Golok Bulan Sabit Jilid 09

Cerita Silat Mandarin Golok Bulan Sabit Jilid 09 karya Khu Lung
Sonny Ogawa

Golok Bulan Sabit Jilid 09

Cerita silat Mandarin Karya Khu Lung
"SIAPAKAH orang itu?" tak tahan Thi-yan hujin bertanya.

"Cia siau hong, Sam sauya dari bukit Cui im san, telaga Lit sui oh, perkampungan Sin kiam san-ceng" Setelah menghela napas panjang, lanjutnya: "Nona Cia yang sedang kau cari itu bukan lain adalah putri kesayangan Cia Siau hong"

Paras muka Thi yan hujin segera berubah hebat, sorot matanya penuh dengan pancaran rasa kaget, marah dan penuh kebencian.

Dengan suara tenang Sang Ceng berkata: "Golok setan dari Yan cu siang hui musti menakutkan, pedang sakti dari sam sauya keluarga Cia rasanya juga tidak terlalu terlampau jelek!"

"Sungguh perkataanmu itu?" bentak Thi yan hujin dengan suara keras, masa Cia Siau hong punya anak perempuan?"

"Kau saja punya anak lelaki kenapa Cia Siau hong tak boleh mempunyai anak perempuan?"

Paras muka Thi yan hujin segera berubah menjadi menakutkan sekali, sepatah demi sepatah kata dia berkata. "Sekarang kami sudah tidak mempunyai anak lelaki, Cia Siau hong juga tak boleh mempunyai anak perempuan"

Suaranya amat keras, diantara picingan matanya mendadak melontarkan cahaya yang tajam bagaikan sembilu, sambil menatap wajah Sun Hu hou lekat-lekat serunya: "Budak she Cia itu bersembunyi di mana, bersedia untuk bicara atau tidak?"

Paras muka Sun Hu hou pucat pias seperti mayat, dia menggigit bibirnya kencang-kencang. "Dia tak akan berbicara kata Sang Ceng, anak murid Siau lim pay selalu dihormati orang dalam dunia persilatan, bila dia menjual putrinya Cia Siau hong kepada orang-orang Mo-kau, bukan saja Cia Siau hong tak akan melepaskan dirinya, bahkan saudara-saudara seperguruannya juga tak akan melepaskan dia dengan begitu saja."

Setelah tersenyum, katanya lebih jauh: "Kalau toh sama-sama matinya, mengapa ia tidak memilih kematian yang jauh lebih gagah dan menarik?"

Tiba-tiba Sun Hu hou menjerit lengking: "Kita tak punya dendam tak punya sakit hati, mengapa kau hendak mencelakai diriku?"

"Sebab aku tak tahu malu, bahkan kulit pantat orang matipun ku tempelkan di atas wajahku, mengapa aku tak boleh melakukan pula perbuatan semacam ini?"

Mendengar perkataan tersebut, Sun Hu hou segera menghela napas panjang. "Aaaai ... seandainya kawan-kawan persilatan tahu kalau Ngo heng poocu sebenarnya adalah seorang manusia macam begini, entah bagaimana perasaan mereka?"

"Tahu tidak tahu, tapi perasaan tersebut sudah pasti sama dengan perasaan kalian terhadap diriku sekarang."

"Dia tidak mau berbicara, biar aku yang berkata" tiba-tiba Ciong Tian berseru.

Sambil tertawa Thi yan hujin berseru: "Heeehhh... heeehhh... heeehhh... aku sudah tahu, cepat atau lambat pasti ada orang yang mengatakannya keluar..."

"Cuma akupun ingin berbicara dulu beberapa hal dengan Sang poocu," kata Ciong Tian. Pelan-pelan dia berjalan menghampiri ke sisi Sang Ceng.

Sang Ceng bukannya sama sekali tidak mempersiapkan diri terhadap dirinya. Cuma saja, dia sama sekali tidak menyangka kalau seorang jago pedang kenamaan semacam dia ternyata biasanya cuma menggigit orang belaka. Dia mengawasi terus sepasang tangan Ciong Tian, sementara sepasang tangannya hanya bergendong di belakang.

Akhirnya Ciong Tian tiba-tiba di hadapannya, kemudian sambil menempelkan bibirnya di sisi telinga San Ceng. dia berbisik pelan: "Ada satu hal kau pasti tak akan membayangkannya, seperti juga akupun juga tidak menyangka kalau kau pandai meminjam golok untuk membunuh orang, oleh karena itu aku baru berpikir untuk mengucapkan beberapa hal kepadamu...."

Mendadak ia menggigit telinga Sang Ceng keras-keras. Kontan saja Sang Ceng menjerit kesakitan. Sun Hu hou yang kebetulan berada di hadapannya segera bertindak cepat, sambil melompat ke depan dia menghantam dadanya keras-keras.

Tiada orang yang tahan menerima pukulan dahsyat tersebut, tatkala tubuhnya terjatuh dari tengah udara paling tidak ada dua puluh tujuh delapan batang tulangnya yang sudah patah.

Ciong Tian segera menyemburkan kutungan telinganya yang masih penuh berdarah itu di atas badannya, kemudian berkata. "Aku tahu kau pasti tak akan menyangka bukan, kalau aku adalah seorang manusia macam begini!"

Thi yan hujin yang menyaksikan kejadian itu mendadak menghela napas panjang, katanya. "Bukan hanya dia saja yang tidak menyangka, bahkan aku sendiripun sama sekaIi tidak menyangka"

Mimik wajahnya berubah menjadi aneh sekali. "Andaikata semua jago dan orang gagah yang ada didalam dunia persilatan dewasa ini adalah manusia-manusia macam kalian itu, hal mana tentu lebih bagus lagi!"

"Membunuh satu orang bagaikan seratus orang, lebih baik kita membunuh seorang lagi!" tiba-tiba Thi yan tianglo berseru.

"Akupun tahu bahwa kita harus membunuh seorang lagi, dengan demikian mereka baru bersedia untuk berbicara"

Setiap kali menjumpai persoalan yang berat dan membutuhkan keputusan yang tepat dia selalu bertanya kepada suaminya: "Kita akan membunuh siapa dulu?"

Pelan-pelan Thi-yan tianglo mengeluarkan jari tangannya yang kurus kering dari balik bajunya. Setiap orang tahu, siapa yang kena ditunjuk oleh jari tangannya itu, maka orang itulah yang akan mati.

Kecuali Lamkiong Hoa su, setiap orang segera mengundurkan diri ke belakang, tapi yang paling cepat mundurnya adalah Bwee Hoa. Baru saja dia akan menyembunyikan diri dibelakang Lamkiong Hoa su, jari tangannya yang kurus itu sudah menuding ke arahnya.

"Baik, dia yang kita bunuh!" seru Thi yan hujin. Seusai mengucapkan perkataan tersebut, mendadak dalam genggamannya telah muncul sebilah golok.

Itulah sebilah golok panjang yang mencapai empat depa sembilan inci, tipis sekali dan bersinar terang, sehingga sepintas lalu tampak seperti tembus cahaya. Inilah golok setan milik Yan cu siang hui.

Dulu Mo kau meraja lela didalam dunia persilatan dan menganggap semua jago yang ada di dunia ini bagaikan daging babi atau ikan, oleh karena di bawah pemerintahan kaucu mereka terdapat sebilah pedang, sebuah cambuk, sebuah tinju sakti dan sepasang golok.

Dihari-hari biasa tak ada orang yang melihat goloknya, karena golok tersebut sangat tipis sekali, bisa digunakan sebagai senjata keras, bisa juga dipakai sebagai senjata lunak, bila tidak dipergunakan dapat di gulung menjadi satu dan disembunyikan dibalik pakaian. Biasanya bila menampakkan diri, itu berarti ada musibah atau banjir darah yang akan memenuhi seluruh jagad.

Thi yan hujin membelai mata goloknya dengan lemah lembut, kemudian ujarnya lagi. "Aku sudah banyak tahun tidak pernah mempergunakan golok ini lagi, akupun tidak seperti lo-taucu kami yang selalu berhati lembek"

Kemudian sambil memicingkan matanya memandang ke arah Bwee Hoa, dia menambahkan. "Oleh karena itu nasibmu memang lebih mujur daripada yang lain-lainnya"

Selama ini Bwe Hoa adalah seorang yang amat memperhatikan diri sendiri, paras mukanya juga selalu baik sekali. Tapi sekarang paras mukanya berubah menjadi pucat pias seperti mayat, dia benar-benar tidak habis mengerti rejeki yang bagai manakah yang dikatakan sebagai nasib mujur?

"Aku masih ingat, orang terakhir yang mati di tanganku adalah Phang Thian siu!"

Phang Thian siu adalah jago-jago kelas satu dari perguruan Ngo hou toan bun to. Ngo hou toan bun to merupakan ilmu golok yang amat dirahasiakan oleh keluarga Phang, keras, ganas, dahsyat dan mengerikan, satu bacokan memutuskan keturunan satu bacokan menghilangkan nyawa.

Delapan puluh tahun merajai dunia persilatan, jarang sekali menjumpai musuh yang sanggup menandinginya, dengan sebilah golok, Phang Thian siu menyapu rata semua jago yang ada dikedua belas sisi sungai besar, tapi secara tiba-tiba ia lenyap tak berbekas semenjak empat puluh tahun berselang, siapapun tak tahu kalau dia tewas di tangan si burung walet ini.

Phang Thian siu adalah sahabat karib Beng Kay san. Maka ketika mendengar nama itu, paras muka Beng Kay san turut berubah, apakah dikarenakan dia terbayangkan kembali peristiwa empat puluh tahun berselang ketika ia menyaksikan temannya tewas diluar kota Poo teng, diujung jembatan?

"Kugunakan pisau yang pernah kupakai untuk membunuh Phang Thian-siu untuk membunuhmu, agar sukma kalian sama-sama menempel di golok ini, bukan nasibmu amat mujur?" kata Thi yan hujin.

Bwee Hoa sudah terhitung seorang kakek, belakangan ini diapun sudah merasa dalam banyak hal mengalami ketidak beresan, asal sedikit saja mengerahkan tenaga maka jantungnya akan berdebar sangat cepat, lagi pula sering kali terasa sakit bagaikan ditusuk-tusuk dengan pisau. Dia sendiripun tahu, kehidupannya tak mungkin bisa berlangsung terlalu lama.

"Dalam keadaan seperti ini, sepantasnya dia tidak takut menghadapi kematian. Tapi secara tiba-tiba ia berteriak keras: "Aku bilang apa yang kau katakan, aku pun berkata apa! Nyawa si kakek itu sudah tidak panjang lagi, apa seharusnya dinikmati manusia kebanyakan telah dinikmati pula olehnya. Sekarang sudah tidak banyak hal yang dapat dinikmati lagi olehnya. Tapi anehnya, justru orang semakin tua biasanya semakin takut pula dia menghadapi kematian."

Terdengar Thi-yan hujin berkata lagi: "Kau benar-benar enggan berbicara? Kau tidak takut Cia Siau hong menghadapi dirimu?"

Tentu saja Bwe Hoa takut, takutnya setengah mati. Tapi sekarang Cia Siau hong masih berada ribuan li dari situ, sedangkan golok tersebut telah berada di depan mata. Bagi seorang yang takut mati, bisa hidup lebih lama beberapa saatpun merupakan sesuatu yang luar biasa baginya.

Maka Bwe Hoa lantas berkata: "Tadi Sang Ceng memberitahukan kepadaku, dia telah menyembunyikan nona Cia di..."

Ia tak pernah dapat menyelesaikan kata-katanya itu. Mendadak saja cahaya golok berkelebat lewat, dan tahu-tahu lehernya sudah terpapas kutung. Orang yang makin takut menghadapi kematian, biasanya kematian yang dialaminya semakin cepat, dan hal ini merupakan suatu kejadian yang aneh sekali. Bukan aneh saja, malah anehnya bukan kepalang.

Thi-yan hujin masih berdiri disitu sambil menggenggam sebilah golok yang terhunus. Tapi gulok yang memenggal leher Bwee Hoa hingga kutung itu bukanlah golok miliknya. Dia sempat menyaksikan golok itu berkelebat lewat, tapi ia tak sempat untuk menghadangnya.

Bwee Hoa juga sempat menyaksikan sambaran golok tersebut berkelebat lewat, tentu saja dia lebih-lebih tak sempat untuk berkelit dan menyelamatkan diri dari ancaman bahaya maut. Sebab serangan golok itu begitu cepat datangnya, sedemikian cepatnya sampai sukar untuk dilukiskan dengan kata-kata.

Orang hanya sempat melihat cahaya golok yang berkilauan, tahu-tahu golok itu sudah mengambil korban, leher Bwee Hoa sudah terpapas kutung menjadi dua bagian, sedangkan golok itu sendiripun tahu-tahu sirna dengan begitu saja.

KETAJAMAN YANG MEMUKAU

GOLOK itu berada di tangan Ting Peng. Ketika semua orang menyaksikan berkelebatnya cahaya golok di tangannya, tak seorangpun yang melihat orangnya. Menanti semua orang menyaksikan orangnya, leher Bwee Hoa sudah terpapas kutung oleh sambaran goloknya. Darah kental masih menetes keluar dari ujung golok tersebut.

Gook itu bukanlah senjata mestika yang tajam sekali atau membunuh orang tanpa percikan darah. Golok itu tak lebih hanya sebilah golok biasa, cuma saja mata goloknya melengkung bagaikan bulan sabit.

Thi yan hujin yang menyaksikan kejadian itu segera tertawa. Walaupun saat ini dia sudah menjadi nenek-nenek, tapi bila sedang tertawa, sepasang matanya yang sipit masih kelihatan begitu mempesonakan hati, seakan-akan dia masih mempunyai daya tarik seperti pada empat puluh tahun berselang.

Orang yang masih hidup sekarang sudah tidak ada berapa orang yang sempat menyaksikan gaya tubuh yang mempesonakan hati itu. Sebab orang-orang yang pernah menyaksikan daya yang memukau itu kebanyakan sudah mampus semua di ujung goloknya pada empat puluh tahun berselang...

Sebenarnya orang-orang itu mati di ujung goloknya? Ataukah mati oleh senyumannya? Mungkin bahkan dia sendiripun tak dapat membedakannya dengan amat jelas. Hanya ada satu hal yang tidak diragukan lagi.

Permainan goloknya pada waktu itu memang amat cepat, senyumannya juga amat menawan hati. Pada waktu itu, orang yang dapat menyaksikan senyumannya, biasanya hampir lupa kalau diapun mempunyai golok kilat yang dapat membunuh orang.

Sekarang, permainan goloknya masih amat cepat, kemungkinan besar jauh lebih cepat daripada empat puluh tahun berselang, tapi senyumannya sudah tidak seindah dan menawan hati seperti empat puluh tahun berselang. Dia sendiripun mengetahui akan hal ini. Hanya saja karena sudah lama merupakan kebiasaannya, maka hal semacam itu sukar rasanya untuk dirubah.

Dikala dia bersiap-siap untuk membunuh orang, ia masih akan tertawa, ia telah bersiap sedia untuk melancarkan serangannya dikala senyumannya yang paling manis sedang memukau orang lain. Sekarang ia sudah memperlihatkan senyuman yang menawan hati.

Tapi dia masih belum melancarkan serangannya. Karena dia merasa pemuda yang siap hendak dibunuhnya ini benar-benar aneh sekali. Senjata yang digunakan anak muda inipun sebilah golok, malah belum lama berselang golok itu telah digunakannya untuk membunuh orang.

Yang lebih aneh lagi, seandainya tiada darah yang menetes dari ujung golok yang dipegang itu, siapapun tak akan menyangka kalau belum lama berselang dia telah membunuh orang, lebih-lebih lagi tak ada yang bisa melihat kalau goloknya dapat bergerak dengan kecepatan yang begitu luar biasa.

Sepintas lalu dia nampaknya seperti seorang bocah gede yang baru datang dari dusun, seorang bocah tanggung yang mempunyai pendidikan, tahu sopan santun dan berwatak lemah lembut, malah seakan-akan masih terbawa keluguannya sebagai anak desa. Sambil tersenyum dia berkata:

"Diapun sekarang tertawa, tawanya amat memukau hati, membuat orang merasa simpatik, bahkan dia sendiripun merasa agak curiga, benarkah orang yang telah memenggal batok kepala Bwee Hoa tadi adalah pemuda ini?"

Senyuman yang menghiasi bibir Ting Peng amat ramah dan hangat, gerak geriknya amat sopan, membuat orang dengan mudah melupakan kalau di tangannya memegang sebilah golok kilat yang dapat membunuh manusia dalam sekejap mata?

Sambil tersenyum dia berkata: "Aku she Ting bernama Ting Peng, aku adalah tuan rumah tempat ini!"

Thi yan hujin turut tersenyum, setelah menghela napas pelan, katanya pula: "Sungguh tak kusangka akhirnya kau telah datang juga kemari"

"Padahal aku seharusnya sudah datang sedari tadi!"

"Oooh...."

"Ketika kalian suami istri baru datang kemari, aku sudah mengetahuinya!" Senyumannya lebih sopan dan hangat: "Pada waktu itu, sebenarnya aku sudah harus datang untuk menyambut kedatangan kalian berdua!"

"Waktu itu mengapa kau tidak datang?"

"Sebab pada waktu itu masih ada sementara persoalan yang tidak begitu kupahami!"

"Persoalan apa?"

"Siapakah kalian berdua, mengapa secara tiba-tiba berkunjung kemari? Dan siapa pula yang kau cari di sini? Waktu itu, aku masih belum begitu jelas tentang persoalan-persoalan ini!"

"Sekarang apakah kau sudah mengerti?"

"Ting Peng tertawa. "Organisasi yang menjadi tersohor dalam dunia persilatan dimasa lampau bukanlah Siau lim pay, juga bukan Kay pang, melainkan suatu organisasi rahasia yang muncul di sebelah timur, dalam sepuluh tahun yang singkat, kekuasaan mereka telah menyelimuti seluruh dunia persilatan dan memimpin kolong langit"

"Belum, belum mencapai sepuluh tahun, paling banter hanya tujuh delapan tahun" tukas Thi yan hujin.

"Walau hanya dalam waktu tujuh delapan tahun yang singkat tapi jago persilatan yang tewas di tangan mereka justru jumlahnya mencapai tujuh delapan ratus orang."

"Tapi orang-orang yang benar bisa dianggap sebagai orang gagah mungkin tujuh delapan orangpun tak sampai!"

"Waktu itu setiap orang persilatan membenci dan takut kepada mereka, oleh sebab itu merekapun dinamakan Mo kau!"

"Padahal nama ini tidak terhitung sebuah nama yang jelek!" ucap Thi yan hujin.

"Menurut cerita yang tersiar dalam dunia persilatan, semua orang mengatakan kalau kaucu dari Mokau ini adalah seorang yang luar biasa, selain berotak cerdas, juga pandai dalam segala bidang, ilmu silatnya telah mencapai pada puncaknya."

"Aku berani menjamin, selama lima ratus tahun belakangan ini tak ada seorang manusiapun dalam dunia persilatan yang sanggup menangkan kepandaian silatnya."

"Tapi aku dengar dia jarang sekali menampakkan diri, maka bukan saja jarang sekali orang persilatan yang mengetahui raut wajah aslinya, mereka yang berkesempatan menyaksikan dia turun tangan sendiripun tidak seberapa orang"

"Malah mungkin seorang manusiapun tak ada!"

"Kecuali dia, di dalam Mo-kau masih terdapat empat orang Huhoat Tianglo yang berilmu tinggi, Mo kau dapat merajai dunia persilatan, boleh dibilang ke empat orang hu-hoat tianglo inilah yang menciptakan."

"Ehmm, hal ini memang tepat sekali"

"Kalian suami istri berdua adalah salah satu dari ke empat orang hu-hoat tersebut, Yan Cu siang hui (burung walet terbang bersama) selamanya saling tidak meninggalkan yang lain, dua orang sama dengan satu orang." Setelah menghela napas panjang serunya: "Suami istri muda jaman sekarang sudah tidak banyak lagi yang bisa saling mencintai seperti kedua orang ini!"

"Yaa memang tidak banyak!"

"Apa yang barusan kubicarakan itu aku rasa orang lainpun sudah pada tahu semua!"

"Apakah kau masih mengetahui juga hal-hal yang tidak diketahui orang lain?"

"Yaa, masih ada sedikit!"

"Katakanlah..."

"Suami istri ini mengikat diri sejak enam puluh tahun berselang, sang istri berasal dari keluarga Yan bernama Teng im, dulu dia adalah teman perempuan dari Kaucu hujin!"

Selama ini Thi yan hujin hanya tertawa belaka. Apa yang diketahui Ting Peng selama ini tiada sesuatu apapun yang bisa membuatnya merasa kaget atau tercengang. Tapi sekarang, dia sudah mulai terkejut bercampur keheranan, dia tidak habis mengerti apa sebabnya pemuda itu bisa mengetahui nama kecilnya.....

"Sejak dulu kalian berdua sudah malang melintang dalam dunia persilatan, setelah Mo kau mengundurkan diri dari dunia persilatan, kalian baru berhasil memperoleh seorang kongcu, siapa tahu kongcu kesayangan kalian telah tewas ditangan seorang nona She Cia pada tiga hari berselang"

Paras muka Thi yan hujin segera berubah hebat, serunya dengan suara dingin: "Lanjutkan!"

"Waktu itu nona Cia tidak mengetahui asal usulnya, Sang poocu dan Thian It hui juga tidak tahu, itulah sebabnya mereka baru turun tangan melukai dirinya."

Thi yan hujin segera tertawa dingin. "Apakah terdapat seseorang yang belum diketahui asal usulnya, maka mereka boleh turun tangan secara sembarangan?" serunya.

"Hal inipun disebabkan karena kongcu kalian juga tidak tahu akan asal usul nona Cia adalah seorang gadis cantik yang jarang ditemui di dalam dunia persilatan"

Perkataan itu diucapkan sangat diplomatis, membuat setiap orang dapat memahami apa maksud dari perkataannya itu. Sekarang semua orang baru tahu, apa sebabnya Thi yan suami istri bertekad hendak membunuh putrinya Cia Siau hong. Sebab dia telah membunuh putra tunggal mereka. Gadis itu bernama Siau giok.

Setiap orang yang kenal dengannya selalu mengatakan kalau dia adalah seorang gadis yang lembut, halus dan amat penurut. Tapi kali ini, dia telah melakukan suatu perbuatan yang tidak begitu penurut. Kali ini dia minggat dari rumahnya secara diam-diam, paling tidak dia sendiri yang mengaku kalau dirinya minggat dari rumah.

Tahun ini dia baru berusia tujuh belas tahun. Tujuh belas tahun merupakan usia yang paling diimpi-impikan setiap orang, setiap anak gadis yang berumur tujuh belas tahun tak urung pasti mempunyai khayalan yang indah, entah dia itu seorang anak yang penurut atau bukan.

Nama dari perkampungan Wan gwat san-ceng sendiri memang sudah cukup mendatangkan khayalan yang sangat indah bagi setiap orang. Oleh sebab itu ketika dia melihat undangan dari Ting Peng yang disampaikan utusan ke perkampungannya, tergeraklah hatinya. Perkampungan Wan gwat san ceng yang indah, jago-jago lihay yang datang dari empat penjuru, pendekar-pendekar muda yang tampan.

Bagi seorang gadis yang berusia tujuh belas tahun, kesemuanya itu merupakan suatu daya tarik yang amat besar. Tapi ia tahu, ayahnya tak nanti akan mengijinkan dia datang, maka secara diam-diam diapun minggat dari rumahnya.

Ia mengira perbuatannya ini dapat mengelabuhi ayahnya, padahal jarang sekali ada manusia di dunia ini yang sanggup mengelabuhi Cia Siau hong, Sam sauya dari perkampungan Sin-Kiam san-ceng. Meski begitu, ia tidak bermaksud untuk menghalang-halangi perbuatan putrinya.

Semasa masih mudanya dulu, dia sendiripun seringkali melakukan banyak sekali perbuatan yang dianggap orang sebagai suatu pemberontakan. Dia tahu tekanan serta ikatan yang kelewat banyak justru akan mendorong putra-putrinya melakukan pemberontakan.

Tapi, jika harus membiarkan seorang putri yang baru berusia tujuh belas tahun melakukan perjalanan seorang diri dalam dunia persilatan sedikit banyak sebagai ayahnya dia toh merasa agak kuatir juga. Untung saja Ngo heng pocu yang tinggalnya dekat mereka juga akan berangkat untuk memenuhi undangan Ting Peng, maka dia menitipkan putrinya kepada Sang Ceng agar baik- baik menjaga dirinya.

Dengan adanya seorang ahli silat yang termasyhur dalam dunia persilatan untuk melindungi putrinya, tentu saja mustahil bakal terjadi sesuatu peristiwa di tengah jalan. Apalagi masih ada Thian It hui. Tentu saja Thian It hui tak akan melewatkan setiap kesempatan untuk mendekati anak gadisnya, lebih tak mungkin kalau ia biarkan gadis itu menderita kerugian apapun.

Maka Cia Siau hong sudah merasa amat berlega hati. Ia tidak menyangka kalau dalam Mo kau masih ada seorang yang melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, lebih tak mengira kalau Thi yan suami istri bisa mempunyai seorang anak yang hidung bangor, gemar mengintip anak gadis yang sedang mandi.

Hari itu bulan dua belas tanggal tiga belas, udara sangat dingin. Ia minta pelayan rumah penginapan untuk menyiapkan sebaskom besar air panas dan membuat tungku didalam kamarnya. Sejak kecil gadis ini memang sudah terbiasa mandi setiap hari.

Setelah menutup rapat pintu dan jendela diapun merendamkan dirinya dalam air panas barang setengah jam lamanya. Baru saja dia bersiap sedia mengenakan pakaian, mendadak dijumpainya ada orang sedang mengintip dari luar. Ia menyaksikan sepasang mata yang jeli dibalik celah kecil didepan pintu kamarnya.

Tanpa terasa gadis itu menjerit keras. Menanti dia selesai berpakaian dan menerjang keluar, Thian It Hui dan Sang Ceng telah mengurung rapat-rapat si pengintip itu. Orang itu mempunyai mata yang juling dengan kaki yang membusuk, mana jelek, aneh, cacad lagi.

Manusia semacam ini mungkin tidak memiliki keberanian untuk memandang gadis barang sekejap pun dihari-hari biasa, tapi bila dia memperoleh kesempatan semacam itu tak akan disia-siakan dengan begitu saja.

Anehnya, manusia semacam ini ternyata memiliki ilmu silat yang cukup tangguh kendatipun Sang Ceng dan Thian It-hui telah bekerja sama, alhasil masih belum berhasil untuk membekuknya.

Maka gadis itupun menghadiahkan sebuah tusukan pedang kepadanya. Kebetulan sekali di tangannya memang menghunus sebilah pedang, kebetulan juga dia adalah putrinya Cia Siau-hong, jago pedang tiada keduanya di dunia ini.

Pada waktu itu, bahkan Sang Ceng sendiripun tidak menyangka kalau si Cacad yang cabul dan tak tahu malu itu ternyata adalah putra dari Mo-kau tianglo.

Bagi seorang gadis yang bertubuh suci bersih tanpa noda, sudah barang tentu tak akan tahan menghadapi penghinaan serta nasib semacam ini. Entah bagi siapa saja, dia mempunyai alasan yang cukup kuat untuk membunuh orang itu.

Terdengar Ting Peng berkata: "Sebenarnya aku harus datang semenjak tadi tapi aku harus melakukan penyelidikan lebih dulu atas semua persoalan ini hingga menjadi jelas semua!"

Dia harus berbuat demikian karena dia adalah tuan rumah dari perkampungan ini. Untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapinya, dia harus bertindak sangat adil, jujur dan bijaksana.

Kembali Ting Peng berkata: "Untuk mencari tahu duduknya persoalan sampai jelas, tentu saja aku harus menemukan nona Cia lebih dulu"

"Apakah kau telah menemukannya?" tanya Thi-yan hujin tak tahan.

"Aku sendiripun tak tahu, Sang poocu telah menyembunyikan dirinya dimana, sebab tidak sedikit tempat yang bisa digunakan olehnya untuk menyembunyikan diri, oleh karena itu aku baru mencarinya sekian lama..."

Setelah berhenti sejenak dia melanjutkan: "Untung saja Sang Poocu datang kemari dalam keadaan tergesa-gesa, terhadap keadaan di sekeliling tempat inipun kurang hapal, otomatis tempat persembunyian yang bisa dia temukanpun tak terlalu banyak, maka akhirnya akupun berhasil menemukan tempat persembunyiannya itu!"

Untuk menemukan seseorang didalam gedung perkampungan yang begini besarnya, entah berada dalam keadaan seperti apapun, sesungguhnya bukan suatu pekerjaan yang gampang.

Tapi kenyataannya sekarang, Ting Peng telah membicarakan persoalan itu dengan begitu santai, begitu enteng dan gampang, seolah-olah dia tidak menjumpai kesulitan apapun di dalam usaha pencarian yang dilakukannya barusan.

Thi Yan hujin menatapnya lekat-lekat, secara tiba-tiba ia menemukan bahwa bocah tanggung dari dusun yang berada di hadapannya sekarang, bukanlah seseorang yang mudah dihadapi. Dalam kenyataan dia jauh lebih lihay dan mengerikan daripada tampang wajahnya.

Kembali Ting Peng berkata: "Aku tahu Sang poocu sudah pasti tak akan menyerahkan gadis itu kepadamu, sebab dia telah mendapat pesan dari Cia sianseng untuk melindunginya secara baik-baik, sampai matipun dia tak nanti akan melakukan sesuatu semacam ini"

"Tentu saja kaupun akan menirukan caranya, sampai mati juga tak akan mengatakan dia berada dimana!" sambung Thi yan hujin sambil tertawa dingin.

"Aku malah tak usah membicarakannya lagi." Sesudah tertawa, dengan hambar dia melanjutkan. "Aku telah mengajaknya datang kemari"

CIA SIAU GIOK

BEGITU ucapan tersebut diutarakan, setiap orang menunjukkan wajah terperanjat, malah Thi yan hujin sendiripun merasakan kejadian ini sama sekali berada di luar dugaannya.

Dengan sekali tebasan goloknya ia mengutungi leher Bwee Hoa, tentu saja tujuannya adalah agar Bwee Hoa tidak mengatakan akan jejak Cia Siau giok. Tapi dia sendiri malah sudah mengajak gadis tersebut datang ke situ.

Pagoda air itu mempunyai pintu, dia membuka pintu dan tampaklah seorang gadis cantik yang cukup mengibakan hati sedang berjalan masuk dari pintu luar dengan kepala tertunduk rendah-rendah. Di atas wajahnya masih terdapat noda air mata, air mata yang membasahi pipinya membuat dia nampak lebih lemah lembut dan lebih cantik menawan hati.

Asal seseorang telah memandang sekejap ke arahnya, dia pasti dapat melihat kalau dia adalah seorang gadis yang amat penurut. Bila perempuan semacam ini sampai turun tangan membunuh orang, sudah pasti orang yang dibunuhnya itu adalah seseorang yang pantas untuk mampus.

Tiba-tiba Ting Ping bertanya: "Apakah kau adalah Cia Siau giok, nona Cia?"

"Ya, betul!"

"Kemarin, apakah kau telah membunuh seseorang?"

"Benar!" mendadak gadis itu mendongakkan kepalanya memandang Thi yan suami istri, "aku tahu kalian adalah orang tuanya, aku tahu pada saat ini kalian pasti amat bersedih hati, tapi kalau dia tidak mati dan aku masih mempunyai kesempatan, aku masih tetap akan membunuhnya dari muka bumi ini!"

Siapapun tidak menyangka gadis selembut dan sehalus itu, ternyata sanggup mengucapkan kata-kata keras seperti itu. Bagaimanapun juga, darah yang mengalir didalam tubuhnya adalah darah keluarga Cia, berada dalam keadaan seperti apa pun, keluarga Cia tak akan menundukkan kepala.

Sejak dia dan Ting Peng menampakkan diri, sikap Thi yan hujin malah menjadi semakin tenang. Bagi seorang jago lihay dunia persilatan yang sudah mempunyai banyak pengalaman dalam menghadapi pelbagai pertarungan, bagaikan seorang panglima perang yang memimpin pasukan besar saja, setelah benar-benar berhadapan dengan musuh tangguh, sikapnya malah berubah menjadi luar biasa tenangnya. Ia hanya mendengarkan semua pembicaraan itu dengan tenang, menanti mereka sudah selesai berkata, barulah ujarnya dengan dingin:

"Kau menghendaki kematiannya, apakah hal ini dikarenakan dia telah melakukan suatu kesalahan dan pantas untuk mati!"

"Benar." jawab Cia Siau giok.

"Orang yang salah membunuh manusia, apakah termasuk juga seseorang yang pantas mati?"

"Benar!"

"Bila kau telah salah membunuh?"

"Akupun pantas untuk mati!"

Mendadak Thi yan hujin tertawa, tertawanya nampak begitu mengerikan dan menggidikkan hati, tiba-tiba ia membentak keras: "Kalau toh kau pantas untuk mampus, mengapa tidak segera menghabisi nyawamu?"

Ditengah gelak tertawa yang menggidikkan hati, cahaya golok kembali berkelebat lewat, kali ini golok tersenyum menyambar ke atas batok kepala Siau giok. Semua orang sudah pernah menyaksikan sambaran goloknya.

Bila bacokan golok tersebut dilanjutkan ke bawah, maka gadis yang lemah lembut dan cantik jelita itu niscaya akan terbelah menjadi dua bagian. Setiap orang merasa tak tega untuk melihatnya. Ada diantaranya yang telah berpaling ke arah lain, ada pula yang segera memejamkan matanya.

Siapa tahu setelah sambaran golok itu diayunkan ke bawah, ternyata seperti sama sekali tiada reaksi apapun, juga seakan-akan tidak terdengar suara apapun. Tak tahan semua orang segera berpaling kembali.

Ternyata Cia Siau giok masih tetap berdiri tegak di tempat semula malah rambutnya pun sama sekali tidak terpapas barang sebatangpun. Golok Thi yan hujin yang tipis dan tajamnya bukan buatan itu sudah tertangkis, tertangkis oleh goloknya Ting Peng.

Sewaktu dua bilah golok itu saling membentur satu sama lainnya, ternyata tiada suara apa pun yang terdengar, dua bilah golok itu seakan-akan menempel satu sama lainnya.

Otot-otot hijau di atas punggung tangan Thi yan hujin pada menonjol keluar semua, malah otot-otot hijau yang berada di atas jidatnya pun ikut menonjol keluar.

Sebaliknya Ting Peng kelihatan begitu tenang dan santai, seolah-olah tak pernah terjadi sesuatu apapun, dengan hambar dia sedang berkata: "Tempat ini adalah rumahku, asal aku masih berada di sini, siapapun tak dapat membunuh orang di sini!"

"Apakah orang yang harus mampus pun tak boleh dibunuh?" bentak Thi yan hujin keras-keras.

"Siapa yang pantas dibunuh?"

"Dia pantas dibunuh, dia telah salah membunuh orang, putraku tak mungkin mengintip dia mandi, sekalipun dia berlutut di hadapan putraku dan memohon dia melihatpun putraku tak akan dapat melihatnya!"

Kembali dia memperdengarkan suara tertawanya yang seram dan menggidikkan hati, kemudian sepatah demi sepatah terusnya:

"Karena dia sama sekali tak dapat melihat!" suara tertawa semacam ini benar-benar membuat orang merasa tak tahan untuk menerimanya, bahkan Ting Peng sendiripun turut merasakan bulu kuduknya pun bangkit berdiri.

Tak tahan dia lantas bertanya: "Mengapa dia tak dapat melihat?"

"Sebab dia seorang buta" Perempuan itu masih tertawa. Dibalik suara tertawanya yang penuh mengandung rasa sedih, gusar, penasaran, benci dan dendam itu, terasa pula bahwa suara tertawanya bagaikan seekor binatang liar yang sedang menghadapi maut.

"Mana mungkin seorang yang buta dapat mengintip orang lain sedang mandi?"

Siau giok merasakan tubuhnya begitu lemas, sehingga untuk berdiripun ia tak sanggup lagi untuk berdiri, seluruh badannya hampir menempel semua di tubuh Ting Peng.

"Dia benar-benar seseorang buta?" tanya Ting Peng.

"Aku tidak tahu, aku benar-benar tidak tahu!" sahut Siau giok.

"Sekalipun dia benar-benar tidak tahu, pasti ada orang lain yang tahu!" kata Thi yan hujin cepat.

Tiba-tiba suaranya berobah makin menyeramkan: "Oleh karena itu bukan saja mereka telah membunuhnya, lagi pula menghancurkan pula wajahnya"

Paras muka Siau giok pucat pias seperti tak berdarah, dengan suara parau dia berseru: "Aku tidak tahu, aku benar-benar tidak tahu"

Thi yan tianglo yang selama ini hanya berdiri mematung belaka di sana, mendadak mengangkat tubuh San Ceng ke atas. Dia seakan-akan masih berdiri tak berkutik di sana, sedang tempat dimana Sang Ceng roboh jelas terlihat berselisih amat jauh dengan tempat dimana ia berdiri. Tapi dia cukup menggerakkan tangannya Sang Ceng pun seperti sebuah karung goni saja segera terangkat.

Sang Ceng kelihatannya sudah mati, tapi sekarang secara tiba-tiba memperdengarkan suara rintihan yang memilukan hati, suara rintihannya mirip seorang yang sedang menangis. Rupanya dia belum mati. Dia sengaja menerima pukulan tersebut karena dia ingin mempergunakan kesempatan itu untuk berlagak mati, karena dia tahu pukulan dari Sun Hu hou masih sanggup diterimanya, namun dia tak akan mampu menahan ayunan golok dari Yan cu siang hui.

Terdengar Thi yan tianglo berkata: "Aku dapat melihat kalau kau tak ingin mampus, asal bisa hidup lebih lanjut, perbuatan apapun bersedia kau lakukan."

Sang Ceng tak dapat menyangkal akan hal ini. Demi melanjutkan hidup, dia telah melakukan banyak perbuatan yang tak pernah di sangka oleh orang lain.

"Kau harus tahu, Thian mo seng hiat kau dari Mo kau adalah obat mustajab yang tiada taranya di dunia ini untuk menyembuhkan luka-luka parah." Kata Thi yan tianglo.

Sang Ceng mengetahui akan hal ini.

"Kau juga seharusnya tahu bagaimanakah rasanya ilmu Thian mo soh him tay hoat dari Mo-kau!" Thi yan tianglo melanjutkan.

Sang Ceng cukup tahu.

"Oleh karena itu aku dapat membuat kau hidup lebih lanjut dengan cara yang baik, tapi juga dapat membuat kau hidup tak bisa matipun susah...!"

Sang Ceng sudah memahami maksud hatinya, tiba-tiba ia menjerit dengan suara parau: "Aku akan berterus terang, aku pasti akan berbicara dengan sejujurnya..!"

"Hari itu, siapakah yang telah mengintip Cia Siau giok mandi dari bawah celah-celah pintu kamarnya?"

"Thian It hui!"

Dengan air bercucuran, Sang Ceng telah mengisahkan sebuah cerita yang sama sekali lain dari pada yang lain.

"Waktu itu udara sangat dingin, ingin aku menyuruh pelayan untuk menghantar sepoci arak dalam kamar, baru saja melangkah keluar dari pintu, kusaksikan Thian lt hui sedang bertiarap di bawah pintu kamar nona Cia, kebetulan pada waktu itu nona Cia pun menemukan ada orang sedang mengintip dirinya dari luar, ia telah berteriak keras dari dalam. Sebenarnya aku hendak membekuk Thian It-hui, tapi dia telah berlutut di hadapanku sambil memohon agar aku jangan menghancurkan kehidupannya. Dia berkata, selama ini dia selalu mencintai nona Cia secara diam-diam, itulah sebabnya ia tak sanggup menahan dorongan napsunya dan melakukan perbuatan yang sangat memalukan itu. Aku dengan bibinya memang merupakan sahabat karib selama banyak tahun, akupun percaya kalau dia bukannya sengaja hendak melakukan perbuatan semacam itu. Maka aku menjadi lemas hatinya dan tak tega untuk melanjutkan niatku semula, siapa tahu pembicaraan kami ini telah terdengar oleh seseorang yang lain. Dia adalah seorang cacad, entah dari mana datangnya tahu-tahu saja muncul di situ, ketika Thian It-hui melihat kemunculannya, tiba-tiba saja dia melompat ke depan siap membunuh dirinya. Siapa tahu ilmu silat yang dimiliki orang itu lihay sekali, ternyata Thian It-hui bukan tandingannya. Aku tak dapat menyaksikan Thian It hui mati dibunuh orang, maka akupun maju ke depan untuk membantunya. Akan tetapi aku berani bersumpah, aku sama sekali tiada maksud untuk membunuh orang, akupun tidak melakukan serangan keji terhadap orang itu. Pada saat itulah nona Cia telah selesai berpakaian, dia menyerbu ke luar, Thian It-hui kuatir ia membongkar rahasianya di depan nona Cia, maka dia sengaja berteriak-teriak keras, itulah sebabnya dia baru tak mendengar kalau secara tiba-tiba nona Cia melancarkan sebuah tusukan kilat ke depan. Pada waktu itu aku masih belum tahu kalau dia adalah seorang buta, lebih-lebih tidak diketahui kalau dia adalah Thi yan kongcu. Aku berani bersumpah, aku benar-benar tidak tahu!"

Kisah ceritera ini benar-benar merupakan sebuah kisah ceritera yang dapat membuat orang muntah, ketika selesai mengutarakan ceritera itu bahkan Sang Ceng sendiripun turut muntah. Agar dia dapat melanjutkan kisah ceriteranya, Thi yan hujin telah memberikan sebutir obat mujarab penolong nyawa Thian mo seng hiat kao kepadanya. Tapi sekarang, dia lagi-lagi muntah. Tiada orang-orang yange memandang sebelah mata lagi kepadanya.

"Ngo heng pocu yang namanya menggetarkan kolong langit dan kaya raya bagaikan raja muda, pada saat ini sudah tiada harganya lagi dalam pandangan orang lain."

Mendadak Sang Ceng berteriak lagi. "Jika kalian berada dalam keadaan seperti apa yang kuhadapi, apakah kamu semuapun tak akan berbuat seperti aku?"

Tiada orang yang menggubrisnya, tapi setiap orang sudah mulai bertanya kepada diri sendiri. Dapatkah aku mengorbankan orang cacad yang tidak kuketahui asal-usulnya demi keponakannya Hui Nio-cu? Dapatkah ku ungkapkan rahasia tersebut demi menyelamatkan selembar nyawa sendiri?

Tak seorangpun yang dapat memberikan jaminan bahwa dia tak akan melakukan perbuatan semacam itu dalam keadaan seperti itu. Maka tiada orang yang menggubrisnya lagi, tiada orang yang memandang sekejap mata lagi kepadanya, karena setiap orang takut melihat tampang sendiri dari atas tubuhnya.

Jeritan Sang Ceng telah berhenti. Orang yang tak ingin matipun dapat mati juga, orang yang semakin tak ingin mati adakalanya malah mati semakin cepat. Hembusan angin dingin di luar jendela amat tajam seperti irisan pisau, setiap orang merasakan tangan dan kakinya dingin kaku, hatipun turut menjadi dingin.

Paras muka Thi yan tianglo masih sedikitpun tanpa perasaan, di tatapnya wajah Ting Peng dengan sorot mata dingin, lalu ujarnya kaku: "Aku adalah orang Mo kau, tentu saja putraku juga orang Mo kau"

"Aku tahu!"

"Setiap enghiong hohan yang berada dalam dunia persilatan selalu menganggap orang Mo kau pantas untuk mati!"

"Aku tahu!"

"Apakah putraku juga pantas mati?"

"Tidak"

Ia tak bisa tidak harus berkata demikian, ia sendiripun pernah difitnah orang, dia cukup memahami bagaimanakah perasaan dan penderitaan semacam itu.

"Kau adalah tuan rumah tempat ini" kembali Thi yan tianglo berkata, "kau pun merupakan jago paling muda yang pernah kujumpai selama lima puluh tahun terakhir ini, aku hanya ingin bertanya kepadamu, di dalam peristiwa ini, siapakah yang pantas untuk mati?"

"Orang yang pantas mati sudah mati semua!"

"Belum!" teriak Thi yan tianglo. Setelah berhenti sebentar, dengan suara sedingin es dia berseru: "Orang yang seharusnya mati masih ada seorang yang belum mati!"

Mendadak Cia Siau giok berteriak pula dengan suara yang lantang dan keras: "Aku tahu siapakah orang ini!"

Di atas wajahnya yang pucat pias seperti mayat tampak noda air mata membasahi pipinya, dia nampak begitu lemah lembut. Begitu mengenaskan, begitu sedih sehingga untuk berdiripun seolah-olah tak sanggup untuk berdiri tegak. Akan tetapi ia sama sekali tidak mundur, dia sama sekali tidak merasa gentar. Dengan suara yang pelan tapi tegas, pelan-pelan dia berkata lebih lanjut:

"Sekarang, aku sudah tahu kalau aku telah salah membunuh, semua orang yang telah salah membunuh sudah sepantasnya kalau menerima kematiannya pula."

"Apa yang siap kau lakukan sekarang?" tanya Thi yan tianglo kemudian.

Cia Siau giok tidak berbicara lagi, sepatah katapun tidak berbicara lagi. Berada dalam keadaan demikian, dia memang merasa tak perlu untuk banyak berbicara lagi. Tiba-tiba dari dalam sakunya dia mencabut ke luar sebilah pedang pendek yang memancarkan cahaya berkilauan.

Itulah sebilah senjata pendek yang tajam sekali. Kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun pedang tersebut ditusukkan ke dalam ulu hati sendiri.

SEPASANG GOLOK BERSATU PADU

TAHUN ini Cia Siau giok baru berusia tujuh belas tahun, inilah saat remajanya, seakan-akan sekuntum bunga yang sedang mekar dengan sangat indahnya. Gadis manakah diantara gadis-gadis berusia tujuh belas tahun yang ingin cepat-cepat mati!

Diapun tak ingin mati. Tapi bila sudah berada dalam keadaan harus mati, diapun tidak takut mati. Sebab dia adalah putri kesayangan dari Cia Siau hong. Didalam nadi darahnya mengalir darah dari Cia Siau hong, pedang yang dicabut keluar juga pedang mestika dari keluarga Cia.

Pedang itu adalah sebilah pedang pembunuh, entah membunuh orang lain atau membunuh diri sendiri, kedua duanya sama-sama cepat. Akan tetapi, tusukan pedangnya itu sama sekali tidak menembusi jantungnya.

Sebab sambaran golok dari Ting Peng jauh lebih cepat. Cahaya golok berkelebat lewat, pedang di tangannya sudah mencelat ke tengah udara dan..."Traaak!" menancap diatas tiang pada pagoda air tersebut. Seakan-akan sebuah paku yang memantek di atas tahu saja, pedang yang panjangnya satu depa tiga inci itu sudah menembusi kayu tiang penglari yang keras dan atos bagaikan baja itu.

Tampaknya Cia Siau giok sendiripun dibikin terperanjat oleh kekuatan dari bacokan golok tersebut, sampai lama kemudian ia baru berkata dengan sedih. "Aku menginginkan kematianku sendiri, mengapa kau tidak membiarkan aku mati?"

"Kau tidak seharusnya mati, kaupun tak boleh mati!" jawab Ting Peng cepat.

Cia Siau giok memandang ke arahnya, dari balik matanya yang indah terpancar keluar suatu perasaan yang amat kacau, entah kagum? Entah merasa terharu? Walaupun ayunan golok itu telah menggetar lepas pedang dalam genggamannya, namun sudah menakutkan pula hatinya. Gadis berusia tujuh belas tahun manakah yang tidak mengagumi pahlawannya?

Thi yan hujin memandang ke arahnya, kemudian memandang pula ke arah Ting Peng tiba-tiba serunya sambil tertawa dingin: "Oooh... mengerti aku sudah sekarang"

"Apa yang kau pahami?"

"Sebelum membunuh Cia Siau giok, aku harus membunuhmu lebih dahulu...!"

"Benar!" jawab dari Ting Peng singkat tapi tegas.

Kembali Thi yan hujin memicingkan matanya sambil memandang golok yang berada di tangannya itu, lalu ujarnya: "Agaknya untuk membunuhmu bukanlah suatu pekerjaan yang terlalu gampang...."

"Agaknya memang tidak terlalu gampang."

"Tampaknya golok itu sedikit melengkung...?"

"Yaa, tampaknya memang sedikit agak lengkung"

"Dalam tiga puluh tahun terakhir ini agaknya didalam dunia persilatan belum pernah muncul seseorang yang mempergunakan golok lengkung..."

"Tengkukku tetap lurus, seperti juga tengkuk-tengkuk orang lain, kau saja masih dapat memenggalnya sampai kutung"

"Selama tiga tahun terakhir ini belum pernah pula orang dalam dunia persilatan yang pernah menyaksikan kami Yan cu siang hui memainkan ilmu sepasang golok bersatu-padu"

"Apakah hari ini akan menyaksikannya"

"Benar!"

"Orang yang dapat menyaksikan sepasang golok bersatu padu dari Yan cu siang hui sudah pasti orang-orang yang hidupnya di dunia ini tak lama lagi!"

"Agaknya seorang manusia hidup pun tak ada!" Ting Peng segera tertawa.

"Akan tetapi siapa tahu kalau hari ini merupakan suatu pengecualian buat kalian?"

Thi yan hujin ikut tertawa pula. "Akupun berharap kau bisa membuat suatu pengecualian bagi kami berdua...!"

Tubuhnya telah diputar, dalam waktu singkat ia telah berada disamping tubuh suaminya, ternyata pinggangnya masih dapat bergerak dengan enteng dan lincah selincah anak gadis.

Thi yan tianglo masih belum bergerak, wajahnya tanpa emosi, tapi tahu-tahu goloknya sudah berada dalam genggamannya. Goloknya berbentuk tipis pula setipis kertas, malah kelihatannya begitu tipis sampai tembus cahaya. Hanya bentuknya jauh lebih panjang dari pada golok yang dipergunakan istrinya.

Setiap orang mulai mundur ke belakang, mundur sejauh-jauhnya dari tempat itu, setiap orang dapat merasakan hawa pembunuhan yang terpancar keluar dari ujung golok tersebut.

Tiba-tiba saja, Thi yan hujin berkata dengan suara lembut: "Golok yang digunakan adalah golok lengkung"

"Dahulu kitapun pernah membunuh orang yang mempergunakan golok lengkung" sahut Thi yan tianglo.

"Yaa, karena golok-golok lengkung yang dipergunakan orang-orang itupun merupakan bacokan lurus bila dipergunakan!"

"Hanya seorang saja yang terkecuali!"

"Untung saja dia bukan orang itu!"

"Yaa, untung saja dia bukan"

"Bagi pendengaran orang lain, apa yang mereka bicarakan itu seakan-akan sama sekali tak bermaksud. Orang lain tak akan memahami apa yang mereka katakan."

Tapi Ting Peng mengerti. Kehebatan dari golok lengkung bukan terletak pada golok tersebut. Walaupun golok berbentuk melengkung, namun jika dilancarkan, maka bacokannya tetap lurus, bagaimanapun melengkungnya sesuatu benda, pasti akan terjatuh ke bawah dalam keadaan lurus. Hal ini merupakan teori gaya berat, siapapun tak akan dapat merubahnya.

Tapi ilmu golok yang dipergunakan Ting Peng justru telah merubah teori tersebut, karena ilmu golok yang dipergunakannya sama sekali bukan ilmu golok manusia. Ilmu golok yang dipergunakan adalah ilmu golok dari siluman "rase"

Tapi apa sebabnya Thi-yan suami istri mengatakan kalau di dunia inipun terdapat seseorang yang terkecuali? Apakah orang ini pun mempunyai kemampuan seperti "rase" dan bisa merubah teori gaya berat yang berlaku dialam semesta ini? Siapakah orang itu?

Ting Peng tak berkesempatan untuk berpikir lagi, sebab di depan matanya telah berkelebat cahaya golok, cahaya golok yang jauh lebih menyilaukan mata daripada sambaran petir.

Yan-cu siang hui, Siang-to-han-pit. Sepasang walet terbang bersama, sepasang golok bersatu padu. Sudah jelas mereka sebenarnya adalah dua orang dengan dua bilah golok, akan bergabung tetapi dalam sekejap mata itulah mereka berdua seakan-akan telah bergabung menjadi satu, dua bilah golok seolah-olah berubah menjadi sebilah golok.

Bila ayunan golok dari Thi yan hujin berbobot lima ratus kati, maka ayunan golok dari Thi yan tianglo juga berbobot lima ratus kati. Itu berarti serangan gabungan mereka berdua sama dengan berbobot seribu kati. Ini menurut teori gaya berat. Tapi di dunia ini justru terdapat sementara orang yang bisa mempergunakan semacam kepandaian yang jitu untuk merubah teori tersebut.

Akibat dari tenaga gabungan dari kedua bilah golok tersebut, penambahan kekuatan sebesar satu kali lipat yang seharusnya menghasilkan tenaga sebesar seribu kati itu ternyata telah meningkat menjadi dua ribu kati. Dengan bertambahnya kekuatan menjadi satu kali lipat, tentu saja kecepatannya turut bertambah menjadi satu kali lipat pula.

Kepandaian semacam ini masih belum merupakan serangan yang paling menakutkan dari Yan cu siang hui. Dalam melakukan penggabungan dua golok menjadi satu tadi, dua bilah senjata yang sesungguhnya telah bergabung menjadi satu itu, justru seakan-akan membacok datang lagi dari dua arah yang berbeda, dengan jelas terlihat kalau bacokan mereka mengarah bagian kananmu, tapi jika kau berkelit ke kiri, kau tetap gagal untuk menghindarkan dirimu.

Tapi bila kau berkelit ke sebelah kanan, maka kau lebih-lebih tak akan dapat menghindarkan diri. Artinya, asal mereka sudah mengeluarkan ilmu "Yan cu siang hui, Siang to hap pit" itu berarti tiada kesempatan lagi bagimu untuk menghindarkan diri. Dengan penggabungan tenaga berdua, kekuatan mereka menjadi meningkat, sekarang seakan-akan ada empat orang jago yang melancarkan serangan secara bersama sama.

Dalam keadaan begini, tentu saja kau lebih lebih tak akan mampu untuk menangkis. Siang to hap pit ibaratnya dua tubuh yang melebur menjadi satu badan, pada hakekatnya sama sekali tiada titik kelemahan. Tentu saja kau takkan mampu untuk menjebolkannya. Oleh karena itu serangan mereka ini hakekatnya belum pernah gagal, mereka percaya kali inipun tidak terkecuali."

Pada saat cahaya golok mereka sedang berkelebat lewat itulah, golok Ting Peng juga turut berkelebat lewat. Jika golok melengkung harus melancarkan serangan maka bacokannya juga harus lurus. Tapi Ting Peng seakan-akan tidak terkecuali dari teori tersebut, ketika goloknya membacok ke bawah, gerakannyapun seakan-akan lurus.

Akan tetapi bacokan golok yang semula mengayun ke bawah dalam keadaan lurus tadi secara tiba-tiba saja menciptakan serentetan cahaya golok yang melengkung. Yan cu siang to merupakan golok mestika yang tajamnya bukan kepalang, cahaya golok yang terpancar keluar ibaratnya sambaran cahaya petir.

Berbeda dengan senjata yang dipergunakan oleh Ting Peng, golok yang dipergunakan olehnya tak lebih hanya sebilah golok yang sederhana sekali. Akan tetapi, disaat cahaya golok yang melengkung itu mulai berkelebat lewat membelah angkasa, pada saat itu juga cahaya golok sepasang Yan cu siang to dari kedua orang itu menjadi sirap dan punah, seakan-akan cahaya tajamnya lenyap secara tiba-tiba.

Siang to hap pit sudah jelas merupakan penggabungan dua senjata yang melebur menjadi satu, dua tubuh yang melebur menjadi satu badan, semestinya memang sulit untuk menemukan titik-titik kelemahan di balik gabungan dua kekuatan tersebut.

Akan tetapi cahaya golok yang melengkung itu secara tiba-tiba saja membabat masuk lewat celah-celah cahaya golok mereka membabat langsung ke balik gerak serangan yang mereka lakukan.

Tak seorang manusiapun yang sempat melihat jelas secara bagaimana ayunan golok itu membabat masuk ke dalam, apa yang mereka tangkap tak lebih hanya suara dentingan nyaring.

"Triing...!" begitu dentingan nyaring itu berkumandang memecahkan keheningan, cahaya golok yang berkilauan seperti sambaran petir itu lenyap tak berbekas.

Cahaya golok yang melengkung masih tetap utuh berputar satu kali dalam keadaan melengkung. Kemudian seluruh cahaya yang terpancar keluar itu lenyap tak berbekas, semua suara menjadi sirap dan berubah menjadi hening, semua gerakan turut terhenti pula dengan begitu saja.

Suasana menjadi sunyi, sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun.

SUMPAH KEJI

SECARA tiba-tiba seluruh jagad seakan-akan menjadi sunyi, sepi dan mati. Ting Peng masih berdiri tenang ditempat semula, seakan-akan tak pernah melakukan suatu perbuatan apapun.

Tapi golok masih berada di tangannya, cahaya golok sudah mulai meneteskan darah. Thi yan suami istri masih berdiri tak berkutik pula di situ, golok mereka masih berada ditangan, seakan-akan tidak terjadi sesuatu perubahan apapun.

Tapi di atas wajah serta pergelangan tangan mereka telah muncul sebuah bekas bacokan golok, bekas bacokan golok yang melengkung, lengkung seperti bulan sabit. Darah segar pelan-pelan meleleh keluar dari mulut luka mereka, dan kini sudah mulai menipis.

Paras muka merekapun seakan-akan tidak terjadi perubahan apa-apa, hanya sekarang jelas terlihat agak bingung, seolah-olah seseorang yang secara mendadak menjumpai sesuatu persoalan yang tak dapat diselesaikan olehnya.

Tapi didalam waktu yang amat singkat itulah didalam arena telah terjadi suatu perubahan yang mengerikan sekali....

AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.