KETIKA rombongan tiba di perahu besar di mana diadakan pesta, Lili dan Sin Wan melihat betapa penjagaan amat ketat, baik di tepi sungai mau pun di sekitar perahu besar, dijaga oleh perahu-perahu yang ditumpangi banyak prajurit pasukan keamanan yang mengawal Pangeran Mahkota dari kota raja.
Melihat ini, dua orang muda itu merasa lega dan mereka heran. Bahaya apa yang dapat mengancam kedua orang bangsawan itu, yang telah dikurung rapat oleh penjagaan ketat? Siapakah yang dapat menghampiri perahu besar tanpa tertahan oleh penjagaan pasukan yang begitu kuatnya? Agaknya Jenderal Shu Ta dan Jenderal Yauw Ti terlalu berlebihan, pikir mereka.
Para penjaga di perahu memeriksa surat jalan yang diberikan oleh kepala daerah kota Cin-an kepada kepala rombongan, mencocokkan jumlah peserta dan sama sekali tidak menaruh curiga terhadap mereka. Rombongan kesenian itu segera mengatur tempat di sudut, menghadap ke arah meja di mana dua orang bangsawan akan berpesta, dan tidak lama kemudian mulailah mengalun suara musik yang mereka mainkan.
Ketika rombongan kedua orang bangsawan itu datang, dengan perahu-perahu menuju ke perahu besar, mereka pun disambut musik yang merdu dan tari-tarian kehormatan untuk mengelu-elukan mereka.
Sin Wan duduk di antara para pemain musik. Jantungnya berdebar penuh kegembiraan, ketegangan dan kerinduan saat melihat betapa Raja Muda Yung Lo dikawal oleh seorang gadis cantik yang bukan lain adalah Lim Kui Siang! Hatinya langsung menjerit memanggil nama sumoi-nya itu, tapi mulutnya dikatupkan dan dia mengamati sumoi-nya itu dengan sepasang mata yang tak pernah berkedip.
Sumoi-nya kini nampak lebih dewasa, wajahnya yang bulat telur dengan dagu runcing dan tahi lalat di dagu kanan, nampak cantik jelita dan manis sekali. Tetapi mata yang biasanya lembut dan mencorong itu kini terlihat redup membayangkan hati yang tidak bahagia, dan tubuh yang biasanya padat ramping itu kini nampak agak kurus.
Pakaian Kui Siang tidak terlalu mewah, namun gagah. Pakaian yang serba hijau dengan pedang tergantung di pinggang kiri! Sin Wan masih mengenal pedang itu. Jit-kong-kiam (Pedang Sinar Matahari), dan di pinggangnya bagian depan terselip sebatang suling perak yang terukir indah.
Semua pasukan pengawal tidak ikut masuk ke perahu dan yang mengiringkan Raja Muda Yung Lo memasuki perahu pesta yang besar itu hanyalah Kui Siang. Ada pun Pangeran Mahkota juga dikawal oleh seorang saja, yaitu Yauw Siucai yang dicurigai oleh Sin Wan tapi ternyata tidak terbukti melakukan suatu kesalahan dan yang agaknya telah mendapat kepercayaan besar Pangeran Mahkota sehingga tidak ada yang berani mengganggunya.
Musik terdengar semakin meriah mengikuti suara para penyanyi dan gerakan para penari, sedangkan pelayan-pelayan wanita yang muda dan cantik, yang sengaja didatangkan oleh Pangeran Mahkota khusus untuk melayani mereka berpesta, mulai berdatangan bagaikan sekawanan kupu-kupu terbang membawa hidangan. Kedua orang pangeran itu bercakap-cakap sambil tertawa-tawa gembira karena suasana pesta memang meriah dan membuat mereka merasa akrab dan gembira.
Sementara itu, di luar tahunya mereka yang berpesta dan semua yang berada di perahu besar itu, perahu yang dipasangi banyak lentera yang beraneka warna dan indah terang sehingga malam itu seperti siang saja, di luar perahu terjadi peristiwa yang sangat hebat. Entah siapa yang memulai lebih dulu, sekarang sudah terjadi bentrokan dan pertempuran antara pasukan penjaga keamanan dari kota raja yang dipimpin Jenderal Yauw Ti dengan pasukan yang secara diam-diam dikerahkan oleh Raja Muda Yung Lo untuk ikut menjaga keamanannya.
Mula-mula tersiar desas-desus di kalangan pasukan keamanan dari kota raja bahwa ada sejumlah besar pasukan asing yang mengepung tempat itu. Pada waktu yang bersamaan muncul pula desas-desus yang membisikkan bahwa pasukan itu adalah pasukan rahasia dari utara, pasukan Raja Muda Yung Lo yang hendak memberontak dan sengaja hendak membunuh Sang Pangeran Mahkota! Desas-desus yang mula-mula membingungkan para perwira itu akhirnya pecah menjadi bentrokan dan dilanjutkan dengan pertempuran yang semakin berkobar di antara kedua pasukan!
Ini memang merupakan siasat yang sudah diatur terlebih dahulu oleh jaringan mata-mata Mongol yang ingin mengadu domba antara kedua pasukan itu agar pengawalan menjadi lengah sehingga terbuka kesempatan bagi jaringan mata-mata itu untuk memberi pukulan terakhir yang akan mengakibatkan Kerajaan Beng menjadi lemah, yaitu mereka hendak membunuh kedua orang bangsawan tinggi itu!
Sin Wan dan Lili yang menumpahkan seluruh perhatian ke dalam perahu itu secara diam-diam melakukan penjagaan. Mereka siap siaga untuk melindungi keselamatan Pangeran Mahkota, biar pun mereka merasa tidak enak dan menduga ada apa-apa ketika melihat kesibukan perahu-perahu di luar perahu besar. Tetapi mereka tidak berani meninggalkan tempat mereka dan bersikap lebih waspada. Tiba-tiba hal yang mereka khawatirkan tiba!
Terdengar teriakan-teriakan dan enam orang pengawal yang berdiri pada tangga perahu besar mendadak diserang oleh belasan orang sehingga mereka pun roboh dan tercebur ke dalam air. Kemudian tujuh belas orang yang berpakaian seragam pasukan pengawal dari kota raja berloncatan naik ke perahu besar dengan pedang terhunus. Jelas bahwa mereka bermaksud buruk.
"Bunuh kedua pangeran itu!" terdengar teriakan mereka.
Bila Pangeran Mahkota dengan muka pucat bersembunyi di belakang Yauw Siucai, Raja Muda Yung Lo cepat mencabut pedangnya lantas berdiri berdampingan dengan Kui Siang yang juga sudah mencabut pedang, siap melindungi Raja Muda Yung Lo dengan taruhan nyawa!
Tiba-tiba nampak dua bayangan orang berkelebat. Seorang lelaki setengah tua bersama seorang gadis penari tahu-tahu sudah menghadang belasan orang itu dengan pedang di tangan.
Melihat laki-laki setengah tua yang memegang sebatang pedang buruk, Kui Siang segera terbelalak kemudian mengamati lebih teliti. Hatinya menjerit memanggil suheng-nya, satu-satunya pria yang dicintanya dan selama ini sangat dirindukannya, namun mulutnya tidak mengeluarkan suara. Apa lagi ketika itu Sin Wan dan Lili sudah menerjang maju dikeroyok oleh belasan orang yang nampaknya ganas dan kejam itu.
Sin Wan dan Lili maklum bahwa mereka terdiri dari dua belas orang Bu-tek Cap-sha-kwi, yaitu rekan-rekan Bu-tek Kiam-mo yang sudah mereka tangkap, beserta lima orang Hek I Ngo-liong. Tujuh belas orang itu rata-rata mempunyai ilmu kepandaian yang cukup tinggi sehingga keadaannya berbahaya, maka mereka berdua tidak mau membuang waktu lagi, segera mengamuk dengan pedang mereka. Akan tetapi mereka tidak mampu mencegah beberapa orang di antara para penyerbu itu kini menyerbu dan menyerang kedua orang bangsawan.
Kui Siang dan Raja Muda Yung Lo menyambut mereka dengan pedang mereka, ada pun Pangeran Mahkota masih bersembunyi di belakang Yauw Siucai yang kini menggunakan kipasnya yang lebar untuk melindungi Pangeran Mahkota dan menangkis setiap serangan yang ditujukan kepada pangeran itu.
Sekali ini perhitungan para mata-mata Mongol keliru sama sekali. Memang mereka sudah berhasil menghasut dan mengadu domba sehingga kedua pasukan itu saling serang dan pengawalan terhadap perahu pesta itu menjadi lengah. Kemudian mereka berhasil pula menyelundupkan tujuh belas orang penjahat itu untuk membunuh kedua orang pangeran. Akan tetapi mereka tidak tahu bahwa di antara anggota rombongan musik terdapat Sin Wan dan Lili!
Andai kata kedua orang muda ini tidak berada di situ, tentu tenaga Kui Siang saja tidak akan cukup untuk menahan serbuan tujuh belas orang, biar pun Raja Muda Yung Lo juga bukan orang lemah, dan di sana terdapat pula Yauw Siucai yang lihai. Akan tetapi, kalau tidak ada Sin Wan dan Lili, tentu Yauw Siucai akan berganti bulu kemudian nampaklah musangnya yang sekarang berbulu ayam itu. Tentu Yauw Siucai akan berubah menjadi Pangeran Yaluta, pangeran Mongol yang memimpin jaringan mata-mata dengan dibantu oleh Si Kedok Hitam yang lihai.
Melihat betapa tiba-tiba muncul dua orang yang amat lihai, apa lagi setelah dia mengenal bahwa gadis penari itu bukan lain adalah Lili, maka Yauw Siucai tak berani mengubah diri menjadi Pangeran Yaluta. Bahkan terpaksa dia pun harus melindungi Pangeran Mahkota agar tidak ketahuan belangnya. Melihat munculnya kedua orang itu, Yauw Siucai seketika maklum bahwa semua siasat yang diaturnya telah gagal sama sekali! Karena itu dia pun tetap menjadi Yauw Siucai yang setia kepada Pangeran Mahkota, melindungi pangeran itu dan menghalau serangan setiap orang yang hendak membunuhnya.
Memang tepat seperti yang diperhitungkan Yauw Siaucai. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, Sin Wan dan Lili, Kui Siang dan juga Raja Muda Yung Lo telah mampu merobohkan tujuh belas orang pengacau yang hendak membunuh kedua orang bangsawan tinggi itu.
Sementara itu, Jenderal Yauw Ti yang melihat adanya pertempuran antara anak buahnya dengan pasukan yang mengepung tempat itu, mula-mula menjadi marah sekali kemudian memerintahkan anak buahnya untuk menggempur pasukan musuh. Akan tetapi sesudah dia mendengar dari para penyelidiknya bahwa pasukan itu adalah pasukan yang membuat barisan pendam untuk mengawal Raja Muda Yung Lo, dia pun menjadi terkejut dan cepat memerintahkan pasukannya untuk menghentikan pertempuran.
Jenderal Yauw Ti segera menemui para perwira pasukan dari utara itu. Setelah mendapat penjelasan tentang desas-desus yang saling mengadu domba, Jenderal Yauw Ti menegur para perwira, baik para perwira anak buahnya sendiri mau pun para perwira dari utara. Kemudian dia cepat-cepat pergi ke perahu besar untuk menghadap kedua bangsawan.
Pada saat Jenderal Yauw Ti bersama beberapa orang perwiranya naik ke perahu pesta, pertempuran di atas perahu itu telah selesai. Tujuh belas orang penyerbu itu sudah roboh semua, ada yang tewas, dan hanya ada tujuh orang yang masih hidup, yaitu mereka yang dirobohkan Sin Wan karena pemuda ini tidak mau membunuh orang. Melihat orang-orang berpakaian seragam pasukannya malang melintang di sana, tentu saja Jenderal Yauw Ti terkejut bukan main. Setelah memberi hormat kepada Raja Muda Yung Lo dan Pangeran Mahkota, dia pun bertanya,
"Apa yang telah terjadi di sini? Kenapa pula para prajurit yang tewas dan terluka ini?" Lalu dia melihat Lili dan Sin Wan yang masih dalam penyamaran mereka. "Dan siapa pula dua orang ini?" Saking kaget dan herannya pertanyaan ini diucapkan begitu saja tanpa tertuju kepada orang tertentu.
Sebelum ada yang menjawab, Raja Muda Yung Lo melangkah maju, memandang kepada Jenderal itu dengan sinar mata mencorong penuh selidik, lalu dengan suara mengejek dia berkata. "Hemm, Paman Jenderal Yauw Ti, engkau yang bertugas menjaga keamanan di sini dan mereka ini adalah anak buahmu, tidak terbalikkah pertanyaanmu itu? Sepatutnya aku yang bertanya kepadamu, mengapa anak buahmu ini menyerbu ke sini dan berusaha membunuh aku dan kakanda pangeran?"
Jenderal itu terbelalak dan nampak bingung, menoleh lantas mengamati tujuh belas orang yang malang melintang itu. Dia melihat pula ke arah rombongan kesenian yang semua berlutut dan bergerombol di sudut, saling rangkul dengan wajah pucat dan tubuh gemetar, seolah dari mereka dia mengharapkan jawaban.
Tiba-tiba saja Pangeran Mahkota mengeluh dan dia tentu roboh terguling kalau saja tidak dengan cepat Yauw Siucai merangkul dan memondongnya, kemudian merebahkan tubuh pangeran itu ke atas bangku panjang.
Semua orang menjadi bingung dan khawatir, dan Raja Muda Yung Lo bersama Kui Siang segera melakukan pemeriksaan. Sebagai murid mendiang Pek-mau-sian yang ahli dalam hal pengobatan, Kui Siang sedikit banyak mengerti akan ilmu pengobatan, maka sesudah memeriksa tubuh Pangeran Mahkota, dia lalu menerangkan kepada Raja Muda Yung Lo bahwa sang pangeran itu lemah sekali, sementara tadi menerima guncangan batin yang menakutkan sehingga dia jatuh pingsan.
Sesudah semua orang merasa lega bahwa sang pangeran hanya pingsan karena takut, barulah Yauw Siucai memberi keterangan kepada Jenderal Yauw Ti. "Hendaknya paduka ketahui, Jenderal, bahwa belasan orang ini tadi menyerbu ke dalam perahu dan berusaha membunuh kedua orang pangeran. Untung di sini terdapat dua orang anggota rombongan kesenian yang sangat lihai, ditambah lagi perlawanan Raja Muda Yung Lo bersama gadis pengawalnya, juga saya sendiri turut melindungi sang pangeran, maka tujuh belas orang itu berhasil dirobohkan. Mereka adalah prajurit-prajurit anak buah paduka sendiri, mungkin mereka hendak memberontak, ciangkun."
"Ahh, itu tidak mungkin!" Jenderal Yauw Ti menggapai seorang perwira yang tadi datang bersamanya. "Coba periksa, mereka ini prajurit dari pasukan mana dan siapa pula perwira yang menjadi atasan mereka. Cepat!"
Jelas bahwa Jenderal itu marah bukan main karena tentu saja dia merasa terkejut, malu dan penasaran mendengar bahwa belasan orang prajurit anak buahnya sudah melakukan pemberontakan dan berusaha membunuh dua orang pangeran. Tentu saja hal itu menjadi tanggung jawabnya karena memang dia yang memimpin pasukan melakukan penjagaan keamanan dalam pertemuan antara dua orang bangsawan itu.
Dengan dibantu dua orang rekannya yang lain, perwira itu cepat melakukan pemeriksaan. Sebentar saja mereka melapor dengan suara lantang bahwa tujuh belas orang ini bukan prajurit dari pasukan kerajaan, akan tetapi para penyelundup yang mengenakan pakaian seragam palsu.
Pada saat para perwira itu memberi keterangan, Pangeran Mahkota sudah sadar kembali. Dengan dibantu oleh Yauw Siucai, dia sudah bangkit duduk dan ikut mendengarkan.
Bukan main marahnya Jenderal Yauw Ti mendengar keterangan itu. Dia melangkah lebar ke arah para penjahat yang masih belum tewas, lantas tangannya bergerak beberapa kali dan terdengar suara kepala pecah ketika tangan itu memukuli mereka yang belum tewas. Dalam waktu singkat lima orang sudah tewas dengan kepala retak-retak, namun tiba-tiba Raja Muda Yung Lo berseru nyaring.
"Tahan! Jangan bunuh mereka, paman!"
Mendengar bentakan yang merupakan perintah ini, Jenderal Yauw Ti segera menahan diri dan membiarkan dua orang yang masih hidup, yang kini memandang dengan ketakutan.
"Maaf, Yang Mulia. Hamba tidak dapat menahan kemarahan mendengar bahwa mereka adalah penjahat yang menyelundup dan hampir melakukan pembunuhan keji."
"Jangan tergaes-gesa dibunuh, mereka harus ditanya dulu siapa yang berdiri di belakang usaha pembunuhan itu,” kata Raja Muda Yung Lo.
“Ah, paduka benar, Yang Mulia," kata Jenderal yang bertubuh tinggi besar dan gagah itu.
"Seret yang dua orang itu ke sini!" teriaknya kepada para perwira pembantunya.
Dua orang yang masih hidup itu adalah mereka yang dirobohkan Sin Wan, dengan tulang kaki patah disambar pedang tumpul namun tidak sampai terluka berat. Mereka ketakutan sekali karena maklum bahwa tidak mungkin mereka dapat meloloskan diri dari ancaman maut. Mereka hanya dapat berharap agar pimpinan mereka dapat menolong mereka.
Ketika mereka diseret dengan kasar lalu dilemparkan ke depan kaki Jenderal Yauw Ti dan Raja Muda Yung Lo, Jenderal itu membentak dengan suara kereng.
"Hayo mengaku, kalian siapa, dan siapa pula kawan-kawan kalian ini! Mengakulah atau kalian akan disiksa!"
Pria yang bermuka hitam dan bertubuh sedang kemudian menjawab, mewakili temannya yang berwajah tampan dan usianya sebaya dengannya, kurang lebih empat puluh tahun.
"Hamba... bernama Kwan Su dan dia adalah rekan hamba yang bernama Bhe Siu. Kami berdua bersama tiga orang bersaudara yang lain..." dia menunjuk ke arah mayat-mayat yang malang melintang, "kami disebut Hek I Ngo-liong...”
"Hek I Ngo-liong?" Jenderal Yauw Ti berseru. "Kiranya tokoh-tokoh sesat jahanam sudah melakukan pemberontakan! Dan siapa lagi belasan orang yang lain itu?"
"Dua belas orang yang lain adalah Bu-tek Cap-sha-kwi (Tiga Belas Setan Tanpa Tanding), yang seorang lagi entah ke mana...”
"Hayo cepat katakan, siapa pemimpin kalian? Jawab yang tepat!" Kini giliran Raja Muda Yung Lo yang membentak mereka.
"Hamba... tidak mengenalnya, hanya tahu bahwa dia disebut Yang Mulia. Dia berkedok hitam dan dia adalah pemimpin jaringan mata-mata Mongol..."
"Jahanam!" Jenderal Yauw Ti berseru marah. "Di mana dia? Di mana sarang kedok hitam itu? Jawab!"
"Hamba... hamba tidak tahu… dia tidak pernah memiliki tempat tinggal tertentu, hamba... hamba..."
Tiba-tiba saja ada angin menyambar dari luar perahu besar, lantas dua orang tawanan itu menjerit dan terkulai roboh, tewas seketika dengan tubuh berubah kehitaman!
Jenderal Yauw Ti dan yang lain-lain terkejut, cepat memburu ke tepi perahu, akan tetapi di kegelapan malam itu mereka hanya melihat bayangan sebuah perahu kecil meluncur kemudian lenyap ditelan kegelapan.
Dibantu oleh Kui Siang, Raja Muda Yung Lo memeriksa mayat kedua orang itu, dan Kui Siang menggeleng kepala. "Pukulan jarak jauh yang mengandung racun amat jahat sekali dan dilakukan oleh orang yang berbahaya dan sakti," katanya.
"Siapakah kiranya yang dapat melakukan pembunuhan jarak jauh seperti itu?" tanya Raja Muda Yung Lo kepada Kui Siang.
Akan tetapi gadis itu menggeleng kepala tanda bahwa dia pun tidak tahu dan tidak menduga siapa orang yang amat lihai itu.
"Kalau saja tidak salah duga, pembunuh itu adalah Ang-bin Moko dan Pek-bin Moli karena pukulan itu amat mirip dengan Toat-beng Tok-ciang (Tangan Beracun Pencabut Nyawa)," kata Sin Wan.
Mendengar ucapan itu, Raja Muda Yung Lo mengamati wajah pria setengah tua itu dan mengerutkan alisnya. "Siapakah engkau yang tadi sudah merobohkan para penyerbu dan kini tahu pula siapa yang melakukan pembunuhan dengan pukulan beracun jarak jauh?"
Sin Wan tidak sempat menjawab karena dia sudah didahului Kui Siang, "Yang Mulia, dia adalah suheng yang menyamar…" Suara gadis itu terdengar penuh perasaan dan terharu.
Raja Muda Yung Lo terbelalak, memandang pria setengah tua itu. Sungguh penyamaran yang amat sempurna karena sama sekali tidak nampak bahwa rambut ubanan dan kumis jenggot itu adalah buatan. Sama sekali dia tidak bisa mengenal wajah Sin Wan yang dulu sudah pernah dijumpai dan dikenalnya.
"Sin Wan...?" tanyanya dan Sin Wan cepat memberi hormat kepada raja muda itu.
"Sin Wan...?" Jenderal Yauw Ti juga berseru ketika mengetahui bahwa pria setengah tua itu adalah Sin Wan.
"Yang Mulia, dia adalah orang Uighur yang patut dicurigai! Hamba sudah menangkap dan menahannya, ternyata dia berhasil meloloskan diri. Dia berbahaya dan mungkin sekali dia bekerja sama dengan jaringan mata-mata pemberontak! Sin Wan, menyerahlah engkau!" Jenderal itu sudah mencabut pedangnya.
"Jenderal galak, engkau sungguh tak tahu diri! Berani memberontak terhadap Sribaginda Kaisar di depan Yang Mulia Raja Muda Yung Lo pula!" Tiba-tiba terdengar seruan nyaring dan yang berseru itu bukan lain adalah Lili.
"Sin Wan adalah utusan Sribaginda Kaisar yang memiliki tanda kuasa leng-ki, menyerang dia sama dengan menyerang Sribaginda Kaisar. Dan kau hendak menyerangnya di depan Yang Mulia kedua pangeran putera Sribaginda Kaisar?"
"Eh, kiranya engkau, gadis berandal! Engkau pun harus kutangkap!" teriak Jenderal Yauw Ti yang galak itu.
"Paman Jenderal, hentikan semua ini!" Raja Muda Yung Lo membentak. "Sin Wan adalah seorang pendekar sahabatku, dan gadis ini tadi sudah membantunya merobohkan semua penyerbu. Sekarang engkau tidak berterima kasih bahkan hendak menangkap mereka? Paman, sepatutnya engkau malu kepada mereka. Kalau tidak ada dua orang pendekar ini, mungkin kami sudah celaka oleh para penyerbu dan engkaulah yang bertanggung-jawab! Ingin kami mengetahui, apa saja yang kau jaga sehingga ada begini banyak orang dapat menyelundup masuk dan menyerang kami tanpa kau ketahui sama sekali? Hayo jawab!"
Raja Muda Yung Lo sudah marah sekali kepada Jenderal besar itu. Walau pun dia tahu bahwa Jenderal ini, di samping Jenderal Shu Ta, sudah banyak berjasa kepada ayahnya, namun kelengahannya sekali ini sungguh membuat dia marah karena dianggapnya sudah keterlaluan.
Wajah jenderal itu berubah merah sekali. "Harap paduka memaafkan dan maklum bahwa tadi hamba sibuk sekali menghentikan pertempuran yang berkobar di luar dan hampir saja mengorbankan banyak prajurit, Yang Mulia."
"Pertempuran?" Pangeran Mahkota terkejut juga seperti Raja Muda Yung Lo. "Apa yang terjadi, paman? Siapa yang bertempur?"
"Apa yang terjadi? Ceritakan!" kata pula Raja Muda Yung Lo tegas.
"Yang bertempur adalah pasukan kerajaan dari selatan melawan pasukan paduka yang melakukan barisan pendam, Yang Mulia," kata Jenderal itu kepada Raja Muda Yung Lo.
"Apa?! Bagaimana mungkin dua pasukan itu saling bertempur sendiri?"
"Hamba meredakan dan menghentikan pertempuran itu lalu melakukan penyelidikan yang menjadi sebabnya. Ternyata kedua pihak termakan desas-desus yang mengadu domba, Yang Mulia. Desas-desus yang diterima pasukan hamba adalah bahwa mereka dikepung oleh pasukan asing yang akan menyerbu ke dalam, sebaliknya desas-desus yang diterima pasukan paduka mengatakan bahwa mereka akan diserang oleh pasukan kerajaan dari dalam. Dimulai dengan bentrokan kecil yang menjalar semakin besar. Nah, agaknya pada saat hamba sibuk meredakan pertempuran itulah, para penjahat ini lalu datang menyerbu, menggunakan saat terjadi keributan dan kekacauan."
Mendengar keterangan ini, kemarahan Raja Muda Yung Lo terhadap Jenderal itu mereda karena tidak dapat terlalu disalahkan kalau ada penyelundupan ketika terjadi pertempuran seperti itu. Dia memandang Sin Wan dan bertanya,
"Sin Wan, bagaimana pendapatmu dengan terjadinya peristiwa pertempuran itu apa bila dihubungkan dengan penyerbuan tujuh belas orang ini?"
Sin Wan memandang kepada para prajurit yang kini sedang mengangkuti mayat-mayat itu keluar perahu, "Yang Mulia, tidak dapat diragukan lagi bahwa ada hubungan yang sangat erat antara kedua peristiwa itu. Saya hampir yakin bahwa pihak musuh memang sengaja merencanakan.”
"Nanti dulu, Sin Wan!'" Tiba-tiba Lili berseru sambil mengangkat tangan ke atas menyetop perkataan Sin Wan. "Saya kira sebaiknya kalau pembicaraan mengenai hal ini dilakukan di ruangan tertutup, bukan di tempat terbuka seperti ini. Siapa tahu di sini terdapat telinga musuh yang ikut mendengarkan!"
Berkata demikian, terang-terangan Lili mengerling dengan matanya yang lebar dan tajam ke arah Jenderal Yauw Ti! Tentu saja dia tidak mencurigai Jenderal itu, akan tetapi hal ini sengaja dia lakukan untuk menggoda Jenderal galak yang tidak disukainya itu.
Raja Muda Yung Lo mengangguk-angguk sambil tersenyum, memandang kagum kepada Lili, lalu menoleh ke arah pengawalnya, Kui Siang. Pada saat itu Kui Siang sedang saling pandang dengan Sin Wan.
Dapat dibayangkan bagaimana perasaan kedua orang ini sesudah kini bertemu dan saling berhadapan kembali tetapi sama sekali tidak mempunyai kesempatan untuk saling bicara, apa lagi saling menumpahkan perasaan rindu mereka. Hanya pandang mata mereka saja yang saling bertemu dalam tautan ketat dan mesra penuh kerinduan. Melihat hal ini Raja Muda Yung Lo tersenyum.
"Kui Siang, bagaimana pendapatmu dengan usul nona penari ini?"
Kui Siang mengangguk. "Hamba setuju, Yang Mulia. Memang usul itu baik sekali."
Raja Muda Yung Lo lalu mengajak Pangeran Mahkota supaya masuk ke dalam ruangan dalam. Yang diperkenankan masuk hanyalah Kui Siang sebagai pengawal raja muda itu, Yauw Siucai sebagai pengawal kepercayaan sang pangeran mahkota, kemudian Sin Wan dan Lili.
Mereka duduk mengelilingi sebuah meja. Pangeran Mahkota yang masih kelihatan lemas dan lemah itu duduk bersandar di kursinya, dijaga oleh Yauw Siucai. Karena pangeran itu seperti tak bersemangat untuk berbicara, maka Raja Muda Yung Lo yang mengambil alih pimpinan dalam percakapan itu.
“Sin Wan, sebelum kami mendengar pendapatmu, ingin kami mengetahui dan mengenal siapakah nona yang perkasa ini, dan harap kalian suka menanggalkan penyamaran kalian agar kami dapat mengenal wajah asli kalian."
Sin Wan dan Lili segera menanggalkan penyamaran pada muka dan rambut mereka. Sin Wan melepaskan kumis dan jenggot palsu, juga mengosok rambutnya sehingga berubah hitam kembali, menggosok kulit mukanya sehingga semua alat penyamarannya terlepas.
Demikian pula Lili. Dia menggosok-gosok mukanya dengan kain sehingga kini nampaklah wajah aslinya yang manis. Mukanya yang bulat nampak putih kemerahan, matanya yang lebar bersinar tajam, mulutnya yang manis dan selalu mengembangkan senyum dengan dihias lesung pipit di kanan kiri, hidungnya yang kecil mancung dengan cuping yang dapat bergerak lucu.
"Yang Mulia, gadis ini bernama Lili, ehh, nama lengkapnya Bwe Li, Bhok Bwe Li dan dia adalah puteri dari panglima Bhok Cun Ki di kota raja."
"Ahhh...! Kiranya ayahmu adalah pendekar Bhok Cun Ki yang menjadi panglima terkenal di kota raja itu, nona? Senang sekali dapat bertemu dan berkenalan denganmu."
"Hamba merasa terhormat sekali, Yang Mulia," kata Lili dan kini pandang matanya tanpa disembunyikan lagi memandang wajah raja muda yang ganteng dan gagah perkasa itu.
"Nah, sekarang lanjutkan pendapatmu tadi, Sin Wan," kata Raja Muda Yung Lo. Sesudah memandang penuh kagum kepada Lili, kini Raja Muda itu kembali menatap tajam wajah Sin Wan yang ditanyainya.
"Begini, Yang Mulia. Menurut pendapat hamba, hubungan antara kedua peristiwa itu erat sekali. Kita boleh yakin bahwa pihak musuh memang sengaja merencanakan semua ini, dengan mengadu domba kedua pasukan agar perhatian ditujukan kepada pertempuran itu sehingga mereka dapat menyelundupkan para pembunuh dengan mudah ke atas perahu setelah mereka merobohkan beberapa orang penjaga di tangga perahu."
"Maaf, bolehkah hamba mengajukan pendapat hamba, Yang Mulia?" Yauw Siucai yang sejak tadi menjaga Pangeran Mahkota tiba-tiba berkata dengan sikapnya yang hormat.
Mengingat bahwa sastrawan ini tadi juga mati-matian melindungi kakaknya, Raja Muda Yung Lo mengangguk. "Bicaralah."
“Mengingat keadaan Pangeran Mahkota yang lemah dan agaknya perlu dirawat sesudah mengalami kekagetan tadi, hamba mohon agar beliau ini dapat hamba antar kembali ke kota raja lebih dahulu. Hamba kira tidak baik untuk kesehatan beliau apa bila membiarkan beliau ikut mendengarkan tentang usaha pembunuhan yang bisa menimbulkan kenangan menakutkan itu...
Melihat ini, dua orang muda itu merasa lega dan mereka heran. Bahaya apa yang dapat mengancam kedua orang bangsawan itu, yang telah dikurung rapat oleh penjagaan ketat? Siapakah yang dapat menghampiri perahu besar tanpa tertahan oleh penjagaan pasukan yang begitu kuatnya? Agaknya Jenderal Shu Ta dan Jenderal Yauw Ti terlalu berlebihan, pikir mereka.
Para penjaga di perahu memeriksa surat jalan yang diberikan oleh kepala daerah kota Cin-an kepada kepala rombongan, mencocokkan jumlah peserta dan sama sekali tidak menaruh curiga terhadap mereka. Rombongan kesenian itu segera mengatur tempat di sudut, menghadap ke arah meja di mana dua orang bangsawan akan berpesta, dan tidak lama kemudian mulailah mengalun suara musik yang mereka mainkan.
Ketika rombongan kedua orang bangsawan itu datang, dengan perahu-perahu menuju ke perahu besar, mereka pun disambut musik yang merdu dan tari-tarian kehormatan untuk mengelu-elukan mereka.
Sin Wan duduk di antara para pemain musik. Jantungnya berdebar penuh kegembiraan, ketegangan dan kerinduan saat melihat betapa Raja Muda Yung Lo dikawal oleh seorang gadis cantik yang bukan lain adalah Lim Kui Siang! Hatinya langsung menjerit memanggil nama sumoi-nya itu, tapi mulutnya dikatupkan dan dia mengamati sumoi-nya itu dengan sepasang mata yang tak pernah berkedip.
Sumoi-nya kini nampak lebih dewasa, wajahnya yang bulat telur dengan dagu runcing dan tahi lalat di dagu kanan, nampak cantik jelita dan manis sekali. Tetapi mata yang biasanya lembut dan mencorong itu kini terlihat redup membayangkan hati yang tidak bahagia, dan tubuh yang biasanya padat ramping itu kini nampak agak kurus.
Pakaian Kui Siang tidak terlalu mewah, namun gagah. Pakaian yang serba hijau dengan pedang tergantung di pinggang kiri! Sin Wan masih mengenal pedang itu. Jit-kong-kiam (Pedang Sinar Matahari), dan di pinggangnya bagian depan terselip sebatang suling perak yang terukir indah.
Semua pasukan pengawal tidak ikut masuk ke perahu dan yang mengiringkan Raja Muda Yung Lo memasuki perahu pesta yang besar itu hanyalah Kui Siang. Ada pun Pangeran Mahkota juga dikawal oleh seorang saja, yaitu Yauw Siucai yang dicurigai oleh Sin Wan tapi ternyata tidak terbukti melakukan suatu kesalahan dan yang agaknya telah mendapat kepercayaan besar Pangeran Mahkota sehingga tidak ada yang berani mengganggunya.
Musik terdengar semakin meriah mengikuti suara para penyanyi dan gerakan para penari, sedangkan pelayan-pelayan wanita yang muda dan cantik, yang sengaja didatangkan oleh Pangeran Mahkota khusus untuk melayani mereka berpesta, mulai berdatangan bagaikan sekawanan kupu-kupu terbang membawa hidangan. Kedua orang pangeran itu bercakap-cakap sambil tertawa-tawa gembira karena suasana pesta memang meriah dan membuat mereka merasa akrab dan gembira.
Sementara itu, di luar tahunya mereka yang berpesta dan semua yang berada di perahu besar itu, perahu yang dipasangi banyak lentera yang beraneka warna dan indah terang sehingga malam itu seperti siang saja, di luar perahu terjadi peristiwa yang sangat hebat. Entah siapa yang memulai lebih dulu, sekarang sudah terjadi bentrokan dan pertempuran antara pasukan penjaga keamanan dari kota raja yang dipimpin Jenderal Yauw Ti dengan pasukan yang secara diam-diam dikerahkan oleh Raja Muda Yung Lo untuk ikut menjaga keamanannya.
Mula-mula tersiar desas-desus di kalangan pasukan keamanan dari kota raja bahwa ada sejumlah besar pasukan asing yang mengepung tempat itu. Pada waktu yang bersamaan muncul pula desas-desus yang membisikkan bahwa pasukan itu adalah pasukan rahasia dari utara, pasukan Raja Muda Yung Lo yang hendak memberontak dan sengaja hendak membunuh Sang Pangeran Mahkota! Desas-desus yang mula-mula membingungkan para perwira itu akhirnya pecah menjadi bentrokan dan dilanjutkan dengan pertempuran yang semakin berkobar di antara kedua pasukan!
Ini memang merupakan siasat yang sudah diatur terlebih dahulu oleh jaringan mata-mata Mongol yang ingin mengadu domba antara kedua pasukan itu agar pengawalan menjadi lengah sehingga terbuka kesempatan bagi jaringan mata-mata itu untuk memberi pukulan terakhir yang akan mengakibatkan Kerajaan Beng menjadi lemah, yaitu mereka hendak membunuh kedua orang bangsawan tinggi itu!
Sin Wan dan Lili yang menumpahkan seluruh perhatian ke dalam perahu itu secara diam-diam melakukan penjagaan. Mereka siap siaga untuk melindungi keselamatan Pangeran Mahkota, biar pun mereka merasa tidak enak dan menduga ada apa-apa ketika melihat kesibukan perahu-perahu di luar perahu besar. Tetapi mereka tidak berani meninggalkan tempat mereka dan bersikap lebih waspada. Tiba-tiba hal yang mereka khawatirkan tiba!
Terdengar teriakan-teriakan dan enam orang pengawal yang berdiri pada tangga perahu besar mendadak diserang oleh belasan orang sehingga mereka pun roboh dan tercebur ke dalam air. Kemudian tujuh belas orang yang berpakaian seragam pasukan pengawal dari kota raja berloncatan naik ke perahu besar dengan pedang terhunus. Jelas bahwa mereka bermaksud buruk.
"Bunuh kedua pangeran itu!" terdengar teriakan mereka.
Bila Pangeran Mahkota dengan muka pucat bersembunyi di belakang Yauw Siucai, Raja Muda Yung Lo cepat mencabut pedangnya lantas berdiri berdampingan dengan Kui Siang yang juga sudah mencabut pedang, siap melindungi Raja Muda Yung Lo dengan taruhan nyawa!
Tiba-tiba nampak dua bayangan orang berkelebat. Seorang lelaki setengah tua bersama seorang gadis penari tahu-tahu sudah menghadang belasan orang itu dengan pedang di tangan.
Melihat laki-laki setengah tua yang memegang sebatang pedang buruk, Kui Siang segera terbelalak kemudian mengamati lebih teliti. Hatinya menjerit memanggil suheng-nya, satu-satunya pria yang dicintanya dan selama ini sangat dirindukannya, namun mulutnya tidak mengeluarkan suara. Apa lagi ketika itu Sin Wan dan Lili sudah menerjang maju dikeroyok oleh belasan orang yang nampaknya ganas dan kejam itu.
Sin Wan dan Lili maklum bahwa mereka terdiri dari dua belas orang Bu-tek Cap-sha-kwi, yaitu rekan-rekan Bu-tek Kiam-mo yang sudah mereka tangkap, beserta lima orang Hek I Ngo-liong. Tujuh belas orang itu rata-rata mempunyai ilmu kepandaian yang cukup tinggi sehingga keadaannya berbahaya, maka mereka berdua tidak mau membuang waktu lagi, segera mengamuk dengan pedang mereka. Akan tetapi mereka tidak mampu mencegah beberapa orang di antara para penyerbu itu kini menyerbu dan menyerang kedua orang bangsawan.
Kui Siang dan Raja Muda Yung Lo menyambut mereka dengan pedang mereka, ada pun Pangeran Mahkota masih bersembunyi di belakang Yauw Siucai yang kini menggunakan kipasnya yang lebar untuk melindungi Pangeran Mahkota dan menangkis setiap serangan yang ditujukan kepada pangeran itu.
Sekali ini perhitungan para mata-mata Mongol keliru sama sekali. Memang mereka sudah berhasil menghasut dan mengadu domba sehingga kedua pasukan itu saling serang dan pengawalan terhadap perahu pesta itu menjadi lengah. Kemudian mereka berhasil pula menyelundupkan tujuh belas orang penjahat itu untuk membunuh kedua orang pangeran. Akan tetapi mereka tidak tahu bahwa di antara anggota rombongan musik terdapat Sin Wan dan Lili!
Andai kata kedua orang muda ini tidak berada di situ, tentu tenaga Kui Siang saja tidak akan cukup untuk menahan serbuan tujuh belas orang, biar pun Raja Muda Yung Lo juga bukan orang lemah, dan di sana terdapat pula Yauw Siucai yang lihai. Akan tetapi, kalau tidak ada Sin Wan dan Lili, tentu Yauw Siucai akan berganti bulu kemudian nampaklah musangnya yang sekarang berbulu ayam itu. Tentu Yauw Siucai akan berubah menjadi Pangeran Yaluta, pangeran Mongol yang memimpin jaringan mata-mata dengan dibantu oleh Si Kedok Hitam yang lihai.
Melihat betapa tiba-tiba muncul dua orang yang amat lihai, apa lagi setelah dia mengenal bahwa gadis penari itu bukan lain adalah Lili, maka Yauw Siucai tak berani mengubah diri menjadi Pangeran Yaluta. Bahkan terpaksa dia pun harus melindungi Pangeran Mahkota agar tidak ketahuan belangnya. Melihat munculnya kedua orang itu, Yauw Siucai seketika maklum bahwa semua siasat yang diaturnya telah gagal sama sekali! Karena itu dia pun tetap menjadi Yauw Siucai yang setia kepada Pangeran Mahkota, melindungi pangeran itu dan menghalau serangan setiap orang yang hendak membunuhnya.
Memang tepat seperti yang diperhitungkan Yauw Siaucai. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, Sin Wan dan Lili, Kui Siang dan juga Raja Muda Yung Lo telah mampu merobohkan tujuh belas orang pengacau yang hendak membunuh kedua orang bangsawan tinggi itu.
Sementara itu, Jenderal Yauw Ti yang melihat adanya pertempuran antara anak buahnya dengan pasukan yang mengepung tempat itu, mula-mula menjadi marah sekali kemudian memerintahkan anak buahnya untuk menggempur pasukan musuh. Akan tetapi sesudah dia mendengar dari para penyelidiknya bahwa pasukan itu adalah pasukan yang membuat barisan pendam untuk mengawal Raja Muda Yung Lo, dia pun menjadi terkejut dan cepat memerintahkan pasukannya untuk menghentikan pertempuran.
Jenderal Yauw Ti segera menemui para perwira pasukan dari utara itu. Setelah mendapat penjelasan tentang desas-desus yang saling mengadu domba, Jenderal Yauw Ti menegur para perwira, baik para perwira anak buahnya sendiri mau pun para perwira dari utara. Kemudian dia cepat-cepat pergi ke perahu besar untuk menghadap kedua bangsawan.
Pada saat Jenderal Yauw Ti bersama beberapa orang perwiranya naik ke perahu pesta, pertempuran di atas perahu itu telah selesai. Tujuh belas orang penyerbu itu sudah roboh semua, ada yang tewas, dan hanya ada tujuh orang yang masih hidup, yaitu mereka yang dirobohkan Sin Wan karena pemuda ini tidak mau membunuh orang. Melihat orang-orang berpakaian seragam pasukannya malang melintang di sana, tentu saja Jenderal Yauw Ti terkejut bukan main. Setelah memberi hormat kepada Raja Muda Yung Lo dan Pangeran Mahkota, dia pun bertanya,
"Apa yang telah terjadi di sini? Kenapa pula para prajurit yang tewas dan terluka ini?" Lalu dia melihat Lili dan Sin Wan yang masih dalam penyamaran mereka. "Dan siapa pula dua orang ini?" Saking kaget dan herannya pertanyaan ini diucapkan begitu saja tanpa tertuju kepada orang tertentu.
Sebelum ada yang menjawab, Raja Muda Yung Lo melangkah maju, memandang kepada Jenderal itu dengan sinar mata mencorong penuh selidik, lalu dengan suara mengejek dia berkata. "Hemm, Paman Jenderal Yauw Ti, engkau yang bertugas menjaga keamanan di sini dan mereka ini adalah anak buahmu, tidak terbalikkah pertanyaanmu itu? Sepatutnya aku yang bertanya kepadamu, mengapa anak buahmu ini menyerbu ke sini dan berusaha membunuh aku dan kakanda pangeran?"
Jenderal itu terbelalak dan nampak bingung, menoleh lantas mengamati tujuh belas orang yang malang melintang itu. Dia melihat pula ke arah rombongan kesenian yang semua berlutut dan bergerombol di sudut, saling rangkul dengan wajah pucat dan tubuh gemetar, seolah dari mereka dia mengharapkan jawaban.
Tiba-tiba saja Pangeran Mahkota mengeluh dan dia tentu roboh terguling kalau saja tidak dengan cepat Yauw Siucai merangkul dan memondongnya, kemudian merebahkan tubuh pangeran itu ke atas bangku panjang.
Semua orang menjadi bingung dan khawatir, dan Raja Muda Yung Lo bersama Kui Siang segera melakukan pemeriksaan. Sebagai murid mendiang Pek-mau-sian yang ahli dalam hal pengobatan, Kui Siang sedikit banyak mengerti akan ilmu pengobatan, maka sesudah memeriksa tubuh Pangeran Mahkota, dia lalu menerangkan kepada Raja Muda Yung Lo bahwa sang pangeran itu lemah sekali, sementara tadi menerima guncangan batin yang menakutkan sehingga dia jatuh pingsan.
Sesudah semua orang merasa lega bahwa sang pangeran hanya pingsan karena takut, barulah Yauw Siucai memberi keterangan kepada Jenderal Yauw Ti. "Hendaknya paduka ketahui, Jenderal, bahwa belasan orang ini tadi menyerbu ke dalam perahu dan berusaha membunuh kedua orang pangeran. Untung di sini terdapat dua orang anggota rombongan kesenian yang sangat lihai, ditambah lagi perlawanan Raja Muda Yung Lo bersama gadis pengawalnya, juga saya sendiri turut melindungi sang pangeran, maka tujuh belas orang itu berhasil dirobohkan. Mereka adalah prajurit-prajurit anak buah paduka sendiri, mungkin mereka hendak memberontak, ciangkun."
"Ahh, itu tidak mungkin!" Jenderal Yauw Ti menggapai seorang perwira yang tadi datang bersamanya. "Coba periksa, mereka ini prajurit dari pasukan mana dan siapa pula perwira yang menjadi atasan mereka. Cepat!"
Jelas bahwa Jenderal itu marah bukan main karena tentu saja dia merasa terkejut, malu dan penasaran mendengar bahwa belasan orang prajurit anak buahnya sudah melakukan pemberontakan dan berusaha membunuh dua orang pangeran. Tentu saja hal itu menjadi tanggung jawabnya karena memang dia yang memimpin pasukan melakukan penjagaan keamanan dalam pertemuan antara dua orang bangsawan itu.
Dengan dibantu dua orang rekannya yang lain, perwira itu cepat melakukan pemeriksaan. Sebentar saja mereka melapor dengan suara lantang bahwa tujuh belas orang ini bukan prajurit dari pasukan kerajaan, akan tetapi para penyelundup yang mengenakan pakaian seragam palsu.
Pada saat para perwira itu memberi keterangan, Pangeran Mahkota sudah sadar kembali. Dengan dibantu oleh Yauw Siucai, dia sudah bangkit duduk dan ikut mendengarkan.
Bukan main marahnya Jenderal Yauw Ti mendengar keterangan itu. Dia melangkah lebar ke arah para penjahat yang masih belum tewas, lantas tangannya bergerak beberapa kali dan terdengar suara kepala pecah ketika tangan itu memukuli mereka yang belum tewas. Dalam waktu singkat lima orang sudah tewas dengan kepala retak-retak, namun tiba-tiba Raja Muda Yung Lo berseru nyaring.
"Tahan! Jangan bunuh mereka, paman!"
Mendengar bentakan yang merupakan perintah ini, Jenderal Yauw Ti segera menahan diri dan membiarkan dua orang yang masih hidup, yang kini memandang dengan ketakutan.
"Maaf, Yang Mulia. Hamba tidak dapat menahan kemarahan mendengar bahwa mereka adalah penjahat yang menyelundup dan hampir melakukan pembunuhan keji."
"Jangan tergaes-gesa dibunuh, mereka harus ditanya dulu siapa yang berdiri di belakang usaha pembunuhan itu,” kata Raja Muda Yung Lo.
“Ah, paduka benar, Yang Mulia," kata Jenderal yang bertubuh tinggi besar dan gagah itu.
"Seret yang dua orang itu ke sini!" teriaknya kepada para perwira pembantunya.
Dua orang yang masih hidup itu adalah mereka yang dirobohkan Sin Wan, dengan tulang kaki patah disambar pedang tumpul namun tidak sampai terluka berat. Mereka ketakutan sekali karena maklum bahwa tidak mungkin mereka dapat meloloskan diri dari ancaman maut. Mereka hanya dapat berharap agar pimpinan mereka dapat menolong mereka.
Ketika mereka diseret dengan kasar lalu dilemparkan ke depan kaki Jenderal Yauw Ti dan Raja Muda Yung Lo, Jenderal itu membentak dengan suara kereng.
"Hayo mengaku, kalian siapa, dan siapa pula kawan-kawan kalian ini! Mengakulah atau kalian akan disiksa!"
Pria yang bermuka hitam dan bertubuh sedang kemudian menjawab, mewakili temannya yang berwajah tampan dan usianya sebaya dengannya, kurang lebih empat puluh tahun.
"Hamba... bernama Kwan Su dan dia adalah rekan hamba yang bernama Bhe Siu. Kami berdua bersama tiga orang bersaudara yang lain..." dia menunjuk ke arah mayat-mayat yang malang melintang, "kami disebut Hek I Ngo-liong...”
"Hek I Ngo-liong?" Jenderal Yauw Ti berseru. "Kiranya tokoh-tokoh sesat jahanam sudah melakukan pemberontakan! Dan siapa lagi belasan orang yang lain itu?"
"Dua belas orang yang lain adalah Bu-tek Cap-sha-kwi (Tiga Belas Setan Tanpa Tanding), yang seorang lagi entah ke mana...”
"Hayo cepat katakan, siapa pemimpin kalian? Jawab yang tepat!" Kini giliran Raja Muda Yung Lo yang membentak mereka.
"Hamba... tidak mengenalnya, hanya tahu bahwa dia disebut Yang Mulia. Dia berkedok hitam dan dia adalah pemimpin jaringan mata-mata Mongol..."
"Jahanam!" Jenderal Yauw Ti berseru marah. "Di mana dia? Di mana sarang kedok hitam itu? Jawab!"
"Hamba... hamba tidak tahu… dia tidak pernah memiliki tempat tinggal tertentu, hamba... hamba..."
Tiba-tiba saja ada angin menyambar dari luar perahu besar, lantas dua orang tawanan itu menjerit dan terkulai roboh, tewas seketika dengan tubuh berubah kehitaman!
Jenderal Yauw Ti dan yang lain-lain terkejut, cepat memburu ke tepi perahu, akan tetapi di kegelapan malam itu mereka hanya melihat bayangan sebuah perahu kecil meluncur kemudian lenyap ditelan kegelapan.
Dibantu oleh Kui Siang, Raja Muda Yung Lo memeriksa mayat kedua orang itu, dan Kui Siang menggeleng kepala. "Pukulan jarak jauh yang mengandung racun amat jahat sekali dan dilakukan oleh orang yang berbahaya dan sakti," katanya.
"Siapakah kiranya yang dapat melakukan pembunuhan jarak jauh seperti itu?" tanya Raja Muda Yung Lo kepada Kui Siang.
Akan tetapi gadis itu menggeleng kepala tanda bahwa dia pun tidak tahu dan tidak menduga siapa orang yang amat lihai itu.
"Kalau saja tidak salah duga, pembunuh itu adalah Ang-bin Moko dan Pek-bin Moli karena pukulan itu amat mirip dengan Toat-beng Tok-ciang (Tangan Beracun Pencabut Nyawa)," kata Sin Wan.
Mendengar ucapan itu, Raja Muda Yung Lo mengamati wajah pria setengah tua itu dan mengerutkan alisnya. "Siapakah engkau yang tadi sudah merobohkan para penyerbu dan kini tahu pula siapa yang melakukan pembunuhan dengan pukulan beracun jarak jauh?"
Sin Wan tidak sempat menjawab karena dia sudah didahului Kui Siang, "Yang Mulia, dia adalah suheng yang menyamar…" Suara gadis itu terdengar penuh perasaan dan terharu.
Raja Muda Yung Lo terbelalak, memandang pria setengah tua itu. Sungguh penyamaran yang amat sempurna karena sama sekali tidak nampak bahwa rambut ubanan dan kumis jenggot itu adalah buatan. Sama sekali dia tidak bisa mengenal wajah Sin Wan yang dulu sudah pernah dijumpai dan dikenalnya.
"Sin Wan...?" tanyanya dan Sin Wan cepat memberi hormat kepada raja muda itu.
"Sin Wan...?" Jenderal Yauw Ti juga berseru ketika mengetahui bahwa pria setengah tua itu adalah Sin Wan.
"Yang Mulia, dia adalah orang Uighur yang patut dicurigai! Hamba sudah menangkap dan menahannya, ternyata dia berhasil meloloskan diri. Dia berbahaya dan mungkin sekali dia bekerja sama dengan jaringan mata-mata pemberontak! Sin Wan, menyerahlah engkau!" Jenderal itu sudah mencabut pedangnya.
"Jenderal galak, engkau sungguh tak tahu diri! Berani memberontak terhadap Sribaginda Kaisar di depan Yang Mulia Raja Muda Yung Lo pula!" Tiba-tiba terdengar seruan nyaring dan yang berseru itu bukan lain adalah Lili.
"Sin Wan adalah utusan Sribaginda Kaisar yang memiliki tanda kuasa leng-ki, menyerang dia sama dengan menyerang Sribaginda Kaisar. Dan kau hendak menyerangnya di depan Yang Mulia kedua pangeran putera Sribaginda Kaisar?"
"Eh, kiranya engkau, gadis berandal! Engkau pun harus kutangkap!" teriak Jenderal Yauw Ti yang galak itu.
"Paman Jenderal, hentikan semua ini!" Raja Muda Yung Lo membentak. "Sin Wan adalah seorang pendekar sahabatku, dan gadis ini tadi sudah membantunya merobohkan semua penyerbu. Sekarang engkau tidak berterima kasih bahkan hendak menangkap mereka? Paman, sepatutnya engkau malu kepada mereka. Kalau tidak ada dua orang pendekar ini, mungkin kami sudah celaka oleh para penyerbu dan engkaulah yang bertanggung-jawab! Ingin kami mengetahui, apa saja yang kau jaga sehingga ada begini banyak orang dapat menyelundup masuk dan menyerang kami tanpa kau ketahui sama sekali? Hayo jawab!"
Raja Muda Yung Lo sudah marah sekali kepada Jenderal besar itu. Walau pun dia tahu bahwa Jenderal ini, di samping Jenderal Shu Ta, sudah banyak berjasa kepada ayahnya, namun kelengahannya sekali ini sungguh membuat dia marah karena dianggapnya sudah keterlaluan.
Wajah jenderal itu berubah merah sekali. "Harap paduka memaafkan dan maklum bahwa tadi hamba sibuk sekali menghentikan pertempuran yang berkobar di luar dan hampir saja mengorbankan banyak prajurit, Yang Mulia."
"Pertempuran?" Pangeran Mahkota terkejut juga seperti Raja Muda Yung Lo. "Apa yang terjadi, paman? Siapa yang bertempur?"
"Apa yang terjadi? Ceritakan!" kata pula Raja Muda Yung Lo tegas.
"Yang bertempur adalah pasukan kerajaan dari selatan melawan pasukan paduka yang melakukan barisan pendam, Yang Mulia," kata Jenderal itu kepada Raja Muda Yung Lo.
"Apa?! Bagaimana mungkin dua pasukan itu saling bertempur sendiri?"
"Hamba meredakan dan menghentikan pertempuran itu lalu melakukan penyelidikan yang menjadi sebabnya. Ternyata kedua pihak termakan desas-desus yang mengadu domba, Yang Mulia. Desas-desus yang diterima pasukan hamba adalah bahwa mereka dikepung oleh pasukan asing yang akan menyerbu ke dalam, sebaliknya desas-desus yang diterima pasukan paduka mengatakan bahwa mereka akan diserang oleh pasukan kerajaan dari dalam. Dimulai dengan bentrokan kecil yang menjalar semakin besar. Nah, agaknya pada saat hamba sibuk meredakan pertempuran itulah, para penjahat ini lalu datang menyerbu, menggunakan saat terjadi keributan dan kekacauan."
Mendengar keterangan ini, kemarahan Raja Muda Yung Lo terhadap Jenderal itu mereda karena tidak dapat terlalu disalahkan kalau ada penyelundupan ketika terjadi pertempuran seperti itu. Dia memandang Sin Wan dan bertanya,
"Sin Wan, bagaimana pendapatmu dengan terjadinya peristiwa pertempuran itu apa bila dihubungkan dengan penyerbuan tujuh belas orang ini?"
Sin Wan memandang kepada para prajurit yang kini sedang mengangkuti mayat-mayat itu keluar perahu, "Yang Mulia, tidak dapat diragukan lagi bahwa ada hubungan yang sangat erat antara kedua peristiwa itu. Saya hampir yakin bahwa pihak musuh memang sengaja merencanakan.”
"Nanti dulu, Sin Wan!'" Tiba-tiba Lili berseru sambil mengangkat tangan ke atas menyetop perkataan Sin Wan. "Saya kira sebaiknya kalau pembicaraan mengenai hal ini dilakukan di ruangan tertutup, bukan di tempat terbuka seperti ini. Siapa tahu di sini terdapat telinga musuh yang ikut mendengarkan!"
Berkata demikian, terang-terangan Lili mengerling dengan matanya yang lebar dan tajam ke arah Jenderal Yauw Ti! Tentu saja dia tidak mencurigai Jenderal itu, akan tetapi hal ini sengaja dia lakukan untuk menggoda Jenderal galak yang tidak disukainya itu.
Raja Muda Yung Lo mengangguk-angguk sambil tersenyum, memandang kagum kepada Lili, lalu menoleh ke arah pengawalnya, Kui Siang. Pada saat itu Kui Siang sedang saling pandang dengan Sin Wan.
Dapat dibayangkan bagaimana perasaan kedua orang ini sesudah kini bertemu dan saling berhadapan kembali tetapi sama sekali tidak mempunyai kesempatan untuk saling bicara, apa lagi saling menumpahkan perasaan rindu mereka. Hanya pandang mata mereka saja yang saling bertemu dalam tautan ketat dan mesra penuh kerinduan. Melihat hal ini Raja Muda Yung Lo tersenyum.
"Kui Siang, bagaimana pendapatmu dengan usul nona penari ini?"
Kui Siang mengangguk. "Hamba setuju, Yang Mulia. Memang usul itu baik sekali."
Raja Muda Yung Lo lalu mengajak Pangeran Mahkota supaya masuk ke dalam ruangan dalam. Yang diperkenankan masuk hanyalah Kui Siang sebagai pengawal raja muda itu, Yauw Siucai sebagai pengawal kepercayaan sang pangeran mahkota, kemudian Sin Wan dan Lili.
Mereka duduk mengelilingi sebuah meja. Pangeran Mahkota yang masih kelihatan lemas dan lemah itu duduk bersandar di kursinya, dijaga oleh Yauw Siucai. Karena pangeran itu seperti tak bersemangat untuk berbicara, maka Raja Muda Yung Lo yang mengambil alih pimpinan dalam percakapan itu.
“Sin Wan, sebelum kami mendengar pendapatmu, ingin kami mengetahui dan mengenal siapakah nona yang perkasa ini, dan harap kalian suka menanggalkan penyamaran kalian agar kami dapat mengenal wajah asli kalian."
Sin Wan dan Lili segera menanggalkan penyamaran pada muka dan rambut mereka. Sin Wan melepaskan kumis dan jenggot palsu, juga mengosok rambutnya sehingga berubah hitam kembali, menggosok kulit mukanya sehingga semua alat penyamarannya terlepas.
Demikian pula Lili. Dia menggosok-gosok mukanya dengan kain sehingga kini nampaklah wajah aslinya yang manis. Mukanya yang bulat nampak putih kemerahan, matanya yang lebar bersinar tajam, mulutnya yang manis dan selalu mengembangkan senyum dengan dihias lesung pipit di kanan kiri, hidungnya yang kecil mancung dengan cuping yang dapat bergerak lucu.
"Yang Mulia, gadis ini bernama Lili, ehh, nama lengkapnya Bwe Li, Bhok Bwe Li dan dia adalah puteri dari panglima Bhok Cun Ki di kota raja."
"Ahhh...! Kiranya ayahmu adalah pendekar Bhok Cun Ki yang menjadi panglima terkenal di kota raja itu, nona? Senang sekali dapat bertemu dan berkenalan denganmu."
"Hamba merasa terhormat sekali, Yang Mulia," kata Lili dan kini pandang matanya tanpa disembunyikan lagi memandang wajah raja muda yang ganteng dan gagah perkasa itu.
"Nah, sekarang lanjutkan pendapatmu tadi, Sin Wan," kata Raja Muda Yung Lo. Sesudah memandang penuh kagum kepada Lili, kini Raja Muda itu kembali menatap tajam wajah Sin Wan yang ditanyainya.
"Begini, Yang Mulia. Menurut pendapat hamba, hubungan antara kedua peristiwa itu erat sekali. Kita boleh yakin bahwa pihak musuh memang sengaja merencanakan semua ini, dengan mengadu domba kedua pasukan agar perhatian ditujukan kepada pertempuran itu sehingga mereka dapat menyelundupkan para pembunuh dengan mudah ke atas perahu setelah mereka merobohkan beberapa orang penjaga di tangga perahu."
"Maaf, bolehkah hamba mengajukan pendapat hamba, Yang Mulia?" Yauw Siucai yang sejak tadi menjaga Pangeran Mahkota tiba-tiba berkata dengan sikapnya yang hormat.
Mengingat bahwa sastrawan ini tadi juga mati-matian melindungi kakaknya, Raja Muda Yung Lo mengangguk. "Bicaralah."
“Mengingat keadaan Pangeran Mahkota yang lemah dan agaknya perlu dirawat sesudah mengalami kekagetan tadi, hamba mohon agar beliau ini dapat hamba antar kembali ke kota raja lebih dahulu. Hamba kira tidak baik untuk kesehatan beliau apa bila membiarkan beliau ikut mendengarkan tentang usaha pembunuhan yang bisa menimbulkan kenangan menakutkan itu...