Pendekar Cengeng Jilid 10

Novel silat Mandarin online karya Kho Ping Hoo. Pendekar Cengeng Jilid 10
Sonny Ogawa

Pendekar Cengeng Jilid 10

Pendekar Cengeng Jilid 10 karya Kho Ping Hoo

YU LEE diam-diam tersenyum didalam hatinya. Nona ini lincah, jenaka, galak, panas, penuh semangat hidup, pendeknya, selalu menyenangkan hatinya, baik dalam keadaan tenang dingin, panas atau sedang marah marah tidak karuan sekalipun. Begitulah kalau orang sudah mabok asmara, setiap gerak gerik si dia tentu akan selalu menarik!

"Maaf, siocia," katanya sambil mengangkat kedua tangan depan dada penuh hormat, "Sesungguhnya karena hati saya tidak rela mendengar nona dihina, maka saya memberanikan diri untuk balas menghina dan mempermaainkan si pinggul besar itu. Adapun tentang kuda…. Ah, saya rasa….eh, nona akan lelah sekali kalau melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki, maka saya….”

"Sudahlah, yang lewat biarlah lalu,” kata Siok Lan, geli juga membayangkan kembali pelayannya ini mempermainkan Cüi Hwa Hwa yang lihai, “Akan tetapi, mulai detik ini, engkau tidak boleh berbuat sesuka sendiri, harus menanti perintahku! Mengerti?”

"Baik, siocia!"

"Hemm kalau lain kali menjengkelkan hatiku tentu akan kugaplok egkau!”

Yu Lee memandang kearah tangan gadis itu. Tangan yang berjari halus kecil kulitnya halus putih kelihatan lunak hangat. Tiba-tiba saja ia mempunyai perasaan ingin digaplok! Entah bagaimana timbul keinginan hatinya agar pipinya disentuh tangan itu!

“Memang saya telah melakukan dua kesalahan di sana tadi, harap nona sekarang suka memberi hukuman itu kepada saya….!” Ia memajukan kudanya mendekati Siok Lan.

“Apa….? Kau….. minta digaplok…?”

Siok Lan demikiin herannya sampai matanya terbuka lebar dan mulutnya agak ternganga memperlihatkan deretan gigi putih dan ujung lidah yang runcing merah. Saking terpesona Yu Lee menyaksikan “keindahan” ini, sampai tak dapat berkata sesuatu hanya mengangguk angguk dan menelan ludah.

“Eh, Aliok, apakah kau ini agak tidak waras pikiranmu?"

"Nona mengira saya gila? Tidak, nona. Saya sehat walafiat, otak saya tidak pernah miring.”

"Kenapa minta di gaplok?”

“Karena…karena… saya sudah mengaku salah dan memang patut dihukum..!”

“Kali ini kuampuankan kau. Sudahlah, kau pergi carikan aku air dingin yang jernih, aku haus sekali dan bekal minumanku habis. Mengapa tadi kau tidak sekalian mereka membekali minuman!”

Siok Lan melorcat turun dan cepat cepat Yu Lee juga turun lalu membawa dua ekor kuda itu ke bawah sebatang pohon dan membiarkannya makan rumput. Memang siang hari itu panas amat teriknya. Melihat Siok Lan duduk di akar pohon, Yu Lee segera memeriksa perbekalan dalam tas kulit itu cukup lengkap. Ada roti kering, daging panggang, dendeng, bahkan ada seguci arak baik, pada setiap punggung kuda!

“Wah ini ada makanan dan minuman nona. Apakah nona hendak makan?”

Agak merah wajah Siok Lan. Tadi ia tidak memeriksa lebih dulu sudah pula menyalahkan pelayannya mengapa tidak minta perbekalan minuman. Kiranya di dekat sela kaki kudanya terdapat makanan dan minuman, bahkan sekantung uang perak!

"Siapa sudi minum arak di tengah hari panas ini? Aku ingin minum air sejuk yang jernih!" katanya menutup rasa malu.

Yu Lee mengambil roti, daging dan arak, menurunkannya dan menaruhnya baik-baik di depan Siok Lan kemudian berkata, "Saya akan mencarikan air itu untuk nona."

Setelah pelayannya itu tidak tampak lagi, Siok Lan duduk termenung. Aneh sekali, mengapa ia merasa amat suka kepada pelayan itu? Mengapa pemuda yang bodoh dan tolol itu demikian menarik hatinya? Pemuda yang lemah akan tetapi amat pemberani sehingga tidak gentar mempermainkan Cui Hwa Hwa dengan pertaruhan nyawa!

Pemuda yang bodoh akan tetapi cerdik sehingga mengeluarkan ucapan-ucapan yang kadang-kadang aneh dan berpengaruh di depan begitu banyak orang kangouw. Pemuda miskin akan tetapi amat setia dan kaya akan pribudi yang baik sifat-sifat yang menawan inilah agaknya yang menarik hatinya, yang membuat ia kadang-kadang merasa gemas.

Dan kadang-kadang merasa kasihan, kadang-kadang merasa marah tanpa sebab dan barulah kadang-kadang marah karena semua sifat baik itu dipunyai oleh seorang yang hanya menjadi pelayan saja! Mengapa kalau Pendekar Cengeng, pemuda she Yu itu demikian sombong, tidak memandang sebelah mata kepada keluarganya, kini pelayannya begini baik?

Siok Lan sedang makan roti kering ketika Yu Lee datang membawa tempat air yang penuh berisi air dingin yang jernih sekali, diletakkannya tempat air itu di depan Siok Lan dan berkatalah ia dengan ramah.

"Minumlah, siocia. Airnya dingin dan amat jernih."

Siok Lan mengangguk dan minum air beberapa teguk. “Kau makanlah rotinya." Gadis itu menawarkan.

Yu Lee menggeleng kepala. "Saya tidak lapar, nona!"

Gadis itu memandang dan melihat bibir pemuda pelayannya ini kering, bertanya, "Kau juga belum minum?”

Yu Lee tersenyum menggeleng kepala, “Saking tegesa-gesa saya lupa minum di sana tadi."

"Aliok, kau memang aneh, kau begitu bodoh tapi…..”

"Tapi bagaimana, siocia?”

"Sudahlah, kau boleh minum air ini!”

“Nona baru minum sedikit, dan sehabis makan roti tentu haus lagi.”

Siok Lan memandang marah. "Aku bisa minum lagi nanti. Apakah air sebegini banyak akan kau habiskan sekali minum? Kalau kau habiskan, engkau harus mengambilkan lagi untuk ku. Minumlah kalau haus, kalau tidak ya sudah.”

Yu Lee berdebar jantungnya. Ia memang mengenal watak gadis ini yang amat polos dan menganggap pelayannya seperti teman seperjalanan dan sudah biasa diajak makan bersama. Akan tetapi untuk minum berdua dari satu tempat air? Sungguh ia hampir tak dapat percaya maka untuk membuktikannya.

Ia lalu mengangkat tempat air itu, lalu meneguk airnya beberapa teguk. Sengaja ia menempelkan bibirnya pada bibir tempat air yang tadi berbekas bibir Siok Lan, kemudian diletakkannya kembali tempat air itu. Airnya masih setengahnya.

“Hayo makanlah roti ini. Kalau kita berangkat lagi nanti, aku tidak akan berhenti sebelum malam, kau bisa mati kelaparan nanti!”

"Baiklah, siocia," Yu Lee lalu mengambil roti sisa yang dimakan Siok Lan dan ia mulai makan roti kering. Jantungnya berdebar makin keras ketika ia melihat Siok Lan mengelap bibirnya kemudian mengangkat tempat air itu dan minum air itu tanpa ragu ragu lagi dan ia tahu betul tempat bibir gadis itu tanpa disengaja menempel di bibir tempat air dibekas bibirnya tadi!

Lehernya serasa tercekik karena ia merasa amat terharu. Benar benar seorang gadis yang polos dan masih bersih hatinya. Ia tersedak dan Siok Lan cepat cepat menyerahkan tempat air.

"Ihh, seperti anak kecil sajal Makan sampai tersedak. Hayo diberi minum, bisa mati mendelik engkau nanti!”

Yu Lee minum air dan tenggorokannya menjadi longgar kembali ia memandang kepada Siok Lan dengan wajah berseri. "Nona sungguh amat baik…."

Siok Lan megerutkan alisnya, "Apa? Kenapa baik? Aku berbuat baik apa kepada siapa? Jangan menjilat kau!"

Yu Lee melengak. Memang aneh watak nona ini. Sebentar ramah sebentar galak! Sebentar senyum sebentar merengut. Saat itu bergurau, saat lain membentak bentak! "Nona amat baik sebagai nona majikan mengajak makan minum pelayannya bahkan.... eh… minum dari satu tempat air… sungguh merupakan kehormatan besar bagi saya….!”

"Hemm apa anehnya begitu saja? Kau tidak punya penyakit batuk bukan? Tidak punya penyakit menular?”

“Ah, tidak sama sekali nona.”

"Nah, mengapa ribut-ribut? Majikan maupun pelayan apa bedanya? Sama-sama manusia.”

"Terimakasih atas pendapat yang mulia ini nona."

"Sudahlah, sudahlah! Kalau kau memuji-muji terus bisa kuanggap menjilat dan aku akan marah setengah mati karena aku paling benci pada seorang penjilat!"

Pada saat itu Yu Lee sudah tahu akan adanya orang yang bersembunyi di pohon besar tak jauh dari situ. Sebaliknya Siok Lan baru terkejut ketika dari balik pohon itu terdengar suara tertawa, "He, he, he, benar sekali. Penjilat-penjilat harus dibasmi dari permukaan dunia!”

Siok Lan dan Yu Lee menoleh dan ternyata yang muncul dari balik pohon itu adalah seorang pengemis tua, usianya tentu paling sedikit enam puluh tahun, pakaiannya penuh tambalan, akan tetapi kelihatan bersih, juga sepatunya yang sudah berlubang sehingga tampak ibu jari kakinya itu putih bersih seperti sepatu baru. Mukanya halus tidak tertutup jenggot atau kumis, akan tetapi sepasang alisnya yang tebal itu sudah putih, juga rambut nya penuh uban.

Tubuhnya tingi kurus dan tangan kirinya memegang sebatang tongkat bambu. Pinggangnya terikat sabuk merah yang lebar dan berbunga, yaitu dibagian depan diikatkan dalam bentuk bunga teratai. Dandanan yang aneh menggelikan bagi seorang pengemis, namun melihat sabuk merah dan tongkat itu, diam diam Yu Lee terkejut dan memandang penuh perhatian.

Siok Lan masih duduk di atas akar pohon matanya mengerling tajam. Iapun dapat mengenal tanda sabuk merah dan tongkat itu, maka kemarahannya bangkit seketika dan ia menduga tentu ini adalah tokoh Ang kin Kai pang yang sudah berkali kali memumsuhinya. Berpikir demikian, ia lalu berkata mengejek.

"Kembali ada srigala yang menyamar sebagai domba, perampok menyamar sebagai pengemis. Menjemukan sekali!" Setelah berkata demikian, Siok Lan menyambar tempat air tadi lalu mengerahkan sinkang, menyambitkan tempat air itu kearah si pengemis tua.

Tempat air itu bentuknya seperti sebuah piring yang dalam atau seperti sebuah panci yang dangkal dan lebar, bentuknya bundar. Karena kini disambitkan dengan keadaan miring dan didorong tenaga sinkang yang amat kuat, maka piring itu berputar cepat seperti gasing, mengeluarkan suara mengaung keras dan meluncur ke arah si pengemis tua.

Tak boleh dianggap ringan piring terbang seperti ini karena dalam keadaan berputar dan mengandung tenaga kuat seperti itu, pinggirannya dapat setajam golok dan kalau mengenai leher dapat menyembelih sampai putus! Maka serangan Siok Lan ini amatlah hebat.

“He, he, he, sungguh ganas cucu Thian-te Sin-kiam!” Kakek itu terkekeh dan tetap tenang-tenang saja menghadapi serangan piring terbang itu. Ketika piring itu menyambar ke arahnya, ia sama sekali tidak membuat gerakan mengelak, hanya memandang sambil terkekeh seperti seorang dewasa mentertawai seorang anak anak nakal.

"Siingg ….!" Piring itu menyambar ke arah lehernya. Kakek itu mengangkat tangan kanan ke depan, dengan perlahan jari tangan telunjuk menyentil ke arah piring terbang.

"Trang… nguuuuuung!”

Piring dari panci itu begitu kena disentil telunjuk kanan kakek pengemis berbunyi nyaring lalu berputar lebih cepat daripada tadi, akan tetapi kini meluncur ke atas mengeluarkan suara mengaung yang jauh lebih nyaring daripida ketika disambitkan Siok Lan tadi! Piring terbang itu melayang cepat dan jauh sekali ke atas sampai akhirnya lenyap dari pandangan mata, entah jatuh di mana.

Akan tetapi agaknya benda itu dijadikan sebagai isyarat rahasia oleh kakek pengemis, karena tiba-tiba bermunculanlah sedikitnya tiga puluh orang pengemis bersabuk merah dari semua penjuru dan mereka berdiri mengepung tempat itu dari jarak jauh. Bahkan di antara mereka sudah ada yang "merawat” dua ekor kuda tunggangan Siok Lan dan Yu Lee!

Siok Lan meloncat bangun diturut oleh Yu Lee yang bangkit juga dengan tenang. “Wah, memang tidak salah dugaanku! Ang-kin Kai-pang hanyalah sekumpulan perampok yang menyamar sebagai pengemis kelaparan! Sungguh hal ini amat memalukan golongan hok-lim (perampok) dan kai-pang (kaum pengemis) yang tulen!”

Kakek pengemis itu mengangkat tongkatnya ke atas kepala dan suara hiruk pikuk para pengemis yang muncul dan marah mendengar ucapan Siok Lan, mendadak sirep dan keadaan menjadi sunyi. Jelas bahwa semua pengemis, di mana tampak juga Ang Kun, tokoh tingkat lima, kemudian Ang Ci dan Ang Sun tokoh tokoh tingkat tiga, dan beberapa tokoh Ang kin Kai pang yang lain, amat mematuhi kakek ini.

Sehingga makin yakinlah Yu Lee akan dugaannya tadi bahwa kakek itu agaknya adalah ketua dari Ang kin Kai pang yang terkenal dengan julukan Kai ong (Raja Pengemis) Ang kwi Han. Maka ia memandang penuh kekhawatiran karena maklum bahwa menghadapi tokoh Ang kin Kai pang tingkat tiga juga Siok Lan belum tentu dapat menang, apa lagi menandingi ketuanya!

"Nona cilik yang bermulut besar!” Bentik Kakek ketua itu. “Sesungguhnya tidaklah pantas bagi aku sebagai ketua Ang-kin Kai-pang untuk berurusan dengan bocah seperti engkau! Semestinya aku menemui kakekmu untuk menegur cucunya! Akan tetapi karena sudah dua kali engkau menghina pembantu pembantuku, sudah sepatutnya pula aku menegur langsung kepadamu agar engkau tidak memandang rendah kami orang Ang-kin Kai-pang!"

Siok Lan mendengar bahwa kakek ini adalah ketua Ang kin Kai pang, menjadi terkejut juga ia sudah mendengar dari kakeknya tentang kelihaian raja Pengemis ini, akan tetapi dasar ia bandel, berani dan tidak mengenal takut, maka ia tersenyum dan berkata.

“Ah, kiranya Ang-kin Kai-pangcu yang muncul sendiri! Pangcu, kebetulan sekali kita berjumpa. Engkau tadi bilang hendak menegurku, boleh saja. Akan tetapi ketahuilah bahwa aku pun ingin sekali menegurmu atas kelakuan anak buahmu yang tidak patut. Pelayanku ini menjadi saksi akan kekurangajaran para pengikutmu dan orang-orangmu itupun kebetulan hadir.”

Sampai di sini Siok Lan menudingkan telunjuknya ke arah Ang Kun, Ang Ci dan Ang Sun yang berdiri tak bergerak, mata mereka mendelik marah.

"Betul seperti yang dikatakan nona majikanku!” Tiba-tiba Yu Lee berkata, suaranya lantang dan ia tidak perduli betapa tiga orang tokoh pengemis itu juga si ketua sendiri, memandang kepadanya penuh perhatian dan kecurigaan. Pemuda ini maklum bahwa tiga orang tokoh pengemis itu tentu sudah mengerti bahwa dia adalah seorang berkepandaian tinggi dan tentu sudah melapor kepada ketua mereka bahwa dialah yang "melindungi" Siok Lan secara diam-diam.

“Aku menjadi saksi hidup! Aku berani sumpah demi apapun juga bahwa dalam urusan antara nonaku dan para tokoh Ang-kin Kai-pang nonaku tidak bersalah seujung rambut sekali pun! Pangcu harap suka mengambil pertimbangan yang adil. Pertama-tama, pembantu mu yang seorang itu telah menghadang nona dan dengan paksa hendak minta sumbangan, yang kemudian ditolak oleh nona majikanku sehingga terjadi bentrokan. Kemudian kedua orang yang lebih besar itu,” ia menuding ke arah Ang Ci dan Ang Sun, "Datang pula selagi nonaku sedang makan. Coba pangcu katakan apa kesalahan nonaku? Kalau kalian tidak mengganggunya, tentu tidak akan terjadi bentrokan!"

“Ha ha ha ha! Omonganmu tepat namun jelas membela sebelah pihak! Seorang gagah akan berpemandangan luas menilai persoalannya, bukan hanya yang berada di depan hidung saja. Nona cilik ini cucu Thian-te Sin-kiam seorang pejuang dan penentang pemerintah penjajah, maka sudah sepatutnya kalau anak buahku minta sumbangan kepada nona cilik ini, karena sumbangan-sumbangan itu bukan untuk diri kami pribadi melainkan untuk pembiayaan perjuangan melawan pemerintah Mongol. Akan tetapi nona cilik ini tidak menyumbang malah menghina, mengandalkan perlindungan sembunyi. Ha ha ha! Setelah sekarang bertemu dengan aku sendiri, apakah nona cilik akan lari ketakutan?”

"Tua bangka sombong!" Tiba-tiba Liem Siok Lan berseru keras dan mencabut pedang nya, "Jangan asal terbuka saja mulutmu! Siapa takut kepadamu? Kalau tidak terima dan mendendam kepadaku, hayo ini aku sudah berada di sini. Kau mau apa?"

Ang Kwi Han tertawa, akan tetapi matanya mengerling ke arah Yu Lee "Setidaknya hari ini akan kupaksa orang mengaku dirinya! Nona mari kita main-main sebentar dengan pedangmu. Bukankah itu gin-kiam (pedang perak)? Tentu ada pula gin-ciam (Jarum perak)! Itulah kepandaian yang dibanggakan Thian-te sin-kiam. Apakah nona telah mewarisi kepandaian itu seluruhnya? Perlihatkan baik-baik kepadaku!” Setelah berkata demikian, kakek itu melangkah maju, tangan kanannya menampar ke arah Siok Lan.

Gadis ini maklum akan kelihaian lawan, maka iapun berlaku hati-hati dan miringkan tubuh mengelak sambil menggeser kaki. Tangan lewat di atas pundaknya, anginnya bersiut, akan tetapi ujung lengan baju itu masih meluncur akan menotok lehernya!

"Aiiihhh…..” Siok Lan berseru, membelakangkan tubuhnya dan sinar perak pedangnya menyambar ke arah lengan kakek itu.

Kakek itu memutar tubuh, tongkatnya digerakkan menangkis dan tubuh Siok Lan terhuyung huyung ke belakang sampai delapan langkah. Ia merasa seperti tubuhnya didorong tenaga tersembunyi yang dahsyat. Namun, biarpun jalas kakek tua sakti dan bertenaga sinkang amat hebat, sedikitpun ia tidak memperlihatkan rasa takut. Ia memasang kuda kuda, kemudian ia meloncat ke depan, menelan jarak delapan langkah tadi dalam sekali lompat, padangnya meluncur dan menerjang lawan amat cepat dan kuatnya.

"Ha ha ha sedikitnya engkau mewarisi semangat Liem Kwat Ek!” Kakek itu tertawa sambil miringkan tubuhnya sehingga terjangan Siok Lan yang dahsyat itu mengenai angin. Kembali kakek itu menampar dengan lengan kanannya yang dibuka lebar-lebar. Angin sambaran hebat ini menambah tenaga dorong dari serangan.

Siok Lan yang tidak mengenai sasaran sehingga kembali gadis itu terhuyung ka depan. Akan tetapi Siok Lan sudah siap siap begitu tubuhnya membalik, tangan kiri yang bergerak dan sinar putih jarum jarum peraknya menyambar ke arah tujuh bagian penting tubuh depan kakek itu.

“Ha ha ha gin-ciam yang hebat!” Teriak kakek itu, lengan bajunya mengebut dan segera jarum dapat dikebutnya runtuh Siok Lan sudah menerjang lagi, kini mainkan jurus pedang Kun lun pai yang amat indah dan hebat. Kakek itu tidak berani memandang rendah, berkali kali mulutnya memuji dan menggunakan ginkangnya untuk mengelak ke sana ke mari dibantu tongkatnya yang kadang-kadang mendorong atau menangkis.

"Kiam-hoat bagus....! Kiam-hoat bagus..! Sayang pemainnya amat sembrono dan keras kepala!" Ia berulang kali memuji ilmu padangnya dan mencela orangnya.

Membuat Siok Lan makin marah dan memperhebat terjangannya yang selalu mengenai tempat kosong, bahkan beberapa kali ia terhuyung. Siok Lan terkejut sekali dan tahulah ia bahwa sekali ini ia tentu akan menderita kekalahan terhadap kakek yang amat lihai ini. Akan tetapi ia menggertak gigi dan maju terus, malah kini ia mengeluarkan jurus jurus nekad mengadu nyawa!

"Hemm, bocah ganas. Apakah engkau masih juga tidak mau menyerah dan mengakui keunggulan aku orang tua? Kakekmu sendiri belum tentu dapat menangkan aku!”

“Tua bangka busuk! Siapa sudi menyerah? Robohkan aku kalau kau mampu!” Siok Lan menantang berani.

"Hemm, bocah sombong!” Kakek itu berkata gemas sambil menangkis pedang Siok Lan sehingga gadis itu terdorong mundur. "Kalau tidak ingat kepada kakekmu Liem Kwat Ek, apa kau kira tidak sejak tadi kau sudah roboh binasa! Lihatlah sekarang, aku akan menghajarmu dengan senjatamu sendiri, dan tanganmu sendirilah yang akan melukaimu. Kalau kelak kakekmu melihat betapa engkau melukai dirimu sendiri dengan senjatamu, tentu akan insaf bahwa aku telah memandang mukanya, masih mengampunkan dirimu! Engkau terluka atau mati tergantung seranganmu sendiri!"

“Banyak cerewet!" Siok Lan membentak dan menyerang, menusukkan pedangnya ke arah kakek itu. Ang Kwi Han tidak mengelak, melainkan menggerakkan tongkatnya menangkis dengan menggunakan tenaga yang amat aneh dan..... pedang itu masih di tangan Siok Lan, namun telah membalik dan menusuk ke arah gadis itu sendiri!

"Aihhh…!” Siok Lan cepat membuang diri dan memusnahkan tenaga menarik tangannya, betapapun juga, pedang itu ujungnya sudah menyambar ujung bajunya sehingga berlubang. Ternyata kakek itu tidak mengeluarkan ancaman kosong.

Namun Siok Lan masih belum sadar dan kembali ia menubruk, kini pedangnya membabat leher. Sekali lagi kakek itu menangkis dan pedang itu membalik dan menyambar leher Siok Lan sendiri yang kini sudah siap-siap, sehingga dapat mengelak sambutan pedang yang dipegang oleh tangannya sendiri!

"Nona, lebih baik menyerah…!" Tiba-tiba Yu Lee berkata. Pemuda ini maklum akan bahayanya permainan Siok Lan ini karena makin hebat sarangan gadis itu, makin hebat pula bahaya mengancam. Ia pernah mendengar akan ilmu pedang yang bernama ilmu pedang “Mengusir Naga Pulang ke Sarang!” yaitu yang jurus-jurusnya terdiri dan tangkisan tangkisan yang membuat senjata lawan itu membalik dan menyerang orangnya sendiri!

Diam diam ia amat kagum, sungguhpun ia maklum bahwa kalau semacam itu hanya ampuh kalau dipergunakan menghadapi lawan yang tingkatnya jauh lebih rendah seperti halnya kakek itu menghadapi Siok Lan.

Akan tetapi, bujukan Yu Lee ini malah merupakan minyak bakar menyiram api! Seperti diketahui, Siok Lan tadinya merasa bangga sekali karena berkali kali ia telah membuktikan di depan pelayannya betapa hebat ilmunya sehingga ia tidak pernah terkalahkan selama ini!

Kalau sekarang ia harus menyerah mentah mentah di depan pelayannya, alangkah akan rendahnya, alahkah akan malunya. Tentu pelayannya tidak lagi akan memandang kepadanya dengan sinar mata begitu penuh kekaguman!

Kembali kakek itu tertawa mengejek ketika gadis itu menyerang makin hebat sebagai jawaban atas permintaan Yu Lee. Memang ketua Ang kin Kai pang ini sudah tahu bahwa pelayan nona ini adalah orang yang sesungguhnya mengalahkan beberapa orang pembantunya, maka kini ia hendak mencari kesempatan agar si pelayan turun tangan membantu Siok Lan. Kalau dia menghendaki, sejak tadipun gadis itu tentu telah dapai ia robohkan.

Karena kini Siok Lan menjadi makin ganas kakek itupun panas juga. Pada saat Siok Lan menusukkan pedang ke dadanya, secepat kilat tangan kanannya menotok pundak gadis itu dan tongkatnya menangkis membuat pedang gadis itu membalik dan menusuk dada itu sendiri.

Siok Lan sudah membelalakkan mata karena merasa bahwa tubuhnya kaku tak dapat di gerakkan sehingga sekali ini pedangnya sendiri tentu akan menembusi dadanya.

Akan tetapi pada saat itu, Yu Lee berseru "Jangan bunuh nonaku…!” Pelayan itu meloncat kepadanya selagi pedangnya tertangkis dan kini pedang di tangannya itu membalik dan menusuk ke arah dada Yu Lee!

Pada saat itu Yu Lee yang marah karena kakek itu tega hendak membunuh Siok Lan, sambil berdiri di depan gadis itu dan membelakanginya, sengaja menerima ujung pedang dengan dadanya akan tetapi pada detik itu ia mendorongkan ke dua lengannya ke depan, mengirim pukulan sakti Sin-kong-ciang ke arah ketua Ang-kin kai-pang!

Cepat sekali terjadinya semua ini. Pedang itu meleset seketika mengenai dada Yu Lee karena tepat pada saat itu Yu Lee mengerahkan tenaga Sin-kong-ciang akan tetapi ujung pedang yang melesat itu menusuk miring dan melukai pundaknya. Akan tetapi kakek yang terkena pukulan Sin-kong-ciang itu terhuyung mundur tiga langkah dan dari mulutnya menyembur darah segar.

"Sungguh kejam kau orang tua hendak membunuh nonaku….!" Yu Lee berkata dan diapun terhuyung ke kiri lalu roboh terduduk.

Siok Lan yang tadinya berdiri di belakang Yu Lee, tidak melihat itu semua. Begitu Yu Lee roboh dan melihat pundak dekat dada pemuda itu mengucurkan darah, ia kaget bukan main. Kemarahannya timbul dan ia menuding ke arah kakek itu.

"Kau…! Berani kau melukai pelayanku…?” ia hendak menerjang maju, akan tetapi tertegun dan terbelalak ketika kakek itu tiba-tiba menjura dan berkata.

"Mana aku berani kurang ajar? Terima kasih atas pelajaran yang diberikan." Setelah berkata demikian Ang Kwi Han memberi isyarat dengan tongkatnya dan pergilah dia diikuti semua pengemis tadi menonton dengan muka pucat.

Gadis ini bingung, dia tidak tahu sama sekali bahwa sikap Ang Kwi Han itu adalah akibat pukulan sakti yang dilakukan Yu Lee. Diserang pukulan sakti jarak jauh sekali saja lalu menderita luka, segera kakek itu mengenali bahwa pukulan itulah yang bernama Sin-kong-ciang dan tiba-tiba saja ia menjadi tunduk dan gentar.

Ia dapat menduga bahwa pemuda yang menyamar sebagai pelayan ini tentu ada hubungan dengan tokoh yang menjadi pujaan dan gembongnya semua dunia pengemis, yaitu Sin-kong Ciang Han It Kong, tokoh sakti dan penuh rahasia yang selalu berpakaian pengemis. Karena itulah Ang Kwi Han menjadi “mati kutunya" dan tidak berani banyak lagak lagi karena maklum bahwa pemuda itu adalah "golongan sendiri" yang kedudukan dan kepandaiannya lebih tinggi daripadanya.

"Aliok.... kau… kau terluka…?”

"Tidak… tidak mengapa, nona….!" jawab Yu Lee. Akan tetapi pemuda ini wajahnya pucat sekali dan terhuyung-huyung. Berat sungguhkah luka yang diderita Yu Lee akibat tusukan pedang gin-kiam pada dadanya tadi?

Sesungguhnya tidaklah terlalu berat biarpun mengeluarkan darah cukup banyak, hanya pemuda ini masih terguncang hatinya kalau teringat betapa tadi nyaris Siok Lan tewas di tangan nona itu sendiri dengan pedang nona itu sendiri pula kalau saja ia tidak cepat turun tangan. Mengingat akan hal inilah yang membuat ia menjadi ngeri dan lemas sahingga kini ia terhuyung dengan kepala pening.

Melihat ini Siok Lan cepat memegang lengan pelayannya dan membimbingnya ke dekat pohon. "Hati-hati… agaknya lukamu berat, kau duduklah bersandar pohon Aliok.” Nona itu membantu Yu Lee yang diam-diam merasa terharu, juga geli karena sesungguhnya dia tidak apa apa.

Luka itu hanya luka kulit dan daging dan memang ia sengaja menekan dari dalam agar banyak darahnya mengucur bekas luka dari dalam. Hal ini amatlah penting, demikian nasihat gurunya dahulu, karena darah yang keluar itu dapat “mencuci" dan membersihkan daging yang terluka asal jangan terserang racun.

Yu Lee bersandar pada pohon, matanya setengah terpejam tidak berani ia secara langsung menentang wajah Siok Lan yang berada begitu dekat dengannya. Gadis itu tanpa ragu ragu membuka baju atasnya untuk memeriksa luka di dada dan ini dikerjakannya dengan begitu teliti sehingga Yu Lee merasa betapa jari jari halus itu menyentuh-nyentuh dan mengusap usap dadanya.

Betapa rambut yang hitam halus seperti benang sutera itu kadang-kadang menyapu leher dan pipinya, betapa hembusan napas dari hidung gadis itu kadang-kadang menyentuh mukanya. Yu Lee terpaksa memeramkan mata dan hanya hidungnya yang menangkap keharuman yang amat sedap, yang membuat jantungnya berdenyut lebih cepat daripada biasanya.

“Eh, kenapa dadamu berdebar debar seperti ini?” Siok Lan yang memeriksa luka itu dan meraba-raba dada itu diam diam amat mengagumi dada yang bidang dengan kulitnya yang halus putih membayangkan otot yang hebat dan kuat, akan tetapi gadis ini terheran ketika ujung ujung jarinya merasakan denyut jantung yang demikian keras.

"Ah, tidak apa-apa, nona…” Yu Lee berkata, akan tetapi kembali ia memejamkan kedua matanya yang tiba-tiba menjadi panas. Suara gadis itu demikian halus dan merdu, penuh perhitungan terhadap dirinya, membuat ia menjadi makin terharu. Di dunia ini mana seorang nona majikan yang merawat pelayan nya yang terluka seperti yang dilakukan Siok Lan terhadap dirinya sekarang ini?

Gadis itu telah mengeluarkan arak dan mencuci lukanya dengan arak dan saputangan, begitu telaten dan mesra tampaknya, sedikitpun tidak membayangkan jijik pada muka yang menarik jelita itu.

"Sakitkah…?” Tanya Siok Lan ketika memandang wajah pemuda itu yang agak pucat, mata yang dipejamkan dan kening tebal itu berkerut.

“Ti…tidak, nona…."

Siok Lan melanjutkan pekerjaan mencuci kemudian mengeluarkan obat bubuk untuk luka yang selalu dibawanya sebagai bekal, menaruh obat bubuk pada luka di dada Yu Lee dan membalut luka itu dengan sobekan ikat pinggannya. Untuk membalut luka di dada, gadis itu terpaksa beberapa kali merangkul leher sehingga mukanya begitu dekat dengan muka Yu Lee. Pemuda ini saking terharunya tak dapat menahan menitiknya dua tetes air matanya.

"Ehh…? Kau… kau menangis?”

Melihat wajah yang cantik jelita dan amat dekat itu menatapnya penuh perhatian dan keheranan, Yu Lee teringat bahwa ia telah mendekatkan diri kepada terbukanya rahasianya, maka cepat-cepat ia memaksa dirinya tersenyum dan mengusap dua bulir air mata itu dari pipinya.

“Tidak menangis hanya… rasa nyeri membuat air mata keluar tanpa dapat saya cegah…”

“Ahhh… kukira engkau juga cengeng seperti bekas majikanmu! Sakit benarkah rasanya sampai keluar air matamu?”

“Tadi sakit sekali, nona. Panas dan pedih sekali, akan tatapi… parawatan nona yang begitu teliti, tangan nona begitu halus mengandung getaran yang menyejukkan, mengusir panas dan perih… malah kini menjadi nyaman.... Ah, betapa baik budi nona terhadap seorang pelayan seperti saya. Banyak terima kasih, nona, kebaikanmu tidak akan pernah dapat saya lupakan."

Sejenak Siok Lan seperti terpesona memandang wajah pelayannya. Ucapan pelayannya itu terdengar amat menyenangkan hatinya, seperti mengangkatnya tinggi ke angkasa, dan mukanya tiba-tiba menjadi kemerahan. Akan tetapi rasa nyaman di hati ini seperti ia tutup dengan suara celaan,

"Husss! Aliok, tidak perlu kau memuji-mujiku secara berlebihan. Apa yang kulakukan ini sudah sewajarnya dan tidak ada artinya sama sekali kalau dibandingkan dengan jasamu. Engkaulah yang telah memperlihatkan budi amat baik terhadap aku. Engkau terluka karena aku, engkau yang lemah berani menentang seorang seperti ketua Ang-kin Kai-pang hanya untuk menolongku. Kalau tidak ada engkau yang tadi menghalang, apakah sekarang aku tidak sudah menjadi mayat...?

"Aku bukan seorang yang tidak tahu terima kasih, Aliok, maka sudah semestinya aku merawat lukamu dan sekarang juga aku menyatakan syukur dan terima kasih atas pertolonganmu tadi. Engkau benar benar ssorang hamba yang amat setia, patut menjadi bekas pelayan keluarga Yu yang gagah perkasa.”

"Ahh, sekarang saya menjadi pelayan nona, tidak perlu menyebut nyebut keluarga Yu yang sudah terbasmi habis, nona." Tidak enak hati Yu Lee diingatkan akan keluarganya yang sudah habis itu.

“Tidak terbasmi habis Aliok. Engkau lupa, masih ada seorang yang lolos, seorang yang sekarang sedang kucari, Yu Lee alias Pendekar Cengeng.”

Yu Lee mengerutkan alisnya yang tebal. Inilah merupakan satu setunya hal yang tidak amat menyenangkan selama ia berdekatan dengan Siok Lan. "Ahh, siocia sendiri mengerti betapa semenjak kecil saya menjadi pelayan yang setia keluarga Yu sehingga bagaimana hati dapat merasa senang mendengar bahwa nona mercari Yu kongcu dengan maksud buruk?”

"Memang! Aku mencari dia untuk kuberi hajaran! Untuk kutantang bertanding sampai salah seorang diantara kami menggeletak tak bernyawa! Dia terlalu menghina keluarga kami!"

Yu Lee menggeleng kepala. "Maaf nona bukan sekali-kali saya seorang pelayan berani lancang mulut mencampuri urusan pribadi nona. Akan tetapi nona amatlah baik kepada saya, juga keluarga Yu telah menanam budi besar kepada saya. Oleh karena itu bolehkah saya mengetahui apa sebabnya nona mencari Yu kongcu untuk ditantang bertanding? Permusuhan apakah yang timbul antara keluarga nona dan keluarga Yu yang sudah hancur berantakan itu yang menyebabkan timbul kebencian hebat di hati nona yang saya tahu amat berbudi mulia.”

Sampai lama Siok Lan tidak menjawab dan ketika pemuda itu mengerling kepadanya, Yu Lee melihat betapa gadis itu termenung dengan pandangan mata sayu dan penuh kedukaan! Ia menjadi heran dan hatinya menjadi tegang. Apakah gerangan yang menyebabkan gadis ini menganggap Pendekar Cengeng seorang yang sombong dan memandang rendah keluarga Liem seperti yang pernah dikatakannya dahulu?

"Aliok, biarpun engkau seorang pelayan biasa akan tetapi kau telah menyelamatkan nyawaku dan karena itu tidak ada salahnya kau mengetahui rahasia keluarga kami. Pula, aku tidak ingin engkau menganggap aku sewenang-wenang terhadap Pendekar Cengeng dan kuharap saja engkau dapat menggunakan pikiran adil dan tidak berpihak kepadanya dalam urusan kami ini!"

"Ahh, Siok Lan engkau tidak tahu apa yang kau bicarakan! Engkau tidak tahu betapa engkau telah membuat aku menjadi penasaran sekali." Demikian suara dalam hati Yu Lee, akan tetapi ia hanya mengangguk angguk.

"Antara kakekku yang terkenal dengan julukan Thian-te Sin-kiam (Pedang Sakti Bumi Langit) Liem Kwat Ek dan Yu Kiam sian (Dewa Pedang Yu) terjalin persahabatan yang amal erat, bahkan mereka berdua itu adalah teman teman seperjuangan sehidup semati menantang penjajah Mongol. Karena perjuangan gagal, mereka lalu saling berpisah.

kan tetapi kedua orang tua bersahabat itu yakni Yu Tiang Sin dan kakekku Liem Kwat Ek telah mengadakan sumpah dan janji bahwa keluarga mereka kelak akan menjadi satu keluarga dengan menjodohkan mereka. Akan tetapi kemudian ternyata bahwa Yu Tiang Sin hanya mempunyai tiga orang anak laki-laki semua, sedangkan kakekku mempunyai hanya seorang anak laki laki pula.

Oleh kerena itu, sumpah dan janji itu diteruskan oleh anak anak mereka yang berjanji bahwa kelak akan menjodohkan seorang cucu Yu dengan seorang cucu Liem. Karena kemudian ternyata bahwa ayah hanya mempunyai anak tunggal yaitu aku sendiri maka tentu saja akulah yang semenjak lahir telah ditentukan oleh ayah dan kakek sebagai calon jodoh seorang cucu keluarga Yu….”

“Ahh…!” Yu Lee memandang dengan mata terbelalak karena sesungguhnya seujung rambut sekalipun ia tidak pernah menyangka akan mendengar keterangan saperti ini dalam cerita gadis ini. Jantungnya berdebar keras sekali, terharu, khawatir dan bingung menjadi satu. Akan tetapi dengan kekuatan batinnya ia dapat menguasai perasaannya lalu berkata, "Kalau begitu bagus sekali, siocia. Mengapa siocia malah memusuhi… Yu kongcu?"

Wajah yang cantik itu kelihatan marah. "Karena kongcumu itu seorang yang sombong!"

“Eh, sudah pernahkah nona bertemu dengan Yu kongcu?"

Siok Lan menggeleng kepala, kelihatan tak senang membicarakan Pendekar Cengeng, akan tetapi Yu Lee yang menjadi penasaran mendesak terus. "Berjumpapun bulum pernah bagaimana nona bisa mengatakan bahwa Yu kongcu seorang yang sombong!"

"Tentu saja dia sombong." Sepasang mata menyinarkan kebencian. “Dan aku akan mengadakan perhitungan menantangnya sampai seorang diantara kami rebah tak bernyawa lagi. Dia memandang rendah keluargaku!”

Yu Leo melongo. Ia mengingat ingat dan merasa bahwa dia tidak pernah memandang rendah keluarga nona ini. Bagaimana bisa memandang rendah kalau kenalpun tidak sebelumnya? Bahkan dahulu kakeknya atau ayahnya tidak pernah bicara tentang ikatan jodoh yang dijanjikan itu.

“Siocia sepanjang ingatanku, keluarga Yu terutama Yu kongcu, bukanlah orang yang suka memandang rendah orang lain dan sama sekali tidak sombong…”

“Tentu saja engkau bekas pelayannya tentu membelanya. Hayo kau katakan terus terang, engkau hendak berfihak siapa? Kalau berpihak Yu kongcu maka sebaiknya kita berpisah di sini saja. Kalau membela aku itulah yang… kuharapkan.”

“Tentu saja aku membela dan berfihak kepada nona. Tetapi karena aku merasa heran karena sekeluarga Yu dulu…”

“Engkau tak mengerti Aliok? Janji antara kakek dan Yu taihiap ini telah mengikatkan aku dengan Yu Lee sebagai suami isteri. Aku belum pernah melihat macam apa adanya orang bernama Yu Lee yang dijodohkan dengan aku itu, akan tetapi aku hanya percaya bahwa pilihan orang tuaku tidak akan keliru. Akan tetapi, malapetaka menimpa keluarga Yu sehingga hanya… tunangan…. eh, dia itu yang dapat lolos. Keluarga kami tadinya mengira bahwa dia itupun binasa pula karena tidak pernah ada kabar ceritanya.

Akan tetapi, tahu tahu muncul pendekar Cengeng yang bukan lain adalah Yu Lee itulah! Tentu saja kakek dan ayahku menjadi penasaran dan menjadi penasaran dan merasa malu sekali. Selama itu orang yang bernama Yu Lee sama sekali tidak memperdulikan keluarga kami, tak pernah datang, tak pernah memberi kabar, seolah-olah ia menganggap sepi saja perjanjian keramat itu! Dan aku menjadi makin dewasa, dan datanglah pinangan-pinangan seperti hujan terhadap diri ku!

Puluhan orang pemuda pemuda pilihan ditolak dengan tegas oleh kakek dan ayah, karena aku telah ada yang punya, yaitu pemuda Yu. Siapa kira, kalau fihak keluargaku setia kepada janji keramat, adalah pemuda Yu itu agaknya acuh tak acuh, agaknya setelah ia terkenal menjadi pendekar besar dia telah memandang remeh keluarga kami!

Aku tidak tergila-gila kepadanya! Aku tidak kepingin sekali menjadi isterinya! Maka aku barus mencarinya, membuka matanya dan kalau ia tidak berubah sikap akan kutantang dia sampai mati untuk menebus penghinaan ini!"

Gadis itu bicara penuh semangat, penuh kemarahan, mukanya menjadi kemerahan, cuping hidungnya kembang kempis, dadanya berkembang tanda bahwa dia marah sekali dan tidak main main! Adalah Yu Lee yang mendengarkan dan memandang dengan mata terbelalak dan mulut melongo saking heran serta kagumnya.

“Ahh… Aah… kiranya begitukah…..!"

Keterangan itu benar benar membuat Yu Lee terkejut dan wajahnya menjadi pucat, tubuh nya seketika menjadi lemas. Sungguh tidak... bahwa gadis yang menjatahkan hatinya dan yang menumbuhkan cinta kasih... hatinya, ternyata adalah tunangannya sendiri.

“Aliok, kau… kau kenapakah?”

Yu Lee menggelengkan kepala. "Tidak… nona…”

“Akan tetapi, kau… pucat sekali setelah mendengar keteranganku. Aliok, kau berduka?” Pandangan mata itu penuh selidik dan amat tajam seolah olah hendak membelah dada pemuda itu dan menjenguk isi hatinya.

"Jadi nona… nona ini... tunangan?” Ia tidak mampu melanjutkan saking tegang hatinya. Sikap dan kata katanya ini diterima keliru oleh Siok Lan yang kelihatan amat terharu, Siok Lan memegang tangan Aliok dan berkata suaranya menggetar.

"Aliok, aku dipertunangkan dengan dia di luar kehendak hatiku. Sesungguhnya… kalau aku mempunyai hak memilih, aku... aku tidak sudi…. apalagi dia seorang sombong... ah engkau biar tak berkepandaian apa-apa, engkau seribu kali lebih baik daripada dia….”

"Ahhh, nona Siok Lan yang mulia....!”

Mereka saling berpegang tangan, jari jari mereka saling genggam dan pandangan mata mereka bertemu, bertaut melekat, pandang mata yang mengandung semua bahasa hati, membuat jantung berdebar dn napas sesak seketika. Akan tetapi pada saat itu terdengar derap kaki banyak orang, Siok Lan merenggutkan tangannya dan meloncat berdiri, diikuti oleh Yu Lee.. Kiranya tempat itu sudah terkurung rapat oleh banyak sekali tentara Mongol yang dikepalai oleh lima orang perwira!

“Nona awas….!" Yu Lee berseru keras. Akan tetapi terlambat, karena belasan buah benda yang dilemparkan oleh perwira-perwira itu ke arah mereka berdua telah meledak dan tempat itu penuh dengan asap putih yang berbau harum namun yang membuat mata tak dapat dibuka dan napas menjadi sesak.

Dalam keadaan gelap seperti itu, Yu Lee tak dapat melihat apa apa hanya menggerakkan kaki tangan merobohkan banyak orang yang coba coba menubruk dan hendak menangkapnya. Ia mengamuk sambil mencari cari Siok Lan. Akan tetapi, ketika asap menipis dan ia dapat bernapas biasa lagi, ia melihat Siok Lan sudah dilarikan di atas kuda dalam keadaan pingsan. Ia marah sekali dan hendak mengejar.

Namun lima orang perwira tadi telah meneriakkan, anak buahnya, pasukan Mongol kini mengepung Yu Lee dengan senjata mereka. Agaknya pemuda ini sukar ditangkap. Tiga orang perwira itu menurunkan perintah membentak.

Yu Lee bangkit kemarahannya. Pasukan itu terdiri dari tentra tentara Mongol yang kuat dipimpin oleh lima orang perwira yang pandai ilmu silat, akan tetapi saking marahnya Yu Lee melihat Siok Lan ditawan, ia mengamuk dan sudah mengeluarkan ilmu kepandaiannya yang hebat, yaitu pukulan Sin kong-ciang dan kemudian mainkan sebuah pedang rampasan dengan ilmu pedang Ta-kui kiam-sut.

Bagaikan orang membabat ramput saja Yu Lee mengamuk dan merobohkan belasan orang perajurit dalam waktu singkat. Menyaksikan kegagahan pemuda ini lima orang itu lalu terjun sendiri dan mengeroyok.

Pasukan ini bukanlah pasukan penjaga, melainkan pasukan pengawal dari kota raja yang melakukan perjalanan memeriksa pelaksanaan pembuatan saluran. Karena pasukan ini adalah pasukan pengawal kerajaan yang tentu saja amat kuat, apa lagi terdiri dari pengawal pengawal pilihan dan jumlah mereka lima puluh orang lebih.

Yu Lee menghadapi lawan yang amat tangguh, setelah lima orang itu maju sendiri tidak begitu mudah lagi bagi Yu Lee untuk merobohkan para pengeroyok. Kini pengeroyokan di lakukan dengan teratur rapi dan amat kuat. Betapapun juga, agaknya pemuda sakti ini akan mampu membasmi habis semua pengeroyoknya biarpun dalam waktu yang agak lama, kalau saja hatinya tidak demikian risau mengingat keadaan Siok Lan.

Ia maklum bahwa kalau terlalu lama ia melayani pasukan pengawal ini tentu akan jauh Siok Lan dibawa lari oleh pasukan musuh dan makin sukar baginya untuk melakukan pengejaran dan menolong gadis yang dicintainya itu. Biarpun demikian tiba-tiba ia mengeluarkan suara melengking keras sekali sehingga lima orang perwira itu terkejut dan mundur.

Kesempatan ini dipergunakan oleh Yu Lee untuk melompat tinggi melampaui kepala beberapa orang pengeroyok sebelah kiri, kemudian ia terus mengerahkan ginkang menggunakan ilmu lari cepat untuk melakukan pengejaran.

Dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika ia berhasil menyusul, ia dapat kenyataan bahwa Siok Lan yang ditawan itu dikawal oleh pasukan Mongol yang sedikitnya ada seratus orang jumlahnya dipimpin oleh tiga orang perwira tinggi bangsa Mongol yang merupakan tokoh tokoh pengawal Istana! Penjagaan amat ketat, Siok Lan dibiarkan berjalan dengan kedua tangan terbelenggu, di tengah tengah.

Yu Lee maklum bahwa dengan penjagaan yang demikian kuatnya, amatlah berbahaya kalau dia menyerbu mati matian, berbahaya bagi keselamatan Siok Lan sendiri. Ia tidak berani mengambil resiko seperti itu, maka diam diam ia membayangi pasukan itu dan mencari kesempatan baik untuk menolong gadis yang dikasihinya.

Siok Lan berjalan dengan langkah tegap dada membusung dan muka terangkat sediktipun tidak membayangkan khawatir atau takut. Ketika terjadi penyerbuan, ia tidak dapat banyak berdaya karena asap itu telah membuatnya lemas dan setengah pingsan. Ketika ia sadar kembali, tahu tahu telah terbelenggu kedua tangannya dan dilarikan oleh pasukan berkuda yang jumlahnya belasan orang.

Sebelum ia berontak, pasukan yang menawannya telah tiba di sebuah markas barisan Mongol dan ia lalu dikawal oleh seratus orang lebih tentara mongol yang kuat di dorong-dorong supaya berjalan, Siok Lan meronta namun kulit yang menjadi tali pengikat kedua tangannya amat kuat.

“Ha, ha, ha, percuma saja kau meronta, lebih baik berjalan kalau tidak ingin dicambuk,” kata seorang tentara musuh yang jalan terdekat.

"Mampuslah!" Siok Lan memaki dan kaki kirinya melayang. Tentara itu berusaha menangkis namun tetap saja tubuhnya terlempar ke belakang sampai tiga meter lebih dimana ia terbanting jatuh sampai mengeluarkan suara “ngek!" dan ia merangkak bangun sambil pringas pringis. Dengan marah tentara ini mencabut goloknya, akan tetapi perwira tinggi besar yang melihat ini membentak,

“Mundur kau dan jangan mergganggu tawanan!"

Tentara itu mundur setelah memandang Siok Lan dan mata melotot marah. Seorang perwira lain bermuka kuning ia berkata suaranya nyaring dan ditujukan pada semua anak buahnya.

"Kita hanya bertugas mengawal tawanan ini ke kota raja. Tidak seorangpun boleh mengganggunya kecuali kalau ia hendak melarikan diri, baru boleh menghalangi dan kalau perlu membunuhnya. Ketahuilah kalian semua, tawanan ini adalah seorang penting. Dia adalah cucu Thian-te Sin-kiam Liem Kwan Ek dan karena itu, dia adalah seorang tokoh di antara pemberontak. Dia dijadikan tawanan untuk menyerang para tokoh pemberontak lain agar menyerah, maka kalian tidak boleh mengganggunya.”

Para prajurit terkejut. Nama Thian-te Sin-kiam terkenal sekali sebagai seorang pemberontak yang telah pernah mengacaukan markas besar tentara Mongol. Kemudian perwira muka kuning berkata kepada Siok Lao,

“Nona, harap suka berjalan baik-baik dan tidak mencoba untuk melawan karena hal itu akan membikin sengsara nona sendiri!”

Siok Lan menjebikan bibirnya yang merah, matanya bersinar sinar penuh ejekan dan kebencian. "Cihh! Tak tahu malu! Merobohkan orang dengan asap racun, kemudian mengawal dengan seratus orang lebih tentara. Coba lepaskan belenggu ini dan aku Sian li Eng cu akan menghancurkan kepala kalian semua seorang demi seorang! Kalian tunggu saja kalau kalau kakekku muncul, pedangnya akan membabat putus semua batang leher kalian!"

Biarpun ancaman ini kosong belaka, namun sebagian besar diantara para tentara itu meraba leher mereka masing masing penuh kengerian. Pasukan lalu bergerak maju lebih cepat lagi agar mereka cepat cepat dapat tiba di kota raja dan bebas daripada tugas mengawal wanita cucu Thian te Sin kiam ini.

Semenjak ia tahu bahwa ia tidak akan diganggu, Siok Lan menghentikan usahanya untuk memberontak. Dia bukan seorang gadis bodoh dan nekad. Ia tahu bahwa akan sia-sia belaka kalau ia mencoba untuk lari dalam keadaan kedua tangan terbelenggu.

Pula, ia tahu bahwa kalau ia gagal lari, ia akan mengalami hal tidak enak, akan dipukul dan mungkin sekali tidak akan dibiarkan berjalan sendiri, kemungkinan pula kakinya akan diikat dan diseret tubuhnya dengan kuda atau diikat tubuhnya di atas kuda! Maka berjalanlah ia dengan sikap gagah sedikitpun tidak membayangkan wajah takut atau putus asa.

Kalau ia teringat kepada Aliok, keningnya berkerut dan hatinya menjadi gelisah. Mungkin pelayannya itu telah dibunuh oleh pasukan ini! Berpikir demikian, hampir ia tidak kuat menahan air matanya. Tidak! Aliok tidak boleh mati! Hatinya seperti disayat pisau.

Rasa sayangnya kepada pelayannya amat besar dan baru sekarang terasa olehnya betapa ia amat kehilangan pelayannya itu. Baru teringat betapa baiknya pelayannya itu terhadap dirinya betapa setia, dan betapa pandang mata pelayannya itu penuh perasaan mesra kepadanya.

Ia kini berpendapat bahwa pelayannya itu. Aliok yang sesungguhnya amat mencintainya! Sukar mengenal hati seorang pemuda yang tampan dan biarpun tidak pandai ilmu silat tetapi memiliki keberanian dan kegagahan mengagumkan. Juga aman cakap.

Perjalanan ke kota raja amatlah jauh dan harus melalui tebing tebing dan jurang jurang diantara hutan hutan lebat. Akan tetapi di sepanjang jalan ini terdapat pos pos penjagaan tentara Mongol oleh karena jalan inilah yang dipergunakan untuk dibuat saluran guna menyambung Sungai Yang-ce dengan Sungai Huang-ho.

Ada kalanya jalan ini melalui jalan sempit yang diapit oleh dinding dinding gunung atau batu batu karang, ada kalanya menerjang hutan hutan lebat dan liar, kadang-kadang juga melalui tanah datar yang luas dan tidak tampak pohon sedikitpun.

Akan tetapi semenjak hari ia ditawan, pada malam malam harinya selalau terjadilah keributan dan keanehan. Malam pertama sudah terjadi ribut-ribut. Siok Lan pada malam pertama itu tidur menggeletak begitu saja di bawah pohon karena pasukan kemalaman di dalam hutan.

Api api unggun dibuat di sekeliling tempat pemberhentian sehingga keadaan remang remang namun cukup hangat dan Siok Lan tidur di tengah tengah, dikelilingi pasukan yang tidur malang melintang di sekeliling hutan itu, ada pula yang berjaga, ada yang meronda secara bergiliran.

Pokoknya, biarpun pada malam hari, mereka tetap melakukan penjagaan yang amat ketat, peristiwa yang jarang terjadi hanya untuk mengamankan seorang tawanan saja! Diam-diam Siok Lan menjadi geli dan juga merasa amat naik derajatnya! Tidaklah percuma ia menjadi tawanan kalau telah diperlakukan sepenting ini.

Ia menduga-duga apa yang akan ia hadapi di kota raja. Apakah mereka ini menawannya benar-benar untuk memancing para pemberontak? Apakah benar para pemberontak hendak muncul?

Kakeknya sudah lama mengundurkan diri karena merasa usia tua, akan tetapi siapa tahu kalau-kalau kakeknya itu aktif kembali membantu perjuangan para pemberontak, dan siapa tahu kalau kalau kakeknya itu bersama kawan kawannya benar benar mendengar bahwa ia ditawan dan akan datang menolongnya. Selain kakeknya, siapa lagi yang dapat ia harapkan untuk membebaskannya daripada pasukan yang kuat ini?

Malam hari itu, menjelang tengah malam, tiba-tiba terdengar suara melengking tinggi juga menyeramkan bulu kuduk. Siok Lan tentu saja tidak dapat tidur pula dalam keadaan terbelenggu kedua tangannya itu mendadak kaget dan bangun duduk. Juga semua angauta pasukan terkejut bahkan beberapa yang meloncat bangun berdiri dan saling pandang.

Suara itu amat sebat dan gelap, akan terapi karena tidak ada binatang liar di dunia ini yang mengeluarkan suara Seperti itu. Melengking lengking seperti suara setan, dan seperti sangat menyedihkan akan tetapi juga mengandung ketawa mengejek!

Selagi semua orang saling pandang, sekali lagi lengking itu berbunyi lagi dan sekali ini amat nyaringnya, mempunyai daya getaran hebat sehingga jantung yang mendengarnya serasa disayat, membuat kedua kaki menggigil.

Kemudian tampaklah berkelebatan sosok bayangan hitam diantara pohon pohon. Melihat ini gegerlah para perajuri dan mereka semua mencabut senjata melakukan pengejaran ke arah pohon besar di mana tadi mereka melihat bayangan hitam itu melompat.

"Pemberontak jahat, turunlah!” bentak seorang perwira.

Lalu kembali terdengar suara melengking dari atas pohon dan bayangan hitam itu menyambar turun, disambut oleh hantaman pedang dan golok empat orang perajurit. Akan tetapi bayangan hitam yang bertangan kosong itu dengan gerakan aneh telah menyelinap, merampas sebatang pedang, menggerakkan pedang rampasan seperti kilat menyambar dan... robohlah keempat orang perajurit itu sambil mengeluarkan pekik mengerikan!

Keadaan menjadi makin ribut. Para perajurit dengan marah menyerbu. Menghadapi gelombang serbuan banyak sekali perajurit ini, si bayangan hitam yang tidak tampak jelas wajahnya itu kewalahan dan segera meloloskan diri, akan tetapi sambil mengacungkan pedang menantang nantang. Para perajurit makin marah dan melakukan pengejaran.

"Berhenti! Jangan kejar dia! Jangan tinggalkan tawanan!” bentak perwira Mongol yang cerdik dan yang agaknya dapat menduga akan maksud kedatangan bayangan hitam itu. Tentu si bayangan hitam hendak memancing para perajurit mengejarnya dan meninggalkan tawanan sehingga mudah untuk dirampas.

Setelah keadaan sunyi kembali, empat orang perajurit yang terluka dirawat, penjagaan di perketat. Siok Lan diam-diam menduga duga siapa gerangan bayangan hitam itu. Dia sendiri tidak dapat menduga tepat dan mengingat ingat siapakah orang sakti yang mengeluarkan suara melengking seperti itu, lengking seperti tangis menyedihkan.

Jantungnya berdebar. Siapakah orangnya yang berusaha menolongaya? Jelas bukan kakeknya atau ayahnya. Apakah tokoh-tokoh pemberontak yang ditemuinya di markas Huang-ho Sam liong? Karena tidak dapat menduga tepat ia lalu memasang telinga mendengarkan tiga orang perwira yang bercakap cakap tidak jauh dari tempat ia duduk bersandar batang pohon. Perwira itu sedang membicarakan si bayangan hitam yang mengacau tadi.

"Dewi Suling? Ah, tapi dia tidak pernah memusuhi kita, dan kalau betul dia mengapa bergerak secara rahasia?” kata perwira tinggi besar.

"Pula Dewi Suling adalah seorang tokoh hitam dan tawanan ini cucu seorang tokoh bersih mana mungkin seorang tokoh hitam seperti Dewi Suling hendak menolongnya?” kata perwira lain.

"Hemm, kau keliru, apa kau tidak mendengar desas-desus yang ramai di dunia kangouw bahwa kini muncul Dewi Suling yang sekarang ini sama atau bukan dengan Dewi Suling yang dahulu, tak seorang pun tahu. Yang jelas, tandanya sama yaitu sebatang suling yang mengeluarkan lengking seperti tadi."

"Memang aneh! Sepanjang pendengaranku. Dewi Suling adalah seorang wanita cabul, gila laki laki tampan, menculik laki laki tampan yang dipaksa melayani nafsunya yang tak kunjung padam, kemudian setelah kenyang dan bosan ia membunuh setiap orang korbannya…”

"Kabarnya dia cantik jelita seperti dewi kahyangan? Wah, kalau aku dapat menemaninya beberapa malam saja, biar akhirnya matipun aku puas…. ha ha ha!”

Siok Lan tidak mau mendengarkan mereka lagi. Ia meramkan mata dan hatinya bertanya tanya. Benarkah Dewi Suling yang tadi berusaha menolongnya? Ah, tidak mungkin sama sekali! Menurut kakeknya, Dewi Suling adalah murid Hek-siauw Kui-bo yang amat jahat dan keji.

Dan ia pun sudah mendengar betapa Pendekar Cengeng tunangannya yang tidak memandang mata kepadanya itu, mengangkat nama besarnya justru setelah membasmi sarang Dewi Suling dan gurunya itu! Tiba-tiba telinganya kembali ia pusatkan untuk mendengarkan percakapan mereka kini mereka menyebut nyebut Pendekar Cengeng!

"Hemm, kalau benar dugaanmu, kita akan berjasa besar kalau dapat menangkapnya hidup atau mati. Dia adalah keturunan terakhir Yu kiam sian, musuh negara yang lebih penting dari pada Thian te Sin kiam. Akan tetapi, betulkah dia?” tanya si tinggi besar.

"Aku sendiri belum pernah mendengar suaranya. Akan tetapi menurut penuturan mereka yang pernah bertemu dan bertanding dengannya kadang-kadang Pendekar Cengeng mengeluarkan lengking tangis yang mengerikan. Dia suka mengucurkan air mata dan suka melengking seperti itu dan karena itulah dia dijuluki Pendekar Cengeng," kata si muka kuning.

"Aaah, tidak perlu khawatir, pemberontak tadi si Dewi Suling atau si Pendekar Cengeng kita tidak perlu takut dan yang paling penting, kita harus mengamankan tawanan kita. Biarpun mereka itu berkepala tiga berlengan delapan, dapat berbuat apa terhadap kita? Pula bala bantuan dapat cepat diharapkan datang dari pos-pos depan dan belakang!" kata perwira lain.

Siok Lan kembali termenung. Mungkinkah Pendekar Cengeng yang datang tadi? Ah tak mungkin sama sekali. Pendekar Cengeng sudah melupakan keluarga Liem, merasa diri terlalu tinggi! Tak mungkin kini datang berusaha menolong dia! Dan yang andaikata ada yang dapat menolongnya, ia sama sekali tidak mengharapkan bahwa orang itu adalah Pendekar Cengeng yang dibencinya! Dengan pikiran ini, Siok Lan tertidur di bawah pohon.

Pada malam kedua, ketiga dan keempat selain rombongna pasukan pengawal itu diganggu bayangan hítam yang mengeluarkan bunyi melengking dan sedikitnya tentu ada lima orang pengawal yang roboh menjadi korban. Akan tetapi bayangan itu tetap saja tidak berhasil membebaskan Siok Lan yang terjaga dan terkurung ketat.

Pasukan itu beberapa kali berhenti di pos pos penjagaan dan pada hari ke sepuluh mereka tiba di luar kota Thian an bun yang menjadi pos besar dari pada para penjaga yang menjaga jalan yang direncanakan untuk penggalian terusan atau saluran besar.

Ketika mereka tiba di tempat lapangan yang luas, tiba-tiba terdengar derap kaki kuda dan dari dalam hutan muncul seorang penunggang kuda. Para perwira pengawal mengangkat tangan mengisyaratkan kepada anak buahnya agar supaya berhenti dan waspada karena siapa tahu kalau kalau penunggang kuda itu adalah pemberontak, para pengawal itu sudah meraba gagang golok dan mempererat genggaman gagang tombak semua mata memandang ke arah penunggang kuda yang masih agak jauh itu.

“Siocia… Siocia….! Tunggulah saya,…!”

Siok Lan terkejut sekali. Penunggang kuda itu bukan lain adalah Aliok! Beberapa detik lamanya hatinya girang dan gembira bukan main menyaksikan betapa pelayannya yang disayangnya itu ternyata selamat dan masih hdup akan tetapi pada detik detik berikutnya wajahnya menjadi pucat dan hatinya menyesal sekali. Mau apakah pelayannya itu? Seperti Ular mencari perggebuk. Sungguh sungguh tolol hanya datang mencari mampus!

"Aliok...! Kau pergilah jauh-jauh ....!” ia berseru dengan nyaring mengerahkan khi kangnya.

Akan tetapi dengan suara keras terdengar Aliok membantah. “Tidak bisa, siocia! Saya pelayan nona, bagaima bisa meninggalkan nona? Saya harus mengawani nona dalam suka maupun duka!"

Mendengar ini hati Siok Lan terharu sekali dan ia teringat akan pandang mata pelayan itu pada saat sebelum dia ditawan. Pandangan mata yang amat mesra yang penuh getaran cinta kasih dan mukanya merah sekali. Kini Aiiok yang menunggang kuda itu sudah tiba dekat.

Pasukan pengawal yang mendengar ucapan pemuda itu menjadi geli sekali dan menganggap bahwa pelayan itu tentu seorang yang kelewat bodohnya lalu menjadi berubah seperti orang gila! Dimana ada orang menyerahkan diri begitu saja, hanya untuk melayani nona majikannya? Akan tetapi, melihat betapa pelayan itu seorang pemuda tampan, mereka mulai curiga. Begitu kuda yang ditunggangi Aliok dekat, segera para pasukan mengurungnya dengan tombak dan golok di todongkan.

“Aihh… aih... kalian mau apa? Aku datang mengantarkan kuda untuk nona majikanku ini. Kalian sungguh tidak tahu malu. Mengiringkan seorang nona muda dibelenggu seperti itu dan disuruh jalan kaki. Bagaimana kalau nona majikanku sampai jatuh sakit? Aku susah-susah datang membawakan kuda agar ditunggangi nonaku dan aku akan ikut untuk melayani segala keperluannya. Mengapa aku dikurung? Heeei, lepaskan kendali kuda itu!” Aliok berteriak teriak marah dan para perajurit Mongol tertawa bergelak. Benar benar seorang pemuda yang tolol.

"Aliok, kenapa engkau menyusulku? Aku tidak perlu pelayan pada waktu begini, engkau pergilah Aliok, jangan berada di sini. Pergilah!" Siok Lian berkata penuh kekhawatiran, kemudian memandang para perwira.

"Heeeii kalian bebaskan pelayan itu, dia tidak tahu apa apa!"

"Tidak!" Aliok atau Yu Lee membantah cepat-cepat. “Kalau nonaku dibebaskan, baru aku mau pula dibebaskan. Kalau nona ditangkap biarlah aku ikut ditangkap dan kalian laki laki gagah harap punya malu, berikanlah seekor kuda untuk nonaku. Lihat, nonaku kelihatan begitu letih, apakah kalian tidak kasihan terhadap seorang wanita?”

Semua perwira tertawa. “Tak salah lagi, tentu "ada main" antara nona majikan dan pelayan!" kata perwira kedua.

Mereka tertawa-tawa dan wajah Siok Lan menjadi merah sekali, matanya mendelik merah. Akan tetapi Yu Lee berteriak teriak marah. “Jangan menghina nonaku! Kalian sungguh kurang ajar!"

Akan tetapi tangan-tangan yang kuat dan kasar menyeret Yu Lee dari atas pungung kuda dan beberapa kepalan tangan memukulnya. Yu Lee pura-pura ketakutan dan kesakitan, menjerit jerit. "Kabarnya tentara Mongol paling gagah perkasa, siapa kira kini memukuli orang tak berdosa.”

Perwira muka kuning menggerakkan tangan menyuruh perajurit perajuritnya mundur. Yu Lee dilepaskan, mukanya merah dan biru bekas pukulan. “Belenggu kedua tangan dan naikkan bersama nonanya ke atas kuda. Satukan belenggu mereka agar tidak menyulitkan penjagaan!”

Yu Lee berteriak teriak, akan tetapi percuma saja. Ia segera diringkus dan di belenggu kedua lengannya yang ditelikung ke belakang, mirip keadaan Siok Lan. Kemudian Siok Lan dan Yu Lee diangkat ke atas kuda yang dibawa oleh Yu Lee tadi, didudukkan di atas kuda saling membelakangi, Siok Lan menghadap ke depan dan Yu Lee menghadap ke belakang, beradu punggung kemudian kembali tubuh mereka diikat menjadi satu!

“Tolol engkau Aliok, mengapa menyusul?” bisik Siok Lan sambil menoleh ke belakang.

"Nona, bagaimana saya dapat membiarkan nona seorang diri? Mati hidup saya harus bersama nona. Saya mencari kuda ini dan menyusul….” bisik Yu Lee sepenuh perasaan hatinya sehingga gadis itu semakin terharu.

Mendengar percakapan bisik bisik ini, para perajurit tertawa geli dan kuda itu segera dikeprak dari belakang dan mulailah rombongan itu melanjutkan perjalanan. Dua orang tawanan yang berada di punggung kuda itu berada di tengah tengah, dan sungguhpun kini tidak berjalan kaki melainkan menunggang kuda, akan tetapi hati Siok Lan penuh kekhawatiran.

Kalau tadinya ia hanya memikirkan diri sendiri menanti kesempatan baik untuk menyelamatkan diri, sekarang ia harus memikirkan keselamatan pelayannya pula. Dan diam-diam di lubuk hatinya ia merasa heran kepada hatinya sendiri. Kenapa munculnya pelayannya merupakan hal yang begini mendebarkan dan menggirangkan hatinya?

Mendatangkan rasa tenteram seolah olah sekarang setelah ditemani Aliok, ia tidak takut lagi menghadapi segala bencana? Kenapa melihat kesetiaan dan kasih sayang Aliok yang begini besar terhadap dirinya membuat hatinya begini besar?

Di tengah perjalanan, pada saat para pengawal itu tidak memperhatikan, Yu Lee berbisik lirih tanpa menggerakkan bibirnya, "Nona, kita menanti kesempatan baik di waktu malam. Saya akan membantu nona agar nona dapat melarikan diri. Kalau berhasil, jangan perdulikan saya…."

“Tidak mungkin! Aku tidak mau lari sendiri dan meninggalkan kau!”

"Ahhh, nona seorang yang penting, kalau aku… mereka tentu akan membebaskan aku, perlu apa mengawal seorang pelayan ke kota raja?”

"Hussshh, diamlah, Aliok, aku tidak mau lari sendiri! Aliok, kenapa kau mengorbankan dirimu untukku?”

“Aku… mencinta nona dengan seluruh jiwa ragaku, biar berkorban nyawa sekalipun untuk nona saya rela!”

Siok Lan meramkan kedua matanya sejenak untuk menahan air matanya. Akan tetapi ketika membuka matanya kembali, dua butir air mata membasahi pipinya. Tidak salah lagi, ia pun jatuh cinta kepada pelayannya ini! Tanpa disadari, tangannya yang berada di belakang karena lengannya terbelenggu, bertemu dengan tangan Yu Lee dan jari jari tangan itu saling genggam. Dari remasan jari tangan itu menggetar perasaan mereka masing masing mewakili pandangan mata dan kata kata.

"Kau baik sekali Aliok, tapi jangan membicarakan hal yang tidak mungkin terjadi..." bisik Siok Lan dengan suara terharu.

Yu Lee diam diam tersenyum di dalam hati. Ia maklum apa makna kata kata nona ini. Tentu saja selelah menjadi tunangan Pendekar Cengeng tak mungkin nona ini menyerahkan hatinya kepada pria lain! Beberapa malam ini ia telah berusaha untuk membebaskan Siok Lan, namun usahanya selalu sia sia belaka biarpun ia berhasil membunuh beberapa orang pengawal.

Ia tahu bahwa kalau ia nekad, hal itu amat tidak baik karena selain penjagaan yang ketat itu sukar sekali dibobol, juga ada kemungkinan nona itu dibunuh dari pada lolos. Karena inilah maka ia mencari akal dan sengaja menyamar sebagai pelayan lagi menyerahkan diri agar ia dapat berdekatan dengan Siok Lan. Kalau sudah berdekatan, tentu kesempatan untuk menolong Siok Lan lebih banyak. Belenggu yang mengikatnya dengan mudah akan dapat ia patahkan.

Para perajurit yang menduga ia seorang pelayan lemah mengikatnya secara sembarangan saja. Akan tetapi ia harus menanti saat yang baik. Ia harus terus berlagak bodoh agar para pengawal itu percaya, memandang rendah dan lengah. Kota raja masih jauh sehingga ia tidak perlu tergesa gesa. Sekali usahanya gagal, akan tak mungkin lagi menolong Siok Lan. Maka ia harus sabar dan hati-hati sekali berusaha dapat berhasil.

Karena rombongan sudah hampir tiba di Thian an-bun, maka perjalanan dipercepat dan menjelang senja rombongan sudah tiba di luar kota Thian an-bun sejauh kurang lebih tiga puluh li dari kota itu. Hanya tinggal melewati sebuah hutan lagi dan malam hari itu mereka akan tiba di kota yang menjadi markas para penjaga Mongol.

Para perwira tidak ingin bermalam di dalam hutan, ingin cepat cepat memasuki kota agar mereka dapat benar benar beristirahat dan bebas dari pada pertanggungan jawab menjaga kedua orang tawanan.

“Hayo cepat hari sudah hampir gelap!” Demikian aba aba para perwira dan pasukan itu biarpun sudah lelah terpaksa mempercepat jalannya memasuki hutan yang lebat.

Begitu masuki hutan, biarpun matahari belum tenggelam sepenuhnya, masih mengembang di cakrawala sebelah barat, namun cuaca menjadi gelap oleh lebatnya pohon pohon besar di dalam hutan. Yu Lee menggunakan jari tangannya menggenggam tangan Siok Lan sebagai isyarat kemudian berbisik lirih sekali.

“Dengarkan nona... tapi jangan menoleh agar tidak menimbulkan kecurigaan… aku… aku dapat melepaskan belengguku….”

"Hemm...?” Siok Lan tercengang.

“Karena saya seorang pelayan, mereka tidak mengikat erat erat dan guncangan guncangan di atas kuda membuat belenggu ini longgar. Saya telah dapat membebaskan tangan dan diam-diam saya akan mencoba untuk melepaskan belenggu di tangan nona.”

Berdebar jantung Siok Lan. Ia tahu bahwa pelayannya ini biarpun tidak pandai silat namun amat cerdik, maka ia percaya sepenuhnya akan keterangan ini. Hanya ia meragu karena ikatan tangannya luar biasa eratnya.

“Mungkinkah kau membebaskan ikatanku...?” Siok Lan bertanya ragu ragu karena selain belenggu tangan, juga tubuh mereka diikat.

"Simpul ikatan berada di panggung nona, jari jari tangan saya dapat menggapainya. Mudah mudahan berhasil, harap nona bersikap biasa sampai saya berhasil membuka belenggu yang mengikat tangan nona!”

Siok Lan tentu saja sama sekali tak pernah mimpi bahwa pelayannya itu menggunakan sinkang untuk memutus belenggu yang amat kuat dan yang mengikat kedua pergelangan tangannya. Ia merasa betapa jari jari tangan pelayannya meraba raba membetot dan menarik narik. Hatinya makin terharu.

Semenjak pelayannya secara berterang menyatakan cinta kasih, mencintainya dengan seluruh jiwa raga dan rela berkorban jiwa, ia memandang pelayan ini dengan perasaan lain lagi. Tak mungkin ia menganggapnya seperti seorang pelayan biasa! Melainkan lebih tepat sebagai seorang sahabat, seorang biasa seperjalanan, bahkan seorang kawan senasib sependeritaan.

“Nona, di sebelah depan ada apa? Bagaimana keadaan nona?”

"Jalan sempit dan aku melihat di depan ada hutan di sebelah kanan. Di sebelah kiri curam menurun dan agaknya pinggir sungai.”

“Bagus! Hari hampir gelap, kita menanti kesempatan baik. Di hutan itu nona dapat melarikan diri. Belenggu hampir terlepas…!” bisik Yu Lee perlahan.

"Dan engkau…?” Siok Lan beibisik ragu.

“Saya akan berusaha lari pula. Akan tetapi jangan nona perhatikan saya. Saya akan menggunakan akal memancing perhatian mereka agar tidak memperhatikan nona. Ingat nona. Mereka itu mementingkan nona, bukan saya. Kalau tidak ada nona di sini, mungkin saya sudah dibebaskan Mau apa mereka menangkap saya?”

“Tapi… tapi... baimana aku bisa lari meninggalkan kau, Aliok? Aku tidak mau selamat sendiri.”

"Ahhh, nona yang mulia, saya hanya Aliok seorang pelayan..." Yu Lee menggoda, hatinya terharu sekali dan penuh kebahagiaan dan untung ia duduk beradu punggung dengan gadis pujaannya itu, kalau tidak Siok Lan tentu akan melihat dua titik air matanya yang meloncat keluar tanpa dapat ia tahan lagi.

"Husshh, jangan ulangi ucapan separti itu, Aliok. Pendeknya, aku bukan seorang yang hanya memikirkan diri sendiri. Kalau aku bebas, engkaupun harus bebas!”

Begitu besarnya hati Yu Lee sehingga ingin ia pada saat itu dapat merangkul memeluk leher itu, mendekap kepala itu ke dadanya. Akan tetapi ia menahan perasaan cintanya dan berbisik lagi tanpa menoleh sehingga para perajurit yang berada di belakang kuda tidak tahu bahwa dia bercakap cakap. Pemuda itu kini menggunakan ilmunya sehingga ia berbisik tanpa menggerakkan mulut.

"Nona, harap jangan berpendirian seperti itu. Kalau nona tidak bebas lebih dahulu, bagaimana saya bisa tertolong? Sebentar lagi gelap, nona harus terbebas dan sayapun akan berusaha lari. Andaikata saya gagal tetapi nona sudah bebas, bukankah nona dapat berusaha menolong saya?”

Siok Lan dapat membenarkan pendapat ini. Ia mengangguk sedikit dan berkata, "Bagus….! Nah, hati-hati jangan sampai kentara."

"Belenggumu sudah terbuka, nona...”

Siok Lan menggerak gerakkan jari tangannya dan benar saja. Tali pengikat kedua pergelangan tangannya sudah terlepas! Ia tidak tahu bahwa Yu Lee mematahkan tali belenggu dengan pengerahan sinkang yang amat kuat.

"Pasukan jalan terus, biar malam ini sampai ke Thian an-bun!" teriak perwira muka kuning kepada pasukannya setelah malam mulai tiba. Pasukan di sebelah depan sudah memasang obor untuk menerangi jalan dan mulailah mereka memasuki hutan kecil di sebelah depan yang berada di sebelah selatan kota Thian an-bun, hanya belasan li jauhnya.

“Apakah tidak berbahaya melanjutkan perlalanan malam malam melalui hutan?” tanya perwira tinggi besar.

“Ahhh, Thian an-bun hanya tinggal belasan li lagi dan Thian an-bun merupakan markas besar penjagaan yang kuat. Kalau ada pemberontak, tak bakalan mereka berani mampus menyerbu daerah Thian an-bun!” kata si muka kuning.

Akan tetapi tiba-tiba ketenangan pasukan itu diganggu oleh teriakan Yu Lee. "Aduh... aduh aduh…. heeeeiii, kuda nakal! Berhenti..! Aduh celaka! Kabur! Tolong… tolong.... tahan kuda ini, wah, binatang sialan!"

Kuda yang ditunggangi Siok Lan dan Yu Lee itu tiba-tiba menyepak-nyepak dan meloncat ke depan, menerjang pasukan yang berada di depan dengan nekad sambil meringkik-ringkik kesakitan. Tak seorangpun tahu, juga Siok Lan tidak, betapa tadi diam-diam Yu Lee menepuk kaki kuda sampai tulangnya retak dan tentu saja kuda yang kesakitan hebat itu mengamuk dan lari ke depan, menerjang dan merobohkan beberapa orang pasukan kemudian terus lari membalap ke depan.

"Heeeii… kuda edan.... kuda celaka. Tolong…!" Yu Lee berteriak teriak, akan tetapi diam diam ia mengerahkan tenaga pada kedua kakinya menjepit perut kuda, tangannya yang sudah bebas itu menyambar kendali dan membetot kuda sehingga lari menyeleweng ke kiri.

Para pasukan yang tadinya terkejut, kini menjadi panik. "Tawanan lari…! Kejar…! Tangkap…!”

Ramailah mereka melakukan pengejaran. Para perwira yang merasa khawtir kalau-kalau tawanan mereka yang penting lolos, segera meloncat dan menggunakan lari cepat mengejar.

"Siapkan anak panah….!" Perwira muka kuning memberi aba-aba karena ia pikir kalau ia sampai tak dapat mengejar, sebaiknya merobohkan kuda dan tawanan dengan anak panah.

"Nona, lekas turun dan lari…..!” Yu Lee berbisik.

“Tapi… tapi engkau…..”

Selanjutnya,
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.