Gelang Kemala Jilid 17

Cerita Silat Mandarin Serial Gelang Kemala Jilid 17 Karya Kho Ping Hoo
Sonny Ogawa

Gelang Kemala Jilid 17

“Dia tidak mengirim berita apa pun, hanya menyuruh aku datang ke sini menghadap Pengeran Tang Gi Su atau puterinya yang bernama Tang Cin Lan, dan menyatakan bahwa aku ingin membantu menghadapi komplotan pemberontak yang hendak membunuhi banyak pangeran. Aku akan membantu menangkapi mereka."

Cerita Silat Mandarin Karya Kho Ping Hoo

Ucapan ini mengandung suara yang nadanya sombong sekali sehingga Cin Lan tersenyum. Gadis ihi tinggi hati, pikirnya, akan tetapi kalau kedatangannya ini atas permintaan Thian Lee, sudah pasti gadis ini memiliki kepandaian tinggi. Apalagi mengingat bahwa ia puteri beng-cu.

"Engkau tahu apa tentang pemberontakan, Adik Lee Cin?"

Thian Lee sudah menceritakan semuanya kepadaku." Lalu ia mengulang apa yang didengarnya dari Thian Lee. Mendengar ini, Cin Lan tidak ragu lagi. Gadis ini tentu dipercaya sepenuhnya oleh Thian Lee sehingga semua rahasia itu telah diceritakan kepadanya.

"Ah, kiranya engkau sudah mengetahui segalanya. Mari, Adik Cin, mari kita ke dalam!" la lalu memegang tangan Lee Cin dan ditariknya gadis itu untuk bersama-sama memasuki rumah besar menuju ke lian-bu-thia yang berada di belakang rumah.

"Eh, Enci Cin Lan. Apa maksudmu membawaku ke sini?"

"Kau maafkan aku, Adik Cin. Sama sekali bukan aku tidak percaya kepadamu. Akan tetapi yang kita hadapi adalah lawan-lawan yang amat lihai. Oleh karena itu, sebelum menerimamu aku harus lebih dulu menguji kepandaianmu agar engkau tidak sampai menderita celaka kalau berhadapan dengan mereka."

"Bagus! Engkau hendak mengujiku. Kebetulan aku pun ingin sekali menguji kepandaianmu yang begitu dipuji-puji oleh Thian Lee. Marilah!" Lee Cin sudah melompat ke tengah ruangan silat itu dan memasang kuda-kuda dengan gaya yang manis sekali. Cin Lan tersenyum, lalu mengambil sebatang tongkat dari rak senjata.

"Adik Lee Cin, dalam menghadapi para penjahat itu mereka tentu menggunakan senjata, maka kuminta engkau keluarkanlah senjata andalanmu dan mari kita main-main sebentar." Ia melintangkan tongkatnya di depan dada dan sekali putar, tongkat itu mengeluarkan angin berdesir.

Melihat ini Lee Cin dapat menduga bahwa Cin Lan tentu mahir sekali memainkan tongkat itu, apalagi mengingat bahwa ia adalah murid Pek I Lokai yang tingkat kepandaiannya sudah menyamai tingkat kepandaian para datuk. Gurunya sendiri, atau lebih tepat ibu kandungnya, sudah sering bercerita kepadanya tentang kelihaian Pek I Lokai. Maka, tanpa ragu lagi ia pun melolos Pedang Ular Merah dari pinggangnya.

Cin Lan kagum melihat betapa pedang yang biasa dipakai sebagai sabuk itu sudah berada di tangan Lee Cin dan mengeluarkan cahaya kemerahan. "Bagus. Nah, sambutlah serangan tongkatku, Adik Lee Cin!"

Cin Lan sudah maju menggerakkan tongkatnya dan dengan ilmu tongkat Hok-mo-tung ia menyerang dengan gerakan cepat dan kuat sekali. Lee Cin yang gudah menduga akan kelihaian Cin Lan, segera memutar pedangnya melindungi diri dan menangkis. Terdengar suara nyaring berulang kali ketika pedang ber-temu tongkat dan keduanya merasa betapa telapak tangan mereka tergetar.

Lee Cin bertanding dengan sungguh-sungguh, setelah menangkis ia pun balas menyerang, sehingga terjadilah pertandingan yang hebat dan indah dipandang. Sinar pedang berbaur dengan sinar tongkat yang bergulung-gulung sehingga sukarlah diikuti pandang mata siapa yang lebih unggul di antara dua orang gadis cantik itu.

Terdengar suara tongkat berdesir-desir diiringi suara pedang berdesingan. Setelah lewat hampir seratus jurus, keduanya masih belum ada yang lebih unggul! Lee Cin lalu mulai meng-gerakkan tangan kirinya untuk membantu pedangnya dengan totokan It-yang-ci.

Cin Lan terkejut ketika tiba-tiba ada angin menyambar dari jari tangan kiri Lee Cin. Ia melompat ke belakang dan memutar tongkat sambil berseru, "Tahan, Adik Lee Cin. Sudah cukup!" katanya gembira. "Hebat, ilmu kepandaianmu benar hebat! Aku mengaku kalah."

"Ah, Enci Lan. Engkau yang hebat. Ilmu tongkatmu sungguh mengagumkan, Engkau tidak kalah sama sekali."

"Sekarang aku telah yakin akan kemampuanmu. Tadi pun sebetulnya aku telah percaya karena kalau sampai Lee-koko yang menyuruhmu ke sini untuk membantu kami, tentu engkau lihai sekali. Akan tetapi aku ingin yakin dan sekarang aku tidak ragu lagi. Mari kuhadapkan kepada Ayah, Adik Lee Cin."

Sambil menggandeng tangan Lee Cin, Cin Lan mengajaknya mengunjungi ayahnya yang berada di tempat tersembunyi dalam gedung itu. Lee Cin melihat betapa. ternpat itu terjaga ketat dan berlapis-lapis sehingga akan sukarlah bagi siapa saja yang hendak membunuh Sang Pangeran.

Ketika memasuki ruangan itu, Lee Cin melihat seorang laki-laki berusia hampir enam puluh tahun duduk seorang diri. Orang ini kelihatan tenang dan berwibawa sekali.

"Cin Lan, ada urusan apa engkau masuk ke sini? Dan Nona ini siapakah mengapa engkau ajak ke sini?"

"Maaf, Ayah. Karena kedatangan adik inilah maka aku membawanya menghadap Ayah. Namanya Souw Lee Cin, Ayah. la adalah puteri dari Bengcu Souw Tek Bun dan ia datang atas permintaan Lee-koko untuk membantu kita. Dan aku sudah menguji kemampuannya, Ayah. Wah, ia hebat sekali, lihai dan pantas menjadi pembantu karena aku sendiri pun tidak mampu mengalahkannya!"

Pangeran itu nampak gembira mendengar laporan puterinya. Dia memandang kepada Lee Cin dengan sinar mata kagum lalu berkata, "Selamat datang, Nona Souw! Makin besarlah hati kami dengan kedatangan Nona yang hendak membantu kami! Aku tahu bahwa ayahmu adalah seorang pendekar perkasa yang setia dan dipercaya oleh, Sri Baginda Kaisar."

"Taljin, aku datang karena diminta oleh Thian Lee dan mudah-mudahan saja aku tidak akan mengecewakan kalian di sini. Aku siap menanti perintah untuk melindungi Pangeran yang mana."

"Ayah Lee-koko telah menceritakan semuanya kepada Adik Lee Cin sehingga tidak ada rahasia baginya. la sudah tahu akan semua rencana siasat yang hendak dilakukan Pangeran Tua."

"Bagus, kalau begitu. Akan tetapi, kami telah mengatur siasat untuk melindungi semua calon korban dan memasang jebakan untuk menangkap para pembunuh itu. Sebaliknya kita menunggu munculnya Thian Lee yang malam ini ditugaskan musuh untuk membunuhku. Kita tanyakan kepadanya saja ke mana kalian berdua akan ditugaskan. Untuk sementara ini, harap Nona Souw suka bersama Cin Lan tinggal di dalam rumah ini dan jangan membuat gerakan keluar agar tidak menimbulkan kecurigaan kepada pihak musuh."

Sambil bergandeng tangan kedua orang gadis itu mengundurkan diri dan tak lama kemudian mereka sudah asyik bercakap-cakap dalain kamar Cin Lan. Keduanya segera menjadi akrab karena banyak persamaan antara kedua orang gadis ini, sama-sama terbuka dan keras.


Malam ini sunyi sekali. Malam tanpa bulan bintang karena langit tertutup awan gelap. Di dalam kegelapan malam itu nampak dua sosok bayangan manusla berkelebat cepat sekali mendekati gedung tempat tinggal Pangeran Tang Gi Su.

Biarpun Thian Lee sudah meyakinkan hati Pangeran Tua bahwa dia sanggup membunuh Pangeran Tang Gi Su seorang diri saja tanpa bantuan, tetap saja Pangeran Tua merasa sangsi dan dia mengutus Liok-te Lo-mo untuk mengawani Thian Lee.

Agak lama kedua orang ini mendekam di balik semak tak jauh dari tembok yang mengelilingi rumah Pangeran Tang Gi Su untuk melihat keadaan. Penjagaan ketat sekali dan setiap beberapa menit sekali nampak belasan orang peronda berjalan di dekat tembok mengelingi tembok pagar yang tinggi.

"Suhu, penjagaan ketat sekali. Kalau kita berdua yang masuk ke dalam akan lebih mudah ketahuan musuh. Sebaiknya Suhu menanti di sini biarkan aku masuk melakukan tugas itu. Percayalah, pasti berhasil kalau aku bergerak seorang diri. Lebih mudah bersembunyi kalau masuk seorang diri dan Suhu menanti di sini sampai aku keluar."

Liok-te Lo-mo yang sudah tahu akan kelihaian bekas muridnya ini mengangguk. "Akan tetapi hati-hatilah. Aku mendengar penjagaan di dalam gedung itu ketat sekali sejak serangan pertama itu gagal."

"Jangan khawatir, Suhu. Aku pasti berhasil!" kata Thian Lee dan dia menggunakan penutup muka dari sutera hitam, kemudian berkelebat ke depan mendekati pagar tembok. Dia membiarkan serombongan peronda lewat, setelah mereka lewat, tubuhnya melayang naik ke atas pagar tembok dengan kecepatan luar biasa sehingga kalau ada yang kebetulan lewat tentu hanya mengira bahwa itu bayangan pohon saja.

Liok-te Lo-mo yang mengintai dari balik semak-semak menggeleng kepala dengan kagum. Hebat sekali gin-kang muridnya itu. Dia mengerti mengapa bekas muridnya mencegah dia masuk karena dia sendiri tidak mungkin dapat bergerak seringan dan selincah itu dan kalau sampai ia ketahuan, tentu tugas penting itu akan menjadi gagal.

Sementara itu, Thian Lee benar-benar mempergunakan ilmu kepandaiannya untuk menyusup ke dalam tanpa diketahui para penjaga. Padahal para penjaga melakukan penjagaan dengan penuh kewaspadaan. Gerakannya demikian cepatnya sehingga dia dapat menyelinap dan bersembunyi setiap kali ada gerakan dari para peronda.

Akhirnya dia tiba di luar ruangan dimana Pangeran Tang Gi Su bersembunyi. Dan pada saat itu dia mendekati pintu, dua sosok bayangan berkelebat dan dia sudah ditodong sebatang tongkat dan sebatang pedang yang dipegang oleh Cin Lan dan Lee Cin! Tentu saja dia melihat munculnya dua orang gadis ini, maka dengan cepat dia membuka kedoknya sehingga dua orang gadis itu dapat mengenal wajahnya.

"Lee-koko....!" kata Cin Lan. "Engkau membuat kami terkejut dengan kedokmu itu!"

"Thian Lee, penjagaan demikian ketat, bagaimana engkau dapat masuk sampai ke sini?" tanya Lee Cin dengan kagum.

"Ssttt, mari kita temui Tang-taijin," kata Thian Lee.

Cin Lan membuka daun pintu ruangan itu dan ketiganya masuk ke dalam. Pangeran Tang menyambut munculnya Thian Lee dengan gembira. "Bagus, engkau telah dapat menunaikan tugasmu dengan baik, Thian Lee."

"Taijin, mulai saat ini harap Taijin bersembunyi dari siapapun juga dan suruh orang menyediakan peti mati di ruangan depan. Biarkan orang-orang besok datang melayat sehingga tidak menimbulkan kecurigaan pihak musuh."

"Baik, semua akan diatur seperti kita rencanakan. Duduklah, Thian Lee dan jelaskan kepada kami, tugas apa yang harus diserahkan kepada Cin Lan dan Nona Lee Cin."

"Untuk semua calon korban sudah dikerahkan pasukan dan panglima-panglima yang tangguh untuk menyelamatkan dan menangkap para pembunuh. Yang terpenting sekali adalah penangkapan atas diri Koksu Pak-thian-ong. Selain dia lihai bukan main, juga tentu dia memiliki kawan-kawan yang tangguh. Oleh karena itu, saya sendiri, dibantu Lan-moi dan Lee Cin, yang akan melakukan penggrebegan itu," kata Thian Lee. "Saya akan menghadapi Pak-thian-ong sedangkan kawan-kawannya akan dihadapi Lan-moi dan Lee Cin."

"Benar juga," kata Pangerah Tang. "Penyerbuan terhadap istana Pangerann Tua akan dipimpin sendiri oleh Panglima Gui dan para panglima yang lain."

"Nah, sekarang saya harus keluar. Lan-moi, engkau boleh mengejarku keluar sambil berteriak-teriak agar para penjaga juga ikut mengejar, akan tetapi setibanya di luar harap melepaskan aku sehingga aku dapat meloloskan diri. Ini untuk meyakinkan mereka bahwa tugasku berhasil baik."

"Baik, Lee-ko!" kata Cin Lan. "Engkau tunggu saja di sini bersama Ayah. Adik Lee Cin."

Thiari Lee meloncat keluar sambil mencabut pedangnya. Tak lama kemudian Cin Lan berteriak, "Tangkap penjahat!" dan ia pun melompat dan melakukan pengejaran. Thian Lee sudah mengenakan lagi kain hitam didepan mulut dan hidungnya.

Mendengar teriakan-teriakan Cin Lan yang berulang-ulang, para penjaga terkejut dan mereka semua keluar dan menghadang bayangan hitam yang berlarian. Akan tetapi bayangan hitam yang berlarian itu memutar pedangnya dan golok para penjaga begitu bertemu dengan pedang itu menjadi patah-patah. Ributlah para penjaga melakukan pengejaran bersama Cin Lan. Akan tetapi bayangan hitam itu sudah melompati pagar tembok.

Liok-te Lo-mo yang bersembunyi di luar, mendengar teriakan-teriakan itu dan ia melihat Thian Lee meloncat keluar dari pagar tembok dikejar seorang gadis yang dikenalnya dari sinar lampu pagar sebagai puteri Pangeran Tang Gi Su yang pernah datang ke istana Pangeran Tua. Dia hendak membantu Thian Lee, akan tetapi Thian Lee yang sudah tiba di dekatnya berkata,

"Hayo kita lari..." Dan keduanya lalu rnelarikan diri menghilang ke dalam kegelapan malam. Setelah tidak ada yang mengejar lagi, mereka berputar dan kembali ke istana Pangeran Tua,

"Bagaimana hasilnya?” tanya Liok-te Lo-mo.

"Beres. Dia sudah tewas!" kata Thian Lee singkat.

"Bagus, ah, bagus sekali Thian Lee. Aku bangga mempunyai murid seperti engkau!" kata kakek itu dengan gembira bukan main. Dia membayangkan usaha Pangeran Tua akan berhasil dan sebagai seorang pembantu yang berjasa, tentu saja akan mendapatkan anugerahnya kelak kalau Pangeran Tua berhasil menjadi Kaisar.

Kedatangan Thian Lee disambut oleh Pangeran Tua dan kaki tangannya. Mereka semua gembira bukan main mendengar bahwa Pangeran Tang Gi Su telah berhasil dibunuh oleh Thian Lee. Liok-te Lo-mo menceritakan dengan bersemangat betapa bekas muridnya itu setelah berhasil membunuh Pangeran Tang Gi Su, ketika keluar ketahuan dan dikejar oleh puteri Pangeran bersama para penjaga, akan tetapi dapat dengan selamat meloloskan diri bersama dia.

Pada keesokan harinya tersiar berita bahwa semalam Pangeran Tang Gi Sii telah tewas dibunuh penjahat! Dan Pangeran Tua sendiri ikut melayat ke rumah Pangeran Tang Gi Su yang terhitung adik tirinya itu. Dia menyaksikan sendiri peti mati yang ditangisi keluarga adik tirinya.

Juga dia melihat anak-anak pangeran itu termasuk Cin Lan yang duduk dengan wajah duka di dekat peti mati. Tidak ada keraguan lagi bahwa memang tugas yang dilakukan Thian Lee telah berhasil dengan baik.

Malam itu terjadilah peristiwa-peristiwa yang amat hebat dan diarn-diam. Sebagian besar penduduk kota raja tidak tahu sama sekali bahwa malam itu terjadi usaha pembunuhan besar-besaran dan penangkapan besar-besaran pula.

Rombongan-rombongan pembunuh berkeliaran menuju ke istana-istana para pangeran yang secara rahasia telah dijaga ketat oleh pasukan yang amat kuat dan yang memasang jebakan untuk menangkap para pembunuh.

Satu di antara rombongan-rombongan itu adalah rombongan Liok-te Lo-mo yang dibantu dua orang yang menuju ke istana Pangeran Kian Tek. Karena biasanya istana para pangeran tidak pernah dijaga secara ketat, maka malam hari itu Liok-te Lo-mo berjalan santai dan memastikan bahwa tugasnya akan berhasil baik.

Apa sih sukarnya membunuh seorang pangeran bagi seorang datuk seperti dia? Apalagi dia dibantu oleh dua orang yang cukup tangguh. Kalau menghadapi belasan orang penjaga saja, dua orang pembantunya sudah cukup, sedangkan dia sendiri akan dapat masuk ke dalam membunuh Pangeran Kian Tek.

Akan tetapi ketika dia dan dua orang kawannya tiba di belakang istana pangeran itu, tiba-tiba berkelebat bayangan orang dan tahu-tahu Thian Lee telah berdiri di depannya.

"Eh, engkau, Thian Lee? Mengapa engkau di sini? Bukankah tugasmu di lain tempat?"

Thian Lee tidak menjawab, akan tetapi tiba-tiba kedua tangannya bergerak dan dua orang pembantu Liok-te Lo-mo yang sama sekali tidak menduga akan diserang itu terkulai roboh karena telah tertotok.

"Hei, apa yang kaulakukan ini?" tanya Liok-te Lo-mo marah sambil melolos sabuk rantainya.

"Liok-te Lo-mo, aku sengaja menghadangmu di sini untuk menasihatimu. Dahulu, pernah engkau menyelamatkan nyawaku dari tangan tukang-tukang pukul bahkan engkau telah mengangkatku sebagai murid. Karena itulah maka aku sengaja datang untuk mempersilakan engkau cepat melarikan diri agar lolos dari penangkapan pemerintah. Aku tidak ingin melihat engkau celaka, Liok-te Lo-mo."

"Thian Lee, apa artinya ini?"

"Artinya, Liok-te Lo-mo, bahwa semua permainan Pangeran Tua sudah berakhir. Semua pembunuh akan ditangkap dan juga Pangeran Tua malam ini akan diserbu dan ditangkap. Engkau juga akan ditangkap kalau kaulanjutkan hendak membunuh Pangeran Kian Tek karena di sana sudah dijaga oleh pasukan yang kuat."

"Tapi bagaimana bisa bocor rahasia ini....?"

"Aku adalah petugas dari Kaisar"

"Kau....? Tapi... kau sudah membunuh Pangeran Tang Gi Su...."

"Tidak, Pangeran Tang masih segar-bugar, tidak pernah kubunuh. Semua itu hanya sandiwara untuk mengelabuhi Pangeran Tua. Sudahlah, Lo-mo, jangan sampai terlambat. Lekas kau melarikan diri. Ini adalah pembalasan budi dariku."

"Kau....!" Liok-te Lo-rno hendak menyerang, menggerakkan rantai bajanya.

Akan tetapi dengan mudah Thian Lee menangkap rantai itu dan berkata dengan tegas, "Percuma, Lo-mo. Engkau tidak akan menang melawanku. Sekarang pilih saja, engkau ingin bebas atau ingin kutangkap sebagai pembunuh pangeran?"

Liok-te Lo-mo maklum bahwa ucapan pemuda itu benar. Dia tidak akan rnampu melawan dan agaknya sernua harapannya buyar. Bekas muridnya ini ternyata seorang petugas Kaisar! Pangeran Tua telah tertangkap. Semua usahanya akan gagal dan hancur.

"Thian Lee, bagaimanapun juga, engkau akan berhadapan dengan Pak-ithian-ong...."

"Sudah kuperhitungkan. Malam ini juga dia akan kutangkap!" kata Thian Lee.

Liok-te Lo-mo lalu membalikkan tubuhnya dan lari pergi dari tempat itu. Bagaimanapun juga, tentu saja dia tidak ingin ikut tertangkap, dan dihukum.

Thian Lee lalu menyeret tubuh kedua orang kaki tangan Pangeran Tua itu ke pintu gerbang istana Pangeran Kian Tek dan menyerahkan mereka kepada penjaga, kemudian dia berlari pulang ke gedung Pangeran Tang Gi Su. Tugas pertamanya, yaitu membalas budi kepada Liok-te Lo-mo telah selesai dan dia girang bahwa kakek tua itu menuruti nasihatnya dan melarikan diri. Kini tinggal menghadapi Pak-thian-ong Dorhai.

Cin Lan dan Lee Cin sudah menunggu. Pangeran Tang Gi Su sudah pergi memimpin sendiri pasukan yang melakukan penyerbuan ke istana Pangeran Tua dan ketika dua orang gadis itu melihat Thian Lee, mereka lalu menyambut dengan tidak sabar lagi.

"Kapan kita menyerbu tempat tinggal Pak-thian-ong?" tanya Lee Cin.

"Sekarang juga. Apakah pasukan telah dipersiapkan?" tanya Thian Lee.

"Sudah," jawab Cin Lan. "Ong-ciang-kun sudah siap dengan seratus orang pasukannya."

"Kalau begitu, mari kita berangkat!" kata Thian Lee.

Pasukan itu lalu berangkat di malam itu menuju ke tempat tinggal koksu Pak-thian-ong Dorhai. Rumah itu cukup mewah dan dilingkari pagar tembok yang tebal, dengan pintu gerbang di depan yang besar dan kokoh. Di depan pintu gerbang terdapat belasan orang perajurit penjaga. Ketika pasukan itu tiba-tiba muncul di depan pintu gerbang, belasan penjaga itu terkejut sekali.

"Ciangkun, ada apakah....?" tanya kepala penjaga kepada Ong-ciangkun yang memimpin pasukan itu.

"Jangan banyak mulut. Buka pintu gerbang dan biarkan kami semua masuk. Kami datang untuk menangkap pemberontak Dorhai."

Para penjaga itu terkejut bukan main. Akan tetapi Ong-ciangkun sudah memberi isarat dan pasukannya menyerbu. Belasan orang itu mengadakan perlawanan, ditambah lagi belasan penjaga lain yang berlarian dari dalam, akan tetapi dalam waktu singkat mereka semua dapat dilumpuhkan dan ditangkap.

Pada saat itu terdengar bentakan nyaring dari dalam dan ketika daun pintu dibuka menyorot keluar sinar terang dari dalam membuat keadaan di situ yang diterangi lampu penjagaan menjadi semakin terang. Muncullah dua orang kakek dari dalam, seorang di antaranya adalah Pak-thian-ong Dorhai yang membentak tadi.

"Haiii, siapa kalian berani bermain gila di rumah kami?" Dan ketika melihat Ong-ciangkun yang memimpin pasukan, dia membentak, "Ciangkun, berani engkau lancang memimpin pasukan membikin kacau di sini? Apakah engkau hendak memberontak?"

Thian Lee yang bersama kedua orang gadis berada di dalam pasukan itu menjadi terkejut sekali melihat bahwa Pak-thian-ong muncul bersama Thian-te Mo-ong Koan Ek! Agaknya datuk besar yang disebut pula Iblis Selatan itu telah dapat dibujuk oleh Pak-thian-ong untuk bersekutu pula.

"Awas, kalian hadapai Si Tinggi Kurus itu. Lan-moi, engkau hati-hati, dia lihai sekali. Hadapi bersama Lee Cin," bisik Thian Lee dan dia segera meloncat maju ke depan Pak-thian-ong.

“Pak-thian-ong, atas nama Kaisar kami minta agar menyerahkan diri. Permainanmu bersama pemberontak Pangeran Tua telah terbongkar seluruhnya!" kata Thian Lee lantang.

Pak-thian-ong terbelalak. "Engkau, Engkau yang pemberontak! Engkau telah membunuh Pangeran Tang Gi Su!"

"Keliru, Pak-thian-ong! Pangeran Tang Gi Su tidak pernah terbunuh. Dan aku adalah petugas dan Sri Baginda Kaisar untuk mernbongkar persekutuan pemberontak ini. Permainanmu telah selesai, menyerahlah atau kami akan menangkapmu dengan kekerasan!"

Seketika Pak-thian-ong sudah dapat menduga apa yang terjadi. Pemuda ini adalah mata-mata dari Kaisar yang telah membongkar semua rahasia persekutuan itu. Dan agaknya malam ini seluruh kekuatan pasukan dikerahkan untuk menghancurkan komplotan. Matanya terbelalak dan mukanya menjadi pucat, akan tetapi dia sengaja tertawa bergelak dan berkata kepada rekannya,

"Ha-ha-ha-ha, kau dengar itu, Mo-ong? Bocah ini sombong hendak menangkap kita!"

Akan tetapi Thian-te Mo-ong sudah pernah merasakan kelihaian Thian Lee, maka dia sama sekali tidak meniru kesombongan Pak-thian-ong dan berkata dengan suara agak gugup, "Thian-ong, mari kita lari saja dari sini selagi ada kesempatan!"

Dia sudah hendak melarikan diri, akan tetapi tiba-tiba Lee Cin sudah melompat ke depannya dan dara ini mengejek, "Hendak lari ke mana, Mo-ong? Tempat ini sudah terkepung rapat dan engkau tidak akan dapat melarikan diri lagi. Menyerahlah atau aku terpaksa akan merobohkanmu!"

Melihat gadis ini, marahlah Thian-te Mo-ong. Dia jerih terhadap Thian Lee, akan tetapi tidak takut kepada gadis ini yang pernah ditangkapnya. Maka, dia pun segera mencabut sepasang pedangnya dan menyerang Lee Cin tanpa banyak cakap lagi. Dia hendak melarikan diri setelah merobohkan Lee Cin.

Akan tetapi mendadak muncul seorang gadis lain yang memegang tongkat dan menangkis serangannya. Kemudian gadis bertongkat yang bukan lain adalah Cin Lan ini sudah mengeroyok bersama Lee Cin seperti sudah direncanakan semula oleh Thian Lee. Terjadilah perkelahian seru yang disaksikan oleh para perajurit yang mengepung tempat itu.

Pak-thian-ong Dorhai juga sudah marah sekali. Dia melihat kenyataan bahwa semua rencananya bersama Pangerari Tua Sudah runtuh dan semua ini disebabkan oleh Thian Lee. Maka kernarahannya ditumpahkan kepada pemuda itu dan sambil mengeluarkan suara gerengan seperti seekor singa terluka, dia sudah melolos sabuk rantainya dan tanpa banyak cakap lagi dia sudah menyerang Thian Lee.

Pemuda ini pun mencabut Jit-goat Sin-kiam dan menyambut serangan sabuk rantai itu dengan berani. Para perajurit tidak menemukan lawan yang berarti dan mereka sudah menangkapi semua penjaga dan pelayan dalam gedung itu, menawan mereka dan kini mereka hanya dapat mengepung ruangan di mana terjadi petempuran hebat itu.

Ong-ciangkun sendiri, biarpun memiliki ilmu silat yang lebih tinggi dari anak buahnya, tidak berani mencampuri pertandingan itu karena tingkat kepandaiannya masih jauh lebih rendah. Oleh karena itu, dia hanya memerintahkan anak buahnya untuk mengepung ketat tempat itu dan mempersiapkan senjata, terutama anak panah untuk menyerbu dan menghalangi musuh jika hendak melarikan diri. Bahkan di atap-atap rumah yang berdekatan dia memasang belasan orang perajurit dengan busur dan anak , panah siap di tangan.

Pertandingan antara Song Thian Lee dan Pak-thian-ong Dorhai sungguh seru bukan main. Pak-thian-ong Dorhai adalah seorang di antara Empat Datuk Besar yang paling tinggi kepandaiannya, juga dia memiliki pengalaman bertanding yang banyak sekali.

Raksasa tinggi besar inl seiain merupakan ahli silat, juga ahli pula dalam ilmu gulat, tenaga besar sehingga sabuk rantai yang digerakkan berputar-putar itu mengeluarkan suara angin bersuitan dan menjadi gulungan sinar yang lebar. Namun sekali ini dia bertemu dengan lawan yang biarpun masih muda namun telah memiliki ilmu kepandaian yang luar biasa.

Andaikata Thian Lee tidak bertemu dengan Yeti dan tidak menerima warisan ilmu pedang Jit-goat Kiam-sut menggunakan Jit-goat Sin-kiam dan ilmu menghimpun tenaga sakti Thian-te Sin-kang, tidak mungkin, dia akan dapat mengimbangi kenekatan Pak-thian-ong. Tingkat kepandaian Pakthian-ong sudah amat tinggi untuk waktu itu, setingkat dengan kepandaian para ketua perkumpulan dan partai besar.

"Aaaaggghhhh....!" Pak-thian-ong mengeluarkan suara gerengan aneh dan tubuhnya sudah menerjang ke depan amat dahsyatnya, rantai baja itu menyambar-nyambar ke arah kepala Thian Lee sedangkan lengan kirinya yang panjang berbulu itu dengan tangan membentuk cakar melakukan cengkeraman-cengkeraman ke arah dada dan perut lawan.

Thian Lee maklum betapa dahsyat dan berbahayanya semua serangan itu, maka dia pun menggunakan kelincahan tubuhnya, mengelak ke sana sini, meloncat dengan sigapnya ke kanan kiri sambil menggerakkan Jit-goat Sin-kiam untuk menangkis rantai.

Terdengar bunyi nyaring berdencingan ketika rantai bertemu pedang, menimbulkan percikan bunga-bunga api dan kadang lengan kiri mereka bertemu ketika Thian Lee menangkis dan setiap kali lengan kiri bertemu, tubuh keduanya terdorong ke belakang dan tergetar hebat sekali.

Hal ini membuktikan bahwa dalam hal tenaga sin-kang kekuatan mereka seimbang. Tentu saja Pakthian-ong Dorhai menjadi terkejut dan heran bukan main. Selama menjelajahi dunia kangouw sebagai seorang datuk besar, jarang dia bertemu tanding, apalagi kalau lawannya hanya seorang pemuda seperti Thian Lee. Dia menjadi penasaran sekali.

Pada saat itu, empat orang perajurit yang berdekatan dengan tempat pertandingan itu, agaknya ingin membuat jasa dan melihat Pak-thian-ong terdorong ke belakang, mereka sudah menggerakkan tombak mereka dan menusuk dari belakang. Empat batang tombak dengan cepat dan kuat menusuk ke arah lambung dan punggung Pak-thian-ong.

"Krak-krak-krak-krak!"

Terdengar bunyi keras empat kali. Punggung dan lambung yang tertusuk tombak itu tidak apa-apa, sebaliknya empat batang tombak itu yang patah-patah! Pak-thian-ong memutar tubuh tangan kirinya meraih dan dia sudah dapat merampas empat gagang tombak dengan tangan kirinya.

Dan sekali tangan kiri bergerak, empat batang tombak itu menyambar dan tepat mengenal dada empat orang penyeranghya. Batang tombak itu menembus dada sampai ke punggung dan robohlah empat penyerang tadi, tewas seketika!

"Jangan mencampuri!" teriak Thian Lee yang menjadi marah sekali melihat betapa empat orang perajurit tewas oleh Pak-thian-ong. Sementara itu Ong-ciang-kun menjadi marah.

"Mundur! Perketat pengepungan akan tetapi jangan ada yang turun tangan sebelum diperintah!"

Pak-thian-ong sudah menghadapi Thian Lee lagi dan tiba-tiba tubuhnya merendah, rantainya menyapu kaki Thian Lee dengan cepat dan kuat sekali. Thian Lee meloncat ke atas dan berjungkir balik, lalu tubuhnya menukik turun sambi menusukkan pedangnya ke arah ubun-ubun kepala lawan yang merendahkan tubuhnya itu. Pak-thian-ong memutar pergelangan tangannya dan rantai baja itu menangkis pedang.

"Tranggg....!" Nampak bunga api percikan dan Pak-thian-ong menggulingkan tubuhnya ke atas tanah dan tiba-tiba saja tangan kirinya sudah menyambar ke arah kaki Thian Lee dengan cengkeramannya.

Thian Lee terkejut sekali karena tidak sempat mengelak lagi. Dia merasa betapa pergelangan kaki kirinya dicengkeram, seperti dijepit catut baja saja rasanya. Tidak mungkin melepaskan kaki dari cengkeraman itu dan sebelum lawan dapat menyeretnya jatuh, pedangnya menusuk ke arah pergelangan tangan yang mencengkeram kakinya itu.

Begitu cepat gerakan pedang ini sehingga Pak-thian-ong tidak melihat jalan lain untuk menyelamatkan tangannya kecuali melepaskan cengkeramannya dan menarik tangannya sambil melompat bangun berdiri. Mereka berhadapan lagi. Pak-thian-ong agak terengah dan lehernya sudah mulai basah dengan keringatnya sendiri.

Thian Lee sebaliknya masih nampak tenang dan sama sekali tidak terengah. Hal ini menunjukkan bahwa bagaimanapun pemuda ini masih menang dalam hal daya tahan dan pernapasan. Thian Lee yang maklum akan kelihaian lawan melihat ini dia tahu bahwa kemenangannya terletak pada daya tahannya. Biarlah lawan menghabiskan tenaganya sendiri, pikirnya.

"Mau menyerah, Pak-thian-ong?" ejeknya, sengaja untuk memanaskan hati lawan.

"Engkau atau aku yang mampus!" teriak datuk itu dan dia sudah menyerang lagi dengan dahsyatnya.

Hal ini memang dikehendaki Thian Lee. Pemuda ini mengelak lagi dan selanjutnya menggunakan kelincahan gerakan tubuhnya untuk menghindarkan diri sambil memancing agar lawan menyerang terus.

Sementara itu, perkelahian antara Thian-te Mo-ong Koan Ek yang dikeroyok oleh Lee Cin dan Cin Lan juga berlangsung dengan serunya. Memang kalau maju satu demi satu, dua orang gadis itu tidak akan mampu menandingi Thian-te Mo-ong.

Akan tetapi mereka maju bersama dan keduanya memang sudah memiliki ilmu kepandaian tingkat tinggi sehingga Thian-te Mo-ong yang dikeroyok menjadi repot juga. Dia adalah seorang di antara ernpat Datuk Besar yang sudah tinggi tingkat kepandaiannya dan di antara Empat Datuk Besar, dialah yang terkenal ahli dalam permainan sepasang pedang.

Dahulu, ketika diadakan pertemuan antara Empat Datuk Besar yang hendak saling mengadu ilmu untuk menentukan siapa di antara mereka berempat yang paling lihai, disaksikan oleh Pek I Lokai, mereka dilerai oleh seorang panglima yang membawa surat kuasa Kaisar yang menawarkan kepada empat orang datuk besar untuk membantu pemerintah.

Semuanya menolak, dan hanya Pak-thian-ong Dorhai yang mau menjadi pembantu pemerintah dan kemudian diangkat menjadi koksu. Kemudian Pak-thian-ong membujuk Thian-te Mo-ong untuk membantunya dalam persekutuannya dengan Pangeran Tua.

Karena persekutuan itu menjanjikan kedudukan yang lebih tinggi, bahkan membuka kesempatan bagi mereka untuk juga merebut tahta, maka Thian-te Mo-ong tertarik. Tak disangkanya baru beberapa hari berada di rumah Pak-thian-ong, telah terjadi penyerbuan pasukan pemerintah seperti yang terjadi malam ini.

Menghadapi pengeroyokan kedua orang gadis itu. Thian-te Mo-ong harus mengerahkan seluruh kepandaian dan tenaganya. Dua orang gadis itu biarpun masih muda akan tetapi sama sekali tidak boleh dipandang ringan.

Cin Lan memiliki sin-kang yang aneh dan kuat sekali berkat hawa beracun gigitan ular-ular emas dan ular putih yang kemudian menjadi gabungan tenaga dahsyat dalam dirinya. Dengan dorongan tenaga ini, tongkatnya menjadi dahsyat sekali dan ilmu tongkat Hok-mo-tung juga merupakan ilmu silat yang ampuh, dirangkai sendiri oleh Pek I Lokai.

Totokan-totokan tongkat itu ke arah jalan darahnya membuat Thiante Mo-ong harus menghindarkan diri dengan tangkisan atau elakan. Tidak berani dia menerima totokan tongkat yang demikian kuatnya itu dengan perlindungan kekebalan tubuhnya.

Sementara itu Lee Cin juga merupakan lawan yang berbahaya. Bukan saja Pedang Ular Merahnya itu mengandung racun dan dimainkan dengan Ang-coa-kiam-sut (Ilmu Pedang Ular Merah) yang juga merupakan ilmu silat tinggi, akan tetapi yang membuat Thian-te Mo-ong menjadi semakin repot adalah tangan kiri gadis ini.

Lee Cin selalu menggunakan kesempatan terbuka untuk menyerang lawan dengan totokan It-yang-ci jari tangan kirinya. Totokan It-yang-ci ini sudah dilatihnya dengan baik sehingga kini totokan satu jarinya mengeluarkan suara bercuitan dan sudah terasa oleh lawan hebatnya totokan ini sebelum jari tangan itu mengenai sasaran.

"Hyaaaatttt....!" Tiba-tiba Thian-te Mo-ong yang sudah mulai lelah itu mengeluarkan bentakan nyaring sekali. Mereka sudah bertanding lebih dari dua ratus jurus dah belum juga dia mampu mendesak kedua orang pengeroyoknya. Mereka dengan penasaran dan kemarahan meluap-luap kirii dia menyerang, sepasang pedang menyannbar ke kanan kiri, yang kanan menusuk ke arah perut Lee Cin, yang kiri menyambar ke arah leher Cin Lan.

Memang luar biasa sekali ilmu pedang pasangan dari Datuk Iblis Selatan itu. Dalam satu saat pedangnya dapat menyerang ke dua jurusan dengan gerak-an yang berbeda, yang kiri mernbabat leher, yang kanan menusuk ke perut. Dan kedua serangan ini sama-sama hebat dan berbahaya bagi kedua orang lawanrya.

Cin Lan menangkis pedang yarg menyambar ke arah lehernya itu dengan tongkatnya, sedangkan Lee Cin melompat ke kiri untuk menghindarkan perutnya dari tusukan pedang. Kemudian, Cin Lan setelah menangkis pedang tadi lalu memutar tongkatnya yang menghantam ke arah kepala kakek itu sedangkan Lee Cin membarengi serangan itu dengan tusukan pedangnya ke arah lambung dari samping kakek itu memutar kedua pedangnya menangkis.

"Trang-trang!"

Tepat pada saat sepasang pedang itu menangkis pedang Lee Cin dan tongkat Cin Lan, jari tangan Lee Cin menotok dan mengarah jalan darah di pundak Thian-te Mo-ong. Kakek inl terkejut dan menggerakkan pundaknya mengelak, akan tetapi biarpun tidak tepat benar, jalan darahnya itu sempat tersentuh jari tangan Lee Cin dalam totokan It-yang-ci yang ampuh.

"Tukk....!" Tubuh Thian-te Mo-ong terhuyung ke belakang dan Cin Lan yang melihat kesempatan baik ini cepat menerjang maju dan tongkatnya menotok ke arah dada kakek itu.

"Dukk....!!" Thian-te Mo-ong mengeluh dan terpelanting. Pada saat itu kembali Lee Cin sudah menyerangnya dengan totokan It-yang-ci dan sekali ini totokannya mengenai sasaran dengan tepat dan tubuh Thian-te Mo-ong menjadi lemas tak mampu digerakkan lagi.

"Ringkus dia!" Ong-ciangkun memberi aba-aba dan banyak tangan para perajurit segera menelikung tubuh itu dengan rantai yang kuat sehingga kakek itu tidak mampu berkutik lagi.

Kini dua orang gadis itu mendekati Thian Lee yang masih bertanding melawan Pak-thian-ong Dorhai. Akan tetapi kedua orang gadis itu merasa tidak perlu untuk membantu. Mereka melihat dengan jelas betapa Thian Lee sudah unggul. Pak-thian-ong sudah mandi peluh dan napasnya terengah-engah.

Segala daya dan kekuatan sudah dikerahkan oleh datuk besar ini, akan tetapi lawannya terlampau tangguh baginya. Semua serangannya tidak mampu menembus pertahanan Thian Lee, sebaliknya kini pemuda itu mendesak dan menekannya sehingga sabuk rantainya tidak sehebat tadi gerakannya.

Dengan tenaga terakhir, Pak-thian-ong menggerakkan rantainya untuk menyerang kepala Thian Lee. Rantai itu menyambar dengan dahsyat ke arah kepala pemuda itu, namun dengan tenang Thian Lee melangkah ke samping sambil mengelebatkan pedangnya, dengan pengerahan tenaga membacok ke arah rantai itu.

"Tranggg....!" Rantai itu menjadi putus! Hal ini dapat terjadi hanya karena tenaga kakek itu sudah mengendur. Kalau tadi, tenaganya masih penuh, tidak mungkin pedang Thian Lee mampu membuat rantai itu putus, betapapun baik dan tajamnya pedang itu, betapapun kuat tenaga Thian Lee.

Pak-thian-ong Dorhai terbelalak memandang sisa rantai di tangannya, kemudian dia menoleh ke sekeliling. Para perajurit dengan senjata di tangan, bahkan ada yang dengan anak panah di busur, siap ditembakkan, dan dua orang gadis yang telah berhasil menawan Thian-te Mo-ong, semua siap untuk turun tangan.

Tidak ada jalan keluar lagi baginya dan untuk melanjutkan pertandingan, akhirnya, dia hanya akan mendapat malu karena dia pasti kalah oleh pemuda yang hebat ini. Menyerah? Tidak urung dia akan dihukum mati. Dosanya terlalu besar. Sudah diberi anugerah kedudukan tinggi, dia masih bersekutu dengan Pangeran Tua untuk memberontak!

Pak-thian-ong menjadi putus asa dan tiba-tiba sebelum dapat dicegah Thian Lee yang sama sekali tidak menduganya, dia memukulkan sisa rantai baja itu ke arah kepalanya sendiri. "Prakkk!!" Pecahlah kepalanya dan Pak-thian-ong terkulai roboh dan tewas seketika.

Thian Lee berdiri dan memejamkan matanya, menarik napas dalam. Tubuhnya juga basah oleh keringat dan dia merasa lelah sekali. Baru sekali ini selama hidupnya dia berhadapan dengan lawan setangguh itu. Sebuah tangan memegang lengannya.

"Lee-ko, engkau... tidak apa-apakah...?"

Thian Lee membuka matanya dan melihat bahwa yang memegang tangannya adalah Cin Lan. Dia tersenyum dan menggeleng kepalanya. "Aku tidak apa-apa, Lan-moi."

"Sukurlah....!" kata gadis itu dengan hati lega.

Sementara itu Lee Cin melihat betapa mesra adegan yang sepintas itu, memperlihatkan perhatian dan kekhawatiran Cin Lan terhadap diri Thian Lee.

"Mari kita segera kembali dan melihat kalau-kalau yang lain memerlukan bantuan kita. Mari, Lan-moi dan Lee Cin, kita mendahului kembali untuk melihat keadaan. Biarkan Ong ciangkun yang mengurus para tawanan."

Mereka bertiga segera meninggalkan gedung Koksu yang telah dikuasai pasukan itu dan kembali ke rumah Pangeran Tang. Rumah itu memang dijadikan pusat gerakan pembersihan dan ternyata Pangeran Tang sendiri telah kembali.

"Ayah, bagaimana dengan penyerbuan istana Pangeran Tua?"

"Beres. Kami tidak menemui perlawanan. Setelah semua orang kang-ouw yang membantunya dikerahkan untuk melakukan pembunuhan-pembunuhan itu, di rumahnya tidak ada lagi jagoan-jagoan yang tangguh. Para penjaga di sana segera menyerah ketika diserbu pasukan kerajaan yang kuat dan banyak jumlahnya."

"Dan Pangeran Tua sendiri?"

"Agaknya dia putus asa melihat gerakannya hancur dan kami menemukan dia telah tewas membunuh diri di dalam kamarnya. Keluarganya sudah ditangkap, termasuk puteranya, Tang Boan dan kami juga menangkap Bian Hok putera Pangeran Bian Kun yang berada pula di sana. Dia tersangkut pula dalam komplotan pemberontak itu."

Pangeran Tang Gi Su memandang wajah puterinya, di dalam hati merasa bersukur bahwa dia belum menerima pinangan Bian Hok untuk puterinya. Kalau dia sudah menerima pinangan itu, tentu berarti bahwa calon mantunya yang tersangkut itu dan hal ini tentu akan membuat dia merasa tidak enak sekali.

Tak lama kemudian, para panglima yang melakukan penjagaan dan perlindungan kepada para pangeran yang akan dlbunuhnya, juga sudah berdatangan dengan laporan bahwa mereka pun telah dapat menangkapi orang-orang kang-ouw yang hendak membunuh para pangeran itu.

Pangeran Tang Gi Su menjadi lega sekali. Dengan sekali pukul malam itu, seluruh gerakan Pangeran Tua yang amat berbahaya itu telah berhasil dilumpuhkan dan semua kelompok pemberontak dapat ditangkap. Dan dalam hal ini, yang paling berjasa adalah Thian Lee.

Kalau pemuda itu tidak menyelundup ke dalam komplotan itu, tidak mungkin hal ini dilaksanakan dan mungkin akan berjatuhan korban-korban di antura pangeran. Yang lebih menggembirakan lagi, semua operasi pembersihan yang berhasil meruntuhkan seluruh jaringan pemberontak itu berhasil dilakukan dengan diam-diam pada malam hari itu sehingga tidak ada rakyat yang tahu bahwa telah terjadi peristiwa yang amat berbahaya dan hebat.

Bahkan Ban-ciangkun dan Tung-ciangkun, dua orang panglima yang cukup berkuasa, dapat disergap di rumah mereka tanpa mereka menduga-duga sehingga mereka tidak mempersiapkan diri. Mereka dapat ditangkap sebelum sampai menggerakkan pasukan mereka.

Segera panglima lain dijadikan pengganti mereka dan pasukan yang berada di bawah pimpinan mereka pun tidak dapat berbuat sesuatu, tidak sempat mengetahui bahwa mereka tadinya akan dikerahkan untuk menyerbu istana!

Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Kaisar telah memanggil Pangeran Tang Gi Su bersama Thian Lee untuk mendengar laporan mereka tentang usaha menumpas gerombolan pemberontak itu. Kaisar Kian Liong yang sudah tua itu girang bukan main mendengar laporan Tang Gi Su yang memuji-muji jasa Thian Lee dalam operasi yang berhasil itu.

"Saudaraku Pangeran Tang Gi Su, sekali ini jasamu sungguh besar sekali. Kami berterima kasih kepadamu dan mulai saat ini kami mengangkatmu menjadi Koksu. Kami membutuhkanmu sebagai penasihat pertama dalam segala urusan pemerintahan karena engkau bijaksana dan tegas."

"Terima kasih, Yang Mulia," kata Pangeran Tang Gi Su.

"Dan engkau, Thian Lee. Menurut laporan Pangeran Tang Gi Su tadi, jelas bahwa engkau yang membuat operasi itu berhasil baik. Karena keberanianmu menyusup ke tengah-tengah para pemberontak, engkau berhasil mengetahui rahasia gerakan mereka sehingga penumpasan dapat dilaksanakan dengan hasil baik. Biarpun baru saja engkau kami beri kedudukan panglima muda, mulai hari ini engkau kami angkat menjadi panglima besar yang mengepalai seluruh pasukan penjaga keamanan istana!"

“Terima kasih, Yang Mulia."

Kaisar sendiri lalu menganugerahkan sebatang pedang tanda kekuasaan kepada Thian Lee, dan Kaisar bahkan mengangkat cawan arak untuk memberi selamat kepada dua orang yang berjasa besar itu. Tentu saja para pelaksana operasi itu tidak dilupakan. Semua diberi kenaikan pangkat.

Setelah pertemuan berakhir, Thian Lee tidak segera pergi ke rumah gedung yang diberikan kepadanya sebagai tempat tinggal, melainkan ikut dengan Pangeran Tang Gi Su pulang ke rumah pangeran itu. Dia harus menemui Cin Lan dan juga Lee Cin yang masih berada di rumah itu.

Di dalam hatinya, Thian Lee merasa berbahagia sekali karena melihat betapa sikap Pangeran Tang Gi Su amat akrab dengannya, bahkan pangeran itulah yang memuji-muji jasanya di depan Kaisar sehingga dia mendapatkan kenaikan pangkat yang besar. Dari sikapnya, dia tahu bahwa pangeran ini kagum dan suka kepadanya dan hal ini menimbulkan harapannya mengenai hubungan cinta kasihnya dengan Cin Lan.


"Enci Cin Lan, bagaimana pendapatmu tentang Thian Lee?"

"Thian Lee? Ah, maksudmu Lee-ko? Apa yang kau maksudkan?"

"Dia seorang pemuda yang hebat, bukan? Ilmu kepandaiannya tinggi sekali. Bahkan Pak-thian-ong yang terkenal sebagai datuk besar sakti itu tidak mampu menandinginya."

"Benar, Adik Cin. Lee-koko memang Seorang pemuda yang memiliki ilmu kepandaian tinggi sekali."

"Juga dia seorang pemuda yang gagah perkasa dan baik budi, bukan?"

"Benar pula. Dia gagah perkasa dan berbudi mulia, maka tidak mengherankan kalau Sri Baginda Kaisar menaruh kepercayaan kepadanya dan memberinya anugerah kedudukan panglima."

"Kau agaknya kagum sekali kepadanya Enci Lan."

"Memang aku kagum sekali kepadanya, Adik Cin."

"Dan hubungan kalian... hemm, nampaknya mesra! Aku berani bertaruh bahwa engkau cinta sekali kepadanya, Enci."

Wajah Cin Lan berubah kemerahan. Biarpun bergaul dengan Lee Cin baru berapa hari, ia sudah akrab sekali dengan sahabat ini, demikian pula Lee Cin selalu berbicara dengan terbuka dan bebas.

"Tak usah bertaruh, Adik Cin. Memang aku cinta sekali kepadanya."

"Dan dia? Apakah dia juga mencintamu, Enci?"

"Begitulah, kami saling mencinta dan kami mengharapkan akan dapat saling berjodoh."

"Dia sudah menyatakan cinta kepadamu?"

Biarpun agak kemalu-maluan, Cin Lan mengangguk. "Sudah, dan hal itu membahagiakan hatiku, Adik Cin."

Lee Cin memegang lengan Cin Lan dengan akrabnya. "Ah, Enci Lan, engkau beruntung sekali, membuat aku mengiri kepadamu!" Dan tiba-tiba saja dengan gerakan ilmu It-yang-ci, Lee Cin telah menotok pundak Cin Lan membuat Cin Lan mendadak terkulai lemas.

Cin Lan terkejut sekali. la hanya tidak mampu menggerakkan kaki tangannya, akan te-tapi masih dapat berbicara, "Adik Cin, apa yang kau lakukan ini?" tanyanya heran dan berusaha untuk mengerahkan sinkang menembus jalan darah yang tertotok.

Akan tetapi totokan It-yang-ci itu hebat sekali. Sedikit pun ia tidak mampu mengerahkan Iwee-kang (tenaga dalam) bahkan kalau ia paksa, terasa nyeri sekali di dadanya. Maka ia menyerah.

"Sudah kukatakan, aku iri kepadamu!" kata Lee Cin dan ia pun segera memanggul tubuh Cin Lan dan membawanya keluar dari kamar itu dan terus ia keluar rumah melalui taman dan tembok belakang, membawa Cin Lan pergi meninggalkan kota raja. Pada penjaga pintu gerbang, Lee Cin mengatakan bahwa puteri Pangeran Tang Gi Su itu sedang keracunan dan ia membawanya pergi menemui tabib yang akan menolongnya.

Biarpun ia berada dalam keadaan berbahaya karena terjatuh ke tangan seorang gadis yang iri hati kepadanya, namun Cin Lan tetap tenang. la tahu bahwa Lee Cin bukan gadis jahat, dan kalau memang Lee Cin bermaksud membunuhnya tentu sudah sejak tadi dilakukannya. Akan tetapi ia pun dapat menduga bahwa Lee Cin mencinta Thian Lee dan kini hatinya cemburu membuat gadis itu seperti gila, menjadi salah tingkat dan melakukan hal-hal yang tak masuk akal.

Mereka tiba di tepi hutan, tak jauh dari kota raja, Lee Cin melepaskan tubuh Cin Lan menggeletak telentang sedangkan ia sendiri duduk di atas batu memandangi Cin Lan dengan alis berkerut. Tiba-tiba ia mencabut pedangnya. "Benar, aku harus membunuhnya!" katanya kepada diri sendiri sambil meno-dongkan pedangnya ke dada Cin Lan.

"Adik Cin, kenapa engkau melakukan ini? Kenapa engkau hendak membunuhku?" tanya Cin Lan dengan tabah dan tenang.

"Kenapa engkau tidak menangis dan minta-minta ampun kepadaku?" bentak Lee Cin. "Mintalah ampun, mungkin aku akan mengampunirnu."

"Tidak, Adik Cin. Untuk apa aku minta ampun? Aku tidak bersalah apa pun kepadamu."

"Engkau tidak bersalah? Engkau merampas pria yang kucinta! Engkau merebutnya dariku!"

"Aku tidak merasa merebutnya dari siapapun juga. Kami saling mencinta. Kalau engkau begitu buta untuk tidak melihat kenyataan ini dan hendak membunuhku, engkau bertindak sebodoh-bodohnya. Kalau aku mati terbunuh, Kekasihku itu tentu akan menangisi kematianku, akan berkabung dan mungkin selamanya akan berduka karena kematianku.

"Akan tetapi engkau? Engkau yang membunuh kekasihnya, engkau akan dikutuk, dan dibenci selamanya oleh orang yang kau cinta itu. Adik Cin, tidakkah engkau dapat melihat kenyataan ini? Mencinta seseorang dan tidak dibalas, itu sudah merupakan hal yang pahit, akan tetapi dibenci oleh orang yang kita cinta, itu merupakan siksaan batin yang amat berat.

"Perjodohan haruslah diadakah oleh dua orang yang saling mencinta, bukan oleh orang yang hanya mencinta sepihak saja. Bayangkan kalau engkau menjadi isteri seorang suami yang tidak mencintaimu, hanya engkau sendiri yang cinta kepadanya. Bagaimana sengsara perasaan hatimu. Cinta tidak dapat dipaksakan, Adik Cin, tidak dapat dibuat-buat.

"Kalau engkau membunuh aku, engkau akan berdosa besar kepadaku karena aku tidak mempunyai kesalahan apa pun padamu, dan engkau akan dikutuk, dimusuhi oleh Lee-koko, bahkan oleh semua orang gagah di dunia kang-ouw. Sebaiknya kau bebaskan aku, lupakan Lee-koko karena dia sudah rnencinta aku dan tidak dapat membalas cintamu.

"Kami akan selalu menaruh rasa iba kepadamu dan mendoakan semoga engkau akan bertemu dengan pria yang benar-benar mencintamu agar kelak engkau menjadi seorang isteri yang berbahagia. Nah, sudah banyak aku bicara, terserah kepadamu. Aku tidak takut mati!"

Wajah Lee Cin sebentar merah sebentar pucat. Membayangkan bahwa kalau ia membunuh Cin Lan ia akan dibenci dunia kang-ouw, ia tidak peduli. Akan tetapi dibenci Thian Lee, dikutuk dan dimusuhi? Terlalu berat baginya. la dapat merasakan kebenaran ucapan Cin Lan. Cinta tidak dapat dipaksakan atau dibuat-buat. Timbul dari dasar hati. Hatinya menjadi bingung.

Pada saat itu muncul seorang pria berusia hampir enam puluh tahun, bertubuh tinggi besar gagah perkasa bermuka merah dan memegang sebatang dayung baja bersama seorang pemuda yang gagah tampan dan pesolek. Mereka itu bukan, lain adalah Siangkoan Bhok dan puteranya Siangkoan Tek!

"Lee Cin, cepat bebaskan aku. Mereka adalah Tung-hong-ong (Raja Angin Timur) dan puteranya!" bisik Ci Lan yang kebetulan dapat melihat mereka dari tempat ia rebah.

Lee Cin yang sedang resah dan bimbang itu menjadi marah mendengar ini, dah ia semakin marah ketika mengenal dua orang itu. Siangkoan Tek adalah pemuda kurang ajar yang hampir memperkosanya dan untung baginya muncul Thio Hui San yang menolongnya. la tahu benar betapa lihainya kakek tinggi besar bersenjatakan dayung itu.

Akan tetapi kemarahannya membuat ia menjadi nekat dan biarpun ia tahu benar betapa kedahsyatnya kepandaian seorang di antara empat datuk besar itu, namun ia tidak takut. la meloncat dan menyambut dua orang pria itu dengan bentakan nyaring,

"Mau apa kalian datang ke sini mengganggu aku? Hayo cepat merangkak pergi atau kubunuh kalian!" Sikap gadis ini seperti menghadapi dua orang penjahat kecil saja.

Siangkoan Bhok sampai terbelalak marah melihat dirinya diperlakukan dengan sikap merendahkan seperti itu, akan tetapi Siangkoan Tek yang sudah mengenal kembali Lee Cin tersenyum, "Hemm, engkau datang lagi kepadaku, manis? Dan bukankah yang rebah di sana itu gadis tunanganku? Hemm, sekali ini kalian berdua harus menjadi milikku!"

Mendengar ini, api kemarahan dalam dada Lee Cin berkobar. "Bangsat bermulut kotor!" bentaknya dan ia sudah meloncat dan menerjang ke depan menyerang Siangkoan Tek dengan pedangnya.

Melihat serangan yang amat cepat dan berbahaya itu, Siangkoan Tek cepat meloncat jauh ke belakang untuk menghindarkan diri. Akan tetapi Lee Cin yang sudah marah sekali mengejar untuk menyusulkan serangan berikutnya.

Tiba-tiba sebatang dayung baja menyambar ke arah kedua kakinya dengan kecepatan dan kekuatan yang dahsyat sekali. Angin pukulan dayung itu mengeluarkan suara bercuitan ketika ruyung itu menyambar. Hampir saja kedua kaki Lee Cin terkena dayung itu. Lee Cin terkejut dan menggunakan kelincahan tubuhnya untuk melompat jauh ke belakang sambil berjungkir balik beberapa kali. Ketika tubuhnya turun, ia tiba di dekat Cin Lan.

"Adik Cin, bebaskan aku, kita hadapi berdua!" kembali Cin Lan berbisik.

Akan tetapi Lee Cin yang sudah marah sekali kepada Siangkoan Bhok, tidak mempedulikan keselamatan dirinya lagi dan kembaJi ia meloncat dan menerjang Siangkoan Bhok dengan pedangnya.

Kakek itu pun tidak berani memandang rendah. Dia tahu benar bahwa murid Ang-tok Mo-li ini cukup lihai dan pedangnya amat berbahaya. Maka dia pun memutar tongkatnya menghadapi pedang itu. Tiba-tiba Lee Cin membuat gerakan meliuk dan tiba-tiba saja jari tangan kirinya sudah meluncur ke arah mata Siangkoan Bhok.

"Ihh...!" Datuk itu berseru kaget dan mengelak cepat. Akan tetapi jari tangah kiri itu sudah cepat sekali menyambar pula ke arah dadanya dengan totokan yang dahsyat. Kembali Siangkoan Bhok meloncat ke kiri untuk menghindar.

"It-yang-ci....!" Serunya terkejut. Dia pernah dikalahkan oleh In Kong Taisu dengan ilmu totok It-yang-ci itu, maka tentu saja dia menjadi agak jerih.

Akan tetapi lewat beberapa jurus, tahulah dia bahwa ilmu It-yang-ci yang dikuasai nona itu masih jauh dari sempurna. Dia tertawa bergelak dan memutar lagi dayungnya dengan dahsyat. Belasan jurus lewat dan ketika dayung itu menyodok perut, terpaksa Lee Cin memapaki dengan kakinya dan tubuhnya terlempar jauh ke belakang. Kembali ia tiba dekat Cin Lan yang berbisik lagi.

"Lee Cin, engkau bodoh, Cepat bebaskan aku kalau engkau tidak ingin mati di tangannya!"

Sekali ini Lee Cin teringat bahwa ia memang tidak ingin mencelakai Cin Lan. Ucapan Cin Lan tadi sudah menyadarkannya bahwa ia tidak akan dapat memaksakan cinta kasih Thian Lee kepadanya kalau memang pemuda itu tidak mencintanya dan mencinta gadis lain. Maka, tangan kirinya bergerak dan Cin Lan segera dapat bergerak kembali.

Cin Lan cepat bangkit dan mematahkan sebatang dahan pohon untuk dijadikan senjata tongkat. Kemudian, dengan tongkat dahan pohon di tangan, gadis ini maju memutar tongkatnya menyerang Siangkoan Bhok, Lee Cin juga meloncat dan mengeroyok dengan serangan pedangnya yang ganas.

Melihat dua orang gadis itu maju menyerangnya dengan gerakan yang demikian tangkas, cepat dan kuat, diam-diam Siangkoan Bhok terkejut juga. Dia pernah melawan Lee Cin, akan tetapi ilmu kepandaian gadis itu dahulu tidak demikian hebat. Tahu-tahu sekarang telah mampu menguasai It-yang-ci.

Dan gadis yang menjadi murid Pek I Lokai ia pun tidak boleh dipandang ringan. Ilmu tongkat Hok-mo-tung sudah terkenal di dunia kang-ouw sebagai ilmu tongkat yang sukar ditandingi. Kini dua orang gadis itu maju bersama, maka dia pun bersikap hati-hati dan memutar dayungnya untuk menjaga diri.

Sementara itu, melihat ayahnya dikeroyok dua, Siangkoan Tek segera berseru, "Ayah, jangan bunuh mereka! Mereka adalah milikku!" Dan pemuda ini pun telah memegang pedang dan terjun dalarn perkelahian itu membantu ayahnya.

Cin Lan dan Lee Cin merasa kewalahan dan repot juga. Mengeroyok Siangkoan Bhok seorang saja sudah merupakan lawan berat bagi mereka, apalagi kini ditambah Siangkoan Tek yang juga lihai. Tingkat kepandaian Siangkoan Tek itu hanya sedikit di bawah tingkat mereka.

Kini, setelah dibantu puteranya, dayung baja di tangan Siangkoan Bhok menyambar-nyambar dahsyat, membuat kedua orang gadis itu terpaksa mempertahankan diri sambil mundur, seolah terdorong oleh angin sambaran dayung yang berat itu.

Ketika Lee Cin sedang menangkis pedang Siangkoan Tek, tiba-tiba dayung itu menyambar tubuhnya dengan kekuatan yang hebat. Tak mungkin menangkis dayung yang berat itu dengan pedangnya, maka satu-satunya jalan untuk meloloskan diri dari maut hanyalah meloncat ke belakang.

"Dessss...Dayung itu menghantam tanah dan tanah berhamburan dihantam dayung dengan kerasnya. Dayung itu kini menyarnbar ke arah Cin Lan yang terpaksa menangkis dengan tongkatnya.

"Takkk!" Tangkisan itu membuat Cin Lan terdorong ke belakang, ke bawah sebatang pohon, namun dayung itu tetap menyambar ke arah tubuhnya. Dengan mengandalkan keringanan tubuhnya. Cin Lan dapat mengelak dengan loncatan jauh ketika dayung menyambar dahsyat.

"Wuuuuttt... krakkk!" Pohon sebesar pinggang gadis itu patah dan tumbang dihantam dayung. Bayangkan saja kalau dayung itu tadi mengenai pinggang Cin Lan.

Dua orang gadis itu sudah mengeroyok lagi dan menyerang dengan senjata rnereka. Siangkoan Tek membantu ayahnya menangkis pedang Lee Cin sedangkan Siangkoan Bhok menangkis tongkat Cin Lan. Kemudian terjadi perkelahian yang seru dan mati-matian. Setiap kali Lee Cin mendesak Siangkoan Tek ayah pemuda itu selalu melindunginya sehingga berbalik Lee Cin yang terdesak.

Demikian pula kalau melihat Cin Lan terdesak hebat oleh dayung di tangan datuk itu, Lee Cin mengendurkan serangannya terhadap Siangkoan Tek untuk membantu Cin Lan. Akan tetapi, kedua orang gadis itu lebih sering terdesak. Tiba-tiba dayung itu bergerak bagaikan gelombang samudera menggulung ke arah Lee Cin.

Gadis ini terkejut, memutar pedangnya akan tetapi tetap saja ia terdorong ke belakang dan lalu ia menjatuhkan diri bergulingan dengan cepat untuk membebaskan dirl dari serangan dayung yang berbahaya itu. Melihat ini, Cin Lan membantu Lee Cin dengan tusukan tongkatnya.

"Trakk!" Tongkat itu terpental ketika membentur dayung dan pada saat itu, pedang Siangkoan Tek telah mengancam leher Cin Lan. Pedang ditempelkan ke leher dan pemuda ini berseru,

"Tunanganku, jangan melawan lagi. Ehgkau sudah kalah!"

Pada saat itu, dari udara nampak bayangan orang berkelebat dan tahu-tahu ada sinar pedang menyambar ke arah pedang Siangkoan Tek yang menempel di leher Cin Lan.

"Tranggg....!" Pedang Siangkoan Tek terpental dan pemuda itu terkejut, melompat mundur, Ternyata yang menolongnya itu Thian Lee!

"Lee-koko....!" Cin Lan berseru girang bukan main.

Thian Lee berhadapan dengan Siangkoan Bhok, lalu memberi hormat. "Kalau aku tidak salah duga, aku berhadapan dengan Tung-hong-ong Siangkoan Bhok, majikan Pulau Naga. Benarkah?"

"Hemmm, bocah lancang. Kalau sudah tahu, kenapa engkau berani mencampuri urusanku?" bentak Siangkoan Bhok.

"Tentu saja aku mencampuri. Kedua orang gadis ini adalah sahabat-sahabatku. Apa kesalahan mereka maka engkau seorang datuk besar yang berkedudukan tinggi menyerang mereka...?”

Selanjutnya,

Post a Comment

AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.