Memburu Iblis Jilid 25 karya Sriwidjono - "Heran. Aku juga merasa heran. Biasanya orang akan langsung mati begitu digigit Ular Madu Lebah kita, betapapun lihainya orang itu." Nyo Kin Ong menyahut sambil menimang-nimang Ular Madu Lebahnya yang telah berada kembali di tangannya.
Asap tipis seperti mengepul dari seluruh tubuh Liu Yang Kun. Perlahan-lahan wajahnya yang pucat seperti kapas itu berubah kemerah-merahan kembali. Dan beberapa saat kemudian pemuda itu telah berdiri tegak seperti semula. Matanya kembali mencorong seperti tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.
"Gila! Mengapa dia dapat bertahan terhadap racun yang sangat mematikan itu?" Kim Hong San tiba-tiba menggeram marah.
Nyo Kin Ong menjadi pucat pula mukanya. Ia membelalakkan matanya seolah olah tak percaya. Dan rasa kagetnya itu seperti menular pula pada ularnya. Ular Madu Lebah itu seperti ketakutan pula di tangannya. Sambil melingkar dan bersembunyi di dalam lengan bajunya, terasa tubuh ular itu menjadi dingin gemetaran.
Apa sebenarnya yang terjadi? Mengapa Liu Yang Kun tidak binasa setelah menerima gigitan ular berbisa itu? Bahkan, mengapa pula pemuda itu seperti tidak terpengaruh oleh Asap Pengantar Tidur tadi? Seperti telah diketahui, di dalam tubuh Liu Yang Kun sendiri juga bersemayam kadar racun yang sangat tinggi. Bahkan racun tersebut telah menyatu dengan darah, sehingga pemuda itu merupakan manusia beracun yang sangat berbahaya pula.
Namun bukan hal itu yang menyebabkan pemuda tersebut lolos dari racun Ular Madu Lebah maupun Asap Pengantar Tidur tadi, karena semenjak meminum darah Ceng-liong-ong, racun itu telah tawar atau telah hilang dari tubuhnya. Tapi-Po-tok-cu atau Pusaka Mustika Racun-lah yang menyebabkan pemuda itu terhindar dari maut.
Dalam keadaan yang sangat berbahaya tadi, Liu Yang Kun segera teringat akan Po-tok-cu miliknya. Cepat benda itu dikulum di dalam mulutnya, lalu dikerahkannya pula Liong-cui-kangnya, sehingga dengan cepat pula khasiat itu menyebar ke dalam tubuhnya. Dan sebentar saja khasiat dari mustika racun tersebut telah mendesak keluar semua racun yang masuk ke dalam tubuhnya.
Bahkan pengerahan tenaga dalam yang sangat berlebihan itu menyebabkan badan Liu Yang Kun mengeluarkan bau yang khas, yaitu bau amis ular. Dan bau amis itu ternyata mempunyai pengaruh yang sangat hebat terhadap Ang-leng-coa dan Ular Madu Lebah.
Ketiga ekor ular yang dipegang oleh murid-murid Giok-bin Tok-ong tersebut tiba-tiba terkulai jatuh ke tanah, kemudian merayap dengan ketakutan ke depan Liu Yang Kun. Seperti pesakitan yang sedang menunggu keputusan hukumannya, ketiga ekor ular itu tergolek lesu di depan Liu Yang Kun.
Tentu saja hal itu sangat mengejutkan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong. Dan rasa kaget tersebut semakin bertambah menjadi-jadi pula ketika tiba-tiba mereka menyaksikan belasan, bahkan berpuluh-puluh ekor ular dari berbagai macam jenis, tampak bermunculan dari semak-semak di sekitar mereka. Ular-ular itu menjalar berbondong-bondong mengelilingi Liu Yang Kun. Puluhan ekor ular itu kelihatan agak segan dan takut kepada pemuda aneh tersebut. Mereka berderet-deret rapi dengan kepala tertunduk.
"Kim su-heng...? Apa apa apaan ini?" Nyo Kin Ong berseru gemetar. Mukanya pucat dan tanpa terasa kakinya melangkah mundur menjauhi arena.
Ternyata Kim Hong San sendiri juga menjadi bingung melihat peristiwa yang tak diduganya itu. Namun sebagai murid tertua dari Giok-bin Tok-ong, kecerdikannya dalam merangkai sesuatu hal atau sesuatu peristiwa, ternyata juga tidak kalah dengan gurunya. Sebentar saja ia segera bisa menebak apa yang kiranya telah terjadi.
"Nyo su-te...! Hanya ada dua orang yang mampu berbuat seperti pemuda itu di dunia ini, yaitu su-hu sendiri dan mendiang Ang-leng Kok-jin!"
"Benar, su-heng, kau benar. Aku pun pernah melihatnya pula. Hanya su-hu dan mendiang Ang-leng Kok-jin yang mampu berbuat seperti ini."
"Kau tahu sebabnya mengapa mereka bisa berbuat demikian?"
"Tentu saja, su-heng. Su-hu ditakuti ular karena beliau memiliki Po-tok-cu. Lalu ketika Po-tok-cu itu dicuri oleh suheng Ang-leng Kok-jin, su heng pun lantas ditakuti pula oleh ular-ular itu."
"Huh... kamu masih saja memanggil su-heng kepada pengkhianat itu?" Kim Hong San menghardik su-tenya.
"Maafkan aku, su-heng...." Kim Hong San lalu menghela napas dalam-dalam. Ditolehnya adik seperguruannya itu sambil berdesah perlahan. "Nah... sekarang apa pikiranmu setelah pemuda itu juga mampu berbuat seperti su-hu dan Ang-leng Kok-jin?"
Tiba-tiba mata Nyo Kin Ong terbelalak. "Hei? Apakah dia... dia... eh? Apakah Ang-leng Kok-jin telah memberikan Po-tok-cu itu kepadanya?" desahnya serak seakan mau berteriak.
Kim Hong San mengangguk. "Tampaknya memang demikian. Entah diberikan atau tidak, tapi yang jelas pemuda itu tentu membawa Po-tok-cu sekarang. Dan hal itu berarti segala macam senjata beracun yang kita bawa tidak akan berguna terhadap dia."
"Ooh.... jadi apa yang harus kita lakukan sekarang? Lari meninggalkan dia? Lalu bagaimana dengan buku itu? Bagaimana su-hu nanti menanyakannya?"
"Hus! Mengapa kita harus lari? Bukankah kita masih memiliki berbagai macam senjata yang dapat kita andalkan pula? Apa kau lupa pada pek-lek-tan kita?" Kim Hong San mendengus marah.
"Oh, benar...." Nyo Kin Ong yang berangasan itu tiba-tiba tersenyum lega. Tapi senyum segera hilang tatkala matanya memandang ke arah arena lagi.
Ternyata sesuatu telah terjadi pula di dalam arena. Entah bagaimana asal mulanya, namun sekarang puluhan ekor ular itu tampak mengepung Ular Madu Lebah dan Ang-leng-coa milik mereka. Bahkan dengan amat sangat garangnya ular-ular itu telah bersiap-siap hendak menyerang ketiga ekor ular mereka itu.
"Su-heng! Kita tolong ular-ular peliharaan kita! Mari...!" Nyo Kin Ong cepat berteriak, kemudian melompat ke dalam arena.
Melihat adik seperguruannya telah terjun ke dalam arena kembali, maka Kim Hong San terpaksa menyusul pula. Mereka tetap berpasangan melawan Liu Yang Kun, karena dengan jalan demikian mereka bisa saling menolong dan saling melindungi satu sama lain. Sesekali mereka terpaksa menghindar atau menyepak kawanan ular berbisa yang berseliweran di bawah kaki mereka.
Sementara itu kawanan ular yang baru datang itu benar-benar telah menyerang ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong. Tampaknya ketiga ekor ular peliharaan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong itu mereka anggap bersalah karena berani menyerang Liu Yang Kun, titisan raja mereka. Dan sebentar saja telah banyak yang bergelimpangan menemui ajal mereka. Ketiga ekor ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong itu memang termasuk jenis ular yang amat berbisa.
Di kalangan masyarakat ular sendiri mereka bertiga termasuk dari jenis ular istimewa yang sangat ditakuti oleh jenis-jenis ular yang lain. Dalam keadaan biasa takkan ada seekor ularpun dari jenis-jenis yang baru datang itu yang berani melawan mereka. Namun karena mereka sekarang seperti sedang mengemban kewajiban untuk menghukum mereka yang bersalah, maka mereka terpaksa berani melawan tiga ekor ular berbisa itu.
Di dalam masyarakat ular memang ada ketentuan-ketentuan atau kebiasaan kebiasaan yang mereka junjung tinggi sebagai tata aturan di kalangan mereka. Dan salah satu diantara aturan-aturan tersebut adalah tentang hukuman bagi mereka yang dianggap berani melawan pemimpin kelompok atau berani melawan raja mereka. Mereka yang dianggap bersalah itu akan dikeroyok beramai-ramai sampai mati.
Meskipun demikian, ular yang mendapat hukuman tersebut juga diberi hak untuk melawan dan membela diri. Kalau kebetulan ular yang bersalah itu dapat meloloskan diri dari hukuman, maka otomatis nyawa mereka diampuni pula. Itulah sebabnya mengapa ketiga ekor ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong tersebut berusaha melawan mati matian. Sungguh beruntung bagi mereka bertiga, karena diantara pengeroyok mereka itu tidak ada seekor ularpun yang setaraf atau sebanding dengan 'kemampuan' mereka.
Kawanan ular yang mengeroyok mereka itu cuma dari jenis ular biasa, yang walaupun berbisa pula, tapi tak sehebat dan sedahsyat racun atau bisa mereka. Apalagi kulit Ang-leng-coa yang keras itu tak dapat ditembus dengan taring yang bagaimanapun tajamnya. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila beberapa saat kemudian banyak diantara kawanan ular tersebut yang binasa oleh serangan mereka bertiga.
Sementara itu pertempuran antara Liu Yang Kun dan Kim Hong San pun berlangsung semakin seru pula. Dengan senjata jaring atau jala yang dapat dilipat ataupun ditebarkan, Kim Hong San bekerja sama dengan Nyo Kin Ong. Nyo Kin Ong sendiri juga mengeluarkan senjatanya, yaitu sebuah pipa tembakau atau huncwe, yang panjangnya hampir sepanjang lengannya. Dan pipa tersebut mengepulkan asap yang semakin lama semakin tebal pula.
Demikianlah, setelah yakin bahwa Po-tok-cu yang berada di dalam mulutnya itu mampu melindungi tubuhnya, Liu Yang Kun tidak merasa takut atau khawatir lagi terhadap racun lawannya. Dengan sangat berani ia menangkis atau bahkan menyongsong serangan-serangan lawannya. Hanya saja ia sangat berhati hati bila harus melayani jaring Kim Hong San itu. Perasaannya memperingatkan bahwa senjata tersebut sangat berbahaya.
Namun yang ternyata juga tidak kalah berbahayanya adalah senjata di tangan Nyo Kin Ong tersebut. Senjata aneh yang berwujud hun-cwe atau pipa tembakau itu ternyata diperlengkapi dengan berbagai macam alat rahasia yang mengerikan. Beberapa kali Liu Yang Kun hampir terkecoh dan celaka oleh senjata-senjata rahasia yang terkandung di dalamnya.
Pipa itu ternyata dapat mengeluarkan jarum-jarum lembut yang bisa menembus daging dan memasuki jalan darah. Juga dapat menyemprotkan cairan cairan berbahaya yang bisa membakar rambut dan merusakkan kulit. Bahkan juga dapat menyemburkan asap-asap pembunuh yang bisa membutakan mata dan mencekik pernapasan orang.
Untunglah Liu Yang Kun memiliki Bu-eng Hwe-teng dan Po-tok-cu. Kalau tidak, walaupun ia mempunyai lwee-kang dan ilmu silat yang tinggi, ia tetap takkan bisa menghindar terus-menerus dari keganasan senjata tersebut. Dengan Bu-eng Hwe-tengnya Liu Yang Kun mampu bergerak cepat seperti kilat untuk menyelamatkan dirinya.
Sementara dengan Po-tok-cu yang ia kulum di dalam mulutnya ia mampu bertahan menghadapi asap-asap beracun atau cairan-cairan berbahaya yang tersimpan di dalam huncwe tersebut. Begitulah, sepuluh jurus telah berlalu. Kemudian limabelas jurus. Dan akhirnya menginjak pula pada jurus yang ke duapuluh. Namun kedua belah pihak tetap belum juga menunjukkan bahwa mereka lebih unggul dari pada lawannya. Liu Yang Kun memang belum mengerahkan segala kemampuannya.
Meski telah mempergunakan Pat-hong-sinciang, namun ia masih memainkan secara lumrah atau biasa. Ia belum lagi mengungkapkannya sampai ke puncaknya, yaitu dengan disertai kekuatan atau kemampuan batinnya. Karena untuk melakukannya ia harus mempergunakan kekuatan yang berlipat, dan hal itu benar-benar amat melelahkannya. Ya kalau ia dapat segera cepat menaklukkan lawannya. Kalau tidak? Ialah yang justru akan terjerumus ke dalam kesulitan nanti. Selain itu ia memang ingin lebih berhati-hati.
Sementara itu kawanan ular yang membela Liu Yang Kun itu benar-benar telah dibabat habis oleh ular-ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong. Bangkai mereka berserakan di segala tempat. Tapi beberapa ekor ular baru masih juga berdatangan ke tempat itu. Seperti kawanan ular sebelumnya, mereka itu lantas terjun pula ke arena, mengeroyok ular-ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong tersebut.
Namun seperti halnya kawan-kawan mereka yang terdahulu, mereka itu juga bergelimpangan pula menemui ajalnya. Beberapa waktu kemudian barulah Liu Yang Kun sadar bahwa ular-ular yang membelanya telah habis dibunuh ular-ular Kim Hong San dan Nyo Kin Ong. Tiba-tiba hatinya merasa sedih. Dan kesedihan itu akhirnya menyalakan kemarahannya.
Tiba-tiba pemuda itu mengubah cara bersilatnya. Kalau semula ia bergerak dengan lincah dan gesit, sekarang mendadak pelan namun penuh tenaga. Kalau semula tubuhnya sering berloncatan dan berkelebat kian kemari seperti burung walet terbang di udara, kini kakinya hampir tidak pernah lepas dari permukaan tanah. Bahkan ia hanya menggeliat ke sana kemari sambil menggeser kakinya.
Tubuhnya lebih banyak merunduk seperti hendak berbaring, sehingga sepintas lalu ia seperti ular naga yang sedang berkecimpung di permukaan laut. Kim Hong San dan Nyo Kin Ong menjadi kaget juga menyaksikan perubahan itu. Namun melihat gerakan lawan justru menjadi lambat dan mudah diikuti, mereka menjadi gembira malah. Mereka lalu meningkatkan serangan mereka dan berusaha mendesak Liu Yang Kun.
Dengan garangnya Kim Hong San memutar-mutar jaring pusakanya dan setiap kali tampak menukik ke bawah untuk mengurung, membelit atau bahkan untuk menangkap lawannya. Sementara Nyo Kin Ong dengan hun-cwenya, tampak semakin ganas dan bernafsu pula untuk mengakhiri perlawanan Liu Yang Kun. Keduanya seolah-olah saling berlomba untuk lebih dulu membunuh lawannya.
Sebaliknya Liu Yang Kun yang sekarang bersilat dengan Kim-coa-ih-coat itu justru lebih banyak menghindar dan mengelak terus menerus. Melihat lawannya seperti belum mengenal keistimewaan dari ilmunya, Liu Yang Kun seperti sengaja mengalah terlebih dahulu. Pemuda itu tampaknya ingin menjebak lawannya, sehingga sekaligus dapat meringkus mereka.
Demikianlah beberapa saat kemudian datang pula kesempatan itu. Kim Hong San dan Nyo Kin Ong menyerang secara bersamaan, dari depan dan dari belakang. Nyo Kin Ong sambil menyemburkan asap tebal dari pipa tembakaunya menerjang dari depan. Ujung pipanya tampak bergetar dengan hebat, sehingga sulit untuk diduga arah tujuannya.
Sementara itu pada waktu yang bersamaan, Kim Hong San mencegat pula dari belakang dengan tebaran jaringnya. Keduanya bekerja sama untuk mendesak Liu Yang Kun ke dalam jeratan jaring mereka. Sebuah jaring pusaka yang penuh kaitan duri tajam di dalamnya. Dan mereka berdua telah mulai tersenyum ketika yakin bahwa mereka akan bisa menangkap Liu Yang Kun.
Tapi sekejap kemudian senyum itu tiba-tiba lenyap dari muka mereka. Dan dalam sekejap pula senyum tersebut berganti dengan rasa kaget, bingung serta tak percaya. Bahkan rasa kaget itu lalu berganti dengan rasa takut dan ngeri yang tak terhingga. Di depan mata mereka tiba-tiba Liu Yang Kun seperti berubah menjadi hantu yang sangat menakutkan.
Tangan kanannya yang panjang itu mendadak terayun ke belakang dengan gampangnya, seakan-akan sebuah lengan boneka yang tak bersendi. Bahkan lengan itu kemudian memanjang terus melebihi ukurannya. Begitu cepatnya lengan itu bergerak, sehingga tahu-tahu ujung jarinya telah menotok jalan darah ci-kong-hiat di pergelangan tangan Kim Hong San.
Dhug...! Tangan itu terkulai lemas, dan jaring pusaka yang dipegangnya otomatis terlepas.
Dan berbareng dengan saat itu pula Liu Yang Kun menundukkan badannya seraya menyambar ke depan untuk merebut hun-cwe Nyo Kin Ong dengan tangan kirinya. Gerakannya demikian cepat dan dengan tenaga sepenuhnya, sehingga tak heran kalau mendadak lawannya menjadi bengong dan tersengal-sengal tak berdaya.
Tiba-tiba saja gerakan Nyo Kin Ong itu berhenti di tengah jalan. Murid Giok-bin Tok-ong yang lihai itu tiba-tiba menjadi lupa akan ilmu silatnya sendiri. Selain itu dadanya seperti ditindih oleh beban yang sangat luar biasa beratnya. Pada saat itulah tangan kiri Liu Yang Kun menyambar huncwenya. Wuuut! Dan pipa tersebut sudah berpindah tangan. Kemudian masih dengan kecepatannya yang luar biasa Liu Yang Kun menjatuhkan dirinya ke tanah.
"Aduuuuuh...?" tiba-tiba Nyo Kin Ong yang termangu-mangu itu menjerit kesakitan, karena mendadak saja jaring pusaka yang terlepas dari tangan su-hengnya tadi meluncur tepat mengenai kepalanya.
"Su-te....!" Kim Hong San berseru kaget. Tapi jaring pusaka berduri tajam itu sudah terlanjur menjerat kepala dan leher Nyo Kin Ong. Bahkan kaitan-kaitan bajanya juga sudah terlanjur mencengkeram dan melukai wajah, leher serta kulit kepala orang itu, sehingga untuk melepaskannya lagi benar-benar sangat sulit dan membutuhkan waktu. Sebab selain amat sakit, kulit dan daging yang terkenapun akan menjadi rusak pula.
"Bukan main! Bukan main! Benar-benar sebuah kepandaian yang hebat luar biasa! Baru setahun lebih tak bertemu, ternyata kepandaian saudara telah meningkat banyak sekali! Selamat...! Selamat!" tiba-tiba terdengar suara Giok-bin Tokong di pinggir arena.
Giok-bin Tok-ong melirik ke arah Kim Hong San dan menggeram marah. "Sudah kukatakan kalau anak itu lihai sekali, kalian tetap tak mau percaya, Hmmh... kini menyesalpun tiada guna! Kalian sudah dikalahkan."
"Suhu? Dia...?" Tang Hu yang tadi menjemput Giok-bin Tok-ong, dan kini berada di belakang gurunya tersebut menyela perkataan itu.
Sekali lagi Jago Silat Nomer Empat di Dunia itu menggeram. "Dia adalah Chin Yang Kun atau Liu Yang Kun, orang yang tertulis diurutan ke tujuh pada Buku Rahasia itu!" katanya kemudian dengan kaku.
"Oh… Chin Yang Kun?" ketiga orang murid Giok-bin Tok-ong itu berdesah hampir berbareng. Wajah mereka menunjukkan perasaan kaget dan tak percaya. Dalam benak mereka memang tak pernah terbayang bahwa Ching Yang Kun itu masih berusia begitu muda.
"Sudahlah. Biarlah aku yang menyelesaikan urusan ini. Kalian katakan tadi bahwa ia benar-benar membawa Buku Rahasia itu?" Giok-bin Tok-ong memotong.
Kim Hong San cepat-cepat menghampiri gurunya. "Benar, suhu! Kami lihat ia membaca buku itu tadi. Kini anak itu telah menyembunyikannya di dalam saku bajunya. Bukankah buku itu sudah tidak lengkap lagi dan tinggal bagian depannya saja?" lapornya bersemangat.
Tiba-tiba wajah kakek sakti itu menjadi cerah kembali. Berita tentang bukunya yang hilang itu benar-benar sangat menggembirakan hatinya. "Benar," katanya pendek.
Tapi ketika kakek itu hendak maju ke arena, tiba-tiba Kim Hong San memegang tangannya. "Su-hu...!" cegahnya perlahan.
"Hmmmh.... ada apa?" Giok-bin Tok-ong menggeram pula.
"Su-hu... anak itu lihai sekali!" Giok-bin Tok-ong mengangguk. "Aku tahu... Oleh karena itu kau bersiaplah! Kita melawannya berdua. Biarlah Tang Hu yang menolong Nyo Kin Ong membuka jaring itu. Setelah itu dia juga dapat membantu kita pula."
"Jadi... kita mengeroyoknya?" Kim Hong San berdesah ragu.
"Benar. Kenapa...?"
"Ah... tidak apa apa su-hu. Marilah...!" Kim Hong San tersipu-sipu. "Cuma... cuma su-hu harap berhati-hati menghadapinya. Dia kebal terhadap semua racun kita. Tampaknya... tampaknya dia membawa Po-tok-cu yang dicuri Ang-leng Kok-jin itu."
"Ya... ya.... aku juga sudah melihatnya tadi."
"Sudah melihatnya? Jadi... jadi su-hu sudah datang sejak tadi?"
Giok-bin Tok-ong tersenyum dan tidak menjawab pertanyaan itu. Sebaliknya dengan langkah tenang ia mendekati Liu Yang Kun. "Jadi selain menemukan Buku Rahasia di reruntuhan rumah Coa In Lok, engkau juga memperoleh Po-tok-cu dari bekas muridku yang sudah meninggal itu?" tanyanya kemudian kepada pemuda itu.
Tapi dengan suara dingin Liu Yang Kun menjawab, "Jangan main tuduh secara sembarangan! Kau kira hanya engkau saja yang memiliki Po-tok-cu di dunia ini?"
"Hmmh!" Giok-bin Tok-ong menggeretakkan giginya. Matanya menyala merah. "Aku tidak sembarangan menuduh. Para penduduk yang mengurus mayat Coa In Lok itulah yang memberitahukan kepadaku tentang kau. Siapa lagi kalau bukan kau yang mengambil buku itu dari reruntuhan kamarku? Sebab engkau pulalah yang mengambil simpanan emasku dan membagi-bagikannya kepada para nelayan itu. Dan tentang Po-tok-cu itu? Huh tampaknya kau memang telah mendapatkannya dari tangan Ang-leng Kok-jin. Hayo, kembalikan benda itu kepadaku!"
Ternyata sikap Giok-bin Tok-ong yang kasar itu telah membangkitkan kemarahan Liu Yang Kun pula. "Bangsat! Sama sekali aku belum pernah bertemu, apalagi mengenal Ang-leng Kok-Jin itu. Apakah kaukira hanya kau dan dia saja yang mempunyai pusaka anti racun itu?"
"Tentu saja! Karena hanya satu Ceng-liong-ong di dunia ini! Dan akulah yang membunuhnya beberapa puluh tahun yang lalu!" hardik Giok-bin Tok-ong tak kalah sengitnya.
Tiba-tiba Liu Yang Kun mendengus dan mencibirkan bibirnya. "Huh... kau salah! Ada sepasang Ceng-liong-ong di dunia ini! Jantan dan betina! Si betina itulah yang kaubunuh dan kauambil mustikanya! Si jantan masih berada di dalam liangnya, jauh di dasar bumi. Dan bila engkau ingin mengetahuinya... hmmh, akulah pembunuh Si Jantan itu! Dan aku pulalah yang memiliki mustika racunnya! Paham?"
"Oooooh...?!" Ucapan Liu Yang Kun itu benar-benar mengejutkan Giok-bin Tok-ong dan murid-muridnya. "Ceng-liong-ong jantan...? Jadi... jadi... eh, masih ada Ceng-liong-ong lain di dasar bumi? Dan... kau telah berhasil membunuh dan mendapatkan mustika racunnya? Huh... bohong! Kau tentu berbohong kepadaku!" mendadak kakek sakti itu berteriak marah.
Liu Yang Kun cepat mengibaskan tangannya untuk mencegah lawannya bertindak tergesa-gesa. Kemudian dengan tenang ia mengeluarkan Po-tok-cu dari mulutnya. Pusaka sebesar telur burung merpati itu ditaruhnya di atas telapak tangannya, sehingga sinarnya yang kehijau-hijauan itu memancar terang di dalam gelap.
"Nah.... kau lihat! Berbeda bukan? Apakah Po-tok-cu milikmu itu sebesar dan seterang ini sinarnya?" pemuda itu mengejek.
"Oooooh....." sekali lagi Giok-bin Tok-ong tersentak kaget.
Lalu tanpa mempedulikan keheranan dan kekagetan lawannya Liu Yang Kun memasukkan kembali mustika itu ke dalam mulutnya. Tiba-tiba tubuh Giok-bin Tok-ong menyambar ke depan dengan cepatnya. Begitu cepatnya sehingga rasa-rasanya seperti bayangan yang meluncur di dalam kegelapan. Namun ternyata Liu Yang Kun masih cepat lagi.
Dengan kecepatan yang hampir tak bisa diikuti mata biasa pemuda itu telah bergerak pergi meninggalkan tempatnya, sehingga sambaran tangan lawannya itu menemui tempat kosong. Bahkan pada saat yang hampir bersamaan pemuda itu membalas menyerang dari arah samping. Sasarannya adalah pinggang dan lutut Giok-bin Tok-ong.
Wuuuuuuus! Dengan tangkas pula kakek sakti itu mengelak. Tubuhnya berputar ke kanan, kemudian melenting ke atas seperti belalang. Setelah itu tangannya terayun ke arah Liu Yang Kun untuk menyebarkan jarum-jarum kecil yang berwarna keemasan. Dan di tengah-tengah arena itu pun lantas tercium bau harum yang semerbak kemana-mana.
"Ah..... kau masih juga berani main racun di depanku?" Liu Yang Kun menghindar pula sambil mengejek.
"Racun itu memang tidak akan berpengaruh terhadapmu. Tapi kulitmu juga tidak kebal terhadap tajamnya jarum-jarum emasku. Terutama bagian-bagian tubuhmu yang lemah. Sekali jarum kecilku itu masuk ke jalan darahmu... hehe... nyawamu berada di ujung maut!"
"Kurang ajar! Dasar manusia busuk! Lihat saja... apakah maksud busukmu itu bisa terlaksana atau tidak?" Liu Yang Kun mengumpat sambil melompat menghindar jarum-jarum halus tersebut.
Sementara itu di pihak lain ular-ular yang ingin membunuh ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong itu benar benar telah habis binasa. Di dalam arena tinggal ketiga ekor ular piaraan Giok-bin Tok-ong tersebut, Mereka berdiri dengan pongahnya diantara bangkai bangkai korbannya. Meski tubuh mereka juga terluka pula, namun tidak akan membahayakan jiwa mereka.
Tapi ketika mereka bermaksud pergi meninggalkan Liu Yang Kun yang mereka takuti itu, tiba-tiba dari dalam hutan terdengar suara mendenging tajam seperti denging suara ribuan ekor nyamuk yang mendatangi. Tapi suara itu sebenarnya juga tidak begitu menarik perhatian, karena sepintas lalu suara itu juga hanya seperti suara angin malam yang meniup diantara dedaunan. Buktinya suara tersebut juga tidak menarik perhatian Liu Yang Kun, Giok-bin Tok-ong maupun murid-muridnya.
Namun suara itu ternyata mempunyai pengaruh yang lain kepada ular-ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong tersebut. Suara denging yang menyerupai suara ribuan ekor nyamuk itu ternyata sangat mengejutkan, bahkan sangat menakutkan ketiga ular itu. Sikap mereka yang pongah tadi tiba-tiba hilang. Mendadak mereka menjadi lemas. Bahkan tubuh mereka seolah-olah telah menjadi lumpuh dan tak bisa bergerak sama sekali. Mereka tergolek lemas di tempat masing-masing.
Dan kemudian seperti halnya ketika muncul tadi, suara itu mendadak juga lenyap begitu saja. Namun berbareng dengan saat itu pula tiba-tiba di dekat ketiga ekor ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong itu telah ada seekor binatang lain. Bentuknya mirip ular pula, namun sangat kecil. Besarnya tak lebih dari seekor induk cacing besar. Dan panjangnya pun juga tidak melebihi dari sejengkal jari tangan saja. Tapi yang sangat menakutkan atau sangat mengherankan adalah keadaannya.
Ular kecil itu berwarna merah darah. Dan di dalam keremangan malam tubuhnya seperti bara api yang menyala di dalam tungku. Bersinar merah menyala seperti potongan besi terbakar. Dan asap tipis tampak selalu menyelimuti tubuhnya. Ketika ular kecil itu bergerak, maka terlihatlah dengan jelas bahwa rumput-rumput yang dilaluinya telah menjadi layu, seolah-olah rumput itu baru saja terbakar atau tersiram air panas saja. Dan ketika lewat di bagian yang agak basah, ular itu seperti mengeluarkan asap seperti halnya besi panas yang dicelupkan ke dalam air!
Dan ketika ular kecil itu semakin mendekati lawan-lawannya, ular-ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong itu tampak semakin pasrah dalam ketakutan. Tubuh mereka menggigil seperti sedang kedinginan. Sementara dari bawah sisik sisik mereka juga keluar lendir yang membasahi tubuh mereka, seakan-akan keringat dingin telah membanjir keluar dari dalam badan mereka.
Tiba-tiba ular kecil itu melengkungkan tubuhnya melenting cepat sekali ke arah lawan-lawannya. Mula-mula ekornya menyambar leher Ular Lebah Madu sehingga ular piaraan Nyo Kin Ong itu membuka mulutnya karena kesakitan. Tapi bersamaan dengan terbukanya mulut ular berbau wangi itu, mendadak ular kecil tersebut menyusup masuk dengan kecepatan yang luar biasa. Dan sekejap saja tubuhnya yang kecil itu telah menghilang ke dalam perut lawannya.
Ular Madu Lebah itu meronta dan menggeliat kesakitan. Tapi cuma sekejap pula, karena sesaat kemudian tubuhnya telah terbujur kaku di atas tanah. Ular kecil berwarna merah itu dengan tenang keluar dari duburnya. Sepotong hati yang masih segar tampak tergigit di dalam mulutnya yang kecil. Hati dari si Ular Madu Lebah.
Potongan hati itu kemudian dibuang begitu saja, karena di lain saat tubuh ular kecil tersebut telah melesat pula untuk menyerang lawannya yang lain. Dan seperti juga halnya dengan Ular Madu Lebah tadi, maka Ang-leng-coa piaraan Kim Hong San itupun juga binasa pula dengan cara yang sama. Ular kecil yang menggiriskan hati itu masuk ke dalam mulut dan keluar dari lobang dubur sambil menggigit potongan hati lawannya.
Kim Hong San yang sedang asyik mengikuti pertempuran gurunya itu dan Tang Hu yang juga sedang sibuk melepaskan jaring pusaka di kepala Nyo Kin Ong itu baru menyadari keadaan tersebut setelah ular-ular piaraan mereka mati. Mereka bertiga benar-benar menjadi kaget melihat ular kecil berwarna merah darah itu.
Apalagi ketika mereka menyaksikan ular itu masih menggigit potongan daging hati yang masih meneteskan darah segar. Sebagai jago-jago racun yang sering dan biasa bergulat dengan binatang-binatang berbisa, maka mereka bertiga segera mengenal ular kecil berwarna merah itu.
"Hwee-coa (Ular Api)...?" mereka berdesah dengan mata terbelalak.
Kemudian mereka bertiga saling berpandangan dengan wajah ngeri, seolah tak yakin bahwa mereka benar-benar berhadapan dengan jenis ular yang langka itu. Selama ini mereka memang belum pernah melihatnya. Mereka Cuma mengetahuinya dari buku atau dari orang-orang yang pernah melihatnya. Menurut pengetahuan yang mereka terima, di dunia ini ada dua macam golongan ular. Yaitu golongan ular yang bersisik dan golongan ular yang tak bersisik.
Golongan ular bersisik itu juga terdiri dari dua bagian pula, yaitu ular yang berbisa dan ular yang tidak berbisa. Dan masing-masing bagian itu juga terdiri dari beberapa jenis pula, yaitu jenis ular yang hidup di darat, di dalam air, dan jenis ular yang hidup di dua tempat, baik di darat maupun di air. Mereka itu terdiri dari berpuluh-puluh bahkan mungkin beratus-ratus macam ular.
Sebaliknya, golongan ular yang tidak bersisik itu Cuma mempunyai satu golongan saja, yaitu golongan ular berbisa ganas. Dan mereka juga hanya terdiri dari tiga jenis ular saja, yaitu Ular Api (Hwee-coa), Ular Berbulu (Mou coa) dan Ular Setan (Kui-coa). Meskipun cuma tiga jenis dan sangat jarang ditemui, namun ular-ular itu amat ditakuti dan disegani oleh ular-ular bersisik yang banyak jumlahnya itu. Padahal tiga jenis ular tak bersisik itu rata-rata bentuknya sangat kecil dan jauh lebih pendek dari pada mereka.
"Kim su-heng....? Mengapa... mengapa ular itu sampai ditempat ini? Benarkah dia Hwe-coa....?" Tang Hu menegaskan dengan suara gugup.
"Tampaknya memang benar, su-te. Tentu ada orang yang membawanya dari luar tembok besar, karena ular itu hanya terdapat di tengah-tengah Gurun Go bi saja."
"Ada yang membawanya? Siapa...? Tang Hu bertanya lagi dengan suara yang semakin gemetar.
"Entah, su-te. Aku belum bisa memastikannya. Tapi hatiku merasa berdebar-debar, seakan-akan ada sesuatu yang bakal terjadi. Kalian berhati-hatilah...!"
Sementara itu pertempuran antara Liu Yang Kun dan Giokbin Tok-ong telah mencapai puncaknya pula. Kakek sakti berwajah tampan itu telah mengerahkan segala kemampuannya. Demikian pula halnya dengan Liu Yang Kun. Di dalam keremangan sinar bulan yang menerobos sela-sela daun, tubuh mereka berkelebatan hampir tidak bisa diikuti oleh mata lagi. Angin pukulan mereka pun terasa bersiutan menerjang pepohonan yang ada di sekeliling arena mereka.
Ranting-ranting berpatahan dan daun-daun pun jatuh berguguran tanpa tersentuh oleh tangan mereka. Bahkan dahan-dahan yang agak lebih besarpun ada pula yang retak sehingga dahan-dahan itupun lantas berpatahan pula dengan suara hiruk-pikuk. Dahan-dahan berdaun rimbun itu berjatuhan menimpa arena pertempuran mereka. Tapi belum juga dahan-dahan tersebut sampai di bawah, mereka kembali tercerai-berai terkena hantaman atau dorongan angin pukulan kedua jago silat berkepandaian dahsyat tersebut.
Sementara itu Giok-bin Tok-ong pun telah mengaduk dan mengotori arena pertempuran tersebut dengan segala macam peralatan racunnya pula. Kakek itu telah menaburkan bubuk-bubuk beracunnya, meniupkan asap-asap pembunuhnya serta mengobral berbagai macam senjata-senjata rahasianya yang mematikan. Bahkan segala macam binatang berbisa yang dimilikinya telah ia keluarkan pula, sehingga arena pertempuran itu benar-benar seperti kubangan neraka yang sangat mengerikan!
Untunglah Liu Yang Kun memiliki Po tok-cu Jantan dan lwee-kang yang sangat tinggi. Meskipun ia harus terbatuk-batuk dan merasa mual menghadapi serangan racun-racun itu, tapi ia dapat bertahan dan melawan musuhnya dengan baik. Walaupun dengan demikian ia juga tidak bisa berkonsentrasi untuk mengerahkan tenaga batinnya, tapi ilmu silatnya juga telah lebih dari cukup untuk menghadapi ilmu silat Giok-bin Tok-ong. Bahkan ia masih bisa menyisakan tenaga untuk berjaga-jaga terhadap serangan Pek-lek-tan lawan yang ia ketahui sangat dahsyat itu.
Demikianlah lambat-laun dapat pula Liu Yang Kun mengungguli lawannya. Sedikit demi sedikit Giok-bin Tok-ong mulai kewalahan melayani ilmu silatnya. Bahkan beberapa waktu kemudian Raja Racun itu hanya bisa bertahan saja. Segala macam peralatan senjata racunnya sama sekali tidak bermanfaat menghadapi dirinya. Giok-bin Tok-ong mulai merasa panik. Keringat dingin mulai membasahi dahinya.
"Hong San, ayo bantu aku! Anak Goblog!" teriaknya kemudian dengan suara marah.
Kim Hong San terkejut. Demikian pula dengan kedua adik seperguruannya. Dan mereka semakin kaget ketika Hwee-coa tadi sudah tidak ada lagi di tempatnya. Ular merah itu telah menghilang entah kemana. Mungkin memang telah pergi, tapi mungkin juga hanya tertutup oleh kepulan asap atau tumpukan dahan dan ranting yang berserakan di arena itu.
Tapi munculnya Hwee-coa itu benar-benar sangat menggiriskan hati Kim Hong San. Seraya melompat ke arena untuk membantu gurunya, ia berteriak memberi peringatan. "Su-hu, awas....! Siauw-te melihat Hwee-coa di tempat ini!"
"Apa kau bilang? Hwee coa...? Huh... jangan main-main kau! Ayoh ajak semua adikmu untuk membantuku!" Giok-bin Tok-ong yang tidak percaya akan kata-kata muridnya itu menghardik. Sambil menangkis pukulan Liu Yang Kun dengan kedua buah lengannya Kim Hong San menjawab.
"Be-benar, su-hu! Siauw-te tidak bohong! Baru saja ular itu membunuh Angleng-coa dan Ular Madu Lebah kami!"
Giok-bin Tok-ong yang sedang sibuk melayani serangan Liu Yang Kun itu terdiam. Tampaknya ia mulai percaya pada ucapan muridnya. "Baiklah. Nanti kita urus binatang langka itu. Sekarang mari kita bereskan dulu bangsat cilik ini!" akhirnya kakek itu berseru.
"Baik, su-hu! Tang su-te, sudah selesaikah kau melepas jaring itu dari kepala Nyo su-te? Kalau sudah.... cepatlah kalian kemari! Kita bersama-sama mengenyahkan bangsat ini!" Kim Hong San berteriak pula ke arah adik-adiknya.
Begitulah, beberapa saat kemudian Liu Yang Kun telah dikepung beramai-ramai oleh Giok-bin Tok-ong dan murid-muridnya. Mereka semua adalah jago-jago silat tingkat tinggi, yang rata-rata telah memiliki kemampuan yang boleh dikatakan sempurna dalam perguruan mereka. Giok-bin Tokong sendiri telah memperoleh nama tinggi di dunia persilatan sehingga ia tertulis sebagai jago silat nomer empat di dunia di dalam Buku Rahasia.
Sedangkan ketiga orang muridnya itu juga telah mewarisi hampir semua kepandaiannya, sehingga kesaktian mereka itu pun rasanya juga tidak akan kalah pula bila dibandingkan dengan para ketua persilatan, seperti Pek-I Liong-ong, Put-ceng-li-jin maupun Keh-sim Siau-hiap. Maka sungguh tidak mengherankan kalau akhirnya Liu Yang Kun menjadi kewalahan menghadapi mereka berempat.
Tak terasa malam semakin larut. Bulan pun telah mulai condong ke barat. Dan pertempuran yang sangat dahsyat namun berat sebelah itu tetap berlangsung terus dengan sengitnya. Liu Yang Kun semakin tercecer. Meskipun pemuda itu memiliki tenaga dalam yang amat tinggi dan ilmu silat yang hebat-hebat namun lawannya juga, bukan tokoh-tokoh sembarangan pula. Dengan bekerja sama saling bahu-membahu keempat orang dari Lembah Tak Berwarna itu mampu menahan.
Bahkan menjinakkan tenaga dalam dan ilmu silat Liu Yang Kun yang dahsyat itu. Walaupun dalam waktu cepat mereka berempat belum segera bisa menguasai pemuda itu, tapi lambat atau cepat hal itu tentu akan terlaksana juga. Apalagi sejalan dengan bertambahnya waktu, kekuatan pemuda itu juga semakin tampak berkurang pula.
Sementara itu dibalik rimbunnya semak-semak tempat empat pasang mata menonton pertempuran tersebut. Mereka terdiri dari empat orang lelaki yang rata-rata berusia empatpuluh tahun atau limapuluh tahun. Wajah maupun air muka mereka kelihatan keras dan kaku, seperti halnya tokoh-tokoh persilatan yang telah biasa berkecimpung di dalam dunia kekerasan. Namun demikian sinar mata mereka yang mencorong tajam seperti mata harimau di dalam kegelapan itu menunjukkan bahwa mereka adalah tokoh-tokoh sakti yang telah sempurna dalam mempelajari ilmunya.
"Sam-eng (Tiga Garuda), lihat....! Pemuda itulah yang bernama Chin Yang Kun, seorang tokoh muda yang telah menggegerkan dunia persilatan beberapa tahun yang lalu, sehingga namanya ikut tercantum pula di urutan ke tujuh Tokoh-tokoh Persilatan Dunia dewasa ini. Melihat permainan silatnya, tampaknya urut-urutan di dalam Buku Rahasia itu sudah tidak sesuai lagi sekarang. Kau lihat...!" seorang diantara mereka yang tampaknya sangat dihormati dan disegani oleh yang lain berbisik pelan.
"Benar, tuanku. Bahkan ilmu silatnya tampaknya juga lebih hebat pula dari pada ilmu silat Bu-tek Sin-tong. Wah... pemuda itu sungguh berbahaya sekali!" salah seorang dari tiga orang yang disebut Tiga Garuda itu menjawab.
"Dan.... tampaknya kita juga telah keduluan pula olehnya. Pemuda itu telah merampas sebagian dari Buku Rahasia yang dibawa oleh Giok-bin Tok-ong itu. Hmm.... tampaknya kita juga harus bekerja keras untuk merebut buku itu kembali. Bagaimana pendapat kalian, sam-eng?" orang yang pertama tadi berkata pula.
"Ah... terserah tuanku saja, kami bertiga hanya menurut. Tapi kami rasa sebaiknya kita bantu dulu pemuda itu menghadapi Giok-bin Tok-ong dan murid-muridnya. Setelah itu baru kita hadapi pemuda itu untuk merampas bukunya. Mungkin jalan ini akan lebih baik dari pada kita harus menghadapi Giok-bin Tok ong nanti."
"Benar. Pendapatmu sesuai sekali dengan apa yang terkandung di dalam hatiku. Bersama-sama dengan pemuda itu kita akan lebih mudah menundukkan Giok bin Tok-ong dari pada kita harus berhadapan sendiri dengan lblis-lblls dari Lembah Tak Berwarna itu. Bagus. Kalau begitu marilah kita sekarang terjun ke dalam pertempuran mereka!" orang yang paling disegani itu berkata gembira.
"Silahkan, tuanku! Tapi.... ehm... bolehkah kami bertiga menggunakan Hwee coa (Ular Api) lagi untuk melawan mereka?"
"Boleh. Tapi kalian harus berhati-hati. Ular itu sulit didapat dan sulit dijinakkan pula. Dan kalian masing-masing cuma memiliki seekor saja. Oleh karena itu sekali kalian kehilangan dia, maka akan sulit pula bagi kalian untuk mendapatkan gantinya."
"Baik, tuanku." tiga orang yang disebut Sam-eng itu menjawab berbareng. Demikianlah, keempat orang itu lalu menampakkan diri mereka. Perlahan-lahan kaki mereka melangkah mendekati pertempuran. Kemudian mereka berpencar untuk mempersiapkan diri mereka dan mencari tempat lowong untuk segera melibatkan diri mereka di dalam pertempuran tersebut.
Namun kehadiran mereka itu tentu saja segera diketahui oleh Liu Yang Kun dan Giok-bin Tok-ong. Tapi karena suasana pertempuran mereka memang sedang mencapai puncaknya, maka kedua belah pihak sama-sama tidak mau mempedulikannya. Baik Liu Yang Kun maupun Giok-bin Tokong benar-benar tidak mau memecah perhatian mereka. Apalagi bagi Giok-bin Tok-ong yang sedang berada di atas angin dan tinggal menunggu saatnya saja untuk menyelesaikan pertempuran itu.
Telah beberapa kali pukulan dan tendangan Giok-bin Tokong serta murid-muridnya mengenai badan Liu Yang Kun bahkan telah beberapa kali pula jaring pusaka yang ada di tangan Tang Hu menyerempet dan melukai kulit Liu Yang Kun yang tidak terlindung oleh kulit Ceng-liong-ong itu. Sehingga kekuatan Liu Yang Kun yang telah terperas habis habisan itu menjadi semakin susut pula. Peluh semakin deras mengalir dari tubuhnya.
Demikianlah, ketika empat orang asing itu mendekati arena pertempuran, keadaan Liu Yang Kun benar-benar sudah terpojok dan tinggal menantikan saatnya saja. Itulah sebabnya pemuda itu benar-benar sedang mengerahkan segala kemampuannya untuk meloloskan diri dari sergapan musuhnya.
Meskipun tenaganya telah susut banyak sekali, namun Liu Yang Kun masih bisa menghindari sabetan Jaring pusaka Tang Hu. Bahkan selanjutnya pemuda itu masih mampu pula mengelakkan cakar tangan Kim Hong San dan Nyo King Ong. Tapi setelah itu ternyata ia tak bisa lagi menahan gempuran lutut Giok-bin Tok-ong yang mendarat di perutnya.
Duuuuuuk!
"Uuhh....." Liu Yang Kun melenguh pendek dan tubuhnya terlempar keluar arena pertempuran.
Salah seorang dari empat orang yang baru datang tadi, yang dipanggil dengan sebutan "Tuanku" oleh yang lain, bergegas melangkah ke depan untuk menolong dan menangkap tubuh Liu Yan Kun. Tapi belum juga tangannya dapat menyentuh, ternyata Liu Yang Kun telah lebih dahulu menggeliat di udara dan melesat ke samping dengan manisnya. Dan kemudian, meskipun dengan terhuyung-huyung, pemuda itu mendaratkan kakinya dengan enteng di tempat yang aman. Giok-bin Tok-ong dan ketiga orang muridnya tak ingin membuang kesempatan lagi. Cepat mereka meloncat mengejar Liu Yang Kun.
"Tahan...!" Orang yang disebut 'Tuanku' itu membentak dan menghadang di depan Liu Yang Kun. Dan ketiga orang kawannya yang disebut Sam-eng itu segera melindunginya pula.
Giok-bin Tok-ong dan murid-muridnya tertegun dan otomatis menghentikan gerakan mereka. Dengan kaget mereka menatap orang-orang yang telah mengganggu pertempuran mereka itu. "Bok Siang Ki!" Giok-bin Tok-ong berseru kaget.
Sementara itu Liu Yang Kun tak mau menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Bergegas pemuda itu mengerahkan tenaga sakti untuk mengobati luka dalamnya yang agak parah. Matanya terpejam dan berkali-kali ia menyedot napas untuk memberi kesegaran pada bagian dada serta perutnya yang terluka. Hantaman lutut Giok-bin Tok-ong tadi benar-benar sangat keras dan hampir saja merusakkan isi perutnya. Untunglah dengan sisa-sisa tenaganya dia masih mampu bertahan.
"Huh-huk huk!" Liu Yang Kun terbatuk dan beberapa gumpal darah beku ikut tersentak keluar bersama dahak yang keluar dari mulutnya. Tapi dengan demikian dada dan perutnya menjadi lega. Untuk sementara waktu lukanya telah terobati dan tidak akan terlalu mengganggunya lagi.
Kemudian pemuda itu mengerahkan pandangannya ke arena kembali. Tiba-tiba jantungnya tersentak! Empat orang lelaki yang pernah dilihatnya di dalam perjalanannya kemarin dulu tampak sedang berhadapan dengan Giok-bin Tok ong dan murid-muridnya. Orang yang kemarin dulu mengaku bernama "Ki" itu kelihatannya ingin melindungi dia dari keganasan Giok-bin Tok-ong.
"Bok Siang Ki....!" sekali lagi Giok-bin Tok-ong menegur lelaki yang menghadang di depannya itu. "Ternyata kau sampai di tempat ini pula, huh? Apakah kau sedang mencari aku? Baiklah... akupun ingin bertemu pula denganmu. Tapi menyingkirlah terlebih dahulu! Aku hendak menyelesaikan urusanku dulu dengan pemuda ini."
"Bok…. Siang…. Ki?" diam-diam Liu Yang Kun berdesah di dalam hatinya.
Orang yang ternyata adalah Bok Siang Ki, tokoh nomer dua di dunia persilatan itu tiba-tiba tersenyum. Matanya yang mencorong tajam luar biasa itu menatap Giok-bin Tok-ong hampir tak berkedip. Hmmh! Tok-ong...! Jangan harap kau bisa membohongi aku dengan tipu dayamu. Sejak kita bertiga dengan Bu-tek sin-tong dapat memancing keluar Ban-hoat Sian-seng dari pertapaannya setahun lalu dan kemudian dengan tipu muslihat kita bertiga bisa mendapatkan Buku Rahasianya yang asli, aku sudah berjanji kepada diriku sendiri bahwa untuk selanjutnya aku harus waspada dan selalu berhati-hati bila berhadapan denganmu. Kau adalah manusia yang tidak bisa dipercaya. Kau tega berbuat licik terhadap kawanmu sendiri. Dengan akal bulusmu kau bermaksud mengelabuhi aku dan Bu-tek Sin-tong. Kau berniat untuk menguasai sendiri Buku Rahasia yang asli itu. Untunglah pada waktu itu aku dan Bu-tek Sin-tong sudah lebih dahulu menaruh curiga kepadamu. Hmm, kalau tidak, kau tentu telah berhasil menguasai sendiri buku itu."
"Hi-ha-ha-hi-ha ….!" Giok-bin Tok-ong tertawa terkekeh-kekeh. "Bok Siang Ki.....! Sebenarnya kau tidak perlu mendongkol atau marah kepadaku. Apa yang telah kulakukan itu merupakan hal yang wajar dalam tata-kehidupan kita. Kita adalah manusia yang memiliki otak untuk berpikir. Dan sudah menjadi kelaziman setiap manusia untuk mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Dan sudah merupakan Hukum Alam bagi kita. Nah, lalu apa salahku kalau pada waktu itu aku berbuat licik kepadamu? Kalianlah yang seharusnya menyesali kebodohan kalian sendiri. Coba kalau kalian pintar, tentu tiada seorangpun yang bisa memperdaya kalian. Si bodoh memang merupakan makanan si pandai he-he-he-he....!"
"Hm.... .kau anggap aku bodoh?" sahut Bok Siang Ki datar, sama sekali tidak terpengaruh oleh ucapan lawannya. "Jangan takabur! Apa kau lupa bahwa otak rencana untuk mendapatkan Buku Rahasia yang asli itu adalah aku? Sayang aku terlalu jujur dan percaya kepadamu sehingga kau memanfaatkannya untuk mengelabuhi aku. Kau sebenarnya tidak pandai, Giok-bin Tok-ong. Kau cuma licik serta pandai mengambil kesempatan. Itu saja. Sebab kalau engkau pintar, kau pasti berhasil menguasai buku itu sendirian. Nyatanya, kau cuma memperoleh sebagian saja. Sementara sebagian yang lain masih dapat kupertahankan bersama Bu-tek Sin-tong..."
Giok-bin Tok-ong menjadi merah mukanya. "Bangsat! Lalu apa maumu sekarang? Mau mengambil sebagian dari Buku Rahasia yang kubawa itu, hah?" bentaknya berang.
Tiba-tiba Bok Siang Ki mengedikkan kepalanya. Matanya menyorot tajam. "Tentu saja, Tok-ong. Aku telah hampir putus asa mencarimu selama setahun ini. Engkau benar-benar pandai memilih tempat persembunyian, sehingga aku benar-benar mengalami kesulitan untuk mendapatkanmu. Kalau tidak karena aku selalu memata-matai murid-muridmu itu, aku tentu belum berhasil juga menemukan tempat ini. Nah, sekarang bersiaplah, aku akan mulai!"
"Kau berani melawan aku?" Giok-bin Tok-ong masih mencoba untuk menggertak.
Bok Siang Ki mendengus dingin. "Mengapa tidak? Bukankah kau masih belum berubah juga? Bukankah kau masih Giok-bin Tok-ong yang dulu itu? Bukankah kedudukanmu masih berada di urutan yang keempat dan masih berada dua tingkat di bawahku? Lalu apalagi yang harus kutakuti? Karena engkau telah mempelajari sebagian dari Buku Rahasia yang kau bawa itu? Huh, jangan congkak! Kita sama-sama mendapatkan sebagian dari buku itu. Dan kulihat tadi kepandaianmu belum bertambah pula. Tampaknya kepandaianmu justru semakin menurun malah. Nyatanya melawan pemuda itu saja kau kalah. Padahal pemuda itu adalah Chin Yang Kun, orang ke tujuh dalam urut-urutan Buku Rahasia itu."
"Kurang ajar! Kau sudah mengenal setan busuk itu?" Giok-bin Tok-ong meraung marah. Wajahnya benar-benar menjadi merah-padam.
"Sudahlah! Jangan banyak berprasangka. Akupun baru melihatnya sekarang. Yang penting sekarang adalah kau dan aku. Marilah....!"
"Tunggu.....! Dengar, buku itu sudah tidak ada padaku lagi sekarang. Buku itu telah berada di tangan pemuda itu!" tiba-tiba Giok-bin Tok-ong menyela.
"Begitukah? Hmm.... lagi-lagi kau hendak memperdayakan aku, agar aku bermusuhan dengan pemuda itu, sementara engkau nanti yang akan mengambil keuntungannya. Sungguh licik sekali siasatmu!" Bok Siang Ki pura-pura tidak tahu agar dengan demikian ia bisa meneruskan rencananya semula, yang menghadapi Giok-bin Tok-ong terlebih dahulu.
"Aku tidak bohong! Tanyakan kepadanya kalau kau tidak percaya!"
"Persetan! Aku tidak peduli! Lihat serangan.....!" Bok Siang Ki membentak, lalu menyerang.
Giok-bin Tok-ong cepat menghindar kemudian berteriak ke arah murid muridnya, "Hong San, jangan hiraukan aku! Cepat kau bereskan pemuda itu! Dia sudah terluka parah!"
Kim Hong San dan adik-adiknya yang bermaksud membantu gurunya itu segera berpaling kepada Liu Yang Kun. Ketika dilihatnya pemuda itu memang sedang berusaha mengobati luka-lukanya, ia mengangguk. "Baik, su-hu," Jawabnya sambil melompat dan menerjang Liu Yang Kun.
Liu Yang Kun yang baru saja menyelesaikan pengobatan dirinya itu terpaksa mengerahkan tenaganya lagi untuk menghindar. Dan serangan tersebut memang dapat ia elakkan, tapi gerakan itu membuat perutnya menjadi pedih kembali. Rasa-rasanya ada luka yang menganga kembali di dalam perut itu. "Ouugh!" pemuda itu mengeluh pendek.
Kim Hong San menjadi gembira. Ia menyerang semakin garang. Dikerahkannya seluruh kekuatan dan kemampuannya. Bahkan ia masih memberi isyarat kepada Nyo Kin Ong dan Tang Hu untuk membantunya. Kesempatan tersebut benar-benar tak disia-siakan Nyo Kin Ong dan Tang Hu. Kedua orang adik seperguruan Kim Hong San itu segera terjun pula ke arena. Mereka bermaksud menyelesaikan pertempuran itu secepatnya, agar dengan demikian mereka bisa segera menolong guru mereka.
Tetapi tiga sosok bayangan yang lain tiba-tiba memotong gerakan mereka. Ketiga sosok bayangan itu yang tidak lain adalah Sam-eng, datang bagaikan gulungan angin putting-beliung yang menerjang dengan kuatnya ke arah mereka. Begitu dahsyatnya kekuatan yang melandasi gerakan ketiga orang itu sehingga mereka berdua sampai terdorong mundur beberapa langkah ke belakang. Bahkan mereka berdua merasa seperti ikut tergulung dan terseret pula beberapa saat ketika menangkis tadi.
"Gila......!" mereka mengumpat dan memaki tiga orang lelaki gagah berpakaian seragam hitam-hitam, kuning kuning dan putih-putih itu. Kini mereka saling berhadapan dalam jarak dua tombak.
"Ji-te! Sam-te! Kau layani mereka. Aku akan membantu pemuda itu." orang pertama dari Sam-eng itu yang mengenakan seragam hitam-hitam, memberi perintah kepada kawan-kawannya. Setelah itu ia melompat dan menyerang Kim Hong San yang sedang sibuk mendesak Liu Yang Kun.
"Kurang ajar!" sekali lagi Nyo Kin Ong dan Tang Hu memaki, kemudian menerjang dua orang lawan mereka yang berseragam kuning-kuning dan putih-putih itu.
''Bagus! Ini baru adil dan seimbang! Dua lawan dua!" orang yang berseragam kuning-kuning itu berkata dengan bersemangat.
"Benar, Ji su-heng. Marilah kita masing-masing seorang lawan, lalu kita buktikan mana yang lebih unggul, perguruan Lembah Tak Berwarna atau Perguruan Pasir Kuning (Ui-soa-pai) dari Gurun Go-bi!" anggauta Sam-eng yang paling muda, yang mengenakan seragam putih-putih, menyahut perkataan su-hengnya dengan suara gembira pula.
"Baik!" orang yang berseragam kuning-kuning mengiyakan. Kemudian dia mengambil Nyo Kin Ong sebagai lawannya, sementara adiknya berhadapan dengan Tang Hu.
Kedua orang murid Giok-bin Tok-ong itu tak bisa mengekang diri lagi. Mereka merasa ditantang untuk mempertahankan nama perguruan mereka. Oleh karena itu dengan menggeram keras segera menyerbu lawan-lawannya, sehingga sekejap kemudian mereka berempat telah terlibat dalam pertarungan sengit yang sangat menegangkan.
Sementara itu kedatangan anggauta Sam-eng berbaju hitam itu benar-benar telah menyelamatkan jiwa Liu Yang Kun. Dengan berani anggauta Sam-eng berbaju hitam itu menyongsong serbuan Kim Hong San yang menggebu-gebu. Berkali-kali tangan dan kaki mereka bentrok di udara dan menimbulkan suara berdebug dan berdentam pula dengan kerasnya.
Ternyata mereka berdua memiliki tenaga dalam yang berimbang, sementara ilmu silat mereka pun ternyata juga tidak berselisih banyak pula. Tapi karena Kim Hong San sambil bertempur juga selalu mengobral racun-racunnya, maka anggauta Sam-eng berbaju hitam itu terpaksa harus menyisihkan sedikit tenaga dan kewaspadaannya untuk bertahan dan berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan yang ada. Untung ilmu meringankan tubuhnya agak sedikit lebih tinggi dari pada tokoh Lembah Tak Berwarna tersebut, sehingga sedikit banyak ia juga bisa memanfaatkannya untuk mengambil jarak dari lawannya.
Bhuuuuussssshhhh....! Mendadak arena pertempuran tersebut digelapkan oleh asap tebal berwarna kuning pekat, yang tersebar dari bahan peledak yang dibanting oleh Giok-bin Tok-ong. Ternyata di dalam pertarungan cepat melawan Bok Siang Ki tadi Giok-bin Tok-ong segera tercecer di bawah angin. Walaupun ketua Lembah Tak Berwarna itu memiliki ilmu silat yang tinggi, namun lawannya adalah jago silat nomer dua di dunia persilatan.
Di dalam segala hal ketua perguruan Ui-soa-pai itu ternyata memiliki beberapa kelebihan dari pada dia. Oleh karena itu pula akhirnya Giok-bin Tok-ong memutuskan untuk mempergunakan senjata senjata racunnya. Demikianlah akhirnya arena pertempuran tersebut menjadi gelap oleh asap beracun yang disebarnya.
Bok Siang Ki yang langsung terserang oleh kepulan asap tersebut cepat menghindar dengan meloncat tinggi ke udara. Sekejap saja tubuhnya telah bertengger di atas dahan pohon yang tinggi. Dari atas pohon tersebut ia melihat sekejap ke arah Sam-eng, pembantu pembantunya. Begitu menyaksikan para pembantunya itu dapat menyelamatkan diri pula, perasaannya menjadi lega.
"Sam-eng! Lekas kalian keluarkan tepung daun coa-tou (kepala ular) itu. Ambillah sedikit, lalu makanlah! Selanjutnya kalian tak perlu takut menghadapi racun-racun mereka! Cepat!" teriaknya keras.
Tiba-tiba Bok Siang Ki tersentak kaget. Ternyata ia telah melupakan Liu Yang Kun. Ia tidak melihat pemuda itu di luar kepulan asap. Dan hal itu berarti bahwa si pemuda masih berada di tengah-tengah asap bersama rombongan Giok-bin Tok-ong.
"Kurang ajar! Giok-bin Tok-ong benar-benar licik sekali! Dia menggunakan tabir asap itu untuk berlindung. Dan dengan perlindungan tabir asap itu pula ia dan anak-buahnya menyergap Liu Yang Kun. Bangsat! Hei... Sam Eng! Mari kita terjang tabir asap itu! Kita tidak boleh keduluan oleh iblis-Iblis Lembah Tak Berwarna itu!"
Ternyata benar apa yang diduga oleh Bok Siang Ki itu. Karena merasa takkan menang melawan Bok Siang Ki dan anak-buahnya, Giok-bin Tok-ong mulai menggunakan siasat dan akal-bulusnya. Ia meledakkan bahan peledak yang dapat menimbulkan kepulan asap tebal di arena pertempuran tersebut. Selain juga untuk menyerang lawan-lawannya, asap tebal yang mengandung racun itu juga dapat ia pergunakan untuk berlindung dari sergapan musuh.
Sementara itu dengan perlindungan tabir asap tersebut ia dan murid-muridnya dapat pula melanjutkan niat mereka semula, yaitu mengepung dan menyergap kembali Liu Yang Kun. Pokoknya Buku Rahasia yang dibawa pemuda itu harus direbut dahulu.
Demikianlah Bok Siang Ki dan tiga orang pembantunya lalu menerjang tabir asap itu. Hanya dengan mengandalkan ketajaman perasaan mereka saja mereka itu menyerang Giokbin Tok-ong dan murid-muridnya. Oleh karena itu pula dalam kemelutnya pertempuran mereka seIanjutnya, mereka semua tak bisa lagi membedakan mana kawan mana lawan. Bahkan merekapun sudah tidak bisa menentukan lagi, apakah Liu Yang Kun masih berada diantara mereka atau tidak?
Lain dari pada itu kepekatan asap beracun tersebut benar-benar membuat napas mereka menjadi sesak. Sekali tempo mereka harus keluar dari kepulan asap dahulu untuk menyedot udara segar.
Siiiing! Siiiing! Siiiing!
Ternyata tabir asap yang amat pekat itu telah dimanfaatkan pula oleh Giok-bin Tok-ong dan murid-muridnya untuk mengobral senjata-senjata rahasia mereka. Mereka melepaskan pisau-pisau terbang, jarum-jarum lembut yang bisa menyusup ke dalam daging dan pembuluh darah, dan peluru-peluru beracun yang dapat meletus dan memuntahkan cairan atau tepung berbahaya ke arah lawan mereka.
Sehingga beberapa saat kemudian pertempuran tersebut menjadi semakin ruwet dan simpang-siur oleh desingan senjata-senjata rahasia itu. Bahkan sekejap kemudian juga digaduhkan pula oleh letupan-letupan peluru yang memuntahkan alat-alat pembunuh berbahaya.
Tentu saja hal itu benar-benar sangat merepotkan Bok Siang Ki dan tiga orang pembantunya. Bertempur dengan membuta di dalam tabir asap itu saja sudah amat menyulitkan mereka, apalagi harus menghadapi senjata-senjata gelap yang seolah-olah berhamburan menghujani mereka itu. Sebagian besar dari taburan senjata gelap itu memang dapat mereka hindarkan.
Tapi beberapa buah diantaranya terpaksa tidak bisa mereka elakkan. Beberapa buah dari pisau-pisau terbang itu sempat menghujam kedalam daging Sam-eng, sementara sebuah diantara peluru yang meletus itu juga sempat memercikkan cairan berbahaya yang membakar mata kiri dan sebagian pelipis kiri anggauta Sam-eng yang termuda.
Dan Bok Siang Ki sendiri ternyata juga tidak luput dari bencana itu. Sebuah di antara puluhan jarum yang tersebar di arena itu dapat lolos dari kebutan lengan bajunya dan menembus paha kanannya. Sekejap saja jarum itu telah masuk ke dalam daging dan seakan akan terus bergerak sesuai dengan gerakan atau menegangnya otot paha itu....
Asap tipis seperti mengepul dari seluruh tubuh Liu Yang Kun. Perlahan-lahan wajahnya yang pucat seperti kapas itu berubah kemerah-merahan kembali. Dan beberapa saat kemudian pemuda itu telah berdiri tegak seperti semula. Matanya kembali mencorong seperti tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.
"Gila! Mengapa dia dapat bertahan terhadap racun yang sangat mematikan itu?" Kim Hong San tiba-tiba menggeram marah.
Nyo Kin Ong menjadi pucat pula mukanya. Ia membelalakkan matanya seolah olah tak percaya. Dan rasa kagetnya itu seperti menular pula pada ularnya. Ular Madu Lebah itu seperti ketakutan pula di tangannya. Sambil melingkar dan bersembunyi di dalam lengan bajunya, terasa tubuh ular itu menjadi dingin gemetaran.
Apa sebenarnya yang terjadi? Mengapa Liu Yang Kun tidak binasa setelah menerima gigitan ular berbisa itu? Bahkan, mengapa pula pemuda itu seperti tidak terpengaruh oleh Asap Pengantar Tidur tadi? Seperti telah diketahui, di dalam tubuh Liu Yang Kun sendiri juga bersemayam kadar racun yang sangat tinggi. Bahkan racun tersebut telah menyatu dengan darah, sehingga pemuda itu merupakan manusia beracun yang sangat berbahaya pula.
Namun bukan hal itu yang menyebabkan pemuda tersebut lolos dari racun Ular Madu Lebah maupun Asap Pengantar Tidur tadi, karena semenjak meminum darah Ceng-liong-ong, racun itu telah tawar atau telah hilang dari tubuhnya. Tapi-Po-tok-cu atau Pusaka Mustika Racun-lah yang menyebabkan pemuda itu terhindar dari maut.
Dalam keadaan yang sangat berbahaya tadi, Liu Yang Kun segera teringat akan Po-tok-cu miliknya. Cepat benda itu dikulum di dalam mulutnya, lalu dikerahkannya pula Liong-cui-kangnya, sehingga dengan cepat pula khasiat itu menyebar ke dalam tubuhnya. Dan sebentar saja khasiat dari mustika racun tersebut telah mendesak keluar semua racun yang masuk ke dalam tubuhnya.
Bahkan pengerahan tenaga dalam yang sangat berlebihan itu menyebabkan badan Liu Yang Kun mengeluarkan bau yang khas, yaitu bau amis ular. Dan bau amis itu ternyata mempunyai pengaruh yang sangat hebat terhadap Ang-leng-coa dan Ular Madu Lebah.
Ketiga ekor ular yang dipegang oleh murid-murid Giok-bin Tok-ong tersebut tiba-tiba terkulai jatuh ke tanah, kemudian merayap dengan ketakutan ke depan Liu Yang Kun. Seperti pesakitan yang sedang menunggu keputusan hukumannya, ketiga ekor ular itu tergolek lesu di depan Liu Yang Kun.
Tentu saja hal itu sangat mengejutkan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong. Dan rasa kaget tersebut semakin bertambah menjadi-jadi pula ketika tiba-tiba mereka menyaksikan belasan, bahkan berpuluh-puluh ekor ular dari berbagai macam jenis, tampak bermunculan dari semak-semak di sekitar mereka. Ular-ular itu menjalar berbondong-bondong mengelilingi Liu Yang Kun. Puluhan ekor ular itu kelihatan agak segan dan takut kepada pemuda aneh tersebut. Mereka berderet-deret rapi dengan kepala tertunduk.
"Kim su-heng...? Apa apa apaan ini?" Nyo Kin Ong berseru gemetar. Mukanya pucat dan tanpa terasa kakinya melangkah mundur menjauhi arena.
Ternyata Kim Hong San sendiri juga menjadi bingung melihat peristiwa yang tak diduganya itu. Namun sebagai murid tertua dari Giok-bin Tok-ong, kecerdikannya dalam merangkai sesuatu hal atau sesuatu peristiwa, ternyata juga tidak kalah dengan gurunya. Sebentar saja ia segera bisa menebak apa yang kiranya telah terjadi.
"Nyo su-te...! Hanya ada dua orang yang mampu berbuat seperti pemuda itu di dunia ini, yaitu su-hu sendiri dan mendiang Ang-leng Kok-jin!"
"Benar, su-heng, kau benar. Aku pun pernah melihatnya pula. Hanya su-hu dan mendiang Ang-leng Kok-jin yang mampu berbuat seperti ini."
"Kau tahu sebabnya mengapa mereka bisa berbuat demikian?"
"Tentu saja, su-heng. Su-hu ditakuti ular karena beliau memiliki Po-tok-cu. Lalu ketika Po-tok-cu itu dicuri oleh suheng Ang-leng Kok-jin, su heng pun lantas ditakuti pula oleh ular-ular itu."
"Huh... kamu masih saja memanggil su-heng kepada pengkhianat itu?" Kim Hong San menghardik su-tenya.
"Maafkan aku, su-heng...." Kim Hong San lalu menghela napas dalam-dalam. Ditolehnya adik seperguruannya itu sambil berdesah perlahan. "Nah... sekarang apa pikiranmu setelah pemuda itu juga mampu berbuat seperti su-hu dan Ang-leng Kok-jin?"
Tiba-tiba mata Nyo Kin Ong terbelalak. "Hei? Apakah dia... dia... eh? Apakah Ang-leng Kok-jin telah memberikan Po-tok-cu itu kepadanya?" desahnya serak seakan mau berteriak.
Kim Hong San mengangguk. "Tampaknya memang demikian. Entah diberikan atau tidak, tapi yang jelas pemuda itu tentu membawa Po-tok-cu sekarang. Dan hal itu berarti segala macam senjata beracun yang kita bawa tidak akan berguna terhadap dia."
"Ooh.... jadi apa yang harus kita lakukan sekarang? Lari meninggalkan dia? Lalu bagaimana dengan buku itu? Bagaimana su-hu nanti menanyakannya?"
"Hus! Mengapa kita harus lari? Bukankah kita masih memiliki berbagai macam senjata yang dapat kita andalkan pula? Apa kau lupa pada pek-lek-tan kita?" Kim Hong San mendengus marah.
"Oh, benar...." Nyo Kin Ong yang berangasan itu tiba-tiba tersenyum lega. Tapi senyum segera hilang tatkala matanya memandang ke arah arena lagi.
Ternyata sesuatu telah terjadi pula di dalam arena. Entah bagaimana asal mulanya, namun sekarang puluhan ekor ular itu tampak mengepung Ular Madu Lebah dan Ang-leng-coa milik mereka. Bahkan dengan amat sangat garangnya ular-ular itu telah bersiap-siap hendak menyerang ketiga ekor ular mereka itu.
"Su-heng! Kita tolong ular-ular peliharaan kita! Mari...!" Nyo Kin Ong cepat berteriak, kemudian melompat ke dalam arena.
Melihat adik seperguruannya telah terjun ke dalam arena kembali, maka Kim Hong San terpaksa menyusul pula. Mereka tetap berpasangan melawan Liu Yang Kun, karena dengan jalan demikian mereka bisa saling menolong dan saling melindungi satu sama lain. Sesekali mereka terpaksa menghindar atau menyepak kawanan ular berbisa yang berseliweran di bawah kaki mereka.
Sementara itu kawanan ular yang baru datang itu benar-benar telah menyerang ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong. Tampaknya ketiga ekor ular peliharaan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong itu mereka anggap bersalah karena berani menyerang Liu Yang Kun, titisan raja mereka. Dan sebentar saja telah banyak yang bergelimpangan menemui ajal mereka. Ketiga ekor ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong itu memang termasuk jenis ular yang amat berbisa.
Di kalangan masyarakat ular sendiri mereka bertiga termasuk dari jenis ular istimewa yang sangat ditakuti oleh jenis-jenis ular yang lain. Dalam keadaan biasa takkan ada seekor ularpun dari jenis-jenis yang baru datang itu yang berani melawan mereka. Namun karena mereka sekarang seperti sedang mengemban kewajiban untuk menghukum mereka yang bersalah, maka mereka terpaksa berani melawan tiga ekor ular berbisa itu.
Di dalam masyarakat ular memang ada ketentuan-ketentuan atau kebiasaan kebiasaan yang mereka junjung tinggi sebagai tata aturan di kalangan mereka. Dan salah satu diantara aturan-aturan tersebut adalah tentang hukuman bagi mereka yang dianggap berani melawan pemimpin kelompok atau berani melawan raja mereka. Mereka yang dianggap bersalah itu akan dikeroyok beramai-ramai sampai mati.
Meskipun demikian, ular yang mendapat hukuman tersebut juga diberi hak untuk melawan dan membela diri. Kalau kebetulan ular yang bersalah itu dapat meloloskan diri dari hukuman, maka otomatis nyawa mereka diampuni pula. Itulah sebabnya mengapa ketiga ekor ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong tersebut berusaha melawan mati matian. Sungguh beruntung bagi mereka bertiga, karena diantara pengeroyok mereka itu tidak ada seekor ularpun yang setaraf atau sebanding dengan 'kemampuan' mereka.
Kawanan ular yang mengeroyok mereka itu cuma dari jenis ular biasa, yang walaupun berbisa pula, tapi tak sehebat dan sedahsyat racun atau bisa mereka. Apalagi kulit Ang-leng-coa yang keras itu tak dapat ditembus dengan taring yang bagaimanapun tajamnya. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila beberapa saat kemudian banyak diantara kawanan ular tersebut yang binasa oleh serangan mereka bertiga.
Sementara itu pertempuran antara Liu Yang Kun dan Kim Hong San pun berlangsung semakin seru pula. Dengan senjata jaring atau jala yang dapat dilipat ataupun ditebarkan, Kim Hong San bekerja sama dengan Nyo Kin Ong. Nyo Kin Ong sendiri juga mengeluarkan senjatanya, yaitu sebuah pipa tembakau atau huncwe, yang panjangnya hampir sepanjang lengannya. Dan pipa tersebut mengepulkan asap yang semakin lama semakin tebal pula.
Demikianlah, setelah yakin bahwa Po-tok-cu yang berada di dalam mulutnya itu mampu melindungi tubuhnya, Liu Yang Kun tidak merasa takut atau khawatir lagi terhadap racun lawannya. Dengan sangat berani ia menangkis atau bahkan menyongsong serangan-serangan lawannya. Hanya saja ia sangat berhati hati bila harus melayani jaring Kim Hong San itu. Perasaannya memperingatkan bahwa senjata tersebut sangat berbahaya.
Namun yang ternyata juga tidak kalah berbahayanya adalah senjata di tangan Nyo Kin Ong tersebut. Senjata aneh yang berwujud hun-cwe atau pipa tembakau itu ternyata diperlengkapi dengan berbagai macam alat rahasia yang mengerikan. Beberapa kali Liu Yang Kun hampir terkecoh dan celaka oleh senjata-senjata rahasia yang terkandung di dalamnya.
Pipa itu ternyata dapat mengeluarkan jarum-jarum lembut yang bisa menembus daging dan memasuki jalan darah. Juga dapat menyemprotkan cairan cairan berbahaya yang bisa membakar rambut dan merusakkan kulit. Bahkan juga dapat menyemburkan asap-asap pembunuh yang bisa membutakan mata dan mencekik pernapasan orang.
Untunglah Liu Yang Kun memiliki Bu-eng Hwe-teng dan Po-tok-cu. Kalau tidak, walaupun ia mempunyai lwee-kang dan ilmu silat yang tinggi, ia tetap takkan bisa menghindar terus-menerus dari keganasan senjata tersebut. Dengan Bu-eng Hwe-tengnya Liu Yang Kun mampu bergerak cepat seperti kilat untuk menyelamatkan dirinya.
Sementara dengan Po-tok-cu yang ia kulum di dalam mulutnya ia mampu bertahan menghadapi asap-asap beracun atau cairan-cairan berbahaya yang tersimpan di dalam huncwe tersebut. Begitulah, sepuluh jurus telah berlalu. Kemudian limabelas jurus. Dan akhirnya menginjak pula pada jurus yang ke duapuluh. Namun kedua belah pihak tetap belum juga menunjukkan bahwa mereka lebih unggul dari pada lawannya. Liu Yang Kun memang belum mengerahkan segala kemampuannya.
Meski telah mempergunakan Pat-hong-sinciang, namun ia masih memainkan secara lumrah atau biasa. Ia belum lagi mengungkapkannya sampai ke puncaknya, yaitu dengan disertai kekuatan atau kemampuan batinnya. Karena untuk melakukannya ia harus mempergunakan kekuatan yang berlipat, dan hal itu benar-benar amat melelahkannya. Ya kalau ia dapat segera cepat menaklukkan lawannya. Kalau tidak? Ialah yang justru akan terjerumus ke dalam kesulitan nanti. Selain itu ia memang ingin lebih berhati-hati.
Sementara itu kawanan ular yang membela Liu Yang Kun itu benar-benar telah dibabat habis oleh ular-ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong. Bangkai mereka berserakan di segala tempat. Tapi beberapa ekor ular baru masih juga berdatangan ke tempat itu. Seperti kawanan ular sebelumnya, mereka itu lantas terjun pula ke arena, mengeroyok ular-ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong tersebut.
Namun seperti halnya kawan-kawan mereka yang terdahulu, mereka itu juga bergelimpangan pula menemui ajalnya. Beberapa waktu kemudian barulah Liu Yang Kun sadar bahwa ular-ular yang membelanya telah habis dibunuh ular-ular Kim Hong San dan Nyo Kin Ong. Tiba-tiba hatinya merasa sedih. Dan kesedihan itu akhirnya menyalakan kemarahannya.
Tiba-tiba pemuda itu mengubah cara bersilatnya. Kalau semula ia bergerak dengan lincah dan gesit, sekarang mendadak pelan namun penuh tenaga. Kalau semula tubuhnya sering berloncatan dan berkelebat kian kemari seperti burung walet terbang di udara, kini kakinya hampir tidak pernah lepas dari permukaan tanah. Bahkan ia hanya menggeliat ke sana kemari sambil menggeser kakinya.
Tubuhnya lebih banyak merunduk seperti hendak berbaring, sehingga sepintas lalu ia seperti ular naga yang sedang berkecimpung di permukaan laut. Kim Hong San dan Nyo Kin Ong menjadi kaget juga menyaksikan perubahan itu. Namun melihat gerakan lawan justru menjadi lambat dan mudah diikuti, mereka menjadi gembira malah. Mereka lalu meningkatkan serangan mereka dan berusaha mendesak Liu Yang Kun.
Dengan garangnya Kim Hong San memutar-mutar jaring pusakanya dan setiap kali tampak menukik ke bawah untuk mengurung, membelit atau bahkan untuk menangkap lawannya. Sementara Nyo Kin Ong dengan hun-cwenya, tampak semakin ganas dan bernafsu pula untuk mengakhiri perlawanan Liu Yang Kun. Keduanya seolah-olah saling berlomba untuk lebih dulu membunuh lawannya.
Sebaliknya Liu Yang Kun yang sekarang bersilat dengan Kim-coa-ih-coat itu justru lebih banyak menghindar dan mengelak terus menerus. Melihat lawannya seperti belum mengenal keistimewaan dari ilmunya, Liu Yang Kun seperti sengaja mengalah terlebih dahulu. Pemuda itu tampaknya ingin menjebak lawannya, sehingga sekaligus dapat meringkus mereka.
Demikianlah beberapa saat kemudian datang pula kesempatan itu. Kim Hong San dan Nyo Kin Ong menyerang secara bersamaan, dari depan dan dari belakang. Nyo Kin Ong sambil menyemburkan asap tebal dari pipa tembakaunya menerjang dari depan. Ujung pipanya tampak bergetar dengan hebat, sehingga sulit untuk diduga arah tujuannya.
Sementara itu pada waktu yang bersamaan, Kim Hong San mencegat pula dari belakang dengan tebaran jaringnya. Keduanya bekerja sama untuk mendesak Liu Yang Kun ke dalam jeratan jaring mereka. Sebuah jaring pusaka yang penuh kaitan duri tajam di dalamnya. Dan mereka berdua telah mulai tersenyum ketika yakin bahwa mereka akan bisa menangkap Liu Yang Kun.
Tapi sekejap kemudian senyum itu tiba-tiba lenyap dari muka mereka. Dan dalam sekejap pula senyum tersebut berganti dengan rasa kaget, bingung serta tak percaya. Bahkan rasa kaget itu lalu berganti dengan rasa takut dan ngeri yang tak terhingga. Di depan mata mereka tiba-tiba Liu Yang Kun seperti berubah menjadi hantu yang sangat menakutkan.
Tangan kanannya yang panjang itu mendadak terayun ke belakang dengan gampangnya, seakan-akan sebuah lengan boneka yang tak bersendi. Bahkan lengan itu kemudian memanjang terus melebihi ukurannya. Begitu cepatnya lengan itu bergerak, sehingga tahu-tahu ujung jarinya telah menotok jalan darah ci-kong-hiat di pergelangan tangan Kim Hong San.
Dhug...! Tangan itu terkulai lemas, dan jaring pusaka yang dipegangnya otomatis terlepas.
Dan berbareng dengan saat itu pula Liu Yang Kun menundukkan badannya seraya menyambar ke depan untuk merebut hun-cwe Nyo Kin Ong dengan tangan kirinya. Gerakannya demikian cepat dan dengan tenaga sepenuhnya, sehingga tak heran kalau mendadak lawannya menjadi bengong dan tersengal-sengal tak berdaya.
Tiba-tiba saja gerakan Nyo Kin Ong itu berhenti di tengah jalan. Murid Giok-bin Tok-ong yang lihai itu tiba-tiba menjadi lupa akan ilmu silatnya sendiri. Selain itu dadanya seperti ditindih oleh beban yang sangat luar biasa beratnya. Pada saat itulah tangan kiri Liu Yang Kun menyambar huncwenya. Wuuut! Dan pipa tersebut sudah berpindah tangan. Kemudian masih dengan kecepatannya yang luar biasa Liu Yang Kun menjatuhkan dirinya ke tanah.
"Aduuuuuh...?" tiba-tiba Nyo Kin Ong yang termangu-mangu itu menjerit kesakitan, karena mendadak saja jaring pusaka yang terlepas dari tangan su-hengnya tadi meluncur tepat mengenai kepalanya.
"Su-te....!" Kim Hong San berseru kaget. Tapi jaring pusaka berduri tajam itu sudah terlanjur menjerat kepala dan leher Nyo Kin Ong. Bahkan kaitan-kaitan bajanya juga sudah terlanjur mencengkeram dan melukai wajah, leher serta kulit kepala orang itu, sehingga untuk melepaskannya lagi benar-benar sangat sulit dan membutuhkan waktu. Sebab selain amat sakit, kulit dan daging yang terkenapun akan menjadi rusak pula.
"Bukan main! Bukan main! Benar-benar sebuah kepandaian yang hebat luar biasa! Baru setahun lebih tak bertemu, ternyata kepandaian saudara telah meningkat banyak sekali! Selamat...! Selamat!" tiba-tiba terdengar suara Giok-bin Tokong di pinggir arena.
Giok-bin Tok-ong melirik ke arah Kim Hong San dan menggeram marah. "Sudah kukatakan kalau anak itu lihai sekali, kalian tetap tak mau percaya, Hmmh... kini menyesalpun tiada guna! Kalian sudah dikalahkan."
"Suhu? Dia...?" Tang Hu yang tadi menjemput Giok-bin Tok-ong, dan kini berada di belakang gurunya tersebut menyela perkataan itu.
Sekali lagi Jago Silat Nomer Empat di Dunia itu menggeram. "Dia adalah Chin Yang Kun atau Liu Yang Kun, orang yang tertulis diurutan ke tujuh pada Buku Rahasia itu!" katanya kemudian dengan kaku.
"Oh… Chin Yang Kun?" ketiga orang murid Giok-bin Tok-ong itu berdesah hampir berbareng. Wajah mereka menunjukkan perasaan kaget dan tak percaya. Dalam benak mereka memang tak pernah terbayang bahwa Ching Yang Kun itu masih berusia begitu muda.
"Sudahlah. Biarlah aku yang menyelesaikan urusan ini. Kalian katakan tadi bahwa ia benar-benar membawa Buku Rahasia itu?" Giok-bin Tok-ong memotong.
Kim Hong San cepat-cepat menghampiri gurunya. "Benar, suhu! Kami lihat ia membaca buku itu tadi. Kini anak itu telah menyembunyikannya di dalam saku bajunya. Bukankah buku itu sudah tidak lengkap lagi dan tinggal bagian depannya saja?" lapornya bersemangat.
Tiba-tiba wajah kakek sakti itu menjadi cerah kembali. Berita tentang bukunya yang hilang itu benar-benar sangat menggembirakan hatinya. "Benar," katanya pendek.
Tapi ketika kakek itu hendak maju ke arena, tiba-tiba Kim Hong San memegang tangannya. "Su-hu...!" cegahnya perlahan.
"Hmmmh.... ada apa?" Giok-bin Tok-ong menggeram pula.
"Su-hu... anak itu lihai sekali!" Giok-bin Tok-ong mengangguk. "Aku tahu... Oleh karena itu kau bersiaplah! Kita melawannya berdua. Biarlah Tang Hu yang menolong Nyo Kin Ong membuka jaring itu. Setelah itu dia juga dapat membantu kita pula."
"Jadi... kita mengeroyoknya?" Kim Hong San berdesah ragu.
"Benar. Kenapa...?"
"Ah... tidak apa apa su-hu. Marilah...!" Kim Hong San tersipu-sipu. "Cuma... cuma su-hu harap berhati-hati menghadapinya. Dia kebal terhadap semua racun kita. Tampaknya... tampaknya dia membawa Po-tok-cu yang dicuri Ang-leng Kok-jin itu."
"Ya... ya.... aku juga sudah melihatnya tadi."
"Sudah melihatnya? Jadi... jadi su-hu sudah datang sejak tadi?"
Giok-bin Tok-ong tersenyum dan tidak menjawab pertanyaan itu. Sebaliknya dengan langkah tenang ia mendekati Liu Yang Kun. "Jadi selain menemukan Buku Rahasia di reruntuhan rumah Coa In Lok, engkau juga memperoleh Po-tok-cu dari bekas muridku yang sudah meninggal itu?" tanyanya kemudian kepada pemuda itu.
Tapi dengan suara dingin Liu Yang Kun menjawab, "Jangan main tuduh secara sembarangan! Kau kira hanya engkau saja yang memiliki Po-tok-cu di dunia ini?"
"Hmmh!" Giok-bin Tok-ong menggeretakkan giginya. Matanya menyala merah. "Aku tidak sembarangan menuduh. Para penduduk yang mengurus mayat Coa In Lok itulah yang memberitahukan kepadaku tentang kau. Siapa lagi kalau bukan kau yang mengambil buku itu dari reruntuhan kamarku? Sebab engkau pulalah yang mengambil simpanan emasku dan membagi-bagikannya kepada para nelayan itu. Dan tentang Po-tok-cu itu? Huh tampaknya kau memang telah mendapatkannya dari tangan Ang-leng Kok-jin. Hayo, kembalikan benda itu kepadaku!"
Ternyata sikap Giok-bin Tok-ong yang kasar itu telah membangkitkan kemarahan Liu Yang Kun pula. "Bangsat! Sama sekali aku belum pernah bertemu, apalagi mengenal Ang-leng Kok-Jin itu. Apakah kaukira hanya kau dan dia saja yang mempunyai pusaka anti racun itu?"
"Tentu saja! Karena hanya satu Ceng-liong-ong di dunia ini! Dan akulah yang membunuhnya beberapa puluh tahun yang lalu!" hardik Giok-bin Tok-ong tak kalah sengitnya.
Tiba-tiba Liu Yang Kun mendengus dan mencibirkan bibirnya. "Huh... kau salah! Ada sepasang Ceng-liong-ong di dunia ini! Jantan dan betina! Si betina itulah yang kaubunuh dan kauambil mustikanya! Si jantan masih berada di dalam liangnya, jauh di dasar bumi. Dan bila engkau ingin mengetahuinya... hmmh, akulah pembunuh Si Jantan itu! Dan aku pulalah yang memiliki mustika racunnya! Paham?"
"Oooooh...?!" Ucapan Liu Yang Kun itu benar-benar mengejutkan Giok-bin Tok-ong dan murid-muridnya. "Ceng-liong-ong jantan...? Jadi... jadi... eh, masih ada Ceng-liong-ong lain di dasar bumi? Dan... kau telah berhasil membunuh dan mendapatkan mustika racunnya? Huh... bohong! Kau tentu berbohong kepadaku!" mendadak kakek sakti itu berteriak marah.
Liu Yang Kun cepat mengibaskan tangannya untuk mencegah lawannya bertindak tergesa-gesa. Kemudian dengan tenang ia mengeluarkan Po-tok-cu dari mulutnya. Pusaka sebesar telur burung merpati itu ditaruhnya di atas telapak tangannya, sehingga sinarnya yang kehijau-hijauan itu memancar terang di dalam gelap.
"Nah.... kau lihat! Berbeda bukan? Apakah Po-tok-cu milikmu itu sebesar dan seterang ini sinarnya?" pemuda itu mengejek.
"Oooooh....." sekali lagi Giok-bin Tok-ong tersentak kaget.
Lalu tanpa mempedulikan keheranan dan kekagetan lawannya Liu Yang Kun memasukkan kembali mustika itu ke dalam mulutnya. Tiba-tiba tubuh Giok-bin Tok-ong menyambar ke depan dengan cepatnya. Begitu cepatnya sehingga rasa-rasanya seperti bayangan yang meluncur di dalam kegelapan. Namun ternyata Liu Yang Kun masih cepat lagi.
Dengan kecepatan yang hampir tak bisa diikuti mata biasa pemuda itu telah bergerak pergi meninggalkan tempatnya, sehingga sambaran tangan lawannya itu menemui tempat kosong. Bahkan pada saat yang hampir bersamaan pemuda itu membalas menyerang dari arah samping. Sasarannya adalah pinggang dan lutut Giok-bin Tok-ong.
Wuuuuuuus! Dengan tangkas pula kakek sakti itu mengelak. Tubuhnya berputar ke kanan, kemudian melenting ke atas seperti belalang. Setelah itu tangannya terayun ke arah Liu Yang Kun untuk menyebarkan jarum-jarum kecil yang berwarna keemasan. Dan di tengah-tengah arena itu pun lantas tercium bau harum yang semerbak kemana-mana.
"Ah..... kau masih juga berani main racun di depanku?" Liu Yang Kun menghindar pula sambil mengejek.
"Racun itu memang tidak akan berpengaruh terhadapmu. Tapi kulitmu juga tidak kebal terhadap tajamnya jarum-jarum emasku. Terutama bagian-bagian tubuhmu yang lemah. Sekali jarum kecilku itu masuk ke jalan darahmu... hehe... nyawamu berada di ujung maut!"
"Kurang ajar! Dasar manusia busuk! Lihat saja... apakah maksud busukmu itu bisa terlaksana atau tidak?" Liu Yang Kun mengumpat sambil melompat menghindar jarum-jarum halus tersebut.
Sementara itu di pihak lain ular-ular yang ingin membunuh ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong itu benar benar telah habis binasa. Di dalam arena tinggal ketiga ekor ular piaraan Giok-bin Tok-ong tersebut, Mereka berdiri dengan pongahnya diantara bangkai bangkai korbannya. Meski tubuh mereka juga terluka pula, namun tidak akan membahayakan jiwa mereka.
Tapi ketika mereka bermaksud pergi meninggalkan Liu Yang Kun yang mereka takuti itu, tiba-tiba dari dalam hutan terdengar suara mendenging tajam seperti denging suara ribuan ekor nyamuk yang mendatangi. Tapi suara itu sebenarnya juga tidak begitu menarik perhatian, karena sepintas lalu suara itu juga hanya seperti suara angin malam yang meniup diantara dedaunan. Buktinya suara tersebut juga tidak menarik perhatian Liu Yang Kun, Giok-bin Tok-ong maupun murid-muridnya.
Namun suara itu ternyata mempunyai pengaruh yang lain kepada ular-ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong tersebut. Suara denging yang menyerupai suara ribuan ekor nyamuk itu ternyata sangat mengejutkan, bahkan sangat menakutkan ketiga ular itu. Sikap mereka yang pongah tadi tiba-tiba hilang. Mendadak mereka menjadi lemas. Bahkan tubuh mereka seolah-olah telah menjadi lumpuh dan tak bisa bergerak sama sekali. Mereka tergolek lemas di tempat masing-masing.
Dan kemudian seperti halnya ketika muncul tadi, suara itu mendadak juga lenyap begitu saja. Namun berbareng dengan saat itu pula tiba-tiba di dekat ketiga ekor ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong itu telah ada seekor binatang lain. Bentuknya mirip ular pula, namun sangat kecil. Besarnya tak lebih dari seekor induk cacing besar. Dan panjangnya pun juga tidak melebihi dari sejengkal jari tangan saja. Tapi yang sangat menakutkan atau sangat mengherankan adalah keadaannya.
Ular kecil itu berwarna merah darah. Dan di dalam keremangan malam tubuhnya seperti bara api yang menyala di dalam tungku. Bersinar merah menyala seperti potongan besi terbakar. Dan asap tipis tampak selalu menyelimuti tubuhnya. Ketika ular kecil itu bergerak, maka terlihatlah dengan jelas bahwa rumput-rumput yang dilaluinya telah menjadi layu, seolah-olah rumput itu baru saja terbakar atau tersiram air panas saja. Dan ketika lewat di bagian yang agak basah, ular itu seperti mengeluarkan asap seperti halnya besi panas yang dicelupkan ke dalam air!
Dan ketika ular kecil itu semakin mendekati lawan-lawannya, ular-ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong itu tampak semakin pasrah dalam ketakutan. Tubuh mereka menggigil seperti sedang kedinginan. Sementara dari bawah sisik sisik mereka juga keluar lendir yang membasahi tubuh mereka, seakan-akan keringat dingin telah membanjir keluar dari dalam badan mereka.
Tiba-tiba ular kecil itu melengkungkan tubuhnya melenting cepat sekali ke arah lawan-lawannya. Mula-mula ekornya menyambar leher Ular Lebah Madu sehingga ular piaraan Nyo Kin Ong itu membuka mulutnya karena kesakitan. Tapi bersamaan dengan terbukanya mulut ular berbau wangi itu, mendadak ular kecil tersebut menyusup masuk dengan kecepatan yang luar biasa. Dan sekejap saja tubuhnya yang kecil itu telah menghilang ke dalam perut lawannya.
Ular Madu Lebah itu meronta dan menggeliat kesakitan. Tapi cuma sekejap pula, karena sesaat kemudian tubuhnya telah terbujur kaku di atas tanah. Ular kecil berwarna merah itu dengan tenang keluar dari duburnya. Sepotong hati yang masih segar tampak tergigit di dalam mulutnya yang kecil. Hati dari si Ular Madu Lebah.
Potongan hati itu kemudian dibuang begitu saja, karena di lain saat tubuh ular kecil tersebut telah melesat pula untuk menyerang lawannya yang lain. Dan seperti juga halnya dengan Ular Madu Lebah tadi, maka Ang-leng-coa piaraan Kim Hong San itupun juga binasa pula dengan cara yang sama. Ular kecil yang menggiriskan hati itu masuk ke dalam mulut dan keluar dari lobang dubur sambil menggigit potongan hati lawannya.
Kim Hong San yang sedang asyik mengikuti pertempuran gurunya itu dan Tang Hu yang juga sedang sibuk melepaskan jaring pusaka di kepala Nyo Kin Ong itu baru menyadari keadaan tersebut setelah ular-ular piaraan mereka mati. Mereka bertiga benar-benar menjadi kaget melihat ular kecil berwarna merah darah itu.
Apalagi ketika mereka menyaksikan ular itu masih menggigit potongan daging hati yang masih meneteskan darah segar. Sebagai jago-jago racun yang sering dan biasa bergulat dengan binatang-binatang berbisa, maka mereka bertiga segera mengenal ular kecil berwarna merah itu.
"Hwee-coa (Ular Api)...?" mereka berdesah dengan mata terbelalak.
Kemudian mereka bertiga saling berpandangan dengan wajah ngeri, seolah tak yakin bahwa mereka benar-benar berhadapan dengan jenis ular yang langka itu. Selama ini mereka memang belum pernah melihatnya. Mereka Cuma mengetahuinya dari buku atau dari orang-orang yang pernah melihatnya. Menurut pengetahuan yang mereka terima, di dunia ini ada dua macam golongan ular. Yaitu golongan ular yang bersisik dan golongan ular yang tak bersisik.
Golongan ular bersisik itu juga terdiri dari dua bagian pula, yaitu ular yang berbisa dan ular yang tidak berbisa. Dan masing-masing bagian itu juga terdiri dari beberapa jenis pula, yaitu jenis ular yang hidup di darat, di dalam air, dan jenis ular yang hidup di dua tempat, baik di darat maupun di air. Mereka itu terdiri dari berpuluh-puluh bahkan mungkin beratus-ratus macam ular.
Sebaliknya, golongan ular yang tidak bersisik itu Cuma mempunyai satu golongan saja, yaitu golongan ular berbisa ganas. Dan mereka juga hanya terdiri dari tiga jenis ular saja, yaitu Ular Api (Hwee-coa), Ular Berbulu (Mou coa) dan Ular Setan (Kui-coa). Meskipun cuma tiga jenis dan sangat jarang ditemui, namun ular-ular itu amat ditakuti dan disegani oleh ular-ular bersisik yang banyak jumlahnya itu. Padahal tiga jenis ular tak bersisik itu rata-rata bentuknya sangat kecil dan jauh lebih pendek dari pada mereka.
"Kim su-heng....? Mengapa... mengapa ular itu sampai ditempat ini? Benarkah dia Hwe-coa....?" Tang Hu menegaskan dengan suara gugup.
"Tampaknya memang benar, su-te. Tentu ada orang yang membawanya dari luar tembok besar, karena ular itu hanya terdapat di tengah-tengah Gurun Go bi saja."
"Ada yang membawanya? Siapa...? Tang Hu bertanya lagi dengan suara yang semakin gemetar.
"Entah, su-te. Aku belum bisa memastikannya. Tapi hatiku merasa berdebar-debar, seakan-akan ada sesuatu yang bakal terjadi. Kalian berhati-hatilah...!"
Sementara itu pertempuran antara Liu Yang Kun dan Giokbin Tok-ong telah mencapai puncaknya pula. Kakek sakti berwajah tampan itu telah mengerahkan segala kemampuannya. Demikian pula halnya dengan Liu Yang Kun. Di dalam keremangan sinar bulan yang menerobos sela-sela daun, tubuh mereka berkelebatan hampir tidak bisa diikuti oleh mata lagi. Angin pukulan mereka pun terasa bersiutan menerjang pepohonan yang ada di sekeliling arena mereka.
Ranting-ranting berpatahan dan daun-daun pun jatuh berguguran tanpa tersentuh oleh tangan mereka. Bahkan dahan-dahan yang agak lebih besarpun ada pula yang retak sehingga dahan-dahan itupun lantas berpatahan pula dengan suara hiruk-pikuk. Dahan-dahan berdaun rimbun itu berjatuhan menimpa arena pertempuran mereka. Tapi belum juga dahan-dahan tersebut sampai di bawah, mereka kembali tercerai-berai terkena hantaman atau dorongan angin pukulan kedua jago silat berkepandaian dahsyat tersebut.
Sementara itu Giok-bin Tok-ong pun telah mengaduk dan mengotori arena pertempuran tersebut dengan segala macam peralatan racunnya pula. Kakek itu telah menaburkan bubuk-bubuk beracunnya, meniupkan asap-asap pembunuhnya serta mengobral berbagai macam senjata-senjata rahasianya yang mematikan. Bahkan segala macam binatang berbisa yang dimilikinya telah ia keluarkan pula, sehingga arena pertempuran itu benar-benar seperti kubangan neraka yang sangat mengerikan!
Untunglah Liu Yang Kun memiliki Po tok-cu Jantan dan lwee-kang yang sangat tinggi. Meskipun ia harus terbatuk-batuk dan merasa mual menghadapi serangan racun-racun itu, tapi ia dapat bertahan dan melawan musuhnya dengan baik. Walaupun dengan demikian ia juga tidak bisa berkonsentrasi untuk mengerahkan tenaga batinnya, tapi ilmu silatnya juga telah lebih dari cukup untuk menghadapi ilmu silat Giok-bin Tok-ong. Bahkan ia masih bisa menyisakan tenaga untuk berjaga-jaga terhadap serangan Pek-lek-tan lawan yang ia ketahui sangat dahsyat itu.
Demikianlah lambat-laun dapat pula Liu Yang Kun mengungguli lawannya. Sedikit demi sedikit Giok-bin Tok-ong mulai kewalahan melayani ilmu silatnya. Bahkan beberapa waktu kemudian Raja Racun itu hanya bisa bertahan saja. Segala macam peralatan senjata racunnya sama sekali tidak bermanfaat menghadapi dirinya. Giok-bin Tok-ong mulai merasa panik. Keringat dingin mulai membasahi dahinya.
"Hong San, ayo bantu aku! Anak Goblog!" teriaknya kemudian dengan suara marah.
Kim Hong San terkejut. Demikian pula dengan kedua adik seperguruannya. Dan mereka semakin kaget ketika Hwee-coa tadi sudah tidak ada lagi di tempatnya. Ular merah itu telah menghilang entah kemana. Mungkin memang telah pergi, tapi mungkin juga hanya tertutup oleh kepulan asap atau tumpukan dahan dan ranting yang berserakan di arena itu.
Tapi munculnya Hwee-coa itu benar-benar sangat menggiriskan hati Kim Hong San. Seraya melompat ke arena untuk membantu gurunya, ia berteriak memberi peringatan. "Su-hu, awas....! Siauw-te melihat Hwee-coa di tempat ini!"
"Apa kau bilang? Hwee coa...? Huh... jangan main-main kau! Ayoh ajak semua adikmu untuk membantuku!" Giok-bin Tok-ong yang tidak percaya akan kata-kata muridnya itu menghardik. Sambil menangkis pukulan Liu Yang Kun dengan kedua buah lengannya Kim Hong San menjawab.
"Be-benar, su-hu! Siauw-te tidak bohong! Baru saja ular itu membunuh Angleng-coa dan Ular Madu Lebah kami!"
Giok-bin Tok-ong yang sedang sibuk melayani serangan Liu Yang Kun itu terdiam. Tampaknya ia mulai percaya pada ucapan muridnya. "Baiklah. Nanti kita urus binatang langka itu. Sekarang mari kita bereskan dulu bangsat cilik ini!" akhirnya kakek itu berseru.
"Baik, su-hu! Tang su-te, sudah selesaikah kau melepas jaring itu dari kepala Nyo su-te? Kalau sudah.... cepatlah kalian kemari! Kita bersama-sama mengenyahkan bangsat ini!" Kim Hong San berteriak pula ke arah adik-adiknya.
Begitulah, beberapa saat kemudian Liu Yang Kun telah dikepung beramai-ramai oleh Giok-bin Tok-ong dan murid-muridnya. Mereka semua adalah jago-jago silat tingkat tinggi, yang rata-rata telah memiliki kemampuan yang boleh dikatakan sempurna dalam perguruan mereka. Giok-bin Tokong sendiri telah memperoleh nama tinggi di dunia persilatan sehingga ia tertulis sebagai jago silat nomer empat di dunia di dalam Buku Rahasia.
Sedangkan ketiga orang muridnya itu juga telah mewarisi hampir semua kepandaiannya, sehingga kesaktian mereka itu pun rasanya juga tidak akan kalah pula bila dibandingkan dengan para ketua persilatan, seperti Pek-I Liong-ong, Put-ceng-li-jin maupun Keh-sim Siau-hiap. Maka sungguh tidak mengherankan kalau akhirnya Liu Yang Kun menjadi kewalahan menghadapi mereka berempat.
Tak terasa malam semakin larut. Bulan pun telah mulai condong ke barat. Dan pertempuran yang sangat dahsyat namun berat sebelah itu tetap berlangsung terus dengan sengitnya. Liu Yang Kun semakin tercecer. Meskipun pemuda itu memiliki tenaga dalam yang amat tinggi dan ilmu silat yang hebat-hebat namun lawannya juga, bukan tokoh-tokoh sembarangan pula. Dengan bekerja sama saling bahu-membahu keempat orang dari Lembah Tak Berwarna itu mampu menahan.
Bahkan menjinakkan tenaga dalam dan ilmu silat Liu Yang Kun yang dahsyat itu. Walaupun dalam waktu cepat mereka berempat belum segera bisa menguasai pemuda itu, tapi lambat atau cepat hal itu tentu akan terlaksana juga. Apalagi sejalan dengan bertambahnya waktu, kekuatan pemuda itu juga semakin tampak berkurang pula.
Sementara itu dibalik rimbunnya semak-semak tempat empat pasang mata menonton pertempuran tersebut. Mereka terdiri dari empat orang lelaki yang rata-rata berusia empatpuluh tahun atau limapuluh tahun. Wajah maupun air muka mereka kelihatan keras dan kaku, seperti halnya tokoh-tokoh persilatan yang telah biasa berkecimpung di dalam dunia kekerasan. Namun demikian sinar mata mereka yang mencorong tajam seperti mata harimau di dalam kegelapan itu menunjukkan bahwa mereka adalah tokoh-tokoh sakti yang telah sempurna dalam mempelajari ilmunya.
"Sam-eng (Tiga Garuda), lihat....! Pemuda itulah yang bernama Chin Yang Kun, seorang tokoh muda yang telah menggegerkan dunia persilatan beberapa tahun yang lalu, sehingga namanya ikut tercantum pula di urutan ke tujuh Tokoh-tokoh Persilatan Dunia dewasa ini. Melihat permainan silatnya, tampaknya urut-urutan di dalam Buku Rahasia itu sudah tidak sesuai lagi sekarang. Kau lihat...!" seorang diantara mereka yang tampaknya sangat dihormati dan disegani oleh yang lain berbisik pelan.
"Benar, tuanku. Bahkan ilmu silatnya tampaknya juga lebih hebat pula dari pada ilmu silat Bu-tek Sin-tong. Wah... pemuda itu sungguh berbahaya sekali!" salah seorang dari tiga orang yang disebut Tiga Garuda itu menjawab.
"Dan.... tampaknya kita juga telah keduluan pula olehnya. Pemuda itu telah merampas sebagian dari Buku Rahasia yang dibawa oleh Giok-bin Tok-ong itu. Hmm.... tampaknya kita juga harus bekerja keras untuk merebut buku itu kembali. Bagaimana pendapat kalian, sam-eng?" orang yang pertama tadi berkata pula.
"Ah... terserah tuanku saja, kami bertiga hanya menurut. Tapi kami rasa sebaiknya kita bantu dulu pemuda itu menghadapi Giok-bin Tok-ong dan murid-muridnya. Setelah itu baru kita hadapi pemuda itu untuk merampas bukunya. Mungkin jalan ini akan lebih baik dari pada kita harus menghadapi Giok-bin Tok ong nanti."
"Benar. Pendapatmu sesuai sekali dengan apa yang terkandung di dalam hatiku. Bersama-sama dengan pemuda itu kita akan lebih mudah menundukkan Giok bin Tok-ong dari pada kita harus berhadapan sendiri dengan lblis-lblls dari Lembah Tak Berwarna itu. Bagus. Kalau begitu marilah kita sekarang terjun ke dalam pertempuran mereka!" orang yang paling disegani itu berkata gembira.
"Silahkan, tuanku! Tapi.... ehm... bolehkah kami bertiga menggunakan Hwee coa (Ular Api) lagi untuk melawan mereka?"
"Boleh. Tapi kalian harus berhati-hati. Ular itu sulit didapat dan sulit dijinakkan pula. Dan kalian masing-masing cuma memiliki seekor saja. Oleh karena itu sekali kalian kehilangan dia, maka akan sulit pula bagi kalian untuk mendapatkan gantinya."
"Baik, tuanku." tiga orang yang disebut Sam-eng itu menjawab berbareng. Demikianlah, keempat orang itu lalu menampakkan diri mereka. Perlahan-lahan kaki mereka melangkah mendekati pertempuran. Kemudian mereka berpencar untuk mempersiapkan diri mereka dan mencari tempat lowong untuk segera melibatkan diri mereka di dalam pertempuran tersebut.
Namun kehadiran mereka itu tentu saja segera diketahui oleh Liu Yang Kun dan Giok-bin Tok-ong. Tapi karena suasana pertempuran mereka memang sedang mencapai puncaknya, maka kedua belah pihak sama-sama tidak mau mempedulikannya. Baik Liu Yang Kun maupun Giok-bin Tokong benar-benar tidak mau memecah perhatian mereka. Apalagi bagi Giok-bin Tok-ong yang sedang berada di atas angin dan tinggal menunggu saatnya saja untuk menyelesaikan pertempuran itu.
Telah beberapa kali pukulan dan tendangan Giok-bin Tokong serta murid-muridnya mengenai badan Liu Yang Kun bahkan telah beberapa kali pula jaring pusaka yang ada di tangan Tang Hu menyerempet dan melukai kulit Liu Yang Kun yang tidak terlindung oleh kulit Ceng-liong-ong itu. Sehingga kekuatan Liu Yang Kun yang telah terperas habis habisan itu menjadi semakin susut pula. Peluh semakin deras mengalir dari tubuhnya.
Demikianlah, ketika empat orang asing itu mendekati arena pertempuran, keadaan Liu Yang Kun benar-benar sudah terpojok dan tinggal menantikan saatnya saja. Itulah sebabnya pemuda itu benar-benar sedang mengerahkan segala kemampuannya untuk meloloskan diri dari sergapan musuhnya.
Meskipun tenaganya telah susut banyak sekali, namun Liu Yang Kun masih bisa menghindari sabetan Jaring pusaka Tang Hu. Bahkan selanjutnya pemuda itu masih mampu pula mengelakkan cakar tangan Kim Hong San dan Nyo King Ong. Tapi setelah itu ternyata ia tak bisa lagi menahan gempuran lutut Giok-bin Tok-ong yang mendarat di perutnya.
Duuuuuuk!
"Uuhh....." Liu Yang Kun melenguh pendek dan tubuhnya terlempar keluar arena pertempuran.
Salah seorang dari empat orang yang baru datang tadi, yang dipanggil dengan sebutan "Tuanku" oleh yang lain, bergegas melangkah ke depan untuk menolong dan menangkap tubuh Liu Yan Kun. Tapi belum juga tangannya dapat menyentuh, ternyata Liu Yang Kun telah lebih dahulu menggeliat di udara dan melesat ke samping dengan manisnya. Dan kemudian, meskipun dengan terhuyung-huyung, pemuda itu mendaratkan kakinya dengan enteng di tempat yang aman. Giok-bin Tok-ong dan ketiga orang muridnya tak ingin membuang kesempatan lagi. Cepat mereka meloncat mengejar Liu Yang Kun.
"Tahan...!" Orang yang disebut 'Tuanku' itu membentak dan menghadang di depan Liu Yang Kun. Dan ketiga orang kawannya yang disebut Sam-eng itu segera melindunginya pula.
Giok-bin Tok-ong dan murid-muridnya tertegun dan otomatis menghentikan gerakan mereka. Dengan kaget mereka menatap orang-orang yang telah mengganggu pertempuran mereka itu. "Bok Siang Ki!" Giok-bin Tok-ong berseru kaget.
Sementara itu Liu Yang Kun tak mau menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Bergegas pemuda itu mengerahkan tenaga sakti untuk mengobati luka dalamnya yang agak parah. Matanya terpejam dan berkali-kali ia menyedot napas untuk memberi kesegaran pada bagian dada serta perutnya yang terluka. Hantaman lutut Giok-bin Tok-ong tadi benar-benar sangat keras dan hampir saja merusakkan isi perutnya. Untunglah dengan sisa-sisa tenaganya dia masih mampu bertahan.
"Huh-huk huk!" Liu Yang Kun terbatuk dan beberapa gumpal darah beku ikut tersentak keluar bersama dahak yang keluar dari mulutnya. Tapi dengan demikian dada dan perutnya menjadi lega. Untuk sementara waktu lukanya telah terobati dan tidak akan terlalu mengganggunya lagi.
Kemudian pemuda itu mengerahkan pandangannya ke arena kembali. Tiba-tiba jantungnya tersentak! Empat orang lelaki yang pernah dilihatnya di dalam perjalanannya kemarin dulu tampak sedang berhadapan dengan Giok-bin Tok ong dan murid-muridnya. Orang yang kemarin dulu mengaku bernama "Ki" itu kelihatannya ingin melindungi dia dari keganasan Giok-bin Tok-ong.
"Bok Siang Ki....!" sekali lagi Giok-bin Tok-ong menegur lelaki yang menghadang di depannya itu. "Ternyata kau sampai di tempat ini pula, huh? Apakah kau sedang mencari aku? Baiklah... akupun ingin bertemu pula denganmu. Tapi menyingkirlah terlebih dahulu! Aku hendak menyelesaikan urusanku dulu dengan pemuda ini."
"Bok…. Siang…. Ki?" diam-diam Liu Yang Kun berdesah di dalam hatinya.
Orang yang ternyata adalah Bok Siang Ki, tokoh nomer dua di dunia persilatan itu tiba-tiba tersenyum. Matanya yang mencorong tajam luar biasa itu menatap Giok-bin Tok-ong hampir tak berkedip. Hmmh! Tok-ong...! Jangan harap kau bisa membohongi aku dengan tipu dayamu. Sejak kita bertiga dengan Bu-tek sin-tong dapat memancing keluar Ban-hoat Sian-seng dari pertapaannya setahun lalu dan kemudian dengan tipu muslihat kita bertiga bisa mendapatkan Buku Rahasianya yang asli, aku sudah berjanji kepada diriku sendiri bahwa untuk selanjutnya aku harus waspada dan selalu berhati-hati bila berhadapan denganmu. Kau adalah manusia yang tidak bisa dipercaya. Kau tega berbuat licik terhadap kawanmu sendiri. Dengan akal bulusmu kau bermaksud mengelabuhi aku dan Bu-tek Sin-tong. Kau berniat untuk menguasai sendiri Buku Rahasia yang asli itu. Untunglah pada waktu itu aku dan Bu-tek Sin-tong sudah lebih dahulu menaruh curiga kepadamu. Hmm, kalau tidak, kau tentu telah berhasil menguasai sendiri buku itu."
"Hi-ha-ha-hi-ha ….!" Giok-bin Tok-ong tertawa terkekeh-kekeh. "Bok Siang Ki.....! Sebenarnya kau tidak perlu mendongkol atau marah kepadaku. Apa yang telah kulakukan itu merupakan hal yang wajar dalam tata-kehidupan kita. Kita adalah manusia yang memiliki otak untuk berpikir. Dan sudah menjadi kelaziman setiap manusia untuk mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Dan sudah merupakan Hukum Alam bagi kita. Nah, lalu apa salahku kalau pada waktu itu aku berbuat licik kepadamu? Kalianlah yang seharusnya menyesali kebodohan kalian sendiri. Coba kalau kalian pintar, tentu tiada seorangpun yang bisa memperdaya kalian. Si bodoh memang merupakan makanan si pandai he-he-he-he....!"
"Hm.... .kau anggap aku bodoh?" sahut Bok Siang Ki datar, sama sekali tidak terpengaruh oleh ucapan lawannya. "Jangan takabur! Apa kau lupa bahwa otak rencana untuk mendapatkan Buku Rahasia yang asli itu adalah aku? Sayang aku terlalu jujur dan percaya kepadamu sehingga kau memanfaatkannya untuk mengelabuhi aku. Kau sebenarnya tidak pandai, Giok-bin Tok-ong. Kau cuma licik serta pandai mengambil kesempatan. Itu saja. Sebab kalau engkau pintar, kau pasti berhasil menguasai buku itu sendirian. Nyatanya, kau cuma memperoleh sebagian saja. Sementara sebagian yang lain masih dapat kupertahankan bersama Bu-tek Sin-tong..."
Giok-bin Tok-ong menjadi merah mukanya. "Bangsat! Lalu apa maumu sekarang? Mau mengambil sebagian dari Buku Rahasia yang kubawa itu, hah?" bentaknya berang.
Tiba-tiba Bok Siang Ki mengedikkan kepalanya. Matanya menyorot tajam. "Tentu saja, Tok-ong. Aku telah hampir putus asa mencarimu selama setahun ini. Engkau benar-benar pandai memilih tempat persembunyian, sehingga aku benar-benar mengalami kesulitan untuk mendapatkanmu. Kalau tidak karena aku selalu memata-matai murid-muridmu itu, aku tentu belum berhasil juga menemukan tempat ini. Nah, sekarang bersiaplah, aku akan mulai!"
"Kau berani melawan aku?" Giok-bin Tok-ong masih mencoba untuk menggertak.
Bok Siang Ki mendengus dingin. "Mengapa tidak? Bukankah kau masih belum berubah juga? Bukankah kau masih Giok-bin Tok-ong yang dulu itu? Bukankah kedudukanmu masih berada di urutan yang keempat dan masih berada dua tingkat di bawahku? Lalu apalagi yang harus kutakuti? Karena engkau telah mempelajari sebagian dari Buku Rahasia yang kau bawa itu? Huh, jangan congkak! Kita sama-sama mendapatkan sebagian dari buku itu. Dan kulihat tadi kepandaianmu belum bertambah pula. Tampaknya kepandaianmu justru semakin menurun malah. Nyatanya melawan pemuda itu saja kau kalah. Padahal pemuda itu adalah Chin Yang Kun, orang ke tujuh dalam urut-urutan Buku Rahasia itu."
"Kurang ajar! Kau sudah mengenal setan busuk itu?" Giok-bin Tok-ong meraung marah. Wajahnya benar-benar menjadi merah-padam.
"Sudahlah! Jangan banyak berprasangka. Akupun baru melihatnya sekarang. Yang penting sekarang adalah kau dan aku. Marilah....!"
"Tunggu.....! Dengar, buku itu sudah tidak ada padaku lagi sekarang. Buku itu telah berada di tangan pemuda itu!" tiba-tiba Giok-bin Tok-ong menyela.
"Begitukah? Hmm.... lagi-lagi kau hendak memperdayakan aku, agar aku bermusuhan dengan pemuda itu, sementara engkau nanti yang akan mengambil keuntungannya. Sungguh licik sekali siasatmu!" Bok Siang Ki pura-pura tidak tahu agar dengan demikian ia bisa meneruskan rencananya semula, yang menghadapi Giok-bin Tok-ong terlebih dahulu.
"Aku tidak bohong! Tanyakan kepadanya kalau kau tidak percaya!"
"Persetan! Aku tidak peduli! Lihat serangan.....!" Bok Siang Ki membentak, lalu menyerang.
Giok-bin Tok-ong cepat menghindar kemudian berteriak ke arah murid muridnya, "Hong San, jangan hiraukan aku! Cepat kau bereskan pemuda itu! Dia sudah terluka parah!"
Kim Hong San dan adik-adiknya yang bermaksud membantu gurunya itu segera berpaling kepada Liu Yang Kun. Ketika dilihatnya pemuda itu memang sedang berusaha mengobati luka-lukanya, ia mengangguk. "Baik, su-hu," Jawabnya sambil melompat dan menerjang Liu Yang Kun.
Liu Yang Kun yang baru saja menyelesaikan pengobatan dirinya itu terpaksa mengerahkan tenaganya lagi untuk menghindar. Dan serangan tersebut memang dapat ia elakkan, tapi gerakan itu membuat perutnya menjadi pedih kembali. Rasa-rasanya ada luka yang menganga kembali di dalam perut itu. "Ouugh!" pemuda itu mengeluh pendek.
Kim Hong San menjadi gembira. Ia menyerang semakin garang. Dikerahkannya seluruh kekuatan dan kemampuannya. Bahkan ia masih memberi isyarat kepada Nyo Kin Ong dan Tang Hu untuk membantunya. Kesempatan tersebut benar-benar tak disia-siakan Nyo Kin Ong dan Tang Hu. Kedua orang adik seperguruan Kim Hong San itu segera terjun pula ke arena. Mereka bermaksud menyelesaikan pertempuran itu secepatnya, agar dengan demikian mereka bisa segera menolong guru mereka.
Tetapi tiga sosok bayangan yang lain tiba-tiba memotong gerakan mereka. Ketiga sosok bayangan itu yang tidak lain adalah Sam-eng, datang bagaikan gulungan angin putting-beliung yang menerjang dengan kuatnya ke arah mereka. Begitu dahsyatnya kekuatan yang melandasi gerakan ketiga orang itu sehingga mereka berdua sampai terdorong mundur beberapa langkah ke belakang. Bahkan mereka berdua merasa seperti ikut tergulung dan terseret pula beberapa saat ketika menangkis tadi.
"Gila......!" mereka mengumpat dan memaki tiga orang lelaki gagah berpakaian seragam hitam-hitam, kuning kuning dan putih-putih itu. Kini mereka saling berhadapan dalam jarak dua tombak.
"Ji-te! Sam-te! Kau layani mereka. Aku akan membantu pemuda itu." orang pertama dari Sam-eng itu yang mengenakan seragam hitam-hitam, memberi perintah kepada kawan-kawannya. Setelah itu ia melompat dan menyerang Kim Hong San yang sedang sibuk mendesak Liu Yang Kun.
"Kurang ajar!" sekali lagi Nyo Kin Ong dan Tang Hu memaki, kemudian menerjang dua orang lawan mereka yang berseragam kuning-kuning dan putih-putih itu.
''Bagus! Ini baru adil dan seimbang! Dua lawan dua!" orang yang berseragam kuning-kuning itu berkata dengan bersemangat.
"Benar, Ji su-heng. Marilah kita masing-masing seorang lawan, lalu kita buktikan mana yang lebih unggul, perguruan Lembah Tak Berwarna atau Perguruan Pasir Kuning (Ui-soa-pai) dari Gurun Go-bi!" anggauta Sam-eng yang paling muda, yang mengenakan seragam putih-putih, menyahut perkataan su-hengnya dengan suara gembira pula.
"Baik!" orang yang berseragam kuning-kuning mengiyakan. Kemudian dia mengambil Nyo Kin Ong sebagai lawannya, sementara adiknya berhadapan dengan Tang Hu.
Kedua orang murid Giok-bin Tok-ong itu tak bisa mengekang diri lagi. Mereka merasa ditantang untuk mempertahankan nama perguruan mereka. Oleh karena itu dengan menggeram keras segera menyerbu lawan-lawannya, sehingga sekejap kemudian mereka berempat telah terlibat dalam pertarungan sengit yang sangat menegangkan.
Sementara itu kedatangan anggauta Sam-eng berbaju hitam itu benar-benar telah menyelamatkan jiwa Liu Yang Kun. Dengan berani anggauta Sam-eng berbaju hitam itu menyongsong serbuan Kim Hong San yang menggebu-gebu. Berkali-kali tangan dan kaki mereka bentrok di udara dan menimbulkan suara berdebug dan berdentam pula dengan kerasnya.
Ternyata mereka berdua memiliki tenaga dalam yang berimbang, sementara ilmu silat mereka pun ternyata juga tidak berselisih banyak pula. Tapi karena Kim Hong San sambil bertempur juga selalu mengobral racun-racunnya, maka anggauta Sam-eng berbaju hitam itu terpaksa harus menyisihkan sedikit tenaga dan kewaspadaannya untuk bertahan dan berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan yang ada. Untung ilmu meringankan tubuhnya agak sedikit lebih tinggi dari pada tokoh Lembah Tak Berwarna tersebut, sehingga sedikit banyak ia juga bisa memanfaatkannya untuk mengambil jarak dari lawannya.
Bhuuuuussssshhhh....! Mendadak arena pertempuran tersebut digelapkan oleh asap tebal berwarna kuning pekat, yang tersebar dari bahan peledak yang dibanting oleh Giok-bin Tok-ong. Ternyata di dalam pertarungan cepat melawan Bok Siang Ki tadi Giok-bin Tok-ong segera tercecer di bawah angin. Walaupun ketua Lembah Tak Berwarna itu memiliki ilmu silat yang tinggi, namun lawannya adalah jago silat nomer dua di dunia persilatan.
Di dalam segala hal ketua perguruan Ui-soa-pai itu ternyata memiliki beberapa kelebihan dari pada dia. Oleh karena itu pula akhirnya Giok-bin Tok-ong memutuskan untuk mempergunakan senjata senjata racunnya. Demikianlah akhirnya arena pertempuran tersebut menjadi gelap oleh asap beracun yang disebarnya.
Bok Siang Ki yang langsung terserang oleh kepulan asap tersebut cepat menghindar dengan meloncat tinggi ke udara. Sekejap saja tubuhnya telah bertengger di atas dahan pohon yang tinggi. Dari atas pohon tersebut ia melihat sekejap ke arah Sam-eng, pembantu pembantunya. Begitu menyaksikan para pembantunya itu dapat menyelamatkan diri pula, perasaannya menjadi lega.
"Sam-eng! Lekas kalian keluarkan tepung daun coa-tou (kepala ular) itu. Ambillah sedikit, lalu makanlah! Selanjutnya kalian tak perlu takut menghadapi racun-racun mereka! Cepat!" teriaknya keras.
Tiba-tiba Bok Siang Ki tersentak kaget. Ternyata ia telah melupakan Liu Yang Kun. Ia tidak melihat pemuda itu di luar kepulan asap. Dan hal itu berarti bahwa si pemuda masih berada di tengah-tengah asap bersama rombongan Giok-bin Tok-ong.
"Kurang ajar! Giok-bin Tok-ong benar-benar licik sekali! Dia menggunakan tabir asap itu untuk berlindung. Dan dengan perlindungan tabir asap itu pula ia dan anak-buahnya menyergap Liu Yang Kun. Bangsat! Hei... Sam Eng! Mari kita terjang tabir asap itu! Kita tidak boleh keduluan oleh iblis-Iblis Lembah Tak Berwarna itu!"
Ternyata benar apa yang diduga oleh Bok Siang Ki itu. Karena merasa takkan menang melawan Bok Siang Ki dan anak-buahnya, Giok-bin Tok-ong mulai menggunakan siasat dan akal-bulusnya. Ia meledakkan bahan peledak yang dapat menimbulkan kepulan asap tebal di arena pertempuran tersebut. Selain juga untuk menyerang lawan-lawannya, asap tebal yang mengandung racun itu juga dapat ia pergunakan untuk berlindung dari sergapan musuh.
Sementara itu dengan perlindungan tabir asap tersebut ia dan murid-muridnya dapat pula melanjutkan niat mereka semula, yaitu mengepung dan menyergap kembali Liu Yang Kun. Pokoknya Buku Rahasia yang dibawa pemuda itu harus direbut dahulu.
Demikianlah Bok Siang Ki dan tiga orang pembantunya lalu menerjang tabir asap itu. Hanya dengan mengandalkan ketajaman perasaan mereka saja mereka itu menyerang Giokbin Tok-ong dan murid-muridnya. Oleh karena itu pula dalam kemelutnya pertempuran mereka seIanjutnya, mereka semua tak bisa lagi membedakan mana kawan mana lawan. Bahkan merekapun sudah tidak bisa menentukan lagi, apakah Liu Yang Kun masih berada diantara mereka atau tidak?
Lain dari pada itu kepekatan asap beracun tersebut benar-benar membuat napas mereka menjadi sesak. Sekali tempo mereka harus keluar dari kepulan asap dahulu untuk menyedot udara segar.
Siiiing! Siiiing! Siiiing!
Ternyata tabir asap yang amat pekat itu telah dimanfaatkan pula oleh Giok-bin Tok-ong dan murid-muridnya untuk mengobral senjata-senjata rahasia mereka. Mereka melepaskan pisau-pisau terbang, jarum-jarum lembut yang bisa menyusup ke dalam daging dan pembuluh darah, dan peluru-peluru beracun yang dapat meletus dan memuntahkan cairan atau tepung berbahaya ke arah lawan mereka.
Sehingga beberapa saat kemudian pertempuran tersebut menjadi semakin ruwet dan simpang-siur oleh desingan senjata-senjata rahasia itu. Bahkan sekejap kemudian juga digaduhkan pula oleh letupan-letupan peluru yang memuntahkan alat-alat pembunuh berbahaya.
Tentu saja hal itu benar-benar sangat merepotkan Bok Siang Ki dan tiga orang pembantunya. Bertempur dengan membuta di dalam tabir asap itu saja sudah amat menyulitkan mereka, apalagi harus menghadapi senjata-senjata gelap yang seolah-olah berhamburan menghujani mereka itu. Sebagian besar dari taburan senjata gelap itu memang dapat mereka hindarkan.
Tapi beberapa buah diantaranya terpaksa tidak bisa mereka elakkan. Beberapa buah dari pisau-pisau terbang itu sempat menghujam kedalam daging Sam-eng, sementara sebuah diantara peluru yang meletus itu juga sempat memercikkan cairan berbahaya yang membakar mata kiri dan sebagian pelipis kiri anggauta Sam-eng yang termuda.
Dan Bok Siang Ki sendiri ternyata juga tidak luput dari bencana itu. Sebuah di antara puluhan jarum yang tersebar di arena itu dapat lolos dari kebutan lengan bajunya dan menembus paha kanannya. Sekejap saja jarum itu telah masuk ke dalam daging dan seakan akan terus bergerak sesuai dengan gerakan atau menegangnya otot paha itu....
Jilid selanjutnya,
Baca Cersil Lainnya :