TAK pernah golok dan pedang itu dapat mengenai tubuhnya dan ketika dia menggunakan ilmu pukulan Thai-lek Kim-kong-jiu, golok yang berada di tangan Un Ci Siang terlepas karena lengannya kena dihantam tenaga sakti itu sehingga tergetar hebat. Di lain saat, ketika Tiong Li membalik untuk menghantam Gui Kong Sek, orang ini sudah meloncat ke belakang dan bersama tamunya dia melarikan diri! Agaknya baik Un CI Siang maupun Gui Kong Sek maklum bahwa mereka berdua tidak akan mampu menandingi Tiong Li, maka keduanya segera kabur cerai berai!
"Jangan biarkan orang Kin itu lolos!" teriak Tiong LI kepada anak buah Ceng-liong-pang dan dia sendiri segera mengejar Gui Kong Seng. Orang-orang Ceng-liong-pang bagaikan baru sadar dari mimpi. Tadi mereka bengong dan terkagum-kagum melihat betapa Tiong Li mampu menandingi pengeroyokan dua orang itu dan kini, melihat Un Ñi Siang melarikan diri, mereka segera beramai-ramai mengejar dan mengepung sambil mengacung acungkan senjata untuk mengeroyok.
Un Ci Siang terkepung dan mengamuk dengan tangan kosong. Amukannya merobohkan sedikitnya lima orang anggauta Ceng-liong-pang, akan tetapi karena jumlah mereka amat banyak, akhirnya jagoan dari Kerajaan Kin itu jatuh juga menjadi korban puluhan senjata yang membuat tubuhnya hancur dan tewas. Setelah menewaskan Un Ci Siang, para anggauta Ceng-liong-pang itu lalu ikut mengejar ketua mereka sendiri yang dikejar oleh Tiong Li.
Dengan panik Gui Kong Sek lari ke gua di mana dia biasa bertapa. Akan tetapi Tiong Li tetap mengejarnya dan melihat bahwa dia tidak dapat melepaskan diri dari pengejarnya, ketua Ceng-liong-pang ini lalu masuk ke dalam gua tempat dia biasa bertapa itu.
Gua itu besar dan gelap dan ketika tubuh ketua Ceng-liong-pang itu masuk ke dalamnya dia segera ditelan kegelapan gua itu. Dengan berani Tiong Li mengejar masuk dengan sikap hati-hati dan waspada sekali. Tiba-tiba dia mendengar desir angin dari depan dan sangat cepat tubuh nya mengelak ke samping. Tiga batang piauw (pisau terbang) meluncur lewat tubuhnya dan dia terus mengejar ke dalam.
Kiranya gua itu bukan hanya lebar, akan tetapi juga dalam dan merupakan semacam terowongan yang berlika-liku. Di sebelah dalam keadaannya tidak segelap di bagian luar karena mendapat sorotan sinar dari atas, mungkin dari celah-celah di mana sinar matahari dapat masuk.
Ketika dia masuk terus akhirnya dia tiba di sebuah ruangan dan Tiong Li berhenti melangkah dan memandang dengan mata terbelalak. Dia melihat ketua Ceng-liong-pang yang tadi sudah berdiri didekat seorang laki-laki yang terbelenggu kaki tangannya sambil menodongkan pedangnya ke dada laki-lakl itu.
Dan laki-laki itu memiliki bentuk wajah yang serupa benar dengan ketua Ceng-liong-pang itu! Sekarang mengertilah Tiong Li. Ketua Ceng-liong-pang yang dikejarnya tadi adalah ketua yang palsu, sedangkan ketua aselinya menjadi menjadi orang tahanan di dalam gua ini, dibelenggu kaki tangannya! Pantas saja ketua Ceng-liong-pang membawa anak buahnya menyeleweng dan bersengkongkol dengan Perdana Menteri Jin Kui dan orang Kin, kiranya dia adalah ketua palsu!
"Jangan mendekat, atau orang ini akan kubunuh lebih dulu!" bentak ketua palsu itu.
"Hemm, biar engkau membunuhnya juga bagaimana engkau akan dapat lolos dari sini?" Tiong Li balas menggertak. Diam-diam mendengar lapat-lapat suara para anggauta Ceng-liong-pang yang mengejar menuju tempat itu.
"Aku punya usul. Bagaimana kalau engkau membebaskan dia sedangkan aku membebaskanmu, membiarkan engkau keluar dari sini dan melarikan diri?"
Ketua palsu itu memang menghendaki demikian. "Bagaimana aku dapat percaya kepadamu?" bentaknya.
"Aku Tan Tiong Li bukan orang yang suka melanggar janji. Aku bersumpah tidak akan mengganggumu dan membiarkan engkau keluar dari sini kalau engkau membebaskan tawanan itu! Kalau engkau tidak percaya dan tidak mau, silakan lakukan apa saja akan tetapi jangan harap dapat lolos dari tanganku!"
Gertakan ini mengenai sasaran. "Baik, aku akan membebaskan dia dan minggirlah!"
Tiong Li minggir memberi jalan kepada orang itu yang segera meloncat melewati Tiong Li dan berlari keluar terowongan gua. Tiong Li tidak memperdulikannya lagi karena dia percaya bahwa ketua palsu itu tentu akan bertemu dengan para anggauta Ceng-liong-pang yang melakukan pengejaran dan sudah tiba di depan gua!
Dia lalu meloncat ke dekat orang yang terbelenggu itu. "Apakah engkau ini pangcu Gui Kong Sek yang aseli?"
Orang itu mengangguk lemah. "Benar, dan orang tadi adalah seorang kaki tangan Bangsa Kin yang menyamar sebagai diriku, ketika aku bersamadhi disini, tiba-tiba aku diserang dan ditotok sehingga tidak berdaya."
Tiong Li lalu membebaskan kaki tangan orang itu dan mengajaknya keluar. Mereka mendengarkan suara ribut-ribut di luar gua. "Aku adalah ketua kalian! Kalian mau apa? Apakah hendak berkhianat kepadaku? Apakah kalian semua minta mati?"
Tiba-tiba Gui Kong Sek yang aseli meloncat ke depan. "Jangan percaya, dia pembohong, dan dia menyamar sebagai aku. Akulah Gui Kong Sek yang aseli, yang selama ini dia tahan, di dalam gua!"
Semua orang terkejut melihat ada dua Gui Kong Sek, akan tetapi mereka semua percaya kepada Gui Kong Sek yang pakaiannya kumal dan kurus ini, maka segera mereka mengepung Gui Kong Sek yang palsu. Orang itu menggunakan pedangnya mengamuk, akan tetapi dia di keroyok dan kini Gui Kong Sek yang aseli juga sudah menerima sebatang pedang dari anak buahnya dan dengan sengit ikut menyerang.
Tiong Li hanya menonton saja. Dia sudah bersumpah tidak akan mengganggu Gui Kong Sek palsu itu, dan dia sudah memperhitungkan bahwa ketua palsu Itu tidak akan dapat meloloskan diri karena para anggauta Ceng-liong-pang sudah tiba di depan gua. Perhitungannya tepat sekali dan kini ketua palsu itu di keroyok oleh banyak sekali anggauta Ceng-liong-pang yang membantu ketuanya yang aseli.
Biarpun ketua palsu itu cukup lihai, akan tetapi kini dia menghadapi ketua aseli yang juga hebat Ilmu pedangnya, ditambah lagi pengeroyokan puluhan orang anggauta Ceng-Iiong-pang. Akhirnya diapun roboh dan menjadi sasaran puluhan batang senjata tajam sehingga tubuhnya hancur lebur.
Tiong Li hendak mencegah akan tetapi sudah terlambat. Dia hanya menyatakan penyesalannya kepada Gui Kong Sek ketua Ceng-liong-pang. "Sayang sekali, kalau dia ditangkap hidup-hidup tentu kita dapat bertanya siapa dalang semua ini?"
"Maafkan kami, taihiap. Kami tidak lagi dapat menahan kemarahan."
"Sudahlah, sekarang pangcu mempunyai tugas baru yang amat berat dan penting, yaitu membersihkan nama Ceng-liong-pang yang sudah terlanjur buruk di mata para pejuang."
Setelah itu Tiong Li berpamit dan diantar sampai keluar dari daerah Ceng Iiong-pang oleh ketuanya dan para anggautanya yang berterima kasih sekali. Kalau tidak ada pertolongan pemuda perkasa itu tentu Ceng-liong-pang terlanjur menjadi sebuah perkumpulan yang menyimpang dan menyeleweng!
Tiong Li melanjutkan perjalanannya, hatinya diliputi kekhawatiran melihat betapa pihak Bangsa Kin agaknya berusaha benar-benar untuk bersama Perdana Menteri Jin Kui menumpas para patriot pejuang.
Ban-tok Sian li Souw Hian Li tinggal di Lembah Maut, sebuah lembah yang curam dan berbahaya di tepi Sungai Yang-ce, Karena tempat itu memang merupakan perbukitan dengan lembahnya yang curam dan banyak terdapat jurang, berbahaya sekali, maka disebut Lembah Maut. Di tempat berbahaya ini Ban-tok Sian-li mempunyai sebuah rumah gedung yang megah, tinggal di situ bersama muridnya, The Siang Hwi dan beberapa orang pembantu wanita.
Di sekeliling rumahnya terdapat pondok-pondok mungil dan ini merupakan tempat tinggal anak buahnya yang berjumlah sekitar tiga puluh orang. Para anggauta itu, yang juga merupakan murid-murid yang dilatih oleh The Siang Hwi yang mewakili gurunya, adalah wanita yang berusia dari dua puluh sampai tiga puluh tahun.
Biarpun namanya Lembah Maut, akan tetapi tempat ini mempunyai bagian yang subur sekali sehingga mereka dapat bercocok tanam di tanah subur itu. Ada pula yang setiap hari mencari ikan di Sungai Yang-ce.
Pada suatu hari, setelah mandi Siang Hwi bertemu dengan gurunya di beranda depan, Ban-tok Sian-li Souw Hian Li sepagi itu juga sudah mandi dan namрàk segar sehingga Siang Hwi menjadi kagum. Gurunya itu nampak selalu tetap muda, pantas menjadi kakaknya yang hanya berbeda satu dua tahun. Pada hal, gurunya itu sepuluh atau sebelas tahun lebih tua darinya.
"Selamat pagi, subo."
"Selamat pagi, Siang Hwi. Kenapa engkau kelihatan wajahnya agak pucat dan muram?"
"Semalam aku kurang tidur, subo. Aku mendapatkan mimpi buruk sekali membuat aku sukar tidur."
Gurunya tersenyum. "Ihh, seperti anak kecil saja engkau, Siang Hwi. Kenapa mimpi saja dipikirkan sampai tidak dapat tidur?"
"Entahlah," subo. Akan tetapi sungguh mimpi itu membuat teecu tidak dapat tidur dan hati merasa gelisah. Sungai Yang-ce meluap dan airnya sampai menghanyutkan semua yang berada di sini!"
Senyum Ban-tok Sian-li semakin melebar. "Anak bodoh! Mana mungkin air Sungai Yang-ce dapat naik ke lembah ini? Andaikata benar terjadi banjir, tidak mungkin air sungai dapat naik ke tempat yang tinggi ini!"
Baru saja percakapan mereka sampai ke situ, tiba-tiba terdengar suara hiruk plkuk dan sorak sorai. Seluruh anak buah Lembah Maut menjadi gempar karena tiba-tiba sekali tempat itu sudah diserbu oleh pasukan yang besar jumlahnya! Tidak kurang dari seratus orang perajurit Kerajaan Sung menyerbu tempat itu, dan tanpa banyak cakap lagi telah menyerang.
Siang Hwi dan Ban-tok Sian-li серat berlari keluar sambil membawa pedang dan mereka segera disambut oleh Kui To Cin-jin dan Tang Boa Lu Si Muka Tengkorak! Segera terjadi pertempuran hebat antara Ban-tok Sfan-li dan Tang Boa Lu, sedangkan The Siang Hwi sudah bertanding melawan Kui To Cin-jin yang bersenjatakan rantai baja.
"Tangkap pemberontak!"
"Hancurkan mereka!"
Teriakan-teriakan itu terdengar dan Ban-tok Sian-li tidak merasa perlu untuk bertanya lagi. Memang ia kini bersimpati kepada para pejuang dan semenjak peristiwa di kota raja, yaitu tewasnya An Kiong hartawan di kota raja yang dibelanya itu, la sudah dianggap sebagai pemberontak pula. Maka, iapun mengamuk dan mengerahkan seluruh kepandaiannya untuk merobohkan lawan. Akan tetapi lawannya, Si Muka Tengkorak, merupakan lawan yang setingkat dengannya sehingga pertandingan itu menjadi amat seru.
Sementara itu, para anggauta pasukan Kerajaan Sung ketika mendapat kenyataan bahwa lawan mereka semua adalah wanita yang rata-rata masih muda dan cantik, mereka merasa gembira sekali dan berusaha keras untuk menangkap mereka hidup-hidup. Karena jumlah mereka seratus orang lebih sehingga jauh lebih besar dari pada jumlah anak buah Lembah Maut yang hanya tiga puluh orang, maka dengan cepat mereka dapat mendesak lawan.
The Siang Hwi yang mendapatkan lawan Kui To Cin-jin, merasa kewalahan. Orang yang berjubah seperti pendeta dan bersenjata rantai baja ini memang lihai bukan main. Mukanya yang seperti tikus, kini tersenyum dan Jenggotnya yang panjang bergoyang-goyang. Biarpun tubuhnya tinggi kurus, namun rantai yang menyambar-nyambar dengan amat kuat dan setiap kali bertemu dengan pedangnya, Siang Hwi merasa betapa telaрak tangannya panas dan tergetar hebat. Setelah lewat lima puluh jurus, Siang Hwi sudah tidak kuat bertahan lagi.
"Trangggg!"
Dengan keras sekali pedangnya bertemu rantai baja dan pedang itu terlepas dari pegangannya dan sebelum sempat menghindar, sebuah tendangan membuat ia terpelanting dan sebuah totokan menyusul, membuat ia ti dak mampu bergerak lagi. Pada saat itu, sebagian besar anak buah Lembah Maut juga sudah tertawan dan ada pula beberapa orang yang terluka parah dan tewas. Akan tetapi lebih banyak yang tertawan hidup-hidup.
Melihat keadaan yang tidak menguntungkan ini, Ban-tok Sian-li memutar pedangnya dengan kecepatan hebat dan ia dapat membuat lawannya terpaksa mundur. Kesempatan ini ia pergunakan untuk meloncat jauh ke belakang dan Ban-tok Sian-li melarikan diri. la tidak ingin tertangkap atau terbunuh pula karena maklum bahwa pihaknya sudah menderita kekalahan.
Akhirnya semua anggauta Lembah Maut telah kalah. Duapuluh orang tertawan hidup-hidup dan mereka itu berada dalam rangkulan para perajurit yang tertawa-tawa penuh kemenangan. Kui To Cin-jin menawan Siang Hwi karena dia tahu bahwa muridnya, mendiang Jin Kiat pernah tergila-gila kepada gadis ini dan seolah gadis ini yang patut dimintai pertanggungan jawab. Maka dia bermaksud membawanya kepada Perdana Menteri Jin Kui untuk diadili karena gurunya dapat melarikan diri. Sarang itu lalu dirampok habis-habisan, kemudian rumah gedung dan semua pondok yang mengelilinginya dibakar oleh pasukan itu.
Kui To Cin-jin tidak memperdulikan nasib para anggauta Lembah Maut. Dia menyerahkan mereka kepada anak buahnya yang bagaikan segerombolan serigala yang haus darah lalu mempermainkan dan memperkosa mereka sampai puas dan merekapun di tinggalkan mati di tempat itu. Melihat ini, Tang Boa Lu Si Muka Tengkorak juga tidak perduli sama sekali.
The Siang Hwi yang melihat ini merasa sakit sekali hatinya dan diam-diam ia bersumpah bahwa kelak ia akan berusaha untuk membalas sakit hati ini kepada dalangnya yang ia duga bukan, lain adalah Perdana Menteri Jin Kui, Akan tetapi pada saat itu ia tidak berdaya sama sekali, menjadi tawanan Kui To Cin-jin.
la memang tidak diganggu dan Kui To Cin jin melarang para perajurit mengganggunya karena ia hendak diserahkan kepada Perdana Menteri Jin Kui untuk diadili, akan tetapi ia di ikat kedua tangannya dan dinaikkan kuda di depan Kui To Cin-jin, ditelungkupkan melintang di atas punggung kuda.
Kui To Cin-jin dan Tang Boa Lu menunggang kuda di depan pasukan itu. Mereka berdua merasa gembira karena telah berhasil membasmi para pemberontak di Lembah Maut. Perdana Menteri Jin Kui memerintahkan jagoannya yang diandalkan, yaitu Kui To Cin-jin untuk memimpin penyerangan itu, dan mengingat bahwa Bantok Sian-li amat lihai, maka dia minta agar Tang Boa Lu Si Muka Tengkorak membantunya. Dan ternyata mereka berhasil. Biarpun Ban-tok Sian-li dapat melarikan diri, akan tetapi muridnya dapat ditangkap dan semua anak buahnya dibasmi habis!
Dua orang jagoan ini sama sekali tidak tahu bahwa ketika mereka tiba di sebuah jalan sunyi dan berpapasan dengan seorang pria muda yang memakai caping dan menutupi mukanya dengan caping, pria muda itu lalu membayangi mereka dari belakang. Tidak menyangka sama sekali bahwa pria muda itu adalah orang yang selama ini mereka cari-cari, yaitu Tan Tiong Li.
Tan Tiong Li sedang dalam perjalanan mencari puteri Sung Hiang Bwee yang terculik orang dan dibawa ke daerah Kin, dan baru saja dia meninggalkan Ceng-liong-pang ketika dia dari jauh melihat rombongan pasukan itu. Dia menutupi mukanya dengan caping dan betapa kagetnya ketika ia melihat The Siang Hwi rebah melintang di atas kuda yang ditunggangi oleh Kui To Cin-jin!
Tahulah dia bahwa gadis itu ditawan, maka dia lalu membayangi dengan cepat. Bahkan tanpa mereka ketahui, dengan mengambil jalan pintas dia mendahului mereka dan naik ke atas pohon tepi jalan. Dia sudah memperhitungkan dengan cermat sekali, maka ketika rombongan itu lewat, dan tepat ketika kuda yang ditunggangi Kui To Cin-jin berada di bawah pohon, pemuda itu lalu melayang turun. Bagaikan seekor burung garuda yang besar dia menyambar tubuh Siang Hwi dari atas kuda Kui To Cin-jin, tanpa pendeta itu dapat menghalangi karena gerakan dengan ilmu Jouw-sang-hui itu cepat bukan main dan tahu-tahu Siang Hwi telah berada dalam pondongannya!
Ketika melihat siapa orangnya yang merampas gadis tawanannya itu, Kui To Cin-jin terkejut sekali dan cepat dia berteriak, "Tangkap orang itu...!"
Tang Boa Lu yang lebih dulu dapat mengejar dengan loncatannya, akan tetapi Tiong Li yang sudah membebaskan ikatan tangan gadis itu, membalik dan melontarkan pukulan Thai-lek Kim-kong- jiu kepada Si Muka Tengkorak. Tang Boa Lu terkejut dan menangkis dengan pengerahan tenaga.
"Desssss...!" Dua tenaga sinkang yang kuat itu bertemu di udara dan akibatnya Si Muka Tengkorak hampir terpelanting!
"Mari kita pergi!" kata Tiong Li sambil menggandeng tangan Siang Hwi dan membawanya loncat jauh.
Melihat ketangguhan pemuda itu, Si Muka Tengkorak menjadi jerih kalau harus melawan sendiri, sedangkan yang lain-lain masih belum cukup kepandaian mereka untuk dapat melakukan pengejaran.
Terpaksa Kui To Cin-jin hanya dapat menyumpah-nyumpah dan mengajak mereka melakukan pengejaran. Akan tetapi semua usaha itu sia-sia belaka. Yang dikejar sudah lenyap entah ke mana. Dengan uring-uringan Kui To Cin-jin terpaksa mengajak mereka kembali ke kota raja, melapor kepada Perdana Menteri Jin Kui bahwa usaha pembasmian ke Lembah Maut sudah berhasil baik akan tetapi Ban-tok Sian-li dan muridnya telah berhasil melarikan diri.
Tiong Li berhenti berlari dan memandang kepada Siang Hwi yang terengah engah kelelahan karena dipaksa melarikan diri dengan cepat sekali itu. Dia melihat wajah gadis itu pucat dan wajahnya yang cantik jelita itu diliputi kedukaan besar.
"Hwi-moi..." tegurnya sambil memandang kepada gadis itu dengan penuh iba.
"Li-koko...!" Dan tiba-tiba saja gadis itu menangis.
Tiong Li terkejut dan merangkulnya, "Hwi-moi, ada apakah...?"
Siang Hwi menangis di dada pemuda itu, lupa bahwa ia telah berada dalam pelukan orang. la hanya ingin menumpahkan semua kedukaan pada saat itu dan baginya dada pemuda itu merupakan tempat bersandar yang sentausa dan aman.
Karena maklum bahwa gadis itu baru saja mengalami hal yang hebat dan mungkin mendukakan, Tiong Li mendiamkan saja menangis, bahkan menahan dirinya untuk tidak bertanya tentang gurunya yang tidak nampak. Setelah tangis itu mereda, barulah Siang Hwi sadar bahwa ia berada dalam pelukan Tiong Li. la menjauhkan diri, melihat betapa baju bagian dada Tiong Li sudah basah air matanya.
"Ah, maaf, koko, bajumu menjadi basah..." katanya tersipu.
"Tidak mengapa, Hwi-moi. Sekarang ceritakan, apa yang telah terjadi denganmu dan bagaimana engkau sampai tertawan oleh orang-orangnya Perdana Menteri Jin Kui itu?"
"Tempat kami telah diserang pasukan tadi, koko. Semua anak buah telah... dibunuh..." la tidak sampai hati menceritakan betapa semua anak buah itu dihina dan diperkosa sebelum di bunuh.
"Ah, dan di mana subomu?"
"Subo dapat melarikan diri akan tetapi aku tertawan. Tempat kami diramроk dan dibakar habis. Aku... ah, entah apa yang akan terjadi dengan diriku kalau saja tidak ada engkau yang menolongku, koko. Aku berterima kasih kepadamu..."
"Hussh, tidak perlu bicara tentang terima kasih. Sudah selayaknya kita saling bantu. Dahulupun kalau bukan engkau yang menolong, aku sudah lama mati di tangan subomu. Sekarang, bagaimana, Hwi-moi? Apa yang akan kau lakukan?"
Siang Hwi menghela napas panjang dan memandang pemuda itu dengan memelas. "Aku tidak tahu, koko. Aku sudah tidak mempunyai siapa-siapa lagi. Tempat sudah dibakar, subo juga entah pergi ke mana. Aku tidak tahu ke mana harus pergi dan apa yang harus kulakukan," katanya bingung.
"Kalau engkau hendak mencari subomu, mari kutemani dan kubantu mencarinya."
"Kemana kita harus mencarinya? la melarikan diri dan kami berdua tentu kini menjadi buruan pemerintah. Ke manapun kita pergi tentu akan diburu dan kalau ketahuan akan ditangkap. Aih koko, aku tidak mengira sekali... nasibku akan menjadi begini."
"Sudahlah, moi-moi. Bagaimana kalau engkau kembali kepada keluargamu? Aku akan mengantarmu ke sana."
Gadis itu memejamkan matanya dan kembali beberapa butir air mata mengalir keluar dan cepat dihapusnya. "Li koko, aku sudah tidak mempunyai keluarga, sudah tidak mempunyai orang tua. Aku hidup sebatang kara di dunia ini, tadinya aku hanya mempunyai subo, akan tetapi sekarang..." Gadis itu memandang sedih sekali.
Tiong Li memegang kedua lengan gadis itu. "Besarkan hatimu, Hwi-moi, Ketahuilah bahwa aku sendiri juga seorang yatim piatu yang tidak mempunyai siapa-siapa lagi, kita sama-sama sebatang kara akan tetapi... bukankah kita ini sekarang saling... memiliki? Aku akan membantumu dalam segala hal, dan akan melindungimu, kalau perlu dengan taruhan nyawaku, Hwi-moi..."
"Li-koko... engkau begini baik. Sejak dahulu engkau amat baik kepadaku. Kenapa engkau begini baik kepada ku, koko? Bahkan subo yang biasanya baik kepadaku meninggalkan aku ketika aku tertawan. Akan tetapi engkau... ah, mengapa engkau begini baik kepadaku?"
"Mengapa? Aku sejak pertama kali bertemu sudah amat tertarik kepadamu, Hwi-moi, tertarik karena kebaikan hatimu ketika engkau mencegah subomu untuk membunuhku. Aku sudah suka sekali kepadamu dan aku... ah, aku cinta padamu, Hwi-moi. Tidak terasakah olehmu?"
Tiba-tiba Siang Hwi menundukkan mukanya yang menjadi merah sekali. "Aku... aku merasakan itu, koko."
"Dan bagaimana dengan perasaan hatimu, Hwi moi? Bagaimana perasaan hati mu terhadap aku?"
Sampai lama Siang Hwi tidak mampu menjawab. Bagaimana seorang gadis dapat membuka rahasia hatinya begitu saja? la merasa tersipu dan malu sekali. "Koko, aku... aku hanya pasrah kepadamu. Aku... kalau engkau tidak berkeberatan, aku akan ikut denganmu ke manapun engkau pergi. Aku akan membantumu sekuat kemampuanku dan aku... aku akan setia kepadamu."
Tiong Li merasa gembira sekali dan berbesar hati. "Akan tetapi bagaimana kalau kita bertemu lagi dengan subomu? Engkau akan meninggalkan aku dan ikut lagi kepada subomu?"
"Tidak! Subo telah meninggalkan aku ketika aku tertawan. Aku tidak lagi mau ikut subo. Aku ingin ikut engkau, koko!"
"Hanya ikut saja? Sebagai apa?"
"Terserah kepadamu, aku hanya menurut. Sebagai muridmu, atau sebagai pelayanmu, aku tidak akan menolak."
Tiong Li merasa terharu sekali dan tlba-tiba dia merangkul lagi gadis itu. Dikecupnya kening yang halus itu dan dia berbisik, "Bagaimana kalau engkau ikut denganku sebagai... tunanganku, sebagai kekasihku, sebagai calon isteriku? Aku cinta padamu, Hwi-moi."
Dengan tersipu Siang Hwi menyembunyikan mukanya di dada pemuda itu. "Sudah kukatakan aku pasrah dan menurut saja semua keinginanmu, koko."
"Akan tetapi, cintakah engkau kepadaku?" Tiong Li mencium rambut kepala yang bersandar di dadanya itu.
Siang Hwi tidak menjawab, akan tetapi Tiong Li merasa dengan dadanya betapa kepala itu mengangguk-angguk! Dan itu sudah cukup baginya. Hatinya merasa demikian besar dan gembira. Dia menangkap tubuh itu, lalu dilemparkannya ke atas, ditangkap dan dilemparkan lagi.
Siang Hwi terkekeh dan menjerit-jerit kecil, akan tetapi Tiong Li tetap melambungkannya ke atas dan menangkapnya lagi seperti sebuah bola. Siang Hwi lalu mengerahkan tubuhnya sehingga berat. Akan tetapi Tiong Li dapat menangkapnya dan ketika melambungkannya lagi gadis itu menggunakan ginkangnya untuk meloncat dan berjungkir balik sehingga ketika ia turun kepalanya terlebih dulu. la menjulurkan kedua tangannya untuk menangkis tangkapan kekasihnya sambil terkekeh. Tiong Li menerimanya dan merangkul, memondongnya seperti anak kecil dan mengecup kedua pipinya.
"Aih, engkau nakal, Li-ko!" Siang Hwi berkata, akan tetapi ia merangkulkan lengannya ke leher pemuda itu.
Demikianlah, kedua orang muda itu bermain-main dan bermesraan dengan hati penuh kasih sayang...
"Jangan biarkan orang Kin itu lolos!" teriak Tiong LI kepada anak buah Ceng-liong-pang dan dia sendiri segera mengejar Gui Kong Seng. Orang-orang Ceng-liong-pang bagaikan baru sadar dari mimpi. Tadi mereka bengong dan terkagum-kagum melihat betapa Tiong Li mampu menandingi pengeroyokan dua orang itu dan kini, melihat Un Ñi Siang melarikan diri, mereka segera beramai-ramai mengejar dan mengepung sambil mengacung acungkan senjata untuk mengeroyok.
Un Ci Siang terkepung dan mengamuk dengan tangan kosong. Amukannya merobohkan sedikitnya lima orang anggauta Ceng-liong-pang, akan tetapi karena jumlah mereka amat banyak, akhirnya jagoan dari Kerajaan Kin itu jatuh juga menjadi korban puluhan senjata yang membuat tubuhnya hancur dan tewas. Setelah menewaskan Un Ci Siang, para anggauta Ceng-liong-pang itu lalu ikut mengejar ketua mereka sendiri yang dikejar oleh Tiong Li.
Dengan panik Gui Kong Sek lari ke gua di mana dia biasa bertapa. Akan tetapi Tiong Li tetap mengejarnya dan melihat bahwa dia tidak dapat melepaskan diri dari pengejarnya, ketua Ceng-liong-pang ini lalu masuk ke dalam gua tempat dia biasa bertapa itu.
Gua itu besar dan gelap dan ketika tubuh ketua Ceng-liong-pang itu masuk ke dalamnya dia segera ditelan kegelapan gua itu. Dengan berani Tiong Li mengejar masuk dengan sikap hati-hati dan waspada sekali. Tiba-tiba dia mendengar desir angin dari depan dan sangat cepat tubuh nya mengelak ke samping. Tiga batang piauw (pisau terbang) meluncur lewat tubuhnya dan dia terus mengejar ke dalam.
Kiranya gua itu bukan hanya lebar, akan tetapi juga dalam dan merupakan semacam terowongan yang berlika-liku. Di sebelah dalam keadaannya tidak segelap di bagian luar karena mendapat sorotan sinar dari atas, mungkin dari celah-celah di mana sinar matahari dapat masuk.
Ketika dia masuk terus akhirnya dia tiba di sebuah ruangan dan Tiong Li berhenti melangkah dan memandang dengan mata terbelalak. Dia melihat ketua Ceng-liong-pang yang tadi sudah berdiri didekat seorang laki-laki yang terbelenggu kaki tangannya sambil menodongkan pedangnya ke dada laki-lakl itu.
Dan laki-laki itu memiliki bentuk wajah yang serupa benar dengan ketua Ceng-liong-pang itu! Sekarang mengertilah Tiong Li. Ketua Ceng-liong-pang yang dikejarnya tadi adalah ketua yang palsu, sedangkan ketua aselinya menjadi menjadi orang tahanan di dalam gua ini, dibelenggu kaki tangannya! Pantas saja ketua Ceng-liong-pang membawa anak buahnya menyeleweng dan bersengkongkol dengan Perdana Menteri Jin Kui dan orang Kin, kiranya dia adalah ketua palsu!
"Jangan mendekat, atau orang ini akan kubunuh lebih dulu!" bentak ketua palsu itu.
"Hemm, biar engkau membunuhnya juga bagaimana engkau akan dapat lolos dari sini?" Tiong Li balas menggertak. Diam-diam mendengar lapat-lapat suara para anggauta Ceng-liong-pang yang mengejar menuju tempat itu.
"Aku punya usul. Bagaimana kalau engkau membebaskan dia sedangkan aku membebaskanmu, membiarkan engkau keluar dari sini dan melarikan diri?"
Ketua palsu itu memang menghendaki demikian. "Bagaimana aku dapat percaya kepadamu?" bentaknya.
"Aku Tan Tiong Li bukan orang yang suka melanggar janji. Aku bersumpah tidak akan mengganggumu dan membiarkan engkau keluar dari sini kalau engkau membebaskan tawanan itu! Kalau engkau tidak percaya dan tidak mau, silakan lakukan apa saja akan tetapi jangan harap dapat lolos dari tanganku!"
Gertakan ini mengenai sasaran. "Baik, aku akan membebaskan dia dan minggirlah!"
Tiong Li minggir memberi jalan kepada orang itu yang segera meloncat melewati Tiong Li dan berlari keluar terowongan gua. Tiong Li tidak memperdulikannya lagi karena dia percaya bahwa ketua palsu itu tentu akan bertemu dengan para anggauta Ceng-liong-pang yang melakukan pengejaran dan sudah tiba di depan gua!
Dia lalu meloncat ke dekat orang yang terbelenggu itu. "Apakah engkau ini pangcu Gui Kong Sek yang aseli?"
Orang itu mengangguk lemah. "Benar, dan orang tadi adalah seorang kaki tangan Bangsa Kin yang menyamar sebagai diriku, ketika aku bersamadhi disini, tiba-tiba aku diserang dan ditotok sehingga tidak berdaya."
Tiong Li lalu membebaskan kaki tangan orang itu dan mengajaknya keluar. Mereka mendengarkan suara ribut-ribut di luar gua. "Aku adalah ketua kalian! Kalian mau apa? Apakah hendak berkhianat kepadaku? Apakah kalian semua minta mati?"
Tiba-tiba Gui Kong Sek yang aseli meloncat ke depan. "Jangan percaya, dia pembohong, dan dia menyamar sebagai aku. Akulah Gui Kong Sek yang aseli, yang selama ini dia tahan, di dalam gua!"
Semua orang terkejut melihat ada dua Gui Kong Sek, akan tetapi mereka semua percaya kepada Gui Kong Sek yang pakaiannya kumal dan kurus ini, maka segera mereka mengepung Gui Kong Sek yang palsu. Orang itu menggunakan pedangnya mengamuk, akan tetapi dia di keroyok dan kini Gui Kong Sek yang aseli juga sudah menerima sebatang pedang dari anak buahnya dan dengan sengit ikut menyerang.
Tiong Li hanya menonton saja. Dia sudah bersumpah tidak akan mengganggu Gui Kong Sek palsu itu, dan dia sudah memperhitungkan bahwa ketua palsu Itu tidak akan dapat meloloskan diri karena para anggauta Ceng-liong-pang sudah tiba di depan gua. Perhitungannya tepat sekali dan kini ketua palsu itu di keroyok oleh banyak sekali anggauta Ceng-liong-pang yang membantu ketuanya yang aseli.
Biarpun ketua palsu itu cukup lihai, akan tetapi kini dia menghadapi ketua aseli yang juga hebat Ilmu pedangnya, ditambah lagi pengeroyokan puluhan orang anggauta Ceng-Iiong-pang. Akhirnya diapun roboh dan menjadi sasaran puluhan batang senjata tajam sehingga tubuhnya hancur lebur.
Tiong Li hendak mencegah akan tetapi sudah terlambat. Dia hanya menyatakan penyesalannya kepada Gui Kong Sek ketua Ceng-liong-pang. "Sayang sekali, kalau dia ditangkap hidup-hidup tentu kita dapat bertanya siapa dalang semua ini?"
"Maafkan kami, taihiap. Kami tidak lagi dapat menahan kemarahan."
"Sudahlah, sekarang pangcu mempunyai tugas baru yang amat berat dan penting, yaitu membersihkan nama Ceng-liong-pang yang sudah terlanjur buruk di mata para pejuang."
Setelah itu Tiong Li berpamit dan diantar sampai keluar dari daerah Ceng Iiong-pang oleh ketuanya dan para anggautanya yang berterima kasih sekali. Kalau tidak ada pertolongan pemuda perkasa itu tentu Ceng-liong-pang terlanjur menjadi sebuah perkumpulan yang menyimpang dan menyeleweng!
Tiong Li melanjutkan perjalanannya, hatinya diliputi kekhawatiran melihat betapa pihak Bangsa Kin agaknya berusaha benar-benar untuk bersama Perdana Menteri Jin Kui menumpas para patriot pejuang.
********************
Ban-tok Sian li Souw Hian Li tinggal di Lembah Maut, sebuah lembah yang curam dan berbahaya di tepi Sungai Yang-ce, Karena tempat itu memang merupakan perbukitan dengan lembahnya yang curam dan banyak terdapat jurang, berbahaya sekali, maka disebut Lembah Maut. Di tempat berbahaya ini Ban-tok Sian-li mempunyai sebuah rumah gedung yang megah, tinggal di situ bersama muridnya, The Siang Hwi dan beberapa orang pembantu wanita.
Di sekeliling rumahnya terdapat pondok-pondok mungil dan ini merupakan tempat tinggal anak buahnya yang berjumlah sekitar tiga puluh orang. Para anggauta itu, yang juga merupakan murid-murid yang dilatih oleh The Siang Hwi yang mewakili gurunya, adalah wanita yang berusia dari dua puluh sampai tiga puluh tahun.
Biarpun namanya Lembah Maut, akan tetapi tempat ini mempunyai bagian yang subur sekali sehingga mereka dapat bercocok tanam di tanah subur itu. Ada pula yang setiap hari mencari ikan di Sungai Yang-ce.
Pada suatu hari, setelah mandi Siang Hwi bertemu dengan gurunya di beranda depan, Ban-tok Sian-li Souw Hian Li sepagi itu juga sudah mandi dan namрàk segar sehingga Siang Hwi menjadi kagum. Gurunya itu nampak selalu tetap muda, pantas menjadi kakaknya yang hanya berbeda satu dua tahun. Pada hal, gurunya itu sepuluh atau sebelas tahun lebih tua darinya.
"Selamat pagi, subo."
"Selamat pagi, Siang Hwi. Kenapa engkau kelihatan wajahnya agak pucat dan muram?"
"Semalam aku kurang tidur, subo. Aku mendapatkan mimpi buruk sekali membuat aku sukar tidur."
Gurunya tersenyum. "Ihh, seperti anak kecil saja engkau, Siang Hwi. Kenapa mimpi saja dipikirkan sampai tidak dapat tidur?"
"Entahlah," subo. Akan tetapi sungguh mimpi itu membuat teecu tidak dapat tidur dan hati merasa gelisah. Sungai Yang-ce meluap dan airnya sampai menghanyutkan semua yang berada di sini!"
Senyum Ban-tok Sian-li semakin melebar. "Anak bodoh! Mana mungkin air Sungai Yang-ce dapat naik ke lembah ini? Andaikata benar terjadi banjir, tidak mungkin air sungai dapat naik ke tempat yang tinggi ini!"
Baru saja percakapan mereka sampai ke situ, tiba-tiba terdengar suara hiruk plkuk dan sorak sorai. Seluruh anak buah Lembah Maut menjadi gempar karena tiba-tiba sekali tempat itu sudah diserbu oleh pasukan yang besar jumlahnya! Tidak kurang dari seratus orang perajurit Kerajaan Sung menyerbu tempat itu, dan tanpa banyak cakap lagi telah menyerang.
Siang Hwi dan Ban-tok Sian-li серat berlari keluar sambil membawa pedang dan mereka segera disambut oleh Kui To Cin-jin dan Tang Boa Lu Si Muka Tengkorak! Segera terjadi pertempuran hebat antara Ban-tok Sfan-li dan Tang Boa Lu, sedangkan The Siang Hwi sudah bertanding melawan Kui To Cin-jin yang bersenjatakan rantai baja.
"Tangkap pemberontak!"
"Hancurkan mereka!"
Teriakan-teriakan itu terdengar dan Ban-tok Sian-li tidak merasa perlu untuk bertanya lagi. Memang ia kini bersimpati kepada para pejuang dan semenjak peristiwa di kota raja, yaitu tewasnya An Kiong hartawan di kota raja yang dibelanya itu, la sudah dianggap sebagai pemberontak pula. Maka, iapun mengamuk dan mengerahkan seluruh kepandaiannya untuk merobohkan lawan. Akan tetapi lawannya, Si Muka Tengkorak, merupakan lawan yang setingkat dengannya sehingga pertandingan itu menjadi amat seru.
Sementara itu, para anggauta pasukan Kerajaan Sung ketika mendapat kenyataan bahwa lawan mereka semua adalah wanita yang rata-rata masih muda dan cantik, mereka merasa gembira sekali dan berusaha keras untuk menangkap mereka hidup-hidup. Karena jumlah mereka seratus orang lebih sehingga jauh lebih besar dari pada jumlah anak buah Lembah Maut yang hanya tiga puluh orang, maka dengan cepat mereka dapat mendesak lawan.
The Siang Hwi yang mendapatkan lawan Kui To Cin-jin, merasa kewalahan. Orang yang berjubah seperti pendeta dan bersenjata rantai baja ini memang lihai bukan main. Mukanya yang seperti tikus, kini tersenyum dan Jenggotnya yang panjang bergoyang-goyang. Biarpun tubuhnya tinggi kurus, namun rantai yang menyambar-nyambar dengan amat kuat dan setiap kali bertemu dengan pedangnya, Siang Hwi merasa betapa telaрak tangannya panas dan tergetar hebat. Setelah lewat lima puluh jurus, Siang Hwi sudah tidak kuat bertahan lagi.
"Trangggg!"
Dengan keras sekali pedangnya bertemu rantai baja dan pedang itu terlepas dari pegangannya dan sebelum sempat menghindar, sebuah tendangan membuat ia terpelanting dan sebuah totokan menyusul, membuat ia ti dak mampu bergerak lagi. Pada saat itu, sebagian besar anak buah Lembah Maut juga sudah tertawan dan ada pula beberapa orang yang terluka parah dan tewas. Akan tetapi lebih banyak yang tertawan hidup-hidup.
Melihat keadaan yang tidak menguntungkan ini, Ban-tok Sian-li memutar pedangnya dengan kecepatan hebat dan ia dapat membuat lawannya terpaksa mundur. Kesempatan ini ia pergunakan untuk meloncat jauh ke belakang dan Ban-tok Sian-li melarikan diri. la tidak ingin tertangkap atau terbunuh pula karena maklum bahwa pihaknya sudah menderita kekalahan.
Akhirnya semua anggauta Lembah Maut telah kalah. Duapuluh orang tertawan hidup-hidup dan mereka itu berada dalam rangkulan para perajurit yang tertawa-tawa penuh kemenangan. Kui To Cin-jin menawan Siang Hwi karena dia tahu bahwa muridnya, mendiang Jin Kiat pernah tergila-gila kepada gadis ini dan seolah gadis ini yang patut dimintai pertanggungan jawab. Maka dia bermaksud membawanya kepada Perdana Menteri Jin Kui untuk diadili karena gurunya dapat melarikan diri. Sarang itu lalu dirampok habis-habisan, kemudian rumah gedung dan semua pondok yang mengelilinginya dibakar oleh pasukan itu.
Kui To Cin-jin tidak memperdulikan nasib para anggauta Lembah Maut. Dia menyerahkan mereka kepada anak buahnya yang bagaikan segerombolan serigala yang haus darah lalu mempermainkan dan memperkosa mereka sampai puas dan merekapun di tinggalkan mati di tempat itu. Melihat ini, Tang Boa Lu Si Muka Tengkorak juga tidak perduli sama sekali.
The Siang Hwi yang melihat ini merasa sakit sekali hatinya dan diam-diam ia bersumpah bahwa kelak ia akan berusaha untuk membalas sakit hati ini kepada dalangnya yang ia duga bukan, lain adalah Perdana Menteri Jin Kui, Akan tetapi pada saat itu ia tidak berdaya sama sekali, menjadi tawanan Kui To Cin-jin.
la memang tidak diganggu dan Kui To Cin jin melarang para perajurit mengganggunya karena ia hendak diserahkan kepada Perdana Menteri Jin Kui untuk diadili, akan tetapi ia di ikat kedua tangannya dan dinaikkan kuda di depan Kui To Cin-jin, ditelungkupkan melintang di atas punggung kuda.
Kui To Cin-jin dan Tang Boa Lu menunggang kuda di depan pasukan itu. Mereka berdua merasa gembira karena telah berhasil membasmi para pemberontak di Lembah Maut. Perdana Menteri Jin Kui memerintahkan jagoannya yang diandalkan, yaitu Kui To Cin-jin untuk memimpin penyerangan itu, dan mengingat bahwa Bantok Sian-li amat lihai, maka dia minta agar Tang Boa Lu Si Muka Tengkorak membantunya. Dan ternyata mereka berhasil. Biarpun Ban-tok Sian-li dapat melarikan diri, akan tetapi muridnya dapat ditangkap dan semua anak buahnya dibasmi habis!
Dua orang jagoan ini sama sekali tidak tahu bahwa ketika mereka tiba di sebuah jalan sunyi dan berpapasan dengan seorang pria muda yang memakai caping dan menutupi mukanya dengan caping, pria muda itu lalu membayangi mereka dari belakang. Tidak menyangka sama sekali bahwa pria muda itu adalah orang yang selama ini mereka cari-cari, yaitu Tan Tiong Li.
Tan Tiong Li sedang dalam perjalanan mencari puteri Sung Hiang Bwee yang terculik orang dan dibawa ke daerah Kin, dan baru saja dia meninggalkan Ceng-liong-pang ketika dia dari jauh melihat rombongan pasukan itu. Dia menutupi mukanya dengan caping dan betapa kagetnya ketika ia melihat The Siang Hwi rebah melintang di atas kuda yang ditunggangi oleh Kui To Cin-jin!
Tahulah dia bahwa gadis itu ditawan, maka dia lalu membayangi dengan cepat. Bahkan tanpa mereka ketahui, dengan mengambil jalan pintas dia mendahului mereka dan naik ke atas pohon tepi jalan. Dia sudah memperhitungkan dengan cermat sekali, maka ketika rombongan itu lewat, dan tepat ketika kuda yang ditunggangi Kui To Cin-jin berada di bawah pohon, pemuda itu lalu melayang turun. Bagaikan seekor burung garuda yang besar dia menyambar tubuh Siang Hwi dari atas kuda Kui To Cin-jin, tanpa pendeta itu dapat menghalangi karena gerakan dengan ilmu Jouw-sang-hui itu cepat bukan main dan tahu-tahu Siang Hwi telah berada dalam pondongannya!
Ketika melihat siapa orangnya yang merampas gadis tawanannya itu, Kui To Cin-jin terkejut sekali dan cepat dia berteriak, "Tangkap orang itu...!"
Tang Boa Lu yang lebih dulu dapat mengejar dengan loncatannya, akan tetapi Tiong Li yang sudah membebaskan ikatan tangan gadis itu, membalik dan melontarkan pukulan Thai-lek Kim-kong- jiu kepada Si Muka Tengkorak. Tang Boa Lu terkejut dan menangkis dengan pengerahan tenaga.
"Desssss...!" Dua tenaga sinkang yang kuat itu bertemu di udara dan akibatnya Si Muka Tengkorak hampir terpelanting!
"Mari kita pergi!" kata Tiong Li sambil menggandeng tangan Siang Hwi dan membawanya loncat jauh.
Melihat ketangguhan pemuda itu, Si Muka Tengkorak menjadi jerih kalau harus melawan sendiri, sedangkan yang lain-lain masih belum cukup kepandaian mereka untuk dapat melakukan pengejaran.
Terpaksa Kui To Cin-jin hanya dapat menyumpah-nyumpah dan mengajak mereka melakukan pengejaran. Akan tetapi semua usaha itu sia-sia belaka. Yang dikejar sudah lenyap entah ke mana. Dengan uring-uringan Kui To Cin-jin terpaksa mengajak mereka kembali ke kota raja, melapor kepada Perdana Menteri Jin Kui bahwa usaha pembasmian ke Lembah Maut sudah berhasil baik akan tetapi Ban-tok Sian-li dan muridnya telah berhasil melarikan diri.
********************
Tiong Li berhenti berlari dan memandang kepada Siang Hwi yang terengah engah kelelahan karena dipaksa melarikan diri dengan cepat sekali itu. Dia melihat wajah gadis itu pucat dan wajahnya yang cantik jelita itu diliputi kedukaan besar.
"Hwi-moi..." tegurnya sambil memandang kepada gadis itu dengan penuh iba.
"Li-koko...!" Dan tiba-tiba saja gadis itu menangis.
Tiong Li terkejut dan merangkulnya, "Hwi-moi, ada apakah...?"
Siang Hwi menangis di dada pemuda itu, lupa bahwa ia telah berada dalam pelukan orang. la hanya ingin menumpahkan semua kedukaan pada saat itu dan baginya dada pemuda itu merupakan tempat bersandar yang sentausa dan aman.
Karena maklum bahwa gadis itu baru saja mengalami hal yang hebat dan mungkin mendukakan, Tiong Li mendiamkan saja menangis, bahkan menahan dirinya untuk tidak bertanya tentang gurunya yang tidak nampak. Setelah tangis itu mereda, barulah Siang Hwi sadar bahwa ia berada dalam pelukan Tiong Li. la menjauhkan diri, melihat betapa baju bagian dada Tiong Li sudah basah air matanya.
"Ah, maaf, koko, bajumu menjadi basah..." katanya tersipu.
"Tidak mengapa, Hwi-moi. Sekarang ceritakan, apa yang telah terjadi denganmu dan bagaimana engkau sampai tertawan oleh orang-orangnya Perdana Menteri Jin Kui itu?"
"Tempat kami telah diserang pasukan tadi, koko. Semua anak buah telah... dibunuh..." la tidak sampai hati menceritakan betapa semua anak buah itu dihina dan diperkosa sebelum di bunuh.
"Ah, dan di mana subomu?"
"Subo dapat melarikan diri akan tetapi aku tertawan. Tempat kami diramроk dan dibakar habis. Aku... ah, entah apa yang akan terjadi dengan diriku kalau saja tidak ada engkau yang menolongku, koko. Aku berterima kasih kepadamu..."
"Hussh, tidak perlu bicara tentang terima kasih. Sudah selayaknya kita saling bantu. Dahulupun kalau bukan engkau yang menolong, aku sudah lama mati di tangan subomu. Sekarang, bagaimana, Hwi-moi? Apa yang akan kau lakukan?"
Siang Hwi menghela napas panjang dan memandang pemuda itu dengan memelas. "Aku tidak tahu, koko. Aku sudah tidak mempunyai siapa-siapa lagi. Tempat sudah dibakar, subo juga entah pergi ke mana. Aku tidak tahu ke mana harus pergi dan apa yang harus kulakukan," katanya bingung.
"Kalau engkau hendak mencari subomu, mari kutemani dan kubantu mencarinya."
"Kemana kita harus mencarinya? la melarikan diri dan kami berdua tentu kini menjadi buruan pemerintah. Ke manapun kita pergi tentu akan diburu dan kalau ketahuan akan ditangkap. Aih koko, aku tidak mengira sekali... nasibku akan menjadi begini."
"Sudahlah, moi-moi. Bagaimana kalau engkau kembali kepada keluargamu? Aku akan mengantarmu ke sana."
Gadis itu memejamkan matanya dan kembali beberapa butir air mata mengalir keluar dan cepat dihapusnya. "Li koko, aku sudah tidak mempunyai keluarga, sudah tidak mempunyai orang tua. Aku hidup sebatang kara di dunia ini, tadinya aku hanya mempunyai subo, akan tetapi sekarang..." Gadis itu memandang sedih sekali.
Tiong Li memegang kedua lengan gadis itu. "Besarkan hatimu, Hwi-moi, Ketahuilah bahwa aku sendiri juga seorang yatim piatu yang tidak mempunyai siapa-siapa lagi, kita sama-sama sebatang kara akan tetapi... bukankah kita ini sekarang saling... memiliki? Aku akan membantumu dalam segala hal, dan akan melindungimu, kalau perlu dengan taruhan nyawaku, Hwi-moi..."
"Li-koko... engkau begini baik. Sejak dahulu engkau amat baik kepadaku. Kenapa engkau begini baik kepada ku, koko? Bahkan subo yang biasanya baik kepadaku meninggalkan aku ketika aku tertawan. Akan tetapi engkau... ah, mengapa engkau begini baik kepadaku?"
"Mengapa? Aku sejak pertama kali bertemu sudah amat tertarik kepadamu, Hwi-moi, tertarik karena kebaikan hatimu ketika engkau mencegah subomu untuk membunuhku. Aku sudah suka sekali kepadamu dan aku... ah, aku cinta padamu, Hwi-moi. Tidak terasakah olehmu?"
Tiba-tiba Siang Hwi menundukkan mukanya yang menjadi merah sekali. "Aku... aku merasakan itu, koko."
"Dan bagaimana dengan perasaan hatimu, Hwi moi? Bagaimana perasaan hati mu terhadap aku?"
Sampai lama Siang Hwi tidak mampu menjawab. Bagaimana seorang gadis dapat membuka rahasia hatinya begitu saja? la merasa tersipu dan malu sekali. "Koko, aku... aku hanya pasrah kepadamu. Aku... kalau engkau tidak berkeberatan, aku akan ikut denganmu ke manapun engkau pergi. Aku akan membantumu sekuat kemampuanku dan aku... aku akan setia kepadamu."
Tiong Li merasa gembira sekali dan berbesar hati. "Akan tetapi bagaimana kalau kita bertemu lagi dengan subomu? Engkau akan meninggalkan aku dan ikut lagi kepada subomu?"
"Tidak! Subo telah meninggalkan aku ketika aku tertawan. Aku tidak lagi mau ikut subo. Aku ingin ikut engkau, koko!"
"Hanya ikut saja? Sebagai apa?"
"Terserah kepadamu, aku hanya menurut. Sebagai muridmu, atau sebagai pelayanmu, aku tidak akan menolak."
Tiong Li merasa terharu sekali dan tlba-tiba dia merangkul lagi gadis itu. Dikecupnya kening yang halus itu dan dia berbisik, "Bagaimana kalau engkau ikut denganku sebagai... tunanganku, sebagai kekasihku, sebagai calon isteriku? Aku cinta padamu, Hwi-moi."
Dengan tersipu Siang Hwi menyembunyikan mukanya di dada pemuda itu. "Sudah kukatakan aku pasrah dan menurut saja semua keinginanmu, koko."
"Akan tetapi, cintakah engkau kepadaku?" Tiong Li mencium rambut kepala yang bersandar di dadanya itu.
Siang Hwi tidak menjawab, akan tetapi Tiong Li merasa dengan dadanya betapa kepala itu mengangguk-angguk! Dan itu sudah cukup baginya. Hatinya merasa demikian besar dan gembira. Dia menangkap tubuh itu, lalu dilemparkannya ke atas, ditangkap dan dilemparkan lagi.
Siang Hwi terkekeh dan menjerit-jerit kecil, akan tetapi Tiong Li tetap melambungkannya ke atas dan menangkapnya lagi seperti sebuah bola. Siang Hwi lalu mengerahkan tubuhnya sehingga berat. Akan tetapi Tiong Li dapat menangkapnya dan ketika melambungkannya lagi gadis itu menggunakan ginkangnya untuk meloncat dan berjungkir balik sehingga ketika ia turun kepalanya terlebih dulu. la menjulurkan kedua tangannya untuk menangkis tangkapan kekasihnya sambil terkekeh. Tiong Li menerimanya dan merangkul, memondongnya seperti anak kecil dan mengecup kedua pipinya.
"Aih, engkau nakal, Li-ko!" Siang Hwi berkata, akan tetapi ia merangkulkan lengannya ke leher pemuda itu.
Demikianlah, kedua orang muda itu bermain-main dan bermesraan dengan hati penuh kasih sayang...