Pendekar Penyebar Maut Jilid 08

Cerita silat Mandarin serial Darah Pendekar seri Pendekar Penyebar Maut Jilid 08 karya Sriwidjono
Sonny Ogawa

Pendekar Penyebar Maut Jilid 08 karya Sriwidjono - SELAIN bingung memikirkan siapa sebenarnya wajah di balik kerudung itu, Chu Seng Kun sangat kaget melihat apa yang dilakukan oleh kelompok tujuh orang tersebut di sepanjang perjalanan mereka. Hampir di setiap tempat ketujuh orang itu tentu mengunjungi tempat-tempat pemusatan pasukan liar yang tersembunyi di daerah sepi dan jarang dikunjungi orang.

Novel Silat Mandarin Karya Sriwidjono

Lambat-laun Chu Seng Kun menjadi curiga juga. Kelihatannya orang-orang itu telah mempersiapkan sebuah pemberontakan terhadap kekuasaan pemerintah. Tak mungkin kelompok-kelompok pasukan orang bersenjata yang sedemikian banyak dan di tempatkan di berbagai daerah seperti yang dilihatnya itu hanya merupakan sebuah pertemuan antara orang-orang persilatan. Orang-orang itu tentulah merupakan sebuah kekuatan yang dipersiapkan untuk melakukan suatu hal yang besar dan hebat. Dan satu-satunya kemungkinan yang paling tepat adalah sebuah pemberontakan!

Chu Seng Kun mengikuti mereka sampai di daerah pantai Laut Timur. Dengan lebih meningkatkan kewaspadaannya pemuda itu selalu membayang-bayangi ketujuh orang tersebut, karena di tempat yang terbuka seperti itu sungguh sangat berbahaya baginya. Orang-orang itu berjalan menyusuri pantai untuk mencari goa yang mereka maksudkan.

Tapi setelah berhari-hari mereka menyusuri pantai, goa itu baru mereka ketemukan. Dan kali inipun mereka dikecewakan lagi dengan kenyataan bahwa di dalam goa tersebut juga tidak mereka dapatkan benda yang mereka cari-cari itu. Kemudian ketujuh orang itu pergi meninggalkan daerah pantai tersebut dan mengembara kembali untuk mencari sebuah goa yang bernama Goa Harimau. Dan seperti seekor anjing pelacak yang baik Chu Seng Kun membuntuti mereka dengan sabar dan tekun.

Berbulan-bulan mereka berjalan dari tempat yang satu ke tempat yang lain, hingga akhirnya mereka tiba di dekat kota raja. Dan secara kebetulan ketujuh orang tersebut saling berpisah pula di tempat itu. Masing-masing mendapat tugas dari orang berkerudung tersebut untuk memeriksa dan melihat keadaan pasukan-pasukan mereka sehubungan dengan terjadinya bencana gempa bumi dua hari yang lalu.

Dan saat yang seperti itulah yang sangat dinanti-nantikan oleh Chu Seng Kun. Berhadapan muka satu lawan satu dengan orang berkerudung itu! Tapi ternyata kali ini Chu Seng Kun salah duga lagi. Kalau selama ini dia dapat membayang-bayangi mereka hal itu disebabkan oleh karena mereka selalu berjalan bersama-sama. Sehingga masing-masing dari mereka tidak pernah mempergunakan gin-kang mereka secara sepenuhnya. Tapi begitu tinggal berjalan seorang diri, orang berkerudung itu ternyata tancap gas dengan ginkangnya!

Sebentar saja orang itu hilang lenyap dan pandang matanya, sehingga Chu Seng Kun yang keturunan jago ginkang nomer wahid di dunia itu menjadi kehilangan jejak sama sekali! Tentu saja Chu Seng Kun menjadi penasaran sekali. Jerih payahnya selama ini ternyata lenyap begitu saja. Berbulan bulan dia hidup seperti orang gila, makan tak teratur tidurpun tak tentu sehingga tubuhnya menjadi kurus kering dan matanya cekung.

Tapi begitu kesempatan itu terpampang di depan mata, buruan itu lenyap tanpa dia sanggup menahannya. Dapat dibayangkan betapa sakit dan penasaran hatinya! Ingin rasanya dia menangis. Tahu begitu, lebih baik dia menggasak orang itu dulu-dulu! Tak perduli orang tersebut berkawan atau tidak!

Chu Seng Kun menjadi teringat kembali pada tunangannya yang ditinggalkan di kota Lou yeng tanpa pamit itu. Ah, gadis itu tentu bingung mencarinya. Apa lagi sampai berbulan bulan dia tak memberi kabar maupun berita apa apa. Ah, jangan-jangan gadis yang sangat mencintainya itu menjadi pendek pikiran. Tapi… tapi disana ada nona Ho Pek Lian yang tentu dapat menghiburnya dan mengawaninya! Hmm, ternyata kekhawatirannya terhadap nasib adik satu-satunya itu membuat dia melupakan segala-galanya. Sampai-sampai keadaan dirinya sendiripun juga dilupakannya!

Bagaikan orang yang tidak waras pemuda itu berputar-putar di daerah tersebut untuk mencari-cari orang berkerudung yang lenyap dari depan matanya. Oleh karena itu dapat dimengerti kalau di depan telah diceritakan betapa marah dan kasarnya pemuda itu ketika dapt menemukan kembali buruannya di dekat mata air baru tersebut! Marah dan penasaran, tapi juga lega!

“Hek-eng-cu….dimana adikku kau sembunyikan? Katakanlah lekas!” Chu Seng Kun mengulangi bentakannya.

Orang berkerudung itu kelihatan tersinggung hatinya. “Huh, mengapa kau tanyakan hal itu kepadaku? Apakah…..?”

“Diam! Jangan mungkir! Lihat, benda apakah ini?” Chu Seng Kun membentak lagi dengan keras. Tangannya merogoh buntalan yang berada di atas punggungnya, lalu mengambil sesuatu dan membantingnya di depan orang tersebut.

Hek-eng-cu hampir terlonjak saking kagetnya. Di depannya, diatas tanah, terlentang sebuah topi lebar yang serupa benar dengan topi kerudung yang sekarang dikenakan di atas kepalanya. Oleh karena itu mulutnya menjadi terdiam tak bisa berkata apa-apa.

"Seseorang telah memberi tahu kepadaku, bahwa orang yang membawa pergi adik perempuanku ialah orang yang selalu mengenakan topi khusus seperti ini. Setahun lebih aku berkelana di seluruh pelosok negeri, kulihat dan kuselidiki semua tokoh persilatan yang ada, ternyata hanya engkaulah yang mengenakan tanda khusus seperti ini. Oleh karena itu engkau tidak bisa mengelak lagi…..”

“Benar! Akulah yang menculik gadis ayu itu! Nah, engkau mau apa? Membalas dendam? He-he…kalau begitu….ayolah! kuantar sekalian kau menyusul dia ke akherat!”

“Apa katamu…..? Kau… kau apakan adikku?” Chu Seng Kun tergagap.

“Kubunuh! Kubunuh dia setelah kuperkosa lebih dahulu…..!” jawab orang berkerudung itu menyakitkan hati.

Wajah pemuda yang cekung kurus itu seketika menjadi pucat! Jantungnya seakan copot dengan mendadak sehingga aliran darahnya juga seakan berhenti mengalir pula! Bibirnya tampak bergetar, tapi tak sebuah suarapun yang terucapkan! Lidahnya keluar, matanya melotot! “Bangsat….!” Akhirnya bibir itu mengeluarkan suara serak dan perlahan.

Ternyata Hek-eng-cu tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Selagi lawannya dalam keadaan kaget dan berdiri mematung seperti orang kehilangan akal, ia menyerang dengan sepenuh tenaganya. Memang agaknya dia tidak ingin membuang-buang waktunya di tempat itu. Maka sekali gempur dia ingin membinasakan Chu Seng Kun.

Perbawa dari pukulan orang itu memang benar-benar menggiriskan! Tidak heran kalau orang-orang sakti seperti Song bun-kwi, Tee tok-ci, Jeng bin Siang-kwi dan yang lain-lain sampai begitu mengagung-agungkan dan begitu tunduk kepadanya. Perbawa dari pukulan yang kini sedang dilontarkan ke arah Chu Seng Kun itu ternyata tidak hanya dirasakan oleh pemuda ahli obat tersebut tetapi juga dirasakan oleh orang-orang yang sekarang berada di tempat itu. Termasuk pula Chin Yang Kun dan Song-bun-kwi Kwa Sun Tek!

Setiap orang yang sekarang berdiri di sekitar orang berkerudung tersebut merasa seolah-olah dari segala penjuru bertiup angin badai yang menggencet ke arah diri mereka masing-masing, sehingga tubuh mereka seperti terpaku di atas tanah tempat mereka berpijak. Sukar sekali rasanya untuk menggerakkan anggota badan mereka.

”Pat-hong-sin-ciang (Tangan Sakti Delapan Penjuru)…..!" Song-bun-kwi berbisik perlahan.

Dapat dibayangkan, jikalau yang lain saja sampai merasakan kehebatan ilmu tersebut, apalagi Chu Seng Kun yang langsung menjadi sasaran dari pada ilmu pukulan itu. Lebih lebih pemuda itu kini sedang dalam keadaan bengong ditempatnya!

Untunglah Yang Kun yang sedari tadi selalu memperhatikannya segera bergerak menolong. Lebih dahulu pemuda itu mengerahkan Liong cu-I-kangnya untuk mengusir pengaruh ilmu lawan yang mengerikan tersebut, setelah itu baru dia maju menyongsong pukulan lawan dengan kedua belah tangannya.

Di balik kain kerudungnya Hek-eng-cu tersenyum menghina. Anak muda ini sungguh tidak melihat tingginya langit, sehingga berani menyongsong pukulannya yang dahsyat. Jangankan baru bocah kemarin sore seperti dia, sedang orang-orang sakti seperti mendiang Empat Datuk Besar Persilatan itu jika masih hidup tentu harus berpikir seribu kali bila ingin adu tenaga dengan dirinya!

"Bresss....!" Yang Kun merasakan sebuah kekuatan yang maha dahsyat menghantam dadanya dan menghimpit seluruh urat-urat darahnya. Untuk sesaat pemuda itu menjadi gelagapan seperti anak ayam terbenam di dalam empang. Tubuhnya yang jangkung itu bergetar menahan Pat hong-sin-ciang yang maha hebat!

Memang. Betapapun tingginya tenaga Liong-cu-i-kang yang kini terkandung di dalam tubuh Yang Kun, tapi pemuda itu belum dapat menyesuaikan dirinya, sehingga kekuatan tersebut belum mampu dia kendalikan maupun dia pergunakan menurut keinginan hatinya. Dapat diibaratkan sebagai sebuah pusaka yang ampuh, kehebatan maupun kedahsyatannya akan tetap tersembunyi bila berada di tangan seorang yang belum dapat menjiwai dan mengungkapkannya.

Antara orang dan pusaka itu harus terdapat suatu pertalian jiwa dan persenyawaan yang sangat erat! Dan hal seperti itu tentu saja harus membutuhkan waktu dan usaha yang lama. Padahal Yang Kun baru mendapatkan tenaga sakti itu dua hari yang lalu. Meskipun demikian, Liong-cu-i-kang memang bukan ilmu yang sembarangan. Apalagi telah dipupuk dan dihimpun selama seratus tahun lebih oleh orang sakti seperti Chin Hoa itu. Kedahsyatan dan keampuhannya tak dapat diragukan lagi.

Oleh karena itu biarpun berada di tangan seorang yang belum berpengalaman seperti Chin Yang Kun, kehebatannya toh masih terpancar pula dengan sendirinya! Ketika tangannya beradu dengan tangan Hek eng-cu, untuk sesaat Yang Kun memang menjadi gelagapan seperti anak ayam tercebur ke kolam. Tapi sesaat kemudian tenaga sakti Liong-cu-i-kang yang tersimpan di dalam tubuhnya meronta dengan dahsyat dan menggempur gencetan Pat-hong-sinciang lawan bagai seekor ayam aduan yang membalas sabetan Iawan dengan tajinya!

Akibatnya, orang berkerudung itulah kini yang menggelepar seperti ayam jago kalah perang. Senyum hina yang tadi terlukis di balik kerudungnya seketika lenyap bersama dengan terbantingnya dia dari tempatnya berdiri. Mata di balik kerudung itu juga melotot seakan tak percaya pada apa yang telah terjadi. Pat-hong-sin-ciang yang dibangga-banggakannya itu ternyata dengan mudah digempur oleh kekuatan lawan yang masih sangat muda tersebut.

Song-bun kwi Kwa Sun Tek melompat ke depan untuk menolong kawannya, tapi Hek-eng-cu dengan tangkas telah berdiri tegak kembali. Tak seorangpun mengetahui apa yang tersimpul pada wajah yang terbungkus oleh kerudung hitam tersebut. Yang terang orang itu seperti menggigil menahan suatu perasaan yang tak tertahankan.

Kadang-kadang secara tidak sadar jari-jarinya tampak berusaha menggaruk kulit tubuhnya yang terbungkus mantel jubah yang lebar itu, seakan di balik baju dan mantelnya tersebut telah bersarang kutu dan semut gatal. Tentu saja kawannya merasa heran sekali melihatnya!

Tapi sebelum semuanya menyadari apa yang telah terjadi, orang berkerudung itu telah menyambar lengan pembantunya dan lenyap ditelan oleh redupnya malam. Ketika Yang Kun bermaksud untuk mengejar Chu Seng Kun segera mencegahnya.

"Percuma! Orang itu mempunyai ilmu meringankan tubuh yang dinamakan orang Bu-eng Hwe-teng! Sebuah ilmu sakti yang dahulu pernah dipunyai oleh mendiang Bit-bo-ong. Tak seorang pun di dunia ini yang mampu mengejarnya apa bila dia sudah berlari begitu!"

"Tapi... bagaimana dengan... dengan nona…..?”

"Adikku? Saudara Yang Kun terima kasih! Terima kasih atas perhatian saudara terhadap adikku. Yang-hiante tentu juga dapat merasakan betapa dendamku pada orang berkerudung itu. Dia telah… ohh, lihat… aku tentu akan membunuhnya sendiri nanti! Tapi aku sudah terluka, padahal dia sakti bukan main. Entah dari mana asalnya, ternyata orang itu kini mewarisi semua ilmu-ilmu iblis dari Si Raja Kelelawar Bit-boong almarhum lengkap dengan seluruh ciri-ciri kebesarannya…”

"Lalu..., mengapa kita melepaskannya? Belum tentu kita akan kalah!"

"Sudahlah, Yang-hiante! Aku percaya pada suatu saat tentu akan kuketemukan juga dia, lambat atau cepat. Tapi aku harus bersabar dan tidak boleh bertindak sembrono apabila aku ingin berhasil dalam membalas dendam terhadapnya. Karena salah-salah aku bisa gagal atau menjadi korbannya. Oleh karena itu sekarang yang harus aku perbuat adalah mengobati lukaku, kemudian membenahi ilmu silatku. Baru setelah itu aku akan mencarinya lagi untuk membunuhnya! Dan aku berjanji kepada diriku sendiri bahwa orang itu akan mati dengan cara yang sangat sengsara sekali!”

Chu Seng Kun mengakhiri keterangannya dengan nada yang mengerikan sekali, sehingga Yang Kun yang mendengarkan kata kata itu menjadi meremang bulu kuduknya. Kalau yang mengucapkah kata seperti itu adalah orang lain, mungkin Yang Kun tidak akan merasa ngeri seperti itu. Tapi karena yang mengucapkan sekarang adalah Chu Seng Kun, seorang ahli pengobatan yang ia kenal sangat sabar dan lemah lembut.

Maka Yang Kun ikut merasa seram pula mendengarnya. Tapi dengan demikian Yang Kun semakin bisa merasakan, gejolak apa yang sebenarnya sedang bergulat di dada pemuda ahli pengobatan itu. Hanya karena cara berpikirnya yang telah matang itu saja yang membuat Tabib muda itu mampu mengendalikan perasaannya.

Yang Kun membuang napas dengan berat. Ia sangat terpengaruh akan perkataan Chu Seng Kun tersebut sehingga dia menjadi urung menceriterakan persoalannya sendiri yang mungkin juga akan melibatkan orang berkerudung itu pula.

"Yang-hiante... sebelumnya kita belum pernah saling mengenal sama sekali. Tapi agaknya Tuhan telah menakdirkan kepada kita untuk saling bersahabat dan saling menolong. Dua kali kita bertemu dan kedua pertemuan itu benar-benar sangat bermanfaat bagi kita masing masing. Eh.... kemana saja Yang-hiante selama beberapa bulan ini? Agaknya Yang-hiante telah memperdalam ilmu silat serta tenaga dalam yang hilang itu, benarkah? Kulihat lweekang Yang-hiante telah pulih kembali malah kurasa menjadi lebih hebat malah! Hek eng-cu yang tersohor dengan Pat-hong-sin ciangnya yang berbau sihir itupun dapat saudara gertak dengan sekali pukul."

Yang Kun mengangguk biasa. Sedikitpun tidak ada tanda-tanda kalau dia merasa senang dengan kemenangannya itu. "Chu twako, siauw-te memang merasa penasaran sekali atas lenyapnya Iweekang siauw-te dahulu itu. Maka siauw-te lantas mencari tempat sepi untuk mempelajari kembali apa yang telah hilang itu,” pemuda itu berbohong.

Sebenarnya Chu Seng Kun kurang begitu mempercayai jawaban tersebut, tapi sebagai orang yang tidak mau mencampuri urusan pribadi orang lain maka dia tidak mengurusnya lebih lanjut. "Lalu ke mana tujuan Yang-hiante sekarang?” tanyanya untuk mengalihkan pembicaraan mengenai hal itu.

Tiba-tiba Yang Kun mengertakkan giginya. "Seperti juga dengan Chu-twako, siauw-te pun sedang mencari musuh besar yang telah menganiaya siauw-te dan keluarga siauw-te!" geramnya keras.

Suasana menjadi hening kembali. Masing-masing sibuk dengan khayalan mereka sendiri-sendiri. Mendadak terdengar suara ketawa riuh di kejauhan yang mengagetkan mereka. Yang Kun tiba-tiba menjadi teringat akan maksudnya semula, yaitu untuk menghajar para perampok yang menculik dan menduduki dusun sebelah!

"Chu-twako! Suara itu adalah suara para perampok yang sedang berpesta-pora di dusun sebelah. Menurut beberapa orang penduduk yang tadi siauw-te temui, mereka telah mengganggu dan menculik gadis-gadis di daerah ini. Maka siauw-te saat ini sebenarnya sedang dalam perjalanan ke tempat itu."

“Hah? Ada perampok di dekat kota raja? Gila, orang-orang itu benar-benar sangat berani! Agaknya mereka memanfaatkan keadaan saat ini, dimana kaisar dan para perajuritnya tentu sedang sibuk dengan urusan mereka sendiri sendiri akibat malapetaka gempa itu. Huh, Yang-hiante! Marilah, kita pergi bersama-sama ke sana! Akupun paling benci dengan segala macam perampok!"

Kedua orang pemuda yang sama-sama jangkungnya itu bergegas pergi menuju ke tempat para perampok itu berpestapora. Masing-masing mengerahkan ginkang mereka yang tinggi. Tetapi baru saja mereka menginjakkan kakinya di jalan besar yang menuju ke dusun itu, telinga mereka dikejutkan oleh suara keleningan kuda yang datang dari arah utara. Chu Seng Kun yang berada di sebelah depan cepat menghentikan larinya, sehingga Chin Yang Kun juga ikut berhenti pula di sampingnya.

"Sebentar, Yang-hiante! Kita lihat dulu siapa yang datang. Jangan-jangan Hek-eng-cu kembali lagi dengan membawa teman-temannya. Mari kita bersembunyi dahulu!”

Begitu kedua orang tersebut meloncat ke dalam semak semak yang tumbuh di pinggir jalan, dari utara muncul seorang gadis muda berpakaian dan berdandan sangat mewah sedang menuntun kuda yang didandani dengan sangat mewah juga. Agak jauh di belakangnya tampak berjalan dua gadis pula. Hanya dandanan kedua orang gadis itu biarpun bersih tapi tidak semewah gadis yang menuntun kuda tersebut. Kedua orang gadis masing-masing juga menuntun kuda pula. Hanya bedanya kuda yang mereka tuntun itu juga tidak didandani dengan mewah seperti kuda yang didepan itu.

Chu Seng Kun dan Chin Yang Kun mengawasi ketiga orang gadis itu dengan heran. Keduanya sibuk menduga duga, mengapa ketiga orang gadis itu membiarkan kuda mereka berjalan tanpa menungganginya? Apakah mereka takut mengendarai kuda pada malam hari dan takut terperosok ke dalam semak atau lubang yang dalam? Tapi saat itu suasana cukup terang benderang. Bintang dan bulan tampak bersinar dengan cemerlang diatas langit.

Semakin dekat dengan tempat persembunyian mereka, semakin jelas pula wajah dan dandanan mereka. Gadis yang berjalan di depan itu ternyata sangat cantik sekali dan benar-benar masih muda belia. Umurnya tentu tidak lebih dari pada enam belas tahun. Pakaiannya terbuat dari kain sutera halus yang dihiasi dengan berbagai macam perhiasan yang mahal-mahal. Sedangkan rambutnya disanggul dan dikepang menjadi dua bagian. Beberapa buah tusuk kundai emas yang dihiasi dengan batu-batu giok yang mahal tampak menancap di sanggulnya.

Lengannya yang putih dan halus itu penuh dengan gelang-gelang emas yang bermatakan intan berlian, sehingga di bawah sinar bulan dan bintang, lengan itu seperti dihinggapi ribuan kunang-kunang yang gemerlapan! Gadis cantik itu menuntun seekor kuda putih yang tegar dan gagah. Tubuhnya yang panjang mengkilap dengan otot yang keras melingkar-lingkar itu menandakan kalau kuda tersebut adalah seekor kuda yang hebat. Apalagi dengan pelana dan hiasan kendali yang bertaburan batu-batu permata, membuat kuda itu semakin terlihat gagah dan anggun.

Sayangnya kuda itu berjalan dengan kaki pincang. Kaki depan yang sebelah kiri tampak membengkak di bawah lututnya. Mungkin hal itulah yang menyebabkan gadis itu tidak mau menaikinya. Beberapa kali kuda itu memperdengarkan rintihannya sehingga beberapa kali pula gadis cantik itu menghentikan langkahnya guna membujuk dan membelai kuda tersebut.

Dua orang gadis yang berjalan beberapa Iangkah di belakang itu ternyata berpakaian seperti seorang pelayan. Masing-masing juga menuntun kuda berwarna coklat yang kelihatan tegap pula biarpun tidak secantik dan segagah kuda putih itu. Dan melihat sepintas lalu Yang Kun dan Seng Kun sudah dapat menduga kalau kedua gadis itu adalah pelayan dari gadis cantik itu.

"Chu-twako, gadis ini benar-benar tidak mengenal bahaya! Masa dalam suasana yang keras dan banyak orang jahat seperti ini malah mempertontonkan kekayaannya ke mana-mana,” Yang Kun berbisik perlahan.

"Benar! Baru kuda putih yang dibawanya saja setiap orang tentu mengincarnya. Kuda itu tentulah seekor kuda mustika yang mampu berlari seribu lie dalam sehari….”

Chu Seng Kun mengangguk. “Dan celakanya gadis itu justru berjalan menuju ke dusun yang sedang diduduki oleh para perampok itu!” sambung Yang Kun dengan perasaan khawatir. “Chu twako, apakah kita akan menghentikannya dan memberi tahu tentang bahaya yang kini berada di depan matanya?”

Chu Seng Kun tersenyum menyaksikan kekhawatiran kawannya itu. “Yang-hiante, kenapa hiante menjadi repot amat? Kalau kita secara tiba-tiba lalu menghadangnya, apakah bukan kita sendiri yang akan dia curigai sebagai perampoknya? Ingat, hari telah malam dan kita belum saling mengenal dengan gadis itu….”

“Wah…. lalu bagaimana yaa…..?”

“Yaa biarkan saja mereka berlalu…..! Kemudian kita nanti berjalan agak jauh di belakangnya, sambil bersiap-siap untuk menolongnya apabila mereka mendapat kesukaran di dusun itu. Bagaimana Yang-hiante?”

Yang Kun menunduk sambil mengerutkan alisnya, lalu kembali mendongak ke depan. “Terserah Chu twako sajalah….”

Keduanya lalu duduk kembali di atas rumput. Celakanya, ketiga orang gadis itu justru datang mendekati semak-semak yang kini sedang mereka pakai untuk bersembunyi, lalu duduk bersama melepaskan lelah di atas batu di depan semak tersebut. Bau harum semerbak menyentuh hidung mereka sehingga udara yang mereka isap seakan bertambah segar.

"Bersabarlah untuk beberapa saat lagi, Hong-ma! Kota raja sudah tidak jauh lagi dari sini. Di sana tentu banyak tabib yang akan dapat mengobatimu....." gadis cantik itu menghibur sambil membelai kepala kuda putihnya.

Kedua orang pelayan itu tampak sibuk dengan barang bawaan mereka. Setelah itu mereka seakan berlomba untuk melayani gadis cantik tersebut. Ada yang membenahi pakaian si gadis yang agak kedodoran, ada yang merapikan rambutnya yang sedikit kotor dan tak teratur.

Gadis yang manja, Seng Kun dan Yang Kun berkata di dalam hati. Gadis cantik itu tampak menepiskan tangan-tangan yang sibuk melayani dirinya. Lalu dengan gaya seorang majikan yang sudah terbiasa dilayani segala keperluannya ia memberi perintah kepada pelayan-pelayannya tersebut.

"A-Kin! Kau pergilah bersama A-Kun mencari air bersih untuk membasuh muka dan tanganku. Kotor dan lengket benar rasanya pipiku ini…..”

Kedua orang pelayan itu tampak ragu-ragu dan berat meninggalkan majikannya. “....Lalu siapakah yang akan menemani siocia (nona) disini?"

“Teman? Uh…..!" gadis itu mengerenyitkan cuping hidungnya. "Di sini telah banyak kerbau yang sudah setahun tidak dimandikan... mengapa kalian masih repot memikirkan aku pula?"

Kontan Yang Kun dan Seng Kun mencium baju mereka masing-masing lalu menoleh dan saling berpandangan dengan senyum kecut di wajah mereka. Kurang ajar! Apakah gadis itu menyindir mereka? Kalau benar, memang sungguh keterlaluan sekali bocah ini!

Kedua orang pelayan itu memandang majikannya dengan bingung. "Kerbau bau? Apakah maksud siocia,.....?” pelayan yang berbaju kuning membelalakkan matanya dengan bingung.

“Sudahlah! Cepat kalian pergi mengambil air!'' Kedua orang pelayan itu segera melangkah dengan tergesa-gesa biarpun hati mereka masih diliputi berbagai macam pertanyaan. Mereka kelihatan sangat takut kepada nona majikannya yang masih sangat muda itu.

“Nah, sekarang keluarlah kalian semua dari semak-semak itu!" gadis tersebut berkata sambil menengadahkan mukanya yang cantik. Suaranya terdengar acuh dan sombong serta sangat memandang remeh pada orang lain. Seperti suara seorang majikan yang sedang memerintah hambanya.

Chu Seng Kun meraih tangan Chin Yang Kun untuk mencegah tapi terlambat! Pemuda yang berada di sampingnya itu telah berdiri seakan menjawab tantangan yang dikeluarkan oleh gadis tersebut. Mata temannya yang tajam itu tampak memandang dengan sangat gemas, seakan hilang semua perasaan simpatinya terhadap si gadis. Tetapi Chu Seng Kun juga memaklumi sifat temannya yang masih berdarah panas itu.

Terpaksa Chu Seng Kun juga berdiri di sebelah Chin Yang Kun. Tapi bukan main terkejut hatinya ketika dari semak semak yang lain muncul belasan laki-laki berwajah kasar dan bengis. Orang orang itu menyeringai ganas dan kurang ajar sekali seakan mereka mau berebut untuk menelan dan memiliki gadis cantik yang membawa harta benda banyak tersebut.

Seperti juga Chu Seng Kun, Chin Yang Kun juga tidak kalah pula kagetnya melihat begitu banyaknya orang yang muncul dari balik semak-semak di pinggir jalan itu. Pemuda itu menjadi terkejut karena ternyata dia telah kehilangan kewaspadaan sehingga tidak mengetahui kehadiran mereka di sekitar tempat tersebut. Agaknya orang-orang itu telah lama bersembunyi disana sebelum dia sampai di tempat itu.

Melihat posisi mereka agaknya orang-orang itu memang telah merencanakan untuk mencegat perjalanan gadis cantik itu guna merampas kekayaannya yang berlimpah-limpah. Yang Kun balik menjadi bersimpati kembali kepada si gadis cantik. Mungkin kata katanya yang sombong tadi memang bukan ditujukan kepada dirinya tapi kepada orang-orang itu.

Mungkin mereka memang telah bermusuhan sejak lama dan rombongan pencegat itu sekarang bermaksud untuk membuat perhitungan di tempat ini. Buktinya gadis itu telah menyingkirkan para pelayannya agar dapat menghadapi Iawannya ini dengan bebas.

Melihat lagak dan gayanya, Yang Kun dapat menduga bahwa gadis cantik itu tentu mempunyai kepandaian yang tinggi. Gayanya yang sombong dan terlalu percaya kepada diri sendiri itu menandakan bahwa selama ini dia tidak pernah menemui kesukaran dengan orang lain. Namun demikian Yang Kun merasa khawatir juga melihat begitu banyaknya orang yang kini mengepung gadis itu.

Sebaliknya gadis itu tampak sedikit terperanjat memandang Chin Yang Kun dan Chu Seng Kun yang tiba-tiba muncul dari semak di belakangnya. Kelihatannya gadis itu tidak menyangka kalau di balik semak tersebut ada penghuninya. Dari kaget gadis itu menjadi marah. Apalagi begitu muncul Yang Kun tampak menatap dirinya dengan menantang!

“Bocah sombong!” laki-laki pendek kecil itu berteriak mengguntur. Tongkatnya yang besar dan panjang melebihi tinggi tubuhnya itu ia hentakkan di samping kakinya lalu badannya meloncat ke depan dengan cepat sekali. Kawan-kawannyapun segera mengikuti langkahnya, mereka berdiri mengepung gadis cantik itu.

Gadis itu tidak merasa takut sedikitpun. Dengan tenang dia mengeluarkan sebuah kipas yang terbuat dari lempengan-lempengan baja tipis yang tajam dan kuat. Dan ketika kipas tersebut dibuka terlihat gambar seekor burung rajawali yang sedang mengembangkan sayapnya, ditatah halus di tengah-tengah kipas itu.

“Bocah sombong! Kau kira engkau demikian hebatnya sehingga semua orang kami harus keluar untuk menangkapmu? Huh! Secara kebetulan saja engkau dapat masuk ke gedung pusat kami. Engkau mengambil kesempatan selagi orang baru sibuk menyelamatkan diri dari keganasan gempa bumi. Apakah kaukira engkau akan mampu apabila dalam keadaan biasa? Jangan kau harapkan. Nah, lekas kau kembalikan barang yang kau ambil itu!”

“Kembalikan…? Ih, enaknya! Dahulu kalian mendapatkan benda itu tentu dengan mencuri pula. Maka kalau sekarang aku ganti mencurinya, bukankah hal itu sudah lumrah?” gadis itu menjawab seenaknya. “…..tapi jika kalian ingin merebutnya kembali… ya…. silahkan! Akan kuhajar kalian seperti aku menghajar puluhan orang Im-yang-kauw yang mencegat aku kemarin!”

“Hmmm…. perempuan tak tahu diri, kali ini kau jangan bermimpi dapat lolos dari tanganku,” laki-laki pendek kecil itu membentak. “Tangkap bocah ini!”

Seperti belasan ekor anjing yang sedang memperebutkan tulang, orang-orang itu menerjang ke arah gadis cantik tersebut. Senjata mereka yang terdiri dari bermacam-macam jenis itu saling berebut dahulu untuk mencacah tubuh molek lawannya. Sementara itu si pendek kecil justru mundur ke samping untuk memberi tempat kepada anak buahnya.

Dengan waspada ia mengawasi ke sekelilingnya. Matanya melirik ke samping, ke arah Chu Seng Kun dan Chin Yang Kun berdiri. Dia berjaga-jaga kalau dua orang yang tidak dikenalnya itu turut campur dalam pertentangan ini.

Sementara itu Yang Kun dan Seng Kun diam saja tak bergerak di tempatnya. Ternyata mereka telah salah duga lagi. Mendengar percakapan mereka tadi keduanya justru menjadi salah tingkah dan bingung, tidak tahu apa yang mesti mereka lakukan. Gadis yang demikian cantik dan molek, dengan dandanan dan kekayaan yang demikian melimpah ternyata bukanlah seorang gadis yang baik. Gadis itu ternyata seorang pencuri!

Dan barang yang sekarang dicurinya benar-benar tidak tanggung-tanggung, yaitu….. barang kepunyaan Im-yang-kauw! Padahal setiap orang tahu belaka macam apa perkumpulan Im-yang-kauw itu. Yang Kun pernah pula mendapat keterangan serba sedikit tentang aliran kepercayaan Im-yang-kauw ini dari mendiang paman bungsunya. Pamannya itu pernah mengatakan bahwa aliran kepercayaan itu muncul pada akhir abad ke lima sebelum masehi, jadi sekitar duaratus tahun yang lalu.

Dan aliran kepercayaan ini menjadi ternama serta memperoleh banyak pengikut pada abad ke empat sebelum masehi sampai sekarang. Nenek moyangnya, mendiang raja-raja Chin semua adalah penganut aliran kepercayaan ini. Dan aliran kepercayaan ini memperoleh kejayaannya pada masa pemerintahan kakeknya, yaitu Kaisar Chin Si Hong-te. Banyak sekali tokoh-tokoh aliran ini yang ditarik oleh mendiang kakeknya untuk dijadikan pembantunya.

Aliran Im-yang atau Yin-yang ini beranggapan bahwa alam semesta terbentuk oleh unsur “wu-sing” atau unsur penggerak dan unsur „im-yang‟ atau daya negatif dan positif. Kedua buah unsur itu mengakibatkan segala kejadian di alam dunia. Aliran kepercayaan ini menggali serta mempelajari segala kejadian dan peristiwa yang terjadi di dalam masyarakat yang dihubungkan dengan perjalanan matahari, bulan, bintang, musim dan gejala-gejala aneh yang lain.

Oleh karena itu aliran ini banyak menghasilkan ahli-ahli nujum dan peramal yang sangat pandai. Begitu hebat kepercayaan mendiang Kaisar Chin Si Hong-te terhadap para ahli nujum ini sehingga sekali waktu kaisar itu pernah mengadakan perjalanan seorang diri mendaki gunung Tai-san yang sangat tinggi, hanya untuk mencari obat untuk hidup abadi. Padahal gunung yang paling tinggi di seluruh daratan Tiongkok itu beribu-ribu lie jauhnya dari istana kerajaan.

Tapi dalam menyebarkan pengaruhnya, aliran Im-yang-kauw ini banyak mendapatkan saingan dari berbagai macam aliran kepercayaan yang lain, biarpun mereka itu tidak sehebat dan sebesar Im-yang-kauw. Aliran-aliran itu diantaranya yang terbesar adalah aliran Mo (Mo-kauw) dan aliran Bing (Bingkauw). Dan seperti juga Im-yang-kauw, kedua aliran kepercayaan itu mulai menyebar pada abad kelima sebelum masehi. Ketiga buah aliran besar ini saling berebut pengaruh di kalangan masyarakat sehingga karenanya mereka sering bentrok satu sama lain.

Demikianlah, karena tidak tahu apa yang seharusnya mereka lakukan, Yang Kun dan Seng Kun akhirnya berketetapan hati untuk tidak mencampuri urusan mereka. Keduanya lalu duduk kembali dan menonton pertempuran itu. Ternyata dugaan mereka tentang kepandaian gadis itu memang benar. Biarpun dikeroyok oleh belasan orang Im-yang-kauw ternyata gadis tersebut masih dapat bergerak lincah seperti burung walet yang menyambar-nyambar. Kipas bajanya yang kadang-kadang terbuka atau kadang-kadang tertutup itu terayun kesana kemari mengincar nyawa lawan dengan ganas.

Selain ganas permainan ilmu kipas gadis tersebut sungguh sangat aneh. Begitu anehnya sehingga Yang Kun, Seng Kun maupun laki-laki pendek kecil itu menjadi bingung dan tidak bisa menebak asal-usulnya. Biasanya orang yang bersenjata kecil, pendek dan mudah rusak seperti yang dibawa oleh gadis itu tentulah seorang yang sangat mengandalkan gin-kang atau lwee-kang yang sangat hebat. Selain daripada itu biasanya ilmu silat kipas itu tentu dilakukan dengan gerakan yang lemas dan lemah lembut bagaikan seorang penari yang mahir dan berpengalaman.

Tapi apa yang mereka lihat sekarang sungguh sangat berlawanan sekali dengan semua kebiasaan tersebut. Memang benar lwee-kang dan ginkang gadis itu sangat hebat, tetapi kehebatan tersebut ternyata tidak dipergunakan sebagai landasan untuk memainkan ilmu silat kipasnya secara ringan dan lemah gemulai! Ternyata kehebatan itu dipakai untuk menunjang ilmu silat kipasnya yang kasar, ganas, keji serta penuh tipu muslihat yang lain.

Kipas yang terdiri dari lempengan-lempengan dari baja itu lebih banyak berfungsi sebagai sebuah kipas yang berjari banyak dari pada sebagai kipas biasa. Sepintas lalu jari-jari kipas yang tajam bagai pisau belati itu seperti jari jari tangan si gadis yang bertambah panjang.

Yang Kun dan Seng Kun menggeleng gelengkan kepalanya. Mereka sungguh sangat menyayangkan keadaan itu. Seorang gadis yang demikian cantik, molek, kaya raya, dan tampaknya juga dari kalangan keluarga yang terhormat, ternyata hanya seorang pencuri yang mempunyai ilmu silat begitu ganas, keji dan licik! Biarpun sangat hebat tetapi ilmu silat itu sungguh tidak cocok untuk gadis tersebut. Ilmu silat seperti itu lebih pantas dipergunakan oleh seorang benggol penjahat atau seorang iblis yang tidak mengindahkan lagi norma-norma hukum dan susila!

“Aaaarrrghhhh….!”

Tiba-tiba Yang Kun dan Seng Kun dikejutkan oleh suara salah seorang pengeroyok yang berteriak setinggi langit sehingga dalam kesepian malam yang mencekam itu benar-benar mendirikan bulu roma. Lalu tampak orang-orang Imyang-kauw itu saling berloncatan mundur. Yang Kun dan Seng Kun tersentak berdiri dari tempat duduknya! Apa yang mereka lihat sungguh sangat mengerikan! Hampir-hampir mereka tidak mempercayai apa yang telah terpampang di depan mata mereka.

Seorang pengikut Im-yang-kauw yang berperawakan tinggi besar tampak berkelojotan di atas tanah dengan suara mengorok dari mulutnya. Kedua belah tangannya tampak mendekap sela-sela pahanya yang telah basah oleh darah yang membanjir keluar. Sementara itu di depannya berdiri gadis cantik itu dengan kaki terkangkang dan mulut tersenyum sadis. Tangan kirinya tampak teracung ke depan, masih mencengkeram potongan alat kemaluan korbannya yang hancur! Tampak darah menetes dari sela-sela jari tangannya tersebut!

"Hih! Mengapa kalian malah mundur? Ayoh…majulah! Lihat! Kalian akan kubunuh dengan cara seperti kawanmu ini!" gadis itu menggeram, membuat semua laki-laki pengepungnya meremang di dalam hati.

Kelihatannya gadis itu telah menjadi marah benar. Matanya yang bulat besar itu tampak berkilat-kilat menatap para pengeroyoknya. Hawa pembunuhan terasa mengembang di antara mereka. "Cepat majulah!" gadis itu membentak.

Orang-orang Im-yang-kauw itu terkejut. Dari terkejut mereka menjadi marah. Dengan berteriak keras mereka kembali menyerbu berbareng. Tapi kali ini agaknya gadis itu tidak ingin mengulur-ulur waktu lagi. Begitu bergerak ia telah mengerahkan segala kemampuannya. Kipas bajanya menyambar-nyambar tidak mengenal ampun lagi. Terdengar suara teriakan kesakitan saling susul-menyusul memenuhi udara malam yang dingin itu.

Dan beberapa saat kemudian tempat itu telah menjadi sebuah medan berdarah, yang sangat mengerikan. Belasan orang pengeroyokya tampak berkelojotan saling tumpang tindih tidak keruan. Semuanya mendekap sela-sela pahanya. Darah muncrat dan memercik membasahi seluruh arena bersama potongan-potongan daging yang berserakan. Baunya amis memuakkan!

“Biadab! Sungguh biadab!” Chu Seng Kun bergumam dengan hati kecut.

“Siocia…..! siocia…..!”

Tiba-tiba dari dalam gelap muncul dua orang pelayan yang pergi mencari air tadi. Dengan cemas mereka berlari menghampiri nona mereka. Masing-masing membawa kantong kulit domba yang telah diisi dengan air. Kedua orang pelayan itu tampak sangat cemas sekali, apalagi melihat demikian banyak orang yang terkapar sambil mengaduh-aduh di sekitar majikannya.

“A-a-apakah siocia terluka?” mereka bertanya khawatir. Dengan tenang gadis itu menggeleng. Dijulurkannya kedua lengan yang berlumuran darah itu kepada mereka. Dan tanpa diperintah kedua orang pelayan itu segera mengurusnya. Yang seorang cepat membasuh lengan yang terkena darah itu dengan air dan alat pembersih, sementara yang lain mengambil kipas baja itu siap membersihkannya pula dengan sikat.

Setelah itu masing-masing mengeluarkan minyak wangi yagn berbau harum untuk dioleskan pada lengan dan kipas yang baru saja mereka bersihkan tadi. Semuanya itu dikerjakan oleh kedua orang pelayan tersebut dengan cepat dan terlatih.

"Siocia, seharusnya siocia tidak boleh memegang tubuh orang-orang itu dengan tangan telanjang begini. Mengotori saja...” pelayan yang berbaju kuning menggerutu. Dari dalam kantungnya ia mengeluarkan sepasang sarung tangan putih halus dan mengenakannya pada tangan majikannya.

"Kurang ajar! Bocah iblis!" laki-laki pendek kecil yang memimpin rombongan orang-orang Im-yang-kauw itu meloncat ke depan dengan garang. Senjata tongkatnya yang besarnya lewat ukuran itu diayun ke depan, ke arah dimana gadis cantik tersebut berdiri bersama pelayannya.

Hembusan angin dahsyat melanda ketiga orang gadis yang berdiri berdampingan itu. Agaknya orang pendek kecil itu ingin membalaskan dendam teman-temannya dalam sekali terjang. Gadis cantik itu menyiapkan kembali kipas bajanya yang telah dibersihkan oleh pelayannya. Tapi sebelum ia bergerak untuk menyongsong pukulan lawan, kedua orang pelayannya telah lebih dulu melangkah ke muka sambil mencabut pedangnya.

“A-kin! A-kun! Jangan sembrono!” gadis itu memperingatkan pelayannya.

“Traaaannngg!!”

Terlambat! Kedua orang pelayan itu terlempar ke belakang dengan keras. Lalu jatuh terbanting di atas permukaan tanah. Pingsan! Si gadis memburunya dengan tergesa-gesa. Begitu melihat kedua orang pelayannya itu terluka dalam dan pingsan, ia menjadi marah sekali. Dengan mengeretakkan gigi tangan kirinya mengeluarkan sebuah kipas lagi. Bentuk dan bahannya serupa dengan kipasnya yang pertama, Cuma yang kini dikeluarkan dua kali lipat besarnya.

“Bangsat cebol! Engkau berani melukai pelayanku…! Hmm, akan kukorek keluar seluruh isi perutmu dan akan kusebar di atas jalan ini!” ancamnya dengan suara tandas.

“Tapi sebelum semua itu terlaksana, katakan dulu siapa dirimu!”

“Hahaha… bocah! kau kira aku takut dengan selorohmu itu? Hahaha… dengarlah, kau memang tidak percuma akan mati di tanganku! Engkau sekarang sedang berhadapan dengan salah seorang jago dari Ruang Pengadilan Im-yang-kauw!”

“Berhenti! Aku tidak perduli apakah kau ayam jago atau ayam betina! Yang kuperlukan adalah namamu, agar aku tahu siapakah yang telah menjadi korban kipas bajaku ini. Nah, jangan berbelit-belit! Lekas katakan!” bukan alang kepalang marahnya orang pendek kecil itu.

Begitu hebat kemarahan yang melibat dirinya sehingga orang itu justru terdiam tak mampu berkata sepatahpun. Matanya yang sipit kecil itu mendelik, rambutnya seakan tegak berdiri di atas kepalanya.

"Bedebah! Bangsat! Kau sungguh sangat menghina sekali pada Mo-tung Lo Bin (Si Tongkat Setan Lo Bin)!" akhirnya orang itu berteriak dengan suara serak.

Tanpa berkata apa-apa lagi orang Im-yang-kauw yang bernama Mo tung Lo Bin itu mengayun tongkatnya mendatar ke arah pinggang lawan. Suaranya menderu, sehingga Yang Kun dan Seng Kun yang berdiri belasan langkah dan tempat itupun merasakan hembusan anginnya. Gelar Si Tongkat Setan yang diberikan orang kepadanya itu memang sungguh amat sesuai baginya.

Tapi gadis cantik itu tidak kalah pula sigapnya. Sebelum tongkat itu dapat menyentuh ujung pakaiannya gadis itu telah meloncat tinggi ke atas sehingga serangan Mo tung Lo Bin lewat di bawah kakinya. Dan bersamaan dengan terputarnya tubuh Lo Bin yang terseret oleh ayunan tongkatnya sendiri, gadis itu menyabetkan kipas besarnya ke arah kepala lawan secara melintang.

Yang Kun menghela napas, llmu s ilat gadis itu benar-benar keji sekali. Jurus serangan kipasnya selalu berbau pembunuhan yang sadis. Ilmu dari golongan putih apabila menyerang dari atas kepala lawan biasanya tentu tertuju ke ubun-ubun, mata atau pelipis. Sehingga biarpun serangan tersebut adalah serangan yang mematikan pula, tetapi tidak akan merusakkan tubuh lawan. Berbeda dengan serangan yang kini sedang dilakukan oleh gadis itu. Serangan melintang dengan daun kipas yang terbuka seperti itu sama saja bermaksud memotong kepala lawannya bagai membelah kayu!

Ternyata Mo-tung Lo Bin tahu bahaya itu. Dan ia juga tahu bahwa akan percuma baginya kalau ingin menghindari serangan tersebut. Dengan kedudukan lawan yang berada diatas kepalanya, praktis lawan itu sudah menguasai medan geraknya. Satu-satunya jalan untuk mematahkan kurungan tersebut hanyalah dengan menangkis dan kemudian melibatnya dengan serangan beruntun. Dan hal itu memang benar-benar dilakukan oleh Mo-tung Lo Bin.

Dengan gerakan Liong-bwe-chuo-goat (Ekor Naga Menangkap Bulan) Lo Bin memapaki kipas lawannya. Ujung tongkatnya bagian belakang dia sontek keatas melalui bawah ketiaknya. Gerakannya demikian bagus dan manis sambil membungkuk ke depan. Dan seperti seorang pemain sulap saja, ujung tongkat yang muncul dari balik ketiaknya itu meluncur keatas memapaki kipas lawan.

“Traaaang!” Kipas itu terpental ke samping, sementara gadis itu terpaksa berjumpalitan pula untuk mematahkan kekuatan Lo Bin yang sangat besar. Dan begitu kakinya menginjak tanah gadis tersebut bermaksud menyerang lagi dengan kipasnya yang lain, tapi rangkaian serangan dari lawannya keburu menerjang lagi dengan hebatnya. Terpaksa gadis itu menangkis dengan kedua buah kipasnya sambil berloncatan kekiri dan kekanan. Tak ada kesempatan baginya untuk membalas serangan si pendek kecil dari Im-yang-kauw itu.

Malahan pada sabetan toya Lo Bin yang terakhir membuat gadis itu seperti kehilangan keseimbangannya, sehingga tongkat yang sangat berat itu menyerempet punggungnya. Kontan gadis itu terjungkal ke atas tanah. Gadis itu meregang sebentar lalu diam tak bergerak. Pingsan. Tubuh yang ramping dan molek itu tergolek miring diatas tanah yang kotor dan berbatu-batu. Dari mulutnya yang mungil segar itu mengalir darah segar.

Yang Kun dan Seng Kun terkejut sekali. Begitu juga Mo-tung Lo Bin sendiri! Sejenak tokoh Imyang-kauw tersebut justru seperti orang kehilangan akal malah. Serangan beruntun yang dilakukan tadi sebenarnya ia maksudkan untuk membebaskan dirinya dari kurungan gadis itu. Dengan serangannya yang menggebu susul-menyusul itu ia berharap agar gadis tersebut meloncat mundur dan memberi kesempatan padanya untuk melepaskan diri.

Jadi tidak terlintas sedikitpun dalam pikirannya bahwa gadis itu akan termakan oleh senjatanya. Gadis muda itu demikian lihainya, sehingga tak mungkin rasanya kalau ia akan menang dengan begini mudah. Tapi kenyataannya memang demikian. Gadis itu kini telah menggeletak di depannya.

Terbetik juga suatu perasaan sesal dalam hati Mo-tung Lo Bin. Bagaimanapun sombongnya gadis itu terhadapnya, tak seharusnya dia menghajarnya sampai demikian keras. Apalagi sebagai seorang tokoh agama yang setiap harinya selalu mengumandangkan kebaikan dan kebajikan seperti dirinya itu. Mo-tung Lo Bin segera mendekat, lalu membungkuk di hadapan korban tongkatnya itu. Ia ingin memeriksa, apakah luka yang diderita oleh gadis tersebut kira-kira masih dapat ia obati. Begitu tangannya terjulur ke depan, tiba-tiba…

“Aaaaarrrggghhhh…!” Yang Kun sampai terlonjak saking kagetnya. Tampak olehnya tubuh kecil dari Mo-tung Lo Bin terlempar tinggi ke udara. Dari mulut orang itu terdengar suara mengorok keras sekali seperti orang disembelih. Bersama dengan tubuhnya kelihatan pula sebuah benda kecil panjang yang berbelit-belit melayang mengikutinya. Kemudian tubuh itu terhempas dengan keras di pinggir jalan, sedang benda panjang tadi telah terburai dan tercecer kemana-mana.

Tubuh Mo-tung Lo Bin tampak menggeliat beberapa kali, lalu mati! Dan seperti perkataan yang pernah diucapkan oleh si gadis, perut tokoh Im-yang-kauw tersebut benar-benar telah terbuka dan ususnya telah terburai keluar memenuhi medan itu. Ternyata gadis itu tidak terluka sama sekali, apalagi pingsan. Ternyata semua yang dilakukannya tadi hanyalah siasat belaka. Siasat yang kotor dan licik! Sehingga tokoh agama yang lihai seperti Mo-tung Lo Bin terperangkap oleh jebakannya.

Begitu jago Im-yang-kauw tadi lengah dan membungkuk kearahnya, gadis itu secepat kilat menyabetkan kipas bajanya ke perut lawannya. Usaha Lo Bin untuk melenting menghindari sudah tidak keburu lagi, perutnya tersobek lebar oleh kipas lawannya sehingga terbuka menganga dan seluruh isi perutnya tumpah keluar. Sekarang gadis itu tegak berdiri dengan tersenyum penuh kegembiraan.

"Anak iblis...” Yang Kun bergumam dengan hati muak dan ngeri.

Tak terasa pemuda itu melangkah maju ke depan. Hatinya yang terluka melihat kenyataan itu membuat dirinya menyesal bukan main. Coba dia tadi tidak terpengaruh oleh wajah gadis yang cantik, tidak terpengaruh oleh keadaan si gadis yang dikasihani karena kudanya yang terluka dan tidak terpengaruh oleh sikap si gadis yang seakan-akan seperti orang baik dan tidak mengerti bahaya, tentulah dia dapat segera mengambil keputusan untuk menyelamatkan orang-orang Im-yang kauw itu.

Sekarang semuanya telah terlanjur. Rombongan dari Imyang-kauw itu telah habis dibabat oleh si gadis yang kejam. Melihat seorang pemuda mendekati dirinya, gadis cantik itu mempersiapkan kipasnya kembali. Bibir yang tadi tersenyum kembali terkatup rapat. Matanya yang bulat dan bersinar kejam itu menatap dengan waspada kepada Chin Yang Kun.

"Berhenti! Sebutkan dulu namamu sebab engkau juga mengalami nasib yang sama dengan orang itu!" gadis itu berteriak nyaring.

Yang Kun berhenti melangkah. Hampir saja bentakan itu menyinggung perasaannya yang sudah terluka. Tapi meskipun demikian tenaga sakti Liong-cu-I-kangnya tanpa ia sadari telah tersalur dengan sendirinya ke seluruh urat-urat darahnya. Dalam keremangan malam sinar matanya tampak mencorong mengawasi gadis cantik itu. Tak terasa pula gadis itu melangkah mundur setindak.

“Mengapa diam saja? Hayo, cepat katakan namamu…. dan apa kedudukanmu dalam Im-yang-kauw?” sekali lagi gadis itu membentak, sebab untuk mengusir perasaan ngerinya melihat pandangan mata Chin Yang Kun yang tajam itu.

Yang Kun mengerutkan dahinya. Ternyata gadis itu menyangka bahwa dia adalah anggota dari Im-yang-kauw pula. Oleh karena itu dalam sekejap terlintas pada pikirannya untuk memberi pelajaran kepada gadis itu dengan meminjam nama Im-yang-kauw pula. Dan juga sekalian untuk memberi peringatan kepada si gadis agar tidak terlalu kejam dan memandang rendah agama yang sangat dimuliakan oleh keluarganya itu.

"Nona...." katanya pelan tapi jelas. "Perbolehkan juga aku mengetahui nama dan asalmu, sehingga apabila aku nanti sungguh-sungguh mati di tanganmu, aku si algojo dari Im yang-kauw ini tidak akan merasa penasaran di alam baka," sambungnya berbohong.

Chin Yang Kun mengambil nama sekenanya karena ia tidak tahu sama sekali siapa tokoh-tokoh yang sekarang duduk di dalam kepengurusan Im-yang-kauw. Hanya karena ia bermaksud untuk menghukum dan memberi pelajaran kepada gadis itu maka ia berbohong sebagai algojo dari Im-yangkauw. Ia tidak memikirkan lebih lanjut apakah dalam aliran kepercayaan tersebut ada jabatan algojo atau tidak. Tapi ucapan pemuda itu ternyata mengagetkan semua orang!

Chu Seng Kun tertegun di tempatnya. Begitu pula gadis itu. Mereka terbelalak matanya tidak percaya. Masih terngiang di dalam telinga mereka tentang ceritera burung yang selalu menjadi bahan pembicaraan umum di kalangan persilatan. Setiap orang tentu telah mendengar bahwa di dalam aliran Im-yang-kauw berkumpul jago-jago silat yang mempunyai kepandaian tidak lumrah manusia.

Selain sakti beberapa orang diantaranya juga merupakan ahli nujum atau peramal yang sangat terkenal di dunia kang-ouw. Dan diantara sekian banyak tokoh sakti itu ada dua orang yang mempunyai kehebatan melebihi yang lain, sehingga namanya sangat terkenal dan ditakuti orang. Kedua orang tokoh Im-yang-kauw itu adalah ketua dan algojonya!

Oleh karena itu tidak heran kalau pernyataan Chin Yang Kun yang mengaku sebagai algojo dari Im-yang-kauw tadi mengagetkan pendengarnya, termasuk Chu Seng Kun! Pemuda ahli pengobatan ini sudah sering mendengar dongeng-dongeng tentang kehebatan kedua orang tokoh puncak Im-yang-kauw itu biarpun dia belum pernah melihat ataupun mengenalnya. Tapi menurut cerita orang kedua orang tokoh tersebut usianya sudah tidak muda lagi. Apalagi baru belasan tahun seperti pemuda yang kini berdiri di hadapan mereka itu.

Meskipun begitu Chu Seng Kun juga tidak berani gegabah untuk tidak mempercayainya. Sebagai seorang ahli pengobatan dia tahu bahwa banyak orang-orang sakti di dunia ini yang mempelajari ilmu awet muda atau ilmu yang sejenis dengan itu. Apalagi dia memang belum mengenal asal-usul dari pemuda yang pernah ia selamatkan nyawanya itu dengan baik. Siapa tahu pemuda itu memang sungguh-sungguh si algojo dari Im-yang-kauw yang bergelar Toat-beng-jin (Manusia Pencabut Nyawa) itu?

“….Toat-beng-jin! Benarkah engkau Toat beng-jin dari Im-Yang kauw?” gadis cantik itu menegaskan. Suaranya sedikit gemetar. Tak terasa kakinya juga melangkah mundur setindak lagi.

Seperti juga yang lain, gadis itu belum pernah bertemu dengan si algojo dari aliran Im-yang-kauw pula. Diapun hanya mendengar tentang kehebatan orang itu dari cerita-cerita yang tersebar di dunia kang-ouw, sehingga ucapan Yang Kun yang mengaku sebagai Toat-beng jin tersebut benar-benar mengagetkan dirinya.

Ketika dirinya memasuki gedung pusat Im-yang-kauw tempo hari tak seorangpun tokoh-tokoh sakti yang dijumpainya. Juga tidak seorang penjagapun yang memperhatikan kedatangannya, sehingga dengan mudah ia memasuki gedung yang amat besar itu dan mengambil sebutir mutiara ya-beng-cu (mutiara yang dapat bersinar di dalam gelap) di sanggar pemujaan. Seluruh penghuni gedung tersebut sedang dalam keadaan panik berlarian kesana kemari akibat gempa yang sedang melanda seluruh daerah itu. Ternyata Yang Kun sendiri menjadi tersentak juga hatinya melihat sikap si gadis yang kaget dan agak takut-takut itu. Toat-beng-jin? Siapakah dia? Mengerikan benar julukannya! Kenapa gadis yang lihai dan sangat ganas itu kelihatan gemetar ketika mengucapkan nama tersebut? Benarkah di dalam lm-yang-kauw terdapat seorang algojo yang bernama Toat-beng-jin?

Tetapi karena sudah terlanjur berbohong dan kepalang untuk mundur lagi, maka terpaksa Yang Kun mengangguk mengiyakannya. Biarpun di dalam hati dia merasa bergetar juga. Tidak biasanya ia berbohong, apalagi sampai memalsu nama orang. Bukannya dia merasa takut, tapi ia sungguh tidak merasa enak di dalam hati.

"Benar..!” jawab pemuda itu sendat, "Menyerahlah kau untuk kuikat lenganmu!”

Ternyata jawaban gadis cantik itu benar-benar di luar dugaan! Perasaan kaget dan sedikit takut yang tadi terpancar pada sinar matanya kini ternyata sudah hilang. Sekarang tampak wajah gadis itu kembali ganas seperti semula.

"Menyerah.....? Huh! Menyerah.... untuk akhirnya akan kau perkosa? Jangan harap! Kau majulah, aku tidak takut pada nama besarmu!" gadis itu berteriak keras sekali.

Yang Kun terperangah! Merah benar mukanya! Gila, omong apa pula gadis ini...? Kotor benar pikirannya! “A-apa... apa katamu? Si-siapa akan memperkosamu? Kau… kau sungguh rusak jiwamu..!" sukar sekali rasanya pemuda itu mengeluarkan perkataannya.

Gadis itu semakin marah. Dengan berteriak nyaring ia menyerang Yang Kun. Kipas bajanya ia kebutkan ke arah muka Yang Kun dengan pengerahan tenaga sepenuhnya. Tampak serangan angin yang sangat dahsyat menghembus menerpa tubuh pemuda itu, sehingga rambut dan pakaian yang dikenakannya berkibaran seperti dihembus oleh angin kencang.

Tapi Chin Yang Kun sekarang bukan lagi Chin Yang Kun yang lemah dan mudah dilukai seperti dahulu. Chin Yang Kun sekarang adalah seorang pemuda yang kepandaiannya tentu telah melampaui kepandaian paman bungsunya, andaikata gurunya itu masih hidup. Dan tenaga sakti Liong-cu-i-kang yang kini mengeram di dalam tubuhnya adalah tenaga sakti yang dihimpun oleh seorang maha sakti selama seratus tahun lebih.

Maka dapat dibayangkan betapa hebat kekuatan pemuda itu sekarang. Mungkin tokoh tokoh persilatan yang kini dapat disejajarkan dengan dirinya cuma beberapa orang saja jumlahnya. Oleh karena itu biarlah di mata orang lain serangan tersebut tampak sangat hebat dan dahsyat, tetapi bagi Chin Yang Kun serangan gadis itu tidak lebih dari pada hembusan angin lalu saja.

Pemuda itu tetap berdiri tegak di tempatnya, sehingga Chu Seng Kun yang menonton di pinggir justru yang menjadi khawatir malah. Apalagi ketika gadis cantik itu menyusuli serangannya dengan kipasnya yang lain. Yang Kun mengerahkan separuh dari tenaga sakti Liong-cui-kang untuk melindungi tubuhnya. Kini dia telah yakin dan mantap dengan kekuatan yang dipunyainya, oleh karena itu sekarang dia mulai berhati-hati dalam melontarkan kemampuannya tersebut.

Dia tidak ingin setiap kali harus melihat korban yang berjatuhan akibat pukulannya. Hanya dalam tempo satu hari dia telah melihat kenyataan bahwa tak seorang jago silatpun yang mampu menahan Liong-cu-I-kangnya, betapapun lihainya orang itu. Dengan jurus Chan-san-li-chio-tiap (Puteri Pagi Menangkap Kupu), yaitu jurus keduapuluh satu dari Hok-te-ciang-hoat, pemuda itu memapaki kedua buah kipas lawan yang melayang ke arah dirinya.

Seperti layaknya seorang penangkap kupu, sepuluh jari tangannya terulur ke depan membentuk sepasang jepitan yang sangat kuat. Dan sepasang jepitan itu berusaha untuk menangkap kedua buah kipas yang terbang mengurung dirinya itu. Bibir yang tipis itu merekah dengan manjanya seakan mau mengejek tingkah Yang Kun yang sembrono, mau menangkap kipas bajanya yang tajam bagai mata pedang itu.

“Traaaang!” terdengar suara nyaring seperti suara logam beradu yang sangat keras ketika kipas baja itu bertemu dengan jari-jari Yang Kun yang mengandung Liong-cu-I-kang! Dan sebuah pemandangan yang menarik hati kembali terpampang di depan mata Chu Seng Kun. Lagi-lagi pemuda ahli pengobatan ini dikejutkan oleh kehebatan pemuda yang dulu hampir mati terkena racun yang ganas itu.

Tubuh cantik molek dari gadis itu terdorong mundur bagai didesak oleh sebuah tenaga raksasa, sehingga hampir saja terhempas ke dalam parit di pinggir jalan. Tanpa mengerti sebab-musababnya gadis itu merasa kedua buah tangannya menjadi kesemutan dan kedua buah kipas bajanya terlempar ke atas tanah. Dengan muka pucat gadis itu mengawasi Chin Yang Kun yang sedang berdiri mengamat-amati telapak tangannya.

Ternyata kali ini Yang Kun juga telah salah sangka dalam menilai kepandaian lawannya. Meskipun gadis itu dapat ia rampas senjatanya serta dapat ia hempaskan ke belakang, tetapi ujung kipas yang dipegangnya ternyata masih sempat menggores dan melukai telapak tangannya. Sehingga sepasang kipas lawan yang telah berhasil ia rebut terpaksa dilepaskannya kembali dan jatuh ke atas tanah.

Melihat Yang Kun terluka, Chu Seng Kun segera berlari mendatangi. Pemuda itu tidak mempedulikan lagi apakah kawannya itu benar-benar Toat-beng-jin atau bukan. Melihat telapak tangan itu mengalirkan darah otomatis jiwa tabibnya tergugah. “Yang-hiante…..apakah lukamu parah? Marilah ku….”

Chu Seng Kun tidak meneruskan kata-katanya. Matanya yang awas itu melihat sesuatu yang aneh pada darah yang menetes dari telapak tangan Yang Kun. "Darahmu.... eh, Yang-hiante... kau terkena racun!"

Terdengar suara tertawa puas dari gadis cantik itu. "Pemuda itu memang sangat bodoh, hihihi…. Biarpun kepandaiannya setinggi langit tetapi otaknya tolol dan pengalamannya nol.....! Mana dapat dia menang dengan aku. Tangannya telah kemasukan racun getah Jamur Batu Karang yang kuoleskan pada kipas bajaku. Sebentar lagi tulang-tulangnya akan retak, sehingga setiap gerakan yang bagaimana lemahpun akan membuat tulang-tulang dalam tubuhnya remuk dan berpatahan di dalam dagingnya. Nah.... bukankah tidak lama lagi tubuhnya hanya merupakan onggokan daging yang tidak bertulang? Mengerikan sekali, bukan? Coba kalian lihat mayat-mayat itu!”

Gadis itu menunjuk ke arag mayat Mo-tung Lo Bin dan kawan kawannya. Chu Seng Kun mencengkeram buntalannya erat-erat. Tak terasa kakinya melangkah mundur dua tindak ke belakang. Sebuah pemandangan yang sangat mengerikan telah terjadi di depan matanya. Mayat-mayat itu masih tetap utuh seperti semula. Hanya bentuknya yang sekarang berubah menjadi sangat menakutkan.

Bagaikan boneka-boneka karet yang kempes tanpa udara, mayat-mayat itu peot-peot tidak karuan bentuknya. Semuanya tidak dapat dikenal lagi wajahnya. Kepala-kepala itu tidak bulat lagi bentuknya tapi seperti ban karet yang belum diisi dengan udara. Bukan alang kepalang marahnya Chin Yang Kun. Gadis cantik itu benar-benar luar biasa kejamnya.

“Perempuan keji! Engkau jangan keburu merasa puas dulu di dalam hati.....! Awaslah! Sebelum aku akan mati, lebih dahulu aku akan mematahkan dulu kaki dan tanganmu, setelah itu aku akan membeset kulitmu sehingga terkelupas semuanya. Baru kemudian aku akan mencekik lehermu sampai akupun akan mati bersama-sama denganmu!”

"Yang-hiante... tenanglah! Kau bersabarlah! Biarlah aku memeriksa tanganmu dahulu....." Chu Seng Kun berusaha untuk mencegah kemarahan kawannya. Rasa-rasanya berdiri semua bulu romanya mendengar ancaman itu.

Tapi kemarahan Chin Yang Kun sudah tidak bisa dibendung lagi. Seluruh urat-uratnya tampak menegang, pertanda tenaga sakti Liong-cu-i-kangnya telah siap-siaga penuh dalam tubuhnya. Dan beberapa saat kemudian kepalan tangan kanannya telah meluncur ke depan dengan disertai suara yang sangat mengerikan dari sela-sela bibirnya. Suara desis ular kobra kalau sedang marah! Terpaksa Chu Seng Kun melangkah mundur kembali.

Gadis itu meloncat ke belakang. Tapi betapa terkejutnya ketika kepalan tersebut masih saja mengejar tubuhnya. Terpaksa ia membanting badannya ke samping! Brukk! Lalu melejit pula sekali lagi ke belakang dan tangan itu tetap berada di depan hidungnya! Gadis itu mulai panik. Bagaikan sebuah bayangan, kepalan tersebut selalu mengikuti dirinya. Akhirnya gadis itu memberanikan diri untuk menangkisnya. Tapi seperti kepala seekor ular berbisa, kepalan itu melingkar ke bawah menghantam dadanya.

“Buukk...!" Seperti dihempas oleh gelombang pasang tubuh gadis itu terlempar tinggi ke udara, kemudian terbanting ke bawah ke arah batu-batu tajam yang berserakan di tepi jalan besar itu. Ternyata tenaga dalamnya yang tampak hebat ketika melawan orang-orang Im-yang-kauw tadi benar-benar tidak ada artinya sama sekali begitu berhadapan dengan Liong-cu-i-kang si remaja. Untunglah ginkangnya cukup lumayan sehingga tubuh yang terbanting ke bawah itu tidak sampai menghantam batu! Dengan bersalto beberapa kali tubuhnya bisa mendarat di atas kedua kakinya dengan ringan dan manis.

Gadis itu tampak pucat pasi wajahnya. Bibirnya yang mungil dan berwarna merah itu juga tampak bergetar. Baju pada bagian dadanya telah hancur, sehingga tampak lapisan Kim-pouw-san (Baju Mustika Emas) yang berwarna kuning emas di sana. Sebuah baju pusaka yang tidak mempan segala macam senjata!

Pada mulanya Yang Kun sangat terkejut sekali menyaksikan gadis itu hanya terpental saja dan seperti tidak terpengaruh oleh daya keampuhan pukulannya. Tapi serentak terlihat olehnya lapisan kuning yang melindungi dada gadis itu ia menjadi maklum.

"Perempuan ganas, ternyata engkau mengenakan sebuah baju mustika yang tidak tembus senjata, sehingga dapat terhindar dari kematian…! Tapi baju itu tentu tidak menutupi kaki dan tanganmu! Apalagi lehermu yang akan kucekik itu! Maka hati-hatilah...,, aku akan tetap melaksanakan ancamanku tadi!" ancam pemuda itu sambil meremas-remas jari tangannya.

Gadis itu tampak semakin pucat dan gemetar. Semua kesombongan dan keganasan yang diperlihatkan tadi seperti hilang musnah dan tubuhnya. Ilmu yang diperlihatkan oleh Chin Yang Kun tadi benar-benar sangat mencekam hatinya dan merontokkan seluruh keberaniannya. Sungguh tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa lengan manusia bisa bergerak seperti ular, panjang pendek dan dapat ditekuk ke segala arah!

“Toat.... beng-jin! Ilmu…. a-apakah yang kau pergunakan tadi?”

Chin Yang Kun tertawa panjang sehingga wajahnya yang tampan itu semakin kelihatan ganteng dan menarik. Dia memang jarang-jarang tersenyum, apalagi tertawa. "Nah, ternyata engkaupun punya perasaan takut juga. Kukira hatimu yang keras, kasar dan kejam itu sudah tidak mengenal takut lagi! Kukira perasaanmu telah mati….. hemm…. ternyata tidak! Nah, ketahuilah.... ilmu yang baru saja kau lihat tadi adalah Kim-coa-i-hoat, ilmu andalan dari Toat beng-jin yang terkenal!" Yang Kun berbohong.

"Kim-coa-i-hoat.....! Kim-coa-i-hoat…..!” gadis itu bergumam sambil berpikir.

"Siocia….! Siocia…..! Apakah yang telah terjadi?” tiba-tiba kedua orang pelayannya yang pingsan tadi telah bangkit dan berlari menghampiri. Dan begitu mengetahui nonanya hampir saja mati dipukul Yang Kun, kedua pelayan itu segera mengambil senjata masing-masing dan berdiri menghadang di depan majikannya.

"Berani benar engkau menyakiti nona majikanku? Siapakah kau? Apakah kau belum tahu siapakah sebenarnya nonaku itu? Kau….”

"A-Kin…… A-Kun...!" gadis itu mencegah pelayannya untuk berbicara lebih jauh.

Yang Kun memandang kedua orang pelayan tersebut dengan tenang. "Mmm..... mengapa aku mesti takut kepada nonamu itu? Aku justru akan menghukum majikanmu itu karena dia telah berani membunuh orang-orang lm-yang-kauw serta berani mencuri benda pusaka kami. Aku tidak peduli siapa pun dia... Nah…. kalian minggirlah!”

"Tahaan...!”

“Apalagi….? Apakah kalian ingin kubunuh terlebih dahulu?"

Sementara itu si gadis cantik yang berdiri dibelakang kedua orang pelayannya tampak semakin resah hatinya, lawannya tampaknya belum terpengaruh oleh racun getah Jamur Batu Karang yang ia oleskan pada kipas bajanya. Hatinya mulai bertanya-tanya, adakah orang yang mengaku Toat-beng jin ini telah kebal terhadap racunnya yang ganas itu? Oleh karena itu ketika lawannya hendak mulai bergerak untuk membunuh pelayannya, ia segera merogoh kantong di balik bajunya.

"Toat-beng-jin! Inilah barang itu kukembalikan kepadamu…! Aku mengalah malam ini. Tapi lain waktu aku akan datang mencarimu kembali untuk membalas kekalahanku…." gadis itu melemparkan mutiara yang dulu dicurinya kepada Chin Yang Kun, kemudian mengajak kedua orang pelayannya, untuk pergi dari tempat itu bersama kuda kuda mereka.

Yang Kun menjadi gelagapan. Tangannya otomatis menerima mutiara pusaka sebesar kelereng itu. Tapi hatinya menjadi bingung dan serba salah, tak tahu apa yang harus dikerjakan dengan benda pusaka yang bersinar biru cemerlang itu. Ia hanya mengawasi saja dengan bengong kepergian lawannya.

"Yang-hiante coba kulihat lukamu itu...." tiba tiba suara Chu Seng Kun menyadarkan Yang Kun.

"Oohh... terima kasih, Chu-twako. Kukira... kukira aku tidak apa-apa dengan lukaku ini...."

“Memang.... tapi siapa tahu ada sesuatu yang lain? Sudahlah, biarkanlah aku memeriksanya.”

Yang Kun terpaksa menurut. Tidak enak hatinya harus menolak kebaikan itu terus-menerus. Chu Seng Kun memegang nadi Yang Kun, lalu memeriksa dan mengamat-amati luka pada telapak tangan itu. La mendekatkan hidungnya dan berusaha mencium bau yang keluar dari luka tersebut. Kemudian ia mengeluarkan sebuah botol yang berisi cairan putih dan meneteskan pada luka itu.

“Yang-hiante, engkau tadi mengatakan bahwa dirimu adalah Toat-beng-jin dari aliran Im-yang-kauw. Benarkah itu?"

Yang Kun hanya tersenyum. "Chu-twako, bagaimana menurut pengamatanmu? Adakah diriku ini cocok berperan sebagai Toat-beng-jin?” pemuda itu balik bertanya.

Pemuda yang ahli dalam pengobatan itu menggeleng-gelengkan kepalanya lalu melepaskan tangan Yang Kun yang telah selesai ia periksa. “Entahlah, Yang-hiante…. Aku juga bingung. Aku seperti ingin mempercayainya tapi juga seperti tidak,..... Kepandaianmu yang sangat aneh dan hebat itu seakan akan memang seperti kepandaian Toat-beng-jin yang pernah kudengar. Tapi kalau melihat umurmu yang masih muda ini aku rasa sangat bertentangan dengan berita yang tersebar di dunia kang-ouw tentang tokoh Toat-beng-jin itu."

“Lalu....?"

"Yang-hiante, racun ganas yang memasuki tubuhmu itu sebenarnya sangat keji sekali. Tak seorangpun di dunia ini yang mampu bertahan terhadap keganasannya," kata pemuda ahli pengobatan itu sambil menghela napas panjang. Lalu dengan wajah heran seakan tidak percaya pada apa yang telah dilihatnya pemuda itu meneruskan kata-katanya. "Tapi anggapan itu ternyata salah. Ternyata racun yang keji itu tidak bisa mencelakai tubuhmu. Setelah kuperiksa darahmu tadi, racun itu justru telah melebur menjadi satu dengan racun yang selama ini berada di dalam cairan darahmu. Sehingga racun yang terkandung di dalam darahmu sekarang menjadi bertambah hebat kekuatannya!"

Hening sejenak Chu Seng Kun menghentikan kata-katanya, seolah ingin mencari kesan dari wajah Chin Yang Kun. "Yang hiante, oleh karena itu aku mempunyai dugaan bahwa pengakuanmu tentang diri Toat-beng-jin itu mungkin benar juga. Setidak-tidaknya engkau tentu mempunyai hubungan erat dengan nama itu. Entah muridnya, entah keluarganya! Dan pengakuanmu sebagai seorang putera kepala desa yang baru tamat belajar silat itu hanya untuk menutupi rahasiamu saja. Yang-hiante benarkah tebakanku ini?"

Chin Yang Kun mendengarkan semua perkataan temannya itu dengan perasaan geli sehingga wajahnya yang biasanya selalu gelap itu kini ramai dengan senyuman. “Chu twako! Sambil omong-omong marilah kita kubur mayat mayat yang berserakan ini. Nanti akan kujawab semua pertanyaan Chu twako itu." pemuda itu berkata sambil memungut sebuah tombak yang terletak di dekatnya. Lalu dengan senjata tersebut ia menggali sebuah lobang di pinggir jalan.

''Oh..... benar! Marilah! Biarlah aku yang mengumpulkan mayat-mayat ini!” Chu Seng Kun mengiyakan. Disambarnya tongkat besar kepunyaan Mo-tung Lo Bin yang tergeletak tidak jauh dari tempatnya berdiri. Kemudian dengan tongkat tersebut ia mengumpulkan mayat itu ke pinggir jalan.

"Uh! Ah! Uh!" Tiba-tiba semak lebat yang berada di dekat lobang galian Yang Kun tampak bergoyang goyang.

Chu Seng Kun dan Chin Yang Kun saling pandang. Keduanya menghentikan pekerjaannya lalu bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan. "Siapa? Silahkan keluar.....!" hampir berbareng mereka menyapa.

"Ah! Uh! Ahh...!" Semak itu bergoyang semakin keras, tetapi tak seorangpun yang keluar. Yang Kun sekali lagi menatap ke arah kawannya, minta pertimbangan.

Chu Seng Kun mengangguk, kemudian melangkah mendekati tempat itu. "Agaknya ada seorang anak buah Im-yang-kauw yang terlolos dari keganasan kipas baja gadis cantik itu, biarpun juga mengalami luka parah......” pemuda itu berdesah perlahan. Lalu disibakkannya ranting-ranting semak tersebut dengan tongkat Mo-tung Lo Bin yang besar dan panjang. Seorang laki-laki tua dengan rambut yang memutih tampak terbaring di sana. Kaki tangannya terikat erat dengan tali. Mulutnya juga tersumbat dengan kain.

"Hei?”

'Uh…. Uh....."

Chu Seng Kun bergegas menolong orang itu. Tali pengikatnya dia potong dan kain yang dipakai untuk menyumbat ia lepaskan.

"Uh.... uh.... terima kasih… terima kasih!" orang tua itu menjura berulang ulang, sehingga jenggotnya yang putih panjang tampak melambai ke kiri dan ke kanan. Lalu dengan muka ketakutan ia melihat tumpukan mayat yang telah dikumpulkan oleh Chu Seng Kun tadi. “Mereka... mereka....?” bibirnya gemetar.

"Mereka sudab mati semua, kek. Apakah mereka itu teman kakek?” Chu Seng Kun bertanya.

Orang tua itu menggeleng kuat-kuat. "B-bukan! bukan! Oh, iya…. iya!" jawabnya gugup.

Chu Seng Kun duduk di dekat orang tua itu. Dengan sabar ia tersenyum sambil berusaha untuk menenangkan hati orang tua tersebut. "Tenanglah, kek. Jangan gugup! Jawablah perlahan lahan….!"

Kakek itu menghela napas berulang-ulang. Akhirnya dapat juga dia menenteramkan hatinya sendiri. Lalu dengan memandang kepada pemuda yang menolongnya dia mulai bercerita. "Tuan, saya… saya adalah seorang pengurus Im-yang-si (Kuil Im-yang) yang terletak di belakang bukit itu!” katanya sambil menunjuk ke arah bukit di sebelah kiri mereka. "Dan mereka semua itu adalah para anggota perkumpulan kami yang baru saja datang dari Gedung Pusat. Mereka mengatakan bahwa mereka sedang mengejar seorang pencuri yang berani mengambil benda pusaka kami. Sebagai seorang anggota Im yang-kauw tentu saja saya ikut membantunya. Tapi ketika kuketahui pencurinya seorang gadis kecil, aku menjadi sangat kasihan. Kuusulkan kepada mereka agar bocah itu tidak usah dihukum. Tapi mereka tidak setuju sehingga akhirnya terjadi perselisihan. Aku diikat dan ditaruh di sini agar supaya tidak mengganggu rencana mereka."

Chu Seng Kun mendengarkan ceritera itu dengan sungguh sungguh. Begitu penuturan itu selesai ia segera menoleh ke arah Chin Yang Kun lalu kembali mengawasi kakek tersebut. "Kek, kalau begitu engkau tentu mengenal kawanku ini…..” katanya menunjuk Chin Yang Kun.

Orang tua itu menatap Yang Kun dengan kening berkerut, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Siapakah dia, tuan? Aku belum pernah melihat…..”

"Benarkah? Dia termasuk orang terpenting di dalam perkumpulan kalian. Dia adalah algojo dari Im-yang-kauw….!"

"Toat….Toat beng-jin...?"

"Nah….. kau masih ingat?"

Tak terduga orang tua itu menjadi sangat ketakutan. Bergegas dia merangkak ke hadapan Chin Yang Kun dan membentur-benturkan jidatnya di atas tanah. "Oh, Lo-jin-ong...... maafkan aku! Ampunkanlah diriku! Karena belum pernah ke Gedung Pusat maka aku orang tua ini tidak segera mengenal pada Lo-jin-ong......” ratapnya berkali-kali, membuat Yang Kun menjadi gelagapan.

"Kakek... kakek! Kau... kau bangkitlah! Aku..... aku....."

“Jangan! Oh.......jangan bunuh aku! Lo-jin-ong..... maafkan aku! Ampunkanlah diriku...!" kake itu menangis sambil membenturkan jidatnya semakin keras.

Chu Seng Kun dan Chin Yang Kun menjadi bingung. Mereka sungguh tidak mengerti. Semakin halus Yang Kun menyapa, orang tua itu semakin ketakutan. Ternyata mereka berdua tidak mengetahui akan kebiasaan dari tokoh Toat beng jin. Di kalangan orang Im-yang-kauw, Toat-beng jin dikenal sebagai tokoh yang mempunyai sifat aneh.

Semakin tidak senang ia terhadap seseorang, justru semakin ramah pula sikap yang ia tunjukkan! Oleh karena itu semakin halus Chin Yang Kun membujuk semakin keras pula tangis orang tua tersebut. Sehingga akhirnya Chin Yang Kun menjadi jengkel juga dibuatnya.

"Diam! Siapa bilang aku Toat-beng-jin. Sungguh menyebalkan sekali! Ayoh…. berdiri!” bentaknya.

Heran! Begitu mendengar bentakan Yang Kun orang tua itu langsung bangun! Hup! Wajahnya yang kotor dan penuh air mata itu kelihatan berseri-seri. Bibirnya yang keriput dan tertutup oleh jenggot dan kumis lebat itu tampak tersenyum lega. "Terima kasih, Lo-jin-ong… oh, terima kasih, Lo-jin ong! Lojin-ong sungguh sangat bijaksana! Ohh... Thian Yang Maha Agung......!” teriaknya penuh kegembiraan seperti anak kecil yang memperoleh kembali mainannya. Lalu tanpa diperintah orang itu mengambil tongkat yang dibawa oleh Chu Seng Kun dan ikut sibuk membantu mengumpulkan mayat-mayat kawannya.

Yang Kun dan Seng Kun mengangkat pundak masing-masing, lalu saling pandang dengan mulut meringis. “Yang-hiante... jadi kau ini bukan Toat-beng-Jin?” Chu Seng Kun berbisik dan mendekati kawannya. Keduanya lalu duduk bersama di atas batu sambil menonton orang tua itu memasukkan mayat-mayat kawannya ke dalam lobang yang dibuat oleh Yang Kun.

"Saya memang hanya berbohong ketika berhadapan dengan gadis itu. Semula saya hanya ingin memberi pelajaran kepadanya. Dan saya mengarang sebuah nama sekenanya… eh, tak tahunya betul-betul ada!" Yang Kun menjawab dengan perlahan pula, takut terdengar oleh orang tua yang sinting itu.

"Ternyata tebakanku salah... Yang hiante tidak ada hubungan sama sekali dengan tokoh yang ternama itu. Eh, kalau begitu apa.... apakah Yang-hiante ini sungguh-sungguh putera seorang kepala desa yang baru tamat belajar silat?"

"Bukan juga… " Chin Yang Kun menggelengkan kepalanya. "Ohh.. lalu?"

Yang Kun menghela napas panjang, lalu mengalihkan pandang matanya ke arah puncak bukit yang terlihat remang-remang di kegelapan malam. Pikirannya melayang tinggi di udara mengingat semua peristiwa yang menimpa diri dan keluarganya. Hingga beberapa saat lamanya ia berdiam diri tak menjawab pertanyaan itu.

"Yang-hiante, maafkan aku. Tak seharusnya aku terlalu mendesakmu. Setiap orang memang mempunyai urusan pribadi masing-masing…."

Chu Seng Kun segera menarik kata-katanya begitu melihat temannya tampak sedikit sukar mengeluarkan isi hatinya. Chin Yang Kun menolak dengan cepat. “Ah... tidak apa-apa, Chu-twako. Tidak apa-apa.... Engkau tidak bersalah sama sekali. Pertanyaan Chu-twako itu memang wajar sekali. Hanya aku sedang berpikir, mana yang perlu aku ceriterakan kepadamu, karena memang ada sebagian yang sampai sekarang harus aku rahasiakan...."

"Ah..... sudahlah, Yang-hiante. Aku juga hanya bertanya sambil lalu saja. Lupakanlah.....!”

“Tidak, Chu-twako, mana berani aku bersikap begitu kepadamu. Chu-twako mempunyai arti tersendiri bagiku. Tanpa adanya Chu-twako aku sudah tidak mungkin hidup lagi di dunia. Aku tentu sudah mati termakan racun ubur ubur dan tikus laut."

Yang Kun cepat memotong perkataan Chu Seng Kun. Lalu dengan nada rendah pemuda itu mengatakan siapa dirinya. Biarpun di dalam pengakuannya kali ini ia masih tetap menyembunyikan nama keluarganya. Ia masih tetap memakai she Yang seperti pengakuannya di depan Liu-twakonya dahulu...

Selanjutnya,
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.