DENGAN jujur Han Beng menggeleng kepala. "Aku hanya pernah mendengar ilmu kepandaian Hek-bin Hwesio amat tinggi. Tidak heran engkau begini lihai Giok Cu. Kiranya murid Lo-cianpwe (Orang Tua Sakti) Hek-bin Hwesio."
"Han Beng, engkau ingin tahu segalanya dariku, akan tetapi engkau sendiri tidak menceritakan apa-apa tentang dirimu. Siapakah nama guru-gurumu itu Tentu mereka merupakan orang-orang yang sakti di dunia kang-ouw maka engkau dapat memiliki ilmu kepandaian sehebat itu."
"Ah, boleh jadi guru-guruku pandai akan tetapi aku sendiri hanya seorang murid bodoh yang masih harus banyak belajar. Guruku yang pertama berjuluk Liu Bhok Ki, yang ke dua Sin-ciang Kai-ong dan yang ke tiga adalah Pek I Tojin... eh, kenapa kau?"
Giok Cu tidak mendengarkan lagi nama-nama berikutnya setelah mendenga nama guru pertama dan ia sudah bangkit berdiri, memandang kepada Han Ben dengan sinar mata bersinar aneh dan muka kemerahan karena marah.
"Liu Bhok Ki...? Sin-tiauw Liu Bhok Ki...?"
"Benar dia, apakah engkau sudah kenal dengan Suhu, Giok Cu?"
"Tentu saja aku kenal! Di mana dia sekarang? Di mana aku dapat bertemu dengan Sin-tiauw Liu Bhok Ki...?"
Han Beng yang berwatak jujur itu tidak melihat perubahan sikap gadis itu. Dia bahkan merasa girang bahwa Giok Cu mengenal suhunya. "Suhu Liu Bhok Ki masih berada di tempat pertapaannya yang dulu, yaitu di puncak Kim-hong-san di lembah Sungai Kuning..."
"Bagus sekali! Sekarang juga aku akan mencarinya di sana!" Berkata demikian, gadis itu siap untuk pergi meninggalkan tempat itu.
Akan tetapi tentu saja sikap ini membuat Han Beng terkejut dan heran. Dia sudah melangkah ke depan Giok Cu, memandang gadis itu dengan penuh selidik.b"Giok Cu, nanti dulu. Mengapa engkau tergesa-gesa mencari Suhu Liu Bhok Ki? Ada urusan apakah dengan dia?"
"Bukan urusanmu, dan engkau tidak boleh mencampuri. Ini urusan pribadiku!"
"Akan tetapi, ada apakah, Giok Cu ? Aku adalah sahabatmu, dan aku muridnya..."
"Hemm, jadi engkau hendak membelanya, ya?"
"Membelanya? Apa maksudmu? Engkau... engkau mau apakah mencari Suhu?"
"Aku hendak membunuhnya!"
Tentu saja Han Beng merasa terkejut bukan main sehingga sejenak dia tidak mampu mengeluarkan kata-kata, hanya memandang kepada Giok Cu dengan mata terbelalak. Lalu dia teringat bahwa gadi ini adalah murid Ban-tok Mo-li, ibu kandung Sim Lan Ci.
"Giok Cu, apakah engkau diutus Ban-tok Mo-li untuk memusuhi Suhu Liu Bhok Ki?" Suaranya mengandung teguran. Sikap ini membuat Giok Cu menjadi marah.
"Kalau betul engkau mau apa? Engkau hendak membela gurumu? Boleh!" tantangnya dan gadis itu sudah mencabut pedangnya yang tumpul.
"Sabarlah, Giok Cu. Engkau sendiri tadi mengaku bahwa gurumu itu, Ban-Tok Mo-li adalah seorang datuk sesat. Kalau engkau mewakili Ban-tok Mo-li untuk menyerang Suhu karena urusan Sim Lan Ci, maka aku dapat memberi penjelasan. Suhu tidak bersalah, bahkan kini dia sudah berbaik dengan Sim Lan Ci dan suaminya, Coa Siang Lee."
"Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan itu. Aku hendak membunuh Liu Bhok Ki bukan karena diutus Subo, melainkan urusan pribadiku. Dia telah berdosa besar dan bagaimanapun juga, Han Beng, aku harus membunuhnya. Kalau engkau hendak membelanya, terpaksa engkau pun akan kuhadapi sebagai musuh! Aku siap mempertaruhkan nyawa untuk tugas ini!"
Tentu saja Han Beng menjadi semakin kaget. Tentu ada urusan yang amat besar telah terjadi antara gurunya yang pertama itu dengan gadis ini. Kalau tidak begitu, tidak mungkin Giok Cu mendendam sehebat ini. "Giok Cu, aku bukan hendak membela Suhu, hanya aku sungguh tidak mengerti mengapa engkau memusuhi Suhu seorang pendekar yang budiman. Katakanlah agar aku tidak penasaran, Giok Cu mengapa engkau hendak membunuh Suhu Liu Bhok Ki?"
"Karena dia telah membunuh Ayah dan Ibuku!"
Han Beng tersentak kaget, matanya melebar dan mukanya menjadi agak pucat, bahkan dia seperti menerima pukulan pada mukanya yang membuat dia terhuyung ke belakang sampai lima langkah. "Tidak... tidak mungkin...!" Dia berteriak. "Tidak mungkin Suhu Liu Bhok Ki melakukan kekejian itu! Mengapa dia harus membunuh Ayah Ibumu? Ah, engkau salah sangka, Giok Cu, Suhu Liu Bhok Ki sama sekali tidak membunuh Ayah Ibumu. Akulah yang menjadi saksinya. Sebelum dia membawaku pergi, kami berdua telah bertemu dengan Ayah Ibumu karena aku mencari orang tuaku dan bahkan mereka diobati oleh guruku itu!”
"Diobati dengan racun! Ayah Ibuku telah diobati dengan racun oleh gurumu yang jahat itu, maka aku telah bersumpah bahwa aku akan membunuh Sin-tiauw Liu Bhok Ki!"
"Hemmm, hal itu tidak mungkin sama sekali, Giok Cu. Suhu Sin-tiauw Liu Bhok Ki adalah seorang pendekar yang gagah perkasa, bagaimana mungkin dia membunuh orang dengan obat beracun? Pula, kalau memang dia hendak membunuh Ayah Ibumu, mengapa pula harus memakai racun? Tentu dia dapat melakukannya dengan mudah."
"Akan tetapi, Ayah Ibuku tewas karena racun setelah mereka diobati Sin-tiauw Liu Bhok Ki, maka tidak salah lagi. Dialah yang membunuh Ayah Ibuku, dan kini aku ingin membalaskan kematian mereka. Siapapun tidak boleh menghalangi, engkau pun tidak!"
"Nanti dulu, Giok Cu, aku tidak akan menghalangimu bahkan mungkin aku juga akan menuntut guruku kalau memang dia demikian jahatnya. Akan tetapi aku tidak melihat sebab mengapa guruku membunuh orang tuamu. Apakah engkau melihat sendiri ketika guruku memberi obat beracun kepada orang tuamu?"
"Aku melihat sendiri. Ayah Ibuku mati karena keracunan!"
"Dan engkau melihat guruku yang memberi racun kepada mereka?"
"Tentu saja aku tidak melihat. Akan tetapi, Ayah dan Ibu sendiri yang mengatakan bahwa baru saja engkau dan Liu Bhok Ki datang dan gurumu itu telah mengobati mereka. Dan di depan mataku, tiba-tiba saja mereka berdua itu mati keracunan. Siapa lagi kalau bukan gurumu yang telah meracuninya?"
Han Beng mengerutkan alisnya. Sungguh mustahil gurunya meracuni ayah ibu Giok Cu. "Giok Cu, siapakah yang mengatakan kepadamu bahwa guruku yang memberi obat beracun? Ketika engkau berada-bersama orang tuamu, siapa yang berada disitu?"
"Aku mengajak Subo untuk lebih dulu mencari orang tuaku sebelum ia membawaku pergi. Subo berada di sana menjadi saksi dan Subo yang mengatakan bahwa orang tuaku tewas karena obat beracun yang diberikan oleh Sin-tiauw Liu Bhok Ki."
"Ah, aku mengerti sekarang! Giok Cu, bukan guruku Liu Bhok Ki yang meracuni Ayah Ibumu, melainkan Ban-tok Mo-li sendiri!"
Giok Cu mengerutkan alisnya. "Hemm, tidak mungkin! Untuk apa ia meracuni dan membunuh orang tuaku kalau ia hendak mengambil aku sebagai muridnya?”
"Mari kita pikirkan baik-baik dan dengan hati dan kepala dingin, Giok Cu. Percayalah, aku masih sahabatmu yang dahulu. Kalau benar guruku Sin-tiauw Liu Bhok Ki membunuh Ayah Ibumu, aku sendiri yang akan menuntutnya dan meminta pertanggungan jawabnya. Akan tetapi, mari kita selidiki. Guruku itu seorang pendekar besar, dan dia sama sekali tidak mempunyai alasan mengapa harus meracuni orang tuamu. Kalau dia hendak membunuh orang, tentu dilakukannya dengan pukulan saktinya, bukan menggunakan racun! Dan sekarang kita selidiki keadaan Subomu, Ban-tok Mo-li itu. Ia seorang datuk sesat yang tidak segan melakukan kekejaman bagaimana pun juga. Dari julukannya saja diketahui bahwa ia seorang ahli racun dan engkau sendiri tentu tahu bahwa ia ahli pula melakukan pukulan beracun seperti yang juga kau pelajari. Jadi, mudah sekali baginya untuk memberi pukulan beracun kepada Ayah Ibumu, dan engkau pada waktu itu tentu tidak akan mengetahuinya. Dan ia mempunyai niat untuk membawamu sebagai murid. Mungkin ia takut Ayah Ibumu akan melarangmu, maka ia membunuh mereka, dan sengaja ia melempar fitnah kepada guruku agar engkau tidak mendendam kepadanya melainkan kepada guruku."
Giok Cu adalah seorang gadis yang cerdik sekali. Mendengar semua ucapan Han Beng itu, hatinya tergerak. Ia cukup mengenal subonya, seorang wanita iblis yang amat kejam sehingga apa yang dikatakan Han Beng itu bukan suatu hal yang mustahil dilakukan subonya. Akan tetapi, ia tidak mempunyai bukti, maka ia mulai meragu.
"Tapi... tapi... Subo mengatakan bahwa Sin-tiauw Liu Bhok Ki yang membunuh Ayah Ibuku, dan selama bertahun-tahun ini, di dalam hatiku sudah kuambil keputusan bahwa suatu hari aku akan nenemui Liu Bhok Ki untuk membalas dendam atas kematian Ayah Ibuku!"
"Ingatlah, Giok Cu. Bagaimana kalau engkau yang terburu nafsu berhasil membunuh guruku Liu Bhok Ki dan kemudian mendapat kenyataan bahwa pembunuh orang tuamu bukan Sin-tiauw Liu Bhok Ki melainkan Ban-tok Mo-li sendiri?"
"Ahhhhh... " Giok Cu menjadi semakin ragu, " tapi... tapi... apa yang harus kulakukan...?"
"Giok Cu, dengarlah baik-baik. Kita masih sahabat seperti dahulu, bukan? Dahulu, kita menghadapi ular itu bersama, kita bersama menggigitnya sampai dia mati. Kita bersama menghadapi ancaman maut di tangan orang-orang jahat. Nah, maukah engkau kuajak untuk bersama-sama pula menghadapi semua ini? Aku akan membantumu, Giok Cu. Demi langit dan bumi, aku tidak akan memihak Suhu kalau memang dia bersalah. Kita selesaikan dulu urusan di sini urusan yang penting sekali karena akan terjadi pemberontakan. Kita menghadap Liu Tai-jin, maksudku bukan menghadap beliau, melainkan menyampaikan semua hasil penyelidikan kita tentang Cang Ta-jin dan para pemberontak. Keteranganmu merupakan berita yang penting sekali. Sesudah itu, barulah kita berdua akan mengunjungi mereka."
"Mereka siapa maksudmu?"
"Pertama, kita kunjungi guruku, Si tiauw Liu Bhok Ki dan aku yang akan terang-terangan bertanya apakah di telah membunuh orang tuamu dengan obat beracun!"
"Tentu dia menyangkal..."
"Kalau memang dia melakukan perbuatan itu, aku tanggung dia tidak akan menyangkal, Giok Cu. Aku mengenal benar orang macam apa adanya guruku. Dia amat keras dan jujur, amat tinggi menghargai diri dan kehormatan sehingga menjadi angkuh. Kalau dia melakukan sesuatu, pasti dia akan mengakuinya kepada siapapun juga. Dia paling membenci sikap pengecut."
"Lalu bagaimana setelah kita menemui gurumu dan dia menyangkal?"
"Setelah itu, kita pergi menemui gurumu, Ban-tok Mo-li."
"Ia akan memusuhiku karena aku telah melarikan diri darinya dan membuatnya marah." Giok Cu berhenti sebentar lalu melanjutkan. "Aku kini tidak takut kepadanya dan aku akan mampu menandinginya, akan tetapi... bagaimana kalau ia pun menyangkal bahwa ia telah membunuh Ayah Ibuku? Apakah aku hanya akan puas dengan keterangan dua orang itu dan tidak lagi membalaskan kematian orang tuaku?"
"Kita coba saja dulu, Giok Cu. Perkembangannya bagaimana nanti kita lihat dan kita tentukan tindakan kita lebih lanjut. Maukah engkau bekerja sama dengan aku seperti dulu ketika kita menghadapi mereka yang hendak menawan kita di sungai itu?"
Giok Cu teringat akan masa dulu dan ia pun tersenyum, mengangguk.
"Baiklah, Han Beng. Tapi, bagaimana dengan orang tuamu sendiri? Siapakah yang membunuh mereka?"
"Mereka terbunuh dalam keributan itu. Demikian banyaknya orang kang-ouw yang jahat dan pandai di sana sehingga sukar diselidiki siapa yang telah membunuh Ayah dan Ibu. Akan tetapi ketika tadi aku melihat engkau dikeroyok aku melihat dua orang yang kalau tidak salah dahulu ikut pula memperebutkan anak naga, kemudian memperebutkan diri kita di Sungai Huang-ho."
"Eh? Benarkah? Aku tidak mengenal mereka! Yang manakah?"
"Dahulu guruku Sin-tiauw Liu Bhok Ki pernah menceritakan siapa adanya mereka yang ikut memperebutkan diri kita seorang demi seorang, dan kalau tidak salah yang menggunakan golok rantai bertubuh tinggi kurus tadi, dan seorang lagi yang gendut pendek dan tongkatnya dilapisi warna emas."
"Hemmm, mereka adalah ketua Pouw beng-pang yang bernama Kim-bwe-eng Gan Lok dan wakilnya yang bernama Kim-kauw-pang Pouw In Tiong!"
"Tepat sekali! Hanya bedanya, ketuanya yang berjuluk Gan Lok itu menurut Suhu berjuluk Kiu-bwe-houw (Harimau Ekor Sembilan) dan senjatanya pecut ekor sembilan dan cakar harimau, bukan golok rantai seperti sekarang. Akan tetapi jelas mereka berdua itu yang dulu juga ikut memperebutkan kita."
Dugaan Han Beng memang tepat. Ketua Pouw-beng-pang itu memang tokoh kang-ouw yang dahulu berjuluk Kiu-bwe-houw dan bersenjata pecut ekor sembilan. Akan tetapi setelah dia terlibat dalam pemberontakan dan menjadi buruan pemerintah, dia lalu mengubah julukannya menjadi Kim-bwe-eng dan mengganti pula senjatanya dengan golok rantai. Perubahan julukan dan senjata ini, sedikit banyak menolongnya dalam pelarian sampai dia menjadi ketua Pouw-beng-pang seperti sekarang. Setelah menyetujui ajakan Han Beng untuk bekerja sama, pemuda dan gadis itu lalu melakukan perjalanan cepat, memasuki kembali kota Siong-an.
"Kita harus berhati-hati," kata Han Beng. "Sebaiknya memasuki kota Siong-an pada malam hari. Bagaimanapun juga, kepala daerah kota itu, Cang Tai-jin, adalah sekutu pemberontak dan tentu dia menyebar petugas untuk mengejar kita."
"Mengapa kita berkunjung ke Siong-an ?" tanya Giok Cu.
"Liu Tai-jin telah memesan kepadaku bahwa kalau aku hendak menghubunginya, aku dapat mengadakan kontak dengan seorang pedagang obat yang membuka toko obat di kota Siong-an. Orang itu bernama Kui Song dan dia adalah mata-mata dari Liu Tai-jin."
Mereka berdua menanti di luar kota sampai hari menjadi gelap, barulah mereka menggunakan ilmu kepandaian mereka memasuki kota itu dengan meloncat pagar tembok kota dan bagaikan dua bayangan mereka berkelebatan mencari rumah tinggal Kui Song.
Tidak sukar mencari toko itu. Mereka berdua berjalan mondar-mandir beberapa kali di jalan depan toko obat itu. Setelah melihat keadaan di toko itu sepi, juga di jalan mulai sepi karena malam mulai larut, dan para penjaga toko obat itu mulai menutup toko, mereka lalu menghampiri para penjaga toko. Karena mengira mereka hendak membeli obat, seorang penjaga toko menyambut mereka.
"Kongcu dan Siocia (Tuan Muda dan Nona) hendak mencari obat apakah?"
"Kami hendak menawarkan rempah-rempah dan obat-obat yang kami bawa dari hulu sungai. Apakah Paman Kui Song ada? Kami ingin bicara sendiri perdagangan ini dengan dia."
Penjaga toko itu memandang dengan mata menyelidik. "Kalau hendak menawarkan dagangan, sebaiknya kalau besok pagi saja engkau datang lagi. Kui Sin-she (Tabib Kui) sedang beristirahat dan tidak boleh diganggu."
"Hemmm, akan tetapi selain menawarkan dagangan, juga kami mempunyai urusan penting, mengenai pesanan Paman Kui. Harap sampaikan kepadanya bahwa kami perlu bertemu karena urusan yang amat penting."
Orang itu kembali mengamati Han Beng dan Giok Cu, lalu bertanya denga hati-hati. "Siapakah Ji-wi (Anda Berdua) dan keperluan apakah yang penting itu. Akan kusampaikan kepada Kui Sin-she."
"Katakan saja bahwa aku orang she Si membawa berita penting untuk orang she Liu."
Kini penjaga toko itu tidak banyak cakap lagi, lalu masuk ke dalam dan dua orang kawannya melanjutkan pekerjaan mereka menutup toko. Tak lama kemudian, dia kembali lagi bersama seorang pria berusia lima puluh tahun, bertubuh tinggi kurus, berpakaian seperti seorang sastrawan dan memiliki pandang mata yang tajam. Melihat Han Beng, dia mengamati dengan tajam, lalu bertanya dengan suara lirih.
"Huang-ho Sin-liong...?"
Han Beng mengangkat kedua tangan ke depan dada. "Aku Si Han Beng mempunyai urusan penting dengan Paman Kui Song. Dan ini adalah Nona Bu Giok Cu, seorang sahabat baik."
Kui Song cepat membalas penghormatan mereka. "Mari, silakan masuk. Kita bicara di dalam saja," katanya sambil melempar pandang dengan penuh perhatian ke jalan raya. Dia mengangguk lega ketika melihat suasana yang sunyi di luar. Sambil mengantar dua orang tamunya masuk, dia berkata kepada tiga orang penjaga toko itu, "Setelah tutup kalian berjaga di luar."
Setelah masuk ke dalam, ternyata rumah itu luas juga dan selain tiga orang pria yang bertugas menjaga toko dan menjaga di luar, di dalam terdapat pula dua orang pemuda yang bertugas sebagai pelayan pula. Padahal, seperti juga yang berada di luar, mereka berlima itu adalah lima orang perajurit pengawal yang memiliki kepandaian silat lumayan, dan sengaja diperbantukan kepada Kui Song yang bertugas sebagai seorang penyelidik atau mata-mata. Tidak ada seorang pun wanita di situ.
Kui Song tidak begitu bodoh untuk memboyong keluarganya yang berada di kotaraja, karena di Siong-an dia mempunyai tugas yang berbahaya. Kalau tugasnya gagal dan ketahuan pihak musuh, nyawanya terancam bahaya. Di kota raja, Kui Song mempunyai kedudukan sebagai seorang perwira tinggi. Karena dia mengerti tentang obat-obatan, maka dia menyamar sebagai seorang tabib yang berdagang obat di kota itu.
Setelah mereka duduk di ruangan dalam, Kui Song berkata, "Harap Si Tai-hiap jangan heran bahwa aku sudah menduga bahwa engkau adalah Huang-ho Sin liong yang terkenal itu karena aku sudah menerima keterangan dari Liu Tai-jin! tentang dirimu. Oleh karena itu, begitu pembantuku melapor bahwa ada tamu she Si yang hendak menyampaikan berita penting untuk Liu Tai-jin, aku segera dapat menduga siapa adanya engkau. Dan maafkan aku, bagaimana dengan Nona Bu ini? Aku belum mengenalnya."
"Justeru ia-lah yang menjadi pembawa berita dan keterangan yang teramat penting tentang gerombolan pemberontak karena ia baru saja keluar dari sana dan sempat melihat dan mendengar tentang persekutuan mereka itu. Nona Bu ini adalah seorang sahabatku yang dapat dipercaya sepenuhnya, dan ia adalah seorang pendekar wanita yang amat lihai."
Mendengar ini, Kui Song segera bangkit dan memberi hormat kepada Giok Cu. "Ah, kalau begitu, harap maafkan aku, Li-hiap (Pendekar Wanita). Nah, sekarang harap Ji-wi suka menceritakan, berita apa yang amat penting itu?"
"Bahwa terdapat bukti adanya persekutuan antara Cang Tai-jin dengan pihak gerombolan pemberontak dan tentang perkumpulan Pouw-beng-pang yang bersekutu dengan orang-orang Hui untuk memberontak dengan dalih berjuang demi kepentingan rakyat tertindas," kata Han Beng.
Mendengar ucapan itu, wajah Kui Song berseri. "Itu sungguh berita yang amat penting! Memang itulah yang ditunggu-tunggu oleh Liu Tai-jin. Tuntutan terhadap Cang Tai-jin sebagai seorang yang menyalahgunakan tugas dan wewenangnya, memaksa rakyat untuk menjadi pekerja paksa tanpa bayaran membuat terusan memang merupakan urusan besar, akan tetapi lebih besar lagi kalau dia bersekutu dengan gerombolan pemberontak. Si Tai-hiap, harap ceritakan dengan jelas."
"Nona Bu ini yang dapat bercerita lebih jelas. Kami sengaja hendak menyampaikan hal ini kepada Paman Kui Song, karena kami tidak ada waktu untuk menghadap sendiri kepada Liu Tai-jin. Juga kami tidak ingin mencampuri urusan pemerintah, hanya ingin membantu untuk menentang kejahatan saja. Giok Cu, ceritakanlah."
Giok Cu lalu menceritakan tentang semua hal yang dilihat dan didengarnya Betapa Cang Tai-jin, kepala daerah Siong-an bersekutu dengan gerombolan pemberontak dan sebagai utusan dari wakilnya, dia mengutus Kim-bwe Sam houw, tiga orang tokoh sesat yang amat terkenal di daerah Siong-an itu. Kemudian ia juga bercerita tentang Kim-kauw-pang Pouw In Tiong, juga tentang Yalami Cin, kepala suku Hui yang bersekutu dengan para pemberontak yang bersembunyi di balik nama pejuang pembela rakyat itu!
Mendengar keterangan itu, Kui Song gembira bukan main. "Ah, sungguh keterangan kalian ini amat penting! Tak kusangka mereka sudah bergerak sejauh itu! Mereka mempunyai anak buah kurang lebih lima ratus orang ditambah orang-orang Hui kurang lebih dua ribu orang? Berbahaya sekali! Kalau mereka bergerak sekarang, kota Siong-an dapat mudah mereka duduki. Penjagaan di sini tidak begitu kuat. Ah, berita ini harus cepat kusampaikan kepada Liu Tai-jin di kota raja! Ji-wi telah berjasa besar dan akan dilaporkan kepada Liu Tai-jin. Kalau kemudian Liu Tai-jin melaporkan ke istana, tentu Ji-wi akan mendapat anugerah besar dari Sribaginda Kaisar. Liu Tai-jin adalah seorang atasan yang amat adil dan bijaksana."
Giok Cu mengerutkan alisnya dan menjawab dengan suara yang dingin. "Aku tidak pernah mengharapkan balasan jasa! Aku tidak menganggap ini sebagai jasa, melainkan sebagai kewajiban, maka tidak perlu Paman membuat laporan."
"Apa yang dikatakan Nona Bu benar, Paman Kui. Kami sudah merasa cukup puas kalau pemberontakan itu dapat dibasmi sebelum terjadi perang yang hanya akan menyengsarakan rakyat. Dan kami percaya bahwa Liu Tai-jin akan menyeret pembesar-pembesar seperti Cang Tai-jin itu ke pengadilan. Kalau rakyat tidak dipaksa bekerja, kalau diberi jaminan dan penerangan yang baik tanpa paksaan dan tekanan, aku yakin rakyat akan dengan suka rela membantu penyelesaian pembuatan terusan itu. Jangan rakyat yang sudah miskin itu ditindas dan dijadikan kerja paksa lagi."
"Jangan khawatir, Tai-hiap dan Li-hiap. Biarpun di mana-mana terdapat pembesar-pembesar korup yang menekan rakyat semacam Cang Tai-jin, namun masih ada pemimpin-pemimpin seperti Liu Tai-jin yang menjalankan tugasnya dengan baik, bijaksana, dan adil."
Setelah menceritakan semua yang mereka ketahui tentang gerombolan pemberontak, Han Beng dan Giok Cu pergi meninggalkan rumah obat itu dengan diam-diam. Mereka menyelinap ke dalam kegelapan malam dan malam itu juga mereka keluar kota.
"Menurut keterangan guruku, Kui-bwe-houw Gan Lok yang kini mengubah julukan menjadi Kim-bwe-eng itu memang seorang tokoh kang-ouw yang tidak segan melakukan apa saja demi memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri. Akan tetapi yang mengherankan adalah Kim-kauw-pang Pouw In Tiong. Menurut Suhu, dia seorang jagoan dari Lu-liang-san, seorang yang biarpun wataknya sombong namun suka berlagak sebagai pendekar yang menentang kejahatan. Heran bagaimana dia pun terlibat ke dalam gerakan pemberontakan itu," kata Han Beng ketika mereka sudah meninggalkan kota Siong-an.
"Hemmm, apa anehnya? Harta dan kedudukan dapat membuat orang lupa diri? Menurut wejangan guruku, yaitu Hek-bin Hwesio, pikiran yang bergelimang nafsu amatlah cerdiknya, bagaikan bisikan iblis yang amat licin penuh muslihat sehingga segala perbuatan yang dilakukan, selalu nampak benar dan baik saja, walaupun pada dasarnya mengandung pamrih untuk kesenangan pribadi,” kata Giok Cu.
Diam-diam Han Beng merasa girang dan kagum. Biarpun pernah menjadi murid seorang wanita iblis seperti Ban-tok Mo-li yang tersohor kejam sekali, ternyata Giok Cu beruntung mendapat gemblengan lahir batin dari seorang sakti dan bijaksana seperti Hek-bin Hwesio.
"Memang benar sekail wejangan Suhumu itu, Giok Cu. Kurasa Kim-kauw-pang Pouw In Tiong juga ditipu oleh pikirannya sendiri. Tentu dia menganggap bahwa dengan menjadi wakil ketua Pouw-beng-pang, dia telah melakukan tugas sebagai seorang pendekar, yaitu membela rakyat yang tertindas. Nama perkumpulannya saja Pouw-beng-pang (Perkumpulan Pembela Rakyat). Tentu saja di lubuk hatinya, dia tahu bahwa yang terutama mendorongnya adalah pemberontakan yang didasari keinginan untuk memperoleh kedudukan tinggi. Namun, nafsu telah menghapus kesadaran itu, dan dia melihat bahwa semua yang dilakukan itu benar dan baik. Oleh karena itulah, guruku Pek I Tojin selalu mengatakan bahwa kita harus berhati-hati terhadap musuh tak nampak yang berada di dalam diri kita sendiri, yaitu nafsu yang menguasai hati dan pikiran."
Giok Cu mengangguk-angguk, kemudian ia berhenti melangkah. Han Beng juga berhenti. Dia melihat betapa gadis itu melihat ke atas dan dia pun menengadah. Betapa indahnya malam itu. Tiada awan secuil pun, langit bersih, agak kehitaman dan ditaburi laksaan bintang yang berkilauan dengan indahnya, ada yang bersinar terang, ada yang berkedip-kedip, laksaan jutaan, tak terhitung banyaknya! Sejenak menyelinap kesadarannya betapa ajaibnya semua itu, betapa agungnya, betapa indah dan betapa besarnya alam, dan betapa maha kuasa Sang Pencipta! Kedua orang muda itu bagaikan terpesona dan akhirnya Giok Cu menarik napas panjang.
"Ada apakah, Giok Cu?" tanya Han Beng ketika mendengar helaan napas itu.
Giok Cu menundukkan muka dan mereka saling pandang. "Tidak apa-apa, aku hanya mengagumi keindahan alam."
"Memang indah," kata Han Beng.
"Hidup tidaklah seindah ini..." kembali gadis itu menarik napas panjang, teringat akan semua pengalaman hidupnya semenjak ditinggal mati ayah dan ibunya.
"Memang tidak seindah ini," kata pula Han Beng.
"Masih jauhkah tempat tinggal Sin-tiauw Liu Bhok Ki dari sini, Han Beng."
Sejenak Han Beng tidak menjawab, seperti terkejut diingatkan akan urusan gadis itu dengan gurunya. Kalau tadi, alam nampak indah dan hidup terasa demikian bahagia, kini dia seperti ditarik lari ke dalam kehidupan yang penuh persoalan, penuh pertentangan! Dia menarik napas panjang, teringat betapa masih banyak hal yang harus dia hadapi, hal-hal yang tidak mengenakkan hati.
"Tidak begitu jauh. Kita menuju ke Sungai Huang-ho, lalu mencari perahu dan melanjutkan perjalanan dengan perahu. Lebih cepat dan tidak melelahkan. Setelah tiba di kaki Bukit Kim-hong-san di lembah sungai, kita mendarat dan mendaki bukit. Dalam waktu paling lama lima hari kita akan tiba di tempat pertapaan Suhu Liu Bhok Ki."
Karena kota Siong-an letaknya di dekat sungai itu, maka menjelang tengah malam mereka sudah tiba di tepi sungai. Mereka berhasil menyewa sebuah perahu kecil dan tukang perahu, seorang laki-laki berusia empat puluh tahunan, suka mengantar mereka sampai ke kaki Bukit Kim-hong-san dengan bayaran yang pantas. Perahu kecil saja, biliknya di tengah-tengah yang terlindung atap sederhana itu hanya dapat memuat seorang saja...
"Han Beng, engkau ingin tahu segalanya dariku, akan tetapi engkau sendiri tidak menceritakan apa-apa tentang dirimu. Siapakah nama guru-gurumu itu Tentu mereka merupakan orang-orang yang sakti di dunia kang-ouw maka engkau dapat memiliki ilmu kepandaian sehebat itu."
"Ah, boleh jadi guru-guruku pandai akan tetapi aku sendiri hanya seorang murid bodoh yang masih harus banyak belajar. Guruku yang pertama berjuluk Liu Bhok Ki, yang ke dua Sin-ciang Kai-ong dan yang ke tiga adalah Pek I Tojin... eh, kenapa kau?"
Giok Cu tidak mendengarkan lagi nama-nama berikutnya setelah mendenga nama guru pertama dan ia sudah bangkit berdiri, memandang kepada Han Ben dengan sinar mata bersinar aneh dan muka kemerahan karena marah.
"Liu Bhok Ki...? Sin-tiauw Liu Bhok Ki...?"
"Benar dia, apakah engkau sudah kenal dengan Suhu, Giok Cu?"
"Tentu saja aku kenal! Di mana dia sekarang? Di mana aku dapat bertemu dengan Sin-tiauw Liu Bhok Ki...?"
Han Beng yang berwatak jujur itu tidak melihat perubahan sikap gadis itu. Dia bahkan merasa girang bahwa Giok Cu mengenal suhunya. "Suhu Liu Bhok Ki masih berada di tempat pertapaannya yang dulu, yaitu di puncak Kim-hong-san di lembah Sungai Kuning..."
"Bagus sekali! Sekarang juga aku akan mencarinya di sana!" Berkata demikian, gadis itu siap untuk pergi meninggalkan tempat itu.
Akan tetapi tentu saja sikap ini membuat Han Beng terkejut dan heran. Dia sudah melangkah ke depan Giok Cu, memandang gadis itu dengan penuh selidik.b"Giok Cu, nanti dulu. Mengapa engkau tergesa-gesa mencari Suhu Liu Bhok Ki? Ada urusan apakah dengan dia?"
"Bukan urusanmu, dan engkau tidak boleh mencampuri. Ini urusan pribadiku!"
"Akan tetapi, ada apakah, Giok Cu ? Aku adalah sahabatmu, dan aku muridnya..."
"Hemm, jadi engkau hendak membelanya, ya?"
"Membelanya? Apa maksudmu? Engkau... engkau mau apakah mencari Suhu?"
"Aku hendak membunuhnya!"
Tentu saja Han Beng merasa terkejut bukan main sehingga sejenak dia tidak mampu mengeluarkan kata-kata, hanya memandang kepada Giok Cu dengan mata terbelalak. Lalu dia teringat bahwa gadi ini adalah murid Ban-tok Mo-li, ibu kandung Sim Lan Ci.
"Giok Cu, apakah engkau diutus Ban-tok Mo-li untuk memusuhi Suhu Liu Bhok Ki?" Suaranya mengandung teguran. Sikap ini membuat Giok Cu menjadi marah.
"Kalau betul engkau mau apa? Engkau hendak membela gurumu? Boleh!" tantangnya dan gadis itu sudah mencabut pedangnya yang tumpul.
"Sabarlah, Giok Cu. Engkau sendiri tadi mengaku bahwa gurumu itu, Ban-Tok Mo-li adalah seorang datuk sesat. Kalau engkau mewakili Ban-tok Mo-li untuk menyerang Suhu karena urusan Sim Lan Ci, maka aku dapat memberi penjelasan. Suhu tidak bersalah, bahkan kini dia sudah berbaik dengan Sim Lan Ci dan suaminya, Coa Siang Lee."
"Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan itu. Aku hendak membunuh Liu Bhok Ki bukan karena diutus Subo, melainkan urusan pribadiku. Dia telah berdosa besar dan bagaimanapun juga, Han Beng, aku harus membunuhnya. Kalau engkau hendak membelanya, terpaksa engkau pun akan kuhadapi sebagai musuh! Aku siap mempertaruhkan nyawa untuk tugas ini!"
Tentu saja Han Beng menjadi semakin kaget. Tentu ada urusan yang amat besar telah terjadi antara gurunya yang pertama itu dengan gadis ini. Kalau tidak begitu, tidak mungkin Giok Cu mendendam sehebat ini. "Giok Cu, aku bukan hendak membela Suhu, hanya aku sungguh tidak mengerti mengapa engkau memusuhi Suhu seorang pendekar yang budiman. Katakanlah agar aku tidak penasaran, Giok Cu mengapa engkau hendak membunuh Suhu Liu Bhok Ki?"
"Karena dia telah membunuh Ayah dan Ibuku!"
Han Beng tersentak kaget, matanya melebar dan mukanya menjadi agak pucat, bahkan dia seperti menerima pukulan pada mukanya yang membuat dia terhuyung ke belakang sampai lima langkah. "Tidak... tidak mungkin...!" Dia berteriak. "Tidak mungkin Suhu Liu Bhok Ki melakukan kekejian itu! Mengapa dia harus membunuh Ayah Ibumu? Ah, engkau salah sangka, Giok Cu, Suhu Liu Bhok Ki sama sekali tidak membunuh Ayah Ibumu. Akulah yang menjadi saksinya. Sebelum dia membawaku pergi, kami berdua telah bertemu dengan Ayah Ibumu karena aku mencari orang tuaku dan bahkan mereka diobati oleh guruku itu!”
"Diobati dengan racun! Ayah Ibuku telah diobati dengan racun oleh gurumu yang jahat itu, maka aku telah bersumpah bahwa aku akan membunuh Sin-tiauw Liu Bhok Ki!"
"Hemmm, hal itu tidak mungkin sama sekali, Giok Cu. Suhu Sin-tiauw Liu Bhok Ki adalah seorang pendekar yang gagah perkasa, bagaimana mungkin dia membunuh orang dengan obat beracun? Pula, kalau memang dia hendak membunuh Ayah Ibumu, mengapa pula harus memakai racun? Tentu dia dapat melakukannya dengan mudah."
"Akan tetapi, Ayah Ibuku tewas karena racun setelah mereka diobati Sin-tiauw Liu Bhok Ki, maka tidak salah lagi. Dialah yang membunuh Ayah Ibuku, dan kini aku ingin membalaskan kematian mereka. Siapapun tidak boleh menghalangi, engkau pun tidak!"
"Nanti dulu, Giok Cu, aku tidak akan menghalangimu bahkan mungkin aku juga akan menuntut guruku kalau memang dia demikian jahatnya. Akan tetapi aku tidak melihat sebab mengapa guruku membunuh orang tuamu. Apakah engkau melihat sendiri ketika guruku memberi obat beracun kepada orang tuamu?"
"Aku melihat sendiri. Ayah Ibuku mati karena keracunan!"
"Dan engkau melihat guruku yang memberi racun kepada mereka?"
"Tentu saja aku tidak melihat. Akan tetapi, Ayah dan Ibu sendiri yang mengatakan bahwa baru saja engkau dan Liu Bhok Ki datang dan gurumu itu telah mengobati mereka. Dan di depan mataku, tiba-tiba saja mereka berdua itu mati keracunan. Siapa lagi kalau bukan gurumu yang telah meracuninya?"
Han Beng mengerutkan alisnya. Sungguh mustahil gurunya meracuni ayah ibu Giok Cu. "Giok Cu, siapakah yang mengatakan kepadamu bahwa guruku yang memberi obat beracun? Ketika engkau berada-bersama orang tuamu, siapa yang berada disitu?"
"Aku mengajak Subo untuk lebih dulu mencari orang tuaku sebelum ia membawaku pergi. Subo berada di sana menjadi saksi dan Subo yang mengatakan bahwa orang tuaku tewas karena obat beracun yang diberikan oleh Sin-tiauw Liu Bhok Ki."
"Ah, aku mengerti sekarang! Giok Cu, bukan guruku Liu Bhok Ki yang meracuni Ayah Ibumu, melainkan Ban-tok Mo-li sendiri!"
Giok Cu mengerutkan alisnya. "Hemm, tidak mungkin! Untuk apa ia meracuni dan membunuh orang tuaku kalau ia hendak mengambil aku sebagai muridnya?”
"Mari kita pikirkan baik-baik dan dengan hati dan kepala dingin, Giok Cu. Percayalah, aku masih sahabatmu yang dahulu. Kalau benar guruku Sin-tiauw Liu Bhok Ki membunuh Ayah Ibumu, aku sendiri yang akan menuntutnya dan meminta pertanggungan jawabnya. Akan tetapi, mari kita selidiki. Guruku itu seorang pendekar besar, dan dia sama sekali tidak mempunyai alasan mengapa harus meracuni orang tuamu. Kalau dia hendak membunuh orang, tentu dilakukannya dengan pukulan saktinya, bukan menggunakan racun! Dan sekarang kita selidiki keadaan Subomu, Ban-tok Mo-li itu. Ia seorang datuk sesat yang tidak segan melakukan kekejaman bagaimana pun juga. Dari julukannya saja diketahui bahwa ia seorang ahli racun dan engkau sendiri tentu tahu bahwa ia ahli pula melakukan pukulan beracun seperti yang juga kau pelajari. Jadi, mudah sekali baginya untuk memberi pukulan beracun kepada Ayah Ibumu, dan engkau pada waktu itu tentu tidak akan mengetahuinya. Dan ia mempunyai niat untuk membawamu sebagai murid. Mungkin ia takut Ayah Ibumu akan melarangmu, maka ia membunuh mereka, dan sengaja ia melempar fitnah kepada guruku agar engkau tidak mendendam kepadanya melainkan kepada guruku."
Giok Cu adalah seorang gadis yang cerdik sekali. Mendengar semua ucapan Han Beng itu, hatinya tergerak. Ia cukup mengenal subonya, seorang wanita iblis yang amat kejam sehingga apa yang dikatakan Han Beng itu bukan suatu hal yang mustahil dilakukan subonya. Akan tetapi, ia tidak mempunyai bukti, maka ia mulai meragu.
"Tapi... tapi... Subo mengatakan bahwa Sin-tiauw Liu Bhok Ki yang membunuh Ayah Ibuku, dan selama bertahun-tahun ini, di dalam hatiku sudah kuambil keputusan bahwa suatu hari aku akan nenemui Liu Bhok Ki untuk membalas dendam atas kematian Ayah Ibuku!"
"Ingatlah, Giok Cu. Bagaimana kalau engkau yang terburu nafsu berhasil membunuh guruku Liu Bhok Ki dan kemudian mendapat kenyataan bahwa pembunuh orang tuamu bukan Sin-tiauw Liu Bhok Ki melainkan Ban-tok Mo-li sendiri?"
"Ahhhhh... " Giok Cu menjadi semakin ragu, " tapi... tapi... apa yang harus kulakukan...?"
"Giok Cu, dengarlah baik-baik. Kita masih sahabat seperti dahulu, bukan? Dahulu, kita menghadapi ular itu bersama, kita bersama menggigitnya sampai dia mati. Kita bersama menghadapi ancaman maut di tangan orang-orang jahat. Nah, maukah engkau kuajak untuk bersama-sama pula menghadapi semua ini? Aku akan membantumu, Giok Cu. Demi langit dan bumi, aku tidak akan memihak Suhu kalau memang dia bersalah. Kita selesaikan dulu urusan di sini urusan yang penting sekali karena akan terjadi pemberontakan. Kita menghadap Liu Tai-jin, maksudku bukan menghadap beliau, melainkan menyampaikan semua hasil penyelidikan kita tentang Cang Ta-jin dan para pemberontak. Keteranganmu merupakan berita yang penting sekali. Sesudah itu, barulah kita berdua akan mengunjungi mereka."
"Mereka siapa maksudmu?"
"Pertama, kita kunjungi guruku, Si tiauw Liu Bhok Ki dan aku yang akan terang-terangan bertanya apakah di telah membunuh orang tuamu dengan obat beracun!"
"Tentu dia menyangkal..."
"Kalau memang dia melakukan perbuatan itu, aku tanggung dia tidak akan menyangkal, Giok Cu. Aku mengenal benar orang macam apa adanya guruku. Dia amat keras dan jujur, amat tinggi menghargai diri dan kehormatan sehingga menjadi angkuh. Kalau dia melakukan sesuatu, pasti dia akan mengakuinya kepada siapapun juga. Dia paling membenci sikap pengecut."
"Lalu bagaimana setelah kita menemui gurumu dan dia menyangkal?"
"Setelah itu, kita pergi menemui gurumu, Ban-tok Mo-li."
"Ia akan memusuhiku karena aku telah melarikan diri darinya dan membuatnya marah." Giok Cu berhenti sebentar lalu melanjutkan. "Aku kini tidak takut kepadanya dan aku akan mampu menandinginya, akan tetapi... bagaimana kalau ia pun menyangkal bahwa ia telah membunuh Ayah Ibuku? Apakah aku hanya akan puas dengan keterangan dua orang itu dan tidak lagi membalaskan kematian orang tuaku?"
"Kita coba saja dulu, Giok Cu. Perkembangannya bagaimana nanti kita lihat dan kita tentukan tindakan kita lebih lanjut. Maukah engkau bekerja sama dengan aku seperti dulu ketika kita menghadapi mereka yang hendak menawan kita di sungai itu?"
Giok Cu teringat akan masa dulu dan ia pun tersenyum, mengangguk.
"Baiklah, Han Beng. Tapi, bagaimana dengan orang tuamu sendiri? Siapakah yang membunuh mereka?"
"Mereka terbunuh dalam keributan itu. Demikian banyaknya orang kang-ouw yang jahat dan pandai di sana sehingga sukar diselidiki siapa yang telah membunuh Ayah dan Ibu. Akan tetapi ketika tadi aku melihat engkau dikeroyok aku melihat dua orang yang kalau tidak salah dahulu ikut pula memperebutkan anak naga, kemudian memperebutkan diri kita di Sungai Huang-ho."
"Eh? Benarkah? Aku tidak mengenal mereka! Yang manakah?"
"Dahulu guruku Sin-tiauw Liu Bhok Ki pernah menceritakan siapa adanya mereka yang ikut memperebutkan diri kita seorang demi seorang, dan kalau tidak salah yang menggunakan golok rantai bertubuh tinggi kurus tadi, dan seorang lagi yang gendut pendek dan tongkatnya dilapisi warna emas."
"Hemmm, mereka adalah ketua Pouw beng-pang yang bernama Kim-bwe-eng Gan Lok dan wakilnya yang bernama Kim-kauw-pang Pouw In Tiong!"
"Tepat sekali! Hanya bedanya, ketuanya yang berjuluk Gan Lok itu menurut Suhu berjuluk Kiu-bwe-houw (Harimau Ekor Sembilan) dan senjatanya pecut ekor sembilan dan cakar harimau, bukan golok rantai seperti sekarang. Akan tetapi jelas mereka berdua itu yang dulu juga ikut memperebutkan kita."
Dugaan Han Beng memang tepat. Ketua Pouw-beng-pang itu memang tokoh kang-ouw yang dahulu berjuluk Kiu-bwe-houw dan bersenjata pecut ekor sembilan. Akan tetapi setelah dia terlibat dalam pemberontakan dan menjadi buruan pemerintah, dia lalu mengubah julukannya menjadi Kim-bwe-eng dan mengganti pula senjatanya dengan golok rantai. Perubahan julukan dan senjata ini, sedikit banyak menolongnya dalam pelarian sampai dia menjadi ketua Pouw-beng-pang seperti sekarang. Setelah menyetujui ajakan Han Beng untuk bekerja sama, pemuda dan gadis itu lalu melakukan perjalanan cepat, memasuki kembali kota Siong-an.
"Kita harus berhati-hati," kata Han Beng. "Sebaiknya memasuki kota Siong-an pada malam hari. Bagaimanapun juga, kepala daerah kota itu, Cang Tai-jin, adalah sekutu pemberontak dan tentu dia menyebar petugas untuk mengejar kita."
"Mengapa kita berkunjung ke Siong-an ?" tanya Giok Cu.
"Liu Tai-jin telah memesan kepadaku bahwa kalau aku hendak menghubunginya, aku dapat mengadakan kontak dengan seorang pedagang obat yang membuka toko obat di kota Siong-an. Orang itu bernama Kui Song dan dia adalah mata-mata dari Liu Tai-jin."
Mereka berdua menanti di luar kota sampai hari menjadi gelap, barulah mereka menggunakan ilmu kepandaian mereka memasuki kota itu dengan meloncat pagar tembok kota dan bagaikan dua bayangan mereka berkelebatan mencari rumah tinggal Kui Song.
Tidak sukar mencari toko itu. Mereka berdua berjalan mondar-mandir beberapa kali di jalan depan toko obat itu. Setelah melihat keadaan di toko itu sepi, juga di jalan mulai sepi karena malam mulai larut, dan para penjaga toko obat itu mulai menutup toko, mereka lalu menghampiri para penjaga toko. Karena mengira mereka hendak membeli obat, seorang penjaga toko menyambut mereka.
"Kongcu dan Siocia (Tuan Muda dan Nona) hendak mencari obat apakah?"
"Kami hendak menawarkan rempah-rempah dan obat-obat yang kami bawa dari hulu sungai. Apakah Paman Kui Song ada? Kami ingin bicara sendiri perdagangan ini dengan dia."
Penjaga toko itu memandang dengan mata menyelidik. "Kalau hendak menawarkan dagangan, sebaiknya kalau besok pagi saja engkau datang lagi. Kui Sin-she (Tabib Kui) sedang beristirahat dan tidak boleh diganggu."
"Hemmm, akan tetapi selain menawarkan dagangan, juga kami mempunyai urusan penting, mengenai pesanan Paman Kui. Harap sampaikan kepadanya bahwa kami perlu bertemu karena urusan yang amat penting."
Orang itu kembali mengamati Han Beng dan Giok Cu, lalu bertanya denga hati-hati. "Siapakah Ji-wi (Anda Berdua) dan keperluan apakah yang penting itu. Akan kusampaikan kepada Kui Sin-she."
"Katakan saja bahwa aku orang she Si membawa berita penting untuk orang she Liu."
Kini penjaga toko itu tidak banyak cakap lagi, lalu masuk ke dalam dan dua orang kawannya melanjutkan pekerjaan mereka menutup toko. Tak lama kemudian, dia kembali lagi bersama seorang pria berusia lima puluh tahun, bertubuh tinggi kurus, berpakaian seperti seorang sastrawan dan memiliki pandang mata yang tajam. Melihat Han Beng, dia mengamati dengan tajam, lalu bertanya dengan suara lirih.
"Huang-ho Sin-liong...?"
Han Beng mengangkat kedua tangan ke depan dada. "Aku Si Han Beng mempunyai urusan penting dengan Paman Kui Song. Dan ini adalah Nona Bu Giok Cu, seorang sahabat baik."
Kui Song cepat membalas penghormatan mereka. "Mari, silakan masuk. Kita bicara di dalam saja," katanya sambil melempar pandang dengan penuh perhatian ke jalan raya. Dia mengangguk lega ketika melihat suasana yang sunyi di luar. Sambil mengantar dua orang tamunya masuk, dia berkata kepada tiga orang penjaga toko itu, "Setelah tutup kalian berjaga di luar."
Setelah masuk ke dalam, ternyata rumah itu luas juga dan selain tiga orang pria yang bertugas menjaga toko dan menjaga di luar, di dalam terdapat pula dua orang pemuda yang bertugas sebagai pelayan pula. Padahal, seperti juga yang berada di luar, mereka berlima itu adalah lima orang perajurit pengawal yang memiliki kepandaian silat lumayan, dan sengaja diperbantukan kepada Kui Song yang bertugas sebagai seorang penyelidik atau mata-mata. Tidak ada seorang pun wanita di situ.
Kui Song tidak begitu bodoh untuk memboyong keluarganya yang berada di kotaraja, karena di Siong-an dia mempunyai tugas yang berbahaya. Kalau tugasnya gagal dan ketahuan pihak musuh, nyawanya terancam bahaya. Di kota raja, Kui Song mempunyai kedudukan sebagai seorang perwira tinggi. Karena dia mengerti tentang obat-obatan, maka dia menyamar sebagai seorang tabib yang berdagang obat di kota itu.
Setelah mereka duduk di ruangan dalam, Kui Song berkata, "Harap Si Tai-hiap jangan heran bahwa aku sudah menduga bahwa engkau adalah Huang-ho Sin liong yang terkenal itu karena aku sudah menerima keterangan dari Liu Tai-jin! tentang dirimu. Oleh karena itu, begitu pembantuku melapor bahwa ada tamu she Si yang hendak menyampaikan berita penting untuk Liu Tai-jin, aku segera dapat menduga siapa adanya engkau. Dan maafkan aku, bagaimana dengan Nona Bu ini? Aku belum mengenalnya."
"Justeru ia-lah yang menjadi pembawa berita dan keterangan yang teramat penting tentang gerombolan pemberontak karena ia baru saja keluar dari sana dan sempat melihat dan mendengar tentang persekutuan mereka itu. Nona Bu ini adalah seorang sahabatku yang dapat dipercaya sepenuhnya, dan ia adalah seorang pendekar wanita yang amat lihai."
Mendengar ini, Kui Song segera bangkit dan memberi hormat kepada Giok Cu. "Ah, kalau begitu, harap maafkan aku, Li-hiap (Pendekar Wanita). Nah, sekarang harap Ji-wi suka menceritakan, berita apa yang amat penting itu?"
"Bahwa terdapat bukti adanya persekutuan antara Cang Tai-jin dengan pihak gerombolan pemberontak dan tentang perkumpulan Pouw-beng-pang yang bersekutu dengan orang-orang Hui untuk memberontak dengan dalih berjuang demi kepentingan rakyat tertindas," kata Han Beng.
Mendengar ucapan itu, wajah Kui Song berseri. "Itu sungguh berita yang amat penting! Memang itulah yang ditunggu-tunggu oleh Liu Tai-jin. Tuntutan terhadap Cang Tai-jin sebagai seorang yang menyalahgunakan tugas dan wewenangnya, memaksa rakyat untuk menjadi pekerja paksa tanpa bayaran membuat terusan memang merupakan urusan besar, akan tetapi lebih besar lagi kalau dia bersekutu dengan gerombolan pemberontak. Si Tai-hiap, harap ceritakan dengan jelas."
"Nona Bu ini yang dapat bercerita lebih jelas. Kami sengaja hendak menyampaikan hal ini kepada Paman Kui Song, karena kami tidak ada waktu untuk menghadap sendiri kepada Liu Tai-jin. Juga kami tidak ingin mencampuri urusan pemerintah, hanya ingin membantu untuk menentang kejahatan saja. Giok Cu, ceritakanlah."
Giok Cu lalu menceritakan tentang semua hal yang dilihat dan didengarnya Betapa Cang Tai-jin, kepala daerah Siong-an bersekutu dengan gerombolan pemberontak dan sebagai utusan dari wakilnya, dia mengutus Kim-bwe Sam houw, tiga orang tokoh sesat yang amat terkenal di daerah Siong-an itu. Kemudian ia juga bercerita tentang Kim-kauw-pang Pouw In Tiong, juga tentang Yalami Cin, kepala suku Hui yang bersekutu dengan para pemberontak yang bersembunyi di balik nama pejuang pembela rakyat itu!
Mendengar keterangan itu, Kui Song gembira bukan main. "Ah, sungguh keterangan kalian ini amat penting! Tak kusangka mereka sudah bergerak sejauh itu! Mereka mempunyai anak buah kurang lebih lima ratus orang ditambah orang-orang Hui kurang lebih dua ribu orang? Berbahaya sekali! Kalau mereka bergerak sekarang, kota Siong-an dapat mudah mereka duduki. Penjagaan di sini tidak begitu kuat. Ah, berita ini harus cepat kusampaikan kepada Liu Tai-jin di kota raja! Ji-wi telah berjasa besar dan akan dilaporkan kepada Liu Tai-jin. Kalau kemudian Liu Tai-jin melaporkan ke istana, tentu Ji-wi akan mendapat anugerah besar dari Sribaginda Kaisar. Liu Tai-jin adalah seorang atasan yang amat adil dan bijaksana."
Giok Cu mengerutkan alisnya dan menjawab dengan suara yang dingin. "Aku tidak pernah mengharapkan balasan jasa! Aku tidak menganggap ini sebagai jasa, melainkan sebagai kewajiban, maka tidak perlu Paman membuat laporan."
"Apa yang dikatakan Nona Bu benar, Paman Kui. Kami sudah merasa cukup puas kalau pemberontakan itu dapat dibasmi sebelum terjadi perang yang hanya akan menyengsarakan rakyat. Dan kami percaya bahwa Liu Tai-jin akan menyeret pembesar-pembesar seperti Cang Tai-jin itu ke pengadilan. Kalau rakyat tidak dipaksa bekerja, kalau diberi jaminan dan penerangan yang baik tanpa paksaan dan tekanan, aku yakin rakyat akan dengan suka rela membantu penyelesaian pembuatan terusan itu. Jangan rakyat yang sudah miskin itu ditindas dan dijadikan kerja paksa lagi."
"Jangan khawatir, Tai-hiap dan Li-hiap. Biarpun di mana-mana terdapat pembesar-pembesar korup yang menekan rakyat semacam Cang Tai-jin, namun masih ada pemimpin-pemimpin seperti Liu Tai-jin yang menjalankan tugasnya dengan baik, bijaksana, dan adil."
Setelah menceritakan semua yang mereka ketahui tentang gerombolan pemberontak, Han Beng dan Giok Cu pergi meninggalkan rumah obat itu dengan diam-diam. Mereka menyelinap ke dalam kegelapan malam dan malam itu juga mereka keluar kota.
"Menurut keterangan guruku, Kui-bwe-houw Gan Lok yang kini mengubah julukan menjadi Kim-bwe-eng itu memang seorang tokoh kang-ouw yang tidak segan melakukan apa saja demi memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri. Akan tetapi yang mengherankan adalah Kim-kauw-pang Pouw In Tiong. Menurut Suhu, dia seorang jagoan dari Lu-liang-san, seorang yang biarpun wataknya sombong namun suka berlagak sebagai pendekar yang menentang kejahatan. Heran bagaimana dia pun terlibat ke dalam gerakan pemberontakan itu," kata Han Beng ketika mereka sudah meninggalkan kota Siong-an.
"Hemmm, apa anehnya? Harta dan kedudukan dapat membuat orang lupa diri? Menurut wejangan guruku, yaitu Hek-bin Hwesio, pikiran yang bergelimang nafsu amatlah cerdiknya, bagaikan bisikan iblis yang amat licin penuh muslihat sehingga segala perbuatan yang dilakukan, selalu nampak benar dan baik saja, walaupun pada dasarnya mengandung pamrih untuk kesenangan pribadi,” kata Giok Cu.
Diam-diam Han Beng merasa girang dan kagum. Biarpun pernah menjadi murid seorang wanita iblis seperti Ban-tok Mo-li yang tersohor kejam sekali, ternyata Giok Cu beruntung mendapat gemblengan lahir batin dari seorang sakti dan bijaksana seperti Hek-bin Hwesio.
"Memang benar sekail wejangan Suhumu itu, Giok Cu. Kurasa Kim-kauw-pang Pouw In Tiong juga ditipu oleh pikirannya sendiri. Tentu dia menganggap bahwa dengan menjadi wakil ketua Pouw-beng-pang, dia telah melakukan tugas sebagai seorang pendekar, yaitu membela rakyat yang tertindas. Nama perkumpulannya saja Pouw-beng-pang (Perkumpulan Pembela Rakyat). Tentu saja di lubuk hatinya, dia tahu bahwa yang terutama mendorongnya adalah pemberontakan yang didasari keinginan untuk memperoleh kedudukan tinggi. Namun, nafsu telah menghapus kesadaran itu, dan dia melihat bahwa semua yang dilakukan itu benar dan baik. Oleh karena itulah, guruku Pek I Tojin selalu mengatakan bahwa kita harus berhati-hati terhadap musuh tak nampak yang berada di dalam diri kita sendiri, yaitu nafsu yang menguasai hati dan pikiran."
Giok Cu mengangguk-angguk, kemudian ia berhenti melangkah. Han Beng juga berhenti. Dia melihat betapa gadis itu melihat ke atas dan dia pun menengadah. Betapa indahnya malam itu. Tiada awan secuil pun, langit bersih, agak kehitaman dan ditaburi laksaan bintang yang berkilauan dengan indahnya, ada yang bersinar terang, ada yang berkedip-kedip, laksaan jutaan, tak terhitung banyaknya! Sejenak menyelinap kesadarannya betapa ajaibnya semua itu, betapa agungnya, betapa indah dan betapa besarnya alam, dan betapa maha kuasa Sang Pencipta! Kedua orang muda itu bagaikan terpesona dan akhirnya Giok Cu menarik napas panjang.
"Ada apakah, Giok Cu?" tanya Han Beng ketika mendengar helaan napas itu.
Giok Cu menundukkan muka dan mereka saling pandang. "Tidak apa-apa, aku hanya mengagumi keindahan alam."
"Memang indah," kata Han Beng.
"Hidup tidaklah seindah ini..." kembali gadis itu menarik napas panjang, teringat akan semua pengalaman hidupnya semenjak ditinggal mati ayah dan ibunya.
"Memang tidak seindah ini," kata pula Han Beng.
"Masih jauhkah tempat tinggal Sin-tiauw Liu Bhok Ki dari sini, Han Beng."
Sejenak Han Beng tidak menjawab, seperti terkejut diingatkan akan urusan gadis itu dengan gurunya. Kalau tadi, alam nampak indah dan hidup terasa demikian bahagia, kini dia seperti ditarik lari ke dalam kehidupan yang penuh persoalan, penuh pertentangan! Dia menarik napas panjang, teringat betapa masih banyak hal yang harus dia hadapi, hal-hal yang tidak mengenakkan hati.
"Tidak begitu jauh. Kita menuju ke Sungai Huang-ho, lalu mencari perahu dan melanjutkan perjalanan dengan perahu. Lebih cepat dan tidak melelahkan. Setelah tiba di kaki Bukit Kim-hong-san di lembah sungai, kita mendarat dan mendaki bukit. Dalam waktu paling lama lima hari kita akan tiba di tempat pertapaan Suhu Liu Bhok Ki."
Karena kota Siong-an letaknya di dekat sungai itu, maka menjelang tengah malam mereka sudah tiba di tepi sungai. Mereka berhasil menyewa sebuah perahu kecil dan tukang perahu, seorang laki-laki berusia empat puluh tahunan, suka mengantar mereka sampai ke kaki Bukit Kim-hong-san dengan bayaran yang pantas. Perahu kecil saja, biliknya di tengah-tengah yang terlindung atap sederhana itu hanya dapat memuat seorang saja...