PANGLIMA itu lantas teringat akan ancaman Kaisar yang hendak menghukum mati seluruh keluarganya kalau dalam waktu sebulan dia tidak mampu membasmi jaringan mata-mata Mongol itu!
"Ketahuilah kalian semua bahwa dalam waktu sebulan aku diharuskan Sribaginda Kaisar untuk membasmi jaringan mata-mata itu. Nah, kita harus mengerahkan segenap tenaga untuk menemukan Si Kedok Hitam itu. Sayang Lili tidak segera pulang, karena tenaganya amat kita butuhkan, juga Sin Wan..."
Pada saat itu seorang pengawal masuk, kemudian melaporkan kedatangan Sin Wan dan Kui Siang. Tentu saja laporan ini membuat Bhok Cun Ki girang sekali. Tadinya dia mengira bahwa pemuda itu sudah tidak akan mau dan berani lagi datang ke rumahnya, dan dia sekeluarga mulai merasa menyesal telah pernah memaksa pemuda itu untuk mengawini Ci Hwa. Mereka hendak memaksakan sebuah pernikahan dengan cinta sepihak! Biar pun mukanya berubah merah, tetapi sekali ini Ci Hwa tidak lari bersembunyi, melainkan bersama Akim dan yang lain keluar menyambut kunjungan Sin Wan.
Sin Wan dan Kui Siang berdiri memberi hormat kepada keluarga tuan rumah, dan diam-diam dia terkejut melihat Akim berada di situ, bergandeng tangan dengan Ci Hwa. Kalau tadinya Sin Wan merasa hatinya tegang, juga sangat sungkan untuk datang ke rumah ini dan bertemu dengan keluarga yang marah kepadanya itu, kini hatinya merasa heran dan lega.
Bukan saja Ci Hwa memandang kepadanya dengan sinar mata biasa dan senyum di bibir, juga Cu Sui In sendiri yang dahulu begitu marah kepadanya, kini menyambut dia dengan senyum di bibir! Bahkan Akim, yang pernah marah dan merasa terhina karena dia tidak dapat membalas cintanya, kini memandang kepadanya tanpa perasaan marah dan benci.
"Paman Bhok, harap maafkan kami kalau kedatangan kami ini telah mengganggu paman sekeluarga," kata Sin Wan sesudah bersama Kui Siang memberi hormat.
"Tidak ada yang perlu dimaafkan dan engkau sama sekali tidak mengganggu, Sin Wan. Bahkan kebetulan sekali engkau datang karena kami memang memerlukan kehadiranmu untuk membicarakan tentang jaringan mata-mata Mongol," kata Bhok-ciangkun. "Dan ini, siapakah nona ini?"
"Ini adalah sumoi-ku Lim Kui Siang, paman. Dia adalah puteri mendiang bangsawan Lim Cun, pengurus gudang pusaka istana...”
"Ahh! Aku adalah sahabat baik mendiang ayahmu, nona Lim!" kata Bhok Cun Ki dengan gembira. "Mari, silakan masuk, kita bicara di dalam."
Mereka semua kemudian masuk dan duduk di ruangan dalam. Setelah duduk mengelilingi sebuah meja besar, Akim yang kebetulan saling pandang dengan Sin Wan lalu bertanya, "Sin Wan, inikah sumoi-mu yang menjadi calon jodohmu itu?"
Semua orang tidak kaget lagi mendengar pertanyaan yang demikian jujur dan terbuka dari Akim karena sudah mengenal wataknya. Betapa pun juga, pandangan mata mereka yang ditujukan kepada Sin Wan terlihat rikuh.
Sin Wan tersenyum lalu menganggukkan kepala. "Betul sekali, Akim. Dan engkau sendiri, bagaimana dapat berada di antara keluarga Paman Bhok?"
"Twako, Akim adalah tunanganku. Kami saling mencinta dan akan menikah!" kata Ci Han.
Sin Wan terkejut akan tetapi juga merasa gembira bukan main. Cepat dia berdiri, diikuti Kui Siang dan memberi selamat kepada mereka. Dengan gembira Ci Han pun membalas ucapan selamat sambil berterima kasih, akan tetapi Akim duduk dan nampak berduka.
Sin Wan yang telah mengenal benar watak gadis itu, tanpa ragu bertanya, "Akim, kenapa engkau kelihatan berduka, padahal sepatutnya engkau bergembira seperti tunanganmu?"
Akim cemberut. "Engkau tidak tahu, Sin Wan. Baru saja ayahku tewas...”
"Ahh...! Apa yang telah terjadi? Paman Bhok, apa yang terjadi di sini?" Sin Wan bertanya dan sekarang sikapnya serius. Dia tidak berani bergurau mengingat bahwa Akim sedang berkabung.
Bhok Cun Ki lalu menceritakan semua yang terjadi, tentang kematian Ouwyang Cin, juga tentang kematian Ang-bin Moko dan Pek-bin Moli dua orang pembantu utama Si Kedok Hitam, juga kematian Maniyoko yang bersekutu dengan para jagoan Mongol.
"Dengan kegagalan mereka di Cin-an, lalu disusul tewasnya Ang-bin Moko serta Pek-bin Moli, maka kekuatan jaringan mata-mata semakin lemah. Sribaginda Kaisar memanggilku dan memberi waktu selama satu bulan agar aku dapat membasmi jaringan mata-mata itu. Sekarang di sini ada Ouwyang Kim yang membantu, juga engkau dan nona Lim datang sehingga kedudukan kita semakin kuat. Sayang Lili belum juga pulang. Apakah engkau bertemu dengannya di utara, Sin Wan?" Bhok-ciangkun menutup ceritanya.
"Kunjungan kami memang ada hubungannya dengan Lili, paman."
"Wan-twako, mengapa enci Lili tidak pulang bersama-sama dengan engkau dan enci Kui Siang?" Ci Hwa bertanya.
Melihat sikap gadis itu yang sudah biasa terhadap dirinya, seolah-olah tak ada bekas apa-apa di antara mereka, Sin Wan merasa heran akan tetapi juga gembira sekali. Keluarga gadis itu juga merasa lega dan girang. Kiranya kemunculan Akim membawa perubahan kepada Ci Hwa, mendatangkan kesadaran kepada gadis itu.
"Lili tinggal di utara dan dia menitipkan salam kepada seluruh anggota keluarga Bhok. Dia selamat dan sehat saja, tapi untuk sementara ini dia tidak akan pulang ke selatan karena dia ikut dengan Raja Muda Yung Lo ke Peking."
"Ehhh? Apa artinya ini, Sin Wan? Cu Sui In bertanya sambil mengerutkan alisnya karena mendengar puterinya pergi mengikuti Raja Muda Yung Lo ke Peking.
"Lili menggantikan kedudukan sumoi Lim Kui Siang, menjadi pengawal pribadi Raja Muda Yung Lo karena Kui Siang akan membantuku di sini dalam menghadapi jaringan mata-mata Mongol. Mengenai diri Lili, Raja Muda Yung Lo menitipkan surat kepada kami untuk dihaturkan kepada Paman Bhok."
Sin Wan mengeluarkan surat dari Raja Muda Yung Lo dan menyerahkannya kepada Bhok Cun Ki. Ketika dia membaca surat itu, kedua isterinya segera menghampiri kemudian ikut membaca dari belakang kedua pundaknya.
Wajah ketiganya penuh ketegangan, akan tetapi berubah cerah setelah mereka membaca habis surat itu. Kiranya Raja Muda Yung Lo mengagumi kegagahan Lili, dan karena raja muda itu merasa kehilangan akibat Kui Siang akan membantu calon suaminya membasmi jaringan mata-mata Mongol di kota raja, maka raja muda itu mohon persetujuan keluarga Bhok agar Lili, yang juga sudah setuju, untuk menjadi pengawal pribadinya.
"Nona Lim, selama engkau menjadi pengawal pribadi Raja Muda Yung Lo atau Pangeran Yen, bagaimana sikap dan wataknya? Apakah dia seorang penguasa yang baik, jujur dan adil?" Pertanyaan Bhok-ciangkun ini mewakili pertanyaan seluruh keluarganya.
Kui Siang memejamkan matanya, membayangkan kejantanan dan kegagahan Raja Muda Yung Lo, juga betapa raja muda itu jatuh hati kepadanya dan pernah menawarkan untuk menarik dia menjadi isteri raja muda itu. Kemudian dengan suara bersungguh-sungguh dia berkata,
"Paman Bhok, kalau aku boleh mengatakan, kecuali koko Sin Wan, di dunia ini dia-lah pria yang paling hebat, paling bijaksana, keras dan adil, akan tetapi juga bersusila dan berbudi mulia. Harap paman jangan khawatir. Adik Lili berada di tangan orang yang baik dan boleh dipercaya sepenuhnya.”
Sin Wan tersenyum mendengar jawaban kekasihnya itu, maklum apa yang dipikirkan oleh kekasihnya tentang raja muda itu. Juga dia mengerti akan kekhawatiran hati keluarga itu mendengar Lili menjadi pengawal pribadi raja muda di Peking itu.
"Apa yang diterangkan Siang-moi memang benar sekali. Sudah lama aku mengenal raja muda itu dan mengagumi kegagahannya. Harap paman sekalian tidak merasa khawatir. Raja Muda Yung Lo tidak dapat disamakan dengan Pangeran Mahkota, di sana Lili tidak akan mengalami hal-hal yang buruk seperti ketika menjadi pengawal Pangeran Mahkota."
"Syukurlah, hati kami menjadi lega sesudah mendengar penjelasan kalian. Sekarang mari kita bicara tentang tugas kita. Bagaimana menurut pendapatmu, Sin Wan? Dari mana kita akan memulai penyelidikan kita dan siapa kiranya orang yang dapat dicurigai dan tahu di mana Si Kedok Hitam bersembunyi?"
"Aku sudah membicarakan urusan ini dengan Lili dan kami sependapat bahwa kita harus mencurigai Yauw Siucai, sastrawan yang sekarang menjadi penasehat dan tangan kanan Pangeran Mahkota," kata Sin Wan.
Bhok Cun Ki mengangguk-angguk. "Aku sudah menyebar penyelidik dan memang orang itu patut dicurigai. Kemunculannya di istana Pangeran Mahkota itu sudah mendatangkan perubahan besar pada diri sang pangeran. Kalau dulu pangeran mahkota sudah terkenal sebagai seorang yang selalu mengejar kesenangan, sekarang, setelah ada sastrawan itu, keadaannya menjadi lebih parah lagi. Bukan saja dia selalu berfoya-foya, bahkan senang mengganggu anak isteri orang, dan selain suka mabok-mabokan, dia sekarang juga suka menghisap candu!"
"Memang mencurigakan sekali," kata Cu Sui In membenarkan suaminya. "Menurut cerita, munculnya sastrawan itu di istana pangeran juga amat mencurigakan. Lili bertemu dengan orang she Yauw itu dalam perjalanan, dan sikap sastrawan itu mencurigakan sekali. Lili sama sekali tidak mengenal asal usulnya, dan biar pun penampilannya seperti sastrawan dan bekerja sebagai guru sastra untuk puteranya Pangeran Mahkota, namun menurut Lili, sastrawan itu memiliki ilmu silat yang tinggi."
"Memang dia patut dicurigai, akan tetapi bagaimana mungkin bisa membuat dia membuka kedoknya dan bagaimana kita dapat menyelidiki siapa dia sesungguhnya? Kini dia dekat sekali dengan Pangeran Mahkota, menjadi orang kepercayaannya, maka amat sukar bagi kita untuk mendesaknya," kata Bhok Cun Ki, "Yang ke dua adalah Si Kedok Hitam. Kalau saja kita mampu menemukan orang itu, kiranya semua rahasia jaringan mata-mata akan dapat terbongkar. Tetapi ke mana kita mencari orang tinggi besar yang berperut gendut itu? Ilmu silatnya juga tinggi sekali."
"Nanti dulu...!" tiba-tiba Akim berseru nyaring sehingga mengejutkan Ci Han yang duduk di sampingnya karena pemuda itu mengira bahwa kekasihnya itu diserang rasa nyeri pada pundak yang terluka. Ternyata tidak demikian. Luka pada pundak Akim itu sudah sembuh berkat obat yang mujarab dari Cu Sui In. “Aku teringat sesuatu ketika tadi paman Bhok menyebut Si Kedok Hitam yang berperut gendut. Perut gendut...? Perut gendut...?”
Tentu saja semua orang merasa heran, bahkan merasa geli mendengar gadis itu berulang kali menyebut perut gendut. Tiba-tiba Akim menoleh dan memandang kepada Sin Wan.
"Eh, Sin Wan, masih ingatkah engkau ketika kita berdua menyerang Si Kedok Hitam, lalu datang anak buahnya sehingga aku tertawan olehnya?"
Sin Wan mengangguk dan memejamkan mata untuk membayangkan kembali peristiwa itu. "Ya, aku ingat. Dia lihai sekali, akan tetapi kalau tidak datang kawan-kawannya pada waktu itu, agaknya kita berdua akan dapat merobohkannya."
"Bukan itu, Sin Wan, akan tetapi perut gendutnya!" kata pula Akim dan kini dia kelihatan tegang.
Semua orang tertegun heran karena kembali Akim menyebut tentang perut gendut.
"Memang Si Kedok Hitam itu berperut gendut, Akim, lalu kenapa?"
"Sin Wan, kita sungguh bodoh sekali mengapa baru sekarang sadar akan hal itu. Lupakah engkau ketika kita menyerangnya? Pada waktu itu pedangmu yang tumpul tapi ampuh itu sempat membuat dia terkejut dan pedang di tangannya rusak oleh pedang tumpulmu. Dan pedangku ini..." Tiba-tiba Akim mencabut pedangnya yang tidak pernah terpisah darinya dan semua orang terkejut melihat sinar pedang yang mengandung hawa dingin itu.
"Paman Bhok, pedang pemberian mendiang ayah ini adalah pedang pusaka. Coba paman lihat keampuhannya!" Gadis itu melompat ke sudut ruangan itu di mana terdapat sebuah rak besi kemudian sekali pedangnya menyambar, ujung rak besi itu putus seperti terbuat dari kayu lunak saja!
Ketika semua orang masih memandang kaget dan heran, Akim sudah menghampiri Bhok Cun Ki kemudian menyerahkan pedangnya. "Maaf jika aku merusak rak itu, paman, akan tetapi coba paman periksa, apakah kiranya di dunia ini ada ahli silat yang kebal terhadap pedangku ini?"
Biar pun dia sendiri juga kaget dan heran, Bhok Cun Ki menerima pedang itu kemudian memeriksanya. Ia menggelengkan kepalanya. "Pedangmu ini merupakan pusaka ampuh, Akim. Senjata besi biasa saja tidak akan mampu bertahan kalau bertemu pedang ini, apa lagi kulit daging manusia. Betapa pun kebalnya, sukarlah untuk bisa menahan pedangmu ini dengan kekebalan kulit."
"Nah, sekarang tentu engkau ingat, Sin Wan?"
Dan Sin Wan tiba-tiba saja berseru sambil bangkit berdiri. "Benar! Perut gendutnya! Perut gendutnya!"
Tentu saja semua orang menjadi semakin heran dan juga geli. Seolah-olah Sin Wan telah ketularan penyakit Akim dan menyebut-nyebut perut gendut! Akan tetapi dia melanjutkan,
"Ketika kami mengeroyoknya, dan Si Kedok Hitam terkejut karena pedangnya rusak oleh pedangku, saat itu Akim menyerangnya dengan tusukan pedangnya. Serangan Akim itu cepat sekali dan dilakukan pada detik si Kedok Hitam tertegun sehingga pedangnya tepat memasuki perut gendutnya. Aku melihat dengan jelas, tetapi Si Kedok Hitam tidak roboh, bahkan tidak ada darah keluar dari perutnya yang tertusuk pedang!"
Mendengar ini Bhok Cun Ki memukul meja di depannya. "Brakk…!" Dan dia pun bangkit berdiri, matanya berkilat-kilat. "Ahh…, kalau begitu perut gendutnya adalah palsu!"
"Benar sekali, Paman Bhok. Akim telah menemukan rahasia yang amat penting bagi kita! Sekarang tak usah diragukan lagi, Si Kedok Hitam yang oleh anak buahnya disebut Yang Mulia, pemimpin jaringan mata-mata Mongol, adalah seorang pria yang sama sekali tidak gendut perutnya, melainkan tinggi besar dan amat lihai."
Mereka duduk kembali dan tampak betapa Bhok Cun Ki saling pandang dengan Sin Wan, seolah-olah keduanya dapat saling menjenguk isi hati masing-masing. Akhirnya Bhok Cun Ki berkata, "Sin Wan, apakah engkau juga menduga seperti yang menjadi dugaanku?"
Pemuda ini mengangguk. "Memang selama ini sikapnya selalu menentang dan memusuhi aku, paman, seakan secara tidak langsung dia memihak kepada para mata-mata Mongol. Biar pun kita belum dapat memastikannya, akan tetapi dia patut sekali dicurigai, paman, di samping Yauw Siucai itu."
Bhok Cun Ki mengangguk-angguk. "Ihh… kalian berdua seperti bicara dalam bahasa rahasia saja! Siapa sih orangnya yang kalian sangka menjadi Si Kedok Hitam itu?" tanya Cu Sui In tak sabar.
Suaminya menghela napas panjang. "Kalau ada orang luar yang tahu, hal ini tentu akan menimbulkan kegemparan. Berbahaya sekali kalau dugaan kita itu keliru, dan berbahaya pula kalau sebelum kita menemukan buktinya, dia telah mendengar akan dugaan kita."
"Akan tetapi, siapakah dia?" Sui In mendesak.
Bhok Cun Ki menengok ke kiri kanan. Ruangan itu tertutup dan tidak tampak seorang pun pembantu keluarga, juga tidak terdengar ada orang di luar ruangan itu. Namun tetap saja dia berkata dengan bisik-bisik, "Jenderal Besar Yauw Ti."
"Ihhh...!" Nyonya Bhok menahan jerit dengan menutupi mulutnya. "Bagaimana mungkin? Dia seorang jenderal besar yang sudah banyak berjasa terhadap kerajaan!"
Suaminya memberi tanda agar isterinya tetap tenang. "Kalian semua tahu bahwa dugaan ini harus kita rahasiakan. Aku, dengan dibantu Sin Wan, Akim, engkau sendiri Sui In dan nona Lim Kui Siang, akan mencari bukti-buktinya. Bahkan secara rahasia aku akan bicara dengan Jenderal Shu Ta, sebab hanya Jenderal Shu Ta yang akan dapat mengendalikan dan mengatasi kalau-kalau benar dia orangnya dan dia hendak mempergunakan kekuatan pasukannya."
"Wah, kalau memang demikian, tentu akan geger dan terjadi perang saudara yang hebat!" seru Ci Han penuh kekhawatiran.
Memang dapat dibayangkan betapa akan hebatnya kalau yang menjadi pemberontak itu adalah seorang jenderal besar seperti Jenderal Yauw Ti yang kini mengepalai ratusan ribu orang pasukan!
"Karena itu kita harus bekerja secara rahasia. Jangan sampai dia mengetahui lebih dahulu bahwa dia dicurigai karena hal itu akan membahayakan sekali," kata Bhok Cun Ki. "Dan aku memiliki pula sebuah bukti yang akan membongkar rahasia pimpinan mata-mata itu."
Bhok Cun Ki memasuki kamarnya, kemudian dia kembali ke ruangan itu sambil membawa sebuah benda kecil yang dibungkus dengan kain. Sesudah bungkusan itu dibuka, ternyata isinya adalah sebatang paku menghitam.
"Inilah paku yang dahulu melukai pundak Lili pada saat dia bertanding denganku. Paku ini dilepas seseorang dengan maksud membantu Lili dan membunuhku, akan tetapi paku ini dapat tertangkis pedangku. Paku-paku itu runtuh dan sebuah di antaranya, yaitu yang ini, mengenai pundak Lili."
"Paku itu beracun," Cu Sui In membantu suaminya karena dia sudah mendengar kisah itu dan sudah memeriksa senjata rahasia itu dengan teliti, "Akan tetapi tidak ada tanda-tanda siapa pemiliknya."
"Kalau kita dapat menyelidiki tempat tinggal orang-orang yang kita curigai, kemudian kita mendapatkan senjata rahasia yang serupa dengan ini, berarti dialah yang melepas senjata beracun itu, membuktikan bahwa dia terlibat dalam jaringan mata-mata musuh."
Cukup lama mereka mengadakan perundingan, dan pada malam hari itu Sin Wan dan Kui Siang diterima sebagai tamu agung, bahkan sebagai anggota keluarga sendiri. Kui Siang segera akrab dengan Akim dan Ci Hwa, dan malam itu mereka bertiga tinggal sekamar.
Akim yang mempunyai watak jujur terbuka itu tanpa malu-malu lagi menceritakan tentang hubungannya dengan Sin Wan. Dalam kesempatan ini pula, Ci Hwa yang sudah ketularan sikap terbuka itu, mengaku kepada Kui Siang tentang urusannya dengan Sin Wan, betapa dia pernah mencinta Sin Wan namun tidak dibalas oleh pemuda itu.
Mendengar pengakuan dua orang gadis yang pernah mencinta Sin Wan, Kui Siang bukan merasa cemburu atau panas hatinya, bahkan dia merasa bersyukur sekali karena terbukti bahwa suheng-nya itu amat mencintanya sehingga tidak bisa membalas cinta gadis-gadis lain, padahal Akim dan Ci Hwa adalah dua orang gadis yang cantik jelita, bahkan Akim memiliki ilmu kepandaian yang tinggi, mungkin lebih tinggi dibandingkan dia sendiri. Akan tetapi suheng-nya itu tetap setia kepadanya, walau pun dia sendiri pernah marah kepada suheng-nya, menyatakan benci dan tidak ingin bertemu lagi!
Panglima Bhok Cun Ki yang cerdik itu diam-diam segera menghubungi Jenderal Shu Ta. Tentu saja Jenderal Besar ini terkejut setengah mati mendengar laporan pembantunya. Hampir dia marah-marah karena tidak percaya bahwa pembantunya yang sudah berjasa besar, Jenderal Yauw Ti, dicurigai sebagai pemimpin jaringan mata-mata Mongol.
Benar-benar mustahil, katanya. Tetapi dengan tenang dan sabar Bhok-ciangkun memberi penjelasan secara terperinci, mengumpulkan semua hasil penyelidikan anak buahnya dan hasil penyelidikan Sin Wan, Lili dan juga Akim.
Mendengar keterangan terperinci itu Jenderal Shu Ta berdiam diri, termenung dengan alis berkerut. Namun dia harus yakin dahulu, pikirnya. Sungguh berbahaya menuduh Jenderal Yauw Ti sebagai pemimpin mata-mata Mongol tanpa ada bukti-bukti yang meyakinkan.
Jenderal Yauw Ti memiliki kekuasaan yang cukup besar, bahkan Kaisar sangat percaya kepada jenderal yang tinggi besar itu. Pendeknya, Jenderal Yauw Ti merupakan orang ke dua sesudah dia yang dekat dan dipercaya Kaisar.
Dia sendiri adalah sute (adik seperguruan) Kaisar, tentu saja hubungannya sangat dekat. Akan tetapi Jenderal Yauw Ti juga sudah melakukan banyak jasa, dan selama ini selalu membuktikan dirinya sebagai seorang jenderal yang cakap dan setia.
"Bhok-ciangkun, dugaanmu ini sangat berbahaya. Engkau harus mampu memperlihatkan bukti, barulah aku berani turun tangan dan berani melapor kepada Sribaginda," akhirnya dia berkata.
"Tentu saja, Shu-goanswe (Jenderal Shu). Saya hanya mohon bantuan paduka, karena tanpa bantuan paduka, bagaimana mungkin saya berani menyelidiki ke dalam rumah dan kantor Jenderal Yauw? Sribaginda telah memberi waktu kepada saya, dan kalau dalam satu bulan saya tidak mampu membongkar jaringan mata-mata ini, seluruh keluarga saya akan menerima hukuman. Saya mohon bantuan paduka."
Jenderal Shu Ta menghela napas panjang. Sering kali dia menghela napas panjang kalau melihat perubahan yang terjadi pada diri suheng-nya yang kini sudah menjadi Kaisar itu. Sekarang Kaisar sudah berubah menjadi seorang yang teramat kejam. Bahkan seorang pembantu yang terbaik dan paling setia sekali pun, dengan mudah akan dijatuhi hukuman mati akibat melakukan kesalahan sedikit saja! Kaisar begitu dipenuhi rasa kecurigaan dan kebencian.
"Baik, aku akan membantumu, ciangkun," kata Jenderal Shu Ta, kemudian mereka bicara dengan sikap serius, mengatur langkah-langkah untuk membongkar rahasia yang sangat membahayakan negara itu.
Sebagai hasil dari rencana siasat mereka itu, pada suatu hari Jenderal Shu Ta, Jenderal Yauw Ti bersama para panglima lainnya dipanggil menghadap Kaisar untuk membicakan tentang keamanan negara. Tentu saja panggilan Kaisar ini adalah hasil dorongan Jenderal Shu Ta yang bermaksud agar Jenderal Yauw bisa mengemukakan pendapat-pendapatnya tentang jaringan mata-mata Mongol yang membahayakan negara, terutama sekali untuk memancing jenderal itu keluar agar Bhok Cun Ki beserta para pembantunya memperoleh kesempatan untuk melakukan penyelidikan ke tempat tinggal dan kantor jenderal yang dicurigai itu. Kaisar tidak mencurigai bujukan Jenderal Shu Ta ini karena memang Kaisar ingin membicarakan mengenai penyerangan terhadap kedua orang puteranya, yaitu Raja Muda Yung Lo dan Pangeran Chu Hui San.
Kesempatan itu digunakan dengan baik oleh Bhok Cun Ki yang segera menugaskan Sin Wan dan Kui Siang untuk melakukan penyelidikan ke rumah keluarga Jenderal Yauw Ti.
Bagi orang biasa, tentu tidak akan mudah memasuki gedung keluarga Jenderal Yauw Ti tanpa ijin. Namun Sin Wan dan Kui Siang mempergunakan ilmu kepandaian mereka, dan begitu pasukan pengawal yang melakukan perondaan siang malam itu lewat, mereka pun berhasil melompati pagar tembok pada bagian belakang. Sekarang mereka berdua sudah menyelinap ke dalam taman bunga milik keluarga itu.
Sebelumnya mereka berdua sudah mendapat penggambaran yang jelas tentang keadaan gedung itu dan juga mengenai keadaan keluarga Yauw Ti, jenderal yang mereka curigai. Di gedung itu Jenderal Yauw Ti tinggal bersama seorang isteri dan tiga orang selir. Dia hanya mempunyai dua orang anak dari para selirnya, dua orang anak laki-laki yang masih kecil, belum sepuluh tahun usianya.
Sin Wan dan Kui Siang menyelinap di antara pohon-pohon dan semak-semak, mendekati bangunan besar. Dua orang tukang taman yang sedang bekerja tidak melihat gerakan dua orang pendekar muda itu dan mereka berhasil meloncat ke atas atap dapur bangunan itu, kemudian bersembunyi di balik wuwungan dan bergerak bagaikan dua ekor kucing tanpa mengeluarkan suara apa pun.
Karena sudah mempelajari keadaan dalam bangunan gedung itu, Sin Wan dan Kui Siang dapat berada di atas kamar besar milik keluarga itu. Melihat betapa kamar yang sangat mewah itu dalam keadaan kosong dan sunyi, Sin Wan berbisik-bisik dengan kekasihnya, mengatur siasat kalau sampai mereka ketahuan orang selagi berada di dalam kamar itu, merencanakan jalan keluar dari kamar tanpa diketahui orang.
Kemudian mereka mulai membuka atap dan bagaikan dua ekor burung rajawali, mereka melayang turun dari atas, masuk ke dalam kamar tanpa mengeluarkan suara. Begitu tiba dalam kamar, dua orang pendekar muda yang sejak tadi menutupi muka mereka dengan kedok coklat dan biru, kedok yang sengaja dibuat mirip dengan kedok yang dipergunakan anak buah Si Kedok Hitam, segera bekerja dengan cepat.
Mereka menggeledah dan mencari-cari apa saja yang dapat menjadi bukti bahwa dugaan mereka benar, yaitu bahwa Jenderal Yauw Ti adalah pemimpin, atau setidaknya memiliki hubungan dengan jaringan mata-mata Mongol.
Sampai kurang lebih satu jam mereka menggeledah, membukai almari serta laci-lacinya, memeriksa seluruh ruangan. Tapi mereka tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan. Memang mereka telah menduga bahwa agaknya, andai kata benar bahwa Jenderal Yauw Ti menjadi pemimpin jaringan mata-mata Mongol, pasti tak seorang pun keluarganya yang mengetahui karena hal itu merupakan rahasia pribadi. Hal ini untuk mencegah terjadinya kebocoran, maka kalau dia menyimpan sesuatu yang dapat membuka rahasianya, tentu barang itu disimpan di lain tempat.
"Ke kantornya," bisik Sin Wan.
Mereka berdua segera meloncat lagi keluar dari kamar itu, membetulkan letak atap yang mereka buka dan tidak lama kemudian mereka sudah keluar lagi melalui taman dan pagar tembok di belakang tanpa diketahui orang.
Tak lama kemudian, dengan bekerja cepat agar jangan sampai kedahuluan oleh Jenderal Yauw Ti, dan hal ini sudan diatur oleh Jenderal Shu Ta agar Jenderal Yauw Ti agak lama berada di istana, Sin Wan dan Kui Siang sudah berada di kamar kerja Jenderal Yauw Ti yang terletak di dalam markas pasukan. Tentu saja mereka berdua tidak begitu ceroboh untuk memasuki benteng seperti yang mereka lakukan di rumah kediaman Jenderal Yauw tadi.
Mereka sudah membawa bekal surat perintah dan surat kuasa dari Jenderal Shu Ta untuk memasuki kamar kerja Jenderal Yauw Ti dan mengambil barang-barang yang diperlukan dalam persidangan di istana. Dengan bekal surat ini, para petugas jaga di markas itu tentu saja tidak berani menghalangi.
Surat perintah dari Jenderal Shu Ta sebagai panglima tertinggi lebih ditaati oleh pasukan di situ dari pada surat dari Kaisar sendiri sekali pun. Sebab itu mereka mempersilakan Sin Wan dan Kui Siang masuk, dan tidak lama kemudian dua orang muda perkasa ini sudah melakukan penggeledahan di dalam kamar kerja Jenderal Yauw Ti setelah mereka berdua menggunakan tenaga untuk membuka daun pintu kamar itu secara paksa.
Untuk menjaga segala kemungkinan, begitu masuk mereka berdua telah mengenakan lagi kedok mereka sungguh pun tadi mereka masuk sebagai utusan Jenderal Shu Ta. Bahkan surat itu pun dibuat oleh Jenderal Shu Ta mempergunakan tanda tangan dan cap palsu. Hal ini untuk menjaga kemungkinan Jenderal Yauw Ti tidak bersalah sehingga dia tidak akan terlibat di dalam penggeledahan itu dan kedua orang muda itu yang akan dianggap sebagai penanggung jawab.
Di ruangan kerja ini pun Sin Wan dan Kui Siang tidak berhasil menemukan sesuatu yang mencurigakan. Mereka hampir putus asa ketika tiba-tiba pintu kamar terbuka dan sesosok bayangan berkelebat masuk. Ternyata dia adalah seorang yang mengenakan kedok abu-abu!
"Mau apa kalian di sini?!" bentak si kedok abu-abu dengan suara bengis.
"Ahh, kami sedang sibuk hendak membersihkan tanda-tanda yang terdapat di sini karena sebentar lagi tempat ini akan digeledah oleh pasukan istana. Kini Kaisar telah mencurigai Yang Mulia. Di mana Yang Mulia? Apakah belum pulang dari istana?" kata Sin Wan.
Mendengar ucapan itu, si kedok kelabu nampak terkejut. Sepasang mata di balik kedok itu berkilat. "Kalau begitu, aku harus cepat memberi kabar kepada Pangeran!"
"Siapa Pangeran...?" Sin Wan cepat-cepat menghentikan ucapannya, memaki diri sendiri yang terlanjur bicara. Dan benar saja, mendengar Sin Wan ternyata tidak mengenal siapa pangeran yang dia maksudkan, si kedok abu-abu segera mencabut pedangnya.
"Kalian palsu!" Dan pedangnya sudah menyambar dengan ganas ke arah Sin Wan...
"Ketahuilah kalian semua bahwa dalam waktu sebulan aku diharuskan Sribaginda Kaisar untuk membasmi jaringan mata-mata itu. Nah, kita harus mengerahkan segenap tenaga untuk menemukan Si Kedok Hitam itu. Sayang Lili tidak segera pulang, karena tenaganya amat kita butuhkan, juga Sin Wan..."
Pada saat itu seorang pengawal masuk, kemudian melaporkan kedatangan Sin Wan dan Kui Siang. Tentu saja laporan ini membuat Bhok Cun Ki girang sekali. Tadinya dia mengira bahwa pemuda itu sudah tidak akan mau dan berani lagi datang ke rumahnya, dan dia sekeluarga mulai merasa menyesal telah pernah memaksa pemuda itu untuk mengawini Ci Hwa. Mereka hendak memaksakan sebuah pernikahan dengan cinta sepihak! Biar pun mukanya berubah merah, tetapi sekali ini Ci Hwa tidak lari bersembunyi, melainkan bersama Akim dan yang lain keluar menyambut kunjungan Sin Wan.
Sin Wan dan Kui Siang berdiri memberi hormat kepada keluarga tuan rumah, dan diam-diam dia terkejut melihat Akim berada di situ, bergandeng tangan dengan Ci Hwa. Kalau tadinya Sin Wan merasa hatinya tegang, juga sangat sungkan untuk datang ke rumah ini dan bertemu dengan keluarga yang marah kepadanya itu, kini hatinya merasa heran dan lega.
Bukan saja Ci Hwa memandang kepadanya dengan sinar mata biasa dan senyum di bibir, juga Cu Sui In sendiri yang dahulu begitu marah kepadanya, kini menyambut dia dengan senyum di bibir! Bahkan Akim, yang pernah marah dan merasa terhina karena dia tidak dapat membalas cintanya, kini memandang kepadanya tanpa perasaan marah dan benci.
"Paman Bhok, harap maafkan kami kalau kedatangan kami ini telah mengganggu paman sekeluarga," kata Sin Wan sesudah bersama Kui Siang memberi hormat.
"Tidak ada yang perlu dimaafkan dan engkau sama sekali tidak mengganggu, Sin Wan. Bahkan kebetulan sekali engkau datang karena kami memang memerlukan kehadiranmu untuk membicarakan tentang jaringan mata-mata Mongol," kata Bhok-ciangkun. "Dan ini, siapakah nona ini?"
"Ini adalah sumoi-ku Lim Kui Siang, paman. Dia adalah puteri mendiang bangsawan Lim Cun, pengurus gudang pusaka istana...”
"Ahh! Aku adalah sahabat baik mendiang ayahmu, nona Lim!" kata Bhok Cun Ki dengan gembira. "Mari, silakan masuk, kita bicara di dalam."
Mereka semua kemudian masuk dan duduk di ruangan dalam. Setelah duduk mengelilingi sebuah meja besar, Akim yang kebetulan saling pandang dengan Sin Wan lalu bertanya, "Sin Wan, inikah sumoi-mu yang menjadi calon jodohmu itu?"
Semua orang tidak kaget lagi mendengar pertanyaan yang demikian jujur dan terbuka dari Akim karena sudah mengenal wataknya. Betapa pun juga, pandangan mata mereka yang ditujukan kepada Sin Wan terlihat rikuh.
Sin Wan tersenyum lalu menganggukkan kepala. "Betul sekali, Akim. Dan engkau sendiri, bagaimana dapat berada di antara keluarga Paman Bhok?"
"Twako, Akim adalah tunanganku. Kami saling mencinta dan akan menikah!" kata Ci Han.
Sin Wan terkejut akan tetapi juga merasa gembira bukan main. Cepat dia berdiri, diikuti Kui Siang dan memberi selamat kepada mereka. Dengan gembira Ci Han pun membalas ucapan selamat sambil berterima kasih, akan tetapi Akim duduk dan nampak berduka.
Sin Wan yang telah mengenal benar watak gadis itu, tanpa ragu bertanya, "Akim, kenapa engkau kelihatan berduka, padahal sepatutnya engkau bergembira seperti tunanganmu?"
Akim cemberut. "Engkau tidak tahu, Sin Wan. Baru saja ayahku tewas...”
"Ahh...! Apa yang telah terjadi? Paman Bhok, apa yang terjadi di sini?" Sin Wan bertanya dan sekarang sikapnya serius. Dia tidak berani bergurau mengingat bahwa Akim sedang berkabung.
Bhok Cun Ki lalu menceritakan semua yang terjadi, tentang kematian Ouwyang Cin, juga tentang kematian Ang-bin Moko dan Pek-bin Moli dua orang pembantu utama Si Kedok Hitam, juga kematian Maniyoko yang bersekutu dengan para jagoan Mongol.
"Dengan kegagalan mereka di Cin-an, lalu disusul tewasnya Ang-bin Moko serta Pek-bin Moli, maka kekuatan jaringan mata-mata semakin lemah. Sribaginda Kaisar memanggilku dan memberi waktu selama satu bulan agar aku dapat membasmi jaringan mata-mata itu. Sekarang di sini ada Ouwyang Kim yang membantu, juga engkau dan nona Lim datang sehingga kedudukan kita semakin kuat. Sayang Lili belum juga pulang. Apakah engkau bertemu dengannya di utara, Sin Wan?" Bhok-ciangkun menutup ceritanya.
"Kunjungan kami memang ada hubungannya dengan Lili, paman."
"Wan-twako, mengapa enci Lili tidak pulang bersama-sama dengan engkau dan enci Kui Siang?" Ci Hwa bertanya.
Melihat sikap gadis itu yang sudah biasa terhadap dirinya, seolah-olah tak ada bekas apa-apa di antara mereka, Sin Wan merasa heran akan tetapi juga gembira sekali. Keluarga gadis itu juga merasa lega dan girang. Kiranya kemunculan Akim membawa perubahan kepada Ci Hwa, mendatangkan kesadaran kepada gadis itu.
"Lili tinggal di utara dan dia menitipkan salam kepada seluruh anggota keluarga Bhok. Dia selamat dan sehat saja, tapi untuk sementara ini dia tidak akan pulang ke selatan karena dia ikut dengan Raja Muda Yung Lo ke Peking."
"Ehhh? Apa artinya ini, Sin Wan? Cu Sui In bertanya sambil mengerutkan alisnya karena mendengar puterinya pergi mengikuti Raja Muda Yung Lo ke Peking.
"Lili menggantikan kedudukan sumoi Lim Kui Siang, menjadi pengawal pribadi Raja Muda Yung Lo karena Kui Siang akan membantuku di sini dalam menghadapi jaringan mata-mata Mongol. Mengenai diri Lili, Raja Muda Yung Lo menitipkan surat kepada kami untuk dihaturkan kepada Paman Bhok."
Sin Wan mengeluarkan surat dari Raja Muda Yung Lo dan menyerahkannya kepada Bhok Cun Ki. Ketika dia membaca surat itu, kedua isterinya segera menghampiri kemudian ikut membaca dari belakang kedua pundaknya.
Wajah ketiganya penuh ketegangan, akan tetapi berubah cerah setelah mereka membaca habis surat itu. Kiranya Raja Muda Yung Lo mengagumi kegagahan Lili, dan karena raja muda itu merasa kehilangan akibat Kui Siang akan membantu calon suaminya membasmi jaringan mata-mata Mongol di kota raja, maka raja muda itu mohon persetujuan keluarga Bhok agar Lili, yang juga sudah setuju, untuk menjadi pengawal pribadinya.
"Nona Lim, selama engkau menjadi pengawal pribadi Raja Muda Yung Lo atau Pangeran Yen, bagaimana sikap dan wataknya? Apakah dia seorang penguasa yang baik, jujur dan adil?" Pertanyaan Bhok-ciangkun ini mewakili pertanyaan seluruh keluarganya.
Kui Siang memejamkan matanya, membayangkan kejantanan dan kegagahan Raja Muda Yung Lo, juga betapa raja muda itu jatuh hati kepadanya dan pernah menawarkan untuk menarik dia menjadi isteri raja muda itu. Kemudian dengan suara bersungguh-sungguh dia berkata,
"Paman Bhok, kalau aku boleh mengatakan, kecuali koko Sin Wan, di dunia ini dia-lah pria yang paling hebat, paling bijaksana, keras dan adil, akan tetapi juga bersusila dan berbudi mulia. Harap paman jangan khawatir. Adik Lili berada di tangan orang yang baik dan boleh dipercaya sepenuhnya.”
Sin Wan tersenyum mendengar jawaban kekasihnya itu, maklum apa yang dipikirkan oleh kekasihnya tentang raja muda itu. Juga dia mengerti akan kekhawatiran hati keluarga itu mendengar Lili menjadi pengawal pribadi raja muda di Peking itu.
"Apa yang diterangkan Siang-moi memang benar sekali. Sudah lama aku mengenal raja muda itu dan mengagumi kegagahannya. Harap paman sekalian tidak merasa khawatir. Raja Muda Yung Lo tidak dapat disamakan dengan Pangeran Mahkota, di sana Lili tidak akan mengalami hal-hal yang buruk seperti ketika menjadi pengawal Pangeran Mahkota."
"Syukurlah, hati kami menjadi lega sesudah mendengar penjelasan kalian. Sekarang mari kita bicara tentang tugas kita. Bagaimana menurut pendapatmu, Sin Wan? Dari mana kita akan memulai penyelidikan kita dan siapa kiranya orang yang dapat dicurigai dan tahu di mana Si Kedok Hitam bersembunyi?"
"Aku sudah membicarakan urusan ini dengan Lili dan kami sependapat bahwa kita harus mencurigai Yauw Siucai, sastrawan yang sekarang menjadi penasehat dan tangan kanan Pangeran Mahkota," kata Sin Wan.
Bhok Cun Ki mengangguk-angguk. "Aku sudah menyebar penyelidik dan memang orang itu patut dicurigai. Kemunculannya di istana Pangeran Mahkota itu sudah mendatangkan perubahan besar pada diri sang pangeran. Kalau dulu pangeran mahkota sudah terkenal sebagai seorang yang selalu mengejar kesenangan, sekarang, setelah ada sastrawan itu, keadaannya menjadi lebih parah lagi. Bukan saja dia selalu berfoya-foya, bahkan senang mengganggu anak isteri orang, dan selain suka mabok-mabokan, dia sekarang juga suka menghisap candu!"
"Memang mencurigakan sekali," kata Cu Sui In membenarkan suaminya. "Menurut cerita, munculnya sastrawan itu di istana pangeran juga amat mencurigakan. Lili bertemu dengan orang she Yauw itu dalam perjalanan, dan sikap sastrawan itu mencurigakan sekali. Lili sama sekali tidak mengenal asal usulnya, dan biar pun penampilannya seperti sastrawan dan bekerja sebagai guru sastra untuk puteranya Pangeran Mahkota, namun menurut Lili, sastrawan itu memiliki ilmu silat yang tinggi."
"Memang dia patut dicurigai, akan tetapi bagaimana mungkin bisa membuat dia membuka kedoknya dan bagaimana kita dapat menyelidiki siapa dia sesungguhnya? Kini dia dekat sekali dengan Pangeran Mahkota, menjadi orang kepercayaannya, maka amat sukar bagi kita untuk mendesaknya," kata Bhok Cun Ki, "Yang ke dua adalah Si Kedok Hitam. Kalau saja kita mampu menemukan orang itu, kiranya semua rahasia jaringan mata-mata akan dapat terbongkar. Tetapi ke mana kita mencari orang tinggi besar yang berperut gendut itu? Ilmu silatnya juga tinggi sekali."
"Nanti dulu...!" tiba-tiba Akim berseru nyaring sehingga mengejutkan Ci Han yang duduk di sampingnya karena pemuda itu mengira bahwa kekasihnya itu diserang rasa nyeri pada pundak yang terluka. Ternyata tidak demikian. Luka pada pundak Akim itu sudah sembuh berkat obat yang mujarab dari Cu Sui In. “Aku teringat sesuatu ketika tadi paman Bhok menyebut Si Kedok Hitam yang berperut gendut. Perut gendut...? Perut gendut...?”
Tentu saja semua orang merasa heran, bahkan merasa geli mendengar gadis itu berulang kali menyebut perut gendut. Tiba-tiba Akim menoleh dan memandang kepada Sin Wan.
"Eh, Sin Wan, masih ingatkah engkau ketika kita berdua menyerang Si Kedok Hitam, lalu datang anak buahnya sehingga aku tertawan olehnya?"
Sin Wan mengangguk dan memejamkan mata untuk membayangkan kembali peristiwa itu. "Ya, aku ingat. Dia lihai sekali, akan tetapi kalau tidak datang kawan-kawannya pada waktu itu, agaknya kita berdua akan dapat merobohkannya."
"Bukan itu, Sin Wan, akan tetapi perut gendutnya!" kata pula Akim dan kini dia kelihatan tegang.
Semua orang tertegun heran karena kembali Akim menyebut tentang perut gendut.
"Memang Si Kedok Hitam itu berperut gendut, Akim, lalu kenapa?"
"Sin Wan, kita sungguh bodoh sekali mengapa baru sekarang sadar akan hal itu. Lupakah engkau ketika kita menyerangnya? Pada waktu itu pedangmu yang tumpul tapi ampuh itu sempat membuat dia terkejut dan pedang di tangannya rusak oleh pedang tumpulmu. Dan pedangku ini..." Tiba-tiba Akim mencabut pedangnya yang tidak pernah terpisah darinya dan semua orang terkejut melihat sinar pedang yang mengandung hawa dingin itu.
"Paman Bhok, pedang pemberian mendiang ayah ini adalah pedang pusaka. Coba paman lihat keampuhannya!" Gadis itu melompat ke sudut ruangan itu di mana terdapat sebuah rak besi kemudian sekali pedangnya menyambar, ujung rak besi itu putus seperti terbuat dari kayu lunak saja!
Ketika semua orang masih memandang kaget dan heran, Akim sudah menghampiri Bhok Cun Ki kemudian menyerahkan pedangnya. "Maaf jika aku merusak rak itu, paman, akan tetapi coba paman periksa, apakah kiranya di dunia ini ada ahli silat yang kebal terhadap pedangku ini?"
Biar pun dia sendiri juga kaget dan heran, Bhok Cun Ki menerima pedang itu kemudian memeriksanya. Ia menggelengkan kepalanya. "Pedangmu ini merupakan pusaka ampuh, Akim. Senjata besi biasa saja tidak akan mampu bertahan kalau bertemu pedang ini, apa lagi kulit daging manusia. Betapa pun kebalnya, sukarlah untuk bisa menahan pedangmu ini dengan kekebalan kulit."
"Nah, sekarang tentu engkau ingat, Sin Wan?"
Dan Sin Wan tiba-tiba saja berseru sambil bangkit berdiri. "Benar! Perut gendutnya! Perut gendutnya!"
Tentu saja semua orang menjadi semakin heran dan juga geli. Seolah-olah Sin Wan telah ketularan penyakit Akim dan menyebut-nyebut perut gendut! Akan tetapi dia melanjutkan,
"Ketika kami mengeroyoknya, dan Si Kedok Hitam terkejut karena pedangnya rusak oleh pedangku, saat itu Akim menyerangnya dengan tusukan pedangnya. Serangan Akim itu cepat sekali dan dilakukan pada detik si Kedok Hitam tertegun sehingga pedangnya tepat memasuki perut gendutnya. Aku melihat dengan jelas, tetapi Si Kedok Hitam tidak roboh, bahkan tidak ada darah keluar dari perutnya yang tertusuk pedang!"
Mendengar ini Bhok Cun Ki memukul meja di depannya. "Brakk…!" Dan dia pun bangkit berdiri, matanya berkilat-kilat. "Ahh…, kalau begitu perut gendutnya adalah palsu!"
"Benar sekali, Paman Bhok. Akim telah menemukan rahasia yang amat penting bagi kita! Sekarang tak usah diragukan lagi, Si Kedok Hitam yang oleh anak buahnya disebut Yang Mulia, pemimpin jaringan mata-mata Mongol, adalah seorang pria yang sama sekali tidak gendut perutnya, melainkan tinggi besar dan amat lihai."
Mereka duduk kembali dan tampak betapa Bhok Cun Ki saling pandang dengan Sin Wan, seolah-olah keduanya dapat saling menjenguk isi hati masing-masing. Akhirnya Bhok Cun Ki berkata, "Sin Wan, apakah engkau juga menduga seperti yang menjadi dugaanku?"
Pemuda ini mengangguk. "Memang selama ini sikapnya selalu menentang dan memusuhi aku, paman, seakan secara tidak langsung dia memihak kepada para mata-mata Mongol. Biar pun kita belum dapat memastikannya, akan tetapi dia patut sekali dicurigai, paman, di samping Yauw Siucai itu."
Bhok Cun Ki mengangguk-angguk. "Ihh… kalian berdua seperti bicara dalam bahasa rahasia saja! Siapa sih orangnya yang kalian sangka menjadi Si Kedok Hitam itu?" tanya Cu Sui In tak sabar.
Suaminya menghela napas panjang. "Kalau ada orang luar yang tahu, hal ini tentu akan menimbulkan kegemparan. Berbahaya sekali kalau dugaan kita itu keliru, dan berbahaya pula kalau sebelum kita menemukan buktinya, dia telah mendengar akan dugaan kita."
"Akan tetapi, siapakah dia?" Sui In mendesak.
Bhok Cun Ki menengok ke kiri kanan. Ruangan itu tertutup dan tidak tampak seorang pun pembantu keluarga, juga tidak terdengar ada orang di luar ruangan itu. Namun tetap saja dia berkata dengan bisik-bisik, "Jenderal Besar Yauw Ti."
"Ihhh...!" Nyonya Bhok menahan jerit dengan menutupi mulutnya. "Bagaimana mungkin? Dia seorang jenderal besar yang sudah banyak berjasa terhadap kerajaan!"
Suaminya memberi tanda agar isterinya tetap tenang. "Kalian semua tahu bahwa dugaan ini harus kita rahasiakan. Aku, dengan dibantu Sin Wan, Akim, engkau sendiri Sui In dan nona Lim Kui Siang, akan mencari bukti-buktinya. Bahkan secara rahasia aku akan bicara dengan Jenderal Shu Ta, sebab hanya Jenderal Shu Ta yang akan dapat mengendalikan dan mengatasi kalau-kalau benar dia orangnya dan dia hendak mempergunakan kekuatan pasukannya."
"Wah, kalau memang demikian, tentu akan geger dan terjadi perang saudara yang hebat!" seru Ci Han penuh kekhawatiran.
Memang dapat dibayangkan betapa akan hebatnya kalau yang menjadi pemberontak itu adalah seorang jenderal besar seperti Jenderal Yauw Ti yang kini mengepalai ratusan ribu orang pasukan!
"Karena itu kita harus bekerja secara rahasia. Jangan sampai dia mengetahui lebih dahulu bahwa dia dicurigai karena hal itu akan membahayakan sekali," kata Bhok Cun Ki. "Dan aku memiliki pula sebuah bukti yang akan membongkar rahasia pimpinan mata-mata itu."
Bhok Cun Ki memasuki kamarnya, kemudian dia kembali ke ruangan itu sambil membawa sebuah benda kecil yang dibungkus dengan kain. Sesudah bungkusan itu dibuka, ternyata isinya adalah sebatang paku menghitam.
"Inilah paku yang dahulu melukai pundak Lili pada saat dia bertanding denganku. Paku ini dilepas seseorang dengan maksud membantu Lili dan membunuhku, akan tetapi paku ini dapat tertangkis pedangku. Paku-paku itu runtuh dan sebuah di antaranya, yaitu yang ini, mengenai pundak Lili."
"Paku itu beracun," Cu Sui In membantu suaminya karena dia sudah mendengar kisah itu dan sudah memeriksa senjata rahasia itu dengan teliti, "Akan tetapi tidak ada tanda-tanda siapa pemiliknya."
"Kalau kita dapat menyelidiki tempat tinggal orang-orang yang kita curigai, kemudian kita mendapatkan senjata rahasia yang serupa dengan ini, berarti dialah yang melepas senjata beracun itu, membuktikan bahwa dia terlibat dalam jaringan mata-mata musuh."
Cukup lama mereka mengadakan perundingan, dan pada malam hari itu Sin Wan dan Kui Siang diterima sebagai tamu agung, bahkan sebagai anggota keluarga sendiri. Kui Siang segera akrab dengan Akim dan Ci Hwa, dan malam itu mereka bertiga tinggal sekamar.
Akim yang mempunyai watak jujur terbuka itu tanpa malu-malu lagi menceritakan tentang hubungannya dengan Sin Wan. Dalam kesempatan ini pula, Ci Hwa yang sudah ketularan sikap terbuka itu, mengaku kepada Kui Siang tentang urusannya dengan Sin Wan, betapa dia pernah mencinta Sin Wan namun tidak dibalas oleh pemuda itu.
Mendengar pengakuan dua orang gadis yang pernah mencinta Sin Wan, Kui Siang bukan merasa cemburu atau panas hatinya, bahkan dia merasa bersyukur sekali karena terbukti bahwa suheng-nya itu amat mencintanya sehingga tidak bisa membalas cinta gadis-gadis lain, padahal Akim dan Ci Hwa adalah dua orang gadis yang cantik jelita, bahkan Akim memiliki ilmu kepandaian yang tinggi, mungkin lebih tinggi dibandingkan dia sendiri. Akan tetapi suheng-nya itu tetap setia kepadanya, walau pun dia sendiri pernah marah kepada suheng-nya, menyatakan benci dan tidak ingin bertemu lagi!
********************
Panglima Bhok Cun Ki yang cerdik itu diam-diam segera menghubungi Jenderal Shu Ta. Tentu saja Jenderal Besar ini terkejut setengah mati mendengar laporan pembantunya. Hampir dia marah-marah karena tidak percaya bahwa pembantunya yang sudah berjasa besar, Jenderal Yauw Ti, dicurigai sebagai pemimpin jaringan mata-mata Mongol.
Benar-benar mustahil, katanya. Tetapi dengan tenang dan sabar Bhok-ciangkun memberi penjelasan secara terperinci, mengumpulkan semua hasil penyelidikan anak buahnya dan hasil penyelidikan Sin Wan, Lili dan juga Akim.
Mendengar keterangan terperinci itu Jenderal Shu Ta berdiam diri, termenung dengan alis berkerut. Namun dia harus yakin dahulu, pikirnya. Sungguh berbahaya menuduh Jenderal Yauw Ti sebagai pemimpin mata-mata Mongol tanpa ada bukti-bukti yang meyakinkan.
Jenderal Yauw Ti memiliki kekuasaan yang cukup besar, bahkan Kaisar sangat percaya kepada jenderal yang tinggi besar itu. Pendeknya, Jenderal Yauw Ti merupakan orang ke dua sesudah dia yang dekat dan dipercaya Kaisar.
Dia sendiri adalah sute (adik seperguruan) Kaisar, tentu saja hubungannya sangat dekat. Akan tetapi Jenderal Yauw Ti juga sudah melakukan banyak jasa, dan selama ini selalu membuktikan dirinya sebagai seorang jenderal yang cakap dan setia.
"Bhok-ciangkun, dugaanmu ini sangat berbahaya. Engkau harus mampu memperlihatkan bukti, barulah aku berani turun tangan dan berani melapor kepada Sribaginda," akhirnya dia berkata.
"Tentu saja, Shu-goanswe (Jenderal Shu). Saya hanya mohon bantuan paduka, karena tanpa bantuan paduka, bagaimana mungkin saya berani menyelidiki ke dalam rumah dan kantor Jenderal Yauw? Sribaginda telah memberi waktu kepada saya, dan kalau dalam satu bulan saya tidak mampu membongkar jaringan mata-mata ini, seluruh keluarga saya akan menerima hukuman. Saya mohon bantuan paduka."
Jenderal Shu Ta menghela napas panjang. Sering kali dia menghela napas panjang kalau melihat perubahan yang terjadi pada diri suheng-nya yang kini sudah menjadi Kaisar itu. Sekarang Kaisar sudah berubah menjadi seorang yang teramat kejam. Bahkan seorang pembantu yang terbaik dan paling setia sekali pun, dengan mudah akan dijatuhi hukuman mati akibat melakukan kesalahan sedikit saja! Kaisar begitu dipenuhi rasa kecurigaan dan kebencian.
"Baik, aku akan membantumu, ciangkun," kata Jenderal Shu Ta, kemudian mereka bicara dengan sikap serius, mengatur langkah-langkah untuk membongkar rahasia yang sangat membahayakan negara itu.
Sebagai hasil dari rencana siasat mereka itu, pada suatu hari Jenderal Shu Ta, Jenderal Yauw Ti bersama para panglima lainnya dipanggil menghadap Kaisar untuk membicakan tentang keamanan negara. Tentu saja panggilan Kaisar ini adalah hasil dorongan Jenderal Shu Ta yang bermaksud agar Jenderal Yauw bisa mengemukakan pendapat-pendapatnya tentang jaringan mata-mata Mongol yang membahayakan negara, terutama sekali untuk memancing jenderal itu keluar agar Bhok Cun Ki beserta para pembantunya memperoleh kesempatan untuk melakukan penyelidikan ke tempat tinggal dan kantor jenderal yang dicurigai itu. Kaisar tidak mencurigai bujukan Jenderal Shu Ta ini karena memang Kaisar ingin membicarakan mengenai penyerangan terhadap kedua orang puteranya, yaitu Raja Muda Yung Lo dan Pangeran Chu Hui San.
Kesempatan itu digunakan dengan baik oleh Bhok Cun Ki yang segera menugaskan Sin Wan dan Kui Siang untuk melakukan penyelidikan ke rumah keluarga Jenderal Yauw Ti.
Bagi orang biasa, tentu tidak akan mudah memasuki gedung keluarga Jenderal Yauw Ti tanpa ijin. Namun Sin Wan dan Kui Siang mempergunakan ilmu kepandaian mereka, dan begitu pasukan pengawal yang melakukan perondaan siang malam itu lewat, mereka pun berhasil melompati pagar tembok pada bagian belakang. Sekarang mereka berdua sudah menyelinap ke dalam taman bunga milik keluarga itu.
Sebelumnya mereka berdua sudah mendapat penggambaran yang jelas tentang keadaan gedung itu dan juga mengenai keadaan keluarga Yauw Ti, jenderal yang mereka curigai. Di gedung itu Jenderal Yauw Ti tinggal bersama seorang isteri dan tiga orang selir. Dia hanya mempunyai dua orang anak dari para selirnya, dua orang anak laki-laki yang masih kecil, belum sepuluh tahun usianya.
Sin Wan dan Kui Siang menyelinap di antara pohon-pohon dan semak-semak, mendekati bangunan besar. Dua orang tukang taman yang sedang bekerja tidak melihat gerakan dua orang pendekar muda itu dan mereka berhasil meloncat ke atas atap dapur bangunan itu, kemudian bersembunyi di balik wuwungan dan bergerak bagaikan dua ekor kucing tanpa mengeluarkan suara apa pun.
Karena sudah mempelajari keadaan dalam bangunan gedung itu, Sin Wan dan Kui Siang dapat berada di atas kamar besar milik keluarga itu. Melihat betapa kamar yang sangat mewah itu dalam keadaan kosong dan sunyi, Sin Wan berbisik-bisik dengan kekasihnya, mengatur siasat kalau sampai mereka ketahuan orang selagi berada di dalam kamar itu, merencanakan jalan keluar dari kamar tanpa diketahui orang.
Kemudian mereka mulai membuka atap dan bagaikan dua ekor burung rajawali, mereka melayang turun dari atas, masuk ke dalam kamar tanpa mengeluarkan suara. Begitu tiba dalam kamar, dua orang pendekar muda yang sejak tadi menutupi muka mereka dengan kedok coklat dan biru, kedok yang sengaja dibuat mirip dengan kedok yang dipergunakan anak buah Si Kedok Hitam, segera bekerja dengan cepat.
Mereka menggeledah dan mencari-cari apa saja yang dapat menjadi bukti bahwa dugaan mereka benar, yaitu bahwa Jenderal Yauw Ti adalah pemimpin, atau setidaknya memiliki hubungan dengan jaringan mata-mata Mongol.
Sampai kurang lebih satu jam mereka menggeledah, membukai almari serta laci-lacinya, memeriksa seluruh ruangan. Tapi mereka tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan. Memang mereka telah menduga bahwa agaknya, andai kata benar bahwa Jenderal Yauw Ti menjadi pemimpin jaringan mata-mata Mongol, pasti tak seorang pun keluarganya yang mengetahui karena hal itu merupakan rahasia pribadi. Hal ini untuk mencegah terjadinya kebocoran, maka kalau dia menyimpan sesuatu yang dapat membuka rahasianya, tentu barang itu disimpan di lain tempat.
"Ke kantornya," bisik Sin Wan.
Mereka berdua segera meloncat lagi keluar dari kamar itu, membetulkan letak atap yang mereka buka dan tidak lama kemudian mereka sudah keluar lagi melalui taman dan pagar tembok di belakang tanpa diketahui orang.
Tak lama kemudian, dengan bekerja cepat agar jangan sampai kedahuluan oleh Jenderal Yauw Ti, dan hal ini sudan diatur oleh Jenderal Shu Ta agar Jenderal Yauw Ti agak lama berada di istana, Sin Wan dan Kui Siang sudah berada di kamar kerja Jenderal Yauw Ti yang terletak di dalam markas pasukan. Tentu saja mereka berdua tidak begitu ceroboh untuk memasuki benteng seperti yang mereka lakukan di rumah kediaman Jenderal Yauw tadi.
Mereka sudah membawa bekal surat perintah dan surat kuasa dari Jenderal Shu Ta untuk memasuki kamar kerja Jenderal Yauw Ti dan mengambil barang-barang yang diperlukan dalam persidangan di istana. Dengan bekal surat ini, para petugas jaga di markas itu tentu saja tidak berani menghalangi.
Surat perintah dari Jenderal Shu Ta sebagai panglima tertinggi lebih ditaati oleh pasukan di situ dari pada surat dari Kaisar sendiri sekali pun. Sebab itu mereka mempersilakan Sin Wan dan Kui Siang masuk, dan tidak lama kemudian dua orang muda perkasa ini sudah melakukan penggeledahan di dalam kamar kerja Jenderal Yauw Ti setelah mereka berdua menggunakan tenaga untuk membuka daun pintu kamar itu secara paksa.
Untuk menjaga segala kemungkinan, begitu masuk mereka berdua telah mengenakan lagi kedok mereka sungguh pun tadi mereka masuk sebagai utusan Jenderal Shu Ta. Bahkan surat itu pun dibuat oleh Jenderal Shu Ta mempergunakan tanda tangan dan cap palsu. Hal ini untuk menjaga kemungkinan Jenderal Yauw Ti tidak bersalah sehingga dia tidak akan terlibat di dalam penggeledahan itu dan kedua orang muda itu yang akan dianggap sebagai penanggung jawab.
Di ruangan kerja ini pun Sin Wan dan Kui Siang tidak berhasil menemukan sesuatu yang mencurigakan. Mereka hampir putus asa ketika tiba-tiba pintu kamar terbuka dan sesosok bayangan berkelebat masuk. Ternyata dia adalah seorang yang mengenakan kedok abu-abu!
"Mau apa kalian di sini?!" bentak si kedok abu-abu dengan suara bengis.
"Ahh, kami sedang sibuk hendak membersihkan tanda-tanda yang terdapat di sini karena sebentar lagi tempat ini akan digeledah oleh pasukan istana. Kini Kaisar telah mencurigai Yang Mulia. Di mana Yang Mulia? Apakah belum pulang dari istana?" kata Sin Wan.
Mendengar ucapan itu, si kedok kelabu nampak terkejut. Sepasang mata di balik kedok itu berkilat. "Kalau begitu, aku harus cepat memberi kabar kepada Pangeran!"
"Siapa Pangeran...?" Sin Wan cepat-cepat menghentikan ucapannya, memaki diri sendiri yang terlanjur bicara. Dan benar saja, mendengar Sin Wan ternyata tidak mengenal siapa pangeran yang dia maksudkan, si kedok abu-abu segera mencabut pedangnya.
"Kalian palsu!" Dan pedangnya sudah menyambar dengan ganas ke arah Sin Wan...