Mestika Burung Hong Kemala Jilid 11
DAN malam hari itu bulan bersinar terang. Kui Lan mengenakan pakai-serba hitam sehingga gerakannya yang amat gesit itu membuat tubuhnya kelebatan dan sukar dilihat dalam bayang-bayang pohon itu ketika ia menghampiri gedung Bouw Koksu dari arah belakang. ia masih ingat benar bahwa di dekat pagar tembok sebelah kiri belakang tumbuh sebatang pohon yang cabang cabangnya terjulur dekat tembok seh ingga memudahkan ia memasuki kebun belakang melalui pohon itu.
Ketika melihat bahwa bagian itu cukup gelap, Kui Lan mengayun tubuhnya meloncat ke atas pagar tembok. Hanya sekejap saja tubuhya hinggap di atas pagar tembok karena ia telah melanjutkan loncatannya kedalam pohon itu. Kalaupun ada penjaga di gardu atas, tentu dia tidak akan melihat jelas.
Beberapa menit lamanya Kui Lan berada di pohon itu. Setelah yakin bahwa gerakannya meloncati pagar tembok tadi tidak menimbulkan akibat apa-apa berarti tidak ada orang melihatnya, ia pun meloncat turun, ia menyelinap antara pohon dan semak di kebun itu memasuki taman mendekati rumah gedung.
Hatinya terharu karena ia merasa seolah kembali ke masa kanak-kanak ketika ia bermain-main dengan kakaknya dan adiknya. Mereka seringkali bermain-main di taman dan kebun ini, bersembunyi dan saling mencari, ia mengenal setiap se mak, setiap pohon di ta man itu.
Akan tetapi, Kui Lan terlalu me mandang ringan Bouw Koksu. Kalau Bouw Hun bekas kepala suku Khitan ini tidak memiliki kecerdikan yang tinggi, tidak mungkin dia akan dipilih An Lu Shan menjad i seorang koksu (guru negara) yang selalu mengatur siasat untuk bekas panglima yang kini menjadi kaisar.
Di antara para penjaga di gardu itu rata-rata memiliki kepandaian cukup tinggi, ada yang merasa curiga melihat kelebatnya bayangan hitam di atas pagar tembok. Akan tetapi, sesuai dengan perintah Bouw Koksu, mereka tidak membuat ribut melainkan diam-diam mereka itu mengamati bayangan itu, membayangi dan melaporkan kepada Bouw Koksu dan Bouw Ciangkun.
Maka, kedatangan Kui Lan itu telah mereka ketahui dan d ia m-dia m Bouw Koksu bersa ma puteranya, para pembantunya, tidak ketinggalan Kim Hong yang mereka andalkan, telah keluar dan mengepung semak-semak di mana KuiLan bersembunyi. Dapat dibayangkan betapa kaget-hati Kui Lan ketika tiba¬tiba saja dengar bentakan orang di belakang.
"Maling kecil, keluar engkau!"
Ketika ia menoleh, ia melihat bahwa di belakangnya telah berdiri lima orang yang ia kenali sebagai Bouw-ciangkun dan Can Kim Hong, lalu seorang laki-laki besar hitam brewok yang tampak bengis dan usianya lebih dari lima puluh tahun yang ia duga tentu Bouw Koksu, bersama dua orang lagi yang berpakaian seperti panglima, Ia telah ketahuan!
Maklum bahwa ia berhadapan dengan banyak orang lihai, maka Kui Lan segera meloncat keluar dan mempergunakan gin-kangnya untuk melarikan diri. Akan tetapi, agaknya Bouw Ki tidak ingin melihat ia lolos, apalagi setelah melihat bahwa orang yang memasuki taman itu adalah gadis yang pernah mereka jumpai ketika rombongannya hendak mengambil pusaka Mestika Burung Hong Kemala.
"Kejar! Tangkap!" teriaknya dan mereka semua, termasuk Can Kim Ho berloncatan dan mengepung sehingga kembali Kui Lan terkepung lima orang itu.
"Ayah, inilah gadis yang kami temui itu ketika mengambil pusa ka dahulu itu. Kita harus menangkapnya hidup¬hidup!" teria k Bouw Ki.
Sejenak Kui Lan saling pandang dengan Kim Hong, kemudian iapun berseru dengan lantang, "Kim Hong, kakak Cin Han minta aku menyampaikan kepadamu. Orang yang mengaku ayah kandungmu itu adalah palsu, namanya Ciang Kui engkau telah ditipu mereka!”
Ucapan itu mengejutkan Kim Hong juga mengejutkan Bouw Hun dan Bouw Ki. Rahasia mereka telah diketahui!
"Maling betina, jangan bicara sembarangan! Engkau menghina kami dan harus mati!" bentak Bouw Koksu dan dia pun sudah menggerakkan pedangnya yang melengkung dan amat tajam.
"Singgg...!"
Dengan mudah Kui Lan mengelak karena gadis ini telah memiliki keringanan tubuh yang luar biasa, berkat gemblengan Pek Lian Nikou kepala kuil Thian-bun-tang. Pedang yang melengkung itu menyambar luput dan pada saat itu, Bouw Ki juga sudah menyerang dengan sebatang pedang melengkung seperti yang dipegang ayahnya.
"Tranggg...!!"
Kui Lan menangkis dengan pedangnya dan Bouw Ki merasa betapa telapak tangan kanannya tergetar hebat sehingga ha mpir saja pedangnya terlepas. Dua orang panglima pembantu Bouu koksu juga sudah menyerang dengan pedang mereka dan ternyata mereka itu juga lihai sehingga kini Kui Lan dikeroyok empat orang.
Namun, gadis ini tidak merasa gentar dan ia sudah memainkan ilmu pedangnya dengan ilmu Hong-in-Sin-pang (Tongkat Sakti Angin dan Awan) yang ia main kan dengan pedang. Ilmu ini merupakan ilmu silat tinggi yang ia pelajari dari Kong Hwi Hosiang, ditambah gin-kang yang membuat tubuhnya berkelebatan amat cepatnya.
"Kim Hong, cepat bantu kami!" bentak Bouw Koksu berulang kali, akan tetapi Kim Hong masih berdiri bengong, ia terlalu kaget mendengar keterangan Kui Lan tadi bahwa laki-laki yang selama ini dianggap ayah kandungnya itu bernama Cing Kui berarti bahwa Bouw koksu telah menipunya! Ia pun tidak ingin melihat adik dari Cin Han celaka tempat itu, maka tentu saja ia tidak mau membantu Bouw Koksu.
Terdengar bunyi peluit dan kentongan, tanda bahwa akan berdatangan pasukan keamanan dan tentu Kui Lan akan dikeroyok banyak orang. Kui Lan mengamuk, pedangnya bergerak bagaikan seekor naga mengamuk di angkasa dan dua orang perwira yang tadi membantu Souw Koksu, telah roboh mandi darah.
Akan tetapi, segera terdengar suara gaduh dan sedikitnya duapuluh lima orang penjaga berikut beberapa orang perwira datang mengurung lalu mengeroyok gadis perkasa itu. Biarpun ma klu m bahwa ia berada dala m bahaya maut, Kui Lan tidak menjadi gentar dan ia mengambil keputusan untuk melawan sampai titik darah terakhir.
Melihat ini, Kim Hong mengeluarkan, teriakan melengking panjang dan tubuhnya sudah berkelebat dan menerjang ke arah pertempuran. Ketika kedua tangannya bergerak, nampak dua sinar bergulung-gulung dan terdengar teriakan disusul robohnya dua orang pengeroyok. Kiranya ia sudah menggerakkan sepasang pedang kecilnya yang lihai, yang ujung nya bertali. Melihat betapa gadis yangi dicinta kakaknya itu kini membantunya, bangkit semangat Kui Lan dan iapun mengga muk semakin hebat.
"Kim Hong, engkau pengkhianat!" bentak Bouw Koksu. Pedangnya meluncur dan menyerang gadis yang pernah menjadi murid dan anak ang katnya sendiri.
"Trangggg!" Pedang itu terpental dan hampir terlepas dari tangannya ketika ditangkis pedang kiri Kim Hong.
"Engkau telah menipuku!" bentak Kim Hong.
"Tidak ada yang menipu mu. Dia memang ayahmu! Gadis ini yang menipumu!" bentak pula Bouw Koksu.
Tentu saja Kim Hong menjadi ragu. Ia hanya mendengar keterangan Kui Lan bahwa pria yang diperkenalkan sebagai ayahnya itu palsu, akan tetapi apa buktinya? Sementara itu, Bouw-ciangkun yang mengepung dan mengeroyok Kui Lan sudah berteriak memerintahkan anak buahnya untuk memanggil bala bantuan.
Karena Kim Hong ragu dan menghentikan gerakannya, Kui Lan kini terdesak, dikepung ketat dan dihujani senjata. Biarpun gadis ini telah mewarisi ilmu silat yang tinggi dan hebat, namun ia masih kurang pengalaman dan pihak musuh terlampau banyak, ia sudah merobohkan enam orang pengeroyok, akan tetapi iapun menerima dua kali bacok pedang yang menyerempet paha dan pundaknya, biarpun tidak parah, namun paha dan pundaknya terluka dan berdarah!
Tiba-tiba, seorang di antara para perajurit itu, yang tadi hanya menonton sambil mengacung-acungkan pedangnya, tiba-tiba saja menyerang Bouw Ki. Serangan pedangnya demikian cepatnya sehingga Bouw Ki hampir tertusuk lehernya dan ketika pemuda itu mengelak, pedang perajurit itu menya mbar ke bawah dan pahanya terbacok sehingga terluka dan membuat dia berteriak kesakitan dan cepat meloncat ke belakang.
"Heii, gilakah kau??" Teriak Bouw Ki.
Perajurit itu tidak perduli, bahkan kini membuang topi perajuritnya dan mengamuk dengan pedangnya membantu Kui Lan, membuat pengeroyokan ketat tadi menjadi buyar. Ketika Kui Lan memandang, jantungnya berdebar tegang karena mengenal mata yang mencorong itu bibir yang tersenyum-senyum itu. Taksalah lagi, dialah si pemuda sinting tempo hari!
"Kau?" serunya dan iapun putar pedang ke kiri, meroboh kan seorang pengeroyok dengan tusukan. "Nona, kita mundur... cepat kau pergi dulu kepagar tembok!" kata perajurit itu yang bukan lain adalah Souw Hui San.
Pemuda ini dengan cerdik ini, tentu saja dengan cara menyogok berhasil masuk menjadi seorang prajurit penjaga keamanan di rumah Bouw Koksu. Dengan demikian akan mudah baginya untuk menyelidiki keadaan pembesar ini dan mencari rahasia yang berguna bagi perjuangan para pendukung kerajaan Tang.
Melihat Kui Lan dikeroyok dia merasa bimbang. Akhirnya dia tak tahan melihat gadis yang dikaguminya itu terluka. Terpaksa dia membuka rahasia dirinya dan membantu. Dengan ilmu pedang Gobi-pai yang lihai, ia mengamuk, membuat Kui Lan tidak terhimpit lagi.
Sementara itu, melihat munculnya pemuda yang juga dikenalnya sebagai pemuda sinting Kim Hong berkelebat meninggalkan tempat itu. ia percaya bahwa pemuda yang gerakannya amat lihai itu akan mampu menolong Kui Lan sendiri cepat memasuki gedung dan menyerbu ke dalam kamar di mana ayahnya berada. Orang yang mengaku sebagai Bu itu terkejut ketika melihat putrinya masuk ke kamar dengan sepasang mata mencorong penuh kemarahan.
”Kim Hong, apa yang terjadi,” tanyanya heran.
Akan tetapi gadis itu melompat dan sekali tangannya bergerak, jari tangan kanannya telah mencengkeram pundak orang itu. Orang yang mengaku sebagai ayahnya itu terkejut karena cengkeraman itu membuat pundaknya seperti remuk rasanya.
"Ada apa kenapa kau ini?"
"Katakan, nama mu Ciang Kui, kan? Hayo mengaku terus terang atau akan kuhancurkan pundakmu!"
Wajah itu berubah pucat. "Aku... aku...”
"Hayo katakan terus terang bahwa kau bukan ayahku, engkau bukan Can Bu. Awas, kalau membohong akan kusiksa sampai mati!" cengkeram di pundak itu semakin kuat sehingga wajah yang pucat kini mandi peluh.
"Aku... aku... hanya di perintah Bouw Koksu...," akhirnya orang berterus terang.
"Keparat busuk!" Saking marahnya Kim Hong mengerahkan tenaga sin-kang yang didapatnya dari ular hitam kepala merah. Hawa beracun yang amat dahsyat keluar dari tangannya memasuki tubuh orang itu dari pundak dan orang itu hanya menjerit satu kali lalu tewas dengan seluruh tubuhnya menjadi hitam.
Kim Hong mengangkat mayat itu berlari keluar lagi memasuki taman melihat Kui Lan dan pemuda sinting itu masih dikepung ketat walaupun keduanya sudah sampai di dekat pagar tembok. Agaknya tidak mudah bagi mereka untuk lolos karena kini sudah datang bala bantuan yang banyaknya tidak kurang dari limapuluh orang!
Kim Hong mengeluarkan suara lengking panjang dan tubuh tak bernyawa yang sudah kehitaman itu ia lontarkan ke arah Bouw Koksu dan Bouw-ciangkun yang ikut mengeroyok Kui Lan dan Hui San.
Bouw Koksu terkejut me lihat sosok tubuh melayang ke arahnya. Dia nyambut dengan bacokan pedangnya tubuh itu roboh. Ketika dia melihat melalui penerargan obor yang dibawa para perajurit, dia melihat wajah Ciang Kui yang mukanya berubah menghitam matanya terbelalak. Tahulah dia bahwa Kim Hong telah mengetahui rahasia kebohongannya.
Kim Hong mengamuk dengan sepasang pedangnya, sebentar saja sudah berhasil membuyarkan kepungan dan mendekati Kui Lan. "Kui Lan, engkau sudah terluka, cepat keluar dari sini, aku yang menahan mereka!"
"Aku tidak mau meninggalkan engkau sendiri, Kim Hong!" kata Kui Lan tegas. Diam-diam Kim Hong kagum, senang sekali mempunyai sahabat seperti Cin Han dan Kui Lan ini, demikian gagah dan setia kawan.
"Kalau begitu, mari kita lari bersama!" katanya dan iapun mempercepat gerakan kedua pedangnya.
Melihat betapa gadis perkasa itu kini membalik dan membantu musuh, anak buah Bouw Koksu yang sudah tahu akan kelihaiannya menjadi gentar. Kepungan melonggar dan kesempatan itu dipergunakan oleh Kim Hong, Kui Lan, dan Hui San untuk meloncat ke pohon itu dan dari situ meloncat ke atas pagar tembok dan dilanjutkan meloncat keluar.
Bouw Koksu dan Bouw Ciangkun mengerahkan para perajurit untuk melakukan pengejaran, akan tetapi tiga orang itu sudah menghilang dan beberapa menit kemudian mereka bertiga sudah berada di dalam rumah Hartawan Ji, dengan aman mereka duduk di dalam ruangan rahasia di mana mereka bicara dengan Hartawan Ji Souw Hui San tanpa diminta sudah mengeluarkan obat luka dan menolong Kui Lan yang terluka pundak dan pahanya, dibantu oleh Kim Hong yang membalut luka di paha gadis itu.
Biarpun tiga orang muda itu baru kali ini berkenalan, namun hubungan mereka sudah akrab sekali, mereka merasa cocok dan seolah sudah saling berkenalan bertahun-tahun lamanya. Setelah luka-luka di pundak dan paha Kui Lan diobati, luka yang tidak parah, mereka duduk menghadapi meja dan sa mbil ma kan hidangan malam yang dikeluarkan pembantu Hartawan Ji, mereka bercakap-cakap.
"Kiranya benar seperti dugaanku tempo hari, engkau hanya berpura-pura sinting," kata Kim Hong kepada Sui San yang tersenyum.
"Akupun sudah merasa curiga. Mana ada orang sinting membawa-bawa pedang yang bagus?" kata pula Kui Lan.
"Dan engkau yang melemparkan pedangku membuat dahiku benjol menyempurnakan penyamaranku, nona Can Kim Hong," kata Hui San tertawa. "Dengan peristiwa benjolnya dahiku itu, Bouw ciangkun dan yang lain-lain percaya bahwa aku aclalah seorang sinting, ha ha!"
"Siapakah sebenarnya engkau ini. Dan mengapa engkau dapat muncul mengacau rombongan Bouw-ciangkun ketika mereka mencari pusaka, kemudian bagaimana pula tiba-tiba engkau menjadi seorang perajurit anak buah Bouw-ciangku dan tadi menolongku?"
"Wah, ceritanya panjang, nona Yang Kui Lan"
"Engkau mengenal kami semua, akan tetapi kami tidak mengenalmu! Ini tidak adil. Perkenalkan dulu dirimu baru kita bicara lagi," kata Hartawan Ji yang bagimanapun juga masih menaruh perasaan curiga kepacla pemucla yang ticlak dikenalnya itu.
"Paman Ji Siok, apakah paman dan semua kawan paman tidak dapat mengetahui siapa aku? Dan paman juga ticlak mengenal mendiang Paman Souw Lok." "Souw Lok! Bukankah pemilik toko yang baru saja meninggal dunia secara aneh tanpa ada yang mengetahui sebabnya itu?" Hartawan Ji memandang penuh perhatian. "Orang muda, agaknya engkau mengetahui tentang diriku dan tentang teman-teman, akan tetapi kami belum mengetahui siapa engkau."
"Paman, dia ini jelas orang yang telah mengambil Mestika Burung Hong Kemala dan menukarnya dengan yang palsu. Tidak benarkah dugaanku itu sobat?" tanya Kim Hong.
Kini Souw Hui San tertegun dan memandang kagum. "Eh, bagaimana engkau dapat mengetahui hal itu, nona?"
"Tidak perlu bertanya, yang penting sekarang, kami telah tahu bahwa engkau yang mengambil Mestika Burung Hong Kemala, karena itu engkau harus menyerahkan kepada kami atau terpaksa kami akan menganggap mu sebagai musuh," kata pula Kim Hong.
"Bersabarlah, Kim Hong. Aku yakin bahwa saudara ini bukan seorang musuh, dan tentu dia mengambil pusaka itu dengan maksud baik. Bukankah engkau juga seperti kami, menentang pemberontak An Lu Shan dan mendukung Kerajaan Tang, sobat?" kata Kui Lan.
"Yang penting, perkenalkan dulu dirimu, orang muda," kata pula Hartawan Ji.
Souw Hui San tertawa. "Aih, kalian sungguh-sungguh mendesakku. Tiga orang dengan tiga macam tuntutan, akan tetapi hanya nona Yang Kui Lan yang bersikap baik kepadaku. Terima kasih nona."
Wajah Kui Lan menjadi kemerahan dan iapun merasa perlu untuk membela diri agar tidak disangka yang bukan bukan. "Tentu saja aku bersikap baik kepadamu, sobat, karena bukankah enkau sudah berulang kali berusaha menolongku? Tempo hari, dengan berpura-pura sinting engkau mencegah rombongan Bouw-ciangkun mengeroyokku, kemudian tadi kalau tidak ada engkau yang menolong, mungkin aku sudah tewas di tangan mereka,"
"Baiklah, akupun tidak merasa perlu merahasiakan diriku. Namaku Souw Hui San dan mendiang Souw Lok yang mati terbunuh adalah pamanku. Sejak kecil aku berada di pegunungan, menjadi murid para suhu di Gobi-pai. Baru beberapa bulan aku datang ke kota raja, ke rumah paman dan aku melihat bahwa paman Souw Lok yang dahulu bekerja menjadi pembantu Menteri Yang Kok Tiong, sudah berada di kota raja dan menjadi orang kaya yang membuka sebuah toko."
"Bukankah Souw Lok ikut pula dengan Menteri Yang mengawal rombongan baginda Kaisar yang mengungsi ke barat?" tanya Hartawan Ji yang banyak mengetahui keadaan di kota raja.
"Benar, paman menceritakan kepadaku bahwa diapun sampai ke Secuan. Akan tetapi, di tengah perjalanan itu, paman Souw Lok membantu Menteri Yang menyembunyikan Mestika Burung Hong Kemala, bahkan peta dari tempat penyimpanan itu oleh Menteri Yang diserahkan pada Paman Souw Lok dengan pesan bahwa kalau terjadi sesuatu dengan beliau, peta itu harus diserahkan kepada seorang diantara puteranya."
"Ah, agaknya ayah telah merasakan sesuatu, seolah dia telah merasa bahwa dia akan tewas dalam perjalanan itu, maka dia menyerahkan peta kepada orang kepercayaannya," kata Kui Lan dengan suara sedih.
"Mungkin juga," kata Ji Siok. "Ayahmu adalah seorang yang setia kepada Kerajaan Tang, nona. Sekarang harap lanjutkan ceritamu, Souw-taihiap."
"Wah, sebutan tai-hiap (pendekar besar) itu hanya membuat kepalaku mekar, paman. Sebut saja namaku, Hui San tanpa embel-embel pendekar segala macam. Nah, setelah tiba di kota raja paman Souw Lok mempunyai pendapat yang amat berani. Dia pikir bahwa biarpun kecil, terdapat kemungkinan bahwa rahasianya diketahui orang, yaitu bahwa dia telah menerima peta penyimpanan pusaka itu dari Menteri Yang. Oleh karena itu, sebaiknya kalau dia mengakuinya saja, bahkan berusaha untuk mendapatkan harta dari rahasia itu. Maka dia lalu menjual peta itu kepada Bouw Koksu.”
"Ihh...!" Kim Hong dan Kui Lan berseru.
"Ahh....!" HartawanJi juga mengeluarkan seruan kaget dan tak senang mendengar tentang peng khianatan Souw lok itu. "Kenapa paman mu melakukan itu?”
"Sabar, paman, dan harap mendengarkan dulu, nona-nona yang kuhormati! Sungguh aku berani mengatakan bahwa paman bukanlah seorang pengkhianat. Dia melakukan penjualan peta itu dengan dua perhitungan. Pertama untuk menghilangkan dugaan bahwa dia yang mengetahui rahasia penyimpanan pusaka itu, dan ke dua, dan hal ini akhirnya menjerumuskannya ke tangan maut, dia ingin mendapatkan harta agar di hari tuanya dia hidup santai dan cukup. Dia memang menjual peta Itu seharga sepuluh ribu tail kepada Bouw Koksu dan setelah menyerahkan peta dia menerima uang muka limaribu tail yang dia pergunakan membeli rumah dan membuka toko yang limaribu lail lagi akan dia terima setelah pusaka itu dapat diambil. Akan tetapi, yang dia berikan adalah peta palsu! Diapun diam-diam membuatkan pusaka tiruan. Kemudian, ketika aku datang dan dia mengetahui bahwa aku memiliki kepandaian silat, dia menyuruh aku mengambil pusaka yang aseli dan menaruh pusaka tiruan ke dalam guha yang disebutkan dalam peta palsu itu."
"He mm, ternyata cerdik sekali paman mu itu, Hui San!" kini hartawan Ji memuji. Dengan perbuatan itu, selain semua orang akan tahu bahwa pusaka berada di tangan Bouw Koksu, juga dia berhasil menyembunyikan pusaka aselinya tanpa ada yang mengetahui, dan dia masih mendapatkan banyak uang lagi!"
"Sayang, paman Souw Lok tidak tahu betapa licik dan curangnya orang macam Bouw Koksu itu. Setelah semua berhasil baik dan pusaka itu dapat diambil Bouw Koksu, dia datang mengunjung paman, bukan untuk membayar yang lima ribu tail lagi seperti yang diharapka paman, melainkan membunuh paman untuk menutup rahasia bahwa Mestika Burung Hong Kemala berada di tangannya. Aku datang terlambat beberapa jam saja. Akan tetapi paman masih sempat mengatakan siapa yang membunuhnya, dan suatu saat, jahanam Bouw Koksu itu pasti akan tewas di tanganku!"
Hening sejenak. Semua orang agaknya tercekam oleh kisah yang diceritakan pemuda itu.
"Ah, aku mengerti sekarang. Engkau tentu telah mendahului rombongan, mengambil pusaka aseli, lalu memasukan pusaka palsu ke dalam guha seperti disebutkan dalam peta palsu, kemudian engkau menyembunyikan pusaka itu entah dimana, dan ketika kami bertemu dengan enci Kui Lan, engkau keluar dan pura-pura sinting untuk mengganggu kami, bukankah begitu?" kata Kim Hong.
Hui San tertawa. "Ha-ha, semua itu benar. Pusaka itu memang lebih dulu aku sembunyikan dalam sebuah pohon besar. Karena melihat engkau demikian cerdik, maka aku lalu pergi dan tidak berani sembarang main-main. Orang seperti engkau terlalu berbahaya untuk dipermainkan. Tentu saja aku tidak tahu bahwa engkau sebenarnya segolongan dan seperjuangan denganku, nona."
"Souw-toako, kalau begitu pusaka itu sekarang berada di tangan mu?" tanya Kui Lan yang agak ragu ketika menyebut pemuda itu, akan tetapi melihat sikap yang polos dan bersahaja itu, diapun menyebutnya toako, sebutan yang akrab.
Hui San tersenyum dan matanya bersinar-sinar memandang kepada Kui Lan. "Benar, non.... eh, siauw-moi (adik), boleh aku menyebutmu Lan-moi (adik Lan)? Engkau puteri Menteri dan aku anak gunung.”
"Ah, perlukah kita merendahkan diri dan menggunakan banyak peraturan yang tidak layak lagi itu, twako? Katakanlah, sekarang Mestika Burung Hong Kemala itu berada di mana?"
"Kusimpan baik-baik, Lan-moi. Andai kata aku ditawan musuh, disiksa dan dibunuh sekalipun, jangan harap musuh akan dapat memaksa aku menyerahkan pusaka itu kepada mereka. Tak seorangpun akan tahu di mana pusaka itu kusembunyikan. Akan tetapi setelah aku bertemu dengan engkau, aku siap memenuhi pesan mendiang Paman Souw Lok untuk menyerahkan pusaka itu kepada seorang diantara para putera mendiang Menteri Yang Kok Tiong. Apakah engkau bersedia rnerima pusaka itu dariku?"
"Ah, aku.... apa bedanya kalau berada di tanganmu, twako?"
Hartawan Ji segera berkata, "Mengapa tidak ada bedanya. Kita semua mempunyai kesetiaan yang sama, dan tentu semua bermaksud untuk menyerahkan pusaka itu kembali kepada Sri baginda Kaisar. Karena itu, kuusulkan, biar pusaka itu tetap disimpan oleh Hui San, dan tetapi dia harus memberitahukan tempat penyimpanannya kepada nona Kui Lan. Kita semua sedang berjuang, tidak tahu apakah kita akan dapat lolos dari kematian. Karena itu, sebaiknya kalau penyimpanan itu selalu diketahui dua rang."
"Maksudmu agar kalau yang seorang meninggal, yang lain memberitahukan kepada seorang sahabat lain lagi?" tanya Hui San.
"Apakah tidak sebaiknya kalau sekarang juga diantarkan ke barat dan serahkan kepada Sri baginda Kaisar? Pusaka itu amat dibutuhkan untuk mendatangkan kepercayaan mereka yang mendukung beliau, bukan?" tanya Kim Hong.
"Dugaanmu tadi benar, Hui San. Pusaka itu amat penting, karena itu harus selalu kita ketahui di mana tempat penyimpanannya. Dan saat ini tidak perlu kita antarkan ke barat, nona Kim Hong, karena kami telah mendengar bahwa Sri baginda berhasil membujuk para kepala suku di barat untuk membantu pasukan beliau dengan memperlihatkan Mestika Burung Hong Kemala. Agaknya, Sri baginda yang kehilangan pusaka itu telah membuatkan pula tiruannya. Jadi sekarang ada tiga buah pusaka, dua yang palsu dipegang Bouw Koksu dan Sri baginda, sedangkan yang aseli kita simpan Kalau saatnya tiba, kita akan serahkan kepada Sri baginda Kaisar."
Semua orang merasa setuju dengan pendapat ini dan Hui San lalu menuliskan beberapa huruf di atas kertas, memberikan tulisan itu kepada Kui Lan yang membacanya. Membaca isi tulisan ini Kui Lan tertegun. Betapa berani dan cerdiknya pemuda murid Gobi-pai itu. Dia telah menyimpan pusaka itu di tempat yang takkan pernah disangka siapapun juga, terutama sekali tidak oleh pihak musuh.
Karena pusaka itu berikut petinya ditanam di bawah pohon dekat pagar tembok di kebun belakang gedung yang kini ditinggali Bouw Koksu. Pantas pemuda itu dapat menolongnya. Kiranya sedang mencuri masuk dan menanam pusaka itu di bawah pohon yang ia pergunakan untuk memasuki kebun pada malam hari itu.
Memang kelihatan mengkhawatirkan menyimpan pusaka di sana, akan tetapi justeru di tempat yang begitu dekat dengan Bouw Koksu, merupakan tempat yang aman karena tidak akan disangka, sama sekali. Gedung itu boleh jadi dapat diserbu orang dan isinya di rampok habis, bahkan gedung itu sendiri dapat saja dibakar habis. Akan tetapi siapa yang mau mengganggu sebatang pohon di sudut kebun? ia memandang pemuda yang tersenyum itu dan mengangguk, lalu ia merobek-robek kertas itu sampai menjadi potongan kecil kecil.
Kim Hong yang teringat akan ayah kandungnya yang belum juga dapat ia temukan, segera bertanya kepada Hartawan Ji, "Paman Ji, engkau telah dapat menyelidiki dan mengetahui bahwa orang yang mengaku ayahku itu adalah palsu. Dapatkah engkau menolongku memberi tahu siapa sebenarnya ayah kandungku yang bernama Can Bu itu dan apakah dia masih hidup? Kalau dia masih hidup, di mana dia sekarang?"
"Ketika Yang-kongcu minta kepada kami untuk menyelidiki tentang Ciang Kui yang mengaku sebagai Can Bu, dengan sendirinya kami juga menyelidiki tentang ayah kandung nona itu. Kami bertanya-tanya kepada para perajurit dan perwira yang dulu berada dalam satu kesatuan dengan perwira Can Bu."
"Dan bagaimana hasilnya, paman” tanya Kim Hong penuh harap.
"Ternyata bahwa ayahmu itu, perwia Can Bu, setelah berhasil lolos dari Khitan dan kembali ke kota raja, Dia diangkat menjadi seorang panglima yang membantu Panglima Besar Kok Cu It dan tentu saja dia ikut pula mengawal Sri baginda Kaisar ke barat. Apa lagi karena ayahmu sudah mengenal daerah barat dengan baik, maka tenaganya amat dibutuhkan Kaisar"
"Jadi ayahku mengawal Sri baginda kaisar ke barat? Jadi benar ayah kandungku masih ada?" wajah gadis itu berseri dan matanya bersinar-sinar. ”Kalau begitu, aku akan menyusulnya dan mencarinya ke sana, dan aku akan membantunya memperkuat pasukan Sribaginda."
Hartawan Ji mengangguk-angguk. Hartawan ini dahulu sebelum An Lu Shan merebut tahta Kerajaan Tang, telah bekerja sebagai seorang penyelidik yang cerdik. Karena itu, dia kini dapat bekerja dengan tenang tanpa takut dikenal orang karena dahulupun tidak ada yang tahu bahwa dia adalah seorang perwira tinggi yang memiliki jaringan penyelidik. Banyak anak buahnya disebar ke mana-mana sehingga dia dapat mengetahui dengan baik keadaan di dalam dan di luar istana.
"Memang sebaiknya begitu, nona. Kami kira Sribaginda membutuhkan banyak pembantu yang lihai seperti nona dan besar sekali harapannya nona akan dapat bertemu dengan perwira Can Bu sana."
”Kebetulan sekali, kakakku Yang Cin Han juga baru saja berangkat ke sana, adik Kim Hong," kata Kui Lan kalau engkau melakukan perjalanan dengan cepat, mungkin engkau akan dapat mengejarnya dan lebih menyenangkan kalau kalian melakukan perjalanan bersama, kan?"
Wajah gadis itu berubah kemerahan, akan tetapi tak dapat disangkal di dalam hatinya ia merasa girang sekali, Sejak tadipun ia sudah bertanya tanya di dalam hatinya mengapa ia tidak melihat Cin Han di situ.
"Aku akan melakukan perjalanan secepat mungkin," katanya dan iapun tidak menolak ketika Hartawan Ji menyerahkan seekor kuda kepadanya, berikut berapa potong perak untuk bekal perjalanan. Gadis ini meninggalkan rumah gedung Bouw Koksu tanpa membawa apapun sehingga pakaianpun hanya yang berada di tubuhnya. Iapun menerima ketika Kui Lan memberi beberapa potong pakaian untuknya, dan memang bentuk tubuh mereka seukuran.
Setelah Kim Hong berangkat meninggalkan kota raja dengan cara sembunyi-sembunyi, yaitu melalui pintu gerbang selatan dengan menyamar sebagai seorang nenek- nenek, diantar oleh Ji Siok yang telah menyogok para penjaga agar diperbolehkan keluar mengantar bibinya yang tua dan sakit-sakitan ke desa maka Hui San juga meninggalkan rumah Hartawan Ji. Diapun menyamar karena kini dia juga menjadi seorang buronan.
Dia menghubungi seorang tetangganya dan minta bantuan tetangga itu untuk menjualkan rumah dan toko pamannya. Karena mendapatkan keuntungan besar, tetangga itu dengan senang hati melakukannya dan dalam waktu beberapa hari saja rumah itu telah terjual dan Hui San mempunyai uang dua ribu tahil hasil penjualan itu. Dia pun seperti Kui Lan, tinggal, di rumah Hartawan Ji.
Pada keesokan harinya, Hartawan Ji menerima seorang tamu dan setelah tamu itu pergi, dia mengumpulkan para pembantunya di mana hadir pula Hui San dan Kui Lan. Dari wajah pemimpin jaringan mata-mata itu dapat dlduga bahwa ada masalah penting.
"Ada berita penting sekali dari Sia-ciangkun," kata hartawan itu.
"Dari toako Sia Su Beng? Berita apakah itu, paman?" tanya Kui Lan penuh gairah, ia tidak tahu betapa diam diam Hui San mengerling kepadanya dengan penuh perhatian menatap wajahnya dalam kerlingan itu.
"Sia-ciangkun memberi kabar bawa usaha nona Kui Bi di istana berhasil mengadu-domba antara An Lu Shan dan puteranya, An Kong. Bahkan An Kong yang disebut pangeran itu mempercayai nona Kui Bi dan minta kepada nona Kui Bi untuk meracuni An Lu Shan..."
"Ah, berbahaya sekali itu, Bagaimana kalau ketahuan?" kata Kui Lan, mengkhawatirkan adiknya.
"Semua telah diatur oleh Bouw Koksu yang mendukung Pangeran An Kong. Malam ini nona Kui Bi berhasil diselundupkan ke dapur dan di tunjuk sebagai seorang dayang melayani kaisar An Lu Shan makan malam menggantikan seorang dayang lain yang sakit. Saat inilah akan dipergunakan oleh nona Kui Bi untuk meracuni makanan yang akan dimakan kepala pemberontak itu."
"Akan tetapi, tentu akan ketahuan dan adikku akan terancam bahaya," kata pula Kui Lan.
"Menurut pesan Sia-ciangkun, bahaya yang datang bukan dari pengikut An Lu Shan, melainkan dari Pangeran An Kong, dari Bouw Koksu yang mendukungnya. Dari mereka inilah datangnya bahaya yang mengancam nona Kui Bi..."
"Akan tetapi bagaimana mungkin itu, paman?"' tanya Hui San. "Bukankah nona Yang Kui Bi hanya melaksanakan perintah Pangeran An Kong?"
"Itulah sebabnya, menurut Sia-ciangkun, keadaan nona Kui Bi terancam maut. Setelah perbuatan itu dilaksanakan dan An Lu Shan mati keracunan, tentu para pejabat tinggi ingin mencari siapa pelakunya. Dan untuk menutupi kenyataan bahwa An Kong yang meracuni ayahnya maka tentu mereka itu akan berusaha untuk menangkap nona Kui Bi dan menuduh nona itu sebagai pelakunya. Akan tetapi harap jangan khawatir. Sia-ciangkun sudah mengatur kesemuanya. Dia yang akan melindungi nona Kui Bi dan menyelundupkannya keluar dan kita yang harus membantunya, menerima nona Kui Bi dan membawanya ke sini dengan cepat."
"Akan tetapi, peristiwa itu tentu akan menimbulkan geger di istana paman. Apakah tidak akan terjadi keributan yang ditimbulkan oleh mereka yang setia kepada An Lu Shan?"
"Inipun akan ditanggulangi oleh Bouw-ciangkun yang sudah mempersiapkan pasukannya di luar istana, dan dibantu oleh Sia-ciangkun yang akan bergerak ke dalam istana."
Kui Lan membelalakkan matanya. "Paman Ji, benarkah itu? Rasanya tidak mungkin Sia-toako akan bekerja sama dengan Bouw Koksu, apa lagi membantunya."
"Nona, ini merupakan siasat Sia-ciangkun yang baik sekali. Menghadapi Pangeran An Kong yang didukung Bouw Koksu tidaklah seberat kalau menghadap An Lu Shan. Karena itu, sengaja di biarkan ayah dan anak pemberontak itu saling hantam, dan Sia-ciangkun memang sengaja berpihak kepada Pangeran An Kong. Kalau An Lu Shan sudah tewas, dan para pengikutnya dapat dilumpuhkan akan kelak menghadapi Pangeran An Kong tidaklah terlalu berat."
Kui Lan mengerti, akan tetapi tetap saja ia mengkhawatirkan keselamatan adiknya, ia tahu bahwa Kui Bi bermain api. Amat berbahaya tugas yang hendak dilaksanakan adiknya malam ini. Meracuni An Lu Shan. Membayangkan saja Kui Lan sudah merasa ngeri dan jantungnya berdebar keras.
Bagaimana kalau ketahuan sebelum An Lu Shan makan hidangan beracun itu? Bagaimana kalau hidangan itu tidak dimakan atau dimakan orang lain sehingga orang lain yang mati, bukan An Lu Shan? Apa yang dapat dilakukan Kui Bi kalau sa mpai ketahuan? ia tahu akan keberanian dan kenekatan adiknya itu.
Kalau sampai ketahuan sebelum hidangan dimakan, Kui Bi pasti akan bertindak nekat dan mencoba untuk membunuh saja An Lu Shan. Dan tanpa bantuan, agaknya mustahil adiknya akan mampu meloloskan diri dengan selamat keluar dari istana kalau ia dikejar-kejar sebagai pembunuh.
Biarpun ia tahu di sana terdapat Sia Su Beng pria yang dikaguminya itu, tetap saja ia masih merasa gelisah. Ketika Ji Siok mengatakan bahwa pertemuan berakhir dan semua orang sudah bangkit, ia sendiri berdiri dan menuju ke ka marnya dengan tubuh lemas.
Karena memang sudah diatur oleh kaki tangan Bouw Koksu, maka dengan mudah Kui Bi mendapat kepercayaan membantu di dapur, kemudian menggantikan seorang dayang pelayan di ruangan makan yang sedang sakit. Semua ini sudah diatur oleh Bouw Koksu, melalui kaki tangannya yang banyak terdapat di dalam istana.
Mudah sekali bagi Kui Bi untuk mengetahui, sayur masakan yang mana menjadi kesukaan An Lu Shan dan mudah pula ia membawa hidangan itu menuju ke kamar makan, menaruh bubukan racun di dalam masakan. Racun itu tidak mengeluarkan bau, juga tidak ada rasanya, maka tidak akan diketahui bahwa masakan itu mengandung racun.
Akan tetapi ketika An Lu Shan yang berpakaian sebagai raja itu memasuki ruangan makan dan ia duduk menghadapi semeja besar penuh masakan yang masih mengepulkan uap yang sedap, ditamani tiga orang selir dan lima orang dayang, hati Kui Bi berdebar juga. ia melihat selosin perajurit pengawal pribadi yang membawa tombak, berdiri berjajar di pintu ruangan. Dan ia tahu bahwa di luar pintu terdapat pula banyak perajurit pengawal.
Hal Ini tidak mengejutkan hatinya karena memang sebelumnya Bouw Koksu telah memberi tahu padanya dan mengatakan bahwa mereka itu adalah pasukan pengawal yang telah menjadi anak buahnya! Yang menjadi pengawal setia dari An Lu Shan hanya selosin orang pengawal pribadi saja. Menurut petunjuk Bouw Koksu, kalau nanti An Lu Shan sudah makan dan keracunan ia harus cepat menerobos keluar melalui pintu.
Kalau perlu merobohkan para pengawal pribadi yang mengha langi dan kalau sudah tiba di luar, pasukan anak buah Pangeran An Kong atau Bouw Koksu akan melindunginya. Akan tetapi Kui BI telah mendapat pesan dan petunjuk lain dari pang lima muda yang di kaguminya, yaitu Sia Su Beng.
Menurut Sia Su Beng, setelah ia berhasil, harus melarikan diri melalui jendala ruangan makan itu yang terbuka dan tiba di taman di luar ruangan makan, kemudian mengambil jalan melalui atas wuwungan menuju ke dalam taman istana yang besar. Di sana, Sia Su Beng dan pasukannya akan menyambut dan menyembunyikannya. Tentu saja ia memilih untuk menaati pesan pujaan hatinya itu, karena menurut Sia Su Beng, kalau ia menaati petunjuk Bouw Koksu, ia seperti seperti burung masuk kurungan, akan ditangkap dan besar sekali kemungkinan dituduh sebagai pembunuh tunggal An Lu Shan dan dijatuhi hukuman berat.
Ruangan makan itu luas sekali. disudut ruangan, dekat dinding para dayang ahli musik telah memainkan yangkim dan suling, dan ada pula yang bernyanyi dengan suara lembut dan merdu. Meja makan itu sendiri berbentuk bundar dan An Lu Shan duduk di atas kursi istimewa, dikelilingi para dayang dan tiga orang selirnya duduk di kanan kiri dan depannya.
Masakan kegemarannya ialah masakan kaki biruang dimasak dengan rebung (bambu muda). Inilah masakan kegemarannya ketika dia menjadi panglima pasukan di utara, di mana terdapat banyak biruang. Biarpun sekarang dia berada di selatan dan kaki biruang merupakan bahan masakan yang langka dan karenanya mahal sekali, dia tetap minta dicarikan kaki biruang. Masakan inilah yang tadi oleh Kui Bi dihidangkan di atas meja, paling dekat dengan kursi sang kaisar baru.
Dalam kesempatan ini, agar tidak menarik perhatian, Kui Bi tidak berdandan. ia hanya berperan sebagai pelayan yang mengambilkan masakan dari dapur dan ketika sang kaisar makan bersama selirnya dan dilayani lima orang dayang, tugasnya hanya berdiri di samping bersama tiga orang rekannya, dan menanti perintah para dayang pelayan kalau-kalau dibutuhkan bumbu atau masakan tambahan.
An Lu Shan nampak gembira ketika duduk di depan meja makan. Perutnya rasa semakin lapar ketika dia mencium bau masakan khas kegemarannya yang ada paling dekat di depannya. Dia merima suguhan arak dari selir yang duduk di sebelah kanannya, minum dengan sekali tuang dari cawannya, kemudian menerima sumpit yang disodorkan selir yang berada di sebelah kirinya. Kui Bi mengikuti semua gerakan kaisar itu dengan jantung berdebar tegang.
Akan berhasilkah usahanya melaksanakan perintah Pangeran An Kong? Ia tidak menyesal sedikitpun melaksanakan perintah meracuni An Lu Shan, karena andaikan tidak ada perintah itu, dengan segala kenekatannya ia akan mencari kesempatan untuk membunuh orang ini, orang yang telah mengakibatkan ayah ibunya meninggal, menyebabkan keluarganya berantakan dan Kerajaan Tang jatuh.
Agaknya perhitungan Bouw Koksu dan Pangeran An Kong memang tepat. Tanpa ia melihat ke arah masakan lain, sepasang sumpit di tangan An Lu Shan langsung saja menuju ke arah masakan kaki biruang itu, dan sepasang sumpit itu menjepit sepotong daging kaki biruang, lalu dimasukkan ke dalam mulutnya.
Nampak sedap dan nyaman sekali dia mengunyah daging kaki biruang yang bergajih itu, dan memang tukang masak mendapat pesan dari Pangeran An Kong sendiri agar hari itu memasak kaki biruang yang seenak-enaknya. Bahkan diapun memerintahkan mencarikan kaki biruang yang masih muda agar terasa lebih lunak dan lezat.
Makin tegang rasa hati Kui Bi ketika An Lu Shan terus saja makan masakan itu dengan sumpitnya, hanya di selingi minum arak sekali dua kali tegukan. Agaknya tidak ada pengaruh apa-apa dan dia makan dengan lahapnya, belum menyentuh masakan lain. Timbul perasaan gelisah dalam hati Kui Bi dan ia mengingat-ingat. Tidak salahkah ia tadi menaruhkan racun itu? Jangan-jangan ia keliru memasukkan ke dalam masakan lain! Akan tetapi rasanya tidak mungkin. Ia yakin benar telah menuangkan racun itu ke dalam masakan kaki biruang itu.
Suara musik masih terdengar mengiringi suara nyanyian merdu. Tiga orang selir seperti berebut menarik perhatian kaisar dengan ucapan manis dan menyuguhkan arak, ada pula yang karena desakan kaisar mulai ikut makan. Akan tetapi melihat betapa lahapnya kaisar makan masakan kaki biruang, mereka tidak berani ikut mengambilnya. Kalau An Lu Shan tidak mengambilkan untuk mereka, tiga orang selir itu tidak akan berani lancang mengambil sendiri hidangan yang menjadi kegemaran An Lu Shan itu.
Bekas panglima yang kini mengangkat diri menjadi kaisar ini memang terkenal galak dan keras kalau ada orang berani mendahului kehendaknya, apa lagi menentangnya. Karena itulah, ketika pangeran An Kong mohon agar diangkat menjadi putera mahkota, dia marah dan membenci puteranya sendiri, karena merasa di dahului!
"Ah, aku haus, araknya!" Kata An Lu Shan dan tiga orang selir itu seperti berebut memegang guci arak menuangkan arak ke dalam cawan arak dari emas yang telah kosong. An Lu Shan mengambil cawan itu, menuangkan isinya ke dalam mulutnya yang ternganga dan tiba-tiba cawan kosong itu terlepas dari tangannya dan diapun terkulai!
"Dukk!” Kepalanya terantuk meja dan tubuhnya berkelojotan. Tiga orang selir itu menjerit, diikuti lima orang dayang dan semua orang yang berada disitu terkejut. Para pemain musik menghentikan permainan mereka dan dengan muka pucat mereka mrmandang terbelalak ke arah kaisar. Selosin orang pengawal pribadi berloncatan mendekat.
Kui Bi maklum bahwa racun itu telah bekerja, lapun menyelinap dan mendekati jendela, terus melompat keluar. "Heii, tahan...! Semua orang tidak boleh meninggalkan tempat ini...!" seorang pengawal pribadi berteriak dan ketika melihat Kui Bi tidak berhenti diapun mengejar, diikuti oleh sembilan orang pengawal lain, sedangkan dua orang tinggal di situ, menolong kaisar dan mengamati setiap orang.
Kui Bi berlari ke dalam taman kecil di luar ruangan makan itu, dan ketika pengawal pribadi kaisar itu yang ternyata memiliki gin-kang ynng cukup hebat berloncatan mengejarnya, tiba tiba Kui Bi membalikkan tubuhnya. Tadi ia menyambar sebatang ranting kayu taman itu dan kini, tiba-tiba ranting itu mencuat dan dengan dahsyat menyambut pengejarnya dengan tusukan kearah kedua matanya.
Melihat ranting itu menusuk ke arah matanya dengan kecepatan kilat, pengawal itu terkejut dan cepat menggerakkan tombaknya menangkis melindungi matanya. Akan tetapi, ilmu Hong in Sin-pang dari Kui Bi memang helbat sekali. Ranting yang menusuk mata itu tidak menanti sampai ditangkis tombak tahu-tahu telah meluncur ke bawah dan menotok dada lawan.
"Tukk!" Biarpun hanya sebatang ranting sebesar ibu jari, akan tetapi di tangan Kui Bi menjadi senjata ampuh. Pengawal itu roboh dengan tubuh kaku!
Kui Bi tidak menanti lebih lama terus berloncatan melintasi taman dan meloncat naik ke atas genteng seperti petunjuk yang didapatnya dari Sia Su Beng. Di belakangnya, sembilan orang pengawal mengejar dan ternyata mereka memang merupakan orang-orang pilihan yang memiliki kepandaian tinggi.
Kalau yang pertama tadi sampai dapat dirobohkan Kui Bi, karena dia memandang rendah kepada seorang gadis dayang, apalagi kalau yang dipergunakan menyerangnya hanya sebatang ranting. Karena memandang rendah, dia lengah dan dapat dirobohkan dengan sekali totokan.
Ketika melihat betapa sembilan orang pengawal itu dapat terus mengejarnya dengan berlompatan ke atas wuwungan pula, Kui Bi mempercepat lari dan akhirnya ia dapat meloncat turun ke dalam taman istana, tetap dikejar oleh sembilan orang itu.
Hati Kui Bi menjadi lega ketika melihat pasukan yang puluhan orang banyaknya berbaris di taman itu. Cepat ia meloncat dekat dan tangannya segera ditarik Sia Su Beng dan ia sudah menyusup masuk ke dalam barisan itu, tergesa-gesa ia mengenakan pakaian seragam perajurit yang diberikan oleh seorang prajurit, menutupi pakaian wanitanya beberapa detik saja Kui Bi telah menjadi seorang di antara pasukan itu, berpakaian perajurit berikut topinya yang khas.
Sia Su Beng menyambut sembilan orang pengawal pribadi kaisar itu di bawah sinar lampu-lampu gantung taman itu dia menegur. "Bukankah kalian ini perajurit perajurit pengawal pribadi Yang Mu lia Kaisar? Kenapa malam-malsm berlari ke sini? Apa yang telah terjadi?"
"Ah, kiranya Sia-ciangkun dan pasukannya. Kenapa pula ciangkun membawa pasukan memasuki taman istana?" pemimpin pasukan pengawal itu bertanya. Para perajurit pengawal pribadi kaisar adalah orang-orang kepercayaan kaisar maka biarpun hanya perajurit, mereka berani bersikap angkuh terhadap panglima yang berada di luar istana.
"Kami menerima perintah Bouw Koksu untuk berjaga-jaga karena ada desas desus bahwa mata-mata musuh hendak menyerang Yang Mulia. Apakah yang terjadi maka kalian berlarian ke sini?"
"Kami mengejar pembunuh! Apakah pasukanmu tadi melihat seorang gadis yang berlari ke dalam taman ini?"
"Tidak, kami tidak melihatnya," kata Sia Su Beng.
"Mustahil," para perajurit pengawal pribadi kaisar itu berseru heran, 'Kami mengejarnya dan kami melihat jelas meloncat turun dari wuwungan dan masuk ke taman ini!"
"Hemm, apakah itu berarti kalian tidak percaya kepada keterangan kami? kalau begitu, silakan menggeledah dan periksa sendiri apakah gadis yang kalian cari itu berada di antara kami ataukah tidak!" kata Sia Su Beng dengan suara keren.
"Maafkan kami, ciangkun. Telah terjadi peristiwa hebat, terpaksa kami akan melakukan penggeledahan, ini tugas kami!" Sembilan orang itu lalu menyusup-nyusup ke dalam pasukan itu, akan tetapi tentu saja mereka tidak menemukan seorang gadis dayang di antara mereka.
Semua adalah pasukan yang berpakaian seragam. Kalau ada gadis dayang, tentu akan mudah kelihatan di antara mereka yang seragam itu. Setelah merasa yakin bahwa tidak ada gadis yang mereka cari, mereka kembali berhadapan dengan Sia Su Beng.
"Sebetulnya, apa yang terjadi? Siapa gadis dayang itu dan mengapa kalian mengejarnya?"
"la telah melarikan diri setelah melihat Yang Mulia keracunan! Kami mencurigai ia mempunyai kaitan dengan peristiwa itu."
"Yang Mulia keracunan? Lalu... bagaimana keadaan beliau?" tanya Sia Su Beng, pura-pura kaget.
"Kami tidak tahu, sekarang juga kami akan ke sana!" kata sembilan orang itu dan merekapun berserabutan lari meninggalkan taman.
Pada saat terdengar bunyi canang dipukul bertalu talu, tanda bahaya sehingga seluruh isi istana menjadi gempar. Dalam waktu beberapa menit saja semua orang tahu bahwa kaisar telah tewas keracunan hidangan makan malam! Pasukan yang dipimpin Bouw Ki telah dipersiapkan dan telah berada diluar istana, sedangkan pasukan yang di pimpin Sia Su Beng juga sudah siap dan berada di sebelah dalam, mengepung istana dan menguasai semua tempat.
Melihat ini, para panglima yang setia kepada An Lu Shan tidak dapat berbuat sesuatu apa lagi karena kematian An Lu Shan karena keracunan makanan. Mereka hanya dapat segera datang ke ruangan makan dan menahan semua dayang, selir, dan thaikam, termasuk semua juru masak yang malam itu bertugas memasak makanan dan melayani keluarga kaisar makan malam.
Ketika Bouw Koksu tergesa-gesa datang bersama Bouw-ciangkun, juga Pangeran An Kong, dan kemudian menyusul pula Sia Su Beng dan para panglima dan menteri yang memenuhi ruangan makan, tubuh kaisar An Lu Shan sedang diperiksaa dengan teliti oleh tiga orang tabib istana.
Akan tetapi, semua usaha tiga orang tabib itu melalui pengurutan, tusuk jarum, dan cekokan obat anti racun sia-sia belaka karena memang ketika tiga orang tabib itu datang, An Lu Shan telah putus nyawanya. Jerit tangis para isteri dan selir memenuhi ruangan itu, akan tetapi Bouw Koksu dengan cekatan lalu mengatur agar jenazah kaisar segera diangkat keruangan dalam untuk dirawat sebagaimana mestinya.
Bouw Koksu sendiri yang memeriksa para pembantu yang masih ditahan ruangan makan untuk ditanya. Akan tetapi, dia dan Bouw Ki merasa heran sekali tidak melihat Kui Bi. Dari para petugas di luar ruangan makan mereka mendengar bahwa gadis itu tidak lari melalui pintu. Padahal sudah direncanakan bahwa kalau ia keluar dari pintu para petugas akan menangkap dan rnenahannya.
Kemudian terdengar keterangan para pengawal pribadi kaisar bahwa gadis dayang itu melarikan diri melalui jendela dan biarpun mereka telah berusaha mengejarnya, namun gadis yang amat lihai itu berhasil melarikan diri. Mendengar ini, Bouw Koksu mengerutkan alisnya. Sama sekali tidak pernah disangkanya bahwa dayang baru itu memiliki ilmu silat tinggi. Tentu ia lihai sekali sehingga mampu meloloskan diri dari pengejaran para pengawal pribadi kaisar yang lihai itu.
Karena khawatir gadis itu membocorkan rahasia bahwa Pangeran An Kong yang melakukan rencana pembunuhan terhadap ayahnya, Bouw Koksu lalu memerintahkan para panglima untuk menangkap dayang itu. Juga Panglima Sia Su Beng diminta untuk menggeledah seluruh kota untuk menangkapnya.
"la pasti masih berada di kota raja. Geledah semua rumah dan tangkap gadis itu! Tentu ia yang membunuh dan meracuni Sribaginda!" perintahnya.
Semua panglima, termasuk Sia Su Beng, meninggalkan istana. Kalau para pangIima memerintahkan anak buah mereka untuk melakukan pencaharian, Sia Su Beng sendiri cepat menuju rumah Hartawan Ji. Tak lama kemudian dia sudah berada di kamar rahasia bersama Hartawan Ji, Kui Lan, Kui Bi, dan Hui San.
Begitu melihat Sia Su Beng muncul, Kui Bi segera lari menyambutnya dan bertanya, "Twako, bagaimana? Berhasilkah kita sesuai rencana? Apakah dia sudah tewas?" Gadis itu merasa tegang dan saking tegangnya, ia memegang kedua lengan panglima itu.
Sia Su Beng tersenyum dan mengangguk. "Berhasil baik sekali, Bi-moi. Engkau memang tabah dan cerdik. An Lu Shan telah tewas, dan tentu An Kong yang akan mengangkat diri menjadi gantinya seperti mereka rencanakan, akan tetapi sekarang timbul masalah baru. Engkau berada dalam bahaya, Bi-moi!"
"Hemm, aku tidak takut, twako” kata gadis itu dengan sikap gagah.
"Aku percaya engkau tidak takut akan tetapi aku yang tidak mau melihlat engkau ditangkap. Kau tahu, Bouw Koksu berusaha keras untuk mencari dan menangkapmu. Tepat seperti kuduga, tentu dia ingin menangkapmu agar dapat menjatuhkan semua kesalahan kepadamu, menceritakan bahwa engkau yang meracuni kaisar sehingga dia dan An Kong bebas dari tuduhan."
"Akan tetapi, aku dapat membantah dan mengatakan bahwa mereka yang menyuruhku. Aku tidak takut, twako. Selama engkau di sampingku, aku tidaktakut apapun!"
"Aku berjanji akan membantumu dengan taruhan nyawaku, Bi-moi. Akan tetapi sungguh tidak bijaksana kalau harus menggunakan kekerasan melawan musuh yang jauh lebih kuat dari pada kita. Sekarang belum tiba saatnya kita lawan dengan kekerasan. Kita tunggu saatnya. Setidaknya sekarang musuh yang paling berbahaya, An Lu Shan, telah tidak ada. Kurasa untuk menghancurkan kekuatan Pangeran An Kong dan Bouw kokssu bukan hal yang terlalu sulit kalau kita sudah menyusun kekuatan."
Sejak tadi Kui Lan melihat sikap adiknya dan sikap panglima itu dan ia merasa hatinya tertusuk. Tahulah ia bahwa adiknya amat mencinta panglima itu dan agaknya Sia Su Beng juga rnencintai adiknya, ia harus melepaskan harapannya, ia harus mengalah terhadap adiknya.
"Bi-moi, ucapan Sia-ciangkun itu benar sekali. Kita tidak boleh hanya menggunakan kekerasan dan nekat tanpa perhitungan. Kita harus menaati semua petunjuk Sia-ciangkun yang lebih berpengalaman dan lebih mengetahui keadaan. Katakanlah, ciangkun, apa yang harus kami lakukan sekarang?"
Sia Su Beng memandang kepada Souw Hui San. Dia tentu saja mengenal Kui Lan dan Ji Siok dan percaya kepada mereka, akan tetapi baru sekarang dia melihat pemuda yang tersenyum-senyum itu. Melihat pandangan mata Sia Su Beng, Souw Hui San melangkah maju.
"Ciangkun, sudah lama aku mendengar nama besarmu dan mengagumimu. Namaku Souw Hui San dan Paman Ji maupun nona Yang Kui Lan tentu berani menanggung bahwa aku adalah seorang rekan seperjuangan dan tidak perlu kau curigai."
"Benar sekali, Sia-ciangkun, Souw-toako ini adalah sahabat baik yang sudah berkali-kali menyelamatkan nyawaku dari tangan Bouw Ki dan kaki tangannya," kata Kui Lan.
"Kami juga berani bertanggung jawab bahwa dia adalah seorang pejuang sejati, ciangkun,"' kata pula Ji Siok.
"Dia murid Gobi-pai yang berilmu tinggi,” tambah pula Kui Lan.
Sia Su Beng mengangguk-angguk, ”Bagus kalau begitu, hatiku lebih tenteram karena baik Lan-moi maupun Bi-moi mendapatkan pengawal yang dapat di andalkan. Malam ini juga kalian bertiga harus Keluar dari kota raja, karena mulai besok, seluruh rumah di kota raja akan digeledah. Bouw Koksu bersikeras untuk menangkap Bi-moi."
"Akan tetapi, bagaimana kami dapat keluar dari kota raja, ciangkun?" tanya Hui San. "Dengan terjadinya peristiwa ini, tentu Bouw Koksu akan mengerahkan pasukan untuk menjaga semua pintu gerbang dan akan memeriksa setiap orang yang lewat, apa lagi yang akan ke luar pintu gerbang."
Panglima itu menunjuk buntalan yang tadi dibawanya dan yang diletakan di atas meja. "Aku sengaja membawa tiga stel pakaian tentara, tadinya kubawakan untuk nona Yang Kui lan, Bi moi dan Paman Ji Siok untuk mereka pakai. Aku yang akan mengatur kalian keluar kota raja dengan aman. Aku tidak tahu bahwa di sini terdapat Saudara Souw Hui San."
"Ciangkun, sebaiknya kalau saya berada di sini saja. Saya mempunyai hubungan baik dengan para panglima dan pejabat. Andaikan mereka melakukan penggeledahan di sinipun, mereka tidak akan menemukan apa-apa. Tidak seorang pun yang dapat menduga bahwa kedua orang nona ini pernah berada di rumah ini, ciangkun. Karena itu, sebaiknya kalau pakaian untukku itu dipakai oleh Hui San dan saya akan tetap tinggal disini menjadi penghubung bagi para kawan dan melihat keadaan."
"Baiklah kalau begitu, Paman Ji Akan tetapi berhati-hatilah, karena Bouw Koksu adalah seorang yang lihai cerdik dan kejam," kata Sia Su Beng Sementara itu, tanpa diperintah lagi Kui Lan, Kui Bi dan Hui San sudah mengenakan pakaian tentara. Yang dipakai kedua orang gadis itu pas, hanya kebesaran sedikit karena memang Sia Su Beng sudah memilihkan yang paling kecil, akan tetapi yang dipakai Hui San agak kekecilan, terutama di bagian dada.
Tak lama kemudian, Sia Su Beng sudah memimpin dua losin perajurit berkuda menuju ke pintu gerbang sebelah barat. Para penjaga berikut komandan mereka tentu saja tidak berani menghalangi, bahkan memberi hormat kepada Sia Su Beng, apalagi ketika dengan singkat Sia Su Beng memberi tahu bahwa ia dan pasukannya akan melakukan pengejaran ke luar kota terhadap kawanan pembunuh kaisar, mereka semua bergembira karena merasa yakin bahwa kalau panglima yang lihai ini yang melakukan pengejaran, tentu akan berhasil.
Pasukan itu terus menjalankan kuda sampai jauh meninggalkan kota raja. Setelah malam lewat dan matahari mulai memuntahkan cahayanya di ufuk timur, barulah Sia Su Beng memberi isarat agar pasukannya berhenti dan beristirahat juga membiarkan kuda mereka makan dan minum. Dia sendiri mengajak Kui Lan, Kui Bi dan Hui San menjauhkan diri dan mengajak mereka bercakap-cakap.
"Nah, sekarang kurasa kalian bertiga sudah aman untuk melanjutkan perjalanan ke barat, menyusul rombongan Sri baginda Kaisar Beng Ong di Secu-an."
"Terima kasih, ciangkun. Engkau memang hebat dan cerdik sekali. Biar mulai sekarang aku yang akan mengawal kedua enci adik Ini sampai mereka tiba di Se-cuan dengan selamat," kata Hui San penuh semangat...
Ketika melihat bahwa bagian itu cukup gelap, Kui Lan mengayun tubuhnya meloncat ke atas pagar tembok. Hanya sekejap saja tubuhya hinggap di atas pagar tembok karena ia telah melanjutkan loncatannya kedalam pohon itu. Kalaupun ada penjaga di gardu atas, tentu dia tidak akan melihat jelas.
Beberapa menit lamanya Kui Lan berada di pohon itu. Setelah yakin bahwa gerakannya meloncati pagar tembok tadi tidak menimbulkan akibat apa-apa berarti tidak ada orang melihatnya, ia pun meloncat turun, ia menyelinap antara pohon dan semak di kebun itu memasuki taman mendekati rumah gedung.
Hatinya terharu karena ia merasa seolah kembali ke masa kanak-kanak ketika ia bermain-main dengan kakaknya dan adiknya. Mereka seringkali bermain-main di taman dan kebun ini, bersembunyi dan saling mencari, ia mengenal setiap se mak, setiap pohon di ta man itu.
Akan tetapi, Kui Lan terlalu me mandang ringan Bouw Koksu. Kalau Bouw Hun bekas kepala suku Khitan ini tidak memiliki kecerdikan yang tinggi, tidak mungkin dia akan dipilih An Lu Shan menjad i seorang koksu (guru negara) yang selalu mengatur siasat untuk bekas panglima yang kini menjadi kaisar.
Di antara para penjaga di gardu itu rata-rata memiliki kepandaian cukup tinggi, ada yang merasa curiga melihat kelebatnya bayangan hitam di atas pagar tembok. Akan tetapi, sesuai dengan perintah Bouw Koksu, mereka tidak membuat ribut melainkan diam-diam mereka itu mengamati bayangan itu, membayangi dan melaporkan kepada Bouw Koksu dan Bouw Ciangkun.
Maka, kedatangan Kui Lan itu telah mereka ketahui dan d ia m-dia m Bouw Koksu bersa ma puteranya, para pembantunya, tidak ketinggalan Kim Hong yang mereka andalkan, telah keluar dan mengepung semak-semak di mana KuiLan bersembunyi. Dapat dibayangkan betapa kaget-hati Kui Lan ketika tiba¬tiba saja dengar bentakan orang di belakang.
"Maling kecil, keluar engkau!"
Ketika ia menoleh, ia melihat bahwa di belakangnya telah berdiri lima orang yang ia kenali sebagai Bouw-ciangkun dan Can Kim Hong, lalu seorang laki-laki besar hitam brewok yang tampak bengis dan usianya lebih dari lima puluh tahun yang ia duga tentu Bouw Koksu, bersama dua orang lagi yang berpakaian seperti panglima, Ia telah ketahuan!
Maklum bahwa ia berhadapan dengan banyak orang lihai, maka Kui Lan segera meloncat keluar dan mempergunakan gin-kangnya untuk melarikan diri. Akan tetapi, agaknya Bouw Ki tidak ingin melihat ia lolos, apalagi setelah melihat bahwa orang yang memasuki taman itu adalah gadis yang pernah mereka jumpai ketika rombongannya hendak mengambil pusaka Mestika Burung Hong Kemala.
"Kejar! Tangkap!" teriaknya dan mereka semua, termasuk Can Kim Ho berloncatan dan mengepung sehingga kembali Kui Lan terkepung lima orang itu.
"Ayah, inilah gadis yang kami temui itu ketika mengambil pusa ka dahulu itu. Kita harus menangkapnya hidup¬hidup!" teria k Bouw Ki.
Sejenak Kui Lan saling pandang dengan Kim Hong, kemudian iapun berseru dengan lantang, "Kim Hong, kakak Cin Han minta aku menyampaikan kepadamu. Orang yang mengaku ayah kandungmu itu adalah palsu, namanya Ciang Kui engkau telah ditipu mereka!”
Ucapan itu mengejutkan Kim Hong juga mengejutkan Bouw Hun dan Bouw Ki. Rahasia mereka telah diketahui!
"Maling betina, jangan bicara sembarangan! Engkau menghina kami dan harus mati!" bentak Bouw Koksu dan dia pun sudah menggerakkan pedangnya yang melengkung dan amat tajam.
"Singgg...!"
Dengan mudah Kui Lan mengelak karena gadis ini telah memiliki keringanan tubuh yang luar biasa, berkat gemblengan Pek Lian Nikou kepala kuil Thian-bun-tang. Pedang yang melengkung itu menyambar luput dan pada saat itu, Bouw Ki juga sudah menyerang dengan sebatang pedang melengkung seperti yang dipegang ayahnya.
"Tranggg...!!"
Kui Lan menangkis dengan pedangnya dan Bouw Ki merasa betapa telapak tangan kanannya tergetar hebat sehingga ha mpir saja pedangnya terlepas. Dua orang panglima pembantu Bouu koksu juga sudah menyerang dengan pedang mereka dan ternyata mereka itu juga lihai sehingga kini Kui Lan dikeroyok empat orang.
Namun, gadis ini tidak merasa gentar dan ia sudah memainkan ilmu pedangnya dengan ilmu Hong-in-Sin-pang (Tongkat Sakti Angin dan Awan) yang ia main kan dengan pedang. Ilmu ini merupakan ilmu silat tinggi yang ia pelajari dari Kong Hwi Hosiang, ditambah gin-kang yang membuat tubuhnya berkelebatan amat cepatnya.
"Kim Hong, cepat bantu kami!" bentak Bouw Koksu berulang kali, akan tetapi Kim Hong masih berdiri bengong, ia terlalu kaget mendengar keterangan Kui Lan tadi bahwa laki-laki yang selama ini dianggap ayah kandungnya itu bernama Cing Kui berarti bahwa Bouw koksu telah menipunya! Ia pun tidak ingin melihat adik dari Cin Han celaka tempat itu, maka tentu saja ia tidak mau membantu Bouw Koksu.
Terdengar bunyi peluit dan kentongan, tanda bahwa akan berdatangan pasukan keamanan dan tentu Kui Lan akan dikeroyok banyak orang. Kui Lan mengamuk, pedangnya bergerak bagaikan seekor naga mengamuk di angkasa dan dua orang perwira yang tadi membantu Souw Koksu, telah roboh mandi darah.
Akan tetapi, segera terdengar suara gaduh dan sedikitnya duapuluh lima orang penjaga berikut beberapa orang perwira datang mengurung lalu mengeroyok gadis perkasa itu. Biarpun ma klu m bahwa ia berada dala m bahaya maut, Kui Lan tidak menjadi gentar dan ia mengambil keputusan untuk melawan sampai titik darah terakhir.
Melihat ini, Kim Hong mengeluarkan, teriakan melengking panjang dan tubuhnya sudah berkelebat dan menerjang ke arah pertempuran. Ketika kedua tangannya bergerak, nampak dua sinar bergulung-gulung dan terdengar teriakan disusul robohnya dua orang pengeroyok. Kiranya ia sudah menggerakkan sepasang pedang kecilnya yang lihai, yang ujung nya bertali. Melihat betapa gadis yangi dicinta kakaknya itu kini membantunya, bangkit semangat Kui Lan dan iapun mengga muk semakin hebat.
"Kim Hong, engkau pengkhianat!" bentak Bouw Koksu. Pedangnya meluncur dan menyerang gadis yang pernah menjadi murid dan anak ang katnya sendiri.
"Trangggg!" Pedang itu terpental dan hampir terlepas dari tangannya ketika ditangkis pedang kiri Kim Hong.
"Engkau telah menipuku!" bentak Kim Hong.
"Tidak ada yang menipu mu. Dia memang ayahmu! Gadis ini yang menipumu!" bentak pula Bouw Koksu.
Tentu saja Kim Hong menjadi ragu. Ia hanya mendengar keterangan Kui Lan bahwa pria yang diperkenalkan sebagai ayahnya itu palsu, akan tetapi apa buktinya? Sementara itu, Bouw-ciangkun yang mengepung dan mengeroyok Kui Lan sudah berteriak memerintahkan anak buahnya untuk memanggil bala bantuan.
Karena Kim Hong ragu dan menghentikan gerakannya, Kui Lan kini terdesak, dikepung ketat dan dihujani senjata. Biarpun gadis ini telah mewarisi ilmu silat yang tinggi dan hebat, namun ia masih kurang pengalaman dan pihak musuh terlampau banyak, ia sudah merobohkan enam orang pengeroyok, akan tetapi iapun menerima dua kali bacok pedang yang menyerempet paha dan pundaknya, biarpun tidak parah, namun paha dan pundaknya terluka dan berdarah!
Tiba-tiba, seorang di antara para perajurit itu, yang tadi hanya menonton sambil mengacung-acungkan pedangnya, tiba-tiba saja menyerang Bouw Ki. Serangan pedangnya demikian cepatnya sehingga Bouw Ki hampir tertusuk lehernya dan ketika pemuda itu mengelak, pedang perajurit itu menya mbar ke bawah dan pahanya terbacok sehingga terluka dan membuat dia berteriak kesakitan dan cepat meloncat ke belakang.
"Heii, gilakah kau??" Teriak Bouw Ki.
Perajurit itu tidak perduli, bahkan kini membuang topi perajuritnya dan mengamuk dengan pedangnya membantu Kui Lan, membuat pengeroyokan ketat tadi menjadi buyar. Ketika Kui Lan memandang, jantungnya berdebar tegang karena mengenal mata yang mencorong itu bibir yang tersenyum-senyum itu. Taksalah lagi, dialah si pemuda sinting tempo hari!
"Kau?" serunya dan iapun putar pedang ke kiri, meroboh kan seorang pengeroyok dengan tusukan. "Nona, kita mundur... cepat kau pergi dulu kepagar tembok!" kata perajurit itu yang bukan lain adalah Souw Hui San.
Pemuda ini dengan cerdik ini, tentu saja dengan cara menyogok berhasil masuk menjadi seorang prajurit penjaga keamanan di rumah Bouw Koksu. Dengan demikian akan mudah baginya untuk menyelidiki keadaan pembesar ini dan mencari rahasia yang berguna bagi perjuangan para pendukung kerajaan Tang.
Melihat Kui Lan dikeroyok dia merasa bimbang. Akhirnya dia tak tahan melihat gadis yang dikaguminya itu terluka. Terpaksa dia membuka rahasia dirinya dan membantu. Dengan ilmu pedang Gobi-pai yang lihai, ia mengamuk, membuat Kui Lan tidak terhimpit lagi.
Sementara itu, melihat munculnya pemuda yang juga dikenalnya sebagai pemuda sinting Kim Hong berkelebat meninggalkan tempat itu. ia percaya bahwa pemuda yang gerakannya amat lihai itu akan mampu menolong Kui Lan sendiri cepat memasuki gedung dan menyerbu ke dalam kamar di mana ayahnya berada. Orang yang mengaku sebagai Bu itu terkejut ketika melihat putrinya masuk ke kamar dengan sepasang mata mencorong penuh kemarahan.
”Kim Hong, apa yang terjadi,” tanyanya heran.
Akan tetapi gadis itu melompat dan sekali tangannya bergerak, jari tangan kanannya telah mencengkeram pundak orang itu. Orang yang mengaku sebagai ayahnya itu terkejut karena cengkeraman itu membuat pundaknya seperti remuk rasanya.
"Ada apa kenapa kau ini?"
"Katakan, nama mu Ciang Kui, kan? Hayo mengaku terus terang atau akan kuhancurkan pundakmu!"
Wajah itu berubah pucat. "Aku... aku...”
"Hayo katakan terus terang bahwa kau bukan ayahku, engkau bukan Can Bu. Awas, kalau membohong akan kusiksa sampai mati!" cengkeram di pundak itu semakin kuat sehingga wajah yang pucat kini mandi peluh.
"Aku... aku... hanya di perintah Bouw Koksu...," akhirnya orang berterus terang.
"Keparat busuk!" Saking marahnya Kim Hong mengerahkan tenaga sin-kang yang didapatnya dari ular hitam kepala merah. Hawa beracun yang amat dahsyat keluar dari tangannya memasuki tubuh orang itu dari pundak dan orang itu hanya menjerit satu kali lalu tewas dengan seluruh tubuhnya menjadi hitam.
Kim Hong mengangkat mayat itu berlari keluar lagi memasuki taman melihat Kui Lan dan pemuda sinting itu masih dikepung ketat walaupun keduanya sudah sampai di dekat pagar tembok. Agaknya tidak mudah bagi mereka untuk lolos karena kini sudah datang bala bantuan yang banyaknya tidak kurang dari limapuluh orang!
Kim Hong mengeluarkan suara lengking panjang dan tubuh tak bernyawa yang sudah kehitaman itu ia lontarkan ke arah Bouw Koksu dan Bouw-ciangkun yang ikut mengeroyok Kui Lan dan Hui San.
Bouw Koksu terkejut me lihat sosok tubuh melayang ke arahnya. Dia nyambut dengan bacokan pedangnya tubuh itu roboh. Ketika dia melihat melalui penerargan obor yang dibawa para perajurit, dia melihat wajah Ciang Kui yang mukanya berubah menghitam matanya terbelalak. Tahulah dia bahwa Kim Hong telah mengetahui rahasia kebohongannya.
Kim Hong mengamuk dengan sepasang pedangnya, sebentar saja sudah berhasil membuyarkan kepungan dan mendekati Kui Lan. "Kui Lan, engkau sudah terluka, cepat keluar dari sini, aku yang menahan mereka!"
"Aku tidak mau meninggalkan engkau sendiri, Kim Hong!" kata Kui Lan tegas. Diam-diam Kim Hong kagum, senang sekali mempunyai sahabat seperti Cin Han dan Kui Lan ini, demikian gagah dan setia kawan.
"Kalau begitu, mari kita lari bersama!" katanya dan iapun mempercepat gerakan kedua pedangnya.
Melihat betapa gadis perkasa itu kini membalik dan membantu musuh, anak buah Bouw Koksu yang sudah tahu akan kelihaiannya menjadi gentar. Kepungan melonggar dan kesempatan itu dipergunakan oleh Kim Hong, Kui Lan, dan Hui San untuk meloncat ke pohon itu dan dari situ meloncat ke atas pagar tembok dan dilanjutkan meloncat keluar.
Bouw Koksu dan Bouw Ciangkun mengerahkan para perajurit untuk melakukan pengejaran, akan tetapi tiga orang itu sudah menghilang dan beberapa menit kemudian mereka bertiga sudah berada di dalam rumah Hartawan Ji, dengan aman mereka duduk di dalam ruangan rahasia di mana mereka bicara dengan Hartawan Ji Souw Hui San tanpa diminta sudah mengeluarkan obat luka dan menolong Kui Lan yang terluka pundak dan pahanya, dibantu oleh Kim Hong yang membalut luka di paha gadis itu.
Biarpun tiga orang muda itu baru kali ini berkenalan, namun hubungan mereka sudah akrab sekali, mereka merasa cocok dan seolah sudah saling berkenalan bertahun-tahun lamanya. Setelah luka-luka di pundak dan paha Kui Lan diobati, luka yang tidak parah, mereka duduk menghadapi meja dan sa mbil ma kan hidangan malam yang dikeluarkan pembantu Hartawan Ji, mereka bercakap-cakap.
"Kiranya benar seperti dugaanku tempo hari, engkau hanya berpura-pura sinting," kata Kim Hong kepada Sui San yang tersenyum.
"Akupun sudah merasa curiga. Mana ada orang sinting membawa-bawa pedang yang bagus?" kata pula Kui Lan.
"Dan engkau yang melemparkan pedangku membuat dahiku benjol menyempurnakan penyamaranku, nona Can Kim Hong," kata Hui San tertawa. "Dengan peristiwa benjolnya dahiku itu, Bouw ciangkun dan yang lain-lain percaya bahwa aku aclalah seorang sinting, ha ha!"
"Siapakah sebenarnya engkau ini. Dan mengapa engkau dapat muncul mengacau rombongan Bouw-ciangkun ketika mereka mencari pusaka, kemudian bagaimana pula tiba-tiba engkau menjadi seorang perajurit anak buah Bouw-ciangku dan tadi menolongku?"
"Wah, ceritanya panjang, nona Yang Kui Lan"
"Engkau mengenal kami semua, akan tetapi kami tidak mengenalmu! Ini tidak adil. Perkenalkan dulu dirimu baru kita bicara lagi," kata Hartawan Ji yang bagimanapun juga masih menaruh perasaan curiga kepacla pemucla yang ticlak dikenalnya itu.
"Paman Ji Siok, apakah paman dan semua kawan paman tidak dapat mengetahui siapa aku? Dan paman juga ticlak mengenal mendiang Paman Souw Lok." "Souw Lok! Bukankah pemilik toko yang baru saja meninggal dunia secara aneh tanpa ada yang mengetahui sebabnya itu?" Hartawan Ji memandang penuh perhatian. "Orang muda, agaknya engkau mengetahui tentang diriku dan tentang teman-teman, akan tetapi kami belum mengetahui siapa engkau."
"Paman, dia ini jelas orang yang telah mengambil Mestika Burung Hong Kemala dan menukarnya dengan yang palsu. Tidak benarkah dugaanku itu sobat?" tanya Kim Hong.
Kini Souw Hui San tertegun dan memandang kagum. "Eh, bagaimana engkau dapat mengetahui hal itu, nona?"
"Tidak perlu bertanya, yang penting sekarang, kami telah tahu bahwa engkau yang mengambil Mestika Burung Hong Kemala, karena itu engkau harus menyerahkan kepada kami atau terpaksa kami akan menganggap mu sebagai musuh," kata pula Kim Hong.
"Bersabarlah, Kim Hong. Aku yakin bahwa saudara ini bukan seorang musuh, dan tentu dia mengambil pusaka itu dengan maksud baik. Bukankah engkau juga seperti kami, menentang pemberontak An Lu Shan dan mendukung Kerajaan Tang, sobat?" kata Kui Lan.
"Yang penting, perkenalkan dulu dirimu, orang muda," kata pula Hartawan Ji.
Souw Hui San tertawa. "Aih, kalian sungguh-sungguh mendesakku. Tiga orang dengan tiga macam tuntutan, akan tetapi hanya nona Yang Kui Lan yang bersikap baik kepadaku. Terima kasih nona."
Wajah Kui Lan menjadi kemerahan dan iapun merasa perlu untuk membela diri agar tidak disangka yang bukan bukan. "Tentu saja aku bersikap baik kepadamu, sobat, karena bukankah enkau sudah berulang kali berusaha menolongku? Tempo hari, dengan berpura-pura sinting engkau mencegah rombongan Bouw-ciangkun mengeroyokku, kemudian tadi kalau tidak ada engkau yang menolong, mungkin aku sudah tewas di tangan mereka,"
"Baiklah, akupun tidak merasa perlu merahasiakan diriku. Namaku Souw Hui San dan mendiang Souw Lok yang mati terbunuh adalah pamanku. Sejak kecil aku berada di pegunungan, menjadi murid para suhu di Gobi-pai. Baru beberapa bulan aku datang ke kota raja, ke rumah paman dan aku melihat bahwa paman Souw Lok yang dahulu bekerja menjadi pembantu Menteri Yang Kok Tiong, sudah berada di kota raja dan menjadi orang kaya yang membuka sebuah toko."
"Bukankah Souw Lok ikut pula dengan Menteri Yang mengawal rombongan baginda Kaisar yang mengungsi ke barat?" tanya Hartawan Ji yang banyak mengetahui keadaan di kota raja.
"Benar, paman menceritakan kepadaku bahwa diapun sampai ke Secuan. Akan tetapi, di tengah perjalanan itu, paman Souw Lok membantu Menteri Yang menyembunyikan Mestika Burung Hong Kemala, bahkan peta dari tempat penyimpanan itu oleh Menteri Yang diserahkan pada Paman Souw Lok dengan pesan bahwa kalau terjadi sesuatu dengan beliau, peta itu harus diserahkan kepada seorang diantara puteranya."
"Ah, agaknya ayah telah merasakan sesuatu, seolah dia telah merasa bahwa dia akan tewas dalam perjalanan itu, maka dia menyerahkan peta kepada orang kepercayaannya," kata Kui Lan dengan suara sedih.
"Mungkin juga," kata Ji Siok. "Ayahmu adalah seorang yang setia kepada Kerajaan Tang, nona. Sekarang harap lanjutkan ceritamu, Souw-taihiap."
"Wah, sebutan tai-hiap (pendekar besar) itu hanya membuat kepalaku mekar, paman. Sebut saja namaku, Hui San tanpa embel-embel pendekar segala macam. Nah, setelah tiba di kota raja paman Souw Lok mempunyai pendapat yang amat berani. Dia pikir bahwa biarpun kecil, terdapat kemungkinan bahwa rahasianya diketahui orang, yaitu bahwa dia telah menerima peta penyimpanan pusaka itu dari Menteri Yang. Oleh karena itu, sebaiknya kalau dia mengakuinya saja, bahkan berusaha untuk mendapatkan harta dari rahasia itu. Maka dia lalu menjual peta itu kepada Bouw Koksu.”
"Ihh...!" Kim Hong dan Kui Lan berseru.
"Ahh....!" HartawanJi juga mengeluarkan seruan kaget dan tak senang mendengar tentang peng khianatan Souw lok itu. "Kenapa paman mu melakukan itu?”
"Sabar, paman, dan harap mendengarkan dulu, nona-nona yang kuhormati! Sungguh aku berani mengatakan bahwa paman bukanlah seorang pengkhianat. Dia melakukan penjualan peta itu dengan dua perhitungan. Pertama untuk menghilangkan dugaan bahwa dia yang mengetahui rahasia penyimpanan pusaka itu, dan ke dua, dan hal ini akhirnya menjerumuskannya ke tangan maut, dia ingin mendapatkan harta agar di hari tuanya dia hidup santai dan cukup. Dia memang menjual peta Itu seharga sepuluh ribu tail kepada Bouw Koksu dan setelah menyerahkan peta dia menerima uang muka limaribu tail yang dia pergunakan membeli rumah dan membuka toko yang limaribu lail lagi akan dia terima setelah pusaka itu dapat diambil. Akan tetapi, yang dia berikan adalah peta palsu! Diapun diam-diam membuatkan pusaka tiruan. Kemudian, ketika aku datang dan dia mengetahui bahwa aku memiliki kepandaian silat, dia menyuruh aku mengambil pusaka yang aseli dan menaruh pusaka tiruan ke dalam guha yang disebutkan dalam peta palsu itu."
"He mm, ternyata cerdik sekali paman mu itu, Hui San!" kini hartawan Ji memuji. Dengan perbuatan itu, selain semua orang akan tahu bahwa pusaka berada di tangan Bouw Koksu, juga dia berhasil menyembunyikan pusaka aselinya tanpa ada yang mengetahui, dan dia masih mendapatkan banyak uang lagi!"
"Sayang, paman Souw Lok tidak tahu betapa licik dan curangnya orang macam Bouw Koksu itu. Setelah semua berhasil baik dan pusaka itu dapat diambil Bouw Koksu, dia datang mengunjung paman, bukan untuk membayar yang lima ribu tail lagi seperti yang diharapka paman, melainkan membunuh paman untuk menutup rahasia bahwa Mestika Burung Hong Kemala berada di tangannya. Aku datang terlambat beberapa jam saja. Akan tetapi paman masih sempat mengatakan siapa yang membunuhnya, dan suatu saat, jahanam Bouw Koksu itu pasti akan tewas di tanganku!"
Hening sejenak. Semua orang agaknya tercekam oleh kisah yang diceritakan pemuda itu.
"Ah, aku mengerti sekarang. Engkau tentu telah mendahului rombongan, mengambil pusaka aseli, lalu memasukan pusaka palsu ke dalam guha seperti disebutkan dalam peta palsu, kemudian engkau menyembunyikan pusaka itu entah dimana, dan ketika kami bertemu dengan enci Kui Lan, engkau keluar dan pura-pura sinting untuk mengganggu kami, bukankah begitu?" kata Kim Hong.
Hui San tertawa. "Ha-ha, semua itu benar. Pusaka itu memang lebih dulu aku sembunyikan dalam sebuah pohon besar. Karena melihat engkau demikian cerdik, maka aku lalu pergi dan tidak berani sembarang main-main. Orang seperti engkau terlalu berbahaya untuk dipermainkan. Tentu saja aku tidak tahu bahwa engkau sebenarnya segolongan dan seperjuangan denganku, nona."
"Souw-toako, kalau begitu pusaka itu sekarang berada di tangan mu?" tanya Kui Lan yang agak ragu ketika menyebut pemuda itu, akan tetapi melihat sikap yang polos dan bersahaja itu, diapun menyebutnya toako, sebutan yang akrab.
Hui San tersenyum dan matanya bersinar-sinar memandang kepada Kui Lan. "Benar, non.... eh, siauw-moi (adik), boleh aku menyebutmu Lan-moi (adik Lan)? Engkau puteri Menteri dan aku anak gunung.”
"Ah, perlukah kita merendahkan diri dan menggunakan banyak peraturan yang tidak layak lagi itu, twako? Katakanlah, sekarang Mestika Burung Hong Kemala itu berada di mana?"
"Kusimpan baik-baik, Lan-moi. Andai kata aku ditawan musuh, disiksa dan dibunuh sekalipun, jangan harap musuh akan dapat memaksa aku menyerahkan pusaka itu kepada mereka. Tak seorangpun akan tahu di mana pusaka itu kusembunyikan. Akan tetapi setelah aku bertemu dengan engkau, aku siap memenuhi pesan mendiang Paman Souw Lok untuk menyerahkan pusaka itu kepada seorang diantara para putera mendiang Menteri Yang Kok Tiong. Apakah engkau bersedia rnerima pusaka itu dariku?"
"Ah, aku.... apa bedanya kalau berada di tanganmu, twako?"
Hartawan Ji segera berkata, "Mengapa tidak ada bedanya. Kita semua mempunyai kesetiaan yang sama, dan tentu semua bermaksud untuk menyerahkan pusaka itu kembali kepada Sri baginda Kaisar. Karena itu, kuusulkan, biar pusaka itu tetap disimpan oleh Hui San, dan tetapi dia harus memberitahukan tempat penyimpanannya kepada nona Kui Lan. Kita semua sedang berjuang, tidak tahu apakah kita akan dapat lolos dari kematian. Karena itu, sebaiknya kalau penyimpanan itu selalu diketahui dua rang."
"Maksudmu agar kalau yang seorang meninggal, yang lain memberitahukan kepada seorang sahabat lain lagi?" tanya Hui San.
"Apakah tidak sebaiknya kalau sekarang juga diantarkan ke barat dan serahkan kepada Sri baginda Kaisar? Pusaka itu amat dibutuhkan untuk mendatangkan kepercayaan mereka yang mendukung beliau, bukan?" tanya Kim Hong.
"Dugaanmu tadi benar, Hui San. Pusaka itu amat penting, karena itu harus selalu kita ketahui di mana tempat penyimpanannya. Dan saat ini tidak perlu kita antarkan ke barat, nona Kim Hong, karena kami telah mendengar bahwa Sri baginda berhasil membujuk para kepala suku di barat untuk membantu pasukan beliau dengan memperlihatkan Mestika Burung Hong Kemala. Agaknya, Sri baginda yang kehilangan pusaka itu telah membuatkan pula tiruannya. Jadi sekarang ada tiga buah pusaka, dua yang palsu dipegang Bouw Koksu dan Sri baginda, sedangkan yang aseli kita simpan Kalau saatnya tiba, kita akan serahkan kepada Sri baginda Kaisar."
Semua orang merasa setuju dengan pendapat ini dan Hui San lalu menuliskan beberapa huruf di atas kertas, memberikan tulisan itu kepada Kui Lan yang membacanya. Membaca isi tulisan ini Kui Lan tertegun. Betapa berani dan cerdiknya pemuda murid Gobi-pai itu. Dia telah menyimpan pusaka itu di tempat yang takkan pernah disangka siapapun juga, terutama sekali tidak oleh pihak musuh.
Karena pusaka itu berikut petinya ditanam di bawah pohon dekat pagar tembok di kebun belakang gedung yang kini ditinggali Bouw Koksu. Pantas pemuda itu dapat menolongnya. Kiranya sedang mencuri masuk dan menanam pusaka itu di bawah pohon yang ia pergunakan untuk memasuki kebun pada malam hari itu.
Memang kelihatan mengkhawatirkan menyimpan pusaka di sana, akan tetapi justeru di tempat yang begitu dekat dengan Bouw Koksu, merupakan tempat yang aman karena tidak akan disangka, sama sekali. Gedung itu boleh jadi dapat diserbu orang dan isinya di rampok habis, bahkan gedung itu sendiri dapat saja dibakar habis. Akan tetapi siapa yang mau mengganggu sebatang pohon di sudut kebun? ia memandang pemuda yang tersenyum itu dan mengangguk, lalu ia merobek-robek kertas itu sampai menjadi potongan kecil kecil.
Kim Hong yang teringat akan ayah kandungnya yang belum juga dapat ia temukan, segera bertanya kepada Hartawan Ji, "Paman Ji, engkau telah dapat menyelidiki dan mengetahui bahwa orang yang mengaku ayahku itu adalah palsu. Dapatkah engkau menolongku memberi tahu siapa sebenarnya ayah kandungku yang bernama Can Bu itu dan apakah dia masih hidup? Kalau dia masih hidup, di mana dia sekarang?"
"Ketika Yang-kongcu minta kepada kami untuk menyelidiki tentang Ciang Kui yang mengaku sebagai Can Bu, dengan sendirinya kami juga menyelidiki tentang ayah kandung nona itu. Kami bertanya-tanya kepada para perajurit dan perwira yang dulu berada dalam satu kesatuan dengan perwira Can Bu."
"Dan bagaimana hasilnya, paman” tanya Kim Hong penuh harap.
"Ternyata bahwa ayahmu itu, perwia Can Bu, setelah berhasil lolos dari Khitan dan kembali ke kota raja, Dia diangkat menjadi seorang panglima yang membantu Panglima Besar Kok Cu It dan tentu saja dia ikut pula mengawal Sri baginda Kaisar ke barat. Apa lagi karena ayahmu sudah mengenal daerah barat dengan baik, maka tenaganya amat dibutuhkan Kaisar"
"Jadi ayahku mengawal Sri baginda kaisar ke barat? Jadi benar ayah kandungku masih ada?" wajah gadis itu berseri dan matanya bersinar-sinar. ”Kalau begitu, aku akan menyusulnya dan mencarinya ke sana, dan aku akan membantunya memperkuat pasukan Sribaginda."
Hartawan Ji mengangguk-angguk. Hartawan ini dahulu sebelum An Lu Shan merebut tahta Kerajaan Tang, telah bekerja sebagai seorang penyelidik yang cerdik. Karena itu, dia kini dapat bekerja dengan tenang tanpa takut dikenal orang karena dahulupun tidak ada yang tahu bahwa dia adalah seorang perwira tinggi yang memiliki jaringan penyelidik. Banyak anak buahnya disebar ke mana-mana sehingga dia dapat mengetahui dengan baik keadaan di dalam dan di luar istana.
"Memang sebaiknya begitu, nona. Kami kira Sribaginda membutuhkan banyak pembantu yang lihai seperti nona dan besar sekali harapannya nona akan dapat bertemu dengan perwira Can Bu sana."
”Kebetulan sekali, kakakku Yang Cin Han juga baru saja berangkat ke sana, adik Kim Hong," kata Kui Lan kalau engkau melakukan perjalanan dengan cepat, mungkin engkau akan dapat mengejarnya dan lebih menyenangkan kalau kalian melakukan perjalanan bersama, kan?"
Wajah gadis itu berubah kemerahan, akan tetapi tak dapat disangkal di dalam hatinya ia merasa girang sekali, Sejak tadipun ia sudah bertanya tanya di dalam hatinya mengapa ia tidak melihat Cin Han di situ.
"Aku akan melakukan perjalanan secepat mungkin," katanya dan iapun tidak menolak ketika Hartawan Ji menyerahkan seekor kuda kepadanya, berikut berapa potong perak untuk bekal perjalanan. Gadis ini meninggalkan rumah gedung Bouw Koksu tanpa membawa apapun sehingga pakaianpun hanya yang berada di tubuhnya. Iapun menerima ketika Kui Lan memberi beberapa potong pakaian untuknya, dan memang bentuk tubuh mereka seukuran.
Setelah Kim Hong berangkat meninggalkan kota raja dengan cara sembunyi-sembunyi, yaitu melalui pintu gerbang selatan dengan menyamar sebagai seorang nenek- nenek, diantar oleh Ji Siok yang telah menyogok para penjaga agar diperbolehkan keluar mengantar bibinya yang tua dan sakit-sakitan ke desa maka Hui San juga meninggalkan rumah Hartawan Ji. Diapun menyamar karena kini dia juga menjadi seorang buronan.
Dia menghubungi seorang tetangganya dan minta bantuan tetangga itu untuk menjualkan rumah dan toko pamannya. Karena mendapatkan keuntungan besar, tetangga itu dengan senang hati melakukannya dan dalam waktu beberapa hari saja rumah itu telah terjual dan Hui San mempunyai uang dua ribu tahil hasil penjualan itu. Dia pun seperti Kui Lan, tinggal, di rumah Hartawan Ji.
Pada keesokan harinya, Hartawan Ji menerima seorang tamu dan setelah tamu itu pergi, dia mengumpulkan para pembantunya di mana hadir pula Hui San dan Kui Lan. Dari wajah pemimpin jaringan mata-mata itu dapat dlduga bahwa ada masalah penting.
"Ada berita penting sekali dari Sia-ciangkun," kata hartawan itu.
"Dari toako Sia Su Beng? Berita apakah itu, paman?" tanya Kui Lan penuh gairah, ia tidak tahu betapa diam diam Hui San mengerling kepadanya dengan penuh perhatian menatap wajahnya dalam kerlingan itu.
"Sia-ciangkun memberi kabar bawa usaha nona Kui Bi di istana berhasil mengadu-domba antara An Lu Shan dan puteranya, An Kong. Bahkan An Kong yang disebut pangeran itu mempercayai nona Kui Bi dan minta kepada nona Kui Bi untuk meracuni An Lu Shan..."
"Ah, berbahaya sekali itu, Bagaimana kalau ketahuan?" kata Kui Lan, mengkhawatirkan adiknya.
"Semua telah diatur oleh Bouw Koksu yang mendukung Pangeran An Kong. Malam ini nona Kui Bi berhasil diselundupkan ke dapur dan di tunjuk sebagai seorang dayang melayani kaisar An Lu Shan makan malam menggantikan seorang dayang lain yang sakit. Saat inilah akan dipergunakan oleh nona Kui Bi untuk meracuni makanan yang akan dimakan kepala pemberontak itu."
"Akan tetapi, tentu akan ketahuan dan adikku akan terancam bahaya," kata pula Kui Lan.
"Menurut pesan Sia-ciangkun, bahaya yang datang bukan dari pengikut An Lu Shan, melainkan dari Pangeran An Kong, dari Bouw Koksu yang mendukungnya. Dari mereka inilah datangnya bahaya yang mengancam nona Kui Bi..."
"Akan tetapi bagaimana mungkin itu, paman?"' tanya Hui San. "Bukankah nona Yang Kui Bi hanya melaksanakan perintah Pangeran An Kong?"
"Itulah sebabnya, menurut Sia-ciangkun, keadaan nona Kui Bi terancam maut. Setelah perbuatan itu dilaksanakan dan An Lu Shan mati keracunan, tentu para pejabat tinggi ingin mencari siapa pelakunya. Dan untuk menutupi kenyataan bahwa An Kong yang meracuni ayahnya maka tentu mereka itu akan berusaha untuk menangkap nona Kui Bi dan menuduh nona itu sebagai pelakunya. Akan tetapi harap jangan khawatir. Sia-ciangkun sudah mengatur kesemuanya. Dia yang akan melindungi nona Kui Bi dan menyelundupkannya keluar dan kita yang harus membantunya, menerima nona Kui Bi dan membawanya ke sini dengan cepat."
"Akan tetapi, peristiwa itu tentu akan menimbulkan geger di istana paman. Apakah tidak akan terjadi keributan yang ditimbulkan oleh mereka yang setia kepada An Lu Shan?"
"Inipun akan ditanggulangi oleh Bouw-ciangkun yang sudah mempersiapkan pasukannya di luar istana, dan dibantu oleh Sia-ciangkun yang akan bergerak ke dalam istana."
Kui Lan membelalakkan matanya. "Paman Ji, benarkah itu? Rasanya tidak mungkin Sia-toako akan bekerja sama dengan Bouw Koksu, apa lagi membantunya."
"Nona, ini merupakan siasat Sia-ciangkun yang baik sekali. Menghadapi Pangeran An Kong yang didukung Bouw Koksu tidaklah seberat kalau menghadap An Lu Shan. Karena itu, sengaja di biarkan ayah dan anak pemberontak itu saling hantam, dan Sia-ciangkun memang sengaja berpihak kepada Pangeran An Kong. Kalau An Lu Shan sudah tewas, dan para pengikutnya dapat dilumpuhkan akan kelak menghadapi Pangeran An Kong tidaklah terlalu berat."
Kui Lan mengerti, akan tetapi tetap saja ia mengkhawatirkan keselamatan adiknya, ia tahu bahwa Kui Bi bermain api. Amat berbahaya tugas yang hendak dilaksanakan adiknya malam ini. Meracuni An Lu Shan. Membayangkan saja Kui Lan sudah merasa ngeri dan jantungnya berdebar keras.
Bagaimana kalau ketahuan sebelum An Lu Shan makan hidangan beracun itu? Bagaimana kalau hidangan itu tidak dimakan atau dimakan orang lain sehingga orang lain yang mati, bukan An Lu Shan? Apa yang dapat dilakukan Kui Bi kalau sa mpai ketahuan? ia tahu akan keberanian dan kenekatan adiknya itu.
Kalau sampai ketahuan sebelum hidangan dimakan, Kui Bi pasti akan bertindak nekat dan mencoba untuk membunuh saja An Lu Shan. Dan tanpa bantuan, agaknya mustahil adiknya akan mampu meloloskan diri dengan selamat keluar dari istana kalau ia dikejar-kejar sebagai pembunuh.
Biarpun ia tahu di sana terdapat Sia Su Beng pria yang dikaguminya itu, tetap saja ia masih merasa gelisah. Ketika Ji Siok mengatakan bahwa pertemuan berakhir dan semua orang sudah bangkit, ia sendiri berdiri dan menuju ke ka marnya dengan tubuh lemas.
* * *
Karena memang sudah diatur oleh kaki tangan Bouw Koksu, maka dengan mudah Kui Bi mendapat kepercayaan membantu di dapur, kemudian menggantikan seorang dayang pelayan di ruangan makan yang sedang sakit. Semua ini sudah diatur oleh Bouw Koksu, melalui kaki tangannya yang banyak terdapat di dalam istana.
Mudah sekali bagi Kui Bi untuk mengetahui, sayur masakan yang mana menjadi kesukaan An Lu Shan dan mudah pula ia membawa hidangan itu menuju ke kamar makan, menaruh bubukan racun di dalam masakan. Racun itu tidak mengeluarkan bau, juga tidak ada rasanya, maka tidak akan diketahui bahwa masakan itu mengandung racun.
Akan tetapi ketika An Lu Shan yang berpakaian sebagai raja itu memasuki ruangan makan dan ia duduk menghadapi semeja besar penuh masakan yang masih mengepulkan uap yang sedap, ditamani tiga orang selir dan lima orang dayang, hati Kui Bi berdebar juga. ia melihat selosin perajurit pengawal pribadi yang membawa tombak, berdiri berjajar di pintu ruangan. Dan ia tahu bahwa di luar pintu terdapat pula banyak perajurit pengawal.
Hal Ini tidak mengejutkan hatinya karena memang sebelumnya Bouw Koksu telah memberi tahu padanya dan mengatakan bahwa mereka itu adalah pasukan pengawal yang telah menjadi anak buahnya! Yang menjadi pengawal setia dari An Lu Shan hanya selosin orang pengawal pribadi saja. Menurut petunjuk Bouw Koksu, kalau nanti An Lu Shan sudah makan dan keracunan ia harus cepat menerobos keluar melalui pintu.
Kalau perlu merobohkan para pengawal pribadi yang mengha langi dan kalau sudah tiba di luar, pasukan anak buah Pangeran An Kong atau Bouw Koksu akan melindunginya. Akan tetapi Kui BI telah mendapat pesan dan petunjuk lain dari pang lima muda yang di kaguminya, yaitu Sia Su Beng.
Menurut Sia Su Beng, setelah ia berhasil, harus melarikan diri melalui jendala ruangan makan itu yang terbuka dan tiba di taman di luar ruangan makan, kemudian mengambil jalan melalui atas wuwungan menuju ke dalam taman istana yang besar. Di sana, Sia Su Beng dan pasukannya akan menyambut dan menyembunyikannya. Tentu saja ia memilih untuk menaati pesan pujaan hatinya itu, karena menurut Sia Su Beng, kalau ia menaati petunjuk Bouw Koksu, ia seperti seperti burung masuk kurungan, akan ditangkap dan besar sekali kemungkinan dituduh sebagai pembunuh tunggal An Lu Shan dan dijatuhi hukuman berat.
Ruangan makan itu luas sekali. disudut ruangan, dekat dinding para dayang ahli musik telah memainkan yangkim dan suling, dan ada pula yang bernyanyi dengan suara lembut dan merdu. Meja makan itu sendiri berbentuk bundar dan An Lu Shan duduk di atas kursi istimewa, dikelilingi para dayang dan tiga orang selirnya duduk di kanan kiri dan depannya.
Masakan kegemarannya ialah masakan kaki biruang dimasak dengan rebung (bambu muda). Inilah masakan kegemarannya ketika dia menjadi panglima pasukan di utara, di mana terdapat banyak biruang. Biarpun sekarang dia berada di selatan dan kaki biruang merupakan bahan masakan yang langka dan karenanya mahal sekali, dia tetap minta dicarikan kaki biruang. Masakan inilah yang tadi oleh Kui Bi dihidangkan di atas meja, paling dekat dengan kursi sang kaisar baru.
Dalam kesempatan ini, agar tidak menarik perhatian, Kui Bi tidak berdandan. ia hanya berperan sebagai pelayan yang mengambilkan masakan dari dapur dan ketika sang kaisar makan bersama selirnya dan dilayani lima orang dayang, tugasnya hanya berdiri di samping bersama tiga orang rekannya, dan menanti perintah para dayang pelayan kalau-kalau dibutuhkan bumbu atau masakan tambahan.
An Lu Shan nampak gembira ketika duduk di depan meja makan. Perutnya rasa semakin lapar ketika dia mencium bau masakan khas kegemarannya yang ada paling dekat di depannya. Dia merima suguhan arak dari selir yang duduk di sebelah kanannya, minum dengan sekali tuang dari cawannya, kemudian menerima sumpit yang disodorkan selir yang berada di sebelah kirinya. Kui Bi mengikuti semua gerakan kaisar itu dengan jantung berdebar tegang.
Akan berhasilkah usahanya melaksanakan perintah Pangeran An Kong? Ia tidak menyesal sedikitpun melaksanakan perintah meracuni An Lu Shan, karena andaikan tidak ada perintah itu, dengan segala kenekatannya ia akan mencari kesempatan untuk membunuh orang ini, orang yang telah mengakibatkan ayah ibunya meninggal, menyebabkan keluarganya berantakan dan Kerajaan Tang jatuh.
Agaknya perhitungan Bouw Koksu dan Pangeran An Kong memang tepat. Tanpa ia melihat ke arah masakan lain, sepasang sumpit di tangan An Lu Shan langsung saja menuju ke arah masakan kaki biruang itu, dan sepasang sumpit itu menjepit sepotong daging kaki biruang, lalu dimasukkan ke dalam mulutnya.
Nampak sedap dan nyaman sekali dia mengunyah daging kaki biruang yang bergajih itu, dan memang tukang masak mendapat pesan dari Pangeran An Kong sendiri agar hari itu memasak kaki biruang yang seenak-enaknya. Bahkan diapun memerintahkan mencarikan kaki biruang yang masih muda agar terasa lebih lunak dan lezat.
Makin tegang rasa hati Kui Bi ketika An Lu Shan terus saja makan masakan itu dengan sumpitnya, hanya di selingi minum arak sekali dua kali tegukan. Agaknya tidak ada pengaruh apa-apa dan dia makan dengan lahapnya, belum menyentuh masakan lain. Timbul perasaan gelisah dalam hati Kui Bi dan ia mengingat-ingat. Tidak salahkah ia tadi menaruhkan racun itu? Jangan-jangan ia keliru memasukkan ke dalam masakan lain! Akan tetapi rasanya tidak mungkin. Ia yakin benar telah menuangkan racun itu ke dalam masakan kaki biruang itu.
Suara musik masih terdengar mengiringi suara nyanyian merdu. Tiga orang selir seperti berebut menarik perhatian kaisar dengan ucapan manis dan menyuguhkan arak, ada pula yang karena desakan kaisar mulai ikut makan. Akan tetapi melihat betapa lahapnya kaisar makan masakan kaki biruang, mereka tidak berani ikut mengambilnya. Kalau An Lu Shan tidak mengambilkan untuk mereka, tiga orang selir itu tidak akan berani lancang mengambil sendiri hidangan yang menjadi kegemaran An Lu Shan itu.
Bekas panglima yang kini mengangkat diri menjadi kaisar ini memang terkenal galak dan keras kalau ada orang berani mendahului kehendaknya, apa lagi menentangnya. Karena itulah, ketika pangeran An Kong mohon agar diangkat menjadi putera mahkota, dia marah dan membenci puteranya sendiri, karena merasa di dahului!
"Ah, aku haus, araknya!" Kata An Lu Shan dan tiga orang selir itu seperti berebut memegang guci arak menuangkan arak ke dalam cawan arak dari emas yang telah kosong. An Lu Shan mengambil cawan itu, menuangkan isinya ke dalam mulutnya yang ternganga dan tiba-tiba cawan kosong itu terlepas dari tangannya dan diapun terkulai!
"Dukk!” Kepalanya terantuk meja dan tubuhnya berkelojotan. Tiga orang selir itu menjerit, diikuti lima orang dayang dan semua orang yang berada disitu terkejut. Para pemain musik menghentikan permainan mereka dan dengan muka pucat mereka mrmandang terbelalak ke arah kaisar. Selosin orang pengawal pribadi berloncatan mendekat.
Kui Bi maklum bahwa racun itu telah bekerja, lapun menyelinap dan mendekati jendela, terus melompat keluar. "Heii, tahan...! Semua orang tidak boleh meninggalkan tempat ini...!" seorang pengawal pribadi berteriak dan ketika melihat Kui Bi tidak berhenti diapun mengejar, diikuti oleh sembilan orang pengawal lain, sedangkan dua orang tinggal di situ, menolong kaisar dan mengamati setiap orang.
Kui Bi berlari ke dalam taman kecil di luar ruangan makan itu, dan ketika pengawal pribadi kaisar itu yang ternyata memiliki gin-kang ynng cukup hebat berloncatan mengejarnya, tiba tiba Kui Bi membalikkan tubuhnya. Tadi ia menyambar sebatang ranting kayu taman itu dan kini, tiba-tiba ranting itu mencuat dan dengan dahsyat menyambut pengejarnya dengan tusukan kearah kedua matanya.
Melihat ranting itu menusuk ke arah matanya dengan kecepatan kilat, pengawal itu terkejut dan cepat menggerakkan tombaknya menangkis melindungi matanya. Akan tetapi, ilmu Hong in Sin-pang dari Kui Bi memang helbat sekali. Ranting yang menusuk mata itu tidak menanti sampai ditangkis tombak tahu-tahu telah meluncur ke bawah dan menotok dada lawan.
"Tukk!" Biarpun hanya sebatang ranting sebesar ibu jari, akan tetapi di tangan Kui Bi menjadi senjata ampuh. Pengawal itu roboh dengan tubuh kaku!
Kui Bi tidak menanti lebih lama terus berloncatan melintasi taman dan meloncat naik ke atas genteng seperti petunjuk yang didapatnya dari Sia Su Beng. Di belakangnya, sembilan orang pengawal mengejar dan ternyata mereka memang merupakan orang-orang pilihan yang memiliki kepandaian tinggi.
Kalau yang pertama tadi sampai dapat dirobohkan Kui Bi, karena dia memandang rendah kepada seorang gadis dayang, apalagi kalau yang dipergunakan menyerangnya hanya sebatang ranting. Karena memandang rendah, dia lengah dan dapat dirobohkan dengan sekali totokan.
Ketika melihat betapa sembilan orang pengawal itu dapat terus mengejarnya dengan berlompatan ke atas wuwungan pula, Kui Bi mempercepat lari dan akhirnya ia dapat meloncat turun ke dalam taman istana, tetap dikejar oleh sembilan orang itu.
Hati Kui Bi menjadi lega ketika melihat pasukan yang puluhan orang banyaknya berbaris di taman itu. Cepat ia meloncat dekat dan tangannya segera ditarik Sia Su Beng dan ia sudah menyusup masuk ke dalam barisan itu, tergesa-gesa ia mengenakan pakaian seragam perajurit yang diberikan oleh seorang prajurit, menutupi pakaian wanitanya beberapa detik saja Kui Bi telah menjadi seorang di antara pasukan itu, berpakaian perajurit berikut topinya yang khas.
Sia Su Beng menyambut sembilan orang pengawal pribadi kaisar itu di bawah sinar lampu-lampu gantung taman itu dia menegur. "Bukankah kalian ini perajurit perajurit pengawal pribadi Yang Mu lia Kaisar? Kenapa malam-malsm berlari ke sini? Apa yang telah terjadi?"
"Ah, kiranya Sia-ciangkun dan pasukannya. Kenapa pula ciangkun membawa pasukan memasuki taman istana?" pemimpin pasukan pengawal itu bertanya. Para perajurit pengawal pribadi kaisar adalah orang-orang kepercayaan kaisar maka biarpun hanya perajurit, mereka berani bersikap angkuh terhadap panglima yang berada di luar istana.
"Kami menerima perintah Bouw Koksu untuk berjaga-jaga karena ada desas desus bahwa mata-mata musuh hendak menyerang Yang Mulia. Apakah yang terjadi maka kalian berlarian ke sini?"
"Kami mengejar pembunuh! Apakah pasukanmu tadi melihat seorang gadis yang berlari ke dalam taman ini?"
"Tidak, kami tidak melihatnya," kata Sia Su Beng.
"Mustahil," para perajurit pengawal pribadi kaisar itu berseru heran, 'Kami mengejarnya dan kami melihat jelas meloncat turun dari wuwungan dan masuk ke taman ini!"
"Hemm, apakah itu berarti kalian tidak percaya kepada keterangan kami? kalau begitu, silakan menggeledah dan periksa sendiri apakah gadis yang kalian cari itu berada di antara kami ataukah tidak!" kata Sia Su Beng dengan suara keren.
"Maafkan kami, ciangkun. Telah terjadi peristiwa hebat, terpaksa kami akan melakukan penggeledahan, ini tugas kami!" Sembilan orang itu lalu menyusup-nyusup ke dalam pasukan itu, akan tetapi tentu saja mereka tidak menemukan seorang gadis dayang di antara mereka.
Semua adalah pasukan yang berpakaian seragam. Kalau ada gadis dayang, tentu akan mudah kelihatan di antara mereka yang seragam itu. Setelah merasa yakin bahwa tidak ada gadis yang mereka cari, mereka kembali berhadapan dengan Sia Su Beng.
"Sebetulnya, apa yang terjadi? Siapa gadis dayang itu dan mengapa kalian mengejarnya?"
"la telah melarikan diri setelah melihat Yang Mulia keracunan! Kami mencurigai ia mempunyai kaitan dengan peristiwa itu."
"Yang Mulia keracunan? Lalu... bagaimana keadaan beliau?" tanya Sia Su Beng, pura-pura kaget.
"Kami tidak tahu, sekarang juga kami akan ke sana!" kata sembilan orang itu dan merekapun berserabutan lari meninggalkan taman.
Pada saat terdengar bunyi canang dipukul bertalu talu, tanda bahaya sehingga seluruh isi istana menjadi gempar. Dalam waktu beberapa menit saja semua orang tahu bahwa kaisar telah tewas keracunan hidangan makan malam! Pasukan yang dipimpin Bouw Ki telah dipersiapkan dan telah berada diluar istana, sedangkan pasukan yang di pimpin Sia Su Beng juga sudah siap dan berada di sebelah dalam, mengepung istana dan menguasai semua tempat.
Melihat ini, para panglima yang setia kepada An Lu Shan tidak dapat berbuat sesuatu apa lagi karena kematian An Lu Shan karena keracunan makanan. Mereka hanya dapat segera datang ke ruangan makan dan menahan semua dayang, selir, dan thaikam, termasuk semua juru masak yang malam itu bertugas memasak makanan dan melayani keluarga kaisar makan malam.
Ketika Bouw Koksu tergesa-gesa datang bersama Bouw-ciangkun, juga Pangeran An Kong, dan kemudian menyusul pula Sia Su Beng dan para panglima dan menteri yang memenuhi ruangan makan, tubuh kaisar An Lu Shan sedang diperiksaa dengan teliti oleh tiga orang tabib istana.
Akan tetapi, semua usaha tiga orang tabib itu melalui pengurutan, tusuk jarum, dan cekokan obat anti racun sia-sia belaka karena memang ketika tiga orang tabib itu datang, An Lu Shan telah putus nyawanya. Jerit tangis para isteri dan selir memenuhi ruangan itu, akan tetapi Bouw Koksu dengan cekatan lalu mengatur agar jenazah kaisar segera diangkat keruangan dalam untuk dirawat sebagaimana mestinya.
Bouw Koksu sendiri yang memeriksa para pembantu yang masih ditahan ruangan makan untuk ditanya. Akan tetapi, dia dan Bouw Ki merasa heran sekali tidak melihat Kui Bi. Dari para petugas di luar ruangan makan mereka mendengar bahwa gadis itu tidak lari melalui pintu. Padahal sudah direncanakan bahwa kalau ia keluar dari pintu para petugas akan menangkap dan rnenahannya.
Kemudian terdengar keterangan para pengawal pribadi kaisar bahwa gadis dayang itu melarikan diri melalui jendela dan biarpun mereka telah berusaha mengejarnya, namun gadis yang amat lihai itu berhasil melarikan diri. Mendengar ini, Bouw Koksu mengerutkan alisnya. Sama sekali tidak pernah disangkanya bahwa dayang baru itu memiliki ilmu silat tinggi. Tentu ia lihai sekali sehingga mampu meloloskan diri dari pengejaran para pengawal pribadi kaisar yang lihai itu.
Karena khawatir gadis itu membocorkan rahasia bahwa Pangeran An Kong yang melakukan rencana pembunuhan terhadap ayahnya, Bouw Koksu lalu memerintahkan para panglima untuk menangkap dayang itu. Juga Panglima Sia Su Beng diminta untuk menggeledah seluruh kota untuk menangkapnya.
"la pasti masih berada di kota raja. Geledah semua rumah dan tangkap gadis itu! Tentu ia yang membunuh dan meracuni Sribaginda!" perintahnya.
Semua panglima, termasuk Sia Su Beng, meninggalkan istana. Kalau para pangIima memerintahkan anak buah mereka untuk melakukan pencaharian, Sia Su Beng sendiri cepat menuju rumah Hartawan Ji. Tak lama kemudian dia sudah berada di kamar rahasia bersama Hartawan Ji, Kui Lan, Kui Bi, dan Hui San.
Begitu melihat Sia Su Beng muncul, Kui Bi segera lari menyambutnya dan bertanya, "Twako, bagaimana? Berhasilkah kita sesuai rencana? Apakah dia sudah tewas?" Gadis itu merasa tegang dan saking tegangnya, ia memegang kedua lengan panglima itu.
Sia Su Beng tersenyum dan mengangguk. "Berhasil baik sekali, Bi-moi. Engkau memang tabah dan cerdik. An Lu Shan telah tewas, dan tentu An Kong yang akan mengangkat diri menjadi gantinya seperti mereka rencanakan, akan tetapi sekarang timbul masalah baru. Engkau berada dalam bahaya, Bi-moi!"
"Hemm, aku tidak takut, twako” kata gadis itu dengan sikap gagah.
"Aku percaya engkau tidak takut akan tetapi aku yang tidak mau melihlat engkau ditangkap. Kau tahu, Bouw Koksu berusaha keras untuk mencari dan menangkapmu. Tepat seperti kuduga, tentu dia ingin menangkapmu agar dapat menjatuhkan semua kesalahan kepadamu, menceritakan bahwa engkau yang meracuni kaisar sehingga dia dan An Kong bebas dari tuduhan."
"Akan tetapi, aku dapat membantah dan mengatakan bahwa mereka yang menyuruhku. Aku tidak takut, twako. Selama engkau di sampingku, aku tidaktakut apapun!"
"Aku berjanji akan membantumu dengan taruhan nyawaku, Bi-moi. Akan tetapi sungguh tidak bijaksana kalau harus menggunakan kekerasan melawan musuh yang jauh lebih kuat dari pada kita. Sekarang belum tiba saatnya kita lawan dengan kekerasan. Kita tunggu saatnya. Setidaknya sekarang musuh yang paling berbahaya, An Lu Shan, telah tidak ada. Kurasa untuk menghancurkan kekuatan Pangeran An Kong dan Bouw kokssu bukan hal yang terlalu sulit kalau kita sudah menyusun kekuatan."
Sejak tadi Kui Lan melihat sikap adiknya dan sikap panglima itu dan ia merasa hatinya tertusuk. Tahulah ia bahwa adiknya amat mencinta panglima itu dan agaknya Sia Su Beng juga rnencintai adiknya, ia harus melepaskan harapannya, ia harus mengalah terhadap adiknya.
"Bi-moi, ucapan Sia-ciangkun itu benar sekali. Kita tidak boleh hanya menggunakan kekerasan dan nekat tanpa perhitungan. Kita harus menaati semua petunjuk Sia-ciangkun yang lebih berpengalaman dan lebih mengetahui keadaan. Katakanlah, ciangkun, apa yang harus kami lakukan sekarang?"
Sia Su Beng memandang kepada Souw Hui San. Dia tentu saja mengenal Kui Lan dan Ji Siok dan percaya kepada mereka, akan tetapi baru sekarang dia melihat pemuda yang tersenyum-senyum itu. Melihat pandangan mata Sia Su Beng, Souw Hui San melangkah maju.
"Ciangkun, sudah lama aku mendengar nama besarmu dan mengagumimu. Namaku Souw Hui San dan Paman Ji maupun nona Yang Kui Lan tentu berani menanggung bahwa aku adalah seorang rekan seperjuangan dan tidak perlu kau curigai."
"Benar sekali, Sia-ciangkun, Souw-toako ini adalah sahabat baik yang sudah berkali-kali menyelamatkan nyawaku dari tangan Bouw Ki dan kaki tangannya," kata Kui Lan.
"Kami juga berani bertanggung jawab bahwa dia adalah seorang pejuang sejati, ciangkun,"' kata pula Ji Siok.
"Dia murid Gobi-pai yang berilmu tinggi,” tambah pula Kui Lan.
Sia Su Beng mengangguk-angguk, ”Bagus kalau begitu, hatiku lebih tenteram karena baik Lan-moi maupun Bi-moi mendapatkan pengawal yang dapat di andalkan. Malam ini juga kalian bertiga harus Keluar dari kota raja, karena mulai besok, seluruh rumah di kota raja akan digeledah. Bouw Koksu bersikeras untuk menangkap Bi-moi."
"Akan tetapi, bagaimana kami dapat keluar dari kota raja, ciangkun?" tanya Hui San. "Dengan terjadinya peristiwa ini, tentu Bouw Koksu akan mengerahkan pasukan untuk menjaga semua pintu gerbang dan akan memeriksa setiap orang yang lewat, apa lagi yang akan ke luar pintu gerbang."
Panglima itu menunjuk buntalan yang tadi dibawanya dan yang diletakan di atas meja. "Aku sengaja membawa tiga stel pakaian tentara, tadinya kubawakan untuk nona Yang Kui lan, Bi moi dan Paman Ji Siok untuk mereka pakai. Aku yang akan mengatur kalian keluar kota raja dengan aman. Aku tidak tahu bahwa di sini terdapat Saudara Souw Hui San."
"Ciangkun, sebaiknya kalau saya berada di sini saja. Saya mempunyai hubungan baik dengan para panglima dan pejabat. Andaikan mereka melakukan penggeledahan di sinipun, mereka tidak akan menemukan apa-apa. Tidak seorang pun yang dapat menduga bahwa kedua orang nona ini pernah berada di rumah ini, ciangkun. Karena itu, sebaiknya kalau pakaian untukku itu dipakai oleh Hui San dan saya akan tetap tinggal disini menjadi penghubung bagi para kawan dan melihat keadaan."
"Baiklah kalau begitu, Paman Ji Akan tetapi berhati-hatilah, karena Bouw Koksu adalah seorang yang lihai cerdik dan kejam," kata Sia Su Beng Sementara itu, tanpa diperintah lagi Kui Lan, Kui Bi dan Hui San sudah mengenakan pakaian tentara. Yang dipakai kedua orang gadis itu pas, hanya kebesaran sedikit karena memang Sia Su Beng sudah memilihkan yang paling kecil, akan tetapi yang dipakai Hui San agak kekecilan, terutama di bagian dada.
Tak lama kemudian, Sia Su Beng sudah memimpin dua losin perajurit berkuda menuju ke pintu gerbang sebelah barat. Para penjaga berikut komandan mereka tentu saja tidak berani menghalangi, bahkan memberi hormat kepada Sia Su Beng, apalagi ketika dengan singkat Sia Su Beng memberi tahu bahwa ia dan pasukannya akan melakukan pengejaran ke luar kota terhadap kawanan pembunuh kaisar, mereka semua bergembira karena merasa yakin bahwa kalau panglima yang lihai ini yang melakukan pengejaran, tentu akan berhasil.
Pasukan itu terus menjalankan kuda sampai jauh meninggalkan kota raja. Setelah malam lewat dan matahari mulai memuntahkan cahayanya di ufuk timur, barulah Sia Su Beng memberi isarat agar pasukannya berhenti dan beristirahat juga membiarkan kuda mereka makan dan minum. Dia sendiri mengajak Kui Lan, Kui Bi dan Hui San menjauhkan diri dan mengajak mereka bercakap-cakap.
"Nah, sekarang kurasa kalian bertiga sudah aman untuk melanjutkan perjalanan ke barat, menyusul rombongan Sri baginda Kaisar Beng Ong di Secu-an."
"Terima kasih, ciangkun. Engkau memang hebat dan cerdik sekali. Biar mulai sekarang aku yang akan mengawal kedua enci adik Ini sampai mereka tiba di Se-cuan dengan selamat," kata Hui San penuh semangat...
Selanjutnya,