Golok Bulan Sabit Jilid 07
SAYANG, orang yang pernah duduk didalam tandu tersebut dulu, sekarang tak pernah akan dijumpainya lagi untuk selamanya. Teringat akan hal ini, sedikit banyak timbul juga perasaan sedih dan perih dalam hati Liu Yok siong. Untung saja dengan cepat dia dapat melupakan semua kejadian yang tidak menyenangkan hatinya itu.
Hari ini adalah hari baiknya, juga termasuk hari besar, dia tak ingin membiarkan pelbagai persoalan lain mengganggu perasaan hatinya sekarang. Para centengnya telah berganti dengan satu stel pakaian baru terbuat dari kulit rase, pinggangnya terikat sebuah ikat pinggang berwarna merah, setiap orang kelihatan amat gembira dan bersemangat sekali.
Mungkin saja Lan-lan telah menunggunya dalam rumah makan Hwee sian lo, pada waktu itu dia percaya Lan-lan pasti tak akan membiarkan dia merasa kecewa.
Lo kwik yang mengurusi soal istal kuda telah menuntun datang Cian li soat, si kuda jempolan miliknya, yang tinggi besar itu, diatas punggungnya telah dipasang pelana baru, bahkan diikat pula dengan pita berwarna merah cerah. Dengan cepat dia melompat naik ke atas punggung kudanya, gerak geriknya, amat enteng dan lincah bagaikan seorang pemuda.
Hari ini, dia benar-benar merasa gembira sekali. Setibanya di rumah makan Hwee sian lo, dia semakin gembira lagi. Ternyata Lan-lan memang tidak membuatnya kecewa, begitu naik ke atas loteng ia segera menemukan dirinya.
Benar juga dia mengenakan gaun berwarna biru dan duduk di suatu sudut ruangan sambil menantikan kedatangannya. Sinar matahari yang memancar masuk lewat jendela, menyinari bunga mutiara yang menghiasi rambutnya, membuat ia nampak bertambah cantik jelita. Dia bahkan nampak jauh lebih cantik...
.... Halaman 5 - 6 hilang ....
....datang kemari untuk mencari perempuan cantik itu juga, tahu kalau perempuan cantik sedang menunggunya. Hanya mengandalkan hal ini saja sudah cukup membuat setiap orang merasa kagum bercampur cemburu.
Liu Yok siong tersenyum, pelan-pelan dia berjalan kehadapan Lan-lan. Lan-lan juga tersenyum sambil memandang ke arahnya. Manis sekali senyumannya. Ketika tersenyum, bunga-bunga mutiara di atas kepalanya bergetar amat keras, sepatu merah yang dikenakan juga bergoyang tiada hentinya, seakan-akan bunga teratai di atas kolam.
"Kau baik-baik saja!" kata Liu Yok-siong. "Aku baik!" balas Lan-lan.
"Kau pasti sudah menunggu kedatanganku cukup lama?" "Aaah .... tak menjadi soal!"
"Sekarang apakah kita boleh segera berangkat?"
"Kau bilang kapan hendak berangkat, kapan pula aku berangkat"
Maka Liu Yok siong dengan mempergunakan sikap yang paling halus dan paling sopan menjulurkan tangannya ke depan. Lan-lan telah mengulurkan tangannya dan meletakkan tangan tersebut di atas tangannya. Tangan gadis itu nampak lebih menawan hati.
Maka dengan mempergunakan langkah yang paling gagah, Liu Yok siong menuntun perempuan itu berjalan keluar dari loteng Hwee sian lo. Dia tahu setiap orang sedang memperhatikan mereka, sorot mata mereka memancarkan sinar mata yang aneh sekali. Ia tahu setiap orang sedang mengaguminya, sedang merasa iri kepada dirinya.
Kesemuanya itu membuat dia bertambah gembira. Sekarang satu-satunya orang yang membuat Liu Yok siong merasa amat tidak senang hati adalah kehadiran Leng siu toojin. Walaupun ia percaya seratus persen bahwa Lan-lan pasti mempunyai akal untuk membuat Leng siu toojin mati di tangannya. Tapi setiap kali teringat orang ini, teringat persoalan ini dalam hatinya seakan-akan muncul sebuah bayangan hitam.
TAHUN ini Leng siu toojin berusia lima puluh dua tahun, namun wajahnya justru tampak jauh, lebih tua dari pada usia yang sebenarnya. Latihan selama banyak tahun, pengawasan makanan yang sangat ketat serta pengendalian perasaan yang berat merupakan alasan yang kuat bagi dipercepatnya proses kekuatan baginya.
Tapi perawakan tubuhnya masih tetap begitu lincah begitu gesit dan kekar bagaikan seorang pemuda yang berusia dua puluh tahunan, bahunya amat lebar, pinggangnya ramping, bahu dan lengannya sama sekali tidak nampak kelebihan daging atau lemak yang menonjol keluar.
Seandainya dia membuka pakaiannya dan bertelanjang di hadapan seorang perempuan sudah pasti perawakan tubuhnya itu akan membuat perempuan tersebut tercengang dan di luar dugaan bahkan mungkin juga akan merasa terperanjat sekali. Untung saja peristiwa semacam ini tak akan pernah terjadi dalam hidupnya.
Dia tak pernah mendekati kaum wanita selama banyak tahun hidup dalam keterbatasan yang mengekang gerak hidupnya menuntut hampir saja melupakan persoalan itu. Kenikmatan hidup yang biasanya di rasakan oleh setiap orang dalam kehidupannya, dianggap tabu dan dosa baginya.
Ia menyantap nasi yang kasar dengan air teh yang kasar, mengenakan pakaian paling kasar, satu-satunya benda yang bisa membuat orang silau hanyalah pedangnya.
Sebilah pedang antik yang penuh dengan ukiran indah, dengan pita pedang berwarna kuning segar. Pedang tersebut bukan saja mengatakan tingkat kedudukannya, juga melambangkan keanggunan dan posisi yang ditempatinya sekarang.
Kini pedang tersebut tersoren di pinggangnya, ia sedang duduk didalam sebuah pagoda air yang mungil dan indah bagaikan dalam alam impian di perkampungan Wan gwat san-ceng. Dia sedang memperhatikan tuan rumah perkampungan Wan gwat san-ceng yang aneh tapi luar biasa itu, Ting-Peng.
Kemegahan dan kemewahan dari Perkampungan Want gwat san-ceng sama sekali di luar dugaan kebanyakan orang, tamu yang berdatangan pada hari inipun jauh lebih banyak dari pada apa yang dibayangkan kebanyakan orang.
Kebanyakan tamu yang hadir saat itu merupakan kawanan jago kenamaan dari dunia persilatan, tokoh-tokoh persilatan yang menjagoi suatu wilayah serta kesatria-kesatria yang setiap saat dapat menggerakkan pedangnya untuk menolong orang.
Tapi yang hadir dalam pagoda air itu cuma sepuluh orang. Sun Hu hou, Lim Siang him, Lamkiong Hoa Su, Ciong Tian, Bwe Hoa Ceh Yiok. Ke enam orang ini dikenal oleh Leng siu tojin.
Otot-otot hijau ditangan Sun Hu hoa dan Lim Siang him selalu menonjol keluar, sekulum senyuman "menghiasi wajah mereka, dapat diduga ilmu tenaga dalam maupun ketebalan iman dari mereka dalam melakukan hubungan sudah mencapai tingkatan yang luar biasa.
Lamkiong Hou-su masih tetap seperti sedia kala, gagang pedang dan dandanannya selalu mengikuti perkembangan jaman. Entah kapan dan dimana saja kau bertemu dengannya, di tangannya selalu tampak: secawan arak, seakan-akan hanya dari dalam cawan arak inilah baru bisa kelihatan kejayaan dari keluarga persilatan Lamkiong.
Ciong Tian kelihatan lebih serius, lebih angkuh dan lebih ceking. Hanya Leng siu tojin seorang yang tahu apa sebabnya dia bisa menjadi kurus, sebab mereka sama-sama sedang merasakan suatu penyiksaan diri yang berat.
Latihan yang tekun, makanan berpantang yang kurang gizi, pantangan pada kobaran napsu merupakan suatu siksaan batin yang amat hebat. Hanya Leng siu tojin saja yang tahu betapa besar pengorbanan yang harus dibayar dan berapa banyak penderitaan yang harus dirasakan untuk bisa melakukan ketiga hal tersebut.
Mungkin Meh Tiok pun berbuat yang sama dengan mereka, sebab bukan terlampau sedikit manusia-manusia macam mereka yang terdapat didalam dunia persilatan. Ada banyak sekali manusia yang sedang menyiksa diri hanya dikarenakan suatu cita-cita, suatu tujuan. Tapi ada pula sementara orang yang justru gemar sekali menyiksa dirinya sendiri.
Tentu saja Bwee Hoa bukan manusia semacam ini. Baginya, asal ada kesempatan untuk makan, dia akan makan sekenyang-kenyangnya, bila ada kesempatan untuk tidur pun maka dia akan berusaha tidur senyenyak-nyenyaknya. Satu-satunya pantangan baginya adalah jangan membiarkan diri sendiri kelewat lelah.
Leng siu tojin tak pernah mengerti, kenapa seorang manusia dengan perawakan seperti Bwee Hoa bisa menjadi seorang jagoan silat kelas satu dalam dunia persilatan, bahkan mengambil nama yang begitu indah, begitu seni untuk digunakannya.
Setelah ada Bwee Hoa dan Meh Tiok di situ, tentu saja Cing siong pun tak akan ketinggalan. Secara lamat-lamat Leng siu tojin sudah dapat merasakan tuan rumah tempat ini mengundang kehadiran mereka di sana bukan disebabkan oleh suatu maksud yang baik.
Dahulu ia belum pernah mendengar nama "Ting Peng" disebut-sebut orang. Sebelum berjumpa dengan orang ini, dia pun belum pernah memandang tinggi orang ini. Sekarang dia baru tahu, bahwa pandangan semacam itu adalah suatu pandangan yang salah.
Bukan saja pemuda itu memiliki banyak keistimewaan yang belum pernah dijumpai di kebanyakan orang, bahkan diapun memiliki suatu keyakinan pada diri sendiri yang sangat aneh, seakan-akan tiada persoalan yang tak bisa diselesaikan olehnya di dunia ini dan tiada perbuatan yang tak bisa dilakukan di dunia ini.
Leng siu totiang tidak mengetahui asal-usulnya, tidak mengetahui juga asal-usul perguruannya, tapi dia dapat melihat kalau ia bukan seorang manusia yang mudah dihadapi. Pada saat itulah kedengaran ada seseorang datang melapor:
"Liu Yok Siong, Liu cengcu dari perkampungan Siang Siong san-ceng telah datang dengan membawa serta hujinnya!"
Ketika mendengar nama Liu Yok siong disinggung, paras muka Ting Peng sama sekali tidak memperlihatkan perubahan apapun, hanya ujarnya dengan nada hambar: "Silahkan masuk!"
Tiba-tiba Leng siu tojin menjadi sadar dan mengerti, rupanya Ting Peng sengaja mengundangnya kemari untuk menghadapi Liu Yok siong. Liu Yok siong lah baru merupakan sasaran yang sebenarnya dari Ting Peng.
Sebab orang yang tiada perasaan, adakalanya justru jauh lebih menakutkan daripada orang yang berperasaan untuk mewujudkan kejadian pada hari ini, sudah pasti Ting Peng telah merencanakannya lama sekali. Peristiwa apakah yang bakal terjadi pada hari ini?
Tanpa terasa tangan Leng siu tojin mulai menyentuh gagang pedangnya. Entah bagaimanapun juga, Liu Yok siong tetap merupakan adik seperguruannya, peristiwa apapun yang bakal terjadi pada hari ini, asal pedangnya ada di sisinya, dia tak akan membiarkan siapapun untuk mengusik nama baik Bu tong pay.
Pelan-pelan dia bangkit berdiri ditatapnya wajah Ting Peng lekat-lekat, kemudian tegurnya: "Tahukah kau, Liu Yok-siong adalah saudara seperguruan pinto?"
Ting Peng tersenyum manggut-manggut.
"Apakah kalian adalah sahabat lama!" kembali Leng siu tojin bertanya keheranan.
Ting Peng tersenyum, hanya kali ini dia menggeleng. Dari balik sorot matanya yang bersih dan tenang itu mendadak memancar keluar senyuman istimewa yang tak mungkin bisa dipahami oleh orang kedua.
Leng-siu tojin segera berpaling, mengikuti sorot matanya yang memandang ke depan, ia saksikan sebuah tandu yang besar sekali.
Itulah sebuah tandu besar yang digotong oleh delapan orang, biasanya hanya pembesar kelas satu yang akan menaikinya bila hendak berangkat ke istana atau orang-orang kaya raya yang menyambut sanak keluarganya.
Liu Yok-siong berjalan di depan tandu itu, ternyata sikap serta mimik wajahnya hampir mirip dengan Ting Peng, membawa suatu kepercayaan pada diri sendiri yang aneh sekali. Selamanya dia adalah seorang yang selalu pandai menangani persoalan, kenapa pada hari ini dia membawa istrinya datang ke sana dengan menaiki tandu besar ini? Bahkan menggotong tandu itu sampai masuk ke dalam halaman rumah orang?
Leng-siu tojin mengerutkan kening, ia saksikan tandu itu melewati halaman rumah dan berhenti di ujung jembatan Kiu-ci-kiu di luar pagoda air itu.
Kemudian tirai di depan tandu di singkap orang, dari dalam tandu itu muncul sebuah tangan yang halus dan lembut seperti tak bertulang. Dengan cepat Liu Yok-siong membimbing tangan itu. Sepasang alis mata Leng-siu tojin berkernyit makin rapat, ternyata perempuan yang dibimbing turun oleh Liu Yok siong kali ini bukanlah istrinya.
Tapi sikapnya terhadap perempuan itu jauh lebih lembut dan halus daripada sikapnya terhadap istrinya sendiri.
Bu tong pay adalah suatu perkumpulan kaum lurus dalam dunia persilatan yang dihormati setiap orang, tentu saja anak murid Bu tong pay tak boleh melakukan perbuatan semacam ini.
Sambil menarik mukanya, Leng siu tojin segera melangkah keluar dari dalam pagoda air, kemudian serunya dengan suara dingin. "Suruh dia pulang!"
"Siapa yang disuruh pulang?" Liu Yok siong balik bertanya.
"Perempuan itu!"
"Kau tahu siapakah dia!"
"Perduli siapakah dia, suruh dia pulang!"
Ia telah memperhatikan suasana di sekeliling tempat itu, ketika banyak orang memandang ke arah perempuan itu, wajahnya segera memperlihatkan suatu mimik wajah yang aneh sekali. Ia tak dapat membiarkan perempuan itu tetap hadir di sana dan hanya membikin malu saja.
Tiba-tiba Liu Yok siong tertawa, katanya: "Ditempat ini memang ada seseorang yang harus pulang, tapi yang pasti bukan dia!"
"Kalau bukan dia lantas siapa?"
"Kau!" Setelah berhenti sejenak, lanjutnya dengan suara hambar: "Bila kau berlutut di hadapannya dan menyembah tiga kali kepadanya lalu cepat-cepat menggelinding pergi dari sini, mungkin aku masih bersedia untuk mengampuni dirimu!"
Paras muka Leng siu tojin segera berubah hebat, serunya dengan suara tertahan: "Apa kau bilang?"
"Aku telah mengatakannya dengan sangat jelas, aku rasa kaupun seharusnya sudah mendengar dengan jelas pula."
Leng siu tojin memang telah mendengar dengan jelas, setiap patah kata dapat didengarnya amat jelas, namun dia mimpipun tidak menyangka kalau perkataan seperti itu bisa diucapkan oleh Liu Yok siong. Sekuat tenaga dia berusaha untuk mengendalikan diri, kemudian katanya pelan:
"Apakah kau sudah lupa peraturan pertama dari perguruan kita berbicara tentang soal apa?"
"Perguruan mana yang kau maksudkan?"
"Apakah kau termasuk dalam perguruan manapun sudah kau lakukan?" hardik Leng siu tojin keras-keras.
Liu Yok-siong tertawa dingin. "Dulu aku memang pernah mengendon dalam perguruan Bu tong pay, tapi sekarang aku sama sekali sudah tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan Bu tong pay"
"Jadi kau sudah bukan anggota perguruan Bu tong pay lagi?" kata Leng siu tojin sambil berusaha keras untuk menahan amarahnya.
"Yaa, bukan!"
"Siapakah yang telah mengusirmu keluar dari perguruan Bu tong pay.?"
"Aku sendiri"
"Jadi kau hendak menghianati perguruan?"
Liu Yok siong mendengus dingin. "Hmm... aku mau datang lantas datang, mau pergi lantas pergi, dalam hal ini sama sekali tiada sangkut pautnya dengan soal penghianatan terhadap perguruan"
Bu tong pay adalah seorang pemimpin dari empat partai pedang paling besar di dalam dunia persilatan, perguruan kaum lurus yang diakui oleh setiap umat persilatan di dunia ini, setiap orang selalu merasa berbangga hati bila dapat mengakui dirinya sebagai anggota perguruan Bu tong pay, maka tindakan yang dilakukan Liu Yok siong ini benar-benar tidak di duga oleh siapapun.
Setiap orang memandang ke arahnya dengan pandangan terkejut, semua orang menganggap dia pasti sudah gila. Paras muka Leng siu tojin berubah menjadi hijau membesi, dia tertawa dingin tiada hentinya.
"Bagus, bagus sekali, bagus sekali...!"
"Kau masih ada perkataan yang lain?"
"Tidak ada!"
"Kalau memang begitu, kenapa tidak kau cabut keluar pedangmu?"
Mulutnya membicarakan dengan Leng siu Tojin, namun sepasang matanya justru memandang ke arah Lan-lan.
Lan-lan pun sedang memandang ke arahnya sambil tertawa manis sekali tertawanya, seakan-akan dia sedang memberitahukan kepadanya: "Tindakan mu itu bagus sekali, asal aku ada di sampingmu, tak sampai sepuluh gebrakkan, kau pasti dapat membunuhnya..."
Tiada orang yang akan mempercayai perkataan itu. Tak ada orang yang berani percaya kalau Liu Yok siong dapat mengalahkan Leng siu tojin, manusia nomor satu dalam perguruan Bu tong pay saat ini hanya didalam sepuluh gebrakan saja.
Tapi Liu Yok siong mempercayainya seratus persen. Walau didalam lima jurus serangan yang pertama Leng siu tojin berhasil menguasai seluruh keadaan dan posisi, memaksanya tak sanggup untuk bernapas kembali. Tapi, dia masih tetap percaya Lan-lan tak akan membuatnya merasa kecewa.
Ketika mencapai jurus yang ke sembilan, ia sudah di paksa ke sudut yang mematikan, walau dengan mempergunakan jurus-jurus apapun, dia sudah tak sanggup lagi untuk menembusi serangan dari Leng siu tojin itu.
Mereka sama-sama mempergunakan ilmu pedang aliran Bu tong pay, dalam bidang ini Leng siu jauh lebih hapal dan matang dari dirinya. Mendadak ia teringat kembali dengan jurus Thian gwa liu seng (bintang kemukus di luar langit) tersebut.
Thian gwa liu seng bukan ilmu pedang Bu tong pay, begitu pedangnya melakukan gerakan yang berbeda, desingan angin tajam segera membelah angkasa.
"Creeet..." Ujung pedang itu sudah menusuk masuk ke dalam dada kiri Leng siu tojin hingga menembusi punggungnya, ternyata pedang itu telah menembusi dada Leng siu.
Setiap orang menjadi tertegun, Liu Yok siong turut menjadi tertegun. Dia sendiri tahu, jurus pedang itu paling banter hanya bisa digunakan untuk menembusi serangan gencar dari Leng siu tojin, tak mungkin serangan tersebut bisa membinasakan dirinya.
Tapi buktinya Leng siu toojin telah tewas di ujung pedangnya. Kelopak mata Lang siu toojin mulai membuyar, sorot matanya penuh diliputi rasa ngeri, takut, kaget dan tercengang. Sudah jelas dia dapat menghindarkan diri dari tusukan pedang itu, tapi kenyataannya sekarang tidak berhasil.
"Mengapa bisa demikian?"
Sewaktu Leng siu toojin roboh di atas tanah, Liu Yok siong sama sekali tidak melihatnya. Dia sedang memandang ke arah Lan-lan. Lan-lan juga sedang memandang ke arahnya sambil tertawa, tertawa semakin manis, seolah-olah dia sedang memberi tahukan pula kepadanya.
"Asal aku berada di sini, asal kau percaya kepadaku, entah apapun yang ingin kau lakukan, pasti dapat kau lakukan."
Sekarang ingatan yang melintas dalam benak Liu Yok siong tentu saja adalah membunuh Ting Peng dan melenyapkan bibit bencana bagi dirinya di kemudian hari. Mendadak ia menemukan Ting Peng telah berada di hadapan mukanya.
Liu Yok siong segera tertawa, sapanya: "Baik baikkah kau!"
Ting Peng juga tertawa. "Baik-baikkah kau!" balasnya.
"Aku sangat baik, tapi kau pasti tidak baik."
"Oooh......"
"Sebab aku telah membunuh tamu yang kau undang di rumah gedungmu yang baru jadi, masa hal ini termasuk baik?"
Setelah tersenyum kembali, ujarnya: "Aku tahu bukan saja perasaanmu tidak baik, nasibmu juga kurang begitu baik"
"Mengapa?"
"Sebab kau telah bertemu lagi denganku!"
Ting Peng menghela napas panjang, sahutnya. "Yaa, benar, setiap kali bertemu dengan kau, seakan-akan aku pasti akan sial!"
Walaupun peristiwa itu sudah berlangsung pada empat tahun berselang, namun kejadian itu masih meninggalkan kesan yang amat dalam dan terang dalam ingatan Liu Yok-siong. Bahkan dia masih ingat mimik wajah Ting Peng yang diliputi rasa kaget, tercengang, sedih dan menderita setelah mengetahui kalau "Ko-siau" sebetulnya adalah Liu hujin.
Bagi Liu Yok siong kejadian tersebut benar-benar merupakan suatu rencana yang maha besar, singkat tapi mengesankan, hampir setiap bagian dari rencananya itu disusun secara jitu dan rapat. Ia belum pernah memikirkan tentang Ting Peng, diapun tak pernah membayangkan bagaimana perasaan Ting Peng ketika itu.
Entah siapa saja, bila dia mengalami kejadian seperti itu, ditipu mentah-mentah, di cemooh dan dihina habis-habisan, maka kenangan semacam itu tak akan mudah dilupakan kembali. Sekarang, tak bisa disangkal lagi diapun sedang memikirkan peristiwa tersebut.
Tapi kenyataannya dia masih tertawa, semacam senyuman bagi seorang yang berhasil, penuh dengan rasa percaya pada diri sendiri serta sikap mencemooh terhadap orang lain. Dia memang telah berubah menjadi begini tenang mantap, begitu menakutkan, bahkan Liu Yok-siong sendiripun dapat merasakan keseramannya itu.
Untung saja Lan-lan berada di belakangnya, setiap kali Liu Yok-siong memalingkan kepalanya, dia akan segera menyaksikan senyuman yang manis dan menawan hati itu, seolah-olah dia sedang memberi tahukan kepadanya...
"Asal ada aku disini, entah apapun yang ingin kau lakukan, lakukan saja dengan perasaan lega"
Liu Yok-siong menghembuskan napas pelan, kemudian katanya sambil tersenyum: "Ucapanmu memang tidak salah, setiap kali asal kau bertemu denganku, maka kau akan sial"
"Bagaimana dengan kali ini?"
"Kali inipun sama saja!"
"Aku kuatir kalau kali ini sama sekali berbeda!"
"Karena kali ini berada di rumahmu dan kau punya pembantu?" ejek Liu Yok siong.
"Persoalan ini merupakan persoalan pribadi kita berdua, aku tak ingin membiarkan orang ketiga turut mencampurinya"
""Kalau memang begitu, bagus sekali"
"Kau telah membunuh Long siu tootiang, tentu saja ada anggota Bu tong pay yang akan mencarimu untuk membuat perhitungan"
"Seandainya aku dapat membunuhmu?"
Ting Peng segera tertawa. "Asal kau dapat menangkan aku sejurus, bukan saja setiap saat kau dapat memenggal batok kepalaku, perkampungan yang megah inipun akan menjadi milikku, buat orang mati kan tidak membutuhkan lagi tempat yang demikian besarnya ini!"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Liu Yok siong, dia segera manggut-manggut. "Benar juga ucapanmu itu" katanya.
"Setiap orang yang telah mati, asal ada tanah sepanjang tujuh depapun sudah lebih dari cukup, oleh sebab itu..."
Reaksi dari Liu Yok siong ternyata tidak lambat, segera katanya: "Oleh karena itu bila aku sampai kalah, akupun akan menghadiahkan perkampungan Siang siong san-ceng tersebut kepadamu"
Ting Peng segera tersenyum. "Nah, beginilah baru dianggap suatu pertarungan yang sangat adil ...."serunya.
"Baik, kita tetapkan dengan sepatah kata ini saja"
"Begitu banyak enghiong hohan dari seluruh dunia persilatan yang hadir di sini dan bertindak sebagai saksi, sekalipun kau ingin mungkir pun tak nanti bisa mungkir"
"Bagus sekali" seru Liu Yok siong kemudian. Tangannya menggenggam gagang pedang kencang-kencang, noda darah dari Leng-siu toojin yang semula menodai ujung pedangnya sekarang akan dibasahi lagi oleh darah segar orang lain.
Ia berpaling, Lan lan sedang memandang ke arahnya sambil tersenyum, seakan-akan sedang memberi jaminan kepadanya. Dalam sepuluh gebrakan Ting Peng pasti akan mati di ujung pedangmu!"
Liu Yok song segera merasakan semangatnya berkobar-kobar, bentaknya kemudian: "Loloskan pedangmu!"
"Aku telah bersumpah tak akan menggunakan pedang lagi dalam kehidupanku di dunia ini"
"Lantas apa yang kau gunakan?"
"Golok!"
Liu Yok siong segera tertawa terbahak-bahak: "Haaahh... haaahh... haaah... bila kau menggunakan golok, aku bersedia mengalah tiga jurus kepadamu!"
Golokpun merupakan sebuah alat senjata untuk membunuh orang. Tapi ilmu golok lebih mudah dipelajari, lagi pula tidak begitu hebat, setiap umat persilatan semuanya tahu sepuluh tahun belajar ilmu pedang, setahun belajar ilmu golok.
Ilmu pedang memang jauh lebih sempurna dan lihay daripada ilmu golok, sebab pedang itu sendiri sudah melambangkan suatu keanggunan dan suatu kegagahan yang tak terlukiskan.
Sudah banyak tahun dalam dunia persilatan tak pernah muncul seorang jago golok pun. Apalagi seorang yang menjadi termasyhur karena ilmu goloknya yang maha dahsyat.
Seseorang yang belajar menggunakan pedang, secara tiba- tiba berubah menggunakan golok, hal ini boleh dibilang jarang sekali di jumpai dalam dunia persilatan.
Sebab bagaimanapun baiknya suatu ilmu golok, kehebatannya hanya terbatas sekali, makanya Liu Yok siong lantas berseru: "Perlihatkan golokmu!"
GOLOK Ting Peng sudah berada ditangan. Itulah sebilah golok yang sederhana sekali, tidak memiliki pula sejarah yang cemerlang atau ternama. Golok itu berbentuk bulan sabit, mata goloknya melengkung, gagang goloknya juga melengkung.
Ting Peng meraba sebentar mata goloknya kemudian berkata: "Inilah golokku!"
"Aku sudah melihatnya" Kata Liu Yok siong.
"Golok ini selain tidak tajam, juga bukan termasuk sebilah golok kenamaan."
"Aku dapat melihatnya"
"Golok ini belum pernah menghirup darah manusia, sebab hari ini baru pertama kali kucoba untuk mempergunakannya"
"Kau hendak menggunakan aku untuk mencoba golokmu?" Liu Yok-siong tertawa dingin tiada hentinya.
"Justru karena aku hendak menggunakan kau untuk mencoba golok, maka aku membiarkan kau meraih suatu keuntungan." Dengan hambar dia melanjutkan: "Asal kau sanggup menahan tiga jurus golokku, anggaplah kau yang menangkan pertarungan ini"
Liu Yok siong memandang ke arahnya, mimik wajahnya menunjukkan seolah-olah seseorang yang melihat orang gila sedang kambuh di hadapannya. Kembali Lan-lan tertawa, tertawanya lebih manis, lebih menarik hati.
"Baik!" sahut Liu Yok siong kemudian, "akan kulihat sampai di manakah kehebatan dari ke tiga jurus golokmu itu!"
"Kau tak akan melihatnya." kata Ting Peng. Tangannya diayunkan, hawa golok segera beterbangan memenuhi seluruh angkasa.
Golok yang lengkung memancar pula cahaya golok yang lengkung, pada mulanya masih seperti bulan sabit, tapi secara tiba-tiba telah berubah menjadi sekilas cahaya bianglala yang amat menyilaukan mata.
Tiada orang yang menyaksikan perubahan goloknya itu, juga tak seorangpun yang dapat melihat gagang goloknya. Cahaya golok begitu muncul, golok tersebut segera lenyap tak berbekas...
Sudah banyak tahun dalam dunia persilatan tak pernah muncul seorang jago golok kenamaan, sudah banyak tahun orang persilatan tak pernah menyaksikan cahaya golok yang begitu hebat dan mengerikan.
Siapapun tidak tahu serangan goloknya yang kedua nanti akan memperlihatkan perubahan menakutkan apa lagi? Tapi kenyataannya, tiada serangan golok yang ke dua. Cahaya golok hanya berkelebat lewat, kemudian lenyap tak berbekas.
Ting Peng hanya melancarkan sebuah bacokan saja. Ketika cahaya berkelebat lewat dan lenyap Liu Yok siong sama sekali tidak roboh. Pedangnya masih berada dalam genggamannya tubuhnya juga masih berdiri tak berkutik di tempat tersebut, hanya saja seluruh wajahnya telah berubah menjadi pucat pias tak berdarah.
Tiada serangan golok kedua yang dilancarkan. Menang kalah belum berhasil ditentukan kenapa tiada serangan golok yang kedua?
Ting Peng membelai mata goloknya dengan lembut, kemudian berkata hambar: "Aku tahu kalau kau tidak dapat melihat apa-apa!"
Liu Yok siong tidak bergerak, juga tidak mengucapkan sepatah katapun juga. Mendadak... "Traaang!" pedang yang berada didalam genggamannya itu terjatuh ke tanah.
"Paling tidak kau harus berlatih sepuluh tahun lagi sebelum dapat melihat serangan ketiga dari golokku" kata Ting Peng pelan.
Liu Yok siong masih tidak bergerak, pun mulutnya membungkam diri dalam seribu bahasa. Mendadak segumpal darah segar memancar keluar dari atas pergelangan tangannya.
"Sekarang, aku hanya cukup menggunakan sebuah bacokan saja" tambah Ting Peng.
Liu Yok siong masih juga tidak bergerak ataupun mengeluarkan suara, ia masih diam bungkam diri dalam seribu bahasa. Mendadak di atas wajahnya yang pucat pias itu muncul sebuah tanda salib yang memancarkan cahaya terang. Cahaya terang itu berasal dari darah segar yang memancar keluar.
Tiada orang yang bersorak sorai. Setiap orang merasakan tangan dan kakinya menjadi dingin seperti es, setiap orang merasakan peluh dingin telah membasahi sekujur tubuh mereka. Sekarang setiap orang baru tahu, rupanya bacokan golok tadi selain menyambar di atas pergelangan tangan Liu Yok siong, bacokan membuat pula tanda salib di atas wajahnya.
Tapi darah yang memancar keluar dari mulut luka itu hingga sekarang baru memancar keluar. Sebab dalam bacokan tersebut sedikit tenagapun tidak disertakan, karena bacokan tersebut benar-benar terlalu cepat. Tiada orang yang bersorak, karena tiada orang yang pernah menyaksikan ilmu golok seperti itu.
Golok itu sudah dimasukkan kembali ke dalam sarungnya. Ting Peng hanya mengucapkan tiga patah kata yang amat singkat sekali: "Kau telah kalah."
Akhirnya pelan-pelan Liu Yok siong mengangguk, pelan-pelan membalikkan badan dan pelan-pelan berjalan menuju ke hadapan Lan-lan. Lan-lan masih tertawa, hanya saja senyumannya sekarang sudah tidak semanis dan serta menawan tadi lagi. Senyuman itu seolah-olah seperti agak dipaksakan.
Liu Yok siong telah berdiri di hadapan mukanya dan menatap ke arahnya, darah yang memancar keluar dari luka berbentuk salib di atas wajahnya itu kini sudah membeku. Darah segar baru saja menyembur keluar dengan cepat pula membeku kembali....
Paras muka Liu Yok-siong pun berubah menjadi sangat kaku, sepatah demi sepatah kata dia berkata: "Aku kalah!"
Lan-lan menghembuskan napas panjang, lalu berkata: "Tampaknya seperti kau yang telah kalah!"
"Kau pernah berkata kepadaku, aku tak bakal kalah!" gumam Liu Yok siong.
"Aku pernah berkata?"
"Kau pernah berkata, asal ada kau berada di sini, maka aku tak bakal menderita kekalahan"
""Kau pasti salah mendengar, masa aku pernah mengucapkan kata-kata seperti ini?"
"Aku tak pernah salah mendengar, kau bilang kau akan membelaku, mengapa kau tidak turun tangan sekarang?"
"Kenapa aku musti turun tangan? Aku bisa membantumu berbuat apa?"
Mendadak dari kejauhan ada terdengar orang sedang tertawa, dalam tertawanya itu penuh mengandung nada ejekan dan cemoohan.
"Pekerjaan yang bisa dia lakukan untuk membantumu adalah menolongmu melepaskan celana dalam."
Ternyata Lan-lan juga turut tertawa. "Sedikitpun tidak salah kalau dia berkata demikian" katanya, "Satu-satunya pekerjaan yang bisa ku tolong adalah melakukan perbuatan itu, sebab pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang paling berpengalaman bagiku"
"Liu Yok siong memandanginya lekat-lekat, kemudian dengan sinar mata memancarkan rasa kaget dan takut dia berseru: "Kau, sebenarnya siapakah kau"
"Dengan menghamburkan uang sebesar enam puluh laksa tahil perak kau telah menebusku pada rumah pelacuran Boan-cui-wan, lalu suruh aku menunggu kedatanganmu di loteng Hwe-sian-lo dan menemani kau datang kemari, bahkan menggunakan pula sebuah tandu yang begitu besar untuk menyambut kedatanganku"
Setelah tertawa cekikikan, dia melanjutkan: "Masa siapakah aku pun tidak kau ketahui?"
Boan cui wan adalah sebuah rumah pelacuran sebuah rumah pelacuran yang amat termasyhur, pelacur paling top dari Boan-cui-wan bernama Cui Sian. Dengan mempergunakan sebuah jari tangannya yang lembut dan halus, dia menuding ke ujung hidung sendiri, kemudian berkata:
"Akulah Cui sian, paling tidak ada seratus orang yang hadir disini kenal aku!"
Paras muka Liu Yok siong berubah hebat, tiba-tiba kulit wajahnya seperti lagi mengejang keras, tanda "salib" di atas wajahnya seperti merekah kembali, darah segar segera memancar keluar dan menodai seluruh wajahnya. Dia bukan seorang yang bodoh. Akhirnya dia mengerti, sekarang dia telah memahami semua persoalan, memahami semua masalahnya. Orang lain memandang ke arahnya dengan sorot mata yang aneh, bukan karena kagum juga bukan karena dengki.
Di tempat itu paling tidak ada seratus orang yang kenal dengannya, tahu kalau dia adalah Cui Sian dari rumah pelacuran Boan Sui-wan. Mungkin saja celana dalam seratus orang itu pernah dilepas olehnya.
Sebaliknya dia telah menyambut perempuan itu dengan menggunakan tandu besar yang digotong delapan orang, menganggapnya sebagai seorang dewi dan mengajaknya datang kemari, dia berharap perempuan itu dapat memberikan kehormatan serta kekayaan seperti apa yang dia idam-idamkan.
Pada hakekatnya kejadian ini merupakan suatu lelucon, sesuatu lelucon yang dapat membuat orang tertawa terpingkal-pingkal sehingga air matapun turut keluar. Lelucon ini pada hakekatnya jauh lebih menggelikan daripada lelucon yang diciptakan olehnya untuk Ting Peng pada empat tahun berselang.
Akhirnya sekarang dia baru tahu bagaimanakah perasaan Ting Peng pada waktu itu. Itulah suatu balasan dendam. Pembalasan dari Ting Peng amat bagus, kejam dan lagi tuntas.
Seperti Liu Yok siong menghadapi rencananya sendiri, rencana inipun telah disusun dan diatur melewati suatu persiapan yang cermat dan luar biasa, setiap bagian dipersiapkan secara cermat dan sempurna.
Yang paling penting untuk mensukseskan rencana ini adalah harus memberikan tekanan jiwa dulu kepada Liu Yok siong, agar dia merasa pikirannya gundah dan kacau balau tak karuan.
Suara titikan batu yang berkumandang siang malam dari bangunan megah dibukit seberang telah mendatangkan ketegangan syaraf dan tekanan batin buat Liu Yok siong. Jika syaraf orang sudah mengalami ketegangan, maka sudah pasti dia akan selalu curiga, tidak tenang dan kebingungan.
Apalagi setelah seorang gadis cantik berpinggang ramping berpaha besar yang berbaring di atas ranjang berubah menjadi seekor anjing betina. Menyuap pengurus gudang arak untuk mengganti isi guci arak wangi dengan air kotor. Menambahkan sedikit obat racun didalam makanan ayam itik, kerbau dan kambing yang dipelihara.
Semuanya itu bukan suatu pekerjaan yang terlalu sukar. Tapi bagi seseorang yang syarafnya sudah mengalami ketegangan dan mulai banyak curiga, kejadian-kejadian semacam ini dengan cepat akan berubah menjadi suatu peristiwa yang sukar untuk dijelaskan.
Oleh karena itu semua kejadian itu akan berubah menjadi semacam daya tekanan yang menekan batinnya, menekan batin Liu Yok siong sehingga hampir saja tak sanggup bernapas kembali.
Kemudian muncullah lakon yang menamakan dirinya: "Lan- lan" bagaikan sebatang balok kayu yang tiba-tiba muncul di depan seseorang yang hampir mati tenggelam saja. Padahal di dunia ini tiada orang yang bernama "Lan-lan" Lan lan adalah Cing Cing.
Cukup buat Cing cing untuk menukar pakaiannya dengan sebuah jubah berwarna biru, lalu menutupi wajahnya dengan kain cadar dan memberitahukan kepada Liu Yok siong.
"Aku adalah Lan-lan, akulah orang yang satu-satunya yang bisa menolongmu, hanya aku yang dapat melawan Cing Cing."
Tentu saja Liu Yok siong tak bisa tidak akan mempercayainya seratus persen. Apalagi dia masih mempersilahkan Liu Yok siong untuk menyaksikan pertarungan yang menegangkan syaraf antara dia dengan "Cing-cing"
Cing cing yang dilihat Liu Yok siong ketika itu, tentu saja tak lebih hanya seorang perempuan yang lain. Bagaimanapun juga Liu Yok siong toh tak pernah tahu macam apakah wajah Cing-cing itu, juga tak tahu macam apakah wajah Lan-lan?
Selanjutnya terjadilah serentetan kejadian aneh yang membuat ia semakin percaya akan kemampuan tokoh yang menamakan dirinya Lan-lan ini. Oleh sebab itu mimpipun dia tak pernah menyangka kalau perempuan yang di suruh Lan-lan untuk di jemput dengan menggunakan sebuah tandu besar yang digotong delapan orang itu sebenarnya tak lebih hanya seorang pelacur dari rumah pelacuran Boan cui wan.
Sekarang, walaupun dia sudah memahami segala sesuatunya, walaupun dia telah memahami kunci terpenting dari semua rencana itu, sayang dia tak mampu berkata apa-apa. Sebab dia tahu, sekalipun persoalan itu di utarakan keluar belum tentu orang lain mempercayainya.
Sekarang istrinya telah mati, mati didalam pelukan seorang lelaki lain. Rumah tinggalnya juga telah menjadi milik orang lain. Dengan tangan sendiri dia telah membunuh kakak seperguruannya sendiri menghianati perguruan dan melanggar pantangan paling besar bagi seorang umat persilatan.
Padahal semua perbuatan yang telah di lakukannya selama ini merupakan perbuatan-perbuatan yang tak mungkin bisa diampuni oleh orang lain, bahkan dia sendiripun tak dapat mengampuni diri sendiri.
Sekalipun Ting Peng tidak membunuhnya sekarang, diapun tak dapat menancapkan kakinya kembali di dunia persilatan. Ia malu untuk berhadapan lagi dengan rekan-rekan persilatan lainnya, sedang rekan-rekan persilatannya juga tak akan membiarkan dia menancapkan kakinya lagi dalam dunia persilatan.
Bila seseorang telah menghancurkan masa depannya sendiri, sudah terdesak sampai ke sudut yang paling pojok, dan tak mungkin bisa jalan lagi, apakah yang harus dia lakukan?
Memang Liu Yok siong telah melakukan suatu perbuatan yang mimpipun tak pernah disangka oleh siapapun.
BULAN dua belas tanggal lima belas malam. Malam itu bulan purnama, seluruh permukaan bumi bermandikan cahaya terang yang berwarna keperak-perakan.
Sekarang sudah pada waktunya untuk memasang lampu, namun Cing cing tidak memasang lampu. Dia suka duduk tenang seorang diri dalam kegelapan, menikmati kehidupan malam yang sepi dan hening. Sejak kecil ia sudah terbiasa hidup sebatang kara, karena pada hakekatnya tiada pilihan lain baginya.
Bangunan di atas loteng kecil itu megah dan anggun, setiap barang yang berada di dalam rumah itu merupakan pilihan yang tepat, melewati penelitian yang seksama. Dia tak dapat menikmati segala macam persoalan kasar dan tidak bersih yang ada di dunia ini.
Sebab sejak kecil ia memang dibesarkan dalam lingkungan semacam ini, hakekatnya tak pernah merasakan kemurungan dalam ketidak beruntungan dalam kehidupan manusia. Tapi sekarang, secara tiba-tiba ia menemukan dirinya seakan-akan sudah mulai kesal. Kesalahan dari manusia.
Setiap perempuan muda yang sedang berada dalam usia remajanya, tak bisa tidak pasti akan merasakan ke kesalahan ini. Tiba-tiba saja dia merasakan dirinya terlampau kesepian.
Diluar jendela lamat-lamat kedengaran ada suara orang sedang berbicara. Walaupun loteng itu letaknya agak jauh dari ruangan dimana Ting Peng menerima tamu, namun suara yang berkumandang dari sana masih dapat terdengar dengan jelas dari sini.
Dia tahu tamu yang berdatangan pada hari ini tidak sedikit, diantaranya banyak yang merupakan jago-jago kenamaan yang menggetarkan dunia persilatan, sudah cukup lama dia mengetahui tentang kegagahan orang-orang itu.
Diiringi sekali turut menghadiri perjamuan itu dan bergembira ria menikmati kehidupan yang bahagia bersama mereka, menggunakan mangkuk besar untuk meneguk arak, mendengarkan kisah-kisah yang menggetarkan sukma dari mulut mereka.
Bagi seorang gadis yang belum pernah mengalami kejadian seperti itu, peristiwa semacam ini betul-betul merupakan suatu daya pikat yang sukar untuk dilawan.
Tapi ia tak dapat pergi. Sebab dia adalah "rase"" sejenis makhluk aneh, dalam kehidupannya sudah ditakdirkan tak akan merasakan kegembiraan dan kebahagiaan seperti kehidupan manusia biasa.
Dia sudah kawin selama empat tahun dengan Ting Peng. Selama empat tahun ini, hampir boleh di bilang siang maupun malam mereka selalu bersama, tanpa Ting Peng di sisinya, hampir boleh dibilang dia tak sanggup untuk tidur.
Ting Peng berasal dari keluarga miskin, dia bukan termasuk seorang lelaki romantis yang pandai bermesraan. Sejak kecil dia harus pandai memperjuangkan diri agar termasyhur, terhadap kehidupan cinta atau bersenang-senang, tidak banyak yang dia ketahui.
Walaupun ia muda dan gagah, namun selama satu dua tahun belakangan ini kasih sayangnya terhadapnya sudah makin lama semakin berkurang, hubungan suami istripun sudah tidak sebanyak dahulu lagi. Tapi ia tetap mencintainya dengan sepenuh hati.
Dia adalah satu-satunya lelaki yang berada dalam kehidupannya, demi dia, untuk melakukan perbuatan apapun ia rela untuk melakukannya. Ia ingin merasa bangga karena menjadi istrinya, bahkan dalam mimpipun dia selalu berharap agar dia dapat menggandeng tangannya dan memperkenalkan dia kepada teman-temannya, kepada tamu-tamu agung dan memberitahukan kepada orang lain bahwa dia adalah istrinya, dialah Ting hujin (nyonya Ting).
Ting hujin suatu sebutan yang begitu indah dan begitu anggun, sayang selama hidup mungkin dia tak akan dapat mendengarkan orang lain menggunakan sebutan tersebut untuk memanggilnya. Karena dia adalah "rase", jenis makhluk lain, tidak mungkin dia bisa menampakkan diri di hadapan orang lain bersama Ting Peng.
Benarkah aku adalah Rase? Kenapa aku harus menjadi "rase". Sepasang mata Cing-cing berkaca-kaca, hatinya merasa sakit sekali seperti ditusuk-tusuk dengan jarum. Sebab dalam hatinya mempunyai sebuah rahasia, rahasia yang tak dapat dikatakan kepada siapapun, termasuk juga kepada Ting Peng.
Rahasia itu bagaikan sebatang jarum yang siang malam setiap menit setiap detik selalu menusuk hatinya. Kecuali dalam persoalan ini, dia masih tetap riang gembira dan berbahagia. Asal tiada persoalan yang terlalu penting artinya, Ting Peng selalu berusaha untuk menemaninya.
Sekarang dia seperti telah datang, dari arah anak tangga sana sudah kedengaran suara langkah kakinya. Cepat-cepat Cing cing menyeka air matanya dan bangkit berdiri.
Ting Peng telah membuka pintu sambil bertanya. "Mengapa kau tidak memasang lampu?"
Cing-cing tidak menjawab, tiba-tiba dia lari ke dalam pelukannya dan merangkul pemuda itu kencang-kencang, seakan-akan mereka sudah banyak waktu tak pernah berjumpa saja, sekalipun mereka baru berpisah satu dua jam berselang. Dia terlalu takut kehilangan dia.
Setiap mereka berpisah, dia selalu merasa takut, takut kalau dia akan pergi dan tak kembali lagi. Sebab dia tak lebih hanya seorang perempuan rase, sedang tempat ini adalah dunianya manusia, dalam hatinya selalu timbul perasaan rendah diri yang tak terlukiskan dengan kata- kata. Walaupun Ting Peng tidak memahami perasaannya itu, namun dapat merasakan kelembutan cintanya.
"Sekarang, semua orang sedang mulai minum arak, maka aku mencari kesempatan untuk balik kemari dan menengok kau"
Cing-cing merasakan tenggorokannya seakan-akan tersumbat oleh suatu benda yang amat besar, membuat dia tak sanggup berkata-kata, namun dalam hatinya penuh dengan kehangatan dan rasa terima kasih.
Dia berharap pemuda itu bisa berkata lebih lanjut, beritahu kepadanya, walau berada di tempat lain, hatinya selalu teringat dan merindukan dirinya. Sayang apa yang dikatakan Ting Peng selanjutnya bukanlah perkataan yang dia ingin dengar.
"Aku harus kembali untuk memberitahukan kepadamu, rencana kita telah berhasil, aku telah menghancurkan Liu Yok siong"
Rupanya dia kembali kesana karena ingin memberitahukan hal itu kepadanya, padahal hampir saja ia telah melupakan persoalan tersebut. Walaupun dia turut serta dalam menyusun rencana tersebut, bahkan dengan tak segan-segannya membantu dia untuk mensukseskan rencana ini.
Tapi dia berbuat kesemuanya itu tak lebih hanya karena dia. Demi dia, dia tak segan untuk berbohong, tak segan untuk menipu orang, tak segan untuk melakukan perbuatan apapun yang belum pernah dia lakukan sebelumnya, tapi terhadap budi dan dendam yang terjalin diantara manusia, ia tidak memandangnya terlalu berat.
Tapi Ting Peng kelihatan gembira sekali, dia telah menuturkan semua keadaan yang telah berlangsung selama ini. Rasa dendam yang sudah tertanam selama banyak tahun dalam dadanya kini sudah terlampiaskan keluar, kejadian ini benar-benar merupakan suatu kejadian yang patut di girangkan.
Untuk menggirangkan hatinya, diapun pura-pura mendengarkan dengan penuh perhatian, walaupun dalam hati kecilnya sebenarnya dia hanya ingin berpelukan dengan tenang dengannya. melewati kehidupan yang bahagia dalam ketenangan dan kemesraan pada hari ini.
Terdengar Ting Peng berkata pula: "Jika kau dapat menyaksikan perubahan mimik wajah Liu Yok siong setelah ia mengetahui kalau dewi yang menolongnya selama ini tak lebih hanya seorang pelacur, kau pasti akan merasa sangat gembira."
Cing-Cing dapat memahami perasaannya, sebab diapun pernah menerima penderitaan akibat pukulan batin seperti itu. "Bagaimana kemudian?" tak tahan dia bertanya.
"Seandainya kau menjadi dia, apa yang hendak kau lakukan dalam keadaan seperti ini?"
"Aku tak tahu!" Dia memang tak tahu, tidak pernah dia pikirkan segala macam kelicikan dan kebusukan hati manusia di dunia ini.
"Coba terkalah" kata Ting Peng amat gembira, "Coba kau tebak, perbuatan apakah yang dia lakukan?"
"Dia kabur?"
"Dia sendiripun tahu kalau dia tak akan bisa kabur?" kata Ting Peng, "Sekalipun dapat kabur, dia hendak kabur kemana?"
"Kalau begitu dia jatuh pingsan?"
"Tidak"
"Teman-teman Leng siu membunuhnya ?"
"Juga tidak"
"Kalau begitu dia pasti membunuh perempuan itu, kemudian menggorok leher sendiri untuk bunuh diri?"
"Dugaan ini memang agak masuk diakal."
Seandainya seseorang telah berada didalam keadaan seperti ini, mati rasanya jauh lebih baik daripada hidup.
Namun Ting Peng menggelengkan kembali kepalanya. "Dia tidak mati, dia masih merasa berat hati untuk mati" katanya. Setelah tertawa, dia menambahkan. "Perbuatan yang dia lakukan tak nanti bisa diduga oleh siapapun dan tak mungkin akan dilakukan oleh siapapun yang ada di dunia ini."
"Apa yang telah dia lakukan?"
"Ketika orang lain mengira dia akan mencari akan untuk beradu jiwa, tiba-tiba dia berlutut di hadapanku dan memohon kepadaku untuk menerimanya menjadi murid!"
Usia Liu Yok siong sudah pantas untuk menjadi ayah Ting Peng, dalam dunia persilatan dia bukan seorang yang tak bernama tapi di hadapan begitu banyak umat persilatan dan orang gagah yang berkumpul di situ ia telah melakukan perbuatan tak terduga. Kecuali dia, siapa lagi di dunia ini yang sanggup untuk melakukan perbuatan seperti itu?
Cing Cing menghela napas panjang katanya: "Kulit muka orang ini betul-betul amat tebal, apa yang dilakukan juga luar biasa sekali"
"Sesungguhnya apa yang dia inginkan kepadaku, tak mungkin bisa kukabulkan, sungguh tak disangka ternyata dia memohon kepadaku untuk menerimanya menjadi murid."
"Dan kau meluluskan permintaannya?"
Ting Peng tersenyum. "Tak ada salahnya mempunyai seorang murid macam dirinya itu ..." dia menjawab.
Cing-cing tidak berkata apa-apa lagi. Walaupun dia merasa tindakan yang dilakukan itu tidak benar, tapi apa yang ingin dilakukan Ting Peng, tak pernah ia tampik atau mengemukakan keberatan. Semua kejadian yang kemudian berlangsung menjadi bertentangan dengan apa yang menjadi harapannya semula.
Sebenarnya dia hanya berharap Ting Peng dapat menjadi seseorang yang tak pernah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan batinnya, dia ingin mengajaknya mencari suatu tempat yang sepi dan melewati suatu kehidupan yang bahagia. Tapi Ting Peng mempunyai ambisi. Setiap lelaki pasti berambisi dan harus berambisi, sebab ambisi merupakan semangat dan harga diri dari seorang lelaki, lelaki tanpa ambisi tak bisa disebut seorang lelaki.
Dia tidak menyalahkan Ting Peng, cuma ambisi Ting Peng kelewat besar, jauh lebih besar daripada apa yang dibayangkan semula.
Ambisi adalah suatu makhluk aneh yang sudah ada semenjak dahulu kala, asal kau biarkan dia tetap hadir dalam dadamu, maka makin hari dia akan berubah semakin besar, sehingga akhirnya demikian besarnya sampai kau sendiripun tak dapat mengendalikannya lagi. Bagi seorang lelaki yang berambisi, manusia macam Liu Yok siong memang tak bisa disangkal lagi merupakan seorang yang sangat berguna.
Yang dikuatirkan Cing-cing hanya satu hal. Dia hanya kuatir ambisi Ting Peng semakin besar sehingga dia sendiripun tak dapat mengendalikan lagi, maka bila sampai terjadi hal semacam ini. kemungkinan besar dia akan ditelan sendiri oleh ambisinya itu.
Teringat akan persoalan ini, dia segera teringat pula akan suatu persoalan lain yang jauh lebih menakutkan lagi. Tiba-tiba dia bertanya: "Dari pihak Sin kiam san-ceng, apakah ada yang hadir pada hari ini?"
"Aku masih ingat, agaknya kau telah mengirim orang secara khusus untuk menyampaikan surat undangan kepadanya?"
Undangan yang diantar bukan cuma satu saja, selain ditunjukkan untuk majikan dari Sin kiam san-ceng sekarang, yaitu Cia Siau hong, pendekar pedang nomor satu di dunia pada saat ini, Cia sianseng yang lain pun mendapat undangan pula. Cia sianseng itu bermuka bulat, berperawakan gemuk, berwajah penuh senyuman, amat ramah tamah.
Bulan tujuh tanggal lima belas empat tahun berselang, ketika Ting Peng dicemooh dan dihina dalam perkampungan Siang siong san ceng. Cia sianseng itupun turut hadir di sana.
"Tapi hari ini mereka tidak datang"
Teringat akan persoalan ini, kegembiraan Ting Peng tidak secerah tadi lagi. Bukan cuma orang-orang dari Sin kiam san-ceng saja yang tidak datang, orang-orang yang berada disekitar tempat itupun tak seorang manusiapun yang datang.
"Siapa saja yang kau undang dari daerah di sekitar tempat itu?"
"Thian It hui dan Siang Ceng"
"Aku tahu tentang manusia yang bernama Siang Ceng, dia adalah seorang poocu dari benteng keluarga Siang, merupakan jago yang paling termasyhur karena ilmu pedang Ngo heng kiam hoatnya"
Setelah berpikir sebentar, kembali dia berkata: "Ilmu pedang Ngo heng kiam hoat merupakan suatu ilmu pedang yang sukar dan dingin, kalau aku harus menyebutkan sepuluh orang jago pedang terhebat di dunia pada saat ini, maka Siang Ceng tak akan masuk hitungan"
Ting Peng tertawa, katanya: "Apakah kau sedang menghiburku, suruh aku jangan marah hanya disebabkan seorang manusia macam dia?"
Cing Cing tidak menjawab, dia hanya tertawa belaka.
"Padahal sekalipun aku sedang marah kepadanya, aku tak akan memandang enteng orang ini" lanjut Ting Peng.
"0oooh...!"
"Walaupun ilmu pedang Ngo heng kiam hoat merupakan ilmu yang dingin dan kaku, namun setelah digunakan akan menghasilkan daya kemampuan yang luar biasa sekali. Karena dalam pertentangan antara lima unsur bumi yang berbeda akan menimbulkan perubahan-perubahan yang tak mungkin bisa diduga orang, tentu saja perubahan itupun tak bisa dibendung dengan mudah."
"Masuk diakal" Cing-cing tersenyum.
"Walaupun ilmu pedang yang dimiliki Siang Ceng belum dapat termasuk urutan sepuluh besar dalam dunia persilatan saat ini namun tak bisa disangkal lagi dia termasuk juga seorang jago kelas satu dalam dunia persilatan, apa lagi kepandaian silat itu diperolehnya dari warisan keluarga, dasarnya pasti kuat sekali, tenaga dalamnya juga sempurna, kesemuanya itu dapat menutupi kekurangan-kekurangannya dalam permainan pedang"
"Tampaknya kau mengetahui banyak tentang orang ini?"
"Asal dia jago kelas satu dalam dunia persilatan, aku harus mengetahui banyak tentang mereka" Setelah tertawa, lanjutnya: "Sebab setiap orang diantara mereka, kemungkinan besar akan menjadi lawanku"
Cing cing masih tertawa, cuma tertawanya sudah agak dipaksakan. Dia tahu bukan saja jalan pemikiran Ting Peng amat cermat, diapun amat pandai menyelidiki keadaan lawan, tingkah lakunya matang dan dewasa, sama sekali berbeda dengan keadaannya dahulu, seringkali hanya disebabkan sebuah persoalan kecilpun akan marah-marah. Sebab ambisinya makin lama semakin bertambah besar.
"Tahu diri lawan, setiap pertarungan baru dapat di menangkan" Kata Ting Peng lagi...
Hari ini adalah hari baiknya, juga termasuk hari besar, dia tak ingin membiarkan pelbagai persoalan lain mengganggu perasaan hatinya sekarang. Para centengnya telah berganti dengan satu stel pakaian baru terbuat dari kulit rase, pinggangnya terikat sebuah ikat pinggang berwarna merah, setiap orang kelihatan amat gembira dan bersemangat sekali.
Mungkin saja Lan-lan telah menunggunya dalam rumah makan Hwee sian lo, pada waktu itu dia percaya Lan-lan pasti tak akan membiarkan dia merasa kecewa.
Lo kwik yang mengurusi soal istal kuda telah menuntun datang Cian li soat, si kuda jempolan miliknya, yang tinggi besar itu, diatas punggungnya telah dipasang pelana baru, bahkan diikat pula dengan pita berwarna merah cerah. Dengan cepat dia melompat naik ke atas punggung kudanya, gerak geriknya, amat enteng dan lincah bagaikan seorang pemuda.
Hari ini, dia benar-benar merasa gembira sekali. Setibanya di rumah makan Hwee sian lo, dia semakin gembira lagi. Ternyata Lan-lan memang tidak membuatnya kecewa, begitu naik ke atas loteng ia segera menemukan dirinya.
Benar juga dia mengenakan gaun berwarna biru dan duduk di suatu sudut ruangan sambil menantikan kedatangannya. Sinar matahari yang memancar masuk lewat jendela, menyinari bunga mutiara yang menghiasi rambutnya, membuat ia nampak bertambah cantik jelita. Dia bahkan nampak jauh lebih cantik...
.... Halaman 5 - 6 hilang ....
....datang kemari untuk mencari perempuan cantik itu juga, tahu kalau perempuan cantik sedang menunggunya. Hanya mengandalkan hal ini saja sudah cukup membuat setiap orang merasa kagum bercampur cemburu.
Liu Yok siong tersenyum, pelan-pelan dia berjalan kehadapan Lan-lan. Lan-lan juga tersenyum sambil memandang ke arahnya. Manis sekali senyumannya. Ketika tersenyum, bunga-bunga mutiara di atas kepalanya bergetar amat keras, sepatu merah yang dikenakan juga bergoyang tiada hentinya, seakan-akan bunga teratai di atas kolam.
"Kau baik-baik saja!" kata Liu Yok-siong. "Aku baik!" balas Lan-lan.
"Kau pasti sudah menunggu kedatanganku cukup lama?" "Aaah .... tak menjadi soal!"
"Sekarang apakah kita boleh segera berangkat?"
"Kau bilang kapan hendak berangkat, kapan pula aku berangkat"
Maka Liu Yok siong dengan mempergunakan sikap yang paling halus dan paling sopan menjulurkan tangannya ke depan. Lan-lan telah mengulurkan tangannya dan meletakkan tangan tersebut di atas tangannya. Tangan gadis itu nampak lebih menawan hati.
Maka dengan mempergunakan langkah yang paling gagah, Liu Yok siong menuntun perempuan itu berjalan keluar dari loteng Hwee sian lo. Dia tahu setiap orang sedang memperhatikan mereka, sorot mata mereka memancarkan sinar mata yang aneh sekali. Ia tahu setiap orang sedang mengaguminya, sedang merasa iri kepada dirinya.
Kesemuanya itu membuat dia bertambah gembira. Sekarang satu-satunya orang yang membuat Liu Yok siong merasa amat tidak senang hati adalah kehadiran Leng siu toojin. Walaupun ia percaya seratus persen bahwa Lan-lan pasti mempunyai akal untuk membuat Leng siu toojin mati di tangannya. Tapi setiap kali teringat orang ini, teringat persoalan ini dalam hatinya seakan-akan muncul sebuah bayangan hitam.
* * *
TAHUN ini Leng siu toojin berusia lima puluh dua tahun, namun wajahnya justru tampak jauh, lebih tua dari pada usia yang sebenarnya. Latihan selama banyak tahun, pengawasan makanan yang sangat ketat serta pengendalian perasaan yang berat merupakan alasan yang kuat bagi dipercepatnya proses kekuatan baginya.
Tapi perawakan tubuhnya masih tetap begitu lincah begitu gesit dan kekar bagaikan seorang pemuda yang berusia dua puluh tahunan, bahunya amat lebar, pinggangnya ramping, bahu dan lengannya sama sekali tidak nampak kelebihan daging atau lemak yang menonjol keluar.
Seandainya dia membuka pakaiannya dan bertelanjang di hadapan seorang perempuan sudah pasti perawakan tubuhnya itu akan membuat perempuan tersebut tercengang dan di luar dugaan bahkan mungkin juga akan merasa terperanjat sekali. Untung saja peristiwa semacam ini tak akan pernah terjadi dalam hidupnya.
Dia tak pernah mendekati kaum wanita selama banyak tahun hidup dalam keterbatasan yang mengekang gerak hidupnya menuntut hampir saja melupakan persoalan itu. Kenikmatan hidup yang biasanya di rasakan oleh setiap orang dalam kehidupannya, dianggap tabu dan dosa baginya.
Ia menyantap nasi yang kasar dengan air teh yang kasar, mengenakan pakaian paling kasar, satu-satunya benda yang bisa membuat orang silau hanyalah pedangnya.
Sebilah pedang antik yang penuh dengan ukiran indah, dengan pita pedang berwarna kuning segar. Pedang tersebut bukan saja mengatakan tingkat kedudukannya, juga melambangkan keanggunan dan posisi yang ditempatinya sekarang.
Kini pedang tersebut tersoren di pinggangnya, ia sedang duduk didalam sebuah pagoda air yang mungil dan indah bagaikan dalam alam impian di perkampungan Wan gwat san-ceng. Dia sedang memperhatikan tuan rumah perkampungan Wan gwat san-ceng yang aneh tapi luar biasa itu, Ting-Peng.
Kemegahan dan kemewahan dari Perkampungan Want gwat san-ceng sama sekali di luar dugaan kebanyakan orang, tamu yang berdatangan pada hari inipun jauh lebih banyak dari pada apa yang dibayangkan kebanyakan orang.
Kebanyakan tamu yang hadir saat itu merupakan kawanan jago kenamaan dari dunia persilatan, tokoh-tokoh persilatan yang menjagoi suatu wilayah serta kesatria-kesatria yang setiap saat dapat menggerakkan pedangnya untuk menolong orang.
Tapi yang hadir dalam pagoda air itu cuma sepuluh orang. Sun Hu hou, Lim Siang him, Lamkiong Hoa Su, Ciong Tian, Bwe Hoa Ceh Yiok. Ke enam orang ini dikenal oleh Leng siu tojin.
Otot-otot hijau ditangan Sun Hu hoa dan Lim Siang him selalu menonjol keluar, sekulum senyuman "menghiasi wajah mereka, dapat diduga ilmu tenaga dalam maupun ketebalan iman dari mereka dalam melakukan hubungan sudah mencapai tingkatan yang luar biasa.
Lamkiong Hou-su masih tetap seperti sedia kala, gagang pedang dan dandanannya selalu mengikuti perkembangan jaman. Entah kapan dan dimana saja kau bertemu dengannya, di tangannya selalu tampak: secawan arak, seakan-akan hanya dari dalam cawan arak inilah baru bisa kelihatan kejayaan dari keluarga persilatan Lamkiong.
Ciong Tian kelihatan lebih serius, lebih angkuh dan lebih ceking. Hanya Leng siu tojin seorang yang tahu apa sebabnya dia bisa menjadi kurus, sebab mereka sama-sama sedang merasakan suatu penyiksaan diri yang berat.
Latihan yang tekun, makanan berpantang yang kurang gizi, pantangan pada kobaran napsu merupakan suatu siksaan batin yang amat hebat. Hanya Leng siu tojin saja yang tahu betapa besar pengorbanan yang harus dibayar dan berapa banyak penderitaan yang harus dirasakan untuk bisa melakukan ketiga hal tersebut.
Mungkin Meh Tiok pun berbuat yang sama dengan mereka, sebab bukan terlampau sedikit manusia-manusia macam mereka yang terdapat didalam dunia persilatan. Ada banyak sekali manusia yang sedang menyiksa diri hanya dikarenakan suatu cita-cita, suatu tujuan. Tapi ada pula sementara orang yang justru gemar sekali menyiksa dirinya sendiri.
Tentu saja Bwee Hoa bukan manusia semacam ini. Baginya, asal ada kesempatan untuk makan, dia akan makan sekenyang-kenyangnya, bila ada kesempatan untuk tidur pun maka dia akan berusaha tidur senyenyak-nyenyaknya. Satu-satunya pantangan baginya adalah jangan membiarkan diri sendiri kelewat lelah.
Leng siu tojin tak pernah mengerti, kenapa seorang manusia dengan perawakan seperti Bwee Hoa bisa menjadi seorang jagoan silat kelas satu dalam dunia persilatan, bahkan mengambil nama yang begitu indah, begitu seni untuk digunakannya.
Setelah ada Bwee Hoa dan Meh Tiok di situ, tentu saja Cing siong pun tak akan ketinggalan. Secara lamat-lamat Leng siu tojin sudah dapat merasakan tuan rumah tempat ini mengundang kehadiran mereka di sana bukan disebabkan oleh suatu maksud yang baik.
Dahulu ia belum pernah mendengar nama "Ting Peng" disebut-sebut orang. Sebelum berjumpa dengan orang ini, dia pun belum pernah memandang tinggi orang ini. Sekarang dia baru tahu, bahwa pandangan semacam itu adalah suatu pandangan yang salah.
Bukan saja pemuda itu memiliki banyak keistimewaan yang belum pernah dijumpai di kebanyakan orang, bahkan diapun memiliki suatu keyakinan pada diri sendiri yang sangat aneh, seakan-akan tiada persoalan yang tak bisa diselesaikan olehnya di dunia ini dan tiada perbuatan yang tak bisa dilakukan di dunia ini.
Leng siu totiang tidak mengetahui asal-usulnya, tidak mengetahui juga asal-usul perguruannya, tapi dia dapat melihat kalau ia bukan seorang manusia yang mudah dihadapi. Pada saat itulah kedengaran ada seseorang datang melapor:
"Liu Yok Siong, Liu cengcu dari perkampungan Siang Siong san-ceng telah datang dengan membawa serta hujinnya!"
Ketika mendengar nama Liu Yok siong disinggung, paras muka Ting Peng sama sekali tidak memperlihatkan perubahan apapun, hanya ujarnya dengan nada hambar: "Silahkan masuk!"
Tiba-tiba Leng siu tojin menjadi sadar dan mengerti, rupanya Ting Peng sengaja mengundangnya kemari untuk menghadapi Liu Yok siong. Liu Yok siong lah baru merupakan sasaran yang sebenarnya dari Ting Peng.
Sebab orang yang tiada perasaan, adakalanya justru jauh lebih menakutkan daripada orang yang berperasaan untuk mewujudkan kejadian pada hari ini, sudah pasti Ting Peng telah merencanakannya lama sekali. Peristiwa apakah yang bakal terjadi pada hari ini?
Tanpa terasa tangan Leng siu tojin mulai menyentuh gagang pedangnya. Entah bagaimanapun juga, Liu Yok siong tetap merupakan adik seperguruannya, peristiwa apapun yang bakal terjadi pada hari ini, asal pedangnya ada di sisinya, dia tak akan membiarkan siapapun untuk mengusik nama baik Bu tong pay.
Pelan-pelan dia bangkit berdiri ditatapnya wajah Ting Peng lekat-lekat, kemudian tegurnya: "Tahukah kau, Liu Yok-siong adalah saudara seperguruan pinto?"
Ting Peng tersenyum manggut-manggut.
"Apakah kalian adalah sahabat lama!" kembali Leng siu tojin bertanya keheranan.
Ting Peng tersenyum, hanya kali ini dia menggeleng. Dari balik sorot matanya yang bersih dan tenang itu mendadak memancar keluar senyuman istimewa yang tak mungkin bisa dipahami oleh orang kedua.
Leng-siu tojin segera berpaling, mengikuti sorot matanya yang memandang ke depan, ia saksikan sebuah tandu yang besar sekali.
Itulah sebuah tandu besar yang digotong oleh delapan orang, biasanya hanya pembesar kelas satu yang akan menaikinya bila hendak berangkat ke istana atau orang-orang kaya raya yang menyambut sanak keluarganya.
Liu Yok-siong berjalan di depan tandu itu, ternyata sikap serta mimik wajahnya hampir mirip dengan Ting Peng, membawa suatu kepercayaan pada diri sendiri yang aneh sekali. Selamanya dia adalah seorang yang selalu pandai menangani persoalan, kenapa pada hari ini dia membawa istrinya datang ke sana dengan menaiki tandu besar ini? Bahkan menggotong tandu itu sampai masuk ke dalam halaman rumah orang?
Leng-siu tojin mengerutkan kening, ia saksikan tandu itu melewati halaman rumah dan berhenti di ujung jembatan Kiu-ci-kiu di luar pagoda air itu.
Kemudian tirai di depan tandu di singkap orang, dari dalam tandu itu muncul sebuah tangan yang halus dan lembut seperti tak bertulang. Dengan cepat Liu Yok-siong membimbing tangan itu. Sepasang alis mata Leng-siu tojin berkernyit makin rapat, ternyata perempuan yang dibimbing turun oleh Liu Yok siong kali ini bukanlah istrinya.
Tapi sikapnya terhadap perempuan itu jauh lebih lembut dan halus daripada sikapnya terhadap istrinya sendiri.
Bu tong pay adalah suatu perkumpulan kaum lurus dalam dunia persilatan yang dihormati setiap orang, tentu saja anak murid Bu tong pay tak boleh melakukan perbuatan semacam ini.
Sambil menarik mukanya, Leng siu tojin segera melangkah keluar dari dalam pagoda air, kemudian serunya dengan suara dingin. "Suruh dia pulang!"
"Siapa yang disuruh pulang?" Liu Yok siong balik bertanya.
"Perempuan itu!"
"Kau tahu siapakah dia!"
"Perduli siapakah dia, suruh dia pulang!"
Ia telah memperhatikan suasana di sekeliling tempat itu, ketika banyak orang memandang ke arah perempuan itu, wajahnya segera memperlihatkan suatu mimik wajah yang aneh sekali. Ia tak dapat membiarkan perempuan itu tetap hadir di sana dan hanya membikin malu saja.
Tiba-tiba Liu Yok siong tertawa, katanya: "Ditempat ini memang ada seseorang yang harus pulang, tapi yang pasti bukan dia!"
"Kalau bukan dia lantas siapa?"
"Kau!" Setelah berhenti sejenak, lanjutnya dengan suara hambar: "Bila kau berlutut di hadapannya dan menyembah tiga kali kepadanya lalu cepat-cepat menggelinding pergi dari sini, mungkin aku masih bersedia untuk mengampuni dirimu!"
Paras muka Leng siu tojin segera berubah hebat, serunya dengan suara tertahan: "Apa kau bilang?"
"Aku telah mengatakannya dengan sangat jelas, aku rasa kaupun seharusnya sudah mendengar dengan jelas pula."
Leng siu tojin memang telah mendengar dengan jelas, setiap patah kata dapat didengarnya amat jelas, namun dia mimpipun tidak menyangka kalau perkataan seperti itu bisa diucapkan oleh Liu Yok siong. Sekuat tenaga dia berusaha untuk mengendalikan diri, kemudian katanya pelan:
"Apakah kau sudah lupa peraturan pertama dari perguruan kita berbicara tentang soal apa?"
"Perguruan mana yang kau maksudkan?"
"Apakah kau termasuk dalam perguruan manapun sudah kau lakukan?" hardik Leng siu tojin keras-keras.
Liu Yok-siong tertawa dingin. "Dulu aku memang pernah mengendon dalam perguruan Bu tong pay, tapi sekarang aku sama sekali sudah tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan Bu tong pay"
"Jadi kau sudah bukan anggota perguruan Bu tong pay lagi?" kata Leng siu tojin sambil berusaha keras untuk menahan amarahnya.
"Yaa, bukan!"
"Siapakah yang telah mengusirmu keluar dari perguruan Bu tong pay.?"
"Aku sendiri"
"Jadi kau hendak menghianati perguruan?"
Liu Yok siong mendengus dingin. "Hmm... aku mau datang lantas datang, mau pergi lantas pergi, dalam hal ini sama sekali tiada sangkut pautnya dengan soal penghianatan terhadap perguruan"
Bu tong pay adalah seorang pemimpin dari empat partai pedang paling besar di dalam dunia persilatan, perguruan kaum lurus yang diakui oleh setiap umat persilatan di dunia ini, setiap orang selalu merasa berbangga hati bila dapat mengakui dirinya sebagai anggota perguruan Bu tong pay, maka tindakan yang dilakukan Liu Yok siong ini benar-benar tidak di duga oleh siapapun.
Setiap orang memandang ke arahnya dengan pandangan terkejut, semua orang menganggap dia pasti sudah gila. Paras muka Leng siu tojin berubah menjadi hijau membesi, dia tertawa dingin tiada hentinya.
"Bagus, bagus sekali, bagus sekali...!"
"Kau masih ada perkataan yang lain?"
"Tidak ada!"
"Kalau memang begitu, kenapa tidak kau cabut keluar pedangmu?"
Mulutnya membicarakan dengan Leng siu Tojin, namun sepasang matanya justru memandang ke arah Lan-lan.
Lan-lan pun sedang memandang ke arahnya sambil tertawa manis sekali tertawanya, seakan-akan dia sedang memberitahukan kepadanya: "Tindakan mu itu bagus sekali, asal aku ada di sampingmu, tak sampai sepuluh gebrakkan, kau pasti dapat membunuhnya..."
Tiada orang yang akan mempercayai perkataan itu. Tak ada orang yang berani percaya kalau Liu Yok siong dapat mengalahkan Leng siu tojin, manusia nomor satu dalam perguruan Bu tong pay saat ini hanya didalam sepuluh gebrakan saja.
Tapi Liu Yok siong mempercayainya seratus persen. Walau didalam lima jurus serangan yang pertama Leng siu tojin berhasil menguasai seluruh keadaan dan posisi, memaksanya tak sanggup untuk bernapas kembali. Tapi, dia masih tetap percaya Lan-lan tak akan membuatnya merasa kecewa.
Ketika mencapai jurus yang ke sembilan, ia sudah di paksa ke sudut yang mematikan, walau dengan mempergunakan jurus-jurus apapun, dia sudah tak sanggup lagi untuk menembusi serangan dari Leng siu tojin itu.
Mereka sama-sama mempergunakan ilmu pedang aliran Bu tong pay, dalam bidang ini Leng siu jauh lebih hapal dan matang dari dirinya. Mendadak ia teringat kembali dengan jurus Thian gwa liu seng (bintang kemukus di luar langit) tersebut.
Thian gwa liu seng bukan ilmu pedang Bu tong pay, begitu pedangnya melakukan gerakan yang berbeda, desingan angin tajam segera membelah angkasa.
"Creeet..." Ujung pedang itu sudah menusuk masuk ke dalam dada kiri Leng siu tojin hingga menembusi punggungnya, ternyata pedang itu telah menembusi dada Leng siu.
Setiap orang menjadi tertegun, Liu Yok siong turut menjadi tertegun. Dia sendiri tahu, jurus pedang itu paling banter hanya bisa digunakan untuk menembusi serangan gencar dari Leng siu tojin, tak mungkin serangan tersebut bisa membinasakan dirinya.
Tapi buktinya Leng siu toojin telah tewas di ujung pedangnya. Kelopak mata Lang siu toojin mulai membuyar, sorot matanya penuh diliputi rasa ngeri, takut, kaget dan tercengang. Sudah jelas dia dapat menghindarkan diri dari tusukan pedang itu, tapi kenyataannya sekarang tidak berhasil.
"Mengapa bisa demikian?"
Sewaktu Leng siu toojin roboh di atas tanah, Liu Yok siong sama sekali tidak melihatnya. Dia sedang memandang ke arah Lan-lan. Lan-lan juga sedang memandang ke arahnya sambil tertawa, tertawa semakin manis, seolah-olah dia sedang memberi tahukan pula kepadanya.
"Asal aku berada di sini, asal kau percaya kepadaku, entah apapun yang ingin kau lakukan, pasti dapat kau lakukan."
Sekarang ingatan yang melintas dalam benak Liu Yok siong tentu saja adalah membunuh Ting Peng dan melenyapkan bibit bencana bagi dirinya di kemudian hari. Mendadak ia menemukan Ting Peng telah berada di hadapan mukanya.
Liu Yok siong segera tertawa, sapanya: "Baik baikkah kau!"
Ting Peng juga tertawa. "Baik-baikkah kau!" balasnya.
"Aku sangat baik, tapi kau pasti tidak baik."
"Oooh......"
"Sebab aku telah membunuh tamu yang kau undang di rumah gedungmu yang baru jadi, masa hal ini termasuk baik?"
Setelah tersenyum kembali, ujarnya: "Aku tahu bukan saja perasaanmu tidak baik, nasibmu juga kurang begitu baik"
"Mengapa?"
"Sebab kau telah bertemu lagi denganku!"
Ting Peng menghela napas panjang, sahutnya. "Yaa, benar, setiap kali bertemu dengan kau, seakan-akan aku pasti akan sial!"
Walaupun peristiwa itu sudah berlangsung pada empat tahun berselang, namun kejadian itu masih meninggalkan kesan yang amat dalam dan terang dalam ingatan Liu Yok-siong. Bahkan dia masih ingat mimik wajah Ting Peng yang diliputi rasa kaget, tercengang, sedih dan menderita setelah mengetahui kalau "Ko-siau" sebetulnya adalah Liu hujin.
Bagi Liu Yok siong kejadian tersebut benar-benar merupakan suatu rencana yang maha besar, singkat tapi mengesankan, hampir setiap bagian dari rencananya itu disusun secara jitu dan rapat. Ia belum pernah memikirkan tentang Ting Peng, diapun tak pernah membayangkan bagaimana perasaan Ting Peng ketika itu.
Entah siapa saja, bila dia mengalami kejadian seperti itu, ditipu mentah-mentah, di cemooh dan dihina habis-habisan, maka kenangan semacam itu tak akan mudah dilupakan kembali. Sekarang, tak bisa disangkal lagi diapun sedang memikirkan peristiwa tersebut.
Tapi kenyataannya dia masih tertawa, semacam senyuman bagi seorang yang berhasil, penuh dengan rasa percaya pada diri sendiri serta sikap mencemooh terhadap orang lain. Dia memang telah berubah menjadi begini tenang mantap, begitu menakutkan, bahkan Liu Yok-siong sendiripun dapat merasakan keseramannya itu.
Untung saja Lan-lan berada di belakangnya, setiap kali Liu Yok-siong memalingkan kepalanya, dia akan segera menyaksikan senyuman yang manis dan menawan hati itu, seolah-olah dia sedang memberi tahukan kepadanya...
"Asal ada aku disini, entah apapun yang ingin kau lakukan, lakukan saja dengan perasaan lega"
Liu Yok-siong menghembuskan napas pelan, kemudian katanya sambil tersenyum: "Ucapanmu memang tidak salah, setiap kali asal kau bertemu denganku, maka kau akan sial"
"Bagaimana dengan kali ini?"
"Kali inipun sama saja!"
"Aku kuatir kalau kali ini sama sekali berbeda!"
"Karena kali ini berada di rumahmu dan kau punya pembantu?" ejek Liu Yok siong.
"Persoalan ini merupakan persoalan pribadi kita berdua, aku tak ingin membiarkan orang ketiga turut mencampurinya"
""Kalau memang begitu, bagus sekali"
"Kau telah membunuh Long siu tootiang, tentu saja ada anggota Bu tong pay yang akan mencarimu untuk membuat perhitungan"
"Seandainya aku dapat membunuhmu?"
Ting Peng segera tertawa. "Asal kau dapat menangkan aku sejurus, bukan saja setiap saat kau dapat memenggal batok kepalaku, perkampungan yang megah inipun akan menjadi milikku, buat orang mati kan tidak membutuhkan lagi tempat yang demikian besarnya ini!"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Liu Yok siong, dia segera manggut-manggut. "Benar juga ucapanmu itu" katanya.
"Setiap orang yang telah mati, asal ada tanah sepanjang tujuh depapun sudah lebih dari cukup, oleh sebab itu..."
Reaksi dari Liu Yok siong ternyata tidak lambat, segera katanya: "Oleh karena itu bila aku sampai kalah, akupun akan menghadiahkan perkampungan Siang siong san-ceng tersebut kepadamu"
Ting Peng segera tersenyum. "Nah, beginilah baru dianggap suatu pertarungan yang sangat adil ...."serunya.
"Baik, kita tetapkan dengan sepatah kata ini saja"
"Begitu banyak enghiong hohan dari seluruh dunia persilatan yang hadir di sini dan bertindak sebagai saksi, sekalipun kau ingin mungkir pun tak nanti bisa mungkir"
"Bagus sekali" seru Liu Yok siong kemudian. Tangannya menggenggam gagang pedang kencang-kencang, noda darah dari Leng-siu toojin yang semula menodai ujung pedangnya sekarang akan dibasahi lagi oleh darah segar orang lain.
Ia berpaling, Lan lan sedang memandang ke arahnya sambil tersenyum, seakan-akan sedang memberi jaminan kepadanya. Dalam sepuluh gebrakan Ting Peng pasti akan mati di ujung pedangmu!"
Liu Yok song segera merasakan semangatnya berkobar-kobar, bentaknya kemudian: "Loloskan pedangmu!"
"Aku telah bersumpah tak akan menggunakan pedang lagi dalam kehidupanku di dunia ini"
"Lantas apa yang kau gunakan?"
"Golok!"
Liu Yok siong segera tertawa terbahak-bahak: "Haaahh... haaahh... haaah... bila kau menggunakan golok, aku bersedia mengalah tiga jurus kepadamu!"
Golokpun merupakan sebuah alat senjata untuk membunuh orang. Tapi ilmu golok lebih mudah dipelajari, lagi pula tidak begitu hebat, setiap umat persilatan semuanya tahu sepuluh tahun belajar ilmu pedang, setahun belajar ilmu golok.
Ilmu pedang memang jauh lebih sempurna dan lihay daripada ilmu golok, sebab pedang itu sendiri sudah melambangkan suatu keanggunan dan suatu kegagahan yang tak terlukiskan.
Sudah banyak tahun dalam dunia persilatan tak pernah muncul seorang jago golok pun. Apalagi seorang yang menjadi termasyhur karena ilmu goloknya yang maha dahsyat.
Seseorang yang belajar menggunakan pedang, secara tiba- tiba berubah menggunakan golok, hal ini boleh dibilang jarang sekali di jumpai dalam dunia persilatan.
Sebab bagaimanapun baiknya suatu ilmu golok, kehebatannya hanya terbatas sekali, makanya Liu Yok siong lantas berseru: "Perlihatkan golokmu!"
MENCOBA GOLOK
GOLOK Ting Peng sudah berada ditangan. Itulah sebilah golok yang sederhana sekali, tidak memiliki pula sejarah yang cemerlang atau ternama. Golok itu berbentuk bulan sabit, mata goloknya melengkung, gagang goloknya juga melengkung.
Ting Peng meraba sebentar mata goloknya kemudian berkata: "Inilah golokku!"
"Aku sudah melihatnya" Kata Liu Yok siong.
"Golok ini selain tidak tajam, juga bukan termasuk sebilah golok kenamaan."
"Aku dapat melihatnya"
"Golok ini belum pernah menghirup darah manusia, sebab hari ini baru pertama kali kucoba untuk mempergunakannya"
"Kau hendak menggunakan aku untuk mencoba golokmu?" Liu Yok-siong tertawa dingin tiada hentinya.
"Justru karena aku hendak menggunakan kau untuk mencoba golok, maka aku membiarkan kau meraih suatu keuntungan." Dengan hambar dia melanjutkan: "Asal kau sanggup menahan tiga jurus golokku, anggaplah kau yang menangkan pertarungan ini"
Liu Yok siong memandang ke arahnya, mimik wajahnya menunjukkan seolah-olah seseorang yang melihat orang gila sedang kambuh di hadapannya. Kembali Lan-lan tertawa, tertawanya lebih manis, lebih menarik hati.
"Baik!" sahut Liu Yok siong kemudian, "akan kulihat sampai di manakah kehebatan dari ke tiga jurus golokmu itu!"
"Kau tak akan melihatnya." kata Ting Peng. Tangannya diayunkan, hawa golok segera beterbangan memenuhi seluruh angkasa.
Golok yang lengkung memancar pula cahaya golok yang lengkung, pada mulanya masih seperti bulan sabit, tapi secara tiba-tiba telah berubah menjadi sekilas cahaya bianglala yang amat menyilaukan mata.
Tiada orang yang menyaksikan perubahan goloknya itu, juga tak seorangpun yang dapat melihat gagang goloknya. Cahaya golok begitu muncul, golok tersebut segera lenyap tak berbekas...
Sudah banyak tahun dalam dunia persilatan tak pernah muncul seorang jago golok kenamaan, sudah banyak tahun orang persilatan tak pernah menyaksikan cahaya golok yang begitu hebat dan mengerikan.
Siapapun tidak tahu serangan goloknya yang kedua nanti akan memperlihatkan perubahan menakutkan apa lagi? Tapi kenyataannya, tiada serangan golok yang ke dua. Cahaya golok hanya berkelebat lewat, kemudian lenyap tak berbekas.
Ting Peng hanya melancarkan sebuah bacokan saja. Ketika cahaya berkelebat lewat dan lenyap Liu Yok siong sama sekali tidak roboh. Pedangnya masih berada dalam genggamannya tubuhnya juga masih berdiri tak berkutik di tempat tersebut, hanya saja seluruh wajahnya telah berubah menjadi pucat pias tak berdarah.
Tiada serangan golok kedua yang dilancarkan. Menang kalah belum berhasil ditentukan kenapa tiada serangan golok yang kedua?
Ting Peng membelai mata goloknya dengan lembut, kemudian berkata hambar: "Aku tahu kalau kau tidak dapat melihat apa-apa!"
Liu Yok siong tidak bergerak, juga tidak mengucapkan sepatah katapun juga. Mendadak... "Traaang!" pedang yang berada didalam genggamannya itu terjatuh ke tanah.
"Paling tidak kau harus berlatih sepuluh tahun lagi sebelum dapat melihat serangan ketiga dari golokku" kata Ting Peng pelan.
Liu Yok siong masih tidak bergerak, pun mulutnya membungkam diri dalam seribu bahasa. Mendadak segumpal darah segar memancar keluar dari atas pergelangan tangannya.
"Sekarang, aku hanya cukup menggunakan sebuah bacokan saja" tambah Ting Peng.
Liu Yok siong masih juga tidak bergerak ataupun mengeluarkan suara, ia masih diam bungkam diri dalam seribu bahasa. Mendadak di atas wajahnya yang pucat pias itu muncul sebuah tanda salib yang memancarkan cahaya terang. Cahaya terang itu berasal dari darah segar yang memancar keluar.
Tiada orang yang bersorak sorai. Setiap orang merasakan tangan dan kakinya menjadi dingin seperti es, setiap orang merasakan peluh dingin telah membasahi sekujur tubuh mereka. Sekarang setiap orang baru tahu, rupanya bacokan golok tadi selain menyambar di atas pergelangan tangan Liu Yok siong, bacokan membuat pula tanda salib di atas wajahnya.
Tapi darah yang memancar keluar dari mulut luka itu hingga sekarang baru memancar keluar. Sebab dalam bacokan tersebut sedikit tenagapun tidak disertakan, karena bacokan tersebut benar-benar terlalu cepat. Tiada orang yang bersorak, karena tiada orang yang pernah menyaksikan ilmu golok seperti itu.
Golok itu sudah dimasukkan kembali ke dalam sarungnya. Ting Peng hanya mengucapkan tiga patah kata yang amat singkat sekali: "Kau telah kalah."
Akhirnya pelan-pelan Liu Yok siong mengangguk, pelan-pelan membalikkan badan dan pelan-pelan berjalan menuju ke hadapan Lan-lan. Lan-lan masih tertawa, hanya saja senyumannya sekarang sudah tidak semanis dan serta menawan tadi lagi. Senyuman itu seolah-olah seperti agak dipaksakan.
Liu Yok siong telah berdiri di hadapan mukanya dan menatap ke arahnya, darah yang memancar keluar dari luka berbentuk salib di atas wajahnya itu kini sudah membeku. Darah segar baru saja menyembur keluar dengan cepat pula membeku kembali....
Paras muka Liu Yok-siong pun berubah menjadi sangat kaku, sepatah demi sepatah kata dia berkata: "Aku kalah!"
Lan-lan menghembuskan napas panjang, lalu berkata: "Tampaknya seperti kau yang telah kalah!"
"Kau pernah berkata kepadaku, aku tak bakal kalah!" gumam Liu Yok siong.
"Aku pernah berkata?"
"Kau pernah berkata, asal ada kau berada di sini, maka aku tak bakal menderita kekalahan"
""Kau pasti salah mendengar, masa aku pernah mengucapkan kata-kata seperti ini?"
"Aku tak pernah salah mendengar, kau bilang kau akan membelaku, mengapa kau tidak turun tangan sekarang?"
"Kenapa aku musti turun tangan? Aku bisa membantumu berbuat apa?"
Mendadak dari kejauhan ada terdengar orang sedang tertawa, dalam tertawanya itu penuh mengandung nada ejekan dan cemoohan.
"Pekerjaan yang bisa dia lakukan untuk membantumu adalah menolongmu melepaskan celana dalam."
Ternyata Lan-lan juga turut tertawa. "Sedikitpun tidak salah kalau dia berkata demikian" katanya, "Satu-satunya pekerjaan yang bisa ku tolong adalah melakukan perbuatan itu, sebab pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang paling berpengalaman bagiku"
"Liu Yok siong memandanginya lekat-lekat, kemudian dengan sinar mata memancarkan rasa kaget dan takut dia berseru: "Kau, sebenarnya siapakah kau"
"Dengan menghamburkan uang sebesar enam puluh laksa tahil perak kau telah menebusku pada rumah pelacuran Boan-cui-wan, lalu suruh aku menunggu kedatanganmu di loteng Hwe-sian-lo dan menemani kau datang kemari, bahkan menggunakan pula sebuah tandu yang begitu besar untuk menyambut kedatanganku"
Setelah tertawa cekikikan, dia melanjutkan: "Masa siapakah aku pun tidak kau ketahui?"
Boan cui wan adalah sebuah rumah pelacuran sebuah rumah pelacuran yang amat termasyhur, pelacur paling top dari Boan-cui-wan bernama Cui Sian. Dengan mempergunakan sebuah jari tangannya yang lembut dan halus, dia menuding ke ujung hidung sendiri, kemudian berkata:
"Akulah Cui sian, paling tidak ada seratus orang yang hadir disini kenal aku!"
Paras muka Liu Yok siong berubah hebat, tiba-tiba kulit wajahnya seperti lagi mengejang keras, tanda "salib" di atas wajahnya seperti merekah kembali, darah segar segera memancar keluar dan menodai seluruh wajahnya. Dia bukan seorang yang bodoh. Akhirnya dia mengerti, sekarang dia telah memahami semua persoalan, memahami semua masalahnya. Orang lain memandang ke arahnya dengan sorot mata yang aneh, bukan karena kagum juga bukan karena dengki.
Di tempat itu paling tidak ada seratus orang yang kenal dengannya, tahu kalau dia adalah Cui Sian dari rumah pelacuran Boan Sui-wan. Mungkin saja celana dalam seratus orang itu pernah dilepas olehnya.
Sebaliknya dia telah menyambut perempuan itu dengan menggunakan tandu besar yang digotong delapan orang, menganggapnya sebagai seorang dewi dan mengajaknya datang kemari, dia berharap perempuan itu dapat memberikan kehormatan serta kekayaan seperti apa yang dia idam-idamkan.
Pada hakekatnya kejadian ini merupakan suatu lelucon, sesuatu lelucon yang dapat membuat orang tertawa terpingkal-pingkal sehingga air matapun turut keluar. Lelucon ini pada hakekatnya jauh lebih menggelikan daripada lelucon yang diciptakan olehnya untuk Ting Peng pada empat tahun berselang.
Akhirnya sekarang dia baru tahu bagaimanakah perasaan Ting Peng pada waktu itu. Itulah suatu balasan dendam. Pembalasan dari Ting Peng amat bagus, kejam dan lagi tuntas.
Seperti Liu Yok siong menghadapi rencananya sendiri, rencana inipun telah disusun dan diatur melewati suatu persiapan yang cermat dan luar biasa, setiap bagian dipersiapkan secara cermat dan sempurna.
Yang paling penting untuk mensukseskan rencana ini adalah harus memberikan tekanan jiwa dulu kepada Liu Yok siong, agar dia merasa pikirannya gundah dan kacau balau tak karuan.
Suara titikan batu yang berkumandang siang malam dari bangunan megah dibukit seberang telah mendatangkan ketegangan syaraf dan tekanan batin buat Liu Yok siong. Jika syaraf orang sudah mengalami ketegangan, maka sudah pasti dia akan selalu curiga, tidak tenang dan kebingungan.
Apalagi setelah seorang gadis cantik berpinggang ramping berpaha besar yang berbaring di atas ranjang berubah menjadi seekor anjing betina. Menyuap pengurus gudang arak untuk mengganti isi guci arak wangi dengan air kotor. Menambahkan sedikit obat racun didalam makanan ayam itik, kerbau dan kambing yang dipelihara.
Semuanya itu bukan suatu pekerjaan yang terlalu sukar. Tapi bagi seseorang yang syarafnya sudah mengalami ketegangan dan mulai banyak curiga, kejadian-kejadian semacam ini dengan cepat akan berubah menjadi suatu peristiwa yang sukar untuk dijelaskan.
Oleh karena itu semua kejadian itu akan berubah menjadi semacam daya tekanan yang menekan batinnya, menekan batin Liu Yok siong sehingga hampir saja tak sanggup bernapas kembali.
Kemudian muncullah lakon yang menamakan dirinya: "Lan- lan" bagaikan sebatang balok kayu yang tiba-tiba muncul di depan seseorang yang hampir mati tenggelam saja. Padahal di dunia ini tiada orang yang bernama "Lan-lan" Lan lan adalah Cing Cing.
Cukup buat Cing cing untuk menukar pakaiannya dengan sebuah jubah berwarna biru, lalu menutupi wajahnya dengan kain cadar dan memberitahukan kepada Liu Yok siong.
"Aku adalah Lan-lan, akulah orang yang satu-satunya yang bisa menolongmu, hanya aku yang dapat melawan Cing Cing."
Tentu saja Liu Yok siong tak bisa tidak akan mempercayainya seratus persen. Apalagi dia masih mempersilahkan Liu Yok siong untuk menyaksikan pertarungan yang menegangkan syaraf antara dia dengan "Cing-cing"
Cing cing yang dilihat Liu Yok siong ketika itu, tentu saja tak lebih hanya seorang perempuan yang lain. Bagaimanapun juga Liu Yok siong toh tak pernah tahu macam apakah wajah Cing-cing itu, juga tak tahu macam apakah wajah Lan-lan?
Selanjutnya terjadilah serentetan kejadian aneh yang membuat ia semakin percaya akan kemampuan tokoh yang menamakan dirinya Lan-lan ini. Oleh sebab itu mimpipun dia tak pernah menyangka kalau perempuan yang di suruh Lan-lan untuk di jemput dengan menggunakan sebuah tandu besar yang digotong delapan orang itu sebenarnya tak lebih hanya seorang pelacur dari rumah pelacuran Boan cui wan.
Sekarang, walaupun dia sudah memahami segala sesuatunya, walaupun dia telah memahami kunci terpenting dari semua rencana itu, sayang dia tak mampu berkata apa-apa. Sebab dia tahu, sekalipun persoalan itu di utarakan keluar belum tentu orang lain mempercayainya.
Sekarang istrinya telah mati, mati didalam pelukan seorang lelaki lain. Rumah tinggalnya juga telah menjadi milik orang lain. Dengan tangan sendiri dia telah membunuh kakak seperguruannya sendiri menghianati perguruan dan melanggar pantangan paling besar bagi seorang umat persilatan.
Padahal semua perbuatan yang telah di lakukannya selama ini merupakan perbuatan-perbuatan yang tak mungkin bisa diampuni oleh orang lain, bahkan dia sendiripun tak dapat mengampuni diri sendiri.
Sekalipun Ting Peng tidak membunuhnya sekarang, diapun tak dapat menancapkan kakinya kembali di dunia persilatan. Ia malu untuk berhadapan lagi dengan rekan-rekan persilatan lainnya, sedang rekan-rekan persilatannya juga tak akan membiarkan dia menancapkan kakinya lagi dalam dunia persilatan.
Bila seseorang telah menghancurkan masa depannya sendiri, sudah terdesak sampai ke sudut yang paling pojok, dan tak mungkin bisa jalan lagi, apakah yang harus dia lakukan?
Memang Liu Yok siong telah melakukan suatu perbuatan yang mimpipun tak pernah disangka oleh siapapun.
* * *
MALAM-MALAM YANG MENEGANGKAN
BULAN dua belas tanggal lima belas malam. Malam itu bulan purnama, seluruh permukaan bumi bermandikan cahaya terang yang berwarna keperak-perakan.
Sekarang sudah pada waktunya untuk memasang lampu, namun Cing cing tidak memasang lampu. Dia suka duduk tenang seorang diri dalam kegelapan, menikmati kehidupan malam yang sepi dan hening. Sejak kecil ia sudah terbiasa hidup sebatang kara, karena pada hakekatnya tiada pilihan lain baginya.
Bangunan di atas loteng kecil itu megah dan anggun, setiap barang yang berada di dalam rumah itu merupakan pilihan yang tepat, melewati penelitian yang seksama. Dia tak dapat menikmati segala macam persoalan kasar dan tidak bersih yang ada di dunia ini.
Sebab sejak kecil ia memang dibesarkan dalam lingkungan semacam ini, hakekatnya tak pernah merasakan kemurungan dalam ketidak beruntungan dalam kehidupan manusia. Tapi sekarang, secara tiba-tiba ia menemukan dirinya seakan-akan sudah mulai kesal. Kesalahan dari manusia.
Setiap perempuan muda yang sedang berada dalam usia remajanya, tak bisa tidak pasti akan merasakan ke kesalahan ini. Tiba-tiba saja dia merasakan dirinya terlampau kesepian.
Diluar jendela lamat-lamat kedengaran ada suara orang sedang berbicara. Walaupun loteng itu letaknya agak jauh dari ruangan dimana Ting Peng menerima tamu, namun suara yang berkumandang dari sana masih dapat terdengar dengan jelas dari sini.
Dia tahu tamu yang berdatangan pada hari ini tidak sedikit, diantaranya banyak yang merupakan jago-jago kenamaan yang menggetarkan dunia persilatan, sudah cukup lama dia mengetahui tentang kegagahan orang-orang itu.
Diiringi sekali turut menghadiri perjamuan itu dan bergembira ria menikmati kehidupan yang bahagia bersama mereka, menggunakan mangkuk besar untuk meneguk arak, mendengarkan kisah-kisah yang menggetarkan sukma dari mulut mereka.
Bagi seorang gadis yang belum pernah mengalami kejadian seperti itu, peristiwa semacam ini betul-betul merupakan suatu daya pikat yang sukar untuk dilawan.
Tapi ia tak dapat pergi. Sebab dia adalah "rase"" sejenis makhluk aneh, dalam kehidupannya sudah ditakdirkan tak akan merasakan kegembiraan dan kebahagiaan seperti kehidupan manusia biasa.
Dia sudah kawin selama empat tahun dengan Ting Peng. Selama empat tahun ini, hampir boleh di bilang siang maupun malam mereka selalu bersama, tanpa Ting Peng di sisinya, hampir boleh dibilang dia tak sanggup untuk tidur.
Ting Peng berasal dari keluarga miskin, dia bukan termasuk seorang lelaki romantis yang pandai bermesraan. Sejak kecil dia harus pandai memperjuangkan diri agar termasyhur, terhadap kehidupan cinta atau bersenang-senang, tidak banyak yang dia ketahui.
Walaupun ia muda dan gagah, namun selama satu dua tahun belakangan ini kasih sayangnya terhadapnya sudah makin lama semakin berkurang, hubungan suami istripun sudah tidak sebanyak dahulu lagi. Tapi ia tetap mencintainya dengan sepenuh hati.
Dia adalah satu-satunya lelaki yang berada dalam kehidupannya, demi dia, untuk melakukan perbuatan apapun ia rela untuk melakukannya. Ia ingin merasa bangga karena menjadi istrinya, bahkan dalam mimpipun dia selalu berharap agar dia dapat menggandeng tangannya dan memperkenalkan dia kepada teman-temannya, kepada tamu-tamu agung dan memberitahukan kepada orang lain bahwa dia adalah istrinya, dialah Ting hujin (nyonya Ting).
Ting hujin suatu sebutan yang begitu indah dan begitu anggun, sayang selama hidup mungkin dia tak akan dapat mendengarkan orang lain menggunakan sebutan tersebut untuk memanggilnya. Karena dia adalah "rase", jenis makhluk lain, tidak mungkin dia bisa menampakkan diri di hadapan orang lain bersama Ting Peng.
Benarkah aku adalah Rase? Kenapa aku harus menjadi "rase". Sepasang mata Cing-cing berkaca-kaca, hatinya merasa sakit sekali seperti ditusuk-tusuk dengan jarum. Sebab dalam hatinya mempunyai sebuah rahasia, rahasia yang tak dapat dikatakan kepada siapapun, termasuk juga kepada Ting Peng.
Rahasia itu bagaikan sebatang jarum yang siang malam setiap menit setiap detik selalu menusuk hatinya. Kecuali dalam persoalan ini, dia masih tetap riang gembira dan berbahagia. Asal tiada persoalan yang terlalu penting artinya, Ting Peng selalu berusaha untuk menemaninya.
Sekarang dia seperti telah datang, dari arah anak tangga sana sudah kedengaran suara langkah kakinya. Cepat-cepat Cing cing menyeka air matanya dan bangkit berdiri.
Ting Peng telah membuka pintu sambil bertanya. "Mengapa kau tidak memasang lampu?"
Cing-cing tidak menjawab, tiba-tiba dia lari ke dalam pelukannya dan merangkul pemuda itu kencang-kencang, seakan-akan mereka sudah banyak waktu tak pernah berjumpa saja, sekalipun mereka baru berpisah satu dua jam berselang. Dia terlalu takut kehilangan dia.
Setiap mereka berpisah, dia selalu merasa takut, takut kalau dia akan pergi dan tak kembali lagi. Sebab dia tak lebih hanya seorang perempuan rase, sedang tempat ini adalah dunianya manusia, dalam hatinya selalu timbul perasaan rendah diri yang tak terlukiskan dengan kata- kata. Walaupun Ting Peng tidak memahami perasaannya itu, namun dapat merasakan kelembutan cintanya.
"Sekarang, semua orang sedang mulai minum arak, maka aku mencari kesempatan untuk balik kemari dan menengok kau"
Cing-cing merasakan tenggorokannya seakan-akan tersumbat oleh suatu benda yang amat besar, membuat dia tak sanggup berkata-kata, namun dalam hatinya penuh dengan kehangatan dan rasa terima kasih.
Dia berharap pemuda itu bisa berkata lebih lanjut, beritahu kepadanya, walau berada di tempat lain, hatinya selalu teringat dan merindukan dirinya. Sayang apa yang dikatakan Ting Peng selanjutnya bukanlah perkataan yang dia ingin dengar.
"Aku harus kembali untuk memberitahukan kepadamu, rencana kita telah berhasil, aku telah menghancurkan Liu Yok siong"
Rupanya dia kembali kesana karena ingin memberitahukan hal itu kepadanya, padahal hampir saja ia telah melupakan persoalan tersebut. Walaupun dia turut serta dalam menyusun rencana tersebut, bahkan dengan tak segan-segannya membantu dia untuk mensukseskan rencana ini.
Tapi dia berbuat kesemuanya itu tak lebih hanya karena dia. Demi dia, dia tak segan untuk berbohong, tak segan untuk menipu orang, tak segan untuk melakukan perbuatan apapun yang belum pernah dia lakukan sebelumnya, tapi terhadap budi dan dendam yang terjalin diantara manusia, ia tidak memandangnya terlalu berat.
Tapi Ting Peng kelihatan gembira sekali, dia telah menuturkan semua keadaan yang telah berlangsung selama ini. Rasa dendam yang sudah tertanam selama banyak tahun dalam dadanya kini sudah terlampiaskan keluar, kejadian ini benar-benar merupakan suatu kejadian yang patut di girangkan.
Untuk menggirangkan hatinya, diapun pura-pura mendengarkan dengan penuh perhatian, walaupun dalam hati kecilnya sebenarnya dia hanya ingin berpelukan dengan tenang dengannya. melewati kehidupan yang bahagia dalam ketenangan dan kemesraan pada hari ini.
Terdengar Ting Peng berkata pula: "Jika kau dapat menyaksikan perubahan mimik wajah Liu Yok siong setelah ia mengetahui kalau dewi yang menolongnya selama ini tak lebih hanya seorang pelacur, kau pasti akan merasa sangat gembira."
Cing-Cing dapat memahami perasaannya, sebab diapun pernah menerima penderitaan akibat pukulan batin seperti itu. "Bagaimana kemudian?" tak tahan dia bertanya.
"Seandainya kau menjadi dia, apa yang hendak kau lakukan dalam keadaan seperti ini?"
"Aku tak tahu!" Dia memang tak tahu, tidak pernah dia pikirkan segala macam kelicikan dan kebusukan hati manusia di dunia ini.
"Coba terkalah" kata Ting Peng amat gembira, "Coba kau tebak, perbuatan apakah yang dia lakukan?"
"Dia kabur?"
"Dia sendiripun tahu kalau dia tak akan bisa kabur?" kata Ting Peng, "Sekalipun dapat kabur, dia hendak kabur kemana?"
"Kalau begitu dia jatuh pingsan?"
"Tidak"
"Teman-teman Leng siu membunuhnya ?"
"Juga tidak"
"Kalau begitu dia pasti membunuh perempuan itu, kemudian menggorok leher sendiri untuk bunuh diri?"
"Dugaan ini memang agak masuk diakal."
Seandainya seseorang telah berada didalam keadaan seperti ini, mati rasanya jauh lebih baik daripada hidup.
Namun Ting Peng menggelengkan kembali kepalanya. "Dia tidak mati, dia masih merasa berat hati untuk mati" katanya. Setelah tertawa, dia menambahkan. "Perbuatan yang dia lakukan tak nanti bisa diduga oleh siapapun dan tak mungkin akan dilakukan oleh siapapun yang ada di dunia ini."
"Apa yang telah dia lakukan?"
"Ketika orang lain mengira dia akan mencari akan untuk beradu jiwa, tiba-tiba dia berlutut di hadapanku dan memohon kepadaku untuk menerimanya menjadi murid!"
Usia Liu Yok siong sudah pantas untuk menjadi ayah Ting Peng, dalam dunia persilatan dia bukan seorang yang tak bernama tapi di hadapan begitu banyak umat persilatan dan orang gagah yang berkumpul di situ ia telah melakukan perbuatan tak terduga. Kecuali dia, siapa lagi di dunia ini yang sanggup untuk melakukan perbuatan seperti itu?
Cing Cing menghela napas panjang katanya: "Kulit muka orang ini betul-betul amat tebal, apa yang dilakukan juga luar biasa sekali"
"Sesungguhnya apa yang dia inginkan kepadaku, tak mungkin bisa kukabulkan, sungguh tak disangka ternyata dia memohon kepadaku untuk menerimanya menjadi murid."
"Dan kau meluluskan permintaannya?"
Ting Peng tersenyum. "Tak ada salahnya mempunyai seorang murid macam dirinya itu ..." dia menjawab.
Cing-cing tidak berkata apa-apa lagi. Walaupun dia merasa tindakan yang dilakukan itu tidak benar, tapi apa yang ingin dilakukan Ting Peng, tak pernah ia tampik atau mengemukakan keberatan. Semua kejadian yang kemudian berlangsung menjadi bertentangan dengan apa yang menjadi harapannya semula.
Sebenarnya dia hanya berharap Ting Peng dapat menjadi seseorang yang tak pernah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan batinnya, dia ingin mengajaknya mencari suatu tempat yang sepi dan melewati suatu kehidupan yang bahagia. Tapi Ting Peng mempunyai ambisi. Setiap lelaki pasti berambisi dan harus berambisi, sebab ambisi merupakan semangat dan harga diri dari seorang lelaki, lelaki tanpa ambisi tak bisa disebut seorang lelaki.
Dia tidak menyalahkan Ting Peng, cuma ambisi Ting Peng kelewat besar, jauh lebih besar daripada apa yang dibayangkan semula.
Ambisi adalah suatu makhluk aneh yang sudah ada semenjak dahulu kala, asal kau biarkan dia tetap hadir dalam dadamu, maka makin hari dia akan berubah semakin besar, sehingga akhirnya demikian besarnya sampai kau sendiripun tak dapat mengendalikannya lagi. Bagi seorang lelaki yang berambisi, manusia macam Liu Yok siong memang tak bisa disangkal lagi merupakan seorang yang sangat berguna.
Yang dikuatirkan Cing-cing hanya satu hal. Dia hanya kuatir ambisi Ting Peng semakin besar sehingga dia sendiripun tak dapat mengendalikan lagi, maka bila sampai terjadi hal semacam ini. kemungkinan besar dia akan ditelan sendiri oleh ambisinya itu.
Teringat akan persoalan ini, dia segera teringat pula akan suatu persoalan lain yang jauh lebih menakutkan lagi. Tiba-tiba dia bertanya: "Dari pihak Sin kiam san-ceng, apakah ada yang hadir pada hari ini?"
"Aku masih ingat, agaknya kau telah mengirim orang secara khusus untuk menyampaikan surat undangan kepadanya?"
Undangan yang diantar bukan cuma satu saja, selain ditunjukkan untuk majikan dari Sin kiam san-ceng sekarang, yaitu Cia Siau hong, pendekar pedang nomor satu di dunia pada saat ini, Cia sianseng yang lain pun mendapat undangan pula. Cia sianseng itu bermuka bulat, berperawakan gemuk, berwajah penuh senyuman, amat ramah tamah.
Bulan tujuh tanggal lima belas empat tahun berselang, ketika Ting Peng dicemooh dan dihina dalam perkampungan Siang siong san ceng. Cia sianseng itupun turut hadir di sana.
"Tapi hari ini mereka tidak datang"
Teringat akan persoalan ini, kegembiraan Ting Peng tidak secerah tadi lagi. Bukan cuma orang-orang dari Sin kiam san-ceng saja yang tidak datang, orang-orang yang berada disekitar tempat itupun tak seorang manusiapun yang datang.
"Siapa saja yang kau undang dari daerah di sekitar tempat itu?"
"Thian It hui dan Siang Ceng"
"Aku tahu tentang manusia yang bernama Siang Ceng, dia adalah seorang poocu dari benteng keluarga Siang, merupakan jago yang paling termasyhur karena ilmu pedang Ngo heng kiam hoatnya"
Setelah berpikir sebentar, kembali dia berkata: "Ilmu pedang Ngo heng kiam hoat merupakan suatu ilmu pedang yang sukar dan dingin, kalau aku harus menyebutkan sepuluh orang jago pedang terhebat di dunia pada saat ini, maka Siang Ceng tak akan masuk hitungan"
Ting Peng tertawa, katanya: "Apakah kau sedang menghiburku, suruh aku jangan marah hanya disebabkan seorang manusia macam dia?"
Cing Cing tidak menjawab, dia hanya tertawa belaka.
"Padahal sekalipun aku sedang marah kepadanya, aku tak akan memandang enteng orang ini" lanjut Ting Peng.
"0oooh...!"
"Walaupun ilmu pedang Ngo heng kiam hoat merupakan ilmu yang dingin dan kaku, namun setelah digunakan akan menghasilkan daya kemampuan yang luar biasa sekali. Karena dalam pertentangan antara lima unsur bumi yang berbeda akan menimbulkan perubahan-perubahan yang tak mungkin bisa diduga orang, tentu saja perubahan itupun tak bisa dibendung dengan mudah."
"Masuk diakal" Cing-cing tersenyum.
"Walaupun ilmu pedang yang dimiliki Siang Ceng belum dapat termasuk urutan sepuluh besar dalam dunia persilatan saat ini namun tak bisa disangkal lagi dia termasuk juga seorang jago kelas satu dalam dunia persilatan, apa lagi kepandaian silat itu diperolehnya dari warisan keluarga, dasarnya pasti kuat sekali, tenaga dalamnya juga sempurna, kesemuanya itu dapat menutupi kekurangan-kekurangannya dalam permainan pedang"
"Tampaknya kau mengetahui banyak tentang orang ini?"
"Asal dia jago kelas satu dalam dunia persilatan, aku harus mengetahui banyak tentang mereka" Setelah tertawa, lanjutnya: "Sebab setiap orang diantara mereka, kemungkinan besar akan menjadi lawanku"
Cing cing masih tertawa, cuma tertawanya sudah agak dipaksakan. Dia tahu bukan saja jalan pemikiran Ting Peng amat cermat, diapun amat pandai menyelidiki keadaan lawan, tingkah lakunya matang dan dewasa, sama sekali berbeda dengan keadaannya dahulu, seringkali hanya disebabkan sebuah persoalan kecilpun akan marah-marah. Sebab ambisinya makin lama semakin bertambah besar.
"Tahu diri lawan, setiap pertarungan baru dapat di menangkan" Kata Ting Peng lagi...
Selanjutnya,