Golok Bulan Sabit Jilid 20
DIKALA membunuh rombongan yang ketiga, dia tak usah membuang banyak waktu serta tenaga, karena dikala Ting Peng membunuh ke enam orang itu, akhirnya hal ini membuat mereka menyaksikan dengan jelas betapa hebatnya kemampuan golok bulan sabit tersebut dan kejadian ini membuat nyali mereka hampir copot karena ketakutan.
Mereka lebih-lebih menyadari kali ini mereka sudah mengusik sebuah sarang lebah yang amat besar. Setiap orang mempunyai keberanian untuk beradu jiwa, tapi hal ini hanya terjadi di suatu saat dimana mereka dapat beradu jiwa bila mereka sudah berada disaat tak mampu melakukan perlawanan lagi, biasanya hanya ada dua pilihan bagi mereka. Menyerah dengan pasrah atau melarikan diri.
Rombongan ke tiga ini terdiri dari delapan orang, sekarang ada tiga orang dibikin tertegun karena kaget dan lima orang kabur karena ketakutan.
Ting Peng tidak turun tangan, dia cuma meninggalkan pesan: "Ayam dan anjing pun tak boleh dibiarkan hidup"
Asal ada sepatah kata itu saja maka segala sesuatunya sudah cukup, tubuh Ah Ku yang tinggi besar pun segera melambung tinggi ke angkasa, lalu seperti seekor burung alap-alap, dia menyambar anak-anak ayam yang sedang melarikan diri.
Bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk mengejar dan menghabisi nyawa lima orang jago persilatan yang melarikan diri terpencar-pencar, tapi Ah Ku bisa menyelesaikan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya.
Cuma saja yang paling akhir dia harus mengejar sampai di luar perkampungan dan melewati suatu pertarungan singkat sebanyak empat gebrakan sebelum menyelesaikan tugas tersebut.
Dikala ia teringat kalau di dalam masih ada tiga orang manusia sedang berdiri tertegun karena ketakutan, kemudian memburu ke dalam siap membunuhnya, Siau Hiang telah berdiri di samping mayat-mayat mereka sambil berdiri tertegun.
Ah Ku tidak pandai berbicara, dia mengira Siau Hiang telah membantunya menyelesaikan tugas itu maka dia manggut-manggut sebagai tanda rasa terima kasihnya.
Siau Hiang seperti ingin mengucapkan sesuatu, belum sempat berbicara, ia telah menyaksikan Ting Peng membawa Cing Cing dan Siau Im turun dari loteng. Kisah lolos dari bahaya tersebut kalau dibicarakan amat datar dan biasa, maka setelah mendengar penuturan tersebut Ting Peng tertawa terbahak-bahak.
"Long kun, apa yang membuatmu geli?" Cing Cing segera menegur.
Sambil tertawa Ting Peng menjawab: "Aku tertawa geli untuk kebodohan kalian, maka Giok Bu sia hanya menelanjangi kalian, maka kalian sudah kena disekap di dalam loteng tersebut...."
"Benar, kalau aku disuruh menampakkan diri dalam keadaan demikian di depan orang lelaki, bagiku lebih baik mati saja"
Ting Peng menghela napas panjang, kembali ujarnya: "Apakah kau tak pernah mendengar ucapan yang berbunyi: "Bila keadaan terdesak sungai pun di lompati?"
"Tidak boleh, hal ini menyangkut harga diri serta kesucian dari seorang wanita, aku tak boleh bertindak seperti ini..."
"Kau toh mengerti, berada dalam keadaan seperti itu aku tak bakal menuduhmu tidak suci lagi?"
"Aku tahu, tapi aku sendiri akan merasa kalau diriku tak suci lagi bila aku berbuat demikian"
"Pentingkah perasaan semacam itu bagimu?"
"Benar, penting sekali"
"Adakah suatu kekuatan yang bisa merubah perasaan semacam itu?"
"Apa dalam suatu keadaan aku bisa tidak memperdulikan segala macam persoalan seperti itu?"
"Berada dalam keadaan seperti apa?"
"Disaat kau berada dalam keadaan bahaya dan aku bisa menolongmu dari bahaya, bila aku berbuat begitu, sekalipun aku diharuskan menyerahkan tubuhku kepada lelaki lainpun, niscaya akan kulakukan dengan segera."
Ting Peng merasa amat terharu, dipeluknya perempuan itu kencang-kencang dan katanya dengan lembut: "Cing-cing, daripada menyuruh kau melakukan hal-hal semacam itu, aku lebih suka mati saja"
Cing-cing tertawa bahagia, dibelainya pipi suaminya dengan lembut, kemudian berbisik: "Untung saja kesempatan bagiku berbuat demikian kelewat kecil"
"Apakah dikarenakan kemungkinan bagiku untuk menjumpai mara bahaya sudah tidak ada lagi?"
"Tidak! Semakin tinggi ilmu silatmu, semakin banyak pula mara bahaya yang kau hadapi."
Semakin tinggi ilmu silat seseorang, semakin banyak pula mara bahaya yang dihadapi. Ucapan itu seperti saling bertentangan, padahal besar sekali kebenarannya.
Makin tinggi ilmu silat seseorang berarti semakin ternama orang itu, otomatis akan menimbulkan perasaan iri pula dari banyak orang, kemudian akan timbul banyak orang yang ingin mencelakainya, semakin keji dan berbahaya pula cara yang mereka pergunakan. Teori semacam ini cukup dipahami Ting Peng, tapi dia tidak memahami ucapan lain dari Cing-cing.
"Kalau toh lebih banyak terancam bahaya, mengapa kau semakin kecil kemungkinannya berbuat demikian?"
Cing-cing menghela napas panjang. "Karena orang yang bisa memperosokkan dirimu ke dalam keadaan yang berbahaya pasti merupakan suatu rencana yang sangat lihay pula, suatu rencana keji yang telah disusun orang dengan segala kemampuan yang dimiliki, tujuan mereka adalah membunuhmu, bukan mendapatkan aku, karena itu sekalipun aku bersedia menyerahkan tubuhku kepada orang demi menyelamatkan jiwamu, hal inipun mustahil bisa terlaksana karena itu aku baru mengatakan kalau hal ini tak mungkin."
Sambil menghela napas Ting Peng menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya: "Tidak, Cing-cing, kau keliru"
"Aku keliru?"
"Benar, bukan cuma keliru bahkan kekeliruanmu besar sekali, sekarang aku cukup memahami situasi yang sedang kuhadapi, mungkin saja ada suatu rencana keji yang bisa memperosokkan diriku ke dalam keadaan berbahaya, tapi tak mungkin mereka bisa membunuh aku, cuma bila kau menganggap aku sudah terperosok ke dalam keadaan berbahaya dan berbuat demikian, tindakanmu itulah yang sesungguhnya akan merenggut nyawaku"
"Apakah kau siap membunuh dirimu sendiri karena hal ini?"
"Tidak, aku kuatir kau tak ingin hidup lebih jauh sehingga kehilangan dirimu, sebab hal itulah yang akan menyebabkan aku benar-benar tak ingin hidup lebih jauh."
"Tidak Long kun, kau pun keliru" Cing Cing tertawa.
"Aku pun keliru?"
"Benar seandainya aku benar-benar kehilangan tubuhku di tangan lelaki lain demi menyelamatkan jiwamu, aku tak akan merasa bahwa aku tak suci lagi, apalagi disebabkan hal itu menyebabkan aku mengambil keputusan pendek, sebaliknya aku malah akan hidup lebih berarti, hidup lebih berbahagia lagi."
"Hidup lebih berbahagia?"
"Benar, karena aku akan menemukan bahwa diriku ini sebenarnya mempunyai kegunaan yang amat besar bagimu, aku bisa memberikan banyak pengorbanan bagi dirimu, hal tersebut akan menyebabkan aku hidup lebih bergairah lagi."
Ting Peng berpikir sebentar, kemudian tertawa terbahak-bahak. "Haaahh... haaahh... haaahhh... ucapanmu memang benar, aku memang salah, kau salah satu kali dan akupun salah satu kali, kita sama-sama seri."
"Benar Long kun, kita memang seri, kita mengira sudah amat memahami perasaan lawannya, siapa tahu masih terdapat banyak pandangan yang sebenarnya merupakan suatu kesalahan besar."
Biasanya semula hal ini akan tumbuh lebih dewasa setelah melalui suatu masa percobaan, demikian pula halnya dengan soal cinta. Mereka telah menemukan suatu kesalahan yang sebelumnya tak pernah mereka perhatikan, untung saja kesalahan tersebut bisa ditemukan lebih awal sebelum kesalahan mana berubah lebih parah dan lebih mengerikan.
Oleh karena itulah mereka merasa amat berlega hati, dikala mereka sedang berlega hati, tak pernah mereka pikirkan soal hal-hal yang sepele, maka kedua orang itupun saling berpelukan saling berlompatan, tertawa, berteriak, persis seperti dua orang manusia gila.
Siau Hiang sedang tertawa, Siau Im sedang tertawa, Ah Ku juga tertawa, mereka semua tertawa gembira. Tapi ada seorang yang melelehkan air mata dibalik kegelapan sana. Bukan karena bersedih hati, juga bukan karena pilu hatinya, melainkan karena masalah mendongkol.
Sepasang giginya menggigit bibirnya kencang-kencang, menggigitnya sampai berdarah, sementara air matanya jatuh bercucuran dengan derasnya.
Tiba-tiba Siau Im bertanya: "Yaa, mana Giok Bu sia? Perempuan busuk itu sudah kabur kemana? Apakah kau telah membinasakannya?"
Semua mayat bertumpukan di situ, Siau Im mendekat sambil memeriksa, ternyata tidak nampak tubuh Giok Bu sia.
KEMANA perginya Giok Bu sia? Perempuan yang menjadi biang keladi dari semua peristiwa ini? Tujuannya melarikan Cing-cing adalah ingin memancing kedatangan Ting Peng di situ, tapi dikala Ting Peng benar-benar sudah datang, ia justru menyembunyikan diri.
Sebenarnya apa maksud dari kesemuanya ini? Apakah dia tidak tahu akan kelihaian golok bulan sabit milik Ting Peng? Atau karena dia mengira rekan-rekannya sudah sanggup untuk menahan serbuan Ting Peng?
Atau mungkin dia menganggap dengan membekuk Cing Cing berarti ia dapat mengendalikan Ting Peng dan menjadikan jagoan tersebut sebagai alat pembunuhnya untuk membunuhi orang-orang yang tak disukai olehnya?
Tampaknya kedua buah teori tersebut seperti amat cocok dengan keadaan, tapi bila diperhatikan dengan seksama, semua tak bisa berdiri sendiri. Orang lain mungkin tidak terlalu memahami kekuatan yang dimiliki Lian Im cap si sat seng dalam menghadapi Ting Peng, tapi ia mengetahui cukup jelas.
Sekarang dia sedang berada didalam ruang rahasia di bawah tanah, di bawah penerangan sinar lentera yang redup, sedang menulis bahan tentang Ting Peng di atas secarik kertas. Diatas gulungan kertas itu sudah penuh berisikan tulisan, sejak dari Bwe ang kek di kota Hang Ciu.... Menyaksikan Ting Peng mengayunkan goloknya terhadap Thi yan Siang hui suami istri, dimana ayunan goloknya mendatangkan kekuatan yang luar biasa.
Menyaksikan Ting Peng mengalahkan Lim Yok peng, gerakan tubuhnya enteng dan lembut, seakan-akan di dalam goloknya tersekap suatu kekuatan suci yang hebat. Sekarang dia sedang menulis kisah pengalamannya yang belum lama berselang baru dialami.
Menyaksikan Ting Peng membelah enam malaikat bengis, golok berkelebat tubuh berpisah, sedemikian hebatnya kekuatan serangan itu sehingga mesti dilihat dengan mata kepala sendiri namun sukar untuk dipercaya dalam hati.
Seolah-olah beberapa kali pertarungan penting yang dilaksanakan Ting Peng serta beberapa kali membunuh orang, ia selalu hadir di arena bahkan menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Sebab bila ia tidak hadir, di atas catatan tersebut selalu tercantum tanda yang amat istimewa, seperti:
"Bulan... tanggal... menurut cerita... Ting Peng dan Liu Yok siong saling berhadapan, sekali goloknya berkelebat, ada nyawa melayang. Tulisan itu dapat dibaca secarik kertas kecil yang berada di halaman paling muka.
Pokoknya dia termasuk seorang yang mendalami dan amat memahami soal Ting Peng, tentu saja dia lebih memahami lagi terhadap kemampuan dari rekan-rekannya it.
Diapun tahu, dengan menghimpun segenap kekuatan yang dimiliki rekan-rekannya, untuk menghadapi Thi yan siang hui sepasang suami istripun belum tentu menang apalagi menyuruh mereka menghadapi Ting Peng, tentu saja mereka pada mampus.
Sedang mengenai menggunakan Cing-cing sebagai sandera untuk memaksa Ting Peng menuruti perkataannya, iapun sudah tahu kalau harapannya lenyap tak berbekas lagi. Lantas mengapa dia masih menyuruh anak buahnya untuk menghantar kematian...?
Sesungguhnya hal mana merupakan suatu teka-teki yang sukar untuk dipahami oleh orang lain. Namun dengan cepatnya dia telah menggunakan pelbagai gerak-geriknya untuk menjawab teka-teki tersebut.
Itulah sejilid kitab tipis, ketika kitab itu dibalik maka isinya adalah pelbagai catatan lengkap dengan tanggal dan tahun. Di urutan yang terdepan adalah namanya. Nomor dua Siang Hoa jiang, disebut juga penjagal manusia dari Gi-tang, tahun Pia-wu bulan enam masuk menjadi anggota.
Tahun Pia-wu bulan sembilan mendapat undangan dari Mo Su hou perkampungan Lam si ceng untuk membunuh Lau Tiong kiat, mendapat imbalan sepuluh laksa tahil perak, imbalan yang harus dibagi satu laksa lima ribu tahil perak.
Tahun Ting-wei bulan dua, malam-malam menyerang perkampungan Bwe hoa san ceng, mendapat intan permata berjumlah delapan laksa tahil, setelah dipotong komisi tiga laksa tahil, sisa uang enam laksa tahil...
Rupanya kitab tersebut merupakan kitab yang mencatat segala kegiatan dari Lian Im cap si sat, yang dicatat adalah pemasukan tiap orang, order membunuh orang, imbalan yang diperoleh serta jumlah hasil rampokan yang berhasil dikumpulkan.
Atas nama Siang Hoa jiang yang bernomor urut dua ini, dalam empat tahun ia berhasil mengumpulkan dua puluh empat lima ribu tahil perak. Sedang beaya yang dikeluarkan tiga laksa delapan ribu tahil. Di dalam empat tahun hanya menghabiskan uang tiga laksa delapan ribu tahil, tampaknya orang ini seorang yang berhemat.
Dia mengambil kitab itu dan berjalan ke depan sebuah almari kecil, membuka laci didalamnya dan mengambil setumpuk uang yang tersimpan di situ, ketika dihitung jumlahnya ternyata persis seperti apa yang tercantum dalam buku.
Setelah tertawa dia masukkan tumpukan uang itu ke dalam sakunya, lalu membuka halaman yang kedua, membuka laci kedua dan memasukkan tumpukan uang kedua ke dalam saku. Hingga pada laci yag kelima belas, ia baru bergumam dengan penuh rasa mendongkol.
"Sialan benar bajingan ini, tempo hari ia berani membohongi aku sewaktu menyetor uang kepadaku, sudah pasti kelima ribu tahil perak yang disisihkan itu habis dipakai untuk berfoya-foya dengan dua orang pelacur tersebut, hmm, tidak bisa jadi, hutang ini harus kutagih kembali dari tangan kedua orang pelacur itu."
Akhirnya dia membuka laci terakhir yang mencantumkan nama Giok Bu sia dan mengambil tumpukan uang yang tersimpan di situ. Sekalipun tanpa dihitung namun dapat terlihat kalau jumlahnya berapa kali lipat lebih banyak daripada jumlah yang dimiliki belasan orang itu, dari sana bisa diketahui kalau ia memperoleh bagian yang paling besar namun paling sedikit mengeluarkan uang.
Dia adalah Lotoa, biasanya lotoa selalu mendapat bagian yang dua kali lebih banyak, tentu saja anak buahnya tak pernah menggerutu, namun dia sebagai seorang lotoa tak pernah puas. Sebab sampai akhirnya seluruh uang itu toh terjatuh di tangannya semua, kini senyuman puas baru menghiasi wajahnya, kini segala sesuatunya sudah menjadi miliknya. Dia tak mau menerima lipat dua saja, dia ingin melalap semua yang ada.
Ia membungkus semua uang itu ke dalam kantongan dan diikat pada punggungnya, kemudian mengambil kitab catatan tersebut dan membakar di atas lantai. Dia membakar dengan seksama, sampai menjadi abupun masih di porak porandakan sampai rata.
Akhirnya dia baru menggunakan obor untuk membakar kain panjang yang telah dibasahi dengan minyak. Bukan saja kain tersebut sudah direndam ke dalam minyak, lagi pula dibungkus dengan bahan yang mudah terbakar, itulah sebabnya dengan cepat api telah berkobar.
Sumbu tersebut ditarik hingga ke dalam tumpukan kayu kering yang berada disekitar gedung, dalam waktu singkat tumpukan kayu itu sudah terbakar dengan hebatnya, lalu diapun menyulut sumbu yang lain.
Dia tidak menggunakan bahan mesiu, sebab kelewat berbahaya, meski demikian hampir semua bagian dari perkampungan Lian Im san ceng ini sudah dihubungkan dengan sumbu-sumbu yang menghubungkan pula dengan tumpukan barang yang mudah terbakar.
Tak heran kalau tak selang berapa saat kemudian seluruh perkampungan Lin Im san ceng telah berada dalam lautan api, masih untung di situ tak ada lagi manusia hidup. Pemusnahan total, cara semacam ini memang merupakan suatu cara pemusnahan total yang paling sempurna.
Api memang merupakan alat pembuat dosa yang paling ideal dan kini perkampungan Lian Im san ceng yang penuh dosa sedang melakukan upacara api, menggunakan api untuk membersihkan seluruh dosa-dosanya. Tapi Giok Bu sia, apakah diapun harus membayar mahal atas dosa yang telah dilakukannya?
Dikala api mulai merobohkan bangunan dan menyumbat mulut masuk menuju ke lorong bawah tanah, seorang perempuan baru saja menerobos keluar dari bawah lorong tanah itu. Memandang kobaran api yang membara dan memusnahkan seluruh bangunan, terdengar ia bergumam:
"Selamat tinggal perkampungan Lian Im san ceng, selamat tinggal Lian Im cap si sat seng, Selamat tinggal Giok Bu sia!"
Kadangkala arti kata selamat tinggal adalah selamanya tak akan berjumpa lagi, segala sesuatunya akan lenyap bersama kobaran api yang menjulang ke angkasa itu. Tapi, mengapa pula dia mengatakan "Selamat tinggal kepada Giok Bu sia?"
Giok Bu sia belum mati, bukankah dia masih hidup segar bugar dalam dunia ini? Cuma, ada sementara orang memang tidak membutuhkan kematian, tanpa kematian pun ia bisa lenyap dan musnah dari dunia ini. Tentu saja ada sementara orang-orang yang ternama, sekalipun sudah mati, mereka tak akan bisa lenyap dari dunia ini.
Seperti para cianpwe angkatan tua, misalnya Siau li tham hoa Li Sin huan, si jago pedang terbang. Seperti pula pencuri budiman Coh Liu hiang, si kupu-kupu bunga Oh Thi hoa. Yang lebih muda lagi seperti Seng Long seperti Ong Leng hoa. Atau yang lebih tua lagi seperti Yak Kay, seperti Poh Hong soat.
Seperti pula Siau Hi ji dan Hoa Bu koat. Waktu sudah berlalu hampir ratusan tahun namun tindak tanduk mereka masih tetap hidup dalam hati setiap orang, dari mulut ke mulut kegagahan mereka selalu diwariskan.
Tapi Giok Bu sia jelas tak ingin menjadi manusia seperti ini, dia lebih suka melenyapkan diri dari dunia ini tanpa menimbulkan suara apapun. Mengikuti Lian Im cap si sat seng, mengikuti perkampungan Lin Im san ceng semuanya lenyap dan musnah di tengah lautan api.
Perempuan yang baru muncul dari bawah tanah itu tampaknya seperti sama sekali bukan Giok Bu sia, sekalipun berjumpa dengan wajahnya, belum tentu orang akan mengenalinya sebagai Giok Bu sia. Karena Lian Im cap si sat seng bukan suatu organisasi yang ternama, Giok Bu sia juga bukan seorang manusia yang ternama, hanya segelintir manusia yang mengetahui tentang mereka.
Tak bisa disangkal lagi, perempuan ini adalah seorang perempuan yang punya nama. Bagaimanapun juga dia tak akan menjajarkan dirinya dengan Lian Im cap si sat seng. Sekalipun orang-orang yang pernah berhubungan dengan Lian Im cap si sat seng tak akan menganggap dia mempunyai hubungan atau sangkut paut dengan kelompok pembunuh itu.
Giok Bu sia memang sudah lenyap semenjak itu, karena dia adalah lotoa dari Lian im cap si sat seng, dialah yang menciptakan empat belas pembunuh keji itu, tapi dia juga yang telah memusnahkan ke empat belas pembunuh keji itu.
Jika tak ada Giok Bu sia, mungkin saja tak mungkin ada Lian im cap si sat seng. Tapi bila tiada Lian Im cap si sat seng tentu saja tak mungkin bakal ada Giok Bu sia. Memandang kobaran api yang menjilat semua benda yang dijumpainya, ia memeluk tumpukan uang itu erat-erat, dan iapun mengucapkan sepatah kata yang aneh:
"Terima kasih banyak Ting Peng."
Mengapa dia harus berterima kasih kepada Ting Peng? Ting Peng telah membunuh rekannya, memusnahkan pekerjaannya, mengapa dia malah berterima kasih kepada Ting Peng? Apakah disinilah letak tujuannya menculik Cing-cing dan memancing kedatangan Ting Peng?
Dilihat dari perubahan mimik wajahnya, tak bisa disangka lagi kalau memang demikian keadaannya. Kalau begitu, jelas hal ini merupakan suatu rencana hitam makan hitam yang amat sempurna, kendatipun rencana ini terhitung agak kejam, namun tak bisa disangkal rencana tersebut benar-benar amat sempurna.
Seandainya tidak muncul seorang manusia banyak urusan yang menjemukan, mungkin rahasia tersebut tak pernah akan diketahui oleh siapapun untuk selamanya. Tapi orang yang sangat menjemukan itu jusru munculkan diri pada saat seperti ini.
Tiba-tiba saja dia mendengar suara langkah kaki manusia berkumandang datang dari arah belakang, buru-buru dia berpaling, tampak olehnya, manusia yang paling menjemukan, paling memuakkan hari itu sudah berdiri tak jauh dari sana sambil tertawa cengar-cengir.
"Oooh, kau? Liu Yok siong?" dia bertanya.
"Yaa, aku! Liu Yok siong!" jawab yang ditanya.
JARANG sekali ada perempuan yang tidak menjadi gugup dan gelagapan lantaran kaget menginjak seekor ular berbisa, tapi keadaannya sewaktu berjumpa Liu Yok siong sekarang jauh lebih mengenaskan daripada ia menginjak seekor ular besar.
Namun dengan cepat dia dapat menguasai perasaannya, dengan sikap yang lebih tenang ia berkata hambar: "Mengapa kau kemari"
Liu Yok siong tertawa amat gembira, seakan-akan pengemis yang menemukan uang emas saja, tertawa hingga setiap kerutan wajahnya nampak amat jelas. "Kau menginginkan batok kepalaku, mengapa aku tak boleh datang kemari...?"
Dengan amat tenang perempuan itu tertawa. "Aaah, itu mah Cuma suatu gurauan yang tidak merugikan siapapun, kau sendiri toh mengerti, Ting Peng tak bakal membunuhmu"
Kembali Liu Yok siong tertawa. "Kedudukanku di dalam hatinya masih belum sepenting apa yang kau bayangkan selama ini."
"Liu Yok siong, kau terlalu memandang rendah dirimu sendiri", kata perempuan itu sambil menggeleng, "bukan dikarenakan kau amat penting baginya maka ia tidak membunuhmu, melainkan karena kau masih tak berkemampuan apa-apa sehingga dia tak sudi membunuhmu, seperti ibaratnya sesosok bangkai anjing di tepi jalan, setiap orang yang lewat di sana boleh saja menendangnya, tapi jarang sekali ada orang yang bersedia untuk melakukan hal itu, karena orang takut mengotori kaki sendiri"
Liu Yok siong segera menarik kembali senyumannya, walaupun dia tahu kalau kejadian tersebut merupakan kenyataan, namun kenyataan mana merupakan suatu pukulan batin yang sangat berat baginya.
"Kau berani mengucapkan perkataan semacam itu kepadaku?" Akhirnya dia menegur dengan marah.
Perempuan itu segera tertawa. "Mengapa tidak berani? Toh hal tersebut merupakan suatu kenyataan? Dalam pandanganku atau pandangan siapa saja, kau adalah manusia semacam itu...?"
Liu Yok siong dibikin naik darah oleh perkataan itu, sambil menarik muka serunya: "Sungguh tidak beruntung, aku justru kena digigit oleh bangkai anjing yang menggeletak di tepi jalan itu."
Si perempuan itu segera tertawa terbahak-bahak, suara tertawanya lantang dan leluasa, seakan-akan sama sekali tidak ambil perduli terhadap ancaman Liu Yok siong. "Kau mengira kau telah berhasil menangkap titik kelemahanku...?"
Liu Yok siong tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... apakah masih belum mau mengaku?"
Perempuan itu tersenyum. "Tentu saja aku bisa jadi tidak mengaku, karena bobotmu dalam pandangan sementara orang sekarang sudah begitu rendahnya, aku yakin kau tentu mengerti, kentut orang lainpun masih lebih harum daripada ucapanmu, apakah masih ada orang yang mau percaya kepadamu?"
Kembali Liu Yok siong tertawa terbahak-bahak. "Haaaahhh... haaahhh... haaahhh... kalau begitu tak ada salahnya bagimu untuk mencoba, mungkin saja perkataan aku orang she Liu jauh lebih busuk daripada kentut, tapi asal aku orang sne Liu menyiarkan berita ini keluar, sudah pasti ada orang yang akan mendengarkan, sekalipun mungkin akan mereka terima sebagai gurauan saja, tapi sedikit banyak toh pasti akan berpengaruh juga bagimu"
Mendadak perempuan itu menggerakan tangannya, setitik cahaya tajam berkelebat lewat dan menusuk ke tenggorokan Liu Yok siong, pedang tersebut tersembunyi dibalik ujung bajunya, sebilah pedang lemas.
Serangan itu benar-benar merupakan suatu serangan yang cepat dan ganas, sebelum penyerangan, tidak nampak gejala apa-apa ditambah pula dilancarkan selagi orang lain berbicara, semestinya ancaman semacam ini tak bakal meleset.
Tapi Liu Yok siong justru memperhatikan sampai ke situ, dia tidak berkelit pun tidak muncul, hanya menggunakan kedua jari tangannya menjepit pelan, tahu-tahu mata pedang lawan telah terjepit olehnya. Mata pedang itu hanya berselisih setengah inci dari tenggorokannya, tapi sisa setengah inci tersebut tak mampu dilanjutkan olehnya.
Dengan sepenuh tenaga perempuan itu mendorong pedangnya lebih ke depan, sayang digunakan adalah sebilah pedang lemas, dia harus mengerahkan tenaga dalam lebih dulu sebelum dapat mengeraskan dan menegangkan senjata itu.
Sebenarnya tenaga dalam yang dimiliki perempuan itu tidak lemah, sayang Liu Yok siong tidak lemah juga, maka pedang itu kena digetarkan sampai meliuk-liuk, jangankan maju setengah inci lagi, bergerakpun tak bisa. Sambil tertawa Liu Yok siong berkata:
"Aku orang she Liu bukan orang baik, bukan seorang Kuncu, lagipula seorang siaujin yang banyak curiga, oleh sebab itulah aku orang she Liu tidak gampang dicelakai orang lain.
Seorang Kuncu memang lebih gampang dicelakai daripada orang lain. Bila ingin mencelakai seorang siaujin yang setiap hari kerjanya justru hendak mencelakai orang lain, hal ini benar-benar merupakan suatu pekerjaan yang sulit, karena dia kerjanya hanya mencelakai orang lain maka dia harus dapat menjaga diri seteliti mungkin, sebab dia tahu orang lain pun setiap saat berniat mencelakai dirinya.
Sambil tertawa Liu Yok siong berkata: "Ilmu silat aku orang she Liu memang tak bernilai sepeserpun dibandingkan permainan golok Ting Peng, tapi bagi sementara umat persilatan, paling tidak aku masih terhitung seorang jago lihay, walaupun belum tentu bisa menangkan dirimu, tapi kaupun jangan harap bisa membunuhku secara mudah..."
Setelah termenung sebentar, mendadak perempuan itu menarik kembali pedangnya dan berkata sambil tertawa: "Buat apa aku harus membunuhmu? Untuk membunuhmupun buat apa aku mesti turun tangan sendiri?"
"Aku tahu kau dapat menggerakkan anak buahmu untuk menghadapiku, tapi cukupkah bobot mereka untuk melawan diriku?" kata Liu Yok siong lagi sambil tertawa.
Perempuan itu tertawa. "Liu Yok siong, kau kelewat memandang rendah diriku, aku tak usah menggerakkan anak buah yang berada di rumah, cukup menggapaikan tangan, salah seorang yang datangpun sudah cukup membuat badanmu menjadi penyok!"
Mendengar perkataan itu, Liu Yok siong segera tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... aku orang she Liu bukan manusia yang terbuat dari jerami, dalam dunia persilatan dewasa ini, kecuali Ting Peng seorang, aku orang she Liu masih belum memandang sebelah matapun terhadap orang lain"
"Aku tak ingin menakut-nakuti dirimu" perempuan itu tertawa makin genit, cuma akupun tak ingin membohongi dirimu, mulai sekarang aku akan maju sebanyak tujuh langkah, kuharap kau lupakan saja semua peristiwa yang barusan terjadi di sini, kalau tidak kau bakal menyesal"
Selesai berkata dia membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ. Tentu saja Liu Yok siong tidak percaya dengan semua perkataannya itu, namun dia pun tidak menyusul ke depan. Bagaimana dia merasa tak percaya, iapun ingin melihat setelah perempuan itu berjalan sejauh tujuh langkah. Peristiwa aneh apakah yang bakal terjadi.
Apalagi Liu Yok siong merasa yakin sekali dengan kemampuan ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya, sekalipun membiarkan perempuan itu berjalan tujuh puluh langkah lebih dulu pun, dia masih mempunyai keyakinan untuk menyusulnya dalam seratus langkah.
Padahal tempat itu merupakan sebuah tanah lapang yang sangat luas, sekalipun ia berjalan sejauh tujuh ratus langkahpun masih tak akan lolos dari pandangan matanya. Betul juga perempuan itu hanya berjalan sejauh tujuh langkah, tujuh langkah yang sangat indah, sejak kematian bininya sebenarnya, Liu Yok siong sudah kehilangan napsunya terhadap kaum wanita.
Tapi memandang bayangan punggungnya yang begitu indah, ia tak bisa mencegah pikirannya untuk melamunkan hal-hal yang tak beres. Cuma saja hal ini bukan menjadi alasan bagi Liu Yok siong untuk mundur dari situ. Dahulu Liu Yok siong adalah seorang serigala perempuan, tapi sekarang sudah bukan.
Dahulu Liu Yok siong terpikat oleh kecantikan perempuan, tapi sekarang hal ini tak mungkin. Penderitaan dan siksaan batin, terutama penghinaan dan cemoohan yang diterimanya selama ini membuat dia lebih tangguh, lebih sanggup mempertahankan diri, menguasahi diri dan tak gampang terpengaruh oleh emosi.
Tapi Liu Yok siong justu merasakan hatinya bergetar keras sekali setelah menyaksikan reaksi yang timbul setelah perempuan itu mundur sejauh tujuh langkah. Suatu peristiwa aneh benar-benar terjadi bahkan kejadiannya sukar membuat orang menjadi percaya.
Kemunculannya begitu tiba-tiba, Liu Yok siong merasakan dua gulung hawa pembunuhan yang mengerikan dan menyesakkan napas tahu-tahu muncul dari kiri dan kanan langsung menggencet dirinya. Menyusul kemudian muncul dua sosok manusia, itulah dua orang kakek.
Orang tua bukan sesuatu yang menakutkan, tapi kedua orang kakek itu cukup membuat Liu Yok siong berdiri kaku bagaikan patung, dalam keadaan seperti ini dia hanya bisa menyalahkan nasibnya yang terlalu jelek, hingga setiap kali dia merasa akan berhasil selalu akan muncul pula hal-hal yang akan membuatnya menjadi sial. Terutama kali ini, dia merasa benar-benar sial delapan keturunan...
SEANDAINYA Liu Yok siong merupakan pemuda yang baru terjun ke dunia persilatan, dia tak akan takut, harimau yang belum pernah turun gunung tak akan takut kepada siapa pun, dia pasti akan menganggap mereka sebagai dua orang tua belaka.
Sayang, Liu Yok siong justru merupakan seorang yang berpengetahuan luas, tidak sedikit jagoan kenamaan dalam dunia persilatan yang dikenal olehnya. Tentu saja diapun kenal dengan kedua orang kakek ini, tapi dia lebih suka tidak mengenalnya.
Sekarang, dia hanya mengharapkan satu hal saja, yaitu kedatangan kedua orang kakek itu bukan dikarenakan dia, melainkan karena perempuan tersebut. Paling tidak, ia berharap mereka tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan perempuan tersebut.
Tapi kejadiannya justru tidak seperti apa yang diharapkan, ternyata perempuan itu mempunyai hubungan yang mendalam sekali dengan kedua orang kakek tersebut, bukan cuma begitu, agaknya sikap kedua orang kakek itu kepadanya begitu sungkan dan hormat, bukan perempuan itu yang memberi hormat kepada mereka, sebaliknya merekalah yang menghormati perempuan tersebut.
"Empek berdua, baik baikkah kalian? Sudah lama kita tak pernah bersua...."
Kakek berbaju emas berambut panjang berwarna kuning yang berada di sebelah kiri itu segera tertawa, sahutnya: "Baik-baikkah nona? Entah ada urusan apa nona mengundang kami?"
"Empek kelewat sungkan, keponakan cuma menghadapi suatu kesulitan yang amat kecil hingga terpaksa memanggil kehadiran kalian, tak tahunya empek berdua benar-benar datang. Kejadian ini sungguh membuat titli merasa tak enak"
"Aaaah, hanya secara kebetulan kami berdua berada disekitar sini" Kakek berbaju perak di kanan menjawab sambil tertawa, "ketika mendapat tanda bahaya, kami mengira nona telah menghadapi kesulitan besar, itulah sebabnya kami lantas memburu kemari"
"Padahal tidak terhitung seberapa, cuma orang she Liu ini mendadak muncul di sini, bahkan tampaknya dia jauh lebih hebat daripada apa yang kubayangkan semula"
Kakek berbaju emas itu segera tertawa terbahak-bahak. "Haaaahh.... haaaah... haaahh... itulah gampang sekali, serahkan saja kepada kami, apa yang nona kehendaki?"
Andaikata ia minta kepada Liu Yok siong untuk berlutut di hadapannya sambil memanggilnya ibu, kemudian nyawanya baru diampuni, niscaya Liu Yok siong bersedia untuk melakukan.
Cuma diapun tahu sekalipun dia berlutut sambil memanggilnya Coh nay-nay hal inipun percuma, perempuan itu bukan Ting Peng, bila ia hendak membunuh orang, tak mungkin hatinya akan melembek dan mengurungkan niat dengan begitu saja.
Untung Coh nay-nay ini tidak berniat membunuh orang, dia hanya berkata sambil tertawa: "Walaupun bajingan ini menjemukan, tapi lebih untung dibiarkan hidup daripada mampus, Cuma sayang dia masih belum mengerti tentang bagaimana caranya hidup sehingga terpaksa kalian berdua harus memberi sedikit petunjuknya."
"Tak usah khawatir nona." Kakek berbaju perak itu tertawa, "lohu berdua akan melaksanakan dengan sebaik-baiknya"
"Asal empek berdua mau membantuku, titli pun merasa berlega hati, kebetulan aku mesti cepat-cepat pulang, terpaksa merepotkan kalian dulu..."
"Silahkan nona" dua orang kakek itu menjura dengan hormat.
Perempuan itu mengangguk sambil membalikkan badan, mendadak ia berpaling sambil berkata lagi: "Aaah, benar, Ada satu hal aku ingin minta bantuan dari lopek pula, tempo hari aku telah menyalahi Thi yan sianghui berdua lantaran aku tak tahu kalau mereka."
"Tak usah kuatir nona" kakek berbaju emas itu berkata, "tempo hari nona kaget lantaran keteledoran lohu, untung nona selamat, di kemudian hari mereka tak akan berani mencari kesulitan lagi bagimu."
"Tapi aku merasa salah kepada mereka."
"Aaah, tak menjadi soal." Kembali kakek berbaju perak itu tertawa, "terhadap orang yang sudah kutung tangannya, kami ogah banyak bicara, apalagi perasaan mereka menjadi gampang tersinggung, oleh karenanya kami telah menyuruh mereka berdua berangkat ke suatu tempat dan beristirahat di sana."
Suruh dua orang yang gampang tersinggung beristirahat di suatu tempat, maksudnya sudah jelas sekali, yakni mereka dilenyapkan untuk selamanya dari muka bumi. Walaupun Liu Yok siong tahu kalau nyawanya bakal selamat, tak urung kedua kakinya menggigil juga setelah mendengar pembicaraan mereka.
Ia sudah mengetahui identitas kedua orang kakek ini, tentu saja tahu pula bahwa mereka ada hubungannya dengan Thi yan sianghui. Singa emas, naga perak, unta tembaga, walet besi. Nama-nama tersebut cukup termasyhur sebagai empat tianglo perkumpulan Mo kau dimasa lalu.
Waktu itu pengaruh maupun nama besar Mo kau ibaratnya matahari ditengah hari, jarang sekali orang bisa bertemu dengan ketua Mo kau, hanya ke empat orang tianglo itulah yang sering muncul di depan orang.
Mo kau sudah banyak membunuh orang di daratan Tionggoan, sebab mereka adalah organisasi yang datang dari luar, ingin menancapkan pengaruhnya di daratan Tionggoan, tentu saja usaha mereka mendapat tentangan yang kuat, apalagi tujuan serta cara kerja orang-orang Mo kau sangat bertentangan dengan prinsip prang Tionggoan.
Waktu itu Liu Yok siong masih muda, masih terhitung baru dalam dunia persilatan, sudah barang tentu masalah besar dalam dunia persilatan masih belum terpikir kepadanya.
Untung saja ia belum mendapat giliran, kalau tidak, mungkin sekarang sudah tiada Liu Yok siong lagi sebab untuk membendung gerak maju orang-orang Mo kau, banyak keluarga persilatan yang harus mengorbankan nyawanya.
Kekuatan maupun pengaruh Mo kau memang kelewat kuat, betapa pun besarnya korban yang telah berjatuhan, belum ada orang yang mampu membendung serbuan mereka. Untung kejadian ini telah mengejutkan pihak Sin kiam san ceng yang amat termasyhur itu.
Di bawah desakan dan permintaan lima perguruan besar, akhirnya Cia sam sauya Cia Siau hong yang tiada tandingannya di kolong langit ikut serta dalam operasi pembasmian terhadap musuh-musuh Tionggoan. Hanya pedang saktinya yang mampu menahan bacokan golok maut dari ketua Mo kau.
Para ketua dari lima partai besar atas anjuran dari Cia Siau hong melangsungkan pula pertempuran habis-habisan melawan orang Mo kau di puncak bukit Cia lian san. Pertempuran yang amat seru itu tak sempat ditonton oleh Liu Yok siong, dia hanya mendengar orang lain bercerita, banyak orang yang bercerita dengan cerita yang berbeda pula.
Setiap perguruan selalu mengunggulkan ketua sendiri dalam pertarungan tersebut. Masih untung semua membawa sepatah kata yang sama, yakni ilmu golok dari ketua Mo kau lihay sekali, andaikata Cia Siau hong tidak muncul tepat pada waktunya niscaya mereka semua sudah tewas di tangannya.
Jadi kalau dilihat dari balik cerita tersebut, tidak sulit bagi orang lain untuk mengambil kesimpulan bahwa kunci dari kemenangan dalam pertarungan ini bukan kegagahan dari para ciangbunjin tersebut, melainkan pedang sakti dari Cia Siau hong.
Tapi akhir cerita dari semua orang sama semua, ketua Mo kau akhirnya terjatuh ke dalam jurang yang dalamnya mencapai ribuan kaki dibukit Ci lian san dalam pertarungan tersebut. Barang siapa terjatuh dari tempat yang demikian tingginya, siapapun tidak percaya kalau dia masih dapat hidup lebih jauh.
Sejak itu Mo kau punah dari dunia persilatan, namun ke lima ketua partai tidak ada yang merasa lega, sebab istri kaucu dari Mo kau dengan membawa putranya dan menantunya telah menyembunyikan diri disaat mereka melakukan pembersihan terhadap istana iblis, kedua orang perempuan itu tak berhasil ditemukan.
Operasi pembersihan terhadap istana iblis dilancarkan bersamaan waktunya, singa emas, naga perak dan walet besi dari istana iblis menderita luka yang amat parah dalam pertarungan berdarah tersebut, ia berhasil kabur kemudian karena diselamatkan oleh unta tembaga, satu-satunya tianglo yang masih setia kepada Mo kau.
Selama tiga hari tiga malam semua orang melakukan pengejaran dan penggeledahan yang seksama di seluruh bukit, sayang bukit Ci lian san kelewat besar sedang kemampuan si Unta tembaga pun melebihi siapapun, akhirnya mereka kehilangan jejak Unta tembaga tersebut.
Namun semua orang tidak terlalu terlampau tegang, karena pada hari yang terakhir mereka telah menemukan majikan dari istana iblis yang semula diikat di punggung Unta tembaga, ditemukan dalam keadaan putus nyawa.
Selama banyak tahun belakangan ini, semua orang hampir melupakan soal istana iblis, tapi tiga orang tianglo yang berkhianat terhadap istana iblis masih tetap merasa kuatir.
Ada dua hal yang dikuatirkan mereka yakni: Pertama, ketua Mo kau ternyata masih hidup bahkan ilmu silat yang dimilikinya sudah mencapai tingkatan yang luar biasa, malah ada berapa macam sim-hoat tenaga dalam dari Mo kau, termasuk ilmu bangkit dari hidup yang paling rahasia pun berhasil dipelajari.
Dalam dunia persilatan waktu itu masih tersiar sepatah kata yang berbunyi demikian, barang siapa berani memusuhi Mo kau, kecuali kau memenggal batok kepalanya. kalau tidak jangan harap kau bisa berharap ia lolos dari kematian. Yang mereka kuatirkan sekarang adalah kemunculan dari kaucu mereka setelah lolos dari kematian.
Kedua, berhubung istri kaucu tak berhasil ditangkap, sedang dari pihak Mo kau pun masih ada sebagian anggota yang tetap setia dan turut lenyap tak berbekas, besar kemungkinan mereka akan muncul kembali dalam dunia persilatan.
Oleh sebab itu, selama banyak tahun para jago dari lima partai besar dan tiga orang tianglo dari Mo kau selalu berusaha untuk mencari sisa-sisa anggota Mo kau dan mencoba untuk membunuhnya.
Peristiwa itu berlangsung pada dua puluh tahun berselang, waktu itu Liu Yok siong tidak turut serta dalam usaha pembasmian mana, tapi paling tidak dia kenali kedua orang kakek ini sebagai si Singa emas dan naga perak.
Tentu saja sebelum itu ketika berada di pagoda Ang Bwe kek, merekapun menjumpai Thi yan sianghui suami istri dan menyaksikan kelihaian ilmu golok mereka, menjadi dua bagian sehingga dari Sui han sam yu tinggal dia Cing Siong seorang yang tetap hidup.
Cuma sayang si pohon siong hijau sekarang sudah tak mampu apa-apa lagi, bahkan sepucuk rumputpun tak akan memadahi. Dari pembicaraan tadi, Liu Yok siong telah mendengar nasib yang menimpa walet besi suami istri, dia masih ingat dengan kata sesumbar mereka ketika masih berada di pagoda Ang Bwe khek dulu.
Setelah sebuah lengannya terpapas, mereka masih sempat mengancam semua jago yang hadir dalam ruangan, mereka masih mempunyai sebuah lengan yang masih bisa digunakan untuk membunuh semua tamu yang hadir di situ. Sayang sekarang, untuk membunuh seorangpun mereka sudah tak mampu lagi.
Thi yan siang hui adalah rekan mereka, sahabat senasib seperjuangan mereka dalam melepaskan diri dari belenggu Mo kau. Tapi karena mereka sudah kehilangan sebuah lengannya. Kehilangan sebuah lengan bukan berarti sudah cacad seluruhnya, mereka masih mempunyai sebuah lengan lagi dan nama mereka masih tercantum sebagai sepuluh tokoh paling top dalam dunia persilatan dewasa ini.
Tapi mereka toh akhirnya harus menerima hukuman yang setimpal. Alasan hukuman tersebut bukan dikarenakan ilmu silat mereka tidak becus, yang paling penting lagi adalah perselisihan mereka dengan nona tersebut.
Singa emas maupun naga perak memiliki kedudukan yang tidak berada di bawah kedudukan ciangbunjin dari perguruan manapun dewasa ini, tapi. . . apa sebabnya mereka bersikap begitu menghormat terhadap perempuan tersebut...?
Tentu saja, asal usul keluarga perempuan itupun cukup dibanggakan, sedemikian tingginya hingga dia tidak memandang sebelah matapun terhadap lima partai lainnya.
Tapi Liu Yok siongpun tahu, mereka dapat bersikap begitu menghormat kepada mereka, hal mana bukan cuma disebabkan asal usul keluarga belaka, diantara mereka tampaknya terdapat semacam hubungan yang luar biasa, demi menyelamatkan nona itu, mereka baru menghukum mati walet besi suami istri.
Terhadap orang sendiripun sikap mereka sudah begitu keji, apa lagi terhadap orang lain yang sama sekali tiada hubungan apa-apa dengan diri mereka. Liu Yok siong lebih-lebih tak berani membayangkan.
"Liu Yok siong, konon kau adalah seorang yang pintar?" tegur singa emas hambar.
Berapa tahun belakangan ini, Liu Yok siong sudah terbiasa hidup rendah diri, apa lagi dalam suasana begini dia lebih merasa lagi, sambil membungkukkan badan dan menjura dalam-dalam katanya:
"Tidak! Aku adalah seorang yang benar-benar sangat bodoh, biasanya hanya mengerjakan pekerjaan yang bodoh"
Naga perak tersenyum, katanya pula: "Orang yang mengetahui kebodohan sendiri masih belum terhitung kelewat bodoh, manusia semacam ini masih bisa diobati, apakah kau kenal siapakah kami?"
"Boanpwe tidak kenal"
"Tentunya kaupun tidak kenal dengan nona bukan?" Naga perak tertawa hambar.
"Nona? nona yang mana? Boanpwe tak pernah bersua dengan nona manapun..."
"Bagus!" ucap naga perak dengan puas, "daya ingatan orang bodoh kurang baik, sering kali apa yang pernah terlihat segera terlupakan kembali, tapi apa yang lohu ucapkan sekarang harus kau ingat dengan sebaik-baiknya"
"Baik! Boanpwe pasti akan mengingatnya baik-baik" buru-buru Liu Yok siong pelan.
Naga perak manggut-manggut. "Baik! Ucapan lohu sederhana sekali, mudah diingat, kau tak pernah kemari, ke dua kau tak pernah bertemu orang, tiga enyah dari sini"
Tanpa berani berkentut barang sekalipun Liu Yok siong membalikkan badan dan segera berlalu dari situ. Namun baru berjalan berapa langkah, kembali ia dibentak oleh serentetan suara bentakan yang amat nyaring:
"Berhenti, kembali!" bentak singa emas menggelegar.
Dengan amat penurut sekali Liu Yok siong balik kembali ke tempat semula, tanyanya: "Cianpwe masih ada petunjuk apa lagi?"
"Bagaimana caramu sampai di sini?"
Liu Yok siong agak sangsi sejenak, kemudian baru sahutnya: "Beberapa orang temanku mempunyai hubungan yang cukup akrab dengan empat belas pembunuh, maka boanpwe pergi mencari mereka."
Singa emas tertawa dingin. "Heeehhh... heehh... heehh... nasibmu benar-benar kelewat baik, karena sejak kini dalam dunia persilatan sudah tidak terdapat Lian im cap si sat lagi, maka kau masih bisa hidup lebih jauh, selanjutnya paling baik kalau kau kurangi bergaul dengan teman semacam ia, sebab ada kalanya teman yang kelewat banyak bisa mendatangkan kesialan bagi diri sendiri"
Liu Yok siong hanya bisa mengiakan berulang kali. Kembali singa emas berkata:
"Tetapi ada dua orang teman yang tak boleh kau lepaskan, kau harus sering kali berada bersama mereka, tahukah kau siapakah kedua orang itu?"
Liu Yok siong ingin sekali berlagak bodoh, tapi dia tahu tak ada gunanya, bila menunggu sampai pihak lawan yang mengingatkan, bisa jadi dia akan ketimpa sial, maka dari itu dengan sejujurnya dia menjawab: "Boanpwe tahu"
"Siapakah kedua orang itu?" Tampaknya pihak lawan masih merasa kuatir dan tidak senang.
"Mereka adalah dua orang sahabat karib yang dihadiahkan subo kepadaku..."
Singa emas segera tertawa terbahak-bahak. "Haaaahhh... haahhh... haahhh... kau memang cerdik sekali, tak heran kalau nona berpesan agar mengampuni selembar jiwamu, benar, dua orang sahabat itulah yang kumaksudkan, cuma Liu Yok siong Kedatanganmu kali ini justru meninggalkan mereka, sudah pasti mereka akan merasa tak senang hati, sekembalinya nanti banyak kesulitan yang bakal kau hadapi"
Suatu perasaan pedih dan menderita segera terlintas di atas wajah Liu Yok siong, sebenarnya ia seperti sudah melupakan pertanyaan itu, tapi setelah disinggung kembali, keadaannya ibarat anjing yang di ikat mulutnya terpijak pada ekornya, meski kesakitan tak mampu mengeluarkan sedikit suara pun.
Sambil tertawa kembali Singa emas berkata: "Kalau kulihat raut wajahmu, sudah kuketahui kalau kau adalah seorang yang cukup bersahabat, hubunganmu dengan kedua orang sahabat tersebut pasti erat sekali"
Kalau bisa, ingin sekali Liu Yok siong menghajar hidung si singa emas dengan bogem mentahnya, namun diluaran dia tak berani bersikap demikian, malah ujarnya dengan sikap yang sangat menghormat: "Budi kebaikan cianpwe berdua tak akan kulupakan untuk selamanya"
"Baik!" si Singa emas manggut-manggut "untuk kali ini lohu bersedia menanggung dirimu, sudah pasti kedua orang sahabatmu tak akan mendesakmu untuk menjawab kepergianmu tanpa pamit itu, cuma lain kali, bila kau berani melanggar sekali lagi, sudah pasti mereka tak akan mengampuni dirimu dengan begitu saja, apalagi bila penampilanmu cukup baik, bisa jadi mereka akan sangat menuruti perkataanmu, mengertikah kau akan ucapanku ini?"
Saat ini Liu Yok siong benar-benar merasa berterima kasih sekali, dia ingin maju dan memeluknya, lalu menciumi wajahnya yang berkeriput sebagai pernyataan rasa terima kasih. Oleh sebab itu sahutnya cepat-cepat dengan amat menghormat: "Terima kasih banyak cianpwe"
Siapa pun dapat mendengar, bahwa ucapannya kali ini diutarakan dengan perasaan terima kasih yang tulus.
Alasan apakah yang membuat Liu Yok siong merasa begitu berterima kasih?
Kalau dibicarakan sesungguhnya sulit membuat orang percaya, dua orang sahabat yang dimaksudkan adalah Cun hoa dan Ciu gwat, dua orang gadis yang sanggup memeras lelaki hingga habis-habisan.
Ketika Liu Yok siong baru sampai di rumah, mereka sudah meluruk datang bagaikan segulung angin, memeluknya dengan mesrah dan menciumi wajahnya dengan hangat. Kemudian yang satu membantunya melepaskan pakaian, sedang yang lain berbisik mesrah di telinganya:
"Orang mati, kemana sih selama beberapa hari ini? Mengapa tidak meninggalkan pesan apa-apa hingga membuat kami kelabakan setengah mati?"
Kali ini, Liu Yok siong berani menjawab sambil membusungkan dada, katanya. "Jangan ribut dulu, jangan ribut dulu, aku baru saja melakukan perjalanan selama seharian penuh, ambil sebaskom air hangat, aku mau mandi dulu, kemudian menyingkirlah kalian jauh-jauh, jangan merecoki aku terus, beri kesempatan kepadaku untuk tidur dengan nyenyak"
Dua orang gadis itu nampak tertegun, ke empat tangan mereka yang sudah diulurkan ke depan segera mencengkeram jalan darah Kwan ciat hiat di tubuh Liu Yok siong. Bagaimana matangnya persiapan Liu Yok siong, toh tak urung jalan darahnya kena dicengkeram juga, dalam hal ini dia harus mengakui bahwa dua orang gadis tersebut memang mempunyai kemampuan yang hebat dalam menaklukkan kaum lelaki. Buru-buru dia lantas berseru:
"Eeeh..... tunggu dulu, dalam sakuku terdapat sedikit oleh- oleh, ambillah oleh-oleh tersebut untuk kalian."
"Ooh, hitung-hitung kau masih punya liang sim juga, masih ingat dengan kami berdua" kata Cun Hoa tertawa.
Dia lantas merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan sebuah singa kecil yang terbuat dari emas dan sebuah bulatan berwarna putih. Bulatan putih sebesar kacang itu terbuat dari lilin, sekali pencet hancurlah lilinnya, dalam bungkusan lilin terdapat secarik kertas yang berisi beberapa tulisan. Ketika selesai membaca tulisan itu, ia segera berseru sambil tertawa dingin.
"Heehh... heeeehh... heeeehh... hitung-hitung nasibmu masih mujur kali ini, tak kusangka kau akan dibelai oleh dia orang tua."
Seraya tertawa diapun melepaskan cengkeramannya dari tubuh lelaki tersebut. Sambil membusungkan dada Lin Yok siong segera berseru: "Dia bilang, sejak hari ini kalian mesti menurut semua perkataanku..."
Ciu Gwat tertawa. "Kau adalah tuan rumah untuk rumah ini, sau hujin pun telah menghadiahkan kami kepadamu, bukankah selama ini kami selalu menuruti perkataanmu?"
"Tapi yang dimaksudkan dia orang tua bukan dalam hal ini, dia suruh kalian menuruti semua perkataanku"
"Dia berpesan begitu?" tanya Cun Hoa sambil tertawa lebar.
"Tentu saja, kalau kurang percaya tanyalah sendiri kepadanya" Tak usah ditanya lagi, dalam suratnya dia orang tua sudah menjelaskan amat terang, tapi agaknya tidak seperti apa yang kau katakan sekarang..."
"Lantas apa yang ditulis dalam suratnya?" buru-buru Liu Yok siong bertanya.
"Dia bilang kami hanya mesti menuruti satu perkataanmu, yakni bila kau tak ingin ada orang menemaninya tidur, kami tak boleh memaksamu"
"Hanya sepatah kata saja?"
Cun Hoa segera menarik wajah seraya berseru: "Meski hanya sepatah kata, namun kau harus berterima kasih kepada langit dan bumi, kalau tidak, hmmm, hari ini kami akan menghajarmu habis-habisan. ingat, sejak kini kaupun hanya mempunyai hak tersebut saja. tapi kaupun mesti mengingat baik-baik, dalam hal lain kau tetap harus menuruti kami, bila berani membangkang, akan mengenaskan sekali pembalasannya"
"Aku hanya mempunyai hak ini saja?" hampir saja Liu Yok siong tidak percaya dengan apa yang didengar.
Kembali Ciu Gwat menyahut ketus: "Tentu saja, kedudukan si tua bangka itu tidak lebih tinggi dari pada kami, atas hak apakah dia berani memerintah kami? Dia sendiri hanya berhak untuk hal semacam itu saja"
Sebenarnya Liu Yok siong tidak percaya tapi ketika hal mana diteliti lebih mendalam, maka dia pun tidak merasa keheranan lagi. Kalau gadis yang menjadi Giok Bu sia pun bisa membuat kedua orang tua bangka tersebut bersikap begitu menghormat, maka kalau kedua gadis ini mengatakan kalau kedudukan mereka setaraf dengan kedudukan singa emas dan Naga perak, ucapan tersebut bukan suatu yang kelewat aneh.
Sudah pasti diantara mereka terdapat sebuah tali tanpa wujud yang menghubungkan satu dengan lainnya hingga terwujud dalam suatu rangkaian hubungan yang misterius.
Mendadak Liu Yok siong merasakan ingin tahunya berkobar, dia ingin menyelidiki hubungan misterius tersebut, bila ia berhasil menemukan rahasia mana, sudah pasti rahasia tersebut merupakan suatu rahasia besar yang akan menggetarkan seluruh kolong langit.
Untuk menyelidiki rahasia tersebut, tentu saja Cun Hoa dan Ciu Gwat merupakan titik terang yang paling baik untuk memulai penyelidikan tersebut, kedudukan mereka seimbang dengan kedudukan Singa emas dan naga perak, hal ini menandakan kalau kedudukan mereka penting sekali.
Betul juga, Cun Hoa dan Ciu Gwat segera menyiapkan air panas dan mempersilahkan lelaki itu mandi sepuasnya, kemudian setelah mengenakan pakaian yang longgar secara diam-diam diapun menelan dua butir pil penambah tenaga yang disimpannya selama ini.
Obat mestika itu diperolehnya dari saku seorang Jay hoa cat (penjahat pemetik bunga), kendatipun merugikan badan namun sangat bermanfaat. Menurut pengalaman-pengalamannya di masa lampau, dia tahu orang hanya akan mengungkapkan rahasianya secara jujur bila mana mereka berada dalam keadaan paling gembira.
Untuk membuat mereka gembira, hal mana benar-benar merupakan suatu pekerjaan yang sangat membuang tenaga, tapi untuk mendapatkan rahasia tersebut, dia tidak ambil perduli lagi atas resiko yang harus di hadapinya nanti. Ketika daya kerja obat perangsang itu mulai memperlihatkan kekuatannya, diapun berteriak:
"Cun Hoa, Ciu Gwat masuklah kalian!"
Dua orang gadis itu masuk bersama ke dalam, walaupun Liu Yok siong sedang duduk di atas pembaringan namun dia jelas berada dalam posisi dan kondisi macam apa.
"Naiklah, buat apa kalian mesti berlagak pilon?" seru Liu Yok siong kemudian sambil tertawa.
Diwaktu biasa, sekalipun ia tak berbicara mereka sudah akan menubruk ke atas ranjang, tapi hari ini keadaan mereka sangat aneh, kedua orang perempuan itu seperti telah berubah menjadi orang lain, sama sekali tidak terpengaruh oleh keadaan yang berada di hadapannya.
"Maaf Liu toaya, kami tak dapat melayanimu" ucap Ciu Gwat dengan nada ketus.
Hampir tidak percaya Liu Yok siong dengan pendengaran sendiri. Cun Hoa berkata pula sambil tertawa dingin.
"Walaupun kau mempunyai hak untuk menampik permintaan kami, sayang kau tidak berhak menyuruh kami naik ke ranjang untuk melayani keinginanmu."
Perkataan dari Ciu Gwat berubah semakin dingin dan tak sedap didengar, lanjutnya: "Dahulu kami memandang dirimu, maka kau bisa meraih keuntungan, siapa tahu lagakmu menjadi bertambah sok, kau anggap kami benar-benar membutuhkan pelayanan-mu?"
"Liu Yok song" seru Cun Hoa sambil menuding ujung hidungnya. "kalau dilihat tindak tandukmu selama ini, koh nay-nay bersedia memberi muka kepadamu sudah merupakan suatu kemujuran yang luar biasa untukmu tak tahunya kau malah berani sok, hmmm... Dengan kelebihan yang dimiliki koh nay-nay, kami tak akan kuatir kekurangan lelaki, bagus sekali, sejak kini soal dinas kita berbicara dalam hal dinas, soal pribadi tak usah dipusingkan masing-masing pihak dan kitapun tidak usah saling mengusik pihak yang lain!"
Liu Yok siong tidak menyangka kalau mereka akan berbalik muka secepat itu, bahkan ucapan yang diutarakan mana blak-blakan, tajamnya melebihi pisau silet, kontan ia dibikin tertegun. Selesai mendamprat, kedua orang perempuan itu membalikkan badan dan segera berlalu dari situ.
Liu Yok siong tak mampu menahan diri lagi, dia melompat turun dari pembaringan dan langsung menubruk ke belakang tubuh kedua orang perempuan itu.
Ilmu silat yang dimilikinya cukup tangguh bahkan karena posisinya yang kurang menguntungkan, berulang kali dia harus menahan diri karena dipermainkan orang.
Kalau di hadapan Ting Peng atau Cing Cing, dia masih bisa menerima cemoohan dengan begitu saja. Di hadapan singa emas dan Naga perak, dia pun masih dapat berusaha keras menahan diri.
Tapi berada di hadapan kedua orang perempuan ini, dia tak tahan kalau mesti menerima cemoohan dengan begitu saja, apa lagi Liu toaya bukan seorang lelaki yang mandah dihina dengan begitu saja...
Mereka lebih-lebih menyadari kali ini mereka sudah mengusik sebuah sarang lebah yang amat besar. Setiap orang mempunyai keberanian untuk beradu jiwa, tapi hal ini hanya terjadi di suatu saat dimana mereka dapat beradu jiwa bila mereka sudah berada disaat tak mampu melakukan perlawanan lagi, biasanya hanya ada dua pilihan bagi mereka. Menyerah dengan pasrah atau melarikan diri.
Rombongan ke tiga ini terdiri dari delapan orang, sekarang ada tiga orang dibikin tertegun karena kaget dan lima orang kabur karena ketakutan.
Ting Peng tidak turun tangan, dia cuma meninggalkan pesan: "Ayam dan anjing pun tak boleh dibiarkan hidup"
Asal ada sepatah kata itu saja maka segala sesuatunya sudah cukup, tubuh Ah Ku yang tinggi besar pun segera melambung tinggi ke angkasa, lalu seperti seekor burung alap-alap, dia menyambar anak-anak ayam yang sedang melarikan diri.
Bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk mengejar dan menghabisi nyawa lima orang jago persilatan yang melarikan diri terpencar-pencar, tapi Ah Ku bisa menyelesaikan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya.
Cuma saja yang paling akhir dia harus mengejar sampai di luar perkampungan dan melewati suatu pertarungan singkat sebanyak empat gebrakan sebelum menyelesaikan tugas tersebut.
Dikala ia teringat kalau di dalam masih ada tiga orang manusia sedang berdiri tertegun karena ketakutan, kemudian memburu ke dalam siap membunuhnya, Siau Hiang telah berdiri di samping mayat-mayat mereka sambil berdiri tertegun.
Ah Ku tidak pandai berbicara, dia mengira Siau Hiang telah membantunya menyelesaikan tugas itu maka dia manggut-manggut sebagai tanda rasa terima kasihnya.
Siau Hiang seperti ingin mengucapkan sesuatu, belum sempat berbicara, ia telah menyaksikan Ting Peng membawa Cing Cing dan Siau Im turun dari loteng. Kisah lolos dari bahaya tersebut kalau dibicarakan amat datar dan biasa, maka setelah mendengar penuturan tersebut Ting Peng tertawa terbahak-bahak.
"Long kun, apa yang membuatmu geli?" Cing Cing segera menegur.
Sambil tertawa Ting Peng menjawab: "Aku tertawa geli untuk kebodohan kalian, maka Giok Bu sia hanya menelanjangi kalian, maka kalian sudah kena disekap di dalam loteng tersebut...."
"Benar, kalau aku disuruh menampakkan diri dalam keadaan demikian di depan orang lelaki, bagiku lebih baik mati saja"
Ting Peng menghela napas panjang, kembali ujarnya: "Apakah kau tak pernah mendengar ucapan yang berbunyi: "Bila keadaan terdesak sungai pun di lompati?"
"Tidak boleh, hal ini menyangkut harga diri serta kesucian dari seorang wanita, aku tak boleh bertindak seperti ini..."
"Kau toh mengerti, berada dalam keadaan seperti itu aku tak bakal menuduhmu tidak suci lagi?"
"Aku tahu, tapi aku sendiri akan merasa kalau diriku tak suci lagi bila aku berbuat demikian"
"Pentingkah perasaan semacam itu bagimu?"
"Benar, penting sekali"
"Adakah suatu kekuatan yang bisa merubah perasaan semacam itu?"
"Apa dalam suatu keadaan aku bisa tidak memperdulikan segala macam persoalan seperti itu?"
"Berada dalam keadaan seperti apa?"
"Disaat kau berada dalam keadaan bahaya dan aku bisa menolongmu dari bahaya, bila aku berbuat begitu, sekalipun aku diharuskan menyerahkan tubuhku kepada lelaki lainpun, niscaya akan kulakukan dengan segera."
Ting Peng merasa amat terharu, dipeluknya perempuan itu kencang-kencang dan katanya dengan lembut: "Cing-cing, daripada menyuruh kau melakukan hal-hal semacam itu, aku lebih suka mati saja"
Cing-cing tertawa bahagia, dibelainya pipi suaminya dengan lembut, kemudian berbisik: "Untung saja kesempatan bagiku berbuat demikian kelewat kecil"
"Apakah dikarenakan kemungkinan bagiku untuk menjumpai mara bahaya sudah tidak ada lagi?"
"Tidak! Semakin tinggi ilmu silatmu, semakin banyak pula mara bahaya yang kau hadapi."
Semakin tinggi ilmu silat seseorang, semakin banyak pula mara bahaya yang dihadapi. Ucapan itu seperti saling bertentangan, padahal besar sekali kebenarannya.
Makin tinggi ilmu silat seseorang berarti semakin ternama orang itu, otomatis akan menimbulkan perasaan iri pula dari banyak orang, kemudian akan timbul banyak orang yang ingin mencelakainya, semakin keji dan berbahaya pula cara yang mereka pergunakan. Teori semacam ini cukup dipahami Ting Peng, tapi dia tidak memahami ucapan lain dari Cing-cing.
"Kalau toh lebih banyak terancam bahaya, mengapa kau semakin kecil kemungkinannya berbuat demikian?"
Cing-cing menghela napas panjang. "Karena orang yang bisa memperosokkan dirimu ke dalam keadaan yang berbahaya pasti merupakan suatu rencana yang sangat lihay pula, suatu rencana keji yang telah disusun orang dengan segala kemampuan yang dimiliki, tujuan mereka adalah membunuhmu, bukan mendapatkan aku, karena itu sekalipun aku bersedia menyerahkan tubuhku kepada orang demi menyelamatkan jiwamu, hal inipun mustahil bisa terlaksana karena itu aku baru mengatakan kalau hal ini tak mungkin."
Sambil menghela napas Ting Peng menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya: "Tidak, Cing-cing, kau keliru"
"Aku keliru?"
"Benar, bukan cuma keliru bahkan kekeliruanmu besar sekali, sekarang aku cukup memahami situasi yang sedang kuhadapi, mungkin saja ada suatu rencana keji yang bisa memperosokkan diriku ke dalam keadaan berbahaya, tapi tak mungkin mereka bisa membunuh aku, cuma bila kau menganggap aku sudah terperosok ke dalam keadaan berbahaya dan berbuat demikian, tindakanmu itulah yang sesungguhnya akan merenggut nyawaku"
"Apakah kau siap membunuh dirimu sendiri karena hal ini?"
"Tidak, aku kuatir kau tak ingin hidup lebih jauh sehingga kehilangan dirimu, sebab hal itulah yang akan menyebabkan aku benar-benar tak ingin hidup lebih jauh."
"Tidak Long kun, kau pun keliru" Cing Cing tertawa.
"Aku pun keliru?"
"Benar seandainya aku benar-benar kehilangan tubuhku di tangan lelaki lain demi menyelamatkan jiwamu, aku tak akan merasa bahwa aku tak suci lagi, apalagi disebabkan hal itu menyebabkan aku mengambil keputusan pendek, sebaliknya aku malah akan hidup lebih berarti, hidup lebih berbahagia lagi."
"Hidup lebih berbahagia?"
"Benar, karena aku akan menemukan bahwa diriku ini sebenarnya mempunyai kegunaan yang amat besar bagimu, aku bisa memberikan banyak pengorbanan bagi dirimu, hal tersebut akan menyebabkan aku hidup lebih bergairah lagi."
Ting Peng berpikir sebentar, kemudian tertawa terbahak-bahak. "Haaahh... haaahh... haaahhh... ucapanmu memang benar, aku memang salah, kau salah satu kali dan akupun salah satu kali, kita sama-sama seri."
"Benar Long kun, kita memang seri, kita mengira sudah amat memahami perasaan lawannya, siapa tahu masih terdapat banyak pandangan yang sebenarnya merupakan suatu kesalahan besar."
Biasanya semula hal ini akan tumbuh lebih dewasa setelah melalui suatu masa percobaan, demikian pula halnya dengan soal cinta. Mereka telah menemukan suatu kesalahan yang sebelumnya tak pernah mereka perhatikan, untung saja kesalahan tersebut bisa ditemukan lebih awal sebelum kesalahan mana berubah lebih parah dan lebih mengerikan.
Oleh karena itulah mereka merasa amat berlega hati, dikala mereka sedang berlega hati, tak pernah mereka pikirkan soal hal-hal yang sepele, maka kedua orang itupun saling berpelukan saling berlompatan, tertawa, berteriak, persis seperti dua orang manusia gila.
Siau Hiang sedang tertawa, Siau Im sedang tertawa, Ah Ku juga tertawa, mereka semua tertawa gembira. Tapi ada seorang yang melelehkan air mata dibalik kegelapan sana. Bukan karena bersedih hati, juga bukan karena pilu hatinya, melainkan karena masalah mendongkol.
Sepasang giginya menggigit bibirnya kencang-kencang, menggigitnya sampai berdarah, sementara air matanya jatuh bercucuran dengan derasnya.
Tiba-tiba Siau Im bertanya: "Yaa, mana Giok Bu sia? Perempuan busuk itu sudah kabur kemana? Apakah kau telah membinasakannya?"
Semua mayat bertumpukan di situ, Siau Im mendekat sambil memeriksa, ternyata tidak nampak tubuh Giok Bu sia.
UPACARA API
KEMANA perginya Giok Bu sia? Perempuan yang menjadi biang keladi dari semua peristiwa ini? Tujuannya melarikan Cing-cing adalah ingin memancing kedatangan Ting Peng di situ, tapi dikala Ting Peng benar-benar sudah datang, ia justru menyembunyikan diri.
Sebenarnya apa maksud dari kesemuanya ini? Apakah dia tidak tahu akan kelihaian golok bulan sabit milik Ting Peng? Atau karena dia mengira rekan-rekannya sudah sanggup untuk menahan serbuan Ting Peng?
Atau mungkin dia menganggap dengan membekuk Cing Cing berarti ia dapat mengendalikan Ting Peng dan menjadikan jagoan tersebut sebagai alat pembunuhnya untuk membunuhi orang-orang yang tak disukai olehnya?
Tampaknya kedua buah teori tersebut seperti amat cocok dengan keadaan, tapi bila diperhatikan dengan seksama, semua tak bisa berdiri sendiri. Orang lain mungkin tidak terlalu memahami kekuatan yang dimiliki Lian Im cap si sat seng dalam menghadapi Ting Peng, tapi ia mengetahui cukup jelas.
Sekarang dia sedang berada didalam ruang rahasia di bawah tanah, di bawah penerangan sinar lentera yang redup, sedang menulis bahan tentang Ting Peng di atas secarik kertas. Diatas gulungan kertas itu sudah penuh berisikan tulisan, sejak dari Bwe ang kek di kota Hang Ciu.... Menyaksikan Ting Peng mengayunkan goloknya terhadap Thi yan Siang hui suami istri, dimana ayunan goloknya mendatangkan kekuatan yang luar biasa.
Menyaksikan Ting Peng mengalahkan Lim Yok peng, gerakan tubuhnya enteng dan lembut, seakan-akan di dalam goloknya tersekap suatu kekuatan suci yang hebat. Sekarang dia sedang menulis kisah pengalamannya yang belum lama berselang baru dialami.
Menyaksikan Ting Peng membelah enam malaikat bengis, golok berkelebat tubuh berpisah, sedemikian hebatnya kekuatan serangan itu sehingga mesti dilihat dengan mata kepala sendiri namun sukar untuk dipercaya dalam hati.
Seolah-olah beberapa kali pertarungan penting yang dilaksanakan Ting Peng serta beberapa kali membunuh orang, ia selalu hadir di arena bahkan menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Sebab bila ia tidak hadir, di atas catatan tersebut selalu tercantum tanda yang amat istimewa, seperti:
"Bulan... tanggal... menurut cerita... Ting Peng dan Liu Yok siong saling berhadapan, sekali goloknya berkelebat, ada nyawa melayang. Tulisan itu dapat dibaca secarik kertas kecil yang berada di halaman paling muka.
Pokoknya dia termasuk seorang yang mendalami dan amat memahami soal Ting Peng, tentu saja dia lebih memahami lagi terhadap kemampuan dari rekan-rekannya it.
Diapun tahu, dengan menghimpun segenap kekuatan yang dimiliki rekan-rekannya, untuk menghadapi Thi yan siang hui sepasang suami istripun belum tentu menang apalagi menyuruh mereka menghadapi Ting Peng, tentu saja mereka pada mampus.
Sedang mengenai menggunakan Cing-cing sebagai sandera untuk memaksa Ting Peng menuruti perkataannya, iapun sudah tahu kalau harapannya lenyap tak berbekas lagi. Lantas mengapa dia masih menyuruh anak buahnya untuk menghantar kematian...?
Sesungguhnya hal mana merupakan suatu teka-teki yang sukar untuk dipahami oleh orang lain. Namun dengan cepatnya dia telah menggunakan pelbagai gerak-geriknya untuk menjawab teka-teki tersebut.
Itulah sejilid kitab tipis, ketika kitab itu dibalik maka isinya adalah pelbagai catatan lengkap dengan tanggal dan tahun. Di urutan yang terdepan adalah namanya. Nomor dua Siang Hoa jiang, disebut juga penjagal manusia dari Gi-tang, tahun Pia-wu bulan enam masuk menjadi anggota.
Tahun Pia-wu bulan sembilan mendapat undangan dari Mo Su hou perkampungan Lam si ceng untuk membunuh Lau Tiong kiat, mendapat imbalan sepuluh laksa tahil perak, imbalan yang harus dibagi satu laksa lima ribu tahil perak.
Tahun Ting-wei bulan dua, malam-malam menyerang perkampungan Bwe hoa san ceng, mendapat intan permata berjumlah delapan laksa tahil, setelah dipotong komisi tiga laksa tahil, sisa uang enam laksa tahil...
Rupanya kitab tersebut merupakan kitab yang mencatat segala kegiatan dari Lian Im cap si sat, yang dicatat adalah pemasukan tiap orang, order membunuh orang, imbalan yang diperoleh serta jumlah hasil rampokan yang berhasil dikumpulkan.
Atas nama Siang Hoa jiang yang bernomor urut dua ini, dalam empat tahun ia berhasil mengumpulkan dua puluh empat lima ribu tahil perak. Sedang beaya yang dikeluarkan tiga laksa delapan ribu tahil. Di dalam empat tahun hanya menghabiskan uang tiga laksa delapan ribu tahil, tampaknya orang ini seorang yang berhemat.
Dia mengambil kitab itu dan berjalan ke depan sebuah almari kecil, membuka laci didalamnya dan mengambil setumpuk uang yang tersimpan di situ, ketika dihitung jumlahnya ternyata persis seperti apa yang tercantum dalam buku.
Setelah tertawa dia masukkan tumpukan uang itu ke dalam sakunya, lalu membuka halaman yang kedua, membuka laci kedua dan memasukkan tumpukan uang kedua ke dalam saku. Hingga pada laci yag kelima belas, ia baru bergumam dengan penuh rasa mendongkol.
"Sialan benar bajingan ini, tempo hari ia berani membohongi aku sewaktu menyetor uang kepadaku, sudah pasti kelima ribu tahil perak yang disisihkan itu habis dipakai untuk berfoya-foya dengan dua orang pelacur tersebut, hmm, tidak bisa jadi, hutang ini harus kutagih kembali dari tangan kedua orang pelacur itu."
Akhirnya dia membuka laci terakhir yang mencantumkan nama Giok Bu sia dan mengambil tumpukan uang yang tersimpan di situ. Sekalipun tanpa dihitung namun dapat terlihat kalau jumlahnya berapa kali lipat lebih banyak daripada jumlah yang dimiliki belasan orang itu, dari sana bisa diketahui kalau ia memperoleh bagian yang paling besar namun paling sedikit mengeluarkan uang.
Dia adalah Lotoa, biasanya lotoa selalu mendapat bagian yang dua kali lebih banyak, tentu saja anak buahnya tak pernah menggerutu, namun dia sebagai seorang lotoa tak pernah puas. Sebab sampai akhirnya seluruh uang itu toh terjatuh di tangannya semua, kini senyuman puas baru menghiasi wajahnya, kini segala sesuatunya sudah menjadi miliknya. Dia tak mau menerima lipat dua saja, dia ingin melalap semua yang ada.
Ia membungkus semua uang itu ke dalam kantongan dan diikat pada punggungnya, kemudian mengambil kitab catatan tersebut dan membakar di atas lantai. Dia membakar dengan seksama, sampai menjadi abupun masih di porak porandakan sampai rata.
Akhirnya dia baru menggunakan obor untuk membakar kain panjang yang telah dibasahi dengan minyak. Bukan saja kain tersebut sudah direndam ke dalam minyak, lagi pula dibungkus dengan bahan yang mudah terbakar, itulah sebabnya dengan cepat api telah berkobar.
Sumbu tersebut ditarik hingga ke dalam tumpukan kayu kering yang berada disekitar gedung, dalam waktu singkat tumpukan kayu itu sudah terbakar dengan hebatnya, lalu diapun menyulut sumbu yang lain.
Dia tidak menggunakan bahan mesiu, sebab kelewat berbahaya, meski demikian hampir semua bagian dari perkampungan Lian Im san ceng ini sudah dihubungkan dengan sumbu-sumbu yang menghubungkan pula dengan tumpukan barang yang mudah terbakar.
Tak heran kalau tak selang berapa saat kemudian seluruh perkampungan Lin Im san ceng telah berada dalam lautan api, masih untung di situ tak ada lagi manusia hidup. Pemusnahan total, cara semacam ini memang merupakan suatu cara pemusnahan total yang paling sempurna.
Api memang merupakan alat pembuat dosa yang paling ideal dan kini perkampungan Lian Im san ceng yang penuh dosa sedang melakukan upacara api, menggunakan api untuk membersihkan seluruh dosa-dosanya. Tapi Giok Bu sia, apakah diapun harus membayar mahal atas dosa yang telah dilakukannya?
Dikala api mulai merobohkan bangunan dan menyumbat mulut masuk menuju ke lorong bawah tanah, seorang perempuan baru saja menerobos keluar dari bawah lorong tanah itu. Memandang kobaran api yang membara dan memusnahkan seluruh bangunan, terdengar ia bergumam:
"Selamat tinggal perkampungan Lian Im san ceng, selamat tinggal Lian Im cap si sat seng, Selamat tinggal Giok Bu sia!"
Kadangkala arti kata selamat tinggal adalah selamanya tak akan berjumpa lagi, segala sesuatunya akan lenyap bersama kobaran api yang menjulang ke angkasa itu. Tapi, mengapa pula dia mengatakan "Selamat tinggal kepada Giok Bu sia?"
Giok Bu sia belum mati, bukankah dia masih hidup segar bugar dalam dunia ini? Cuma, ada sementara orang memang tidak membutuhkan kematian, tanpa kematian pun ia bisa lenyap dan musnah dari dunia ini. Tentu saja ada sementara orang-orang yang ternama, sekalipun sudah mati, mereka tak akan bisa lenyap dari dunia ini.
Seperti para cianpwe angkatan tua, misalnya Siau li tham hoa Li Sin huan, si jago pedang terbang. Seperti pula pencuri budiman Coh Liu hiang, si kupu-kupu bunga Oh Thi hoa. Yang lebih muda lagi seperti Seng Long seperti Ong Leng hoa. Atau yang lebih tua lagi seperti Yak Kay, seperti Poh Hong soat.
Seperti pula Siau Hi ji dan Hoa Bu koat. Waktu sudah berlalu hampir ratusan tahun namun tindak tanduk mereka masih tetap hidup dalam hati setiap orang, dari mulut ke mulut kegagahan mereka selalu diwariskan.
Tapi Giok Bu sia jelas tak ingin menjadi manusia seperti ini, dia lebih suka melenyapkan diri dari dunia ini tanpa menimbulkan suara apapun. Mengikuti Lian Im cap si sat seng, mengikuti perkampungan Lin Im san ceng semuanya lenyap dan musnah di tengah lautan api.
Perempuan yang baru muncul dari bawah tanah itu tampaknya seperti sama sekali bukan Giok Bu sia, sekalipun berjumpa dengan wajahnya, belum tentu orang akan mengenalinya sebagai Giok Bu sia. Karena Lian Im cap si sat seng bukan suatu organisasi yang ternama, Giok Bu sia juga bukan seorang manusia yang ternama, hanya segelintir manusia yang mengetahui tentang mereka.
Tak bisa disangkal lagi, perempuan ini adalah seorang perempuan yang punya nama. Bagaimanapun juga dia tak akan menjajarkan dirinya dengan Lian Im cap si sat seng. Sekalipun orang-orang yang pernah berhubungan dengan Lian Im cap si sat seng tak akan menganggap dia mempunyai hubungan atau sangkut paut dengan kelompok pembunuh itu.
Giok Bu sia memang sudah lenyap semenjak itu, karena dia adalah lotoa dari Lian im cap si sat seng, dialah yang menciptakan empat belas pembunuh keji itu, tapi dia juga yang telah memusnahkan ke empat belas pembunuh keji itu.
Jika tak ada Giok Bu sia, mungkin saja tak mungkin ada Lian im cap si sat seng. Tapi bila tiada Lian Im cap si sat seng tentu saja tak mungkin bakal ada Giok Bu sia. Memandang kobaran api yang menjilat semua benda yang dijumpainya, ia memeluk tumpukan uang itu erat-erat, dan iapun mengucapkan sepatah kata yang aneh:
"Terima kasih banyak Ting Peng."
Mengapa dia harus berterima kasih kepada Ting Peng? Ting Peng telah membunuh rekannya, memusnahkan pekerjaannya, mengapa dia malah berterima kasih kepada Ting Peng? Apakah disinilah letak tujuannya menculik Cing-cing dan memancing kedatangan Ting Peng?
Dilihat dari perubahan mimik wajahnya, tak bisa disangka lagi kalau memang demikian keadaannya. Kalau begitu, jelas hal ini merupakan suatu rencana hitam makan hitam yang amat sempurna, kendatipun rencana ini terhitung agak kejam, namun tak bisa disangkal rencana tersebut benar-benar amat sempurna.
Seandainya tidak muncul seorang manusia banyak urusan yang menjemukan, mungkin rahasia tersebut tak pernah akan diketahui oleh siapapun untuk selamanya. Tapi orang yang sangat menjemukan itu jusru munculkan diri pada saat seperti ini.
Tiba-tiba saja dia mendengar suara langkah kaki manusia berkumandang datang dari arah belakang, buru-buru dia berpaling, tampak olehnya, manusia yang paling menjemukan, paling memuakkan hari itu sudah berdiri tak jauh dari sana sambil tertawa cengar-cengir.
"Oooh, kau? Liu Yok siong?" dia bertanya.
"Yaa, aku! Liu Yok siong!" jawab yang ditanya.
ORANG YANG PALING MEMUAKKAN
JARANG sekali ada perempuan yang tidak menjadi gugup dan gelagapan lantaran kaget menginjak seekor ular berbisa, tapi keadaannya sewaktu berjumpa Liu Yok siong sekarang jauh lebih mengenaskan daripada ia menginjak seekor ular besar.
Namun dengan cepat dia dapat menguasai perasaannya, dengan sikap yang lebih tenang ia berkata hambar: "Mengapa kau kemari"
Liu Yok siong tertawa amat gembira, seakan-akan pengemis yang menemukan uang emas saja, tertawa hingga setiap kerutan wajahnya nampak amat jelas. "Kau menginginkan batok kepalaku, mengapa aku tak boleh datang kemari...?"
Dengan amat tenang perempuan itu tertawa. "Aaah, itu mah Cuma suatu gurauan yang tidak merugikan siapapun, kau sendiri toh mengerti, Ting Peng tak bakal membunuhmu"
Kembali Liu Yok siong tertawa. "Kedudukanku di dalam hatinya masih belum sepenting apa yang kau bayangkan selama ini."
"Liu Yok siong, kau terlalu memandang rendah dirimu sendiri", kata perempuan itu sambil menggeleng, "bukan dikarenakan kau amat penting baginya maka ia tidak membunuhmu, melainkan karena kau masih tak berkemampuan apa-apa sehingga dia tak sudi membunuhmu, seperti ibaratnya sesosok bangkai anjing di tepi jalan, setiap orang yang lewat di sana boleh saja menendangnya, tapi jarang sekali ada orang yang bersedia untuk melakukan hal itu, karena orang takut mengotori kaki sendiri"
Liu Yok siong segera menarik kembali senyumannya, walaupun dia tahu kalau kejadian tersebut merupakan kenyataan, namun kenyataan mana merupakan suatu pukulan batin yang sangat berat baginya.
"Kau berani mengucapkan perkataan semacam itu kepadaku?" Akhirnya dia menegur dengan marah.
Perempuan itu segera tertawa. "Mengapa tidak berani? Toh hal tersebut merupakan suatu kenyataan? Dalam pandanganku atau pandangan siapa saja, kau adalah manusia semacam itu...?"
Liu Yok siong dibikin naik darah oleh perkataan itu, sambil menarik muka serunya: "Sungguh tidak beruntung, aku justru kena digigit oleh bangkai anjing yang menggeletak di tepi jalan itu."
Si perempuan itu segera tertawa terbahak-bahak, suara tertawanya lantang dan leluasa, seakan-akan sama sekali tidak ambil perduli terhadap ancaman Liu Yok siong. "Kau mengira kau telah berhasil menangkap titik kelemahanku...?"
Liu Yok siong tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... apakah masih belum mau mengaku?"
Perempuan itu tersenyum. "Tentu saja aku bisa jadi tidak mengaku, karena bobotmu dalam pandangan sementara orang sekarang sudah begitu rendahnya, aku yakin kau tentu mengerti, kentut orang lainpun masih lebih harum daripada ucapanmu, apakah masih ada orang yang mau percaya kepadamu?"
Kembali Liu Yok siong tertawa terbahak-bahak. "Haaaahhh... haaahhh... haaahhh... kalau begitu tak ada salahnya bagimu untuk mencoba, mungkin saja perkataan aku orang she Liu jauh lebih busuk daripada kentut, tapi asal aku orang sne Liu menyiarkan berita ini keluar, sudah pasti ada orang yang akan mendengarkan, sekalipun mungkin akan mereka terima sebagai gurauan saja, tapi sedikit banyak toh pasti akan berpengaruh juga bagimu"
Mendadak perempuan itu menggerakan tangannya, setitik cahaya tajam berkelebat lewat dan menusuk ke tenggorokan Liu Yok siong, pedang tersebut tersembunyi dibalik ujung bajunya, sebilah pedang lemas.
Serangan itu benar-benar merupakan suatu serangan yang cepat dan ganas, sebelum penyerangan, tidak nampak gejala apa-apa ditambah pula dilancarkan selagi orang lain berbicara, semestinya ancaman semacam ini tak bakal meleset.
Tapi Liu Yok siong justru memperhatikan sampai ke situ, dia tidak berkelit pun tidak muncul, hanya menggunakan kedua jari tangannya menjepit pelan, tahu-tahu mata pedang lawan telah terjepit olehnya. Mata pedang itu hanya berselisih setengah inci dari tenggorokannya, tapi sisa setengah inci tersebut tak mampu dilanjutkan olehnya.
Dengan sepenuh tenaga perempuan itu mendorong pedangnya lebih ke depan, sayang digunakan adalah sebilah pedang lemas, dia harus mengerahkan tenaga dalam lebih dulu sebelum dapat mengeraskan dan menegangkan senjata itu.
Sebenarnya tenaga dalam yang dimiliki perempuan itu tidak lemah, sayang Liu Yok siong tidak lemah juga, maka pedang itu kena digetarkan sampai meliuk-liuk, jangankan maju setengah inci lagi, bergerakpun tak bisa. Sambil tertawa Liu Yok siong berkata:
"Aku orang she Liu bukan orang baik, bukan seorang Kuncu, lagipula seorang siaujin yang banyak curiga, oleh sebab itulah aku orang she Liu tidak gampang dicelakai orang lain.
Seorang Kuncu memang lebih gampang dicelakai daripada orang lain. Bila ingin mencelakai seorang siaujin yang setiap hari kerjanya justru hendak mencelakai orang lain, hal ini benar-benar merupakan suatu pekerjaan yang sulit, karena dia kerjanya hanya mencelakai orang lain maka dia harus dapat menjaga diri seteliti mungkin, sebab dia tahu orang lain pun setiap saat berniat mencelakai dirinya.
Sambil tertawa Liu Yok siong berkata: "Ilmu silat aku orang she Liu memang tak bernilai sepeserpun dibandingkan permainan golok Ting Peng, tapi bagi sementara umat persilatan, paling tidak aku masih terhitung seorang jago lihay, walaupun belum tentu bisa menangkan dirimu, tapi kaupun jangan harap bisa membunuhku secara mudah..."
Setelah termenung sebentar, mendadak perempuan itu menarik kembali pedangnya dan berkata sambil tertawa: "Buat apa aku harus membunuhmu? Untuk membunuhmupun buat apa aku mesti turun tangan sendiri?"
"Aku tahu kau dapat menggerakkan anak buahmu untuk menghadapiku, tapi cukupkah bobot mereka untuk melawan diriku?" kata Liu Yok siong lagi sambil tertawa.
Perempuan itu tertawa. "Liu Yok siong, kau kelewat memandang rendah diriku, aku tak usah menggerakkan anak buah yang berada di rumah, cukup menggapaikan tangan, salah seorang yang datangpun sudah cukup membuat badanmu menjadi penyok!"
Mendengar perkataan itu, Liu Yok siong segera tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... aku orang she Liu bukan manusia yang terbuat dari jerami, dalam dunia persilatan dewasa ini, kecuali Ting Peng seorang, aku orang she Liu masih belum memandang sebelah matapun terhadap orang lain"
"Aku tak ingin menakut-nakuti dirimu" perempuan itu tertawa makin genit, cuma akupun tak ingin membohongi dirimu, mulai sekarang aku akan maju sebanyak tujuh langkah, kuharap kau lupakan saja semua peristiwa yang barusan terjadi di sini, kalau tidak kau bakal menyesal"
Selesai berkata dia membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ. Tentu saja Liu Yok siong tidak percaya dengan semua perkataannya itu, namun dia pun tidak menyusul ke depan. Bagaimana dia merasa tak percaya, iapun ingin melihat setelah perempuan itu berjalan sejauh tujuh langkah. Peristiwa aneh apakah yang bakal terjadi.
Apalagi Liu Yok siong merasa yakin sekali dengan kemampuan ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya, sekalipun membiarkan perempuan itu berjalan tujuh puluh langkah lebih dulu pun, dia masih mempunyai keyakinan untuk menyusulnya dalam seratus langkah.
Padahal tempat itu merupakan sebuah tanah lapang yang sangat luas, sekalipun ia berjalan sejauh tujuh ratus langkahpun masih tak akan lolos dari pandangan matanya. Betul juga perempuan itu hanya berjalan sejauh tujuh langkah, tujuh langkah yang sangat indah, sejak kematian bininya sebenarnya, Liu Yok siong sudah kehilangan napsunya terhadap kaum wanita.
Tapi memandang bayangan punggungnya yang begitu indah, ia tak bisa mencegah pikirannya untuk melamunkan hal-hal yang tak beres. Cuma saja hal ini bukan menjadi alasan bagi Liu Yok siong untuk mundur dari situ. Dahulu Liu Yok siong adalah seorang serigala perempuan, tapi sekarang sudah bukan.
Dahulu Liu Yok siong terpikat oleh kecantikan perempuan, tapi sekarang hal ini tak mungkin. Penderitaan dan siksaan batin, terutama penghinaan dan cemoohan yang diterimanya selama ini membuat dia lebih tangguh, lebih sanggup mempertahankan diri, menguasahi diri dan tak gampang terpengaruh oleh emosi.
Tapi Liu Yok siong justu merasakan hatinya bergetar keras sekali setelah menyaksikan reaksi yang timbul setelah perempuan itu mundur sejauh tujuh langkah. Suatu peristiwa aneh benar-benar terjadi bahkan kejadiannya sukar membuat orang menjadi percaya.
Kemunculannya begitu tiba-tiba, Liu Yok siong merasakan dua gulung hawa pembunuhan yang mengerikan dan menyesakkan napas tahu-tahu muncul dari kiri dan kanan langsung menggencet dirinya. Menyusul kemudian muncul dua sosok manusia, itulah dua orang kakek.
Orang tua bukan sesuatu yang menakutkan, tapi kedua orang kakek itu cukup membuat Liu Yok siong berdiri kaku bagaikan patung, dalam keadaan seperti ini dia hanya bisa menyalahkan nasibnya yang terlalu jelek, hingga setiap kali dia merasa akan berhasil selalu akan muncul pula hal-hal yang akan membuatnya menjadi sial. Terutama kali ini, dia merasa benar-benar sial delapan keturunan...
SINGA EMAS NAGA PERAK
SEANDAINYA Liu Yok siong merupakan pemuda yang baru terjun ke dunia persilatan, dia tak akan takut, harimau yang belum pernah turun gunung tak akan takut kepada siapa pun, dia pasti akan menganggap mereka sebagai dua orang tua belaka.
Sayang, Liu Yok siong justru merupakan seorang yang berpengetahuan luas, tidak sedikit jagoan kenamaan dalam dunia persilatan yang dikenal olehnya. Tentu saja diapun kenal dengan kedua orang kakek ini, tapi dia lebih suka tidak mengenalnya.
Sekarang, dia hanya mengharapkan satu hal saja, yaitu kedatangan kedua orang kakek itu bukan dikarenakan dia, melainkan karena perempuan tersebut. Paling tidak, ia berharap mereka tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan perempuan tersebut.
Tapi kejadiannya justru tidak seperti apa yang diharapkan, ternyata perempuan itu mempunyai hubungan yang mendalam sekali dengan kedua orang kakek tersebut, bukan cuma begitu, agaknya sikap kedua orang kakek itu kepadanya begitu sungkan dan hormat, bukan perempuan itu yang memberi hormat kepada mereka, sebaliknya merekalah yang menghormati perempuan tersebut.
"Empek berdua, baik baikkah kalian? Sudah lama kita tak pernah bersua...."
Kakek berbaju emas berambut panjang berwarna kuning yang berada di sebelah kiri itu segera tertawa, sahutnya: "Baik-baikkah nona? Entah ada urusan apa nona mengundang kami?"
"Empek kelewat sungkan, keponakan cuma menghadapi suatu kesulitan yang amat kecil hingga terpaksa memanggil kehadiran kalian, tak tahunya empek berdua benar-benar datang. Kejadian ini sungguh membuat titli merasa tak enak"
"Aaaah, hanya secara kebetulan kami berdua berada disekitar sini" Kakek berbaju perak di kanan menjawab sambil tertawa, "ketika mendapat tanda bahaya, kami mengira nona telah menghadapi kesulitan besar, itulah sebabnya kami lantas memburu kemari"
"Padahal tidak terhitung seberapa, cuma orang she Liu ini mendadak muncul di sini, bahkan tampaknya dia jauh lebih hebat daripada apa yang kubayangkan semula"
Kakek berbaju emas itu segera tertawa terbahak-bahak. "Haaaahh.... haaaah... haaahh... itulah gampang sekali, serahkan saja kepada kami, apa yang nona kehendaki?"
Andaikata ia minta kepada Liu Yok siong untuk berlutut di hadapannya sambil memanggilnya ibu, kemudian nyawanya baru diampuni, niscaya Liu Yok siong bersedia untuk melakukan.
Cuma diapun tahu sekalipun dia berlutut sambil memanggilnya Coh nay-nay hal inipun percuma, perempuan itu bukan Ting Peng, bila ia hendak membunuh orang, tak mungkin hatinya akan melembek dan mengurungkan niat dengan begitu saja.
Untung Coh nay-nay ini tidak berniat membunuh orang, dia hanya berkata sambil tertawa: "Walaupun bajingan ini menjemukan, tapi lebih untung dibiarkan hidup daripada mampus, Cuma sayang dia masih belum mengerti tentang bagaimana caranya hidup sehingga terpaksa kalian berdua harus memberi sedikit petunjuknya."
"Tak usah khawatir nona." Kakek berbaju perak itu tertawa, "lohu berdua akan melaksanakan dengan sebaik-baiknya"
"Asal empek berdua mau membantuku, titli pun merasa berlega hati, kebetulan aku mesti cepat-cepat pulang, terpaksa merepotkan kalian dulu..."
"Silahkan nona" dua orang kakek itu menjura dengan hormat.
Perempuan itu mengangguk sambil membalikkan badan, mendadak ia berpaling sambil berkata lagi: "Aaah, benar, Ada satu hal aku ingin minta bantuan dari lopek pula, tempo hari aku telah menyalahi Thi yan sianghui berdua lantaran aku tak tahu kalau mereka."
"Tak usah kuatir nona" kakek berbaju emas itu berkata, "tempo hari nona kaget lantaran keteledoran lohu, untung nona selamat, di kemudian hari mereka tak akan berani mencari kesulitan lagi bagimu."
"Tapi aku merasa salah kepada mereka."
"Aaah, tak menjadi soal." Kembali kakek berbaju perak itu tertawa, "terhadap orang yang sudah kutung tangannya, kami ogah banyak bicara, apalagi perasaan mereka menjadi gampang tersinggung, oleh karenanya kami telah menyuruh mereka berdua berangkat ke suatu tempat dan beristirahat di sana."
Suruh dua orang yang gampang tersinggung beristirahat di suatu tempat, maksudnya sudah jelas sekali, yakni mereka dilenyapkan untuk selamanya dari muka bumi. Walaupun Liu Yok siong tahu kalau nyawanya bakal selamat, tak urung kedua kakinya menggigil juga setelah mendengar pembicaraan mereka.
Ia sudah mengetahui identitas kedua orang kakek ini, tentu saja tahu pula bahwa mereka ada hubungannya dengan Thi yan sianghui. Singa emas, naga perak, unta tembaga, walet besi. Nama-nama tersebut cukup termasyhur sebagai empat tianglo perkumpulan Mo kau dimasa lalu.
Waktu itu pengaruh maupun nama besar Mo kau ibaratnya matahari ditengah hari, jarang sekali orang bisa bertemu dengan ketua Mo kau, hanya ke empat orang tianglo itulah yang sering muncul di depan orang.
Mo kau sudah banyak membunuh orang di daratan Tionggoan, sebab mereka adalah organisasi yang datang dari luar, ingin menancapkan pengaruhnya di daratan Tionggoan, tentu saja usaha mereka mendapat tentangan yang kuat, apalagi tujuan serta cara kerja orang-orang Mo kau sangat bertentangan dengan prinsip prang Tionggoan.
Waktu itu Liu Yok siong masih muda, masih terhitung baru dalam dunia persilatan, sudah barang tentu masalah besar dalam dunia persilatan masih belum terpikir kepadanya.
Untung saja ia belum mendapat giliran, kalau tidak, mungkin sekarang sudah tiada Liu Yok siong lagi sebab untuk membendung gerak maju orang-orang Mo kau, banyak keluarga persilatan yang harus mengorbankan nyawanya.
Kekuatan maupun pengaruh Mo kau memang kelewat kuat, betapa pun besarnya korban yang telah berjatuhan, belum ada orang yang mampu membendung serbuan mereka. Untung kejadian ini telah mengejutkan pihak Sin kiam san ceng yang amat termasyhur itu.
Di bawah desakan dan permintaan lima perguruan besar, akhirnya Cia sam sauya Cia Siau hong yang tiada tandingannya di kolong langit ikut serta dalam operasi pembasmian terhadap musuh-musuh Tionggoan. Hanya pedang saktinya yang mampu menahan bacokan golok maut dari ketua Mo kau.
Para ketua dari lima partai besar atas anjuran dari Cia Siau hong melangsungkan pula pertempuran habis-habisan melawan orang Mo kau di puncak bukit Cia lian san. Pertempuran yang amat seru itu tak sempat ditonton oleh Liu Yok siong, dia hanya mendengar orang lain bercerita, banyak orang yang bercerita dengan cerita yang berbeda pula.
Setiap perguruan selalu mengunggulkan ketua sendiri dalam pertarungan tersebut. Masih untung semua membawa sepatah kata yang sama, yakni ilmu golok dari ketua Mo kau lihay sekali, andaikata Cia Siau hong tidak muncul tepat pada waktunya niscaya mereka semua sudah tewas di tangannya.
Jadi kalau dilihat dari balik cerita tersebut, tidak sulit bagi orang lain untuk mengambil kesimpulan bahwa kunci dari kemenangan dalam pertarungan ini bukan kegagahan dari para ciangbunjin tersebut, melainkan pedang sakti dari Cia Siau hong.
Tapi akhir cerita dari semua orang sama semua, ketua Mo kau akhirnya terjatuh ke dalam jurang yang dalamnya mencapai ribuan kaki dibukit Ci lian san dalam pertarungan tersebut. Barang siapa terjatuh dari tempat yang demikian tingginya, siapapun tidak percaya kalau dia masih dapat hidup lebih jauh.
Sejak itu Mo kau punah dari dunia persilatan, namun ke lima ketua partai tidak ada yang merasa lega, sebab istri kaucu dari Mo kau dengan membawa putranya dan menantunya telah menyembunyikan diri disaat mereka melakukan pembersihan terhadap istana iblis, kedua orang perempuan itu tak berhasil ditemukan.
Operasi pembersihan terhadap istana iblis dilancarkan bersamaan waktunya, singa emas, naga perak dan walet besi dari istana iblis menderita luka yang amat parah dalam pertarungan berdarah tersebut, ia berhasil kabur kemudian karena diselamatkan oleh unta tembaga, satu-satunya tianglo yang masih setia kepada Mo kau.
Selama tiga hari tiga malam semua orang melakukan pengejaran dan penggeledahan yang seksama di seluruh bukit, sayang bukit Ci lian san kelewat besar sedang kemampuan si Unta tembaga pun melebihi siapapun, akhirnya mereka kehilangan jejak Unta tembaga tersebut.
Namun semua orang tidak terlalu terlampau tegang, karena pada hari yang terakhir mereka telah menemukan majikan dari istana iblis yang semula diikat di punggung Unta tembaga, ditemukan dalam keadaan putus nyawa.
Selama banyak tahun belakangan ini, semua orang hampir melupakan soal istana iblis, tapi tiga orang tianglo yang berkhianat terhadap istana iblis masih tetap merasa kuatir.
Ada dua hal yang dikuatirkan mereka yakni: Pertama, ketua Mo kau ternyata masih hidup bahkan ilmu silat yang dimilikinya sudah mencapai tingkatan yang luar biasa, malah ada berapa macam sim-hoat tenaga dalam dari Mo kau, termasuk ilmu bangkit dari hidup yang paling rahasia pun berhasil dipelajari.
Dalam dunia persilatan waktu itu masih tersiar sepatah kata yang berbunyi demikian, barang siapa berani memusuhi Mo kau, kecuali kau memenggal batok kepalanya. kalau tidak jangan harap kau bisa berharap ia lolos dari kematian. Yang mereka kuatirkan sekarang adalah kemunculan dari kaucu mereka setelah lolos dari kematian.
Kedua, berhubung istri kaucu tak berhasil ditangkap, sedang dari pihak Mo kau pun masih ada sebagian anggota yang tetap setia dan turut lenyap tak berbekas, besar kemungkinan mereka akan muncul kembali dalam dunia persilatan.
Oleh sebab itu, selama banyak tahun para jago dari lima partai besar dan tiga orang tianglo dari Mo kau selalu berusaha untuk mencari sisa-sisa anggota Mo kau dan mencoba untuk membunuhnya.
Peristiwa itu berlangsung pada dua puluh tahun berselang, waktu itu Liu Yok siong tidak turut serta dalam usaha pembasmian mana, tapi paling tidak dia kenali kedua orang kakek ini sebagai si Singa emas dan naga perak.
Tentu saja sebelum itu ketika berada di pagoda Ang Bwe kek, merekapun menjumpai Thi yan sianghui suami istri dan menyaksikan kelihaian ilmu golok mereka, menjadi dua bagian sehingga dari Sui han sam yu tinggal dia Cing Siong seorang yang tetap hidup.
Cuma sayang si pohon siong hijau sekarang sudah tak mampu apa-apa lagi, bahkan sepucuk rumputpun tak akan memadahi. Dari pembicaraan tadi, Liu Yok siong telah mendengar nasib yang menimpa walet besi suami istri, dia masih ingat dengan kata sesumbar mereka ketika masih berada di pagoda Ang Bwe khek dulu.
Setelah sebuah lengannya terpapas, mereka masih sempat mengancam semua jago yang hadir dalam ruangan, mereka masih mempunyai sebuah lengan yang masih bisa digunakan untuk membunuh semua tamu yang hadir di situ. Sayang sekarang, untuk membunuh seorangpun mereka sudah tak mampu lagi.
Thi yan siang hui adalah rekan mereka, sahabat senasib seperjuangan mereka dalam melepaskan diri dari belenggu Mo kau. Tapi karena mereka sudah kehilangan sebuah lengannya. Kehilangan sebuah lengan bukan berarti sudah cacad seluruhnya, mereka masih mempunyai sebuah lengan lagi dan nama mereka masih tercantum sebagai sepuluh tokoh paling top dalam dunia persilatan dewasa ini.
Tapi mereka toh akhirnya harus menerima hukuman yang setimpal. Alasan hukuman tersebut bukan dikarenakan ilmu silat mereka tidak becus, yang paling penting lagi adalah perselisihan mereka dengan nona tersebut.
Singa emas maupun naga perak memiliki kedudukan yang tidak berada di bawah kedudukan ciangbunjin dari perguruan manapun dewasa ini, tapi. . . apa sebabnya mereka bersikap begitu menghormat terhadap perempuan tersebut...?
Tentu saja, asal usul keluarga perempuan itupun cukup dibanggakan, sedemikian tingginya hingga dia tidak memandang sebelah matapun terhadap lima partai lainnya.
Tapi Liu Yok siongpun tahu, mereka dapat bersikap begitu menghormat kepada mereka, hal mana bukan cuma disebabkan asal usul keluarga belaka, diantara mereka tampaknya terdapat semacam hubungan yang luar biasa, demi menyelamatkan nona itu, mereka baru menghukum mati walet besi suami istri.
Terhadap orang sendiripun sikap mereka sudah begitu keji, apa lagi terhadap orang lain yang sama sekali tiada hubungan apa-apa dengan diri mereka. Liu Yok siong lebih-lebih tak berani membayangkan.
"Liu Yok siong, konon kau adalah seorang yang pintar?" tegur singa emas hambar.
Berapa tahun belakangan ini, Liu Yok siong sudah terbiasa hidup rendah diri, apa lagi dalam suasana begini dia lebih merasa lagi, sambil membungkukkan badan dan menjura dalam-dalam katanya:
"Tidak! Aku adalah seorang yang benar-benar sangat bodoh, biasanya hanya mengerjakan pekerjaan yang bodoh"
Naga perak tersenyum, katanya pula: "Orang yang mengetahui kebodohan sendiri masih belum terhitung kelewat bodoh, manusia semacam ini masih bisa diobati, apakah kau kenal siapakah kami?"
"Boanpwe tidak kenal"
"Tentunya kaupun tidak kenal dengan nona bukan?" Naga perak tertawa hambar.
"Nona? nona yang mana? Boanpwe tak pernah bersua dengan nona manapun..."
"Bagus!" ucap naga perak dengan puas, "daya ingatan orang bodoh kurang baik, sering kali apa yang pernah terlihat segera terlupakan kembali, tapi apa yang lohu ucapkan sekarang harus kau ingat dengan sebaik-baiknya"
"Baik! Boanpwe pasti akan mengingatnya baik-baik" buru-buru Liu Yok siong pelan.
Naga perak manggut-manggut. "Baik! Ucapan lohu sederhana sekali, mudah diingat, kau tak pernah kemari, ke dua kau tak pernah bertemu orang, tiga enyah dari sini"
Tanpa berani berkentut barang sekalipun Liu Yok siong membalikkan badan dan segera berlalu dari situ. Namun baru berjalan berapa langkah, kembali ia dibentak oleh serentetan suara bentakan yang amat nyaring:
"Berhenti, kembali!" bentak singa emas menggelegar.
Dengan amat penurut sekali Liu Yok siong balik kembali ke tempat semula, tanyanya: "Cianpwe masih ada petunjuk apa lagi?"
"Bagaimana caramu sampai di sini?"
Liu Yok siong agak sangsi sejenak, kemudian baru sahutnya: "Beberapa orang temanku mempunyai hubungan yang cukup akrab dengan empat belas pembunuh, maka boanpwe pergi mencari mereka."
Singa emas tertawa dingin. "Heeehhh... heehh... heehh... nasibmu benar-benar kelewat baik, karena sejak kini dalam dunia persilatan sudah tidak terdapat Lian im cap si sat lagi, maka kau masih bisa hidup lebih jauh, selanjutnya paling baik kalau kau kurangi bergaul dengan teman semacam ia, sebab ada kalanya teman yang kelewat banyak bisa mendatangkan kesialan bagi diri sendiri"
Liu Yok siong hanya bisa mengiakan berulang kali. Kembali singa emas berkata:
"Tetapi ada dua orang teman yang tak boleh kau lepaskan, kau harus sering kali berada bersama mereka, tahukah kau siapakah kedua orang itu?"
Liu Yok siong ingin sekali berlagak bodoh, tapi dia tahu tak ada gunanya, bila menunggu sampai pihak lawan yang mengingatkan, bisa jadi dia akan ketimpa sial, maka dari itu dengan sejujurnya dia menjawab: "Boanpwe tahu"
"Siapakah kedua orang itu?" Tampaknya pihak lawan masih merasa kuatir dan tidak senang.
"Mereka adalah dua orang sahabat karib yang dihadiahkan subo kepadaku..."
Singa emas segera tertawa terbahak-bahak. "Haaaahhh... haahhh... haahhh... kau memang cerdik sekali, tak heran kalau nona berpesan agar mengampuni selembar jiwamu, benar, dua orang sahabat itulah yang kumaksudkan, cuma Liu Yok siong Kedatanganmu kali ini justru meninggalkan mereka, sudah pasti mereka akan merasa tak senang hati, sekembalinya nanti banyak kesulitan yang bakal kau hadapi"
Suatu perasaan pedih dan menderita segera terlintas di atas wajah Liu Yok siong, sebenarnya ia seperti sudah melupakan pertanyaan itu, tapi setelah disinggung kembali, keadaannya ibarat anjing yang di ikat mulutnya terpijak pada ekornya, meski kesakitan tak mampu mengeluarkan sedikit suara pun.
Sambil tertawa kembali Singa emas berkata: "Kalau kulihat raut wajahmu, sudah kuketahui kalau kau adalah seorang yang cukup bersahabat, hubunganmu dengan kedua orang sahabat tersebut pasti erat sekali"
Kalau bisa, ingin sekali Liu Yok siong menghajar hidung si singa emas dengan bogem mentahnya, namun diluaran dia tak berani bersikap demikian, malah ujarnya dengan sikap yang sangat menghormat: "Budi kebaikan cianpwe berdua tak akan kulupakan untuk selamanya"
"Baik!" si Singa emas manggut-manggut "untuk kali ini lohu bersedia menanggung dirimu, sudah pasti kedua orang sahabatmu tak akan mendesakmu untuk menjawab kepergianmu tanpa pamit itu, cuma lain kali, bila kau berani melanggar sekali lagi, sudah pasti mereka tak akan mengampuni dirimu dengan begitu saja, apalagi bila penampilanmu cukup baik, bisa jadi mereka akan sangat menuruti perkataanmu, mengertikah kau akan ucapanku ini?"
Saat ini Liu Yok siong benar-benar merasa berterima kasih sekali, dia ingin maju dan memeluknya, lalu menciumi wajahnya yang berkeriput sebagai pernyataan rasa terima kasih. Oleh sebab itu sahutnya cepat-cepat dengan amat menghormat: "Terima kasih banyak cianpwe"
Siapa pun dapat mendengar, bahwa ucapannya kali ini diutarakan dengan perasaan terima kasih yang tulus.
Alasan apakah yang membuat Liu Yok siong merasa begitu berterima kasih?
Kalau dibicarakan sesungguhnya sulit membuat orang percaya, dua orang sahabat yang dimaksudkan adalah Cun hoa dan Ciu gwat, dua orang gadis yang sanggup memeras lelaki hingga habis-habisan.
Ketika Liu Yok siong baru sampai di rumah, mereka sudah meluruk datang bagaikan segulung angin, memeluknya dengan mesrah dan menciumi wajahnya dengan hangat. Kemudian yang satu membantunya melepaskan pakaian, sedang yang lain berbisik mesrah di telinganya:
"Orang mati, kemana sih selama beberapa hari ini? Mengapa tidak meninggalkan pesan apa-apa hingga membuat kami kelabakan setengah mati?"
Kali ini, Liu Yok siong berani menjawab sambil membusungkan dada, katanya. "Jangan ribut dulu, jangan ribut dulu, aku baru saja melakukan perjalanan selama seharian penuh, ambil sebaskom air hangat, aku mau mandi dulu, kemudian menyingkirlah kalian jauh-jauh, jangan merecoki aku terus, beri kesempatan kepadaku untuk tidur dengan nyenyak"
Dua orang gadis itu nampak tertegun, ke empat tangan mereka yang sudah diulurkan ke depan segera mencengkeram jalan darah Kwan ciat hiat di tubuh Liu Yok siong. Bagaimana matangnya persiapan Liu Yok siong, toh tak urung jalan darahnya kena dicengkeram juga, dalam hal ini dia harus mengakui bahwa dua orang gadis tersebut memang mempunyai kemampuan yang hebat dalam menaklukkan kaum lelaki. Buru-buru dia lantas berseru:
"Eeeh..... tunggu dulu, dalam sakuku terdapat sedikit oleh- oleh, ambillah oleh-oleh tersebut untuk kalian."
"Ooh, hitung-hitung kau masih punya liang sim juga, masih ingat dengan kami berdua" kata Cun Hoa tertawa.
Dia lantas merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan sebuah singa kecil yang terbuat dari emas dan sebuah bulatan berwarna putih. Bulatan putih sebesar kacang itu terbuat dari lilin, sekali pencet hancurlah lilinnya, dalam bungkusan lilin terdapat secarik kertas yang berisi beberapa tulisan. Ketika selesai membaca tulisan itu, ia segera berseru sambil tertawa dingin.
"Heehh... heeeehh... heeeehh... hitung-hitung nasibmu masih mujur kali ini, tak kusangka kau akan dibelai oleh dia orang tua."
Seraya tertawa diapun melepaskan cengkeramannya dari tubuh lelaki tersebut. Sambil membusungkan dada Lin Yok siong segera berseru: "Dia bilang, sejak hari ini kalian mesti menurut semua perkataanku..."
Ciu Gwat tertawa. "Kau adalah tuan rumah untuk rumah ini, sau hujin pun telah menghadiahkan kami kepadamu, bukankah selama ini kami selalu menuruti perkataanmu?"
"Tapi yang dimaksudkan dia orang tua bukan dalam hal ini, dia suruh kalian menuruti semua perkataanku"
"Dia berpesan begitu?" tanya Cun Hoa sambil tertawa lebar.
"Tentu saja, kalau kurang percaya tanyalah sendiri kepadanya" Tak usah ditanya lagi, dalam suratnya dia orang tua sudah menjelaskan amat terang, tapi agaknya tidak seperti apa yang kau katakan sekarang..."
"Lantas apa yang ditulis dalam suratnya?" buru-buru Liu Yok siong bertanya.
"Dia bilang kami hanya mesti menuruti satu perkataanmu, yakni bila kau tak ingin ada orang menemaninya tidur, kami tak boleh memaksamu"
"Hanya sepatah kata saja?"
Cun Hoa segera menarik wajah seraya berseru: "Meski hanya sepatah kata, namun kau harus berterima kasih kepada langit dan bumi, kalau tidak, hmmm, hari ini kami akan menghajarmu habis-habisan. ingat, sejak kini kaupun hanya mempunyai hak tersebut saja. tapi kaupun mesti mengingat baik-baik, dalam hal lain kau tetap harus menuruti kami, bila berani membangkang, akan mengenaskan sekali pembalasannya"
"Aku hanya mempunyai hak ini saja?" hampir saja Liu Yok siong tidak percaya dengan apa yang didengar.
Kembali Ciu Gwat menyahut ketus: "Tentu saja, kedudukan si tua bangka itu tidak lebih tinggi dari pada kami, atas hak apakah dia berani memerintah kami? Dia sendiri hanya berhak untuk hal semacam itu saja"
Sebenarnya Liu Yok siong tidak percaya tapi ketika hal mana diteliti lebih mendalam, maka dia pun tidak merasa keheranan lagi. Kalau gadis yang menjadi Giok Bu sia pun bisa membuat kedua orang tua bangka tersebut bersikap begitu menghormat, maka kalau kedua gadis ini mengatakan kalau kedudukan mereka setaraf dengan kedudukan singa emas dan Naga perak, ucapan tersebut bukan suatu yang kelewat aneh.
Sudah pasti diantara mereka terdapat sebuah tali tanpa wujud yang menghubungkan satu dengan lainnya hingga terwujud dalam suatu rangkaian hubungan yang misterius.
Mendadak Liu Yok siong merasakan ingin tahunya berkobar, dia ingin menyelidiki hubungan misterius tersebut, bila ia berhasil menemukan rahasia mana, sudah pasti rahasia tersebut merupakan suatu rahasia besar yang akan menggetarkan seluruh kolong langit.
Untuk menyelidiki rahasia tersebut, tentu saja Cun Hoa dan Ciu Gwat merupakan titik terang yang paling baik untuk memulai penyelidikan tersebut, kedudukan mereka seimbang dengan kedudukan Singa emas dan naga perak, hal ini menandakan kalau kedudukan mereka penting sekali.
Betul juga, Cun Hoa dan Ciu Gwat segera menyiapkan air panas dan mempersilahkan lelaki itu mandi sepuasnya, kemudian setelah mengenakan pakaian yang longgar secara diam-diam diapun menelan dua butir pil penambah tenaga yang disimpannya selama ini.
Obat mestika itu diperolehnya dari saku seorang Jay hoa cat (penjahat pemetik bunga), kendatipun merugikan badan namun sangat bermanfaat. Menurut pengalaman-pengalamannya di masa lampau, dia tahu orang hanya akan mengungkapkan rahasianya secara jujur bila mana mereka berada dalam keadaan paling gembira.
Untuk membuat mereka gembira, hal mana benar-benar merupakan suatu pekerjaan yang sangat membuang tenaga, tapi untuk mendapatkan rahasia tersebut, dia tidak ambil perduli lagi atas resiko yang harus di hadapinya nanti. Ketika daya kerja obat perangsang itu mulai memperlihatkan kekuatannya, diapun berteriak:
"Cun Hoa, Ciu Gwat masuklah kalian!"
Dua orang gadis itu masuk bersama ke dalam, walaupun Liu Yok siong sedang duduk di atas pembaringan namun dia jelas berada dalam posisi dan kondisi macam apa.
"Naiklah, buat apa kalian mesti berlagak pilon?" seru Liu Yok siong kemudian sambil tertawa.
Diwaktu biasa, sekalipun ia tak berbicara mereka sudah akan menubruk ke atas ranjang, tapi hari ini keadaan mereka sangat aneh, kedua orang perempuan itu seperti telah berubah menjadi orang lain, sama sekali tidak terpengaruh oleh keadaan yang berada di hadapannya.
"Maaf Liu toaya, kami tak dapat melayanimu" ucap Ciu Gwat dengan nada ketus.
Hampir tidak percaya Liu Yok siong dengan pendengaran sendiri. Cun Hoa berkata pula sambil tertawa dingin.
"Walaupun kau mempunyai hak untuk menampik permintaan kami, sayang kau tidak berhak menyuruh kami naik ke ranjang untuk melayani keinginanmu."
Perkataan dari Ciu Gwat berubah semakin dingin dan tak sedap didengar, lanjutnya: "Dahulu kami memandang dirimu, maka kau bisa meraih keuntungan, siapa tahu lagakmu menjadi bertambah sok, kau anggap kami benar-benar membutuhkan pelayanan-mu?"
"Liu Yok song" seru Cun Hoa sambil menuding ujung hidungnya. "kalau dilihat tindak tandukmu selama ini, koh nay-nay bersedia memberi muka kepadamu sudah merupakan suatu kemujuran yang luar biasa untukmu tak tahunya kau malah berani sok, hmmm... Dengan kelebihan yang dimiliki koh nay-nay, kami tak akan kuatir kekurangan lelaki, bagus sekali, sejak kini soal dinas kita berbicara dalam hal dinas, soal pribadi tak usah dipusingkan masing-masing pihak dan kitapun tidak usah saling mengusik pihak yang lain!"
Liu Yok siong tidak menyangka kalau mereka akan berbalik muka secepat itu, bahkan ucapan yang diutarakan mana blak-blakan, tajamnya melebihi pisau silet, kontan ia dibikin tertegun. Selesai mendamprat, kedua orang perempuan itu membalikkan badan dan segera berlalu dari situ.
Liu Yok siong tak mampu menahan diri lagi, dia melompat turun dari pembaringan dan langsung menubruk ke belakang tubuh kedua orang perempuan itu.
Ilmu silat yang dimilikinya cukup tangguh bahkan karena posisinya yang kurang menguntungkan, berulang kali dia harus menahan diri karena dipermainkan orang.
Kalau di hadapan Ting Peng atau Cing Cing, dia masih bisa menerima cemoohan dengan begitu saja. Di hadapan singa emas dan Naga perak, dia pun masih dapat berusaha keras menahan diri.
Tapi berada di hadapan kedua orang perempuan ini, dia tak tahan kalau mesti menerima cemoohan dengan begitu saja, apa lagi Liu toaya bukan seorang lelaki yang mandah dihina dengan begitu saja...
Selanjutnya,