Kisah Si Pedang Terbang Jilid 12

Cerita Silat Mandarin Serial Mestika Burung Hong Kemala episode Kisah Si Pedang Terbang Jilid 12 Karya Kho Ping Hoo
Sonny Ogawa

Kisah Si Pedang Terbang

Jilid 12
Cerita Silat Mandarin Karya Kho Ping Hoo
Mei Li yang memang wataknya lincah jenaka, kini tertawa juga mendengar itu. "Habis, dari jauh saja panggang rusamu sudah tercium olehku! Cuma aku tadi kaget bukan main dan mengira engkau orang jahat karena engkau membuat saudara Kang Hin tergantung seperti orang disiksa."

"Saudara Kang Hin! Ah, aku hampir lupa kepadamu. Maafkan, jadi namamu Ciu Kang Hin? Aku pernah mendengar nama itu. Bukankah engkau tokoh besar dari Nam-kiang-pang? Kenapa tadi dikeroyok orang-orang Hoat-kauw?"

Kang Hin menghela napas panjang. Dia tadi ikut tertegun menyaksikan pertemuan antara kakak dan adik itu, dan ikut merasa terharu karena dia sendiri seorang yatim piatu yang tidak mempunyai keluarga lagi. "Ah, saudara Sia Han Lin, panjang ceritanya...." Katanya sambil duduk dekat api unggun seperti kedua orang kakak beradik itu.

"Ya, Lin-ko, ceritanya panjang dan memang nasib yang menimpa diri Ciu koko ini buruk sekali," kata Mei Li.

"Agaknya kalian sudah saling mengenal dengan baik," kata Han Lin.

"Tidak, koko. Kami baru saja berkenalan, bahkan sebelum berkenalan, kami sudah sempat saling serang dengan hebat. Aku tidak tahu akan keadaan yang sesungguhnya, maka aku menyerangnya dan berusaha untuk membunuhnya."

"Memang nasibku yang buruk, dan semua ini karena perbuatan Seng Gun yang licik dan melawan nona Yang, bagaimana mungkin aku dapat menang?"

"Ah, engkau merendahkan diri, twako. Lin-ko, ketahuilah bahwa toako Ciu Kang Hin ini adalah pewaris ilmu Thian-te Sin-to yang terkenal. Dia lihai sekali dan aku bukanlah lawannya."

"Bagus, kalian berdua saling merendahkan diri, itu menunjukkan watak yang baik. Sekarang marilah kita makan dulu, saudara Kang Hin perlu makan untuk memperkuat tubuhnya yang lemah. Nanti saja kita saling menceritakan pengalaman masing-masing," kata Han Lin.

Dua orang itu tidak membantah dan mereka bertiga segera mulai makan daging rusa yang amat sedap dan gurih, pada hal bumbunya hanya garam dan bawang putih saja. Daging itu lunak dan panas, dan Mei Li memuji kepandaian kakaknya memanggang daging rusa. Mereka makan sampai kenyang dan seekor rusa muda itu hampir habis dimakan oleh mereka bertiga. Setelah kenyang dan mereka minum anggur yang disediakan pula oleh Han Lin, mereka lalu pindah duduk ke tempat yang bersih dan bercakap-cakap.

Mula-mula Kang Hin menceritakan riwayatnya, sebagai seorang yatim piatu menjadi murid Tio Hui Po, ketua Nam kiang-pang yang amat baik kepadanya. Dia menjadi murid kesayangan, murid kepala yang dipercaya dan mewarisi ilmu simpanan Thian-te Sin-to-hoat. Akan tetapi, kemudian datang pula Tong Seng Gun yang dapat pula menarik perhatian dan rasa sayang di hati ketua Nam-kiang-pang sehingga Tong Seng Gun menjadi murid ke dua setelah dia yang menerima warisan ilmu Thian-te To-hoat itu.

Diceritakan pula tentang sepak terjang Tong Seng Gun yang ternyata palsu, bahkan pemuda itu ternyata adalah tokoh Hoat-kauw yang menyusup ke Nam-kiang-pang. Kini jelas baginya bahwa Seng Gun sengaja hendak mengadu domba antara Nam-kiang-pang dan Beng-kauw juga dengan perkumpulan-perkumpulan persilatan lain.

"Tidak ada yang mengira bahwa dia adalah seorang palsu yang amat jahat, tentu keadaan Nam-kiang-pang berbahaya sekali. Aku harus memberi ingat kepada suhu!" kata Kang Hin.

"Jangan tergesa-gesa, Ciu-toako Seng Gun amat licik dan tanpa bukti, mana Sie-pangcu akan percaya kepadamu? Tentu dia lebih percaya kepada Seng Gun."

"Benar sekali. Orang yang bernama Seng Gun itu berbahaya sekali. Bukan saja dia tokoh Hoat-kauw, akan tetapi agaknya dia bekerja sama dengan orang Mongol untuk membikin kacau dan lemah dunia kangouw agar mereka dapat menguasainya. Aku melihat sendiri betapa dia dan kawan-kawannya hampir saja membunuh Pek Kong Seng-jin dari Kong-thong-pai.

"Ah, benarkah itu?" Kang Hin berseru Kaget sekali.

"Lin-koko, sekarang tiba giliran mu, ceritakanlah riwayatmu sejak engkau lenyap dari kota raja itu. Ke mana saja engkau pergi? Ayahku khawatir bukan main kalau bicara tentang dirimu. Ceritakan sampai engkau melihat Seng un hendak membunuh Pek Kong Sengjin."

Han Lin melirik kepada Kang Hin dan berkata "Li-moi, akan kuceritakan entang Seng Gun itu, akan tetapi mengenai riwayatku merupakan cerita panjang yang akan kuceritakan kepadamu lain waktu saja."

Kang Hin maklum bahwa mengena riwayat pribadi pemuda aneh yang menolongnya itu tentu ada rahasia yang hanya boleh diketahui keluarga sendiri maka dia cepat berkata, "Saudara Han Lin, tentang riwayatmu, tidak perlu diceritakan. Aku hanya ingin sekali tahu tentang Seng Gun karena dia adalah adik seperguruanku yang ternyata merupakan musuh yang menyusup ke Nam-kiang-pang."

Han Lin lalu bercerita tentang pengalamannya. Betapa secara kebetulan sekali dia melihat Seng Gun dan dua orang sekutunya menyerang Pek Kong Seng-jin tokoh Kong-thong-pai itu dan mendengar percakapan mereka.

"Seng Gun secara curang telah memukul dan mendorong Pek Kong Seng-jin ke dalam jurang untung secara kebetulan aku berada di sana sehingga berhasil menyelamatkan nyawa tokoh Kong-thong-pai itu. Kemudian aku sempat pula mendengarkan percakapan antara Seng Gun dan dua orang tokoh Hoat-kauw. Ternyata dari percakapan itu bahwa mereka memang sengaja hendak menguasai Nam-kiang-pang dan menggunakan perkumpulan itu untuk mengadu domba antara Beng-kauw dan perkumpulan lain. Agaknya mereka hendak menghancurkan aliran dan perkumpulan lain agar Hoat-kauw menjadi penguasa, dan dalam memusuhi Beng-kauw mereka mempergunakan namamu untuk mengacaukan, saudara Kang Hin."

Kang Hin mengangguk-angguk, agaknya memang sudah diduganya hal itu, dan tiba-tiba dia mengepal tinju dan bangkit berdiri. "Celaka, suhu tentu terancam bahaya. Mereka tentu mengandung niat busuk terhadap suhu, aku harus menolong suhu!"

"Ciu-toako, aku akan membantumu dan menjadi saksi akan kejahatan Seng Gun!" kata Mei Li. "Kalau kau pulang sendiri, tentu gurumu tidak akan percaya karena dia sudah dipengaruhi Seng Gun."

"Akan tetapi mereka telah melihat engkau membela Beng-kauw, nona, tentu suhu akan lebih marah kepadaku dan kepadamu."

"Aku tidak perduli, aku tidak takut! Kalau suhumu tidak percaya, dia bodoh!"

Kang Hin mengerutkan alisnya. Baginya, suhunya adalah satu-satunya orang yang ditaati dan dihormatinya, dan biarpun suhunya sudah bersikap tidak adil kepadanya, namun dia yakin bahwa hal itu dilakukan suhunya karena suhunya sudah dipengaruhi oleh kelicikan Seng Gun.

"Nona, suhu tidak bodoh, akan tetapi Seng Gun yang terlalu licik dan jahat seperti iblis."

Melihat Kang Hin tersinggung, Han Lin lalu berkata, "Sebetulnya aku hendak pergi ke Bukit Harimau menyelidiki tentang Hoat-kauw yang hendak mengadakan pesta ulang tahun dan mengumpulkan semua aliran dan perkumpulan besar, akan tetapi melihat gawatnya persoalan yang melanda Nam-kiang-pang, juga masih ada waktu untuk kelak pergi ke Bukit Harimau, biarlah aku menemani kalian ke sana.

Girang bukan main hati Kang Hin mendengar ini karena dia yakin bahwa kalau dua orang muda sakti seperti Mei dan Han Lin membantunya, kiranya gurunya dan Nam-kiang-pang akan dapat diselamatkan dari tangan orang-orang Hoat-kauw.

"Terima kasih.. terima kasih!" hanya itu yang dapat diucapkan berulang kali sambil mengangkat kedua tangan depan dada memberi hormat sehingga mengharukan hati Han Lin dan Mei Li.

"Aihhhh, Ciu-toako, di antara kita sendiri, kenapa harus bersikap sungkan! Mari kita berangkat!" Tiga orang muda itu lalu menggunakan ilmu berlari cepat, melesat di antara pohon-pohon dalam hutan dan Kang Hin menjadi penunjuk jalan.

Nam-kiang-pang telah dikuasai se penuhnya oleh Seng Gun setelah dia mengeram Tio Hui Po di tempat tahanan bawah tanah. Dia menyingkirkan dan membunuh banyak orang Nam-kiang-pang yang setia kepada ketua Tio, dan hanya anak buah Nam-kiang-pang yang bersedia taat kepadanya saja yang masih dibiarkan hidup. Sebagian besar dari mereka mengaku taat dan taluk karena takut, walau-pun diam-diam di dalam hati mereka menentang ketua baru yang berkhianat itu.

Para anak buah Nam-kiang-pang yang terpaksa tunduk kepada Seng Gun ada seratus orang banyaknya, sedangkan kini Seng Gun mendatangkan limpaluh orang anggota Hoat-kauw ini, para angauta Nam-kiang-pang semakin tidak berdaya lagi karena tingkat kepandaian orang-orang Hoat-kauw itu rata-rata lebih tinggi dari tingkat kepandaian mereka sehingga andaikata mereka akan melawanpun tidak ada gunanya karena mereka pasti akan kalah. Dan limapuluh orang Hoat-kauw itu bersikap sebagai pimpinan dan memperlakukan orang-orang Nam-kiang-pang sebagai pelayan.

Hari itu suasana di Nam-kiang-pang sunyi sekali, pada hal semua angauta dikumpulkan di lapangan. Seng Gun dan para tokoh Hoat-kauw kemarin pergi meninggalkan perkampungan itu karena mereka akan pergi ke Bukit Harimau menghadiri perayaan pesta yang diadakan oleh Hoat-kauw. Nam-kiang-pang kini oleh Seng Gun diserahkan penjagaan dan kekuasaannya kepada limapuluh orang anak buah Hoat-kauw dan seorang tokoh Hoat-kauw bernama Kauw Lo diangkat sebagai pimpinan.

Kauw Lo ini murid dari Ang-sin-liong Yu Kiat, berusia tigapuluh tahun, tinggi besar dan galak bukan main, mukanya hitam karena penyakit kulit maka dia nampak makin menyeramkan. Akan tetapi dia memang lihai, sebagai murid utama Ang-sin-liong dia pandai mempergunakan sebatang golok besar.

Pagi itu dia mengumpulkan seratus orang anggauta Nam-kiang-pang dan limapuluh orang anggauta Hoat-kauw di lapangan dan dia sendiri berdiri di atas panggung tinggi yang dibuat khusus untuk keperluan memberi perintah dan komando kepada para anak buah.

"Orang-orang Nam-kiang-pang, dengar baik-baik perintahku ini. Kalian semua sudah tahu bahwa penjahat besar Ciu Kang Hin masih berkeliaran dan belum mampus. Selama dia masih berkeliaran, kita tidak akan aman. Pengkhianat itu harus dicari dan dapat ditangkap, mati atau hidup. Oleh karena itu, hari ini kita akan mencari dengan berpencar dan berkelompok kecil. Kalian berpencar menjadi sepuluh kelompok, masing-masing sepuluh orang dan ditemani oleh lima orang Hoat-kauw dan sepuluh kelompok dari limabelas orang itu mencari ke semua penjuru Mengertikah?"

Seperti sekawanan burung orang-orang itu menjawab. "Kalau nanti di antara kalian ada yang melihat penjahat Ciu Kang Hin harus berseru dan memanggil kawan-kawan."

Pada saat itu, nampak tiga sosok bayangan berloncatan naik ke atas panggung dan terdengar suara nyaring, terdengar oleh semua orang yang berada di bawah panggung. "Ciu Kang Hin berada di sini!"

Semua orang yang berada di bawah panggung terkejut. Orang yang menjadi bahan pembicaraan itu kini telah berada di situ, di atas panggung. Kekagetan membuat mereka hanya melongo saja, tidak tahu harus berbuat apa. Juga Kauw-Lo terkejut dan melihat dengan mata terbelalak. Tiga orang yang muncul didepanya itu sama sekali tidak menakutkan apa lagi Mei Li yang cantik jelita, Han Lin yang tersenyum-senyum. Akan tetapi Kang Hin nampak marah dan menyeramkan, matanya seperti mengeluarkan bara api.

"Ciu-twako serahkan si muka hitam ini kepadaku!" kata Mei Li sambil tersenyum mengejek.

Kang Hin setuju Orang muka hitam itu tidak penting Yang penting adalah seratus orang bekas anak buahnya yang berada di bawah, yang harus disadarkan.

"Saudara-saudara anggauta Nam-kiang-pang! Perkumpulan kita telah dikuasai orang-orang Hoat-kauw! Tong Seng Gun adalah seorang penyelundup, dia musuh besar Nam-kiang-pang. Hayo kita serang orang-orang Hoat-kauw, jangan takut, ada aku di sini!"

Mendengar ucapan itu, orang-orang Nam-kiang-pang bangkit semangatnya. Sejak semula mereka memang tidak percaya kalau Kang Hin jahat. Dan melihat sikap orang-orang Nam-kiang-pang, orang-orang Hoat-kauw menghardik. "Apa kah kalian berani melawan kami?"

Kang Hin meloncat turun dari atas dan berseru. "Serbuuuu....?" maka bergeraklah seratus orang Nam-kiang-pang itu, menggerakkan senjata masing-maing menyerang Hoat-kauw sehingga terjadilah pertempuran yang seru. Kang Hin mengamuk dan bagaikan orang membabat rumput saja dia merobohkan orang-orang Hoat-kauw.

Kauw Lo marah sekali. Ketika dia hendak meloncat turun, dia dihadang oleh Mei Li. Melihat seorang gadis cantik berani menghadangnya, Kauw Lo memandang rendah dan membentak, "Engkau anak perempuan kecil, apakah sudah bosan hidup?"

Mei Li sudah berusia hampir sembilanbelas tahun, sudah merasa dewasa sepenuhnya. Kini dimaki anak perempuan, tentu saja menganggap makian itu sebagai penghinaan dan mukanya menjadi merah. Akan tetapi karena ia memang lincah jenaka, maka ia tidak memperlihatkan kemarahannya melainkan menjawab dengan nada suara mengejek.

"Eh, munyuk monyet muka hitam, engkaulah yang sudah bosan hidup dan nonamu yang akan menghabisi riwayatmu yang hitam!"

Kauw Lo dalam keadaan biasa tentu akan mencoba untuk menguasai dan mendapatkan gadis itu karena diapun terhitung orang yang mata keranjang. Akan tetapi keadaan sekarang amat gawat dengan munculnya Kang Hin yang sudah dia dengar kelihaiannya, maka dia ingin menghalau penghalang itu walaupun merupakan seorang gadis yang amat cantik jelita.

"Mampuslah!" Bentaknya dan golok besarnya mengeluarkan sinar berkilauan ketika menyambar ke arah leher Mei Li.

Namun, mudah saja bagi Mei Li untuk menghindarkan diri dengan menundukkan kepala dan sinar pedang di tangan kirinya sudah mencuat ke arah perut penyerangnya yang menjadi terkejut setengah mati. Dengan gugup Kauw Lo melompat ke belakang akan tetapi pedang kanan Mei Li menyambar. Terpaksa Ia menggerakkan goloknya menangkis dan murid utama Ang-sing-liong ini segera dihujani sambaran pedang sehingga tidak mampu membalas sama sekali.

Melihat bahwa lawan Mei Li tidak berbahaya, bahkan anak buah Nam-kiang-pang yang melawan mati-matian terhadap serangan orang-orang Hoat-kauw yang rata-rata lebih tangguh itu, Han Lin segera melayang turun untuk membantu mereka. Dia melihat betapa Kang Hin mengamuk, akan tetapi pemuda itu sama sekali tidak mau membunuh orang, hanya merobohkan saja orang-orang Hoat-kauw itu sehingga dia merasa semakin suka kepada Kang Hin yang dianggapnya berjiwa pendekar dan bukan pembunuh kejam. Oleh karena itu, diapun bergerak cepat merobohkan para anggauta Hoat-kauw untuk mencegah mereka membunuhi anak buah Nam-kiang-pang.

Pertandingan antara Mei Li dan Kauw Lo tidak terjadi lama. Tingkat kepandaian dara perkasa itu sudah setara dengan tingkat kepandaian guru Kauw Lo, yaitu Ang-sing-liong Yu Kiat orang pertama dari Bu-tek Ngo Sin-liong Maka tentu saja Kauw Lo merasa repot berat sekali menandingi dara itu.

Apa lagi karena Mei Li tidak mau memberi hati sedikitpun juga dan terus menerus mendesak dengan sepasang pedang terbangnya. Belum sampai duapuluh jurus, pedang ditangan kiri Mei Li yang meluncur dengan cepat seperti kilat itu telah menyambar leher Kouw Lo yang roboh bermandikan darah dari lehernya yang seperti digorok!

Mei Li tidak memperdulikan lagi tubuh yang berkelojotan sekarat itu iapun melayang ke bawah panggung ikut mengamuk. Para anggauta Hoat-kauw sudah kacau balau dan bercerai-berai menghadapi amukan Kang Hin dan Han Lin, kini ditambah dengan sepasang pedang terbang yang menyambar-nyambar, nyali mereka menjadi kecil dan mereka yang belum roboh segera menggerakkan kaki untuk melarikan diri.

Hanya belasan orang saja yang mampu meloloskan diri, selebihnya roboh terluka atau tewas. Dan sebelum ada yang sempat mencegah mereka, para anggauta Nam-kiang-pang telah menghantami mereka yang luka sehingga tewaslah semua orang Hoat-kauw itu.

"Di mana suhu?" tanya Kang Hin ke pada seorang anggauta tua.

"Pangcu ditahan di bawah tanah...!"

Mendengar keterangan ini, Kang Hin segera lari diikuti Han Lin dan Mei Li. Dua orang Hoat-kauw yang bertugas jaga dan masih berada dr pintu lorong bawah tanah, menyambut dengan serangan golok. mereka, akan tetapi sekali menggerakkan kaki tangannya Kang Hin membuat mereka terjungkal dan tak dapat bangun kembali. Kang Hin berlari terus sampai tiba di kamar tahanan.

"Suhu!!" Dia berseru sambil mematahkan rantai pintu dan berlari, menubruk suhunya yang duduk sandarkan dinding kamar tahanan.

Tio Hui Po nampak lemah sekali dan ketika dia melihat Kang Hin, dia menangis tersedu-sedu, menggunakan tangannya untuk menggosok kedua matanya seperti anak kecil menangis. "Kang Hin.... Kang Hin hu-hu-huuuhh..." Dia mengguguk.

"Suhu, suhu, apakah yang terjadi? Ah, suhu, apa yang telah dilakukanan iblis itu kepadamu?" Kang Hin bertanya, memandang ke arah tangan kanan gurunya yang buntung. Dia lalu teringat Tio Ki Bhok, keponakan gurunya yang amat disayang gurunya. "Dan di mana sute Tio Ki Bhok, suhu?"

Tio Hui Po dengan masih menangis meneogok ke kiri, di mana dahulu mayat telah disingkirkan oleh anak buah Hoat-kauw, dan mendengar pertanyaan itu dia menangis semakin sedih. "Kang Hin.... iihhh, maafkan aku, maafkan gurumu yang tolol ini... ah, semua salahku sendiri, Kang Hin. Iblis itu telah menipuku, dia telah menyiksa Ki Bhok dan terpaksa aku membunuhnya untuk menghentikan penderitaannya. Ya Tuhan... aku telah membunuhnya... membunuh.... puteraku sendiri..."

"Suhu...!" Kang Hin terkejut dan khawatir, mengira suhunya sudah berubah ingatan.

"Tak perlu lagi aku menyembunyikan aib itu. Tio Ki Bhok puteraku, ibunya adalah Siang-cu Sian-li ketua Ang-Kiang-Pang yang juga sudah tewas oleh Seng Gun iblis busuk itu. Ahh, aku benar bodoh tertipu oleh iblis yang ternyata orang yang bersekutu dengan Hoat-kaw untuk menguasai Nam-kiang-pang. Dan aku telah mengajarkan Thian-te Sin-to kepadanya, dan aku telah mencurigai engkau! Dia menyiksa Ki Bhok, menjebak aku ke sini dan membuntungi tanganku... ah, Kang Hin, aku layak begini, salahku sendiri...." Orang tua itu nampak sedih sekali dan makin lemah keadaannya.

"Suhu, tidak ada yang menyalahkan suhu, biar teecu mengobati suhu, kemudian teecu yang akan menghajar murid murtad itu!"

"Tidak ada gunanya lagi, Kang Hin. Aku memang hanya menahan kematian untuk menunggumu. Sekarang aku mohon kepadamu, aku mohon... bangunlah kembali Nam-kiang-pang.... dan bersihkan namanya!" Tio Hui Po terkulai dan cepat Kang Hin memondong gurunya keluar dari tempat itu.

Setibanya di luar, puluhan orang anak buah menyambut dengan terharu. Tio Hui Po minta diturunkan, lalu ddia bangkit berdiri dengan susah payah, di papah oleh Kang Hin dan diikuti oleh Mei Lin dan Han Lin. Dia lalu mengerahkan tenaganya, bicara dengan suara lantang.

"Semua anggauta Nam-kiang-pang, dengarlah baik-baik. Aku, Tio Hui Po, ketua dan pemimpin kalian, saat ini menyatakan bahwa aku mengangkat Ciu Kang Hin menjadi ketua Nam-kiang-pang yang baru!"

Hampir seratus orang itu menyambut dengan sorakan setuju.

"Dan kedudukan Tong Seng Gun sebagai ketua telah kubatalkan!"

"Bunuh si jahat Tong Seng Gun!" anak buah itu berteriak-teriak.

Akan tetapi mereka berhenti bersorak ketika melihat betapa tiba-tiba Tio Hui Po roboh terkulai dan dipapah oleh Kang Hin, melihat betapa pemuda itu menangis dan memangil-manggil gurunya. Kiranya, Tio Hui Po telah mengerahkan tenaga terakhir untuk bicara tadi.

Hanya sebentar saja Kang Hin menangis karena terdengar suara Mei Li, "Ciu-toako, tidak ada gunanya lagi kematian Tio-pang-cu kautangisi"

Ucapan itu berpengaruh besar sekali kepada Kang Hin dan diapun bangkit berdiri sambil mengusap air matanya. "Aku memang lemah dan tidak sepatutnya menangis seperti orang cengeng. Akan tetapi, nona. Suhu satu-satunya manusia di dunia ini yang berbuat segala kebaikan kepadaku, pengganti orang tuaku."

Untuk menghibur hati Kang Hin, Han Lin dan Mei Li tinggal di Nam-kiang-pang sampai jenazah ketua Tio di makamkan. Kang Hin sendiri lalu membenahi perkumpulan itu, mulai menggembleng semua anak buahnya, meningkatkan kepandaian mereka agar Nam-kiang-pang menjadi perkumpulan yang kuat dan tidak mudah dipengaruhi atau dikuasai orang jahat.

Sudah dua minggu Mei Li tinggal di Nam-kiang-pang. Besok pagi Han Lin akan mengajaknya pergi ke Bukit Harimau, melihat pesta yang diadakan oleh Hoat-kauw. Selama dua minggu ini ia bergaul dengan akrab sekali dengan Kang Hin yang kini ia yakin memang seorang pria yang hebat, sopan dan gagah perkasa, Hatinya tertarik dan ia bimbang.

Sore itu ia duduk di taman belakang rumah induk perkumpulan itu ia mengenang dua orang pria, yaitu Sie Kwan Lee yang kini menjadi ketua Beng-kauw menggantikan ayahnya, dan Ciu Kang Hin yang juga menjadi ketua Nam-kiang-pang menggantikan gurunya. Hatinya tertarik oleh kedua orang pemuda itu. Keduanya mengagumkan hatinya dan mendatangkan kesan mendalam.

Sie Kwan Lee biarpun putera seorang tokoh Beng-kauw yang aneh, bahkan tidak mengenal aturan dan pandangan hidupnya berbeda dengan manusia pada umumnya, namun Kwan Lee membuktikan bahwa dia seorang pria berjiwa pendekar yang gagah perkasa. Kulit mukanya yang coklat itu tampan dan jantan, juga memiliki kejujuran walaupun bicaranya lembut, tidak seperti mendiang ayahnya yang kasar namun juga jujur dan terbuka sekali.

Dan Ciu Kang Hin? Pemuda tampan gagah inipun mengagumkan hatinya. Penyabar dan pendiam, tenang seperti air telaga. Dan sikap kedua pemuda itu kepadanya sungguh mendebarkan hatinya, Nalurinya sebagai wanita membisikkan kepadanya bahwa kedua pemuda yang menarik hatinya itu jelas jatuh hati kepadanya!

Tiba-tiba saja ia mengerutkan alisnya ketika sebuah wajah menyelinap di antara dua wajah pemuda itu. Wajah Sia Han Lin, kakak misannya! Dan ia tersenyum, dan kedua wajah pemuda itu menghilang. ia merasa berbahagia sekali bertemu dengan Sia Han Lin, kakak misannya itu dan dia juga kagum bukan main karena tahu bahwa kakak misannya itu memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi. Akan tetapi dia kakak misannya! Dia adalah keluarga sendiri. Entah mengapa, begitu ingat kepada Han Lin, gadis ini merasa gembira sekali. Kakaknya itu memang periang, jenaka, dan lincah, sungguh menggembirakan.

"Nona Yang!"

Mei Li terkejut. Karena melamun dan pikirannya me layang-layang, ia sam pai tidak tahu bahwa ada orang mengham pirinya dari belakang. la memutar tubuhnya dan ternyata Kang Hin sudah berdiri di depannya. "Ah, Ciu-pangcu... silakan duduk," katanya sambil tersenyum gembira.

Wajah Kang Hin menjadi kernerahan. "Nona, harap jangan sebut aku pangcu. Bukankah engkau biasa menyebut aku twako?"

"Eh, baiklah, Ciu-toako. Memangnya engkau kini pangcu dari Nam-kiang-pang, apa salahnya menyebutmu pangcu ? Nah, apakah engkau mencari aku?"

Kang Hin duduk di atas bangku berhadapan dengan gadis itu. Beberapa kali, dia menghela napas panjang dan agaknya sukar sekali untuk mengeluarkan isi hatinya melalui kata-kata.

"Eh, toako. Engkau hendak bicara apakah? Kenapa hanya menarik napas panjang saja dari tadi?"

"Aku teringat suhu," kata Kang Hin. "Mendiang suhu menderita karena peraturan di Nam-kiang-pang yang dia buat sendiri."

"Aturan apakah itu, toako?"

"Aturan bahwa seorang ketua Nam-kiang-pang tidak boleh menikah. Peraturan itu menjegalnya sendiri ketika dia jatuh cinta dan berhubungan dengan ketua Ang-liang-pang. Rahasia itulah yang menjatuhkannya, karena Seng Gun mengaku sebagai keponakan ketua Ang-liang-pang sehingga memperoleh kepercayaan suhu. Kalau saja peraturah itu tidak ada dan suhu menikah dengan ketua Ang-liang-pang, tentu tidak akan begini nasib suhu."

Mei Li menarik napas panjang, lalu memandang kepada Kang Hin, "Ciu twako, bagaimana dengan pendapatmu sendiri tentang peraturan itu? Apakah engkau setuju?"

Dengan langsung pemuda itu menggeleng kepala dan menjawab, "Tentu saja aku tidak setuju sama sekali!"

"Kenapa, toako? Apakah karena engKau ingin menikah?"

Wajah Kang Hin berubah merah. Baru dia teringat bahwa dialah ketua Nam-kiang-pang dan dia seoranglah yang terkena peraturan itu. "Aku seorang manusia biasa, nona. Tadinya tidak terpikirkan olehku tentang perjodohan sedikitpun juga, akan tetapi setelah..." Dan dia berhenti bicara. Matanya tajam menatap wajah Mei Li.

"Kenapa, toako? Kenapa tidak kaulanjutkan? Akan tetapi setelah apa?" tanya Mei Li, pura-pura tidak tahu pada hal dari pandang mata pemuda itu dia sudah menduga isi hatinya. Kini ia merasa jantungnya berdebar. Beginikah pemuda ini mengakui isi hatinya?

"Setelah... setelah aku bertemu denganmu, nona Yang."

Mau tidak mau Mei Li menjadi tersipu. Akan tetapi gadis yang lincah dan tabah ini mendesak terus. "Ehh? Setelah bertemu denganku pikiranmu lalu berubah, toako? Kenapa?"

"Karena.... karena.... demi Tuhan kalau engkau ingin tahu, nona. Karena aku cinta padamu dan mengharapkan engkau menjadi isteriku!"

Biarpun ia sudah menduga akan isi hati pemuda itu, mendengar pernyataan yang demikian jujur, Mei Li terkejut juga. "Ah...!"

"Maafkan aku, nona. Tidak sepatutnya aku mengatakan demikian, karena aku tentu saja tidak pantas untuk menjadi jodohmu."

"Tidak ada yang perlu dimaafkan dan jangan terlalu merendahkan diri, Ciu-toako. Aku hanya terkejut karena tidak mengira engkau akan menyatakan perasaan hatimu itu. Akan tetapi, terus terang saja, kita belum lama berkenalan, dan aku... sedikitpun aku belum berpikir tentang perjodohan. karena itu, tidak mungkin aku dapat memberi tanggapan atau jawaban."

"Akan tetapi, engkau tidak menolak dan tidak marah, nona?"

Mei Li tersenyum dan Kang Hin merasa hatinya hanyut dalam senyuman yang luar biasa manisnya itu. "Aku tidak marah dan bagaimana mungkin menolak cinta kasih orang? Hanya aku tidak dapat menjawabnya sekarang dan kuharap engkau tidak menyinggung-nyinggung tentang hal itu lagi, toako."

Kang Hin merasa girang sekali. Gadis itu memang belum menerima cintanya, namun ia tidak marah dan tidak menolak. Hal ini berarti memberi harapan kepadanya! "Terima kasih, nona. Engkau tidak marah, hal itu sudah menyenangkan sekali. Sekarang perkenankan aku mengundurkan diri dan tidak mengganggumu lagi."

Dia mengangkat tangan memberi hormat lalu pergi dari taman itu. Akan tetapi kegirangannya mendadak saja berubah menjadi kegelisahan ketika dia teringat akan peraturan gurunya bahwa seorang ketua tidak boleh menikah itu. Bagaimana mungkin dia dapat melanggar peraturan dari gurunya yang amat dipatuhi dan dihormatinya?

Kang Hin masih termenung duduk di ruangan depan ketika Han Lin memasuki ruangan itu. Tadi, secara tidak disengaja Han Lin melihat Mei Li dan Kang Hin bercakap-cakap di taman. Hatinya tergetar melihat kedua orang muda itu bicara dengan begitu akrabnya. Dia tidak mencuri dengar maka segera meninggalkan tempat itu dan mencatat dalam hati bahwa mungkin sekali adik misannya itu saling jatuh cinta dengan Ciu Kang Hin.

Seorang pemuda yang baik sekali, demikian pikirnya, tanpa memperdulikan perasaan hatinya yang merasakan suatu kegetiran aneh. Ketika dia lewat di ruangan depan dan melihat Kang Hin termenung dengan wajah murung, diam-diam dia merasa khawatir. Apakah Mei Li telah menolak cintanya? Rasanya tidak, karena mereka tadi bercakap-cakap dengan akrab.

Kang Hin mengangkat muka dan segera dia bangkit berdiri ketika mengenal siapa yang datang. "Ah, Sia-ingkong (tuan penolong Sia), silakan duduk."

Mendengar sebutan in-kong itu, Han Lin tersenyum. "Ah, Ciu-twako, harap jangan menyebut aku inkong. Kita sama-sama mengetahui bahwa membantu orang yang benar dan terancam malapetaka adalah merupakan kewajiban kita. Engkau sendiripun tentu akan berbuat seperti aku. Karena itu, adalah wajar saja dan jangan terlalu dilebihkan. Engkau lebih tua setahun dariku, sebut saja aku adik."

Mendengar ucapan itu, Kang Hin menjadi berseri wajahnya. "Sia-siauwte (adik Sia), engkau sungguh seorang budiman sejati. Baiklah, aku merasa bangga sekali dapat menyebut siauwte kepadamu. Silakan duduk."

Mereka duduk berhadapan dan Han Lin langsung saja bertanya, "Twako, aku melihat engkau termenung dan muram, ada urusan apakah gerangan yang mengganggu hatimu, kalau aku boleh mengetahuinya?"

"Aku teringat kepada suhu."

"Ah, tidak baik mengingat yang sudah mati dengan kesedihan. Tidak akan memberi jalan terang kepada yang mati, twako."

"Aku tidak teringat akan kematian suhu, melainkan akan peraturan yang ditinggalkannya."

"Peraturan apa yang kau pikiran itu, twako? Bukankah mendiang Tio-pang-cu meninggalkan peraturan-peraturan sebagai layaknya ditrapkan pada perkumpulan yang gagah perkasa?"

"Engkau tahu, siauwte. Suhu menderita kesengsaraan adalah akibat dia melanggar peraturan, yaitu peraturan tidak boleh menikah. Karena peraturan itu, maka suhu mengadakan hubungan gelap dengan ketua Ang-liang-pang dan hal ini dijadikan modal oleh Seng Gun untuk menyusup ke Nam-kiang-pang."

"Tapi, toako. Peraturan itu tidak ada hubungannya dengan dirimu, kenapa disusahkan? Atau.... apakah berangkali Ciu-toako juga mempunyai niat akan menikah?"

"Aku hanyalah seorang laki-laki biasa, siauwte, yang dapat saja jatuh cinta kepada seorang wanita dan menikah. Akan tetapi, dengan adanya peraturan itu, aku merasa dibelenggu."

Han Lin merasa isi dadanya seperti ditusuk, kini tahulah dia bahwa Kang Hin dan Mei Li sudah saling mencinta akan tetapi hal ini malah menyusahkan hati Kang Hin karena mereka tidak bisa menikah oleh adanya peraturan itu. Akan tetapi dia tersenyum cerah dan tidak memperlihatkan perasaan hati nya. Bahkan dia merasa iba kepada Kang Hin.

"Apa susahnya, toako? Siapa yang membuat peraturan itu? Tentu ketua Nam-kiang-pang yang dahulu, bukan. Nah, kini ketuanya adalah engkau, maka engkau berhak mengubah dan mengadakan peraturan baru. Engkau dapat membatalkan larangan itu dan membolehkan ketua Nam kiang-pang berumah tangga dan berkeluarga."

"Tapi.... tapi.... apakah hal itu bukan suatu pelanggaran dan memalukan sekali?"

"Eh, kenapa melanggar? Kalau peraturan itu mengenai sepak terjang yang menunjukkan kegagahan seorang anggauta Nam-kiang-pang, tentu akan buruk sekali, misalnya engkau membolehkan seorang anggauta untuk melakukan kejahatan. Akan tetapi, pernikahan bagi seorang ketua perkumpulan adalah wajar, apa lagi perkumpulanmu bukanlah perkumpulan para pendeta. Kalau engkau kumpulkan semua anggauta dan kau ambil ke putusan, mengumumkan dicabutnya peraturan itu, maka tentu saja sudah sah dan tak seorangpun dari luar perkumpulan boleh mencampuri."

Wajah Kang Hin kini berseri. "Ah, begitukah, siauwte? Sungguh, ucapanmu ini melegakan hatiku. Terimakasih banyak, Sia-siauwte.

Han Lin tersenyum. "Kupujikan saja engkau akan berhasil menyunting bunga idamanmu itu, toako. Aku hanya mengharapkan kartu undangannya saja."

Wajah Kang Hin berubah merah. "Aih, siauwte, biarpun aku berterima kasih atas pujianmu itu, namun aku belum mendapat kepastian tentang hal itu."

Jawaban ini saja membuat Han Lin mengerti bahwa di antara adik misannya dan pemuda ini belum terdapat pertalian cinta kasih. Dan sungguh aneh, ada semacam kelegaan menyusupi hatinya. Han Lin diam-diam terkejut melihat kenyataan dalam dirinya ini. Berarti bahwa dia mencinta piauw-moinya itu. Mencinta Mei Li yang adik misannya sendiri?

Pada keesokan harinya, Han Lin dan Mei Li berpamit dari Kang Hin dan ketika berpamitan ini, diam-diam Han Lin memperhatikan sikap Mei Li. Biasa-biasa saja, tidak nampak kesedihan sepasang kekasih yang berpisah. Namun jelas bahwa Kang Hin nampak lesu seperti kehilangan semangatnya sehingga dia merasa kasihan kepada pemuda itu. Cinta Sepihak?

Entahlah, akan tetapi mudah-mudahan begitu dan dia terkejut sendiri dengan harapan hatinya ini. Karena waktu diadakannya pesta oleh Hoat-kauw tinggal seminggu lagi, maka Han Lin dan Mei Li tidak menolak ketika Kang Hin memberi dua ekor kuda yang baik ke pada mereka. Mereka melakukan perjalanan berkuda dengan secepatnya menuju ke arah Bukit Harimau.

Setelah Han Lin dan Mei Li pergi, Kang Hin cepat mengumpulkan anak buahnya. "Kita harus pergi ke sana, ke Bukit Harimau. Kita harus membuat pembalasan dan membantu mereka yang menentang Hoat-kauw yang bersekutu dengan orang Mongol untuk mengacaukan keadaan. Dan aku akan melapor ke benteng pasukan pemerintah."

Demikianlah, kalau tadinya Kang Hin tidak menyatakan niatnya itu kepada Mei Li dan Han Lin, adalah karena dia tidak ingin gerakan besar-besaran itu diketahui orang lain dan mungkin kedua orang itu akan mencegahnya. Setelah memberitahu anak buahnya, dia sendiri pergi ke benteng pasukan Kerajaan Tang yang berada sekitar limapuluh li jauhnya dari Nam-kiang-pang.

Nam-kiang-pang sudah dikenal baik oleh para komandan pasukan. Bahkan Tio-pangcu pernah berjasa dengan ikut pasukan membasmi gerombolan pemberontak sekitar sepuluh tahun yang lalu. Pasukan mengenal Nam-kiang-pang sebagai perkumpulan orang gagah. Oleh karena itu ketika terdengar berita ada keributan di Nam-kiang-pang, para komandan merasa segan untuk mencampurinya.

Kini, seorang gagah yang mengaku sebagai ketua Nam-kiang-pang datang mohon menghadap komandan, tentu saja dia segera di terima dengan baik dan oleh penjaga dia dikawal menuju ke ruangan tamu dan komandan pasukan itu, Bu-ciangkun yang nama lengkapnya Bu Kim Thouw, setelah diberi laporan, segera pula menyambutnya. Setelah memberi hormat dan dibalas oleh komandan Bu, Kang Hin memperkenalkan diri sebagai ketua Nam-kiang-pang yang berkunjung untuk melaporkan hal yang amat penting.

"Nanti dulu, Ciu-pangcu. Yang kami ketahui, Nam-kiang-pang diketuai oleh Tio-pangcu!"

"Benar sekali, ciangkun. Akan tetapi Tio-pangcu meninggal dunia dan saya adalah muridnya yang diangkat untuk menggantikan kedudukannya."

"Ahhh....! Kapan dan bagaimana meninggalnya? Kenapa kami tidak diberitahu?"

"Belum lama terjadinya dan karena ini menyangkut urusan dalam, maka tidak disiarkan keluar. Suhu tewas di tangan persekutuan jahat dan persekutuan itu bertujuan menggulingkan pemerintah, karena itulah saya sengaja datang menemui ciangkun untuk membuat laporan."

Mendengar ada persekutuan hendak menjatuhkan pemerintah, tentu saja Bu-ciangkun segera menaruh perhatian dan mendengarkan dengan tertarik. Kang Hin tidak menyembunyikan sesuatu. Dimulai dengan menyelundupnya Tong Seng Gun ke dalam Nam-kiang-pang, kemudian betapa Seng Gun dan rekan-rekannya berusaha mengadu domba antara partai aliran dan perkumpulan untuk melemahkan dunia persilatan, kemudian betapa Seng Gun yang ternyata adalah antek Mongol itu bekerja sama dengan Hoat-kauw.

Mendergar laporan itu, Bu-siang-kun mengerutkan alisnya. Hal itu merupakan berita penting dan gawat. "Sudah yakin benarkah engkau bahwa Hoat-kauw bersekutu dengan orang Mongol Ciu-pangcu?"

"Sudah ada buktinya, ciangkun. Bahkan saya sudah melakukan penyelidikan diantara para anggauta kami yang dahulunya dipaksa menjadi anak buah Tong Seng Gun bahwa dia sebetulnya adalah murid dari Sam Mo-ong yang menjadi antek orang Mongol. Kabarnya Sam Mo-ong ini adalah kaki tangan Ku Ma Khan, kepala suku Mongol yang berpengaruh itu."

"Ah, kita harus bergerak! Di mana sarang mereka, pangcu?"

"Mereka suka berpindah-pindah, memang cerdik orang-orang Mongol itu. Akan tetapi beberapa hari lagi Hoat-kauw mengadakan pesta ulang tahun dan mengundang para tokoh kangouw. Tentu untuk dipengaruhi atau dipaksa mendukung gerakan mereka dan saya kira tokoh-tokoh Mongol itu akan hadir pula. Saya sendiri akan membawa anak buah saya untuk menyerbu ke sana. Kalau ciangkun percaya kepada saya dan suka bekerja sama, saya mohon bantuan pasukan...."

"Tentu saja, pangcu. Bahkan aku sendiri yang akan memimpin limaratus orang pasukan!"

Tentu saja Kang Hin merasa girang dan berterima kasih sekali. Mereka berangkat hari itu juga, seratus orang anak buah Nam-kiang-pang dan limaratus orang pasukan yang dipimpin sendiri oleh Bu-ciangkun.

Bukit Harimau mendapat kunjungan banyak orang sehingga suasananya ramai dan meriah. Puncak bukit itu memang merupakan lapangan yang luas sekali dan di sana dibangun pondok-pondok darurat yang mengelilingi sebuah panggung yang luas dan di situ disediakan tempat duduk yang banyak sekali.

Dalam peristiwa yang amat penting bagi Hoat-kauw itu, karena saat itu bukan saja merupakan pesta ulang tahun, akan tetapi juga merupakan penentuan keberhasilan usaha mereka bekerja sama dengan pihak Mongol, yaitu meharik semua golongan untuk membantu Mongol dan tunduk kepada Hoat-kauw sebagai pimpinan, maka Bu-tek Ngo Sin-liong yang merupakan tokoh-tokoh Hoat-kauw, juga hadir pula ketua Hoat-kauw, yaitu Hoat Lan Siansu, paman guru dari Bu-tek Ngo Sin-liong yang sudah berusia tujuhpuluh tahun.

Kakek ini merupakan datuk besar dunia persilatan yang tingkat kepandaiannya sejajar dengan pera ketua perkumpulan besar seperti ketua Beng-kauw, ketua Im-yang-kauw dan lain-lain. Dan tentu saja wakil dari orang Mongol, yaitu Sam Mo-ong hadir pula di sana bersama Tong Seng Gun yang sudah dianggap berjasa besar menundukkan Nam-kiang-pang dan menanam permusuhan di antara para tokoh dan perkumpulan dunia persilatan, bersama orang-orang Hoat-kauw.

Sedangkan Sam Mo-ong sendiri dengan pasukan khusus Mongol telah menundukkan banyak suku bangsa di utara yang dipaksa untuk membantu gerakan Mongol kalau saatnya sudah tiba. Bukan saja para tokoh besar yang lihai itu berada di situ, akan tetapi diam-diam merekapun mengerahkan anak buah mereka. Hoat-kauw sendiri menaruh orang sebanyak duaratus lebih di situ, juga pasukan khusus Mongol yang terdiri dari seratus orang memasang barisan pendam atau barisan yang tersembunyi, siap menjaga keselamatan para pimpinan mereka!

Biarpun pesta baru akan diadakan besok, akan tetapi hari itu sudah banyak orang datang. Dan di antara mereka itu terdapat seorang gadis cantik jelita yang tentu saja menarik perhatian banyak orang. Gadis berusia delapan belas tahun lebih itu memang cantik jelita dan menarik perhatian. Nampak begitu lembut dan lemah gemulai. Langkahnya saja seperti seorang penari ketika ia meloncat turun dari atas sela kudanya dan menundukkan mukanya sambil menuntun kuda.

Apa lagi ia tidak memegang sepotongpun senjata tajam sehingga hanya kelihatan sebagai seorang puteri hartawan atau bangsawan terpelajar yang lemah. Akan tetapi kalau orang mengetahui siapa ia, tentu orang itu akan tertagun dan kaget. Gadis ini bukan lain adalah Ji Kiang Bwe, yang biarpun usianya baru delapanbelas tahun namun telah mewarisi ilmu-ilmu yang hebat dan tinggi dari Pek Mau Sinkouw, seorang datuk yang mengasingkan diri. Dan ia adalah ketua dari Kim-kok pang namun tidak ada orang mengenalnya, karena baru beberapa pekan saja ia menjadi ketua, menggantikan ayahnya yang terbunuh dalam pertandingannya melawan orang Hoat-kauw.

Seperti telah diceritakan di bagian depan, Ji Kiang Bwe bertemu dan berkenalan dengan Souw Kian Bu yang menjadi tamunya. Kemudian Ji Kiang Bwe menerima surat undangan dari Hoat-kauw untuk datang kepesta ulang tahun di Bukit Harimau. Ia menolak ketika Kian Bu hendak menemaninya, dan pemuda itu lalu meninggalkan Kim-kok-pang. Hari ini, Kiang Bwe tiba dari perjalanannya berkuda menuju bukit itu.

Para tokoh Hoat-kauw sudah mengatur sedemikian rupa sehingga kedatangan setiap orang telah diketahuinya dari kaki bukit mula. Maka, kedatangan gadis inipun sudah diketahui. Semua orang merasa heran karena tidak ada yang mengenalnya. Ketika Bi-sin-liong Kwa Lian, si cantik dari Bu-tek Ngo Sin-liong mengirim surat undangan, ia hanya menyerahkan kepada seorang anggauta Kim-kok-pang untuk disampaikan kepada pimpinannya, tidak tahu bahwa kini yang menjadi ketua Kim-kok-pang adalah seorang gadis muda, puteri dari ketua yang telah tewas dalam perkelahiannya melawan Ang-sin-liong Yu Kiat.

Biarpun tidak mengenalnya, akan tetapi karena ia cantik jelita dan kedatangannya seorang diri dan penuh rahasia, menunggang seekor kuda yang baik dan pakaiannyapun seperti seorang puteri bangsawan dan indah rapi, maka Lam-hai Sin-liong Kwa Him, orang ke empat dari Bu-tek Ngo-Sin-liong yang memiliki watak mata keranjang, segera mewakili Hoat-kauw menyambutnya.

Kiang Bwe melihat seorang laki-laki berusia tigapuluh tahun lebih bermuka merah bertubuh tinggi besar, di pinggangnya terdapat sepasang golok, maju menghadang dan menyambutnya dengan senyum. Laki-laki itu memberi hormat. Kiang Bwe menahan kakinya dan membalas penghormatan itu sambil memandang penuh perhatian.

"Selamat datang, nona. Kami merasa mendapat kehormatan besar dengan kunjungan nona. Nona dari golongan dan partai apakah? Kami perlu mengetahui untuk mengatur tempat penginapan bagi nona."

"Tidak perlu repot-repot. Aku dapat melewatkan malam di bawah pohon. Namaku Ji Kiang Bwe dan aku adalah ketua baru Kim-kok-pang."

Kwa Him tertegun. Dia tahu bahwa Ji-pangcu, ketua Kim-kok-pang, beberapa bulan yang lalu tewas di tangan twa suhengnya, dan sumoinya, Kwa Lian, telah mengirim surat undangan kepada pimpinan Kim-kok-pang. Siapa kira ketuanya yang sekarang gadis yang begini cantik! Kim-kok-pang amat penting untuk ditundukkan, karena perkumpulan itu dapat menjadi sumber keuangan yang kuat, maka diapun segera memberi hormat lagi.

"Aih, kiranya nona adalah Pangcu dari Kim-kok-pang. Mari, nona silakan, tempat untuk istarahat nona sudah dipersiapkan." Dia lalu menuntun kuda itu dari tangan Kiang Bwe yang menyerahkan kendali kudanya, dan mengajak gadis itu menuju ke sebuah pondok yang kecil mungil. Kwa Him menambatkan kuda itu di depan rumah dan berkata, "Silakan, nona, dan anggaplah pondok ini sebagai rumahmu sendiri."

"Terima kasih," jawab gadis itu sederhana, tanpa ingin tahu siapa orang yang mewakili Hoat-kauw menyambutnya itu. Namun, hal ini membuatnya waspada, karena sekarang orang Hoat-kauw sudah tahu bahwa ia adalah ketua Kim-kok-pang dan tentu saja mereka dapat menduga bahwa kedatangannya bukan hanya karena undangan, melainkan ada hubungannya dengan kematian ayahnya. Ia lalu membuka daun pintu pondok yang tidak terkunci dan ternyata pondok kecil itu bersih dan cukup menyenangkan. Ia lalu membuka sepatunya dan bersila di atas dipan kayu untuk bersamadhi.

Kiang Bwe tidak menyadari bahwa sejak dari kaki bukit tadi, diam-diam ada orang yang membayanginya dari jauh. Orang ini adalah seorang pemuda tampan bercaping lebar dan membawa pedang di punggungnya. Dia adalah Souw Kian Bu. Seperti telah diceritakan terdahulu, ketika Kiang Bwe menolak dia temani ke Bukit Harimau, dia bertanya kepada gadis itu di mana dan kapan pesta Hoat-kauw diadakan.

Berdasarkan keterangan gadis itu, dia dapat mencari tempat itu dan bahkan mendahului Kiang Bwe sehingga dia dapat membayangi gadis itu. Dia tidak mau memperlihatkan diri, khawatir kalau-kalau Kiang Bwe menjadi tidak senang. Akan tetapi diam diam dia mengambil keputusan untuk melindungi gadis yang ternyata telah mencuri hatinya itu.

Cinta memang sesuatu yang rahasia dan ajaib. Dari manakah asalnya dan apa penyebabnya? Cinta jelas bukan sex, karena binatang agaknya tidak mengenal cinta, kecuali induk kepada anaknya, namun binatang mengenal sex. Dari manakah datangnya? Memang, pertama kali orang jatuh cinta setelah melihat lawan jenisnya. Akan tetapi, inipun belum benar, karena bukankah orang buta juga dapat jatuh cinta?

Tentu saja pengenalan pertama melalui panca indranya, ini berarti bahwa cinta ada hubungannya dengan jasmani, cinta timbul dari daya tarik alami antara lawan jenis, kemudian diperkuat oleh nafsu berahi. Sukar membayangkan kita dapat mencinta kekasih kita yang sekarang kalau andaikata hidungnya mendadak lenyap atau cacat lain yang membuat wajahnya menjadi mengerikan. Itu menandakan bahwa dalam cinta terkandung nafsu yang tertarik oleh keindahan tubuh.

Sukar pula membayangkan kita dapat mencinta seseorang yang tidak lagi dapat berhubungan badan sebagai suami isteri! Inipun menandakan bahwa di dalam cinta terkandung nafsu berahi. Semua ini sudah wajar karena memang sudah kita bawa serta ketika lahir. Namun, di antara banyak wanita cantik, di antara banyak pria tampan, mengapa ada seorang yang tertentu yang kita cinta? Kenapa kita tidak mencinta semua wanita cantik atau semua pria tampan?

Di sini menunjukkan bahwa di dalam cinta ada pengaruh batiniah, bukan sekadar badaniah, yang mungkin sekali berujut dengan persamaan selera, persamaan watak, prilaku dan sebagainya lagi. Maka, tidak mengherankan kalau ada pria tampan jatuh cinta kepada wanita yang tidak cantik, sebaliknya banyak wanita cantik jatuh hati kepada pria yang tidak tampan. Demikian banyak lika-liku cinta sehingga tiada bosan-bosannya kita membicarakannya.

Bagaimanapun juga, bukankah hidup ini cinta juga? Entah itu cinta kepada kekasih kepada sahabat, kepada sanak keluarga, kepada tanaman, benda atau hewan atau lingkungan, bahkan cinta ke pada diri sendiri atau makanan! Cinta menimbulkan gairah untuk hidup, untuk melanjutkan hidup. Kalau orang tidak mempunyai perasaan cinta lagi kepada apapun juga, maka sama halnya orang itu sudah mati!


Selain Kang Bwe yang muncul di situ dan Kian Bu yang datang secara gelap, sembunyi-sembunyi berbaur dengan para tamu sehingga tentu saja dia disangka seorang anggauta rombongan tamu, muncul pula Han Lin yang datang bersama Mei Li. Kedatangan gadis inipun menarik perhatian banyak orang, karena walaupun ada pula tokoh-tokoh wanita dunia kangouw yang datang, namun tidak ada yang secantik Mei Li atau Kiang Bwe.

Dua orang kakak beradik misan inipun disambut oleh seorang di antara Bu-tek Ngo Sin-liong, yaitu Ti-at-sin-liong Lai Cin yang tinggi kurus bermuka pucat. Ketika ditanya dari mana mereka datang, dan dari golongan apa, Han Lin menjawab bahwa mereka adalah kakak beradik yang baru melakukan perantauan dan tidak termasuk golongan manapun.

"Dalam perjalanan, kami mendengar tentang pesta yang diadakan oleh Hoat-kauw, maka kami tertarik dan datang. Kalau tidak dilarang, kami ingin menyaksikan keramaian dan meluaskan pemandangan."

Kalau saja di situ tidak ada Mei Li, mungkin Han Lin akan diusir oleh Tiat-sin-liong Lai Cin. Akan tetapi wajah cantik molek memang besar sekali pengaruhnya. Lai Cin hanya mengangguk dan mempersilakan mereka menempati sebuah pondok. Mei Li hendak membantah akan tetapi Han Lin memberi isyarat dan setelah berada berdua saja di pondok itu dia berbisik.

"Kalau membantah akan menimbulkan kecurigaan, Li-moi. Biarlah kita tinggal sepondok, engkau tidur di dalam dan aku akan tinggal di luar."

"Mana bisa begitu, koko? Aku tidak mungkin dapat tidur membiarkan engkau kedinginan dan masuk angin di luar pondok. Aku akan tidur di pembaringan dan engkau tidur di bawah, dan tilam pembaringan boleh kau pakai. Bagaimanapun juga, kita berdua adalah saudara misan, kakak dan adik, bukan?"

Han Lin tersenyum, akan tetapi sungguh aneh, dia merasa betapa hatinya tidak enak sekali mendengar ucapan Mei Li itu, yang mengingatkan bahwa mereka adalah kakak beradik!

Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali muncul dua orang muda yang kembali menjadi pusat perhatian. Bahkan orang-orang Hoat-kauw terkejut dan heran sekali karena yang muncul itu bukan lain adalah Sie Kwan Lee dan Sie Kwan Eng, kakak beradik dari Bengkauw! Padahal mereka tidak mengundang Bengkauw, bahkan merencanakan untuk menghasut agar semua partai memusuhi Beng-kauw. Sekarang, dua orang muda putera ketua Beng-kauw bahkan datang sendiri. Ular mencari penggebuk namanya. Tetapi mereka menyambut juga dan mempersilakan dua orang muda itu menduduki deretan bangku yang disediakan untuk para ketua partai dan tokoh besar.

Han Lin dan Mei Li hanya mendapatkan bangku tempat para tamu yang lebih rendah tingkatnya. Sebaiiknya, Yu Kiang Bwe mendapatkan tempat kehormatan karena dia adalah ketua Kim-kok-pang. Di situ duduk pula wakil-wakil dari Siauw-lim-pai, Bu-tong-pai, Kong-thong pai, Gobi-pai dan lain-lain. Juga wakil dari aliran-aliran agama dan kepercayaan hadir. Pesta itu sungguh sukses dan mendatangkan banyak tamu karena keadaan pada waktu itu membuat para tokoh ingin sekali mendengar apa yang hendak dibicarakan dalam pesta itu.

Seng Gun juga duduk di kursi kehormatan sebagai ketua Nam-kiang-pang. Dan di kursi utama duduklah empat orang laki-laki tua yang mengesankan dengan sikap mereka yang angker dan angkuh. Mereka ini bukan lain adalah Hoat Lan Sian-su, ketua Hoat-kauw sendiri yang rambutnya sudah putih semua, jenggotnya panjang putih dan di punggungnya terdapat sebatang pedang beronce kuning. Pakaiannya longgar dan serba kuning seperti jubah pendeta. Dan di samping kirinya duduk pula tiga orang yang angker. Mereka bukan lain adalah Sam Mo-ong, utusan orang Mongol yang bersekutu dengan Hoat-kauw.

Kedudukan Hoat-kauw dan sekutunya saat itu kuat sekali. Bukan saja di situ hadir ketua Hoat-kauw, lima orang Bu-tek Ngo Sin-liong, ada pula Seng Gun dan masih banyak tokoh Hoat-kauw yang lain, juga Sam Mo-ong yang tidak dikenal banyak orang, akan tetapi merupakan kekuatan inti dari persekutuan itu. Dan selain ini, seratus orang anak buah Mongol dan duaratus orang ang gauta Hoat-kauw siap untuk menentang siapa saja yang memusuhi Hoat-kauw.

Jumlah tamu yang datang ada kurang lebih seratus orang. Sebelum pertemuan dibuka, nampak Bu-tek Ngo Sin-liong bicara berbisik-bisik dengan Hoat Lan Sian-su dan Sam Mo-ong, juga Seng Gun ikut bicara. Agaknya mereka mengatur siasat. Hal ini tidak luput dari penglihatan Han Lin dan Mei Li, juga Kiang Bwe melirik dan tersenyum. Kwan Lee dan Kwan Eng juga melihatnya akan tetapi kakak beradik ini bersikap tenang dan santai saja.

Tibalah saatnya bagi Hoat Lan Sian-su ketua Hoat-kauw untuk bicara. Dia bangkit berdiri dan tubuhnya masih tinggi tegap walaupun usianya sudah tujuhpuluh tahun. Dengan gagah dia melangkah ke depan sampai ke tengah panggung dan setelah memberi hormat ke seluruh penjuru, dia berkata dengan nyaring.

"Kami ketua Hoat-kauw menghaturkan terima kasih atas kedatangan saudara sekalian dan atas semua bingkisan yang diberikan kepada kami. Semoga ini akan dapat mempererat hubungan di antara kita dan mudah-mudahan lain waktu kami akan dapat membalas semua kebaikan saudara. Karena kami sudah tua, maka selanjutnya untuk membicarakan persoalan kami serahkan kepada murid keponakan kami, Ang Sin-liong Yu Kiat!"

Terdengarlah orang bertepuk tangan dan yang lain ikut menyusul dan terdengarlah tepuk tangan gemuruh mengiring ketua itu mundur dan menyambut munculnya Ang-sin-liong Yu Kiat. Tokoh ini sudah banyak dikenal orang karena sebagai orang pertama dari Bu-tek Ngo Sin-liong, tentu saja dia terkenal sekali. Dia seorang yang tinggi tegap dan tampan, pakaiannya berwarna merah dan sikapnya sombong.

Tidak mengherankan kalau orang-orang Bu-tek Ngo Sin-liong bersikap sombong. Baru julukan mereka saja sudah menunjukkan kesombongan mereka. Mereka menggunakan julukan Bu-tek (Tanpa Tanding), seolah mereka mau membual bahwa merekalah jagoan-jagoan tanpa tanding, tidak ada yang mampu melawan!

Dengan sikap tangkas Yu Kiat yang berusia limapuluh tahun itu memberi hormat ke seluruh penjuru, lalu terdengar suaranya yang menggeledek, "Saudara sekalian, semestinya dalam pesta ulang tahun ini kami bergembira, apa lagi saudara sekalian sudah datang menghadirinya. Akan tetapi mengingat suasana sekarang di dunia persilatan sedang kacau, maka kami mohon agar sebelum melanjutkan pesta, saudara sekalian mengambil keputusan atas sikap yang akan kami lakukan. Saudara sekalian pasti telah mendengar berita tentang keganasan Beng-kauw, tentang sepak terjang Beng-kauw yang telah membunuhi banyak orang. Juga saudara sekalian tentu sudah mendengar tentang pengkhianatan seorang muda bernama Ciu Kang Hin dari Nam-kiang-pang yang kemudian ternyata membantu orang Beng-kauw. Oleh karena itu, karena di sini kami melihat hadir pula dua orang tokoh Beng-kauw, maka bagaimana pendapat saudara kalau kami mengusir mereka?"

Sejenak sunyi menyambut ucapan itu. Akan tetapi lalu terdengar suara setuju di sana-sini, dan para tokoh kang-ouw yang termasuk golongan bersih seperti Siauw-lim-pai, Butong-pai dan lain-lain tidak mau memberi suara. Mereka memang tidak pernah suka kepada Beng-kauw, akan tetapi mereka tidak mempunyai alasan untuk memusuhi Beng-kauw. Bahkan mereka lebih condong memusuhi Ciu Kang Hin yang dikabarkan telah membunuh seorang tokoh Siauw-lim-pai dan seorang tokoh Butong-pai.

Sementara itu, kakak beradik putera ketua Beng-kauw saling pandang. Kwan Eng mengangguk dan dara jelita ini yang lebih dahulu menggerakkan tubuhnya melayang ke atas panggung, diikuti oleh Kwan Lee, kakaknya. Dua orang muda itu sudah berdiri di depan Yu Kiat, lalu berbalik dan menghadapi para tamu.

"Kami kakak beradik memang putera puteri ketua Beng-kauw, dan kami sengaja datang untuk membela diri, mempertahankan kebenaran Beng-kauw yang tidak bersalah. Hendaknya cuwi semua ketahui bahwa selama ini, anggauta-anggauta kami yang dibunuhi, bahkan wanita dan kanak-kanak juga dibunuh tanpa alasan yang jelas. Kami dikabarkan membunuhi banyak tokoh dunia kangouw, akan tetapi semua itu fitnah belaka. Kami tidak menyangkal bahwa mungkin ada di antara anggauta kami yang membunuh dalam perkelahian, akan tetapi hal itu adalah wajar, karena kalau anggauta kami yang kalah kuat, maka dialah yang tewas atau terluka. Apa anehnya terluka atau tewas dalam perkelahian di dunia persilatan? Akan tetapi kalau anggauta kami diburu seperti binatang buas, dibunuh tanpa alasan seperti orang membunuhi ayam, sungguh membuat kami penasaran dan kami minta keadilan di sini, janganlah para locianpwe mudah saja percaya ucapan orang-orang yang melakukan fitnah kepada kami!"

”Bocah-bocah lancang!” Ang-sin-liong Yu Kiat membentak marah. ”Kalian hendak menuduh Hoat-Kauw melakukan fitnah kepada kalian? Sudah jelas bahwa Beng-kauw sejak dahulu merupakan perkumpulan sesat yang ditentang para pendekar dan semua orang tahu bahwa Ciu Kang Hin dari Nam-kiang-pang berkhianat dan membela orang-orang Beng-kauw!"

"Ciu Kang Hin tidak membela Beng-kauw, melainkan dia menjadi korban dari pengkhianatan seorang sutenya yang palsu!" bentak pula Sie Kwan Eng dengan berani dan sikap menantang...

Selanjutnya,

Post a Comment

AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.