tenggorokan hwesio itu!
Kalau saja Kong Ji tidak mempunyai cita-cita untuk memakai tenaga hwesio kosen dari Tibet ini tentu ia akan melanjutkan tusukannya dan leher hwesio itu akan tertembus oleh pedang pusaka. Akan tetapi Kong Ji tidak melakukan hal ini, melainkan menyelewengkan tusukannya dan akibatnya, hanya baju di bagian leher saja yang terbabat hanya satu senti selisihnya dari kulit leher Ba Mau Hoatsu!
Sebagai seorang ahlt silat tinggi, Ba Mau Hoatsu mengerti bahwa lawannya telah mengampuni nyawanya. Mukanya menjadi pucat dan berubah merah sekali. Ia kaget dan juga malu. Dalam beberapa hari saja ia telah dikalahkan oleh dua orang muda secara aneh dan memalukan sekali. Akan tetapi, melihat sikap pemuda yang bernama Liok Kong ji ini, dan melihat ilmu silatnya yang mirip sekali dengan ilmu silat Giok Seng Cu dan kadang-kadang mirip pula dengan ilmu silat See-thian Tok-ong pula mengingat bahwa pemuda ini memegang pedang Pak-kek Sin-kiam dan tak dapat diragukan lagi tentu ahli waris pedang dan kitab peninggalan Pak Kek Siansu, lebih baik kiranya kalau ia bersahabat dengan pemuda aneh dan lihai ini. Oleh karena berpikir demikian, Ba Mau Hoatsu menarik napas panjang dan berkata kagum.
"Liok-sicu kau benar-benar lihai sekali. Aku yang tua dan bodoh mengaku kalah dan merasa terhormat sekali kalau dapat menjadi sahabatmu."
Kong Ji tersenyum dan cepat menjura. "Terima kasih bahwa Losuhu telah sudi mengalah dan memberi pelajaran kepada aku yang muda, Ba Mau Suhu, marilah kita duduk di bawah pohon sambil bercakap-cakap tentang cita-citaku yang akan mengangkat tinggi nama kita bersama kalau saja Ba Mau Suhu suka membantu."
Ba Mau Hoatsu menurut dan di bawah pohon besar itu. Kong Ji menceritakan cita-citanya. Ia menuturkan betapa kedudukan Temu Cin pemimpin orang Mongol menjadi makin kuat dan betapa pemerintah Kin sudah kocar-kacir.
"Mengapa pada kesempatan ini kita tidak mempergunakan kepandaian mengumpulkan orang-orang gagah untuk merampas kerajaan? Dengan alasan hendak mempertahankan negara dan membangkitkan lagi kekuasaan bangsa sendiri, kurasa mudah saja kita mencari dukungan dari orang-orang gagah dan rakyat jelata. Kita robohkan pemerintah Kin, kemudian bersama rakyat kita menggempur Temu Cin. Kalau kelak aku yang muda terpilih menjadi Cin-beng Thian-cu (Putera Tuhan yakni sebutan untuk Kaisar!) bukanlah Ba Mau Suhu juga akan mendapat bagian kedudukan tinggi?"
Ba Mau Hoatsu mengangguk-angguk. jelas kelihatan amat tertarik karena siapakh orangnya tidak suka menerima kedudukan tinggi dan mulia? Akan tetapi ia ragu-ragu. Ia pernah membantu pemerintah Kin merobohkan pemerintah lama dahulu, kalau sekarang ia membantu Kong Ji merampas kedudukan bukankah namanya akan rusak dan ia dianggap seorang pengkhianat yang berkepala dua?
Kong Ji yang berpemandangan tajam itu, sekali pandang saja sudah dapat menduga akan keraguan hati Ba Mau Hoatsu, maka katanya, "Ba Mau Suhu, kau telah membunuh mati muridmu sendiri, seorang pangeran keluarga Raja Kin. Dengan perbuatan itu, berarti secara langsung kau termasuk musuh besar Kerajaan Kin dan tentu tidak disuka oleh mereka. Padahal, kau membunuh muridmu Wan-yin Kan itu adalah hal yang sudah sepatutnya kalau menurut pendapatku. 0leh karena itu kita akan melakukan perbuatan gagah apabila dapat menggempur Kerajaan Kin."
Ba Mau Hoatsu tertegun. Bagaimana bocah ini dapat mengetahui hal yang telah terjadi belasan tahun yang lalu itu?
Kong Ji tersenyum, "Ba Mau Hoatsu harap kau jangan curiga dan heran. Biar pun masih muda, aku telah mempunyai pengalaman dan hubungan yang amat luas. Aku pernah menjadi murid Giok Seng Cu Suhu, pernah menjadi murid Hoa-san-pai, Kwan-im-pai, juga pernah menerima gemblengan dari See-thian Tok-ong dan juga dari Hwa I Enghiong Go Ciang Le. Semua ini masih ditambah pula oleh kepandaian yang kuperoleh dari Pak Kek Siansu dengan bukti adanya pedang ini di tanganku," Pemuda itu menyombongkan diri dan Ba Mau Hoatsu yang sudah merasai kelihaian tangannya percaya belaka bahwa pemuda inilah ahli waris kitab dan pedang peninggalan Pak Kek Siansu kakek sakti itu.
Namun, Ba Mau Hoatsu tercengang juga ketika mendengar bahwa Kong Ji pernah digembleng Go Ciang Le. Teringatlah ia akan gadis cantik yang mengalahkannya sambil duduk di atas lengan seorang pemuda aneh. "Kalau begitu, Liok-sicu masih terhitung murid Hwa I Enghiong? Belum lama ini pinceng telah bertemu dengan seorang murid wanita dari Hwa I Enghiong..."
"Siapa dia...?" Kong Ji memotong tak sabar.
"Namanya Gak Soan Li, kepandaiannya tinggi dan..."
Kong Ji melompat dan memegang lengan Ba Mau Hoatsu dengan erat sehingga hwesio itu menjadi kaget. Kalau bukan Ba Mau Hoatsu yang memiliki kepandaian tinggi, lengan orang lain pasti akan remuk tulangnya digenggam sedemikian eratnya oleh Kong Ji. "Di mana dia ? Hayo kita susul...!"
Ba Mau Hoatsu hendak bicara, akan tetapi Kong Ji memutus omongannya dengan kata-kata tak sabar. "Mari berangkat menyusulnya kita bicara sambil berjalan."
Dengan ilmu lari cepat, kedua orang ini lalu menyusul gadis yang diceritakan oleh Ba Mau Hoatsu. Di tengah jalan Ba Mau Hoatsu menuturkan pengalamannya ketika bertemu dengan Gak Soan Li. Tentu saja ia merasa malu untuk mengaku cara bagaimana ia telah dikalahkan oleh gadis itu, dan hanya menceritakan bahwa ia beradu kepandaian dengan Gak Soan Li dan mendapat kenyataan bahwa kepandaian gadis itu memang tinggi sekali. Tentang pemuda tolol yang menjadi "kuda" dan ditunggangi sepasang lengannya oleh Soan Li, Ba Mau Hoatsu hanya mengatakan bahwa gadis itu mempunyai seorang pelayan pemuda tolol yang agaknya berotak miring.
Kong Ji tersenyum, bibirnya bergerak-gerak dan matanya bersinar, wajahnya berseri kemerahan. Seluruh dirinya dikuasai nafsu dan timbul cinta kasihnya yang selama ini terpendam. "Dia memang amat pandai, Suciku itu memang lihai sekali..." katanya memuji sambil mempercepat larinya sehingga Ba Mau Hoatsu harus mengerahkan seluruh kepandaian untuk dapat mengimbangi kecepatannya.
Baru dua hari mereka melakukan perjalanannya untuk menyusul Gak Soan Li, pada hari ke tiga, mereka melihat seorang pertapa rambut pandang berlari mendatangi sambil memanggul tubuh seorang gadis. Kakek ini tertawa tawa seorang diri dan nona yang dipanggul itu kelihatan lemas tak berdaya.
"Giok Seng Cu...!"
Kong Ji dan Ba Mau Hoatsu berseru hampir berbareng. Sebaliknya, ketika Giok Seng Cu melihat Ba Mau Hoatsu, ia berlari menghampiri sambil tersenyum.
“Eh, hwesio tua, kau hendak ke manakah?"
Akan tetapi kata-katanya terhenti ia terkejut bukan main ketika tiba-tiba pemuda yang datang bersama Ba Mau Hoatsu itu tubuhnya berkelebat tahu-tahu nona yang dipondongnya itu telah kena dirampas oleh pemuda itu! Gerakan yang demikian cepatnya benar-benar membuat ia kaget sekali dan sekaligus mengingatkan ia akan "pemuda tolol" yang tadinya melindungi Gak Soon Li. Melihat pemuda itu telah mendukung tubuh Soan Li dan kini meletakkan tubuh itu di atas rumput sambil memeriksa nadi, Giok Seng Cu hendak menyerang pemuda itu. Akan tetapi Kong Ji menoleh dan berkata dengan suara berpengaruh,
"Suhu Giok Seng Cu, jangan ganggu Soan Li, dia kekasihku!"
Giok Seng Cu tertegun mendengar suara ini. Ia seperti sudah pernah mengenal pemuda ini dan suaranya amat dikenalnya. Karena pemuda ini datang bersama Ba Mau Hoatsu, maka Giok Seng Cu lalu menoleh kepada hwesio Tibet itu dan menunda niatnya untuk menyerang.
"Giok Seng Cu Toyu, kau seorang tua bangka apakah masih hendak bermain gila terhadap seorang Nona muda? Lebih baik kau membiarkan muridmu mewakilimu ha-ha-ha!"
"Muridku...?"
"Tidak kenal lagikah kau kepada muridmu sendiri? Dia itu Liok Kong Ji muridmu, akan tetapi juga murid See-thian Tok-ong, murid Hwa l Enghiong dan akhirnya murid atau ahli waris dari Pak Kek Siansu!"
Giok Seng Cu membuka matanya lebar-lebar. "Kong Ji, tidak saja kau sudah menjadi besar tubuhmu, akan tetapi juga besar hatimu dan besar pula nyalimu. Bagaimana kau begitu berani kurang ajar terhadap guru sendiri? Hayo lekas berlutut minta ampun, baru pinto dapat mempertimbangkan hukumanmu!" bentaknya marah.
Kong Ji telah memeriksa keadaan Gak Soan Li dan maklumlah ia bahwa gadis yang masih pingsan itu tidak menderita luka parah dalam tubuhnya, tidak terganggu oleh Giok Seng Cu, melainkan tulang pahanya sedang mulai mulai tersambung dari keadaannya yang patah.
"Suhu Giok Seng Cu, siapakah yang mematahkan tulang-tulang paha kekasihku ini?" tanyanya dengan mata mengancam.
"Aku yang mematahkannya, eh, mau apa bicara begitu kurang ajar kepadaku"
Biarpun ia marah sekali, namun Kong-ji masih ingat akan cita-citanya, maka ia tidak mau bermusuhan dengan bekas gurunya ini. Ia bahkan harus menarik tenaga kakek ini menjadi pembantunya. "Kalau kau sendiri yang melukainya tidak apalah. Baiknya kau tidak mengganggunya, kalau terjadi hal yang demikian, kiranya aku akan melupakan hubungan kita yang sudah-sudah."
Sejak tadi, Giok Seng Cu sudah marah bukan main. Kata-kata bekas muridnya itu diucapkan dengan nada demikian memandang rendah. Tak patut sekali seorang murid bersikap sedemikian rupa terhadap gurunya, maka dengan muka merah, Giok Seng Cu berkata. "Kong Ji, kau benar-benar harus dihajar adat" Setelah berkata demikian, ia lalu menggerakkan lengan bajunya menampar muka muridnya.
"Plak, brettt," Ujung lengan baru itu bertemu dengan tangan Kong Ji dan hancur.
"Kurang ajar, kau berani melawan?" Giok Seng Cu marah dan cepat menyerang, kini sungguh-sungguh bukan sekedar untuk menampar.
"Aku tidak melawan, hanya untuk memperlihatkan bahwa aku bukanlah Kong Ji yang dahulu lagi, dan aku ingin -bekerja sama dengan kau, Suhu Giok Seng Cu," kata Kong Ji sambil mengelak cepat.
"Tunjukkan dulu kepandaianmu. bocah sombong!" Giok Seng Cu mcnyerang lagi, kini tubuhnya merendah dan ia mulai melakukan pukulan-pukulan Tin-san-kang!
Kong ji tentu saja maklum akan kelihaian ilmu silat ini, akan tetapi ia telah mempelajari ilmu pukulan ini sepenuhnya, bahkan telah melatih dengan giat dan mencampur Ilmu pukulan itu dengan ilmu pukulan ganas yang ia pelajari dari See-thian Tok-ong. Oleh karena itu ia menghadapi ilmu pukulan bekas gurunya ini dengan ilmu pukulan Tin-san-kang pula! Tidak itu saja, ia bahkan berani menerima pukulan dengan pukulan pula, berarti ia berani mengadu tenaga. Barkali-kali dua pasang lengan bertenmu dengan tenaga yang serupa dan keduanya tergeser mundur, tanda bahwa tenaga mereka seimbang!
"Bagus, kau mendapat kemajuan pesat sekali!" seru Giok Seng Cu berkali-kali sambil mengeluarkan seluruh kepandaiannya untuk merobohkan muridnya ia merasa penasaran sekali. Masa seorang guru tak dapat mengalahkan muridnya sendiri?
Akan tetapi biarpun ia telah mainkan Tin-san-kang sampai habis, tetap saja ia tak dapat mengalahkan Kong Ji, bahkan Kong Ji merubah Ilmu Silat Pak-kek Sin-ciang yang ia pelajari dari Hui Lian.
"Ini Pak-kek Sin-ciang tulen...!" seru Giok Seng Cu terkejut sekali.
Ia pernah menyaksikan ilmu silat ini ketika dimainkan oleh supeknya, Pak Kek Siansu. Biarpun pada dasarnya ilmu silat yang pelajari mendiang suhunya, Pak Hong Siansu, sama dengan Pak-kek Siansu, akan tetapi jurus dan gerakannya jauh berbeda, hanya gerakan kaki saja yang serupa.
“Memang aku murid Pak Kek Siansu!" seru Kong ji sombong dan menyerang terus dengan hebatnya. Sebenarnya, yang ia mainkan itu bukanlah Pak-kek Sin-ciang aseli yang baru sedikit ia pelajari. Ia mainkan ilmu silat campuran antara Tin-san-kang, Pak-kek Sin-ciang, dan Hek-tok-ciang yang ia pelajari dart See-Thian Tok-ong!
Namun, kepandaian Kong Ji sudah demikian hebat dan lihainya, sehingga seorang tokoh seperti Giok Seng Cu sampai kewalahan menghadapinya. Tingkat ilmu silat dari Giok Seng Cu memang lebih tinggi daripada tingkat Ba Mau Hoatsu dan kini di depan Ba Mau Hoatsu, Giok Seng Cu merasa malu dan tidak sudi kalau sampai ia kena dirobohkan oleh muridnya sendiri. Ia maklum bahwa kalau dilanjutkan pertempuran yang sudah makan waktu seratus jurus itu, ia akhirnya akan kalah juga karena kehabisan tenaga dan napas.
"Kong Ji kau hebat. Biar pinto mendengar omonganmu..." katanya sambil melompat mundur. Kong Ji juga menghentikan serangannya dan menjura dengan hormat.
"Suhu Giok Seng Cu biarpun sudah tua, makin kuat saja..." ia memuji.
Giok Seng Cu menarik napas panjang. "Siapa bilang? Menghadapi Wan Si Hong seorang bocah aku kalah, kau pun aku tak dapat mengalahkan..."
"Sin Hong? Di mana Suhu bertemu dengannya" Dan bagaimana Suhu dapat membawa Soan Li ke sini?"
Giok Seng Cu lalu menceritakan pengalamannya. Betapa ia bertemu dengan Gak Soan Li dan bertanding ketika nona itu mengaku sebagai murid Go Ciang Le. Ia didesak oleh nona itu, akan tetapi akhirnya dapat melukai sepasang paha Soan Li dan pada saat itu ia dipukul oleh Sin Hong. Kemudian ia menceritakan lagi bahwa pemuda tolol yang kemudian dapat menduga Sin Hong adanya, pergi meninggalkan Soan Li, maka ia lalu menawan gadis itu dan membawanya pergi, bukan saja untuk membalas dendam kepada Go Ciang Le akan tetapi juga membalas dendam kepada Sin Hong yang agaknya saling cinta dengan Soan Li.
"Wan Sin Hong saling mencinta dengan dia...?" Kong Ji mukanya sebentar pucat serta marah dan ia memandang ke arah Soan Li yang masih menggeletak dalam keadaan pingsan. Memang nona itu setiap kali siuman, ditotok pingsan oleh Giok Seng Cu agar jangan banyak ribut di perjalanan.
"Begitulah kelihatannya, yang pasti, Nona ini cinta sekali kepada pemuda yang ia sebut Lam-ko," Giok Seng Cu tertawa sambil memandang kepada Ba Mau Hoatsu.
"Ba Mau-suhu, ketika dikalahkan Nona ini, apakah kau tidak sadar bahwa yang mengalahkanmu bukanlah Nona ini melainkan pemuda yang menyangganya?”
Ba Mau Hoatsu tercengang. "Begitukah?"
"Kau yang berkelahi tentu tidak begitu memperhatikan, akan tetapi aku yang mengintai tahu betul bahwa kau telah dipermainkan oleh Wan Sin Hong pemuda tolol itu!"
Ba Mau Hoatsu menjadi merah mukanya. "Kau ini sahabat macam apa? Mengapa tidak keluar membantu bahkan mentertawakan?"
Melihat Ba Mau Hoatsu marah-marah dan khawatir kalau-kalau timbul keributan di antara dua orang kakek itu Kong Ji lalu mengajak Giok Seng Cu berunding tentang cita-cita mereka bersama. Giok Seng Cu, seperti halnya Ba Mau Hoatsu, mempunyai hati dan cita-cita yang tidak bersih, maka ia pun tertarik sekali dan segera menyatakan persetujuannya untuk membantu agar kelak mendapat bagian kedudukan tinggi. Kemudian kedua orang kakek itu mendengar siasat yang diatur dan direncanakan oleh Kong Ji, siasat untuk menghadapi lawan-lawan tangguh seperti Wan Sin Hong, Go Ciang Le, dan juga Temu Cin. Mendengar siasat ini, Giok Seng Cu dan Ba Mau Hoatsu takjub bukan main, akan tetapi juga merasa ngeri.
"Bocah ini benar benar iblis cilik yang hebat..." pikir Giok Seng Cu dan Ba Mau Hoatsu.
"Memang sebaiknya kalau kau lebih dulu menjadi bengcu, dengan demikian lebih mudah bagi kita untuk melanjutkan cita-cita," kata Giok Seng Cu.
Demikianlah, dengan rela Giok Seng Cu memberikan Soan Li kepada Kong Ji dan ia pun siap sedia membantu usaha bekas muridnya yang kini berubah menjadi kepala atau pemimpin itu. Adapun Kong Ji setelah mendapatkan Soan Li dan sesuai dengan rencana yang tadi diaturnya, segera membawa gadis yang tak berdaya itu ke sebuah rumah penginapan kota Kun-long di mana Nalumei telah menantinya dengan hati sabar dan penuh cinta kasih. Melihat kekasihnya datang bersama dua orang kakek dan seorang gadis cantik jelita yang dipondong oleh Kong ji, hati Nalumei berdebar gelisah, akan tetapi wajahnya yang jelita tidak memperlihatkan sikap sesuatu. Bahkan ia cepat-cepat menolong Soan Li memondongnya ke dalam kamarnya dan menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh Kong Ji.
"Nalumei, tinggalkan itu semua. Kau tak perlu sibuk, kau kutugaskan untuk melakukan sesuatu yang lebih penting lagi." Ia menarik lengan kekasihnya, memeluknya mesra untuk menyenangkan hatinya, lalu berbisik menceritakan tugas itu.
Nalumei mengangguk-angguk. Gadis ini sudah tahu akan keadaan kekasihnya dan tahu pula bahwa ia tidak boleh membantah, harus selalu siap sedia melakukan apa saja yang diperintahkan kepadanya oleh Kong Ji.
"Nalumei. kekasihku. Demi kebahagiaan kita kelak, demi tercapainya cita-cita kita yang besar, kau harus dapat melakukan pekerjaan mudah ini dengan hasil baik. Hanya kau harus berhati-hati jangan sekali-kali memperlihatkan bahwa kau mengerti ilmu silat, karena kau berhapan dengan ahli-ahli silat tinggi." Demikian pesannya.
Nalumei menyatakan kesanggupannya dan pergilah wanita ini melakukan tugasnya yang diperintahkan oleh Kong Ji. Setelah Nalumei pergi dan menyediakan kamar untuk Ba Mau Hoatsu dan Giok Seng Cu, Kong Ji lalu merawat dan mengobati Soan Li. Pada para pelayan rumah penginapan, ia menyatakan bahwa Soan Li adalah isterinya yang sedang menderita sakit, maka tak seorang pun menaruh hati curiga. Apalagi karena kedatangan Kong Ji bersama dua orang pendeta tua yang tentunya orang-orang suci alim!
Karena itu tak seorangpun menaruh hati curiga ketika pada malam harinya terdengar suara Soan Li memaki-maki, "Wan Sin Hong... keparat jahanam, kubunuh engkau...!" Disusul oleh tangis gadis itu.
Para pelayan mengira bahwa wanita yang datangnya dipondong itu kini panas dan mengigau. Juga tidak ada yang mengherankan ketika pada keesokan harinya, Soan Li menangis terisak-isak sambil menyandarkan kepalanya di dada Kong Ji dan berkata, "Engko Gong Lam, alangkah buruknya nasibku..."
Kong Ji tersenyum dan membelai rambut Soan Li, mengambil secawan arak yang berbau harum sekali dari meja dan mendekatkan cawan itu di bibir Soan Li sambil berkata, "Tenanglah, manisku. Aku sudah mengusir Wan Sin Hong bajingan rendah itu. Jangan kau susah hati, percayalah kepadaku, kelak kita akan dapat membalas dendam kepada bajingan Sin Hong..."
Soan Li yang keadaannya sudah normal lagi itu, minum arak dari cawan tanpa banyak pikir lagi kemudian ia merebahkan kepalanya di atas pangkuan Kong Ji dengan pandangan mata penuh kasih sayang. Beberapa hari kemudian, keadaan Soan Li seperti sebuah patung bernyawa saja. Ia telah diberi minum racun oleh Kong Ji, racun yang amat keji, yang khasiatnya bukan merampas nyawa melainkan merenggut ingatan orang. Dalam pandangan Soan Li, orang yang telah menghinanya dan menodainya adalah seorang bernama Wan Sin Hong, sedangkan Kong Ji yang mengaku sebagai penolongnya ia anggap sebagai Gong Lam.
Demikianlah maka pada saat Sin Hong dikejar-kejar oleh para tokoh kang-ouw, ia bertemu dengan Kong Ji yang menyerangnya dengan bantuan Soan Li, Giok Seng Cu, dan Ba Mau Hoatsu. Sampai saat itu, Nalumei masih belum kelihatan bersama Kong Ji semenjak gadis ini melakukan tugasnya. Tentu saja Sin Hong merasa penasaran, heran dan juga cemas menyaksikan sikap Soan Li yang tiba-tiba saja membencinya setengah mati dan alangkah herannya melihat gadis itu bekerja sama dengan Kong Ji, Giok Seng Cu dan Bau Mau Hoatsu. Terutama sekali ia benar-benar tidak mengerti melihat gadis itu bersama Giok Seng Cu, padahal orang yang dahulu mematahkan kedua tulang pahanya adalah kakek berambut panjang inilah!
********************
Mari kita melihat keadaan Go Hui Lian yang sudah amat lama kita tinggalkan. Gadis puteri Hwa I Enghiong melakukan perjalanan seorang diri, meninggalkan daerah utara menuju pedalaman Tiongkok kembali. Hatinya penuh kekaguman kepada Temu Cin, pemimpi muda yang gagah perkasa dari bangsa Mongol itu, dan di samping kekaguman terhadap Temu Cin juga ia merasa sakit hati dan marah sekali kepada Liok Kong ji. Diam-diam ia merasa menyesal sekali mengapa dahulu ia dapat ditipu oleh Kong ji. Menyesal mengapa ia telah mengeluarkan kata-kata keji terhadap sucinya, Gak Soan Li. Kini tahulah mengapa Soan Li membenci Kong Ji. Tahulah ia bahwa sebenarnya ia dahulu masih seperti anak kecil yang tidak tahu apa-apa, yang mengukur hati orang melihat wajah dan mendengar suaranya. Hui Lian merasa menyesal bukan main akan tetapi apa gunanya?
"Aku harus segera menemui ayah dan melaporkan tentang Kong Ji. Manusia itu benar benar seorang manusia berbahaya sekali. Apalagi sekarang Pak-kek sin-kiam berada di tangannya. Kepandaiannya amat tinggi dan kalau orang macam dia tidak ditundukkan, akan celakalah dunia...." Sambil berpikir seorang diri, Hui Lian mengenangkan kembali segala kejadian yang ia alami ketika ia melakukan perjalanan bersama Kong Ji.
Kini terbayang kembali peristiwa di hotel Keng-siu-bun di mana bangsawan Cu yang tua beserta isterinya yang muda dan cantik telah terbunuh dalam keadaan mengerikan sekali. Tentang Ma Hoat yang menjadi gila. Kemudian tentang berita di mana-mana tentang munculnya seorang jai-hoa-cat dan peneuri yang amat ulung dan sakti". Teringat pula tentang sikap Kong ji yang beberapa kali hendak mengganggunya di tengah malam. Teringat akan ini, Hui Lian bergidik dan mulai timbul dugaan di dalam hatinya bahwa Kong Ji yang melakukan semua perbuatan terkutuk itu. Semua menambahkan kebencian di dalam halnya terhadap bekas suhengnya itu.
Akan tetapi, dasar Hui Lian seorang wanita muda yang sedang remaja, berhati riang gembira, sebentar saja ia telah dapat melupakan kemendongkolan hatinya ketika ia melakukan perjalanan melalui tempat-tempat yang indah. Biar pun ia masih muda dan cantik jelita sehingga menarik hati setiap orang, namun sikapnya yang gagah dan wajahnya yang selalu tersenyum ramah, membuat setiap orang laki-laki yang tadinya mengandung niat kurang ajar menjadi tunduk dan tidak berani berlaku sembrono.
Pada suatu hari ketika Hui Lian tiba di kota Ceng-si-kwan dan bermalam di penginapan, ia mendengar dari pelayan sebuah peristiwa yang membuat gadis ini menjadi panas dingin saking marahnya. Mula-mula pelayan itu yang menyambut kedatangannya dan menyediakan kamar serta melayaninya, berkata setengah bergurau,
"Nona, harap Nona suka berlaku hati-hati. Baru kemarin malam di kota ini terjadi peristiwa mengerikan sekali."
"Peristiwa mengerikan? Apakah yang terjadi?"
Pelayan itu bicara perlahan. "Siapa lagi kalau bukan penjahat muda yang baru-baru ini menimbulkan kerusuhan hebat sekali di kota-kota besar? Nona, penjahat cabul Wan Sin Hong telah mendalangi kota ini!”
Hui Lian benar-benar terkejut sekali. Bukan terkejut karena ia pernah mendengar kejahatan "penjahat cabul" itu. Melainkan terkejut karena nama Wan Sin Hong disebut sebagai penjahat. Seingataya, Wan Sin Hong adalah putera angkat Lie Bu Tek seperti pernah ia mendegar dari ayah bundanya, juga Kong Ji. Bahkan dengan hati kasihan ia pernah mendengar penuturan dari ayah bundanya bahwa Wan Sin Hong adalah putera tunggal Wanyen Kan atau Wan Kan dengan Thio Ling In suci (kakak seperguruan) ibunya yang keduanya telah tewas di tangan Ba Mau Hoatsu, dan bahwa semenjak kecil Wan Sin Hong dipelihara oleh Lie Bu Tek. Kemudian ia mendengar bahwa mungkin sekali Wan Sin Hong telah tewas sebagaimana diceritakan oleh Kong ji. Akan tetapi bagaimana sekarang tahu-tahu muncul nama Wan Sin Hong sebagai seorang penjahat cabul? Apakah barangkali ada nama yang sama?
"Apa yang telah terjadi di kota ini? Apa yang dilakukan oleh penjahat bernama Wan Sin Hong itu?" tanya Hui Lian kepada pelayan yang menjadi pucat mendengar Hui Lian menyebut nama penjahat itu keras-keras.
"Ssst, Siocia, jangan keras-keras. Kalau dia mendengar... dan kau begitu begitu..."
"Begitu apa? Teruskan!" kata Hui Lian sambil tersenyum geli melihat keadaan pelayan tua itu demikian ketakutan.
"Siocia, terus terang saja, kau begitu cantik jelita dan... penjahat itu di setiap kota selalu mendatangi gadis tercantik..."
"Aku tidak takut! Biar ada sepuluh penjahat seperti dia jangan kau khawatir, dengan sepasang tanganku ini akan dapat kubekuk semua"
Tiba-tiba terdengar suara orang menarik napas panjang, disusul oleh kata-kata yang terdengar berduka, "Aahhh... kalau saja omongan itu dapat dibuktikan, alangkah baiknya..."
Pelayan itu terkejut bukan main karena tadinya di situ tidak ada orang. Mukanya pucat, tubuhnya gemetar dan memutar tubuh memandang. "Aduuhh... Can-piauwsu benar-benar Membikin aku kaget setengah mati!" katanya dengan lega ketika melihat yang bicara tadi adalah seorang laki-laki berusia empat puluh tahun lebih, berpakaian sebagai seorang guru silat dan sikapnya sabar, akan tetapi matanya berpengaruh.
Hui Lian tentu saja sejak tadi sudah dapat melihat kedatangan orang hanya ia pura-pura tidak mellhatnya karena disangkanya orang ini seorang tamu biasa saja. Kini mendengar kata-kata orang itu, ia memandang dengan tajam, matanya penuh pertanyaan.
"Lo-enghiong, apa maksudmu dengan kata-kata tadi?"
Can-piauwsu (Pengawal Can) tersenyum pahit dan berkata, "Maaf, Nona. Kiranya tidak patut kalau aku yang tidak ada sangkut-pautnya dengan kata-katamu secara lancang menyatakan pendapat. Akan tetapi agaknya kau terlalu besar bicara dan kata-katamu hendak membekuk sepuluh Wan Sin Hong benar-benar menggelikan sekali." ia menarik napas, berulang-ulang dan sambil menggeleng gelengkan kepalanya ia hendak pergi dan situ. Akan tetapi alangkah terkejutnya ketika tiba-tiba ia merasa punggungnya ditowel orang dan tahu-tahu seluruh tubuhnya kaku tak dapat digerakkan!
Can piauwsu terkejut sekali karena ia maklum bahwa jalan darahnya bagian tat-twa-heat telah kena ditotok orang secara ajaib sekali, karena ia tidak melihat atau mendengar gerakan tangan orang sama sekali! Kembali ia merasa pinggungnya diraba orang dan tahu-tahu totokan tadi telah dibebaskan dan ia dapat bergerak kembali. Cepat Can-piauwsu menoleh dan melihat gadis jelita yang tadi ia pandang rendah berdiri sambil tersenyum kepadanya, senyumnya luar biasa manisnya!
"Can-piauwsu, benar-benar lihai sekalikah keparat yang mengganggu kotamu sehingga kau menjadi putus asa?"
Kalau tidak mengalaminya sendiri tentu Can-plauwsu takkan percaya bahwa ada orang dapat menotoknya sedemikian rupa tanpa ia mengetahui lebih dulu, apalagi kalau yang melakukan hal ini adalah seorang gadis yang demikian mudanya. ia kini maklum bahwa ia berhadapan dengan murid orang pandai, maka buru-buru ia menjura.
"Lihaap, mohon maaf sebesarnya bahwa aku lamur tidak dapat melihat Gunung Thai-san menjulang tinggi di depan mata. Mohon tanya siapakah Lihiap dan dari perguruan mana?"
"Aku seorang pelancong biasa saja namaku Go Hui Lian. Kiranya dunia kang-ouw tidak mengenal nama kecilku ini, akan tetapi sangat boleh jadi kau telah pernah mendengar nama Ayahku Can-piauwsu."
"Siapakah nama Ayahmu yang mulia?"
"Ayah disebut Hwa I Enghiong..."
Sekaligus berubah air muka piausu itu mendengar nama besar pendekar sakti ini. ia mula-mula memandang kepada Hui Lian dengan mata terbelalak, kemudian tersipu-sipu ia memberi hormat lagi. "Ah, kiranya Lihiap adalah puteri dari Go-taihiap. Tentu saja aku yang bodoh sudah mendengar nama besar Hwa I Enghiong. Sering kali aku berpikir bahwa kalau Go-taihiap suka keluar pintu dan turun tangan, kiranya penjahat Wan Sin Hong ini akan dapat dibelenggu."
"Can-piauwsu, benar-benarkah ada penjahat yang bernama Wan Sin Hong mengacau kota ini?"
Kembali mata Can-plauwsu menatap wajah nona itu, akan tetapi kini agak terheran-heran. Ia lalu menoleh kepada pelayan dan berkata, "Kau boleh pergi!" Setelah pelayan itu keluar dan ruangan itu, Can-piauwsu mempersilakan Hui Lian duduk dan dengan wajah sungguh-sungguh ia berkata.
"Lihiap, sesungguhnya aneh kalau kau belum pernah mendengar nama Wan Sin Hong yang dalam beberapa bulan ini telah menggemparkan dunia kang-ouw dengan perbuatan-perbuatannya yang amat keji melebihi iblis. Telah banyak tokoh-tokoh besar persilatan menggulung lengan baju untuk membasmi penjahat tunggal ini, akan tetapi ia mempunyai gerakan seperti iblis sehingga sukar sekali ditangkap. Bahkan tak ada yang pernah mempergoki perbuatannya yang dilakukan seakan-akan sengaja menantang orang-orang gagah untuk mencarinya! Akan tetapi, sudahlah, itu tak perlu bicara tentang Wan Sin Hong, karena biasanya, setelah melakuKan sesuatu dalam sebuah kota, ia pun menghilang hanya meninggalkan bekas tangannya yang amat mengerikan. Di kota Ceng-sin-kwan penjahat itu pada suatu malam telah membunuh seorang pembesar berpangkat tihu dengan isterinya, mengganggu lalu membunuh putri seorang hartawan dan perginya membawa ratusan tael uang emas dari hartawan itu. Dalam satu malam saja sudah melakukan perbuatan sebanyak itu, benar benar merupakan kejahatan yang mengerikan sekali. Kiranya bagi kita sukarlah untuk mencari jejaknya karena seperti biasa, aku yakin bahwa dia tentu sudah meninggalkan kota ini dan sukar diketahui ke mana perginya."
“Kalau begitu, aku harus mengejar dan mencarinya di kota lain. Mustahil manusia tak dapat dicari," kata Hui Lian bersemangat dan amat marah mendengar kejahatan sehebat itu sunguhpun ia meragukan apakah itu benar-benar perbuatan Wan Sin Hong putera Wanyen Kan.
"Sudah banyak yang mencari, di antaranya bahkan ciangbunjin-ciangbunjin (ketua) dari partai-partai besar telah mencarinya. Kalau kau hendak mencarinya, hendaknya kau ketahui bahwa Wan Sin Hong itu masih amat muda dan berwajah tampan, tidak memegang senjata akan tetapi ilmu silatnya luar biasa. Ini pun aku hanya mendengar dari orang lain, Nona. bagiku Wan Sin Hong bukanlah makananmu. Seorang seperti aku yang tua dan lemah ini bisa apakah? Tak usah bicara tentang seekor harimau mengganas, gangguan seekor anjing dan kawan-kawannya di dalam kota ini saja aku Si Bodoh tak dapat berbuat apa apa."
"Anjing macam apakah yang mengganggu kota ini? Coba kau katakan kepadaku, Can-piauwsu, barangkali aku akan dapat membantumu."
Can-piauwsu menarik napas panjang akan tetapi wajahnya kini membayangkan harapan. "Di kota ini tinggal seorang okpa (hartawan jahat) she Lee yang sudah lama merajalela melakukan segala macam kejahatan mengandalkan pengaruh dan uangnya. Ia seringkali merampas tanah dan rumah orang, bahkan merampas dan mengganggu anak bini orang lain, semua itu dilakukannya dengan berterang."
"Ini lebih jahat dari perbuatan Wa Sin Hong yang dilakukan dengan menggelap!" kata Hui Lian yang sudah naik darah mendengar penuturan itu.
"Sama jahatnya... sama jahatnya. Hanya saja, kalau Wan Sin Hong selalu mengganggu orang-orang besar, hartawan Lee ini mengganggu orang-orang miskin.
"Mengapa tidak ada orang menentangnya?"
"Siapa berani menentangnya? Pengaruhnya besar, Tihu dan Tikoan, juga pembesar-pembasar lain di kota ini telah makan suapannya dan mereka semua pada hakekatnya telah menjadi kaki tangannya. Mengadukannya kepada pembesar? Yang mengadu akan ditangkap dan dihukum! Menyerangnya mengandalkan tenaga? Yang menyerang akan menghadapi tukang-tukang pukul yang pandai serta menghadapi pula kepungan anak buah tikoan barisan penjaga kota!"
"Jahat sekali! Can-piauwsu, kautunjukkan di mana rumah hartawan Lee itu, juga di mana rumah tikoan dan tihu!"
"Tihu telah tewas bersama isterinya dibunuh oleh Wan Sin Hong. Kejadian ini pun dipergunakan oleh tikoan untuk bertindak sewenang-wenang, menggeledah setiap rumah, menerima sogokan dan menangkapi orang-orang yang tidak disukai oleh Lee-wangwe. Aah, sayang sekali Wan Sin Hong berlaku setengah-setengah. Mengapa ia tidak membunuh juga sekalian tikoan dan hartawan itu? Kalau ia lakukan ini, aku akan menganggapnya sebagai seorang penjahat yang baik dan gagah!"
Malam harinya terjadi kegemparan lain ketika hartawan Lee yang rumahnya terjaga kuat oleh puluhan orang tukang pukul itu kemasukan penjahat yang tidak mengambil sesuatu yang berharga itu. Inilah perbuatan Hui Lian yang malam itu juga memasuki rumah hartawan Lee, dengan mudah mendapatkar kamarnya lalu menabas putus dua buah daun telinga Lee-wangwe sambil mengancam.
"Kalau aku mendengar lagi bahwa kau melakukan kejahatan di kota ini mengandalkan uang dan pengaruhmu, awas lain kali aku datang lagi mengambil kepala-mu!" Kemudian ia berkelebat lenyap meninggalkan Lee-wangwe yang roboh pingsan saking takut dan sakitnya!