Tangan Gledek Jilid 51
“BETUL seperti apa yang paman Wan Sin Hong katakan, siauwtit datang untuk membalas dendam dan mengakhiri kejahatan manusia-manusia iblis Liok Kong Ji dan Liok Cui Kong. Kemudian Bi Li menyusul bersama gurunya, Ang-jiu toanio. Sayang sekali mereka berdua telah tewas pula di tangan ayah dan anak iblis itu!” kata Tiang Bu gemas.
“Memang Liok Kong Ji sudah terlampau banyak melakukan perbuatan jahat, keganasannya melebihi iblis dan ia telah banyak mengorbankan nyawa orang-orang gagah. Bahkan Pek-thouw-tiauw-ong bersama isterinya dan puterinya juga tewas semua di pulau ini,” kata Sin Hong sambil menarik napas panjang. "Celakanya, dia menyuruh anak angkatnya yang sama jahatnya dengan ayahnya itu untuk mengacau di Kim-bun-to sehingga ayah ibumu juga te was olehnya...!!”
Mendengar ini, kekagetan Tiang Bu seperti orang disambar petir. Ia hanya dapat memandang dengan mata terbelalak dan mulut ternganga, kemudian kedua tangannya bergerak memukul ke arah batu karang. “Brakkk…!” Batu karang yang besar itu hancur lebur di bagian yang terpukul, debu mengebul dan Tiang Bu muntahkan darah! Ternyata dendam dan sakit hati ditambah kedukaan yang hebat tadi telah menindih jantungnya, membuat dadanya seperti hampir meledak. Tahu bahwa sinkangnya yang sudah kuat sekali itu dapat membahayakan nyawanya sendiri, pemuda ini melampiaskan amarah dan nafsunya kepada batu karang, kemudian pukulan itu melepaskan sebagian besar tekanan pada dadanya, membuat ia muntah darah, akan tetapi nyawanya tertolong.
Sin Hong mengangguk-angguk dan membiarkan Tiang Bu menjatuhkan diri berlutut sambil menangisi kematian ayah bundanya yang biarpun hanya ayah bunda angkat, namun ia cinta seperti orang tua sendiri. “Baik sekali kau dapat menghilangkan kemarahan yang menindih hatimu, Tiang Bu. Seorang laki-laki gagah tidak saja harus berani menghadapi lawan tangguh, juga harus kuat menahan pukulan batin, harus tahan menderita. Segala apa di dunia ini memang nampak bersifat dua macam yang bertentangan, sesuai dengan hukum Im Yang (positive/ negative). Hanya orang budiman yang sudah mencapai keselarasan batin yang penglihatannya tidak membedakan unsur dua bertentangan itu. Semua diterima sama saja, penuh keyakinan bahwa segala sesuatu yang menimpa diri memang sudah semestinya demikian. Suka dan duka merupakan bumbu-bumbu hidup, kalau kita tidak tahu merasakan duka, bagaimana kenikmatan suka dapat terasa? Sekarang tenangkanlah semangatmu dan coba kau ceritakan bagaimana pengalamanmu di pulau ini.”
Mendengar wejangan Sin Hong yang amat dikaguminya itu, Tiang Bu menjadi lebih tenang. Ia lalu menceritakan semua pengalamannya sejak mendarat sampai tadi bertemu dengan Wan Sin Hong, Wan Sun, dan tosu yang bukan lain adalah Bu Kek Siansu ketua Bu-tong-pai.
Merdengar akan kamatian Cui Kong, Wan Sin Hong menarik napas panjang. “Memang sama saja. Baik atau jahat akhirnya akan mati juga. Akan tetapi kalau sudah tahu ada baik dan buruk dalam perbuatan dan langkah hidup, mengapa menjauhkan kebaikan mengejar keburukan? Cui Kong sudah meninggal dunia tinggal Liok Kong Ji. Kau kira di mana dia bersembunyi, Tiang Bu?”
“Siauwtit tak dapat menduganya. Wan-pek-pek. Orang itu memang amat licin dan penuh siasat. Aku malah khawatirkan dia sudah berhasil menyelamatkan diri, minggat dari pulau ini."
Sin Hong menggeleng kepala. “Tak mungkin. Kami sudah mengatur dan pulau ini sudah kami kurung dengan mengawasan teliti. Huang-ho Sian.jin dan kedua orang puterinya sudah selalu mengelilingi pulau dengan perahu-perahu mereka. Tak mungkin Liok Kong Ji dapat lolos kali ini. Hanya aku belum menyapaikan terima kasihku kepadamu bahwa kau telah berhasil merampas Leng-ji dari tangan Liok Kong Ji yang jahat.”
Tiang Bu merasa lega. "Syukurlah anak pek-pek sudah selamat. Sekarang dimana adik Leng Leng itu?"
Sin Hong lalu menceritakan keadaannya. Sampai penat mengelilingi Pulau Pek houw-to belum juga mereka mendapatkan jejak Liok Kong Ji. Kemudian dua rombongan mereka sudah bertemu dan berkumpul kembali tanpa hasil. Hanya mereka menjadi amat kegirangan terutama sekali Wan Sin Hong dan isterinya ketika melihat Leng Leng sudah berada di situ dibawa oleh Pak Lian dan Ang Lian.
Leng Leng segera didekap oleh ibunya, dan Wan Sin Hong dengan wajah berseri berkata kepada Pek Lian. "Pek Lian dan Ang Lian, kalian telah berjasa besar mengembalikan anakku. Tak tahu apa yang harus kulakukan untuk membalas budi kalian."
Ang Lian yang kenes itu tertawa jenaka. “Hadiah untuk enci Pek Lian hanya satu macam, asal Wan taihiap suka menjodohkannya dengan Tiang Bu, cukuplah”
"Ang Lian. tutup mulutmu!" Pek Lian membentak marah, akan tetapi mukanya menjadi merah "Wan-taihiap, harap jangan percaya mulut adikku yang lancang itu. Sebetulnya, kami enci adik mana becus merampas adik Leng dari tangan Liok Kong Ji yang lihai? Kami berdua hanya mengantarkannya saja ke sini, yang merampasnya dari tangan musuh adalah... Tiang Bu. Kami berdua berjumpa dengan dia dan dialah yang menyuruh kami membawa adik Leng ke sini sedangkan dia sendiri masih melanjutkan usahanya mencari jejak musuh-musuh kita."
"Bersama seorang gadis cantik sekali akan tetapi lengannya buntung!" Ang Lian menyambung.
"Bi Li...!” Wan Sun berseru kaget mendengar ini”
“Betul, nona itu adalah adik saudara Wan Sun ini," kata pula Ang Lian.
Mendengar ini, Wan Sin Hong segera mengajak Wan Sun dan Bu Kek Siansu untuk menyusul ke daerah batu karang itu. Kawan-kawan yang lain disuruh menanti dan secara bergiliran meronda dengan perahu agar Liok Kong Ji tidak dapat malarikan diri minggst dari pulau.
Demikianlah, setelah akhirnya rombongan tiga orang ini bertemu dengan Tiang Bu, ternyata Bi Li telah tewas dan potongan baju dikubur oleh Tiang Bu. Semua orang menjadi terharu sekali dan diam-diam tahu bahwa Tiang Bu benar-benar amat mecinta Bi Li. Wan Sin Hong merasa menyesal bukan main. Jodoh yang setimpal sekali, pikirnya. Tiang Bu dan Bi Li keduanya keturunan orang-orang jahat akan tetapi menjadi baik dalam asuhan orang-orang baik. Sayang Bi Li meninggal dalam keadaan begini menyedihkan.
"Kalau begitu penjahat Liok Kong Ji tentu masih menyembunyikan diri." kata Bu Kek Siansu yang semenjak dahulu telah menjadi musuh Liok Kong Ji. "Lebih baik sekarang kita mengerahkan tenaga untuk mencarinya. Kali ini jangan sampai iblis itu bisa meloloskan diri dari tangan kita.”
"Benar apa yang totiang katakan,” kata Sin Hong. “Tiang Bu, apakah kau hendak mencari jejak Liok Kong Ji bersama kami?”
“Biarlah, pek-pek, siauwtit mencari sendiri. Ingin siauwtit berhadapan muka satu lawan satu dengan dia!" jawab Tiang Bu gemas.
Sin Hong maklum akan perasaan hati pemuda yang mengejar-ngejar ayah sendiri ini dan maklum pula bahwa di antara semua yang berada di situ, kiranya hati Tiang Bu yang paling panas. Pula, ia percaya bahwa kepandaian Tiang Bu lebih dari cukup untuk melawan Liok Kong Ji.
"Baiklah kalau begitu. Cuma pesanku, malam nanti kalau belum juga Liok Kong Ji kita temukan, kau pergilah ke pantai selatan di mana kami semua berkumpul. Kau tentu sudah ingin bertemu dengan yang lain-lain, terutamna sekali adikmu Lee Goat yang sudah amat rinda kepadamu."
Tiang Bu mengangguk-angguk terharu sekali dan ia memandang kepada Wan Sun. "Adikku yang baik. Aku benar-benar merasa berbahagia sekali ketika mendengar bahwa Lee Goat menjadi isterimu. Dia itu adikku, kau juga adikku, benar-benar perjodohan yang amat menggirangkan hatiku."
Wan Sun hanya bisa memegang pundak Tiang Bu dan memandang tajam. Di dalam lubuk hatinya, Wan Sun menangis sedih. Alangkah akan baiknya kalau Bi Li tidak meninggal dunia dan menjadi jodoh Tiang Bu.
Mereka lalu berpisah dan tiga orang itu meninggalkan Tiang Bu yan g masih merasa enggan meninggalkan makam kekasihnya.
Liok Kong Ji pandai sekali menyembunyikan diri. Memang sebelum ia diserbu oleh musuh-musuhnya, Liok Kong Ji sudah mengadakan penyelidikan di Pulau Pek-houw-to dan sudah membuat persiapan terlebih dulu. Ia sudah membuat tempat rahasia yang sukar dilihat dari luar dan di dalam tempat persembunyian ini dia sudah menyediakan bahan makan yang cukup banyak.
Orang seperti dia yang banyak musuhnya tentu saja sudah membuat persiapan kalau kalau ia terpaksa bersembunyi seperti sekarang ini. Tempat persembunyiannya itu, jangankan orang luar bahkan selir-selirnya sendiri sekalipun tidak ada yang tahu. Oleh karena itu tak seorangpun di antara selir-selir dan pelayannya dapat memberi tahu ke mana ia bersembunyi.
Usaha Wan Sin Hong dan kawan-kawannya juga usaha Tiang Bu, belum juga berhasil. Tiang Bu sudah datang ke tempat berkumpulnya Wan Sin Hong dan rombongannya. Pertemuan yang amat menggembirakan, juga amat mengharukan, terutama sekali pertemuan antara Tiang Bu dan Coa Lee Goat.
Berada di antara orang-orang gagah ini, Tiang Bu teringat akan semua pengalamannya ketika ia masih kecil dan di lubuk hatinya ia merasa kecewa sekali mengapa dia putera Liok Kong Ji yang terkenal jahat dan dimusuhi orang-orang gagah ini. Aku harus dapat membasmi Liok Kong Ji dengan kedua tanganku sendiri pikirnya, agar aku dapat mencuci noda yang didatangkan oleh orang yang mengaku ayahku itu. Juga pertemuannya dengan pasangan-pasangan seperti Wan Sin Hong dan Siok Li Hwa, Wan Sun dan Coa Lee Goat, membuat ia makin teringat kepada Bi Li dan memhuat ia berduka.
Sudah dua hari dua malam mereka berada di pulau itu dan setiap hari mencari jejak Liok Kong Ji, namun belum juga orang yang licin itu dapat mereka temukan.
“Lebih baik kita pusatkan penjagaan pada pantai saja, " Wan Sin Hong menyatakan pendapatnya. "Dan jangan kita mencari-cari lagi. Dengan sembunyi kita mengintai dan meronda di sepanjang pantai agar Liok Kong Ji mengira bahwa kita sudah pergi dari sini. Hanya dengan siasat ini kiranya ia akan keluar dari tempat sembunyinya"
Semua orang menganggap pendapat ini baik sekali, maka tidak lagi diadakan usaha mencari ke dalam pulau, melainkan penjagaan pantai diperkuat. Hal ini tidak memuaskan hati Tiang Bu dan diam diam ia menemui Wan Sin Hong katanya,
“Wan pek-pek, memang siasat pek-pek baik sekali. Akan tetapi, ijinkanlah siauwte seorang diri mencarinya dengan diam diam menanti sampai ia muncul untuk membekuknya. Mencari beramai-ramai memang amat berisik dan membuat ular itu tidak mau keluar dari sarangnya, akan tetapi kalau seorang saja yang mencari, kiraku tidak akan mengagetkan dia."
Sin Hong tahu bahwa dengan kepandaiannya yang tinggi, Tiang Bu tentu saja merupakan pengecualian. Dengan kepandaiannya itu tentu saja Tiang Bu dapat mencari tanpa terlihat oleh musuh. Maka ia menyatakan persetujuannya dan pergilah Tiang Bu dari pantai, kembali ke pedalaman pulau untuk men cari lagi.
Hal ini terdengar oleh Ciu Lee Tai dan membuat si dogol ini penasaran. “Mengapa dia diperbolehkan dan aku tidak?" katanya penasaran. “Biarpun boleh jadi Tiang Bu lihai, akan tetapi bukankah dia itu putera sejati dari Liok Kong Ji? jangan-jangan me mnyuruh dia mencari sama halnya dengan menyuruh dia memberi peringatan kepada Kong Ji ayahnya lebih berhati-hati dan jangan ke luar dari tempat persembunyiannya.”
Ucapan ini ia keluarkan di depan Ang Lian, karena sering kali dua orang muda ini bercakap, atau lebih tepat lagi. sering kali Lee Tai mencari kesempatan untuk mendekati Ang Lian pada waktu gadis ini berada seorang diri di tepi pantai.
“Huh. omongan apa ini?” bentak Ang Lian cemberut marah. "Sekali lagi kau bicara seperti itu, aku selamanya tidak mau mendengar omonganmu yang busuk lagi. Dia adalah calon cihuku (kakak iparku), kau tahu? Dan kau berani menghinanya?”
“Eh..., oh... begitukah...? Jadi... enci Pek Lian...” sungguh menggelikan sikap Lee Tai ini. Belum apa apa ia sudah menyebut enci kepada Pek Lian, biarpun usianya lebih tua dari pada Pek Lian yang baru berusia dua puluh satu tahun.
"Tutup mulut, jangan kau bicarakan hal ini kepada orang lain. Pendeknya kau tidak berhak memburukkan nama Tiang Bu. Dia itu seorang yang tinggi ilmunya, bahkan menurut Wan-bengcu, di dunia persilatan sekarang ini jarang ada orang yang dapat manandinginya. Kau ini siapa sih? Janjimu untuk menewaskan manusia iblis Liok Kong Ji juga hanya omong kosong belaka, syaratku itu masih berlaku, kau tahu? Kalau tak dapat mengalahkan Liok Kong Ji. jangan harap aku akan memperdulikanmu lagi!" Setelah berkata demikian dengan cemberut Ang Lian membalikkan tubuh dan meninggalkan Ciu Lee Tai seorang diri di atas batu-batu di pantai itu.
"Adik Ang Lian...“
Akan tetapi Ang Lian menengokpun tidak, terus pergi ke pondok di mana ia bermalam dengan Pek Lian. Rombongan ini memang membuat pondok-pondok darurat untuk melewatkan waktu malam.
"Baik," kata Lee Tai yang menjadi panas hatinya. "kau kira aku tidak dapat berusaha seperti Tiang Bu? Kau kira aku tidak bisa pergi sendiri mencari Liok Kong Ji dan menantangnya bertanding sampai selaksa jurus Ang Lian... Ang Lian... kau belum kenal adanya Kang-thouw-ciang Ciu Lee Tai!" Pemuda ini bicara seorang diri sambil menepuk-nepuk dada dan goloknya. Kemudian ia berlari ke pedalaman pulau untuk mencari Liok Kong Ji.
Ciu Lee Tai memang peenuda yang berhati keras dan bernyali besar. Dia keturunan orang gagah. Ayahnya Ciu Beng, adalah seorang piauwsu (pengawal barang) yang gagah dan terkenal di daerah Shan-tung. Juga ayahnya berwatak keras dan tak mau kalah, namun jujur den memiliki jiwa ksatria. Oleh karena wataknya yang keras, adil dan jujur inilah maka mereka banyak dimusuhi oleh penjahat-penjahat di dunia liok-lim.
Biasanya, sebagian besar piauwsu mempergunakan cara-cara halus menghadapi para perampok, yaitu dengan jalan memberi "uang jalan" atau juga disebut uang sewa jalan, pendeknya semacam cara menyuap agar perampok-perampok itu tidak mengganggu barang yang dikawalnya. Akan tetapi Ciu Beng tidak sudi melakukan cara ini. Dia mengawal mengandalkan kegagahannya, mengandalkan tajamnya golok.
"Seorang piauwsu adalah seorang pengawal dan tugas seorang piauwsu adalah mengawal dan melindungi barang kiriman dengan taruhan nyawa. Ada perampok menghadan g harus dibasmi, selain demi melindungi barang juga demi mengamankan kehidupan rakyat jelata. Ini baru gagah namanya!” Demikian Ciu Beng sering menyatakan pendapatnya.
Wataknya yang keras dan tidak mau berkompromi dengan para penjahat itu akhirnya mendatangkan malapetaka bagi rumah tangganya. Sekawanan perampok yang menaruh dendam, menyerbu rumahnya, membakar rumah itu dan di dalam pertempuran hebat Ciu Beng dan isterinya tewas terbunuh oleh orang-orang jahat, meninggalkan anak tunggal mereka yaitu Ciu Lee Tai yang baru berusia sepuluh tahun.
Ciu Lee Tai mewarisi watak ayahnya. Sejak kecil ia sudah gemar akan ilmu silat dan sudah mewarisi dasar-dasar ilmu silat ayahnya. Setelah ia menjadi yatim piatu dan harta benda ayahnya habis terbakar, ia lalu menjadi seoring bocah gelandangan, tiada sanak kadang tiada penolong. Namun sejak berusia sepuluh tahun, ia sudah memperlihatkan keteguhan hati sebagai seorang calon pendekar. Ia tidak sudi melakukan perbuatan jahat seperti mencuri dan lain-lain, tidak sudi pula mangemis makanan biarpun perutnya sudah kelaparan. Sebaliknya ia bekerja apa saja yang orang mau mempergunakan tenaganya.
Berkat kejujuran dan kerajinannya, ia dapat membawa diri, dapat memelihara diri sendiri sampai dewasa. Juga ia tidak melupakan kegemarannya akan ilmu silat. Terus ia melatih diri dan setiap kali ia mendengar akan adanya seorang guru silat yang pandai, biarpun tempatnya jauh, ia rela kehilangan pekerjaannya, meninggalkan tempatnya dan pergi ke kota tempat tinggal guru silat itu. Ia rela menjadi bujang atau penyapu lantai di rumah guru silat itu hanya untuk menerima pelajaran ilmu silat dengan cuma-cuma.
Memang bagi orang bersemangat dan bersungguh-sungguh, terbentang jalan luas menuju ke pantai cita cita. Biarpun dengan susah payah, akhirnya Ciu Lee Tai berhasil juga memiliki ilmu silat yang lumayan, bahkan ia telah mempelajari ilmu golok yang dulu menjadi andalan ayahnya. Para orang gagah di dunia kang-ouw amat suka kepadanya karena selain jujur dan ringan tangan, juga Lee Tai amat rajin. Biarpun dalam urusan lain ia nampak dogol, namun dalam mempelajari ilmu silat ia termasuk golongan pandai dan cerdik, cepat mengerti. Ini pula yang menyebabkan Wan Sin Hong sampai menurunkan beberapa macam ilmu pukulan kepadanya.
Sifat baik lain yang ada pada diri Lee Tai ada hubungannya dengan kematian ayah bundanya. Pemuda ini amat benci kepada perampok dan setiap kali ia mendengar ada perampok, ia lalu mercari dan tidak mau berhenti sebelum dapat membasmi perampok-perampok itu sampai ke akar-akarnya. Tadinya ia membabi-buta, akan tetapi pengalamannya dan pergaulannya dengan orang-orang gagah di dunia kang-ouw membuka matanya.
Sehingga dia dapat mambedakan antara perampok-perampok yang memang benar jahat dan perampok-perampok yang sebetulnya menjadi pembela-pembela rakyat, karena yang dirampok oleh mereka itu hanya pembesar-pembesar korup dan bangsawan serta hartawan keji, kemudian hasil rampokan diberikan kepada rakyat miskin. Seperti halnya Huang-ho Sian-jin, kakek yang menjadi datuk bajak ini mendapat penghargaan tinggi di mata Lee Tai. Apa lagi karena Huang ho Sian-jin adalah ayah dari Ang Lian.
Di Shantung, nama Cui Lee Tai sudah terkenal dari kegagahan serta ke jujuran dikagumi orang, biarpun di samping kekaguman ini juga orang selalu tertawa kalau bicara tentang dia karena ia dianggap lucu.
Demikianlah riwayat singkat dari Ciu Lee Tai yang sekarang pergi seorang diri ke dalam hutan di Pulau Pek-houw-to untuk mencari Liok Kong Ji. Hatinya masih panas karena ucapan-ucapan Ang Lian, gadis yang membetot hatinya itu. Karena panas ia menjadi marah dan den gan nekat ia berjalan terus memasuki hutan sambil berteriak-teriak!
"Liok Kong Ji, keluarlah kalau kau jantan. Mari bertanding selaksa jurus dengan tuanmu Kang-thouw-ciang Ciu Lee Tai!”
Sampai serak tenggorokannya dan sampai lelah kakinya, belum juga Liok Kong Ji muncul atau menjawab. Akhirnya ia menjadi marah kepada Tiang Bu ketika ia teringat akan kata-kata Ang Lian yang memuji-muji dia membela Tiang Bu sebaliknya mencelanya. Ia berteriak lagi, kini mencela nama Tiang Bu.
"Tiang Bu, kau orang apa? Hanya anak bangsat Liok Kong Ji. Mana bisa lebih lihai dari aku? Anak srigala tak mungkin menjadi domba. Bapaknya jahat anaknya tentu jahat pula!"
Makin diingat hatinya makin panas. Tiang Bu anak penjahat Liok Kong Ji bagaimana bisa diterima menjadi calon jodoh Pek Lian dan bahkan Ang Lian agaknya suka kepada Tiang Bu? Sedangkan dia keturunun orang gagah, selalu dicela oleh Ang Lian! Padahal apakah Tiang Bu itu? Mukanya tidak tampan, pendiam tak pandai bicara, agak angkuh.
“Hei. Tiang Bu! Kalau kau betul gagah dan mau membela ayahmu, kau juga majulah bersama Liok Kong Ji. Kau kira aku orang she Ciu takut dikeroyok dua??” ia berteriak-teriak seperti orang kemasukan setan untuk mengumbar kemarahan dan kemendongkolan hatinya.
Setelah keluar dari hutan itu, ia tiba lagi di pantai laut, di bagian yang penuh batu-batu karang tinggi dan aneh-aneh bentuknya. Ia lelah sekali dan mengaso, duduk di atas sebuah batu yang licin. Hatinya masih mengkal, akan tetapi juga agak bingung. Ia merasa amat lapar dan panas, untuk kembali di tempat rombongannya, ia tidak tahu jalan lagi.
"Celaka." katanya keras-keras. "Gara-gara Kong Ji dan Tiang Bu ayah anak keparat aku harus bersengsara!" Karena marah dan kesal tanpa disadarinya ia mendorong-dorong batu karang di sebelah kanannya sambil memaki-maki nama Kong-Ji.
Tiba-tiba ia berteriak kaget karena batu karang besar itu tiba-tiba berbunyi dan sebuah pintu terbuka pada batu karang itu! Ternyata bahwa ia telah mendorong dan menyentuh alat rahasia tempat persembunyian Liok Kong Ji. Sebelum hilang kagetnya, tahu-tahu ia telah berhadapan dengan seorang laki-laki tinggi kurus setengah tua yang bermata tajam bukan main. Ciu Lee Tai sampai hampir terjengkang saking kagetnya.
“Kau... kau setankah...?” tanyanya saking gugup melihat tahu-tahu ada orang di depannya.
Liok Kong Ji tertawa. Ia tadi telah mendengar makian-makian orang ini dan ia yang cerdik dapat menduga bahwa ia berhadapan dengan seorang anggauta rombongan Wan Sin Hong, seorang muda yang dogol. "Aku lebih tinggi dari pada setan, akulah penunggu pulau ini. Kau siapakah dan apa maksud kedatanganmu?”
Lee Tai kaget bukan main, ia setengah percaya setengah tidak. Penunggu pulau berarti sebangsa dewa atau iblis, bagaimana bisa muncul di tengah hari? Kalau manusia biasa, mengapa tiba-tiba keluar dari dalam batu karang?
"Aku... aku Ciu Lee Tai, hendak mencari Liok Kong Ji untuk menangkapnya,” katanya gagah.
Liok Kong Ji tertawa geli. "Kau...? Hendak menangkap Liok Kong Ji? Apa kau sudah tahu bahwa Liok Kong Ji itu kepandaiannya tinggi sekali. lebih tinggi dari pada kepandaian gurumu?"
Lee Tai menepuk dadanya "Aku tidak takut! Tak mungkin orang semacam dia lebih lihai dari guruku padahal guruku yang terakhir adalah Wan bengcu."
"Ha ha ha, orang dogol. Aku sendiri belum tentu dapat menangkan Liok Kong Ji. Hendak kulihat sampai di mana sih tingkat kepandaianmu maka kau berani menyombong berteriak menangkap Liok Kong Ji?" Tiba-tiba tangannya bergerak menampar ke depan.
Ciu Lee Tai cepat menangkis sambil mengerahkan tenaganya untuk memamerkan Kong thouw ciang (Kepalan Baja). Akan tetapi ia menangkis angin dan tahu-tahu kakinya kedua-duanya terangkat membuat ia terengkang kebelakang dan bergulingan. Kepalanya sebelah kiri benjol sebesar telur ayam karena menumbuk batu. Ia melompat berdiri sambil memandang dengan mata,
“Eh, kau pakai ilmu siluman!"
Kong Ji tersenyum mengejek, penuh hinaan dan juga geli. "Bagaimana kau bilang aku pakai ilmu siluman?"
"Kalau memang berkepandaian, adu tebalnya kulit kerasnya tulang, jangan main jegal-jegalan secara curang!” Tanpa menanti jawaban, Lee Tai menyerang lagi, kini ia memukul dengan tangan kanannya yang keras ke arah dada Kong Ji.
“Blekkk!"
Lee Tai merasakan kepalanya puyeng saking sakitnya kepalan tangan kanannya yang bertemu dengan dada Kong Ji. Mulutnya yang hendak menjerit kesakitan ia tahan-tahan, sampai ia menggigit bibirnya, pringisan seperti orang sakit mules. Tulang-tulang lengan kanannya seperti ditusuki jarum!
"Kau... kau bukan manusia..."
Kong Ji tersenyum. "Bocah bodoh, baru sekarang kau mau mengaku. Memang aku bukan manusia biasa, melainkan pertapa yang sudah ratusan tahun berada di sini. Kepandaian seperti kau miliki itu mana bisa untuk melawan Liok Kong Ji?"
Akan tetapi Lee Tai berpikir lagi. Mungkinkah ia berjumpa dengan setan? Ah, jangan-jangan ia ditipu, jangan-jangan orang in menggunakan akal untuk menerima pukulannya tadi. "Barangkali kau memakai baju besi di balik bajumu itu!”
Liok Kong Ji sudah mempunyai siasat untuk menggunakan si dogol ini, maka ia berlaku sabar sekali, tidak seperti biasanya. Kalau dalam keadaan biasa, ia tidak terjepit seperti sekarang, tentu dengan satu pukulan saja akan menghabiskan nyawa orang ini. Ia membuka bajunya, memperlihatkan dadanya yang tidak terlindung apa-apa.
"Kau masih penasaran?" tanyanya.
Lee Tai betul-betul merasa heran. Memang ia masih penasaran karena biasanya, tangannya ampuh sekali.
"Kalau kau masih penasaran, boleh kau memukul atau menendangku tiga kali lagi tanpa aku mengelak atau menengkis."
Lee Tai membelalakkan matanya. "Betul betul kau tidak akan mengelak? Bagaimana kalau aku memukul atau menendang bagian tubuhmu yang berbahaya?"
Kong Ji memang sedang berusaha menundukkan orang ini untuk dipakai pembantu menyembunyikan diri, maka ia mengangguk. "Boleh kau pukul atau tendang di mana saja. aku takkan mengelak atau menangkis. Kalau aku mengaduh sedikit saja, anggap aku kalah"
"Orang tua, kau sendiri yang menantang, Jangan bilang aku Ciu Lee Tai seorang pemuda curan g. Awas, aku akan menyerang bagian tubuhmu yang lemah, apa kau berani?"
"Serang saja, serang sampai tiga kali!" kata Kong Ji tersenyum.
Lee Tai lalu mengerahkan tenaganya dan mengirim pukulan dua kali dengan ke dua kepalan tangannya. Tangan kanannya menghantam leher sedangkan tangan kirinya menjotos lambung. Pukulan-pukulun ini hebat sekali, apa lagi pukulan tangan kirinya yang menjotos lambung karena tangan kirinya masih belum terluka, tidak seperti tangan kanannya yang sudah merah membiru akibat pukulannya pertama tadi.
"Bukk! Plak!" Berturut turut kedua kepalan tangannya mengenai sasaran dengan jitu.
Akan tetapi, seperti juga tadi, Kong Ji tidak bergeming, sebaliknya Lee Tai tak dapat menahan lagi, mengaduh-aduh dan kedua tangannya digoyang-goyangkan ke kanan kiri karena terasa sakit-sakit, linu dan panas sekali.
“Masih boleh satu kali lagi, orang muda,” kata Kong Ji.
Karena penasaran dan rasa sakit, Lee Tai menjadi marah. Kakinya menendang, tadinya hendak menendang ke arah anggauta yang paling lemah akan tetapi karena memang pada dasarnya Lee Tai bukan manusia curang ia merasa malu sendiri kalau mempergunakan kesempatan untuk membinasakan orang yang tidak berdosa, masa kakinya menyeleweng dan menendang perut.
"Blekk!”
Akibatnya hebat sekali, Lee Tai merasa kakinya seperti menendang bola baja sampai-sampai ia merasa tulang tulang kakinya merasa remuk. Sambil pringisan kesakitan ia berjingkrak-jingkrak, berloncatan dengan kaki kirinya dan mengaduh-aduh, akhirnya ia menjatuhkan diri berlutut di depan Kong Ji. Pemuda dogol ini sekarang menjadi takluk benar-benar.
"Selama hidup baru kali ini bertemu manusia sakti seperti locianpwe yang mulia. Mohon diberi petunjuk agar teecu mempunyai kepandaian seperti locianpwe dan dapat mengalahkan Liok Kong Ji"
"Ha, agaknya kau amat membenci orang she Liok itu. Ada permusuhun apakah antara kau dengan dia?" tanya Kong Ji.
“Sebetulnya teecu tidak mempunyai urusan pribadi dengan dia, hanya kekasih teecu mengajukan syarat bahwa dia mau menerima pinangan teeecu kalau teecu dapat mengalahkan Liok Kong Ji " Lee Tai yang jujur kini sudah menaruh kepercayaan seribu prosen kepada "manusia sakti" ini, maka dengan jujur iapun mengutarakan isi hatinya.
Kong Ji mengangguk-angguk. "Aku suka kepadamu dan aku mau memberi pelajaran ilmu silat dan memberi sebuah kitab yang kalau kau sudah pelajari, seribu orang Liok Kong Ji kiranya takkan mampu melawanmu."
Lee Tai girang sekali dan buru-buru ia mengangguk-anggukkan kepalanya menghaturkan terima kasih. "Teeeu bersumpah akan mentaati perintah locianpwe."
Kong Ji adalah seorang yang mempunyai tipu muslihat licik sekali. Satu kali bertemu ia sudah dapat mengenal watak Lee Tai, dan ia tahu bahwa betapapun dogolnya pemuda ini, namun kejujuran Lee Tai adalah asli dan tentu pemuda ini menolak perintahnya untuk melakukan sesuatu yang berlawanan dengan suara hatinya sendiri. Oleh karena itu ia mengambil jalan lain dan berkata,
"Permintaanku hanya satu, yaitu kau jangan bilang kepada siapapun juga tentang diriku di sini. Aku sudah puluhan tahun tidak bertemu dengan manusia, dan dengan kau aku suka memperlihatkan diri oleh karena kau berjodoh dengan aku. Maukah kau bersumpah takkan mengatakan kepada siapapun juga bahwa aku berada di sini dan takkan membuka mulut tentang pertemuan ini?”
“Teecu bersumpah takkan bicara pada siapapun juga tentang lo-cianpwe."
"Bagus, aku percaya kepadamu, karena kalau kau melanggar tentu aku akan datang mengambil nyawamu. Sekarang tentang hal lain. Tadi aku mendengar kau menyebut-nyebut nama Tiang Bu, apa kau tidak tahu bahwa Tiang Bu itu adalah anak Liok Kong Ji dan bahwa sekarang Tiang Bu membantu ayahnya itu untuk bersembunyi?”
Mata Lee Tai terbelalak kaget. “Betulkah itu, locianpwe"
"Aku selamanya tidak pernah membohong. Aku melihat sendiri betapa Tiang Bu bercakap-cakap dengan Liok Kong Ji dan sambil menangis di depan ayahnya, pemuda itu menyembunyikan Liok Kong Ji di suatu tempat yang tak mungkin didapatkan oleh orang lain. Kau tak perlu sibuk, lebih baik kau beritahukan hal ini ke pada Wan Sin Hong dan yang lain-lain agar Tiang Bu itu ditangkap dan dipaksa mengaku di mana adanya Liok Kong Ji. Tentu dia bisa memberi tahu.”
"Tentu saja! Tentu teecu akan memberitahukan kepada Wan bengcu dan yang lain-lain. Memang teecu sudah bercuriga. Mana ada srigala...”
"Sst, cukup. Tak perlu memaki di depanku. Akan tetapi, karena kau sudah bersumpah takkan menyebut-nyebut namaku, kaupun harus menceritakan bahwa kau melihat dengan matamu sendiri pertemuan antara Tiang Bu dan Liok Kong Ji. Jangan kau menyebut-nyebut tentang aku.”
“Tentu teeeu mengerti, dan teeeu akan melaksanakan semua perintah locianpwe. Hanya teecu mohon pelajaran Ilmu silat untuk melawan Liok Kong Ji.”
Kong Ji mengeluarkan sejilid kitab kuno dari saku bajunya. “Kitab ini adalah pelajaran Ilmu Pedang Swat-lian-kiam-coan-si, kalau kau mempelajarinya, ilmu pedang ini dapat membuat kau menjadi seorang sakti. Akan tetapi jangan sampai kitab ini terlihat oleh orang lain, apa lagi oleh Tiang Bu sebelum pemuda itu tertangkap. Dia amat jahat dan tentu kitab ini akan dia rampas!”
Bukan main girangnya hati Ciu Lee Tai. Ia percaya seratus prosen bahwa dengan kitab itu tentu ia akan dapat menjadi seorang sakti, dapat melawan Liok Kong Ji sehingga ia dapat diterima dengan senyum manis oleh Ang Lian. Sekali saja ia membuka kitab itu, ia mengerti bahwa itu memang sebuah kitab ilmu silat yang hebat sekali. Memang, dalam hal-hal lain Lee Tai boleh jadi dogol dan bodoh, akan tetapi dalam ilmu silat otaknya memang encer dia dapat membedakan ilmu silat yang baik. Dengan girang Lee Tai menghaturkan terima kasih. Lalu timbul kekhawatirannya kalau-kalau orang sakti ini bertemu dengan Liok Kong Ji dan menggunakan kepandaian membunuh musuh besar itu, mendahuluinya. Maka ia cepat berkata,
“Locianpwe, harap locianpwe jangan mengganggu Liok Kong Ji dulu, biar teecu mempelajari ilmu pedang ini dan teecu sendiri yang akan membekuknya!”
Dapat dibayangkan betapa geli hati Liok Kong Ji setelah mempermainkan Lee Tai mendengar ucapan ini. Akan tetapi iapun tidak berani muncul terlalu lama. Saking gelinya ia tak dapat menahan gelak tawanya dan tiba-tiba ia berkelebat lenyap dari depan Lee Tai yang tentu saja menjadi makin kagum dan heran. Ah, benar-benar dia seorang dewa, pikirnya, dan cepat-cepat menyembunyikan kitab itu ke dalam bajunya.
Lee Tai yang tadinya kegirangan itu medadak menjadi kaget dan gelisah ketika ia teringat bahwa ia berada di tengah pulau dan tidak tahu ke mana jalan untuk kembali ke tempat rombongannya! Ia sudah menjadi bingung dan tidak tahu lagi mana selatan mana utara, mana barat mana timur. Akhirnya ia mendapatkan akal juga. Rombongan itu berada di pantai pulau, kalau aku terus mengikuti sepanjang pantai masa tidak akan mendapatkan mereka?
Berpikir demikian, pemuda ini lalu cepat-cepat berjalan ke kanan, terus saja berjalan ke depan tidak membelok ke mana-mana lagi. Tentu saja akhirnya ia sampai juga ke pantai. Girang hatinya melihat air laut membiru terbentang di depannya. Ia lalu berjalan megikuti pantai dengan laut disebelah kirinya. Untuk menghilangkan kesalnya, ia kadang-kadang membuka lembaran kitab itu dan mulai mempelajari isinya. Jelek-jelek Lee Tai juga pandai membaca karena dahulu ia telah belajar pula membaca. Sayang kepandaiannya dalam hal membaca ini kurang sempurna sehingga sering kali ia harus mengasah otak untuk memecahkan arti sebuah huruf yang kelihatan asing baginya.
Selagi ia enak berjalan, tiba tiba ia mendengar suara wanita tertawa. ia cepat menengok ke kiri dan... Ang Lian dan Pek Lian mendayung perahu tak jauh dari pantai, melihat kepadanya dan tertawa-tawa.
"Hee, Ciu twako! Kau sedang mencari Liok Kong Ji atau sedang berjalan-jalan makan angin laut?" tegur Pek Lian.
Lee Tai cepat menyimpan kitabnya dan kelihatan senang bukan main, melambai-lambaikan kedua tangannya kepada dua orang gadis itu. "Enci Pek Lian dan adik Ang Lian... Kebetulan sekali berjumpa dengan kalian di sini! Aku sedang bingung bagaimana bisa kembali ke tempat romboogan kita. Enci Pek Lian, kau bawalah aku pulang...”
Pek Lian tersenyum, tidak menjawab, Ang Lian cemberut dan bertanya. "Apakah sudah bertemu dengan Liok Kong Ji?"
Lee Tai menggeleng kepala. "Belum, akan tetapi aku mendengar hal penting sekali, tentang dia dan Tiang Bu!”
Mendengar orang bicara tentang Tiang Bu, Pek Lian cepat mendayung perahu ke tepi dan meloncat ke darat, diikuti oleh Ang Lian yang menyeret perahu ke pinggir. "Mendengar hal penting apa? Lekas ceritakan. Ciu-twako." Pak Lian mendesak karena ia sudah ingin sekali mendengar tentang Tiang Bu yang pergi seorang diri mencari Liok Kong Ji. “Apa dia sudah berhasil merobohkan Liok Kong Ji?”
Muka Lee Tai menjadi pucat dan ia nampak bingung. Ia tadi ketika melihat Ang Lian menjadi begitu girang sampai ia lupa akan pesan "dewa" itu. Sekarang ditanya oleh Pak Lian, ia tidak dapat segera menjawab. Bagaimana ia bisa menerangkan tanpa menyebut orang sakti itu? Untuk berbohong bahwa dia melihat sendiri pertemuan antara Tiang Bu dan Liok Kong Ji, ia tak sanggup. Selamanya Lee Tai memang tidak biasa membohong.
“Aku mendengar dari orang lain.” katanva jujur. Akhirnya ia mengambil keputusan untuk mengaku saja mendengar dari orang lain tanpa menyinggung orang sakti itu. “Aku mendengar bahwa Tiang Bu sudah mengadakan pertemuan dengan Liok Kong Ji. Tiang Bu agaknya ingat kepada ayahnya yang sejati dan menghianati kita, ia bantu menyembunyikan Liok Kong Ji!"
"Tak mungkin...!" Pe k Lien membentak keras sampai Lee Tai menjadi kaget.
Ang Lian meloncat maju menghadapi Lee Tai. Sepasang mata gadis ini yang bening dan tajam menatap wajah Lee Tai penuh selidik dan pertanyaan, membuat hati pemuda itu berdebar-debar keras. "Kau bicara sembarangan apa lagi? Mana bisa Tiang Bu menyembunyikan iblis itu? Tiang Bu mencari-cari untuk membunuhnya.
"Apa anehnya?” jawab Lee Tai. "Hal itu sudah sewajarnya. Bukankah Liok Kong Ji itu ayahnya?”
"Apa kau melihat sendiri hal itu?” desak Ang Lian.
Lee Tai menjadi bingung. “Tidak, aku aku mendengar dari orang lain."
"Bodoh, mau percaya saja. Siapa orang yang bilang kepadamu?"
Lee Tai makin bingung. Biarpun ia agak dogol, akan tetapi pemuda ini berhati keras dalam hal kejujuran dan kesetiaan. Biarpun terhadap Ang Lian ia mau dan rela melakukan apa saja, bahkan kalau perlu mengorbankan nyawanya, akan tetapi dalam hal melanggar janji apa lagi sumpah, ia pantang!
"Aku mendengar dari orang lain dan... dan aku tidak bisa mengatakan siapa orang itu... Aku tidak mengenalnya."
“Kau... kau bohong!” Pak Lian membentak marah...
“Memang Liok Kong Ji sudah terlampau banyak melakukan perbuatan jahat, keganasannya melebihi iblis dan ia telah banyak mengorbankan nyawa orang-orang gagah. Bahkan Pek-thouw-tiauw-ong bersama isterinya dan puterinya juga tewas semua di pulau ini,” kata Sin Hong sambil menarik napas panjang. "Celakanya, dia menyuruh anak angkatnya yang sama jahatnya dengan ayahnya itu untuk mengacau di Kim-bun-to sehingga ayah ibumu juga te was olehnya...!!”
Mendengar ini, kekagetan Tiang Bu seperti orang disambar petir. Ia hanya dapat memandang dengan mata terbelalak dan mulut ternganga, kemudian kedua tangannya bergerak memukul ke arah batu karang. “Brakkk…!” Batu karang yang besar itu hancur lebur di bagian yang terpukul, debu mengebul dan Tiang Bu muntahkan darah! Ternyata dendam dan sakit hati ditambah kedukaan yang hebat tadi telah menindih jantungnya, membuat dadanya seperti hampir meledak. Tahu bahwa sinkangnya yang sudah kuat sekali itu dapat membahayakan nyawanya sendiri, pemuda ini melampiaskan amarah dan nafsunya kepada batu karang, kemudian pukulan itu melepaskan sebagian besar tekanan pada dadanya, membuat ia muntah darah, akan tetapi nyawanya tertolong.
Sin Hong mengangguk-angguk dan membiarkan Tiang Bu menjatuhkan diri berlutut sambil menangisi kematian ayah bundanya yang biarpun hanya ayah bunda angkat, namun ia cinta seperti orang tua sendiri. “Baik sekali kau dapat menghilangkan kemarahan yang menindih hatimu, Tiang Bu. Seorang laki-laki gagah tidak saja harus berani menghadapi lawan tangguh, juga harus kuat menahan pukulan batin, harus tahan menderita. Segala apa di dunia ini memang nampak bersifat dua macam yang bertentangan, sesuai dengan hukum Im Yang (positive/ negative). Hanya orang budiman yang sudah mencapai keselarasan batin yang penglihatannya tidak membedakan unsur dua bertentangan itu. Semua diterima sama saja, penuh keyakinan bahwa segala sesuatu yang menimpa diri memang sudah semestinya demikian. Suka dan duka merupakan bumbu-bumbu hidup, kalau kita tidak tahu merasakan duka, bagaimana kenikmatan suka dapat terasa? Sekarang tenangkanlah semangatmu dan coba kau ceritakan bagaimana pengalamanmu di pulau ini.”
Mendengar wejangan Sin Hong yang amat dikaguminya itu, Tiang Bu menjadi lebih tenang. Ia lalu menceritakan semua pengalamannya sejak mendarat sampai tadi bertemu dengan Wan Sin Hong, Wan Sun, dan tosu yang bukan lain adalah Bu Kek Siansu ketua Bu-tong-pai.
Merdengar akan kamatian Cui Kong, Wan Sin Hong menarik napas panjang. “Memang sama saja. Baik atau jahat akhirnya akan mati juga. Akan tetapi kalau sudah tahu ada baik dan buruk dalam perbuatan dan langkah hidup, mengapa menjauhkan kebaikan mengejar keburukan? Cui Kong sudah meninggal dunia tinggal Liok Kong Ji. Kau kira di mana dia bersembunyi, Tiang Bu?”
“Siauwtit tak dapat menduganya. Wan-pek-pek. Orang itu memang amat licin dan penuh siasat. Aku malah khawatirkan dia sudah berhasil menyelamatkan diri, minggat dari pulau ini."
Sin Hong menggeleng kepala. “Tak mungkin. Kami sudah mengatur dan pulau ini sudah kami kurung dengan mengawasan teliti. Huang-ho Sian.jin dan kedua orang puterinya sudah selalu mengelilingi pulau dengan perahu-perahu mereka. Tak mungkin Liok Kong Ji dapat lolos kali ini. Hanya aku belum menyapaikan terima kasihku kepadamu bahwa kau telah berhasil merampas Leng-ji dari tangan Liok Kong Ji yang jahat.”
Tiang Bu merasa lega. "Syukurlah anak pek-pek sudah selamat. Sekarang dimana adik Leng Leng itu?"
Sin Hong lalu menceritakan keadaannya. Sampai penat mengelilingi Pulau Pek houw-to belum juga mereka mendapatkan jejak Liok Kong Ji. Kemudian dua rombongan mereka sudah bertemu dan berkumpul kembali tanpa hasil. Hanya mereka menjadi amat kegirangan terutama sekali Wan Sin Hong dan isterinya ketika melihat Leng Leng sudah berada di situ dibawa oleh Pak Lian dan Ang Lian.
Leng Leng segera didekap oleh ibunya, dan Wan Sin Hong dengan wajah berseri berkata kepada Pek Lian. "Pek Lian dan Ang Lian, kalian telah berjasa besar mengembalikan anakku. Tak tahu apa yang harus kulakukan untuk membalas budi kalian."
Ang Lian yang kenes itu tertawa jenaka. “Hadiah untuk enci Pek Lian hanya satu macam, asal Wan taihiap suka menjodohkannya dengan Tiang Bu, cukuplah”
"Ang Lian. tutup mulutmu!" Pek Lian membentak marah, akan tetapi mukanya menjadi merah "Wan-taihiap, harap jangan percaya mulut adikku yang lancang itu. Sebetulnya, kami enci adik mana becus merampas adik Leng dari tangan Liok Kong Ji yang lihai? Kami berdua hanya mengantarkannya saja ke sini, yang merampasnya dari tangan musuh adalah... Tiang Bu. Kami berdua berjumpa dengan dia dan dialah yang menyuruh kami membawa adik Leng ke sini sedangkan dia sendiri masih melanjutkan usahanya mencari jejak musuh-musuh kita."
"Bersama seorang gadis cantik sekali akan tetapi lengannya buntung!" Ang Lian menyambung.
"Bi Li...!” Wan Sun berseru kaget mendengar ini”
“Betul, nona itu adalah adik saudara Wan Sun ini," kata pula Ang Lian.
Mendengar ini, Wan Sin Hong segera mengajak Wan Sun dan Bu Kek Siansu untuk menyusul ke daerah batu karang itu. Kawan-kawan yang lain disuruh menanti dan secara bergiliran meronda dengan perahu agar Liok Kong Ji tidak dapat malarikan diri minggst dari pulau.
Demikianlah, setelah akhirnya rombongan tiga orang ini bertemu dengan Tiang Bu, ternyata Bi Li telah tewas dan potongan baju dikubur oleh Tiang Bu. Semua orang menjadi terharu sekali dan diam-diam tahu bahwa Tiang Bu benar-benar amat mecinta Bi Li. Wan Sin Hong merasa menyesal bukan main. Jodoh yang setimpal sekali, pikirnya. Tiang Bu dan Bi Li keduanya keturunan orang-orang jahat akan tetapi menjadi baik dalam asuhan orang-orang baik. Sayang Bi Li meninggal dalam keadaan begini menyedihkan.
"Kalau begitu penjahat Liok Kong Ji tentu masih menyembunyikan diri." kata Bu Kek Siansu yang semenjak dahulu telah menjadi musuh Liok Kong Ji. "Lebih baik sekarang kita mengerahkan tenaga untuk mencarinya. Kali ini jangan sampai iblis itu bisa meloloskan diri dari tangan kita.”
"Benar apa yang totiang katakan,” kata Sin Hong. “Tiang Bu, apakah kau hendak mencari jejak Liok Kong Ji bersama kami?”
“Biarlah, pek-pek, siauwtit mencari sendiri. Ingin siauwtit berhadapan muka satu lawan satu dengan dia!" jawab Tiang Bu gemas.
Sin Hong maklum akan perasaan hati pemuda yang mengejar-ngejar ayah sendiri ini dan maklum pula bahwa di antara semua yang berada di situ, kiranya hati Tiang Bu yang paling panas. Pula, ia percaya bahwa kepandaian Tiang Bu lebih dari cukup untuk melawan Liok Kong Ji.
"Baiklah kalau begitu. Cuma pesanku, malam nanti kalau belum juga Liok Kong Ji kita temukan, kau pergilah ke pantai selatan di mana kami semua berkumpul. Kau tentu sudah ingin bertemu dengan yang lain-lain, terutamna sekali adikmu Lee Goat yang sudah amat rinda kepadamu."
Tiang Bu mengangguk-angguk terharu sekali dan ia memandang kepada Wan Sun. "Adikku yang baik. Aku benar-benar merasa berbahagia sekali ketika mendengar bahwa Lee Goat menjadi isterimu. Dia itu adikku, kau juga adikku, benar-benar perjodohan yang amat menggirangkan hatiku."
Wan Sun hanya bisa memegang pundak Tiang Bu dan memandang tajam. Di dalam lubuk hatinya, Wan Sun menangis sedih. Alangkah akan baiknya kalau Bi Li tidak meninggal dunia dan menjadi jodoh Tiang Bu.
Mereka lalu berpisah dan tiga orang itu meninggalkan Tiang Bu yan g masih merasa enggan meninggalkan makam kekasihnya.
********************
Liok Kong Ji pandai sekali menyembunyikan diri. Memang sebelum ia diserbu oleh musuh-musuhnya, Liok Kong Ji sudah mengadakan penyelidikan di Pulau Pek-houw-to dan sudah membuat persiapan terlebih dulu. Ia sudah membuat tempat rahasia yang sukar dilihat dari luar dan di dalam tempat persembunyian ini dia sudah menyediakan bahan makan yang cukup banyak.
Orang seperti dia yang banyak musuhnya tentu saja sudah membuat persiapan kalau kalau ia terpaksa bersembunyi seperti sekarang ini. Tempat persembunyiannya itu, jangankan orang luar bahkan selir-selirnya sendiri sekalipun tidak ada yang tahu. Oleh karena itu tak seorangpun di antara selir-selir dan pelayannya dapat memberi tahu ke mana ia bersembunyi.
Usaha Wan Sin Hong dan kawan-kawannya juga usaha Tiang Bu, belum juga berhasil. Tiang Bu sudah datang ke tempat berkumpulnya Wan Sin Hong dan rombongannya. Pertemuan yang amat menggembirakan, juga amat mengharukan, terutama sekali pertemuan antara Tiang Bu dan Coa Lee Goat.
Berada di antara orang-orang gagah ini, Tiang Bu teringat akan semua pengalamannya ketika ia masih kecil dan di lubuk hatinya ia merasa kecewa sekali mengapa dia putera Liok Kong Ji yang terkenal jahat dan dimusuhi orang-orang gagah ini. Aku harus dapat membasmi Liok Kong Ji dengan kedua tanganku sendiri pikirnya, agar aku dapat mencuci noda yang didatangkan oleh orang yang mengaku ayahku itu. Juga pertemuannya dengan pasangan-pasangan seperti Wan Sin Hong dan Siok Li Hwa, Wan Sun dan Coa Lee Goat, membuat ia makin teringat kepada Bi Li dan memhuat ia berduka.
Sudah dua hari dua malam mereka berada di pulau itu dan setiap hari mencari jejak Liok Kong Ji, namun belum juga orang yang licin itu dapat mereka temukan.
“Lebih baik kita pusatkan penjagaan pada pantai saja, " Wan Sin Hong menyatakan pendapatnya. "Dan jangan kita mencari-cari lagi. Dengan sembunyi kita mengintai dan meronda di sepanjang pantai agar Liok Kong Ji mengira bahwa kita sudah pergi dari sini. Hanya dengan siasat ini kiranya ia akan keluar dari tempat sembunyinya"
Semua orang menganggap pendapat ini baik sekali, maka tidak lagi diadakan usaha mencari ke dalam pulau, melainkan penjagaan pantai diperkuat. Hal ini tidak memuaskan hati Tiang Bu dan diam diam ia menemui Wan Sin Hong katanya,
“Wan pek-pek, memang siasat pek-pek baik sekali. Akan tetapi, ijinkanlah siauwte seorang diri mencarinya dengan diam diam menanti sampai ia muncul untuk membekuknya. Mencari beramai-ramai memang amat berisik dan membuat ular itu tidak mau keluar dari sarangnya, akan tetapi kalau seorang saja yang mencari, kiraku tidak akan mengagetkan dia."
Sin Hong tahu bahwa dengan kepandaiannya yang tinggi, Tiang Bu tentu saja merupakan pengecualian. Dengan kepandaiannya itu tentu saja Tiang Bu dapat mencari tanpa terlihat oleh musuh. Maka ia menyatakan persetujuannya dan pergilah Tiang Bu dari pantai, kembali ke pedalaman pulau untuk men cari lagi.
Hal ini terdengar oleh Ciu Lee Tai dan membuat si dogol ini penasaran. “Mengapa dia diperbolehkan dan aku tidak?" katanya penasaran. “Biarpun boleh jadi Tiang Bu lihai, akan tetapi bukankah dia itu putera sejati dari Liok Kong Ji? jangan-jangan me mnyuruh dia mencari sama halnya dengan menyuruh dia memberi peringatan kepada Kong Ji ayahnya lebih berhati-hati dan jangan ke luar dari tempat persembunyiannya.”
Ucapan ini ia keluarkan di depan Ang Lian, karena sering kali dua orang muda ini bercakap, atau lebih tepat lagi. sering kali Lee Tai mencari kesempatan untuk mendekati Ang Lian pada waktu gadis ini berada seorang diri di tepi pantai.
“Huh. omongan apa ini?” bentak Ang Lian cemberut marah. "Sekali lagi kau bicara seperti itu, aku selamanya tidak mau mendengar omonganmu yang busuk lagi. Dia adalah calon cihuku (kakak iparku), kau tahu? Dan kau berani menghinanya?”
“Eh..., oh... begitukah...? Jadi... enci Pek Lian...” sungguh menggelikan sikap Lee Tai ini. Belum apa apa ia sudah menyebut enci kepada Pek Lian, biarpun usianya lebih tua dari pada Pek Lian yang baru berusia dua puluh satu tahun.
"Tutup mulut, jangan kau bicarakan hal ini kepada orang lain. Pendeknya kau tidak berhak memburukkan nama Tiang Bu. Dia itu seorang yang tinggi ilmunya, bahkan menurut Wan-bengcu, di dunia persilatan sekarang ini jarang ada orang yang dapat manandinginya. Kau ini siapa sih? Janjimu untuk menewaskan manusia iblis Liok Kong Ji juga hanya omong kosong belaka, syaratku itu masih berlaku, kau tahu? Kalau tak dapat mengalahkan Liok Kong Ji. jangan harap aku akan memperdulikanmu lagi!" Setelah berkata demikian dengan cemberut Ang Lian membalikkan tubuh dan meninggalkan Ciu Lee Tai seorang diri di atas batu-batu di pantai itu.
"Adik Ang Lian...“
Akan tetapi Ang Lian menengokpun tidak, terus pergi ke pondok di mana ia bermalam dengan Pek Lian. Rombongan ini memang membuat pondok-pondok darurat untuk melewatkan waktu malam.
"Baik," kata Lee Tai yang menjadi panas hatinya. "kau kira aku tidak dapat berusaha seperti Tiang Bu? Kau kira aku tidak bisa pergi sendiri mencari Liok Kong Ji dan menantangnya bertanding sampai selaksa jurus Ang Lian... Ang Lian... kau belum kenal adanya Kang-thouw-ciang Ciu Lee Tai!" Pemuda ini bicara seorang diri sambil menepuk-nepuk dada dan goloknya. Kemudian ia berlari ke pedalaman pulau untuk mencari Liok Kong Ji.
Ciu Lee Tai memang peenuda yang berhati keras dan bernyali besar. Dia keturunan orang gagah. Ayahnya Ciu Beng, adalah seorang piauwsu (pengawal barang) yang gagah dan terkenal di daerah Shan-tung. Juga ayahnya berwatak keras dan tak mau kalah, namun jujur den memiliki jiwa ksatria. Oleh karena wataknya yang keras, adil dan jujur inilah maka mereka banyak dimusuhi oleh penjahat-penjahat di dunia liok-lim.
Biasanya, sebagian besar piauwsu mempergunakan cara-cara halus menghadapi para perampok, yaitu dengan jalan memberi "uang jalan" atau juga disebut uang sewa jalan, pendeknya semacam cara menyuap agar perampok-perampok itu tidak mengganggu barang yang dikawalnya. Akan tetapi Ciu Beng tidak sudi melakukan cara ini. Dia mengawal mengandalkan kegagahannya, mengandalkan tajamnya golok.
"Seorang piauwsu adalah seorang pengawal dan tugas seorang piauwsu adalah mengawal dan melindungi barang kiriman dengan taruhan nyawa. Ada perampok menghadan g harus dibasmi, selain demi melindungi barang juga demi mengamankan kehidupan rakyat jelata. Ini baru gagah namanya!” Demikian Ciu Beng sering menyatakan pendapatnya.
Wataknya yang keras dan tidak mau berkompromi dengan para penjahat itu akhirnya mendatangkan malapetaka bagi rumah tangganya. Sekawanan perampok yang menaruh dendam, menyerbu rumahnya, membakar rumah itu dan di dalam pertempuran hebat Ciu Beng dan isterinya tewas terbunuh oleh orang-orang jahat, meninggalkan anak tunggal mereka yaitu Ciu Lee Tai yang baru berusia sepuluh tahun.
Ciu Lee Tai mewarisi watak ayahnya. Sejak kecil ia sudah gemar akan ilmu silat dan sudah mewarisi dasar-dasar ilmu silat ayahnya. Setelah ia menjadi yatim piatu dan harta benda ayahnya habis terbakar, ia lalu menjadi seoring bocah gelandangan, tiada sanak kadang tiada penolong. Namun sejak berusia sepuluh tahun, ia sudah memperlihatkan keteguhan hati sebagai seorang calon pendekar. Ia tidak sudi melakukan perbuatan jahat seperti mencuri dan lain-lain, tidak sudi pula mangemis makanan biarpun perutnya sudah kelaparan. Sebaliknya ia bekerja apa saja yang orang mau mempergunakan tenaganya.
Berkat kejujuran dan kerajinannya, ia dapat membawa diri, dapat memelihara diri sendiri sampai dewasa. Juga ia tidak melupakan kegemarannya akan ilmu silat. Terus ia melatih diri dan setiap kali ia mendengar akan adanya seorang guru silat yang pandai, biarpun tempatnya jauh, ia rela kehilangan pekerjaannya, meninggalkan tempatnya dan pergi ke kota tempat tinggal guru silat itu. Ia rela menjadi bujang atau penyapu lantai di rumah guru silat itu hanya untuk menerima pelajaran ilmu silat dengan cuma-cuma.
Memang bagi orang bersemangat dan bersungguh-sungguh, terbentang jalan luas menuju ke pantai cita cita. Biarpun dengan susah payah, akhirnya Ciu Lee Tai berhasil juga memiliki ilmu silat yang lumayan, bahkan ia telah mempelajari ilmu golok yang dulu menjadi andalan ayahnya. Para orang gagah di dunia kang-ouw amat suka kepadanya karena selain jujur dan ringan tangan, juga Lee Tai amat rajin. Biarpun dalam urusan lain ia nampak dogol, namun dalam mempelajari ilmu silat ia termasuk golongan pandai dan cerdik, cepat mengerti. Ini pula yang menyebabkan Wan Sin Hong sampai menurunkan beberapa macam ilmu pukulan kepadanya.
Sifat baik lain yang ada pada diri Lee Tai ada hubungannya dengan kematian ayah bundanya. Pemuda ini amat benci kepada perampok dan setiap kali ia mendengar ada perampok, ia lalu mercari dan tidak mau berhenti sebelum dapat membasmi perampok-perampok itu sampai ke akar-akarnya. Tadinya ia membabi-buta, akan tetapi pengalamannya dan pergaulannya dengan orang-orang gagah di dunia kang-ouw membuka matanya.
Sehingga dia dapat mambedakan antara perampok-perampok yang memang benar jahat dan perampok-perampok yang sebetulnya menjadi pembela-pembela rakyat, karena yang dirampok oleh mereka itu hanya pembesar-pembesar korup dan bangsawan serta hartawan keji, kemudian hasil rampokan diberikan kepada rakyat miskin. Seperti halnya Huang-ho Sian-jin, kakek yang menjadi datuk bajak ini mendapat penghargaan tinggi di mata Lee Tai. Apa lagi karena Huang ho Sian-jin adalah ayah dari Ang Lian.
Di Shantung, nama Cui Lee Tai sudah terkenal dari kegagahan serta ke jujuran dikagumi orang, biarpun di samping kekaguman ini juga orang selalu tertawa kalau bicara tentang dia karena ia dianggap lucu.
Demikianlah riwayat singkat dari Ciu Lee Tai yang sekarang pergi seorang diri ke dalam hutan di Pulau Pek-houw-to untuk mencari Liok Kong Ji. Hatinya masih panas karena ucapan-ucapan Ang Lian, gadis yang membetot hatinya itu. Karena panas ia menjadi marah dan den gan nekat ia berjalan terus memasuki hutan sambil berteriak-teriak!
"Liok Kong Ji, keluarlah kalau kau jantan. Mari bertanding selaksa jurus dengan tuanmu Kang-thouw-ciang Ciu Lee Tai!”
Sampai serak tenggorokannya dan sampai lelah kakinya, belum juga Liok Kong Ji muncul atau menjawab. Akhirnya ia menjadi marah kepada Tiang Bu ketika ia teringat akan kata-kata Ang Lian yang memuji-muji dia membela Tiang Bu sebaliknya mencelanya. Ia berteriak lagi, kini mencela nama Tiang Bu.
"Tiang Bu, kau orang apa? Hanya anak bangsat Liok Kong Ji. Mana bisa lebih lihai dari aku? Anak srigala tak mungkin menjadi domba. Bapaknya jahat anaknya tentu jahat pula!"
Makin diingat hatinya makin panas. Tiang Bu anak penjahat Liok Kong Ji bagaimana bisa diterima menjadi calon jodoh Pek Lian dan bahkan Ang Lian agaknya suka kepada Tiang Bu? Sedangkan dia keturunun orang gagah, selalu dicela oleh Ang Lian! Padahal apakah Tiang Bu itu? Mukanya tidak tampan, pendiam tak pandai bicara, agak angkuh.
“Hei. Tiang Bu! Kalau kau betul gagah dan mau membela ayahmu, kau juga majulah bersama Liok Kong Ji. Kau kira aku orang she Ciu takut dikeroyok dua??” ia berteriak-teriak seperti orang kemasukan setan untuk mengumbar kemarahan dan kemendongkolan hatinya.
Setelah keluar dari hutan itu, ia tiba lagi di pantai laut, di bagian yang penuh batu-batu karang tinggi dan aneh-aneh bentuknya. Ia lelah sekali dan mengaso, duduk di atas sebuah batu yang licin. Hatinya masih mengkal, akan tetapi juga agak bingung. Ia merasa amat lapar dan panas, untuk kembali di tempat rombongannya, ia tidak tahu jalan lagi.
"Celaka." katanya keras-keras. "Gara-gara Kong Ji dan Tiang Bu ayah anak keparat aku harus bersengsara!" Karena marah dan kesal tanpa disadarinya ia mendorong-dorong batu karang di sebelah kanannya sambil memaki-maki nama Kong-Ji.
Tiba-tiba ia berteriak kaget karena batu karang besar itu tiba-tiba berbunyi dan sebuah pintu terbuka pada batu karang itu! Ternyata bahwa ia telah mendorong dan menyentuh alat rahasia tempat persembunyian Liok Kong Ji. Sebelum hilang kagetnya, tahu-tahu ia telah berhadapan dengan seorang laki-laki tinggi kurus setengah tua yang bermata tajam bukan main. Ciu Lee Tai sampai hampir terjengkang saking kagetnya.
“Kau... kau setankah...?” tanyanya saking gugup melihat tahu-tahu ada orang di depannya.
Liok Kong Ji tertawa. Ia tadi telah mendengar makian-makian orang ini dan ia yang cerdik dapat menduga bahwa ia berhadapan dengan seorang anggauta rombongan Wan Sin Hong, seorang muda yang dogol. "Aku lebih tinggi dari pada setan, akulah penunggu pulau ini. Kau siapakah dan apa maksud kedatanganmu?”
Lee Tai kaget bukan main, ia setengah percaya setengah tidak. Penunggu pulau berarti sebangsa dewa atau iblis, bagaimana bisa muncul di tengah hari? Kalau manusia biasa, mengapa tiba-tiba keluar dari dalam batu karang?
"Aku... aku Ciu Lee Tai, hendak mencari Liok Kong Ji untuk menangkapnya,” katanya gagah.
Liok Kong Ji tertawa geli. "Kau...? Hendak menangkap Liok Kong Ji? Apa kau sudah tahu bahwa Liok Kong Ji itu kepandaiannya tinggi sekali. lebih tinggi dari pada kepandaian gurumu?"
Lee Tai menepuk dadanya "Aku tidak takut! Tak mungkin orang semacam dia lebih lihai dari guruku padahal guruku yang terakhir adalah Wan bengcu."
"Ha ha ha, orang dogol. Aku sendiri belum tentu dapat menangkan Liok Kong Ji. Hendak kulihat sampai di mana sih tingkat kepandaianmu maka kau berani menyombong berteriak menangkap Liok Kong Ji?" Tiba-tiba tangannya bergerak menampar ke depan.
Ciu Lee Tai cepat menangkis sambil mengerahkan tenaganya untuk memamerkan Kong thouw ciang (Kepalan Baja). Akan tetapi ia menangkis angin dan tahu-tahu kakinya kedua-duanya terangkat membuat ia terengkang kebelakang dan bergulingan. Kepalanya sebelah kiri benjol sebesar telur ayam karena menumbuk batu. Ia melompat berdiri sambil memandang dengan mata,
“Eh, kau pakai ilmu siluman!"
Kong Ji tersenyum mengejek, penuh hinaan dan juga geli. "Bagaimana kau bilang aku pakai ilmu siluman?"
"Kalau memang berkepandaian, adu tebalnya kulit kerasnya tulang, jangan main jegal-jegalan secara curang!” Tanpa menanti jawaban, Lee Tai menyerang lagi, kini ia memukul dengan tangan kanannya yang keras ke arah dada Kong Ji.
“Blekkk!"
Lee Tai merasakan kepalanya puyeng saking sakitnya kepalan tangan kanannya yang bertemu dengan dada Kong Ji. Mulutnya yang hendak menjerit kesakitan ia tahan-tahan, sampai ia menggigit bibirnya, pringisan seperti orang sakit mules. Tulang-tulang lengan kanannya seperti ditusuki jarum!
"Kau... kau bukan manusia..."
Kong Ji tersenyum. "Bocah bodoh, baru sekarang kau mau mengaku. Memang aku bukan manusia biasa, melainkan pertapa yang sudah ratusan tahun berada di sini. Kepandaian seperti kau miliki itu mana bisa untuk melawan Liok Kong Ji?"
Akan tetapi Lee Tai berpikir lagi. Mungkinkah ia berjumpa dengan setan? Ah, jangan-jangan ia ditipu, jangan-jangan orang in menggunakan akal untuk menerima pukulannya tadi. "Barangkali kau memakai baju besi di balik bajumu itu!”
Liok Kong Ji sudah mempunyai siasat untuk menggunakan si dogol ini, maka ia berlaku sabar sekali, tidak seperti biasanya. Kalau dalam keadaan biasa, ia tidak terjepit seperti sekarang, tentu dengan satu pukulan saja akan menghabiskan nyawa orang ini. Ia membuka bajunya, memperlihatkan dadanya yang tidak terlindung apa-apa.
"Kau masih penasaran?" tanyanya.
Lee Tai betul-betul merasa heran. Memang ia masih penasaran karena biasanya, tangannya ampuh sekali.
"Kalau kau masih penasaran, boleh kau memukul atau menendangku tiga kali lagi tanpa aku mengelak atau menengkis."
Lee Tai membelalakkan matanya. "Betul betul kau tidak akan mengelak? Bagaimana kalau aku memukul atau menendang bagian tubuhmu yang berbahaya?"
Kong Ji memang sedang berusaha menundukkan orang ini untuk dipakai pembantu menyembunyikan diri, maka ia mengangguk. "Boleh kau pukul atau tendang di mana saja. aku takkan mengelak atau menangkis. Kalau aku mengaduh sedikit saja, anggap aku kalah"
"Orang tua, kau sendiri yang menantang, Jangan bilang aku Ciu Lee Tai seorang pemuda curan g. Awas, aku akan menyerang bagian tubuhmu yang lemah, apa kau berani?"
"Serang saja, serang sampai tiga kali!" kata Kong Ji tersenyum.
Lee Tai lalu mengerahkan tenaganya dan mengirim pukulan dua kali dengan ke dua kepalan tangannya. Tangan kanannya menghantam leher sedangkan tangan kirinya menjotos lambung. Pukulan-pukulun ini hebat sekali, apa lagi pukulan tangan kirinya yang menjotos lambung karena tangan kirinya masih belum terluka, tidak seperti tangan kanannya yang sudah merah membiru akibat pukulannya pertama tadi.
"Bukk! Plak!" Berturut turut kedua kepalan tangannya mengenai sasaran dengan jitu.
Akan tetapi, seperti juga tadi, Kong Ji tidak bergeming, sebaliknya Lee Tai tak dapat menahan lagi, mengaduh-aduh dan kedua tangannya digoyang-goyangkan ke kanan kiri karena terasa sakit-sakit, linu dan panas sekali.
“Masih boleh satu kali lagi, orang muda,” kata Kong Ji.
Karena penasaran dan rasa sakit, Lee Tai menjadi marah. Kakinya menendang, tadinya hendak menendang ke arah anggauta yang paling lemah akan tetapi karena memang pada dasarnya Lee Tai bukan manusia curang ia merasa malu sendiri kalau mempergunakan kesempatan untuk membinasakan orang yang tidak berdosa, masa kakinya menyeleweng dan menendang perut.
"Blekk!”
Akibatnya hebat sekali, Lee Tai merasa kakinya seperti menendang bola baja sampai-sampai ia merasa tulang tulang kakinya merasa remuk. Sambil pringisan kesakitan ia berjingkrak-jingkrak, berloncatan dengan kaki kirinya dan mengaduh-aduh, akhirnya ia menjatuhkan diri berlutut di depan Kong Ji. Pemuda dogol ini sekarang menjadi takluk benar-benar.
"Selama hidup baru kali ini bertemu manusia sakti seperti locianpwe yang mulia. Mohon diberi petunjuk agar teecu mempunyai kepandaian seperti locianpwe dan dapat mengalahkan Liok Kong Ji"
"Ha, agaknya kau amat membenci orang she Liok itu. Ada permusuhun apakah antara kau dengan dia?" tanya Kong Ji.
“Sebetulnya teecu tidak mempunyai urusan pribadi dengan dia, hanya kekasih teecu mengajukan syarat bahwa dia mau menerima pinangan teeecu kalau teecu dapat mengalahkan Liok Kong Ji " Lee Tai yang jujur kini sudah menaruh kepercayaan seribu prosen kepada "manusia sakti" ini, maka dengan jujur iapun mengutarakan isi hatinya.
Kong Ji mengangguk-angguk. "Aku suka kepadamu dan aku mau memberi pelajaran ilmu silat dan memberi sebuah kitab yang kalau kau sudah pelajari, seribu orang Liok Kong Ji kiranya takkan mampu melawanmu."
Lee Tai girang sekali dan buru-buru ia mengangguk-anggukkan kepalanya menghaturkan terima kasih. "Teeeu bersumpah akan mentaati perintah locianpwe."
Kong Ji adalah seorang yang mempunyai tipu muslihat licik sekali. Satu kali bertemu ia sudah dapat mengenal watak Lee Tai, dan ia tahu bahwa betapapun dogolnya pemuda ini, namun kejujuran Lee Tai adalah asli dan tentu pemuda ini menolak perintahnya untuk melakukan sesuatu yang berlawanan dengan suara hatinya sendiri. Oleh karena itu ia mengambil jalan lain dan berkata,
"Permintaanku hanya satu, yaitu kau jangan bilang kepada siapapun juga tentang diriku di sini. Aku sudah puluhan tahun tidak bertemu dengan manusia, dan dengan kau aku suka memperlihatkan diri oleh karena kau berjodoh dengan aku. Maukah kau bersumpah takkan mengatakan kepada siapapun juga bahwa aku berada di sini dan takkan membuka mulut tentang pertemuan ini?”
“Teecu bersumpah takkan bicara pada siapapun juga tentang lo-cianpwe."
"Bagus, aku percaya kepadamu, karena kalau kau melanggar tentu aku akan datang mengambil nyawamu. Sekarang tentang hal lain. Tadi aku mendengar kau menyebut-nyebut nama Tiang Bu, apa kau tidak tahu bahwa Tiang Bu itu adalah anak Liok Kong Ji dan bahwa sekarang Tiang Bu membantu ayahnya itu untuk bersembunyi?”
Mata Lee Tai terbelalak kaget. “Betulkah itu, locianpwe"
"Aku selamanya tidak pernah membohong. Aku melihat sendiri betapa Tiang Bu bercakap-cakap dengan Liok Kong Ji dan sambil menangis di depan ayahnya, pemuda itu menyembunyikan Liok Kong Ji di suatu tempat yang tak mungkin didapatkan oleh orang lain. Kau tak perlu sibuk, lebih baik kau beritahukan hal ini ke pada Wan Sin Hong dan yang lain-lain agar Tiang Bu itu ditangkap dan dipaksa mengaku di mana adanya Liok Kong Ji. Tentu dia bisa memberi tahu.”
"Tentu saja! Tentu teecu akan memberitahukan kepada Wan bengcu dan yang lain-lain. Memang teecu sudah bercuriga. Mana ada srigala...”
"Sst, cukup. Tak perlu memaki di depanku. Akan tetapi, karena kau sudah bersumpah takkan menyebut-nyebut namaku, kaupun harus menceritakan bahwa kau melihat dengan matamu sendiri pertemuan antara Tiang Bu dan Liok Kong Ji. Jangan kau menyebut-nyebut tentang aku.”
“Tentu teeeu mengerti, dan teeeu akan melaksanakan semua perintah locianpwe. Hanya teecu mohon pelajaran Ilmu silat untuk melawan Liok Kong Ji.”
Kong Ji mengeluarkan sejilid kitab kuno dari saku bajunya. “Kitab ini adalah pelajaran Ilmu Pedang Swat-lian-kiam-coan-si, kalau kau mempelajarinya, ilmu pedang ini dapat membuat kau menjadi seorang sakti. Akan tetapi jangan sampai kitab ini terlihat oleh orang lain, apa lagi oleh Tiang Bu sebelum pemuda itu tertangkap. Dia amat jahat dan tentu kitab ini akan dia rampas!”
Bukan main girangnya hati Ciu Lee Tai. Ia percaya seratus prosen bahwa dengan kitab itu tentu ia akan dapat menjadi seorang sakti, dapat melawan Liok Kong Ji sehingga ia dapat diterima dengan senyum manis oleh Ang Lian. Sekali saja ia membuka kitab itu, ia mengerti bahwa itu memang sebuah kitab ilmu silat yang hebat sekali. Memang, dalam hal-hal lain Lee Tai boleh jadi dogol dan bodoh, akan tetapi dalam ilmu silat otaknya memang encer dia dapat membedakan ilmu silat yang baik. Dengan girang Lee Tai menghaturkan terima kasih. Lalu timbul kekhawatirannya kalau-kalau orang sakti ini bertemu dengan Liok Kong Ji dan menggunakan kepandaian membunuh musuh besar itu, mendahuluinya. Maka ia cepat berkata,
“Locianpwe, harap locianpwe jangan mengganggu Liok Kong Ji dulu, biar teecu mempelajari ilmu pedang ini dan teecu sendiri yang akan membekuknya!”
Dapat dibayangkan betapa geli hati Liok Kong Ji setelah mempermainkan Lee Tai mendengar ucapan ini. Akan tetapi iapun tidak berani muncul terlalu lama. Saking gelinya ia tak dapat menahan gelak tawanya dan tiba-tiba ia berkelebat lenyap dari depan Lee Tai yang tentu saja menjadi makin kagum dan heran. Ah, benar-benar dia seorang dewa, pikirnya, dan cepat-cepat menyembunyikan kitab itu ke dalam bajunya.
Lee Tai yang tadinya kegirangan itu medadak menjadi kaget dan gelisah ketika ia teringat bahwa ia berada di tengah pulau dan tidak tahu ke mana jalan untuk kembali ke tempat rombongannya! Ia sudah menjadi bingung dan tidak tahu lagi mana selatan mana utara, mana barat mana timur. Akhirnya ia mendapatkan akal juga. Rombongan itu berada di pantai pulau, kalau aku terus mengikuti sepanjang pantai masa tidak akan mendapatkan mereka?
Berpikir demikian, pemuda ini lalu cepat-cepat berjalan ke kanan, terus saja berjalan ke depan tidak membelok ke mana-mana lagi. Tentu saja akhirnya ia sampai juga ke pantai. Girang hatinya melihat air laut membiru terbentang di depannya. Ia lalu berjalan megikuti pantai dengan laut disebelah kirinya. Untuk menghilangkan kesalnya, ia kadang-kadang membuka lembaran kitab itu dan mulai mempelajari isinya. Jelek-jelek Lee Tai juga pandai membaca karena dahulu ia telah belajar pula membaca. Sayang kepandaiannya dalam hal membaca ini kurang sempurna sehingga sering kali ia harus mengasah otak untuk memecahkan arti sebuah huruf yang kelihatan asing baginya.
Selagi ia enak berjalan, tiba tiba ia mendengar suara wanita tertawa. ia cepat menengok ke kiri dan... Ang Lian dan Pek Lian mendayung perahu tak jauh dari pantai, melihat kepadanya dan tertawa-tawa.
"Hee, Ciu twako! Kau sedang mencari Liok Kong Ji atau sedang berjalan-jalan makan angin laut?" tegur Pek Lian.
Lee Tai cepat menyimpan kitabnya dan kelihatan senang bukan main, melambai-lambaikan kedua tangannya kepada dua orang gadis itu. "Enci Pek Lian dan adik Ang Lian... Kebetulan sekali berjumpa dengan kalian di sini! Aku sedang bingung bagaimana bisa kembali ke tempat romboogan kita. Enci Pek Lian, kau bawalah aku pulang...”
Pek Lian tersenyum, tidak menjawab, Ang Lian cemberut dan bertanya. "Apakah sudah bertemu dengan Liok Kong Ji?"
Lee Tai menggeleng kepala. "Belum, akan tetapi aku mendengar hal penting sekali, tentang dia dan Tiang Bu!”
Mendengar orang bicara tentang Tiang Bu, Pek Lian cepat mendayung perahu ke tepi dan meloncat ke darat, diikuti oleh Ang Lian yang menyeret perahu ke pinggir. "Mendengar hal penting apa? Lekas ceritakan. Ciu-twako." Pak Lian mendesak karena ia sudah ingin sekali mendengar tentang Tiang Bu yang pergi seorang diri mencari Liok Kong Ji. “Apa dia sudah berhasil merobohkan Liok Kong Ji?”
Muka Lee Tai menjadi pucat dan ia nampak bingung. Ia tadi ketika melihat Ang Lian menjadi begitu girang sampai ia lupa akan pesan "dewa" itu. Sekarang ditanya oleh Pak Lian, ia tidak dapat segera menjawab. Bagaimana ia bisa menerangkan tanpa menyebut orang sakti itu? Untuk berbohong bahwa dia melihat sendiri pertemuan antara Tiang Bu dan Liok Kong Ji, ia tak sanggup. Selamanya Lee Tai memang tidak biasa membohong.
“Aku mendengar dari orang lain.” katanva jujur. Akhirnya ia mengambil keputusan untuk mengaku saja mendengar dari orang lain tanpa menyinggung orang sakti itu. “Aku mendengar bahwa Tiang Bu sudah mengadakan pertemuan dengan Liok Kong Ji. Tiang Bu agaknya ingat kepada ayahnya yang sejati dan menghianati kita, ia bantu menyembunyikan Liok Kong Ji!"
"Tak mungkin...!" Pe k Lien membentak keras sampai Lee Tai menjadi kaget.
Ang Lian meloncat maju menghadapi Lee Tai. Sepasang mata gadis ini yang bening dan tajam menatap wajah Lee Tai penuh selidik dan pertanyaan, membuat hati pemuda itu berdebar-debar keras. "Kau bicara sembarangan apa lagi? Mana bisa Tiang Bu menyembunyikan iblis itu? Tiang Bu mencari-cari untuk membunuhnya.
"Apa anehnya?” jawab Lee Tai. "Hal itu sudah sewajarnya. Bukankah Liok Kong Ji itu ayahnya?”
"Apa kau melihat sendiri hal itu?” desak Ang Lian.
Lee Tai menjadi bingung. “Tidak, aku aku mendengar dari orang lain."
"Bodoh, mau percaya saja. Siapa orang yang bilang kepadamu?"
Lee Tai makin bingung. Biarpun ia agak dogol, akan tetapi pemuda ini berhati keras dalam hal kejujuran dan kesetiaan. Biarpun terhadap Ang Lian ia mau dan rela melakukan apa saja, bahkan kalau perlu mengorbankan nyawanya, akan tetapi dalam hal melanggar janji apa lagi sumpah, ia pantang!
"Aku mendengar dari orang lain dan... dan aku tidak bisa mengatakan siapa orang itu... Aku tidak mengenalnya."
“Kau... kau bohong!” Pak Lian membentak marah...