Gelang Kemala Jilid 16

Cerita Silat Mandarin Serial Gelang Kemala Jilid 16 Karya Kho Ping Hoo
Sonny Ogawa

Gelang Kemala Jilid 16

Thian Lee mengangguk dan jantungnya berdebar. Dia tentu saja sudah mengenal Pangeran Tang Gi Su karena sudah pernah bertemu dan membayangkan dia akan berkunjung ke istana pangeran itu membuat jantungnya berdebar tegang karena hal itu berarti bahwa dia akan bertemu dengan Tang Cin Lan!

Cerita Silat Mandarin Karya Kho Ping Hoo

Hari telah sore ketika dia memasuki kuil di mana biasanya Lauw Tek berada. Kuil itu biasanya menjadi tempat pertemuan mereka. Dan benar saja, Lauw Tek teiah berada di situ dan agaknya telah lama menunggunya.

"Ah, engkau sudah kembali, Song-te? Bagaimana kabarnya dengan bengcu? Sudahkah engkau bertemu dengannya?" seru Lauw Tek gembira melihat sahabatnya itu. Dia tahu bahwa Thian Lee berkunjung ke Hong-san, bahkan dia pun menganjurkan pemuda itu menghubungi bengcu.

"Sudah, Lauw-twako. Sudah kuceritakan semua kepadanya bahkan aku mendengar banyak dari bengcu."

Thian Lee menceritakan pengalamannya bertemu dengan Souw Tek Bun. Akan tetapi dia tidak bercerita tentang Lee Cin. Dia menceritakan betapa dia membawa surat untuk Gui-ciangkun dan untuk Kaisar, dan betapa kini oleh Kalsar dia diangkat rhenjadi panglima muda dan ditugaskan melakukan penyelidikan dan menanggulangi komplotan pemberontak itu.

"Wah, engkau memang patut menjadi panglima, Song-te. Dan aku girang sekali kalau engkau dapat memberantas komplotan pemberontak."

"Aku harus menghubungi Pangeran Tang Gi Su, karena kaisar telah menyerahkan tugas membongkar komplotan itu kepada Pangeran Tang Gi Su."

"Bagus! Pangeran Tang Gi Su adalah seorang di antara para pejabat yang baik dan adil. Dengan bekerja sama yang baik tentu kalian akan mampu membongkarnya."

"Akan tetapi kami membutuhkan bantuan, Lauw-twako. Sebagai penyelidik, engkaulah yang berjasa dan yang lebih dahulu mengetahui tentang Pangeran Tua. Karena itu, mari ikutlah denganku menghadap Pangeran Tang Gi Su."

Setelah dibujuk, akhirnya Lauw Tek menyatakan bersedia membantu dan menghadap Pangeran Tang Gi Su. Demi-kianlah, pada keesokan harinya, dengan berbekal surat dari Guiciangkun, Thian Lee mengajak Lauw Tek untuk berkun-jung ke rumah Pangeran Tang Gi Su.

Ketika Pangeran Tang Gi Su keluar menemui dua orang tamu yang minta bertemu dengan dia, pangeran ini nampak terkejut memandang kepada Thian Lee.

"Kau....? Bukankah engkau... pemuda yang malam hari itu telah mengusir pembunuh....?"

Thian Lee cepat memberi hormat. "Benar sekali, Taijin. Saya adalah Song Thian Lee. Akan tetapi kedatanganku sekali ini adalah melaksanakan perintah Sri Baginda Kaisar dan ini saya membawa surat pengantar dari Panglima Gui Tiong In."

Thian Lee lalu mengeluarkan sepucuk surat dari Gui-ciangkun dan menyerahkan kepada pangeran itu yang masih nampak terkejut dan heran. Ketika Pangeran Tang Gi Su membaca isi surat pengantar Gui-ciangkun yang dikenalnya dengan amat akrab, dia semakin terkejut dan membelalakkan kedua matanya, kemudian memandang kepada Thian Lee.

"Ah, Song-ciangkun! Kiranya engkau telah diangkat sendiri oleh Sri Baginda untuk menjadi panglima muda keamanan istana?"

"Benar, Taijin. Dan saya ditugaskan bekerja sama dengan Taijin untuk membasmi komplotan pemberontak."

"Akan tetapi kenapa engkau tidak mengenakan pakaian panglima?"

"Saya hendak menjadi penyelidik, tentu tidak leluasa kalau mengenakan pakaian seperti itu."

Pangeran Tang Gi Su mengangguk-angguk dan memandang kagum. Pemuda yang tadinya pelayan rumah makan ini telah menjadi panglima muda, diangkat sendiri oleh Kaisar! Akan tetapi, mengingat akan kepandaiannya yang tinggi, memang pantas dia menjadi panglima.

"Persoalannya tidaklah sedemekian mudahnya, akan tetapi,.. siapakah temanmu ini?"

"Maaf, Taijin. Tadi belum sempat memperkenalkan. Dia ini bernama Lauw Tek, seorang pendekar yang juga menentang pemberontakan. Dialah yang pertama kali memberitahu kepada saya tentang adanya orang-orang kang-ouw di rumah Pangeran Tua. Lauw-twako ini seorang penyelidik yang ulung, maka saya bawa menghadap Taijin, barangkali Taijin berkenan mempergunakan tenaganya."

Pangeran Tang Gi Su mengangguk-angguk. "Baik, makin banyak pembantu semakin baik. Mulai sekarang, engkau membantuku melakukan penyelidikan, Lauw Tek."

"Saya siap melaksanakan perintah Taijin," kata Lauw Tek dengan sikap gagah.

"Tadi Taijin mengatakan persoalannya tidaklah sedemikian mudahnya, apa maksud Taijin?" tanya Thian Lee.

"Maksudku mengenai Pangeran Tua. Sejak dahulu, kakak tiriku itu memang seorang yang cerdik dan selalu berhati-hati. Biarpun kita sudah yakin bahwa semua pembunuhan itu dilakukan oleh oranng-oranng kang-ouw yang dikumpulkan di rumahnya, akan tetapi apa artinya kalau kita tidak mempunyai bukti. Dia pandai sekali berpura-pura dan menyembunyikan semua bukti. Kita harus dapat menemukan bukti tentang komplotan pemberontak itu. Sri Baginda Kaisar tentu juga tidak setuiu kalau kita turun tangan menyerbu ke sana tanpa adanya bukti nyata."

"Saya mempunyal akal, Taijin. Di sana, di antara para tokoh kang-ouw, terdapat pula seorang tokoh yang berjuluk Liok-te Lo-mo. Orang ini dahulu pernah saya kenal dengan baik, oleh karena itu, saya akan menemuinya dan ''saya akan menggabungkan diri dengan mereka membantu Pangeran Tua. Kalau saya sudah berhasil menyelundup ke sana dan mengetahui semua rahasianya, tentu akan mudah bagi Taijin untuk turun tangan."

"Sebuah siasat yang baik sekali!" seru Pangeran Tang Gi Su. "Akan tetapi apakah tidak teramat berbahaya? Bagaimana kalau dia mengetahui bahwa engkau adalah seorang panglima muda?"

"Tidak ada yang mengetahui akan pengangkatan saya itu kecuali Gui-ciang-kun, Taijin. Saat ini belum ada orang lain mengetahuinya. Saya yakin siasat itu akan berhasil."

"Baiklah kalau begitu, kita hanya menanti hasil usahamu itu."

Setelah pertemuan itu selesai, Thian Lee memohon diri dan Lauw Tek ditinggal di rumah Pangeran Tang karena sejak saat itu dia telah diterima menjadi pembantu pangeran dan diberi tempat tinggal di belakang. Ketika Thian Lee keluar dari ruangan dalam dan hendak keluar, tiba-tiba terdengar seruan halus, "Song-twako....!"

Dia menengok dan berhadapan dengan Cin Lan! Thian Lee merasa seluruh tubuhnya gemetar dan jantungnya berdebar penuh keharuan dan ketegangan. Gadis itu nampak demikian cantik jelita sehingga dia seperti terpesona dan ttdak mampu mengeluarkan kata apa pun.

"Twako, engkau Song Thian Lee, bukan? Lupakah engkau kepadaku? Aku Cin Lan!"

"Nona, bagaimana aku dapat lupa kepadamu? Tak sedikit pun aku pernah lupa kepadamu!"

"Hemm, engkau sudah lupa, menyebut aku nona. Lupakah engkau bahwa namaku Cin Lan?"

"Maaf, Lan-moi... aku... rasanya tidak pantas orang seperti aku...."

"Sudahlah, aku paling tidak senang kalau engkau sudah merendahkan diri seperti ini. Aku tadi mendengar bahwa Ayah menerima dua orang tamu. Kiranya engkaukah tamunya?"

"Benar, aku dan seorang lagi yang bernama Lauw Tek. Kini Lauw-twako telah diterima menjadi pembantu ayahmu sedangkan aku... aku mempunyai tugas lain yang amat penting."

"Lee-ko, ada keperluan apa sajakah engkau berkunjung kepada ayahku? Dan bagaimana Ayah menerimamu? Aku masih merasa amat menyesal sekau kalau teringat sikap Ayah dahulu itu kepadamu. Engkau tentu dapat memaafkan, bukan?"

"Hemm, hal itu sudah lama kulupakan. Sekarang ayahmu bukan saja menerimaku dengan baik, bahkan kami telah bekerja sama...."

"Bekerja sama? Dalam hal apa?"

"Bekerja sama untuk menyelidiki dan menumpas pemberontak...."

Cin Lan sudah menyambar tangan Thian Lee. "Ssttt, mari kita bicara di dalam, Lee-ko. Di sini dapat terdengar orang lain. Marilah, ikut denganku."

Sebetulnya Thian Lee merasa tidak enak dan takut kalau-kalau Pangeran Tua akan merasa tidak senang, akan tetapi gadis itu telah menarik tangannya sehingga terpaksa dia mengikutinya. Ternyata Cin Lan membawanya ke taman bunga. Taman bunga itu luas dan di tengahnya terdapat kolam ikan dan beberapa buah bangku.

"Nah, klta duduk dan bercakap-cakap di sini. Tentu tidak akan terdengar orang lain. Kita dapat melihat keadaan sekeliling dan akan tahu kalau ada orang mendekat," kata Cin Lan.

Keduanya duduk di bangku taman, bersanding. "Aku khawatir ayah ibumu akan marah melihat aku duduk bersamamu di sini, Lan-moi."

"Tidak ada yang akan marah kepadaku, Lee-ko. Biarlah aku yang akan bertanggung jawab. Nah, sekarang ceritakan bagaimana engkau sampai dapat bekerja sama dengan Ayah dalam menghadapi komplotan pemberontak. Ayah memang ditugaskan oleh Sri Baginda Kaisar untuk menyelidiki pembunuhan-pembunuhan itu dan membongkar rahasia komplotan. Dan bagaimana engkau sampai dapat diterima Ayah untuk bekerja sama?"

"Aku membawa surat perkenalan dari Gui-ciangkun untuk ayahmu, dan ayahmu menerimaku. Bahkan ayahmu juga menerima seorang kenalanku, Lauw Tek menjadi pembantunya."

"Aku girang sekali, Lee-ko. Kau tahu, semenjak kepergianmu malam itu, setelah engkau menolong kami dan sikap Ayah yang begitu merendahkanmu, aku selalu merasa bersedih. Aku telah berusaha mencarimu, akan tetapi di rumah makan itu mereka mengatakan bahwa engkau telah keluar dari sana. Tahu-tahu sekarang engkau telah muncul di sini, bahkan bekerja sama dengan ayahku! Betapa glrang rasa hatiku, Lee-ko!"

Sinar mata gadis itu demikian mesra memandangnya sehingga Thian Lee merasakan hatinya tergetar. Benarkah pandangannya itu? Benarkah sinar mata gadis memandang mesra kepadanya? Apakah ini merupakan tanda bahwa gadis itu pun suka kepadanya?

Seberkas cahaya harapan menerangi hatinya. Dia pun menatap wajah gadis ity dan terpesona. Rambut yang hitam panjang itu digelung ke atas dan anak rambut yang berjuntai dan melingkar-lingkar di dahi dan pelipis amatlah manisnya. Alisnya hitam melengkung menambah indahnya sepasang ma ta yang tajam dan penuh gairah hidup.

Hidungnya mancung dan yang paling menarik adalah mulutnya. Bibir yang selalu merah segar dengan lesung pipit di sebelah kiri. Kulit lehernya begitu putih halus tanpa cacat. Tubuh yang padat berisi, pinggang ramping dan leher yang panjang itu.

"Lee-ko, kenapa engkau diam saja?"

Thian Lee seolah baru sadar dan seperti ditarik kembali ke alam nyata. "Ehh... ahhh... tidak apa-apa, Lan-moi," katanya gagap.

"Lee-ko, engkau belum menanggapi kata-kataku tadi. Katakanlah betapa girang rasa hatiku bertemu dengan eng-kau di sini dan mendengar engkau bekerja sama dengan Ayah. Apakah engkau tidak senang bertemu denganku, Lee-ko?"

"Wah, senang sekali, Lan-moi. Sudah... lama aku merindukan pertemuan ini...." Dia terkejut sendiri, merasa kelepasan bicara menyatakan isi hatinya.

"Benarkah, Lee-ko? Aku pun rindu sekali kepadamu. Telah berulang kali engkau menolongku, bahkan nienyelamatkan nyawaku, akan tetapi pertemuan kita selalu demikian singkat. Aih, tak dapat kulupakan untuk pertama kali engkau menolongku dari ancaman racun ular di Pulau Ular Emas yang telah menggigltku, aku bahkan mencurigaimu. Entah apa jadinya dengan diriku yang roboh pingsan karena keracunan kalau bukan engkau yang datang melatihku menyalurkan hawa beracun itu.

"Kemudian, kembali engkau menyelamatkan aku di rumah Pangeran Tua ketika aku terancam oleh jagoan-jagoan di sana. Aku tentu telah tertawan kembali kalau engkau tidak membawaku lari. Dan engkau memakai kedok sehingga aku tidak mengenalimu. Akhirnya, ketika Ayah diserang orang-orang jahat, kembali engkau muncul dan mernbantu kami. Budlmu terlampau besar untuk dapat kulupakan saja, Lee-ko."

"Sudahlah, Lan-moi, harap jangan bicara tentang budi. Aku dengar senang hati membantumu, dan keberanianmu sungguh mengagumkan hatiku. Sejak pertama kali, melihat engkau membela gurumu dengan mati-matian mencari sian-tho, aku sudah kagum sekali kepadamu. Kemudian engkau berani menyerbu ke dalam rumah Pangeran Tua, seperti memasuki sarang harimau. Aku kagum sekali.”

"Aku berhutang budi kepada guruku Pek I Lokai yang budiman. Siapa lagi kalau bukan aku yang mencarikan obatnya ketika Suhu terluka parah? Dan berkat obat sian-tho itu, juga berkat pertolonganmu, Suhu telah sembuh kembali. Tidak perlu engkau memujiku, Lee-ko, akan tetapi engkaulah yang patut dipuji, berulang kali menyelamatkan aku yang tadinya sama sekali tidak kaukenal. Maka aku girang sekali engkau kini bekerja sama dengan Ayah. Oh ya, tadi kau katakan bahwa engkau mempunyai tugas yang amat penting. Apakah itu? Apakah ada hubungannya dengan kerja sama itu, Ko-ko?"

"Sebetulnya hal ini merupakan rahasia, akan tetapi kepadamu akan kujelaskan semuanya, Lan-moi. Untukmu tidak ada rahasia apa pun yang kusimpan. Memang ada hubungannya dengan kerja sama ini. Ayahmu dan aku telah bersepakat bahwa dalam keadaan sekarang ini kami tidak mampu berbuat apa pun terhadap Pangeran Tua karena tidak ada bukti.

"Karena itu kami harus dapat mencari buktinya dan satu-satunya jalan adalah menyelundup masuk ke dalam sarang musuh dan nienjadi pembantunya. Akulah yang akan menyelundup ke sana dan bekerja kepada musuh."

"Ah, itu berbahaya sekali! Aku tidak setuju, Lee-ko! Engkau bisa celaka kalau berada di antara komplotan itu. Di sana terdapat banyak orang lihai." Cin Lan berseru dengan khawatir.

"Aku dapat menjaga diri, Lan-moi."

"Akan tetapi kalau engkau ketahuan, bagaimana mungkin engkau dapat lolos dari sana? Tidak, harus dicari jalan lain. Suruh saja lain anggauta penyelidik yang menyelundup ke sana. Jangan engkau! Kalau terjadi malapetaka menimpamu bagaimana....?"

Melihat sikap gadis itu yang tiba-tiba wajahnya berubah pucat penuh kekhawatiran, jantung dalam dada Thian Lee berdebar keras. Tak salahkah penglihatannya? Gadis itu khawatir kalau-kalau dia celaka! Thian Lee teringat, pikirnya. Justeru inilah saat terbaik baginya untuk berterus terang, seperti sikap yang diperlihatkannya kepada Lee Cin. Dia tidak boleh membiarkan hatinya selalu dalam keraguan.

"Lan-moi, kenapa engkau mengkhawatirkan diriku? Kenapa engkau begitu memperhatikan diriku?"

Ditanya demikian, tiba-tiba Cin Lan menundukkan mukanya dan suaranya terdengar lirih, "Aku... aku tidak ingin melihat engkau celaka, Lee-ko, aku... tidak ingin kehilangan engkau...."

Mendengar ini, Thian Lee merasa betapa seluruh tubuhnya gemetar. Dia duduk mendekat dan memegang kedua tangan gadis itu. "Lan-moi, mungkinkah ini? Mungkinkah engkau juga mencintaku seperti aku mencintaimu?"

Kepala itu semakin menunduk akan tetapi Cin Lan tidak menarik kedua tangannya yang digenggam Thian Lee. "Entahlah, Lee-ko... aku tidak tahu... hanya semenjak pertemuan kita pertama kali itu, aku... aku tidak dapat melupakanmu apalagi setelah disusul pertemuan berikutnya."

"Lan-moi, engkau juga tidak pernah meninggalkan hatiku sejak pertemuan kita yang pertama. Hanya.. aku meragu... mungkinkah aku seorang pemuda yatim piatu yang miskin dapat...."

"Sssttt....!" Cin Lan mengangkat ngan kanan dan menutupi mulut pemuda itu. "Jangan teruskan kata-kata seperti itu!"

Mereka saling pandang dan dapat saling menangkap sinar kasih dalam mata masing-masing.

"Akan tetapi, Lan-moi, engkau puteri pangeran sedangkan aku...."

"Sudahlah, Lee-ko. Kau anggap aku ini orang macam apa? Aku tidak memandang harta atau kedudukan, melainkan pribadinya dan aku amat kagum dan menghormati pribadimu."

Thian Lee kembali menggenggam kedua tangan yang mungil itu. "Lan-moi engkau sungguh membuat aku merasa berbahagia sekali!"

"Engkau juga membuat aku berbahagia, Lee-ko."

Akan tetapi mereka cepat saling rnelepaskan tangan mereka ketika mendengar suara orang menghampiri tempat itu. Ketika mereka bangkit dan memandang, ternyata yang datang adalah Pangeran Tang Gi Su sendiri. Tentu saja Thian Lee merasa rikuh dan tidak enak sendiri. Akan tetapi pangeran itu tidak kelihatan marah, hanya menegur heran.

"Eh, Song-ciangkun, engkau masih berada di sini?"

"Ayah, engkau menyebut dia ciang-kun?" kata Cin Lan dengan heran sekali.

"Tentu saja. Bahkan Sri Baginda Kaisar sendiri yang mengangkatnya menjadi panglima muda keamanan istana!"

Cin Lan memandang Thian Lee dan menegur, "Lee-ko, kenapa tidak kau ceritakan hal ini kepadaku?"

"Ah, Lan-moi, aku baru saja diangkat dan hal itu bahkan masih dirahasiakan agar tugasku sebagai penyelidiki dapat berhasil dengan baik."

"Ayah, kenapa harus Lee-ko yang menyelundup kesana? Hal itu berbahaya sekali. Kenapa tidak menyuruh saja penyelidik yang lain?" kata Cin Lan kepada ayahnya.

"Hal itu adalah atas kehendak Song-ciangkun sendiri, Cin Lan," kata ayahnya.

"Benar, adik Cin Lan. Memang seyogianya aku yang melakukannya sendiri agar berhasil. Jangan khawatir, aku mempunyai cara yang baik. Kau tentu tahu Liok-te Lo-mo yang pernah kau tantang itu, bukan? Nah, ketika aku masih kecil dia itu pernah menjadi guruku. Melalui dia, aku dapat dengan mudah masuk ke sana menjadi pembantu dan dapat mengetahui semua rahasia mereka."

"Akan tetapi kalau ketahuan, bisa berbahaya sekali, Lee-ko. Kalau saja aku dapat menyertaimu, tentu dapat membantu kalau engkau terancam bahaya."

"Ah, tentu saja tidak mungkin, Lan-moi. Engkau sudah dikenal mereka. Aku dapat menjaga diri dan mari kita membagi tugas, Lan-moi. Nanti kalau saatnya sudah tlba, yaitu kalau tiba saatnya pasukan menyerbu ke sana, engkau boleh membaotu untuk memperkuat penyerbuan mengingat di sana banyak orang kang-ouw yang menjadi kaki tangan Pangeran Tua. Kita bekerja sama, engkau dari luar dan aku dari dalam. Akan tetapi sebelum saatnya tiba, harap engkau jangan sekali-kali berkunjung ke sarang harimau yang berbahaya itu."

"Song-ciangkun berkata benar, Cin Lan. Kita menunggu saja tanda darinya dan aku yakin dia akan dapat menjaga dirinya baik-baik. Kalau dia sudah diangkat menjadi panglima oleh Sri Baglnda Kaisar, hal itu menunjukkan bahwa dia tentu memiliki kemampuan untuk itu."

Thian Lee lalu memberi hormat dan berkata, "Nah, aku berangkat sekarang. Harap jangan lupa menyuruh Lauw-twako menanti saya di tempat pertemuan kami yang biasa, Taijin. Dengan demikian, akan lebih mudah saya mengirim berita, dan tidak menimbulkan kecurigaan."

"Baik, Ciangkun. Semua telah kuatur dengan baik. Selamat bekerja," kata Pangeran Tang Gi Su.

"Lee-ko, berhati-hatilah dan jagalah dirimu baik-baik," kata Cin Lan dengan suara agak gemetar karena hatinya gelisah memikirkan keselamatan pria yang dicintanya itu.

"Jangan khawatir, Lan-moi," kata Thian Lee dan setelah memberi hormat sekali lagi, dia pun meninggalkan tempat itu, diikuti pandang mata Cin Lan.

Sejak tadi Pangeran Tang Gi Su mengamati puterinya yang memandang ke arah perginya Thian Lee dan kini seperti tenggelam dalam lamunan. Kemudian dia duduk di dekat puterlnya dan memanggll. "Cin Lan...!"

Gadis itu seperti baru diseret turun ke dunia nyata dan dipandangnya wajah ayahnya dengan kaget. "Ya, Ayah...." katanya.

Pangeran itu tersenyum dan memegang pundak puterinya. "Kini aku mengerti mengapa engkau dapat akrab dengan pemuda itu. Ternyata dia seorang pemuda yang gagah berani dan tentu memiliki ilmu kepandaian tinggi. Kalau tidak begitu, tidak mungkin Sri Baginda Kaisar memberinya anugerah pangkat yang penting dan memberi tugas untuk membantu aku membongkar rahasia komplotan pemberontakan,"

"Dia memang memiliki ilmu yang tinggi, Ayah. Aku sendiri sudah tiga kali melihat kehebatannya. Pertama kali ketika aku terkena gigitan ular berbisa dan keracunan, dia menolongku dan mengajarkan aku untuk mengendalikan hawa sin-kang yang kacau di tubuhku.

"Kemudian kedua kalinya ketika aku berhadapan dengan orang-orang kang-ouw di rumah Pangeran Tua dan dalam bahaya, dia menolongku dan dapat dengan cepatnya membawa aku lari dari tempat berbahaya itu. Dan ke tiga, ketika malam-malam itu dia menolong Ayah dari ancaman orang jahat yang hendak membunuh Ayah"

"Hemm, agaknya engkau kagum sekali kepadanya, Anakku."

Wajah Cin Lan berubah kemerahan akan tetapi dengan suara tegas ia berkata, "Aku memang kagum sekali kepadanya, Ayah."

"Dan agaknya engkau tertarik kepadanya."

Jawaban Cin Lan mengandung tantangan, seolah ia menantang ayahnya jika ayahnya menentang. "Aku memang tertarik sekali kepadanya!"

Pangeran Tang Gi Su mehghela napas panjang. Bagaimanapun, setelah mendapat kenyataan bahwa Thian Lee telah diangkat menjadi seorang panglima muda keamanan istana, tentu saja hatinya tidaklah begitu benar membiarkan anaknya bergaul dengan pemuda itu. Tidak seperti ketika mendengar bahwa pemuda itu hanya seorang pelayan rumah makan!

"Penolakanmu atas pinangan putera Pangeran Bian Kun dulu itu memang benar, Cin Lan. Untung aku pun belum menerimanya. Sekarang, melihat gelagatnya bahwa Bian Hok amat dekat hubungannya dengan Tang Boan, aku khawatir Pangeran Bian Kun terlibat pula dalam komplotan itu.

"Ayah, aku menolaknya karena sejak dahulu aku tahu bahwa Bian Hok bukanlah orang baik. Dan aku menilai orang yang akan menjadi jodohku bukan dan harta maupun pangkatnya, melainkan dari pribadinya."

"Dan menurut penilaianimu, kepribadian Thian Lee itu baik?"

"Dia seorang yang gagah perkasa, berbudi luhur dan memiliki harga diri yang tinggi, juga rendah hati, Ayah."

"Dan dia cinta padamu?"

"Demikianlah, Ayah," katanya malu-malu.

"Bagus, mudah-mudahan saja pilihan hatimu itu tidak keliru. Aku tidak akan menghalangimu, Cin Lan."

"Terima kasih, Ayah," jawab gadis itu dengan gembira bukan main dan di dalam hatinya ia berterima kasih telah menda-patkan seorang ayah tiri yang ia ibatau amat menyayangnya.


Ketika Thian Lee berkunjung ke istana Pangeran Tua, dia dihadang di pintu gerbang oleh pasukan penjaga yang bersikap galak. "Kau siapa, orang muda, dan ada keperluan apakah datang ke tempat ini?" bentak kepala penjaga dengan bengis.

"Maafkan saya," jawab Thian Lee sambil memberi hormat. "Nama saya Song Thian Lee. Saya adalah murid dari Liok-te Lo-mo. Mendengar bahwa Suhu berada di sini, maka saya menyusul dan saya ingin bertemu dengan Suhu Liok-te Lo-mo."

Mendengar pengakuan pemuda itu, kepala jaga menjadi berkurang kegalakannya, "Hemm, kautunggu di sini sebentar, kami akan melapor ke dalam."

Tak lama kemudian muncullah Liok-te Lo-mo dan Thian Lee masih mengenalnya dengan baik walaupun kini usia datuk sesat itu sudah semakin tua. Kakek itu memandang Thian Lee dari kaki sampai kepala, kemudian berseru, "Thian Lee....! Engkau bocah bernama Thian Lee dulu itu?"

Thian Lee lalu menjatuhkan diri berlutut "Suhu, apakah Suhu sudah lupa kepada teecu? Teecu sendiri tidak pernah dapat melupakan budi kebaikan Suhu, maka mendengar bahwa Suhu berada di tempat ini teecu lalu datang mencari Suhu."

"Thian Lee, apakah selama ini engkaa sudah mempelajari banyak ilmu silat?"

"Berkat bimbingan Suhu yang pertama kali, teecu sudah mempelajari banyak macam ilmu silat."

"Kau pelajari dari Jeng-ciang-kwi?"

"Dari dia dan dari lain-lain guru pula, Suhu."

"Hemm, lalu sekarang engkau mencari aku ada keperluan apakah?"

"Suhu terus terang saja aku sedang berada dalam kesulitan. Aku tidak mempunyai pekerjaan tetap yang menyajikan masa depan yang baik. Ketika aku mendengar berita di dunia kangouw bahwa Suhu berada di sini dan bekerja di sini, aku bergegas mencari Suhu dengan maksud minta pertolongan Suhu agar aku diperbolehkan bekerja di sini pula. Suhu, teecu akan bekerja sebaik mungkin."

Liok-te Lo-mo memandang pemuda itu penuh perhatian dan mengangguk-angguk. "Akan tetapi tidak mudah untuk bekerja di sini, Thian Lee. Engkau harus memiliki kepandaian tinggi dan keberanian besar untuk dapat bekerja membantu Pangeran Tua."

"Jangan khawatir, Suhu. Teecu sudah mempeiajari banyak macam ilmu silat yang tinggi, dan dalam hal keberanian, teecu disuruh melakukan apa pun akan kulaksanakan dengan sebaiknya. Kalau perlu teecu dapat diuji!"

"Hemm... hemmm... kalau begitu mari ikut denganku," katanya dan dia mengajak Thian Lee pergi ke sebuah ruangan yang cukup luas di bangunan samping. Ruangan itu adalah sebuah lian-bu-thia (ruangan berlatih silat). "Aku ingin mengujimu lebih dahulu sebelum menghadapkanmu kepada Pangeran."

"Baik, Suhu. Silakan!"kata Thian Lee dengan sikap tenang.

Liok-te Lo-mo lalu bergerak memukul dengan kedua tangannya bergantian dan Thian Lee maklum bahwa bekas gurunya ini memiliki sin-kang panas dingin yang dilatlhnya dengan api dan es. Maka dia pun lalu mengimbangi, menangkis dengan mengerahkan kedua tenaga yang berlawanan itu.

"Duk! Duk!"

Ketika dua pasang lengan itu bertemu, Liok-te Lo-mo terkejut sekali karena dia merasakan betapa bekas murid ini memiliki tenaga yang mampu mengimbanginya! Dia menjadi tidak ragu-ragu lagi dan segera menyerang dengan tenaga sepenuhnya. Akan tetapi, kakek itu sudah berusia sekitar delapan puluh tahun, tenaganya sudah banyak berkurang.

Seandainya tenaganya masih sepenuh dahulu saja dia tidak akan mampu menandingi Thian Lee, apalagi dalam keadaannya yang sudah lemah seperti sekarang. Thian Lee dapat mengimbangi dan menghadapi semua serangannya dengan baik, mengelak dan kadang menangkis. Setiap kali dia menangkis kakek itu terhuyung ke belakang.

Melihat betapa muridnya tidak pernah membalas namun dia sama sekali tidak marnpu menyentuh tubuh muridnya, Liok-te Lo-mo menjadl kagum dan juga heran sekali. Muridnya telah menjadi seorang yang demikian lihainya.

"Mari kita mencoba dengan senjata!" katanya dan Liok-te Lo-mo sudah melolos sabuk rantainya yang merupakan senjatanya yang ampuh.

"Teecu tidak berani mengangkat senjata terhadap Suhu, biar teecu melayani rantai Suhu dengan tangan kosong saja!" kata Thian Lee.

Tentu saja kakek itu menjadi semakin terkejut. Muridnya itu berani melawannya yang bersenjata sabuk rantai dengan tangan kosong? Padahal dengan senjata pun, masih jarang ada orang yang akan mampu metawan sabuk rantainya. Hatinya merasa penasaran dan dia segera menyerang dengan dahsyat. Akan tetapl dengan kelincahan kakinya, Thian Lee dapat mengelak dari semua serangan yang datang secara bertubi-tubi.

Bahkan kadang Thian Lee berani menangkis sambaran rantai itu dengan tangannya! Hal ini tentu saja membuat Liok-te Lo-mo terkejut dan terheran-heran. Akan tetapi rasa penasaran membuat dia menyerang terus sampai pertandingah itu berlarigsung lima puluh jurus lebih dan keringatnya mulai membasahi badannya.

Pada saat rantai itu menyambar lagi dari kanan, Thian Lee memutar tangan kanannya dan menangkap rantai itu sehingga tidak mampu bergerak lagi. Betapapun Liok-te Lo-mo berusaha melepaskan rantainya, namun dia tidak sanggup dan pada saat itu Thian Lee berkata,

"Maaf, Suhu. Sudah cukup, harap Suhu tidak menyerang lagi." Dan dia melepaskan rantainya. "Bagaimana pendapat Suhu, apakah teecu sudah memperoleh kemajuan dalam ilmu silat dan pantas untuk mengabdi di sini?"

Liok-te Lo-mo menyimpan rantainya dan menghela napas panjang. "Hebat, engkau telah maju dengan pesat sekali, Thian Lee. Pangeran tentu akan girang kalau engkau dapat membantu. Mari, mari kuajak engkau menghadap Pangeran."

Akan tetapi pada saat itu terdengar suara orang, "Ha-ha, sungguh hebat pemuda ini. Dan sejak tadi Yang Mulia Pangeran telah melihatnya, Lo-mo!"

Tentu saja Thian Lee sudah sejak tadi mengetahui kehadiran mereka di luar lian-bu-thia, akan tetapi dia pura-pura terkejut dan bersama Liok-te Lo-mo memutar tubuh. Melihat bahwa yang datang adalah Pangeran Tua bersama Pak-thian-ong Dorhai dan beberapa orang tokoh kangouw, Liok-te Lo-mo segera memberi hormat.

"Kebetulan sekali Paduka datang, karena hamba memang bermaksud mengajak murid hamba ini menghadap Paduka," kata Liok-te Lo-mo membanggakan muridnya. Dia merasa bahwa dia sendiri tidak mampu menandingi Thian Lee maka dia merasa bangga mengaku pemuda itu sebagai muridnya!

Pangeran Tua memandang Thian Lee penuh perhatian. Tadi Pak-thian-ong sudah berkata kepadanya ketika mereka menonton pertandingan itu bahwa pemuda itu lihai sekali, bahkan lebih lihai dibandingkan Liok-te Lo-mo!

"Liok-te Lo-mo siapakah pemuda ini?" tanya Pangeran dan dia lalu duduk di atas kursi dalam lian-bu-thia itu.

Liok-te Lo-mo berdiri dengan sikap hormat dan memperkenalkan. "Yang Mulia, pemuda ini bernama Song Thian Lee dan dahulu dia adalah murid hamba. Kemudian dia merantau untuk memperdalam ilmunya dan sekarang dia mencari hamba di sini dengan membawa ilmu kepandaian yang tinggi sekali. Dia mohon untuk mengabdikan dirinya kepada Paduka dan hamba percaya dia akan menjadi pembantu yang baik dan dapat diandalkan."

Beberapa lama Pangeran Tua menatap wajah Thian Lee penuh selidiki. Pemuda itu bersikap tenang walaupun jantungnya berdebar tegang. Pangeran Tua yang sudah berusia enam puluh lima tahun lebih itu memiliki mata seperti mata elang, begitu tajam penuh selidik. Dia harus berhati-hati sekali berhadapan dengan seorang dengan mata seperti itu.

"Song Thian Lee," katanya dengan suara parau dan berwibawa. "Benarkah engkau ingin mengabdi kepadaku?"

"Benar sekali, Yang Mulia," kata Thian Lee.

Hening sejenak dan mata elang itu tetap menatap wajah Thian Lee penuh selidik dan tiba-tiba Pangeran Tua bertanya dengan suara membentak,

"Kenapa engkau hendak mengabdi kepadaku, Thian Lee?"

Thian Lee memang sudah waspada dan siap sedia maka dia tidak menjadi terkejut atau gugup. Dengan tenang saja dia memandang wajah pangeran itu dan menjawab, "Karena Suhu Liok-te Lo-mo bekerja di sini, maka hamba ingin pula bekerja di sini, Yang Mulia."

"Engkau sudah tahu apa yang harus kau kerjakan di sini?"

"Belum, Yang Mulia. Suhu belum sempat menceritakan kepada hamba. Akan tetapi apa pun perintah Yang Mulia kepada hamba, akan hamba laksanakan sebaiknya."

"Benarkah? Andaikata kami mengutusmu pergi membunuh seorang musuh kami, sanggupkah engkau melakukannya?"

Tentu saja Thian Lee tidak terkejut mendengar akan tetapi dia bersikap seolah tertegun juga, hal yang sudah sepatutnya kalau orang disuruh melakukan pekerjaan membunuh! "Kalau memang Paduka menghendaki kematian seorang musuh, tentu saja hamba sanggup mengerjakannya!" jawabnya lantang dan pasti.

"Paduka harap jangan ragu-ragu mengutus murid hamba ini, Pangeran. Dia seorang murid yang baik dan patuh, serta telah memiliki ilmu kepandaian yang boleh diandalkan!" kata Llok-te Lo-mo bangga.

"Kalau begitu, berani engkau bersumpah setia kepada kami, Thian Lee?" tanya pula Sang Pangeran yang mulai percaya karena di situ terdapat Liok-te Lo-mo yang seolah menjadi penanggung jawab atas kesetiaan dan kemarnpuan pemuda, itu.

"Tentu saja hamba berani bersumpah," kata Thian Lee.

Pangeran Tua tersenyum. "Tidak usah bersumpah, karena kami tidak percaya kepada sumpah. Malam ini kami memberi tugas pertama kepadamu, untuk menguji sampai di mana kernampuanmu."

"Hamba siap melaksanakan, Yang Mulia!"

Pak-thian-ong Dorhai lalu memotong, "Yang Mulia, bagaimana kalau dia ditugaskan untuk menyelesaikan pembunuhan atas diri Pangeran Tang Gi Su yang tempo hari gagal dilakukan?"

Diam-diam Thian Lee terkejut bukan main, akan tetapi dia bersikap tenang saja. Sang Pangeran itu mengangguk-angguk.

"Dialah penghalang satu-satunya yang harus lebih dulu lenyap. Koksu (Penasihat Negara), persiapkan pertemuan dengan semua pembantu, kita mengadakan rapat darurat untuk mengatur persiapan sehubungan dengan rencana penyerangan terhadap Pangeran Tan Gi Su!"

"Baiklah, Yang Mulia." Pangeran itu lalu meninggalkan lian-bu-thia, dan Pak-thian-ong Dorhai berkata kepada Liok-te Lo-mo, suaranya memerintah,

"Lo-mo, kau urus muridmu ini dan bawa hadir dalam rapat yang, akan diadakan di ruangan rapat."

"Baik, Koksu," jawab Liok-te Lo-mo dengan sikap hormat.

Maka semakin yakinlah hati Thian Lee bahwa Pak-thian-ong yang sudah mendapat kedudukan sebagai Koksu ini memang diam-diam bersekongkol dengan Pangeran Tua. Ketika akhirnya Thian Lee diajak masuk ke dalam ruangan belakang di mana diadakan rapat, hatinya berdebar tegang. Tak disangkanya akan demikian mudahnya dia berhasil melakukan penyelidikan.

Memang sudah diperhitungkannya bahwa bekas gurunya itu yang akan menjadi jalan baginya untuk menyelundup ke dalam istana Pangeran Tua, akan tetapi tidak disangkanya dalam waktu sehari saja dia sudah diajak dalam suatu rapat rahasia! Dan di dalam rapat yang diadakan pada malam hari itu, hadir pula semua anggauta komplotan itu!

Selain Koksu Pak-thian-ong Dorhai, terdapat pula beberapa orang pangeran yang berpihak kepada Pangeran Tua, termasuk Pangeran Bian Kun yang diwakili puteranya, Bian Hok. Dan ada pula dua orang panglima besar yang agaknya sudah dapat dibujuk untuk mempersiapkan pemberontakan! Di samping Liok-te Lo-mo terdapat pula belasan orang tokoh kang-ouw yang berilmu tinggi.

Setelah rapat dibuka oleh Pangeran Tang Gi Lok, Pangeran ini segera memperkenalkan Thian Lee kepada semua orang. "Ketahuilah bahwa kami telah mendapatkan seorang pembantu baru, yaitu murid Liok-te Lo-mo yang memiliki kemampuan tinggi sehingga dia sanggup untuk melakukan pembunuhan atas diri Pangeran Tang Gi Su."

Mendengar ini semua orang memandang kepada Thian Lee, dan pemuda itu merasa jantungnya berdebar tegang. Bagaimana kalau ada yang mengenalnya, terutama sekali orang yang pernah menyerbu rumah Pangeran Tang Gi Su dan yang pernah dilawannya dalam membantu pangeran itu dahulu?

Andaikata tiga orang itu berada di situ dan mengenalnya, dia akan menyangkal keras. Akan tetapi untung baginya bahwa setelah gagal melakukan pembunuhan atas diri Pangeran Tang Gi Su, tiga orang kang-ouw itu lalu dipecat oleh Pangeran Tua.

"Besok malam Thian Lee akan melakukan pembunuhan itu. Matinya Pangeran Tang Gi Su merupakan awal gerakan kita. Begitu usaha Thian Lee berhasil, pada keesokan malamnya lagi, kita harus mulai bergerak. Kau, Liok-te Lo-mo, bersama dua orang pembantu membunuh Pangeran Kian Tek. Dan kau, Hek-tung Kai-ong, engkau bersama anak buahmu harus berhasil membunuh Pangeran Kian Tung."

Pangeran Tua lalu membagi-bagi tugas untuk membunuhi pangeran-pangeran dan pejabat yang menentangnya. Semua orang dibagi dalam tujuh kelompok untuk melakukan tujuh pem-bunuhan, sehari setelah Thian Lee berhasil membunuh Pangeran Tang Giu! Tentu saja semua ini dicatat di dalaro hati oleh Thian Lee.

"Kalau semua itu berhasil, biarlah Kaisar aku sendiri yang akan menanganinya!" kata Pak-thian-ong Dorhai dengan suaranya yang besar dan berat, "Kalau Kaisar sudah tewas, maka selanjutnya adalah menjadi wewenang Paduka untuk bertindak, Pangeran."

"Kalau semua itu berhasil, aku akan bergerak, didukung oleh pasukan Ban-ciangkun dan Tung Ciangkun menguasai istana," kata Pangeran Tua dan dua orang panglima itu mengangguk setuju.

Mereka ramai membicarakan rencana siasat gerakan besar itu, dan akhirnya Pangeran Tua berkata kepada Thian Lee, "Thian Lee, semua rencana ini akan berhasil hanya kalau usahamu berhasil. Karena itu, engkau harus bekerja dengan baik dan besok malam harus berhasil membunuh Pangeran Tang Gi Su."

"Akan hamba laksanakan dan hamba tanggung pasti berhasil baik!" kata Thian Lee dengan nada sombong.

"Hemm, kalau aku menjadi engkau, aku tidak akan seyakin itu, Thian Lee," kata Pak-thian-ong.

"Ketahuilah bahwa pernah kami mengusahakan pembunuhan atas diri pangeran itu, akan tetapi gagal. Dia memiliki seorang puteri yang lihai sekali dan semenjak usaha pembunuhan yang gagal itu, Pangeran Tang Gi Su menyuruh pasukan melakukan penjagaan di rumahnya secara ketat sekali."

"Akan tetapi aku percaya bahwa muridku Thian Lee akan berhasil melakukan tugas itu!" kata Liok-te Lo-mo sambil mengangguk-anggukkan kepala dengan bangga.

"Thian Lee, kalau engkau membutuhkan bantuan dalam tugasmu itu, katakanlah dan kami akan menyerahkan bantuan secukupnya," kata Pangeran Tua.

"Tidak perlu, Yang Mulia. Banyak orang bahkan akan menyulitkan bahkan mungkin menggagalkan usaha itu. Hamba akan bertindak seorang diri saja," kata Thian Lee penuh kepercayaan kepada diri sendiri.

"Bagus! Aku pun akan bersikap seperti Thian Lee kalau menerima tugas seperti itu. Pembantu hanya akan membuatku tidak leluasa bergerak. Thian Lee engkau seorang pemuda yang gagah berani. Biarlah aku memberimu selamat dengan beberapa cawan arak!"

Setelah berkata demikian, Pak-thian-ong memegang secawan arak dengan tangan kirinya lalu mengambil guci arak dengan tangan kanan. Dituangkan arak dari guci itu ke dalam cawan arak sampai penuh sekali, hampir meluber, akan tetapi tidak sampai tumpah dan arak di cawan itu seperti berubah menjadi benda keras atau seperti telah berubah menjadi es yang membeku!

Dia menjulurkan tangannya dan menyerahkan cawan itu kepada Thian Lee sebagai ucapan selamat, ditonton oleh semua orang dengan pandang mata kagum karena mereka maklum bahwa Koksu ini mendemonstrasikan sin-kangnya yang membuat arak menjadi beku!

Akan tetapi Thian Lee menerima cawan arak itu dengan tenang saja dan ketika cawan arak berada di tangannya, arak itu mencair kembali akan tetapi tetap tidak tumpah, kemudian diminumnya sekali tengguk.

Pak-thian-ong tertawa. "Bagus, terimalah secawan lagi!" Dan kini, ketika dia menuangkan arak dari guci itu ke dalam cawan, terdengar suara dan arak dalam cawan itu bergolak seperti mendidih, bahkan mengeluarkan uap! Inilah sin-kang panas dan demikian kuatnya sin-kang itu sehingga arak dalam cawan itu, sampai mendidih.

Thian Lee menerimanya pura-pura tidak tahu betapa cawan dan arak itu panas sekali. Begitu cawan terpegang olehnya, arak itu terhenti mendidih dan ketika dia membalikkan cawan, arak di dalamnya tidak tumpah seolah telah membeku menjadi es yang melekat pada cawan, Dari keadaan panas mendidih arak berubah menjadi dingin membeku! Kemudian Thian Lee membalikkan lagi cawan arak dan minum arak itu yang menjadi cair kembali seperti biasa.

"Terima kasih, Koksu," kata Thian Lee dengan sikap sederhana.

Pak-thian-ong Dorhai terbelalak dan tersenyum. "Hebat, kepandaianmu hebat juga, orang muda. Aku yakin sekarang bahwa engkau akan berhasil melaksanakan tugasmu yang berat!"

Tentu saja Pangeran Tua menjadi gembira sekali. Kalau Koksu sudah memuji, berarti bahwa pemuda itu memang berilmu tinggi dan besar harapan cita-citanya akan terkabul. Kalau Pangeran Tang Gi Su yang dianggapnya paling berbahaya itu telah terbunuh, dan semua pangeran yang dikehendaki kematiannya sudah pula ditewaskan, maka selanjutnya persoalannya akan lebih mudah.

Dia sendiri lalu memberi selamat kepada Thian Lee dengan secawan arak dan setelah rapat pertemuan mengatur rencana siasat itu selesai, pertemuan dilanjutkan dengan pesta. Pada keesokan harinya, pagi-pagi se-kali Thian Lee sudah berpamit kepada Liok-te Lo-mo, dan berkata,

"Suhu, tugas teecu malam ini tidaklah mudah, karena itu pagi ini juga teecu akan melakukan penyelidikan terhadap penjagaan di gedung Pangeran Tang Gi Su agar malam nanti tidak sampai menjadi gagal."

Tentu saja Liok-te Lo-mo setuju sekali dan demikianlah, Thian Lee lalu keluar dari istana Pangeran Tua dan berjalan-jalan berkeliaran di kota raja. Dia sengaja melakukan ini untuk melihat apakah ada yang membayanginya. Setelah, merasa yakin bahwa tidak ada yang membayanginya, dia lalu menyusup masuk ke dalam kuil tua di mana Lauw Tek telah menantinya.

Di dalam ruangan kuil yang tersembunyi, Thian Lee lalu bercakap-cakap dengan Lauw Tek. Dia menceritakan seluruh rencana siasat yang akan dijalankan oleh Pangeran Tua dan minta Lauw Tek mencatat nama semua pangeran yang terancam pembunuhan pada keesokan malamnya. Juga tentang rencana Koksu yang akan membunuh Kaisar kalau usaha pembunuhan atas diri Pangeran Tang Gi Su berhasil.

"Lalu apa yang harus dilakukan oleh Pangeran Tang?" tanya Lauw Tek, terkejut bukan main mendengar laporan tentang rencana siasat yang amat jahat dari Pangeran Tua itu.

"Kita belum dapat bertindak dan perlu bukti. Karena itu, malam nanti aku akan menyusup ke dalam gedung Pangeran Tang Gi Su, dan ketika aku keluar, kerahkan pasukan untuk menangkapku, akan tetapi membiarkan aku lolos lalu kabarkan bahwa Pangeran Tang Gi Su terbunuh! Dan sejak malam nanti, Pangeran Tang harus menyembunyikan diri, dan boleh menaruh sebuah peti mati untuk mengelabuhi orang.

"Dengan demikian, tentu Pangeran Tua akan percaya, benar bahwa aku telah berhasil membunuh Pangeran Tang dan rencana mereka tentu akan dilanjutkan. Nah, ketika para orang kang-ouw itu menyerbu rumah para pangeran dan menteri itu, pasanglah perangkap sehingga mereka semua tertangkap.

"Bukan itu saja, pada malam hari itu juga, ketika para orang kang-ouw menyerbu rumah para pangeran, kerahkan pasukan untuk mengepung istana Pangeran Tua, juga kerahkan pasukan menangkap Ban-ciangkun dan Tung-ciangkun, jangan memberi kesempatan kedua panglima itu menggerakkan anak buah mereka.

"Juga semua komplotan yang telah kusebut namanya tadi harap dicatat benar-benar dan besok malam dilakukan penangkapan secara serentak untuk menggagalkan semua rencana mereka. Nah, sudahkah jelas, Lauw-twako?"

"Sudah....!" jawab Lauw Tek dengan suara gemetar. "Wah, urusan ini demikian gawat membuat aku menjadi gugup. Baiklah, kuulangi semua keteranganmu tadi untuk dilaporkan kepada Pangeran Tang, kalau-kalau ada yang kulupakan." Lauw Tek lalu mengulang semua yang dikemukakan Thian Lee tadi.

"Bagus, engkau telah ingat semuanya Twako. Dan jangan lupa minta kepada Pangeran Tang agar pagi hari ini juga pergi menghadap Kaisar dan membicarakan rencana siasat yang diatur Pangeran Tua itu agar Kaisar juga dapat bersiap-siap menjaga diri dan melakukan penangkapan atas diri Koksu Pak-thia-ong. Ingat, sesudah malam nanti Pangerang Tang Gi Su harus menyembunyikan, dirinya karena dia dikabarkan tewas."

"Baik, Song-ciangkun. Akan kulaksanakan sebaik-baiknya," kata Lauw Tek.

Thian Lee lalu meninggalkan kuil tua itu dari belakang sehingga tidak kelihatan oleh orang lain. Dia tidak berani berkunjung ke rumah Pangeran Tang Gi Su karena hal ini kalau diketahui mata-mata Pangeran Tua tentu akan menimbulkan kecurigaan. Ketika dia sedang berjalan dekat pintu gerbang sebelah selatan, dia melihat Lee Cin menunggang kuda keluar dari pintu gerbang itu.

Karena ia sedang membawa tugas berat dan tidak ingin sepak terjangnya hari itu diketahui orang maka dia tidak berani memanggil, hanya ikut keluar dari pintu gerbang untuk mengetahui ke mana gadis itu pergi dan apa pula yang hendak dikerjakan.

Dia ingin menemui Lee Cin karena bantuan gadis itu sangat dibutuhkan pada waktu yang gawat itu. Kalau Lee Cin suka membantu Cin Lan dalam menghadapi para pemberontak, tentu para pemberontak itu akan lebih mudah ditangkap ketika mereka menyerbu rumah para pangeran.

Apakah yang sedang dilakukan Lee Cin di kota raja? Seperti kita ketahui gadis ini meninggalkan Thian Lee dengan hati yang hancur karena pepnuda itu terus terang menyatakan tidak membalas cintanya bahkan telah mencinta gadis lain. Untuk menghibur hatinya ia pergi ke kota raja.

Tadinya, kehancuran hatinya membuat ia ingin sekali mengamuk ke rumah Pangeran Tua akan tetapi ia teringat akan pesan ayahnya betapa bahayanya kalau ia rnelakukan hal itu. Ketika ia tiba di kota raja, ia membeli seekor kuda dan berkeliaran di kota raja menunggang kuda, kadang melewati ru-mah Pangeran Tua.

Ketika tadi ia sekali lagi melewati istana itu, ia melihat beberapa orang pengennis yang memegang tongkat hitam berada di sekitar istana itu. Agaknya para anggauta Hek-tung Kai-pang itu mengenalinya karena mereka segera membayanginya.

Lee Cin tersenyum seorang diri, teringat akan gelang kemala yang pernah dirampasnya dari seorang anggauta Hek-tung Kai-pang sehingga mereka itu berusaha untuk memintanya kembali darinya. Sekarang agaknya mereka itu mengenalnya dan membayanginya, tentu karena urusan gelang kemala itu.

Karena merasa dibayangi terus, Lee Cin lalu membelokkan kudanya keluar dari pintu gerbang sebelah selatan kota raja. la tidak ingin membuat keributan di kota raja dan kalau mereka itu hendak mencari keributan, biarlah hal itu terjadi di luar kotai raja, pikirnya.

Rombongan pengemis yang membayanginya menjadi semakin banyak dan ketika ia keluar dari kota raja, jumlah mereka sudah ada tiga puluh orang! Setelah tiba di jalan yang sunyi di luar kota raja, Lee Cin sengaja menghentikan kudanya dan menanti mereka yang membayanginya itu dengan senyum mengejek.

Hatinya sedang kecewa dan kesal, maka kalau ada orang-orang yang mencari keributan, tentu saja ia akan meladeni! Bahkan ia sendiri akan mencari keributan. Tak lama kemudian, tiga puluh orang anggauta Hek-tung Kai-pang yang dipimpin oleh empat orang tokohnya sudah mengepungnya.

"Heii, kalian ini para pengemis apakah hendak minta sumbangan dariku? Majulah, aku mempunyai beberapa pukulan dan tendangan untuk dibagi-bagikan pada kalian!"

Seorang pemimpin Hek-tung Kai-pang maju dan berkata dengan suara lantang, "Nona, sesungguhnya kami tidak ingin mencari keributan dengan Nona. Akan tetapi, harap Nona berlaku adil dan mengembalikan sebuah gelang kemala yang dulu Nona rampas dari seorang anggauta kami. Ketahuilah, Nona, bahwa gelang itu bukan milik kami dan harus dikembalikan kepada pemiliknya."

Ucapan itu mengingatkan Lee Cin kepada Thian Lee, kepada siapa gelang kemala itu ia berikan. Juga mengingatkan bahwa gelang kemala itu adalah tanda pertunangan Thian Lee dengan orang lain. Hal ini menambah kejengkelannya.

"Gelang kemala itu milik siapa aku tidak peduli dan aku tidak dapat mengembalikannya kepada kalian. Habis, kalian mau apa?" Setelah berkata demikian, Lee Cin melompat dari atas kudanya, berjungkir balik tiga kali dan turun di depan pemimpin para pengemis itu.

"Nona, kami hanya minta hak kami, kalau Nona tidak mau memberikan, terpaksa kami menggunakan kekerasan."

"Menggunakan kekerasan? Apa maksud kalian?"

"Menangkap Nona untuk kami bawa kepada ketua kami agar mendapat pengadilan!"

"Hemm, kalian ini jembel-jembel busuk tak tahu diri. Biarlah kuberi kalian pembagian pukulan agar puas!" bentak Lee Cin. Para pengemis itu lalu mengeroyoknya dan karena mereka semua menggunakan tongkat hitam yang terbuat dari besi, Lee Cin melompat ke belakang dan mencabut pedangnya. Nampak sinar merah berkelebat ketika Pedang Ular Merah telah berada di tangannya.

Para pengemis maju menyerang dan Lee Cin menggerakkan pedangnya menangkis sambil membagi tamparan tangan kiri dan tendangan-tendangan kedua kakinya. Tingkat kepandaian gadis ini jauh lebih tinggi dari para pengeroyoknya, maka sebentar saja beberapa orang telah roboh terpelanting.

Pada saat pengeroyokan sedang berlangsung dengan ramainya tiba para pengeroyok itu menjadi kacau karena di antara mereka itu, tanpa terkena serangan Lee Cin, sudah berjatuhan sendiri disambar kerikil-kerikil kecil yang entah dari mana datangnya. Suasana menjadi kacau apalagi ketika empat orang pimpinan itu pun roboh disambar batu kecil yang tepat mengenai jalan darah mereka dan membuat mereka lumpuh beberapa detik lamanya.

Lee Cin sendiri merasa heran ketika tiba-tiba para pengeroyoknya itu melarikan diri cerai-berai meninggalkannya, seolah takut kepada sesuatu. la pun melihat tadi banyak pengeroyok roboh padahal ia tidak atau belum menyerang mereka yang masih jauh darinya. Sebagai seorang ahli silat yang pandai, ia pun dapat menduga bahwa ia tentu telah mendapat bantuan orang pandai, apalagi ia melihat adanya banyak batu kecil berserakan di tjennpat itu.

"Lee Cin....!" Thian Lee muncul setelah para pengeroyok tadi sudah tidak tampak lagi.

Lee Cin menengok dan mengerutkan alisnya. Kini ia mengerti. "Ah, kiranya engkau yang membantuku? Aku tidak membutuhkan bantuanmu, Thian Lee!"

"Aku tahu bahwa engkau tidak akan kalah oleh mereka. Akan tetapi aku ingin mereka segera pergi karena aku ingin bicara penting denganmu, Lee Cin."

"Tentang apa?" ia mengusir harapan yang timbul sekilas mengenai perasaan hati Thian Lee.

"Tentang tugasku yang diberikan oleh ayahmu, Lee Cin. Maukah engkau membantuku? Seperti kau ketahui, ayahmu memberikan surat kepadaku untuk disampaikan kepada Gui-ciangkun dan kepada Sri Baginda Kaisar. Nah, surat-surat itu sudah kusampaikan dan kini aku ditugaskan oleh Kaisar untuk membantu Pangeran Tang Gi Su membongkar komplotan pemberontak."

”Hemm, bantuan apa yang dapat kau berikan kepadaku," tanya Lee Cin ragu. Bagaimanapun juga, pemuda ini menerima tugas dari ayahnya dan membantu pemuda ini berarti membantu ayahnya pula.

Dengan panjang lebar Thian Lee lalu menceritakan semua pengalamannya sampai dia menyelundup ke dalam istana Pangeran Tua dan mendapat kepercayaan sebagai pembantu Pangeran Tua sehingga dia dapat mengetahui semua rahasia rencana siasat pangeran yang hendak memberontak itu. Betapa pangeran itu hendak membunuh para pangeran dan pejabat setia, kemudian membunuh Kaisar dan menguasai tahta kerajaan.

"Ih, betapa jahatnya!" seru Lee Cin kaget. "Bagaimana aku dapat membantunya.”

"Pangeran Tua memiliki banyak pembantu lihai, maka makin banyak di pihak kita yang memiliki kepandaian bekerja sama, lebih baik lagi. Pangeran Tang Gi Su memang akan mengerahkan kekuatan pasukan, akan tetapi tanpa bantuan orang-orang pandai, aku khawatir para pemberontak dan penjahat itu akan dapat melarikan diri. Karena itu, aku minta engkau suka membantu menghadapi para penyerbu itu dan terserah kepada Pangeran Tang Gi Su engkau hendak diminta membantu dan melindungi pangeran yang mana. Engkau temuilah Tang Cin Lan, dan engkau bekerja-samalah dengannya."'

"Hemmm, siapa itu Tang Cin Lan?"

"la puteri Pangeran Tang Gi Su, seorang puteri pangeran akan tetapi juga seorang pendekar wanita murid Pek I Lokai yang lihai. Pergilah ke rumah Pangeran Tang Gi Su, temui pangeran itu atau temui Tang Cin Lan, katakan kepada mereka bahwa aku yang menyuruhmu membantu mereka, tentu mereka akan menerimamu dengan senang hati dan memberimu tugas yang penting untuk menghadapi komplotan pemberontak itu."

"Hemm, mengapa aku harus menuruti perintahmu?" kata Lee Cin dengan sikap angkuh.

"Karena engkau adalah puteri Paman "Souw Tek Bun yang menjadi bengcu. Kalau Paman Souw sendiri berada di sini pasti beliau akan membantu. Kini yang berada di sini adalah engkau, maka sudah sepatutnya engkau mewakili ayahmu membantu penindasan pemberontak ini, Lee Cin."

Lee Cin merasa terdesak. la tentu saja suka mewakili ayahnya dan ia me-mang tahu bahwa pemuda ini bertugas karena permintaan ayahnya yang menyerahkan surat untuk Kaisar.

"Baiklah, akari tetapi kalau keluarga pangeran itu tidak menerimaku dengan baik, aku tidak sudi membantu mereka."

"Mereka itu bangsawan, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang baik dan dapat menghargai orang-orang gagah. Katakan saja bahwa aku yang memintamu agar berkunjung kepada mereka untuk membantu menghadapi kaki tangan Pangeran Tua, pasti mereka akan menerimamu dengan senang hati." Thian Lee lalu memberi keterangan di mana letak rumah Pangeran Tang Gi Su.

Setelah mengetahui letak rumah itu dengan jelasi Lee Cin lalu pergi menunggangi kudanya, kembali ke kota raja. Thian Lee juga kembali ke kota raja dan dia langsung saja pergi ke istana Pangeran Tua. hati-nya lega karena dia telah mengati.r dan Pangeran Tang tentu telah mempersiap-kan segalanya.

Lee Cin membalapkan kudanya sehihgga sebentar saja dara perkasa inl sudah memasuki kota raja dari pintu gerbang selatan. la lalu menjalankan kudanya perlahan mencari rumah Pangeran Tang. Setelah tiba di depan rumah itu, ia melompat turun dari kudanya dan menuntun kuda itu memasuki pekarangan yang luas dari rumah itu. Beberapa orang petugas jaga segera menghampirinya.

"Maaf, Nona. Siapakah Nona dan ada keperluan apakah memasuki pekarangan ini?" tanya kepala jaga dengan sikap hormat.

"Aku ingin bertemu dengan Pangeran Tang Gi Su atau puterinya, Nona Tang Cin Lan. Katakan bahwa aku datang dengan keperluan yang amat penting!"

Tentu saja para penjaga itu tidak berani membiarkan Sang Pangeran keluar karena mereka sudah menerima perintah agar melakukan penjagaan ketat semenjak ada penyerangan terhadap pangeran itu. Akan tetapi mereka tahu betapa lihainya puteri pangeran sehingga sebaiknya kalau gadis yang tidak mereka kenal ini dihadapkan kepada Tang-siocia itu.

"Baik, silakan ikut kami, Nona dan biarkan kuda Nona di sini, akan ada yang mengurusnya," kata kepala jaga dan Lee Cin mengangguk, lalu mengikuti kepala jaga itu menuju ke sebuah ruangan tamu di samping depan bagian rurnah besar.

"Silakan Nona menanti sebentar, kami hendak melaporkan kedatangan Nona kepada Tang-siocia."

Kembali Lee Cin mengangguk sambil duduk di atas kursi yang terukir indah. Kepala jaga itu pergi meninggalkannya dan tidak lama kemudian, pintu sebelah dalam terbuka dan muncullah seorang gadis cantik dari dalam rumah. Melihat munculnya gadis ini, Lee Cin bangkit dan memandang penuh perhatian. Dua orang gadis itu berdiri berhadapan dan saling pandang dengan mata penuh selidik.

Lee Cin kagum melihat gadis itu. Tubuhnya ramping dengan leher panjang dan kulit leher dan tangannya nampak putih mulus. Rambutnya hitam panjang digelung ke atas, dengan anak rambut melingkar-lingkar di dahi dan pelipis. Alisnya melengkung dan sepasang matanya tajam penuh keberanian.

Hidungnya mancung dan mulutnya kecil dengan bibir penuh dan merah segar menantang. Mulut itu menjadi manis sekali karena adanya lesung pipit di sebelah kiri. Seorang gadis yang cantik jelita.

Sementara itu, Cin Lan juga memandang kagum. Gadis di depannya itu mengenakan pakaian berkembang berani. Mukanya berbentuk bulat telur. Mulutnya kecil mungil dan hidungnya mancung agak berjungkat ke atas sehingga nampak lucu menggemaskan.

Juga di kedua pipinya terdapat lesung pipit yang menambah kemanisannya. Karena gadis itu nampak masih muda sekali, maka Cin Lan menaksir bahwa ia lebih tua satu dua tahun dibandingkan gadis itu, yang kecantikannya nampak liar, seperti setangkai bunga mawar hutan yang banyak durinya.

"Engkau siapakah, adik yang baik?" tanya Cin Lan ramah.

"Bukankah engkau yang bernama Tang Cin Lan, murid Pek I Lokai?" Lee Cin balas bertanya.

Cin Lan merasa heran bagaimana gadis asing ini sudah mengenalnya, bahkan mengenal gurunya pula. "Benar sekali, bagaimana engkau bisa mengetahuinya? Siapakah engkau, adik yang manis?"

"Namaku Souw Lee Cin, dan ayahku adalah Bengcu Souw Tek Bun."

Cin Lan terkejut juga mendengar ini. Tentu saja ia sudah mendengar akan nama Bengcu Souw Tek Bun. "Ah, kiranya puteri Bengcu. Silakan duduk, Adik Lee Cin. Katakan, apa keperluanmu berkunjung ini? Adakah sesuatu yang dapat kubantu?"

Sikap manis dari Cin Lan menyenangkan hati Lele Cin dan ia segera duduk. Pantas Thian Lee memuji-muji gadis ini. Memang seorang gadis yang ramah pikirnya. "Aku datang berkunjung karena disuruh oleh Thian Lee. Kau mengenal Thian Lee, Enci?"

Wajah Cin Lan seketika berubah kemerahan ketika mendengar nama kekasihnya disebut-sebut. "Tentu aku mengenalnya. Engkau disuruh ke sini oleh Lee-koko? Adakah dia mengirim pesan atau berita?"

Biarpun masih muda, akan tetapi Lee Cin sudah pandai menilai orang dari sikapnya. Gadis ini menyebut Thian Lee dengan Lee-ko, dan ketika mendengar nama Thian Lee disebut, wajahnya menjadi kemerahan dan sinar matanya bersinar-sinar, dan ketika bertanya tentang Thian Lee, nampaknya demikian tegang. Ah, seperti ia sendiri, gadis bangsawan ini juga mencinta Thian Lee...!

Selanjutnya,

Post a Comment

AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.