MENDENGAR ini, Han Beng memandang tajam, akan tetapi dia pun diam saja, dan dia hanya menyerahkan kepada Giok Cu untuk membicarakan urusan itu. Dia tahu bahwa perkumpulan itu dipimpin oleh Ban-tok Mo-li guru pertama gadis itu, seperti yang pernah diceritakan Giok Cu kepadanya.
"Jangan khawatir, Tai-jin. Kami berdua akan menyelidiki dan kelak akan memberi laporan kepada Tai-jin." kata Giok Cu dengan sikap sungguh-sungguh.
Wajah pembesar itu makin berseri. "Ah, terima kasih, Lihiap. Legalah hatiku mendengar kesanggupan Ji-wi. Akan tetapi, harap Ji-wi berhati-hati, karena menurut keterangan yang kuperoleh, perkumpulan itu dipimpin oleh orang-orang yang amat lihai. Akan tetapi, rakyat menganggap perkumpulan itu sebagai perkumpulan agama yang baik, mereka mempunyai sebuah kuil pula, dari banyak orang datang bersembahyang. Dilihat dari luar, mereka itu seperti orang-orang beribadat dan hidup saleh akan tetapi di balik semua itu, mereka merupakan gerombolan orang sesat yang amat berbahaya. Kalau sampai mereka dapat mencengkeram dan mempengaruhi, para pejabat, maka mereka merupakan bahaya besar karena dapat menghasut agar para pejabat itu memberontak terhadap pemerintah..."
Han Beng dan Giok Cu mengangguk-angguk. Mereka berjanji akan berhati-hati dan kelak akan memberi laporan. Kemudian, setelah menerima jamuan makan dari pembesar yang bijaksana itu, Han Beng dan Giok Cu melanjutkan perjalanan menuju Ceng-touw. Di tengah perjalanan, mereka membicarakan apa yang mereka dengar dari Liu Tai-jin tadi.
"Tak salah lagi, yang dimaksudkan Liu Taijin tentulah perkumpulan penyembah Thian-te Kwi-ong yang dipimpin oleh iblis busuk Lui Seng Cu dan dibantu oleh Ban-tok Mo-li," kata Giok Cu yang sejak meninggalkan guru pertama itu tidak pernah lagi menyebut su-bo (ibu guru) kepada Ban-tok Mo-li yang memang tidak dianggapnya sebagai guru lagi. Mana ada Guru hendak mencelakai bahkan hendak membunuh muridnya? Kalau dulu tidak ada Hek Bin Hwesio, tentu ia telah tewas di tangan Ban-Tok Mo-li dan Lui Seng Cu.
“Akan tetapi, maksud kita berkunjung kepadanya hanya untuk bertanya tentang kematian orang tuamu, Giok Cu. Kita tidak perlu mencampuri urusan perkumpulan mereka, hanya menyelidiki saja bagaimana sesungguhnya pengaruh mereka terhadap para pejabat untuk kelak kita laporkan kepada Liu Taijin,” Kata Han Beng.
"Hemmm. engkau tidak tahu mereka itu orang-orang macam apa, Han Beng! Mereka itu jahat sekali. Untuk keperluan agama mereka yang sesat, mereka itu tidak segan-segan untuk membunuhi muda-mudi, dan melakukan segala macam bentuk percabulan. Mengerikan sekali! Dan mungkin saja kini tokoh-tokoh sesat sudah mulai membantu mereka, maka kita harus berhati-hati. kalau perlu, bukan saja aku akan menyelidiki tentang kematian orang tuaku, akan tetapi juga aku siap untuk menghancurkan dan membasmi mereka!"
"Akan tetapi kita tidak boleh lengah dan memandang rendah kekuatan lawan, Giok Cu. Sebaiknya sebelum kita berkunjung ke sana, lebih dulu kita menyampaikan surat kepada Souw Ciangkun seperti yang dipesankan Liu Taijin."
Giok Cu mengangguk setuju. Sebelum berpisah dengan Liu Taijin, pembesar itu menitipkan surat untuk pasukan keamanan di luar kota Ceng-touw dan minta kepada mereka untuk membicarakan Thian-te-kauw dengan Souw Ciangkun.
Souw Ciangkun adalah seorang panglima yang usianya sudah lima puluh tahun dan sikapnya berwibawa. Dia termasuk seorang panglima yang setia dan jujur, yang membenci penyelewengan dan dia amat kagum kepada Liu Taijin. Maka, ketika dia mendengar bahwa dua orang muda yang berkunjung ke bentengnya itu adalah utusan Liu Taijin, tergopoh-gopoh dia menyambut dan mempersilakan mereka duduk di ruangan dalam.
Dia merasa agak heran juga melihat betapa utusan pejabat tinggi yang dihormatinya itu adalah seorang pemudi dan seorang gadis muda, akan tetap setelah membaca surat Liu Taijin, dia memandang kagum kepada mereka. "Aih kiranya Tai-hiap adalah Huang-ho Sin liong, dan Nona adalah seorang pendekar wanita yang berilmu tinggi! Menurut surat dari Liu Taijin, Ji-wi akan membantu dalam penyelidikan terhadap Thian-te-kauw. Memang perkumpulan itu amat mencurigakan, dan makin lama semakin kuat saja. Akan tetapi karena mereka tidak melakukan sesuatu yang melanggar hukum, kami pun tidak dapat bertindak apa-apa. Kalau menurut Ji-wi, perkumpulan itu melakukan kejahatan apakah?"
Giok Cu diam-diam merasa heran. Panglima ini nampaknya gagah dan baik, akan tetapi mengapa begitu lengah? Bagaimana mungkin sebagai seorang panglima pasukan keamanan, sampai tidak dapat tahu apa yang dilakukan oleh perkumpulan seperti Thian-te-kauw itu?
"Maaf, Ciangkun. Tentu Ciangkun lebih mengetahui daripada kami dan kami bahkan memerlukan keterangan yang sejelasnya dari Ciangkun untuk bekal penyelidikan kami." katanya dengan lembut.
Dan Han Beng mendengarkan dengan perasaan heran. Akan tetapi dia dapat menduga bahwa tentu gadis yang cerdik itu berpura-pura saja dan ingin memancing keterangan dari perwira tinggi itu! Dia tahu bahwa gadis itu tentu saja mengenal Thian-te-kauw lebih baik, karena pernah hidup di antara mereka bahkan sebagai murid Ban-tok Mo-li, seorang di antara para pimpinan mereka.
Perwira tinggi itu tersenyum dan dia menarik napas panjang, bersandar di kursinya dan memandang kepada dua orang muda itu. "Kalau menurut penyelidikan kami, biarpun Thian-te-kauw makin kuat dan makin banyak anggautanya, namun perkumpulan itu belum pernah melakukan pelanggaran. Mereka memiliki sebuah kuil yang bahkan menolong banyak orang. Dan mereka mengajarkan persaudaraan antara sesama manusia, bahkan mengajarkan cinta kasih antara manusia. Mereka terbagi menjadi dua bagian. Bagian perkumpulan disebut Thian-te-pang dan diketuai seorang wanita bijaksana yang disebut Phang Toa-nio (Nyonya Phang), seorang yang amat pandai dan ramah."
Giok Cu mencatat di dalam hatinya. Kiranya bekas gurunya itu, Ban-tok Mo-li Phang Bi Cu, telah menjadi ketua Thian-te-pang dan kini dipuji-puji oleh panglima pasukan keamanan! "Menarik sekali!" serunya untuk menutupi perasaan herannya.
Souw Ciangkun tersenyum. "Memang para anggauta Thian-te-pang itu dilatih ilmu silat, akan tetapi apa anehnya itu? Ketuanya, Phang Toanio adalah seorang ahli silat yang amat pandai, dan kegiatan berlatih silat itu pun tidak melanggar hukum dan baik-baik saja. Kemudian, ada bagian lain yang hanya mengurus soal keagamaan saja, yaitu Thian-te-kauw dan Kauwcu nya (Kepala Agamanya) adalah Losuhu (Bapak Pendeta) Lui Seng Cu..."
Giok Cu menahan ketawanya. Tahulah ia bahwa bekas subonya telah bersekutu dengan Hok-houw Toa-to Lui Seng Cu untuk bersama-sama memimpin perkumpulan agama sesat itu dengan membagi tugas sebagai pangcu (ketua perkumpulan) dan kauwcu (kepala agama).
"Ciangkun, kami mendengar bahwa perkumpulan itu mempunyai banyak pemimpin yang berilmu tinggi. Benarkah itu?" Han Beng bertanya untuk menambah umpan agar perwira itu bercerita lebih banyak lagi. Mendengar nada cerita perwira itu memuji-muji para pimpinan perkumpulan itu, dia pun berhati-hati dan tidak mengemukakan pendapatnya, apalagi dia memang tidak begitu mengenal perkumpulan itu, maka dia menyerahkan saja pembicaraan tadi sebagian besar kepada Giok Cu yang tentu saja lebih mengenalnya, bahkan mengenal dengan baik sekali.
"Memang benar, mereka memiliki banyak anggauta pimpinan yang lihai ilmu silatnya dan luas pandangannya! akan tetapi semua itu tidak ada artinya kalau dibandingkan dengan bimbingan khusus yang diberikan oleh Kwi-ong."
"Kwi-ong (Raja Iblis)...?" Giok Cu bertanya, dia benar-benar heran karena sebelumnya pernah ia mendengar tentang pimpinan langsung dari Kwi-ong itu.
Perwira tinggi itu tertawa. "Memang bagi orang lain tentu terdengar mengejutkan. Akan tetapi sesungguhnya, sebutan Kwi-ong itu hanya untuk merendahkan diri saja. Sebenarnya Thian-te Kwi-ong adalah seorang dewa yang ditugaskan turun ke dunia untuk mengajarkan persaudaraan dan cinta kasih!"
Ini merupakan hal yang baru bagi Giok Cu, apalagi Han Beng. "Siapakah itu Kwi Ong, Ciangkun, dan kalau dia dewa, bagaimana dia dapat membimbing langsung?" tanya pula Giok Cu.
"Mungkin kalian sudah mendengar bahwa Thian-te-kauw memuja Thian-te Kwi-ong yang dibuatkan patungnya. Dan sekarang, kadang-kadang patung itu hidup! Dan menurut pengakuan Thian-te Kwi-ong sendiri, agar tidak mengejutkan semua orang, kadang-kadang beliau menjelma sebagai seorang pemuda tampan yang menjadi penasehat. Dan tentu saja ilmu kepandaiannya tak dapat diukur, ia maklum dia bukan manusia." Perwira tinggi itu menerangkan dengan suara yang serius.
Pada saat itu, cuping hidung Giok Cu bergerak-gerak. Ia mencium suatu. Keharuman yang aneh bagi orang lain, akan tetapi yang pernah diciumnya dahulu ketika ia masih menjadi murid Ban-tok Mo-li dan sejak subonya itu menjadi sekutu Lui Seng Cu. Bau harum dupa yang khas dipergunakan untuk upacara sembahyang kepada Thian-te Kwi-ong. Bagaimana kini bau dupa itu dapat tercium di dalam benteng? Biarpun hanya lembut, namun cukup dapat ditangkap oleh penciuman Giok Cu yang tajam dan ia pun dapat menduga bahwa bau dupa itu datang dari balik sebuah pintu kamar yang tertutup. Bahkan penglihatannya yang tajam dapat melihat membocornya asap tipis keluar dari celah-celah daun pintu kamar itu.
Giok Cu menjadi curiga. Ada yang tidak beres dalam kamar itu, pikirnya. Dan mungkin perwira tinggi ini tidak mengetahuinya. Tiba-tiba saja tubuhnya berkelebat dan ia sudah meloncat jauh ke depan daun pintu kamar yang tertutup, mengejutkan Han Beng dan Souw Ciangkun. Giok Cu mendorong pintu itu terbuka dan ia terbelalak. Han Beng juga melompat mendekatinya. Mereka berdua melihat keadaan dalam kamar itu yang aneh. Ada sebuah meja sembahyang yang besar di dalam kamar itu, dengan patung kecil yang dikenal oleh Giok Cu sebagai patung Thian-te Kwi-ong!
Dan di atas meja itu, selain lilin bernyala dan dupa mengepul, sebagai pengganti hidangan sembahyang, nampak seorang gadis bertelanjang bulat rebah telentang! Rambutnya yang panjang hitam itu terurai, tubuhnya sama sekali telanjang bulat. Dan di kanan kiri meja itu berdiri masing-masing tiga orang gadis yang lain yang hanya mengenakan jubah sutera tipis yang tembus pandang dan di bawah jubah itu tidak terdapat pakaian lain! Enam orang gadis itu nampak terkejut bukan main.
"Heiiiii! Kalian tidak boleh mengganggu mereka!" Terdengar seruan Souw Ciangkun dan perwira tinggi ini sudah berada dekat Giok Cu dan Han Beng, wajahnya merah sekali, dan matanya nampak gelisah dan marah.
"Souw Ciangkun, apa artinya ini?" Giok Cu membentak dengan alis berkerut. Teringat ia akan pengorbanan perawan dalam sembahyangan patung Thian-te Kwi-ong. Apakah gadis yang telanjang bulat itu pun calon korban yang akan dibunuh di atas meja sembahyang sebagai korban terhadap Thian-te Kwi-ong? Kalau begitu ia memandang kepada perwira itu dengan mata terbelalak.
"Tutupkan daun pintunya dan jangan ganggu mereka, Li-hiap. Aku akan memberi penjelasan." kata perwira itu akan tetapi suaranya gemetar dan kini wajahnya berubah pucat walaupun sinar matanya masih mengandung kemarahan.
Akan tetapi tiba-tiba terjadi hal yang dianggap aneh oleh Giok Cu. Gadis remaja yang telanjang bulat dan tadi rebah telentang di atas meja sembahyang itu kini bangun dan cepat-cepat menyambar pakaian dan menutupi tubuhnya. Seolah-olah ia dalam keadaan sadar sama sekali, tidak terbius atau pingsan seperti biasa para korban upacara keji itu! Dan enam orang gadis lainnya juga kini dengan terburu-buru mengenakan pakaian mereka, pakaian sopan dan jubah mereka bergambar lingkaran Im-yang merah putih. Seorang di antara mereka, yaitu gadis yang tadi bertelanjang bulat dan ini sudah mengenakan pakaian dan menyanggul rambutnya, memberi hormat kepada perwira tinggi itu.
"Agaknya ada gangguan, Souw Ciangkun. Sebaiknya kalau upacara kita ditunda sampai lain kali saja. Kami akan kembali lagi kalau saatnya yang baik tiba seperti dikehendaki oleh Kwi-ong..."
Mereka bertujuh lalu memberi hormat kepada Souw Ciangkun, tanpa melirik ke arah Giok Cu dan Han Beng, kemudian mereka membawa peralatan sembahyang mereka dan keluar beriringan dari ruangan itu seperti kelompok anggauta perkumpulan agama yang tertib dan sopan. Para penjaga di luar pun tidak berani bersikap kurang ajar kepada tujuh gadis ini yang dianggap orang-orang yang saleh dari perkumpulan agama yang terpandang di kota itu.
"Ciangkun, sekarang kami minta penjelasan!" Giok Cu berkata setelah tujuh orang gadis itu pergi. "Kiranya Ciangkun juga seorang anggauta Thian te Kwi-ong? Dan tadi gadis itu hendak dijadikan korban, dibunuh di meja semba yang, bukan?"
"Ah, tidak! Tidak! Engkau tidak mengerti, Nona! Tidak kusangkal bahwa aku memang merupakan seorang anggauta baru yang akan dilantik hari ini sebagai anggauta yang sah. Apa salahnya kalau aku menjadi anggauta sebuah perkumpulan agama yang mengajarkan persaudara dan cinta kasih? Aku tidak melanggar tugas dan hukum!"
"Hemmm, dan pengesahan itu dengar mengorbankan seorang gadis perawan, membunuhnya di atas meja sembahyang tadi, bukan?" Giok Cu mengejek, dan dara perkasa ini teringat akan pesan Liu Taijin bahwa Thian-te-kauw kini mulai menanamkan pengaruhnya pada para pejabat. Perwira tinggi ini agaknya sudah mulai terpengaruh pula!
"Tidak, sama sekali tidak! Dahulu menurut penjelasan para pimpinan Thian-te-kauw, memang ada kebiasaan kuno seperti itu, mengorbankan seorang perawan dalam upacara pengangkatan anggauta baru. Akan tetapi sekarang, setelah Kwi-ong berkenan memimpin sendiri, kebiasaan diubah. Yang dikorbankan hanya kegadisannya, bukan nyawanya!"
"Ihhhhh...!" Giok Cu mengerutkan alisnya dan memandang jijik. "Jadi engkau akan memperkosa gadis tadi sebagai upacaranya?"
Wajah perwira tinggi itu berubah merah. "Engkau salah mengerti, Lihiap, bukan memperkosa, melainkan ia dengan suka rela menyerahkan diri. Itulah inti persaudaraan dan cinta kasih! Kami melakukannya dengan dasar cinta kasih..."
"Omong kosong! Upacara cabul! Jahat, keji sekali! Ciangkun, kiranya apa yang dikatakan Liu Taijin benar. Thian-te-kauw sudah menanamkan cakarnya kepada para pejabat termasuk engkau! Kami harus melaporkan hal ini kepada Liu Taijin!" kata Giok Cu marah.
Tiba-tiba terjadi perubahan sikap perwira tinggi itu. Dia menengadah lalu tertawa bergelak-gelak seperti orang gila! "Ha-ha-ha-ha-ha!" Siapa berani menentang Thian-te Kwi-ong berarti mampus! Yang mentaatinya akan hidup bahagia dan panjang usia, akan tetapi yang menentang akan mati! Ha-ha-ha! Thian-te Kwi-ong tak terkalahkan, ha-ha-ha-ha-ha!" Dia mengeluarkan peluit dan terdengar suara nyaring ketika dia meniupnya dan terdengar derap kaki banyak orang. Tempat itu telah terkepung oleh ratusan orang perajurit!
"Ha-ha-ha-ha, kalian takkan dapat lolos lagi. Hayo kalian semua maju, tangkap dan bunuh dua orang mata-mata musuh ini!"
Mendengar perintah atasan mereka, puluhan orang perajurit memasuki ruangan dengan senjata di tangan. Melihat ini, tahulah Han Beng dan Giok Cu bahwa keselamatan mereka terancam. Mereka tentu saja mampu membela diri, akan tetapi bagaimana mungkin menang melawan ribuan perajurit yang berada di dalam benteng itu? Mereka tidak akan mampu lolos dan akhirnya mereka akan tewas tercincang!
Akan tetapi, Giok Cu adalah seorang gadis yang cerdik sekali. Melihat para perajurit itu siap mengeroyok, secepat kilat ia menotok tengkuk Souw Ciangkun, membuat perwira tinggi itu tak mampu menggerakkan kaki tangan yang mendadak menjadi lumpuh. Sambil menodongkan pedang yang sudah dicabutnya ke leher perwira tinggi itu, ia berteriak.
"Mundur semua! Kalau ada yang berani menyerang, kubunuh Souw Ciangkun!"
Ancamannya ini berhasil. Para perajurit itu mundur dan bingung, tidak tahu apa yang harus mereka perbuat. Souw Ciangkun yang sudah tidak mampu menggerakkan kaki tangannya itu masih tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha-ha! Kalian maju, tangkap dan bunuh mereka berdua! Aku tidak bisa mati, ha-ha-ha, Thian-te Kwi-ong akan melindungiku, usiaku akan mencapai seratus tahun. Ha-ha-ha-ha, siapa menentang Thian-te Kwi-ong akan mati konyol!"
Ketika perajurit itu sedang ragu dan bingung, dan anjuran perwira yang tertawa-tawa itu membuat mereka bergerak lagi untuk mengeroyok, tiba-tiba terdengar bentakan nyaring, "Kalian semua mundur!"
Ketika para perajurit mengenal orang yang memberi aba-aba itu, mereka mundur dan muncullah seorang perwira tinggi lain yang usianya sebaya dengan Sou Ciangkun, tubuhnya tinggi kurus dan sinar matanya tajam. Dia maju menghadap Han Beng dan Giok Cu yang memandang dengan waspada dan siap siag Giok Cu masih menodongkan pedangnya di leher Souw Ciangkun.
"Nona, harap lepaskan dia. Agaknya telah terjadi sesuatu dengan dia dan pikirannya tidak wajar lagi." kata perwira itu dengan tegas.
Giok Cu melepaskan Souw Ciangkun yang roboh dengan lemas karena kedua kakinya masih lumpuh oleh totokan Giok Cu. Akan tetapi, biarpun sudah terguling roboh, Souw Ciangkun masih tertawa-tawa dan berteriak-teriak memuji-muji Thian-te Kwi-ong!
Perwira itu mengangguk kepada Han Beng dan Giok Cu. "Aku adalah Panglima Yap, komandan ke dua di benteng ini." Kemudian dia menghadapi para perajurit yang masih berkerumun di situ dan di luar pintu pun penuh perajurit yang ingin tahu apa yang telah terjadi. "Komandan Souw sedang sakit, biar aku yang mengurus dia. Kalian semua tinggalkan tempat ini dan atur penjagaan yang ketat, jangan perbolehkan siapa juga memasuki benteng!"
Perintahnya tegas dan semua perajurit mundur. Setelah Souw Ciangkun seperti orang gila itu, tertawa-tawa dan berteriak-teriak, memang Yap Ciangkun yang merupakan komandan yang paling tinggi kedudukannya.
"Sudah beberapa lamanya aku memperhatikan keadaan Souw Ciangkun. Aku sudah menaruh kecurigaan ketika para gadis dari Thian-te-kauw itu dibiarkan masuk benteng. Ketika Ji-wi memperkenalkan diri sebagai utusan Liu Taijin yang hendak menghadap Souw Ciangkun, diam-diam aku memperhatikan. Ternyata terjadi seperti apa yang kami khawatirkan. Souw Ciangkun agaknya sudah terjebak oleh perkumpulan agama yang penuh rahasia itu."
"Ha-ha-ha, kalian akan mampus semua kalau menentang Thian-te Kwi-ong... ha-ha-ha!"
"Lihiap dan Tai-hiap, dapatkah dia dibiarkan pingsan tanpa menderita?" Yap Ciangkun bertanya. "Karena dia atasanku, bagaimanapun aku tidak berani bertindak kasar terhadap dirinya."
Han Beng mengangguk dan sekali di menepuk tengkuk Souw Ciangkun, komandan yang seperti gila itu terkulai pingsan. Yap Ciangkun memanggil empat orang perajurit pengawal dan memerintahkan mereka untuk mengangkat tubuh Souw Ciangkun.
"Biarkan dia di dalam kamar dan jaga baik-baik. Dia menjadi tahanan sementara'" perintahnya.
Setelah Souw Ciangkun diangkut pergi, Yap Ciangkun lalu mempersilakan Han Beng dan Giok Cu duduk. Mereka duduk berhadapan, lalu dengan singkat Yap Ciangkun menceritakan tentang Thian-te-pang.
"Mereka memang tidak melakukan sesuatu yang mencurigakan. Hubungan mereka dengan para pejabat sangat baik sekali, bahkan ada kalanya mereka membantu petugas menenteramkan keadaan dan membasmi para penjahat yang berani mengganggu ketenteraman sekitar daerah Ceng-touw. Karena Souw Ciangkun juga berhubungan baik dengan para pimpinan mereka, maka aku sebagai wakilnya tidak dapat berbuat sesuatu. Sampai akhirnya aku mendengar dari para penyelidikku bahwa seringkali ada anggauta Thian-te-kauw wanita dibiarkan bermalam di kamar Souw Ciangkun! Mulailah aku curiga sampai terjadi peristiwa hari ini. Ji-wi adalah utusan Liu Taijin. Tugas apakah yang Ji-wi bawa?"
"Kami dipesan oleh Liu Taijin untuk menghubungi Souw Ciangkun yang menjadi kepala pasukan keamanan di sini, untuk bekerja sama menyelidiki keadaan Thian-te-kauw. Liu Taijin telah mendengar berita bahwa Thian-te-kauw mulai mempengaruhi para pejabat, dan kami memang akan melakukan penyelidikan ke sarang mereka."
"Tugas itu berbahaya sekali! Aku mendengar bahwa pimpinan mereka mempunyai banyak orang yang berilmu tinggi, apalagi seorang pemuda yang menjadi pemimpin umumnya. Kabarnya dia bukan manusia melainkan penjelmaan dari Thian-te Kwi-ong yang mereka puja."
"Kami dapat menjaga diri, Ciangkun. Kami mempunyai urusan pribadi dengan seorang pimpinan mereka. Urusan mengenai diri Souw Ciangkun, kami serahkan kepada Ciangkun, karena itu bukan tugas kami untuk mengurusnya. Kelak kami akan melaporkan kepada Liu Taijin seperti yang kami janjikan. Nah, kami akan segera pergi, Ciangkun," kata Giok Cu.
Perwira itu bangkit dan mengantar mereka sampai ke pintu gerbang benteng. Setelah mereka pergi Yap Ciangkun segera membuat persiapan sendiri dan dia pun mengirim laporan kepada atasannya mengenai persoalan Souw Ciangkun. Dia tidak tahu bahwa Souw Ciangkun telah berada di bawah pengaruh sihir dari Lui Seng Cu, kauw-cu dari Thian-te-kauw. Karena pengaruh sihir itulah maka dia seperti orang nekat dan gila, membela Thian-te Kwi-ong mati-matian biarpun dia mengalami guncangan hebat ketika rahasianya terbuka dan ketahui oleh dua orang pendekar utusan Liu Taijin tadi.
"Braaakkkkk...!" Meja marmar bundar itu hancur berkeping-keping ketika Can Hong San memukulkan tangannya yang terbuka saking marahnya mendengar laporan tujuh orang gadis muda cantik itu. Baru saja tujuh orang gadis itu menghadap Kauwcu Lui Seng Cu melaporkan kegagalan mereka ketika hendak melakukan upacara sembahyang pengangkatan Souw Ciangkun sebagai anggauta yang sah dari Thian te-kauw.
Lu Seng Cu marah, dan dia pun membawa tujuh orang gadis itu menghadap "pemimpin umum" yang mereka sebut Can Kongcu, dan yang dikenal sebagai penjelmaan Thian-te Kwi-ong sendiri, juga yang mengaku sebagai putera mendiang Cui-beng Sai-kong. Can Hong San di lapori karena dialah yang mengatur agar Souw Ciangkun ditarik menjadi anggauta Kalau mereka sudah dapat mengait komandan pasukan keamanan menjadi anggauta yang setia, maka keamanan dan kekuasaan mereka pun akan terjamii sepenuhnya!
Setelah tujuh orang gadis itu membuat laporannya di depan Can Hong San, pemuda itu demikian kecewa dan marahnya sehingga dia memukul hancur meja marmar di depannya. Tujuh orang gadis itu berlutut dengan tubuh menggigil ketakutan. Bahkan Lui Seng sendiri juga agak pucat menghadapi kemarahan pemuda yang dia tahu selain amat lihai, juga amat kejam itu.
"Siapakah kedua orang tamu Souw Ciangkun yang menggagalkan upacara itu?" bentaknya marah.
Di antara tujuh orang gadis itu, hanya gadis yang tadinya akan dijadikan "korban" yang paling berani menjawab. Hal ini tidaklah aneh karena ia merupakan seorang di antara gadis-gadis anggauta Thian-te-kauw yang paling disayang oleh Can Kongcu, yang setiap saat boleh dengan sesuka hatinya memilih para gadis anggauta Thian-te-kauw untuk melayaninya.
"Kami masih berada di dalam kamar itu ketika Souw Ciangkun menjamu kedua orang tamunya, Kongcu. Kami tidak dapat mendengar banyak, akan tetapi kami mendengar dari percakapan mereka bahwa mereka adalah utusan seorang pejabat tinggi dari Lok-yang, dan kami mendengar Souw Ciangkun menyebut seorang diantara mereka sebagai Huang-ho Sin-liong..."
"Ah, dia lagi!!" Can Hong San berseru dan sekali ini dia benar-benar kaget bukan main.
Tentu saja dia mengenal siapa itu Huang-ho Sin-liong. Sudah dua kali dia dipencundangi oleh pendekar itu. Pertama kali ketika dia hendak memperkosa Sim Lan Ci, dan kedua kalinya ketika pendekar itu menolong Bu Giok Cu yang hampir ditawannya dengan bantuan para sekutunya, yaitu mendiang Gan Lok dan lain-lain. Dan sekarang kembali pendekar itu yang menggagalkan upacara pengangkatan Souw Ciangkun sebagai anggauta Thian-te-kauw!
"Apakah Kongcu sudah mengenal Huang-ho Sin-liong?" tanya Lui Seng Cu Ketua Thian-te-kauw.
"Tentu saja aku mengenal dia. Kalian gadis-gadis sial ini boleh mundur. Eh nanti dulu, coba ceritakan siapa wanita yang datang bersama Huang-ho Sin-hona itu!"
"Maaf, Kongcu, kami tidak mengenal namanya..."
"Bodoh! Ceritakan bagaimana rupanya! usianya, pakaiannya! Engkau biasanya cerdik, Lee Cia, hayo ceritakan bagaimana keadaan gadis itu!" katanya kepada gadis yang tadi akan dikorbankan dalam upacara pengangkatan Souw Ciangkun sebagai anggauta.
Lee Cia, gadis yang berkulit putih mulus itu, mengingat-ingat, "ia seorang gadis yang usianya tentu sudah dua puluh tahun lebih, wajahnya cantik jelita, bentuk wajahnya bulat telur dengan dagu runcing keras, bibirnya merah basah tanpa gincu, bedaknya tipis, bajunya indah dan bersih, berwarna merah muda dan punggungnya terdapat sebatang pedang. Ia nampak galak dan keras sekali..."
"Ahhhhh... Si Keparat! Ia tentu Bu Giok Cu...!"
Kini Thian-te Kauw-cu Lui Seng Cu yang memandang dengan mata terbelalak kepada pemuda itu. "Bu Giok Cu...? Apakah Kongcu juga mengenalnya?"
"Tentu saja aku mengenalnya! Kauw-cu, cepat kumpulkan semua pimpinan ke sini, dan kalian gadis-gadis sial boleh pergi. Malam nanti engkau datang ke kamarku, aku mau bicara, Lee Cia!!" kata Hong San.
Lee Cia tersipu dengan muka merah, akan tetapi ia tersenyum dan matanya berseri karena hatinya merasa girang sekali. Hampir setiap orang gadis anggauta Thian-te-kauw yang menerima pelajaran sesat menjadi hamba nafsu dan mereka itu mengharap-harap menerima panggilan dari Can Kongcu untuk melayaninya!
Lui Seng Cu tergopoh keluar dan memanggil semua pimpinan perkumpulan itu. Berbondong mereka datang memasuki kamar di mana Can Hong San menanti dengan tidak sabar. Ban-tok Mo-li Phang Bi Cu yang menjadi pang-cu masuk dengan sikap tenang. Di antara para pembantu Hong San, wanita inilah yang tidak begitu menjilat dan takut, karena selain ia menjadi pangcu, juga ia adalah seorang wanita yang biar tua boleh menganggap Hong San sebagai kekasihnya juga muridnya dalam urusan pelampiasan nafsu, dalam bidang mana ia tentu saja sudah berpengalaman sekali dibandingkan Hong San yang masih muda itu.
Selain Ban-tok Mo-li Phang Bi Cu dan Hok-houw Toa-to Lui Seng Cu sebagai pang-cu dan kauw-cu juga hadir di situ Siangkoan Tek putera Siangkoan Bok majikan Pulau Hiu, Ji Ban To murid dari Ouw Kok Sian majikan Pegunungan Liong-San, juga dua orang murid Lui Seng Cu sendiri, yaitu Siok Boan dan Poa Kian So. Empat orang pemuda ini dengan senang hati menjadi pembantu Can Hong San yang sakti. Siangkoan Bok dan Ouw Kok Sian sendiri hanya menjadi sahabat saja dari orang-orang Thian-te-kauw, tidak ikut membantu karena mereka merupakan datuk-datuk dari daerah mereka sendiri.
Setelah enam orang pembantunya hadir, Hong San menyambut mereka dengan ucapan yang nadanya mengandung Kekhawatirannya. "Kita kedatangan musuh besar yang harus kita hadapi dengan berhati-hati! Mereka adalah Huang-ho Sin-Liong dan Bu Giok Cu!"
"Ihhhhh! Giok Cu...?" Ban-tok Mo-li berseru kaget sekali. Ia tadi hanya pendengar dari Lui Seng Cu bahwa Can Kongcu mengundang semua pembantu untuk berkumpul dan membicarakan urusan penting. Lui Seng Cu tidak sempat bercerita tentang Giok Cu, maka kini mendengar nama bekas muridnya itu, ia tentu saja terkejut dan heran.
Mendengar nada suara pangcu itu Hong San memandang kepadanya. "Engkau sudah mengenalnya, Pangcu?" Di depan orang banyak, kedua orang ini bersikap resmi, saling menyebut pangcu kongcu, tidak seperti kalau mereka halnya berdua, maka sebutan mereka berubah menjadi "sayang", "manis" dan berbagai sebutan mesra lagi.
"Mengenalnya?" Ban-tok Mo-li tersenyum lebar dan ia memang masih nampak cantik walaupun usianya sudah lima puluh tujuh tahun, dengan gigi yang masih rapi dan kulit muka putih yang belum kisut, atau kalaupun agak kisut maka keriput ini tertutup bedak dan gincu tebal!
"Heh-heh, tentu saja mengenalnya karena ia adalah muridku sendiri bahkan seperti anak angkat karena sejak berusia sepuluh tahun ia berada di sini sampai beberapa tahun yang lalu.
"Muridmu?" Hong San terbelalak, sudah mengukur ilmu kepandaian pangcu ini. Walaupun lihai namun belum mampu menandinginya, sedangkan tingkat kepandaian Bu Giok Cu hebat, seimbang dengan tingkatnya sendiri! "Tapi... ilmu silatnya amat hebat! Jauh melebihi kemampuanmu, Pangcu!"
Berkerut alis Ban-tok Mo-li. Tentu saja tidak enak perasaan hatinya kalau di Ucapan orang banyak dikatakan bahwa kepandaiannya jauh di bawah tingkat kepandaian muridnya sendiri! "Hemmm, mungkin selama kurang lebih enam tahun ini ia belajar lagi, makin giat berlatih sedangkan aku semakin malas saja." katanya acuh. "Di manakah mereka berdua itu sekarang, kongcu? Kita harus menghancurkan mereka agar tidak selalu menjadi gangguan kelak!"
Hong San lalu menceritakan tentang laporan tujuh orang gadis itu, betapa upacara peresmian Souw Ciangkun menjadi anggauta Thian-te-kauw telah gagal karena munculnya dua orang pendekar muda itu. "Mereka pasti akan mencari kita di sini, dan karena itu kalian kukumpulkan agar kita dapat melakukan rencana dan persiapan menyambut musuh berbahaya itu."
Mereka lalu berunding dan mengatur siasat. Hong San perintahkan kepada para pembantunya itu untuk mempersiapkan diri, memberitahu kepada para tokoh sesat yang sudah bersahabat dengan mereka, bahkan banyak tokoh sesat yang menjadi pemuja Thian-te Kwi-ong. Dugaan Can Hong San memang tepat Han Beng dan Giok Cu pada suatu pagi dua hari kemudian, muncul di kuil Thia te-kauw!
Mereka berdua bukan orang-orang ceroboh atau bodoh. Mereka sudah menduga bahwa pihak Thian-te-kauw tentu sudah membuat persiapan untuk menyambut mereka, karena tujuh orang gadis yang mereka jumpai di dalam benteng dan sedang melakukan upacara sembahyang untuk meresmikan pengangkatan anggauta Thian-te-kauw baru, yaitu Sou-Ciangkun, tentu tidak tinggal diam dan sudah membuat laporan kepada pimpinan mereka.
Namun, mereka berdua adalah orang-orang gagah yang sama sekali tidak menjadi gentar. Pula, mereka tidak akan mencampuri urusan Thian te-kauw, melainkan untuk bertemu dengan Thian-te Pang-cu untuk urusan pribadi.
Pagi itu kuil masih sepi pengunjung. Bahkan ketika Han Beng dan Giok Cu melewati pintu gerbang pertama yang paling luar, tidak nampak seorang pun anggauta Thian-te-kauw! Sunyi seolah-olah tempat itu sudah ditinggalkan orang. Sunyi dan lengang, akan tetapi pintu-pintu gerbang menuju ke kuil itu terbuka lebar.
Perasaan tegang memang ada, namun dua orang muda yang gagah perkasa itu melangkahi ambang pintu gerbang pertama dan tibalah mereka di pekarangan paling depan, dan seratus meter di depan terdapat sebuah pintu gerbang ke dua. Juga pintu gerbang ini terbuka lebar walaupun di situ tidak nampak ada penjaga. Han Beng dan Giok Cu juga memasuki pintu gerbang ini dan mereka tiba di pekarangan kuil.
kesibukan kuil belum nampak, dan ketika mereka melangkah maju menghampiri pintu depan kuil yang terbuka lebar, mereka mendengar suara gaduh di belakang mereka Ketika keduanya menengok, ternyata pintu gerbang pertama dan ke dua yang tadi mereka lewati tertutup dari luar!
Mereka saling pandang, maklum bahwa mereka telah masuk perangkap musuh Ketika mereka memandang lagi muncullah banyak kepala di balik tembok yang mengelilingi tempat itu, dan ketika mereka membalik, ternyata di depan kuil telah muncul sedikitnya lima puluh orang anggauta Thian-te-kauw pria dan wanita yang kesemuanya memegang golok atau pedang, dengan gambar tanda Im-yang putih dan merah di dada. Mereka itu berdiri berjajar tak bergerak, hanya memandang kepada Han Beng dan Giok Cu dengan mata mengancam.
Melihat ini, Giok Cu tersenyum mengejek. Ia sudah berjanji kepada Han Beng untuk menghadapi Ban-tok Mo-li seorang dan tidak akan mencari keributan dengan Thian-te-kauw. Maka, melihat betapa para anggauta Thian-te-kauw semua mengepung tempat itu dengan sikap bermusuh, ia lalu mengerahkan khi-kang dan terdengarlah suaranya melengking nyaring dan menggetarkan seluruh tempat itu.
"Ban-tok M li Kami datang untuk bertemu dan bicara dengan engkau, untuk urusan pribadi yang tidak ada sangkut pautnya dengan Thian-te-kauw! Kami tidak mempunyai urusan dengan Thian-te-kauw. Keluarlah dan temui kami!"
Para anggauta Thian-te-kauw terkejut sekali dan banyak di antara mereka yang terhuyung karena tidak tahan menerima getaran suara yang mengandung tenaga khi-kang amat kuatnya itu. Kini, mereka yang berdiri tepat di depan pintu kuil, terkuak dan terbuka. Muncullah Ban-tok Mo-li dan Lui Seng Cu.
Ban-tok Mo-li nampak cantik dan anggun, dengan pakaian kebesaran seorang pang-cu, tersenyum dan memegang kipasnya, melangkah perlahan menghampiri Giok Cu dan Han Beng. Di sampingnya berjalan Lui Seng Cu, dan orang ini nampak lucu karena mengenakan jubah pendeta yang longgar, pakaian kauw-cu, akan tetapi di punggungnya nampak gagang goloknya, dan tangannya memegang sebuah kebutan pendeta. Dia pun melangkah dengan sikap angkuh dan tenang.
Di belakang mereka berjalan belasan orang yang nampaknya bengis dan kuat dan di antara mereka nampak pula empat orang pemuda yang dikenal baik ole Giok Cu karena mereka itu bukan lai adalah Siangkoan Tek, Ji Ban To, Sio Boan dan Poa Kian So. Tidak nampak pemuda yang mereka dengar sebagai pemimpin umum, yang dikabarkan sebagai penjelmaan Thian-te Kwi-ong itu.
Dengan gaya memandang rendah Ban-tok Mo-li menatap wajah Giok Cu penuh selidik, lalu ia tersenyum ramah. "Aih kiranya muridku Giok Cu yang datang Giok Cu, apakah engkau merindukan Subomu dan sengaja datang untuk menengok? Subomu sudah menjadi Pang-cu sekarang dan engkau akan kuberi kedudukan yang sesuai dengan kepandaianmu, Giok Cu."
"Ban-tok Mo-li!" Giok Cu membentak. "Tidak perlu banyak bujuk rayu. Sejak engkau dan Lui Seng Cu ingin membunuhku beberapa tahun yang lalu, aku tidak Menganggap engkau sebagai guruku lagi!"
Ban-tok Mo-li mengerutkan alisnya. "Muridku yang murtad, memang sejak kecil engkau selalu membangkang dan murtad. Kalau engkau sudah tidak menganggap aku sebagai gurumu, lalu mau apa engkau datang ke sini?"
"Ban-tok Mo-li, aku sengaja mencarimu untuk menuntut pertanggungan jawabmu atas kematian Ayah Ibuku. Mengakulah, apa yang telah kaulakukan kepada Ayah Ibuku di perahu dahulu itu?"
Ban-tok Mo-li Phang Bi Cu mengerutkan alisnya dan mengamati wajah bekas murid itu. "Giok Cu, apa maksudmu bertanya seperti itu? Engkau melihat sendiri ketika kita naik ke perahu Ayah Ibumu. Mereka luka-luka, kemudian mereka tewas keracunan..."
"Mereka tewas keracunan secara mendadak, ketika engkau berada di dekat mereka!" kata Giok Cu memancing...
"Jangan khawatir, Tai-jin. Kami berdua akan menyelidiki dan kelak akan memberi laporan kepada Tai-jin." kata Giok Cu dengan sikap sungguh-sungguh.
Wajah pembesar itu makin berseri. "Ah, terima kasih, Lihiap. Legalah hatiku mendengar kesanggupan Ji-wi. Akan tetapi, harap Ji-wi berhati-hati, karena menurut keterangan yang kuperoleh, perkumpulan itu dipimpin oleh orang-orang yang amat lihai. Akan tetapi, rakyat menganggap perkumpulan itu sebagai perkumpulan agama yang baik, mereka mempunyai sebuah kuil pula, dari banyak orang datang bersembahyang. Dilihat dari luar, mereka itu seperti orang-orang beribadat dan hidup saleh akan tetapi di balik semua itu, mereka merupakan gerombolan orang sesat yang amat berbahaya. Kalau sampai mereka dapat mencengkeram dan mempengaruhi, para pejabat, maka mereka merupakan bahaya besar karena dapat menghasut agar para pejabat itu memberontak terhadap pemerintah..."
Han Beng dan Giok Cu mengangguk-angguk. Mereka berjanji akan berhati-hati dan kelak akan memberi laporan. Kemudian, setelah menerima jamuan makan dari pembesar yang bijaksana itu, Han Beng dan Giok Cu melanjutkan perjalanan menuju Ceng-touw. Di tengah perjalanan, mereka membicarakan apa yang mereka dengar dari Liu Tai-jin tadi.
"Tak salah lagi, yang dimaksudkan Liu Taijin tentulah perkumpulan penyembah Thian-te Kwi-ong yang dipimpin oleh iblis busuk Lui Seng Cu dan dibantu oleh Ban-tok Mo-li," kata Giok Cu yang sejak meninggalkan guru pertama itu tidak pernah lagi menyebut su-bo (ibu guru) kepada Ban-tok Mo-li yang memang tidak dianggapnya sebagai guru lagi. Mana ada Guru hendak mencelakai bahkan hendak membunuh muridnya? Kalau dulu tidak ada Hek Bin Hwesio, tentu ia telah tewas di tangan Ban-Tok Mo-li dan Lui Seng Cu.
“Akan tetapi, maksud kita berkunjung kepadanya hanya untuk bertanya tentang kematian orang tuamu, Giok Cu. Kita tidak perlu mencampuri urusan perkumpulan mereka, hanya menyelidiki saja bagaimana sesungguhnya pengaruh mereka terhadap para pejabat untuk kelak kita laporkan kepada Liu Taijin,” Kata Han Beng.
"Hemmm. engkau tidak tahu mereka itu orang-orang macam apa, Han Beng! Mereka itu jahat sekali. Untuk keperluan agama mereka yang sesat, mereka itu tidak segan-segan untuk membunuhi muda-mudi, dan melakukan segala macam bentuk percabulan. Mengerikan sekali! Dan mungkin saja kini tokoh-tokoh sesat sudah mulai membantu mereka, maka kita harus berhati-hati. kalau perlu, bukan saja aku akan menyelidiki tentang kematian orang tuaku, akan tetapi juga aku siap untuk menghancurkan dan membasmi mereka!"
"Akan tetapi kita tidak boleh lengah dan memandang rendah kekuatan lawan, Giok Cu. Sebaiknya sebelum kita berkunjung ke sana, lebih dulu kita menyampaikan surat kepada Souw Ciangkun seperti yang dipesankan Liu Taijin."
Giok Cu mengangguk setuju. Sebelum berpisah dengan Liu Taijin, pembesar itu menitipkan surat untuk pasukan keamanan di luar kota Ceng-touw dan minta kepada mereka untuk membicarakan Thian-te-kauw dengan Souw Ciangkun.
Souw Ciangkun adalah seorang panglima yang usianya sudah lima puluh tahun dan sikapnya berwibawa. Dia termasuk seorang panglima yang setia dan jujur, yang membenci penyelewengan dan dia amat kagum kepada Liu Taijin. Maka, ketika dia mendengar bahwa dua orang muda yang berkunjung ke bentengnya itu adalah utusan Liu Taijin, tergopoh-gopoh dia menyambut dan mempersilakan mereka duduk di ruangan dalam.
Dia merasa agak heran juga melihat betapa utusan pejabat tinggi yang dihormatinya itu adalah seorang pemudi dan seorang gadis muda, akan tetap setelah membaca surat Liu Taijin, dia memandang kagum kepada mereka. "Aih kiranya Tai-hiap adalah Huang-ho Sin liong, dan Nona adalah seorang pendekar wanita yang berilmu tinggi! Menurut surat dari Liu Taijin, Ji-wi akan membantu dalam penyelidikan terhadap Thian-te-kauw. Memang perkumpulan itu amat mencurigakan, dan makin lama semakin kuat saja. Akan tetapi karena mereka tidak melakukan sesuatu yang melanggar hukum, kami pun tidak dapat bertindak apa-apa. Kalau menurut Ji-wi, perkumpulan itu melakukan kejahatan apakah?"
Giok Cu diam-diam merasa heran. Panglima ini nampaknya gagah dan baik, akan tetapi mengapa begitu lengah? Bagaimana mungkin sebagai seorang panglima pasukan keamanan, sampai tidak dapat tahu apa yang dilakukan oleh perkumpulan seperti Thian-te-kauw itu?
"Maaf, Ciangkun. Tentu Ciangkun lebih mengetahui daripada kami dan kami bahkan memerlukan keterangan yang sejelasnya dari Ciangkun untuk bekal penyelidikan kami." katanya dengan lembut.
Dan Han Beng mendengarkan dengan perasaan heran. Akan tetapi dia dapat menduga bahwa tentu gadis yang cerdik itu berpura-pura saja dan ingin memancing keterangan dari perwira tinggi itu! Dia tahu bahwa gadis itu tentu saja mengenal Thian-te-kauw lebih baik, karena pernah hidup di antara mereka bahkan sebagai murid Ban-tok Mo-li, seorang di antara para pimpinan mereka.
Perwira tinggi itu tersenyum dan dia menarik napas panjang, bersandar di kursinya dan memandang kepada dua orang muda itu. "Kalau menurut penyelidikan kami, biarpun Thian-te-kauw makin kuat dan makin banyak anggautanya, namun perkumpulan itu belum pernah melakukan pelanggaran. Mereka memiliki sebuah kuil yang bahkan menolong banyak orang. Dan mereka mengajarkan persaudaraan antara sesama manusia, bahkan mengajarkan cinta kasih antara manusia. Mereka terbagi menjadi dua bagian. Bagian perkumpulan disebut Thian-te-pang dan diketuai seorang wanita bijaksana yang disebut Phang Toa-nio (Nyonya Phang), seorang yang amat pandai dan ramah."
Giok Cu mencatat di dalam hatinya. Kiranya bekas gurunya itu, Ban-tok Mo-li Phang Bi Cu, telah menjadi ketua Thian-te-pang dan kini dipuji-puji oleh panglima pasukan keamanan! "Menarik sekali!" serunya untuk menutupi perasaan herannya.
Souw Ciangkun tersenyum. "Memang para anggauta Thian-te-pang itu dilatih ilmu silat, akan tetapi apa anehnya itu? Ketuanya, Phang Toanio adalah seorang ahli silat yang amat pandai, dan kegiatan berlatih silat itu pun tidak melanggar hukum dan baik-baik saja. Kemudian, ada bagian lain yang hanya mengurus soal keagamaan saja, yaitu Thian-te-kauw dan Kauwcu nya (Kepala Agamanya) adalah Losuhu (Bapak Pendeta) Lui Seng Cu..."
Giok Cu menahan ketawanya. Tahulah ia bahwa bekas subonya telah bersekutu dengan Hok-houw Toa-to Lui Seng Cu untuk bersama-sama memimpin perkumpulan agama sesat itu dengan membagi tugas sebagai pangcu (ketua perkumpulan) dan kauwcu (kepala agama).
"Ciangkun, kami mendengar bahwa perkumpulan itu mempunyai banyak pemimpin yang berilmu tinggi. Benarkah itu?" Han Beng bertanya untuk menambah umpan agar perwira itu bercerita lebih banyak lagi. Mendengar nada cerita perwira itu memuji-muji para pimpinan perkumpulan itu, dia pun berhati-hati dan tidak mengemukakan pendapatnya, apalagi dia memang tidak begitu mengenal perkumpulan itu, maka dia menyerahkan saja pembicaraan tadi sebagian besar kepada Giok Cu yang tentu saja lebih mengenalnya, bahkan mengenal dengan baik sekali.
"Memang benar, mereka memiliki banyak anggauta pimpinan yang lihai ilmu silatnya dan luas pandangannya! akan tetapi semua itu tidak ada artinya kalau dibandingkan dengan bimbingan khusus yang diberikan oleh Kwi-ong."
"Kwi-ong (Raja Iblis)...?" Giok Cu bertanya, dia benar-benar heran karena sebelumnya pernah ia mendengar tentang pimpinan langsung dari Kwi-ong itu.
Perwira tinggi itu tertawa. "Memang bagi orang lain tentu terdengar mengejutkan. Akan tetapi sesungguhnya, sebutan Kwi-ong itu hanya untuk merendahkan diri saja. Sebenarnya Thian-te Kwi-ong adalah seorang dewa yang ditugaskan turun ke dunia untuk mengajarkan persaudaraan dan cinta kasih!"
Ini merupakan hal yang baru bagi Giok Cu, apalagi Han Beng. "Siapakah itu Kwi Ong, Ciangkun, dan kalau dia dewa, bagaimana dia dapat membimbing langsung?" tanya pula Giok Cu.
"Mungkin kalian sudah mendengar bahwa Thian-te-kauw memuja Thian-te Kwi-ong yang dibuatkan patungnya. Dan sekarang, kadang-kadang patung itu hidup! Dan menurut pengakuan Thian-te Kwi-ong sendiri, agar tidak mengejutkan semua orang, kadang-kadang beliau menjelma sebagai seorang pemuda tampan yang menjadi penasehat. Dan tentu saja ilmu kepandaiannya tak dapat diukur, ia maklum dia bukan manusia." Perwira tinggi itu menerangkan dengan suara yang serius.
Pada saat itu, cuping hidung Giok Cu bergerak-gerak. Ia mencium suatu. Keharuman yang aneh bagi orang lain, akan tetapi yang pernah diciumnya dahulu ketika ia masih menjadi murid Ban-tok Mo-li dan sejak subonya itu menjadi sekutu Lui Seng Cu. Bau harum dupa yang khas dipergunakan untuk upacara sembahyang kepada Thian-te Kwi-ong. Bagaimana kini bau dupa itu dapat tercium di dalam benteng? Biarpun hanya lembut, namun cukup dapat ditangkap oleh penciuman Giok Cu yang tajam dan ia pun dapat menduga bahwa bau dupa itu datang dari balik sebuah pintu kamar yang tertutup. Bahkan penglihatannya yang tajam dapat melihat membocornya asap tipis keluar dari celah-celah daun pintu kamar itu.
Giok Cu menjadi curiga. Ada yang tidak beres dalam kamar itu, pikirnya. Dan mungkin perwira tinggi ini tidak mengetahuinya. Tiba-tiba saja tubuhnya berkelebat dan ia sudah meloncat jauh ke depan daun pintu kamar yang tertutup, mengejutkan Han Beng dan Souw Ciangkun. Giok Cu mendorong pintu itu terbuka dan ia terbelalak. Han Beng juga melompat mendekatinya. Mereka berdua melihat keadaan dalam kamar itu yang aneh. Ada sebuah meja sembahyang yang besar di dalam kamar itu, dengan patung kecil yang dikenal oleh Giok Cu sebagai patung Thian-te Kwi-ong!
Dan di atas meja itu, selain lilin bernyala dan dupa mengepul, sebagai pengganti hidangan sembahyang, nampak seorang gadis bertelanjang bulat rebah telentang! Rambutnya yang panjang hitam itu terurai, tubuhnya sama sekali telanjang bulat. Dan di kanan kiri meja itu berdiri masing-masing tiga orang gadis yang lain yang hanya mengenakan jubah sutera tipis yang tembus pandang dan di bawah jubah itu tidak terdapat pakaian lain! Enam orang gadis itu nampak terkejut bukan main.
"Heiiiii! Kalian tidak boleh mengganggu mereka!" Terdengar seruan Souw Ciangkun dan perwira tinggi ini sudah berada dekat Giok Cu dan Han Beng, wajahnya merah sekali, dan matanya nampak gelisah dan marah.
"Souw Ciangkun, apa artinya ini?" Giok Cu membentak dengan alis berkerut. Teringat ia akan pengorbanan perawan dalam sembahyangan patung Thian-te Kwi-ong. Apakah gadis yang telanjang bulat itu pun calon korban yang akan dibunuh di atas meja sembahyang sebagai korban terhadap Thian-te Kwi-ong? Kalau begitu ia memandang kepada perwira itu dengan mata terbelalak.
"Tutupkan daun pintunya dan jangan ganggu mereka, Li-hiap. Aku akan memberi penjelasan." kata perwira itu akan tetapi suaranya gemetar dan kini wajahnya berubah pucat walaupun sinar matanya masih mengandung kemarahan.
Akan tetapi tiba-tiba terjadi hal yang dianggap aneh oleh Giok Cu. Gadis remaja yang telanjang bulat dan tadi rebah telentang di atas meja sembahyang itu kini bangun dan cepat-cepat menyambar pakaian dan menutupi tubuhnya. Seolah-olah ia dalam keadaan sadar sama sekali, tidak terbius atau pingsan seperti biasa para korban upacara keji itu! Dan enam orang gadis lainnya juga kini dengan terburu-buru mengenakan pakaian mereka, pakaian sopan dan jubah mereka bergambar lingkaran Im-yang merah putih. Seorang di antara mereka, yaitu gadis yang tadi bertelanjang bulat dan ini sudah mengenakan pakaian dan menyanggul rambutnya, memberi hormat kepada perwira tinggi itu.
"Agaknya ada gangguan, Souw Ciangkun. Sebaiknya kalau upacara kita ditunda sampai lain kali saja. Kami akan kembali lagi kalau saatnya yang baik tiba seperti dikehendaki oleh Kwi-ong..."
Mereka bertujuh lalu memberi hormat kepada Souw Ciangkun, tanpa melirik ke arah Giok Cu dan Han Beng, kemudian mereka membawa peralatan sembahyang mereka dan keluar beriringan dari ruangan itu seperti kelompok anggauta perkumpulan agama yang tertib dan sopan. Para penjaga di luar pun tidak berani bersikap kurang ajar kepada tujuh gadis ini yang dianggap orang-orang yang saleh dari perkumpulan agama yang terpandang di kota itu.
"Ciangkun, sekarang kami minta penjelasan!" Giok Cu berkata setelah tujuh orang gadis itu pergi. "Kiranya Ciangkun juga seorang anggauta Thian te Kwi-ong? Dan tadi gadis itu hendak dijadikan korban, dibunuh di meja semba yang, bukan?"
"Ah, tidak! Tidak! Engkau tidak mengerti, Nona! Tidak kusangkal bahwa aku memang merupakan seorang anggauta baru yang akan dilantik hari ini sebagai anggauta yang sah. Apa salahnya kalau aku menjadi anggauta sebuah perkumpulan agama yang mengajarkan persaudara dan cinta kasih? Aku tidak melanggar tugas dan hukum!"
"Hemmm, dan pengesahan itu dengar mengorbankan seorang gadis perawan, membunuhnya di atas meja sembahyang tadi, bukan?" Giok Cu mengejek, dan dara perkasa ini teringat akan pesan Liu Taijin bahwa Thian-te-kauw kini mulai menanamkan pengaruhnya pada para pejabat. Perwira tinggi ini agaknya sudah mulai terpengaruh pula!
"Tidak, sama sekali tidak! Dahulu menurut penjelasan para pimpinan Thian-te-kauw, memang ada kebiasaan kuno seperti itu, mengorbankan seorang perawan dalam upacara pengangkatan anggauta baru. Akan tetapi sekarang, setelah Kwi-ong berkenan memimpin sendiri, kebiasaan diubah. Yang dikorbankan hanya kegadisannya, bukan nyawanya!"
"Ihhhhh...!" Giok Cu mengerutkan alisnya dan memandang jijik. "Jadi engkau akan memperkosa gadis tadi sebagai upacaranya?"
Wajah perwira tinggi itu berubah merah. "Engkau salah mengerti, Lihiap, bukan memperkosa, melainkan ia dengan suka rela menyerahkan diri. Itulah inti persaudaraan dan cinta kasih! Kami melakukannya dengan dasar cinta kasih..."
"Omong kosong! Upacara cabul! Jahat, keji sekali! Ciangkun, kiranya apa yang dikatakan Liu Taijin benar. Thian-te-kauw sudah menanamkan cakarnya kepada para pejabat termasuk engkau! Kami harus melaporkan hal ini kepada Liu Taijin!" kata Giok Cu marah.
Tiba-tiba terjadi perubahan sikap perwira tinggi itu. Dia menengadah lalu tertawa bergelak-gelak seperti orang gila! "Ha-ha-ha-ha-ha!" Siapa berani menentang Thian-te Kwi-ong berarti mampus! Yang mentaatinya akan hidup bahagia dan panjang usia, akan tetapi yang menentang akan mati! Ha-ha-ha! Thian-te Kwi-ong tak terkalahkan, ha-ha-ha-ha-ha!" Dia mengeluarkan peluit dan terdengar suara nyaring ketika dia meniupnya dan terdengar derap kaki banyak orang. Tempat itu telah terkepung oleh ratusan orang perajurit!
"Ha-ha-ha-ha, kalian takkan dapat lolos lagi. Hayo kalian semua maju, tangkap dan bunuh dua orang mata-mata musuh ini!"
Mendengar perintah atasan mereka, puluhan orang perajurit memasuki ruangan dengan senjata di tangan. Melihat ini, tahulah Han Beng dan Giok Cu bahwa keselamatan mereka terancam. Mereka tentu saja mampu membela diri, akan tetapi bagaimana mungkin menang melawan ribuan perajurit yang berada di dalam benteng itu? Mereka tidak akan mampu lolos dan akhirnya mereka akan tewas tercincang!
Akan tetapi, Giok Cu adalah seorang gadis yang cerdik sekali. Melihat para perajurit itu siap mengeroyok, secepat kilat ia menotok tengkuk Souw Ciangkun, membuat perwira tinggi itu tak mampu menggerakkan kaki tangan yang mendadak menjadi lumpuh. Sambil menodongkan pedang yang sudah dicabutnya ke leher perwira tinggi itu, ia berteriak.
"Mundur semua! Kalau ada yang berani menyerang, kubunuh Souw Ciangkun!"
Ancamannya ini berhasil. Para perajurit itu mundur dan bingung, tidak tahu apa yang harus mereka perbuat. Souw Ciangkun yang sudah tidak mampu menggerakkan kaki tangannya itu masih tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha-ha! Kalian maju, tangkap dan bunuh mereka berdua! Aku tidak bisa mati, ha-ha-ha, Thian-te Kwi-ong akan melindungiku, usiaku akan mencapai seratus tahun. Ha-ha-ha-ha, siapa menentang Thian-te Kwi-ong akan mati konyol!"
Ketika perajurit itu sedang ragu dan bingung, dan anjuran perwira yang tertawa-tawa itu membuat mereka bergerak lagi untuk mengeroyok, tiba-tiba terdengar bentakan nyaring, "Kalian semua mundur!"
Ketika para perajurit mengenal orang yang memberi aba-aba itu, mereka mundur dan muncullah seorang perwira tinggi lain yang usianya sebaya dengan Sou Ciangkun, tubuhnya tinggi kurus dan sinar matanya tajam. Dia maju menghadap Han Beng dan Giok Cu yang memandang dengan waspada dan siap siag Giok Cu masih menodongkan pedangnya di leher Souw Ciangkun.
"Nona, harap lepaskan dia. Agaknya telah terjadi sesuatu dengan dia dan pikirannya tidak wajar lagi." kata perwira itu dengan tegas.
Giok Cu melepaskan Souw Ciangkun yang roboh dengan lemas karena kedua kakinya masih lumpuh oleh totokan Giok Cu. Akan tetapi, biarpun sudah terguling roboh, Souw Ciangkun masih tertawa-tawa dan berteriak-teriak memuji-muji Thian-te Kwi-ong!
Perwira itu mengangguk kepada Han Beng dan Giok Cu. "Aku adalah Panglima Yap, komandan ke dua di benteng ini." Kemudian dia menghadapi para perajurit yang masih berkerumun di situ dan di luar pintu pun penuh perajurit yang ingin tahu apa yang telah terjadi. "Komandan Souw sedang sakit, biar aku yang mengurus dia. Kalian semua tinggalkan tempat ini dan atur penjagaan yang ketat, jangan perbolehkan siapa juga memasuki benteng!"
Perintahnya tegas dan semua perajurit mundur. Setelah Souw Ciangkun seperti orang gila itu, tertawa-tawa dan berteriak-teriak, memang Yap Ciangkun yang merupakan komandan yang paling tinggi kedudukannya.
"Sudah beberapa lamanya aku memperhatikan keadaan Souw Ciangkun. Aku sudah menaruh kecurigaan ketika para gadis dari Thian-te-kauw itu dibiarkan masuk benteng. Ketika Ji-wi memperkenalkan diri sebagai utusan Liu Taijin yang hendak menghadap Souw Ciangkun, diam-diam aku memperhatikan. Ternyata terjadi seperti apa yang kami khawatirkan. Souw Ciangkun agaknya sudah terjebak oleh perkumpulan agama yang penuh rahasia itu."
"Ha-ha-ha, kalian akan mampus semua kalau menentang Thian-te Kwi-ong... ha-ha-ha!"
"Lihiap dan Tai-hiap, dapatkah dia dibiarkan pingsan tanpa menderita?" Yap Ciangkun bertanya. "Karena dia atasanku, bagaimanapun aku tidak berani bertindak kasar terhadap dirinya."
Han Beng mengangguk dan sekali di menepuk tengkuk Souw Ciangkun, komandan yang seperti gila itu terkulai pingsan. Yap Ciangkun memanggil empat orang perajurit pengawal dan memerintahkan mereka untuk mengangkat tubuh Souw Ciangkun.
"Biarkan dia di dalam kamar dan jaga baik-baik. Dia menjadi tahanan sementara'" perintahnya.
Setelah Souw Ciangkun diangkut pergi, Yap Ciangkun lalu mempersilakan Han Beng dan Giok Cu duduk. Mereka duduk berhadapan, lalu dengan singkat Yap Ciangkun menceritakan tentang Thian-te-pang.
"Mereka memang tidak melakukan sesuatu yang mencurigakan. Hubungan mereka dengan para pejabat sangat baik sekali, bahkan ada kalanya mereka membantu petugas menenteramkan keadaan dan membasmi para penjahat yang berani mengganggu ketenteraman sekitar daerah Ceng-touw. Karena Souw Ciangkun juga berhubungan baik dengan para pimpinan mereka, maka aku sebagai wakilnya tidak dapat berbuat sesuatu. Sampai akhirnya aku mendengar dari para penyelidikku bahwa seringkali ada anggauta Thian-te-kauw wanita dibiarkan bermalam di kamar Souw Ciangkun! Mulailah aku curiga sampai terjadi peristiwa hari ini. Ji-wi adalah utusan Liu Taijin. Tugas apakah yang Ji-wi bawa?"
"Kami dipesan oleh Liu Taijin untuk menghubungi Souw Ciangkun yang menjadi kepala pasukan keamanan di sini, untuk bekerja sama menyelidiki keadaan Thian-te-kauw. Liu Taijin telah mendengar berita bahwa Thian-te-kauw mulai mempengaruhi para pejabat, dan kami memang akan melakukan penyelidikan ke sarang mereka."
"Tugas itu berbahaya sekali! Aku mendengar bahwa pimpinan mereka mempunyai banyak orang yang berilmu tinggi, apalagi seorang pemuda yang menjadi pemimpin umumnya. Kabarnya dia bukan manusia melainkan penjelmaan dari Thian-te Kwi-ong yang mereka puja."
"Kami dapat menjaga diri, Ciangkun. Kami mempunyai urusan pribadi dengan seorang pimpinan mereka. Urusan mengenai diri Souw Ciangkun, kami serahkan kepada Ciangkun, karena itu bukan tugas kami untuk mengurusnya. Kelak kami akan melaporkan kepada Liu Taijin seperti yang kami janjikan. Nah, kami akan segera pergi, Ciangkun," kata Giok Cu.
Perwira itu bangkit dan mengantar mereka sampai ke pintu gerbang benteng. Setelah mereka pergi Yap Ciangkun segera membuat persiapan sendiri dan dia pun mengirim laporan kepada atasannya mengenai persoalan Souw Ciangkun. Dia tidak tahu bahwa Souw Ciangkun telah berada di bawah pengaruh sihir dari Lui Seng Cu, kauw-cu dari Thian-te-kauw. Karena pengaruh sihir itulah maka dia seperti orang nekat dan gila, membela Thian-te Kwi-ong mati-matian biarpun dia mengalami guncangan hebat ketika rahasianya terbuka dan ketahui oleh dua orang pendekar utusan Liu Taijin tadi.
********************
"Braaakkkkk...!" Meja marmar bundar itu hancur berkeping-keping ketika Can Hong San memukulkan tangannya yang terbuka saking marahnya mendengar laporan tujuh orang gadis muda cantik itu. Baru saja tujuh orang gadis itu menghadap Kauwcu Lui Seng Cu melaporkan kegagalan mereka ketika hendak melakukan upacara sembahyang pengangkatan Souw Ciangkun sebagai anggauta yang sah dari Thian te-kauw.
Lu Seng Cu marah, dan dia pun membawa tujuh orang gadis itu menghadap "pemimpin umum" yang mereka sebut Can Kongcu, dan yang dikenal sebagai penjelmaan Thian-te Kwi-ong sendiri, juga yang mengaku sebagai putera mendiang Cui-beng Sai-kong. Can Hong San di lapori karena dialah yang mengatur agar Souw Ciangkun ditarik menjadi anggauta Kalau mereka sudah dapat mengait komandan pasukan keamanan menjadi anggauta yang setia, maka keamanan dan kekuasaan mereka pun akan terjamii sepenuhnya!
Setelah tujuh orang gadis itu membuat laporannya di depan Can Hong San, pemuda itu demikian kecewa dan marahnya sehingga dia memukul hancur meja marmar di depannya. Tujuh orang gadis itu berlutut dengan tubuh menggigil ketakutan. Bahkan Lui Seng sendiri juga agak pucat menghadapi kemarahan pemuda yang dia tahu selain amat lihai, juga amat kejam itu.
"Siapakah kedua orang tamu Souw Ciangkun yang menggagalkan upacara itu?" bentaknya marah.
Di antara tujuh orang gadis itu, hanya gadis yang tadinya akan dijadikan "korban" yang paling berani menjawab. Hal ini tidaklah aneh karena ia merupakan seorang di antara gadis-gadis anggauta Thian-te-kauw yang paling disayang oleh Can Kongcu, yang setiap saat boleh dengan sesuka hatinya memilih para gadis anggauta Thian-te-kauw untuk melayaninya.
"Kami masih berada di dalam kamar itu ketika Souw Ciangkun menjamu kedua orang tamunya, Kongcu. Kami tidak dapat mendengar banyak, akan tetapi kami mendengar dari percakapan mereka bahwa mereka adalah utusan seorang pejabat tinggi dari Lok-yang, dan kami mendengar Souw Ciangkun menyebut seorang diantara mereka sebagai Huang-ho Sin-liong..."
"Ah, dia lagi!!" Can Hong San berseru dan sekali ini dia benar-benar kaget bukan main.
Tentu saja dia mengenal siapa itu Huang-ho Sin-liong. Sudah dua kali dia dipencundangi oleh pendekar itu. Pertama kali ketika dia hendak memperkosa Sim Lan Ci, dan kedua kalinya ketika pendekar itu menolong Bu Giok Cu yang hampir ditawannya dengan bantuan para sekutunya, yaitu mendiang Gan Lok dan lain-lain. Dan sekarang kembali pendekar itu yang menggagalkan upacara pengangkatan Souw Ciangkun sebagai anggauta Thian-te-kauw!
"Apakah Kongcu sudah mengenal Huang-ho Sin-liong?" tanya Lui Seng Cu Ketua Thian-te-kauw.
"Tentu saja aku mengenal dia. Kalian gadis-gadis sial ini boleh mundur. Eh nanti dulu, coba ceritakan siapa wanita yang datang bersama Huang-ho Sin-hona itu!"
"Maaf, Kongcu, kami tidak mengenal namanya..."
"Bodoh! Ceritakan bagaimana rupanya! usianya, pakaiannya! Engkau biasanya cerdik, Lee Cia, hayo ceritakan bagaimana keadaan gadis itu!" katanya kepada gadis yang tadi akan dikorbankan dalam upacara pengangkatan Souw Ciangkun sebagai anggauta.
Lee Cia, gadis yang berkulit putih mulus itu, mengingat-ingat, "ia seorang gadis yang usianya tentu sudah dua puluh tahun lebih, wajahnya cantik jelita, bentuk wajahnya bulat telur dengan dagu runcing keras, bibirnya merah basah tanpa gincu, bedaknya tipis, bajunya indah dan bersih, berwarna merah muda dan punggungnya terdapat sebatang pedang. Ia nampak galak dan keras sekali..."
"Ahhhhh... Si Keparat! Ia tentu Bu Giok Cu...!"
Kini Thian-te Kauw-cu Lui Seng Cu yang memandang dengan mata terbelalak kepada pemuda itu. "Bu Giok Cu...? Apakah Kongcu juga mengenalnya?"
"Tentu saja aku mengenalnya! Kauw-cu, cepat kumpulkan semua pimpinan ke sini, dan kalian gadis-gadis sial boleh pergi. Malam nanti engkau datang ke kamarku, aku mau bicara, Lee Cia!!" kata Hong San.
Lee Cia tersipu dengan muka merah, akan tetapi ia tersenyum dan matanya berseri karena hatinya merasa girang sekali. Hampir setiap orang gadis anggauta Thian-te-kauw yang menerima pelajaran sesat menjadi hamba nafsu dan mereka itu mengharap-harap menerima panggilan dari Can Kongcu untuk melayaninya!
Lui Seng Cu tergopoh keluar dan memanggil semua pimpinan perkumpulan itu. Berbondong mereka datang memasuki kamar di mana Can Hong San menanti dengan tidak sabar. Ban-tok Mo-li Phang Bi Cu yang menjadi pang-cu masuk dengan sikap tenang. Di antara para pembantu Hong San, wanita inilah yang tidak begitu menjilat dan takut, karena selain ia menjadi pangcu, juga ia adalah seorang wanita yang biar tua boleh menganggap Hong San sebagai kekasihnya juga muridnya dalam urusan pelampiasan nafsu, dalam bidang mana ia tentu saja sudah berpengalaman sekali dibandingkan Hong San yang masih muda itu.
Selain Ban-tok Mo-li Phang Bi Cu dan Hok-houw Toa-to Lui Seng Cu sebagai pang-cu dan kauw-cu juga hadir di situ Siangkoan Tek putera Siangkoan Bok majikan Pulau Hiu, Ji Ban To murid dari Ouw Kok Sian majikan Pegunungan Liong-San, juga dua orang murid Lui Seng Cu sendiri, yaitu Siok Boan dan Poa Kian So. Empat orang pemuda ini dengan senang hati menjadi pembantu Can Hong San yang sakti. Siangkoan Bok dan Ouw Kok Sian sendiri hanya menjadi sahabat saja dari orang-orang Thian-te-kauw, tidak ikut membantu karena mereka merupakan datuk-datuk dari daerah mereka sendiri.
Setelah enam orang pembantunya hadir, Hong San menyambut mereka dengan ucapan yang nadanya mengandung Kekhawatirannya. "Kita kedatangan musuh besar yang harus kita hadapi dengan berhati-hati! Mereka adalah Huang-ho Sin-Liong dan Bu Giok Cu!"
"Ihhhhh! Giok Cu...?" Ban-tok Mo-li berseru kaget sekali. Ia tadi hanya pendengar dari Lui Seng Cu bahwa Can Kongcu mengundang semua pembantu untuk berkumpul dan membicarakan urusan penting. Lui Seng Cu tidak sempat bercerita tentang Giok Cu, maka kini mendengar nama bekas muridnya itu, ia tentu saja terkejut dan heran.
Mendengar nada suara pangcu itu Hong San memandang kepadanya. "Engkau sudah mengenalnya, Pangcu?" Di depan orang banyak, kedua orang ini bersikap resmi, saling menyebut pangcu kongcu, tidak seperti kalau mereka halnya berdua, maka sebutan mereka berubah menjadi "sayang", "manis" dan berbagai sebutan mesra lagi.
"Mengenalnya?" Ban-tok Mo-li tersenyum lebar dan ia memang masih nampak cantik walaupun usianya sudah lima puluh tujuh tahun, dengan gigi yang masih rapi dan kulit muka putih yang belum kisut, atau kalaupun agak kisut maka keriput ini tertutup bedak dan gincu tebal!
"Heh-heh, tentu saja mengenalnya karena ia adalah muridku sendiri bahkan seperti anak angkat karena sejak berusia sepuluh tahun ia berada di sini sampai beberapa tahun yang lalu.
"Muridmu?" Hong San terbelalak, sudah mengukur ilmu kepandaian pangcu ini. Walaupun lihai namun belum mampu menandinginya, sedangkan tingkat kepandaian Bu Giok Cu hebat, seimbang dengan tingkatnya sendiri! "Tapi... ilmu silatnya amat hebat! Jauh melebihi kemampuanmu, Pangcu!"
Berkerut alis Ban-tok Mo-li. Tentu saja tidak enak perasaan hatinya kalau di Ucapan orang banyak dikatakan bahwa kepandaiannya jauh di bawah tingkat kepandaian muridnya sendiri! "Hemmm, mungkin selama kurang lebih enam tahun ini ia belajar lagi, makin giat berlatih sedangkan aku semakin malas saja." katanya acuh. "Di manakah mereka berdua itu sekarang, kongcu? Kita harus menghancurkan mereka agar tidak selalu menjadi gangguan kelak!"
Hong San lalu menceritakan tentang laporan tujuh orang gadis itu, betapa upacara peresmian Souw Ciangkun menjadi anggauta Thian-te-kauw telah gagal karena munculnya dua orang pendekar muda itu. "Mereka pasti akan mencari kita di sini, dan karena itu kalian kukumpulkan agar kita dapat melakukan rencana dan persiapan menyambut musuh berbahaya itu."
Mereka lalu berunding dan mengatur siasat. Hong San perintahkan kepada para pembantunya itu untuk mempersiapkan diri, memberitahu kepada para tokoh sesat yang sudah bersahabat dengan mereka, bahkan banyak tokoh sesat yang menjadi pemuja Thian-te Kwi-ong. Dugaan Can Hong San memang tepat Han Beng dan Giok Cu pada suatu pagi dua hari kemudian, muncul di kuil Thia te-kauw!
Mereka berdua bukan orang-orang ceroboh atau bodoh. Mereka sudah menduga bahwa pihak Thian-te-kauw tentu sudah membuat persiapan untuk menyambut mereka, karena tujuh orang gadis yang mereka jumpai di dalam benteng dan sedang melakukan upacara sembahyang untuk meresmikan pengangkatan anggauta Thian-te-kauw baru, yaitu Sou-Ciangkun, tentu tidak tinggal diam dan sudah membuat laporan kepada pimpinan mereka.
Namun, mereka berdua adalah orang-orang gagah yang sama sekali tidak menjadi gentar. Pula, mereka tidak akan mencampuri urusan Thian te-kauw, melainkan untuk bertemu dengan Thian-te Pang-cu untuk urusan pribadi.
Pagi itu kuil masih sepi pengunjung. Bahkan ketika Han Beng dan Giok Cu melewati pintu gerbang pertama yang paling luar, tidak nampak seorang pun anggauta Thian-te-kauw! Sunyi seolah-olah tempat itu sudah ditinggalkan orang. Sunyi dan lengang, akan tetapi pintu-pintu gerbang menuju ke kuil itu terbuka lebar.
Perasaan tegang memang ada, namun dua orang muda yang gagah perkasa itu melangkahi ambang pintu gerbang pertama dan tibalah mereka di pekarangan paling depan, dan seratus meter di depan terdapat sebuah pintu gerbang ke dua. Juga pintu gerbang ini terbuka lebar walaupun di situ tidak nampak ada penjaga. Han Beng dan Giok Cu juga memasuki pintu gerbang ini dan mereka tiba di pekarangan kuil.
kesibukan kuil belum nampak, dan ketika mereka melangkah maju menghampiri pintu depan kuil yang terbuka lebar, mereka mendengar suara gaduh di belakang mereka Ketika keduanya menengok, ternyata pintu gerbang pertama dan ke dua yang tadi mereka lewati tertutup dari luar!
Mereka saling pandang, maklum bahwa mereka telah masuk perangkap musuh Ketika mereka memandang lagi muncullah banyak kepala di balik tembok yang mengelilingi tempat itu, dan ketika mereka membalik, ternyata di depan kuil telah muncul sedikitnya lima puluh orang anggauta Thian-te-kauw pria dan wanita yang kesemuanya memegang golok atau pedang, dengan gambar tanda Im-yang putih dan merah di dada. Mereka itu berdiri berjajar tak bergerak, hanya memandang kepada Han Beng dan Giok Cu dengan mata mengancam.
Melihat ini, Giok Cu tersenyum mengejek. Ia sudah berjanji kepada Han Beng untuk menghadapi Ban-tok Mo-li seorang dan tidak akan mencari keributan dengan Thian-te-kauw. Maka, melihat betapa para anggauta Thian-te-kauw semua mengepung tempat itu dengan sikap bermusuh, ia lalu mengerahkan khi-kang dan terdengarlah suaranya melengking nyaring dan menggetarkan seluruh tempat itu.
"Ban-tok M li Kami datang untuk bertemu dan bicara dengan engkau, untuk urusan pribadi yang tidak ada sangkut pautnya dengan Thian-te-kauw! Kami tidak mempunyai urusan dengan Thian-te-kauw. Keluarlah dan temui kami!"
Para anggauta Thian-te-kauw terkejut sekali dan banyak di antara mereka yang terhuyung karena tidak tahan menerima getaran suara yang mengandung tenaga khi-kang amat kuatnya itu. Kini, mereka yang berdiri tepat di depan pintu kuil, terkuak dan terbuka. Muncullah Ban-tok Mo-li dan Lui Seng Cu.
Ban-tok Mo-li nampak cantik dan anggun, dengan pakaian kebesaran seorang pang-cu, tersenyum dan memegang kipasnya, melangkah perlahan menghampiri Giok Cu dan Han Beng. Di sampingnya berjalan Lui Seng Cu, dan orang ini nampak lucu karena mengenakan jubah pendeta yang longgar, pakaian kauw-cu, akan tetapi di punggungnya nampak gagang goloknya, dan tangannya memegang sebuah kebutan pendeta. Dia pun melangkah dengan sikap angkuh dan tenang.
Di belakang mereka berjalan belasan orang yang nampaknya bengis dan kuat dan di antara mereka nampak pula empat orang pemuda yang dikenal baik ole Giok Cu karena mereka itu bukan lai adalah Siangkoan Tek, Ji Ban To, Sio Boan dan Poa Kian So. Tidak nampak pemuda yang mereka dengar sebagai pemimpin umum, yang dikabarkan sebagai penjelmaan Thian-te Kwi-ong itu.
Dengan gaya memandang rendah Ban-tok Mo-li menatap wajah Giok Cu penuh selidik, lalu ia tersenyum ramah. "Aih kiranya muridku Giok Cu yang datang Giok Cu, apakah engkau merindukan Subomu dan sengaja datang untuk menengok? Subomu sudah menjadi Pang-cu sekarang dan engkau akan kuberi kedudukan yang sesuai dengan kepandaianmu, Giok Cu."
"Ban-tok Mo-li!" Giok Cu membentak. "Tidak perlu banyak bujuk rayu. Sejak engkau dan Lui Seng Cu ingin membunuhku beberapa tahun yang lalu, aku tidak Menganggap engkau sebagai guruku lagi!"
Ban-tok Mo-li mengerutkan alisnya. "Muridku yang murtad, memang sejak kecil engkau selalu membangkang dan murtad. Kalau engkau sudah tidak menganggap aku sebagai gurumu, lalu mau apa engkau datang ke sini?"
"Ban-tok Mo-li, aku sengaja mencarimu untuk menuntut pertanggungan jawabmu atas kematian Ayah Ibuku. Mengakulah, apa yang telah kaulakukan kepada Ayah Ibuku di perahu dahulu itu?"
Ban-tok Mo-li Phang Bi Cu mengerutkan alisnya dan mengamati wajah bekas murid itu. "Giok Cu, apa maksudmu bertanya seperti itu? Engkau melihat sendiri ketika kita naik ke perahu Ayah Ibumu. Mereka luka-luka, kemudian mereka tewas keracunan..."
"Mereka tewas keracunan secara mendadak, ketika engkau berada di dekat mereka!" kata Giok Cu memancing...