Memburu Iblis Jilid 27 karya Sriwidjono - Liu Yang Kun menghela napas sambil memandang ke sekelilingnya. Ia sedikit tersipu ketika menyadari dirinya telah menjadi perhatian beberapa orang yang lewat. Oleh karena itu ia tidak membantah ketika tangan Tiauw Li Ing menggandengnya dan cepat-cepat mengajak pergi mencari rumah penginapan.
Hampir saja Tiauw Li Ing meminta kamar sendiri ketika berada di rumah penginapan. Untunglah gurunya cepat-cepat menyikut lengannya, sehingga ia menjadi ingat kembali akan sandiwara yang telah mereka lakukan. Namun demikian pipinya menjadi merah juga, sebab bagaimanapun juga ia belum pernah tidur sekamar dengan seorang lelaki. Bahkan setelah berada di dalam kamar, tiba-tiba saja keringat dinginnya membanjir tanpa terasa.
Dan gadis itu semakin menjadi kikuk dan ngeri menyaksikan mata 'suami-nya' itu selalu tertuju kepadanya. Bahkan semakin lama gadis itu merasa seperti seekor tikus yang berada di dalam cengkeraman seekor kucing liar. Sehingga niatnya untuk mandi dan berganti pakaian pun menjadi urung pula.
"Ko-ko, kau jangan…. jangan memandangku terus-menerus begitu! Aku takut," akhirnya Tiauw Li Ing berkata gemetar. "Ahhh...!" Liu Yang Kun tunduk malu. Tiba-tiba hatinya ikut bergetar juga. Gadis yang mengaku sebagai isterinya itu benar-benar cantik bukan main. Entah mengapa tiba-tiba ia ingin memeluknya.
"Tapi... tapi… bukankah kau ini isteriku? Mengapa aku tak boleh memandangmu?" pemuda itu mencoba membantah."Ya... ya! Tapi aku menjadi ngeri melihatmu! Kau... kau keluarlah sebentar! Aku ingin mandi dan berganti pakaian…
"Hei… mengapa begitu? Masakan suami isteri masih pakai malu-malu segala?" tiba-tiba timbul kembali keberanian Liu Yang Kun. Bukannya keluar, tapi sebaliknya dia malah menyambar tubuh Tiauw Li Ing dan menciumnya. Gadis itu segera meronta-ronta dan mendorong tubuh Liu Yang Kun ke belakang.
"Ini… ini… aauph! Lepaskan! Lepaskan…!" jeritnya ketakutan sehingga Liu Yang Kun terpaksa melepaskannya.
"Ssssst! Jangan berisik! Memalukan…!" Liu Yang Kun berbisik kesal seraya menoleh ke arah pintu. Takut kalau ada penghuni kamar lain yang mendengar jeritan gadis itu.
"Habis... kau gila sih! Nekad saja!" Tiauw Li Ing merengut. Kemudian dengusnya lagi," Nah, sekarang kau mau keluar atau tidak? Kalau tidak mau, aku akan menjerit lagi."
Liu Yang Kun yang telah mulai panas itu terpaksa mengalah. "Baiklah! Baiklah aku akan keluar," katanya mendongkol, lalu melangkah ke pintu dan keluar dari kamar itu.
Di luar kamar pemuda itu menoleh ke kanan dan ke kiri, kalau-kalau ada tamu lain yang mendengar jeritan 'isterinya' tadi. Tapi ternyata tak seorang pun yang mendengarnya. Semua tamu sibuk dengan urusan mereka sendiri. Hanya seorang pelayan saja yang tampaknya bercuriga kepadanya. Tapi pemuda itu tak peduli. Dia melangkah ke pendapa, yang dipergunakan juga sebagai restoran atau tempat makan.
"Silakan duduk, Siauw-ya. Siauw-ya ingin memesan makanan apa?" seorang pelayan cepat mempersilakan dia duduk dan menanyakan makanan yang ia kehendaki.
Liu Yang Kun merogoh sakunya dulu, untuk melihat apakah dia membawa uang atau tidak. Ketika jari-jarinya menyentuh kantung kecil penuh uang di dalam sakunya, hatinya menjadi lega. Ia lalu memesan makanan dan minuman yang ia inginkan. Sekaligus untuk tiga orang. Dia sendiri, isterinya dan guru isterinya itu.
"Heran. Di sakuku tersimpan uang yang amat banyak. Tampaknya aku memang seorang yang kaya raya. Hmm.... jangan-jangan aku ini memang seorang pangeran," gumamnya sendirian ketika pelayan itu sudah pergi meninggalkannya.
Kemudian sambil menantikan kedatangan Tiauw Li Ing dan Lo-sin-ong, Liu Yang Kun melamun dan merenungkan nasibnya sendiri. Ia benar-benar merasa sedih dan tak habis mengerti, bagaimana dia sampai bisa menderita sakit lupa pada masa lalunya' itu. Padahal ia merasakan tubuhnya dalam keadaan sehat dan kuat. Otak dan pikirannyapun juga masih terasa terang dan bersih. Dan sama sekali ia juga tidak merasa kehilangan akal pula. Bahkan sampai sekarangpun ia juga masih merasa dapat berpikir dengan baik.
Ia tidak gila atau hilang ingatan. Ia cuma lupa pada masa lalunya. Itu saja. Begitu berat tampaknya sakit yang dideritanya itu sehingga ia sampai lupa akan asalnya, keluarganya dan namanya sendiri. Bahkan iapun sampai lupa pada isterinya pula. Padahal semuanya itu menurut Lo-sin-ong hanya karena luka-luka yang dideritanya ketika melawan Bok Siang Ki dan Giok-bin Tok-ong, yaitu dua orang tokoh sakti dari dunia persilatan.
"Aku harus mengembalikan semua ingatanku yang hilang. Akan kucari seorang tabib yang pandai, atau akan aku kunjungi tempat-tempat yang sekiranya telah kukenal. Siapa tahu dengan begitu ingatanku bisa kembali normal seperti sediakala?" pemuda itu menutup lamunannya.
Krengkeittt! Brug! Brug!
Tiba-tiba pemuda itu dikagetkan oleh suara kursi ditarik dan orang duduk dengan kasar di pojok ruangan itu. Dan ketika pemuda itu melirik ia melihat enam orang lelaki bersenjata duduk di sana. Mereka tampak lelah dan lesu. Bahkan empat orang di antaranya seperti sedang menderita sakit.
Sebagai seorang yang memiliki kepandaian silat tinggi Liu Yang Kun segera mengetahui kalau orang-orang itu telah menderita luka dalam. Bahkan seorang di antaranya benar-benar menderita luka dalam yang amat berat. Hanya karena semangat dan kekuatannya saja orang itu bisa bertahan. Belum juga mereka itu sempat membereskan tempat duduk mereka, mendadak dari luar pendapa masuk lagi beberapa lelaki. Begitu masuk orang-orang itu segera menghampiri enam orang yang datang lebih dahulu itu.
"Bagaimanakah perjalananmu, Ouw twa-ko? Dapatkah kalian menangkap kuntilanak pemakan bayi itu?" salah seorang dari orang-orang yang datang belakangan itu bertanya kepada orang yang datang lebih dulu tadi. Laki-laki yang menderita luka dalam paling berat itu menengadahkan kepalanya. Dipandangnya orang yang bertanya kepadanya itu beberapa saat lamanya, baru kemudian kepalanya mengangguk.
"Silakan duduk dulu, Ci su-te! nanti akan kuceritakan semuanya..." orang itu menjawab dengan suara agak tersengal-sengal.
Orang-orang itu lalu menarik sebuah meja lagi, kemudian mereka duduk menjadi satu. Orang-orang yang datang belakangan itu tampak kaget dan heran begitu menyadari kawan-kawan mereka yang datang duluan itu banyak yang menderita luka dalam. Bahkan mereka semakin menjadi heran ketika mengetahui orang yang mereka sebut Ouw twa-ko justru menderita luka yang paling berat.
Beberapa orang tamu yang saat itu berada di dalam pendapa pun juga sangat menaruh perhatian pada mereka. Diam-diam semuanya kelihatan menunggu keterangan yang hendak diberikan oleh orang yang disebut Ouw twa-ko itu. Oleh karena itu tanpa terasa Liu Yang Kun juga ikut menunggu pula. Sebagai jago silat pemuda itu ikut tergelitik juga hatinya untuk mengetahui permasalahannya, mengapa orang-orang itu sampai terluka dalam.
Makanan dan minuman sudah siap semua, tuan muda. Silahkan…!" tiba-tiba Liu Yang Kun dikagetkan lagi oleh suara pelayan yang telah menyiapkan pesanannya tadi.
"Eh-oh…. baik, terima kasih!" Liu Yang Kun mengangguk gugup. Lalu sambil lalu pemuda itu berkata lagi, "Eh, sebentar dulu! Siapakah mereka itu? Dari mana mereka datang? Tampaknya ada sesuatu hal yang amat penting telah terjadi di kota ini…" pelayan itu tak jadi melangkah pergi. Sambil mengawasi wajah Liu Yang Kun pelayan itu mengangguk.
"Memang ada sesuatu yang telah terjadi di kota ini, tuan muda. Sesuatu yang aneh, namun juga sangat menakutkan hati penduduk kota ini. Ehmm, tampaknya tuan muda bukan penduduk daerah ini, sehingga Tuan belum mendengarnya."
"Aku memang bukan orang sini. Aku seorang petualang yang baru saja datang dari daerah lain. Nah... bolehkah aku mengetahui peristiwa yang kalian takutkan itu?"
Pelayan itu menoleh ke kanan ke kiri, seakan-akan ada yang dia takutkan. Tapi melihat semua perhatian tertuju ke arah orang-orang yang baru datang tadi, pelayan itu menjadi lega. Keberaniannya timbul kembali. Dengan suara perlahan ia bercerita.
Telah sepekan ini kota Cia-souw digemparkan oleh munculnya hantu kuntilanak di malam hari. Hantu yang berwujud sebagai wanita cantik itu selalu gentayangan mencari mangsa di rumah-rumah penduduk yang memiliki anak kecil atau bayi. Setiap kali hantu cantik itu singgah atau lewat di rumah penduduk yang mempunyai bayi, niscaya bayi itu akan meninggal keesokan harinya.
Dan selama sepekan itu telah ada empat bayi yang menjadi korban. Jadi setiap malam tentu ada satu bayi yang menjadi korban. Semuanya mati tanpa diketahui sebab-sebabnya. Tentu saja penduduk kota Cia-souw menjadi gelisah dan ketakutan. Terutama bagi keluarga yang memiliki bayi atau anak kecil. Hati mereka menjadi kecut apabila malam datang.
Mereka berjaga semalam suntuk untuk melindungi anak mereka. Peristiwa yang sangat menggemparkan itu akhirnya sampai juga di telinga para pembesar di kota Cia-souw itu. Mereka lalu mengerahkan pasukan keamanan kota untuk mencari dan menangkap 'kuntilanak‘ tersebut.
"Menangkap kuntilanak? Eh... mana bisa orang menangkap hantu? Bukankah hantu itu bisa menghilang?" Liu Yang Kun memotong cerita pelayan itu.
Pelayan itu menyeringai kecut. "Memang tidak... tidak bisa. Jangankan hendak menangkap, sedang melihat bayangannyapun mereka tidak bisa. Oleh sebab itu pulalah Un Tai-jin lalu minta pertolongan para jago silat di kota ini untuk ikut menyingkirkan hantu itu. Un Tai-jin berharap, dengan kepandaian mereka yang tinggi para pendekar itu akan mampu mengusir kuntilanak tersebut dari kota ini."
"Ehmmmm...?" Liu Yang Kun berdesah. "Siapakah Un Tai-jin itu?"
"Un Tai-jin (Pembesar Un) adalah pejabat kota yang menguasai pasukan keamanan. Beliau adalah tangan kanan Liong Tai-jin (Pembesar Liong), penguasa kota Cia-souw ini."
"Oooo... lalu bagaimana kelanjutannya? Adakah para pendekar silat yang mampu menangkap hantu itu?"
Pelayan itu tidak menjawab. Sebaliknya ia melayangkan pandangannya ke pojok ruangan, dimana rombongan lelaki kasar tadi duduk. "Tuan lihat orang-orang itu? Mereka adalah sebagian dari jago-jago silat yang diundang oleh Un Tai-jin itu. Telah dua malam mereka berputar-putar di kota ini. Dan baru tadi malam mereka bisa bertemu dengan hantu itu. Mereka bersama-sama dengan para pendekar silat yang lain mengejar hantu itu semalam suntuk. Dan baru sekarang mereka pulang. Silahkan tuan mendengarkan sendiri pembicaraan mereka...!" kata pelayan itu kemudian sambil pergi meninggalkan Liu Yang Kun.
"Terima kasih...." ucap pemuda itu.
Tanpa menunggu lagi kedatangan isterinya, Liu Yang Kun mulai menyantap pesanannya. Sambil menyuapkan makanan itu ke mulutnya ia mendengarkan percakapan orang-orang di pojok ruangan itu. "Ci su-te....! Untunglah kau dan rombonganmu tidak berjumpa dengan 'hantu wanita‘ itu. Kalau kalian juga bertemu dengan hantu itu, niscaya kalian pun juga akan bernasib sama pula seperti kami. Hantu wanita itu benar-benar lihai bukan main!" terdengar suara lelaki yang dipanggil Ouw Twa-ko tadi.
"Lihai....? Jadi kuntilanak itu bukan hantu sungguhan?" orang yang disebut dengan sebutan Ci su-te itu bertanya kaget. Orang yang dipanggil Ouw Twako itu mengangguk. Matanya menerawang jauh.
"Mula-mula kami mendapat laporan kalau di dekat kuil Liong-tee-bio ada sesosok bayangan yang mencurigakan. Bayangan itu selalu berputar-putar mengitari rumah pande besi (tukang membuat peralatan dari besi), yang mempunyai anak kecil di rumahnya."
Orang itu menghentikan ceritanya sebentar, seakan-akan ingin mengumpulkan kembali semua ingatan tentang kejadian yang dia alami semalam. "Karena tempat kami meronda berada paling dekat dengan tempat itu, maka kami pula yang datang paling dulu disana. Namun demikian kami juga hanya bisa melihat bayangannya saja. Hantu wanita itu keburu melarikan diri dari tempat si pande besi."
"keburu lari…?" orang yang dipanggil dengan sebutan Ci su-te itu memotong.
"Benar. Tapi karena hantu itu mengenakan pakaian putih-putih, maka kami dapat melihatnya dengan jelas. Apalagi ketika dia berlari-lari di lereng bukit Cemara yang jarang pepohonannya itu."
"Wah… kalau begitu Ouw twa-ko berhasil menangkapnya?"
Orang yang disebut dengan sebutan Ouw twa-ko itu menggelengkan kepalanya sambil menarik napas panjang. "Tampaknya memang mudah, serombongan lelaki kasar mengejar satu hantu wanita. Tapi dalam pelaksanaannya ternyata sungguh berat dan sulit. Bayangan putih yang selama ini kita anggap sebagai hantu kuntilanak itu ternyata juga manusia biasa seperti kita. Bahkan kesaktiannya benar-benar di luar dugaan kami yang mengejarnya. Hanya dengan sebuah saputangan dan….hanya dalam satu jurus pula, kami semua telah dibuatnya bergelimpangan terluka parah."
"Cuma... satu Jurus?" orang yang dipanggil dengan sebutan Ci su-te itu berdesah tak percaya.
"Ya! Untunglah pada saat itu pula dari bawah bukit terdengar langkah kaki orang mendatangi tempat tersebut, sehingga nyawa kami selamat. Wanita itu segera pergi meninggalkan kami, karena dia menyangka kami membawa bala-bantuan yang banyak. Tapi...?"
"Rombongan siapa yang datang menolong Ouw twa-ko itu?" orang yang disebut dengan panggilan Ci su-te tadi mendesak tak sabar.
"Kami tak tahu. Tiba-tiba saja suara langkah kaki itu menghilang kembali. Kami menunggu sampai lama, tapi suara itu tak kunjung datang juga. Akhirnya kami pulang dengan tangan hampa. Dan baru sekarang kami tiba di sini karena kami harus mengobati luka-luka kami...." orang yang disebut dengan sebutan Ouw twa-ko itu mengakhiri ceritanya.
Liu Yang Kun mengerutkan dahinya. Mendengar kisah orang-orang itu, ingatannya segera melayang ke bekas-bekas tangkai obor dan bekas-bekas jejak yang ia temukan tadi malam. "Ah, ternyata tangkai obor dan jejak-jejak kaki itu milik mereka…" tiba-tiba terdengar suara Tiauw Li Ing di sampingnya.
Liu Yang Kun memalingkan mukanya dengan terperanjat. Dilihatnya isterinya dan orang tua buta itu telah berdiri di belakangnya. "Ah! Sudah selesai kau mandi? Mari silakan duduk! Aku telah memesan makanan dan minuman untuk tiga orang sekaligus. Tapi aku sudah makan lebih dulu karena kau tak kunjung datang juga."
Sambil duduk di kursinya Tiauw Li Ing berkata kepada gurunya, "Suhu....! Ternyata bekas-bekas obor dan jejak-jejak kaki itu milik macan-macan kampung kota ini. Tuh… mereka sedang duduk-duduk di pojok ruangan!"
"Hmmh! Kalau begitu kita tak usah melibatkan diri dengan urusan mereka. Marilah kita sekarang makan dan minum, lalu istirahat sepuasnya. Besok kita berangkat ke Cin-an untuk mengantarkan suamimu. Nah, Li Ing... mana makanan dan minuman yang harus kumakan? Tolong letakkan di depanku!" Lo-sin-ong menyahut pelan.
Demikianlah mereka bertiga lalu sibuk menghabiskan masakan dan minuman yang telah dipesan oleh Liu Yang Kun. Setelah itu mereka kembali lagi ke kamar masing-masing untuk beristirahat. Lo-sin-ong sendirian di kamarnya, sedangkan Tiauw Li Ing menjadi satu dengan Liu Yang Kun di kamar yang lain.
Hari belumlah terlalu siang. Matahari baru sepenggalan tingginya. Namun demikian kota itu telah menjadi sepi. Satu-satunya pasar yang ada di dalam kota itu pun telah bubar pula. Para pedagang dan pembelinya telah pulang ke rumah masing-masing. Dan jalan raya yang membelah di tengah-tengah kota itu pun tampak sepi pula. Hanya ada satu dua orang yang berjalan melintasinya. Sementara di kanan-kiri jalan itu banyak pedati, kereta atau kuda yang ditambat dan ditinggalkan pergi oleh pemiliknya.
Suasana memang tampak lesu dan lengang. Orang lebih suka menghangatkan tubuh di dalam rumah. Selain udara di daerah mereka itu telah mulai mendingin, angin kencangpun kadang-kadang meniup pula dengan mendadak. Oleh karena itu penduduk kota tersebut lebih suka berdiam di rumah daripada berada di luar.
Tiauw Li Ing telah merebahkan dirinya di pembaringan. Gadis itu masih merasa takut dan ngeri kepada ‗suaminya‘ sehingga tidurnya sengaja terlentang memenuhi seluruh tempat tidur, agar dengan demikian suaminya tidak mendapat tempat di dekatnya.
"Tempat tidur ini tidak cukup untuk dua orang. Lebih baik kita tidur bergantian saja. Atau kau tidur di meja itu!" ujarnya sebelum memejamkan mata.
Liu Yang Kun melirik dan mendengus kesal. Perlahan-lahan kakinya melangkah ke pintu. "Ko-ko, kau mau kemana…?" Tiba-tiba Tiauw Li Ing berseru.
"Aku tak biasa tidur siang. Dan aku juga tidak merasa lelah. Biarlah aku keluar saja untuk melihat-lihat suasana kota ini. Nanti aku kembali."
Tiba-tiba Tiauw Li Ing meloncat dan menghadang di depan Liu Yang Kun. Kedua tangannya mencengkeram lengan pemuda itu. Matanya memandang gelisah dan serba salah.
"Ko-ko, kau….kau marah kepadaku?"
Liu Yang Kun menggelengkan kepalanya. Lalu tangannya melepaskan cengkeraman isterinya. Kakinya melangkah ke samping. "Jangan menduga yang bukan-bukan. Aku sama sekali tidak marah kepadamu. Aku cuma merasa kesal di ruangan yang sempit ini. Bahkan aku bisa menjadi gila kalau tidak lekas-lekas keluar mencari hawa segar."
Namun dengan cepat Tiauw Li Ing menghadang kembali. "Tapi… tapi di luar banyak prajurit kerajaan. Kau akan segera dikenali oleh mereka. Dan kau tentu akan dibawa oleh mereka."
Liu Yang Kun tersenyum kecut. "Tidak mudah untuk menangkap aku. Kalau pun mesti tertangkap juga, kukira juga tidak menjadi soal pula. Ayahmu tentu bisa membebaskan aku," jawabnya enak.
"Tapi… tapi… bagaimana dengan maksudmu ke kota Cinan itu? Kau tidak akan bebas lagi kalau telah ditangkap oleh mereka."
Liu Yang Kun mengibaskan lengan bajunya. "Sudahlah! Kau tak perlu mengkhawatirkan aku. Berikanlah aku kesempatan untuk mendinginkan hati dan kepalaku di luar sana. Aku bisa gila kalau berdekatan terus denganmu. Nah…..aku pergi sebentar."
Tanpa menunggu jawaban lagi pemuda itu bergerak ke samping. Otomatis Bu-eng Hwe-tengnya keluar. Tubuhnya menggeliat dua kali kemudian melesat ke pintu, dan sekejap saja dia telah berada di luar kamar. Tiauw Li Ing hanya bisa terpaku di tempatnya. Gadis itu benar-benar seperti orang linglung, tak tahu apa yang harus dia lakukan. Gadis itu baru menangis setelah Liu Yang Kun lenyap dari pandangannya!
Liu Yang Kun bergegas keluar dari rumah penginapan itu. Tapi ketika kakinya melangkah di halaman, tiba-tiba terdengar suara memanggilnya. "Tuan muda, tunggu...!"
Liu Yang Kun cepat membalikkan tubuhnya. Pelayan ruang makan yang melayaninya tadi tampak mengejarnya. "Bukankah tuan muda yang bernama Liu Yang Kun? Ini ada surat titipan untuk tuan muda!" pelayan itu berkata terengah-engah sambil menyerahkan sebuah surat kepada Liu Yang Kun.
"Surat...? Dari siapa?" pemuda itu berdesah kaget, lalu menerima surat itu.
"Entahlah, tuan muda. Gadis cantik itu tidak mengatakan namanya." pelayan itu menjawab, kemudian kembali lagi ke dalam rumah.
"Gadis cantik…? Siapa dia?" Liu Yang Kun bergumam seraya merenung.
Liu Yang Kun lalu membalik surat itu. Tapi di sana juga tidak dicantumkan nama si pengirimnya. Hanya dua huruf tertulis di s itu, yaitu TEMAN LAMA. "Teman lama...? Ah... siapa dia?" Akhirnya Liu Yang Kun menjadi tak sabar lagi. Dibukanya surat itu, kemudian dibacanya pelan-pelan.
Saudara Liu Yang Kun,
Bagaimana kau sampai di kota ini? Bukankah kemarin kau masih di kota An-lei, dan bermaksud pergi ke kota Cin-an? Apakah ada sesuatu yang terjadi? Tolong kau pergi ke hutan di sebelah barat kota Cia-souw malam ini. Aku ingin berbicara kepadamu.
Teman lama.
"Teman lama.... teman lama... teman lama...?" pemuda itu bergumam dan mengulang kata-kata itu beberapa kali.
Kemudian untuk beberapa saat pula Liu Yang Kun mencoba untuk memeras ingatannya, kalau-kalau ia bisa menduga siapa 'teman lama' yang telah mengirim surat kepadanya itu. Tapi lagi-lagi dia tak mampu mengingatnya. Semua masa lalunya benar-benar gelap gulita dan tak bisa dikorek sama sekali. Akhirnya Liu Yang Kun menyerah. "Baiklah, akan kutemui dia nanti. Siapa tahu kedatangannya akan bisa menyembuhkan penyakit lupaku ini? Hmm...!"
Liu Yang Kun melangkah kembali ke kamarnya. Dia tak jadi mendinginkan pikirannya di luar. Ia ingin beristirahat saja agar nanti malam bisa menemui wanita yang mengaku sebagai teman lamanya itu. "Eehmm, bagaimana sebaiknya nanti? Apakah aku harus membawa serta Li Ing? Tapi bagaimana kalau dia cemburu? Atau... atau biarlah aku pergi sendirian saja," sambil melamun pemuda itu mengetuk pintu kamarnya.
"Siapa...?" terdengar suara isak Tiauw Li Ing didalam kamar.
"Aku. Bukalah...!" Liu Yang Kun menjawab singkat.
Tiba-tiba pintu itu dibuka dengan cepat. Dan di lain saat Tiauw Li Ing telah menghambur ke dalam pelukan Liu Yang Kun. "Koko, maafkan aku... Marilah, kini aku tidak akan menolak lagi! Maafkanlah aku!" gadis itu merintih dan mengeluh di dalam tangisnya.
Tentu saja Liu Yang Kun menjadi kaget setengah mati. Otomatis pemuda itu menoleh ke kanan dan ke kiri. Untunglah tak seorangpun yang melihat adegan itu. Tampaknya semua tamu sedang beristirahat di dalam kamar masing-masing. Bergegas Liu Yang Kun menggendong tubuh Tiauw Li Ing yang menggelendot lemas di dadanya itu ke dalam kamar. Kemudian dibaringkannya tubuh yang molek itu di atas pembaringan. Namun ketika pemuda itu hendak turun, gadis itu merangkulnya erat-erat.
"Ko-ko, jangan tinggalkan aku! Kau…. kau tidurlah di sini! Peluklah aku erat-erat!" gadis itu meminta dengan sangat. Liu Yang Kun menjadi gelagapan. Wajahnya yang putih itu menjadi merah padam. Badannya tiba-tiba juga menjadi panas. Apalagi ketika kulit tangannya yang kasar itu menyentuh kulit Tiauw Li Ing yang halus dan licin. Sekejap api yang selama ini telah padam menjadi menyala kembali dengan hebatnya.
"Li Ing... oh, Li Ing... kau? Oh, kau...? Ah!" pemuda itu ikut merintih pula.
Demikianlah mereka berdua tidak jadi istirahat siang itu. Mereka justru bermain cinta sampai malam hari. Mereka juga lupa makan dan minum. Bahkan Liu Yang Kun juga lupa pula pada rencananya untuk pergi ke hutan di sebelah barat kota itu. Dan tampaknya Lo-sin-ong juga memakluminya, terbukti orang tua itu juga tidak mengusik mereka sama sekali.
Keduanya baru terjaga dari dunia impian mereka ketika tiba-tiba di luar terdengar suara riuhnya jeritan dan teriakan orang. Liu Yang Kun cepat berpakaian kembali. Dengan tergesa-gesa pemuda itu meloncat ke pintu, meninggalkan Tiauw Li Ing yang masih tergolek kelelahan di tempat tidur.
"Ko-ko, kau mau kemana...?" gadis itu berseru lemah sambil membetulkan selimut yang menutupi tubuhnya.
Pakaiannya masih tampak berserakan dibawah kakinya. "Akan kulihat dulu keributan di luar itu. Sebentar saja. Aku akan cepat kembali lagi." Liu Yang Kun menjawab pendek, kemudian menghilang keluar pintu.
"Hati-hati…" Tiauw Li Ing berpesan.
Ternyata hari belum terlalu malam. Bulan yang sudah tidak bulat lagi itu juga baru saja muncul dan kini masih berada diatas pucuk-pucuk pepohonan yang tinggi. Liu Yang Kun cepat berlari ke jalan raya, dimana keributan itu berasal. Disana telah tampak orang-orang yang berkumpul di tepi-tepi jalan. Semuanya ribut membicarakan sesuatu. Liu Yang Kun mendekati salah sebuah dari kerumunan orang itu. Pelan-pelan dia bertanya kepada seorang diantara mereka.
"Apakah yang telah terjadi?"
Orang itu menoleh sekejap, kemudian menjawab, "Kuntilanak itu muncul lagi. Ia benar-benar semakin nekat. Tempat kediaman Liong Tai-jin pun berani ia injak pula. Huh…!"
"Tempat kediaman Liong Tai-jin? Lalu…? Liu Yang Kun mencoba mengorek keterangan yang lebih lengkap lagi.
"Tentu saja Liong Tai-jin menjadi marah bukan main! Semua pasukan keamanan lalu dikerahkan untuk mengejar hantu itu. Itulah sebabnya seluruh kota menjadi gempar!"
"Oooh....!" Liu Yang Kun berdesah dan mengangguk-anggukkan kepalanya. Kemudian sambungnya lagi, "Lalu... Kemana larinya hantu wanita itu?"
"Kata orang dia berlari ke hutan di sebelah barat kota ini…"
"Ke hutan di sebelah barat kota ini?‖ tiba-tiba Liu Yang Kun terpekik dan terperanjat bukan kepalang. Seketika ia teringat akan undangan si teman lama itu. Tanpa meminta diri lagi Liu Yang Kun berkelebat pergi dari tempat itu. Begitu cepatnya pemuda itu bergerak sehingga orang-orang tersebut menjadi kaget. Mereka seperti melihat hantu pula, karena secara tiba-tiba pemuda tersebut menghilang dari depan mereka.
"Dia… dia… han-hantu pula…?" mereka berdesah ketakutan.
Sementara itu dengan mengerahkan Bu-eng Hwe-tengnya Liu Yang Kun berlari ke hutan itu. Pikirannya sibuk menduga-duga, jangan-jangan si teman lama itulah yang menjadi kuntilanak selama ini.
"Gila! Aku benar-benar menjadi penasaran. Siapakah sebenarnya orang itu? Benarkah dia teman lamaku?" dan pemuda itu menjadi bingung ketika memasuki hutan lebat tersebut. Dimanakah ia harus menemui 'teman lamanya‘ itu?
Apakah ia sudah terlambat datang? Dan dimana pula pasukan-pasukan keamanan kota yang katanya sedang mengejar hantu kuntilanak itu? Karena ragu-ragu maka Liu Yang Kun tidak berusaha untuk memasuki hutan itu lebih dalam lagi. Ia hanya termangu-mangu saja dipinggirnya.
"Tampaknya kuntilanak itu berlari memasuki hutan ini dan para pengejarnya juga ikut membuntutinya pula. Hmmm… bagaimana ini? Apakah aku harus ikut masuk kedalam hutan ini juga?" pemuda itu berpikir di dalam hati.
Liu Yang Kun menyandarkan punggungnya pada batang pohon siong tua. Dan angin malam pun tiba-tiba bertiup menggoyangkan daun-daun di sekitarnya. Beberapa lembar daun yang sudah menguning tampak melayang jatuh dari tangkainya.
Pemuda itu tiba-tiba tersentak kaget. Selembar daun yang masih hijau jatuh menimpa pundaknya. Terasa ada getaran tenaga yang menyertai gerakan daun itu, sehingga sekejap pemuda itu merasa kesemutan pada lengannya. Dan tatkala pemuda itu menghentakkan kekuatannya untuk bersiap siaga, hidungnya mendadak mencium bau wangi atau harum khas wanita. Otomatis Liu Yang Kun menengadahkan mukanya.
"Selamat bertemu, pangeran…" dari atas pohon tiba-tiba terdengar suara lembut menyapa.
Liu Yang Kun tertegun. Hatinya berdesir keras. Seperti ada sesuatu yang menjamah jantungnya ketika ia memandang seorang gadis ayu seperti bidadari menatap kepadanya. Gadis ayu itu duduk di atas dahan yang paling rendah, sehingga jaraknya hanya satu setengah tombak saja dari tempatnya berdiri. Di bawah sinar bulan yang terang wajah gadis itu benar-benar kelihatan cantik bukan main. Lebih cantik dari pada wajah Tiauw Li Ing yang juga sudah amat cantik itu.
Gadis itu tersenyum manis sekali. Kedua bola matanya yang bersinar cemerlang bagaikan bintang kejora itu tampak bergetar indah seperti permukaan telaga di bulan purnama. Sementara pipinya yang halus licin itu tampak kemerah-merahan seperti buah tomat yang mulai masak.
"Kau... kau siapa? Mengapa.... mengapa kau menyamar sebagai... kuntilanak?" dalam gugup dan kekagetannya Liu Yang Kun menyapa.
Tiba-tiba senyum manis itu menghilang. Gadis itu memandang heran, seolah-olah tak percaya apa yang didengarnya. "Pangeran....? Pangeran bertanya apa?" gadis itu berdesah.
"Kau ini siapa? Mengapa kau berada di sini malam begini? Engkaukah yang menyamar sebagai kuntilanak itu? Dan... ehm... jangan panggil aku pangeran! Aku bukan seorang pangeran. Mungkin kau telah salah mengenali orang...." Liu Yang Kun mengulang pertanyaannya tadi.
Sekali lagi mata yang indah itu terbelalak. Namun kini wajah itu tampak sangat menderita dan terpukul hatinya. Bahkan seperti terpancar pula perasaan malu dan tersinggung. "Kau... kau lupa... Padaku? Oouugh!" tiba-tiba gadis ayu itu mengeluh, kemudian meloncat turun dan berlari meninggalkan tempat itu. Lapat-lapat terdengar suara isaknya yang tertahan.
Liu Yang Kun terperanjat. Dia baru sadar kalau gadis ayu itu ternyata buntung lengan kirinya. Lengan baju gadis itu yang sebelah kiri tampak melambai lambai ketika berlari. "Nona, tunggu…!" Liu Yang Kun berseru dan mengejarnya.
Tapi gadis berlengan satu itu tak mau berhenti. Ia berlari terus sambil terisak-isak, sehingga Liu Yang Kun terpaksa mengerahkan Bu-eng Hwe-tengnya untuk mengejar. Mereka berlari dan berkejaran di pinggiran hutan itu ke arah selatan. Ternyata gadis itu juga memiliki ilmu meringankan tubuh yang tinggi.
Akhirnya mereka sampai ke perkemahan para prajurit yang dilihat oleh Tiauw Li Ing pagi tadi. Gadis ayu itu kelihatan terkejut, begitu pula Liu Yang Kun. Namun ketika mereka hendak menghindar, dari kanan kiri mereka mendadak muncul sepasukan prajurit yang sedang meronda.
"Berhenti!" para prajurit itu membentak.
Liu Yang Kun berhenti, tapi gadis itu tidak, sehingga para prajurit itu menyerang dan mengepungnya. Liu Yang Kun tak tega melihat hal itu, maka lalu membantunya. Begitulah, mereka lalu bertempur dengan prajurit-prajurit tersebut. Keributan itu memancing perhatian prajurit-prajurit lainnya.
Semuanya berbondong-bondong keluar, sehingga pertempuranpun menjadi semakin ribut dan ramai. Namun gadis bertangan buntung itu tampaknya tak berminat untuk melayani mereka. Begitu pula dengan Liu Yang Kun. Keduanya hanya mengelak dan menghindar dari serangan mereka. Keduanya hanya berusaha mencari jalan untuk lolos dari kepungan mereka.
Tapi sungguh tidak mudah untuk meloloskan diri dari kepungan prajurit-prajurit terlatih itu tanpa melukai atau membunuh mereka. Maka tidak mengherankan kalau keduanya cuma berputar-putar saja di dalam kepungan itu.
Pada saat itu Liu Yang Kun memang menjadi kesal dan tidak sabar. Tapi melihat gadis ayu itu juga tidak mau bermain keras dan tetap bermain kucing-kucingan saja dengan pengepungnya, maka ia juga terpaksa mengikutinya.
"Munduuuuuuur…! Tai Ciangkun dataaaaaang!" Tiba-tiba terdengar suara aba-aba.
Benar saja. Bagaikan gelombang pasang yang tiba-tiba kembali menyurut ke laut, para prajurit terlatih itu mundur menjauhi Liu Yang Kun dan gadis ayu itu. Namun dalam jarak sepuluh langkah mereka berhenti dan membentuk sebuah lingkaran untuk mengelilingi kedua muda-mudi tersebut.
Seorang panglima yang masih muda tampak berjalan memasuki lingkaran. Ia dikawal oleh seorang lelaki gagah yang agak lebih tua dari padanya. Para prajurit tampak segan dan memberi jalan kepada mereka berdua. Panglima muda itu tidak lain memang Yap Tai Ciangkun atau panglima besar Yap Khim. Sedangkan pengawalnya itu tidak lain juga Hong-lui-kun Yap Kiong Lee, yang selama ini selalu mengawal adiknya itu bila bepergian atau mendapat tugas ke daerah. Keduanya hanya mengenakan pakaian ringkas dan sederhana saja, karena mereka tadi sebenarnya sudah beristirahat di tenda masing-masing.
"Lam Ciang-kun! Apa yang telah terjadi di tempat ini?"
Panglima itu menoleh dan bertanya kepada seorang perwira bertubuh pendek kekar, yang memiliki pangkat paling tinggi diantara prajurit-prajurit itu. Perwira itu maju ke depan, kemudian memberi hormat. "Tai Ciang-kun, kedua orang anak muda ini telah berani memasuki daerah perkemahan kita. Ketika para pasukan peronda memerintahkan berhenti, mereka justru berusaha melarikan diri. Oleh karena itu para prajurit terpaksa turun tangan untuk menangkap mereka. Tapi ternyata kepandaian mereka sangat tinggi, sehingga kami kewalahan menghadapi mereka."
Yap Tai-ciang-kun mengangguk kaku, kemudian menatap Liu Yang Kun dan gadis ayu yang berada di tengah-tengah lingkaran tersebut. Tiba-tiba dahinya berkerut. Meskipun suasana agak gelap oleh temaramnya sinar rembulan, tapi dia seperti mengenal potongan dan wajah kedua orang itu. Ketika ia ingin meminta pendapat Hong-lui-kun Yap Kiong Lee, ternyata kakaknya itu sudah keburu melangkah ke depan.
"Eh… bukankah kau nona Souw Lian Cu?" kakaknya itu menyapa dengan kaget.
"Siok-hu (paman)...!" Gadis ayu itu menjawab lirih. Kepalanya tertunduk.
"Oh, benar…!" Kau memang Souw Lian Cu! Aaaah!"
Hong-lui-kun berseru gembira, kemudian melesat menghampiri gadis itu. Telapak tangannya segera menepuk-nepuk pundak Souw Lian Cu. "Hmmm… Dimana ayahmu? Sudah lama aku tak berjumpa dengan Hong-gi-hiap Souw Thian Hai. Beliau baik-baik saja, bukan?"
Tap Tai Ciangkun segera menghampiri gadis itu pula. Wajahnya kelihatan cerah dan gembira pula. "Hai… benar juga perasaanku! Sejak tadi aku sudah merasa bahwa aku telah mengenalmu. Hmm, ternyata memang benar-benar kau! Apakah kau datang bersama ayahmu?" sapanya ramah, namun matanya melirik ke arah Liu Yang Kun dengan curiga.
Yap Khim dan Yap Kiong Lee memang sahabat baik Souw Thian Hai sejak muda dulu. Mereka mengenal baik pula keluarga Souw Thian Hai, sehingga mereka kenal juga pada Souw Lian Cu. Bahkan mereka berdua juga tahu pula semua masalah yang terjadi dalam keluarga itu termasuk masalah Souw Lian Cu sendiri. Apalagi gadis ayu berlengan buntung itu pernah mempunyai hubungan cinta dengan Liu Yang Kun, putera Kaisar Han junjungan mereka.
"Saya.... datang sendirian saja, Tai ciang-kun." Souw Lian Cu menjawab singkat. Kepalanya tetap tertunduk.
Panglima Besar Yap Khim saling berpandangan dengan kakaknya. Keduanya segera merasakan adanya rahasia atau sesuatu yang berat untuk diutarakan gadis itu. Sehingga mereka berduapun segera menghela napas panjang pula.
"Tampaknya masalah di dalam keluarga Souw itu masih berkelanjutan dan belum juga selesai sampai sekarang..."
Keduanya berpikir dan menduga-duga di dalam hati. Sementara itu Liu Yang Kun menjadi serba salah pula. Ia sama sekali tidak mendapat perhatian dari orang-orang yang ada di sekelilingnya. Tapi untuk meninggalkan tempat tersebut ia juga tak bisa. Selain ia masih mempunyai urusan dengan gadis ayu itu, ia tentu juga tidak gampang pula untuk pergi dari tempat itu. Tampaknya saja mereka tidak mengacuhkannya, tapi kalau ia bergerak mereka tentu akan segera menyerangnya.
"lalu…. siapakah temanmu ini, Lian Cu?" Yap Tai-ciangkun lalu mengalihkan pembicaraan mereka.
Yap Kiong Lee yang sejak tadi masih memegangi pundak Souw Lian Cu ikut tersenyum pula dengan sikap yang masih tetap ramah dan simpatik ia juga mendesak," siapakah temanmu itu, nona Souw?"
Bisa dimengerti kalau kedua panglima Kaisar Han itu sampai lupa dan tidak mengenal Liu Yang Kun lagi. Selain suasana memang agak gelap, pemuda itu sendiri memang telah bertahun-tahun meninggalkan istana. Apalagi dengan penyakit lupa ingatan yang kini diderita oleh Liu Yang Kun, membuat sikap dan gerak-gerik pemuda itu menjadi berubah pula.
Berbeda dengan Souw Lian Cu. Selain sikap dan dandanan gadis ayu itu masih tetap seperti dulu, keadaan lengannya yang buntung itu benar-benar sangat memudahkan orang untuk segera mengenalinya. Maka tidaklah mengherankan bila Yap Khim bersaudara itu cepat mengenalinya.
Tiba-tiba wajah Souw Lian Cu menjadi gelap kembali. Dengan suara lirih dan agak tersendat gadis itu menjawab. "Entahlah, paman… aku berjumpa dengan dia dipinggir hutan. Aku… eh... dia lalu mengejarku sampai di sini..."
"Hah…?" Yap Tai-ciangkun dan Yap Kiong Lee berdesah berbareng. Otomatis mereka memandang dengan tajam ke arah Liu Yang Kun.
Liu Yang Kun sendiri tidak sadar akan bahaya yang bisa menimpanya. Pemuda itu benar-benar telah lupa kepada Souw Lian Cu maupun para perwira bawahan ayahnya itu. "Nona…?" pemuda itu mengeluh dan memandang Souw Lian Cu dengan pandangan tak bersalah.
Sebaliknya Hong-lui-kun Yap Kiong Lee yang lihai itu telah melangkah ke samping adiknya dan menggeram curiga. "kau siapa? Lekas jawab!"
Liu Yang Kun tiba-tiba tersentak pula dari kebengongannya. Matanya mendadak mencorong pula mengawasi Yap Kiong Lee. Hatinya sedikit tersinggung mendengar bentakan itu. "Maaf, ciangkun. Walau kukatakan namaku takkan ciangkun kenal. Biarlah saya berurusan saja dengan nona Souw itu. Maaf…!" pemuda itu menyahut dengan suara dingin pula, lalu bergerak mendekati Souw Lian Cu.
Tapi dengan cepat pula Yap Kiong Lee mencegatnya. Dengan tangkas jago nomer satu dari istana itu mengebutkan lengan bajunya yang lebar. Wuut! Serangkum angin yang sangat kuat terasa menyambar ke arah dada Liu Yang Kun. Begitu kuatnya hembusan angin tersebut sehingga Souw Lian Cu yang ada di dekat pendekar istana itu pun ikut bergoyang-goyang pula karenanya.
"Siok-hu, dia....?" gadis ayu itu mencoba untuk mencegah perkelahian itu.
Tapi dengan cepat Yap Tai ciangkun memotong ucapan Souw Lian Cu itu. "Lian Cu, kau beristirahat sajalah! Biarlah kakakku yang mengusir pemuda itu. Kau tak perlu turun tangan sendiri."
"Tapi dia adalah...."
"Yaaa.... ya, aku sudah tahu. Kau telah cukup menceritakannya. Sekarang kau minggir sajalah!" Yap Tai Ciangkun menukas lagi dengan suara sedikit keras. Namun matanya tak pernah lepas dari pertempuran kakaknya.
Liu Yang Kun memang amat kaget menerima serangan itu. Meskipun sebelumnya ia telah menduga dan berjaga-jaga terhadap panglima dan pengawalnya itu, namun bagaimanapun juga serangan yang amat mendadak tersebut benar-benar mengejutkannya. Apalagi tenaga yang tersembunyi di balik hembusan angin tersebut ternyata bukan main besarnya.
Karena belum mengetahui sampai dimana kekuatan lweekang lawannya, maka Liu Yang Kun juga tidak berani sembrono atau sembarangan. Bagaimanapun juga ia tak ingin bermusuhan dengan para prajurit kerajaan. Bahkan di dalam pikirannya masih terngiang-ngiang tadi siang, bahwa sebenarnya dia adalah putera Hong-siang, meskipun dia sendiri tak mempercayainya.
Oleh karena itu dia hanya mengerahkan separuh dari tenaganya ketika menyongsong serangan Hong-lui-kun tersebut. Sambil memiringkan tubuhnya ia juga mengebutkan lengan bajunya ke depan. Bhuuug! Dua gelombang tenaga dalam yang tidak kelihatan ujudnya berbenturan melalui ujung lengan baju itu! Dan masing-masing segera terdorong mundur tiga langkah ke belakang. Hanya bedanya, Liu Yang Kun mundur dengan tegak dan mantap, sedangkan Hong-liu-kun Yap Kiong Lee mundur dengan langkah goyang dan agak terhuyung.
Tentu saja semua yang melihat menjadi kaget, termasuk pula diantaranya Yap Tai-ciangkun dan Hong-lui-kun sendiri. Bahkan untuk sekejap wajah jago nomer satu dari istana itu menjadi merah menahan malu. Dia yang menyangka akan menghadapi perlawanan keras tadi memang Cuma mengerahkan dua pertiga bagian tenaganya.
"Maaf, ciangkun. Sebenarnya aku tak ingin melawan ciangkun. Aku hanya ingin berbicara dengan gadis itu," Liu Yang Kun meminta maaf.
Tapi Hong-lui-kun sudah terlanjur tersinggung perasaannya. Dengan tersenyum dingin jago silat nomer satu dari istana itu menggeram. "Tak kusangka kau memiliki tenaga dalam sedemikian hebatnya. Tahu begitu… aku sudah berhati-hati sejak tadi. Hmmmm, baiklah! Mari kita bergebrak sekali lagi! Aku ingin lebih banyak belajar lagi darimu!"
Tanpa menunggu jawaban lagi Hong-lui-kun menyerang. Kali ini jago silat dari istana itu menyerang dengan bersungguh-sungguh. Ia langsung mengerahkan seluruh kekuatannya. Kekuatan dan kecepatan yang tersembunyi di dalam ilmu warisan keluarganya, yaitu Hong-lui-kun-hoat (ilmu pukulan petir dan badai).
Sebentar saja arena pertempuran itu seperti diamuk oleh angin putting beliung. Debu dan rontokan dedaunan yang ada di tempat itu berhamburan kemana-mana terkena pengaruh angin pukulan Yap Kiong Lee. Bahkan batu kerikil, pasir dan rerumputanpun ikut tercabut pula dari tempatnya. Begitu dahsyatnya tenaga dan letupan-letupan yang keluar dari tangan jago silat istana itu, sehingga para prajurit yang melingkari arena tersebut terpaksa mundur beberapa langkah ke belakang.
Untuk beberapa jurus Liu Yang Kun memang tampak kewalahan menahan angin pukulan lawan yang berputar menderu-deru bagai gelombang topan dan badai itu. Berkat Bu-eng Hwe-tengnya saja pemuda itu mampu menghindar dan melepaskan diri dari libatan serta cengkeraman angin putting-beliung tersebut.
Namun kalau diterus-teruskan juga tanpa membalas serangan lawan itu, niscaya pemuda itu akan terperangkap juga oleh kedahsyatan Hong-lui-kun-hoat. Apalagi setelah lawannya itu menyerang dengan hentakan-hentakan tenaga dan pukulan-pukulan jarak jauh yang meledak-ledak bagaikan petir menyambar.
Dhuaar! Whussss! Dhuaaaaar! Daaaar…!
Para prajurit yang melingkari arena itu mundur semakin jauh menjauhi arena. Tiupan angin yang menyambar-nyambar dan meledak-ledak itu terasa sakit bila menyentuh kulit mereka. Bahkan beberapa orang prajurit yang berdiri di deret paling depan ada yang jatuh atau terjengkang bila pukulan jarak jauh Yap Kiong Lee meledak di dekat mereka.
Liu Yang Kun merasa kagum juga menyaksikan ilmu silat lawannya yang sangat hebat itu. Ia benar-benar merasa kewalahan. Dan tak pelak lagi ia akan mendapat kesulitan kalau tak lekas-lekas membalas serangan itu dengan ilmu yang setingkat pula. Oleh karena itu dengan sangat terpaksa ia lalu mengeluarkan ilmunya yang lain, yang sekiranya bisa melayani ilmu lawannya yang dahsyat tersebut.
Liu Yang Kun memang sudah lupa nama dan jurus-jurus ilmu silatnya. Tapi yang terang pemuda itu takkan bisa pula akan gerakan-gerakannya. Bagaimana juga semua ilmu silat yang dipelajarinya telah mendarah daging di dalam tubuh dan jiwanya. Ilmu itu akan keluar dengan sendirinya bila ia kehendaki. Tak usah harus berpikir atau mengingat-ingat gerakan-gerakannya. Semuanya cuma naluri saja, seperti halnya kalau ia berjalan, bernapas, mengedipkan kelopak mata atau menggaruk punggungnya yang gatal.
Demikianlah tanpa terasa Liu Yang Kun telah mengeluarkan Kim-coa-ih-hoat warisan Nenek Buyutnya dari Keluarga Chin. Bagaikan seekor ular emas kecil yang lincah ia menggeliat, meliuk dan meluncur atau melenting di dalam amukan topan badai itu. Sementara itu tangan dan kakinya yang bisa memanjang atau memendek, selalu bergerak menyerang Yap Kiong Lee.
Sesekali jari tangannya tampak menotok, mematuk atau menebas ke arah lawan, tetapi kadang-kadang tangan atau kakinya yang bisa bergerak secara mustahil itu juga dapat memagut, melilit atau menerjang dengan kekuatan yang maha dahsyat! Beberapa jurus kemudian keadaan mereka menjadi berbalik. Liu Yang Kun yang semula berada di bawah angin itu kini ganti mendesak Yap Kiong Lee.
Kedahsyatan Hong-luikun-hoat yang meledak-ledak dan menderu-deru laksana amukan petir dan badai itu benar-benar tak berdaya menggulung atau melumatkan tubuh Liu Yang Kun yang lemas dan lentur bagaikan tubuh ular itu. Bahkan dalam hiruk-pikuknya serangan topan dan badai itu Liu Yang Kun mampu meliuk-liuk dan menyusup kesana-kemari memburu lawannya.
Dan kemudian dengan kegesitan dan kecepatannya yang mengagumkan pemuda itu mampu menyerang dan menyengatkan pukulan yang berkekuatan sangat dahsyat itu. Dhieeees....! sekali lagi Yap Kiong Lee tidak bisa mengelak dari pagutan jari dari Liu Yang Kun, sehingga jago silat dari istana itu terpaksa menangkisnya! Dan untuk yang kesekian kalinya pula ia harus terbanting ke tanah karena tak mampu menahan kekuatan pemuda itu.
"Twa-ko....!" Yap Tai-ciangkun berseru kaget, kemudian berkelebat ke depan untuk menolong kakaknya.
Dhuk! Dhies…! Terjadi lagi benturan kekuatan antara Liu Yang Kun dan Yap Tai ciangkun yang ingin menyelamatkan jiwa Yap Kiong Lee. Serangan Liu Yang Kun yang menggebu-gebu itu memang dapat tertahan dan dipatahkan. Namun untuk itu Yap Tai ciangkun juga harus membayar mahal. Tubuhnya yang kokoh-kekar itu ternyata juga harus menggelepar pula di tanah karena tak kuasa menahan gempuran tenaga sakti Liu Yang Kun yang dahsyat seperti ayunan ombak di lautan itu.
"Lee-ko...!"
"Khim-te...!"
Yap Kiong Lee dan Yap Tai-ciangkun saling pandang, dan saling berpegangan tangan. Mereka tidak berbicara satu sama lain, tapi di dalam pandangan mata itu mereka seolah-olah telah saling bertukar kata tentang lawan mereka. Bahkan kemudian tampak senyum yang merekah di bibir mereka. Senyum syukur dan kegembiraan, meskipun tubuh mereka terasa linu dan remuk akibat pukulan Liu Yang Kun tadi. Oleh karena itu ketika para prajurit mereka menjadi marah dan hendak mengerubut Liu Yang Kun, mereka cepat-cepat menahan dan mencegahnya.
"Mundur…! jangan ganggu Pangeran Yang Kun! Cepat kalian memberi hormat kepada beliau!" Yap Tai-ciangkun berteriak.
Tentu saja para prajurit itu menjadi kaget dan bingung. Mereka saling pandang pula dengan heran. Mereka benar-benar tak mengerti dan tak memahami perintah panglima mereka itu. "Pangeran Yang Kun….?" Mereka berdesah bingung.
Tapi Yap Tai-ciangkun dan Yap Kiong Lee tak peduli akan keheranan prajurit-prajurit mereka itu. Mereka segera bangkit berdiri dan memberi hormat kepada Liu Yang Kun. Mereka tidak peduli pula pada darah yang menetes dari sudut bibir mereka. "Pangeran…!" Mereka menyapa berbareng.
Kemudian sambil menoleh kepada Souw Lian Cu, Yap Kiong Lee berkata, "Ah, mengapa nona Souw tidak memberitahukannya kepada kami tadi?"
Souw Lian Cu tersenyum pahit. Entah mengapa, pertemuan antara Liu Yang Kun dengan pejabat-pejabat tinggi kerajaan itu semakin membuatnya sedih dan rendah diri. Ia merasa jaraknya semakin jauh dengan pemuda itu. "Oh... seharusnya aku ini tahu diri. Aku cuma seorang gadis piatu biasa. Cacat pula. Sedang dia seorang pangeran. Putera seorang kaisar yang berkuasa di seluruh negeri ini. Ooooh... tak heran kalau ia telah melupakanku. Akulah yang terlalu berharap dan tak mau berkaca diri. Bagai pungguk merindukan bulan..." ratapnya di dalam hati.
"Ah, Lian Cu tidak salah, twa-ko. Dia telah berusaha memberitahu dan mencegah kita tadi. Kitalah yang tak mau memberi kesempatan kepadanya," tiba-tiba Yap Tai ciangkun memotong perkataan kakaknya.
Pertemuan yang tak disangka-sangka ini memang sangat menggembirakan hati Yap Tai ciang-kun dan Yap Kiong Lee. Perjalanan mereka ke daerah pantai timur ini memang untuk mencari Liu Yang Kun. Mereka mendapat tugas khusus dari Hong-siang, setelah pihak istana mendapat laporan rahasia tentang munculnya Pangeran Yang Kun di daerah pantai timur Kiang-si dan Syan-tung.
Siang malam mereka mengaduk daerah pinggiran Propinsi Kiang-si. Selain itu Hong-lui-kun Yap Kiong Lee juga menyebar puluhan petugas rahasia untuk mencari Liu Yang Kun. Namun sampai kemarin usaha mereka itu sia-sia. Pangeran Liu Yang Kun yang diberitakan orang muncul di daerah pantai timur Propinsi Kiang-si itu seolah-olah telah menghilang kembali.
Demikianlah rombongan mereka itu akhirnya pulang kembali dengan tangan hampa. Namun demikian mereka tak segera pulang ke kota-raja. Mereka sengaja mengambil jalan ke utara, dengan maksud untuk singgah di kota Cin-an dahulu. Mereka mendengar bahwa Ketua Tiam-jong-pai, Hek-pian-hok Ui Bun Ting hendak melangsungkan perkawinannya beberapa hari lagi.
Diam-diam mereka berharap bisa bertemu dengan Pangeran Liu Yang Kun disana. Paling tidak mereka bisa bertanya kepada pendekar-pendekar persilatan yang hadir dalam pesta perkawinan tersebut. Ternyata keputusan mereka itu benar-benar membawa keberhasilan. Sungguh tak terduga mereka justru bisa menemukan Pangeran Liu Yang Kun di tempat ini.
Walau hampir saja mereka melepaskan pangeran itu, karena mereka sudah tak mengenal lagi wajah Pangeran Liu Yang Kun. Untunglah pangeran itu mengeluarkan Kim-coa-ih-hoat, sebuah ilmu langka yang hanya dimiliki oleh pangeran itu saja di dunia ini.
"Pangeran....! Kami diutus Hong-siang untuk menjemput paduka. Inilah surat yang dititipkan Hong-siang kepadaku. Surat ini ditujukan kepada pangeran...." Yap Tai-ciang-kun berkata kepada Liu Yang Kun yang masih berdiri bengong di tempatnya.
Panglima Pasukan Kerajaan itu mengeluarkan sebuah surat lalu diberikan kepada Liu Yang Kun. Tapi pemuda itu sendiri ternyata malah mundur ke belakang, seperti orang yang ketakutan. Matanya menatap bingung ke arah Souw Lian Cu maupun kepada Yap Tai Ciangkun.
"Ini... ini... ah, sebentar dulu! Aku benar-benar bingung..." pemuda itu berdesah bingung dan tak mau menerima surat itu.
Tentu saja Yap Tai ciangkun dan Yap Kiong Lee mengerutkan keningnya. Dengan wajah tak mengerti pula mereka memandangi Liu Yang Kun. Tiba-tiba timbul dugaan di dalam hati mereka, kalau-kalau pangeran itu memang sengaja tak mau pulang kembali ke istana.
Otomatis Yap Tai-ciangkun saling melirik dengan kakaknya, Hong-lui-kun Yap Kiong Lee. Akan berat sekali tugas mereka apabila pemuda itu benar-benar tak mau pulang bersama mereka nanti. Mereka berdua merasa tak sanggup menghadapi ilmu pemuda itu.
"Maaf, jiwi ciangkun. Aku... aku bukan seorang pangeran. Kata orang namaku memang Liu Yang Kun, tapi aku… aku tidak merasa menjadi seorang pangeran. Apalagi kalau ciangkun katakan saya adalah putera… putera Hong-siang. Aku… aku malah menjadi bingung. Benar-benar bingung. Tadi… tadi nona Souw itu juga… juga menyangka aku sebagai seorang pangeran. Kini ciangkun berdua juga menyangka demikian pula. Ini.. ini sebenarnya bagaimana? Benarkah aku ini seorang pangeran? Oh, bisa gila aku kalau seperti ini!" Liu Yang Kun tampak sedih, bingung dan putus-asa. Pemuda itu lalu duduk di tanah dan menjambaki rambutnya sendiri.
Sekali lagi Yap Tai ciangkun saling pandang dengan Hong-lui-kun. Tapi sekarang wajah mereka menjadi pucat. Tiba-tiba terselip sebuah dugaan yang sangat mengerikan di dalam pikiran mereka. Jangan-jangan pangeran yang mereka cari itu telah menjadi gila! Tak terasa Hong-lui-kun Yap Kiong Lee menoleh kearah Souw Lian Cu. Sebenarnya ia ingin bertanya tentang Liu Yang Kun kepada gadis itu. Tapi niat itu batal ketika ia melihat sikap Souw Lian Cu yang aneh pula.
Gadis ayu puteri pendekar besar Hong-gi-hiap Souw Thian Hai itu tampak bangkit berdiri dari tempatnya. Matanya menatap penuh perasaan kepada Pangeran Liu Yang Kun. Pelan-pelan kakinya melangkah menghampiri. Kemudian dengan penuh kasih saying jari-jarinya mengelus dan membelai rambut pemuda itu.
Tiba-tiba suasana menjadi hening. Tak seorangpun bersuara. Semuanya seperti terpaku atau terpesona oleh kejadian yang tak mereka sangka itu. Liu Yang Kun tersentak dari kesedihannya. Wajahnya tengadah. Tiba-tiba ia menubruk dan merangkul kaki Souw Lian Cu. Air matanya mengalir membasahi celana gadis itu.
"Ibuuuuuu...?" pemuda itu berdesah perlahan. Ia ingat akan ibunya yang sudah meninggal. Dan sudah lama pula ia tak pernah mendapat belaian seperti itu. Lama sekali mereka berdekapan. Liu Yang Kun sambil berjongkok memeluk kaki Souw Lian Cu, sedangkan Souw Lian Cu sendiri sambil berdiri mendekap kepala Liu Yang Kun.
Tetapi akhirnya Liu Yang Kun maupun Souw Lian Cu menjadi sadar pula akan keadaan mereka. Cepat-cepat mereka saling melepaskan pelukan mereka. Liu Yang Kun memandang ke arah Souw Lian Cu dengan pandangan terima kasih, sementara Souw Lian Cu sendiri malah tertunduk dalam-dalam dengan muka merah.
"Nona, engkaukah yang mengirim surat padaku tadi siang?" pemuda itu berbisik perlahan.
Souw Lian Cu mengangguk. Tapi ia tetap berdiam diri dan kepalanya juga tetap menunduk pula. Rasa malu dan seribu rasa lainnya tampaknya masih menguasai hatinya.
"Jadi... jadi engkau pulakah yang menjadi hantu kuntilanak itu?" Liu Yang Kun berbisik pula sekali lagi.
Tiba-tiba kepala gadis itu tersentak. Matanya yang bening tajam itu seolah-olah mau mengalahkan terangnya sinar rembulan yang menyoroti mereka. Dengan galak mata itu memandang kepada Liu Yang Kun. "Aku tak tahu apa yang kau maksudkan! Aku bukan hantu, apalagi kuntilanak. Darimana kau memperoleh dugaan keji seperti itu?" desahnya gemetar.
Mendadak Liu Yang Kun juga menjadi sadar pula akan kesembronoannya. Belum-belum dia telah menuduh yang bukan-bukan kepada gadis itu. Padahal ia merasa pula bahwa ia baru sekali ini berjumpa dengan gadis itu. "Maaf... maaf! aku benar-benar minta maaf. Aku sungguh-sungguh ceroboh sekali. Padahal aku hanya menduga-duga saja, karena di kota telah tersebar berita tentang hantu kuntilanak‘ itu. Maafkan aku, nona Souw." Cepat-cepat pemuda itu memperbaiki ucapannya.
Sekali lagi Souw Lian Cu menatap dengan tajamnya. Tapi sesaat kemudian mata itu kembali meredup pula. Lalu perlahan-lahan kepala yang molek itu mengangguk. Liu Yang Kun menjadi lega. Sehingga timbul pula keberaniannya. "Dalam surat nona, nona menyebutkan sebagai 'Teman Lama'. Benarkah... benarkah itu? Eh, maksudku... maksudku... benarkah kita dulu merupakan sahabat akrab? Soalnya... hmh, soalnya..." Sulit juga ia untuk mengutarakan kata hatinya.
Sekali lagi mata yang indah itu terbelalak. Seperti melihat sesuatu yang aneh gadis itu memandang Liu Yang Kun lekat-lekat. Bahkan keningnya juga ikut berkerut pula. Kemudian seperti halnya Yap Tai ciang-kun dan Hong-liu-kun Yap Kiong Lee tadi, gadis itupun menjadi pucat pula. "Kau... kau...?" desahnya serak seperti hendak menangis.
Liu Yang Kun terpaku diam di tempatnya. Pemuda itu melihat sesuatu yang sama pada pandang mata Souw Lian Cu dan yang lain-lain. Pandang mata ngeri, aneh dan juga khawatir. Seperti halnya orang yang memandang kepada orang gila atau orang yang tidak waras otaknya.
Tapi di dalam hati Liu Yang Kun juga memaklumi dan menyadari pula keadaan itu. Dia telah lupa pada masa lalunya, sehingga ia juga lupa pula pada orang-orang yang pernah dikenalnya. Maka sungguh tidak mengherankan bila orang-orang yang pernah dikenalnya itu menjadi heran melihat sikapnya. Bahkan dia juga tidak menjadi heran pula bila orang-orang itu lalu menganggapnya gila.
"Maaf, nona Souw... aku mengerti keherananmu. Kalau engkau memang benar-benar sahabat lamaku, engkau tentu akan heran dan kaget melihat sikapku ini. Demikian pula dengan ji-wi ciangkun beserta prajurit-prajurit ini. Mereka tentu merasa heran dan kaget pula. Tapi sungguh mati aku tak membuat bingung atau mau mempermainkan kalian semua. Aku benar-benar tak tahu siapa diriku ini. Nona mengatakan bahwa aku ini Pangeran Liu Yang Kun. Begitu pula dengan ji-wi ciangkun dan para prajurit. Bahkan isteriku dan gurunyapun juga berkata demikian pula. Tapi…"
"Isteri...?" Souw Lian Cu tersedak kaget hampir pingsan.
Yap Tai Ciang-kun dan Yap Kiong Lee yang selalu mengikuti dan mendengarkan percakapan mereka juga terkejut sekali. "Pangeran sudah beristeri?" Tai-ciangkun menegaskan dengan suara tinggi. "Siapakah nama puteri itu? Dari mana dia berasal?"
Liu Yang Kun yang terpotong ceritanya dan kemudian malah memperoleh pertanyaan dari Yap Tai-ciangkun itu tidak segera menjawab pertanyaan tersebut. Perhatiannya sedang tertuju kepada Souw Lian Cu yang tampak sangat terpukul hatinya setelah mendengar ucapannya tadi...