Golok Bulan Sabit Jilid 05
AKHIRNYA Lui hujin tak tahan untuk berkata kembali: "Herannya kalau toh tujuan kedatangannya adalah untuk membuat perhitungan dengan kita, mengapa ia tidak mencari kita secara terang terangan? Mengapa ia harus membangun dulu sebuah perkampungan yang amat besar di seberang rumah kita? Sebenarnya rencana busuk apakah yang sedang dipersiapkan olehnya?"
"Hati manusia terletak dibalik perut, apa yang sedang dipikirkan manusia hidup, jangan harap orang lain dapat menduganya"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Liu hujin, segera dia bertanya dengan wajah berseri: "Andaikata orang hidup itu mendadak menjadi mampus?"
Liu Yok siong segera tersenyum. "Seandainya seseorang sudah mampus, sekalipun dia mempunyai rencana besar juga percuma"
Liu hujin turut menghela napas panjang: "Aaai... sayang sekali dia tak akan bisa mati, kalau toh ia bisa hidup sampai sekarang, kalau menginginkan dia mati tentu saja hal ini bukan sesuatu yang mudah"
"Sekalipun tidak terlalu mudah, tidak berarti terlalu susah"
"Ooooh!"
"Sejak peristiwa itu sampai sekarang empat tahun baru lewat, bila nasib seorang lagi mujur, didalam empat tahun kemungkinan besar dia akan menjadi kaya" Setelah tersenyum, terusnya: "Tapi berbeda dengan ilmu silat, untuk mendapat ilmu silat yang amat hebat maka seseorang harus melatihnya secara tekun saban hari, tidak akan seperti menemukan uang emas, tahu-tahu didapatkan dari atas langit dengan begitu saja"
"Ia tak berani berkunjung kemari mencari kita lantaran musti dia sudah kaya tapi ilmu silatnya tidak terpaut jauh dengan kepandaiannya dimasa lalu?" tanya Liu hujin.
"Ya, dengan kepandaian silat yang dimilikinya itu, sekalipun berhasil menemukan guru yang pandai, kendatipun dia melatih diri selama sepuluh tahun lagipun paling banter dia masih di bawah kemampuan Siau song"
"Siau-song? Kau maksudkan Song Tiong?"
Liu Yok siong segera tertawa lebar. "She Song bernama Tiong, sekali tusukan menghantar ke akherat, selain dia siapa lagi itu orangnya?"
Liu Hujin mengambil mangkuk kecil dari atas meja yang berisi kuah teratai dan meneguknya beberapa tegukan, kemudian katanya: "Orang ini mah aku kenal...!"
"Agaknya kau juga kenal"
""Kalau aku yang kenal tak ada gunanya, bila kau yang kenal baru besar kegunaannya"
"Sebab dia hanya mendengarkan perkataanmu, kau suruh dia menuju ke timur, dia tak akan berani lari ke barat"
"Maksudmu sekalipun aku suruh dia membunuh orang, dia juga akan melakukannya?"
Liu Yok siong tersenyum. "Ya, bila kau suruh dia membunuh satu orang, dia tak akan berani membunuh dua orang, kau suruh dia membunuh Thio Sam, dia tak akan berani membunuh Li Su"
"Kalau suruh dia pergi membunuh Ting Peng, maka semua rencana dari Ting Peng pun akan berubah menjadi tak ada gunanya! "sambung Lui hujin sambil tertawa.
Liu Yok sing segera bertepuk tangan sambil bersorak. "Benar! Benar! Tepat sekali!"
Mendadak Lui hujin menghela napas panjang, katanya: "Sayang sekali selama dua tahun belakangan ini dia terlalu tersohor namanya, sekarang ia sudah menjadi sombong dan latah, mana ia mau mendengarkan perkataan dari seorang nenek tua seperti aku?"
Liu Yok siong segera tertawa: "Selama dua tahun belakangan ini lebih tersohor. tapi bahkan akupun harus menuruti semua perkataan dari si nenek tua macam kau, apalagi dia? Masa ia berani membangkang?"
Pelan-pelan Lui hujin meletakkan mangkuk berisi kuah teratai itu ke meja, kemudian dengan kedua jari tangannya memetik sebiji buah anggur dan dimasukkan ke dalam bibirnya yang kecil mungil itu, dua baris giginya yang berwarna putih tampak indah dan bersih. Kemudian ia mengerling sekejap ke arah Lui Yok siong.
Terpaksa Liu Yok siong tertawa getir, katanya: "Sekarang tentunya kau sudah tahu bukan, apakah aku benar-benar menuruti perkataanmu atau tidak"
Liu hujin tertawa genit, sahutnya: "Barang siapa menurut, dia pasti akan memperoleh kebaikan"
Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba tanyanya lagi: "Inginkah kau mengetahui dimana saja Ting Peng, Ting kongcu selama dua hari ini?"
"Tentu saja ingin"
"Selama dua hari belakangan ini, dia sedang berpesiar di telaga See ou, tinggal di dalam pagoda Ang bwee kek, ruang poan sian tong yang dulu pernah didiami oleh Cia Si thong"
""Waaah.... besar juga lagak Ting Kongcu ini"
Cia Si thong adalah seorang perdana menteri dari kerajaan Lam Song, selama dia memegang tampuk kekuasaan, kekayaannya tak terhitung, hampir separuh tanah yang ada di daratan Tionggoan menjadi miliknya, bisa dibayangkan betapa megah dan mewahnya ruang Poan sian tong tersebut.
"Tentunya kau juga tak mungkin tidak tahu dimanakah Siau song berada selama dua hari ini bukan?" kembali Liu Yok siong bertanya.
"Kau ingin bertemu dengannya?"
"Yaa, ingin sekali"
Kembali Liu hujin menghela napas panjang, katanya: "Mengapa tidak kau katakan sedari tadi? Bila aku tahu kalau kau ingin berjumpa dengannya, sedari tadi dia pasti sudah ku ajak datang kemari"
"Sekarang?"
"Sekarang, aku rasa tak gampang untuk menemukan dirinya lagi"
"Kenapa?"
"Sebab aku telah menyuruhnya pergi ke suatu tempat yang sangat jauh, jauh sekali"
"Dimana sih letaknya tempat yang sangat jauh, jauh sekali itu?"
"Kota Hang ciu, telaga See ou, pagoda Ang- bwee kek, ruang poan sian thong..."
Liu Yok siong segera tertawa. "Walaupun aku seorang yang masih hidup, tampaknya apa yang menjadi pikiran dalam benakku, tanpa ku utarakan pun kau dapat melakukannya dengan segera..." demikian ia berseru.
Dengan mempergunakan sebaris giginya yang putih bersih ia menggigit pelan bibirnya yang merah merekah seperti buah tho itu, kemudian bisiknya pelahan: "Kau benar-benar adalah orang hidup?" Kembali mencorong sinar terang dari balik matanya, sinar mata yang merah membara.
Cepat-cepat Liu Yok siong menggelengkan kepalanya berulang kali, keluhnya sambil tertawa getir. "Aku sudah mati! sekalipun belum mati secara keseluruhan, paling tidak nyawaku tinggal separuh kini"
SONG TIONG bersandar dalam ruang kereta, tampaknya dia sudah tertidur nyenyak. Kereta itu berjalan sangat tenang, baik rodanya, lantai keretanya, as keretanya mau pun body keretanya tersebut dari bahan yang paling baik oleh seorang ahli yang cekatan pula sedang kuda yang menghela keretapun merupakan kuda-kuda pilihan yang sudah lama terlatih.
Ruang kereta itu luas dan nyaman, karena setiap kali sebelum membunuh orang, Song Tiong selalu harus menjaga kondisi badannya secara baik-baik. Hanya sebuah kereta yang tenang dan nyaman, baru akan membuat kondisi badannya tidak menurun dan lenyap sebelum tiba di tempat tujuan.
Oleh sebab itu, secara khusus Liu hujin menyampaikan kereta itu baginya. Perhatiannya kepada dia jauh lebih teliti dan besar daripada perhatian seorang ibu terhadap anaknya. Ibu Song Tiong sudah lama meninggal dunia, meninggal ketika ia masih kecil dulu. Selama banyak tahun dia tak tahu siapa gerangan ayahnya, juga tak pernah menyinggung tentang ibunya.
Bila ada orang menggunakan peristiwa ini untuk mencemoohkannya atau menghina-nya, seringkali sebuah tusukan pedang segera dihadiahkan kepada orang itu. Karenanya, ia disebut orang sebagai lt-kiam song tiong (Sebuah tusukan pedang hantar kematian) Song Tiong.
Sesungguhnya Song Tiong tidak suka membunuh orang. Tapi dia harus membunuh, entah karena usaha atau kedudukan, atau harta atau perempuan, ia selalu dipaksa untuk membunuh. Kesemuanya itu merupakan pengharapan-nya, terpaksa dia harus mempergunakan cara seperti itu untuk memperoleh apa yang diharapkan.
Yang paling diinginkan bukan nama, bukan kedudukan, bukan pula harta, kekayaan melainkan karena perempuan, seorang perempuan yang sebenarnya milik orang lain. Walaupun dengan jelas dan pasti ia tahu kalau dia adalah isteri orang lain, namun ia sudah terpikat benar-benar sudah tergila-gila hingga hampir saja ia tak sanggup untuk mengendalikan diri.
Senyum genitnya, kerlingan matanya, kemontokan tubuhnya, kesemuanya itu merupakan suatu borgol yang tak mungkin bisa dibuka, borgol yang telah membelenggu seluruh jiwa dan raganya. Bila perempuan itu minta kepadanya untuk membunuh dua orang, dia tak akan berani hanya membunuh seorang, bila ia diminta membunuh Thio sam, tak akan berani ia pergi membunuh Li si.
Nafsu birahi memang ibaratnya sebuah gua yang tanpa dasar, semakin kau masuk ke dalam, semakin dalam pula kau terperosok.
IA dapat membunuh orang karena dalam hatinya tiada cinta, yang ada cuma benci, sebab hidup sampai kini, belum pernah diketahui olehnya apa arti sebenarnya dari ""Cinta".
Dia dapat membunuh orang. Karena ia telah membayar suatu pengorbanan yang besar, suatu masa latihan yang ketat dan berat. Setiap orang yang pernah menyaksikan ia turun tangan, semuanya beranggapan kalau serangannya cepat mana jitu lagi, pada hakekatnya tidak berada di bawah Sin Bu mia.
Ciong Tian pernah melihat dia turun tangan, bahkan Ciong Tian pun beranggapan bahwa gerakannya sewaktu mencabut pedang pada hakekatnya jauh lebih cepat dari pada Sin Bu mia. Sin Bu mia adalah seorang jago pedang yang termashur namanya dalam dunia persilatan di masa lalu, dia tersohor bersama-sama dengan seorang jago pedang lainnya yang bernama "A hui", seorang jagoan nomor dua dalam perkumpulan Kim to pang setelah Sangkoan Kim hong.
Sim Bu mia tidak berperasaan juga tak bernyawa, bukan saja menganggap nyawa orang lain seperti barang rongsokan, termasuk nyawa sendiripun ia selalu menganggap enteng. Demikian pula halnya dengan Song Tiong, Konon setiap kali turun tangan, ia selalu tidak memikirkan nyawa sendiri, bukan saja menghendaki nyawa orang lain, juga tidak maui nyawa sendiri.
Seringkali orang yang terlalu cepat menjadi tenar dalam dunia persilatan adalah orang-orang yang tidak maui nyawa sendiri macam dia. Maka diapun menjadi tenar. She Song bernama Tiong, tusukan yang membawa maut.
Sejak dia berhasil membunuh Hoa say toa han (orang gagah dari Hoo say) Liu Tinkong, umat persilatan yang tidak mengenali namanya itu boleh dibilang sedikit sekali hingga bisa dihitung dengan jari tangan.
Lui Tin kong sudah dua puluh tahun lamanya menjagoi wilayah Hou say, golok emas serta telapak tangan bajanya menjadi delapan penjuru, tapi dalam satu gebrakan saja ia telah membunuh Lu Tin kong.
Sekarang, orang yang hendak menjadi korbannya adalah Ting peng. Ia tidak kenal dengan Ting peng, selama hidup belum pernah menjumpa dengan orang ini, sebelumnya diapun tak pernah mendengar nama ini disebut-sebut orang. Tapi dia harus membunuh Ting Peng, sebab perempuan itu menghendaki dia membunuh Ting Peng.
Ia percaya, kekuatannya pasti mampu untuk membunuh orang ini, dia selalu mempunyai kepercayaannya yang besar terhadap kemampuan serta keampuhan pedangnya. Pedang ini telah membunuh banyak sekali jago persilatan yang jauh lebih tenar daripada Ting Peng. Itulah sebabnya, dalam pandangan matanya sekarang, Ting Peng sama artinya dengan sesosok mayat.
Sebab, walaupun kenyataannya sekarang Ting Peng masih hidup, namun tak lama lagi dia akan mati. Tentu saja mati di ujung pedangnya! Belum pernah pedangnya meleset dari sasaran, siapa yang dihadapinya ia pasti mampus. Maka, tak bisa disalahkan lagi kalau dia menyamakan Ting Peng dengan seseorang mayat.
SONG TIONG sudah menjadi mayat. Sekalipun Song Tiong belum mati, dia tak jauh berbeda dengan sesosok mayat. Ketika Liu Yok siong melihat dirinya, ia merasa terkejut bercampur keheranan. Ketika Liu hujin melihatnya, diapun merasa keheranan bercampur kaget.
Setiap orang dapat melihat kalau dia telah berubah, Song Tiong yang dingin kaku dan angkuh tiba-tiba berubah menjadi lemas lamban dan layu. Song Tiong yang sebenarnya tak pernah meneguk setetes arakpun, kini mencari arak untuk diminum, bahkan seteguk demi seteguk menghabiskan arak itu dengan lahapnya.
Selewatnya tiga cawan, Liu Yok siong baru menegur sambil tertawa: "Kali ini kau pasti amat menderita, akan kuhormati dirimu dengan secawan lagi."
Ia menaruh kepercayaan penuh terhadap Song Tiong. ia percaya tugas yang dibebankan kepadanya kali ini pasti dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Liu hujin turut berkata pula sambil tersenyum.
"Akupun menghormati tiga cawan arak kepadamu, karena dulu kau tak pernah minum arak"
Iapun menaruh kepercayaan penuh akan kemampuannya, dengan mata kepala sendiri ia menyaksikan dia membunuh orang. Caranya membunuh orang selain bersih dan cekatan lagi pula tak pernah meleset, sewaktu membunuh orang bukan cuma caranya yang cepat dan tepat, malah gerakannya sangat indah menawan. Sampai kini belum pernah Liu hujin menyaksikan orang kedua yang sanggup menandinginya.
Song Tiong sedang minum arak minum tiada hentinya, dulu ia tidak minum arak bukan lantaran tak dapat minum, melainkan karena tak ingin. Tangan seorang pembunuh harus mantap jika terlalu banyak minum arak, sudah pasti tangannya tak akan menjadi mantap.
Ia seringkali melihat tangan para setan arak gemetaran keras, sedemikian kerasnya gemetar sehingga untuk memegang cawan arakpun tidak mantap. Selama ini dia terlalu keheranan, apa sebabnya mereka minum arak? Ia merasa bukan saja orang-orang itu mengenaskan, lagi pula amat menggelikan.
Tapi sekarang baru tahu, apa sebabnya setan-setan arak itu dapat berubah menjadi setan arak. Sekarang dia belum mabuk, tapi kalau minum arak macam dia itu dilanjutkan, cepat atau lambat dia pasti akan mabuk.
Akhirnya Liu Yok siong menyinggung juga masalah pokoknya dia bertanya: "Akhir-akhir ini pemandangan alam telaga See ou bertambah cantik, apalagi di musim gugur semacam sekarang ini, bukankah kau telah pergi kesana...?"
"Yaa, aku telah kesana!" jawaban Song Tiong singkat.
Kembali Liu Yok siong tersenyum. "Pemandangan alam sangat indah, di udara amat cerah, bertanding pedang di tepi telaga sungguh merupakan atraksi yang menawan hati, aku yakin perjalananmu kali ini pasti menggembirakan sekali"
"Tidak, sedikitpun tidak menggembirakan"
"Tapi aku masih ingat kau pernah berkata kepadaku, musim gugur merupakan saat yang paling indah untuk membunuh orang, pemandangan air telaga yang indah juga merupakan tempat bagus untuk membunuh orang, bila seseorang dapat melakukan hajadnya dalam suasana dan keadaan seperti itu, sudah pasti kejadian ini merupakan suatu kejadian yang amat menggembirakan" kata Liu hujin pula.
"Tidak, sedikitpun tidak menggembirakan"
"Kenapa?"
"Sebab orang yang hendak kubunuh adalah orang yang tak dapat dibunuh..."
"Ting Peng adalah orang yang tak dapat dibunuh?" Liu hujin mengerutkan dahi nya rapat-rapat.
"Yaa, dia adalah orang yang tak dapat dibunuh"
"Mengapa?" sekali lagi Liu hujin bertanya.
"Sebab aku belum ingin mati!" Setelah meneguk dua cawan arak, tiba-tiba ia menggebrak meja keras-keras, kemudian teriaknya. "Aku hanya mempunyai selembar nyawa, kenapa aku harus mati?"
Liu Yok siong segera berkerut kening, sedang Liu hujin berkata pula dengan cepat: "Tentunya sudah kau coba bukan? Apakah bukan tandingan Ting Peng...?"
"Aku tak perlu mencoba, juga tak bisa mencoba, sebab asal aku turun tangan, kini aku sudah menjadi sesosok mayat"
Liu hujin memandang ke arah Liu Yok siong, sedangkan Liu Yok siong sedang memperhatikan tangan sendiri. Tiba-tiba Liu hujin tertawa, ujarnya: "Aku tidak percaya dengan ilmu pedangmu, dengan tabiatmu, mana mungkin akan takut kepada orang lain?"
Song Tiong tertawa dingin, jengeknya: "Kapan aku pernah takut kepada orang lain? Siapa mengatakan aku takut?"
Setelah meneguk beberapa cawan arak, keberaniannya kembali berkobar, serunya keras-keras: "Andaikata di sana tidak hadir empat orang, bagaimanapun lihaynya Ting Peng aku pasti akan menyuruhnya mampus di ujung pedangku"
"Empat orang? Siapa saja?" Liu hujin berkerut kerning.
"Sun Hu hou, Lim Siong him, Lamkiong Hoa si, Ciong Tian!"
Paras muka Liu Yok siong segera berubah hebat, kebanyakan orang pasti akan berubah wajahnya setelah mendengar nama ke empat orang ini.
Siapa tahu Song Tiong justru bertanya lagi: "Kau juga tahu tentang mereka?"
Liu Yok siong menghela napas panjang, sahutnya sambil tertawa getir: "Aku rasa hanya berapa orang saja yang tidak mengetahui siapakah mereka..."
ORANG persilatan yang tidak tahu tentang mereka memang tidak banyak jumlahnya. Sun Hu hou adalah murid pertama dari Siau lim pay aliran selatan, dia memiliki tenaga alam yang hebat dan memiliki ilmu pukulan Hu hou sin kun dari partai Siau lim.
Selain mampu untuk menundukkan harimau, diapun mampu untuk menundukkan manusia, sampai detik ini orang ini masih mengakui sebagai pentolan dunia persilatan, di wilayah Kang lam dan sekitarnya.
Lim Siang him adalah saudara angkat Sun Hu Hou, seluruh tubuhnya keras dan kuat, ibaratnya otot kawat tulang besi, otaknya juga amat cerdas dan cekatan.
Lima tahun berselang oleh delapan buah perusahaan pengawal barang yang paling besar dalam enam propinsi di Kang lam ia telah diangkat sebagai Cong piautau nomor satu, di seluruh dunia, terhadap pengangkatan itu tak seorangpun anggota persilatan di wilayah Kang lam baik golongan lurus maupun golongan sesat yang melakukan penolakan.
Lam kiong Hoa su lebih tinggi lagi asal usulnya. Betul keluarga persilatan Lam kiong agak mundur disaat belakangan ini, namun ilmu silat maupun gayanya tak bisa dibandingkan dengan siapapun juga yang ada didunia ini. Sedangkan Mengenai Hui im kiam (jago Pedang awan terbang) Ciong Thian, namanya sudah tersohor sejak dua puluh tahun berselang.
""Apakah mereka semua berada di telaga See ou?" tanya Liu hujin kemudian.
"Bukan cuma berada di telaga See ou, mereka semua berada pula didalam ruangan Poan cian thong, pagoda Ang bwee khek"
Setelah meneguk arak kembali lanjutnya: "Sudah lima hari aku ke sana, tapi mereka seakan-akan setiap saat, setiap detik selalu berada disamping Ting kongcu tersebut"
Liu hujin turut menghela napas panjang setelah mendengar ucapan itu, katanya: "Hanya berpisah berapa hari, situasinya telah berubah seratus delapan puluh derajat, sama sekali tak kusangka, kalau Ting Peng masih mampu untuk mengundang kedatangan empat orang tamu agung macam mereka"
"Orang-orang itu bukan tamu agungnya" bentak Song Tiong.
"Mereka bukan?"
"Paling banter mereka cuma pengawalnya belaka?" Setelah tertawa dingin, lanjutnya: "Kalau dilihat dari tampang mereka itu, seakan-akan setiap saat mereka akan berlutut di hadapannya sambil menjilati kakinya"
Liu hujin tak dapat berbicara sekarang, ia terbungkam dalam seribu bahasa. Kembali dia memandang ke arah Liu Yok siong, sedang Liu Yok siong sudah tidak memperhatikan tangannya lagi.
Sekarang dia sedang memperhatikan tangan Song Tiong. Tangan Song Tiong menggenggam kencang-kencang, kukunya sudah berubah menjadi pucat, seakan-akan di tangannya sedang menggenggam sebilah pedang yang tak berwujud dan menghadapi seorang musuh yang tidak nampak bayangan tubuhnya. Ya, seakan-akan berhadapan dengan seorang musuh yang dia sendiripun juga tahu kalau sendiripun tak sanggup untuk mengalahkannya.
Tiba-tiba Liu Yok siong berkata: "Seandainya aku menjadi kau, seandainya kulihat ada mereka berempat berada di di sana, akupun tak akan berani turun tangan."
"Tentu saja kau tak berani."
"Perbuatan semacam ini bukanlah suatu perbuatan yang memalukan"
"Sebenarnya memang bukan"
"Tapi kau seperti merasa kejadian ini amat memalukan, amat menyiksa perasaanmu, aku benar-benar tidak habis mengerti sebabnya kau bisa bersikap begitu"
Song Tiong tidak menjawab. dia hanya minum arak, minum dengan sekuat tenaga. Hanya seorang yang berniat untuk memusuhi diri sendiri baru akan minum arak semacam itu. Hanya seorang yang merasa perbuatan dirinya amat memalukan baru akan memusuhi diri sendiri.
Kembali Liu Yok siong berkata: "Sebenarnya peristiwa apakah yang telah kau jumpai di sana? Kenapa kau nampak amat menderita?"
Tiba-tiba Song Tiong melompat bangun, kemudian teriaknya keras-keras. "Benar aku merasa sangat menderita, karena aku sendiri tahu bahwa riwayatku sudah habis"
Peluh dingin telah berubah menjadi air mata panas. Pemuda yang dingin sadis, keras kepala dan angkuh ini ternyata masih bisa menangis tersedu-sedu. Ketika menangis, maka keadaannya tak berbeda dengan seorang bocah cilik yang sedang menangis. Ia telah berbicara jujur, seperti seorang anak yang mengutarakan semua isi hatinya.
"Padahal aku tidak takut kepada mereka, Sun hu hou dan Lim Siang him hanya mengandalkan badan yang kebal, Lamkiong Hoa su dan Ciong Tian hanya pandai berlagak, di dalam pandanganku pada hakekatnya mereka tak laku sepeserpun"
"Tapi aku takut kepada Ting peng."
"Sekarang aku baru tahu, sekalipun aku harus berlatih sepanjang hiduppun jangan harap bisa menandinginya"
"Aku telah mencarinya, menuruti peraturan dunia persilatan untuk mencarinya beradu kepandaian, agar dia tak sanggup menampik denganku tersebut" Tapi inilah hasil yang kuperoleh setelah pergi mencarinya!" Tiba-tiba ia merobek pakaiannya sehingga tampak dadanya yang telanjang.
Dada itu sangat bidang, lagi pula kekar berotot. "Dia pernah menyaksikan dadanya yang bidang, karena dia pernah berbaring di atas dadanya sambil merintih, mengatur napasnya yang memburu dan mengigau. ekarang di atas dadanya telah bertambah dengan tujuh buah bekas bacokan golok, bekas bacokan golok yang melengkung seperti bulan sabit.
"Golok yang dia pergunakan adalah sebilah golok yang melengkung, sebuah golok bulan sabit, belum pernah kusaksikan gerakan golok yang begitu cepat, juga belum pernah kujumpai ilmu golok seperti itu."
"Aku telah memberi tujuh kali tujuh empat puluh sembilan buah tusukan pedang, dia hanya membalasku dengan sebuah bacokan golok. Inilah akibat dari sebuah bacokan golok, selama hidup belum pernah ku alami kekalahan seperti kali ini, juga tak pernah kusangka akan mengalami kekalahan yang mengenaskan seperti hari ini. Aku tahu, sekalipun berlatih seratus tahun lagipun jangan harap bisa menyambut serangan goloknya itu. Aku memohon kepadanya untuk membunuh diriku, memaksa dia untuk membunuh aku. Tapi dia hanya tertawa saja. Walaupun dia tidak berkata apa-apa tapi aku dapat melihat, ia tidak membunuhku karena aku masih belum pantas untuk mati di ujung goloknya. Mulai detik itu juga, aku tahu bahwa riwayatku sudah habis"
Liu Yok siong hanya mendengarkan dengan mulut membungkam, sepatah katapun tidak bertanya, sepatah katapun tidak bicara. Sehabis mendengar kisahnya, dia mulai minum arak, minum tiada hentinya. Ia minum banyak sekali, sudah pasti tidak lebih sedikit daripada Song Tiong. Oleh karena itu mereka mabuk-mabuk hebat.
Walaupun mabuk tak akan menyelesaikan pelbagai persoalan, namun paling tidak dapat membuat orang untuk sementara waktu melupakan banyak persoalan.
Hari ini adalah bulan sebelas tanggal enam belas. Sejak saat itulah, secara beruntun Liu Yok siong minum arak dalam jumlah yang banyak, minum sampai mabuk hebat dan melupakan segala sesuatu persoalan.
Ketika bangun dari tidurnya, Liu Yok siong merasakan kepalanya sakit seperti mau pecah, dan lagi hawa panas dalam tubuhnya tetap membumbung tinggi ke udara, orang pertama yang teringat olehnya ternyata bukan Ting Peng melainkan gadis muda yang dijanjikan oleh pedagang obat temannya itu.
Gadis itu baru berusia lima belas tahun, sebetulnya tak lebih hanya seorang bocah perempuan, namun gadis yang dibesarkan dalam rumah hiburan, umur lima belas tahun sudah merupakan seorang gadis yang telah matang pertumbuhannya.
Ia terbayang akan pahanya yang panjang, pinggangnya yang langsing, teringat penderitaannya yang dirasakan ketika pertama kali merasakan sorga dunia, terbayang rintihan kenikmatan serta kegembiraan dan kepuasan yang menyelimuti wajahnya. Maka bagaikan seekor kuda yang sedang birahi, dengan cepat dia lari keluar, lari mencari dia.
Tapi, dia hanya menemukan seekor anjing betina. Sebuah rumah kecil yang khusus dibangun di sudut kebun bagian belakang, sengaja dia pakai untuk menyimpan gadis-gadis simpanannya, di sana ia secara khusus menyediakan sebuah pembaringan yang lebar, besar, empuk dan nyaman.
Dia mengira gadis itu pasti sedang menantinya di atas pembaringan tersebut. Kenyataannya sekarang, seekor anjing betina yang telah dimandikan amat bersih sedang berbaring di sana. Sedang si nona yang berpaha panjang dan berpinggang ramping itu telah lenyap tak berbekas.
Sekalipun perkampungan Siang siong san-ceng tidak memiliki penjagaan seketat benteng keluarga Tong di propinsi Suchuan, atau dua belas buah tanggul besar di sungai Tiang kang, di sana tersedia lima sampai enam puluh orang centeng yang pernah mendapat pendidikan yang ketat, kebanyakan mereka memiliki ilmu silat yang bagus.
Diantaranya terdapat empat puluh delapan orang yang terbagi menjadi enam kelompok melakukan perondaan siang malam tiada hentinya di seluruh perkampungan tersebut. Namun, tak seorang pun di antara mereka yang menyaksikan gadis itu keluar dari halaman.
Tak ada orang yang tahu secara bagaimana gadis itu bisa lenyap tak berbekas, lebih-lebih tak ada yang tahu kenapa si anjing betina itu bisa naik ke atas pembaringannya. Untuk memperoleh jawaban bagi teka-teki yang serba membingungkan itu, tanpa terasa Liu Yok siong teringat kembali akan diri Ting Peng.
Bulan sebelas tanggal sembilan belas.
Setelah melakukan pemeriksaan dan penggeledahan yang seksama selama dua hari, teka-teki yang membingungkan itu masih tetap merupakan suatu tanda tanya besar. Liu Yok siong memutuskan untuk melepaskan persoalan ini sementara waktu. Ia ingin minum arak lagi, minum banyak-banyak.
Mereka suami istri berdua memang gemar minum arak, tentu saja arak yang diminum adalah arak wangi. dalam bidang ini, mereka berdua boleh dibilang sudah termasuk ahli, perkampungan Siang siong san-ceng sebagai tempat penyimpan arak memang sudah lama termasyhur namanya.
Menurut catatan yang dibuat oleh pengurus gudang arak perkampungan itu, dalam gudang mereka masih tersedia dua ratus dua puluh tiga buah guci arak yang tiap gucinya berisi dua puluh lima kati arak wangi. itu berarti jumlah arak yang ada masih sanggup untuk menenggelamkan belasan orang banyaknya.
Ketika hari ini dia suruh orang pergi mengambil arak, ternyata di dalam gudangnya sudah tiada setetespun. ua ratus dua puluh tiga guci arak wangi yang sudah disimpannya banyak tahun kini telah berubah menjadi air pecomberan semua.
Tak mungkin gadis cantik bisa berubah menjadi anjing betina secara tiba-tiba, arak wangipun mustahil bisa berubah menjadi air pecomberan. Kemana perginya arak wangi itu? Darimana pula datangnya air pecomberan....?
Tak seorangpun yang tahu. Pengurus gudang berani bersumpah menuding langit, selama dua hari belakangan ini tak seorang manusiapun yang datang ke gudang arak itu untuk mengambil arak. Sekalipun ada orang masuk kesana, untuk mengganti dua ratusan guci arak wangi dengan air pecomberan bukanlah suatu perbuatan yang gampang. Lagi-lagi sebuah peristiwa aneh yang diliputi tanda tanya besar.
Maka Liu Yok Siong pun teringat kembali akan Ting Peng. Bulan sebelas tanggal dua puluh dua. Di belakang dapur perkampungan Siang siong san-ceng terdapat sebidang tanah, selain dipakai untuk menjemur pakaian, digunakan juga sebagai kandang untuk memelihara babi sapi, ayam dan itik.
Hari ini ketika pengurus dapur bangun dari tidurnya, tiba-tiba ia menjumpai semua kerbau babi ayam dan itik yang herada dalam kandang telah mati semua dalam semalaman.Sejak terjadinya dua macam peristiwa aneh beberapa hari berselang, semua orang sudah mulai menggerutu didalam hati, sekarang kejadian ini lebih menggelisahkan hati lagi, sekaligus diluaran mereka tak berani bicara, diam-diam hatinya semakin ketakutan.
Semua orang sudah mulai merasa seorang musuh besar majikan mereka yang sangat lihay telah datang mencari balas. Sekarang, semua binatang peliharaan telah mati, apakah selanjutnya akan tiba gilirannya pada manusia?
Bahkan Liu Yok siong sendiripun mau tak mau harus berpikir demikian, sebab jalan pemikiran semacam ini benar-benar membuat orang merasa tak tahan.
Bulan sebelas tanggal dua puluh tiga.
Seorang pengurus rumah tangga yang sudah dua puluh tahun lamanya mengikuti Liu Yok siong, menemukan dirinya tertidur dalam kandang babi dalam keadaan telanjang bulat ketika bangun dari tidur keesokan harinya, bahkan mulutnya disumbat orang dengan segumpal lumpur.
Bulan sebelas tanggal dua puluh enam.
Selama beberapa hari ini, kejadian aneh yang berlangsung semakin banyak lagi, orang yang jelas tertidur di ranjang pada malam harinya, tahu-tahu menemukan tubuhnya digantung orang di atas pohon ketika mendusin keesokan harinya.
Beras sekuali yang jelas sudah dicuci sampai bersih, ketika matang menjadi nasi, ternyata didalamnya telah bertambah dengan tujuh delapan belas ekor bangkai tikus. Beberapa orang dayang ;yang paling disukai Liu Yok siong, tiba-tiba melepaskan seluruh pakaiannya hingga telanjang bulat dan menceburkan diri ke dalam kolam teratai.
Kamar kayu tiba-tiba terbakar, gudang beras tiba-tiba kebanjiran, beberapa ratus kodi kain yang tersimpan dalam gudang tahu-tahu dirobek orang sehingga hancur berkeping-keping.
Ketika keesokan harinya Liu hujin membuka jendela, seluruh kebun penuh dengan robekan kain yang berwarna warni terbang kesana kemari, di antaranya terdapat pula pakaian miliknya.
Bulan sebelas tanggal dua puluh tujuh.
Dari enam puluhan centeng dan empat puluhan orang dayang dan babu tua, sudah ada separuh diantaranya yang diam-diam minggat dari tempat itu. Siapapun tak ingin turut menderita dan tersiksa oleh rasa ketakutan ditempat itu.
Bila bangun tidur pada keesokan harinya, tahu-tahu menemukan dirinya tidak tertidur di ranjang lagi, melainkan berada dikolong ranjang, menghadapi kejadian seperti ini, siapa lagi yang tahan.
Orang-orang yang belum minggat telah berubah menjadi burung-burung yang ketakutan mendengar orang mengetuk pintu pun sudah merasa ketakutan setengah mati. Ya siapakah yang sanggup bertahan, dalam kehidupan semacam ini?
BULAN sebelas tanggal dua puluh delapan, salju mulai turun.
Kini salju telah berhenti, udara cerah tapi dingin, biasanya dalam saat-saat seperti ini, Liu Yok siong bangun cukup lama. Dia memang selalu bangun dari tidurnya pagi sekali. Karena dia telah bertekad hendak menjadi seorang yang harus dihormati, tindak tanduknya harus menjadi suri tauladan bagi orang-orang lain...
Tapi hari ini, dia masih bersembunyi di balik selimutnya. Kemarin malam dia diganggu oleh perbagai ingatan yang mengalutkan pikiran serta perasaannya. semalam suntuk hampir tak dapat tidur, sebelum fajar menyingsing tadi ia baru tertidur. Tentu saja dia tak bisa bangun, diapun malas untuk bangun.
Apa yang harus dilakukan setelah bangun dari tidurnya? Siapa tahu masih ada kabar seram lain yang menantikan kemunculannya?
Walaupun suasana dalam kamar itu sangat hangat, udara amat jelek, semua jendela telah di pantek mati. Dia tak ingin menyaksikan lagi bangunan perkampungan di seberang bukit sana yang makin hari semakin mentereng.
Sekarang, ia sudah bukan seorang lelaki yang gagah, mentereng dan penuh rasa percaya pada diri sendiri dalam menghadapi persoalan macam apapun. Sekarang dia berubah menjadi lebih pemberang, lebih berangasan, tak pernah tenang dan merasa terperanjat bila mendengar pintu kamarnya diketuk orang.
Dia takut, takut kalau orang yang mendorong pintu kamarnya dan berjalan masuk adalah Ting Peng. Sekarang, ada orang sedang mengetuk pintu, yang membuka pintu dan berjalan masuk bukan Ting Peng, melainkan istrinya Chin Ko cin.
Ia tampak istrinya makin kurus, sepasang pipinya yang semula merah segar dan menggairahkan, kini berubah menjadi pucat pias, kurus dan cekung ke dalam. Walaupun ia masih tertawa namun senyumannya sudah tidak secerah dan menawan hati seperti dulu lagi.
Ia sudah duduk, duduk di ujung pembaringan sambil mengawasi suaminya, kemudian secara tiba-tiba ia berkata: "Lebih baik kita pergi saja"
"Pergi?" seru Liu Yok siong.
"Dalam hatimu pasti sama mengertinya dengan hatiku, semua peristiwa tersebut merupakan hasil karya dari Ting Peng"
Liu Yok siong segera tertawa dingin katanya. "Percayakah kau kalau secara tiba-tiba ia dapat berubah menjadi begitu hebat, begitu lihay dan mampu melakukan apa-apa?"
"Kalau ia dapat memaksa manusia-manusia seperti Sun Hu- hou, Ciong Tian dan lain-lainnya takluk serta tunduk kepadanya, kenapa tak dapat melakukan perbuatan semacam ini?"
Liu Yok siong tak dapat berbicara lagi. Dia memang tak dapat menemukan orang kedua selain Ting Peng yang bisa melakukan perbuatan tersebut, selama ini mereka berdua mempunyai hubungan yang sangat baik dengan semua orang, selalu berjiwa sosial dan royal, jarang sekali ada umat persilatan yang pandai bergaul macam mereka berdua.
Ujar Liu hujin kemudian. "Selama dua hari ini, banyak sudah yang telah kupikirkan, tempo hari perbuatan kita itu memang kelewat batas, selama ia masih bisa bernapas, sudah pasti tak akan melepaskan kita dengan begitu saja"
Setelah menghela napas panjang, lanjutnya: "Oleh karena itu sekarang diapun menghendaki agar kita tersiksa, sengaja menggunakan cara ini untuk menyiksa kita, mendesak kita sehingga hampir menjadi gila kemudian baru turun tangan"
Liu Yok siong masih tetap membungkam, dia tak tahu apa yang mesti dikatakan.
"Bila kita tetap tinggal di sini selanjutnya sudah pasti tak ada seharipun kita dapat hidup tenang"
"Tapi kemana kita akan pergi?" tanya Liu Yok siong.
"Kita masih punya uang, masih punya teman, kemana kita ingin pergi, kesana kita masih dapat pergi"
"Bukankah dia memiliki kepandaian yang sangat hebat? Percuma saja usaha kita itu, kemanapun kita pergi, toh dia dapat mencari kita dan mengusik kita lagi"
Setelah tertawa dingin, lanjutnya: "Kecuali kalau kita menirukan kura-kura yang menyembunyikan diri sepanjang masa dan selama hidup jangan muncul-muncul lagi"
"Toh hal itu jauh lebih baik daripada didesak, diganggu terus menerus hingga hampir menjadi gila?"
Lagi-lagi Liu Yok siong terbungkam dalam seribu bahasa dan tak sanggup berbicara apa-apa lagi.
"Kenapa kau tidak pergi saja ke Bu tong pay?" tanya Liu Hujin setelah termenung sejenak.
Liu Yok siong juga termenung, lewat lama kemudian ia baru menggelengkan kepalanya berulang kali. "Aku tak dapat kesana, sebab..."
"Sebab kau masih ingin menjadi ketua Bu tong pay, masih ingin menguasahi perguruan tersebut? Seandainya peristiwa ini sampai diketahui umum dan diketahui juga oleh semua rekan-rekan dari perguruan Bu tong pay, maka harapanmu untuk berhasil akan semakin tipis lagi."
Bagaimanapun juga, Liu Yok siong harus mengakui bahwa perkataan ini memang benar.
Kembali Lui hujin berkata: "Kau juga merasa berat hati untuk meninggalkan perkampunganmu, meninggalkan harta kekayaanmu, lebih-lebih lagi merasa keberatan untuk menodai nama besarmu, maka kau masih ingin bertahan terus di sini, masih ingin bertarung melawan dirinya..."
"Sekalipun aku tak mampu menangkannya sendirian, toh aku masih bisa pergi mencari bantuan teman" kata Liu Yok siong.
"Kau hendak mencari siapa? Siapa yang ingin mencampuri urusan ini? Siapa yang sudi terjun ke dalam air keruh ini? Sekarang, bahkan Ciong Thian pun sudah berpihak kepadanya, apalagi serangan terang-terangan bisa dihindari, serangan gelap sukar dijaga, sekalipun kau dapat hidup sepanjang masa dalam suasana begini, hidup dalam kegelisahan dan ketakutan, orang lain tak mungkin bisa tahan untuk tinggal di sini bersamamu, apalagi tinggal di sini sepanjang hidup"
"Bagaimana dengan kau?" tiba-tiba Liu Yok siong bertanya.
"Aku sudah tak tahan, aku tak kuat untuk berdiam di rumah iblis ini lagi, jika kau enggan pergi, maka aku akan pergi sendiri, pergi meninggalkan tempat ini... pergi pada detik ini juga!"
Pelan-pelan dia bangkit berdiri, setelah menghembuskan napas panjang dan termenung sesaat, ia baru melangkah keluar dari ruangan itu sambil menambahkan:
"Baiklah, aku akan memberi kesempatan kepadamu lagi, aku bisa menanti jawabanmu selama dua hari lagi, sebelum akhir bulan nanti pokoknya aku akan pergi, walaupun kita adalah suami istri, namun aku tak ingin mampus ditempat ini"
Suami istri sesungguhnya adalah satu, tak mungkin ada suami istri yang berpisah dan kabur sendiri-sendiri dikala bahaya sedang mengancam. Memandang perempuan itu berlalu tanpa berpaling lagi, terbayang pula dengan apa yang barusan dia katakan, Liu Yok siong merasakan hatinya amat gundah, ia tak dapat melukiskan bagaimanakah perasaan hatinya sekarang...
Mendadak ia mendengar ada yang berkata sambil tertawa. "Suami istri sebenarnya adalah sepasang, kini masing-masing terbang menyelamatkan diri sendiri setelah bahaya mengancam tiba, apakah kau sudah dapat merasakan makna yang sesungguhnya dari ucapan itu?"
SEWAKTU Liu hujin berjalan keluar tadi, pintu kamar telah ditutup kembali, daun jendelapun sudah di pantek mati semenjak lima hari berselang. Bila ada orang yang bersembunyi dalam rumah itu, sudah pasti dia tak akan dapat berjalan keluar.
Walaupun Liu Yok siong belum tahu siapa yang sedang berbicara, juga tak tahu di manakah orang yang berbicara itu berada, tapi tak bisa disangkal lagi orang itu pasti berada dalam ruangan ini. Sebab suaranya ketika berbicara tadi dari jarak amat dekat dengannya, setiap patah katanya dapat ia dengar amat jelas.
Pelan-pelan ia bangkit berdiri, memantek dulu pintu kamarnya dari dalam, kemudian baru mulai melakukan pencarian. Sepanjang hidupnya, tak sedikit mara bahaya yang telah dialaminya, dia percaya berada dalam keadaan seperti apapun dia tak akan menjadi gugup atau gelagapan.
Ia sudah mendengar kalau orang itu adalah seorang perempuan dan lagi seorang perempuan asing, sebab sebelum itu belum pernah ia mendengar suara pembicaraannya. Mengapa seorang perempuan asing bisa muncul didalam rumahnya? Kenapa dia sama sekali tidak merasakan atau mendengar gerak geriknya?
Kejadian ini benar-benar merupakan suatu peristiwa yang aneh sekali. Tapi kali ini, dia bertekad hendak menyelidiki persoalan ini sampai menjadi jelas duduk persoalannya. Ia mencari dengan seksama, hampir setiap sudut ruangan dicari dengan penuh perhatian, bahkan lemari pakaian, kolong ranjang diperiksa semua dengan hati-hati, tapi kenyataannya kecuali dia sendiri, dalam ruangan itu tiada orang lain, bayangan tubuhnya pun tak nampak. Lantas kemana perginya perempuan yang barusan berbicara itu?
Salju kembali turun dengan derasnya di luar sana. Bunga salju berhamburan ke atas tanah dan menghantam di atas kertas jendela dari seberang sana masih kedengaran suara palu yang memukul di atas batu.
Dalam ruangan ini sekarang tak kedengaran suara lagi, setitik suarapun tak kedengaran, sedemikian heningnya seakan-akan kuburan yang setiap saat kemungkinan besar akan muncul setannya, kalau kebanyakan orang yang mengalami keadaan seperti ini, mereka pasti sudah tak tahan untuk berdiam di sana lagi, tapi Liu Yok siong bukan manusia bermental tempe seperti orang-orang itu.
Ternyata ia membalikkan diri lagi di atas ranjangnya. Perduli siapakah perempuan yang barusan berbicara, setelah dia datang kemari, sudah pasti bukan sepatah kata macam itu saja yang akan diutarakan olehnya. Ia percaya pasti ada kata-kata lain yang bakal disampaikan oleh perempuan tersebut.
Ternyata dugaannya memang tidak salah. Baru saja dia membaringkan tubuhnya, suara tertawa yang merdu dan secara lamat-lamat mengalun tiba itu kembali berkumandang.
Dia bilang begini: "Ternyata aku memang tidak salah melihatmu, kau memang jauh berbeda bila dibandingkan dengan orang-orang lainnya cuma kau toh belum berhasil juga menemukan aku."
Suara itu masih berkumandang dari jarak yang sangat dekat dengannya, sekarang dia dapat memastikan bahwa si pembicara itu berada di atas kelambu pembaringannya. Tapi menanti dia melompat bangun untuk memeriksanya, di atas kelambu itu sudah tak nampak sesosok bayangan manusiapun.
Mendadak Liu Yok siong merasakan punggungnya menjadi dingin sekali, karena dia merasa orang itu sudah berada di belakang punggungnya. Dia selalu gagal untuk melihat wajahnya sebab punggungnya memang tidak bermata. Dengan suatu gerakan yang tercepat dia membalikkan badannya, namun perempuan itu masih berada di belakang punggungnya.
Ilmu gerakan tubuh yang dimiliki perempuan itu memang benar-benar sangat lihay, pada hakekatnya tak jauh berbeda dengan gerakan sukma yang sedang gentayangan saja. Liu Yok siong segera menghela napas panjang, katanya kemudian:
"Aku mengaku kalah!"
"Bagus sekali" ucap perempuan itu sambil tertawa, "orang yang bersedia mengaku kalah adalah orang yang pintar, aku paling suka dengan orang pintar"
""Kau juga suka kepadaku?"
"Jika aku tidak suka kepadamu, sekarang kau sudah menjadi sesosok mayat"
Suara itu masih diucapkan dengan lembut halus dan merdu sekali, namun Liu Yok siong yang mendengar ucapan itu segera merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri. Dia berada di belakang punggungnya, bahkan dapat ia rasakan napasnya sewaktu dia sedang berbicara. Tapi apa lacur dia justru tidak melihat dirinya.
Seandainya perempuan itu benar-benar menginginkan nyawanya, jelas hal ini bukan merupakan suatu pekerjaan yang terlalu menyulitkan baginya. Tak tahan lagi dia lantas bertanya: "Tahukah kau siapakah diriku ini?"
"Tentu saja aku tahu, aku memang datang kemari untuk mencarimu"
"Dan kau siapa pula dirimu?"
"Aku adalah perempuan, seorang perempuan yang cantik sekali" Setelah suaranya yang merdu seperti keleningan, dia melanjutkan: "Kujamin kau belum pernah menjumpai seorang perempuan yang cantik jelita seperti diriku ini"
Terhadap gadis-gadis yang berparas cantik, selamanya Liu Yok siong mempunyai rasa tertarik yang amat tebal. Dia percaya apa yang dikatakan gadis itu pasti tidak bohong, sebab gadis yang berwajah jelek pasti tak akan memiliki suara merdu merayu seperti suara gadis ini. Sehingga tak tahan lagi, dengan nada menyelidik dia bertanya:
"Bolehkah aku melihat wajahmu?"
"Kau benar-benar ingin melihatku?"
"Sungguh!"
"Tapi, seandainya setelah melihat diriku nanti tiba-tiba kau terpikat oleh kecantikan wajahku, lantas bagaimana?"
"Sekalipun kena kau pikat sampai matipun juga bersedia" Bisa mati hanya dikarenakan terpikat oleh seorang gadis yang cantik rupawan memang tak bisa terhitung sebagai suatu peristiwa yang menderitakan batin.
""Kau, tidak menyesal?" Gadis itu menegaskan.
"Aku tak akan menyesal"
"Tapi bila di kemudian hari kau tak mau menuruti perkataanku lagi, maka kau akan menyesal" ucapanku amat tegas, "sebab aku paling benci dengan lelaki yang tidak mau menuruti perkataanku!"
"Aku pasti akan menuruti perkataanmu"
"Kalau memang begitu, sekarang juga kau kembali berbaring di atas ranjang dan pergunakan selimut untuk menutupi kepalamu"
"Kalau kepalaku ditutupi dengan selimut mana mungkin aku bisa melihat wajahmu?"
"Walaupun sekarang kau tak dapat melihat wajahku, malam nanti akan kau menjumpai diriku" Dengan suara dingin dia melanjutkan: "Jika kau tak mau menuruti perkataanku, selama hidup jangan harap kau bisa berjumpa lagi denganku."
Tanpa banyak bertanya lagi Liu Yok siong segera membaringkan diri di atas ranjang dan menutupi kepalanya dengan selimut.
Melihat kesempatan itu, sambil tertawa kembali gadis itu berkata: "Tengah malam nanti, bila kau datang ke kebun belakang sana, kau akan segera berjumpa denganku"
"Aku pasti akan kesana"
SEBETULNYA Liu Yok siong sudah bukan Seorang bocah lagi. Dikala orang lain masih berada dalam masa kanak-kanak, ia sudah bukan seorang kanak-kanak lagi.
Tapi malam ini ternyata dia berubah menjadi seorang kanak-kanak lagi, begitu menurut seperti seorang bocah, bahkan bergembira ria seperti seorang bocah. Dia bukanlah seorang lelaki yang belum pernah melihat perempuan.
Semenjak dia betul-betul masih seorang bocah, ia telah berhubungan dengan pelbagai macam perempuan. Dia memang selalu tertarik kepada kaum wanita, sedang kaum wanita pun seakan-akan selalu tertarik kepadanya. Buktinya, perempuan yang menjadi bininya sekarang adalah perempuan pilihan di antara perempuan.
Tapi hari ini, demi seorang perempuan yang belum pernah dijumpainya, ternyata secara tiba-tiba ia berubah menjadi seperti kanak-kanak lagi. Perempuan itu memang terlalu misterius, datang dengan misterius, pergi dengan misterius, bahkan ilmu silat yang dimilikipun sangat misterius sekali.
Yang paling penting adalah dia percaya kalau perempuan itu, tidak menaruh maksud jahat kepadanya. Tapi, siapakah perempuan itu? Kenapa dia datang mencarinya?
... Halaman 57 - 58 hilang ...
Dengan termangu Liu Yok siong memperhatikan gadis itu, seakan-akan sudah terperana dibuatnya hingga lupa daratan. Gadis itu sendiri hanya berdiri tenang, seakan-akan memberi kesempatan kepadanya agar ia dapat memandangnya hingga puas.
Entah berapa saat sudah lewat, tiba-tiba gadis itu memperdengarkan suara tertawanya yang merdu merayu bagaikan suara keleningan, setelah itu tegurnya: "Kau sudah merasa puas?"
Liu Yok siong manggut-manggut. tapi kemudian menggelengkan pula kepalanya.
"Jika kau sudah merasa cukup memandang wajahku, aku hendak mengajakmu untuk pergi melihat seseorang"
"Pergi melihat siapa?" tanya Liu Yok siong, "Apakah dalam dunia ini masih terdapat orang lain yang jauh lebih menarik daripada dirimu?"
"Orang itu sama sekali tidak menarik untuk dilihat, tapi aku tahu kau pasti ingin sekali pergi menjenguknya"
Mendadak dia melayang datang dan menggandeng lengannya. Dengan cepat dia merasakan sekujur badannya seakan-akan terbawa melayang di tengah mega yang tebal, sehingga tanpa terasa tubuhnya turut melayang kemana gadis itu pergi.
Dengan cepat badannya sudah melayang melewati tumpukan salju dalam kebun, melewati dinding pekarangan yang tinggi, melewati sungai kecil yang telah membeku. Badannya seolah-olah berubah menjadi enteng, enteng sekali, berubah menjadi segumpal bunga salju, sekuntum mega.
Dia seringkali bermimpi, bermimpi dirinya dapat terbang, setiap bocah hampir semuanya pernah mendapat impian seperti ini. Tapi sekarang, dan sama sekali bukan lagi bermimpi. Menanti dia tersadar kembali dari lamunannya, mereka telah tiba di atas bukit seberang sana, tiba didalam halaman perkampungan yang megah dan mentereng itu.
Dalam kegelapan malam seperti ini, halaman rumah tersebut bagaikan sebuah taman dalam impian, bila dibandingkan dengan perkampungannya, maka perkampungan Siang siong san-ceng dimana ia berdiam selama ini ibaratnya sebuah rumah kayu yang bobrok.
Baik bangunan rumah itu maupun kebunnya, semua telah selesai digarap, sekarang tak perlu dikerjakan dengan lembur lagi, di tengah malam yang begitu dingin para tukang kayu itu sudah pergi tidur semua dengan nyenyaknya.
Gadis itu mengajaknya melihat satu tempat demi satu tempat, hampir saja ia mulai menaruh curiga, apakah dia masih hidup di dunia ini atau tidak...?
Mendadak gadis itu bertanya: "Tahukah kau milik siapakah perkampungan ini?"
"Aku tahu!"
"Inginkah kau berjumpa dengan majikan perkampungan ini?"
"Dia berada di sini?"
"Oleh karena perkampungan ini sudah selesai sebelum waktunya, maka diapun datang jauh lebih awal"
Tiba-tiba badannya melayang turun, melayang turun di atas seberang ranting pohon yang berlapiskan salju, ternyata lapisan salju itu sama sekali tidak berguguran akibat dari injakan kaki mereka itu.
Iapun pernah berlatih ilmu meringankan tubuh, tapi belum pernah disangka olehnya kalau dalam dunia ini ternyata masih ada orang yang sanggup melatih ilmu meringankan tubuhnya hingga mencapai tingkatan yang begitu sempurnanya.
Gadis itu hanya menahan tubuhnya dengan tangan sebelah, tapi tubuhnya seakan-akan berubah menjadi enteng seperti tiada bobotnya lagi. Apakah dia menggunakan ilmu sesat atau ilmu sihir?
Walaupun malam itu tak berbintang tak berembulan, namun di bawah pantulan cahaya salju, dia masih dapat melihat pemandangan yang cukup jauh. Dikejauhan sana terdapat sebuah batu hijau yang sangat besar, kelihatannya halus, licin, berkilat dan keras sekali.
Tak tahan Liu Yok siong segera bertanya: "Apakah Ting Peng pasti akan datang ke mari?"
"Dia pasti akan datang kemari"
"Malam sudah begini larut, mau apa dia datang kemari?"
"Menggunakan batu itu untuk mencoba goloknya!"
"Dari mana kau bisa tahu?"
Gadis itu segera tertawa, sahutnya. "Tentu saja aku tahu, asal aku ingin mengetahui suatu persoalan, aku akan mengetahuinya dengan jelas..."
Setiap orang semuanya mempunyai banyak persoalan yang ingin diketahuinya, sayang persoalan yang benar-benar bisa diketahui tidak banyak jumlahnya. Kenapa gadis itu bisa mengetahui segala sesuatu yang dia ingin ketahui?
Apakah disebabkan dia memiliki semacam kekuatan ibis yang melebihi orang biasa? Liu Yok siong tak berani bertanya, juga tak punya kesempatan untuk bertanya. Sebab waktu itu, dia telah melihat Ting Peng.
TING PENG telah berubah, sekarang ia sudah bukan seorang pemuda yang berangasan dan tidak tahu apa-apa seperti dulu lagi. Sekarang, bukan saja ia menjadi lebih matang dan tenang, lagi pula wajahnya memancarkan suatu rasa percaya pada diri sendiri yang melampaui segala sesuatu.
Dia telah datang dengan langkah lebar, seakan-akan seperti tak dapat tidur pada malam itu, maka dia datang kesana untuk berjalan-jalan mencari udara segar. Akan tetapi permukaan salju yang dilewatinya sama sekali tidak meninggalkan bekas telapak kaki.
Sebilah golok tersoren di pinggangnya sebilah golok yang melengkung seperti bulan sabit. Yaa, bentuk golok itu memang aneh sekali, sebab tubuh golok justru berbentuk melengkung. Golok lengkung itu bukan golok lengkung milik Cing Cing, golok itu sengaja dibuatnya dengan besi baja biasa sekembalinya dia ke alam semesta. Tapi sekarang entah golok macam apapun yang dipergunakan olehnya, ia sudah tiada tandingannya di kolong langit...
"Hati manusia terletak dibalik perut, apa yang sedang dipikirkan manusia hidup, jangan harap orang lain dapat menduganya"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Liu hujin, segera dia bertanya dengan wajah berseri: "Andaikata orang hidup itu mendadak menjadi mampus?"
Liu Yok siong segera tersenyum. "Seandainya seseorang sudah mampus, sekalipun dia mempunyai rencana besar juga percuma"
Liu hujin turut menghela napas panjang: "Aaai... sayang sekali dia tak akan bisa mati, kalau toh ia bisa hidup sampai sekarang, kalau menginginkan dia mati tentu saja hal ini bukan sesuatu yang mudah"
"Sekalipun tidak terlalu mudah, tidak berarti terlalu susah"
"Ooooh!"
"Sejak peristiwa itu sampai sekarang empat tahun baru lewat, bila nasib seorang lagi mujur, didalam empat tahun kemungkinan besar dia akan menjadi kaya" Setelah tersenyum, terusnya: "Tapi berbeda dengan ilmu silat, untuk mendapat ilmu silat yang amat hebat maka seseorang harus melatihnya secara tekun saban hari, tidak akan seperti menemukan uang emas, tahu-tahu didapatkan dari atas langit dengan begitu saja"
"Ia tak berani berkunjung kemari mencari kita lantaran musti dia sudah kaya tapi ilmu silatnya tidak terpaut jauh dengan kepandaiannya dimasa lalu?" tanya Liu hujin.
"Ya, dengan kepandaian silat yang dimilikinya itu, sekalipun berhasil menemukan guru yang pandai, kendatipun dia melatih diri selama sepuluh tahun lagipun paling banter dia masih di bawah kemampuan Siau song"
"Siau-song? Kau maksudkan Song Tiong?"
Liu Yok siong segera tertawa lebar. "She Song bernama Tiong, sekali tusukan menghantar ke akherat, selain dia siapa lagi itu orangnya?"
Liu Hujin mengambil mangkuk kecil dari atas meja yang berisi kuah teratai dan meneguknya beberapa tegukan, kemudian katanya: "Orang ini mah aku kenal...!"
"Agaknya kau juga kenal"
""Kalau aku yang kenal tak ada gunanya, bila kau yang kenal baru besar kegunaannya"
"Sebab dia hanya mendengarkan perkataanmu, kau suruh dia menuju ke timur, dia tak akan berani lari ke barat"
"Maksudmu sekalipun aku suruh dia membunuh orang, dia juga akan melakukannya?"
Liu Yok siong tersenyum. "Ya, bila kau suruh dia membunuh satu orang, dia tak akan berani membunuh dua orang, kau suruh dia membunuh Thio Sam, dia tak akan berani membunuh Li Su"
"Kalau suruh dia pergi membunuh Ting Peng, maka semua rencana dari Ting Peng pun akan berubah menjadi tak ada gunanya! "sambung Lui hujin sambil tertawa.
Liu Yok sing segera bertepuk tangan sambil bersorak. "Benar! Benar! Tepat sekali!"
Mendadak Lui hujin menghela napas panjang, katanya: "Sayang sekali selama dua tahun belakangan ini dia terlalu tersohor namanya, sekarang ia sudah menjadi sombong dan latah, mana ia mau mendengarkan perkataan dari seorang nenek tua seperti aku?"
Liu Yok siong segera tertawa: "Selama dua tahun belakangan ini lebih tersohor. tapi bahkan akupun harus menuruti semua perkataan dari si nenek tua macam kau, apalagi dia? Masa ia berani membangkang?"
Pelan-pelan Lui hujin meletakkan mangkuk berisi kuah teratai itu ke meja, kemudian dengan kedua jari tangannya memetik sebiji buah anggur dan dimasukkan ke dalam bibirnya yang kecil mungil itu, dua baris giginya yang berwarna putih tampak indah dan bersih. Kemudian ia mengerling sekejap ke arah Lui Yok siong.
Terpaksa Liu Yok siong tertawa getir, katanya: "Sekarang tentunya kau sudah tahu bukan, apakah aku benar-benar menuruti perkataanmu atau tidak"
Liu hujin tertawa genit, sahutnya: "Barang siapa menurut, dia pasti akan memperoleh kebaikan"
Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba tanyanya lagi: "Inginkah kau mengetahui dimana saja Ting Peng, Ting kongcu selama dua hari ini?"
"Tentu saja ingin"
"Selama dua hari belakangan ini, dia sedang berpesiar di telaga See ou, tinggal di dalam pagoda Ang bwee kek, ruang poan sian tong yang dulu pernah didiami oleh Cia Si thong"
""Waaah.... besar juga lagak Ting Kongcu ini"
Cia Si thong adalah seorang perdana menteri dari kerajaan Lam Song, selama dia memegang tampuk kekuasaan, kekayaannya tak terhitung, hampir separuh tanah yang ada di daratan Tionggoan menjadi miliknya, bisa dibayangkan betapa megah dan mewahnya ruang Poan sian tong tersebut.
"Tentunya kau juga tak mungkin tidak tahu dimanakah Siau song berada selama dua hari ini bukan?" kembali Liu Yok siong bertanya.
"Kau ingin bertemu dengannya?"
"Yaa, ingin sekali"
Kembali Liu hujin menghela napas panjang, katanya: "Mengapa tidak kau katakan sedari tadi? Bila aku tahu kalau kau ingin berjumpa dengannya, sedari tadi dia pasti sudah ku ajak datang kemari"
"Sekarang?"
"Sekarang, aku rasa tak gampang untuk menemukan dirinya lagi"
"Kenapa?"
"Sebab aku telah menyuruhnya pergi ke suatu tempat yang sangat jauh, jauh sekali"
"Dimana sih letaknya tempat yang sangat jauh, jauh sekali itu?"
"Kota Hang ciu, telaga See ou, pagoda Ang- bwee kek, ruang poan sian thong..."
Liu Yok siong segera tertawa. "Walaupun aku seorang yang masih hidup, tampaknya apa yang menjadi pikiran dalam benakku, tanpa ku utarakan pun kau dapat melakukannya dengan segera..." demikian ia berseru.
Dengan mempergunakan sebaris giginya yang putih bersih ia menggigit pelan bibirnya yang merah merekah seperti buah tho itu, kemudian bisiknya pelahan: "Kau benar-benar adalah orang hidup?" Kembali mencorong sinar terang dari balik matanya, sinar mata yang merah membara.
Cepat-cepat Liu Yok siong menggelengkan kepalanya berulang kali, keluhnya sambil tertawa getir. "Aku sudah mati! sekalipun belum mati secara keseluruhan, paling tidak nyawaku tinggal separuh kini"
* * * * *
SONG TIONG bersandar dalam ruang kereta, tampaknya dia sudah tertidur nyenyak. Kereta itu berjalan sangat tenang, baik rodanya, lantai keretanya, as keretanya mau pun body keretanya tersebut dari bahan yang paling baik oleh seorang ahli yang cekatan pula sedang kuda yang menghela keretapun merupakan kuda-kuda pilihan yang sudah lama terlatih.
Ruang kereta itu luas dan nyaman, karena setiap kali sebelum membunuh orang, Song Tiong selalu harus menjaga kondisi badannya secara baik-baik. Hanya sebuah kereta yang tenang dan nyaman, baru akan membuat kondisi badannya tidak menurun dan lenyap sebelum tiba di tempat tujuan.
Oleh sebab itu, secara khusus Liu hujin menyampaikan kereta itu baginya. Perhatiannya kepada dia jauh lebih teliti dan besar daripada perhatian seorang ibu terhadap anaknya. Ibu Song Tiong sudah lama meninggal dunia, meninggal ketika ia masih kecil dulu. Selama banyak tahun dia tak tahu siapa gerangan ayahnya, juga tak pernah menyinggung tentang ibunya.
Bila ada orang menggunakan peristiwa ini untuk mencemoohkannya atau menghina-nya, seringkali sebuah tusukan pedang segera dihadiahkan kepada orang itu. Karenanya, ia disebut orang sebagai lt-kiam song tiong (Sebuah tusukan pedang hantar kematian) Song Tiong.
Sesungguhnya Song Tiong tidak suka membunuh orang. Tapi dia harus membunuh, entah karena usaha atau kedudukan, atau harta atau perempuan, ia selalu dipaksa untuk membunuh. Kesemuanya itu merupakan pengharapan-nya, terpaksa dia harus mempergunakan cara seperti itu untuk memperoleh apa yang diharapkan.
Yang paling diinginkan bukan nama, bukan kedudukan, bukan pula harta, kekayaan melainkan karena perempuan, seorang perempuan yang sebenarnya milik orang lain. Walaupun dengan jelas dan pasti ia tahu kalau dia adalah isteri orang lain, namun ia sudah terpikat benar-benar sudah tergila-gila hingga hampir saja ia tak sanggup untuk mengendalikan diri.
Senyum genitnya, kerlingan matanya, kemontokan tubuhnya, kesemuanya itu merupakan suatu borgol yang tak mungkin bisa dibuka, borgol yang telah membelenggu seluruh jiwa dan raganya. Bila perempuan itu minta kepadanya untuk membunuh dua orang, dia tak akan berani hanya membunuh seorang, bila ia diminta membunuh Thio sam, tak akan berani ia pergi membunuh Li si.
Nafsu birahi memang ibaratnya sebuah gua yang tanpa dasar, semakin kau masuk ke dalam, semakin dalam pula kau terperosok.
* * * * *
IA dapat membunuh orang karena dalam hatinya tiada cinta, yang ada cuma benci, sebab hidup sampai kini, belum pernah diketahui olehnya apa arti sebenarnya dari ""Cinta".
Dia dapat membunuh orang. Karena ia telah membayar suatu pengorbanan yang besar, suatu masa latihan yang ketat dan berat. Setiap orang yang pernah menyaksikan ia turun tangan, semuanya beranggapan kalau serangannya cepat mana jitu lagi, pada hakekatnya tidak berada di bawah Sin Bu mia.
Ciong Tian pernah melihat dia turun tangan, bahkan Ciong Tian pun beranggapan bahwa gerakannya sewaktu mencabut pedang pada hakekatnya jauh lebih cepat dari pada Sin Bu mia. Sin Bu mia adalah seorang jago pedang yang termashur namanya dalam dunia persilatan di masa lalu, dia tersohor bersama-sama dengan seorang jago pedang lainnya yang bernama "A hui", seorang jagoan nomor dua dalam perkumpulan Kim to pang setelah Sangkoan Kim hong.
Sim Bu mia tidak berperasaan juga tak bernyawa, bukan saja menganggap nyawa orang lain seperti barang rongsokan, termasuk nyawa sendiripun ia selalu menganggap enteng. Demikian pula halnya dengan Song Tiong, Konon setiap kali turun tangan, ia selalu tidak memikirkan nyawa sendiri, bukan saja menghendaki nyawa orang lain, juga tidak maui nyawa sendiri.
Seringkali orang yang terlalu cepat menjadi tenar dalam dunia persilatan adalah orang-orang yang tidak maui nyawa sendiri macam dia. Maka diapun menjadi tenar. She Song bernama Tiong, tusukan yang membawa maut.
Sejak dia berhasil membunuh Hoa say toa han (orang gagah dari Hoo say) Liu Tinkong, umat persilatan yang tidak mengenali namanya itu boleh dibilang sedikit sekali hingga bisa dihitung dengan jari tangan.
Lui Tin kong sudah dua puluh tahun lamanya menjagoi wilayah Hou say, golok emas serta telapak tangan bajanya menjadi delapan penjuru, tapi dalam satu gebrakan saja ia telah membunuh Lu Tin kong.
Sekarang, orang yang hendak menjadi korbannya adalah Ting peng. Ia tidak kenal dengan Ting peng, selama hidup belum pernah menjumpa dengan orang ini, sebelumnya diapun tak pernah mendengar nama ini disebut-sebut orang. Tapi dia harus membunuh Ting Peng, sebab perempuan itu menghendaki dia membunuh Ting Peng.
Ia percaya, kekuatannya pasti mampu untuk membunuh orang ini, dia selalu mempunyai kepercayaannya yang besar terhadap kemampuan serta keampuhan pedangnya. Pedang ini telah membunuh banyak sekali jago persilatan yang jauh lebih tenar daripada Ting Peng. Itulah sebabnya, dalam pandangan matanya sekarang, Ting Peng sama artinya dengan sesosok mayat.
Sebab, walaupun kenyataannya sekarang Ting Peng masih hidup, namun tak lama lagi dia akan mati. Tentu saja mati di ujung pedangnya! Belum pernah pedangnya meleset dari sasaran, siapa yang dihadapinya ia pasti mampus. Maka, tak bisa disalahkan lagi kalau dia menyamakan Ting Peng dengan seseorang mayat.
* * * * *
MEMINJAM GOLOK
Setiap orang dapat melihat kalau dia telah berubah, Song Tiong yang dingin kaku dan angkuh tiba-tiba berubah menjadi lemas lamban dan layu. Song Tiong yang sebenarnya tak pernah meneguk setetes arakpun, kini mencari arak untuk diminum, bahkan seteguk demi seteguk menghabiskan arak itu dengan lahapnya.
Selewatnya tiga cawan, Liu Yok siong baru menegur sambil tertawa: "Kali ini kau pasti amat menderita, akan kuhormati dirimu dengan secawan lagi."
Ia menaruh kepercayaan penuh terhadap Song Tiong. ia percaya tugas yang dibebankan kepadanya kali ini pasti dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Liu hujin turut berkata pula sambil tersenyum.
"Akupun menghormati tiga cawan arak kepadamu, karena dulu kau tak pernah minum arak"
Iapun menaruh kepercayaan penuh akan kemampuannya, dengan mata kepala sendiri ia menyaksikan dia membunuh orang. Caranya membunuh orang selain bersih dan cekatan lagi pula tak pernah meleset, sewaktu membunuh orang bukan cuma caranya yang cepat dan tepat, malah gerakannya sangat indah menawan. Sampai kini belum pernah Liu hujin menyaksikan orang kedua yang sanggup menandinginya.
Song Tiong sedang minum arak minum tiada hentinya, dulu ia tidak minum arak bukan lantaran tak dapat minum, melainkan karena tak ingin. Tangan seorang pembunuh harus mantap jika terlalu banyak minum arak, sudah pasti tangannya tak akan menjadi mantap.
Ia seringkali melihat tangan para setan arak gemetaran keras, sedemikian kerasnya gemetar sehingga untuk memegang cawan arakpun tidak mantap. Selama ini dia terlalu keheranan, apa sebabnya mereka minum arak? Ia merasa bukan saja orang-orang itu mengenaskan, lagi pula amat menggelikan.
Tapi sekarang baru tahu, apa sebabnya setan-setan arak itu dapat berubah menjadi setan arak. Sekarang dia belum mabuk, tapi kalau minum arak macam dia itu dilanjutkan, cepat atau lambat dia pasti akan mabuk.
Akhirnya Liu Yok siong menyinggung juga masalah pokoknya dia bertanya: "Akhir-akhir ini pemandangan alam telaga See ou bertambah cantik, apalagi di musim gugur semacam sekarang ini, bukankah kau telah pergi kesana...?"
"Yaa, aku telah kesana!" jawaban Song Tiong singkat.
Kembali Liu Yok siong tersenyum. "Pemandangan alam sangat indah, di udara amat cerah, bertanding pedang di tepi telaga sungguh merupakan atraksi yang menawan hati, aku yakin perjalananmu kali ini pasti menggembirakan sekali"
"Tidak, sedikitpun tidak menggembirakan"
"Tapi aku masih ingat kau pernah berkata kepadaku, musim gugur merupakan saat yang paling indah untuk membunuh orang, pemandangan air telaga yang indah juga merupakan tempat bagus untuk membunuh orang, bila seseorang dapat melakukan hajadnya dalam suasana dan keadaan seperti itu, sudah pasti kejadian ini merupakan suatu kejadian yang amat menggembirakan" kata Liu hujin pula.
"Tidak, sedikitpun tidak menggembirakan"
"Kenapa?"
"Sebab orang yang hendak kubunuh adalah orang yang tak dapat dibunuh..."
"Ting Peng adalah orang yang tak dapat dibunuh?" Liu hujin mengerutkan dahi nya rapat-rapat.
"Yaa, dia adalah orang yang tak dapat dibunuh"
"Mengapa?" sekali lagi Liu hujin bertanya.
"Sebab aku belum ingin mati!" Setelah meneguk dua cawan arak, tiba-tiba ia menggebrak meja keras-keras, kemudian teriaknya. "Aku hanya mempunyai selembar nyawa, kenapa aku harus mati?"
Liu Yok siong segera berkerut kening, sedang Liu hujin berkata pula dengan cepat: "Tentunya sudah kau coba bukan? Apakah bukan tandingan Ting Peng...?"
"Aku tak perlu mencoba, juga tak bisa mencoba, sebab asal aku turun tangan, kini aku sudah menjadi sesosok mayat"
Liu hujin memandang ke arah Liu Yok siong, sedangkan Liu Yok siong sedang memperhatikan tangan sendiri. Tiba-tiba Liu hujin tertawa, ujarnya: "Aku tidak percaya dengan ilmu pedangmu, dengan tabiatmu, mana mungkin akan takut kepada orang lain?"
Song Tiong tertawa dingin, jengeknya: "Kapan aku pernah takut kepada orang lain? Siapa mengatakan aku takut?"
Setelah meneguk beberapa cawan arak, keberaniannya kembali berkobar, serunya keras-keras: "Andaikata di sana tidak hadir empat orang, bagaimanapun lihaynya Ting Peng aku pasti akan menyuruhnya mampus di ujung pedangku"
"Empat orang? Siapa saja?" Liu hujin berkerut kerning.
"Sun Hu hou, Lim Siong him, Lamkiong Hoa si, Ciong Tian!"
Paras muka Liu Yok siong segera berubah hebat, kebanyakan orang pasti akan berubah wajahnya setelah mendengar nama ke empat orang ini.
Siapa tahu Song Tiong justru bertanya lagi: "Kau juga tahu tentang mereka?"
Liu Yok siong menghela napas panjang, sahutnya sambil tertawa getir: "Aku rasa hanya berapa orang saja yang tidak mengetahui siapakah mereka..."
* * * * *
ORANG persilatan yang tidak tahu tentang mereka memang tidak banyak jumlahnya. Sun Hu hou adalah murid pertama dari Siau lim pay aliran selatan, dia memiliki tenaga alam yang hebat dan memiliki ilmu pukulan Hu hou sin kun dari partai Siau lim.
Selain mampu untuk menundukkan harimau, diapun mampu untuk menundukkan manusia, sampai detik ini orang ini masih mengakui sebagai pentolan dunia persilatan, di wilayah Kang lam dan sekitarnya.
Lim Siang him adalah saudara angkat Sun Hu Hou, seluruh tubuhnya keras dan kuat, ibaratnya otot kawat tulang besi, otaknya juga amat cerdas dan cekatan.
Lima tahun berselang oleh delapan buah perusahaan pengawal barang yang paling besar dalam enam propinsi di Kang lam ia telah diangkat sebagai Cong piautau nomor satu, di seluruh dunia, terhadap pengangkatan itu tak seorangpun anggota persilatan di wilayah Kang lam baik golongan lurus maupun golongan sesat yang melakukan penolakan.
Lam kiong Hoa su lebih tinggi lagi asal usulnya. Betul keluarga persilatan Lam kiong agak mundur disaat belakangan ini, namun ilmu silat maupun gayanya tak bisa dibandingkan dengan siapapun juga yang ada didunia ini. Sedangkan Mengenai Hui im kiam (jago Pedang awan terbang) Ciong Thian, namanya sudah tersohor sejak dua puluh tahun berselang.
""Apakah mereka semua berada di telaga See ou?" tanya Liu hujin kemudian.
"Bukan cuma berada di telaga See ou, mereka semua berada pula didalam ruangan Poan cian thong, pagoda Ang bwee khek"
Setelah meneguk arak kembali lanjutnya: "Sudah lima hari aku ke sana, tapi mereka seakan-akan setiap saat, setiap detik selalu berada disamping Ting kongcu tersebut"
Liu hujin turut menghela napas panjang setelah mendengar ucapan itu, katanya: "Hanya berpisah berapa hari, situasinya telah berubah seratus delapan puluh derajat, sama sekali tak kusangka, kalau Ting Peng masih mampu untuk mengundang kedatangan empat orang tamu agung macam mereka"
"Orang-orang itu bukan tamu agungnya" bentak Song Tiong.
"Mereka bukan?"
"Paling banter mereka cuma pengawalnya belaka?" Setelah tertawa dingin, lanjutnya: "Kalau dilihat dari tampang mereka itu, seakan-akan setiap saat mereka akan berlutut di hadapannya sambil menjilati kakinya"
Liu hujin tak dapat berbicara sekarang, ia terbungkam dalam seribu bahasa. Kembali dia memandang ke arah Liu Yok siong, sedang Liu Yok siong sudah tidak memperhatikan tangannya lagi.
Sekarang dia sedang memperhatikan tangan Song Tiong. Tangan Song Tiong menggenggam kencang-kencang, kukunya sudah berubah menjadi pucat, seakan-akan di tangannya sedang menggenggam sebilah pedang yang tak berwujud dan menghadapi seorang musuh yang tidak nampak bayangan tubuhnya. Ya, seakan-akan berhadapan dengan seorang musuh yang dia sendiripun juga tahu kalau sendiripun tak sanggup untuk mengalahkannya.
Tiba-tiba Liu Yok siong berkata: "Seandainya aku menjadi kau, seandainya kulihat ada mereka berempat berada di di sana, akupun tak akan berani turun tangan."
"Tentu saja kau tak berani."
"Perbuatan semacam ini bukanlah suatu perbuatan yang memalukan"
"Sebenarnya memang bukan"
"Tapi kau seperti merasa kejadian ini amat memalukan, amat menyiksa perasaanmu, aku benar-benar tidak habis mengerti sebabnya kau bisa bersikap begitu"
Song Tiong tidak menjawab. dia hanya minum arak, minum dengan sekuat tenaga. Hanya seorang yang berniat untuk memusuhi diri sendiri baru akan minum arak semacam itu. Hanya seorang yang merasa perbuatan dirinya amat memalukan baru akan memusuhi diri sendiri.
Kembali Liu Yok siong berkata: "Sebenarnya peristiwa apakah yang telah kau jumpai di sana? Kenapa kau nampak amat menderita?"
Tiba-tiba Song Tiong melompat bangun, kemudian teriaknya keras-keras. "Benar aku merasa sangat menderita, karena aku sendiri tahu bahwa riwayatku sudah habis"
Peluh dingin telah berubah menjadi air mata panas. Pemuda yang dingin sadis, keras kepala dan angkuh ini ternyata masih bisa menangis tersedu-sedu. Ketika menangis, maka keadaannya tak berbeda dengan seorang bocah cilik yang sedang menangis. Ia telah berbicara jujur, seperti seorang anak yang mengutarakan semua isi hatinya.
"Padahal aku tidak takut kepada mereka, Sun hu hou dan Lim Siang him hanya mengandalkan badan yang kebal, Lamkiong Hoa su dan Ciong Tian hanya pandai berlagak, di dalam pandanganku pada hakekatnya mereka tak laku sepeserpun"
"Tapi aku takut kepada Ting peng."
"Sekarang aku baru tahu, sekalipun aku harus berlatih sepanjang hiduppun jangan harap bisa menandinginya"
"Aku telah mencarinya, menuruti peraturan dunia persilatan untuk mencarinya beradu kepandaian, agar dia tak sanggup menampik denganku tersebut" Tapi inilah hasil yang kuperoleh setelah pergi mencarinya!" Tiba-tiba ia merobek pakaiannya sehingga tampak dadanya yang telanjang.
Dada itu sangat bidang, lagi pula kekar berotot. "Dia pernah menyaksikan dadanya yang bidang, karena dia pernah berbaring di atas dadanya sambil merintih, mengatur napasnya yang memburu dan mengigau. ekarang di atas dadanya telah bertambah dengan tujuh buah bekas bacokan golok, bekas bacokan golok yang melengkung seperti bulan sabit.
"Golok yang dia pergunakan adalah sebilah golok yang melengkung, sebuah golok bulan sabit, belum pernah kusaksikan gerakan golok yang begitu cepat, juga belum pernah kujumpai ilmu golok seperti itu."
"Aku telah memberi tujuh kali tujuh empat puluh sembilan buah tusukan pedang, dia hanya membalasku dengan sebuah bacokan golok. Inilah akibat dari sebuah bacokan golok, selama hidup belum pernah ku alami kekalahan seperti kali ini, juga tak pernah kusangka akan mengalami kekalahan yang mengenaskan seperti hari ini. Aku tahu, sekalipun berlatih seratus tahun lagipun jangan harap bisa menyambut serangan goloknya itu. Aku memohon kepadanya untuk membunuh diriku, memaksa dia untuk membunuh aku. Tapi dia hanya tertawa saja. Walaupun dia tidak berkata apa-apa tapi aku dapat melihat, ia tidak membunuhku karena aku masih belum pantas untuk mati di ujung goloknya. Mulai detik itu juga, aku tahu bahwa riwayatku sudah habis"
Liu Yok siong hanya mendengarkan dengan mulut membungkam, sepatah katapun tidak bertanya, sepatah katapun tidak bicara. Sehabis mendengar kisahnya, dia mulai minum arak, minum tiada hentinya. Ia minum banyak sekali, sudah pasti tidak lebih sedikit daripada Song Tiong. Oleh karena itu mereka mabuk-mabuk hebat.
Walaupun mabuk tak akan menyelesaikan pelbagai persoalan, namun paling tidak dapat membuat orang untuk sementara waktu melupakan banyak persoalan.
Hari ini adalah bulan sebelas tanggal enam belas. Sejak saat itulah, secara beruntun Liu Yok siong minum arak dalam jumlah yang banyak, minum sampai mabuk hebat dan melupakan segala sesuatu persoalan.
* * * * *
BULAN sebelas tanggal tujuh belas.
Gadis itu baru berusia lima belas tahun, sebetulnya tak lebih hanya seorang bocah perempuan, namun gadis yang dibesarkan dalam rumah hiburan, umur lima belas tahun sudah merupakan seorang gadis yang telah matang pertumbuhannya.
Ia terbayang akan pahanya yang panjang, pinggangnya yang langsing, teringat penderitaannya yang dirasakan ketika pertama kali merasakan sorga dunia, terbayang rintihan kenikmatan serta kegembiraan dan kepuasan yang menyelimuti wajahnya. Maka bagaikan seekor kuda yang sedang birahi, dengan cepat dia lari keluar, lari mencari dia.
Tapi, dia hanya menemukan seekor anjing betina. Sebuah rumah kecil yang khusus dibangun di sudut kebun bagian belakang, sengaja dia pakai untuk menyimpan gadis-gadis simpanannya, di sana ia secara khusus menyediakan sebuah pembaringan yang lebar, besar, empuk dan nyaman.
Dia mengira gadis itu pasti sedang menantinya di atas pembaringan tersebut. Kenyataannya sekarang, seekor anjing betina yang telah dimandikan amat bersih sedang berbaring di sana. Sedang si nona yang berpaha panjang dan berpinggang ramping itu telah lenyap tak berbekas.
Sekalipun perkampungan Siang siong san-ceng tidak memiliki penjagaan seketat benteng keluarga Tong di propinsi Suchuan, atau dua belas buah tanggul besar di sungai Tiang kang, di sana tersedia lima sampai enam puluh orang centeng yang pernah mendapat pendidikan yang ketat, kebanyakan mereka memiliki ilmu silat yang bagus.
Diantaranya terdapat empat puluh delapan orang yang terbagi menjadi enam kelompok melakukan perondaan siang malam tiada hentinya di seluruh perkampungan tersebut. Namun, tak seorang pun di antara mereka yang menyaksikan gadis itu keluar dari halaman.
Tak ada orang yang tahu secara bagaimana gadis itu bisa lenyap tak berbekas, lebih-lebih tak ada yang tahu kenapa si anjing betina itu bisa naik ke atas pembaringannya. Untuk memperoleh jawaban bagi teka-teki yang serba membingungkan itu, tanpa terasa Liu Yok siong teringat kembali akan diri Ting Peng.
Bulan sebelas tanggal sembilan belas.
Setelah melakukan pemeriksaan dan penggeledahan yang seksama selama dua hari, teka-teki yang membingungkan itu masih tetap merupakan suatu tanda tanya besar. Liu Yok siong memutuskan untuk melepaskan persoalan ini sementara waktu. Ia ingin minum arak lagi, minum banyak-banyak.
Mereka suami istri berdua memang gemar minum arak, tentu saja arak yang diminum adalah arak wangi. dalam bidang ini, mereka berdua boleh dibilang sudah termasuk ahli, perkampungan Siang siong san-ceng sebagai tempat penyimpan arak memang sudah lama termasyhur namanya.
Menurut catatan yang dibuat oleh pengurus gudang arak perkampungan itu, dalam gudang mereka masih tersedia dua ratus dua puluh tiga buah guci arak yang tiap gucinya berisi dua puluh lima kati arak wangi. itu berarti jumlah arak yang ada masih sanggup untuk menenggelamkan belasan orang banyaknya.
Ketika hari ini dia suruh orang pergi mengambil arak, ternyata di dalam gudangnya sudah tiada setetespun. ua ratus dua puluh tiga guci arak wangi yang sudah disimpannya banyak tahun kini telah berubah menjadi air pecomberan semua.
Tak mungkin gadis cantik bisa berubah menjadi anjing betina secara tiba-tiba, arak wangipun mustahil bisa berubah menjadi air pecomberan. Kemana perginya arak wangi itu? Darimana pula datangnya air pecomberan....?
Tak seorangpun yang tahu. Pengurus gudang berani bersumpah menuding langit, selama dua hari belakangan ini tak seorang manusiapun yang datang ke gudang arak itu untuk mengambil arak. Sekalipun ada orang masuk kesana, untuk mengganti dua ratusan guci arak wangi dengan air pecomberan bukanlah suatu perbuatan yang gampang. Lagi-lagi sebuah peristiwa aneh yang diliputi tanda tanya besar.
Maka Liu Yok Siong pun teringat kembali akan Ting Peng. Bulan sebelas tanggal dua puluh dua. Di belakang dapur perkampungan Siang siong san-ceng terdapat sebidang tanah, selain dipakai untuk menjemur pakaian, digunakan juga sebagai kandang untuk memelihara babi sapi, ayam dan itik.
Hari ini ketika pengurus dapur bangun dari tidurnya, tiba-tiba ia menjumpai semua kerbau babi ayam dan itik yang herada dalam kandang telah mati semua dalam semalaman.Sejak terjadinya dua macam peristiwa aneh beberapa hari berselang, semua orang sudah mulai menggerutu didalam hati, sekarang kejadian ini lebih menggelisahkan hati lagi, sekaligus diluaran mereka tak berani bicara, diam-diam hatinya semakin ketakutan.
Semua orang sudah mulai merasa seorang musuh besar majikan mereka yang sangat lihay telah datang mencari balas. Sekarang, semua binatang peliharaan telah mati, apakah selanjutnya akan tiba gilirannya pada manusia?
Bahkan Liu Yok siong sendiripun mau tak mau harus berpikir demikian, sebab jalan pemikiran semacam ini benar-benar membuat orang merasa tak tahan.
Bulan sebelas tanggal dua puluh tiga.
Seorang pengurus rumah tangga yang sudah dua puluh tahun lamanya mengikuti Liu Yok siong, menemukan dirinya tertidur dalam kandang babi dalam keadaan telanjang bulat ketika bangun dari tidur keesokan harinya, bahkan mulutnya disumbat orang dengan segumpal lumpur.
Bulan sebelas tanggal dua puluh enam.
Selama beberapa hari ini, kejadian aneh yang berlangsung semakin banyak lagi, orang yang jelas tertidur di ranjang pada malam harinya, tahu-tahu menemukan tubuhnya digantung orang di atas pohon ketika mendusin keesokan harinya.
Beras sekuali yang jelas sudah dicuci sampai bersih, ketika matang menjadi nasi, ternyata didalamnya telah bertambah dengan tujuh delapan belas ekor bangkai tikus. Beberapa orang dayang ;yang paling disukai Liu Yok siong, tiba-tiba melepaskan seluruh pakaiannya hingga telanjang bulat dan menceburkan diri ke dalam kolam teratai.
Kamar kayu tiba-tiba terbakar, gudang beras tiba-tiba kebanjiran, beberapa ratus kodi kain yang tersimpan dalam gudang tahu-tahu dirobek orang sehingga hancur berkeping-keping.
Ketika keesokan harinya Liu hujin membuka jendela, seluruh kebun penuh dengan robekan kain yang berwarna warni terbang kesana kemari, di antaranya terdapat pula pakaian miliknya.
Bulan sebelas tanggal dua puluh tujuh.
Dari enam puluhan centeng dan empat puluhan orang dayang dan babu tua, sudah ada separuh diantaranya yang diam-diam minggat dari tempat itu. Siapapun tak ingin turut menderita dan tersiksa oleh rasa ketakutan ditempat itu.
Bila bangun tidur pada keesokan harinya, tahu-tahu menemukan dirinya tidak tertidur di ranjang lagi, melainkan berada dikolong ranjang, menghadapi kejadian seperti ini, siapa lagi yang tahan.
Orang-orang yang belum minggat telah berubah menjadi burung-burung yang ketakutan mendengar orang mengetuk pintu pun sudah merasa ketakutan setengah mati. Ya siapakah yang sanggup bertahan, dalam kehidupan semacam ini?
* * * * *
BULAN sebelas tanggal dua puluh delapan, salju mulai turun.
Kini salju telah berhenti, udara cerah tapi dingin, biasanya dalam saat-saat seperti ini, Liu Yok siong bangun cukup lama. Dia memang selalu bangun dari tidurnya pagi sekali. Karena dia telah bertekad hendak menjadi seorang yang harus dihormati, tindak tanduknya harus menjadi suri tauladan bagi orang-orang lain...
Tapi hari ini, dia masih bersembunyi di balik selimutnya. Kemarin malam dia diganggu oleh perbagai ingatan yang mengalutkan pikiran serta perasaannya. semalam suntuk hampir tak dapat tidur, sebelum fajar menyingsing tadi ia baru tertidur. Tentu saja dia tak bisa bangun, diapun malas untuk bangun.
Apa yang harus dilakukan setelah bangun dari tidurnya? Siapa tahu masih ada kabar seram lain yang menantikan kemunculannya?
Walaupun suasana dalam kamar itu sangat hangat, udara amat jelek, semua jendela telah di pantek mati. Dia tak ingin menyaksikan lagi bangunan perkampungan di seberang bukit sana yang makin hari semakin mentereng.
Sekarang, ia sudah bukan seorang lelaki yang gagah, mentereng dan penuh rasa percaya pada diri sendiri dalam menghadapi persoalan macam apapun. Sekarang dia berubah menjadi lebih pemberang, lebih berangasan, tak pernah tenang dan merasa terperanjat bila mendengar pintu kamarnya diketuk orang.
Dia takut, takut kalau orang yang mendorong pintu kamarnya dan berjalan masuk adalah Ting Peng. Sekarang, ada orang sedang mengetuk pintu, yang membuka pintu dan berjalan masuk bukan Ting Peng, melainkan istrinya Chin Ko cin.
Ia tampak istrinya makin kurus, sepasang pipinya yang semula merah segar dan menggairahkan, kini berubah menjadi pucat pias, kurus dan cekung ke dalam. Walaupun ia masih tertawa namun senyumannya sudah tidak secerah dan menawan hati seperti dulu lagi.
Ia sudah duduk, duduk di ujung pembaringan sambil mengawasi suaminya, kemudian secara tiba-tiba ia berkata: "Lebih baik kita pergi saja"
"Pergi?" seru Liu Yok siong.
"Dalam hatimu pasti sama mengertinya dengan hatiku, semua peristiwa tersebut merupakan hasil karya dari Ting Peng"
Liu Yok siong segera tertawa dingin katanya. "Percayakah kau kalau secara tiba-tiba ia dapat berubah menjadi begitu hebat, begitu lihay dan mampu melakukan apa-apa?"
"Kalau ia dapat memaksa manusia-manusia seperti Sun Hu- hou, Ciong Tian dan lain-lainnya takluk serta tunduk kepadanya, kenapa tak dapat melakukan perbuatan semacam ini?"
Liu Yok siong tak dapat berbicara lagi. Dia memang tak dapat menemukan orang kedua selain Ting Peng yang bisa melakukan perbuatan tersebut, selama ini mereka berdua mempunyai hubungan yang sangat baik dengan semua orang, selalu berjiwa sosial dan royal, jarang sekali ada umat persilatan yang pandai bergaul macam mereka berdua.
Ujar Liu hujin kemudian. "Selama dua hari ini, banyak sudah yang telah kupikirkan, tempo hari perbuatan kita itu memang kelewat batas, selama ia masih bisa bernapas, sudah pasti tak akan melepaskan kita dengan begitu saja"
Setelah menghela napas panjang, lanjutnya: "Oleh karena itu sekarang diapun menghendaki agar kita tersiksa, sengaja menggunakan cara ini untuk menyiksa kita, mendesak kita sehingga hampir menjadi gila kemudian baru turun tangan"
Liu Yok siong masih tetap membungkam, dia tak tahu apa yang mesti dikatakan.
"Bila kita tetap tinggal di sini selanjutnya sudah pasti tak ada seharipun kita dapat hidup tenang"
"Tapi kemana kita akan pergi?" tanya Liu Yok siong.
"Kita masih punya uang, masih punya teman, kemana kita ingin pergi, kesana kita masih dapat pergi"
"Bukankah dia memiliki kepandaian yang sangat hebat? Percuma saja usaha kita itu, kemanapun kita pergi, toh dia dapat mencari kita dan mengusik kita lagi"
Setelah tertawa dingin, lanjutnya: "Kecuali kalau kita menirukan kura-kura yang menyembunyikan diri sepanjang masa dan selama hidup jangan muncul-muncul lagi"
"Toh hal itu jauh lebih baik daripada didesak, diganggu terus menerus hingga hampir menjadi gila?"
Lagi-lagi Liu Yok siong terbungkam dalam seribu bahasa dan tak sanggup berbicara apa-apa lagi.
"Kenapa kau tidak pergi saja ke Bu tong pay?" tanya Liu Hujin setelah termenung sejenak.
Liu Yok siong juga termenung, lewat lama kemudian ia baru menggelengkan kepalanya berulang kali. "Aku tak dapat kesana, sebab..."
"Sebab kau masih ingin menjadi ketua Bu tong pay, masih ingin menguasahi perguruan tersebut? Seandainya peristiwa ini sampai diketahui umum dan diketahui juga oleh semua rekan-rekan dari perguruan Bu tong pay, maka harapanmu untuk berhasil akan semakin tipis lagi."
Bagaimanapun juga, Liu Yok siong harus mengakui bahwa perkataan ini memang benar.
Kembali Lui hujin berkata: "Kau juga merasa berat hati untuk meninggalkan perkampunganmu, meninggalkan harta kekayaanmu, lebih-lebih lagi merasa keberatan untuk menodai nama besarmu, maka kau masih ingin bertahan terus di sini, masih ingin bertarung melawan dirinya..."
"Sekalipun aku tak mampu menangkannya sendirian, toh aku masih bisa pergi mencari bantuan teman" kata Liu Yok siong.
"Kau hendak mencari siapa? Siapa yang ingin mencampuri urusan ini? Siapa yang sudi terjun ke dalam air keruh ini? Sekarang, bahkan Ciong Thian pun sudah berpihak kepadanya, apalagi serangan terang-terangan bisa dihindari, serangan gelap sukar dijaga, sekalipun kau dapat hidup sepanjang masa dalam suasana begini, hidup dalam kegelisahan dan ketakutan, orang lain tak mungkin bisa tahan untuk tinggal di sini bersamamu, apalagi tinggal di sini sepanjang hidup"
"Bagaimana dengan kau?" tiba-tiba Liu Yok siong bertanya.
"Aku sudah tak tahan, aku tak kuat untuk berdiam di rumah iblis ini lagi, jika kau enggan pergi, maka aku akan pergi sendiri, pergi meninggalkan tempat ini... pergi pada detik ini juga!"
Pelan-pelan dia bangkit berdiri, setelah menghembuskan napas panjang dan termenung sesaat, ia baru melangkah keluar dari ruangan itu sambil menambahkan:
"Baiklah, aku akan memberi kesempatan kepadamu lagi, aku bisa menanti jawabanmu selama dua hari lagi, sebelum akhir bulan nanti pokoknya aku akan pergi, walaupun kita adalah suami istri, namun aku tak ingin mampus ditempat ini"
Suami istri sesungguhnya adalah satu, tak mungkin ada suami istri yang berpisah dan kabur sendiri-sendiri dikala bahaya sedang mengancam. Memandang perempuan itu berlalu tanpa berpaling lagi, terbayang pula dengan apa yang barusan dia katakan, Liu Yok siong merasakan hatinya amat gundah, ia tak dapat melukiskan bagaimanakah perasaan hatinya sekarang...
Mendadak ia mendengar ada yang berkata sambil tertawa. "Suami istri sebenarnya adalah sepasang, kini masing-masing terbang menyelamatkan diri sendiri setelah bahaya mengancam tiba, apakah kau sudah dapat merasakan makna yang sesungguhnya dari ucapan itu?"
* * * * *
BINTANG PENOLONG
SEWAKTU Liu hujin berjalan keluar tadi, pintu kamar telah ditutup kembali, daun jendelapun sudah di pantek mati semenjak lima hari berselang. Bila ada orang yang bersembunyi dalam rumah itu, sudah pasti dia tak akan dapat berjalan keluar.
Walaupun Liu Yok siong belum tahu siapa yang sedang berbicara, juga tak tahu di manakah orang yang berbicara itu berada, tapi tak bisa disangkal lagi orang itu pasti berada dalam ruangan ini. Sebab suaranya ketika berbicara tadi dari jarak amat dekat dengannya, setiap patah katanya dapat ia dengar amat jelas.
Pelan-pelan ia bangkit berdiri, memantek dulu pintu kamarnya dari dalam, kemudian baru mulai melakukan pencarian. Sepanjang hidupnya, tak sedikit mara bahaya yang telah dialaminya, dia percaya berada dalam keadaan seperti apapun dia tak akan menjadi gugup atau gelagapan.
Ia sudah mendengar kalau orang itu adalah seorang perempuan dan lagi seorang perempuan asing, sebab sebelum itu belum pernah ia mendengar suara pembicaraannya. Mengapa seorang perempuan asing bisa muncul didalam rumahnya? Kenapa dia sama sekali tidak merasakan atau mendengar gerak geriknya?
Kejadian ini benar-benar merupakan suatu peristiwa yang aneh sekali. Tapi kali ini, dia bertekad hendak menyelidiki persoalan ini sampai menjadi jelas duduk persoalannya. Ia mencari dengan seksama, hampir setiap sudut ruangan dicari dengan penuh perhatian, bahkan lemari pakaian, kolong ranjang diperiksa semua dengan hati-hati, tapi kenyataannya kecuali dia sendiri, dalam ruangan itu tiada orang lain, bayangan tubuhnya pun tak nampak. Lantas kemana perginya perempuan yang barusan berbicara itu?
Salju kembali turun dengan derasnya di luar sana. Bunga salju berhamburan ke atas tanah dan menghantam di atas kertas jendela dari seberang sana masih kedengaran suara palu yang memukul di atas batu.
Dalam ruangan ini sekarang tak kedengaran suara lagi, setitik suarapun tak kedengaran, sedemikian heningnya seakan-akan kuburan yang setiap saat kemungkinan besar akan muncul setannya, kalau kebanyakan orang yang mengalami keadaan seperti ini, mereka pasti sudah tak tahan untuk berdiam di sana lagi, tapi Liu Yok siong bukan manusia bermental tempe seperti orang-orang itu.
Ternyata ia membalikkan diri lagi di atas ranjangnya. Perduli siapakah perempuan yang barusan berbicara, setelah dia datang kemari, sudah pasti bukan sepatah kata macam itu saja yang akan diutarakan olehnya. Ia percaya pasti ada kata-kata lain yang bakal disampaikan oleh perempuan tersebut.
Ternyata dugaannya memang tidak salah. Baru saja dia membaringkan tubuhnya, suara tertawa yang merdu dan secara lamat-lamat mengalun tiba itu kembali berkumandang.
Dia bilang begini: "Ternyata aku memang tidak salah melihatmu, kau memang jauh berbeda bila dibandingkan dengan orang-orang lainnya cuma kau toh belum berhasil juga menemukan aku."
Suara itu masih berkumandang dari jarak yang sangat dekat dengannya, sekarang dia dapat memastikan bahwa si pembicara itu berada di atas kelambu pembaringannya. Tapi menanti dia melompat bangun untuk memeriksanya, di atas kelambu itu sudah tak nampak sesosok bayangan manusiapun.
Mendadak Liu Yok siong merasakan punggungnya menjadi dingin sekali, karena dia merasa orang itu sudah berada di belakang punggungnya. Dia selalu gagal untuk melihat wajahnya sebab punggungnya memang tidak bermata. Dengan suatu gerakan yang tercepat dia membalikkan badannya, namun perempuan itu masih berada di belakang punggungnya.
Ilmu gerakan tubuh yang dimiliki perempuan itu memang benar-benar sangat lihay, pada hakekatnya tak jauh berbeda dengan gerakan sukma yang sedang gentayangan saja. Liu Yok siong segera menghela napas panjang, katanya kemudian:
"Aku mengaku kalah!"
"Bagus sekali" ucap perempuan itu sambil tertawa, "orang yang bersedia mengaku kalah adalah orang yang pintar, aku paling suka dengan orang pintar"
""Kau juga suka kepadaku?"
"Jika aku tidak suka kepadamu, sekarang kau sudah menjadi sesosok mayat"
Suara itu masih diucapkan dengan lembut halus dan merdu sekali, namun Liu Yok siong yang mendengar ucapan itu segera merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri. Dia berada di belakang punggungnya, bahkan dapat ia rasakan napasnya sewaktu dia sedang berbicara. Tapi apa lacur dia justru tidak melihat dirinya.
Seandainya perempuan itu benar-benar menginginkan nyawanya, jelas hal ini bukan merupakan suatu pekerjaan yang terlalu menyulitkan baginya. Tak tahan lagi dia lantas bertanya: "Tahukah kau siapakah diriku ini?"
"Tentu saja aku tahu, aku memang datang kemari untuk mencarimu"
"Dan kau siapa pula dirimu?"
"Aku adalah perempuan, seorang perempuan yang cantik sekali" Setelah suaranya yang merdu seperti keleningan, dia melanjutkan: "Kujamin kau belum pernah menjumpai seorang perempuan yang cantik jelita seperti diriku ini"
Terhadap gadis-gadis yang berparas cantik, selamanya Liu Yok siong mempunyai rasa tertarik yang amat tebal. Dia percaya apa yang dikatakan gadis itu pasti tidak bohong, sebab gadis yang berwajah jelek pasti tak akan memiliki suara merdu merayu seperti suara gadis ini. Sehingga tak tahan lagi, dengan nada menyelidik dia bertanya:
"Bolehkah aku melihat wajahmu?"
"Kau benar-benar ingin melihatku?"
"Sungguh!"
"Tapi, seandainya setelah melihat diriku nanti tiba-tiba kau terpikat oleh kecantikan wajahku, lantas bagaimana?"
"Sekalipun kena kau pikat sampai matipun juga bersedia" Bisa mati hanya dikarenakan terpikat oleh seorang gadis yang cantik rupawan memang tak bisa terhitung sebagai suatu peristiwa yang menderitakan batin.
""Kau, tidak menyesal?" Gadis itu menegaskan.
"Aku tak akan menyesal"
"Tapi bila di kemudian hari kau tak mau menuruti perkataanku lagi, maka kau akan menyesal" ucapanku amat tegas, "sebab aku paling benci dengan lelaki yang tidak mau menuruti perkataanku!"
"Aku pasti akan menuruti perkataanmu"
"Kalau memang begitu, sekarang juga kau kembali berbaring di atas ranjang dan pergunakan selimut untuk menutupi kepalamu"
"Kalau kepalaku ditutupi dengan selimut mana mungkin aku bisa melihat wajahmu?"
"Walaupun sekarang kau tak dapat melihat wajahku, malam nanti akan kau menjumpai diriku" Dengan suara dingin dia melanjutkan: "Jika kau tak mau menuruti perkataanku, selama hidup jangan harap kau bisa berjumpa lagi denganku."
Tanpa banyak bertanya lagi Liu Yok siong segera membaringkan diri di atas ranjang dan menutupi kepalanya dengan selimut.
Melihat kesempatan itu, sambil tertawa kembali gadis itu berkata: "Tengah malam nanti, bila kau datang ke kebun belakang sana, kau akan segera berjumpa denganku"
"Aku pasti akan kesana"
* * * * *
SEBETULNYA Liu Yok siong sudah bukan Seorang bocah lagi. Dikala orang lain masih berada dalam masa kanak-kanak, ia sudah bukan seorang kanak-kanak lagi.
Tapi malam ini ternyata dia berubah menjadi seorang kanak-kanak lagi, begitu menurut seperti seorang bocah, bahkan bergembira ria seperti seorang bocah. Dia bukanlah seorang lelaki yang belum pernah melihat perempuan.
Semenjak dia betul-betul masih seorang bocah, ia telah berhubungan dengan pelbagai macam perempuan. Dia memang selalu tertarik kepada kaum wanita, sedang kaum wanita pun seakan-akan selalu tertarik kepadanya. Buktinya, perempuan yang menjadi bininya sekarang adalah perempuan pilihan di antara perempuan.
Tapi hari ini, demi seorang perempuan yang belum pernah dijumpainya, ternyata secara tiba-tiba ia berubah menjadi seperti kanak-kanak lagi. Perempuan itu memang terlalu misterius, datang dengan misterius, pergi dengan misterius, bahkan ilmu silat yang dimilikipun sangat misterius sekali.
Yang paling penting adalah dia percaya kalau perempuan itu, tidak menaruh maksud jahat kepadanya. Tapi, siapakah perempuan itu? Kenapa dia datang mencarinya?
... Halaman 57 - 58 hilang ...
Dengan termangu Liu Yok siong memperhatikan gadis itu, seakan-akan sudah terperana dibuatnya hingga lupa daratan. Gadis itu sendiri hanya berdiri tenang, seakan-akan memberi kesempatan kepadanya agar ia dapat memandangnya hingga puas.
Entah berapa saat sudah lewat, tiba-tiba gadis itu memperdengarkan suara tertawanya yang merdu merayu bagaikan suara keleningan, setelah itu tegurnya: "Kau sudah merasa puas?"
Liu Yok siong manggut-manggut. tapi kemudian menggelengkan pula kepalanya.
"Jika kau sudah merasa cukup memandang wajahku, aku hendak mengajakmu untuk pergi melihat seseorang"
"Pergi melihat siapa?" tanya Liu Yok siong, "Apakah dalam dunia ini masih terdapat orang lain yang jauh lebih menarik daripada dirimu?"
"Orang itu sama sekali tidak menarik untuk dilihat, tapi aku tahu kau pasti ingin sekali pergi menjenguknya"
Mendadak dia melayang datang dan menggandeng lengannya. Dengan cepat dia merasakan sekujur badannya seakan-akan terbawa melayang di tengah mega yang tebal, sehingga tanpa terasa tubuhnya turut melayang kemana gadis itu pergi.
Dengan cepat badannya sudah melayang melewati tumpukan salju dalam kebun, melewati dinding pekarangan yang tinggi, melewati sungai kecil yang telah membeku. Badannya seolah-olah berubah menjadi enteng, enteng sekali, berubah menjadi segumpal bunga salju, sekuntum mega.
Dia seringkali bermimpi, bermimpi dirinya dapat terbang, setiap bocah hampir semuanya pernah mendapat impian seperti ini. Tapi sekarang, dan sama sekali bukan lagi bermimpi. Menanti dia tersadar kembali dari lamunannya, mereka telah tiba di atas bukit seberang sana, tiba didalam halaman perkampungan yang megah dan mentereng itu.
Dalam kegelapan malam seperti ini, halaman rumah tersebut bagaikan sebuah taman dalam impian, bila dibandingkan dengan perkampungannya, maka perkampungan Siang siong san-ceng dimana ia berdiam selama ini ibaratnya sebuah rumah kayu yang bobrok.
Baik bangunan rumah itu maupun kebunnya, semua telah selesai digarap, sekarang tak perlu dikerjakan dengan lembur lagi, di tengah malam yang begitu dingin para tukang kayu itu sudah pergi tidur semua dengan nyenyaknya.
Gadis itu mengajaknya melihat satu tempat demi satu tempat, hampir saja ia mulai menaruh curiga, apakah dia masih hidup di dunia ini atau tidak...?
Mendadak gadis itu bertanya: "Tahukah kau milik siapakah perkampungan ini?"
"Aku tahu!"
"Inginkah kau berjumpa dengan majikan perkampungan ini?"
"Dia berada di sini?"
"Oleh karena perkampungan ini sudah selesai sebelum waktunya, maka diapun datang jauh lebih awal"
Tiba-tiba badannya melayang turun, melayang turun di atas seberang ranting pohon yang berlapiskan salju, ternyata lapisan salju itu sama sekali tidak berguguran akibat dari injakan kaki mereka itu.
Iapun pernah berlatih ilmu meringankan tubuh, tapi belum pernah disangka olehnya kalau dalam dunia ini ternyata masih ada orang yang sanggup melatih ilmu meringankan tubuhnya hingga mencapai tingkatan yang begitu sempurnanya.
Gadis itu hanya menahan tubuhnya dengan tangan sebelah, tapi tubuhnya seakan-akan berubah menjadi enteng seperti tiada bobotnya lagi. Apakah dia menggunakan ilmu sesat atau ilmu sihir?
Walaupun malam itu tak berbintang tak berembulan, namun di bawah pantulan cahaya salju, dia masih dapat melihat pemandangan yang cukup jauh. Dikejauhan sana terdapat sebuah batu hijau yang sangat besar, kelihatannya halus, licin, berkilat dan keras sekali.
Tak tahan Liu Yok siong segera bertanya: "Apakah Ting Peng pasti akan datang ke mari?"
"Dia pasti akan datang kemari"
"Malam sudah begini larut, mau apa dia datang kemari?"
"Menggunakan batu itu untuk mencoba goloknya!"
"Dari mana kau bisa tahu?"
Gadis itu segera tertawa, sahutnya. "Tentu saja aku tahu, asal aku ingin mengetahui suatu persoalan, aku akan mengetahuinya dengan jelas..."
Setiap orang semuanya mempunyai banyak persoalan yang ingin diketahuinya, sayang persoalan yang benar-benar bisa diketahui tidak banyak jumlahnya. Kenapa gadis itu bisa mengetahui segala sesuatu yang dia ingin ketahui?
Apakah disebabkan dia memiliki semacam kekuatan ibis yang melebihi orang biasa? Liu Yok siong tak berani bertanya, juga tak punya kesempatan untuk bertanya. Sebab waktu itu, dia telah melihat Ting Peng.
* * * * *
TING PENG telah berubah, sekarang ia sudah bukan seorang pemuda yang berangasan dan tidak tahu apa-apa seperti dulu lagi. Sekarang, bukan saja ia menjadi lebih matang dan tenang, lagi pula wajahnya memancarkan suatu rasa percaya pada diri sendiri yang melampaui segala sesuatu.
Dia telah datang dengan langkah lebar, seakan-akan seperti tak dapat tidur pada malam itu, maka dia datang kesana untuk berjalan-jalan mencari udara segar. Akan tetapi permukaan salju yang dilewatinya sama sekali tidak meninggalkan bekas telapak kaki.
Sebilah golok tersoren di pinggangnya sebilah golok yang melengkung seperti bulan sabit. Yaa, bentuk golok itu memang aneh sekali, sebab tubuh golok justru berbentuk melengkung. Golok lengkung itu bukan golok lengkung milik Cing Cing, golok itu sengaja dibuatnya dengan besi baja biasa sekembalinya dia ke alam semesta. Tapi sekarang entah golok macam apapun yang dipergunakan olehnya, ia sudah tiada tandingannya di kolong langit...