Kembang Jelita Peruntuh Tahta Jilid 09

Cerita Silat Mandarin Serial Helian Kong Seri Pertama, Kembang Jelita Peruntuh Tahta Jilid 09 Karya Stevanus S P

Punggung Kaisar tiba-tiba basah keringat dingin ketika mendengar ucapan puterinya itu. Sekelebatan muncul kesadaran, betapa banyak urusan terbengkelai selama ia asyik bercumbu dengan Tiau Kui-hui. Sementara Co Hua-sun mendapat kepercayaan terlalu besar untuk mengurus hampir segala-galanya.

Cerita Silat Mandarin Serial Helian Kong Karya Stevanus S P

"Isi laporan itu bagaimana, Ping-ji?"

"Hamba tidak tahu, Hu-hong. Hanya kalau Hu-hong berhasil menemui He-lian Kong, ayahanda akan bisa mendengar dari dia sendiri."

Dalam hati, Puteri Tiang-ping minta ampun sebesar-besarnya kepada ayahandanya karena ia telah bohong. Sebenarnya ia tahu apa yang akan dilaporkan Helian Kong, sebab baik Helian Kong sendiri maupun Siangkoan Yan pernah membicarakan kepadanya.

la sengaja mengaku tidak tahu agar ayahandanya bersungguh-sungguh berusaha membebaskan Helian Kong. Kalau ayahandanya tahu sekarang, tentu takkan menggubris keselamatan Helian Kong lagi, sebab Puteri Tiang-ping tahu kalau ayahandanya amat sungkan menentang Co Hua- sun secara langsung, padahal Helian Kong ada di tangan Co Hua-sun.

Kaisar Cong-ceng terduduk lesu. Belum pernah ia merasa secemas sekarang. Sebelum ini ia cuma menerima laporan serba beres dari Co Hua-sun dan komplotannya, dan semuanya pikiranya benar-benar seperti laporan itu. Tapi ia mulai ragu-ragu akan keberesan laporan-laporan itu, sejak terjadinya keributan di depan gedung Ciu Kok-thio, di mana seorang perwira nekad hendak menghadapnya tapi dicegah oleh Co Hua sun.

Kemudian percakapan dengan Co Hua-sun tadi, dimana banyak kata-kata Co Hu-sun yang saling bertentangan sendiri, apalagi setelah mengetahui betapa Co Hua-sun telah bertindak amat lancang dalam banyak hal. Kini ditambah ucapan puterinya, Kaisar jadi semakin meragukan benarkah keadaan negerinya seberes yang ditulis dalam laporan-laporan itu.

Agak lama ia termenung-menung, sampai tiba-tiba bertanya. "Ping-Ji jawablah terang-terangan ayahmu ini. Mau..?”

"Baik, Hu-hong."

"Kau sering keluar istana secara diam-diam, benar?"

"Benar, Hu-hong."

“Melihat kenyataan sebenarnya diluar dinding istana!"

"Benar. Juga karena hamba jemu melihat tampang para penjilat ini, orang-orang yang mengelabuhi Hu-hong dengan laporan palsu."

Wajah Kaisar Cong-ceng sedikit merah, karena kata-kata puterinya itu tidak "menabrak langsung" dirinya, tetapi "menyerempet" juga sedikit. Orang yang mengelabuhi memang salah, tapi yang sampai bisa dikelabuhi berarti juga tolol.

"Apakah keadaan di luar istana sesuai dengan laporan yang kuterima."

"Jelas tidak cocok. Di luar istana situasinya serba tak menentu, tapi disini penjilat-penjilat itu bilang semuanya beres.”

"Apakah ada golongan yang tidak puas terhadap aku?"

"Yang hamba ketahui adalah golongan yang tidak puas terhadap Co Kong-kong, bukan kepada Hu-hong. Mereka berpendapat bahwa sumber kekacauan ini adalah Co Hua-sun."

"Termasuk Helian Kong?"

Puteri Tiang-ping kaget, "Hu-hong ingin menumpas mereka, seperti ketika menumpas Jenderal Wan Cong-hoan?"

"Tergantung bagaimana sikap golongan itu terhadapku...."

"Hu-hong, Helian Kong dan teman-temannya adalah perwira-perwira yang berjiwa bersih, mereka justru setia kepada Hu-hong, dan mereka tidak puas melihat Hu-hong terlalu menuruti usul Co Kong-kong yang serba penuh fitnah itu. Mereka bercita-cita melepaskan Hu-hong agar menjadi Kaisar yang benar-benar berdaulat, tidak dibawah bayang-bayang pengaruh Co Kong-kong..."

"Jadi begitukah mereka menilai hubunganku dengan Co Kong-kong?"

"Ampun Hu-hong, hamba hanya melaporkan kenyataan."

"Jangan takut bicara. Aku tidak mau terasing dari kenyataan."

Mendengar itu, Puteri Tiang-ping menjadi besar hati. Mudah-mudahan mulai saat itu ayahandanya sadar bahwa dirinya adalah Kaisar, berdaulat, dan bukan sekedar jadi "stempel karet" di tangan Co Hua-sun.

"Ping-ji, cukup besarkah kekuatan golongan itu? Maksudku golongannnya Helian Kong itu?"

"Hu-hong, biarpun suara golongan itu tidak pernah terdengar sampai ke istana karena dihalang-halangi oleh Co Hua-sun dan komplotannya. Tapi kekuatan mereka besar. Kalau mereka bergerak, pasti akan mendapat dukungan luas. Sebab banyak bekas perwira bawahan Jenderal Wan Cong-hoan yang diam-diam juga menyokong cita-cita mereka."

Bicara soal kekuatan golongan itu, sengaja Puteri Tiang-ping agak membesar-besarkannya, agar kalau ayahandanya benar-benar ingin lepas dari Co Hua-sun, ayahandanya akan punya keberanian karena tahu ada banyak pendukungnya. Sebaliknya kalau ayahandanya timbul keinginan Kaisar untuk menumpas mereka, entah karena hasutan orang lain atau bukan.

Puteri Tiang-ping mengharap ayahandanya akan memperhitungkan golongan itu dan kalau bisa membatalkan niatnya. Puteri Tiang-ping tidak mau ayahandanya terjerumus ke dalam kesalahan-kesalahan yang sama dengan masa lalu.

Sementara itu, rasa takut Kaisar terhadap Co Hua-sun memang belum lenyap, namun kata-kata puterinya itu berhasil membangkitkan semangat Kaisar untuk sedikit tampil sebagai penguasa yang syah, bukan hanya boneka wayang di tangan Co Hua-sun. Kaisar Cong-ceng pun mengangguk dan berdesis agak takut-takut, "Apakah mereka benar-benar setia kepadaku, dan aku bisa memerintahkan mereka?"

"Tentu saja bisa, asal bukan perintah untuk minum arak beracun atau meletakkan jabatan."

Kaisar Cong-ceng merasa putrinya sedang menyindirnya sedikit, tapi ia tidak marah. Lalu ia membisikkan beberapa kata ke kuping Puteri Tiang-ping.

Puteri Tiang-ping mengangguk-angguk, setelah itu lalu bertanya, "Kenapa harus dengan cara yang berbelit-belit itu, Hu-hong? Apakah Hu-hong masih takut kepada Co Hua-sun, pada hal ada yang siap membela Hu-hong?"

"Sudah! Jalankan saja dan jangan menyimpang sedikitpun dari apa yang kukatakan, kecuali kalau kau sudah tidak menggubris keselamatan ayah-ibumu dan adik laki-lakimu!"

Cepat-cepat Puteri Tiang-ping berlutut, "Hamba taat kepada pesan Hu-hong dan akan hamba jalankan sekuat tenaga."

"Hati-hatilah. Hanya kau yang boleh tahu pesan ini berasal dari aku. Perwira-perwira itu boleh tahu tapi samar-samar saja."

"Hamba mohon diri, Hu-hong."

Bergegas Puteri Tiang-ping meninggalkan ruangan itu, langkahnya ringan karena mengembangnya harapan baru yang cerah. Sesaat agak terhibur kesedihannnya karena kehilangan Hui-hun, seandainya ayahnya benar- benar berhasil direbut dari cengkaman pengaruh Co hua-sun.


Ketika Helian Kong siuman, ia merasa tubuhnya tergantung melekat di dinding batu. Dua pergelangan tangan dan dua pergelangan kaki terbelenggu rantai-rantai pendek yang tertanam di dinding batu, masing-masing rantai panjangnya hanya empat atau lima mata-rantai. Oleh tarikan berat tubuhnya sendiri, keempat pergelangan tangan dan kakinya jadi terasa pedih.

Ia merasakan hangatnya darah yang meleleh dari pergelangan tangan, lewat lengan, pundak, lalu menetes-netes di lantai batu, tidak jauh dari bajunya yang sudah dirobek-robek. Ia tidak tahu saat itu siang atau malam, sebab ruang bawah tanah itu amat suram dan tertutup, cuma diterangi sebatang obor yang tetancap di dinding di ujung lorong. Udara juga pengab dan agak busuk karena tidak mengalir.

Seorang penyiksa menyiramkan air, memedihkan luka-luka bekas cambukan di tubuh Helian Kong yang tak berbaju. Silang- menyilang garis-garis merah hitam seperti "dilukis" di badannya. Helian Kong menggoyang-goyang kepalanya dan membuka mata, dan pandangan di depannya masih belum berubah dari sebelum ia pingsan tadi.

Tiga wajah tanpa belas-kasihan, ruangan batu, alat-alat penyiksaan yang melihatnya saja sudah bisa menimbulkan mimpi seram. Salah satu dari tukang-siksa adalah Bu Goat-long, yang pernah dengan wajah ramah mengunjungi rumah Helian Kong sambil membawakan potongan-potongan emas. Kini wajah kebanci-bancian itu bengis seperti iblis, di tangannya ada cambuk berpaku yang hitam berkarat oleh darah.

"Helian Kong, baru sekarang kau sadar akibatnya berani menentang kami?" desis Bu Goat-long ketika melihat Helian Kong sudah sadar. "Sekarang tidak usah berlagak jadi pahlawan, sebab kami takkan membiarkan kau mati sebagai pahlawan. Kau akan mampus seperti cacing, dan teman-temanmu akan meludahi mayatmu dan mengutuk namamu."

Bu Goat-long memutar-mutar cambuknya sebentar, untuk menekan ancaman, lalu melanjutkan, "...karena itu, cara paling bijaksana untuk menyelamatkan dirimu dan nama baikmu dan juga masa depanmu, adalah bekerja-sama dengan kami.”

Kepala Helian Kong masih terkulai, bungkam. Yang membuatnya sedih bukanlah kegagalan atau nasibnya sendiri, tapi karena merasa dikhianati, entah oleh siapa. Kalau tidak ada pengkhianat, bagaimana rencana yang begitu rapat tertutup itu bisa bocor sehingga Co Hua-sun dapat menyiapkan perangkap? Siapa pengkhianat itu?

Bu Goat-long menyentakkan cambuknya sehingga bergetar meledak, suaranya pun makin bengis, “Helian Kong. Kami akan membebaskanmu kalau kau mau menyebut nama perwira-perwira komplotanmu satu persatu. Cepat!”

Meskipun Helian Kong bungkam, namun otaknya masih bekerja. Mendengar kata-kata Bu Goat-long itu, Helian Kong segera tahu bahwa pengkhianat itu pasti tidak satupun dari antara perwira-perwira dalam kelompoknya. Sebab kalau pengkhianat itu dari antara mereka, pasti sekarang Bu Goat-long tidak perlu susah-susah berusaha mengorek keterangan dari dirinya, pasti saat itu Co Hua-sun sudah punya daftar nama dari perwira-perwira yang membencinya, lalu membereskan mereka satu persatu dengan fitnahnya yang "sakti".

"Jawab!" lengking Bu Goat-long gusar melihat Helian Kong malah merenung-renung. "Ayo jawab!"

Helian Kong tetap bungkam. Maka cambuk pun jadi juru bicara. Sepenuh tenaga Bu Goat-long menyabetkan cambuk berpaku itu ke tubuh Helian Kong, empat-lima sabetan. Helian Kong berdesis sambil menggeliat-geliat, kerut-kerut wajahnya cukup menunjukkan betapa nyeri siksaan itu. Rantai-rantai yang membelenggu sepasang tangan dan kakinya berbunyi gemerincing membentuk musik yang mengerikan.

Namun akhirnya Bu Goat-long sendiri menghentikan cambuknya, kuatir kalau tawanan itu mati dan tidak bisa dimintai keterangan lagi. "Bangsat! Bedebah! Bandel! juga kau..." kutuknya sambil mengusap keringat di jidatnya dengan tangan kiri. "Ingat, siksaan dengan cambuk berpaku ini barulah satu dari banyak cara menyiksa yang kami miliki. Ada delapan belas cara, kalau kau sanggup melewati semuanya itu barulah kau lelaki hebat. Masih ada sudutan besi panas, cabut kuku, tetesan air di ubun-ubun, tongkat penjepit jari, siraman air jeruk, dibungkus kulit basah lalu dijemur, nah, bisakah kau menahan semuanya itu?"

Sebagai manusia biasa, Helian Kong dilengkapi dengan rasa takut pula, ia bergidik mendengar ancaman itu. Namun yang lebih besar dari ketakutan akan nasib dirinya sendiri, adalah ketakutan akan nasib teman-temannya kalau sampai nama-nama mereka diketahui Co Hua-sun. Ketakutan yang lebih besar itulah yang mengunci rapat-rapat mulutnya untuk tetap bungkam.

"Ayo bicara!" Bu Goat-long telah memutar-mutar cambuknya lagi.

Tiba-tiba Helian Kong mengangkat mukanya dengan lemah. Suaranya pun hanya mirip bisikan namun terdengar jelas di ruangan itu, "Bu Goat-long, kita tukar menukar keterangan."

"Apa yang kau minta,"

"Siapa yang membocorkan rencana ke kuping kalian?"

"Setelah kujawab, lalu kau akan me nyebutkan nama para perwira komplotanmu satu-persatu?"

"...ya..."sahut Helian Kong hampir tak kedengaran.

Namun tawaran itu membuat Bu Goat-long sangsi dan bertukar pandangan dengan kedua thai-kam lain. Ketiga-tiganya lalu berjalan ke sudut ruangan, bicara bisik-bisik dengan membelakangi Helian Kong, kelihatan makin sering kepala mereka mengangguk-angguk. Kemudian Bu Goat-long mendekati Helian Kong, dan berkata, "Baik. Katakan nama teman-temanmu."

"...kau yang sebut dulu nama pengkhianat itu..." desis Helian Kong.

"Kurang ajar! Nyawamu dalam genggaman kami, masih mencoba tawar-menawar? Katakan lebih dulu!"

"...kau yang bilang dulu...." lemah tubuh Helian Kong, namun ia tetap ngotot dengan sikapnya.

"Bangsat, rupanya kau ingin mencicipi dulu jenis siksaan lainnya?"

Helian Kong terengah-engah mengangkat wajahnya yang berlumuran darah, "Kalau kau tidak mau bicara lebih dulu, sekarang juga kugigit lidahku biar aku mampus."

Ancaman itu mengejutkan Bu Goat-long, ancaman yang sangat mungkin terjadinya mengingat kerasnya watak Helian Kong. Kalau sampai Helian Kong mati sebelum menjawab, tentu ia akan menghadapi kemarahan Co Hua-sun.

Terpaksa ia kembali berunding dengan kedua thai-kam lainnya, membelakangi Helian Kong. Kembali kelihatan kepala mereka mengangguk-angguk. Helian Kong biarpun sekujur tubuhnya nyeri namun tertawa dalam hati. Kemudian Bu Goat-long pula yang bicara,

"Baik, kami katakan dulu, nanti kau harus mengatakannya pula. Kalau Co Kong-kong senang dengan kerjasamamu ini, kau bisa mendapatkan kemuliaan di kemudian hari."

Namun dalam hatinya Bu Goat-long berkata, "Begitu selesai kau sebutkan siapa saja komplotanmu, segera kau boleh paling dulu berangkat ke alam baka."

Sementara Helian Kong sudah membuka kupingnya, siap mendengar keterangan Bu Goat-long. Sambil tertawa dingin, Bu Goat-long berkata, "Di Pak-khia ini, uang dapat untuk membeli apa saja. Dan orang juga bisa menjual apa saja, termasuk menjual saudara seperguruannya sendiri."

"Apa katamu?!" Helian Kong kaget, tubuhnya bergetar sehingga rantai-rantai pembelenggunya bergetar pula ge-merincing. "Maksudmu... maksudmu..."

Tertawa Bu Goat-long kian keras, "Helian Hu-ciang yang budiman, sungguh kau seorang manusia yang patut dikasihani, sampai tidak tahu orang macam apa saudara-seperguruanmu, Ting Hoan-wi. Masih ingat ketika aku datang membawa hadiah dari Co Kong-kong yang kau tolak dengan lagak sok alim?"

Yang dirantai di tembok itu kini seolah-olah bukan Helian Kong, melainkan seekor macan galak yang meronta ingin berontak sambil menggeram.

Kata Bu Goat-long lagi, "Belum seratus langkah kutinggalkan rumahmu. Ting Hoan-wi sudah menyusulku. Dia ternyata jauh berbeda deganmu. Bukan aku yang minta, malah dia yang menawarkan kerjasama. He-he-he... benar-benar seorang udik yang cepat menyesuaikan diri di ibukota negara ini. Maka yah... emas-emas Co Kong-kong Itu kuberikan kepadanya biarpun tidak semua."

Helian Kong meraung, "Keparat!"

Bu Goat-long menunggu sampai Helian Kong tenang kembali, barulah menagih janji, “Nah, sekarang sebutkan nama-nama komplotanmu, agar kau bisa segera dilepas dan mendapat hadiah."

Semantara Helian Kong masih merasa bergolak hatinya, ternyata pengkhianat itu adalah saudara seperguruan dan sahabat yang dipecayainya. Ternyata tidak ngawur pula peringatan Siangkoan Yan yang pernah dibisikkan kepadanya.

"He, jawab!" Bu Goat-long kembali membentak sambil mengayunkan cambuknya di samping tubuh.

Helian Kong jadi nekad, bagaimapun juga ia tidak sudi mengkhianati teman-temannya. Bahkan muncul akalnya untuk mengadu-domba sesama komplot an Co Hua-sun. Maka dlapun menjawab. "Bu Goat-long, jangan kau anggap dalam komplotanmu sendiri tidak ada pengkhianat. Jangan kau anggap semua orang yang diluarnya kelihatan patuh kepada Co Hua-sun dapat kau percayai."

Wajah Bu Goat-kmg berubah kaget, "Siapa?"

Helian Kong tertawa dingin meniru Bu Goat-long tadi, jawabnya, "Baik, dengarkan. Kawan-kawanku itu antara lain Song Thin-oh, Yo Goan- ong, Mui Tek."

Belum selesai kata-katu itu, cambuk berpaku itu kembali bertubi-tubi mendarat di tubuh Helian Kong, dibarengi ledakan kemarahan Bu Goat-long, "Keparat! Bangsat! Anak anjing kau mencoba memecah belah kami Song Thian-oh, Yo Goan-tong dan lain-lainnya adalah perwira-perwira berakal sehat yang tahu betapa besar manfaatnya bekerja-sama dengan Co Kong-kong. Mereka patuh kepada Co Kong-kong melebihi kepada orang tua mereka sendiri. Berani kau menuduh mereka?"

Helian Kong menggeliat-geliat seperti ulat dikeroyok semut, menahan pedih yang menerpa jasmaninya. Dicobanya pertahankan dengan mengalirkan tenaga dalamnya mengalir berputar-putar di urat-uratnya. Namun daya tahannya melemah setelah beberapa hari terbelenggu, tidak makan minum, disiksa, dan akhirnya ia pingsan kembali.

Bu Goat-long masih ingin menghajar lebih hebat, namun dua thai-kam yang mendampinginya cepat-cepat mencegah. Kata salah seorang, "Kalau sampai dia mati, tentu kita akan ditegur keras oleh Co Kong-kong."

Biarpun hatinya masih panas, Bu Goat-long dapat menerima pertimbangan itu. Dengan kesal Bu Goat-long membanting cambuknya, meninggalkan tempat itu beserta kedua thai-kam lainnya. Suara berkeriut keras terdengar ketika pintu besi terkunci kembali, cahaya obor yang redup dari ujung lorong itupun akhirnya lenyap kembali. Kegelapan meliputi ruangan tiga kali tiga meter tempat Helian Kong berada.

Helian Kong menderita demam hebat karena luka-lukanya yang tidak terrawat. Dalam ketidak-sadarannya ia terombang-ambing gelombang mimpi campur-aduk tanpa makna, sampai kesadaranpun menghampirinya kembali. Dibarengi keluhan pendek, ia siuman kembali dan membuka matanya. Kenyataan belum berubah, kenyataan yang lebih buruk dari dunia mimpi.

Terasa pedih sekujur tubuhnya yang lengket oleh keringat dan darah. Nyamuk-nyamuk besar kelaparan berdenging-denging menyengati tubuh Helian Kong, seolah-olah nyamuk-nyamuk itu pun mendapat perintah Co Hua-sun. Helian Kong mengibaskan kepalanya keras-keras, nyamuk-nyamuk terusir menjauh, namun tanpa jera kemudian terbang mendekat kembali karena belum kenyang. Hewan-hewan itu seperti tahu kalau "hidangan" mereka kali ini tak mungkin menggunakan tangannnya karena dirantai.

Demikian beberapa lama. Sampai terdengar dari ujung lorong itu suara langkah kaki beberapa orang bergema, mendekat. Obor yang ditancapkan di ujung lorong itu dicabut dan dibawa mendekat. Pintu besi dibuka dengan suara keras, muncul tiga orang thai-kam yang selama ini mendominasi mimpi-mimpi buruk Helian Kong. Menduga dirinya akan disiksa kembali, Helian Kong menggeram membulatkan tekadnya sendiri,

"Jangan takut, kawan-kawan. Biarpun tubuhku jadi daging cincang, tetap akan kusembunyikan nama kalian dari bangsat-bangsat banci ini."

Namun benar-benar diluar dugaan bahwa ketiga thai-kam ini malah melepaskan rantai- rantai yang sudah empat hari empat malam membelenggu Helian Kong. Tubuh remuk yang hampir-hampir tak punya sisa kekuatan lagi itupun melorot dari tembok seperti karung kosong. Dua thai-kam cepat-cepat menyambut tubuhnya lalu menuntunnya kiri kanan menyusuri lorong menuju keluar. Satu thai-kam lagi jalan di depan dengan membawa obor.

Helian Kong tak mampu melawan, menggerakkan ujung jari saja susah pikirnya, "Tentu aku akan dibawa ke tempat yang lebih lengkap alat-alat penyiksaannya."

Di ujung lorong, obor ditancapkan kembali ke tembok. Lorong lalu berbelok naik undakan batu, dan ada pintu terbuka di atas undakan itu. Matahari bersinar terang. Tiba di atas, Helian Kong untuk beberapa saat harus memejamkan mata karena silau oleh cahaya siang. Ia baru membuka matanya setelah dirasakan bola matanya dapat menyesuaikan diri dengan cahaya.

Ia merasa heran karena ia tidak dibawa ke ruang penyiksaan, tapi ke sebuah ruangan bersih. Melihat lingkungannya, jelas kalau masih ada di kompleks istana. Di mana-mana kelihatan banyak thai-kam bersenjata yang bergerombol gerombol, wajah mereka tegang seperti menghadapi perang.

Kemudian Helian Kong dibawa masuk dan dibaringkan di kasur empuk. Di situ tidak ada alat-alat siksaan, yang ada hanyalah macam- macam hidangan lezat dan hangat yang tergelar di meja di tengah ruangan, dengan bau yang mengusik selera.

"Mungkinkah ini alat-alat penyiksa model baru ciptaan Co Hua-sun? Helian Kong bertanya-tanya dalam hati.

Karena itu Helian Kong malah ragu-ragu ketika empat thai-kam menggotong meja penuh hidangan itu ke dekat pembaringannya, Helian Kong menahan diri, biarpun cacing-cacing perutnya sudah mengamuk hebat.

"Silahkan menikmati hidangan, Hu-ciang...." menakjubkan sikap sopan para thai-kam itu.

Helian Kong menatap tajam-tajam, "Tipuan kotor macam apa lagi yang hendak kalian jalankan atas diriku?"

Thai-kam pembicara itu tersenyum ramah, "Setelah Hu-ciang bersantap, membersihkan badan, mendapat pengobatan dan berganti pakaian, Hu-ciang akan mendapat penjelasan."

Sejenak Helian Kong ragu-ragu, rasa laparnya menghebat. Akhirnya ia tak tahan lagi. Kalau mau diracun ya biar cepat mampus sekalian. Ia gasak habis semua hidangan lezat di atas meja, habis itu ia pejamkan mata untuk menjalankan tenaga dalamnya dan ia heran karena tidak menemukan gejala-gejala keracunan sedikitpun. Apakah Co Hua-sun ganti siasat, kini menggunakan kebaikan hati untuk melelehkan sikap kerasnya?

Karena itulah Helian Kong diam-diam memancangkan tekad dalam hati, "Dia suguhi aku apa saja, aku makan. Tapi jangan harap kalau menyuruh aku mengkhianati teman-temanku."

Thai-kam pembicara yang menunggui itu terus bersikap ramah, kemudian setelah Helian Kong selesai makan dia-pun berkata lagi, "Luka-luka Hu-ciang harus mendapat pengobatan yang baik."

Pintu terbuka dan muncullah Sinshe Hong, tabib tua yang pernah diboncengi Helian Kong ketika menyelundup ke istana. Tabib tua itu nampak gembira tanpa dibuat-buat ketika melihat Helian Kong masih hidup, biarpun babak-belur.

"Berbaringlah, Hu ciang, akan ku-obati luka- lukamu." kata tabib itu sambil meletakkan dan membuka kotak o-batnya di meja.

"Tidak, biar sambil duduk saja!" kata Helian Kong sambil tetap menatap curiga kepada para thai-kam. Bahkan kemudian membentak mereka, "Mau apa kalian terus di situ? Minta kutendang keluar?"

Dengan gugup Sinshe Hong mengedip-ngedipkan mata sebagai isyarat agar Helian Kong menahan diri, jangan menimbulkan kemarahan golongan thai-kam yang begitu berkuasa di istana, karena menguatirkan keselamatan Helian Kong sendiri. Namun Helian Kong tidak peduli, bahkan ketika sikap ramah ketiga thai-kam itu berubah menjadi sikap menahan-amarah. Helian Kong menatap mereka tanpa gentar.

"Hu-ciang, sikapmu itu apakah tidak terlalu kasar," kata si thai-kam pembicara tadi.

Helian Kong tertawa dingin, "Sikapku kasar? Lalu bagaimana sikap kalian kepadaku? Lemah-Iembut?" Suaranya sinis, sambil menunjuk bekas luka-luka di tubuhnya yang merata.

"Hu-ciang, hal itu terjadi mungkin karena... karena... salah paham saja. Dan marilah kita hapuskan kesalah-pahaman itu, serta..."

“Diam! Keluar!" dan perintah itu makin jelas oleh piring bekas makanan yang begitu cepat melesat di atas kepala thai-kam pembicara itu. Sikap Helian Kong itu menciutkan nyali para thai-kam.

Beberapa saat mereka salah tingkah. Mereka kuatir kalau Sinshe Hong dibiarkan berdua dalam kamar bersama Helian Kong, jangan-jangan akan merencanakan sesuatu yang merugikan golongan thai-kam? Tetapi kalau tidak keluar juga kuatir dilabrak Helian Kong, padahal mereka sudah mendapat perintah untuk memperlakukan Helian Kong dengan baik. Perintah paling akhir.

Ketika Helian Kong bangkit sambil melotot dan mengepalkan tinju, kebimbangan thai-kam itu lenyap. Buru-buru ia memberi hormat dan berkata, 'Baik, Hu-ciang, kami keluar."

Lalu mereka bertiga pun angkat-kaki dari ruangan itu. Ketajaman kuping Helian Kong menangkap bahwa mereka tidak pergi jauh, namun tetap berada di sekitar ruangan itu untuk menguping suara-suara dalam ruangan. Apa boleh buat, Helian Kong cuma bisa menggerutu, "Benar-benar menjemukan. Tapi aneh juga perubahan sikap mereka, semula memyiksa aku dan tiba-tiba berubah sebaik ini. Sinshe, kau tahu apa sebabnya?"

Sambil mulai membersihkan luka-luka Helian Kong, sebenarnya Sinshe Hong ingin menjawab. Tapi ia ingat betapa besar resikonya kalau sampai terlibat pertikaian golongan-golongan yang bermusuhan di dalam dan sekitar istana itu, dan tabib itu memilih untuk tidak ikut-ikutan saja. Ia menjawab agak keras agar didengar oleh penguping-penguping di luar ruangan, "Aku cuma tabib, Hu-ciang, tidak tahu urusan apa-apa kecuali mengobati orang."

Namun Helian Kong menduga bahwa di dada m istana agaknya terjadi semacam perubahan, entah pergeseran kekuatan, atau entah apa. Keinginan-tahu-nya membengkak. Perubahan macam apa? Apakah Co Hua-sun mengalami semacam "pukulan politis" sehingga sikapnya berubah jadi lebih ramah?

"Mudah-mudahan bukan cuma pukulan politis, namun juga terdepak keluar sama sekali dari arena politik...." harap Helian Kong dalam hati. "Mudah-mudahan..."

Tapi ia tidak berani tanya kepada Sishe Hong, kuatir kalau membahayakan kehidupan tabib tua yang baik hati itu. Kini tanyanya cuma, "Sinshe, siapa yang menyuruhmu kemari?"

"Puteri Tiang-ping."

Luka-luka sudah selesai dibersihkan dengan air hangat yang dibubuhi sedikit anggur untuk mematikan kuman-kuman. ternyata luka-luka Helian Kong itu hanyalah luka-luka luar, yang memang menyakitkan namun jauh dari membahayakan keselamatan Helian Kong yang kuat itu.

Si tabib mulai menabur obat, lalu membalut. Ketika mulutnya dekat kuping Helian Kong, saat Itulah si tabib tanpa ditanyai sudah berbisik, "Istirahatlah tanpa kuatir, para thai-kam takkan berani bersikap buruk lagi, sebab..."

Baru bicara sampai di situ, di luar terdengar dehem keras seorang thai-kam, sehingga Sinshe Hong kaget dan buru-buru menutup mulut, wajahnya agak pucat. Setelah kagetnya reda, barulah ia melanjutkan kerjanya tanpa kata-kata lagi. Selesai itu, barulah si tabib berkata lagi dengan suara dikeraskan seperti tadi, "Nah, sudah selesai, Huciang! Aku mohon diri!"

Lalu pergilah dia. Ketika tabib itu membuka pintu untuk melangkah keluar, dari celah-celah pintu Helian Kong sempat melihat betapa jumlah thai-kam yang menjaganya ada puluhan orang, semuanya bersenjata.

"Apa yang sedang terjadi di istana ini?" pikir Helian Kong. "Tiba-tiba para thai-kam berubah sikap. Tiba-tiba Puterl Tiang-ping berani terang-terangan mengirimkan orang untuk mengobati aku. Kenapa pula Hong Sinshe bilang kalau para thai-kam takkan lagi berani bersikap buruk kepadaku?"

Akhirnya Helian Kong memutuskan, daripada susah-susah melelahkan pikiran dengan menebak nebak tak keruan, lebih baik menuruti anjuran Sinshe Hong saja. Ada kasur empuk, kenapa disia-siakan? Dia merebahkan diri, menguap lebar-lebar, lalu pulas.

Seorang thai-kam hati-hati membuka pintu sedikit dan menjengukkan kepalanya ke dalam. Lalu kepada teman-temannya di luar ia berkata, "Dia tidur."

"Biarkan saja."

"Bagaimana perkmbangan di luar?"

"Belum ada berita baru."

"Bagaimana kalau aku ke tempat Co Kong-kong sebentar untuk mencari kabar?"

"Tapi setelah dapat kabar cepat kesini dulu, jangan keluyuran ke tempat lain."

Baru saja thai-kam yang bermaksud mencari berita Itu memutar tubuh, tiba-tiba seorang kawannya mencegah, "Tidak usah ke Cun-hoa-kiong, lihat, teman-teman dari Cun-hoa-kiong sudah datang, kita bisa tanya mereka saja."

Waktu Itu memang nampak sekelompok thai-kam datang mendekat, lalu para thai-kam yang menjaga Helian Kong menyongsong maju dan berebutan bertanya, "Bagaimana? Pembangkang-pembangkang itu sudah bubar?"

"Belum malah tambah banyak."

"Hah? Mereka berani?"

Berita itu cukup menggelisahkan para thai-kam, semuanya berkerumun kepada si pembawa berita. "Mereka berani menguncam di depan pintu istana dan mengajukan tuntutan, apakah sudah tidak menghormati Kaisar? Sudah berani berontak?"

"Bagaimana sikap Kaisar sendiri menghadapi tuntutan mereka?"

"Kaisar menyerahkan penyelasaiannya kepada Co Kong-kong, padahal Co Kong-kong Justru yung paling dibencl oleh perwira-perwira Itu. Muka pembicaraan jadi macet, karena perwira-perwira Itu tidak mau bicara dengan Co Kong-kong."

"Kalau kitapun abaikan saja ulah dan omongan mereka, bagaimana?"

"Mereka akan nekad masuk istana dengan kekerasan, dan jumlah mereka cukup besar."

"Kalau begitu, kenapa Co Kong kong tidak minta cap kekuasaan dari Kaisar, agar dengan cap itu Kong-kong mendapat kekuasaan penuh untuk membereskan urusan ini?"

"Rupanya Kaisar takut kalau cap itu tidak dikembalikan."

"Kaisar goblog!" seorang thai-kam berdesis. Di luar kalangan mereka tentu kata-kata itu bisa menimbulkan gelombang besar, namun di kalangan thai-kam. mencaci-maki Kaisar selagi di antara mereka sediri adalah soal rutin. Mereka memang sudah tidak menghormati Kaisar lagi, yang tak lebih dari alat di tangan mereka.

"Terus bagaimana kita? Apa tidak bisa kita hubungi Song Thian-oh, Yo Goan-tong atau Hui Tek-pun untuk membawa pasukan menolong kita?

"Kong-kong mengesampingkan cara itu, sebab kalau sampai terjadi bentrokan kekerasan hanya memperluas rasa permusuhan terhadap Co Kong-kong. Co Kong-kong belum siap menghadapi kemarahan itu. Biarpun Song Thian-oh dan lain-lain memihak kita, kekuatan mereka masih terlalu kecil."

"Begitu perhitungan Kong-kong?"

"Ya. Kaisar memang goblok, ia tapi masih kita butuhkan untuk tempat berlindung."

"Benar-benar menjengkelkan."

"Percayalah kepada Co Kong-kong, pasti beliau akan menemukan jalan ke luarnya."

"Apa yang dituntut oleh perwira perwira gila itu?"

"Pembebasan Helian Kong."

"Apakah mereka tidak diberitahu bahwa Helian Kong berniat membunuh Kaisar?"

"Sialnya mereka tidak percaya. Pokoknya mereka ingin Helian Kong dibebaskan. Kalau batas waktu sore nanti dilewati, mereka akan menyerbu!"

"Sinting!"

"Tenang dan tetap bersiaga. Kita percaya Co Kong-kong takkan kehabisan akal."

"Bagaimana kalau kita paksa mundur mereka dengan mengancam keselamatan Helian Kong?"

"Itu tidak sempurna, mereka akan mundur tapi hanya mundur sementara. Dan tiap tetes darah Helian Kong akan seperti tumpahnya minyak ke dalam api, para perwira gila itu mungkin takkan bisa dikendalikan lagi."

"Tapi menggemaskan sekali kalau harus tunduk kepada kemauan mereka. Mereka akan besar kepala."

Demikianlah. Betapapun juga dalam diri para thai-kam itu ada perasaan tidak rela, setelah sekian lama menjadi golongan yang begitu berkuasa di Istana sehingga dapat memperalat Kaisar, kini tiba-tiba mereka menghadapi kenyataan ada kelompok lain yang menantang mereka terang-terangan, dan mereka harus mengalah.

Sementara mereka bicara, muncul pula sekelompok thai-kam lain. Yang jalan paling depan adalah Wan Hoa-im, seorang thai-kam berkedudukan tinggi yang sederajat dengan Bu Goat-long. Ia diiringi beberapa thai-kam yang antara lain membawa pakaian bersih terlipat rapi, menggotong tong kayu besar berisi air hangat untuk mandi, handuk, sabun dan lain-lain.

Terhadap Wan Hoa-im, para thai-kam bersikap tegap dan tertib seperti layaknya prajurit. Biarpun mereka hanya abdi-abdi istana dan sering pula diejek sebagai "lelaki tidak komplit", namun dikendalikan ambisi Co Hua-sun yang tidak tanggung-tanggung, maka sepuluh ribu thai-kam di istana itu diwajibkan latihan silat dan latihan kemeliteran.

Alasan Co Hua-sun kepada Kaisar, agar mereka dapat lebih melindungi Kaisar, padahal sebenarnya agar dapat lebih mencengkam Kaisar di bawah pengaruh mereka. Dan kalau diperlukan, para thai-kam itu oleh Co Hua-sun bisa diubah menjadi pasukan tempur.

Wan Hoa-im bertanya, "Bagaimana dengan Helian Kong?"

Pimpinan regu yang menjaga tempat itupun menjawab, "Dia sudah makan, diobati dan sekarang tidur."

Wan Hoa-im berkata kemudian, "Aku diperintahkan Co Kong-kong untuk membawanya."

"Apakah akan dibebaskan untuk memenuhi tuntutan perwira-perwira gila itu?"

Wan Hoa-im menjawab dengan muka murung, "Agaknya begitu, karena Co Kong-kong berusaha menghindari bentrokan dengan orang-orang nekad itu."

Dari sikap dan nada kata-katanya, nyata kalau Wan Hoa-im sendiri tidak rela menerima keputusan Co Hua-sun yang bisa menimbulkan kesan kalahnya golongannya yang selama ini malang-melintang.

"Kenapa Kaisar tidak membantu Co Kong-kong? Kalau Kaisar bersikap memihak Co Kong-kong sedikit saja, para perwira sinting itu takkan berani segarang ini. Sikap lemah Kaisar seperti memberi angin kepada perwira-perwira itu!"

Wan Hoa-im geleng-geleng kepala dan berkata, "Aku tidak tahu bagaimana hasil pembicaraan Kaisar dan Co Kong-kong, karena dilakukan di ruangan tertutup. Buat kita, sebaiknya menuruti saja pesan Kong-kong dan jangan cuma menuruti perasaan sendiri saja."

Lalu Wan Hoa-im bersama rombongannya dan peralatan yang mereka bawa, masuk ke kamar tempat Helian Kong. Yang di luar mendengar bagaimana Wan Hoa-im membangunkan Helian Kong, lalu dengan sopan menyuruh Helian Kong mandi air-hangat dan berganti pakaian bersih.

Sebaliknya jawaban Helian Kong bernada marah, beberapa kali menyebut nama Co Hua-sun dengan nada sengit tanpa hormat sedikitpun. Para thai-kam di luar itu merasa panas hatinya, tapi tidak berani berbuat apa-apa.

Namun agaknya Helian Kong menurut disuruh membersihkan badan, karena memang tidak enak berbadan lengket oleh keringat, darah dan obat luka seperti saat itu. Maka terdengar gemericik air, dan beberapa saat kemudian muncullah Helian Kong dari ruangan itu. Nampak bersih dan segar, berpakaian rapi, melangkah dengan gagah tanpa takut meskipun mukanya masih babak-belur.

Di depan pintu Helian Kong berhenti tanpa menyembunyikan kemarahan dan kebenciannya, ia berkata, "Tunggu saja saatnya kalian hancur. Menara kecurangan yang selama ini kalian bangun semakin tinggi, akan segera terbongkar rata dengan tanah. Co Hua-sun nasibnya takkan lebih baik dari Gui Hian-tiong!"

Banyak thaikam sudah mengepalkan tinju erat-erat dan memegang gagang pedang. Helian Kong kembali mengejek, "Mau apa kalian mengepal tinju dan memegangi tangkai pedang, he, banci-banci? Mau melawan aku, He-he-he, kalau kalian tidak curang dengan asap beracun itu, aku sanggup membabat kalian seperti membabat rumput!"

Wan Hoa-im pun memerah wajahnya, namun ia harus menahan diri. Katanya, "Helian Kong, Kaisar sudah terlalu lama menunggumu!"

Helian Kong meludah keras, lalu dengan langkah lebar ia tinggalkan tempat itu. Wan Hoa-im dan orang-orangnya berlari-lari kecil di belakangnya, mengikuti. Meskipun sambil melangkah tegap, namun dalam hati Helian Kong tetap penuh tanda tanya, la masih belum tahu apa yang sebenarnya terjadi sehingga ia dikeluarkan dari ruangan penyiksaan lalu dilayani demikian ramahnya. Malahan sekarang dia akan dibawa menghadap Kaisar tanpa dibelenggu dan tanpa di totok urat Ahhiat nya.

Tak lama kemudian mereka tiba di halaman bangsal Cun-hoa-kiong, di tempat itulah Helian Kong menjumpai peristiwa yang di luar dugaan dan menggebirakan. Halaman itu bersih dari kaum thai-kam yang biasanya malang-melintang, yang bertebaran di situ adalah Gi-cian Si-wi, bayangkari pengawal Kaisar.

Helian Kong mengharap hal ini mudah-mudahan menjadi tanda Kaisar Cong-ceng benar-benar ingin lepas dari pengaruh Co Hua-sun. Biasanya Kaisar mempercayakan pengawalan pribadinya kepada para thai-kam, suatu hal yang memberi peluang kepada golongan Thai-kam untuk mendekte Kaisar.

Begitu melihat rombongan Wan Hoa-im yang mengantarkan Helian Kong itu hendak menyebarangi bangsal, para bayangkari menghentikannya. Komandannya dengan sopan tapi tegas berkata, "Wan Kong-kong, senjata-senjata tidak toleh dibawa masuk, harus ditinggalkan di luar!"

Keruan Wan Hoa-im gusar. Sudah biasanya para thai-kam bebas kesana-kemari menyandang pedang sebagal tanda kekuasaan mereka, bahkan ketika menghadap Kaisar sekalipun. "He, kecoak, apa pangkatmu sehingga berani memerintah aku meninggalkan senjata di sini?" demikian Wan Hoa-im membentak komandan bayangkari itu. "Kau belum tahu aku ini siapa, dan sedang menjalankan perintah siapa?"

Tak terduga gertakan kali ini tak membuat keder pengawal itu. tegas sekali ia mengulang perintahnya, “Ini perintah Kaisar. Tanggalkan pedang atau jangan maju lagi selangkah pun!"

"Gila, peraturan apa ini? Tidakkah kau tahu bahwa akulah orang kepercayaan Co Kong-kong, sedangkan Co Kong-kong adalah orang yang paling dipercaya oleh Kaisar sendiri? Bosan hidupkah kau sehingga berani berlagak macam ini di depanku?"

Buat Wan Hoa-im, urusannya bukan sekedar melepas pedang, tapi soal gengsi. Kalau ia turuti saja perintah kecoak ini, berarti sama saja dengan golongan thai-kam mengaku kalah kepada kelompok bayangkari pengawal yang biasanya cuma "tempelan" dan tenggelam jumlahnya oleh kawanan thai-kam yang jauh lebih banyak.

Karena itu, bukannya menurut, malahan Wan Hoa-im memberi isyarat kepada pengiring-pengiringnya. Mereka segera menyebar sambil mencabut pedang. Melihat itu, si komandan bayangkari pun menyiagakan anakbuahnya.

Helian Kong tersenyum puas melihat keteguhan sikap para bayangkari Gi-cian Si-wi itu. Lalu katanya kepada Wan Hoa-im, "Sejak dulu sudah ada peraturan bahwa siapapun yang menghadap Kaisar dilarang membawa senjata, kecuali pengawal-pengawal pribadi Kaisar sendiri. Tapi beberapa tahun belakangan ini si monyet tua Co Hua-sun telah mengabaikan peraturan itu. Kini peraturan dipulihkan demi kewibawaan dan keselamatan Kaisar, apa anehnya? Yang membantah berarti berontak!"

Wajah Wan Hoa-im merah-padam, "Helian Kong, ini bukan urusanmu!"

Ketegangan memuncak. Namun saat itulah kelihatan Bu Goat-long melangkah keluar dari bangsal dan berkata kepada Wan Hoa-im, "Saudara Wan, peraturan ini sudah disetujui Co Kong-kong sendiri demi menunjukkan kesetiaannya kepada Kaisar!"

Helian Kong tertawa keras dan mengejek, "He-he, bukan menunjukkan kesetiaan kepada Kaisar, melainkan karena si monyet tua pintar menilai gelagat yang mulai tidak menguntungkan baginya."

Sesaat Helian Kong dan Bu Goat-long saling tatap dengan penuh kebencian. Sementara Wan Hoa-im dan pengiring-pengiringnya terpaksa harus menurut, senjata-senjata mereka dilucuti. Setelah itu barulah mereka diijinkan lewat untuk mengantarkan Helian Kong ke dalam.

Sepanjang perjalanan menuju ke bagian dalam bangsal, makin kagetlah Wan Hoa-im melihat betapa banyaknya pasukan luar-istana yang memenuhi tempat itu. Wan Hoa-im tidak mengira kalau perubahannya sehebat itu, jelas kalau pasukan-pasukan itu sengaja dimasukkan istana untuk menandingi golongan thai-kam. Benar-benar suatu kebobolan yang menjadi lampu-kuning buat golongan thai-kam. Merekapun sampai ke dalam bangsal.

Di ruangan itu, nampak Kaisar Cong-ceng duduk diapit oleh Co Hua-sun dan puteri Tiang- ping di kiri kanannya yang duduk di kursi-kursi yang lebih rendah. Kaisar duduk santai dengan wajah cerah, sambil meraba-raba jenggotnya. Co Hua-sun juga berusaha tampil ramah, namun kentara kalau sikap itu agak dipaksakan.

Yang mencengangkan Helian Kong ialah ketika melihat di ruangan itu pula berdiri berderet-deret perwira-perwira yang sepaham dengannya, golongan anti Co Hua-sun. Semuanya berseragam tempur, hanya saja untuk menghormat Kaisar, topi besi mereka tidak dipakai di kepala, melainkan dipegang dengan tangan kiri didekapkan ke rusuk kiri.

Merekalah yang namanya mati-matian dirahasiakan oleh Helian Kong biarpun disiksa habis-habisan, kini malahan berdiri berderet-deret memamerkan tampang-tampang mereka di hadapan Co Hua-sun dengan sikap menentang! Helian Kong cuma bisa menarik napas.

Kini ia tahu kenapa para thai-kam tiba-tiba mengubah sikap terhadapnya. Rupanya rekan- rekannya ini telah nekad menerjang pintu istana untuk menghadap Kaisar dan mengajukan tuntutan mereka. Pengiring-pengiring Wan Hoa-im tidak ikut masuk, mereka tetap di luar pintu. Hanya Wan Hoa-im dan Helian Kong yang masuk dan serempak berlutut kepada Kaisar.

Kata Wan Hoa-im, "Tuanku, hamba telah membawa Helian Hu-ciang!"

Sedang Helian Kong pun menghaturkan sembah, "Hamba menghaturkan sembah sujud kepada Tuanku."

Kaisar Cong ceng mengangguk-angguk lalu menoleh ke deretan perwira, "Inikah orang yang kalian minta?"

Majulah Tio-Tong-hai, seorang perwira bertubuh gemuk, terkenal lihai dalam silat tangan kosong sehingga ia dijuluki Pek-lek-jiu (si tangan halilintar). Dia berlutut dan bicara mewakili teman-temannya, "Benar, Tuanku. Kami semua memohon juga agar tuduhan sebagai pembunuh harus dihapuskan dari diri Helian Hu-ciang. Dia tidak seperti yang dituduhkan oleh Co Kong-kong."

Co Hua-sun tidak mau kalah suara, tanpa minta ijin kepada Kaisar sebelumnya, dia langsung membantah, "Tuanku, bukankah sudah cukup hamba jelaskan bahwa dalam soal ini ada kesalahpahaman? Hamba sungguh-sungguh telah mendengar kabar akan ada seorang pembunuh menyusup ke istana untuk mencelakai Tuanku. Demi kecintaan dan pengabdian hamba terhadap Tuanku, hamba membuai peisiapan untuk menjebak pembunuh itu, tak tahunya Helian Hu-ciang yang masuk ke istana dengan cara tidak sewajarnya sehingga hamba kira dialah pembunuhnya. Sungguh ini hanya suatu kesalah-pahaman, tapi hamba sudah menjelaskan dan rasanya urusan ini beres bukan?"

"Hah, kesalah-pahaman?" Tio Tong-hai berkata dengan sengit. "Yang sebenarnya Co Kong-kong ingin menghalang-halangi agar Tuanku jangan sampai mendengar laporan yang benar dari luar istana, agar jangan terbuka kedoknya yang selama ini mengelabuhi tuanku!"

Tio Tong-hai memang berangasan. Kalau bicara juga tidak memilih kata-kata yang halus berbunga-bunga, namun langsung saja apa yang dia pikirkan. Maka istilah "mengelabuhi Tuanku" itu membuat wajah Kaisar Cong-ceng memerah, Kaisar jadi merasa kalau dirinya secara tidak langsung dituduh goblok.

Karena itu Kaisar pun cepat-cepat berkata keras, "Sudahlah!! Jangan bertengkar di depanku! Baik Co Kong-kong maupun para perwira adalah sama-sama abdi negara yang telah menunjukkan pengabdian tulus. Aku tidak memihak siapapun, dan urusan ini harus ditutup. Kalian para perwira sudah mendapatkan Helian Kong bebas, tuduhan pun kucabut, nah, selesai! Kalian mau apa lagi?"

Suasana dalam bangsal sunyi mencekam. Para perwira belum puas karena Co Hua-sun belum disingkirkan. Namun mereka tidak berani terlalu mendesak Kaisar, memang tidak gampang merobohkan Co Hua-sun dengan "Sekali tebang" sebab pengaruhnya sudah berakar kuat.

Sementara itu, lain pula jalan pikiran Co Hua-sun. Bertahun-tahun dia merasa posisinya nyaman karena berhasil menggenggam dan mengendalikan Kaisar Cong-ceng. Namun tiba-tiba hari-hari terakhir itu dia merasa terusik, tak menyangka kalau Helian Kong yang ditangkapnya dan rencananya hendak dibereskannya secara diam-diam itu, ternyata punya teman-teman sebanyak dan seberani itu. Kalau dilawan terang-terangan malahan akan makin membahayakan posisinya sendiri.

Dalam pososisi macam itu, terpaksa Co Hua-sun harus putar haluan secara cerdik agar posisinya mantap kembali. Di luar dugaan siapa pun, tiba-tiba ia berlutut di depan Kaisar sambil berkata, "Tuanku, hamba punya sebuah permohonan."

"Apa lagi, Kong-kong?"

Sementara itu perwira menunggu dengan tegang. Mereka menduga, permintaan Co Hua-sun pastilah sesuatu yang akan merugikan mereka. Ternyata permintaan Co Hua-sun sama sekali di luar dugaan siapapun juga, "Tuanku, hamba amat bersalah kepada Helian Hu-ciang, Tapi hamba bersumpah bahwa semua itu hanya karena kasalah-pahaman. Karena itu hamba mohon agar tuanku sudi menaikkan pangkat Helian Hu-ciang satu tingkat, sebagai anugerah."

Memang luar-biasa dan diluar dugaan. Co Hua-sun dengan mimik muka hampir sempurna telah berhasil menampilkan dirinya sebagai sosok seorang berbudi luhur, tidak mendendam, malah memintakan anugerah bagi orang yang me musuhinya. Helian Kong sendiri hampir melongo, begitu pula perwira-perwira lain. Seandainya di ruangan itu banyak lalat beterbangan, pasti mereka masing-masing sudah menelan entah berapa banyak.

Kaisar Cong-ceng pun tertegun beberapa detik, kemudian tertawa terbahak-bahak, "Mengingat permintan Kong kong yang tulus, baiklah aku kabulkan. Helian Kong, dengarkan!"

"Hamba, Tuanku!"

"Kau kunaikkan pangkat dari Hu-ciang menjadi Cong-peng, dan kutambahkan anugerah seratus potong emas untukmu! Setialah bekeja untuk kekaisaran!"

"Hamba mengucap terima kasih atas anugerah Tuanku!"

"Helian Kong, berterima-kasihlah kepada Co Kong-kong. Habiskan segala ganjalan hati dengannya, sebab aku tidak mau antar sesama abdi-abdi setiaku saling cakar!" Gampang saja Kaisar memerintah, tanpa tahu bagaimana bergolaknya perasaan Helian Kong yang harus menjalankan perintah itu.

"Hamba junjung tinggi perintah Tuanku...." kata Helian Kong amat terpaksa. Lalu kepada Co Hua-sun ucapnya singkat saja, "Terima kasih." Sementara dalam hatinya mengeluh, "Kaisar terlalu gampang dikelabuhi oleh monyet tua yang pintar berpura-pura itu. Dikiranya ganjalan diriku dengan monyet tua itu ganjalan pribadi yang bisa dihapuskan dengan sepatah kata saling memaafkan dan hadiah. Padahal sikapku dilandasi kecemasan melihat pemerintahan yang makin semrawut karena campur tangan berlebihan kaum thai-kam."

Buat Helian Kong, biarpun sekaligus ia diangkat menjadi jenderal, mana bisa merasa gembira selama golongan thai-kam masih mendekte kebijaksanaan-kebijaksanaan istana? Tapi dalam suasana “perdamaian" seperti itu, ia jadi tidak leluasa mengatakan isi hatinya.

Ternyata, Puteri Tiang-ping yang sejak tadi bungkam saja, juga merasa tidak enak membiarkan Co Hua-sun bersandiwara mengelabuhi ayahandanya. Ia ingin menggagalkan sandiwara Co Hua-sun itu, agar ayahandanya sedikit waspada terhadap thai-kam tua itu. Karena itu, mendadak Puteri Tiang-ping pun meninggalkan kursinya dan berlutut kepada ayahandanya,

"Ampun, Hu-hong. Hamba lancang hendak mengajukan usul."

Kembali ruangan itu sunyi senyap, menunggu apa permintaan puteri Kaisar itu. Yang paling tegang menunggu adalah Co Hua-sun, sebab dia tahu kalau Puteri Tiang-ping adalah lawan politiknya, entah apa yang akan dimintanya dari Kaisar?

"Apa yang kau minta?"

Kata Puteri Tiang-ping, "Hu-hong, Helian Cong-peng telah terbukti kesetiaannya. Karena itu, rasanya dia jangan hanya diberi kenaikan pangkat dan hadiah saja, tapi ditambah tanggung-jawabnya."

"Maksudmu?"

"Hu-hong, mengingat keselamatan diri Hu-hong adalah sesuatu yang paling Penting dalam kelangsungan pemerintahan maka haruslah Hu-hong dilindungi orang-orang yang tidak diragukan kesetiaannya. Helian Cong-peng cocok untuk itu hamba mohon kiranya Hu-hong memberinya jabatan sebagai Komandan Gi lim-kun (Pasukan Istana)."

Pancingan kena. Co Hua-sun yang paling tidak setuju engan usul ini. Kalau sampai Helian Kong menjadi komandan pasukan-istana, berarti akan menyaingi pengaruh Co Hua-sun dalam istana. Padahal Helian Kong berpendirian teguh, tidak mau diajak "kerjasama kekeluargaan." Co Hua-sun lebih suka komandan Gi-lim-kun yang sekarang, yang bersikap sebagai anak penurut".

Karena itu sebelum Kaisar menjawab, Co Hua-sun lebih dulu sudah menyerobot pembicaraan, "Wah, tidak betul. Menurut hamba, perwira yang pandai seperti Helian Cong-peng lebih dipercaya di garis depan untuk menjaga kebesaran panji-panji kekaisaran. Hamba yakin, para pemberontak akan bubar ke takutan melihat kagagahan Helian Cong-peng."

Puteri Tiang-ping menoleh kepada Co Hua-sun sambil tertawa dingin kemarahannya belum hilang mengingat bahwa dayang setianya, Hui-hun, tewas ditangan orang-orang Co Hua-sun.

Sementara Kaisar berkata, "Usul kalian kedua-duanya baik, semuanya memikirkan kepentingan kekaisaran." Lalu ia menatap puterinya, "...komandan Gi-lim-kun yang sekarang telah menunjukan prestasi kerja yang baik. Akan menyakiti hatinya kalau kucopot dia begitu saja lalu kuberikan keduduknya kepada Helian Kong...."

"Benar... benar..." Co Hua-sun menyokong pendapat Kaisar, sedang puteri menunduk menyembunyikan kemarahannya.

Namun puteri itu tidak mau menyerah begitu saja. Ia berkata lagi, "Ampun, Hu-hong, kalau begitu anugerah kepada Helian Cong-peng hanyalah sandiwara, seperti memberi kembang-gula pelipur lara kepada anak kecil yang sedang menangis. Tidak ada kesempatan untuk menujukkan tanggung-jawab yang lebih besar."

Kaisar Cong-ceng yang berpikiran sempit itu menjadi keruh mukanya mendengar bantahan puterinya itu. “Ping-ji, kau ingin memaksa ayahmu melakukan apapun yang sesuai dengan seleramu sendiri?"

Puteri Tiang-ping makin dalam menunduk, "Hamba tidak berani, Hu-hong..."

Puteri Tiang-ping mengusulkan demikian selain untuk memancing Co Hua-sun agar menunjukkan "wajah aslinya, juga untuk memperkuat kedudukan ayahandanya. la tahu Helian Kong setia, maka ia ingin agar Helian Kong diberi pasukan kuat dalam istana untuk menandingi pengaruh Co Hua-sun. Tak terduga malah ayahandanya sendiri yang menghalang-halangi usul itu.

Sebenarnya Kaisar pun paham niat baik Puteri Tiang-ping, cuma rasa takutnya kepada Co Hua-sun belum benar-benar hilang. Hari itu Co Hua-sun sudah mengalah cukup banyak. Mau melepaskan Helian Kong. Setuju pasukan Gi-cian Si-wi mengambil-alih pengawalan atas diri Kaisar. Setuju bahwa thai-kam yang menghadap Kaisar harus melepaskan senjatanya.

Kaisar cemas kalau Co Hua-sun disudutkan terus, jangan-jangan malah akan berontak terang-terangan? Maka ia menolak usul puterinya soal pengangkatan Helian Kong, meskipun dalam hati ingin menyetujuinya. Rasa takut kepada Co Hua-sun belum bisa lenyap sama sekali, maklum saja karena pengaruh itu sudah mencengkeramnya belasan tahun.

Puteri Tiang-ping diam-diam mengeluh dalam hati karena punya ayah yang begini penakut. Namun kemudian ia mengajukan usul lain, Hu-hong, hamba mohon diperkenankan mengajukan usul lain."

"Asal jangan yang aneh-aneh...” sahut Kaisar sambil melirik kuatir ke wajah Co Hua-sun, untuk "melihat cuaca".

Sedangkan tujuan Puteri Tiang-ping justru untuk memancing reaksi Co Hua-sun, maka ia tidak menggubris sama sekali bagaimana perubahan muka Co Hua-sun, "Hu-hong, saat ini pasukan kelima belas yang baru saja ditarik dari perbatasan utara, masih belum ada panglimanya karena gugur di medan laga. Bagaimana kalau pasukan itu digabungkan saja dengan pasukan Helian Cong-peng, dari pada kacau tanpa komandan?"

Itu artinya memperbesar kekuatan Helian Kong, biarpun tidak di dalam lingkungan istana. Tidak heran kalau Co Hua-sun kembali berusaha menggagalkan usul Puteri liang-ping, "Tuan Puteri, tidak benar kalau dibilang pasukan ke lima-belas kacau tanpa komandan, biarpun komandannya memang kosong saat ini. Tapi mereka tetap tertib. Untuk kekosongan jabatan itu, hamba punya seorang calon yang pantas untuk mengisinya."

Dengan pandangan tajam, Puteri Tiang-ping berkata kepada Co Hua-sun, "Kong-kong, lancang benar kau. Siapa yang sudah mengangkatmu jadi Peng-po Siang-si (Menteri Angkatan Perang) sehingga berani mencampuri soal pengangkatan seorang komandan? Apakah Kong-kong sudah lupa batas-batas wewenang seorang Su-le Thai-kam (penghulu sida-sida)?"

Teguran itu membuat Co Hua-sun gelagapan. Sedang perwira-perwira anti Co Hua-sun itu diam-diam bersorak dalam hati. Mereka memuji Puteri Tiang-ping, yang biarpun cuma seorang gadis bertubuh rapuh tapi nyalinya lebih besar dari ayahandanya dalam menghadapi Co Hua-sun.

"Hamba... hamba hanya usul..." sahut si thai-kam tua tergagap.

"Hah? Hanya usul? Aku tahu Kong-kong ingin menempatkan Co Hoan, keponakanmu sendiri, untuk menduduki jabatan panglima pasukan itu bukan? Agar pasukan itupun dibawah pengaruhmu karena komandannya adalah keponakanmu sendiri, ya bukan?"

Berganti-ganti wajah Co Hua-sun memucat dan memerah-padam, seperti lampu lalu-lintas. Sungguh tak terduga puteri Tiang-ping yang biasanya pendiam itu sekarang memberondongnya dengan tuduhan macam itu. la bahkan tidak kenal orang bernama Co Hoan yang oleh Puteri Tiang-ping disebut "keponakan"nya.

Padahal Puteri Tiang-ping sendiri tidak tahu di dunia itu entah ada orang yang namanya Co Hoan atau tidak. Tokoh "keponakan Co Hua-sun" itu memang hanya tokoh karangannya sendiri, untuk menyudutkan Co Hua-sun dan membangkitkan kewaspadaan ayahandanya terhadap golongan thai-kam. Singkatnya, Puteri Tiang-ping menuduh ngawur.

"Tuanku, itu tidak benar. Tuan Puteri, hamba tidak punya...." Tergagap-gagap Co Hua-sun mencoba menjelaskan.

Tapi Kaisar Cong-ceng telah cepat-cepat melerai pertengkaran dengan suara keras, "Sudah diam! Ping-ji, kuterima usulmu. Pasukan ke lima belas digabungkan menjadi pasukannya Helian Kong!"

Rupanya Kaisar takut juga kalau Co Hua-sun terlalu berkuasa jangan-jangan kelak akan berkhianat seperti Gui Hian-tiong? Maka dari pada pasukan itu dikomandani "keponakan Co Hua-sun" Ya lebih baik diserahkan Helian Kong saja. Nyata Kaisar Cong-ceng pun termakan tipuan Puteri Tiang-ping itu.

Co Hua-sun mengutuk dalam hati namun tidak berkutik. Hari ini kelabu buatnya. Setelah bertahun-tahun pengaruhnya terus meningkat, sekarang agaknya sudah melewati puncak dan mulai merosot turun.

"Aku lengah selama ini..." ia membuat kritik-diri dalam hatinya, "Dengan menggunakan Tiau Kui-hui kuanggap kaisar goblok ini sudah menjadi boneka-wayangku yang penurut, ternyata aku keliru. Diam-diam si goblok ini menyuruh puterinya untuk menghubungi pendukung-pendukungnya di luar istana. Hem, tapi dalam posisi sulit seperti sekarang aku tidak boleh kehilangan akal sehat. Harus bertahan saja sambil menunggu kesempatan untuk kembali memegang prakarsa..."

Karena perhitungan itulah maka Co hua-sun kemudian tersenyum, "Kalau begitu, hamba mendukung sepenuhnya keputusan Tuanku. Usul hamba tadi hanyalah usul seorang hamba yang rendah yang ingin ikut menyumbangkan pikiran untuk negaranya."

"Bagus..." kata Kaisar. "Helian Kong!"

"Hamba Tuanku!"

"Pasukan Limabelas digabungkan dengan pasukanmu, urus mereka baik-baik!"

"Hamba junjung tinggi perintah Tuanku!" Maka cerahlah wajah perwira-perwira dipihak Helian Kong. Itu berarti tambahnya kekuatan pihak mereka.

Kaisar pun puas, ia bangkit dari singgasananya sambil berkata, "Sekarang saatnya aku beristirahat siang hari. Aku perkenankan kalian mengundurkan diri...!"

Selanjutnya,
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.