Pedang Medali Naga Jilid 21

Cerita Silat Mandarin Serial Pendekar Gurun Neraka episode pedang medali naga jilid 21 karya Batara
PEDANG MEDALI NAGA
JILID 21
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Karya Batara
CENG BI terbelalak. Dia ragu, tapi ketika mendapat isyarat tosu itu dan melihat Pek Hong melompat mundur akhirnya wanita ini membanting kakinya dan melompat pula, terisak menjauhi Sin Hong.

"So-beng, aku berharap kau tak mengganggu anak-anakku. Kalau tidak, bersumpah demi langit dan bumi aku akan mencari dan membunuhmu!"

So-beng tertawa serak, "Yang memperlakukan mereka baik atau buruk bukan aku, hujin. Melainkan sri baginda di istana."

"Tapi kau yang bertanggung jawab, So-beng. Aku hanya tahu padamu dan tidak kepada oraag lain!"

"Boleh," So-beng bersikap tenang, acuh tak acuh. Dan Kui Hoa yang memberi isyarat adiknya untuk membawa lima orang tawanan itu sudah menghadap Pendekar Gurun Neraka.

"Pendekar Gurun Neraka, urusan kami telah selesai. Maaf Kami tak dapat mengantar peti jenazah ke liang kuburnya!"

Pendekar Gurun Neraka mengangguk. Dia bersikap dingin di menindas kegelisahannya, diam-diam marah tapi merasa tak berdaya. Dan ketika Kui Hoa memutar tubuhnya untuk membawa lima orang tawanan itu mendadak Siang-mo-ji-bin muncul.

"Ha-ha, sebaiknya mereka kita bawa seorang demi seorang, niocu. Aku dan adikku ini ingin membantu meringankan beban kalian. Sebaiknya putera-puteri Pendekar Gurun Neraka itu kami yang membawa!"

Pendekar Gurun Neraka terkejut. Dia melihat Ang-kwi sudah menyambar Sin Hong, mendahului Kui Lin yang membawa lima orang tawanan itu. Dan belum Kui Lin menolak atau menerima tiba-tiba Pek-kwi menyambar Bi Lan!

"Heh-heh, biar yang ini kubawa, niocu. Aku dapat menundukkannya kalau melawan!"

Tapi Kui Hoa sudah melompat maju. "Pek-kwi, gadis itu tak perlu kau bawa. Serahkan dia pada adikku!"

Pek-kwi terbelalak, "Tapi yang lain masih ada, niocu. Masa...."

"Cerewet!" Kui Hoa membentak. "Aku yang memimpin di sini, Pek-kwi. Kau masih mau membantah dan tidak segera menyerahkannya?"

So-beng tertawa kecil. "Pek-kwi, keponakanku bicara betul. Dia wakil sri baginda, sebaiknya serahkan gadis itu dan kau bawa yang lain. Aku membawa keledai gundul ini!" So-beng berkelebat ke depan, menyambar tubuh Bu Wi Hosiang dan memberi kedipan Iblis Putih itu agar mengalah.

Dan Pek-kwi yang melotot tapi terkekeh kecewa akhirnya melepas Bi Lan dan menyambar Thian Kong Cinjin. "Baik, aku membawa tosu bau ini saja, So-beng. Kalau bukan kau yang membujukku tentu Pek-kwi akan ngotot!" Iblis Putih itu melepas kecewanya, menggaplok pipi Thian Kong Cinjin dua kali hingga muka si tosu bengap dan mendelik padanya.

Dan Kui Hoa yang melihat tinggal seorang tawanan yang masih belum diurus lalu menuding Kwik-ciangkun. "Ciangkun, kau bawa dia. Sekarang kita masing-masing mempertanggungjawabkan tawanan kita!"

Dan Kwik-ciangkun yang sudah menyambar Fan Li lalu memutar tubuhnya dan mengangguk, siap turun gunung. Kui Hoa sekali lagi memberi hormat, tapi Pendekar Gurun Neraka yang tidak menggubris gadis ini membuat Kui Hoa tersenyum mengejek dan memberi aba-aba. Lalu begitu berkelebat mendahului rombongannya maka So-beng dan teman-temannya pergi.

"Pendekar Gurun Neraka, tak perlu cemas akan nasib anak-anakmu. Kalau terbukti mereka tak bersalah tentu akan dibebaskan!"

Pendekar Gurun Neraka terbelalak. Dia tak menjawab seruan itu, menggigil dan berkerotok buku-buku jarinya. Marah bukan main. Kemarahan yang tak dapat dilampiaskan! Dan Ceng Bi serta Pek Hong yang menangis dengan air mata bercucuran tiba-tiba mendesis kepadanya,

"Yap-koko. kau bertanggung jawab atas keselamatan mereka. Kalau Bi Lan atau Sin Hong sampai celaka di tangan mereka aku bersumpah tak mau kau jamah lagi!"

"Ya, dan aku akan melabrak istana, Yap-koko. Aku akan mengamuk di sana sampai titik darah terakhir!" Pek Hong menyambung, penuh kecewa dan marah pada suaminya itu, yang tentu saja semakin gelap dan keruh mukanya.

Dan Ceng Han yang tiba-tiba muncul dengan pundak masih dibalut tiba-tiba menegur adiknya itu. "Bi-moi, Yap twako telah berusaha sedemikian rupa untuk tidak membuat saat berkabung ini menjadi berantakan. Kenapa mengancam suamimu dan menyudutkannya dalam keadaan serba salah? Naga Boagkok telah mengikuti rombongan orang-orang itu, tak perlu khawatir. Sebaiknya kita selesaikan pekerjaan kita di sini dan menyusul segera!"

Ceng Bi masih menangis. Dia cemas oleh nasib Bi Lan dan Sin Hong, terutama Sin Hong yang dibawa Ang-kwi. Iblis yang amat berbahaya itu! Dan ketika upacara perkabungan dilanjutkan sampai pemakaman tiba, akhirnya seluruh keluarga Ciok-thouw Taihiap tak ada yang tenang. Mereka semua gelisah, teringat pada lima orang tawanan yang dibawa ke kota raja. Tentu saja khususnya Sin Hong dan Bi Lan.

Dan ketika upacara pemakaman selesai dan dua peti jenazah telah dimakamkan di belakang gunung akhirnya. Pendekar Gurun Neraka dan keluarganya kembali ke atas, mengira tamu-tamu akan bubaran dan pulang ketempatnya masing masing. Tapi ketika para tamu itu tak ada yang turun dan mengikuti Pendekar Gurun Neraka barulah pendekar ini tertegun. Apalagi ketika seorang laki-laki gagah menjura di depannya.

"Pendekar Gurun Neraka, maafkan kami. Kami telah bersepakat untuk menolongmu dari kesulitan ini. Kami tahu bahwa kau sebenarnya menyelamatkan kami dengan mengorbankan anak anakmu sendiri. Kami ingin membantu!"

"Hm, apa maksudmu, Kam-sicu (orang gagah Kam)?"

“Kami ingin menolongmu membebaskan putera-puterimu, Pendekar Gurun Neraka. Juga tiga orang lain yang ditangkap orang-orang jahat itu!"

"Ya, dan kami bersedia mengorbankan diri, Pendekar Gurun Neraka. Kami merasa malu kalau tak dapat membantumu!" seorang laki-laki lain maju, laki-laki kurus dangan kumis panjang, si Golok Kilat bernama Kwee Cin yang segera disambut dengan seruan lain yang ribut ingin membantu Pendekar Gurun Neraka.

Dan Pendekar Gurun Neraka yang terharu oleh seruan-seruan itu tiba-tiba menarik napas dan mengerutkan keningnya. "Kam-sicu, ini pekerjaan berbahaya. Mungkinkah kita melawan tiga ribu pasukan dengan dua ratus lebih orang yang ada di sini? Tidak, aku berterima kasih akan maksud baik kalian, Kam-sicu. Tapi tak perlu kalian mengorbankan nyawa sia-sia!"

"Kami tidak sia-sia mengorbankan nyawa, Pendekar Gurun Neraka. Kami ingin berjuang demi Ho-han-hwe! Bukankah lima orang yang ditawan itu adalah tokoh-tokoh Ho-han-hwe yang merupakan pembantu-pembantu kepercayaanmu?"

"Benar, tapi mereka terlampau kuat bagi kita, sicu. Dan aku akan bingung jika harus menjaga keselamatan kalian semua. Sebaiknya kalau kalian benar-benar ingin membantu maka kupilih saja beberapa di antara kalian.”

"Hm, kelau begitu aku siap paling depan. Pendekar Gurun Neraka!" si Golok Kilat berseru, mencabut goloknya dan mengacungkannya dengan gagah. "Aku ingin kau bawa menghadapi manusia-manusia busuk itu!"

"Ya, dan aku juga juga, Pendekar Gurun Neraka...!" seorang lain berteriak, mengikuti jejak si Golok Kilat ini. Dan begitu semuanya menyatakan kehendak mereka untuk maju membantu akhirnya Pendekar Gurun Neraka repot dan semakin terharu.

"Cuwi sekalian, tahan dulu. Jangan ribut!" Pendekar Gurun Neraka terpaksa mengangkat lengannya. “Karena kalian semua ingin menyatakan membantu biarlah sekarang kupilih saja. Maaf yang lain tak perlu kecewa. Aku ingin bantuan dari orang yang benar-benar dapat ku andalkan!”

Dan mulai menyebut nama mereka satu-persatu, akhirnya Pendekar Gurun Neraka mulai memilih. Dia membawa si Golok Kilat Kwee Cin itu, juga Kam Ek, laki-laki gagah yang pertama kali menyatakan maksudnya. Dan memilih lagi delapan orang yang cukup dia kenal. Akhirnya Pendekar Gurun Neraka mengumpulkan sepuluh orang pembantu yang dapat dipercaya.

"Nah, ini cukup bagiku, cuwi sekalian. Sebaiknya yang lain tak perlu penasaran dan kupersilahkan kembali ke tempatnya masing-masing. Cuwi dapat melihat perkembangan berikutnya!"

Para tamu tak menolak. Mereka menyadari keadaan, maklum bahwa yang dipilih Pendekar Gurun Neraka adalah orang orang yang dapat di andalkan, yang memiliki kepandaian paling tinggi di antara mereka. Maka mengangguk dan memberi hormat akhirnya mereka turun gunung dan tak membantah lagi.

Demikianlah, hari itu Pendekar Gurun Neraka mendapat masalah baru. Tapi pendekar besar yang gagah dan selalu berpikiran dingin itu tak menonjolkan kecemasan atau kegelisahannya seperti dua orang isterinya. Dia dapat bersikap lebih tenang. Dan ketika semua orang benar-benar telah meninggalkan tempat itu dan Kam Ek serta kawan-kawannya menunggu perintah akhirnya pendekar ini mengajak orang-orang itu ke puncak. Mereka perlu berunding, meskipun sejenak. Dan ketika diambil keputusan bahwa dia akan berangkat bersama sepuluh orang itu maka tiba-tiba Ceng Bi dan Pek Hong melompat bangun.

"Kenapa kami tak kau ajak, Yap-koko?"

"Hm, kalian perlu menjaga di sini, Bi-moi. Bukankah kakakmu sakit dan rumah dalam keadaan kosong? Dan lagi aku yang bertanggung jawab atas keselamatan orang-orang itu. Tak perlu kalian ikut!"

"Tidak! Aku ingin bersamamu, Yap-koko. Han Ki atau Han Bu dapat merawat ayah mereka di sini!"

"Benar. Dan aku juga tak akan membiarkan Bi-moi sendirian, Yap koko! Aku ikut dan kami berdua harus mendampingimu!" Pek Hong menyusul, bangkit berdiri dan gagah berendeng dengan madunya itu.

Dan Ceng Han yang melihat adik serta iparnya "menyerang" Pendekar Gurun Neraka akhirnya tertawa pahit dan berdiri pula. "Yap-twako, apa yang dikata adikku memang benar. Sebaiknya mereka ikut dan meringankan bebanmu!"

"Tapi kau masih lemah, Han-te. Mana bisa mereka dibiarkan meninggalkan tempat ini? Han Ki berdua tak cukup kuat. Sebaiknya mereka mendampingimu dan tak perlu ikut!"

Ceng Bi marah. "Kalau begitu kami akan bertindak sendiri, Yap-koko. Kami akan jalan sendiri dan melakukan tindakan-tindakan kami seperti apa yang kami rencanakan sendiri!"

"Ah, tidak boleh, Bi-moi!" sang suami terkejut. "Kalian tak boleh meninggalkan tempat ini dan harus mendampingi kakakmu!"

Tapi Ceng Han batuk-batuk. "Yap-twako, betapapun pundakku hampir sembuh. Tak perlu kau mencegah mereka bila sudah diputuskan. Adikku tentu melawan, dia tak dapat dicegah!"

Pendekar Gurun Neraka mengerutkan kening. Dia memang tahu kekerasan isterinya itu, watak yang hampir sama dengan mendiang Ciok-thouw Taihiap. Dan melihat Pek Hong serta Ceng Bi memandangnya dengan dada membusung dan tak mau mengalah terpaksa diapun mengangguk dan mengeluh.

"Baiklah, sebenarnya aku mencegah demi keselamatan kalian sendiri, Bi-moi. Tapi kalau kalian nekat dan ingin ikut bersama kami aku tak dapat menolaknya. Hanya, kalian tak boleh sembrono dan harus tunduk kepadaku!"

Ceng Bi lega. Dia tersenyum memandang madunya, senyum kemenangan. Senyum yang hanya sekilas dan tiba-tiba kembali cemberut ketika suaminya melotot, masih tak senang dan khawatir terhadap dua isterinya itu, yang saling pandang dan setengah mengejek memandang Pendekar Gurun Neraka. Dan Pendekar Gurun Neraka yang akhirrya mengalah pada protes dua orang isterinya itu lalu memutar tubuh melayang keluar.

"Baiklah, kita berangkat sekarang, Bi-moi. Dan cuwi-enghiong, mari kita pergi...!" dan Pendekar Gurun Neraka yang sudah meluncur ke bawah gunung dengan mengebutkan lengan bajunya lalu mengajak semua orang untuk memulai pengejaran mereka, mencari rombongan Kui Hoa yang menawan Sin Hong berlima. Dan begitu semua orang bergerak meninggalkan Beng-san maka tingallah Ceng Han serta dua anak laki-lakinya yang menjaga tempat itu.

Han Ki tampak kecewa. "Kenapa kami tak boleh ikut, ayah?"

"Sst, tak perlu kecewa, Ki-ji. Aku juga mempunyai rencana untuk melihat sepak terjang mereka."

"Maksudmu?"

“Kita juga turun gunung, Ki-ji. Tapi harus diam-diam dan tak boleh diketahui mereka!"

"Ah, maksudmu...?"

"Benar, kita membantu di belakang, Ki-ji. Aku tak mau bertopang dagu di atas gunung ini. Hayo siapkan senjata dan buntalan kalian!" dan Ceng Han yang tertawa memandang dua anaknya segera meloncat dengan pundak kaku, dipandang Han Ki yang gugup.

"Tapi lukamu..."

"Ah, dua-tiga hari lagi sembuh, Ki-ji. Kenapa khawatir? Hayo berangkat, tak perlu cemas,"

Dan Han Ki yang girang oleh semangat ayahnya ini tiba-tiba melompat ke dalam mengajar adiknya, menyiapkan senjata dan bekal seperlunya. Lalu begitu kegagahan ayahnya ini, yang semula disangka “melempem” dan hanyut dalam kedukaan. Dan begitu ketiganya berlari cepat tiba-tiba saja Beng-san-pai menjadi sunyi karena ditinggalkan ayah dan anak itu, yang disarankan Pendekar Gurun Neraka menjaga gunung, dan ketika sebentar kemudian Han Ki dan ayahnya meluncur turun maka lenyaplah bayangan ketiganya mengejar rombongan Pendekar Gurun Neraka!

* * * * * * * *

Malam itu, mendahului rombongan Kun Hoa yang menuju ke kota raja, Ceng Liong gelisah di depan kamar ibunya. Dia mondar mandir, setengah jam lebih. Dan ketika mengeraskan hati dan mendekati pintu akhirnya Ceng Liong berhenti di depan kamar ibunya ini.

"Siapa?"

Ceng Liong batuk-batuk. Dia membuka pintu, melihat ibunya berdiri dengan rambut kusut, rupanya tiduran sambil melamun. Dan Ceng Liong yang menyeringai dengan senyum aneh melompat ke dalam dan menutup pintu, memandang ibunya itu dengan muka merah. "Ibu, di mana Kui Lin? Benarkah pergi ke Beng-san untuk menangkap para pemberontak?"

Tok-sin Sian-li terkejut. Dua kali ini puteranrya itu mengetuk pintu, datang dengan sikap mencurigakan. Tapi mengangguk dan mengerutkan keningnya dia menjawab juga, "Ya, apa maumu, Liong-ji?"

"Hm, aku.... Ceng Liong tertawa. "Aku tak dapat tidur malam ini, ibu. Aku ingin minta tolong padamu untuk mendekatkan puteri Ok-ciangkun itu kepadaku!" dan menyeringai aneh memandang ibunya tiba-tiba Ceng Liong berbisik, "Ibu, bisakah kau menolong anakmu ini? Aku rindu, ibu. Aku tergila-gila pada adik Kui Lin!”

Tok-sim Sian-li mendengus. "Liong-ji, kau harus bersikap baik-baik pada puteri Ok-ciangkun itu. Dia terlanjur melihat sepak terjang yang kasar, mana mungkin membujuknya mau mendekatimu?"

"Ah, tak perlu dia mendekatiku, ibu. Tapi aku yang ingin mendekatinya! Kau bisa menolong, bukan?"

Tok-sim Sian-li mengibaskan lengannya. "Bagaimana aku harus menolongmu, Liong-ji? Apa yang kau minta?"

"Cekoki dia dengan arak perangsangmu itu, ibu. Kau ajak dia duduk-duduk di taman dan sekedar bercengkerama!"

"Hm, aku tak memiliki bahan pembicaraan dengannya. Mana bisa melakukan itu, Liong-ji? Sebaiknya kau rebut saja hati gadis itu dengan kelakuan yang manis!"

"Tapi gadis itu tak mau kudekati, ibu. Mana bisa memberikan sikap manis padanya. Kui Lin dan kakaknya acuh kepadaku. Mereka tak mau diajak bicara!"

Tok-sim Sian-li jengkel. "Itu karena salahmu dulu. Liong-ji. Kalau dulu kau tidak membuat onar di kaputren tentu gadis itu dapat kau bujuk! Sekarang kenapa merengek?"

"Jadi kau tak dapat membantuku, ibu?"

"Tidak. Dan kuberi tahu padamu, Liong-ji, bahwa sebaiknya tak perlu memaksa gadis itu untuk menjadi kekasihmu. Kui Lin maupun Kui Hoa dilindungi ayah mereka, juga So-beng ada di sana. Siapa berani main-main dengan orang-orang itu?"

"Dan kau takut kepadanya, ibu?"

"Bukan takut, Liong-ji. Tapi kedudukan kita sebagai pengawal rahasia bisa terancam. Kita bisa diusir, dan sekali kita bentrok dengan mereka tentu kesenangan dan dan kemewahan ini bisa hilang!"

"Hm, kalau begitu kita bunuh saja dua orang itu, ibu. Kui Lin dan kakaknya tentu tak akan mempunyai pelindung lagi!"

"Gila! Kau kira gampang, Liong-ji? Ok-ciangkun adalah orang kepercayaan sri baginda. Kita malah celaka bila main-main dengan mereka!"

"Tapi aku kini memiliki sinkang Ciok-thouw Taihiap, ibu. Dan berempat menghabisi dua orang itu tentu mampu kita lakukan!"

Tok-sim Sian-li terbelalak. "Liong-ji, kau nekat? Kau ingin membuat dua orang gurumu gusar?"

"Hm, twa-suhu selalu membantuku, ibu. Tak mungkin marah kalau aku yang minta."

"Tapi ji-suhumu?"

Ceng Liong tertawa mengejek. "Kalau ji-suhu melawan tentu dia kubunuh, ibu. Aku sekarang bukan Ceng Liong beberapa minggu yang lalu."

"Liong-ji...!"

Tapi Ceng Liong tersenyum. Dia tak menghiraukan seruan ibunya itu, bahkan mendekati ibunya dan kagum pada mata ibunya yang indah, terbelalak seakan seekor kelinci yang jernih dan bundar. Lalu duduk di pembaringan ibunya dan bersikap aneh. Tiba-tiba Ceng Liong menyambar lengan ibunya ini. "Ibu, kau cantik!"

Tok-sim Sian-li meronta. Ia merenggut lepas lengannya dari sambaran puteranya, gemetar dengan tinju terkepal. Mulai melihat Ceng Liong kurang ajar! Dan membentak dengan muka merah wanita ini menghardik, "Liong-ji, apa maumu?"

Ceng Liong tersenyum. "Aku mau kau membantuku untuk mendapatkan puteri Ok-ciangkun itu, ibu. Atau kalau tidak biarlah kuulangi permintaanku dulu agar kau memberikan cinta kasihmu luar dalam kepadaku!"

"Plak!" Tok-sim Sian-li menampar, ngeri dan marah memandang puteranya itu. Dan membanting kaki dengan suara menggigil wanita ini menudingkan telunjuknya, "Liong-ji, keluar kau. Keluar cepat sebelum kubunuh...!"

Ceng Liong mengusap pipinya. "Hm, semakin marah semakin cantik kau, ibu. Tapi aku tak mau keluar bila permintaanku belum terpenuhi."

"Keparat!" dan Tok-sim Sian-li yang memekik sambil melompat maju tahu-tahu melepas pukulan Tok-hiat jiunya ke kepala Ceng Liong. Dia rupanya kalap dan ngeri sendiri, gentar tapi juga gusar oleh sikap puteranya. Dan melancarkan pukulan dengan amat dahsyat Tok-sim Sian-li menyerang dengan maksud membunuh.

Tapi Ceng Liong tertawa mengejek. Dia juga tahu keganasan Tok-hiat jiu, tahu pula sampai di mana sinkang ibunya itu. Maka menerima dan menjatuhkan diri di pembaringan tiba-tiba Ceng Liong menangkap dan menarik ibunya itu untuk berguling bersama, roboh terbanting ketika lengannya disambar.

"Bluk!" Tok-sim Sian-li mengumpat caci. Ceng Liong telah memeluk dan mendekapnya erat, dan belum dia meronta atau melepaskan diri tiba-tiba Ceng Liong telah mencium pipinya dan berseru, "Ibu, kau hebat...!"

Tok-sim Sian-li melengking. Dia benar-benar marah dan gusar bukan main, maka menyodok dan menendang tiba-tiba wanita ini melepaskan dirinya berjungkir balik turun dari pembaringan, menggigil memandang puteranya itu. "Liong ji, kau... kau berani menghinaku?"

Ceng Liong tersenyum. "Aku tidak menghinamu, ibu. Siapa menghina?" pemuda itu tidak takut.

"Tapi kau menciumku, anak setan? Apakah ini bukan penghinaan?"

"Ah, itu karena aku suka padamu, ibu. Aku cinta dan tertarik padamu. Kenapa mesti marah-marah?" Ceng Liong tertawa. "Kau tak boleh berat sebelah kepadaku, ibu. Kalau kau tak mau membantuku mendapatkan puteri Ok-ciangkun itu maka sebaiknya gantikan dirimu untuk menghiburku!"

"Jahanam...!" Tok-sim Sian-li membentak. Lalu melengking dengan penuh kemarahan tiba-tiba kembali ia menerjang. "Kau anak iblis. Liong-ji. Kau bocah tak tahu malu!" dan Ceng Liong yang bertubi-tubi mendapat serangan ibunya ini lalu berlompatan ke sana ke mari mengelak.

"Ibu, kenapa marah-marah begitu? Aku tidak memaksamu, hanya meminta padamu untuk memberikan cinta kasihmu luar dalam. Kenapa menyerang?"

"Keparat, siapa tak marah kalau anak mengajak ibunya untuk menjadi kekasih, Ceng Liong? Kau tak tahu malu. Kau bocah iblis," dan Tok-sim Sian-li yang semakin gusar dan marah oleh kata-kata puteranya ini lalu menampar dan memukul dengan gencar. Bertubi-tubi dia menyerang anaknya itu.

Tapi Ceng Liong yang kini memiliki kepandaian jauh di atas ibunya itu dengan mudah menghindar. Dia belum menangkis, apalagi membalas. Tapi ketika ibunya kian beringas dan menyerangnya kalap Ceng Liong mulai mengerutkan kening. "Ibu, kau kini bukan lawanku. Sebaiknya hentikan seranganmu dan kita bicara baik-baik."

"Tidak ada yang perlu dibicarakan, Ceng Liong. Kau keluarlah atau kubunuh!"

Ceng Liong gelap mukanya. Dia menjadi marah, dan ketika ibunya menampar dan menghantam lehernya dengan pukulan Tok-hiat-jiu pemuda ini menangkis dan menggerakkan ujung bajunya. "Ibu, maaf... plak!"

Tok-sim Sian-li terpental. Dia terdorong dan menjerit oleh tangkisan puteranya itu, melotot dan membanting kakinya. Tapi nekat dan kembali menerjang ia sudah menubruk dan menyerang membabi-buta. Dengan kalap dan muka merah ia memaki-maki. Tapi ketika Ceng Liong kembali menangkis dan kali ini tubuhnya terjengkang roboh mendadak wanita itu memekik dan mencabut Bendera Iblisnya.

"Ceng Liong, aku akan membunuhmu...!"

Ceng Liong menggeram. Dia jadi naik darah, gusar dan marah pada ibunya ini. Maka begitu ibunya mengebut dan bendera menyambar muka sekonyong-konyong Ceng Liong mengulurkan lengannya menangkap bendera, menarik sekaligus merobek menjadi dua. Dan ketika sang ibu terkejut dan melempar tangan kiri untuk mencengkeram kepalanya, Ceng Liong sudah menyambut dan menangkap lengan ibunya itu.

"Bret-brett!"

Ceng Liong mendongkol. Dia melihat ibunya berhasil melepaskan diri, bendera dan lengan baju robek hampir berbareng. Sementara ibunya memekik dan berjungkir balik dengan penuh kemarahan. Dan ketika Tok-sim Sian-li melompat berdiri dan terbelalak memandang puteranya itu maka Ceng Liong melihat lengan ibunya yang putih halus, terangsang dan tiba-tiba terkekeh!

"Bagus, aku akan memaksamu kalau begitu, ibu. Mari kita main-main sebentar sebelum aku memperoleh cinta kasihmu!"

Ceng Liong berkelebat. Kali ini dia yang menyerang ibunya itu, menyeringai dengan tawa mengerikan. Dan ketika ibunya menangkis sambil membentak tahu-tahu kembali baju Tok-sim Sian-li robek direnggut jari pemuda ini. "Bret!"

"Ha-ha, lengan dan tubuhmu benar-benar mulus sekali, ibu. Aku benar-benar bergairah dan tertarik sekali..." Ceng Liong sudah berkelebatan, mengitari tubuh ibunya dengan lengan menyambar-nyambar, naik turun membuat Tok-sim Sian-li melengking-lengking.

Dan ketika Ceng Liong tak dapat ditahan lagi dan pemuda itu terkekeh dengan muka beringas tahu-tahu baju Tok-sim Sian-li robek-robek dan setengah telanjang dalam waktu sekejap!

"Liong-ji, kau manusia jahanam. Terkutuk kau..!"

Tapi Ceng Liong masih terus menyerang. Dia tertawa dan mempermainkan ibunya itu dengan sikap gembira, mulai mendengus-dengus dengan mata merah. Dan ketika baju ibunya mulai dia robek-robek dan Tok-sim Sian-li bingung mendekap bagian atas tubuhnya maka Ceng Liong tiba-tiba terkekeh dan menotok ibunya itu.

"Ibu, robohlah!"

Tok-sim Sian-li memekik. Dia memang tahu kelihaian puteranya ini, yang sekarang sudah jauh di atas tingkatnya sendiri. Maka ketika Ceng Liong menotok dan dia repot menutupi bagian atas tubuhnya yang telanjang bulat tiba-tiba wanita ini roboh terjengkang dan lumpuh di tepi pembaringan.

"Blukl" Tok-sim Sian-li mengeluh. Dia melihat Ceng Liong tertawa lebar, melotot memandang buah dadanya yang tak dapat dilindungi lagi. Dan Ceng Liong yang terkekeh dan berobah seperti iblis itu tahu-tahu sudah meremas dada ibunya ini dengan napas mendengus-dengus.

"Ibu, kau menggairahkan sekali!"

Tok-sim Sian-li pucat. Dia melihat Ceng Liong membelai dan mempermainkan tubuhnya, tertawa dan tidak perduli tata sopan santun lagi. Dan Tok-sim Sian li yang untuk pertama kalinya dicekam ketakutan yang sangat tiba-tiba menjerit, "Cing Liong, jangan! Kau... kau anakku sendiri...!"

"Heh-heh, anak ketika aku masih kecil, ibu. Tapi setelah aku dewasa, hubungan itu dapat kurobah zesuka hati. Kau kekasihku, bukan ibu!"

Tok-sim Siali melotot. Dia melihat Ceng Liong tiba-tiba mengangkat tubuhnya, menaikkannya ke atas pembaringan. Dan mendengus serta mencium-cium tubuh ibunya itu mendadak Ceng Liong melepas pakaiannya sendiri dan telanjang di tepi pembaringan!

"Kau ingin kupaksa atau melayaniku baik-baik, ibu?" Ceng Liong tertawa, beringas dikuasai nafsu yang memuncak.

Dan Tok-sim Sian-li yang melihat betapa pemuda itu telah berobah seperti orang gila tiba-tiba hampir pingsan ketika Ceng Liong merenggut sisa pakaiannya bagian bawah. "Ceng Liong, jangan...!"

Tapi Ceng Liong seperti orang kesetanan. Pemuda ini telah merenggut lepas satu-satunya pakaian ibunya, membuat ibunya telanjang bulat dan hampir pingsan oleh mata Ceng Liong yang seperti iblis, nyalang dan mendengus-dengus bagai kerbau gila. Dan ketika Ceng Liong mulai mendekap dan menciumi ibunya ini Tok-sim Sian-li benar-benar berteriak dengan penuh kengerian,

"Ceng Liong, jangan. Jahanam kau....!"

Tapi Ceng Liong tertawa tak perduli. Dia sudah lama diamuk nafsu berahinya ini, memendam hasrat untuk bercinta dengan ibunya sendiri. Pikiran seorang pemuda yang sudah bejat dan tak tahu malu. Dan ketika Tok-sim Sian-li meronta dan mulai menggelinjang-gelinjang melepaskan diri tiba-tiba Ceng Liong menindih ibunya ini dan menjadi buas.

"Ibu, kau boleh meronta. Dipaksa atau tidak kau harus melayaniku!”

"Ah. tidak, Liong-ji... tidak! Aku tak mau melayani anak sendiri. Kau anak terkutuk! Kau anak jahanam. Aku akan menggigit putus lidahku bila kau berani memaksaku...!"

Ceng Liong terkejut. Dia cepat menotok urat gagu ibunya itu, sadar dan kaget oleh ancaman ini. Dan ketika Tok-sim Sian-li mengeluh dan ah-ah-uh tak dapat bicara tiba-tiba Ceng Liong melompat turun mengambil sebolol arak. "Ibu, kau tak melayaniku baik-baik? Kau ingin mengecewakan aku? Hm...." Ceng Liong menyeringai. "Kalau begitu kau harus menikmati arak ini, ibu. Aku ingin kau tunduk dan tidak cerewet lagi!"

Dan Ceng Liong yang sudah menuangkan isi botol itu ke mulut ibunya tiba tiba disambut cacian tak jelas dari wanita ini, yang meronta dan menyemburkan arak itu yang bukan lain adalah Arak Sorga, arak yang dahsyat sekali menundukkan seseorang dalam nafsu berahi! Dan Ceng Liong yang marah melihat ibunya menyemburkan arak tiba-tiba membuka mulut ibunya itu dan menjepit kasar.

"Ibu, minumlah!"

Tok-sim Sian li tak berdaya. Untuk pertama kalinya dia menangis, menerima cegukan arak yang dituangkan Ceng Liong ke mulutnya, menggigil dan pucat bukan main oleh sikap puteranya yang benar-benar seperti iblis itu. Memaksa dia untuk bercinta dengan anak sendiri. Perbuatan biadab!

Tapi Tok-sim Sian-li yang ngeri dan terbelalak menerima arak itu akhirnya pasrah menerima nasib. Wanita iblis ini ketakutan. Dan ketika Ceng Liong membebaskan totokannya dan dia terhuyung dengan kepala pening tiba-tiba nafsu berahi mengganggu dirinya, Tok-sim Sian-li melawan maklum bahwa dia akan hanyut dalam peristiwa mengerikan yang seumur hidup belum pernah ia lakukan. Tapi karena arak perangsang memiliki kekuatan luar biasa dan kepala yang pening semakin pening dan Tok-sim Sian-li kehilangan kesadarannya maka malam itu ia menyerah.

Ceng Liong tak memiliki perlawanan lagi dari ibunya. Dan begitu Ceng Liong membawa ibunya ini ke perbaringan, maka Tok-sim Sian-li melayani puteranya itu. Hanyut dan dibakar nafsu birahi dari arak Sorga, arak perangsang yang dibuat sendiri. Dan ketika dua orang itu saling berdekapan dan mabok dalam kekuasaan iblis maka terjadilah perbuatan terkutuk di kamar itu, diiringi tawa Ceng Liong dan keluhan ibunya yang mendengus-dengus!

* * * * * * * *

Keesokan harinya, dengan muka pucat dan rambut kusut Tok-sim Sian-li membuka matanya. Ia masih merasa nanar, pusing dan tak dapat berdiri tegak. Tapi melihat Ceng Liong tidur di sampingnya dengan tubuh telanjang bulat dan ia sendiri juga bugil tanpa sehelai benangpun tiba-tiba wanita ini menjerit.

"Ceng Liong, kau jahanan binatang....!"

Ceng Liong membuka mata. Dia terkejut oleh teriakan ibunya itu, tapi melihat ibunya menyambar gunting dan menikamkannya ke dada kirinya mendadak pemuda ini mencelat dan melempar tubuh bergulingan, gerakan refleks dari seorang ahli silat. Dan begitu melompat bangun dengan kesadaran penuh dia melihat gunting itu menyambar pembaringan.

"Crat!" Ceng Liong mengguncang tubuh. Dia tertawa mengejek, melihat ibunya melompat turun dengan telanjang pula, mendelik dan berapi-api memandangnya, marah dan kecewa melihat pemuda itu berhasil menyelamatkan diri. Dan persis mereka berhadapan dengan sikap bermusuhan tiba-tiba sesosok bayangan muncul menendang pintu kamar.

"Tok-sim Sian-li, apa yang terjadi?"

Keduanya terkejut. Mereka melihat Mayat Hidup datang, terbelalak memandang mereka yang sama-sama tidak berpakaian! Dan Tok-sim Sian-li yang beringas memandang Ceng Liong tiba-tiba menudingkan jarinya dengan gemetar.

"Anak itu, dia.... dia memperkosaku, Mayat Hidup. Ceng Liong menggagahiku semalam dan melolohiku dengan arak perangsang....!"

Mayat Hidup tertegun. Dia tak menyangka perbuatan Ceng Liong itu, sejenak melotot dengan muka heran. Tapi mendengar Tok-sim Sian-li berseru menuding anaknya dan Ceng Liong tersenyum-senyum memandang ibunya mendadak iblis ini menjadi gusar. "Liong ji, kau menggagahi ibumu sendiri?"

Ceng Liong bersikap tenang. "Dia terlampau menarik bagiku, ji-suhu, Tapi karena dia menolak terpaksa aku mengambil jalan kekerasan. Dan benar, ibuku hebat. Pantas kau tergila-gila padanya pula!"

"Keparat!" Mayat Hidup membentak. "Tidak tahukah kau bahwa ibumu adalah kekasihku, Ceng Liong? Kau berani merebut kekasih gurumu?"

"Ah, kau harus bersikap adil, suhu. Kalau kerap kali aku melihatmu bermain cinta dengan ibu mana aku tahan?" Ceng Liong tertawa. “Kau tak perlu marah. suhu. Ibu boleh untuk kita bersama!"

Tok-sim Sian-li melengking. Dia telah menyambar pakaiannya, menyerang dan memukul Ceng Liong dengan dehsyat. Dan begitu bertubi-tubi dia memukul dan menyerang maka Ceng Liong harus berlompatan ke sana ke mari menghindari serangannya. Ceng Liong masih telanjang bulat, tidak rikuh sama sekali mengelak serangan ibunya itu, meskipun ditonton Mayat Hidup! Tapi ketika Ceng Liong harus melompat keluar karena ruangan itu sempit baginya mata Ceng Liong menyambar pakaiannya itu dan berkelebat melewati jendela, tertawa pada ibunya.

"Ibu, kamar itu sempit. Sebaiknya kita main-main di luar saja!"

Tok-sim Sian-li membentak. Ia menjejakkan kakinya dan mengejar Ceng Liong, kembali menyerang dengan pukulan-pukulan dahsyat. Tapi karena Ceng Liong memiliki kepandian lebih tinggi dan gampang mengelak ke sana-sini akhirnya wanita ini membanting kakinya dan berteriak pada Mayat Hidup, "Kerempeng penyakitan, kau melotot saja tak mau membantu? Hayo bunuh anak durhaka ini. Jangan biarkan dia lolos....!"

Mayat Hidup menggeram. Dia marah dan "sakit hati" bahwa Ceng Liong mengganggu Tok-sim Sian li, wanita yang selama ini menjadi kekasihnya dan galang-gulung dalam permainan cinta. Maka mendengar makian wanita ini dan melihat Tok-sim Sian-li tak dapat merobohkan lawan tiba-tiba iblis ini berkelebat dan membentak ke depan. "Liong-ji, kau benar-benar anak setan!"

Ceng Liong terkejut. Dia melihat gurunya menyerang, mempergunakan jari Coan kut-ci yang amat berbahaya itu, yang mengeluarkan sinar putih dan berkeredep menyambar lehernya. Maka berteriak dan melempar tubuh bergulingan. Ceng Liong ganti membentak gurunya itu, "Ji-suhu, kau mau membunuhku?"

Tapi Mayat Hidup yang tak mau menjawab hanya mendengus saja. Dia kembali menyerang muridnya itu membantu Tok-sim Sian-li yang mengejar Ceng Liong yang sedang bergulingan, melompat bangun dan mendapat serangan ibunya yang menampar dengan Tok hiat-jiu. Dan Ceng Liong yang terbelalak serta cepat menangkis tahu-tahu merendahkan tubuhnya dan mengebut ke depan.

"Plak-crit!"

Tok sim Sian-li memekik. Ia terdorong oIeh kebutan Ceng Liong, membentak dan kembali menerjang dengan marah. Dan Mayat Hidup yang juga tergetar oleh tangkisan muridnya itu ikut menggereng dan menjadi penasaran. Dan begitu dia melompat dan kembali menyerang maka Ceng Liong dikerubut oleh guru dan ibunya itu.

Terpaksa, Ceng Liong mengerahkan ginkang dan ketika dua orang lawannya melancarkan serangan-serangan berat yang bermaksud membunuhnya dan tidak main-main lagi tiba-tiba Ceng Liong berseru keras dan mainkan ilmu silat yang dia warisi dari ibu dan ji-suhunya itu. Ceng Liong menghadapi Tok-hiat-jiu dengan Tok hiat-jiu pula, dan tangan kirinya yang bergerak menusuk dan menyambar dengan tusukan Coan-kut-ci menandingi pula Coan-kut-ci gurunya yang tentu saja menjadi marah dan mencak-mencak oleh perbuatan muridnya ini.

"Ceng Liong, kau manusia hina. Kau terkutuk!"

Tapi Ceng Liong tak menggubris. Dia tersenyum dan tertawa saja mendengar makian gurunya itu, yang mendapat "senjata makan tuan". Dan ketika Ceng Liong menangkis dan balas menyerang dengan pukulan yang sama akhirnya ketiganya bertempur dengan seru.

Ceng Liong "mengisi" semua pukulan ataupun tusukan jarinya dengan sinkang Ciok-thouw Taihiap. Yang perlahan-lahan namun pasti menolak semua pukulan ibu dan ji-suhunya, mendorong mereka dan bahkan mulai mendesak! Dan Mayat Hidup yang merasa betapa Ceng Liong menahan Coan-kut-cinya dengan sinkang yang kuat dan penuh itu memiliki tenaga yang luar biasa tiba-tiba mendelik dan cemas sendiri.

Mayat Hidup khawatir. Dia mulai melihat bahwa Ceng Liong merupakan "benalu" yang berbahaya, yang mungkin dapat mengancam keselamatan jiwanya sendri. Maka ketika untuk ke sekian kalinya Ceng Liong menangkis dan mereka sama tergetar mendadak iblis tinggi kurus ini menyelinap ke samping dan menusuk punggung Ceng Liong dengan dua jari lurus ke depan.

"Crit...!" Ceng Liong mendengar suara itu. Dia tahu gurunya membokong, mempergunakan Coan-kut-ci di saat dia menghadapi serangan ibunya. Tapi Ceng Liong yang tertawa mengejek dan memutar kakinya tahu-tahu membalik dan mengayun kedua lengannya berbareng.

"Plak dess!"

Dan Mayat Hidup terhuyung dua langkah! Iblis tinggi kurus itu mendesis, marah melihat Ceng Liong mementalkan tusukannya. Tapi ketika dia hendak menyerang kembali dan Tok sim Sian li juga membentak marah tiba-tiba Sin-thouw-liong Mu Ba muncul, menyambar mereka yang sedang bertempur.

"Mayat Hidup, apa yang kau lakukan?"

Ketiganya terkejut Mereka melihat raksasa tinggi besar itu menangkis pukulan mereka, membantu Ceng Liong. Dan ketika mereka berdua terdorong mundur maka Tok-sim Sian-li memekik dengan seruan gusar, “Mu Ba. jangan ikut campur. Anak itu akan kita bunuh!"

Tapi Mu Ba menggereng. Dia melindungi Ceng Liong di depan, menerima pukulan Tok-sim Sian-li dengan dada terbuka. Dan ketika wanita itu menjerit dan terjengkang ke belakang raksasa ini membentak. "Sian-li. jangan mata gelap Ceng Liong adalah juga muridku!"

Dan Tok-sim Sian-li yang, mendelik sambil melompat bangun itu sudah membanting-banting kakinya. "Mu Ba, minggir. Tak perlu kau cerewet melindungi anak itu....!"

Tapi Mu Ba yang tak mau minggir malah berdiri gagah. "Tidak, aku harus tahu kenapa kalian menyerang anak ini, Sian-li. Dan coba jelaskan apa kesalahan anak itu hingga kalian mau membunuhnya!"

Tok-sim Sian-li tak menjawab. Dia menggigil dan gemetar mengepal tinjunya, mendelik pada raksasa tinggi besar itu. Dan Mu Ba yang mengerutkan kening melihat sikap wanita ini lalu menoleh pada rekannya

"Apa yang terjadi, Mayat Hidup? Kenapa kau ikut-ikut hendak mencelakai Ceng Liong?"

Mayat Hidup terkekeh, serak suaranya. "Sebaiknya kau tanya sendiri bocah itu. Mu Ba. Kami tak mau menjawab karena dia melakukan perbuatan yang memalukan!"

"Hm, apa yang kau lakukan, Ceng Liong?" akhirnya raksasa ini memandang muridnya, heran dan curiga. “Apa yang kau lakukan hingga guru dan ibumu marah-marah?"

Ceng L'ong menyeringai. "Aku tidak melakukan apa-apa, suhu. Hanya semalam aku mengajak ibuku bersenang-senang."

"Bersenang-senang apa maksudmu?"

"Bermain cinta, suhu. Tapi ji-suhu rupanya cemburu dan marah kepadaku!"

"Apa?” Mu Ba terbelalak. "Kau mengajak ibumu sebagai kekasih, Ceng Liong? Kau...”

"Ya," Ceng Liong memotong. "Aku tak tahan melepas rinduku, suhu. Dan karena ibu tak mau membantuku mendapatkan puteri Ok-ciangkun maka kupaksa dia minum Arak Sorga dan mau kuajak bermain cinta!"

Mu Ba tiba-tiba tertawa bergelak. Dia tertawa sampai tubuhnya berguncang-guncang, tidak marah melainkan geli. Dan bergelak memandang rekannya dia berseru, "Nah, apa kataku, Mayat Hidup? Bukankah sudah kukatakan bahwa murid kita yang satu ini istimewa? Dia tidak bersalah, yang bersalah adalah kalian berdua!"

Mayat Hidup melotot. "Apa maksudmu, Mu Ba? Kau justeru menyalahkan kami?"

"Ya, bukankah sudah kubilang janganlah kalian merangsang anak itu dengan permainan cinta di depan mata, Mayat Hidup? Dulu sudah kuberi tahu pada kalian agar tidak menyolok melakukan hubungan kekasih di depan anak ini. Dan kalau Ceng Liong sekarang ingin mencontoh perbuatan gurunya dan coba-coba bermain cinta dengan ibunya hal itu pantas. Ceng Liong tidak bersalah. Anak itu hanya melakukan apa yang menjadi dorongan hatinya belaka!"

"Keparat!" Tok-sim Sian-li membentak. "Kau membela muridmu yang durhaka itu. Mu Ba? Kau tidak melihatnya sebagai perbuatan yang jahat?"

"Ha-ha. perbuatan jahat yang bagaimana, hujin? Bukankah kita orang-orang sesat ini justeru semakin kagum dan menghargai perbuatan yang dikata jahat? Semakin busuk orang itu melakukan perbuatannya berarti semakin hebat dia. Itu tanda keberanian dan kepandaiannya. Eh, Mayat Hidup...." raksasa ini menoleh pada rekannya, tertawa. “Bukankah sudah menjadi ciri kita untuk mengagumi perbuatan-perbuatan jahat? Ceng Liong menunjukkan keunggulannya. Kita kalah setingkat dibanding murid kita itu!”

Mayat Hidup terbelalak. Dia mengangguk-angguk dan menyetujui kata-kata itu, mulai tersenyum dan akhirnya tertawa. Dan batuk-batuk memandang raksasa tinggi besar itu tiba-tiba Mayat Hidup terkekeh dan berkata, "Benar, aku hampir lupa oleh pandangan hidup kita ini. Mu Ba. Murid kita memang hebat dan patut kita puji. Kau benar. Ceng Liong setingkat di atas kita segala-galanya...!” dan berkelebat meninggalkan tempat itu, iblis ini berseru, “Tok-sim Sian-li, omongan raksasa itu tidak salah. Sebaiknya biarkan dia melakukan apa saja yang dia suka!"

Tok-sim Sian-li menjerit. "Kau berbalik haluan, iblis tua? Kau tak mau membantuku?”

Namun Mayat Hidup lenyap diluar tembok. Dia tertawa meninggalkan suaranya yang sayup-sayup sampai, dan ketika melihat bahwa dirinya menghadapi Ceng Liong tanpa kawan tiba-tiba wanita ini terisak dan melompat jauh. "Ceng Liong, kau anak terkutuk. Semoga iblis melahapmu kelak di pintu neraka!"

Ceng Liong mengangkat bahu. Dia tertawa dan bersikap tenang, acuh tak acuh menghadapi kemarahan ibunya itu. Dan melihat gurunya yang pertama memandangnya dengan mata bersinar-sinar pemuda ini mengangguk dan melompat pergi. "Twa-suhu. terima kasih!"

Mu ba terenyum lebar. Dia melihat Ceng Liong mengejar ibunya, satu arah dengan wanita iblis itu. Dan Mu Ba yang tertawa bergelak dengan muka gembira tiba-tiba juga melompat pergi dengan seruan parau, "Liong-ji, hati-hati. Ibumu cukup ganas...!"

Tapi Ceng Liong tersenyum mengejek. Dia tahu tanpa diberi peringatan lagi, dan Ceng Liong yang hari itu menguntit ibunya secara diam-diam mulai mengganggu wanita ini tanpa segan-segan lagi. Tok-sim Sian-li terus dibayangi, dan ketika hari demi hari berlalu dengan perasaan cemas dan ketakutan di pihak wanita ini, akhirnya Ceng Liong menundukkan ibunya itu habis-habisan.

Tok-sim Sian-li menyerah. Terguncang jiwanya dan seminggu kemudian mulai linglung, suka terkekeh dan ketawa sendiri bila Ceng Liong mempermainkan tubuhnya. Membiarkan diri "digerumuti" puteranya itu yang sudah tidak seperti manusia lagi. Dan ketika siang itu kembali Ceng Liong mempermainkan ibunya di dalam kamar mendadak sebuah bayangan mendobrak jendela.

"Tok-sim Sian-li, keluarlah....!"

Ceng Liong terkejut. Dia menyambar pakaiannya di atas lantai, melihat seorang pemuda membentak masuk melalui jendela. Dan Ceng Liong yang kaget oleh tamu tak diundang ini tiba-tiba membelalakkan matanya ketika melihat siapa yang datang. "Bu-beng Siauw-cut...!"

Tok-sim Sian-li melompat turun. Dia juga terkejut dan tersentak mendengar disebutnya nama ini, dan Kun Houw atau Bu-beng Siauw-cut yang tertegun melihat wanita itu telanjang bersama Ceng Liong tiba-tiba menggigil.

"Tok-sim Sian-li. kenalkah kau dengan wanita bernama Bwee Li?"

Tok-sim Sian-li bengong. Ia mengejap-ngejapkan mata, merasa getaran kuat tiba-tiba menghubungkannya dengan pemuda di tengah kamar itu. Tapi Tok-sim Sian li yang terkekeh dan tertawa dengan muka linglung tiba-tiba menyambar pekaiannya dan menjawab acuh tak acuh. "Siapa itu Bwee Li, Bu-beng Siauw cut? Apakah kau juga hendak memperkosaku seperti yang dilakukan anakku ini? Hi-hik. Ceng Liong benar-benar gagah. Keturunan Pendekar Gurun Neraka telah menggagahi ibunya sendiri dan tak tahu malu!"

Kun Houw menggigil. "Aku tak bertanya tentang anakmu yang biadab. Tok-sim Sian-li. Tapi menanyaimu tentang Bwee Li! Kenalkah kau dengan wanita itu?"

"Hm. Bwee Li yang mana, Siauw-cut?"

“Lihat ini.. !" Kun Houw melempar surat yang diterimanya dari Pendekar Gurun Neraka, pucat dan gemetar memandang wanita itu. Dan Tiok-sim Sian-li yang menangkap surat itu dan membukanya dengan tak acuh lalu membacanya dengan sikap ogah-ogahan. Mula-mula senyumnya mengejek, sinis dan kelihatan geli. Tapi ketika baris demi baris dilaluinya dengan cepat mendadak wanita ini berseru tertahan dan membelalakkan matanya lebar-lebar. Ia seakan tak percaya, mengulang lagi isi surat itu dengan baik. Tapi ketika surat itu tetap sama dan tidak ada yang berobah tiba-tiba wanita ini menjerit dan melengking histeris, berkelebat menyambar lengan kiri Ceng Liong.

“Ceng Liong, perlihatkan lenganmu...!"

Ceng Liong terkesiap. Dia tak mengerti maksud ibunya itu, tapi lengan kirinya yang sudah ditangkap dan dibolak-balik ibunya ini tampak diamati dengan penuh perhatian. Melihat ibunya menggigil dan pucat bukan main. Lalu melihat tak ada sesuatu di lengan kirinya itu mendadak wanita ini berkelebat ke arah Kun Houw.

"Bocah, perlihatkan lenganmu!" Kun Houw juga sudah ditangkap. Tok-sim Sian-li memeriksa lengan kiri Kun Houw, dan begitu melihat ada sesuatu di lengan kiri pemuda ini tiba-tiba Tok-sim Sian-li mengeluh dan bercucuran air matanya, terhuyung memandang Kun Houw. “Ceng Liong, kau... kau anakku...!"

Ceng Liong terheran. Dia melihat ibunya itu sudah menubruk Kun Houw, menangis tersedu-sedu dan memeluk pemuda ini dengan erat sekali. Dan Ceng Liong yang heran serta cemburu tiba-tiba menyambar ibunya ini dan membentak, "Ibu, apa yang terjadi? Kenapa kau memeluk musuh?"

Tapi mengejutkan sekali. Tok-sim Sian-li tiba-tiba melengking, dan terkekeh dengan masih menangis wanita ini tiba-tiba menghantam kepala Ceng Liong. "Hun Kiat, kau manusia binatang...!"

Ceng Liong terkejut. Dia mengelak dan melompat mundur, robek baju pundaknya disambar pukulan ibunya yang meleset. Dan Tok-sim Sian-li yang memekik sambil meraung tinggi tiba-tiba kembali menyambarnya dengan pukulan dahsyat.

"Hun Kiat. kau manusia binatang...!"

Ceng Liong mengerutkan kening. Dua kali ibunya itu memanggilnya dengan nama lain, nama yang membuat dia tidak mengerti dan menjadi marah. Maka ketika kembali ibunya menyerang dan dia harus mnngelak mundur tiba-tiba Ceng Liong menggerakkan kakinya menendang ibunya itu. Dan begitu Tok-sim Sian-li menjerit dan terpelanting roboh tahu-tahu Ceng Liong telah mencengkeram pundak ibunya ini. "Ibu, tahan. Jangan membuat aku marah!"

Tok-sim Sian-li memekik, ia meronta dan melepaskan diri, lalu bergulingan menjauh ia memaki pemuda itu, "Hun Kiat, aku bukan ibumu. Kau anak siluman Bwee Li!"

Ceng Liong tertegun. Dia masih tidak mengerti akan semua sikap ibunya. Tapi melihat ibunya memandang berapi-api dan menggigil di samping Kun Houw akhirnya Ceng Liong menjadi penasaran, "Ibu, apa yang terjadi? Apa maksudmu?”

"Hi-hik, kau baca surat ibumu ini, Hun Kiat. Kau bukan Ceng Liong dan bukan pula anakku. Aku bukan ibumu!"

Ceng Liong terkejut. Dia menangkap surat yang dilontarkan ibunya itu, membaca dengan alis berkerut-kerut. Dan terbelalak meremas surat ini tiba-tiba Ceng Liong tertawa bergelak. "Ha-ha. kalau begitu kau benar. Tok-sim Sian-li. Jadi aku adalah Pouw Hun Kiat? Dan kau kenal pula pada ayah ibuku itu?"

Tok-sim Sian-li membentak, "Aku bukan hanya kenal pada ayah ibumu, Hun Kiat. Tapi juga kebusukan-kebusukan mereka. Terutama ayahmu yang mempermainkan ibumu itu, setan licik Pouw Kwi yang persis dirimu!"

"Ya, dan aku juga telah mempermainkan dirimu, Tok-sim Sian-li. Kau wanita hebat yang memiliki tubuh menggairahkan!"

"Keparat..!" dan Tok-sim Sian-li yang marah oleh kata-kata ini tiba-tiba menerjang ke depan dengan pekik ganas. Ia sudah melancarkan serangannya bertubi-tubi, menampar dan menendang Ceng Liong atau yang kini diketahui sebagai Pouw Hun Kiat itu dengan serangan mematikan, ganas dan buas sekali, tampak bernafsu untuk membunuh lawan.

Tapi Hun Kiat yang melompat ke sana ke mari dengan mudah tiba-tiba mengejekinya memanaskan perut. "Tok-sim Sian-li, kau masih kuanggap ibuku. Sebaiknya hentikan seranganmu dan kita bersenang-senang saja"

Tok-sim Sian li melengking. Dia semakin marah oleh kata-kata ini, mencabut Bendera Iblisnya dan menyerang semakin gusar. Dan ketika belum juga dia dapat merobohkan lawannya itu dan Ceng Liong atau Hun Kiat mulai menangkis serta membalas hingga tubuhnya terpental atau terdorong ke belakang tiba-tiba wanita ini menjerit dan melontarkan Bendera iblisnya itu.

"Hun Kiat, mampuslah...!"

Ceng Liong atau Hun Kiat mendengus. Dia melihat lawan menyambit benderanya melompat dan menyusul di belakang berlindung di balik kain bendera yang berkibar menutupi mata, melancarkan Tok-hiat-jiu ke ulu hatinya. Ganas dan benar-benar berbahaya. Dan Hun Kiat yang marah oleh serangan itu tiba-tiba mengerahkan sinkangnya, menyambar sekaligus menerima Tok-hiat-jiu dengan kekebalannya. Dan begitu bendera tertangkap dan pukulan lawan mengenai ulu hatinya tiba-tiba Hun Kiat membentak dan ganti menyambitkan benderanya ke dada Tok-sim Sian-li.

"Tok-sim Sian-li, terimalah!"

Tok-sim Sian-li terbelalak. Ia melihat benderanya ditangkap lawan, dilontarkan kembali ke padanya sementara pukulannya mendarat di lambung Hun Kiat, terpental dan tertolak balik bertemu kekebalan Hun Kiat yang melindungi dirinya dengan sinkang, membuat Tok-sim Sian-li terpelanting roboh dan terguling-guling. Dan sementara ia menjerit sambil bergulingan itu tahu-tahu bendera mengejarnya cepat dengan kecepatan luar biasa, dengan gagang lebih dulu menyambar dada kanannya!

"Ibu, awas..!"

Tapi teriakan Kun Houw atau yang sebenarnya Ceng Liong yang asli itu terlambat. Hun Kiat telah melontarkan gagang bendera dengan kekuatannya yang luar biasa, tertawa mengejek mendengar Kun Houw menyebut "ibu" pada Tok-sim Sian-li, seruan yang meluncur tanpa disadari karena keadaan yang amat tiba-tiba. Dan begitu Tok-sim Sian-li menjerit dan mengeluh panjang tahu-tahu Bendera Iblis telah menancap di dada kanannya, menembus paru-paru.

"Crep!" Tok-sim Sian-li menggeliat. Ia roboh tak dapat bangun lagi, mendelik memandang lawan.

Dan Dan Kun Houw yang terbelalak melihat luka wanita itu tiba-tiba berkelebat maju membungkukkan tubuhnya, bermaksud menolong untuk menyelamatkan wanita ini. Tapi Hun Kiat yang melepaskan pukulan di belakang tiba-tiba menghantam lawan dengan serangan curang.

"Dess!" Kun Houw terlempar. Dia membentak dan melompat bangun, berkilat-kilat memandang lawan yang saat itu tertawa bergelak dan siap-siap menyerangnya lagi. Tapi Tok-sim Sian-li yang batuk-batuk dan muntahkan darah berseru padanya, "Liong-ji, bawa aku keluar. selamatkan ibumu dulu....!"

Kun Houw bingung. Dia memang mau menyelamatkan wanita itu, yang kini diketahuinya sebagai ibu kandungnya. Tapi Hun Kiat yang mengejek dan melepas Coan-kut-ci tak memberinya kesempatan untuk memberi pertolongan.

"Bu-beng Siauw-cut, sebaiknya namamu tak perlu diganti. Biarkan ibumu mampus.... crit!" dan sinar putih Jari Penusuk Tulang yang terpaksa dikelit Kun Houw menyambar dan meledak di atas lantai, membuat Kun Houw marah.

"Orang she Pouw, kau benar-benar tak tahu budi!"

"Ha-ha, bagi kami orang-orang sesat budi tak ada dalam kamus. Siauw-cat. Sebaiknya kau menyerah saja dan biarkan wanita itu menerima kematiannya!"

Kun Houw marah. Dia mulai membalas dan menangkis, menyerang lawan dengan muka merah. Tapi Tok-sim Sian-li yang merintih di atas lantai tiba-tiba berseru kembali, "Liong ji, bawa ibumu.... aku hampir tak kuat lagi...!"

Kun Houw terbelalak. Dia terpaksa menahan serangannya, melihat ibunya itu menangis dengan muka pucat, menggigil penuh harap memandangnya. Dan Kun Houw yang melompat mundur menjauhi lawannya tiba-tiba menyambar wanita itu dan keluar melompati jendela. "Hun Kiat, besok kita lanjutkan lagi. Tak perlu sombong...!"

Tapi Hun Kiat mengejar. "Ke mana kau lari, Siauw-cut? Serahkan jiwamu dulu!" dan Hun Kiat yang melepas pukulan menghantam punggung lawan tiba-tiba disambut kibasan Kun Houw yang memutar lengannya.

"Dess!" Kun Houw mengeluh. Dia terjungkir balik dan terdorong hebat oleh pukulan lawannya itu, cepat berdiri dan membawa ibunya melompati tembok taman.

Tapi Hun Kiat yang menyusul di belakangnya lagi-lagi tertawa. "Siauw-cut, robohlah!"

Kun Heuw marah. Dia terpaksa melayang turun, merasa angin pukulan lawannya mencicit berbahaya. Dan Kun houw yang membalik serta mencabut pedang tiba-tiba menusuk lawannya dengan jurus Heng-hun po-uh. "Orang she Pouw, kau terlalu... sratt!" dan baju lawan yang robek disambar pedang tiba-tiba membuat Hun Kiat berjungkir balik menjauhi lawan, berteriak kaget dan terbelalak memandang Kun Houw yang kembali sudah melayang melompati tembok. Lalu begitu lenyap dan tertegun memandang lawan tiba-tiba Hun Kiat memekik dan mengejar penasaran.

"Siauw-cut jangan lari...!"

Namun Kun Houw telah jauh di depan. Dia berlompatan menghilang di kompleks istana, dan ketika Hun Kiat mengejarnya sambil berteriak marah maka pemuda ini telah keluar dari kota raja dan terus berlari cepat menuju ke utara.

"Liong-ji, jangan masuki kuil rusak di hutan itu. Sebaiknya putar ke barat dan carilah sebuah gua...!"

Kun Houw gemetar. Dia memang bermaksud mencari kuil tua di tengah hutan itu, tempat di mana dulu Ceng Liong atau Hun Kiat hendak memperkosa Kui Hoa. Maka mendengar seruan ibunya agar dia mencari sebuah gua di sebelah barat dia lalu memutar larinya dan membelok. Kun Houw memasuki hutan cemara yang cukup lebat, dan ketika dia mendapat sebuah gua yang dicarinya maka saat itu pula ibunya pingsan!

"Ibu....!"

Tok-sim Sian-li tak menjawab. Wanita ini hampir kehabisan darah oleh luka-lukanya yang parah. Dan Kun Houw yang pucat dengan air mata bercucuran itu lalu mencabut gagang bendera yang masih menancap dan menotok ibunya. Dan begitu membaringkan ibunya di lantai gua dan merawat luka-luka ibunya tiba-tiba Kun Houw mengguguk tak dapat menahan remasan hatinya lagi!

"Ibu, kenapa kau melahirkan aku sebagai anak jadah? Kenapa tidak kau bunuh saja aku ketika masih bayi?"

Kun Houw menangis dengan muka pucat. Dia memukul-mukul kepalanya sendiri dengan penuh kecewa, melotot memandang surat yang kini lusuh dibawanya. Surat Bwee Li yang menceritakan rahasia pertukaran bayi itu. Surat yang didapatnya dari Pendekar Gurun Neraka ketika dia datang ke Beng-san! Dan Kun Houw yang gemetar oleh semua kejadian ini tiba-tiba mengguguk dan kembali tersedu-sedu.

Apa yang terjadi? Memang sebuah pukulan berat bagi pemuda itu. Seperti yang diketahui, duapuluh tahun yang lalu terjadi banyak peristiwa yang cukup menggegerkan dunia, terutama yang bersangkut-paut dengan Pendekar Gurun Neraka atau yang dulu dikenal sebagai Yap-goonswe itu. Kisah cinta yang banyak menimbulkan kepahitan bagi pendekar ini. Dan para pembaca yang telah mengikuti serial "Pendekar Gurun Neraka" atau "Pendekar Kepala Batu" tentu mengetahui apa yang terjadi ini.

Dan memang betul. Di dalam "Pendekar Gurun Neraka" telah diketahui bahwa Pouw Kwi, murid mendiang Ang-i Lo-mo dan juga Cheng-gan Sian-jin telah menggauli Bwee Li, itu selir raja muda Yun Chang dengan merobah dirinya menjadi Yap-goanswe laki-laki yang dicintai Bwee Li. Dan ketika Bwee Li mengandung dan melahirkan anak laki-lakinya yang bukan lain adalah Pouw Hun Kiat itu, maka Bwee Li menukar anaknya dengan bayi yang juga baru saja dilahirkan Tok-sim Sian-li, bayi yang bukan lain adalah Ceng Liong atau yang kini bernama Kun Houw itu, anak laki-laki yang dipelihara Bwee Li bersama suaminya, Liok-kauwsu (guru silat she Liok), yang akhirnya tewas bersama wanita itu di tangan Pouw Kwi (baca: Pendekar Kepala Batu).

Dan Bwee Li yang sempat meninggalkan sepucuk surat pada Ciok-thouw Taihiap untuk disampaikan pada Pendekar Gurun Neraka akhirnya membuka rahasia itu, menceritakan bahwa bayi yang dipelihara Tok-sim Sian-li adalah Hun Kiat sedang bayi yang ia pelihara adalah Ceng Liong. Anak dari hubungan gelap Tok-sim Sian-li dengan Pendekar Gurun Neraka!

Dan Pendekar Gurun Neraka yang tentu saja terkejut oleh isi surat wanita itu lalu mencari Ceng Liong, yang saat itu telah meninggalkan tempat tinggal ibunya dan merantau sendirian, merobah nama menjadi Bu-beng Siauw-cut (kerucuk) yang kita kenal itu. Dan karena percariannya sia-sia belaka dan Ceng Liong tak berhasil dia temukan akhirnya Pendekar Gurun Neraka kembali ke Ta-pie-san dengan perasaan tidak enak.

Pendekar Gurun Neraka gundah. Dia terpukul oleh kenyataan bahwa Tok-sim Sian-li melahirkan anak keturunannya, anak dari hasil hubungan gelap atas kelicikan wanita iblis itu, yang dulu melolohinya dengan arak perangsang hingga dia mabok dalam nafsu berahi. Melakukan segala-galanya atas keinginan wanita itu, yang memang sejak lama telah memendam cinta dan sakit hati bahwa dia tidak membalas cinta wanita itu. Dan Pendekar Gurun Neraka yang tentu saja muram oleh kenyataan pahit itu lalu kembali dengan perasaan was-was.

Dia khawatir, bahwa jangan-jangan anak yang dilahirkan Toks-im Sian-li itu akan menjadi ganas seperti ibunya. Tapi karena anak itu tak diketemukan dan dulu ketika Ceng Liong datang dia tak tahu bahwa anak itulah yang dipelihara Bwee Li maka Pendekar Gurun Neraka menarik napas sesal yang tiada habis-habisnya. Dia gelisah sekali, dan ketika akhirnya anak itu "menghilang" menjadi murid Bu-tiong-kiam Kun Seng pendekar ini tak tahu lagi di mana anak itu. Sampai tiba-tiba Kun Houw atau Ceng Liong datang ke Beng-san, membuat geger di tempat itu ketika menghormat jenazah Ciok-thouw Taihiap. Dan ketika surat Bwee Li dilemparkan pada anak ini untuk dibaca Kun Houw akhirnya Kun Houw tertegun dan lenyap meninggalkan tempat itu.

Kun Houw atau Ceng Liong yang asli ini menuju ke kota raja, mencari Tok-sim Sian-li tanpa berhenti di tengah jalan, menggigil dan pucat mukanya bahwa dia mendapat sesuatu yang benar-benar di luar dugaan. Tak mengira bahwa Bwee Li yang disangka ibu kandungnya itu adalah justeru wanita lain, karera ibu kandungnya adalah Tok-sim Sian-li, wanita iblis yang bertemu dengannya pertama kali di kuil Dewa Bumi itu! Dan Kun Houw yang tentu saja gemetar oleh surat Bwee Li ini digeragoti perasaan tidak karuan yang membuat dia sesak napas.

Tadinya dia mengira Bwee Li dibunuh Pendekar Gurun Neraka. Hal yang membuat dia dendam dan karena itu pernah didatanginya untuk membalas sakit hati, kejadian yang waktu itu dikenangnya pahit dan terasa getir. Tapi setelah tahu bahwa Pendekar Gurun Neraka justeru ayah kandungnya dan bukan musuh seperti apa yang dia sangka tiba-tiba saja Kun Houw merasa anjlog bagai dihempas ke dasar bumi.

Ada kelegaan dan kebanggaan besar di hatinya. Bangga behwa dia ternyata putera seorang pendekar sakti yang merupakan tokoh terkenal di dunia. Tapi mengetuhui bahwa ibu kandungnya justeru Tok-sim Sian-li yang dikenal sebagai wanita iblis yeng amat cabul itu tiba-tiba saja Kun Houw "gelo' (kecewa). Dia tak habis pikir bagaimana Pendekar Gurun Neraka bisa berhubungan dengan ibunya, wanita yang dikenal sebagai wanita cabul itu.

Tapi mengira Pendekar Gurun Neraka laki-laki kuat yang mungkin merayu ibunya maka Kun Houw menjadi marah. Dia menganggap tentu ayahnya itu yang lebih dulu mendekati ibunya, karena kepandaian ayahnya memang hebat dan ibunya tak mungkin mengalahkan ayahnya itu Dan karena Pendekar Gurun Neraka dianggapnya lemah terhadap wajah cantik, terbukti isterinya dua, Kun Houw lalu mengambil kesimpulan bahwa ayahnya itulah yang bersalah. Bukan ibunya!

Kun Houw sakit hati. Dia benar-benar kecewa akan gambaran ayahnya itu. Tak menyangka bahwa pendekar yang demikian gagah perkasa harus “main gila" dengan wanita lain. Wanita macam ibunya itu, Tok-sim Sian-li! Dan Kun Houw yang menangis dengan tinju terkepal itu tiba-tiba disadarkan renungannya oleh rintihan ibunya,

"Liong-ji, di mana kau...?"

Kun Houw menghentikan tangisnya. Dia melihat ibunya membuka mata, sadar. Dan melihat wanita itu menggapai-gapai ke kiri kanan mendadak Kun Houw menggigit bibirnya dan menyambar lengan ibunya ini. "Ibu, aku ada di sini...!"

Tok-sim Sian-li membuka matanya. Dia mengeluh dan berkejap-kejap, tapi melihat Ceng Liong atau Kun Houw memegang lengannya tiba-tiba wanita ini meremas-remas dan terisak gemetar. "Liong-ji, di mana anak setan itu? Di mana Hun Kiat...?"

Kun Houw memejamkan matanya. "Dia tak ada di sini, ibu. Tapi aku bersumpah untuk mencari dan menghajarnya!"

"Dan kau... dari mana kau dapatkan surat wanita itu, Liong-ji? Bagaimana bisa tiba-tiba datang ke kamarku?"

Kun Houw teringat, gelap mukanya dan tiba-tiba menggeram. "Ibu, sebelum kujawab pertanyaanmu itu bagaimana kau bisa berada di kamar itu bersama anak iblis itu? Kenapa kau melakukan perbuatan hina itu?"

"Ah, aku… aku memang wanita hina, Liong-ji. Tapi perbuatan di kamar itu bukan aku yang menghendakinya. Bocah iblis itulah yang memaksaku. Kepandaiannya sekarang hebat, dia mendapatkan warisan sinkang Ciok-thouw Taihiap..!"

"Aku tahu, ibu! Tapi kenapa kau tak melawan?"

Tok-sim Sian-li tiba-tiba menangis. "Aku tak berdaya menghadapinya, Liong-ji... bocah itu memaksaku... dan karena masih kuanggap bahwa dia darah dagingku sendiri maka aku bingung dan melayaninya bagai boneka...."

"Dan kau benar-benar tak tahu bahwa dia bukan anakmu, ibu?"

“Benar, aku tak tahu, Liong-ji... tapi... tapi... aduh, napasku sesak, Liong-ji.... aku tak tahan...!" Tok-sim Sian-li tiba-tiba menggeliat, mengaduh dan muntahkan darah.

Dan Kun Houw yang pucat melihat keadaan ibunya ini tiba-tiba menotoknya dengan perasaan tak karuan. "Ibu, luka-lukamu parah. Sebaiknya kucari tabib untukmu!"

Tok-sim Sian-li menggoyang lengan. "Tidak... tidak, Liong-ji... jangan tinggalkan aku. Ibumu tak akan lama lagi menghirup dunia... aku tahu...!" dan Tok-sim Sian-li yang batuk-batuk dan kembali lagi melontakkan darah segar membuat Kun Houw diremas perasaannya dan bercucuran air mata, mengangkat dan meletakkan kepala ibunya itu di atas pangkuannya. Lalu menggigil dan gemetar memandang ibunya itu Kun Houw bertanya lirih,

"Ibu, apa yang harus kulakukan?"

Tok-sim Sian-li mengeluh, menekan dadanya. "Aku ingin kau membalaskan sakit hati ini, Liong-ji. Aku..."

"Ya," Kun Houw memotong. "Aku akan mencari anak iblis itu. ibu. Aku akan membunuh Hun Kiat untuk membalas sakit hatimu!"

"Ah, tidak... bukan itu, Liong-ji. Tapi aku ingin kau membalaskan sakit hati ini pada Pendekar Gurun Neraka....!"

Kun Houw terkejut. "Apa maksudmu, ibu?"

"Dia... dialah penyebab segala-galanya,. Liong-ji. Hun Kiat tak perlu kau cari sebelum kau bunuh ayahmu itu! Ayahmu itu biang keladi semua penderitaanku... carilah dia dan balaskan sakit hati ini...!"

Kun Houw tertegun. "Tapi, ibu. Bagaimana bisa terjadi semuanya ini? Kenapa kau dan ayah..."

"Hm, kau mau tanya kenapa aku dan Pendekar Gurun Neraka tak hidup bersama, Liong-ji?" wanita itu menukas, terengah dan tiba-tiba berapi matanya, batuk dan diurut Kun Houw yang menganggukkan kepalanya. Dan Tok-sim Sian-li yang menggigit bibir sambil mengepal tinjunya tiba tiba mendesis, "Karena dia tergila-gila pada dua isterinya yang sekarang itu, Liong-ji. Karena ayahmu itu tak tahu dicinta orang dan mata keranjang!"

"Tapi siapa yang bersalah lebih dulu, ibu? Bukankah kau...."

"Ya, aku tahu, Liong-ji. Kau hendak mengatakan bahwa aku seorang wanita iblis sedang ayahmu seorang pendekar, bukan?" Tok-sim Sian-li memotong. "Itu benar, Liong-ji. Itu tidak salah! Tapi tahukah kau siapa yang menjadi penyebab hingga aku menjadi begini? Ayahmu itulah. Liong-ji. Pendekar Gurun Neraka itulah! Dia menyia-nyiakan cintaku dan meninggalkan aku seorang diri!" dan Tok-sim Sian li yang tiba-tiba menangis dengan pundak berguncang-guncang akhirnya membuat Kun Houw mengerutkan kening, teringat pada kesimpulannya sendiri.

"Ibu, bisakah kau ceritakan padaku asal mula kisahmu ini? Siapakah yang lebih dulu mulai?"

Tok-sim Sian-li masih menangis. "Tak ada gunanya kuceritakan padamu, Liong-ji. Kau akan mengorek-ngorek lukaku dengan mendengarkan cerita itu."

"Tapi aku perlu mengetahuinya, ibu. Aku ingin tahu siapa sebenarnya yang lebih dulu bersalah!"

Tok-sim Sian-li terkejut. Dia melihat Kun Houw bangkit berdiri, melihat kekerasan sikap dan kegagahan anaknya ini. kegagahan yang memancar seperti yang dimiliki Pendekar Gurun Neraka! Dan Tok-sim Sian-li yang tiba-tiba kagum pada anaknya ini menjadi semakin yakin dan percaya bahwa anak itu adalah anaknya. Pemuda yang patut menjadi keturunan Pendekar Gurun Neraka. Tidak seperti Hun Kiat yang mirip manusia iblis itu! Dan Tok-sim Sian-li yang terkekeh bangga tiba-tiba melupakan sakitnya.

"Liong-ji, kau persis ayahmu!"

Kun Houw mengerutkan kening. "Aku tak perlu pujian itu, ibu. Aku memerlukan ceritamu untuk melihat siapa yang lebih dulu mulai!"

"Maksudmu?"

Kun Houw ragu-ragu.

"Kau tak mau membalaskan sakit hatiku kalau ayahmu yang benar. Liong-ji? Kau ragu-ragu untuk membela ibumu ini...?" Tok-sim Sian-li dapat menebak, tahu bahwa lagi-lagi darah kegagahan muncul di dalam diri puteranya itu, watak yang benar-benar mirip Pendekar Gurun Neraka! Dan Tok-sim Sian-li yang tiba-tiba terkekeh mendadak terguling roboh ketika kembali batuk-batuk. "Liong-ji, aku tak akan menceritakannya kalau begitu... kau tentu tak percaya...!"

Kun Houw melompat. Dia melihat ibunya merintih, kejang-kejang dan sukar bicara. Dan Kun Houw yang kembali menotok ibunya untuk melegakan pernapasan tiba-tiba didorong ibunya itu.

"Liong ji, tak usah... biarkan ibumu mampus dengan membawa dendam ini... kau pergilah...!"

Kun Houw menggigit bibir. "Aku tak akan meninggalkanmu di sini, ibu. Aku akan menolong dan menjagamu di sini."

"Tapi kau tak menyanggupi permintaanku, Liong-ji. Untuk apa menolong ibumu? Pertanyaanmu mengandung kesangsian. Kau tak percaya kepadaku!"

Kun Houw gugup. "Bukan begitu, ibu. Tapi..."

"Tidak... tidak... kau pergilah, Liong ji. Biar ibumu mampus membawa bekal sakit hati ini. Kau tak dapat kuandalkan!" dan Tok-sim Sian-li yang kembali mengerang sudah menggeliat-geliat dengan muka pucat. Wanita ini terlalu banyak bicara, napasnya putus-putus.

Dan Kun Houw yang menggigil melihat keadaan ibunya itu tiba-tiba menangis dan bercucuran air matanya. "Ibu, kau akan kucarikan seorang tabib."

"Ah, tidak... aku tak akan mati meram biarpun dewa yang mengobatinya, Liong-ji... aku hanya kecewa pada nasibku yang jelek... tak dapat, aduh... tak dapat membalaskan sakit hatiku ini...!" dan Tok-sim Sian-li yang kembali kejang-kejang dengan mata terbelalak tiba-tiba merintih dan mengaduh ketika rasa sakit yang sangat menusuk dirinya, membuat wanita iri menggelepar dan meronta dalam sakratul maut. Dan ketika napasnya tiba-tiba putus dan tubuh yang menggelepar itu berhenti bergerak tahu-tahu wanita ini telah terkulai lemah di pangkuan puteranya. Mati!

"Ibu...!"

Namun Tok-sim Sian-li telah tewas. Wanita ini putus napasnya dengan mata terbelalak, masih membayargkan kekecewaan dan dendamnya yang besar. Dan Kun Houw yang tersedu-sedu di dekat mayat ibunya itu tak tahan akan mata ibunya yang melotot ini, menutup kelopaknya dengan air mata bercucuran. Tapi ketika kelopak itu tak dapat ditutup dan masih mendelik hingga Kun Houw tertegun tiba-tiba terdengarlah suara dari arwah wanita itu,

"Liong-ji, kau tak dapat menutup kelopak mataku bila tidak berjanji membalaskan sakit hati. Aku akan menjadi setan penasaran yang mampus dengan mata tak meram!"

Kun Houw mengguguk. Dia memang telah mencoba menutup kelopak jenazah ibunya itu, yang tak dapat digerakkan sebelum dia berjanji. Dan Kun Houw yang mau tidak mau harus berjanji agar ibunya dapat mati meram akhirnya berlutut di samping jenazah ibunya itu dergan suara menggigil, "Baiklah, aku akan memenuhi keinginanmu, ibu. Aku akan mencari dan membalaskan sakit hatimu pada Pendekar Gurun Neraka...!” dan begitu Kun Houw selesai mengucapkan janjinya tiba-tiba kelopak mayat itu menutup tanpa disentuh!

Kun Houw menangis. Dia dilanda kedukaan dan kemasygulan besar, dan ketika dia mulai menggali lubang untuk mengubur mayat ibunya itu maka Kun Houw masih terus mencucurkan air mata kesedihan. Sampai akhirnya, ketika dia selesai mengurus jenazah ibunya itu dan siap keluar gua tiba-tiba tiga bayangan telah berkelebat menghadangnya di pintu depan!

"Ha-ha, kau telah menakamkan ibumu, Ceng Liong?"

Kun Houw merasa canggung Dia melihat Hun Kiat dan dua orang gurunya muncul di situ, Mu Ba si tinggi besar dan Mayat Hidup yang kurus dan batuk-batuk. Dan Hun Kiat yang menegurnya dengan panggilan Ceng Liong membuat Kun Houw "risi" dan marah. Marah bahwa nama "Ceng Liong" telah membuat citra yang tidak baik. Maka Kun Houw yang melompat ke depan dengan mata berapi-api tiba-tiba membentak dan merasa kebetulan.

"Orang she Pouw, apa maksudmu datang ke mari? Kau siap menebus dosa?"

Ceng Liong atau yang kini kita sebut Hui Kiat itu tertawa mengejek. Dia telah memberi tahu dua orang gurunya tentang "perolahan status" itu. Bahwa dia bukanlah Ceng Liong melainkan Hun Kiat, karena Ceng Liong yang sesungguhnya adalah Kun Houw atau si Bu-beng Siauw-cut itu. Dan Hun Kiat yang tertawa memandang belakang punggung Kun Houw tiba-tiba iblis menjentik jentikkan jarinya.

"Ceng Liong, janggal juga menyebut nama ini yang bertahun-tahun telah melekat sebagai namaku. Bagaimana kalau kita tidak perlu bermusuhan lagi?"

"Hm, kau telah membunuh ibuku, Hun Kiat. Tak mungkin kita tidak bermusuhan! Apa maksudmu dengan pernyataan sahabat itu?"

Hun Kiat tertawa. "Pernyataan yang simpatik, Ceng Liong. Kami..."

Kun Houw memotong, membentak marah. "Aku tak sudi memakai nama Ceng Liong, orang she Pouw. Kau telah merusak nama ini dengan perbuatan-perbuatanmu yang hina. Aku adalah Kun Houw!"

Hun Kiat tersenyum. "Baiklah.... baiklah, Kun Houw. Aku juga merasa canggung menyebut namamu sebagai Ceng Liong. Kami datang untuk, heh-heh... untuk meminjam Pedang Medali Naga, Kun Houw. Dan kalau kau mau menerima permintaan ini maka sebagai gantinya kami akan bersahabat dan menjadi teman-temanmu yang paling baik!"

“Keparat!" Kun Houw marah. "Kau tak malu untuk menyembunyikan maksudmu merampas dengan istilah meminjam, Hun Kiat? Dan siapa ingin menjadi sahabat kalian manusia-manusia iblis ini? Dua gurumu berhutang jiwa pada mendiang guruku. Dan kau berhutang jiwa pula pada ibuku!"

Hun Kiat tertawa. "Itu urusan sepele, Kun Houw, dapat dipikir untung ruginya di belakang saja! Sekarang bagaimana dengan permintaan tadi, dapatkah kau meminjamkan Pedang Medali Naga kepada kami?"

Kun Houw melompat mundur, langsung mencabut pedangnya. "Kau dapat memilikinya kalau aku menjadi mayat, orang she Pouw. Sekarang majulah dan tak perlu banyak cakap lagi.”

Hun Kiat juga melompat mundur. Dia bersinar memandang Pedang Medali Naga yang berkeredep menyilaukan itu, pedang yang ampuh. Pedang keramat yang konon katanya dapat memotong baja bagai mengiris tahu. Tapi Sin-thouw-liong Mu Ba yang tertawa bergelak tiba-tiba melompat ke depan...

AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.