Serial Pendekar Naga Putih
Episode Misteri Di Bukit Ular Emas
Karya T. Hidayat
Cetakan Pertama Penerbit Cintamedia, Jakarta
Episode Misteri Di Bukit Ular Emas
Karya T. Hidayat
Cetakan Pertama Penerbit Cintamedia, Jakarta
SATU
BUKIT Ular Emas tampak berdiri kokoh bagai menantang langit Puncaknya yang ditumbuhi pepohonan besar tampak terselimut kabut tipis. Lereng-lerengnya licin dan nyaris tegak lurus. Dan rasanya bukit ini hampir mustahil untuk bisa didatangi manusia.
Tapi, rupanya masih ada pula yang mencoba-coba untuk mendekatinya. Pada pagi hari ini, tampak sesosok tubuh bergerak menuju Bukit Ular Emas. Melihat dari gerakannya yang nyaris tanpa menimbulkan suara, dapat ditebak kalau sosok tubuh itu berasal dari rimba persilatan yang berkepandaian tinggi. Terlebih saat mendaki lereng bukit, nyaris tanpa kesulitan sedikit pun!
“Hm.... Kelihatannya aku adalah orang pertama yang tiba di tempat ini...,” gumam sosok itu saat kedua kakinya menjejak puncak Bukit Ular Emas. Dia bertubuh sedang, terbalut jubah panjang berwarna putih.
Sebentar sosok berjubah putih yang ternyata seorang pemuda tampan itu menghentikan langkahnya. Sepasang matanya yang tajam dan menyiratkan perbawa kuat, merayapi sekelilingnya. Tapi yang didapatinya hanyalah pohon-pohon raksasa menjulang ke langit Selebihnya, sepi mencekam bagaikan suasana di pekuburan.
Setelah puas memperhatikan sekitarnya, pemuda tampan berjubah putih itu perlahan mengayun langkahnya. Seperti menyadari kalau sekitar puncak itu ada ancaman tersembunyi yang berbahaya, dia tampak selalu dalam keadaan siaga penuh. Seolah, siap menghadapi apa saja yang bakal ditemuinya.
Dan apa yang dikhawatirkan pemuda tampan itu memang tidak berlebihan. Saat kakinya baru beberapa langkah menindak, tiba-tiba berhenti. Sepasang telinganya dipertajam, berusaha mendengar sesuatu yang mencurigakan.
“Kisanak! Jika kau memang tidak bermaksud buruk, segera tunjukkan dirimu...!”
Seperti tahu akan kehadiran orang lain di sekitar tempat ini, pemuda itu langsung saja menegur. Suaranya lantang, namun menyiratkan keramahan. Padahal, dia dalam sikap waspada penuh.
“Heh heh heh...! Telingamu benar-benar tajam, Pendekar Naga Putih! Kau membuatku yang sudah tua ini merasa kagum...!”
Belum lagi gema jawaban itu lenyap, tahu-tahu sesosok bayangan putih berperawakan tinggi kurus sudah meluruk ringan bagaikan selembar daun yang diterbangkan angin. Dan bayangan putih itu mendarat ringan di depan pemuda tampan berjubah putih yang ternyata Panji Atau dalam rimba persilatan lebih dikenal sebagai Pendekar Naga Putih.
“Pertapa Goa Kelelawar...?!” desis Panji begitu mengenali sosok tinggi kurus berjubah lebar berwarna putih itu. Pendekar Naga Putih langsung menatap sosok kakek yang julukannya pernah menggetarkan rimba persilatan. Ada kilatan kecurigaan yang cepat disembunyikan Panji dalam tatapannya.
“Semula kukira, akulah orang pertama yang tiba di puncak bukit ini. Tapi, ternyata ada orang tua yang telah lebih dulu tiba. Entah kapan kau tiba di tempat ini, Pertapa Goa Kelelawar...?” lanjut Panji.
Kewaspadaan Pendekar Naga Putih langsung mengendor, begitu mengenal betul, siapa Pertapa Goa Kelelawar itu. Dia adalah salah satu tokoh golongan putih yang banyak mengenyam pahit manisnya dunia persilatan. Bahkan kedigdayaannya diakui oleh dunia persilatan sebagai datuknya golongan pendekar.
Pertapa Goa Kelelawar tertawa mengekeh mendengar ucapan Pendekar Naga Putih. Wajahnya yang masih segar kemerahan menengadah ke atas, kemudian tawanya berhenti tiba-tiba. Dan langsung matanya menatap tajam wajah pemuda di depannya. Ada kilatan aneh sekilas dalam bola matanya. Namun, tidak begitu diperhatikan Panji.
Sebenarnya Panji memang tidak begitu kenal Pertapa Goa Kelelawar. Dan perjumpaan kali ini adalah untuk yang kedua kalinya. Tapi, Pendekar Naga Putih memang sempat melihat adanya kelainan dalam sikap kakek tua itu. Dan sebagai pendekar yang senantiasa terancam bahaya maut, sikapnya kembali waspada. Langkahnya digeser dua tindak ke belakang, saat mata kakek itu menghunjam tajam ke wajahnya.
"Pendekar Naga Putih...,” sebut Pertapa Goa Kelelawar perlahan. Kemudian orang tua berjubah putih ini melangkah maju tiga tindak, hingga jarak di antara mereka hanya terpisah kurang dari satu tombak. “Semua tokoh persilatan menginginkan Rase Perak. Termasuk, aku...”
Baru saja kata-kata itu selesai, tiba-tiba Pertapa Goa Kelelawar melancarkan sebuah serangan mendadak! Bahkan dalam jarak yang dekat dan terlihat sangat hebat, disertai tenaga dalam penuh.
Whuttt..!
“Hei...?!” Serangan dahsyat itu tentu saja membuat Pendekar Naga Putih terkejut bukan kepalang. Untung sikapnya memang telah siap sejak melihat adanya keanehan pada diri tokoh tua itu. Maka tubuhnya cepat bergeser ke kanan, sehingga serangan Pertapa Goa Kelelawar hanya menyambar tempat kosong.
"Pertapa Goa Kelelawar! Apa artinya seranganmu ini...?!” tegur Panji, belum mau membalas. Ingin diketahuinya dulu apa alasan tokoh tua itu melancarkan serangan berbahaya kepadanya.
“Artinya aku menginginkan kematianmu, Pendekar Naga Putih!” tukas Pertapa Goa Kelelawar, kembali melanjutkan serangan mautnya. Bahkan kali ini terlihat jauh lebih hebat dan berbahaya!
Panji tidak sempat lagi berpikir. Serangan Pertapa Goa Kelelawar terlalu hebat dan berbahaya jika dibiarkan begitu saja. Maka ia cepat kembali menggeser badannya, dan langsung sengaja menangkis.
Plakkk! Plakkk!
Dua kali Panji memapak sambaran tangan Pertapa Goa Kelelawar, sehingga membuat tubuhnya terhuyung beberapa langkah ke belakang. Memang tidak aneh, karena Pertapa Goa Kelelawar termasuk salah satu dari sekian banyak tokoh tingkat tinggi yang disegani dan ditakuti kaum rimba persilatan. Tak heran bila kekuatannya sangat hebat.
“Haaat..!”
Sementara, Pertapa Goa Kelelawar sempat terjajar dua langkah ke belakang. Namun, dia tidak jera. Malah dipersiapkannya jurus-jurus berbahaya yang men- datangkan deru angin keras, menggoyangkan pepohonan di sekitar puncak Bukit Ular Emas.
“Pertapa Goa Kelelawar! Tahan seranganmu! Kalau tidak, jangan salahkan bila aku terpaksa harus melawan...!” cegah Panji, masih tetap merasa segan untuk melakukan perlawanan. Pendekar Naga Putih menyadari kalau Pertapa Goa Kelelawar merupakan salah seorang tokoh yang dihormati di kalangan persilatan. Dan ia tidak ingin menanam bibit permusuhan yang hanya akan membuat dirinya mengalami kesulitan. Tapi, tentu saja serangan-serangan itu tidak bisa didiamkan, karena memang bisa mematikan!
Sementara, Pertapa Goa Kelelawar sama sekali tidak mempedulikan peringatan Panji. Serangannya tetap datang bagikan gelombang badai yang hendak merobohkan puncak bukit. Sehingga, mau tidak mau, Panji harus melakukan perlawanan, jika masih ingin selamat Maka kini pertempuran hebat pun pecah. Pertapa Goa Kelelawar tampaknya memang bukan hanya sekadar hendak menguji kepandaian Pendekar Naga Putih. Itu terlihat dari serangan-serangannya yang selalu mengarah pada jalan kematian di sekujur tubuh pemuda ini.
Panji sendiri yang tidak ingin mati konyol, terpaksa melakukan perlawanan dengan mengerahkan ‘Ilmu Silat Naga Sakti’-nya. Tak heran kalau pertempuran pun mulai kelihatan seru dan seimbang. Jurus demi jurus berlalu cepat Kedua tokoh sakti yang segolongan itu saling serang dengan hebatnya.
Hingga ketika pertempuran memasuki jurus yang kelima puluh, Pertapa Goa Kelelawar yang usianya terbilang sangat tua itu ternyata masih tetap tangguh dan belum kelihatan lelah. Dan ini membuat Panji mau tidak mau jadi kagum akan daya tahan tokoh tua itu. Tapi, ia juga merasa penasaran, karena diserang mati-matian tanpa sebab yang jelas.
“Yeaaat..!”
Karena Pertapa Goa Kelelawar masih terus melancarkan serangan-serangan maut yang berbahaya, kesabaran Panji pun mulai hilang. Maka serangan balasannya kini tidak main-main lagi. Tubuhnya cepat berkelebat disertai pendaran sinar putih keperakan yang menebarkan hawa dingin menggigit kulit. Seolah, di puncak Bukit Ular Emas tengah terjadi badai salju.
Setelah lebih dari sepuluh jurus Panji mendesak lawan, mulailah Pertapa Goa Kelelawar merasakan tekanan yang kian menghebat Terutama, hawa dingin yang selalu menyertai setiap sambaran tangan dan kaki pemuda tampan berjubah putih ini. Dan sedikit demi sedikit, Pertapa Goa Kelelawar terpaksa bermain mundur, karena mulai terdesak oleh gempuran-gempuran Pendekar Naga Putih.
Namun sebagai tokoh kawakan yang telah memiliki banyak pengalaman, tentu saja Pertapa Goa Kelelawar tidak mudah ditundukkan. Apalagi ketika kakek tua itu mulai mengeluarkan jurus-jurus pamungkasnya. Maka tekanan serangan balasan dari Panji mulai dapat diimbanginya. Bahkan serangan-serangan balasannya memaksa Panji kini kembali bermain mundur.
“Celaka! Apa sebenarnya yang diinginkan Pertapa Goa Kelelawar? Mengapa sikapnya sekarang sangat aneh. Padahal pada perjumpaan pertama, orang tua ini sama sekali tidak menunjukkan sikap bermusuhan? Tapi sekarang...”
Meskipun tengah menghadapi pertarungan sengit, pikiran Panji terus saja melayang. Dicarinya sebab, apa yang membuat sikap Pertapa Goa Kelelawar berubah. (Untuk mengetahui perjumpaan Panji dengan Pertapa Goa Kelelawar yang pertama, silakan baca serial Pendekar Naga Putih dalam kisah Rase Perak)
Dalam menghadapi lawan tangguh, sebenarnya tidak semestinya pikiran Panji terpecah. Hal ini memang bisa berbahaya bagi keselamatannya, karena pertahanan dirinya akan terbuka. Atau paling tidak, membuat benteng pertahanannya mengendor.
Sementara Pertapa Goa Kelelawar memang seorang tokoh kawakan yang mempunyai banyak pengalaman. Dan begitu melihat adanya kelalaian dalam diri Panji, langsung saja kepalan tangannya menyambar cepat.
Buggg!
“Hukh...!” Pukulan Pertapa Goa Kelelawar bersarang telak di iga Pendekar Naga Putih. Akibatnya, tanpa ampun lagi, tubuh Panji terjungkal deras ke belakang.
“Haiiit..!”
Tapi sebagai seorang pendekar yang setiap kali menghadapi bahaya maut, Panji memang masih bisa menguasai diri. Kendati pukulan orang tua itu sempat bersarang telak di tubuhnya, dan membuatnya terjungkal, keseimbangan dirinya masih bisa terkuasai. Maka dengan bentakan keras, tubuhnya melenting ke udara. Setelah berjumpalitan beberapa kali, kemudian tubuhnya meluncur turun dengan kedua kaki terlebih dulu.
Pertapa Goa Kelelawar sendiri sadar kalau lawannya bukanlah pemuda sembarangan. Maka meskipun telah menyarangkan pukulan telak, tubuhnya langsung melesat mengejar Panji yang masih melayang turun ke tanah.
“Yeaaah...!”
Dibarengi sebuah bentakan mengguntur, Pertapa Goa Kelelawar langsung menggebrak dengan dorongan kedua telapak tangan yang terbuka.
Whusss...!
Angin keras laksana topan prahara seketika menderu begitu sepasang telapak tangan Pertapa Goa Kelelawar meluncur ke arah Panji. Dan kalau sampai pukulan itu mengenai sasaran, keselamatan Panji benar-benar terancam.
Pendekar Naga Putih bukan tidak tahu akan adanya bahaya besar yang mengancam. Meski keadaan tubuhnya memang masih dalam keadaan tidak memungkinkan, terpaksa datangnya gempuran lawan harus disambut Karena untuk mengelak, akan lebih besar bahayanya.
“Heaaat..!”
Dengan sebuah bentakan nyaring, Panji mengempos semangat dan mengerahkan seluruh tenaga saktinya, kalau tidak ingin mati penasaran di tangan Pertapa Goa Kelelawar. Biarpun kakek itu merupakan seorang tokoh tua yang dihormatinya, namun karena serangannya terlalu berbahaya, mau tidak mau Pendekar Naga Putih harus melupakan rasa hormatnya.
Panji memang merasakan dadanya agak nyeri akibat pukulan telak yang mengenai tubuhnya tadi. Namun, tenaga sakti jelmaan Pedang Naga Langit telah bergerak sendiri dan langsung memusnahkan rasa sakit akibat pukulan Pertapa Goa Kelelawar. Dan kini Panji mampu mengerahkan seluruh Tenaga Sakti Gerhana Bulan’-nya. Seketika kedua tangannya dihentakkan ke depan. Dan....
Blarrr!
Dua gelombang tenaga sakti yang maha dahsyat seketika saling bertemu di udara. Ledakan keras yang bagai hendak meruntuhkan puncak Bukit Ular Emas terdengar menggelegar. Bumi tempat berpijak pun bagaikan diguncang tangan raksasa, membuat pepohonan berderak ribut. Akibat yang dialami kedua orang tokoh yang bertarung dan saling mengadu tenaga itu pun cukup mengenaskan. Keduanya terlempar ke belakang, dan terhempas sejauh tiga tombak lebih. Sampai-sampai, mereka tidak bisa menguasai keseimbangan tubuh masing-masing sehingga terbanting jatuh keras ke tanah.
Brukkk!
Panji mengeluh ketika tubuhnya terbanting di tanah keras dan tidak rata. Bagian belakang tubuhnya terasa sakit dan nyeri, membuatnya merintih perlahan. Dan dari mulutnya termuntah darah segar. Jelas, benturan barusan telah mendatangkan luka parah dalam tubuhnya. Namun agaknya kekuatan mukjizat jelmaan Pedang Naga Langit terlihat menunjukkan kehebatannya.
Setelah Panji memuntahkan darah segar, tiba-tiba muncul sinar kuning keemasan yang membawa hawa panas luar biasa. Sehingga, sekujur tubuh Pendekar Naga Putih bagaikan terbakar api. Hanya Panji sendiri yang tahu kalau sinar kuning keemasan berhawa panas yang muncul membungkus tubuhnya, adalah pertanda kalau ‘Tenaga Sakti Inti Panas Bumi’ tengah bekerja menyembuhkan luka dalam yang dialaminya.
Pertapa Goa Kelelawar yang juga terbanting jatuh ketanah, juga langsung memuntahkan darah segar yang kental. Wajah yang biasanya segar kemerahan, tampak pucat bagai tak dialiri darah. Dan napas kakek itu pun terlihat tersengal. Dan tampaknya, kakek itu tidak berusaha bangkit. Maka dapat ditebak kalau keadaannya saat itu memang parah, akibat benturan tadi. Bagian dalam tubuhnya memang mengalami guncangan hebat, sehingga membuat luka dalam yang parah dan membutuhkan waktu cukup lama untuk menyembuhkannya.
Kendati dalam keadaan luka parah, Pertapa Goa Kelelawar sempat menyaksikan adanya pendaran sinar kuning keemasan yang muncul menyelimuti sekujur tubuh Pendekar Naga Putih. Dan ia tidak tahu, dari mana asal sinar kuning keemasan itu. Namun Pertapa Goa Kelelawar menduga, Pendekar Naga Putih juga mengalami luka dalam yang parah seperti dirinya. Hanya saja dia tidak tahu kalau sinar kuning keemasan itu merupakan kekuatan mukjizat yang sanggup menyembuhkan luka dalam maupun segala jenis racun.
Sementara Pertapa Goa Kelelawar masih duduk terengah-engah, saat sinar kuning keemasan yang membungkus tubuh Pendekar Naga Putih perlahan-lahan memudar, untuk kemudian lenyap tanpa meninggalkan bekas. Dan Panji sudah mulai bergerak bangkit berdiri, begitu bagian dalam tubuhnya yang semula terasa nyeri bagai tertusuk ratusan jarum telah lenyap sama sekali. Begitu hebat kekuatan mukjizat ‘Tenaga Sakti Inti Panas Bumi’, hingga sanggup memunahkan pengaruh benturan yang menimbulkan luka dalam di tubuh Pendekar Naga Putih.
Tapi meskipun tubuhnya terluka dalam, yang untungnya tidak membahayakan, tetap saja tenaga yang dimiliki Panji belum sepenuhnya pulih. Dan justru dalam keadaan tidak siap itulah muncul sosok-sosok tubuh yang membuat Panji terkejut dan menjadi tegang! Karena mereka adalah....
"Tiga Harimau Besi, Pendekar Bangau Sakti, dan para pengikutnya...?!” desis Panji ketika mengenali belasan orang yang baru datang itu.
Pendekar Naga Putih memang pernah bentrok dengan mereka beberapa waktu yang lalu. Pendekar Ban- gau Sakti menuduh Pendekar Naga Putih telah membunuh murid-muridnya. Padahal, perbuatan itu tidak pernah dilakukannya. Tapi, Pendekar Bangau Sakti tetap bersikeras. Dan sebenarnya yang membawa tuduhan tidak benar itu adalah Tiga Harimau Besi, yang kini muncul bersama Pendekar Bangau Sakti. (Untuk lebih jelasnya silakan baca serial Pendekar Naga Putih dalam episode Rase Perak)
“Celaka...! Kelihatannya mereka masih tetap memusuhi ku...?” desis Panji, langsung bergerak mundur.
Pendekar Naga Putih melihat sorot mata penuh ancaman dari orang-orang yang baru datang itu. Namun sesungguhnya Panji sudah tidak berminat bertarung melawan orang segolongan. Terlebih, setelah tadi bentrok melawan Pertapa Goa Kelelawar, dan membuat kakek sakti itu terluka dalam. Maka, sebelum mereka tiba lebih dekat, Panji memutuskan untuk segera pergi dari tempat itu. Dan sekali berkelebat saja, tubuhnya sudah melesat seperti bayangan yang semakin menjauh. Untuk kemudian, lenyap ditelan kelebatan pohon-pohon besar.
“Kurang ajar...! Pendekar pengecut itu telah melarikan diri...!” Pendekar Bangau Sakti menggeram marah dan mengepal tinjunya erat-erat. Ia tidak berminat mengejar, karena jarak di antara mereka tadi terpisah cukup jauh. Dan ia pun tahu, kehebatan ilmu meringankan tubuh Pendekar Naga Putih.
“Sebaiknya kita tolong saja Pertapa Goa Kelelawar. Kelihatannya ia mengalami luka dalam yang parah...,” usul salah seorang dari Tiga Harimau Besi.
Pendekar Bangau Sakti tentu saja tahu akan keadaan Pertapa Goa Kelelawar. Maka langsung saja disetujui usul itu. Segera diisyaratkannya agar para pengikutnya segera mengangkat tubuh kakek sakti itu, dan membawanya bergerak meninggalkan tempat itu, bersama yang lainnya.
Sang Raja Siang telah menampakkan kekuasaannya sejak pagi, hingga tengah hari sekarang ini Sinarnya yang garang memancar ke seluruh permukaan bumi, disebabkan oleh hembusan angin yang juga terasa panas. Di antara kelebatan pepohonan di atas puncak Bukit Ular Emas, sesosok bayangan hitam bergerak cepat menerobos semak belukar. Sosok itu berperawakan kurus dengan tinggi yang tidak wajar. Kendati demikian gerakannya terlihat gesit, seperti hendak memamerkan kepandaian ilmu lari cepat yang nyaris sempurna.
“Hm... Jangan harap kau dapat meloloskan diri dari kejaranku, Manusia Keparat..!” Terdengar bentakan keras yang disusul berkelebatnya sesosok bayangan tinggi besar. Gerakan sosok tubuh ini pun terlihat sangat ringan dan gesit Bahkan kalau dibandingkan dengan sosok tinggi kurus tadi, rasanya ilmu lari cepatnya tidak kalah.
Jarak antara kedua sosok tubuh yang tengah kejar-mengejar itu terlihat semakin dekat. Dari sini dapat diketahui kalau sosok tinggi besar yang melakukan pengejaran memiliki ilmu lari cepat yang lebih tinggi setingkat, dibanding buruannya.
“Haaattt..!”
Ketika jarak di antara mereka kini kurang dari dua tombak, tiba-tiba sosok tinggi besar yang melakukan pengejaran membentak nyaring. Kemudian tubuhnya melesat ke udara dan terus berjumpalitan melampaui kepala buruannya.
Jlig!
Bagaikan seekor burung elang yang menyambar mangsanya, sosok tinggi besar itu melayang turun kurang lebih satu tombak di depan buruannya.
“Sudah kukatakan, kau bakal tidak bisa lolos dari tanganku, Manusia Keparat!” bentak sosok tinggi besar itu menggeram marah dengan sorot mata mengancam.
“Hm..., tidak semudah itu, Pendekar Rase Perak...! Terimalah ini...!” Sosok laki-laki tua bertubuh kecil kurus dan berjubah hitam bermuka pucat itu kelihatannya sama sekali tidak mau menyerah. Bahkan tubuhnya langsung saja melesat ke depan dengan sebuah pukulan maut!
Whuttt..!
Sadar akan kedahsyatan serangan itu, sosok tinggi besar yang dipanggil Pendekar Rase Perak langsung saja menyiapkan jurus pertahanannya. Dengan kedua tangan tersilang di depan dada, semangatnya dikempos. Kemudian dipapaknya pukulan lawan dengan lengan tersilang.
Dukkk!
Dua gelombang tenaga sakti yang menyertai gerakan masing-masing, saling berbenturan keras. Tubuh masing-masing terjajar mundur, tanda kekuatan tenaga dalam mereka seimbang.
“Hmmmh...!” Pendekar Rase Perak kembali menggeram murka. Tubuhnya bergeser ke kanan dengan kuda-kuda kokoh dan indah. Sepasang matanya menyorot tajam, memperhatikan kaki lawannya yang juga sudah bergeser membentuk kuda-kuda harimau. Kelihatannya kakek kecil kurus ini pun tidak mau kalah. Ini terlihat dari kuda-kudanya yang tidak kalah mantap. Bahkan serangan berikut sudah disiapkannya.
“Haaat..!”
Disertai teriakan nyaring, kakek kecil kurus berkulit pucat itu langsung melesat dengan serangkaian seran- gan. Angin besar bertiup, menandai betapa hebat tenaga dalam yang dikerahkannya untuk serangan kali ini.
Pendekar Rase Perak pun tidak mau kalah gertak. Sepasang tangannya yang kokoh dan berbulu halus, bergerak ke kiri-kanan diiringi deru angin keras. Kemudian tubuhnya melesat ke depan disertai teriakan membahana.
“Yeaaat..!”
Dalam waktu singkat saja, kedua tokoh yang sama-sama memiliki kepandaian tinggi itu telah saling menggempur hebat. Keduanya sama-sama gesit dan tangkas. Dalam jurus-jurus pertama, pertarungan terlihat masih seimbang. Dan keduanya berusaha keras saling mendesak menggunakan jurus-jurus tangguh yang jarang duanya.
Ketika pertarungan menginjak jurus kedua puluh, Pendekar Rase Perak yang kelihatannya sangat bernafsu untuk segera melumpuhkan lawan, kembali memperdengarkan bentakan membahana. Tubuhnya yang tinggi besar bergerak lebih cepat, menyambar-nyambar bagaikan seekor rajawali perkasa. Dan ia berusaha mendesak lawannya, melepaskan serangan-serangan yang semakin gencar dan berbahaya.
“Aiiih...?!”
Kakek kecil kurus itu terpekik kaget, ketika iganya nyaris terkena sodokan tangan Pendekar Rase Perak. Untung tubuhnya masih sempat dimiringkan, sehingga pukulan itu lewat setengah jengkal di sampingnya. Kendati demikian, kekuatan angin pukulan Pendekar Rase Perak sempat membuat kuda-kudanya agak goyah, sehingga terhuyung beberapa langkah.
Kesempatan itu tidak dilewatkan Pendekar Rase Perak. Pukulannya yang semula gagal, cepat diputar setengah lingkaran. Sambil melompat pendek, lengan yang kekar berbulu itu langsung dikibaskan mendatar.
Bukkk!
“Hukh...!”
Hebat dan sangat cepat perubahan gerak Pendekar Rase Perak. Sehingga, kakek kecil kurus itu tak sempat lagi menyelamatkan tubuhnya. Akibatnya pukulan lengan yang besar dan kokoh itu singgah di tubuhnya. Dan kakek ini kontan terlempar deras sejauh satu tombak lebih.
“Sekarang tamatlah riwayatmu, Manusia Tengik...!” Usai berkata demikian, Pendekar Rase Perak melesat ke depan dengan sebuah pukulan lurus mematikan. Dari sambaran angin pukulannya, dapat diperkirakan kalau serangan itu mampu menghancurkan batu sebesar gajah. Jelas, nyawa kakek kecil kurus itu tengah dalam bahaya maut
Whuttt..!
Wajah yang pucat tampak semakin pias. Kelihatannya, kakek kecil kurus itu benar-benar sudah tidak berdaya dan pasrah menerima kematian di tangan lawan. Tapi....
Plakkk!
Saat nyawa kakek kecil kurus itu nyaris pindah ke alam baka, tiba-tiba melesat sesosok bayangan tinggi besar lain. Dan pukulan maut Pendekar Rase Perak langsung disambut dengan satu papakan keras. Sehingga, terdengar benturan keras, yang membuat tanah di sekitar tempat itu bergetar bagai digoyang gempa.
Akibatnya, baik tubuh Pendekar Rase Perak maupun sosok tinggi besar yang baru tiba, terpental balik hingga hampir tiga tombak. Dan keduanya tak dapat menguasai keseimbangan tubuh masing-masing, sehingga terpaksa harus terbanting keras di tanah.
Pendekar Rase Perak bergegas melenting bangkit. Kendati bagian dalam dadanya terasa masih agak sesak, namun tokoh sakti ini terlihat masih sanggup bangkit dengan cepat Sepasang matanya langsung menyorot tajam, untuk mengenali siapa manusia usil yang mencampuri urusannya.
“Datuk Serigala Hitam...?!” Terdengar desis berbisik dari mulut Pendekar Rase Perak saat mengenali sosok tinggi besar yang baru datang dan memapaki pukulannya barusan. Ada pancaran rasa terkejut dalam sinar mata tokoh tinggi besar yang selama ini tidak pernah terdengar kabar beritanya.
Sosok tinggi besar berwajah hitam dengan berewok tebal itu pun telah pula bangkit tegak. Perawakannya memang tidak berbeda jauh dengan Pendekar Rase Perak. Mereka sama-sama tinggi besar dan gagah. Bedanya, wajah Datuk Serigala Hitam yang hitam legam ditumbuhi berewok yang tak teratur. Sedangkan Pendekar Rase Perak berwajah bersih dengan kumis dan jenggot tercukur rapi Kini keduanya saling menatap untuk beberapa saat
Sementara itu, kakek kecil kurus yang telah diselamatkan Datuk Serigala Hitam tampak menggeser tubuhnya. Didekatinya sosok tinggi besar yang telah menyelamatkan jiwanya tadi Kakek kecil kurus ini memang tak lain dari Datuk Serigala Putih, yang juga saudara seperguruan Datuk Serigala Hitam.
Mereka datang ke puncak Bukit Ular Emas memang untuk mencari binatang ajaib berupa rase yang berwarna perak. Tapi, tampaknya Datuk Serigala Putih yang berwajah telengas, hendak mencari sendiri binatang ajaib yang menjadi rebutan kaum rimba persilatan. Namun sebelum niat itu terlaksana, dia tertangkap basah, sehingga untung saja Datuk Serigala Hitam cepat datang, dan menyelamatkannya.
“Hm.... Sudah kuduga kalian akan datang ke tempat ini! Karena sebagai manusia-manusia tamak dan jahat, tentu tidak akan pernah merasa puas dan selalu ingin memiliki apa yang dianggap dapat menambah kesaktian. Sayangnya sebelum menemukan apa yang dicari, sudah harus berjumpa dengan aku. Tapi, kalian tidak usah heran. Aku memang sudah lama menunggu-nunggu kedatangan manusia macam kalian berdua...,” ujar Pendekar Rase Perak, seraya menatapi dua orang gembong golongan sesat yang kini berdiri di hadapannya dalam jarak kurang lebih dua tombak.
Kening Datuk Serigala Hitam tampak berkerut begitu mendengar ucapan Pendekar Rase Perak. Kemudian kepalanya menoleh ke arah saudaranya dengan sorot mata mengandung pertanyaan. Ketika melihat kepala Datuk Serigala Putih menggeleng, Datuk Serigala Hitam kembali memalingkan pandangan ke arah Pendekar Rase Perak.
“Ucapanmu sepertinya mengandung maksud tertentu, Pendekar Rase Perak? Coba kau jelaskan kepadaku...?” pinta Datuk Serigala Hitam. Kelihatannya, dia merasa curiga atas perkataan Pendekar Rase Perak. Diduga ada sesuatu yang disembunyikan pendekar tinggi besar itu. Sayangnya, ia belum bisa menduga apa yang ada dalam kepala Pendekar Rase Perak
“Hmh...!” Pendekar Rase Perak hanya mendengus penuh ejekan, tanpa sama sekali memberi jawaban atas pertanyaan datuk sesat itu. Bahkan kelihatannya seperti sengaja hendak membuat dua orang tokoh sesat itu merasa penasaran.
“Grrr.... Apakah harus kuremukkan kepalamu agar menjawab pertanyaanku itu...!” dengus Datuk Serigala Hitam. Tampaknya, datuk sesat ini merasa terhina melihat sikap Pendekar Rase Perak yang menggeram gusar. Wajahnya yang hitam semakin mengelam. Dan sepasang matanya yang lebar bertambah melotot menakutkan.
Melihat kemarahan Datuk Serigala Hitam, Pendekar Rase Perak bukannya gentar. Malah diperdengarkannya suara tawa yang membuat dada Datuk Serigala Hitam serasa hendak meledak. Jelas sekali suara tawa itu mengandung ejekan yang menyakitkan.
“Huh! Keparat ini sepertinya sengaja hendak mengelabui kaum persilatan! Mungkin berita tentang binatang langka itu hanya bualannya saja! Aku curiga, jangan-jangan binatang itu tidak pernah ada...!” Datuk Serigala Putih yang sejak tadi hanya diam mendengarkan, berbisik pelan ke telinga saudaranya. Sementara, sepasang matanya tetap terarah kepada Pendekar Rase Perak.
“Hm... Kalau benar berita bohong itu sengaja di sebarkannya akan kucincang tubuhnya sampai halus! Dan akan kuberikan kepada serigala-serigala peliharaan kita! Agar dia tahu rasa!” geram Datuk Serigala Hitam dengan suara lantang.
Maksud gertakan itu tentu agar didengar Pendekar Rase Perak. Tapi nyatanya, pendekar tinggi besar itu sama sekali tidak memberi tanggapan. Bahkan malah membuat Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih semakin bertambah penasaran. Karena pertanyaan-pertanyaan mereka tetap tanpa jawaban pasti.
“Kurang ajar! Kau benar-benar mencari mati, Pendekar Rase Perak...!”
Srattt!
Seiring suara menggeram marah itu, Datuk Serigala Hitam meloloskan sebuah senjata mengerikan berbentuk gada yang sekelilingnya dipenuhi duri tajam berkilat, berwarna kehijauan. Sekali lihat saja, Pendekar Rase Perak sadar kalau gada di tangan lawannya mengandung racun jahat yang mematikan.
Pendekar Rase Perak segera menggeser langkahnya ketika melihat kedua orang datuk sesat itu sudah menyebar ke kiri kanan mengepung dirinya. Kelihatannya, ia sama sekali tidak merasa gentar meskipun harus menghadapi dua orang dedengkot kaum sesat yang terkenal kejam dan sakti. Apalagi tadi telah menjajal kepandaian Datuk Serigala Putih, yang masih di bawahnya. Maka ia pun bersiap-siap menghadapi keroyokan dua orang datuk sesat itu.
Tiga orang tokoh sakti itu sudah siap saling gempur dengan ilmu-ilmu andalannya. Tapi belum ada seorang pun yang menyerang lebih dulu. Dan masing-masing masih saling meneliti gerak langkah satu sama lain. Kendati demikian, tampaknya pertempuran sudah tidak mungkin dielakkan lagi. Tapi....
“Suittt..!”
Tiba-tiba terdengar siulan nyaring memasuki telinga ketiga orang tokoh yang siap saling gebrak itu. Karuan saja gerakan mereka sama-sama terhenti, langsung memiringkan kepala. Seolah, mereka hendak mendengar lebih jelas, dari mana asal siulan barusan.
Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih tampaknya lebih tahu dan mengenal siulan panjang itu. Terlihat mereka berpandangan sesaat, kemudian saling mengangguk. Seolah, mereka telah mendapatkan kata sepakat. Dan sebelum Pendekar Rase Perak mengerti akan tingkah laku kedua orang calon lawannya, tahu-tahu tubuh dua orang datuk sesat itu sudah melesat pergi ke arah selatan puncak.
Pendekar Rase Perak tentu saja menjadi heran dan menaruh curiga dengan siulan yang menurutnya mirip sebuah isyarat untuk kedua orang datuk itu. Maka tanpa banyak cakap lagi, tubuhnya langsung melesat mengejar kedua orang lawannya.
Tapi baik Datuk Serigala Hitam maupun Datuk Serigala Putih sepertinya tidak ingin diikuti. Begitu merasa ada orang yang mengejar, secara berbarengan keduanya mengibaskan tangan ke belakang.
Siuttt, siuttt..!
Seketika terdengar suara berkesuitan menyertai sambaran delapan sinar putih kehijauan yang menebarkan bau busuk. Tahulah Pendekar Rase Perak kalau kedua orang lawannya telah melepaskan senjata-senjata rahasia beracun untuk mencegahnya.
“Keparat licik...!”
Pendekar Rase Perak tentu saja tidak mau menganggap remeh serangan senjata rahasia kedua orang lawannya. Cepat-cepat gerakannya dihentikan. Kemudian tubuhnya digeser ke kanan untuk menghindari ancaman senjata rahasia beracun kedua orang lawannya.
Tapi meskipun sudah menghindar, tetap saja ada tiga batang pisau kecil yang mengancam tenggorokan, dada, dan perutnya. Sadar kalau senjata rahasia itu sangat beracun, Pendekar Rase Perak cepat mengibaskan tangan kanan disertai pengerahan tenaga dalam. Sehingga, tiga senjata beracun itu langsung runtuh ke tanah.
Pendekar tinggi besar berwajah bersih yang masih terlihat gagah itu menggeram jengkel, begitu menyadari kalau bayangan kedua orang lawannya telah lenyap ditelan kelebatan pepohonan besar yang banyak tumbuh di atas puncak Bukit Ular Emas. Tapi meskipun demikian, ia sama sekali tidak patah semangat Walaupun tidak jelas ke mana arah pergi kedua orang datuk sesat itu, Pendekar Rase Perak bertekad untuk melacaknya.
Beberapa saat setelah Datuk Serigala Hitam, Datuk Serigala Putih, dan Pendekar Rase Perak meninggalkan tempat itu, sesosok tubuh sedang terbungkus jubah putih tampak bergerak keluar dari balik rimbunan pohon. Sosok itu tak lain dari Panji yang berjuluk Pendekar Naga Putih.
Sebenarnya, Pendekar Naga Putih memang sudah cukup lama bersembunyi di tempat itu, yakni sejak terjadinya pertarungan antara Pendekar Rase Perak dan Datuk Serigala Putih. Dan ia juga menyaksikan munculnya Datuk Serigala Hitam, yang menyelamatkan nyawa saudaranya.
“Rasanya pertarungan tadi tidak wajar. Menurut penilaianku, kepandaian Datuk Serigala Putih tidak berada di bawah Pendekar Rase Perak. Anehnya, mengapa datuk berwajah pucat itu nyaris tewas hanya dalam beberapa gebrak? Sedangkan menurut perhitunganku, paling tidak kepandaian mereka seimbang. Kalaupun Pendekar Rase Perak dapat mengatasi lawannya, jelas akan memerlukan waktu yang tidak sedikit. Paling tidak pertarungan akan berlangsung ramai, dan mencapai ratusan jurus? Benar-benar aneh...?” gumam Panji sambil memandangi arah kepergian tokoh-tokoh persilatan tadi. Dan ia masih termenung sampai beberapa saat lamanya. Diam seperti patung.
Keanehan-keanehan yang membingungkan ini memang bukan baru pertama kali bagi Panji. Sejak menginjakkan kakinya di puncak Bukit Ular Emas, memang sudah terlihat keanehan pada diri Pendekar Bangau Sakti. Kakek sakti itu menurut penglihatannya, sedang berada dalam keadaan tidak wajar. Sayangnya belum bisa diduga, keanehan apa yang ada dalam diri Pendekar Bangau Sakti. Bahkan sekarang tokoh sakti itu kelihatan sangat memusuhinya dan jelas-jelas menginginkan kematiannya.
Semua keanehan-keanehan itu jelas membuat Panji berpikir keras. Terlebih, sampai saat ini kematian murid-murid Perguruan Bangau Putih masih belum bisa diungkapkannya. Tak heran, kalau Pendekar Naga Putih masih dimusuhi Pendekar Bangau Sakti dan Tiga Harimau Besi. Padahal, mereka semua sama-sama golongan putih. Dan tentu saja Panji tidak bisa menghadapi mereka dalam sebuah pertempuran. Dan terpaksa sikapnya harus selalu mengalah, sebelum menemukan bukti-bukti kalau pembunuh murid-murid Perguruan Bangau Putih bukanlah dirinya, seperti apa yang dituduhkan tokoh-tokoh persilatan.
Untuk lebih jelasnya baca serial Pendekar Naga Putih dalam episode Rase Perak
“Hm... Aku yakin, semua ini mempunyai hubungan erat. Siapa tahu dengan mengikuti ketiga tokoh sakti yang barusan berselisih itu, bisa membawa sedikit sinar terang bagi semua keanehan yang dialami tokoh-tokoh persilatan. Termasuk keanehan yang terlihat pada diri Pendekar Rase Perak...”
Berpikir demikian, Panji langsung saja berkelebat ke arah lenyapnya bayangan tokoh-tokoh persilatan yang barusan berselisih hingga nyaris terjadi pertumpahan darah tadi. Dan Pendekar Naga Putih pun juga tahu kalau penyebab gagalnya pertarungan adalah suitan nyaring yang mirip isyarat rahasia tadi. Maka ingin diketahuinya siapa yang mengeluarkan suitan nyaring, mengandung kekuatan tenaga dalam tinggi tadi. Serta, apa maksud dari suitan itu.
Dengan ilmu lari cepatnya yang telah mencapai titik kesempurnaan, Panji berkelebat laksana sambaran kilat Semak belukar maupun pepohonan lebat tidak menjadi halangan baginya. Tubuhnya terus meluncur sambil tetap memasang indera pendengaran tajam-tajam. Karena memang harus selalu bersikap waspada. Disadari betul kalau saat ini puncak Bukit Ular Emas telah menjadi pusat perhatian kaum rimba persilatan, sehingga bahaya akan selalu datang tanpa terduga. Untuk itu, ia tidak boleh lengah sedikit pun.
Puncak Bukit Ular Emas memang merupakan tempat yang cukup luas. Tidak seperti bukit-bukit lainnya, dataran di atas puncak bukit ini berbentuk memanjang. Selain itu, pohon besar banyak tumbuh di atasnya. Jadi, tidak aneh kalau tokoh-tokoh persilatan yang berdatangan ke tempat itu jarang saling berjumpa satu sama lain. Terlebih Bukit Ular Emas memang bisa didaki dari sisi mana pun, oleh mereka yang berkepandaian tinggi. Sedangkan bagi orang biasa, jangan harap akan sampai di lerengnya saja. Karena, lereng bukit ini nyaris berdiri tegak lurus!
Panji yang bergerak mengandalkan ilmu meringankan tubuh, tiba-tiba menahan langkahnya. Telinganya yang memang telah dipasang tajam-tajam untuk mendengar suara-suara mencurigakan, menangkap adanya bentakan-bentakan dan dentang senjata berada. Dan bisa langsung ditebak kalau tidak jauh dari tempatnya berdiri, tengah terjadi sebuah perkelahian yang kedengarannya cukup sengit.
Tanpa membuang waktu lagi, langsung saja Pendekar Naga Putih bergerak mendekati asal suara pertempuran. Kali ini tentu saja sikapnya lebih berhati-hati. Langkah kakinya diusahakan selunak mungkin, agar kehadirannya tidak sampai diketahui pihak-pihak yang sedang bertarung. Dengan demikian, ia dapat lebih leluasa memperhatikan jalannya pertarungan, sekaligus mengenali orang-orang yang tengah bertarung.
Kira-kira belasan tombak kemudian, dari rimbunan semak belukar, Panji melihat adanya pertempuran yang tengah berlangsung sengit Dan setelah agak dekat, baru dikenali siapa pihak-pihak yang tengah bertempur. Tentu saja kaget bukan main hati Panji ketika mengenali, karena yang tengah bertarung itu adalah Pendekar Bangau Sakti, Tiga Harimau Besi, dan Pertapa Goa Kelelawar. Mereka memang tengah menghadapi belasan orang berpakaian serba hitam yang bersenjatakan golok besar.
Berdebar juga hati Panji ketika melihat pertarungan yang hebat itu. Terlebih ketika menoleh ke arah pertarungan lain. Tampak dua orang datuk yang dikenal sebagai Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih, tengah menggempur Pendekar Rase Perak Bahkan, pertarungan ketiga orang sakti itu jauh lebih hebat, ketimbang pertarungan lainnya.
Menyaksikan semua itu, Panji tidak bisa mengambil tindakan apa-apa. Dan ia memang tidak tahu harus memihak yang mana. Kalaupun nekat muncul, bukan tidak mungkin Pendekar Bangau Sakti serta tokoh-tokoh pendekar lain akan mengeroyoknya. Tentu saja Panji tidak menginginkannya, dan hanya bisa menyaksikan tanpa bisa mengambil keputusan apa-apa.
Tapi pertarungan-pertarungan itu tidak berlangsung lama. Terlebih, ketika pihak belasan orang berpakaian serba hitam yang menjadi lawan Pendekar Bangau Sakti dan kawan-kawannya mulai roboh satu persatu bermandikan darah. Tentu saja tidak terlalu aneh, karena yang dihadapi belasan orang berpakaian serba hitam itu adalah pentolan golongan putih, yang nama besarnya telah menggetarkan rimba persilatan.
Sedangkan di arena lain, Pendekar Rase Perak tampak mulai kepayahan dalam menghadapi keroyokan gembong-gembong golongan sesat itu. Sehingga pendekar gagah itu hanya bisa bertahan dan mengelak, tanpa bisa membalas serangan. Dan kalau dibiarkan berlarut-larut, bukan mustahil Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih akan dapat menghentikan perlawanan Pendekar Rase Perak
Untung saja Tiga Harimau Besi yang telah dapat menghabisi lawan-lawannya, bergegas memberi bantuan, sehingga melegakan hati Pendekar Rase Perak. Dengan terjunnya Tiga Harimau Besi dalam kancah pertempuran, maka gempuran-gempuran Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih tak lagi membuat Pendekar Rase Perak kalang-kabut.
Apalagi kepandaian Tiga Harimau Besi memang tidak bisa dianggap remeh jika maju bersama. Mereka akan lebih kuat dan dapat memainkan jurus-jurus gabungan yang saling isi dan saling melindungi. Sehingga, dua orang datuk sesat itu terpaksa melupakan Pendekar Rase Perak, dan harus mengimbangi serangan-serangan Tiga Harimau Besi.
Sementara itu, Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar yang telah menyelesaikan pertarungan, sejenak melirik ke arah pertarungan yang masih berlangsung. Sebentar kemudian, mereka telah bergerak meninggalkan tempat itu tanpa mempedulikan Pendekar Rase Perak dan Tiga Harimau Besi yang masih bertarung sengit melawan kedua orang datuk sesat itu.
“Kurang ajar...!” Datuk Serigala Hitam meskipun dalam keadaan bertarung, ternyata sempat melirik kepergian Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar. Dia langsung menggeram gusar, seperti tidak akan membiarkan kedua orang tokoh itu pergi begitu saja.
“Yeaaat..!”
Dengan sebuah teriakan mengguntur, tiba-tiba saja Datuk Serigala Hitam melesat maju menggempur lawannya. Sepasang tangannya yang hitam dan berbulu lebat bergerak dengan kecepatan tinggi. Kemudian dikirimkannya serangkaian serangan maut disertai pengerahan seluruh tenaga dalam.
Whuttt, whuttt..!
Tentu saja hebat bukan main gempuran yang dilan- dasi kemarahan itu. Angin berkesiutan menyambar-nyambar, menyertai datangnya dua pasang lengan yang mengandung kekuatan dahsyat
Orang kedua dan ketiga dari Tiga Harimau Besi yang kebetulan menghadapi Datuk Serigala Hitam, tampak terkejut bukan main! Biar bagaimanapun, kepandaian datuk sesat itu masih berada di atas mereka. Sehingga, serangan yang dilakukan dengan seluruh tenaga itu sempat membuat keduanya menjadi terkesiap. Mereka terpaksa berloncatan mundur, tidak berani menyambut langsung gempuran dahsyat itu.
Tapi, Datuk Serigala Hitam tidak menghentikan serangannya begitu saja. Melihat serangannya gagal dan lawan berlompatan mundur ke belakang, tubuh tinggi besar berkulit hitam legam itu melesat mengejar. Langsung dilepaskannya serangan mautnya secara bertubi-tubi. Sehingga, dua orang dari Tiga Harimau Besi menjadi sibuk menyelamatkan diri, mengandalkan kegesitan tubuhnya. Sayangnya, Datuk Serigala Hitam memiliki kecepatan gerak dua tingkat di atas lawan- lawannya. Sehingga....
Bukkk, desss!
“Akh...!”
Dua dari ketiga orang Tiga Harimau Besi langsung menjerit kesakitan hampir berbarengan. Tubuh mereka terjengkang ke belakang, akibat hantaman kepalan sebesar kepala bayi yang tepat mengenai tubuh mereka. Darah segar langsung termuntah keluar dari mulut keduanya, karena pukulan itu membuat bagian dalam tubuh berguncang hebat Maka untuk beberapa saat, kedua orang tokoh itu tidak mampu bangkit berdiri.
Ternyata bukan hanya Datuk Serigala Hitam saja yang merasa marah melihat kepergian Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar. Datuk Serigala Putih pun tidak kalah marahnya. Maka segera diterjangnya Pendekar Rase Perak dan orang tertua dari Tiga Harimau Besi yang menjadi lawannya dengan se-rangkaian serangan maut mematikan.
“Heaaat!”
Kakek kecil kurus berwajah pucat itu berkelebat bagaikan sambaran kilat Meskipun lengannya lebih pendek dan kecil ketimbang kedua orang lawannya, namun serangkaian serangan yang dilancarkan Datuk Serigala Putih tidak bisa dianggap remeh. Tak hanya sambaran angin pukulannya yang berkesiutan, namun juga kecepatan geraknya yang sangat menggetarkan. Dan kini membuat Pendekar Rase Perak dan orang tertua dari Tiga Harimau Besi tidak berani memandang rendah. Mereka berusaha menghindari serangan maut itu, dan mengirimkan serangan balasan yang tidak kalah hebatnya.
Kalau serangan Datuk Serigala Hitam yang disertai amarah itu cukup berhasil, namun tidak demikian halnya Datuk Serigala Putih. Ternyata kedua orang lawan yang dihadapinya jauh lebih kuat. Sehingga bukan hanya kegagalan saja didapatnya, tapi juga berupa serangan balasan yang nyaris membuatnya celaka. Terpaksa kakek kecil kurus itu harus menyelamatkan diri dari gempuran-gempuran maut kedua orang lawannya.
“Yeaaa...!”
Dibarengi lengkingan panjang menggetarkan dada, Datuk Serigala Hitam yang melihat saudaranya kelabakan menyelamatkan diri, segera meluruk bagaikan seekor burung raksasa yang menyambar. Kedua lengannya yang panjang dan besar, membuat gerakan yang mendatangkan hembusan angin keras menggugurkan dedaunan pohon. Bahkan sempat membuat pohon-pohon di sekitarnya berderak ribut, bagaikan hendak tumbang. Jelas, serangan kakek tinggi besar ini memang hebat bukan main!
Tapi, baik Pendekar Rase Perak maupun orang tertua dari Tiga Harimau Besi tidak gentar. Cepat disiapkan jurus untuk menyambut datangnya serangan kakek tinggi besar itu. Dan mereka langsung mengayunkan tangan, memapak gempuran Datuk Serigala Hitam yang mengancam.
“Heaaah...!”
“Haiiit...!”
Disertai teriakan susul-menyusul, Pendekar Rase Perak dan orang tertua dari Tiga Harimau Besi langsung merubah sasaran. Keduanya melesat memapak serangan Datuk Serigala Hitam.
Plakkk, plakkk!
Terdengar suara benturan dahsyat bagaikan dua batang besi beradu, ketika serangan Datuk Serigala Hitam disambut lengan kedua orang lawannya. Akibatnya, tubuh satu sama lain terdorong mundur sampai enam langkah jauhnya. Bahkan Datuk Serigala Hitam sampai agak terhuyung, karena harus menghadapi dua gempuran tenaga sakti sekaligus. Tentu saja kerugian jelas berada dipihaknya.
“Keparat busuk..!”
Datuk Serigala Hitam mengumpat kalang-kabut, kemudian menggeser langkahnya mendekati Datuk Serigala Putih. Sesaat mereka saling berpandangan, kemudian sama-sama menganggukkan kepala seperti memahami isyarat masing-masing. Sebentar kemudian, kedua datuk sesat itu sudah melesat pergi meninggalkan lawan-lawannya, hendak mengejar Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar.
Pendekar Rase Perak dan Tiga Harimau Besi rupanya tidak menduga kalau kedua orang datuk itu akan meninggalkan pertarungan. Mereka sempat tertegun, dan seperti tidak mempunyai keinginan untuk mengejar. Sampai kedua orang datuk itu lenyap dan tidak terlihat lagi bayangan, mereka masih terpaku di situ.
Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar tampak berlari cepat menuju bagian selatan Bukit Ular Emas. Keduanya seperti saling berlomba, mengejar sesosok bayangan perak yang melarikan diri dengan kecepatan kilat. Kalau saja kedua orang ini bukan tokoh sakti berkepandaian tinggi, tidak mungkin dapat mengejar binatang yang tak lain Rase Perak.
Rupanya, kedua tokoh itu sudah menemukan tempat persembunyian Rase Perak, yang tengah menjadi rebutan karena memiliki khasiat luar biasa. Cukup lama kedua tokoh itu mengejar binatang langka berbulu perak yang menggegerkan itu. Sampai akhirnya, binatang itu melesat naik ke atas pohon besar berdaun lebat
“Ha ha ha...! Akhirnya kau menyerah juga...!” ujar Pertapa Goa Kelelawar. Tokoh tua ini memang tiba lebih dulu, baru kemudian Pendekar Bangau Sakti. Kini keduanya berdiri di bawah pohon memandang binatang langka ini.
Binatang mirip musang dan memiliki bulu lebat berwarna perak itu tampak menggereng, memperlihatkan taringnya yang runcing. Binatang ini berdiri dengan tubuh melengkung di atas batang pohon yang agak tinggi. Sepasang matanya berkilat memancarkan kemarahan terhadap kedua orang yang berada di bawahnya.
“Hm...” Pertapa Goa Kelelawar menggumam perlahan. Setelah memandang ke arah tempat Rase Perak berada, kakek berselempang kain putih lebar ini menyedot udara banyak-banyak Kedua tangannya berputaran lambat, memperdengarkan bunyi berkerotokan. Rupanya, Pertapa Goa Kelelawar tengah mengerahkan tenaga saktinya. Kemudian....
“Hah...!” Dengan bentakan keras, Pertapa Goa Kelelawar menghantam batang pohon sebesar dua pelukan orang dewasa itu dengan kedua telapak tangan terbuka.
Krakh...!
Seketika terdengar suara berderak keras yang diiringi bergeraknya pohon besar itu. Kemudian tubuh Pertapa Goa Kelelawar dan Pendekar Bangau Sakti berkelebat ke arah pohon besar yang bergerak hendak roboh.
Rase Perak yang bertengger di atas cabang pohon kelihatan gelisah. Akhirnya, sebelum batang pohon jatuh berdebum ke tanah, binatang langka ini melompat ke tanah dengan kecepatan luar biasa.
Pertapa Goa Kelelawar dan Pendekar Bangau Sakti tentu saja tidak mau membiarkan binatang itu lolos. Disertai pengerahan seluruh kemampuan ilmu meringankan tubuh yang dimiliki, keduanya melesat setelah menotok bagian pohon. Kedua tangan mereka terulur hendak menangkap Rase Perak yang tengah melayang di udara. Tapi, binatang itu rupanya tidak tinggal diam. Meski dalam keadaan melayang di udara, cakar-cakarnya langsung menyambar saat kedua pasang tangan tokoh-tokoh sakti itu hendak menangkapnya.
Brettt, brettt!
“Akh...?!” Baik Pertapa Goa Kelelawar maupun Pendekar Bangau Sakti tentu saja tidak menduga. Mereka kontan terpekik dan kembali meluncur turun. Beberapa jari tangan mereka tampak mengeluarkan darah. Kedua tokoh sakti itu menyeringai, merasakan perih dan panas pada tangan mereka.
“Binatang celaka...!” Pertapa Goa Kelelawar mengumpat geram. Kemudian, dia melompat ke arah jatuhnya Rase Perak. Lalu langsung dilepaskannya sebuah pukulan jarak jauh.
Brash!
Semak belukar tempat jatuhnya tubuh Rase Perak langsung berhamburan, akibat pukulan jarak jauh Pertapa Goa Kelelawar yang amat kuat. Sedangkan tubuh binatang langka itu melambung ke udara, kemudian kembali meluncur deras ke tanah. Tampaknya, binatang itu pun tak luput dari pukulan jarak jauh yang sangat kuat
”Kena kau sekarang...!” seru Pertapa Goa Kelelawar dengan wajah berseri. Dan sebelum tubuh binatang langka itu jatuh ke tanah, kakek sakti itu langsung melesat dengan kedua tangan terulur, siap menangkap tubuh Rase Perak
Tapi sebelum kedua tangan Pertapa Goa Kelelawar sempat menyentuh, tubuh Rase Perak yang berada di udara tiba-tiba menggeliat dengan gerakan mengagumkan. Diiringi desisan marah, sepasang kaki binatang itu langsung menyambar tangan Pertapa Goa Kelelawar!
“Keparat..!” maki Pertapa Goa Kelelawar kaget. Cepat kedua tangannya diputar hingga luput dari sambaran cakar binatang itu. Kemudian tangan kanannya menampar kuat
Whuttt... bukkk!
Tanpa ampun lagi, tubuh binatang yang bentuknya terdiri dari gabungan antara kucing dan musang ini terlempar deras. Tapi, Pertapa Goa Kelelawar pun terkejut ketika tamparannya terasa seperti menghantam benda kenyal dan kuat. Sehingga membuat setengah kekuatan tamparannya membalik. Rupanya, binatang langka yang diperebutkan itu memiliki kekuatan tubuh yang mengagumkan, selain gerakannya cepat luar biasa!
Pada saat tubuh Pertapa Goa Kelelawar berputar untuk melenyapkan tenaga tamparannya yang berbalik, Pendekar Bangau Sakti sudah melesat ke udara. Kedua tangannya sudah terulur, untuk menangkap tubuh Rase Perak yang terpental akibat tamparan kakek sakti dari Goa Kelelawar itu. Pendekar Bangau Sakti merasa yakin kalau akan berhasil mendapatkan binatang langka yang kini tengah melayang dalam keadaan lemas. Dugaannya, binatang itu kemungkinan mengalami luka akibat tamparan rekannya.
Tapi, rupanya Pendekar Bangau Sakti belum berjodoh untuk mendapatkan Rase Perak. Karena pada saat yang bersamaan, tiba-tiba melesat sesosok bayangan putih dengan kecepatan tinggi. Bahkan sosok bayangan putih itu langsung melancarkan tamparan dengan tangan kanan untuk menggagalkan usaha Pendekar Bangau Sakti. Sedang tangan kirinya diulurkan, untuk menangkap tubuh Rase Perak. Tentu saja kemunculan sosok bayangan putih yang sangat tiba-tiba ini membuat Pendekar Bangau Sakti menjadi kaget!
Plakkk!
Rasa kaget Pendekar Bangau Sakti semakin menjadi-jadi ketika merasakan betapa kuatnya tenaga yang terkandung dalam tamparan sosok bayangan putih tadi. Sehingga walau tenaganya sudah ditambah, tetap saja tubuhnya terlempar ke samping. Dan dia memang tidak sampai terluka dan masih dapat menguasai keseimbangan. Tapi, tetap saja jadi marah bukan main!
Sedangkan sosok bayangan putih yang berhasil menggagalkan perbuatan Pendekar Bangau Sakti, tiba-tiba menjadi kaget! Tadi sewaktu tangan kirinya hampir menyentuh tubuh Rase Perak, mendadak saja bertiup angin keras, yang disusul berkelebatnya bayangan hitam. Bahkan bayangan itu langsung melancarkan sebuah pukulan jarak jauh kearahnya.
“Gila...!” Sosok bayangan putih ini mengumpat ketika merasakan betapa hebat dan kuatnya sambaran angin yang mendahului datangnya pukulan jarak jauh itu. Dari bunyi bersuitan yang timbul, disadari kalau serangan itu sangat berbahaya dan tidak bisa dianggap main-main! Maka tangan kiri yang semula siap menangkap tubuh Rase Perak, terpaksa ditarik pulang. Kemudian tubuhnya dilempar ke belakang untuk menyelamatkan diri dari ancaman pukulan maut itu.
Whuttt... blarrr...!
Sambaran angin pukulan berhawa maut itu lewat di atas tubuh bayangan putih yang tengah meluncur turun. Dan kesempatan itu digunakan sosok bayangan hitam yang baru tiba, untuk mengejar Rase Perak yang menjadi idaman setiap tokoh persilatan. Maka tanpa mengalami kesulitan, tangan kanannya yang bebas telah menangkap tubuh binatang langka itu.
“Hua ha ha...! Akhirnya binatang keramat ini berhasil kudapatkan...!” kata sosok tinggi besar berpakaian serba hitam itu disertai tawa bergema. Kemudian tubuhnya berbalik dan melesat meninggalkan tempat itu.
“Hei, tunggu...!” Sosok bayangan putih yang tak lain Panji ini segera saja membentak, lalu tubuhnya melesat cepat melakukan pengejaran. Memang Pendekar Naga Putih tidak ingin kalau binatang keramat yang berupa rase berwarna perak itu sampai jatuh ke tangan orang-orang tak bertanggung jawab dan mempunyai tujuan keji.
“Hm Jangan dikira dapat mencegah kepergianku, Pendekar Naga Putih! Nah, sambutlah pukulanku!” Sambil berseru demikian, tiba-tiba saja sosok bayangan hitam ini berbalik. Dan dengan kecepatan sulit ditangkap mata, tangan kanannya bergerak dua kali melepaskan pukulan jarak jauh yang menerbitkan decit angintajam.
“Hyaaat..!” Kali ini Panji tidak tinggal diam. Disambutnya pukulan jarak jauh lawan dengan mendorongkan kedua telapak tangannya yang terbuka. Seketika serangkum gelombang angin dingin menderu keluar dari sepasang tangan Panji. Dan....
Bresh!
Dua gelombang kekuatan hebat saling berbenturan di udara, membuat sekitar tempat itu bergetar. Dan tubuh Pendekar Naga Putih kontan terpental balik. Tentu saja kenyataan ini membuat Panji kaget, karena tidak mengerahkan seluruh tenaga saktinya. Akibatnya, Panji harus menerima kenyataan pahit.
Kendati tidak mengalami luka dalam, namun bagian dalam dadanya sempat terguncang. Dan itu membuatnya tidak bisa melanjutkan pengejaran, karena harus menenangkan guncangan itu lebih dulu. Kini Panji terpaksa hanya bisa memandang gusar, melihat sosok bayangan hitam itu berkelebatan cepat di antara batang-batang pohon, kemudian lenyap dari pandangan.
“Hm... Aku tidak akan membiarkan kau pergi begitu saja, Maling Hina!” desis Panji. Seketika Pendekar Naga Putih langsung melesat ketika merasakan guncangan dalam dadanya sudah reda.
Tapi keinginan untuk mengejar sosok bayangan hitam itu terpaksa tertunda, begitu dua sosok bayangan berkelebat menghadang jalannya. Kening Panji jadi berkerut dengan wajah gusar. Terlebih ketika mengenali kedua orang yang tak lain Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar!
“Menyingkirlah kalian...!” ujar Panji setengah membentak, karena khawatir akan kehilangan jejak buruannya.
“Hm.... Kaulah yang seharusnya menyingkir dan pergi dari sini, Pendekar Naga Putih! Kalau membantah, terpaksa kami berdua akan mengirimmu ke neraka...!” sahut Pertapa Goa Kelelawar dengan suara din- gin dan wajah membeku. Kelihatannya tokoh sakti ini tidak main-main dengan ancamannya.
Mendengar ancaman itu, Panji menghela napas berat dengan wajah sedih. Ditatapnya wajah kedua tokoh yang berdiri tegak dan siap menempurnya, apabila masih berkeras melanjutkan pengejaran. Dan Panji tahu, kedua tokoh sakti itu tidak main-main.
“Hhh... Kalau saja kalian berdua merupakan tokoh-tokoh dari golongan sesat, aku tidak akan merasa heran! Tapi sebagai pendekar yang selalu menjunjung tinggi kebenaran serta keadilan, tidak layak rasanya kalau kalian berdua mencegah ku yang justru hendak mencegah perbuatan jahat di tempat ini. Terlebih kalian sendiri telah melihat, bagaimana binatang langka itu dilarikan orang yang belum jelas siapa dan di mana tempat tinggalnya. Cobalah kalian berpikir dan pertimbangkan hal ini baik-baik,” ujar Panji sambil menatap wajah kedua tokoh sakti itu bergantian.
“Kau tidak perlu menggurui kami, Pendekar Naga Putih! Dan jangan coba menghalangi tindakan kami, kalau tidak ingin menyesal kelak...!” tukas Pendekar Bangau Sakti. Kelihatannya, dia sama sekali tidak peduli pada sindiran Panji. Bahkan dalam nada suaranya tersirat ancaman bagi keselamatan pemuda itu.
“Ingat, Pendekar Naga Putih. Persoalan di antara kita belum selesai!” lanjut Pendekar Bangau Sakti dengan sorot mata penuh dendam.
“Hhh...” Panji menghela napas sesaat. Dirayapinya wajah kedua orang tokoh sakti yang selama ini selalu dihormatinya. Sayangnya, perbuatan mereka kali ini benar-benar membuatnya kecewa. Nyatanya kedua orang yang disegani dan dihormati kaum persilatan, masih juga menginginkan binatang yang menjadi rebutan pada saat ini.
“Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar! Apakah dalam usia tua seperti sekarang ini, kalian masih juga ingin menjadi jagoan tak terkalahkan sehingga dapat menguasai dunia persilatan? Rasanya, aku tidak percaya kalau kalian melakukan semua ini dalam kesadaran penuh! Pasti ada sesuatu yang tidak beres telah menimpa kalian berdua, termasuk Pendekar Rase Perak dan Tiga Harimau Besi. Makanya, aku terpaksa akan mencegah perbuatan kalian...,” tandas Panji.
Kata-kata Pendekar Naga Putih membuat kedua orang tokoh sakti itu bergerak merenggang. Bahkan mereka siap untuk melayani kemauan Pendekar Naga Putih.
“Hm.... Kau jangan hanya melihat kejelekan orang lain, Pendekar Naga Putih! Coba katakan, apa tujuanmu datang ke Bukit Ular Emas?” sinis dan sangat menghina nada kata-kata Pendekar Bangau Sakti.
Tapi, Panji tetap berusaha tenang dan tidak terpengaruh oleh ucapan yang tajam itu. “Salah satu tujuanku ke Bukit Ular Emas ini adalah untuk mencegah terjadinya pertumpahan darah. Tapi, kalau kalian berpendapat lain, terserah saja. Yang jelas, aku hanya ingin meletakkan sesuatu pada tempatnya. Dan itu adalah keadilan yang selalu dijunjung tinggi kaum golongan putih!” tegas Panji.
Kembali kata-kata Pendekar Naga Putih membuat kedua orang sakti itu menggeram marah. Jelas mereka merasa tersindir oleh ucapan pemuda perkasa itu.
“Hm.... Kalau begitu kau memang harus segera dilenyapkan, Bocah Sombong!” Sambil menggereng, Pendekar Bangau Sakti menggeser langkahnya. Kakinya segera memasang kuda-kuda yang kokoh dan indah, siap melancarkan gempuran terhadap Pendekar Naga Putih.
Pertapa Goa Kelelawar tidak ketinggalan. Kakek bertubuh tinggi kurus itu menggeser tubuh ke kanan. Sepasang matanya menyorot tajam penuh kebencian. Dan ini tentu saja terlihat aneh. Karena sebagai seorang pertapa, tidak semestinya masih terkuasai nafsu amarah dan serakah.
Inilah yang membuat Panji curiga. Kali ini Panji tidak lagi hendak mengelak dari bentrokan. Maka Pendekar Naga Putih sudah bersiap dengan kuda-kuda ‘Naga Sakti Menunggang Bumi’, yang terlihat kokoh laksana batu karang. Sepasang tangannya yang telah membentuk cakar naga, saling bertemu di depan dada siap mengerahkan ‘Tenaga Sakti Inti Panas Bumi’. Memang, hanya tenaga mukjizat itulah yang menurutnya akan sanggup menyingkap keanehan yang ada dalam diri kedua orang lawannya.
Panji memutar kedua tangannya sambil menggeser kakinya saat kedua orang lawan telah bergerak semakin melebar, seperti hendak menggencetnya dari dua arah. Tubuhnya yang saat itu sudah terbungkus sinar kuning keemasan, memancarkan hawa panas menyengat. Sehingga, membuat kedua orang lawannya terlihat kaget. Dan Panji sama sekali tidak peduli.
Meskipun ketiga tokoh ini sudah sama-sama siap tempur, tapi tak seorang pun yang kelihatan hendak memulainya lebih dulu. Karena, bila menyerang lebih dulu berarti membuka pertahanan diri. Sehingga, sampai beberapa saat, mereka masih hanya saling menatap satu sama lain.
“Hyaaat...!”
Karena Pertapa Goa Kelelawar dan Pendekar Bangau Sakti masih juga belum mau memulai serangan, maka Panji mengambil keputusan untuk memulainya. Dibarengi teriakan mengguntur, tubuhnya bergerak cepat ke depan dengan arah menyilang. Dan saking cepat gerakannya, seolah tubuhnya menjelma belasan banyaknya. Tentu saja hal ini membuat kedua orang lawannya menyalurkan tenaga dalam ke mata, agar dapat melihat lebih jelas gerakan Panji.
Tapi meskipun kedua orang pendekar kosen itu sudah menajamkan pandangan mata, tetap saja kesulitan untuk menebak siapa kira-kira yang menjadi sasaran serangan pemuda itu. Dan mereka terpaksa harus mengikuti gerakan tubuh Pendekar Naga Putih.
Bwettt, bwettt!
Dan tahu-tahu saja, sepasang tangan Panji yang membentuk cakar naga meluncur deras mengancam Pertapa Goa Kelelawar. Sekali menyerang saja, cakarnya mengancam dua tempat di tubuh kakek itu.
Tapi, Pertapa Goa Kelelawar yang berkepandaian tinggi itu tentu saja tidak mudah dirobohkan. Saat dua cakar Pendekar Naga Putih mengancam tubuhnya, kakek itu langsung menggeser kakinya ke samping sambil memiringkan tubuhnya. Kemudian dibalasnya dengan tebasan sisi telapak tangan kanan yang mengancam leher Panji. Sementara tebasan itu meluncur mencari sasaran, Pertapa Goa Kelelawar sudah mempersiapkan telapak tangan kirinya yang siap menyusuli.
Serangan balasan Pertapa Goa Kelelawar yang datang laksana sambaran kilat, dielakkan Panji dengan menarik mundur kaki kanan dan memiringkan kepalanya. Sehingga tebasan yang tajamnya tak kalah dengan mata pedang itu lewat satu jengkal di dekat leher. Dan ketika serangan susulan Pertapa Goa Kelelawar datang mengincar dada, langsung disambutnya dengan tamparan dibarengi geseran tubuhnya yang dalam keadaan kuda-kuda rendah.
Plakkk!
Hebat sekali pertemuan dua tenaga sakti tingkat tinggi itu. Suara keras laksana ledakan petir terdengar menggetarkan udara sekitarnya. Dan tubuh keduanya terjajar mundur beberapa langkah. Kendati kekuatan mereka sepertinya seimbang, namun Pertapa Goa Kelelawar merasakan kelainan pada dirinya. Memang tanpa diketahuinya, tangkisan Panji yang berupa tamparan itu sekaligus mengirimkan kekuatan Tenaga Sakti Inti Panas Bumi’ ke tubuhnya yang menjalar melalui lengan. Tentu saja Pertapa Goa Kelelawar kaget bukan main!
“Hmh...!” Maka tanpa membuang waktu lagi, Pertapa Goa Kelelawar langsung mengerahkan tenaga dalamnya untuk mengusir keluar hawa panas yang menjalar melalui lengannya. Sehingga, pengaruh itu lenyap sebelum menyebar ke tubuh dan kepalanya.
Pendekar Naga Putih sendiri sudah tidak memperhatikan perbuatan kakek tinggi kurus itu, karena telah sibuk menghadapi gempuran-gempuran dahsyat yang dilancarkan Pendekar Bangau Sakti. Serangan-serangan gencar tokoh kosen itu membuat Panji harus bermain mundur untuk beberapa jurus. Dan baru kemudian dilancarkannya serangan balasan, setelah membuat tubuh Pendekar Bangau Sakti terjajar mundur dengan sebuah tangkisan tangan kanan yang bergerak menyilang.
“Haiiit...!”
Dengan mengerahkan seluruh kecepatan geraknya, Pendekar Naga Putih segera menggempur Pendekar Bangau Sakti. Sehingga untuk beberapa jurus, Pendekar Bangau Sakti dibuat sibuk oleh sambaran-sambaran cakar naga Panji yang memang cepat bukan main. Semula Pendekar Bangau Sakti mengatur siasat dengan membiarkan Panji menghambur-hamburkan serangannya. Dan dia berharap, tenaga pemuda itu akan sangat berkurang jauh karena diumbar untuk mendesaknya.
Dan ketika lewat dari sepuluh jurus namun kecepatan kekuatan serangan pemuda itu belum juga terlihat mengendor, Pendekar Bangau Sakti mau tidak mau harus mengubah siasatnya. Kalau tadi hanya menghindar dan menangkis, maka kini mulai membangun serangan-serangan balasan dengan jurus ‘Silat Bangau Setan’-nya. Keampuhan dan ketangguhan jurus inilah yang telah membuat namanya terkenal di kalangan persilatan, sehingga dijuluki Pendekar Bangau Sakti.
“Heaaah...!”
‘Ilmu Silat Bangau Setan’ yang menjadi jurus andalan Pendekar Bangau Sakti memang hebat dan indah sekali. Tubuh lelaki gagah itu meliuk-liuk bagaikan seekor bangau besar yang tengah mengamuk. Sambaran-sambaran kedua tangannya yang membentuk paruh bangau, berkelebatan mengimbangi kecepatan gerak Pendekar Naga Putih.
Maka kini kedua tokoh itu bertarung dalam tempo cepat, sehingga sukar dikenali. Apalagi keduanya memang sama-sama mengenakan jubah panjang berwarna putih. Maka kini sulitlah untuk ditentukan, mana Pendekar Naga Putih dan mana Pendekar Bangau Sakti. Yang jelas, keduanya saling serang dan berusaha segera menundukkan lawan masing-masing.
“Hyaaat..!”
Di tengah ramainya pertempuran kedua tokoh itu, tiba-tiba Pertapa Goa Kelelawar mengeluarkan pekikan nyaring merobek langit. Tubuhnya yang tinggi kurus melayang ke tengah kancah pertarungan dan langsung melancarkan serangan ke arah Pendekar Naga Putih. Sehingga, Panji harus mengerahkan seluruh kemampuan untuk dapat mengimbangi kedua orang tokoh kawakan itu.
Pertarungan ketiga orang tokoh sakti itu semakin ramai dan cepat Panji berusaha keras untuk menyarangkan pukulan-pukulannya. Namun, dia selalu saja menemui kegagalan, karena kedua orang lawannya bekerja sama demikian baik dan saling melindungi. Akibatnya, lama-kelamaan justru Panjilah yang menjadi terdesak oleh gempuran-gempuran lawan-lawannya. Bahkan....
Bukkk!
“Hukh...!”
Sebuah hantaman telapak tangan Pertapa Goa Kelelawar bersarang telak di tubuh Panji. Akibatnya, pemuda itu terlempar ke belakang sejauh satu setengah tombak lebih. Kendati demikian, Pendekar Naga Putih masih sempat menguasai keseimbangan tubuhnya dan berjumpalitan dua kali. Baru kemudian, kakinya mendarat ke tanah dengan selamat, kendati kuda-kudanya terlihat agak goyah. Pukulan telak itu jelas sempat menggoncangkan bagian dalam tubuhnya. Tampak lelehan darah sudah mengalir pada sudut bibirnya.
Kesempatan emas selagi tubuh Pendekar Naga Putih baru saja menjejak tanah, tidak dilewatkan begitu saja oleh Pendekar Bangau Sakti. Langsung dilancarkannya serangan maut selagi kedudukan Pendekar Naga Putih belum lagi sempurna.
“Haaat..!”
Whuttt, whuttt!
Sepasang paruh bangau yang membawa angin berkesiutan datang menyambar dengan kecepatan tinggi. Melihat kecepatan serangan, apalagi keadaannya belum sempurna, jelas sulit bagi Panji untuk dapat mengatasinya. Tapi meski dalam keadaan yang sangat sulit seperti itu, Panji tetap berusaha menyelamatkan diri.
Begitu sambaran angin pukulan lawan menerpa tubuhnya, maka tubuhnya dibuat seringan kapas. Sehingga, pemuda itu jadi melayang ke belakang bagaikan selembar daun kering yang tertiup angin. Padahal, serangan lawan belum lagi tiba. Tentu saja kecerdikan itu membuatnya selamat dari sambaran paruh bangau pende- kar kosen itu.
Sementara itu Pendekar Bangau Sakti yang menjadi penasaran, kembali melanjutkan serangan bertubi-tubi. Sedangkan Panji yang kini kedua kakinya merenggang agak tertekuk, langsung saja merubah kedudukannya hingga menyerong. Dan saat serangan lawan datang, langsung disambutnya dengan tangkisan kedua tangannya yang telah dialiri tenaga dalam kuat.
Dukkk, dukkk, plakkk!
Tiga kali berturut-turut sepasang lengan yang bagaikan batang besi itu saling berbenturan keras. Kekuatan tenaga dalam yang memang berimbang, membuat tubuh mereka sama-sama terjajar ke belakang. Dan keduanya menyeringai menahan nyeri pada lengan masing-masing. Tapi Panji yang terjajar mundur empat tindak, langsung mencelat ke depan setelah menjejakkan kakinya kuat-kuat ke tanah. Seketika itu juga, tubuhnya melayang ke depan dengan kedua telapak tangan terbuka terjulur ke arah Pendekar Bangau Sakti.
“Heh...?!” Tampaknya, Pendekar Bangau Sakti sama sekali tidak menduga kalau Pendekar Naga Putih dapat berbuat seperti itu. Sehingga wajahnya terlihat berubah. Bahkan tanpa sadar mengeluarkan seruan tertahan. Dan....
Bresss!
Hantaman sepasang telapak tangan Panji yang telak menggedor dada Pendekar Bangau Sakti kali ini terlihat agak aneh. Kalau biasanya tubuh lawan terlempar deras dan memuntahkan darah segar, kali ini terlempar dalam keadaan tetap membentuk kuda-kuda. Bahkan ketika mendarat ke tanah, ringan sekali kedua kakinya jatuh lebih dulu di tanah. Seolah, hantaman sepasang telapak tangan Panji sama sekali tidak mengandung tenaga dalam.
Tapi, itulah salah satu keistimewaan ‘Tenaga Sakti Inti Panas Bumi’ yang mempunyai mukjizat. Dan Panji ternyata memang telah mengaturnya sedemikian rupa, sehingga hantaman sepasang telapak tangannya tidak membuat Pendekar Bangau Sakti menderita luka parah. Apalagi, Panji juga hanya berniat hanya untuk memasukkan kekuatan tenaga mukjizatnya, ke dalam tubuh tokoh kosen ini. Dengan demikian, andai ada sesuatu yang tidak wajar dalam diri Pendekar Bangau Sakti, ‘Tenaga Dalam Inti Panas Bumi’ akan segera mengusir pergi.
Memang, tenaga mukjizat jelmaan Pedang Naga Langit mempunyai khasiat sanggup mengusir pergi segala jenis racun di dalam tubuh. Bahkan sanggup pula untuk menyembuhkan luka dalam, selama masih baru dan orang yang mengalami luka tidak dalam keadaan sekarat.
Demikian pula apa yang dirasakan Pendekar Bangau Sakti. Hantaman sepasang telapak tangan Panji membuat tubuhnya tampak terselimut sinar kuning keemasan dan menebarkan hawa panas yang kini dirasakan oleh Pendekar Bangau Sakti. Terutama, pada bagian kepala. Di situlah sinar kuning keemasan lebih kentara terlihat.
Panji menyaksikan betapa tubuh Pendekar Bangau Sakti tampak bergetar, kemudian bergulingan di tanah. Maka segera disadari kalau dalam diri pendekar gagah itu memang terdapat ketidakberesan. Dan Tenaga Sakti Inti Panas Bumi’ tengah membakar musnah penyebab aneh itu.
Keadaan yang dialami Pendekar Bangau Sakti, ternyata membuat Pertapa Goa Kelelawar menjadi tertegun. Kakek sakti ini berdiri bagai patung, menyaksikan keadaan kawannya. Sehingga, ia seperti telah lupa kalau di situ masih berdiri Pendekar Naga Putih yang semula menjadi lawannya.
“Aaa...!” Tiba-tiba saja Pendekar Bangau Sakti berteriak sambil memegangi kepala sekuatnya dengan kedua tangan. Seolah, bagian kepalanya terasa sakit luar biasa. Sesaat kemudian, tubuh lelaki gagah itu terdiam di tanah tak sadarkan diri.
Panji masih tetap berdiri tegak, memandang robohnya tubuh pendekar sakti itu. Melihat betapa sinar kuning keemasan kini hanya tinggal di bagian kepala saja, Panji pun mengerti kalau ‘Tenaga Sakti Inti Panas Bumi’ tengah menyelesaikan bagian akhir dari pengobatannya. Maka hatinya jadi lega melihat kenyataan itu.
Lain halnya Pertapa Goa Kelelawar. Ketika melihat rekannya roboh tak berdaya, ia menggereng bagai harimau luka. Sepasang matanya tampak memerah saga. Kelihatan sekali betapa Pertapa Goa Kelelawar sangat murka terhadap Pendekar Naga Putih.
“Heaaa...!”
Dibarengi teriakan melengking tinggi, tubuh tinggi kurus itu melesat ke depan dengan sepasang tangan membentuk cengkeraman, siap merobek-robek tubuh Panji. Melihat betapa Pertapa Goa Kelelawar sangat marah dalam menerjangnya, Panji melompat mundur sejauh setengah tombak. Kemudian langsung disiapkannya Tenaga Sakti Inti Panas Bumi’. Kedua tangannya telah disilangkan, siap menyambut serangan Pertapa Goa Kelelawar, sekaligus menyadarkannya dari kesesatan.
“Haiiit..!”
Panji memekik nyaring, kemudian melompat ke depan disertai dorongan kedua tangan. Angin panas pun menyebar seiring dorongan tangannya, yang memang mengandung kekuatan tenaga mukjizat sepenuhnya.
Pertapa Goa Kelelawar tampaknya telah nekat, sehingga sama sekali tidak menarik serangannya. Dan tubuhnya terus melesat ke arah Panji, yang juga sudah siap untuk saling gempur.
Bresh...!
Hebat sekali benturan dua tenaga sakti maha dahsyat itu. Tanah di sekitarnya kontan bergetar, membuat pepohonan berderak dan dedaunan berguguran ketanah. Panji sendiri mengalami hal yang tidak menyenangkan. Tubuhnya terpental deras, bagaikan selembar daun kering diterbangkan angin. Memang, Pertapa Goa Kelelawar telah mengerahkan seluruh tenaga dalam gempurannya kali ini. Tak heran kalau tubuh Panji sampai terpental deras.
Tapi meskipun demikian, Pendekar Naga Putih tidak kehilangan akal. Dan dengan sebuah lentingan manis, tubuhnya berputaran, kemudian meluncur turun ke tanah. Kendati dadanya terasa nyeri dan kuda-kudanya tampak goyah saat mendarat di tanah, namun semua itu tidak dipedulikannya. Karena, benturan itu memang telah membuat ‘Tenaga Sakti Inti Panas Bumi’ berpindah ke dalam tubuh tokoh tua itu. Dan itulah yang diinginkan Panji. Sehingga, ia merasa puas walau harus sedikit menderita.
Sementara itu Pertapa Goa Kelelawar tampak terkejut, karena tubuhnya yang terpental deras, terasa ringan sekali. Dan sekujur tubuhnya kini telah diselimuti sinar kuning keemasan yang berhawa panas membakar. Anehnya, tubuhnya sama sekali tidak terluka karena rasa panas itu. Bahkan pakaiannya pun sama sekali tidak terbakar. Padahal, hawa yang dirasakannya sangat panas!
Brukkk!
Tubuh Pertapa Goa Kelelawar terbanting ke tanah keras. Tapi lagi-lagi tokoh tua itu merasa aneh, karena tubuhnya sama sekali tidak terasa sakit saat jatuh di tanah. Sehingga, ia berusaha bangkit secepatnya. Tapi....
“Aaakh...!” Tiba-tiba Pertapa Goa Kelelawar memekik kesakitan, kemudian berguling-guling di atas tanah. Karena pada saat hendak bangkit, sekujur tubuhnya terasa panas bagaikan terpanggang di atas tungku api.
Panji yang saat itu masih merasakan nyeri dalam dadanya, menatap sosok Pertapa Goa Kelelawar dengan hati puas. Hatinya yakin, pengobatan yang dilakukannya akan berhasil dengan baik. Apalagi ‘Tenaga Sakti Inti Panas Bumi’ sudah seluruhnya dipindahkan ke tubuh lawan. Kalau Pendekar Bangau Sakti yang hanya menerima seperempat tenaga mukjizat itu saja sudah dapat ditolong, apalagi Pertapa Goa Kelelawar yang menerima penuh tenaga mukjizat itu. Sehingga, Panji hanya tinggal melihat hasilnya saja.
Ketika melihat Pertapa Goa Kelelawar sudah jatuh pingsan, Panji menarik napas lega. Apalagi ketika sinar kuning keemasan telah lenyap seluruhnya dari tubuh kakek itu. Dan ketika sinar kuning keemasan itu kembali ke dalam tubuhnya sendiri, semakin legalah hatinya. Kini, Pendekar Naga Putih tinggal menunggu kedua tokoh sakti itu siuman. Panji berharap, setelah sadar nanti, kedua tokoh itu akan pulih dan bisa berpikir secara jernih.
Tengah Pendekar Naga Putih menunggu sadarnya kedua orang tokoh sakti itu, tiba-tiba saja telinganya menangkap suara langkah orang berlari yang halus. Cepat Panji bergerak bangkit dan memandang ke arah asal suara. Dan..., sempat juga hati Panji terkejut ketika mengenali dua sosok bayangan yang tengah bergerak cepat menghampiri tempat itu.
“Kalau aku tidak salah terka, mereka pasti dua orang datuk dari Perkumpulan Serigala Hitam...,” desis Panji. Langsung saja otot-otot tubuh Pendekar Naga Putih menegang. Karena disadari, kedua orang yang baru datang itu merupakan lawan-lawan berat. Dan ia pun langsung bersiap menghadapinya.
“Hua ha ha...!”
Datuk Serigala Hitam yang bertubuh tinggi besar dan berpakaian serba putih, tertawa bergelak ketika melihat pemuda tampan berjubah putih itu tengah berdiri menunggu. Terlebih, ketika melihat adanya dua sosok tubuh yang tergeletak di atas tanah. Maka tawanya pun semakin keras, karena ia kenal baik dengan dua sosok tubuh yang tergeletak itu.
“Luar biasa...! Siapa kira kedua orang tokoh tolol itu dapat kau lumpuhkan, Pendekar Naga Putih! Kau benar-benar membuatku kagum...!” kata Datuk Serigala Putih, begitu datang bersama rekannya. Kata-katanya diiringi tawa yang serak dan tidak enak didengar.
"Tahan...!” Ketika melihat kedua orang datuk itu mengayunkan langkah mendekati tubuh Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar, Panji langsung membentak nyaring. Tubuhnya seketika melayang bagaikan seekor burung elang, kemudian meluncur turun tepat di hadapan kedua orang tokoh sesat itu.
“Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih! Di antara kita tidak pernah ada persoalan. Jadi sebaiknya jangan mencampuri urusanku. Sebaiknya, lanjutkanlah perjalanan kalian,” ujar Panji dengan sorot mata tajam mengandung perbawa kuat.
“Heh heh heh...! Pendekar Naga Putih! Perlu kau ketahui, Pendekar Bangau Sakti tadi kulihat sedang memperebutkan sesuatu. Nah, sekarang serahkanlah benda itu kepada kami. Baru setelah itu kami akan pergi dan tidak mencampuri urusanmu...,” tukas Datuk Serigala Hitam menatap wajah Pendekar Naga Putih lekat-lekat Jelas, ia menuduh Panji yang telah mengambil benda itu di tangan Pendekar Bangau Sakti.
“Hm... Kau salah kalau memintanya kepadaku, Datuk Serigala Hitam. Sejujurnya kukatakan, benda tadi telah direbut oleh sesosok bayangan hitam yang kemudian pergi meninggalkan tempat ini. Aku tidak sempat mengejar, karena tengah menghadapi mereka berdua...!” jelas Panji.
Tapi kata-kata Panji malah disambut tawa penuh ejekan oleh kedua orang datuk sesat itu. Jelas, mereka sama sekali tidak percaya dengan cerita Pendekar Naga Putih. Bahkan menganggap kalau cerita itu hanyalah karangan pemuda itu saja.
“Hm.... Tidak kusangka kalau pendekar muda yang dipuja tokoh persilatan setinggi langit, ternyata hanya seorang pengecut dan pendusta! Sungguh sayang...,” sindir Datuk Serigala Putih yang kelihatannya mulai tak sabar.
"Terserah kalian. Yang jelas, aku sudah berkata jujur...!” tegas Panji, mantap. Dan ini membuat kedua orang datuk itu saling berpandangan untuk sesaat.
“Kalau begitu, kami harus memaksa dengan kekerasan, Pendekar Naga Putih...!” dengus Datuk Serigala Hitam menyiratkan kemarahan yang ditahan sejak tadi.
Panji tidak menyahut. Hanya langkahnya digeser ketika melihat kedua orang tokoh sesat itu mulai bergerak menyebar mengepung. Dan Pendekar Naga Putih segera menyiapkan ilmu andalannya untuk menghadapi kedua orang datuk lihai ini.
Tapi pertarungan yang sekiranya akan pecah mendadak tertunda, begitu terdengar suara langkah kaki orang berlari yang mendekati tempat ini. Seketika ketiganya saling melempar pandang ke arah datangnya suara langkah itu.
“Hm.... Untuk kali ini, aku terpaksa mengampunimu, Pendekar Naga Putih! Tapi lain kali, pasti kami akan mencarimu untuk merebut Rase Perak yang kau sembunyikan...!” Setelah mengucapkan kata-kata bernada ancaman, Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih langsung melesat meninggalkan tempat itu. Dan memang, mereka tahu siapa orang yang datang hingga langkah kakinya terdengar itu.
Panji hanya menghela napas perlahan, dan mulai dapat menduga mengapa kedua orang datuk itu meninggalkannya. Dugaannya memang tidak meleset, karena tidak berapa lama kemudian bermunculan Pendekar Rase Perak dan Tiga Harimau Besi. Mereka inilah yang membuat kedua orang datuk dari Perkumpulan Serigala Hitam terpaksa menghindar.
Tentu saja bukan karena kedatangan mereka yang membuat kedua orang datuk itu pergi. Yang jelas karena adanya Pendekar Naga Putih yang telah melumpuhkan Pendekar Bangau Sakti serta Pertapa Goa Kelelawar. Dan kalau saja Pendekar Naga Putih sampai bergabung bersama Pendekar Rase Perak serta Tiga Harimau Besi, tentu akibatnya akan celaka.
“Lihat! Pendekar Naga Putih telah mencelakakan Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar! Pasti Rase Perak itu telah direbutnya...!”
Yang berteriak demikian adalah Baswara, orang pertama dari Tiga Harimau Besi. Tokoh berkepala botak dengan wajah dipenuhi berewok ini memandang Panji dengan sorot mata penuh kebencian. Dan telunjuknya ditudingkan ke wajah pemuda tampan berjubah putih itu.
“Kurang ajar! Ayo kita habisi pemuda keparat itu...!” Jiranta yang merupakan orang kedua dari Tiga Harimau Besi juga memperlihatkan kemarahan dan kebenciannya. Bahkan tubuhnya sudah melesat lebih dulu, langsung meluncur turun di hadapan Panji.
Melihat betapa ancaman kembali datang, Panji menghela napas berat Karena, lagi-lagi harus berhadapan dengan tokoh-tokoh segolongan. Ini yang membuat Panji merasa sedih dan menyesal. Tapi karena teka-teki ini yang menyelimuti Bukit Ular Emas harus bisa diungkapkan, terpaksa mereka harus dihadapi demi tegaknya kebenaran.
Dengan sorot mata tajam, Panji menatapi wajah keempat orang tokoh itu satu persatu. Dan ia merasa sedikit heran, melihat hanya pada wajah Pendekar Rase Perak saja ditemukan semacam ketidak wajaran. Sedangkan pada wajah Tiga Harimau Besi, Panji tidak melihat keanehan itu. Tentu saja hal ini membuat keningnya berkerut dan otaknya berputar mencari jawaban.
Tapi, keempat orang tokoh itu tidak memberi kesempatan kepada Panji untuk berpikir lebih lama. Mereka yang sudah mengepung, langsung saja menyerbu pemuda itu dengan serangan-serangan maut. Terutama sekali, Tiga Harimau Besi yang kelihatannya sangat benci sekali terhadap Panji. Terbukti serangan-serangan mereka terlihat lebih ganas dan keji.
Panji sendiri tidak tinggal diam begitu saja. Setelah melihat kalau hanya pada Pendekar Rase Perak terdapat ketidakwarasan, maka segera dihindarinya serangan Tiga Harimau Besi. Dan seketika tubuhnya digeser mendekati Pendekar Rase Perak. Tokoh bertubuh gagah itulah yang menjadi sasaran utamanya.
“Haaat..!”
Disertai lengkingan panjang yang menggetarkan dada, tubuh Panji berkelebat cepat menghindari serangan gencar dari Tiga Harimau Besi. Dan dia terus mendekati seraya melancarkan serangan balasan kepada Pendekar Rase Perak yang hanya sesekali melancarkan serangan. Tapi pertarungan sengit itu tidak berlangsung lama, karena tiba-tiba saja....
“Berhenti...!”
Terdengar bentakan menggelegar yang membuat pertarungan terhenti untuk sesaat Dan kelima tokoh yang sedang bertarung langsung sama-sama menolehkan kepala ke arah bentakan itu.
Pendekar Naga Putih tersenyum lebar, ketika melihat Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar telah berdiri tegak dengan angkernya. Melihat sinar mata yang ditujukan ke arah Pendekar Rase Perak dan Tiga Harimau Besi, tahulah Panji kalau kedua orang tokoh sakti itu sudah tidak memusuhinya lagi. Dan sekarang ia yakin kalau Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar sudah tidak lagi dalam pengaruh aneh yang belum diketahui penyebabnya.
“Sungguh memalukan!” Bentakan itu keluar dari mulut Pendekar Bangau Sakti. Kelihatannya, ia merasa marah terhadap keempat tokoh yang mengeroyok Pendekar Naga Putih. Dan ini membuktikan kalau Pendekar Bangau Sakti jelas-jelas memihak Panji.
“Benar! Sebagai orang gagah yang dihormati orang banyak, tindakan kalian jelas sangat memalukan! Bagaimana kalian bisa bertindak tidak terpuji seperti ini. Seharusnya kalian merasa malu!” timpal Pertapa Goa Kelelawar, ikut mencela perbuatan keempat orang tokoh itu.
Tentu saja ini membuat Tiga Harimau Besi kebingungan. Jelas, sama sekali tidak disangka kalau Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar akan berkata seperti itu.
“Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar! Apakah kalian sadar dengan ucapan kalian ini...?” tegur Baswara dengan wajah merah padam. Demikian pula kedua orang saudaranya yang terlihat sangat marah mendengar ucapan kedua orang tokoh sakti itu. Hanya Pendekar Rase Perak yang berdiri sambil mengerutkan kening, dengan wajah sama sekali tidak menunjukkan perasaan apa-apa.
Panji yang melihat dan mendengar apa yang diucapkan kedua orang tokoh sakti itu, segera saja mendekat Kemudian, dibisikkannya sesuatu ke telinga Pendekar Bangau Sakti yang lebih dekat
“Maaf, Ki. Kalau boleh mengajukan usul, sebaiknya kalian berdua menghadapi Tiga Harimau Besi. Sedangkan Pendekar Rase Perak biar menjadi bagianku...,” ujar Panji tanpa mengenyampingkan rasa hormatnya. “Aku melihat ketidakwajaran dalam diri Pendekar Rase Perak. Sama seperti ketidakwajaran dalam diri kalian berdua sebelumnya...”
Mendengar ucapan terakhir Pendekar Naga Putih, kedua tokoh tua itu saling bertukar pandang sejenak. Tampaknya, mereka belum begitu mengerti ucapan pemuda itu, sehingga segera menatap Panji menuntut penjelasan.
“Agak panjang ceritanya. Sebaiknya, selesaikan dulu persoalan ini. Baru nanti, akan ku jelaskan semuanya...,” ujar Panji ketika melihat sorot mata penuh tuntutan dari kedua orang tokoh tua itu.
Melihat kesungguhan di wajah Pendekar Naga Putih dan melihat adanya keanehan yang samar pada diri Pendekar Rase Perak, maka Pertapa Goa Kelelawar dan Pendekar Bangau Sakti akhirnya menyetujui usul Panji. Dan keduanya sudah bergerak menghampiri Tiga Harimau Besi yang tampak semakin kebingungan.
Baswara saling bertukar pandangan dengan kedua orang saudaranya sejenak Seolah, mereka tengah merembuk tindakan apa yang bakal diambil untuk menghadapi keadaan seperti ini. Dan meski hanya melalui pandang mata saja, tampaknya mereka sudah saling mengetahui. Ketiganya tampak sama-sama menganggukkan kepala setelah beberapa saat saling berpandangan satu sama lain.
“Hei...? Hendak ke mana kalian...?!”
Pendekar Bangau Sakti terkejut dan heran ketika Tiga Harimau Besi malah hendak pergi meninggalkan tempat itu. Sebagai orang yang telah cukup mengenal baik Tiga Harimau Besi, tentu saja Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar menjadi heran bukan main. Sehingga bukannya mengejar, mereka malah saling bertukar pandang dan sama-sama menggeleng bingung.
“Cegah mereka...! Jangan biarkan pergi dari tempat ini...” seru Panji yang saat ini sudah bertarung dengan Pendekar Rase Perak.
Mendengar teriakan Pendekar Naga Putih yang jelas-jelas tidak menginginkan ketiga orang tokoh itu pergi, keduanya pun segera melesat mengejar. Meski tidak tahu jelas persoalannya, tapi mereka ingin tahu mengapa Tiga Harimau Besi seperti ketakutan dan memusuhi Pendekar Naga Putih. Untuk mengetahui semua itu, mereka memang harus menahan Tiga Harimau Besi dan minta penjelasan.
Panji tidak lagi mempedulikan Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar yang mengejar Tiga Harimau Besi, karena disibuki oleh serangan gencar Pendekar Rase Perak. Dengan menggunakan jurus-jurus andalan, Pendekar Rase Perak mampu membuat Panji harus mengerahkan kelincahannya untuk menghindari serangan.
“Heaaah...!”
Setelah lewat lima jurus, Panji mulai membangun serangan balasannya. Tubuhnya berkelebat cepat disertai sambaran cakar naganya yang menimbulkan angin berkesiutan. Sehingga dalam jurus-jurus selanjutnya, Pendekar Rase Perak tidak bisa lagi mendesak Panji. Bahkan seluruh tenaga dan kecepatannya harus dikerahkan untuk mengimbangi gerakan Panji yang memang cepat bukan main.
Jurus demi jurus terus berlalu. Pendekar Rase Perak yang berusaha untuk segera merobohkan Panji, terus saja mendesak dengan serangan-serangan dahsyat. Tapi Panji memang sudah siap menghadapi, sehingga dapat melayani dengan baik. Bahkan dengan pengaruh Tenaga Sakti Gerhana Bulan’ yang membawa hawa dingin Pendekar Rase Perak dapat didesaknya. Sehingga, pendekar penghuni Bukit Ular Emas ini merasa bagai terkurung amukan badai salju. Pengaruh hawa dingin menggigit, membuat gerakannya mulai kacau. Malah serangan-serangannya pun tidak lagi terarah.
Melihat keadaan lawan, Panji semakin memperhebat serangan-serangannya. Bahkan telah pula mengganti tenaganya dengan ‘Tenaga Dalam Inti Panas Bumi’, yang tentu saja membuat lawannya terkejut Karena pergantian hawa yang mendadak, membuat jurus-jurus Pendekar Rase Perak semakin bertambah kacau. Dan kesempatan itu dipergunakan Panji sebaik-baiknya.
Plak, plak, desss...!
Dua kali sambaran tangan Panji memang berhasil ditanggulangi. Namun untuk yang ketiga kali, Pendekar Rase Perak harus menelan kenyataan pahit, ketika sebuah hantaman telapak tangan mendarat di dadanya. Tubuhnya kontan terjajar mundur. Meskipun hantaman itu tidak terlalu telak, namun cukup membuat pernapasannya tersumbat sesaat Hingga pendekar kosen itu sempat goyah kedudukannya, saat berhasil meredam daya dorong yang dialaminya.
“Haiiit..!”
Selagi Pendekar Rase Perak belum dapat memperbaiki kuda-kudanya, Panji segera menyusuli dengan serangan kilat Tubuhnya, segera melesat ke depan, disertai dorongan sepasang tangannya dengan pengerahan Tenaga Sakti Inti Panas Bumi sepenuhnya. Begitu cepat gerakannya, sehingga....
Bresh!
“Aaakh...!” Tanpa dapat ditahan lagi, tubuh Pendekar Rase Perak terlempar deras, lalu terbanting jatuh ke tanah. Tenaga Sakti Inti Panas Bumi’ yang dipaksa masuk ke dalam tubuh lawan, membuat tokoh kosen itu tidak mampu lagi bangkit berdiri. Dia malah berteriak kesakitan sambil berguling-guling bagai tengah menerima azab menyakitkan. Pada saat itu, dua bayangan berkelebat cepat dan berhenti tepat di sebelah Panji, yang tengah mengawasi Pendekar Rase Perak
“Apa yang kau lakukan terhadapnya, Pendekar Naga Putih...?” terdengar teguran tak senang dari salah seorang yang baru datang ini.
Panji menoleh dan mendapati Pertapa Goa Kelelawar serta Pendekar Bangau Sakti tengah menatapnya dengan sorot mata mengancam. Rupanya, kedua orang tokoh itu tidak tahu apa yang tengah terjadi terhadap Pendekar Rase Perak Dikira, Pendekar Naga Putih telah menyakiti.
Sebelum menjawab pertanyaan kedua orang tokoh itu, Panji kembali berpaling menatap sosok Pendekar Rase Perak Dan ketika melihat penghuni Bukit Ular Emas itu sudah tergeletak tak sadarkan diri, barulah tatapannya kembali ke arah kedua tokoh itu.
“Hhh...! Syukurlah, sebagian kabut yang menyelimuti Bukit Ular Emas telah dapat kuusir...,” ujar Panji disertai helaan napas penuh kelegaan.
“Apa maksud ucapanmu, Pendekar Naga Putih...?” tanya Pendekar Bangau Sakti.
“Sebelum menjelaskan semua yang terjadi, sebaiknya aku yang bertanya lebih dulu kepada kalian berdua,” tukas Panji, membuat kedua orang itu saling bertukar pandang sejenak.
“Katakan, apa yang ingin kau ketahui...?” tanya Pendekar Bangau Sakti cepat
"Tolong ceritakan pengalaman kalian, sebelum atau sesudah berada di Bukit Ular Emas. Baru setelah itu, bisa kuberi penjelasan kepada kalian...,” pinta Panji.
Mendengar permintaan Pendekar Naga Putih, kedua orang tokoh sakti itu tidak buru-buru menjawab. Mereka termenung beberapa saat untuk mengingat semua apa yang telah dialami. Panji sendiri tidak terburu-buru. Dibiarkannya kedua orang tokoh itu untuk mengingat peristiwa- peristiwa yang belakangan ini dialami.
“Hm.... Setelah kita berjumpa pada saat kau berselisih dengan Tiga Harimau Besi, aku mendahuluimu pergi menuju Bukit Ular Emas untuk berjumpa Pendekar Rase Perak yang menjadi sahabat lamaku. Saat itu memang kulihat adanya keanehan pada diri sahabatku ini. Sayangnya, aku tidak begitu peduli. Bahkan sama sekali tidak curiga ketika Pendekar Rase Perak menjamuku di tempat kediamannya. Setelah itu...”
Pertapa Goa Kelelawar menghentikan ceritanya. Keningnya berkerut dalam seperti tengah berusaha menguras ingatannya. Tapi kemudian hanya helaan napas disertai keluhan penuh sesal yang keluar dari mulutnya.
“Maaf, Pendekar Naga Putih. Aku tidak tahu apa-apa lagi setelah itu,” lanjut Pertapa Goa Kelelawar.
Melihat keadaan lelaki tua itu yang seperti berusaha keras mengingat, Panji pun tersenyum maklum. Dapat diduga, bahwa ada sesuatu yang terjadi setelah Pertapa Goa Kelelawar dijamu Pendekar Rase Perak.
“Apakah saat itu kau melihat ada orang lain di tempat kediaman Pendekar Rase Perak?” tanya Panji, setelah terdiam sesaat. Dan begitu melihat Pertapa Goa Kelelawar menggeleng, Panji segera mengalihkan perhatian kepada Pendekar Bangau Sakti.
“Pengalamanku tentu saja sangat berbeda jauh dengan Pertapa Goa Kelelawar...” Pendekar Bangau Sakti mulai bercerita ketika melihat Pendekar Naga Putih berpaling menatapnya. “Saat itu, aku memang tengah dalam perjalanan untuk menyusul murid-muridku, yang lebih dulu ku tugaskan untuk menyelidiki keadaan di Bukit Ular Emas. Tak lama kemudian, datang Tiga Harimau Besi mengunjungi tempatku. Mereka menceritakan kalau murid-murid yang kutugaskan untuk menyelidik, telah tewas terbunuh olehmu, Pendekar Naga Putih. Bersama Tiga Harimau Besi sebagai penunjuk jalan, dan disertai beberapa orang muridku yang lain, kami pun menuju tempat kejadian. Tapi sebelum tiba di tempat tujuan, sesosok tubuh tinggi besar telah menghadang perjalanan kami. Tentu saja aku marah, karena tanpa bicara lagi sosok tinggi besar itu langsung menyerang dengan jurus-jurus maut. Anehnya, di saat pertarungan berlangsung, tiba-tiba saja ada seseorang yang membokongku dari belakang. Kemudian..., aku tidak ingat apa-apa lagi. Karena, aku telah roboh tak sadarkan diri...”
Pendekar Bangau Sakti mengakhiri ceritanya. Kendati demikian, wajahnya tampak merah padam. Sepertinya hatinya penasaran dan marah apabila mengingat kejadian yang baginya sangat memalukan.
“Ah...! Aku ingat sekarang...!” seru Pertapa Goa Kelelawar tiba-tiba, sehingga mengejutkan Panji dan Pendekar Bangau Sakti.
Seketika Panji dan Pendekar Bangau Sakti menatap kakek pertapa tinggi besar itu.
“Pada saat aku tengah dijamu Pendekar Rase Perak, tiba-tiba saja Tiga Harimau Besi muncul dan bergabung bersama kami. Dan kemungkinan besar, setelah itu aku sudah tidak sadarkan diri. Hm... Sekarang baru ku rasakan aneh atas kehadiran Tiga Harimau Besi yang begitu tiba-tiba. Saat itu, aku memang tidak menaruh curiga, karena Tiga Harimau Besi selama ini kuanggap sebagai orang gagah yang selalu menegakkan keadilan. Tapi.... Rasanya sekarang aku baru menaruh curiga terhadap mereka...,” jelas Pertapa Goa Kelelawar. Rupanya orang tua itu baru teringat tentang adanya Tiga Harimau Besi dalam perjamuan beberapa waktu lalu. Ingatan itu tentu saja diperoleh setelah Pendekar Bangau Sakti menyebut-nyebut tentang ketiga tokoh itu.
“Nah, persoalan sekarang terasa semakin jelas. Dan aku menduga orang yang membokong Pendekar Bangau Sakti adalah salah satu dari Tiga Harimau Besi. Serangan mereka tentu saja berhasil dengan baik, karena Pendekar Bangau Sakti sudah pasti tidak akan mengira. Dan mengenai sosok tinggi besar yang menghadang perjalanan, sudah jelas adalah dalang dari semua kejadian ini. Menurutku, Tiga Harimau Besi telah menjadi pembantu dari sosok tinggi besar yang terselubung teka-teki itu. Dugaanku ini tentu saja bukan tanpa alasan kuat. Karena, Tiga Harimau Besi kelihatan demikian membenci ku. Bahkan berkeras menuduhku sebagai pembunuh dari murid-murid Perguruan Bangau Putih. Sepertinya, mereka sengaja hendak mengadu domba di antara kita...,” kata Panji, mengutarakan dugaannya setelah mendengar cerita dari kedua orang tokoh sakti ini.
“Jadi kau benar tidak melakukan pembunuhan terhadap murid-muridku...?” tanya Pendekar Bangau Sakti, meminta ketegasan Pendekar Naga Putih.
“Percayalah, Pendekar Bangau Sakti. Kalaupun mereka bersalah terhadapku, belum tentu aku akan membantai demikian kejamnya,” tegas Panji.
“Hm.... Aku percaya kepadamu, Pendekar Naga Putih. Tapi..., rasanya aku tidak yakin kalau Tiga Harimau Besi begitu tega berlaku curang terhadap rekan segolongan. Aku kenal betul, siapa mereka bertiga. Dan selama kukenal, mereka adalah tiga laki-laki gagah yang selalu menentang segala jenis kejahatan. Benar-benar sulit diterima kalau sekarang mereka telah berubah dan berpaling dari jalan kebenaran...,” desah Pendekar Bangau Sakti. Kelihatannya, dia memang masih tetap ragu kalau Tiga Harimau Besi telah berpaling dan memihak orang- orang jahat
“Untuk itu rasanya kita perlu bukti-bukti,” timpal Pertapa Goa Kelelawar, angkat bicara. “Sebaiknya kita datangi saja kediaman Tiga Harimau Besi dan menanyakan semua ini...”
“Usul itu rasanya cukup baik. Tapi, tentu saja harus mengikutsertakan Pendekar Rase Perak. Sebab, kelihatannya rekan kita itu pun telah mengalami suatu kejadian yang mungkin akan menambah pengetahuan kita...,” Pendekar Bangau Sakti mengingatkan kawan-kawannya terhadap penghuni Bukit Ular Emas yang saat itu masih belum juga sadarkan diri.
Tanpa membuang-buang waktu lagi, ketiga tokoh itu bergerak menghampiri Pendekar Rase Perak. Mereka duduk mengelilingi penghuni Bukit Ular Emas yang masih pingsan.
"Tidak lama lagi pasti ia akan tersadar...,” ujar Pendekar Naga Putih setelah memeriksa tubuh Pendekar Rase Perak Dan Panji meminta agar kedua tokoh sakti itu sabar menunggu beberapa saat lagi.
“Panji...,” panggil Pertapa Goa Kelelawar. Rupanya dia belum mengerti, apa yang telah dilakukan pemuda itu terhadap Pendekar Rase Perak dan juga terhadap mereka berdua. “Kalau kau tidak terlalu pelit untuk membagi pengetahuan kepada kami berdua, tolong jelaskan, cara apa yang digunakan untuk melenyapkan pengaruh yang selama ini membuat kami tak sadar dengan segala tindakan kami...”
Mendengar pertanyaan Pertapa Goa Kelelawar, Panji tersenyum tipis. Kemudian tanpa rasa kebanggaan sedikit pun terhadap kemampuannya, diceritakanlah mengenai adanya suatu tenaga mukjizat dalam dirinya secara lengkap. Terutama sejak Panji menemukan satu tanaman langka yang kabarnya hanya muncul setiap seratus tahun sekali.
“Bukan main...!” seru Pertapa Goa Kelelawar berdecak penuh kekaguman, “Aku memang pernah mendengar tentang adanya bunga mukjizat itu. Dan aku sempat pula mengetahui bahwa kaulah yang telah mendapatkannya. Tapi sama sekali tidak kusangka kalau bunga itu ada yang menjaganya. Jadi, meskipun bunga abadi itu telah diberikan kepada orang lain, kau tetap memperoleh keuntungan karena kejujuran dan kemuliaan hatimu. Aku turut bangga, karena Pedang Naga Langit yang menjadi penjaga bunga abadi jatuh ke tanganmu. Tidak bisa kubayangkan, apa yang akan terjadi seandainya pedang mukjizat itu sampai jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggung jawab. Pastilah malapetaka besar yang akan menimpa penghuni alam dunia ini...”
“Yaaah... Kami turut bersyukur kalau pedang mukjizat itu jatuh ke tanganmu. Dan aku juga merasa kagum, karena kau tidak lupa diri, meski telah memilikinya. Terlebih kau adalah penerus dari kami yang sudah tua-tua ini. Selamat untukmu, Panji...,” ucap Pendekar Bangau Sakti berkata sejujurnya tanpa rasa iri sedikit pun dalam hati.
Tentang asal mula Pedang Naga Langit, silakan ikuti serial Pendekar Naga Putih dalam kisah Bunga Abadi di Gunung Kembar
Pembicaraan ketiga pentolan kaum golongan putih itu terhenti, begitu mendengar keluhan ringan dari Pendekar Rase Perak Mereka serentak berpaling ke sosok lelaki gagah yang menjadi penghuni Bukit Ular Emas. Terlihat dia mulai bergerak sadar dari pingsannya.
Sepasang mata Pendekar Rase Perak terbuka perlahan. Ada keheranan dalam kedua matanya, ketika melihat tiga sosok tubuh yang mengelilinginya. Dan tokoh ini merasa kaget ketika dapat mengenali dua di antara tiga orang yang duduk mengelilinginya.
“Pertapa Goa Kelelawar, Pendekar Bangau Sakti!” seru Pendekar Rase Perak bergegas bangkit dan menatap heran dua orang tokoh yang telah dikenalnya. “Apa yang terjadi? Mengapa aku bisa berada di sini...?” Pendekar Rase Perak kemudian menoleh ke arah Panji. Ditatapnya wajah pemuda tampan itu dengan kening berkerut, menyiratkan keheranan.
“Sahabat! Pemuda ini adalah pendekar muda yang menjadi buah bibir seluruh kaum golongan putih, yang saat ini namanya semakin dikenal dan ditakuti kaum golongan hitam...,” jelas Pertapa Goa Kelelawar memperkenalkan Panji dengan nada bangga.
“Maksudmu..., dia Pendekar Naga Putih...?!” terka Pendekar Rase Perak sambil meneliti sosok Panji dari kaki sampai ke kepala.
“Benar, sahabat..,” kali ini Pendekar Bangau Sakti yang menyahuti. Kemudian Ketua Perguruan Bangau Putih ini menceritakan serba singkat mengenai peristiwa yang dialami Pendekar Rase Perak. Termasuk, cerita tentang dirinya dan Pertapa Goa Kelelawar. Lalu, Pendekar Bangau Sakti meminta agar penghuni Bukit Ular Emas itu menceritakan pengalamannya.
Kendati masih agak heran, Pendekar Rase Perak tidak menolak untuk menceritakan kejadian-kejadian yang dialaminya. Dengan serba singkat, tokoh ini menuturkan apa yang diingatnya sampai bertarung dengan Pendekar Naga Putih.
“Hm... Sekarang aku semakin curiga pada Tiga Harimau Besi...,” gumam Pendekar Bangau Sakti setelah mendengar penuturan penghuni Bulat Ular Emas, yang juga melibatkan Tiga Harimau Besi.
"Tiga Harimau Besi datang menemui Pendekar Rase Perak, dan mengatakan akan membantu untuk menghadapi tokoh-tokoh yang memperebutkan binatang langka miliknya. Setelah itu, muncul tokoh aneh bertubuh tinggi besar yang kemudian sempat bertarung dengan Pendekar Rase Perak. Namun ternyata Pendekar Rase Perak roboh tak sadarkan diri, karena dibokong secara licik!” kata Panji mengulang cerita Pendekar Rase Perak, sekadar untuk mengingatkan dan membuka tabir yang membuat tokoh-tokoh sakti dari golongan putih ini bersikap aneh dan memusuhinya.
“Maksudmu Tiga Harimau Besi yang telah membokong Pendekar Rase Perak secara licik. Begitu, bukan?” Pendekar Bangau Sakti melanjutkan dugaan Panji, karena apa yang dialami Pendekar Rase Perak hampir mirip dengan pengalamannya.
“Benar!” tegas Panji, kali ini bukan lagi hanya sekadar menduga. "Tiga Harimau Besi muncul menemui Pendekar Bangau Sakti. Kemudian muncul tokoh bertubuh tinggi besar yang menyerang tanpa alasan. Setelah itu, Pendekar Bangau Sakti dibokong secara licik! Begitu pula yang dialami Pendekar Rase Perak Nah! Bukankah dari kedua peristiwa ini sudah jelas kalau Tiga Harimau Besi perlu diselidiki! Menurutku, merekalah kunci dari semua kejadian yang menimpa kalian bertiga. Juga, terbunuhnya murid-murid Perguruan Bangau Sakti, dan jatuhnya Rase Perak ke tangan tokoh aneh itu. Dia memang merebutnya dari tangan Pendekar Bangau Sakti yang pada saat itu masih dalam pengaruh aneh, sehingga membuatnya tidak sadar akan semua yang dilakukannya...”
“Kalau begitu, apa lagi yang ditunggu? Sebaliknya, segera saja kita datangi kediaman Tiga Harimau Besi untuk meminta penjelasan atas semua perbuatannya?” Setelah berkata demikian, Pendekar Bangau Sakti bangkit berdiri. Kelihatannya, ia telah siap mendatangi Tiga Harimau Besi yang diduga menjadi sumber dari semua keanehan yang dialami ini.
“Nanti dulu, Sahabat..!” cegah Pendekar Rase Perak, seraya berdiri. “Sebaiknya aku ingin meminta penjelasan dulu dari Pendekar Naga Putih tentang kebenaran jatuhnya Rase Perak ke tangan tokoh aneh yang belum diketahui asal-usulnya itu...”
“Benar, Ki. Binatang peliharaan mu itu telah jatuh ke tangan orang aneh yang menjadi dalang dari semua kejadian ini!” jelas Panji tanpa ragu sedikit pun.
“Kalau benar begitu, sungguh celaka! Dan kalau Rase Perak sampai disembelihnya, berarti kita akan menghadapi sebuah tugas yang sangat berat dan berbahaya. Karena apabila darah Rase Perak diminum, lalu dagingnya dimakan, sulit rasanya bagi kita untuk dapat menundukkannya. Ia akan menjadi kebal, serta memiliki tenaga sakti yang berlipat ganda! Benar-benar berbahaya...!” keluh Pendekar Rase Perak Wajahnya nampak memperlihatkan kecemasan. Karena sebagai pemilik binatang langka itu, ia tahu betul segala kha- siat dan kemukjizatan binatang peliharaannya.
Mendengar ucapan Pendekar Rase Perak, mau tidak mau ketiga tokoh yang berada di tempat ini sama-sama menjadi tegang dan cemas. Tentu saja mereka sadar, betapa berbahayanya apabila tokoh aneh yang belum diketahui nama dan asal-usulnya itu telah mendapat binatang langka yang menjadi rebutan tokoh-tokoh persilatan.
Dan tentunya, akan sangat berbahaya apabila apa yang diucapkan Pendekar Rase Perak benar-benar terjadi. Jangankan setelah mendapatkan binatang langka itu. Bahkan sebelum memperoleh binatang itu pun, tokoh aneh yang membuat kekacauan telah sedemikian saktinya. Buktinya, sampai saat ini para tokoh golongan putih itu sama sekali belum mengetahui, siapa tokoh yang menjadi biang keladi dari semua kejadian ini.
“Sebaiknya mengenai tokoh aneh itu, kita pikirkan belakangan. Sekarang yang terpenting, Tiga Harimau Besi harus ditemukan untuk minta pertanggungjawabannya...!” ucap Pendekar Bangau Sakti, menyadarkan semuanya.
Panji serta dua tokoh lainnya sama mengangguk setuju. Dan tanpa membuang-buang waktu lagi, keempat orang tokoh sakti itu pun bergegas meninggalkan tempat ini. Tujuan mereka adalah Bukit Harimau Kembar, yang menjadi tempat tinggal Tiga Harimau Besi. Untuk mencapai tempat itu dari Bukit Ular Emas, bisa memakan waktu kurang lebih dua hari. Tapi soal itu tidak menjadi pemikiran, yang penting mereka ingin selekasnya tiba di tempat kediaman Tiga Harimau Besi.
Dengan pengerahan ilmu meringankan tubuh tingkat tinggi dan hanya berhenti jika perut lapar, setelah dua hari dua malam tibalah keempat tokoh sakti itu di kaki Bukit Harimau Kembar. Mereka berhenti sejenak, menatapi bukit yang memang terlihat indah dan menyenangkan untuk ditinggali. Bukit Harimau Kembar ternyata bukan hanya nama saja, karena memang berupa dua bukit yang berbentuk kepala dua ekor harimau saling berhadapan. Dan di tempat inilah Tiga Harimau Besi membangun tempat tinggalnya.
Puas menatapi bentuk bukit yang memang sangat langka, Panji dan tiga tokoh tingkat tinggi lain bergegas mendaki puncaknya. Tidak seperti Bukit Ular Emas, lereng bukit yang menjadi tempat tinggal Tiga Harimau Besi tidaklah sulit didaki. Terlebih, oleh keempat orang tokoh sakti seperti mereka. Maka dalam waktu singkat saja, mereka telah tiba di puncak. Kini mereka berdiri menatap sebuah bangunan besar yang hanya satu-satunya di puncak Bukit Harimau Kembar.
Tempat kediaman Tiga Harimau Besi memang cukup megah. Sayangnya, tidak kelihatan terawat dengan baik. Bahkan menimbulkan kesan jorok bagi yang melihat. Malah lebih tepat, bangunan kokoh yang dikelilingi tembok kokoh itu sepertinya tidak pernah dihuni orang. Tentu saja keadaan bangunan itu membuat keempatnya saling berpandangan.
“Heran? Bagaimana Tiga Harimau Besi bisa kerasan tinggal di dalam bangunan yang kelihatan tidak terurus ini? Atau mungkin tempat ini telah lama ditinggalkan...?” gumam Pendekar Bangau Sakti. Tampaknya Pendekar Bangau Sakti termasuk paling mengenal baik pemilik tempat itu. Karena, tempat tinggalnya sendiri memang tidak terlalu berjauhan. Hanya terpisah setengah hari perjalanan.
Kini mereka bergerak hati-hati mendekati bangunan itu. Tidak adanya halangan dan tanda-tanda kehidupan, membuat mereka semakin waspada bercampur heran. Apalagi melihat pintu gerbang bagian dalam tampak terbuka lebar. Sementara beberapa bagian, bangunan itu telah dipenuhi sarang laba-laba.
“Kurang ajar! Tempat ini jelas-jelas sudah lama tidak ditinggali...!” geram Pendekar Rase Perak begitu memasuki bagian dalam tempat tinggal Tiga Harimau Besi. Dia menyaksikan peralatan di dalamnya sudah dipenuhi kotoran.
Sedangkan Panji, Pertapa Goa Kelelawar, dan Pendekar Rase Perak sudah bergerak memeriksa seluruh ruangan bangunan. Dan mereka mendapati kalau tempat itu memang sudah tidak layak untuk dihuni. Tapi Pendekar Naga Putih masih juga belum merasa puas. Tidak dipedulikan ketiga kawannya yang sudah merasa tidak perlu memeriksa lebih jauh. Panji terus memeriksa sekeliling bangunan sampai ke bagian belakang. Baru setelah tidak menemukan adanya manusia di seluruh tempat ini, ia pun kembali menemui kawan-kawannya.
"Tiga Harimau Besi jelas sudah tidak tinggal di tempat ini lagi...!” jelas Pendekar Naga Putih setelah berkumpul bersama.
“Sekarang apa yang harus kita lakukan...?” tanya Pendekar Bangau Sakti meminta pendapat
"Tokoh aneh bertubuh tinggi besar itulah yang harus kita lacak sekarang. Dan aku yakin, Tiga Harimau Besi pun pasti berada bersama tokoh itu...,” tukas Panji.
Kata-kata Pendekar Naga Putih langsung disetujui ketiga tokoh sakti itu. Dan keempatnya langsung meninggalkan puncak Bukit Harimau Kembar, untuk mencari tokoh aneh yang telah membuat kekacauan.
“Ki Sugandi! Apakah semua warga desamu telah berkumpul di tempat ini...?” tanya seorang lelaki botak berwajah berewok, seraya menatap tajam lelaki berusia lima puluh lima tahun yang berdiri terbungkuk-bungkuk disebelahnya.
“Sudah, Tuan,” sahut laki-laki yang dipanggil Ki Sugandi. “Mereka semua ada di depan...”
Lelaki botak tidak lain Baswara dan merupakan orang pertama dari Tiga Harimau Besi, mendengus setelah mendapat jawaban memuaskan dari Ki Sugandi. Kemudian Baswara bangkit berdiri, lalu berjalan ke depan dengan dada membusung. Begitu sampai, sepasang matanya yang tajam menyapu wajah-wajah di hadapannya.
“Kalian semua dengar baik-baik...!” ujar Baswara disertai pengerahan tenaga dalam. Sehingga gema suaranya terdengar jelas di telinga warga Desa Warutan. “Aku tahu, selama ini kalian hidup kurang berkecukupan. Hasil panen kalian tidak begitu memuaskan. Terlebih, oleh adanya pajak yang cukup besar dari pemerintah. Nah! Kedatanganku ke desa ini untuk membuat kehidupan kalian menjadi lebih baik daripada sekarang. Tapi untuk mendapatkan kehidupan layak, kalian semua harus patuh terhadap segala perintahku. Mengerti...?!”
“Mengerti...!” sahut penduduk Desa Warutan. Tentu saja mereka menjadi gembira mendengar janji Baswara. Kalaupun ada yang tidak menyahut, itu hanya beberapa orang saja. Dan mereka ini cukup cerdik untuk tidak menyatakan persetujuannya begitu saja, karena apa yang diinginkan lelaki botak itu belum jelas.
“Maaf, Tuan. Boleh bertanya sedikit...?” kata salah seorang penduduk. Kelihatannya, penduduk ini agak terpelajar. Dan dia segera tampil ke depan untuk mengutarakan apa yang ada dalam pikirannya.
Melihat lelaki bertubuh sedang yang usianya tidak lebih dari tiga puluh tahun itu maju, Baswara mendengus jengkel. Kemudian diberikan isyarat dengan kepala kepada salah seorang saudaranya yang juga berada di tempat itu.
Lelaki tinggi kurus berwajah pucat dan bermata sayu yang tak lain dari Jiranta atau orang kedua dari Tiga Harimau Besi, tentu saja mengerti isyarat kakaknya. Dan tanpa banyak cakap lagi, kakinya melangkah menghampiri lelaki yang hendak bertanya. Kemudian....
Jtarrr!
“Akh...!”
Tanpa bicara sepatah pun, Jiranta langsung saja melecutkan cambuk di tangannya ke tubuh lelaki sial itu. Tentu saja cambukan seorang tokoh seperti Jiranta berakibat mengiriskan. Lelaki bertubuh sedang itu langsung terpental dan ambruk di tanah. Tubuhnya langsung menggelepar dengan batok kepala retak. Kemudian, dia tewas tanpa sempat mengucapkan sepatah kata pun!
Karuan saja tindakan Jiranta membuat keadaan menjadi gempar! Seketika terdengar teriakan penduduk bernada mencela. Bahkan Ki Sugandi yang merasa bertanggung jawab atas keselamatan warganya, bergegas tampil ke depan. Dia langsung menyatakan keberatannya atas perbuatan orang kedua dari Tiga Harimau Besi itu.
“Hm.... Sudah kukatakan dari semula, aku paling tidak suka dibantah! Siapa saja yang merasa tidak senang dan tidak mau menurut, maka kematianlah yang bakal diterima...!” tandas Baswara. Sama sekali tidak dipedulikan sikap Ki Sugandi yang terlihat ingin menentangnya.
Apa yang dikatakan Baswara kembali dibuktikan Jiranta dan Kunda Lawing. Dua orang adik seperguruan Baswara itu langsung saja bertindak menyiksa siapa saja yang menunjukkan sikap menentang. Sebentar saja, telah ada delapan orang warga Desa Warutan yang tergeletak tanpa nyawa. Dan akhirnya, perbuatan itu membuat puluhan warga desa menjadi ketakutan. Dengan wajah pucat, mereka berkumpul duduk di atas tanah. Karena, memang sudah disaksikan sendiri akibatnya bagi mereka yang berani menentang Tiga Harimau Besi.
“Bagaimana, Ki Sugandi? Apakah kau masih tidak mau mendengarkan kata-kata kami...?” tanya Baswara dengan senyum mengejek.
“Apa sebenarnya yang kau inginkan dari kami, Kisanak?” Merasa tidak mungkin dapat melakukan perlawanan terhadap Tiga Harimau Besi, Ki Sugandi akhirnya hanya bisa pasrah.
“Penguasa negeri sekarang telah bertindak tidak adil! Untuk itu, aku membutuhkan tenaga warga desamu. Kau tidak perlu berbuat apa-apa. Tapi suatu saat nanti, kalian kuperintahkan untuk ikut berperang menumbangkan penguasa lalim yang sekarang ini. Dan kalian tidak boleh membantah! Ingat! Siapa saja yang membantah, kematianlah yang akan didapat’” tegas Baswara.
Tentu saja kata-kata Baswara membuat Ki Sugandi terkejut. Tapi lelaki tua itu tidak membantah lagi, karena tahu kalau Baswara tidak akan segan-segan menurunkan tangan jahatnya kepada siapa saja yang membantah.
“Baik! Kami akan siap menanti perintah...,” sahut Ki Sugandi tanpa keraguan sedikit pun, meski dalam hati merasa tidak setuju melihat tindakan Tiga Harimau Besi yang hendak mengajak untuk mengadakan pemberontakan itu. Ki Sugandi menyetujui karena sadar kalau berani membantah, sudah pasti ketiga orang tokoh yang diketahuinya berkepandaian tinggi itu akan membantai semua penduduk Desa Warutan. Dan ia tidak ingin hal itu sampai terjadi.
“Bagus!” sahut Baswara disertai tawa bergelak mendengar jawaban memuaskan dari Ki Sugandi. “Dan kau harus mempersiapkan warga desamu, serta melatihnya agar bisa berperang. Ajarkan apa yang kau bisa kepada mereka semua. Kelak, aku akan datang lagi ke tempat ini...”
Setelah berkata demikian, Baswara bergerak meninggalkan Ki Sugandi yang masih berdiri termangu, diikuti dua orang saudaranya. Hampir bersamaan, mereka meloncat ke atas punggung kuda masing-masing, siap meninggalkan Desa Warutan.
"Tunggu!”
Baswara dan kedua orang saudaranya yang siap hendak pergi, segera mengurungkan niatnya. Bentakan yang mengandung kekuatan tenaga dalam itu, membuat kepalanya menoleh ke arah asal suara.
“Hm..., orang-orang Perguruan Pedang Buntung...,” gumam Baswara, segera meloncat turun dari atas kudanya. Baswara melangkah menghampiri seorang lelaki berusia empat puluh tahun, yang datang bersama belasan orang pengikutnya.
“Selama ini, kudengar Tiga Harimau Besi adalah orang-orang gagah yang selalu menentang kejahatan! Tapi, siapa sangka kalau sekarang ini tak lebih dari perampok rendah!” ujar lelaki itu dengan suara tegas dan tarikan bibir penuh ejekan.
“Lalu apa yang kau inginkan, Kisanak...?” tukas Baswara dingin dan memandang rendah lawan bicaranya. Sedang di kiri dan kanannya telah berdiri Jiranta dan Kunda Lawing. Keduanya siap memberi pelajaran kepada orang yang kurang ajar itu.
“Hm.... Meskipun nama besar Tiga Harimau Besi sudah sangat terkenal dan ditakuti, tapi kami orang-orang dari Perguruan Pedang Buntung tidak akan tinggal diam melihat ketidakadilan berlangsung di depan mata! Sebagai orang yang berada di jalan lurus, kami siap mempertaruhkan nyawa demi menegakkan keadilan!” tegas lelaki bertubuh sedang, seraya mencabut pedang buntungnya dari pinggang.
“Kalau begitu, kau sengaja mencari mati...!” ejek Baswara. Segera saja kakinya melangkah maju, diikuti kedua orang saudaranya.
“Kami bukanlah orang-orang yang takut dengan kematian...!
Haaat..!” Disertai teriakan keras, lelaki bertubuh sedang berpakaian berwarna coklat tua itu langsung melompat sambil mengibaskan pedang buntungnya.
Bwettt..!
Baswara yang menjadi sasaran pedang buntung itu, bergegas menggeser tubuhnya ke kanan. Kemudian langsung dikirimkannya serangan balasan berupa tendangan kilat.
Plakkk!
Tendangan Baswara memang berhasil dipatahkan laki-laki bertubuh sedang itu dengan tangisan tangan kiri. Tapi, tangkisan itu malah membuat murid Perguruan Pedang Buntung ini terjajar mundur. Jelas, tenaga dalam Baswara jauh di atas murid ini. Baswara tertawa mengejek, kemudian mengirimkan serangan gencar dan ganas. Sepasang tangannya yang membentuk cakar harimau dan mengandung tenaga dalam kuat, menyambar-nyambar mencari sasaran. Hingga akhirnya....
Brettt, brettt..!
“Aaaa...!” Tokoh Perguruan Pedang Buntung itu meraung kesakitan begitu dua sambaran cakar Baswara telah mengoyak tubuhnya sehingga mengalirkan darah segar. Dan ketika Baswara menyusulinya dengan sebuah tendangan keras, lelaki itu jatuh terjengkang mencium tanah. Sesaat kemudian, tubuh itu diam tak bergerak setelah nyawanya berpindah ke alam baka.
Hanya berselisih sedikit waktu, Jiranta dan Kunda Lawing pun sudah pula mengakhiri perlawanan murid-murid Perguruan Pedang Buntung yang lain. Sehingga dalam waktu yang singkat, Tiga Harimau Besi kembali menunjukkan kehebatan dan keganasannya di mata penduduk Desa Warutan. Begitu telah menyelesaikan seluruh pertarungan, Baswara memberi isyarat pada kedua adiknya. Mereka segera naik ke punggung kuda masing-masing, lalu bergerak meninggalkan Desa Warutan.
Dalam perjalanan mencari tokoh yang dianggap sebagai biang keladi dari semua kejadian di puncak Bukit Ular Emas, Panji dan tiga orang tokoh lain merasa terkejut dan geram bukan main. Karena dari beberapa desa yang dilalui, mereka mendengar kalau Tiga Harimau Besi telah mengganas membunuhi puluhan penduduk. Bahkan dari keterangan yang diperoleh secara rahasia, Tiga Harimau Besi tengah menyusun kekuatan untuk menumbangkan penguasa negeri. Tentu saja berita itu membuat ketiganya terkejut
“Hm.... Jika demikian, jelaslah sudah kalau Tiga Harimau Besi telah meninggalkan jalan kebenaran! Dan menurutku, mereka pasti tidak akan berani melakukan rencana pemberontakan ini, tanpa dukungan orang kuat. Jelasnya, mereka pasti mempunyai hubungan dengan salah seorang pembesar istana!” dengus Pertapa Goa Kelelawar.
“Aku pun berpikiran demikian. Dan jangan-jangan, tokoh itulah yang menjadi dalang rencana pemberontakan ini,” sambut Pendekar Rase Perak menimpali.
“Apakah yang kau maksudkan tokoh itu adalah seorang pembesar istana...?” tanya Pendekar Bangau Sakti, ketika mendengar perkataan Pendekar Rase Perak.
“Aku yakin bukan!” Panji yang menyahuti. “Mungkin bisa saja ada pembesar istana yang hendak memberontak. Kemudian tokoh itu mengajukan diri untuk membantu. Lalu diperintahkannya Tiga Harimau Besi untuk menyusun kekuatan dari arah luar. Sementara, si tokoh dan pembesar itu menyiapkan pasukan dari dalam. Dengan demikian, Tiga Harimau Besi yang terkenal di kalangan persilatan sebagai pembela keadilan, akan menimbulkan keresahan dan pertentangan di an-tara tokoh-tokoh golongan putih. Hal ini jelas sangat berbahaya, dan tidak bisa dibiarkan begitu saja!”
“Gila...! Ini berarti tugas kita semakin berat! Kalau si tokoh itu berada di dalam kotaraja, jelas sangat sulit untuk meringkusnya. Bisa-bisa, kitalah yang dituduh sebagai pemberontak!” ujar Pendekar Bangau Sakti, sama sekali tidak menyangka kalau persoalan akan berkembang sedemikian besarnya.
“Memang tugas kita akan bertambah sulit. Dan untuk itu, kita terpaksa harus ke kotaraja. Maka satusatunya jalan, kita harus mencari serta menghubungi pembesar yang benar-benar jujur. Lalu, semua perbuatan Tiga Harimau Besi kita laporkan. Nah! Dengan mengandalkan pembesar jujur ini, kita bisa tahu siapa pengkhianat dalam istana. Serta, si tokoh yang kurasa selalu mendampingi pembesar pemberontak itu...,” papar Panji.
Tentu saja dugaan pemuda itu berdasarkan pengalaman-pengalamannya selama ini. Karena sudah beberapa kali persoalan seperti ini ditemuinya. Dan umumnya, tokoh-tokoh sesat berkepandaian tinggi selalu memburu kedudukan atau pun kesenangan. Jalan pintas untuk menuju ke situ, tentu saja dengan berhubungan baik pada pejabat-pejabat kerajaan yang culas dan tidak pernah merasa puas.
“Hm.... Apa yang kau utarakan itu memang cukup masuk akal. Tapi bagaimana caranya agar kita dapat masuk ke kotaraja tanpa dicurigai...?” tanya Pendekar Rase Perak sedikit bimbang.
"Terpaksa kita harus mencari jalan sendiri-sendiri untuk masuk ke kotaraja. Dan kita akan bertemu di sebuah kedai makan yang terletak paling dekat dengan istana. Bagaimana? Apakah kalian setuju?” Panji mengajukan usul.
Pertapa Goa Kelelawar, Pendekar Bangau Sakti, dan Pendekar Rase Perak langsung menyatakan persetujuannya.
“Kalau begitu, kita berangkat sekarang,” ujar Panji. Mereka pun berpisah, meninggalkan tempat ini.
Kotaraja Bengkalan ternyata aman-aman saja. Rupanya rencana pemberontakan belum terdengar sampai ke dalam kota. Bisa jadi, ini karena kecerdikan tokoh yang memberi perintah kepada Tiga Harimau Besi. Desa-desa taklukan ketiga tokoh itu terletak jauh dari kotaraja. Sehingga, kabar tentang bakal adanya pemberontakan belum memasuki kotaraja.
Meskipun agak mencemaskan, namun ketenangan suasana Kotaraja Bengkalan telah memudahkan Panji dan tiga orang rekannya untuk melewati gerbang penjagaan. Mereka masuk melalui gerbang yang berlainan, sehingga dapat berkumpul kembali di sebuah kedai makan yang agak besar. Tentu saja pertemuan itu berlangsung, setelah masing-masing dari mereka telah terlebih dulu mencari keterangan tentang pejabat yang benar-benar jujur. Sehingga, dalam pertemuan itu mereka bisa saling bertukar pendapat.
Pada saat kotaraja dalam keadaan tenang dan aman seperti itu, tentu saja tidak menimbulkan kecurigaan orang apabila ada yang mencari keterangan tentang pejabat yang benar-benar jujur. Itu sebabnya, baik Panji maupun ketiga orang tokoh lain dapat mencari keterangan tanpa kesulitan. Dan pada saat bertemu di kedai makan, mereka saling mengutarakan keterangan yang didapat Yang paling menggembirakan dalam pertemuan itu adalah, adanya persamaan nama pejabat jujur yang disebutkan.
“Ketenangan suasana kotaraja inilah yang telah membuat kita mudah memperoleh keterangan. Dapat kubayangkan, betapa sukarnya memperoleh keterangan seperti ini, apabila rencana pemberontakan telah sampai terdengar di sini. Rupanya, kita benar-benar beruntung...!” ujar Panji menyatakan kegembiraan hatinya. Untuk menyatakan kegembiraan itu, mereka lalu memesan penganan cukup banyak, dan mengadakan makan-makan kecil yang menggembirakan.
“Sekarang tinggal mencari kesempatan untuk dapat berjumpa Senapati Kuntawang...,” ujar Pendekar Rase Perak dengan suara rendah. Karena biar bagaimanapun, mereka tidak ingin hal itu sampai diketahui orang lain.
“Bagi orang lain mungkin agak sulit. Tapi bagi kita berempat, rasanya akan mudah melakukan. Sebab, Senapati Kuntawang kabarnya adalah seorang panglima yang suka ilmu silat, dan banyak mempunyai sahabat di kalangan persilatan. Jadi, bukan mustahil kalau dia telah mendengar nama besar kita berempat!”
Meskipun terdengar agak menyombongkan diri, namun ucapan Pendekar Bangau Sakti memang harus diakui kebenarannya. Bahkan secara tidak langsung, telah melegakan hati tiga orang tokoh lain.
“Biarpun demikian, kita tetap harushati-hati. Dan kita akan mendatangi Senapati Kuntawang secara sembunyi. Malam nanti, kita bergerak...,” kata Pertapa Goa Kelelawar penuh semangat. Tentu saja tetap dengan suara rendah, dan hanya didengar mereka sendiri.
Panji dan dua orang tokoh lain menyatakan setuju. Karena biar bagaimanapun, mereka memang harus datang secara sembunyi. Siapa tahu, di dalam kotaraja banyak mata-mata pemberontak, yang mungkin bisa mendatangkan kesulitan.
Malam mulai memperlihatkan kekuasaannya. Rembulan muncul setengah dengan sinarnya yang temaram. Sehingga, langit di atas kotaraja tampak terselimut kegelapan. Dan saat malam semakin merangkak jauh, terlihat empat sosok yang bergerak cepat seperti setan, tengah melintas di atas rumah-rumah penduduk yang mulai terbuai mimpi. Sesekali terdengar kentongan para prajurit kerajaan yang melakukan perondaan.
Keempat sosok itu terus bergerak menuju selatan kota. Siapa lagi keempat sosok itu kalau bukan Pendekar Naga Putih dan tiga orang tokoh sakti yang malam ini hendak mengunjungi Senapati Kuntawang. Bagi mereka yang memiliki kepandaian tinggi, tidak sulit bergerak dalam suasana remang-remang seperti ini. Bahkan dengan kecepatan tinggi, sehingga membuat sosok mereka sulit ditangkap mata.
Panji dan kawan-kawannya memang telah lebih dulu mencari keterangan tentang letak kediaman Senapati Kuntawang. Tentu saja untuk memperoleh keterangan itu tidak sulit, karena Senapati Kuntawang sudah pasti dikenal seluruh penduduk kotaraja.
Tapi sebelum sampai di tempat tujuan, di dekat sebuah bangunan besar yang kokoh dan pantas jadi tempat tinggal pembesar kerajaan, mereka melihat adanya dua sosok bayangan yang berkelebat cepat. Melihat adanya dua sosok bayangan itu, Panji dan kawan-kawannya bergegas menghentikan lari. Dan mereka langsung bersembunyi di kegelapan bayang-bayang pepohonan.
“Entah siapa kedua sosok bayangan itu. Yang jelas, mereka pasti berkepandaian tinggi. Dan rasanya ilmu lari cepat mereka tidak berada di bawah kepandaianku...,” gumam Panji, lirih seperti bertanya.
“Sebaiknya, tunda saja niat kita semula. Aku curiga terhadap dua bayangan itu. Menurutku, ada baiknya kalau kita mengikuti mereka”
Pendekar Bangau Sakti yang berusaha mengenali kedua sosok bayangan itu merasa penasaran sekali. Karena, dua sosok bayangan itu seperti hendak meninggalkan kotaraja pada malam hari. Tidak aneh kalau Ketua Perguruan Bangau Putih ini merasa curiga.
Tapi bukan hanya Pendekar Bangau Sakti saja yang curiga. Baik Panji, Pertapa Goa Kelelawar, maupun Pendekar Rase Perak juga berpikiran serupa. Maka hanya saling pandang saja, mereka telah mendapat kata sepakat. Dan seketika mereka melesat mengejar dalam jarak yang agak jauh, agar tidak sampai diketahui kedua sosok bayangan itu.
Dugaan keempat orang tokoh sakti itu memang tidak meleset. Dua sosok bayangan tadi terus berlari dan melompati tembok yang mengelilingi kotaraja. Jelas mereka hendak meninggalkan kotaraja dengan cara yang tidak wajar, seperti tidak ingin diketahui orang lain. Panji dan kawan-kawan baru memperpendek jarak, ketika telah cukup jauh meninggalkan kotaraja. Dan mereka bergegas menyusul, ketika melihat hutan di depan kedua sosok bayangan yang dikejar. Kemudian....
“Hei, berhenti!”
Pendekar Bangau Sakti yang seperti takut kehilangan jejak buruannya, segera membentak keras. Kemudian tubuhnya melesat, dan terus berjumpalitan sebanyak lima kali di udara. Dan tiba-tiba saja tubuhnya meluncur turun, kurang lebih satu tombak di belakang kedua sosok bayangan Itu. Panji, Pertapa Goa Kelelawar, dan Pendekar Rase Perak, juga melakukan hal sama. Dan ketiganya nyaris berbarengan, saat meluncur turun di dekat Pendekar Bangau Sakti.
Bentakan yang disusul berkelebatnya empat sosok bayangan itu, tentu saja membuat dua sosok tubuh yang tengah berlari menjadi terkejut. Terlebih, ketika menyaksikan betapa gerakan keempat sosok bayangan yang seperti sengaja mengejar, terlihat demikian cepat dan ringan. Kedua orang itu pun sadar kalau tengah dikejar oleh orang-orang berkepandaian tinggi. Tapi meskipun demikian, mereka sama sekali tidak menghindar dan malah menghentikan larinya.
Meskipun malam itu sinar bulan tidak begitu terang, namun cukup jelas bagi Panji dan kawan-kawannya untuk mengenali kedua orang yang dikejar sejak dari dalam kotaraja. Dan mereka terkejut bukan main, setelah tahu kalau kedua orang yang dikejar ternyata Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih. Dan kenyataan ini membuat Panji dan kawan-kawan cukup heran, tak menduga. Demikian pula Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih. Malah kedua orang tokoh sesat ini kelihatannya jauh lebih kaget, begitu mengenali keempat orang yang mengejar. Tapi rasa keterkejutan itu ditutupi dengan tawa keras.
“Ha ha ha...! Tidak kusangka, ternyata pendekar-pendekar ternama seperti kalian tidak malu untuk mengintai orang lain! Nah! Katakan, apa maksud kalian mengejar kami?” Datuk Serigala Hitam langsung saja melontarkan ucapan yang memerahkan telinga.
“Hm... Kau tidak perlu menutup-nutupi kesalahan, Datuk Serigala Hitam!” tukas Pendekar Bangau Sakti cepat dengan senyum mengejek. “Aku tahu, kalian baru saja meninggalkan istana seorang pembesar kerajaan, dan meninggalkan kotaraja di malam hari secara diam-diam. Semua ini membuat kami curiga. Sekarang coba jelaskan alasanmu?”
Ucapan Pendekar Bangau Sakti tentu saja membuat kedua orang datuk sesat itu menjadi terkejut bukan main. Untunglah suasana malam itu agak gelap, sehingga pucatnya wajah kedua orang datuk itu tidak terlihat. Karena apa yang dikatakan Pendekar Bangau Sakti membuat jantung mereka berdebar lebih cepat dari biasa. Pertanyaan Pendekar Bangau Sakti tidak segera mendapat jawaban, karena kedua orang datuk itu terlalu kaget dan sama sekali tidak menduga dengan pertanyaan itu. Sehingga, mereka mengalami kesulitan untuk memberi jawaban secepatnya.
“Hm.... Jelas sudah bagi kami sekarang. Ternyata kalian berdua mempunyai hubungan dengan rencana pemberontakan yang saat ini tengah disusun Tiga Harimau Besi serta tokoh di belakang layar yang belum kami ketahui namanya. Nah! Apakah kalian masih hendak menyangkal...?” lanjut Pendekar Bangau Sakti kembali. Ia sengaja langsung mendesak dan melontarkan tuduhan, karena ingin mendengar bagaimana sanggahan kedua orang datuk sesat itu.
Tapi baik Datuk Serigala Hitam maupun Datuk Serigala Putih sama sekali tidak bisa memberi jawaban. Bahkan mereka tampak hendak berusaha melarikan diri. Tentu saja karena disadari kalau keempat orang tokoh itu tidak mungkin dapat diatasi.
“Hei?! Hendak lari ke mana kalian...!”
Melihat kedua orang datuk sesat itu melarikan diri, Pendekar Bangau Sakti langsung saja melesat mengejar. Demikian juga Panji dan kedua orang tokoh lain. Maka terjadilah kejar-mengejar yang seru di malam yang gelap ini. Dan karena kepandaian mereka memang tidak berselisih banyak, juga jarak di antara mereka tidak terlalu jauh, sebentar saja kedua orang datuk itu telah dapat terkejar.
“Haiiit...!”
Dengan sebuah teriakan nyaring, Pendekar Bangau Sakti dan ketiga tokoh lain melambung cepat dan berjumpalitan beberapa kali. Kemudian mereka meluncur turun di depan kedua orang datuk sesat itu, dalam jarak kurang lebih satu setengah tombak. Kini keempat tokoh digdaya ini berdiri menghadang kedua orang datuk yang telah siap melancarkan serangan. Dan memang pertempuran tidak mungkin dapat dihindari lagi.
“Haaat..!”
Sadar kalau yang dihadapi adalah tokoh-tokoh terkenal berkepandaian tinggi, Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih langsung saja melancarkan serangan kilat menggunakan jurus-jurus andalan yang bernama ‘Jurus Cakar Serigala Setan’.
Bwettt, bwettt..!
Hebat bukan main serangan kedua orang datuk sesat itu. Dan yang menjadi sasaran adalah Pendekar Naga Putih dan Pendekar Bangau Sakti. Karena, kedua orang tokoh itulah yang berada paling depan. Melihat datangnya serangan berbahaya, Panji langsung saja menggeser tubuhnya untuk menghindar. Kemudian dibalasnya dengan cakar naganya. Sehingga, sebentar saja pertarungan sengit pun berlangsung.
Menyadari tingkat kesaktian Datuk Serigala Hitam, Panji pun tidak mau main-main lagi. Dengan mengerahkan seluruh kepandaian, ia berusaha keras mendesak datuk sesat itu. Sehingga dalam jurus keenam puluh lima, Datuk Serigala Hitam mulai kelabakan menghadapi serangan-serangan gencar Pendekar Naga Putih yang demikian gencar. Seolah-olah Datuk Serigala Hitam ini dikelilingi tembok salju, yang memancarkan hawa dingin luar biasa!
“Yeaaah...!”
Pada satu kesempatan, Panji melihat pertahanan lawannya agak mengendur. Dan kesempatan emas itu tidak disia-siakan begitu saja. Maka pukulan telapak tangannya langsung diluncurkan, menggedor dada Datuk Serigala Hitam.
Desss...!
“Huak...!”
Hantaman telak itu langsung membuat tubuh Datuk Serigala Hitam terjungkal deras. Darah segar kontan termuntah dari mulutnya. Dan sebelum sempat bangkit untuk memperbaiki kuda-kudanya, hantaman kaki Panji yang mengandung tenaga dalam hebat telah singgah di tubuhnya. Maka tanpa ampun lagi, Datuk Serigala Hitam terbanting keras, dan jatuh tak sadarkan diri terkena tendangan mengandung Tenaga Sakti Gerhana Bulan’ sepenuhnya.
Pada saat itu, dalam waktu yang berbeda sedikit, Pendekar Bangau Sakti pun telah pula dapat melumpuhkan lawannya. Bedanya, Datuk Serigala Putih yang menjadi lawannya, roboh tidak bernyawa lagi. Datuk sesat bertubuh kurus dan berwajah pucat itu tewas di tangan Pendekar Bangau Sakti.
“Hm... Dengan adanya kedua orang datuk sesat ini, kita mempunyai alasan kuat untuk menemui Senapati Kuntawang. Mau tidak mau, iblis ini harus mengakui dan menceritakan tentang persekutuannya dalam menyusun rencana pemberontakan...,” ujar Pertapa Goa Kelelawar, sehingga membuat kawan-kawannya menjadi lega dan puas.
Tanpa banyak membuang waktu lagi, keempat tokoh sakti itu langsung mendatangi tempat kediaman Senapati Kuntawang. Tak lupa, mereka membawa serta Datuk Serigala Hitam dan mayat Datuk Serigala Putih.
Senapati Kuntawang tentu saja merasa terkejut ketika didatangi empat orang tak dikenal. Bahkan keempat orang yang tak lain Pendekar Naga Putih, Pendekar Bangau Sakti, Pertapa Goa Kelelawar, dan Pendekar Rase Perak sudah menyandera seorang prajurit untuk menunjukkan tempat panglima gagah itu berada.
“Siapa kalian?! Apa maksud kalian menemuiku malam-malam begini?” tegur Senapati Kuntawang menunjukkan perbawanya sebagai seorang panglima tinggi. Kendati sadar kalau yang datang tentunya adalah orang-orang pandai, tapi panglima gagah itu sama sekali tidak sudi menunjukkan kegentarannya.
“Maaf, Tuan Senapati...” Yang tampil ke depan adalah Pertapa Goa Kelelawar. Sebagai orang yang paling tua di antara kawan-kawannya, dia merasa lebih pantas untuk menjadi penyambung lidah. Dengan suara pelan dan tanpa melenyapkan rasa hormatnya. Pertapa Goa Kelelawar memperkenalkan diri dan ketiga kawannya. Kecuali, kedua orang datuk sesat itu.
Tentu saja Senapati Kuntawang kaget bukan main, karena telah lama mendengar kebesaran nama tokoh-tokoh yang berkunjung ini. Terlebih, nama besar Pendekar Naga Putih yang masa itu masih hangat dibicarakan orang. Maka panglima gagah itu pun segera menyambut dengan ramah.
Dengan perlahan-lahan namun cukup jelas, Pertapa Goa Kelelawar menceritakan maksud kedatangannya. Dan tentu saja, keterangan itu membuat Senapati Kuntawang berkali-kali terkejut. Kalau saja yang menceritakannya bukan tokoh-tokoh sakti yang kegagahan dan kebersihan hatinya telah terkenal, tentu ia tidak akan mau percaya begitu saja.
Pendekar Bangau Sakti segera menyeret Datuk Serigala Hitam yang saat itu sudah tersadar dari pingsannya, ke hadapan Senapati Kuntawang. Dan ternyata, panglima gagah itu sangat cerdik. Dengan menjanjikan hukuman seringan-ringannya, dimintanya agar datuk sesat itu menceritakan mengenai rencana pemberontakan, sekaligus pembesar yang berkhianat.
“Yang menjadi dalang semua rencana pemberontakan ini adalah pejabat yang bernama Lungga Awang. Beliau sangat sakti dan telah mendapatkan Rase Perak. Baik daging maupun darah binatang itu pasti sudah dilahap habis. Dengan demikian, kesaktiannya akan berlipat ganda. Dan bisa jadi tubuhnya tidak lagi dapat dilukai senjata tajam. Hamba sendiri ikut bergabung, karena dijanjikan hadiah besar serta kedudukan layak, jika rencana ini berhasil baik...,” jelas Datuk Serigala Hitam tanpa peduli kalau telah berkhianat terhadap majikannya. Dia tentu saja lebih mementingkan keselamatannya sendiri.
Senapati Kuntawang mengangguk-angguk, dan kelihatannya tidak begitu kaget. Memang, Lungga Awang telah lama menaruh rasa tidak suka kepadanya. Dan panglima gagah ini pun tahu, pejabat yang hendak memberontak memang dipenuhi nafsu keserakahan, sehingga tidak segan-segan menjegal kawan seiring.
“Hm.... Datuk Serigala Hitam! Tahukah kau, siapa yang telah membunuh murid-muridku di tepi hutan yang menuju Bukit Ular Emas? Dan, mengapa Tiga Harimau Besi berpaling dari jalan kebenaran?” Pendekar Bangau Sakti yang tidak bisa menahan rasa penasaran, langsung saja bertanya. Tentu saja setelah terlebih dulu meminta perkenan dari Senapati Kuntawang.
“Murid-muridmu dibunuh oleh Lungga Awang. Aku tahu belum lama ini dari Tiga Harimau Besi palsu, yang sebenarnya adalah pembantu-pembantu pejabat yang hendak memberontak itu. Sedangkan Tiga Harimau Besi asli telah dibunuh oleh Lungga Awang, dan ditanam di taman belakang tempat tinggal tiga tokoh itu...,” jelas Datuk Serigala Hitam. Rupanya, dia tidak lagi mencoba menyembunyikan segala apa yang diketahuinya. Karena, ia mengharap keringanan hukuman setelah berkata jujur. Semua ini tentu saja dilakukan bukan karena takut, melainkan karena kelicikannya. Dia tentu saja berharap, akan bebas dan dapat menuntut balas pada suatu saat nanti.
“Hm... Kalau begitu, sekarang juga aku akan mempersiapkan pasukan untuk menangkap Lungga Awang. Dan kalian boleh menyertaiku...,” ujar Senapati Kuntawang. Lalu, Senapati Kuntawang itu memerintahkan para prajuritnya membawa Datuk Serigala Hitam ke kamar tahanan. Datuk itu sendiri tidak bisa melakukan perlawanan, karena tubuhnya telah tertotok lumpuh.
Malam itu juga, Senapati Kuntawang mengerahkan pasukan dalam jumlah yang cukup besar, langsung mengepung tempat kediaman pembesar Lungga Awang. Para prajurit yang menjadi pengikut Lungga Awang, tentu saja menjadi terkejut. Mereka sama sekali tidak berani melakukan perlawanan, karena pasukan Senapati Kuntawang berjumlah sangat banyak. Daripada mati konyol, mereka memutuskan untuk menyerah tanpa melawan.
Senapati Kuntawang sendiri segera melangkah masuk ke dalam istana pembesar pengkhianat itu, bersama empat orang tokoh yang berjalan di kiri dan kanannya. Rupanya, di dalam istana mereka mendapat perlawanan dari jagoan-jagoan yang jadi pengikut Lungga Awang. Tapi adanya Pendekar Naga Putih, Pertapa Goa Kelelawar, Pendekar Rase Perak, dan Pendekar Bangau Sakti, perlawanan jagoan-jagoan pembesar pengkhianat itu sama sekali tidak berarti banyak. Sehingga, Senapati Kuntawang dapat terus bergerak maju tanpa halangan.
Seluruh keluarga serta pelayan yang ada dalam bangunan istana Lungga Awang ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara untuk sementara, sebelum diperiksa secara teliti. Tapi sayangnya, Lungga Awang sendiri tidak dapat ditemukan. Rupanya, pejabat yang berkepandaian tinggi itu telah lebih dahulu pergi meloloskan diri dari bagian belakang istana. Bahkan dia telah merobohkan kurang lebih lima puluh orang prajurit yang mengepung dari bagian belakang, sehingga berhasil meloloskan diri dari hukuman.
“Hm.... Sayang, biang keladi dari semua ini dapat meloloskan dari sergapan kita. Bahkan sempat pula membantai lima puluh orang prajurit. Jelas, ia memang memiliki kepandaian tinggi sekali...,” desah Senapati Kuntawang agak menyesal dengan lolosnya Lungga Awang, biang keladi dari rencana pemberontakan.
Panji serta ketiga tokoh lain hanya bisa menghela napas berat Kendati demikian, mereka merasa agak lega karena pembunuh murid-murid Perguruan Bangau Putih sudah terungkap, dan keanehan Tiga Harimau Besi telah terjawab.
Sayangnya, Tiga Harimau Besi palsu itu telah pula lenyap, ketika Senapati Kuntawang mengirim pasukan untuk mencari dan menangkap ketiga tokoh palsu itu. Panglima gagah itu menduga, Lungga Awang telah lebih dulu menemui Tiga Harimau Besi palsu untuk dibawa pergi menyelamatkan diri.
Sebagai tanda rasa terima kasihnya, Senapati Kuntawang meminta agar para pendekar itu tidak buru-buru meninggalkan kotaraja. Tentu saja mereka tidak enak menolak, dan menerima keramahan panglima gagah ini untuk tinggal beberapa hari di istana.
Tapi, rupanya masih ada pula yang mencoba-coba untuk mendekatinya. Pada pagi hari ini, tampak sesosok tubuh bergerak menuju Bukit Ular Emas. Melihat dari gerakannya yang nyaris tanpa menimbulkan suara, dapat ditebak kalau sosok tubuh itu berasal dari rimba persilatan yang berkepandaian tinggi. Terlebih saat mendaki lereng bukit, nyaris tanpa kesulitan sedikit pun!
“Hm.... Kelihatannya aku adalah orang pertama yang tiba di tempat ini...,” gumam sosok itu saat kedua kakinya menjejak puncak Bukit Ular Emas. Dia bertubuh sedang, terbalut jubah panjang berwarna putih.
Sebentar sosok berjubah putih yang ternyata seorang pemuda tampan itu menghentikan langkahnya. Sepasang matanya yang tajam dan menyiratkan perbawa kuat, merayapi sekelilingnya. Tapi yang didapatinya hanyalah pohon-pohon raksasa menjulang ke langit Selebihnya, sepi mencekam bagaikan suasana di pekuburan.
Setelah puas memperhatikan sekitarnya, pemuda tampan berjubah putih itu perlahan mengayun langkahnya. Seperti menyadari kalau sekitar puncak itu ada ancaman tersembunyi yang berbahaya, dia tampak selalu dalam keadaan siaga penuh. Seolah, siap menghadapi apa saja yang bakal ditemuinya.
Dan apa yang dikhawatirkan pemuda tampan itu memang tidak berlebihan. Saat kakinya baru beberapa langkah menindak, tiba-tiba berhenti. Sepasang telinganya dipertajam, berusaha mendengar sesuatu yang mencurigakan.
“Kisanak! Jika kau memang tidak bermaksud buruk, segera tunjukkan dirimu...!”
Seperti tahu akan kehadiran orang lain di sekitar tempat ini, pemuda itu langsung saja menegur. Suaranya lantang, namun menyiratkan keramahan. Padahal, dia dalam sikap waspada penuh.
“Heh heh heh...! Telingamu benar-benar tajam, Pendekar Naga Putih! Kau membuatku yang sudah tua ini merasa kagum...!”
Belum lagi gema jawaban itu lenyap, tahu-tahu sesosok bayangan putih berperawakan tinggi kurus sudah meluruk ringan bagaikan selembar daun yang diterbangkan angin. Dan bayangan putih itu mendarat ringan di depan pemuda tampan berjubah putih yang ternyata Panji Atau dalam rimba persilatan lebih dikenal sebagai Pendekar Naga Putih.
“Pertapa Goa Kelelawar...?!” desis Panji begitu mengenali sosok tinggi kurus berjubah lebar berwarna putih itu. Pendekar Naga Putih langsung menatap sosok kakek yang julukannya pernah menggetarkan rimba persilatan. Ada kilatan kecurigaan yang cepat disembunyikan Panji dalam tatapannya.
“Semula kukira, akulah orang pertama yang tiba di puncak bukit ini. Tapi, ternyata ada orang tua yang telah lebih dulu tiba. Entah kapan kau tiba di tempat ini, Pertapa Goa Kelelawar...?” lanjut Panji.
Kewaspadaan Pendekar Naga Putih langsung mengendor, begitu mengenal betul, siapa Pertapa Goa Kelelawar itu. Dia adalah salah satu tokoh golongan putih yang banyak mengenyam pahit manisnya dunia persilatan. Bahkan kedigdayaannya diakui oleh dunia persilatan sebagai datuknya golongan pendekar.
Pertapa Goa Kelelawar tertawa mengekeh mendengar ucapan Pendekar Naga Putih. Wajahnya yang masih segar kemerahan menengadah ke atas, kemudian tawanya berhenti tiba-tiba. Dan langsung matanya menatap tajam wajah pemuda di depannya. Ada kilatan aneh sekilas dalam bola matanya. Namun, tidak begitu diperhatikan Panji.
Sebenarnya Panji memang tidak begitu kenal Pertapa Goa Kelelawar. Dan perjumpaan kali ini adalah untuk yang kedua kalinya. Tapi, Pendekar Naga Putih memang sempat melihat adanya kelainan dalam sikap kakek tua itu. Dan sebagai pendekar yang senantiasa terancam bahaya maut, sikapnya kembali waspada. Langkahnya digeser dua tindak ke belakang, saat mata kakek itu menghunjam tajam ke wajahnya.
"Pendekar Naga Putih...,” sebut Pertapa Goa Kelelawar perlahan. Kemudian orang tua berjubah putih ini melangkah maju tiga tindak, hingga jarak di antara mereka hanya terpisah kurang dari satu tombak. “Semua tokoh persilatan menginginkan Rase Perak. Termasuk, aku...”
Baru saja kata-kata itu selesai, tiba-tiba Pertapa Goa Kelelawar melancarkan sebuah serangan mendadak! Bahkan dalam jarak yang dekat dan terlihat sangat hebat, disertai tenaga dalam penuh.
Whuttt..!
“Hei...?!” Serangan dahsyat itu tentu saja membuat Pendekar Naga Putih terkejut bukan kepalang. Untung sikapnya memang telah siap sejak melihat adanya keanehan pada diri tokoh tua itu. Maka tubuhnya cepat bergeser ke kanan, sehingga serangan Pertapa Goa Kelelawar hanya menyambar tempat kosong.
"Pertapa Goa Kelelawar! Apa artinya seranganmu ini...?!” tegur Panji, belum mau membalas. Ingin diketahuinya dulu apa alasan tokoh tua itu melancarkan serangan berbahaya kepadanya.
“Artinya aku menginginkan kematianmu, Pendekar Naga Putih!” tukas Pertapa Goa Kelelawar, kembali melanjutkan serangan mautnya. Bahkan kali ini terlihat jauh lebih hebat dan berbahaya!
Panji tidak sempat lagi berpikir. Serangan Pertapa Goa Kelelawar terlalu hebat dan berbahaya jika dibiarkan begitu saja. Maka ia cepat kembali menggeser badannya, dan langsung sengaja menangkis.
Plakkk! Plakkk!
Dua kali Panji memapak sambaran tangan Pertapa Goa Kelelawar, sehingga membuat tubuhnya terhuyung beberapa langkah ke belakang. Memang tidak aneh, karena Pertapa Goa Kelelawar termasuk salah satu dari sekian banyak tokoh tingkat tinggi yang disegani dan ditakuti kaum rimba persilatan. Tak heran bila kekuatannya sangat hebat.
“Haaat..!”
Sementara, Pertapa Goa Kelelawar sempat terjajar dua langkah ke belakang. Namun, dia tidak jera. Malah dipersiapkannya jurus-jurus berbahaya yang men- datangkan deru angin keras, menggoyangkan pepohonan di sekitar puncak Bukit Ular Emas.
“Pertapa Goa Kelelawar! Tahan seranganmu! Kalau tidak, jangan salahkan bila aku terpaksa harus melawan...!” cegah Panji, masih tetap merasa segan untuk melakukan perlawanan. Pendekar Naga Putih menyadari kalau Pertapa Goa Kelelawar merupakan salah seorang tokoh yang dihormati di kalangan persilatan. Dan ia tidak ingin menanam bibit permusuhan yang hanya akan membuat dirinya mengalami kesulitan. Tapi, tentu saja serangan-serangan itu tidak bisa didiamkan, karena memang bisa mematikan!
Sementara, Pertapa Goa Kelelawar sama sekali tidak mempedulikan peringatan Panji. Serangannya tetap datang bagikan gelombang badai yang hendak merobohkan puncak bukit. Sehingga, mau tidak mau, Panji harus melakukan perlawanan, jika masih ingin selamat Maka kini pertempuran hebat pun pecah. Pertapa Goa Kelelawar tampaknya memang bukan hanya sekadar hendak menguji kepandaian Pendekar Naga Putih. Itu terlihat dari serangan-serangannya yang selalu mengarah pada jalan kematian di sekujur tubuh pemuda ini.
Panji sendiri yang tidak ingin mati konyol, terpaksa melakukan perlawanan dengan mengerahkan ‘Ilmu Silat Naga Sakti’-nya. Tak heran kalau pertempuran pun mulai kelihatan seru dan seimbang. Jurus demi jurus berlalu cepat Kedua tokoh sakti yang segolongan itu saling serang dengan hebatnya.
Hingga ketika pertempuran memasuki jurus yang kelima puluh, Pertapa Goa Kelelawar yang usianya terbilang sangat tua itu ternyata masih tetap tangguh dan belum kelihatan lelah. Dan ini membuat Panji mau tidak mau jadi kagum akan daya tahan tokoh tua itu. Tapi, ia juga merasa penasaran, karena diserang mati-matian tanpa sebab yang jelas.
“Yeaaat..!”
Karena Pertapa Goa Kelelawar masih terus melancarkan serangan-serangan maut yang berbahaya, kesabaran Panji pun mulai hilang. Maka serangan balasannya kini tidak main-main lagi. Tubuhnya cepat berkelebat disertai pendaran sinar putih keperakan yang menebarkan hawa dingin menggigit kulit. Seolah, di puncak Bukit Ular Emas tengah terjadi badai salju.
Setelah lebih dari sepuluh jurus Panji mendesak lawan, mulailah Pertapa Goa Kelelawar merasakan tekanan yang kian menghebat Terutama, hawa dingin yang selalu menyertai setiap sambaran tangan dan kaki pemuda tampan berjubah putih ini. Dan sedikit demi sedikit, Pertapa Goa Kelelawar terpaksa bermain mundur, karena mulai terdesak oleh gempuran-gempuran Pendekar Naga Putih.
Namun sebagai tokoh kawakan yang telah memiliki banyak pengalaman, tentu saja Pertapa Goa Kelelawar tidak mudah ditundukkan. Apalagi ketika kakek tua itu mulai mengeluarkan jurus-jurus pamungkasnya. Maka tekanan serangan balasan dari Panji mulai dapat diimbanginya. Bahkan serangan-serangan balasannya memaksa Panji kini kembali bermain mundur.
“Celaka! Apa sebenarnya yang diinginkan Pertapa Goa Kelelawar? Mengapa sikapnya sekarang sangat aneh. Padahal pada perjumpaan pertama, orang tua ini sama sekali tidak menunjukkan sikap bermusuhan? Tapi sekarang...”
Meskipun tengah menghadapi pertarungan sengit, pikiran Panji terus saja melayang. Dicarinya sebab, apa yang membuat sikap Pertapa Goa Kelelawar berubah. (Untuk mengetahui perjumpaan Panji dengan Pertapa Goa Kelelawar yang pertama, silakan baca serial Pendekar Naga Putih dalam kisah Rase Perak)
Dalam menghadapi lawan tangguh, sebenarnya tidak semestinya pikiran Panji terpecah. Hal ini memang bisa berbahaya bagi keselamatannya, karena pertahanan dirinya akan terbuka. Atau paling tidak, membuat benteng pertahanannya mengendor.
Sementara Pertapa Goa Kelelawar memang seorang tokoh kawakan yang mempunyai banyak pengalaman. Dan begitu melihat adanya kelalaian dalam diri Panji, langsung saja kepalan tangannya menyambar cepat.
Buggg!
“Hukh...!” Pukulan Pertapa Goa Kelelawar bersarang telak di iga Pendekar Naga Putih. Akibatnya, tanpa ampun lagi, tubuh Panji terjungkal deras ke belakang.
“Haiiit..!”
Tapi sebagai seorang pendekar yang setiap kali menghadapi bahaya maut, Panji memang masih bisa menguasai diri. Kendati pukulan orang tua itu sempat bersarang telak di tubuhnya, dan membuatnya terjungkal, keseimbangan dirinya masih bisa terkuasai. Maka dengan bentakan keras, tubuhnya melenting ke udara. Setelah berjumpalitan beberapa kali, kemudian tubuhnya meluncur turun dengan kedua kaki terlebih dulu.
Pertapa Goa Kelelawar sendiri sadar kalau lawannya bukanlah pemuda sembarangan. Maka meskipun telah menyarangkan pukulan telak, tubuhnya langsung melesat mengejar Panji yang masih melayang turun ke tanah.
“Yeaaah...!”
Dibarengi sebuah bentakan mengguntur, Pertapa Goa Kelelawar langsung menggebrak dengan dorongan kedua telapak tangan yang terbuka.
Whusss...!
Angin keras laksana topan prahara seketika menderu begitu sepasang telapak tangan Pertapa Goa Kelelawar meluncur ke arah Panji. Dan kalau sampai pukulan itu mengenai sasaran, keselamatan Panji benar-benar terancam.
Pendekar Naga Putih bukan tidak tahu akan adanya bahaya besar yang mengancam. Meski keadaan tubuhnya memang masih dalam keadaan tidak memungkinkan, terpaksa datangnya gempuran lawan harus disambut Karena untuk mengelak, akan lebih besar bahayanya.
“Heaaat..!”
Dengan sebuah bentakan nyaring, Panji mengempos semangat dan mengerahkan seluruh tenaga saktinya, kalau tidak ingin mati penasaran di tangan Pertapa Goa Kelelawar. Biarpun kakek itu merupakan seorang tokoh tua yang dihormatinya, namun karena serangannya terlalu berbahaya, mau tidak mau Pendekar Naga Putih harus melupakan rasa hormatnya.
Panji memang merasakan dadanya agak nyeri akibat pukulan telak yang mengenai tubuhnya tadi. Namun, tenaga sakti jelmaan Pedang Naga Langit telah bergerak sendiri dan langsung memusnahkan rasa sakit akibat pukulan Pertapa Goa Kelelawar. Dan kini Panji mampu mengerahkan seluruh Tenaga Sakti Gerhana Bulan’-nya. Seketika kedua tangannya dihentakkan ke depan. Dan....
Blarrr!
Dua gelombang tenaga sakti yang maha dahsyat seketika saling bertemu di udara. Ledakan keras yang bagai hendak meruntuhkan puncak Bukit Ular Emas terdengar menggelegar. Bumi tempat berpijak pun bagaikan diguncang tangan raksasa, membuat pepohonan berderak ribut. Akibat yang dialami kedua orang tokoh yang bertarung dan saling mengadu tenaga itu pun cukup mengenaskan. Keduanya terlempar ke belakang, dan terhempas sejauh tiga tombak lebih. Sampai-sampai, mereka tidak bisa menguasai keseimbangan tubuh masing-masing sehingga terbanting jatuh keras ke tanah.
Brukkk!
Panji mengeluh ketika tubuhnya terbanting di tanah keras dan tidak rata. Bagian belakang tubuhnya terasa sakit dan nyeri, membuatnya merintih perlahan. Dan dari mulutnya termuntah darah segar. Jelas, benturan barusan telah mendatangkan luka parah dalam tubuhnya. Namun agaknya kekuatan mukjizat jelmaan Pedang Naga Langit terlihat menunjukkan kehebatannya.
Setelah Panji memuntahkan darah segar, tiba-tiba muncul sinar kuning keemasan yang membawa hawa panas luar biasa. Sehingga, sekujur tubuh Pendekar Naga Putih bagaikan terbakar api. Hanya Panji sendiri yang tahu kalau sinar kuning keemasan berhawa panas yang muncul membungkus tubuhnya, adalah pertanda kalau ‘Tenaga Sakti Inti Panas Bumi’ tengah bekerja menyembuhkan luka dalam yang dialaminya.
Pertapa Goa Kelelawar yang juga terbanting jatuh ketanah, juga langsung memuntahkan darah segar yang kental. Wajah yang biasanya segar kemerahan, tampak pucat bagai tak dialiri darah. Dan napas kakek itu pun terlihat tersengal. Dan tampaknya, kakek itu tidak berusaha bangkit. Maka dapat ditebak kalau keadaannya saat itu memang parah, akibat benturan tadi. Bagian dalam tubuhnya memang mengalami guncangan hebat, sehingga membuat luka dalam yang parah dan membutuhkan waktu cukup lama untuk menyembuhkannya.
Kendati dalam keadaan luka parah, Pertapa Goa Kelelawar sempat menyaksikan adanya pendaran sinar kuning keemasan yang muncul menyelimuti sekujur tubuh Pendekar Naga Putih. Dan ia tidak tahu, dari mana asal sinar kuning keemasan itu. Namun Pertapa Goa Kelelawar menduga, Pendekar Naga Putih juga mengalami luka dalam yang parah seperti dirinya. Hanya saja dia tidak tahu kalau sinar kuning keemasan itu merupakan kekuatan mukjizat yang sanggup menyembuhkan luka dalam maupun segala jenis racun.
Sementara Pertapa Goa Kelelawar masih duduk terengah-engah, saat sinar kuning keemasan yang membungkus tubuh Pendekar Naga Putih perlahan-lahan memudar, untuk kemudian lenyap tanpa meninggalkan bekas. Dan Panji sudah mulai bergerak bangkit berdiri, begitu bagian dalam tubuhnya yang semula terasa nyeri bagai tertusuk ratusan jarum telah lenyap sama sekali. Begitu hebat kekuatan mukjizat ‘Tenaga Sakti Inti Panas Bumi’, hingga sanggup memunahkan pengaruh benturan yang menimbulkan luka dalam di tubuh Pendekar Naga Putih.
Tapi meskipun tubuhnya terluka dalam, yang untungnya tidak membahayakan, tetap saja tenaga yang dimiliki Panji belum sepenuhnya pulih. Dan justru dalam keadaan tidak siap itulah muncul sosok-sosok tubuh yang membuat Panji terkejut dan menjadi tegang! Karena mereka adalah....
"Tiga Harimau Besi, Pendekar Bangau Sakti, dan para pengikutnya...?!” desis Panji ketika mengenali belasan orang yang baru datang itu.
Pendekar Naga Putih memang pernah bentrok dengan mereka beberapa waktu yang lalu. Pendekar Ban- gau Sakti menuduh Pendekar Naga Putih telah membunuh murid-muridnya. Padahal, perbuatan itu tidak pernah dilakukannya. Tapi, Pendekar Bangau Sakti tetap bersikeras. Dan sebenarnya yang membawa tuduhan tidak benar itu adalah Tiga Harimau Besi, yang kini muncul bersama Pendekar Bangau Sakti. (Untuk lebih jelasnya silakan baca serial Pendekar Naga Putih dalam episode Rase Perak)
“Celaka...! Kelihatannya mereka masih tetap memusuhi ku...?” desis Panji, langsung bergerak mundur.
Pendekar Naga Putih melihat sorot mata penuh ancaman dari orang-orang yang baru datang itu. Namun sesungguhnya Panji sudah tidak berminat bertarung melawan orang segolongan. Terlebih, setelah tadi bentrok melawan Pertapa Goa Kelelawar, dan membuat kakek sakti itu terluka dalam. Maka, sebelum mereka tiba lebih dekat, Panji memutuskan untuk segera pergi dari tempat itu. Dan sekali berkelebat saja, tubuhnya sudah melesat seperti bayangan yang semakin menjauh. Untuk kemudian, lenyap ditelan kelebatan pohon-pohon besar.
“Kurang ajar...! Pendekar pengecut itu telah melarikan diri...!” Pendekar Bangau Sakti menggeram marah dan mengepal tinjunya erat-erat. Ia tidak berminat mengejar, karena jarak di antara mereka tadi terpisah cukup jauh. Dan ia pun tahu, kehebatan ilmu meringankan tubuh Pendekar Naga Putih.
“Sebaiknya kita tolong saja Pertapa Goa Kelelawar. Kelihatannya ia mengalami luka dalam yang parah...,” usul salah seorang dari Tiga Harimau Besi.
Pendekar Bangau Sakti tentu saja tahu akan keadaan Pertapa Goa Kelelawar. Maka langsung saja disetujui usul itu. Segera diisyaratkannya agar para pengikutnya segera mengangkat tubuh kakek sakti itu, dan membawanya bergerak meninggalkan tempat itu, bersama yang lainnya.
********************
DUA
Sang Raja Siang telah menampakkan kekuasaannya sejak pagi, hingga tengah hari sekarang ini Sinarnya yang garang memancar ke seluruh permukaan bumi, disebabkan oleh hembusan angin yang juga terasa panas. Di antara kelebatan pepohonan di atas puncak Bukit Ular Emas, sesosok bayangan hitam bergerak cepat menerobos semak belukar. Sosok itu berperawakan kurus dengan tinggi yang tidak wajar. Kendati demikian gerakannya terlihat gesit, seperti hendak memamerkan kepandaian ilmu lari cepat yang nyaris sempurna.
“Hm... Jangan harap kau dapat meloloskan diri dari kejaranku, Manusia Keparat..!” Terdengar bentakan keras yang disusul berkelebatnya sesosok bayangan tinggi besar. Gerakan sosok tubuh ini pun terlihat sangat ringan dan gesit Bahkan kalau dibandingkan dengan sosok tinggi kurus tadi, rasanya ilmu lari cepatnya tidak kalah.
Jarak antara kedua sosok tubuh yang tengah kejar-mengejar itu terlihat semakin dekat. Dari sini dapat diketahui kalau sosok tinggi besar yang melakukan pengejaran memiliki ilmu lari cepat yang lebih tinggi setingkat, dibanding buruannya.
“Haaattt..!”
Ketika jarak di antara mereka kini kurang dari dua tombak, tiba-tiba sosok tinggi besar yang melakukan pengejaran membentak nyaring. Kemudian tubuhnya melesat ke udara dan terus berjumpalitan melampaui kepala buruannya.
Jlig!
Bagaikan seekor burung elang yang menyambar mangsanya, sosok tinggi besar itu melayang turun kurang lebih satu tombak di depan buruannya.
“Sudah kukatakan, kau bakal tidak bisa lolos dari tanganku, Manusia Keparat!” bentak sosok tinggi besar itu menggeram marah dengan sorot mata mengancam.
“Hm..., tidak semudah itu, Pendekar Rase Perak...! Terimalah ini...!” Sosok laki-laki tua bertubuh kecil kurus dan berjubah hitam bermuka pucat itu kelihatannya sama sekali tidak mau menyerah. Bahkan tubuhnya langsung saja melesat ke depan dengan sebuah pukulan maut!
Whuttt..!
Sadar akan kedahsyatan serangan itu, sosok tinggi besar yang dipanggil Pendekar Rase Perak langsung saja menyiapkan jurus pertahanannya. Dengan kedua tangan tersilang di depan dada, semangatnya dikempos. Kemudian dipapaknya pukulan lawan dengan lengan tersilang.
Dukkk!
Dua gelombang tenaga sakti yang menyertai gerakan masing-masing, saling berbenturan keras. Tubuh masing-masing terjajar mundur, tanda kekuatan tenaga dalam mereka seimbang.
“Hmmmh...!” Pendekar Rase Perak kembali menggeram murka. Tubuhnya bergeser ke kanan dengan kuda-kuda kokoh dan indah. Sepasang matanya menyorot tajam, memperhatikan kaki lawannya yang juga sudah bergeser membentuk kuda-kuda harimau. Kelihatannya kakek kecil kurus ini pun tidak mau kalah. Ini terlihat dari kuda-kudanya yang tidak kalah mantap. Bahkan serangan berikut sudah disiapkannya.
“Haaat..!”
Disertai teriakan nyaring, kakek kecil kurus berkulit pucat itu langsung melesat dengan serangkaian seran- gan. Angin besar bertiup, menandai betapa hebat tenaga dalam yang dikerahkannya untuk serangan kali ini.
Pendekar Rase Perak pun tidak mau kalah gertak. Sepasang tangannya yang kokoh dan berbulu halus, bergerak ke kiri-kanan diiringi deru angin keras. Kemudian tubuhnya melesat ke depan disertai teriakan membahana.
“Yeaaat..!”
Dalam waktu singkat saja, kedua tokoh yang sama-sama memiliki kepandaian tinggi itu telah saling menggempur hebat. Keduanya sama-sama gesit dan tangkas. Dalam jurus-jurus pertama, pertarungan terlihat masih seimbang. Dan keduanya berusaha keras saling mendesak menggunakan jurus-jurus tangguh yang jarang duanya.
Ketika pertarungan menginjak jurus kedua puluh, Pendekar Rase Perak yang kelihatannya sangat bernafsu untuk segera melumpuhkan lawan, kembali memperdengarkan bentakan membahana. Tubuhnya yang tinggi besar bergerak lebih cepat, menyambar-nyambar bagaikan seekor rajawali perkasa. Dan ia berusaha mendesak lawannya, melepaskan serangan-serangan yang semakin gencar dan berbahaya.
“Aiiih...?!”
Kakek kecil kurus itu terpekik kaget, ketika iganya nyaris terkena sodokan tangan Pendekar Rase Perak. Untung tubuhnya masih sempat dimiringkan, sehingga pukulan itu lewat setengah jengkal di sampingnya. Kendati demikian, kekuatan angin pukulan Pendekar Rase Perak sempat membuat kuda-kudanya agak goyah, sehingga terhuyung beberapa langkah.
Kesempatan itu tidak dilewatkan Pendekar Rase Perak. Pukulannya yang semula gagal, cepat diputar setengah lingkaran. Sambil melompat pendek, lengan yang kekar berbulu itu langsung dikibaskan mendatar.
Bukkk!
“Hukh...!”
Hebat dan sangat cepat perubahan gerak Pendekar Rase Perak. Sehingga, kakek kecil kurus itu tak sempat lagi menyelamatkan tubuhnya. Akibatnya pukulan lengan yang besar dan kokoh itu singgah di tubuhnya. Dan kakek ini kontan terlempar deras sejauh satu tombak lebih.
“Sekarang tamatlah riwayatmu, Manusia Tengik...!” Usai berkata demikian, Pendekar Rase Perak melesat ke depan dengan sebuah pukulan lurus mematikan. Dari sambaran angin pukulannya, dapat diperkirakan kalau serangan itu mampu menghancurkan batu sebesar gajah. Jelas, nyawa kakek kecil kurus itu tengah dalam bahaya maut
Whuttt..!
Wajah yang pucat tampak semakin pias. Kelihatannya, kakek kecil kurus itu benar-benar sudah tidak berdaya dan pasrah menerima kematian di tangan lawan. Tapi....
Plakkk!
Saat nyawa kakek kecil kurus itu nyaris pindah ke alam baka, tiba-tiba melesat sesosok bayangan tinggi besar lain. Dan pukulan maut Pendekar Rase Perak langsung disambut dengan satu papakan keras. Sehingga, terdengar benturan keras, yang membuat tanah di sekitar tempat itu bergetar bagai digoyang gempa.
Akibatnya, baik tubuh Pendekar Rase Perak maupun sosok tinggi besar yang baru tiba, terpental balik hingga hampir tiga tombak. Dan keduanya tak dapat menguasai keseimbangan tubuh masing-masing, sehingga terpaksa harus terbanting keras di tanah.
Pendekar Rase Perak bergegas melenting bangkit. Kendati bagian dalam dadanya terasa masih agak sesak, namun tokoh sakti ini terlihat masih sanggup bangkit dengan cepat Sepasang matanya langsung menyorot tajam, untuk mengenali siapa manusia usil yang mencampuri urusannya.
“Datuk Serigala Hitam...?!” Terdengar desis berbisik dari mulut Pendekar Rase Perak saat mengenali sosok tinggi besar yang baru datang dan memapaki pukulannya barusan. Ada pancaran rasa terkejut dalam sinar mata tokoh tinggi besar yang selama ini tidak pernah terdengar kabar beritanya.
Sosok tinggi besar berwajah hitam dengan berewok tebal itu pun telah pula bangkit tegak. Perawakannya memang tidak berbeda jauh dengan Pendekar Rase Perak. Mereka sama-sama tinggi besar dan gagah. Bedanya, wajah Datuk Serigala Hitam yang hitam legam ditumbuhi berewok yang tak teratur. Sedangkan Pendekar Rase Perak berwajah bersih dengan kumis dan jenggot tercukur rapi Kini keduanya saling menatap untuk beberapa saat
Sementara itu, kakek kecil kurus yang telah diselamatkan Datuk Serigala Hitam tampak menggeser tubuhnya. Didekatinya sosok tinggi besar yang telah menyelamatkan jiwanya tadi Kakek kecil kurus ini memang tak lain dari Datuk Serigala Putih, yang juga saudara seperguruan Datuk Serigala Hitam.
Mereka datang ke puncak Bukit Ular Emas memang untuk mencari binatang ajaib berupa rase yang berwarna perak. Tapi, tampaknya Datuk Serigala Putih yang berwajah telengas, hendak mencari sendiri binatang ajaib yang menjadi rebutan kaum rimba persilatan. Namun sebelum niat itu terlaksana, dia tertangkap basah, sehingga untung saja Datuk Serigala Hitam cepat datang, dan menyelamatkannya.
“Hm.... Sudah kuduga kalian akan datang ke tempat ini! Karena sebagai manusia-manusia tamak dan jahat, tentu tidak akan pernah merasa puas dan selalu ingin memiliki apa yang dianggap dapat menambah kesaktian. Sayangnya sebelum menemukan apa yang dicari, sudah harus berjumpa dengan aku. Tapi, kalian tidak usah heran. Aku memang sudah lama menunggu-nunggu kedatangan manusia macam kalian berdua...,” ujar Pendekar Rase Perak, seraya menatapi dua orang gembong golongan sesat yang kini berdiri di hadapannya dalam jarak kurang lebih dua tombak.
Kening Datuk Serigala Hitam tampak berkerut begitu mendengar ucapan Pendekar Rase Perak. Kemudian kepalanya menoleh ke arah saudaranya dengan sorot mata mengandung pertanyaan. Ketika melihat kepala Datuk Serigala Putih menggeleng, Datuk Serigala Hitam kembali memalingkan pandangan ke arah Pendekar Rase Perak.
“Ucapanmu sepertinya mengandung maksud tertentu, Pendekar Rase Perak? Coba kau jelaskan kepadaku...?” pinta Datuk Serigala Hitam. Kelihatannya, dia merasa curiga atas perkataan Pendekar Rase Perak. Diduga ada sesuatu yang disembunyikan pendekar tinggi besar itu. Sayangnya, ia belum bisa menduga apa yang ada dalam kepala Pendekar Rase Perak
“Hmh...!” Pendekar Rase Perak hanya mendengus penuh ejekan, tanpa sama sekali memberi jawaban atas pertanyaan datuk sesat itu. Bahkan kelihatannya seperti sengaja hendak membuat dua orang tokoh sesat itu merasa penasaran.
“Grrr.... Apakah harus kuremukkan kepalamu agar menjawab pertanyaanku itu...!” dengus Datuk Serigala Hitam. Tampaknya, datuk sesat ini merasa terhina melihat sikap Pendekar Rase Perak yang menggeram gusar. Wajahnya yang hitam semakin mengelam. Dan sepasang matanya yang lebar bertambah melotot menakutkan.
Melihat kemarahan Datuk Serigala Hitam, Pendekar Rase Perak bukannya gentar. Malah diperdengarkannya suara tawa yang membuat dada Datuk Serigala Hitam serasa hendak meledak. Jelas sekali suara tawa itu mengandung ejekan yang menyakitkan.
“Huh! Keparat ini sepertinya sengaja hendak mengelabui kaum persilatan! Mungkin berita tentang binatang langka itu hanya bualannya saja! Aku curiga, jangan-jangan binatang itu tidak pernah ada...!” Datuk Serigala Putih yang sejak tadi hanya diam mendengarkan, berbisik pelan ke telinga saudaranya. Sementara, sepasang matanya tetap terarah kepada Pendekar Rase Perak.
“Hm... Kalau benar berita bohong itu sengaja di sebarkannya akan kucincang tubuhnya sampai halus! Dan akan kuberikan kepada serigala-serigala peliharaan kita! Agar dia tahu rasa!” geram Datuk Serigala Hitam dengan suara lantang.
Maksud gertakan itu tentu agar didengar Pendekar Rase Perak. Tapi nyatanya, pendekar tinggi besar itu sama sekali tidak memberi tanggapan. Bahkan malah membuat Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih semakin bertambah penasaran. Karena pertanyaan-pertanyaan mereka tetap tanpa jawaban pasti.
“Kurang ajar! Kau benar-benar mencari mati, Pendekar Rase Perak...!”
Srattt!
Seiring suara menggeram marah itu, Datuk Serigala Hitam meloloskan sebuah senjata mengerikan berbentuk gada yang sekelilingnya dipenuhi duri tajam berkilat, berwarna kehijauan. Sekali lihat saja, Pendekar Rase Perak sadar kalau gada di tangan lawannya mengandung racun jahat yang mematikan.
Pendekar Rase Perak segera menggeser langkahnya ketika melihat kedua orang datuk sesat itu sudah menyebar ke kiri kanan mengepung dirinya. Kelihatannya, ia sama sekali tidak merasa gentar meskipun harus menghadapi dua orang dedengkot kaum sesat yang terkenal kejam dan sakti. Apalagi tadi telah menjajal kepandaian Datuk Serigala Putih, yang masih di bawahnya. Maka ia pun bersiap-siap menghadapi keroyokan dua orang datuk sesat itu.
Tiga orang tokoh sakti itu sudah siap saling gempur dengan ilmu-ilmu andalannya. Tapi belum ada seorang pun yang menyerang lebih dulu. Dan masing-masing masih saling meneliti gerak langkah satu sama lain. Kendati demikian, tampaknya pertempuran sudah tidak mungkin dielakkan lagi. Tapi....
“Suittt..!”
Tiba-tiba terdengar siulan nyaring memasuki telinga ketiga orang tokoh yang siap saling gebrak itu. Karuan saja gerakan mereka sama-sama terhenti, langsung memiringkan kepala. Seolah, mereka hendak mendengar lebih jelas, dari mana asal siulan barusan.
Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih tampaknya lebih tahu dan mengenal siulan panjang itu. Terlihat mereka berpandangan sesaat, kemudian saling mengangguk. Seolah, mereka telah mendapatkan kata sepakat. Dan sebelum Pendekar Rase Perak mengerti akan tingkah laku kedua orang calon lawannya, tahu-tahu tubuh dua orang datuk sesat itu sudah melesat pergi ke arah selatan puncak.
Pendekar Rase Perak tentu saja menjadi heran dan menaruh curiga dengan siulan yang menurutnya mirip sebuah isyarat untuk kedua orang datuk itu. Maka tanpa banyak cakap lagi, tubuhnya langsung melesat mengejar kedua orang lawannya.
Tapi baik Datuk Serigala Hitam maupun Datuk Serigala Putih sepertinya tidak ingin diikuti. Begitu merasa ada orang yang mengejar, secara berbarengan keduanya mengibaskan tangan ke belakang.
Siuttt, siuttt..!
Seketika terdengar suara berkesuitan menyertai sambaran delapan sinar putih kehijauan yang menebarkan bau busuk. Tahulah Pendekar Rase Perak kalau kedua orang lawannya telah melepaskan senjata-senjata rahasia beracun untuk mencegahnya.
“Keparat licik...!”
Pendekar Rase Perak tentu saja tidak mau menganggap remeh serangan senjata rahasia kedua orang lawannya. Cepat-cepat gerakannya dihentikan. Kemudian tubuhnya digeser ke kanan untuk menghindari ancaman senjata rahasia beracun kedua orang lawannya.
Tapi meskipun sudah menghindar, tetap saja ada tiga batang pisau kecil yang mengancam tenggorokan, dada, dan perutnya. Sadar kalau senjata rahasia itu sangat beracun, Pendekar Rase Perak cepat mengibaskan tangan kanan disertai pengerahan tenaga dalam. Sehingga, tiga senjata beracun itu langsung runtuh ke tanah.
Pendekar tinggi besar berwajah bersih yang masih terlihat gagah itu menggeram jengkel, begitu menyadari kalau bayangan kedua orang lawannya telah lenyap ditelan kelebatan pepohonan besar yang banyak tumbuh di atas puncak Bukit Ular Emas. Tapi meskipun demikian, ia sama sekali tidak patah semangat Walaupun tidak jelas ke mana arah pergi kedua orang datuk sesat itu, Pendekar Rase Perak bertekad untuk melacaknya.
TIGA
Beberapa saat setelah Datuk Serigala Hitam, Datuk Serigala Putih, dan Pendekar Rase Perak meninggalkan tempat itu, sesosok tubuh sedang terbungkus jubah putih tampak bergerak keluar dari balik rimbunan pohon. Sosok itu tak lain dari Panji yang berjuluk Pendekar Naga Putih.
Sebenarnya, Pendekar Naga Putih memang sudah cukup lama bersembunyi di tempat itu, yakni sejak terjadinya pertarungan antara Pendekar Rase Perak dan Datuk Serigala Putih. Dan ia juga menyaksikan munculnya Datuk Serigala Hitam, yang menyelamatkan nyawa saudaranya.
“Rasanya pertarungan tadi tidak wajar. Menurut penilaianku, kepandaian Datuk Serigala Putih tidak berada di bawah Pendekar Rase Perak. Anehnya, mengapa datuk berwajah pucat itu nyaris tewas hanya dalam beberapa gebrak? Sedangkan menurut perhitunganku, paling tidak kepandaian mereka seimbang. Kalaupun Pendekar Rase Perak dapat mengatasi lawannya, jelas akan memerlukan waktu yang tidak sedikit. Paling tidak pertarungan akan berlangsung ramai, dan mencapai ratusan jurus? Benar-benar aneh...?” gumam Panji sambil memandangi arah kepergian tokoh-tokoh persilatan tadi. Dan ia masih termenung sampai beberapa saat lamanya. Diam seperti patung.
Keanehan-keanehan yang membingungkan ini memang bukan baru pertama kali bagi Panji. Sejak menginjakkan kakinya di puncak Bukit Ular Emas, memang sudah terlihat keanehan pada diri Pendekar Bangau Sakti. Kakek sakti itu menurut penglihatannya, sedang berada dalam keadaan tidak wajar. Sayangnya belum bisa diduga, keanehan apa yang ada dalam diri Pendekar Bangau Sakti. Bahkan sekarang tokoh sakti itu kelihatan sangat memusuhinya dan jelas-jelas menginginkan kematiannya.
Semua keanehan-keanehan itu jelas membuat Panji berpikir keras. Terlebih, sampai saat ini kematian murid-murid Perguruan Bangau Putih masih belum bisa diungkapkannya. Tak heran, kalau Pendekar Naga Putih masih dimusuhi Pendekar Bangau Sakti dan Tiga Harimau Besi. Padahal, mereka semua sama-sama golongan putih. Dan tentu saja Panji tidak bisa menghadapi mereka dalam sebuah pertempuran. Dan terpaksa sikapnya harus selalu mengalah, sebelum menemukan bukti-bukti kalau pembunuh murid-murid Perguruan Bangau Putih bukanlah dirinya, seperti apa yang dituduhkan tokoh-tokoh persilatan.
Untuk lebih jelasnya baca serial Pendekar Naga Putih dalam episode Rase Perak
“Hm... Aku yakin, semua ini mempunyai hubungan erat. Siapa tahu dengan mengikuti ketiga tokoh sakti yang barusan berselisih itu, bisa membawa sedikit sinar terang bagi semua keanehan yang dialami tokoh-tokoh persilatan. Termasuk keanehan yang terlihat pada diri Pendekar Rase Perak...”
Berpikir demikian, Panji langsung saja berkelebat ke arah lenyapnya bayangan tokoh-tokoh persilatan yang barusan berselisih hingga nyaris terjadi pertumpahan darah tadi. Dan Pendekar Naga Putih pun juga tahu kalau penyebab gagalnya pertarungan adalah suitan nyaring yang mirip isyarat rahasia tadi. Maka ingin diketahuinya siapa yang mengeluarkan suitan nyaring, mengandung kekuatan tenaga dalam tinggi tadi. Serta, apa maksud dari suitan itu.
Dengan ilmu lari cepatnya yang telah mencapai titik kesempurnaan, Panji berkelebat laksana sambaran kilat Semak belukar maupun pepohonan lebat tidak menjadi halangan baginya. Tubuhnya terus meluncur sambil tetap memasang indera pendengaran tajam-tajam. Karena memang harus selalu bersikap waspada. Disadari betul kalau saat ini puncak Bukit Ular Emas telah menjadi pusat perhatian kaum rimba persilatan, sehingga bahaya akan selalu datang tanpa terduga. Untuk itu, ia tidak boleh lengah sedikit pun.
Puncak Bukit Ular Emas memang merupakan tempat yang cukup luas. Tidak seperti bukit-bukit lainnya, dataran di atas puncak bukit ini berbentuk memanjang. Selain itu, pohon besar banyak tumbuh di atasnya. Jadi, tidak aneh kalau tokoh-tokoh persilatan yang berdatangan ke tempat itu jarang saling berjumpa satu sama lain. Terlebih Bukit Ular Emas memang bisa didaki dari sisi mana pun, oleh mereka yang berkepandaian tinggi. Sedangkan bagi orang biasa, jangan harap akan sampai di lerengnya saja. Karena, lereng bukit ini nyaris berdiri tegak lurus!
Panji yang bergerak mengandalkan ilmu meringankan tubuh, tiba-tiba menahan langkahnya. Telinganya yang memang telah dipasang tajam-tajam untuk mendengar suara-suara mencurigakan, menangkap adanya bentakan-bentakan dan dentang senjata berada. Dan bisa langsung ditebak kalau tidak jauh dari tempatnya berdiri, tengah terjadi sebuah perkelahian yang kedengarannya cukup sengit.
Tanpa membuang waktu lagi, langsung saja Pendekar Naga Putih bergerak mendekati asal suara pertempuran. Kali ini tentu saja sikapnya lebih berhati-hati. Langkah kakinya diusahakan selunak mungkin, agar kehadirannya tidak sampai diketahui pihak-pihak yang sedang bertarung. Dengan demikian, ia dapat lebih leluasa memperhatikan jalannya pertarungan, sekaligus mengenali orang-orang yang tengah bertarung.
Kira-kira belasan tombak kemudian, dari rimbunan semak belukar, Panji melihat adanya pertempuran yang tengah berlangsung sengit Dan setelah agak dekat, baru dikenali siapa pihak-pihak yang tengah bertempur. Tentu saja kaget bukan main hati Panji ketika mengenali, karena yang tengah bertarung itu adalah Pendekar Bangau Sakti, Tiga Harimau Besi, dan Pertapa Goa Kelelawar. Mereka memang tengah menghadapi belasan orang berpakaian serba hitam yang bersenjatakan golok besar.
Berdebar juga hati Panji ketika melihat pertarungan yang hebat itu. Terlebih ketika menoleh ke arah pertarungan lain. Tampak dua orang datuk yang dikenal sebagai Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih, tengah menggempur Pendekar Rase Perak Bahkan, pertarungan ketiga orang sakti itu jauh lebih hebat, ketimbang pertarungan lainnya.
Menyaksikan semua itu, Panji tidak bisa mengambil tindakan apa-apa. Dan ia memang tidak tahu harus memihak yang mana. Kalaupun nekat muncul, bukan tidak mungkin Pendekar Bangau Sakti serta tokoh-tokoh pendekar lain akan mengeroyoknya. Tentu saja Panji tidak menginginkannya, dan hanya bisa menyaksikan tanpa bisa mengambil keputusan apa-apa.
Tapi pertarungan-pertarungan itu tidak berlangsung lama. Terlebih, ketika pihak belasan orang berpakaian serba hitam yang menjadi lawan Pendekar Bangau Sakti dan kawan-kawannya mulai roboh satu persatu bermandikan darah. Tentu saja tidak terlalu aneh, karena yang dihadapi belasan orang berpakaian serba hitam itu adalah pentolan golongan putih, yang nama besarnya telah menggetarkan rimba persilatan.
Sedangkan di arena lain, Pendekar Rase Perak tampak mulai kepayahan dalam menghadapi keroyokan gembong-gembong golongan sesat itu. Sehingga pendekar gagah itu hanya bisa bertahan dan mengelak, tanpa bisa membalas serangan. Dan kalau dibiarkan berlarut-larut, bukan mustahil Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih akan dapat menghentikan perlawanan Pendekar Rase Perak
Untung saja Tiga Harimau Besi yang telah dapat menghabisi lawan-lawannya, bergegas memberi bantuan, sehingga melegakan hati Pendekar Rase Perak. Dengan terjunnya Tiga Harimau Besi dalam kancah pertempuran, maka gempuran-gempuran Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih tak lagi membuat Pendekar Rase Perak kalang-kabut.
Apalagi kepandaian Tiga Harimau Besi memang tidak bisa dianggap remeh jika maju bersama. Mereka akan lebih kuat dan dapat memainkan jurus-jurus gabungan yang saling isi dan saling melindungi. Sehingga, dua orang datuk sesat itu terpaksa melupakan Pendekar Rase Perak, dan harus mengimbangi serangan-serangan Tiga Harimau Besi.
Sementara itu, Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar yang telah menyelesaikan pertarungan, sejenak melirik ke arah pertarungan yang masih berlangsung. Sebentar kemudian, mereka telah bergerak meninggalkan tempat itu tanpa mempedulikan Pendekar Rase Perak dan Tiga Harimau Besi yang masih bertarung sengit melawan kedua orang datuk sesat itu.
“Kurang ajar...!” Datuk Serigala Hitam meskipun dalam keadaan bertarung, ternyata sempat melirik kepergian Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar. Dia langsung menggeram gusar, seperti tidak akan membiarkan kedua orang tokoh itu pergi begitu saja.
“Yeaaat..!”
Dengan sebuah teriakan mengguntur, tiba-tiba saja Datuk Serigala Hitam melesat maju menggempur lawannya. Sepasang tangannya yang hitam dan berbulu lebat bergerak dengan kecepatan tinggi. Kemudian dikirimkannya serangkaian serangan maut disertai pengerahan seluruh tenaga dalam.
Whuttt, whuttt..!
Tentu saja hebat bukan main gempuran yang dilan- dasi kemarahan itu. Angin berkesiutan menyambar-nyambar, menyertai datangnya dua pasang lengan yang mengandung kekuatan dahsyat
Orang kedua dan ketiga dari Tiga Harimau Besi yang kebetulan menghadapi Datuk Serigala Hitam, tampak terkejut bukan main! Biar bagaimanapun, kepandaian datuk sesat itu masih berada di atas mereka. Sehingga, serangan yang dilakukan dengan seluruh tenaga itu sempat membuat keduanya menjadi terkesiap. Mereka terpaksa berloncatan mundur, tidak berani menyambut langsung gempuran dahsyat itu.
Tapi, Datuk Serigala Hitam tidak menghentikan serangannya begitu saja. Melihat serangannya gagal dan lawan berlompatan mundur ke belakang, tubuh tinggi besar berkulit hitam legam itu melesat mengejar. Langsung dilepaskannya serangan mautnya secara bertubi-tubi. Sehingga, dua orang dari Tiga Harimau Besi menjadi sibuk menyelamatkan diri, mengandalkan kegesitan tubuhnya. Sayangnya, Datuk Serigala Hitam memiliki kecepatan gerak dua tingkat di atas lawan- lawannya. Sehingga....
Bukkk, desss!
“Akh...!”
Dua dari ketiga orang Tiga Harimau Besi langsung menjerit kesakitan hampir berbarengan. Tubuh mereka terjengkang ke belakang, akibat hantaman kepalan sebesar kepala bayi yang tepat mengenai tubuh mereka. Darah segar langsung termuntah keluar dari mulut keduanya, karena pukulan itu membuat bagian dalam tubuh berguncang hebat Maka untuk beberapa saat, kedua orang tokoh itu tidak mampu bangkit berdiri.
Ternyata bukan hanya Datuk Serigala Hitam saja yang merasa marah melihat kepergian Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar. Datuk Serigala Putih pun tidak kalah marahnya. Maka segera diterjangnya Pendekar Rase Perak dan orang tertua dari Tiga Harimau Besi yang menjadi lawannya dengan se-rangkaian serangan maut mematikan.
“Heaaat!”
Kakek kecil kurus berwajah pucat itu berkelebat bagaikan sambaran kilat Meskipun lengannya lebih pendek dan kecil ketimbang kedua orang lawannya, namun serangkaian serangan yang dilancarkan Datuk Serigala Putih tidak bisa dianggap remeh. Tak hanya sambaran angin pukulannya yang berkesiutan, namun juga kecepatan geraknya yang sangat menggetarkan. Dan kini membuat Pendekar Rase Perak dan orang tertua dari Tiga Harimau Besi tidak berani memandang rendah. Mereka berusaha menghindari serangan maut itu, dan mengirimkan serangan balasan yang tidak kalah hebatnya.
Kalau serangan Datuk Serigala Hitam yang disertai amarah itu cukup berhasil, namun tidak demikian halnya Datuk Serigala Putih. Ternyata kedua orang lawan yang dihadapinya jauh lebih kuat. Sehingga bukan hanya kegagalan saja didapatnya, tapi juga berupa serangan balasan yang nyaris membuatnya celaka. Terpaksa kakek kecil kurus itu harus menyelamatkan diri dari gempuran-gempuran maut kedua orang lawannya.
“Yeaaa...!”
Dibarengi lengkingan panjang menggetarkan dada, Datuk Serigala Hitam yang melihat saudaranya kelabakan menyelamatkan diri, segera meluruk bagaikan seekor burung raksasa yang menyambar. Kedua lengannya yang panjang dan besar, membuat gerakan yang mendatangkan hembusan angin keras menggugurkan dedaunan pohon. Bahkan sempat membuat pohon-pohon di sekitarnya berderak ribut, bagaikan hendak tumbang. Jelas, serangan kakek tinggi besar ini memang hebat bukan main!
Tapi, baik Pendekar Rase Perak maupun orang tertua dari Tiga Harimau Besi tidak gentar. Cepat disiapkan jurus untuk menyambut datangnya serangan kakek tinggi besar itu. Dan mereka langsung mengayunkan tangan, memapak gempuran Datuk Serigala Hitam yang mengancam.
“Heaaah...!”
“Haiiit...!”
Disertai teriakan susul-menyusul, Pendekar Rase Perak dan orang tertua dari Tiga Harimau Besi langsung merubah sasaran. Keduanya melesat memapak serangan Datuk Serigala Hitam.
Plakkk, plakkk!
Terdengar suara benturan dahsyat bagaikan dua batang besi beradu, ketika serangan Datuk Serigala Hitam disambut lengan kedua orang lawannya. Akibatnya, tubuh satu sama lain terdorong mundur sampai enam langkah jauhnya. Bahkan Datuk Serigala Hitam sampai agak terhuyung, karena harus menghadapi dua gempuran tenaga sakti sekaligus. Tentu saja kerugian jelas berada dipihaknya.
“Keparat busuk..!”
Datuk Serigala Hitam mengumpat kalang-kabut, kemudian menggeser langkahnya mendekati Datuk Serigala Putih. Sesaat mereka saling berpandangan, kemudian sama-sama menganggukkan kepala seperti memahami isyarat masing-masing. Sebentar kemudian, kedua datuk sesat itu sudah melesat pergi meninggalkan lawan-lawannya, hendak mengejar Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar.
Pendekar Rase Perak dan Tiga Harimau Besi rupanya tidak menduga kalau kedua orang datuk itu akan meninggalkan pertarungan. Mereka sempat tertegun, dan seperti tidak mempunyai keinginan untuk mengejar. Sampai kedua orang datuk itu lenyap dan tidak terlihat lagi bayangan, mereka masih terpaku di situ.
********************
Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar tampak berlari cepat menuju bagian selatan Bukit Ular Emas. Keduanya seperti saling berlomba, mengejar sesosok bayangan perak yang melarikan diri dengan kecepatan kilat. Kalau saja kedua orang ini bukan tokoh sakti berkepandaian tinggi, tidak mungkin dapat mengejar binatang yang tak lain Rase Perak.
Rupanya, kedua tokoh itu sudah menemukan tempat persembunyian Rase Perak, yang tengah menjadi rebutan karena memiliki khasiat luar biasa. Cukup lama kedua tokoh itu mengejar binatang langka berbulu perak yang menggegerkan itu. Sampai akhirnya, binatang itu melesat naik ke atas pohon besar berdaun lebat
“Ha ha ha...! Akhirnya kau menyerah juga...!” ujar Pertapa Goa Kelelawar. Tokoh tua ini memang tiba lebih dulu, baru kemudian Pendekar Bangau Sakti. Kini keduanya berdiri di bawah pohon memandang binatang langka ini.
Binatang mirip musang dan memiliki bulu lebat berwarna perak itu tampak menggereng, memperlihatkan taringnya yang runcing. Binatang ini berdiri dengan tubuh melengkung di atas batang pohon yang agak tinggi. Sepasang matanya berkilat memancarkan kemarahan terhadap kedua orang yang berada di bawahnya.
“Hm...” Pertapa Goa Kelelawar menggumam perlahan. Setelah memandang ke arah tempat Rase Perak berada, kakek berselempang kain putih lebar ini menyedot udara banyak-banyak Kedua tangannya berputaran lambat, memperdengarkan bunyi berkerotokan. Rupanya, Pertapa Goa Kelelawar tengah mengerahkan tenaga saktinya. Kemudian....
“Hah...!” Dengan bentakan keras, Pertapa Goa Kelelawar menghantam batang pohon sebesar dua pelukan orang dewasa itu dengan kedua telapak tangan terbuka.
Krakh...!
Seketika terdengar suara berderak keras yang diiringi bergeraknya pohon besar itu. Kemudian tubuh Pertapa Goa Kelelawar dan Pendekar Bangau Sakti berkelebat ke arah pohon besar yang bergerak hendak roboh.
Rase Perak yang bertengger di atas cabang pohon kelihatan gelisah. Akhirnya, sebelum batang pohon jatuh berdebum ke tanah, binatang langka ini melompat ke tanah dengan kecepatan luar biasa.
Pertapa Goa Kelelawar dan Pendekar Bangau Sakti tentu saja tidak mau membiarkan binatang itu lolos. Disertai pengerahan seluruh kemampuan ilmu meringankan tubuh yang dimiliki, keduanya melesat setelah menotok bagian pohon. Kedua tangan mereka terulur hendak menangkap Rase Perak yang tengah melayang di udara. Tapi, binatang itu rupanya tidak tinggal diam. Meski dalam keadaan melayang di udara, cakar-cakarnya langsung menyambar saat kedua pasang tangan tokoh-tokoh sakti itu hendak menangkapnya.
Brettt, brettt!
“Akh...?!” Baik Pertapa Goa Kelelawar maupun Pendekar Bangau Sakti tentu saja tidak menduga. Mereka kontan terpekik dan kembali meluncur turun. Beberapa jari tangan mereka tampak mengeluarkan darah. Kedua tokoh sakti itu menyeringai, merasakan perih dan panas pada tangan mereka.
“Binatang celaka...!” Pertapa Goa Kelelawar mengumpat geram. Kemudian, dia melompat ke arah jatuhnya Rase Perak. Lalu langsung dilepaskannya sebuah pukulan jarak jauh.
Brash!
Semak belukar tempat jatuhnya tubuh Rase Perak langsung berhamburan, akibat pukulan jarak jauh Pertapa Goa Kelelawar yang amat kuat. Sedangkan tubuh binatang langka itu melambung ke udara, kemudian kembali meluncur deras ke tanah. Tampaknya, binatang itu pun tak luput dari pukulan jarak jauh yang sangat kuat
”Kena kau sekarang...!” seru Pertapa Goa Kelelawar dengan wajah berseri. Dan sebelum tubuh binatang langka itu jatuh ke tanah, kakek sakti itu langsung melesat dengan kedua tangan terulur, siap menangkap tubuh Rase Perak
Tapi sebelum kedua tangan Pertapa Goa Kelelawar sempat menyentuh, tubuh Rase Perak yang berada di udara tiba-tiba menggeliat dengan gerakan mengagumkan. Diiringi desisan marah, sepasang kaki binatang itu langsung menyambar tangan Pertapa Goa Kelelawar!
“Keparat..!” maki Pertapa Goa Kelelawar kaget. Cepat kedua tangannya diputar hingga luput dari sambaran cakar binatang itu. Kemudian tangan kanannya menampar kuat
Whuttt... bukkk!
Tanpa ampun lagi, tubuh binatang yang bentuknya terdiri dari gabungan antara kucing dan musang ini terlempar deras. Tapi, Pertapa Goa Kelelawar pun terkejut ketika tamparannya terasa seperti menghantam benda kenyal dan kuat. Sehingga membuat setengah kekuatan tamparannya membalik. Rupanya, binatang langka yang diperebutkan itu memiliki kekuatan tubuh yang mengagumkan, selain gerakannya cepat luar biasa!
Pada saat tubuh Pertapa Goa Kelelawar berputar untuk melenyapkan tenaga tamparannya yang berbalik, Pendekar Bangau Sakti sudah melesat ke udara. Kedua tangannya sudah terulur, untuk menangkap tubuh Rase Perak yang terpental akibat tamparan kakek sakti dari Goa Kelelawar itu. Pendekar Bangau Sakti merasa yakin kalau akan berhasil mendapatkan binatang langka yang kini tengah melayang dalam keadaan lemas. Dugaannya, binatang itu kemungkinan mengalami luka akibat tamparan rekannya.
Tapi, rupanya Pendekar Bangau Sakti belum berjodoh untuk mendapatkan Rase Perak. Karena pada saat yang bersamaan, tiba-tiba melesat sesosok bayangan putih dengan kecepatan tinggi. Bahkan sosok bayangan putih itu langsung melancarkan tamparan dengan tangan kanan untuk menggagalkan usaha Pendekar Bangau Sakti. Sedang tangan kirinya diulurkan, untuk menangkap tubuh Rase Perak. Tentu saja kemunculan sosok bayangan putih yang sangat tiba-tiba ini membuat Pendekar Bangau Sakti menjadi kaget!
Plakkk!
Rasa kaget Pendekar Bangau Sakti semakin menjadi-jadi ketika merasakan betapa kuatnya tenaga yang terkandung dalam tamparan sosok bayangan putih tadi. Sehingga walau tenaganya sudah ditambah, tetap saja tubuhnya terlempar ke samping. Dan dia memang tidak sampai terluka dan masih dapat menguasai keseimbangan. Tapi, tetap saja jadi marah bukan main!
Sedangkan sosok bayangan putih yang berhasil menggagalkan perbuatan Pendekar Bangau Sakti, tiba-tiba menjadi kaget! Tadi sewaktu tangan kirinya hampir menyentuh tubuh Rase Perak, mendadak saja bertiup angin keras, yang disusul berkelebatnya bayangan hitam. Bahkan bayangan itu langsung melancarkan sebuah pukulan jarak jauh kearahnya.
“Gila...!” Sosok bayangan putih ini mengumpat ketika merasakan betapa hebat dan kuatnya sambaran angin yang mendahului datangnya pukulan jarak jauh itu. Dari bunyi bersuitan yang timbul, disadari kalau serangan itu sangat berbahaya dan tidak bisa dianggap main-main! Maka tangan kiri yang semula siap menangkap tubuh Rase Perak, terpaksa ditarik pulang. Kemudian tubuhnya dilempar ke belakang untuk menyelamatkan diri dari ancaman pukulan maut itu.
Whuttt... blarrr...!
Sambaran angin pukulan berhawa maut itu lewat di atas tubuh bayangan putih yang tengah meluncur turun. Dan kesempatan itu digunakan sosok bayangan hitam yang baru tiba, untuk mengejar Rase Perak yang menjadi idaman setiap tokoh persilatan. Maka tanpa mengalami kesulitan, tangan kanannya yang bebas telah menangkap tubuh binatang langka itu.
“Hua ha ha...! Akhirnya binatang keramat ini berhasil kudapatkan...!” kata sosok tinggi besar berpakaian serba hitam itu disertai tawa bergema. Kemudian tubuhnya berbalik dan melesat meninggalkan tempat itu.
“Hei, tunggu...!” Sosok bayangan putih yang tak lain Panji ini segera saja membentak, lalu tubuhnya melesat cepat melakukan pengejaran. Memang Pendekar Naga Putih tidak ingin kalau binatang keramat yang berupa rase berwarna perak itu sampai jatuh ke tangan orang-orang tak bertanggung jawab dan mempunyai tujuan keji.
“Hm Jangan dikira dapat mencegah kepergianku, Pendekar Naga Putih! Nah, sambutlah pukulanku!” Sambil berseru demikian, tiba-tiba saja sosok bayangan hitam ini berbalik. Dan dengan kecepatan sulit ditangkap mata, tangan kanannya bergerak dua kali melepaskan pukulan jarak jauh yang menerbitkan decit angintajam.
“Hyaaat..!” Kali ini Panji tidak tinggal diam. Disambutnya pukulan jarak jauh lawan dengan mendorongkan kedua telapak tangannya yang terbuka. Seketika serangkum gelombang angin dingin menderu keluar dari sepasang tangan Panji. Dan....
Bresh!
Dua gelombang kekuatan hebat saling berbenturan di udara, membuat sekitar tempat itu bergetar. Dan tubuh Pendekar Naga Putih kontan terpental balik. Tentu saja kenyataan ini membuat Panji kaget, karena tidak mengerahkan seluruh tenaga saktinya. Akibatnya, Panji harus menerima kenyataan pahit.
Kendati tidak mengalami luka dalam, namun bagian dalam dadanya sempat terguncang. Dan itu membuatnya tidak bisa melanjutkan pengejaran, karena harus menenangkan guncangan itu lebih dulu. Kini Panji terpaksa hanya bisa memandang gusar, melihat sosok bayangan hitam itu berkelebatan cepat di antara batang-batang pohon, kemudian lenyap dari pandangan.
“Hm... Aku tidak akan membiarkan kau pergi begitu saja, Maling Hina!” desis Panji. Seketika Pendekar Naga Putih langsung melesat ketika merasakan guncangan dalam dadanya sudah reda.
Tapi keinginan untuk mengejar sosok bayangan hitam itu terpaksa tertunda, begitu dua sosok bayangan berkelebat menghadang jalannya. Kening Panji jadi berkerut dengan wajah gusar. Terlebih ketika mengenali kedua orang yang tak lain Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar!
“Menyingkirlah kalian...!” ujar Panji setengah membentak, karena khawatir akan kehilangan jejak buruannya.
“Hm.... Kaulah yang seharusnya menyingkir dan pergi dari sini, Pendekar Naga Putih! Kalau membantah, terpaksa kami berdua akan mengirimmu ke neraka...!” sahut Pertapa Goa Kelelawar dengan suara din- gin dan wajah membeku. Kelihatannya tokoh sakti ini tidak main-main dengan ancamannya.
Mendengar ancaman itu, Panji menghela napas berat dengan wajah sedih. Ditatapnya wajah kedua tokoh yang berdiri tegak dan siap menempurnya, apabila masih berkeras melanjutkan pengejaran. Dan Panji tahu, kedua tokoh sakti itu tidak main-main.
“Hhh... Kalau saja kalian berdua merupakan tokoh-tokoh dari golongan sesat, aku tidak akan merasa heran! Tapi sebagai pendekar yang selalu menjunjung tinggi kebenaran serta keadilan, tidak layak rasanya kalau kalian berdua mencegah ku yang justru hendak mencegah perbuatan jahat di tempat ini. Terlebih kalian sendiri telah melihat, bagaimana binatang langka itu dilarikan orang yang belum jelas siapa dan di mana tempat tinggalnya. Cobalah kalian berpikir dan pertimbangkan hal ini baik-baik,” ujar Panji sambil menatap wajah kedua tokoh sakti itu bergantian.
“Kau tidak perlu menggurui kami, Pendekar Naga Putih! Dan jangan coba menghalangi tindakan kami, kalau tidak ingin menyesal kelak...!” tukas Pendekar Bangau Sakti. Kelihatannya, dia sama sekali tidak peduli pada sindiran Panji. Bahkan dalam nada suaranya tersirat ancaman bagi keselamatan pemuda itu.
“Ingat, Pendekar Naga Putih. Persoalan di antara kita belum selesai!” lanjut Pendekar Bangau Sakti dengan sorot mata penuh dendam.
“Hhh...” Panji menghela napas sesaat. Dirayapinya wajah kedua orang tokoh sakti yang selama ini selalu dihormatinya. Sayangnya, perbuatan mereka kali ini benar-benar membuatnya kecewa. Nyatanya kedua orang yang disegani dan dihormati kaum persilatan, masih juga menginginkan binatang yang menjadi rebutan pada saat ini.
“Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar! Apakah dalam usia tua seperti sekarang ini, kalian masih juga ingin menjadi jagoan tak terkalahkan sehingga dapat menguasai dunia persilatan? Rasanya, aku tidak percaya kalau kalian melakukan semua ini dalam kesadaran penuh! Pasti ada sesuatu yang tidak beres telah menimpa kalian berdua, termasuk Pendekar Rase Perak dan Tiga Harimau Besi. Makanya, aku terpaksa akan mencegah perbuatan kalian...,” tandas Panji.
Kata-kata Pendekar Naga Putih membuat kedua orang tokoh sakti itu bergerak merenggang. Bahkan mereka siap untuk melayani kemauan Pendekar Naga Putih.
“Hm.... Kau jangan hanya melihat kejelekan orang lain, Pendekar Naga Putih! Coba katakan, apa tujuanmu datang ke Bukit Ular Emas?” sinis dan sangat menghina nada kata-kata Pendekar Bangau Sakti.
Tapi, Panji tetap berusaha tenang dan tidak terpengaruh oleh ucapan yang tajam itu. “Salah satu tujuanku ke Bukit Ular Emas ini adalah untuk mencegah terjadinya pertumpahan darah. Tapi, kalau kalian berpendapat lain, terserah saja. Yang jelas, aku hanya ingin meletakkan sesuatu pada tempatnya. Dan itu adalah keadilan yang selalu dijunjung tinggi kaum golongan putih!” tegas Panji.
Kembali kata-kata Pendekar Naga Putih membuat kedua orang sakti itu menggeram marah. Jelas mereka merasa tersindir oleh ucapan pemuda perkasa itu.
“Hm.... Kalau begitu kau memang harus segera dilenyapkan, Bocah Sombong!” Sambil menggereng, Pendekar Bangau Sakti menggeser langkahnya. Kakinya segera memasang kuda-kuda yang kokoh dan indah, siap melancarkan gempuran terhadap Pendekar Naga Putih.
Pertapa Goa Kelelawar tidak ketinggalan. Kakek bertubuh tinggi kurus itu menggeser tubuh ke kanan. Sepasang matanya menyorot tajam penuh kebencian. Dan ini tentu saja terlihat aneh. Karena sebagai seorang pertapa, tidak semestinya masih terkuasai nafsu amarah dan serakah.
Inilah yang membuat Panji curiga. Kali ini Panji tidak lagi hendak mengelak dari bentrokan. Maka Pendekar Naga Putih sudah bersiap dengan kuda-kuda ‘Naga Sakti Menunggang Bumi’, yang terlihat kokoh laksana batu karang. Sepasang tangannya yang telah membentuk cakar naga, saling bertemu di depan dada siap mengerahkan ‘Tenaga Sakti Inti Panas Bumi’. Memang, hanya tenaga mukjizat itulah yang menurutnya akan sanggup menyingkap keanehan yang ada dalam diri kedua orang lawannya.
Panji memutar kedua tangannya sambil menggeser kakinya saat kedua orang lawan telah bergerak semakin melebar, seperti hendak menggencetnya dari dua arah. Tubuhnya yang saat itu sudah terbungkus sinar kuning keemasan, memancarkan hawa panas menyengat. Sehingga, membuat kedua orang lawannya terlihat kaget. Dan Panji sama sekali tidak peduli.
Meskipun ketiga tokoh ini sudah sama-sama siap tempur, tapi tak seorang pun yang kelihatan hendak memulainya lebih dulu. Karena, bila menyerang lebih dulu berarti membuka pertahanan diri. Sehingga, sampai beberapa saat, mereka masih hanya saling menatap satu sama lain.
EMPAT
“Hyaaat...!”
Karena Pertapa Goa Kelelawar dan Pendekar Bangau Sakti masih juga belum mau memulai serangan, maka Panji mengambil keputusan untuk memulainya. Dibarengi teriakan mengguntur, tubuhnya bergerak cepat ke depan dengan arah menyilang. Dan saking cepat gerakannya, seolah tubuhnya menjelma belasan banyaknya. Tentu saja hal ini membuat kedua orang lawannya menyalurkan tenaga dalam ke mata, agar dapat melihat lebih jelas gerakan Panji.
Tapi meskipun kedua orang pendekar kosen itu sudah menajamkan pandangan mata, tetap saja kesulitan untuk menebak siapa kira-kira yang menjadi sasaran serangan pemuda itu. Dan mereka terpaksa harus mengikuti gerakan tubuh Pendekar Naga Putih.
Bwettt, bwettt!
Dan tahu-tahu saja, sepasang tangan Panji yang membentuk cakar naga meluncur deras mengancam Pertapa Goa Kelelawar. Sekali menyerang saja, cakarnya mengancam dua tempat di tubuh kakek itu.
Tapi, Pertapa Goa Kelelawar yang berkepandaian tinggi itu tentu saja tidak mudah dirobohkan. Saat dua cakar Pendekar Naga Putih mengancam tubuhnya, kakek itu langsung menggeser kakinya ke samping sambil memiringkan tubuhnya. Kemudian dibalasnya dengan tebasan sisi telapak tangan kanan yang mengancam leher Panji. Sementara tebasan itu meluncur mencari sasaran, Pertapa Goa Kelelawar sudah mempersiapkan telapak tangan kirinya yang siap menyusuli.
Serangan balasan Pertapa Goa Kelelawar yang datang laksana sambaran kilat, dielakkan Panji dengan menarik mundur kaki kanan dan memiringkan kepalanya. Sehingga tebasan yang tajamnya tak kalah dengan mata pedang itu lewat satu jengkal di dekat leher. Dan ketika serangan susulan Pertapa Goa Kelelawar datang mengincar dada, langsung disambutnya dengan tamparan dibarengi geseran tubuhnya yang dalam keadaan kuda-kuda rendah.
Plakkk!
Hebat sekali pertemuan dua tenaga sakti tingkat tinggi itu. Suara keras laksana ledakan petir terdengar menggetarkan udara sekitarnya. Dan tubuh keduanya terjajar mundur beberapa langkah. Kendati kekuatan mereka sepertinya seimbang, namun Pertapa Goa Kelelawar merasakan kelainan pada dirinya. Memang tanpa diketahuinya, tangkisan Panji yang berupa tamparan itu sekaligus mengirimkan kekuatan Tenaga Sakti Inti Panas Bumi’ ke tubuhnya yang menjalar melalui lengan. Tentu saja Pertapa Goa Kelelawar kaget bukan main!
“Hmh...!” Maka tanpa membuang waktu lagi, Pertapa Goa Kelelawar langsung mengerahkan tenaga dalamnya untuk mengusir keluar hawa panas yang menjalar melalui lengannya. Sehingga, pengaruh itu lenyap sebelum menyebar ke tubuh dan kepalanya.
Pendekar Naga Putih sendiri sudah tidak memperhatikan perbuatan kakek tinggi kurus itu, karena telah sibuk menghadapi gempuran-gempuran dahsyat yang dilancarkan Pendekar Bangau Sakti. Serangan-serangan gencar tokoh kosen itu membuat Panji harus bermain mundur untuk beberapa jurus. Dan baru kemudian dilancarkannya serangan balasan, setelah membuat tubuh Pendekar Bangau Sakti terjajar mundur dengan sebuah tangkisan tangan kanan yang bergerak menyilang.
“Haiiit...!”
Dengan mengerahkan seluruh kecepatan geraknya, Pendekar Naga Putih segera menggempur Pendekar Bangau Sakti. Sehingga untuk beberapa jurus, Pendekar Bangau Sakti dibuat sibuk oleh sambaran-sambaran cakar naga Panji yang memang cepat bukan main. Semula Pendekar Bangau Sakti mengatur siasat dengan membiarkan Panji menghambur-hamburkan serangannya. Dan dia berharap, tenaga pemuda itu akan sangat berkurang jauh karena diumbar untuk mendesaknya.
Dan ketika lewat dari sepuluh jurus namun kecepatan kekuatan serangan pemuda itu belum juga terlihat mengendor, Pendekar Bangau Sakti mau tidak mau harus mengubah siasatnya. Kalau tadi hanya menghindar dan menangkis, maka kini mulai membangun serangan-serangan balasan dengan jurus ‘Silat Bangau Setan’-nya. Keampuhan dan ketangguhan jurus inilah yang telah membuat namanya terkenal di kalangan persilatan, sehingga dijuluki Pendekar Bangau Sakti.
“Heaaah...!”
‘Ilmu Silat Bangau Setan’ yang menjadi jurus andalan Pendekar Bangau Sakti memang hebat dan indah sekali. Tubuh lelaki gagah itu meliuk-liuk bagaikan seekor bangau besar yang tengah mengamuk. Sambaran-sambaran kedua tangannya yang membentuk paruh bangau, berkelebatan mengimbangi kecepatan gerak Pendekar Naga Putih.
Maka kini kedua tokoh itu bertarung dalam tempo cepat, sehingga sukar dikenali. Apalagi keduanya memang sama-sama mengenakan jubah panjang berwarna putih. Maka kini sulitlah untuk ditentukan, mana Pendekar Naga Putih dan mana Pendekar Bangau Sakti. Yang jelas, keduanya saling serang dan berusaha segera menundukkan lawan masing-masing.
“Hyaaat..!”
Di tengah ramainya pertempuran kedua tokoh itu, tiba-tiba Pertapa Goa Kelelawar mengeluarkan pekikan nyaring merobek langit. Tubuhnya yang tinggi kurus melayang ke tengah kancah pertarungan dan langsung melancarkan serangan ke arah Pendekar Naga Putih. Sehingga, Panji harus mengerahkan seluruh kemampuan untuk dapat mengimbangi kedua orang tokoh kawakan itu.
Pertarungan ketiga orang tokoh sakti itu semakin ramai dan cepat Panji berusaha keras untuk menyarangkan pukulan-pukulannya. Namun, dia selalu saja menemui kegagalan, karena kedua orang lawannya bekerja sama demikian baik dan saling melindungi. Akibatnya, lama-kelamaan justru Panjilah yang menjadi terdesak oleh gempuran-gempuran lawan-lawannya. Bahkan....
Bukkk!
“Hukh...!”
Sebuah hantaman telapak tangan Pertapa Goa Kelelawar bersarang telak di tubuh Panji. Akibatnya, pemuda itu terlempar ke belakang sejauh satu setengah tombak lebih. Kendati demikian, Pendekar Naga Putih masih sempat menguasai keseimbangan tubuhnya dan berjumpalitan dua kali. Baru kemudian, kakinya mendarat ke tanah dengan selamat, kendati kuda-kudanya terlihat agak goyah. Pukulan telak itu jelas sempat menggoncangkan bagian dalam tubuhnya. Tampak lelehan darah sudah mengalir pada sudut bibirnya.
Kesempatan emas selagi tubuh Pendekar Naga Putih baru saja menjejak tanah, tidak dilewatkan begitu saja oleh Pendekar Bangau Sakti. Langsung dilancarkannya serangan maut selagi kedudukan Pendekar Naga Putih belum lagi sempurna.
“Haaat..!”
Whuttt, whuttt!
Sepasang paruh bangau yang membawa angin berkesiutan datang menyambar dengan kecepatan tinggi. Melihat kecepatan serangan, apalagi keadaannya belum sempurna, jelas sulit bagi Panji untuk dapat mengatasinya. Tapi meski dalam keadaan yang sangat sulit seperti itu, Panji tetap berusaha menyelamatkan diri.
Begitu sambaran angin pukulan lawan menerpa tubuhnya, maka tubuhnya dibuat seringan kapas. Sehingga, pemuda itu jadi melayang ke belakang bagaikan selembar daun kering yang tertiup angin. Padahal, serangan lawan belum lagi tiba. Tentu saja kecerdikan itu membuatnya selamat dari sambaran paruh bangau pende- kar kosen itu.
Sementara itu Pendekar Bangau Sakti yang menjadi penasaran, kembali melanjutkan serangan bertubi-tubi. Sedangkan Panji yang kini kedua kakinya merenggang agak tertekuk, langsung saja merubah kedudukannya hingga menyerong. Dan saat serangan lawan datang, langsung disambutnya dengan tangkisan kedua tangannya yang telah dialiri tenaga dalam kuat.
Dukkk, dukkk, plakkk!
Tiga kali berturut-turut sepasang lengan yang bagaikan batang besi itu saling berbenturan keras. Kekuatan tenaga dalam yang memang berimbang, membuat tubuh mereka sama-sama terjajar ke belakang. Dan keduanya menyeringai menahan nyeri pada lengan masing-masing. Tapi Panji yang terjajar mundur empat tindak, langsung mencelat ke depan setelah menjejakkan kakinya kuat-kuat ke tanah. Seketika itu juga, tubuhnya melayang ke depan dengan kedua telapak tangan terbuka terjulur ke arah Pendekar Bangau Sakti.
“Heh...?!” Tampaknya, Pendekar Bangau Sakti sama sekali tidak menduga kalau Pendekar Naga Putih dapat berbuat seperti itu. Sehingga wajahnya terlihat berubah. Bahkan tanpa sadar mengeluarkan seruan tertahan. Dan....
Bresss!
Hantaman sepasang telapak tangan Panji yang telak menggedor dada Pendekar Bangau Sakti kali ini terlihat agak aneh. Kalau biasanya tubuh lawan terlempar deras dan memuntahkan darah segar, kali ini terlempar dalam keadaan tetap membentuk kuda-kuda. Bahkan ketika mendarat ke tanah, ringan sekali kedua kakinya jatuh lebih dulu di tanah. Seolah, hantaman sepasang telapak tangan Panji sama sekali tidak mengandung tenaga dalam.
Tapi, itulah salah satu keistimewaan ‘Tenaga Sakti Inti Panas Bumi’ yang mempunyai mukjizat. Dan Panji ternyata memang telah mengaturnya sedemikian rupa, sehingga hantaman sepasang telapak tangannya tidak membuat Pendekar Bangau Sakti menderita luka parah. Apalagi, Panji juga hanya berniat hanya untuk memasukkan kekuatan tenaga mukjizatnya, ke dalam tubuh tokoh kosen ini. Dengan demikian, andai ada sesuatu yang tidak wajar dalam diri Pendekar Bangau Sakti, ‘Tenaga Dalam Inti Panas Bumi’ akan segera mengusir pergi.
Memang, tenaga mukjizat jelmaan Pedang Naga Langit mempunyai khasiat sanggup mengusir pergi segala jenis racun di dalam tubuh. Bahkan sanggup pula untuk menyembuhkan luka dalam, selama masih baru dan orang yang mengalami luka tidak dalam keadaan sekarat.
Demikian pula apa yang dirasakan Pendekar Bangau Sakti. Hantaman sepasang telapak tangan Panji membuat tubuhnya tampak terselimut sinar kuning keemasan dan menebarkan hawa panas yang kini dirasakan oleh Pendekar Bangau Sakti. Terutama, pada bagian kepala. Di situlah sinar kuning keemasan lebih kentara terlihat.
Panji menyaksikan betapa tubuh Pendekar Bangau Sakti tampak bergetar, kemudian bergulingan di tanah. Maka segera disadari kalau dalam diri pendekar gagah itu memang terdapat ketidakberesan. Dan Tenaga Sakti Inti Panas Bumi’ tengah membakar musnah penyebab aneh itu.
Keadaan yang dialami Pendekar Bangau Sakti, ternyata membuat Pertapa Goa Kelelawar menjadi tertegun. Kakek sakti ini berdiri bagai patung, menyaksikan keadaan kawannya. Sehingga, ia seperti telah lupa kalau di situ masih berdiri Pendekar Naga Putih yang semula menjadi lawannya.
LIMA
“Aaa...!” Tiba-tiba saja Pendekar Bangau Sakti berteriak sambil memegangi kepala sekuatnya dengan kedua tangan. Seolah, bagian kepalanya terasa sakit luar biasa. Sesaat kemudian, tubuh lelaki gagah itu terdiam di tanah tak sadarkan diri.
Panji masih tetap berdiri tegak, memandang robohnya tubuh pendekar sakti itu. Melihat betapa sinar kuning keemasan kini hanya tinggal di bagian kepala saja, Panji pun mengerti kalau ‘Tenaga Sakti Inti Panas Bumi’ tengah menyelesaikan bagian akhir dari pengobatannya. Maka hatinya jadi lega melihat kenyataan itu.
Lain halnya Pertapa Goa Kelelawar. Ketika melihat rekannya roboh tak berdaya, ia menggereng bagai harimau luka. Sepasang matanya tampak memerah saga. Kelihatan sekali betapa Pertapa Goa Kelelawar sangat murka terhadap Pendekar Naga Putih.
“Heaaa...!”
Dibarengi teriakan melengking tinggi, tubuh tinggi kurus itu melesat ke depan dengan sepasang tangan membentuk cengkeraman, siap merobek-robek tubuh Panji. Melihat betapa Pertapa Goa Kelelawar sangat marah dalam menerjangnya, Panji melompat mundur sejauh setengah tombak. Kemudian langsung disiapkannya Tenaga Sakti Inti Panas Bumi’. Kedua tangannya telah disilangkan, siap menyambut serangan Pertapa Goa Kelelawar, sekaligus menyadarkannya dari kesesatan.
“Haiiit..!”
Panji memekik nyaring, kemudian melompat ke depan disertai dorongan kedua tangan. Angin panas pun menyebar seiring dorongan tangannya, yang memang mengandung kekuatan tenaga mukjizat sepenuhnya.
Pertapa Goa Kelelawar tampaknya telah nekat, sehingga sama sekali tidak menarik serangannya. Dan tubuhnya terus melesat ke arah Panji, yang juga sudah siap untuk saling gempur.
Bresh...!
Hebat sekali benturan dua tenaga sakti maha dahsyat itu. Tanah di sekitarnya kontan bergetar, membuat pepohonan berderak dan dedaunan berguguran ketanah. Panji sendiri mengalami hal yang tidak menyenangkan. Tubuhnya terpental deras, bagaikan selembar daun kering diterbangkan angin. Memang, Pertapa Goa Kelelawar telah mengerahkan seluruh tenaga dalam gempurannya kali ini. Tak heran kalau tubuh Panji sampai terpental deras.
Tapi meskipun demikian, Pendekar Naga Putih tidak kehilangan akal. Dan dengan sebuah lentingan manis, tubuhnya berputaran, kemudian meluncur turun ke tanah. Kendati dadanya terasa nyeri dan kuda-kudanya tampak goyah saat mendarat di tanah, namun semua itu tidak dipedulikannya. Karena, benturan itu memang telah membuat ‘Tenaga Sakti Inti Panas Bumi’ berpindah ke dalam tubuh tokoh tua itu. Dan itulah yang diinginkan Panji. Sehingga, ia merasa puas walau harus sedikit menderita.
Sementara itu Pertapa Goa Kelelawar tampak terkejut, karena tubuhnya yang terpental deras, terasa ringan sekali. Dan sekujur tubuhnya kini telah diselimuti sinar kuning keemasan yang berhawa panas membakar. Anehnya, tubuhnya sama sekali tidak terluka karena rasa panas itu. Bahkan pakaiannya pun sama sekali tidak terbakar. Padahal, hawa yang dirasakannya sangat panas!
Brukkk!
Tubuh Pertapa Goa Kelelawar terbanting ke tanah keras. Tapi lagi-lagi tokoh tua itu merasa aneh, karena tubuhnya sama sekali tidak terasa sakit saat jatuh di tanah. Sehingga, ia berusaha bangkit secepatnya. Tapi....
“Aaakh...!” Tiba-tiba Pertapa Goa Kelelawar memekik kesakitan, kemudian berguling-guling di atas tanah. Karena pada saat hendak bangkit, sekujur tubuhnya terasa panas bagaikan terpanggang di atas tungku api.
Panji yang saat itu masih merasakan nyeri dalam dadanya, menatap sosok Pertapa Goa Kelelawar dengan hati puas. Hatinya yakin, pengobatan yang dilakukannya akan berhasil dengan baik. Apalagi ‘Tenaga Sakti Inti Panas Bumi’ sudah seluruhnya dipindahkan ke tubuh lawan. Kalau Pendekar Bangau Sakti yang hanya menerima seperempat tenaga mukjizat itu saja sudah dapat ditolong, apalagi Pertapa Goa Kelelawar yang menerima penuh tenaga mukjizat itu. Sehingga, Panji hanya tinggal melihat hasilnya saja.
Ketika melihat Pertapa Goa Kelelawar sudah jatuh pingsan, Panji menarik napas lega. Apalagi ketika sinar kuning keemasan telah lenyap seluruhnya dari tubuh kakek itu. Dan ketika sinar kuning keemasan itu kembali ke dalam tubuhnya sendiri, semakin legalah hatinya. Kini, Pendekar Naga Putih tinggal menunggu kedua tokoh sakti itu siuman. Panji berharap, setelah sadar nanti, kedua tokoh itu akan pulih dan bisa berpikir secara jernih.
Tengah Pendekar Naga Putih menunggu sadarnya kedua orang tokoh sakti itu, tiba-tiba saja telinganya menangkap suara langkah orang berlari yang halus. Cepat Panji bergerak bangkit dan memandang ke arah asal suara. Dan..., sempat juga hati Panji terkejut ketika mengenali dua sosok bayangan yang tengah bergerak cepat menghampiri tempat itu.
“Kalau aku tidak salah terka, mereka pasti dua orang datuk dari Perkumpulan Serigala Hitam...,” desis Panji. Langsung saja otot-otot tubuh Pendekar Naga Putih menegang. Karena disadari, kedua orang yang baru datang itu merupakan lawan-lawan berat. Dan ia pun langsung bersiap menghadapinya.
“Hua ha ha...!”
Datuk Serigala Hitam yang bertubuh tinggi besar dan berpakaian serba putih, tertawa bergelak ketika melihat pemuda tampan berjubah putih itu tengah berdiri menunggu. Terlebih, ketika melihat adanya dua sosok tubuh yang tergeletak di atas tanah. Maka tawanya pun semakin keras, karena ia kenal baik dengan dua sosok tubuh yang tergeletak itu.
“Luar biasa...! Siapa kira kedua orang tokoh tolol itu dapat kau lumpuhkan, Pendekar Naga Putih! Kau benar-benar membuatku kagum...!” kata Datuk Serigala Putih, begitu datang bersama rekannya. Kata-katanya diiringi tawa yang serak dan tidak enak didengar.
"Tahan...!” Ketika melihat kedua orang datuk itu mengayunkan langkah mendekati tubuh Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar, Panji langsung membentak nyaring. Tubuhnya seketika melayang bagaikan seekor burung elang, kemudian meluncur turun tepat di hadapan kedua orang tokoh sesat itu.
“Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih! Di antara kita tidak pernah ada persoalan. Jadi sebaiknya jangan mencampuri urusanku. Sebaiknya, lanjutkanlah perjalanan kalian,” ujar Panji dengan sorot mata tajam mengandung perbawa kuat.
“Heh heh heh...! Pendekar Naga Putih! Perlu kau ketahui, Pendekar Bangau Sakti tadi kulihat sedang memperebutkan sesuatu. Nah, sekarang serahkanlah benda itu kepada kami. Baru setelah itu kami akan pergi dan tidak mencampuri urusanmu...,” tukas Datuk Serigala Hitam menatap wajah Pendekar Naga Putih lekat-lekat Jelas, ia menuduh Panji yang telah mengambil benda itu di tangan Pendekar Bangau Sakti.
“Hm... Kau salah kalau memintanya kepadaku, Datuk Serigala Hitam. Sejujurnya kukatakan, benda tadi telah direbut oleh sesosok bayangan hitam yang kemudian pergi meninggalkan tempat ini. Aku tidak sempat mengejar, karena tengah menghadapi mereka berdua...!” jelas Panji.
Tapi kata-kata Panji malah disambut tawa penuh ejekan oleh kedua orang datuk sesat itu. Jelas, mereka sama sekali tidak percaya dengan cerita Pendekar Naga Putih. Bahkan menganggap kalau cerita itu hanyalah karangan pemuda itu saja.
“Hm.... Tidak kusangka kalau pendekar muda yang dipuja tokoh persilatan setinggi langit, ternyata hanya seorang pengecut dan pendusta! Sungguh sayang...,” sindir Datuk Serigala Putih yang kelihatannya mulai tak sabar.
"Terserah kalian. Yang jelas, aku sudah berkata jujur...!” tegas Panji, mantap. Dan ini membuat kedua orang datuk itu saling berpandangan untuk sesaat.
“Kalau begitu, kami harus memaksa dengan kekerasan, Pendekar Naga Putih...!” dengus Datuk Serigala Hitam menyiratkan kemarahan yang ditahan sejak tadi.
Panji tidak menyahut. Hanya langkahnya digeser ketika melihat kedua orang tokoh sesat itu mulai bergerak menyebar mengepung. Dan Pendekar Naga Putih segera menyiapkan ilmu andalannya untuk menghadapi kedua orang datuk lihai ini.
Tapi pertarungan yang sekiranya akan pecah mendadak tertunda, begitu terdengar suara langkah kaki orang berlari yang mendekati tempat ini. Seketika ketiganya saling melempar pandang ke arah datangnya suara langkah itu.
“Hm.... Untuk kali ini, aku terpaksa mengampunimu, Pendekar Naga Putih! Tapi lain kali, pasti kami akan mencarimu untuk merebut Rase Perak yang kau sembunyikan...!” Setelah mengucapkan kata-kata bernada ancaman, Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih langsung melesat meninggalkan tempat itu. Dan memang, mereka tahu siapa orang yang datang hingga langkah kakinya terdengar itu.
Panji hanya menghela napas perlahan, dan mulai dapat menduga mengapa kedua orang datuk itu meninggalkannya. Dugaannya memang tidak meleset, karena tidak berapa lama kemudian bermunculan Pendekar Rase Perak dan Tiga Harimau Besi. Mereka inilah yang membuat kedua orang datuk dari Perkumpulan Serigala Hitam terpaksa menghindar.
Tentu saja bukan karena kedatangan mereka yang membuat kedua orang datuk itu pergi. Yang jelas karena adanya Pendekar Naga Putih yang telah melumpuhkan Pendekar Bangau Sakti serta Pertapa Goa Kelelawar. Dan kalau saja Pendekar Naga Putih sampai bergabung bersama Pendekar Rase Perak serta Tiga Harimau Besi, tentu akibatnya akan celaka.
“Lihat! Pendekar Naga Putih telah mencelakakan Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar! Pasti Rase Perak itu telah direbutnya...!”
Yang berteriak demikian adalah Baswara, orang pertama dari Tiga Harimau Besi. Tokoh berkepala botak dengan wajah dipenuhi berewok ini memandang Panji dengan sorot mata penuh kebencian. Dan telunjuknya ditudingkan ke wajah pemuda tampan berjubah putih itu.
“Kurang ajar! Ayo kita habisi pemuda keparat itu...!” Jiranta yang merupakan orang kedua dari Tiga Harimau Besi juga memperlihatkan kemarahan dan kebenciannya. Bahkan tubuhnya sudah melesat lebih dulu, langsung meluncur turun di hadapan Panji.
Melihat betapa ancaman kembali datang, Panji menghela napas berat Karena, lagi-lagi harus berhadapan dengan tokoh-tokoh segolongan. Ini yang membuat Panji merasa sedih dan menyesal. Tapi karena teka-teki ini yang menyelimuti Bukit Ular Emas harus bisa diungkapkan, terpaksa mereka harus dihadapi demi tegaknya kebenaran.
Dengan sorot mata tajam, Panji menatapi wajah keempat orang tokoh itu satu persatu. Dan ia merasa sedikit heran, melihat hanya pada wajah Pendekar Rase Perak saja ditemukan semacam ketidak wajaran. Sedangkan pada wajah Tiga Harimau Besi, Panji tidak melihat keanehan itu. Tentu saja hal ini membuat keningnya berkerut dan otaknya berputar mencari jawaban.
Tapi, keempat orang tokoh itu tidak memberi kesempatan kepada Panji untuk berpikir lebih lama. Mereka yang sudah mengepung, langsung saja menyerbu pemuda itu dengan serangan-serangan maut. Terutama sekali, Tiga Harimau Besi yang kelihatannya sangat benci sekali terhadap Panji. Terbukti serangan-serangan mereka terlihat lebih ganas dan keji.
Panji sendiri tidak tinggal diam begitu saja. Setelah melihat kalau hanya pada Pendekar Rase Perak terdapat ketidakwarasan, maka segera dihindarinya serangan Tiga Harimau Besi. Dan seketika tubuhnya digeser mendekati Pendekar Rase Perak. Tokoh bertubuh gagah itulah yang menjadi sasaran utamanya.
“Haaat..!”
Disertai lengkingan panjang yang menggetarkan dada, tubuh Panji berkelebat cepat menghindari serangan gencar dari Tiga Harimau Besi. Dan dia terus mendekati seraya melancarkan serangan balasan kepada Pendekar Rase Perak yang hanya sesekali melancarkan serangan. Tapi pertarungan sengit itu tidak berlangsung lama, karena tiba-tiba saja....
“Berhenti...!”
Terdengar bentakan menggelegar yang membuat pertarungan terhenti untuk sesaat Dan kelima tokoh yang sedang bertarung langsung sama-sama menolehkan kepala ke arah bentakan itu.
Pendekar Naga Putih tersenyum lebar, ketika melihat Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar telah berdiri tegak dengan angkernya. Melihat sinar mata yang ditujukan ke arah Pendekar Rase Perak dan Tiga Harimau Besi, tahulah Panji kalau kedua orang tokoh sakti itu sudah tidak memusuhinya lagi. Dan sekarang ia yakin kalau Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar sudah tidak lagi dalam pengaruh aneh yang belum diketahui penyebabnya.
“Sungguh memalukan!” Bentakan itu keluar dari mulut Pendekar Bangau Sakti. Kelihatannya, ia merasa marah terhadap keempat tokoh yang mengeroyok Pendekar Naga Putih. Dan ini membuktikan kalau Pendekar Bangau Sakti jelas-jelas memihak Panji.
“Benar! Sebagai orang gagah yang dihormati orang banyak, tindakan kalian jelas sangat memalukan! Bagaimana kalian bisa bertindak tidak terpuji seperti ini. Seharusnya kalian merasa malu!” timpal Pertapa Goa Kelelawar, ikut mencela perbuatan keempat orang tokoh itu.
Tentu saja ini membuat Tiga Harimau Besi kebingungan. Jelas, sama sekali tidak disangka kalau Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar akan berkata seperti itu.
“Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar! Apakah kalian sadar dengan ucapan kalian ini...?” tegur Baswara dengan wajah merah padam. Demikian pula kedua orang saudaranya yang terlihat sangat marah mendengar ucapan kedua orang tokoh sakti itu. Hanya Pendekar Rase Perak yang berdiri sambil mengerutkan kening, dengan wajah sama sekali tidak menunjukkan perasaan apa-apa.
Panji yang melihat dan mendengar apa yang diucapkan kedua orang tokoh sakti itu, segera saja mendekat Kemudian, dibisikkannya sesuatu ke telinga Pendekar Bangau Sakti yang lebih dekat
“Maaf, Ki. Kalau boleh mengajukan usul, sebaiknya kalian berdua menghadapi Tiga Harimau Besi. Sedangkan Pendekar Rase Perak biar menjadi bagianku...,” ujar Panji tanpa mengenyampingkan rasa hormatnya. “Aku melihat ketidakwajaran dalam diri Pendekar Rase Perak. Sama seperti ketidakwajaran dalam diri kalian berdua sebelumnya...”
Mendengar ucapan terakhir Pendekar Naga Putih, kedua tokoh tua itu saling bertukar pandang sejenak. Tampaknya, mereka belum begitu mengerti ucapan pemuda itu, sehingga segera menatap Panji menuntut penjelasan.
“Agak panjang ceritanya. Sebaiknya, selesaikan dulu persoalan ini. Baru nanti, akan ku jelaskan semuanya...,” ujar Panji ketika melihat sorot mata penuh tuntutan dari kedua orang tokoh tua itu.
Melihat kesungguhan di wajah Pendekar Naga Putih dan melihat adanya keanehan yang samar pada diri Pendekar Rase Perak, maka Pertapa Goa Kelelawar dan Pendekar Bangau Sakti akhirnya menyetujui usul Panji. Dan keduanya sudah bergerak menghampiri Tiga Harimau Besi yang tampak semakin kebingungan.
Baswara saling bertukar pandangan dengan kedua orang saudaranya sejenak Seolah, mereka tengah merembuk tindakan apa yang bakal diambil untuk menghadapi keadaan seperti ini. Dan meski hanya melalui pandang mata saja, tampaknya mereka sudah saling mengetahui. Ketiganya tampak sama-sama menganggukkan kepala setelah beberapa saat saling berpandangan satu sama lain.
“Hei...? Hendak ke mana kalian...?!”
Pendekar Bangau Sakti terkejut dan heran ketika Tiga Harimau Besi malah hendak pergi meninggalkan tempat itu. Sebagai orang yang telah cukup mengenal baik Tiga Harimau Besi, tentu saja Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar menjadi heran bukan main. Sehingga bukannya mengejar, mereka malah saling bertukar pandang dan sama-sama menggeleng bingung.
“Cegah mereka...! Jangan biarkan pergi dari tempat ini...” seru Panji yang saat ini sudah bertarung dengan Pendekar Rase Perak.
Mendengar teriakan Pendekar Naga Putih yang jelas-jelas tidak menginginkan ketiga orang tokoh itu pergi, keduanya pun segera melesat mengejar. Meski tidak tahu jelas persoalannya, tapi mereka ingin tahu mengapa Tiga Harimau Besi seperti ketakutan dan memusuhi Pendekar Naga Putih. Untuk mengetahui semua itu, mereka memang harus menahan Tiga Harimau Besi dan minta penjelasan.
ENAM
Panji tidak lagi mempedulikan Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar yang mengejar Tiga Harimau Besi, karena disibuki oleh serangan gencar Pendekar Rase Perak. Dengan menggunakan jurus-jurus andalan, Pendekar Rase Perak mampu membuat Panji harus mengerahkan kelincahannya untuk menghindari serangan.
“Heaaah...!”
Setelah lewat lima jurus, Panji mulai membangun serangan balasannya. Tubuhnya berkelebat cepat disertai sambaran cakar naganya yang menimbulkan angin berkesiutan. Sehingga dalam jurus-jurus selanjutnya, Pendekar Rase Perak tidak bisa lagi mendesak Panji. Bahkan seluruh tenaga dan kecepatannya harus dikerahkan untuk mengimbangi gerakan Panji yang memang cepat bukan main.
Jurus demi jurus terus berlalu. Pendekar Rase Perak yang berusaha untuk segera merobohkan Panji, terus saja mendesak dengan serangan-serangan dahsyat. Tapi Panji memang sudah siap menghadapi, sehingga dapat melayani dengan baik. Bahkan dengan pengaruh Tenaga Sakti Gerhana Bulan’ yang membawa hawa dingin Pendekar Rase Perak dapat didesaknya. Sehingga, pendekar penghuni Bukit Ular Emas ini merasa bagai terkurung amukan badai salju. Pengaruh hawa dingin menggigit, membuat gerakannya mulai kacau. Malah serangan-serangannya pun tidak lagi terarah.
Melihat keadaan lawan, Panji semakin memperhebat serangan-serangannya. Bahkan telah pula mengganti tenaganya dengan ‘Tenaga Dalam Inti Panas Bumi’, yang tentu saja membuat lawannya terkejut Karena pergantian hawa yang mendadak, membuat jurus-jurus Pendekar Rase Perak semakin bertambah kacau. Dan kesempatan itu dipergunakan Panji sebaik-baiknya.
Plak, plak, desss...!
Dua kali sambaran tangan Panji memang berhasil ditanggulangi. Namun untuk yang ketiga kali, Pendekar Rase Perak harus menelan kenyataan pahit, ketika sebuah hantaman telapak tangan mendarat di dadanya. Tubuhnya kontan terjajar mundur. Meskipun hantaman itu tidak terlalu telak, namun cukup membuat pernapasannya tersumbat sesaat Hingga pendekar kosen itu sempat goyah kedudukannya, saat berhasil meredam daya dorong yang dialaminya.
“Haiiit..!”
Selagi Pendekar Rase Perak belum dapat memperbaiki kuda-kudanya, Panji segera menyusuli dengan serangan kilat Tubuhnya, segera melesat ke depan, disertai dorongan sepasang tangannya dengan pengerahan Tenaga Sakti Inti Panas Bumi sepenuhnya. Begitu cepat gerakannya, sehingga....
Bresh!
“Aaakh...!” Tanpa dapat ditahan lagi, tubuh Pendekar Rase Perak terlempar deras, lalu terbanting jatuh ke tanah. Tenaga Sakti Inti Panas Bumi’ yang dipaksa masuk ke dalam tubuh lawan, membuat tokoh kosen itu tidak mampu lagi bangkit berdiri. Dia malah berteriak kesakitan sambil berguling-guling bagai tengah menerima azab menyakitkan. Pada saat itu, dua bayangan berkelebat cepat dan berhenti tepat di sebelah Panji, yang tengah mengawasi Pendekar Rase Perak
“Apa yang kau lakukan terhadapnya, Pendekar Naga Putih...?” terdengar teguran tak senang dari salah seorang yang baru datang ini.
Panji menoleh dan mendapati Pertapa Goa Kelelawar serta Pendekar Bangau Sakti tengah menatapnya dengan sorot mata mengancam. Rupanya, kedua orang tokoh itu tidak tahu apa yang tengah terjadi terhadap Pendekar Rase Perak Dikira, Pendekar Naga Putih telah menyakiti.
Sebelum menjawab pertanyaan kedua orang tokoh itu, Panji kembali berpaling menatap sosok Pendekar Rase Perak Dan ketika melihat penghuni Bukit Ular Emas itu sudah tergeletak tak sadarkan diri, barulah tatapannya kembali ke arah kedua tokoh itu.
“Hhh...! Syukurlah, sebagian kabut yang menyelimuti Bukit Ular Emas telah dapat kuusir...,” ujar Panji disertai helaan napas penuh kelegaan.
“Apa maksud ucapanmu, Pendekar Naga Putih...?” tanya Pendekar Bangau Sakti.
“Sebelum menjelaskan semua yang terjadi, sebaiknya aku yang bertanya lebih dulu kepada kalian berdua,” tukas Panji, membuat kedua orang itu saling bertukar pandang sejenak.
“Katakan, apa yang ingin kau ketahui...?” tanya Pendekar Bangau Sakti cepat
"Tolong ceritakan pengalaman kalian, sebelum atau sesudah berada di Bukit Ular Emas. Baru setelah itu, bisa kuberi penjelasan kepada kalian...,” pinta Panji.
Mendengar permintaan Pendekar Naga Putih, kedua orang tokoh sakti itu tidak buru-buru menjawab. Mereka termenung beberapa saat untuk mengingat semua apa yang telah dialami. Panji sendiri tidak terburu-buru. Dibiarkannya kedua orang tokoh itu untuk mengingat peristiwa- peristiwa yang belakangan ini dialami.
“Hm.... Setelah kita berjumpa pada saat kau berselisih dengan Tiga Harimau Besi, aku mendahuluimu pergi menuju Bukit Ular Emas untuk berjumpa Pendekar Rase Perak yang menjadi sahabat lamaku. Saat itu memang kulihat adanya keanehan pada diri sahabatku ini. Sayangnya, aku tidak begitu peduli. Bahkan sama sekali tidak curiga ketika Pendekar Rase Perak menjamuku di tempat kediamannya. Setelah itu...”
Pertapa Goa Kelelawar menghentikan ceritanya. Keningnya berkerut dalam seperti tengah berusaha menguras ingatannya. Tapi kemudian hanya helaan napas disertai keluhan penuh sesal yang keluar dari mulutnya.
“Maaf, Pendekar Naga Putih. Aku tidak tahu apa-apa lagi setelah itu,” lanjut Pertapa Goa Kelelawar.
Melihat keadaan lelaki tua itu yang seperti berusaha keras mengingat, Panji pun tersenyum maklum. Dapat diduga, bahwa ada sesuatu yang terjadi setelah Pertapa Goa Kelelawar dijamu Pendekar Rase Perak.
“Apakah saat itu kau melihat ada orang lain di tempat kediaman Pendekar Rase Perak?” tanya Panji, setelah terdiam sesaat. Dan begitu melihat Pertapa Goa Kelelawar menggeleng, Panji segera mengalihkan perhatian kepada Pendekar Bangau Sakti.
“Pengalamanku tentu saja sangat berbeda jauh dengan Pertapa Goa Kelelawar...” Pendekar Bangau Sakti mulai bercerita ketika melihat Pendekar Naga Putih berpaling menatapnya. “Saat itu, aku memang tengah dalam perjalanan untuk menyusul murid-muridku, yang lebih dulu ku tugaskan untuk menyelidiki keadaan di Bukit Ular Emas. Tak lama kemudian, datang Tiga Harimau Besi mengunjungi tempatku. Mereka menceritakan kalau murid-murid yang kutugaskan untuk menyelidik, telah tewas terbunuh olehmu, Pendekar Naga Putih. Bersama Tiga Harimau Besi sebagai penunjuk jalan, dan disertai beberapa orang muridku yang lain, kami pun menuju tempat kejadian. Tapi sebelum tiba di tempat tujuan, sesosok tubuh tinggi besar telah menghadang perjalanan kami. Tentu saja aku marah, karena tanpa bicara lagi sosok tinggi besar itu langsung menyerang dengan jurus-jurus maut. Anehnya, di saat pertarungan berlangsung, tiba-tiba saja ada seseorang yang membokongku dari belakang. Kemudian..., aku tidak ingat apa-apa lagi. Karena, aku telah roboh tak sadarkan diri...”
Pendekar Bangau Sakti mengakhiri ceritanya. Kendati demikian, wajahnya tampak merah padam. Sepertinya hatinya penasaran dan marah apabila mengingat kejadian yang baginya sangat memalukan.
“Ah...! Aku ingat sekarang...!” seru Pertapa Goa Kelelawar tiba-tiba, sehingga mengejutkan Panji dan Pendekar Bangau Sakti.
Seketika Panji dan Pendekar Bangau Sakti menatap kakek pertapa tinggi besar itu.
“Pada saat aku tengah dijamu Pendekar Rase Perak, tiba-tiba saja Tiga Harimau Besi muncul dan bergabung bersama kami. Dan kemungkinan besar, setelah itu aku sudah tidak sadarkan diri. Hm... Sekarang baru ku rasakan aneh atas kehadiran Tiga Harimau Besi yang begitu tiba-tiba. Saat itu, aku memang tidak menaruh curiga, karena Tiga Harimau Besi selama ini kuanggap sebagai orang gagah yang selalu menegakkan keadilan. Tapi.... Rasanya sekarang aku baru menaruh curiga terhadap mereka...,” jelas Pertapa Goa Kelelawar. Rupanya orang tua itu baru teringat tentang adanya Tiga Harimau Besi dalam perjamuan beberapa waktu lalu. Ingatan itu tentu saja diperoleh setelah Pendekar Bangau Sakti menyebut-nyebut tentang ketiga tokoh itu.
“Nah, persoalan sekarang terasa semakin jelas. Dan aku menduga orang yang membokong Pendekar Bangau Sakti adalah salah satu dari Tiga Harimau Besi. Serangan mereka tentu saja berhasil dengan baik, karena Pendekar Bangau Sakti sudah pasti tidak akan mengira. Dan mengenai sosok tinggi besar yang menghadang perjalanan, sudah jelas adalah dalang dari semua kejadian ini. Menurutku, Tiga Harimau Besi telah menjadi pembantu dari sosok tinggi besar yang terselubung teka-teki itu. Dugaanku ini tentu saja bukan tanpa alasan kuat. Karena, Tiga Harimau Besi kelihatan demikian membenci ku. Bahkan berkeras menuduhku sebagai pembunuh dari murid-murid Perguruan Bangau Putih. Sepertinya, mereka sengaja hendak mengadu domba di antara kita...,” kata Panji, mengutarakan dugaannya setelah mendengar cerita dari kedua orang tokoh sakti ini.
“Jadi kau benar tidak melakukan pembunuhan terhadap murid-muridku...?” tanya Pendekar Bangau Sakti, meminta ketegasan Pendekar Naga Putih.
“Percayalah, Pendekar Bangau Sakti. Kalaupun mereka bersalah terhadapku, belum tentu aku akan membantai demikian kejamnya,” tegas Panji.
“Hm.... Aku percaya kepadamu, Pendekar Naga Putih. Tapi..., rasanya aku tidak yakin kalau Tiga Harimau Besi begitu tega berlaku curang terhadap rekan segolongan. Aku kenal betul, siapa mereka bertiga. Dan selama kukenal, mereka adalah tiga laki-laki gagah yang selalu menentang segala jenis kejahatan. Benar-benar sulit diterima kalau sekarang mereka telah berubah dan berpaling dari jalan kebenaran...,” desah Pendekar Bangau Sakti. Kelihatannya, dia memang masih tetap ragu kalau Tiga Harimau Besi telah berpaling dan memihak orang- orang jahat
“Untuk itu rasanya kita perlu bukti-bukti,” timpal Pertapa Goa Kelelawar, angkat bicara. “Sebaiknya kita datangi saja kediaman Tiga Harimau Besi dan menanyakan semua ini...”
“Usul itu rasanya cukup baik. Tapi, tentu saja harus mengikutsertakan Pendekar Rase Perak. Sebab, kelihatannya rekan kita itu pun telah mengalami suatu kejadian yang mungkin akan menambah pengetahuan kita...,” Pendekar Bangau Sakti mengingatkan kawan-kawannya terhadap penghuni Bukit Ular Emas yang saat itu masih belum juga sadarkan diri.
Tanpa membuang-buang waktu lagi, ketiga tokoh itu bergerak menghampiri Pendekar Rase Perak. Mereka duduk mengelilingi penghuni Bukit Ular Emas yang masih pingsan.
"Tidak lama lagi pasti ia akan tersadar...,” ujar Pendekar Naga Putih setelah memeriksa tubuh Pendekar Rase Perak Dan Panji meminta agar kedua tokoh sakti itu sabar menunggu beberapa saat lagi.
“Panji...,” panggil Pertapa Goa Kelelawar. Rupanya dia belum mengerti, apa yang telah dilakukan pemuda itu terhadap Pendekar Rase Perak dan juga terhadap mereka berdua. “Kalau kau tidak terlalu pelit untuk membagi pengetahuan kepada kami berdua, tolong jelaskan, cara apa yang digunakan untuk melenyapkan pengaruh yang selama ini membuat kami tak sadar dengan segala tindakan kami...”
Mendengar pertanyaan Pertapa Goa Kelelawar, Panji tersenyum tipis. Kemudian tanpa rasa kebanggaan sedikit pun terhadap kemampuannya, diceritakanlah mengenai adanya suatu tenaga mukjizat dalam dirinya secara lengkap. Terutama sejak Panji menemukan satu tanaman langka yang kabarnya hanya muncul setiap seratus tahun sekali.
“Bukan main...!” seru Pertapa Goa Kelelawar berdecak penuh kekaguman, “Aku memang pernah mendengar tentang adanya bunga mukjizat itu. Dan aku sempat pula mengetahui bahwa kaulah yang telah mendapatkannya. Tapi sama sekali tidak kusangka kalau bunga itu ada yang menjaganya. Jadi, meskipun bunga abadi itu telah diberikan kepada orang lain, kau tetap memperoleh keuntungan karena kejujuran dan kemuliaan hatimu. Aku turut bangga, karena Pedang Naga Langit yang menjadi penjaga bunga abadi jatuh ke tanganmu. Tidak bisa kubayangkan, apa yang akan terjadi seandainya pedang mukjizat itu sampai jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggung jawab. Pastilah malapetaka besar yang akan menimpa penghuni alam dunia ini...”
“Yaaah... Kami turut bersyukur kalau pedang mukjizat itu jatuh ke tanganmu. Dan aku juga merasa kagum, karena kau tidak lupa diri, meski telah memilikinya. Terlebih kau adalah penerus dari kami yang sudah tua-tua ini. Selamat untukmu, Panji...,” ucap Pendekar Bangau Sakti berkata sejujurnya tanpa rasa iri sedikit pun dalam hati.
Tentang asal mula Pedang Naga Langit, silakan ikuti serial Pendekar Naga Putih dalam kisah Bunga Abadi di Gunung Kembar
Pembicaraan ketiga pentolan kaum golongan putih itu terhenti, begitu mendengar keluhan ringan dari Pendekar Rase Perak Mereka serentak berpaling ke sosok lelaki gagah yang menjadi penghuni Bukit Ular Emas. Terlihat dia mulai bergerak sadar dari pingsannya.
Sepasang mata Pendekar Rase Perak terbuka perlahan. Ada keheranan dalam kedua matanya, ketika melihat tiga sosok tubuh yang mengelilinginya. Dan tokoh ini merasa kaget ketika dapat mengenali dua di antara tiga orang yang duduk mengelilinginya.
“Pertapa Goa Kelelawar, Pendekar Bangau Sakti!” seru Pendekar Rase Perak bergegas bangkit dan menatap heran dua orang tokoh yang telah dikenalnya. “Apa yang terjadi? Mengapa aku bisa berada di sini...?” Pendekar Rase Perak kemudian menoleh ke arah Panji. Ditatapnya wajah pemuda tampan itu dengan kening berkerut, menyiratkan keheranan.
“Sahabat! Pemuda ini adalah pendekar muda yang menjadi buah bibir seluruh kaum golongan putih, yang saat ini namanya semakin dikenal dan ditakuti kaum golongan hitam...,” jelas Pertapa Goa Kelelawar memperkenalkan Panji dengan nada bangga.
“Maksudmu..., dia Pendekar Naga Putih...?!” terka Pendekar Rase Perak sambil meneliti sosok Panji dari kaki sampai ke kepala.
“Benar, sahabat..,” kali ini Pendekar Bangau Sakti yang menyahuti. Kemudian Ketua Perguruan Bangau Putih ini menceritakan serba singkat mengenai peristiwa yang dialami Pendekar Rase Perak. Termasuk, cerita tentang dirinya dan Pertapa Goa Kelelawar. Lalu, Pendekar Bangau Sakti meminta agar penghuni Bukit Ular Emas itu menceritakan pengalamannya.
Kendati masih agak heran, Pendekar Rase Perak tidak menolak untuk menceritakan kejadian-kejadian yang dialaminya. Dengan serba singkat, tokoh ini menuturkan apa yang diingatnya sampai bertarung dengan Pendekar Naga Putih.
“Hm... Sekarang aku semakin curiga pada Tiga Harimau Besi...,” gumam Pendekar Bangau Sakti setelah mendengar penuturan penghuni Bulat Ular Emas, yang juga melibatkan Tiga Harimau Besi.
"Tiga Harimau Besi datang menemui Pendekar Rase Perak, dan mengatakan akan membantu untuk menghadapi tokoh-tokoh yang memperebutkan binatang langka miliknya. Setelah itu, muncul tokoh aneh bertubuh tinggi besar yang kemudian sempat bertarung dengan Pendekar Rase Perak. Namun ternyata Pendekar Rase Perak roboh tak sadarkan diri, karena dibokong secara licik!” kata Panji mengulang cerita Pendekar Rase Perak, sekadar untuk mengingatkan dan membuka tabir yang membuat tokoh-tokoh sakti dari golongan putih ini bersikap aneh dan memusuhinya.
“Maksudmu Tiga Harimau Besi yang telah membokong Pendekar Rase Perak secara licik. Begitu, bukan?” Pendekar Bangau Sakti melanjutkan dugaan Panji, karena apa yang dialami Pendekar Rase Perak hampir mirip dengan pengalamannya.
“Benar!” tegas Panji, kali ini bukan lagi hanya sekadar menduga. "Tiga Harimau Besi muncul menemui Pendekar Bangau Sakti. Kemudian muncul tokoh bertubuh tinggi besar yang menyerang tanpa alasan. Setelah itu, Pendekar Bangau Sakti dibokong secara licik! Begitu pula yang dialami Pendekar Rase Perak Nah! Bukankah dari kedua peristiwa ini sudah jelas kalau Tiga Harimau Besi perlu diselidiki! Menurutku, merekalah kunci dari semua kejadian yang menimpa kalian bertiga. Juga, terbunuhnya murid-murid Perguruan Bangau Sakti, dan jatuhnya Rase Perak ke tangan tokoh aneh itu. Dia memang merebutnya dari tangan Pendekar Bangau Sakti yang pada saat itu masih dalam pengaruh aneh, sehingga membuatnya tidak sadar akan semua yang dilakukannya...”
“Kalau begitu, apa lagi yang ditunggu? Sebaliknya, segera saja kita datangi kediaman Tiga Harimau Besi untuk meminta penjelasan atas semua perbuatannya?” Setelah berkata demikian, Pendekar Bangau Sakti bangkit berdiri. Kelihatannya, ia telah siap mendatangi Tiga Harimau Besi yang diduga menjadi sumber dari semua keanehan yang dialami ini.
“Nanti dulu, Sahabat..!” cegah Pendekar Rase Perak, seraya berdiri. “Sebaiknya aku ingin meminta penjelasan dulu dari Pendekar Naga Putih tentang kebenaran jatuhnya Rase Perak ke tangan tokoh aneh yang belum diketahui asal-usulnya itu...”
“Benar, Ki. Binatang peliharaan mu itu telah jatuh ke tangan orang aneh yang menjadi dalang dari semua kejadian ini!” jelas Panji tanpa ragu sedikit pun.
“Kalau benar begitu, sungguh celaka! Dan kalau Rase Perak sampai disembelihnya, berarti kita akan menghadapi sebuah tugas yang sangat berat dan berbahaya. Karena apabila darah Rase Perak diminum, lalu dagingnya dimakan, sulit rasanya bagi kita untuk dapat menundukkannya. Ia akan menjadi kebal, serta memiliki tenaga sakti yang berlipat ganda! Benar-benar berbahaya...!” keluh Pendekar Rase Perak Wajahnya nampak memperlihatkan kecemasan. Karena sebagai pemilik binatang langka itu, ia tahu betul segala kha- siat dan kemukjizatan binatang peliharaannya.
Mendengar ucapan Pendekar Rase Perak, mau tidak mau ketiga tokoh yang berada di tempat ini sama-sama menjadi tegang dan cemas. Tentu saja mereka sadar, betapa berbahayanya apabila tokoh aneh yang belum diketahui nama dan asal-usulnya itu telah mendapat binatang langka yang menjadi rebutan tokoh-tokoh persilatan.
Dan tentunya, akan sangat berbahaya apabila apa yang diucapkan Pendekar Rase Perak benar-benar terjadi. Jangankan setelah mendapatkan binatang langka itu. Bahkan sebelum memperoleh binatang itu pun, tokoh aneh yang membuat kekacauan telah sedemikian saktinya. Buktinya, sampai saat ini para tokoh golongan putih itu sama sekali belum mengetahui, siapa tokoh yang menjadi biang keladi dari semua kejadian ini.
“Sebaiknya mengenai tokoh aneh itu, kita pikirkan belakangan. Sekarang yang terpenting, Tiga Harimau Besi harus ditemukan untuk minta pertanggungjawabannya...!” ucap Pendekar Bangau Sakti, menyadarkan semuanya.
Panji serta dua tokoh lainnya sama mengangguk setuju. Dan tanpa membuang-buang waktu lagi, keempat orang tokoh sakti itu pun bergegas meninggalkan tempat ini. Tujuan mereka adalah Bukit Harimau Kembar, yang menjadi tempat tinggal Tiga Harimau Besi. Untuk mencapai tempat itu dari Bukit Ular Emas, bisa memakan waktu kurang lebih dua hari. Tapi soal itu tidak menjadi pemikiran, yang penting mereka ingin selekasnya tiba di tempat kediaman Tiga Harimau Besi.
********************
TUJUH
Dengan pengerahan ilmu meringankan tubuh tingkat tinggi dan hanya berhenti jika perut lapar, setelah dua hari dua malam tibalah keempat tokoh sakti itu di kaki Bukit Harimau Kembar. Mereka berhenti sejenak, menatapi bukit yang memang terlihat indah dan menyenangkan untuk ditinggali. Bukit Harimau Kembar ternyata bukan hanya nama saja, karena memang berupa dua bukit yang berbentuk kepala dua ekor harimau saling berhadapan. Dan di tempat inilah Tiga Harimau Besi membangun tempat tinggalnya.
Puas menatapi bentuk bukit yang memang sangat langka, Panji dan tiga tokoh tingkat tinggi lain bergegas mendaki puncaknya. Tidak seperti Bukit Ular Emas, lereng bukit yang menjadi tempat tinggal Tiga Harimau Besi tidaklah sulit didaki. Terlebih, oleh keempat orang tokoh sakti seperti mereka. Maka dalam waktu singkat saja, mereka telah tiba di puncak. Kini mereka berdiri menatap sebuah bangunan besar yang hanya satu-satunya di puncak Bukit Harimau Kembar.
Tempat kediaman Tiga Harimau Besi memang cukup megah. Sayangnya, tidak kelihatan terawat dengan baik. Bahkan menimbulkan kesan jorok bagi yang melihat. Malah lebih tepat, bangunan kokoh yang dikelilingi tembok kokoh itu sepertinya tidak pernah dihuni orang. Tentu saja keadaan bangunan itu membuat keempatnya saling berpandangan.
“Heran? Bagaimana Tiga Harimau Besi bisa kerasan tinggal di dalam bangunan yang kelihatan tidak terurus ini? Atau mungkin tempat ini telah lama ditinggalkan...?” gumam Pendekar Bangau Sakti. Tampaknya Pendekar Bangau Sakti termasuk paling mengenal baik pemilik tempat itu. Karena, tempat tinggalnya sendiri memang tidak terlalu berjauhan. Hanya terpisah setengah hari perjalanan.
Kini mereka bergerak hati-hati mendekati bangunan itu. Tidak adanya halangan dan tanda-tanda kehidupan, membuat mereka semakin waspada bercampur heran. Apalagi melihat pintu gerbang bagian dalam tampak terbuka lebar. Sementara beberapa bagian, bangunan itu telah dipenuhi sarang laba-laba.
“Kurang ajar! Tempat ini jelas-jelas sudah lama tidak ditinggali...!” geram Pendekar Rase Perak begitu memasuki bagian dalam tempat tinggal Tiga Harimau Besi. Dia menyaksikan peralatan di dalamnya sudah dipenuhi kotoran.
Sedangkan Panji, Pertapa Goa Kelelawar, dan Pendekar Rase Perak sudah bergerak memeriksa seluruh ruangan bangunan. Dan mereka mendapati kalau tempat itu memang sudah tidak layak untuk dihuni. Tapi Pendekar Naga Putih masih juga belum merasa puas. Tidak dipedulikan ketiga kawannya yang sudah merasa tidak perlu memeriksa lebih jauh. Panji terus memeriksa sekeliling bangunan sampai ke bagian belakang. Baru setelah tidak menemukan adanya manusia di seluruh tempat ini, ia pun kembali menemui kawan-kawannya.
"Tiga Harimau Besi jelas sudah tidak tinggal di tempat ini lagi...!” jelas Pendekar Naga Putih setelah berkumpul bersama.
“Sekarang apa yang harus kita lakukan...?” tanya Pendekar Bangau Sakti meminta pendapat
"Tokoh aneh bertubuh tinggi besar itulah yang harus kita lacak sekarang. Dan aku yakin, Tiga Harimau Besi pun pasti berada bersama tokoh itu...,” tukas Panji.
Kata-kata Pendekar Naga Putih langsung disetujui ketiga tokoh sakti itu. Dan keempatnya langsung meninggalkan puncak Bukit Harimau Kembar, untuk mencari tokoh aneh yang telah membuat kekacauan.
********************
“Ki Sugandi! Apakah semua warga desamu telah berkumpul di tempat ini...?” tanya seorang lelaki botak berwajah berewok, seraya menatap tajam lelaki berusia lima puluh lima tahun yang berdiri terbungkuk-bungkuk disebelahnya.
“Sudah, Tuan,” sahut laki-laki yang dipanggil Ki Sugandi. “Mereka semua ada di depan...”
Lelaki botak tidak lain Baswara dan merupakan orang pertama dari Tiga Harimau Besi, mendengus setelah mendapat jawaban memuaskan dari Ki Sugandi. Kemudian Baswara bangkit berdiri, lalu berjalan ke depan dengan dada membusung. Begitu sampai, sepasang matanya yang tajam menyapu wajah-wajah di hadapannya.
“Kalian semua dengar baik-baik...!” ujar Baswara disertai pengerahan tenaga dalam. Sehingga gema suaranya terdengar jelas di telinga warga Desa Warutan. “Aku tahu, selama ini kalian hidup kurang berkecukupan. Hasil panen kalian tidak begitu memuaskan. Terlebih, oleh adanya pajak yang cukup besar dari pemerintah. Nah! Kedatanganku ke desa ini untuk membuat kehidupan kalian menjadi lebih baik daripada sekarang. Tapi untuk mendapatkan kehidupan layak, kalian semua harus patuh terhadap segala perintahku. Mengerti...?!”
“Mengerti...!” sahut penduduk Desa Warutan. Tentu saja mereka menjadi gembira mendengar janji Baswara. Kalaupun ada yang tidak menyahut, itu hanya beberapa orang saja. Dan mereka ini cukup cerdik untuk tidak menyatakan persetujuannya begitu saja, karena apa yang diinginkan lelaki botak itu belum jelas.
“Maaf, Tuan. Boleh bertanya sedikit...?” kata salah seorang penduduk. Kelihatannya, penduduk ini agak terpelajar. Dan dia segera tampil ke depan untuk mengutarakan apa yang ada dalam pikirannya.
Melihat lelaki bertubuh sedang yang usianya tidak lebih dari tiga puluh tahun itu maju, Baswara mendengus jengkel. Kemudian diberikan isyarat dengan kepala kepada salah seorang saudaranya yang juga berada di tempat itu.
Lelaki tinggi kurus berwajah pucat dan bermata sayu yang tak lain dari Jiranta atau orang kedua dari Tiga Harimau Besi, tentu saja mengerti isyarat kakaknya. Dan tanpa banyak cakap lagi, kakinya melangkah menghampiri lelaki yang hendak bertanya. Kemudian....
Jtarrr!
“Akh...!”
Tanpa bicara sepatah pun, Jiranta langsung saja melecutkan cambuk di tangannya ke tubuh lelaki sial itu. Tentu saja cambukan seorang tokoh seperti Jiranta berakibat mengiriskan. Lelaki bertubuh sedang itu langsung terpental dan ambruk di tanah. Tubuhnya langsung menggelepar dengan batok kepala retak. Kemudian, dia tewas tanpa sempat mengucapkan sepatah kata pun!
Karuan saja tindakan Jiranta membuat keadaan menjadi gempar! Seketika terdengar teriakan penduduk bernada mencela. Bahkan Ki Sugandi yang merasa bertanggung jawab atas keselamatan warganya, bergegas tampil ke depan. Dia langsung menyatakan keberatannya atas perbuatan orang kedua dari Tiga Harimau Besi itu.
“Hm.... Sudah kukatakan dari semula, aku paling tidak suka dibantah! Siapa saja yang merasa tidak senang dan tidak mau menurut, maka kematianlah yang bakal diterima...!” tandas Baswara. Sama sekali tidak dipedulikan sikap Ki Sugandi yang terlihat ingin menentangnya.
Apa yang dikatakan Baswara kembali dibuktikan Jiranta dan Kunda Lawing. Dua orang adik seperguruan Baswara itu langsung saja bertindak menyiksa siapa saja yang menunjukkan sikap menentang. Sebentar saja, telah ada delapan orang warga Desa Warutan yang tergeletak tanpa nyawa. Dan akhirnya, perbuatan itu membuat puluhan warga desa menjadi ketakutan. Dengan wajah pucat, mereka berkumpul duduk di atas tanah. Karena, memang sudah disaksikan sendiri akibatnya bagi mereka yang berani menentang Tiga Harimau Besi.
“Bagaimana, Ki Sugandi? Apakah kau masih tidak mau mendengarkan kata-kata kami...?” tanya Baswara dengan senyum mengejek.
“Apa sebenarnya yang kau inginkan dari kami, Kisanak?” Merasa tidak mungkin dapat melakukan perlawanan terhadap Tiga Harimau Besi, Ki Sugandi akhirnya hanya bisa pasrah.
“Penguasa negeri sekarang telah bertindak tidak adil! Untuk itu, aku membutuhkan tenaga warga desamu. Kau tidak perlu berbuat apa-apa. Tapi suatu saat nanti, kalian kuperintahkan untuk ikut berperang menumbangkan penguasa lalim yang sekarang ini. Dan kalian tidak boleh membantah! Ingat! Siapa saja yang membantah, kematianlah yang akan didapat’” tegas Baswara.
Tentu saja kata-kata Baswara membuat Ki Sugandi terkejut. Tapi lelaki tua itu tidak membantah lagi, karena tahu kalau Baswara tidak akan segan-segan menurunkan tangan jahatnya kepada siapa saja yang membantah.
“Baik! Kami akan siap menanti perintah...,” sahut Ki Sugandi tanpa keraguan sedikit pun, meski dalam hati merasa tidak setuju melihat tindakan Tiga Harimau Besi yang hendak mengajak untuk mengadakan pemberontakan itu. Ki Sugandi menyetujui karena sadar kalau berani membantah, sudah pasti ketiga orang tokoh yang diketahuinya berkepandaian tinggi itu akan membantai semua penduduk Desa Warutan. Dan ia tidak ingin hal itu sampai terjadi.
“Bagus!” sahut Baswara disertai tawa bergelak mendengar jawaban memuaskan dari Ki Sugandi. “Dan kau harus mempersiapkan warga desamu, serta melatihnya agar bisa berperang. Ajarkan apa yang kau bisa kepada mereka semua. Kelak, aku akan datang lagi ke tempat ini...”
Setelah berkata demikian, Baswara bergerak meninggalkan Ki Sugandi yang masih berdiri termangu, diikuti dua orang saudaranya. Hampir bersamaan, mereka meloncat ke atas punggung kuda masing-masing, siap meninggalkan Desa Warutan.
"Tunggu!”
Baswara dan kedua orang saudaranya yang siap hendak pergi, segera mengurungkan niatnya. Bentakan yang mengandung kekuatan tenaga dalam itu, membuat kepalanya menoleh ke arah asal suara.
“Hm..., orang-orang Perguruan Pedang Buntung...,” gumam Baswara, segera meloncat turun dari atas kudanya. Baswara melangkah menghampiri seorang lelaki berusia empat puluh tahun, yang datang bersama belasan orang pengikutnya.
“Selama ini, kudengar Tiga Harimau Besi adalah orang-orang gagah yang selalu menentang kejahatan! Tapi, siapa sangka kalau sekarang ini tak lebih dari perampok rendah!” ujar lelaki itu dengan suara tegas dan tarikan bibir penuh ejekan.
“Lalu apa yang kau inginkan, Kisanak...?” tukas Baswara dingin dan memandang rendah lawan bicaranya. Sedang di kiri dan kanannya telah berdiri Jiranta dan Kunda Lawing. Keduanya siap memberi pelajaran kepada orang yang kurang ajar itu.
“Hm.... Meskipun nama besar Tiga Harimau Besi sudah sangat terkenal dan ditakuti, tapi kami orang-orang dari Perguruan Pedang Buntung tidak akan tinggal diam melihat ketidakadilan berlangsung di depan mata! Sebagai orang yang berada di jalan lurus, kami siap mempertaruhkan nyawa demi menegakkan keadilan!” tegas lelaki bertubuh sedang, seraya mencabut pedang buntungnya dari pinggang.
“Kalau begitu, kau sengaja mencari mati...!” ejek Baswara. Segera saja kakinya melangkah maju, diikuti kedua orang saudaranya.
“Kami bukanlah orang-orang yang takut dengan kematian...!
Haaat..!” Disertai teriakan keras, lelaki bertubuh sedang berpakaian berwarna coklat tua itu langsung melompat sambil mengibaskan pedang buntungnya.
Bwettt..!
Baswara yang menjadi sasaran pedang buntung itu, bergegas menggeser tubuhnya ke kanan. Kemudian langsung dikirimkannya serangan balasan berupa tendangan kilat.
Plakkk!
Tendangan Baswara memang berhasil dipatahkan laki-laki bertubuh sedang itu dengan tangisan tangan kiri. Tapi, tangkisan itu malah membuat murid Perguruan Pedang Buntung ini terjajar mundur. Jelas, tenaga dalam Baswara jauh di atas murid ini. Baswara tertawa mengejek, kemudian mengirimkan serangan gencar dan ganas. Sepasang tangannya yang membentuk cakar harimau dan mengandung tenaga dalam kuat, menyambar-nyambar mencari sasaran. Hingga akhirnya....
Brettt, brettt..!
“Aaaa...!” Tokoh Perguruan Pedang Buntung itu meraung kesakitan begitu dua sambaran cakar Baswara telah mengoyak tubuhnya sehingga mengalirkan darah segar. Dan ketika Baswara menyusulinya dengan sebuah tendangan keras, lelaki itu jatuh terjengkang mencium tanah. Sesaat kemudian, tubuh itu diam tak bergerak setelah nyawanya berpindah ke alam baka.
Hanya berselisih sedikit waktu, Jiranta dan Kunda Lawing pun sudah pula mengakhiri perlawanan murid-murid Perguruan Pedang Buntung yang lain. Sehingga dalam waktu yang singkat, Tiga Harimau Besi kembali menunjukkan kehebatan dan keganasannya di mata penduduk Desa Warutan. Begitu telah menyelesaikan seluruh pertarungan, Baswara memberi isyarat pada kedua adiknya. Mereka segera naik ke punggung kuda masing-masing, lalu bergerak meninggalkan Desa Warutan.
********************
DELAPAN
Dalam perjalanan mencari tokoh yang dianggap sebagai biang keladi dari semua kejadian di puncak Bukit Ular Emas, Panji dan tiga orang tokoh lain merasa terkejut dan geram bukan main. Karena dari beberapa desa yang dilalui, mereka mendengar kalau Tiga Harimau Besi telah mengganas membunuhi puluhan penduduk. Bahkan dari keterangan yang diperoleh secara rahasia, Tiga Harimau Besi tengah menyusun kekuatan untuk menumbangkan penguasa negeri. Tentu saja berita itu membuat ketiganya terkejut
“Hm.... Jika demikian, jelaslah sudah kalau Tiga Harimau Besi telah meninggalkan jalan kebenaran! Dan menurutku, mereka pasti tidak akan berani melakukan rencana pemberontakan ini, tanpa dukungan orang kuat. Jelasnya, mereka pasti mempunyai hubungan dengan salah seorang pembesar istana!” dengus Pertapa Goa Kelelawar.
“Aku pun berpikiran demikian. Dan jangan-jangan, tokoh itulah yang menjadi dalang rencana pemberontakan ini,” sambut Pendekar Rase Perak menimpali.
“Apakah yang kau maksudkan tokoh itu adalah seorang pembesar istana...?” tanya Pendekar Bangau Sakti, ketika mendengar perkataan Pendekar Rase Perak.
“Aku yakin bukan!” Panji yang menyahuti. “Mungkin bisa saja ada pembesar istana yang hendak memberontak. Kemudian tokoh itu mengajukan diri untuk membantu. Lalu diperintahkannya Tiga Harimau Besi untuk menyusun kekuatan dari arah luar. Sementara, si tokoh dan pembesar itu menyiapkan pasukan dari dalam. Dengan demikian, Tiga Harimau Besi yang terkenal di kalangan persilatan sebagai pembela keadilan, akan menimbulkan keresahan dan pertentangan di an-tara tokoh-tokoh golongan putih. Hal ini jelas sangat berbahaya, dan tidak bisa dibiarkan begitu saja!”
“Gila...! Ini berarti tugas kita semakin berat! Kalau si tokoh itu berada di dalam kotaraja, jelas sangat sulit untuk meringkusnya. Bisa-bisa, kitalah yang dituduh sebagai pemberontak!” ujar Pendekar Bangau Sakti, sama sekali tidak menyangka kalau persoalan akan berkembang sedemikian besarnya.
“Memang tugas kita akan bertambah sulit. Dan untuk itu, kita terpaksa harus ke kotaraja. Maka satusatunya jalan, kita harus mencari serta menghubungi pembesar yang benar-benar jujur. Lalu, semua perbuatan Tiga Harimau Besi kita laporkan. Nah! Dengan mengandalkan pembesar jujur ini, kita bisa tahu siapa pengkhianat dalam istana. Serta, si tokoh yang kurasa selalu mendampingi pembesar pemberontak itu...,” papar Panji.
Tentu saja dugaan pemuda itu berdasarkan pengalaman-pengalamannya selama ini. Karena sudah beberapa kali persoalan seperti ini ditemuinya. Dan umumnya, tokoh-tokoh sesat berkepandaian tinggi selalu memburu kedudukan atau pun kesenangan. Jalan pintas untuk menuju ke situ, tentu saja dengan berhubungan baik pada pejabat-pejabat kerajaan yang culas dan tidak pernah merasa puas.
“Hm.... Apa yang kau utarakan itu memang cukup masuk akal. Tapi bagaimana caranya agar kita dapat masuk ke kotaraja tanpa dicurigai...?” tanya Pendekar Rase Perak sedikit bimbang.
"Terpaksa kita harus mencari jalan sendiri-sendiri untuk masuk ke kotaraja. Dan kita akan bertemu di sebuah kedai makan yang terletak paling dekat dengan istana. Bagaimana? Apakah kalian setuju?” Panji mengajukan usul.
Pertapa Goa Kelelawar, Pendekar Bangau Sakti, dan Pendekar Rase Perak langsung menyatakan persetujuannya.
“Kalau begitu, kita berangkat sekarang,” ujar Panji. Mereka pun berpisah, meninggalkan tempat ini.
********************
Kotaraja Bengkalan ternyata aman-aman saja. Rupanya rencana pemberontakan belum terdengar sampai ke dalam kota. Bisa jadi, ini karena kecerdikan tokoh yang memberi perintah kepada Tiga Harimau Besi. Desa-desa taklukan ketiga tokoh itu terletak jauh dari kotaraja. Sehingga, kabar tentang bakal adanya pemberontakan belum memasuki kotaraja.
Meskipun agak mencemaskan, namun ketenangan suasana Kotaraja Bengkalan telah memudahkan Panji dan tiga orang rekannya untuk melewati gerbang penjagaan. Mereka masuk melalui gerbang yang berlainan, sehingga dapat berkumpul kembali di sebuah kedai makan yang agak besar. Tentu saja pertemuan itu berlangsung, setelah masing-masing dari mereka telah terlebih dulu mencari keterangan tentang pejabat yang benar-benar jujur. Sehingga, dalam pertemuan itu mereka bisa saling bertukar pendapat.
Pada saat kotaraja dalam keadaan tenang dan aman seperti itu, tentu saja tidak menimbulkan kecurigaan orang apabila ada yang mencari keterangan tentang pejabat yang benar-benar jujur. Itu sebabnya, baik Panji maupun ketiga orang tokoh lain dapat mencari keterangan tanpa kesulitan. Dan pada saat bertemu di kedai makan, mereka saling mengutarakan keterangan yang didapat Yang paling menggembirakan dalam pertemuan itu adalah, adanya persamaan nama pejabat jujur yang disebutkan.
“Ketenangan suasana kotaraja inilah yang telah membuat kita mudah memperoleh keterangan. Dapat kubayangkan, betapa sukarnya memperoleh keterangan seperti ini, apabila rencana pemberontakan telah sampai terdengar di sini. Rupanya, kita benar-benar beruntung...!” ujar Panji menyatakan kegembiraan hatinya. Untuk menyatakan kegembiraan itu, mereka lalu memesan penganan cukup banyak, dan mengadakan makan-makan kecil yang menggembirakan.
“Sekarang tinggal mencari kesempatan untuk dapat berjumpa Senapati Kuntawang...,” ujar Pendekar Rase Perak dengan suara rendah. Karena biar bagaimanapun, mereka tidak ingin hal itu sampai diketahui orang lain.
“Bagi orang lain mungkin agak sulit. Tapi bagi kita berempat, rasanya akan mudah melakukan. Sebab, Senapati Kuntawang kabarnya adalah seorang panglima yang suka ilmu silat, dan banyak mempunyai sahabat di kalangan persilatan. Jadi, bukan mustahil kalau dia telah mendengar nama besar kita berempat!”
Meskipun terdengar agak menyombongkan diri, namun ucapan Pendekar Bangau Sakti memang harus diakui kebenarannya. Bahkan secara tidak langsung, telah melegakan hati tiga orang tokoh lain.
“Biarpun demikian, kita tetap harushati-hati. Dan kita akan mendatangi Senapati Kuntawang secara sembunyi. Malam nanti, kita bergerak...,” kata Pertapa Goa Kelelawar penuh semangat. Tentu saja tetap dengan suara rendah, dan hanya didengar mereka sendiri.
Panji dan dua orang tokoh lain menyatakan setuju. Karena biar bagaimanapun, mereka memang harus datang secara sembunyi. Siapa tahu, di dalam kotaraja banyak mata-mata pemberontak, yang mungkin bisa mendatangkan kesulitan.
********************
Malam mulai memperlihatkan kekuasaannya. Rembulan muncul setengah dengan sinarnya yang temaram. Sehingga, langit di atas kotaraja tampak terselimut kegelapan. Dan saat malam semakin merangkak jauh, terlihat empat sosok yang bergerak cepat seperti setan, tengah melintas di atas rumah-rumah penduduk yang mulai terbuai mimpi. Sesekali terdengar kentongan para prajurit kerajaan yang melakukan perondaan.
Keempat sosok itu terus bergerak menuju selatan kota. Siapa lagi keempat sosok itu kalau bukan Pendekar Naga Putih dan tiga orang tokoh sakti yang malam ini hendak mengunjungi Senapati Kuntawang. Bagi mereka yang memiliki kepandaian tinggi, tidak sulit bergerak dalam suasana remang-remang seperti ini. Bahkan dengan kecepatan tinggi, sehingga membuat sosok mereka sulit ditangkap mata.
Panji dan kawan-kawannya memang telah lebih dulu mencari keterangan tentang letak kediaman Senapati Kuntawang. Tentu saja untuk memperoleh keterangan itu tidak sulit, karena Senapati Kuntawang sudah pasti dikenal seluruh penduduk kotaraja.
Tapi sebelum sampai di tempat tujuan, di dekat sebuah bangunan besar yang kokoh dan pantas jadi tempat tinggal pembesar kerajaan, mereka melihat adanya dua sosok bayangan yang berkelebat cepat. Melihat adanya dua sosok bayangan itu, Panji dan kawan-kawannya bergegas menghentikan lari. Dan mereka langsung bersembunyi di kegelapan bayang-bayang pepohonan.
“Entah siapa kedua sosok bayangan itu. Yang jelas, mereka pasti berkepandaian tinggi. Dan rasanya ilmu lari cepat mereka tidak berada di bawah kepandaianku...,” gumam Panji, lirih seperti bertanya.
“Sebaiknya, tunda saja niat kita semula. Aku curiga terhadap dua bayangan itu. Menurutku, ada baiknya kalau kita mengikuti mereka”
Pendekar Bangau Sakti yang berusaha mengenali kedua sosok bayangan itu merasa penasaran sekali. Karena, dua sosok bayangan itu seperti hendak meninggalkan kotaraja pada malam hari. Tidak aneh kalau Ketua Perguruan Bangau Putih ini merasa curiga.
Tapi bukan hanya Pendekar Bangau Sakti saja yang curiga. Baik Panji, Pertapa Goa Kelelawar, maupun Pendekar Rase Perak juga berpikiran serupa. Maka hanya saling pandang saja, mereka telah mendapat kata sepakat. Dan seketika mereka melesat mengejar dalam jarak yang agak jauh, agar tidak sampai diketahui kedua sosok bayangan itu.
Dugaan keempat orang tokoh sakti itu memang tidak meleset. Dua sosok bayangan tadi terus berlari dan melompati tembok yang mengelilingi kotaraja. Jelas mereka hendak meninggalkan kotaraja dengan cara yang tidak wajar, seperti tidak ingin diketahui orang lain. Panji dan kawan-kawan baru memperpendek jarak, ketika telah cukup jauh meninggalkan kotaraja. Dan mereka bergegas menyusul, ketika melihat hutan di depan kedua sosok bayangan yang dikejar. Kemudian....
“Hei, berhenti!”
Pendekar Bangau Sakti yang seperti takut kehilangan jejak buruannya, segera membentak keras. Kemudian tubuhnya melesat, dan terus berjumpalitan sebanyak lima kali di udara. Dan tiba-tiba saja tubuhnya meluncur turun, kurang lebih satu tombak di belakang kedua sosok bayangan Itu. Panji, Pertapa Goa Kelelawar, dan Pendekar Rase Perak, juga melakukan hal sama. Dan ketiganya nyaris berbarengan, saat meluncur turun di dekat Pendekar Bangau Sakti.
Bentakan yang disusul berkelebatnya empat sosok bayangan itu, tentu saja membuat dua sosok tubuh yang tengah berlari menjadi terkejut. Terlebih, ketika menyaksikan betapa gerakan keempat sosok bayangan yang seperti sengaja mengejar, terlihat demikian cepat dan ringan. Kedua orang itu pun sadar kalau tengah dikejar oleh orang-orang berkepandaian tinggi. Tapi meskipun demikian, mereka sama sekali tidak menghindar dan malah menghentikan larinya.
Meskipun malam itu sinar bulan tidak begitu terang, namun cukup jelas bagi Panji dan kawan-kawannya untuk mengenali kedua orang yang dikejar sejak dari dalam kotaraja. Dan mereka terkejut bukan main, setelah tahu kalau kedua orang yang dikejar ternyata Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih. Dan kenyataan ini membuat Panji dan kawan-kawan cukup heran, tak menduga. Demikian pula Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih. Malah kedua orang tokoh sesat ini kelihatannya jauh lebih kaget, begitu mengenali keempat orang yang mengejar. Tapi rasa keterkejutan itu ditutupi dengan tawa keras.
“Ha ha ha...! Tidak kusangka, ternyata pendekar-pendekar ternama seperti kalian tidak malu untuk mengintai orang lain! Nah! Katakan, apa maksud kalian mengejar kami?” Datuk Serigala Hitam langsung saja melontarkan ucapan yang memerahkan telinga.
“Hm... Kau tidak perlu menutup-nutupi kesalahan, Datuk Serigala Hitam!” tukas Pendekar Bangau Sakti cepat dengan senyum mengejek. “Aku tahu, kalian baru saja meninggalkan istana seorang pembesar kerajaan, dan meninggalkan kotaraja di malam hari secara diam-diam. Semua ini membuat kami curiga. Sekarang coba jelaskan alasanmu?”
Ucapan Pendekar Bangau Sakti tentu saja membuat kedua orang datuk sesat itu menjadi terkejut bukan main. Untunglah suasana malam itu agak gelap, sehingga pucatnya wajah kedua orang datuk itu tidak terlihat. Karena apa yang dikatakan Pendekar Bangau Sakti membuat jantung mereka berdebar lebih cepat dari biasa. Pertanyaan Pendekar Bangau Sakti tidak segera mendapat jawaban, karena kedua orang datuk itu terlalu kaget dan sama sekali tidak menduga dengan pertanyaan itu. Sehingga, mereka mengalami kesulitan untuk memberi jawaban secepatnya.
“Hm.... Jelas sudah bagi kami sekarang. Ternyata kalian berdua mempunyai hubungan dengan rencana pemberontakan yang saat ini tengah disusun Tiga Harimau Besi serta tokoh di belakang layar yang belum kami ketahui namanya. Nah! Apakah kalian masih hendak menyangkal...?” lanjut Pendekar Bangau Sakti kembali. Ia sengaja langsung mendesak dan melontarkan tuduhan, karena ingin mendengar bagaimana sanggahan kedua orang datuk sesat itu.
Tapi baik Datuk Serigala Hitam maupun Datuk Serigala Putih sama sekali tidak bisa memberi jawaban. Bahkan mereka tampak hendak berusaha melarikan diri. Tentu saja karena disadari kalau keempat orang tokoh itu tidak mungkin dapat diatasi.
“Hei?! Hendak lari ke mana kalian...!”
Melihat kedua orang datuk sesat itu melarikan diri, Pendekar Bangau Sakti langsung saja melesat mengejar. Demikian juga Panji dan kedua orang tokoh lain. Maka terjadilah kejar-mengejar yang seru di malam yang gelap ini. Dan karena kepandaian mereka memang tidak berselisih banyak, juga jarak di antara mereka tidak terlalu jauh, sebentar saja kedua orang datuk itu telah dapat terkejar.
“Haiiit...!”
Dengan sebuah teriakan nyaring, Pendekar Bangau Sakti dan ketiga tokoh lain melambung cepat dan berjumpalitan beberapa kali. Kemudian mereka meluncur turun di depan kedua orang datuk sesat itu, dalam jarak kurang lebih satu setengah tombak. Kini keempat tokoh digdaya ini berdiri menghadang kedua orang datuk yang telah siap melancarkan serangan. Dan memang pertempuran tidak mungkin dapat dihindari lagi.
“Haaat..!”
Sadar kalau yang dihadapi adalah tokoh-tokoh terkenal berkepandaian tinggi, Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih langsung saja melancarkan serangan kilat menggunakan jurus-jurus andalan yang bernama ‘Jurus Cakar Serigala Setan’.
Bwettt, bwettt..!
Hebat bukan main serangan kedua orang datuk sesat itu. Dan yang menjadi sasaran adalah Pendekar Naga Putih dan Pendekar Bangau Sakti. Karena, kedua orang tokoh itulah yang berada paling depan. Melihat datangnya serangan berbahaya, Panji langsung saja menggeser tubuhnya untuk menghindar. Kemudian dibalasnya dengan cakar naganya. Sehingga, sebentar saja pertarungan sengit pun berlangsung.
Menyadari tingkat kesaktian Datuk Serigala Hitam, Panji pun tidak mau main-main lagi. Dengan mengerahkan seluruh kepandaian, ia berusaha keras mendesak datuk sesat itu. Sehingga dalam jurus keenam puluh lima, Datuk Serigala Hitam mulai kelabakan menghadapi serangan-serangan gencar Pendekar Naga Putih yang demikian gencar. Seolah-olah Datuk Serigala Hitam ini dikelilingi tembok salju, yang memancarkan hawa dingin luar biasa!
“Yeaaah...!”
Pada satu kesempatan, Panji melihat pertahanan lawannya agak mengendur. Dan kesempatan emas itu tidak disia-siakan begitu saja. Maka pukulan telapak tangannya langsung diluncurkan, menggedor dada Datuk Serigala Hitam.
Desss...!
“Huak...!”
Hantaman telak itu langsung membuat tubuh Datuk Serigala Hitam terjungkal deras. Darah segar kontan termuntah dari mulutnya. Dan sebelum sempat bangkit untuk memperbaiki kuda-kudanya, hantaman kaki Panji yang mengandung tenaga dalam hebat telah singgah di tubuhnya. Maka tanpa ampun lagi, Datuk Serigala Hitam terbanting keras, dan jatuh tak sadarkan diri terkena tendangan mengandung Tenaga Sakti Gerhana Bulan’ sepenuhnya.
Pada saat itu, dalam waktu yang berbeda sedikit, Pendekar Bangau Sakti pun telah pula dapat melumpuhkan lawannya. Bedanya, Datuk Serigala Putih yang menjadi lawannya, roboh tidak bernyawa lagi. Datuk sesat bertubuh kurus dan berwajah pucat itu tewas di tangan Pendekar Bangau Sakti.
“Hm... Dengan adanya kedua orang datuk sesat ini, kita mempunyai alasan kuat untuk menemui Senapati Kuntawang. Mau tidak mau, iblis ini harus mengakui dan menceritakan tentang persekutuannya dalam menyusun rencana pemberontakan...,” ujar Pertapa Goa Kelelawar, sehingga membuat kawan-kawannya menjadi lega dan puas.
Tanpa banyak membuang waktu lagi, keempat tokoh sakti itu langsung mendatangi tempat kediaman Senapati Kuntawang. Tak lupa, mereka membawa serta Datuk Serigala Hitam dan mayat Datuk Serigala Putih.
********************
Senapati Kuntawang tentu saja merasa terkejut ketika didatangi empat orang tak dikenal. Bahkan keempat orang yang tak lain Pendekar Naga Putih, Pendekar Bangau Sakti, Pertapa Goa Kelelawar, dan Pendekar Rase Perak sudah menyandera seorang prajurit untuk menunjukkan tempat panglima gagah itu berada.
“Siapa kalian?! Apa maksud kalian menemuiku malam-malam begini?” tegur Senapati Kuntawang menunjukkan perbawanya sebagai seorang panglima tinggi. Kendati sadar kalau yang datang tentunya adalah orang-orang pandai, tapi panglima gagah itu sama sekali tidak sudi menunjukkan kegentarannya.
“Maaf, Tuan Senapati...” Yang tampil ke depan adalah Pertapa Goa Kelelawar. Sebagai orang yang paling tua di antara kawan-kawannya, dia merasa lebih pantas untuk menjadi penyambung lidah. Dengan suara pelan dan tanpa melenyapkan rasa hormatnya. Pertapa Goa Kelelawar memperkenalkan diri dan ketiga kawannya. Kecuali, kedua orang datuk sesat itu.
Tentu saja Senapati Kuntawang kaget bukan main, karena telah lama mendengar kebesaran nama tokoh-tokoh yang berkunjung ini. Terlebih, nama besar Pendekar Naga Putih yang masa itu masih hangat dibicarakan orang. Maka panglima gagah itu pun segera menyambut dengan ramah.
Dengan perlahan-lahan namun cukup jelas, Pertapa Goa Kelelawar menceritakan maksud kedatangannya. Dan tentu saja, keterangan itu membuat Senapati Kuntawang berkali-kali terkejut. Kalau saja yang menceritakannya bukan tokoh-tokoh sakti yang kegagahan dan kebersihan hatinya telah terkenal, tentu ia tidak akan mau percaya begitu saja.
Pendekar Bangau Sakti segera menyeret Datuk Serigala Hitam yang saat itu sudah tersadar dari pingsannya, ke hadapan Senapati Kuntawang. Dan ternyata, panglima gagah itu sangat cerdik. Dengan menjanjikan hukuman seringan-ringannya, dimintanya agar datuk sesat itu menceritakan mengenai rencana pemberontakan, sekaligus pembesar yang berkhianat.
“Yang menjadi dalang semua rencana pemberontakan ini adalah pejabat yang bernama Lungga Awang. Beliau sangat sakti dan telah mendapatkan Rase Perak. Baik daging maupun darah binatang itu pasti sudah dilahap habis. Dengan demikian, kesaktiannya akan berlipat ganda. Dan bisa jadi tubuhnya tidak lagi dapat dilukai senjata tajam. Hamba sendiri ikut bergabung, karena dijanjikan hadiah besar serta kedudukan layak, jika rencana ini berhasil baik...,” jelas Datuk Serigala Hitam tanpa peduli kalau telah berkhianat terhadap majikannya. Dia tentu saja lebih mementingkan keselamatannya sendiri.
Senapati Kuntawang mengangguk-angguk, dan kelihatannya tidak begitu kaget. Memang, Lungga Awang telah lama menaruh rasa tidak suka kepadanya. Dan panglima gagah ini pun tahu, pejabat yang hendak memberontak memang dipenuhi nafsu keserakahan, sehingga tidak segan-segan menjegal kawan seiring.
“Hm.... Datuk Serigala Hitam! Tahukah kau, siapa yang telah membunuh murid-muridku di tepi hutan yang menuju Bukit Ular Emas? Dan, mengapa Tiga Harimau Besi berpaling dari jalan kebenaran?” Pendekar Bangau Sakti yang tidak bisa menahan rasa penasaran, langsung saja bertanya. Tentu saja setelah terlebih dulu meminta perkenan dari Senapati Kuntawang.
“Murid-muridmu dibunuh oleh Lungga Awang. Aku tahu belum lama ini dari Tiga Harimau Besi palsu, yang sebenarnya adalah pembantu-pembantu pejabat yang hendak memberontak itu. Sedangkan Tiga Harimau Besi asli telah dibunuh oleh Lungga Awang, dan ditanam di taman belakang tempat tinggal tiga tokoh itu...,” jelas Datuk Serigala Hitam. Rupanya, dia tidak lagi mencoba menyembunyikan segala apa yang diketahuinya. Karena, ia mengharap keringanan hukuman setelah berkata jujur. Semua ini tentu saja dilakukan bukan karena takut, melainkan karena kelicikannya. Dia tentu saja berharap, akan bebas dan dapat menuntut balas pada suatu saat nanti.
“Hm... Kalau begitu, sekarang juga aku akan mempersiapkan pasukan untuk menangkap Lungga Awang. Dan kalian boleh menyertaiku...,” ujar Senapati Kuntawang. Lalu, Senapati Kuntawang itu memerintahkan para prajuritnya membawa Datuk Serigala Hitam ke kamar tahanan. Datuk itu sendiri tidak bisa melakukan perlawanan, karena tubuhnya telah tertotok lumpuh.
********************
Malam itu juga, Senapati Kuntawang mengerahkan pasukan dalam jumlah yang cukup besar, langsung mengepung tempat kediaman pembesar Lungga Awang. Para prajurit yang menjadi pengikut Lungga Awang, tentu saja menjadi terkejut. Mereka sama sekali tidak berani melakukan perlawanan, karena pasukan Senapati Kuntawang berjumlah sangat banyak. Daripada mati konyol, mereka memutuskan untuk menyerah tanpa melawan.
Senapati Kuntawang sendiri segera melangkah masuk ke dalam istana pembesar pengkhianat itu, bersama empat orang tokoh yang berjalan di kiri dan kanannya. Rupanya, di dalam istana mereka mendapat perlawanan dari jagoan-jagoan yang jadi pengikut Lungga Awang. Tapi adanya Pendekar Naga Putih, Pertapa Goa Kelelawar, Pendekar Rase Perak, dan Pendekar Bangau Sakti, perlawanan jagoan-jagoan pembesar pengkhianat itu sama sekali tidak berarti banyak. Sehingga, Senapati Kuntawang dapat terus bergerak maju tanpa halangan.
Seluruh keluarga serta pelayan yang ada dalam bangunan istana Lungga Awang ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara untuk sementara, sebelum diperiksa secara teliti. Tapi sayangnya, Lungga Awang sendiri tidak dapat ditemukan. Rupanya, pejabat yang berkepandaian tinggi itu telah lebih dahulu pergi meloloskan diri dari bagian belakang istana. Bahkan dia telah merobohkan kurang lebih lima puluh orang prajurit yang mengepung dari bagian belakang, sehingga berhasil meloloskan diri dari hukuman.
“Hm.... Sayang, biang keladi dari semua ini dapat meloloskan dari sergapan kita. Bahkan sempat pula membantai lima puluh orang prajurit. Jelas, ia memang memiliki kepandaian tinggi sekali...,” desah Senapati Kuntawang agak menyesal dengan lolosnya Lungga Awang, biang keladi dari rencana pemberontakan.
Panji serta ketiga tokoh lain hanya bisa menghela napas berat Kendati demikian, mereka merasa agak lega karena pembunuh murid-murid Perguruan Bangau Putih sudah terungkap, dan keanehan Tiga Harimau Besi telah terjawab.
Sayangnya, Tiga Harimau Besi palsu itu telah pula lenyap, ketika Senapati Kuntawang mengirim pasukan untuk mencari dan menangkap ketiga tokoh palsu itu. Panglima gagah itu menduga, Lungga Awang telah lebih dulu menemui Tiga Harimau Besi palsu untuk dibawa pergi menyelamatkan diri.
Sebagai tanda rasa terima kasihnya, Senapati Kuntawang meminta agar para pendekar itu tidak buru-buru meninggalkan kotaraja. Tentu saja mereka tidak enak menolak, dan menerima keramahan panglima gagah ini untuk tinggal beberapa hari di istana.
S E L E S A I