Memburu Iblis Jilid 30 karya Sriwidjono - Tapi ketika Han Sui Nio dalam keadaan sekarat setelah minum racun, tiba tiba Giok-bin Tok-ong muncul dan menolongnya. Han Sui Nio tidak jadi mati. Bahkan wanita malang itu dirawat dengan baik oleh Giok-bin Tok-ong, walau pun dibalik semua kebaikan kakek iblis juga terkandung maksud yang tersembunyi pula.
Tapi Han Sui Nio pun sudah tahu dan bisa meraba pula maksud kakek iblis tersebut. la takkan dibiarkan mati dahulu sebelum memberikan keterangan tentang kedua buah pusaka yang dicurinya itu. Ia baru akan dibunuh apabila pusaka-pusaka itu telah kembali ke tangan kakek tersebut.
Namun apa lagi yang ditakutkan oleh wanita yang telah berputus asa seperti Han Sui Nio itu? Bahkan yang amat diingininya pada waktu itu hanyalah kematian. Lain tidak. Oleh karena itu ketika kemudian Giok-bin Tok-ong bertanya tentang pusaka itu, iapun segera mengatakan saja apa adanya, dengan demikian Han Sui Nio berharap agar nyawanya segera dikirim ke akherat sehingga maksudnya untuk mati pun segera terlaksana pula.
Tapi ketenangan dan kenekadan wanita itu justru menarik perhatian Giok bin Tok-ong malah. Tiba-tiba saja kakek iblis itu mengurungkan maksudnya untuk membunuh Han Sui Nio. Bahkan dengan gencar kakek itu lalu mendesak dan berusaha mengetahui latar belakang kenekatan serta ketenangan Han Sui Nio tersebut.
Namun serentak tahu bahwa Han Sui Nio hamil, Giok-bin Tok-ong menjadi kaget sekali! Seperti orang yang bingung dan ketakutan kakek iblis itu menanyakan ayah bayi itu. Sebaliknya dengan tenang dan acuh Han Sui Nio menjawab bahwa dia tak tahu siapa ayah dari bayi yang dikandungnya itu. Dari semula memang tidak tahu, sejak kapan ia mulai mengandung bayi itu. Dari bingung dan ketakutan tiba-tiba Giok-bin Tok-ong menjadi berang. Hampir saja Han Sui Nio dibunuhnya.
Untunglah pada saat itu pula datang pertolongan yang tak disangka-sangka. Tiga orang tokoh puncak Aliran Im-Yang kauw tiba-tiba datang di tempat itu. Mereka adalah Lo-sin-ong, Lo-jin-ong atau Toat-beng-jin, dan Pang Cu-si (Pengurus Perkumpulan) Song Kang. Lo-sin-ong pada waktu itu belum buta dan masih menjabat sebagai Ketua atau Kepala Kuil Agung Aliran Im-Yang Kauw.
Dan kedatangan Lo-sin ong itu ternyata membuat Giok-bin Tok-ong mengurungkan niatnya untuk membunuh Han Sui Nio. Bahkan kedatangan Lo-sin-ong dan kawan-kawannya itu membuat Giok bin Tok ong menjadi malu dan salah tingkah, sehingga tanpa banyak bicara lagi ia melesat pergi meninggalkan tempat itu.
Kemudian Lo-sin-ong membawa Han Sui Nio, yang memang bekas murid Im-Yang-kauw itu kembali ke kuil mereka. Mereka bertiga lalu berusaha membenahi kembali jiwa Han Sui Nio yang telah rusak itu. Setiap hari mereka bertiga secara bergantian menggojlog Han Sui Nio dengan ajaran-ajaran agama mereka, hingga akhirnya wanita itu menjadi sadar kembali akan dirinya.
Namun ketika wanita itu hendak melahirkan, Lo-sin-ong terpaksa menyembunyikannya di tempat yang terpencil, yaitu di dekat Teluk Po-hai untuk menjaga agar aib yang menimpa Han Sui Nio tersebut tidak menimbulkan citra buruk pada Aliran Im-Yang-kauw. Begitulah, akhirnya Han Sui Nio yang telah kenyang mereguk pahit-getirnya kehidupan itu lalu mendalami agamanya. Dia berusaha menjadi pengikut aliran Im-Yang-kauw yang tekun, sehingga akhirnya ia bisa menjadi pendeta dan bahkan mampu menjadi ketua cabang Im-Yangkauw di teluk Po-hai.
Demikianlah selama hampir duapuluhan tahun kemudian, tak seorangpun dari mereka yang terlibat di dalam urusan ‗cinta dan dendam' itu saling mengunjungi atau bertemu satu sama lain. Hubungan antara Ngo-bie-pai dan Tiam-jong-pai pun menjadi retak. Apalagi setelah Siauw Hong Li menggantikan gurunya menjadi ketua Ngo-bie-pai.
Pertemuan diantara mereka bertiga baru terjadi satu setengah tahun yang lalu yaitu ketika para pendekar persilatan berkumpul di kota Soh-ciu untuk memburu Iblis Penyebar Maut, yang merajalela menyebar kematian di dunia persilatan. Tapi di dalam pertempuran sengit di Lembah Dalam, Siauw Hong Li menjadi korban. Bahkan Ui Bun Ting pun juga terluka parah pula.
Akan tetapi justru karena itu pulalah benang cinta yang dahulu pernah terputus antara Ui Bun Ting dan Han Sui Nio dapat tersambung kembali. Meskipun mereka telah tua, namun perasaan cinta mereka ternyata tak pernah pudar. Mereka berdua lalu berniat untuk mengukuhkan kembali hubungan mereka itu ke jenjang perkawinan. Tiada istilah terlambat bagi mereka berdua.
Tapi hanya sehari sebelum pernikahan itu mereka laksanakan, ternyata siang tadi telah mendapat cobaan kembali. Secara tak terduga mereka berdua berjumpa dengan Giok-bin Tok-ong di kota Lai-yin ini. Entah apa maksudnya tiba-tiba saja kakek iblis itu menyerang Ui Bun Ting dan melarikan Han Sui Nio.
"Demikianlah ceritanya, Tai-hiap..." Ui Bun Ting menutup kisahnya sambil menarik napas panjang berulang ulang. "Tampaknya Thian memang tak pernah mengijinkan aku kawin dengan Sui Nio...."
Liu Yang Kun dan Yap Kiong Lee ikut berdesah pula mendengar kisah yang amat menyedihkan itu. Mereka tak menyangka bahwa Ui Bun Ting yang terkenal di dunia persilatan itu memiliki rahasia cinta yang begitu mengharukan.
"Dan... semua cerita tentang Han Sui Nio itu juga baru kuketahui setahun yang lalu, yaitu ketika hatiku telah dipautkan kembali satu sama lain. Aku sangat menyesal dan merasa berdosa kepada Han Sui Hio, sehingga aku bersumpah akan membahagiakannya di dalam sisa hidupku ini. Tapi tampaknya Thian tetap tak mengijinkan..." Ui Bun Ting menyesali dirinya.
"Ui Ciang-bun, kau jangan terlalu cepat berputus asa Kita masih dapat berusaha untuk menemukan kembali Han Li-hiap. Aku mempunyai dugaan bahwa Han Lihiap masih tetap sehat dan segar bugar. Giok-bin Tok-ong takkan tega mencelakakannya..." tiba-tiba Yap Kiong Lee membujuk dan membesarkan hati Ui Bun Ting.
"Giok-bin Tok-ong tak tega mencelakakannya...? Mengapa... mengapa Yap Tai-hiap berpendapat demikian?"
Yap Kiong Lee tersenyum. Dipandangnya wajah ketua partai Tiam jong-pai itu dalam-dalam. Lalu ucapnya yakin, "Kalau Giok-bin Tok-ong bermaksud membunuh Han Li-hiap, dia tentu takkan berpayah-payah membawanya dari sini. Dia tentu mempunyai maksud-maksud tertentu kepada Han Lihiap. Bukankah Ui Ciang-bun tadi telah menceritakannya pula, bahwa mereka mempunyai hubungan tertentu di masa silam?"
"Oooh," Ui Bun Ting berdesah, lalu mengangguk-angguk. Matanya tertunduk mengawasi lantai di depannya.
"Yaa.... mereka memang mempunyai hubungan yang amat akrab di masa silam. Bahkan... bahkan..."
"Nah, itulah Ui Ciang-bun...!" Yap Kiong Lee cepat memotong, untuk mencegah orang-tua itu berkata lebih lanjut. "Paling-paling Giok-bin Tok-ong ingin mendapatkan sesuatu keterangan dari mulut Han Li-hiap, yang tak ingin didengar oleh siapapun juga…"
"Keterangan…? Keterangan tentang apa kira-kira, Taihiap?" Ketua partai Tiam-jong-pai itu tiba-tiba tersentak. Dahinya berkerut.
Yap Kiong Lee menghela napas pendek. "Bukankah Ui Ciang-bun tadi menceritakan bahwa pada waktu itu Han Lihiap mengandung? Lalu bagaimana dengan bayi yang ada di dalam kandungannya itu? Inilah yang tentu akan ditanyakan oleh Giok-bin Tok-ong itu! Sebab saya pernah mendapat keterangan bahwa Giok-bin Tok-ong sangat takut mempunyai anak."
"Takut mempunyai anak....? Eh, aneh sekali? Tapi kenapa ia justru senang 'main perempuan‘?"
Yap Kiong Lee tertawa. "Itu memang sudah wataknya. Tapi karena takut mempunyai anak, maka ia selalu membunuh mati wanita-wanita yang pernah digaulinya!"
"Kecuali… Han Lo-cianpwe!" Liu Yang Kun ikut berbicara.
"Benar. Tapi Han Li-hiap pun sebenarnya juga hendak dibunuhnya pula. Namun maksud tersebut menjadi urung karena kedatangan tokoh-tokoh Im-Yang-kauw itu."
"Apakah kakek iblis itu takut kepada tokoh-tokoh Im-Yang-kauw?" Liu Yang Kun menyahut lagi.
Yap Kiong Lee tersenyum dan memandang ke arah Liu Yang Kun. "Bukan karena itu yang menyebabkan Giok-bin Tok-ong urung membunuh Han Li-hiap. Giok-bin Tok-ong sendiri tak pernah takut kepada siapapun juga, apalagi mereka. Meskipun mereka berjumlah tiga orang tak seorangpun yang kepandaiannya melebihi Giok-bin Tok-ong. Bahkan kalau mereka bertiga itu mengeroyokpun juga belum tentu menang. Giok-bin Tok ong merasa segan dan malu terhadap mereka itu..."
"Segan dan malu...? Eh, tampaknya Yap Tai-hiap justru lebih banyak tahu dari pada saya di dalam urusan ini." Ui Bun Ting cepat-cepat menukas. "Kalau begitu... ayolah, Taihiap… lekaslah kauceritakan kepada kami!"
Sekali lagi Yap Kiong Lee tersenyum. Matanya memandang ketua partai Tiam-jong-pai itu dengan gembira. Ui Bun Ting kelihatan bersemangat dan tidak loyo lagi. "Ui Ciang-bun. Aku pernah bertemu dengan Toat-beng-jin yang pandai meramal itu. Dia bercerita kepadaku bahwa dia pernah berselisih dengan seorang kakek tampan yang mahir menggunakan racun. Kakek tampan itu sangat lihai, sehingga Toat beng-jin tak bisa menandinginya. Satu-satunya jalan bagi Toat-beng-jin untuk menyelamatkan diri hanyalah dengan cara menunjukkan kelebihannya dibidang ramal-meramal itu kepada musuhnya...."
Semua orang yang ada di dalam ruangan itu memandang dengan heran kepada Yap Kiong Lee. Mereka semua menjadi heran, bagaimana ilmu meramal bisa untuk menyelamatkan diri dari kebengisan Giok-bin Tok-ong? Yap Kiong Lee mengetahui keragu-raguan mereka. Oleh karena itu lanjutnya kemudian.
"Memang demikianlah yang diceritakan oleh Toat-beng-jin kepadaku. Beliau juga tidak menceritakannya sampai ke hal yang sekecil-kecilnya, sehingga sayapun juga tidak mengetahuinya pula, bagaimana ia bisa menyelamatkan dirinya dengan iImu ramalnya itu.
Namun yang jelas Giok-bin Tok-ong tidak jadi membunuh Toat-beng jin. Bahkan akhirnya kakek iblis itu menjadi begitu percaya pada ilmu ramal Toat-beng-jin, sehingga ia minta diramalkan nasibnya di kemudian hari..."
"Lalu... ?" Ui Bun Ting mendesak tak sabar. "Toat-beng-jin meramalkan bahwa Giok-bin Tok-ong besuk akan mati ditangan menantunya sendiri! Itukah sebabnya dia menjadi ketakutan ketika mengetahui Han li-hiap mengandung. Namun ketika ia hendak membinasakan Han Lihiap, tiba-tiba datang Toat beng-jin bersama tokoh Im-Yangkauw yang lain. Giok-bin Tok-ong menjadi segan dan malu, apalagi ketika diejek Toat-beng-jin bahwa kakek iblis itu takut kepada ramalannya..."
"Oh, jadi itukah sebabnya," orang-orang yang mendengarkan di dalam ruangan itu berdesah.
Tiba-tiba Ui Bun Ting tersentak kaget. "Eh, kalau begitu.... kalau begitu... Sui Nio sekarang berada dalam bahaya! Kini dia tentu benar-benar akan dibunuh oleh iblis itu!" serunya gugup.
"Tidak!" dengan cepat Yap Kiong Lee menyanggah. "Sudah kukatakan bahwa Giok-bin Tok-ong takkan segera membunuh Han Li-hiap sebelum ia memperoleh keterangan yang dimaksudkan. Nyawa Han Li-hiap justru tidak diinginkan lagi oleh iblis itu. Yang diinginkan oleh Giok-bin Tok-ong itu sekarang adalah anak yang dulu dikandung oleh Han Lihiap itu. Nah... anak itulah yang kini hendak dicari oleh Giok-bin Tok-ong melalui Han Li-hiap!"
"Ooooooooh...??" semuanya berdesah lagi.
"Nah, Ui Ciang-bun.... pernahkah Han Li-hiap bercerita tentang anak itu kepadamu? Sebab kalau ia masih hidup, usianya tentu telah menjelang delapanbelas tahun sekarang,...." Yap Kiong Lee bertanya hati-hati.
Tapi Ui Bun Ting tidak segera menjawab. Ketua Partai Tiam-jong-pai itu tiba-tiba terpekur diam memandangi lantai rumahnya. "Maaf, Yap Tai-hiap... aku tak bisa mengatakannya. Sui Nio memang sudah memberitahukannya kepadaku. Tapi juga memintaku untuk tidak mengatakannya kepada orang laini" akhirnya ia berkata lirih.
"Ah, maafkanlah aku kalau begitu...!" Yap Kiong Lee cepat-cepat meminta maaf.
Sementara itu udara di luar rumah ternyata sudah menjadi gelap. Tirai malam sudah mulai membungkus bumi. Para pelayan di rumah itu juga sudah memasang lampu di pojok ruangan. Bahkan dua orang pelayan tampak membawa tempat lilin besar yang hendak mereka taruh di tengah-tengah ruangan itu.
"Ah.... tampaknya hari telah mulai malam," tiba-tiba Yap Kiong Lee berdesis sambil menoleh ke arah Liu Yang Kun.
Kemudian lanjutnya lagi, yang ditujukan kepada Ui Bun Ting dan pula tuan rumah. "Ui Ciang-bun, perbolehkanlah kami berdua meminta diri lebih dulu. Kami akan ikut berusaha mencari Han Li-hiap sampai ketemu."
"Ah, Tai-hiap...! Saya justru hanya mengandalkan jiwi Tai-hiap untuk mendapatkan Sui Nio kembali. Aku sendiri sudah tidak bisa apa-apa lagi, padahal besok lusa hari perkawinan kami telah tiba. Dan.... celakanya, aku sendiri tidak membawa pembantu atau pengawal dari Tiam-jong-pai!"
Selesai berkata Ui Bun Ting lalu turun dari kursinya dan berlutut di depan Liu Yang Kun dan Yap Kiong Lee. Begitu pula dengan keluarga Ui Bun Ting yang lain. Merekapun lalu ikut-ikutan berlutut pula di depan Liu Yang Kun dan Yap Kiong Lee.
Tak enak juga perasaan Yap Kiong Lee diberi hormat sedemikian rupa oleh seorang ketua partai persilatan besar seperti Ui Bun Ting itu. Oleh karena itu diapun lalu berlutut pula di depan Ui Bun Ting dan kemudian mengajaknya berdiri kembali.
Aaah…. jangan bersikap begitu, Ui Ciang-bun. Diantara kita sudah bukan orang lain lagi. Tanpa kauminta pun kami berdua tentu akan berusaha dengan sekuat tenaga pula. Kau tinggallah baik-baik di s ini kami berdua akan mendapatkan kembali Han Li-hiap untukmu! Nah kami mohon diri dulu!"
Setelah memberi hormat kepada tuan rumah, Yap Kiong Lee lalu menarik lengan Liu Yang Kun dan mengajaknya pergi dari tempat itu. Mereka melesat secepat angin, menerobos daun jendela yang masih terbuka di belakang mereka. Demikian cepatnya gerakan mereka sehingga seorang ketua persilatan besar seperti Ui Bun Ting pun masih tetap menggeleng-gelengkan kepalanya karena kagum."Mereka masih muda-muda, tapi kepandaiannya sudah demikian jauh melampaui aku..."
''Tapi kaupun juga sudah melebihi orang kebanyakan, twako. Padahal datang dari keluarga yang tak pernah mempelajari ilmu silat, seperti aku adik-adikmu yang lain itu," adik Bun Ting yang berusia setengah baya itu menyahut. Sekali lagi Ui Bun Ting mengangguk-angguk. Lalu tanpa berkata apa-apa lagi dia melangkah perlahan-lahan ke ruang dalam, diikuti oleh ibu dan adik-adiknya.
Sementara itu di luar rumah Liu Yang Kun bertanya kepada Yap Kiong Lee. "Kemana kita pergi.....?"
"Pangeran….! Giok-bin Tok-ong tidak pernah menyukai tempat-tempat yang ramai. Maka dari itu kita lebih baik pergi keluar tembok kota dan melihat-lihat di tempat yang sepi. Sekalian singgah di bangunan kuno itu. bukankah pangeran masih berkeinginan untuk pergi ke sana?"
Liu Yang Kun tersenyum. "Tentu saja. Bukankah sejak semula kita ingin pergi ke sana?"
"Nah! Kalau begitu mau tunggu apalagi? Marilah pangeran...." Yap Kiong Lee berkata, kemudian mendahului melangkahkan kakinya.
"Tapi... ehm, apakah kita tidak singgah dulu di penginapan untuk melihat kalau-kalau nona Souw sudah kembali?" Liu Yang Kun bertanya ragu.
"Ah... kukira tak perlu, pangeran. Bukankah dia sudah mengatakan bahwa dia akan pulang agak malam?" Yap Kiong Lee menjawab tanpa mengendorkan langkahnya.
Liu Yang Kun terpaksa mengejar langkah jagoan istana itu. Mereka mengambil jalan yang sepi sehingga sebentar saja mereka telah keluar pintu gerbang kota. Kemudian mereka berjalan menyusuri pinggiran parit yang mengelilingi tembok kota itu. Bulan belum lagi muncul. Langit masih tampak geIap. Hanya bintang-bintang saja yang tampak di sana. Sedangkan disekeliling mereka hanya terdengar suara nyanyian binatang malam yang bersautan tiada hentinya.
Mereka berjalan cepat. Meskipun demikian mereka selalu waspada dan siaga penuh. Bahkan mereka selalu memperlambat langkah mereka apabila merobos hutan atau melalui tempat-tempat yang gelap dan mencurigakan. Beberapa kali mereka dibuat kaget oleh munculnya binatang-binatang hutan yang berkeliaran mencari mangsa. Namun sampai mereka itu berpisah kembali ke pintu gerbang semula, Giok-bin Tok-ong tetap tidak dapat mereka temukan.
"Hmm..... kemanakah kita mencari lagi?" Liu Yang Kun berbisik lesu. Kakinya melangkah ke pintu gerbang, untuk masuk ke dalam kota kembali.
"Maaf, pangeran. Memang sulit mencari seseorang tanpa mengetahui jejak-jejaknya. Apalagi mencari seorang tokoh sakti seperti Giok-bin Tok-ong itu. Lebih baik kita ke... heiii... pangeran! lihat!" Tiba-tiba Yap Kiong Lee berseru tertahan.
Sebuah kereta kecil tampak berpacu keluar dari dalam kota. Kuda penghelanya yang tidak begitu besar namun tampak kokoh kuat menghelanya di jalan yang berdebu. Sekilas tampak wajah seorang kakek tua berambut panjang duduk melenggut di dalamnya. Dan Yap Kiong Lee takkan melupakan wajah kakek tua dan Kereta itu!
"Siapa....?" Liu Yang Kun berdesah sambil mengerutkan keningnya.
"Bu-tek Sin-tong! Dialah tokoh yang kita cari siang tadi! Mari kita ikuti dia!"
"Bagaimana dengan Giok-bin Tok-ong?"
"Sudahlah! Nanti kita cari lagi dia! Yang perlu kita ikuti dulu Jago Silat Nomer Tiga Di Dunia ini! Tapi kita harus hati, eh? Pangeran, lihat...!" sekali lagi Yap Kiong Lee berseru tertahan. Jari telunjuknya menuding ke arah pintu gerbang lagi.
Seorang wanita dengan wajah yang hampir tertutup oleh rambut panjangnya sendiri kelihatan melesat keluar dari dalam pintu gerbang tersebut. Begitu cepatnya bayangan itu melintas di bawah lampu yang tergantung di atas pintu gerbang, sehingga apabila mereka tidak sedang kebetulan melibat ke sana tak mungkin mereka bisa mengetahuinya.
"Si-siapa... dia....??" Liu Yang Kun berseru tertahan pula.
"Entahlah! Saya tidak tahu. Tapi yang jelas dia sedang mengejar kereta Bu-tek Sin-tong tadi. Pangeran, marilah kita buntuti mereka...!" jawab Yap Kiong Lee tegang.
Kemudian dengan cepat jagoan dari Istana itu meloncat ke dalam gelap mengejar bayangan wanita tadi. Dan Liu Yang Kun pun tak ada pilihan lagi selain mengikutinya. Keduanya mengerahkan seluruh kemampuan mereka, sehingga tubuh mereka bagaikan bayangan yang melesat di dalam kegelapan.
Empat atau lima langkah yang pertama Yap Kiong Lee memang dapat membarengi langkah Liu Yang Kun, tapi pada langkah-langkah selanjutnya jagoan dari istana itu menjadi semakin jauh tertinggal di belakang. Itupun Liu Yang Kun telah sedikit mengendorkan langkahnya, karena bagaimanapun juga pemuda itu masih menghormati perasaan Yap Kiong Lee.
Namun setelah jarak itu semakin menjadi jauh dan Yap Kiong Lee sudah tidak dapat menyaksikan lagi gerakan kakinya, Liu Yang Kun lalu betul-betul mengerahkan Bu-eng Hwee-tengnya. Dan sekejap saja tubuhnya telah lenyap di dalam gelap.
Demikianlah, selagi Yap Kiong Lee menjadi kebingungan karena telah kehilangan jejaknya, Liu Yang Kun sendiri telah berada jauh di tengah-tengah hutan pohon cemara. Seperti halnya Yap Kiong Lee ternyata pemuda itu juga telah kehilangan jejak kereta Bu-tek sintong dan wanita pengejarnya itu.
''Sungguh mengherankan sekali! Masakan di dunia ini ada seekor kuda yang memiliki gin-kang seperti halnya manusia berilmu tinggi? Baru saja kereta itu lewat. Bahkan suara gesekan roda besinyapun juga masih dapat kutangkap dengan telingaku pula. Tapi mengapa tiba-tiba saja aku telah kehilangan jejaknya? Masakan kereta itu bisa menghilang begitu saja bersama penumpangnya? Aneh...?"
Liu Yang Kun lalu melangkah dengan hati-hati di bawah bayang bayang pohon cemara itu. Dikerahkannya seluruh lwee kangnya untuk mempertajam kemampuan mata dan telinganya, agar ia mampu menangkap suara-suara ataupun benda-benda yang paling lemah sekalipun.
"Krreek! Kresek...!" tiba-tiba terdengar suara benda berat bergeser.
Liu Yang Kun cepat melompat dan menyeberangi jalan itu. Kemudian ia melongok ke dalam jurang dimana suara tersebut terdengar. Dan betapa terkejutnya hatinya tatkala menyaksikan kereta Bu-tek Sin-tong itu di sana. Ternyata kereta itu terguling di dasar jurang yang menganga di pinggir jalan tersebut.
Bagaikan seekor kera Liu Yang Kun berloncatan turun dengan tangkasnya. Walaupun gelap pemuda itu mampu melihat dan memilih tempat berpijak dengan baik. Bahkan dengan ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna pemuda itu boleh dikatakan 'melayang' dari pada 'berloncatan‘.
Tapi sampai di dasar jurang pemuda itu tertegun. Kereta itu memang kereta yang dilihatnya di pintu-gerbang kota tadi. Dan keadaannya sudah berantakan, sementara kuda penghelanya juga sudah mati pula. Namun anehnya tak seorangpun yang ia jumpai di tempat itu, baik Bu-tek Sin-tong maupun wanita yang mengejarnya itu. Bahkan kusir atau pengemudi kereta itupun juga tak djumpainya pula.
"Hmm... aneh benar! Dimana orang-orang itu? Apakah Bu-tek Sin-tong telah meloncat menyelamatkan dirinya sebelum kereta itu hancur di jurang? Tapi bagaimana dengan kusirnya? Apakah kusir kereta itu pandai ilmu silat pula?"
Karena penasaran Liu Yang Kun mencoba meneliti keadaan di sekitar. Ditengoknya tempat-tempat yang mencurigakan yang sekiranya dapat dipergunakan untuk bersembunyi. Bahkan ia melangkah menyusuri dasar jurang sampai beberapa puluh tombak jauhnya. Benar juga dugaannya. Duapuluh tombak jauhnya dari bangkai kereta ia menemukan tubuh kusir kereta tersebut. Tubuhnya tergolek di atas bebatuan menantikan datangnya ajal yang akan menjemputnya.
Liu Yang Kun bergegas memeriksanya. Namun orang itu memang tidak bisa diselamatkan lagi. Tubuhnya telah terluka parah. Bahkan kaki-tangannya juga telah patah pula. Tampaknya orang itu tidak bisa silat sama sekali, sebab ketika keretanya jatuh dari bibir jurang, ia tidak bisa menyelamatkan dirinya. Namun sebelum menghembuskan napasnya yang penghabisan, Liu Yang Kun masih sempat memperoleh keterangan tentang Bu-tek Sin-tong dan wanita pengejarnya.
"Kakek Iblis... kakek iblis itu... lari ke dalam gua di… didekat pohon Siong itu! Dan... dan... kun... kuntilanak itu mengejarnya!"
"Kuntilanak...?" Liu Yang Kun berseru kaget seraya mengguncang tubuh kusir kereta tersebut, namun nyawa orang itu telah terlanjur pergi meninggalkan jasadnya.
Otomatis Liu Yang Kun memandang ke tempat yang ditunjuk oleh kusir kereta itu. Dan kebetulan pula bulan yang hanya seiris kecil itu muncul dari balik awan, sehingga jurang yang gelap itu menjadi sedikit terang karenanya. Liu Yang Kun melihat sebuah lobang tampak di lereng jurang. Tempatnya tidak jauh dari sebatang pohon Siong tua yang lebat daunnya. Ada sebuah aliran mata air yang keluar dari lobang itu.
Sebenarnya ada perasaan khawatir juga di hati Liu Yang Kun untuk memasuki lobang gua tersebut, Namun ketika lapat-lapat telinganya mendengar suara pertempuran di dalamnya, hatinya tidak bisa ia kendalikan lagi. Bergegas ia melompat masuk, setelah tentu saja menyiapkan seluruh kemampuannya.
Semuanya kelihatan gelap gulita. Tapi dengan tenaga sakti Liong-cu-I-kangnya Liu Yang Kun mampu melihat dan menembus kegelapan itu dengan matanya. Bahkan dengan tenaga saktinya yang dahsyat itu pula mata Liu Yang Kun menjadi mencorong seperti naga di dalam kegelapan. Sekilas pandang saja Liu Yang Kun telah melihat dengan jelas semua yang ada di dalam gua tersebut.
Seorang kakek cebol berambut panjang tampak sedang bertarung seru melawan seorang kakek berwajah tampan. Sementara di pinggir gua itu tampak seorang nenek, masih kelihatan sisa-sisa kecantikannya, sedang menangisi seorang wanita muda yang terkapar pingsan dilantai gua. Dan juga hanya dalam sekilas pandang pula Liu Yang Kun segera mengenal bahwa wanita yang pingsan tersebut adalah wanita yang tadi mengejar kereta Bu-tek Sin-tong itu.
Liu Yang Kun menggeram. Ia segera mengenal kakek tampan yang sedang bertempur melawan kakek cebol itu. "Hmmm... Giok-bin Tok-ong! Jadi kakek inilah yang menurut Lo-sin-ong dan Tiauw Li Ing telah ikut mengeroyok serta melukai aku! Dan kakek cebol itu tentulah Bu-tek Sin-tong kakek yang ada di dalam kereta itu." Hanya kedua wanita itu saja yang belum diketahui oleh Liu Yang Kun.
"Kusir kereta tadi menyebut wanita muda itu dengan sebutan kuntilanak! Hmm, benarkah dia itu kuntilanak yang dikejar-kejar orang selama ini? Lalu siapa pula wanita tua yang menangisinya itu? Eh, jangan-jangan dia adalah Han Sui Nio yang diculik oleh Giok-bin Tok-ong itu? Ah, benar! Jangan-jangan memang dia. Menilik pakaiannya dia memang seperti seorang pendeta wanita..."
Dengan mengendap-endap Liu Yang Kun lalu bergeser mendekati kedua wanita itu. Tak seorangpun tahu kedatangannya karena semuanya tercekam oleh kesibukan mereka masing-masing.
"Oueek... oouek... ouuuuoeek!" tiba-tiba terdengar suara tangis bayi.
Liu Yang Kun terkejut. Ternyata wanita muda yang pingsan itu mendekap bayi di dadanya. Dan bayi tersebut ternyata masih hidup pula. "Ouh... wanita muda itu membawa bayi?" pemuda itu berdesah dan otomatis pikirannya teringat pada khabar burung tentang hantu kuntilanak pengganggu anak kecil itu.
Liu Yang Kun lalu mendekat lagi. Dengan bersembunyi di belakang batu besar yang menjorok keluar dari dinding gua, pemuda itu hanya beberapa langkah saja jaraknya dari kedua orang wanita itu. Dan dari tempat tersebut Liu Yang Kun benar-benar bisa melihat dengan jelas kedua orang itu.
"Tui Lan... Tui Lan... .oough!'' tiba-tiba terdengar wanita tua itu merintih lemah. "Kau... kau jangan mati, nak! Lihatlah, ibumu datang!"
Liu Yang Kun mengerutkan dahinya. Tiba-tiba saja hatinya bergetar dengan keras. Nama yang disebutkan oleh wanita tua itu bagaikan palu besi yang tiba-tiba menghantam dinding ingatannya, sehingga ingatannya yang tertutup oleh jarum-jarum yang ditanam oleh Lo-sin-ong itu seperti bergetar dengan hebatnya.
"Tui Lan....?! Oh, rasa-rasanya aku pernah mendengar nama itu..." pemuda itu tiba-tiba menjambak rambutnya seraya berbisik lemah sekali.
"Oueek... ouuueek! Oueeeeoek!" bayi yang ada didalam pelukan wanita muda itu menangis lagi.
"Nah, Tui Lan... lihatlah! Anak yang kau perebutkan dengan Bu-tek Sin-tong itu menangis. Sadarlah... Kau bujuklah dia! Aku, aku tak tahan mendengar tangisnya..." wanita tua itu meratap lagi.
Liu Yang Kun tertegun. "Anak yang diperebutkan dengan Bu-tek Sin-tong. Oh, apa artinya ini?" desahnya semakin bingung.
"Heii....? Siapa di situ? Ayo, keluar!!" tiba-tiba wanita tua itu menoleh ke tempat persembunyian Liu Yang Kun dan membentak keras.
Ternyata desah napas Liu Yang Kun tadi telah didengar oleh wanita tua itu. Padahal hanya sekejap saja pemuda itu tadi terguncang perasaannya. Namun hal itu ternyata telah mempengaruhi pemusatan ilmunya sehingga desah napasnyapun lalu menjadi berat dan akibatnya didengar oleh telinga perempuan tua tersebut.
Karena telah diketahui lawannya maka Liu Yang Kun tak bisa terus bertahan di tempat persembunyiannya. Pemuda itu terpaksa keluar dari belakang batu besar tersebut.
"Siapakah yang datang itu, Sui Nio?" Giok-bin Tok-ong tiba-tiba berteriak.
"Alaaa... kau tak perlu mencari-cari alasan untuk menghentikan pertarungan kita! Siapapun yang datang kita tak perlu mempedulikannya! Yang penting kita selesaikan dulu urusan kita! Kaulah tadi yang memulainya. Kaulah tadi yang tiba-tiba mencampuri urusanku! Oleh karena itu pula kau tidak boleh menghentikannya begitu saja! Kau harus memikul tanggung jawabnya! Huh!" Kakek kerdil yang tidak lain memang Bu-tek Sin-tong itu memaki-maki Giok-bin Tok-ong.
"Manusia Kerdil! Manusia Kura-kura ...!" Giok-bin Tok-ong balas mengumpat tak kalah kerasnya. ''Siapa yang hendak mencari-cari alasan, heh? Ou, Monyet Busuk! Kau kira aku takut menghadapi monyet kerdil macam kau ini, heh? Kurang ajar...!"
"Ha-ha... kau menjadi marah, bukan? Nah… itu tandanya kata-kataku tadi benar! Hehehehe...!" Bu-tek Sin-tong terus saja mengejek dan sama sekali tidak tersinggung oleh sumpah serapah lawannya.
"Keparat! Lihat Cit-hoam-tok-ciamku (Jarum Tujuh Langkahku)...!"
Bu-tek Sin-tong terkejut. "Apa? Kau mulai mempergunakan senjata-senjata racunmu? Apakah engkau tidak takut kalau racun ganas itu mengenai kekasihmu sendiri, heh?" Sambil mengolok-olok Bu-tek Sin-tong melayang ke samping, sehingga jarum itu luput mengenai tubuhnya. Bahkan kemudian dalam waktu yang bersamaan kakek kerdil itu balas menyerang pula dengan lemparan paku-pakunya.
"Gila! Bocah sinting...!" dalam kagetnya Giok-bin Tok-ong mengumpat lagi. Kemudian dengan cepat iblis dari Lembah Tak Berwarna itu mengebutkan lengan bajunya. Whuuuus! Serangkum angin yang sangat kuat menghembus ke arah paku-paku itu!
Ting! Ting! Ting!
Paku-paku itu seperti tertahan oleh sebuah tirai besi yang tak kelihatan, kemudian jatuh berdentangan di lantai gua. Tapi ketika Giok-bin Tok-ong bermaksud melangkahinya, tiba-tiba paku-paku tersebut meledak dan menyemburkan serbuk besi ke kakinya. Dan serbuk besi tersebut ternyata juga mengandung racun pula.
"Bangsat...!" Giok-bin Tok-ong yang tak menduga akan hal itu menjerit kaget dan bergegas menghindarkan diri.
Sementara itu di luar arena tersebut Han Sui Nio sedang berdiri terbelalak mengawasi Liu Yang Kun. Walaupun suasana amat gelap, tapi tokoh dari Aliran Im-Yang-kauw itu mampu melihat lawannya dengan jelas. Apalagi jarak mereka cuma empat atau lima langkah saja jauhnya. "Kau... kau siapa? Lekas jawab!" pendeta wanita itu membentak lagi. Namun kini suaranya sudah tidak segarang tadi dan bahkan agak gugup. Sinar mata lawannya yang mencorong seperti mata naga itu benar-benar mengejutkan hatinya.
Diam-diam Liu Yang Kun menelan ludahnya. Perasaannya juga tidak kalah tegangnya. Secara tak sengaja ia justru dapat menemukan persembunyian Giok-bin Tok-ong. "Jadi... lo-cianpwe ini benar-benar Han Sui Nio dari Aliran Im-Yang-kauw itu? Aah ... sungguh kebetulan sekali. Kedatanganku kemari memang untuk mencari Lo-cianpwe. Sungguh-sungguh tak terduga..."
Wajah Han Sui Nio menjadi pucat! Bibirnya bergetar. Dan sekilas ia menoleh ke arena, seolah-olah takut kalau kata-kata Liu Yang Kun itu akan didengar oleh Giok-bin Tok-ong. "Lekas katakan! Mengapa kau tak mau menjawab juga? Siapa kau. Apakah kau teman Ui Bun Ting? Bagaimanakah keadaannya? Apakah ia masih hidup?" desahnya kemudian dengan tegang dan gelisah.
"Benar, saya adalah teman Ui Ciang bun. Beliau selamat. Kini sedang menunggu lo-cianpwe di dalam kota. Marilah kita pergi dari tempat ini. Tapi ehm, siapakah wanita muda yang membawa bayi ini? Apakah dia...?"
Liu Yang Kun menunjuk ke arah tubuh Tui Lan yang terbaring diam di lantai gua. Ada semacam perasaan aneh yang bergejolak di dalam dada pemuda itu. Namun karena 'ingatan masa lalunya' telah hilang, maka ia tetap tak dapat mengenali wajah Tui Lan. Cuma nalurinya saja yang tiba-tiba merasa sangat dekat dan ingin sekali mendekati wanita muda itu.
Tapi ketika Liu Yang Kun hendak melangkah mendekatinya, tiba-tiba Han Sui Nio melejit menghalanginya. "Jangan! Biarlah aku sendiri yang membawanya! Dia terluka dalam oleh pukulan Bu-tek Sin-tong." pendeta wanita itu mencegah. Kemudian dengan tangannya sendiri ia mengangkat tubuh Tui Lan beserta bayinya dan membawanya keluar dari dalam gua itu.
"Hei, Sui Nio....! Mau ke mana kau, heh?" terdengar suara teriakan Giok bin Tok ong.
Han Sui Nio tertegun. Otomatis angkahnya berhenti. Dengan bibir gemetar dia menatap Liu Yang Kun.
"Teruslah! Lo-cianpwe tak usah takut! Biarlah aku yang menghadapinya nanti. Aku sudah biasa berhadapan dengan kakek iblis itu dan aku masih tetap segar bugar sampai sekarang!" Liu Yang Kun membesarkan hati Han Sui Nio.
"Sui Nio.,..! Siapa orang itu?" sekali lagi Giok-bin Tok-ong berteriak keras sekali.
"Lo-cianpwe, lekas...! Engkau sudah ditunggu-tunggu oleh Ui Ciang-bun. Cepat!" Liu Yang Kun menggeram, dan tiba-tiba saja matanya semakin tampak mencorong menakutkan.
"Ya... yaa, aku akan keluar...." seperti terkena oleh daya magis Han Sui Nio mengangguk dan bergegas keluar.
"Heeii...! Mau kemana kau?" untuk yang ketiga kalinya Giok-bin Tok-ong membentak. Kali ini suaranya benar-benar menggeledek memekakkan telinga. Pasir dan kotoranpun sampai berhamburan ke bawah menimpa mereka bertiga.
"Hei... bayi itu jangan dibawa pergi!" Bu-tek Sin-tong juga berseru pula.
Kemudian seperti berlomba kedua kakek sakti itu saling menahan pukulan mereka lalu bersama-sama menerjang ke pintu gua untuk mengejar Han Sui Nio. Dengan gin-kangnya yang hebat, yang mampu membuat tubuhnya menjadi seringan kapas Bu-tek Sin-tong tampak melayang lebih cepat dari pada Giok-bin Tok-ong.
Namun pada saat yang hampir bersamaan, tubuh Liu Yang Kun juga melesat dengan cepat menghadang mereka. Dan sedetik kemudian mereka sudah siap untuk saling bertubrukan di dekat pintu gua. Tapi sebelum saat yang berbahaya itu terjadi, masing-masing secepat kilat telah mengerahkan tenaga dalamnya dan kemudian menghentakkannya ke depan untuk menyingkirkan lawan-lawannya terlebih dahulu.
Dan karena Liu Yang Kun berada di arah yang berlawanan dengan kedua orang lawannya, maka otomatis ia seperti menerima hentakan dua gelombang tenaga sekaligus. Dan sesaat kemudian Liu Yang Kun seperti diterpa oleh hembusan angin yang maha dahsyat. Bahkan diantara tiupan angin yang hendak menggulung tubuhnya itu, Liu Yang Kun mencium bau busuk yang memuakkan pula.
"Gila!" pemuda itu mengumpat di dalam hati. Kemudian dengan cepat Liu Yang Kun menggeser kakinya ke samping. Pemuda itu merasa betapa berat dan kuatnya tenaga gabungan tersebut, sehingga ia tidak berani menghadapinya dari depan. Terpaksa ia menggeser ke samping dan kemudian baru berani menyongsongnya dengan sekuat tenaganya. Meskipun demikian akibat dari benturan tersebut ternyata tetap hebat sekali.
Whuuuaaauuusssh! Sekejap tubuh Bu-tek Sin-tong dan Giok-bin Tok-ong seperti tertahan oleh bentakan tenaga Liu Yang Kun, Bahkan setelah itu tubuh mereka seperti didorong dengan kuatnya ke belakang. Dan sedetik kemudian tubuh mereka benar-benar terbanting ke samping dengan hebatnya.
Sekilas masih kelihatan wajah Bu-tek Sin-tong dan Giok-bin Tok-ong yang tiba-tiba menjadi pucat pasi. Bahkan sekilas masih tampak pula matanya yang terbelalak seolah tak percaya. Namun itu semua segera hilang setelah tubuh mereka terbentur ke dinding gua dengan dahsyatnya! Tapi pada saat itu pula tubuh Liu Yang Kun yang menerima gempuran tenaga gabungan mereka, juga terlempar dengan kuatnya keluar pintu gua!
"Oooh....?!" Han Sui Nio yang hampir tertimpa tubuh Liu Yang Kun menjerit kaget.
Tapi dengan tangkas Liu Yang Kun berdiri tegak kembali. "Jangan hiraukan saya! Saya tidak apa-apa! Cepatlah locianpwe menghindar dari tempat ini!" serunya kemudian dengan tergesa-gesa.
"Tapi ....?" Han Sui Nio menjawab ragu, karena bagaimanapun juga dia tak enak hati untuk meninggalkan orang yang menolongnya di dalam bahaya.
"Percayalah kepada saya! Kedua iblis tua itu tak pernah bisa mengalahkan saya!" sekali lagi Liu Yang Kun membesarkan hati pendeta wanita itu. "Lekaslah! Cuma saya minta tolong, kalau lo-cianpwe di jalan nanti berjumpa dengan Hong-lui-kun Yap Kiong Lee, harap memberitahukan kepadanya bahwa aku berada di tempat ini. Katakan pula bahwa Giok-bin Tok-ong sudah saya ketemukan..."
"Hong-lui-kun Yap Kiong Lee pendekar dari istana itu...?" Han Sui Nio berdesah kaget.
Tapi dengan cepat Liu Yang Kun mendorong wanita tua itu, karena dari dalam gua telah terdengar sumpah serapah Giok-bin Tok-ong. Bahkan bersamaan dengan perginya Han Sui Nio, tokoh puncak dari perguruan Lembah Tak Berwarna itu telah muncul pula dengan langkah terhuyung-huyung. Dan kakek tampan itu tidak dapat segera melihat Liu Yang Kun karena kedua belah tangannya sedang sibuk mengusap dan membersihkan debu serta pasir yang mengotori rambut, wajah dan pakaiannya.
Di belakangnya tampak Bu-tek Sin-tong yang juga sibuk pula membersihkan rambutnya. Hanya bedanya kakek kerdil itu tidak terhuyung-huyung seperti Giokbin Tok-ong walaupun sebentar-sebentar ia tak bisa menyembunyikan batuknya. Ternyata keduanya telah terpengaruh juga oleh pukulan sakti Liu Yang Kun.
''Bangsat kurang ajar! Setan! Demit! Iblisss...! Siapa sebenarnya bocah itu, heh? Berani benar dia melawan Giok-bin Tok-ong! Huh! Akan kucari mayatnya! Lalu akan kucerai-beraikan bangkainya dan kemudian akan kusebar pula tulang belulangnya agar puas hatiku! Bangsat...!"
"Jangan cuma membuka mulut saja! Ayo... lekas kita cari dia! Dia tentu sedang dalam keadaan sekarat sekarang," Bu-tek Sin-tong membentak kesal.
Giok-bin Tok-ong menoleh dengan marah. ''Sekarat katamu? Mana ada kesempatan untuk sekarat lagi baginya? Mana ada orang yang mampu menerima tenaga gabungan kita di dunia ini? Jangankan bocah itu, Bun-hoat Sian-seng pun takkan kuat menghadapi tenaga gabungan kita! Huh! Aku tanggung nyawanya tentu sudah lebih dahulu terbang ke langit sebelum ia menerima pukulan kita. he-he-he...! Mungkin kita sekarang justru mendapat kesulitan untuk mencari sisa-sisa tubuhnya. Atau mungkin kita hanya akan… hah???"
Tiba-tiba kakek tampan itu terbelalak. Hampir saja dia menabrak Liu Yang Kun, orang yang dikiranya sudah mati itu. "Sssssin... Tttttooooong?" kakek tampan itu memanggil Bu-tek Sin-tong dengan suara gugup dan ketakutan. Hampir-hampir saja ia lari meninggalkan tempat itu.
"Hei... kenapa kau? Apa kau... hah?" tiba-tiba Bu-tek Sin-tong berteriak tinggi pula. Seketika wajahnya menjadi pucat. Apa lagi ketika kemudian ia mengenali wajah Liu Yang Kun.
Tapi memang tidak mengherankan bila kedua kakek sakti itu menjadi kaget dan ketakutan ketika melihat wajah Liu Yang Kun. Selain mereka tidak memiliki bayangan bahwa yang mereka hadapi itu adalah Liu Yang Kun, mereka sendiri juga tidak menyangka pula kalau pemuda itu ternyata masih hidup. Bagi Bu-tek Sin-tong, pemuda itu sudah lama mati, terkubur di Lembah Dalam satu tahun yang lalu.
Pada waktu itu secara kebetulan dia juga sedang bersama-sama dengan Giok-bin Tok-ong pula. Bahkan dia juga melihat sendiri, bagaimana pemuda itu tertimbun oleh bukit yang longsor ke bawah. Adalah tidak mungkin kalau pemuda itu bisa menyelamatkan diri dalam timbunan tanah itu. Maka dari itu betapa kagetnya dia ketika tiba-tiba melihat wajah Liu Yang Kun di tempat tersebut.
Sebaliknya bagi Giok-bin Tok-ong yang sudah memperoleh kesempatan berjumpa dengan Liu Yang Kun beberapa hari yang lalu, pertemuan yang kedua ini benar-benar menimbulkan rasa takut di dalam hati sanubarinya. Bagaimana tidak. Sudah beberapa kali pemuda itu lolos dari maut. Baik dari timbunan bukit longsor yang maha dahsyat itu maupun dari keganasan peluru pek-lek-tan-nya.
Bahkan yang terakhir kalinya dia merasa telah menewaskan pemuda itu di dalam ledakan pek-lek-tannya beberapa hari yang lalu. Maka dari itu sungguh tidak mengherankan bila ia menjadi ketakutan begitu melihat wajah Liu Yang Kun kembali. Ia merasa seperti berjumpa dengan 'hantu‘ Liu Yang Kun.
"Kau... kau... kau masih hidup juga? Kau tidak hancur terkena ledakan peluru pek-lek-tanku itu?" Giok-bin Tok-ong berdesah gemetar seraya mundur-mundur sehingga hampir menginjak kaki Bu-tek Sin-tong.
"Bagaimana dia keluar dari timbunan bukit longsor itu, Tok-ong? Apakah ia memiliki ilmu tikus tanah?" kakek kerdil itu bertanya pula. Nada suaranya juga amat heran dan tak percaya.
Liu Yang Kun mengertakkan giginya. "Hmh... jadi memang benar kau yang melukai aku beberapa hari yang lalu? Bagus! Kalau begitu tak sia-sia aku mencarimu, Giok-bin Tok-ong! Hemmm.... manakah temanmu yang lain itu? Dimana pula orang yang bernama Bok Siang Ki itu?"
Giok-bin Tok-ong semakin menjadi gugup. Ditolehnya Bu-tek Sin-tong yang berdiri di sampingnya, seolah-olah ia ingin mencari bantuan kepada kakek kerdil itu. Tapi kakek kerdil itu sendiri seakan-akan juga sudah mencium pula bahaya yang akan ia hadapi bila ia ikut-ikutan memusuhi pemuda itu. Oleh karena itu dengan cerdik ia melangkah ke samping, menjauhi Giok-bin Tok-ong.
"Hmm,... tampaknya kau memang suka mencampuri urusan orang, sehingga di mana-mana engkau mendapatkan musuh. Belum juga urusan diantara kita selesai, urusan yang lain telah menghadangmu. Nah, kalau begitu, biarlah aku mengalah dahulu. Kau selesaikan dulu urusanmu dengan pemuda ini, aku akan pergi mengurus masalahku sendiri!" Kakek kerdil itu cepat-cepat berkata.
Begitulah, selesai berkata Bu-tek Sin-tong segera beranjak dari tempatnya. Kakek cebol tersebut bermaksud untuk mengejar Han Sui Nio dan merebut kembali bayi yang ada di dalam pelukan Tui Lan. Tapi belum juga dua langkah kakek cebol itu bergerak, Liu Yang Kun sudah lebih dahulu menghadangnya.
"Berhenti! Kau juga tidak boleh pergi dari tempat ini!" hardik pemuda itu keras-keras.
"Apa....? Kurang ajar! Kau berani membentak aku?" Bu-tek Sin-tong tiba-tiba menggeram marah. Matanya mendelik ganas.
Sebenarnya diantara Liu Yang Kun dan Bu-tek Sin-tong tidak pernah terjadi perselisihan apa-apa. Mereka sudah beberapa kali bertemu sebelumnya. Walaupun di dalam setiap pertemuan itu mereka sering berada di pihak yang berlawanan. Namun demikian di antara mereka tak pernah ada dendam pribadi atau sakit hati.
Dan selama ini Liu Yang Kun selalu bersikap segan dan hormat kepada Bu-tek Sin-tong. Maka bisa dimengerti kalau kakek Kerdil itu menjadi marah mendengar bentakan Liu Yang Kun tersebut. Padahal semua itu dilakukan oleh Liu Yang Kun karena ia sudah lupa atau tidak mengenal kakek itu lagi.
"Persetan! Pokoknya tak seorangpun aku perbolehkan mengganggu wanita-wanita itu!" Liu Yang Kun menggeram pula tak kalah kakunya.
"Huh! Apa hubunganmu dengan mereka? Kenapa kau membelanya?"
"Aku tak punya hubungan apa-apa dengan mereka. Tapi aku merasa berkewajiban untuk melindungi mereka dari gangguan orang-orang jahat seperti kalian ini."
"Kurang ajar! Kau memang sudah bosan hidup! Lihat pukulan...!" Bu-tek Sin-tong menjerit berang, kemudian menyerang Liu Yang Kun dengan ganasnya.
"Bagus, Sin-tong! Anak itu memang perlu mendapat pelajaran agar tidak menjadi sombong!" Giok-bin Tok-ong segera bertepuk tangan dan berteriak memanasinya.
"Diam! Tunggulah, kaupun akan kulabrak pula nanti! Kita juga punya urusan yang belum terselesaikan!" sambil bertempur Bu-tek Sin-tong masih sempat juga memaki.
"Baik! Apa kau kira aku juga takut kepadamu, Manusia Kura-kura?" Giok-bin Tok-ong menjawab tantangan itu dengan makian pula.
Sementara itu pertarungan antara Liu Yang Kun dan Bu-tek Sin-tong semakin menjadi seru juga. Masing-masing segera mengeluarkan ilmu andalan mereka, karena masing-masing sudah pernah melihat mutu kepandaian lawannya. Mula-mula Liu Yang Kun hanya mengeluarkan ilmu warisan Keluarga Chin. Tapi ketika ia mulai terdesak oleh ilmu lawannya, maka ia lalu menggantinya dengan salah sebuah dari ilmu warisan Bit-bo-ong almarhum, yaitu ilmu silat Kimliong Sin-kun.
Namun ilmu yang inipun juga tidak dapat berbuat banyak terhadap lawannya. Selain ia tak membawa badik pusaka, ia pun juga tidak mengenakan mantel pusaka pula. Padahal kedua buah pusaka tersebut menjadi inti dari ilmu Kim-liong Sin-kun. Mungkin untuk menghadapi jago-jago persilatan yang lain ilmu itu sudah lebih dari cukup.
Namun untuk menghadapi Bu-tek Sin-tong, tokoh nomer tiga di dunia persilatan, ilmu yang hebat itu menjadi kehilangan keampuhannya. Walaupun sebenarnya untuk menunjang kekurangannya Liu Yang Kun telah mengerahkan pula tenaga sakti Liong-cu-i-kang-nya.
"Hehehe...? Ayo, anak muda! Kau tumpahkanlah semua ilmumu dihadapanku! Aku akan melihat sampai dimana kehebatanmu, hehehe...!" Kakek kerdil itu tertawa terkekeh-kekeh.
Tapi beberapa saat kemudian kakek itu mengerutkan dahinya. Berkali-kali diperhatikannya ilmu Kim-liong Sin-kun yang dimainkan oleh Liu Yang Kun. "Hei, anak muda! Tampaknya ada sesuatu yang kurang pada ilmu silatmu ini. Kalau tidak karena lwee-kangmu yang dahsyat itu, ilmu ini benar-benar tidak ada artinya. Dari mana kau memperoleh ilmu ini, heh?" katanya kemudian dengan sungguh-sungguh.
"Persetan dengan segala macam ocehanmu. Aku sendiri juga tidak tahu dari mana ilmu ini kuperoleh! Tahu-tahu sudah mendarah daging begitu saja di dalam tubuhku. Hmmh... apa kau ingin minta yang lain? Baik! Lihatlah...!" Liu Yang Kun menyahut dengan suara penasaran.
Kemudian dengan mengerahkan Bu-eng Hwe-tengnya, Liu Yang Kun mengeluarkan ilmu warisan Bit-bo-ong yang lain, yaitu Pat-hong sin-ciang! Ilmu Pukulan Sakti Delapan Penjuru yang dilandasi dengan gin-kang Bu-eng Hwe-teng ini benar-benar hebat bukan main. Apalagi Liu Yang Kun telah mempelajarinya sampai ke tingkat puncaknya. Maka dapat dibayangkan betapa repotnya Bu-tek Sin tong melayaninya.
Udara malam yang amat dingin itu menjadi semakin dingin pula oleh pengaruh ilmu silat Pat-hong Sin-ciang. Apa lagi ketika pengaruh magis yang diciptakan oleh ilmu tersebut telah diungkapkan pula oleh Liu Yang Kun. Sedikit demi sedikit Bu-tek Sin-tong merasakan adanya tekanan yang semakin berat terhadap akal dan pikirannya. Rasanya kakek sakti itu menjadi semakin bingung dan salah tingkah terhadap gerakan yang dikeluarkan Liu Yang Kun. Bahkan akhirnya kakek itu juga menjadi bingung dan salah tingkah pula terhadap dirinya sendiri.
"Berhenti! Eh-eh... tahan! Jangan memukul lagi!" sambil menghindar kesana kemari akhirnya Bu-tek Sin-tong berteriak dan menjerit-jerit.
Karena memang tidak merasa bermusuhan dengan Bu-tek Sin-tong, maka Liu Yang Kun mau berhenti pula. Dengan wajah puas ia memandang kakek kerdil itu.
"Hei, Sin-tong! Kenapa kau minta berhenti, heh? Apakah kau merasa kewalahan menghadapi anak itu?" dari luar arena Giok-bin Tok-ong berteriak.
Tapi kakek kerdil itu tak mempedulikan seruan Giok-bin Tok-ong. Sebaliknya dengan roman muka bersungguh-sungguh ia menghadapi Liu Yang Kun. "Anak muda! Rasa-rasanya aku mengenal ilmu silatmu! Coba katakan, siapakah gurumu? Kau mempunyai hubungan apa dengan Perguruan Ui-soa-pai? Ada hubungan keluarga apakah antara kau dengan Bok Siang Ki? Lekas jawab!"
Liu Yang Kun mendengus marah. Namun demikian dahinya juga kelihatan berkerut ketika menjawab pertanyaan kakek kerdil tersebut. "Aku tak tahu apa yang kau katakan. Aku tidak pernah merasa belajar kepada siapa-siapa. Aku belum pernah mendengar Ui-soa-pai. Dan aku juga tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan orang yang bernama Bok Siang Ki. Bahkan aku merasa belum pernah melihat atau mengenal orang itu. Hmh, mengapa kau tanyakan semua itu kepadaku? Apakah kau mencurigai ilmu silatku?"
Bu-tek Sin-tong menggeram. "Benar. Ilmu meringankan tubuh dengan gaya melenting dan melayang itu hanya dimiliki oleh cikal bakal Perguruan Ui-soa-pai. Dan ilmu silat yang dilambari dengan ilmu sihir dan ilmu Kebatinan itu juga hanya dimiliki oleh pendiri perguruan Ui-soa-pai pula. Itulah sebabnya mengapa kutanyakan kepadamu semuanya itu."
"Lalu apa hubungannya orang yang bernama Bok Siang Ki itu dengan pertanyaanmu itu?"
"Bok Siang Ki adalah orang yang paling berkuasa di Ui-soa-pai sekarang. Hmm, apakah kau belum pernah mendengarnya?"
Liu Yang Kun menggelengkan kepalanya. "Aku memang belum pernah mendengarnya. Bahkan seperti yang telah kukatakan tadi, aku belum pernah mengenal dia. Melihat wajahnyapun juga belum pernah pula. Aku memang benar-benar bukan orang Ui-soa-pai. Aku adalah aku. Jangan menduga dan berprasangka yang lain-lain!"
"Bohong! Bohong kalau dia bilang belum pernah bertemu dan mengenal Bok Siang Ki! Beberapa hari yang lalu aku dan Bok Siang Ki pernah bertempur dengan dia! Hei, apakah kau sudah lupa?" tiba-tiba Giok-bin Tok-ong berseru memotong pembicaraan mereka.
Liu Yang Kun melirik ke arah Giok-bin Tok-ong sebentar, lalu menatap Bu-tek Sin-tong kembali, ia tak menjawab atau menanggapi ucapan kakek tampan itu, karena ia sudah tak ingat lagi akan kejadian-kejadian itu.
"Hei, benarkah kata-katanya itu? Mengapa kau berkelahi dengan Bok Siang Ki? Hmmh, apakah kau seorang murid murtad yang melarikan diri dari perguruan Ui-soa-pai?" Bu-tek Sin-tong menyambung perkataan Giok-bin Tok-ong.
Tiba-tiba Liu Yang Kun mengertakkan giginya. Dengan marah ia membentak. "Sudah kukatakan bahwa aku tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan Bok Siang Ki ataupun Perguruan Ui-soa-pai itu! Titik! Kenapa kau belum percaya juga? Apa maumu sebenarnya? Kau ingin berkelahi atau hanya ingin bersilat lidah saja?"
Tersinggung juga hati Bu-tek Sin-tong dibentak-bentak begitu. "Kurang ajar! Kalau aku menanyakan semua itu kepadamu, itu hanya karena aku tak ingin salah tangan membunuh warga sendiri! Tahu? Akupun juga datang dari perguruan Ui-soa-pai pula! Bahkan kalau diurut-urutkan, aku ini masih su-pek dari Bok Siang Ki itu, itulah sebabnya aku segera mengenal ciri-ciri dari ilmu silat yang kau mainkan. Karena ciri-ciri ilmu silat yang kaumainkan tadi hampir sama dengan ciri-ciri ilmu silat Ui-soa-pai. Nah, kalau kau ini benar-benar anak murid perguruan Ui-soa-pai, bukankah aku akan menyesal sekali bila nanti terlanjur membunuhmu?"
"Hei....? Jadi kau ini orang dari perguruan Ui-soa-pai, heh? Wah, sungguh tak kusangka. Tapi kenapa kepandaianmu malah berada dibawah kepandaian Bok Siang Ki. su-titmu (keponakanmu) itu? Aneh benar!" sekali lagi Giok-bin Tok-ong menyela pembicaraan mereka.
Kulit muka kakek kerdil itu menjadi merah seketika. Tapi sebelum kemarahannya itu benar-benar meledak, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki mendatangi tempat itu. Dan di lain saat, di dekat mereka telah berdiri seorang lelaki jangkung berusia limapuluhan tahun, berkumis dan berjanggut panjang teratur rapi.
"Tidak ada yang aneh, Tok-ong. Memang benar apa yang dikatakan oleh Bu-tek Sin-tong itu." orang yang baru saja datang, yang tidak lain adalah Bok Siang Ki sendiri itu menyahut ucapan Giok-bin Tok-ong.
"Bok Siang Ki...?" Giok-bin Tok-ong dan Bu-tek Sin-tong berdesah berbareng.
''Benar, akulah yang datang..." Bok Siang Ki mengangguk. Kemudian katanya lagi kepada Liu Yang Kun. "Ah... tak kusangka kau masih hidup pula. Kukira kau telah hancur berkeping-keping terkena peluru maut Giok-bin Tok-ong itu. Hmmm... kepandaianmu benar-benar hebat sekali! Sebagai penguasa tertinggi di Perguruan Ui-soa-pai, aku ikut berbangga pula karenanya..."
Liu Yang Kun menatap Bok Siang Ki lekat-lekat. "Maksudmu...?" tanyanya kemudian dengan suara dingin.
Bok Siang Ki tertawa dingin pula. "Wah... kelihatannya kau sangat sombong dan tinggi hati. Tapi tak apalah. Kau belum mengenal betul siapa aku ini. Dengarlah! Seperti halnya Bu-tek Sin-tong tadi, akupun menjadi curiga pula kepada ilmu silatmu. Bahkan di dalam hati kecilku aku berani memastikan bahwa ilmu silat yang kau mainkan tadi tidak lain adalah ilmu perguruan Ui-soa-pai. Memang di dunia ini banyak ilmu silat yang memiliki kesamaan dan kemiripan di dalam gerakannya. Tapi hal seperti itu takkan terjadi pada ilmu-silat Perguruan Ui-soa-pai. Betul bukan kata-kataku ini, Sin-tong?"
Bu-tek Sin-tong mengangguk-anggukkan kepalanya. Bok Siang Ki tersenyum. "Wah, kau lihat itu...! Dahulu Bu-tek Sin-tong juga anak murid Perguruan Ui-soa-pai pula. Karena malu atas perbuatan ayahnya yang berkhianat terhadap Perguruan Ui-soa-pai, Bu-tek Sin-tong lalu pergi mengasingkan diri bertapa selama hidupnya."
"Jangan kau ungkat-ungkat lagi peristiwa itu!" Bu-tek Sin-tong menggeram marah.
"Maaf. Tapi pengkhianatan ayahmu itu telah mencoreng dan menjatuhkan martabat kebesaran Perguruan Ui-soa-pai, karena pengkhianatan ayahmu, maka sejarah kebesaran Ui-soa-pai menjadi hancur. Tak seorangpun dari anak murid perguruan Ui-soa-pai, setelah pengkhianatan itu, yang mampu keluar dari pintu perguruan. Selama hampir seabad anak murid perguruan Ui-soa-pai hanya mampu merenungi diri di dalam rumah perguruannya.
"Coba kalau waktu itu kau mau keluar dari lobang pertapaanmu, kau akan bisa melihat betapa nistanya kehidupan anak murid bekas perguruanmu itu. Selama hampir seabad mereka tak mampu atau tak berani menampakkan dirinya di muka umum, sementara ayahmu malang melintang di dunia persilatan dengan sebutan yang menakutkan. Bit-bo-ong! Betapa menyakitkan..." Bok Siang Ki menjawab pula dengan tak kalah geramnya.
"Bit-bo-ong (Si Raja Kelelawar)...?" Giok-bin Tok-ong dan Liu Yang Kun mengulang ucapan Bok Siang Ki.
Sekali lagi Liu Yang Kun merasa seperti pernah mendengar atau sangat dekat dengan nama itu. Tapi seperti biasanya pula pemuda itu tak bisa mempergunakan ingatannya untuk mengingat-ingat atau mengenal nama tersebut. Sebaliknya bagi Giok-bin Tok-ong bukan nama itu yang mengagetkannya, tapi hubungan yang tak terduga antara nama itu dengan Bu-tek Sin-tong lah yang justru sangat mengejutkannya.
"Hoi, Sin-tong! Jadi kau ini anak Si Hantu Kelelawar yang termashur itu, heh? Oh, bukan main! Benar-benar tak kusangka! Lalu... jika demikian berapa umurmu sekarang?"
"Diam, bangsat! Jangan berani kau mengusik-usik hal itu! Kubunuh kau!"
"Hehaheh...!" Giok-bin Tok-ong tetap tertawa tapi tak berani meneruskan godaannya.
"Kalau dihitung-hitung usia Bu-tek Sin-tong tentu sudah lebih dari seratus tahun. Tapi karena ia tak pernah meninggalkan goa pertapaannya, maka ia tetap awet muda dan segar bugar. Padahal anak murid Ui-soa-pai yang seangkatan dengan dia sudah tiada semua. Bahkan tokoh tua atau 'sesepuh' kami yang seangkatan di bawahnya pun juga telah pergi semua." Bok Siang Ki menjawab pertanyaan Giokbin Tok-ong.
"Ya, tapi dengan meringkuk di dalam gua yang pengap selama puluhan tahun, membuat perkembangan tubuhnya menjadi kacau. Dia tidak tumbuh menjadi besar, tapi sebaliknya justru mengkerut menjadi kecil, hahahah! Lain halnya dengan aku! Meskipun usiaku juga hampir setua dia, tapi karena aku nikmati kehidupan ini dengan sebaik baiknya, maka tubuhku tetap tumbuh dengan subur dan terawat baik..." Giok-bin Tok-ong tertawa lagi.
"Kurang ajar! Kau tidak juga mau membungkam mulutmu?" Bu-tek Sin-tong membentak dan berusaha menghajar mulut yang usil tersebut.
Thaaas! Giok-bin Tok-ong menangkis dan keduanya segera terpelanting mundur beberapa langkah. Cuma Giok-bin Tok-ong tampak lebih jauh dan agak terhuyung, sehingga dengan marah kakek-tampan tersebut merogoh saku bajunya. Siap dengan segala macam senjata-senjata beracunnya! Tapi sebelum mereka bergebrak kembali, Bok Siang Ki telah terlebih dahulu menengahinya.
"Jangan berkelahi sekarang! Bukankah kita telah menetapkan diri untuk bertemu tengah malam nanti di bangunan tua itu? Kita bertiga akan menetapkan, siapakah diantara kita bertiga yang lebih banyak kemajuannya setelah mempelajari isi Buku Rahasia yang asli itu? Oleh karena itu tunda dulu perkelahian kalian! Kita lebih baik mengurus dulu anak muda ini...!"
"Baik! Aku memang ingin menghukum anak ini. Dia telah berani menggagalkan keinginanku untuk memelihara bayi sebagai penyambung hidup dan ilmuku besok." Bu-tek Sin-tong menggeram setuju.
"Benar! Anak itu juga telah mengacaukan urusanku dengan bekas gundikku itu. Aku juga akan minta pertanggung-jawabannya pula. Kalau perlu akan kulenyapkan dia...!" Giok-bin Tok-ong ikut mengancam Liu Yang Kun.
"Bagus! Kalau begitu kita bertiga mempunyai urusan dengan anak muda ini. Kita selesaikan urusan ini satu persatu. Sekarang akulah yang akan lebih dulu mengurusnya...." Bok Siang Ki berkata tegas...