RAJA MUDA Yung Lo memandang kepada kakaknya yang masih tampak pucat dan lemah, lalu dia pun mengangguk-angguk membenarkan. "Memang sebaiknya begitu. Aturlah saja dengan Jenderal Yauw Ti agar kakanda pangeran dapat dikawal dengan ketat untuk lebih dahulu kembali ke kota raja. Bukankah kakanda juga berpendapat lebih baik jika kakanda pulang lebih dulu?"
Pangeran Mahkota mengangguk. "Kurasa memang lebih baik begitu. Aku masih bingung dan terkejut membayangkan peristiwa tadi." Sesungguhnya pangeran ini memang merasa rikuh sekali bertemu dengan Lili di sana, teringat akan sikapnya yang hendak memaksa gadis itu menjadi selirnya.
"Kalau begitu, silakan, kakanda pangeran. Lain waktu saya akan menjenguk kakanda di kota raja."
Dengan bantuan Yauw Siucai, Pangeran Mahkota lantas keluar dari dalam kamar itu, dan setelah menghubungi Jenderal Yauw Ti, dengan dikawal ketat sang pangeran kembali ke selatan menggunakan kereta besar.
Sementara itu, Raja Muda Yung Lo minta agar Sin Wan dan Lili jangan pergi dulu. "Kami ingin membicarakan hal ini dengan kalian berdua," katanya.
Sesudah mereka keluar dari perahu pesta dan kembali ke perkemahan pasukan Yung Lo, Raja muda itu mengajak Kui Siang, Sin Wan, dan Lili bicara dalam kemahnya. Mula-mula dia minta kepada Sin Wan dan Lili menceritakan tentang keadaan di kota raja.
Dua orang muda itu bergantian menceritakan pengalaman mereka di kota raja, mengenai jaringan mata-mata Mongol yang agaknya dipimpin oleh Si Kedok Hitam. Raja Muda Yung Lo mendengarkan dengan hati tertarik sekali.
"Kalau begitu sungguh berbahaya sekali dan jaringan itu harus ditumpas segera. Apakah Pamanda Jenderal Shu Ta sudah tahu akan hal ini?"
"Tentu saja, Yang Mulia. Jenderal Shu Ta sudah mengutus Paman Bhok Cun Ki supaya menangani penyelidikan dan pengejaran terhadap jaringan mata-mata musuh ini, ada pun saya sendiri mewakili suhu Ciu-sian untuk melakukan penyelidikan membantunya. Nona Lili juga mewakili ayahnya untuk melakukan penyelidikan," kata Sin Wan yang tentu saja tidak menceritakan peristiwa pribadinya atau peristiwa keluarga Bhok Cun Ki. "Akan tetapi Si Kedok Hitam itu memang licin sekali, Yang Mulia. Ilmu kepandaiannya juga amat tinggi sehingga beberapa kali saya bentrok dengan dia, belum juga mampu menangkapnya atau membuka kedoknya."
"Hemm, saya berpendapat bahwa jenderal galak itu perlu dicurigai, Yang Mulia!" tiba-tiba Lili berkata.
Raja Muda Yung Lo terbelalak lantas mulutnya tersenyum. Gadis ini demikian bebas dan terus terang, juga pemberani, sungguh amat mengagumkan hatinya.
"Tetapi, nona. Jenderal Yauw Ti adalah seorang jenderal yang sangat setia dan sudah banyak berjasa terhadap ayahanda Sribaginda Kaisar. Dia tidak layak dicurigai! Bukankah tadi pun sikapnya sudah jelas bahwa dia melindungi kakanda pangeran dan menentang para pembunuh?"
"Akan tetapi sejak dahulu di kota raja sikapnya amat mencurigakan, Yang Mulia," bantah Lili tanpa sungkan lagi. "Semenjak semula dia sudah memusuhi Sin Wan, bahkan hendak menangkap Sin Wan, padahal dia tahu bahwa Sin Wan sedang melakukan penyelidikan dan mengejar-ngejar Si Kedok Hitam. Sikapnya itu jelas menunjukkan bahwa dia seperti melindungi Si Kedok Hitam. Tadi pun, melihat betapa Sin Wan dan saya menentang para pembunuh, dia bersikap memusuhi kami. Saya sungguh curiga kepadanya!"
"Lili, kalau dia memusuhiku, hal itu adalah karena dia membenci orang Uighur," kata Sin Wan terus terang.
"Aihh, benar juga!" tiba-tiba Raja Muda Yung Lo berseru. "Dahulu, ketika dia membantu Jenderal Shu Ta yang memimpin pasukan mengejar orang-orang Mongol ke utara dengan berhasil, pada suatu hari Jenderal Yauw Ti tertawan oleh sekelompok orang Uighur. Dia mengalami penghinaan dan agaknya peristiwa itulah yang membuat dia membenci orang Uighur. Kalau dia tahu bahwa engkau keturunan Uighur dan membencimu, hal itu tidaklah terlalu mengherankan."
"Lili, aku malah lebih condong mencurigai Yauw Siucai itu. Bagiku dia penuh rahasia dan aneh, apa lagi kalau aku teringat akan pengalamanku dahulu di kota raja pada waktu aku membayanginya, kemudian bertemu dengan Si Kedok Hitam...”
"Sepanjang yang kuketahui, Yauw Siucai ini tidak berbahaya meski pun dia memang aneh dan penuh rahasia," kata Lili.
"Yang jelas engkau memiliki tugas yang amat penting, Sin Wan. Oleh karena itu engkau harus cepat kembali ke kota raja dan melanjutkan usaha melakukan penyelidikan sampai engkau berhasil membongkar jaringan mata-mata Mongol yang berbahaya itu. Sebaiknya engkau memberi laporan selengkapnya kepada Paman Jenderal Shu Ta tentang semua yang terjadi di sini," kata Raja Muda Yung Lo.
"Baik, Yang Mulia. Memang saya tidak akan mau berhenti sebelum berhasil membongkar jaringan mata-mata itu, sebagai pelaksanaan tugas yang diberikan suhu kepada saya."
Sin Wan sudah bangkit dan hendak pamit. Hatinya merasa tidak enak sekali. Sudah sejak tadi dia bertemu Kui Siang dan sering kali bertukar pandang, tetapi tidak sepatah kata pun keluar dari mulut sumoi-nya itu. Agaknya sumoi-nya masih membencinya, atau setidaknya tak mau berhubungan atau bahkan bicara dengan dia. Kenyataan ini amat pahit baginya, sungguh menyakitkan hati sehingga dia tidak tahan untuk tinggal di sana lebih lama lagi, berdekatan dengan sumoi-nya, akan tetapi sama sekali tidak diajak bicara.
"Nanti dulu, Sin Wan, masih banyak sekali hal yang perlu kami bicarakan dengan kalian bertiga. Akan tetapi sebelum itu, kami menghendaki Kui Siang menemani ke kota raja dan membantumu melakukan penyelidikan."
Sin Wan terbelalak dan dia memandang kepada sumoi-nya, akan tetapi gadis itu bahkan menundukkan muka tidak memandang kepadanya. Ia merasa kasihan kepada sumoi-nya. "Akan tetapi, Yang Mulia, saya tidak... tidak ingin merepotkan sumoi..."
Raja muda itu tersenyum lebar. "Aku mengerti, memang usul kami ini datangnya terlalu tiba-tiba dan mengejutkan. Karena itu sudah sepatutnya jika kalian berdua membicarakan lebih dulu. Kui Siang, Sin Wan, keluarlah kalian dari sini dan kalian bicaralah dulu tentang kerja sama ini, sementara itu kami ingin bicara dengan nona Lili. Setelah selesai bicara, harap kalian masuk lagi karena percakapan kita belum selesai."
Sekarang Kui Siang mengangkat muka memandang. Dua pasang mata bertemu pandang, sesaat bertaut, kemudian Sin Wan memberi hormat kepada raja muda itu. "Baiklah, Yang Mulia. Mari sumoi, kita bicara di luar."
Tanpa menjawab Kui Siang bangkit, memberi hormat kepada raja muda itu lalu bersama Sin Wan dia keluar dari dalam tenda. Para penjaga di luar menghormat ketika Kui Siang yang mereka kenal sebagai pengawal pribadi raja muda yang amat mereka kagumi dan hormati, keluar bersama Sin Wan.
Lili mengikuti mereka dengan pandang mata dan mulut tersenyum, bahkan secara terang-terangan gadis ini mengangguk-angguk.
Melihat ini Raja Muda Yung Lo menegur, "Nona, kenapa engkau mengangguk-angguk?"
"Saya senang melihat mereka berdua," kata Lili terus terang.
"Hemm, sejauh manakah hubunganmu dengan Sin Wan, nona?"
Lili mengangkat muka memandang. Pandang mata gadis itu sungguh terbuka dan jujur, penuh keberanian dan semangat sehingga kembali raja muda itu merasa kagum.
"Apa yang paduka maksudkan dengan kata-kata sejauh mana itu, Pangeran... eh, paduka seorang raja muda dan...”
Yung Lo menggerakkan tangan. "Tidak mengapa, sebut saja pangeran karena aku juga seorang pangeran, adik tiri Pangeran Mahkota Chu Hui San, namaku Pangeran Yen. Kau belum menjawab pertanyaanku tadi. Yang kumaksud dengan sejauh mana hubunganmu dengan Sin Wan, apakah di antara kalian ada hubungan yang lebih erat, misalnya... kalian saling mencinta?"
Lili terbelalak, kemudian tersenyum sehingga lesung pipitnya nampak jelas. “Aihh, saya senang sekali mendengar pertanyaan yang langsung dan jujur itu, Pangeran. Saya akan menjawab sejujurnya pula. Tidak saya sangkal bahwa pernah saya berharap agar bisa menjadi jodoh Sin Wan, akan tetapi ternyata dia tidak dapat mencinta gadis lain karena dia telah jatuh cinta kepada seorang gadis. Saya pun mundur karena tak mungkin mencinta sebelah pihak, bukan? Dan sekarang saya tahu siapa gadis yang dicintanya itu. Tentu sumoi-nya itu."
Kini pangeran yang menjadi raja muda itu yang kagum. Benar-benar seorang gadis yang jujur dan terbuka, sikap yang amat disukainya karena dia sendiri pun suka akan kejujuran. "Dugaanmu benar. Mereka saling mencinta, akan tetapi karena kesalah pahaman mereka berpisah. Aku ingin agar mereka bersatu kembali, maka aku sengaja menyuruh Kui Siang menemaninya ke kota raja. Tetapi, sesudah Kui Siang pergi, aku akan merasa kehilangan sekali karena dia adalah pengawal pribadiku yang gagah perkasa dan baik. Dan melihat engkau, timbul keinginanku untuk meminta engkau menjadi pengganti Kui Siang, menjadi pengawal pribadiku. Maukah engkau, Lili?"
Kembali Lili tertegun dan memandang kepada raja muda itu dengan mata bulat dan mulut agak terbuka. Namun dia teringat ketika dia menjadi pengawal pribadi Pangeran Mahkota, maka dia memejamkan mata, menutup mulut dan menarik napas panjang melalui hidung sehingga cuping hidungnya berkembang kempis.
Geli juga hati Raja Muda Yung Lo melihat wajah yang manis dan lucu itu. "Kenapa engkau menghela napas panjang, Lili? Apa bila engkau tidak suka menerima, katakan saja terus terang, tak perlu berpura-pura."
"Pangeran, tawaran paduka agar saya menjadi pengawal pribadi paduka ini mengingatkan saya akan pengalaman saya ketika menjadi pengawal pribadi Sang Pangeran Mahkota."
Kini pangeran atau raja muda itu yang tertegun. "Ehh? Engkau pernah menjadi pengawal pribadi kakanda Pangeran Mahkota?" Dia mengerutkan alisnya lalu menyambung. "Akan tetapi... mengapa sekarang tidak lagi dan pengawalnya adalah Yauw Siucai yang penuh rahasia itu? Apa yang telah terjadi?"
Dengan sejujurnya, tanpa ada yang disembunyikan, Lili menceritakan tentang pertemuan dan perkenalannya dengan Yauw Siucai, dan betapa dia bersama Yauw Siucai kemudian bekerja pada Pangeran Mahkota.
"Oleh Pangeran Mahkota, saya ditarik menjadi pengawal pribadinya. Semula saya sangat menyukai pekerjaan itu karena sang pangeran mahkota bersikap halus dan baik. Akan tetapi kemudian, pada suatu hari dia hendak memaksa saya menjadi selirnya. Saya tidak mau dan ketika hendak dipaksa, saya lalu melarikan diri, bahkan pernah menjadi buronan yang dikejar-kejar. Untunglah akhirnya Jenderal Shu Ta berhasil menolong dan membujuk Pangeran Mahkota sehingga saya tak dikejar-kejar lagi. Nah, itulah pengalaman yang tadi membuat saya ragu-ragu ketika paduka menawarkan pekerjaan pengawal kepada saya."
Mendengar ini, Pangeran Yen atau Raja Muda Yung Lo menghela napas panjang. "Sudah lama aku mendengar akan prilaku kakanda pangeran yang tidak pantas itu. Akan tetapi, nona Lili, apakah engkau mengira aku akan bersikap seperti dia? Selama hidupku belum pernah aku memaksa seorang wanita!" Dia tertawa dan tawanya demikian bebas sehingga Lili juga ikut tertawa.
"Saya percaya, Pangeran. Biar pun paduka merupakan adik dari Pangeran Mahkota, akan tetapi saya telah mendengar banyak tentang paduka dari ayah."
"Apakah itu berarti engkau suka menerima tawaranku untuk menjadi pengawal pribadiku menggantikan Kui Siang?"
Gadis itu mengangguk sambil tersenyum. "Saya mau, Pangeran, akan tetapi saya harus memberi tahu kepada ayah dan ibu."
"Jangan khawatir, aku mengenal baik ayahmu. Aku akan mengirim surat kepada ayahmu untuk minta persetujuannya, sementara engkau ikut denganku ke utara, karena aku yakin bahwa Kui Siang tentu setuju untuk membantu Sin Wan sehingga aku tidak mempunyai pengawal pribadi lagi."
Lili tersenyum. "Pangeran, paduka sendiri memiliki ilmu bela diri yang cukup tangguh, dan paduka adalah raja muda yang memiliki pasukan besar. Siapa yang berani mengganggu paduka? Tanpa pengawal pribadi sekali pun, paduka akan selalu dalam keadaan aman."
"Wah, engkau keliru, Lili. Buktinya, baru saja aku beserta kakanda pangeran diserang dan hendak dibunuh musuh! Di samping untuk menjaga keselamatan, aku juga membutuhkan seorang pengawal pribadi sebagai seorang sahabat yang setia dan baik, yang tak segan-segan untuk menegur dan mengeritik kalau aku melakukan kesalahan."
Raja Muda Yung Lo lalu menceritakan mengenai keadaan dirinya dan penghuni istananya, juga mengenai para pembantunya di utara untuk memberi gambaran keadaan di Peking kepada Lili yang mendengarkan dengan penuh perhatian.
Jelas nampak perbedaan yang sangat menyolok antara raja muda ini dan kakaknya, sang pangeran mahkota. Memang ada persamaan bentuk wajah, keduanya sama tampan dan berwibawa. Akan tetapi, kalau pangeran mahkota nampak lemah dan kurang semangat, sebaliknya raja muda ini nampak kokoh kuat, gagah dan penuh semangat.
Mereka berdua meninggalkan perkemahan dan berjalan seiring tanpa bicara sedikit pun. Namun keduanya seperti bersepakat saja, berjalan menuju ke tepi sungai yang sunyi dan akhirnya, masih tanpa bicara, mereka berdiri berhadapan di atas rumput tebal di pinggir sungai, dalam cuaca yang remang-remang karena fajar mulai menyingsing dan malam itu terlewat tanpa terasa karena banyaknya peristiwa menegangkan terjadi.
Sudah terdengar bunyi kokok ayam di kejauhan, namun di tepi sungai itu masih terdengar pula sisa-sisa bunyi binatang malam, kerik jengkerik dan koak katak. Mereka hanya saling pandang, kemudian terdengar Sin Wan lebih dahulu berkata.
"Sumoi...” akan tetapi dia hanya mengeluarkan sepatah kata panggilan itu, karena tidak tahu harus bicara apa.
"Suheng..." Kui Siang juga memanggil, suaranya lirih dan jelas bahwa suara itu gemetar. Kembali hening karena keduanya hanya saling pandang.
Sin Wan tidak berani lancang bicara karena dia belum tahu akan isi hati sumoi-nya, masih mengira bahwa sumoi-nya tetap membencinya dan enggan bicara dengannya. Sebaliknya Kui Siang juga merasa sulit untuk bicara. Selama ini dia merindukan suheng-nya dan merasa bersalah kepada pemuda itu. Ingin dia minta maaf atas semua sikapnya yang tidak adil dan membenci suheng-nya, satu-satunya pria yang selama ini dicintanya, akan tetapi setelah berhadapan, dia merasa sukar untuk mengeluarkan kata-kata. Hatinya dicekam keharuan yang membuat lehernya seperti dicekik rasanya.
"Sumoi, sudah bertahun-tahun kita tidak saling jumpa..." Suara Sin Wan tersendat.
"Ya, sudah lama sekali, suheng…" Kui Siang menyambung.
"Sumoi, bagaimana keadaanmu selama ini? Baik-baik saja, bukan?” Suara Sin Wan mulai lancar ketika mendengar nada suara sumoi-nya tidak seperti orang marah.
Kui Siang menghela napas panjang dengan perasaan lega. Agaknya suheng-nya ini tidak mendendam sakit hati oleh sikapnya dahulu. "Aku baik-baik saja, suheng. Dan bagaimana dengan engkau?"
"Aku pun selalu dalam lindungan Allah Yang Maha Kasih, sumoi. Bagaimana pendapatmu mengenai perintah Raja Muda Yung Lo tadi, sumoi? Aku... aku tidak ingin melihat engkau repot dan tidak senang dengan pekerjaan itu..."
Hening sejenak, lalu terdengar suara Kui Siang, suara yang lirih dan sulit sekali keluarnya, seperti bercampur isak. "Suheng... apakah engkau tidak marah kepadaku..."
"Marah? Aku? Kenapa aku harus marah kepadamu, sumoi?"
Kui Siang menundukkan muka. "Suheng... dulu aku sudah menghinamu, aku memakimu anak penjahat, aku mengatakan bahwa aku… membencimu... suheng, aku... aku..." Kui Siang menangis, suaranya terputus, terganti suara isak tangisnya.
Sin Wan tertegun, hampir dia melonjak kegirangan dan tanpa disadarinya, kedua kakinya bergerak menghampiri gadis itu sampai mereka berdiri dekat sekali. "Sumoi, kalau begitu... engkau tidak lagi menganggap aku anak penjahat, engkau tidak lagi... membenciku?"
Dia memegang kedua pundak gadis itu, mendorong gadis itu tegak dan memandangnya. Kui Siang mengangkat mukanya dan air matanya bercucuran membasahi kedua pipinya.
"Suheng, kau... maafkan aku, suheng..." gadis itu berkata di antara isak tangisnya.
"Sumoi..." Sin Wan merangkul dan mendekap kepala itu yang kini bersandar ke dadanya. "Ya Allah, terima kasih atas karuniaMu... ahh, sumoi, betapa rinduku kepadamu, betapa cintaku kepadamu..."
"Suheng, maafkan aku..." gadis itu mengulang.
Dengan lembut Sin Wan mendorong pundak gadis itu sehingga dia bisa melihat mukanya, muka yang basah oleh air mata, mata yang mengandung penuh penyesalan dan dia pun menggunakan jari-jari tangannya mengusap air mata yang membasahi kedua pipi itu.
"Sumoi, engkau tidak bersalah apa-apa kepadaku. Memang aku pernah menjadi anak tiri penjahat yang telah menghancurkan keluarga ayahmu. Sudah sepantasnya kalau engkau membencinya, dan karena aku anak tirinya, sudah sepantasnya pula engkau membenci aku. Jangan minta maaf kepadaku. Tuhan Allah Maha Pengampun, sumoi, marilah kita mohon ampun atas segala kesalahan kita kepadaNya."
"Suheng..." Kui Siang kembali merebahkan mukanya di dada pria yang selama ini selalu dirindukannya, pria yang lebih dipilihnya dari pada Raja Muda Yung Lo!
Sampai beberapa lamanya mereka terbenam dalam suasana yang asyik masyuk ini, lupa diri lupa keadaan, seakan menjadi satu. Bersatunya dua buah hati yang saling mencinta. Sesudah keharuan yang tadi melanda hati keduanya lewat, barulah Sin Wan melepaskan rangkulannya dan berkatalah dia dengan suara yang lembut.
"Sumoi, kita mengucap syukur kepada Tuhan Maha Pengasih yang mempertemukan kita dalam keadaan seperti ini. Aku merasa sangat berbahagia, sumoi. Sekarang bagaimana pendapatmu tentang perintah Raja Muda Yung Lo agar engkau membantuku melakukan penyelidikan ke selatan?"
"Beliau mengeluarkan perintah itu memang sengaja agar kita dapat bersatu suheng."
"Ehh? Apa maksudmu?"
"Suheng, beliau pernah menyatakan cinta kepadaku dan ingin memperisteriku, tetapi aku menolaknya dan mengatakan bahwa cintaku hanya untukmu. Dengan bijaksananya, beliau dapat menerima alasan itu dan beliau berjanji untuk mempersatukan kita. Ternyata beliau memegang janjinya, suheng."
Sin Wan kembali mendekap gadis itu dengan penuh kasih sayang. Bukan main sumoi-nya ini, pikirnya. Menolak pinangan Raja Muda Yung Lo dan memilih dia! Betapa bangga dan besar rasa hatinya.
"Kalau begitu, engkau mau menerima perintah itu? Kita melakukan perjalanan bersama ke selatan?"
"Tentu saja, suheng. Mulai detik ini aku tidak sudi lagi berpisah darimu, biar satu hari pun! Kita hidup dan mati bersama. Aku pun tak ingin engkau melakukan perjalanan didampingi gadis lain seperti yang terjadi dengan Lili itu. Rasanya masih panas hatiku bila mengingat betapa akrabnya engkau dengannya."
Sin Wan tertawa. "Ihhh, engkau cemburu? Bukankah sudah kukatakan bahwa aku tidak mencintanya, sungguh pun dia seorang gadis yang baik pula? Kau tahu, sumoi, Lili adalah puteri kandung panglima Bhok Cun Ki."
Dengan singkat Sin Wan lantas bercerita tentang Lili dan Bhok Cun Ki. Kui Siang senang mendengarnya dan dia percaya sepenuhnya bahwa kekasihnya ini tidak pernah mencinta gadis lain kecuali dirinya seorang. Sambil bergandengan tangan akhirnya mereka kembali ke perkemahan di mana Raja Muda Yung Lo masih nampak bercakap-cakap dengan Lili.
Melihat dua orang muda itu masuk ke dalam perkemahan sambil bergandengan tangan, Raja Muda Yung Lo tersenyum lebar dan bangkit menyambut mereka dengan sinar mata gembira.
"Selamat, selamat. Kini perpisahan telah berakhir dan dua hati yang saling mencinta telah bertemu dan berkumpul kembali!" kata bangsawan itu dengan kegembiraan yang wajar.
"Aku juga turut gembira, Sin Wan. Ternyata penolakanmu terhadap adikku Ci Hwa bukan alasan kosong karena ternyata engkau memang sudah mempunyai pilihan hati sendiri. Kionghi (selamat)!" kata pula Lili.
Sin Wan dan Kui Siang merasa terharu dan kagum bukan main. Sin Wan merasa kagum kepada Lili yang demikian jujur dan bisa menerima kenyataan, sedangkan Kui Siang juga kagum terhadap Raja Muda Yung Lo. Dua orang itu benar-benar merupakan orang-orang yang memiliki pandangan luas dan kejujuran yang terbuka, bukan hanya membuta karena nafsu mementingkan diri sendiri belaka.
Sin Wan dan Kui Siang cepat memberi hormat dan mengucapkan terima kasih mereka. "Yang Mulia, saja mohon diri untuk segera kembali ke kota raja dan melaksanakan tugas penyelidikan yang penting itu."
"Dan saya pun dengan senang hati mematuhi perintah paduka untuk membantu suheng membongkar rahasia jaringan mata-mata Mongol di kota raja, Yang Mulia."
Raja Muda Yung Lo mengangguk-angguk dan tersenyum ramah. "Berita ini sungguh amat menggembirakan hati kami, dan memang sebaiknya kalau kalian segera pergi ke selatan melaksanakan tugas itu. Namun ada berita lain yang juga sangat menggembirakan, yaitu bahwa nona Lili telah menerima permintaanku untuk menggantikan kedudukan Kui Siang, menjadi pengawal pribadiku."
Sin Wan dan Kui Siang saling pandang dan tersenyum gembira. "Sungguh, kiranya tidak ada lain orang yang lebih cocok untuk menjadi pengawal pribadi paduka kecuali Lili, Yang Mulia!" kata Sin Wan.
"Ucapan suheng benar sekali! Saya pun merasa gembira karena saya sudah mendengar dari suheng tentang adik Lili dan memang dia amat cocok untuk menjadi pengawal pribadi paduka!" sambung Kui Siang.
"Nah, mengenai Lili, kami hendak menitipkan surat ini kepadamu, Sin Wan, agar engkau serahkan kepada Panglima Bhok Cun Ki, di mana kami meminta persetujuannya supaya puterinya dapat bekerja sebagai pengawal pribadiku."
"Ada satu hal lagi yang amat menggelisahkan hati kami, dan hanya kepada kalian bertiga aku mau membicarakannya karena aku percaya kepada kalian. Duduklah dan dengarkan baik-baik, akan tetapi apa pun yang kalian dengar dari mulutku ini jangan sampai kalian bocorkan kepada orang lain," kata Raja Muda Yung Lo dan melihat kesungguhan sikap, pandang mata dan suara raja muda itu, Sin Wan, Lili dan Kui Siang segera mengambil tempat duduk kemudian mendengarkan penuh perhatian.
"Telah terjadi perubahan besar sekali di kota raja, terutama perubahan atas diri ayahanda Sribaginda Kaisar dan Kakanda Pangeran Mahkota." Dia mulai berbicara dengan pandang mata penuh duka. "Sribaginda Kaisar yang dulu dikenal sebagai seorang pemimpin besar, pendiri Kerajaan Beng dan pengusir penjajah Mongol, sekarang telah berubah dalam usia tuanya. Dahulu beliau adalah seorang ayah yang mencinta putera-puteranya, akan tetapi sekarang? Beliau menjadi orang yang selalu gelisah, selalu curiga, bahkan terhadap para putera sendiri beliau tak percaya. Beliau merasa seolah-olah dikepung musuh-musuh dan hampir tidak ada orang yang beliau percaya lagi. Dan kecurigaan ini membuat beliau suka berbuat kejam dan tidak adil. Entah berapa banyaknya panglima dan pejabat yang sudah dihukum mati hanya karena beliau menaruh curiga."
"Sesungguhnya dalam percakapannya berdua dengan saya, Paman Bhok Cun Ki pernah menyinggung keadaan itu, Yang Mulia. Pada saat Sribaginda menghukum mati tiga orang panglimanya yang setia, kemudian menghukum mati pula seorang menteri yang mencoba mengingatkan beliau dan memprotes, maka para pejabat lainnya mundur dan tidak berani mencampuri. Juga Paman Bhok Cun Ki sendiri tidak berdaya. Bahkan dua orang Jenderal besar yang dipercaya Sribaginda, yaitu Jenderal Shu Ta dan Jenderal Yauw Ti, juga tidak mampu mengingatkan beliau," kata Sin Wan.
Raja Muda Yung Lo menarik napas panjang. "Memang beliau telah berubah sama sekali. Aku ingat benar ketika aku masih kecil, ayahanda sering bercerita tentang masa lalunya. Beliau merasa bangga sekali ketika menceritakan masa muda beliau yang pernah menjadi penggembala kerbau, pernah menjadi kacung di kuil, bahkan pernah menjadi gelandangan yang tidak berumah, menjadi anggota kai-pang (perkumpulan pengemis) dan memimpin orang-orang kangouw. Semua itu diceritakan dengan gembira. Beliau bangga bahwa dari rakyat kecil biasa, akhirnya beliau berhasil menjadi pemimpin besar menghalau penjajah kemudian mendirikan kerajaan baru. Akan tetapi sekarang terjadi sebaliknya, apa bila ada yang bicara sedikit saja tentang masa lalu beliau, hal ini dianggap penghinaan dan orang itu akan dihukum mati!"
"Saya kira paduka tidak perlu terlampau menyusahkan keadaan Sribaginda itu, Pangeran. Mungkin beliau mempunyai alasan kuat untuk menjatuhkan hukuman," kata Lili.
Raja Muda Yung Lo tersenyum sambil mengangguk. "Engkau benar, Lili. Aku pun sudah sering kali menghibur diri. Namun, bagaimana pun juga Sribaginda Kaisar adalah orang yang paling berjasa bagi tanah air dan bangsa."
"Dan perubahan apa yang terjadi pada diri Pangeran Mahkota, Pangeran?" Lili bertanya.
"Lili, tentu engkau sudah tahu sendiri betapa sekarang kakanda pangeran hanya mengejar kesenangan, hanya mengumbar nafsu tanpa peduli dengan pemerintahan. Padahal beliau adalah pangeran mahkota yang akan menggantikan ayahanda Kaisar. Engkau mengalami sendiri betapa untuk menuruti nafsunya, beliau sampai lupa diri kemudian melakukan hal-hal yang amat tidak patut, seperti yang coba beliau lakukan terhadap dirimu. Benar-benar memprihatinkan sekali kalau aku ingat kepada ayahanda dan kakanda di kota raja."
"Lalu apa yang paduka ingin kami perbuat sehubungan dengan dua hal itu, Yang Mulia?" kata Kui Siang yang merasa kasihan kepada raja muda itu.
“Sesudah kalian berada di kota raja, aku ingin agar kalian menyelidiki pula apa hubungan perubahan pada ayahanda dan kakanda itu dengan kegiatan jaringan mata-mata Mongol. Kami khawatir kalau-kalau perubahan itu adalah akibat ulah para mata-mata yang tentu ingin menghancurkan Kerajaan Beng..."
Pangeran Mahkota mengangguk. "Kurasa memang lebih baik begitu. Aku masih bingung dan terkejut membayangkan peristiwa tadi." Sesungguhnya pangeran ini memang merasa rikuh sekali bertemu dengan Lili di sana, teringat akan sikapnya yang hendak memaksa gadis itu menjadi selirnya.
"Kalau begitu, silakan, kakanda pangeran. Lain waktu saya akan menjenguk kakanda di kota raja."
Dengan bantuan Yauw Siucai, Pangeran Mahkota lantas keluar dari dalam kamar itu, dan setelah menghubungi Jenderal Yauw Ti, dengan dikawal ketat sang pangeran kembali ke selatan menggunakan kereta besar.
Sementara itu, Raja Muda Yung Lo minta agar Sin Wan dan Lili jangan pergi dulu. "Kami ingin membicarakan hal ini dengan kalian berdua," katanya.
Sesudah mereka keluar dari perahu pesta dan kembali ke perkemahan pasukan Yung Lo, Raja muda itu mengajak Kui Siang, Sin Wan, dan Lili bicara dalam kemahnya. Mula-mula dia minta kepada Sin Wan dan Lili menceritakan tentang keadaan di kota raja.
Dua orang muda itu bergantian menceritakan pengalaman mereka di kota raja, mengenai jaringan mata-mata Mongol yang agaknya dipimpin oleh Si Kedok Hitam. Raja Muda Yung Lo mendengarkan dengan hati tertarik sekali.
"Kalau begitu sungguh berbahaya sekali dan jaringan itu harus ditumpas segera. Apakah Pamanda Jenderal Shu Ta sudah tahu akan hal ini?"
"Tentu saja, Yang Mulia. Jenderal Shu Ta sudah mengutus Paman Bhok Cun Ki supaya menangani penyelidikan dan pengejaran terhadap jaringan mata-mata musuh ini, ada pun saya sendiri mewakili suhu Ciu-sian untuk melakukan penyelidikan membantunya. Nona Lili juga mewakili ayahnya untuk melakukan penyelidikan," kata Sin Wan yang tentu saja tidak menceritakan peristiwa pribadinya atau peristiwa keluarga Bhok Cun Ki. "Akan tetapi Si Kedok Hitam itu memang licin sekali, Yang Mulia. Ilmu kepandaiannya juga amat tinggi sehingga beberapa kali saya bentrok dengan dia, belum juga mampu menangkapnya atau membuka kedoknya."
"Hemm, saya berpendapat bahwa jenderal galak itu perlu dicurigai, Yang Mulia!" tiba-tiba Lili berkata.
Raja Muda Yung Lo terbelalak lantas mulutnya tersenyum. Gadis ini demikian bebas dan terus terang, juga pemberani, sungguh amat mengagumkan hatinya.
"Tetapi, nona. Jenderal Yauw Ti adalah seorang jenderal yang sangat setia dan sudah banyak berjasa terhadap ayahanda Sribaginda Kaisar. Dia tidak layak dicurigai! Bukankah tadi pun sikapnya sudah jelas bahwa dia melindungi kakanda pangeran dan menentang para pembunuh?"
"Akan tetapi sejak dahulu di kota raja sikapnya amat mencurigakan, Yang Mulia," bantah Lili tanpa sungkan lagi. "Semenjak semula dia sudah memusuhi Sin Wan, bahkan hendak menangkap Sin Wan, padahal dia tahu bahwa Sin Wan sedang melakukan penyelidikan dan mengejar-ngejar Si Kedok Hitam. Sikapnya itu jelas menunjukkan bahwa dia seperti melindungi Si Kedok Hitam. Tadi pun, melihat betapa Sin Wan dan saya menentang para pembunuh, dia bersikap memusuhi kami. Saya sungguh curiga kepadanya!"
"Lili, kalau dia memusuhiku, hal itu adalah karena dia membenci orang Uighur," kata Sin Wan terus terang.
"Aihh, benar juga!" tiba-tiba Raja Muda Yung Lo berseru. "Dahulu, ketika dia membantu Jenderal Shu Ta yang memimpin pasukan mengejar orang-orang Mongol ke utara dengan berhasil, pada suatu hari Jenderal Yauw Ti tertawan oleh sekelompok orang Uighur. Dia mengalami penghinaan dan agaknya peristiwa itulah yang membuat dia membenci orang Uighur. Kalau dia tahu bahwa engkau keturunan Uighur dan membencimu, hal itu tidaklah terlalu mengherankan."
"Lili, aku malah lebih condong mencurigai Yauw Siucai itu. Bagiku dia penuh rahasia dan aneh, apa lagi kalau aku teringat akan pengalamanku dahulu di kota raja pada waktu aku membayanginya, kemudian bertemu dengan Si Kedok Hitam...”
"Sepanjang yang kuketahui, Yauw Siucai ini tidak berbahaya meski pun dia memang aneh dan penuh rahasia," kata Lili.
"Yang jelas engkau memiliki tugas yang amat penting, Sin Wan. Oleh karena itu engkau harus cepat kembali ke kota raja dan melanjutkan usaha melakukan penyelidikan sampai engkau berhasil membongkar jaringan mata-mata Mongol yang berbahaya itu. Sebaiknya engkau memberi laporan selengkapnya kepada Paman Jenderal Shu Ta tentang semua yang terjadi di sini," kata Raja Muda Yung Lo.
"Baik, Yang Mulia. Memang saya tidak akan mau berhenti sebelum berhasil membongkar jaringan mata-mata itu, sebagai pelaksanaan tugas yang diberikan suhu kepada saya."
Sin Wan sudah bangkit dan hendak pamit. Hatinya merasa tidak enak sekali. Sudah sejak tadi dia bertemu Kui Siang dan sering kali bertukar pandang, tetapi tidak sepatah kata pun keluar dari mulut sumoi-nya itu. Agaknya sumoi-nya masih membencinya, atau setidaknya tak mau berhubungan atau bahkan bicara dengan dia. Kenyataan ini amat pahit baginya, sungguh menyakitkan hati sehingga dia tidak tahan untuk tinggal di sana lebih lama lagi, berdekatan dengan sumoi-nya, akan tetapi sama sekali tidak diajak bicara.
"Nanti dulu, Sin Wan, masih banyak sekali hal yang perlu kami bicarakan dengan kalian bertiga. Akan tetapi sebelum itu, kami menghendaki Kui Siang menemani ke kota raja dan membantumu melakukan penyelidikan."
Sin Wan terbelalak dan dia memandang kepada sumoi-nya, akan tetapi gadis itu bahkan menundukkan muka tidak memandang kepadanya. Ia merasa kasihan kepada sumoi-nya. "Akan tetapi, Yang Mulia, saya tidak... tidak ingin merepotkan sumoi..."
Raja muda itu tersenyum lebar. "Aku mengerti, memang usul kami ini datangnya terlalu tiba-tiba dan mengejutkan. Karena itu sudah sepatutnya jika kalian berdua membicarakan lebih dulu. Kui Siang, Sin Wan, keluarlah kalian dari sini dan kalian bicaralah dulu tentang kerja sama ini, sementara itu kami ingin bicara dengan nona Lili. Setelah selesai bicara, harap kalian masuk lagi karena percakapan kita belum selesai."
Sekarang Kui Siang mengangkat muka memandang. Dua pasang mata bertemu pandang, sesaat bertaut, kemudian Sin Wan memberi hormat kepada raja muda itu. "Baiklah, Yang Mulia. Mari sumoi, kita bicara di luar."
Tanpa menjawab Kui Siang bangkit, memberi hormat kepada raja muda itu lalu bersama Sin Wan dia keluar dari dalam tenda. Para penjaga di luar menghormat ketika Kui Siang yang mereka kenal sebagai pengawal pribadi raja muda yang amat mereka kagumi dan hormati, keluar bersama Sin Wan.
Lili mengikuti mereka dengan pandang mata dan mulut tersenyum, bahkan secara terang-terangan gadis ini mengangguk-angguk.
Melihat ini Raja Muda Yung Lo menegur, "Nona, kenapa engkau mengangguk-angguk?"
"Saya senang melihat mereka berdua," kata Lili terus terang.
"Hemm, sejauh manakah hubunganmu dengan Sin Wan, nona?"
Lili mengangkat muka memandang. Pandang mata gadis itu sungguh terbuka dan jujur, penuh keberanian dan semangat sehingga kembali raja muda itu merasa kagum.
"Apa yang paduka maksudkan dengan kata-kata sejauh mana itu, Pangeran... eh, paduka seorang raja muda dan...”
Yung Lo menggerakkan tangan. "Tidak mengapa, sebut saja pangeran karena aku juga seorang pangeran, adik tiri Pangeran Mahkota Chu Hui San, namaku Pangeran Yen. Kau belum menjawab pertanyaanku tadi. Yang kumaksud dengan sejauh mana hubunganmu dengan Sin Wan, apakah di antara kalian ada hubungan yang lebih erat, misalnya... kalian saling mencinta?"
Lili terbelalak, kemudian tersenyum sehingga lesung pipitnya nampak jelas. “Aihh, saya senang sekali mendengar pertanyaan yang langsung dan jujur itu, Pangeran. Saya akan menjawab sejujurnya pula. Tidak saya sangkal bahwa pernah saya berharap agar bisa menjadi jodoh Sin Wan, akan tetapi ternyata dia tidak dapat mencinta gadis lain karena dia telah jatuh cinta kepada seorang gadis. Saya pun mundur karena tak mungkin mencinta sebelah pihak, bukan? Dan sekarang saya tahu siapa gadis yang dicintanya itu. Tentu sumoi-nya itu."
Kini pangeran yang menjadi raja muda itu yang kagum. Benar-benar seorang gadis yang jujur dan terbuka, sikap yang amat disukainya karena dia sendiri pun suka akan kejujuran. "Dugaanmu benar. Mereka saling mencinta, akan tetapi karena kesalah pahaman mereka berpisah. Aku ingin agar mereka bersatu kembali, maka aku sengaja menyuruh Kui Siang menemaninya ke kota raja. Tetapi, sesudah Kui Siang pergi, aku akan merasa kehilangan sekali karena dia adalah pengawal pribadiku yang gagah perkasa dan baik. Dan melihat engkau, timbul keinginanku untuk meminta engkau menjadi pengganti Kui Siang, menjadi pengawal pribadiku. Maukah engkau, Lili?"
Kembali Lili tertegun dan memandang kepada raja muda itu dengan mata bulat dan mulut agak terbuka. Namun dia teringat ketika dia menjadi pengawal pribadi Pangeran Mahkota, maka dia memejamkan mata, menutup mulut dan menarik napas panjang melalui hidung sehingga cuping hidungnya berkembang kempis.
Geli juga hati Raja Muda Yung Lo melihat wajah yang manis dan lucu itu. "Kenapa engkau menghela napas panjang, Lili? Apa bila engkau tidak suka menerima, katakan saja terus terang, tak perlu berpura-pura."
"Pangeran, tawaran paduka agar saya menjadi pengawal pribadi paduka ini mengingatkan saya akan pengalaman saya ketika menjadi pengawal pribadi Sang Pangeran Mahkota."
Kini pangeran atau raja muda itu yang tertegun. "Ehh? Engkau pernah menjadi pengawal pribadi kakanda Pangeran Mahkota?" Dia mengerutkan alisnya lalu menyambung. "Akan tetapi... mengapa sekarang tidak lagi dan pengawalnya adalah Yauw Siucai yang penuh rahasia itu? Apa yang telah terjadi?"
Dengan sejujurnya, tanpa ada yang disembunyikan, Lili menceritakan tentang pertemuan dan perkenalannya dengan Yauw Siucai, dan betapa dia bersama Yauw Siucai kemudian bekerja pada Pangeran Mahkota.
"Oleh Pangeran Mahkota, saya ditarik menjadi pengawal pribadinya. Semula saya sangat menyukai pekerjaan itu karena sang pangeran mahkota bersikap halus dan baik. Akan tetapi kemudian, pada suatu hari dia hendak memaksa saya menjadi selirnya. Saya tidak mau dan ketika hendak dipaksa, saya lalu melarikan diri, bahkan pernah menjadi buronan yang dikejar-kejar. Untunglah akhirnya Jenderal Shu Ta berhasil menolong dan membujuk Pangeran Mahkota sehingga saya tak dikejar-kejar lagi. Nah, itulah pengalaman yang tadi membuat saya ragu-ragu ketika paduka menawarkan pekerjaan pengawal kepada saya."
Mendengar ini, Pangeran Yen atau Raja Muda Yung Lo menghela napas panjang. "Sudah lama aku mendengar akan prilaku kakanda pangeran yang tidak pantas itu. Akan tetapi, nona Lili, apakah engkau mengira aku akan bersikap seperti dia? Selama hidupku belum pernah aku memaksa seorang wanita!" Dia tertawa dan tawanya demikian bebas sehingga Lili juga ikut tertawa.
"Saya percaya, Pangeran. Biar pun paduka merupakan adik dari Pangeran Mahkota, akan tetapi saya telah mendengar banyak tentang paduka dari ayah."
"Apakah itu berarti engkau suka menerima tawaranku untuk menjadi pengawal pribadiku menggantikan Kui Siang?"
Gadis itu mengangguk sambil tersenyum. "Saya mau, Pangeran, akan tetapi saya harus memberi tahu kepada ayah dan ibu."
"Jangan khawatir, aku mengenal baik ayahmu. Aku akan mengirim surat kepada ayahmu untuk minta persetujuannya, sementara engkau ikut denganku ke utara, karena aku yakin bahwa Kui Siang tentu setuju untuk membantu Sin Wan sehingga aku tidak mempunyai pengawal pribadi lagi."
Lili tersenyum. "Pangeran, paduka sendiri memiliki ilmu bela diri yang cukup tangguh, dan paduka adalah raja muda yang memiliki pasukan besar. Siapa yang berani mengganggu paduka? Tanpa pengawal pribadi sekali pun, paduka akan selalu dalam keadaan aman."
"Wah, engkau keliru, Lili. Buktinya, baru saja aku beserta kakanda pangeran diserang dan hendak dibunuh musuh! Di samping untuk menjaga keselamatan, aku juga membutuhkan seorang pengawal pribadi sebagai seorang sahabat yang setia dan baik, yang tak segan-segan untuk menegur dan mengeritik kalau aku melakukan kesalahan."
Raja Muda Yung Lo lalu menceritakan mengenai keadaan dirinya dan penghuni istananya, juga mengenai para pembantunya di utara untuk memberi gambaran keadaan di Peking kepada Lili yang mendengarkan dengan penuh perhatian.
Jelas nampak perbedaan yang sangat menyolok antara raja muda ini dan kakaknya, sang pangeran mahkota. Memang ada persamaan bentuk wajah, keduanya sama tampan dan berwibawa. Akan tetapi, kalau pangeran mahkota nampak lemah dan kurang semangat, sebaliknya raja muda ini nampak kokoh kuat, gagah dan penuh semangat.
********************
Mereka berdua meninggalkan perkemahan dan berjalan seiring tanpa bicara sedikit pun. Namun keduanya seperti bersepakat saja, berjalan menuju ke tepi sungai yang sunyi dan akhirnya, masih tanpa bicara, mereka berdiri berhadapan di atas rumput tebal di pinggir sungai, dalam cuaca yang remang-remang karena fajar mulai menyingsing dan malam itu terlewat tanpa terasa karena banyaknya peristiwa menegangkan terjadi.
Sudah terdengar bunyi kokok ayam di kejauhan, namun di tepi sungai itu masih terdengar pula sisa-sisa bunyi binatang malam, kerik jengkerik dan koak katak. Mereka hanya saling pandang, kemudian terdengar Sin Wan lebih dahulu berkata.
"Sumoi...” akan tetapi dia hanya mengeluarkan sepatah kata panggilan itu, karena tidak tahu harus bicara apa.
"Suheng..." Kui Siang juga memanggil, suaranya lirih dan jelas bahwa suara itu gemetar. Kembali hening karena keduanya hanya saling pandang.
Sin Wan tidak berani lancang bicara karena dia belum tahu akan isi hati sumoi-nya, masih mengira bahwa sumoi-nya tetap membencinya dan enggan bicara dengannya. Sebaliknya Kui Siang juga merasa sulit untuk bicara. Selama ini dia merindukan suheng-nya dan merasa bersalah kepada pemuda itu. Ingin dia minta maaf atas semua sikapnya yang tidak adil dan membenci suheng-nya, satu-satunya pria yang selama ini dicintanya, akan tetapi setelah berhadapan, dia merasa sukar untuk mengeluarkan kata-kata. Hatinya dicekam keharuan yang membuat lehernya seperti dicekik rasanya.
"Sumoi, sudah bertahun-tahun kita tidak saling jumpa..." Suara Sin Wan tersendat.
"Ya, sudah lama sekali, suheng…" Kui Siang menyambung.
"Sumoi, bagaimana keadaanmu selama ini? Baik-baik saja, bukan?” Suara Sin Wan mulai lancar ketika mendengar nada suara sumoi-nya tidak seperti orang marah.
Kui Siang menghela napas panjang dengan perasaan lega. Agaknya suheng-nya ini tidak mendendam sakit hati oleh sikapnya dahulu. "Aku baik-baik saja, suheng. Dan bagaimana dengan engkau?"
"Aku pun selalu dalam lindungan Allah Yang Maha Kasih, sumoi. Bagaimana pendapatmu mengenai perintah Raja Muda Yung Lo tadi, sumoi? Aku... aku tidak ingin melihat engkau repot dan tidak senang dengan pekerjaan itu..."
Hening sejenak, lalu terdengar suara Kui Siang, suara yang lirih dan sulit sekali keluarnya, seperti bercampur isak. "Suheng... apakah engkau tidak marah kepadaku..."
"Marah? Aku? Kenapa aku harus marah kepadamu, sumoi?"
Kui Siang menundukkan muka. "Suheng... dulu aku sudah menghinamu, aku memakimu anak penjahat, aku mengatakan bahwa aku… membencimu... suheng, aku... aku..." Kui Siang menangis, suaranya terputus, terganti suara isak tangisnya.
Sin Wan tertegun, hampir dia melonjak kegirangan dan tanpa disadarinya, kedua kakinya bergerak menghampiri gadis itu sampai mereka berdiri dekat sekali. "Sumoi, kalau begitu... engkau tidak lagi menganggap aku anak penjahat, engkau tidak lagi... membenciku?"
Dia memegang kedua pundak gadis itu, mendorong gadis itu tegak dan memandangnya. Kui Siang mengangkat mukanya dan air matanya bercucuran membasahi kedua pipinya.
"Suheng, kau... maafkan aku, suheng..." gadis itu berkata di antara isak tangisnya.
"Sumoi..." Sin Wan merangkul dan mendekap kepala itu yang kini bersandar ke dadanya. "Ya Allah, terima kasih atas karuniaMu... ahh, sumoi, betapa rinduku kepadamu, betapa cintaku kepadamu..."
"Suheng, maafkan aku..." gadis itu mengulang.
Dengan lembut Sin Wan mendorong pundak gadis itu sehingga dia bisa melihat mukanya, muka yang basah oleh air mata, mata yang mengandung penuh penyesalan dan dia pun menggunakan jari-jari tangannya mengusap air mata yang membasahi kedua pipi itu.
"Sumoi, engkau tidak bersalah apa-apa kepadaku. Memang aku pernah menjadi anak tiri penjahat yang telah menghancurkan keluarga ayahmu. Sudah sepantasnya kalau engkau membencinya, dan karena aku anak tirinya, sudah sepantasnya pula engkau membenci aku. Jangan minta maaf kepadaku. Tuhan Allah Maha Pengampun, sumoi, marilah kita mohon ampun atas segala kesalahan kita kepadaNya."
"Suheng..." Kui Siang kembali merebahkan mukanya di dada pria yang selama ini selalu dirindukannya, pria yang lebih dipilihnya dari pada Raja Muda Yung Lo!
Sampai beberapa lamanya mereka terbenam dalam suasana yang asyik masyuk ini, lupa diri lupa keadaan, seakan menjadi satu. Bersatunya dua buah hati yang saling mencinta. Sesudah keharuan yang tadi melanda hati keduanya lewat, barulah Sin Wan melepaskan rangkulannya dan berkatalah dia dengan suara yang lembut.
"Sumoi, kita mengucap syukur kepada Tuhan Maha Pengasih yang mempertemukan kita dalam keadaan seperti ini. Aku merasa sangat berbahagia, sumoi. Sekarang bagaimana pendapatmu tentang perintah Raja Muda Yung Lo agar engkau membantuku melakukan penyelidikan ke selatan?"
"Beliau mengeluarkan perintah itu memang sengaja agar kita dapat bersatu suheng."
"Ehh? Apa maksudmu?"
"Suheng, beliau pernah menyatakan cinta kepadaku dan ingin memperisteriku, tetapi aku menolaknya dan mengatakan bahwa cintaku hanya untukmu. Dengan bijaksananya, beliau dapat menerima alasan itu dan beliau berjanji untuk mempersatukan kita. Ternyata beliau memegang janjinya, suheng."
Sin Wan kembali mendekap gadis itu dengan penuh kasih sayang. Bukan main sumoi-nya ini, pikirnya. Menolak pinangan Raja Muda Yung Lo dan memilih dia! Betapa bangga dan besar rasa hatinya.
"Kalau begitu, engkau mau menerima perintah itu? Kita melakukan perjalanan bersama ke selatan?"
"Tentu saja, suheng. Mulai detik ini aku tidak sudi lagi berpisah darimu, biar satu hari pun! Kita hidup dan mati bersama. Aku pun tak ingin engkau melakukan perjalanan didampingi gadis lain seperti yang terjadi dengan Lili itu. Rasanya masih panas hatiku bila mengingat betapa akrabnya engkau dengannya."
Sin Wan tertawa. "Ihhh, engkau cemburu? Bukankah sudah kukatakan bahwa aku tidak mencintanya, sungguh pun dia seorang gadis yang baik pula? Kau tahu, sumoi, Lili adalah puteri kandung panglima Bhok Cun Ki."
Dengan singkat Sin Wan lantas bercerita tentang Lili dan Bhok Cun Ki. Kui Siang senang mendengarnya dan dia percaya sepenuhnya bahwa kekasihnya ini tidak pernah mencinta gadis lain kecuali dirinya seorang. Sambil bergandengan tangan akhirnya mereka kembali ke perkemahan di mana Raja Muda Yung Lo masih nampak bercakap-cakap dengan Lili.
Melihat dua orang muda itu masuk ke dalam perkemahan sambil bergandengan tangan, Raja Muda Yung Lo tersenyum lebar dan bangkit menyambut mereka dengan sinar mata gembira.
"Selamat, selamat. Kini perpisahan telah berakhir dan dua hati yang saling mencinta telah bertemu dan berkumpul kembali!" kata bangsawan itu dengan kegembiraan yang wajar.
"Aku juga turut gembira, Sin Wan. Ternyata penolakanmu terhadap adikku Ci Hwa bukan alasan kosong karena ternyata engkau memang sudah mempunyai pilihan hati sendiri. Kionghi (selamat)!" kata pula Lili.
Sin Wan dan Kui Siang merasa terharu dan kagum bukan main. Sin Wan merasa kagum kepada Lili yang demikian jujur dan bisa menerima kenyataan, sedangkan Kui Siang juga kagum terhadap Raja Muda Yung Lo. Dua orang itu benar-benar merupakan orang-orang yang memiliki pandangan luas dan kejujuran yang terbuka, bukan hanya membuta karena nafsu mementingkan diri sendiri belaka.
Sin Wan dan Kui Siang cepat memberi hormat dan mengucapkan terima kasih mereka. "Yang Mulia, saja mohon diri untuk segera kembali ke kota raja dan melaksanakan tugas penyelidikan yang penting itu."
"Dan saya pun dengan senang hati mematuhi perintah paduka untuk membantu suheng membongkar rahasia jaringan mata-mata Mongol di kota raja, Yang Mulia."
Raja Muda Yung Lo mengangguk-angguk dan tersenyum ramah. "Berita ini sungguh amat menggembirakan hati kami, dan memang sebaiknya kalau kalian segera pergi ke selatan melaksanakan tugas itu. Namun ada berita lain yang juga sangat menggembirakan, yaitu bahwa nona Lili telah menerima permintaanku untuk menggantikan kedudukan Kui Siang, menjadi pengawal pribadiku."
Sin Wan dan Kui Siang saling pandang dan tersenyum gembira. "Sungguh, kiranya tidak ada lain orang yang lebih cocok untuk menjadi pengawal pribadi paduka kecuali Lili, Yang Mulia!" kata Sin Wan.
"Ucapan suheng benar sekali! Saya pun merasa gembira karena saya sudah mendengar dari suheng tentang adik Lili dan memang dia amat cocok untuk menjadi pengawal pribadi paduka!" sambung Kui Siang.
"Nah, mengenai Lili, kami hendak menitipkan surat ini kepadamu, Sin Wan, agar engkau serahkan kepada Panglima Bhok Cun Ki, di mana kami meminta persetujuannya supaya puterinya dapat bekerja sebagai pengawal pribadiku."
"Ada satu hal lagi yang amat menggelisahkan hati kami, dan hanya kepada kalian bertiga aku mau membicarakannya karena aku percaya kepada kalian. Duduklah dan dengarkan baik-baik, akan tetapi apa pun yang kalian dengar dari mulutku ini jangan sampai kalian bocorkan kepada orang lain," kata Raja Muda Yung Lo dan melihat kesungguhan sikap, pandang mata dan suara raja muda itu, Sin Wan, Lili dan Kui Siang segera mengambil tempat duduk kemudian mendengarkan penuh perhatian.
"Telah terjadi perubahan besar sekali di kota raja, terutama perubahan atas diri ayahanda Sribaginda Kaisar dan Kakanda Pangeran Mahkota." Dia mulai berbicara dengan pandang mata penuh duka. "Sribaginda Kaisar yang dulu dikenal sebagai seorang pemimpin besar, pendiri Kerajaan Beng dan pengusir penjajah Mongol, sekarang telah berubah dalam usia tuanya. Dahulu beliau adalah seorang ayah yang mencinta putera-puteranya, akan tetapi sekarang? Beliau menjadi orang yang selalu gelisah, selalu curiga, bahkan terhadap para putera sendiri beliau tak percaya. Beliau merasa seolah-olah dikepung musuh-musuh dan hampir tidak ada orang yang beliau percaya lagi. Dan kecurigaan ini membuat beliau suka berbuat kejam dan tidak adil. Entah berapa banyaknya panglima dan pejabat yang sudah dihukum mati hanya karena beliau menaruh curiga."
"Sesungguhnya dalam percakapannya berdua dengan saya, Paman Bhok Cun Ki pernah menyinggung keadaan itu, Yang Mulia. Pada saat Sribaginda menghukum mati tiga orang panglimanya yang setia, kemudian menghukum mati pula seorang menteri yang mencoba mengingatkan beliau dan memprotes, maka para pejabat lainnya mundur dan tidak berani mencampuri. Juga Paman Bhok Cun Ki sendiri tidak berdaya. Bahkan dua orang Jenderal besar yang dipercaya Sribaginda, yaitu Jenderal Shu Ta dan Jenderal Yauw Ti, juga tidak mampu mengingatkan beliau," kata Sin Wan.
Raja Muda Yung Lo menarik napas panjang. "Memang beliau telah berubah sama sekali. Aku ingat benar ketika aku masih kecil, ayahanda sering bercerita tentang masa lalunya. Beliau merasa bangga sekali ketika menceritakan masa muda beliau yang pernah menjadi penggembala kerbau, pernah menjadi kacung di kuil, bahkan pernah menjadi gelandangan yang tidak berumah, menjadi anggota kai-pang (perkumpulan pengemis) dan memimpin orang-orang kangouw. Semua itu diceritakan dengan gembira. Beliau bangga bahwa dari rakyat kecil biasa, akhirnya beliau berhasil menjadi pemimpin besar menghalau penjajah kemudian mendirikan kerajaan baru. Akan tetapi sekarang terjadi sebaliknya, apa bila ada yang bicara sedikit saja tentang masa lalu beliau, hal ini dianggap penghinaan dan orang itu akan dihukum mati!"
"Saya kira paduka tidak perlu terlampau menyusahkan keadaan Sribaginda itu, Pangeran. Mungkin beliau mempunyai alasan kuat untuk menjatuhkan hukuman," kata Lili.
Raja Muda Yung Lo tersenyum sambil mengangguk. "Engkau benar, Lili. Aku pun sudah sering kali menghibur diri. Namun, bagaimana pun juga Sribaginda Kaisar adalah orang yang paling berjasa bagi tanah air dan bangsa."
"Dan perubahan apa yang terjadi pada diri Pangeran Mahkota, Pangeran?" Lili bertanya.
"Lili, tentu engkau sudah tahu sendiri betapa sekarang kakanda pangeran hanya mengejar kesenangan, hanya mengumbar nafsu tanpa peduli dengan pemerintahan. Padahal beliau adalah pangeran mahkota yang akan menggantikan ayahanda Kaisar. Engkau mengalami sendiri betapa untuk menuruti nafsunya, beliau sampai lupa diri kemudian melakukan hal-hal yang amat tidak patut, seperti yang coba beliau lakukan terhadap dirimu. Benar-benar memprihatinkan sekali kalau aku ingat kepada ayahanda dan kakanda di kota raja."
"Lalu apa yang paduka ingin kami perbuat sehubungan dengan dua hal itu, Yang Mulia?" kata Kui Siang yang merasa kasihan kepada raja muda itu.
“Sesudah kalian berada di kota raja, aku ingin agar kalian menyelidiki pula apa hubungan perubahan pada ayahanda dan kakanda itu dengan kegiatan jaringan mata-mata Mongol. Kami khawatir kalau-kalau perubahan itu adalah akibat ulah para mata-mata yang tentu ingin menghancurkan Kerajaan Beng..."