SATU
Hari sudah siang. Sang Surya sudah melewati titik tengahnya ketika dua sosok tubuh melangkah perlahan menyusuri jalan berdebu. Beruntung saat itu langit tertutup awan, hingga suasana di persada tidak terlalu panas.
Dua sosok tubuh itu adalah seorang laki-laki dan seorang wanita. Mereka berpakaian dari kulit harimau. Usia kedua orang itu tidak muda lagi, kurang lebih tiga puluh tahun. Yang lelaki bertubuh tegap dan kekar. Sebilah pedang bergagang kepala harimau menyembul dari balik punggungnya.
Sedangkan yang wanita berwajah cantik jelita. Apalagi dengan tatanan rambut yang dibiarkan teruraHepas. Namun sayang, tarikan wajahnya tampak dingin tanpa perasaan.
Sehingga kecantikannya terlihat mengerikan. Seperti juga lelaki bertubuh kekar, dari balik punggung wanita bertubuh ramping menawan itu tersembul sebilah pedang bergagang kepala harimau. Tapi bentuknya agak kecil dan lebih pendek.
Dan dengan tarikan wajah dingin, serta langkah mantap penuh kepercayaan diri, sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu mengayunkan kaki. Arah yang mereka tuju kelompok bangunan sederhana yang dikelilingi pagar kayu bulat tinggi.
"Itukah perguruannya, Harimau Jantan?" tanya wanita bertahi lalat seraya menoleh.
"Benar, Harimau Betina. Itulah Perguruan Kapak Sakti!" jawab lelaki bertubuh kekar datar tanpa menolehkan wajahnya. Pandangannya tetap tertuju ke depan. Ke arah kelompok bangunan berpagar kayu bulat tinggi.
Wanita bertahi lalat di pipi kiri yang dipanggil dengan julukan Harimau Berina itu, hanya menganggukkan kepala saja.
"Kalau begitu, kita harus bergegas! Aku sudah tidak sabar ingin segera menghancurkan kepala si keparat Dewa Arak!" tandas Harimau Jantan. Terdengar jelas nada kegeraman yang sangat dalam dari suara lelaki bertubuh kekar itu. Meskipun wajahnya tidak menggambarkan perasaan itu, namun sorot matanya seperti mengeluarkan api.
"Bukan hanya kau saja yang mempunyai dendam pada Dewa Arak si manusia terkutuk itu, Harimau Jantan! Aku pun demikian! Kau ingat sumpahku? Aku hanya akan menyanggul rambutku apabila telah mengeramasinya dengan darah Dewa Arak!" ujar Harimau Betina.
"Aku pun bersumpah seperti itu, Harimau Betina!" tandas Harimau Jantan tak mau kalah. "Aku tidak akan pernah makan daging binatang dan mati meram sebelum mengunyah jantung si keparat Dewa Arak!"
Suasana seketika hening ketjka Harimau Jantan menghentikan ucapannya. Karena Harimau Betina tidak menyambut. Mereka menghampiri tempat yang dituju tanpa bercakapcakap. Tapi keheningan itu tidak berlangsung lama.
"Kau benar, Harimau Jantan! Lihat...?!" Harimau Betina menudingkan jari telunjuknya ke sebuah papan agak lebar dan berukir yang terdapat di atas pintu gerbang.
Tanpa berkata apa pun, Harimau Jantan mengarahkan pandangan ke arah yang ditunjuk rekannya. Tampak di atas papan itu tertera tulisan dengan huruf-huruf indah berbunyi Perguruan Kapak Sakti.
Langkah sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu terus terayun menuju pintu gerbang Perguruan Kapak Sakti yang pintunya terbuka lebar. Tindakan mereka membuat dua orang murid Perguruan Kapak Sakti yang bertugas menjaga pintu gerbang tidak bisa berdiam diri. Bergegas dan serempak keduanya mengayunkan langkah menghadang sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu.
"Maaf, Kisanak, Nisanak. Tidak seorang pun boleh sembarangan masuk ke dalam. Harap menyebutkan maksud dan tujuan kalian," ucap salah seorang murid Perguruan Kapak Sakti yang bertubuh pendek kekar. Pelan dan sopan namun mengandung ketegasan yang tidak dapat dibantah.
Sementara rekannya, seorang lelaki tinggi kurus, sudah menggenggam gagang kapak yang terselip di pinggangnya. Sebuah kapak kecil berwarna hitam mengkilat.
Langkah sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu seketika terhenti. Sepasang mata mereka menyiratkan kemarahan ketika menatap dua murid Perguruan Kapak Sakti. Tapi hanya sesaat, kemudian kembali seperti semula. Dingin tanpa gambaran perasaan sedikit pun.
"Tunjukkan di mana Dewa Arak kalau kalian masih ingin hidup!" ujar Harimau Jantan datar.
"Hehhh...?!"
Dua murid Perguruan Kapak Sakti terpekik kaget mendengar sambutan yang tidak terduga-duga itu. Mereka saling berpandangan dengan wajah menyiratkan keheranan. Satu pertanyaan bergayut di benak keduanya. Apakah mereka tengah berhadapan dengan orang gila? Ditanya baik-baik malah mengajukan pertanyaan berbau ancaman?!
Rupanya murid Perguruan Kapak Sakti yang bertubuh pendek kekar tidak bisa menahan diri. Dengan kapak di tangan, ditudingnya wajah Harimau Jantan.
"Apakah kalian sudah gila?! Cepat menyingkir dari sini sebelum kami kehilangan kesabaran, dan mengusir kalian dengan kekerasan!"
Seketika itu pula terdengar bunyi gemeretak dari mulut Harimau Jantan. Sepasang matanya berkilat memandang murid Perguruan Kapak Sakti yang bertubuh pendek kekar.
"Tak seorang pun boleh mengucapkan perkataan seperti itu kepada Harimau Jantan Berkuku Emas!" ucap lelaki bertubuh kekar.
Usai berkata, Harimau Jantan yang ternyata mempunyai julukan lengkap Harimau Jantan Berkuku Emas segera bertindak. Tangan kanannya yang membentuk cakar diulurkan ke arah ubun-ubun murid Perguruan Kapak Sakti yang bertubuh pendek kekar.
Gerakan Harimau Jantan Berkuku Emas membuat kedua murid Perguruan Kapak Sakti heran bukan main. Jarak antara mereka terpisah tak kurang dari satu tombak. Suatu hal yang mustahil untuk dapat menjangkau sasaran meskipun tangan dijulurkan sebisanya.
Pendapat itu menyebabkan lelaki pendek kekar tetap bersikap tenang. Dugaan kalau sepasang manusia berpakaian kulit harimau yang berdiri di hadapannya adalah orang-orang gila semakin menguat.
Tapi kenyataan yang mengejutkan segera terjadi. Tangan Harimau Jantan Berkuku Emas tetap meluncur ke arahnya. Padahal, jelas-jelas dilihatnya lelaki bertubuh kekar itu tidak melangkah maju. Lelaki pendek kekar tidak sempat memikirkan mengapa tangan itu tetap meluncur ke arahnya. Yang dipikirkan murid Perguruan Kapak Sakti itu adalah menyelamatkan selembar nyawanya secepat mungkin.
Rasa gugup karena tidak menyangka akan terjadi hal seperti itu membuat lelaki pendek kekar segera memutuskan untuk memapaki serangan. Untung kapak yang merupakan senjata andalannya, telah sejak tadi tergenggam di tangan. Maka tanpa menunggu lebih lama, diayunkan kapak itu ke arah tangan Harimau Jantan Berkuku Emas!
Wuttt! Trakkk!
"Hih!"
Crokkk!
"Aaakh...!" Rentetan kejadiannya berlangsung demikian cepat. Sukar untuk dapat dilihat dengan jelas. Bahkan oleh murid Perguruan Kapak Sakti yang bertubuh tinggi kurus. Yang diketahui, rekannya tahu-tahu terjengkang ke belakang dengan darah mengucur deras dari ubun-ubun! Lelaki pendek kekar itu jatuh di tanah dan menggelepar-gelepar sesaat. Lalu tidak bergerak lagi untuk selamanya.
"Linting...!" seru murid Perguruan Kapak Sakti yang bertubuh tinggi kurus. Sorot mata lelaki itu menyiratkan ketidakpercayaan akan kenyataan yang dilihatnya.
Hanya Harimau Betina yang melihat dengan jelas rentetan kejadian itu. Dia tahu ketika murid Perguruan Kapak Sakti yang bertubuh pendek kekar memapaki serangan, rekannya mencengkeram mata kapak kemudian membetotnya. Ternyata lelaki pendek kekar kalah tenaga. Tubuhnya terhuyung deras ke arah Harimau Jantan Berkuku Emas. Saat itulah cakar Harimau Jantan Berkuku Emas meluncur ke arah ubun-ubunnya! Dan akibatnya seperti yang telah terjadi.
Sementara itu, tanpa mempedulikan korbannya lagi, Harimau Jantan Berkuku Emas mengayunkan langkah ke arah pintu gerbang. Dilewatinya lelaki tinggi kurus yang masih meratapi nasib rekannya. Harimau Betina tidak mau ketinggalan. Dijajarinya langkah Harimau Jantan Berkuku Emas.
Tetapi lelaki kurus itu tidak terlalu lama tenggelam dalam alun kesedihannya. Begitu perasaan itu lenyap, yang timbul dalam hatinya adalah rasa dendam. Dengan sorot mata penuh nafsu membunuh, pandangannya dilayangkan ke arah sepasang manusia berpakaian kulit harimau.
"Tunggu, Manusia Biadab!"
Seiring keluarnya seruan itu lelaki tinggi kurus bangkit berdiri. Lalu kakinya dijejakkan. Sesaat kemudian tubuhnya telah melesat ke atas melewati kepala Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina dengan bersalto beberapa kali di udara. Dan....
Jliggg!
Dengan mantap murid Perguruan Kapak Sakti mendaratkan kedua kakinya tepat diambang pintu gerbang, satu tombak di depan kedua tamu tak diundang itu. Hingga langkah keduanya terhenti.
"Jangan harap dapat lolos dari kematian setelah membunuh kawanku!" seru lelaki tinggi kurus geram.
Wuk, wuk!
Bunyi menderu terdengar kerika lelaki tinggi kurus mencabut sepasang kapak yang terselip di pinggang dan memutarmutarnya di depan dada.
"Hiyaaat...!"
Diawali teriakan melengking nyaring, lelaki tinggi kurus melompat menerjang Harimau Jantan Berkuku Emas. Dan selagi tubuhnya berada di udara, kedua kapaknya diayunkan bersamaan ke arah kepala lawan.
"Hmh!" Dengusan pendek menghina keluar dari hidung Harimau Jantan Berkuku Emas. Tidak ada tindakan apa pun yang dilakukannya. Lelaki itu tetap berdiam diri, tidak berusaha mengelak atau menangkis bahaya maut yang meluncur ke arahnya. Mendadak....
Sratrt! Crattt! Trekkk!
"Aaakh...!"
Brukkk!
Diawali teriakan menyayat, tubuh murid Perguruan Kapak Sakti ambruk ke tanah. Sepasang matanya membelalak lebar seperti tidak percaya akan kejadian yang menimpanya. Lelaki tinggi kurus itu mati penasaran. Sampai nyawanya melayang meninggalkan raga dia tidak tahu mengapa bagian depan tubuhnya robek!
Yang diketahui murid Perguruan Kapak Sakti itu sebelum bagian depan tubuhnya, mulai dari pusar sampai ke dada robek, tampak sinar terang menyilaukan mata dan Harimau Jantan Berkuku Emas memasukkan pedang ke sarungnya. Dia tidak tahu bahwa dengan kecepatan yang luar biasa, Harimau Jantan Berkuku Emas telah mencabut pedang dan menyabetkan ke perutnya, lalu memasukkan kembali ke sarungnya.
"Manusia tidak tahu diri...!" desis Harimau Jantan Berkuku Emas seraya mengayunkan langkah meninggalkan tempat itu. Tidak ditoleh sekilas pun mayat korbannya.
Hal yang sama juga dilakukan Harimau Berina. Dalam beberapa langkah ambang pintu gerbang telah mereka lewati. Terlihatlah keadaan yang tidak tampak darHuar karena tertutup pagar kayu bulat tinggi. Bangunanbangunan cukup besar dan megah, meskipun hanya terbuat dari kayu, bertebaran di sana sini. Di depannya terbentang halaman luas.
Secercah senyuman sinis tersungging di bibir Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina. Bukan karena bangunan-bangunan atau halamannya. Tapi karena melihat beberapa sosok tubuh bertelanjang dada tengah berlatih di halaman. Mereka adalah murid-murid Perguruan Kapak Sakti. Murid-murid itu tidak mengetahui kehadiran orang yang tidak diundang dalam perguruan mereka. Murid-murid Perguruan Kapak Sakti berdiri membelakangi pintu gerbang.
Untungnya tidak semua murid Perguruan Kapk Sakti memunggungi pintu gerbang. Ada satu orang yang berdiri menghadapi pintu gerbang. Dia adalah murid kepala Perguruan Kapak Sakti yang sedang bertugas melatih. Dan kebetulan di saat Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina melangkah masuk, murid kepala yang bercambang bauk lebat itu melihatnya. Tentu saja dia merasa heran. Dia tidak mengenal kedua orang itu.
Serentetan pertanyaan muncul di benaknya. "Siapa sepasang manusia berpakaian kulit harimau ilu? Mengapa dapat masuk kemari? Bukankah di depan pintu gerbang ada dua orang murid Perguruan Kapak Sakti yang bertugas menjaga? Mengapa mereka tidak memberi tahu kedatangan kedua orang itu? Jangan-jangan..."
Sampai di sini murid kepala Perguruan Kapak Sakti menghentikan alun pikirannya. Lelaki bercambang bauk itu tidak berani membayangkan hal-hal buruk telah menimpa kedua adik seperguruannya. Meskipun harus diakui kemungkinan seperti itu bisa saja terjadi.
"Teruskan latihan kalian! Ulangi jurus-jurus yang kuajarkan!"
Usai berkata demikian, murid kepala Perguruan Kapak Sakti meninggalkan adik-adik seperguruannya. Arah yang ditujunya tempat Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina berdiri.
"Maaf, boleh kutahu siapa kalian?!" tanya lelaki bercambang bauk itu. Ramah, tapi tetap tidak menyembunyikan rasa curiga.
"Lebih baik kau panggil Ki Gelagar kemari! Katakan padanya, Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak datang mencarinya!" sahut Harimau Betina yang ternyata mempunyai julukan lengkap Harimau Betina Berkuku Perak.
Murid kepala Perguruan Kapak Sakti mengernyitkan alis. Perasaan tidak senang langsung menyeruak di hatinya melihat sikap wanita bertahi lalat yang terlihat jelas memandang remeh dirinya. Namun meskipun begitu, untuk menimbulkan kesan tuan rumah yang baik ditekannya perasaan itu.
Bahkan secercah senyum dipersembahkan. "Sayang sekali, Harimau Betina," tanpa canggung murid kepala Perguruan Kapak Sakti menyebut julukan wanita bertahi lalat itu "Aku tidak bisa memenuhi permintaanmu. Saat ini guru kami, Ketua Perguruan Kapak Sakti, tidak bisa diganggu. Beliau berpesan bila ada urusan apapun aku yang mengurusnya!"
"Anjing buduk tak tahu penyakit!" desis Harimau Betina Berkuku Perak dengan mata berkilat-kilat marah. "Berani kau mengajari Harimau Betina Berkuku Perak?! Kuperintahkan sekali lagi, Anjing Huduk! Panggil gurumu kemari, atau... kau tidak bisa melihat matahari esok pagi!"
Wajah murid kepala Perguruan Kapak Sakti langsung berubah, sebentar pucat sebentar merah. Lelaki bercambang lebat itu murka bukan main. Seumur hidupnya baru kali ini dia mendapat perlakuan seperti itu Padahal dia telah berbicara baik-baik. Tapi tanggapan yang diterimanya sangat menyakitkan.
"Rupanya watakmu tidak berbeda dengan julukanmu, Wanita Liar! Asal kau ketahui di sini bukan hutan. Ini adalah markas Perguruan Kapak Sakti. Jadi kau tidak boleh sembarangan bertindak. Ada aturan yang harus kau ikuti, aturan Perguruan Kapak Sakti. Kalau kau tidak sudi menuruti peraturan ini, silakan keluar dari sini sebelum aku terpaksa mengusir kalian dengan kekerasan!"
Lantang dan penuh wibawa murid kepala Perguaian Kapak Sakti mengucapkannya. Apalagi sewaktu mengucapkan kalimat terakhir diiringi dengan tudingan jari telunjuknya ke pintu gerbang.
Harimau Berina Berkuku Perak seperti juga Harimau Jantan Berkuku Emas adalah tokoh berwatak aneh. Mereka mudah tersinggung. Terlebih bila yang diinginkan tidak dituruti. Tak aneh kalau penolakan tegas murid kepala Perguruan Kapak Sakti membuat Harimau Betina Berkuku Perak naik pitam.
Bunyi berkerotokan keras seperti tulang-tulang Harimau Betina Berkuku Perak berpatahan terdengar. Padahal, saat itu dia tidak melakukan gerakan apa pun. Itu terjadi akibat tenaga dalamnya yang bergolak sendiri. Sungguh suatu hal yang luar biasa!
Perasaan kaget yang sangat membayang di wajah murid kepala Perguruan Kapak Sakti. Sepasang matanya terbelalak. Saat itu pula disadari kalau wanita bertahi lalat ini bukan tokoh sembarangan. Maka, dia pun bersikap waspada. Dirabanya gagang sepasang kapak yang terselip di pinggangnya.
Pada saat yang bersamaan, murid-murid Perguruan Kapak Sakti yang tengah berlatih menghentikan latihannya. Mereka mengalihkan perhatian pada kakak seperguruannya yang sedang bersitegang dengan sepasang manusia berpakaian kulit harimau.
Memang, suara-suara keras dari ucapan kedua orang itu sampai ke telinga mereka. Bahkan seperti diperintah, dengan perlahan kaki mereka diayunkan menghampiri tempat terjadinya ketegangan itu. Sementara Harimau Betina Berkuku Perak sudah tidak kuasa menahan kemarahannya lagi!
"Ingin kutahu, apakah tua bangka itu tetap tidak mau keluar dari semadinya bila semua muridnya kubinasakan!" desis wanita bertahi lalat itu penuh ancaman. Lalu....
"Auuum...!" Suara auman seperti keluar dari mulut seekor harimau terdengar kerika Harimau Berina Berkuku Perak membuka mulutnya.
Seluruh murid-murid Perguruan Kapak Sakti, tak terkecuali lelaki bercambang lebat, merasakan dada mereka terguncang hebat. Kedua lutut mereka terasa lemas. Tanpa dapat dicegah lagi mereka jatuh berlutut. Kejadian itu membuat murid Perguruan Kapak Sakti terkejut bukan main.
Kini murid kepala Perguruan Kapak Sakti tahu mengapa wanita bertahi lalat itu mempunyai julukan demikian menyeramkan. Ternyata dia memang mampu mengeluarkan auman yang dapat melumpuhkan lawan, seperti layaknya harimau. Binatang buas itu pun mengaum untuk melumpuhkan calon korbannya!
Harimau Betina Berkuku Perak tersenyum mengejek memandang lawan-lawannya. Kemudian dengan sorot mata penuh ancaman, dihampirinya lelaki bercambang lebat yang telah menimbulkan kemarahannya. Sementara Harimau Jantan Berkuku Emas tidak memberikan tanggapan sedikit pun. Dia berdiam diri dengan kedua tangan terlipat di depan dada.
"Mulutmu terlalu lancang, Anjing Buduk!" desis Harimau Betina Berkuku Perak ketika telah berada di dekat lelaki bercambang lebat. "Aku tidak pernah membiarkan orang meremehkan diriku. Akan kau rasakan mengapa aku sampai mendapat julukan Harimau Betina Berkuku Perak!"
Sejenak wanita bertahi lalat itu menghentikan ucapannya. Diperhatikannya wajah murid kepala Perguruan Kapak Sakti. Ingin dilihatnya lelaki bercambang lebat itu ketakutan karena ancamannya. Tapi, harapannya sia-sia. Laki-laki bercambang le bat itu tetap berdiam diri. Tidak tampak ada rasa takut atau gentar sedikit pun. Hingga wanita itu penasaran bukan main.
"Rupanya kau pikir aku main-main, heh...?!" dengus Harimau Betina Berkuku Perak, bengis. Usai berkata demikian, tubuhnya dibungkukkan. Kemudian tangan kanannya diulurkan.
"Lihat baik-baik, Anjing Buduk!" ujar Harimau Betina Berkuku Perak seraya mempertunjukkan tangan kanannya di depan wajah murid kepala Perguruan Kapak Sakti.
Hingga mau tidak mau lelaki bercambang lebat melihatnya juga. Sebuah tangan berjari indah dengan kulit putih dan halus. Tapi mendadak...
Trakkk!
Entah dengan cara bagaimana tiba-tiba pada ujung-ujung jari itu tumbuh kuku-kuku panjang dan runcing, agak melengkung, dan berwarna hitam. Benar-benar tak beda dengan kuku harimau!
"Glekkk!" Murid kepala Perguruan Kapak Sakti menelan air liur dengan susah payah. Perasaan ngeri mencekam hatinya. Sekarang dia tahu kalau lawannya memiliki ilmu mengerikan. Untungnya seiring dengan perasaan ngeri itu, mungkin karena keinginan untuk menyelamatkan diri, lelaki bercambang lebat berhasil memulihkan semangatnya kembali.
Meskipun demikian, dengan cerdiknya dia berpura-pura masih tidak berdaya. Ditunggunya saat yang tepat untuk bertindak. Di lain pihak, Harimau Betina Berkuku Perak masih sibuk dengan tindakannya. Kelihatannya dia memang bermaksud menyiksa perasaan lelaki bercambang lebat itu.
"Kau sudah melihatnya bukan?! Aku akan merobek mulutmu yang lancang dengan kuku ini! Baru setelah itu kurobek-robek seluruh tubuhmu!" geram Harimau Betina Berkuku Perak dengan suara yang membuat bulu kuduk merinding. Tanggapan atas pernyataan Harimau Betina Herkuku Perak adalah....
"Hih!"
Wuttt! Wuttt!
Secara mendadak dan tidak terduga-duga lelaki bercambang lebat itu mengayunkan sepasang kapaknya ke arah perut wanita itu. Inilah yang ditunggu murid kepala Perguruan Kapak Sakti itu sejak tadi. Sudah terbayang di benaknya wanita bertahi lalat itu akan terjengkang dengan perut robek.
Bukkk! Bukkk!
"Ah!" Murid kepala Perguruan Kapak Sakti memekik kaget mendapatkan kenyataan di luar perkiraannya. Dilihatnya dengan jelas mata kedua kapaknya meluncur menghantam sasaran.
Tapi tidak terdengar jeritan Harimau Betina Berkuku Perak, atau darah menyembur deras dari bagian yang terluka. Kedua kapaknya seperti menghantam benda kenyal. Hingga kedua tangannya terasa lumpuh karena ayunan kapaknya membalik.
"Jangan kau kira akan semudah itu melukai Harimau Betina Berkuku Perak, Anjing Buduk! Sekarang rasakan hukumanmu! Hih!"
Harimau Betina Berkuku Perak mengayunkan tangan kanannya. Lelaki bercambang lebat yang melihat adanya ancaman berusaha mengelak sebisanya. Tapi....
Brettt!
"Auuukh!" Jeritan menyayat terdengar ketika tangan Harimau Betina Berkuku Perak mengenai sasaran. Merobek kedua sisi mulut murid kepala Perguruan Kapak Sakti yang malang.
"Hi hi hi...!" Harimau Betina Berkuku Perak tertawa mengikik penuh kegembiraan melihat lelaki bercambang lebat bergulingan di tanah seraya memegangi mulutnya yang robek. Darah mengucur deras dari bagian yang terluka.
Kejadian itu disaksikan murid-murid Perguruan Kapak Sakti. Rasa ngeri menjalari hati mereka. Sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu, terutama Harimau Betina Berkuku Perak, ternyata memiliki watak yang demikian kejam.
Meskipun begitu, mereka tidak menjadi gentar. Bahkan sebaliknya, marah melihat kakak sepergumannya menerima nasib demikian. Kalau saja mampu bergerak, tentu sudah mereka terjang wanita bertahi lalat itu.
Keinginan yang besar untuk menolong kakak seperguruannya membuat murid-murid Perguruan Kapak Sakti berusaha membebaskan diri dari kungkungan rasa lemas. Perhatian mereka dipusatkan untuk membangkitkan tenaga dalam.
Sementara tawa Harimau Betina Berkuku Perak terus mengikuti lelaki bercambang lebat yang bergulingan karena rasa sakit yang mendera. Ceceran darah membasahi tanah sepanjang tubuh murid kepala Perguruan Kapak Sakti itu bergulingan.
"Hhh...!" Harimau Jantan Berkuku Emas yang sejak tadi mengawasi tindakan rekannya dengan sinar mata dingin dan tak peduli menghembuskan napas berat.
Kedua tangannya yang terlipat diturunkan. "Hentikan permainanmu, Harimau Betina! Lebih cepat kita temukan Dewa Arak lebih baik! Ingat! Urusan kita yang terpenting adalah mencari Dewa Arak sebelum semuanya terlambat!"
Tawa Harimau Betina Berkuku Perak langsung terhenti. Kepalanya ditolehkan ke arah Harimau Jantan Berkuku Emas.
"Tidak perlu mengajariku, Harimau Jantan! Aku sudah tahu, meskipun aku adik seperguruanmu, tapi tidak berati kau seenaknya menekanku!" terasa jelas nada ketidaksenangan dalam sambutan wanita bertahi lalat itu.
Sepasang mata Harimau Jantan Berkuku Emas berkilat sejenak mendengar tanggapan tidak ramah itu. Kemudian meredup kembali seperti semula. Dingin dan tanpa perasaan. Lalu tanpa berkata apa-apa kakinya dilangkahkan menuju salah satu bangunan di hadapannya.
Tapi Harimau Betina Berkuku Perak tidak mempedulikan hal itu. Perhatiannya tetap ditujukan pada murid kepala Perguruan Kapak Sakti. Hanya kali ini dia tidak mengikuti ke mana tubuh lelaki bercambang lebat itu terguling.
"Hih!"
Derrr!
Tanah bergetar hebat ketika Harimau Betina Berkuku Perak menghentakkan kaki kanannya ke tanah. Tubuh murid kepala Perguruan Kapak Sakti yang tengah bergulingan langsung terpental ke atas. Dan arah lontarannya adalah tempat wanita bertahi lalat itu berdiri.
Kejadian itu sangat mengejutkan murid kepala Perguruan Kapak Sakti. Tapi apa dayanya? Mana mungkin dia berbuat sesuatu di saat tubuhnya berada di udara? Maka yang dilakukannya hanya pasrah pada keadaan.
"Sekarang kau rasakan kedahsyatan racunku, Anjing Buduk!" seru Harimau Betina Berkuku Perak seraya mengayunkan tangannya ke arah punggung murid kepala Perguruan Kapak Sakti.
Wukkk! Brettt!
"Akh!" Kembali lelaki bercambang bauk itu menjerit kesakitan. Cakar Harimau Betina Berkuku Perak unat mengenai sasaran. Pakaian lelaki itu koyak. Demikian pula kulit punggungnya. Guratan merah bekas cakaran nampak pada bagian yang tersampok!
Brukkk!
Terdengar bunyi berdebuk keras. Tubuh murid kepala Perguruan Kapak Sakti menimpa tanah. Dan seringai kesakitan tampak di bibirnya. Sesaat kemudian....
"Whuaaa...!" Jeritan keras keluar dari mulut murid kepala Perguruan Kapak Sakti. Karena keadaan mulutnya yang sudah tidak wajar, jeritan itu jadi mirip geraman. Seiring keluarnya jeritan itu, murid kepala Perguruan Kapak Sakti menggeliat-geliat kesakitan. Kedua tangannya diusahakan sekuat tenaga untuk menggapai bagian punggungnya yang tercakar.
Memang mengerikan akibat cakaran Harimau Betina Berkuku Perak! Bagian yang tergurat melepuh dan mengeluarkan asap. Seakan punggung lelaki bercambang lebat bukan kena cakar, tapi terkena siraman cairan besi panas.
Tapi semua itu tidak dipedulikan Harimau Betina Berkuku Perak. Selesai menyampokkan tangan, tubuhnya segera dibalikkan dan melangkah mengikuti Harimau Jantan Berkuku Emas. Hanya murid-murid Perguruan Kapak Sakti yang menyaksikan derita kakak seperguruan mereka. Tapi, apa yang dapat mereka lakukan? Mereka sendiri berada dalam keadaan yang tidak berdaya.
Sementara itu murid kepala Perguruan Kapak Sakti tengah disibukkan oleh rasa sakit yang mendera. Juga rasa gatal dan panas yang amat sangat. Untung saja luka itu di punggung, sehingga lelaki bercambang lebat tidak dapat melihatnya. Kalau tidak, mungkin dia akan dicekam kengerian yang menggelegak. Kulit dagingnya melumer seperti lilin dibakar!
Mula-mula bagian yang tergurat saja. Tapi makin lama semakin lebar. Nasib murid kepala Perguruan Kapak Sakti itu sudah dapat dipasrikan. Dia akan tewas dengan cara yang mengenaskan.
Lolong kesakitan lelaki bercambang lebat rupanya terdengar sampai ke seluruh markas Perguruan Kapak Sakti. Dari dalam bangunan-bangunan yang ada di situ melesat sosok-sosok tubuh dengan gerakan yang cukup gesit, menandakan kalau mereka memiliki ilmu meringankan tubuh yang lumayan. Tidak hanya dari dalam bangunan saja sosok-sosok berdatangan. Tapi juga dari bagian belakang.
Kembali gerak maju sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu terhadang. Sebab sebagian dari sosok-sosok yang berdatangan berasal dari dalam bangunan yang akan mereka masuki. Hanya dalam sekejapan Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak telah terkurung di tengah-tengah.
Sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu menggeram. Terlihat jelas mereka merasa tidak senang dengan hambatan yang menghadang. Tanpa menolehkan kepala, Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak memperhatikan sosok-sosok yang mengelilingi. Hanya sekilas saja hal itu dilakukan. Tapi kedua orang itu bisa mengetahui jumlah mereka tak kurang dari dua belas orang.
Dan sesaat kemudian, jumlah mereka bertambah menjadi dua kali lipat. Murid-murid Perguruan Kapak Sakti terkulai lemas karena pengaruh auman Harimau Betina Berkuku Perak ternyata telah pulih kembali. Mereka segera bergabung dengan rekan-rekannya.
Sebelum itu, salah seorang di antara mereka membebaskan kakak seperguruannya dari derita dengan cara membunuhnya.
"Rupanya kalian benar-benar tidak tahu diri. Sebenarnya kami merasa jijik membunuh kalian. Tapi, apa boleh buat kalian lebih suka membuka mulut bila dikasari!" desis Harimau Jantan Berkuku Emas.
Lelaki bertubuh kekar itu mengarahkan pandangannya ke arah sosok yang berdiri tepat di hadapannya. Sosok itu adalah seorang gadis berambut panjang, berpakaian merah menyala. Seperti pada yang lainnya, sepasang tangan gadis ini menggenggam sepasang kapak hitam. Hanya saja bentuknya lebih kecil dan indah.
"Siapa kalian?! Betapa beraninya mengacau disini. Apakah kalian memiliki nyawa rangkap?! Tidak tahukah kalian siapa ayahku?!" seru gadis berpakoian merah dengan suara melengking tinggi.
"Tidak ada satu tempat pun di dunia ini yang ditakuti Harimau Jantan Berkuku Emas!" ujar Harimau Jantan Berkuku Emas lantang.
"Dan Harimau Betina Berkuku Perak!" sampling wanita bertahi lalat, tak mau kalah.
"Keparat!" geram gadis berpakaian merah. "Kuakui julukan kalian seram. Tapi, jangan harap akan membuatku gentar. Aku, Puspa Rani, bukan orang pengecut! Hih!"
Gadis berpakaian merah itu membuka serangan dengan sebuah tendangan terbang. Tubuhnya meluncur cepat ke arah Harimau Jantan Berkuku Emas yang berada lebih dekat darinya. (Untuk lebih jelasnya mengenai tokoh ini, silakan baca serial Dewa Arak dalam episode Tiga Macan Lembah Neraka).
"Kepandaian seperti ini berani kau pamerkan di hadapanku?!" dingin ucapan Harimau Jantan Berkuku Emas seraya mengulurkan tangan. Kelihatan sembarangan saja gerakan lelaki bertubuh kekar itu. Tapi kejadian selanjutnya benar benar mengejutkan.
Kreppp!
"Hey!" Puspa Rani tak kuat menahan jeritannya karena rasa kaget yang mencekam. Pergelangan kaki kanannya tahu-tahu telah kena cekal. Dan sekali Harimau Jantan Berkuku Emas bergerak mengayunkan, tubuh gadis berpakaian merah itu telah melayang jauh.
Melihat putri ketua mereka dikandaskan, murid-murid Perguruan Kapak Sakti tidak menjadi gentar. Bahkan sebaliknya. Mereka menyerang dengan lebih menggebu-gebu. Puluhan mata kapak meluncur ke berbagai bagian tubuh sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu. Bunyi menderu-deru seperti angin ribut mengiringi tibanya serangan mereka.
Namun meskipun serangan kapak itu meluncur bagai hujan, Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak tetap tenang. Padahal keduanya terkurung di tengah-tengah. Menurut perhitungan, rasanya sulit untuk meloloskan diri dari serangan-serangan itu.
Tapi tidak demikian dengan Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak. Dengan tenang mereka menunggu hingga semua serangan menyambar dekat. Baru setelah itu mereka memapaki dengan tangan telanjang. Jari-jari mereka terkembang membentuk cakar harimau!
Trakkk trakkk trakkk!
Terdengar bunyi berdetak keras logam beradu ketika kapakkapak itu berbenturan dengan sepasang tangan Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak.
Tangan sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu tidak apa-apa! Jangankan buntung, tergores pun tidak. Agaknya berkat pengerahan tenaga dalam tingkat tinggi, tangan yang terdiri dari kulit dan daging itu jadi tak kalah kuat dengan besi. Tapi sebaliknya kejadian yang menimpa murid-murid Perguruan Kapak Sakti Tangan mereka terasa sakit. Bahkan separo tubuhnya seperti lumpuh. Mereka terhuyung-huyung ke belakang.
Meskipun demikian, keberanian murid-murid Perguruan Kapak Sakti tidak luntur. Sungguhpun mereka tahu kalau lawan-lawan yang dihadapinya tokoh-tokoh tingkat tinggi, mereka tidak gentar. Dengan hati tabah perlawanan terus dilakukan. Dan sambutan hangat sepasang manusia berpakaian kulit harimau mereka dapatkan. Tak pelak lagi, pertarungan pun berlangsung.
Sayang pertarungan itu sangat tidak seimbang. Padahal, murid-murid Perguruan Kapak Sakti telah mengerahkan seluruh kemampuannya. Tapi tetap saja pertarungan yang terjadi tak ubahnya segerombolan semut yang menerjang api. Roboh sia-sia!
Setiap serangan mereka dengan mudah dikandaskan kedua lawannya. Sebaliknya, setiap kali Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak melancarkan serangan balasan, selalu saja ada murid-murid Perguruan Kapak Sakti yang roboh!
Memang hebat dan menggiriskan tindakan sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu. Cara mereka bertempur tak ubahnya harimau. Baik cara melompat, mengelak, maupun melancarkan serangan. Malah mereka lebih ganas. Sebab dalam kuku Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak terkandung racun. Akibatnya, setiap kali cakar mereka berkelebat dan mendarat di sasaran, si korban tak mampu melanjutkan pertarungan. Dia sibuk dengan rasa sakit yang dideritanya.
Tak sampai sepuluh jurus, tak ada lagi satu pun murid-murid Perguruan Kapak Sakti yang masih berdiri tegak. Semuanya berada di tanah, melolong-lolong menunggu ajal! Dan seperti juga kejadian sebelumnya, sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu tidak mempedulikan korban-korbannya. Dengan tenang kakinya diayunkan meninggalkan arena pertarungan.
"Akan terlalu banyak membuang tenaga bila kita memeriksa bangunan-bangunan itu, Harimau jantan!" ucap Harimau Berina Berkuku Perak setaya menghentikan langkahnya.
"Jumlah bangunan di sini cukup banyak. Belum lagi pada setiap bangunan terdapat banyak kamar. Tenaga dan waktu kan terbuang sia-sia!"
Langkah Harimau Jantan Berkuku Emas terhenti. Lelaki bertubuh kekar itu merasakan ada kebenaran dalam ucapan rekannya.
"Apa kau kira aku akan melakukan perbuatan bodoh itu, Harimau Betina?!" sentak Harimau Jantan Berkuku Emas tanpa mengalihkan pandangan dari bangunan-bangunan yang ada.
"Aku tidak bermaksud demikian!"
Harimau Betina Berkuku Perak mencibirkan bibir. Wanita itu tahu kalau rekannya berpura-pura karena takut dianggap tidak berotak. Padahal, telah dikenalnya betul siapa Harimau Jantan Berkuku Emas. Seorang lelaki yang mempunyai otak kurang cerdas, meskipun berkepandaian tinggi.
"Lalu..., apa tindakan yang akan kau lakukan?!" kejar Harimau Betina Berkuku Perak tanpa menyembunyikan nada mengejek dalam ucapan maupun tarikan wajahnya.
"Tentu saja memaksanya keluar!" tandas Harimau Jantan Berkuku Emas setelah termenung sejenak. "Akan kugunakan siasat memancing harimau keluar dari sarangnya! Akan kubakar semua bangunan itu. Ingin kutahu apakah Ki Gelagar masih bertahan di dalam!"
Harimau Betina Berkuku Perak tidak memberikan tanggapan. Bahkan wajah dan sikapnya tidak memperlihatkan gambaran perasaan apa pun. Padahal, di dalam hatinya wanita bertahi lalat ini diam-diam terkejut karena tidak menyangka rekannya dapat mengeluarkan pikiran demikian cemerlang.
Harimau Jantan Berkuku Emas tidak mempedulikan sikap rekannya. Dengan agak bergegas dikumpulkannya batang-batang obor yang ada di sekitar tempat itu. Lalu, dengan beberapa kali gosok dia berhasil membuat api. Dan kayu-kayu yang menyala itu dilemparkan ke semua bangunan yang ada. Maka....
Brrrlll!
Api pun berkobar. Mula-mula kecil, dan dalam waktu sekejap berkembang menjadi besar. Bahan-bahan bangunan yang terbuat dari benda-benda mudah terbakar, suasana di persada yang cukup panas, dan cukup kerasnya hembusan angin membuat api cepat membesar. Dalam waktu singkat Perguruan Kapak Sakti telah menjadi lautan api!
Di saat api berkobar dahsyat melalap semua yang dapat dijadikan korbannya, Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak dengan tenang memperhatikan semua itu. Mereka menunggu Ki Gelagar keluar dari tempat menyepinya.
Begitu kobaran api semakin membesar, sehingga menciptakan asap tebal dan hitam yang bergumpal-gumpal ke angkasa dengan diselingi asap merah dan letupan-letupan, dari dalam bangunan yang tadi akan dituju Harimau Jantan Berkuku Emas melesat sesosok bayangan!
"Hup!" Bagai sehelai daun kering, sosok bayangan itu mendaratkan kedua kakinya dalam jarak dua tombak dari tempat Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak berdiri. Gambaran kekagetan yang amat sangat membayang di wajah sosok yang baru datang ketika melihat murid-murid Perguruan Kapak Sakti bergeletakan dalam keadaan yang menggiriskan hati.
"Keparat! Siapa kalian?! Apakah kalian yang telah melakukan semua kekejian ini?!" tanya sosok yang baru datang, yang ternyata seorang lelaki setengah baya bertubuh sedang. Rajahan kapak terlihat pada punggung kedua tangannya. Inilah Ki Gelagar, Ketua Perguruan Kapak Sakti.
"Benar, Ki Gelagar!" Harimau Jantan Berkuku Emas mengangguk. Dia merasa yakin kalau sosok yang berada di hadapannya adalah Ki Gelagar. "Kamilah yang melakukan semua ini. Kau pun akan mengalami nasib serupa bila tidak bersedia menunjukkan di mana Dewa Arak berada!"
"Persetan dengan urusan kalian!" sentak Ki Gelagar dengan suara bergetar. "Kalian harus mempertanggung-jawabkan semua kekejian ini. Untuk menebus semuanya, nyawa kalian pun masih belum cukup. Bersiaplah, Iblis Keji!"
Usai berkata demikian, Ketua Perguruan Kapak Sakti mencabut sepasang kapak hitam berkilat yang terselip di pinggangnya. Lalu....
Wung, wung!
Bunyi mengaung seperti segerombolan tawon murka langsung terdengar ketika Ki Gelagar memutar sepasang kapaknya hingga lenyap bentuknya. Ketua Perguruan Kapak Sakti itu sudah bersiap melancarkan serangan.
Tapi Harimau Jantan Berkuku Emas tetap tenang. Sikap, sorot mata, dan tarikan wajahnya memperlihatkan sikap merendahkan. Hingga Ki Gelagar semakin kalap.
"Cepat cabut senjata kalian! Atau..., terpaksa kalian akan mati penasaran di ujung kapakku!" geram Ki Gelagar, penuh kemarahan.
"Lebih baik kau simpan senjatamu, Ki Gelagar," jawab Harimau Jantan Berkuku Emas tenang. Sikap yang diperlihatkan seperti tengah berhadapan dengan seorang anak nakal.
"Beritahukan di mana Dewa Arak. Maka, kau tidak akan mengalami nasib seperti yang lainnya. Tidak usah mungkir lagi. Aku tahu Dewa Arak pernah singgah di tempat ini, dan menolong perguruanmu dari amukan Macan Tutul Lembah Neraka!"
"Keparat! Mampuslah kau, Iblis!"
Seiring keluar ucapan itu, Ki Gelagar melompat menerjang Harimau Jantan Berkuku Emas. Kedua kapaknya dibolang-balingkan di depan dada. Kemudian dilayangkan ke arah lawan. Susul menyusul bagai gelombang lautan.
Tapi, tanpa menemui kesulitan sedikit pun Harimau Jantan Berkuku Emas mengelak. Dengan melangkahkan kakinya ke kanan dan memiringkan tubuhnya.
Kegagalan serangan perdana ini membuat Ki Gelagar semakin geram. Akibatnya serangan-serangan susulannya semakin dahsyat. Namun semua itu dapat dikandaskan Harimau Jantan Berkuku Emas dengan mudah.
Meskipun demikian, Ki Gelagar tidak putus asa. Serangan-serangannya terus dilancarkan. Tentu dengan kemarahan yang semakin berlipat ganda. Gejolak rasa geram membuat Ki Gelagar tidak menyadari lawan memiliki tingkat kepandaian jauh di atasnya.
Sampai sepuluh jurus tidak satu pun serangan Ki Gelagar mengenai sasaran. Padahal, selama itu Harimau Jantan Berkuku Emas tidak melakukan perlawanan. Sikap keras kepala Ketua Perguruan Kapak Sakti itu membuat Harimau Jantan Berkuku Emas tidak bisa menahan sabar. Diputuskan untuk melakukan perlawanan. Dan itu dilakukannya dengan segera.
"Hih!" Di saat Ki Gelagar mengayunkan kapaknya bertubi-tubi ke arah pinggang, Harimau Jantan Berkuku Emas melompat ke atas melewati kepala lawan. Tubuhnya diputar di udara seraya menyampokkan kedua tangannya ke belakang kepala lawan.
Wuttt! Crokkk!
"Akh!" Ki Gelagar memekik tertahan. Sampokan Harimau Jantan Berkuku Emas tepat mendarat di sasaran, Kepalanya langsung pecah. Dan darah menyembur deras dari bagian yang terluka. Seketika itu pula tubuh Ketua Perguruan Kapak Sakti terhuyung ke depan.
Brukkk!
Tanpa sempat menggelepar lagi, nyawa Ki Gelagar melayang ke alam baka!
Jliggg!
Harimau Jantan Berkuku Emas mendaratkan Kedua kaki di tanah. Lalu....
"Mari kita tinggalkan tempat ini!" ucap lelaki bertubuh kekar itu pada Harimau Betina Berkuku Perak tanpa menolehkan kepala.
Harimau Berina Berkuku Perak segera menjejakkan kaki. Dalam beberapa kali lesatan dia telah berada di luar markas Perguruan Kapak Sakti, menyusul Harimau Jantan Berkuku Emas yang telah melesat lebih dulu. Sesaat kemudian, tubuh sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu telah lenyap di kejauhan.
Yang tinggal hanya jeritan-jeritan menyayat murid-murid Perguruan Kapak Sakti, yang tengah bergulat dengan maut akibat racun kuku Harimau Berina Berkuku Perak. Diselingi dengan gemeretaknya api membakar bangunan-bangunan Perguruan Kapak Sakti.
"Ah...!".Jeritan kaget itu dikeluarkan seorang pemuda berpakaian ungu. Sepasang matanya membelalak lebar menatap jauh ke depan. Pemuda itu bertubuh kekar. Rambutnya yang panjang dan berwarna putih keperakan dibiarkan melambai-lambai ditiup angin. Sebagian menutupi benda bulat yang tergantung di punggungnya. Benda itu adalah sebuah guci arak terbuat dari perak. Dia adalah Arya Buana, yang lebih dikenal berjuluk Dewa Arak.
"Kebakaran?!" gumam Dewa Arak masih dilanda rasa kaget. Pandangannya tertumbuk pada sekumpulan asap hitam yang bergumpal-gumpal membubung tinggi ke angkasa.
Sesekali terlihat cahaya merah meletup-letup. "Apa aku tidak salah lihat?! Bukankah tempat kebakaran itu Perguruan Kapak Sakti?! Apa yang terjadi di sana?!"
Pemuda berambut putih keperakan itu melesat cepat menuju ke arah asal asap yang bergumpal-gumpal. Cepat bukan main gerakannya, seperti lesatan sebuah bayangan. Kedua kakinya seakan tidak menginjak tanah.
"Terkutuk! Biadab...!"
Makian itu terlontar ketika Dewa Arak telah berada dalam jarak dua tombak dari asal asap hitam itu. Asap itu memang berasal dari markas Perguruan Kapak Sakti. Dan teriakan geram Dewa Arak keluar ketika melihat dua sosok tubuh tergeletak di depan pintu gerbang.
Kedua sosok itu mengenakan pakaian hitam, ciri khas kelompok Perguruan Kapak Sakti. Keadaan mereka telah memberikan keterangan pada pemuda berambut putih keperakan itu akan apa yang terjadi. Seseorang atau sekelompok orang telah menyerbu Perguruan Kapak Sakti!
Hanya dalam sekejap, Dewa Arak telah berada di dekat dua sosok tubuh itu. Mereka adalah penjaga-penjaga pintu gerbang. Tanpa perlu memperhatikan lebih seksama, Dewa Arak tahu kedua murid Perguruan Kapak Sakti itu telah tewas. Maka buru-buru kakinya melangkah ke dalam.
"Hugh!" Pemuda berambut putih keperakan itu mengeluh melihat pemandangan di hadapannya. Banyak bergeletakan sosok-sosok yang tidak pantas disebut mayat Karena hampir semuanya sudah tidak mempunyai kulit dan daging. Tinggal tulang belulang belaka!
"Iblis dari mana yang melakukan tindak kekejian ini?" tanya Arya setengah mengeluh seraya menghampiri sosok-sosok itu.
Kemudian pemuda itu membungkukkan tubuh memeriksa kerangka-kerangka manusia yang bergeletakan di situ. Dewa Arak tidak berani bertindak gegabah. Karena itu dia tidak berani menyentuhnya. Hingga hanya dipandanginya saja. Arya merasakan ada ketidakwajaran pada sosok-sosok yang lelah menjadi tulang belulang itu.
"Hhh...!" Dewa Arak menghembuskan napas berat seraya menegakkan tubuhnya kembali. Berbagai pertanyaan bergayut di benaknya. "Apa yang telah menyebabkan sosok-sosok itu menjadi tulang belulang? Racunkah?"
Arya memang telah beberapa kali menjumpai racun yang mempunyai daya kerja sangat mengerikan. Di antaranya dapat mencairkan daging dan tulang bagai lilin terkena api.
Karena itu dia menduga sosok-sosok itu telah terkena racun. Kemudian Dewa Arak mengayunkan kaki mendekati sesosok tubuh yang tergolek utuh. Dalam arti masih memiliki daging dan kulit. Agaknya, sosok itu mengalami nasib berbeda dengan yang lainnya.
"Ah...!" Dewa Arak terpekik kaget ketika telah berjongkok di sebelah sosok tubuh itu. Arya tahu siapa sosok itu. "Ki Gelagar...!"
Bunyi gemeretak keras terdengar dari mulut Arya. Karena perasaan geram yang sangat dalam dadanya.
"Siapa pun pelaku tindak kekejian ini, tak akan kubiarkan! Dia harus dilenyapkan dari muka bumi!" desis Arya penuh kemarahan.
Mendadak Dewa Arak teringat sesuatu. Bukankah Ki Gelagar mempunyai seorang putri? Kalau tidak salah namanya Puspa Rani? Di mana gadis Itu? Apakah dia ikut tewas?
"Rasanya Puspa Rani pun telah tewas. Mungkin dia termasuk salah satu di antara mayat-mayat yang telah menjadi tulang belulang," jawab Dewa Arak dalam hati. Mendadak...
Brakkk!
"Hih!" Cepat Dewa Arak melempar tubuhnya ke belakang seraya memasang sikap waspada. Seluruh otot-otot dan urat syarafnya menegang. Tapi sebentar kemudian mengendur kembali ketika melihat penyebab timbulnya bunyi gemuruh itu.
Ternyata kegaduhan itu akibat runtuhnya salah satu tiang bangunan yang telah habis dilalap api. Sekarang api telah hampir padam. Yang tinggal hanya asap tipis mengepul di sanasini. Arya mengedarkan pandangan berkeliling untuk memastikan tidak ada orang lain di sekitar tempat itu. Baru kemudian memutuskan untuk mengurus mayat murid-murid dan Ketua Perguruan Kapak Sakti.
"Huh! Ke mana perginya Harimau Jantan dungu itu?! Mengapa lama sekali? Kalau tahu begini, lebih baik aku yang mencari makanan."
Wanita cantik berpakaian kulit harimau itu menggerutu tak senang. Wajahnya yang dingin semakin terlihat angker. Meskipun demikian, tidak menjadikan kecantikannya hilang. Namun kecantikan wanita bertahi lalat di pipi kiri ini mengandung sesuatu yang mengerikan!
Sambil mengomel tak henti-hentinya, wanita itu berjalan mondar mandir di depan sebuah gundukan ranting yang telah disusun menjadi api unggun. "Harimau Jantan gila!"
Entah untuk yang keberapa kali Harimau Betina Berkuku Perak mengeluarkan makian. Dan seiring selesainya ucapan itu, pantatnya dihempaskan pada akar sebatang pohon yang menyembul dari dalam tanah. Rupanya, dia lelah juga berjalan bolak-balik seperti itu.
"Sudah semalaman perut tidak diisi. Eh..., sekarang masih harus menunggu Harimau Jantan gila itu! Keparat!"
Harimau Betina Berkuku Perak mengarahkan pandangan ke langit sebelah timur. Di sana sang Surya tengah memancarkan sinarnya yang sudah tidak terasa lembut lagi. Saat itu hari memang sudah tidak pagi. Mendada...
"Uhk, uhk, uhk!"
Harimau Betina Berkuku Perak terkejut bukan main. Sebagai seorang tokoh tingkat tinggi, dia segera tahu kalau suara batuk itu tidak terjadi secara wajar. Pemiliknya sengaja memberitahukan kehadirannya.
Mengapa dia tidak mendengarnya? Betapapun dirinya tengah tidak memusatkan perhatian pada pendengaran, Harimau Betina Berkuku Perak yakin sebelum mendekat keberadaan orang itu telah diketahuinya. Jelas, pemilik batuk itu seorang tokoh pandai.
Maka Harimau Betina Berkuku Perak segera berdiri dan memasang sikap waspada. Siap menghadapi segala kemungkinan. Wajahnya dipasang segarang mungkin. Harimau Betina Berkuku Perak bermaksud melampiaskan kekesalannya yang bertumpuk-tumpuk kepada si pemilik batuk!
Tapi kegarangan di wajahnya langsung lenyap. Berganti dengan keterkejutan. Bahkan meskipun samar terlihat sorot kegentaran pada sepasang matanya.
"Kaget?!" tanya si pemilik batuk yang berdiri tenang dalam jarak tiga tombak di hadapan Harimau Betina Berkuku Perak. Dia adalah seorang kakek kecil kurus dan berpakaian coklat. Wajahnya dipenuhi kumis, jenggot, dan cambang lebat. Dan yang aneh sepasang alisnya melintang seperti kumis.
"Tidak menyangka kita akan berjumpa di sini?!" tanya kakek kecil kurus itu lagi.
Harimau Betina Berkuku Perak tidak menjawab. Tarikan wajahnya memancarkan perasaan gentar. Dengan perlahan kakinya melangkah ke belakang. "Kau..., kau.., Eyang Wali Sidapaksi...."
Harimau Betina Berkuku Perak menyebut sebuah nama dengan penuh perasaan gugup. Nama seorang tokoh yang sangat ditakutinya. Dia tahu kakek beralis melintang ini memiliki kepandaian jauh di atasnya.
"He he he...! Rupanya kau masih ingat padaku, Pengkhianat! Kau kira akan dapat lolos dari tanganku?! Katakan, di mana Jala Tunggara?!"
Seraya mengajukan pertanyaan bernada ancaman, Eyang Wali Sidapaksi melangkah maju. Tapi gerak majunya mengikuti langkah Harimau Betina Berkuku Perak. Setiap kali wanita bertahi lalat itu mundur selangkah, kakek berkumis melintang maju selangkah.
Dengan demikian jarak mereka tidak berubah. Pertanyaan Eyang Wali Sidapaksi menimbulkan semangat dalam hati Harimau Betina Berkuku Perak. Memang diakui secara perorangan dia maupun Harimau Jantan Berkuku Emas merasa gentar.
Tapi kalau menghadapi berdua, rasanya mereka akan dapat mengalahkannya. Mudah-mudahan Harimau Jantan Berkuku Emas cepat kembali. Harapan itu membuat Harimau Berina Berkuku Perak bermaksud mengulur-ulur waktu, hingga Harimau Jantan Berkuku Emas tiba.
"Sekarang dia memang tidak berada di sini," jawab Harimau Berina Berkuku Perak dengan suara sedikit tenang. "Tapi, aku yakin dia akan segera datang."
"He he he...!" Eyang Wali Sidapaksi terkekeh. "Kau tidak usah menggertakku, Pengkhianat Busuk! Asal kau tahu saja, si tolol Jala Tunggara tengah berada jauh dari sini! Itu sebabnya aku menyatronimu sekarang. Jadi, tidak usah berangan-angan Jala Tunggara akan datang kemari!"
Harimau Betina Berkuku Perak menelan ludah untuk membasahi tenggorokannya yang mendadak kering. Sungguh tidak disangkanya kalau Eyang Wali Sidapaksi telah memperhitungkan semuanya dengan cerdik.
"Sekarang bersiaplah, Pengkhianat! Aku akan memberikan hukuman yang setimpal atas perbuatan yang kalian lakukan terhadapku!"
Belum lagi gema ucapannya lenyap, kakek beralis melintang itu telah melesat menerjang Harimau Betina Berkuku Perak. Gerakannya cepat bukan main seperti bayangan. Eyang Wali Sidapaksi membuka serangan dengan sebuah tendangan lurus ke arah dada.
Wuttt!
Deru angin keras mengiringi datangnya serangan. Melihat hal ini, Harimau Betina Berkuku Perak tidak berani bertindak gegabah. Dia tahu betul betapa dahsyatnya serangan itu. Sebatang pohon besar dan kuat pun akan tumbang bila terhantam, apalagi dadanya.
Harimau Betina Berkuku Perak segera melemparkan tubuhnya ke belakang. Hingga serangan Eyang Wali Sidapaksi mengenai tempat kosong. Karena orang yang akan dijadikan sasaran sudah tidak berada di situ lagi.
Tindakan Harimau Betina Berkuku Perak ternyata tidak berhenti sampai di situ. Begitu berada di udara, tubuhnya dijungkirbalikkan. Bersamaan dengan itu kedua tangannya dikibaskan. Dan....
Sing, sing, sing!
Bunyi berdesing nyaring menyakitkan telinga terdengar ketika beberapa benda berkilat-kilat meluncur ke arah Eyang Wali Sidapaksi. Rupanya saat tengah berada di udara wanita bertahi lalat itu mengambil senjata rahasianya!
"Hmh!" Eyang Wali Sidapaksi mengeluarkan dengusan menghina. Dia tahu betapa berbahaya benda-benda berkilat yang tidak lain logam berbentuk bintang bersegi tiga. Senjata rahasia itu telah direndam dalam cairan racun yang sangat ganas. Tak aneh jika warna putihnya jadi bersemu kehijauan.
Hingga meskipun dengusan menghina dikeluarkan, tak urung ia menjadi gentar. Dengan bergegas tubuhnya ditekukkan. Logam-logam berbentuk segi tiga itu pun meluncur di atas kepalanya.
Masih dalam keadaan merunduk, lelaki beralis melintang itu meluruk ke arah Harimau Betina Berkuku Perak yang baru mendaratkan kaki di tanah. Kakek itu menyerang dengan mempergunakan kepalanya!
Memang aneh serangan yang dilancarkan Eyang Wali Sidapaksi. Tapi, Harimau Betina Berkuku Perak tidak berani memandang rendah. Kakek itu merupakan lawan yang sangat tangguh. Maka walaupun belum mengetahui kedahsyatan ilmu itu, dia tidak berani menanggung akibatnya.
Sayang, serangan itu tiba demikian cepat. Padahal, saat itu Harimau Betina Berkuku Perak baru mendarat. Mengelakkannya jelas tidak mungkin. Jadi tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan nyawanya selain memapaki serangan itu. Itulah yang dilakukan Harimau Betina Berkuku Perak.
"Hih!" Sambil menggertakkan gigi untuk mengerahkan seluruh tenaga dalamnya, Harimau Betina Berkuku Perak mencabut pedang yang tergantung di punggung. Dan menggenggamnya dengan kedua tangan. Lalu bersiap memapaki serangan Eyang Wali Sidapaksi dengan bacokan pedangnya!
Namun sebelum Harimau Berina Berkuku Perak sempat melaksanakan maksudnya, kenyataan lain menghadangnya. Deru angin dahsyat menerpa Harimau Berina Berkuku Perak. Luar biasa deru angin yang mengiringi tibanya serudukan Eyang Wali Sidapaksi. Batu dan debu beterbangan seperti diamuk topan.
Tapi masih lebih dahsyat yang dialami Harimau Betina Berkuku Perak Rambut dan pakaiannya berkibaran keras. Bahkan kalau saja wanita bertahi lalat itu tidak mengerahkan tenaga dalam pada kedua kakinya, mungkin tubuhnya sudah terhempas jauh ke belakang.
Semakin Eyang Wali Sidapaksi mendekat, terpaan angin yang melanda semakin menggila. Namun meskipun begitu, wanita bertahi lalat itu tetap bersikeras untuk bertahan.
Usaha Harimau Betina Berkuku Perak tidak sia-sia. Berkat pengerahan tenaga dalam, kedua kakinya seperti berakar di bumi, Betapapun keras terpaan angin yang melanda, tubuhnya tidak bergeming sedikit pun.
Dan ketika serangan menyambar semakin dekat, Harimau Betina Berkuku Perak mengayunkan pedangnya. Sasaran yang dituju adalah kepala Eyang Wali Sidapaksi! Sudah terbayahg di benaknya kepala kakek beralis melintang itu terbelah menjadi dua.
Wuttt! Banggg!
"Aaakh...!" Teriakan ngeri keluar dari mulut Harimau Betina Berkuku Perak. Wanita bertahi lalat itu merasakan betapa ayunan pedangnya membentur sebuah kekuatan raksasa yang tidak nampak!
Akibatnya sangat menggiriskan! Tubuh Harimau Betina Berkuku Perak melayang deras ke belakang seperti daun kering dihempaskan angin. Dari mulutnya mengalir darah membasahi tanah sepanjang tubuhnya melayang. Jelas, Harimau Betina Berkuku Perak menderita luka dalam yang parah!
Srakkk!
Setelah melayang-layang beberapa tombak, tubuh wanita bertahi lalat itu jatuh di kerimbunan semak-semak yang cukup lebat. Suatu keuntungan baginya. Hingga nyawanya tidak melayang ke alam baka saat itu juga.
Harimau Berina Berkuku Perak berusaha bangkit. Dia harus segera meninggalkan tempat itu sebelum Eyang Wali Sidapaksi mengirimkan serangan susulan.
"Huakh!"
Harimau Betina Berkuku Perak memuntahkan darah segar ketika baru berhasil mengangkat bagian atas tubuhnya. Tapi wanita itu tetap berusaha bangkit. Tapi sebelum niatnya tercapai, dilihatnya Eyang Wali Sidapaksi menghampirinya dengan langkah perlahan. Tampaknya kakek beralis melintang itu ingin menyiksa perasaan Harimau Betina Berkuku Perak!
Kenyataan ini membuat Harimau Betina Berkuku Perak semakin kalap. Tanpa mempedulikan luka dalam yang dideritanya, terus diusahakan bangkit berdiri. Tiba-tiba....
"Tidak usah memaksakan diri, Nisanak. Lebih baik kau beristirahat. Biar aku yang menghadapinya."
Sebuah suara pelan tapi berwibawa membuat Harimau Betina Berkuku Perak menghentikan gerakannya. Kepalanya didongakkan untuk melihat orang yang mengeluarkan ucapan itu Samar-samar, karena pengaruh lukanya, Harimau Betina Berkuku Perak melihat sesosok tubuh berdiri membelakanginya.
Dialah yang telah berbicara tadi. Sayang, Harimau Betina Berkuku Perak tidak bisa melihat wajah penolongnya. Yang diketahuinya orang itu berpakaian ungu dan berambut putih keperakan. Sebuah guci tergantung di punggungnya.
Harimau Betina Berkuku Perak tidak bisa memperhatikan lebih jauh. Rasa pusing yang melanda sudah tak tertahankan. Maka dengan pasrah tubuhnya dibaringkan. Wanita itu tahu nyawanya tak mungkin tertolong lagi. Meskipun sosok berpakaian ungu bermaksud menolongnya, tapi dia tidak akan mampu menghadapi Eyang Wali Sidapaksi yang sangat tinggi ilmunya. Penolongnya hanya akan mengantarkan nyawa sia-sia!
Patut dipuji kebesaran hati Harimau Berina Berkuku Perak. Meskipun tahu nyawanya tidak mungkin dapat diselamatkan, waktu yang masih dimiliki dipergunakan untuk mengobati luka dalamnya dengan jalan mengatur pemapasan. Sebagai tokoh tingkat tinggi, Harimau Betina Berkuku Perak tidak harus mengambil sikap duduk bersila dan bersernadi. Sambil berbaring, pengaturan napasnya dilakukan.
Sementara itu, Eyang Wali Sidapaksi terpaksa menghentikan langkahnya ketika melihat sesosok berpakaian ungu menghadang di depannya. Tampaknya sosok itu bermaksud menghalangi tindakannya. Kakek beralis tebal itu pun murka.
"Menyingkiriah sebelum terlambat, Anjing Kecil! Kalau tidak, jangan salahkan jika aku menghajarmu sampai mati!" seru Eyang Wali Sidapaksi lantang.
"Sayang sekali aku tidak berkeinginan untuk menyingkir, Anjing Besar! Tapi, tentu saja tak akan kubiarkan kau memukuliku!" sambut sosok berpakaian ungu yang tidak lain Dewa Arak, tidak mau kalah memaki lawan.
"Keparat!" Eyang Wali Sidapaksi menggeram keras. "Kalau demikian, mampuslah kau! Hih!"
Tak kuat lagi menahan rasa amarah, Eyang Wali Sidapaksi melancarkan serangan bertubi-tubi. Jari-jari kedua tangannya menegang kaku, dan dengan sikap jari seperti itu secara bertubi-tubi ditusukkan ke arah dada Dewa Arak.
Cit, cit, cit!
Bunyi berdecit nyaring mengiringi luncuran kedua tangan Eyang Wali Sidapaksi. Dewa Arak tidak berani bertindak ceroboh. Dari bunyi berdecit nyaring yang mengiringi tibanya serangan, dapat diperkirakan kedahsyatan serangan lawan. Tusukan tangan itu mampu melubangi batu yang paling keras sekalipun!
Namun pemuda berambut putih keperakan itu tidak gentar. Ditunggunya hingga serangan menyambar dekat. Lalu kakinya melangkah ke kanan seraya mendoyongkan tubuh.
Serangan lawan menyambar di sebelah kiri tubuhnya. Tindakan seperti itu merupakan kebiasaan Dewa Arak. Pemuda berambut putih keperakan itu selalu mengelakkan serangan lawan pada gebrakan pertama. Itu dilakukan untuk mengetahui kekuatan tenaga dalam lawan. Dengan demikian, kekuatan tangkisan yang akan diberikan nanti tidak terlalu sedikit atau sebaliknya.
Eyang Wali Sidapaksi menggeram keras bagai banteng terluka. Serangannya dapat dielakkan lawan dengan demikian mudah. Kenyataan ini membuktikan lawannya seorang tokoh pandai. Karena hanya tokoh-tokoh tingkat tinggi yang berani mengelakkan serangan lawan tanpa berpindah jauh!
Tentu saja hasil gebrakan pertama ini tidak membuat kakek beralis melintang itu gentar. Malah amarahnya semakin berkobar. Karena itu, serangannya segera disusuli dengan babatan sisi tangan kiri ke arah pelipis Dewa Arak!
Cepat dan tiba-tiba meluncurnya serangan susulan itu. Namun Arya tidak menjadi gugup. Dengan perhitungan matang seorang tokoh yang telah kenyang makan garam di dunia persilatan, tubuhnya dirundukkan. Hingga....
Wuttt!
Bacokan sisi tangan lawan meluncur di atas kepala Dewa Arak. Karena kuatnya tenaga dalam yang terkandung dalam serangan itu, rambut dan pakaian Dewa Arak berkibaran keras. Dan sebelum pemuda berambut putih keperakan itu sempat menarik napas lega, serangan lanjutan Eyang Wali Sidapaksi kembali meluncur. Kali ini tendangan kaki kanan ke arah dada!
Tidak ada kesempatan lagi bagi Dewa Arak untuk mengelak. Kedudukannya tidak memungkinkan. Terlebih lagi serangan susulan itu meluncur demikian cepat. Hampir tidak berselisih waktu dengan serangan sebelumnya. Hanya ada satu kesempatan bagi Arya untuk menyelamatkan nyawanya. Menangkis! Bila hal itu tidak dilakukan, tulang-tulang dadanya akan hancur berantakan terhantam kaki Eyang Wali Sidapaksi yang disaluri tenaga dalam dahsyat!
"Hih!" Dewa Arak memapaki tendangan itu dengan kedua tangan yang saling disilangkan di depan dada. Sadar akan kedahsyatan tenaga dalam Eyang Wali Sidapaksi, pemuda berambut putih keperakan itu mengerahkan seluruh tenaga dalamnya.
Plakkk!
Bunyi keras seperti benturan logam-logam keras langsung terdengar ketika tangan dan kaki yang dialiri tenaga dalam kuat itu beradu. Akibatnya mereka terjajar mundur dua langkah. Namun dengan gerakan sederhana baik Eyang Wali Sidapaksi maupun Dewa Arak berhasil mematahkan daya dorong tubuh mereka. Saat itu juga pertarungan terhenti. Keduanya saling berpandangan dalam jarak lima tombak.
"Pantas kau berani menentangku, Anjing Kecil! Ternyata kau memiliki sedikit kepandaian!" ucap Eyang Wali Sidapaksi mengangguk-angguk. "Tapi jangan besar kepala dulu. Yang kukeluarkan tadi belum apa-apa!"
"Aku percaya, Ki. Kau memang tangguh!" puji Dewa Arak sejujurnya.
Wajah Eyang Wali Sidapaksi langsung merah padam. Sepasang matanya berkilat-kilat menyiratkan kemarahan. Dianggapnya pemuda berambut putih keperakan itu mengejek dirinya.
"Sombong!" seru kakek beralis melintang itu keras. "Bersiap-siaplah, Anjing Kecil! Keluarkan seluruh kemampuanmu kalau tidak ingin mati konyol di tanganku!"
Belum lagi gema ucapannya lenyap, Eyang Wali Sidapaksi menyilangkan kedua tangannya di depan leher. Jari-jari tangannya yang terbuka menegang kaku. Demikian pula tangannya. Tampak menegang penuh kekuatan.
Beberapa saat lamanya Eyang Wali Sidapaksi bersikap demikian. Getaran pada tangan dan tubuhnya semakin keras. Kakek beralis melintang itu seperti orang terserang demam tinggi!
Dewa Arak mengernyitkan dahi tidak mengerti dengan tindakan lawan. Tapi kewaspadaannya tidak ditinggalkan. Sekujur urat syaraf dan otot tubuhnya menegang. Siap menghadapi kemungkinan yang tidak diharapkan.
Sementara itu keadaan Eyang Wali Sidapaksi semakin terlihat mengerikan. Urat-urat di tubuhnya bertonjolan keluar. Demikian pula pada wajahnya. Agaknya seluruh tenaga dalam Eyang Wali Sidapaksi tengah menyebar ke berbagai bagian tubuhnya. Apa yang hendak dilakukan kakek beralis melintang itu? Tiba-tiba....
Brrrlll!
"Ah!" Dewa Arak mengeluarkan seruan kaget melihat kejadian yang terpampang di depannya. Pakaian Eyang Wali Sidapaksi robek-robek. Kekuatan tenaga dalam yang tengah menyebar itu membuat pakaiannya tidak kuat menahan.
"Ha ha ha...!" Eyang Wali Sidapaksi tertawa bergelak. "Sekarang terimalah kematianmu, Anjing Kecil! Hiyaaa...!"
Kakek beralis melintang mengawali serangannya dengan sebuah terkaman. Tindakan yang dilakukannya mirip harimau menerkam mangsa.
Wusss!
Dewa Arak bertindak hati-hati. Meskipun belum membuktikan sendiri, dia yakin lawannya telah mengeluarkan ilmu andalan. Kalau tidak, mengapa untuk menggunakannya demikian repot sampai harus menghancurkan pakaian?! Sayang pemuda berambut putih keperakan itu belum tahu di mana letak kehebatannya.
"Hih!" Dengan kecepatan dan ketepatan seorang tokoh tingkat tinggi, Dewa Arak menjatuhkan tubuhnya ke tanah hingga jatuh telentang. Hingga terkaman Eyang Wali Sidapaksi mengenai tempat kosong, lewat beberapa jari di atas sasaran.
Di saat tubuh lawan tepat berada di atasnya Dewa Arak bertindak. Kaki kanannya mencuat mengancam dada Eyang Wali Sidapaksi! Ini memang sudah diperhitungkan masak-masak oleh pemuda berambut putih keperakan itu. Dan hasilnya seperti yang diperkirakan Dewa Arak.
Bukkk!
Telak dan keras kaki kanan Dewa Arak mendarat di sasaran. Luncuran tubuh Eyang Wali Sidapaksi terlihat semakin deras. Arah tendangan Dewa Arak memang searah dengan luncuran tubuh kakek beralis melintang itu.
"Ikh!" Dewa Arak menyeringai merasakan kakinya terasa sakit. Terutama pada bagian yang berbenturan dengan dada Eyang Wali Sidapaksi. Ngilu dan sakit bukan main. Sepertinya yang dihantam segundukan baja yang sangat keras.
Kenyataan itu mengejutkan Dewa Arak. Rasa curiganya segera timbul. Pemuda itu tidak yakin Eyang Wali Sidapaksi menderita luka akibat tendangannya.
Pemuda berambut putih keperakan itu memang tidak perlu menunggu terlalu lama untuk membuktikan kebenaran dugaannya. Begitu dia bangkit dan membalikkan tubuh, dilihatnya Eyang Wali Sidapaksi bersalto di udara untuk mematahkan kekuatan luncuran. Kemudian dengan indah dan manis mendarat di tanah dengan kedua kaki lebih dahulu.
"Ha ha ha...!" Eyang Wali Sidapaksi mengumandangkan tawa keras. Terasa jelas nada ejekan dalam suara tawanya. "Bagaimana, Dewa Arak?!"
Dewa Arak tidak menanggapi ejekan itu. Dugaannya ternyata tidak salah. Eyang Wali Sidapaksi tidak menderita luka sedikit pun. Sikapnya menunjukkan tendangan yang dilakukan Dewa Arak dengan sepenuh tenaga tidak berarti apa-apa baginya.
Sekarang Dewa Arak mengetahui keistimewaan ilmu Eyang Wali Sidapaksi. Ilmu yang peragaannya membuat pakaian hancur itu ternyata mengakibatkan kulit tubuhnya kuat! Sehingga tendangan Dewa Arak yang mampu menghancurkan baru karang sebesar rumah tidak berarti apa-apa. Bahkan sebaliknya, Dewa Arak yang merasa kesakitan.
"Kau hebat, Ki," dari lubuk hatinya yang paling dalam, Dewa Arak memberikan pujian. "Tapi, bukan berarti aku kalah."
"Ha ha ha...!" Eyang Wali Sidapaksi tergelak. Tawa gembira penuh kemenangan. "Bagus! Aku justru senang dengan orang yang tidak mudah putus asa. Keluarkan seluruh kemampuanmu, Dewa Arak!"
Usai berkata, Eyang Wali Sidapaksi berdiam diri tidak melakukan penyerangan. Tampaknya dia memberi kesempatan pada Dewa Arak untuk mengeluarkan ilmu andalan. Tentu saja kesempatan itu tidak disia-siakan Dewa Arak. Diambilnya guci yang tersampir di punggung, kemudian dituangkan ke mulutnya.
Gluk... Gluk.... Gluk...!
Terdengar bunyi tegukan ketika arak itu melewati tenggorokan Dewa Arak. Sesaat kemudian, hawa hangat menjalari bagian dalam perutnya. Perlahan-lahan hawa hangat itu menyebar ke atas. Sampai akhirnya, kedua kaki pemuda berambut putih keperakan itu tidak menapak dengan mantap lagi di tanah. Oleng ke kanan dan kiri.
Kelakuan Dewa Arak tidak lepas dari pandangan Eyang Wali Sidapaksi. Dahi kakek beralis melintang itu kelihatan berkernyit heran. Ilmu apa yang akan dikeluarkan pemuda berambut putih keperakan itu? Eyang Wali Sidapaksi tak habis pikir. Kakek beralis tebal itu tidak tahu Dewa Arak tengah mengeluarkan ilmu andalan yang telah membuat julukannya menggemparkan dunia persilatan. Ditakuti lawan dan disegani kawan.
Itu sebabnya, meskipun Dewa Arak dengan langkah terhuyung-huyung seperti akan jatuh bergerak menghampiri, Eyang Wali Sidapaksi masih belum memberikan tanggapan. Apa yang dapat dilakukan orang yang tengah mabuk? Jangankan bertarung, melangkah saja sulit!
Pandangan meremehkan Eyang Wali Sidapaksi langsung pupus ketika Dewa Arak mulai melancarkan serangan. Kekagetan dan keheranan melanda hatinya. Gerakan Dewa Arak yang meliuk-liuk seperti tanpa tenaga, mendadak keras dan penuh kekuatan. Pemuda berambut putih keperakan itu membuka serangan dengan pukulan punggung tangan kanannya, ciri khas ilmu 'Belalang Sakti'. Serangan itu ditujukan ke arah dada Eyang Wali Sidapaksi!
Serangan inilah yang membuka mata Eyang Wali Sidapaksi kalau tingkah laku aneh Dewa Arak tidak bisa dianggap remeh. Terasa ada tekanan dahsyat dari serangan Dewa Arak. Tekanan itu mengingatkan Eyang Wali Sidapaksi pada terpaan gelombang laut!
Namun, sekalipun telah mengetahui kedahsyatan serangan itu, Eyang Wali Sidapaksi tidak melakukan tindakan apa pun untuk mematahkan serangan lawan. Lelaki berkumis melintang itu tetap berdiam diri di tempatnya. Tidak tampak tanda-tanda dia akan menangkis atau mengelak. Maka....
Bukkk!
Telak dan keras serangan Dewa Arak mendarat di sasaran. Tubuh Eyang Wali Sidapaksi terjajar ke belakang. Tapi, tidak terlihat serangan itu berpengaruh terhadap dirinya. Diam-diam Dewa Arak terkejut melihat serangannya tidak menimbulkan akibat sedikit pun pada lawan. Tangannya seperti menghantam benda kenyal, yang membuat tenaganya membalik! Meskipun demikian, Dewa Arak tidak jera. Serangan-serangan susulannya segera dikirimkan.
Tapi kali ini Eyang Wali Sidapaksi tidak berdiam diri. Kalau setiap serangan lawan dibiarkan, pertarungan tak akan pernah usai. Agar cepat berakhir, harus diberikan perlawanan. Dan keputusan itu segera dilakukan.
Sungguh menarik pertarungan yang berlangsung. Satu pihak memiliki gerakan yang berubah-ubah. Terkadang lemas tak bertenaga, tapi mendadak menegang penuh kekuatan. Sementara di pihak lain gerakan-gerakannya terlihat agak lambat, namun mengandung kedahsyatan yang tidak terperikan.
Jalannya pertarungan sudah dapat ditebak. Berkali-kali serangan Dewa Arak baik pukulan, tendangan, tamparan, totokan, maupun hantaman guci bersarang dengan telak di berbagai bagian tubuh Eyang Wali Sidapaksi. Namun, semua itu tidak menimbulkan pengaruh apa pun. Bahkan membuat amukan Eyang Wali Sidapaksi semakin dahsyat.
Tapi betapapun keras kakek itu mengamuk, tetap tidak mencapai hasil yang diharapkan. Setiap serangan yang dikirimkan selalu dapat dipunahkan Dewa Arak dengan jurus 'Delapan Langkah Belalang'nya!
"Keparat!" Eyang Wali Sidapaksi menggertakkan gigi ketika untuk yang kesekian kali serangannya hanya mengenai tempat kosong. Padahal jelas terlihat pemuda berambut putih keperakan itu memapaki dengan tubuhnya, seperti sengaja membiarkan untuk dijadikan sasaran. Tapi, mengapa selalu meleset?! Eyang Wali Sidapaksi tidak mengerti. Tapi kebingungan itu tidak berlangsung lama. Setelah berulang kali, dia tahu Dewa Arak memiliki ilmu langkah ajaib!
Jurus demi jurus berlalu. Kini pertarungan memasuki jurus kedua puluh lima. Belum nampak tanda-tanda pihak yang akan keluar sebagai pemenang. Pertarungan masih berlangsung seimbang. Mendadak Eyang Wali Sidapaksi mengeluarkan jeritan kaget.
Kemudian, tubuhnya dilemparkan ke belakang menjauhi kancah pertarungan. Dewa Arak yang tidak mau memanfaatkan kesempatan itu membiarkan saja tindakan lawannya. Pemuda itu berdiam diri menunggu. Sebuah dugaan lawan akan mempergunakan ilmu simpanan yang lain muncul.
Tapi ternyata dugaan pemuda berambut putih keperakan itu meleset. Begitu kedua kakinya menjejak tanah, Eyang Wali Sidapaksi tidak mempersiapkan diri untuk mengeluarkan ilmu lainnya. Kakek itu melayangkan pandangan ke satu arah. Belakang Dewa Arak!
Melihat hal itu Dewa Arak segera teringat pada seorang wanita yang berada di belakangnya. Yakin kalau Eyang Wali Sidapaksi tidak akan membokong, kepalanya ditolehkan untuk mengetahui apa yang terjadi. Tapi pemuda itu tetap memasang sikap waspada. Siapa tahu Eyang Wali Sidapaksi ingin melancarkan siasat licik.
Ternyata tidak! Kakek itu tidak bermaksud menipu. Di belakangnya sudah tidak ada seorang pun. Harimau Betina Berkuku Perak telah kabur di saat mereka sibuk bertarung!
"Sayang sekali... aku tidak bisa menemanimu lebih lama, Anjing Kecil! Masih ada urusan yang harus kuselesaikan. Selamat tinggal!"
Eyang Wali Sidapaksi melesat cepat meninggalkan tempat itu, mencari Harimau Betina Berkuku Perak. Dalam sekali lesatan tubuhnya sudah tidak terlihat lagi. Lenyap di balik kerimbunan semak dan pepohonan lebat.
Dewa Arak mengangkat bahu tidak peduli. Kemudian gucinya disampirkan ke punggung. Dan kakinya diayunkan meninggalkan tempat itu.
Dewa Arak berlari tanpa tujuan. Dibiarkan saja sepasang kakinya melangkah sendiri. Pemuda itu memang tidak tahu ke mana harus menuju. Sedapat mungkin akan diusahakannya menemukan orang yang telah mengacau Perguruan Kapak Sakti. Tapi bagaimana mungkin itu dapat dipenuhi? Semuanya masih gelap. Jangankan menangkap, pelakunya saja belum diketahui.
Dewa Arak terus berlari tanpa memperhatikan suasana di sekelilingnya. Dia tidak tahu kalau langkah kakinya membawanya masuk ke dalam hutan. Entah berapa lama berlari Dewa Arak tidak tahu. Langkahnya baru dihentikan ketika sayup-sayup tertangkap bunyi dentang senjata. Agaknya di sekitar tempat itu tengah terjadi pertarungan.
Perasaan ingin iahu mendorong Dewa Arak mengayunkan langkah menuju asal suara. Tanpa kesulitan berarti, pemuda itu berhasil menemukannya. Ternyata benar. Bunyi gaduh itu tercipta karena pertarungan dua pihak yang berbeda jumlahnya.
"Ah!" Dewa Arak berseru kaget ketika mengenali salah satu pihak yang bertarung. Karena sosok itu adalah.... "Puspa Rani...," gumam pemuda berambut putih keperakan itu menyebut nama putri Ki Gelagar.
Salah satu pihak yang tengah bertarung itu memang Puspa Rani. Gadis itu sedang berjuang keras menghadapi lawan-lawannya. Meskipun sendirian, sedangkan lawannya lima orang, Puspa Rani mampu mengadakan perlawanan sengit. Sepasang kapaknya berkelebat cepat ke sana kemari mencari sasaran.
Sebenarnya kalau dihitung perorangan, tingkat kepandaian putri ketua Perguruan Kapak Sakti itu berada cukup jauh di atas lawan-lawannya. Tapi karena mereka terdiri dari orang-orang kasar dan berjumlah lebih banyak, Puspa Rani kewalahan.
Perlahan-lahan gadis itu terdesak. Ini karena putri Ketua Perguruan Kapak Sakti itu belum berpengalaman luas dalam bertarung. Sementara lawan-lawannya kelihatan telah memiliki pengalaman bertarung yang cukup.
Sekali lihat saja Dewa Arak tahu keadaan Puspa Rani tidak menguntungkan. Kalau dibiarkan gadis berpakaian merah itu akan roboh di tangan lawan-lawannya. Pemuda berambut putih keperakan itu pun memutuskan untuk ikut campur. Dan Dewa Arak mendapatkan kesempatan itu. Saat itu salah seorang lawan Puspa Rani berhasil mengait kaki gadis itu hingga jatuh telentang.
Kesempatan ini tidak disia-siakan yang lainnya. Sebelum Puspa Rani sempat bangkit, sebuah tendangan dari dua orang Iawannya telah membuat kapak yang tergenggam di tangan putri Ketua Perguruan Kapak Sakti itu terpental jatuh! Tidak hanya itu. Sisa pengeroyoknya mengirimkan totokan, hingga tubuhnya terkulai lemas.
"He he he...! Akhirnya kau dapat juga kami lumpuhkan, Kuda Binal!" ucap salah seorang dari mereka, yang berwajah totol-totol bekas luka. Usai berkata, lelaki itu menindih tubuh Puspa Rani. Dengan kasar diciuminya wajah gadis berpakaian merah itu.
"Ha ha ha...!"
Empat orang kawan lelaki berwajah totol-totol hitam tertawa bergelak. Apalagi ketika mendengar Puspa Rani memaki-maki karena ngeri menyadari kejadian yang akan dialaminya.
"Biadab!" teriak Dewa Arak dengan suara bergetar. Kemudian tubuhnya melayang ke arah gerombolan orang kasar itu.
"Hih!" Di saat tubuhnya masih berada di udara, Dewa Arak mengibaskan kedua tangannya.
"Ah!"
"Aaa...!"
Jeritan kaget bercampur ngeri keluar dari mulut lima orang lelaki kasar itu. Tubuh mereka melayang deras ke belakang karena hembusan angin keras dari kibasan kedua tangan Dewa Arak.
Namun hanya lima orang itu saja. Puspa Rani tidak! Tubuh putri Ketua Perguruan Kapak Sakti itu tidak bergeming, seolah di tempat itu tidak terjadi apa-apa. Dewa Arak tengah mempertunjukkan kemampuannya. Pemuda berambut putih keperakan itu mampu mengatur serangan jarak jauhnya, sehingga hanya mengenai orang-orang yang dituju!
Srakkk, brukkk!
Bunyi berdebuk dan berkerosakan keras terdengar ketika tubuh kelima orang kasar itu berjatuhan di tanah dan semak-semak. Sial bagi yang terjatuh di tanah. Mereka menyeringai kesakitan. Tapi sesaat kemudian mereka sudah bangkit. Dengan mata berkilat-kilat penuh ancaman, mereka menatap Dewa Arak.
Sementara itu, Dewa Arak sudah berdiri di dekat Puspa Rani. Pemuda itu tidak mempedulikan kelima lelaki kasar itu. Padahal, Arya tahu mereka tengah bersiap untuk melancarkan serangan.
"Dewa Arak...!" seru Puspa Rani ketika melihat sosok yang berdiri di hadapannya. Terdengar jelas nada kegembiraan dalam suaranya. Dewa Arak menyunggingkan senyum lebar. Kemudian tanpa berkata, tangannya diulurkan. Dengan sekali sentuh, totokan yang membelenggu Puspa Rani dapat dipunahkan. Dan baru saja Dewa Arak berdiri tegak...
"Hiyaaat! Haaat...!"
Sing, sing!
Sinar terang menyilaukan mata berkilau ketika lima orang kasar mencabut senjatanya, kemudian mengayunkan ke berbagai bagian tubuh Dewa Arak Tapi pemuda berambut putih keperakan itu tetap tenang. Tidak terlihat Dewa Arak akan memberikan perlawanan. Arya seperti pasrah dengan kejadian yang akan menimpanya.
Kenyataan ini membuat kelima orang kasar itu menjadi gembira. Mereka menyangka Dewa Arak tidak mengetahui adanya serangan. Terbayang di benak mereka pemuda itu menjerit dan menggeliat menjelang ajal ketika senjata mereka mendarat di sasaran.
Tak, tak, takkk!
"Ah!"
"Uh!"
Jeritan-jeritan kaget terlontar dari mulut kelima lelaki kasar ketika melihat hasil serangan mereka. Senjata mereka seperti membentur segundukan baja. Akibatnya, senjata-senjata itu terpental balik dan rasa sakit mendera tangan! Keterkejutan itu semakin menjadi-jadi ketika melihat mata golok mereka gompal!
Dengan pandang mata tak percaya, ditatapnya Dewa Arak dan senjata yang tergenggam berganti-ganti. Sementara itu Dewa Arak sudah membalikkan tubuh. Ditatapnya wajah kelima orang kasar itu.
"Orang-orang seperti kalian tidak pantas dibiarkan hidup. Banyak orang tak berdosa akan menjadi korban bila kalian masih tinggal di dunia!"
Tenang ucapan Dewa Arak, tapi di dalamnya terkandung ancaman maut. Itu dirasakan oleh lima orang lawannya. Sayang gerombolan orang kasar itu terlalu menurutkan kemarahan. Kalau saja mereka mau menggunakan pikiran, meskipun hanya sedikit, kenyataan yang diterima telah menjadi bukti Dewa Arak terlalu tangguh untuk dihadapi. Tapi, sikap keras kepala telah membuat pikiran mereka buntu.
Meskipun Dewa Arak telah mengeluarkan ancaman, kelima orang kasar itu tidak menjadi gentar. Mereka bergerak menghampiri pemuda itu. lalu dengan diawali teriakan-teriakan nyaring memekakkan telinga, mereka melancarkan serangan.
Kali ini Dewa Arak memutuskan untuk mengadakan perlawanan. Maka ditunggunya hingga serangan lawan menyambar dekat. Kemudian tanpa merubah kedudukan, kedua tangannya digerakkan dengan cepat.
Tak, tak, takkk!
Buk, buk, bukkk!
"Akh!"
"Aaa...!"
Rentetan kejadiannya berlangsung demikian cepat. Tertangkisnya serangan golok kelima orang kasar itu dan kedua tangan Dewa Arak yang menghantam tubuh mereka terjadi hampir bersamaan. Tahu-tahu tubuh kelima pengeroyoknya terlempar ke belakang dan jatuh bergulingan.
Ketika kekuatan yang membuat tubuh mereka bergulingan lenyap, luncuran tubuh itu terhenti. Tapi, tidak ada satu pun yang bergerak bangkit. Semuanya telah tewas di saat tubuh mereka melayang.
"Hhh...!" Arya menghela napas berat. Ada rasa sesal yang selalu bergayut di hati pemuda berambut putih keperakan itu setiap kali membunuh lawan. Jauh di lubuk hatinya Dewa Arak tidak mau melakukan pembunuhan. Tapi, itu harus dilakukan. Bila tidak, korban-korban kelima orang kasar itu akan terus berjatuhan.
Setelah menatap mayat kelima lawannya, Dewa Arak mengalihkan perhatian ke arah Puspa Rani. Ternyata gadis berpakaian merah itu tengah menatapnya. Hingga dua pasang mata mereka saling bertemu.
"Kukira kau mengalami nasib yang sama dengan ayah dan saudara-saudara seperguruanmu, Puspa Rani," ucap Dewa Arak pelan dan bernada keluhan.
Wajah putri Ketua Perguruan Kapak Sakti itu langsung berubah muram. Pertanyaan itu menyebabkannya teringat kembali akan musibah yang menimpa perguruan ayahnya.
"Jadi..., kau... kau telah melihatnya...?" tanya Puspa Rani terbata-bata.
"Hhh...!" Arya menghembuskan napas berat. "Secara tidak sengaja aku melihatnya, Puspa Rani. Semula memang aku berniat mengunjungi ayahmu. Tapi itu kulakukan setelah berziarah ke makam kakek guruku. Tujuan utamaku kembali ke tempat ini adalah mengunjungi makam beliau. Sungguh tidak kusangka akan menemui kenyataan ini. Hancurnya perguruanmu, dan kejadian yang menimpa dirimu..."
Puspa Rani terdiam. Di benaknya kembali terbayang nasib yang menimpa ayah dan saudara-saudara seperguruannya.
"Apa kau berada di sana sewaktu peristiwa itu terjadi, Puspa Rani?" tanya Dewa Arak ingin tahu. Agak aneh kalau gadis berpakaian merah ini dapat lolos dari kematian, sementara ayah dan seluruh saudara-saudara seperguruannya habis dibantai.
Puspa Rani mengangguk.
"Lalu..., mengapa kau dapat selamat dari maut Puspa Rani?" desak Arya.
Putri Ketua Perguruan Kapak Sakti itu menelan ludah untuk membasahi tenggorokannya yang kering. "Hanya sebuah kebetulan yang membuatku selamat, Dewa Arak," jawab Puspa Rani. "Sewaktu aku melancarkan tendangan, manusia iblis itu dengan mudah menangkap kakiku. Kemudian melemparkannya. Kuat sekali tenaga lontarannya sampai kepalaku menumbuk dinding pagar."
Puspa Rani menghentikan ceritanya sejenak untuk mengambil napas. "Aku langsung tak sadarkan diri. Begitu bangun... kulihat... Ayah dan semua saudara-saudara seperguruanku... ahhh.... Manusia-manusia keji itu telah membunuhnya!" Puspa Rani menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan karena rasa sedih dan ngeri.
"Tenanglah, Puspa Rani. Biarkan mereka pergi dengan tenang. Sekalipun kau mengeluarkan tangis darah, mereka tidak akan hidup kembali," hibur Arya, menenangkan gadis itu.
Pemuda berambut putih keperakan itu tidak menanyakan mengapa Puspa Rani bisa berada di tempat ini. Mengapa gadis berpakaian merah itu tidak mengubur mayat ayah dan saudara-saudara seperguruannya? Dewa Arak tahu jawabannya. Batin Puspa Rani terguncang hebat. Dia belum siap menerima kenyataan itu. Lari meninggalkan perguruannya adalah cara yang paling mungkin!
Tapi hiburan yang diberikan Arya tidak mampu menghilangkan kesedihan Puspa Rani. Putri Ketua Perguruan Kapak Sakti itu tetap tenggelam dalam kesedihannya. Wajahnya masih ditekapkan dengan kedua telapak tangan.
"Tadi... kau katakan orang yang melakukan tindakan itu adalah pembunuh-pembunuh keji. Berarti jumlah mereka lebih dari satu. Bisa kau memberitahukan ciri-ciri mereka? Biar aku yang akan membalaskan kekejian ini! Ayo, Puspa Rani. Beritahukanlah padaku!"
Puspa Rani segera mengangkat wajahnya. Ucapan Dewa Arak membuatnya melupakan kesedihan harinya. Wajah gadis berpakaian merah itu merah padam. Sepasang matanya berkilat-kilat memancarkan dendam. Tampaknya dia tengah dilanda kemarahan yang amat sangat.
"Memang, iblis-iblis keji itu tidak hanya seorang, Arya! Mereka berdua. Lelaki dan wanita!" beri tahu Puspa RanHantang penuh dendam. Kemudian dengan singkat diuraikannya ciri-ciri pelaku pembunuhan keji itu.
Arya mendengarkan penuh perhatian. Wajah dan sorot mata pemuda berambut putih keperakan itu tetap tenang. Padahal hatinya terguncang! Pemuda itu teringat akan wanita yang telah ditolongnya dari tangan maut Eyang Wali Sidapaksi. Jadi... wanita itu salah seorang dari dua pembunuh keji itu?!
Itulah kehebatan Dewa Arak. Dia mampu menyembunyikan perasaan. Meskipun hatinya dilanda perasaan kaget, tarikan wajahnya tetap biasa. Hingga Puspa Rani tidak mengetahuinya.
"Kini aku tahu siapa yang telah membunuh ayah dan saudara-saudara seperguruanmu. Akan kucari mereka setelah berziarah ke makam kakek guruku," ujar Arya.
"Aku ikut, Arya!" Puspa Rani setengah terpekik. "Aku ingin melihat mereka tewas dengan mata kepalaku sendiri!"
Dewa Arak tercenung mendengarnya. Pemuda itu tidak segera menjawab. Dipikirkannya lebih dulu sebelum kepalanya mengangguk.
"Terima kasih, Dewa Arak. Aku yakin kau akan memenuhi permintaanku."
"Simpan saja terima kasihmu, Puspa Rani," tolak Arya halus. "Lebih baik sekarang kita berangkat. Aku khawatir mereka keburu kabur."
Sesaat kemudian, Dewa Arak dan Puspa Rani telah meninggalkan tempat itu. Meninggalkan lima mayat yang bergeletakan di tanah. Mayat lima orang kasar yang tewas di tangan Dewa Arak.
"Hhh... hhh... hhh...!"
Desah napas memburu mengiringi langkah seorang wanita cantik berpakaian kulit harimau yang berlari terhuyung-huyung. Dia tidak lain Harimau Betina Berkuku Perak!
Srakkk!
"Akh!"
Brukkk!
Diawali pekikan kaget, Harimau Betina Berkuku Perak terjerembab ke tanah ketika kaki kanannya terkait akar pohon yang menjalar ke luar. Namun wanita itu cepat berusaha bangkit Harimau Betina Berkuku Perak berhasil mengangkat dadanya. Tapi, tampak jelas seringai kesakitan di bibirnya. Dan sebelum wanita bertahi lalat itu berhasil berdiri tegak...
"Harimau Betina...?!"
Sebuah seruan kaget membuat Harimau Betina Berkuku Perak menoleh. Ada perasaan lega dalam hatinya. Dia kenal betul dengan suara itu. Dari sebelah kanannya melesat sesosok bayangan. Dan begitu dia berhasil berdiri tegak, sosok bayangan itu telah berada di sebelahnya. Sosok itu adalah Harimau Jantan Berkuku Emas!
"Apa yang terjadi, Harimau Betina?!" tanya Harimau Jantan Berkuku Emas seraya melontarkan dua ekor kelinci yang tergenggam di tangan kanannya.
Blukkk!
Kelinci-kelinci yang sudah mati itu terhempas di tanah. Sementara Harimau Jantan Berkuku Emas menatap penuh selidik pada Harimau Betina Berkuku Perak.
"Kau... kau terluka, Harimau Betina?!" kembali Harimau Jantan Berkuku Emas mengajukan pertanyaan. Terdengar jelas nada keheranan dan kekhawatiran dalam suaranya.
Harimau Betina Berkuku Perak tersenyum untuk mengeraskan hati. Wanita itu tidak ingin kelihatan cengeng di hadapan rekannya. Tapi, karena saat itu dia tengah kesakitan, senyumnya tampak lebih mirip seringai.
"Sulit kupercaya ada yang bisa berbuat seperti ini kepadamu. Katakan, Harimau Betina. Siapa yang telah melakukan semua ini?!" desak Harimau Jantan Berkuku Emas sangat geram.
"Bagaimana kalau kita cari dulu tempat yang enak, Harimau Jantan?!" usul Harimau Betina Berkuku Perak khawatir, bila Eyang Wali Sidapaksi menemukan mereka.
"Baiklah," jawab Harimau Jantan Berkuku Emas tanpa pikir panjang lagi. "Aku tahu sebuah tempat yang letaknya agak tersembunyi. Mari kita ke sana. Kau bisa mengobati lukalukamu di tempat itu."
Lalu, seraya menuntun Harimau Betina Berkuku Perak, Harimau Jantan Berkuku Emas melesat menuju tempat yang dikatakannya. Karena letaknya tidak jauh, dalam waktu singkat sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu telah berada di dalamnya. Sebuah goa cukup besar yang letaknya tertutup semak-semak dan pepohonan lebat.
"Sekarang ceritakanlah semuanya hingga kau bisa seperti ini, Harimau Betina."
Harimau Jantan Berkuku Emas segera mengajukan pertanyaan begitu dirinya dan Harimau Betina Berkuku Perak telah duduk di dalam goa. Rekannya tidak cepat menjawab. Ditatapnya wajah Harimau Jantan Berkuku Emas lekat-lekat.
"Mungkin kau tidak percaya, Harimau Jantan," ujar Harimau Betina Berkuku Perak memulai ceritanya.
"Jangan membuat teka-teki, Harimau Betina," bantah Harimau Jantan Berkuku Emas tidak sabar. "Ceritakanlah dulu. Mengenai percaya atau tidak dengan ceritamu itu urusan nanti."
"Baiklah," desah Harimau Betina Berkuku Perak. "Dengar baik-baik, Harimau Jantan. Orang yang membuatku seperti ini adalah... Eyang Wali Sidapaksi!"
"Apa?!" Seruan kaget penuh ketidak-percayaan keluar dari mulut Harimau Jantan Berkuku Emas. Keras bukan main sehingga dinding dan langit-langit goa bergetar hebat. Seruan itu dikeluarkan dengan pengerahan tenaga dalam. "Mustahil! Aku yakin kau salah lihat, Harimau Betina! Bukankah Eyang Wali Sidapaksi telah tewas?!"
Secercah senyum tersungging di bibir Harimau Betina Berkuku Perak. "Apa kau yakin Eyang Wali Sidapaksi memang telah tewas, Harimau Jantan?! Bukankah kita tidak membuktikan sendiri kematiannya?!"
Harimau Jantan Berkuku Emas terdiam mendengar bantahan itu. Agaknya dia terpengaruh oleh bantahan wanita bertahi lalat itu.
"Memang aku tidak melihat sendiri kematiannya. Tapi..., bukankah Pedang Selaksa Racun tidak pernah lalai mengambil nyawa korbannya? Tergores sedikit saja sudah cukup untuk mengantarkan nyawanya ke neraka. Sedangkan dia...? Pedang Selaksa Racun kutancapkan di perutnya," urai Harimau Jantan Berkuku Emas.
"Tapi kenyataannya bagaimana, Harimau Jantan?! Dengan mata kepalaku sendiri kulihat Eyang Wali Sidapaksi di depanku. Kemudian kami bertarung. Dan... inilah hasilnya!" sergah Harimau Betina Berkuku Perak seraya menudingkan jari telunjuk ke dadanya sendiri.
"Barangkali dia bukan Eyang Wali Sidapaksi, Harimau Betina?!" Harimau Jantan Berkuku Emas menduga-duga. "Kalau benar dia Eyang Wali Sidapaksi, mana mungkin kau bisa lolos dari tangannya?! Dia tidak akan mengampunimu!"
"Apa yang kau katakan memang benar, Harimau Jantan! Eyang Wali Sidapaksi tidak akan membiarkanku hidup. Dia tahu aku bersekongkol denganmu! Tapi perlu kau ketahui, masih hidupnya aku sampai saat ini bukan karena kemurahan hati Eyang Wali Sidapaksi!"
"Hm.... Lalu bagaimana, Harimau Betina? Jangan katakan kau berhasil meloloskan diri di saat telah terluka berat seperti itu!"
"Memang tidak demikian!" jawab Harimau Betina Berkuku Perak cepat. "Di saat nyawaku hampir melayang, muncul seseorang menghadang maksud Eyang Wali Sidapaksi. Ternyata orang itu memiliki kepandaian amat tinggi. Dia mampu menandingi Eyang Wali Sidapaksi. Dan kesempatan itu kugunakan untuk mengobati luka dalamku. Ketika telah lebih baik, aku kabur dari situ," urai Harimau Betina Berkuku Perak.
"Kalau benar demikian katamu," ucap Harimau Jantan Berkuku Emas pelan setelah termenung beberapa saat. "Mulai sekarang kita harus bersikap waspada. Dan harus selalu bersama. Kalau tidak, dengan mudah Eyang Wali Sidapaksi akan mengganyang kita. Kau tahu sebabnya, Harimau Betina?!"
Harimau Betina Berkuku Perak mengangguk. "Kepandaian Eyang Wali Sidapaksi berada di atas kita," jawab wanita bertahi lalat itu.
Harimau Jantan Berkuku Emas tidak memberikan tanggapan. Lelaki bertubuh kekar itu tercenung dengan dahi berkernyit dalam, seakan ada sesuatu yang tengah dipikirkannya.
"Apa yang tengah kau pikirkan, Harimau Jantan?!" tanya Harimau Betina Berkuku Perak ingin tahu.
"Orang yang telah menolongmu."
"Maksudmu?" kejar Harimau Betina Berkuku Perak.
"Apa kau tahu siapa dia? Keberhasilannya menahan Eyang Wali Sidapaksi sampai kau dapat melarikan diri menunjukkan dia memiliki kepandaian tinggi. Barangkali kau kenal dia?"
"Tidak, Harimau Jantan," jawab Harimau Betina Berkuku Perak seraya menggelengkan kepala. "Dia berdiri membelakangiku. Yang kutahu, dia mengenakan pakaian ungu, rambut panjang putih. Dan di punggungnya tergantung sebuah guci."
"Jadi..., kau tidak melihat wajahnya?" tanya Harimau Jantan Berkuku Emas menegaskan.
Harimau Betina Berkuku Perak menggeleng. "Tapi..., aku yakin tidak sulit mencarinya. Seorang kakek dengan pakaian ungu dan guci di punggung. Kurasa tidak banyak orang mempunyai ciri-ciri seperti itu."
Harimau Jantan Berkuku Emas mengangguk. Ada kebenaran yang tidak bisa dibantah dalam ucapan rekannya.
"Tidak ada lagi yang ingin kau ceritakan, Harimau Betina?! Kalau tidak lebih baik kau obati lukamu. Sebab makam kakek guru Dewa Arak tidak jauh lagi. Dan aku yakin saat ini Eyang Wali Sidapaksi tengah mencari-cari kita. Ahhh...! Sungguh tidak kusangka akan terjadi seperti ini," ucap Harimau Jantan Berkuku Emas mengeluh.
Harimau Betina Berkuku Perak diam saja. Wanita bertahi lalat itu telah tenggelam dalam semadinya. Dia berusaha mengobati luka dalamnya. Dua sosok bayangan melesat di jalan utama Desa Jawi. Cepat bukan main gerakan mereka. Hingga yang terlihat hanya dua sosok bayangan yang tidak jelas bentuknya.
"Aku haus, Harimau Jantan. Lebih baik kita ke kedai dulu," ucap salah satu di antara dua sosok bayangan itu tanpa menolehkan kepala dan mengendurkan kecepatan larinya.
"Usul yang baik, Harimau Betina!" sambut Harimau Jantan Berkuku Emas tidak memberikan jawaban pasti. Tapi, agaknya usul itu disetujui. Harimau Betina Berkuku Perak mengetahuinya. Wanita itu mengarahkan tujuannya ke sebuah kedai yang berada di dekat situ.
"Hup!"
Dua tombak dari pintu kedai, sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu menghentikan larinya. Kemudian berjalan menghampiri kedai. Tapi, tepat di ambang pintu langkah mereka terhenti. Dangan wajah dingin, keduanya mengedarkan pandangan ke seluruh isi kedai.
Kedai itu ternyata cukup ramai pengunjung. Hampir semua bangku dan meja telah terisi. Hanya tinggal beberapa buah saja yang masih kosong. Dan sepasang manusia berpakaian kulit harimau mengayunkan kaki ke sana.
"Mau pesan apa, Den?" tanya seorang lelaki bertubuh kecil kurus seraya membungkuk. Dia adalah pemilik kedai.
"Beri kami arak dan jagung rebus!" seru Harimau Jantan Berkuku Emas dengan suara keras hingga dinding dan atap ruangan itu tergetar. Lelaki itu mengerahkan tenaga dalam pada teriakannya.
Pemilik kedai bukan orang bodoh! Dia segera tahu pengunjungnya ini seorang yang terbiasa bertindak kasar. Suatu tindakan berbahaya jika pesanannya tidak segera dilayani.
"Baik... baik, Den. Harap tunggu sebentar." Usai berkata demikian, lelaki kecil kurus itu bergegas ke dalam untuk menyiapkan pesanan. Sesaat kemudian, dia telah kembali seraya membawa pesanan kedua tamunya di sebuah baki yang cukup besar.
"Ini pesanannya, Den," ujar lelaki kecil kurus itu seraya meletakkan pesanan Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Berina Berkuku Perak satu persatu di atas meja.
"Keparat!" Harimau Jantan Berkuku Emas menggeram keras begitu lelaki kecil kurus selesai menyajikan pesanannya. Sekali mengulurkan tangan, leher baju pemilik kedai berhasil dicengkeramnya. Dan ketika tangannya digerakkan ke atas, tubuh pemilik kedai itu terbawa naik!
"Mengapa lama sekali, Cecak Kurus?! Apa kau sudah bosan hidup?! Sungguh berani mempermainkanku!"
"Ti... tidak, Den. Mana aku berani...," jawab pemilik kedai itu terbata-bata. Di samping takut, juga karena keadaan tubuhnya tidak memungkinkan.
"Keparat! Hih!" Seiring keluarnya makian itu, Harimau Jantan Berkuku Emas melemparkan tubuh pemilik kedai yang sial itu.
Wuttt!
"Aaakh...!" Lelaki kecil kurus itu mengeluarkan jeritan memilukan ketika tubuhnya melayang-layang di udara. Sudah terbayang di benaknya kejadian yang akan dialaminya.
Brakkk!
Bunyi riuh rendah langsung terdengar ketika tubuh pemilik kedai jatuh di salah satu meja. Hingga hidangan yang tersedia di atasnya berhamburan ke sana kemari. Untung tiga orang yang memesan hidangan itu buru-buru melesat meninggalkan tempatnya.
Meskipun tidak terkena akibatnya, ketiga orang yang mengenakan pakaian serba putih itu murka. Kesenangan mereka terganggu. Dengan sorot mata penuh kemarahan, mereka menatap orang yang telah menyebabkan terjadinya peristiwa itu.
"Keparat!" Salah seorang di antara mereka, yang berdahi lebar, memaki dengan geram. Kemudian dengan langkah lebar dan napas memburu kakinya diayunkan menuju tempat Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak duduk. Menilik sikap mereka sudah dapat dipastikan peristiwa yang akan terjadi.
Semua pengunjung kedai pun menyadarinya. Sebagian di antara mereka yang khawatir terbawa-bawa segera beranjak pergi setelah meninggalkan uang pembayaran. Berbeda dengan mereka, Harimau Berina Berkuku Perak dan Harimau Jantan Berkuku Emas tetap tenang. Seakan-akan tidak terjadi sesuatu. Sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu menyantap hidangan yang mereka pesan. Bahkan sampai ketiga lelaki berpakaian putih itu tiba di dekat meja mereka, sepasang manusia itu tetap berpura-pura tidak tahu.
"Hey, Macan Ompong! Sungguh berani kau mengganggu kesenangan kami. Apa kau telah mempunyai nyawa rangkap?!" seru lelaki berdahi lebar keras.
Tapi Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak tetap tidak peduli. Masih dengan tenang, tangannya diulurkan mengambil sebonggol jagung, lalu menggeragoti bijinya. Kelakuan sepasang manusia berpakaian kulit harimau ini membuat ketiga orang berpakaian putih semakin kalap.
"Tidak ada gunanya berbasa-basi, Kakang Jo'ang! Beri mereka pelajaran biar tahu siapa kita!" usul lelaki yang ujung hidungnya melengkung mirip burung kakak tua.
"Benar! Aku setuju dengan usul Kakang Jo'ang. Tidak ada gunanya berbicara dengan macan ompong yang tuli ini. Kita hajar saja mereka biar tahu siapa Tiga Jalak Hutan Kaling!" sambut lelaki yang telinganya berujung runcing.
Rupanya lelaki berdahi lebar yang bernama Jo'ang terpengaruh dengan usul rekan-rekannya. Hingga ketika Harimau Jantan Berkuku Emas mengulurkan tangan hendak mengambil jagung lagi, Jo'ang bergerak menangkap.
Tappp!
Pergelangan tangan kanan Harimau Jantan Berkuku Emas berhasil dicekalnya. Kemudian ditariknya untuk memaksa Harimau Jantan Berkuku Emas berdiri. Tapi, Jo'ang kaget ketika mengetahui tangan Harimau Jantan Berkuku Emas sedikit pun tidak bergeming. Dia bagaikan menarik sebuah gunung. Betapa pun telah dikerahkan seluruh tenaganya, tetap tidak terpengaruh.
Mendadak, entah dengan cara bagaimana, Harimau Jantan Berkuku Emas berhasil melepaskan cekalan tangan Jo'ang. Padahal, saat itu Jo'ang tengah mengerahkan seluruh tenaganya untuk menarik. Akibatnya, tubuh Jo'ang terjengkang ke belakang terbawa tenaga tarikannya sendiri.
Pada saat yang bersamaan, Harimau Jantan Berkuku Emas mengambil bonggol jagung yang telah dimakan bijinya. Kemudian dilemparkan ke arah Jo'ang. Bagian yang dituju adalah mulutnya!
Wuttt!
Tepat sekali bonggol jagung itu masuk ke dalam mulut Jo'ang yang memang terbuka karena hendak berteriak!
"Kakang Jo'ang!"
Hampir berbareng To'ang dan Bo'ang berseru kaget. Tapi Jo'ang ternyata bukan seorang tokoh yang mudah dipecundangi. Dengan gerakan sederhana, dia berhasil mematahkan kekuatan yang membuat tubuhnya terhuyung.
"Keparat!" maki Jo'ang setelah membuang bonggol jagung yang menyumbat mulutnya. "Kucincang kalian! Hih!" Jo'ang mencabut pisau yang terselip di ikat pinggangnya. Lalu....
"Hiyaaat...!" Diawali teriakan keras yang menggetarkan seisi kedai, Jo'ang menerkam Harimau Jantan Berkuku Emas. Pisau yang tergenggam di tangan kanan ditusukkan ke arah leher Harimau Jantan Berkuku Emas.
"Hmh!" Harimau Jantan Berkuku Emas mendengus. Ditunggunya hingga serangan menyambar dekat. Kemudian, tanpa menolehkan kepala tangan kirinya diulurkan.
Tappp! Pergelangan tangan Jo'ang berhasil dicekalnya. Dan....
"Pruhhh!" Harimau Jantan Berkuku Emas menyemburkan arak yang berada di mulutnya. Laksana jarum-jarum baja, percikan-percikan arak menyambar wajah Jo'ang.
"Wuaaa...!" Jo'ang menjerit sekuatnya ketika dengan telak percikan-percikan arak mengenai sasaran. Sebagian arak itu mengenai matanya. Tak pelak lagi, kedua bola mata Jo'ang hancur! Dan darah mengalir deras dari luka-luka di wajahnya. Tindakan Harimau Jantan Berkuku Emas tidak terhenti sampai di situ. Dengan tangan kirinya yang masih mencekal pergelangan tangan Jo'ang, lelaki bertubuh kekar itu memutar tubuh Iawannya.
"Kakang Jo'ang!"
Lagi-lagi To'ang dan Bo'ang berteriak kaget. Mereka hampir tidak percaya dengan kejadian itu. Jo'ang seperti anak ayam menghadapi seekor musang. Dipermainkan ke sana kemari tanpa daya! To'ang dan Bo'ang tidak bisa berdiam diri lagi. Keadaan Jo'ang sangat gawat. Kalau dibiarkan nyawanya bisa melayang. Maka diputuskan untuk memberikan pertolongan.
Srat, srattt!
Sinar terang langsung berkilau ketika To'ang dan Bo'ang mencabut pisau. Tanpa raguragu, keduanya menusukkan senjatanya ke arah leher dan pelipis Harimau Jantan Berkuku Emas. Dua anggota Tiga Jalak Hutan Kaling itu tahu Harimau Jantan Berkuku Emas seorang tokoh yang sangat pandai. Itu sebabnya, mereka melakukan penyerangan secara bersamaan. Apalagi saat itu keadaan Jo'ang sangat mengkhawatirkan.
Amat berbahaya serangan kedua orang itu. Di samping dilancarkan dari jarak yang demikian dekat, sasaran yang dituju pun merupakan bagjan'-bagian berbahaya di tubuh manusia!
Tapi lagi-lagi Harimau Jantan Berkuku Emas bersikap tenang. Dan sewaktu ujung kedua pisau itu hampir mengenai sasaran, dengan kecepatan yang mengejutkan kakinya bergerak dua kali berturut-turut!
"Pergilah kalian ke neraka, Anjing-anjing Cilik!"
Buk, bukkk!
"Akh, aaakh...!"
To'ang dan Bo'ang mengeluarkan jerit memilukan. Kaki Harimau Jantan Berkuku Emas telak mengenai dada. Bunyi gemeretak keras menjadi pertanda hancurnya tulang-tulang dada mereka. Nyawa kedua orang itu hilang seiring dengan melayangnya tubuh mereka.
Di saat tubuh To'ang dan Bo'ang meluncur deras, Harimau Jantan Berkuku Emas melepaskan cekalannya pada pergelangan tangan Jo'ang. Seketika itu pula tubuh lelaki berdahi lebar itu melayang mengikuti tubuh kedua rekannya.
"Mari kita pergi, Harimau Betina!" Kemudian tanpa menunggu jawaban rekannya, Harimau Jantan Berkuku Emas bangkit dari kursi. Kakinya dilangkahkan menuju pintu kedai. Tak dipedulikannya sorot kegentaran yang membayang di mata tokoh-tokoh persilatan yang ada di dalam kedai.
Ketika Harimau Jantan Berkuku Emas tiba di dekat meja Tiga Jalak Hutan Kaling, pemilik kedai bergegas bangkit dan berusaha kabur. Tapi dengan sekali mengulurkan tangan, Harimau Jantan Berkuku Emas telah membuat pemilik kedai tidak bisa menjauh. Padahal, lelaki bertubuh kekar itu hanya meletakkan telapak tangannya di atas kepala lelaki kurus itu. Kemudian, dengan memutar telapak tangannya, Harimau Jantan Berkuku Emas membalikkan tubuh pemilik kedai.
"Tunjukkan di mana kuburan Eyang Tapakjati berada. Cepat katakan sebelum kuhancurkan tubuhmu!"
Tubuh lelaki kurus itu menggigil keras menyadari malaikat maut telah berada di dekatnya. "Di... di lereng Gunung Jawi.... Cari sebuah pondok yang ada di sana. Pondok itu ada di bagian lereng di sebuah hamparan tanah lapang luas," jelas pemilik kedai dengan suara terbata-bata.
"Hmh!" Sambil mendengus Harimau Jantan Berkuku Emas melepaskan tangannya dari kepala pemilik kedai. Kemudian membalikkan tubuh dan berjalan keluar kedai. Tepat di belakangnya berjalan Harimau Betina Berkuku Perak.
Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak tidak tahu kalau sepeninggal mereka tubuh pemilik kedai langsung ambruk. Kedua kakinya yang menggigil keras tidak kuat menunjang berat tubuhnya.
Cukup lama juga lelaki kecil kurus itu berada dalam keadaan seperti itu. Tak seorang pengunjung kedai pun yang mempunyai pikiran memberikan pertolongan. Mereka masih terkesima dengan peristiwa yang baru saja terjadi.
Saat itulah dua sosok tubuh melangkah memasuki kedai. Tapi begitu berada di ambang pintu, langkah keduanya langsung terhenti.
"Apa yang terjadi, Ki?!" tanya salah seorang di antara mereka. Dia seorang gadis berpakaian merah. Puspa Rani! Seraya mengajukan pertanyaan, putri Ketua Perguruan Kapak Sakti itu menghambur ke arah pemilik kedai. Dengan hati-hati ditariknya bangun lelaki kurus itu.
Sementara sosok yang satunya lagi, Dewa Arak, mengedarkan pandangan ke sekeliling isi kedai. Sepasang alisnya berkerut ketika melihat keadaan yang agak berantakan. Dan kerutan alisnya semakin dalam ketika melihat tiga sosok berpakaian putih tergeletak di lantai.
Sekali lihat saja pemuda berambut putih keperakan itu tahu mereka telah tewas. Dewa Arak lalu mengalihkan perhatian pada Puspa Rani yang tengah sibuk dengan pemilik kedai. Pemuda itu tidak merasa aneh jika Puspa Rani dan pemilik kedai saling mengenal. Perguruan Kapak Sakti sangat terkenal sampai ke beberapa desa. Tidak heran kalau Puspa Rani dikenal pemilik kedai dan sebaliknya.
"Ada dua orang datang ke sini, Puspa Rani. Mereka marah-marah dan membuat keributan. Lalu pergi setelah menanyakan makam Eyang Tapakjati. Dan...."
"Apa?!"
Seruan kaget Arya membuat pemilik kedai menghentikan ucapannya. Dan sebelum dia menyadari apa yang terjadi, Dewa Arak telah berada di dekatnya. Padahal, dia tidak melihat pemuda berambut putih keperakan itu melangkahkan kaki.
"Apa kau tidak salah, Ki?! Mereka mencari makam Eyang Tapakjati?!" tanya Dewa Arak dengan suara bergetar.
"Benar, Anak Muda. Mereka menanyakan makam Eyang Tapakjati," jawab pemilik kedai, yakin.
"Kau tahu maksud mereka menanyakan makam itu, Ki?!" tanya Arya penasaran.
Pemilik kedai menggeleng. "Kalau secara pasti aku tidak tahu, Anak Muda. Tapi... melihat sikapnya, sepertinya mereka bermaksud tidak baik!"
"Ah!" seru Arya penuh rasa khawtir. Pemuda itu teringat akan mimpinya beberapa waktu yang lalu. Mimpi yang datang berrurut-turut. Dalam mimpi itu kakek gurunya, Eyang Tapakjati, mendatangi dan memberitahukan bahwa tempat peristirahatannya akan dihancurkan orang!
Karena mimpi itu datangnya berturut-turut dan isinya sama, Dewa Arak memutuskan untuk melihat kebenarannya. Semula dia pergi bersama Melati. Tapi di tengah perjalanan, serombongan pasukan Kerajaan Bojong Gading mencegat mereka, dan meminta kehadiran gadis berpakaian putih itu untuk mengatasi kemelut yang melanda di wilayah kerajaan itu.
Maka, Dewa Arak pergi sendiri menengok makam kakek gurunya. Teringat akan mimpinya Dewa Arak merasa khawatir bukan main. Secepat kilat pemuda itu melesat ke luar. Hanya dengan sekali lesatan tubuhnya telah berada belasan tombak di depan. Tindakan Dewa Arak mengejutkan Puspa Rani.
"Dewa Arak! Tunggu...!" seru Puspa Rani seraya melesat cepat menyusul Arya.
Namun Dewa Arak tidak menghentikan larinya. Pemuda berambut putih keperakan itu terus melesat dengan kecepatan tinggi. Meskipun demikian pemuda itu berpesan pada Puspa Rani melalui ilmu mengirimkan suara dari jauh.
"Lebih baik kau tunggu saja di kedai ini, Puspa Rani. Aku harus bergegas sebelum mereka menghancurkan makam kakek guruku!"
Ucapan itu bergema di telinga Puspa Rani. Tapi, gadis itu tidak mau menuruti. Putri Ketua Perguruan Kapak Sakti itu tetap mengayuhkan kaki. Meski semakin lama jaraknya dengan Dewa Arak semakin jauh dia tidak peduli. Yang penting letak makam Eyang Tapakjati telah diketahuinya. Jadi, walaupun tertinggal jauh dia akan bertemu Dewa Arak di sana.
Sadar akan sedikitnya waktu yang dimiliki, Dewa Arak mengerahkan seluruh kemampuan lari cepatnya. Pemuda berambut putih keperakan itu adalah seorang pendekar muda yang memiliki ilmu meringankan tubuh tingkat sempurna. Kedua kakinya bagai tidak menjejak tanah. Bahkan sosok tubuhnya hampir tidak terlihat. Yang kelihatan hanya sekelebatan bayangan ungu dalam bentuk yang tidak jelas dan melesat cepat.
Entah berapa lama berlari, Dewa Arak tidak tahu. Yang diyakininya dengan pasti kedai di kaki Gunung Jawi telah jauh ditinggalkannya. Sekarang Dewa Arak tengah menempuh lereng Gunung Kawi. Jantungnya berdetak kencang ketika melihat dua benda hitam sebesar ibu jari bergerak di depannya. Dewa Arak yakin titik-titik hitam di kejauhan itu orang-orang yang diceritakan pemilik kedai.
Semangat Dewa Arak semakin besar untuk segera menyusul dua sosok di depannya. Sebentar lagi kedua orang itu akan segera tiba di makam Eyang Tapakjati. Tapi betapapun Dewa Arak telah mengerahkan seluruh ilmu lari cepatnya, tetap saja sulit baginya menyusul kedua sosok itu. Sebab, letak makam Eyang Tapakjati sudah dekat.
Dan memang, dua sosok yang tidak lain Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak telah berhasil tiba di dekat makam Eyang Tapakjati. Padahal saat itu Dewa Arak masih berada tiga puluh tombak di belakang mereka. Dewa Arak sadar kalau dia terus berlari, sebelum berhasil tiba, makam kakek gurunya akan lebih dulu rusak. Maka diputuskan menggunakan cara lain.
"Hey...! Pengecut-pengecut busuk...!" Dewa Arak berseru dengan mengerahkan tenaga dalam. Itu dilakukannya agar dapat terdengar jelas oleh sepasang manusia berpakaian kulit harimau.
Usaha pemuda berambut putih keperakan itu memang tidak percuma. Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak mendengar teriakan itu. Mereka membalikkan tubuh ke arahnya. Pandangan mata kedua orang itu langsung tertumbuk pada sesosok bayangan ungu yang melesat ke arah mereka. Wajah sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu berubah ketika melihat betapa cepatnya Dewa Arak melesat.
Namun, dengan pandainya Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Berina Berkuku Perak berhasil menyembunyikan rasa kaget mereka. Wajah keduanya kembali seperti biasa. Sementara dalam beberapa lesatan, Dewa Arak telah berada tiga tombak di depan mereka. Arya menghentikan langkahnya.
"Siapa kau, Monyet Tua?!" tanya Harimau Jantan Berkuku Emas. "Cepat katakan, sebelum kesabaranku hilang dan kau kubunuh!"
"Seharusnya akulah yang bertanya seperti itu. Kalian berada di makam kakek guruku. Sekarang katakan siapa dan apa tujuan kalian ke tempat ini?!" Dewa Arak balik bertanya.
"Ooo.... Kiranya begitu?! Jadi... Eyang Tapakjati adalah kakek gurumu...," Harimau Jantan Berkuku Emas mengangguk-anggukkan kepala. "Kalau begitu, kau... Dewa Arak!"
"Apa yang kau katakan sedikit pun tidak salah, Kisanak. Akulah Dewa Arak," jawab Arya seraya mengangguk.
"Keparat!" Harimau Jantan Berkuku Emas menggeram keras. Wajah dan sorot matanya menyiratkan kemarahan yang menggelora. "Mampuslah kau!"
Seiring keluarnya makian itu, Harimau Jantan Berkuku Emas melesat menerjang Dewa Arak. Kedua tangannya yang terkembang membentuk cakar harimau diluncurkan ke arah dada Dewa Arak. Bertubi-tubi dan susul-menyusul.
Cit, cit, cit!
Bunyi berdecit nyaring mengiringi tibanya serangan, menandakan kekuatan tenaga dalam yang terkandung di dalamnya.
Dewa Arak menyadari kedahsyatan serangan itu. Tapi walaupun begitu, dia tetap tenang. Pemuda berambut putih keperakan itu telah memutuskan untuk melenyapkan sepasang manusia berpakaian kulit harimau. Kedua orang inilah yang telah menyebar maut di Perguruan Kapak Sakti.
Meskipun sikapnya kelihatan tenang, Dewa Arak tetap memasang kewaspadaan penuh. Diperhatikannya kedua tangan lawan untuk memeriksa barangkali ada hal-hal yang mencurigakan, seperti warna aneh karena mengandung racun.
Tapi Dewa Arak tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan. Kedua tangan lawan tetap berwarna biasa. Sungguhpun demikian, Dewa Arak tidak berani bertindak gegabah. Dia tidak segera memapaki serangan itu. Dan memang, bukan sifat pemuda berambut putih keperakan itu untuk bertindak demikian.
"Hih!" Dewa Arak menggenjotkan kaki. Sesaat kemudian tubuhnya melayang ke atas melewati kepala lawan. Serangan Harimau Jantan Berkuku Emas mengenai tempat kosong, lewat jauh di bawah kaki Dewa Arak.
Tidak hanya sampai di situ. Di saat tubuhnya berada tepat di atas kepala lawan, cakar kedua tangannya disampokkan. Dewa Arak masih tidak tega untuk menjatuhkan tangan jahat. Maka serangan itu ditujukan pada kedua bahu Harimau Jantan Berkuku Emas.
Wut, wut!
Sampokan Dewa Arak hanya mengenai angin. Harimau Jantan Berkuku Emas telah lebih dulu merundukkan tubuh ketika merasakan hembusan angin dari belakangnya.
Jliggg!
Pada saat yang bersamaan dengan mendaratnya Dewa Arak di tanah, Harimau Jantan Berkuku Emas berhasil memperbaiki kedudukan. Kedua tokoh itu kembali saling berhadapan. Kali ini tak segera melancarkan serangan. Masing-masing mengukur kekuatan lawan melalui adu tatapan mata. Mendadak...
"Hiyaaat...!"
Di awali teriakan keras yang menggetarkan tempat itu, Harimau Jantan Berkuku Emas bergerak melancarkan serangan. Seperti juga sebelumnya, serangan kali ini pun mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. Dewa Arak menyambut dengan hangat. Pertarungan sengit pun tidak bisa dihindari lagi.
Harimau Jantan Berkuku Emas benar-benar harus menguras seluruh kemampuannya. Jurus 'Harimau' andalannya dikerahkan sampai ke puncak. Dalam penggunaan ilmu itu, Harimau Jantan Berkuku Emas tak ubahnya seekor harimau. Sambil mengeluarkan geraman keras, kedua tangannya yang berbentuk cakar diluncurkan bertubi-tubi ke berbagai bagian tubuh Dewa Arak.
Tapi Harimau Jantan Berkuku Emas salah kalau mengira dengan ilmu andalannya akan dapat mengalahkan Dewa Arak dengan mudah. Malah sebaliknya, lelaki bertubuh kekar itu mendapat perlawanan sengit. Padahal, Dewa Arak baru mengeluarkan ilmu 'Sepasang Tangan Penakluk Naga' dan ilmu 'Delapan Cara Menaklukkan Harimau'.
Dengan ilmu itu, Dewa Arak berhasil membuat Harimau Jantan Berkuku Emas berjuang keras untuk dapat mendesaknya. Jurus demi jurus berlalu cepat. Dalam waktu singkat tiga puluh jurus telah berlalu. Namun belum nampak tanda-tanda pihak yang akan keluar sebagai pemenang.
Memang, beberapa kali Dewa Arak terlihat terdesak. Itu karena kehebatan ilmu lawan di atas ilmu-ilmunya. Tapi berkat kekuatan tenaga dalam dan kecepatan geraknya yang lebih unggul, Harimau Jantan Berkuku Emas sulit untuk mendesaknya. Beberapa kali ketika tangan atau kaki mereka berbenturan, Harimau Jantan Berkuku Emas terhuyung-huyung sambil menyeringai kesakitan.
Kenyataan ini pun disadari Harimau Jantan Berkuku Emas. Maka ketika memasuki jurus ketiga puluh lima, lelaki itu melempar tubuhnya ke belakang meninggalkan kancah pertempuran. Sebenarnya, saat itu merupakan kesempatan baik bagi Dewa Arak untuk mendesak lawan. Tapi, pemuda itu tidak mau melakukannya.
Dewa Arak sudah memperkirakan maksud Harimau Jantan Berkuku Emas. Apalagi kalau bukan mempergunakan ilmu lainnya? Maka dibiarkan saja. Ingin diketahuinya ilmu yang akan dikeluarkan Harimau Jantan Berkuku Emas.
Jliggg!
Begitu kedua kakinya menjejak tanah, Harimau Jantan Berkuku Emas menggeram keras seperti harimau murka. Bersamaan dengan itu, kedua tangannya didorongkan ke depan perlahanlahan tapi penuh tenaga. Jari-jari tangannya terkembang membentuk cakar. Tiba-tiba....
Trikkk!
Pada ujung-ujung jari Harimau Jantan Berkuku Emas mencuat kuku-kuku runcing, agak melengkung dan berwarna kuning seperti emas. Dewa Arak terkejut bercampur heran. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Kuku-kuku muncul dari dalam daging dan berwarna kuning emas!
Dewa Arak baru mengerti mengapa lelaki bertubuh kekar ini mempunyai julukan Harimau Jantan Berkuku Emas. Ternyata dia memang memiliki kuku-kuku yang mirip emas.
"Auuum…!"
Diawali suara mengaum keras, Harimau Jantan Berkuku Emas melompat menerkam Dewa Arak. Semula Dewa Arak bermaksud memapaki serangan itu. Tapi niatnya diurungkan, karena begitu serangan Harimau Jantan Berkuku Emas semakin dekat, pemuda itu mencium bau amis yang memualkan. Rupanya kuku-kuku itu mengandung racun ganas.
Dewa Arak teringat kembali pada nasib orang-orang Perguruan Kapak Sakti. Kejadian mengerikan yang menimpa mereka disebabkan oleh racun yang terkandung dalam kuku emas Harimau Jantan Berkuku Emas?!
"Hih!" Dewa Arak segera mengelakkan serangan itu dengan sebuah lompatan harimau ke kanan. Kemudian dengan bertelekan pada kedua tangan, tubuhnya digulingkan. Dewa Arak berhasil menyelamatkan diri dari maut.
Tapi Harimau Jantan Berkuku Emas tidak mau membiarkan Dewa Arak selamat. Cepat dikejarnya Dewa Arak. Kemudian menghujani dengan serangan-serangan dahsyat. Namun, bukan Dewa Arak kalau mengalami kesulitan menghadapi serangan-serangan itu. Meskipun agak kerepotan, semua serangan itu berhasil dikandaskan!
Suasana pertarungan langsung berubah. Hanya dalam beberapa gebrakan, Harimau Jantan Berkuku Emas berhasil menekan Dewa Arak. Pemuda berambut putih keperakan itu kini didesak terus. Penyebabnya adalah Dewa Arak terus-menerus mengelak. Sebab kalau melakukan tangkisan pasti akan celaka. Tangan lawan, terutama kuku-kukunya, mengandung racun yang mengerikan.
Dewa Arak segera menyadari ilmu-ilmu yang digunakannya tidak berdaya lagi. Maka diputuskan menggunakan ilmu 'Belalang Sakti'. Untuk itu Dewa Arak mulai mencari jalan menjauhkan diri dari arena pertarungan. Namun, pemuda berambut putih keperakan itu tidak menunjukkan secara terang-terangan. Kalau Harimau Jantan Berkuku Emas tahu, tentu akan dengan sekuat tenaga menghalangi maksudnya.
"Hih!" Di jurus keempat puluh dua Dewa Arak berhasil mendapatkan kesempatan bagus. Tubuhnya segera dilentingkan. Di saat berada di udara, diambilnya guci arak dan dituangkan ke mulutnya.
Gluk.... Gluk... Gluk...! Terdengar bunyi tegukan ketika arak itu melewati tenggorokan Dewa Arak. Hawa hangat yang berputar di perut Arya naik ke atas. Dan....
Jliggg!
Dewa Arak mendarat di tanah dalam keadaan terhuyung ke sana kemari. Tampaknya ilmu 'Belalang Sakti'nya telah siap dipergunakan. Pada saat itulah, Harimau Jantan Berkuku Emas melancarkan serangan susulan.
Lelaki bertubuh kekar itu bersikap masa bodoh, walaupun dilihatnya Dewa Arak melakukan tindak-tanduk aneh. Yang ada di benaknya hanya satu, secepat mungkin membunuh Dewa Arak!
Tapi Harimau Jantan Berkuku Emas harus menerima kekecewaan. Dewa Arak berhasil mengelakkan serangannya dengan mudah. Harimau Jantan Berkuku Emas tidak tahu Dewa Arak menggunaka langkah-langkah ajaib jurus 'Delapan Langkah Belalang'.
Memang luar biasa jurus 'Delapan Langka Belalang'. Harimau Jantan Berkuku Emas sendiri sampai terkagum-kagum. Beberapa kali, lelaki bertubuh kekar itu mengeluarkan seruan kaget.
Serangan-serangannya yang semula diperkirakan akan mendarat di sasaran, di saat-saat terakhir mengenai tempat kosong. Yang lebih membuat Harimau Jantan Berkuku Emas penasaran adalah cara mengelak Dewa Arak yang seperti mengejeknya.
Kekagetan Harimau Jantan Berkuku Emas semakin bertambah ketika Dewa Arak mulai melakukan serangan balasan. Ada tekanan kuat ketika Dewa Arak melancarkan serangan. Tak heran kalau dalam waktu tak lama, Harimau Jantan Berkuku Emas terdesak.
Setiap serangannya selalu kandas. Sebaliknya setiap serangan lawan selalu membuatnya kelabakan. Betapapun Harimau Jantan Berkuku Emas mengeluarkan seluruh kemampuannya, termasuk dengan menghunus pedang, tetap saja terus terdesak. Guci, tangan, dan arak Dewa Arak menjadi satu kesatuan yang menggilas setiap serangan dan pertahanan lawan.
Di saat itulah Harimau Jantan Berkuku Emas teringat pada rekannya. Ke mana perginya Harimau Betina Berkuku Perak? Mengapa sejak tadi tidak turun tangan? Dalam sebuah kesempatan, dengan ekor mata diliriknya tempat rekannya berada. Hati Harimau Jantan Berkuku Emas langsung tercekat ketika melihat Harimau Betina Berkuku Perak tengah termenung. Sepasang matanya menyorot tajam ke arah pertempuran.
Tapi Harimau Jantan Berkuku Emas tahu yang diperhatikan bukanlah dirinya! Pertanyaan pun bergayut di benak lelaki bertubuh kekar itu. Mengapa Harimau Betina Berkuku Perak tidak segera turun tangan? Apakah wanita bertahi lalat itu tidak tahu keadaan dirinya tidak menguntungkan? Jelas, lambat laun Dewa Arak dapat merobohkan dirinya!
Karena merasakan tekanan-tekanan Dewa Arak semakin berat, sedangkan Harimau Betina Berkuku Perak tidak menunjukkan tanda-tanda akan memberikan bantuan, Harimau Jantan Berkuku Emas menjadi kalap!
"Harimau Betina! Tunggu apa lagi...?! Cepat bantu aku...! Lupakah kau akan sumpahmu?!"
Teriakan Harimau Jantan Berkuku Emas itu keras bukan kepalang. Masalahnya, lelaki bertubuh kekar ini marah karena Harimau Betina Berkuku Perak tidak segera membantunya. Sehingga dikerahkan tenaga dalam pada teriakannya. Harimau Betina Berkuku Perak tersentak kaget.
Memang, sejak tadi dia tenggelam dalam pikirannya. Itu terjadi sewaktu dia melihat Dewa Arak! Seraut wajah tampan dan jantan serta berkesan matang. Saat itu pula rasa suka muncul di hatinya. Dewa Arak ternyata mempunyai daya tarik yang luar biasa. Rasa senang itu semakin bertambah ketika didengarnya Dewa Arak berbicara. Suara Dewa Arak dikenalnya sebagai suara orang yang telah menyelamatkannya dari tangan Eyang Wali Sidapaksi!
Karena rasa sayang terhadap Dewa Arak, Harimau Betina Berkuku Perak tidak sampai hati membantu Harimau Jantan Berkuku Emas untuk mengeroyoknya. Dia hanya berdiam diri. Dan ketika bentakan Harimau Jantan Berkuku Emas menggelegar, wanita itu baru sadar.
Seketika itu pula timbul perasaan malu. Apalagi ketika Harimau Jantan Berkuku Emas mengungkit-ungkit sumpahnya. Harimau Betina Berkuku Perak menggertakkan gigi. Harimau Jantan Berkuku Emas benar. Dia tidak boleh mengingkari sumpah yang telah diucapkannya sendiri. Dewa Arak harus dibunuhnya! Dia tidak ingin menjadi orang yang mengkhianati sumpahnya. Maka dengan rasa berat, wanita itu melompat ke dalam kancah pertarungan dan menggempur Dewa Arak.
Dengan terjunnya Harimau Betina Berkuku Perak, keadaan langsung berubah. Harimau Jantan Berkuku Emas tidak lagi terdesak hebat. Pertarungan mulai berlangsung seimbang. Harimau Betina Berkuku Perak dan Harimau Jantan Berkuku Emas mampu saling mengisi dan saling melindungi. Hingga Dewa Arak mengalami kesulitan untuk mendesak mereka.
Tapi ternyata bukan hanya Dewa Arak yang mengalami kesulitan. Sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu pun demikian. Meskipun mereka telah mengerahkan seluruh kemampuannya, tetap sulit untuk mendesak Dewa Arak apalagi mengalahkannya!
Harimau Jantan Berkuku Emas akhirnya menyadari kalau keadaan ini dibiarkan terus sulit untuk mencapai kemenangan. Andaikata dapat pun membutuhkan waktu yang lama. Lelaki kekar itu tidak sabar menunggu saat itu. Harus dilakukannya terobosan baru!
"Harimau Betina...! Siapkan jurus 'Sepasang Harimau Masuk ke Goa'...!"
Wajah Harimau Betina Berkuku Perak langsung berubah. Dia mengenai betul jurus yang disebutkan Harimau Jantan Berkuku Emas. Jurus itu adalah jurus maut. Hampir dapat dikatakan jurus mengadu nyawa. Digunakan secara bersama-sama untuk menghadapi lawan yang amat tangguh. Kerugian pada pihak mereka lebih kecil. Namun tetap mengandung bahaya.
"Siap, Harimau Betina!" Usai berkata demikian, Harimau Jantan Berkuku Emas melompat ke atas. Dan bersalto beberapa kali sebelum menukik ke bawah. Pedang di tangannya digerakkan sedemikian rupa hingga terlihat berjumlah banyak, lalu ditusukkan ke arah tenggorokan Dewa Arak.
Hampir pada saat yang bersamaan, Harimau Betina Berkuku Perak menggulingkan tubuh mendekati Dewa Arak. Wanita itu bermaksud melancarkan serangan dari bawah! Hebat bukan main serangan gabungan ini. Dewa Arak pun mengetahuinya. Dirasakan ada pengaruh aneh yang membuatnya sulit untuk mengelak. Dalam waktu yang demikian singkat, Dewa Arak memutar benaknya. Disadarinya kalau menangkis sangat berbahaya. Karena kedua serangan itu tibanya berturut-turut. Maka Dewa Arak mengambil keputusan untuk mengirimkan serangan pula.
"Hih!"
Wusss!
Deru angin keras berhawa panas menyembur dari kedua telapak tangan Dewa Arak. Inilah jurus 'Pukulan Belalang'. Dan....
Bresss!
"Aaakh...!" Harimau Jantan Berkuku Emas menjerit memilukan. Pukulan jarak jauh itu mengenai tubuhnya dengan telak. Saat itu juga dia tewas dengan sekujur tubuh hangus.
Bersamaan dengan Dewa Arak melancarkan jurus 'Pukulan Belalang', sebenarnya Harimau Betina Berkuku Perak bisa menusukkan pedangnya ke perut Dewa Arak. Tapi, wanita bertahi lalat itu tidak melakukannya. Pedangnya malah dihunjamkan ke tanah. Sementara kedua tangannya didekapkan ke wajah.
Tentu saja kejadian ini diketahui Dewa Arak. Pemuda itu kelihatan heran bukan main. "Mengapa kau tidak meneruskan seranganmu, Nisanak?!" tanya Dewa Arak.
"Aku... aku tidak sanggup membunuhmu...! Kau... kau telah menyelamatkan nyawaku...," ujar Harimau Betina Berkuku Perak terbata-bata. "Tapi tindakanku ini membuatku mengingkari sumpah yang telah kubuat sendiri. Maka tidak ada gunanya lagi aku hidup!"
"Mengapa kalian berdua begitu bernafsu ingin membunuhku?" tanya Dewa Arak, ingin tahu. Memang, pemuda berambut putih keperakan itu belum tahu, mengapa sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu berniat membunuhnya.
Harimau Betina Berkuku Perak tersenyum getir. "Kau ingat Ki Jayus, Kepala Desa Pucung?" wanita bertahi lalat di pipi itu malah balas bertanya.
Dewa Arak tidak langsung menjawab pertanyaan itu. Dia tercenung untuk memikirkannya. Baru sesaat kemudian dia teringat. Ki Jayus adalah nama lain dari Brajageni. Dan tokoh ini tewas di tangannya.
(Untuk jelasnya, silakan baca serial Dewa Arak dalam episode Keris Peminum Darah).
Perlahan-lahan Dewa Arak mengangguk. Tanpa penjelasan lebih jauh pun dia bisa memperkirakan kalau sepasang manusia berpakaian kulit harimau ini mempunyai hubungan dengan Brajageni alias Ki Jayus. Dan ternyata dugaannya tidak salah. Ini terbukti sesaat kemudian.
"Beliau adalah ayah Harimau Jantan Berkuku Emas. Sedangkan aku adalah keponakannya. Ibuku adalah adik ayahnya," beritahu Harimau Betina Berkuku Perak Setelah berkata demikian, wanita bertahi lalat itu mengangkat kedua tangannya. Harimau Betina Berkuku Perak bermaksud menghantam kepalanya dengan tangannya sendiri.
Melihat hal itu, Dewa Arak berusaha mencegah... "Tahan, Nisanak…!" Tapi..
Prokkk!
Bunyi berderak keras terdengar ketika kepala Harimau Betina Berkuku Perak terkulai. Wanita bertahi lalat itu tewas menyusul rekannya.
"Hhh...!" Dewa Arak menghela napas berat melihat akhir semua ini.
Sementara tanpa diketahui pemuda itu, di kejauhan Eyang Wali Sidapaksi membalikkan tubuh dan melesat pergi begitu melihat kejadian dua orang bekas muridnya. Dan jauh di sana, sesosok bayangan merah melesat cepat menuju tempat Dewa Arak berada. Sosok itu adalah Puspa Rani, putri Ketua Perguruan Kapak Sakti.
Dua sosok tubuh itu adalah seorang laki-laki dan seorang wanita. Mereka berpakaian dari kulit harimau. Usia kedua orang itu tidak muda lagi, kurang lebih tiga puluh tahun. Yang lelaki bertubuh tegap dan kekar. Sebilah pedang bergagang kepala harimau menyembul dari balik punggungnya.
Sedangkan yang wanita berwajah cantik jelita. Apalagi dengan tatanan rambut yang dibiarkan teruraHepas. Namun sayang, tarikan wajahnya tampak dingin tanpa perasaan.
Sehingga kecantikannya terlihat mengerikan. Seperti juga lelaki bertubuh kekar, dari balik punggung wanita bertubuh ramping menawan itu tersembul sebilah pedang bergagang kepala harimau. Tapi bentuknya agak kecil dan lebih pendek.
Dan dengan tarikan wajah dingin, serta langkah mantap penuh kepercayaan diri, sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu mengayunkan kaki. Arah yang mereka tuju kelompok bangunan sederhana yang dikelilingi pagar kayu bulat tinggi.
"Itukah perguruannya, Harimau Jantan?" tanya wanita bertahi lalat seraya menoleh.
"Benar, Harimau Betina. Itulah Perguruan Kapak Sakti!" jawab lelaki bertubuh kekar datar tanpa menolehkan wajahnya. Pandangannya tetap tertuju ke depan. Ke arah kelompok bangunan berpagar kayu bulat tinggi.
Wanita bertahi lalat di pipi kiri yang dipanggil dengan julukan Harimau Berina itu, hanya menganggukkan kepala saja.
"Kalau begitu, kita harus bergegas! Aku sudah tidak sabar ingin segera menghancurkan kepala si keparat Dewa Arak!" tandas Harimau Jantan. Terdengar jelas nada kegeraman yang sangat dalam dari suara lelaki bertubuh kekar itu. Meskipun wajahnya tidak menggambarkan perasaan itu, namun sorot matanya seperti mengeluarkan api.
"Bukan hanya kau saja yang mempunyai dendam pada Dewa Arak si manusia terkutuk itu, Harimau Jantan! Aku pun demikian! Kau ingat sumpahku? Aku hanya akan menyanggul rambutku apabila telah mengeramasinya dengan darah Dewa Arak!" ujar Harimau Betina.
"Aku pun bersumpah seperti itu, Harimau Betina!" tandas Harimau Jantan tak mau kalah. "Aku tidak akan pernah makan daging binatang dan mati meram sebelum mengunyah jantung si keparat Dewa Arak!"
Suasana seketika hening ketjka Harimau Jantan menghentikan ucapannya. Karena Harimau Betina tidak menyambut. Mereka menghampiri tempat yang dituju tanpa bercakapcakap. Tapi keheningan itu tidak berlangsung lama.
"Kau benar, Harimau Jantan! Lihat...?!" Harimau Betina menudingkan jari telunjuknya ke sebuah papan agak lebar dan berukir yang terdapat di atas pintu gerbang.
Tanpa berkata apa pun, Harimau Jantan mengarahkan pandangan ke arah yang ditunjuk rekannya. Tampak di atas papan itu tertera tulisan dengan huruf-huruf indah berbunyi Perguruan Kapak Sakti.
Langkah sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu terus terayun menuju pintu gerbang Perguruan Kapak Sakti yang pintunya terbuka lebar. Tindakan mereka membuat dua orang murid Perguruan Kapak Sakti yang bertugas menjaga pintu gerbang tidak bisa berdiam diri. Bergegas dan serempak keduanya mengayunkan langkah menghadang sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu.
"Maaf, Kisanak, Nisanak. Tidak seorang pun boleh sembarangan masuk ke dalam. Harap menyebutkan maksud dan tujuan kalian," ucap salah seorang murid Perguruan Kapak Sakti yang bertubuh pendek kekar. Pelan dan sopan namun mengandung ketegasan yang tidak dapat dibantah.
Sementara rekannya, seorang lelaki tinggi kurus, sudah menggenggam gagang kapak yang terselip di pinggangnya. Sebuah kapak kecil berwarna hitam mengkilat.
Langkah sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu seketika terhenti. Sepasang mata mereka menyiratkan kemarahan ketika menatap dua murid Perguruan Kapak Sakti. Tapi hanya sesaat, kemudian kembali seperti semula. Dingin tanpa gambaran perasaan sedikit pun.
"Tunjukkan di mana Dewa Arak kalau kalian masih ingin hidup!" ujar Harimau Jantan datar.
"Hehhh...?!"
Dua murid Perguruan Kapak Sakti terpekik kaget mendengar sambutan yang tidak terduga-duga itu. Mereka saling berpandangan dengan wajah menyiratkan keheranan. Satu pertanyaan bergayut di benak keduanya. Apakah mereka tengah berhadapan dengan orang gila? Ditanya baik-baik malah mengajukan pertanyaan berbau ancaman?!
Rupanya murid Perguruan Kapak Sakti yang bertubuh pendek kekar tidak bisa menahan diri. Dengan kapak di tangan, ditudingnya wajah Harimau Jantan.
"Apakah kalian sudah gila?! Cepat menyingkir dari sini sebelum kami kehilangan kesabaran, dan mengusir kalian dengan kekerasan!"
Seketika itu pula terdengar bunyi gemeretak dari mulut Harimau Jantan. Sepasang matanya berkilat memandang murid Perguruan Kapak Sakti yang bertubuh pendek kekar.
"Tak seorang pun boleh mengucapkan perkataan seperti itu kepada Harimau Jantan Berkuku Emas!" ucap lelaki bertubuh kekar.
Usai berkata, Harimau Jantan yang ternyata mempunyai julukan lengkap Harimau Jantan Berkuku Emas segera bertindak. Tangan kanannya yang membentuk cakar diulurkan ke arah ubun-ubun murid Perguruan Kapak Sakti yang bertubuh pendek kekar.
Gerakan Harimau Jantan Berkuku Emas membuat kedua murid Perguruan Kapak Sakti heran bukan main. Jarak antara mereka terpisah tak kurang dari satu tombak. Suatu hal yang mustahil untuk dapat menjangkau sasaran meskipun tangan dijulurkan sebisanya.
Pendapat itu menyebabkan lelaki pendek kekar tetap bersikap tenang. Dugaan kalau sepasang manusia berpakaian kulit harimau yang berdiri di hadapannya adalah orang-orang gila semakin menguat.
Tapi kenyataan yang mengejutkan segera terjadi. Tangan Harimau Jantan Berkuku Emas tetap meluncur ke arahnya. Padahal, jelas-jelas dilihatnya lelaki bertubuh kekar itu tidak melangkah maju. Lelaki pendek kekar tidak sempat memikirkan mengapa tangan itu tetap meluncur ke arahnya. Yang dipikirkan murid Perguruan Kapak Sakti itu adalah menyelamatkan selembar nyawanya secepat mungkin.
Rasa gugup karena tidak menyangka akan terjadi hal seperti itu membuat lelaki pendek kekar segera memutuskan untuk memapaki serangan. Untung kapak yang merupakan senjata andalannya, telah sejak tadi tergenggam di tangan. Maka tanpa menunggu lebih lama, diayunkan kapak itu ke arah tangan Harimau Jantan Berkuku Emas!
Wuttt! Trakkk!
"Hih!"
Crokkk!
"Aaakh...!" Rentetan kejadiannya berlangsung demikian cepat. Sukar untuk dapat dilihat dengan jelas. Bahkan oleh murid Perguruan Kapak Sakti yang bertubuh tinggi kurus. Yang diketahui, rekannya tahu-tahu terjengkang ke belakang dengan darah mengucur deras dari ubun-ubun! Lelaki pendek kekar itu jatuh di tanah dan menggelepar-gelepar sesaat. Lalu tidak bergerak lagi untuk selamanya.
"Linting...!" seru murid Perguruan Kapak Sakti yang bertubuh tinggi kurus. Sorot mata lelaki itu menyiratkan ketidakpercayaan akan kenyataan yang dilihatnya.
Hanya Harimau Betina yang melihat dengan jelas rentetan kejadian itu. Dia tahu ketika murid Perguruan Kapak Sakti yang bertubuh pendek kekar memapaki serangan, rekannya mencengkeram mata kapak kemudian membetotnya. Ternyata lelaki pendek kekar kalah tenaga. Tubuhnya terhuyung deras ke arah Harimau Jantan Berkuku Emas. Saat itulah cakar Harimau Jantan Berkuku Emas meluncur ke arah ubun-ubunnya! Dan akibatnya seperti yang telah terjadi.
Sementara itu, tanpa mempedulikan korbannya lagi, Harimau Jantan Berkuku Emas mengayunkan langkah ke arah pintu gerbang. Dilewatinya lelaki tinggi kurus yang masih meratapi nasib rekannya. Harimau Betina tidak mau ketinggalan. Dijajarinya langkah Harimau Jantan Berkuku Emas.
Tetapi lelaki kurus itu tidak terlalu lama tenggelam dalam alun kesedihannya. Begitu perasaan itu lenyap, yang timbul dalam hatinya adalah rasa dendam. Dengan sorot mata penuh nafsu membunuh, pandangannya dilayangkan ke arah sepasang manusia berpakaian kulit harimau.
"Tunggu, Manusia Biadab!"
Seiring keluarnya seruan itu lelaki tinggi kurus bangkit berdiri. Lalu kakinya dijejakkan. Sesaat kemudian tubuhnya telah melesat ke atas melewati kepala Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina dengan bersalto beberapa kali di udara. Dan....
Jliggg!
Dengan mantap murid Perguruan Kapak Sakti mendaratkan kedua kakinya tepat diambang pintu gerbang, satu tombak di depan kedua tamu tak diundang itu. Hingga langkah keduanya terhenti.
"Jangan harap dapat lolos dari kematian setelah membunuh kawanku!" seru lelaki tinggi kurus geram.
Wuk, wuk!
Bunyi menderu terdengar kerika lelaki tinggi kurus mencabut sepasang kapak yang terselip di pinggang dan memutarmutarnya di depan dada.
"Hiyaaat...!"
Diawali teriakan melengking nyaring, lelaki tinggi kurus melompat menerjang Harimau Jantan Berkuku Emas. Dan selagi tubuhnya berada di udara, kedua kapaknya diayunkan bersamaan ke arah kepala lawan.
"Hmh!" Dengusan pendek menghina keluar dari hidung Harimau Jantan Berkuku Emas. Tidak ada tindakan apa pun yang dilakukannya. Lelaki itu tetap berdiam diri, tidak berusaha mengelak atau menangkis bahaya maut yang meluncur ke arahnya. Mendadak....
Sratrt! Crattt! Trekkk!
"Aaakh...!"
Brukkk!
Diawali teriakan menyayat, tubuh murid Perguruan Kapak Sakti ambruk ke tanah. Sepasang matanya membelalak lebar seperti tidak percaya akan kejadian yang menimpanya. Lelaki tinggi kurus itu mati penasaran. Sampai nyawanya melayang meninggalkan raga dia tidak tahu mengapa bagian depan tubuhnya robek!
Yang diketahui murid Perguruan Kapak Sakti itu sebelum bagian depan tubuhnya, mulai dari pusar sampai ke dada robek, tampak sinar terang menyilaukan mata dan Harimau Jantan Berkuku Emas memasukkan pedang ke sarungnya. Dia tidak tahu bahwa dengan kecepatan yang luar biasa, Harimau Jantan Berkuku Emas telah mencabut pedang dan menyabetkan ke perutnya, lalu memasukkan kembali ke sarungnya.
"Manusia tidak tahu diri...!" desis Harimau Jantan Berkuku Emas seraya mengayunkan langkah meninggalkan tempat itu. Tidak ditoleh sekilas pun mayat korbannya.
Hal yang sama juga dilakukan Harimau Berina. Dalam beberapa langkah ambang pintu gerbang telah mereka lewati. Terlihatlah keadaan yang tidak tampak darHuar karena tertutup pagar kayu bulat tinggi. Bangunanbangunan cukup besar dan megah, meskipun hanya terbuat dari kayu, bertebaran di sana sini. Di depannya terbentang halaman luas.
Secercah senyuman sinis tersungging di bibir Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina. Bukan karena bangunan-bangunan atau halamannya. Tapi karena melihat beberapa sosok tubuh bertelanjang dada tengah berlatih di halaman. Mereka adalah murid-murid Perguruan Kapak Sakti. Murid-murid itu tidak mengetahui kehadiran orang yang tidak diundang dalam perguruan mereka. Murid-murid Perguruan Kapak Sakti berdiri membelakangi pintu gerbang.
Untungnya tidak semua murid Perguruan Kapk Sakti memunggungi pintu gerbang. Ada satu orang yang berdiri menghadapi pintu gerbang. Dia adalah murid kepala Perguruan Kapak Sakti yang sedang bertugas melatih. Dan kebetulan di saat Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina melangkah masuk, murid kepala yang bercambang bauk lebat itu melihatnya. Tentu saja dia merasa heran. Dia tidak mengenal kedua orang itu.
Serentetan pertanyaan muncul di benaknya. "Siapa sepasang manusia berpakaian kulit harimau ilu? Mengapa dapat masuk kemari? Bukankah di depan pintu gerbang ada dua orang murid Perguruan Kapak Sakti yang bertugas menjaga? Mengapa mereka tidak memberi tahu kedatangan kedua orang itu? Jangan-jangan..."
Sampai di sini murid kepala Perguruan Kapak Sakti menghentikan alun pikirannya. Lelaki bercambang bauk itu tidak berani membayangkan hal-hal buruk telah menimpa kedua adik seperguruannya. Meskipun harus diakui kemungkinan seperti itu bisa saja terjadi.
"Teruskan latihan kalian! Ulangi jurus-jurus yang kuajarkan!"
Usai berkata demikian, murid kepala Perguruan Kapak Sakti meninggalkan adik-adik seperguruannya. Arah yang ditujunya tempat Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina berdiri.
"Maaf, boleh kutahu siapa kalian?!" tanya lelaki bercambang bauk itu. Ramah, tapi tetap tidak menyembunyikan rasa curiga.
"Lebih baik kau panggil Ki Gelagar kemari! Katakan padanya, Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak datang mencarinya!" sahut Harimau Betina yang ternyata mempunyai julukan lengkap Harimau Betina Berkuku Perak.
Murid kepala Perguruan Kapak Sakti mengernyitkan alis. Perasaan tidak senang langsung menyeruak di hatinya melihat sikap wanita bertahi lalat yang terlihat jelas memandang remeh dirinya. Namun meskipun begitu, untuk menimbulkan kesan tuan rumah yang baik ditekannya perasaan itu.
Bahkan secercah senyum dipersembahkan. "Sayang sekali, Harimau Betina," tanpa canggung murid kepala Perguruan Kapak Sakti menyebut julukan wanita bertahi lalat itu "Aku tidak bisa memenuhi permintaanmu. Saat ini guru kami, Ketua Perguruan Kapak Sakti, tidak bisa diganggu. Beliau berpesan bila ada urusan apapun aku yang mengurusnya!"
"Anjing buduk tak tahu penyakit!" desis Harimau Betina Berkuku Perak dengan mata berkilat-kilat marah. "Berani kau mengajari Harimau Betina Berkuku Perak?! Kuperintahkan sekali lagi, Anjing Huduk! Panggil gurumu kemari, atau... kau tidak bisa melihat matahari esok pagi!"
Wajah murid kepala Perguruan Kapak Sakti langsung berubah, sebentar pucat sebentar merah. Lelaki bercambang lebat itu murka bukan main. Seumur hidupnya baru kali ini dia mendapat perlakuan seperti itu Padahal dia telah berbicara baik-baik. Tapi tanggapan yang diterimanya sangat menyakitkan.
"Rupanya watakmu tidak berbeda dengan julukanmu, Wanita Liar! Asal kau ketahui di sini bukan hutan. Ini adalah markas Perguruan Kapak Sakti. Jadi kau tidak boleh sembarangan bertindak. Ada aturan yang harus kau ikuti, aturan Perguruan Kapak Sakti. Kalau kau tidak sudi menuruti peraturan ini, silakan keluar dari sini sebelum aku terpaksa mengusir kalian dengan kekerasan!"
Lantang dan penuh wibawa murid kepala Perguaian Kapak Sakti mengucapkannya. Apalagi sewaktu mengucapkan kalimat terakhir diiringi dengan tudingan jari telunjuknya ke pintu gerbang.
Harimau Berina Berkuku Perak seperti juga Harimau Jantan Berkuku Emas adalah tokoh berwatak aneh. Mereka mudah tersinggung. Terlebih bila yang diinginkan tidak dituruti. Tak aneh kalau penolakan tegas murid kepala Perguruan Kapak Sakti membuat Harimau Betina Berkuku Perak naik pitam.
Bunyi berkerotokan keras seperti tulang-tulang Harimau Betina Berkuku Perak berpatahan terdengar. Padahal, saat itu dia tidak melakukan gerakan apa pun. Itu terjadi akibat tenaga dalamnya yang bergolak sendiri. Sungguh suatu hal yang luar biasa!
Perasaan kaget yang sangat membayang di wajah murid kepala Perguruan Kapak Sakti. Sepasang matanya terbelalak. Saat itu pula disadari kalau wanita bertahi lalat ini bukan tokoh sembarangan. Maka, dia pun bersikap waspada. Dirabanya gagang sepasang kapak yang terselip di pinggangnya.
Pada saat yang bersamaan, murid-murid Perguruan Kapak Sakti yang tengah berlatih menghentikan latihannya. Mereka mengalihkan perhatian pada kakak seperguruannya yang sedang bersitegang dengan sepasang manusia berpakaian kulit harimau.
Memang, suara-suara keras dari ucapan kedua orang itu sampai ke telinga mereka. Bahkan seperti diperintah, dengan perlahan kaki mereka diayunkan menghampiri tempat terjadinya ketegangan itu. Sementara Harimau Betina Berkuku Perak sudah tidak kuasa menahan kemarahannya lagi!
"Ingin kutahu, apakah tua bangka itu tetap tidak mau keluar dari semadinya bila semua muridnya kubinasakan!" desis wanita bertahi lalat itu penuh ancaman. Lalu....
"Auuum...!" Suara auman seperti keluar dari mulut seekor harimau terdengar kerika Harimau Berina Berkuku Perak membuka mulutnya.
Seluruh murid-murid Perguruan Kapak Sakti, tak terkecuali lelaki bercambang lebat, merasakan dada mereka terguncang hebat. Kedua lutut mereka terasa lemas. Tanpa dapat dicegah lagi mereka jatuh berlutut. Kejadian itu membuat murid Perguruan Kapak Sakti terkejut bukan main.
Kini murid kepala Perguruan Kapak Sakti tahu mengapa wanita bertahi lalat itu mempunyai julukan demikian menyeramkan. Ternyata dia memang mampu mengeluarkan auman yang dapat melumpuhkan lawan, seperti layaknya harimau. Binatang buas itu pun mengaum untuk melumpuhkan calon korbannya!
DUA
Harimau Betina Berkuku Perak tersenyum mengejek memandang lawan-lawannya. Kemudian dengan sorot mata penuh ancaman, dihampirinya lelaki bercambang lebat yang telah menimbulkan kemarahannya. Sementara Harimau Jantan Berkuku Emas tidak memberikan tanggapan sedikit pun. Dia berdiam diri dengan kedua tangan terlipat di depan dada.
"Mulutmu terlalu lancang, Anjing Buduk!" desis Harimau Betina Berkuku Perak ketika telah berada di dekat lelaki bercambang lebat. "Aku tidak pernah membiarkan orang meremehkan diriku. Akan kau rasakan mengapa aku sampai mendapat julukan Harimau Betina Berkuku Perak!"
Sejenak wanita bertahi lalat itu menghentikan ucapannya. Diperhatikannya wajah murid kepala Perguruan Kapak Sakti. Ingin dilihatnya lelaki bercambang lebat itu ketakutan karena ancamannya. Tapi, harapannya sia-sia. Laki-laki bercambang le bat itu tetap berdiam diri. Tidak tampak ada rasa takut atau gentar sedikit pun. Hingga wanita itu penasaran bukan main.
"Rupanya kau pikir aku main-main, heh...?!" dengus Harimau Betina Berkuku Perak, bengis. Usai berkata demikian, tubuhnya dibungkukkan. Kemudian tangan kanannya diulurkan.
"Lihat baik-baik, Anjing Buduk!" ujar Harimau Betina Berkuku Perak seraya mempertunjukkan tangan kanannya di depan wajah murid kepala Perguruan Kapak Sakti.
Hingga mau tidak mau lelaki bercambang lebat melihatnya juga. Sebuah tangan berjari indah dengan kulit putih dan halus. Tapi mendadak...
Trakkk!
Entah dengan cara bagaimana tiba-tiba pada ujung-ujung jari itu tumbuh kuku-kuku panjang dan runcing, agak melengkung, dan berwarna hitam. Benar-benar tak beda dengan kuku harimau!
"Glekkk!" Murid kepala Perguruan Kapak Sakti menelan air liur dengan susah payah. Perasaan ngeri mencekam hatinya. Sekarang dia tahu kalau lawannya memiliki ilmu mengerikan. Untungnya seiring dengan perasaan ngeri itu, mungkin karena keinginan untuk menyelamatkan diri, lelaki bercambang lebat berhasil memulihkan semangatnya kembali.
Meskipun demikian, dengan cerdiknya dia berpura-pura masih tidak berdaya. Ditunggunya saat yang tepat untuk bertindak. Di lain pihak, Harimau Betina Berkuku Perak masih sibuk dengan tindakannya. Kelihatannya dia memang bermaksud menyiksa perasaan lelaki bercambang lebat itu.
"Kau sudah melihatnya bukan?! Aku akan merobek mulutmu yang lancang dengan kuku ini! Baru setelah itu kurobek-robek seluruh tubuhmu!" geram Harimau Betina Berkuku Perak dengan suara yang membuat bulu kuduk merinding. Tanggapan atas pernyataan Harimau Betina Herkuku Perak adalah....
"Hih!"
Wuttt! Wuttt!
Secara mendadak dan tidak terduga-duga lelaki bercambang lebat itu mengayunkan sepasang kapaknya ke arah perut wanita itu. Inilah yang ditunggu murid kepala Perguruan Kapak Sakti itu sejak tadi. Sudah terbayang di benaknya wanita bertahi lalat itu akan terjengkang dengan perut robek.
Bukkk! Bukkk!
"Ah!" Murid kepala Perguruan Kapak Sakti memekik kaget mendapatkan kenyataan di luar perkiraannya. Dilihatnya dengan jelas mata kedua kapaknya meluncur menghantam sasaran.
Tapi tidak terdengar jeritan Harimau Betina Berkuku Perak, atau darah menyembur deras dari bagian yang terluka. Kedua kapaknya seperti menghantam benda kenyal. Hingga kedua tangannya terasa lumpuh karena ayunan kapaknya membalik.
"Jangan kau kira akan semudah itu melukai Harimau Betina Berkuku Perak, Anjing Buduk! Sekarang rasakan hukumanmu! Hih!"
Harimau Betina Berkuku Perak mengayunkan tangan kanannya. Lelaki bercambang lebat yang melihat adanya ancaman berusaha mengelak sebisanya. Tapi....
Brettt!
"Auuukh!" Jeritan menyayat terdengar ketika tangan Harimau Betina Berkuku Perak mengenai sasaran. Merobek kedua sisi mulut murid kepala Perguruan Kapak Sakti yang malang.
"Hi hi hi...!" Harimau Betina Berkuku Perak tertawa mengikik penuh kegembiraan melihat lelaki bercambang lebat bergulingan di tanah seraya memegangi mulutnya yang robek. Darah mengucur deras dari bagian yang terluka.
Kejadian itu disaksikan murid-murid Perguruan Kapak Sakti. Rasa ngeri menjalari hati mereka. Sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu, terutama Harimau Betina Berkuku Perak, ternyata memiliki watak yang demikian kejam.
Meskipun begitu, mereka tidak menjadi gentar. Bahkan sebaliknya, marah melihat kakak sepergumannya menerima nasib demikian. Kalau saja mampu bergerak, tentu sudah mereka terjang wanita bertahi lalat itu.
Keinginan yang besar untuk menolong kakak seperguruannya membuat murid-murid Perguruan Kapak Sakti berusaha membebaskan diri dari kungkungan rasa lemas. Perhatian mereka dipusatkan untuk membangkitkan tenaga dalam.
Sementara tawa Harimau Betina Berkuku Perak terus mengikuti lelaki bercambang lebat yang bergulingan karena rasa sakit yang mendera. Ceceran darah membasahi tanah sepanjang tubuh murid kepala Perguruan Kapak Sakti itu bergulingan.
"Hhh...!" Harimau Jantan Berkuku Emas yang sejak tadi mengawasi tindakan rekannya dengan sinar mata dingin dan tak peduli menghembuskan napas berat.
Kedua tangannya yang terlipat diturunkan. "Hentikan permainanmu, Harimau Betina! Lebih cepat kita temukan Dewa Arak lebih baik! Ingat! Urusan kita yang terpenting adalah mencari Dewa Arak sebelum semuanya terlambat!"
Tawa Harimau Betina Berkuku Perak langsung terhenti. Kepalanya ditolehkan ke arah Harimau Jantan Berkuku Emas.
"Tidak perlu mengajariku, Harimau Jantan! Aku sudah tahu, meskipun aku adik seperguruanmu, tapi tidak berati kau seenaknya menekanku!" terasa jelas nada ketidaksenangan dalam sambutan wanita bertahi lalat itu.
Sepasang mata Harimau Jantan Berkuku Emas berkilat sejenak mendengar tanggapan tidak ramah itu. Kemudian meredup kembali seperti semula. Dingin dan tanpa perasaan. Lalu tanpa berkata apa-apa kakinya dilangkahkan menuju salah satu bangunan di hadapannya.
Tapi Harimau Betina Berkuku Perak tidak mempedulikan hal itu. Perhatiannya tetap ditujukan pada murid kepala Perguruan Kapak Sakti. Hanya kali ini dia tidak mengikuti ke mana tubuh lelaki bercambang lebat itu terguling.
"Hih!"
Derrr!
Tanah bergetar hebat ketika Harimau Betina Berkuku Perak menghentakkan kaki kanannya ke tanah. Tubuh murid kepala Perguruan Kapak Sakti yang tengah bergulingan langsung terpental ke atas. Dan arah lontarannya adalah tempat wanita bertahi lalat itu berdiri.
Kejadian itu sangat mengejutkan murid kepala Perguruan Kapak Sakti. Tapi apa dayanya? Mana mungkin dia berbuat sesuatu di saat tubuhnya berada di udara? Maka yang dilakukannya hanya pasrah pada keadaan.
"Sekarang kau rasakan kedahsyatan racunku, Anjing Buduk!" seru Harimau Betina Berkuku Perak seraya mengayunkan tangannya ke arah punggung murid kepala Perguruan Kapak Sakti.
Wukkk! Brettt!
"Akh!" Kembali lelaki bercambang bauk itu menjerit kesakitan. Cakar Harimau Betina Berkuku Perak unat mengenai sasaran. Pakaian lelaki itu koyak. Demikian pula kulit punggungnya. Guratan merah bekas cakaran nampak pada bagian yang tersampok!
Brukkk!
Terdengar bunyi berdebuk keras. Tubuh murid kepala Perguruan Kapak Sakti menimpa tanah. Dan seringai kesakitan tampak di bibirnya. Sesaat kemudian....
"Whuaaa...!" Jeritan keras keluar dari mulut murid kepala Perguruan Kapak Sakti. Karena keadaan mulutnya yang sudah tidak wajar, jeritan itu jadi mirip geraman. Seiring keluarnya jeritan itu, murid kepala Perguruan Kapak Sakti menggeliat-geliat kesakitan. Kedua tangannya diusahakan sekuat tenaga untuk menggapai bagian punggungnya yang tercakar.
Memang mengerikan akibat cakaran Harimau Betina Berkuku Perak! Bagian yang tergurat melepuh dan mengeluarkan asap. Seakan punggung lelaki bercambang lebat bukan kena cakar, tapi terkena siraman cairan besi panas.
Tapi semua itu tidak dipedulikan Harimau Betina Berkuku Perak. Selesai menyampokkan tangan, tubuhnya segera dibalikkan dan melangkah mengikuti Harimau Jantan Berkuku Emas. Hanya murid-murid Perguruan Kapak Sakti yang menyaksikan derita kakak seperguruan mereka. Tapi, apa yang dapat mereka lakukan? Mereka sendiri berada dalam keadaan yang tidak berdaya.
Sementara itu murid kepala Perguruan Kapak Sakti tengah disibukkan oleh rasa sakit yang mendera. Juga rasa gatal dan panas yang amat sangat. Untung saja luka itu di punggung, sehingga lelaki bercambang lebat tidak dapat melihatnya. Kalau tidak, mungkin dia akan dicekam kengerian yang menggelegak. Kulit dagingnya melumer seperti lilin dibakar!
Mula-mula bagian yang tergurat saja. Tapi makin lama semakin lebar. Nasib murid kepala Perguruan Kapak Sakti itu sudah dapat dipasrikan. Dia akan tewas dengan cara yang mengenaskan.
Lolong kesakitan lelaki bercambang lebat rupanya terdengar sampai ke seluruh markas Perguruan Kapak Sakti. Dari dalam bangunan-bangunan yang ada di situ melesat sosok-sosok tubuh dengan gerakan yang cukup gesit, menandakan kalau mereka memiliki ilmu meringankan tubuh yang lumayan. Tidak hanya dari dalam bangunan saja sosok-sosok berdatangan. Tapi juga dari bagian belakang.
Kembali gerak maju sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu terhadang. Sebab sebagian dari sosok-sosok yang berdatangan berasal dari dalam bangunan yang akan mereka masuki. Hanya dalam sekejapan Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak telah terkurung di tengah-tengah.
Sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu menggeram. Terlihat jelas mereka merasa tidak senang dengan hambatan yang menghadang. Tanpa menolehkan kepala, Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak memperhatikan sosok-sosok yang mengelilingi. Hanya sekilas saja hal itu dilakukan. Tapi kedua orang itu bisa mengetahui jumlah mereka tak kurang dari dua belas orang.
Dan sesaat kemudian, jumlah mereka bertambah menjadi dua kali lipat. Murid-murid Perguruan Kapak Sakti terkulai lemas karena pengaruh auman Harimau Betina Berkuku Perak ternyata telah pulih kembali. Mereka segera bergabung dengan rekan-rekannya.
Sebelum itu, salah seorang di antara mereka membebaskan kakak seperguruannya dari derita dengan cara membunuhnya.
"Rupanya kalian benar-benar tidak tahu diri. Sebenarnya kami merasa jijik membunuh kalian. Tapi, apa boleh buat kalian lebih suka membuka mulut bila dikasari!" desis Harimau Jantan Berkuku Emas.
Lelaki bertubuh kekar itu mengarahkan pandangannya ke arah sosok yang berdiri tepat di hadapannya. Sosok itu adalah seorang gadis berambut panjang, berpakaian merah menyala. Seperti pada yang lainnya, sepasang tangan gadis ini menggenggam sepasang kapak hitam. Hanya saja bentuknya lebih kecil dan indah.
"Siapa kalian?! Betapa beraninya mengacau disini. Apakah kalian memiliki nyawa rangkap?! Tidak tahukah kalian siapa ayahku?!" seru gadis berpakoian merah dengan suara melengking tinggi.
"Tidak ada satu tempat pun di dunia ini yang ditakuti Harimau Jantan Berkuku Emas!" ujar Harimau Jantan Berkuku Emas lantang.
"Dan Harimau Betina Berkuku Perak!" sampling wanita bertahi lalat, tak mau kalah.
"Keparat!" geram gadis berpakaian merah. "Kuakui julukan kalian seram. Tapi, jangan harap akan membuatku gentar. Aku, Puspa Rani, bukan orang pengecut! Hih!"
Gadis berpakaian merah itu membuka serangan dengan sebuah tendangan terbang. Tubuhnya meluncur cepat ke arah Harimau Jantan Berkuku Emas yang berada lebih dekat darinya. (Untuk lebih jelasnya mengenai tokoh ini, silakan baca serial Dewa Arak dalam episode Tiga Macan Lembah Neraka).
"Kepandaian seperti ini berani kau pamerkan di hadapanku?!" dingin ucapan Harimau Jantan Berkuku Emas seraya mengulurkan tangan. Kelihatan sembarangan saja gerakan lelaki bertubuh kekar itu. Tapi kejadian selanjutnya benar benar mengejutkan.
Kreppp!
"Hey!" Puspa Rani tak kuat menahan jeritannya karena rasa kaget yang mencekam. Pergelangan kaki kanannya tahu-tahu telah kena cekal. Dan sekali Harimau Jantan Berkuku Emas bergerak mengayunkan, tubuh gadis berpakaian merah itu telah melayang jauh.
Melihat putri ketua mereka dikandaskan, murid-murid Perguruan Kapak Sakti tidak menjadi gentar. Bahkan sebaliknya. Mereka menyerang dengan lebih menggebu-gebu. Puluhan mata kapak meluncur ke berbagai bagian tubuh sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu. Bunyi menderu-deru seperti angin ribut mengiringi tibanya serangan mereka.
Namun meskipun serangan kapak itu meluncur bagai hujan, Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak tetap tenang. Padahal keduanya terkurung di tengah-tengah. Menurut perhitungan, rasanya sulit untuk meloloskan diri dari serangan-serangan itu.
Tapi tidak demikian dengan Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak. Dengan tenang mereka menunggu hingga semua serangan menyambar dekat. Baru setelah itu mereka memapaki dengan tangan telanjang. Jari-jari mereka terkembang membentuk cakar harimau!
Trakkk trakkk trakkk!
Terdengar bunyi berdetak keras logam beradu ketika kapakkapak itu berbenturan dengan sepasang tangan Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak.
Tangan sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu tidak apa-apa! Jangankan buntung, tergores pun tidak. Agaknya berkat pengerahan tenaga dalam tingkat tinggi, tangan yang terdiri dari kulit dan daging itu jadi tak kalah kuat dengan besi. Tapi sebaliknya kejadian yang menimpa murid-murid Perguruan Kapak Sakti Tangan mereka terasa sakit. Bahkan separo tubuhnya seperti lumpuh. Mereka terhuyung-huyung ke belakang.
Meskipun demikian, keberanian murid-murid Perguruan Kapak Sakti tidak luntur. Sungguhpun mereka tahu kalau lawan-lawan yang dihadapinya tokoh-tokoh tingkat tinggi, mereka tidak gentar. Dengan hati tabah perlawanan terus dilakukan. Dan sambutan hangat sepasang manusia berpakaian kulit harimau mereka dapatkan. Tak pelak lagi, pertarungan pun berlangsung.
Sayang pertarungan itu sangat tidak seimbang. Padahal, murid-murid Perguruan Kapak Sakti telah mengerahkan seluruh kemampuannya. Tapi tetap saja pertarungan yang terjadi tak ubahnya segerombolan semut yang menerjang api. Roboh sia-sia!
Setiap serangan mereka dengan mudah dikandaskan kedua lawannya. Sebaliknya, setiap kali Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak melancarkan serangan balasan, selalu saja ada murid-murid Perguruan Kapak Sakti yang roboh!
Memang hebat dan menggiriskan tindakan sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu. Cara mereka bertempur tak ubahnya harimau. Baik cara melompat, mengelak, maupun melancarkan serangan. Malah mereka lebih ganas. Sebab dalam kuku Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak terkandung racun. Akibatnya, setiap kali cakar mereka berkelebat dan mendarat di sasaran, si korban tak mampu melanjutkan pertarungan. Dia sibuk dengan rasa sakit yang dideritanya.
Tak sampai sepuluh jurus, tak ada lagi satu pun murid-murid Perguruan Kapak Sakti yang masih berdiri tegak. Semuanya berada di tanah, melolong-lolong menunggu ajal! Dan seperti juga kejadian sebelumnya, sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu tidak mempedulikan korban-korbannya. Dengan tenang kakinya diayunkan meninggalkan arena pertarungan.
"Akan terlalu banyak membuang tenaga bila kita memeriksa bangunan-bangunan itu, Harimau jantan!" ucap Harimau Berina Berkuku Perak setaya menghentikan langkahnya.
"Jumlah bangunan di sini cukup banyak. Belum lagi pada setiap bangunan terdapat banyak kamar. Tenaga dan waktu kan terbuang sia-sia!"
Langkah Harimau Jantan Berkuku Emas terhenti. Lelaki bertubuh kekar itu merasakan ada kebenaran dalam ucapan rekannya.
"Apa kau kira aku akan melakukan perbuatan bodoh itu, Harimau Betina?!" sentak Harimau Jantan Berkuku Emas tanpa mengalihkan pandangan dari bangunan-bangunan yang ada.
"Aku tidak bermaksud demikian!"
Harimau Betina Berkuku Perak mencibirkan bibir. Wanita itu tahu kalau rekannya berpura-pura karena takut dianggap tidak berotak. Padahal, telah dikenalnya betul siapa Harimau Jantan Berkuku Emas. Seorang lelaki yang mempunyai otak kurang cerdas, meskipun berkepandaian tinggi.
"Lalu..., apa tindakan yang akan kau lakukan?!" kejar Harimau Betina Berkuku Perak tanpa menyembunyikan nada mengejek dalam ucapan maupun tarikan wajahnya.
"Tentu saja memaksanya keluar!" tandas Harimau Jantan Berkuku Emas setelah termenung sejenak. "Akan kugunakan siasat memancing harimau keluar dari sarangnya! Akan kubakar semua bangunan itu. Ingin kutahu apakah Ki Gelagar masih bertahan di dalam!"
Harimau Betina Berkuku Perak tidak memberikan tanggapan. Bahkan wajah dan sikapnya tidak memperlihatkan gambaran perasaan apa pun. Padahal, di dalam hatinya wanita bertahi lalat ini diam-diam terkejut karena tidak menyangka rekannya dapat mengeluarkan pikiran demikian cemerlang.
Harimau Jantan Berkuku Emas tidak mempedulikan sikap rekannya. Dengan agak bergegas dikumpulkannya batang-batang obor yang ada di sekitar tempat itu. Lalu, dengan beberapa kali gosok dia berhasil membuat api. Dan kayu-kayu yang menyala itu dilemparkan ke semua bangunan yang ada. Maka....
Brrrlll!
Api pun berkobar. Mula-mula kecil, dan dalam waktu sekejap berkembang menjadi besar. Bahan-bahan bangunan yang terbuat dari benda-benda mudah terbakar, suasana di persada yang cukup panas, dan cukup kerasnya hembusan angin membuat api cepat membesar. Dalam waktu singkat Perguruan Kapak Sakti telah menjadi lautan api!
Di saat api berkobar dahsyat melalap semua yang dapat dijadikan korbannya, Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak dengan tenang memperhatikan semua itu. Mereka menunggu Ki Gelagar keluar dari tempat menyepinya.
Begitu kobaran api semakin membesar, sehingga menciptakan asap tebal dan hitam yang bergumpal-gumpal ke angkasa dengan diselingi asap merah dan letupan-letupan, dari dalam bangunan yang tadi akan dituju Harimau Jantan Berkuku Emas melesat sesosok bayangan!
"Hup!" Bagai sehelai daun kering, sosok bayangan itu mendaratkan kedua kakinya dalam jarak dua tombak dari tempat Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak berdiri. Gambaran kekagetan yang amat sangat membayang di wajah sosok yang baru datang ketika melihat murid-murid Perguruan Kapak Sakti bergeletakan dalam keadaan yang menggiriskan hati.
"Keparat! Siapa kalian?! Apakah kalian yang telah melakukan semua kekejian ini?!" tanya sosok yang baru datang, yang ternyata seorang lelaki setengah baya bertubuh sedang. Rajahan kapak terlihat pada punggung kedua tangannya. Inilah Ki Gelagar, Ketua Perguruan Kapak Sakti.
"Benar, Ki Gelagar!" Harimau Jantan Berkuku Emas mengangguk. Dia merasa yakin kalau sosok yang berada di hadapannya adalah Ki Gelagar. "Kamilah yang melakukan semua ini. Kau pun akan mengalami nasib serupa bila tidak bersedia menunjukkan di mana Dewa Arak berada!"
"Persetan dengan urusan kalian!" sentak Ki Gelagar dengan suara bergetar. "Kalian harus mempertanggung-jawabkan semua kekejian ini. Untuk menebus semuanya, nyawa kalian pun masih belum cukup. Bersiaplah, Iblis Keji!"
Usai berkata demikian, Ketua Perguruan Kapak Sakti mencabut sepasang kapak hitam berkilat yang terselip di pinggangnya. Lalu....
TIGA
Wung, wung!
Bunyi mengaung seperti segerombolan tawon murka langsung terdengar ketika Ki Gelagar memutar sepasang kapaknya hingga lenyap bentuknya. Ketua Perguruan Kapak Sakti itu sudah bersiap melancarkan serangan.
Tapi Harimau Jantan Berkuku Emas tetap tenang. Sikap, sorot mata, dan tarikan wajahnya memperlihatkan sikap merendahkan. Hingga Ki Gelagar semakin kalap.
"Cepat cabut senjata kalian! Atau..., terpaksa kalian akan mati penasaran di ujung kapakku!" geram Ki Gelagar, penuh kemarahan.
"Lebih baik kau simpan senjatamu, Ki Gelagar," jawab Harimau Jantan Berkuku Emas tenang. Sikap yang diperlihatkan seperti tengah berhadapan dengan seorang anak nakal.
"Beritahukan di mana Dewa Arak. Maka, kau tidak akan mengalami nasib seperti yang lainnya. Tidak usah mungkir lagi. Aku tahu Dewa Arak pernah singgah di tempat ini, dan menolong perguruanmu dari amukan Macan Tutul Lembah Neraka!"
"Keparat! Mampuslah kau, Iblis!"
Seiring keluar ucapan itu, Ki Gelagar melompat menerjang Harimau Jantan Berkuku Emas. Kedua kapaknya dibolang-balingkan di depan dada. Kemudian dilayangkan ke arah lawan. Susul menyusul bagai gelombang lautan.
Tapi, tanpa menemui kesulitan sedikit pun Harimau Jantan Berkuku Emas mengelak. Dengan melangkahkan kakinya ke kanan dan memiringkan tubuhnya.
Kegagalan serangan perdana ini membuat Ki Gelagar semakin geram. Akibatnya serangan-serangan susulannya semakin dahsyat. Namun semua itu dapat dikandaskan Harimau Jantan Berkuku Emas dengan mudah.
Meskipun demikian, Ki Gelagar tidak putus asa. Serangan-serangannya terus dilancarkan. Tentu dengan kemarahan yang semakin berlipat ganda. Gejolak rasa geram membuat Ki Gelagar tidak menyadari lawan memiliki tingkat kepandaian jauh di atasnya.
Sampai sepuluh jurus tidak satu pun serangan Ki Gelagar mengenai sasaran. Padahal, selama itu Harimau Jantan Berkuku Emas tidak melakukan perlawanan. Sikap keras kepala Ketua Perguruan Kapak Sakti itu membuat Harimau Jantan Berkuku Emas tidak bisa menahan sabar. Diputuskan untuk melakukan perlawanan. Dan itu dilakukannya dengan segera.
"Hih!" Di saat Ki Gelagar mengayunkan kapaknya bertubi-tubi ke arah pinggang, Harimau Jantan Berkuku Emas melompat ke atas melewati kepala lawan. Tubuhnya diputar di udara seraya menyampokkan kedua tangannya ke belakang kepala lawan.
Wuttt! Crokkk!
"Akh!" Ki Gelagar memekik tertahan. Sampokan Harimau Jantan Berkuku Emas tepat mendarat di sasaran, Kepalanya langsung pecah. Dan darah menyembur deras dari bagian yang terluka. Seketika itu pula tubuh Ketua Perguruan Kapak Sakti terhuyung ke depan.
Brukkk!
Tanpa sempat menggelepar lagi, nyawa Ki Gelagar melayang ke alam baka!
Jliggg!
Harimau Jantan Berkuku Emas mendaratkan Kedua kaki di tanah. Lalu....
"Mari kita tinggalkan tempat ini!" ucap lelaki bertubuh kekar itu pada Harimau Betina Berkuku Perak tanpa menolehkan kepala.
Harimau Berina Berkuku Perak segera menjejakkan kaki. Dalam beberapa kali lesatan dia telah berada di luar markas Perguruan Kapak Sakti, menyusul Harimau Jantan Berkuku Emas yang telah melesat lebih dulu. Sesaat kemudian, tubuh sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu telah lenyap di kejauhan.
Yang tinggal hanya jeritan-jeritan menyayat murid-murid Perguruan Kapak Sakti, yang tengah bergulat dengan maut akibat racun kuku Harimau Berina Berkuku Perak. Diselingi dengan gemeretaknya api membakar bangunan-bangunan Perguruan Kapak Sakti.
* * *
"Ah...!".Jeritan kaget itu dikeluarkan seorang pemuda berpakaian ungu. Sepasang matanya membelalak lebar menatap jauh ke depan. Pemuda itu bertubuh kekar. Rambutnya yang panjang dan berwarna putih keperakan dibiarkan melambai-lambai ditiup angin. Sebagian menutupi benda bulat yang tergantung di punggungnya. Benda itu adalah sebuah guci arak terbuat dari perak. Dia adalah Arya Buana, yang lebih dikenal berjuluk Dewa Arak.
"Kebakaran?!" gumam Dewa Arak masih dilanda rasa kaget. Pandangannya tertumbuk pada sekumpulan asap hitam yang bergumpal-gumpal membubung tinggi ke angkasa.
Sesekali terlihat cahaya merah meletup-letup. "Apa aku tidak salah lihat?! Bukankah tempat kebakaran itu Perguruan Kapak Sakti?! Apa yang terjadi di sana?!"
Pemuda berambut putih keperakan itu melesat cepat menuju ke arah asal asap yang bergumpal-gumpal. Cepat bukan main gerakannya, seperti lesatan sebuah bayangan. Kedua kakinya seakan tidak menginjak tanah.
"Terkutuk! Biadab...!"
Makian itu terlontar ketika Dewa Arak telah berada dalam jarak dua tombak dari asal asap hitam itu. Asap itu memang berasal dari markas Perguruan Kapak Sakti. Dan teriakan geram Dewa Arak keluar ketika melihat dua sosok tubuh tergeletak di depan pintu gerbang.
Kedua sosok itu mengenakan pakaian hitam, ciri khas kelompok Perguruan Kapak Sakti. Keadaan mereka telah memberikan keterangan pada pemuda berambut putih keperakan itu akan apa yang terjadi. Seseorang atau sekelompok orang telah menyerbu Perguruan Kapak Sakti!
Hanya dalam sekejap, Dewa Arak telah berada di dekat dua sosok tubuh itu. Mereka adalah penjaga-penjaga pintu gerbang. Tanpa perlu memperhatikan lebih seksama, Dewa Arak tahu kedua murid Perguruan Kapak Sakti itu telah tewas. Maka buru-buru kakinya melangkah ke dalam.
"Hugh!" Pemuda berambut putih keperakan itu mengeluh melihat pemandangan di hadapannya. Banyak bergeletakan sosok-sosok yang tidak pantas disebut mayat Karena hampir semuanya sudah tidak mempunyai kulit dan daging. Tinggal tulang belulang belaka!
"Iblis dari mana yang melakukan tindak kekejian ini?" tanya Arya setengah mengeluh seraya menghampiri sosok-sosok itu.
Kemudian pemuda itu membungkukkan tubuh memeriksa kerangka-kerangka manusia yang bergeletakan di situ. Dewa Arak tidak berani bertindak gegabah. Karena itu dia tidak berani menyentuhnya. Hingga hanya dipandanginya saja. Arya merasakan ada ketidakwajaran pada sosok-sosok yang lelah menjadi tulang belulang itu.
"Hhh...!" Dewa Arak menghembuskan napas berat seraya menegakkan tubuhnya kembali. Berbagai pertanyaan bergayut di benaknya. "Apa yang telah menyebabkan sosok-sosok itu menjadi tulang belulang? Racunkah?"
Arya memang telah beberapa kali menjumpai racun yang mempunyai daya kerja sangat mengerikan. Di antaranya dapat mencairkan daging dan tulang bagai lilin terkena api.
Karena itu dia menduga sosok-sosok itu telah terkena racun. Kemudian Dewa Arak mengayunkan kaki mendekati sesosok tubuh yang tergolek utuh. Dalam arti masih memiliki daging dan kulit. Agaknya, sosok itu mengalami nasib berbeda dengan yang lainnya.
"Ah...!" Dewa Arak terpekik kaget ketika telah berjongkok di sebelah sosok tubuh itu. Arya tahu siapa sosok itu. "Ki Gelagar...!"
Bunyi gemeretak keras terdengar dari mulut Arya. Karena perasaan geram yang sangat dalam dadanya.
"Siapa pun pelaku tindak kekejian ini, tak akan kubiarkan! Dia harus dilenyapkan dari muka bumi!" desis Arya penuh kemarahan.
Mendadak Dewa Arak teringat sesuatu. Bukankah Ki Gelagar mempunyai seorang putri? Kalau tidak salah namanya Puspa Rani? Di mana gadis Itu? Apakah dia ikut tewas?
"Rasanya Puspa Rani pun telah tewas. Mungkin dia termasuk salah satu di antara mayat-mayat yang telah menjadi tulang belulang," jawab Dewa Arak dalam hati. Mendadak...
Brakkk!
"Hih!" Cepat Dewa Arak melempar tubuhnya ke belakang seraya memasang sikap waspada. Seluruh otot-otot dan urat syarafnya menegang. Tapi sebentar kemudian mengendur kembali ketika melihat penyebab timbulnya bunyi gemuruh itu.
Ternyata kegaduhan itu akibat runtuhnya salah satu tiang bangunan yang telah habis dilalap api. Sekarang api telah hampir padam. Yang tinggal hanya asap tipis mengepul di sanasini. Arya mengedarkan pandangan berkeliling untuk memastikan tidak ada orang lain di sekitar tempat itu. Baru kemudian memutuskan untuk mengurus mayat murid-murid dan Ketua Perguruan Kapak Sakti.
* * *
"Huh! Ke mana perginya Harimau Jantan dungu itu?! Mengapa lama sekali? Kalau tahu begini, lebih baik aku yang mencari makanan."
Wanita cantik berpakaian kulit harimau itu menggerutu tak senang. Wajahnya yang dingin semakin terlihat angker. Meskipun demikian, tidak menjadikan kecantikannya hilang. Namun kecantikan wanita bertahi lalat di pipi kiri ini mengandung sesuatu yang mengerikan!
Sambil mengomel tak henti-hentinya, wanita itu berjalan mondar mandir di depan sebuah gundukan ranting yang telah disusun menjadi api unggun. "Harimau Jantan gila!"
Entah untuk yang keberapa kali Harimau Betina Berkuku Perak mengeluarkan makian. Dan seiring selesainya ucapan itu, pantatnya dihempaskan pada akar sebatang pohon yang menyembul dari dalam tanah. Rupanya, dia lelah juga berjalan bolak-balik seperti itu.
"Sudah semalaman perut tidak diisi. Eh..., sekarang masih harus menunggu Harimau Jantan gila itu! Keparat!"
Harimau Betina Berkuku Perak mengarahkan pandangan ke langit sebelah timur. Di sana sang Surya tengah memancarkan sinarnya yang sudah tidak terasa lembut lagi. Saat itu hari memang sudah tidak pagi. Mendada...
"Uhk, uhk, uhk!"
Harimau Betina Berkuku Perak terkejut bukan main. Sebagai seorang tokoh tingkat tinggi, dia segera tahu kalau suara batuk itu tidak terjadi secara wajar. Pemiliknya sengaja memberitahukan kehadirannya.
Mengapa dia tidak mendengarnya? Betapapun dirinya tengah tidak memusatkan perhatian pada pendengaran, Harimau Betina Berkuku Perak yakin sebelum mendekat keberadaan orang itu telah diketahuinya. Jelas, pemilik batuk itu seorang tokoh pandai.
Maka Harimau Betina Berkuku Perak segera berdiri dan memasang sikap waspada. Siap menghadapi segala kemungkinan. Wajahnya dipasang segarang mungkin. Harimau Betina Berkuku Perak bermaksud melampiaskan kekesalannya yang bertumpuk-tumpuk kepada si pemilik batuk!
Tapi kegarangan di wajahnya langsung lenyap. Berganti dengan keterkejutan. Bahkan meskipun samar terlihat sorot kegentaran pada sepasang matanya.
"Kaget?!" tanya si pemilik batuk yang berdiri tenang dalam jarak tiga tombak di hadapan Harimau Betina Berkuku Perak. Dia adalah seorang kakek kecil kurus dan berpakaian coklat. Wajahnya dipenuhi kumis, jenggot, dan cambang lebat. Dan yang aneh sepasang alisnya melintang seperti kumis.
"Tidak menyangka kita akan berjumpa di sini?!" tanya kakek kecil kurus itu lagi.
Harimau Betina Berkuku Perak tidak menjawab. Tarikan wajahnya memancarkan perasaan gentar. Dengan perlahan kakinya melangkah ke belakang. "Kau..., kau.., Eyang Wali Sidapaksi...."
Harimau Betina Berkuku Perak menyebut sebuah nama dengan penuh perasaan gugup. Nama seorang tokoh yang sangat ditakutinya. Dia tahu kakek beralis melintang ini memiliki kepandaian jauh di atasnya.
"He he he...! Rupanya kau masih ingat padaku, Pengkhianat! Kau kira akan dapat lolos dari tanganku?! Katakan, di mana Jala Tunggara?!"
Seraya mengajukan pertanyaan bernada ancaman, Eyang Wali Sidapaksi melangkah maju. Tapi gerak majunya mengikuti langkah Harimau Betina Berkuku Perak. Setiap kali wanita bertahi lalat itu mundur selangkah, kakek berkumis melintang maju selangkah.
Dengan demikian jarak mereka tidak berubah. Pertanyaan Eyang Wali Sidapaksi menimbulkan semangat dalam hati Harimau Betina Berkuku Perak. Memang diakui secara perorangan dia maupun Harimau Jantan Berkuku Emas merasa gentar.
Tapi kalau menghadapi berdua, rasanya mereka akan dapat mengalahkannya. Mudah-mudahan Harimau Jantan Berkuku Emas cepat kembali. Harapan itu membuat Harimau Berina Berkuku Perak bermaksud mengulur-ulur waktu, hingga Harimau Jantan Berkuku Emas tiba.
"Sekarang dia memang tidak berada di sini," jawab Harimau Berina Berkuku Perak dengan suara sedikit tenang. "Tapi, aku yakin dia akan segera datang."
"He he he...!" Eyang Wali Sidapaksi terkekeh. "Kau tidak usah menggertakku, Pengkhianat Busuk! Asal kau tahu saja, si tolol Jala Tunggara tengah berada jauh dari sini! Itu sebabnya aku menyatronimu sekarang. Jadi, tidak usah berangan-angan Jala Tunggara akan datang kemari!"
Harimau Betina Berkuku Perak menelan ludah untuk membasahi tenggorokannya yang mendadak kering. Sungguh tidak disangkanya kalau Eyang Wali Sidapaksi telah memperhitungkan semuanya dengan cerdik.
"Sekarang bersiaplah, Pengkhianat! Aku akan memberikan hukuman yang setimpal atas perbuatan yang kalian lakukan terhadapku!"
Belum lagi gema ucapannya lenyap, kakek beralis melintang itu telah melesat menerjang Harimau Betina Berkuku Perak. Gerakannya cepat bukan main seperti bayangan. Eyang Wali Sidapaksi membuka serangan dengan sebuah tendangan lurus ke arah dada.
Wuttt!
Deru angin keras mengiringi datangnya serangan. Melihat hal ini, Harimau Betina Berkuku Perak tidak berani bertindak gegabah. Dia tahu betul betapa dahsyatnya serangan itu. Sebatang pohon besar dan kuat pun akan tumbang bila terhantam, apalagi dadanya.
Harimau Betina Berkuku Perak segera melemparkan tubuhnya ke belakang. Hingga serangan Eyang Wali Sidapaksi mengenai tempat kosong. Karena orang yang akan dijadikan sasaran sudah tidak berada di situ lagi.
Tindakan Harimau Betina Berkuku Perak ternyata tidak berhenti sampai di situ. Begitu berada di udara, tubuhnya dijungkirbalikkan. Bersamaan dengan itu kedua tangannya dikibaskan. Dan....
Sing, sing, sing!
Bunyi berdesing nyaring menyakitkan telinga terdengar ketika beberapa benda berkilat-kilat meluncur ke arah Eyang Wali Sidapaksi. Rupanya saat tengah berada di udara wanita bertahi lalat itu mengambil senjata rahasianya!
EMPAT
"Hmh!" Eyang Wali Sidapaksi mengeluarkan dengusan menghina. Dia tahu betapa berbahaya benda-benda berkilat yang tidak lain logam berbentuk bintang bersegi tiga. Senjata rahasia itu telah direndam dalam cairan racun yang sangat ganas. Tak aneh jika warna putihnya jadi bersemu kehijauan.
Hingga meskipun dengusan menghina dikeluarkan, tak urung ia menjadi gentar. Dengan bergegas tubuhnya ditekukkan. Logam-logam berbentuk segi tiga itu pun meluncur di atas kepalanya.
Masih dalam keadaan merunduk, lelaki beralis melintang itu meluruk ke arah Harimau Betina Berkuku Perak yang baru mendaratkan kaki di tanah. Kakek itu menyerang dengan mempergunakan kepalanya!
Memang aneh serangan yang dilancarkan Eyang Wali Sidapaksi. Tapi, Harimau Betina Berkuku Perak tidak berani memandang rendah. Kakek itu merupakan lawan yang sangat tangguh. Maka walaupun belum mengetahui kedahsyatan ilmu itu, dia tidak berani menanggung akibatnya.
Sayang, serangan itu tiba demikian cepat. Padahal, saat itu Harimau Betina Berkuku Perak baru mendarat. Mengelakkannya jelas tidak mungkin. Jadi tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan nyawanya selain memapaki serangan itu. Itulah yang dilakukan Harimau Betina Berkuku Perak.
"Hih!" Sambil menggertakkan gigi untuk mengerahkan seluruh tenaga dalamnya, Harimau Betina Berkuku Perak mencabut pedang yang tergantung di punggung. Dan menggenggamnya dengan kedua tangan. Lalu bersiap memapaki serangan Eyang Wali Sidapaksi dengan bacokan pedangnya!
Namun sebelum Harimau Berina Berkuku Perak sempat melaksanakan maksudnya, kenyataan lain menghadangnya. Deru angin dahsyat menerpa Harimau Berina Berkuku Perak. Luar biasa deru angin yang mengiringi tibanya serudukan Eyang Wali Sidapaksi. Batu dan debu beterbangan seperti diamuk topan.
Tapi masih lebih dahsyat yang dialami Harimau Betina Berkuku Perak Rambut dan pakaiannya berkibaran keras. Bahkan kalau saja wanita bertahi lalat itu tidak mengerahkan tenaga dalam pada kedua kakinya, mungkin tubuhnya sudah terhempas jauh ke belakang.
Semakin Eyang Wali Sidapaksi mendekat, terpaan angin yang melanda semakin menggila. Namun meskipun begitu, wanita bertahi lalat itu tetap bersikeras untuk bertahan.
Usaha Harimau Betina Berkuku Perak tidak sia-sia. Berkat pengerahan tenaga dalam, kedua kakinya seperti berakar di bumi, Betapapun keras terpaan angin yang melanda, tubuhnya tidak bergeming sedikit pun.
Dan ketika serangan menyambar semakin dekat, Harimau Betina Berkuku Perak mengayunkan pedangnya. Sasaran yang dituju adalah kepala Eyang Wali Sidapaksi! Sudah terbayahg di benaknya kepala kakek beralis melintang itu terbelah menjadi dua.
Wuttt! Banggg!
"Aaakh...!" Teriakan ngeri keluar dari mulut Harimau Betina Berkuku Perak. Wanita bertahi lalat itu merasakan betapa ayunan pedangnya membentur sebuah kekuatan raksasa yang tidak nampak!
Akibatnya sangat menggiriskan! Tubuh Harimau Betina Berkuku Perak melayang deras ke belakang seperti daun kering dihempaskan angin. Dari mulutnya mengalir darah membasahi tanah sepanjang tubuhnya melayang. Jelas, Harimau Betina Berkuku Perak menderita luka dalam yang parah!
Srakkk!
Setelah melayang-layang beberapa tombak, tubuh wanita bertahi lalat itu jatuh di kerimbunan semak-semak yang cukup lebat. Suatu keuntungan baginya. Hingga nyawanya tidak melayang ke alam baka saat itu juga.
Harimau Berina Berkuku Perak berusaha bangkit. Dia harus segera meninggalkan tempat itu sebelum Eyang Wali Sidapaksi mengirimkan serangan susulan.
"Huakh!"
Harimau Betina Berkuku Perak memuntahkan darah segar ketika baru berhasil mengangkat bagian atas tubuhnya. Tapi wanita itu tetap berusaha bangkit. Tapi sebelum niatnya tercapai, dilihatnya Eyang Wali Sidapaksi menghampirinya dengan langkah perlahan. Tampaknya kakek beralis melintang itu ingin menyiksa perasaan Harimau Betina Berkuku Perak!
Kenyataan ini membuat Harimau Betina Berkuku Perak semakin kalap. Tanpa mempedulikan luka dalam yang dideritanya, terus diusahakan bangkit berdiri. Tiba-tiba....
"Tidak usah memaksakan diri, Nisanak. Lebih baik kau beristirahat. Biar aku yang menghadapinya."
Sebuah suara pelan tapi berwibawa membuat Harimau Betina Berkuku Perak menghentikan gerakannya. Kepalanya didongakkan untuk melihat orang yang mengeluarkan ucapan itu Samar-samar, karena pengaruh lukanya, Harimau Betina Berkuku Perak melihat sesosok tubuh berdiri membelakanginya.
Dialah yang telah berbicara tadi. Sayang, Harimau Betina Berkuku Perak tidak bisa melihat wajah penolongnya. Yang diketahuinya orang itu berpakaian ungu dan berambut putih keperakan. Sebuah guci tergantung di punggungnya.
Harimau Betina Berkuku Perak tidak bisa memperhatikan lebih jauh. Rasa pusing yang melanda sudah tak tertahankan. Maka dengan pasrah tubuhnya dibaringkan. Wanita itu tahu nyawanya tak mungkin tertolong lagi. Meskipun sosok berpakaian ungu bermaksud menolongnya, tapi dia tidak akan mampu menghadapi Eyang Wali Sidapaksi yang sangat tinggi ilmunya. Penolongnya hanya akan mengantarkan nyawa sia-sia!
Patut dipuji kebesaran hati Harimau Berina Berkuku Perak. Meskipun tahu nyawanya tidak mungkin dapat diselamatkan, waktu yang masih dimiliki dipergunakan untuk mengobati luka dalamnya dengan jalan mengatur pemapasan. Sebagai tokoh tingkat tinggi, Harimau Betina Berkuku Perak tidak harus mengambil sikap duduk bersila dan bersernadi. Sambil berbaring, pengaturan napasnya dilakukan.
Sementara itu, Eyang Wali Sidapaksi terpaksa menghentikan langkahnya ketika melihat sesosok berpakaian ungu menghadang di depannya. Tampaknya sosok itu bermaksud menghalangi tindakannya. Kakek beralis tebal itu pun murka.
"Menyingkiriah sebelum terlambat, Anjing Kecil! Kalau tidak, jangan salahkan jika aku menghajarmu sampai mati!" seru Eyang Wali Sidapaksi lantang.
"Sayang sekali aku tidak berkeinginan untuk menyingkir, Anjing Besar! Tapi, tentu saja tak akan kubiarkan kau memukuliku!" sambut sosok berpakaian ungu yang tidak lain Dewa Arak, tidak mau kalah memaki lawan.
"Keparat!" Eyang Wali Sidapaksi menggeram keras. "Kalau demikian, mampuslah kau! Hih!"
Tak kuat lagi menahan rasa amarah, Eyang Wali Sidapaksi melancarkan serangan bertubi-tubi. Jari-jari kedua tangannya menegang kaku, dan dengan sikap jari seperti itu secara bertubi-tubi ditusukkan ke arah dada Dewa Arak.
Cit, cit, cit!
Bunyi berdecit nyaring mengiringi luncuran kedua tangan Eyang Wali Sidapaksi. Dewa Arak tidak berani bertindak ceroboh. Dari bunyi berdecit nyaring yang mengiringi tibanya serangan, dapat diperkirakan kedahsyatan serangan lawan. Tusukan tangan itu mampu melubangi batu yang paling keras sekalipun!
Namun pemuda berambut putih keperakan itu tidak gentar. Ditunggunya hingga serangan menyambar dekat. Lalu kakinya melangkah ke kanan seraya mendoyongkan tubuh.
Serangan lawan menyambar di sebelah kiri tubuhnya. Tindakan seperti itu merupakan kebiasaan Dewa Arak. Pemuda berambut putih keperakan itu selalu mengelakkan serangan lawan pada gebrakan pertama. Itu dilakukan untuk mengetahui kekuatan tenaga dalam lawan. Dengan demikian, kekuatan tangkisan yang akan diberikan nanti tidak terlalu sedikit atau sebaliknya.
Eyang Wali Sidapaksi menggeram keras bagai banteng terluka. Serangannya dapat dielakkan lawan dengan demikian mudah. Kenyataan ini membuktikan lawannya seorang tokoh pandai. Karena hanya tokoh-tokoh tingkat tinggi yang berani mengelakkan serangan lawan tanpa berpindah jauh!
Tentu saja hasil gebrakan pertama ini tidak membuat kakek beralis melintang itu gentar. Malah amarahnya semakin berkobar. Karena itu, serangannya segera disusuli dengan babatan sisi tangan kiri ke arah pelipis Dewa Arak!
Cepat dan tiba-tiba meluncurnya serangan susulan itu. Namun Arya tidak menjadi gugup. Dengan perhitungan matang seorang tokoh yang telah kenyang makan garam di dunia persilatan, tubuhnya dirundukkan. Hingga....
Wuttt!
Bacokan sisi tangan lawan meluncur di atas kepala Dewa Arak. Karena kuatnya tenaga dalam yang terkandung dalam serangan itu, rambut dan pakaian Dewa Arak berkibaran keras. Dan sebelum pemuda berambut putih keperakan itu sempat menarik napas lega, serangan lanjutan Eyang Wali Sidapaksi kembali meluncur. Kali ini tendangan kaki kanan ke arah dada!
Tidak ada kesempatan lagi bagi Dewa Arak untuk mengelak. Kedudukannya tidak memungkinkan. Terlebih lagi serangan susulan itu meluncur demikian cepat. Hampir tidak berselisih waktu dengan serangan sebelumnya. Hanya ada satu kesempatan bagi Arya untuk menyelamatkan nyawanya. Menangkis! Bila hal itu tidak dilakukan, tulang-tulang dadanya akan hancur berantakan terhantam kaki Eyang Wali Sidapaksi yang disaluri tenaga dalam dahsyat!
"Hih!" Dewa Arak memapaki tendangan itu dengan kedua tangan yang saling disilangkan di depan dada. Sadar akan kedahsyatan tenaga dalam Eyang Wali Sidapaksi, pemuda berambut putih keperakan itu mengerahkan seluruh tenaga dalamnya.
Plakkk!
Bunyi keras seperti benturan logam-logam keras langsung terdengar ketika tangan dan kaki yang dialiri tenaga dalam kuat itu beradu. Akibatnya mereka terjajar mundur dua langkah. Namun dengan gerakan sederhana baik Eyang Wali Sidapaksi maupun Dewa Arak berhasil mematahkan daya dorong tubuh mereka. Saat itu juga pertarungan terhenti. Keduanya saling berpandangan dalam jarak lima tombak.
"Pantas kau berani menentangku, Anjing Kecil! Ternyata kau memiliki sedikit kepandaian!" ucap Eyang Wali Sidapaksi mengangguk-angguk. "Tapi jangan besar kepala dulu. Yang kukeluarkan tadi belum apa-apa!"
"Aku percaya, Ki. Kau memang tangguh!" puji Dewa Arak sejujurnya.
Wajah Eyang Wali Sidapaksi langsung merah padam. Sepasang matanya berkilat-kilat menyiratkan kemarahan. Dianggapnya pemuda berambut putih keperakan itu mengejek dirinya.
"Sombong!" seru kakek beralis melintang itu keras. "Bersiap-siaplah, Anjing Kecil! Keluarkan seluruh kemampuanmu kalau tidak ingin mati konyol di tanganku!"
Belum lagi gema ucapannya lenyap, Eyang Wali Sidapaksi menyilangkan kedua tangannya di depan leher. Jari-jari tangannya yang terbuka menegang kaku. Demikian pula tangannya. Tampak menegang penuh kekuatan.
Beberapa saat lamanya Eyang Wali Sidapaksi bersikap demikian. Getaran pada tangan dan tubuhnya semakin keras. Kakek beralis melintang itu seperti orang terserang demam tinggi!
Dewa Arak mengernyitkan dahi tidak mengerti dengan tindakan lawan. Tapi kewaspadaannya tidak ditinggalkan. Sekujur urat syaraf dan otot tubuhnya menegang. Siap menghadapi kemungkinan yang tidak diharapkan.
Sementara itu keadaan Eyang Wali Sidapaksi semakin terlihat mengerikan. Urat-urat di tubuhnya bertonjolan keluar. Demikian pula pada wajahnya. Agaknya seluruh tenaga dalam Eyang Wali Sidapaksi tengah menyebar ke berbagai bagian tubuhnya. Apa yang hendak dilakukan kakek beralis melintang itu? Tiba-tiba....
Brrrlll!
"Ah!" Dewa Arak mengeluarkan seruan kaget melihat kejadian yang terpampang di depannya. Pakaian Eyang Wali Sidapaksi robek-robek. Kekuatan tenaga dalam yang tengah menyebar itu membuat pakaiannya tidak kuat menahan.
"Ha ha ha...!" Eyang Wali Sidapaksi tertawa bergelak. "Sekarang terimalah kematianmu, Anjing Kecil! Hiyaaa...!"
Kakek beralis melintang mengawali serangannya dengan sebuah terkaman. Tindakan yang dilakukannya mirip harimau menerkam mangsa.
Wusss!
Dewa Arak bertindak hati-hati. Meskipun belum membuktikan sendiri, dia yakin lawannya telah mengeluarkan ilmu andalan. Kalau tidak, mengapa untuk menggunakannya demikian repot sampai harus menghancurkan pakaian?! Sayang pemuda berambut putih keperakan itu belum tahu di mana letak kehebatannya.
"Hih!" Dengan kecepatan dan ketepatan seorang tokoh tingkat tinggi, Dewa Arak menjatuhkan tubuhnya ke tanah hingga jatuh telentang. Hingga terkaman Eyang Wali Sidapaksi mengenai tempat kosong, lewat beberapa jari di atas sasaran.
Di saat tubuh lawan tepat berada di atasnya Dewa Arak bertindak. Kaki kanannya mencuat mengancam dada Eyang Wali Sidapaksi! Ini memang sudah diperhitungkan masak-masak oleh pemuda berambut putih keperakan itu. Dan hasilnya seperti yang diperkirakan Dewa Arak.
Bukkk!
Telak dan keras kaki kanan Dewa Arak mendarat di sasaran. Luncuran tubuh Eyang Wali Sidapaksi terlihat semakin deras. Arah tendangan Dewa Arak memang searah dengan luncuran tubuh kakek beralis melintang itu.
"Ikh!" Dewa Arak menyeringai merasakan kakinya terasa sakit. Terutama pada bagian yang berbenturan dengan dada Eyang Wali Sidapaksi. Ngilu dan sakit bukan main. Sepertinya yang dihantam segundukan baja yang sangat keras.
Kenyataan itu mengejutkan Dewa Arak. Rasa curiganya segera timbul. Pemuda itu tidak yakin Eyang Wali Sidapaksi menderita luka akibat tendangannya.
Pemuda berambut putih keperakan itu memang tidak perlu menunggu terlalu lama untuk membuktikan kebenaran dugaannya. Begitu dia bangkit dan membalikkan tubuh, dilihatnya Eyang Wali Sidapaksi bersalto di udara untuk mematahkan kekuatan luncuran. Kemudian dengan indah dan manis mendarat di tanah dengan kedua kaki lebih dahulu.
"Ha ha ha...!" Eyang Wali Sidapaksi mengumandangkan tawa keras. Terasa jelas nada ejekan dalam suara tawanya. "Bagaimana, Dewa Arak?!"
Dewa Arak tidak menanggapi ejekan itu. Dugaannya ternyata tidak salah. Eyang Wali Sidapaksi tidak menderita luka sedikit pun. Sikapnya menunjukkan tendangan yang dilakukan Dewa Arak dengan sepenuh tenaga tidak berarti apa-apa baginya.
Sekarang Dewa Arak mengetahui keistimewaan ilmu Eyang Wali Sidapaksi. Ilmu yang peragaannya membuat pakaian hancur itu ternyata mengakibatkan kulit tubuhnya kuat! Sehingga tendangan Dewa Arak yang mampu menghancurkan baru karang sebesar rumah tidak berarti apa-apa. Bahkan sebaliknya, Dewa Arak yang merasa kesakitan.
"Kau hebat, Ki," dari lubuk hatinya yang paling dalam, Dewa Arak memberikan pujian. "Tapi, bukan berarti aku kalah."
"Ha ha ha...!" Eyang Wali Sidapaksi tergelak. Tawa gembira penuh kemenangan. "Bagus! Aku justru senang dengan orang yang tidak mudah putus asa. Keluarkan seluruh kemampuanmu, Dewa Arak!"
Usai berkata, Eyang Wali Sidapaksi berdiam diri tidak melakukan penyerangan. Tampaknya dia memberi kesempatan pada Dewa Arak untuk mengeluarkan ilmu andalan. Tentu saja kesempatan itu tidak disia-siakan Dewa Arak. Diambilnya guci yang tersampir di punggung, kemudian dituangkan ke mulutnya.
Gluk... Gluk.... Gluk...!
Terdengar bunyi tegukan ketika arak itu melewati tenggorokan Dewa Arak. Sesaat kemudian, hawa hangat menjalari bagian dalam perutnya. Perlahan-lahan hawa hangat itu menyebar ke atas. Sampai akhirnya, kedua kaki pemuda berambut putih keperakan itu tidak menapak dengan mantap lagi di tanah. Oleng ke kanan dan kiri.
Kelakuan Dewa Arak tidak lepas dari pandangan Eyang Wali Sidapaksi. Dahi kakek beralis melintang itu kelihatan berkernyit heran. Ilmu apa yang akan dikeluarkan pemuda berambut putih keperakan itu? Eyang Wali Sidapaksi tak habis pikir. Kakek beralis tebal itu tidak tahu Dewa Arak tengah mengeluarkan ilmu andalan yang telah membuat julukannya menggemparkan dunia persilatan. Ditakuti lawan dan disegani kawan.
Itu sebabnya, meskipun Dewa Arak dengan langkah terhuyung-huyung seperti akan jatuh bergerak menghampiri, Eyang Wali Sidapaksi masih belum memberikan tanggapan. Apa yang dapat dilakukan orang yang tengah mabuk? Jangankan bertarung, melangkah saja sulit!
LIMA
Pandangan meremehkan Eyang Wali Sidapaksi langsung pupus ketika Dewa Arak mulai melancarkan serangan. Kekagetan dan keheranan melanda hatinya. Gerakan Dewa Arak yang meliuk-liuk seperti tanpa tenaga, mendadak keras dan penuh kekuatan. Pemuda berambut putih keperakan itu membuka serangan dengan pukulan punggung tangan kanannya, ciri khas ilmu 'Belalang Sakti'. Serangan itu ditujukan ke arah dada Eyang Wali Sidapaksi!
Serangan inilah yang membuka mata Eyang Wali Sidapaksi kalau tingkah laku aneh Dewa Arak tidak bisa dianggap remeh. Terasa ada tekanan dahsyat dari serangan Dewa Arak. Tekanan itu mengingatkan Eyang Wali Sidapaksi pada terpaan gelombang laut!
Namun, sekalipun telah mengetahui kedahsyatan serangan itu, Eyang Wali Sidapaksi tidak melakukan tindakan apa pun untuk mematahkan serangan lawan. Lelaki berkumis melintang itu tetap berdiam diri di tempatnya. Tidak tampak tanda-tanda dia akan menangkis atau mengelak. Maka....
Bukkk!
Telak dan keras serangan Dewa Arak mendarat di sasaran. Tubuh Eyang Wali Sidapaksi terjajar ke belakang. Tapi, tidak terlihat serangan itu berpengaruh terhadap dirinya. Diam-diam Dewa Arak terkejut melihat serangannya tidak menimbulkan akibat sedikit pun pada lawan. Tangannya seperti menghantam benda kenyal, yang membuat tenaganya membalik! Meskipun demikian, Dewa Arak tidak jera. Serangan-serangan susulannya segera dikirimkan.
Tapi kali ini Eyang Wali Sidapaksi tidak berdiam diri. Kalau setiap serangan lawan dibiarkan, pertarungan tak akan pernah usai. Agar cepat berakhir, harus diberikan perlawanan. Dan keputusan itu segera dilakukan.
Sungguh menarik pertarungan yang berlangsung. Satu pihak memiliki gerakan yang berubah-ubah. Terkadang lemas tak bertenaga, tapi mendadak menegang penuh kekuatan. Sementara di pihak lain gerakan-gerakannya terlihat agak lambat, namun mengandung kedahsyatan yang tidak terperikan.
Jalannya pertarungan sudah dapat ditebak. Berkali-kali serangan Dewa Arak baik pukulan, tendangan, tamparan, totokan, maupun hantaman guci bersarang dengan telak di berbagai bagian tubuh Eyang Wali Sidapaksi. Namun, semua itu tidak menimbulkan pengaruh apa pun. Bahkan membuat amukan Eyang Wali Sidapaksi semakin dahsyat.
Tapi betapapun keras kakek itu mengamuk, tetap tidak mencapai hasil yang diharapkan. Setiap serangan yang dikirimkan selalu dapat dipunahkan Dewa Arak dengan jurus 'Delapan Langkah Belalang'nya!
"Keparat!" Eyang Wali Sidapaksi menggertakkan gigi ketika untuk yang kesekian kali serangannya hanya mengenai tempat kosong. Padahal jelas terlihat pemuda berambut putih keperakan itu memapaki dengan tubuhnya, seperti sengaja membiarkan untuk dijadikan sasaran. Tapi, mengapa selalu meleset?! Eyang Wali Sidapaksi tidak mengerti. Tapi kebingungan itu tidak berlangsung lama. Setelah berulang kali, dia tahu Dewa Arak memiliki ilmu langkah ajaib!
Jurus demi jurus berlalu. Kini pertarungan memasuki jurus kedua puluh lima. Belum nampak tanda-tanda pihak yang akan keluar sebagai pemenang. Pertarungan masih berlangsung seimbang. Mendadak Eyang Wali Sidapaksi mengeluarkan jeritan kaget.
Kemudian, tubuhnya dilemparkan ke belakang menjauhi kancah pertarungan. Dewa Arak yang tidak mau memanfaatkan kesempatan itu membiarkan saja tindakan lawannya. Pemuda itu berdiam diri menunggu. Sebuah dugaan lawan akan mempergunakan ilmu simpanan yang lain muncul.
Tapi ternyata dugaan pemuda berambut putih keperakan itu meleset. Begitu kedua kakinya menjejak tanah, Eyang Wali Sidapaksi tidak mempersiapkan diri untuk mengeluarkan ilmu lainnya. Kakek itu melayangkan pandangan ke satu arah. Belakang Dewa Arak!
Melihat hal itu Dewa Arak segera teringat pada seorang wanita yang berada di belakangnya. Yakin kalau Eyang Wali Sidapaksi tidak akan membokong, kepalanya ditolehkan untuk mengetahui apa yang terjadi. Tapi pemuda itu tetap memasang sikap waspada. Siapa tahu Eyang Wali Sidapaksi ingin melancarkan siasat licik.
Ternyata tidak! Kakek itu tidak bermaksud menipu. Di belakangnya sudah tidak ada seorang pun. Harimau Betina Berkuku Perak telah kabur di saat mereka sibuk bertarung!
"Sayang sekali... aku tidak bisa menemanimu lebih lama, Anjing Kecil! Masih ada urusan yang harus kuselesaikan. Selamat tinggal!"
Eyang Wali Sidapaksi melesat cepat meninggalkan tempat itu, mencari Harimau Betina Berkuku Perak. Dalam sekali lesatan tubuhnya sudah tidak terlihat lagi. Lenyap di balik kerimbunan semak dan pepohonan lebat.
Dewa Arak mengangkat bahu tidak peduli. Kemudian gucinya disampirkan ke punggung. Dan kakinya diayunkan meninggalkan tempat itu.
Dewa Arak berlari tanpa tujuan. Dibiarkan saja sepasang kakinya melangkah sendiri. Pemuda itu memang tidak tahu ke mana harus menuju. Sedapat mungkin akan diusahakannya menemukan orang yang telah mengacau Perguruan Kapak Sakti. Tapi bagaimana mungkin itu dapat dipenuhi? Semuanya masih gelap. Jangankan menangkap, pelakunya saja belum diketahui.
Dewa Arak terus berlari tanpa memperhatikan suasana di sekelilingnya. Dia tidak tahu kalau langkah kakinya membawanya masuk ke dalam hutan. Entah berapa lama berlari Dewa Arak tidak tahu. Langkahnya baru dihentikan ketika sayup-sayup tertangkap bunyi dentang senjata. Agaknya di sekitar tempat itu tengah terjadi pertarungan.
Perasaan ingin iahu mendorong Dewa Arak mengayunkan langkah menuju asal suara. Tanpa kesulitan berarti, pemuda itu berhasil menemukannya. Ternyata benar. Bunyi gaduh itu tercipta karena pertarungan dua pihak yang berbeda jumlahnya.
"Ah!" Dewa Arak berseru kaget ketika mengenali salah satu pihak yang bertarung. Karena sosok itu adalah.... "Puspa Rani...," gumam pemuda berambut putih keperakan itu menyebut nama putri Ki Gelagar.
Salah satu pihak yang tengah bertarung itu memang Puspa Rani. Gadis itu sedang berjuang keras menghadapi lawan-lawannya. Meskipun sendirian, sedangkan lawannya lima orang, Puspa Rani mampu mengadakan perlawanan sengit. Sepasang kapaknya berkelebat cepat ke sana kemari mencari sasaran.
Sebenarnya kalau dihitung perorangan, tingkat kepandaian putri ketua Perguruan Kapak Sakti itu berada cukup jauh di atas lawan-lawannya. Tapi karena mereka terdiri dari orang-orang kasar dan berjumlah lebih banyak, Puspa Rani kewalahan.
Perlahan-lahan gadis itu terdesak. Ini karena putri Ketua Perguruan Kapak Sakti itu belum berpengalaman luas dalam bertarung. Sementara lawan-lawannya kelihatan telah memiliki pengalaman bertarung yang cukup.
Sekali lihat saja Dewa Arak tahu keadaan Puspa Rani tidak menguntungkan. Kalau dibiarkan gadis berpakaian merah itu akan roboh di tangan lawan-lawannya. Pemuda berambut putih keperakan itu pun memutuskan untuk ikut campur. Dan Dewa Arak mendapatkan kesempatan itu. Saat itu salah seorang lawan Puspa Rani berhasil mengait kaki gadis itu hingga jatuh telentang.
Kesempatan ini tidak disia-siakan yang lainnya. Sebelum Puspa Rani sempat bangkit, sebuah tendangan dari dua orang Iawannya telah membuat kapak yang tergenggam di tangan putri Ketua Perguruan Kapak Sakti itu terpental jatuh! Tidak hanya itu. Sisa pengeroyoknya mengirimkan totokan, hingga tubuhnya terkulai lemas.
"He he he...! Akhirnya kau dapat juga kami lumpuhkan, Kuda Binal!" ucap salah seorang dari mereka, yang berwajah totol-totol bekas luka. Usai berkata, lelaki itu menindih tubuh Puspa Rani. Dengan kasar diciuminya wajah gadis berpakaian merah itu.
"Ha ha ha...!"
Empat orang kawan lelaki berwajah totol-totol hitam tertawa bergelak. Apalagi ketika mendengar Puspa Rani memaki-maki karena ngeri menyadari kejadian yang akan dialaminya.
"Biadab!" teriak Dewa Arak dengan suara bergetar. Kemudian tubuhnya melayang ke arah gerombolan orang kasar itu.
"Hih!" Di saat tubuhnya masih berada di udara, Dewa Arak mengibaskan kedua tangannya.
"Ah!"
"Aaa...!"
Jeritan kaget bercampur ngeri keluar dari mulut lima orang lelaki kasar itu. Tubuh mereka melayang deras ke belakang karena hembusan angin keras dari kibasan kedua tangan Dewa Arak.
Namun hanya lima orang itu saja. Puspa Rani tidak! Tubuh putri Ketua Perguruan Kapak Sakti itu tidak bergeming, seolah di tempat itu tidak terjadi apa-apa. Dewa Arak tengah mempertunjukkan kemampuannya. Pemuda berambut putih keperakan itu mampu mengatur serangan jarak jauhnya, sehingga hanya mengenai orang-orang yang dituju!
Srakkk, brukkk!
Bunyi berdebuk dan berkerosakan keras terdengar ketika tubuh kelima orang kasar itu berjatuhan di tanah dan semak-semak. Sial bagi yang terjatuh di tanah. Mereka menyeringai kesakitan. Tapi sesaat kemudian mereka sudah bangkit. Dengan mata berkilat-kilat penuh ancaman, mereka menatap Dewa Arak.
Sementara itu, Dewa Arak sudah berdiri di dekat Puspa Rani. Pemuda itu tidak mempedulikan kelima lelaki kasar itu. Padahal, Arya tahu mereka tengah bersiap untuk melancarkan serangan.
"Dewa Arak...!" seru Puspa Rani ketika melihat sosok yang berdiri di hadapannya. Terdengar jelas nada kegembiraan dalam suaranya. Dewa Arak menyunggingkan senyum lebar. Kemudian tanpa berkata, tangannya diulurkan. Dengan sekali sentuh, totokan yang membelenggu Puspa Rani dapat dipunahkan. Dan baru saja Dewa Arak berdiri tegak...
"Hiyaaat! Haaat...!"
Sing, sing!
Sinar terang menyilaukan mata berkilau ketika lima orang kasar mencabut senjatanya, kemudian mengayunkan ke berbagai bagian tubuh Dewa Arak Tapi pemuda berambut putih keperakan itu tetap tenang. Tidak terlihat Dewa Arak akan memberikan perlawanan. Arya seperti pasrah dengan kejadian yang akan menimpanya.
Kenyataan ini membuat kelima orang kasar itu menjadi gembira. Mereka menyangka Dewa Arak tidak mengetahui adanya serangan. Terbayang di benak mereka pemuda itu menjerit dan menggeliat menjelang ajal ketika senjata mereka mendarat di sasaran.
Tak, tak, takkk!
"Ah!"
"Uh!"
Jeritan-jeritan kaget terlontar dari mulut kelima lelaki kasar ketika melihat hasil serangan mereka. Senjata mereka seperti membentur segundukan baja. Akibatnya, senjata-senjata itu terpental balik dan rasa sakit mendera tangan! Keterkejutan itu semakin menjadi-jadi ketika melihat mata golok mereka gompal!
Dengan pandang mata tak percaya, ditatapnya Dewa Arak dan senjata yang tergenggam berganti-ganti. Sementara itu Dewa Arak sudah membalikkan tubuh. Ditatapnya wajah kelima orang kasar itu.
"Orang-orang seperti kalian tidak pantas dibiarkan hidup. Banyak orang tak berdosa akan menjadi korban bila kalian masih tinggal di dunia!"
Tenang ucapan Dewa Arak, tapi di dalamnya terkandung ancaman maut. Itu dirasakan oleh lima orang lawannya. Sayang gerombolan orang kasar itu terlalu menurutkan kemarahan. Kalau saja mereka mau menggunakan pikiran, meskipun hanya sedikit, kenyataan yang diterima telah menjadi bukti Dewa Arak terlalu tangguh untuk dihadapi. Tapi, sikap keras kepala telah membuat pikiran mereka buntu.
Meskipun Dewa Arak telah mengeluarkan ancaman, kelima orang kasar itu tidak menjadi gentar. Mereka bergerak menghampiri pemuda itu. lalu dengan diawali teriakan-teriakan nyaring memekakkan telinga, mereka melancarkan serangan.
Kali ini Dewa Arak memutuskan untuk mengadakan perlawanan. Maka ditunggunya hingga serangan lawan menyambar dekat. Kemudian tanpa merubah kedudukan, kedua tangannya digerakkan dengan cepat.
Tak, tak, takkk!
Buk, buk, bukkk!
"Akh!"
"Aaa...!"
Rentetan kejadiannya berlangsung demikian cepat. Tertangkisnya serangan golok kelima orang kasar itu dan kedua tangan Dewa Arak yang menghantam tubuh mereka terjadi hampir bersamaan. Tahu-tahu tubuh kelima pengeroyoknya terlempar ke belakang dan jatuh bergulingan.
Ketika kekuatan yang membuat tubuh mereka bergulingan lenyap, luncuran tubuh itu terhenti. Tapi, tidak ada satu pun yang bergerak bangkit. Semuanya telah tewas di saat tubuh mereka melayang.
"Hhh...!" Arya menghela napas berat. Ada rasa sesal yang selalu bergayut di hati pemuda berambut putih keperakan itu setiap kali membunuh lawan. Jauh di lubuk hatinya Dewa Arak tidak mau melakukan pembunuhan. Tapi, itu harus dilakukan. Bila tidak, korban-korban kelima orang kasar itu akan terus berjatuhan.
Setelah menatap mayat kelima lawannya, Dewa Arak mengalihkan perhatian ke arah Puspa Rani. Ternyata gadis berpakaian merah itu tengah menatapnya. Hingga dua pasang mata mereka saling bertemu.
"Kukira kau mengalami nasib yang sama dengan ayah dan saudara-saudara seperguruanmu, Puspa Rani," ucap Dewa Arak pelan dan bernada keluhan.
Wajah putri Ketua Perguruan Kapak Sakti itu langsung berubah muram. Pertanyaan itu menyebabkannya teringat kembali akan musibah yang menimpa perguruan ayahnya.
ENAM
"Jadi..., kau... kau telah melihatnya...?" tanya Puspa Rani terbata-bata.
"Hhh...!" Arya menghembuskan napas berat. "Secara tidak sengaja aku melihatnya, Puspa Rani. Semula memang aku berniat mengunjungi ayahmu. Tapi itu kulakukan setelah berziarah ke makam kakek guruku. Tujuan utamaku kembali ke tempat ini adalah mengunjungi makam beliau. Sungguh tidak kusangka akan menemui kenyataan ini. Hancurnya perguruanmu, dan kejadian yang menimpa dirimu..."
Puspa Rani terdiam. Di benaknya kembali terbayang nasib yang menimpa ayah dan saudara-saudara seperguruannya.
"Apa kau berada di sana sewaktu peristiwa itu terjadi, Puspa Rani?" tanya Dewa Arak ingin tahu. Agak aneh kalau gadis berpakaian merah ini dapat lolos dari kematian, sementara ayah dan seluruh saudara-saudara seperguruannya habis dibantai.
Puspa Rani mengangguk.
"Lalu..., mengapa kau dapat selamat dari maut Puspa Rani?" desak Arya.
Putri Ketua Perguruan Kapak Sakti itu menelan ludah untuk membasahi tenggorokannya yang kering. "Hanya sebuah kebetulan yang membuatku selamat, Dewa Arak," jawab Puspa Rani. "Sewaktu aku melancarkan tendangan, manusia iblis itu dengan mudah menangkap kakiku. Kemudian melemparkannya. Kuat sekali tenaga lontarannya sampai kepalaku menumbuk dinding pagar."
Puspa Rani menghentikan ceritanya sejenak untuk mengambil napas. "Aku langsung tak sadarkan diri. Begitu bangun... kulihat... Ayah dan semua saudara-saudara seperguruanku... ahhh.... Manusia-manusia keji itu telah membunuhnya!" Puspa Rani menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan karena rasa sedih dan ngeri.
"Tenanglah, Puspa Rani. Biarkan mereka pergi dengan tenang. Sekalipun kau mengeluarkan tangis darah, mereka tidak akan hidup kembali," hibur Arya, menenangkan gadis itu.
Pemuda berambut putih keperakan itu tidak menanyakan mengapa Puspa Rani bisa berada di tempat ini. Mengapa gadis berpakaian merah itu tidak mengubur mayat ayah dan saudara-saudara seperguruannya? Dewa Arak tahu jawabannya. Batin Puspa Rani terguncang hebat. Dia belum siap menerima kenyataan itu. Lari meninggalkan perguruannya adalah cara yang paling mungkin!
Tapi hiburan yang diberikan Arya tidak mampu menghilangkan kesedihan Puspa Rani. Putri Ketua Perguruan Kapak Sakti itu tetap tenggelam dalam kesedihannya. Wajahnya masih ditekapkan dengan kedua telapak tangan.
"Tadi... kau katakan orang yang melakukan tindakan itu adalah pembunuh-pembunuh keji. Berarti jumlah mereka lebih dari satu. Bisa kau memberitahukan ciri-ciri mereka? Biar aku yang akan membalaskan kekejian ini! Ayo, Puspa Rani. Beritahukanlah padaku!"
Puspa Rani segera mengangkat wajahnya. Ucapan Dewa Arak membuatnya melupakan kesedihan harinya. Wajah gadis berpakaian merah itu merah padam. Sepasang matanya berkilat-kilat memancarkan dendam. Tampaknya dia tengah dilanda kemarahan yang amat sangat.
"Memang, iblis-iblis keji itu tidak hanya seorang, Arya! Mereka berdua. Lelaki dan wanita!" beri tahu Puspa RanHantang penuh dendam. Kemudian dengan singkat diuraikannya ciri-ciri pelaku pembunuhan keji itu.
Arya mendengarkan penuh perhatian. Wajah dan sorot mata pemuda berambut putih keperakan itu tetap tenang. Padahal hatinya terguncang! Pemuda itu teringat akan wanita yang telah ditolongnya dari tangan maut Eyang Wali Sidapaksi. Jadi... wanita itu salah seorang dari dua pembunuh keji itu?!
Itulah kehebatan Dewa Arak. Dia mampu menyembunyikan perasaan. Meskipun hatinya dilanda perasaan kaget, tarikan wajahnya tetap biasa. Hingga Puspa Rani tidak mengetahuinya.
"Kini aku tahu siapa yang telah membunuh ayah dan saudara-saudara seperguruanmu. Akan kucari mereka setelah berziarah ke makam kakek guruku," ujar Arya.
"Aku ikut, Arya!" Puspa Rani setengah terpekik. "Aku ingin melihat mereka tewas dengan mata kepalaku sendiri!"
Dewa Arak tercenung mendengarnya. Pemuda itu tidak segera menjawab. Dipikirkannya lebih dulu sebelum kepalanya mengangguk.
"Terima kasih, Dewa Arak. Aku yakin kau akan memenuhi permintaanku."
"Simpan saja terima kasihmu, Puspa Rani," tolak Arya halus. "Lebih baik sekarang kita berangkat. Aku khawatir mereka keburu kabur."
Sesaat kemudian, Dewa Arak dan Puspa Rani telah meninggalkan tempat itu. Meninggalkan lima mayat yang bergeletakan di tanah. Mayat lima orang kasar yang tewas di tangan Dewa Arak.
* * *
"Hhh... hhh... hhh...!"
Desah napas memburu mengiringi langkah seorang wanita cantik berpakaian kulit harimau yang berlari terhuyung-huyung. Dia tidak lain Harimau Betina Berkuku Perak!
Srakkk!
"Akh!"
Brukkk!
Diawali pekikan kaget, Harimau Betina Berkuku Perak terjerembab ke tanah ketika kaki kanannya terkait akar pohon yang menjalar ke luar. Namun wanita itu cepat berusaha bangkit Harimau Betina Berkuku Perak berhasil mengangkat dadanya. Tapi, tampak jelas seringai kesakitan di bibirnya. Dan sebelum wanita bertahi lalat itu berhasil berdiri tegak...
"Harimau Betina...?!"
Sebuah seruan kaget membuat Harimau Betina Berkuku Perak menoleh. Ada perasaan lega dalam hatinya. Dia kenal betul dengan suara itu. Dari sebelah kanannya melesat sesosok bayangan. Dan begitu dia berhasil berdiri tegak, sosok bayangan itu telah berada di sebelahnya. Sosok itu adalah Harimau Jantan Berkuku Emas!
"Apa yang terjadi, Harimau Betina?!" tanya Harimau Jantan Berkuku Emas seraya melontarkan dua ekor kelinci yang tergenggam di tangan kanannya.
Blukkk!
Kelinci-kelinci yang sudah mati itu terhempas di tanah. Sementara Harimau Jantan Berkuku Emas menatap penuh selidik pada Harimau Betina Berkuku Perak.
"Kau... kau terluka, Harimau Betina?!" kembali Harimau Jantan Berkuku Emas mengajukan pertanyaan. Terdengar jelas nada keheranan dan kekhawatiran dalam suaranya.
Harimau Betina Berkuku Perak tersenyum untuk mengeraskan hati. Wanita itu tidak ingin kelihatan cengeng di hadapan rekannya. Tapi, karena saat itu dia tengah kesakitan, senyumnya tampak lebih mirip seringai.
"Sulit kupercaya ada yang bisa berbuat seperti ini kepadamu. Katakan, Harimau Betina. Siapa yang telah melakukan semua ini?!" desak Harimau Jantan Berkuku Emas sangat geram.
"Bagaimana kalau kita cari dulu tempat yang enak, Harimau Jantan?!" usul Harimau Betina Berkuku Perak khawatir, bila Eyang Wali Sidapaksi menemukan mereka.
"Baiklah," jawab Harimau Jantan Berkuku Emas tanpa pikir panjang lagi. "Aku tahu sebuah tempat yang letaknya agak tersembunyi. Mari kita ke sana. Kau bisa mengobati lukalukamu di tempat itu."
Lalu, seraya menuntun Harimau Betina Berkuku Perak, Harimau Jantan Berkuku Emas melesat menuju tempat yang dikatakannya. Karena letaknya tidak jauh, dalam waktu singkat sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu telah berada di dalamnya. Sebuah goa cukup besar yang letaknya tertutup semak-semak dan pepohonan lebat.
"Sekarang ceritakanlah semuanya hingga kau bisa seperti ini, Harimau Betina."
Harimau Jantan Berkuku Emas segera mengajukan pertanyaan begitu dirinya dan Harimau Betina Berkuku Perak telah duduk di dalam goa. Rekannya tidak cepat menjawab. Ditatapnya wajah Harimau Jantan Berkuku Emas lekat-lekat.
"Mungkin kau tidak percaya, Harimau Jantan," ujar Harimau Betina Berkuku Perak memulai ceritanya.
"Jangan membuat teka-teki, Harimau Betina," bantah Harimau Jantan Berkuku Emas tidak sabar. "Ceritakanlah dulu. Mengenai percaya atau tidak dengan ceritamu itu urusan nanti."
"Baiklah," desah Harimau Betina Berkuku Perak. "Dengar baik-baik, Harimau Jantan. Orang yang membuatku seperti ini adalah... Eyang Wali Sidapaksi!"
"Apa?!" Seruan kaget penuh ketidak-percayaan keluar dari mulut Harimau Jantan Berkuku Emas. Keras bukan main sehingga dinding dan langit-langit goa bergetar hebat. Seruan itu dikeluarkan dengan pengerahan tenaga dalam. "Mustahil! Aku yakin kau salah lihat, Harimau Betina! Bukankah Eyang Wali Sidapaksi telah tewas?!"
Secercah senyum tersungging di bibir Harimau Betina Berkuku Perak. "Apa kau yakin Eyang Wali Sidapaksi memang telah tewas, Harimau Jantan?! Bukankah kita tidak membuktikan sendiri kematiannya?!"
Harimau Jantan Berkuku Emas terdiam mendengar bantahan itu. Agaknya dia terpengaruh oleh bantahan wanita bertahi lalat itu.
"Memang aku tidak melihat sendiri kematiannya. Tapi..., bukankah Pedang Selaksa Racun tidak pernah lalai mengambil nyawa korbannya? Tergores sedikit saja sudah cukup untuk mengantarkan nyawanya ke neraka. Sedangkan dia...? Pedang Selaksa Racun kutancapkan di perutnya," urai Harimau Jantan Berkuku Emas.
"Tapi kenyataannya bagaimana, Harimau Jantan?! Dengan mata kepalaku sendiri kulihat Eyang Wali Sidapaksi di depanku. Kemudian kami bertarung. Dan... inilah hasilnya!" sergah Harimau Betina Berkuku Perak seraya menudingkan jari telunjuk ke dadanya sendiri.
"Barangkali dia bukan Eyang Wali Sidapaksi, Harimau Betina?!" Harimau Jantan Berkuku Emas menduga-duga. "Kalau benar dia Eyang Wali Sidapaksi, mana mungkin kau bisa lolos dari tangannya?! Dia tidak akan mengampunimu!"
"Apa yang kau katakan memang benar, Harimau Jantan! Eyang Wali Sidapaksi tidak akan membiarkanku hidup. Dia tahu aku bersekongkol denganmu! Tapi perlu kau ketahui, masih hidupnya aku sampai saat ini bukan karena kemurahan hati Eyang Wali Sidapaksi!"
"Hm.... Lalu bagaimana, Harimau Betina? Jangan katakan kau berhasil meloloskan diri di saat telah terluka berat seperti itu!"
"Memang tidak demikian!" jawab Harimau Betina Berkuku Perak cepat. "Di saat nyawaku hampir melayang, muncul seseorang menghadang maksud Eyang Wali Sidapaksi. Ternyata orang itu memiliki kepandaian amat tinggi. Dia mampu menandingi Eyang Wali Sidapaksi. Dan kesempatan itu kugunakan untuk mengobati luka dalamku. Ketika telah lebih baik, aku kabur dari situ," urai Harimau Betina Berkuku Perak.
"Kalau benar demikian katamu," ucap Harimau Jantan Berkuku Emas pelan setelah termenung beberapa saat. "Mulai sekarang kita harus bersikap waspada. Dan harus selalu bersama. Kalau tidak, dengan mudah Eyang Wali Sidapaksi akan mengganyang kita. Kau tahu sebabnya, Harimau Betina?!"
Harimau Betina Berkuku Perak mengangguk. "Kepandaian Eyang Wali Sidapaksi berada di atas kita," jawab wanita bertahi lalat itu.
Harimau Jantan Berkuku Emas tidak memberikan tanggapan. Lelaki bertubuh kekar itu tercenung dengan dahi berkernyit dalam, seakan ada sesuatu yang tengah dipikirkannya.
"Apa yang tengah kau pikirkan, Harimau Jantan?!" tanya Harimau Betina Berkuku Perak ingin tahu.
"Orang yang telah menolongmu."
"Maksudmu?" kejar Harimau Betina Berkuku Perak.
"Apa kau tahu siapa dia? Keberhasilannya menahan Eyang Wali Sidapaksi sampai kau dapat melarikan diri menunjukkan dia memiliki kepandaian tinggi. Barangkali kau kenal dia?"
"Tidak, Harimau Jantan," jawab Harimau Betina Berkuku Perak seraya menggelengkan kepala. "Dia berdiri membelakangiku. Yang kutahu, dia mengenakan pakaian ungu, rambut panjang putih. Dan di punggungnya tergantung sebuah guci."
"Jadi..., kau tidak melihat wajahnya?" tanya Harimau Jantan Berkuku Emas menegaskan.
Harimau Betina Berkuku Perak menggeleng. "Tapi..., aku yakin tidak sulit mencarinya. Seorang kakek dengan pakaian ungu dan guci di punggung. Kurasa tidak banyak orang mempunyai ciri-ciri seperti itu."
Harimau Jantan Berkuku Emas mengangguk. Ada kebenaran yang tidak bisa dibantah dalam ucapan rekannya.
"Tidak ada lagi yang ingin kau ceritakan, Harimau Betina?! Kalau tidak lebih baik kau obati lukamu. Sebab makam kakek guru Dewa Arak tidak jauh lagi. Dan aku yakin saat ini Eyang Wali Sidapaksi tengah mencari-cari kita. Ahhh...! Sungguh tidak kusangka akan terjadi seperti ini," ucap Harimau Jantan Berkuku Emas mengeluh.
Harimau Betina Berkuku Perak diam saja. Wanita bertahi lalat itu telah tenggelam dalam semadinya. Dia berusaha mengobati luka dalamnya. Dua sosok bayangan melesat di jalan utama Desa Jawi. Cepat bukan main gerakan mereka. Hingga yang terlihat hanya dua sosok bayangan yang tidak jelas bentuknya.
"Aku haus, Harimau Jantan. Lebih baik kita ke kedai dulu," ucap salah satu di antara dua sosok bayangan itu tanpa menolehkan kepala dan mengendurkan kecepatan larinya.
"Usul yang baik, Harimau Betina!" sambut Harimau Jantan Berkuku Emas tidak memberikan jawaban pasti. Tapi, agaknya usul itu disetujui. Harimau Betina Berkuku Perak mengetahuinya. Wanita itu mengarahkan tujuannya ke sebuah kedai yang berada di dekat situ.
"Hup!"
Dua tombak dari pintu kedai, sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu menghentikan larinya. Kemudian berjalan menghampiri kedai. Tapi, tepat di ambang pintu langkah mereka terhenti. Dangan wajah dingin, keduanya mengedarkan pandangan ke seluruh isi kedai.
Kedai itu ternyata cukup ramai pengunjung. Hampir semua bangku dan meja telah terisi. Hanya tinggal beberapa buah saja yang masih kosong. Dan sepasang manusia berpakaian kulit harimau mengayunkan kaki ke sana.
"Mau pesan apa, Den?" tanya seorang lelaki bertubuh kecil kurus seraya membungkuk. Dia adalah pemilik kedai.
"Beri kami arak dan jagung rebus!" seru Harimau Jantan Berkuku Emas dengan suara keras hingga dinding dan atap ruangan itu tergetar. Lelaki itu mengerahkan tenaga dalam pada teriakannya.
Pemilik kedai bukan orang bodoh! Dia segera tahu pengunjungnya ini seorang yang terbiasa bertindak kasar. Suatu tindakan berbahaya jika pesanannya tidak segera dilayani.
"Baik... baik, Den. Harap tunggu sebentar." Usai berkata demikian, lelaki kecil kurus itu bergegas ke dalam untuk menyiapkan pesanan. Sesaat kemudian, dia telah kembali seraya membawa pesanan kedua tamunya di sebuah baki yang cukup besar.
"Ini pesanannya, Den," ujar lelaki kecil kurus itu seraya meletakkan pesanan Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Berina Berkuku Perak satu persatu di atas meja.
"Keparat!" Harimau Jantan Berkuku Emas menggeram keras begitu lelaki kecil kurus selesai menyajikan pesanannya. Sekali mengulurkan tangan, leher baju pemilik kedai berhasil dicengkeramnya. Dan ketika tangannya digerakkan ke atas, tubuh pemilik kedai itu terbawa naik!
"Mengapa lama sekali, Cecak Kurus?! Apa kau sudah bosan hidup?! Sungguh berani mempermainkanku!"
"Ti... tidak, Den. Mana aku berani...," jawab pemilik kedai itu terbata-bata. Di samping takut, juga karena keadaan tubuhnya tidak memungkinkan.
"Keparat! Hih!" Seiring keluarnya makian itu, Harimau Jantan Berkuku Emas melemparkan tubuh pemilik kedai yang sial itu.
Wuttt!
"Aaakh...!" Lelaki kecil kurus itu mengeluarkan jeritan memilukan ketika tubuhnya melayang-layang di udara. Sudah terbayang di benaknya kejadian yang akan dialaminya.
TUJUH
Brakkk!
Bunyi riuh rendah langsung terdengar ketika tubuh pemilik kedai jatuh di salah satu meja. Hingga hidangan yang tersedia di atasnya berhamburan ke sana kemari. Untung tiga orang yang memesan hidangan itu buru-buru melesat meninggalkan tempatnya.
Meskipun tidak terkena akibatnya, ketiga orang yang mengenakan pakaian serba putih itu murka. Kesenangan mereka terganggu. Dengan sorot mata penuh kemarahan, mereka menatap orang yang telah menyebabkan terjadinya peristiwa itu.
"Keparat!" Salah seorang di antara mereka, yang berdahi lebar, memaki dengan geram. Kemudian dengan langkah lebar dan napas memburu kakinya diayunkan menuju tempat Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak duduk. Menilik sikap mereka sudah dapat dipastikan peristiwa yang akan terjadi.
Semua pengunjung kedai pun menyadarinya. Sebagian di antara mereka yang khawatir terbawa-bawa segera beranjak pergi setelah meninggalkan uang pembayaran. Berbeda dengan mereka, Harimau Berina Berkuku Perak dan Harimau Jantan Berkuku Emas tetap tenang. Seakan-akan tidak terjadi sesuatu. Sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu menyantap hidangan yang mereka pesan. Bahkan sampai ketiga lelaki berpakaian putih itu tiba di dekat meja mereka, sepasang manusia itu tetap berpura-pura tidak tahu.
"Hey, Macan Ompong! Sungguh berani kau mengganggu kesenangan kami. Apa kau telah mempunyai nyawa rangkap?!" seru lelaki berdahi lebar keras.
Tapi Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak tetap tidak peduli. Masih dengan tenang, tangannya diulurkan mengambil sebonggol jagung, lalu menggeragoti bijinya. Kelakuan sepasang manusia berpakaian kulit harimau ini membuat ketiga orang berpakaian putih semakin kalap.
"Tidak ada gunanya berbasa-basi, Kakang Jo'ang! Beri mereka pelajaran biar tahu siapa kita!" usul lelaki yang ujung hidungnya melengkung mirip burung kakak tua.
"Benar! Aku setuju dengan usul Kakang Jo'ang. Tidak ada gunanya berbicara dengan macan ompong yang tuli ini. Kita hajar saja mereka biar tahu siapa Tiga Jalak Hutan Kaling!" sambut lelaki yang telinganya berujung runcing.
Rupanya lelaki berdahi lebar yang bernama Jo'ang terpengaruh dengan usul rekan-rekannya. Hingga ketika Harimau Jantan Berkuku Emas mengulurkan tangan hendak mengambil jagung lagi, Jo'ang bergerak menangkap.
Tappp!
Pergelangan tangan kanan Harimau Jantan Berkuku Emas berhasil dicekalnya. Kemudian ditariknya untuk memaksa Harimau Jantan Berkuku Emas berdiri. Tapi, Jo'ang kaget ketika mengetahui tangan Harimau Jantan Berkuku Emas sedikit pun tidak bergeming. Dia bagaikan menarik sebuah gunung. Betapa pun telah dikerahkan seluruh tenaganya, tetap tidak terpengaruh.
Mendadak, entah dengan cara bagaimana, Harimau Jantan Berkuku Emas berhasil melepaskan cekalan tangan Jo'ang. Padahal, saat itu Jo'ang tengah mengerahkan seluruh tenaganya untuk menarik. Akibatnya, tubuh Jo'ang terjengkang ke belakang terbawa tenaga tarikannya sendiri.
Pada saat yang bersamaan, Harimau Jantan Berkuku Emas mengambil bonggol jagung yang telah dimakan bijinya. Kemudian dilemparkan ke arah Jo'ang. Bagian yang dituju adalah mulutnya!
Wuttt!
Tepat sekali bonggol jagung itu masuk ke dalam mulut Jo'ang yang memang terbuka karena hendak berteriak!
"Kakang Jo'ang!"
Hampir berbareng To'ang dan Bo'ang berseru kaget. Tapi Jo'ang ternyata bukan seorang tokoh yang mudah dipecundangi. Dengan gerakan sederhana, dia berhasil mematahkan kekuatan yang membuat tubuhnya terhuyung.
"Keparat!" maki Jo'ang setelah membuang bonggol jagung yang menyumbat mulutnya. "Kucincang kalian! Hih!" Jo'ang mencabut pisau yang terselip di ikat pinggangnya. Lalu....
"Hiyaaat...!" Diawali teriakan keras yang menggetarkan seisi kedai, Jo'ang menerkam Harimau Jantan Berkuku Emas. Pisau yang tergenggam di tangan kanan ditusukkan ke arah leher Harimau Jantan Berkuku Emas.
"Hmh!" Harimau Jantan Berkuku Emas mendengus. Ditunggunya hingga serangan menyambar dekat. Kemudian, tanpa menolehkan kepala tangan kirinya diulurkan.
Tappp! Pergelangan tangan Jo'ang berhasil dicekalnya. Dan....
"Pruhhh!" Harimau Jantan Berkuku Emas menyemburkan arak yang berada di mulutnya. Laksana jarum-jarum baja, percikan-percikan arak menyambar wajah Jo'ang.
"Wuaaa...!" Jo'ang menjerit sekuatnya ketika dengan telak percikan-percikan arak mengenai sasaran. Sebagian arak itu mengenai matanya. Tak pelak lagi, kedua bola mata Jo'ang hancur! Dan darah mengalir deras dari luka-luka di wajahnya. Tindakan Harimau Jantan Berkuku Emas tidak terhenti sampai di situ. Dengan tangan kirinya yang masih mencekal pergelangan tangan Jo'ang, lelaki bertubuh kekar itu memutar tubuh Iawannya.
"Kakang Jo'ang!"
Lagi-lagi To'ang dan Bo'ang berteriak kaget. Mereka hampir tidak percaya dengan kejadian itu. Jo'ang seperti anak ayam menghadapi seekor musang. Dipermainkan ke sana kemari tanpa daya! To'ang dan Bo'ang tidak bisa berdiam diri lagi. Keadaan Jo'ang sangat gawat. Kalau dibiarkan nyawanya bisa melayang. Maka diputuskan untuk memberikan pertolongan.
Srat, srattt!
Sinar terang langsung berkilau ketika To'ang dan Bo'ang mencabut pisau. Tanpa raguragu, keduanya menusukkan senjatanya ke arah leher dan pelipis Harimau Jantan Berkuku Emas. Dua anggota Tiga Jalak Hutan Kaling itu tahu Harimau Jantan Berkuku Emas seorang tokoh yang sangat pandai. Itu sebabnya, mereka melakukan penyerangan secara bersamaan. Apalagi saat itu keadaan Jo'ang sangat mengkhawatirkan.
Amat berbahaya serangan kedua orang itu. Di samping dilancarkan dari jarak yang demikian dekat, sasaran yang dituju pun merupakan bagjan'-bagian berbahaya di tubuh manusia!
Tapi lagi-lagi Harimau Jantan Berkuku Emas bersikap tenang. Dan sewaktu ujung kedua pisau itu hampir mengenai sasaran, dengan kecepatan yang mengejutkan kakinya bergerak dua kali berturut-turut!
"Pergilah kalian ke neraka, Anjing-anjing Cilik!"
Buk, bukkk!
"Akh, aaakh...!"
To'ang dan Bo'ang mengeluarkan jerit memilukan. Kaki Harimau Jantan Berkuku Emas telak mengenai dada. Bunyi gemeretak keras menjadi pertanda hancurnya tulang-tulang dada mereka. Nyawa kedua orang itu hilang seiring dengan melayangnya tubuh mereka.
Di saat tubuh To'ang dan Bo'ang meluncur deras, Harimau Jantan Berkuku Emas melepaskan cekalannya pada pergelangan tangan Jo'ang. Seketika itu pula tubuh lelaki berdahi lebar itu melayang mengikuti tubuh kedua rekannya.
"Mari kita pergi, Harimau Betina!" Kemudian tanpa menunggu jawaban rekannya, Harimau Jantan Berkuku Emas bangkit dari kursi. Kakinya dilangkahkan menuju pintu kedai. Tak dipedulikannya sorot kegentaran yang membayang di mata tokoh-tokoh persilatan yang ada di dalam kedai.
Ketika Harimau Jantan Berkuku Emas tiba di dekat meja Tiga Jalak Hutan Kaling, pemilik kedai bergegas bangkit dan berusaha kabur. Tapi dengan sekali mengulurkan tangan, Harimau Jantan Berkuku Emas telah membuat pemilik kedai tidak bisa menjauh. Padahal, lelaki bertubuh kekar itu hanya meletakkan telapak tangannya di atas kepala lelaki kurus itu. Kemudian, dengan memutar telapak tangannya, Harimau Jantan Berkuku Emas membalikkan tubuh pemilik kedai.
"Tunjukkan di mana kuburan Eyang Tapakjati berada. Cepat katakan sebelum kuhancurkan tubuhmu!"
Tubuh lelaki kurus itu menggigil keras menyadari malaikat maut telah berada di dekatnya. "Di... di lereng Gunung Jawi.... Cari sebuah pondok yang ada di sana. Pondok itu ada di bagian lereng di sebuah hamparan tanah lapang luas," jelas pemilik kedai dengan suara terbata-bata.
"Hmh!" Sambil mendengus Harimau Jantan Berkuku Emas melepaskan tangannya dari kepala pemilik kedai. Kemudian membalikkan tubuh dan berjalan keluar kedai. Tepat di belakangnya berjalan Harimau Betina Berkuku Perak.
Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak tidak tahu kalau sepeninggal mereka tubuh pemilik kedai langsung ambruk. Kedua kakinya yang menggigil keras tidak kuat menunjang berat tubuhnya.
Cukup lama juga lelaki kecil kurus itu berada dalam keadaan seperti itu. Tak seorang pengunjung kedai pun yang mempunyai pikiran memberikan pertolongan. Mereka masih terkesima dengan peristiwa yang baru saja terjadi.
Saat itulah dua sosok tubuh melangkah memasuki kedai. Tapi begitu berada di ambang pintu, langkah keduanya langsung terhenti.
"Apa yang terjadi, Ki?!" tanya salah seorang di antara mereka. Dia seorang gadis berpakaian merah. Puspa Rani! Seraya mengajukan pertanyaan, putri Ketua Perguruan Kapak Sakti itu menghambur ke arah pemilik kedai. Dengan hati-hati ditariknya bangun lelaki kurus itu.
Sementara sosok yang satunya lagi, Dewa Arak, mengedarkan pandangan ke sekeliling isi kedai. Sepasang alisnya berkerut ketika melihat keadaan yang agak berantakan. Dan kerutan alisnya semakin dalam ketika melihat tiga sosok berpakaian putih tergeletak di lantai.
Sekali lihat saja pemuda berambut putih keperakan itu tahu mereka telah tewas. Dewa Arak lalu mengalihkan perhatian pada Puspa Rani yang tengah sibuk dengan pemilik kedai. Pemuda itu tidak merasa aneh jika Puspa Rani dan pemilik kedai saling mengenal. Perguruan Kapak Sakti sangat terkenal sampai ke beberapa desa. Tidak heran kalau Puspa Rani dikenal pemilik kedai dan sebaliknya.
"Ada dua orang datang ke sini, Puspa Rani. Mereka marah-marah dan membuat keributan. Lalu pergi setelah menanyakan makam Eyang Tapakjati. Dan...."
"Apa?!"
Seruan kaget Arya membuat pemilik kedai menghentikan ucapannya. Dan sebelum dia menyadari apa yang terjadi, Dewa Arak telah berada di dekatnya. Padahal, dia tidak melihat pemuda berambut putih keperakan itu melangkahkan kaki.
"Apa kau tidak salah, Ki?! Mereka mencari makam Eyang Tapakjati?!" tanya Dewa Arak dengan suara bergetar.
"Benar, Anak Muda. Mereka menanyakan makam Eyang Tapakjati," jawab pemilik kedai, yakin.
"Kau tahu maksud mereka menanyakan makam itu, Ki?!" tanya Arya penasaran.
Pemilik kedai menggeleng. "Kalau secara pasti aku tidak tahu, Anak Muda. Tapi... melihat sikapnya, sepertinya mereka bermaksud tidak baik!"
"Ah!" seru Arya penuh rasa khawtir. Pemuda itu teringat akan mimpinya beberapa waktu yang lalu. Mimpi yang datang berrurut-turut. Dalam mimpi itu kakek gurunya, Eyang Tapakjati, mendatangi dan memberitahukan bahwa tempat peristirahatannya akan dihancurkan orang!
Karena mimpi itu datangnya berturut-turut dan isinya sama, Dewa Arak memutuskan untuk melihat kebenarannya. Semula dia pergi bersama Melati. Tapi di tengah perjalanan, serombongan pasukan Kerajaan Bojong Gading mencegat mereka, dan meminta kehadiran gadis berpakaian putih itu untuk mengatasi kemelut yang melanda di wilayah kerajaan itu.
Maka, Dewa Arak pergi sendiri menengok makam kakek gurunya. Teringat akan mimpinya Dewa Arak merasa khawatir bukan main. Secepat kilat pemuda itu melesat ke luar. Hanya dengan sekali lesatan tubuhnya telah berada belasan tombak di depan. Tindakan Dewa Arak mengejutkan Puspa Rani.
"Dewa Arak! Tunggu...!" seru Puspa Rani seraya melesat cepat menyusul Arya.
Namun Dewa Arak tidak menghentikan larinya. Pemuda berambut putih keperakan itu terus melesat dengan kecepatan tinggi. Meskipun demikian pemuda itu berpesan pada Puspa Rani melalui ilmu mengirimkan suara dari jauh.
"Lebih baik kau tunggu saja di kedai ini, Puspa Rani. Aku harus bergegas sebelum mereka menghancurkan makam kakek guruku!"
Ucapan itu bergema di telinga Puspa Rani. Tapi, gadis itu tidak mau menuruti. Putri Ketua Perguruan Kapak Sakti itu tetap mengayuhkan kaki. Meski semakin lama jaraknya dengan Dewa Arak semakin jauh dia tidak peduli. Yang penting letak makam Eyang Tapakjati telah diketahuinya. Jadi, walaupun tertinggal jauh dia akan bertemu Dewa Arak di sana.
DELAPAN
Sadar akan sedikitnya waktu yang dimiliki, Dewa Arak mengerahkan seluruh kemampuan lari cepatnya. Pemuda berambut putih keperakan itu adalah seorang pendekar muda yang memiliki ilmu meringankan tubuh tingkat sempurna. Kedua kakinya bagai tidak menjejak tanah. Bahkan sosok tubuhnya hampir tidak terlihat. Yang kelihatan hanya sekelebatan bayangan ungu dalam bentuk yang tidak jelas dan melesat cepat.
Entah berapa lama berlari, Dewa Arak tidak tahu. Yang diyakininya dengan pasti kedai di kaki Gunung Jawi telah jauh ditinggalkannya. Sekarang Dewa Arak tengah menempuh lereng Gunung Kawi. Jantungnya berdetak kencang ketika melihat dua benda hitam sebesar ibu jari bergerak di depannya. Dewa Arak yakin titik-titik hitam di kejauhan itu orang-orang yang diceritakan pemilik kedai.
Semangat Dewa Arak semakin besar untuk segera menyusul dua sosok di depannya. Sebentar lagi kedua orang itu akan segera tiba di makam Eyang Tapakjati. Tapi betapapun Dewa Arak telah mengerahkan seluruh ilmu lari cepatnya, tetap saja sulit baginya menyusul kedua sosok itu. Sebab, letak makam Eyang Tapakjati sudah dekat.
Dan memang, dua sosok yang tidak lain Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak telah berhasil tiba di dekat makam Eyang Tapakjati. Padahal saat itu Dewa Arak masih berada tiga puluh tombak di belakang mereka. Dewa Arak sadar kalau dia terus berlari, sebelum berhasil tiba, makam kakek gurunya akan lebih dulu rusak. Maka diputuskan menggunakan cara lain.
"Hey...! Pengecut-pengecut busuk...!" Dewa Arak berseru dengan mengerahkan tenaga dalam. Itu dilakukannya agar dapat terdengar jelas oleh sepasang manusia berpakaian kulit harimau.
Usaha pemuda berambut putih keperakan itu memang tidak percuma. Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak mendengar teriakan itu. Mereka membalikkan tubuh ke arahnya. Pandangan mata kedua orang itu langsung tertumbuk pada sesosok bayangan ungu yang melesat ke arah mereka. Wajah sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu berubah ketika melihat betapa cepatnya Dewa Arak melesat.
Namun, dengan pandainya Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Berina Berkuku Perak berhasil menyembunyikan rasa kaget mereka. Wajah keduanya kembali seperti biasa. Sementara dalam beberapa lesatan, Dewa Arak telah berada tiga tombak di depan mereka. Arya menghentikan langkahnya.
"Siapa kau, Monyet Tua?!" tanya Harimau Jantan Berkuku Emas. "Cepat katakan, sebelum kesabaranku hilang dan kau kubunuh!"
"Seharusnya akulah yang bertanya seperti itu. Kalian berada di makam kakek guruku. Sekarang katakan siapa dan apa tujuan kalian ke tempat ini?!" Dewa Arak balik bertanya.
"Ooo.... Kiranya begitu?! Jadi... Eyang Tapakjati adalah kakek gurumu...," Harimau Jantan Berkuku Emas mengangguk-anggukkan kepala. "Kalau begitu, kau... Dewa Arak!"
"Apa yang kau katakan sedikit pun tidak salah, Kisanak. Akulah Dewa Arak," jawab Arya seraya mengangguk.
"Keparat!" Harimau Jantan Berkuku Emas menggeram keras. Wajah dan sorot matanya menyiratkan kemarahan yang menggelora. "Mampuslah kau!"
Seiring keluarnya makian itu, Harimau Jantan Berkuku Emas melesat menerjang Dewa Arak. Kedua tangannya yang terkembang membentuk cakar harimau diluncurkan ke arah dada Dewa Arak. Bertubi-tubi dan susul-menyusul.
Cit, cit, cit!
Bunyi berdecit nyaring mengiringi tibanya serangan, menandakan kekuatan tenaga dalam yang terkandung di dalamnya.
Dewa Arak menyadari kedahsyatan serangan itu. Tapi walaupun begitu, dia tetap tenang. Pemuda berambut putih keperakan itu telah memutuskan untuk melenyapkan sepasang manusia berpakaian kulit harimau. Kedua orang inilah yang telah menyebar maut di Perguruan Kapak Sakti.
Meskipun sikapnya kelihatan tenang, Dewa Arak tetap memasang kewaspadaan penuh. Diperhatikannya kedua tangan lawan untuk memeriksa barangkali ada hal-hal yang mencurigakan, seperti warna aneh karena mengandung racun.
Tapi Dewa Arak tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan. Kedua tangan lawan tetap berwarna biasa. Sungguhpun demikian, Dewa Arak tidak berani bertindak gegabah. Dia tidak segera memapaki serangan itu. Dan memang, bukan sifat pemuda berambut putih keperakan itu untuk bertindak demikian.
"Hih!" Dewa Arak menggenjotkan kaki. Sesaat kemudian tubuhnya melayang ke atas melewati kepala lawan. Serangan Harimau Jantan Berkuku Emas mengenai tempat kosong, lewat jauh di bawah kaki Dewa Arak.
Tidak hanya sampai di situ. Di saat tubuhnya berada tepat di atas kepala lawan, cakar kedua tangannya disampokkan. Dewa Arak masih tidak tega untuk menjatuhkan tangan jahat. Maka serangan itu ditujukan pada kedua bahu Harimau Jantan Berkuku Emas.
Wut, wut!
Sampokan Dewa Arak hanya mengenai angin. Harimau Jantan Berkuku Emas telah lebih dulu merundukkan tubuh ketika merasakan hembusan angin dari belakangnya.
Jliggg!
Pada saat yang bersamaan dengan mendaratnya Dewa Arak di tanah, Harimau Jantan Berkuku Emas berhasil memperbaiki kedudukan. Kedua tokoh itu kembali saling berhadapan. Kali ini tak segera melancarkan serangan. Masing-masing mengukur kekuatan lawan melalui adu tatapan mata. Mendadak...
"Hiyaaat...!"
Di awali teriakan keras yang menggetarkan tempat itu, Harimau Jantan Berkuku Emas bergerak melancarkan serangan. Seperti juga sebelumnya, serangan kali ini pun mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. Dewa Arak menyambut dengan hangat. Pertarungan sengit pun tidak bisa dihindari lagi.
Harimau Jantan Berkuku Emas benar-benar harus menguras seluruh kemampuannya. Jurus 'Harimau' andalannya dikerahkan sampai ke puncak. Dalam penggunaan ilmu itu, Harimau Jantan Berkuku Emas tak ubahnya seekor harimau. Sambil mengeluarkan geraman keras, kedua tangannya yang berbentuk cakar diluncurkan bertubi-tubi ke berbagai bagian tubuh Dewa Arak.
Tapi Harimau Jantan Berkuku Emas salah kalau mengira dengan ilmu andalannya akan dapat mengalahkan Dewa Arak dengan mudah. Malah sebaliknya, lelaki bertubuh kekar itu mendapat perlawanan sengit. Padahal, Dewa Arak baru mengeluarkan ilmu 'Sepasang Tangan Penakluk Naga' dan ilmu 'Delapan Cara Menaklukkan Harimau'.
Dengan ilmu itu, Dewa Arak berhasil membuat Harimau Jantan Berkuku Emas berjuang keras untuk dapat mendesaknya. Jurus demi jurus berlalu cepat. Dalam waktu singkat tiga puluh jurus telah berlalu. Namun belum nampak tanda-tanda pihak yang akan keluar sebagai pemenang.
Memang, beberapa kali Dewa Arak terlihat terdesak. Itu karena kehebatan ilmu lawan di atas ilmu-ilmunya. Tapi berkat kekuatan tenaga dalam dan kecepatan geraknya yang lebih unggul, Harimau Jantan Berkuku Emas sulit untuk mendesaknya. Beberapa kali ketika tangan atau kaki mereka berbenturan, Harimau Jantan Berkuku Emas terhuyung-huyung sambil menyeringai kesakitan.
Kenyataan ini pun disadari Harimau Jantan Berkuku Emas. Maka ketika memasuki jurus ketiga puluh lima, lelaki itu melempar tubuhnya ke belakang meninggalkan kancah pertempuran. Sebenarnya, saat itu merupakan kesempatan baik bagi Dewa Arak untuk mendesak lawan. Tapi, pemuda itu tidak mau melakukannya.
Dewa Arak sudah memperkirakan maksud Harimau Jantan Berkuku Emas. Apalagi kalau bukan mempergunakan ilmu lainnya? Maka dibiarkan saja. Ingin diketahuinya ilmu yang akan dikeluarkan Harimau Jantan Berkuku Emas.
Jliggg!
Begitu kedua kakinya menjejak tanah, Harimau Jantan Berkuku Emas menggeram keras seperti harimau murka. Bersamaan dengan itu, kedua tangannya didorongkan ke depan perlahanlahan tapi penuh tenaga. Jari-jari tangannya terkembang membentuk cakar. Tiba-tiba....
Trikkk!
Pada ujung-ujung jari Harimau Jantan Berkuku Emas mencuat kuku-kuku runcing, agak melengkung dan berwarna kuning seperti emas. Dewa Arak terkejut bercampur heran. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Kuku-kuku muncul dari dalam daging dan berwarna kuning emas!
Dewa Arak baru mengerti mengapa lelaki bertubuh kekar ini mempunyai julukan Harimau Jantan Berkuku Emas. Ternyata dia memang memiliki kuku-kuku yang mirip emas.
"Auuum…!"
Diawali suara mengaum keras, Harimau Jantan Berkuku Emas melompat menerkam Dewa Arak. Semula Dewa Arak bermaksud memapaki serangan itu. Tapi niatnya diurungkan, karena begitu serangan Harimau Jantan Berkuku Emas semakin dekat, pemuda itu mencium bau amis yang memualkan. Rupanya kuku-kuku itu mengandung racun ganas.
Dewa Arak teringat kembali pada nasib orang-orang Perguruan Kapak Sakti. Kejadian mengerikan yang menimpa mereka disebabkan oleh racun yang terkandung dalam kuku emas Harimau Jantan Berkuku Emas?!
"Hih!" Dewa Arak segera mengelakkan serangan itu dengan sebuah lompatan harimau ke kanan. Kemudian dengan bertelekan pada kedua tangan, tubuhnya digulingkan. Dewa Arak berhasil menyelamatkan diri dari maut.
Tapi Harimau Jantan Berkuku Emas tidak mau membiarkan Dewa Arak selamat. Cepat dikejarnya Dewa Arak. Kemudian menghujani dengan serangan-serangan dahsyat. Namun, bukan Dewa Arak kalau mengalami kesulitan menghadapi serangan-serangan itu. Meskipun agak kerepotan, semua serangan itu berhasil dikandaskan!
Suasana pertarungan langsung berubah. Hanya dalam beberapa gebrakan, Harimau Jantan Berkuku Emas berhasil menekan Dewa Arak. Pemuda berambut putih keperakan itu kini didesak terus. Penyebabnya adalah Dewa Arak terus-menerus mengelak. Sebab kalau melakukan tangkisan pasti akan celaka. Tangan lawan, terutama kuku-kukunya, mengandung racun yang mengerikan.
Dewa Arak segera menyadari ilmu-ilmu yang digunakannya tidak berdaya lagi. Maka diputuskan menggunakan ilmu 'Belalang Sakti'. Untuk itu Dewa Arak mulai mencari jalan menjauhkan diri dari arena pertarungan. Namun, pemuda berambut putih keperakan itu tidak menunjukkan secara terang-terangan. Kalau Harimau Jantan Berkuku Emas tahu, tentu akan dengan sekuat tenaga menghalangi maksudnya.
"Hih!" Di jurus keempat puluh dua Dewa Arak berhasil mendapatkan kesempatan bagus. Tubuhnya segera dilentingkan. Di saat berada di udara, diambilnya guci arak dan dituangkan ke mulutnya.
Gluk.... Gluk... Gluk...! Terdengar bunyi tegukan ketika arak itu melewati tenggorokan Dewa Arak. Hawa hangat yang berputar di perut Arya naik ke atas. Dan....
Jliggg!
Dewa Arak mendarat di tanah dalam keadaan terhuyung ke sana kemari. Tampaknya ilmu 'Belalang Sakti'nya telah siap dipergunakan. Pada saat itulah, Harimau Jantan Berkuku Emas melancarkan serangan susulan.
Lelaki bertubuh kekar itu bersikap masa bodoh, walaupun dilihatnya Dewa Arak melakukan tindak-tanduk aneh. Yang ada di benaknya hanya satu, secepat mungkin membunuh Dewa Arak!
Tapi Harimau Jantan Berkuku Emas harus menerima kekecewaan. Dewa Arak berhasil mengelakkan serangannya dengan mudah. Harimau Jantan Berkuku Emas tidak tahu Dewa Arak menggunaka langkah-langkah ajaib jurus 'Delapan Langkah Belalang'.
Memang luar biasa jurus 'Delapan Langka Belalang'. Harimau Jantan Berkuku Emas sendiri sampai terkagum-kagum. Beberapa kali, lelaki bertubuh kekar itu mengeluarkan seruan kaget.
Serangan-serangannya yang semula diperkirakan akan mendarat di sasaran, di saat-saat terakhir mengenai tempat kosong. Yang lebih membuat Harimau Jantan Berkuku Emas penasaran adalah cara mengelak Dewa Arak yang seperti mengejeknya.
Kekagetan Harimau Jantan Berkuku Emas semakin bertambah ketika Dewa Arak mulai melakukan serangan balasan. Ada tekanan kuat ketika Dewa Arak melancarkan serangan. Tak heran kalau dalam waktu tak lama, Harimau Jantan Berkuku Emas terdesak.
Setiap serangannya selalu kandas. Sebaliknya setiap serangan lawan selalu membuatnya kelabakan. Betapapun Harimau Jantan Berkuku Emas mengeluarkan seluruh kemampuannya, termasuk dengan menghunus pedang, tetap saja terus terdesak. Guci, tangan, dan arak Dewa Arak menjadi satu kesatuan yang menggilas setiap serangan dan pertahanan lawan.
Di saat itulah Harimau Jantan Berkuku Emas teringat pada rekannya. Ke mana perginya Harimau Betina Berkuku Perak? Mengapa sejak tadi tidak turun tangan? Dalam sebuah kesempatan, dengan ekor mata diliriknya tempat rekannya berada. Hati Harimau Jantan Berkuku Emas langsung tercekat ketika melihat Harimau Betina Berkuku Perak tengah termenung. Sepasang matanya menyorot tajam ke arah pertempuran.
Tapi Harimau Jantan Berkuku Emas tahu yang diperhatikan bukanlah dirinya! Pertanyaan pun bergayut di benak lelaki bertubuh kekar itu. Mengapa Harimau Betina Berkuku Perak tidak segera turun tangan? Apakah wanita bertahi lalat itu tidak tahu keadaan dirinya tidak menguntungkan? Jelas, lambat laun Dewa Arak dapat merobohkan dirinya!
Karena merasakan tekanan-tekanan Dewa Arak semakin berat, sedangkan Harimau Betina Berkuku Perak tidak menunjukkan tanda-tanda akan memberikan bantuan, Harimau Jantan Berkuku Emas menjadi kalap!
"Harimau Betina! Tunggu apa lagi...?! Cepat bantu aku...! Lupakah kau akan sumpahmu?!"
Teriakan Harimau Jantan Berkuku Emas itu keras bukan kepalang. Masalahnya, lelaki bertubuh kekar ini marah karena Harimau Betina Berkuku Perak tidak segera membantunya. Sehingga dikerahkan tenaga dalam pada teriakannya. Harimau Betina Berkuku Perak tersentak kaget.
Memang, sejak tadi dia tenggelam dalam pikirannya. Itu terjadi sewaktu dia melihat Dewa Arak! Seraut wajah tampan dan jantan serta berkesan matang. Saat itu pula rasa suka muncul di hatinya. Dewa Arak ternyata mempunyai daya tarik yang luar biasa. Rasa senang itu semakin bertambah ketika didengarnya Dewa Arak berbicara. Suara Dewa Arak dikenalnya sebagai suara orang yang telah menyelamatkannya dari tangan Eyang Wali Sidapaksi!
Karena rasa sayang terhadap Dewa Arak, Harimau Betina Berkuku Perak tidak sampai hati membantu Harimau Jantan Berkuku Emas untuk mengeroyoknya. Dia hanya berdiam diri. Dan ketika bentakan Harimau Jantan Berkuku Emas menggelegar, wanita itu baru sadar.
Seketika itu pula timbul perasaan malu. Apalagi ketika Harimau Jantan Berkuku Emas mengungkit-ungkit sumpahnya. Harimau Betina Berkuku Perak menggertakkan gigi. Harimau Jantan Berkuku Emas benar. Dia tidak boleh mengingkari sumpah yang telah diucapkannya sendiri. Dewa Arak harus dibunuhnya! Dia tidak ingin menjadi orang yang mengkhianati sumpahnya. Maka dengan rasa berat, wanita itu melompat ke dalam kancah pertarungan dan menggempur Dewa Arak.
Dengan terjunnya Harimau Betina Berkuku Perak, keadaan langsung berubah. Harimau Jantan Berkuku Emas tidak lagi terdesak hebat. Pertarungan mulai berlangsung seimbang. Harimau Betina Berkuku Perak dan Harimau Jantan Berkuku Emas mampu saling mengisi dan saling melindungi. Hingga Dewa Arak mengalami kesulitan untuk mendesak mereka.
Tapi ternyata bukan hanya Dewa Arak yang mengalami kesulitan. Sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu pun demikian. Meskipun mereka telah mengerahkan seluruh kemampuannya, tetap sulit untuk mendesak Dewa Arak apalagi mengalahkannya!
Harimau Jantan Berkuku Emas akhirnya menyadari kalau keadaan ini dibiarkan terus sulit untuk mencapai kemenangan. Andaikata dapat pun membutuhkan waktu yang lama. Lelaki kekar itu tidak sabar menunggu saat itu. Harus dilakukannya terobosan baru!
"Harimau Betina...! Siapkan jurus 'Sepasang Harimau Masuk ke Goa'...!"
Wajah Harimau Betina Berkuku Perak langsung berubah. Dia mengenai betul jurus yang disebutkan Harimau Jantan Berkuku Emas. Jurus itu adalah jurus maut. Hampir dapat dikatakan jurus mengadu nyawa. Digunakan secara bersama-sama untuk menghadapi lawan yang amat tangguh. Kerugian pada pihak mereka lebih kecil. Namun tetap mengandung bahaya.
"Siap, Harimau Betina!" Usai berkata demikian, Harimau Jantan Berkuku Emas melompat ke atas. Dan bersalto beberapa kali sebelum menukik ke bawah. Pedang di tangannya digerakkan sedemikian rupa hingga terlihat berjumlah banyak, lalu ditusukkan ke arah tenggorokan Dewa Arak.
Hampir pada saat yang bersamaan, Harimau Betina Berkuku Perak menggulingkan tubuh mendekati Dewa Arak. Wanita itu bermaksud melancarkan serangan dari bawah! Hebat bukan main serangan gabungan ini. Dewa Arak pun mengetahuinya. Dirasakan ada pengaruh aneh yang membuatnya sulit untuk mengelak. Dalam waktu yang demikian singkat, Dewa Arak memutar benaknya. Disadarinya kalau menangkis sangat berbahaya. Karena kedua serangan itu tibanya berturut-turut. Maka Dewa Arak mengambil keputusan untuk mengirimkan serangan pula.
"Hih!"
Wusss!
Deru angin keras berhawa panas menyembur dari kedua telapak tangan Dewa Arak. Inilah jurus 'Pukulan Belalang'. Dan....
Bresss!
"Aaakh...!" Harimau Jantan Berkuku Emas menjerit memilukan. Pukulan jarak jauh itu mengenai tubuhnya dengan telak. Saat itu juga dia tewas dengan sekujur tubuh hangus.
Bersamaan dengan Dewa Arak melancarkan jurus 'Pukulan Belalang', sebenarnya Harimau Betina Berkuku Perak bisa menusukkan pedangnya ke perut Dewa Arak. Tapi, wanita bertahi lalat itu tidak melakukannya. Pedangnya malah dihunjamkan ke tanah. Sementara kedua tangannya didekapkan ke wajah.
Tentu saja kejadian ini diketahui Dewa Arak. Pemuda itu kelihatan heran bukan main. "Mengapa kau tidak meneruskan seranganmu, Nisanak?!" tanya Dewa Arak.
"Aku... aku tidak sanggup membunuhmu...! Kau... kau telah menyelamatkan nyawaku...," ujar Harimau Betina Berkuku Perak terbata-bata. "Tapi tindakanku ini membuatku mengingkari sumpah yang telah kubuat sendiri. Maka tidak ada gunanya lagi aku hidup!"
"Mengapa kalian berdua begitu bernafsu ingin membunuhku?" tanya Dewa Arak, ingin tahu. Memang, pemuda berambut putih keperakan itu belum tahu, mengapa sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu berniat membunuhnya.
Harimau Betina Berkuku Perak tersenyum getir. "Kau ingat Ki Jayus, Kepala Desa Pucung?" wanita bertahi lalat di pipi itu malah balas bertanya.
Dewa Arak tidak langsung menjawab pertanyaan itu. Dia tercenung untuk memikirkannya. Baru sesaat kemudian dia teringat. Ki Jayus adalah nama lain dari Brajageni. Dan tokoh ini tewas di tangannya.
(Untuk jelasnya, silakan baca serial Dewa Arak dalam episode Keris Peminum Darah).
Perlahan-lahan Dewa Arak mengangguk. Tanpa penjelasan lebih jauh pun dia bisa memperkirakan kalau sepasang manusia berpakaian kulit harimau ini mempunyai hubungan dengan Brajageni alias Ki Jayus. Dan ternyata dugaannya tidak salah. Ini terbukti sesaat kemudian.
"Beliau adalah ayah Harimau Jantan Berkuku Emas. Sedangkan aku adalah keponakannya. Ibuku adalah adik ayahnya," beritahu Harimau Betina Berkuku Perak Setelah berkata demikian, wanita bertahi lalat itu mengangkat kedua tangannya. Harimau Betina Berkuku Perak bermaksud menghantam kepalanya dengan tangannya sendiri.
Melihat hal itu, Dewa Arak berusaha mencegah... "Tahan, Nisanak…!" Tapi..
Prokkk!
Bunyi berderak keras terdengar ketika kepala Harimau Betina Berkuku Perak terkulai. Wanita bertahi lalat itu tewas menyusul rekannya.
"Hhh...!" Dewa Arak menghela napas berat melihat akhir semua ini.
Sementara tanpa diketahui pemuda itu, di kejauhan Eyang Wali Sidapaksi membalikkan tubuh dan melesat pergi begitu melihat kejadian dua orang bekas muridnya. Dan jauh di sana, sesosok bayangan merah melesat cepat menuju tempat Dewa Arak berada. Sosok itu adalah Puspa Rani, putri Ketua Perguruan Kapak Sakti.
SELESAI
Selanjutnya,