Pedang Penakluk Iblis Jilid 33

Cersil karya kho ping hoo serial pendekar budiman episode pedang Penakluk Iblis Jilid 33
Sonny Ogawa

Pedang Penakluk Iblis Jilid 33

“AKU berjanji takkan menjauhkan diri lagi dan menerimamu ikut dengan aku selamanya.”

Dengan girang dan lega Soan Li lalu merebahkan diri saking lelahnya, rebah di atas rumput berbantal paha pemuda itu, lalu sambil menengadah memandang awan-awan putih di angkasa dengan termenung, berceritalah ia.

”Lam-ko, sejak pertemuan kita yang pertama kali, tahulah aku bahwa kau telah menempati hatiku. Biarpun kau nampak bodoh dan canggung, kaulah laki-laki yang paling baik, jujur dan boleh dipercaya. Selain itu, aku pun curiga dan ragu-ragu bahwa kau betul-betul seorang pemuda bodoh. Aku bahkan menduga kau mengerti ilmu silat. Bukankah kau pandai ilmu silat, Lam-ko?”

Wanyen Ci Lun kini tidak ragu-ragu lagi bahwa gadis cantik yang setelah bicara nampak makin manis menarik ini benar-benar seorang yang tidak normal ingatannya. Ia menjadi makin kasihan dan untuk menghibur hati gadis yang agaknya telah mengalami pukulan batin hebat sekali ini, ia menerima saja sangkaan orang dan bahkan “mengasuh“ pikiran yang tidak karuan itu. Maka ia mengangguk-angguk dan berkata sambil tersenyum.

“Tak salah dugaanmu, Nona. Memang biarpun hanya sejurus dua jurus, aku mengerti sedikit ilmu silat. Dan tentang kebodohan, memang aku bodoh dan pelupa. Buktinya, namamu saja aku sudah lupa lagi. Aku benar-benar bodoh, patut bernama Gong Lam!“

Soan Li tertawa geli, lalu tersenyum manis sekali. Hidup kembali kegembiraan dan semangatnya setelah ia bertemu dengan kekasihnya. Dengan penuh kasih sayang sehingga amat mengharukan hati Wanyen Ci Lun, gadis itu memegang dan membelai-belai tangan Wanyen Ci Lun.

“Kau tidak bodoh, Lam-ko. Aku sama sekali tidak menganggap kau bodoh, biarpun namamu Gong Lam. Mungkin kau sudah lupa akan namaku, mungkin juga memang kau belum pernah mendengarnya. Namaku Gak Soan Li, murid Hwa I Enghiong Go Ciang Le. Akan tetapi, mulai sekarang jangan kita sebut-sebut nama Suhu, agar tidak ikut terseret ke kurang kehinaan yang sudah dilontarkan orang-orang jahat kepadaku.“ Kembali Soan Li mulai menangis.

Wanyen Ci Lun kaget bukan main mendengar bahwa gadis yang agak “miring“ ini ternyata adalah murid pendekar besar itu. Hatinya berdebar dan ia makin tertarik, ingin sekali mengetahui nasib apa yang telah menimpa diri gadis yang malang dan perkasa ini.

“Gak-siocia...“

“Lam-ko, jangan kau sebut aku dengan siocia segala macam, bukankah aku ini milikmu, jiwa ragaku telah kuserahkan kepadamu selama aku hidup, Lamko. Sebut saja namaku...“

Wanyen Ci Lun menarik napas panjang. ia bukan seorang yang berperangai rendah, bukan orang yang suka menghina dan mempermainkan wanita. Sikap Soan Li benar-benar membuat ia bingung sekali. Ia tertarik kepada gadis ini, tertarik, kasihan dan ada rasa cinta kasih dalam hatinya. Akan tetapi sikap Soan Li benar-benar membuatnya jengah bingung.

“Baiklah Soan Li. Sekarang lanjutkanlah ceritamu. Siapakah yang telah mengganggu dan menghinamu?"

Mendengar pertanyaan ini, tangis Soan Li makin menjadi-jadi. Akkhirnya sambil terisak-isak ia melanjutkan ceritanya. “Aku tidak ingat semua, Lam-ko. Hanya yang kuketahui, semenjak aku kau tinggalkan, aku terjatuh ke dalam tangan orang jahat yang amat tinggi kepandaiannya akan tetapi yang tak pernah kulihat mukanya. Malam hari itu adalah malam kiamat bagiku, aku tak melihat dia, malam gelap... dan aku lalu pingsan... dia itu hanya meninggalkan nama yang selalu berdengung di telingaku, namanya Wan Sin Hong!”

Wanyen Ci Lun mengerutkan keningnya, “Aku mendengar nama itu diucapkan orang di mana-mana sebagai seorang penjahat keji yang baru muncul di dunia.” Diam-diam ia makin kasihan kepa,la gadis ini. “Lanjutkan ceritamu, Li-moi.“

Mendengar Gong Lam menyebutnya Li-moi, berseri wajah Soan Li. “Jadi kau tidak benci kepadaku, Lam-ko? Tidak benci kepadaku setelah peristiwa itu?”

Wanyen Ci Lun menggeleng kepalanya. “Kau tidak bersalah, Li-moi. Bagaimana orang dapat membenci kau yang bahkan harus dikasihani?“

“Terima kasih, Lam-ko. Aku tahu bahwa kau orang yang berhati mulia. Seluruh dunia boleh membenci dan menghinaku, asal kau tidak, aku cukup bahagia. Baik kuteruskan ceritaku, tapi yang masih teringat saja olehku. Setelah aku siuman dari pingsanku, aku melihat seorang yang tadinya kusangka kau, Lam-ko. Orang itu mengaku bernama Gong Lam dan entah mengapa, waktu itu aku tidak ingat lagi, aku percaya dan benar-benar menganggap dia itu kalu! Dia bilang bahwa dia menolongku, bahwa telah mengusir penjahat busuk Wan Sin Hong. Aku merasa pikiranku kabur, tak dapat membedakan orang dan aku percaya, aku anggap dia kau, kuserahkan nasibku, jiwa ragaku kepadanya...“

Sampai di sini Soan Li nampak gemas sekali, wajahnya yang pucat menjadi merah, matanya berapi. Kemudian perlahan-lahan ia nampak sedih, bahk air matanya mulai berlinang-linang kembali. “Lam-ko di luar kesadaranku, dia itu... jahanam besar yang kusangka kau itu, telah mengambil aku sebagai isterinya atau lebih tepat lagi, sebagai kekasihnya karena dia tidak menikah dengan aku secara sah. Aku tetap mengangap dia itu kau. Aku bahkan...“ Soan Li terisak-isak. “...telah melahirkan seorang anak, keturunan dari orang itu...“

Wanyen Ci Lun menjadi marah sekali. “Keparat keji! Siapa iblis itu, Lan-moi?“

“Dia itu... dia adalah Liok Kong ji! Baru tadi di Puncak Ngo-heng-san aku bertemu dengan dia, dan baru tadi aku teringat akan semua itu bahkan dialah yang dahulu mengaku sebagai kau! Dan aku teringat sekarang bahwa dia itu bukan lain adalah suteku sendiri! Ah, Lam-ko, bagaimana dahulu aku tidak mengetahui semua itu...? Lam-ko, katakanlah, apakah aku Gak Soan Li sudah gila?“ Tangis Soan Li makin keras.

Wanyen Ci Lun memeluknya dan mendekap kepala gadis itu ke dadanya. “Tidak, tidak, kau tidak gila, kau hanya seorang gadis yang bernasib buruk sekali, Li-moi. Agaknya kau dilahirkan hanya untuk mengalami penderitaan belaka. Biarlah selanjutn)a aku yang akan mengusir semua kesengsaraanmu dan aku akan berusaha menghidupkan kebahagiaanmu.“

“Lam-ko, kalau aku tidak gila, mengapa timbul segala macam perkara gila? Aku kadang-kadang menjadi bingung dan tidak mengerti. Setelah aku ikut dengan jahanam Liok Kong Ji yang kuanggap kau, pada suatu hari muncul seorang yang tinggi ilmu silatnya, yang kusangka engkau pula, bahkan yang pertama kali menyadarkan aku bahwa Kong Ji bukanah Gong Lam karena orang yang muncul itu memiliki wajah Gong Lam yang sesungguhnya. Orang ini merampasku dari tangan Kong Ji membawa aku pulang ke Pulau Kim-bun-to tempat tinggal Suhuku, dan anehnya, kemudian orang itu, yang tak salah lagi tentu kau adanya mengaku bernama Wan Sin Hong! Lam-ko, mengapa kau bersikap seperti itu di Kim-bu-to?“

Kini Wanyen Ci Lun benar-benar bingung. Kasihan, pikirnya. Gadis ini benar-benar telah kehilangan ingatannya dan ceritanya ini ngacau tidak karuan. Bagaimana ia harus menjawab? ia tidak dapat membohong terus-terusan.

“Li-mom, percayalah bahwa yang mengaku Wan Sin Hong itu bukan aku. Aku mau bersumpah bahwa baru ini aku bertemu dengan engkau.“

Wanyen Ci Lun tentu saja bermaksud bahwa selama hidupnya baru kali ini ia bertemu dengan Soan Li. Akan tetapi menurut anggapan Soan Li, pemuda itu bersumpah bahwa selama berpisah, baru sekarang bertemu!

“Aku percaya kepadamu, Lam-ko. Aku percaya penuh kepadamu. Karena itulah maka aku merasa bahwa aku telah gila. Aku mudah saja ditipu jahanam Liok Kong Ji yang mengaku sebagai engkau kemudian orang yang mengaku Wan Sin Hong itu... betul diakah malam-malam itu muncul dan merusak hidupku? Akan tetapi sikapnya bukan seperti penjahat. Ahhh... aku bingung, Lam-ko...“ Gadis yang malang ini memijat mijat kepalanya.

“Sudah, Li-moi. Yang sudah lewat biarkanlah dahulu, tak perlu kau bersusah payah mengingatnya. Kelak perlahan-lahan aku akan membantumu memecahkan persoalan ini. Kau kelihatan seperti terganggu kesehatanmu, wajahmu pucat, nampaknya lesu. Sedangkan aku kau lihat bahwa aku baru saja terluka hebat oleh senjata berbisa dan entah siapa yang telah menolongku ini. Kita berdua perlu beristirahat, kemudian baru melanjutkan perjalanan. Sebetulnya, bagaimanakah kau tadi membawaku ke sini. Aku sendiri pingsan tidak tahu apa yang telah terjadi.”

”Aku melihatmu rebah di hutan, dibuat rebutan oleh serombongan gadis cantik dan serombongan orang laki-laki. Mereka bertempur hebat memperebutkan engkau, maka diam-diam aku lalu merampasmu dan membawamu lari sampai di sini.”

Wanyen Ci Lun menggeleng-geleng kepalanya, sama sekali tidak mengerti apa yang sesungguhnya telah terjadi karena ia masih ingat semua. Ta mendapatkan dirinya rebah di dalam hutan, terluka dan dikelilingi oleh serombongan ”bidadari”, Menurut cerita gadis-gadis itu ia ditolong oleh seorang bernama Wan Sin Hong yang mukanya sama benar dengan dia. Hal ini sudah berkali-kali ia alami. Dahulu Nona Go Hui Lian juga mengira dia Wan Sin Hong! Sekarang dari mulut Gak Soan Li, kembali ia mendengar dongeng banyak-banyak tentang orang bernama Wan Sin Hong yang katanya serupa benar dengan dia. Ia tahu bahwa rombongan bidadari itu bertempur melawan orang-orangnya sendiri.

”Lam-ko, bagaimana kau sampai bisa terluka? Dan siapa orangnya yang melukaimu?”

Kini giliran Wanyen Ci Lun yang menggeleng-geleng kepalanya, bingung harus bercerita bagaimana. Dia sendiri kurang tahu siapakah yang telah melukainya, karena begitu muncul, orang-orang di Puncak Ngo-heng-san lalu memaki-makinya sebagai Wan Sin Hong, tahu-tahu banyak sinar senjata melayang dan menyerangnya!

”Entahlah, Li-moi. Aku datang di Puncak Ngo-heng-san. Orang-orang menyerangku dan aku roboh, kemudian dibawa lari seorang aneh bermuka merah yang amat pandai ilmu silatnya. Aku selanjutnya pingsan tidak tahu apa-apa lagi, tahu-tahu aku bangun sudah berada di hutan itu, di jaga oleh gadis-gadis itu. Lalu datang rombongan orang laki-laki itu yang menyerang sehingga terjadi pertempuran, kemudman kau muncul.”

”Sekarang, ke mana kau hendak membawaku pergi, Lam-ko? Aku ikut denganmu, kemana pun juga kau pergi.”

”Jangan khawatir, Li-moi. Mari ikut aku pulang."

”Pulang?”

”Tentu saja pulang, bukankah kembali ke rumah berarti pulang?”

”Rumah? Lam-ko apakah kau punya rumah?”

Wanyen .Cl Lun tertawa geli. ”Tentu saja aku mempunyai rumah, Li-moi, kau akan terkejut kalau melihat rumahku. Apakah kau sendiri tidak punya rumah, tidak punya keluarga?”

Wajah yang manis itu menjadi muram, ia hanya menggelengkan kepala tanpa menjawab. Memang dia yatim piatu, tiada handai taulan, yang ada hanya keluarga suhunya. Akan tetapi sekarang ia kehilangan keluarga Go itu bukan karena keluarga itu mengusirnya, sebaliknya ia tidak berani kembali ke Kim-bu-to, karena ia tidak mau menyeret nama keluarga yang ia muliakan itu ke dalam lembah kehinaan yang sudah ia derita.

”Marilah, Li-moi, mari kita pulang ke rumah kita.”

“Di mana?”

“Di kota raja.”

Untuk ke sekian kalinya Soan Li tercengang dan memandang kepada kekasihnya dengan heran dan kagum. Terlalu banyak hal-hal aneh ia alami di dunia ini, maka sekarang ia pun tidak banyak bertanya. Hanya ia tahu bahwa kekasihnya bernama Gong Lam ini tentulah bukan orang sembarangan, dan sejak dahulu ia tahu bahwa nama Gong Lam itu nama palsu.

Berangkatlah dua orang muda itu dengan seenaknya dan lambat-lambat ke kota raja. Setelah tiba di sebuah kota, Wanyen Ci Lun lalu membeli obat, kemudian membeli kuda sehingga perjalanan selanjutnya dilakukan berkuda dan tidak begitu melelahkan.

Demikianlah, singkatnya Wanyen Ci Lun dan Soan Li telah tiba di kota raja dan dengan diam-diam pangeran membawa Soan Li ke istananya, memberi tahu kepada semua selir dan pelayan bahwa gadis ini adalah selirnya yang baru dan minta kepada semua orang untuk melayani Soan Li sebaik mungkin. Tentu saja Soan Li sendiri bengong dan melongo melihat rumah kekasihnya

“Lam-ko, sebenarnya kau ini siapakah?“

“Li-moi, jangan kaget. Aku sebenarnya bernama Wanyen Ci Lun, pangeran muda yang bodoh.“

Mendengar jawaban ini, Soan Li menangis tersedu-sedu, tangis karena haru dan gembira. Akhirnya ia bertemu dengan kekasihnya yang ternyata bukan saja tidak menyalahkannya dalam peristiwa memalukan yang ia alami, bahkan kelihatan mencinta kepadanya dan membawanya ke istana. Yang amat menggembirakan hatinya adalah kenyataan bahwa kekasihnya itu ternyata seorang pangeran yang tentu akan mengangkat dirinya dan di dalam kebahagiaan ini akan mencoba melupakan segala penghinaan yang pernah dideritanya.

“Li-moi apakah kau menghendaki agar puteramu yang kau tinggalkan di Kim bun-to itu dibawa ke sini?“

Wajah yang berseri itu menjadi pucat lagi. “Tidak! Tidak! Aku akan bunuh anak itu kalau aku melihatnya!“ Kemudian ia menangis tersedu-sedu.

Wanyen Ci Lun menghiburnya. “Sudahlah, kalau kau tidak mau, tidak apa.“

Kemudian pangeran yang baik hati itu menyuruh orang mempersiapkan kamar yang indah, mewah dan menyenangkan bagi Soan Li. Sikapnya terhadap wanita ini tetap menjaga diri dan berlaku sopan, tidak berani ia melakukan perbuatan yang melanggar susila. Hal ini bukan karena ia terlalu alim, bukan. Melainkan oleh karena Wanyen Ci Lun tidak berani berlaku sembrono. Ia tahu bahwa ia menghadapi seorang gadis yang biarpun bernasib malang dan ingatannya terganggu, namun tetap seorang gadis berilmu tinggi, seorang wanita pilihan yang tak dapat disamakan dengan selir-selirnya, murid seorang pendekar besar. Ia melakukan semua hal terhadap Soan Li itu atas dasar hendak menolong di samping rasa tertarik dan kasih sayang yang timbul terhadap gadis itu.

Setelah luka-lukanya sembuh, Wanyen Ci Lun mendengar berita tentang datangnya See-thian Tok-ong, tentang apa yang diceritakan oleh See-thian Tok-ong kepada Kaisar. Kemudian yang membuat terkejut sekali adalah ketika mendengar betapa See-thian Tok-ong memperkenalkan Liok Kong Ji kepada Kaisar. Ia cepat berdandan dan sebagaimana telah diceritakan di bagian depan, pada saat Liok Kong Ji dan See-thian Tok-ong menghadap kaisar. Wanyen Ci Lun datang ke istana mengunjungi Kaisar!

Seperti pernah dituturkan, Wanyen Ci Lun adalah seorang pangeran yang amat berpengaruh di istana. Dan seorang yang amat dipercaya oleh Kaisar, maka para penjaga tentu saja tidak berani melarangnya, bahkan melaporkan kepada Kaisar tentang kedatangan pangeran ini. Kaisar girang sekali mendengar akan kedatangan Wanyen Ci Lun, maka tanpa ragu-ragu lagi Kaisar lalu mempersilakan Wanyen Ci Lun masuk ke ruangan pertemuan itu. Setelah Pangeran itu memberi hormat kepada Kaisar dan dipersilakan duduk Kaisar serta merta menegurnya.

“Ternyata perhitunganmu kali ini meleset, Ci Lun. Orang-orang yang kau percaya itu, yakni Go Hui Lian dan Coa Hong Kin, ternyata melanggar kepercayaan kita dan lari pergi bersama pemberontak Go Ciang Le. Oleh karena itu, kami telah mengambil keputusan untuk mengirim pasukan dan menghukum mereka, terutama sekali menghukum penjahat besar Wan Sin Hong yang telah merampas kedudukan bengcu dan berniat untuk mengerahkan orang-orang jahat memberontak terhadap kami!“

Mendengar kata-kata Kaisar ini, Wanyen Ci Lun melirik ke arah Liok Kong Ji lalu jawabnya kepada Kaisar. “Sesungguhnya hamba tidak tahu akan semua hal itu, karena biarpun hamba juga datang di Puncak Ngo-heng-san, sungguh tidak nyana sekali datang-datang hamba diserang orang jahat, menderita luka-luka karena jarum-jarum hitam sehingga hamba terus pingsan tak tahu apa-apa. Kalau saja tidak ada orang aneh menolong, kiranya hamba sudah menjadi mayat dan tidak mendapatkan sempatan menghadap Paduka lagi.“

Kaisar terkejut mendengar ini. “Begitukah? Apakah para pemberontak keji itu yang hendak membunuhmu? Benar-benar mereka jahat dan harus dibasmi!"

Liok Kong Ji berkata cepat-cepat, “Mohon beribu ampun, sesungguhnya hambalah yang melukai Siauw-ongya dengan jarum-jarum Hek-tok-ciam!“

Kaisar dan Wanyen Ci Lun kaget. Kaisar terkejut karena hal ini memang tak disangka-sangkanya, sedangkan Wanyen Ci Lun kaget dan heran mendengar pengakuan Liok Kong Ji. Begitu mendengar bahwa Liok Kong Ji, orang yang dibenci oleh Soan Li dibawa oleh See thian Tok-ong menghadap Kaisar, ia sudah menaruh kecurigaan besar dan ingin sekali dia melihat sendiri orang macam apa adanya Liok Kong Ji yang menurut Soan Li telah mempergunakan nama Gong Lam untuk mempermainkan Soa Li. Sekarang melihat pemuda yang berlutut di dekat See-thian Tok-ong ini teringatlah bahwa pemuda ini yang menyerangnya dahulu di puncak Ngo-heng-san. Oleh karena itu, alangkah herannya mendengar pemuda itu mengaku terus terang di depan Kaisar. Alangkah beraninya.

“Hamba mohon Siauw-ongya sudi memberi ampun atas kedosaan hamba yang dilakukan bukan dengan sengaja. Ketika Siauw-ongya muncul di puncak Ngo-heng-san, semua orang yang berada di situ mengira bahwa Siauw ongya adalah Wan Sin Hong, karena memang sesungguhnya antara Siauw-ongya dan Wan Sin Hong ada persamaan wajah yang luar biasa, serupa benar seperti saudara kembar. Oleh karena hamba juga mengira bahwa Siauw-ongya adalah penjahat besar Wan Sin Hong yang memang dikejar-kejar oleh seluruh orang gagah di dunia kang-ouw, maka hamba lalu turun tangan menyerang dengan senjata jarum Hek-tok-ciam hamba.“

Kaisar terheran mendengar penuturan ini. “Koksu, benarkah bahwa penjahat dan pemberontak Wan Sin Hong itu memiliki persamaan wajah dengan Wanyen Ci Lun?“ tanya Kaisar kepada See thian Tok-ong.

“Memang tidak salah, Sri Baginda. Persamaan itu sedemikian luar biasa sehingga hamba sendiri juga tak mungkin dapat membedakan satu dengan yang lain.“

Mendengar ini kaisar menjadi lega dan hilang kecurigaannya terhadap Kong Ji. Adapun Wanyen Ci Lun juga tak dapat berkata apa-apa. Di dalam hatinya pangeran ini mengaku bahwa pemuda yang bernama Liok Kong Ji ini kelihatannya amat cerdik, maka ia harus berlaku hati-hati. Kalau betul bahwa Liok Kong Ji ini telah merusak kehidupan Soan Li sebagaimana telah ia dengar dari gadis yang dicintanya itu, ia harus membalaskan sakit hati Soan Li. Akan tetapi ia harus berlaku hati-hati sekali, karena melihat betapa pemuda ini dengan jarum-jarum hitamnya telah dapat melukai bahkan hampir membunuhnya, dapat ia ketahui bahwa Liok Kong Ji selain cerdik, juga memiliki ilmu kepandaian tinggi.

Sementara itu, kaisar sudah teguh pendiriannya. Tanpa minta pertimbangan lagi, ia memberi perintah kepada See- thian Tok-ong agar supaya membawa pasukan pilihan, dibantu oleh Liok Kong Ji yang oleh kaisar diangkat menjadi pembantu utama dari See-thian Tok-ong, Kemudian berangkat ke Kim-bun-to untuk menangkap keluarga Go yang memberontak dan untuk mencari dan menangkap pemberontak Wan Sin Hong. Untuk tugas ini, kaisar memberi sebuah leng-ki yakni bendera tanda bahwa si pembawa adalah utusan kaisar dan karenanya semua pembesar setempat harus melayaninya baik-baik dan segala kehendaknya diturut!

“Maafkan hamba, Sri Baginda. Apakah titah ini tidak terlalu tergesa-gesa? Menurut pendapat hamba yang bodoh, tentang perbuatan memberontak dari Wan Sin Hong dan keluarga Go di Kim-bun-to itu, masih belum ada buktinya. Bagimana kalau ternyata bahwa mereka itu bukan pemberontak? Mereka itu adalah orang-orang gagah di dunia kang-ouw, bahkan hamba mendengar bahwa Wan Sin Hong telah diangkat menjadi bengcu. Kalau Paduka memberi lengcu dan keputusan bahwa dia harus ditangkap atau dibunuh sebagai hukuman atas pemberontakannya, kemudian ternyata bahwa dia sama sekali bukan pemberontak, bukankah negara akan menghadapi tantangan dari orang orang gagah sedunia? Kalau Paduka mengijinkan, biarlah hamba melakukan penyelidikan lebih dahulu sebelum diambil tindakan terhadap mereka itu,“ Kaisar mengerutkan keningnya.

“Sayang kau terluka dan tidak tahu apa yang telah terjadi, Ci Lun. Sayang sekali, kali ini penyelidikanmu ke Ngo heng-san itu tidak berhasil apa-apa. Baiknya kami menyuruh koksu, kalau tidak tentu bahaya besar dan pemberontak-pemberontak itu mengancam negara tanpa kita ketahui. Ketahuilah bahwa para pengikut koksu, di tengah jalan telah terbunuh mati semua oleh pemberontak Wan Sin Hong dan Go Ciang Le!”

Wanyen Ci Lun terkejut. ia tahu bahwa delapan orang yang menjadi pengikut See-thian Tok-ong ke Ngo-heng-san itu adalah delapan orang pengawal kaisar yang sudah dipercaya betul. Sekarang mereka terbunuh. ini hebat. Akan tetapi, apakah betul mereka itu dibunuh oleh Wan Sin Hong dan Go Ciang Le?

”Bagaimana mereka dapat terbunuh oleh Wan Sin Hong dan Go Ciang Le?” tanya Wanyen Ci Lun sambil menoleh ke arah See-thian Tok-ong.

”Dalam perebutan kedudukan bengcu ada pertempuran. Penjahat besar Wan Sin Hong dan pemberontak Go Ciang Le ternyata tahu bahwa para pengikut hamba itu adalah busu-busu dari istana, maka dalam pertempuran itu para pemberontak sengaja menewaskan mereka untuk menyatakan kebenciannya terhadap kaisar,” jawab See-thian Tok-ong dengan berani sekali karena ia melihat sendiri bahwa ketika terjadi pemilihan bengcu di puncak Ngo-heng- san, Pangeran Wan-yen Ci Lun tidak sempat menyaksikan. Padahal, para busu itu dibunuh oleh dia sendiri, takut kalau para busu ini akan membuka rahasianya kepada kaisar.

Karena merasa bahwa ia memang kalah kuat dalam pendiriannya mengenai maksud kaisar membasmi Wan Sin Hong dan keluarga Go Ciang Le, Wanyen Ci Lun akhirnya diam saja, hanya mendengarkan rencana dan penggerakan dari See-thian Tok-ong untuk mulai dengan tugasnya. Ta mendengar bahwa See-thian Tok-ong dan Liok Kong Ji hendak membawa pasukan itu tepat pada saat Kim-bun-to mengadakan pesta pernikahan antara Go Hui Lian dengan Coa Hong Kin.

”ini perlu sekali dilakukan untuk memancing dan mengetahui, siapa di antara orang-orang kang-ouw yang akan membela kaisar dan siapa pula yang mempunyai niat memberontak. Sudah tentu di dalam pesta pernikahan keluarga Go itu akan dihadiri oleh semua tokoh kang-ouw dan ini merupakan ujian bagi mereka. Demikian Liok Kong Ji berkata. Pendapatnya ini amat dihargai oleh kaisar yang memujinya memiliki pemandangan luas dan rencana yang bagus.

Pertemuan itu dibubarkan dan Wanyen Ci Lun kembali ke istananya sendiri dengan hati gelisah, ia tahu bahwa yang dimaksudkan dengan Wan Sin Hong tentulah pemuda yang telah menolongnya yang tadinya bermuka merah seperti setan akan tetapi kemudian dikatakan oleh anggauta Hui eng-pai sebagai seorang pemuda yang mempunyai wajah sama benar dengan dia. Tokoh Wan Sin Hong ini baginya masih merupakan teka-teki demikian pula tokoh Gong Lam. Betulkah Wan Sin Hong telah mencemarkan Soan Li dengan kekerasan? Agaknya betul karena Wan Sin Hong terkenal sebagai seorang penjahat muda yang baru nuncul.

Akan tetapi mengapa Wan Sin Hong menolongnya di puncak Ngo-heng-san? Dan siapa pula Gong Lam yang oleh Soan Li dianggap sebagai dia sendiri? Tentu wajah Gong Lam ini serupa pula dengan wajah Wan Sin. Hong. Liok Kong Ji adalah seorang pemuda palsu, yang menipu Soan Li dengan berpura-pura menjadi Gong Lam. Kalau Kong Ji dapat berlaku sekeji ini bukan tidak mungkin kalau dia pula yang mempergunakan nama Wan Sin Hong ketika malam hari menggunakan kekerasan dan mencemarkan Soan Li.

Diam-diam Wanyen Ci Lun memutar otaknya dan ia merasa menghadapi sebuah teka-teki ruwet. Keputusan kaisar untuk menghukum Wan Sin Hong dan keluarga Go Ciang Le membuat hatinya tidak enak dan tak senang. Memang betul bahwa dia tidak mempunyai hubungan sesuatu dengan Wan Sin Hong biarpun katanya memiliki persamaan wajah dengannya, juga dia tidak mempunyai hubungan sesuatu dengan keluarga Go Ciang Le. Cintanya kepada Hui Lian tidak terbalas dan setelah sekarang ia mendengar bahwa sebulan lagi Hui Lian akan menikah dengan orang kepercayaannya sendiri Coa Hong Kin, hatinya menjadi dingin terhadap Hui Lian.

Akan tetapi, sebagai seorang pangeran yang amat memperhatikan keadaan negara, ia tahu bahwa kedudukan Kerajaan Kin pada waktu itu tidak sekokoh dahulu. Keputusan kaisar menghukum orang-orang penting di dunia kang-ouw, tanpa dasar kesalahan yang benar-benar patut dihukum, adalah hal yang berbahaya dan merugikan. Dunia kang-ouw akan mendengar tentang hal ini dan kepercayaan para orang gagah terhadap pemerintah akan makin menipis, akhirnya akan timbul kebencian terhadap kerajaan. Memang tidak dikhawatirkan kalau orang-orang kang-ouw akan memberontak, akan tetapi apabila tercetus pemberontakan atau kalau ada musuh dari luar datang menyerbu, orang-orang kang-ouw ini sudah pasti akan membantu musuh atau sedikitnya pasti tidak akan mau membantu pemerintah mengusir musuh.

Dengan hati kesal Wanyen Ci Lun tidak pulang ke istana, melainkan keluar dari lingkungan istana dan berjalan-jalan ke kota raja. Karena memang sudah biasa pangeran ini suka berjalan-jalan seorang diri dalam keadaan sederhana, tanpa pengiring dan tidak menunggang kuda maupun kereta, maka hal ini tidak menarik perhatian orang bahkan ada di antara penduduk yang tidak mengenalnya. Tentu saja mereka yang mengenal cepat-cepat memberi penghormatan dengan membungkuk dalam-dalam yang dibalas oleh Wanyen Ci Lun dengan senyum dan anggukan.

Akhirnya Wanyen Ci Lun keluar dari pintu gerbang kota raja sebelah selatan. Ia teringat kepada sahabatnya, yaitu Hoan Ki Hosiang, hwesio yang mengurus Kuan te-bio di luar tembok kota sebelah selatan. Pangeran Wanyen Ci Lun amat suka kepada hwesio tua dan semenjak ia masih kecil dahulu, kelenteng Kwan-te-bio sudah menjadi tempat ia bermain-main dan terhadap hwesio tua Hoan Ki Hosiang, ia seakan-akan menganggap hwesio ini sebagai gurunya. Memang anggapan ini tidak salah karena semenjak kecil, Wanyen Ci Lun sering kali menerima pelajaran tentang kebatinan dan kebajikan.

Dari hwesio inilah Wanyen Ci Lun tergugah semangat kegagahannya, dan dari hwesio ini ia mengenal sejarah dan riwayat orang-orang besar jaman dahulu. Oleh karena pergaulannya dengan Hoan Ki Hosiang ini maka watak Wanyen Ci Lun berbeda jauh dengan para pembesar dan bangsawan bangsa Kin. la lelah merasai keagungan kebudayaan Han dan mengaguminya, kemudian menggunakannya dalam jalan hidupnya.

Selain semua ini, dari Hoan Ki Hosiang pula ia menerima pelajaran ilmu silat dasar yang kemudian ia latih terus secara diam-diam di bawah asuhan beberapa orang busu istana yang tua dan biarpun tidak secara resmi ia mengangkat guru kepada Hoan Ki Hosiang, akan tetapi ia menyebut hwesio itu “suhu“ dan boleh dibilang segala keperluan kelenteng Kwan-te-bio yang kecil itu dijamin oleh Wanyen Ci Lun.

Melihat kedatangan pangeran ini, dua orang hwesio cilik yang bekerja sebagai pelayan kelenteng Kwan-te-bio, tergopoh-gopoh menyambut, memberi hormat, lalu melaporkan kepada Hoan Ki Hosiang. Akan tetapi, belum juga mereka masuk ke dalam, hwesio tua ini sudah bertindak dengan muka berseri.

“Siauw-ongya, kebetulan sekali kau datang! Ada sesuatu yang amat penting hendak pinceng bicarakan dengan Siauw ongya,“ kata Hoan Ki Hosiang sambil membalas pemberian hormat pangeran itu.

“Ada kepentingan apakah, Suhu? harap lekas beritahukan, aku ingin sekali mendengar.“

“Hal ini aneh sekali, Siauw-ongya dan hampir menimbulkan salah paham. Hari kemarin pinceng kedatangan seorang tamu yang minta supaya pinceng terima bermalam di sini untuk beberapa malam, seorang yang aneh sekali.”

Wanyen Ci Lun tersenyum. Sudah terlalu banyak hal aneh ia alami akhir-akhir ini sehingga berita ini diterimanya dengan senyum dingin saja. ”Siapa dia, dari mana orangnya, Suhu?” tanyanya.

”Dia pergi keluar tadi pagi, katanya hendak mengurus sesuatu dalam beberapa hari di kota raja. Kalau malam hari ia kembali dan minta supaya diperbolehkan menginap di sini. Siauw-ongya, pinceng bukan main-main, keadaan orang ini aneh sekali. Pada pertama kali ia datang pinceng sendiri sampai salah menegur dan mengira bahwa dia adalah Siauw-ongya sendiri yang berlaku pura-pura dan ingin main-main dengan pinceng. Akan tetapi ternyata dia bukan Siauw-ongya sungguhpun wajah dan bentuk badan serupa benar dengan Siauw-ongya...”

”Apakah dia Wan Sin Hong...?” Wan-yen Ci Lun memotong cepat.

Hoan Ki Hosiang nampak tercengang, ”Betul, Siauw-ongya. Bagaimana kau bisa tahu...?? Dia betul bernama Wan Sin Hong dan kepandaiannya luar biasa sekali. Karena tadinya, pinceng telah mencoba dan menekan pundaknya. Akan tetapi pinceng merasa seakan-akan menekan tumpukan kapas saja, sampai tenaga sendiri amblas dan lenyap. Kemudian, pundak itu berubah menjadi seperti baja panas, benar-benar lweekang seperti itu jangankan menyaksikan, mendengarpun belum pernah.”

Tiba-tiba dari belakang kelenteng terdengar suara halus. ”Hoan Ki Lo-suhu, jangan kau terlalu memuji orang setinggi langit. Wanyen Siauw-ongya, aku girang dapat bertemu dengan kau di sini!”

Hwesio tua itu dan Pangeran Wanyen Ci Lun cepat menengok ke belakang dan tahu-tahu dari dalam telah keluar seorang pemuda yang serupa benar dengan Wanyen Ci Lun, hanya pakaiannya saja berbeda karena amat sederhana. Dia ini bukan lain adalah Wan Sin Hong yang, mengejar Liok Kong Ji dan mendapat kenyataan bahwa larinya pemuda itu adalah ke kota raja.

Dua orang pemuda yang sama rupa dan bentuk badannya saling berhadapan menyelidiki watak masing-masing dengan pandang mata yang tajam menembus jantung. Akhirnya keduanya merasa puas dan Wan Sin Hong menjura lebih dulu memberi hormat sambil berkata,

“Pangeran Wanyen Ci Lun, aku girang melihat kau ternyata dalam keadaan sehat.“

Ucapan Sin Hong ini tidak kasar, juga tidak terlalu menghormat seperti layaknya seorang biasa bicara terhadap seorang bangsawan agung. Akan tetapi kesederhanaan sikap Sin Hong ini tidak menyakitkan hati Wanyen Ci Lun.

“Apakah aku berhadapan dengan Wan Sin Hong yang disohorkan sebagai penjahat muda yang baru muncul di dunia?“

Sin Hong tersenyum pahit. "Benar, aku Wan Sin Hong dan memang seorang yang bernama Liok Kong Ji telah berusaha mati-matian untuk merusak namaku.”

Wanyen Ci Lun memberi hormat sebagai balasan hormat Sin Hong tadi, ia lalu berkata, “Kalau begitu aku mengucapkan terima kasih atas pertolonganmu di Ngo-heng-san dahulu, sayang kau terus meninggalkan aku di bawah penjagaan beberapa orang bidadari sehingga kita tak sempat bertemu muka dan bicara. Mari kita masuk ke dalam dan kita bicara dari hati ke hati.“

Sin Hong menurut saja dan mengikuti pangeran itu masuk ke dalam kamar, diikuti pula oleh Hoan Ki Hosiang. Akan tetapi setelah tiba di dalam kamar, hwesio tua itu tidak ikut masuk, melainkan menjaga di luar pintu agar percakapan antara dua orang muda itu tidak terganggu.

”Wan Sin Hong, kau sebenarnya siapakah dan sampai di mana kebenaran tentang berita bahwa kau penjahat besar?”

Wan Sin Hong begitu bertemu dengan pangeran ini, telah timbul perasaan suka dan percaya, maka ia pun lalu berkata terus terang! ”Pangeran Wanyen Ci Lun, sesungguhnya antara kita masih ada hubungan keluarga, karena ketahuilah bahwa mendiang Ayahku adalah Wan Kan atau Wanyen Kan, seorang pangeran pula.”

”Dia itu Pamanku! Kita ini masih saudara seketurunan!” kata Wanyen Ci Lun dengan girang. ”Jadi namamu sebenarnya Wanyen Sin Hong?”

Sin Hong hanya tersenyum, akan tetapi ia mengangguk. Pangeran Wanyen Ci Lun, memegang kedua lengan saudaranya ini dan dua pasang mata saling pandang, terharu dan gembira.

"Betapapun juga, aku sekarang adalah Wan Sin Hong, seorang pemuda bukan keturunan keluarga istana. Harus kau ketahui baik-baik akan hal ini, Pangeran Wanyen Ci Lun.” Suara Sin Hong terdengar penuh keyakinan dan tahulah Wanyen Ci Lun yang sudah mengerti akan riwayat ayah pemuda itu, bawa di dalam hatinya, Sin Hong masih menaruh dendam terhadap istana dan tidak akan suka mengaku keluarga istana.

”Sin Hong, aku girang sekali mendapat kenyataan bahwa kau masih ada hubungan darah dengan aku. Aku bangga sekali apalagi setelah mendengar bahwa kau sekarang telah menjadi bengcu. Ah, alangkah girang hatiku mempunyai saudara yang memiliki kepandaian setinggi kepandaianmu, aku kagum padamu, Saudara. Hanya sedikit yang menjadi ganjalan hatiku, benar-benarkah semua berita kejahatan yang kau lakukan itu bohong belaka?”

Sin Hong menarik napas panjang. “Memang sukar melenyapkan keraguan ini, karena Kong Ji pandai sekali mengatur semua kejahatan sehingga seaka-akan aku yang melakukannya. Akan tetapi percayalah, bahwa semua perbuatan keji itu biar sampai mati pun takkan dapat aku melakukannya. Sudahlah tentang hal ini, yang penting sekarang, aku hendak bertanya kepadamu, Pangeran, dimanakah adanya Nona Gak Soan Li. Aku mendengar bahwa kau dilarikan oleh seorang gadis cantik berwajah pucat yang tinggi ilmu larinya. Dia itu tentu Soan Li. Benarkah dugaanku? Dan di mana dia sekarang?”

Wanyen Ci Lun tiba-tiba menjadi muram mukanya, karena ia teringat akan cerita Soan Li bahwa gadis itu pernah, dicemarkan oleh Wan Sin Hong. “Nanti dulu, Sin Hong. Sebelum aku menjawab pertanyaanmu itu, coba kau bersumpah lebih dulu, benar-benarkah kau tidak pernah melakukan kejahatan terhadap wanita yang manapun juga?“ Sambil berkata demikian, Wanyen Ci Lun memandang tajam.

Mendengar ini, Sin Hong tiba-tiba memegang kedua lengan pangeran itu yang merasa betapa kedua lengannya seakan-akan dicengkeram oleh jepitan yang kuat sekali. “Kalau begitu Soan Li berada denganmu. Tentu dia yang bercerita tentang dirinya dicemarkan oleh Wan Sin Hong. Dengarlah, Pangeran. Tak perlu aku berpanjang cerita. Gadis itu telah menjadi korban Liok Kong ji, bahkan telah diberi makan racun yang merusak ingatannya. Aku ahli pengobatan, kau sudah tahu ini karena kau pun pernah menjadi korban racun Hek-tok-ciam dari Liok Kong Ji dan aku yang menolongnya. Mari bawa aku kepadanya, aku akan mencoba untuk mengobatinya untuk memulihkan ingatannya. Di samping itu, aku mohon bantuanmu untuk menyelidiki, apakah yang hendak dilakukan oleh iblis Liok Kong Ji di istana ini.“

Melihat sikap Sin Hong, sekaligus keraguan hati Wanyen Ci Lun lenyap. “Kalau begitu jangan menunggu lagi, mari ikut ke istanaku, Sin Hong.”

Maka setelah memesan kepada Hoan Ki Hosiang agar jangan menceritakan kepada siapapun juga akan pertemuan dua orang muda itu. Pangeran Wanyen Ci Lun lalu mengajak Sin Hong ke istananya, sekali ini ia mempergunakan kendaraan keretanya yang ia suruh orangnya menjemputnya di kelenteng itu. Di dalam kereta, Wanyen Ci Lun dengan singkat menceritakan pertemuannya dengan Soan Li, dan bercerita pula tentang sikap Soan Li yang amat mengharukan hatinya dan juga menggemaskan hatinya kepada orang yang telah merusak hidup gadis itu.

Tanpa diketahui oleh siapapun juga karena pandainya Pangeran Wanyen Lun mengaturnya, Sin Hong dapat masuk ke dalam istana pangeran itu dan ia dijumpakan dengan Soan Li. Wanyen Ci Lun sengaja tidak ikut menemui Soan Li karena Pangeran ini hendak menyaksikan bagaimana sikap Soan Li kalau bertemu dengan Sin Hong.

“Lam-ko, kau baru datang...“ Soan Li menyambut dengan senyum manis ketika melihat Sin Hong masuk ke dalam kamar. “Lam-ko, mengapa kau selalu agaknya menjauhkan diri dariku? Apakah kau kecewa karena aku ikut dengan kau? Apakah kiranya keadaanku yang hina ini merendahkan kedudukanmu sebagai seorang pangeran besar? Lam-ko, bagiku, biarpun kau seorang pangeran atau bahkan seorang kaisar sekalipun, bagiku kau tetap Gong Lam, bukan Pangeran Wanyen Ci Lun atau siapapun juga.“

Melihat keadaan dan mendengar kata-kata ini, hati Sin Hong seperti diremas-reemas. Terbuka kedua matanya dan tahulah ia bahwa sebenarnya yang dicinta oleh Soan Li adalah dia sendiri! Mengerilah ia bahwa dahulu, dalam pertemuan pertama ketika ia masih menggunakan nama Gong Lam, ternyata Gak Soan Li telah jatuh cinta kepadanya dan cinta kasihnya itu sedemikian besarnya sehingga biarpun ingatan gadis itu sudah tidak normal lagi, tetap saja gadis itu masih mencinta Gong Lam sepenuh hatinya. Hal ini benar-benar mengharukan hati Sin Hong dan membuat ia berpikir keras. Dengan kepandaiannya, kiranya ia akan dapat menyembuhkan Soan Li, atau setidaknya mengembalikan ingatannya.

Kalau Soan Li teringat akan semua hal dan akhirnya mendapat kenyataan bahwa Gong Lam yang sesungguhnya tidak membalas cinta kasihnya, bukankah gadis itu akan menjadi makin rusak hidupnya? Sebaliknya, dalam keadaan seperti sekarang ini, Soan Li tidak dapat membedakan antara Gong Lam aseli dan Gong Lam yang sekarang menjadi nama julukan Wanyen Ci Lun dan gadis itu dapat hidup di dalam istana Wanyen Ci Lun bersama pangeran itu. Menurut penglihatannya, Pangeran Wanyen Ci Lun juga mencinta Soan Li. Oleh karena itu, ia lalu menjawab,

“Sama sekali aku tidak menyesal, bahkan aku girang sekali kau sudah merasa betah tinggal di sini. Percayalah bahwa kau akan berbahagia di sini. Sayang aku tidak dapat terlalu lama di sini, karena banyak sekali keperluan penting yang harus kuselesaikan. Baik-baiklah kau di sini, Soan Li.“ Setelah berkata demikian, Sin Hong lalu berjalan keluar dengan cepat, lalu menemui Pangeran Wanyen Ci Lun yang telah menantinya di luar.

“Bagaimana, Sin Hong, apakah dia tidak ada harapan disembuhkan sehingga ia teringat akan semua hal yang lalu?“

Sin Hong menggelengkan kepalanya. “Tak mungkin. Penghidupan lama telah mati baginya dan sekarang ia berada dalam hidup baru. Kuharap saja ia akan berbahagia dalam hidupnya yang baru ini.”

Sinar mata yang berseri dari Pangeran Wanyen Ci Lun membuat Sin Hong makin yakin bahwa memang sebaiknya bagi Soan Li sendiri dan semua pihak kalau Soan Li berada seperti sekarang ini, jangan teringat lagi akan segala apa yang sudah lalu.

“Kuharap demikian pula, akan tetapi di dalam hidupnya yang baru ini terdapat dendam dan kebencian terhadap dua orang, yakni terhadap Wan Sin Hong dan Liok Kong Ji. Yang pertama karena dianggap orang yang mencemarkannya yang ke dua karena telah menipunya selagi pikirannya masih belum sadar, menggunakan nama Gong Lam dan mempermainkannya. Bahkan putera yang ia dapatkan dari Gong Lam palsu ini dibencinya setengah mati“

Sin Hong menarik napas panjang. Tadi ia sudah mendengar semua penuturan pangeran itu dan diam-diam ia memang kasihan sekali kepada Soan Li. “Kalau kau membantuku Pangeran, sedikit demi sedikit sadarkan dia bahwa yang mencemarkan dia dahulu sesungguhnya juga iblis Liok Kong Ji itu yang menggunakan nama Wan Sin Hong. Dan katakan kepadanya bahwa pada suatu hari ia tentu akan kuberi kesempatan melakukan balas dendam terhadap iblis Liok Kong Ji itu!“

Kemudian Sin Hong mendengar berita mengejutkan dari Pangeran Wanyen Ci Lun. Tadinya pangeran ini belum mau bercerita sesuatu tentang keputusan kaisar menghukum Wan Sin Hong dan Go Ciang Le, karena ia hendak melihat dan meyakinkan bahwa Wan Sin Hong benar-benar bukan seorang jahat. Kalau saja ia melihat bahwa pemuda itu benar-benar pernah menghina Soan Li, kiranya ia takkan bersikap semanis ini terhadap Sin Hong, dan besar kemungkinan ia akan mengerahkan orang-orangnya sendiri untuk menangkapnya!

Berita bahwa kaisar menyuruh See-thian Tok-ong dan Kong Ji untuk menangkap atau membunuhnya, tidak mengagetkan hati Sin Hong. Akan tetapi mendengar bahwa See thian Tok-ong sekeluarganya dan Liok Kong Ji, disertai pasukan yang kuat menuju ke Kim-bun-to untuk melakukan penangkapan terhadap keluarga yang sedang merayakan pernikahan Go Hui Lian dan Coa Hong Kin, benar-benar amat terkejutlah hati Sin Hong.

”Keparat jahanam!” makinya marah. “Iblis itu meminjam tangan Kaisar untuk membalas musuh-musuhnya. Benar- benar licin dan keji sekali!”

Cepat Sin Hong bermohon diri dari Pangeran Wanyen Ci Lun untuk cepat pergi ke Kim-bun-to dan membantu kaluarga Go menghadapi serbuan ini, atau lebih tepat memperingatkan mereka agar cepat melarikan diri sebelum pasukan kaisar tiba di Kim bun-to. Wanyen Ci Lun tidak menahannya, hanya berpesan bahwa kalau urusan itu sudah selesai supaya Sin Hong suka datang ke istananya dan tinggal di situ beberapa lamanya ia dapat puas bercakap-cakap dengan saudara misannya ini.

Sin Hong menyanggupi, kemudian berangkat dengan diam-diam dari kota raja. Setibanya di luar tembok kota, sudah ada seorang suruhan dan kepercayaan Pangeran Wanyen Ci Lun menantinya dengan seekor kuda yang besar dan baik untuknya. Sin Hong merasa berterima kasih sekali, lalu melanjutkan perjalanannya dengan cepat karena khawatir kalau kalau datangnya terlambat.

********************

Serial Pendekar Budiman Karya Kho Ping Hoo

Pulau Kim-bun-to berada dalam suasana pesta gembira. Semenjak pagi, banyak tamu dari daratan menggunakan petahu menyeberang ke pulau itu. Mereka semua datang untuk menghadiri pesta pernikahan dari puteri Hwa I Enghiong, Go Hui Lian yang pada hari itu diresmikan perjodohannya dengan murid Camkauw Sin-kai yang bernama Coa Hong Kin.

Biarpun masih belum sembuh benar dari luka-lukanya, namun berkat obat dewa pemberian Hui-eng Nio-cu Siok Li Hwa, nyawa Cam-kauw Sin-kai tertolong dan pada hari itu ia sudah kuat untuk ikut menyambut para tamu. Kakek pengemis sakti ini selain menjadi guru dari Coa Hong Kin, juga menjadi walinya.

Bersama Go Ciang Le ia menghadang di pintu depan untuk menyambut para sahabat yang membanjiri pulau itu untuk menyaksikan upacara pernikahan. Sebagai seorang tokoh besar kang-ouw, tentu saja tamu-tamu dari Ciang Le sebagian besar juga orang- orang kang-ouw. Bahkan partai-partai besar mengirim pula wakil-wakilnya untuk mengirim barang sumbangan.

Akan tetapi biarpun suasana amat gembira, kalau orang memperhatikan wajah dua orang gagah yang menjaga pintu, wajah Go Ciang Le dan Cam kauw Sin-kai orang akan melihat kemuraman dan kegelisahan membayangi hati mereka. Hal ini adalah karena dua hari yang lalu, di pulau itu datang Wan Sin Hong yang menyampaikan semua yang didengarnya dari Pangeran Wanyen Ci Lun tentang keputusan Kaisar. Sin Hong membujuk agar keluarga Go meninggalkan pulau itu. Akan tetapi dengan tegas Ciang Le menjawab,

“Kami tidak takut! Kami bukan pemberontak dan kalau Kaisar demikian bodoh sehingga percaya akan hasutan See-thian Tok-ong dan Liok Kong Ji sehingga ia mengirim pasukan ke sini, biarlah kita akan melawan mati-matian.“

Mendengar ini, diam-diam Sin Hong memuji suhengnya ini, yang benar-benar gagah berani sungguhpun di dalam hatinya mencela karena sikap suhengnya terlampau keras kepala dan kurang bijaksana. Dalam hal ini, yang bersalah besar bukanlah Kaisar, melainkan See thian Tok-ong dan Liok Kong Ji. Mengapa harus melakukan perlawanan terhadap pasukan Kaisar? Hal ini hanya akan memberi kesan kepada Kaisar bahwa fitnahan yang dilontarkan oleh See-thian Tok-ong dan Liok Kong Ji kepada Hwa I Enghiong, terbukti!

Akan tetapi Sin Hong tahu orang macam apa adanya suhengnya itu, yakni orang yang memiliki kekerasan hati dan keangkuhan, orang yang akan rela mengorbankan keselamatan serumah tangga untuk menjaga namanya. Suhengnya menghadapi pesta pernikahan dan tamu-tamu dari tempat jauh sudah mulai berdatangan, tak mungkin pesta itu dibatalkan atau diundurkan hanya karena takut akan serbuan pasukan dari kota raja. Diam-diam Sin Hong lalu meninggalkan pulau itu dengan cepat untuk mengatur siasat.

Sebagai seorang bengcu, di mana-mana ia diterima dengan hormat oleh para orang gagah dan sebentar saja Sin Hong sudah berhasil mengumpulkan banyak orang gagah dari pelbagai perkumpulan, dibantu oleh gihunya, yakin Lie Bu Tek. Hanya kepada Lie Bu Tek, Sin Hong bebas mengutarakan semua isi hatinya dan dengan gihunya ini ia berunding untuk mengatur siasat menghadap ancaman itu.

Akan tetapi, setelah Sin Hong dan Lie Bu Tek berhasil mengumpulkan tiga ratus lebih kawan-kawan yang siap sedia melakukan barisan pendam di tepi pantai untuk mencegah pasukan See-thian Tok-ong menyeberang dan mengganggu keluarga Go, mereka menanti sampai tengah hari belum juga terjadi sesuatu, Sin Hong dan Lie Bu Tek sudah merasa kecele sekali dan di antara para kawan yang berada di situ sudah menganggap, kekhawatiran Sin Hong tidak akan terjadi, karena siapakah yang berani mengganggu Hwa l Enghiong?

“Heran sekali, mengapa mereka tidak juga muncul?“ Lie Bu Tek bertanya kepada anak angkatnya.

Sin Hong mengerutkan kening. “Inilah yang menggelisahkan hati, Gihu. Kalau mereka segera muncul, mudah bagi kita untuk menahan mereka. Akan tetapi sekarang mereka tidak muncul, ini berbahaya sekali. See-thian Tok-ong bukan orang biasa dan sepak terjangnya selalu diliputi keanehan. Apalagi dia dibantu oleh Kong Ji manusia iblis yang mempunyai banyak tipu muslihat licik. Menghadapi musuh yang bergerak dan kelihatan tidaklah berat, akan tetapi menghadapi musuh yang diam saja dan tidak kelihatan, ini menggelisahkan.”

Sementara itu, di Pulau Kim-bun-to upacara pernikahan sudah dilangsungkan dengan meriah. Sepasang pengantin bersembahyang dan menerima ucapan selamat dan para tamu. Pengantin pria tersenyum, mukanya berseri gembira. Pengantin wanita tadinya menitikkan air mata, akan tetapi kemudian dapat tersenyum pula. Para tamu makan minum sambil tertawa-tawa, semua bergembira tidak tahu akan datangnya awan hitam mengancam. hanya Ciang Le, Bi Lan, Cam-kauw Sin-kai, dan kedua pengantin saja yang diam-diam merasa heran mengapa Wan Sin Hong dan Lie Bu Tek tidak muncul dalam upacara pernikahan itu.

Orang-orang yang berpesta di Pulau Kim-bun-to itu sama sekali tidak tahu bahwa di pantai daratan seberang pulau terjadi pertempuran hebat. Setelah menanti-nantikan, muncullah serombongan pasukan kaisar yang dipimpin oleh Li Kong Ji sendiri! Pasukan ini jumlahnya tidak kurang dari lima ratus orang bersenjata lengkap dan berbaris rapi. Wan Sin Hong cepat maju menghadang bersama kawan-kawannya.

”Liok Kong Ji manusia busuk, Kau datang membawa pasukan pemerintah mempunyai maksud apakah?”

Liok Kong Ji tertawa dan berkata nyaring, ”Wan Sin Hong pemberontak hina dina! Aku datang membawa surat kuasa Kaisar untuk menangkap kau dan semua kawanmu yang ikut memberontak. Hayo lekas berlutut terhadap firman Kaisar!”

”Kong Ji, mengapa kau begitu pengecut dan tidak tahu malu? Kalau kau memang laki-laki dan kalau kau memang berani, mari kita tinggalkan semua ini dan kita mencari tempat sunyi, bertempur sampai seorang di antara kita menggeletak tak bernyawa. Mengapa dalam pertentangan kita kau membawa-bawa Kaisar dan bala tentaranya?”

Akan tetapi Liok Kong Ji tidak memperdulikannya dan cepat memberi aba-aba. “Serbu dan tangkap dia, mati atau hidup...!“

Wan Sin Hong melompat sigap dan melakukan serangan kepada Kong Ji. Akan tetapi alangkah herannya ketika ia melihat Kong Ji menyelinap dan melenyapkan diri di dalam pasukannya. Sejak tadi Sin Hong sudah merasa heran. tidak hanya suara Kong Ji agak berbeda, akan tetapi juga mengapa Kong Ji sekarang menjadi demikian penakut?

Biarpun Kong Ji takkan dapat menang terhadap dia akan tetapi kalau hanya beberapa puluh jurus saja belum tentu akan dapat merobohkan Liok Kong Ji, kenapa sekarang belum diserang sudah lari?

Akan tetapi Sin Hong tidak mendapat kesempatan berpikir tentang itu karena barisan istana itu telah menyerbu dan terjadilah pertempuran hebat antara barisan kota raja melawan kawan-kawan yang membela Sin Hong. Juga Lie Bu Tek dengan tangan kirinya mengamuk dengan pedangnya sehingga gentarlah para perajurit Kaisar melihat pendekar, buntung ini.

Adapun Sin Hong sendiri, ia tidak mau merobohkan para perajurit Kaisar itu, sebaliknya ia mencari Kong Ji. Akan tetapi heran sekali, ia tidak dapati melihat Kong Ji yang agaknya sudah lenyap ditelan bumi. Pertempuran berjalan makin sengit dan kedua pihak sudah banyak yang roboh. Akan tetapi tentu saja pihak perajurit Kaisar yang lebih banyak menjadi korban, karena kawan-kawan Sin Hong adalah anggauta-anggauta partai yang pandai ilmu silat.

Sin Hong lalu berlari ke arah sebuah perahu nelayan yang mempunyai tiang layar tinggi. Ia melompat dan dengan cepat sekali melalui tali-temali layar ia dapat, mencapai puncak dan berdiri dengan sebelah kaki di situ. Dan tempat tinggi ini dapat melihat sampai jauh, dan dari situ dicarinya di mana gerangan adanya Liok Kong Ji dan di mana pula adanya See-thian Tok-ong seanak isteri yang sejak tadi tidak dilihatnya.

Akan tetapi tetap saja ia tidak dapat melihat bayangan mereka. Tanpa disengaja Sin Hong menoleh ke belakang. Padahal tidak semestinya kalau ia mencari musuh-musuhnya itu di belakang, karena di belakangnya adalah lautan. Begitu ia menoleh, ia mengeluarkan seruan kaget. Dan situ kelihatan asap bengulung-gulung naik di Pulau Kim-bun-to! Tanda bahwa di sana terjadi kebakaran hebat dan ketika ia memandang lebih lama lagi, kelihatanlah layar perahu-perahu besar di pantai pulau itu sebelah kanan.

Cepat Sin Hong melompat turun dan berlari menghampiri Lie Bu Tek yang masih mengamuk. “Gihu, celaka, agaknya Kim-bun-to diserbu dari lain jurusan!“

Sementara itu, para perajurit sudah terdesak hebat dan akhirnya mereka melarikan diri tunggang langgang, meninggalkan lebih dari lima puluh orang yang terluka atau tewas.

“Jangan mengejar...! Sin Hong berseru keras melihat beberapa orang kawannya yang masih penasaran hendak melakukan pengejaran, “Tinggalkan lima puluh orang di sini untuk merawat kawan kawan yang terluka dan mengurus mayat-mayat ini, yang lain ikut kami ke Kim-bun-to!“

Serentak mereka lalu menggerakkan perahu-perahu mereka dan meminjam perahu-perahu nelayan dan tak lama kemudian dua puluh lebih perahu-perahu besar kecil meluncur ke Pulau Kim-bun-to.

Apakah yang telah terjadi di Kim-bun-to? Memang tidak salah dugaan Sin Hong. Pulau itu telah diserang dari dua jurusan, oleh pasukan-pasukan yang datang menggunakan perahu-perahu besar. Perahu-perahu itu datang dari jurusan utara dan timur dan lebih dari seribu orang perajurit menyerbu ke jurusan rumah Hwa I Enghiong Go Ciang Le yang masih ramai berpesta.

Mula mula yang datang hanya beberapa orang yang disambut oleh para pelayan karena Ciang Le, Cam-kauw Sin-kai dan yang lain-lain sedang sibuk melayani tamu di sebelah dalam karena pesta sudah berjalan setengah jalan, mereka mengira takkan ada tamu lagi dan menyerahkan penyambutan di luar kepada para pelayan. Beberapa orang tamu yang datang itu menyerahkan sebuah bungkusan besar kepada pelayan penyambut dengan pesan supaya diberikan kepada tuan rumah.

Tentu saja para pelayan itu lalu membawa bungkusan sumbangan ini kepada Ciang Le yang menerima dan membawa tulisan di luar bungkusan. Bukan main herannya ketika melihat tulisan di luar bungkusan itu hanya menyebut nama “Keluarga Go“ saja tanpa menulis nama pengirimnya, hanya situ terdapat tulisan merah dengan huruf-huruf besar. HARAP DIBUKA SEKARANG JUGA.

Ciang Le bukan seorang penakut. Dengan mendongkol dan marah ia menggunakan tenaganya dan terdengar suara keras. Tahu-tahu bungkusan itu telah hancur dan isinya berada di tangannya. Yang melihat benda itu mengeluarkan suara tertahan. Akan tetapi Bi Lan, Hui Lian, Coa Hong Kin dan Cam-kauw Sin-kai menjadi marah sekali. Kebetulan mereka sedang berkumpul di kamar pengantin.

“Jahanam, siapa berani menghina kita?“ Bi Lan sudah merah telinganya dan hendak berlari keluar.

Akan tetapi Ciang Le memegang lengannya dan menarik kembali isterinya itu, minta supaya bersabar. Kemudian Ciang Le memandang kepada benda itu dengan kening berkerut. Orang telah menyumbang sepasang belenggu! Ini berarti bahwa orang atau orang-orang yang menyumbang itu bermaksud menjadikan mereka sebagai tawanan.

“Biar aku sendiri menghadapi mereka,“ katanya perlahan, dan hatinya mulai tidak enak karena teringat akan penuturan Wan Sin Hong tentang keputusan Kaisar hendak menangkap dan menghukum mereka.

Dengan langkah lebar Ciang Le lalu keluar untuk melihat siapakah mereka yang mengantar sumbangan sepasang belemggu tadi. Tak lupa ia menyambar pedangnya dan digantungkan di punggungnya. Setelah ia tiba di pintu luar tepat seperti yang ia duga di dalam hatinya, berhadapan dengan Liok Kong Ji, See-thian Tok-ong, Kwan Ji Nio, Kwan Kok Sun!

Ketika empat orang ini melihat munculnya Go Ciang Le, mereka terseyum mengejek dan See-thian Tok-ong mengeluarkan suara keras sebagai tanda untuk pasukannya. Bagaikan gelombang laut pasang, terdengar derap kaki bergemuruh dan seribu orang pasukan dengan gagah berbaris dari beberapa jurusan rumah itu!

Tentu saja para tamu menjadi panik melihat hal ini. See-thian Tok-ong mengeluarkan leng-ki (bendera utusan kaisar) dan mengangkatnya tinggi ke atas.

“Kami adalah utusan-utusan Kaisar, semua harus berlutut terhadap lengki Kaiser!“ seru See-thian Tok-ong dengan suara nyaring.

Bendera lengki dari Kaisar memang merupakan tanda kekuasaan yang tinggi dan hal ini semua orang tahu. Oleh karena itu, sebagian besar para tamu lalu menjatuhkan berlutut menghadapi bendera.

“Para hohan, dengarlah baik-baik!“ tiba-tiba Liok Kong Ji berseru nyaring. “Kami berdua, yakni See-thian Tok-ong Locianpwe ini dan aku Tung-nam Thaibengcu Liok Kong Ji, mendapat kepercayaan dari Hongsiang (Kaisar) dan menjadi utusan untuk menangkap keluarga Go Ciang Le karena dianggap memberontak terhadap kekuasaan Hongsiang yang mulia. Cuwi (Tuan-tuan Sekalian) harap tenang saja karena hanya untuk menangkap dia sekeluarga dan kaki tangannya, orang-orang lain takkan diganggu kecuali kalau mereka membela kaum pemberontak. Go Ciang Le, kedosaanmu telah nyata, hayo lekas berlutut untuk kami belenggu dan kami bawa ke kota raja dalam keadaan hidup- hidup sekeluargamu!“

Bukan main marahnya Ciang Le mendengar ucapan ini. “Manusia berhati iblis Liok Kong Ji, hari ini kalau bukan kau tentu aku yang putus nyawa!“ bentaknya sambil menyerang dengan pedangnya.

Kong Ji melompat ke belakang dan See-thian Tok-ong memberi aba-aba. “Hayo serbu! Yang melawan bunuh saja, bakar rumah ini!”

Kong Ji kini mencabut Pak-kek Sin-kiam dan membalas serangan Ciang Le sehingga di lain saat mereka telah bertcmpur sengit. Dari dalam menyerbu keluar Liang Bi Lan dan Cam-kauw Sin-kai yang disambut oleh See-thia n Tok- ong, Kwan Ji Nio dan Kwan Kok Sun. juga Hui Lian sudah melepaskan pakaian pengantin dan bersama suaminya menyerbu keluar dengan senjata di tangan.

“Jangan bunuh calon pengantinku ini!“ Kwan Kok Sun berseru sambil menghadapi Hui Lian.

Di antara para tamu, banyak juga utusan dan partai partai persilatan besar dan banyak pula di antaranya adalah orang-orang kang-ouw yang bersemangat dan berjiwa gagah. Melihat keadaan ini mereka lalu mencabut senjata dan mereka membela tuan rumah, tidak peduli akan ancaman Liok Kong Ji tadi. Yang bergerak ini tidak kurang dari lima puluh orang banyaknya, sedangkan yang lain diam-diam sudah lari pergi menjauhkan diri dari situ.

Sebentar saja rumah yang tadinya penuh kegembiraan itu menjadi medan pertempuran yang hebat. Mangkok piring beterbangan, meja meja terbalik dan suara senjata memekakkan telinga. Tak lama kemudian darah mulai mengalir dan nyawa melayang. Pertempuran menjadi kacau balau karena ruangan itu terlalu sempit untuk tempat pertempuran orang banyak itu. Maka sebagian pula sudah keluar dari rumah dan melanjutkan pertempuran di halaman depan.

Tiba- tiba nampak api berkobar di kanan kiri dan belakang rumah diberengi pekik sorak para perajurit yang membakar rumah itu. Para pelayan menjerit jerit, keadaan makin panik dan ribut. Para penduduk Kim-bun-to menjadi geger. Toko-toko ditutup, pintu-pintu ditutup, dan mereka yang mempunyai perahu sendiri cepat-cepat membawa anak isterinya pergi dari pulau itu melarikan diri ke daratan.

Akan tetapi, banyak di antara mereka yang menjadi korban perampokan. Saking banyaknya pasukan yang dibawa oleh See-thian Tok-ong, sebagian besar dari mereka ini tentu saja tidak dapat ikut bertempur dan mereka itu mencari musuh para penduduk Kim-bun-to, tentu saja dengan maksud hanya untuk merampas, mengganggu, dan membunuh dengan dalih membasmi kaum pemberontak. Memang di seluruh dunia beginilah macamnya serdadu penjajah.

Pertempuran antara Ciang Le dan Kong Ji hebat bukan main. Mereka ternyata memiliki kepandaian yang seimbang. Ilmu pedang dari Hwa I Enghiong Go Ciang Le memang hebat sekali, yakni sebagian dari Pak-kek-kiam-sut. Akan tetapi Kong Ji yang pernah mencuri ilmu ini dari Hui Lian, dasar otaknya cerdas, sudah dapat menangkap intinya dengan ditambah pula dengan ilmunya sendiri yang tinggi, ia bahkan dapat mendesak Ciang Le dengan serangan-serangan pedang dan dibarengi pukulan-pukulan Tin san- kang yang diganti-ganti dengan Pukulan Hek-tok-ciang’ Kalau saja ia tidak memegang Pak-kek-sin-kiam, kiranya belum tentu ia dapat mendesak Hwa I Enghiong...

AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.