Gelang Kemala Jilid 18

Cerita Silat Mandarin Serial Gelang Kemala Jilid 18 (Tamat) Karya Kho Ping Hoo
Sonny Ogawa

Gelang Kemala Jilid 18

Siangkoan Tek melangkah maju. "Siapa kau? Berani ikut campur? Dua orang gadis itu adalah milikku, calon-calon isteriku, hayo kau pergi sebelum kuhancurkan kepalamu!" Dia mengamangkan tinju tangan kirinya dan pedang di tangan kanannya.

Cerita Silat Mandarin Karya Kho Ping Hoo

"Hemm, aku pernah mendengar bahwa Tung-hong-ong mempunyai seorang putera bernama Siangkoan Tek yang mata keranjang, hidung belang dan berwatak rendah. Kiranya engkaulah orang itu, bukan?"

"Jahanam, berani engkau menghinaku?" Siangkoan Tek menjadi marah dan dia menyerang dengan pedangnya, membacok kepala Thian Lee. Dengan tenang dan mudah Thian Lee mengelak ke kiri dan sekali tangannya mendorong, Siangkoan Tek terhuyung dan tentu sudah roboh kalau tidak disambar lengannya oleh ayahnya.

Diam-diam Siangkoan Bhok yang datuk besar itu mengenal gerakan ampuh ketika dalam segebrakan saja Thian Lee hampir merobohkan puteranya. Dia memandang penuh perhatian dan berseru dengan suara garang, "Orang muda, siapa engkau?"

"Namaku Song Thian Lee, sahabat dari dua orang gadis ini. Harap engkau orang tua suka membebaskan mereka, mengingat akan kedudukanmu yang tinggi di dunia persilatan, tidak akan mengganggu kalangan muda."

"Setan! Berani engkau menasihati aku? Aku akan menyudahi urusan ini kalau engkau sanggup menahan serangan dayungku sampai tiga puluh jurus!"

"Siangkoan Bhok, jangankan tiga puluh jurus, biar sampai tiga ratus jurus engkau tidak akan mampu mengalahkan dia!" tiba-tiba Lee Cin berseru keras.

Akan tetapi Siangkoan Bhok tidak mau mendengarkan gadis itu, bahkan segera menggerakkan dayungnya dan membentak, "Lihat senjataku!" dan dia pun sudah menyerang dengan dahsyatnya.

"Trang-cring-tranggg....!"

Bunga api berpijar ketika dayung itu ditangkis pedang di tangan Thlan Lee sampai tiga kali, lalu pemuda itu balas menyerang. Bukan main kagetnya hati Siangkoan Bhok ketika melihat serangan pemuda itu. Dia melihat pedang itu membentuk lingkaran-lingkaran aneh dan sambaran pedang itu terasa hawa yang amat dingin, ketika dia menangkis dan mengelak, tiba-tiba hawa dari pedang itu berubah panas.

Dia pun maklum bahwa pemuda itu telah mampu menggerakkan sin-kang yang berhawa panas dan juga dingin secara bergantian. Orang yang sudah dapat mengendalikan sin-kangnya seperti itu tentulah memiliki kepandaian tinggi maka dia pun tidak memandang rendah, melainkan menyerang dengan dayungnya sambil mengerahkan seluruh tenaga dan ilmu silatnya.

Thian Lee juga bersikap hati-hati karena dia maklum bahwa lawannya adalah seorang di antara empat datuk besar yang namanya sudah tersohor di dunia persilatan. Dia pun langsung memainkan pedangnya dengan Jit-goat Kiam-sut sehingga pedang itu membentuk gulungan sinar yang melingkar-lingkar.

Dari lingkaran itu menyambar sinar pedang dengan kekuatan yang dahsyat. Tiga puluh jurus lewat dengan cepatnya dan jangankan mengalahkan Thian Lee, mendesak pun Siangkoan Bhok tidak mampu.

"Heee, Siangkoan Bhok kakek tak tahu malu. Tiga puluh jurus telah lewat dan engkau belum mampu menang. Kau telah kalah!" teriak Lee Cin mengejek.

Akan tetapi kakek itu tidak peduli dan melanjutkan serangannya. Thian Lee juga membalas dan terjadilah pertandingan yang amat hebat. Mereka saling serang dan kadang senjata mereka bertemu dan terdengar suara nyaring menyusul bunga api yang berpijar-pijar. Seratus jurus terlewat dan mulailah Siangkoan Bhok terdesak.

Dua orang gadis yang menonton pertandingan itu merasa kagum dan Lee Cin tiba-tiba berkata, "Biar kuhajar anjing kecil itu." katanya, bersiap-siap untuk menyerang Siangkoan Tek yang sudah berdiri dengan mata terbelalak dan muka pucat nnelihat betapa ayahnya tidak mampu mengalahkan pemuda itu.

Cin Lan memegang tangannya. "Jangan, Adik Cin. Kita lihat saja bagaimana akhir pertandingan itu dan menyerahkan segala keputusannya kepada Lee-koko!"

Lee Cin menundukkan mukanya, Inilah satu di antara perbedaan antara ia dan Cin Lan. Gadis itu demikian mencinta Thian Lee sehingga tidak mau mendahului pemuda itu. Segalanya diserahkan kepada pemuda itu untuk mengambil keputusan! la pun merangkul Cin Lan, teringat akan perbuatannya tadi.

"Enci Lan, aku tadi terbakar perasaan cemburu dan marah. Maafkan semua perbuatanku tadi." Ia juga merasa betapa luhur budi Cin Lan. Sudah ia perlakukan seperti itu, tetap saja malah berusaha membantunya ketika ia berhadapan dengan Siangkoan Bhok dan puteranya!

Cin Lan balas merangkulnya. "Sudahlah, Adik Cin. Lupakan saja peristiwa tadi dan anggap sebagai hal yang tidak pernah terjadi. Sejak tadi pun aku tahu bahwa engkau tidak akan mencelakakan aku. Aku mengenalmu sebagai seorang gadis yang baik hati. Engkau hanyut dalam kekecewaan dan kedukaan. Aku kasihan kepadamu, Adik Cin. Kudoakan saja mudah-mudahan engkau akan bertemu jodohmu yang mencintamu sepenuh jiwa raganya."

"Ah, terima kasih, Enci Lan. Engkau seorang gadis yang bijaksana sekali, tidak mengherankan kalau Thian Lee mencintamu."

Biarpun perhatian mereka masih tertuju kepada pertandingan antara Thian Lee dan Siangkoan Bhok, akan tetapi mereka tidak khawatir dan tetap bercakap-cakap.

"Aku teringat akan sesuatu, Adik Cin. Menurut penuturan orang-orang Hek-tung-Kai-pang, ada seorang gadis pawang ular yang merampas sebatang gelang kemala dari tangan seorang anggauta mereka. Ketika bertemu engkau, aku jadi teringat. Apakah engkau gadis itu?"

Lee Cin tersenyum. "Benar, Enci Lan. Akulah yang merampas gelang itu, karena aku yakin pengemis itu mencurinya dan hendak menjualnya."

"Apakah sekarang engkau masih rnenyimpan gelang kemala itu?"

"Ah, tidak. Sudah kuserahkan kepadanya!" Lee Cin menuding ke arah dua orang yang sedang bertanding.

"Kepada siapa?" Cin Lan terbelalak.

"Kepada Thian Lee. Dia memintanya dan kuberikan kepadanya!"

Sepasang mata itu semakin terbelalak dan suara Cin Lan terdengar agak gemetar ketika bertanya, tangannya menggenggam tangan Lee Cin erat-erat. "Akan tetapi mengapa? Mengapa dia memintanya?"

"Katanya gelang itu miliknya, presis dengan gelang kedua yang disimpannya. Katanya, gelang itu dahulu oleh ayahnya diberikan kepada seorang anak perempuan yang dijodohkan dengannya... ah, Enci Lan, engkau begitu pucat. Kenapa? Ah, apakah... engkau pemilik gelang yang dicuri itu?"

Cin Lan sudah dapat menenteramkan jantungnya yang berdebar" penuh ketegangan, dan ia mengangguk. "Benar, Adikku. Akulah... anak yang dijodohkan dengan Lee-koko itu. Akan tetapi kuminta kepadamu, jangan engkau menceritakan kepada Lee-koko. Berilah aku kesenangan untuk kelak menceritakannya sendiri kepadanya. Maukah engkau, Cin-moi?" Cin Lan merangkul, Lee Cin balas merangkul.

"Tentu saja, Enci Lan. Kiranya engkau memang sejak kecil sudah dijodohkan dengan Thian Lee. Kionghi (selamat), Enci..!"

Pada saat itu, terdengar bentakan nyaring sekali keluar dari mulut Siang-koan Bhok, "Haiiiitttt....!" Dan dayung baja itu menyambar dahsyat sekali. Akan tetapi, Thian Lee tidak menangkis atau menjauh, bahkan merendahkan tubuhnya dan menerjang ke depan. Dayung itu menyambar lewat atas kepalanya dan pada saat itu, pedang Thian Lee telah berhasil merobek baju di dada Ssang-koan Bhok.

"Brettt....! Ahhh....!" Siangkoan Bhok meloncat jauh ke belakang dan mukanya yang biasanya merah itu kini menjadi pucat sekali. Dia memandang ke arah dadanya yang kini nampak kulitnya karena bajunya sudah robek terbuka. Dia tahu benar bahwa kalau lawannya yang muda tadi menghendaki, tentu dia sudah roboh dan tewas. Dengan semangat melayang dan hati dipenuhi penasaran dan rasa malu, dia pun menoleh kepada puteranya dan membentak,

"Tek-ji (Anak Tek), mari pergi dari sini. Cepat'!" Dan dia pun sudah melompat jauh meninggalkan tempat itu, Siangkoan Tek nampak bingung, belum pernah dia mengalami peristiwa seperti itu, menghadapi kekalahan ayahnya. Dia pun meloncat dan cepat-cepat mengejar ayahnya.

Cin Lan sudah lari menghampiri Thian Lee, Lee-koko, engkau tidak apa-apa?"

Thian Lee merangkulnya. "Tldak perlu engkau mengkhawatirkan diriku, Lan-moi. Akan tetapi justeru aku yang khawatir sekali akan keselamatanmu. Kenapa engkau dan Lee Cin berada di sini?"

Lee Cin akan mengaku terus terang akan perbuatannya tadi, akan tetapi ia didahului oleh Cin Lan. "Kami merayakan kemenangan kita tadi dengan berburu, kita hendak pergi berburu akan tetapi bertemu dengan mereka di sini, Lee-koko!"

"Ahh, hampir saja kalian celaka. Siangkoan Bhok itu lihai sekali, apalagi ada puteranya yang amat jahat."

"Hemm, dengan adanya seorang pelindung dirinya seperti engkau, apa yang harus ditakuti Enci Lan? Thian Lee, engkau harus menjaga diri Enci Lan baik-baik. Ingat, ia amat mencintamu!" kata Lee Cin dan mendengar ucapan itu.

Thian Lee memandang kepada Lee Cin dengan sinar mata berseri. Mengertilah dia bahwa Lee Cin sudah mengetahui tentang hubungan cintanya dengan Cin Lan dan agaknya Lee Cin dapat menerima kenyataan itu dengan rela. Tadinya dia mengkhawatirkan kalau Lee Cin akan membenci dan memusuhi Cin Lan kalau mengetahui akan hal itu.

"Tentu saja aku akan menjaganya baik-baik, Lee Cin. Terima kaslh!" katanya dengan nada suara gembira. "Dan sekarang aku berpamit, aku harus pulang ke Hong-san," kata Lee Cin.

"Ah, Adik Cin, kenapa tergesa-gesa? Kuharap engkau suka tinggal bebeapa hari lamanya di rumah kami...!" kata Cin Lan.

"Betul itu, Lee Cin, jangan tergesa-gesa pergi. Namamu telah dilaporkan kepada Sri Baginda Kaisar, engkau termasuk seorang di antara mereka yang berjasa menumpas pemberontakan dan engkau berhak memperoleh pahala...."

"Thian Lee, engkau tahu bahwa aku tidak membutuhkan pahala. Kalau diberi anugerah berikan saja kepada Enci Lan. Nah, selamat tinggal. Berbahagialah engkau Enci Lan berbahagialah kalian..." Kalimat terakhir ini keluar disertai isak tangis dan Lee Cin meloncat dan berlari cepat meninggalkan tempat itu.

Cin Lan memegang lengan Thian Lee yang segera merangkulnya. Keduanya diam memandang sampai bayangan Lee Cin lenyap di antara pohon-pohon. "Kasihan Adik Lee Cin," kata Cin Lan lirih. "la... ia mencintamu, Lee-ko."

"Aku tahu, aku sudah mengatakan terus terang kepadanya bahwa aku sudah mencinta gadis lain dan tidak mungkin mencintanya. Agaknya... ia sudah tahu bahwa gadis yang kucinta itu adalah engkau, Lan-moi."

"Memang la sudah mengetahuinya tadi," jawab Cin Lan.

"Ahhh, tadinya aku khawatir sekali. wataknya agak keras dan liar, aku khawatir ia bersikap keras dan membencimu. Akan tetapi ternyata tidak."

"Tidak, Koko. la seorang gadis yang baik hati," jawab Cin Lan sambil mengangkat muka menatap wajah pemuda kekasihnya itu. Hatinya bahagia sekali. Pemuda ini, kekasihnya ini, ternyata adalah tunangannya semenjak ia masih kecil. Pemuda ini adalah pilihan ayah kandungnya!

"Mudah-mudahan saja dia akan menemukan jodohnya yang baik," kata Thian Lee. "Mari kita kembali ke rumah ayahmu, Lan-moi. Engkau tentu telah ditunggu-tunggu."

Mereka lalu berjalan, bergandeng tangan kembali ke kota raja dan di sepanjang perjalanan, Thian Lee menceritakan tentang kepergiannya menghadap Kaisar di istana.

"Ayahmu telah dianugerahi pangkat Penasihat Kaisar, dan aku sendiri diangkat menjadi panglima yang mengepalai seluruh pasukan keamanan istana," demikian Thian Lee menutup ceritanya.

"Wah, kalau begitu engkau sudah menjadi panglima besar, Koko. Kionghi (selamat)! Engkau telah menunalkan tugasmu dengan baik."

"Sekarang tinggal sebuah tugas lagi yang teramat penting harus aku lakukan, Lan-moi."

Cin Lan mengerutkan alisnya dan memandang dengan khawatir. "Masih ada tugas lain lagi? Tugas apakah itu yang diberikan Sri Baginda Kaisar kepadamu. Lee-ko?"

"Bukan tugas dari Kaisar, Lan-moi, melainkan tugas pribadi yang teramat penting."

"Apakah itu?"

"Meminangmu kepada ayahmu."

"Ahhh....!" Cin Lan menunduk dan mukanya menjadi merah sekali.

Thian Lee merangkulnya. "Apakah engkau tidak senang Lan moi?”

"Senang sekali." Gadis ini menahan dirinya untuk tidak bercerita bahwa sesungguhnya mereka sudah bertunangan sejak kecil, dan rahasia ini disimpannya dengan hati tegang dan girang.

Thian Lee masih memeluk gadis itu. Tempat itu sunyi sekali, tidak ada orang lain kecuali mereka berdua. Dia mengambil sesuatu dari balik bajunya dan mengeluarkan sepasang gelang kemala. Jantung dalam dada Cin Lan terguncang keras ketika ia melihat sepasang gelang kemala itu.

Sebuah di antaranya adalah gelang kemala miliknya yang dulu dirampas oleh seorang anggauta Hek-tung Kai-pang. Lee Cin bercerita benar. Gelang itu dirampas pula oleh Lee Cin dari tangan pengemis itu, kemudian dikembalikan kepada Thian Lee.

"Lee-koko, benda apakah itu?" ia pura-pura bertanya ketika melihat sepasang gelang kemala itu.

"Lan-moi, sepasang gelang kemala ini adalah peninggalan mendiang ibuku. Sekarang, setelah aku bertemu dengan jodohku, dengan calon isteriku, maka kuserahkan sepasang gelang kemala ini kepadamu, Lan-moi."

Cin Lan merasakan kebahagiaan besar menyelubungi hatinya. Tuhan telah menuntun nnereka berdua yang sejak kecil telah dijodohkan itu untuk saling bertemu dan saling rnencinta! Ingin ia membagi kebahagiaan ini dengan Thian Lee yang belum mengetahuinya, akan tetapi ia ingin lebih dulu menggoda Thian Lee.

"Lee-ko, ah, aku tidak menyangka sama sekali bahwa orang seperti engkau ini dapat berkhianat dan tidak setia...." la sengaja belum mau menerima sepasang gelang itu.

Thian Lee terkejut bukan main, melepaskan rangkulahnya dan meloncat ke belakang, memandangi sepasang gelang itu lalu menatap wajah Cin Lan. "Lan-moi, apa yang kau maksudkan? Aku berkhianat dan tidak setia? Aku tidak mengerti!" Thian Lee penasaran sekali.

Cin Lan menahan rasa geli di hatiya. "Lee-koko, engkau berkhianat terhadap pesan mendiang ayahmu sendiri dan engkau tidak setia kepada tunanganmu dengan siapa engkau dijodohkan sejak kecil."

"Ehhh....!" Thian Lee terbelalak. "Bagaimana engkau... bisa mengetahui urusan itu....?"

"Lee Cin yang menceritakan semua itu kepadaku," jawab Cin Lan sambil mengamati wajah kekasihnya yang nampak khawatir.

"Ohhh... begitukah? Memang aku telah menceritakan semua itu kepadanya. Lee Cin menemukan sebuah dari gelang-gelang ini dan karena ia menyatakan... cintanya kepadaku, terpaksa aku menceritakan kepadanya bahwa aku tidak mungkin membalas cintanya dan melihat gelang itu ada padanya, aku lalu memintanya dan menceritakan bahwa gelang itu adalah gelang yang diberikan ayahku kepada sahabatnya sebagai tanda perjodohan antara aku dan anak perempuan sahabat ayahku."

"Hemm, dan sekarang gelang tanda ikatan jodoh dengan puteri sahabat ayahmu itu hendak kau berikan kepadaku! Bukankah hal itu berarti bahwa engkau mengkhianati ayahmu sendiri dan tidak setia kepada tunanganmu yang sudah dijodohkan denganmu sejak kecil?" Cin Lan menyerang dengan kata-kata dan pandang matanya tajam penuh selidik.

Wajah Thian Lee menjadi agak pucat. Dia menarik napas panjang lalu berkata, "Lan-moi, harap jangan bicara seperti itu. Engkau menusuk perasaan hatiku. Ketahuilah, bukan maksudku untuk berkhianat dan tidak setia. Akan tetapi aku tidak berhasil menemukan gadis yang dipertunangkan dengan aku semenjak kecil itu seperti yang dipesankan ibuku.

Bahkan aku mendapatkan gelangnya ada pada Lee Cin yang merampasnya dari tangan seorang pengemis. Pula, terus terang saja, aku merasa tidak setuju dengan apa yang telah dilakukan orang tuaku, menjodohkan aku ketika masih kanak-kanak. Bagiku, perjodohan haruslah didasari cinta kasih antara kedua orang yang hendak berjodoh.

"Kemudian aku bertemu denganmu dan jatuh cinta. Salahkah aku kalau aku menyerahkan gelang kemala ini kepadamu sebagai ikatan perjodohan karena kita saling mencihta, sebelum mengajukan lamaran kepada ayah ibumu?"

Cin Lan belum mau menerima alasan itu dan bertanya, "Lee-ko, bagaimana kalau pada suatu hari gadis yang dijodohkan denganmu sejak kecil itu muncul dan menuntut dilangsungkan perjodohan itu?"

”Aku akan menolaknya! Apalagi ia tidak mempunyai bukti gelang kemala ikatan jodoh."

"Benarkah engkau menolaknya?"

"Tentu saja. Akan kunasihati ia bahwa perjodohan yang dipaksakan adalah tidak baik dan akan menghancurkan kebahagian kami rnasing-masing. Akan kukatakan kepadanya bahwa aku telah mempunyai pilihan hati sendiri, yaitu engkau. Nah, terimalah sepasang gelang ini, Lan-moi"

Kini Cin Lan mau menerimanya, "Akan tetapi jangan tergesa-gesa mengajukan lamaran kepada Ayah Ibu, Lee-ko. Biarkan aku yang lebih dulu memberitahukan kepada mereka agar kalau engkau mengajukan lamaran, mereka sudah mengetahuinya lebih dulu dan tidak menjadi terkejut. Setelah kuberitahu mereka dan mereka setuju, barulah mengajukan lamaran itu."

Thian Lee mengangguk-angguk "Begitu memang yang paling baik, Lan-moi. Dengan demikian aku menjadi tidak ragu untuk menghadap orang tuamu dan melamar. Akan tetapi setelah engkau memberitahu mereka dan mereka setuju, engkau harus mengabarkan kepadaku."

"Tentu saja. Nah, mari kita pulang agar tidak membikin orang tuaku cemas, Lee-koko."

Mereka kembali ke kota raja dan ketika tiba di luar rumah Pangeran Tang, mereka disambut oleh orang tua Cin Lan dengan gembira dan lega.

"Di mana Nona Lee Cin?" tanya Sang Pangeran ketika tidak melihat gadis itu.

"Adik Cin Lan sudah pulang ke Hong-san dan ia berkeras mengatakan tidak mau menerima pahala apa pun, Ayah," kata Cin Lan.

Pangeran Tang Gi Su menarik napas panjang dan menggeleng kepalanya. "Seorang pendekar wanita yang masih muda dan gagah perkasa."

Malam itu kembali Pangeran Tang Gi Su menahan Thian Lee agar bermalam di rumahnya dan agar besok pagi saja pemuda itu pindak ke rumahnya sendiri yang diberikan oleh Kaisar kepadanya.

"Tok-tok-tok..."

Daun jendela kamar Thian Lee diketuk orang dari luar. Thian Lee memang belum tidur dan dia terkejut, menengok ke arah daun jendela itu, Kamarnya itu berada di pinggir dan daun jendela itu menghadap ke taman bunga.

"Siapa di luar?" tanya Thian Lee.

"Song Thian Lee, keluarlah, aku mau bicara denganmu."

Lee Cin, pikir Thian Lee. Suara itu suara wanita dan tidak ada wanita lain yang menyebut namanya begitu saja kecuali Lee Cin. Mau apa malam-malam datang seperti seorang pencuri? Ia tetap bersikap hati-hati, meniup padam liiin di atas meja. Membuka daun jendela dan melihat ada seorang yang berpakaian serba hitam di luar jendela.

Dia meloncat keluar dan berhadapan dengan orang itu. Ternyata orang itu menutupi mukanya dengan sapu-tangan hitam dan hanya sepasang matanya yang mencorong nampak dari dua lubang pada saputangan hitam itu. Akan tetapi dari bentuk tubuh yang ramping itu dia masih menduga bahwa orang itu tentulah Lee Cin.

"Lee Cin, apa maksudmu dengan...."

"Aku bukan Lee Cin!" tiba-tiba wanita berkedok itu memotong.

"Siapa engkau?" Thian Lee bertanya dengan heran. "Dan ada keperluan apakah engkau datang ke sini sebagaf pencuri?"

"Aku adalah gadis bermarga Bu!"

Thian Lee memandang dengan mata terbelalak. "Gadis... bermarga... Bu....?"

"Ya, aku adalah puteri dari mendiang ayahku Bu Cian. Dan engkau bernama Song Thian Lee putera mendiang Song Tek Kwi, bukan?"

Thian Lee masih terbelalak memandang dan sekarang dia menelan ludah untuk menenteramkan hatinya yang terguncang. "Jadi engkau... engkau... anak perempuan itu?"

"Ya, akulah anak perempuan she Bu yang dipertunangkan dengan putera Song Tek Kwi sejak kecil. Aku adalah calon jodohmu, Song Thian Lee. Kedua orang ayah kita menghendaki itu."

Thian Lee merasa terdesak, dia ingat akan gelang kemala. "Akan tetapi, Ayah telah memberi sebuah gelang kemala kepada Paman Bu Cian sebagai tanda ikatan jodoh. Mana gelang kemala itu sekarang? Gelang kemala itu menjadi bukti dirimu."

"Gelang itu tidak ada padaku. Sudah dicuri seorang anggauta Hek-tung Kai-pang!" jawab gadis itu dan Thian Lee kini yakin bahwa memang gadis inilah anak perempuan mendiang Bu Cian. Lee Cin menceritakan bahwa ia merampas gelang itu dari seorang pengemis. Dia harus berterus terang kepada gadis ini.

"Nona Bu, aku percaya bahwa engkau puteri mendiang Paman Bu Cian. Akah tetapi dengan bukti gelang kemala atau tidak, aku harus mengatakan terus terang kepadamu bahwa aku tidak mungkin dapat berjodoh denganmu seperti dikehendaki kedua orang ayah kita."

"Mengapa tidak? Apakah engkau hendak mengingkari janji ayahmu sendiri?"

"Ada dua hal yang membuat aku terpaksa menolak. Pertama, karena aku sudah mempunyai pilihan hati sendiri, mempunyai seorang kekasih dengan siapa aku akan berjodoh. Dan kedua, karena menurut pendapatku, kedua orang kita telah melakukan kesalahan besar. Kita, yang ketika itu masih kecil dan tidak saling mengenal, tidak saling mencinta, sudah dijodohkan.

"Bagaimana kita akan dapat hidup berbahagia? Perjodohan yang berbahagia hanyalah kalau perjdohan itu didasarkan atas cinta kasih kedua pihak, bukan? Harap engkau dapat memaklumi ini, dan perjodohan yang diikatkan oleh kedua ayah kita itu kita batalkan saja."

Sepasang mata di balik kedok itu mencorong. Cuaca cukup terang dengan adanya tiga lampu gantung di tepi taman itu sehingga Thian Lee dapat melihat mata yang mencorong itu.

"Song Thian Lee, membatalkan ikatan jodoh ini namanya mengingkari janji dan penghinaan bagiku. Sekali lagi aku bertanya, benar-benarkah engkau membatalkan ikatan perjodohan ini?"

"Tidak ada lain jalan, Nona Bu. Ikatan Jodoh yang tidak bijaksana ini harus di batalkan." kata Thian Lee tegas.

"Tidak bijaksana? Engkau anak tidak berbakti, berani rnengatakan ikatan jodoh yang dilakukan mendiang ayahmu sendiri sebagai tidak bijaksana?"

"Aku tidak dapat memungkiri kenyataan bahwa tindakan itu memang tidak bijaksana."

"Kalau begitu, hal ini harus diputuskan melalui kekerasan. Engkau atau aku yang mati!" kata gadis itu dan ia segera menyerang Thian Lee dengan pukulan yang dahsyat sekali.

Thian Lee mengenal pukulan ampuh yang disertai tenaga sin-kang yang kuat, maka cepat dia menghindar dengan lompatan ke samping. Akan tetapi dengan amat lincahnya, gadis berkedok itu sudah menerjangnya lagi dengan pukulan yang lebih ampuh. Terpaksa Thian Lee melayani dengan tangkisan.

"Dukkk!" kedua, lengan bertemu dan gadis itu terdorong ke belakang sampai tiga langkah. Akan tetapi Thian Lee juga merasakan betapa lengannya tergetar hebat. Ah, tingkat kepandaian gadis ini tidak di bawah Cin Lan atau Lee Cin, pikirnya kagum.

Tamparan gadis itu datang melayang lagi dan dia cepat mengelak lalu membalas untuk mengimbangi rangkaian serangan itu. Kalau Thian Lee menghendaki sebetulnya dia akan dapat merobohkannya dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Akan tetapi kalau hal ini dia lakukan, tentu dia akan menyinggung hati gadis itu dan membuatnya menjadi semakin marah dan sakit hati. Maka Thian Lee melayaninya sampai tiga puluh jurus sehingga nampaknya pertandingan itu berlangsung seru dan ramai. Setelah merasa cukup, mulailah Thian Lee mendesaknya.

"Wuuuuttt...!" Sebuah tendangan kilat gadis itu menyambar ke arah dada Thian Lee. Pemuda ini menangkis tendangan itu dengan tangan kirinya sehingga kaki itu terpental.

Akan tetapi gadis itu dapat memutar tubuhnya dan kembali menyerang dengan kedua tangannya, yang kiri mencengkeram ke arah muka dan yang kanan menotok ke arah dada, Thian Lee memasang dadanya tentu saja sambil mengerahkan Iwee-kang agar dadanya terlindung.

"Tukk.... Dadanya dibiarkan terbuka dan tertotok sementara tangan kanannya menangkap tangan kiri yang mencengkeram ke muka dan tangan kanannya menyambar kedok dari saputangan hitam itu lalu direnggutnya.

"Brettt....!" Kedok itu terbuka dan Thian Lee mengeluarkan seruan kaget sambil melompat ke belakang.

"Lah-moi....! Apa artinya ini? Kenapa engkau main-main seperti ini?" Thian Lee menegur dengan heran. Sedikit pun dia tidak pernah menyangka bahwa gadis itu adalah Cin Lan!

"Cin Lan tersenyum manis. "Siapa yang main-main? Aku tidak main-main, Lee-ko."

"Tapi engkau puteri Paman Pangeran Tang, dan gadis she Bu itu...."

"Aku memang puteri Pangeran Tang, akan tetapi aku juga gadis she Bu. Akulah Bu Cin Lan karena ayah kandungku bernama Bu Cian. Pangeran Tang adalah ayah tiriku."

"Dan gelang kemala itu?"

"Aku pemilik gelang kemala yang dirampas oleh anak buah Hek-tung Kai-Pang."

Thian Lee menjadi gembira bukan main. Dirangkulnya gadis itu dan didekapnya kepala itu ke dadanya. "Ya Tuhan, kiranya engkaulah tunanganku sejak kecil itu. Ampunkan aku, Ayah, ternyata pilihan Ayah untuk jodohku sungguh tepat. Tindakan Ayah sungguh bijaksana sekali!"

"Aku tidak menyalahkanmu, Koko. Aku sendiri sebelum bertemu denganmu juga menentang perjodohan gelang kemala itu. Akan tetapi setelah aku mendengar dari Adik Lee Cin, tahulah aku bahwa engkau adalah pemuda yang dijodohkan denganku sejak kecil.

"Anak nakal! Kenapa tidak kau beritahukan kepadaku, bahkan membuat ulah main-main seperti ini?"

"Aku ingin menggodamu, Koko. Entah bagaimana, setelah aku tahu bahwa engkau tunanganku sejak kecil, melihat engkau mencinta aku sebagai puteri pangeran dan hendak membatalkan perjodohan gelang kemala, hatiku menjadi tidak enak dan sakit. Maka aku sengaja mempermainkanmu."

Thian Lee mencium wajah itu dan Cin Lan menundukkan muka, tersipu "Ya Tuhan, aku masih merasa seperti dalam mimpi. Sukar dipercaya kenyataannya ini."

"Mari kita menghadap Ibu, Koko. la sudah menunggu dan engkau akan mendengar penjelasannya agar tidak ragu dan bingung lagi."

Gadis itu menggandeng tangan Thiah Lee dan diajak berkunjung ke kamar ibunya. Ternyata nyonya Itu memang sudah menunggu karena la sudah diberitahu oleh puterinya. Ketika bertemu dengan nyonya itu, Thian Lee memberi hormat dan dipersilakan duduk. Mereka duduk merighadapi meja dan Nyonya Lu Bwe Si segera berkata dengan suaranya yang lembut,

"Thian Lee, ketika melihat engkau untuk pertama kali, aku sudah curiga dan sudah kuberitahu kepada Cin Lan bahwa aku seperti telah mengenalmu, apalagi engkau she Song. Wajahmu mengingatkan aku kepada mendiang ayahmu. Engkau tentu heran mendapatkan kami berada di sini sebagai keluarga Pangeran Tang Gi Su."

"Saya memang tidak menyangkanya sama sekali, Bibi. Ketika saya mencoba menyelidiki keadaan Bibi, saya hanya mendengar bahwa Paman Bu Cian tewas dikeroyok pasukan dan bahwa Bibi bersama anak Bibi dijadikan tawanan. Maka saya tadinya menduga bahwa Bibi berdua juga telah tewas."

"Mungkin kami berdua sudah dihukum mati sebagai keluarga pemberontak kalau tidak ada Pangeran Tang Gi Su yang menolong kami. Kami dibebaskan dan dilindungi di rumah ini. Pangeran Tang teramat baik kepada kami maka ketika dia meminangku menjadi selirnya, aku menerimanya. Di sini kami terlindung dan juga Cin Lan menjadi terjamin hidupnya. Mengingat bahwa Cin Lan puteri seorang pendekar, maka sejak kecil ia kusuruh belajar silat dan untungnya Pangeran Tang yang menjadi ayah tirinya juga menyetujui hal itu. Demikianlah ceritanya, Thian Lee."

Thian Lee menarik napas paniang. "Paman Pangeran Tang Gi Su memang seorang yang bijaksana."

Pujian Thian Lee terhadap Pangeran Tang Gi Su ini terbukti pula ketika pada keesokan lusa harinya Thian Lee rnenghadap Pangeran itu untuk meminang Cin Lan.

"Ha-ha-ha!" Pangeran itu tertawa gembira mendengar pinangan Thian Lee. "Mengapa meminang tunanganmu sendiri? Sejak kecil ia sudah menjadi tunanganmu, sekarang tinggal mengatur pernikahannya saja, Song-ciangkun!" Tentu saja dia sudah mendengar kesemuanya itu dari Lu Bwe Si.

Demikianlah, sebulan kemudian pernikahan antara Song Thian Lee dan Bu Cin Lan dilangsungkan dalam sebuah pesta yang meriah. Pesta ini dihadiri oleh para pejabat tinggi dan juga oleh tokoh-tokoh dunia persilatan. Yang amat menggembirakan hati sepasang rnempelai itu adalah kehadiran Pek I Lokai dan Kim-sim Yok-sian yang mewakili suhengnya.

Lee Cin juga datang bersama ayahnya, Souw Tek Bun dan hal ini amat menggembirakan hati Thian Lee dan Cin Lan pula. Gadis lincah itu agaknya sudah dapat menerima kenyataan hidup yang kadang pahit dan mengecewakan. la sudah nampak gembira dan selalu menggoda sepasang mempelai.

"Ehh, Adik Cin, jangan rnenggoda kami terus," kata Cin Lan sambil tertawa. "Engkau sendiri, kapankah akan mengirim kami undangan kartu merah?"

Lee Cin tersenyum. "Tunggu saja tanggal mainnya, Enci Lan! Aku pasti akan mendapatkan jodoh seorang pemuda yang lebih baik daripada suamimu."

Cin Lan diam saja, akan tetapi hatinya berkata. Mana mungkin ada pria, yang lebih baik dari suamiku? Kalau ingin mendapatkan yang lebih baik harus memesan dulu kepada Tuhan!

Akan tetapi Thian Lee berkata sambil tersenyum, "Kami percaya, engkau tentu akan bertemu dengan jodohmu yang tentu jauh lebih baik daripara pria yang manapun juga di dunia ini, Lee Cin!"

Jawaban Thian Lee ini bukan sekedar menghibur akan tetapi memang kenyataannya demikian. Setiap orang tentu akan menganggap orang yang dicintanya itu orang yang paling baik di seluruh dunia.

Setelah menikah Thian Lee dan Cin Lan tinggal di rumah baru yang dihadiahkan Kaisar untuk Thian Lee. Dia menjadi seorang panglima besar dan hidup berbahagia bersama isterinya.

Sampai di sini berakhirlah sudah kisah Gelang Kemala ini dengan harapan pengarang semoga kisah ini dapat menghibur dan ada manfaatnya bagi para pembaca. Sampai bertemu lagi di lain kisah Dewi Ular

Pilih Jilid,
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.