Golok Bulan Sabit Jilid 28

Cerita Silat Mandarin Golok Bulan Sabit Jilid 28 Karya Khu Lung
Sonny Ogawa

Golok Bulan Sabit Jilid 28

Cerita silat Mandarin Karya Khu Lung
"AKU tahu!" kata Ting Peng sambil tertawa, "Oleh sebab itulah kau pun tak usah melakukan apa-apa baginya!"

"Aku juga tahu akan hal ini, namun orang lain tidak berpendapat demikian, yang mereka kenali hanya golok itu, yang mereka rasakan hanya ilmu golok tersebut."

"Siapa yang kau maksudkan sebagai orang lain?"

"Dahuhu adalah si singa emas, naga perak, walet baja dan orang-orang lima partai besar, mereka semua mengenali ku sebagai ahli waris dari yayamu..."

"Tentang soal ini, kau toh bisa memberikan penjelasan..."

"Cing-cing, kau jangan berbuat bodoh, siapakah yang akan mempercayai penjelasanku? Penjelasan yang paling baik adalah mengayunkan golok, sebab setelah golok diayun maka tidak perlu penjelasan apa-apa lagi!"

Cing-cing termenung untuk beberapa saat lamanya, kemudian ia baru berkata: "Ya, apakah kau sudah mengetahui akan riwayat dan asal usul kami...?"

Ting Peng manggut-manggut. "Betul, walaupun pengalaman dari pengetahuanku dalam dunia persilatan di masa lalu masih cetek, dan akupun tidak mengetahui tentang Mo-kau, tapi sekarang aku sudah mengetahui dengan jelas."

"Bagaimanakah pandanganmu terhadap Mo-kau?"

"Tidak tahu!"

"Mengapa bisa tidak tahu?"

"Tentu saja tidak tahu, ketika aku muncul dalam dunia persilatan, Mo-kau sudah berhenti melakukan gerakan, sekalipun yang lain mengatakan bahwa Mo-kau banyak melakukan kejahatan namun aku hanya menyaksikan anak murid Mo-kau dianiaya dan disiksa orang lain, meski orang lain mengatakan orang-orang Mo-kau berhati binatang, sesat dan kejam, cara kerjanya amat kasar dan tak berperikemanusiaan, namun orang-orang yang dekat dan baik kepadaku justru merupakan orang-orang Mo-kau yang setia tulus, lembut dan berbudi luhur."

"Terima kasih banyak kongcu, terima kasih banyak!" seru si Unta tembaga amat terharu.

Ting Peng merenung lagi beberapa saat lamanya, kemudian ia baru berkata lagi: "Loya-cu mewariskan ilmu goloknya kepadaku, memberikan goloknya kepadaku, semuanya ini disebabkan karena aku adalah cucu menantunya!"

"Benar! Sesaat sebelum majikan berangkat ke alam baka, ia berulang kali menegaskan kalau kongcu dan Mo-kau sama sekali tak ada hubungan apa-apa, bahkan majikan telah menghapus pula nama nona dari dalam perkumpulan, malah budak tua sekarang pun sudah dicoret namanya dari perkumpulan, sekarang budak sudah tidak terhitung anggota Mo-kau lagi."

"Tapi kaucu adalah kakek mertuaku, paling tidak aku masih mempunyai hubungan keluarga dengannya!"

"Majikan tua hanya berharap kongcu bisa menggunakan ilmu golok dan golok tersebut sebaik-baiknya. selebihnya ia tidak mengharapkan apa-apa!"

"Walaupun dia tidak mengharapkan apa-apa dariku, namun aku tak bisa tidak harus melakukan sedikit pekerjaan baginya!"

"Apa yang hendak kongcu lakukan?"

"Aku harus membuat jelas satu persoalan!"

"Persoalan apa?"

"Hubungan antara Cia Siau giok dengan Mo-kau, kendatipun dia putri Cia Siau hong namun anak buahnya justru meliputi penghianatan perkumpulan seperti Si singa emas, naga perak dan lain-lainnya, dari sini dapat disimpulkan kalau dia mempunyai hubungan yang akrab sekali dengan pihak Mo-kau"

Si Unta tembaga termenung sampai lama sekali, kemudian dia baru berkata: "Dia adalah putri yang dilahirkan antara Cia tayhiap dengan Thian bi kiongcu, sedangkan bagaimana ceritanya sehingga Cia tayhiap bisa berhubungan dengan Thian bi kiongcu, budak tua sendiri pun kurang begitu jelas!"

"Kalau begitu katakan saja hal-hal yang kau ketahui!"

"Baik, peristiwa ini panjang sekali untuk diceritakan, nama asli Thian bi kiongcu adalah Sun Cun hi..."

"Kalau begitu bait syair semalam mendengar hujan rintik diloteng kecil adalah memaksudkan dia?"

"Benar, peristiwa itu sudah berlangsung lama sekali..."

* * *

MUSIM HUJAN KEMBALI MENJELANG DATANG

Sudah tiga tahun lamanya si Unta tembaga berdiam di keluarga Ting. Selama tiga tahun ini, kehidupan mereka dapat dilewatkan dengan tenang, tapi ada pula kejadian yang patut digirangkan, yang terpenting adalah Cing-cing telah melahirkan dua orang anak lelaki. Sepasang bocah kembar yang gemuk dan putih itu, kini sudah berusia setahun lebih.

Pada saat merayakan hari ulang tahunnya yang pertama, gedung keluarga Ting nampak ramai sekali, banyak jago persilatan dari berbagai daerah, baik yang punya nama maupun yang tak punya nama berbondong-bondong datang ke sana, untuk menyampaikan selamat.

Ternyata Ting Peng telah merubah sikap congkak dan tinggi hatinya dulu, dengan ramah tamah dan sikap yang hangat dia munculkan diri dihadapan orang-orang itu dan berterima kasih untuk menyampaikan selamat mereka.

Dalam perjamuan demikian, biasanya di selenggarakan pula suatu upacara tradisionil yakni menangkap usia setahun. Maksudnya, dalam sebuah keranjang yang besar akan di isi dengan berbagai barang untuk melambangkan berbagai profesi, kemudian mempersilahkan kepada sang bocah untuk mengambil sendiri benda yang di inginkannya itu.

Seorang bocah berusia setahun, tentu saja tidak mengerti untuk memilih, dia hanya akan mengambil benda yang dianggapnya sebagai benda yang paling menarik baginya. Dari barang yang berhasil diambil inilah, konon nasib bocah tersebut dimasa mendatang bisa diramalkan.

Jika yang diambil adalah sie poa emas kecil, maka besarnya nanti akan menjadi seorang saudagar yang berhasil. Apabila yang diambil adalah sebuah cap kerajaan, maka dikemudian hari dia akan menjadi pembesar.

Konon Cia po giok dalam kisah Hong lo bong dulu mengambil sebuah kotak pupur, sehingga setelah dewasa ia dibikin pusing oleh masalah perempuan yang serba ruwet.

Dua orang bocah cilik itu berlari keluar, mereka putih lagi gemuk dan lucu sekali, berlari kesana kemari sambil tertawa, sedikitpun tidak nampak rasa takut.

Sementara itu, barang-barang untuk upacara tradisionil telah dipersiapkan, dalam keranjang tersebut sudah tersedia berbagai barang yang indah, satu diantaranya justru terdapat sebilah yang amat istimewa dan membuat orang merasa tercengang.

Itulah sebilah golok berikut sarungnya, golok yang berwarna hitam pekat. Inilah golok mestika milik Ting Peng, golok yang menggetarkan seluruh kolong langit, golok dengan ukiran syair 'Siau lo it ya teng cun hi'. Golok tersebut diletakkan dalam keranjang, sehingga memancarkan hawa pembunuhan yang menyeramkan.

Kedua orang bocah itu memandang sekejap kearah barang- barang yang bertumpukan disitu, kemudian hampir pada saat yang bersamaan mengambil golok tersebut. Walaupun dalam keranjang tersedia begitu banyak barang, namun tak satupun yang diperhatikan, kedua-duanya tertarik pada golok tersebut.

Sang lotoa memegang gagang golok sedang loji memegang sarungnya, kedua orang bocah tersebut saling memperebutkan sebentar, kemudian "Cringg" golok tersebut terlepas dari sarunguya dan golok itu berada ditangan sang lotoa.

Para tamu yang berada disekeliling tempat itu segera berseru tertahan karena kaget. Hanya Ting Peng seorang yang masih tertawa terkekeh-kekeh, katanya kemudian:

"Baik sekali! Kalian berdua memang cukup tahu mutu barang, bahkan telah melakukan suatu pilihan yang bagus!"

Dia maju ke depan mengambil kembali golok tersebut dari tangan lotoa kemudian dengan cepat dia menyodok pelan sepasang bahu bocah tersebut sehingga menjerit dan menangis.

Cing Cing dengan wajah memucat karena kaget buru-buru keluar dan membopong bocah tersebut, namun kedua tangan si bocah telah terkulai lemas ke bawah. Dengan hati yang gelisah dia lantas menegur: "Apa yang kau lakukan?"

"Tidak apa-apa, aku hanya membuat cacad urat dan otot sepasang tangannya, namun tak akan mempengaruhi perkembangannya nanti, hanya saja selama hidup dia tak bisa berlatih ilmu silat lagi"

Sambil menahan isak tangisnya Cing cing segera berseru. "Bocah ini toh masih kecil, dia tahu apa? Sekalipun tak usah belajar silat, kau tak perlu berbuat demikian?"

"Aku tidak melarang mereka berlatih silat, tapi yang dipilih adalah sebilah golok tak bersarung, golok yang bermata tajam ini menandakan suatu firasat jelek, oleb sebab itu dia tak boleh mempelajari ilmu golok tersebut, golok itu milik loji"

Selamanya Cing cing adalah seorang istri yang penurut, sekarang sikapnya terhadap Ting Peng berubah semakin menghormat lagi, katanya dengan serius: "Perkataanmu memang betul"

Ting Peng segera memasukkan kembali goloknya kedalam sarung kemudian serunya: "Unta tembaga!"

Si Unta tembaga yang sedang membopong loji segera menyahut dengan hormat: "Budak di disini!"

"Kemarin ada orang datang mencarimu, apakah di suruh aku berangkat...?"

"Ooooh, itu hanya... hanya..." saking tergagapnya si Unta tembaga sampai tak mampu untuk mengucapkan sepatah katapun.

"Tidak mengapa aku tahu kalau lo hujin yang mengutus orang datang mencarimu, murid-muridnya yang berada disana telah selesai belajar dan kau diharapkan kesana untuk membantunya!"

Menyaksiksn persoalan tersebut telah di utarakan terpaksa si Unta tembaga berkata: "Lo hujin membawa sekelompok murid yang baru terjun ke dunia persilatan, dia kekurangan tenaga maka budak tua disuruh membantunya tapi berhubung budak tua belum memperoleh ijin dari kongcu..."

"Baik, aku disini memang tak ada urusan, pergilah kau!"

"Terima kasih kongcu!"

"Jangan bertetima kasih dulu, aku masih ada urusan yang bakal merepotkan dirimu, bawalah golok ini juga si loji, dia adalah darah daging Cing-cing, sudah sewajarnya bila meneruskan cita-cita dari loyacu, aku pikir lo-hujin sudah pasti tak akan menolak!"

Sementara si Unta tembaga masih tertegun dan tak tahu apa yang dimaksudkan Ting Peng telah berkata lagi:

"Walaupun persoalan ini kuputuskan sedikit terlalu gegabah, tapi Loyacu sudah tidak mempunyai keturunan lagi, apa pula golok sakti Mo-kau berada di tanganku mungkin aku masih bisa dianggap sebagai separuh majikannya, mulai sekarang bocah ini sudah merupakan calon kaucu dari Mo-kau, sebelum berusia delapan belas tahun dia akan diasuh dan dididik oleh lo-hujin dan kau, selewatnya delapan belas tahun, biar dia secara resmi memangku jabatan...."

Mendengar sampai disitu, saking terharunya si Unta tembaga segera menjatuhkan diri berlutut diatas tanah, serunya berulang kali: "Terima kasih kongcu, terima kasih kongcu..."

Saking terharunya, suara orang itu sampai parau dan tidak mampu untuk meneruskan kata-katanya lagi.

Ting Peng segera menariknya bangun, kemudian berkata lebih jauh: "Kau tak usah mengucapkan kata-kata seperti itu, aku berhasil seperti sekarang adalah berkat jasa dari kakek mertuaku, budi kebaikan ini tak ternilai harganya, inilah satu-satunya perbuatan yang bisa kulakukan untuk mewujudkan baktiku kepadanya, bakat loji sama seperti aku sewaktu kecil dulu, aku percaya dia mampu untuk memikul tanggung jawab ini, cuma kalian harus baik-baik mengawasinya dan mendidiknya!"

Si Unta tembaga menyembah berulang kali dengan perasaan amat terharu: "Baik! Baik! Budak tua pasti akan memikul tanggung jawab ini!"

"Hingga sekarang, kedua orang bocah tersebut belum sempat kuberi nama, hal ini disebabkan aku menantikan keputusan pada hari ini, walaupun keputusan mana agak sedikit gegabah, tapi semuanya hanya menuruti kehendak takdir, mungkin arwah loyacu di alam baka dapat merasakan hal ini dan telah memutuskan demikian, nah kau boleh menceritakan hal yang sesungguhnya kepada lo-hujin!"

"Baik...!"

Kembali Ting Pang berkata lebih jauh: "Kau pun boleh memberi tahukan kepada lo-hujin bahwa Mo-kau telah bangkit kembali dan tak usah kuatir dihalangi orang, segala sesuatunya akan kuhadapi, hanya saja tanggung jawabku hanya terbatas hingga bocah itu menjadi dewasa, apabila dia telah berusia delapan belas tahun, berarti tugasku telah selesai dan aku tak akan mengurusinya. Sekarang aku telah menyuruh Ah-ku dan Siau hiang menyiapkan kereta kuda menunggumu dipintu belakang, sekarang kau boleh pergi!"

"Baik, cuma.... kongcu, golok ini masih belum dibutuhkan majikan muda saat ini, lebih baik tinggalkan saja disamping kongcu!"

Ting Peng tertawa dan menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tidak usah, bawalah pergi, nah kau boleh berangkat sekarang!"

Sekali lagi si Unta tembaga menyembah beberapa kali, kemudian sambil membopong si bocah dan membawa golok tersebut dia berlalu melalui pintu belakang.

Sepeninggalan si Unta tembaga Ting Peng baru berkata kepada para jago yang berada di dalam ruangan tersebut.

"Mari! Mari! Mari! Mari! Mari kita duduk dan minum arak, kedatangan kalian untuk merayakan kejadian ini benar-benar membuat aku orang she Ting merasa berterima kasih sekali tapi apabila ada yang meninggalkan pesta sebelum merayakan ini selesai terpaksa aku orang she Ting akan berbuat keji kepadanya, sebab Tong tou tianglo baru saja membawa ketua muda Mo-kau berangkat meninggalkan tempat ini, aku tidak berharap ada orang yang menyusul mereka!"

Semua hadirin segera membungkam dalam suasana serius, tak seorangpun diantara mereka yang berbicara.

Sambil tertawa Ting Peng segera mengangkat cawannya dan menghormati setiap orang tamunya. Ketika sampai didepan sebuah meja, mendadak ia menemukan ada dua orang sudah tidak ada disitu lagi.

Ketika ditanya, lelaki yang berada di sampingnya segera menyahut: "Baru saja mereka berdua pergi melepaskan hajad, dengan cepat mereka akan balik kembali!"

Ting Peng hanya tertawa, mendadak dia mengeluarlan sebuah pisau belati kecil dan segera memotong salah satu kaki meja tersebut. Kemudian ditengah ruangan itu juga, pelan-pelan dia memotong kaki meja tadi dan dibentuk menjadi sesuatu benda.

Tindak tanduknya ini segera mencengangkan semua orang, apalagi setelah dilihatnya orang itu nembentuk sebilah golok dengan menggunakan kaki meja tadi. Pada saat itulah tampak ada dua sosok manusia yang secara diam-diam menyelinap ke sisi ruangan, kemudian berjalan menuju kearah luar gedung.

Sambil tertawa Ting Peng segera membalikkan badan dan menghadang didepan mereka berdua. "Kalian berdua hendak pergi?" dia menegur.

Paras muka kedua orang itu berubah hebat, serentak mereka mencabut pedang dan melepaskan tusukan kilat ketubuh Ting Peng. Walaupun kedua orang itu tidak ternama dalam dunia persilatan, namun serangan pedang yang mereka lepaskan benar-benar dahsyat sekali bahkan sama sekali tidak berada dibawah kepandaian silat seorang jago kenamaan.

Dengan meninjau permainan pedangnya saja, mungkin mereka dapat mencantumkan diri diantara sepuluh orang jago terlihay didalam dunia persilatan dewasa ini, lagi pula pedang yang mereka pergunakan adalah senjata mestika yang tajam sekali.

Sebaliknya ditangan Ting Peng hanya memegang sebilah golok, sebilah golok yang terbuat dari kaki meja. Menggunakan golok kayu itulah dia mengayunkan kedepan pelan,

"Traang!" Traang!"

Ke dua pedang mestika tadi tahu-tahu sudah patah menjadi dua bagian. Kedua orang tersebut masih sempat menerjang maju belasan langkah lebih, akhirnya roboh terkapar di atas tanah dengan badan terbelah menjadi dua bagian. Hasil dari bacokan tersebut sama sekali tidak berbeda jauh dengan hasil bacokan menggunakan golok mustika.

Sambil membuang golok kayu itu ke tanah, Ting Peng menghela napas panjang, katanya: "Kalau Cia Siau hong sudah membuang pedangnya semenjak puluhan tahun berselang, maka sampai hari ini aku baru bisa meninggalkan golok baja untuk memakai golok kayu, aaai... bila dibandingkan dengan dia, aku masih ketinggalan jauh sekali, sungguh memalukan! Sungguh memalukan...!"

* * *

Siau hiang dan Ah ku telah kembali, Cing-cing sedang bermain dengan putra mereka Ting Koh bun dalam ruangan. Siau hiang begitu masuk ke dalam, dia segera berlutut dan menyembah sebanyak tiga kali.

Melihat itu, Ting Peng segera menegur sambil tertawa. "Hei, budak! Mengapa kau? Mengapa secara tiba-tiba melakukan penghormatan besar?"

"Lo hujin yang menitahkan kepada budak untuk mewakili dia orang tua melakukan penyembahan ini, sebagai rasa terima kasihnya kepada kongcu!"

Buru-buru Ting Peng menariknya bangun sambil berseru: "Aku tidak berani menerima penghormatan seperti ini, kau si bocah memang suka sekali bergurau!"

"Lo hujin mengatakan bahwa tata kesopanan sudah seharusnya dilaksanakan demikian, dan lagi diapun bilang kalau rasa terima kasih ini bukan dari dia seorang, melainkan rasa terima kasih dari semua kousu Mo-kau generasi yang lalu, terima kasih kepada kongcu sehingga keturunan dan warisan Mo-kau tidak hilang lenyap dengan begitu saja."

Ting Peng berpikir sebentar kemudian baru bertanya. "Baik-baikkah nenek?"

"Lo hujin berada dalam keadaan sangat baik, sambil membopong majikan muda ia nampak gembira sekali, mana mencium mana tertawa seakan-akan usianya menjadi muda sepuluh tahun, saban hari mulutnya tak pernah bisa merapat kembali!"

"Amankah tempat mereka itu?"

"Aman sekali, lelaki perempuan semuanya berjumlah lima puluh orang, yang lelaki berlatih ilmu golok sedangkan yang perempuan belajar ilmu pedang, Tong tianglo telah mencobanya sendiri untuk satu lawan satu, mungkin kekuatannya hampir berimbang!"

"Ooooh, sungguh tak kusangka kalau mereka dapat mencapai tingkatan seperti ini, berbicara soal kekuatan mana semestinya sudah cukup untuk dipakai membela diri, bagaimanakah keadaan medan disitu?"

"Tempat itu merupakan sebuah pulau kecil ditengah telaga, empat penjuru berupa air!"

"Hhmmm, tempat semacam ini, kurang baik" kata Ting Peng dengan kening berkerut, "Walaupun sekeliling pulau dilindungi air telaga, bukan berarti tak bisa membendung serangan musuh, apa lagi yang yang hidup di pulau tersebut menganggap pulau mereka sudah dilindungi oleh telaga yang luas, penjagaan disekitar sana bisa menjadi mengendor akibatnya?"

"Budak pun telah mengemukakan persoalan ini kepada lo-hujin, Tong tianglo bilang dia akan segera memperhatikan soal ini dengan mengembangkan pos penjagaannya di seluruh pantai pulau itu!"

Ting Peng manggut-manggut. "Kalau begitu terhitung lumayan juga, cuma bagaimanapun rapatnya penjagaaan toh tak akan bisa menahan yang datang membawa maksud tertentu!"

"Tong tianglo bilang menyerang adalah suatu pertahanan yang paling baik tapi lo-hujin menolak, dia bilang peristiwa dimasa lampau merupakan contoh yang amat jelas untuk menjaga agar supaya Mo-kau tetap hidup didunia ini, dan selanjutnya menjadi salah satu kekuatan dalam dunia persilatan, lebih baik jangan melakukan pembunuhan lagi."

"Aaaai, tapi orang lain tak akan berpikiran demikian" kata Ting Peng sambil menghela napas panjang.

"Lo hujin sudah bilang, segala sesuatunya terserah pada diri kita sendiri, Mo-kau tak akan bertempur jika tidak diserang, tapi untuk mempertahankan hidup, kami tak akan mundur karena ketakutan!"

Ting Peng segera manggut-manggut, kemudian katanya lagi: "Sepanjang jalan kembali kesini, kau berjumpa dengan kesulitan apa saja?"

Siau hiang berpikir sejenak kemudian menggeleng. "Tidak ada, segala sesuatunya amat tenteram!"

"Aku tidak percaya akan hal ini, aku rasa paling tidak pasti ada orang yang ingin menghalangimu, dan mencoba untuk menanyakan kepergian kalian."

"Budakpun berpendapat demikian, tapi kenyataannya benar-benar tidak berjumpa dengan seorang manusiapun, kendatipun budak dapat merasakan bahwa jejak kami selalu diikuti orang dari belakang, namun tak pernah ada yang menampakkan diri untuk melakukan penghadangan secara terang-terangan!"

Ting Peng segera manggut-manggut. "Mungkin pihak lawan merasa kekuatan yang dimilikinya kurang cukup, sebab untuk menghalangi kau dan Ah-ku mungkin bukan suatu pekerjaan yang terlalu mudah!"

Ketika berbicara sampai disitu mendadak dari luar jendela kedengaran suara burung terbang merendah. menyusul kemudian tampak seekor burung merpati pos yang putih dan gagah sudah hinggap diatas tangan Ting Peng. Inilah sistim pemberitaan yang digunakan Ting Peng selama ini dan anggota keluarga tak pernah menanyakan ataupun mencampuri urusan tersebut.

Maka sewaktu dia melepakan sebuah tabung bulat kecil dari kaki burung merpati tersebut, tak seorangpun yang berani berjalan mendekat. Ketika Ting Peng selesai membaca isi surat tersebut dia baru tertawa dan berkata:

"Siau hiang, walaupun kau tidak menjumpai sesuatu peristiwa apapun sepanjang perjalanan kembalimu ke sini, tapi sepanjang jalan yang kalian lewati sewaktu berangkat pulang tadi paling tidak ada empat puluhan orang jago lihay yang bersembunyi di balik tempat-tempat rahasia untuk mengintai dirimu."

Siau hiang merasa amat terkejut sesudah mendengar perkataan itu, segera serunya: "Aaah, masa ada peristiwa seperti ini? Mengapa budak sama sekali tidak tahu?"

"Yang mengintai dirimu selama ini adalah para ahli mengintai yang sudah berpengalaman luas sekali, tempat persembunyian mereka pun dibuat sedemikian rupa sehingga rahasia sekali letaknya, tak mungkin kau dapat menemukannya!"

"Siapa saja orang tersebut?"

"Mereka adalah jago-jago yang tergabung dalam lima partai besar, bahkan merupakan jago pilihan, tapi dari sekian banyak jago, orang-orang dari Khong tong pay dan Gobi-pai yang paling banyak, tujuan mereka adalah untuk menghalangi jalan pergi kalian!"

"Lantas mengapa mereka tidak bertindak untuk menghalangiku?"

"Sebab mereka sudah keburu dibantai orang!"

"Siapa pula yang telah membantai mereka?"

"Sekelompok pembunuh-pembunuh berkerudung yang tidak jelas indentitasnya. Cuma aku sudah tahu siapakah yang mengirim mereka."

"Siapa?"

"Orang-orang itu adalah anak buah Liu Yok siong, aku tahu keparat ini tak akan tahan berdiam diri hidup kesepian, sekarang dia sudah mulai bergerak. Cing-cing, kita pun harus keluar untuk melemaskan otot, sudah tiga tahun kita hidup mengendon dirumah. Orang bisa malas kalau begini terus, bila tidak bergerak lagi, mungkin banyak teman lama yang akan melupakan kita!"

Cing-cing tidak berbicara, terhadap perkataan dari Ting Peng, selamanya dia tak memang tak pernah membantah...

PENUTUP

CING CING duduk dalam kereta, Ting Peng duduk dihadapan mukanya, sedang Ah-ku bertindak sebagai kusir.

Waktu itu Ting Peng sedang memainkan sebilah golok, sebilah golok yang indah sekali, golok kayu yang diatas batangnya terukir lukisan indah, ada pemandangan alam, ada perempuan cantik, ada kereta dan lain sebagainya. Itulah sebuah pemandangan yang menarik sekali.

Benda ini dibeli Ting Peng dengan uang sepuluh laksa tahil emas murni, dibeli dari sebuah rumah penjual barang. Ting Peng menginginkan benda tersebut karena golok itu amat indah dan istimewa, tentu saja karena antik dan menawan hati.

Lama sekali dia memainkan benda itu, sementara Siau hiang yang duduk didepan kakinya turut menikmati benda tadi, mendadak dia bertanya:

"Kongcu, benarkah kau hendak menggunakan golok kayu ini untuk menghadapi musuh, membunuh orang?"

Ting Peng tertawa: "Benar? Golokku telah dibawa Unta tembaga, aku rasa lo hujin memerlukan benda tersebut, padahal akupun seorang pemakai golok, tentu saja aku harus memakai golok!"

"Kongcu, aku tidak habis mengerti, kalau toh tenaga dalam kongcu sudah mencampai tingkatan yang luar biasa, namun tanpa golok tersebut."

Ting Peng manggut-manggut. "Yaa, tanpa golok tersebut aku hanya bisa memanfaatkan enam tujuh bagian kekuatan sesungguhnya, tapi bila kugunakan golok tersebut, kehebatanku bisa mencapai dua belas bagian."

"Kita akan berangkat untuk membantu lo hujin?"

"Benar, sekarang semua jago dari berbagai partai maupun jago dari Thian bi kiongcu telah bermunculan, mereka tak akan melepaskan lo-hujin sekalian dengan begitu saja."

"Tinggikah ilmu silat mereka?"

"Konon amat tinggi, terutama anak buah Thian-bi kiongcu, mereka rata-rata hebat, apalagi sebagian kekuatan itu sudah berada dibawah komando Cia Siau giok, gadis berhati keji ini, bila kita tidak membantu, lo-hujin akan menjumpai kesulitan."

Kongcu, kalau toh kita hendak membantu lo-hujin, mana kepandaian silat pihak lawan hebat sekali, mengapa kau malah mengirim pergi golok mestika tersebut?"

Ting Peng segera tertawa. "Selama golok sakti itu ditanganku, tiada orang yang bisa menandingi diriku, lagi masa orang lain akan memusuhi diriku?"

Siau Hiang menggelengkan kepalanya berulang kali. "Mungkin tiada orang yang berani, sejak naga perak terbunuh mungkin sudah tak ada manusia yang berani memusuhimu lagi, konon naga perak termasuk jago lihay dalam permainan golok!"

"Itulah dia, bila aku membawa golok, orang lain tak akan berani turun tangan menentangku, mereka pasti akan menggunakan akal muslihat untuk mencelakaiku, membuat aku harus menjaga terhadap mereka yang terduga, oleh sebab itu membawa golok mestika malah justru akan menyusahkan diriku sendiri."

"Tapi dengan golok tersebut, kau bisa memukul mundur lawan, apalagi Kim say tianglo sudah berhasil melatih ilmu silatnya mencapai tujuh bagian kesempurnaan."

"Benar!" kata Ting Peng tertawa. "Sewaktu bertarung melawanku dulu, kemampuannya memang cukup hebat, tapi dengan golok ini ditanganku, dia tak akan banyak berkutik."

"Golok ini tak akan mampu menambah kekuatan bagimu, budak telah meneliti dengan seksama, golok ini terbuat dari kayu Hong-yang, meski keras namun tidak kuat bila menjumpai senjata yang tajam, benda ini segera akan patah menjadi dua."

"Inilah yang kuinginkan!"

"Kongcu, budak tidak mengerti!"

"Budak bodoh, otakmu sudah tumpul barangkali, bila kau membawa sebilah golok, apakah kau akan tega mematahkan golokku ini?"

"Tidak, aku tak tega untuk merusaknya!"

"Itulah dia, sejak musuh melihat golokku dalam hati mereka sudah timbul perasaan tak tega, serangan yang dilancarkan pasti akan tertunda waktunya, nah saat seperti inilah merupakan saat yang terbaik bagiku untuk turun tangan lebih dulu."

"Kongcu, hebat sekali siasatmu ini."

Ting Peng tersenyum. "Aku tak ingin menjadi Enghiong, tidak butuh nama kosong, aku hanya ingin hidup terus, demi mempertahankan hidup, cara apapun akan kutempuh."

"Bila cuma untuk mempertahankan hidup, sesungguhnya kongcu tak usah keluar rumah, asal kau duduk di rumah, siapa yang berani datang mengganggu?"

Ting Peng tertawa tergelak. "Siau Hiang, kau memang pintar, tapi mengapa mengucapkan kata-kata bodoh? Kau anggap asal duduk terus di rumah maka orang lain akan melepaskan aku? Seperti yaya, mereka sudah bersembunyi banyak tahun, tapi toh tak bisa bersembunyi terus?"

"Kongcu, keadaanmu jauh berbeda dengan majikan tua!"

"Sama saja, Kim say tianglo sekalian hanya bermaksud untuk membunuh yaya bukan untuk membalas dendam, merekapun takut yaya membalas dendam kepada mereka, inilah yang dinamakan ngeri dalam hati sendiri."

"Rasa ngeri dalam hati sendiri?"

"Benar, atau dengan perkataan lain mereka takut pada diri sendiri."

"Apa yang ditakuti dengan diri sendiri?"

"Kau masih kecil maka tidak akan mengerti, bila sudah dewasa nanti kau akan tahu sendiri. Seandainya kau berbuat salah kepada orang lain, atau jika kau mempunyai sesuatu ambisi, maka kau tak akan duduk tenang..."

"Aku tahu, oleh sebab Singa emas sekalian telah berbuat kesalahan terhadap majikan tua, maka mereka baru membunuhnya?"

"Benar, dunia persilatan memang tak pernah akan tenang untuk selamanya, satu generasi hilang, generasi yang lain akan muncul kembali..."

Siau Hiang menghela napas panjang, dia merasa perkataan majikannya memang benar. Hanya Cing Cing yang tetap bersikap tenang, dia seperti tidak memikirkan apa-apa, baginya yang penting adalah Ting Peng tetap disampingnya dan anak mereka tetap sehat selalu...

Tiba tiba kereta itu berhenti, Ting Peng tidak turun hanya bertanya: "Ah Ku, mengapa?"

Ah Ku tidak menjawab, ketika Ting Peng menyingkap tirai, di jumpainya Ah Ku sedang berlutut ditanah, sesosok mayat tergantung dihadapannnya, mayat berpakaian tembaga, dialah mayat si Unta tembaga. Unta tembaga diikat dengan tali dan di gantung diatas pohon, sedang Ah Ku sedang menangis sedih, meski tak bersuara. Air matanya jatuh bercucuran amat deras.

Ting Peng segera turun dari kereta, menghampiri pohon itu dan menurunkan jenasah Unta tembaga, tali pengikatnya dilepas, tubuh unta tembaga tergeletak dalam keadaan terbelah menjadi dua.

Cing Cing dan Siau Hiang telah turun dari kereta dan berlutut pula didepan jenazah, hanya Ting Peng masih meneliti jenasah itu dengan seksama.

Beberapa saat kemudian, ia baru berkata: "Liu Yok siong yang turun tangan!"

"Kau tidak salah melihat?" seru Cing cing tertegun.

"Tak mungkin, bacokan ini tepat dan rata, hanya orang yang tahu akan teori baru bisa berbuat demikian. Dalam dunia dewasa ini hanya dua orang yang bisa berbuat demikian, aku dan dia, sebab hanya kami berdua yang memperoleh warisan ilmu tersebut."

"Apakah Liu Yok siong telah berhasil mencapai tingkatan seperti kau?"

"Tidak, dia masih ketinggalan jauh, bila aku yang turun tangan, si Unta tembaga dalam keadaan hiduppun tak akan lolos dari bacokanku, tapi dia hanya bisa membacok mayat unta tembaga saja."

"Jadi dia mencelakai paman Tong lebih dulu kemudian baru turun tangan?"

"Yaa benar, penyebab kematian si unta tembaga yang sebenarnya adalah keracunan, dia mati keracunan, oleh sebab itu mayatnya tak nampak darah yang mengalir keluar."

"Mengapa?"

"Tentu saja demi memperebutkan golok tersebut."

Cing-cing tertegun sesaat, kemudian baru bertanya. "Bagaimana dengan bocah itu?"

Bocah itu tak akan mati, Liu Yok siong tak akan bertindak bodoh, dia pasti akan menahan bocah itu untuk mengancam kita."

Sementara itu Ah ku telah bangkit dan melakukan kode tangan dihadapan Ting Peng.

Sambil menghela napas Ting Peng segera menjawab: "Tak usah kuatir, aku tak akan melepaskan dia, tapi soal membalas dendam bukan tugasmu, golok bulan sabit telah berada di tangan Liu Yok siong, kau bukan tandingannya."

Ah-Ku masih ingin mengemukakan sesuatu, tapi Ting Peng segera menukas:

"Sekarang gotong jenasah si Unta tembaga ke atas kereta, kemudian kita pergi mencarinya."

Ah-ku membopong jenasah si Unta tembaga dan mengikatnya kembali dengan tali.

Ting Peng membopong si bocah dari dalam kereta lalu berseru. "Mari berangkat, aku tahu lima puluh li didepan sana ada kuil, kita titipkan dulu jenasah si Unta tembaga disana."

Siau hiang hendak membopong bocah itu, tapi Ting Peng kembali berkata:

"Lebih baik aku membopong sendiri, sepanjang jalan pasti banyak bahaya, ilmu silatmu hanya bisa digunakan untuk melindungi diri, tak nanti bisa kau lindungi bocah ini."

Siau hiang benar-benar mundur, dia tahu akan kemampuannya bila menjumpai serangan dia memang tak mampu melindungi bocah tersebut.

Sepanjang jalan menuju kuil Cu-im-si, mereka harus melewati tujuh kali penghadangan. Penghadangan tersebut dilakukan oleh jago-jago persilatan yang berilmu tinggi, mereka bersama bahkan tidak pakai peraturan dunia persilatan, mana senjata rahasia beracun, ayunan golok, pedang, semuanya dilakukan serentak.

Padahal mereka hanya berlima ditambah seorang bocah berusia setahun lebih, bukan saja tak bisa membantu, bahkan hanya merepotkan. Untung saja Ting Peng sendiri yang membopong bocah itu, dengan tangan sebelah membopong bocah, tangan lain menggenggam golok kayunya.

Ruyung panjang dari Ah-ku juga membunuh beberapa orang, tapi dia sendiripun menderita luka, lengan kirinya kena dipatahkan terhantam oleh bacokan golok yang amat besar. Padahal khikang pelindung badannya telah berhasil dilatih hingga mencapai tingkatan yang kebal dengan senjata, namun lelaki tak bernama yang melukainya itu hanya menghadiahkan sebuah bacokan.

Meski hanya sebuah bacokan, namun sakitnya sampai merasuk tulang, ia mendengar suara tulang lengannya yang patah, tapi mendengar juga suara remuknya tulang dari tubuh lawan, itulah hasil karya ruyung panjangnya yang berhasil melilit tengkuk lawan dan menghancur lumatkan tulang belulangnya.

Lo hong-tiang dari kuil Cu im-si adalah teman lama Ting Peng, setelah menerima jenasah si unta tembaga untuk sementara waktu, kemudian sambil membacakan doa, mengantar mereka naik ke dalam kereta. Sebab dari wajah setiap orang dia telah menemukan hawa pembunuhan yang amat tebal.

Ah-ku masih bertanya kemana mereka hendak pergi, secara tegas Ting Peng segera menjawab:

"Berangkat ke perkampungan Sin-kiam-san-ceng!"

"Mengapa harus ke Sin-kiam-san-ceng?" tanya Siau hiang.

"Sebab aku dapat merasakan, mereka sudah pasti telah berkumpul semua di dalam perkampungan Sin kiam san-ceng!"

Siau hiang tidak banyak bertanya lagi, dia cukup mengetahui akan kemampuan majikannya selama dua tahun belakangan ini, meski tak pernah melakukan sesuatu, namun dia seperti tahu akan segala persoalan yang sedang terjadi.

Firasat Ting Peng memang tidak salah, sepanjang jalan menuju ke perkampungan Sin kiam san-ceng, mereka bertemu dengan banyak sekali jago-jago persilatan yang menuju ke arah sana namun tak seorang pun diantara mereka yang mengusik rombongan berkereta ini.

Tujuh babak pertarungan yang berlangsung dalam tujuh kali penghadangan sudah cukup membuat hati mereka ketakutan.

Sewaktu Ting Peng tiba di depan perkampungan Sin kiam san-ceng, dia datang agak terlambat, pertarungan yang berlangsung disitu sudah mendekati terakhir. Dari tumpukan mayat yang bergelimpangan di tanah mereka temukan seorang nenek yang sudah gawat keadaannya.

"Nenek..." sambil menangis Cing-cing berseru.

Nenek itu menelan ludahnya sambil terengah, lalu menjawab lirih: "Akhirnya kalian datang juga, mengapa golok Ting Peng bisa terjatuh ke tangan Liu Yok siong?"

Terpaksa Cing-cing menceritakan keadaan yang sebenarnya secara ringkas. Dengan perasaan lega nenek itu menghembuskan napas panjang, lalu katanya lagi:

"Terima kasih banyak kepadamu Ting Peng, terima kasih atas pemberian seorang anakmu untuk kami!"

"Hal ini sudah seharusnya!" jawab Ting Peng sambil turut berlutut ke atas tanah.

"Kini, bocah tersebut sudah terjatuh ke tangan mereka, kalian harus merebutnya kembali, golok itu tak perlu diminta lagi, yang penting bocah tersebut, pergilah ke tempat kami, disitu masih ada dua puluhan orang, mereka adalah sisa perkumpulan kita yang terakhir, tunggulah sampai bocah itu menjadi dewasa, suruh dia merebut kembali golok mestika tersebut, bangun kembali perkumpulan Mo-kau kita. Biar golok itu berada ditangan Liu Yok siong, kemampuannya terbatas sekali, dua puluh tahun kemudian bocah itu pasti dapat mengalahkannya biarlah saja dia gembira selama dua puluh tahun!"

"Tidak bisa, biar seharipun aku tak dapat melepaskannya dengan begitu saja!"

"Walaupun Liu Yok siong pantas dibunuh, namun dia telah membalaskan dendam buat partai kita, ia telah membunuh semua penghianat dan musuh-musuh kita"

“Ooooh...!"

"Singa emas, Thian-bi, masih ada beberapa orang jago lihay dari berbagai perguruan besar, pokoknya setiap musuh yang turut serta dalam penumpasan terhadap perkumpulan kita di masa lalu, semuanya telah tewas di ujung goloknya, perhitungan loya-cu memang tepat, dia telah mempergunakan golok dan ilmu golok sendiri untuk membalas dendam, oleh sebab itu walaupun Liu Yok siong telah membunuh banyak orang kami, aku tidak merasa mendendam kepadanya..."

Nenek itu tidak berbicara lebih lanjut, kendatipun dia masih mempunyai banyak masalah yang hendak diutarakan, namun ia sudah tak berkekuatan lagi untuk mengutarakan keluar.

Sementara Cing Cing masih menangis, Ting Peng telah menyerahkan bocah itu kepadanya kemudian berjalan menuju ke pintu perkampungan. Didepan pintu terdapat banyak orang sedang mengumpulkan mayat, mereka semua masih muda-muda, agaknya tak seorangpun yang mengenal Ting Peng, tiada yang menyapa atau menegurnya.

Barulah sesampainya dipintu gerbang, Cia sianseng baru muncul sambil menjura: "Ting kongcu, baik-baikkah selama ini?"

"Banyak juga yang tewas disini!" Jengek Ting Peng dingin.

"Yaa, benar, baru saja majikan kami, mendemonrasikan kelihayannya dengan menyingkirkan semua perintang yang ada."

"Majikan kalian? Apakah Cia-taihiap telah kembali?"

"Bukan! Majikan tua telah hidup bebas dan tidak mencampuri urusan keduniawian, lagi yang kumaksudkan adalah majikan baru kami"

"Majikan baru? Bukan majikan muda?"

Cia sianseng segera tertawa. "Yaa, hampir begitulah, sebab majikan muda kami akan menikah dengan majikan baru, kemudian membangun kembali perkampungan Sin kiam san-ceng ini, bahkan perkampungan kami pun di ubah menjadi perkampungan Sin to ceng, perkampungan golok sakti."

"Sin to-ceng? Jadi majikan baru kalian adalah..."

"Yaaa. betul! Dia adalah Liu Yok siong, Liu tayhiap!"

"0oooh, rupanya dia...!" seru Ting Peng sambil tertawa, "Dia toh anak muridku!"

Cia sianseng segera tertawa. "Walaupun Liu tayhiap sudah menjadi tenar, namun ia masih mengakui sebagai murid Ting kongcu, maka diapun menerima pemberian golok sakti dari kongcu, sebab kejadian ini memang lumrah!"

"Dia masih mengakui sebagai muridku?"

"Ting kongcu adalah sahabat karib majikan tua, sedangkan Liu cengcu telah menjadi menantunya majikan tua, bagaimanapun juga tingkat kedudukannya memang agak rendah setingkat, apalagi belajar ilmu dari Ting kongcu pun bukan suatu kejadian yang memalukan!"

"Kalau toh dia masih menganggap aku sebagai gurunya, kini gurunya sudah datang mengapa dia belum menampakkan diri untuk menyambut?" seru Ting Peng kemudian dengan gusar.

Cia sianseng segera tertawa. "Sebentar akan datang, sebentar akan datang! Berhubung seluruh badan Liu Cengcu kotor oleh darah, ia tak berani berbuat semberono, maka sekarang sedang pulang bertukar pakaian."

Sementara berbicara, Liu Yok siong dengan pakaian yang indah dan menggandeng Cia Siau giok telah menampakkan diri. Begitu tertemu dengan Ting Peng, dia segera menjura seraya berkata:

"Terima kasih banyak atas hadiah golok mestika dari suhu, tecu telah mengandalkan golok ini untuk membunuh tujuh belas orang jago lihay dari dunia persilatan dewasa ini."

"Bagus sekali, mungkin kau sudah anggap tiada tandingannya lagi di dunia ini?"

"Aaah, mana bisa! Mana bisa! Berada di hadapan suhu, tecu tak berani mengucapkan perkataan semacam ini, apalagi masih ada Cia Siau hong seorang! Cuma, bila aku telah menikah dengan nona Cia, kalian berdua yang satu adalah ayah mertuaku, sedang yang lain adalah guruku, tentu saja kalian tak akan menggangguku lagi!"

Ting Peng segera berpaling ke arah Cia Siau giok sambil berseru: "Siau giok, kiong-hi untukmu!"

Cia Siau giok segera tertawa. "Tidak apa-apa, Ting Peng, aku adalah orang yang enggan tunduk di bawah orang lain, oleh karena kau enggan mengawiniku, aku terpaksa harus kawin dengannya."

"Ia telah membinasakan Thian-bi Kiongcu!"

"Benar, diapun membunuh si Singa emas dan sekalian penghianat Mo-kau, ia pernah mendapat pesan dari Mo-kau kaucu agar membersihkan perguruan dari kaum penghianat, sudah kewajibannya bila dia berbuat begitu!"

"Tapi Thian-bi kiongcu toh ibu kandungmu sendiri?"

"Hubungan dengan ibuku amat tawar, kalau dibilang dia masih terhitung selirnya Mo-kau kaucu, kini Liu Yok siong membunuhnya demi perguruan, sudah barang tentu aku tak bisa menghalangi niatnya itu!"

"Paling tidak kau tak pantas untuk kawin dengannya!"

Kembali Cia Siau giok tertawa. "Bila aku tidak kawin dengannya, mungkin termasuk akupun akan dibunuh olehnya, padahal aku belum ingin mati, Ting Peng bila kau membantuku untuk membunuhnya akupun tak usah kawin dengannya lagi!"

Ting Peng tidak menggubris perkataan itu lagi, dia berpaling ke arah Liu Yok siong sambil menegur: "Mana putraku?"

"Di dalam!" jawab Liu Yok siong tertawa, "Dia adalah siau sute ku, tecu harus merawatnya secara baik-baik."

Dengan wajah berubah serius Ting Peng segera berkata. "Liu Yok siong dengarkan baik-baik, kembalikan bocah itu kepadaku dan serahkan kembali golok mestika itu, kuampuni selembar jiwamu!"

"Tapi golok itu telah suhu wariskan kepada tecu!"

"Aku tak pernah berkata demikian Liu-toaya, lebih baik kau tak usah berbuat yang tengik, aku tak pernah mengajarkan ilmu silat kepadamu kaupun tak usah memanggil dengan begitu merdu lagi!"

"Baik! Kalau toh suhu telah berkata demikian, tecupun tak akan memaksa, usia tecu jauh lebih tua daripada suhu, sudah sepantasnya bila tecu tidak ribut lagi. Kalau tadi kita masih ada hubungan karena kau telah menghadiahkan golok kepadaku, sekarang kita sudah tiada hubungan apa-apa lagi, lebih baik kau dan aku menempuh perjalanan masing-masing!"

"Serahkan putraku dan golok tersebut kepadaku!"

"Aku tidak bermaksud untuk menahannya, setiap saat kau boleh membopongnya kembali, sedangkan mengenai golok mestika tersebut, aku pun terhitung ahli waris Mo-kau, apalagi sudah membuat pahala besar dengan membersihkan perguruan dari kaum penghianat, aku merasa berhak untuk menggunakan senjata ini."

"Bila aku bersikeras hendak memintanya kembali?" kata Ting Peng sambil tertawa.

"Mudah sekali, aku mendapatkannya dengan jalan merebut, maka kaupun boleh merebutnya kembali!"

"Aku tahu kalau mustahil bila menyuruhmu menyerahkan sendiri golok itu maka aku telah membuat persiapan, sekarang, cabut keluar golokmu itu..."

"Kau akan bertarung menggunakan golok yang berada di tanganmu itu?"

Ting Peng mengangkat golok itu ke depan agar Liu Yok siong melihatnya lebih seksama, kemudian katanya: "Golokku ini jauh lebih menarik daripada golokmu, lagipula manusia di dunia ini mengetahui akan namanya, berbeda dengan golok mestika itu, hanya orang persilatan yang mengenalinya!"

Liu Yok siong memperhatikan golok kayu itu dengan seksama, kemudian manggut-manggut. "Yaa, memang golok Pit-to yang termashur itu, dulu aku masih belum percaya ketika aku mendengar orang bercerita tentang hal ini, sekarang apakah kau benar-benar hendak menggunakan benda itu untuk berduel denganku!"

"Bukan berduel, tapi membunuh orang, membinasakan dirimu!"

"Kau jangan bergurau, masa benda itupun bisa dipakai untuk membunuh orang?"

"Asal benda itu berbentuk golok, maka bisa dipakai untuk membunuh orang, aku telah membunuh puluhan orang!"

"Tapi kau harus tahu kalau golok yang ditanganku ini adalah golok iblis yang menggetarkan setiap orang!"

"Setiap orang yang kubunuh hampir semua dia memakai senjata mestika..." tukas Ting Peng.

Dengan perasaan tidak percaya Liu Yok siong segera mengangkat goloknya, sedangkan golok kayu Ting Peng juga telah di ayunkan ke arah depan. Kedua orang itu sama-sama pernah mempelajari ilmu golok dari Mo-kau, oleh sebab itu terhadap bacokan tersebut mereka sama-sama mengerti jelas hingga kedua belah golok itupun hampir membentuk satu garis lurus yang sama untuk membacok ke bawah.

Apabila menginginkan suatu hasil yang nyata, maka mereka harus dapat membelah kutung golok lawan, kemudian baru membabat tubuh lawan menjadi dua bagian.

Serangan yang dilancarkan Liu Yok siong jauh lebih lambat, namun memegang golok bulan sabit yang kuat dan tajam, dia yakin pasti dapat mengungguli Ting Peng.

Oleh sebab itu, disaat kedua bilah golok itu saling membentur, tiba-tiba saja dia teringat akan betapa berharga dan indahnya golok kayu tersebut, sehingga tanpa disadari gerak serangannya menjadi agak terhenti.

Inilah yang sudah diperhitungkan oleh Ting Peng jauh hari sebelumya, dan kesempatan ini pula yang sedang dinanti-nantikan olehnya untuk dimanfaatkan. Tatkala golok menyentuh golok, tentu saja golok kayu itu tak akan bisa mengungguli golok sakti tersebut sehingga terbelah menjadi dua bagian.

Akan tetapi serangan dari Ting Peng sama sekali tidak terputus, kedua potongan golok kayu itu masih membabat ke bawah sehingga membabat tubuh Liu Yok siong menjadi tiga bagian.

Lama setelah semua hening, Ting Peng baru mengambil kembali golok sakti itu dari tanah sambil berkata:

"Ada sementara orang, meski mempunyai golok sakti di tangan, namun ia tak pernah akan bisa menjadi sakti karena golok tersebut!"

Dan sampai disini pula kisah Golok Bulan sabit ini.

TAMAT

AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.