Golok Maut Jilid 19

Cerita Silat Mandarin Serial Golok Maut Jilid 19 Karya Batara
GOLOK MAUT
JILID 19
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Serial Golok Maut Karya Batara
"HA-HA!" Ci-ongya tertawa bergelak. "Kau cerdik, Coa-ko. Kau pintar! Aih, betul sekali. Kenapa tidak kuusir anakku itu ke lain tempat? Baiklah, dengan pergi ke Hek-yan-pang maka Ci Fang akan mendapatkan penggantinya, Coa-ko. Dia tak akan menggangguku lagi dan Lan Hong tetap di sini!"

"Atau kalau kau tak sayang selirmu itu lebih baik bunuh dia, babat sumber penyakitnya!"

"Tidak, aku menyayangnya, Coa-ko Aku masih menghendaki Lan Hong. Dia sumber cinta dan kehangatan bagiku!"

"Hm, kalau begitu terserah. Anakmu itu segera diberangkatkan dan tulis surat kepada ketua Hek-yan-pang itu."

"Baik!" dan begitu Ci-ongya menurut nasihat kakaknya dan menulis sebuah surat maka tak lama kemudian dia sudah memanggil orang kepercayaannya untuk membawa Ci Fang keluar dari Istana, menuju Hek-yan-pang berdalih mencari perlindungan anaknya itu dari ancaman Golok Maut, yang telah datang dan menyatroni istana.

Dan karena hal ini sudah diceritakan di depan dan Ci Fang sendiri tak berani membantah karena pamannya menegur dan mengecam perbuatannya maka pemuda itu menurut meskipun diam-diam tak dapat melupakan ibu tirinya itu, Lan Hong yang molek dan yang semalam baru saja tidur bersamanya, memadu cinta dan kalau bukan pamannya yang memisah barangkali pemuda ini akan berontak. Terhadap pamannya she Coa itu Ci Fang agak takut, dia menaruh segan dan hormat. Dan ketika dia dibawa ke Hek-yan-pang dan sudah mendengar bahwa di dalam perkumpulan itu banyak wanita-wanita yang akan menghiburnya, kalau dia dapat masuk dan berkenalan maka pemuda ini berharap seperti apa yang diam-diam diinginkan.

Tapi celaka, di awal perjumpaannya ternyata anak-anak murid Hek yan-pang bersikap ketus. Mereka rata-rata galak dan sang ketua ataupun wakil ketuanya tak ramah. Dan ketika dia dikurung dan berhari-hari di situ mendapat kenyataan bahwa Impiannya buyar maka Ci Fang kecewa dan sepanjang hari menggerutu dan mengumpat. Sampai akhirnya datang Golok Maut untuk kedua kalinya itu, marah-marah mencari Wi Hong namun tak jumpa, dikeroyok murid-murid Hek-yan-pang namun tak ada yang dapat menandingi.

Dan ketika Golok Maut malah teringat padanya dan hampir dia terbunuh kalau tidak muncul pemuda baju putih yang gagah perkasa itu maka Ci Fang akhirnya melarikan diri setelah Golok Maut pergi, mempergunakan kesempatan selagi anak-anak murid Hek-yan-pang slbuk, menyaksikan pertandingan antara Beng Tan dengan Swi Cu. Dan ketika semua sedang terpusat di sini dan Ci Fang menyelinap diam-diam maka pemuda itu sudah mengambil sebuah perahu dan kabur, meninggalkan Hek-yan-pang!

Tapi pemuda ini mengeluh. Sebagai putera seorang pangeran yang tak pernah melakukan pekerjaan berat ataupun latihan fisik maka dia merasa tersiksa ketika melarikan diri meninggalkan perkumpulan para wanita itu. Dia jatuh bangun ketika harus menerabas hutan, melampaui semak dan duri dan sebentar saja bajunya koyak-koyak. Dulu dia datang di atas tandu, dipikul. Kini tiba-tiba saja harus mempergunakan kedua kakinya untuk kabur, tak ayal menjadi demikian tersiksa dan pemuda ini mengeluh serta mengumpat caci, akhirnya roboh dan memaki-maki Golok Maut pula hingga didengar tiga anak murid Kim-liong-pang, yang heran melihat seorang pemuda lemah bisa bermusuhan dengan Golok Maut, tokoh yang lihai!

Tapi begitu melihat Ci Fang mulai menunjukkan tanda-tanda kepemogorannya dan pemuda ini berkesan pemuda hidung belang yang ingin mengganggu mereka maka Ci Fang ditinggal dan tiga murid cantik Kim-liong-pang itu pergi, tiba-tiba muncul Siluman Kucing Li Eng Hwa ini, yang tidak memperkenalkan julukannya kecuali namanya saja.

Dan karena Siluman Kucing itu adalah wanita cabul dan sekali lihat dia tahu macam apa adanya pemuda itu maka Ci Fang terjebak dan terhanyut dalam sikap dan gerak-geriknya yang memikat, segera saja menjadi "makanan" Siluman Kucing ini dan Ci Fang mabok. Pemuda itu tak tahu bahwa diam-diam dirinya akan diperalat wanita cabul itu, yang kini sudah menjadi kekasihnya. Dan ketika mereka berdua bersenang-senang dan sepanjang jalan Ci Fang mendapat servis dan pelajaran cinta yang bukan main hebatnya maka pemuda ini tenggelam dan segera bertekuk lutut di depan si cantik itu.

"Aih, aku tak dapat lagi berpisah denganmu, Eng Hwa. Aku ingin sehidup semati denganmu. Aku ingin minta ayah memberikan apa saja yang dia punyai, harta benda dan kedudukannya!"

"Hi-hik, sudah kubilang aku tak butuh kedudukan!" Eng Hwa tertawa. "Aku hanya butuh dirimu, Ci Fang. Aku butuh cinta dan kehangatan dirimu. Kaupun pemuda satu-satunya yang tak dapat membuat aku berpisah. Aku ingin sehidup semati pula denganmu!"

"Dan kau cantik sekali, menggairahkan!" Ci Fang memeluk, mencium kekasihnya ini. "Kau memiliki permainan cinta yang tinggi di samping kepandaian silatmu yang hebat itu, Eng Hwa. Ah, aku ingin memperkenalkan dirimu kepada ayah dan berkata bahwa kau lebih hebat daripada Lan Hong!"

"Lan Hong?" wanita ini mengerutkan alisnya, tiba-tiba tak senang. "Siapa dia, Ci Fang? Kekasihmu?"

"Ah, tidak!" Ci Fang terkejut, merasa kelepasan omong. "Dia selir ayahku, Eng Hwa. Dan ayah berkali-kali memuji selirnya itu setinggi langit. Aku jadi cemburu!"

"Hm, dan dia pasti cantik!"

"Memang cantik, tapi tidak secantik dan sehebat dirimu!"

"Hi-hik, kau bohong. Kau pasti pernah ada apa-apa dengan selir ayahmu ini, Ci Fang. Kalau tidak tak perlu kau cemburu!"

"Ah, tidak. Sungguh! Aku tak ada apa-apa dengan selir ayahku itu. Bukankah ia ibu tiriku sendiri? He, jangan pergi...!"

Ci Fang tiba-tiba terkejut, melihat Eng Hwa berkelebat lenyap. "Jangan tinggalkan aku, Eng Hwa Sungguh mati aku tak ada apa-apa dengan selir ayahku itu. Kembalilah!" pemuda ini mengejar, melihat Eng Hwa sudah terbang di kejauhan sana dan pemuda itu berteriak-teriak. Ci Fang sekarang sudah memiliki dasar-dasar ilmu silat meskipun sedikit, dapat mengejar tapi Eng Hwa mendengus di sana.

Siluman Kucing ini pura-pura marah dan cemburu, dikejar dan akhirnya dia memperlambat larinya. Dan ketika Ci Fang mampu mengejar namun terhuyung dan roboh di depannya maka pemuda itu menggigil memeluk kedua kakinya, gemetar.

"Eng Hwa, jangan marah. Jangan pergi! Kenapa kau meninggalkan aku? Apa salahku? Kau cemburu? Ah, sungguh mati tak ada apa-apa antara diriku dengan selir ayahku itu, Eng Hwa. Aku hanya mencintaimu dan bukan mencintai yang lainnya!"

"Kau bohong!" wanita ini membentak, pura-pura marah. "Aku menangkap pandang mata dan sikapmu yang mencurigakan, Ci Fang. Aku tak percaya bahwa kau tak ada apa-apa dengan si cantik itu!"

"Ah, dia ibu tiriku, selir ayahku. Masa aku gila bermain-main dengannya, Eng Hwa? Aku tak ada apa-apa dengannya, kalau tidak percaya boleh buktikan nanti dan kau bunuh aku kalau bohong!" Ci Fang nekat, merayu dan berdusta di depan kekasihnya dan Siluman Kucing terkecoh.

Wanita yang berpengalaman ini percaya juga oleh sikap dan omongan itu, melihat Ci Fang bangkit berdiri dan memeluknya, gemetar. Dan ketika ciuman pemuda itu membuatnya terbakar dan Ci Fang sekarang sudah pandai pula meraba bagian-bagian tertentu tubuh wanita yang dapat menimbulkan rangsangan tinggi maka Siluman Kucing ini terkekeh dan berkata, menggeliat, "Baiklah, aku percaya, Ci Fang. Tapi sekali kau bohong maka bukan kau yang kubunuh melainkan si Lan Hong itu!"

"Boleh, kau boleh buktikan kata-kataku, Eng Hwa. Dan sekarang kita berdamai lagi!" pemuda ini merasa mendapat rejeki besar, kekasihnya sudah tidak marah dan Eng Hwa balas menyambut ketika ciumannya mendarat bertubi-tubi. Dan ketika wanita itu mengerang dan Ci Fang hafal apa arti erangan ini maka pemuda itu sudah menggulingkan kekasihnya dan bercumbu serta mendengus-dengus bermain cinta.

"Eng Hwa, kau tak boleh meninggalkan aku. Kalau kau pergi biarlah aku mati bunuh diri!"

"Ih, tidak. Aku tak akan meninggalkanmu, Ci Fang. Asal kau tidak bohong dan dusta kepadaku!"

"Aku tidak bohong, aku tidak dusta....!" dan ketika pemuda menggumuli kekasihnya dan Eng Hwa alias Siluman Kucing ini kewalahan maka nafsu dan berahi kembali mengotori jiwa mereka, bergelimang dalam nafsu-nafsu rendah tapi Ci Fang tak perduli. Pemuda ini sudah mabok dan jatuh betul ke dalam pelukan kekasihnya. Dan ketika dua jam kemudian mereka melepaskan diri dan Ci Fang lega berseri-seri maka Siluman Kucing itu tertawa melompat bangun.

"Ci Fang, kau semakin pandai. Aih, kau pintar membangkitkan nafsuku!"

"Hm, kau yang mengajariku, Eng Hwa. Kau yang pandai mendidikku!"

"Hi-hik, dan aku semakin sayang padamu. Ih, kita dapat menjadi pasangan yang cocok, Ci Fang. Aku bahagia mendapatkan dirimu!"

"Bukan hanya diriku, kedudukan dan harta benda ayahku dapat pula kuberikan padamu, Eng Hwa. Aku akan membuatmu senang selama tujuh turunan!"

"Benar?"

"Tentu saja benar. Mari...!" dan Ci Fang yang tertawa menyambar kekasihnya lalu mengajak Eng Hwa ke kota yang terdekat, di sana menemui penguasa dan minta ini-itu membuktikan kepada Eng Hwa.

Siluman Kucing ini disuguhi apa saja yang disuka, pakaian-pakaian indah dan emas atau perhiasan-perhiasan mahal yang biasa dikenakan wanita, anting-anting atau gelang yang rata-rata bertaburkan permata. Dan karena Ci Fang adalah putera pangeran berpengaruh di istana dan penguasa setempat tentu saja tergopoh-gopoh menyambut maka hujan hadiah membanjiri Siluman Kucing itu, yang katanya tak suka harta benda tapi nyatanya lahap menerima!

"Aku tak ingin apa-apa untuk diriku sendiri. Aku hanya ingin menyenangkan kekasihku. Nah, beri apa saja yang dia suka, Bun-taijin (pembesar Bun). Boleh diperhitungkan kalau mesti kubayar!"

"Ah, mana aku berani? Ayahmu memberiku kedudukan ini, kongcu. Tanpa dia tentu aku tak dapat seperti sekarang. Sudahlah, apa saja akan kuberikan dan jiwi (kalian berdua) boleh ambil apa yang disuka!"

"Di sini ada seperangkat mangkok piring dari dinasti Ming?"

"Ah, tak ada, siocia. Tapi dapat kucari kalau kau menghendaki!"

"Ya, aku kepingin. Mangkok piring itu indah dan aku ingin memiliki!"

Ci Fang tertawa. Bun-taijin tergopoh-gopoh mencarikan itu, tentu saja tak dapat sehari dan pasangan ini terpaksa menginap. Dan ketika Bun-siocia (nona Bun) diminta ayahnya untuk melayani kedua tamunya ini maka Eng Hwa menggoda Ci Fang, tertawa, melempar lirikan penuh nafsu.

"Ci Fang, Bun-siocia ini cantik sekali. Aih, tak salah kalau kau tiba-tiba jatuh cinta!"

"Ah," Ci Fang terkejut, tertawa. "Kau ada-ada, Eng Hwa. Sudah kubilang bahwa aku hanya mencintaimu. Lihat, semua pengaruh ayahku dapat kau nikmati di sini!"

"Tapi aku masih kurang puas. Dapatkah kau suruh gadis itu mendekat?"

"Untuk apa?" Ci Fang tertegun. "Jangan main-main, Eng Hwa. Kau jangan coba-coba menguji cintaku dengan menyodorkan gadis lain!"

"Hi-hik, aku tak menguji. Tapi entah kenapa aku tiba-tiba ingin melihat kau bermain cinta dengan Bun-siocia itu!"

"Eng Hwa...!"

"Sudahlah, jangan kau marah," dan ketika Ci Fang terbelalak dan berseru menegur temannya maka Bun-siocia di sana merah padam dan tiba-tiba terisak, lari memutar tubuhnya dan melaporlah dia akan segala pembicaraan tamunya itu. Tapi ketika ayahnya tertawa dan berkata bahwa dua tamunya main-main maka gadis ini melotot.

"Ayah tidak mengusir tamu-tamu macam begitu? Ayah membiarkan saja aku terhina?"

"Hush, tak ada yang menghinamu. Bun She. Ci-kongcu dan kekasihnya itu hanya menggodamu saja. Bukankah kau tahu bahwa wanita itu adalah calon isteri Ci-kongcu? Kalau dia malah berkata seperti itu maka adalah keberuntungan besar bagimu karena mungkin kelak kau dapat menjadi isterinya pula, mengangkat naik derajat ayahmu!"

"Menjadi isterinya? Selir maksud ayah?"

"Ah, kaum bangsawan sudah biasa beristeri lebih dari satu. Bun She. Hal itu biasa-biasa saja dan wajar. Apalagi untuk pemuda macam Ci-kongcu itu. Ayahnya seorang pangeran, dan lagi amat berpengaruh dan berkuasa di Istana!"

"Tapi aku tak suka pemuda macam begitu, Matanya berminyak kalau melihat gadis cantik!"

"Ha-ha, kau tak tahu diuntung, She-ji (anak She). Seharusnya kau berterima kasih dan malah membuat ayahmu repot. Sudahlah, aku harus minta maaf karena kau meninggalkan tamu!" dan ketika Bun-taijin bergegas menemui tamunya dan minta maaf atas kelakuan sang puteri maka Ci Fang tersenyum dan agak berdebar memandang kekasihnya itu.

"Tak apa, kekasihku ini main-main. Dia mengujiku untuk melihat apakah aku tak tergerak melihat gadis lain."

"Hi-hik, tergerak pun tak apa, Ci Fang. Kau putera bangsawan yang dapat beristeri lebih dari satu!"

"Tidak! Kau... ah, kau membingungkan!" dan ketika pemuda itu bingung memandang temannya sementara Bun-kong-cu atau putera Bun-taijin muncul menggantikan adiknya maka Siluman Kucing ini bersinar-sinar memandang seorang pemuda tampan yang lemah lembut sikapnya.

"Maaf, ini puteraku Bun Cek, kongcu. Karena adiknya malu menampakkan diri biarlah puteraku ini menggantikan adiknya. Barangkali kongcu atau siocia perlu tambah arak lagi!"

"Boleh," Eng Hwa tersenyum. "Dan kuharap puteramu ikut minum, taijin. Lalu biarlah kami bertiga bercakap-cakap."

"Ha-ha, siocia ingin ditemani puteraku? Eh!" pembesar itu menoleh pada puteranya, bangkit berdiri. "Kau dengar sendiri kata-kata Li-siocia (nona Li), Bun Cek. Mereka berdua ingin ditemani dirimu dan ayahmu yang tua di sini tak diperlukan. Baik-baiklah menemani tamu dan jangan bikin mereka kecewa!" pembesar itu sudah berdiri, berseri-seri memandang puteranya dan pergi ke belakang. dia sudah tanggap akan kata-kata wanita itu, tak menduga akan yang jelek dan menganggap bahwa anak-anak muda minta ditemani yang muda pula. Maka ketika puteranya mengangguk dan agak merah menerima permintaan itu, karena yang dihadapi adalah putera seorang pangeran dan kekasihnya maka pemuda ini mendekat dan tersipu malu.

"Aku tak bisa apa-apa. Harap Ci-kongcu dan siocia tidak mentertawakan aku."

"Hi-hik, kau pemalu tapi lembut, Bun-kongcu. Ke marilah dan mendekat bersama Kami." lalu melirik dan mengedip pada Ci Fang wanita ini berbisik, "Eh, bagaimana pendapatmu tentang pemuda ini, Ci Fang? Tidak tampan dan haluskah dia?"

"Apa maksudmu?" Ci Fang mengerutkan keningnya. "Kau naksir?"

"Hi-hik, aku ingin mencobanya, Ci Fang, mencari selingan sebagai hiburan segar!"

"Maksudmu?"

"Sst, jangan melotot! Yang kucinta hanya dirimu! Aku bermaksud mengajak pemuda ini main-main denganku sementara kau dengan adiknya tadi, Bun-siocia!"

Ci Fang belum paham, agak tertegun.

"Kau tak menangkap? Bodoh, bercinta sambil menyelang-nyeling begini amatlah asyik, Ci Fang. Aku ingin melatihmu bertukar pasangan!"

"Apa?"

"Jangan marah, dengar dulu! Kau boleh main-main dengan gadis Bun-taijin tadi sementara aku dengan kakaknya ini. Bukankah kau suka? Kita dapat sekamar, Ci Fang. Saling menonton dan memperhatikan yang lain. Kau tentu bakal tertarik!"

Ci Fang terkejut. "Kau gila?" katanya. "Kau tidak waras?"

"Sst, tak usah marah-marah kalau kau tak setuju, Ci Fang. Toh aku mengajakmu bersikap adil. Kalau kau main-main dengan gadis itu maka aku dengan kakaknya. Tapi kalau kau tak suka maka aku tentu saja tak akan memaksa!"

Ci Fang terbelalak. Dia melihat kekasihnya ini tertawa, ditanya Bun-kongcu apa yang mereka bicarakan tadi. Maklumlah, Siluman Kucing ini mengerahkan ilmunya mengirim suara hingga hanya bibirnya saja yang tampak bergerak-gerak. Bun Cek tak mendengar dan pemuda itu heran. Tapi melihat wanita ini tertawa dan mengangkat cawan araknya tiba-tiba wanita itu berkata,

"Kami tak bicara apa-apa, Bun-kongcu, selain membicarakan dirimu yang lemah lembut ini. Mari... mari minum dan agaknya semakin riang kalau adikmu perempuan juga ada di sini!" Mao-siao Moli sudah memberikan araknya, diam-dlam menjentikkan bubukan obat dan Ci Fang apalagi Bun Cek tak melihat gerakan itu.

Pemuda ini sudah menerima dan minum. Dan ketika di sana Ci Fang masih tertegun dan berdebar oleh penawaran kekasihnya yang aneh namun berani maka pemuda ini merah mukanya teringat bayangan puteri Bun-taijin tadi, seorang gadis cantik yang memang tak dapat disangkal sebenarnya cukup menggetarkan hatinya. Kalau saja di situ tak ada kekasihnya ini barangkali sebagai pemuda pemogoran dia akan mendekati gadis itu, merayu dan membujuknya sebagai biasa dia main-main dengan selir ayahnya yang cantik, karena pemuda ini memang pada dasarnya bukanlah pemuda baik-baik. Maka begitu Eng Hwa mengerling sekali lagi dan wanita itu bertanya kenapa dia terbelalak maka pemuda ini berkata, agak tergetar,

"Aku teringat penawaranmu tadi. Kau aneh dan luar biasa. Eh! Benarkah kau ingin mengajakku seperti itu, Eng Hwa? Kau tidak cemburu dan marah kalau aku main-main dengan puteri Bun-taijin tadi?"

"Hi-hik, sekedar selingan dan hiburan segar tentu saja tak perlu aku marah padamu, Ci Fang. Lagi pula yang mengusulkan ini adalah aku! Kenapa marah dan cemburu? Asal cinta kita berdua hanya untukmu dan untukku tak ada marah atau cemburu, Ci Fang. Kita hanya main-main dan sekedar mencari kesenangan, sebagai selingan!"

"Tapi puteri Bun-taijin tadi marah-marah! Dapatkah kita membujuknya?"

"Hi-hik, Itu soal mudah. Yang penting katakan dulu kau setuju atau tidak dengan rencanaku ini. Kalau kau juga tidak cemburu dan marah melihat aku bermain cinta dengan Bun-kongcu itu maka aku akan menundukkan puteri Bun-taijin itu semudah orang membalikkan tangan!"

"Baiklah, aku setuju!" Ci Fang tiba-tiba bersemangat, berseri-seri. "Kalau ini hanya bersifat main-main dan sekedar hiburan bagi kita berdua maka aku tak perlu cemburu atau marah melihat kau bermain cinta dengan pemuda itu, Eng Hwa. Toh kaupun juga akan melihat aku bermain cinta dengan adiknya!"

"Hi-hik, kalau begitu beres!" dan ketika Siluman Kucing ini menepuk pundak Bun Cek dan menyuruh pemuda itu memanggil adiknya maka Ci Fang terheran melihat pemuda itu terhuyung dan tiba-tiba roboh ketika berdiri!

"Hei, jangan gemetar. Aku hanya meminta kau memanggil adikmu, Bun-kongcu. Temani kami berdua agar lebih gembira!"

"Benar," Ci Fang mendapat isyarat kekasihnya. "Suruh adikmu ke mari. Bun Cek. Katakan bahwa kami berdua ingin minta maaf!"

Bun Cek, yang merah dan berkeringat mukanya tiba-tiba menggigil. Pemuda ini melotot memandang Eng Hwa, sikapnya tiba-tiba menjadi aneh. Seolah mau menyergap dan menubruk wanita itu. Ci Fang sebagai laki-laki tentu saja menjadi terkejut dan heran karena dia tahu itulah tanda-tanda menyerangnya sebuah nafsu berahi, membakar putera Bun-taijin ini namun Bun Cek agaknya masih takut-takut, karena di situ ada Ci Fang dan pemuda itu adalah tamu ayahnya.

Tapi ketika tamu wanitanya minta agar adiknya dibawa ke situ, menemani mereka maka aneh dan penurut sekali pemuda ini mengangguk, berdiri dan terhuyung-huyung memasuki ruangan dalam dan tak lama kemudian gadis puteri Bun-taijin itupun keluar, bersama kakaknya. Dan begitu dua orang ini muncul dan Bun She terbelalak memandang mereka maka Ci Fang bangkit berdiri karena sudah mendapat perintah kekasihnya, yang tahu bahwa gadis itu lebih tak senang kepada dirinya.

"Bun-siocia, marilah. Kami memanggilmu untuk meminta maaf. Tadi temanku itu main-main. Mari temani kami bersama kakakmu!" la lu sementara gadis itu tertegun dan agak ragu namun malu maka Bun Cek sudah mendorong adiknya itu, berkata serak,

"She-moi (adik She), Ci-kongcu dan temannya ingin minta maaf. Majulah dan sambut mereka!"

Gadis itu tak dapat menolak. Tadi kakaknya berkata agar dia keluar, menerima permintaan maaf kedua tamunya dan hal ini tak diduga. Bun She adalah gadis yang polos dan belum banyak pengalaman. Dia jadi terkejut dan tak dapat menolak ketika kakaknya menyatakan maksud tamunya. Dan karena hal itu adalah baik dan mau tak mau dia harus keluar maka dia jadi tersipu ketika Ci Fang sudah tertawa membungkuk di depannya, minta maaf dan sudilah gadis itu menemani mereka minum arak.

Bun She terkejut karena dengan halus Ci-kongcu itu sudah memegang lengannya, begitu berani namun sopan. Dan karena kakaknya juga sudah mendorong dan membantu tamunya maka duduklah gadis ini menemani Ci Fang, agak ragu melayani Eng Hwa dan hal ini malah justeru kebetulan. Siluman Kucing itu dapat lebih berdekatan dengan sang kakak. Bun Cek. Dan karena semuanya sudah diatur dan wanita cabul ini menjentikkan bubuk-bubuk perangsang di cawan gadis itu maka seperti Bun Cek tiba-tiba gadis ini merasa pusing dan naik gejolak birahinya.

"Aku tak ingin apa-apa, kecuali kelembutan dan kehangatan sikapmu. Aih, kenapa kau memegangi kepalamu. Bun She? Kau pening?" begitu Ci Fang pura-pura bertanya, tentu saja tahu apa yang terjadi dan diam-diam girang bukan main. "Kalau pening marilah, biar kuantar ke kamarmu!" dan, sementara gadis itu terhuyung dan Bun Cek juga mengalami hal yang sama, bahkan lebih hebat lagi karena dia lebih dulu dipengaruhi obat perangsang maka Mao-siao Mo-li Li Eng Hwa tertawa mencekal lengannya, berkata,

"Dan kau tampaknya gelisah, Bun-kongcu. Marilah kuantar ke kamarmu kalau kaupun merasa pusing."

Selanjutnya dua kakak beradik ini tak tahu apa yang terjadi. Mereka antara sadar dan tidak ketika dibawa ke kamar. Bun Cek menunjukkan kamarnya dan kebetulan sang adik juga menunjuk kamar itu. Ci Fang sudah girang memapah gadis ini, mulai berani memegang-megang dan akhirnya mencium! Dan ketika sang gadis terkejut namun merasa tak berdaya, mengeluh dan memejamkan mata maka Eng Hwa Siluman Kucing sudah lebih dulu menutup mulut Bun Cek dengan ciuman panas.

"Bun-kongcu, kita perlu beristirahat sejenak di kamar. Marilah, kulepas bajumu biar tidak gerah!"

Pemuda itu tak tahu dan tak menyadari apa yang terjadi. Eng Hwa telah menutup mulutnya dengan ciuman bertubi-tubi, dia tersentak tapi segera menyambut. Dan karena tubuhnya sudah dibakar nafsu berahi dan pengaruh arak membuat kesadaran pemuda ini lenyap maka Eng Hwa minta ditubruk ketika berada di dalam kamar.

"Hi-hik, kejar aku, Bun-kongcu. Ayo tangkap dan ke marilah!" lalu berseru pada Ci Fang agar pemuda itu melakukan hal yang sama dan melihat hebatnya pengaruh arak wanita ibiis itu berkata, "Dan kau jangan tergesa-gesa, Ci Fang. Permainkan dulu gadis itu dan suruh melakukan apa saja!"

Ci Fang terbelalak. Dia melihat mata Bun-kongcu yang terpejam, dibuka namun ditutup lagi ketika mengejar Eng Hwa. Pemuda itu tak malu-malu lagi ketika dilepas pakaiannya di dalam kamar, ditonton dan terkekeh-kekehlah Eng Hwa oleh permainan baru itu. Dan karena itu memang mengasyikkan dan Ci Fang terbakar maka pemuda ini mengangguk dan ingin melihat reaksinya pada puteri Bun, yang terengah-engah dan memejamkan mata.

"Dan kau," katanya mencoba, tertawa dan gemetar. "Lepas bajumu dan perlihatkan tubuhmu yang indah. Bun She. Lalu ke sini dan peluklah aku!"

Gadis itu menurut. Bun She telah melakukan apa yang diperintahkan pemuda ini, melepas bajunya dan akhirnya satu persatu dilempar ke lantai. Ci Fang menyaksikan sesuatu yang membuat darahnya benar-benar berdesir. Dan ketika gadis itu menubruk dan memeluk dirinya, mengeluh dan mengerang tak keruan maka pemuda ini tak kuat dan tertawa bergelak, menerkam dan menyambut korbannya ini.

"Eng Hwa, benar katamu. Gadis ini sudah berada di bawah kekuasaanku!"

"Hi-hik, dan bersenang-senanglah, Ci Fang. Sekarang kau merasakan betapa nikmatnya bertukar pasangan!" Siluman Kucing geli, melihat Ci Fang meremas puteri Bun-taijin itu sementara dia sendiri sudah ditubruk Bun-kongcu, menyambut dan menerima.

Dan ketika dua orang itu mempermainkan putera-puteri Bun-taijin ini dan Bun-kongcu serta adiknya dikuasai pengaruh arak maka kakak beradik itu terjebak perbuatan iblis yang amat memalukan, disuruh ini itu dan keduanya menurut saja. Bun She yang tadinya pemalu tiba-tiba menjadi liar, gadis ini dikendalikan hawa arak dan obat perangsang yang dilolohkan Siluman Kucing sungguh kelewat takaran. Iblis wanita itu terkekeh-kekeh ketika melihat Ci Fang kewalahan menyambut gadis itu. Dan ketika permainan itu dilanjutkan dan semalam suntuk mereka tenggelam dalam perbuatan keji maka keesokannya terdengar jerit dan tangis yang mengejutkan seisi rumah.

Bun She akhirnya sadar, pengaruh arak lenyap dan bukan main kaget serta malunya gadis itu melihat keadaan dirinya yang telanjang bulat. Di sisinya tidur lelap Ci-kongcu itu, juga telanjang, memeluk dirinya. Dan ketika tak jauh dari situ juga tampak Siluman Kucing dipeluk kakaknya yang juga tak mengenakan sehelai kain pun maka gadis ini berteriak bagai disambar petir, teringat apa yang terjadi.

"Oh, tidak... tidak! Kalian keji!"

Dan ketika gadis itu melompat bangun dan menyambar pakaiannya, menangis dan tersedu-sedu maka Ci Fang terkejut dan Eng Hwa Siluman Kucing juga meloncat bangun, kaget dan sadar oleh teriakan puteri Bun-taijin itu dan segeralah gadis itu memanggil-manggil ibunya. Bun-taijin keluar dan isterinya juga terkejut, melihat keadaan di dalam kamar. Tapi ketika Ci Fang menyambar pakaiannya dan Siluman Kucing juga menubruk ke depan tiba-tiba gadis itu telah ditotoknya.

"Kau jangan menjerit-jerit, jangan membuat gaduh. Berhenti dan diamlah!" lalu, ketika Bun Cek terkejut dan kaget melihat keadaannya sendiri maka Eng Hwa sudah mengancam pembesar itu.

"Apa yang kalian lihat anggap tak ada. Aku dan Ci Fang hanya ingin bersenang-senang saja. Siapa melawan akan kubunuh!" dan menusukkan dua jarinya ke tembok yang seketika berlubang maka Bun taijin tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut menghadap Ci Fang, yang dianggap paling dihormati karena di belakang pemuda itu berdiri ayahnya, pangeran Ci.

"Kongcu, bagaimana.... bagaimana ini? apakah semalam kalian... kalian melakukan itu?"

"Ci Fang belum biasa, agak gugup. Tak perlu cemas." Siluman Kucing tiba-tiba membantu, melepas ketegangan Ci Fang. "Ci-kongcu tertarik pada puterimu, taijin. Dan terus terang mencintainya. Semalam dia meminta pendapatku apakah boleh berkasih-kasihan dengannya. Dan karena dia seorang pangeran muda dan sudah jamak bagi lelaki untuk bersenang-senang dengan wanita pllihannya maka aku tak cemburu tapi memilih puteramu pula, agar adil. Puterimu tak perlu takut karena Ci Fang akan mempertanggung-jawabkan perbuatannya. Dia akan diambil sebagai isteri kedua!"

"Ah, benarkah... benarkah, kongcu?"

"Hm, benar!" Ci Fang akhirnya mendapatkan kembali ketenangannya, mengangguk. "Semalam aku tertarik pada puterimu, taijin. Dan aku mencintainya. Biarlah dia kuambil sebagai calon isteriku dan tak usah ribut-ribut!" lalu menyuruh Eng Hwa membebaskan totokannya Ci Fang berkata pada gadis ini, "Kau, tak usah takut. Bun She. Apa yang kulakukan semalam adalah sebagai tanda cintaku kepadamu. Eng Hwa tak cemburu kalau aku mendapatkan dirimu pula. Marilah, kita ke dalam dan jangan buat kedua orang tuamu kaget!"

Dan bersikap tenang sementara Eng Hwa diam-diam berbisik agar tuan rumah dan isterinya masuk kembali maka Bun She tertegun tapi menurut, diberi air minum tapi dengan lihai Siluman Kucing itu menjentikkan bubuk perangsangnya. Dan karena bubuk ini cepat bekerjanya dan gadis itu terhuyung maka keributan pagi itu selesai dan Bun-taijin membiarkan puterinya dibimbing Ci-kongcu, sudah mendapat janji pemuda itu bahwa puterinya akan diambil isteri. Hal ini melegakan pembesar itu dan semakin bebaslah Ci Fang mempermainkan korbannya. Dan ketika Bun Cek di sana terbelalak dan tertegun memandang semuanya maka untuk tidak membuat kaget beriebihan pemuda ini dibawa ke kamar yang lain.

"Kau," Siluman Kucing ini tersenyum. "Semalam hebat sekali tenagamu, Bun-kongcu. Kau benar-benar seekor harimau muda yang penuh semangat. Marilah, kita bersenang-senang di tempat lain dan biar adikmu bersenang-senang dengan Ci Fang!"

"Dia... dia tak marah? Ci-kongcu tak membunuhku?"

"Hi-hik, dia tunduk kepadaku, Bun-kong cu. Akulah yang minta semua ini dan tak perlu kau khawatir. Ke marilah, kita masuk ke kamar di sebelah itu dan tutup pintunya!"

Pemuda ini bengong. Dia melihat Ci Fang mengangguk sambil tersenyum, menyuruh dia mengikuti Siluman Kucing itu dan masuklah putera Ci-ongya itu bersama adiknya. Dan karena kejadian itu seperti mimpi dan hampir pemuda ini tak percaya maka Siluman Kucing terpaksa menarik dirinya ke kamar di sebelah.

"Tak perlu bengong, aku dan Ci Fang sudah saling berjanji untuk menikmati kesenangan ini, Bun-kongcu. Bersenang-senang dan bermain cinta lagi!"

Pemuda itu sadar. Dirinya sudah ditarik ke dalam dan Siluman Kucing menciumnya. Dan ketika wanita itu terkekeh dan menyuruh bajunya dilepas pemuda ini menggigil.

"Ci-kongcu... Ci-kongcu benar-benar tak marah?"

"Hi-hik, bodoh! Kalau dia marah maka kau sudah dibunuhnya, Bun-kongcu. Marilah dan jangan takut lagi!" Mao-siao Mo-li memeluk pemuda itu, mencium dan segera membuka bajunya sendiri.

Dan ketika gerakan itu merangsang pemuda ini dan membangkitkan nafsunya maka Bun Cek sudah terhanyut dan roboh di pelukan Si iblis cantik, kembali bermain cinta dan pagi yang ribut itu sudah diselesaikan baik-baik. Di kamar yang lain adiknya dicumbu dan dirayu Ci Fang. Putera Ci-ongya itu telah lihai dan menemukan ketenangannya kembali. Dan ketika dua pasangan ini sudah saling mengerjai korbannya masing-masing dan hampir seminggu mereka menina-bobok dua kakak beradik itu maka kebosanan akhirnya tiba di diri wanita cabul ini, yang pada dasarnya memang tak pernah mengenal puas.

"Aku mulai jemu, aku ingin meninggalkan tempat ini."

"Heh?" Ci Fang terkejut. "Kau mau pergi?"

"Ya, apakah kau tak bosan, Ci Fang? Kau tak ingin mencari yang lainnya dan bersenang-senang berganti pasangan?"

"Tapi aku terlanjur jatuh cinta pada puteri Bun-taijin itu! Eh, masa harus buru-buru, Eng Hwa?"

"Hi-hik, kau mau mengeloni gadis cengeng itu? Terserah, aku pribadi sudah bosan pada Bun-kongcu itu, Ci Fang. Aku ingin mencari yang lain dan bersenang-senang di tempat lain!"

"Kalau begitu aku turut. Aku ikut kau!"

"Tapi kau bilang jatuh cinta pada puteri Bun-taijin itu!"

"Ah, dibanding kau cintaku masih terlalu kecil, Eng Hwa. Aku selalu ingin ikut kau karena kau mempunyai selera yang membakar. Kau memiliki arak perangsang itu!"

"Hi-hik, kau ingin?"

"Kalau kau mau memberikannya, Eng Hwa. Tapi barangkali kau tak percaya!"

"Benar, kalau kau mendapat arak ini salah-salah kau benar melupakan aku. Tidak, aku tak ingin memberikannya kepadamu, Ci Fang. Kalau kau perlu bilang saja dan kuberi sedikit. Ini untuk keperluan kita berdua kalau mencari korban baru!"

"Dan kau mau pergi...!"

"Benar, kau mau ikut?"

"Tentu, aku ikut dirimu, Eng Hwa. Kita sudah berjanji bahwa cinta kita hanya untuk kita masing-masing!"

"Bagus, kalau begitu aku masih sayang padamu, Ci Fang. Hi-hik, ayo kita pergi!" dan begitu Siluman Kucing ini tertawa menyambar temannya maka Ci Fang tersenyum dan dibawa berkelebat meninggalkan gedung, pergi ke lain tempat dan di tempat baru itu pun mereka menemui penguasa-penguasa setempat.

Celaka sekali pembesar-pembesar yang didatangi dua muda-mudi ini, karena Siluman Kucing selalu mencari gadis-gadis cantik atau pemuda-pemuda tampan untuk berganti-ganti pasangan dengan Ci Fang. Dan karena pemuda ini semakin bejat dan bobrok akhlaknya berkumpul dengan Siluman Kucing akhirnya kekejian mulai diperlihatkan wanita ini. Yakni setiap kali selesai mulailah dia menggigit bagian leher korbannya, menghisap dan menyedot darah korban untuk menyempurnakan ilmu Hek-tok-hiat (Darah Racun Hitam) yang sedang dilatih. Dan ketika semua korbannya roboh dan tewas dan Ci Fang akhirnya tahu maka pemuda ini terbelalak dan terkejut bukan main.

"Kau.... apa yang kaulakukan itu, Eng Hwa? Kau menyedot dan menghisap darah manusia hidup?"

"Hi-hik, aku sedang menyempurnakan ilmu yang kulatih, Ci Fang. Dengan darah segar begini maka aku akan semakin lihai."

"Ilmu apa yang kau latih?"

"Hek-tok-hiat! Lihat, darah semburanku masih berwarna merah... crot!" dan ketika wanita itu menyemburkan darah hidup dan pohon di depannya hancur berlubang maka Ci Fang terkejut dan mundur dengan muka pucat.

"Kau..., ah, Eng Hwa, bagaimana kau dapat melatih ilmu iblis macam itu? Dari mana kau mendapatkannya?"

"Hi-hik, kudapatkan dari guruku sendiri, Ci Fang. Tapi belum sempurna dan kini ingin kusempurnakan. Kenapa? Kau takut?"

"Tidak," pemuda ini merasa gentar. "Aku tidak takut, Eng Hwa, melainkan ngeri. Hek-tok-hiatmu itu luar biasa sekali hingga sekali semprot pohon pun hancur!"

"Hi-hik, belum seberapa, Ci Fang. Kalau darah yang kusemprotkan sudah berwarna hitam maka selain hancur pohon itu juga keracunan. Mulai dari akar sampai pucuk daunnya yang paling muda akan menjadi hitam hangus!"

"Begitu hebat?"

"Ya, begitu hebat. Namun aku belum mencapai tingkat itu!" dan ketika wanita ini terkekeh dan menendang mayat Song-kongcu, putera Song-taijin maka wanita itu bergerak dan tiba-tiba mencengkeram bahu Ci Fang. "Kau," katanya bersinar-sinar. "Kau tak takut kepadaku, Ci Fang? Kau tak takut kubunuh?"

"Ha-ha!" Ci Fang tiba-tiba tertawa bergelak. "Kalau aku takut padamu maka sudah dulu-dulu aku menyingkir, Eng Hwa. Kau keliru. Aku tidak takut padamu atau siapa pun. Bahkan Golok Maut pun tidak pernah kutakuti!" dan ketika pemuda itu balas mencengkeram dan menepis lengan orang maka Siluman Kucing Li Eng Hwa ini merasa kagum.

"Hi-hik," wanita itu melepaskan tangannya. "Keberanianmu inilah yang tidak dipunyai sembarang pemuda, Ci Fang. Kalau saja kau penakut atau kurang pemberani tentu sudah dulu-dulu kau menjadi korban ilmu Hek-tok-hiat! Tapi tidak. Kau pemberani, kau mengagumkan. Dan karena itu kau membuat aku suka, hi-hik!" dan ketika Ci Fang mundur dan tersenyum mengangguk-angguk maka pemuda ini berkata,

"Dan kalau kau bukan wanita yang lihai bermain cinta barangkali aku juga tak akan begini tergila-gila padamu, Eng Hwa. Kau hebat luar dalam. Kau wanita yang baru pertama kali ini kutemukan. Ah, aku tak takut kau bunuh untuk menyempurnakan ilmumu itu, karena kau menyimpan sesuatu maksud yang belum kau katakan!"

"Apa?"

"Ha-ha, sebulan galang-gulung denganmu akhirnya aku menangkap sesuatu yang kau sembunyikan, Eng Hwa. Aku tahu bahwa kau memerlukan diriku untuk sesuatu yang bersifat rahasia. Kau tak mungkin membunuhku!"

Wanita ini terbelalak. "Kau... dari mana dapat menyimpulkan itu? Kau yakin?"

"Ha-ha, aku bukan anak kecil, Eng Hwa. Aku tahu, tapi aku pura-pura tak tahu! Nah, katakan saja apa yang kau perlukan itu dan jangan khawatir aku pasti menolongmu. Kau kekasihku!" dan ketika Ci Fang memeluk dan mencium wanita itu, tertawa, maka Siluman Kucing ini tertegun tapi akhirnya terkekeh, mengangguk dan balas mencium pemuda itu, bahkan menggigit. Dan ketika Ci Fang berteriak dan memaki temannya maka Eng Hwa berkata, kagum,

"Ci Fang, kau benar-benar seperti ayahmu, cerdik dan pintar. Eh, haruskah aku berterus terang saja? Apakah kau tidak marah?"

"Hm, ini menandakan seriusnya rahasia itu. Eh, kenapa aku harus marah, Eng Hwa? Kalau kau terus terang dan jujur padaku maka tentu saja tak perlu aku marah. Katakan saja dan coba apakah aku dapat menolongmu!"

"Kau dapat menolongku, dan kaulah satu-satunya orang yang dapat menolongku!"

"Hm, jangan buru-buru, Eng Hwa. Aku belum tahu itu tapi nadamu semakin serius saja!"

"Benar, aku sekarang tak perlu berahasia lagi, Ci Fang. Kartu ini harus kubuka!" dan ketika pemuda itu terkejut dan mengerutkan keningnya maka Siluman Kucing itu bicara sungguh-sungguh, berdebar namun berhati-hati.

"Ini berhubungan dengan pamanmu, pangeran she Coa itu. Rahasia yang selama ini terpendam dan hanya diketahui Si Golok Maut!"

"Pamanku? Golok Maut?"

"Benar, pamanmu dan Golok Maut erat hubungannya, Ci Fang. Dan kuduga ayahmu sebenarnya tahu!"

"Soal apa?"

"Kau mau menyimpan rahasia?"

"Ah, aku dan kau bukan orang lain lagi, Eng Hwa. Kau dan aku satu. Katakan saja apa itu dan aku menjamin tak mungkin bocor!"

"Baiklah. Begini, Ci Fang. Pamanmu itu, Coa-ongya, memiliki simpanan ilmu silat yang dipunyai pula oleh Si Golok Maut. Secara diam-diam dan amat hati-hati pamanmu itu melatih Giam-to-hoat (Silat Golok Maut). Tapi karena dia belum seluruhnya mahir dan mungkin setengah atau lebih ilmu yang dikuasainya itu maka dia tak pernah mengeluarkannya karena dirasa masih tanggung!"

"Pamanku? Bisa ilmu silat? Ha-ha, kau lucu, Eng Hwa. Kau ngawur! Pamanku itu tak bisa apa-apa, dia lemah dan seperti aku. Kalau umpamanya dia pandai silat maka tak perlu kiranya segala macam pengawal dan pelindung istananya itu!"

"Tidak, kau salah, Ci Fang. Dan inilah yang tak diketahui orang luar. Lihat, betapa lihainya pamanmu menyembunyikan rahasianya itu. Sebab, kalau orang tahu dan dia sudah memiliki ilmu setingkat dengan yang dimiliki Si Golok Maut itu maka pamanmu adalah orang berbahaya dan agaknya paling lihai di dunia!"

"Tapi ada Beng Tan di situ, pemuda ini juga lihai!"

"Ya-ya, maksudku selain pemuda itu dan Golok Maut sendiri pamanmu adalah orang yang amat berbahaya, Ci Fang. Sayang dia belum dapat menyempurnakan ilmunya itu karena Golok Maut keburu hilang!"

"Eh, bagaimana ini? Dari mana kau tahu semuanya itu?"

"Hm, aku tahu tak usah kau tanya, Ci Fang. Pokoknya Golok Maut itu pernah ditipu pamanmu dan diambil ilmunya. Tapi karena Golok Maut keburu lenyap sebelum dibunuh maka pamanmu gagal setengah jalan dan kini Golok Maut datang untuk membalas perbuatan pamanmu itu, sekalian merampas ilmunya dengan membunuh pamanmu itu!"

"Hm, kau agaknya tahu banyak," Ci Fang tiba-tiba memandang tajam. "Kau tahu segala hal tentang Golok Maut dan pamanku, Eng Hwa. Kalau begitu coba ceritakan kenapa Si Golok Maut itu ingin membunuh-bunuhi orang-orang she Coa dan Ci!"

"Karena dia dendam pada paman dan ayahmu itu."

"Untuk soal apa?"

"Penipuan dan penyiksaan yang dilakukan pamanmu. Dan karena ayahmu ikut-ikutan maka ayahmu kena getahnya juga dan menanggung resiko!"

"Tapi ayah tak pernah bicara apa-apa!"

"Itu karena hal ini sudah lewat belasan tahun, Ci Fang. Tapi begitu Golok Maut muncul dan datang menyatroni ayah atau pamanmu maka dua orang tuamu ini menjadi sibuk. Mereka teringat peristiwa belasan tahun yang silam!"

"Ah, aku jadi ingin tahu!"

"Tak perlu di sini. Kau dapat menanyakan hal itu pada ayahmu, Ci Fang. Aku hanya memberitahumu sekelumit agar kau sadar."

"Dan maksudmu tadi, bagaimana aku dapat menolongmu?"

"Aku ingin mencuri ilmu yang didapat pamanmu itu!"

"Heh?"

"Benar. Aku ingin kau mendekatkan diriku dengan ayah atau pamanmu itu, Ci Fang. Perkenalkan aku pada mereka dan diam-diam akan kuselidiki hal itu!"

Ci Fang terkejut. "Kau gila!" serunya. "Kau memperalat aku, Eng Hwa. Kalau ayah atau pamanku tahu maka mereka bisa membunuhku!"

"Tidak, aku tetap melindunglmu, Ci Fang. Dan ada keuntungannya kalau hal ini berhasil kita lakukan!"

"Apa keuntungannya?"

"Kau mempelajari silat Giam-to-hoat itu. Bersama-sama aku kita berdua akan menjadi sama-sama lihai, menguasai dunia!"

"Ha-ha!" Ci Fang tertawa bergelak. "Kau berambisi sekali, Eng Hwa. Padahal kau bilang bahwa Golok Maut dapat kau kalahkan! Eh, mana yang benar? Kau yang bohong atau ambisimu itu yang kelewat besar?"

Wanita ini terkejut. "Ci Fang," katanya cepat. "Kau tahu bahwa Beng Tan itu adalah musuh yang setingkat denganku. Dia sedikit unggul dibanding Golok Maut dan aku maupun dia dapat mengalahkan Si Golok Maut itu. Tapi karena kami berimbang dan hanya dengan memiliki Giam-to-hoat itu aku akan lebih unggul dibanding pemuda itu maka aku ingin menundukkan si sombong itu dan menjadi yang terlihai!"

"Eh, jadi kau tak mau kalah?"

"Benar," wanita ini tertawa cerdik. "Kalau aku memiliki Giam-to-hoat maka sama halnya si Beng Tan itu kukeroyok dua, Ci Fang. Artinya seolah dia menghadapi aku dan Si Golok Maut. Ilmuku Hek-tok-hiat masih belum sempurna, kau tahu sendiri. Maka kalau aku dapat mempelajari Giam-to-hoat dan dengan ilmu-ilmu silatku yang lain aku dapat menggabungkannya maka si Beng Tan itu akan dapat kukalahkan!"

Ci Fang tertegun. Dia tak tahu cerdiknya Siluman Kucing ini, tahu bahwa dalam soal ilmu silat Ci Fang termasuk nol besar. Wanita itu dengan lihai dan cepat segera menutupi kelemahannya dengan menambah dan mengurangi sana-sini, karena diam-diam dia terkejut bahwa tadi Ci Fang telah menodongnya dengan pertanyaan tajam. Yakni kenapa dia yang sudah mengaku dapat mengalahkan Golok Maut masih juga ingin memiiiki Giam-to-hoat, belang yang hampir saja terbuka kalau Siluman Kucing ini tidak cerdik bicara. Maka begitu dia berkata panjang lebar dan Ci Fang pada dasarnya kurang mengenal baik lika-liku silat maka gampang saja dia dibodohi tapi diam-diam pemuda ini kurang puas, mulai tumbuh kecurigaannya.

"Baiklah," Ci Fang akhirnya tersenyum juga. "Kalau kau ingin mengalahkan pemuda baju putih itu untuk menjadi yang terlihai dapat saja aku membawamu ke pamanku, Eng Hwa. Tapi hati-hati dan jangan sembrono. Pamanku itu cerdik, dia amat awas dan tajam firasatnya. Sekali kau teledor dan kurang hati-hati maka maksudmu ini bisa gagal!"

"Aku tahu," siluman itu tertawa. "Aku dapat berhati-hati, Ci Fang. Tak perlu kau khawatir."

"Dan di sana ada beberapa pembantu paman yang lihai. Barangkali kau sudah dengar tentang Pek-mo-ko dan Hek-mo-ko."

"Hi-hik, aku tahu, Ci Fang. Mereka dapat kuatasi. Tapi berjanjilah kau akan menolongku sepenuhnya!"

"Eh, kau tak percaya?"

"Bukan begitu. Hanya kuminta kau diam saja melihat kelakuanku nanti, Ci Fang. Jangan cemburu atau marah misalnya jika aku mengambil hati pamanmu!"

"Hm," pemuda ini berkerut kening. "Kau mau bercinta-cintaan dengan pamanku itu? Kau suka pada orang-orang tua?"

"Hi-hik, belum apa-apa sudah cemburu!" Siluman Kucing itu terkekeh. "Memangnya kenapa kalau aku berbuat begitu, Ci Fang? Bukankah kita sudah saling menyaksikan kalau yang lain berganti pasangan?"

"Benar, tapi ini lain, Eng Hwa. Dia itu pamanku, keluargaku. Terus terang aku tak rela kalau kau melayani pamanku!"

"Hi-hik, aku tak akan melayani pamanmu. Aku hanya menggoda dan jinak-jinak merpati saja. Percayalah, aku dapat menjaga diri kalau kau tak suka, Ci Fang. Kita berdua nanti menjadi lihai kalau silat Golok Maut yang diambil pamanmu itu dapat kupelajari!"

"Dan kau jangan melanggar laranganku ini," Ci Fang berpesan sungguh-sungguh. "Kau tak boleh melayani pamanku, Eng Hwa. Atau aku bakal membongkar maksudmu dan kita berdua sama-sama celaka!"

"Ih, tak usah begitu!" dari ketika Siluman Kucing ini mencium Ci Fang yang merajuk maka segera pemuda itu lega dan balas menyambut kekasihnya, akhirnya tertawa dan bergulinglah keduanya di rumput yang hangat.

Ci Fang sudah dapat mengendalikan dirinya lagi dan keduanya tak perduli pada sesosok tubuh yang membujur kaku, tubuh dari Song-kongcu yang dihisap darahnya oleh Siluman Kucing ini! Dan ketika keduanya bergulingan tertawa-tawa dan sebentar saja tak ada sisa pakaian yang melekat di tubuh maka keduanya sudah terbang ke sorga menghamba nafsu berahi!

* * * * * * *

"Eh, siapa ini, Ci Fang? Kau pulang?" begitu pertanyaan pertama kali yang dilancarkan Ci-ongya kepada puteranya ketika melihat pemuda itu membawa kekasihnya, datang dengan wajah berseri-seri dan sang ayah tertegun. Siluman Kucing Li Eng Hwa yang datang bersama puteranya tampak juga berseri-seri, wajah yang cantik itu memerah dan langkah kaki yang ringan serta gerak-gerik yang cekatan dari seorang ahli silat segera ditangkap pangeran ini.

Ci-ongya memandang puteranya dan Ci Fang pun tertawa. Dan ketika Siluman Kucing sudah memberi hormat namun kerling mata menyambar tajam maka Ci-ongya berdebar menekan perasaannya yang agak terguncang, maklumlah, kerling yang diberikan gadis di samping puteranya itu bukanlah kerling sembarang kerling, sebuah kerling maut yang cukup matang dan jelas dipunyai oleh seorang wanita yang matang pula, yang segera dapat ditangkap pangeran itu karena Ci-ongya adalah seorang laki-laki yang penuh pengalaman pula!

"Maaf, ini kekasihku, ayah. Eng Hwa, Li Eng Hwa. Calon isteriku!"

"Hm, dari Hek-yan-pang?"

"Ah, bukan!" Ci Fang tertawa lebar. "Eng Hwa adalah gadis kang-ouw yang kutemukan secara kebetulan, ayah. Kami bertemu di tengah jalan justeru di saat aku harus meninggalkan Hek-yan-pang!"

"Hm, coba ceritakan itu. Mari duduk!" dan Ci-ongya yang tak henti-hentinya mengamati atau melirik Eng Hwa segera merasa yakin bahwa gadis yang dibawa puteranya ini bukan seorang gadis biasa, sikap dan senyumnya itu semakin menjadi dan ada kesan genit yang mulai menonjol. Sebagai seorang laki-laki yang hampir tiap hari berganti-ganti wanita tentu saja pangeran ini tertarik. Ci-ongya menangkap sesuatu yang menantang dari wanita itu, karena Siluman Kucing diam-diam memberikan semacam isyarat padanya, senyum yang menawan atau anggukan yang penuh arti.

Dan ketika semuanya duduk dan Ci Fang mulai bercerita maka pemuda itu menjelaskan, "Aku terpaksa kabur. Hek-yan-pang bukan perkumpulan yang enak kutinggaii. Mereka wanita-wanita yang sombong, ayah. Dan aku sebenarnya sudah lama ingin pergi. Dan ketika kesempatan itu datang karena kebetulan Golok Maut mencari ketuanya maka aku dapat meloloskan diri dan kabur."

"Golok Maut? Datang lagi di sana?"

"Hm, ayah sudah mendengar kedatangan Si Golok Maut yang pertama itu?"

"Ya-ya, aku sudah tahu, Ci Fang. Dan Cam-busu yang tewas dibunuh Golok Maut juga sudah kulihat kepalanya di sini. Aku sudah tahu semua itu!"

"Kalau begitu tak perlu kuceritakan lagi," pemuda ini mengerutkan kening. "Kau ternyata diam-diam saja membiarkan aku, yah. Kau agaknya ingin aku terbunuh!"

"Ah!" sang ayah terkejut. "Jangan bicara seperti itu, Ci Fang. Tak ada seorang ayah yang ingin membiarkan puteranya terbunuh, kecuali ayah itu gila! Aku tak mendengar beritamu lagi setelah kau masuk di perkumpulan itu. Aku sudah siap mengirimkan orang untuk mencari beritamu setelah kau tiba-tiba muncul di sini, mendahului!"

"Hm, ayah masih ingat aku? Sungguh-sungguh?"

"Ci Fang," sang ayah marah. "Aku masih seorang ayah yang normal dan waras. Kepergianmu pun ke Hek-yan-pang adalah dalam rangka menyelamatkan dirimu dari tangan Si Golok Maut itu. Kenapa kau bicara begini dan membuat aku malu? Apa kesan calon isterimu ini kalau hal itu disangkanya benar?"

"Maaf," Siluman Kucing tiba-tiba tersenyum mendahului, memberikan jawabannya yang merdu. "Sejak mula aku sudah tak mempercayai kata-kata Ci Fang ini, ongya. Dan untuk itu sengaja aku membawanya pulang. Anak muda memang suka menurutkan kata hatinya sendiri. Harap ongya maafkan dia karena sesungguhnya aku sendiri tak mempercayai kata-katanya!"

"Nah!" sang pangeran berseri. "Dengar Ci Fang, calon isterimu sendiri demikian bijak dan penuh pandangan. Bagaimana kau bisa kalah dan tidak berpikir panjang dulu? Aku selalu memperhatikanmu, anak baik. Tapi kau yang kadang-kadang kurang ajar dan tak tahu diri!"

Ci Fang tersenyum. Kata-kata ayahnya yang terakhir tentu saja ditangkspnya jelas karena mengandung maksud yang lain. Sang ayah menunjukan kata-katanya itu pada masalah Lan Hong, selir yang cantik itu. Tapi karena dia sekarang tak tertarik lagi pada Lan Hong karena penggantinya sudah ada dan jauh lebih hebat daripada selir ayahnya maka pemuda ini berkata,

"Ayah, kekurang-ajaranku yang dulu-dulu tak usah dibicarakan lagi. Eng Hwa sudah di sisiku, aku tak mungkin kurang ajar lagi karena dia dapat mendidik dan menyenangkan aku!"

Sang ayah mengangguk, cepat mengerti. "Dan sekarang," tanyanya. "Apa keperluanmu pulang? Minta segera dinikahkan?"

"Ha-ha!" sang anak tertawa bergelak. "Aku dan Eng Hwa sepakat tak buru-buru menikah dulu, ayah. Kami menahan diri sampai Si Golok Maut dibunuh. Eng Hwa hendak melindungiku di sini dan menunggu musuh besar kita itu!"

Ci-ongya terkejut. "Dia dapat mengalahkan Golok Maut?"

"Kau lihat saja, ayah," Ci Fang tertawa sombong. "Kekasihku ini dapat membunuh Golok Maut dengan mudah. Tapi kedatangannya di sini terus terang jangan diberitahukan orang lain dulu. Eng Hwa sudah dikenal Si Golok Maut. Kalau Golok Maut tahu ia ada di sini tentu laki-laki itu tak mau datang karena yang ditakuti adalah calon isteriku ini!"

"Hm, kalau begitu hebat!" Ci-ongya bersinar-sinar. "Dapatkah aku tahu kelihaian kekasihmu ini, Ci Fang? Bolehkah aku tahu kepandaian calon mantuku sendiri?"

"Tentu saja!" Ci Fang mengangguk tertawa. "Tapi jangan dia diadu dengan para pengawal atau pembantu paman, ayah. Eng Hwa tak mau dikenal selama Golok Maut belum dibunuhnya!"

"Kalau begitu bagaimana?" Ci-ongya mengerutkan kening, terkejut. "Bagaimana aku bisa mengenal kehebatannya kalau tidak disuruh bertanding dengan orang-orang lihai di sini?"

"Ayah tak perlu ragu," sang putera menjamin. "Aku dapat memberikan bukti yang lain, ayah. Suruh saja sepuluh orang pengawal masuk di sini!"

"Untuk diadu dengan kekasihmu ini?"

"Bukan, melainkan dengan aku. Lihat berapa jurus mereka roboh karena aku sekarang bukan Ci Fang beberapa bulan yang lalu!"

"Kau?"

"Ya, lihat saja, ayah. Aku bertaruh bahwa sepuluh jurus saja para pengawal di luar gedung itu akan dapat kurobohkan. Akan kutunjukkan padamu bahwa dua tiga bulan ini aku sudah beiajar silat dan sanggup merobohkan sepuluh pengawal sekaligus, tanpa senjata."

Ci-ongya terbelalak. Tiba-tiba dia terkejut karena tentu saja tak percaya. Puteranya itu adalah pemuda lemah yang beberapa bulan lalu harus diantar atau diiringi pengawal kalau hendak bepergian. Selama ini tak pernah belajar silat karena memang tak suka, meskipun pemberani dan bersemangat besar. Maka begitu puteranya hendak membuktikan namun dia masih ragu, kurang percaya, tiba-tiba puteranya itu berkelebat dan sudah menghilang di sana.

"Ha-ha, tak ada bukti tak ada percaya, ayah. Baiklah kau tunggu di sini dan aku panggil mereka itu!"

Ci-ongya tertegun. Puteranya sudah lenyap di sana sementara calon mantunya ini tersenyum-senyum, mengambil sumpit dan tiba-tiba menjentikkannya ke atas. Dan ketika seekor lalat roboh dan mati di situ, dengan badan tertembus sumpit maka si cantik ini berkata,

"Ongya, sebagai bukti pertama lihat saja lalat yang kubunuh ini. Apakah cecak di atas itu juga harus kubunuh? Atau sepasang nyamuk yang sedang bercumbu itu? Hi-hik, maaf, ongya. Kau lihat ini dan apakah kepandaianku tidak cukup... trik-trik!" sumpit bergerak, langsung menyambar berputaran dan tahu-tahu seekor cecak dan sepasang nyamuk runtuh di atas meja, tepat di depan Ci-ongya itu. Dan ketika sang pangeran terbelalak dan, tentu saja terkejut, kagum, maka pangeran ini memuji dan saat itu masuklah Ci Fang berkelebat datang.

"Ha-ha, ini mereka, ayah. Lihat berapa orang yang kupanggil!"

Sang ayah menoleh. Ci-ongya baru saja memuji calon mantunya itu ketika puteranya datang, melihat sepuluh pengawal berlompatan masuk dan mereka itu memberi hormat dengan berlutut kepadanya. Dan ketika puteranya tertawa-tawa dan menyuruh sepuluh pengawal bangkit berdiri maka pemuda itu berkata,

"Kalian keroyok aku, cabut senjata dan jangan sungkan-sungkan!"

"Tapi..."

"Tak ada tapi. Ayah ingin melihat kepandaianku sekarang, Liok-busu. Kau berdirilah dan cabut senjatamu serta sembilan temanmu yang lain ini!"

Pengawal itu terbelalak. Dia adalah komandan Liok yang dipanggil Ci Fang, berikut sembilan anak buahnya di mana katanya dia disuruh mengeroyok pemuda itu, padahal sepengetahuannya pemuda itu tak pandai silat. Tapi ketika Ci Fang berkelebat di depannya dan sudah menunjukkan tanda-tanda yang luar biasa, gerak-gerik sigap seperti layaknya seorang yang pandai ilmu silat maka Liok-busu ini terbelalak dan tertegun.

"Ayolah," pemuda itu berseru. "Kau mau tunggu apa lagi? Minta kutendang baru bangkit melawan?"

Liok-busu akhirnya sadar. "Baiklah," katanya agak terbata. "Kau sendiri yang minta, kongcu. Tapi minta perkenan ayahmu agar kami tak disalahkan!"

"Ha-ha, justeru aku yang minta semuanya ini, Liok-busu. Aku ingin menunjukkan kepada ayah bahwa kalian semua akan kurobohkan sepuluh jurus. Ayolah, cabut senjata dan kita mulai!"

Ci Fang bergerak, menampar mereka satu per satu dan terpelantinglah orang-orang itu ketika pemuda ini bergerak. Dan ketika tamparan itu terasa panas dan orang-orang ini terkejut karena Ci-kongcu yang biasa dikenal lemah dan tidak berkepandaian itu mendadak sekarang sudah berobah seperti harimau muda yang penuh tenaga maka mereka pun bangkit dan sudah mencabut senjata masing-masing, ada tombak ada golok.

"Kalian mulai," Ci Fang berseru. "Lihat berapa jurus kalian roboh, tikus-tikus pandir. Hayo serang aku dan jangan ragu!"

Liok-busu membentak mendahului. Dia sudah mendapat kedipan dari Ci-ongya agar menguji puteranya itu, berseru keras dan sudah mendahului menyerang. Lalu karena komandan ini sudah bergerak memberi aba-aba dan anak buahnya tentu saja berani maka sembilan yang lain bergerak maju dan sudah membantu pimpinannya.

"Ha-ha, bagus. Lihat ini... siut-plak-plak!" dan ketika Ci Fang mengelak dan mulai menangkis atau menampar, mengeluarkan kepandaiannya yang didapat dari Eng Hwa tiba-tiba pemuda itu sudah berkelebatan di antara pengawal, membagi-bagi tendangan dan pukulan dan pengawal pun terkejut. Mereka memekik ketika pemuda itu tiba-tiba lenyap, menghitung jurus demi jurus hingga Liok-busu pun terkesiap. Dan ketika pada hitungan jurus ke lima pengawal pun roboh berpelantingan maka lima pengawal sudah terbanting tak berkutik oleh pukulan atau tendangan pemuda ini.

"Ha-ha, lihat, ayah. Kalau sepuluh jurus mereka semua roboh maka berarti setiap jurus untuk satu orang!"

Ci-ongya ternganga. Ci Fang puteranya ternyata benar-benar membuat kejutan. Anaknya itu berseliweran naik turun menyambar-nyambar. Tubuhnya tak dapat disentuh dan tujuh orang sekarang roboh, semua mengaduh atau menjerit karena tulang sendi mereka terlepas. Ci Fang melakukan pukulan atau tendangan yang agak keras. Dan ketika orang kedelapan atau kesembilan roboh sambil berteriak dan Liok-busu pucat mukanya melihat berkelebatnya Ci Fang tiba-tiba pemuda itu berseru,

"Dan kau, hati-hati senjatamu, Liok-busu. Awas kupatahkan senjatamu itu dan siaplah menggelinding kalau tak ingin mampus.... pletak!"

"Aduh!" Liok-busu berteriak, benar-benar terlempar dan patah senjatanya ketika Ci Fang menyambar, menekuk senjata busu itu hingga tak dapat ditahan lagi dan sebuah tendangan membuat busu ini menjerit, roboh dan terguling-guling di sana. Dan ketika busu itu mengeluh dan coba melompat bangun namun roboh lagi, lututnya terkillr maka Ci Fang tertawa melempar sisa tombak yang patah sambil berseru,

"Nah, sepuluh jurus tepat, ayah. Lihat kelihaian puteramu sekarang setelah belajar dari Eng Hwa!"

"Aih, hebat. Mengagumkan!" sang ayah tiba-tiba bangkit berdiri, takjub dan bertepuk tangan. "Kau sekarang benar-benar hebat dan luar biasa, Ci Fang. Aku percaya padamu dan tak perlu bukti lagi .... ha-ha!" sang ayah menubruk puteranya, girang dan bangga karena Ci Fang yang dulu lemah dan tidak bisa apa-apa ternyata sekarang dapat merobohkan sepuluh pengawal demikian mudah.

Meskipun pengawal itu bukanlah orang-orang kelas satu namun bukti ini sudah cukup membuat pangerah Ci girang. Dan ketika Liok-busu dan kawan-kawannya disuruh keluar dan mereka rata-rata merintih karena tangan atau kaki mereka tertekuk uratnya maka Ci Fang membungkuk dan menekuk paah sebuah golok lagi yang tertinggal pemiliknya.

"Dan ini bukti kekuatanku sekarang, ayah. Aku memiliki tenaga dalam yang dapat melipat segala macam senjata tajam seperti lempung... krak-pletak!" golok dilempar keluar, semakin membuat sang ayah kagum dan Eng Hwa di Sana bersinar-sinar. Apa yang telah ditunjukkan Ci Fang cukup sebagai bukti bagi Ci-ongya. Dan Ketika pangeran itu mengangguk-angguk dan girang luar biasa maka pangeran ini berseru,

"Aku sekarang percaya, Ci Fang. Dan aku tak menguatirkan dirimu lagi di hadapan Golok Maut. Aih, kau sekarang lihai dan calon mantuku pun lebih lihai lagi. Ha-ha, pamanmu tentu senang!"

"Sst, jangan memberi tahu paman," Ci Fang tiba-tiba berbisik. "Rahasiakan semuanya ini dari siapapun, ayah. Aku dan Eng Hwa tak ingin dikenal lebih dulu. Biarkan aku seperti biasa dan jangan bicara macam-macam!"

"Tapi Liok-busu tadi..."

"Sudah kuberi tahu untuk diam dan tutup mulut. Siapa berani membocorkan dia akan kubunuh!"

"Eh, kau sekarang dapat bersikap ganas?" sang ayah terkejut. "Kau berani membunuh orang?"

"Ha-ha, bukan hanya membunuh, ayah. Mencincang pun kalau mereka macam-macam aku dapat melakukannya. Sudahlah, kau pun dapat kubunuh kalau tidak menuruti kata-kataku ini. Aku dan Eng Hwa tak ingin dikenal orang. Kami ingin menyembunyikan diri di sini menunggu Golok Maut. Kau jangan bertingkah atau aku tak akan menghormatimu sebagai orang tua!"

"Ci Fang...!" sang ayah melotot. "Kau.... kau mengancam ayahmu? Kau... kau berani mau membunuhku?"

"Ha-ha, membunuh manusia sama halnya membunuh semut bagiku, ayah. Kalau kau tak turut nasihatku ini dan macam-macam tentu aku tak segan-segan menghabisi nyawamu. Sudahlah, kau diam saja dan siapkan makan minum yang enak bagi kami berdua!"

AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.