Golok Bulan Sabit Jilid 17

Cerita Silat Mandarin Golok Bulan Sabit Jilid 17 Karya Khu Lung
Sonny Ogawa

Golok Bulan Sabit Jilid 17

Cerita silat Mandarin Karya Khu Lung
HAL ini mana boleh jadi? Bagaimanapun juga aku telah membuat kalian kehilangan waktu yang berharga, untuk itu saja aku sudah merasa amat menyesal, apalagi kalian sudi memberi muka untuk menghadiri perjamuan ini, bila tak mau menerima pemberian tersebut, hal ini sepertinya terlalu tidak memberi muka kepada teman"

"Kongcu bersedia menganggap kami sebagai teman pun kejadian ini sudah cukup membuat kami merasa terharu... mana boleh kuterima pemberian dari kongcu?"

"Sebagai teman, kita berkewajiban untuk saling menolong kesulitan orang, bahkan kalian pun dapat memikul sedikit beban penderitaanku..?" kata Ting Peng tertawa.

"Ting kongcu suka bergurau, kami belum berhak untuk turut memikul kerisauan dari kongcu" kata Sian-sian.

"Belum tentu begitu" sambung Hong Hong. "apa yang bisa kami lakukan, sudah pasti kongcu tahu dengan jelas, asal kongcu menginginkan kami berbuat apa, katakan saja, sekalipun badan harus hancur, kami tak akan menolak"

Ting Peng segera tertawa terbahak-bahak setelah mendengar perkataan itu. "Haaahh... haaahh... haaahhh... baik, baik, cukup bersahabat, cukup bersahabat, tahukah kalian penderitaan apakah yang merupakan penderitaan terbesar bagi diriku?"

"Soal ini... kami kurang begitu tahu."

"Penderitaan yang besar adalah uang emasku kelewat banyak sehingga tak tahu bagaimana caranya untuk menggunakannya, bila kalian adalah sahabatku, sudah sepantasnya untuk menggunakannya, sebab itu bila kalian menampik lagi, hal itu justru mencerminkan tindakan yang kurang bersahabat"

Semua orang menjadi tertegun, siapapun tidak menyangka kalau Ting Peng bakal mengucapkan perkataan seperti itu.

Terdengar Ting Peng berkata lagi: "Apalagi kalau dilihat dari sikap kalian yang belum pergi hingga sekarang, hal ini menunjukkan kalau hubungan persahabatan kalian jauh lebih mendalam daripada orang lain, karena itu kalian harus membantuku untuk meringankan sedikit penderitaanku lagi, Siau Hiang, beri tambahan sepuluh tahil emas untuk setiap nona, utus orang untuk menghantar mereka kembali ke rumah masing-masing"

Pada mulanya pelacur-pelacur itu merasa terkejut, menyusul kemudian dengan wajah berseri mereka memburu datang sambil mengucapkan terima kasih.

"Tahu kalau hal ini merupakan penderitaan dari Ting Kongcu, kami pasti akan membantumu untuk meringankannya sejak dulu"

"Aku adalah seorang yang menitik beratkan hubungan pada perasaan, suruh kalian menanggung beban yang begini beratpun sudah merasa menyesal sekali, maka aku tak berani untuk menambah beban kalian lebih berat lagi...."

"Aaah, aku hanya berkata saja! akupun tahu di dunia ini tiada penderitaan semacam ini, apalagi tiada cara untuk membagikan uang seperti ini, kalau begitu ku ucapkan banyak terima kasih atas pemberian dari kongcu..."

"Cuma, Hong Hong, aku sangat berharap, bisa mendengarkan sepatah katamu yang muncul dari hati yang jujur, benarkah kalian tidak maui emasku itu?"

Hong Hong agak termenung sebentar, kemudian baru berkata: "Bohong, walaupun kemarin hadir lima puluhan orang nona, tapi sebagian besar mereka sudah berstatus tamu, hanya kami beberapa oranglah baru benar-benar melakukan pekerjaan seperti ini"

"Lantas?"

"Bagaimanapun juga, kami harus menampilkan suatu kelebihan yang menunjukkan kalau kami lebih hebat dari pada mereka, meski sepuluh tahil emas yang kami peroleh termasuk juga suatu jumlah yang besar, tapi hal ini belum memperlihatkan profesi dan pekerjaan kami yang sesungguhnya, karenanya bagaimana pun juga kami harus mendapatkan persen sedikit lebih banyak dari pada mereka untuk melindungi muka kami!"

"Maka kalianpun segera melaksanakan taktik mengembalikan dulu untuk kemudian meraih lebih banyak?"

"Dengan keroyalan kongcu, rasanya untuk mendermakan dua tahil emas setiap orang lagi tentunya tak akan keberatan bukan"

"Hebat, hebat, seandainya aku adalah seorang yang bodoh dan menganggap perkataan kalian itu sesungguhnya, bukankah kerugian yang bakal kalian derita akan semakin besar?"

"Kami justru berharap demikian, jika Ting kongcu menganggap kami sebagai teman, maka hasil yang kami peroleh sudah pasti akan lebih besar lagi" kata Hong-Hong.

"Oooh.... mengapa begitu?"

"Pertama, secara berterus terang dan blak blakan kami dapat berkata bahwa Ting tayhiap, kongcu nomor satu yang paling tersohor di dunia adalah sahabat kami dengan begitu tamu yang akan menjadi langganan kami mendatang akan bertambah banyak, bahkan harganyapun akan lebih tinggi berapa kali lipat selain dari masyarakat, menengah kamipun dapat bergerak di kalangan atas, penghasilan kami pasti bertambah besar"

"Sungguh mengagumkan, apakah masih ada penghasilan lainnya!"

"Ada saja, keuntungan kedua akan kami raih dari Ting kongcu sendiri, setelah kau menganggap kami sebagai teman, seandainya suatu ketika kami menjumpai kesulitan dan minta pertolonganmu, mungkin lima kali atau sepuluh kali lipat yang kami minta pun pasti akan kongcu berikan"

"Yaa aku memang dapat berbuat begitu, asal punya uang tentu akan membantu teman, bagi diriku hal ini merupakan suatu pekerjaan yang terlalu gampang, Hong Hong dari sini mau tak mau aku harus menyatakan kekagumanku kepada kalian, bagaimanapun juga cara kerja seorang ahli memang berbeda dengan orang biasa"

Hong Hong segera tertawa. "Tapi kongcu pun bukan seorang yang mudah dihadapi, hanya mendermakan sepuluh tahil emas, semua kesulitan sudah dapat teratasi, untung saja sedikit banyak kami sudah mempunyai penghasilan, terima kasih kongcu, akupun tak usah mengucapkan kata-kata seperti sampai jumpa lain waktu atau lain sebagainya, sebab aku tahu peristiwa semacam ini tak mungkin bisa kujumpai untuk kedua kalinya"

Kemudian dengan penuh kegembiraan merekapun berlalu dari situ. Sepeninggal mereka Ting Peng menghela napas panjang, kemudian tanyanya kepada Siau Hiang sambil tertawa.

"Sekarang apakah kau masih menganggap mereka berperasaan dan tahu setia kawan?"

Siau Hiang membungkam dalam seribu bahasa, tapi lama kemudian baru berkata sambil tertawa lembut. "Lonte tetap lonte! "

"Padahal ucapanmu sekarang serta pandangan salahmu terhadap mereka tadi yang percaya akan ucapan mereka bukanlah sesuatu yang aneh, sebab kau bukan lonte, memang betul lonte itu tak berperasaan, tapi lontepun manusia, tak mungkin ia tak berperasaan"

"Kongcu" seru Siau Hiang tak tahan. "yang mengatakan lonte tak berperasaan adalah kau, yang mengatakan lonte berperasaan juga kau, aku jadi bingung rasanya."

"Lonte bukannya tak berperasaan, kalau tak berperasaan mana mungkin sepanjang malam mereka dapat membuat orang terpesona dan terbuai dalam suasana yang indah? Kalau boleh dibilang sesungguhnya mereka sangat berperasaan" kata Ting Peng tertawa.

"Kalau amat berperasaan lantas bagaimana?"

"Bila perasaan mencapai titik jenuh, maka perasaan akan makin menipis, sekalipun amat berperasaan akhirnya pun akan berubah menjadi makin tak berperasaan."

"Kalau begitu, apakah mereka sama sekali tidak memiliki perasaan yang asli?"

"Tidak, walaupun mereka amat berperasaan atau tidak berperasaan, bukan berarti mereka tidak berperasaan asli melainkan karena mereka kelewat banyak mendengarkan rayuan manis dari kaum lelaki dan kelewat banyak harus berpura-pura memberikan cinta yang manis, akhirnya perasaan yang sesungguhnya jadi terpendam di dasar hati dan tak gampang terungkapkan keluar."

Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan. "Tapi suatu ketika, bila mereka benar-benar menaruh perasaan yang sebenarnya terhadap seseorang, maka mereka akan mencintai orang itu dengan setulus hati, mati hidupnya tak akan dipikirkan dan mereka pun bersedia untuk mengorbankan segala sesuatunya, itulah sebabnya banyak sekali cerita yang tragis dan mengharukan banyak terjadi dalam rumah pelacuran."

"Kongcu, tampaknya pengertianmu terhadap kaum pelacur mendalam sekali..." ujar Siau Hiang sambil tertawa.

Ting Peng turut tertawa. "Mendalam sih tidak, cuma aku tahu mustahil aku bisa memperoleh cinta dan perasaan yang sejati dari mereka dalam keadaan seperti kemarin itu, karena sepuluh tahil emas murni masih belum dapat memberi perasaan yang asli dari kawanan lonte itu."

"Paling tidak Kongcu toh seringkali bergaul dengan mereka?"

Kembali Ting Peng menggelengkan kepalanya berulang kali: "Kalau dibicarakan, mungkin kau tidak percaya, kemarin baru pertama kali aku mengundang pelacur untuk minum arak, selama hidup akupun belum pernah memasuki sarang pelacur walau hanya satu kalipun, maka dari itu aku baru melakukannya dalam rumah penginapan dan menyuruh Tong Gi untuk mengundang semuanya itu, coba kalau aku sendiri yang bertemu dengan suasana seperti ini, mungkin banyak lelucon yang bakal terjadi, sedang di luar rumah penginapan masih banyak orang yang menantikan leluconku itu...."

"Kongcu, di luar rumah penginapan sudah tiada orang lagi." Ucap Siau Hiang sambil tertawa.

Ting Peng agak terkejut setelah mendengar perkataan itu, serunya dengan cepat: "Sudah tak ada orang lagi? Kemana larinya kawanan manusia yang menjemukan itu? Mereka sudah pada bubar?"

""Benar, sewaktu nona dan Siau Im masuk, budak menanti di luar, tapi selewatnya tengah malam mereka telah membubarkan diri, pergi sehingga seorangpun tak ada yang ketinggalan."

Ting Peng merasa amat terkejut, dia memang tak senang diikuti orang banyak, bahkan merasa benci dan muak karena dikuntil orang terus menerus. Tapi, setelah mengetahui kalau orang-orang itu lenyap tak berbekas secara tiba-tiba, timbul perasaan tidak tenang di dalam hati kecilnya.

Biasanya, suatu peristiwa yang berlangsungnya sangat mendadak dan di luar dugaan, kejadian mana pasti akan membuat orang merasa terkejut bercampur tercengang. Persoalan yang membuat orang bingung dan tidak habis mengerti, biasanya juga akan menimbulkan perasaan tak tenang, tak tentram bagi si orang yang menghadapinya.

Lantas, kemanakah perginya orang-orang itu? Mengapa mereka membubarkan diri secara tiba-tiba dan pergi meninggalkan tempat itu?

PERISTIWA TAK TERDUGA

KEMANAKAH orang orang itu telah pergi? Ting Peng bertanya kepada Ah Ku, pertanyaan itu seakan-akan suatu pertanyaan yang sia-sia belaka, sebab sekalipun Ah Ku tahu, dia juga tak dapat menjawab. Dia tak dapat berbicara.

Tapi bisu pun mempunyai cara untuk mengemukakan maksud hatinya, namun Ah Ku cuma menggeleng, ini pertanda, kalau dia benar-benar tidak tahu.

"Kemanakah orang-orang itu telah pergi?" Ting Peng bertanya kepada Siau Hiang sewaktu berada dalam kereta.

Siau Hiang menggelengkan kepalanya. "Budakpun tak tahu, budak hanya menyaksikan mereka pergi meninggalkan tempat itu satu persatu dan amat tergesa- gesa, seperti telah terjadi suatu peristiwa besar yang amat serius, tapi budak bertugas menjaga rumah penginapan, sehingga tak mungkin budak bisa pergi mengikuti mereka dan menyelidiki apa gerangan yang telah terjadi."

"Bukan itu yang kutanyakan" kembali Ting Peng menggeleng, "persoalan ini sudah kutanyakan sekali dan kaupun telah menjawab, sekalipun ditanyakan sekali lagi tak mungkin bisa muncul jawaban yang baru."

"Lantas apa yang kongcu tanyakan?" tanya Siau Hiang dengan wajah tertegun.

"Yang kutanyakan adalah Cing-cing dan Siau Im?"

"Mereka telah pergi!"

"Akupun tahu kalau mereka telah pergi, yang kutanyakan sekarang kemanakah mereka pergi? Dan apa yang mereka lakukan?"

"Budakpun tidak tahu, ketika fajar menyingsing tadi, nona memanggil budak untuk masuk, setelah berpesan kepada budak untuk melayani keperluan Kongcu diapun mengajak Siau Im berlalu dari situ"

"Apakah tidak mengatakan hendak ke mana dan tidak mengatakan pula karena apa?"

"Tidak, budak tidak pantas untuk menanyakan hal ini, dan lagi tak dapat bertanya."

"Aku adalah suaminya, paling tidak dia harus memberitahukan hal ini kepadaku"

Siau Hiang tertawa: "Kongcu, cinta nona kepadamu lebih dalam daripada samudra, dia tak nanti akan melakukan perbuatan yang akan membahayakan keselamatan jiwamu, apalagi melakukan suatu perbuatan yang akan menyakitkan hati..."

"Aku percaya akan hal ini, tapi sebagai seorang istri, dia seharusnya menemani suaminya"

"Nona berbeda dengan istri-istri yang lain, dia bukan manusia, dia adalah rase"

"Kalau rase lantas kenapa?"

"Rase mempunyai kehidupan ala rase, kehidupannya tidak terdapat dalam alam semesta ini, kehidupan rase berada di tengah gunung yang terpencil, di dalam kuil yang terbengkalai atau di tempat-tempat yang tak ada manusianya?"

"Kalau memang begitu, mengapa semalam dia datang ke kota yang amat ramai?"

"Kalau datang untuk sementara waktu sih boleh, tapi kalau kelamaan bisa merusak kepandaian yang sedang dilatihnya"

"Tapi dia toh meninggalkan kau di sini untuk melayani aku?"

Agak memerah paras muka Siau Hiang, ujarnya kemudian: "Budak bukan rase, aku adalah manusia biasa, karena itu hal semacam itu tidak berlaku bagiku"

Ting Peng segera tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... tak heran kalau aku tak berhasil menemukan ekor di belakang pantatmu"

Paras muka Siau Hiang berubah semakin merah lagi, bisiknya dengan suara lirih: "Kongcu, apakah berhasil menemukan ekor di belakang tubuh nona dan Siau Im?"

"Soal ini mah rasanya belum berhasil kutemukan."

Siau Hiang segera tertawa. "Bila rase ketahuan ekornya, dia tak berhak untuk mendatangi alam semesta ini, dia lebih pantas menjadi rase saja"

Sekarang lagi-lagi Ting peng tertawa terbahak-bahak. "Haaahhhh... haahhh... haaahhhh.. setelah mendengar ucapanmu itu, aku jadi kebingungan sendiri untuk membedakan kau adalah manusia rase"

Siau Hiang bukan rase, karena dia sama sekali tidak menunjukkan hawa seekor rase. Rase tidak bisa hidup dalam kesepian, tapi Siau Hiang dapat di hidup ditengah kesepian.

Rase mempunyai kemampuan yang hebat dengan akal muslihat yang hebat pula, tapi Siau Hiang amat sederhana, dia pandai ilmu silat, tapi tak pandai segala macam ilmu sesat.

Rase membutuhkan teman, entah rase langit juga butuh, rase yang berjiwa juga boleh, rase liar pun boleh juga, ke tiga jenis rase tersebut semuanya membutuhkan teman.

... Halaman 19 - 20 hilang ...

...Karena perempuan pertama yang dijumpainya adalah perempuan dari jenis yang merangsang dan jalang, perbuatan perempuan itu telah melukai hatinya. Oleh karena itu dia paling memandang rendah perempuan yang dengan mudah mempersembahkan tubuhnya kepada kaum pria.

Sekalipun dia bukan seorang yang suci, tapi cintanya adalah cinta yang suci, meski Cia Siau giok telah merayunya dengan ilmu merayu yang hebat, alhasil dia malah kena dihajar keras-keras.

Berada bersama perempuan seperti Siau Hiang merupakan kehidupan yang paling digemarinya, mereka tanpa tujuan, tak ada urusan penting, maka keretapun bergerak sangat lambat.. mengelilingi tempat-tempat yang berpemandangan alam indah.

Ting Peng adalah seorang pemuda yang cerdas, tapi tak banyak buku yang dibaca. Sewaktu masih muda, dia hanya berpikir untuk mencari nama lewat ilmu silat sehingga sebagian besar waktunya dikorbankan untuk melatih ilmu pedang, seandainya dia tak bersua dengan Liu Yok siong, mungkin dia akan menjadi seorang jago pedang muda yang ternama, tapi tak akan bisa mencapai seperti Ting Peng sekarang.

Karena itu perjalanan ini adalah suatu perjalanan pulang, dia ingin kembali ke perkampungan Siang siong san ceng yang berhasil direbutnya dari Liu Yok siong serta perkampungan megah yang dibangunnya di hadapan perkampungan Siaang siong san-ceng ketika dia hendak memberi pukulan batin terhadap Liu Yok siong.

Tempat itu bukan desa kelahirannya tapi disitulah terletak rumahnya, apalagi di rumahnya masih terdapat istrinya Cing Cing sedang menunggu. Walaupun Cing Cing tak pernah memberitahukan kepadanya kemana dia telah pergi, tapi dia pasti akan pulang ke rumahnya.

Kereta mereka sudah hampir mendekati kota Hang ciu. Ah Ku duduk di depan menjadi kusir kereta, sedang Siau Hiang duduk di sisinya dengan bau harum semerbak tersiar keluar dari tubuhnya.

Satu-satunya yang berbeda adalah di belakang kereta sudah tidak nampak lagi kawanan jago silat yang mengikutinya. Bahkan yang membuat Ting Peng merasa keheranan adalah selama beberapa hari ini, suasana sepanjang jalan yang dilaluinya amat sepi dan hening. Bila berada di dalam kota yang ramai, tentu saja tidak bisa menghindari orang lain. Tapi orang-orang itu selalu berusaha untuk menghindari dirinya.

Bila dia sampai dirumah penginapan, maka seisi penginapan akan melayani keperluannya dengan sikap yang luar biasa, kemudian bila keesokan harinya dia berangkat meninggalkan penginapan tersebut, tentu ia akan menjumpai penginapan yang besar tersebut hanya didiami mereka bertiga, sementara lainnya secara diam-diam telah pindah dari situ.

Kemudian bila dia memasuki rumah makan, rumah makan yang semula ramai dan penuh akan berubah menjadi hening dan serius, kemudian bila ia meninggalkan tempat itu akan dijumpai dalam ruangan rumah makan yang begitu luas tinggal mereka semeja.

Sepanjang jalan, tak seorang manusiapun yang berani memandang sekejappun ke arahnya. Bila berada dijalan raya, kereta mereka dapat berjalan dengan leluasa dan bebas tak usah kuatir menumbuk orang, karena di sekelilingnya tak pernah ada orang. Seakan-akan kemunculannya membawa sesuatu penyakit menular yang berbahaya. Ting Peng merasa amat keheranan, dia menanyakan persoalan ini kepada Siau Hiang.

Sambil tertawa Siau Hiang menjawab: "Kongcu adalah seorang jago lihay nomor wahid dikolong langit, tentu saja mereka tak berani datang mengusik"

"Apakah setiap orang yang berhasil mencapai tingkat kedudukan yang tertinggi melulu akan mengalami suasana seperti ini?"

"Mungkin saja begitu! Cia Siau hong pernah mengalami suasana seperti ini, itulah sebabnya ada sementara waktu dia meninggalkan pedangnya, meninggalkan nama besarnya sebagai Sam sauya untuk menyembunyikan diri dalam sebuah rumah penginapan kecil dan hidup sebagai seorang kacung kuda"

"Tapi, Cia Siau hong tak mungkin seperti keadaanku sekarang bukan..."

"Benar, kongcu lebih beruntung nasibnya dari pada dia, kau pun lebih gagah, ilmu pedangnya memang tiada bandingannya, tapi mempunyai banyak musuh, banyak pula orang yang merasa tak puas dan datang mencarinya untuk beradu pedang, ingin membunuhnya, ia tak berteman, yang ada hanya sekelompok musuh besar, sebab itu dia tak pernah mempunyai waktu senggang untuk hidup bersantai, dia harus menghadapi sergapan dan serangan yang datangnya bertubi-tubi"

"Aku pun telah mengikat tali permusuhan dengan banyak orang"

Siau Hiang tertawa. "Tapi golok sakti yang kongcu miliki sekarang jauh lebih hebat dari pada ilmu pedang keluarga Cia waktu itu. Sehingga dengan begitu musuh besarmu tak ada yang berani datang untuk mencari gara-gara dengan kau"

Dengan cepat Ting Peng menggelengkan kepalanya berulang kali. "Aku rasa persoalannya bukan sesederhana itu."

"Kalau memang demikian, sudah pasti ada suatu rencana besar yang sedang dijalankan, siap untuk menghadapi kongcu, dan saat-saat seperti sekarang adalah saat tenang sebelum tibanya hujan badai yang maha dahsyat"

"Yaa, mungkin saja memang demikian" Ting peng tertawa "aku berharap mereka bisa datang secepatnya, daripada aku harus merasa murung bercampur kesal"

"Tapi hingga kini kongcu belum tahu siapakah musuh kita itu" seru Siau Hiang dengan wajah murung, "biasanya musuh yang bersembunyi dibalik kegelapan merupakan musuh yang paling menakutkan"

Mendadak ia berhenti dan tidak berbicara lagi, sebab ia melihat Ting Peng berkerut kening sambil menutupi hidungnya dengan tenang. Hanya sewaktu mengendus bau busuk yang menusuk hidung saja, orang akan menutupi hidungnya dengan tangan.

Siau Hiang adalah gadis yang berbau harum, tentu saja bau busuk tersebut bukan muncul dari tubuhnya, bau busuk tersebut berasal dari dalam hutan di tepi jalan.

Ting Peng segera menitahkan kepada Ah Ku untuk menghentikan keretanya dan masuk ke hutan untuk memeriksa keadaan di situ, akhirnya mereka berhasil menemukan sumber dari bau busuk tersebut... bau bangkai manusia.

"Yaa, bau busuk yang keluar dari mayat-mayat sekawanan manusia yang telah hancur dan mulai membusuk."

Tentu saja bau bangkai tiada yang harum, semakin busuk dan rusak keadaan mayat tersebut baunya semakin menjadi. Siapa orang yang tewas di situ dan dibiarkan membusuk di dalam hutan di tepi jalan?

BANJIR DARAH DIMANA-MANA

BAU mayat merupakan sejenis bau busuk yang paling sukar ditahan baunya. Bau adalah sejenis udara busuk tapi selamanya bukan suatu yang memuakkan. Misalnya bau busuk yang keluar dari durian, semakin baunya tajam, semakin menggairahkan orang yang hendak memakannya.

Ada orang yang ingin membuka kakinya yang telah bersepatu berhari-hari, mencampuri keringat kaki dengan lumpur lalu membuatnya suatu bulatan, konon bila endus didekat lubang hidung, bau tersebut merupakan suatu kenikmatan yang tak terkirakan.

Ada pula orang yang suka makan telur asin yang bau, ikan bau, daging bau atau sayur asin bau. Bahwa ada pula yang suka mengendus bau kentut sendiri, sudah tahu kalau kentut itu bau, tapi bila ia berkentut hidungnya selalu mengendus bau kentut dengan penuh kenikmatan.

Anjing suka makan najis. Dan masih banyak lagi bau busuk yang digemari manusia atau binatang, hal-hal aneh seperti itu sudah bukan merupakan suatu keanehan lagi. Tapi tak mungkin ada orang yang suka mengendus bau busuk yang tersiar keluar dari mayat yang telah rusak dan membusuk.

Sebab bau busuk tersebut merupakan sejenis bau yang memuakkan, bau busuk yang penuh dengan pancaran kematian dan keseraman yang menggidikkan bulu roma. Hanya ada dua jenis binatang yang tidak muak terhadap bau busuk semacam ini.

Pertama adalah lalat dan kedua adalah ulat pembusuk. Konon di gurun pasir terdapat pula sejenis burung elang pemakan bangkai, burung-burung itupun tidak muak terhadap bau busuk bahkan paling menggemarinya, dari tempat yang amat jauh mereka sudah dapat mengendus bau bangkai dan datang untuk menikmatinya.

Tapi di wilayah kanglam, tiada burung pemakan bangkai seperti itu. Yang di jumpai disitu hanyalah lalat hijau berkepala merah serta ulat-ulat pembusuk yang bergerak ke sana kemari.

Ketika Ting Peng berjalan masuk ke hutan, "Nguuung...!"

Segerombol lalat besar segera berterbangan ke angkasa, kemudian pelan-pelan hinggap kembali di atas mayat-mayat tersebut. Mayat yang berserakan di situ berjumlah puluhan sosok lebih, saat kematian mereka pun belum terlalu lama, karena bau busuk hanya ke luar dari dalam lubang hidung dan mata mereka, meski isi perut mereka sudah mulai membusuk, namun belum sampai merembes ke luar.

Tapi ulat-ulat pembusuk itu sudah menyebar sampai di mana-mana, ulat-ulat tersebut sudah merangkak keluar dari balik lubang telinga dan lubang hidung mayat tersebut. Kalau di lihat dandanan mereka, kawanan tersebut merupakan jago persilatan, senjata berserakan disekitar tubuh mereka, hanya saja golok dan pedang itu belum diloloskan dari sarungnya atau baru saja diloloskan setengah.

Dengan memaksakan diri Ting Peng menutupi hidung dan memeriksa salah satu mayat tersebut, setelah dibolak-balik ke sana kemari dan diperhatikan beberapa saat, ia jumpai mayat itu berada dalam keadaan utuh dan tidak ditemukan mulut luka apa-apa.

Satu-satunya penyebab kematian mereka adalah sebuah pukulan di atas tenggorokannya, seperti terhajar oleh telapak tangan, pukulan yang mematikan tersebut hanya meninggalkan segumpal warna hijau yang telah meremukkan tulang tenggorokan mereka. Puluhan sosok lainnya semua berada dalam keadaan seperti itu, tanpa terasa Siau Hiang menjerit kaget.

"Mengapa kau berteriak?" tiba-tiba Ting Peng berpaling sambil menegur.

"Mayat... mayat... mayat itu..."

"Kau kenal dengan mereka?"

Siau Hiang sangsi sejenak lalu mengangguk. "Yaa, mereka adalah orang-orang yang mengikuti di belakang kereta kongcu berapa hari berselang"

"Aneh, mereka hanya sekelompok manusia dari golongan kelas tiga, tak mungkin bisa mengikat tali permusuhan dengan jago-jago lihay, siapakah yang telah membinasakan mereka?"

Sekali lagi dia memeriksa sekejap mayat-mayat itu kemudian sambungnya lebih jauh: "Mereka semua mati karena tulang tenggorokannya hancur dihajar orang dengan telapak tangan, sudah pasti orang yang melakukan pembunuhan ini adalah seorang jagoan yang berilmu amat tinggi.

Ah Ku maju ke muka dan mengusap tenggorokan beberapa sosok mayat itu dengan tangannya kemudian merentangkan telapak tangannya untuk diperlihatkan kepada Ting Peng. Telapak tangannya berwarna hitam oleh sebab itu dapat kelihatan jelas kalau diatasnya tampak sedikit serbuk perak yang halus.

"Aaaah... Gin liong jiu (tangan sakti naga perak)!" Pekik Siau hong dengan perasaan kejut bercampur keheranan.

"Apakah sih Gin liong jiu itu?" tanya Ting Peng hambar.

Siau Hiang agak termenung sejenak kemudian baru berkata: "Gin Liong jiu adalah semacam ilmu silat, juga seorang manusia, lengan orang ini terbuat dari perak, golok maupun pedang tak nanti mampu membacok kutung lengan tersebut, tapi bila dia hendak membunuh orang maka dicekiknya leher orang itu dengan tangan perak hingga tulang leher orang itu hancur dan tewas"

"Aaaaah... masa orang itu sudah betul-betul kebal sehingga tidak kuatir dipukul maupun dibacok?"

"Soal ini budak kurang begitu tahu" kata Siau Hiang takut, "agaknya dia mengenakan sarung tangan yang berwarna perak badannya mengenakan kaos kutang yang bersisik perak, mukanya memakai topeng berwarna perak dan kepalanya mengenakan kopiah perak..."

"Waaah, kalau begitu dia kan menjadi seorang manusia perak" ujar Ting Peng tertawa.

"Kongcu, budak bukan lagi bergurau, dalam dunia persilatan benar-benar terdapat manusia semacam ini, dia adalah salah seorang diantaranya empat Tianglo perkumpulan Mo kau"

"Empat tianglo dari Mo kau?"

Siau Hiang manggut-manggut. "Benar, Mo kau mempunyai empat orang tianglo, mereka adalah Kim Say (singa emas), Gin Liong (naga perak ), dan Thi Yan (walet baja)"

"Ooooh... bukankah Thi-Yan tianglo adalah sepasang suami istri yang tangannya kena kukutungi?"

"Benar, suami istri berdua itu menamakan dirinya sebagai Thi Yan-Siang hui (walet baja terbang bersama), tapi hanya suaminya yang menjadi tianglo cuma saja lantaran suami istri berdua itu selalu berada bersama dan tak pernah berpisah satu sama lainnya dimana dan disaat apapun selalu bersama maka nama Thi-Yan-Siang hui baru termasyhur sekali dalam dunia persilatan"

"Ooooh, kalau begitu Gin liong datang mencari aku untuk membalaskan dendam bagi Thi Yan siang hui, tapi toh aku yang telah mengutungi lengan mereka, sepantasnya jika ia datang mencariku, mengapa orang-orang itu yang dibantai olehnya?"

Siau Hiang seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi akhirnya niat tersebut diurungkan.

Ting Peng menjadi tak sabar, segera tegurnya. "Siau Hiang, bila ada perkataan utarakan saja berterus terang, jangan ragu-ragu macam begitu."

"Soal ini budak kurang jelas. Tapi banyak kudengar orang luar berkata konon diantara empat tianglo dari Mo kau, Kim say, Gin liong dan Thi yan telah berkhianat kepada Mo kau"

"Ooh..., dari suatu perguruan kalau ada tiga orang tianglo diantaranya yang telah berkhianat, bukankah berarti perkumpulan mereka sudah mendekati kepunahan?"

"Sewaktu Mo kau malang melintang dalam dunia persilatan dulu, banyak perguruan besar yang terdesak hingga tak mampu mendongakkan kepala. Kelima orang Ciangbunjin dari lima partai besar selalu berusaha keras untuk menanggulangi keadaan tersebut, akhirnya secara beruntun ketiga orang tianglo Mo kau itu berhasil mereka suap, apalagi setelah memperoleh bantuan dari Cia sam sauya dari perkampungan Sin kiam san ceng berbondong-bondong mereka menyerbu markas besar Mo kau kemudian mengeroyok kaucu dari Mo kau hingga terjatuh dari jurang dan mati seketika sejak saat itulah pamor Mo kau kian lama kian bertambah pudar"

"Thi yan tianglo memiliki lencana bebas dari kematian, mungkinkah mereka peroleh lencana tersebut waktu itu?"

"Mungkin saja, Seperti yang diketahui selama memangku jabatan sebagai tianglo dalam Mo kau, mereka kelewat banyak membunuh orang-orang persilatan, untuk menghindari pembalasan dendam keturunan dari korban pembunuhnya di kemudian hari, kelima orang ketua partai besar pun bersama- sama menghadiahkan sebuah lencana bebas dari kematian-kematian untuk mereka."

"Kalau toh kekuatan Mo kau sudah begitu besar, kedudukan ke empat orang tianglo itupun begitu tinggi, mengapa mereka mau berkhianat kepada perkumpulan Mo kau?"

"Waaah, kalau soal itu mah budak kurang tahu"

"Tapi toh ada khabar anginnya bukan?"

"Pada hakekatnya persoalan tersebut merupakan suatu rahasia yang sangat besar kecuali Ciangbunjin dari lima partai besar, sedikit sekali ada orang yang mengetahuinya sebab Mo kau sendiri sebenarnya memang satu perkumpulan rahasia meski kekuasaan sangat besar namun amat jarang melakukan tindakan secara terbuka, bahkan ada sekawanan jago persilatan yang malah tak tahu kalau dalam dunia persilatan terdapat suatu perkumpulan semacam ini, tak heran kalau khabar angin tentang merekapun tidak banyak jumlahnya"

"Darimana pula kau bisa tahu?"

Siau Hiang agak tertegun kemudian baru sahutnya: "Oleh karena budak selalu mengikuti siocia dan berhubungan dengan siluman rase seperti yang diketahui siluman rase mempunyai kepandaian yang hebat dengan memiliki kemampuan untuk mengetahui segala-galanya, sedang budakpun amat gemar mendengarkan kisah-kisah cerita tentang dunia persilatan, sedikit-sedikit akhirnya membukit, itulah sebabnya hamba jadi mengetahui akan kejadian tersebut"

"Oooh, apakah Cing cing pun tahu juga?"

"Apa yang diketahui nona jauh lebih sedikit daripada yang budak ketahui, dia melatih ilmu rase langit, hakekatnya dia tak ambil perduli terhadap segala macam masalah yang terjadi dialam semesta ini"

"Lalu siapa yang mengetahui paling banyak?"

Siau Hiang segera tertawa. "Mungkin saja tak ada, budak adalah orang paling tahu banyak tentang persoalan dalam dunia persilatan. Karena budak selalu memperhatikan dengan seksama, nona minta kepada budak agar selalu mendampingi kongcu, hal inipun dikarenakan kongcu mengetahui persoalan tentang dunia persilatan kelewat sedikit, ia minta kepada budak agar selalu memberikan gambaran-gambaran untuk kongcu pertimbangkan"

"Tapi... kau toh buktinya tidak mengetahui tentang masalah yang sedang kita hadapi sekarang?"

"Bukankah budak sudah bilang pembunuhnya adalah Gin liong tianglo?"

"Tapi persoalan tentang Gin liong tianglo tidak banyak yang kau ketahui, seperti misalnya mengapa dia sampai menghianati Mo kau, mengapa harus membunuh orang-orang itu? Paling tidak, kau toh mesti memberikan sebuah jawaban yang jelas kepadaku"

"Besok budak akan mencoba untuk menyelidiki persoalan itu, bila sudah ada hasilnya akan kulaporkan kepada kongcu, setuju bukan...?"

"Apakah besok kau sudah tahu? Kau akan menyelidikinya dari siapa?"

""Asal budak lakukan ilmu mengundang rase dan menanyakan soal ini kepadanya, segala persoalan akan menjadi jelas dengan sendirinya"

"Oooh, kau pandai ilmu memanggil rase?"

"Benar, majikan tua adalah kaisar dari para rase, setiap rase yang ada di dunia ini di kuasahi oleh majikan tua, tentu saja budakpun mengerti tentang ilmu memanggil rase"

Ting Peng tidak banyak berbicara lagi, dia cuma memandang sekejap ke arah Siau Hiang, setelah itu manggut-manggut dan membungkam dalam seribu bahasa. Siau-Hiang sendiripun tidak berbicara lagi, untuk sesaat suasana menjadi hening sepi...

SARANG KELINCI

TING PENG telah sampai dirumah. Tapi Cing-cing tak ada dirumah, Siau Im juga tak ada dirumah, mereka sama sekali belum pulang ke rumah. Hanya Liu Yok siong yang menjemukan berada seorang disitu.

Dengan gaya yang tengik dia berjalan mendekat, lalu berkata: "Suhu kau orang tua telah kembali?"

"Yaa aku sudah kembali" sahut Ting Peng sambil tertawa "Song ji dalam kepergianku kali ini tentu kau sangat repot dirumah"

"Aaaah, mengapa suhu berkata begitu? Hal tersebut sudah merupakan kewajiban dari tecu, harap kau orang tua jangan berkata demikian"

Kemudian dengan nada menyelidik dia bertanya lagi: "Konon suhu telah berjumpa dengan Cia Siau hong dalam perjalanan kali ini?"

"Ehmm, yaa betul aku memang telah bersua dengannya, apa pula yang sempat kau dengar?"

"Soal pertarungan antara suhu dengan Cia Siau hong, di luar santer tersiar berita yang mengatakan suhu telah menang, tapi ada pula yang mengatakan suhu kalah, bahkan ada pula yang mengatakan kalian berimbang, tiada yang menang dan tiada yang kalah, tecu tak tahu manakah yang benar""

"Lantas menurut pendapatmu? seharusnya termasuk yang mana?"

"Tecu benar-benar tak tahu, Itulah sebabnya tecu mohon penjelasan dari suhu"

"Kau mengharapkan aku menang? Ataukah kalah?"

"Soal ini... tentu saja tecu mengharapkan kemenangan berada di pihak suhu, dengan begitu seandainya orang lain menanyakan soal ini kepada tecu, tecupun merasa agak bangga"

"Kalau begitu, katakan saja demikian kepadanya"

Liu Yok siong nampak agak tertegun, kemudian serunya: "Jadi suhu benar-benar telah berhasil mengalahkan dia?"

Ting Peng tertawa. "Asal kau berkata demikian, sudah pasti tak ada orang yang membantah, termasuk Cia Siau hong sendiripun tak akan membantah"

"Kalau benar suhu yang menang, mengapa ada orang yang menyatakan bahwa suhu kalah atau seimbang?"

Kembali Ting Peng tertawa. "Itukan cuma berita belaka, karena akupun tidak membantah"

Liu Yok siong semakin tertegun. "Sebenarnya apa yang telah terjadi?"

"Bila kau ingin mengetahui kenyataan yang sebenarnya, maka beginilah kejadiannya, meski kau meski kami berdua telah bersua muka, namun hanya melakukan sesuatu perbincangan yang mendalam, tak sampai melakukan pertarungan apa-apa...?"

"Tidak sampai bertarung?"

"Benar, tidak sampai bertarung, tapi kami benar-benar telah melangsungkan suatu duel sengit"

"Kalau tidak bertarung, bagaimana mungkin bisa berduel sengit? Apakah kalian bertempur secara lisan?"

"Itu pun tidak. Kami hanya saling bertukar pikiran saja tentang pengetahuan kami dalam ilmu silat, akhirnya kedua belah pihak sama mendapatkan penjelasan yang amat bermanfaat, aku dan dia sudah tak perduli tentang soal menang kalah lagi setelah pedang saktinya dan golok saktiku dilancarkan bersama, siapa pun tak berhasil mematahkan jurus serangan dari lawannya, aku bisa saja mati di ujung pedangnya, tapi diapun akan tewas pula di ujung golokku, sebab itu diantara kami berdua sudah tidak persoalkan menang kalah lagi"

"Masa menang kalah saja tak bisa dibedakan?"

Ting Peng tertawa. "Ya, dalam hal ini dibilang seimbang atau sama kuat, siapa lebih lihay dan siapa lebih lemah tentu saja ada cuma tiada orang yang akan memperebutkan soal menang kalah tersebut, yang di maksud menang setingkat adalah lebih mampu untuk mengendalikan jurus serangan sendiri, sehingga bila mana perlu bisa menarik kembali ancamannya dan tak sampai melukai pihak lawan"

"Lantas. apakah bagi diri pribadi pun bisa aman dan selamat?"

"Tidak, kecuali kalau pihak lawan pun memiliki kepandaian yang sama lihaynya, kalau tidak, hanya akan mati ditangan lawan saja. Menggunakan kematian untuk mencari kemenangan, haaahh... haaaahhh... dia bukan orangnya keputusan"

"Kemudian?" Liu Yok-Siong seperti agak kecewa.

"Mungkin saja di kemudian hari, bila kami berdua sudah tak ingin hidup lagi, kami baru akan mencari lawan untuk berduel dan menggunakan kematian sendiri untuk menentukan kepandaian siapakah yang lebih hebat"

"Seperti Yan Cap-sa mengalahkan dia dahulu?"

"Tidak sama, Yan Cap-sa belum dapat mengendalikan jurus pedang sendiri, dia hanya lihay dalam jurus serangan tapi akhirnya harus berkorban juga oleh jurus serangannya, berbeda dengan Cia Siau Hong yang dapat mengendalikan jurus serangannya, oleh sebab itulah Yan Cap-sa kalah di tangannya "

"Tentang soal ini, tecu amat bodoh harap suhu bersedia banyak memberi petunjuk..."

"Dia menang karena dia hidup dan Yan Cap sa kalah karena dia mati, bukankah hal ini merupakan sebuah bukti yang jelas"

"Tapi bukankah hal itu malah bertolak belakang dengan apa yang suhu katakan barusan?"

"Benar, kelihatannya bertolak belakang, tapi dalam kenyataan tidak bertolak belakang, bila seseorang dapat membuat musuh yang mengalahkan dirinya bunuh diri, hingga selembar jiwa sendiri selamat, apakah orang ini bisa dikatakan sebagai pihak yang kalah."

Liu Yok siong menghela napas. "Teori suhu kelewat dalam, tecu benar-benar tidak habis mengerti" katanya.

"Yaa, hal ini tak bisa disalahkan, sebelum ilmu silatmu berhasil mencapai tingkatan yang tinggi, memang tidak mudah untuk memahami akan hal tersebut, cuma asal kau bisa memahami apa yang kukatakan maka kemajuan yang kau raih akan pesat sekali, bahkan meningkat selangkah lebih ke atas, kau dapat menjadi seorang jagoan ke tiga"

"Jago ke tiga?"

"Benar, aku, Cia Siau hong berada di muka mu, kau tak nanti bisa melampaui kami"

Menghadapi sikap angkuh yang menggemaskan ini Liu Yok siong benar-benar merasa amat gemas, kalau bisa dia ingin mencengkeram tubuh Ting Peng lalu menginjaknya keras-keras. Tentu saja hal demikian itu tak bisa dia lakukan, maka sambil tertawa merendah ujarnya:

"Aaaah, tecu tak berani sebanding dengan suhu bisa menjadi jagoan nomor tiga pun, sudah lebih dari cukup"

"Bagus sekali..." Ting Peng tertawa, "Anak pintar memang bisa diberi pelajaran, tidak sulit sebenarnya bila kau ingin mencapai ke tingkatan seperti itu, cuma mesti melakukan seperti apa yang kukatakan"

"Silahkan suhu memberi petunjuk"

"Carilah sebuah tempat untuk memisahkan diri dari keramaian dunia, berlatihlah tekun selama sepuluh tahun dengan menghadap ke dinding, selama sepuluh tahun ini, kau harus melupakan segala-galanya, agar dirinya menjadi kosong tanpa suatu beban, lupakan segenap kepandaian silatmu dulu, maka bila kau munculkan diri lagi, kau sudah akan menjadi jagoan yang tiada tandingannya lagi di dunia ini."

"Masa begitu gampang?" Liu Yok siong agak kecewa.

"Jangan kau anggap cara itu gampang, sesungguhnya kau sudah memiliki dasar ilmu silat yang sangat baik, yang kurang adalah perasaan dan pikiranmu belum dapat berpadu, seandainya kau bisa mengosongkan pikiran sehingga perasaan dan pikiran berpadu, sekalipun menggunakan sebuah jurus serangan yang paling sederhanapun akan menghasilkan suatu kekuatan yang luar biasa."

"Tecu mengerti, itulah suatu tingkatan ilmu silat yang luar biasa, sayang tecu bukan termasuk manusia yang berbakat demikian."

"Kalau begitu, selama hidup kau hanya akan tersangkut pada tingkatan kelas dua saja."

"Tecu Cuma berharap bisa menjadi jagoan yang paling top diantara jago-jago kelas dua saja, sebab hal itu sudah lebih dari cukup bagiku."

Ting Peng segera tertawa. "Kalau begitu mah gampang sekali, bila ada waktu senggang, belajarlah dari Ah Ku, asal kau bisa mempelajari satu dua macam saja kepandaiannya, kau akan menjadi seorang jagoan yang paling top."

"Manusia macam apakah yang dimaksudkan sebagai manusia top?"

"Seperti ciangbunjin lima partai besar, juga seperti suhengmu dulu Lim Yok peng"

"Konon Lim Yok peng juga dikalahkan di ujung golok suhu" kata Liu Yok siong sambil menghembuskan napas panjang.

Ting Peng segera tertawa. "Itu mah bukan bertanding namanya. Kau adalah muridku sedangkan dia adalah suhengmu, aku hanya memberi pelajaran saja kepada seorang angkatan muda, oleh karena itu aku hanya mengutungi pedangnya menjadi dua bagian, siapa tahu kalau nyalinya kelewat kecil, ternyata dia menjadi bodoh karena ketakutan."

Selama hidup Liu Yok siong tak pernah menaruh kesan baik terhadap kakak seperguruan itu, tapi sekarang dia merasa sakit hati atas kekalahan yang diderita kakak seperguruannya itu, dia ingin menghadiahkan pula sebuah bacokan ke atas kepala Ting Peng. Cuma sayang hal itu hanya berani dipikir dalam hati saja dan tak punya keberanian untuk melaksanakan secara nyata.

"Song ji" terdengar Ting Peng bertanya: "Dalam dunia persilatan kau selalu tersohor karena tajamnya pendengaranmu, sewaktu aku akan kembali telah menemukan suatu peristiwa besar, tahukah kau?"

"Peristiwa besar apakah yang suhu maksudkan?"

"Dalam sebuah hutan tujuh puluh li di barat kota Hang ciu telah kutemukan tujuh belas orang jago persilatan yang terbunuh dan terdapat dalam hutan..."

"Oooh, sudah terjadi peristiwa itu?" Liu Yok siong kelihatan sangat terperanjat.

Tiba-tiba Ting Peng membentak dengan suara keras. "Aku sedang bertanya kepadamu, tahukah kau akan hal ini, hmmm, jika kau berani mengatakan tidak tahu, sekali bacok kubunuh dirimu."

Ketika Liu Yok siong menyaksikan Ting Peng telah mengangkat golok bulan sabitnya, kontan paras mukanya berubah hebat, karena dia tahu Ting Peng bukan sedang bergurau. Di bawah ancaman kematian, terpaksa dia harus menjawab:

"Tecu tahu...!"

Pelan-pelan paras muka Ting Peng berubah agak mengendor, katanya lebih jauh. "Kau masih terhitung tahu malu juga, Liu Yok siong, apa saja yang sedang kau pikirkan dalam hatimu, sudah kuketahui semua, oleh karena itu selama berada di hadapanku lebih baik kau jangan berlagak bodoh atau sok pintar."

Rasa kaget dan takut masih mencekam perasaan Liu Yok siong, buru-buru serunya lagi. "Suhu, seandainya tecu benar-benar tidak tahu, bukankah aku bakal mati penasaran karena kau bacok?"

"Seandainya kau benar-benar tidak tahu, akupun tak akan mendesakmu, bukankah sudah kukatakan tadi, apa pun yang kau pikirkan dalam hatimu sudah kuketahui lebih dulu dengan jelas?"

Liu Yok Siong memandang sekejap wajah Ting Peng, ia rasa seram telah menyelimuti seluruh wajahnya. Bila seseorang yang bertujuan jahat namun tak dapat merahasiakan isi hatinya di hadapan musuh sendiri yang paling tangguh, maka keadaannya saat itu pasti menyerupai kelinci yang dikurung dalam kandang harimau.

Walaupun kelinci itu pintar dan lincah namun berada dalam keadaan seperti itu keadaannya ibarat orang yang dijatuhi hukuman mati, cepat atau lambat akhirnya bakal ditelan harimau juga.

Sambil tertawa Ting Peng berkata lagi. "Ketika aku membicarakan persoalan tersebut tadi, aku tidak tahu kalau kau menghormati akan persoalan itu maka pertanyaan yang ku ajukan pertama kalinya tadi merupakan pertanyaanku yang sebenarnya."

"Apakah pertanyaan tecu tadi menimbulkan suatu kecurigaan bagi suhu?"

"Benar! Penampilanmu ketika itu amat kaget dan gugup tapi berlagak seakan-akan tiada persoalan, disinilah letak titik kelemahanmu, karena pada hakekatnya kau bukanlah seseorang yang terlalu memperhatikan keselamatan jiwa orang lain, bila kau benar-benar tidak tahu, kau pasti akan bertanya siapa-siapa saja yang telah mati, tapi kau menaruh perhatian terhadap persoalan lain, hal ini membuktikan kalau kau sudah tahu siapa-siapa yang telah mati"

Sekali lagi Liu Yok siong merasa gemas terhadap diri sendiri, dia ingin menghadiahkan sebuah tamparan untuk diri sendiri dan memaki dirinya goblok, kalau kebiasaan sendiripun tidak diketahui, bagaimana mungkin bisa berlagak pilon? Tapi dia lupa kebiasaan seseorang seringkali hanya diketahui orang lain, sedang dia sendiri justru merupakan satu-satunya orang yang tidak mengetahuinya.

Ting Peng tidak memberi kesempatan yang terlalu banyak baginya untuk mengomeli diri sendiri, kembali tanyanya: "Kenapa orang-orang itu mati?"

Kali ini Liu Yok siong tak berani berbohong: "Konon mereka mati ditangan Gin Liong Jiu!"

"Siapa pula yang dinamakan tangan sakti naga perak tersebut?"

"Gin Liong jiu adalah salah seorang dari empat Tianglo Mo-kau, ilmu silat khusus dari Gin-Liong Tianglo, dengan Thi Yan siang Hui suami istri yang suhu lukai tempo hari, mereka berasal dari satu aliran yang sama."

"Mengapa ia membunuhi orang-orang tersebut?"

"Soal ini kurang tahu, tecu hanya mendengar dari salah seorang korban yang berhasil lolos dari bencana tersebut, dari mulutnyalah aku mengetahui bentuk muka si pembunuh sadis tersebut dan tecupun lantas menduga sebagai Gin Liong Tianglo, mungkin orang lain tak akan mengetahui akan hal ini..."

"Menurut pendapatmu, mungkinkah dia sengaja mencari gara-gara denganku...?"

"Seharusnya tak mungkin, jika dia ingin membalaskan dendam bagi Thi yan siang hui suami istri, sudah sepantasnya kalau secara langsung datang mencari suhu dan tidak seharusnya melimpahkan kemarahannya kepada orang yang tak ada sangkut pautnya dengan peristiwa ini."

"Siapa tahu kalau dia ingin menunjukkan kelihaiannya lebih dulu, maka sepanjang jalan yang kulalui, dia membunuhi kawanan manusia tersebut?"

"Kemungkinan kesitu memang selalu ada" kata Liu Yok siong dengan bersungguh-sungguh. "orang Mo kau memang selalu kompak dan setia kawan, penghinaan terhadap mereka bisa dianggap sebagai penghinaan terhadap seluruh anggota perkumpulan, biasanya mereka bertekad akan membunuh lawannya sampai mati , itulah sebabnya setiap orang yang menyinggung soal Mo kau dimasa lalu, rata-rata berubah muka."

"Berapa banyak yang kau ketahui tentang soal Mo kau?"

"Terbatas sekali yang tecu ketahui tentang karena mereka terlalu misterius, orang luar jarang sekali mengetahui keadaan mereka yang sebenarnya."

"Aku perintahkan kepadamu sekarang untuk pergi menyelidiki persoalan ini, sebab dan musababnya, besok harus memberi jawaban kepadaku"

"Soal ini... tecu kuatir..."

"Liu Yok siong, perduli cara apapun yang kau pergunakan, aku hanya tak mau dengar kau berkata kalau tugas ini tak sanggup kau lakukan, besok sebelum matahari terbenam, bila kau tak memberi jawaban kepadaku, lebih baik carilah tempat yang berpemandangan baik untuk menantikan kedatanganku, ingat sebelum matahari terbenam besok."

Liu Yok siong tak berani berbicara lagi setelah memberi hormat dia lantas mengundurkan diri dari situ, ketika tiba di luar pintu, ia baru mencaci maki Ting Peng sampai ketiga puluh enam keturunannya.

HILANGNYA SANG BIDADARI

BULAN sepuluh tengah malam, malam itu gelap gulita tak bersinar. Langit mendung, banyak awan, suasana gelap gulita.

Sebuah gedung besar yang terbengkalai konon dihuni oleh dewa rase, oleh karena itu oleh pemiliknya gedung mana dijual kepada sepasang suami istri tua dengan harga bantingan. Mereka berdua tidak begitu takut dengan siluman rase, pada saat itu juga kedua orang tua ini sudah pindah ke sana dan menetap dalam gedung tersebut.

Kepada semua orang, mereka mengatakan kalau didalam kebun benar-benar ada rasenya, cuma dewa rase kasihan kepada mereka yang sudah tua, maka diijinkan tinggal di tempat itu.

Tentu saja ada pula orang-orang iseng yang ingin tahu secara diam-diam, mereka melakukan pengintaian diwaktu malam, mereka menyaksikan dalam kebun terdapat perempuan cantik dan lelaki ganteng, tapi apa yang dilihat hanya sekejap mata, menyusul kemudian kesadaran mereka lenyap tak berbekas.

Keesokan harinya mereka akan temukan dirinya digantung di atas tiang bendera yang tinggi di atas loteng tembok kota, telinga mereka hilang sebelah. Sejak peristiwa itu, tak ada orang yang berani mengintai gedung seram itu lagi.

Cing cing dengan membawa Siau Im, justru secara diam-diam memasuki gedung itu. Sesosok bayangan manusia yang tinggi besar menghadang jalan perginya, orang itu berpakaian perang dari baja dengan wajah hijau membesi, ternyata orang itu adalah dewa bukit yang pernah dijumpainya dalam kuil tempo hari.

Sewaktu ia membungkukkan badan memberi hormat, pakaian perangnya berdentingan nyaring. Nada suaranya pun seperti batu dan tembaga yang saling bergesekan, sangat menusuk pendengaran.

"Aku menjumpai tuan putri, mengapa tuan putri datang lagi kemari?"

"Aku ada urusan penting ingin berjumpa dengan yaya, sulit benar tempat yang kalian pergunakan sekarang, aku sudah mencarinya selama beberapa hari sebelum menemukannya."

Paras muka Dewa bukit itu dingin tanpa emosi, tapi nada suaranya membawa kehangatan, ia berkata: "Tuan putri, kau tidak seharusnya datang kemari, majikan tua telah berpesan, ia enggan mengadakan kontak lagi denganmu, sekarang kau sudah terlepas dari ikatan perguruan"

"Aku mengerti!," kata Cing cing, seandainya anggota perkumpulan tiada yang mencari gara-gara denganku, akupun tak akan datang kemari"

"Ada anggota perkumpulan yang mencari tuan putri? Aaah, hal ini mustahil bisa terjadi?"

"Pasti tak bakal salah lagi, bahkan diapun membawa lencana ular emas milik yaya, oleh sebab itu aku ingin menanyakan soal ini kepada yaya"

"Sudah pasti tak akan pernah terjadi peristiwa tersebut, malah berapa hari berselang majikan tua masih memperingatkan kepada kami, agar kami jangan melakukan hubungan kontak lagi dengan Tuan putri..."

"Tapi lencana ular emas milik yaya tak mungkin dipalsukan orang bukan? Apalagi kalau orang yang membawa perintah itu adalah Kim-ih si ci (utusan berbaju emas)"

Dewa bukit agak tertegun, kemudian serunya keheranan: "Aaaah, masa ada kejadian seperti ini? Sekarang semua lencana ular emas berada di bawah kekuasaanku, seandainya ada peristiwa semacam ini, sudah pasti akan kuketahui, sebenarnya apa yang terjadi? Perintah apakah yang diturunkan majikan tua lewat lencana ular emasnya....?"

"Yaya hendak membunuh suamiku!"

Dewa bukit nampak terperanjat sekali. "Aaaah, tak mungkin terjadi peristiwa semacam ini, mana mungkin majikan tua menurunkan perintah seperti itu? Ia sangat kagum dan gembira atas sukses yang berhasil diraih Ting kongcu belakangan ini, dia merasa walaupun kemampuan perguruan kita kian hari kian bertambah lemah, namun ilmu golok perguruan kita justru berhasil memperoleh kemajuan yang luar biasa ditangan Ting kongcu, di kemudian hari nama perguruan kita mungkin akan bertambah cemerlang bersama dengan makin tenarnya nama Ting kongcu!"

"Paman Tong, aku tidak akan membohongimu" kata Cing cing, lencana ular emas di turunkan kepada budak ini, dialah yang diwajibkan membunuh suamiku, untung sebelum ia sempat turun tangan, aku berhasil menghalangi niatnya, dia bilang telah memperoleh perintah yaya lewat lencana ular emas tersebut, maka dari itu aku khusus datang mencari yaya untuk menanyakan persoalan ini, aku ingin tahu maksud hatinya yang sebenarnya"

Dewa bukit memandang ke arah Siau Im, sorot mata yang memancar keluar dari balik topeng tembaga hijaunya mencorong tajam bagaikan sembilu, suaranya pun turut berubah menjadi serius pula.

"Siau im! Benarkah itu?" bentaknya.

Dengan ketakutan Siau Im mundur selangkah ke belakang, kemudian baru jawabnya: "Benar!"

"Apakah utusan ular emas sendiri yang menyerahkan lencana ular emas kepadamu?"

"Benar, sewaktu menyerahkan lencana ular emas, ia menyampaikan pula perintah dari majikan"

"Kau tak bakal salah melihat orang?"

"Tak mungkin, ketika budak masuk ke dalam perguruan, dialah yang membawaku, apalagi budak pernah belajar silat selama berapa tahun darinya..."

"Betulkah ia telah menyerahkan lencana ular emas tersebut kepadamu?"

"Benar, budak telah menyerahkan lencana ular emas itu kepada nona..."

Baru saja Cing cing akan mengeluarkan lencana itu, Dewa bukit telah menukas.

"Taun putri tak usah memperlihatkan kepada hamba, lencana ular emas itu tak bakal palsu. Cuma sudah tidak berlaku lagi."

"Sudah tidak berlaku lagi?" Cing cing tertegun.

"Berapa hari berselang, utusan baju emas telah membawa kabur dua belas batang lencana emas, ia berkhianat, tapi orang itu berhasil hamba hadang dan membunuhnya seketika, namun dari dua belas batang lencana ular emas yang dibawa kabur, hanya sepuluh batang yang berhasil kurampas kembali, Majikan tua kuatir ada orang yang menyalah-gunakan kedua batang lencana ular emas itu untuk berbuat semena-mena, maka seluruh anggota perkumpulan telah diberitahu kalau kekuasaan lencana ular emas tidak berlaku untuk sementara waktu."

"Soal ini budak tidak tahu" kata Siau Im ketakutan.

"Tentu saja kau tak tahu, sebab ketika lencana ular emas diserahkan kepadamu, utusan ular emas belum berhasil dibunuh."

"Aaah... Utusan ular emas bisa menghianati perguruan, ini benar-benar sukar dipercaya!" kata Cing-cing, "bukankah dia selalu setia dan menurut selama ini?"

Dewa bukit menghela napas panjang. "Aaai... bagaimanapun juga, dia adalah murid Kim say tianglo, diapun merupakan wakil thamcu dari Kim lotoa, bila Kim lotoa datang mencarinya, terpaksa dia harus mengikutinya pergi"

"Apakah dia tidak tahu jika Kim say tianglo adalah penghianat perguruan kita?"

"Sekalipun tahu, apalah gunanya? Kim lotoa melepaskan budi setinggi bukit kepadanya, sedang peraturan perguruanpun amat ketat dan tegas, bilamana harus dibandingkan satu sama lainnya tentu saja dia akan condong ke pihak sana."

Cing cing turut menghela napas panjang...

AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.