SEPASANG mata Jenderal Yauw Ti mencorong, sementara mulutnya tersenyum mengejek. Memang luar biasa sekali kekerasan hati Jenderal Yauw Ti. Menghadapi tuduhan sehebat itu, wajahnya tidak berubah sama sekali!
"Hemm, Jenderal Shu Ta. Alangkah mudahnya menuduh orang lain dengan fitnah. Akan tetapi jika engkau tidak dapat menunjukkan bukti-bukti yang memperkuat tuduhanmu itu, sebaliknya aku yang akan melapor kepada Sribaginda Kaisar bahwa engkau melakukan fitnah keji kepadaku! Bahkan aku tidak segan-segan untuk membunuhmu sekarang juga jika fitnah itu tidak berbukti, karena itu berarti bahwa engkau telah menghinaku!" Sikapnya tenang, namun matanya yang mencorong menunjukkan bahwa dia marah bukan main.
Jenderal Shu Ta adalah sute (adik seperguruan) dari Sribaginda Kaisar. Biar pun pernah menjadi murid perguruan Siauw-lim-pai, namun tingkat ilmu silatnya tentu saja jauh kalau dibandingkan dengan Yauw Ti yang dahulu ketika memasuki perjuangan memang sudah menjadi seorang jagoan tingkat tinggi. Maka Jenderal Shu Ta tertawa dan ini merupakan isyarat bagi para pembantunya.
Nampak bayangan banyak orang berkelebat memasuki ruangan itu dan ketika Yauw Ti memandang, diam-diam dia terkejut bukan kepalang. Dia melihat Bhok Cun Ki, Cu Sui In, Sin Wan, Lim Kui Siang dan Ouwyang Kim berdiri di situ sambil memandang kepadanya dengan sinar mata menyatakan kemarahan mereka.
"Jenderal Shu Ta! Apa artinya semua ini?!" bentaknya marah.
"Yauw Ti, bukankah engkau tadi minta bukti untuk memperkuat tuduhanku? Nah, bukan hanya bukti, melainkan banyak saksi yang akan memperkuat tuduhanku," jawab Shu Ta.
Tiba-tiba Jenderal Yauw Ti tertawa. "Ha-ha-ha, siapa yang tidak tahu mereka ini semua adalah antek-antek dan kaki tanganmu? Jenderal Shu Ta, bukan aku yang pengkhianat, akan tetapi engkau sendiri yang telah mengumpulkan kekuatan dan agaknya engkau yang hendak memberontak. Bhok Cun Ki ini memang semenjak dulu menjadi anak buahmu, dia orang yang licik dan curang! Dan siapakah Cu Sui In ini? Bukankah dia adalah seorang datuk sesat berjuluk Bi-coa Sianli, puteri datuk besar See-thian Coa-ong? Dan gadis ini, bukankah dia bernama Ouwyang Kim, puterinya datuk sesat Tung-hai-liong Ouwyang Cin, datuk segala bajak laut? Gadis yang seorang ini pun amat mencurigakan. Pernah menjadi pengawal pribadi Raja Muda Yung Lo tetapi sekarang berada di sini. Siapa tahu engkau yang mengirim dia ke utara untuk memata-matai raja muda itu! Dan akhirnya pemuda ini. Hah, siapa dia? Seorang biadab bangsa Uighur, putera Si Tangan Api Se Jit Kong, datuk penjahat kelas satu! Engkaulah yang mengumpulkan orang-orang golongan sesat untuk memberontak, dan engkau hendak menuduh aku, dengan mengajukan saksi orang-orang jahat ini?"
"Jenderal Yauw Ti," kata Lim Kui Siang, "engkau tidak dapat mengelabui aku! Pada waktu terjadi penyerangan atas diri Raja Muda Yung Lo dan Pangeran Mahkota, engkaulah yang mendalangi. Hanya begitu melihat munculnya suheng Sin Wan dan adik Lili, juga melihat betapa penyerangan itu gagal, engkau lalu berbalik dan engkau pura-pura sibuk mengatur pertempuran antara pasukanmu dengan pasukan Raja Muda Yung Lo. Padahal engkaulah yang mengatur sehingga terjadi bentrokan itu, untuk memancing para pengawal supaya sibuk bertempur sehingga anak buahmu dapat menyusup dengan mengenakan pakaian seragam, lalu mencoba untuk membunuh kedua orang pangeran itu."
"Huh, fitnah! Dugaan yang tidak berdasar dan berbukti!" kata Yauw Ti mengejek.
"Yauw Ti, jangan kira aku dapat melupakan saat engkau dan orang-orangmu menawanku. Engkau boleh saja berkedok dan mengubah suaramu, akan tetapi ketika aku dan Sin Wan mengeroyokmu, mestinya engkau telah mampus di ujung pedangku. Tapi perut gendutmu itu palsu! Si Kedok Hitam yang berperut gendut adalah engkau sendiri yang menyamar, dengan membuat perut palsu sehingga tidak terluka walau pun sudah tertusuk pedangku! Engkau berani menyangkal?" kata Akim.
"Huh, menggelikan! Pedangmu itu yang agaknya pedang rombengan sehingga tidak dapat melukai musuhmu, lalu engkau menuduh yang bukan-bukan. Itu bukan merupakan bukti tuduhanmu bahwa aku adalah Si Kedok Hitam!"
"Hemmm, Yauw Ti alias Si Kedok Hitam, tidak perlu engkau bersilat lidah lagi! Muridmu, Pangeran Yaluta dari Mongol yang menyamar sebagai Yauw Siucai itu telah mengaku.”
"Tak mungkin!" Kini Jenderal Yauw Ti menjadi pucat dan dia memotong ucapan Cu Sui In di luar kesadarannya saking kagetnya mendengar ucapan itu.
"Hemm, teriakanmu itu sudah membuka kedokmu, Kedok Hitam! Pangeran Yaluta bukan saja sudah mengaku, akan tetapi dia pun sudah tewas! Ketika kami merobohkannya dan hendak menawannya, dia membunuh diri dengan mengunyah pil racun hitam."
Kini Yauw Ti tidak ragu-ragu lagi dan habislah kesabarannya. Agaknya semua siasatnya yang telah berjalan sedemikian baik dan mulusnya, hari ini sudah mengalami kehancuran total!
"Bukan itu saja, Yauw Ti. Juga semua anak buahmu, jaringan mata-mata yang kau pimpin sudah hancur. Semua perwira yang kau libatkan dalam jaringan itu telah kami serbu dan kami tangkap, di antaranya adalah Perwira Lu, Song, Kui, Gak...”
Jelas nampak betapa semangat Yauw Ti terkulai. Kini dia tidak ragu lagi bahwa semua itu bukan gertakan belaka. Habislah sudah!
"Shu Ta, sekarang kita berdiri sebagai laki-laki. Tak perlu kupungkiri lagi bahwa akulah Si Kedok Hitam. Nah, Shu Ta, kalau memang engkau laki-laki dan seorang jantan, mari kita selesaikan perhitungan ini di ujung senjata!" dan bekas jenderal besar itu meraba gagang pedangnya yang tergantung di pinggang.
Shu Ta maklum bahwa tantangan itu merupakan akal pula dari Yauw Ti yang tahu bahwa dalam hal ilmu silat, pasti pemberontak dan pengkhianat itu akan menang. Kini Sin Wan yang maju.
"Yauw Ti atau Si Kedok Hitam, akulah lawanmu. Sudah banyak perhitungan di antara kita yang bertumpuk, dan saat ini tiba waktunya bagi kita membuat perhitungan. Shu-goanswe adalah seorang jenderal yang sangat setia terhadap kerajaan, kalau beliau yang bertindak, maka beliau akan mengerahkan pasukan untuk menangkap pengkhianat sepertimu ini. Kalau engkau menghendaki mengadu kepandaian satu lawan satu, akulah lawanmu!"
Kui Siang juga melompat ke depan, ke dekat Sin Wan. "Atas nama Raja Muda Yung Lo yang hampir menjadi korban kecuranganmu, aku juga hendak maju menangkapmu, Yauw Ti!"
Bekas jenderal itu tertawa bergelak. "Ha-ha-ha, engkau hendak mewakili Raja Muda Yung Lo, nona? Katakan saja engkau hendak membantu Sin Wan mengeroyokku!"
"Aku membantunya sudah cukup pantas. Dia adalah suheng-ku, juga calon suamiku."
"Ha-ha-ha, bukankah engkau puteri mendiang bangsawan Lim Cun, nona? Puteri seorang bangsawan berbangsa Han, bangsa pribumi asli, hendak menjadi isteri seorang keturunan Uighur yang biadab, putera datuk sesat keji Si Tangan Api, bahkan agamanya pun asing? Sungguh memalukan sekali!"
Bekas jenderal yang sudah kehilangan harapan itu kini menyebar penghinaan ke mana-mana untuk melampiaskan kedukaan, kekecewaan dan keputus-asaan.
Sin Wan tersenyum saja, sama sekali dia tidak merasa terhina. "Yauw Ti, menilai seorang manusia tidak dapat didasarkan kepada kebangsaannya, agamanya, kedudukannya, atau kekayaan dan kepintarannya, melainkan kelakuan serta sepak terjangnya dalam hidup ini. Boleh jadi engkau bangsa pribumi asli, beragama peninggalan nenek moyang, mempunyai kedudukan tinggi sebagai seorang panglima besar, pintar, kaya raya dan terhormat. Akan tetapi bila engkau menjadi pengkhianat, kalau engkau berkelakuan curang dan licik, kalau sepak terjangmu dalam hidup penuh kekejian dan kepalsuan, tetap saja engkau seorang manusia yang rendah budi!"
"Singggg...!” Nampak sinar terang menyilaukan mata ketika bekas jenderal itu mencabut pedangnya.
"Sin Wan dan engkau nona, majulah kalau ingin mati di tanganku!" tantangnya.
Selain lihai memang dia juga cerdik dan curang sekali karena tanpa menanti kedua orang lawannya mencabut pedang, dia telah menggerakkan pedangnya dan menyerang dengan dahsyat ke arah kedua orang muda itu. Meski pun belum mencabut pedang, namun sejak tadi Sin Wan dan Kui Siang sudah siap siaga dan waspada, maka begitu pedang menyambar, mereka sudah meloncat ke tengah ruangan yang luas itu.
"Kalian maju dan tangkap pengkhianat itu!" teriak Jenderal Shu Ta yang khawatir kalau-kalau bekas pembantunya yang dia tahu amat lihai itu dapat meloloskan diri.
Mendengar ini, Yauw Ti tertawa bergelak. "Ha-ha-ha, boleh, boleh! Kalian majulah semua! Meski pun aku akan mati di tangan kalian, aku mati sebagai seorang gagah perkasa yang dikeroyok banyak orang. Sebaliknya, biar pun kalian akan menang, tapi nama kalian akan dijadikan bahan ejekan sebab sebagai tokoh-tokoh persilatan besar, ternyata kalian hanya pengecut-pengecut yang mengandalkan pengeroyokan untuk mencapai kemenangan, ha-ha-ha…!"
"Tak perlu kita maju semua, Shu-goanswe. Sin Wan dan Kui Siang sudah lebih dari cukup untuk mengalahkan pengkhianat itu," kata Cu Sui In.
"Benar, Shu-goanswe, harap tidak khawatir. Sin Wan dan Kui Siang pasti akan mampu menundukkannya," sambung Bhok Cun Ki sehingga legalah hati Jenderal Shu Ta. Mereka semua menonton dan para pengawal sudah mengepung ruangan itu.
Karena maklum bahwa dia tidak mungkin dapat meloloskan diri, dan menyerah pun tidak akan diampuni Kaisar, Yauw Ti menjadi nekat. Dia segera memainkan ilmu silatnya yang sangat aneh, yaitu tubuhnya berpusing seperti gasing, pedangnya mencuat dari pusingan itu menjadi sinar yang menyilaukan seperti kilat menyambar, juga tangan kirinya bergerak mengirim serangan dengan totokan It-tok-ci (Satu Jari Beracun) yang tak kalah ampuhnya dibandingkan pedangnya.
Akan tetapi kali ini dia menghadapi pengeroyokan sepasang orang muda yang amat lihai. Mereka tahu pula betapa lihainya jenderal ini, karena itu begitu mereka mencabut pedang, mereka berdua segera memainkan ilmu mereka yang paling ampuh, yaitu Sam-sian Sin-ciang.
Pedang Tumpul di tangan Sin Wan nampaknya tidak berbahaya, akan tetapi justru Yauw Ti amat gentar menghadapi pedang butut itu karena dia pernah terkejut ketika pedangnya rusak oleh pedang itu. Ada pun pedang Jit-kong-kiam di tangan Kui Siang mengeluarkan cahaya gemilang sesuai dengan nama pedang itu, yaitu pedang Sinar Matahari.
Karena kedua orang muda ini memainkan ilmu pedang yang sama, maka mereka dapat saling mendukung, baik dalam penyerangan mau pun dalam pertahanan, bahkan tenaga mereka berdua seperti tergabung dalam gerakan mereka itu.
"Hati-hati, moi-moi, itu adalah It-tok-ci !" kata Sin Wan memperingatkan kekasihnya akan bahayanya jari beracun lawan itu.
"Baik, koko," kata Kui Siang, lantas pedangnya membuat gerakan menyambut jari yang menotok ke arah tubuhnya. Kalau totokan itu dilanjutkan, jari itu akan bertemu pedangnya dan tentu jari itu akan terbabat buntung!"
Serang menyerang pun terjadi dan benar saja seperti pendapat Bhok Cun Ki dan Cu Sui In tadi. Sebentar saja, tidak sampai tiga puluh jurus, bekas jenderal itu telah terhimpit dan terkurung dua gulungan sinar pedang lawan. Kalau jenderal itu tidak menjadi nekat, tentu dia sudah tidak akan mampu membalas dan hanya bertahan melindungi diri saja.
Akan tetapi sekarang dia sudah nekat. Biar pun mati, dia harus dapat menjatuhkan lawan, keduanya atau paling tidak seorang di antaranya. Oleh karena itu gerakannya membabi buta dan napasnya terengah-engah karena dia terlalu banyak mengerahkan tenaga dalam dorongan nafsunya untuk membunuh lawan.
Kalau Sin Wan dan Kui Siang berniat membunuh Yauw Ti, kiranya mereka sudah dapat melakukannya sejak tadi. Ilmu silat Sam-sian Sin-ciang memang hebat bukan main, apa lagi dimainkan oleh mereka berdua yang mewarisi ilmu ciptaan Tiga Dewa itu. Akan tetapi mereka maklum bahwa pengkhianat ini harus ditangkap hidup-hidup agar dapat diseret ke pengadilan.
Oleh karena itu terpaksa mereka membatasi serangan mereka hanya untuk merobohkan tanpa membunuh. Agaknya, sikap kedua orang lawannya ini diketahui Yauw Ti, maka dia mempergunakan kesempatan itu untuk keuntungannya dan dia bahkan yang lebih banyak menyerang mati-matian dengan jurus-jurus maut yang dikuasainya.
"Hyaaatttttt...!"
Ketika mendapat kesempatan, pedang di tangan Yauw Ti menyambar dari atas ke arah kepala Sin Wan. Jenderal ini amat benci karena Sin Wan, bukan hanya karena pemuda ini adalah keturunan bangsa Uighur yang dibencinya, melainkan juga semenjak pertama kali, pemuda ini selalu menghalangi dan mengacaukan siasatnya. Dengan sepenuh tenaga dia membacokkan pedangnya. Melihat ini Sin Wan cepat mengangkat pedangnya menangkis dan sekaligus mengerahkan sinkang untuk disalurkan melalui pedangnya.
"Trakkk!"
Dua batang pedang bertemu di udara dan bekas jenderal itu terkejut karena pedangnya itu seperti menempel pada besi semberani, seperti ada tenaga menyedot yang membuat pedangnya melekat pada Pedang Tumpul. Dia marah sekali, kemudian jari tangan kirinya meluncur, menotok ke arah leher Sin Wan.
Pemuda ini sudah memperhitungkan dan melihat kesempatan bagus untuk mengalahkan Yauw Ti. Melihat tangan itu menyambar, dia pun memutar tubuh, tangan kirinya bergerak melintang dan dia berhasil menangkap pergelangan tangan jenderal Yauw Ti.
"Cepat, moi-moi!" katanya.
Kui Siang memang sudah melihat kesempatan ini! Pedangnya menyambar bagaikan kilat dan menyambar jari telunjuk yang warnanya hijau menghitam itu.
"Crokkk!" Jari telunjuk yang berbahaya itu terbabat pedang dan putus! Yauw Ti berteriak keras, dan pada saat itu pula Sin Wan sudah menarik pedangnya dan sekali pedangnya meluncur ke depan, pedang yang tumpul itu kini dia gunakan sebagai tongkat dan menotok jalan darah di dada dan pundak lawan. Bekas jenderal itu roboh terkulai dan tak mampu bergerak lagi, hanya matanya melotot sambil mulutnya mendesis menahan rasa nyeri di tangannya yang kehilangan jari telunjuk.
Jenderal Shu Ta merasa terharu juga melihat bekas rekan terbaiknya ini menggeletak tak berdaya. Dia segera menghampiri dan setelah saling pandang dengan bekas rekannya itu, Jenderal Shu Ta lalu berkata,
"Yauw Ti, aku benar-benar tak dapat mengerti. Engkau telah diberi banyak anugerah oleh Sribaginda, diberi kedudukan yang hanya berada di bawah kedudukanku, dipercaya dan dihormati. Kenapa engkau memilih jalan sesat dan menjadi pengkhianat, rela diperhamba oleh orang-orang Mongol?"
Yauw Ti tersenyum mengejek. "Huh! Dia kaisar yang tolol dan tidak adil. Jasaku jauh lebih besar darimu, juga kepandaianku jauh lebih tinggi darimu, tetapi dia mengangkat engkau menjadi panglima tertinggi, bukan aku! Dia pilih kasih dan mengangkat engkau, sute-nya, di atasku. Orang Mongol memberi harapan lebih banyak. Apa bila berhasil, aku sedikitnya menjadi panglima tertinggi, atau raja muda, bahkan Kaisar!"
Jenderal Shu Ta hanya bisa menghela napas panjang. Kemudian, setelah bekas jenderal yang berkhianat itu dibawa ke tahanan, Jenderal Shu Ta lalu mengerahkan pasukan untuk dipimpin Bhok-ciangkun melakukan pembersihan, menangkapi semua pembantu Jenderal Yauw Ti.
Semua pendekar berkumpul di rumah Bhok Cun Ki, merayakan kemenangan karena apa bila sesudah lewat satu bulan para pemberontak itu tidak dapat dihancurkan, tentu Kaisar akan menghukum keluarga Bhok.
Kaisar sendiri yang mengadili bekas Jenderal Yauw Ti. Bukan main marahnya Kaisar, apa lagi melihat sikap bekas jenderal itu yang kini tidak mau tunduk kepadanya.
"Seret dia serta seluruh keluarganya, semua isterinya dan anaknya, juga semua pelayan dan penghuni rumahnya, hukum mati mereka semua tanpa kecuali!” perintahnya.
Semua pejabat tinggi terkejut mendengar keputusan hukuman yang berat itu. Seorang di antara mereka, yaitu seorang menteri yang usianya sudah enam puluh tahun, yang sejak Kaisar masih menjadi pemimpin rakyat Chu Goan Ciang sudah ikut membantu perjuangan melawan orang Mongol, yaitu Menteri Coa, maju berlutut.
"Mohon ampun, Sribaginda. Hamba mohon agar paduka mengingat akan jasa-jasa bekas Jenderal Yauw Ti. Memang dia sudah berdosa besar, tapi keluarganya tidak tahu menahu akan dosanya itu. Oleh karena itu hamba mohon agar paduka mengampuni keluarganya dan hanya menjatuhkan hukuman mati kepada dia seorang."
Kaisar membelalakkan matanya dan memukul meja di depannya. "Brakk…!" dia melotot. "Menteri Coa, jelas engkau sudah membela pemberontak. Seret dia dan hukum mati, biar dia tetap menjadi pembela si pemberontak di neraka! Dan siapa pun yang berani membela pemberontak, akan menemani keluarga pemberontak memasuki neraka!"
Tentu saja semua orang terkejut. Bahkan Jenderal Shu Ta sendiri lalu menjatuhkan diri berlutut, "Mohon ampun, Sribaginda....”
"Jenderal Shu Ta! Engkau adalah sute-ku, aku akan merasa menyesal sekali kalau harus menjatuhkan hukuman mati kepadamu dan seluruh keluargamu!" bentak Kaisar sehingga Jenderal Shu Ta tidak berani bicara lagi. Kaisar lalu membubarkan persidangan itu.
Bekas Jenderal Yauw Ti berikut seluruh keluarganya, tidak ada kecualinya, sampai semua hamba sahayanya, dijatuhi hukuman mati. Kaisar memang telah berubah menjadi seorang yang teramat kejam dan tidak mengenal ampun, apa lagi kalau dia mencurigai seseorang. Biar orang itu bekas teman seperjuangan sekali pun, seperti menteri Coa, akan dihukum mati agar hatinya menjadi tenang.
Tidak lama setelah peristiwa itu terjadi, Pangeran Chu Hui San, yaitu Pangeran Mahkota, meninggal dunia. Simpang siur berita tentang kematiannya. Secara resmi dia dikabarkan meninggal dunia karena menderita penyakit, tetapi desas-desus menyiarkan berita bahwa dia sudah dihukum mati secara rahasia oleh Kaisar, ayahnya sendiri, dengan cara disuruh minum racun!
Kedua berita itu mungkin saja, karena Kaisar menganggap puteranya itu telah berkhianat dengan bergaul bahkan menarik Pangeran Yaluta sebagai penasehat, dan berita kedua, mungkin dia mati karena penyakit karena badannya sudah lemah sekali oleh candu, arak dan pelesir yang tak mengenal batas.
Bhok Cun Ki sendiri juga merasa tidak senang dengan sikap yang amat kejam dari Kaisar. Tidak lama kemudian dia menerima utusan Raja Muda Yung Lo yang melamar Lili untuk menjadi isteri Raja Muda di utara itu. Karena Lili sendiri sudah setuju, maka pinangan itu diterima dengan gembira.
Kedudukan Lili sebagai isteri Raja Muda Yung Lo itu memungkinkan keluarga Bhok untuk pindah sekeluarga ke Peking, dengan alasan Raja Muda Yung Lo yang menjadi mantunya menghendaki agar mereka diboyong semua ke utara. Di Peking Bhok Cun Ki membantu mantunya, dan menjadi panglima yang disegani karena kepandaian dan kecerdikannya.
Mengingat jasa-jasa Sin Wan dan hubungannya yang amat dekat dengan keluarga Bhok, maka Bhok Cun Ki dengan senang hati menjadi wali pemuda itu. Dia kemudian mengirim utusan kepada keluarga Lim, yaitu para paman dan bibi Kui Siang, untuk meminang Kui Siang secara resmi. Karena yang mengirim lamaran adalah Panglima Bhok Cun Ki, tentu saja keluarga Kui Siang yang mata duitan itu menerima dengan senang hati.
Pernikahan antara Si Pedang Tumpul Sin Wan dan sumoi-nya, Lim Kui Siang, dirayakan berbareng dengan pernikahan antara Bhok Ci Han dan Ouwyang Kim, yang dihadiri pula oleh ibunya yang telah menjadi janda. Perayaan pernikahan rangkap itu dirayakan dengan meriah, bahkan Raja Muda Yung Lo dan Lili datang pula menghadiri perayaan.
Tidak lama kemudian seluruh keluarga itu, termasuk Sin Wan dan Kui Siang, berbondong pindah ke utara! Jenderal Shu Ta maklum akan perasaan mereka yang tidak puas akan sikap Kaisar, akan tetapi dia sendiri adalah seorang yang sangat setia kepada kaisarnya, atau suheng-nya, maka bagaimana pun juga jenderal ini tetap tidak pernah meninggalkan Nan-king sampai matinya.
Kaisar Thai-cu yang selalu curiga kepada siapa saja yang dikira akan menjatuhkannya, lalu mengangkat Pangeran Chu Hong, yaitu putera mendiang Pangeran Chu Hui San yang masih kanak-kanak menjadi pangeran mahkota menggantikan ayahnya. Hal ini kelak akan mendatangkan bencana dan terjadi perang saudara yang amat hebat, karena Raja Muda Yung Lo tidak dapat menerima keputusan ayahnya itu.
Menurut pendapatnya, setelah Pangeran Chu Hui San meninggal dunia, maka sepatutnya dia yang menjadi pengganti kakaknya sebagai pangeran mahkota, bukan keponakannya, Pangeran Chu Hong yang masih kecil itu. Namun keputusan Kaisar Thai-cu sudah resmi, bahkan Pangeran Chu Hong yang masih kecil itu sudah diberi nama kebesaran Hui Ti!
Dengan bantuan para pendekar, Raja Muda Yung Lo menyusun kekuatan di utara. Ada pun di selatan, di Nan-king, keadaan Kerajaan Beng menjadi semakin lemah karena para pejabat merasa tidak puas dan takut kepada Kaisar yang sudah berubah menjadi kejam dan lalim.
"Hemm, Jenderal Shu Ta. Alangkah mudahnya menuduh orang lain dengan fitnah. Akan tetapi jika engkau tidak dapat menunjukkan bukti-bukti yang memperkuat tuduhanmu itu, sebaliknya aku yang akan melapor kepada Sribaginda Kaisar bahwa engkau melakukan fitnah keji kepadaku! Bahkan aku tidak segan-segan untuk membunuhmu sekarang juga jika fitnah itu tidak berbukti, karena itu berarti bahwa engkau telah menghinaku!" Sikapnya tenang, namun matanya yang mencorong menunjukkan bahwa dia marah bukan main.
Jenderal Shu Ta adalah sute (adik seperguruan) dari Sribaginda Kaisar. Biar pun pernah menjadi murid perguruan Siauw-lim-pai, namun tingkat ilmu silatnya tentu saja jauh kalau dibandingkan dengan Yauw Ti yang dahulu ketika memasuki perjuangan memang sudah menjadi seorang jagoan tingkat tinggi. Maka Jenderal Shu Ta tertawa dan ini merupakan isyarat bagi para pembantunya.
Nampak bayangan banyak orang berkelebat memasuki ruangan itu dan ketika Yauw Ti memandang, diam-diam dia terkejut bukan kepalang. Dia melihat Bhok Cun Ki, Cu Sui In, Sin Wan, Lim Kui Siang dan Ouwyang Kim berdiri di situ sambil memandang kepadanya dengan sinar mata menyatakan kemarahan mereka.
"Jenderal Shu Ta! Apa artinya semua ini?!" bentaknya marah.
"Yauw Ti, bukankah engkau tadi minta bukti untuk memperkuat tuduhanku? Nah, bukan hanya bukti, melainkan banyak saksi yang akan memperkuat tuduhanku," jawab Shu Ta.
Tiba-tiba Jenderal Yauw Ti tertawa. "Ha-ha-ha, siapa yang tidak tahu mereka ini semua adalah antek-antek dan kaki tanganmu? Jenderal Shu Ta, bukan aku yang pengkhianat, akan tetapi engkau sendiri yang telah mengumpulkan kekuatan dan agaknya engkau yang hendak memberontak. Bhok Cun Ki ini memang semenjak dulu menjadi anak buahmu, dia orang yang licik dan curang! Dan siapakah Cu Sui In ini? Bukankah dia adalah seorang datuk sesat berjuluk Bi-coa Sianli, puteri datuk besar See-thian Coa-ong? Dan gadis ini, bukankah dia bernama Ouwyang Kim, puterinya datuk sesat Tung-hai-liong Ouwyang Cin, datuk segala bajak laut? Gadis yang seorang ini pun amat mencurigakan. Pernah menjadi pengawal pribadi Raja Muda Yung Lo tetapi sekarang berada di sini. Siapa tahu engkau yang mengirim dia ke utara untuk memata-matai raja muda itu! Dan akhirnya pemuda ini. Hah, siapa dia? Seorang biadab bangsa Uighur, putera Si Tangan Api Se Jit Kong, datuk penjahat kelas satu! Engkaulah yang mengumpulkan orang-orang golongan sesat untuk memberontak, dan engkau hendak menuduh aku, dengan mengajukan saksi orang-orang jahat ini?"
"Jenderal Yauw Ti," kata Lim Kui Siang, "engkau tidak dapat mengelabui aku! Pada waktu terjadi penyerangan atas diri Raja Muda Yung Lo dan Pangeran Mahkota, engkaulah yang mendalangi. Hanya begitu melihat munculnya suheng Sin Wan dan adik Lili, juga melihat betapa penyerangan itu gagal, engkau lalu berbalik dan engkau pura-pura sibuk mengatur pertempuran antara pasukanmu dengan pasukan Raja Muda Yung Lo. Padahal engkaulah yang mengatur sehingga terjadi bentrokan itu, untuk memancing para pengawal supaya sibuk bertempur sehingga anak buahmu dapat menyusup dengan mengenakan pakaian seragam, lalu mencoba untuk membunuh kedua orang pangeran itu."
"Huh, fitnah! Dugaan yang tidak berdasar dan berbukti!" kata Yauw Ti mengejek.
"Yauw Ti, jangan kira aku dapat melupakan saat engkau dan orang-orangmu menawanku. Engkau boleh saja berkedok dan mengubah suaramu, akan tetapi ketika aku dan Sin Wan mengeroyokmu, mestinya engkau telah mampus di ujung pedangku. Tapi perut gendutmu itu palsu! Si Kedok Hitam yang berperut gendut adalah engkau sendiri yang menyamar, dengan membuat perut palsu sehingga tidak terluka walau pun sudah tertusuk pedangku! Engkau berani menyangkal?" kata Akim.
"Huh, menggelikan! Pedangmu itu yang agaknya pedang rombengan sehingga tidak dapat melukai musuhmu, lalu engkau menuduh yang bukan-bukan. Itu bukan merupakan bukti tuduhanmu bahwa aku adalah Si Kedok Hitam!"
"Hemmm, Yauw Ti alias Si Kedok Hitam, tidak perlu engkau bersilat lidah lagi! Muridmu, Pangeran Yaluta dari Mongol yang menyamar sebagai Yauw Siucai itu telah mengaku.”
"Tak mungkin!" Kini Jenderal Yauw Ti menjadi pucat dan dia memotong ucapan Cu Sui In di luar kesadarannya saking kagetnya mendengar ucapan itu.
"Hemm, teriakanmu itu sudah membuka kedokmu, Kedok Hitam! Pangeran Yaluta bukan saja sudah mengaku, akan tetapi dia pun sudah tewas! Ketika kami merobohkannya dan hendak menawannya, dia membunuh diri dengan mengunyah pil racun hitam."
Kini Yauw Ti tidak ragu-ragu lagi dan habislah kesabarannya. Agaknya semua siasatnya yang telah berjalan sedemikian baik dan mulusnya, hari ini sudah mengalami kehancuran total!
"Bukan itu saja, Yauw Ti. Juga semua anak buahmu, jaringan mata-mata yang kau pimpin sudah hancur. Semua perwira yang kau libatkan dalam jaringan itu telah kami serbu dan kami tangkap, di antaranya adalah Perwira Lu, Song, Kui, Gak...”
Jelas nampak betapa semangat Yauw Ti terkulai. Kini dia tidak ragu lagi bahwa semua itu bukan gertakan belaka. Habislah sudah!
"Shu Ta, sekarang kita berdiri sebagai laki-laki. Tak perlu kupungkiri lagi bahwa akulah Si Kedok Hitam. Nah, Shu Ta, kalau memang engkau laki-laki dan seorang jantan, mari kita selesaikan perhitungan ini di ujung senjata!" dan bekas jenderal besar itu meraba gagang pedangnya yang tergantung di pinggang.
Shu Ta maklum bahwa tantangan itu merupakan akal pula dari Yauw Ti yang tahu bahwa dalam hal ilmu silat, pasti pemberontak dan pengkhianat itu akan menang. Kini Sin Wan yang maju.
"Yauw Ti atau Si Kedok Hitam, akulah lawanmu. Sudah banyak perhitungan di antara kita yang bertumpuk, dan saat ini tiba waktunya bagi kita membuat perhitungan. Shu-goanswe adalah seorang jenderal yang sangat setia terhadap kerajaan, kalau beliau yang bertindak, maka beliau akan mengerahkan pasukan untuk menangkap pengkhianat sepertimu ini. Kalau engkau menghendaki mengadu kepandaian satu lawan satu, akulah lawanmu!"
Kui Siang juga melompat ke depan, ke dekat Sin Wan. "Atas nama Raja Muda Yung Lo yang hampir menjadi korban kecuranganmu, aku juga hendak maju menangkapmu, Yauw Ti!"
Bekas jenderal itu tertawa bergelak. "Ha-ha-ha, engkau hendak mewakili Raja Muda Yung Lo, nona? Katakan saja engkau hendak membantu Sin Wan mengeroyokku!"
"Aku membantunya sudah cukup pantas. Dia adalah suheng-ku, juga calon suamiku."
"Ha-ha-ha, bukankah engkau puteri mendiang bangsawan Lim Cun, nona? Puteri seorang bangsawan berbangsa Han, bangsa pribumi asli, hendak menjadi isteri seorang keturunan Uighur yang biadab, putera datuk sesat keji Si Tangan Api, bahkan agamanya pun asing? Sungguh memalukan sekali!"
Bekas jenderal yang sudah kehilangan harapan itu kini menyebar penghinaan ke mana-mana untuk melampiaskan kedukaan, kekecewaan dan keputus-asaan.
Sin Wan tersenyum saja, sama sekali dia tidak merasa terhina. "Yauw Ti, menilai seorang manusia tidak dapat didasarkan kepada kebangsaannya, agamanya, kedudukannya, atau kekayaan dan kepintarannya, melainkan kelakuan serta sepak terjangnya dalam hidup ini. Boleh jadi engkau bangsa pribumi asli, beragama peninggalan nenek moyang, mempunyai kedudukan tinggi sebagai seorang panglima besar, pintar, kaya raya dan terhormat. Akan tetapi bila engkau menjadi pengkhianat, kalau engkau berkelakuan curang dan licik, kalau sepak terjangmu dalam hidup penuh kekejian dan kepalsuan, tetap saja engkau seorang manusia yang rendah budi!"
"Singggg...!” Nampak sinar terang menyilaukan mata ketika bekas jenderal itu mencabut pedangnya.
"Sin Wan dan engkau nona, majulah kalau ingin mati di tanganku!" tantangnya.
Selain lihai memang dia juga cerdik dan curang sekali karena tanpa menanti kedua orang lawannya mencabut pedang, dia telah menggerakkan pedangnya dan menyerang dengan dahsyat ke arah kedua orang muda itu. Meski pun belum mencabut pedang, namun sejak tadi Sin Wan dan Kui Siang sudah siap siaga dan waspada, maka begitu pedang menyambar, mereka sudah meloncat ke tengah ruangan yang luas itu.
"Kalian maju dan tangkap pengkhianat itu!" teriak Jenderal Shu Ta yang khawatir kalau-kalau bekas pembantunya yang dia tahu amat lihai itu dapat meloloskan diri.
Mendengar ini, Yauw Ti tertawa bergelak. "Ha-ha-ha, boleh, boleh! Kalian majulah semua! Meski pun aku akan mati di tangan kalian, aku mati sebagai seorang gagah perkasa yang dikeroyok banyak orang. Sebaliknya, biar pun kalian akan menang, tapi nama kalian akan dijadikan bahan ejekan sebab sebagai tokoh-tokoh persilatan besar, ternyata kalian hanya pengecut-pengecut yang mengandalkan pengeroyokan untuk mencapai kemenangan, ha-ha-ha…!"
"Tak perlu kita maju semua, Shu-goanswe. Sin Wan dan Kui Siang sudah lebih dari cukup untuk mengalahkan pengkhianat itu," kata Cu Sui In.
"Benar, Shu-goanswe, harap tidak khawatir. Sin Wan dan Kui Siang pasti akan mampu menundukkannya," sambung Bhok Cun Ki sehingga legalah hati Jenderal Shu Ta. Mereka semua menonton dan para pengawal sudah mengepung ruangan itu.
Karena maklum bahwa dia tidak mungkin dapat meloloskan diri, dan menyerah pun tidak akan diampuni Kaisar, Yauw Ti menjadi nekat. Dia segera memainkan ilmu silatnya yang sangat aneh, yaitu tubuhnya berpusing seperti gasing, pedangnya mencuat dari pusingan itu menjadi sinar yang menyilaukan seperti kilat menyambar, juga tangan kirinya bergerak mengirim serangan dengan totokan It-tok-ci (Satu Jari Beracun) yang tak kalah ampuhnya dibandingkan pedangnya.
Akan tetapi kali ini dia menghadapi pengeroyokan sepasang orang muda yang amat lihai. Mereka tahu pula betapa lihainya jenderal ini, karena itu begitu mereka mencabut pedang, mereka berdua segera memainkan ilmu mereka yang paling ampuh, yaitu Sam-sian Sin-ciang.
Pedang Tumpul di tangan Sin Wan nampaknya tidak berbahaya, akan tetapi justru Yauw Ti amat gentar menghadapi pedang butut itu karena dia pernah terkejut ketika pedangnya rusak oleh pedang itu. Ada pun pedang Jit-kong-kiam di tangan Kui Siang mengeluarkan cahaya gemilang sesuai dengan nama pedang itu, yaitu pedang Sinar Matahari.
Karena kedua orang muda ini memainkan ilmu pedang yang sama, maka mereka dapat saling mendukung, baik dalam penyerangan mau pun dalam pertahanan, bahkan tenaga mereka berdua seperti tergabung dalam gerakan mereka itu.
"Hati-hati, moi-moi, itu adalah It-tok-ci !" kata Sin Wan memperingatkan kekasihnya akan bahayanya jari beracun lawan itu.
"Baik, koko," kata Kui Siang, lantas pedangnya membuat gerakan menyambut jari yang menotok ke arah tubuhnya. Kalau totokan itu dilanjutkan, jari itu akan bertemu pedangnya dan tentu jari itu akan terbabat buntung!"
Serang menyerang pun terjadi dan benar saja seperti pendapat Bhok Cun Ki dan Cu Sui In tadi. Sebentar saja, tidak sampai tiga puluh jurus, bekas jenderal itu telah terhimpit dan terkurung dua gulungan sinar pedang lawan. Kalau jenderal itu tidak menjadi nekat, tentu dia sudah tidak akan mampu membalas dan hanya bertahan melindungi diri saja.
Akan tetapi sekarang dia sudah nekat. Biar pun mati, dia harus dapat menjatuhkan lawan, keduanya atau paling tidak seorang di antaranya. Oleh karena itu gerakannya membabi buta dan napasnya terengah-engah karena dia terlalu banyak mengerahkan tenaga dalam dorongan nafsunya untuk membunuh lawan.
Kalau Sin Wan dan Kui Siang berniat membunuh Yauw Ti, kiranya mereka sudah dapat melakukannya sejak tadi. Ilmu silat Sam-sian Sin-ciang memang hebat bukan main, apa lagi dimainkan oleh mereka berdua yang mewarisi ilmu ciptaan Tiga Dewa itu. Akan tetapi mereka maklum bahwa pengkhianat ini harus ditangkap hidup-hidup agar dapat diseret ke pengadilan.
Oleh karena itu terpaksa mereka membatasi serangan mereka hanya untuk merobohkan tanpa membunuh. Agaknya, sikap kedua orang lawannya ini diketahui Yauw Ti, maka dia mempergunakan kesempatan itu untuk keuntungannya dan dia bahkan yang lebih banyak menyerang mati-matian dengan jurus-jurus maut yang dikuasainya.
"Hyaaatttttt...!"
Ketika mendapat kesempatan, pedang di tangan Yauw Ti menyambar dari atas ke arah kepala Sin Wan. Jenderal ini amat benci karena Sin Wan, bukan hanya karena pemuda ini adalah keturunan bangsa Uighur yang dibencinya, melainkan juga semenjak pertama kali, pemuda ini selalu menghalangi dan mengacaukan siasatnya. Dengan sepenuh tenaga dia membacokkan pedangnya. Melihat ini Sin Wan cepat mengangkat pedangnya menangkis dan sekaligus mengerahkan sinkang untuk disalurkan melalui pedangnya.
"Trakkk!"
Dua batang pedang bertemu di udara dan bekas jenderal itu terkejut karena pedangnya itu seperti menempel pada besi semberani, seperti ada tenaga menyedot yang membuat pedangnya melekat pada Pedang Tumpul. Dia marah sekali, kemudian jari tangan kirinya meluncur, menotok ke arah leher Sin Wan.
Pemuda ini sudah memperhitungkan dan melihat kesempatan bagus untuk mengalahkan Yauw Ti. Melihat tangan itu menyambar, dia pun memutar tubuh, tangan kirinya bergerak melintang dan dia berhasil menangkap pergelangan tangan jenderal Yauw Ti.
"Cepat, moi-moi!" katanya.
Kui Siang memang sudah melihat kesempatan ini! Pedangnya menyambar bagaikan kilat dan menyambar jari telunjuk yang warnanya hijau menghitam itu.
"Crokkk!" Jari telunjuk yang berbahaya itu terbabat pedang dan putus! Yauw Ti berteriak keras, dan pada saat itu pula Sin Wan sudah menarik pedangnya dan sekali pedangnya meluncur ke depan, pedang yang tumpul itu kini dia gunakan sebagai tongkat dan menotok jalan darah di dada dan pundak lawan. Bekas jenderal itu roboh terkulai dan tak mampu bergerak lagi, hanya matanya melotot sambil mulutnya mendesis menahan rasa nyeri di tangannya yang kehilangan jari telunjuk.
Jenderal Shu Ta merasa terharu juga melihat bekas rekan terbaiknya ini menggeletak tak berdaya. Dia segera menghampiri dan setelah saling pandang dengan bekas rekannya itu, Jenderal Shu Ta lalu berkata,
"Yauw Ti, aku benar-benar tak dapat mengerti. Engkau telah diberi banyak anugerah oleh Sribaginda, diberi kedudukan yang hanya berada di bawah kedudukanku, dipercaya dan dihormati. Kenapa engkau memilih jalan sesat dan menjadi pengkhianat, rela diperhamba oleh orang-orang Mongol?"
Yauw Ti tersenyum mengejek. "Huh! Dia kaisar yang tolol dan tidak adil. Jasaku jauh lebih besar darimu, juga kepandaianku jauh lebih tinggi darimu, tetapi dia mengangkat engkau menjadi panglima tertinggi, bukan aku! Dia pilih kasih dan mengangkat engkau, sute-nya, di atasku. Orang Mongol memberi harapan lebih banyak. Apa bila berhasil, aku sedikitnya menjadi panglima tertinggi, atau raja muda, bahkan Kaisar!"
Jenderal Shu Ta hanya bisa menghela napas panjang. Kemudian, setelah bekas jenderal yang berkhianat itu dibawa ke tahanan, Jenderal Shu Ta lalu mengerahkan pasukan untuk dipimpin Bhok-ciangkun melakukan pembersihan, menangkapi semua pembantu Jenderal Yauw Ti.
Semua pendekar berkumpul di rumah Bhok Cun Ki, merayakan kemenangan karena apa bila sesudah lewat satu bulan para pemberontak itu tidak dapat dihancurkan, tentu Kaisar akan menghukum keluarga Bhok.
********************
Kaisar sendiri yang mengadili bekas Jenderal Yauw Ti. Bukan main marahnya Kaisar, apa lagi melihat sikap bekas jenderal itu yang kini tidak mau tunduk kepadanya.
"Seret dia serta seluruh keluarganya, semua isterinya dan anaknya, juga semua pelayan dan penghuni rumahnya, hukum mati mereka semua tanpa kecuali!” perintahnya.
Semua pejabat tinggi terkejut mendengar keputusan hukuman yang berat itu. Seorang di antara mereka, yaitu seorang menteri yang usianya sudah enam puluh tahun, yang sejak Kaisar masih menjadi pemimpin rakyat Chu Goan Ciang sudah ikut membantu perjuangan melawan orang Mongol, yaitu Menteri Coa, maju berlutut.
"Mohon ampun, Sribaginda. Hamba mohon agar paduka mengingat akan jasa-jasa bekas Jenderal Yauw Ti. Memang dia sudah berdosa besar, tapi keluarganya tidak tahu menahu akan dosanya itu. Oleh karena itu hamba mohon agar paduka mengampuni keluarganya dan hanya menjatuhkan hukuman mati kepada dia seorang."
Kaisar membelalakkan matanya dan memukul meja di depannya. "Brakk…!" dia melotot. "Menteri Coa, jelas engkau sudah membela pemberontak. Seret dia dan hukum mati, biar dia tetap menjadi pembela si pemberontak di neraka! Dan siapa pun yang berani membela pemberontak, akan menemani keluarga pemberontak memasuki neraka!"
Tentu saja semua orang terkejut. Bahkan Jenderal Shu Ta sendiri lalu menjatuhkan diri berlutut, "Mohon ampun, Sribaginda....”
"Jenderal Shu Ta! Engkau adalah sute-ku, aku akan merasa menyesal sekali kalau harus menjatuhkan hukuman mati kepadamu dan seluruh keluargamu!" bentak Kaisar sehingga Jenderal Shu Ta tidak berani bicara lagi. Kaisar lalu membubarkan persidangan itu.
Bekas Jenderal Yauw Ti berikut seluruh keluarganya, tidak ada kecualinya, sampai semua hamba sahayanya, dijatuhi hukuman mati. Kaisar memang telah berubah menjadi seorang yang teramat kejam dan tidak mengenal ampun, apa lagi kalau dia mencurigai seseorang. Biar orang itu bekas teman seperjuangan sekali pun, seperti menteri Coa, akan dihukum mati agar hatinya menjadi tenang.
Tidak lama setelah peristiwa itu terjadi, Pangeran Chu Hui San, yaitu Pangeran Mahkota, meninggal dunia. Simpang siur berita tentang kematiannya. Secara resmi dia dikabarkan meninggal dunia karena menderita penyakit, tetapi desas-desus menyiarkan berita bahwa dia sudah dihukum mati secara rahasia oleh Kaisar, ayahnya sendiri, dengan cara disuruh minum racun!
Kedua berita itu mungkin saja, karena Kaisar menganggap puteranya itu telah berkhianat dengan bergaul bahkan menarik Pangeran Yaluta sebagai penasehat, dan berita kedua, mungkin dia mati karena penyakit karena badannya sudah lemah sekali oleh candu, arak dan pelesir yang tak mengenal batas.
Bhok Cun Ki sendiri juga merasa tidak senang dengan sikap yang amat kejam dari Kaisar. Tidak lama kemudian dia menerima utusan Raja Muda Yung Lo yang melamar Lili untuk menjadi isteri Raja Muda di utara itu. Karena Lili sendiri sudah setuju, maka pinangan itu diterima dengan gembira.
Kedudukan Lili sebagai isteri Raja Muda Yung Lo itu memungkinkan keluarga Bhok untuk pindah sekeluarga ke Peking, dengan alasan Raja Muda Yung Lo yang menjadi mantunya menghendaki agar mereka diboyong semua ke utara. Di Peking Bhok Cun Ki membantu mantunya, dan menjadi panglima yang disegani karena kepandaian dan kecerdikannya.
Mengingat jasa-jasa Sin Wan dan hubungannya yang amat dekat dengan keluarga Bhok, maka Bhok Cun Ki dengan senang hati menjadi wali pemuda itu. Dia kemudian mengirim utusan kepada keluarga Lim, yaitu para paman dan bibi Kui Siang, untuk meminang Kui Siang secara resmi. Karena yang mengirim lamaran adalah Panglima Bhok Cun Ki, tentu saja keluarga Kui Siang yang mata duitan itu menerima dengan senang hati.
Pernikahan antara Si Pedang Tumpul Sin Wan dan sumoi-nya, Lim Kui Siang, dirayakan berbareng dengan pernikahan antara Bhok Ci Han dan Ouwyang Kim, yang dihadiri pula oleh ibunya yang telah menjadi janda. Perayaan pernikahan rangkap itu dirayakan dengan meriah, bahkan Raja Muda Yung Lo dan Lili datang pula menghadiri perayaan.
Tidak lama kemudian seluruh keluarga itu, termasuk Sin Wan dan Kui Siang, berbondong pindah ke utara! Jenderal Shu Ta maklum akan perasaan mereka yang tidak puas akan sikap Kaisar, akan tetapi dia sendiri adalah seorang yang sangat setia kepada kaisarnya, atau suheng-nya, maka bagaimana pun juga jenderal ini tetap tidak pernah meninggalkan Nan-king sampai matinya.
Kaisar Thai-cu yang selalu curiga kepada siapa saja yang dikira akan menjatuhkannya, lalu mengangkat Pangeran Chu Hong, yaitu putera mendiang Pangeran Chu Hui San yang masih kanak-kanak menjadi pangeran mahkota menggantikan ayahnya. Hal ini kelak akan mendatangkan bencana dan terjadi perang saudara yang amat hebat, karena Raja Muda Yung Lo tidak dapat menerima keputusan ayahnya itu.
Menurut pendapatnya, setelah Pangeran Chu Hui San meninggal dunia, maka sepatutnya dia yang menjadi pengganti kakaknya sebagai pangeran mahkota, bukan keponakannya, Pangeran Chu Hong yang masih kecil itu. Namun keputusan Kaisar Thai-cu sudah resmi, bahkan Pangeran Chu Hong yang masih kecil itu sudah diberi nama kebesaran Hui Ti!
Dengan bantuan para pendekar, Raja Muda Yung Lo menyusun kekuatan di utara. Ada pun di selatan, di Nan-king, keadaan Kerajaan Beng menjadi semakin lemah karena para pejabat merasa tidak puas dan takut kepada Kaisar yang sudah berubah menjadi kejam dan lalim.
T A M A T