Golok Bulan Sabit Jilid 16

Cerita Silat Mandarin Golok Bulan Sabit Jilid 16 Karya Khu Lung
Sonny Ogawa

Golok Bulan Sabit Jilid 16

Cerita silat Mandarin Karya Khu Lung
"Aaai, Siau-giok, mengapa kau mengucapkan perkataan semacam itu, jangan lupa tempo hari aku sendirilah yang telah turun tangan untuk mengebiri dirinya!"

"Aku tahu" kata Cia Siau-giok sambit tertawa. "demi menunjukkan rasa baktimu kepada ibuku kau baru melakukan tindakan seperti ini, padahal kau tak usah berbuat demikian!"

"Sudah seharusnya berbuat demikian!" karena kewibawaan Kiongcu tak boleh dinodai oleh siapapun!" kata Ting Hiang dengan wajah bersungguh dan amat serius.

Kembali Cia Siau-giok menghela napas panjang. "Ting Hiang, benarkah ibuku mempunyai suatu daya pengaruh iblis yang luar biasa dan tiada orang yang dapat melawannya!"

"Benar!"

"Tapi dia toh tidak berhasil juga menangkap ayahku, seperti juga sekarang aku gagal mencengkeram Ting Peng, hal ini membuktikan kalau dikolong langit masih terdapat kaum lelaki yang tak dapat di tundukkan dengan kecantikan wajah seseorang!"

"Benar" sahut Ting Hiang sambil menghela napas, "cuma lelaki semacam itu teramat sedikit sekali, oleh karena itulah ibumu harus hidup menderita seumur hidupnya karena ayahmu, seandainya kau ingin hidup berbahagia didalam kehidupanmu selanjutnya, lebih baik lupakan saja lelaki yang bernama Ting Peng itu...."

"Tapi, dapatkah aku untuk melupakannya?" kata Cia Siau giok sambil menghela napas.

Kecantikan wajah seorang perempuan memang dapat membuat lelaki yang pernah menjumpainya membayangkan selalu, tapi lelaki yang dapat menggetarkan hati perempuan justru mendatangkan bayangan yang merasuk sampai ke tulang sumsum.

Justru karena itulah, bila lelaki tersebut menghianatinya di kemudian hari, maka pukulan batin yang dia berikan terhadap dirinya akan terukir pula didalam hatinya sepanjang masa. Banyak kisah kejadian yang berlangsung di dalam dunia persilatan terjadi karena keadaan seperti ini.

Seperti juga Ting pek im, oleh karena dia ditinggalkan oleh Pek Thian yu maka karena cinta tumbuh perasaan bencinya, sehingga akhirnya dia bersekongkol dengan Be Khong kun untuk memusnahkan segenap anggota keluarga dari Sin to bun.

Kisah cerita tersebut telah turun temurun berabad lamanya, tapi hingga kini masih tetap populer dalam masyarakat. Seperti juga kisah cerita Cia Siau hong dengan Buyung Ciu ti dimasa lampau. Ibu kandung Cia Siau giok adalan seorang Kiongcu dari suatu istana, tentu saja pemilik istana tersebut bukanlah Buyung Ciu ti, tapi dia kemungkinan besar adalah Buyung Ciu ti kedua. Untuk melampiaskan rasa dendam dan sakit hatinya, Buyung Ciu ti berusaha keras untuk memusnahkan dan melenyapkan nyawa lelaki yang bernama Cia Siau hong.

Sebaliknya ibu kandung dari Cia Siau giok justru bertekad untuk memusnahkan perkampungan Sin kiam san ceng milik keluarga Cia yang teramat termashur itu. Oleh sebab itulah dia baru mengutus putrinya datang ke perkampungan Sin kiam san ceng dan menjadi pemilik dari perkampungan Sin kiam san ceng tersebut, tapi sanggupkah dia untuk memusnahkannya?

Cia Siau hong sendiri seakan-akan acuh terhadap persoalan itu, tapi disana masih ada Ting Peng. Sekalipun Ting Peng bukan anggota perkampungan Sin kiam san ceng, tapi selama Ting Peng berada disana, dia tak akan membiarkan orang untuk memusnahkan perkampungan Sin kiam san ceng tersebut. Karena Cia Siau hong selain teman yang paling dihormati olah Ting Peng, dia pun merupakan musuh yang paling dihormati pula olehnya. Dan hal inipun dikarenakan Ting Peng pribadi merupakan orang yang paling diperhatikan dan mendapat sorotan dari pelbagai pihak, terutama dari pihak Cia Siau giok.

SEGEROMBOLAN ORANG GILA

EMPAT ekor kuda jempolan menghela sebuah kereta kencana yang amat indah sedang berlarian menelusuri jalan raya, Ah Ku mengayunkan cambuknya ditengah udara dengan penuh bersemangat. Setelah meninggalkan perkampungan Sin kiam san ceng. Ting Peng hanya mengucapkan sepatah kata terhadap Ah Ku.

"Gunakan kecepatan yang paling tinggi untuk memasuki kota terbesar disekitar tempat ini."

Untuk berbicara dengan Ah Ku memang merupakan pekerjaan yang menghemat waktu dan tenaga tak perlu memberikan penjelasan yang kelewat banyak, cukup kata perintah yang paling singkat sekalipun.. Maka begitu kereta turun dari perahu, Ah Ku segera melarikan keretanya dengan kecepatan tinggi.

Kereta tersebut sudah merupakan tanda pengenal bagi Ting Peng, perlambang bagi Ting Peng, walaupun semua orang tidak melihat Ting Peng, tapi setiap orang tahu kalau Ting Peng pasti berada didalam kereta tersebut.

Maka semua orang segera menyingkir, melihat Ah Ku melarikan keretanya dengan kecepatan tinggi. Tiada orang yang bertanya bagaimana keadaan Ting Peng dalam perkampungan Sin kiam san ceng, dan bagaimana pula hasil pertarungannya dengan Cia Siau hong. Persoalan tersebut telah diterangkan oleh Cia Sianseng jauh sebelum pemuda itu menampakkan diri.

Hasil pertarungan antara Ting Peng melawan Cia Siau hong adalah seri, tiada yang menang dan tiada pula yang kalah, setiap orang telah mengetahui akan hal ini, semua orang pun merasa sangat gembira. Tapi toh ada juga yang mengikuti di belakangnya, mereka ingin mengetahui peristiwa apa lagi yang bakal terjadi?

Ting Kongcu melakukan perjalanan dengan tergesa gesa, itu berarti ada sesuatu kejadian penting yang akan berlangsung. Siapakah yang akan menyia-nyiakan keramaian semacam ini?

Sekalipun ada urusan yang lebih penting pun, mereka akan menunda persoalan tersebut untuk menyaksikan apa yang telah terjadi, apalagi sekarang mereka tidak mempunyai persoalan yang terlalu penting. Yang paling menyenangkan menjadi seorang anggota persilatan adalah kesantaian mereka.

Mereka tak perlu berkeluh kesah karena harus mencari uang, merekapun tak pernah memikirkan soal kehidupan, dalam saku merekapun seakan-akan terdapat uang yang tak akan habis digunakan, sekalipun tiada orang yang pernah menjadi kaya, tapi jarang sekali ada orang persilatan yang mati karena kelaparan. Siapapun tak tahu darimana mereka mendapat uang, tapi setiap orang dapat hidup dengan gembira dan royal.

Seakan-akan mereka mempunyai banyak cara yang aneh dan luar biasa untuk menghidupkan kehidupan mereka yang serba aneh dan luar biasa, dan mereka sedikit pun direpotkan oleh persoalan-persoalan yang serba aneh dan luar biasa pula.

Sekarang mereka sedang mengejar kereta yang ditumpangi Ting Peng, hal semacam ini pun boleh dibilang merupakan suatu kejadian yang aneh dan luar biasa. Tentu saja mereka kenal dengan Ting Peng, tapi Ting Peng belum tentu akan kenal dengan mereka.

Ting Peng melakukan perjalanan dengan begitu tergesa-gesa, tentu saja dia tak akan berhenti untuk menunggu mereka, sekalipun Ting Peng berhasil mereka susul, belum tentu dia akan mengundang mereka untuk makan bersama.

Tapi mereka melakukan pengejaran dengan amat ketat, paling tidak jauh lebih kencang daripada larinya ke empat ekor kuda jempolan yang menghela kereta tersebut. Kuda itu lari dengan sekuat tenaga karena dikendalikan oleh ayunau cambuk dari Ah Ku. Tiada orang yang mengayunkan cambuk terhadap mereka, tapi mereka tetap berlarian dengan sekuat tenaga, dua kaki untuk menerjang enam belas buah kaki.

Tentu saja pekerjaan semacam ini merupakan suatu pekerjaan yang sangat payah, masih untung kereta itu berlarian di atas jalan raya, jadi kecepatannya kadangkala harus dikurangi sedikit, sebab yang melalui jalan raya itu toh bukan hanya mereka saja, melainkan masih banyak yang lainnya.

Tapi itupun hanya pelan sedikit saja, kereta masih tetap bergerak dengan cepat-cepat. Mendadak seorang bocah cilik meloncat keluar dari balik persimpangan jalan dan lari ke tengah jalan raya. Dia adalah seorang bocah cilik, berusia tujuh delapan tahun, dia lari keluar menonton keramaian kereta, tertarik oleh debu yang mengepul memenuhi angkasa.

Hanya sayang arah yang dituju tidak benar dan secara kebetulan justru menghalangi ditengah jalan raja. Kuda yang menghela kereta masih menerjang ke muka dengan kecepatan tinggi, siapa bisa membuat mereka berhenti, tampaknya kereta tersebut segera akan menerjang bocah itu Seandainya diterjang oleh sekawanan kuda jempolan dan ditindih oleh kereta yang begitu besar niscaya bocah tersebut akan mati.

Cambuk panjang tiba-tiba menggulung ke depan, tahu-tahu bocah cilik itu sudah terbang ke angkasa dan pelan-pelan dialihkan ke sisi jalanan, sedang kereta itu meneruskan geraknya meluncur ke muka.

Ternyata bocah itu tidak merasakan apa-apa, dia malah masih bertepuk tangan sambil bersorak sorai. 0rang lain mengucurkan peluh dingin karena cemas, tapi kemudian mereka pun ikut bersorak sorai. Benar-benar ilmu mengendalikan kereta yang lihay, benar- benar ilmu cambuk yang jitu dan sungguh sempurna tenaga dalamnya.

Bila salah satu saja dari ketiga unsur itu tidak dimiliki, jangan harap bocah tersebut dapat diselamatkan jiwanya, tapi secara jitu dan tepat Ah Ku dapat melakukannya dengan sempurna.

Orang-orang yang menyusul dari belakangan semua bersorak sorai memberikan pujiannya, tapi Ah Ku tidak mendengarnya, karena selain tuli diapun bisu. Dia hanya mengerti orang berbicara, tapi harus dibaca dulu dari gerakan bibir orang. Diapun dapat memperhatikan suara yang paling kecil dan gerakan yang paling mendadak sekalipun, tapi bukan menggantungkan dari pendengaran, melainkan dari perasaan.

Cuma saja, orang-orang yang mengikuti di belakangnya merasa sangat puas, mereka telah menyaksikan suatu keistimewaan, suatu demonstrasi kelihaian yang luar biasa, hal itu sudah cukup untuk meraih kembali modal mereka yang mengejar dengan susah payah.

Setelah masuk ke dalam kota, kereta itu berhenti di depan sebuah rumah penginapan yang terbesar. Orang-orang yang menyusul sampai di situ tidak melihat Ting Peng masuk ke dalam sebab kedatangan mereka terlambat selangkah, tapi mereka menyaksikan pelayan-pelayan dari rumah penginapan itu sudah berlarian keluar semua dan menyebar ke empat penjuru.

Mereka seakan-akan hendak melakukan suatu tugas yang sangat penting. Walaupun kawanan jago persilatan itu tidak berani bertanya langsung kepada Ting Peng, mereka berani menangkap pelayan untuk diminta keterangan, seorang pelayan segera ditangkapnya beramai-ramai.

"Apakah Ting kongcu berdiam di dalam rumah penginapan kalian?"

"Benar, dia telah memborong sebuah ruangan tersendiri yang terbaik dimana terdapat kebun, ruangan tengah serta belasan buah kamar tidur."

"Hanya seorang diri dia berdiam di situ?"

"Tidak, dua orang masih ada seorang kusirnya yang kaku seperti malaikat!"

""Buat apa dia seorang diri menempati halaman yang begitu besar?"

"Entahlah, mungkin dia akan berpesta di situ"

"Pesta? Siapa yang akan diundang?"

"Entahlah, tapi mungkin banyak sekali dan tamunya merupakan tamu-tamu penting, karena dia menyuruh kami untuk memesan sepuluh meja perjamuan yang paling baik di rumah makan yang terbaik dan kemudian suruh kami mengundang semua pelacur yang paling cantik di kota ini untuk menghadirinya, paling tidak harus lima puluhan orang"

"Berapa banyak pelacur yang cantik di kota ini?"

"Berbicara sejujurnya, kalau dihitung dengan mereka yang paling jelekpun tak sampai lima puluh orang, tapi kongcu itu terlalu royal, setiap pelacur bersedia membayar sepuluh tahil emas, karena itu sekalipun tidak ada juga harus dicarikan sampai dapat"

"Kemana kau hendak cari?"

"Kalau upahnya sepuluh tahil emas, sekalipun bukan pelacur juga pasti bersedia untuk menjual diri satu kali, aku mempunyai dua orang adik perempuan dan di tambah seorang biniku, paling tidak kan bisa ditambah tiga orang lagi?"

"Apa kau hendak menyuruh bini dan adik perempuanmu menjadi pelacur?"

"Benar, sekali bekerja bisa meraih keuntungan sepuluh tahil emas, kesempatan semacam ini tak akan bakal bisa dijumpai lagi, sayang putriku masih terlalu kecil, dia baru lima tahun, kalau tidak aku pasti akan berhasil meraih keuntungan sepuluh tahil emas lagi"

Orang yang mengajukan pertanyaan itu segera menghela napas panjang, sambil melepaskan tangannya dia berkata: "Kalau begitu cepatlah pergi, jangan sampai menunda kesempatanmu untuk menjadi kaya..."

Dia benar-benar mengagumi pelayan ini, tapi justru ada dua orang yang lebih membuatnya kagum telah munculkan diri. Mereka adalah sepasang kakak dan adik, bahkan merupakan pendekar-pendekar perempuan yang punya nama dalam dunia persilatan.

Sang enci bernama Tu Ling ling, sang adik bernama Tu Tin-tin, yang seorang bergelar Hek-sui sin, sedang yang lain bernama Sui Sian. Mereka tidak terhitung amat cantik, tapi juga tak bisa terhitung terlalu jelek. Mereka adalah piausu dari suatu perusahaan pengawalan barang yang tidak terlalu besar, tidak pula terlalu kecil, sedang ilmu pedang yang mereka miliki tidak terhitung kelewat lihay, juga tidak termasuk terlalu cetek.

Oleh karena itu meski mereka tidak terhitung amat ternama, namun mereka pun bukan manusia yang tak bernama. Usia mereka tidak terhitung terlalu besar, tapi juga tidak kecil. Tetapi cara kerja mereka pada saat ini justru amat mengejutkan hati setiap orang.

Tu Ling-ling telah memanggil pelayan itu sembari berkata: "Hei, untuk sesaat kau toh tak akan mendapatkan orang sebanyak itu bagaimana kalau kami dua bersaudara pun kau masukkan dalam hitungan?"

Pelayan itu kontan saja membelalakkan matanya, dia bukan merasa heran karena sikap kedua orang gadis itu, karena dia sama sekali tidak kenal dengan mereka dia hanya merasa berat hati untuk membagikan harta kekayaan itu untuk mereka.

Agaknya Tu Tin tin memahami maksudnya, sambil tertawa dia lantas menyusupkan dua keping uang perak ke tangannya sembari berkata:

""Kami tidak menghendaki uang emas, uang emas itu boleh kau ambil bahkan kami tambah dua puluh tahil perak tentu untukmu."

Hampir saja, pelayan itu menganggap ke dua orang perempuan itu sudah gila, tapi dia sendiri adalah seorang yang normal dan sehat, karena itu diapun tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Bukan saja dia telah mengantungi uang perak itu bahkan masih bertanya lagi:

"Nona berdua, apakah kalian masih mempunyai teman yang mau ikut pula didalam jual beli ini?"

Tak tahan Tu Ling ling segera tertawa cekikikan. "Kau benar-benar tak tahu diri, usaha sebaik ini bukan bisa jadi dalam sehari saja"

Pelayan itu segera tertawa. "Bulan berselang aku telah melihatkan nasibku, menurut peramal si buta Ong, dia bilang tahun ini rejekiku sedang nomplok, paling tidak aku bakal kejatuhan rejeki tiban seratus tahil emas, pada mulanya aku mengira dia sedang mengaco belo, siapa tahu rejeki benar-benar datang pada hari ini di rumahku ada tiga orang, ditambah lagi kedua orang nona ini berarti sudah lima puluh tahil, kalau toh ramalan dari si buta Ong begitu cocok, maka aku pikir pasti masih ada lima puluh tahil emas lagi."

"Betul. Ramalan dari si buta Ong memang tepat sekali, kau memang sepantasnya untuk meramalkan lagi nasibmu!"

Sepasang mata pelayan itu terbeliak besar karena orang yang barusan berbicara adalah seorang gadis cantik jelita bersama seorang pelayan. Jangankan si gadis itu, dayangnya yang berbaju hijau itupun jauh lebih cantik dan menarik daripada dua bersaudara Ti. Hampir saja pelayan itu tertegun, untuk sesaat dia tak sampai mampu berbicara. Terdengar gadis cantik itu berkata lagi sambil tertawa:

"Kau juga tak usah mencari bini dan adikmu lagi, sekarang juga aku dapat membayar seratus tahil emas untukmu"

Dia memberi tanda, dayang berbaju hijau yang berada di sisinya segera mengangsurkan sebuah bungkusan, bungkusan itu amat berat, ketika dibuka ternyata isinya emas lantakan semua. Hampir saja pelayan itu tidak percaya dengan apa yang dilihat, dia mengambil sekeping dan di rabanya sekejap, terasa dingin, manis... dengan cepat ia menggigitnya beberapa kati.

Emas itu memang keras dan dingin, jelas merupakan emas murni, emas asli. Dengan mata terbelalak ia segera menggigit jari tangan sendiri, dia ingin tahu apakah dirinya sedang bermimpi. Dengan cepat dia jumpai emas itu asli semua dan diapun bukan lagi bermimpi.

CINTA RASE

PERISTIWA aneh akan terjadi setiap tahun, tapi tahun ini nampaknya luar biasa banyaknya. Karena tahun ini, didalam dunia persilatan telah muncul seorang Ting Peng.

Sejak Ting Peng melakukan suatu pemunculan yang luar biasa dalam pagoda Ang Bwee khek di perkampungan Poan kian tong, tepi telaga See ow dalam bilangan kota Hang-ciu setiap perbuatan yang dia lakukan merupakan suatu peristiwa yang menggemparkan masyarakat.

Tapi bila peristiwa yang menggemparkan itu digabungkan menjadi satu juga tak dapat dibandingkan dengan apa yang terjadi dalam kota kecil ini saat tersebut, sebab peristiwa itu benar-benar membuat orang tidak percaya.

Segala meja perjamuan telah disiapkan memenuhi ruangan besar, lima puluh orang pelacur juga sudah hadir semua dan mengambil tempat duduk pada kesepuluh buah meja perjamuan tersebut.

Tapi pada setiap meja hanya tersedia enam pasang sumpit, itu berarti setiap meja hanya ada seorang tamu, Ting Peng sebagai tuan rumah duduk di meja sebelah tengah, disampingnya duduk lima orang perempuan yang cantik molek.

Tu Ling ling, Tu Tin tin serta gadis yang cantik itu dibawa masuk paling belakang dan menempati meja yang paling jauh. Sewaktu mereka masuk Ting Peng tidak menaruh perhatian, juga tidak memandang ke arah mereka, karena waktu itu dia sedang berbincang-bincang sambil tertawa dengan dua orang perempuan yang berada di sisinya.

Kedua orang perempuan ini, yang seorang bernama Sian-sian, sedang yang lain bernama Bi bi, mereka adalah dua orang pelacur paling top dari kota tersebut. Terhadap dewa uang yang ganteng ini, tentu saja kedua orang pelacur tersebut berusaha untuk menempel dengan sepenuh tenaga.

Sian-sian segera memenuhi cawannya dengan lemah lembut menghantarnya ke tepi bibir Ting Peng, setelah menyuapinya, dia baru berkata sambil tertawa: "Ting kongcu, mana tamu yang kau undang?"

"Apakah kalian bukan tamuku?" sahut Ting Peng sambil tertawa.

Bi-bi menjadi tertegun, kemudian serunya: "Jadi tamu yang kongcu undang adalah kami?"

"Benar, seluruhnya aku telah mengundang lima puluh orang, seandainya semua datang maka tak ada tamu yang lain lagi"

"Kongcu, kau seorang diri mengundang lima puluh orang, kakak beradik untuk menemani kau minum arak?"

"Yaa, bukan cuma menemani minum arak saja, kalian yang bisa meniup seruling tiuplah, yang bisa nyanyi, nyanyilah pokoknya aku mengundang kalian untuk menghadiri pesta ku ini sampai besok malam selama masa ini kalian boleh bergembira sepuas-puasnya cuma ada satu syarat yakni tak boleh pergi."

"Kongcu mengapa begitu?" tanya Sian-sian agak tertegun pula.

"Apakah dulu belum pernah ada tamu yang menurunkan syarat semacam ini terhadap kalian?"

"Tentu saja pernah!"

"Orang lain pernah menyuruh kalian datang mereka undang"

"Tentu saja untuk melayani mereka" sambut Bi-bi. Ting Peng segera tertawa.

"Aku dikarenakan alasan ini" Dengan kepala tertunduk Sian-Sian berbisik: "Kongcu, bukan cara semacam ini kami melayani orang!"

"Aku tahu, akupun bukan pertama kali bermain dalam bidang seperti ini, orang-orang lelaki yang ke situ kalau bukan karena arak tentu karena perempuan, mereka biasanya minum arak dulu untuk menambah semaraknya suasana, bila saatnya sudah cocok, barulah bersama-sama naik ke atas pembaringan."

Ucapan tersebut terlalu blak-blakan, membuat sementara perempuan merasa agak menusuk pendengaran, hati bila teringat pihak lawan adalah seorang langganan yang berani membayar sepuluh tahil emas setiap orang, sekalipun ucapan yang lebih menyakitkan hatipun terpaksa mereka harus menerimanya.

"Kongcu, bagaimanapun juga tentunya kau tak akan menyuruh kami lima puluhan orang bersama-sama naik ke ranjang untuk melayani dirimu bukan...? "seru Sian-Sian.

Penampilan yang terlalu berani ini mungkin merupakan alasan mengapa dia menjadi termasyhur di kota tersebut, tapi jawaban dari Ting Peng justru sama sekali berada di luar dugaannya.

"Benar, aku memang bermaksud demikian."

Setiap orang yang hadir di setiap meja dapat mendengar pembicaraan mereka dengan jelas, oleh karena itu begitu Ting Peng menyelesaikan kata-katanya, suasana didalam seluruh ruangan menjadi gaduh dan dipenuhi jeritan kaget. Yang paling nyaring suara jeritannya adalah Tu Ling ling dan Tu Tin tin.

Mungkin saja mereka sengaja berbuat demikian untuk menarik perhatian Ting Peng atau mungkin juga benar-benar merasa terperanjat, karena bagaimanapun juga mereka bukanlah pelacur yang benar-benar menjual badannya.

Karena perasaan ingin tahu membuat mereka masuk ke sana untuk mengetahui apa gerangan yang hendak dilakukan Ting Peng. tapi saatnya suruh mereka naik keranjang untuk melayani Ting Peng, mereka harus mempertimbangkan hal itu.

Terlepas dalam hati kecil mereka setuju atau tidak, yang pasti mereka tak mau melayani Ting Peng di atas ranjang dengan status sebagai seorang pelacur.

Dua macam jeritan lengking yang sangat istimewa itu segera berhasil mencapai pada tujuannya, Ting Peng segera tertarik perhatiannya. Ketika Ting Peng bangkit berdiri sambil tertawa dan mendekati meja mereka, Tu Ling-ling segera menggertak gigi keras-keras untuk menahan diri, sedangkan Tu Tin tin merasakan jantungnya hampir saja melompat keluar.

Cuma sayang yang menjadi sasaran Ting Peng bukan mereka, pemuda itu berjalan langsung ke hadapan perempuan cantik tersebut dan berseru dengan wajah gembira: "Cing-cing, kau telah datang!"

Ternyata perempuan itu bernama Cing cing, entah berapa banyak sinar mata iri dan cemburu yang dialihkan ke wajahnya, iri karena kecantikannya dan iri karena dia berhasil merebut perhatian dari Ting Peng.

Ting Peng memang benar-benar telah melupakan semua perempuan lainnya dan hanya memandang wajah Cing cing dan masih mendekat sambil menggandeng tangannya, lalu sambil tertawa dan berseru:

"Aku tahu kau berada dimana-mana, cuma aku tak tahu dengan cara apakah untuk menemukan kau, terpaksa akupun harus menggunakan cara ini untuk mencobanya"

"Caramu ini memang amat istimewa!" kata Cing cing sambil tertawa.

Ting Peng menghela napas panjang. "Yaa, apa boleh buat, seandainya kau tidak muncul lagi, terpaksa aku harus menggunakan apa yang ada di depan mata, karena aku benar-benar sangat membutuhkan perempuan!"

Ting Peng segera menggandeng tangan Cing cing menuju ke kamar belakang, tinggal si dayang berbaju hijau masih berdiri di depan pintu itu berkata sambil tertawa.

Nyonya besar kami telah datang, maka kalian tak diperlukan lagi, bila ada yang ingin pulang silahkan pulang, kalau tak ingin pulang boleh saja bermain-main di sini, bayaran kalian sudah kuserahkan kepada Kasir di depan sana"

"Apa? Nyonya besar kalian? Apakah kongcu itu sudah kawin?"

"Masa keliru? Apakah kalian tidak melihatnya tadi?"

Ketika berjumpa dengan Cing cing, wajah Ting Peng memang menunjukkan perasaan amat girang, hal inipun tak ada yang mencurigai, tapi masih ada orang yang merasa tidak puas. Terutama sekali Hek sui sian dan Pek sui sian, pertama-tama Tu Ling ling yang berseru lebih dulu sambil tertawa dingin:

"Seandainya dia adalah nyonya Ting kongcu, mengapa tidak datang dan masuk secara langsung, melainkan masuk bersama-sama kami?"

"Karena nyonya besar kami gemar bergurau" sahut gadis berbaju hijau itu sambil tersenyum, lagi pula uangnya kelewat....

.... Halaman 31 s/d 50 hilang ....

....."Siau Im, soal percaya atau tidak akupun tak bisa memaksa kau untuk enggan mengatakannya kepadaku, memberitahukan kepada Ah Ku"

"Aku tak ingin membunuhmu, sejak kecil kita sudah hidup sebagai saudara sendiri, akupun bermaksud minta kepadamu untuk mendampingi ku sepanjang hidup, tapi kau hendak mencelakai suamiku, maka aku tak berani mempunyai pikiran seperti itu lagi, kau toh tahu bagaimanapun akrabnya hubungan kita, tak mungkin bisa lebih baik dari pada hubunganku dengan tuan."

Siau Im termenung sampai setengah harian lamanya, kemudian baru berkata: "Orang itu adalah majikan tua"

Hampir saja Cing-cing melompat bangun saking kagetnya.

Setelah rahasia tersebut terungkap, Siau Im pun merasa rikuh untuk mengelabuhi lebih jauh.

"Benar-benar majikan tua yang suruh, belum lama berselang dia mengutus orang datang kemari dengan disertai sebuah lencana ular emas, dia menyuruh aku membunuh tuan"

"Kapan? Mengapa aku tidak melihat?"

"Ketika nona masih berada dalam kamar bersama tuan"

Paras muka Cing-cing agak memerah, katanya lagi. "Kau tidak salah melihat? Kau harus tahu lencana ular emas bukan cuma dipakai oleh majikan tua seorang, banyak lencana tersebut yang tersebar di tempat luaran"

"Lencana ini tak bakal salah lagi, karena dikirim sendiri oleh Sin-ek-thian-ong yang mendampingi majikan tua"

Cing Cing terjerumus dalam lamunan yang mendalam, lama kemudian ia baru berkata. "Mengapa yaya ingin membunuhnya?"

Siau Im agak termenung sebentar, kemudian baru sahutnya. "Sebab menurut majikan tua, tuan sudah tak mungkin menjadi orang yang kita andalkan lagi"

"Tapi dia orang tua telah meluluskan permintaanku, bahkan tidak ingin menjadikan Ting Peng, sebagai anggota perguruan kita, maka selama ini kamipun tak pernah memberitahukan tentang asal usul kita kepadanya" kata Cing Cing cepat.

"Akan tetapi tuan telah berhasil mendapatkan golok bulan sabit serta jurus golok tanpa tandingan kita"

"Itu toh hasil keputusan yaya sendiri, dia bilang dengan bakat Ting Peng ilmu golok kita bisa dikembangkan hingga mencapai puncak kesempurnaan, yaya tidak berharap ia bisa menjadi anggota perguruan kita, yang diharapkan olehnya hanyalah mengalahkan Cia Siau hong, dan dia telah melakukannya"

"Dia belum mengalahkan Cia Siau hong"

"Mereka belum beradu secara resmi, di kemudian haripun tak mungkin untuk beradu lagi, karena sejak kini Cia Siau hong tak bisa mempergunakan pedang, lebih-lebih untuk memusuhi kita."

"Tuankah yang berkata demikian?"

"Benar ucapan itupun dikatakan sendiri oleh Cia Siau hong, karena itu ucapan mana merupakan perkataan yang dapat dipercaya."

"Tapi berita yang diperoleh majikan tua tidak berkata demikian"

"Apa yang di dapat oleh yaya?"

"Tuan telah bersahabat dengan Cia Siau-hong"

"Diapun berkata begitu kepadaku.... saling mengagumi antara sesama enghiong merupakan sesuatu yang lumrah, apalagi hanya mereka berdua yang dapat terhitung sebagai teman" Sekulum senyuman bangga segera menghiasi wajah Cing Cing.

Siau Im menghela napas panjang. "Tapi majikan tua bilang, walaupun Cia Siau hong tak akan memusuhi kita, tapi kemungkinan besar tuan akan menjadi musuh kita"

"Tidak mungkin" teriak Cing-Cing, tuan adalah seorang yang kaya akan perasaan, tak mungkin dia akan memusuhi yaya, orang-orang dari lima partailah yang merupakan musuh kita, tuan amat membenci orang-orang dari lima partai besar, mustahil dia akan menuntut lima partai besar untuk membunuhi kita"

"Majikan tua berkata demikian, Sin lek thian ong yang menyampaikan perkataan itu pun turut tidak percaya, tapi majikan selalu dapat menilai segala sesuatunya dengan tepat."

"Dibalik kesemuanya ini pasti terdapat kesalah pahaman, aku akan mencari yaya untuk menerangkan hal ini, Siau Im kenakan pakaian, mari kita pergi"

"Siocia, kau tidak membunuhku?" Siau Im merasa agak tercengang.

"Asal kau berbicara terus terang, tentu saja aku tak akan menyalahkan dirimu"

Kemudian ujarnya kepada Ah Ku: "Ah Ku, tolong rawat dia baik-baik, jangan biarkan orang lain mendekatinya, begitu pula terhadap orang-orang kita sendiri, sanggupkah kau melakukan hal ini?"

Ah Ku manggut-manggut, dia menepuk dada sendiri sambil menunjukkan suatu gerakan tangan yang aneh.

"Baiklah." Kata Cing Cing kemudian sambil tertawa, "Aku akan meninggalkan Siau Hiang di sini untuk menyelesaikan segala sesuatunya, dayang itu dapat dipercaya"

SIAU HIANG

SIAU HIANG adalah seorang gadis berusia enam tujuh belas tahunan. Rambutnya di sisir menjadi kuncir besar dan selamanya berkilat, orangnya juga berkilat, meski wajahnya tidak terhitung cantik namun tak bisa dibilang jelek. Dia bernama Siau Hiang, karena tubuhnya sering menyiarkan bau harum semerbak.

Meski perawakan tubuhnya kecil mungil, namun dia seratus persen berbentuk gadis, tapi tak mirip gadis yang telah dewasa. Tapi diakui dia adalah seorang gadis yang menarik hati. Untuk memberikan suatu gambaran yang tegas, hal ini sulit untuk dilukiskan, sebab wataknya maupun wajahnya selalu mendatangkan perasaan yang saling bertentangan.

Dia adalah sejenis perempuan yang mendatangkan perasaan senang bagi setiap pria yang melihatnya. Tapi dia adalah gadis yang bisa ditarik tangannya, bahkan merangkul ke dalam pelukannya dan dicium pipinya, namun bukan gadis yang bisa diajak naik ke atas pembaringan.

Ting Peng sangat akrab dengan Siau Hiang, bila Cing-cing tidak berada di sisinya, sering kali dia mengajak Siau Hiang berbincang-bincang, main catur, membuat sajak dan lain-lainnya. Ting Peng pun pernah menggenggam tangannya, membopongnya dan didudukkan ke atas pahanya, bahkan menciumi lehernya yang berbau harum.

Tapi Ting Peng tidak pernah mengajaknya naik ke atas ranjang. Dia adalah seorang teman penghilang kebosanan yang sangat baik, tapi tak pernah bisa merangsang napsu birahi kaum lelaki. Mungkin juga hal ini dikarenakan bau harum yang terpancar keluar dari tubuhnya.

Bau harum itu merupakan semacam bau harum yang sangat istimewa, bau harum yang sudah ada semenjak dilahirkan, cuma bau harum itu aneh, bukan bau harum bunga, juga bukan bau harum yang bisa diperoleh dari benda lainnya. Bau harum semacam ini hanya bisa mendatangkan semacam kesucian bagi yang mengendusnya.

Ting Peng bukan seorang yang saleh, diapun tidak pernah menganggap napsu birahi lelaki perempuan sebagai suatu yang berdosa, sebaliknya dia masih menganggapnya sebagai seseorang yang suci. Maka dia ditipu mentah-mentah oleh Chin Ko cing yang menggelikan, dia dapat merasa gusar, merasa sedih, putus asa dan lain-lainnya, karena dia merupakan seorang yang masih lengkap perasaan serta napsunya.

Oleh karena itu ketika cinta kasihnya mulai tumbuh di hati Cing-cing, maka diapun amat setia kepadanya. Buktinya bujuk rayu dan rangsangan dari Cia Siau giok pun tidak mendatangkan pengaruh apa-apa baginya.

Oleh sebab itu, meski dia sudah terpengaruh oleh arak berisi obat perangsang yang dicampurkan dalam arak Pek hoa siang, dia masih tetap kukuh untuk melepaskan diri dari gaetan dan pukulan Cia Siau giok.

Oleh karena itu pula dia lebih suka mengorbankan uang untuk membeli perempuan guna membereskan pengaruh racun obat perangsang yang mencekam tubuhnya, bahkan dengan cara itu pula dia hendak mengabarkan kepada Cing-Cing, betapa membutuhkannya dia akan perempuan.

Sewaktu Siau Im disodorkan kepadanya, ia melakukan tanpa perasaan canggung, karena Cing Cing yang mengaturkan segala sesuatunya itu baginya. Oleh karena itu, ketika Siau Hiang merangkak naik ke atas pembaringan dan membantunya mengenakan celana, dia merasa terkejut bercampur keheranan. Buru-buru tegurnya.

"Siau Hiang, racunku telah punah semua!"

Merah jengah selembar wajah Siau Hiang, serunya sambil mendorong tubuh pemuda itu "Siapa sih yang mengajakmu membicarakan soal ini? Aku hanya akan membantumu memakai celana dan menyuruhmu keluar sebentar"

"Mau apa keluar?"

"Mengapa kau tidak mencoba untuk melihat langit, sekarang sudah tengah hari, kedua perempuan-perempuan yang memperoleh penghargaan darimu sudah berdatangan untuk mengucapkan terima kasih kepadamu, apa kau tak akan keluar menyambut mereka dalam keadaan seperti ini bukan?

"Serahkan uang emas itu kepada mereka dan suruh mereka segera meninggalkan tempat ini, buat apa mesti banyak ribut?"

"Tuan, kau tak boleh begitu, mereka juga manusia, setiap manusia mempunyai harga diri, kau tak boleh bersikap begini terhadap mereka, terutama ada beberapa orang diantaranya menolak untuk menerima uang emas tersebut"

"Mereka menolak uang emas itu? Apakah merasa kurang?" Ting Peng keheranan.

"Bukan kurang, semalam sepuluh tahil emas, nilai tersebut kelewat tinggi untuk mereka" kata Siau Hiang tertawa, "karena berterima kasih maka mereka mengundang kongcu keluar, apalagi tanpa mengerjakan apa-apa, begitu datang di jamu sekenyang-kenyangnya, lalu bergaul seperti teman biasa, hal semacam ini belum pernah mereka jumpai sebelumnya, mereka terharu karena dianggap sebagai teman, sekarang tentu saja merekapun rikuh untuk mendapat uang dari teman."

"Ehm... beberapa orang perempuan ini sungguh berjiwa besar dan punya kesetiaan kawan."

Siau Hiang tertawa, kembali katanya: "Ada pula yang berkata, mereka merasa bangga karena orang yang mengundang mereka untuk menemani minum arak adalah Ting Kongcu yang termasyhur namanya dikolong langit, kemungkinan besar derajat mereka akan turut naik setelah kejadian ini, tentu saja merekapun tak dapat menerima uang dari kongcu"

"Walaupun perkataan semacam itu sedikit merupakan kenyataan, tapi hal ini amat menarik sekali, paling tidak mereka telah berbicara dengan sejujurnya."

"Apakah kongcu menganggap ucapan mereka dahulu bukan perkataan yang muncul dari hati sanubarinya!"

"Pelacur adalah manusia tak berperasaan, aku tak percaya kalau mereka memiliki perasaan setia kawan"

"Pandangan kongcu terhadap kaum wanita kelewat sempit dan radikal...."

"Agak tak mungkin, aku menghormati setiap wanita, tapi aku tak akan sungkan-sungkan terhadap perempuan rendah"

"Dari mana kongcu bisa tahu kalau mereka adalah manusia tak berperasaan dan tak setia kawan?" kata Siau Hiang tertawa, "darimana pula kau bisa tahu kalau perasaan terharu mereka bukan ungkapan perasaan yang sejujurnya?"

"Itu mah gampang dibuktikan, bukankah masih ada beberapa orang yang berada diluar?" Ting Peng tertawa pula.

"Yaa, mungkin ada belasan orang di depan sana! Mereka bersikeras hendak bertemu dulu dengan kongcu sebelum berpamitan untuk pergi meninggalkan tempat ini"

"Waah, tampaknya aku harus pergi menjumpai mereka" kata Ting Peng sambil tertawa.

"Benar, entah perasaan yang sebenarnya atau setia kawan yang palsu, paling tidak kongcu harus menemui mereka"

Ting Peng segera mengenakan pakaiannya, membereskan rambutnya dan berjalan keluar. Betul juga perjamuan belum berakhir ada belasan orang pelacur, termasuk juga Hong hong dan Sian-sian yang dijumpainya semalam masih menanti di situ.

"Aku telah membuat kalian menunggu kelewat lama" seru Ting Peng sambil tertawa cekikikan.

Suara pemberian salam yang merdu merayu segera bergema memecahkan keheningan kemudian Hong-hong berkata: "Aaah, Ting kongcu jangan berkata begitu, perjamuan yang begini baiknya membuat kami merasa amat berterima kasih..."

"Semua orang tak usah sungkan-sungkan lagi." Kata Ting Peng tersenyum, "sebelumnya aku harus menemani kalian untuk berpesta semalam suntuk, apa mau dikata istriku telah datang, sedang akupun harus berbincang-bincang dengan istriku, bila aku kurang hormat harap kalian semua sudi memaafkan."

"Ucapan kongcu itu membuat kami semakin tak enak hati" kata Sian-sian cepat, "walaupun kami seringkali menemani orang minum arak, selama ini kami hanya berdiri melayani saja disamping, sekalipun ada kalanya tamu menyuruh kami duduk, karena perbedaan tingkat kedudukan, paling banter kami hanya memegang sumpit sebagai suatu pertanda belaka, tidak seperti kemarin kami dapat makan minum dengan bebas merdeka."

"Itulah sebabnya kami merasa tak dapat menerima pemberian dari kongcu lagi, harap kongcu dapat menerima kembali semua pemberian tersebut..." sambung Hong-hong.

AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.