SEMENTARA itu, belasan orang sudah mengepung dan hendak membantu pimpinan mereka, akan tetapi Si Muka Tengkorak mengamuk. Amukannya demikian hebatnya sehingga dalam beberapa detik saja empat orang sudah roboh oleh hantaman tangannya. Apa lagi ketika dia melolos sehelai sabuk rantai baja yang ujungnya runcing tajam lebih banyak lagi anak buah para pejuang itu yang roboh bermandikan darah.
Melihat ini, pemuda Kun-lun-pai terkejut bukan main dan sebelum dia dapat berbuat sesuatu, Si Muka Tengkorak sudah melompat dekat membantu Ciang Sun Hok. Rantainya yang panjang sudah melibat pedang pemuda itu dan sekali renggut pedang itupun terampas dan di lain saat Ciang Sun Hok sudah mengirim sebuah tendangan yang membuat pemuda itu terjungkal dan pingsan! Para anak buah pejuang yang tinggal lima orang itu lalu melarikan diri, tak sanggup melawan dua orang yang ilmunya tinggi itu.
"Kita tangkap pemuda Kun-lun-pai ini, bawa menghadap sebagai hadiah kepada panglima!" kata Si Muka Tengkorak dan Ciang Sun Hok setuju saja.
Pemuda itu lalu dibelenggu dan dilemparkan ke dalam kereta, sedangkan Si Muka Tengkorak duduk di depan bersama Ciang Sun Hok. Kereta lalu dibalapkan lagi menuju ke utara, memasuki perbatasan daerah Kin. Hiang Bwee terkejut dan juga khawatir sekali melihat pemuda yang dilempar masuk. Tadinya ia mengira bahwa pemuda itu Tan Tiong Li, akan tetapi ternyata bukan dan hatinya menjadi agak lega.
Kini ia memperhatikan pemuda itu. Seorang pemuda yang tampan dan dalam keadaan terbelenggu kaki tangannya. Ketika pemuda itu merintih, Hiang Bwee membantunya untuk bangkit dan duduk di atas bangku kereta di depannya. Pemuda itu membuka matanya dan menjadi bengong ketika memandang wajah seorang gadis cantik jelita yang duduk didalam kereta.
Kemudian dia teringat dan berusaha untuk meronta dan melepaskan diri dari ikatan, namun sia-sia, ikatan itu terlampau kuat, Dia lalu menyadari keadaannya. Kedua orang itu terlalu kuat buat dia dan mereka duduk didepan. Andaikata dia mampu melepaskan ikatannyapun akan percuma saja.
Dia ti dak dapat melepaskan diri dari mereka berdua. Dia teringat akan teriakan tadi lalu mengangkat muka, memandang lagi kepada gadis itu. Hiang Bwee juga sedang memandang kepadanya. Dua sorot mata bertemu dan Hiang Bwee menunduk.
"Nona, benarkah engkau puteri Sri baginda Kaisar?"
"Benar., aku diculik dari Istana," kata Hiang Bwee lirih. Akan tetapi betapapun lirihnya mereka bicara, tetap saja dapat terdengar oleh dua orang yang duduk di depan. Dan agaknya kedua orang itu tidak perduli karena yakin bahwa dua orang tawanan mereka itu tidak akan dapat berbuat sesuatu untuk membebaskan diri.
"Mau dibawa ke mana, nona?"
"Aku tidak tahu. Siapakah namamu?"
"Saya bernama Souw Cun Ki, murid Kun-lun-pai yang bergabung dengan para pejuang."
"Souw-enghiong (pendekar Souw), engkau harus berusaha untuk membebaskan aku namaku Sung Hiang Bwee, puteri kaisar..."
"Ha-ha-ha, jangan bermimpi!" tiba-tiba terdengar Ciang Sun Hok tertawa. "Kalian tidak akan dapat bebas dan kalau banyak membuat ulah, kami akan memukul pingsan kalian!"
Mendengar ini, Cun Ki memberi isyarat dengan matanya kepada puteri itu agar berdiam diri. Dia maklum bahwa ucapan itu bukan bualan kosong belaka. Kedua orang itu memiliki ilmu kepandaian yang sangat tinggi, dan andaikata dia dapat membebaskan kedua kaki tangannya sekalipun, dia tidak akan mampu menandingi mereka. Apalagi dia telah kehilangan pedangnya.
Akhirnya kereta dapat mencapai perbentengan di mana Panglima Besar Wu Chu berada. Panglima ini seorang laki- laki yang gagah, berusia empat puluh tahun lebih, tubuhnya tinggi besar dan wajahnya gagah perkasa dengan jenggot lebat, matanya lebar dan dia memang sejak mudanya menjadi perwira. Ketika dia mendengar laporan pembantunya, Si Muka Tengkorak bahwa Hak Bu Cu tewas di tangan seorang pemberontak, dia marah sekali.
"Kenapa Perdana Menteri Jin tidak suruh tangkap pembunuh itu dan menghadapkannya kepadaku?" Bentaknya marah.
Ciang Sun Hok yang menjadi utusan Perdana Menteri Jin Kui segera memberi hormat. "Harap thai-ciangkun tidak berkecil hati. Kami akan mencari sampai dapat pembunuh itu dan sekarangpun sudah menjadi buruan kami. Sementara itu, Jin-taijin mohon maaf dan untuk menghibur hati thai-ciangkun, Jin-tai- jin mengirimkan seorang siuli (wanita cantik) untuk menghibur hati Ciang-kun."
"Hemm, terima kasih atas perhatian Jin-taijin. Akan tetapi aku sudah mempunyai cukup banyak selir dan tidak membutuhkan wanita cantik," kata panglima besar itu dengan suara masih mengandung kemarahan.
"Akan tetapi thai ciangkun belum tahu siapa yang dikirimkan kepada thai ciangkun. ia adalah puteri Kaisar Sung!"
"Aha! Puteri Kaisar Sung?"
"Ya, dan puteri yang pernah membuat thai-ciangkun terkagum-kagum ketika ciangkun berkunjung ke istana," tambah pula Ciang Sun Hok.
"Cepat bawa ia masuk ke sini!" perintah panglima besar itu dengan hati tertarik sekali.
Mendengar bahwa wanita itu adalah puteri Kaisar Sung, tentu saja persoalannya menjadi lain lagi. Ketika puteri itu sudah dibawa masuk dan berdiri dengan kepala tunduk di hadapannya, ia tersenyum lebar dan wajahnya yang gagah itu menjadi berseri-seri. Dia teringat akan puteri yang pandai menari dan ketika dia berkunjung ke Istana Kaisar Sung dan disuguhi tarian puteri ini, dia memang sudah tergila-glla, akan tetapi tidak berdaya karena penari itu adalah puteri Kaisar! Dan sekarang, ternyata Perdana Menteri Jin dapat mengirim puteri yang pernah membuatnya terglila-gila itu kepadanya, bahkah mempersembahkan kepadanya!
"Ah, puteri yang pandai menari itu!" katanya sambil memandang dengan penuh kagum.
Sung Hiang Bwee mengangkat muka dan memandang kepada panglima utu dengan alis berkerut. "Kalau engkau sudah tahu bahwa aku puteri Kaisar, cepat kirim aku kembali kalau engkau tidak menghendaki ayahanda Kaisar marah kepadamu!"
Panglima besar itu hanya tertawa dan memerintahkan beberapa orang dayang untuk membawa sang puteri ke dalam gedungnya. Hiang Bwee lalu di iringkan beberapa orang dayang ke dalam, dengan memegangi kedua lengannya dari kanan kiri.
Kini wajah panglima itu. menjadi cerah dan agaknya dia sudah melupakan lagi tentang kematian pembantu yang di sayangnya, yaitu Hak Bu Cu. Kini Si Muka Tengkorak yang ingin mendapat pujian melaporkan bahwa dia juga menangkap seorang pemimpin pemberontak yang penting karena pemuda itu lihai sekali dan masih tokoh Kun-lun- pai.
"Hemm, Kun-lun-pai berani terang-terangan memusuhi kita? Bawa dia masuk!"
Souw Cun Ki diseret masuk dalam keadaan terbelenggu. Dia berdiri tegak di depan Panglima Wu Chu dan baru berlutut setelah dari belakang lututnya ditendang oleh Si Muka Tengkorak.
"Benarkah engkau seorang tokoh Kun-lun-pai?" tanya Panglima Wu Chu sambil memandang wajah yang tampan itu. "Siapa namamu dan siapa menyuruh engkau melakukan perlawanan terhadap Kerajaan Kin?"
"Aku memang murid Kun-lun-pai bernama Souw Cun Ki, akan tetapi aku melawan penjajah Kin tidak atas suruhan siapa-siapa, melainkan kehendakku sendiri! Kalau mau hukum, laksanakanlah, aku tidak takut mati!"
"Hemm, kamipun tidak percaya bahwa Kun-lun-pai terang-terangan memusuhi kami! Kalau demikian halnya, kami akan mengutus pasukan untuk membasmi Kun-lun-pai! Pengawal, masukkan dia dipenjara sambil menanti penyelidikan apakah benar Kun-lun-pai memusuhi kita!"
Empat orang pengawal lalu maju dan menyeret Cun Ki untuk dibawa dan dimasukkan ke dalam penjara. Setelah itu, Panglima Wu Chu menjamu Ciang Sun Hok sebagai utusan Perdana Menteri Jin Kui sambil bercakap-cakap membicarakan keadaan di Kerajaan Sung.
"Harap thai-ciangkun jangan khawatir. Jin-taijin sedang berusaha sekuatnya untuk menghancurkan para pemberontak itu dan kami yakin akan dapat menangkap pembunuh Hak Bu Chu," kata Ciang Sun Hok ketika mereka menghadapi perjamuan.
"Aku percaya akan hal itu dan sampaikan terima kasihku kepada Jin-tai jin atas pengiriman puteri itu." Kata Wu Chu dengan gembira membayangkan betapa dia akan dilayani oleh seorang puteri tulen, bahkan puteri dari Kaisar Sung. Sebuah penghormatan yang teramat besar! Bahkan rajanya sendiri tidak memperoleh kehormatan seperti itu!
Akan tetapi, betapa kecewa hati Pangiima besar Wu Chu. Ketika malam itu dia memasuki kamar Sung Wang Bwee, puteri itu sama sekali tidak mau menerimanya dengan baik, apa lagi melayaninya. Puteri itu bahkan memaki-maкi ia sebagai orang tidak tahu malu.
"Engkau dulu menjadi tamu ayahanda Kaisar dan diterima dengan penuh penghormatan. Siapa tahu engkau hanya seorang manusia rendah budi, seorang pengecut besar yang menyuruh orang menculik aku. Jangan dekati aku. Kalau sampai meraba tubuhku, aku akan membunuh diri!"
Panglima Besar Wu Chu adalah seorang jantan. Selama ini, hampir setiap wanita mengharapkan untuk menjadi selirnya. Dia adalah orang mempunyai kekuasaan besar di Kerajaan Kin, menjadi orang kedua setelah raja. Dia gagah perkasa dan royal, maka mana ada wanita menolaknya.
Kini, berhadapan dengan puteri Sung Hiang Bwee, dia malah dimaki-maki! Dia bukan seorang laki-laki yang suka memaksa atau memperkosa wanita. Maka tentu saja dia menjadi marah bukan main karena merasa terhina.
"Bawa ia ke penjara! Jebloskan ke dalam kurungan sampai ia bersedia melayani aku!" bentaknya dengan marah setelah dia membujuk-bujuk dengan halus sampai kasar tidak dapat menundukkan hati puteri itu.
Para pengawal lalu menggiring Hiang Bwee masuk ke dalam penjara. Agaknya panglima itu hendak memancing agar sang puteri dan orang Kun-lun-pai itu bercakap-cakap mengenai rahasia pemberontakan, maka dia menyuruh kurung puteri itu berdekatan dengan kamar tahanan Souw Cun Ki hingga mereka dapat saling bicara melalui celah-celah jeruji baja yang memisahkan mereka.
Ketika melihat penolongnya berada di kamar sebelah, hati Hiang Bwee agak terhibur dan segera ia mendekati dan memegang jeruji baja itu sambil memandang ke kamar sebelah.
Souw Cun Ki terkejut dan heran melihat sang puteri dimasukkan dalam kamar penjara sebelahnya. "Eh, kenapa engkau juga dipenjara, nona?" katanya dan dalam keadaan seperti itu, dia lupa akan peradatan bersikap dan berbicara kepada sang puteri kaisar!
Hiang Bwee juga tidak memperdulikan pemuda itu menyebutnya nona dan ber-engkau ke padanya. "Aku menolak kehendaknya yang terkutuk dan dia marah lalu aku dipenjarakan!" jawabnya." Biar aku dibunuh mati sekalipun, aku tidak akan sudi menyerah kepadanya!"
Cun Ki memandang kagum. Heran dia melihat seorang puteri kaisar demikian tabahnya menghadapi segala kesulitan yang demikian menyudutkannya. "Ah, engkau seorang pemberani, nona. Sungguh aku kagum dan hormat kepadamu."
"Akan tetapi engkau, Souw-enghiong. Demi menolong aku, engkau sendiri sampai tertangkap dan nyawamu terancam."
"Aku tidak takut mati, nona. Mati dalam perjuangan merupakan suatu kehormatan bagiku. Mati bukan apa-apa bagiku, akan tetapi aku amat memprihatinkan dirimu, nona. Engkau terancam bahaya yang hebat, bahkan mungkin bahaya maut."
Gadis itu tersenyum. Hampir Cun Ki tidak percaya kepada matanya sendiri. Dalam keadaan seperti ttu, gadis itu masih dapat tersenyum demikian manisnya.
"Dalam hal keberanian menghadapi kematian, engkau bukan seorang diri, enghiong. Aku sendiripun tidak takut mati kalau kehormatanku terancam. Aku lebih menghargai kehormatan dari pada kematian."
"Nona... engkau... engkau seorang Wanita yang mulia dan bijaksana, aku kagum sekali!" kata Cun Ki dengan suara terharu.
Panglima Wu Chu marah sekali mendengar laporan penjaga akan isi percakapan mereka itu dan dia memerintahkan menahan terus kedua orang itu.
Istana gempar lagi pada keesokan harinya ketika kaisar mendengar laporan para pengawal dan dayang. Puteri Sung Hiang Bwee kembali diculik orang berkedok hitam! Kaisar lalu memanggil semua menteri dan panglima dan memerintahkan mereka semua untuk berusaha menemukan puteri dan menghukum penculiknya dengan hukuman yang paling berat.
"Ampun, Yang Mulia. Menurut pendapat hamba, penculiknya pastilah pemuda yang bernama Tan Tiong Li itu."
Kaisar mengerutkan alisnya. "Ah, tidak masuk diakal! Pemuda itu bahkan yang menolongnya dari penculiknya yang pertama kali. Bagaimana kini engkau menuduh dia menjadi penculiknya?"
"Dengan perhitungan yang tepat, Yang Mulia. Menurut hasil laporan para penyelidik, terjalin hubungan antara pemuda itu dengan tuan puteri sejak ia ditolong. Dan mengingat bahwa pemuda itu belum lama ini bergabung dengan pemberontak Gak Liu, bahkan mengakibatkan kematian anak laki-laki hamba, maka hamba yakin bahwa penculiknya tentulah dia! Bukan menculik, melainkan sudah bersekutu dengan sang puteri yang ingin melarikan diri dari istana untuk dapat berkumpul dengan pemuda itu!"
"Jin Kui, kalau engkau ternyata tidak mengucapkan tuduhan yang benar, kami dapat marah sekali kepadamu!" bentak kaisar.
"Akan tetapi kalau hamba berkata benar, Yang Mulia? Kalau pemuda itu dapat tertangkap, tentu akan dapat ditemukan di mana adanya puteri paduka."
"Kalau begitu tangkap dia!"
"Akan tetapi, dahulu paduka pernah menjanjikan kedudukan kepadanya, kalau sekarang tanpa perintah penangkapan paduka, bagaimana hamba dapat melaksanakannya?"
"Baik, kubuat perintah penangkapan Tan Tiong Li!" kata Kaisar yang sedang sedih dan khawatir karena terculiknya Sung Hiang Bwee.
Perdana Menteri Jin Kui memang cerdik sekali. Tentu saja dia tahu bahwa yang menculik Hiang Bwee bukan Tiong Li melainkan Si Muka Tengkorak, bahkan dia yang mengatur semua itu. Dan untuk memperkuat pengejaran terhadap Tiong Li perlu sekali ada surat perintah Kaisar sehingga dia dapat mengerahkan seluruh tenaga pasukan.
"Bagaimana kalau nanti Tiong Li tertangkaр dan Hiang Bwee tidak dapat diajak pulang? Mudah saja. Bunuh pemuda itu, habis perkara dan katakan kepada Kaisar bahwa Hiang Bwee telah terbunuh oleh pemuda itu..."
Mulailah Perdana Menteri Jin Kui melaksanakan semua rencananya untuk membalas kematian puteranya. Hiang Bwee yang menjadi gara-gara kematian puteranya sudah terbalas, dan sekarang tentu telah menjadi selir Panglima Besar Wu Chu, dan Tiong Li sudah dijadikan buronan pemerintah.
Kemudian dia mengerahkan pasukan yang dipimpin oleh Kui To Cin-jin dan dua orang sutenya yang sudah datang dari utara, yaitu kakak beradik Ouw Yang, menyerbu ke Lembah Maut untuk membasmi Ban-tok Sian-li dan anak buahnya yang dianggap telah membantu pemberontak! Juga pasukan ini ditugaskan untuk mencari para gerombolan pemberontak dan membasminya, terutama sekali yang dipimpin oleh Gak Liu.
Dengan surat perintah penangkapan atas diri Tan Tiong Li dari Kaisar, maka kini di mana-mana terpasang pengumuman tentang pelarian Tan Tiong Li sebagai orang buruan. Pada saat itu Tiong Li sedang berkunjung ke dusun lereng Liong-san untuk bersembahyang didepan makam ayahnya dan juga untuk bersembahyang di bekas pondok gurunya, Pек Hong San-jin yang dulu dibakarnya bersama jenazah kakek itu.
Setelah selesai bersembahyang dia meninggalkan pegunungan Liong-san dan beberapa hari kemudian tibalah dia di kota Cun-keng. Begitu memasuki kola itu, dia melihat banyak orang berkerumun membaca sehelai pengumuman yang di tempel di dinding. Dia ikut berdesakan untuk membacanya dan betapa terkejutnya melihat wajahnya terpampang di pengumuman itu dan di situ disebutkan bahwa siapa yang dapat menangkap Tiong Li, pemberontak dan penculik puteri akan diberi hadiah oleh Kaisar!
Tiong Li terkejut bukan main dan pada saat itu dia mendengar orang berteriak di sebelahnya. "Wah, ini dia orangnya, pemberontak dan penculik puteri itu!"
"Bukan! Aku bukan pemberontak apalagi penculik puteri!" bantah Tiong Li.
Akan tetapi orang-orang itu sudah mengenalnya dari gambar yang terlukis di pengumuman dan banyak orang segera mengulur tangan untuk menangkapnnya. Tiong Li tidak mau melawan mereka yang hanya bertindak karena pengumuman itu dia mengelak lalu melarikan diri dengan cepat keluar kota Cun-keng, dikejar orang banyak dan tak lama kemudian ada pasukan penjaga kota yang ikut mengejar. Akan tetapi dia telah lari jauh meninggalkan kota dan tiba dalam hutan di luar kota.
Dia berhenti berlari dan duduk di atas batu, termenung. Dia menjadi orang buruan. Dan kaisar sendiri yang mengumumkan bahwa siapa dapat menangkapnya akan diberi hadiah. Puteri telah diculik orang. Siapakah puteri itu? Apakah Hiang Bwee kembali diculik orang dan kaisar menyangka dia yang me lakukannya? Fitnah keji!
Kata fitnah ini mengingatkan dia kepada Jin Kui. Orang itu penuh dengari siasat licik dan fitnah keji. Dahulupun ketika dia menolong Hiang Bwee malah akan di fitnah sebagai penculiknya, dan ketika dia keluar kota, dia malah diserang puteranya dengan fitnah memberontak.
Perdana Menteri Jin Kui patut dicurigai sebagai pelempar fitnah dan kalau dia yang melempar fitnah, tentu dia tahu pula siapa yang menculik sang puteri. Tidak ada lain jalan, dia harus ke kota raja untuk melakukan penyelidikan. Akan tetapi karena gambarnya terpampang di mana-mana, tidak mungkin dia memasuki kota raja begitu saja. Dia akan ditangkap sebelum dapat melakukan apa-apa, baru memasuki pintu gerbang saja dia akan dikepung pasukan dan ditangkap.
Setelah mencari akal, Tiong Li melanjutkan perjalanannya dengan menyamar sebagai pengemis. Dia mengotori muka dan tangannya, memakai sepatu butut, pakaiannya juga butut dan penuh tambalan, memakai sebuah caping butut yang lebar menutupi mukanya. Dengan pakaian seperti itu, benar saja dia tidak diperhatikan orang dan dapat melakukan perjalanan dengan leluasa.
Siapa orangnya yang akan mencurigai seorang pengemis berpakaian butut, bersepatu butut, memakai caping rusak pula dan kaki tangan dan mukanya kotor seperti orang yang sudah berhari-hari tidak pernah mandi?
Demikian pula ketika Tiong Li memasuki pintu gerbang kota raja Hang-couw, para penjaga keamanan di pintu gerbang itu tidak memperdulikan, bahkan memandang jijik dan menghardiknya agar cepat pergi jangan terlalu lama berada di pintu gerbang!
Akan tetapi tanpa setahu Tiong Li, ada seorang yang memperhatikannya sejak dia memasuki pintu gerbang, bahkan ketika dia berjalan memasuki kota, orang itu membayanginya dari jauh, tanpa sadar bahwa dia dibayangi orang karena yang berjalan di belakang nya, agak jauh itu adalah seorang pengemis yang memegang tongkat hitam. Orang itu masih muda dan wajahnya tampan gagah biarpun bajunya baju pengemis.
Memang, pengemis muda itu bukan lain adalah Gan Kok Bu, putera ketua Hek-tung Kai-pang yang pernah menolong Bàn-tok Sian-li dan yang jatuh cinta kepada The Siang Hwi. Ketika Kok Bu melihat seorang pengemis baju butut masuk ke pintu gerbang, orangnya tidak dikenalnya, dan juga tidak ada tanda-tanda dari sebuah perkumpulan pengemis, dia menjadi curiga dan membayangi. Dia menduga bahwa pengemis bercaping butut itu adalah seorang yang menyamar, dan dia tidak tahu orang itu berdiri di pihak mana.
Seorang pejuang ataukah seorang mata-mata Kerajaan Kin yang menyelundup masuk, Karena curiga, dia lalu membayangi. Kecurigaannya semakin bertambah ketika dia tidak melihat pengemis itu pergi ke pasar atau tempat-tempat ramai melainkan berjalan keliling kota dan beberapa kali melewati rumah gedung Perdana Menteri Jin Kui.
Kalau sedang lewat di depan gedung ini, pengemis muda itu memandang penuh perhatian. Juga ketika melewati papan pengumuman tentang pemberontak yang akan ditangkap, pengemis muda itu memandang dengan penuh perhatian. Gan Kok Bu semakin curiga dan dia kini mendekati, memandang penuh perhatian dan akhirnya matanya yang tajam mengenal pengemis muda itu seperti lukisan orang yang diburu pemerintah, yang bernama Tan Tiong Li. Mengertilah dia. 0rang ini adalah buruan itu, seorang pemberontak, berarti seorang pejuang! Dia harus memperingatkannya karena dalam kota raja disebar banyak mata-mata oleh Perdana Menteri Jin Kui.
Tiong Li menjadi terkejut sekali ketika melihat seorang pengemis muda mendekatinya dan berbisik, "Saudara Tan Tiong Li, mari kau ikuti aku dan kita bicara..."
Karena orang itu jelas sudah mengenalnya, Tiong Li terpaksa mengikuti ke mana orang itu pergi. Dia tidak menyangka buruk, akan tetapi tetap bersiкàр waspada sehingga kalau orang itu berniat buruk, dia sudah dapat menjaga diri. Orang itu mengajaknya keluar masuk lorong-lorong sempit yang sunyi kemudian mengajaknya memasuki sebuah bangunan lama yang kosong. Di situ berkumpul banyak pengemis dari bermacam usia dan keadaan. Ada yang timpang, ada yang buta, dan ada yang membawa anak, ada laki-laki dan perempuan.
Ketika orang itu lewat, para pengemis itu kelihntan tunduk kepadanya dan mereka memberi jalan dengan sikaр hormat, bahkan di sebuah ruangan sebelah dalam ketika orang itu masuk dan memberi isyarat, para pengemis yang tadinya berada di situ lalu menyingkir tanpa berkata apapun.
Dalam rumah gedung tua kosong itu terdapat sedikitnya dua puluh orang pengemis dan agaknya menjadi semacam tempat berteduh atau bermalam mereka. Setelah ruangan itu kosong, orang itu mempersilakan Tiong Li duduk di lantai, berhadapan dengan dia. Sejenak mereka saling pandang dan Tiong Li berkata dengan suara berbisik.
"Saudara siapakah dan bagaimana bisa mengenalku?"
"Namaku Gan Kok Bu, putera dari ketua Hek-tung Kai-pang. Aku dapat mengenalmu karena betapa baikpun penyamaranmu, kalau orang sudah menaruh curiga dan mengamati penuh perhatian, tentu akan dapat melihat persamaan antara saudara dengan gambar di papan pengumuman itu."
"Dan dengan maksud apa engkau mengundangku ke sini?" tanya Tiong Li, memandang tajam.
Kok Bu tersenyum. "Tidak dengan maksud buruk, sobat. Ketahuilah bahwa kami semua bersimpati dan membantu perjuangan para pejuang."
"Akan tetapi aku bukan seorang pejuang..." kata Tiong Li.
Gan Kok Bu tersenyum. "Orang yang disebut pemberontak oleh Perdana Menteri Jin Kui, adalah seorang pejuang."
"Perdana Menteri Jin Kui?"
"Ya, tentu dia yang berdiri dibelakang pengumuman itu. Entah kesalahan apa yang kau lakukan terhadap dirinya maka dia memasang pengumuman itu atas nama kaisar. Engkau berhati-hatilah, sobat, karena Perdana Menteri itu licik sekali dan dia telah menyebar banyak mata-mata di kota raja."
Maklumlah Tiong Li bahwa orang ini tentu sudah lama tadi membayanginya dan melihat dua kali dia lewat di depan rumah Perdana Menteri. Maka dia tidak perlu tagi pura-pura.
"Begini, saudara Gan Kok Bu. Memang benar bahwa aku hendak melakukan penyelidikan karena sesungguhnya aku, sama sekali tidak bersalah. Aku tidak menculik puteri istana. Nah, dapatkah engkau memberi keterangan kepadaku mengenai hal itu? Pertama, puteri siapakah yang diculik orang? Siapa namanyanya?"
"Puteri yang paling terkenal di kota raja, namanya Sung Hiang Bwee. la diculik orang beberapa hari yang lalu, diculik di waktu malam oleh orang berkedok yang melumpuhkan para pengawal dan dayang."
Diam-diam Tiong Li merasa khawatir sekali. Kembali Sung Hiang Bwee di culik orang! Mungkin penculiknya yang dulu bergerak lagi. Memang orang itu lihai sekali, dan agaknya tidak sukar bagi orang itu untuk merobohkan рaгa pengawal dan menculik sang puteri. Akan tetapi siapa berdiri di baliк Ini semua? Melihat betapa Perdana Menteri Jin Kui yang berdiri di belakang fitnah yang dilemparkan kepadanya, mungkin juga pembesar itu yang mengetahui perihal penculikan puteri itu.
"Agaknya kalau Perdana Menteri Jin Kui melakukan fitnah terhadap diri ku bahwa aku yang menculik sang puteri, dia tahu. siapa pelakunya."
Gan Kok Bu mengangguk-angguk sangat boleh jadi walaupun aku masih sangsi apakah dia yang mendalangi penculikan, Kalau benar demikian, untuk apa? Kalau yang mendalangi itu puteranya, Jin Kiat, memang sangat boleh jadi karena puteranya itu mata keranjang. Akan tetapi Jin Kiat telah tewas oleh Pendekar Gak Liu, maka sulit lah menduga siapa dalangnya."
"Akan tetapi setidaknya Perdana menteri itu tentu mengetahuinya," kata Tiong Li.
"Akupun menduga demikian. Lalu, apa yang hendak kau lakukan, Tan tai- hiap? Aku sudah mendengar pula bahwa engkau bentrok dengan Jin Kiat dan justeru ketika engkau dikeroyok itu muncul Gak Liu yang kemudian berhasil membunuh Jin Kiat. Mungkin juga karena itulah maka engkau difitnah karena sekarang Perdana Menteri Jin Kui juga berusaha keras untuk menangkap Gak Liu."
"Aku harus menyelidiki ke rumah Jin Kui!"
Kok Bu nampak terkejut sekali. "Akan tetapi itu amat berbahaya! Rumah itu dikepung dan dijaga ketat sekali!"
"Aku tidak takut dan dapat mengatasi bahaya itu."
"Akan tetapi, kalau engkau masuk ke sana lalu diketahui dan dikejar-kejar, bagaimana mungkin engkau akan dapat melakukan penyelidikan? Ah, aku mempunyai akal dan aku akan membantumu, Tan-taihiap! Aku akan membawa beberapa orang kawan untuk mengacau dipintu gerbang, untuk menarik para penjaga agar berdatangan ke pintu gerbang. Nah, dalam keadaan panik itu tentu engkau dapat menyusup melalui tembok yang ditinggalkan para penjaganya. Bagaimana pendapatmu, taihiap?"
Wajah Tiong Li berseri. "Akal yang bagus sekali! Terima kasih banyak atas bantuanmu, saudara Gan. Akan tetapi hal ini akan merepotkan engkau saja."
"Aih, tidak ada kata repot! Bukankah kita sama-sama pejuang yang membela kepentingan rakyat jelata? Malam ini kita bergerak, Tan-taihiap."
Demikianlah, pada malam hari itu, Tiong Li sengaja mengenakan рakaian serba hitam dan Kok Bu membawa belasan orang rekan dari Hek-tung Kai-pang tanpa setahu ayahnya karena sejak ayahnya mencela Siang Hwi sebagai murid Ban-tok Sian-li dan melarang dia bergaul dengan gadis itu, Kok Bu masih marah kepada ayahnya.
Dia mencari jejak Siang Hwi namun tidak berhasil sehingga kembalilah dia ke kota raja. Dengan belasan orang rekan itu, Kok Bu menyamar dan berpakaian biasa, tidak seperti рakaian anggauta hek-tung Kai-pang...
Melihat ini, pemuda Kun-lun-pai terkejut bukan main dan sebelum dia dapat berbuat sesuatu, Si Muka Tengkorak sudah melompat dekat membantu Ciang Sun Hok. Rantainya yang panjang sudah melibat pedang pemuda itu dan sekali renggut pedang itupun terampas dan di lain saat Ciang Sun Hok sudah mengirim sebuah tendangan yang membuat pemuda itu terjungkal dan pingsan! Para anak buah pejuang yang tinggal lima orang itu lalu melarikan diri, tak sanggup melawan dua orang yang ilmunya tinggi itu.
"Kita tangkap pemuda Kun-lun-pai ini, bawa menghadap sebagai hadiah kepada panglima!" kata Si Muka Tengkorak dan Ciang Sun Hok setuju saja.
Pemuda itu lalu dibelenggu dan dilemparkan ke dalam kereta, sedangkan Si Muka Tengkorak duduk di depan bersama Ciang Sun Hok. Kereta lalu dibalapkan lagi menuju ke utara, memasuki perbatasan daerah Kin. Hiang Bwee terkejut dan juga khawatir sekali melihat pemuda yang dilempar masuk. Tadinya ia mengira bahwa pemuda itu Tan Tiong Li, akan tetapi ternyata bukan dan hatinya menjadi agak lega.
Kini ia memperhatikan pemuda itu. Seorang pemuda yang tampan dan dalam keadaan terbelenggu kaki tangannya. Ketika pemuda itu merintih, Hiang Bwee membantunya untuk bangkit dan duduk di atas bangku kereta di depannya. Pemuda itu membuka matanya dan menjadi bengong ketika memandang wajah seorang gadis cantik jelita yang duduk didalam kereta.
Kemudian dia teringat dan berusaha untuk meronta dan melepaskan diri dari ikatan, namun sia-sia, ikatan itu terlampau kuat, Dia lalu menyadari keadaannya. Kedua orang itu terlalu kuat buat dia dan mereka duduk didepan. Andaikata dia mampu melepaskan ikatannyapun akan percuma saja.
Dia ti dak dapat melepaskan diri dari mereka berdua. Dia teringat akan teriakan tadi lalu mengangkat muka, memandang lagi kepada gadis itu. Hiang Bwee juga sedang memandang kepadanya. Dua sorot mata bertemu dan Hiang Bwee menunduk.
"Nona, benarkah engkau puteri Sri baginda Kaisar?"
"Benar., aku diculik dari Istana," kata Hiang Bwee lirih. Akan tetapi betapapun lirihnya mereka bicara, tetap saja dapat terdengar oleh dua orang yang duduk di depan. Dan agaknya kedua orang itu tidak perduli karena yakin bahwa dua orang tawanan mereka itu tidak akan dapat berbuat sesuatu untuk membebaskan diri.
"Mau dibawa ke mana, nona?"
"Aku tidak tahu. Siapakah namamu?"
"Saya bernama Souw Cun Ki, murid Kun-lun-pai yang bergabung dengan para pejuang."
"Souw-enghiong (pendekar Souw), engkau harus berusaha untuk membebaskan aku namaku Sung Hiang Bwee, puteri kaisar..."
"Ha-ha-ha, jangan bermimpi!" tiba-tiba terdengar Ciang Sun Hok tertawa. "Kalian tidak akan dapat bebas dan kalau banyak membuat ulah, kami akan memukul pingsan kalian!"
Mendengar ini, Cun Ki memberi isyarat dengan matanya kepada puteri itu agar berdiam diri. Dia maklum bahwa ucapan itu bukan bualan kosong belaka. Kedua orang itu memiliki ilmu kepandaian yang sangat tinggi, dan andaikata dia dapat membebaskan kedua kaki tangannya sekalipun, dia tidak akan mampu menandingi mereka. Apalagi dia telah kehilangan pedangnya.
Akhirnya kereta dapat mencapai perbentengan di mana Panglima Besar Wu Chu berada. Panglima ini seorang laki- laki yang gagah, berusia empat puluh tahun lebih, tubuhnya tinggi besar dan wajahnya gagah perkasa dengan jenggot lebat, matanya lebar dan dia memang sejak mudanya menjadi perwira. Ketika dia mendengar laporan pembantunya, Si Muka Tengkorak bahwa Hak Bu Cu tewas di tangan seorang pemberontak, dia marah sekali.
"Kenapa Perdana Menteri Jin tidak suruh tangkap pembunuh itu dan menghadapkannya kepadaku?" Bentaknya marah.
Ciang Sun Hok yang menjadi utusan Perdana Menteri Jin Kui segera memberi hormat. "Harap thai-ciangkun tidak berkecil hati. Kami akan mencari sampai dapat pembunuh itu dan sekarangpun sudah menjadi buruan kami. Sementara itu, Jin-taijin mohon maaf dan untuk menghibur hati thai-ciangkun, Jin-tai- jin mengirimkan seorang siuli (wanita cantik) untuk menghibur hati Ciang-kun."
"Hemm, terima kasih atas perhatian Jin-taijin. Akan tetapi aku sudah mempunyai cukup banyak selir dan tidak membutuhkan wanita cantik," kata panglima besar itu dengan suara masih mengandung kemarahan.
"Akan tetapi thai ciangkun belum tahu siapa yang dikirimkan kepada thai ciangkun. ia adalah puteri Kaisar Sung!"
"Aha! Puteri Kaisar Sung?"
"Ya, dan puteri yang pernah membuat thai-ciangkun terkagum-kagum ketika ciangkun berkunjung ke istana," tambah pula Ciang Sun Hok.
"Cepat bawa ia masuk ke sini!" perintah panglima besar itu dengan hati tertarik sekali.
Mendengar bahwa wanita itu adalah puteri Kaisar Sung, tentu saja persoalannya menjadi lain lagi. Ketika puteri itu sudah dibawa masuk dan berdiri dengan kepala tunduk di hadapannya, ia tersenyum lebar dan wajahnya yang gagah itu menjadi berseri-seri. Dia teringat akan puteri yang pandai menari dan ketika dia berkunjung ke Istana Kaisar Sung dan disuguhi tarian puteri ini, dia memang sudah tergila-glla, akan tetapi tidak berdaya karena penari itu adalah puteri Kaisar! Dan sekarang, ternyata Perdana Menteri Jin dapat mengirim puteri yang pernah membuatnya terglila-gila itu kepadanya, bahkah mempersembahkan kepadanya!
"Ah, puteri yang pandai menari itu!" katanya sambil memandang dengan penuh kagum.
Sung Hiang Bwee mengangkat muka dan memandang kepada panglima utu dengan alis berkerut. "Kalau engkau sudah tahu bahwa aku puteri Kaisar, cepat kirim aku kembali kalau engkau tidak menghendaki ayahanda Kaisar marah kepadamu!"
Panglima besar itu hanya tertawa dan memerintahkan beberapa orang dayang untuk membawa sang puteri ke dalam gedungnya. Hiang Bwee lalu di iringkan beberapa orang dayang ke dalam, dengan memegangi kedua lengannya dari kanan kiri.
Kini wajah panglima itu. menjadi cerah dan agaknya dia sudah melupakan lagi tentang kematian pembantu yang di sayangnya, yaitu Hak Bu Cu. Kini Si Muka Tengkorak yang ingin mendapat pujian melaporkan bahwa dia juga menangkap seorang pemimpin pemberontak yang penting karena pemuda itu lihai sekali dan masih tokoh Kun-lun- pai.
"Hemm, Kun-lun-pai berani terang-terangan memusuhi kita? Bawa dia masuk!"
Souw Cun Ki diseret masuk dalam keadaan terbelenggu. Dia berdiri tegak di depan Panglima Wu Chu dan baru berlutut setelah dari belakang lututnya ditendang oleh Si Muka Tengkorak.
"Benarkah engkau seorang tokoh Kun-lun-pai?" tanya Panglima Wu Chu sambil memandang wajah yang tampan itu. "Siapa namamu dan siapa menyuruh engkau melakukan perlawanan terhadap Kerajaan Kin?"
"Aku memang murid Kun-lun-pai bernama Souw Cun Ki, akan tetapi aku melawan penjajah Kin tidak atas suruhan siapa-siapa, melainkan kehendakku sendiri! Kalau mau hukum, laksanakanlah, aku tidak takut mati!"
"Hemm, kamipun tidak percaya bahwa Kun-lun-pai terang-terangan memusuhi kami! Kalau demikian halnya, kami akan mengutus pasukan untuk membasmi Kun-lun-pai! Pengawal, masukkan dia dipenjara sambil menanti penyelidikan apakah benar Kun-lun-pai memusuhi kita!"
Empat orang pengawal lalu maju dan menyeret Cun Ki untuk dibawa dan dimasukkan ke dalam penjara. Setelah itu, Panglima Wu Chu menjamu Ciang Sun Hok sebagai utusan Perdana Menteri Jin Kui sambil bercakap-cakap membicarakan keadaan di Kerajaan Sung.
"Harap thai-ciangkun jangan khawatir. Jin-taijin sedang berusaha sekuatnya untuk menghancurkan para pemberontak itu dan kami yakin akan dapat menangkap pembunuh Hak Bu Chu," kata Ciang Sun Hok ketika mereka menghadapi perjamuan.
"Aku percaya akan hal itu dan sampaikan terima kasihku kepada Jin-tai jin atas pengiriman puteri itu." Kata Wu Chu dengan gembira membayangkan betapa dia akan dilayani oleh seorang puteri tulen, bahkan puteri dari Kaisar Sung. Sebuah penghormatan yang teramat besar! Bahkan rajanya sendiri tidak memperoleh kehormatan seperti itu!
Akan tetapi, betapa kecewa hati Pangiima besar Wu Chu. Ketika malam itu dia memasuki kamar Sung Wang Bwee, puteri itu sama sekali tidak mau menerimanya dengan baik, apa lagi melayaninya. Puteri itu bahkan memaki-maкi ia sebagai orang tidak tahu malu.
"Engkau dulu menjadi tamu ayahanda Kaisar dan diterima dengan penuh penghormatan. Siapa tahu engkau hanya seorang manusia rendah budi, seorang pengecut besar yang menyuruh orang menculik aku. Jangan dekati aku. Kalau sampai meraba tubuhku, aku akan membunuh diri!"
Panglima Besar Wu Chu adalah seorang jantan. Selama ini, hampir setiap wanita mengharapkan untuk menjadi selirnya. Dia adalah orang mempunyai kekuasaan besar di Kerajaan Kin, menjadi orang kedua setelah raja. Dia gagah perkasa dan royal, maka mana ada wanita menolaknya.
Kini, berhadapan dengan puteri Sung Hiang Bwee, dia malah dimaki-maki! Dia bukan seorang laki-laki yang suka memaksa atau memperkosa wanita. Maka tentu saja dia menjadi marah bukan main karena merasa terhina.
"Bawa ia ke penjara! Jebloskan ke dalam kurungan sampai ia bersedia melayani aku!" bentaknya dengan marah setelah dia membujuk-bujuk dengan halus sampai kasar tidak dapat menundukkan hati puteri itu.
Para pengawal lalu menggiring Hiang Bwee masuk ke dalam penjara. Agaknya panglima itu hendak memancing agar sang puteri dan orang Kun-lun-pai itu bercakap-cakap mengenai rahasia pemberontakan, maka dia menyuruh kurung puteri itu berdekatan dengan kamar tahanan Souw Cun Ki hingga mereka dapat saling bicara melalui celah-celah jeruji baja yang memisahkan mereka.
Ketika melihat penolongnya berada di kamar sebelah, hati Hiang Bwee agak terhibur dan segera ia mendekati dan memegang jeruji baja itu sambil memandang ke kamar sebelah.
Souw Cun Ki terkejut dan heran melihat sang puteri dimasukkan dalam kamar penjara sebelahnya. "Eh, kenapa engkau juga dipenjara, nona?" katanya dan dalam keadaan seperti itu, dia lupa akan peradatan bersikap dan berbicara kepada sang puteri kaisar!
Hiang Bwee juga tidak memperdulikan pemuda itu menyebutnya nona dan ber-engkau ke padanya. "Aku menolak kehendaknya yang terkutuk dan dia marah lalu aku dipenjarakan!" jawabnya." Biar aku dibunuh mati sekalipun, aku tidak akan sudi menyerah kepadanya!"
Cun Ki memandang kagum. Heran dia melihat seorang puteri kaisar demikian tabahnya menghadapi segala kesulitan yang demikian menyudutkannya. "Ah, engkau seorang pemberani, nona. Sungguh aku kagum dan hormat kepadamu."
"Akan tetapi engkau, Souw-enghiong. Demi menolong aku, engkau sendiri sampai tertangkap dan nyawamu terancam."
"Aku tidak takut mati, nona. Mati dalam perjuangan merupakan suatu kehormatan bagiku. Mati bukan apa-apa bagiku, akan tetapi aku amat memprihatinkan dirimu, nona. Engkau terancam bahaya yang hebat, bahkan mungkin bahaya maut."
Gadis itu tersenyum. Hampir Cun Ki tidak percaya kepada matanya sendiri. Dalam keadaan seperti ttu, gadis itu masih dapat tersenyum demikian manisnya.
"Dalam hal keberanian menghadapi kematian, engkau bukan seorang diri, enghiong. Aku sendiripun tidak takut mati kalau kehormatanku terancam. Aku lebih menghargai kehormatan dari pada kematian."
"Nona... engkau... engkau seorang Wanita yang mulia dan bijaksana, aku kagum sekali!" kata Cun Ki dengan suara terharu.
Panglima Wu Chu marah sekali mendengar laporan penjaga akan isi percakapan mereka itu dan dia memerintahkan menahan terus kedua orang itu.
********************
Istana gempar lagi pada keesokan harinya ketika kaisar mendengar laporan para pengawal dan dayang. Puteri Sung Hiang Bwee kembali diculik orang berkedok hitam! Kaisar lalu memanggil semua menteri dan panglima dan memerintahkan mereka semua untuk berusaha menemukan puteri dan menghukum penculiknya dengan hukuman yang paling berat.
"Ampun, Yang Mulia. Menurut pendapat hamba, penculiknya pastilah pemuda yang bernama Tan Tiong Li itu."
Kaisar mengerutkan alisnya. "Ah, tidak masuk diakal! Pemuda itu bahkan yang menolongnya dari penculiknya yang pertama kali. Bagaimana kini engkau menuduh dia menjadi penculiknya?"
"Dengan perhitungan yang tepat, Yang Mulia. Menurut hasil laporan para penyelidik, terjalin hubungan antara pemuda itu dengan tuan puteri sejak ia ditolong. Dan mengingat bahwa pemuda itu belum lama ini bergabung dengan pemberontak Gak Liu, bahkan mengakibatkan kematian anak laki-laki hamba, maka hamba yakin bahwa penculiknya tentulah dia! Bukan menculik, melainkan sudah bersekutu dengan sang puteri yang ingin melarikan diri dari istana untuk dapat berkumpul dengan pemuda itu!"
"Jin Kui, kalau engkau ternyata tidak mengucapkan tuduhan yang benar, kami dapat marah sekali kepadamu!" bentak kaisar.
"Akan tetapi kalau hamba berkata benar, Yang Mulia? Kalau pemuda itu dapat tertangkap, tentu akan dapat ditemukan di mana adanya puteri paduka."
"Kalau begitu tangkap dia!"
"Akan tetapi, dahulu paduka pernah menjanjikan kedudukan kepadanya, kalau sekarang tanpa perintah penangkapan paduka, bagaimana hamba dapat melaksanakannya?"
"Baik, kubuat perintah penangkapan Tan Tiong Li!" kata Kaisar yang sedang sedih dan khawatir karena terculiknya Sung Hiang Bwee.
Perdana Menteri Jin Kui memang cerdik sekali. Tentu saja dia tahu bahwa yang menculik Hiang Bwee bukan Tiong Li melainkan Si Muka Tengkorak, bahkan dia yang mengatur semua itu. Dan untuk memperkuat pengejaran terhadap Tiong Li perlu sekali ada surat perintah Kaisar sehingga dia dapat mengerahkan seluruh tenaga pasukan.
"Bagaimana kalau nanti Tiong Li tertangkaр dan Hiang Bwee tidak dapat diajak pulang? Mudah saja. Bunuh pemuda itu, habis perkara dan katakan kepada Kaisar bahwa Hiang Bwee telah terbunuh oleh pemuda itu..."
Mulailah Perdana Menteri Jin Kui melaksanakan semua rencananya untuk membalas kematian puteranya. Hiang Bwee yang menjadi gara-gara kematian puteranya sudah terbalas, dan sekarang tentu telah menjadi selir Panglima Besar Wu Chu, dan Tiong Li sudah dijadikan buronan pemerintah.
Kemudian dia mengerahkan pasukan yang dipimpin oleh Kui To Cin-jin dan dua orang sutenya yang sudah datang dari utara, yaitu kakak beradik Ouw Yang, menyerbu ke Lembah Maut untuk membasmi Ban-tok Sian-li dan anak buahnya yang dianggap telah membantu pemberontak! Juga pasukan ini ditugaskan untuk mencari para gerombolan pemberontak dan membasminya, terutama sekali yang dipimpin oleh Gak Liu.
Dengan surat perintah penangkapan atas diri Tan Tiong Li dari Kaisar, maka kini di mana-mana terpasang pengumuman tentang pelarian Tan Tiong Li sebagai orang buruan. Pada saat itu Tiong Li sedang berkunjung ke dusun lereng Liong-san untuk bersembahyang didepan makam ayahnya dan juga untuk bersembahyang di bekas pondok gurunya, Pек Hong San-jin yang dulu dibakarnya bersama jenazah kakek itu.
Setelah selesai bersembahyang dia meninggalkan pegunungan Liong-san dan beberapa hari kemudian tibalah dia di kota Cun-keng. Begitu memasuki kola itu, dia melihat banyak orang berkerumun membaca sehelai pengumuman yang di tempel di dinding. Dia ikut berdesakan untuk membacanya dan betapa terkejutnya melihat wajahnya terpampang di pengumuman itu dan di situ disebutkan bahwa siapa yang dapat menangkap Tiong Li, pemberontak dan penculik puteri akan diberi hadiah oleh Kaisar!
Tiong Li terkejut bukan main dan pada saat itu dia mendengar orang berteriak di sebelahnya. "Wah, ini dia orangnya, pemberontak dan penculik puteri itu!"
"Bukan! Aku bukan pemberontak apalagi penculik puteri!" bantah Tiong Li.
Akan tetapi orang-orang itu sudah mengenalnya dari gambar yang terlukis di pengumuman dan banyak orang segera mengulur tangan untuk menangkapnnya. Tiong Li tidak mau melawan mereka yang hanya bertindak karena pengumuman itu dia mengelak lalu melarikan diri dengan cepat keluar kota Cun-keng, dikejar orang banyak dan tak lama kemudian ada pasukan penjaga kota yang ikut mengejar. Akan tetapi dia telah lari jauh meninggalkan kota dan tiba dalam hutan di luar kota.
Dia berhenti berlari dan duduk di atas batu, termenung. Dia menjadi orang buruan. Dan kaisar sendiri yang mengumumkan bahwa siapa dapat menangkapnya akan diberi hadiah. Puteri telah diculik orang. Siapakah puteri itu? Apakah Hiang Bwee kembali diculik orang dan kaisar menyangka dia yang me lakukannya? Fitnah keji!
Kata fitnah ini mengingatkan dia kepada Jin Kui. Orang itu penuh dengari siasat licik dan fitnah keji. Dahulupun ketika dia menolong Hiang Bwee malah akan di fitnah sebagai penculiknya, dan ketika dia keluar kota, dia malah diserang puteranya dengan fitnah memberontak.
Perdana Menteri Jin Kui patut dicurigai sebagai pelempar fitnah dan kalau dia yang melempar fitnah, tentu dia tahu pula siapa yang menculik sang puteri. Tidak ada lain jalan, dia harus ke kota raja untuk melakukan penyelidikan. Akan tetapi karena gambarnya terpampang di mana-mana, tidak mungkin dia memasuki kota raja begitu saja. Dia akan ditangkap sebelum dapat melakukan apa-apa, baru memasuki pintu gerbang saja dia akan dikepung pasukan dan ditangkap.
Setelah mencari akal, Tiong Li melanjutkan perjalanannya dengan menyamar sebagai pengemis. Dia mengotori muka dan tangannya, memakai sepatu butut, pakaiannya juga butut dan penuh tambalan, memakai sebuah caping butut yang lebar menutupi mukanya. Dengan pakaian seperti itu, benar saja dia tidak diperhatikan orang dan dapat melakukan perjalanan dengan leluasa.
Siapa orangnya yang akan mencurigai seorang pengemis berpakaian butut, bersepatu butut, memakai caping rusak pula dan kaki tangan dan mukanya kotor seperti orang yang sudah berhari-hari tidak pernah mandi?
Demikian pula ketika Tiong Li memasuki pintu gerbang kota raja Hang-couw, para penjaga keamanan di pintu gerbang itu tidak memperdulikan, bahkan memandang jijik dan menghardiknya agar cepat pergi jangan terlalu lama berada di pintu gerbang!
Akan tetapi tanpa setahu Tiong Li, ada seorang yang memperhatikannya sejak dia memasuki pintu gerbang, bahkan ketika dia berjalan memasuki kota, orang itu membayanginya dari jauh, tanpa sadar bahwa dia dibayangi orang karena yang berjalan di belakang nya, agak jauh itu adalah seorang pengemis yang memegang tongkat hitam. Orang itu masih muda dan wajahnya tampan gagah biarpun bajunya baju pengemis.
Memang, pengemis muda itu bukan lain adalah Gan Kok Bu, putera ketua Hek-tung Kai-pang yang pernah menolong Bàn-tok Sian-li dan yang jatuh cinta kepada The Siang Hwi. Ketika Kok Bu melihat seorang pengemis baju butut masuk ke pintu gerbang, orangnya tidak dikenalnya, dan juga tidak ada tanda-tanda dari sebuah perkumpulan pengemis, dia menjadi curiga dan membayangi. Dia menduga bahwa pengemis bercaping butut itu adalah seorang yang menyamar, dan dia tidak tahu orang itu berdiri di pihak mana.
Seorang pejuang ataukah seorang mata-mata Kerajaan Kin yang menyelundup masuk, Karena curiga, dia lalu membayangi. Kecurigaannya semakin bertambah ketika dia tidak melihat pengemis itu pergi ke pasar atau tempat-tempat ramai melainkan berjalan keliling kota dan beberapa kali melewati rumah gedung Perdana Menteri Jin Kui.
Kalau sedang lewat di depan gedung ini, pengemis muda itu memandang penuh perhatian. Juga ketika melewati papan pengumuman tentang pemberontak yang akan ditangkap, pengemis muda itu memandang dengan penuh perhatian. Gan Kok Bu semakin curiga dan dia kini mendekati, memandang penuh perhatian dan akhirnya matanya yang tajam mengenal pengemis muda itu seperti lukisan orang yang diburu pemerintah, yang bernama Tan Tiong Li. Mengertilah dia. 0rang ini adalah buruan itu, seorang pemberontak, berarti seorang pejuang! Dia harus memperingatkannya karena dalam kota raja disebar banyak mata-mata oleh Perdana Menteri Jin Kui.
Tiong Li menjadi terkejut sekali ketika melihat seorang pengemis muda mendekatinya dan berbisik, "Saudara Tan Tiong Li, mari kau ikuti aku dan kita bicara..."
Karena orang itu jelas sudah mengenalnya, Tiong Li terpaksa mengikuti ke mana orang itu pergi. Dia tidak menyangka buruk, akan tetapi tetap bersiкàр waspada sehingga kalau orang itu berniat buruk, dia sudah dapat menjaga diri. Orang itu mengajaknya keluar masuk lorong-lorong sempit yang sunyi kemudian mengajaknya memasuki sebuah bangunan lama yang kosong. Di situ berkumpul banyak pengemis dari bermacam usia dan keadaan. Ada yang timpang, ada yang buta, dan ada yang membawa anak, ada laki-laki dan perempuan.
Ketika orang itu lewat, para pengemis itu kelihntan tunduk kepadanya dan mereka memberi jalan dengan sikaр hormat, bahkan di sebuah ruangan sebelah dalam ketika orang itu masuk dan memberi isyarat, para pengemis yang tadinya berada di situ lalu menyingkir tanpa berkata apapun.
Dalam rumah gedung tua kosong itu terdapat sedikitnya dua puluh orang pengemis dan agaknya menjadi semacam tempat berteduh atau bermalam mereka. Setelah ruangan itu kosong, orang itu mempersilakan Tiong Li duduk di lantai, berhadapan dengan dia. Sejenak mereka saling pandang dan Tiong Li berkata dengan suara berbisik.
"Saudara siapakah dan bagaimana bisa mengenalku?"
"Namaku Gan Kok Bu, putera dari ketua Hek-tung Kai-pang. Aku dapat mengenalmu karena betapa baikpun penyamaranmu, kalau orang sudah menaruh curiga dan mengamati penuh perhatian, tentu akan dapat melihat persamaan antara saudara dengan gambar di papan pengumuman itu."
"Dan dengan maksud apa engkau mengundangku ke sini?" tanya Tiong Li, memandang tajam.
Kok Bu tersenyum. "Tidak dengan maksud buruk, sobat. Ketahuilah bahwa kami semua bersimpati dan membantu perjuangan para pejuang."
"Akan tetapi aku bukan seorang pejuang..." kata Tiong Li.
Gan Kok Bu tersenyum. "Orang yang disebut pemberontak oleh Perdana Menteri Jin Kui, adalah seorang pejuang."
"Perdana Menteri Jin Kui?"
"Ya, tentu dia yang berdiri dibelakang pengumuman itu. Entah kesalahan apa yang kau lakukan terhadap dirinya maka dia memasang pengumuman itu atas nama kaisar. Engkau berhati-hatilah, sobat, karena Perdana Menteri itu licik sekali dan dia telah menyebar banyak mata-mata di kota raja."
Maklumlah Tiong Li bahwa orang ini tentu sudah lama tadi membayanginya dan melihat dua kali dia lewat di depan rumah Perdana Menteri. Maka dia tidak perlu tagi pura-pura.
"Begini, saudara Gan Kok Bu. Memang benar bahwa aku hendak melakukan penyelidikan karena sesungguhnya aku, sama sekali tidak bersalah. Aku tidak menculik puteri istana. Nah, dapatkah engkau memberi keterangan kepadaku mengenai hal itu? Pertama, puteri siapakah yang diculik orang? Siapa namanyanya?"
"Puteri yang paling terkenal di kota raja, namanya Sung Hiang Bwee. la diculik orang beberapa hari yang lalu, diculik di waktu malam oleh orang berkedok yang melumpuhkan para pengawal dan dayang."
Diam-diam Tiong Li merasa khawatir sekali. Kembali Sung Hiang Bwee di culik orang! Mungkin penculiknya yang dulu bergerak lagi. Memang orang itu lihai sekali, dan agaknya tidak sukar bagi orang itu untuk merobohkan рaгa pengawal dan menculik sang puteri. Akan tetapi siapa berdiri di baliк Ini semua? Melihat betapa Perdana Menteri Jin Kui yang berdiri di belakang fitnah yang dilemparkan kepadanya, mungkin juga pembesar itu yang mengetahui perihal penculikan puteri itu.
"Agaknya kalau Perdana Menteri Jin Kui melakukan fitnah terhadap diri ku bahwa aku yang menculik sang puteri, dia tahu. siapa pelakunya."
Gan Kok Bu mengangguk-angguk sangat boleh jadi walaupun aku masih sangsi apakah dia yang mendalangi penculikan, Kalau benar demikian, untuk apa? Kalau yang mendalangi itu puteranya, Jin Kiat, memang sangat boleh jadi karena puteranya itu mata keranjang. Akan tetapi Jin Kiat telah tewas oleh Pendekar Gak Liu, maka sulit lah menduga siapa dalangnya."
"Akan tetapi setidaknya Perdana menteri itu tentu mengetahuinya," kata Tiong Li.
"Akupun menduga demikian. Lalu, apa yang hendak kau lakukan, Tan tai- hiap? Aku sudah mendengar pula bahwa engkau bentrok dengan Jin Kiat dan justeru ketika engkau dikeroyok itu muncul Gak Liu yang kemudian berhasil membunuh Jin Kiat. Mungkin juga karena itulah maka engkau difitnah karena sekarang Perdana Menteri Jin Kui juga berusaha keras untuk menangkap Gak Liu."
"Aku harus menyelidiki ke rumah Jin Kui!"
Kok Bu nampak terkejut sekali. "Akan tetapi itu amat berbahaya! Rumah itu dikepung dan dijaga ketat sekali!"
"Aku tidak takut dan dapat mengatasi bahaya itu."
"Akan tetapi, kalau engkau masuk ke sana lalu diketahui dan dikejar-kejar, bagaimana mungkin engkau akan dapat melakukan penyelidikan? Ah, aku mempunyai akal dan aku akan membantumu, Tan-taihiap! Aku akan membawa beberapa orang kawan untuk mengacau dipintu gerbang, untuk menarik para penjaga agar berdatangan ke pintu gerbang. Nah, dalam keadaan panik itu tentu engkau dapat menyusup melalui tembok yang ditinggalkan para penjaganya. Bagaimana pendapatmu, taihiap?"
Wajah Tiong Li berseri. "Akal yang bagus sekali! Terima kasih banyak atas bantuanmu, saudara Gan. Akan tetapi hal ini akan merepotkan engkau saja."
"Aih, tidak ada kata repot! Bukankah kita sama-sama pejuang yang membela kepentingan rakyat jelata? Malam ini kita bergerak, Tan-taihiap."
Demikianlah, pada malam hari itu, Tiong Li sengaja mengenakan рakaian serba hitam dan Kok Bu membawa belasan orang rekan dari Hek-tung Kai-pang tanpa setahu ayahnya karena sejak ayahnya mencela Siang Hwi sebagai murid Ban-tok Sian-li dan melarang dia bergaul dengan gadis itu, Kok Bu masih marah kepada ayahnya.
Dia mencari jejak Siang Hwi namun tidak berhasil sehingga kembalilah dia ke kota raja. Dengan belasan orang rekan itu, Kok Bu menyamar dan berpakaian biasa, tidak seperti рakaian anggauta hek-tung Kai-pang...