Si Tangan Halilintar Jilid 08 karya Kho Ping Hoo - Pada saat itu, tiba-tiba berkelebat bayangan orang memasuki ruangan itu. Ma Giok merasa heran melihat seorang pemuda telah berdiri di situ dan semua perajurit penjaga yang melihatnya lalu menyambut dengan hormat. "Lauw-sicu!" sapa mereka.
Pemuda itu adalah Heng San. Dia menaruh telunjuknya ke depan bibirnya dan berbisik, "Sstt, jangan berisik, musuh datang. Kalian jagalah di sini dengan waspada, biar aku yang menyambut mereka di atas!" Setelah berkata demikian, tubuh pemuda itu berkelebat dan lenyap dari ruangan itu.
Melihat gerakan Heng San, diam-diam Ma Giok menjadi terkejut sekali dan dia mengeluh dalam hatinya. Pemuda tadi memiliki gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang agaknya lebih tinggi daripada tingkat perwira yang merobohkannya. Tak disangkanya sama sekali bahwa Panglima Thio ternyata memiliki jagoan-jagoan yang demikian banyak dan lihai.
Dengan menggunakan gin-kang yang hebat, Heng San sudah meluncur naik ke atas genteng. Tadi dia sedang melamun dalam kamarnya membayangkan wajah Hong Lian yang tak pernah dapat dilupakannya biarpun ia sudah hidup senang di samping Kui Siang, isterinya yang tercinta dan mencintanya.
Kemudian ia teringat akan cerita Perwira Lui Tiong tentang adanya seorang pengemis gila, yang menurut Lui Tiong tentu seorang kawan rombongan Ma Giok. Timbul keinginan daJam hatinya untuk dapat segera :"bertemu kembali dengan Ma Hong Lian. Ia, tahu gadis itu akan datang bersama-sama kawan-kawannya, mungkin pengemis itu, datang untuk mencoba membebaskan kawannya.
Semua harapan ini terdorong kerinduan hatinya untuk dapat ber'jumpa kembali dengan Hong Lian. Dia menjadi geJisah dan segera dia membenahi pakaiannya dan melakukan perondaan di atas wuwungan rumah-rumah di Keng-koan. Dalam perondaan ini, dia melihat berkelebatnya tiga bayangan orang.
Setelah dibayanginya, dia melihat bahwa mereka itu adalah gadis yang senantiasa dipikirkannya, Ma Hong Lian, bersama seorang pengemis aneh dan seorang yang berpakaian seperti tosu (pendeta To). Gerakan kedua orang kawan gadis itu demikian ringan, menandakan bahwa mereka berdua memiliki silat yang tinggi.
Cepat Heng San mengambil jalan pintas, menyelinap ke tempat tahanan Ma Giok dan memberi peringatan kepada penpenjaga, kemudian dia sendiri melompat ke atas genteng dan dengan tabah menanti datangnya musuh dengan bertangan kosong saja!
Tak lama kemudian, tiga bayangan itu datang melayang di atas wuwungan dan tiba di atas rumah Panglima Thio yang besar, di mana terdapat tempat tahanan itu dan di mana terdapat pula para jagoan Thio-ciangkun.
Begitu mereka berhadapan, di bawah sinar bulan yang remang-remang dibantu sinar lampu yang menyorot dari bawah, Ma Hong Lian segera mengenal Heng San dan ia menudingkan telunjuk tangan kirinya ke arah muka Heng San.
"Inilah seekor di antara anjing-anjing peliharaan pembesar jahanam Thio itu!"
Mendengar seruan Hong Lian ini, tangan pengemis aneh itu bergerak dan secepat kilat sinar menyambar ke arah tubuh Heng San. Tadinya Heng San memperhatikan kakek pengemis ini dengan heran karena orang itu memang aneh.
Pakaiannya tambal-tambalan akan tetapi diberi hiasan ronce-ronce di sana-sini sehingga aneh, wajahnya juga berlepotan lumpur, mulutnya seperti orang tersenyum-senyum geli, akan tetapi matanya mencorong seperti mata harimau di tempat gelap.
Apalagi ketika dia menyerang dengan sinar tadi, Heng San terkejut. Dia melihat bahwa yang dilontarkan kakek itu adalah sebuah hui-to (pisau terbang) yang bentuknya melengkung bengkok. Huito itu menyambar dengan mengeluarkan suara mendesing.
Ketika Heng San mempergunakan kegesitannya mengelak, pisau atau golok terbang itu meluncur lewat lalu dapat berputar dan terbang kembali kepada pemiliknya yang menerimanya dengan sambaran tangan kanan! Bukan main, pikirnya.
Dia pernah mendengar akan senjata rahasia seperti ini, namun jarang yang mampu menggunakannya. Orang yang mahir melempar hui-to yang dapat membalik seperti itu tentu memiliki ilmu kepandaian yang tinggi.
Pengemis aneh itu agaknya juga menyadari bahwa lawan yang mampu mengelakkan hui-tonya sedemikian mudah merupakan lawan tangguh. Maka dia lalu menyimpan hui-tonya dan menggunakan tongkatnya yang panjang untuk menyerang Heng San.
"Heeehhhh!" Bentaknya. Tongkatnya menyambar dengan dahsyat, menunjukkan betapa kuatnya tenaga sin-kang (tenaga sakti) pengemis itu.
Heng San melawan dengan mengerahkan kecepatannya. Pemuda ini memang memiliki ilmu meringankan tubuh yang hebat dan menghadapi tongkat yang amat berbahaya itu dia segera bersilat dengan Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat, ilmu silatnya yang mengandung lima unsur dan berubah-ubah dengan amat cepatnya.
Melihat Heng San sudah saling serang melawan pengemis aneh, Hong Lian dan tosu itu hendak melompat ke bawah, Heng San yang sejak tadi menaruh perhatian, maklum bahwa gadis itu tentu akan nekat membebaskan ayahnya, maka cepat dia melompat, meninggalkan pengemis aneh dan menghadang di depan gadis itu.
“Nona, pulanglah! Engkau tidak akan berhasil, tiada gunanya, bahkan keselamatanmu sendiri terancam!" kata Heng San.
"Keparat, siapa sudi mendengar nasehatmu!" bentak Hong Lian dan iapun sudah menggerakkan pedangnya dengan tangan kanan untuk menyerang Heng San.
Heng San cepat mengelak, akan tetapi dari samping menyambar serangkum angin yang dahsyat. Dia terkejut dan melompat untuk mengelak. Kiranya tosu itu yang menyerangnya dengan kebutan ujung lengan bajunya dan serangan tosu itu bukan main dahsyatnya.
Ketika Heng San melompat, dia dipapaki lagi oleh tongkat si pengemis dan kembali dia sudah bertanding melawan pengemis aneh itu, saling serang dengan serunya. Pengemis itu berkata kepada dua orang kawannya.
"Ma-siocia, cepat turunlah bersama Ang-toheng (saudara Ang)!" Setelah berkata demikian, dia memutar tongkatnya dengan cepat dan kuat sekali sehingga Heng San tak berdaya mencegah gadis dan tosu itu yang berlompatan ke bawah, tentu untuk membebaskan Ma Giok.
Heng San khawatir sekali kalau-kalau gadis itu terancam bahaya. Benar saja kekhawatirannya. Tiba-tiba di bawah terdengar teriakan-teriakan para pengawal. "Ada penjahat! Ada penjahal…..!"
Terdengar suara senjata berkerontangan, tanda bahwa di bawah telah terjadi perkelhian. Sebentar saja, keributan itu menarik perhatian dan para jagoanpun keluarlah. Lui Tiong, Ban Hok, dan Auwyang Sin keluar dengan senjata di tangan dan segera mengepung gadis dan tosu itu. Hong Lian dan tosu itu terkurung rapat oleh tiga orang jagoan dan sebelas orang perajurit pengawal yang sudah datang berlarian membantu.
"Ha-ha-ha! Memang nasib orang she Ma itu baik sekali" Lui Tiong tertawa mengejek. "Kini dia akan ditemani oleh puterinya dan seorang pendeta! Bagus! Jangan bunuh mereka, tangkap hidup-hidup!" Setelah berkata demikian, Lui Tiong memutar pedangnya maju mendesak, langsung menyerang tosu itu.
Akan tetapi di luar dugaan, tosu itu hebat sekali gerakannya. Dengan kedua ujung lengan bajunya yang panjang dan lebar, dia dapat melindungi dirinya bahkan membalas dengan serangan yang tidak kalah hebatnya daripada serangan Lui Tiong! Juga Hong Lian mengamuk dengan pedangnya sehingga tidaklah mudah bagi para pengeroyoknya untuk merobohkannya, jangankan untuk menangkapnya hidup-hidup.
Melihat betapa keadaan tidak mungkin baginya untuk membebaskan ayahnya, Hong Lian menjadi marah sekali. Gerakan pedangnya menjadi ganas dan begitu ia memekik panjang, pedang berkelebat dua kali ke kanan kiri dan robohlah dua orang perajurit yang mengeroyoknya menjadj korban pedangnya. Juga tosu itu berteriak panjang dan sambaran ujung lenlgan bajunya merobohkan seorang pengeroyok karena kepalanya pecah disambar ujung lengan baju yang menjadi keras seperti baja itu.
Sementara itu, Heng San yang bertanding melawan pengemis bertongkat, menjadi gelisah sekali mendengar betapa hebatnya pertempuran di bawah. Ada dua kekhawatiran yang bertentangan berkekecamuk dalam hatinya. Di satu pihak khawatir kalau-kalau Hong Lian terluka atau tewas. Kegelisahan ini menghirnpit hatinya dan dia tidak memperdulikan lagi lawannya. Dia melompat meninggalkan pengemis itu untuk dapat melihat dari dekat keadaan di bawah.
Pengemis itu memutar tongkatnya dan melompat turun untuk mengejar Heng San. Akan tetapi ketika dia tiba di bawah, dia melihat betapa dua orang kawannya dikeroyok banyak musuh, maka diapun cepat membantu mereka. Terjunnya pengemis dengan tongkatnya yang lihai itu membuat kepungan agak mengendur. Akan tetapi Heng San tentu saja tidak dapat tinggal diam dan diapun menyerang lagi pengemis itu sehingga kembali tiga orang itu terdesak.
Diam-diam tosu dan pengemis itu merasa heran melihat sikap Heng San. Terutama pengemis itu. Dia tahu bahwa ilmu kepandaian Heng San amat tinggi dan kalau pemuda itu menghendaki, tadi tentu sudah dapat merobohkannya. Akan tetapi pemuda itu tidak mau merobohkannya dan kelihatannya seperti ragu-ragu.
Seolah-olah pemuda itu mempermainkan mereka, juga mempermainkan kawan-kawannya sendiri. Juga pengemis itu seperti mengenal gerakan Ilmu silat tangan kosong pemuda itu, mengingatkan dia akan kehebatan Ilmu tangan kosong gurunya sendiri!
Melihat keadaan mereka terancam bahaya, pengemis itu berseru, "Mundur" dan tongkatnya berkelebat sedemikian rupa sehingga mengejutkan para pengeroyoknya.
Sebetulnya, Heng San mampu menyambut gerakan tongkat ini. Akan tetapi karena dia memang menghendaki agar gadis itu dapat melarikan diri, diapun berpura-pura terkejut dan ikut mundur seperti para jagoan lain.
Kesempatan ini dipergunakan tosu dan pengemis Itu untuk melompat dan si pengemis memegang tangan Hong Lian diajak melarikan diri karena gadis itu agaknya nekat. Melihat ini, Lui Tiong menjadi penasaran dan hendak mengejar, akan tetapi dia didahului Heng San yang berseru nyaring.
"Awas, Lui-toako!"
Tiba-tiba dari depan menyambar sinar berkelebat. Semua jagoan terkejut karena serangan hui-to ini tidak terduga sebelumnya dan amat cepat datangnya, mengeluarkan suara mendesing. Akan tetapi Heng San telah melompat ke depan dan berjungkir balik. Dia menggunakan tangannya untuk menyampok sinar itu dari samping sehingga arah hui-to itu melenceng dan hilang di dalam kegelapan malam, tidak mendapatkan korban.
"Lihai sekali...!" seruan ini dikeluarkan kedua pihak, baik oleh Lui Tiong dan kawan-kawannya maupun oleh pengemis yang kagum akan gerakan Heng San menangkis hui-to.
Lui Tiong dan kawan-kawannya bernapas lega karena tawanan tidak sampai terampas musuh, akan tetapi merekapun menyesal tidak mampu menangkap tiga orang pengacau tadi, bahkan kehilangan tiga orang perajurit yang tewas.
Serangan tiga orang pemberontak itu membuat Thio-ciangkun menjadi marah sekali. Dia lalu mengirim utusan ke kota raja untuk minta bala bantuan dan beberapa hari kemudian datanglah sepasukan prajurit kota raja dipimpin seorang panglima dan panglima itu ditemani seorang hwesio berusia kurang lebih enam puluh tahun yang bertubuh tinggi besar dan berbulu seperti orang utan.
Heng San terkejut sekali ketika mendengar bahwa hwesio ini adalah Lui Im Hosiang, seorang tokoh kangouw yang terkenal sakti dan lihai sekali. Semenjak terjadinya penyerbuan malam hari itu, Heng San sering kali kelihatan melamun di dalam rumahnya. Perasaannya menjadi amat tidak enak. Mulai timbul keraguan dalam hatinya. Benarkah Hong Lian dan kawan-kawannya itu merupakan pemberontak-pemberontak yang jahat?
Ataukah seperti diceritakan isterinya Kui Siang, mereka itu adalah golongan pahlawan, golongan patriot, yaitu orang-orang yang gagah perkasa yang siap membela bangsa dan tanah air dari kekuasaan bangsa asing dengan taruhan nyawa. Dia menjadi ragu. Dia sendiri adalah orang Han, seperti juga Thio-ciangkun, akan tetapi mengapa kini memperhambakan diri kepada kerajaan Mancu dan menentang bangsa sendiri yang menjadi patriot? Dia menjadi bingung. Hong Liankah yang jahat ataukah dia yang tersesat?
Selagi dia duduk seorang diri melamun di kamar belakang, menghadapi seguci kecil arak, diminum lalu duduk lagi menghela napas panjang, terdengar langkah lembut dan Kui Siang telah berdiri dibelakangnya. Dengan penuh rasa sayang kedua tangan isteri itu memegang pundak Heng San, memijat kedua pundak yang kokoh kuat itu.
"San-ko (Kakak San), kenapa sejak tadi engkau melamun dan minum arak seorang diri di sini?" tanya Bu Kui Siang dengan lembut.
Heng San menangkap sebelah tangan isterinya, mencium tangan itu lalu berkata, "Siang-moi (dinda Siang), mari duduklah dan kita bicara. Aku perlu sekali mendapatkan teman bicara yang dapat melegakan hatiku saat ini."
Kui Siang yang sudah tampak agak membesar perutnya dalam kehamilan tiga bulan itu lalu duduk berhadapan dengan suaminya. la melihat Wajah suaminya seperti orang yang lelah sekali. "Ada apakah, suamiku? Apa yang merisaukan hatimu? Kulihat, semenjak terjadi penyerbuan penjahat yang hendak membebaskan tawanan, engkau tampak murung dan gelisah."
"Benar sekali ucapanmu, isteriku. Memang aku sedang gelisah memikirkan peristiwa itu."
"Apakah yang menggelisahkan hatimu?"
Tentu saja Heng San tidak mau mengatakan bahwa dia memikirkan Hong Lian. "Aku sedang memikirkan kedudukanku sendiri dan kedudukan mereka yang kini aku tentang dan musuhi sesuai dengan kedudukan sebagai komandan pasukan keamanan Garuda Sakti. Sebetulnya, siapakah Ma Giok dan kawan-kawannya itu, Siang-moi? Benar-benarkah mereka itu penjahat, pemberontak yang membuat kekacauan? Ataukah mereka itu orang baik-baik dan aku yang jahat karena memusuhi mereka? Aku menjadi bingung, Siang-moi...!"
"San-ko, mengapa hal itu engkau risaukan? Memang, menurut ibu ada kemungkinan mereka itu adalah para patriot yang membela rakyat Han memusuhi pemerintah penjajah. Akan tetapi kita sama sekali tidak tahu tentang urusan pemerintah. Yang jelas bagiku, ayah tiriku adalah seorang yang baik, yang memelihara dan mendidik aku dengan kasih sayang dan juga dia bersikap amat baik kepadamu. Oleh karena itu, wajarlah kalau engkau sebagai pembantu dan juga mantunya membelanya. Apa lagi kenyataannya, orang-orang yang menganggap diri mereka pejuang itu melakukan kekerasan dan kekacauan. Sudah menjadi kewajibanmu untuk membelanya, bukan?"
Heng San mengangguk-angguk dan menganggap ucapan isterinya itu cukup beralasan. Orang-orang yang menjadi kawan-kawan Hong Lian itu adalah orang baginya. Dia tidak tahu bagaimana watak mereka, bahkan dia tidak tahu benar orang macam apa adanya Hong Lian, gadis yang menjadi wanita pertama yang merebut hatinya.
Sebaliknya, dia mengenal baik ayah mertuanya. Thio-ciangkun adalah seorang pembesar yang baik dan bijaksana. Dan para pembantunya adalah pendekar-pendekar ternama. Dia tahu, andaikata tidak ada Hong Lian di sana, dia tidak akan ragu memihak Thio-ciangkun. Hanya rasa cintanya terhadap Hong Lian itulah yang membuat dia menjadi ragu dan gelisah! "Engkau benar, Siang-moi, engkau benar....."
Suami isteri itu lalu bercakap-cakap dan tiba-tiba datang seorang perajurit anak buah Heng San, melaporkan bahwa dia dipanggil oleh Thio-ciangkun untuk urusan yang penting sekali. Heng San bergegas menghadap Thio Ci Gan. Panglima itu sedang duduk seorang diri dengan alis berkerut dan tampaknya dia sedang memikirkan sesuatu.
"Ah, aku telah menunggu-nunggumu, Heng San. Duduklah!"
Setelah duduk, panglima itu menceritakan kepada Heng San bahwa setelah terjadinya penyerbuan para penjahat untuk membebaskan Ma Giok, dia menjadi tidak enak dan setiap malam selalu gelisah. "Oleh karena itu aku merencanakan untuk memindahkan Ma Giok ke kota raja, biarlah para jaksa di sana yang akan memeriksanya."
"Rencana itu baik sekali, ayah," kata Heng San kepada ayah mertuanya. "Berarti kita bebas dari beban menjaga orang yang agaknya menjadi tokoh penting dalam gerombolannya." Heng San merasa ikut lega mendengar keterangan ini. Yang membuat dia gelisah adalah kalau memikirkan tentang Hong Lian yang terpaksa harus berhadapan dengan dia sebagai musuh.
"Akan tetapi, semenjak penyerbuan itu, tidak ada tanda-tanda mereka mengadakan aksi. Hal ini malah menggelisahkan hatiku, Heng San. Oleh karena itu, hari ini pergilah engkau melakukan penyelidikan di dalam dan di sekeliling kota. Juga selidiki sekitar jalan yang akan dilalui pasukan yang membawa Ma Giok ke kota raja besok lusa."
"Baiklah, ayah."
Heng San lalu pulang dan berkemas. Dia tidak memakai pakaian yang ada gambar garuda di bagian dada, melainkan memakai pakaian sederhana dan biasa seperti pakaian penduduk biasa. lsterinya membantunya dan dalam kesibukan itu isterinya mengerutkan alisnya.
"San-ko, aku melihat engkau begini pendiam seolah ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu," tegur sang isteri yang penuh perhatian terhadap suaminya.
Heng San yang sudah selesai berkemas merangkul isterinya, mendekap muka isterinya ke dadanya dan dia menghela napas panjang. "Isteriku, aku..... entah mengapa.... merasa amat tidak enak hati, seolah ada sesuatu yang buruk akan terjadi....."
"Aih, suamiku. Terus terang saja akupun demikian.... sejak aku bermimpi kemarin dulu...."
"Mimpi apa, isteriku?"
"Aku bermimpi, kita mendayung perahu berdua.... lalu tiba-tiba perahu terbakar dan aku terjatuh ke dalam lautan.... akan tetapi aku dapat berpegang kepada sepotong papan. Kulihat perahu kita terbakar dan engkau.... ah, engkau di perahu Uuu...." Kui Siang menangis.
Heng San mempererat pelukannya dan mencium pipi isterinya. "Siang-moi, itu hanya mimpi. Sudahlah, kita pasrahkan keselamatan kita kepada Thian (Tuhan). Bukankah orang yang melangkah di atas jalan kebenaran selalu dilindungi Thian?"
Setelah melepaskan rangkulannya, Heng San siap berangkat. "Hati-hatilah, San-ko," pesan isterinya.
Heng San mulai melaksanakan tugas yang diberikan oleh Thio-ciangkun. Mula-mula dia berjalan-jalan dengan menyamar sebagai orang biasa dalam kota Keng-koan, menyelidiki rumah-rumah penginapan, taman-taman umum, bahkan rumah-rumah makan. Namun tidak menemukan orang, yang mencurigakan. Dia mulai merasa bosan dan kesal, dan juga mulai merasa lelah.
Ketika dia tiba di dekat pintu gerbang kota sebelah selatan, dia melihat seorang laki-laki tua berjubah lebar berjalan dengan cepat melintas di depannya. Heng San melihat orang itu menoleh dan tersenyum kepadanya, lalu mempercepat langkahnya menuju ke pintu gerbang. Dia menjadi curiga dan cepat membayangi karena merasa seperti mengenal wajah tadi.
Setelah orang itu keluar dari pintu gerbang dia menoleh lagi dan melihat Heng San di belakangnya dia lalu berlari cepat! Heng San terkejut karena dia ingat bahwa wajah itu adalah wajah tosu yang ikut menyerbu untuk membebaskan Ma Giok, tosu yang amat lihai dan kuat sekali, dengan senjata kedua lengan bajunya yang panjang dan lebar. Tentu saja dia merasa penasaran dan Heng San lalu menggunakan ilmu berlari cepat melakukan pengejaran.
Dengan pengerahan gin-kang (Ilmu meringankan tubuh) sehingga larinya secepat kijang, akhirnya Heng San dapat memperdekat jarak an tara dia dan orang itu. Pada saat itu mereka sudah tiba di tepi sebuah hutan dan tosu itu berlari memasuki hutan. Sebetulnya, mengejar lawan yang memasuki hutan amatlah berbahaya karena lawan itu akan bersembunyi dan melakukan serangan gelap atau jebakan.
Akan tetapi Heng San tidak menjadi gentar dan dengan berani dia mengejar terus, lari memasuki hutan itu. Akan tetapi hutan itu cukup lebat dan dia tidak mengenal daerah hutan itu. Setelah masuk ke dalam hutan, dia kehilangan orang yang dikejar, tidak tahu orang itu lari ke jurusan mana. Heng San maklum bahwa akan percuma saja mengejar orang dalam hutan yang sudah lenyap dan tidak meninggalkan jejak.
Dia mengambil kepu!tusan untuk keluar dari hutan dan memanggil bala bantuan karena sudah diketahui bahwa tosu itu bersarang di dalam hutan sebelah selatan kota. Akan tetapi tiba-tiba dia menghentikan langkahnya karena dia mendengar suara langkah orang dari belakang. Cepat dia memutar tubuh dan memandang. Jantungnya berdebar keras ketika dia melihat siapa yang menghampirinya.
Bukan lain adalah gadis yang selama ini menjadi kenangannya, gadis cantik jelita yang telah memikat hatinya sejak pertemuan pertama. Ma HongLian si pendekar wanita dari Tit-Ie! Hong Lian berhenti melangkah dan berhenti di depannya, dalam jarak empat meter, memandangnya dengan sepasang matanya yang tajam dan indah seperti mata burung Hong.
"....kau.... nona Hong Lian.... kau.... di sini?" tanya Heng San dengan suara gagap.
Gadis itu menjawab tenang dan agak ketus. "Akulah yang seharusnya bertanya, Sin-kun Bu-tek, engkau datang ke sini bukankah untuk mencari kami?"
Heng San tersenyum dan juga merasa heran. "Bagaimana engkau dapat mengetahui nama lelucon yang diberikan orang kepadaku itu, nona?"
Gadis itu tersenyum mengejek. "Hem, siapa yang tidak mengenal Sin-kun Bu-tek (Kepalan Sakti Tanpa Tanding), orang gagah perkasa yang telah menjual diri kepada orang kaya?"
Heng San tetap tersenyum dan menganggap bahwa gadis itu marah kepadanya dan hendak menang sendiri saja. Dia tetap bersabar dan memandang kagum. "Nona, apakah nona juga sudah mengenal namaku? Aku she (bermarga) Lauw dan namaku...."
"Aku tidak perduli engkau she apa dan bernama siapa! Yang kutahu jelas adalah bahwa engkau seorang pemuda yang sudah tersesat jauh, tidak malu menjual diri kepada seorang pembesar kaki tangan kaisar kerajaan Mancu penjajah laknat! Engkau menjadi kaki tangan penindas rakyat!"
Heng San memandangnya dengan tersenyurn seolah merasa lucu melihat ulah seorang anak bengal. "Aih, jangan memutar balikkan kenyataan, nona. Thio-ciangkun adalah seorang pembesar yang bijaksana, dan semua pembantunya adalah pendekar-pendekar gagah perkasa yang membela keadilan dan menjaga keamanan dan ketenteraman kehidupan rakyat.
"Adalah engkau dan kawan-kawanmu itulah yang tersesat dan mencari hasil dengan jalan yang mudah dan jahat. Engkau masih muda, nona, janganlah engkau ikut-ikut mereka yang jahat itu. Hiduplah sebagai seorang pendekar wanita yang budiman, sesuai dengan nama julukanmu itu. Aku merasa menyesal sekali melihat keadaanmu yang tersesat sedemikian jauhnya!"
Hong Lian memandang dengan heran dan marah, kemudian ia tersenyum meng ejek. "Kalau engkau menganggap aku jahat, kalau aku kau anggap sesat, lalu kenapa beberapa kali engkau sengaja menolongku? Mengapa engkau sengaja membiarkan aku lolos? Apakah dengan cara itu engkau hendak memamerkan kepandaianmu dan hendak menghinaku?"
Heng San memandang dengan sinar mata tajam dan sikapnya bersungguh-sungguh. "Memang aku bodoh, nona. Seharusnya orang-orang seperti engkau dan kawan-kawanmu itu kubasmi habis, itu telah menjadi kewajibanku, baik sebagai seorang yang mengaku menjadi orang gagah, maupun sebagai pemimpin pasukan Garuda Sakti yang kewajibannya menjaga keamanan dan membasmi para penjahat. Akan tetapi kepadamu..."
Muka Heng San berubah kemerahan dan berulang kali dia menghela napas panjang sebelum melanjutkan ucapannya. "Aku.... aku tidak dapat melihat engkau tertangkap dan mendapat celaka. Aku... aku merasa kasihan kepadamu, Nona Hong Lian..."
Wajah Hong Lian menjadi merah dan ia tampak marah sekali. Ia membanting-banting kakinya dan berkata galak. "Huh! Tak bermalu! Siapa yang ingin kau bela? Siapa yang ingin mendapat kasihanmu? Aku tidak sudi!"
"Kau boleh mencaci maki aku, nona. Engkau boleh menganggap aku musuhmu yang menghalangi pekerjaanmu, akan tetapi betapapun juga, aku..... aku suka padamu....."
Tiba-tiba Hong Lian mendekap mukanya sendiri dengan kedua tangan dan ia menangis, tangis yang telah ditahan tahannya sejak tadi, tangis yang keluar dari hati yang jengkel, marah, gemas dan menyesal.
Heng San melangkah maju menghampiri dan memandang gadis. itu dengan ragu-ragu. "Nona.... kenapa engkau menangis? Menyesalkah engkau akan segala kesesatan yang telah kau lakukan selama ini? Marilah kembali ke jalan yang benar...."
Tiba-tiba Hong Lian membuka kedua tangan yang menutupi mukanya dan matanya yang kemerahan. karena tangis itu menatap tajam wajah pemuda yang berdiri di depannya itu. "Siapa yang sesat? Aku memang menyesal... menyesal sekali...!"
Heng San menjadi bingung dan tidak dapat menangkap apa yang dimaksudkan gadis itu "Nona Hong Lian, kalau sekiranya engkau takut kepada kawan-kawanmu untuk membebaskan diri dari gerombolan jahat itu, percayalah, aku sanggup untuk membebaskan engkau dari mereka. Kalau perlu, aku sanggup membasmi mereka semua dengan kedua tanganku!"
Hong Lian masih terisak-isak. "Sayang.... engkau menjadi komandan pasukan Garuda Sakti...."
"Kenapa sayang, nona? Akan tetapi.... kalau engkau mau melepaskan dirimu dan keluar dari gerombolan pemberontak dan pengacau jahat itu, akupun akan rela keluar dari pasukan Garuda Sakti. Karena sesungguhnya akupun tidak suka menjadi perwira karena walaupun pekerjaan membasmi para penjahat memang menjadi kewajiban seorang gagah, namun aku tidak suka harus bermusuhan dengan bangsaku sendiri."
"Kau.... kau buta....!"
Sebelum Heng San dapat menjawab karena termangu heran dan tidak senang, tiba-tiba terdengar suara tawa bergelak dan dari dalam rimba muncul dua orang yang segera dikenal Heng San dengan baik. Mereka berdua itu adalah si tosu dan si pengemis aneh yang tempo hari menyerbu tempat tahanan bersama Hong Lian!
"Ha-ha-ha, ternyata Sin-kun Bu-tek bukan saja lihai ilmu silatnya, akan tetapi juga lihai sekali memutar lidah! Jika engkau memang seorang gagah seperti yang berkali-kali kau katakan, jangan engkau memusuhi kami dan tinggalkan gedung Thio-ciangkun. Akan tetapi kalau engkau berkukuh hendak membela pembesar anjing itu terpaksa kami melawan mati-matian. Kalau perlu, kami harus melenyapkan engkau dari muka bumi" kata tosu itu.
Heng San tersenyum mengejek mendengar omongan tosu itu. "Engkau berpakaian sebagai pendeta, akan tetapi sesungguhnya engkau seorang jahat yang mengumpulkan kawan-kawan jahat. Perampok, pemberontak dan pengacau yang kerjanya hanya merampok dan mencuri. Akan tetapi aku tidak akan memperdulikan itu semua kalau kalian tidak membujuk dan menyeret seorang gadis memasuki duniamu yang kotor dan sesat itu. Sekarang; karena kejahatanmu sudah melewati batas dan kalian bertemu dengan aku, jangan harap aku akan dapat mengampuni kalian."
Heng San memang merasa benci sekali kepada kawan-kawan Hong Lian yang dianggapnya menjadi sebab kesesatan gadis itu, maka dengan cepat dia lalu maju menyerang tosu itu. Tosu itu mengibaskan lengan bajunya untuk menangkis. "Plakk!" Kepalan tangan Heng San bertemu ujung lengan baju dan keduanya terdorong mundur. Tosu itu membentak marah.
"Pinto (aku) Ang Jit Tojin hari ini akan melawan mati-matian!"
Maka bertandinglah kedua orang itu dengan seru. Akan tetapi Heng San yang sudah marah sekali dan menganggap bahwa dia bertanding demi kepentingan Hong Lian, untuk membebaskan gadis itu dari pengaruh mereka yang berdosa, tidak memberi banyak kesempatan kepada lawannya. Dia mengeluarkan ilmu kepandaiannya yang hebat, memainkan ilmu silat tangan kosong Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat sehingga Ang Jit Tojin terdesak mundur oleh angin pukulan Heng San yang amat dahsyat.
Melihat ini, Tan Kok si Pengemis Aneh berseru marah dan dia memutar tongkatnya sambil berteriak. "Sin Kun Bu-tek, engkau pengkhianat bangsa terimalah kematianmu!"
Tongkatnya berputar cepat dan menyambar dengan mengeluarkan angin menderu. Akan tetapi Heng-san tidak merasa jerih. Dia mempergunakan ginkang yang telah mencapai tingkat tinggi dan mengelak dan menangkis semua serangan dua orang lawan yang tua dan lihai itu, akan tetapi sekali ini dia hanya mengalah seperti tempo hari. Dia bermaksud untuk dua orang yang dianggapnya telah menyeret Hong Lian ke dalam kesesatan mereka.
Hal ini membuat pengeroyok itu menjadi sibuk karena hasrus menghindarkan diri dari dua kepalan mau Heng San. Hong Lian memandang dengan hati berdebar. Ia tidak membantu karena perasaannya sangat tertekan. Semenjak Ia bertemu dengan pemuda yang dulu merampas hasil curiannya, ia merasa amat kagum kepada pemuda itu. Belum pernah ia bertemu dengan seorang pemuda yang demikian lihai ilmu silatnya dan berwajah tampan, bersikap baik dan ramah.
Ketika ia bertemu lagi dengan Heng San dan mendapat kenyataan bahwa pemuda itu menjadi komandan pasukan Garuda Sakti, menjadi orang kepercayaan Thio-ciangkun, rasa kagum dan sukanya berubah menjadi perasaan benci dan menyesal. Dan baru saja pemuda itu menyatakan cinta kepadanya. Hal ini membuatnya menyesal dan bingung.
Memang ia sudah mempunyai dugaan bahwa pemuda itu memperhatikannya karena telah beberapa kali menolong dan membebaskannya, akan tetapi ia masih sangsi. Kini mendengar pernyataan pemuda yang hendak membelanya, dan menyukainya, hatinya merasa sedih dan menyesal. Ah, kalau saja Heng San berdiri di pihaknya. Kalau saja pemuda itu seorang pendekar yang berjiwa patriot. Alangkah bahagianya menyerahkan nasib dirinya kepada seorang pemuda seperti ini.
Ketika itu dari dalam rimba muncul lima orang yang bersenjata pedang dan golok. Mereka segera mengeroyok Heng San yang masih mendesak dua orang lawannya.
"Hong Lian, kenapa engkau berpeluk tangan saja dan tidak membantu kami?" Tosu itu menegur melihat Hong Lian masih tidak bergerak, hanya memandang seperti orang kehabisan akal.
Hong Lian tersentak kaget seperti baru sadar dari mimpi. Ia lalu mencabut pedangnya dan menyerang Heng San dengan gerakan cepat dan kuat. Heng San mengelak dan dia menjadi bersedih. Kalau hanya dikeroyok pengemis dan tosu itu ditambah lima orang muda yang tidak berapa tinggi kepandaiannya, dia masih dapat melayani mereka dengan mudah.
Akan tetapi kini Hong Lian maju mengeroyoknya dan hal ini membuat dia sedih dan juga marah sekali kepada kawan-kawan Hong Lian itu. Dengan gesit Ia melompat ke sana sini dan kedua tangan kakinya bergerak cepat sehingga dalam waktu cepat dua orang muda yang mengeroyoknya telah dapat dia robohkan.
Melihat ketangguhan pemuda itu, si pengemis aneh mengeluarkan seruan yang merupakan isarat bagi para temannya untuk berkumpul di satu jurusan saja sambi! mengeluarkan senjata rahasia masing-masing. Pertama-tama, tiga orang muda dan Hong Lian menyerang dengan senjata rahasia piauw dan pelor besi. Semua senjata rahasia itu meluncur bagaikan kilat menyambar ke arah tubuh Heng San.
Pemuda itu cepat melompat ke atas, tinggi sekali sehingga semua senjata rahasia itu meluncur lewat di bawah kakinya. Akan tetapi ketika tubuhnya melayang turun, tiga sinar putih menyambar ke arah tububnya. ltulah gin-piauw (piauw perak) yang dilepas oleh Ang Jit Tojin dengan kuat sekali. Pada saat itu tubuh Heng San berada di udara.
Dia cepat mengerahkan gin-kang dan tubuhnya membuat pok-sai (salto) sampai tiga kali di udara dan dengan cara ini dia berhasil menghindarkan diri dari sambaran tiga batang gin-piauw itu. Baru saja kedua kakinya menginjak tanah, ada lagi tiga batang gin-piauw menyambar. Sebuah menyambar ke arah lehernya, sebuah lagi menyambar ke arah ulu hati dan yang ketiga menyambar ke arah kaki.
Heng San tidak mempunyai waktu untuk mengelak dari semua sambaran piauw itu. Dia menggunakan kaki kiri menendang piauw yang menyerang kaki, menggunakan tangan menyampok terpental piauw yang menyerang dada, lalu miringkan kepala untuk mengelak dari piauw yang mengarah leher.
Gerakan pemuda itu sungguh hebat, indah dan luar biasa sehingga mau tidak mau semua lawannya memuji. Akan tetapi pujian yang dikeluarkan dengan suara keras itu membuat Heng San menjadi lengah dan tahu-tahu piauw ke empat meluncur dan biarpun Heng San sudah mencoba untuk miringkan tubuhnya, tetap saja piauw itu menancap di pundak kanannya! Heng San mengaduh dan sambil menggertak giginya dia mencabut piauw itu. Darah mengucur dari pundaknya.
Pada saat itu terdengar suara mengaum nyaring dan tahu-tahu sebuah huito (pisau terbang) telah dilontarkan pengemis aneh dan hui-to itu menyambar ke arah tubuh Heng San, disusul oleh hul-to ke dua dan ke tiga! Karena terluka oleh piauw Ang Jit Tosu, Heng San menjadi marah sekali. Sekarang ada tiga batang hui-to yang menyambar ke arahnya. Dia menyambitkan piauw yang tadi dicabut dari pundaknya, menyambitkan piauw itu sehingga pisau terbang pertama terpukul runtuh ke atas tanah.
Hui-to ke dua menyambar dan Heng San meloncat ke atas, kemudian sambil melayang turun dia menendang hui-to ke tiga sehingga hui-to itu mencelat dan terbang ke lain jurusan dengan cepat sekali. Terdengar pekik nyaring ketika hui-to yang tertendang itu menyambar dan disusul robohnya tubuh Hong Lian. Hui-to tadi menancap di dada gadis itu...