Kim-kauw-pang Pouw In Tiong meringis dan merangkak, berusaha utuk bangun. Melihat ini, Kim-bwe-eng Lok menjadi marah sekali. Melihat wakilnya dirobohkan tamu, tanpa alasan dia merasa terhina dan dia pun sudah bangkit berdiri.
"Orang muda she Can, engkau sungguh keterlaluan. Karena tamu sudah melakukan pelanggaran, aku sebagai tuan rumah terpaksa harus memberi hajaran!"
Dia sudah melolos senjatanya yang ampuh, yaitu sebatang golok yang gagangnya dipasangi rantai besi yang panjangnya ada dua meter, rantai yang tadinya melilit pinggangnya. Juga dia memasang¬kan sabuk tempat penyimpanan belasan batang pisaunya. Ketua ini dijuluki Kim bwe-eng (Garuda Ekor Emas) karena dia pandai mempergunakan senjata rahasia pisau terbang yang bentuknya seperti empat ekor burung dan berwarna merah.
Pisau-pisau itu disimpan di sabuk dan dapat pergunakan setiap saat dan kabarnya, ketua ini memiliki kepandaian yang didisebut Pek-pouw-coan-yang (dalam jarak seratus kaki mengenai sasaran), bahkan ada yang bilang bahwa sambitan pisau terbang dari ketua ini tidak pernah tidak mengenai sasaran!
Dengan sikap tenang, Hong San sudah siap menghadapi lawan ke dua yang dia tahu tentu lebih kuat itu. Akan tetapi, sebelum Kim-bwe-eng Gan Lok menghampiri lawan yang berdiri di tengah ruangan, tiba-tiba muncul tiga orang diambang pintu dan seorang di antara mereka berseru,
"Tidak perlu Gan Pan (Ketua Gan) sendiri yang turun tangan. Biarkan kami memberi hajaran kepada bocah sombong yang masih berhutang pukulan kepada kami!"
"Baik, Kim-bwe Sam-houw, kalau kalian hendak mewakili aku menghajar bocah kurang ajar ini, silakan!" kata Sang Ketua yang duduk kembali.
Hong San menengok dan melihat tiga orang berpakaian kuning yang pernah ditemuinya di rumah makan Ho-tin, tersenyum. "Wah, kiranya tiga ekor lalat dari rumah makan telah terbang pula sini?"
Mendengar ini, terdengar suara ledakan-ledakan cambuk dan tiga orang telah mencabut senjata cambuk mereka dan mereka kini menghadapi Hong San. Mereka adalah Kim-bwe Sam-houw Siong-an, tiga orang jagoan yang biasa menjadi anak buah sewaan dari Can Taijin. Seorang di antara mereka, yang termuda dan bernama Loa Pin berusia tiga puluh lima tahun, sudah membentak marah.
"Orang muda yang sombong! Di rumah makan engkau telah menghina kami dan sekarang engkau berani membuat kacau sini? Engkau sungguh sudah bosan hidup!" katanya dengan suara lantang.
"Hemmm, perlu dibuktikan dulu siapa yang sombong dan siapa yang menghina orang. Di rumah makan, kalian sudah memperlihatkan tingkah sombong dan kurang ajar terhadap Nona Bu yang duduk di sana itu! Dan sekarang mendengar nama julukanmu, kembali kalian bersikap sombong terhadap Ketua Gan. Kalian berani menggunakan julukan Kim-bwe-houw (Harimau Ekor Emas). Nah, siapa yang sombong sekarang? Akan tetapi tidak mengapalah. Kalau kalian hendak bertiga mengeroyok aku, aku pun tidak gentar sama sekali!"
Semua orang terkejut, kecuali Giok Cu tentu saja. Semua orang tahu siapa adanya Kim-bwe Sam-houw dari Siong-ini. Mereka adalah tiga jagoan yang lihai, yang menjadi orang-orang kepercayaan Cang Tai-jin kepala daerah Siog-an. Tiga orang jagoan inilah yang menjadi utusan Cang Tai-jin kalau mengadakan hubungan dengan persekutuan mereka. Kim-bwe Sam-houw diutus oleh Cang Tai-jin untuk mencari keterangan kesitu ketika tadi mendengar bahwa usaha mereka untuk merampok Liu Taijin itu mengalami kegagalan.
Diam-diam Cang Tai-jin mengadakan hubungan kerjasama dengan gerombolan pemberontak, biarpun pembesar itu sama sekali bukan seorang yang berjiwa patriot atau menderita karena melihat kehidupan rakyat yang sengsara tertindas oleh pemerintah yang mengerahkan tenaga rakyat untuk menjadi pekerja pembuat Terusan Besar. Sama sekali tidak, bahkan sebaliknya malah. Dia yang mendapat tugas untuk mengumpulkan tenaga, bahkan memeras rakyat.
Biaya yang datang dari kotaraja masuk ke dalam gudang uangnya sendiri, sedangkan dengan kekuasanya, dia memaksa rakyat untuk menjadi pekerja paksa tanpa dibayar! Tidak, kala dia bersekutu dengan perkumpulan yang menamakan diri pejuang yang disebut Pauw-beng-pang (Perkumpulan Penjaga rakyat) itu, adalah karena dia melihat keuntungan-keuntungan di sana. Dia pun diam-diam menjadi sekutu perkumpulan itu. Kalau perkumpulan itu berhasil kelak sehingga dapat merebut kekuasaan, dia tentu akan kebagian kedudukan tinggi sebagai sekutu!
Andaikata gagal pun, dia sudah mendapat keuntungan karena lain kedudukannya sekarang tidak akan diganggu, juga dia masih memperoleh bagian kalau terjadi perampokan harta para pembesar dan hartawan seperti mereka rencanakan bersama tadi. Dia menyogok Liu Taijin dengan maksud agar mendapatkan laporan baik ke atasan di kota raja, dan diam-diam dia menghubungi Pouw-beng-pang agar harta itu dirampok dan tentu dia pun akan memperoleh bagian.
Diam-diam Giok Cu mengerutkan alisnya dan merasa heran melihat munculnya tiga orang dari Siong-an ini. Dari sikap mereka ketika berada di rumah makan, yaitu selagi mereka marah-marah dan hendak menyerang Hong San, mereka seperti mati kutu dan tidak berani ribut-ribut karena ruangan restoran akan dipergunakan oleh Cang Tai-jin, ia sudah menduga bahwa tiga orang jagoan takut atau setidaknya segan kepada pembesar-pembesar itu.
Akan tetapi bagaimana sekarang tahu-tahu mereka memiliki hubungan baik dengan para pemberontak yang memusuhi para pembesar? Apakah tiga orang jagoan memang merupakan mata-mata pihak pemberontak untuk menyelidiki keadaan para pembesar di kota-kota? Akan tetapi ia pun diam saja dan hanya menonton.
Kini ia pun sudah dapat melihat betapa lihainya Can Hong San dan diam-diam, merasa kagum. Pemuda itu selain me miliki kepandaian tinggi, juga amat tabah dan berani. Di dalam sarang gerombolan yang demikian kuatnya, di mana tidak saja terdapat banyak orang pandai, akan tetapi juga memiliki anak buah yang amat banyak.
Kalau mereka itu mengerahkan orang-orangnya melakukan pengeroyokan, sungguh amat berbahaya bagi keselamatan Hong San. Akan tetapi, Hong San kelihatan tenang saja, bahkan gembira seolah-olah dia sudah merasa yakin akan hasil baik akibat ulahnya itu.
Kini pemuda itu berhadapan dengan Kim-bwe Sam-houw, dan Giok Cu diam-diam ingin sekali melihat bagaimana kelanjutan ulah pemuda itu. Sekali ini, setelah tadi menyaksikan kelihaian Hong San, diam-diam ia memperhitungkan bahwa walaupun tiga orang itu juga merupakan lawan berat, namun jelas bahwa pemuda itu akan mampu membela diri dengan baik dan bukan tidak mungkin akan dapat mengalahkan tiga orang lainnya itu pula.
Semua orang merasa terkejut dan juga penasaran mendengar pemuda itu menantang Kim-bwe Sam-houw untuk maju mengeroyoknya, walaupun mereka itu banyak yang merasa kagum kepada Hong San. Semua orang tahu bahwa tingkat kepandaian Kim-bwe Sam-houw itu masing-masing tidak jauh bedanya dengan tingkat kepandaian wakil ketua yang tadi kalah. Kalau mereka maju bersama, arti merupakan lawan yang tiga lebih berat daripada Kim-kauw-pang Pouw In Tiong!
Kim-bwe Sam-houw juga merupa orang-orang yang angkuh dan tinggi hati terlalu menghargai diri sendiri terlampau tinggi hati sehingga biasanya mereka memandang rendah kepada orang lain. Karena merasa diri sudah jarang ada yang dapat melawan itu, mereka pun ham pir tidak pernah maju bersama. Seorang saja dari mereka sudah jarang menemukan tanding. Akan tetapi, tadi ketika mereka datang, mereka sempat melihat betapa wakil ketua Pouw-beng-pang kalah oleh pemuda itu.
Maka, tentu mereka pun merasa gentar kalau harus maju seorang demi seorang. Kini, mendengar pemuda itu menantang mereka untuk maju bersama mengeroyok tentu saja mereka menjadi girang. Mereka tidak perlu merasa kehilangan muka sekarang kalau maju bersama, karena mereka ditantang!
"Bagus! Orang muda yang sombong memang agaknya sudah nasibmu untuk mampus di tangan kami. Kami menerima tantanganmu untuk maju bersama..." Sambil berkata demikian, Thio Kwan, orang tertua dari mereka sudah menggerakkan cambuknya ke atas kepala, diikuti pula oleh dua orang temannya.
"Tar-tarrr-tarrrrr...!" Suara cambuk meledak-ledak diudara dan nampak asap mengepul!
Tiga orang yang berpakaian serba kuning itu sudah berpencar mengepung Hong San dari tiga penjuru, cambuk mereka meledak-ledak diatas, seperti tiga ekor singa yang siap menubruk domba yang berada di dalam kepungan mereka. Agaknya mereka seperti mengambil ancang-ancang untuk berlumba, siapa yang lebih dulu merobohkan lawan.
Hong San bersikap tenang namun penuh kewaspadaan. Dia berdiri tegak, sama sekali tidak tegang dan bahkan melemaskan seluruh tubuhnya, namun setiap lembar syarafnya siap menghadapi serangan dari mana pun datangnya. Pedang di tangan kanan dan suling di tangan kiri seolah-olah tak terasa lagi oleh kedua tangannya, seolah-olah kedua senjata itu telah menjadi bagian dari tangan. Tenaga sakti berputar-putar dalam pusarnya, siap dikirim ke mana saja bagian tubuh membutuhkan.
Tiba-tiba ada sinar emas menyambar dari arah kiri, menyambar bagaikan kilat dari angkasa, mengarah kepala Hong San. Pemuda yang sudah siap siaga memiringkan tubuhnya dan cambuknya menyambar tanpa suara itu memecut lewat. Akan tetapi segera disusul menyambarnya cambuk dari kanan dan dari depan. Namun, dengan gerakan yang amat gesit, Hong San dapat mengelak dari sambaran dua batang cambuk itu.
Sebelum dia sempat berbuat sesuatu untuk membalas, cambuk pertama sudah menyambar lagi dan kini, tiga batang cambuk itu sambung-menyambung, menyerang bertubi-tubi tanpa memberi kesempatan kepada Hong San untuk membalas sama sekali! Hong San mempergunakan kesigapannya, dengan dasar gin- kang (ilmu meringankan tubuh) yang tinggi, tubuhnya lenyap menjadi bayangan yang berkelebatan di antara tiga gulungan sinar cambuk.
Diam-diam dia terkejut juga. Kiranya setelah bekerja sama, tiga batang cambuk ini amat berbahaya, kalau dilanjutkan begini, dia selalu akan diserang dan tidak ada kesempatan lagi untuk membalas. Namun, Hong San adalah seorang yang amat cerdik. Sebentar saja dia sudah mendapat akal bagaimana agar dia dapat terlepas dari kepungan sinar cambuk itu. Dia melihat bahwa cambuk-cambuk itu hanya menyerang secara bergiliran dan dia tahu mengapa demikian.
Kalau tiga batang cambuk yang panjang itu menyerang secara berbarengan ada bahayanya ujung cambuk-cambuk itu akan saling bertemu, bahkan saling belit sehingga akan merugikan mereka sendiri. Jelaslah bahwa kalau yang satu menyerang, yang dua lainnya hanya bersiap untuk menyusulkan serangan berikutnya andaikata serangan pertama itu dapat dielakkan oleh lawan. Dan ke mana pun Hong San mengelak, selalu dalam pengawasan dua orang yang lain agar dapat menyusulkan serangan berikutnya yang tepat.
Mula-mula Hong San mencoba untuk menggunakan pedangnya menangkis serangan dengan maksud membabat putus cambuk lawan. Akan tetapi, usahanya bukan saja gagal karena cambuk itu terbuat dari bahan yang kuat dan lembek tidak mungkin dibabat putus, bahkan hampir saja pedangnya terampas karena ujung cambuk, bagaikan ekor ular, telah membelit pedang itu dan baru setelah sulingnya digerakkan menghantam kearah cambuk, pedangnya dapat terbebas. Melihat betapa jalan satu-satunya hanyalah bahwa dia harus balas menyerang seketika, Hong San lalu mengubah siasatnya.
Begitu ada cambuk dari depan menyambar, Hong San bukan hanya mengelak melainkan meloncat dengan kecepatan kilat, tubuhnya mencelat ke atas dengan gerak tipu jurus ilmu silat Koai liong-kun (Silat Naga Siluman), tubuh yang mencelat ke atas itu tahu-tahu membalik dan menyerang kearah Loa Pin yang berdiri di sebelah kirinya. Loa Pin terkejut karena pada saat itu, yang mendapat giliran menyerang sesudah Thio wan adalah Cio Ban Hok yang berada di kanan.
Disangkanya bahwa tadi pemuda itu meloncat ke atas untuk mengelak, akan tetapi siapa kira tiba-tiba suah menyerang kepadanya. Pada saat itu , cambuk di tangan Cio Ban Hok memang sudah meledak dan menyerang, akan tetapi ujung cambuk itu dapat tertangkis pedang Hong San, sedangkan sulingnya tetap menyerang dengan hebatnya ke arah kepala Loa Pin. Loa Pin tidak sempat menggerakkan senjatanya yang panjang, maka dia cepat pelempar tubuhnya ke samping untuk menghindarkan serangan suling.
"Plakkkkk!" tetap saja suling itu sempat menghantam pangkal lengan kirinya dan dia pun roboh terbanting, lalu bergulingan dan ketika dia meloncat bangkit, dia merasa lengan kirinya nyeri bukan main dan sukar digerakkan!
Hong San juga sudah turun, dan pada saat itu, kembali cambuk dari Thio Kwan sudah menyambar ke arah kepalanya dengan amat cepat dan kuatnya. Seperti siasat yang berhasil tadi, Hong San menggunakan suling di tangan kirinya untuk menangkis, akan tetapi pada saat sulingnya dilibat ujung cambuk, sudah membalik dan secepat kilat menyerang Cio Ban Hok dengan pedangnya. Pedang menyambar ke arah leher dengan tusukan yang dahsyat.
Cio Ban Hok kejut, dia yang sedang menanti saat untuk menyambung serangan Thio Kwan tiba-tiba berhadapan dengan tusukan pedang yang mengarah tenggorokannya. Cepat dia menggeser tubuh ke samping dan pergelangan tangannya sudah siap menggerakkan cambuk. Sementara dia belum mampu menyerang karena lawan terlampau dekat. Saat itu, kaki Hong San menendang ke arah perutnya Cio Ban Hok berusaha mengelak lagi, namun tetap saja pahanya terkena tendangan yang cukup keras.
"Bukkk!" Tubuhnya terpelanting dia cepat bergulingan agar tidak disusul serangan lawan yang amat tangguh itu setelah bergulingan lima meter lebih, baru dia meloncat bangun dengan muka berubah merah. Akan tetapi, dia dan juga Loa Pin sudah bersiap-siap lagi dan atas isyarat Thio Kwan, mereka mundur agak jauh, tetap mengepung dan tiba-tiba cambuk mereka meledak-ledak dan kini mereka menyerang berbareng kearah Hong San yang berada di tengah-tengah.
Hong San memutar pedangnya melindungi tubuhnya. Beberapa kali tiga batang cambuk yang menjadi keras oleh saluran tenaga sakti itu bertemu pedang dan membalik. Namun dengan menyerangan jarak jauh seperti ini, Hong San kembali menjadi tertekan karena dia tidak mempunyai kesempatan sama sekali untuk membalas serangan lawan. Pedang dan sulingnya tidak dapat mencapai tubuh lawan, sebaliknya tiga orang pengeroyoknya dapat menghujankan serangan dengan cambuk mereka yang panjang.
Kim-bwe Sam-houw juga merasa penasaran bukan main. Tadi, dua orang diantara mereka telah merasakan hajaran dan masih terasa nyeri oleh Cio Ban Hok dan Loa Pin, dan sampai sekarang, cambuk mereka belum juga mampu mengenai tubuh lawan. Apalagi melukainya, merobek baju pun tidak pernah dapat. Bahkan setelah mengurung dengan jarak jauh seperti itu, mereka tetap saja belum berhasil karena semua serangan ujung cambuk itu membalik begitu bertemu dengan pedang dan suling. Melihat ini tentu saja mereka bertiga menjadi makin marah dan penasaran.
Sejak tadi Giok Cu mengikuti jalannya pertandingan dan diam-diam ia merasa semakin kagum kepada Hong San. Pemuda itu memang hebat, pikirnya. Melihat cara pemuda itu mempergunakan sepasang senjatanya, dan caranya menghadapi pengeroyokan tadi sehingga berhasil mempergunakan siasat dan menghajar dua orang pengeroyok, menunjukkan bahwa pemuda itu selain memiliki ilmu silat yang tinggi, juga memiliki kecerdikan. Seorang lawan yang tangguh.
Akan tetapi, penglihatannya yang tajam juga menemukan gaya silat golongan hitam dalam gerak silat Hong San, maka ia pun bersikap waspada, la baru saja mengenal Hong San, dan ia belum yakin benar bahwa pemuda itu seorang pemuda yang berjiwa pendekar, la menonton pertandingan itu juga untuk mengukur sampai di mana kepandaian Hong San dan ia mendapat kenyataan bahwa ia sendiri pun tidak akan mudah begitu saja dapat mengalahkan pemuda yang bercaping lebar itu.
Yang mengagumkan, dia bertanding dengan caping bergantung di punggung dan biarpun beberapa kali caping yang melindungi punggung itu tersentuh ujung cambuk, namun tidak rusak. Tahulah ia bahwa caping itu pun bukan caping biasa, melainkan merupakan perisai yang cukup kokoh!
Kembali Thio Kwan memberi isyarat kepada dua orang temannya dan mereka agaknya hendak mengubah siasat penyerangan. Kini mereka, dalam jarak masih tetap agak jauh, mulai berlari mengitari Hong San.
Pemuda ini maklum bahwa kalau dia ikut berputar-putar, maka dia akan menderita kerugian. Kalau dia harus mengikuti dan mengimbangi mereka, dia akan dapat diserang kepeningan. Maka, melihat mereka itu lari-lari dan mengitari dirinya, dia berdiri tegak dengan kokoh, tidak bergerak, hanya kedua matanya dan dua telinganya saja dicurahkan utuk menghadapi segala kemungkinan. Tiba-tiba tiga orang itu berhenti lari dan sekali tangan mereka bergerak tiga batang cambuk itu telah meluncur ke arah Hong San dan sekali ini sama sekali tidak mengeluarkan suara ledakan!
Bagaikan tiga ekor ular panjang tiga batang cambuk itu menyambar. Hong San terkejut. Jelas bahwa cambuk-cambuk itu tidak menyerang dengan kekerasan dan kalau dia berani menangkis tentu pedang dan sulingnya dapat rampas dengan belitan yang sukar dilepaskan lagi. Dan cambuk itu datang dari tiga jurusan, dari atas, tengah bawah, sama sekali tidak memberi jalan keluar baginya.
Melihat betapa tiga batang cambuk itu semua menyambar lembut ke arah pinggangnya, tahulah dia bahwa tiga orang pengeroyoknya itu hendak menangkapnya dengan libatan cambuk mereka pada pinggangnya, dan tentu ia ingin membelenggu pula kedua lengannya. Kalau dia mencoba mengelak, tentu satu di antara mereka tetap akan berhasil melibat pinggangnya dan yang lain mungkin melibat lengan-lengannya. Dia dapat akal. Diangkatnya kedua lengan pada saat ujung tiga batang cambuk itu menyambar dekat.
Benar saja, ujung tiga batang sabuk itu menyambar pinggangnya, bagaikan tiga ekor ular yang panjang! Hong San yang amat cerdik itu memperlihatkan wajah terkejut. Tiga orang pengeroyoknya lalu cepat menarik cambuk masing-masing sehingga ujung cambuk-cambuk itu seperti diikat dengan kuat di pinggang Hong San.
Melihat pemuda itu memperlihatkan wajah kaget dan cemas, Thio Kwan pemimpin Kim-bwe Sam-houw yang merasa bahwa sekali ini mereka telah berhasil menguasai lawan, tertawa. "Ha ha ha, ah sombong. Engkau telah berada dalam kekuasaan kami! Engkau tak dapat melepaskan diri dan kalau kami menghendaki, cambuk kami akan dapat menyayat pinggangmu sampai putus!"
Hong San juga dapat memperhitutungkan bahwa ucapan itu bukan gertakan kosong belaka. Kalau mereka bertiga itu melepas lilitan cambuk sambil menarik dengan tenaga sin-kang yang dipadukan maka ujung cambuk-cambuk itu akan merupakan pedang tajam yang menyayat pinggangnya dan belum tentu dia akan mampu mempertahankan diri. Dia akan tewas, atau setidaknya, tentu akan menderita luka parah andaikata sin-kang kekebalannya mampu melindungi pinggangnya. Akan tetapi, siasatnya telah matang dan dia pun tertawa pula.
"Ha-ha-ha, kalian kira aku tidak akan mampu melepaskan diri?" Berkata demikian merupakan akal agar tiga orang mencurahkan perhatian dan mengerahkan segala daya untuk mencegah dia melepaskan diri, dan belum akan timbul niat untuk membunuhnya dengan menyayat pinggangnya!
Sekali kedua kakinya mengerahkan tenaga, tubuhnya lalu meloncat ke atas. Loncatan itu tentu akan dapat membawa tubuhnya tinggi sekali kalau saja tiga orang pengeroyoknya tidak cepat menarik cambuk mereka sehingga loncatan itu tertahan di udara dan saat inilah yang ditunggu oleh Hong San. Dia sudah menyimpan sulingnya dan mengambil capingnya yang tadinya tergantung di punggung. Kini, tangan kirinya meluncurkan caping itu ke bawah, caping itu berpusing cepat sekali dan meluncur ke arah Thio Kwan yang berada di depan Hong San.
Benda berpusing itu mengeluarkan suara mendengung nyaring, menyambar ke arah leher Thio Kwan. Tentu saja dia terkejut bukan main dan ketika dia merendahkan dirinya, benda berpusing itu melewati atas kepalanya dan melayang ke arah orang kedua, yaitu Cio Ban Hok. Dia pun merendahkan tubuh dan benda itu terus melayang kearah Loa Pin yang juga dapat mengelak, akan tetapi benda itu terus melayang berputar-putar sambil berpusing cepat. Pada saat itu, Hong San sudah menggerakkan pedangnya, mengerahkan tenaganya membabat ke arah tiga batang cambuk yang membelit pinggangnya selagi tubuhnya mulai turun ke bawah.
"Brettttt...!" Tiga batang cambuk itu putus! Karena tadi cambuk-cambuk itu meregang, dan pemegangnya sedang terkejut dan menaruh perhatian terhadap caping terbang yang berputaran menyerang mereka, maka Hong San dapat membikin putus cambuk-cambuk itu dengan babatan pedang. Setelah pedang itu membabat putus cambuk, barulah Kim-bwe Sam-houw terkejut dan sadar bahwa mereka telah lengah. Sementara itu, caping yang mulai lemah terbangnya itu ditangkap kembali oleh tangan Hong San dan telah ddikalungkan lagi talinya di lehernya.
Kim bwe Sam-houw marah bukan main mereka kembali menyerang, akan tetapi karena cambuk mereka sudah buntung setengahnya lebih, cambuk itu tinggal pendek saja dan terpaksa mereka menyerang dari jarak dekat. Ini tentu saja menyenangkan hati Hong San, karena setelah senjata mereka itu menjadi pendek, dia mendapatkan banyak kesempatan untuk membalas dengan pedang dan sulingnya.
Giok Cu memandang kagum. Pemuda itu memang hebat dan cerdik bukan main. Ia maklum bahwa setelah cambuk-cambuk itu menjadi pendek, tiga orang berpakaian kuning itu bukanlah tandingan yang terlalu berat lagi bagi Hong San. pendapat ini ternyata benar karena tak lama kemudian, tiga orang pengeroyok itu telah berpelantingan. Seorang terkena totokan suling pada dadanya, seorang tergores pedang pada pahanya dan seorang lagi terkena tendangan pada perutnya. Mereka tidak terluka parah, namun jelas bahwa mereka sudah kalah. Dengan muka pucat Kim-bwe Sam-houw terpaksa mundur.
Kini terpaksa ketua Pouw-beng-pang sendiri, yaitu Kim-bwe-eng Gan Lok bangkit dan maju menghadapi Hong San. Diam-diam ketua ini maklum bahwa Hong San memang seorang pemuda yang lihai. Melihat cara pemuda ini mengalah wakil ketuanya, juga mengalahkan Kim bwe Sam-houw, dia tahu bahwa tingkat kepandaian pemuda ini memang tinggi dan bukan tak boleh jadi dia sendiri tidak akan mampu mengalahkannya. Tingkat kepandaiannya sendiri hanya sedikit di atas tingkat Kim-kauw-pang Pouw Tiong, dan kalau dia harus menghadapi pengeroyokan Kim-bwe Sam-houw, tidak akan sanggup menang!
Akan tetapi dia adalah seorang ketua, maka tidak boleh dia memperlihatkan rasa takut. Juga memalukan sekali kalau dia hanya mengerahkan anak buah untuk mengeroyok pemuda ini. Di samping itu, pada waktu itu dia membutuhkan banyak orang-orang pandai untuk membantu gerakannya, dan pemuda ini adalah seorang pandai sekali. Setelah berhadapan dengan Hong San, dia lalu berkata dengan suara yang nyaring berwibawa, akan tetapi tidak mengandung kemarahan seperti tadi.
"Can Hong San, kami semua melihat bahwa engkau memang seorang pemuda yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, akan tetapi, apa sesungguhnya yang menjadi dasar sikapmu hendak mengalahkan kami? Apakah engkau bermaksud untuk merampas kedudukan kami sebagai pimpinan para pejuang melalui perkumpulan Pouw-beng-pang?"
Can Hong San amat cerdik. Melihat sikap ketua ini, dia berhati-hati. Kalau ketua itu marah-marah dan menantangnya, hal itu bahkan dianggap tidak berbahaya. Kini, sikap pang-cu itu lembut namun pertanyaannya menyudutkannya.
"Pang-cu, seperti kukatakan tadi, aku amat setuju dengan gerakan Pouw-beng-pang dan bahkan aku bersedia untuk membantu. Dan kukatakan tadi bahwa yang menjadi pemimpin sebaiknya orang yang usianya masih muda agar bersemangat, tentu saja orang muda yang memiki ilmu kepandaian tinggi dan tidak kalah oleh yang tua. Bukan maksudku menentang Pouw-beng-pang."
Mendengar ini, legalah hati ketua itu. kalau pemuda yang berbahaya itu memperlihatkan sikap menentang, tentu dia akan terpaksa mengerahkan para pembantu dan anak buahnya untuk mengeroyok dan membunuhnya! Akan tetap ternyata pemuda itu tidak bermaksud demikian, dan kalau dapat ditarik sebagai pembantu, hal itu amat menguntungkan.
"Saudara Muda Can Hong San, jangan dikira bahwa menjadi seorang ketua itu mudah, asal memiliki kepandai tinggi dan keberanian besar seperti yang kau maksudkan. Tanpa perjuangan semua anggauta yang akan dipimpin, bagaimana mungkin orang menjadi ketua. Kalau engkau suka membantu kami, tentu engkau akan mendapatkan kedudukan yang sesuai dengan kepandaianmu dan mungkin dapat menjadi pembantu utama. Kami membutuhkan orang-orang yang berkepandaian tinggi, terutama orang muda seperti engkau. Akan tetapi, kalau engkau ingin menjadi ketua, engkau harus mendapat persetujuan dari seluruh anggauta yang diwakili oleh mereka yang kini hadir di sini, terutama sekali Saudara Yamali Cin karena suku bangsa Hui merupakan peserta pejuang yang paling kuat dan paling besar jumlahnya."
Mendengar ucapan itu, Hong San lalu memandang kepada mereka semua yang hadir di situ. Tentu saja Kim-bwe im-houw dan Kim-kauw-pang Pouw In Tiong yang telah dikalahkan itu memandang kepadanya dengan sinar mata penuh rasa tidak suka. Akan tetapi yang lain pun biarpun ada yang memandang kepadanya dengan kagum, tidak memperlihatkan sikap tunduk. Jelaslah kalau dia merebut kedudukan ketua, biarpun dia akan mampu mengalahkan para pimpinan, dia akan menghadapi mereka semua sebagai musuh dan kalau mereka itu maju bersama menentangnya karena dia dianggap musuh, apalagi kalau mereka mengerahkan anak buah, tentu dia akan mati konyol.
"Can Pang-cu, siapakah yang ingin menjadi ketua Pouw-beng-pang? Aku baru saja datang dan belum mengenal lapangan, bagaimana mungkin aku menjadi ketua? Aku hanya merasa kagum dan suka akan perjuangan yang amat baik ini, dan kalau aku dapat diterima sebagai seorang pembantu, tentu aku akan mencurahkan semua kepandaian dan semangatku untuk memajukan perkumpulan Pouw-beng-pang dan akan membuat jasa sebanyaknya dan sebesarnya."
Mendengar ini, berubahlah sikap Ki bwe-eng Gan Lok, bahkan kini Kim kauw-pang Pouw In Tiong juga terenyum. Dia menghampiri Can Hong lalu berkata, "Kepandaian Saudara Hong San memang hebat sekali. Aku mengaku kalah, dan aku akan merasa beruntung sekali kalau dapat bekerjasama denganmu."
"Silakan duduk, Saudara Can, mari kita bicara sebagai rekan. Kuharap Nona Bu yang berkepandaian ting gi juga sependapat dengan Saudara Can dan sudi mencurahkan tenaga membantu perjuangan kami." kata ketua itu.
Bu Giok Cu merasa heran sekali melihat betapa Hong San menyatakan ingin membantu kelompok pejuang yang bergabung dalam perkumpulan Pouw-beng pang itu. Akan tetapi hal itu bukan urusannya dan ia pun hanya secara kebetulan saja berada di situ bersama Hong San. Mendengar ucapan ketua Pouw-beng-Pang, ia pun menggeleng kepala sambil tersenyum.
"Tentu saja aku sependapat kalau kalian atau siapa saja menentang para pejabat yang makan uang rakyat dan uang negara, pejabat yang menindas rakyat jelata, memaksa rakyat menjadi pekerja pembuatan terusan sebagai pekerja rodi tanpa dibayar. Akan tetapi aku sendiri tidak mau terikat, karena aku masih mempunyai tugas-tugas pribadi yang sangat penting dan yang harus kulaksanakan," katanya halus namun tegas, kemudian ia melirik ke arah Kim-bwe Sam-Houw karena mendengar mereka itu mengeluarkan suara tawa.
"Ha-ha-ha, kenapa Nona tidak sekalian membantu Pouw-beng-pang? Dengan demikian, kami dapat mempererat persahabatan antara kami dengan Nona. Bukankah kita sudah saling berkenalan di rumah makan Ho Tin, Nona?" Yang mengeluarkan kata-kata itu adalah Loa Pin, si Tinggi Kurus Hidung Besar, orang termuda dari Kim-bwe Sam-houw yang kenal mata keranjang.
"Benar sekali," sambung Thio Kwan "Setelah Can Tai-hiap (Pendekar Besar) menjadi pembantu Gan Pangcu, berarti dia juga sekutu kami, dan kami akan merasa gembira kalau dapat bersekutu dengan Nona Bu."
Giok Cu tersenyum mengejek. Orang-orang macam ini sungguh berbahaya untuk didekati. Belum apa-apa, setelah mereka dikalahkan Hong San, kini sikap mereka sudah berbalik sama sekali, dan dengan nada menjilat mereka menyebut Hong San sebagai tai-hiap! Dan dia dapat menangkap makna yang genit cabul dalam kata-kata Loa Pin tadi.
"Hemmm, sungguh aku masih merasa terheran-heran melihat kalian bertiga tiba-tiba saja dapat berada di sini menjadi sekutu Pouw-beng-pang. Tidak melihat kalian sebagai orang-orang yang menentang kepala daerah Siong-an ketika berada di rumah makan!"
Mendengar ini, ketua Pouw-beng segera menjelaskan. "Hendaknya Nona mengetahui bahwa Kim-bwe Sam-houw ini ialah orang-orang kepercayaan yang menjadi utusan dari Cang Tai-jin yang menjadi sekutu kami."
Mendengar ini, sepasang mata Giok Cu terbelalak, bahkan Hong San juga merasa heran. "Bagaimana ini?" Giok Cu berseru. "Kalian adalah pejuang pembela rakyat yang menentang pembesar yang menindas rakyat jelata dan kini kalian bersekutu dengan Cang Tai-jin, seorang pembesar yang korup dan penyogok atasan?"
Mendengar ini, Gan Lok tertawa, ha-ha-ha, inilah, Saudara Can Hong San, merupakan hal-hal yang perlu dimiliki seorang pemimpin di samping hanya berkepandaian silat saja. Nona Bu, harap jangan heran mendengar ini. Kita menentang pemerintah yang menindas rakyat, maka perlu sekali bagi kita untuk bersekutu dengan beberapa orang pejabat yang dapat menyetujui perjuangan kita, atas dasar keuntungan bersama. Cang Taijin merupakan seorang pejabat yang dapat kami percaya dan yang dapat diajak bekerjasama.”
Diam-diam Giok Cu terkejut. Ia pun seorang yang cerdik dan tanpa banyak bertanya lagi ia pun dapat menilai macam apa adanya orang-orang yang menyebut diri para pejuang ini. Mereka tidak segan bersekutu dengan seorang pembesar atas dasar keuntungan bersama! Jelas bahwa yang menjadi dasar "perjuangan" mereka itu bukan demi rakyat, melainkan demi keuntungan bersama itulah! la menoleh kepada Can Hong San, dan pemuda itu kebetulan sedang memandang kepadanya.
Hong San lalu berkata kepadanya dengan suaranya yang lembut. "Nona Bu, memang baik sekali kala kita berdua membantu rakyat jelata dan melaksanakan tugas sebagai pendekar-pendekar sejati!"
Giok Cu tersenyum, senyuman setengah mengejek. "Membela rakyat atau mencari kedudukan dan keuntungan pribadi?"
Wajah Hong San berubah agak kemerahan mendengar ejekan ini. Kalau saja dia tidak tergila-gila kepada gadis ini, tentu saja dia akan marah sekali. Akan tetapi dia memang seorang pemuda yang aneh dan cerdik, biarpun hatinya panas, dia mampu menahannya dan tetap tersenyum.
"Kedua-duanya, Nona Bu. Membela rakyat memang penting, akan tetapi mencari kemajuan pribadi juga penting."
Giok Cu bangkit berdiri. "Hemmm, bagiku, kedua kepentingan itu tidak mungkin dapat sejalan. Kalau sejalan, tentu perjuangan itu akan diselewengkan dan tersesat. Sudahlah, bukan urusanku, akan tetapi aku harus pergi sekarang. Gan Pangcu dan Saudara sekalian, selamat tinggal, aku harus pergi sekarang!" Berkata demikian, Giok Cu lalu meninggalkan ruangan itu tanpa banyak cakap lagi.
Para pemimpin Pouw-beng-pang hanya memandang dengan heran. Tadinya mereka mengira bahwa nona itu adalah rekan atau teman baik Hong San, tidak tahunya agaknya di antara mereka tidak ada hubungan sama sekali.
“Can-taihiap, kenapa engkau tidak menahannya? Apakah ia bukan sahabat baikmu?" tanya Gan Lok yang kini juga menyebut tai-hiap kepada Hong San karena selain dia tahu bahwa pemuda itu pandai sekali dan berjiwa pendekar, juga untuk menyenangkan hati pemuda yang hendak diikatnya menjadi sekutu yang amat tangguh itu.
"Kami baru saja berkenalan," jawab Hong San sejujurnya dan dia mengerutkan alisnya dengan kecewa. Dia tidak rela membiarkan gadis itu pergi meningalkannya begitu saja.
"Aih, kalau begitu, berbahaya se kali. Jangan-jangan ia akan menjadi mata-mata pemerintah dan membuka rahasia kita," kata pula ketua itu.
Hong San bangkit berdiri, "Mari kalian membantuku. Kita harus susul tangkap Bu Giok Cu itu kalau ia tidak mau membantu gerakan kita..."
Tanpa menanti jawaban, Hong San segera melangkah keluar setelah mengeluarkan ucapan yang bernada memerintah itu. Dan seperti dengan sendirinya, sembilan orang pimpinan persekutuan itu ditambah tiga orang Kim-bwe kam-houw sudah bangkit dan mengikutinya. Di sini saja sudah nampak pengaruh dan wibawa Can Hong San yang memiliki suatu sikap aneh dan tegas di samping kelembutannya.
Si Han Beng menahan langkahnya ketika mendengar derap kaki kuda dari depan itu. Ternyata penunggang kuda itu orang di antara belasan orang perajurit pengawal yang tadi mati-matian membela Liu Tai-jin, dan dia datang berkuda sambil menuntun seekor kuda lain. begitu melihat Han Beng yang berdiri di tepi jalan setapak itu, dia menahan kudanya dan cepat meloncat turun, lalu memberi hormat kepada Han Beng.
"Tai-hiap, saya diutus oleh Liu Tai-Jin untuk mengundang Tai-hiap agar menghadap beliau karena beliau ingin bicara denganmu. Silakan, Tai-hiap, saya sudah membawa seekor kuda untukmu."
Han Beng mengerutkan alisnya, tadi memang menolong pembesar yang sedang dikepung dan diserang para penjahat atau perampok itu, akan tetapi dia sesungguhnya tidak ingin berkenalan dengan pembesar itu. Siapapun orangnya yang diserang perampok dan terancam bahaya tentu akan dibelanya. Dia tidak mengharapkan jasa atau imbalan. Akan tetapi, memang dia tadi sedang melamun dan rasa ingin tahu sekali mengapa pembesar itu dimusuhi orang-orang yang lihai tadi.
Yang menarik hatinya adalah bahwa di antara perampok itu terdapat orang-orang Hui yang mengenalnya dan bahkan tidak mau menyerangnya. Agaknya bukan perampok, akan tetapi mengapa orang-orang Hui menyerang seorang pembesar? Dan siapa pula pemuda bercaping dan gadis cantik yang amat lihai tadi? dia merasa seperti pernah mengenal pemudanya, akan tetapi dia lupa lagi, hal ini karena dia tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas, wajah yang banyak tutup caping lebar.
"Sebetulnya aku tidak mempunyai urusan dengan majikanmu itu, akan tetapi karena dia sudah memerlukan mengundangku, biarlah kutemui dia sebentar..." Han Beng lalu meloncat ke atas punggung kuda dan bersama perajurit pengawal itu dia pergi menuruni lereng. Yang penting baginya bukan memenuhi panggilan pembesar itu, melainkan karena ingin memperoleh keterangan tentang peristiwa tadi.
Pembesar Liu sudah menanti di depan kereta ketika Han Beng tiba. Dan kini bukan hanya belasan orang perajurit pengawal yang berjaga di situ melainkan ada kurang lebih seratus orang perajur. Diam-diam Han Beng terkejut dan kagum. Pembesar ini tentu orang penting pikirnya, kalau tidak begitu, bagaimana mungkin dia dapat dijaga oleh demikian banyaknya perajurit yang melihat pakaiannya, juga bukan perajurit penjaga keamanan biasa, melainkan seperti perajurit-perajurit dari kota raja.
Pria berusia lima puluh lima tahun yang tinggi kurus itu bersikap agung dan sepasang matanya mengeluarkan sinar yang dingin penuh wibawa. Han Beng meloncat turun dari kudanya yang segera diurus oleh seorang perajurit. Dia menghampiri pembesar itu dan memberi hormat, dibalas dengan hormat pula oleh pembesar itu.
"Terima kasih, Huang-ho Sin-liong, bahwa engkau suka memenuhi undangan kami," kata pembesar itu dengan ramah.
Han Beng terkejut dan mengangkat muka memandang. "Maaf, Tai-jin, bagaimana Tai-jin dapat mengenal julukan saya?"
Pembesar itu tersenyum. "Dari laporan para perajurit pengawal kami. Orang-orang Hui itu mengenal dan menyebut julukanmu. Mari kita duduk di dalam kereta, kami ingin bicara denganmu, Tai-hiap."
Setelah duduk berhadapan di dalam kereta sedangkan para perajurit menjaga di seputar kereta dalam keadaan siap siaga, pembesar itu memperkenalkan diri.
"Tai-hiap, kami adalah seorang pejabat dari kota raja yang melakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan pengumpulan tenaga kerja pembuatan terusan yang dilakukan oleh para pejabat di sepanjang Sungai Huang-ho. Kami dikenal sebagai Liu Tai-jin, dan kami menerima perintah langsung dari Sribaginda Kaisar sebagai utusan istimewa yang membawa kekuasaan penuh."
Mendengar ini, Han Beng terkejut cepat dia memberi hormat lagi. "Maafkan saya, Liu Tai-jin."
"Tidak perlu banyak sungkan. Engkau tadi telah menyelamatkan kami dan telah membuat jasa besar..."
"Maaf, Tai-jin. Hal itu saya anggap sebagai suatu tugas dan kewajaran, sama sekali bukan jasa!"
Pembesar itu mengangguk-angguk sambil tersenyum dan mengelus jenggotnya. "Kami mengerti, kami banyak mengenal pendekar yang berpendirian seperti itu. Agaknya engkau telah banyak melakukan hal-hal yang baik sehingga orang-orang Hui itu pun mengenalmu dan tidak melawanmu. Apakah engkau mempunyai hubungan dengan orang-orang Hui itu?"
"Sama sekali tidak, Tai-jin. Saya pun tidak tahu siapa mereka. Saya memang selalu membela siapa saja yang tertindas dan menjadi korban kejahatan, tidak peduli dia itu orang Hui atau bukan. Saya sendiri juga merasa heran, mengapa Tai-jin yang merupakan seorang pejabat tinggi dari kota raja, ada yang berani menghadang dan hendak merampok? Dan mengapa pula suku bangsa Hui itu ikut pula menyerang? Siapa pula pemuda dan gadis yang memiliki ilmu kepandaian tinggi itu? Saya ingin sekali mengetahui semua itu, kalau saja Tai-jin dapat memberi penjelasan kepada saya."
"Memang engkau sengaja kuundang untuk kuberi penjelasan, dan kami harapkan engkau akan suka membantu pemerintah dalam tugas yang amat penting ini, Tai-hiap. Bolehkah kami mengetahui namamu?"
"Saya bernama Si Han Beng, Tai-jin dan maaf... terus terang saja, saya kehilangan Ayah Ibu dan keluarga karena menjadi korban paksaan untuk dijadikan pekerja paksa pembuat terusan. Orag tua saya melarikan diri dan celaka dalam perjalanan..."
Pembesar itu menarik napas panjang. "Itulah...! Justeru kenyataan itulah yang membuat kami dijadikan utusan oleh Baginda Kaisar agar melakukan penelitian. Kenyataan itu merupakan kejahatan besar yang dilakukan banyak pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan mereka, membikin sengsara kepada rakyat. Ketahuilah bahwa pengumpulan tenaga kerja itu sama sekali bukan paksaan. Rakyat diminta pengertiannya betapa pentingnya pembuatan terusan itu, dan dibuat justeru demi kepentingan rakyat. Dan rakyat yang mau membantu pekerjaan itu, diberi upah sebagaimana pantasnya. Namun sayang, banyak di antara para pejabat daerah yang menyalah-gunakan wewenang mereka, biaya untuk pembayaran para pekerja masuk ke dalam kantung mereka sendiri sedangkan mereka mempergunakan kekuasaan mereka untuk memaksa rakyat menjadi pekerja tanpa bayaran! Kami ditugaskan untuk melakukan penyelidikan tentang semua itu, tentang penyelewengan yang dilakukan para pejabat daerah..."
Han Beng teringat akan makian pemuda bercaping lebar kepadanya. Dia memaki penjilat pembesar korup! "Jadi kalau begitu... mereka yang menyerang Tai-jin itu adalah mereka yang menentang pembesar yang melakukan penyelewengan? Kalau begitu, mengapa mereka menyerang Tai-jin?"
"Mungkin mereka mengira bahwa kami juga termasuk pembesar yang melakukan penyelewengan. Begini persoalannya Si-taihiap. Kami datang ke daerah Siong-an karena mendengar bahwa Cang Tai-jin juga seorang pembesar dan pejabat daerah yang melakukan penindasan terhadap rakyat dan mempergunakan kekuasaan menangkapi banyak rakyat untuk dijadikan pekerja paksa, sedangkan biaya untuk itu dikantunginya sendiri. Kami datang dan melakukan penelitian, dan apa yang dilakukannya? Dia telah menyogok kami dengan dua orang gadis cantik dan seperti penuh barang berharga yang dimaksudkan agar kami memberi laporan yang baik-baik tentang dirinya ke kota raja! Untuk memperoleh bukti, maka kami sengaja menerima pemberian itu. Dengan adanya bukti itu, kelak tidak akan dapat menyangkal kalau sudah dituntut di depan pengadilan. Akan tetapi, di dalam hutan itu tiba-tiba kami diserang oleh segerombolan orang, dibantu oleh orang-orang Hui. Kami menjadi curiga sekali, Taihiap. Apakah benar para penyerang itu merupakan pendekar-pendekar yang membela rakyat membenci pembesar yang korup dan menindas rakyat? Ataukah ada sesuatu balik itu? Siapa tahu kalau Cang Ta jin menaruh curiga kepada kami, dan menghilangkan bukti! Setelah engkau? membantu dan kami dapat lolos, kami segera menyembunyikan dua orang gadis, dan peti harta itu untuk dijadikan bukti kelak."
Han Beng mengangguk-angguk. Dia kagum kepada pejabat ini, seorang yang jujur dan tegas, namun yang melaksanakan tugas amat beratnya. "Kalau begitu, sangat boleh jadi bahwa para penyerang itu adalah mereka yang membenci pejabat yang menyeleweng dan menindas rakyat, kemudian karena Paduka menerima pemberian sogokan dari Cang Tai-jin, mereka tentu saja menganggap bahwa Paduka juga sama dengan Cang Tai-jin. Bukankah begitu kiranya, Tai-jin?"
Pembesar itu menggeleng-geleng kepalanya. "Kalau memang mereka itu benar orang-orang gagah yang melindungi rakyat jelata dan membenci pembesar yang menyeleweng dan menindas rakyat, tentu mereka sudah mendengar siapa dan bagaimana watak kami. Di mana pun juga kami selalu bertindak tegas terhadap para pejabat yang menyeleweng. Tidak, Si-taihiap, ada sesuatu di balik ini semua dan ketahuilah, kami percaya kepadamu maka kami berterus terang bahwa bukan hanya penyelewengan Cang Tai-jin yang kami dengar dari para penyelidik kami, akan tetapi bahwa di samping itu juga ada kemungkinan besar Cang Tai-jin mengadakan persekutuan dengan gerombolan yang diduga kerena akan mengadakan pemberontakan."
"Ahhh! Pemberontak?" Han Beng terkejut karena hal ini membuat urusan menjadi besar dan penting sekali.
"Nah, engkau lihat sendiri betapa gawatnya keadaan, di daerah ini, Si Tai-hiap. Oleh karena itulah maka kami sengaja mengundangmu, karena kami mengharapkan bantuanmu dalam hal ini."
"Bantuan bagaimana, Tai-jin? yang dapat saya lakukan menghadapi usaha pemberontakan?"
"Untuk melakukan penyelidikan, kami membutuhkan seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi seperti engkau, Tai-hiap. Melihat betapa di antara mereka terdapat orang-orang lihai, maka tak mungkin kami mengutus para penyelidik biasa."
"Maaf, Tai-jin. Saya mendengar bahkan di kota raja terdapat banyak sekali jagoan-jagoan istana, orang-orang dengan kepandaian tinggi. Tentu mereka itu dapat...“
"Hal itu memang benar, Tai-hiap. Akan teapi terlalu lama kalau kami harus minta bantuan mereka yang jauh dari sini, padahal keadaan di sini amat mendesak. Engkau tentu tahu betapa parahnya keadaan kalau sampai terjadi pemterontakan. Rakyat dan pemerintah akan menderita hebat. Oleh karena itu, demi takyat dan pemerintah, maukah engkau membantu kami untuk melakukan penyelidikan terhadap mereka yang tadi menyerang kami?"
Sejak tadi Han Beng sudah mempertimbangkan hal itu dan tanpa ragu lagi dia mengangguk. "Baiklah, Tai-jin. Tugas itu saya terima, akan tetapi saya tidak mau terikat sebagai seorang pekerja pemerintah, melainkan hanya membantu demi kepentingan rakyat jelata."
"Bagus, kami mengerti pendirian pendekar seperti engkau, Tai-hiap. Nah, kami akan melanjutkan perjalanan dan tak lama lagi setelah mendapatkan keterangan-keterangan darimu, baru kami akan turun tangan menindak Cang Tai-jin. Penindakan itu kami tangguhkan karena kami ingin mendengar dulu hasil penyelidikanmu tentang pemberontak itu, apakah dia terlibat ataukah tidak. Kalau hendak menghubungi kami, dapat engkau berhubungan dengan pedagang obat Kui Siong yang membuka kedai obat di kota Siong-an. Dia adalah seorang petugas kami yang kami percaya."
Han Beng mengangguk-angguk ketika pejabat itu hendak memberikan uang emas sebagai bekal dia melakukan tugas itu, Han Beng dengan halus menolak. Hal ini membuat Liu Tai-jin menjadi semakin kagum dan mereka pun berpisah. Pejabat itu naik kereta dikawal oleh seratus orang perajurit meninggalkan tempat itu, sedangkan Han Beng juga cepat pergi kembali ke tempat dimana dia tadi menolong rombongan Liu Taijin...
"Orang muda she Can, engkau sungguh keterlaluan. Karena tamu sudah melakukan pelanggaran, aku sebagai tuan rumah terpaksa harus memberi hajaran!"
Dia sudah melolos senjatanya yang ampuh, yaitu sebatang golok yang gagangnya dipasangi rantai besi yang panjangnya ada dua meter, rantai yang tadinya melilit pinggangnya. Juga dia memasang¬kan sabuk tempat penyimpanan belasan batang pisaunya. Ketua ini dijuluki Kim bwe-eng (Garuda Ekor Emas) karena dia pandai mempergunakan senjata rahasia pisau terbang yang bentuknya seperti empat ekor burung dan berwarna merah.
Pisau-pisau itu disimpan di sabuk dan dapat pergunakan setiap saat dan kabarnya, ketua ini memiliki kepandaian yang didisebut Pek-pouw-coan-yang (dalam jarak seratus kaki mengenai sasaran), bahkan ada yang bilang bahwa sambitan pisau terbang dari ketua ini tidak pernah tidak mengenai sasaran!
Dengan sikap tenang, Hong San sudah siap menghadapi lawan ke dua yang dia tahu tentu lebih kuat itu. Akan tetapi, sebelum Kim-bwe-eng Gan Lok menghampiri lawan yang berdiri di tengah ruangan, tiba-tiba muncul tiga orang diambang pintu dan seorang di antara mereka berseru,
"Tidak perlu Gan Pan (Ketua Gan) sendiri yang turun tangan. Biarkan kami memberi hajaran kepada bocah sombong yang masih berhutang pukulan kepada kami!"
"Baik, Kim-bwe Sam-houw, kalau kalian hendak mewakili aku menghajar bocah kurang ajar ini, silakan!" kata Sang Ketua yang duduk kembali.
Hong San menengok dan melihat tiga orang berpakaian kuning yang pernah ditemuinya di rumah makan Ho-tin, tersenyum. "Wah, kiranya tiga ekor lalat dari rumah makan telah terbang pula sini?"
Mendengar ini, terdengar suara ledakan-ledakan cambuk dan tiga orang telah mencabut senjata cambuk mereka dan mereka kini menghadapi Hong San. Mereka adalah Kim-bwe Sam-houw Siong-an, tiga orang jagoan yang biasa menjadi anak buah sewaan dari Can Taijin. Seorang di antara mereka, yang termuda dan bernama Loa Pin berusia tiga puluh lima tahun, sudah membentak marah.
"Orang muda yang sombong! Di rumah makan engkau telah menghina kami dan sekarang engkau berani membuat kacau sini? Engkau sungguh sudah bosan hidup!" katanya dengan suara lantang.
"Hemmm, perlu dibuktikan dulu siapa yang sombong dan siapa yang menghina orang. Di rumah makan, kalian sudah memperlihatkan tingkah sombong dan kurang ajar terhadap Nona Bu yang duduk di sana itu! Dan sekarang mendengar nama julukanmu, kembali kalian bersikap sombong terhadap Ketua Gan. Kalian berani menggunakan julukan Kim-bwe-houw (Harimau Ekor Emas). Nah, siapa yang sombong sekarang? Akan tetapi tidak mengapalah. Kalau kalian hendak bertiga mengeroyok aku, aku pun tidak gentar sama sekali!"
Semua orang terkejut, kecuali Giok Cu tentu saja. Semua orang tahu siapa adanya Kim-bwe Sam-houw dari Siong-ini. Mereka adalah tiga jagoan yang lihai, yang menjadi orang-orang kepercayaan Cang Tai-jin kepala daerah Siog-an. Tiga orang jagoan inilah yang menjadi utusan Cang Tai-jin kalau mengadakan hubungan dengan persekutuan mereka. Kim-bwe Sam-houw diutus oleh Cang Tai-jin untuk mencari keterangan kesitu ketika tadi mendengar bahwa usaha mereka untuk merampok Liu Taijin itu mengalami kegagalan.
Diam-diam Cang Tai-jin mengadakan hubungan kerjasama dengan gerombolan pemberontak, biarpun pembesar itu sama sekali bukan seorang yang berjiwa patriot atau menderita karena melihat kehidupan rakyat yang sengsara tertindas oleh pemerintah yang mengerahkan tenaga rakyat untuk menjadi pekerja pembuat Terusan Besar. Sama sekali tidak, bahkan sebaliknya malah. Dia yang mendapat tugas untuk mengumpulkan tenaga, bahkan memeras rakyat.
Biaya yang datang dari kotaraja masuk ke dalam gudang uangnya sendiri, sedangkan dengan kekuasanya, dia memaksa rakyat untuk menjadi pekerja paksa tanpa dibayar! Tidak, kala dia bersekutu dengan perkumpulan yang menamakan diri pejuang yang disebut Pauw-beng-pang (Perkumpulan Penjaga rakyat) itu, adalah karena dia melihat keuntungan-keuntungan di sana. Dia pun diam-diam menjadi sekutu perkumpulan itu. Kalau perkumpulan itu berhasil kelak sehingga dapat merebut kekuasaan, dia tentu akan kebagian kedudukan tinggi sebagai sekutu!
Andaikata gagal pun, dia sudah mendapat keuntungan karena lain kedudukannya sekarang tidak akan diganggu, juga dia masih memperoleh bagian kalau terjadi perampokan harta para pembesar dan hartawan seperti mereka rencanakan bersama tadi. Dia menyogok Liu Taijin dengan maksud agar mendapatkan laporan baik ke atasan di kota raja, dan diam-diam dia menghubungi Pouw-beng-pang agar harta itu dirampok dan tentu dia pun akan memperoleh bagian.
Diam-diam Giok Cu mengerutkan alisnya dan merasa heran melihat munculnya tiga orang dari Siong-an ini. Dari sikap mereka ketika berada di rumah makan, yaitu selagi mereka marah-marah dan hendak menyerang Hong San, mereka seperti mati kutu dan tidak berani ribut-ribut karena ruangan restoran akan dipergunakan oleh Cang Tai-jin, ia sudah menduga bahwa tiga orang jagoan takut atau setidaknya segan kepada pembesar-pembesar itu.
Akan tetapi bagaimana sekarang tahu-tahu mereka memiliki hubungan baik dengan para pemberontak yang memusuhi para pembesar? Apakah tiga orang jagoan memang merupakan mata-mata pihak pemberontak untuk menyelidiki keadaan para pembesar di kota-kota? Akan tetapi ia pun diam saja dan hanya menonton.
Kini ia pun sudah dapat melihat betapa lihainya Can Hong San dan diam-diam, merasa kagum. Pemuda itu selain me miliki kepandaian tinggi, juga amat tabah dan berani. Di dalam sarang gerombolan yang demikian kuatnya, di mana tidak saja terdapat banyak orang pandai, akan tetapi juga memiliki anak buah yang amat banyak.
Kalau mereka itu mengerahkan orang-orangnya melakukan pengeroyokan, sungguh amat berbahaya bagi keselamatan Hong San. Akan tetapi, Hong San kelihatan tenang saja, bahkan gembira seolah-olah dia sudah merasa yakin akan hasil baik akibat ulahnya itu.
Kini pemuda itu berhadapan dengan Kim-bwe Sam-houw, dan Giok Cu diam-diam ingin sekali melihat bagaimana kelanjutan ulah pemuda itu. Sekali ini, setelah tadi menyaksikan kelihaian Hong San, diam-diam ia memperhitungkan bahwa walaupun tiga orang itu juga merupakan lawan berat, namun jelas bahwa pemuda itu akan mampu membela diri dengan baik dan bukan tidak mungkin akan dapat mengalahkan tiga orang lainnya itu pula.
Semua orang merasa terkejut dan juga penasaran mendengar pemuda itu menantang Kim-bwe Sam-houw untuk maju mengeroyoknya, walaupun mereka itu banyak yang merasa kagum kepada Hong San. Semua orang tahu bahwa tingkat kepandaian Kim-bwe Sam-houw itu masing-masing tidak jauh bedanya dengan tingkat kepandaian wakil ketua yang tadi kalah. Kalau mereka maju bersama, arti merupakan lawan yang tiga lebih berat daripada Kim-kauw-pang Pouw In Tiong!
Kim-bwe Sam-houw juga merupa orang-orang yang angkuh dan tinggi hati terlalu menghargai diri sendiri terlampau tinggi hati sehingga biasanya mereka memandang rendah kepada orang lain. Karena merasa diri sudah jarang ada yang dapat melawan itu, mereka pun ham pir tidak pernah maju bersama. Seorang saja dari mereka sudah jarang menemukan tanding. Akan tetapi, tadi ketika mereka datang, mereka sempat melihat betapa wakil ketua Pouw-beng-pang kalah oleh pemuda itu.
Maka, tentu mereka pun merasa gentar kalau harus maju seorang demi seorang. Kini, mendengar pemuda itu menantang mereka untuk maju bersama mengeroyok tentu saja mereka menjadi girang. Mereka tidak perlu merasa kehilangan muka sekarang kalau maju bersama, karena mereka ditantang!
"Bagus! Orang muda yang sombong memang agaknya sudah nasibmu untuk mampus di tangan kami. Kami menerima tantanganmu untuk maju bersama..." Sambil berkata demikian, Thio Kwan, orang tertua dari mereka sudah menggerakkan cambuknya ke atas kepala, diikuti pula oleh dua orang temannya.
"Tar-tarrr-tarrrrr...!" Suara cambuk meledak-ledak diudara dan nampak asap mengepul!
Tiga orang yang berpakaian serba kuning itu sudah berpencar mengepung Hong San dari tiga penjuru, cambuk mereka meledak-ledak diatas, seperti tiga ekor singa yang siap menubruk domba yang berada di dalam kepungan mereka. Agaknya mereka seperti mengambil ancang-ancang untuk berlumba, siapa yang lebih dulu merobohkan lawan.
Hong San bersikap tenang namun penuh kewaspadaan. Dia berdiri tegak, sama sekali tidak tegang dan bahkan melemaskan seluruh tubuhnya, namun setiap lembar syarafnya siap menghadapi serangan dari mana pun datangnya. Pedang di tangan kanan dan suling di tangan kiri seolah-olah tak terasa lagi oleh kedua tangannya, seolah-olah kedua senjata itu telah menjadi bagian dari tangan. Tenaga sakti berputar-putar dalam pusarnya, siap dikirim ke mana saja bagian tubuh membutuhkan.
Tiba-tiba ada sinar emas menyambar dari arah kiri, menyambar bagaikan kilat dari angkasa, mengarah kepala Hong San. Pemuda yang sudah siap siaga memiringkan tubuhnya dan cambuknya menyambar tanpa suara itu memecut lewat. Akan tetapi segera disusul menyambarnya cambuk dari kanan dan dari depan. Namun, dengan gerakan yang amat gesit, Hong San dapat mengelak dari sambaran dua batang cambuk itu.
Sebelum dia sempat berbuat sesuatu untuk membalas, cambuk pertama sudah menyambar lagi dan kini, tiga batang cambuk itu sambung-menyambung, menyerang bertubi-tubi tanpa memberi kesempatan kepada Hong San untuk membalas sama sekali! Hong San mempergunakan kesigapannya, dengan dasar gin- kang (ilmu meringankan tubuh) yang tinggi, tubuhnya lenyap menjadi bayangan yang berkelebatan di antara tiga gulungan sinar cambuk.
Diam-diam dia terkejut juga. Kiranya setelah bekerja sama, tiga batang cambuk ini amat berbahaya, kalau dilanjutkan begini, dia selalu akan diserang dan tidak ada kesempatan lagi untuk membalas. Namun, Hong San adalah seorang yang amat cerdik. Sebentar saja dia sudah mendapat akal bagaimana agar dia dapat terlepas dari kepungan sinar cambuk itu. Dia melihat bahwa cambuk-cambuk itu hanya menyerang secara bergiliran dan dia tahu mengapa demikian.
Kalau tiga batang cambuk yang panjang itu menyerang secara berbarengan ada bahayanya ujung cambuk-cambuk itu akan saling bertemu, bahkan saling belit sehingga akan merugikan mereka sendiri. Jelaslah bahwa kalau yang satu menyerang, yang dua lainnya hanya bersiap untuk menyusulkan serangan berikutnya andaikata serangan pertama itu dapat dielakkan oleh lawan. Dan ke mana pun Hong San mengelak, selalu dalam pengawasan dua orang yang lain agar dapat menyusulkan serangan berikutnya yang tepat.
Mula-mula Hong San mencoba untuk menggunakan pedangnya menangkis serangan dengan maksud membabat putus cambuk lawan. Akan tetapi, usahanya bukan saja gagal karena cambuk itu terbuat dari bahan yang kuat dan lembek tidak mungkin dibabat putus, bahkan hampir saja pedangnya terampas karena ujung cambuk, bagaikan ekor ular, telah membelit pedang itu dan baru setelah sulingnya digerakkan menghantam kearah cambuk, pedangnya dapat terbebas. Melihat betapa jalan satu-satunya hanyalah bahwa dia harus balas menyerang seketika, Hong San lalu mengubah siasatnya.
Begitu ada cambuk dari depan menyambar, Hong San bukan hanya mengelak melainkan meloncat dengan kecepatan kilat, tubuhnya mencelat ke atas dengan gerak tipu jurus ilmu silat Koai liong-kun (Silat Naga Siluman), tubuh yang mencelat ke atas itu tahu-tahu membalik dan menyerang kearah Loa Pin yang berdiri di sebelah kirinya. Loa Pin terkejut karena pada saat itu, yang mendapat giliran menyerang sesudah Thio wan adalah Cio Ban Hok yang berada di kanan.
Disangkanya bahwa tadi pemuda itu meloncat ke atas untuk mengelak, akan tetapi siapa kira tiba-tiba suah menyerang kepadanya. Pada saat itu , cambuk di tangan Cio Ban Hok memang sudah meledak dan menyerang, akan tetapi ujung cambuk itu dapat tertangkis pedang Hong San, sedangkan sulingnya tetap menyerang dengan hebatnya ke arah kepala Loa Pin. Loa Pin tidak sempat menggerakkan senjatanya yang panjang, maka dia cepat pelempar tubuhnya ke samping untuk menghindarkan serangan suling.
"Plakkkkk!" tetap saja suling itu sempat menghantam pangkal lengan kirinya dan dia pun roboh terbanting, lalu bergulingan dan ketika dia meloncat bangkit, dia merasa lengan kirinya nyeri bukan main dan sukar digerakkan!
Hong San juga sudah turun, dan pada saat itu, kembali cambuk dari Thio Kwan sudah menyambar ke arah kepalanya dengan amat cepat dan kuatnya. Seperti siasat yang berhasil tadi, Hong San menggunakan suling di tangan kirinya untuk menangkis, akan tetapi pada saat sulingnya dilibat ujung cambuk, sudah membalik dan secepat kilat menyerang Cio Ban Hok dengan pedangnya. Pedang menyambar ke arah leher dengan tusukan yang dahsyat.
Cio Ban Hok kejut, dia yang sedang menanti saat untuk menyambung serangan Thio Kwan tiba-tiba berhadapan dengan tusukan pedang yang mengarah tenggorokannya. Cepat dia menggeser tubuh ke samping dan pergelangan tangannya sudah siap menggerakkan cambuk. Sementara dia belum mampu menyerang karena lawan terlampau dekat. Saat itu, kaki Hong San menendang ke arah perutnya Cio Ban Hok berusaha mengelak lagi, namun tetap saja pahanya terkena tendangan yang cukup keras.
"Bukkk!" Tubuhnya terpelanting dia cepat bergulingan agar tidak disusul serangan lawan yang amat tangguh itu setelah bergulingan lima meter lebih, baru dia meloncat bangun dengan muka berubah merah. Akan tetapi, dia dan juga Loa Pin sudah bersiap-siap lagi dan atas isyarat Thio Kwan, mereka mundur agak jauh, tetap mengepung dan tiba-tiba cambuk mereka meledak-ledak dan kini mereka menyerang berbareng kearah Hong San yang berada di tengah-tengah.
Hong San memutar pedangnya melindungi tubuhnya. Beberapa kali tiga batang cambuk yang menjadi keras oleh saluran tenaga sakti itu bertemu pedang dan membalik. Namun dengan menyerangan jarak jauh seperti ini, Hong San kembali menjadi tertekan karena dia tidak mempunyai kesempatan sama sekali untuk membalas serangan lawan. Pedang dan sulingnya tidak dapat mencapai tubuh lawan, sebaliknya tiga orang pengeroyoknya dapat menghujankan serangan dengan cambuk mereka yang panjang.
Kim-bwe Sam-houw juga merasa penasaran bukan main. Tadi, dua orang diantara mereka telah merasakan hajaran dan masih terasa nyeri oleh Cio Ban Hok dan Loa Pin, dan sampai sekarang, cambuk mereka belum juga mampu mengenai tubuh lawan. Apalagi melukainya, merobek baju pun tidak pernah dapat. Bahkan setelah mengurung dengan jarak jauh seperti itu, mereka tetap saja belum berhasil karena semua serangan ujung cambuk itu membalik begitu bertemu dengan pedang dan suling. Melihat ini tentu saja mereka bertiga menjadi makin marah dan penasaran.
Sejak tadi Giok Cu mengikuti jalannya pertandingan dan diam-diam ia merasa semakin kagum kepada Hong San. Pemuda itu memang hebat, pikirnya. Melihat cara pemuda itu mempergunakan sepasang senjatanya, dan caranya menghadapi pengeroyokan tadi sehingga berhasil mempergunakan siasat dan menghajar dua orang pengeroyok, menunjukkan bahwa pemuda itu selain memiliki ilmu silat yang tinggi, juga memiliki kecerdikan. Seorang lawan yang tangguh.
Akan tetapi, penglihatannya yang tajam juga menemukan gaya silat golongan hitam dalam gerak silat Hong San, maka ia pun bersikap waspada, la baru saja mengenal Hong San, dan ia belum yakin benar bahwa pemuda itu seorang pemuda yang berjiwa pendekar, la menonton pertandingan itu juga untuk mengukur sampai di mana kepandaian Hong San dan ia mendapat kenyataan bahwa ia sendiri pun tidak akan mudah begitu saja dapat mengalahkan pemuda yang bercaping lebar itu.
Yang mengagumkan, dia bertanding dengan caping bergantung di punggung dan biarpun beberapa kali caping yang melindungi punggung itu tersentuh ujung cambuk, namun tidak rusak. Tahulah ia bahwa caping itu pun bukan caping biasa, melainkan merupakan perisai yang cukup kokoh!
Kembali Thio Kwan memberi isyarat kepada dua orang temannya dan mereka agaknya hendak mengubah siasat penyerangan. Kini mereka, dalam jarak masih tetap agak jauh, mulai berlari mengitari Hong San.
Pemuda ini maklum bahwa kalau dia ikut berputar-putar, maka dia akan menderita kerugian. Kalau dia harus mengikuti dan mengimbangi mereka, dia akan dapat diserang kepeningan. Maka, melihat mereka itu lari-lari dan mengitari dirinya, dia berdiri tegak dengan kokoh, tidak bergerak, hanya kedua matanya dan dua telinganya saja dicurahkan utuk menghadapi segala kemungkinan. Tiba-tiba tiga orang itu berhenti lari dan sekali tangan mereka bergerak tiga batang cambuk itu telah meluncur ke arah Hong San dan sekali ini sama sekali tidak mengeluarkan suara ledakan!
Bagaikan tiga ekor ular panjang tiga batang cambuk itu menyambar. Hong San terkejut. Jelas bahwa cambuk-cambuk itu tidak menyerang dengan kekerasan dan kalau dia berani menangkis tentu pedang dan sulingnya dapat rampas dengan belitan yang sukar dilepaskan lagi. Dan cambuk itu datang dari tiga jurusan, dari atas, tengah bawah, sama sekali tidak memberi jalan keluar baginya.
Melihat betapa tiga batang cambuk itu semua menyambar lembut ke arah pinggangnya, tahulah dia bahwa tiga orang pengeroyoknya itu hendak menangkapnya dengan libatan cambuk mereka pada pinggangnya, dan tentu ia ingin membelenggu pula kedua lengannya. Kalau dia mencoba mengelak, tentu satu di antara mereka tetap akan berhasil melibat pinggangnya dan yang lain mungkin melibat lengan-lengannya. Dia dapat akal. Diangkatnya kedua lengan pada saat ujung tiga batang cambuk itu menyambar dekat.
Benar saja, ujung tiga batang sabuk itu menyambar pinggangnya, bagaikan tiga ekor ular yang panjang! Hong San yang amat cerdik itu memperlihatkan wajah terkejut. Tiga orang pengeroyoknya lalu cepat menarik cambuk masing-masing sehingga ujung cambuk-cambuk itu seperti diikat dengan kuat di pinggang Hong San.
Melihat pemuda itu memperlihatkan wajah kaget dan cemas, Thio Kwan pemimpin Kim-bwe Sam-houw yang merasa bahwa sekali ini mereka telah berhasil menguasai lawan, tertawa. "Ha ha ha, ah sombong. Engkau telah berada dalam kekuasaan kami! Engkau tak dapat melepaskan diri dan kalau kami menghendaki, cambuk kami akan dapat menyayat pinggangmu sampai putus!"
Hong San juga dapat memperhitutungkan bahwa ucapan itu bukan gertakan kosong belaka. Kalau mereka bertiga itu melepas lilitan cambuk sambil menarik dengan tenaga sin-kang yang dipadukan maka ujung cambuk-cambuk itu akan merupakan pedang tajam yang menyayat pinggangnya dan belum tentu dia akan mampu mempertahankan diri. Dia akan tewas, atau setidaknya, tentu akan menderita luka parah andaikata sin-kang kekebalannya mampu melindungi pinggangnya. Akan tetapi, siasatnya telah matang dan dia pun tertawa pula.
"Ha-ha-ha, kalian kira aku tidak akan mampu melepaskan diri?" Berkata demikian merupakan akal agar tiga orang mencurahkan perhatian dan mengerahkan segala daya untuk mencegah dia melepaskan diri, dan belum akan timbul niat untuk membunuhnya dengan menyayat pinggangnya!
Sekali kedua kakinya mengerahkan tenaga, tubuhnya lalu meloncat ke atas. Loncatan itu tentu akan dapat membawa tubuhnya tinggi sekali kalau saja tiga orang pengeroyoknya tidak cepat menarik cambuk mereka sehingga loncatan itu tertahan di udara dan saat inilah yang ditunggu oleh Hong San. Dia sudah menyimpan sulingnya dan mengambil capingnya yang tadinya tergantung di punggung. Kini, tangan kirinya meluncurkan caping itu ke bawah, caping itu berpusing cepat sekali dan meluncur ke arah Thio Kwan yang berada di depan Hong San.
Benda berpusing itu mengeluarkan suara mendengung nyaring, menyambar ke arah leher Thio Kwan. Tentu saja dia terkejut bukan main dan ketika dia merendahkan dirinya, benda berpusing itu melewati atas kepalanya dan melayang ke arah orang kedua, yaitu Cio Ban Hok. Dia pun merendahkan tubuh dan benda itu terus melayang kearah Loa Pin yang juga dapat mengelak, akan tetapi benda itu terus melayang berputar-putar sambil berpusing cepat. Pada saat itu, Hong San sudah menggerakkan pedangnya, mengerahkan tenaganya membabat ke arah tiga batang cambuk yang membelit pinggangnya selagi tubuhnya mulai turun ke bawah.
"Brettttt...!" Tiga batang cambuk itu putus! Karena tadi cambuk-cambuk itu meregang, dan pemegangnya sedang terkejut dan menaruh perhatian terhadap caping terbang yang berputaran menyerang mereka, maka Hong San dapat membikin putus cambuk-cambuk itu dengan babatan pedang. Setelah pedang itu membabat putus cambuk, barulah Kim-bwe Sam-houw terkejut dan sadar bahwa mereka telah lengah. Sementara itu, caping yang mulai lemah terbangnya itu ditangkap kembali oleh tangan Hong San dan telah ddikalungkan lagi talinya di lehernya.
Kim bwe Sam-houw marah bukan main mereka kembali menyerang, akan tetapi karena cambuk mereka sudah buntung setengahnya lebih, cambuk itu tinggal pendek saja dan terpaksa mereka menyerang dari jarak dekat. Ini tentu saja menyenangkan hati Hong San, karena setelah senjata mereka itu menjadi pendek, dia mendapatkan banyak kesempatan untuk membalas dengan pedang dan sulingnya.
Giok Cu memandang kagum. Pemuda itu memang hebat dan cerdik bukan main. Ia maklum bahwa setelah cambuk-cambuk itu menjadi pendek, tiga orang berpakaian kuning itu bukanlah tandingan yang terlalu berat lagi bagi Hong San. pendapat ini ternyata benar karena tak lama kemudian, tiga orang pengeroyok itu telah berpelantingan. Seorang terkena totokan suling pada dadanya, seorang tergores pedang pada pahanya dan seorang lagi terkena tendangan pada perutnya. Mereka tidak terluka parah, namun jelas bahwa mereka sudah kalah. Dengan muka pucat Kim-bwe Sam-houw terpaksa mundur.
Kini terpaksa ketua Pouw-beng-pang sendiri, yaitu Kim-bwe-eng Gan Lok bangkit dan maju menghadapi Hong San. Diam-diam ketua ini maklum bahwa Hong San memang seorang pemuda yang lihai. Melihat cara pemuda ini mengalah wakil ketuanya, juga mengalahkan Kim bwe Sam-houw, dia tahu bahwa tingkat kepandaian pemuda ini memang tinggi dan bukan tak boleh jadi dia sendiri tidak akan mampu mengalahkannya. Tingkat kepandaiannya sendiri hanya sedikit di atas tingkat Kim-kauw-pang Pouw Tiong, dan kalau dia harus menghadapi pengeroyokan Kim-bwe Sam-houw, tidak akan sanggup menang!
Akan tetapi dia adalah seorang ketua, maka tidak boleh dia memperlihatkan rasa takut. Juga memalukan sekali kalau dia hanya mengerahkan anak buah untuk mengeroyok pemuda ini. Di samping itu, pada waktu itu dia membutuhkan banyak orang-orang pandai untuk membantu gerakannya, dan pemuda ini adalah seorang pandai sekali. Setelah berhadapan dengan Hong San, dia lalu berkata dengan suara yang nyaring berwibawa, akan tetapi tidak mengandung kemarahan seperti tadi.
"Can Hong San, kami semua melihat bahwa engkau memang seorang pemuda yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, akan tetapi, apa sesungguhnya yang menjadi dasar sikapmu hendak mengalahkan kami? Apakah engkau bermaksud untuk merampas kedudukan kami sebagai pimpinan para pejuang melalui perkumpulan Pouw-beng-pang?"
Can Hong San amat cerdik. Melihat sikap ketua ini, dia berhati-hati. Kalau ketua itu marah-marah dan menantangnya, hal itu bahkan dianggap tidak berbahaya. Kini, sikap pang-cu itu lembut namun pertanyaannya menyudutkannya.
"Pang-cu, seperti kukatakan tadi, aku amat setuju dengan gerakan Pouw-beng-pang dan bahkan aku bersedia untuk membantu. Dan kukatakan tadi bahwa yang menjadi pemimpin sebaiknya orang yang usianya masih muda agar bersemangat, tentu saja orang muda yang memiki ilmu kepandaian tinggi dan tidak kalah oleh yang tua. Bukan maksudku menentang Pouw-beng-pang."
Mendengar ini, legalah hati ketua itu. kalau pemuda yang berbahaya itu memperlihatkan sikap menentang, tentu dia akan terpaksa mengerahkan para pembantu dan anak buahnya untuk mengeroyok dan membunuhnya! Akan tetap ternyata pemuda itu tidak bermaksud demikian, dan kalau dapat ditarik sebagai pembantu, hal itu amat menguntungkan.
"Saudara Muda Can Hong San, jangan dikira bahwa menjadi seorang ketua itu mudah, asal memiliki kepandai tinggi dan keberanian besar seperti yang kau maksudkan. Tanpa perjuangan semua anggauta yang akan dipimpin, bagaimana mungkin orang menjadi ketua. Kalau engkau suka membantu kami, tentu engkau akan mendapatkan kedudukan yang sesuai dengan kepandaianmu dan mungkin dapat menjadi pembantu utama. Kami membutuhkan orang-orang yang berkepandaian tinggi, terutama orang muda seperti engkau. Akan tetapi, kalau engkau ingin menjadi ketua, engkau harus mendapat persetujuan dari seluruh anggauta yang diwakili oleh mereka yang kini hadir di sini, terutama sekali Saudara Yamali Cin karena suku bangsa Hui merupakan peserta pejuang yang paling kuat dan paling besar jumlahnya."
Mendengar ucapan itu, Hong San lalu memandang kepada mereka semua yang hadir di situ. Tentu saja Kim-bwe im-houw dan Kim-kauw-pang Pouw In Tiong yang telah dikalahkan itu memandang kepadanya dengan sinar mata penuh rasa tidak suka. Akan tetapi yang lain pun biarpun ada yang memandang kepadanya dengan kagum, tidak memperlihatkan sikap tunduk. Jelaslah kalau dia merebut kedudukan ketua, biarpun dia akan mampu mengalahkan para pimpinan, dia akan menghadapi mereka semua sebagai musuh dan kalau mereka itu maju bersama menentangnya karena dia dianggap musuh, apalagi kalau mereka mengerahkan anak buah, tentu dia akan mati konyol.
"Can Pang-cu, siapakah yang ingin menjadi ketua Pouw-beng-pang? Aku baru saja datang dan belum mengenal lapangan, bagaimana mungkin aku menjadi ketua? Aku hanya merasa kagum dan suka akan perjuangan yang amat baik ini, dan kalau aku dapat diterima sebagai seorang pembantu, tentu aku akan mencurahkan semua kepandaian dan semangatku untuk memajukan perkumpulan Pouw-beng-pang dan akan membuat jasa sebanyaknya dan sebesarnya."
Mendengar ini, berubahlah sikap Ki bwe-eng Gan Lok, bahkan kini Kim kauw-pang Pouw In Tiong juga terenyum. Dia menghampiri Can Hong lalu berkata, "Kepandaian Saudara Hong San memang hebat sekali. Aku mengaku kalah, dan aku akan merasa beruntung sekali kalau dapat bekerjasama denganmu."
"Silakan duduk, Saudara Can, mari kita bicara sebagai rekan. Kuharap Nona Bu yang berkepandaian ting gi juga sependapat dengan Saudara Can dan sudi mencurahkan tenaga membantu perjuangan kami." kata ketua itu.
Bu Giok Cu merasa heran sekali melihat betapa Hong San menyatakan ingin membantu kelompok pejuang yang bergabung dalam perkumpulan Pouw-beng pang itu. Akan tetapi hal itu bukan urusannya dan ia pun hanya secara kebetulan saja berada di situ bersama Hong San. Mendengar ucapan ketua Pouw-beng-Pang, ia pun menggeleng kepala sambil tersenyum.
"Tentu saja aku sependapat kalau kalian atau siapa saja menentang para pejabat yang makan uang rakyat dan uang negara, pejabat yang menindas rakyat jelata, memaksa rakyat menjadi pekerja pembuatan terusan sebagai pekerja rodi tanpa dibayar. Akan tetapi aku sendiri tidak mau terikat, karena aku masih mempunyai tugas-tugas pribadi yang sangat penting dan yang harus kulaksanakan," katanya halus namun tegas, kemudian ia melirik ke arah Kim-bwe Sam-Houw karena mendengar mereka itu mengeluarkan suara tawa.
"Ha-ha-ha, kenapa Nona tidak sekalian membantu Pouw-beng-pang? Dengan demikian, kami dapat mempererat persahabatan antara kami dengan Nona. Bukankah kita sudah saling berkenalan di rumah makan Ho Tin, Nona?" Yang mengeluarkan kata-kata itu adalah Loa Pin, si Tinggi Kurus Hidung Besar, orang termuda dari Kim-bwe Sam-houw yang kenal mata keranjang.
"Benar sekali," sambung Thio Kwan "Setelah Can Tai-hiap (Pendekar Besar) menjadi pembantu Gan Pangcu, berarti dia juga sekutu kami, dan kami akan merasa gembira kalau dapat bersekutu dengan Nona Bu."
Giok Cu tersenyum mengejek. Orang-orang macam ini sungguh berbahaya untuk didekati. Belum apa-apa, setelah mereka dikalahkan Hong San, kini sikap mereka sudah berbalik sama sekali, dan dengan nada menjilat mereka menyebut Hong San sebagai tai-hiap! Dan dia dapat menangkap makna yang genit cabul dalam kata-kata Loa Pin tadi.
"Hemmm, sungguh aku masih merasa terheran-heran melihat kalian bertiga tiba-tiba saja dapat berada di sini menjadi sekutu Pouw-beng-pang. Tidak melihat kalian sebagai orang-orang yang menentang kepala daerah Siong-an ketika berada di rumah makan!"
Mendengar ini, ketua Pouw-beng segera menjelaskan. "Hendaknya Nona mengetahui bahwa Kim-bwe Sam-houw ini ialah orang-orang kepercayaan yang menjadi utusan dari Cang Tai-jin yang menjadi sekutu kami."
Mendengar ini, sepasang mata Giok Cu terbelalak, bahkan Hong San juga merasa heran. "Bagaimana ini?" Giok Cu berseru. "Kalian adalah pejuang pembela rakyat yang menentang pembesar yang menindas rakyat jelata dan kini kalian bersekutu dengan Cang Tai-jin, seorang pembesar yang korup dan penyogok atasan?"
Mendengar ini, Gan Lok tertawa, ha-ha-ha, inilah, Saudara Can Hong San, merupakan hal-hal yang perlu dimiliki seorang pemimpin di samping hanya berkepandaian silat saja. Nona Bu, harap jangan heran mendengar ini. Kita menentang pemerintah yang menindas rakyat, maka perlu sekali bagi kita untuk bersekutu dengan beberapa orang pejabat yang dapat menyetujui perjuangan kita, atas dasar keuntungan bersama. Cang Taijin merupakan seorang pejabat yang dapat kami percaya dan yang dapat diajak bekerjasama.”
Diam-diam Giok Cu terkejut. Ia pun seorang yang cerdik dan tanpa banyak bertanya lagi ia pun dapat menilai macam apa adanya orang-orang yang menyebut diri para pejuang ini. Mereka tidak segan bersekutu dengan seorang pembesar atas dasar keuntungan bersama! Jelas bahwa yang menjadi dasar "perjuangan" mereka itu bukan demi rakyat, melainkan demi keuntungan bersama itulah! la menoleh kepada Can Hong San, dan pemuda itu kebetulan sedang memandang kepadanya.
Hong San lalu berkata kepadanya dengan suaranya yang lembut. "Nona Bu, memang baik sekali kala kita berdua membantu rakyat jelata dan melaksanakan tugas sebagai pendekar-pendekar sejati!"
Giok Cu tersenyum, senyuman setengah mengejek. "Membela rakyat atau mencari kedudukan dan keuntungan pribadi?"
Wajah Hong San berubah agak kemerahan mendengar ejekan ini. Kalau saja dia tidak tergila-gila kepada gadis ini, tentu saja dia akan marah sekali. Akan tetapi dia memang seorang pemuda yang aneh dan cerdik, biarpun hatinya panas, dia mampu menahannya dan tetap tersenyum.
"Kedua-duanya, Nona Bu. Membela rakyat memang penting, akan tetapi mencari kemajuan pribadi juga penting."
Giok Cu bangkit berdiri. "Hemmm, bagiku, kedua kepentingan itu tidak mungkin dapat sejalan. Kalau sejalan, tentu perjuangan itu akan diselewengkan dan tersesat. Sudahlah, bukan urusanku, akan tetapi aku harus pergi sekarang. Gan Pangcu dan Saudara sekalian, selamat tinggal, aku harus pergi sekarang!" Berkata demikian, Giok Cu lalu meninggalkan ruangan itu tanpa banyak cakap lagi.
Para pemimpin Pouw-beng-pang hanya memandang dengan heran. Tadinya mereka mengira bahwa nona itu adalah rekan atau teman baik Hong San, tidak tahunya agaknya di antara mereka tidak ada hubungan sama sekali.
“Can-taihiap, kenapa engkau tidak menahannya? Apakah ia bukan sahabat baikmu?" tanya Gan Lok yang kini juga menyebut tai-hiap kepada Hong San karena selain dia tahu bahwa pemuda itu pandai sekali dan berjiwa pendekar, juga untuk menyenangkan hati pemuda yang hendak diikatnya menjadi sekutu yang amat tangguh itu.
"Kami baru saja berkenalan," jawab Hong San sejujurnya dan dia mengerutkan alisnya dengan kecewa. Dia tidak rela membiarkan gadis itu pergi meningalkannya begitu saja.
"Aih, kalau begitu, berbahaya se kali. Jangan-jangan ia akan menjadi mata-mata pemerintah dan membuka rahasia kita," kata pula ketua itu.
Hong San bangkit berdiri, "Mari kalian membantuku. Kita harus susul tangkap Bu Giok Cu itu kalau ia tidak mau membantu gerakan kita..."
Tanpa menanti jawaban, Hong San segera melangkah keluar setelah mengeluarkan ucapan yang bernada memerintah itu. Dan seperti dengan sendirinya, sembilan orang pimpinan persekutuan itu ditambah tiga orang Kim-bwe kam-houw sudah bangkit dan mengikutinya. Di sini saja sudah nampak pengaruh dan wibawa Can Hong San yang memiliki suatu sikap aneh dan tegas di samping kelembutannya.
********************
Si Han Beng menahan langkahnya ketika mendengar derap kaki kuda dari depan itu. Ternyata penunggang kuda itu orang di antara belasan orang perajurit pengawal yang tadi mati-matian membela Liu Tai-jin, dan dia datang berkuda sambil menuntun seekor kuda lain. begitu melihat Han Beng yang berdiri di tepi jalan setapak itu, dia menahan kudanya dan cepat meloncat turun, lalu memberi hormat kepada Han Beng.
"Tai-hiap, saya diutus oleh Liu Tai-Jin untuk mengundang Tai-hiap agar menghadap beliau karena beliau ingin bicara denganmu. Silakan, Tai-hiap, saya sudah membawa seekor kuda untukmu."
Han Beng mengerutkan alisnya, tadi memang menolong pembesar yang sedang dikepung dan diserang para penjahat atau perampok itu, akan tetapi dia sesungguhnya tidak ingin berkenalan dengan pembesar itu. Siapapun orangnya yang diserang perampok dan terancam bahaya tentu akan dibelanya. Dia tidak mengharapkan jasa atau imbalan. Akan tetapi, memang dia tadi sedang melamun dan rasa ingin tahu sekali mengapa pembesar itu dimusuhi orang-orang yang lihai tadi.
Yang menarik hatinya adalah bahwa di antara perampok itu terdapat orang-orang Hui yang mengenalnya dan bahkan tidak mau menyerangnya. Agaknya bukan perampok, akan tetapi mengapa orang-orang Hui menyerang seorang pembesar? Dan siapa pula pemuda bercaping dan gadis cantik yang amat lihai tadi? dia merasa seperti pernah mengenal pemudanya, akan tetapi dia lupa lagi, hal ini karena dia tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas, wajah yang banyak tutup caping lebar.
"Sebetulnya aku tidak mempunyai urusan dengan majikanmu itu, akan tetapi karena dia sudah memerlukan mengundangku, biarlah kutemui dia sebentar..." Han Beng lalu meloncat ke atas punggung kuda dan bersama perajurit pengawal itu dia pergi menuruni lereng. Yang penting baginya bukan memenuhi panggilan pembesar itu, melainkan karena ingin memperoleh keterangan tentang peristiwa tadi.
Pembesar Liu sudah menanti di depan kereta ketika Han Beng tiba. Dan kini bukan hanya belasan orang perajurit pengawal yang berjaga di situ melainkan ada kurang lebih seratus orang perajur. Diam-diam Han Beng terkejut dan kagum. Pembesar ini tentu orang penting pikirnya, kalau tidak begitu, bagaimana mungkin dia dapat dijaga oleh demikian banyaknya perajurit yang melihat pakaiannya, juga bukan perajurit penjaga keamanan biasa, melainkan seperti perajurit-perajurit dari kota raja.
Pria berusia lima puluh lima tahun yang tinggi kurus itu bersikap agung dan sepasang matanya mengeluarkan sinar yang dingin penuh wibawa. Han Beng meloncat turun dari kudanya yang segera diurus oleh seorang perajurit. Dia menghampiri pembesar itu dan memberi hormat, dibalas dengan hormat pula oleh pembesar itu.
"Terima kasih, Huang-ho Sin-liong, bahwa engkau suka memenuhi undangan kami," kata pembesar itu dengan ramah.
Han Beng terkejut dan mengangkat muka memandang. "Maaf, Tai-jin, bagaimana Tai-jin dapat mengenal julukan saya?"
Pembesar itu tersenyum. "Dari laporan para perajurit pengawal kami. Orang-orang Hui itu mengenal dan menyebut julukanmu. Mari kita duduk di dalam kereta, kami ingin bicara denganmu, Tai-hiap."
Setelah duduk berhadapan di dalam kereta sedangkan para perajurit menjaga di seputar kereta dalam keadaan siap siaga, pembesar itu memperkenalkan diri.
"Tai-hiap, kami adalah seorang pejabat dari kota raja yang melakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan pengumpulan tenaga kerja pembuatan terusan yang dilakukan oleh para pejabat di sepanjang Sungai Huang-ho. Kami dikenal sebagai Liu Tai-jin, dan kami menerima perintah langsung dari Sribaginda Kaisar sebagai utusan istimewa yang membawa kekuasaan penuh."
Mendengar ini, Han Beng terkejut cepat dia memberi hormat lagi. "Maafkan saya, Liu Tai-jin."
"Tidak perlu banyak sungkan. Engkau tadi telah menyelamatkan kami dan telah membuat jasa besar..."
"Maaf, Tai-jin. Hal itu saya anggap sebagai suatu tugas dan kewajaran, sama sekali bukan jasa!"
Pembesar itu mengangguk-angguk sambil tersenyum dan mengelus jenggotnya. "Kami mengerti, kami banyak mengenal pendekar yang berpendirian seperti itu. Agaknya engkau telah banyak melakukan hal-hal yang baik sehingga orang-orang Hui itu pun mengenalmu dan tidak melawanmu. Apakah engkau mempunyai hubungan dengan orang-orang Hui itu?"
"Sama sekali tidak, Tai-jin. Saya pun tidak tahu siapa mereka. Saya memang selalu membela siapa saja yang tertindas dan menjadi korban kejahatan, tidak peduli dia itu orang Hui atau bukan. Saya sendiri juga merasa heran, mengapa Tai-jin yang merupakan seorang pejabat tinggi dari kota raja, ada yang berani menghadang dan hendak merampok? Dan mengapa pula suku bangsa Hui itu ikut pula menyerang? Siapa pula pemuda dan gadis yang memiliki ilmu kepandaian tinggi itu? Saya ingin sekali mengetahui semua itu, kalau saja Tai-jin dapat memberi penjelasan kepada saya."
"Memang engkau sengaja kuundang untuk kuberi penjelasan, dan kami harapkan engkau akan suka membantu pemerintah dalam tugas yang amat penting ini, Tai-hiap. Bolehkah kami mengetahui namamu?"
"Saya bernama Si Han Beng, Tai-jin dan maaf... terus terang saja, saya kehilangan Ayah Ibu dan keluarga karena menjadi korban paksaan untuk dijadikan pekerja paksa pembuat terusan. Orag tua saya melarikan diri dan celaka dalam perjalanan..."
Pembesar itu menarik napas panjang. "Itulah...! Justeru kenyataan itulah yang membuat kami dijadikan utusan oleh Baginda Kaisar agar melakukan penelitian. Kenyataan itu merupakan kejahatan besar yang dilakukan banyak pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan mereka, membikin sengsara kepada rakyat. Ketahuilah bahwa pengumpulan tenaga kerja itu sama sekali bukan paksaan. Rakyat diminta pengertiannya betapa pentingnya pembuatan terusan itu, dan dibuat justeru demi kepentingan rakyat. Dan rakyat yang mau membantu pekerjaan itu, diberi upah sebagaimana pantasnya. Namun sayang, banyak di antara para pejabat daerah yang menyalah-gunakan wewenang mereka, biaya untuk pembayaran para pekerja masuk ke dalam kantung mereka sendiri sedangkan mereka mempergunakan kekuasaan mereka untuk memaksa rakyat menjadi pekerja tanpa bayaran! Kami ditugaskan untuk melakukan penyelidikan tentang semua itu, tentang penyelewengan yang dilakukan para pejabat daerah..."
Han Beng teringat akan makian pemuda bercaping lebar kepadanya. Dia memaki penjilat pembesar korup! "Jadi kalau begitu... mereka yang menyerang Tai-jin itu adalah mereka yang menentang pembesar yang melakukan penyelewengan? Kalau begitu, mengapa mereka menyerang Tai-jin?"
"Mungkin mereka mengira bahwa kami juga termasuk pembesar yang melakukan penyelewengan. Begini persoalannya Si-taihiap. Kami datang ke daerah Siong-an karena mendengar bahwa Cang Tai-jin juga seorang pembesar dan pejabat daerah yang melakukan penindasan terhadap rakyat dan mempergunakan kekuasaan menangkapi banyak rakyat untuk dijadikan pekerja paksa, sedangkan biaya untuk itu dikantunginya sendiri. Kami datang dan melakukan penelitian, dan apa yang dilakukannya? Dia telah menyogok kami dengan dua orang gadis cantik dan seperti penuh barang berharga yang dimaksudkan agar kami memberi laporan yang baik-baik tentang dirinya ke kota raja! Untuk memperoleh bukti, maka kami sengaja menerima pemberian itu. Dengan adanya bukti itu, kelak tidak akan dapat menyangkal kalau sudah dituntut di depan pengadilan. Akan tetapi, di dalam hutan itu tiba-tiba kami diserang oleh segerombolan orang, dibantu oleh orang-orang Hui. Kami menjadi curiga sekali, Taihiap. Apakah benar para penyerang itu merupakan pendekar-pendekar yang membela rakyat membenci pembesar yang korup dan menindas rakyat? Ataukah ada sesuatu balik itu? Siapa tahu kalau Cang Ta jin menaruh curiga kepada kami, dan menghilangkan bukti! Setelah engkau? membantu dan kami dapat lolos, kami segera menyembunyikan dua orang gadis, dan peti harta itu untuk dijadikan bukti kelak."
Han Beng mengangguk-angguk. Dia kagum kepada pejabat ini, seorang yang jujur dan tegas, namun yang melaksanakan tugas amat beratnya. "Kalau begitu, sangat boleh jadi bahwa para penyerang itu adalah mereka yang membenci pejabat yang menyeleweng dan menindas rakyat, kemudian karena Paduka menerima pemberian sogokan dari Cang Tai-jin, mereka tentu saja menganggap bahwa Paduka juga sama dengan Cang Tai-jin. Bukankah begitu kiranya, Tai-jin?"
Pembesar itu menggeleng-geleng kepalanya. "Kalau memang mereka itu benar orang-orang gagah yang melindungi rakyat jelata dan membenci pembesar yang menyeleweng dan menindas rakyat, tentu mereka sudah mendengar siapa dan bagaimana watak kami. Di mana pun juga kami selalu bertindak tegas terhadap para pejabat yang menyeleweng. Tidak, Si-taihiap, ada sesuatu di balik ini semua dan ketahuilah, kami percaya kepadamu maka kami berterus terang bahwa bukan hanya penyelewengan Cang Tai-jin yang kami dengar dari para penyelidik kami, akan tetapi bahwa di samping itu juga ada kemungkinan besar Cang Tai-jin mengadakan persekutuan dengan gerombolan yang diduga kerena akan mengadakan pemberontakan."
"Ahhh! Pemberontak?" Han Beng terkejut karena hal ini membuat urusan menjadi besar dan penting sekali.
"Nah, engkau lihat sendiri betapa gawatnya keadaan, di daerah ini, Si Tai-hiap. Oleh karena itulah maka kami sengaja mengundangmu, karena kami mengharapkan bantuanmu dalam hal ini."
"Bantuan bagaimana, Tai-jin? yang dapat saya lakukan menghadapi usaha pemberontakan?"
"Untuk melakukan penyelidikan, kami membutuhkan seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi seperti engkau, Tai-hiap. Melihat betapa di antara mereka terdapat orang-orang lihai, maka tak mungkin kami mengutus para penyelidik biasa."
"Maaf, Tai-jin. Saya mendengar bahkan di kota raja terdapat banyak sekali jagoan-jagoan istana, orang-orang dengan kepandaian tinggi. Tentu mereka itu dapat...“
"Hal itu memang benar, Tai-hiap. Akan teapi terlalu lama kalau kami harus minta bantuan mereka yang jauh dari sini, padahal keadaan di sini amat mendesak. Engkau tentu tahu betapa parahnya keadaan kalau sampai terjadi pemterontakan. Rakyat dan pemerintah akan menderita hebat. Oleh karena itu, demi takyat dan pemerintah, maukah engkau membantu kami untuk melakukan penyelidikan terhadap mereka yang tadi menyerang kami?"
Sejak tadi Han Beng sudah mempertimbangkan hal itu dan tanpa ragu lagi dia mengangguk. "Baiklah, Tai-jin. Tugas itu saya terima, akan tetapi saya tidak mau terikat sebagai seorang pekerja pemerintah, melainkan hanya membantu demi kepentingan rakyat jelata."
"Bagus, kami mengerti pendirian pendekar seperti engkau, Tai-hiap. Nah, kami akan melanjutkan perjalanan dan tak lama lagi setelah mendapatkan keterangan-keterangan darimu, baru kami akan turun tangan menindak Cang Tai-jin. Penindakan itu kami tangguhkan karena kami ingin mendengar dulu hasil penyelidikanmu tentang pemberontak itu, apakah dia terlibat ataukah tidak. Kalau hendak menghubungi kami, dapat engkau berhubungan dengan pedagang obat Kui Siong yang membuka kedai obat di kota Siong-an. Dia adalah seorang petugas kami yang kami percaya."
Han Beng mengangguk-angguk ketika pejabat itu hendak memberikan uang emas sebagai bekal dia melakukan tugas itu, Han Beng dengan halus menolak. Hal ini membuat Liu Tai-jin menjadi semakin kagum dan mereka pun berpisah. Pejabat itu naik kereta dikawal oleh seratus orang perajurit meninggalkan tempat itu, sedangkan Han Beng juga cepat pergi kembali ke tempat dimana dia tadi menolong rombongan Liu Taijin...
********************