Kim Lan memandang dengan senang dan sikap Han Sin ini menambah rasa sukanya kepada pemuda yang pandai membawa diri itu. Kalau Han Sin memilih untuk memanggul Kui Ji, maka kesannya tentu lain. Ia pun cepat mengangkat tubuh Kui Ji yang lemas dan memanggulnya. Tiga orang yang tidak waras otaknya itu memaki-maki di sepanjang perjalanan, akan tetapi karena mereka tidak mampu menggerakkan kaki tangan mereka, mereka pun tidak dapat berbuat sesuatu.
Setelah tiba di rumah besar sederhana itu, mereka lalu merebahkan tiga orang gila itu di atas pembaringan. Han Sin mengeluarkan tiga pembaringan dari dalam kamar dan menjajarkan tiga tempat tidur di ruangan tengah dan di situlah tiga orang itu direbahkan. Dengan demikian, Kim Lan akan lebih mudah mengobati mereka dalam waktu yang bersamaan.
"Tolong jaga mereka, aku akan mencari air...“ kata Kim Lan.
Han Sin mengangguk dan gadis itu lalu pergi ke bagian belakang rumah itu, mencari dapur karena disana tentu ada persediaan air minum keluarga itu. Ketika ia memasuki dapur rumah itu, ia mengerutkan alisnya dan hidungnya yang macung itu berkembang kempis karena ia mencium sesuatu yang baunya aneh dan keras. Kemudian setelah mencari-cari, ia menemukan sumber bau itu, di atas tanah, tumbuh banyak sekali jamur yang warnanya merah darah.
Kim Lan tertarik sekali, lalu berjongkok memeriksa jamur-jamur itu dan ia lalu mengangguk-angguk. Kini mengertilah ia mengapa keluarga itu menjadi gila. Gurunya pernah bercerita kepadanya tentang jamur darah ini, semacam jamur langkah yang mengandung racun.
Racun jamur merah ini dapat membikin orang yang memakannya menjadi mabok dan lama kelamaan menjadi kacau pikirannya. Akan tetapi menurut gurunya, jamur darah ini rasanya memang lezat sekali. Kim Lan mencabut sebatang jamur, lalu setelah menemukan tempat air dan membawa air sepanci dan membawa pula sebuah mangkok kosong, ia kembali keruangan tengah.
“Aku telah menemukan sebab dari kegilaan mereka...“ katanya lembut kepada Han Sin sambil menyerahkan sebatang jamur merah itu.
Han Sin menerima jamur itu dan memeriksanya dengan heran. Belum pernah dia melihat jamur dengan warna seperti itu. Merah darah.
“jamur apakah ini?” tanyannya sambil memandang kepada gadis itu.
“Namanya jamur darah yang rasanya lezat. Kalau orang mebiasakan diri makan jamur ini, lambat laun pikirannya akan menjadi kacau. Akan tetapi mudah-mudahan saja aku akan dapat menyembuhkan mereka...“
Kim Lan mengeluarkan sebungkus obat bubuk berwarna kuning, menuang sedikit obat itu ke dalam mangkok lalu mencampurnya dengan air seperampat mangkok. “Saudara Cian, tolong kau minumkan ini kepada kakek itu. Tentu dia akan menolak, akan tetapi buka mulutnya dan tuangkan semua isinya sampai memasuki perutnya...“
Han Sin menerima mangkok itu dan menghampiri Kui Mo. Kakek gila ini memandang kepadanya dengan mata melotot, “Kau bocah gila, mau apa kau?”
“Paman yang baik, Nona Kim Lan yang budiman ini ak an mengobati engkau sekeluarga, maka silahkan minum obat ini...“
“Tidak, aku tidak sudi. Minum obat! Ha-ha-ha, aku tidak sakit, minumlah sendiri...!“
Akan tetapi dengan tangan kirinya. Han Sin memegang rahang Kui Mo dan memaksanya membuka mulut, lalu dituangkan isi mangkok kedalam mulutnya. Kui Mo tersedak-sedak dan terbatuk-batuk, akan tetapi semua obat itu tertelan olehnya.
“Ugh-ugh, bocah gila. Kubunuh engkau...!“ Dia memaki-maki.
Kim Lan lalu memaksa pula Liu Si dan Kui Ji minum obat dari mangkok, Tak lama kemudian, ketiga orang ini sudah terkulai lemas dalam keadaan pingsan atau tertidur. Kiranya obat yang ia berikan kepada keluarga gila itu adalah semacam obat bius yang kuat sekali.
“Kenapa mereka harus dibikin tidak sadar?” Han Sin bertanya heran.
“Mereka adalah orang-orang yang pikirannya kacau. Kalau tidak di bius dulu, mereka tentu akan melawan pengobatan itu sendiri. Nah, sekarang tolong kau buka baju kakek itu. Cukup asal kelihatan pundak dan tengkuknya saja...“ kata Kim Lan sambil mempersiapkan jarum-jarum emas dan peraknya.
Han Sin membuka baju atas Kui Mo, menurunkannya sedikit agar pundak dan tengkuknya terbuka, sedangkan Kim Lan menurunkan baju atas Kui Ji dan ibunya, Liu Si. Set elah itu, dengan hati-hati namun cekat an sekali, Kim Lan mulai menancapkan jarum-jarumnya pada pelipis, atas kepala, tengkuk dan dada mereka. Sampai habis semua jarumnya di tancapkan di tubuh atas mereka. Lalu secara bergiliran ia menjepit jarum dengan ibu jari dan telunjuknya, menggetarkan sejenak.
Setelah itu, ia duduk menanti dan hanya memandang kepada tiga orang yang rebah seperti orang tidur itu. Suasana menjadi hening dan sejak tadi Han Sin mengamati dengan hati kagum. Gadis itu melakukan penusukan jarum-jarum dengan gerakan yang demikian mantap tanpa ragu sedikit pun dan ini hanya menunjukkan bahwa gadis itu telah mahir sekali dengan cara pengobatan itu. Setelah melihat gadis itu duduk, tidak bicara apapun dan sama sekali tidak menoleh kepadanya, Han Sin tidak dapat menahan hatinya untuk tenggelam ke dalam keheningan itu.
“Nona Kim Lan, berapa lamakah mereka akan pulas dan apakah pengobatan ini akan dapat menyembuhkan mereka?”
Kim Lan menoleh dan dua pasang mata bertemu pandang. Pandang mata gadis itu demikian lembut dan bibirnya yang merah basah itu tersenyum penuh kesabaran. Wajah itu demikian cantik dan agung sehingga untuk kesekian kalinya Han Sin terpesona. Akan tetapi wajah seperti itu tidak menimbulkan gairah rangsangan birahi, melainkan membuat orang tunduk dan menaruh hormat.
“Obat bius yang mereka minum tadi kuat sekali dan sebelum tiga jam, mereka tidak akan sadar. Sementara itu, penusukan jarum-jarum ini akan membuka jalan darah mereka. Dalam obat bius tadi juga terdapat obat penawar racun yang kuat. Melihat bahwa mereka telah memiliki sin-kang yang kuat, maka sekali mereka dapat sadar kembali, dengan sin-kang mereka itu mereka akan dapat mengusir pengaruh racun itu dari tubuh mereka.
“Dan mereka akan sembuh?”
“Kalau Tuhan menghendaki...“ jawaban ini membuat Han Sin tertegun. Gadis ini pandai sekali akan tetapi ia rendah hati dan bersandar kepada Tuhan!
“Apa maksudmu mengat akan kalau Tuhan menghendaki...?” Han Sin sengaja memancing.
“Kalau Tuhan menghendaki, tidak ada penyakit yang tidak dapat disembuhkan, akan tetapi kalau Tuhan menghendaki pula, tidak ada obat yang dapat menyembuhkan suatu penyakit. Semua bergantung kepadaNya...“
Mendengar pendapat yang sama dengan yang selama ini dia pelajari dari gurunya, Han Sin menjadi semakin tertarik. “Nona Kim Lan, bukankah obat -obat untuk menyembuhkan penyakit itu ditemukan oleh manusia dan penyembuhan juga dilakukan oleh manusia menggunakan obat-obat tertentu?“
“Benar, memang manusia berkewajiban untuk berusaha menjaga kesehatannya dan menyembuhkan penyakit. Akan tetapi keputusan terakhir berada di tangan Tuhan dan manusia tidak mungkin dapat mengubah keputusan itu. Semua usaha dan sepak terjang manusia, baru akan menghasilkan suat u kebaikan kalau di dukung dan di bimbing kekuasaan Tuhan...“
“Aih, Nona Kim Lan. Engkau bicara seperti seorang pendeta saja!“ kata Han Sin kagum.
Kim Lan tersenyum. “kehidupan adalah pengalaman setiap orang manusia, apakah untuk mengenalnya kita harus lebih dulu menjadi pendeta? Saudara Cian Han Sin, setiap orang sepatutnya menyadari akan kekuasaan T uhan yang berada di dalam dan diluar dirinya, yang menguasai dan mengatur segala yang nampak...“
Kalau wajah dan sikap gadis itu sudah mendatangkan kekagumannya, kini ucapan gadis itu membuat Han Sin menghormatinya. Dia bangkit dari kursinya dan memberi hormat. "Pandangan hidup yang diucapkan nona sungguh tepat dan menganggumkan, aku menaruh hormat yang mendalam...“
Kim Lan masih tersenyum. “Sudahlah, saudara Cian, engkau sendiri seorang pendekar yang gagah perkasa dan budiman, tentu sudah mengetahui akan semua itu. Engkau pandai dan lihai akan tetapi rendah hati. Akupun kagum padamu. Nah, sekarang kita harus bersiap-siap untuk meninggalkan mereka...“
“Meninggalkan mereka?“ tanya Han Sin heran.
“Tentu saja. Apakah engkau ingin melihat mereka terbangun dalam keadaan sadar bahwa mereka berpakaian aneh-aneh dan bersikap tidak wajar? Mereka tentu akan merasa malu sekali. Aku akan meninggalkan surat untuk menjelaskan semua keadaan mereka agar mereka tidak menjadi bingung. Sementara itu, harap engkau suka pergi ke dapur dan mencabuti dan membuang jauh-jauh semua jamur darah itu...“
Han Sin mengerti apa yang dimaksudkan gadis itu dan diapun mengangguk. “Baik, akan kubasmi semua jamur berbahaya itu...“
Han Sin pergi kebelakang dan mudah saja baginya untuk menemukan jamur yang tumbuh di sudut belakang dapur itu. Dicabutinya semua jamur merah itu, dimasukkan dalam sebuah keranjang besar yang terdapat di situ. Setelah semua jamur habis dia cabuti, dia lalu membawa keranjang itu keluar melalui pintu dapur dan membuangnya ke dalam jurang yang dalam, kemudian dia kembali ke ruangan tengah dimana Kim Lan baru saja selesai menulis sehelai surat.
Surat itu ia letakkan di atas meja dan dari tempat dia berdiri Han Sin dapat melihat betapa indahnya coretan tulisan tangan gadis itu. Mereka lalu melepaskan semua ikatan tiga orang itu.
“Nah, sekarang kita harus pergi. Kalau kita berada di sini sewaktu mereka terbangun dalam keadaan sadar, hal ini tentu akan membuat mereka malu sekali dan mungkin akan membuat mereka menjadi bingung, bahkan marah. Dari sini, kita harus berpisah, saudara Han Sin...“
“Berpisah,“ Han Sin tertegun “Mengapa harus berpisah nona?”
“Tentu saja, kita harus melanjutkan perjalanan kita masing-masing..."
Han Sin tersenyum. “Aih, nona mengapa kita harus berpisah. Kita dapat melakukan perjalanan bersama. Aku masih ingin bersamamu lebih lama lagi, ingin lebih mengenalmu...“
Rasa kagumnya itu jelas nampak dalam pandang matanya. Kim Lan menundukkan mukanya, “Tidak baik bagi kita untuk melakukan perjalanan bersama, saudara Han Sin dan engkau tentu mengetahui itu. Seorang gadis melakukan perjalanan bersama seorang pemuda, bagaimanakah akan anggapan orang terhadap kita? Pula kita memiliki tugas kita masing-masing. Engkau seorang pendekar, tentu akan selalu berusaha membela kebenaran dan keadilan, membela yang tertindas dan menentang yang jahat. Sedangkan aku sebagai seorang yang mengerti akan ilmu pengobatan, aku akan berusaha menolong dan mengobati orang-orang yang menderita sakit..."
Tiba-tiba Han Sin teringat akan tugasnya mencari Pedang Naga Hitam dan mencari pembunuh ayahnya di utara. Dia menghela napas panjang dan berkata, “baiklah, kalau begitu nona. Akan tetapi tugasku mengharuskan aku pergi ke daerah Shansi di utara, kalau kebetulan engkau juga menuju ke sana, apa salahnya kita melakukan perjalanan berdua? Dengan demikian, maka kita dapat saling membantu dan tentu akan lebih aman. Adapun mengenai pendapat orang, hal ini tidaklah penting. Yang penting kita menyadari sepenuhnya bahwa kita tidak melakukan sesuatu yang tidak pantas...“
“Aku tidak sedang menuju ke utara, melainkan ke timur. Jalan kita bersimpang, saudara Han Sin. Karena itu selamat berpisah, kita harus cepat pergi sebelum mereka sadar...“ gadis itu sudah mengambil buntalan pakaiannya, lalu melangkah ke pintu.
“Nanti dulu nona. Ada satu hal lagi, sebuah permintaan dan kuharap engkau suka memenuhi permintaanku ini...“
“Permintaan apakah? Kalau hal itu pantas dan dapat kulakukan, tentu aku tidak keberatan untuk memenuhinya...“
“Aku minta agar kita berdua menjadi sahabat. Maukah engkau menerimaku sebagai seorang sahabat...?”
Kim Lan tersenyum manis, “Kita sudah bekerjsama dan sudah menjadi sahabat, bukan?”
“Jadi engkau menganggap aku seorang sahabat mu?”
“Tentu saja...“
“Kalau begitu, mengapa kita masih bersungkan-sungkan satu sama lain? Bagaimana kalau kita saling menyebut kakak dan adik? Setujukah engkau..?“
“Tentu saja aku setuju..."
“Bagus! Nah, mulai sekarang aku akan menyebut mu Lan-moi...“
“Dan aku menyebut mu, Sin-ko...“
Han Sin tertawa gembira. “Selamat berpisah, Lan-moi, selamat jalan dan sampai bertemu kembali...“ Dia mengangkat kedua tangan depan dada.
“Selamat jalan dan selamat berpisah, Sin-ko...“ kata gadis itu dan cepat sekali ia berkelebat keluar dari rumah itu.
Han Sin juga mengambil buntalan pakaiannya, akan tetapi sebelum keluar dari rumah itu, dia tertarik melihat tulisan yang indah dari Kim Lan, maka diapun membawa surat yang ditinggalkan Kim Lan untuk keluarga itu.
Salam bahagia, kami mendapatkan kenyataan bahwa kalian bertiga keracunan hebat oleh jamur darah yang membuat kalian kehilangan akal dan bersikap tidak wajar. Kami telah membasmi jamur darah itu dari dapur dan mengobati kalian, mudah-mudahan pengobatan kami dapat menyembuhkan kalian. Kalau kalian sembuh, tidak usah mencari kami dan berterima kasihlah kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
Demikian bunyi tulisan itu, tanpa disebutkan nama penulisnya. Han Sin tersenyum. Kalau keluarga itu nanti sadar dan sudah waras kembali, tentu mereka bingung dan heran sekali keadaan pakaian dan tempat tinggal mereka. Dan dengan membaca surat itu mereka akan menyadari apa yang telah terjadi dengan mereka. Kim Lan memang cerdik, dan rendah hati. Kiranya sukar menemukan seorang gadis seperti Kim Lan. Sayang, gadis itu telah meninggalkannya. Dia ingin sekali mengetahui asal usul gadis itu, mendengar tentang riwayat hidupnya, dan siapa pula gurunya.
Han Sin melihat Kui Mo mulai menggerakkan tubuhnya dan cepat dia melompat keluar ruangan dan rumah itu dan menggunakan ilmu berlari cepat untuk menuruni bukit itu menuju ke utara.
Sementara itu, Kui Mo yang lebih dulu sadar dari pembiusan itu. Karena memang dia memiliki sin-kang paling kuat di antara mereka bertiga. Dia mengeluh lirih, menguap dan bangkit duduk, menggosok kedua matanya seperti orang baru bangun dari tidurnya. Pertama-tama yang terlihat olehnya adalah pakaiannya. Dia meloncat turun dari pembaringan sambil memeriksa seluruh pakaiannya. Dia terheran-heran.
“Kenapa aku memakai pakaian seperti ini?” gerutunya dan dia kini memandang sekeliling. Dilihatnya Liu Si dan Ku i Ji terlentang diatas pembaringan masih-masing. Dia terkejut dan sekali bergerak dia sudah mendekati pembaringan mereka. Dia menotok beberapa jalan darah di tengkuk isterinya dan totokan itu membantu Liu Si memperoleh kesadarannya kembali. Wanita itupun bangkir duduk, memandang kepada Kui Mo dengan mata terbelalak.
“Kau...?“ Kemudian ia menundingkan telunjuknya ke arah tubuh suaminya. “Kenapa engku memakai pakaian seperti itu?”
Kui Mo menjawab. “Lihat pakaianmu sendiri itu...!“
Ketika Liu Si melihat pakaiannya, ia pun meloncat turun dari atas pembaringan. “Apa yang telah terjadi? Bagaimana ini? Dan dimana anak kita...?“
“Ia rebah di sana...“ kata suaminya dan mereka berdua menghampiri gadis yang masih tidur itu. Mereka lalu menotok jalan darah Kui Ji dan menyadarkannya.
Seperti ayah ibunya, Kui Ji juga terheran-heran melihat pakaian mereka. “Ayah, Ibu! Apa yang terjadi? Kita ini berada dimana dan rumah siapa ini? Pakaian kita ini... ahhh...!“
“Tenanglah, Kui Ji, sesuatu yang hebat telah terjadi pada kami...“ kata Kui Mo.
Kui Ji menghampiri meja dan hendak duduk, akan tetapi ia melihat sehelai surat itu dan bersru, “Ayah, Ibu, ini ada sehelai surat!“
Mereka bertiga lalu membacanya, dan setelah membaca, ketiganya duduk di kursi menghadapi meja itu dengan bengong.
"Kita keracunan jamur darah? Kehilangan akal dan bersikap tidak wajar? Apa yang dimaksudkan penulis surat ini? Apakah kita telah menjadi gila?” Kui Mo berkata penasaran.
“Hemmm, melihat pakaian kita ini, memang pantas kalau kita di anggap gila. Akan tetapi, apa yang terjadi sesungguhnya? Ingat, ketika kita melarikan diri dari selatan, setelah Kerajaan Sung ditaklukan Kerajaan Sui, kita menyamar sebagai pengungsi dan berpindah-pindah tempat agar jangan di kenal orang. Dan yang terakhir sekali... rasanya kita tinggal dalam sebuah guha, di sebuah diantara puncak-puncak Hoa-San, bahkan tidak jauh dari perkumpulan Hwa-li-san yang terdiri dari wanita-wanita gagah...“ kata Liu Si mengingat-ingat.
“Ah, samar-samar aku ingat sekarang!“ kata Kui Ji sambil memejamkan matanya, mengingat-ingat. “Disekitar puncak bukit itu pemandangannya amat indah, banyak sekali kembang beraneka warna. Kita semua merasa senang tinggal di situ...“
“Benar, akupun ingat sekarang. Kita memilih tempat itu untuk menjadi tempat tinggal dan kita menebangi pohon dan bambu untuk membuat rumah ini. Ya, aku ingat. Dan ketika kita membangun rumah, kita menemukan jamur kemerahan yang sedap baunya. Kita mencoba untuk memasaknya dan ternyata rasanya gurih dan lezat seperti daging ayam! Ya, kita setiap hari memasak jamur merah itu...“ kata Kui Mo.
“Agaknya itulah jamur merah yang dimaksudkan penulis surat ini...“ sambung isterinya.
“Dan akibatnya kita kehilangan akal, kehilangan kesadaran dan hidup seperti orang-orang yang tidak waras pikirannya. Kita menjadi seperti orang -orang gila...!“ kata Kui Mo. “Ya, Tuhan! Apa saja yang kita lakukan ketika kita dalam keadaan seperti itu?”
“Aku tidak ingat lagi, sama sekali tidak ingat...“ kata isterinya.
“Aku juga tidak ingat ayah...“ kata Kui Ji.
Kui Mo menghela napas panjang dan melihat rambutnya yang riap-riapan. “Aihhh, sungguh mengerikan. Juga rambut mu itu, dan rambut Kui Ji... ah, kita hidup seperti binatang buas. Entah, sudah berapa bulan atau berapa tahun kita hidup seperti itu...“
“Ayah, seingatku kita menyimpan banyak pakaian ketika kita tiba di guha itu...“
“Kau benar! Mari kita cari guha itu, agaknya tidak jauh dari sini...“
Mereka bertiga keluar dari rumah itu dan segera mengenal tempat itu yang di tumbuhi banyak pohon dan kembang. Setelah mereka ingat, mudah saja mereka dapat menemukan guha itu dan ternyata di dalam guha itu mereka dapat menemukan pakaian mereka dalam keadaan masih utuh. Juga sekantung emas dan perak yang dahulu menjadi bekal mereka ketika mengungsi ke utara.
Kui Mo ini sebetulnya bernama Ouw Yung Mo, seorang bangsawan Kerajaan Sun di selatan yang telah di tundukkan oleh Kaisar Yang Chien. Dia adalah putera dari Kok-su (Penasehat Negara) Ouw Yang Kok-su dari Kerajaan Sun. Dia telah mewarisi semua ilmu silat yang tinggi dari ayahnya. Ketika Kerajaan Sun di serbu pasukan Sui dan dikalahkan, Ouyang Mo mengajak isterinya dan puterinya untuk melarikan diri. Karena dia khawatir kalau-kalau dia dia di kenal sebagai putera Ouw yang Kok-su, maka dia mengubah nama marganya menjadi Kui.
Setelah meninggalkan daerah Sun, dia berpindah-pindah dan akhirnya tiba di Hwa-san. Sungguh sial nasib keluarganya, di sini mereka menemukan jamur darah dan memasaknya, memakannya setiap hari sehingga ketiganya menjadi seperti orang gila dan hidup seperti itu selama hampir dua tahun.
Setelah di obati oleh Kim Lan mereka sembuh kembali, akan tetapi mereka tidak ingat lagi apa yang mereka lakukan selama mereka berada dalam keadaan sint ing itu. Hal ini menguntungkan bagi mereka, karena kalau mereka ingat akan semua sepak terjang mereka selama mereka sinting, tentu mereka akan merasa malu. Terutama Kui Ji yang memaksa Han Sin menjadi suaminya. Padahal, ia adalah seorang gadis yang terpelajar, seperti gadis-gadis bangsawan pada umumnya.
Setelah bertukar pakaian, dengan pakaian mereka yang biasa, yaitu pakaian rakyat biasa, bukan pakaian bangsawan, mereka membawa semua barang itu ke dalam rumah besar sederhana itu dan mereka bertiga duduk di kursi menghadapi meja untuk membicarakan keadaan mereka.
“sekarang jelaslah sudah...“ kata Kui Mo atau Ouw yang Mo. “Kita kehilangan akal setelah makan jamur darah, agaknya dalam keadaan sinting itu kita melanjutkan bangunan ini. Kita sudah lupa akan guha tempat tinggal kita dimana kita meninggalkan barang-barang itu...“
“Akan tetapi, bagaimana kita tahu-tahu memakai baju berkembang-kembang yang potongannya aneh itu...?“ tanya Kui Ji. Setelah kini membersihkan diri dan menggelung rambutnya gadis ini nampak cantik sekali.
“Agaknya begini...“ kata ibunya. “Diluar terdapat banyak sekali bunga yang indah-indah dan agaknya pemandangan itu amat mempengaruhi batin kita yang kacau. Dengan ilmu kepandaian kita, tidak sukar bagi kita untuk mendapatkan kain berkembang-kebamg yang kita ambil dari toko kain di dusun atau kota kaki pegunungan ini dan dalam keadaan sinting itu tentu saja kita membuat pakaian asal jadi saja...“
“Jadi kita telah melakukan pencurian, ibu?” tanya Kui Ji sambil memandang kepada ibunya dengan mata terbelalak. Sukar ia membayangkan pergi bersama ayah ibunya untuk mencuri kain bahan pakaian!
“Kalaupun kita melakukannya, hal ini kita lakukan diluar kesadaran kita selagi kita dalam keadaan sinting karena pengaruh jamur darah...“ ayah menghibur. “Akan tetapi yang membuat hatiku penasaran, siapakah penulis surat ini yang telah mengobati kita sampai sembuh? Aku ingin sekali dapat bertemu untuk menghaturkan terima kasih..."
Liu Si mengambil surat itu dari meja dan mengamati tulisan itu. Hemmm, tidak salah lagi, penulisnya tentulah seorang wanita, begini lembut dan rapi...“
“Ayah, orang yang mampu mengobati kita tentulah seorang yang memiliki ilmu pengobatan yang tinggi. Apakah ayah tidak dapat menduga siapa orang yang memiliki kepandaian seperti itu...?“
Kui Mo menghela napas panjang. “Memang, yang mampu mengobati kita tentu orang yang bukan saja memiliki ilmu pengobatan tinggi, akan tetapi juga ilmu silat yang tinggi. Lihat saja, dipembaringan kita masih terdapat tali-tali sutera agaknya ketika di obati, orang itu menangkap kita lebih dulu dengan kepandaian silatnya. Kalau tidak, mana mungkin kita yang sedang sinitng mau dia obati? Dan seingatku orang yang memiliki ilmu pengobatan dan ilmu silat tinggi tidaklah banyak. Pernah di utara dunia kang-ouw mengenal seorang hwe-sio yang aneh dan dia memiliki ilmu pengobatan dan ilmu silat yang tinggi, nama julukannya Siauw-bin Yok-sian (Dewa Obat Muka Tertawa)...“
“Akan tetapi tidak mungkin surat ini di tulis oleh tangan seorang pria...“ Liu si membantah.
“Itulah yang membingungkan. Mungkin yang menolong kita tidak hanya satu orang karena betapapun lihainya Siauw-bin Yok-sian, bagaimana mungkin dia mampu menangkap kita bertiga sekaligus...?”
Tiga orang itu termenung dan tiba-tiba Kui Ji berseru. “Ah, ayah dan ibu. Kenapa kita t idak menanyakan kepada Hwa-li-pang? Yang paling dekat dengan tempat ini dan merupakan pusat perkumpulan orang gagah hanyalah Hwa-li-pang. Sangat boleh jadi mereka mengetahui siapa penolong kita...“
Kui Mo bangkit berdiri dan bertepuk tangan. “Ah, benar juga. Kenapa aku melupakan hal itu? Andaikata mereka t midak mengetahuipun, mungkin orang yang menolong kita itu singgah di sana. Mari kita pergi berkunjung ke Hwa-li-pang...“
Demikianlah, keluarga itu berlari cepat meninggalkan tempat itu dan menuju ke Hwa-li-pang yang berada di lereng bukit depan. Kini mereka sama sekali berubah. Tidak lagi mengenakan pakaian menyolok berkembang-kembang, tidak lagi bersikap liar, bahwa Kui Mo dan Liu Si masih belum dapat meninggalkan sama sekali sikap mereka yang berwibawa sebagai orang bangsawan.
Pek Mau To Kouw merasa lega dan girang sekali ketika keluarga gila itu meninggalkan Hwa-li-pang. Akan tetapi ada sesuatu yang menjadi ganjalan di hatinya, yang membuatnya kecewa, yaitu perginya Kim Lan gadis berpakaian putih itu dari Hwa-li-pang dengan tiba-tiba. Gadis itulah yang telah menolong Hwa-li-pang terbebas dari kekuasaan keluarga gila yang pergi dengan kemauan mereka sendiri sehingga tidak marah kepada Hwa-li-pang.
Siasat yang dilakukan gadis itu berhasil dengan baik dan Pek Mau To Kouw merasa kagum sekali kepada gadis itu. Ia ingin mengenalnya lebih dekat, bertanya siapa guru gadis yang lemah lembut dan cerdik itu. Akan tetapi sayang sekali, setelah keluarga gila itu pergi tanpa pamit, gadis itupun lolos tidak diket ahui kemana perginya. Akan tetapi hal ini bahkan menambah kekagumannya.
Lolosnya gadis itu secara diam-diam setelah usaha pertolongannya terhadap Hwa-li-pang berhasil menunjukkan bahwa gadis itu tidak ingin di puji-puji. Perbuatannya yang menolong itu sama sekali tanpa pamrih! Beberpa hari kemudian, selagi Pak Mau To Kouw duduk di ruangan dalam, dua orang anggota Hwa-li-pang tergopoh-gopoh datang menghadapnya.
“Hemmm, tenangkan hati kalian, apa yang terjadi maka kalian bingung dan takut?”
“Celaka pang-cu, mereka datang lagi...!“ kata seorang diantara mereka.
Pek Mau To Kouw memandang kepada mereka penuh selidik. “Mereka siapa...?” tanyanya, sikapnya masih tenang.
“Mereka... keluarga gila itu, pang-cu. Mereka datang lagi dan mencari pang-cu...“
Wajah Pek Mau To Kouw berubah dan alisnya berkerut. “Hemmmm, mereka datang lagi? Jangan gugup, cepat beritahu semua anggota Hwa-li-pang agar bersiap-siap. Kita tidak dapat mengalah terus. Sekali ini aku terpaksa melawan dengan mengerahkan seluruh anggota Hwa-li-pang. Cepat laksanakan perintahku...!“
“Baik, pang-cu...“ dua orang anggota itu cepat pergi.
Dan Pek Mau To Kouw sendiri membawa kebutannya yang berbulu merah, segera keluar untuk menyambut keluarga gila itu. Ia melihat para anggota dalam keadaan panik dan ketakutan. Ketika t miba di depan rumah induk, ia melihat mereka bertiga sudah berdiri di sana. Pek Mau To Kouw tertegun, keheranan. Akan tetapi ia terus menghampiri mereka dan kini ia sudah berhadapan dengan mereka.
Tiga orang itu segera mengangkat kedua tangan ke depan dada memberi hormat dan Kui Mo bertanya dengan suara dan sikap menghormat. “Apakah toa-nio yang menjadi pang-cu dari Hwa-li-pang?”
Pek Mau To Kouw tentu saja merasa terkejut dan heran bukan main. Cepat-cepat ia membalas penghormatan mereka dan mendengar pertanyaan itu ia berkata, “Siancai... saya memang pang-cu dari dari Hwa-li-pang. Dan sam-wi (anda bertiga) ini... siapakah?”
Ia sengaja melayani, sikap mereka yang seolah tidak mengenalnya. Padahal ia tentu saja segera mengenal tiga orang itu sebagai keluarga gila walaupun kini pakaian mereka tidak aneh-aneh dan rambut mereka juga disisir rapi.
Kui Mo menjawab, “saya bernama Kui Mo, isteri saya ini bernama Liu Si dan ini puteri kami Kui Ji...“
Pek Mau To Kouw benar-benar tertegun keheranan. Bagaimana mungkin dalam waktu beberapa hari saja tiga orang keluarga gila ini tiba-tiba menjadi sembuh dan pulih seperti orang-orang biasa...?
“Keperluan apakah yang membawa Kui-sicu bertiga berkunjung ke tempat kami?“ tanya to-kouw itu.
“Kami sengaja berkunjung untuk minta tolong kepada pang-cu agar dapat memberitahu kepada kami tenatang orang yang telah menolong keluarga kami..."
Kini yakinlah hati Pek Mau To Kouw bahwa tiga orang ini memang benar keluarga gila yang agaknya telah sembuh dari kegilaan mereka dan tidak ingat lagi apa yang telah mereka lakukan selama mereka gila. Ia melihat para anggota Hwa-li-pang sudah berkerumun di situ, siap dengan senjata mereka untuk mengeroyok keluarga gila itu.
Ia merasa tidak enak dan memberi isyarat dengan tangan agar mereka itu mengundurkan diri, kemudian ia berkata dengan sikap ramah kepada Kui Mo. “Kui-sicu bertiga, sebaiknya kalau hendak membicarakan sesuatu, kita bicara di dalam saja. Silahkan, harap sam-wi suka masuk dan bicara di dalam ruangan tamu...“
“Terima kasih...“ kata tiga orang tamu itu yang melangkah mengikuti to-kouw itu memasuki sebuah ruangan dan di sana mereka dipersilahkan duduk. Seorang anggota Hwa-li-pang segera datang membawa hidangan minuman teh.
“Nah, sekarang dapat sicu ceritakan, bantuan apa yang kiranya dapat kami berikan...“ kata Pek Mau To Kouw ramah.
“Kami mencari seorang pendekar kang-ouw yang pandai dalam ilmu pengobatan. Barangkali dia singgah ke sini atau pang-cu mengenalnya. Terus terang saja kami sekeluarga tadinya berada dalam keadaan sakit parah sekali. Kami telah di tolong oleh pendekar itu, diobati sampai sembuh kemudian dia pergi dan kami bertiga sudah tidak ingat lagi siapa dia. Maklumlah bahwa tadinya kami sakit yang membuat kami tidak ingat apa-apa lagi.
Pek Mau To Kouw mengangguk-angguk, mengerti dan dapat menduga apa yang telah terjadi. “Siancai...! apakah sam-wi sama sekali lupa apa yang terjadi sebelumnya? Lupa apa yang telah sam-wi lakukan selama ini...?“
Setelah tiba di rumah besar sederhana itu, mereka lalu merebahkan tiga orang gila itu di atas pembaringan. Han Sin mengeluarkan tiga pembaringan dari dalam kamar dan menjajarkan tiga tempat tidur di ruangan tengah dan di situlah tiga orang itu direbahkan. Dengan demikian, Kim Lan akan lebih mudah mengobati mereka dalam waktu yang bersamaan.
"Tolong jaga mereka, aku akan mencari air...“ kata Kim Lan.
Han Sin mengangguk dan gadis itu lalu pergi ke bagian belakang rumah itu, mencari dapur karena disana tentu ada persediaan air minum keluarga itu. Ketika ia memasuki dapur rumah itu, ia mengerutkan alisnya dan hidungnya yang macung itu berkembang kempis karena ia mencium sesuatu yang baunya aneh dan keras. Kemudian setelah mencari-cari, ia menemukan sumber bau itu, di atas tanah, tumbuh banyak sekali jamur yang warnanya merah darah.
Kim Lan tertarik sekali, lalu berjongkok memeriksa jamur-jamur itu dan ia lalu mengangguk-angguk. Kini mengertilah ia mengapa keluarga itu menjadi gila. Gurunya pernah bercerita kepadanya tentang jamur darah ini, semacam jamur langkah yang mengandung racun.
Racun jamur merah ini dapat membikin orang yang memakannya menjadi mabok dan lama kelamaan menjadi kacau pikirannya. Akan tetapi menurut gurunya, jamur darah ini rasanya memang lezat sekali. Kim Lan mencabut sebatang jamur, lalu setelah menemukan tempat air dan membawa air sepanci dan membawa pula sebuah mangkok kosong, ia kembali keruangan tengah.
“Aku telah menemukan sebab dari kegilaan mereka...“ katanya lembut kepada Han Sin sambil menyerahkan sebatang jamur merah itu.
Han Sin menerima jamur itu dan memeriksanya dengan heran. Belum pernah dia melihat jamur dengan warna seperti itu. Merah darah.
“jamur apakah ini?” tanyannya sambil memandang kepada gadis itu.
“Namanya jamur darah yang rasanya lezat. Kalau orang mebiasakan diri makan jamur ini, lambat laun pikirannya akan menjadi kacau. Akan tetapi mudah-mudahan saja aku akan dapat menyembuhkan mereka...“
Kim Lan mengeluarkan sebungkus obat bubuk berwarna kuning, menuang sedikit obat itu ke dalam mangkok lalu mencampurnya dengan air seperampat mangkok. “Saudara Cian, tolong kau minumkan ini kepada kakek itu. Tentu dia akan menolak, akan tetapi buka mulutnya dan tuangkan semua isinya sampai memasuki perutnya...“
Han Sin menerima mangkok itu dan menghampiri Kui Mo. Kakek gila ini memandang kepadanya dengan mata melotot, “Kau bocah gila, mau apa kau?”
“Paman yang baik, Nona Kim Lan yang budiman ini ak an mengobati engkau sekeluarga, maka silahkan minum obat ini...“
“Tidak, aku tidak sudi. Minum obat! Ha-ha-ha, aku tidak sakit, minumlah sendiri...!“
Akan tetapi dengan tangan kirinya. Han Sin memegang rahang Kui Mo dan memaksanya membuka mulut, lalu dituangkan isi mangkok kedalam mulutnya. Kui Mo tersedak-sedak dan terbatuk-batuk, akan tetapi semua obat itu tertelan olehnya.
“Ugh-ugh, bocah gila. Kubunuh engkau...!“ Dia memaki-maki.
Kim Lan lalu memaksa pula Liu Si dan Kui Ji minum obat dari mangkok, Tak lama kemudian, ketiga orang ini sudah terkulai lemas dalam keadaan pingsan atau tertidur. Kiranya obat yang ia berikan kepada keluarga gila itu adalah semacam obat bius yang kuat sekali.
“Kenapa mereka harus dibikin tidak sadar?” Han Sin bertanya heran.
“Mereka adalah orang-orang yang pikirannya kacau. Kalau tidak di bius dulu, mereka tentu akan melawan pengobatan itu sendiri. Nah, sekarang tolong kau buka baju kakek itu. Cukup asal kelihatan pundak dan tengkuknya saja...“ kata Kim Lan sambil mempersiapkan jarum-jarum emas dan peraknya.
Han Sin membuka baju atas Kui Mo, menurunkannya sedikit agar pundak dan tengkuknya terbuka, sedangkan Kim Lan menurunkan baju atas Kui Ji dan ibunya, Liu Si. Set elah itu, dengan hati-hati namun cekat an sekali, Kim Lan mulai menancapkan jarum-jarumnya pada pelipis, atas kepala, tengkuk dan dada mereka. Sampai habis semua jarumnya di tancapkan di tubuh atas mereka. Lalu secara bergiliran ia menjepit jarum dengan ibu jari dan telunjuknya, menggetarkan sejenak.
Setelah itu, ia duduk menanti dan hanya memandang kepada tiga orang yang rebah seperti orang tidur itu. Suasana menjadi hening dan sejak tadi Han Sin mengamati dengan hati kagum. Gadis itu melakukan penusukan jarum-jarum dengan gerakan yang demikian mantap tanpa ragu sedikit pun dan ini hanya menunjukkan bahwa gadis itu telah mahir sekali dengan cara pengobatan itu. Setelah melihat gadis itu duduk, tidak bicara apapun dan sama sekali tidak menoleh kepadanya, Han Sin tidak dapat menahan hatinya untuk tenggelam ke dalam keheningan itu.
“Nona Kim Lan, berapa lamakah mereka akan pulas dan apakah pengobatan ini akan dapat menyembuhkan mereka?”
Kim Lan menoleh dan dua pasang mata bertemu pandang. Pandang mata gadis itu demikian lembut dan bibirnya yang merah basah itu tersenyum penuh kesabaran. Wajah itu demikian cantik dan agung sehingga untuk kesekian kalinya Han Sin terpesona. Akan tetapi wajah seperti itu tidak menimbulkan gairah rangsangan birahi, melainkan membuat orang tunduk dan menaruh hormat.
“Obat bius yang mereka minum tadi kuat sekali dan sebelum tiga jam, mereka tidak akan sadar. Sementara itu, penusukan jarum-jarum ini akan membuka jalan darah mereka. Dalam obat bius tadi juga terdapat obat penawar racun yang kuat. Melihat bahwa mereka telah memiliki sin-kang yang kuat, maka sekali mereka dapat sadar kembali, dengan sin-kang mereka itu mereka akan dapat mengusir pengaruh racun itu dari tubuh mereka.
“Dan mereka akan sembuh?”
“Kalau Tuhan menghendaki...“ jawaban ini membuat Han Sin tertegun. Gadis ini pandai sekali akan tetapi ia rendah hati dan bersandar kepada Tuhan!
“Apa maksudmu mengat akan kalau Tuhan menghendaki...?” Han Sin sengaja memancing.
“Kalau Tuhan menghendaki, tidak ada penyakit yang tidak dapat disembuhkan, akan tetapi kalau Tuhan menghendaki pula, tidak ada obat yang dapat menyembuhkan suatu penyakit. Semua bergantung kepadaNya...“
Mendengar pendapat yang sama dengan yang selama ini dia pelajari dari gurunya, Han Sin menjadi semakin tertarik. “Nona Kim Lan, bukankah obat -obat untuk menyembuhkan penyakit itu ditemukan oleh manusia dan penyembuhan juga dilakukan oleh manusia menggunakan obat-obat tertentu?“
“Benar, memang manusia berkewajiban untuk berusaha menjaga kesehatannya dan menyembuhkan penyakit. Akan tetapi keputusan terakhir berada di tangan Tuhan dan manusia tidak mungkin dapat mengubah keputusan itu. Semua usaha dan sepak terjang manusia, baru akan menghasilkan suat u kebaikan kalau di dukung dan di bimbing kekuasaan Tuhan...“
“Aih, Nona Kim Lan. Engkau bicara seperti seorang pendeta saja!“ kata Han Sin kagum.
Kim Lan tersenyum. “kehidupan adalah pengalaman setiap orang manusia, apakah untuk mengenalnya kita harus lebih dulu menjadi pendeta? Saudara Cian Han Sin, setiap orang sepatutnya menyadari akan kekuasaan T uhan yang berada di dalam dan diluar dirinya, yang menguasai dan mengatur segala yang nampak...“
Kalau wajah dan sikap gadis itu sudah mendatangkan kekagumannya, kini ucapan gadis itu membuat Han Sin menghormatinya. Dia bangkit dari kursinya dan memberi hormat. "Pandangan hidup yang diucapkan nona sungguh tepat dan menganggumkan, aku menaruh hormat yang mendalam...“
Kim Lan masih tersenyum. “Sudahlah, saudara Cian, engkau sendiri seorang pendekar yang gagah perkasa dan budiman, tentu sudah mengetahui akan semua itu. Engkau pandai dan lihai akan tetapi rendah hati. Akupun kagum padamu. Nah, sekarang kita harus bersiap-siap untuk meninggalkan mereka...“
“Meninggalkan mereka?“ tanya Han Sin heran.
“Tentu saja. Apakah engkau ingin melihat mereka terbangun dalam keadaan sadar bahwa mereka berpakaian aneh-aneh dan bersikap tidak wajar? Mereka tentu akan merasa malu sekali. Aku akan meninggalkan surat untuk menjelaskan semua keadaan mereka agar mereka tidak menjadi bingung. Sementara itu, harap engkau suka pergi ke dapur dan mencabuti dan membuang jauh-jauh semua jamur darah itu...“
Han Sin mengerti apa yang dimaksudkan gadis itu dan diapun mengangguk. “Baik, akan kubasmi semua jamur berbahaya itu...“
Han Sin pergi kebelakang dan mudah saja baginya untuk menemukan jamur yang tumbuh di sudut belakang dapur itu. Dicabutinya semua jamur merah itu, dimasukkan dalam sebuah keranjang besar yang terdapat di situ. Setelah semua jamur habis dia cabuti, dia lalu membawa keranjang itu keluar melalui pintu dapur dan membuangnya ke dalam jurang yang dalam, kemudian dia kembali ke ruangan tengah dimana Kim Lan baru saja selesai menulis sehelai surat.
Surat itu ia letakkan di atas meja dan dari tempat dia berdiri Han Sin dapat melihat betapa indahnya coretan tulisan tangan gadis itu. Mereka lalu melepaskan semua ikatan tiga orang itu.
“Nah, sekarang kita harus pergi. Kalau kita berada di sini sewaktu mereka terbangun dalam keadaan sadar, hal ini tentu akan membuat mereka malu sekali dan mungkin akan membuat mereka menjadi bingung, bahkan marah. Dari sini, kita harus berpisah, saudara Han Sin...“
“Berpisah,“ Han Sin tertegun “Mengapa harus berpisah nona?”
“Tentu saja, kita harus melanjutkan perjalanan kita masing-masing..."
Han Sin tersenyum. “Aih, nona mengapa kita harus berpisah. Kita dapat melakukan perjalanan bersama. Aku masih ingin bersamamu lebih lama lagi, ingin lebih mengenalmu...“
Rasa kagumnya itu jelas nampak dalam pandang matanya. Kim Lan menundukkan mukanya, “Tidak baik bagi kita untuk melakukan perjalanan bersama, saudara Han Sin dan engkau tentu mengetahui itu. Seorang gadis melakukan perjalanan bersama seorang pemuda, bagaimanakah akan anggapan orang terhadap kita? Pula kita memiliki tugas kita masing-masing. Engkau seorang pendekar, tentu akan selalu berusaha membela kebenaran dan keadilan, membela yang tertindas dan menentang yang jahat. Sedangkan aku sebagai seorang yang mengerti akan ilmu pengobatan, aku akan berusaha menolong dan mengobati orang-orang yang menderita sakit..."
Tiba-tiba Han Sin teringat akan tugasnya mencari Pedang Naga Hitam dan mencari pembunuh ayahnya di utara. Dia menghela napas panjang dan berkata, “baiklah, kalau begitu nona. Akan tetapi tugasku mengharuskan aku pergi ke daerah Shansi di utara, kalau kebetulan engkau juga menuju ke sana, apa salahnya kita melakukan perjalanan berdua? Dengan demikian, maka kita dapat saling membantu dan tentu akan lebih aman. Adapun mengenai pendapat orang, hal ini tidaklah penting. Yang penting kita menyadari sepenuhnya bahwa kita tidak melakukan sesuatu yang tidak pantas...“
“Aku tidak sedang menuju ke utara, melainkan ke timur. Jalan kita bersimpang, saudara Han Sin. Karena itu selamat berpisah, kita harus cepat pergi sebelum mereka sadar...“ gadis itu sudah mengambil buntalan pakaiannya, lalu melangkah ke pintu.
“Nanti dulu nona. Ada satu hal lagi, sebuah permintaan dan kuharap engkau suka memenuhi permintaanku ini...“
“Permintaan apakah? Kalau hal itu pantas dan dapat kulakukan, tentu aku tidak keberatan untuk memenuhinya...“
“Aku minta agar kita berdua menjadi sahabat. Maukah engkau menerimaku sebagai seorang sahabat...?”
Kim Lan tersenyum manis, “Kita sudah bekerjsama dan sudah menjadi sahabat, bukan?”
“Jadi engkau menganggap aku seorang sahabat mu?”
“Tentu saja...“
“Kalau begitu, mengapa kita masih bersungkan-sungkan satu sama lain? Bagaimana kalau kita saling menyebut kakak dan adik? Setujukah engkau..?“
“Tentu saja aku setuju..."
“Bagus! Nah, mulai sekarang aku akan menyebut mu Lan-moi...“
“Dan aku menyebut mu, Sin-ko...“
Han Sin tertawa gembira. “Selamat berpisah, Lan-moi, selamat jalan dan sampai bertemu kembali...“ Dia mengangkat kedua tangan depan dada.
“Selamat jalan dan selamat berpisah, Sin-ko...“ kata gadis itu dan cepat sekali ia berkelebat keluar dari rumah itu.
Han Sin juga mengambil buntalan pakaiannya, akan tetapi sebelum keluar dari rumah itu, dia tertarik melihat tulisan yang indah dari Kim Lan, maka diapun membawa surat yang ditinggalkan Kim Lan untuk keluarga itu.
Salam bahagia, kami mendapatkan kenyataan bahwa kalian bertiga keracunan hebat oleh jamur darah yang membuat kalian kehilangan akal dan bersikap tidak wajar. Kami telah membasmi jamur darah itu dari dapur dan mengobati kalian, mudah-mudahan pengobatan kami dapat menyembuhkan kalian. Kalau kalian sembuh, tidak usah mencari kami dan berterima kasihlah kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
Demikian bunyi tulisan itu, tanpa disebutkan nama penulisnya. Han Sin tersenyum. Kalau keluarga itu nanti sadar dan sudah waras kembali, tentu mereka bingung dan heran sekali keadaan pakaian dan tempat tinggal mereka. Dan dengan membaca surat itu mereka akan menyadari apa yang telah terjadi dengan mereka. Kim Lan memang cerdik, dan rendah hati. Kiranya sukar menemukan seorang gadis seperti Kim Lan. Sayang, gadis itu telah meninggalkannya. Dia ingin sekali mengetahui asal usul gadis itu, mendengar tentang riwayat hidupnya, dan siapa pula gurunya.
Han Sin melihat Kui Mo mulai menggerakkan tubuhnya dan cepat dia melompat keluar ruangan dan rumah itu dan menggunakan ilmu berlari cepat untuk menuruni bukit itu menuju ke utara.
Sementara itu, Kui Mo yang lebih dulu sadar dari pembiusan itu. Karena memang dia memiliki sin-kang paling kuat di antara mereka bertiga. Dia mengeluh lirih, menguap dan bangkit duduk, menggosok kedua matanya seperti orang baru bangun dari tidurnya. Pertama-tama yang terlihat olehnya adalah pakaiannya. Dia meloncat turun dari pembaringan sambil memeriksa seluruh pakaiannya. Dia terheran-heran.
“Kenapa aku memakai pakaian seperti ini?” gerutunya dan dia kini memandang sekeliling. Dilihatnya Liu Si dan Ku i Ji terlentang diatas pembaringan masih-masing. Dia terkejut dan sekali bergerak dia sudah mendekati pembaringan mereka. Dia menotok beberapa jalan darah di tengkuk isterinya dan totokan itu membantu Liu Si memperoleh kesadarannya kembali. Wanita itupun bangkir duduk, memandang kepada Kui Mo dengan mata terbelalak.
“Kau...?“ Kemudian ia menundingkan telunjuknya ke arah tubuh suaminya. “Kenapa engku memakai pakaian seperti itu?”
Kui Mo menjawab. “Lihat pakaianmu sendiri itu...!“
Ketika Liu Si melihat pakaiannya, ia pun meloncat turun dari atas pembaringan. “Apa yang telah terjadi? Bagaimana ini? Dan dimana anak kita...?“
“Ia rebah di sana...“ kata suaminya dan mereka berdua menghampiri gadis yang masih tidur itu. Mereka lalu menotok jalan darah Kui Ji dan menyadarkannya.
Seperti ayah ibunya, Kui Ji juga terheran-heran melihat pakaian mereka. “Ayah, Ibu! Apa yang terjadi? Kita ini berada dimana dan rumah siapa ini? Pakaian kita ini... ahhh...!“
“Tenanglah, Kui Ji, sesuatu yang hebat telah terjadi pada kami...“ kata Kui Mo.
Kui Ji menghampiri meja dan hendak duduk, akan tetapi ia melihat sehelai surat itu dan bersru, “Ayah, Ibu, ini ada sehelai surat!“
Mereka bertiga lalu membacanya, dan setelah membaca, ketiganya duduk di kursi menghadapi meja itu dengan bengong.
"Kita keracunan jamur darah? Kehilangan akal dan bersikap tidak wajar? Apa yang dimaksudkan penulis surat ini? Apakah kita telah menjadi gila?” Kui Mo berkata penasaran.
“Hemmm, melihat pakaian kita ini, memang pantas kalau kita di anggap gila. Akan tetapi, apa yang terjadi sesungguhnya? Ingat, ketika kita melarikan diri dari selatan, setelah Kerajaan Sung ditaklukan Kerajaan Sui, kita menyamar sebagai pengungsi dan berpindah-pindah tempat agar jangan di kenal orang. Dan yang terakhir sekali... rasanya kita tinggal dalam sebuah guha, di sebuah diantara puncak-puncak Hoa-San, bahkan tidak jauh dari perkumpulan Hwa-li-san yang terdiri dari wanita-wanita gagah...“ kata Liu Si mengingat-ingat.
“Ah, samar-samar aku ingat sekarang!“ kata Kui Ji sambil memejamkan matanya, mengingat-ingat. “Disekitar puncak bukit itu pemandangannya amat indah, banyak sekali kembang beraneka warna. Kita semua merasa senang tinggal di situ...“
“Benar, akupun ingat sekarang. Kita memilih tempat itu untuk menjadi tempat tinggal dan kita menebangi pohon dan bambu untuk membuat rumah ini. Ya, aku ingat. Dan ketika kita membangun rumah, kita menemukan jamur kemerahan yang sedap baunya. Kita mencoba untuk memasaknya dan ternyata rasanya gurih dan lezat seperti daging ayam! Ya, kita setiap hari memasak jamur merah itu...“ kata Kui Mo.
“Agaknya itulah jamur merah yang dimaksudkan penulis surat ini...“ sambung isterinya.
“Dan akibatnya kita kehilangan akal, kehilangan kesadaran dan hidup seperti orang-orang yang tidak waras pikirannya. Kita menjadi seperti orang -orang gila...!“ kata Kui Mo. “Ya, Tuhan! Apa saja yang kita lakukan ketika kita dalam keadaan seperti itu?”
“Aku tidak ingat lagi, sama sekali tidak ingat...“ kata isterinya.
“Aku juga tidak ingat ayah...“ kata Kui Ji.
Kui Mo menghela napas panjang dan melihat rambutnya yang riap-riapan. “Aihhh, sungguh mengerikan. Juga rambut mu itu, dan rambut Kui Ji... ah, kita hidup seperti binatang buas. Entah, sudah berapa bulan atau berapa tahun kita hidup seperti itu...“
“Ayah, seingatku kita menyimpan banyak pakaian ketika kita tiba di guha itu...“
“Kau benar! Mari kita cari guha itu, agaknya tidak jauh dari sini...“
Mereka bertiga keluar dari rumah itu dan segera mengenal tempat itu yang di tumbuhi banyak pohon dan kembang. Setelah mereka ingat, mudah saja mereka dapat menemukan guha itu dan ternyata di dalam guha itu mereka dapat menemukan pakaian mereka dalam keadaan masih utuh. Juga sekantung emas dan perak yang dahulu menjadi bekal mereka ketika mengungsi ke utara.
Kui Mo ini sebetulnya bernama Ouw Yung Mo, seorang bangsawan Kerajaan Sun di selatan yang telah di tundukkan oleh Kaisar Yang Chien. Dia adalah putera dari Kok-su (Penasehat Negara) Ouw Yang Kok-su dari Kerajaan Sun. Dia telah mewarisi semua ilmu silat yang tinggi dari ayahnya. Ketika Kerajaan Sun di serbu pasukan Sui dan dikalahkan, Ouyang Mo mengajak isterinya dan puterinya untuk melarikan diri. Karena dia khawatir kalau-kalau dia dia di kenal sebagai putera Ouw yang Kok-su, maka dia mengubah nama marganya menjadi Kui.
Setelah meninggalkan daerah Sun, dia berpindah-pindah dan akhirnya tiba di Hwa-san. Sungguh sial nasib keluarganya, di sini mereka menemukan jamur darah dan memasaknya, memakannya setiap hari sehingga ketiganya menjadi seperti orang gila dan hidup seperti itu selama hampir dua tahun.
Setelah di obati oleh Kim Lan mereka sembuh kembali, akan tetapi mereka tidak ingat lagi apa yang mereka lakukan selama mereka berada dalam keadaan sint ing itu. Hal ini menguntungkan bagi mereka, karena kalau mereka ingat akan semua sepak terjang mereka selama mereka sinting, tentu mereka akan merasa malu. Terutama Kui Ji yang memaksa Han Sin menjadi suaminya. Padahal, ia adalah seorang gadis yang terpelajar, seperti gadis-gadis bangsawan pada umumnya.
Setelah bertukar pakaian, dengan pakaian mereka yang biasa, yaitu pakaian rakyat biasa, bukan pakaian bangsawan, mereka membawa semua barang itu ke dalam rumah besar sederhana itu dan mereka bertiga duduk di kursi menghadapi meja untuk membicarakan keadaan mereka.
“sekarang jelaslah sudah...“ kata Kui Mo atau Ouw yang Mo. “Kita kehilangan akal setelah makan jamur darah, agaknya dalam keadaan sinting itu kita melanjutkan bangunan ini. Kita sudah lupa akan guha tempat tinggal kita dimana kita meninggalkan barang-barang itu...“
“Akan tetapi, bagaimana kita tahu-tahu memakai baju berkembang-kembang yang potongannya aneh itu...?“ tanya Kui Ji. Setelah kini membersihkan diri dan menggelung rambutnya gadis ini nampak cantik sekali.
“Agaknya begini...“ kata ibunya. “Diluar terdapat banyak sekali bunga yang indah-indah dan agaknya pemandangan itu amat mempengaruhi batin kita yang kacau. Dengan ilmu kepandaian kita, tidak sukar bagi kita untuk mendapatkan kain berkembang-kebamg yang kita ambil dari toko kain di dusun atau kota kaki pegunungan ini dan dalam keadaan sinting itu tentu saja kita membuat pakaian asal jadi saja...“
“Jadi kita telah melakukan pencurian, ibu?” tanya Kui Ji sambil memandang kepada ibunya dengan mata terbelalak. Sukar ia membayangkan pergi bersama ayah ibunya untuk mencuri kain bahan pakaian!
“Kalaupun kita melakukannya, hal ini kita lakukan diluar kesadaran kita selagi kita dalam keadaan sinting karena pengaruh jamur darah...“ ayah menghibur. “Akan tetapi yang membuat hatiku penasaran, siapakah penulis surat ini yang telah mengobati kita sampai sembuh? Aku ingin sekali dapat bertemu untuk menghaturkan terima kasih..."
Liu Si mengambil surat itu dari meja dan mengamati tulisan itu. Hemmm, tidak salah lagi, penulisnya tentulah seorang wanita, begini lembut dan rapi...“
“Ayah, orang yang mampu mengobati kita tentulah seorang yang memiliki ilmu pengobatan yang tinggi. Apakah ayah tidak dapat menduga siapa orang yang memiliki kepandaian seperti itu...?“
Kui Mo menghela napas panjang. “Memang, yang mampu mengobati kita tentu orang yang bukan saja memiliki ilmu pengobatan tinggi, akan tetapi juga ilmu silat yang tinggi. Lihat saja, dipembaringan kita masih terdapat tali-tali sutera agaknya ketika di obati, orang itu menangkap kita lebih dulu dengan kepandaian silatnya. Kalau tidak, mana mungkin kita yang sedang sinitng mau dia obati? Dan seingatku orang yang memiliki ilmu pengobatan dan ilmu silat tinggi tidaklah banyak. Pernah di utara dunia kang-ouw mengenal seorang hwe-sio yang aneh dan dia memiliki ilmu pengobatan dan ilmu silat yang tinggi, nama julukannya Siauw-bin Yok-sian (Dewa Obat Muka Tertawa)...“
“Akan tetapi tidak mungkin surat ini di tulis oleh tangan seorang pria...“ Liu si membantah.
“Itulah yang membingungkan. Mungkin yang menolong kita tidak hanya satu orang karena betapapun lihainya Siauw-bin Yok-sian, bagaimana mungkin dia mampu menangkap kita bertiga sekaligus...?”
Tiga orang itu termenung dan tiba-tiba Kui Ji berseru. “Ah, ayah dan ibu. Kenapa kita t idak menanyakan kepada Hwa-li-pang? Yang paling dekat dengan tempat ini dan merupakan pusat perkumpulan orang gagah hanyalah Hwa-li-pang. Sangat boleh jadi mereka mengetahui siapa penolong kita...“
Kui Mo bangkit berdiri dan bertepuk tangan. “Ah, benar juga. Kenapa aku melupakan hal itu? Andaikata mereka t midak mengetahuipun, mungkin orang yang menolong kita itu singgah di sana. Mari kita pergi berkunjung ke Hwa-li-pang...“
Demikianlah, keluarga itu berlari cepat meninggalkan tempat itu dan menuju ke Hwa-li-pang yang berada di lereng bukit depan. Kini mereka sama sekali berubah. Tidak lagi mengenakan pakaian menyolok berkembang-kembang, tidak lagi bersikap liar, bahwa Kui Mo dan Liu Si masih belum dapat meninggalkan sama sekali sikap mereka yang berwibawa sebagai orang bangsawan.
********************
Pek Mau To Kouw merasa lega dan girang sekali ketika keluarga gila itu meninggalkan Hwa-li-pang. Akan tetapi ada sesuatu yang menjadi ganjalan di hatinya, yang membuatnya kecewa, yaitu perginya Kim Lan gadis berpakaian putih itu dari Hwa-li-pang dengan tiba-tiba. Gadis itulah yang telah menolong Hwa-li-pang terbebas dari kekuasaan keluarga gila yang pergi dengan kemauan mereka sendiri sehingga tidak marah kepada Hwa-li-pang.
Siasat yang dilakukan gadis itu berhasil dengan baik dan Pek Mau To Kouw merasa kagum sekali kepada gadis itu. Ia ingin mengenalnya lebih dekat, bertanya siapa guru gadis yang lemah lembut dan cerdik itu. Akan tetapi sayang sekali, setelah keluarga gila itu pergi tanpa pamit, gadis itupun lolos tidak diket ahui kemana perginya. Akan tetapi hal ini bahkan menambah kekagumannya.
Lolosnya gadis itu secara diam-diam setelah usaha pertolongannya terhadap Hwa-li-pang berhasil menunjukkan bahwa gadis itu tidak ingin di puji-puji. Perbuatannya yang menolong itu sama sekali tanpa pamrih! Beberpa hari kemudian, selagi Pak Mau To Kouw duduk di ruangan dalam, dua orang anggota Hwa-li-pang tergopoh-gopoh datang menghadapnya.
“Hemmm, tenangkan hati kalian, apa yang terjadi maka kalian bingung dan takut?”
“Celaka pang-cu, mereka datang lagi...!“ kata seorang diantara mereka.
Pek Mau To Kouw memandang kepada mereka penuh selidik. “Mereka siapa...?” tanyanya, sikapnya masih tenang.
“Mereka... keluarga gila itu, pang-cu. Mereka datang lagi dan mencari pang-cu...“
Wajah Pek Mau To Kouw berubah dan alisnya berkerut. “Hemmmm, mereka datang lagi? Jangan gugup, cepat beritahu semua anggota Hwa-li-pang agar bersiap-siap. Kita tidak dapat mengalah terus. Sekali ini aku terpaksa melawan dengan mengerahkan seluruh anggota Hwa-li-pang. Cepat laksanakan perintahku...!“
“Baik, pang-cu...“ dua orang anggota itu cepat pergi.
Dan Pek Mau To Kouw sendiri membawa kebutannya yang berbulu merah, segera keluar untuk menyambut keluarga gila itu. Ia melihat para anggota dalam keadaan panik dan ketakutan. Ketika t miba di depan rumah induk, ia melihat mereka bertiga sudah berdiri di sana. Pek Mau To Kouw tertegun, keheranan. Akan tetapi ia terus menghampiri mereka dan kini ia sudah berhadapan dengan mereka.
Tiga orang itu segera mengangkat kedua tangan ke depan dada memberi hormat dan Kui Mo bertanya dengan suara dan sikap menghormat. “Apakah toa-nio yang menjadi pang-cu dari Hwa-li-pang?”
Pek Mau To Kouw tentu saja merasa terkejut dan heran bukan main. Cepat-cepat ia membalas penghormatan mereka dan mendengar pertanyaan itu ia berkata, “Siancai... saya memang pang-cu dari dari Hwa-li-pang. Dan sam-wi (anda bertiga) ini... siapakah?”
Ia sengaja melayani, sikap mereka yang seolah tidak mengenalnya. Padahal ia tentu saja segera mengenal tiga orang itu sebagai keluarga gila walaupun kini pakaian mereka tidak aneh-aneh dan rambut mereka juga disisir rapi.
Kui Mo menjawab, “saya bernama Kui Mo, isteri saya ini bernama Liu Si dan ini puteri kami Kui Ji...“
Pek Mau To Kouw benar-benar tertegun keheranan. Bagaimana mungkin dalam waktu beberapa hari saja tiga orang keluarga gila ini tiba-tiba menjadi sembuh dan pulih seperti orang-orang biasa...?
“Keperluan apakah yang membawa Kui-sicu bertiga berkunjung ke tempat kami?“ tanya to-kouw itu.
“Kami sengaja berkunjung untuk minta tolong kepada pang-cu agar dapat memberitahu kepada kami tenatang orang yang telah menolong keluarga kami..."
Kini yakinlah hati Pek Mau To Kouw bahwa tiga orang ini memang benar keluarga gila yang agaknya telah sembuh dari kegilaan mereka dan tidak ingat lagi apa yang telah mereka lakukan selama mereka gila. Ia melihat para anggota Hwa-li-pang sudah berkerumun di situ, siap dengan senjata mereka untuk mengeroyok keluarga gila itu.
Ia merasa tidak enak dan memberi isyarat dengan tangan agar mereka itu mengundurkan diri, kemudian ia berkata dengan sikap ramah kepada Kui Mo. “Kui-sicu bertiga, sebaiknya kalau hendak membicarakan sesuatu, kita bicara di dalam saja. Silahkan, harap sam-wi suka masuk dan bicara di dalam ruangan tamu...“
“Terima kasih...“ kata tiga orang tamu itu yang melangkah mengikuti to-kouw itu memasuki sebuah ruangan dan di sana mereka dipersilahkan duduk. Seorang anggota Hwa-li-pang segera datang membawa hidangan minuman teh.
“Nah, sekarang dapat sicu ceritakan, bantuan apa yang kiranya dapat kami berikan...“ kata Pek Mau To Kouw ramah.
“Kami mencari seorang pendekar kang-ouw yang pandai dalam ilmu pengobatan. Barangkali dia singgah ke sini atau pang-cu mengenalnya. Terus terang saja kami sekeluarga tadinya berada dalam keadaan sakit parah sekali. Kami telah di tolong oleh pendekar itu, diobati sampai sembuh kemudian dia pergi dan kami bertiga sudah tidak ingat lagi siapa dia. Maklumlah bahwa tadinya kami sakit yang membuat kami tidak ingat apa-apa lagi.
Pek Mau To Kouw mengangguk-angguk, mengerti dan dapat menduga apa yang telah terjadi. “Siancai...! apakah sam-wi sama sekali lupa apa yang terjadi sebelumnya? Lupa apa yang telah sam-wi lakukan selama ini...?“